Ceritasilat Novel Online

Naga Sakti Sungai Kuning 12


Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Bagian 12



ntara pencarian kesenangan dan penghindaran kesusahan, maka kita terombang-ambing antara susah senang, suka duka yang tiada hentinya sepanjang hidup! Mengertikah engkau, Nona?"

   Hui Im hanya mengerti sedikit! "Aku akan mencoba untuk merenungkannya dan mudah-mudahan Thian akan memberi kewaspadaan itu kepadaku, Lo-cian-pwe.

   "Bagus, nah sekarang bagaimana dengan engkau, Nona? Keluargamu sudah binasa, akan tetapi karena kini Koai-tung Sin-kai sedang berusaha memperbaiki Ang-kin Kai-pang, kuyakin bahwa rumah orang tuamu akan dapat diperbaiki dan dikembalikan kepadamu. Nah, langkah apa yang akan kaulakukan sekarang?"

   Mendengar pertanyaan kakek pengemis yang aneh itu, Hui Im menarik napas panjang.

   "Lo-cian-pwe, aku sudah tidak ingin kembali lagi ke rumah ayahku, karena hal itu hanya akan mendatangkan kenang-kenangan pahit saja."

   "Siauw-moi, kalau engkau tidak kembali ke rumahmu, lalu engkau akan pergi kemana?" Han Beng bertanya namun suaranya mengandung penuh perasaan iba.

   Gadis itu memandang wajah Han Beng "Twako, aku ingin mencari Pamanku, adalah kakak dari mendiang Ibuku, namanya Tang Gu It dan dia tinggal di Kota Pei-shen, di Propinsi Shantung di lembah Huang-ho."

   "Tempat yang cukup jauh dari sini," tata Han Beng.

   "Han Beng, engkau antar Nona ini mencari Pamannya sampai dapat ia temukan," tiba-tiba Sin-ciang Kai-ong berkata.

   "Memang sudah tiba saatnya engkau berpisah dariku. Aku sendiri akan kembali ke Hok-kian mencari para sahabatku"""

   "Akan tetapi, Suhu belum sehat benar! Suhu membutuhkan teman untuk merawat Suhu!" kata Han Beng, terkejut dan baru ingat dia bahwa sudah lima lanun dia berguru kepada raja pengemis itu.

   Kakek itu tertawa.

   "Ha-ha-ha, Han Beng. Engkau hanya membuat aku menjadi manja dan malas saja. Selama lima tahun ini aku hidup enak-enakan saja dan mengandalkan engkau. Padahal sebelumnya aku pun biasa berkelana seorang diri. Tidak, sekarang ini yang lebih membutuhkan engkau adalah Nona Souw Hui, bukan aku. Nah, kalian berangkatlah dan ini"" engkau perlu bekal dalam pengawalan Nona Souw. Kaubawalah ini untuk keperluan dan biaya di dalam per jalanan." Kakek itu mengeluarkan sebuah kantung dari dalam bajunya dan ternyata kantung itu terisi beberapa potong emas murni yang amat berharga Han Beng terkejut sekali. Selama ini dia dan gurunya mencukupi kebutuhan hidup mereka dengan jalan mengemis. Kiranya diam-diam suhunya menyimpaf emas sekian banyaknya!

   "Tapi, Suhu. Bukankah untuk keperluan itu kami dapat""""

   "Hushhh! Kau mau mengajak Nona Souw mengemis? Tak tahu malu kau Sudahlah, cepat pergi dan mulai saat in engkau pun tidak perlu lagi berpakaian pengemis seperti aku!" Berkata demikian, kakek itu menggerakkan tubuhnya dan seketika lenyap di balik pohon-pohan dalam hutan itu. Souw Hui Im menghela napas panjang dan memandang wajah Han Beng.

   "Aih, Twako. Aku hanya menjadi seorang pengganggu saja. Bukan hanya aku merepotkan engkau, juga menjadi penyebab perpisahan antara engkau dan
gurumu."

   "Sama sekali tidak, Siauw-moi. Engkau sama sekali tidak merepotkan, karena memang sudah menjadi tugasku untuk membantu sesama hidup sekuasaku, dan tentang perpisahanku dengan Suhu, hal itu memang sudah tiba saatnya seperti dikatakan Suhu. Sudah lima tahun aku belajar ilmu dari Suhu, dan memang menurut perjanjian, aku hanya belajar lama lima tahun."

   "Engkau hebat, Twako. Belajar ilmu silat hanya lima tahun akan tetapi sudah dapat menjadi seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian sedemikian hebatnya!"

   "Ah, tidak semudah itu, Im-moi. Sebelum belajar dari Suhu Sin-ciang Kai-Ong, aku telah mempelajari ilmu silat Hari guruku yang pertama."

   "Ah, begitukah? Dan kalau boleh aku i engetahui, siapa gerangan gurumu yang pertama itu?"

   "Dia berjuluk Sin-tiauw dan namanya Liu Bhok Ki. Aku belajar lima tahun dari suhu pertama itu. Mari, kita mulai dengan perjalanan kita, Im-moi. Perjalanan cukup jauh dan harus dilakukan dengan cepat. Mudah-mudahan saja aku akan berhasil mengantar engkau sampai bertemu dengan Pamanmu itu."

   Mereka pun mulai dengan perjalana mereka yang cukup jauh. Tanpa merel sadari, keduanya saling tertarik. Han Beng memang sejak semula amat tertarik kepada gadis itu. Dalam pertemuan pertama saja gadis itu telah memperlihatkan kebaikan budinya, disamping kegagahannya yang menimbulkan rasa kagum dalam hatinya. Kini, setelah melakukan perjalanan bersama, makin, jelaslah bahwa Hui Im memang seorang gadis yang luar biasa. Dia sendiri seorang pemuda yang berpakaian tambal-tambalan seperti seorang pengemis. Biar pun gadis itu sudah mengetahui bahwadia bukanlah seorang pengemis hina yan sembarangan saja, namun orang lain tentu tidak mengetahuinya. Biarpun demikian, gadis itu sama sekali tidak kelihatan canggung atau malu-malu melakukan perjalanan dengan seorang pemuda jembel dan miskin!

   Ketika mereka memasuki sebuah kota yang pertama, Hui Im berkata kepada Han Beng,

   "Beng-twako, tunggu sebentar, ya? Aku ingin sekali memasuki toko itu." Tanpa memberi kesempatan kepada Han Beng, gadis itu sudah melangkah me masuki sebuah toko yang menjual pakaian. Melihat ini, Han Beng menahan senyumnya. Bagaimanapun juga, temannya itu hanya seorang wanita! Agaknya me mang wanita suka berbelanja. Hanya dia merasa heran bahwa gadis itu berani berbelanja, yang berarti gadis itu mem punyai uang, padahal gadis itu terpaksa meninggalkan rumah secara mendadak.

