Ceritasilat Novel Online

Naga Beracun 28


Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo Bagian 28




   Akan tetapi ada kalanya, ia teringat dengan perasaan kagum kepada pemuda itu, juga perasaan setia-kawan dan senasib. Sekarang, setelah pemuda itu membantunya sehingga ia berhasil membunuh Can Hong San, Thian Ki hendak menemaninya menemui subonya.

   "Baiklah, Thian Ki. Akan tetapi kalau engkau tidak berhasil membujuknya, kalau subo tetap dengan perintahnya, terpaksa aku akan mencari Cian Bu Ong dan mencoba untuk membunuhnya, dan engkau jangan mencampurinya lagi. Juga kuperingatkan bahwa subo amat benci kepada pria sebagai akibat perbuatan Cian Bu Ong, maka kalau ia bersikap tidak manis kepadamu, jangan menyalahkan aku."

   Thian Ki memandang dengan wajah berseri. Hatinya merasa gembira bukan main, bukan hanya karena dia diperbolehkan melakukan perjalanan bersama gadis itu, melainkan terutama sekali karena dia diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu demi kebaikan gadis itu dan hal ini tentu saja dapat mengobati penyesalannya terhadap diri sendiri yang mengakibatkan Cin Cin kehilangan tangan kirinya.

   "Aku tidak biasa menyalahkan orang lain Cin Cin. Aku lebih suka menyalahkan diriku sendiri daripada
(Lanjut ke Jilid 32)
Naga Beracun (Seri ke 02 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 32
menimpakan kesalahan kepada orang lain."

   "Baiklah, kalau begitu mari kita berangkat. Perjalananan kita cukup jauh."

   Thian Ki bertanya di mana Tung-hai Mo-li tinggal dan ketika mendengar bahwa guru Cin Cin tinggal di pantai timur, dia berkata,

   "Ah, kalau begitu, perjalanan kita akan melewati dusun Hong cun di tepi Huang-ho. Kita dapat singgah di rumah Paman Si Han Beng, karena aku harus menemui paman Si Han Beng berdua!"

   "Maksudmu Paman Si Han Beng Si Naga Sakti Sungai Kuning?" tanya Cin Cin heran dan teringatlah ia betapa tadinya, kakeknya menyuruh Lai Kun mengantarnya kepada pendekar itu untuk menjadi muridnya.

   "Benar, siapa lagi kalau bukan dia?"

   "Hem, kalau saja Paman Lai Kun tidak berkhianat dan tidak menjualku di tengah perjalanan, agaknya sekarang aku telah menjadi murid pendekar besar itu. Tapi, mau apakah kita singgah ke sana, Thian Ki?" Perasaan hati Cin Cin tidak nyaman juga mendengar mereka akan singgah di rumah suami isteri pendekar yang namanya terkenal di dunia pe rs ilatan itu.

   "Cin Cin, Paman Si Han Beng adalah adik angkat mendiang ayahku, maka dapat dianggap dia keluarga kami sendiri, akan tetapi bukan itu yang penting. Aku harus menghadap suami isteri pendekar itu, karena hanya mereka berdua saja yang akan mampu memberi petunjuk kepadaku agar aku terbebas dari cengkeraman racun di tubuhku."

   Cln Cin membelalakkan matanya yang indah. Semua perasaan penasaran dan tak senang kepada Thian Ki agaknya sudah terhapus dan ia sudah pulih kembali seperti sebelum tangannya buntung.

   "Aihh, engkau ini sungguh aneh, Thian Ki! Aku dan semua orang tentu akan senang sekali jika dapat menjadi anak beracun sepertimu. Tidak akan terkalahkan oleh siapapun juga! Akan tetapi engkau malah ingin membuang racun itu dari tubuhmu. Bagaimana ini?"

   Thian Ki tersenyum dan apa yang dia pikirkan saat itu keluar dari mulutnya,

   "Ah, engkau mengingatkan aku kepada Kui Eng. Iapun ingin menjadi beracun seperti aku!"

   "Kui Eng? Siapa itu? Seorang gadis ?"

   "Engkau sudah pernah bertemu dengannya, bahkan bertanding dengannya. Ia adalah adik tiriku dan sumoi-ku."

   "Ahh, puteri Cian Bu Ong itu? Akan tetapi, kukira bukan hanya aku dan ia yang ingin menjadi beracun sepertimu. Setiap orang ahli silat akan merasa bangga sekali kalau......"

   "Ah, engkau hanya memperhitungkan enaknya saja, tidak mau tahu tentang tidak enaknya. Cin Cin. Bayangkan saja, dengan racun terkutuk ini, tanpa disengaja aku telah membuat engkau kehilangan tangan kirimu. Enakkah itu? Kalau yang terkena begitu orang jahat atau musuh, masih mending, akan tetapi kalau orang sendiri? Selain itu, dengan keadaan seperti aku ini, aku tidak.. .tidak.... boleh menikah."

   Kembali mata yang indah itu terbelalak, kini terkejut."Ehh! Kenapa be gitu?"

   "Karena, kalau aku menikah" Thian Ki agak tergagap karena bicara tentang pernikahan membuat dia enggan dan malu." wanita yang menikah dengan aku akan mati keracunan."

   "Ahhh........!" Kini Cin Cin memandang kepada Thian Ki dengan mata terbelalak, dan sinar matanya yang tadinya terkejut, perlahan-lahan mengandung sinar iba."Kalau begitu.. engkau seperti kena kutuk"

   "Begitulah, maka aku harus berusaha menghilangkan pengaruh racun ini dari tubuhku. Mendiang nenek yang menjadikan aku anak beracun juga tidak mampu melenyapkan racun ini, dan menurut keterangannya, yang mampu hanya orang-orang yang memiliki kesaktian tinggi, seperti Pek I Tojin guru Paman Si Han Beng dan Hek Bin Hwesio guru Bibi Bu Giok Cu. Bahkan menurut mendiang nenek, mungkin saja suami isteri pendekar itu sendiripun sudah cukup untuk dapat melenyapkan racun dari tubuhku."

   "Ah, kalau begitu, memang perlu sekali singgah ke sana, Thian Ki! Engkau harus disembuhkan. Mari kita berangkat, akupun ingin bertemu suami isteri pendekar yang dipilih kakek untuk menjadi guruku itu, dan aku ingin bicara dengan mereka tentang murid mereka."

   Melihat gadis itu bangkit lalu melangkah pergi, Thian Ki juga mengikutinya. Mereka berjalan keluar dari jalan simpangan itu, menuju ke jalan besar yang masih sunyi.

   "Cin Cin, kau tadi menyinggung tentang murid Huang-ho Sin-liong? Siapakah dia?"

   "Thian Ki, ingatkah engkau kepada The Siong Ki?"

   "The Siong Ki, siapakah itu? Aku tidak ingat nama itu."

   "Dia teman kita bermain-main ketika engkau dan orang tuamu datang berkunjung ke Hek-houw-pang dulu itu. Dia putera supek The Ci Kok...."

   "Ahhh, anak yang jangkung dan yang eh telinganya kecil itu?"

   Cin Cin tersenyum dan Thian Ki terpesona. Baru sekarang dia melihat gadis ini tersenyum dan seolah-olah matahari baru muncul dari balik awan mendung yang tebal, mengusir semua kegelapan dan kemuraman!

   "Benar dia, Thian Ki. Aih, betapa aku selalu menggodanya dan mengatakan dia bertelinga tikus, dan dia marah-marah." Gadis itu kini tersenyum lebar sehingga nampak sedikit deretan giginya yang putih dan rapi, juga lekuk-lekuk di kedua pipinya nampak, membuat wajah itu menjadi manis sekali.

   "Jadi dia yang menjadi murid Paman Si Han Beng? Ah, tentu dia lihai sekali dan di mana engkau bertemu dengan dia, Cin Cin?"

   "Dia memang lihai, akan tetapi kiraku aku masih mampu menandinginya. Kau tahu, dua kali aku bertemu dengan dia, dan dua kali pula aku sempat bertanding dengannya, walau hanya beberapa jurus saja." Cin Cin lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Siong Ki di Hek-houw-pang. Kemudian yang ke dua kalinya ketika ia membela ibu kandung dan ayah tirinya yang hampir celaka di tangan Siong Ki.