   Ternyata tidak berapa lama Hui Im memasuki toko. Dari luar toko, agak jauh karena dia tidak ingin disangka hendak mengemis, Han Beng menunggu dan dia melihat gadis itu keluar dari toko membawa sebuah buntalan dan Hui lm menghampirinya sambil tersenyum. Memang Hui Im memiliki watak yang periang sehingga agaknya ia sudah dimengusir kedukaannya dan kini ia lalu memperlihatkan wajah cerah.

   "Wah, engkau memborong pakaian Im-moi?"

   Gadis itu hanya mengangguk, kita cepat keluar kota, aku ingin segera mencoba pakaian ini!" katanya. Kembal Han Beng tersenyum. Agaknya memang semua wanita suka akan pakaian indah, pikirnya dan mereka lalu cepat keluar dari kota itu. Setelah mereka tiba di tempat sunyidi mana tidak nampak ada seorang pun yang lewat, Hui mengajak Han Beng berhenti di dekat sebuah gubuk di tengah sawah tepi jalan.

   "Berhenti dulu, Twako. Di sini engkau dapat mencoba pakaian ini. Nah, kaugantilah pakaianmu, aku sudah ingin sekali melihat engkau mengenakan pakaian ini!"

   Han Beng tertegun ketika gadis itu mendorongkan buntalan ke dalam kedua lengannya yang terpaksa menerimanya Dia merasa bingung, dan sejenak di hatinya bengong, tidak tahu apa yang dimaksudkan gadis itu karena dia tadinya membayangkan bahwa Hui Im akan segera berganti pakaian indah!

   "Apa"".. apa ini""".? Apa maksudmu, Im-moi?"

   Gadis itu tersenyum, agak lebar sehingga deretan gigi putih nampak sedikit.

   "Aku tadi masuk toko untuk membeli pakaian, Twako. Pakaian untukmu, dua stel. Lihat, pakaianmu robek-robek dan sudah kumal, perlu diganti, bukan?"

   Gadis itu kini mendorong-dorong Han Beng untuk memasuki gubuk itu. Biarpun wajahnya berubah merah, namun sambil tersenyum Han Beng terpaksa masuki gubuk itu. Hui Im tinggal di luar. Ternyata, setelah membuka buntalan Han Beng melihat dua stel pakaian sederhana namun kuat dan berwarna biru polos. Dia menanggalkan pakaian jembelnya dan memakai pakaian baru. Alisnya agak berkerut. Mengapa gadis itu membeli pakaian untuknya? Kelirukah dugaannya dan sesungguhnya gadis itu merasa malu berjalan dengan seorang pengemis?

   Ketika dia keluar dari gubuk itu, Hui Im memandang kepadanya dan wajah gadis itu berseri, sepasang matanya menyinarkan kekaguman.

   "Aih, Twako, engkau kelihatan tampan dan gagah sekali serunya gembira. Akan tetapi Han Beng tidak nampak gembira, sebaliknya mengamati wajah gadis itu
.
"Siauw-moi," katanya dengan si agak kaku.

   "Katakanlah, mengapa engkau memberi pakaian kepadaku? Kenapa engkau membelinya untukku? Apakah engkau merasa malu berjalan bersama seorang yang berpakaian seperti seorng jembel?"

   Sepasang mata yang tadinya bersih? sinar penuh kegembiraan itu terbelalak dan wajah yang tadinya berseri gembira dan kemerahan itu kini tiba-tiba berubah pucat.

   "Ah, tidak"""", tidak"""" harap jangan salahduga, Twako. Ah, kau maafkanlah aku, sama sekali bukan maksudku membelikan pakaian karena aku malu berjalan denganmu. Hanya..."" kukira"".... pakaianmu sudah begitu kotor dan tidak pantas"""."

   Melihat kegugupan gadis itu, Han Beng merasa kasihan dandia sesalkan kecurigaannya sendiri.

   "Sudahlah, Siauw-si, aku pun percaya bahwa engkau tidak melakukannya karena malu. Akan tetapi.......... bagaimana engkau dapat membelinya? Bukankah engkau tidak sempat membawa uang ketika meninggalkan rumah orang tuamu?"

   Hui Im mengeluarkan segenggam uang dari saku bajunya dengan tangan kanan,
sedangkan tangan kirinya meraba leher sendiri.

   "Aku tadi""" menjual kalung emasku pada pemilik toko, Twako dan ini kelebihan uangnya."

   Han Beng merasa terharu sekali. Gadis ini menjual kalungnya untuk membelikan pakaian untuknya! Di samping keharuan itu, juga dia merasa malu. Bukankah dia membawa bekal emas dari gurunya? Cukup untuk pembeli keperluan apa pun juga, dan dia melihat bahwa gadis itu tidak mempunyai bekal pakaian kecuali yang dikenakan pada tubuhnya. Sungguh kasihan. Kadang-kadang, hampir sehari penuh gadis itu "bersembunyi" kalau bertemu sungai di dalam tempat sunyi, selain mandi juga untuk mencuci pakaian satu-satunya itu kemudian menanti sampai kering, baru dipakainya kembali dan berani muncul di depannya. Dan gadis yang telah menjual kalungnya itu hanya membeli pakaian untuk dia sama sekali tidak membeli untuk dir sendiril

   "Im-moi""""

   "Ya"""? Engkau tidak marah, Twako?" tanya Si Gadis khawatir.

   Han Beng tersenyum dan menggeleng kepalanya.

   "Tidak, kenapa marah? Akal tetapi sekarang mari kita kembali ki kota itu, Siauw-moi."

   "Eh? Kembali ke sana? Untuk apa Twako?"

   "Hayolah, aku ada keperluan penting di sana, tadi aku lupa." ajak Han Beng dan seperti biasa, Hui Im hanya menyetujui dan tanpa banyak cakap lagi ia mengikuti Han Beng memasuki kota tadi. Akan tetapi, ia merasa herandan khawatir ketika Han Beng mengajaknya memasuki toko di mana ia membeli pakaian untuk Han Beng tadi! Jangan-jangan pemuda itu hendak mengembalikan pakaian yang dibelinya? Akan tetapi tidak! Han Beng menarik tangannya dan menunjuk ke arah beberapa stel pakaian wanita yang digantung di sudut.

   "Siauw-moi, yang berwarna hijau muda dan biru-kuning itu tentu pantas sekali untukmu!"

   Barulah Hui Im merasa lega, wajahnya kemerahan dan ia pun tersenyum-senyum malu. 'Terserah kepadamu saja, Twako," katanya dan ia pun pergi ke sudut lain di mana dijual segala keperluan pakaian pria. Dengan jantung berdebar dan perasaan bahagia bukan main, Hui Im lalu memilih sepatu, kaus kaki, pakaian dalam, saputangan dan segala keperluan pakaian pria untuk dibelinya.Uang sisa penjualan kalung tadi masih cukup banyak dan pemilik toko yang mengenal Hui Im yang tadi menjual kalung, segera menghampirinya. Dia tadi melihat betapa Hui Im masuk bersama eorang pemuda ganteng, maka sambil tersenyum-senyum pemilik toko yang sudah setengah tua itu cepat menghampiri Hui Im.

   "Nona, kalau Nona hendak memilihkan pakaian suami Nona itu"""."

   Hui Im mengerutkan alisnya, aku tetapi tidak marah.

   "Aku belum bersuami dia itu sahabatku!" katanya singkat.

   "Aih, maafkan saya, Nona. Saya kira sahabatmu ganteng itu akan pantas sekali kalau memakai pakaian ini, dan yang ini""", dan sabuk ini tentu menarik sekali"" " Sebagai seorang pedagang yang luwes, pemilik toko itu berhasil menarik hati Hui Im sehingga gadis itu memborongkan semua sisa uangnya untuk bermacam pakaian pria.
(Lanjut ke Jilid 13)

   Naga Sakti Sungai Kuning/Huang Ho Sin-liong (Seri ke 01 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 13
Di bagian lain, Han Beng juga membeli banyak pakaian untuk Hui Im, dan pengurus toko yang juga amat cerdik banyak membantunya memilih segala macam pakaian. Dia sama sekali tidak mengerti tentang pakaian wanita, apalagi pakaian dalam, maka pengurus toko itulah yang membantunya.

   Ketika keduanya keluar dari toko masing-masing membawa sebuah buntalan besar dan keduanya saling pandang sambil tersenyum-senyum! Dan tak lama kemudian, di dalam sebuah hutan sunyi, bagaikan dua orang anak kecil baru saja menerima hadiah dan kini membuka buntalan dan mengagumi semua hadiah pakaian itu, Han Beng dan Hui Im tertawa-tawa gembira sambil mengagumi pakaian mereka
.
"Aih, tentu banyak sekali uang yang aukeluarkan untuk membeli semua ini, Twako!"

   "Tidak lebih banyak daripada yang kaukeluarkan, Siauw-moi!"

   "Aduh, indah sekali celana dan baju ini! Engkau pandai sekali memilih untukku, Twako.Terima kasih banyak!"

   "Engkau pun pandai memilih untukku siauw-moi""". heiii, kenapa engkau?" Han
Beng terkejut melihat betapa Hui Im tiba-tiba menangis, duduk di atas tanah sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan dan terisak-isak.

   "Kenapa engkau menangis, Siauw-moi""..?" Han Beng berlutut di dekatnya, khawatir kalau-kalau dia telah menyinggung perasaan gadis itu.

   Sampai beberapa lamanya Hui Im tidak mampu menjawab, hanya sesenggukan dan Han Beng membiarkannya saja, menanti sampai gadis itu menjadi tenang kembali. Setelah Hui Im dapat menguasai dirinya, Han Beng berkata dengan suara lembut,

   "Siauw-moi, sekarang ceritaka lah kepadaku apa yang menyusahkah, hatimu sehingga engkau menangis tadi."

   Sepasang mata yang bening itu agak memerah ketika memandang pada Han Beng.

   "Maafkan aku, Twako. Akan tetapi semua kebaikanmu membuat aku teringat bahwa hanya engkaulah satu-satunya erang yang baik kepadaku, mengingatkan aku bahwa aku tidak meliki siapa-siapa lagi di dunia ini."

   Han Beng tersenyum.

   "Jangan lupa, Siauw-moi, bahwa engkau masih mempunyai seorang Pamanmu yang kini setang kita cari. Dia adalah anggauta keluargamu yang terdekat, dan tentu di samping Pamanmu masih ada keluarganya yang juga merupakan sanakmu. Tak lama lagi engkau akan mempunyai banyak orang yang menyayangmu."

   Hui Im menarik napas panjang.

   "Mudah-mudahan begitu, Twako. Sesungguhnya, Paman Tang Gu It itu bukan hanya kakakmu dari mendiang Ibuku, akan tetapi juga.... calon Ayah Mertuaku"""

   "Hemmm""".begitukah?" Han Beng menahan kejutan dalam hatinya mendengar bahwa gadis itu telah menjadi calon mantu orang! Justeru kenyataan inilah yang membuat Hui lm tadi menangis.Gadis ini teringat bahwa ia tidak bebas lagi, ia adalah tunangan orang calon isteri dari seorang yang baru dijumpainya dua kali ketika ia masih kecil berusia kurang dari sepuluh tahun! Ia tidak tahu lagi bagaimana sekarang wajah dari Tang Ciok An, tunangannya itu Membayangkan bahwa ia tidak mengenal tunangannya, tidak tahu apakah tunangannya itu sebaik dan selembut Han Beng, inilah yang membuat ia tadi menangis.

   "Kami ditunangkan sejak aku usia tujuh atau delapan tahun, Twako. Dan sejak sepuluh tahun yang lalu aku tidak pernah lagi bertemu dengan ' putera Pamanku itu."

   Han Beng sudah dapat menguasai perasaan hatinya yang tadi terasa tidak enak, bahkan pedih. Dia memaksa diri tersenyum dan matanya mengeluarkan siinar gembira.

   "Wah, kalau begitu, engkau tentu akan disambut dengan penuh kebahagiaan oleh mereka, Siauw-moi! Kalau mereka itu mendengar akan nasibmu yang buruk, tentu keluarga tunanganmu itu akan merasa kasihan dan semakin sayang padamu. Hayo, kita percepat perjalanan ini. Aku ingin sekali melihat engkau disambut dengan bahagia oleh mereka!"