   'Penyerangannya terhadap ibuku itulah yang membuat hatiku merasa penasaran dan aku akan sampaikan kepada Huang-ho Sin-liong dan isterinya! Kalau dia berada di sana, aku akan menegur langsung dan menantangnya!"

   "Aih, Cin Cin. Bagaimanapun juga, antara engkau dan dia masih ada hubungan persaudaraan lewat Hek-houw-pang, kenapa urusan kecil dibesar-besarkan?"

   "Urusan kecil? Kalau dia menyerang ayah tiriku karena dia menganggap ayah tiriku dahulu membantu Cian Bu Ong menyerbu Hek-houw-pang yang mengakibatkan supek The Ci Kok tewas, hal itu masih biasa dan aku tidak akan mencampurinya. Akan tetapi melihat ayah tiriku dalam bahaya, tentu ibuku membela dan Siong Ki telah berani melukai pangkal lengan kanan ibuku! Kalau aku tidak muncul di saat itu, siapa tahu dia akan membunuh ibuku pula. Hemm, kalau dia berada di rumah Huang- ho Sin-liong, aku akan beberkan semua ini dan kalau dia tidak mau mengakui kesalahannya dan minta maaf, aku akan menantangnya, membalaskan ibuku!"

   Thian Ki menghela napas panjang. Dia tahu Cin Cin menjadi seorang gadis yang keras karena gemblengan hidup sejak kecil, yang teramat pahit. Akan tetapi pada dasarnya, ia seorang gadis yang baik hati. Dan memang Siong Ki keterlaluan kalau berani melukai ibu gadis ini.

   "Aku yakin bahwa Paman Si Han Beng dan isterinya, suami isteri pendekar yang bijaksana itu akan dapat mengambil tindakan kalau memang murid mereka bersalah. Huang-ho Sin-liong terkenal bukan saja karena kelihaiannya, akan tetapi juga kegagahan dan kebijaksanannya." Dia menghibur dan sebentar saja, wajah Cin Cin yang tadinya keruh kini menjadi jernih dan cerah kembali. Mereka melanjutkan perjalanan dan benar saja seperti dugaan dan harapan Thian Ki, setelah melakukan perjalanan dua tiga hari saja, gadis itu menjadi seorang kawan yang akrab, lincah dan selalu bergembira.

   Bukan hanya Pangeran Tua Li Siu Ti, yaitu paman dari Pangeran Li Si Bin yang kini menjadi Kaisar Tung Tai Cung menggantikan ayahnya saja yang pernah memberontak sehingga dihukum mati seluruh keluarganya, juga pada awal Kerajaan Tang itu, telah berulang kali terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran dan keluarga Kaisar.

   Pendiri Kerajaan Tang, sesungguhnya adalah Pangeran Li Si Bin, walaupun sebagai kaisar pertama, yang diangkat adalah ayahnya, yaitu Li Goan, yang tadinya kepala daerah Shansi dan yang berjuluk Kaisar Tang Kao Cu (618 - 627).

   Semenjak Kerajaan Tang berdiri, sudah berulang kali terjadi perebutan kekuasaan, namun semua kerusuhan itu dapat dipadamkan oleh Pangeran Li Si Bin yang sejak mudanya memang merupakan seorang yang gagah perkasa, pandai ilmu silat dan ilmu perang juga amat bij aksana.

   Ketika Pangeran Li Si Bin menjadi Kaisar Tang Tai Cung menggantikan ayahnya, Kaisar Tang Tai Cung (627 - 649) dengan penuh semangat membangun Kerajaan Tang sehingga menjadi semakin kuat dan makmur. Dia menjadi kaisar dalam usia duapuluh enam tahun dan sepuluh tahun ke mudian, keraj aan Tang be rkemban g menjadi Ke raj aan yang kuat dan diakui oleh para negara tetangga.

   Akan tetapi, setelah para pangeran putera Kaisar Tang Tai Cung mulai dewas a, kembali terj adi gej ala persaingan dan pe re butan kekuasaan di antara para pangeran itu! Hal ini membuat Kaisar Tang Tai Cung menjadi pusing dan marah. Sudah ada beberapa orang pangeran, putera"puteranya sendiri, terpaksa diasingkan ke perbatasan barat dan utara, karena mereka saling bermusuhan memperebutkan kedudukan sebagai pangeran mahkota.

   Akhirnya, Kaisar memilih Pangeran Li Hong yang berwatak pendiam, tidak pernah ikut bersaing memperebutkan kedudukan, seorang pangeran yang tampan, namun tidak cerdik dan bahkan wataknya lemah. Selain itu, kelemahan menyolok dari Pangeran Li Hong adalah wataknya yang mata keranjang. Kaisar Tang Tai Cung tahu akan hal ini, dan dia merasa prihatin sekali. Akan tetapi tidak ada pilihan lain!

   Kalau dia mengangkat seorang di antara putera-puteranya yang saling bermusuhan karena memperebutkan kedudukan menjadi pangeran mahkota, pasti akan timbul pertentangan dan bentrokan hebat, terjadi perpecahan di antara keluarganya sendiri. Dia berusaha untuk menggembleng pangeran mahkota itu dengan mengundang guru-guru silat maupun sastra. Akan tetapi, memang Pangeran Mahkota Li Hong tidak berbakat, juga kurang semangat, maka dalam kedua macam ilmu itupun dia sama sekali tidak mendapatkan kemajuan.

   Kwa Bi Lan, yang menjadi selir Kaisar Tang Tai Cung semenjak kaisar masih Pangeran Li Si Bin, melihat semua perkembangan ini. Ia sendiri sama sekali tidak tertarik akan urusan pemerintahan.

   Kalau ia sampai mau menjadi selir pangeran yang kini menj adi kaisar, hal itu sama sekali bukan karena ia berambisi untuk memperoleh kedudukan dan kemuliaan. Sama sekali tidak! Ia seorang wanita yang berjiwa pendekar dan ketika ia sebagai seorang janda muda tanpa anak menerima pinangan Pangeran Li Si Bin adalah karena memang tertarik dan kagum kepada pangeran yang perkasa itu. Akan tetapi, setelah pangeran itu menjadi kaisar, sebagian besar waktu dan perhatian Kaisar Tang Tai Cung dikerahkan untuk urusan pemerintahan, untuk mengemudikan pemerintahan dan memakmurkan negara.

   Mulailah Kwa Bi Lan mulai kesepian dan kehidupan di dalam istana itu dirasakannya menyiksa jiwanya yang biasanya bertualang dan bebas. Apalagi ketika Kaisar Tang Tai Cung tergila-gila kepada seorang dayang baru yang bernama Bu Couw Hwa, kaisar itu tidak lagi pernah datang berkunjung kepadanya, baik untuk bermalam di kamarnya atau untuk berbincang-bincang.

   Hong Lan atau Lan Lan, yang kini menjadi puteri Istana dengan nama Li Hong Lan, dapat merasakan kedukaan ibunya. Ia telah menjadi seorang gadis berusia delapanbelas tahun yang lincah jenaka, cantik jelita dan juga pandai ilmu silat, sastra dan seni!

   Ia menjadi seorang puteri yang dicinta oleh semua penghuni istana, dari kaisar sampai kepada dayang dan thai-kam (orang kebiri). Bahkan para guru silat yang atas perintah kaisar mengajarkan silat kepadanya juga amat sayang kepada murid yang berbakat ini.

   Para pangeranpun, yang tentu saja tahu bahwa Hong Lan adalah seorang anak bawaan Kwa Bi Lan dan bukan puteri kandung kaisar, juga menganggap Lan Lan sebagai adik mereka sendiri dan bersikap menyayang kepadanya.

   Namun, semua ini tidak membuat Lan Lan menjadi manja atau besar kepala. Ibunya selalu menekankan watak yang sederhana dan rendah hati, dan ibunya selalu mengingatkan agar ia tidak menjadi seorang gadis sombong, dengan menceritakan bahwa ibunya dahulu seorang gadis dari rakyat biasa.

   Akan tetapi, Kwa Bi Lan tidak pernah menceritakan bahwa Lan Lan bukan puteri kandung kaisar, walaupun ia tahu bahwa hal ini kelak tidak akan dapat ditutupi lagi dan pasti suatu hari Lan Lan akan mendengar sendiri bahwa ia bukan anak kandung kaisar, melainkan ikut ibunya yang menjadi selir kaisar setelah menjadi janda.