   Kini, dengan mengenakan pakaian baru yang bersih, dua orang muda itu melanjutkan perjalanan. Hubungan mereka semakin akrab dan keduanya saling ocok, menemukan kebaikan-kebaikan baru pada diri masing-masing, dan mereka saling mengagumi, saling suka, merasa senasib sependeritaan. Han Beng merasa kasihan sekali kepada Hui Im, juga mendapat kenyataan betapa gadis ini memang berwatak baik, ramah dan menyenangkan. Sebaliknya, Hui Ini juga amat kagum kepada Han Beng, merasa berhutang budi, bukan saja karena pemuda ini pernah menolong dan menyelamatkannya, juga budi Han Beng ketika mengantarnya mencari pamannya merupakan budi yang amat besar karena pemuda itu di sepanjang perjalanan memperlihatkan sikap yang amat ramah, sopan dan baik sekali. Seorang kakak kandung belum tentu akan sebaik ini sikapnya. Diam-diam Hui Im merasa suka dan tertarik sekali, akan tetapi setiap kali ia teringat bahwa dirinya sudah ada yang punya, bahwa ia telah terikat perjodohan dengan pemuda lain, ia menahan diri dan hendak melupakan perasaannya yang sedang tumbuh terhadap Han Beng. Tidak, bantahnya pada diri sendiri, ia tidak boleh mengharapkan yang tidak-tidak! Ia adalah seorang calon isteri pemuda Iain. Akan tetapi, kadang-kadang di waktu malam, kalau mereka berdua tidur di dalam hutan, di kuil tua ataupun rumah penginapan dimana Han Beng lalu menyewa dua buah kamar yang berdampingan, Hui Im suka menangis seorang diri. Ia merasa khawatir sekali. Khawatir kalau-kalau tunangannya merupakan seorang pemuda yang tidak menyenangkan, tidak sebaik Han Beng, atau kalau-kalau ia akan kehilangan Han Beng!

   Kelopak Cinta takkan berbunga
oleh sekadar tarikan daya
kemilaunya emas permata
mulianya kedudukan dan nama
tampan dan cantiknya rupa
halusnya tutur sapa
baiknya budi bahasa!

   Cinta adalah sinar matahari
harumnya bunga setaman-sari
embun lembut di pagi hari
Cinta itu Keindahan

   Cinta itu Kebenaran
Cinta itu Kenyataan
Cinta itu TUHAN!!!

   Kita tinggalkan dulu Han Beng yang dengantar Hui Im mencari paman atau calon ayah mertuanya di kota Pei-Shen yang cukup jauh, dan mari kita tengok keadaan Bu Giok Cu, dara lincah jenaka dan nakal manja yang jatuh ke tangan seorang iblis betina seperti Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu dan menjadi murid kesayangannya itu.

   Seperti telah diceritakan di bagian depan, Giok Cu hampir saja men jadi korban kecabulan dua orang murl datuk dari Liong-san yang bernama Oui Kok Sian. Untung bahwa muncul Ban tok Mo-li menyelamatkannya. Ban-tok Mo-li membunuh Gak Su dan setelah Ouw Kok Sian mintakan ampun untuk muridnya yang ke dua, yaitu Ji Ban To, Ban-tok Mo-li mengampuni dan memberi obat untuk menyembuhkan luka yang di derita Ji Ban To akibat pukulannya. Dan setelah peristiwa itu, Giok Cu yang berusia lima belas tahun berlatih silat ini makin tekun karena ia tahu bahwa untuk dapat hidup aman, ia harus meniliki ilmu setinggi-tingginya untuk melindung diri sendiri.

   Akan tetapi ada satu hal yang membuat hati Giok Cu merasa tidak suka sekali, bahkan ia membenci orang yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupannya bersama subonya. Orang itu adalah Lui Seng Cu yang berjuluk Hok-ouw Toa-to itu, bekas perampok tunggal yang kini menjadi penyembah Thian-te Kwi-ong dan yang sudah mempengaruhi hati Ban-tok Mo-li sehingga subonya itu kini ikut pula menjadi penyembah patung Thian-te Kwi-ong untuk mencari ilmu awet muda dan panjang umur! Dan agaknya, Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia menempel" Ban-tok Mo-li dan kini senang sekali pria itu datang bertamu dan kalau datang, tinggal di situ sedikitnya sepekan, dan jelas bahwa dia menjadi kekasih baru dari Ban-tok Mo-li yang amat percaya dan amat memanjakan tamunya atau kekasihnya ini! Ban-tok Mo-li adalah seorang wanita yang walaupun usianya sudah lima puluh tahun namun masih cantik pesolek, mewah dan kaya raya. Tentu saja Lui Seng Cu merasa betah tinggal di rumah iblis betina ini karena dia bisa memperoleh segala-galanya untuk memuaskan nafsu-nafsunya. Di lain pihak, Ban-tok Mo-li juga rupanya sudah tergila-gila kepada pria Hok-houw Lui Seng Cu memang seorang yang berpengalaman, biarpun usianya sudah lima puluh tahun lebih, namun berwajah ganteng, dengan tubuh yang tinggi tegap dan nampak jauh lebih muda daripada usia sebenarnya. Yang membuat Giok Cu merasa tidak senang adalah karena sikap Lui Seng Cu terhadap dirinya. Kurang ajar! Hanya itulah menurut anggapannya. Sepasang mata itu memandang dengan cabul, senyumn juga dimaksudkan untuk memikat, kata-katanya selalu mengandung sindiran kotor dan sinar mata orang itu kadang-kadang aneh dan menakutkan, bahkan kadang-kadang melalui sinar matanya, beberapa kali ia masih seperti tertarik dan seperti dipaksa untuk bertekuk lutut kepada pria itul

   Yang membuat hati Giok Cu menj makin tidak senang adalah peristiwa mengerikan yang beberapa kali terjadi sejak Lui Seng Cu sering datang dan berdiam di rumah gurunya. Agaknya tidak cukup satu kali saja pemimpin agama baru itu mengharuskan Ban-tok Mo-li mengorbankan nyawa sepasang orang muda. Semenjak itu, sudah dua kali gurunya dan Lui Seng Cu menculik seorang muda dan seorang gadis, dan kemudian, pada keesokan harinya, Giok Cu melihat pasang orang muda itu telah menjadi mayat dan diam-diam dikubur di kebun belakang oleh para pelayan subonya yang selalu mentaati perintah subonya. Para pelayan wanita itu pun menimbulkan perasaan tidak suka dan jijik di dalam hati Giok Cu. Mereka itu, biarpun masih muda dan cantik-cantik, namun telah menjadi hamba-hamba nafsu sehingga mereka itu bersedia dengan penuh kegembiraan untuk melayani para tamu ia yang bermalam di rumah Ban-tok Mo-li, tentu saja atas persetujuan, bahankan perintah Ban-tok Mo-li. Gadis ini sama sekali tidak tahu bahwa memang demikianlah watak gurunya. Segala macam kecabulan yang dilakukan gurunya dan para pelayannya, bagi gurunya merupakan hal biasa saja, pengisi waktu senggang atau semacam iseng-iseng untuk mencari kesenangan!

   Melihat semua itu, sudah lama kali tumbuh kebencian di dalam Giok Cu. la memang membutuhkan bimbingan subonya dalam ilmu silat, melihat betapa subonya sayang kepadanya, ada pula rasa sayang di dalam hatinya terhadap wanita iblis itu. Akan tetapi, sepak terjang subonya sungguh mendatangkan rasa muak dan benci di dalan hatinya.

   Kini, hati Giok Cu kembali merasa penasaran dan juga gemas sekali. Lu Seng Cu kembali datang bertamu dan seperti biasa, pria itu selalu berada di dalam kamar subonya. Kalau ada tamu Ini, subonya juga jarang keluar sehingga, tidak memberi petunjuk lebih lanjut dalam ilmu silat yang sedang dilatihnya Dan yang lebih menjengkelkan hatinya, malam itu kembali subonya dan Lui Seng Cu menculik sepasang orang muda yang mereka bawa masuk ke dalam kamar!

   la harus menyelamatkan dua orang muda itu, tekad hatinya. Akan tetapi, bagaimana? Kalau dia mempergunakan kekerasan, bagaimana mungkin akan berbasil? Ia tidak akan mampu melawan subonya, juga tidak akan menang melawan Lui Seng Cu! Membujuk subonya dengan halus? Hasilnya hanya dampratan dan makian yang hanya akan lebih menyakitkan hatinya. Akan tetapi, ia tahu bahwa sepasang orang muda itu tentu akan menjadi mayat pada keesokan harinya dan akan dikubur di dalam kebun belakang yang luas itu! Tidak, ia harus mencegah terjadinya pembunuhan lagi, pembunuhan sepasang orang muda yang sama sekali tidak berdosa! Ia harus mencari akal dan mencegah pembunuhan itu, apapun resikonya.

   Malam itu sunyi dan menyeramkan. Udara dingin sehingga para pelayan wanita yang belasan orang banyaknya, yang juga bertugas sebagai penjaga, malam itu agak malas untuk meronda. Apalagi, siapa yang akan berani mengganggu rumah kediaman majikan mereka? Yang berjaga hanya dua orang wanita, dan mereka pun sudah duduk melenggut di ruangan depan, di serambi depan yang mereka jadikan sebagai pusat penjagaan di waktu malam.

   Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh nyala api yang cukup besar, di sebelah kanan bangunan. Gudang telah terbakar dan api sudah bernyala tinggi!

   "Kebakaran! Kebakaran""!" Mereka berteriak-teriak sambil membangunkan teman-teman mereka, menggedur kamar mereka di belakang. Para wanita itu menjadi gugup dan panik, segera mencari air untuk memadamkan kebakaran yang sudah membesar itu.

   Keributan itu pun membuat Ban-tok Mo-li dan tamunya, Hok-houw Toa-to Lu Seng Cu, berlarian keluar dari dalam kamar. Mereka menduga bahwa tentu ada musuh yang menyerbu dan membakar gudang. Mereka sama sekali tidak tahu betapa ketika mereka berlarian keluar kamar, ada bayangan hitam menyelinap masuk ke dalam kamar itu dengan gerakan yang cekatan sekali. Bayangan ini bukan lain adalah Giok Cu yang telah menggunakan akal membakar gudang untuk menolong dua orang muda yang diculik gurunya dan tamu gurunya.

   Ketika berada di dalam kamar gurunya, kamar yang sudah dikenalnya, dengan pembaringan yang lebar dan perlengkapan yang mewah itu, Giok Cu terbelalak mukanya berubah merah. Hampir ia tidak dapat melihat keadaan itu lebih lama lagi dan meninggalkan kamar, kalau saja ia tidak ingat bahwa ia masuk kamar ini untuk menyelamatkan orang. Ia melihat betapa dua orang muda itu, yang usianya masih muda sekali kurang lebih enam belas tahun, berada di atas pembaringan dalam keadaan telanjang bulat dan tidak mampu bergerak karena tertotok. Gadis remaja itu hanya memandang dengan mata terbelalak dan air mata bercucuran, sedangkan pemudanya memandang dengan muka pucat dan mata terbelalak ketakutan!

   Giok Cu cepat menotok mereka, membebaskan mereka dari pengaruh totokan sehingga keduanya mampu bergerak kembali.

   "Sssttt, jangan berisik. Cepat pakai pakaian kalian dan ikuti aku. Aku akan membebaskan kalian dari sini!" bisik Gi Cu. Dua orang muda itu tentu saja menjadi gugup dan secepatnya mereka mengenakan pakaian mereka dan tak lama kemudian mereka sudah mengikuti Gi Cu keluar dari dalam kamar, lalu melarikan diri melalui kebun belakang yai sunyi. Mereka melihat betapa orang-orang sedang sibuk memadamkan kebakaran besar di samping rumah.

   Karena tidak sabar lagi melihat betapa gadis remaja itu sukar berlari karena tubuhnya menggigil ketakutan, Gi Cu menggendongnya, dan berlarilah sambil menarik tangan pemuda itu yang juga ketakutan. Mereka menghilang d telan kegelapan malam.

   Giok Cu tidak memberi kesempa kepada pemuda itu untuk beristirahat sejenak pun. Biarpun pemuda itu sudah terengah-engah, ia memaksanya berlari terus. Kini ia menurunkan gadis yang digendongnya dan mengajak mereka berdua lari memasuki hutan kemudian, di dalam kegelapan yang membuta, Giok Cu terus menarik tangan mereka untuk pergi semakin jauh. Ia sendiri sudah halal akan jalan setapak di hutan itu, maka ia mampu menjadi petunjuk jalan dalam cuaca yang gelap itu, hanya diterangi bintang-bintang di langit, itu pun masih dihalangi oleh daun-daun pohon yang lebat.

   Baru pada keesokan harinya, ketika matahari pagi mulai mengirim sinarnya untuk mengusir kegelapan malam, terpaksa Giok Cu berhenti karena gadis dan pemuda remaja itu sudah tidak kuat lagi dan mereka berdua sudah menjatuhkan diri di atas rumput. Gadis remaja it menangis dan pemuda itu pun merintih! ketika keduanya berlutut di depan Giok Cu.

   "Terima kasih atas pertolongan Li-htap (Pendekar Wanita) yang telah menyelamatkan nyawa saya""".." kata muda itu.

   "Li-hiap, engkau telah membebas kan saya dari ancaman maut yang amat mengerikan, sampai mati saya tidak akan melupakan budi ini " kata gadis itu.

   Giok Cu mengangkat kedua tangan-ya dengan tidak sabar.