   Biarlah ia kelak mengetahui bahwa ia bukan anak kandung kaisar, akan tetapi ia tidak akan pernah tahu bahwa ia bukan anak kandungku, pikir Kwa Bi Lan dan kalau sudah memikirkan hal ini, hatinya meraasa cemas dan khawatir. Bagaimanapun juga, Pendekar Naga Sakti Sungai Kuning dan isrerinya adalah suami isteri pendekar yang sakti, dan bukan tidak mungkin suatu waktu mereka muncul menuntut kembalinya anak mereka itu.

   Pada suatu pagi, Hong Lan telah berada di taman samping istana yang biasanya sunyi dan berlatih silat pedang seorang diri di tempat latihan yang dibangun di tengah taman itu. Tempat itu merupakan tempat terbuka, beratap tanpa dinding, dengan lantai dari batu putih mengkilap, sebuah ruangan kosong yang hanya berisi beberapa buah bangku.

   Tempat ini amat menyenangkan untuk duduk berangin-angin sambil menikmati keindahan taman, juga amat tepat untuk berlatih silat, tempat berteduh dari panas atau hujan.

   Sungguh mengagumkan sekali melihat Hong Lan berlatih silat pedang di tempat itu. Dara berusia delapanbelas tahun ini memang cantik manis dan karena suka berolah raga, maka tubuhnya padat dan indah. Ketika ia bermain silat pedang, gerakan-gerakannya selain lentur dan cepat, juga indah seperti seorang penari yang ahli. Namun di balik keindahan ini terkandung bahaya bagi lawannya.

   Pedang itu kadang berdesing-desing suaranya, kadang tidak bersuara seperti angin lalu, adakala nya tidak nampak pedangnya, hanya nampak bayangan putih bergulung-gulung, adakalanya pula nampak pedang seperti berubah menjadi puluhan batang banyaknya.

   Puteri ini memang hebat, sejak kecil sudah suka sekali mempelajari ilmu silat, tekun dan berbakat sehingga seluruh kepandaian silat yang dikuasai ibunya, telah dikuasainya semua, bahkan ia masih menerima pelajaran dari guru-guru silat istana sehingga dalam usia delapan belas, ia bahkan lebih lihai dibandingkan ibunya.

   Biasanya, kalau berlatih silat di tempat itu, Hong Lan ditemani ibunya, atau gurunya yang lain. Ia tidak begitu suka bergaul rapat dengan saudara-saudara tirinya, yaitu para pangeran, melihat betapa di antara para pan ge ran itu te rdapat pers aingan dan permusuhan karena memperebutkan kekuasaan. Ia tahu pula bahwa hampir semua pangeran mempunyai jagoan masing-masing, mempunyai pengikut masing-masing yang he ndak membonceng pengaruh dan ke dudukan pangeran, mas ing"masing mengharapkan majikan mereka kelak menggantikan kedudukan kaisar sehingga mereka akan memperoleh bagian pula.

   Karena itu, Hong Lan muak dengan keadaan itu dan iapun lebih suka menyendiri. Hanya pangeran mahkota saja yang dianggapnya benar-benar seperti kakaknya sendiri, walau sikap kakak tirinya yang kadang terlalu mesra dan terlalu dekat itu membuatnya risi dan rikuh juga.

   Namun, hanya Pangeran Li Hong, atau ketika kecilnya disebut Li Ci, yang nampaknya tenang-tenang saja dan tidak mau bermusuhan dengan saudara-saudara tirinya untuk memperebutkan kekuasaan. Diapun agaknya maklum bahwa sebagai pangeran lebih muda, dia tidak akan dipilih.

   Akan tetapi kenyataannya, karena para pangeran lain berlomba memperebutkan kedudukan, Kaisar Tang Tai Cung bahkan memilih dia menjadi Pangeran Mahkota, calon penggantinya kelak kalau dia sudah tiada! Akan tetapi, pengangkatan inipun agaknya disambut dengan acuh saja oleh Pangeran Li Ci atau Li Hong. Dia lebih suka bermain-main dengan para dayang dan puteri, karena hanya kalau berdekatan dan bergaul ramah, dengan wanita cantik sajalah hatinya dapat merasa bahagia!

   Akan tetapi pagi hari itu, Hong Lan berlatih seorang diri. Ibunya masih tidur. Ia tahu bahwa terjadi perubahan besar dalam sikap ibunya. Dahulu, ibunya cekatan dan selalu bergembira, akan tetapi akhir-akhir ini, ibunya lebih banyak merenung dengan wajah murung. Bahkan di waktu malam sering bergadang di dalam kamar, membaca dan termenung saja, sehingga paginya agak terlambat bangun. Juga ibunya malas berlatih silat. Ia tahu penyebabnya.

   Ayahnya, Kaisar Tang Tai Cung, se lama beberapa bulan ini seperti me lupakan ibunya, tidak pe rnah datang berkunjung untuk bermalam atau bercakap-cakap. Itulah yang membuat, ibunya menjadi murung. Dan Hong Lan juga tahu mengapa ayahnya tidak pernah muncul. Ayahnya sedang tergila-gila kepada seorang dayang muda cantik, dan selain itu, juga ayahnya sedang tertarik akan ilmu gaib, terutama yang ada hubungannya dengan ilmu membuat umur panjang! Ia mendengar bahwa ayahnya mengadakan hubungan dengan seorang tosu ahli ilmu gaib atau ilmu sihir, untuk mempelajari ilmu membuat usia menjadi panjang, bahkan kalau mungkin, dapat hidup selamanya tidak dapat mati!

   Tiba-tiba Hong Lan melompat dan menyelinap ke balik rumpun bunga yang berdaun lebat. Ia mendekam di balik semak-semak ini untuk bersembunyi, karena lapat-lapat ia mendengar suara orang menuju ke situ. Pada saat itu ia tidak ingin diganggu orang lain, maka iapun bersembunyi agar tidak ada yang melihatnya.

   Ketika suara orang-orang itu semakin dekat, ternyata yang melangkah perlahan-lahan adalah ayahnya, Kaisar Tang Tai Cung dan seorang tosu yang bertubuh tinggi bermuka merah. Hong Lan tertarik dan hampir tidak bernapas, ia tahu bahwa ayahnya adalah seorang yang lihai, dan ia mendengar pula bahwa tosu inipun seorang sakti, maka ia khawatir kalau sampai ia ketahuan. Dari balik semak-semak, ia menghampiri mereka berdua.

   Ayahnya, Sribaginda Kaisar, sudah nampak tua, padahal usianya belum ada limapuluh tahun.

   Semua pertengkaran antara para pangeran membuat kaisar ini banyak menderita sedih dan jengkel, membuat kesehatannya mundur dan garis-garis kepahitan menggores di wajahnya yang tampan dan gagah. Tubuhnya masih nampak kokoh dan gesit, akan tetapi ayahnya itu agaknya sudah kehilangan gairah penuh semangat pada pandang matanya yang kini nampak sayu.

   Hong Lan sudah mendengar akan pengaruh seorang tosu ahli sihir atas diri ayahnya, akan tetapi belum pernah ia melihat orangnya. Kini, melihat seorang tosu dengan jubah longgar dan ada gambar pat-kwa (segi delapan) simbol Im"yang (Positip Negatip) di dada, segera ia dapat menduga bahwa tentu ini tosu yang kabarnya berjuluk Im Yang Seng cu itu!

   Seorang pria yang bertubuh tinggi tegap, lebih tinggi sedikit daripada ayahnya, mukanya merah dan kumis jenggotnya yang memutih itu jarang dan pelipis wajahnya aneh, mulutnya terhias senyum akan tetapi pandang matanya demikian dingin tanpa perasaan! Mereka berdua melangkah perlahan berdampingan dan tidak nampak ada pengawal seorangpun.

   Memang ayahnya tidak pernah mengajak pengawal kalau berjalan jalan di dalam lingkungan istana. Ayahnya adalah seorang ahli silat yang tangguh, maka tidak membutuhkan perlindungan pengawal. Ketika mereka tiba di depan ruangan terbuka itu, mereka berhenti dan Kaisar memberi isyarat agar mereka mengaso dan duduk di bangku yang paling depan.

   Hong Lan berada di belakang mereka, di balik semak-semak, tidak dapat melihat wajah mereka, namun dapat mendengarkan percakapan mereka dengan jelas.

   "To-tiang, berapa lama lagikah obat panjang usia yang sedang kau buat itu? Kami sudah tidak sabar menanti. Sudah dua bulan engkau membuatnya, sampai sekarang belum juga selesai."

   "Harap paduka bersabar, Sribaginda. Pembuatan obat itu tidak mudah, harus makan waktu seratus hari. Bersabarlah kurang lebih sebulan lagi dan pinto pasti akan menyerahkan obat itu kepada paduka. Tentu saja keberhasilan usaha manusia tergantung dari kehendak Langit dan Bumi, karena hanya kes larasan Langit dan Bumi saj a yang dapat menghidupkan segala sesuatu. Yang wajib kita lakukan, disamping usaha semampunya, adalah menyerah kepada kekuasaan Sang Maha Pencipta. Akan tetapi, yang merisaukan hati hamba adalah hasil penelitian hamba terhadap bintang-bintang di langit malam tadi. Cuaca cerah, langit bersih dan tidak terganggu sinar bulan sehingga bintang-bintang nampak jelas dan mereka bicara banyak mengenai kerajaan paduka."

   "Ahhh! Apa yang dikatakan bintang-bintang terhadap kerajaan kami, to"tiang? Hatiku selalu risau kalau memikirkan keadaan kerajaan, melihat betapa tidak ada pangeran yang kuanggap cukup bijaksana dan memenuhi syarat untuk menjadi penggantiku. Beberapa orang puteraku yang kuanggap cukup kuat dan pandai, ternyata berhati bengkok dan saling bermusuhan, sehingga terpaksa kami membuangnya keluar kota raja. Hanya Pangeran Li Ci saja yang memiliki watak baik, akan tetapi dia seorang laki-laki yang lemah dan kurang semangat. Terpaksa, karena hanya itulah satu-satunya jalan, kami mengangkatnya menjadi Pangeran Mahkota. Bagaimana menurut perhitungan semalam to-tiang? Kami ingin sekali mengetahui nasib kerajaan kami."

   "Sian-cai..! Nasib memang telah digariskan, namun segalanya tergantung dari usaha kita, karena yang kita ketahui hanyalah hasil atau gagalnya usaha kita. Jalannya nasib merupakan rahasia bagi kita, dapat dijenguk, namun tetap tidak dapat dimengerti. Menurut perhitungan hasil semalam me lalui bintang-bintang, Keraj an Tang masih dapat berjaya dan bertahan sampai ratusan tahun, sedikitnya tigaratus tahun lagi."

   Kaisar memandang tosu itu dengan wajah berseri."Bagus! Terima kasih kepada Bumi dan Langit yang akan mempertahankan keturunan kami sampai tigaratus tahun!"

   "Siancai ....! Bagaimanapun juga, tidak ada hari cerah tanpa mendung, tidak ada siang tanpa malam, tidak ada kemujuran tanpa diselingi kemalangan. Hidup memang harus diisi gelap dan terang, senang dan susah, dan demikian pula dengan kerajaan paduka. Bahkan dalam waktu satu keturunan saja, kekuasaan kerajaan akan dipegang oleh orang lain marga, bukan marga Li yang akan mengendalikan pemerintahan, melainkan marga Bu."

   "Apa ?!?" Ini tidak mungkin! Aku akan bertindak!" teriak kaisar dengan marah.

   "Siancai, siancai........! Harap paduka suka menenangkan hati. Kemarahan dan kekhawatiran hanya akan menimbulkan penyakit dan mengganggu kesehatan paduka yang sudah mundur, karena paduka banyak memusingkan soal para pangeran. Tentu saja paduka berhak untuk bertindak, justeru manusia dituntut untuk bertindak dan berikhtiar, akan tetapi hendaknya paduka tidak lupa akan hukum alam dan tidak bertindak menuruti nafsu saja."

   Kaisar menahan kemarahan hatinya. Biar kepada tosu ini sekalipun, dia harus merahasiakan, tindakan apa yang akan diambilnya, maka diapun membelokkan percakapan.

   "Bagaimana dengan putera mahkota? Akan baikkah nasibnya dan mampukah dia mengatur pemerintahan menggantikan kami?" Tosu itu tersenyum.

   "Harap paduka jangan khawatir. Menurut perhitungan bintang semalam, bintang putera paduka itu cemerlang. Pangeran Li Hong atau Li Ci kelak akan memerintah sampai puluhan tahun dengan baik!"

   "Aihh........! Luar biasa! Bagaimana mungkin terjadi hal yang sebaik itu, padahal kami selalu meragukan kemampuannya? Dia lemah dan tidak cerdas, juga kurang semangat!"

   "Sribaginda, kecakapan seseorang masih tidak begitu besar pengaruhnya terhadap dirinya melebihi pengaruh nasib. Sang Pangeran bernasib baik sehingga beliau akan selalu memperoleh pendukung dan pembantu yang setia dan baik, dan karena bantuan inilah yang membuat dia dapat berkuasa sampai puluhan tahun lamanya, dan negara akan menjadi makmur dan tenteram, juga agama berkembang pesat. Agama Buddha akan memegang peranan penting dalam pemerintahan putera paduka."

   "Dan tadi kau katakan bahwa ada marga yang Bu yang menguasai"

   "Harap paduka tenang saja. Kalaupun ada marga yang memegang kendali pemerintahan, bukan berarti bahwa marga Li tersingkir. Siapa tahu marga Bu malah yang menjadi pendamping dan pembantu. Ini hanya Bumi dan Langit yang tahu, dan Yang Maha Pengatur yang akan mengatur semua itu. Usaha apapun yang kita lakukan, tidak akan mampu mengubah ketentuan yang telah digariskan, Yang Mulia."

   "Hemm, aku khawatir sekali melihat kelemahan Li Ci! Kalau saja aku diberi umur panjang, aku akan dapat mencegah marga apapun juga menguasai keturunanku! To-tiang, cepat selesaikan obat panjang umur itu. Aku ingin hidup seribu tahun lagi agar dapat menjaga kekuasaan keturunanku!" Mereka bangkit dan berjalan pergi perlahan-lahan.

   Hong Lan tertegun di tempat persembunyiannya. Diam-diam ia merasa ngeri, merasakan pergolakan yang mempengaruhi suasana di istana. Perebutan kekuasaan! Agaknya setiap orang di istana telah kejangkitan penyakit itu. Berlomba untuk meraih kekuasaan, persaingan, permusuhan dan kebencian!

   Manusia saling bermusuhan dan hal ini berlangsung terus, agaknya sejak manusia-manusia pertama diciptakan sampai sekarang! Manusia saling bermusuhan, saling berlomba dan berebut kekuasaan, berebutan harta. Mengapa demikian? Semua ini adalah pengaruh iblis, pengaruh se tan yang he ndak me nguas ai manusia. I blis me mpe rgunakan daya-daya rendah yang ada pada diri manusia untuk menyeret manusia agar menyeleweng dari jalan hidup seperti yang dikehendaki Tuhan Maha Pe ncipta.

   Mungkin timbul pertanyaan: Apa dan bagaimana yang dikehendaki Tuhan itu dan bagaimana kita dapat menentukan bahwa itu adalah kehendak Tuhan? Menjawab pertanyaan seperti ini hanya mengandalkan pikiran adalah tidak mungkin, atau jawaban itu hanya akan menimbulkan perdebatan dan pertentangan belaka.

   Untuk menjawab pertanyaan di atas, menimbulkan pertanyaan lain tentang ada dan tidaknya Tuhan! Inipun bukan suatu pertanyaan untuk dijawab oleh otak kita. Ada atau tidaknya Tuhan merupakan kepercayaan atau ketidak percayaan saja, karena tidak mungkin membuktikan ke be radaan Tuhan melalui panca"indera.