   "Sudahlah, tidak ada gunanya semua ini. Aku tidak minta terima kasih, akan tetapi aku minta agar kalian berdua bangkit lagi dan melanjutkan pelarian ini. Kita masih harus lari jauh untuk benar-benar dapat bebas dari ancaman maut ini!" Giok Cu sama sekali tidak takut akan keselamatan diri sendiri. Yang ditakutinya adalah kalau sampai gurunya dan Lui Seng Cu dapat menyusul mereka, tentu ketua orang muda ini akan ditangkap kembali dan ia sama sekali tidak akan mampu melindungi mereka.

   "Tapi, kaki saya""" lecet-lecet dan nyeri"".." keluh pemuda itu.

   "Dan saya sudah tidak kuat lagi, Li-hiap""".." kata yang gadis.

   "Kalian harus kuat! Hayo, kita lari lagi!" kata Giok Cu menyambar lengan mereka untuk melarikan diri. Dua orang muda itu merintih, mengeluh, tersaruk-saruk dan jatuh bangun, akan tetapi Ciok Cu tidak peduli dan terus menyeret tubuh mereka.

   Tiba-tiba ada sebatang tongkat menyelonong dan menghalang di depan Giok Cu. Ketika Giok Cu mengangkat muka memandang, kiranya yang memegang tongkat itu adalah hwesio yang tua renta usianya tentu lebih dari tujuh puluh tahun. Hwesio ini kulitnya hitam sekali seperti pantat kwali hangus, perutnya gendut bukan main seperti kerbau hamil, akan tetapi muka yang hitam itu memiliki sepasang mata yang ramah " mencorong, dan mulutnya selalu tersenyum-senyum.

   "Omitohud"""..! Seorang gadis remaja yang begini manis dan gagahnya, ternyata memiliki watak yang amat jahat suka menyiksa orang lain! Nona, sungguh amat tidak baik kalau kaulanjutkan menyiksa dua orang ini yang sudah kehabisan tenaga, kaupaksa dan kau seret untuk berjalan, bahkan berlari. Dimana prikemanusiaanmu?"

   Giok Cu adalah seorang yang galak, apalagi sekarang ia merasa tidak bersalah, disangka yang bukan-bukan oleh seorang kakek tua renta berkepala gundul yang perutnya gendut. Ia membelalakkan matanya, memandang penuh kemarahan dan ia menudingkan telunjuknya ke arah perut yang gendut itu.

   "Hwesio tua! Apa kaukira prikemanusiaan sudah diborong semua oleh hwesio-hwesio gendut seperti engkau? Apa kaukira perutmu yang gendut itu terlalu penuh oleh kebaikan dan prikemanusiaan sehingga manusia macam aku tidak mengenalnya lagi? Hayo minggir dan jangan menghalang di tengah jalan!"

   Mulut itu tersenyum semakin lebar.

   "Ha-ha-ha, bukan main galaknya! Pantas sekali, wataknya galak dan perbuatannya pun kejam. Kenapa sih engkau menyeret-nyeret kedua orang muda ini. Nona? Apa kesalahan mereka?"

   Giok Cu semakin mendongkol.

   "Hwesio tua, buka telingamu baik-baik dan dengar omonganku! Semua urusan kami bertiga ini tidak ada sangkut pautnya dengan seorang tua renta seperti engkau! Minggir atau terpaksa aku tidak akan sungkan lagi terhadap seorang tua renta!"

   "Sian-cai"".., seorang anak perempuan yang berjantung naga! Eh, Nona Kecil, kalau pinceng (aku) tidak mau minggir, lalu apa yang akan kaulaku kepada pinceng?"

   "Aku akan mendorongmu sampai engkau jatuh!" Giok Cu mengancam.

   "Ho-ho-ho, bagus sekali. Pinceng tidak mau minggir sebelum engkau melepaskan dan membebaskan kedua orang anak yang sudah kehabisan tenaga itu!"

   Kini Giok Cu benar-benar marah tidak dapat menahan dirinya lagi. melepaskan lengan kedua orang remaja itu, lalu mengerahkan tenaga sin-kang dan mendorongkan kedua tangannya ! arah perut yang gendut itu. Kakek gendut itu tidak mengelak atau menang bahkan mendorong perutnya yang gendut ke depan, seperti sengaja menyerahkan perutnya untuk dipukul atau didorong.

   "Plukkk!" Kedua telapak tangan Giok Cu mengenai perut itu dan ia terkejut bukan main. Ia merasa seolah-olah mencorong agar-agar yang lunak dan yang menyedot semua tenaga dorongnya sehingga tenaganya lenyap dan sama sekali tidak berhasil, seperti mendorong air saja!

   Akan tetapi, Giok Cu adalah seorang dia yang keras hati. la masih belum mau menerima kenyataan bahwa ia berhadapan dengan orang pandai, melainkan mengira bahwa hwesio itu memang emiliki perut yang luar biasa sehingga tidak dapat diserang dengan dorongan tenaga sin-kang.

   Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hemmm, engkau mencari penyakit sendiri!" katanya dan kini tangan kirinya memukul dengan telapak tangannya yang berubah menjadi kehitaman! Itulah tamparan yang mengandung hawa beracun! Memang inilah satu di antara watak yang mewarisi Giok Cu dari gurunya, yaitu ganas terhadap lawan! Tamparan itu merupakan ilmu pukulan beracun yang berbahaya. Melihat ini, kakek gundul itu agaknya tidak mengetahuinya, hanya mulutnya saja yang menyeringai dan matanya terbelalak kaget.

   "Omitohud""".. sungguh tak terkira kekejiannya""""!"

   "Dukkk!" Tangan yang menampar itu bertemu dada yang banyak dagingnya, akan tetapi sama sekali tidak lunak seperti perut tadi, melainkan keras seperi baja sehingga Giok Cu merasa telapak tangannya nyeri dan panas, sebaliknya, kakek itu seperti tidak merasakan pukulan beracun itu!

   Kini Giok Cu menjadi marah sekali, dan ia mulai menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang kakek yang pandai. Akan tetapi, kakek atau nenek, karena menentangnya, berarti musuhnya yang harus dirobohkan agar ia dapat melanjutkan pelariannya bersama dua orang muda itu. Siapa tahu kakek ini mempunyai niat yang jahat! Tanpa banyak cakap lagi, ia pun lalu menyerang! dengan dahsyatnya, tangan kanan mencakar ke arah kedua mata lawan, tangan kiri mencengkeram ke arah lambung!

   "Omitohud...""., seperti harimau muda yang ganas""""!" Kakek itu menjyjerakkan tongkatnya, mendorong kearah kedua kaki Giok Cu dan..... tubuh gadis itu terpelanting dan terbanting keras ke atas tanah! Giok Cu terbelalak seperti dalam mimpi saja ia tadi terpelanting. Karena kepalanya terasa pening, ia mengguncang-guncang kepalanya mengusir kepeningan sebelum bangkit berdiri lagi.