   Namun kekuasaan Tuhan dapat dibuktikan. Seluruh jagad mayapada beserta semua isinya ini, jelas ada, dapat dilihat, didengar dan dicium. Kalau ada, tentu ada yang mengadakannya! Nah, Yang Mengadakan inilah yang kita sebut Tuhan! Kekuasaan Tuhan nampak jelas di mana-mana, bahkan dalam diri kita sendiri. Dari setiap helai bulu di tubuh kita, rambut dan kuku, semua itu tumbuh tanpa kita tumbuhkan. Jadi, ADA yang menumbuhkan, dan inilah kekuasaan Tuhan! Kemampuan lalat dan burung terbang di udara, kemampuan ikan hidup di air, cacing di dalam tanah, semua itu karena kekuasaan Tuhan yang mengaturnya. Dan kekuasaan itu kita namakan HIDUP atau kehidupan.

   Lalu, bagaimana kita dapat menentukan bahwa semua itu merupakan kekuasaan Tuhan? Siapakah Tuhan? Pria atau wanita? Satu ataukah banyak? Dimana tempat tinggalnya? Semua pertanyaan otak atau pikiran ini sama sekali tidak tepat untuk dijawab. Nama bagi Yang Maha Kuasa atau Maha Pencipta itu hanyalah sebutan yang kita pakai saja menurut bahasa masing-masing.

   Kekuasaan Tuhan berada di manapun juga, dan kekuasaanNya bekerja melalui sinar matahari, udara, air, api, tanah sehingga memberi kehidupan. Pikiran tidak mungkin mengukur kebesaran Tuhan! Tidak mungkin dapat membayangkan.

   Kita ini merupakan satu di antara mahluk ciptaan Tuhan. Walaupun merupakan mahluk yang paling lengkap dan sempurna, berikut hati dan pikiran, dilengkapi akal budi, namun tetap saja serba terbatas.

   Mata kitapun terbatas, tidak dapat melihat benda yang lebih lembut daripada ukuran mata. Pendengaran, penciuman, juga hati akal pikiran, semua terbatas. Bagaimana mungkin yang serba terbatas ini mengukur YANG TIDAK TER BATAS ?

   Pikiran ini hanyalah gudang yang isinya hanya tumpukan pengalaman. Kita hanya dapat mengenal hal-hal atau sesuatu yang pernah kita kenal, kita ketahui. Kalau kita disuruh mencari seseorang, tentu pikiran mencari-cari dalam gudang itu dan mencari-cari bayangan orang itu. Kalau kita pernah bertemu dengannya, pernah mengenalnya atau mengetahui bagaimana rupanya, siapa namanya, tentu kita dapat mencarinya.

   Akan tetapi bagaimana kita dapat mencari seseorang yang sama sekali tidak kita ketahui, tak pernah kita kenal, baik rupanya, namanya atau tempat tinggalnya? Tidak mungkin, bukan? Baru mencari orang yang tidak kita kenal saja, tidak mungkin.

   Bagaimana pikiran ini, yang hanya merupakan gudang benda-benda lapuk, dapat menemukan atau mencari Tuhan? Yang akan kita temukan tentulah Tuhan yang sudah terbentuk dalam pikiran kita, gambaran yang kita dapat tentang Tuhan, dan jelas bahwa yang kita temukan itu hanyalah sebuah bayangan belaka dari angan-angan kita sendiri.

   Baru membayangkan bentuk udara, bentuk api, atau bentuk air saja sudah tidak mungkin bagi kita. Yang dapat kita bayangkan adalah bentuk air dalam wadahnya, bentuk api dalam nyalanya, bentuk udara dalam tekanannya. Apalagi membayangkan bentuk Yang Maha Pencipta, yang menciptakan semua itu! Tidak mungkin!

   Disini letaknya peran dari iman. Tuhan hanya dapat disentuh dengan iman! Dengan kesadaran bahwa Tuhan itu Ada karena kekuasaannya ada dan terbukti. Dan kalau sudah begitu, keimanan membawa kita kepada kepercayaan akan wahyu Tuhan yang dilimpahkan kepada manusia melalui manusia pula, manusia yang sudah dipilihnya, untuk memimpin manusia agar menjauhi kejahatan dan melakukan kebajikan. Melakukan kebaikan dalam kerukunan bersama antar manusia untuk mempertahankan keberadaan manusia. Dan kebaikan inilah yang kita terima sebagai kehendak Tuhan!

   Atau, kalau ada manusia dilahirkan di tempat di mana belum ada peradaban, belum ada pengertian tentang wahyu dinamakan agama, tetap saja manusia memiliki ke sadaran akan adanya ke kuatan yang be rada di luar batas kemampuannya.

   Manusia, dari pengalamannya, akan mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi, di luar jangkauan akal pikiran manusia, kekuasaan yang akan menghukum manusia melalui bencana alam dan sebagainya.

   Sampai lama Hong Lan termenung di tempat persembunyiannya. Sekarang ia mengerti mengapa ayahnya selama ini nampak murung dan tidak bergairah. Kiranya ayahnya sedang bingung memikirkan keadaan kerajaannya, keadaan keluarganya.

   Para pangeran, kakak-kakaknya, agaknya tidak membuat hati ayahnya menjadi senang. Dua orang kakaknya telah dihukum buang karena saling bermusuhan memperebutkan kekuasaan, berlomba ingin dipilih menjadi putera mahkota.

   Dan Pangeran Li Ci atau Li Hong, kakaknya yang kini berusia duapuluh tahun itu, agaknya juga tidak memuaskan hati ayahnya. Dan iapun tidak merasa heran. Kakaknya itu, pangeran Li Ci, adalah seorang pangeran yang baik hati, lembut dan ramah, juga sedikitpun tidak pernah memperlihatkan keinginannya untuk menjadi pangeran mahkota. Akan tetapi diapun malas belajar silat atau sastra. Kegemarannya hanya bermain-main, bersenang-senang, dan suka sekali bergaul dengan para dayang dan selir Sri baginda. Baik hati dan lembut, namun kurang semangat dan bahkan agak bodoh, tidak memiliki pendirian tegas dan tidak jantan. Orang seperti kakaknya itu, bagaimana mungkin dapat menggantikan ayahnya yang bijaksana, adil, keras dan tegas sebagai kaisar.!

   Kedua kakaknya yang lain lebih bersemangat, juga gagah, akan tetapi semangatnya begitu berlebihan, sehingga ambisi mereka terlalu besar. Mereka tidak segan untuk saling berebutan agar dapat menjadi pangeran mahkota, menimbulkan kerusuhan bahkan tidak segan menentang ayah sendiri sehingga akhirnya mereka dihukum buang!

   Hong Lan keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan jalan di dalam taman menuju ke hutan kecil yang menembus ke istana bagian puteri. Ia merasa lelah sehabis berlatih silat tadi, ingin mandi segar lalu sarapan. Akan tetapi tiba-tiba ia menyelinap lagi, bersembunyi di balik se mak bunga yang le bat, dan me ngintai.

   Ia melihat kakaknya. Pangeran Li Ci, sedang berjalan dengan santai, bergandeng tangan dengan seorang dayang yang amat cantik manis. Ia mengenal dayang itu sebagai dayang baru yang didesas-desuskan menjadi kekasih ayahnya.

   Dayang itu bernama Bu Couw, akan tetapi setelah menjadi kekasih kaisar, diberi nama indah Mei Ling. Bu Mei Ling! Wanita cantik jelita yang masih muda sekall, bahkan masih kekanak-kanakan, berusia tujuhbelas tahun, nampak mesra sekali dengan kakaknya, Pangeran Li Ci. Mereka jalan bergandengan tangan sambil bercakap"cakap, sikap mereka seperti dua orang anak-anak yang sedang bermain"main. Mereka berjalan menuju ke sebuah pagoda kecil di sudut taman dan di sana mereka bermain, berlarian saling kejar seperti dua orang kanak-kanak. Hong Lan merasa hatinya panas bukan main.

   Sungguh keterlaluan sekali. Menjadi kekasih ayahnya, sekarang bermesraan dengan putera ayahnya, wanita macam apa itu.? Dan iapun sesalkan sikap kakaknya. Begitu mata keranjangkah kakaknya sehingga dia berani bermain gila dengan kekasih ayahnya, yang biarpun belum resmi, dapat dibilang ibu tirinya juga?

   Hong Lan ingin keluar dari tempat sembunyinya dan ingin langsung saja menemui kakaknya dan menegurnya, akan tetapi belum sampai ia bangkit, ia sudah menyusup kembali ketika melihat dua orang menyelinap dari balik batang pohon besar.

   Mereka adalah thai-kam (laki-laki kebiri) atau sida-sida (kasim) bertubuh gendut dan seorang wanita yang melihat pakaiannya tentulah seorang pelayan. Melihat gerakan mereka, jelas bahwa keduanya memiliki kegesitan dan ketangkasan. Hong Lan mengenal wanita berusia tigapuluhan tahun itu, maka ia menduga bahwa wanita itu tentulah seorang pelayan di luar keputrian, mungkin pelayan seorang pangeran tua, yaitu para saudara dari kaisar yang banyak tinggal di lingkungan istana.

   Sikap mereka mencurigakan karena mereka tadi juga melakukan pengintaian terhadap Pangeran Li Ci dan dayang Bu Mei Ling itu. Dan agaknya mereka sudah lebih dahulu mengintai, karena dia tadi tidak melihat gerakan mereka. Kini keduanya melangkah dan kebetulan berhenti tak jauh dari tempat ia bersembunyi, sehingga dapat me nde ngarkan pe rcakapan mereka.

   "Lihat itu, pangeran selemah itu, sungguh tidak menguntungkan kalau kelak menjadi kaisar," kata sida-sida itu yang dikenal Hong Lan sebagai seorang di antara pelayan di istana bagian puteri.

   "Karena itu, Pangeran Li Seng Cun hendak membimbingnya. Di bawah bimbingan Yang Mulia Pangeran Li Seng Cun, tentu pemerintahan akan menjadi kuat dan baik sekali. Sudahlah, kita tahu betapa lemahnya Pangeran Li Ci, tidak perlu dibicarakan lagi. Yang penting, aku diutus untuk minta penjelasan yang meyakinkan, malam ini baginda akan be rmalam di kamar mana?"

   "Masih sepagi ini, bagaimana dapat ditentukan? Biasanya, nanti sehabis makan malam, Sribaginda akan menentukan pilihannya di antara selir dan dayang."

   "Bagaimana dengan dayang baru yang kabarnya menjadi kekasih beliau itu?" wanita itu menunjuk ke arah pagoda di mana tadi Pangeran Li Ci dan dayang Bu Mei Ling bermain-main.

   "Agaknya Sribaginda kini mulai melupakannya dan lihat saja, ia sudah mulai bermain gila dengan pangeran mahkota."

   "Wanita itu yang akan pertama-tama menerima hukuman mati kalau rencana majikanku berhasil. Kalau begitu, malam nanti aku akan datang lagi untuk minta berita terakhir darimu. Pangeran Li Seng Cun sudah mempersiapkan segalanya, katakana saja di mana malam ini Sribaginda bermalam dan tengah malam nanti segalanya akan beres." Suara wanita itu terdengar dingin.

   Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tapi aku... aku takut terbawa-bawa.." Thai-kam itu berkata dengan suara agak gemetar.

   "Bodoh kamu! Apa yang perlu ditakuti dan siapa akan menyangka bahwa engkau terlibat dalam urusan pembunuhan ini.? Bagaimanapun juga, engkau sudah terlihat dan sekali aku membuka mulut, engkau akan ditangkap!"

   "Ehh ohh.... jangan begitu....."

   "Kalau begitu, laksanakan baik-baik semua perintah ini, dan malam nanti aku harus sudah dapat mengetahui di mana malam ini Sribaginda tidur!" Setelah berkata demikian, dua orang itu berpisah dan pergi meninggalkan taman.

   Hong Lan tertegun dan sampai lama termenung, tidak begitu mengerti apa sesungguhnya yang direncanakan dua orang itu tadi. Yang jelas, mereka merencanakan sesuatu! Mereka ingin tahu di mana malam ini ayahnya bermalam, di kamar mana dan dengan selir yang mana. Dan yang membuat ia merasa ngeri adalah ucapan wanita tadi yang menyebut tentang pembunuhan! Siapa yang akan dibunuh dan mengapa?

   Ketika melihat kakaknya, Pangeran Li Ci nampak kembali bergandeng tangan dengan Bu Mei Ling, Hong Lan mengerutkan alisnya. Sungguh tidak pantas! Ia merasa penasaran dan marah, lalu keluar dari balik semak dan langsung saja ia melangkah dan menyongsong kakaknya.

   Melihat munculnya Hong Lan, dua orang muda yang agaknya dimabok cinta itu saling melepaskan gandengan tangan mereka dan Bu Mei Ling menekuk kedua lututnya sambil memberi hormat. Bagaimanapun juga, ia masih berkedudukan sebagai dayang, dan gadis di depan adalah puteri kaisar.

   "Tuan puteri......" katanya dengan suara yang merdu.

   Hong Lan mengerutkan alisnya. Ia tidak dapat menyalahkan dayang itu karena ia tahu benar bagaimana kedudukan seorang dayang di istana. Seolah seorang gadis dayang tidak kuasa atas dirinya sendiri lagi, harus patuh dan taat diperlakukan bagaimanapun oleh kaisar dan keluarganya. Kalau kaisar atau pangeran menghendaki dirinya, tak seorang dayangpun berani menolak atau membantah, karena itu berarti hukuman mati! Ketidak-senangan hatinya lebih diarahkan kepada kakaknya.

   "Engkau pergilah, aku hendak bicara berdua dengan kanda pangeran!" katanya ketus. Dayang itu memberi hormat lalu pergi dengan patuh.

   Setelah dayang pergi, baru Hong Lan berani mengeluarkan sikap kemarahannya kepada Pangeran Li Ci.

   "Kakanda pangeran, sungguh tidak pantas yang kau lakukan ini!"

   Pangeran Li Ci mengerutkan alisnya, memandang kepada adiknya dengan pandang mata merah.

   "Lan Lan, apa yang kau maksudkan dengan kata-kata teguran yang tidak pada tempatnya ini?" Dia marah dan heran sekali mengapa adiknya ini berani menegurnya seperti itu!

   "Kakanda pangeran, pantaskah pergaulanmu yang terlalu akrab dengan dayang itu? Apakah kakanda pura-pura tidak tahu bahwa ia itu merupakan dayang kesayangan ayah, dan biarpun belum resmi, ia telah menjadi kekasih dan calon selir ayah? Berarti, ia adalah ibu tiri kita! Dan kakanda masih bergaul demikian mesranya, seperti sepasang kekasih saja! Bagaimana kalau sampai ayah mengetahui akan hubungan itu? Sungguh tidak pantas sekali."

   Wajah pangeran itu berubah merah sekali dia memandang kepada adiknya dengan sepasang mata berapi-api.

   "Hong Lan!" Pangeran itu menudingkan telunjuknya kepadanya.

   "Agaknya sikap menyayang dan baikku terhadapmu selama ini membuat engkau menjadi keras kepala, manja dan kurang ajar! Engkau anak kecil tahu apa, berani mencampuri urusan pribadiku?"

   "Kakanda Pangeran, aku bersikap begini demi kebaikanmu sendiri! Aku tidak ingin melihat engkau dimarahi ayahanda Sri baginda!"

   "Cukup! Engkau tidak berhak bicara tentang urusan pribadiku!"

   "Kakanda, kenapa tidak berhak? Bukankah aku ini adikmu pula, satu ayah walau berlainan ibu Aku berhak"

   "Cukup! Engkau memang tidak mengenal budi. Semestinya, sikapku yang menganggapmu seperti adik sendiri kau balas dengan bantuan agar aku dapat selalu berdekatan dengan wanita yang kucinta tanpa gangguan. Bukan sebaliknya engkau malah menentang dan mencela aku!"

   Hong Lan terbelalak.

   "Kakanda Pangeran! Apa yang kau maksudkan? Tentu saja engkau harus menganggap aku sebagai adik sendiri karena memang aku ini adikmu, satu darah, satu marga. Kita sama-sama anak dari Sribaginda, ayah kita!"

   "Hemm, andaikata kusimpan juga rahasiamu, suatu saat engkau pasti akan mendengar juga dari orang lain. Yang keterlaluan adalah ibumu, kenapa ia tidak memberi tahu secara terus terang saja bahwa engkau bukan puteri kandung ayah? Bahwa antara kita berdua sama sekali tidak ada hubungan darah, tidak ada hubungan keluarga, bahkan sebetulnya engkau tidak berhak memakai she (marga) Li!"