   Sementara itu, dua orang muda yang melihat betapa penolong mereka itu berkelahi dan dibuat jatuh bangun oleh hwesio tua, cepat mereka menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio itu.

   "Lo-suhu, harap jangan ganggu penolong kami"""..!" kata yang pria.

   "Lo-suhu, Li-hiap itu mengajak kami dari dari ancaman bahaya maut. Ia menolong kami, bukan menyiksa!" kata yang wanita.

   "Ahhh? Ehhh?" Hwesio tua muka hitam itu terbelalak.

   "Omitohud"".. apa yang telah pinceng lakukan ini""""?"

   Kepeningan sudah meninggalkan kepala Giok Cu dan ia sudah melangkah maju untuk melawan kakek itu lagi. Akan tetapi pada saat itu, nampak dua bayangan berkelebat dan disusul bentakan nyaring,

   "Giok Cu""" !!"

   Gadis itu terkejut setengah mati ketika mengenal suara subonya. Ia menoleh dan ternyata Ban-tok Mo-li dan Hok houw Toa-to Lui Seng Cu sudah berdiri situ dengan mata menyinarkan marahan. Sementara itu, dua orang muda yang masih berlutut, kini terbelalak dan memandang dengan muka pucat dan tubuh menggigil. Gadis itu malah sudah mulai menangis sesenggukan saking ketakutan Hwesio tua bermuka hitam memandai semua ini dengan alis terangkat dan sinar mata melirik ke sana-sini penuh selidik.

   Ban-tok Mo-li marah bukan main, Ketika semalam terjadi kebakaran besar pada gudang di samping rumahnya, ia mengira ada penyerbuan musuh, maka bersama Lui Seng Cu ia keluar dai membantu para pelayan memadamkan api yang berkobar besar. Untung api dapat dipadamkan sebelum melahap bangunan induk. Akan tetapi tidak nampak tanda-tanda adanya penyerbuan musuh sehinggj Ban-tok Mo-li merasa terheran-heran. Juga ia merasa heran mengapa muridnya, Bu Giok Cu, tidak muncul membantu orang-orang memadamkan api. Setelah ia dan Lui Seng Cu kembali ke kamar, barulah ia tahu! Dua orang muda yang mereka culik telah lenyap dan juga Giok Cu tidak berada di dalam kamarnya! Ia pun teringat ketika muridnya itu pernah menentang akan dikorbankannya dua orang muda, maka siapa lagi kalau bukan muridnya yang kini menghalangi hendaknya dan membebaskan dua orang muda itu?

   Malam tadi ia pun sudah melakukan pengejaran, akan tetapi karena malam gelap, ia pun menunda pengejarannya sampai keesokan harinya. Bersama Lui Seng Cu ia melakukan pengejaran secepatnya. Tidak sukar bagi dua orang datuk yang berpengalaman ini untuk menemukan jejak langkah tiga orang itu dan mengejar secepatnya sehingga akhirnya mereka dapat menyusul Giok Cu bersama dua orang muda yang hendak dibebaskannya.

   "Giok Cu, apakah engkau hendak lawan dan memusuhi aku, gurumu diri? Engkau membakar gudang dan membawa lari dua orang tawananku! yang menjadi, kehendakmu? Engkau hendak menentang aku, ya?" bentak Ba tok Mo-li marah sekali dan pandang matanya kepada muridnya yang biasanya penuh kasih sayang itu kini panas membakar, penuh kebencian.

   Giok Cu maklum bahwa ia tidak berdaya. Yang dikhawatirkannya terjadi dan ia menyesal sekali mengapa dua orang yang coba ditolongnya itu demikian lemah sehingga tidak mampu berlari cepat, dan ia pun melirik ke arah hwesio gendut itu penuh sesal, seolah-olah sinar matanya menyalahkan hwesio itu yang menghambat pelariannya. Kemudian ia menghadapi subonya, sikapnya sama sekali tidak takut-takut, bahkan ia seperti orang nekat, siap untuk menerima hukuman apapun juga tanpa takut.

   "Aku tidak menentang Subo, akan tetapi aku menentang tindakan Subo yang terbujuk orang jahat dan kejam, yaitu dia itu!" Dia menuding kepada Lui Seng Cu.

   "Subo membunuhi orang-orang muda tanpa dosa secara tidak tahu malu. Aku hanya ingin mencegah Subo melakukan kekejian seperti itu, maka aku sengaja membakar gudang dan mencoba melarikan korban-korban ini. Habis, kalau membujuk Subo dengan kata-kata halus tentu akan percuma saja!"

   "Giok Cu! Selama lima tahun lebih aku mendidikmu, merawatmu seperti anak sendiri, dan inikah balasanmu kepadaku? Apakah engkau sudah bosan hidup? Kau ingin melihat aku membunuhmu?"

   "Wah, jangan dibunuh, Mo-li. Sayang kalau dibunuh. Serahkan saja padaku dan aku dapat menjinakkan anak manis inil" kata Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu sambil menyeringai dan memandang Giok Cu dengan sinar mata yang amat dibenci gadis itu. Sinar mata penuh kecabulan dan teringat akan keadaan dua orang muda tadi di dalam kamar subonya, ia bergidik.

   "Subo, aku lebih suka seratus kali kaubunuh daripada menyerah kepada iblis busuk itu!" bentak Giok Cu sambil memandang kepada Lui Seng Cu denj; mata penuh kebencian. Ia amat membenci orang itu karena orang itulah yang telah merusak gurunya, membuat gurunya menjadi seorang yang amat kejam. Memang tadinya ia pun tidak dapat mengatakan bahwa gurunya seorang baik baik, akan tetapi setelah subonya menjadi pengikut Lui Seng Cu, menjadi penyembah Thian-te Kwi-ong, gurunya menjadi semakin kejam luar biasa!
"Keparat!" Ban-tok Mo-li memaksa muridnya.

   "Seekor anjing pun akan memiliki kesetiaan kalau diberi makan setiap hari, akan tetapi engkau, yang kuperlakukan sebagai anak sendiri dan murid, kini malah hendak menentang aku. Engkau lebih rendah daripada seekor anjing! Lui Seng Cu, kuserahkan ia padamu!"

   Mendengar ucapan gurunya itu, Giok Cu menjadi marah bukan main. Bukan marah oleh makian itu, melainkan marah karena ia diserahkan kepada pria yang amat dibencinya itu.

   "Orang she Lui keparat jahanam!" teriaknya.