   Wajah Hong Lan me nj adi pucat sekali . Ia memandang kepada pangeran itu dengan mata terbelalak. Andaikata yang berkata demikian itu orang lain, tentu sudah diterjang dan dihantamnya orang itu. Akan tetapi yang bicara adalah Pangeran Li Ci, kakaknya yang biasanya bersikap ramah dan baik kepadanya, menyayangnya dan baru sekarang nampak marah karena merasa terganggu kesenangan pribadinya tadi. Akan tetapi, apa yang didengarnya dari ucapan pangeran itu bagaikan pedang menusuk jantungnya. Ia bukan puteri kandung kaisar.! Bagaikan disambar halilintar rasanya dan diapun membalikkan tubuhnya lalu lari seperti terbang meninggalkan taman itu, memasuki istana mencari ibunya.

   Melihat akibat ucapannya. Pangeran Li Ci menghela napas panjang dan menggeleng kepalanya.

   "Kasihan Hong Lan, akan tetapi sekali waktu ia pasti akan mendengar juga. Ibunya harus berterus terang kepadanya, ia anak baik"

   Sementara itu, Hong Lan menahan diri agar tidak sampai menangis walau hatinya terasa resah bukan main. Kalau bukan Pangeran Li Ci yang bicara, mungkin ia tidak akan percaya sama sekali. Akan tetapi ia tahu benar bahwa pangeran itu adalah seorang yang tidak dapat berbohong, bahkan terlalu jujur sehingga kadang nampak bodoh sekali. Ia harus mencari ibunya, ia harus bertanya dan memaksa ibunya untuk berterus terang.!

   Kwa Bi Lan terkejut sekali melihat kemunculan puterinya yang meloncat begitu saja ke dalam kamarnya dengan muka pucat, matanya mencorong aneh.

   "Lan Lan.. .!"

   "Ibu, ibu harus mengatakan terus terang!" kata gadis itu terengah"engah, seolah napasnya menjadi sesak saking tegang hatinya.

   "Benarkah bahwa aku bukan puteri kandung Sribaginda Kaisar? Benarkah itu, ibu?"

   Wajah Kwa Bi Lan juga berubah. Ia nampak terkejut, lalu menghela napas panjang. Hal seperti ini memang sudah ia khawatirkan akan terjadi setiap waktu. Terlalu banyak orang istana mengetahui bahwa ketika ia be kerj a sebagai komandan pasukan pe ngawal pribadi Kaisar, sej ak kais ar masih pangeran, ia telah membawa seorang puteri, yaitu Hong Lan dan ketika ia menjadi selir, anak itu diaku sebagai puteri kaisar.

   Biarpun ia sudah menduga sekali waktu hal ini akan terjadi, yaitu bahwa Hong Lan pasti akan mendengar rahasia itu, ketika Hong Lan menuntut agar ia berterus terang, ia merasa gelisah dan berat sekali.

   "Lan Lan, siapakah yang mengatakan hal bohong itu kepadamu?" Ia mencoba untuk menyangkal.

   "Yang memberitahu adalah kakanda Pangeran Li Ci, Ibu," kata gadis itu, matanya tak berkedip menatap wajah ibunya.

   "Tapi dia biasa bersikap amat baik kepadamu, kepada kita. Kenapa sekarang tiba-tiba dia bicara seperti itu?" Kwa BI Lan termangu, seperti bicara kepada diri sendiri.

   "Aku memergoki dia sedang bermesraan dengan dayang yang menjadi kekasih ayah seperti didesas-desuskan orang, yang bernama Bu Mei Ling itu, bu. Aku menegur kakanda pangeran dan dia marah lalu mengatakan bahwa aku tidak perlu mencampuri urusan pribadinya karena aku bukan adiknya, aku bukan puteri ayah, melainkan orang lain. Benarkah ini, ibu? Aku sudah dewasa, bukan anak kecil lagi ibu. Aku dapat menerima kenyataan yang paling pahit sekalipun. Kalau benar demikian, katakanlah, ibu. Aku ingin mendengarnya dari mulut ibu sendiri."

   Kwa Bi Lan menghela napas panjang.

   "Aihhh, betapa buruk nasib Sribaginda! Seorang yang bijaksana seperti beliau, dikelilingi orang-orang yang palsu dan merupakan musuh-musuh dalam selimut yang berbahaya. Bahkan putera-puteranya juga bukan manusia bijaksana seperti ayahnya. Entah apa akan jadinya dengan kerajaan ini kelak"

   "Ibu, jawablah pertanyaanku tadi......"

   "Baik, Lan Lan. Memang sudah sepatutnya engkau mengetahui keadaan dirimu sendiri. Aku belum menceritakan kepadamu karena ingin menunggu sampai engkau dewasa. Setelah melihat engkau dewasa, timbul rasa iba di hatiku, maka aku masih bimbang untuk menceritakannya kepadamu, takut kalau engkau kecewa. Nah, terus terang saja, ketika ibumu ini masuk ke istana ini sebagai seorang selir Sribaginda, engkau sudah ikut bersamaku sebagai seorang anak berusia dua tahun. Engkau memang bukan keturunan Sribaginda, melainkan orang lain sama sekali. Akan tetapi, Sribaginda dengan baik dan bijaksana, engkau diaku sebagai puteri beliau sendiri dan engkau melihat sendiri sikapnya kepadamu tidak ada bedanya dengan sikapnya terhadap putera puteri beliau yang lain.

   Hong Lan menundukkan mukanya. Ia merasa terpukul sekali. Kenyataan ini sungguh mengejutkan namun pukulan ini tidaklah demikian dahsyat, karena telah dikurangi oleh pemberitahuan pangeran tadi.

   "Engkau kecewa dan bersedih, Lan Lan?" Ibunya menghampiri dan merangkulnya

   "Ibu.......!" Lan Lan juga merangkul ibunya akan tetapi ia tidak menangis.

   "Kenapa aku harus kecewa? Biarpun aku bersedih karena aku bukan anak kandung ayahanda Sribaginda yang kuhormati dan kusayang, akan tetapi aku tidak kecewa bahwa aku bukan keluarga Kaisar. Keluarga brengsek yang saling bermusuhan ini sudah lama membuatku merasa muak. Hanya ayahanda kaisar sajalah manusia yang bijaksana, sedangkan anggota keluarganya.... ah, sudahlah. Ibu, kalau begitu, siapakah sebenarnya ayah kandungku? Aku ingin sekali mengetahuinya. Masih......... masih hidupkah dia?" tanya gadis itu penuh harap.

   "Aku semakin tidak suka tinggal di istana yang penuh permusuhan dan pengkhianatan ini, ibu. Bahkan para thaikam dan dayangpun tidak dapat dipercaya, mereka melakukan persekongkolan."

   "Ehh? Apa maksudmu, Lan Lan? Mengenai ayahmu, dia masih hidup. Bersabarlah, aku sendiri yang akan mengajakmu menemuinya. Sekarang jangan tanyakan dulu tentang mereka, akan tetapi jelaskan, apa maksudmu dengan mengatakan bahwa para dayang dan thaikam melakukan persekongkolan."

   Hati Lan Lan gembira bukan main mendengar bahwa ayah kandungnya masih hidup dan ibunya akan mengajaknya menemui ayahnya.

   "Ibu, sebelum aku memergoki kakanda pangeran bermesraan dengan dayang itu, aku melihat pula seorang thaikam dan seorang dayang yang tidak kukenal, mungkin dayang dari luar, pelayan seorang di antara para paman pangeran, yaitu Paman Pangeran Li Seng Cun. Mereka bicara aneh. Dayang itu minta penjelasan di mana malam ini ayahanda pangeran akan bermalam, dan minta keputusan malam nanti untuk menerima kabar dari thaikam itu."

   Hong Lan lalu menceritakan semua yang didengarnya dari percakapan kedua orang itu. Lan Lan mengerutkan alisnya.

   "Hem, benar-benar merupakan peristiwa yang patut dicurigai! Aku yakin bahwa Pangeran Li Seng Cun sedang merencanakan suatu niat yang busuk terhadap Sribaginda."

   "Ibu, aku tidak mau terseret ke dalam persaingan dan permusuhan, ke dalam perebutan kekuasaan di dalam keluarga ini. Aku kini merasa lega bahwa aku bukanlah anggota keluarga yang buruk ini. Biarlah mereka saling bermusuhan, saling memperebutkan kekuasaan. Aku akan pergi dari istana, aku akan ikut ayah kandungku"

   "Lan Lan, tidakkah kakanda permaisuri juga amat bijaksana dan baik budi terhadap kita? Beliau juga seorang wanita yang berbudi dan bijaksana......"

   "Itupun benar, ibu. Akan tetapi keluarga yang lain!"

   "Sudahlah. Kalau engkau mengakui bahwa Sribaginda amat baik kepada kita, bagaimana kita dapat tinggal diam saja melihat beliau diancam keselamatannya? Engkau boleh jadi akan tega tinggal diam setelah mengetahui bahwa engkau bukan puterinya, bukan apa-apanya."

   "Hussh, Lan Lan, tidak malukah engkau bicara seperti itu? Ingat, kita hidup di sini sejak kau kecil, diperlakukan dengan baik sekali oleh Sribaginda."

   "Memang ayahanda kaisar baik sekali, akan tetapi keluarga yang lain Akan tetapi aku? Ingat, ibumu ini adalah isterinya, selirnya dan ibu amat mencintanya, Lan Lan!"

   Hong Lan terkejut. Ucapan ibunya ini menyadarkannya. Ibunya mencinta Kaisar. Tentu saja! Bukankah Kaisar suami ibunya? Akan tetapi ayah kandungnya? Masih hidup. Lalu kenapa ibunya berpisah dari ayahnya? Akan tetapi, mendengar ucapan ibunya bahwa keselamatan kaisar terancam Hong Lan mengesampingkan semua pertanyaan hatinya itu.

   "Ibu, bagaimana mungkin keselamatan ayahanda kaisar terancam?"

   "Lupakah engkau akan pertemuan kasak-kusuk antara dayang dari Pangeran Li Seng Cun dan thai-kam itu? Mereka pasti merencanakan sesuatu dan mudah diduga bahwa tentu Pangeran Li Seng Cun yang mendalanginya. Entah apa yang akan terjadi, akan tetapi jelas, malam ini keselamatan Sribaginda Kaisar terancam. Hatiku merasa tidak enak sekali."

   "Kalau begitu, kita tangkap saja thaikam itu dan paksa dia mengaku," kata Hong Lan.

   "Jangan, itu tidak bijaksana. Kalau dia menyangkal, lalu apa buktinya? Jangan jangan kita akan dituduh membuat kekacauan dan hendak memburukkan nama Pangeran Li Seng Cun."

   Hong Lan menjadi bingung."Lalu, apa yang dapat kita lakukan, ibu?"

   "Kita harus dapat menangkap basah perbuatan mereka sehingga ada bukti. Mulai saat ini sampai nanti, engkau amatilah gerak gerik thaikam itu, sedangkan aku akan mengamati dan mengawal Sribaginda Kaisar secara diam-diam. Kita membagi tugas. Ingat, Lan Lan. Aku harus melakukan ini untuk melindungi suami yang kucinta, sedangkan engkau harus melakukan tugas ini dengan sebaiknya untuk membalas budi kebaikan Sribaginda yang selama ini dilimpahkan kepadamu."

   Hong Lan mengangguk."Dan ibu berjanji bahwa sesudah urusan ini lewat, ibu akan mengajak aku menemui ayah kandungku?"

   "Benar, aku berjanji!"
(Lanjut ke Jilid 33)
Naga Beracun (Seri ke 02 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 33
"Terima kasih, ibu," kata gadis itu dengan wajah berseri."Nah, kita membagi tugas, aku akan mengamati thaikam gendut itu sampai malam nanti. Akupun ingin sekali mengetahui kelanjutan dari perkara yang penuh rahasia ini." Hong Lan bangkit hendak meninggalkan ibunya.

   "Lan Lan, engkau berhati-hatilah. Entah kenapa, hatiku merasa tidak enak."

   Hong Lan tersenyum. Entah mengapa, hatinya terasa ringan sekarang. Tadinya ia memang terkejut dan resah mendengar bahwa ia bukan puteri kandung kaisar, padahal, ia amat menyayang ayahnya itu. Akan tetapi sekarang, setelah ia mendapatkan kepastian dari ibunya, dan bahwa ayah kandung nya masih hidup dan ia akan diajak ibunya menemui ayah kandungnya, hatinya terasa ringan, apa lagi kalau ia ingat bahwa ia bukan anggota keluarga istana yang selalu saling bermusuhan itu.

   Ia akan seratus kali lebih senang berada di luar istana, bebas lepas seperti burung di udara, tidak terkurung dalam istana bagaikan seekor burung dalam s angkar emas .

   Siapakah Pangeran Li Seng Cun? Dia masih adik tiri Kaisar Tang Tai Cung, seorang di antara para pangeran saudara kaisar yang tidak terbunuh ketika terjadi perebutan kekuasaan pada waktu Pangeran Li Si Bin menggantikan ayahnya (Kaisar Tang Kao Cu), menjadi kaisar Tang Tai Cung. Namanya saja Pangeran Li Seng Cun tunduk dan taat kepada kakaknya yang kini telah menjadi kaisar dan sejak muda dia bekerja membantu pemerintahan kakaknya sebagai seorang pengurus harta kekayaan istana. Karena dia selalu bersikap setia dan taat, maka kaisar mempercayainya. Juga para pejabat tinggi lainnya menganggapnya sebagai seorang pangeran yang baik dan setia.

   Walaupun ketika muda dahulu. pernah pula dia terseret ke dalam persaingan dan perebutan kekuasaan, namun setelah banyak pangeran terbunuh dalam perebutan itu, tidak ada yang mampu mengalahkan Pangeran Li Si Bin. Pangeran Li Seng Cun ini minta ampun kepada kakaknya dan berjanji akan setia kepada kakaknya. Dan memang, telah belasan tahun lewat dan pangeran ini nampak taat dan setia, bekerja dengan baiknya. Juga sikapnya terhadap para pejabat tinggi lainnya baik dan ramah sehingga dia terkenal dan disukai.

   Menundukkan seseorang dengan kekerasan takkan mendatangkan kedamaian. Memang orang yang telah dikalahkan, menjadi takut dan tidak memperlihatkan perlawanan. Namun, semua ketaatannya itu hanya diperlihatkan di luar saja, karena takut dan merasa kalah kuat.

   Sekali waktu, kalau kesempatan terbuka dan dia merasa kuat, dia akan melakukan perlawanan lagi, bahkan lebih bersungguh-sungguh karena diperkuat oleh dendam dan sakit hati. Akan berbeda hasil dan akibatnya kalau seseorang ditundukkan dengan kelembutan dan kebijaksanaan, sehingga dia akan menyadari kesalahan sendiri dan mengubah jalan hidupnya, tidak akan mengandung dendam seperti orang ditundukkan dengan kekerasan. Demikian pula dengan Pangeran Li Seng Cun.

   Biarpun pada lahirnya dia nampak jinak dan setia, namun api dendam masih belum pernah padam di dalam lubuk hatinya. Kesempatan itu terbuka baginya ketika dia berhasil mendekati Pangeran Li Ci yang menjadi putera mahkota. Dia melihat betapa pangeran, keponakannya ini adalah seorang pemuda yang lemah dan mudah dipengaruhi, dan karena dia bersikap manis dan lembut, pangeran ini dapat dipengaruhinya dan amat menghormati paman yang baik budi dan selalu bersikap membelanya ini.

   Pangeran Li Seng Cun melihat kesempatan baik kalau Pangeran Li Ci dapat naik tahta dan menggantikan ayahnya menjadi kaisar, tentu dia dapat menguasai kaisar muda itu dan dapat menonjolkan diri dan membujuk Pangeran Li Ci untuk mengangkatnya sebagai penasehat atau perdana menteri.

   Dan kalau hal ini terjadi, sama saja dengan dia yang menjadi penguasa tertinggi, dan Pangeran Li Ci tentu akan menurut saja apa yang dikatakannya.

   

Naga Sakti Sungai Kuning Eps 6 Sepasang Naga Lembah Iblis Eps 8 Si Bayangan Iblis Eps 13

Cari Blog Ini