   "Engkau hanya akan dapat menjamahku setelah aku menjadi mayat!" Dan ia pun memasang kuda-kuda, siap untuk melawan mati-matian.

   Lui Seng Cu tersenyum gembira. Hatinya girang bukan main. Sudah lama dia tergila-gila kepada gadis remaja yang bagaikan setangkai bunga sedang mulai mekar ini. Akan tetapi, dia tidak berani karena gadis itu murid Ban-tok Mo-li. sekarang, dalam kemarahannya, Ban-tok Mo-li menyerahkan gadis itu kepadanya!

   "Bu Giok Cu, engkau cantik dan segar bagaikan seekor kuda betina liar yang amat berharga untuk ditundukkan! Engkau akan menjadi kudaku yang cantik yang jinak, yang penurut akan tetapi juga kudaku yang kuat dan liar! Ha-ha-ha, manis lihatlah, pandanglah aku. Aku bukan musuhmu, aku sahabat baikmu dengan niat hati yang baik. Senyumlah
padaku dan jangan memusuhi aku, sayang..."..

   " Suaranya mengandung getaran aneh dan sungguh luar biasa sekali. Tarikan wajah yang penuh kebencian itu perlahan-lahan lenyap dari muka Giok Cu. Pandang matanya berubah sedikit demi sedikit, menjadi redup seperti api mulai kehabisan minyak, dan mulutnya mulai tersenyum!

   Pada saat itu terdengar seruan lembut,

   "Omitohud...""., kekuasaan iblis selalu ada saja di mana-mana mengganggu kehidupan manusia. Nona Kecil, mundur lah!"

   Tiba-tiba saja, seolah-olah kepalanya disiram air dingin, Giok Cu sadar akan keadaannya dan ia terkejut sekali. Pada saat itu, tangan Lui Seng Cu sudah dijulurkan untuk menangkapnya akan tetapi mendadak tubuh Giok Cu tertarik kebelakang. Kiranya tangan hwesio bermuka hitam telah mencengkeram leher bajunya dan menarik tubuh Giok Cu kebelakang.

   "Nona, engkau jagalah baik-baik ke dua orang muda itu, dan biarkan pinceng menghadapi mereka yang sesat ini!"

   Giok Cu bukan seorang gadis remaja yang bodoh. Ia tahu bahwa hwesio muka itam itu tentu seorang yang sakti, dan Ia sadar pula bahwa kalau ia maju serang diri, ia tidak akan mampu menandingi gurunya sendiri dan Lui Seng Cu. Tentu saja, secara aneh ia sudah hampir tertawan! Maka, ia pun cepat menghampiri dua orang muda yang masih berlutut, dan ia pun berdiri di belakang mereka, siap melindungi mereka! Matanya memandang ke arah hwesio muka hitam dan dua orang calon lawannya dengan hati berdebar tegang. Ia maklum benar betapa lihainya gurunya, juga betapa lihainya Lui Seng Cu. Akan mampukah hwesio tua renta muka hitam itu menandingi mereka?

   

   
Melihat betapa hwesio tua renta bermuka hitam itu berani melindungi Giok Cu dan menentang mereka, Lui Seng Cu mengerutkan alisnya. Dia lalu melangkah maju menghadapi hwesio itu, dan Ban-tok Mo-li mendiamkannya saja, hendak melihat dulu sampai di mana kekuatan hwesio tua renta itu. Hok-houw Toa-to Lui SengCu juga ingin menghadapi hwesio itu dengan perbantahan dan ilmu sihir, maka begitu berhadapan dekat dengan hwesio itu dia lalu menegur dengan suara lantang.

   "Dengan pendeta dari kuil manakah, dan dengan siapakah kami berdua, Lui Seng Cu dan Phang Bi Cu, berhadapan? Harap Lo-suhu suka memperkenalkan diri kepada kami."

   Hwesio berperut gendut itu terkekeh, matanya berseri.

   "Omitohud"", kiranya engkau pun dapat bersikap lembut, walau sikapmu itu meliputi lahir batin. Alangkah baiknya dan tentu tidak aka mudah menyeleweng, ha-ha-ha! Nama pinceng? Lihat muka pinceng yang, buruk dan hitam dan engkau akan mengenal nama pin-ceng. Orang menyebut Pin-ceng Hek-bin Hwesio (Pendeta Muka litam)."

   Hwesio ini adalah seorang yang sakti, akan tetapi dia tidak pernah mencampuri urusan duniawi, maka namanya tidak dikenal di dunia persilatan Seperti telah kita ketahui, Hek-bin Hwe sio ini adalah suheng dari mendiang Thian Cu Hwesio, ketua Siauw-lim-si yang membakar diri ketika kuil itu diserbu pasukan pemerintah. Karena tidak mengenal nama ini, Lui Seng Cu tentu saja memandang rendah. Dia adalah seorang datuk sesat yang terkenal dan juga mengenal nama-nama orang sakti di dunia persilatan. Akan tetapi tentu saja dia tidak mengenal Hek-bin Hwesio yang merupakan seorang pertapa yang suka merantau di Pegunungan Himalaya dan negara-negara bagian barat.

   "Hek-bin Hwesio? Hem, biarpun mukamu hitam dan mungkin hatimu juga hitam, akan tetapi engkau mencukur rambut dan mengenakan jubah pendeta. Setidaknya engkau tentu tahu akan peraturan, tahu pula bahwa mencampuri urusan orang lain merupakan hal yang amat tercela dan tentu tidak akan dilakukan oleh seorang yang sudah berani menjadi pendeta! Akan tetapi mengapa engkau, yang sudah tua dan tentu berpengalaman ini, sekarang lancang mencampuri urusan kami? Kami berurusan dengan seorang murid kami, dan dua orang anggauta perkumpulan kami sendiri, harap engkau orang tua tidak mencampurinya!"

   Sepasang mata itu terbelalak dari mulutnya tertawa lebar.

   "Ha-ha-ha-ha ha! Sungguh lucu sekali, lucu bukan main! Bagaimana mungkin seorang murid berani menentang gurunya? Hal ini hanya ada dua kemungkinan! Si murid itu meinjadi jahat dan tidak mentaati perintah gurunya yang baik! Atau, si guru itu jahat akan tetapi muridnya tetap menjaga diri dan berpihak kepada yang benar, sehingga terpaksa ia menentang gurunya yang jahat. Nah, di antara dua kemungkinan ini, mana yang benar? Pin-ceng tadi mendengar bahwa Nona Cilik itu menentang gurunya yang hendak membunuh dua orang yang tidak berdosa! Berarti bahwa Nona itu, biarpun bergaul dengan para tokoh sesat, tetap ia bersih dan murni seperti setangkai bunga teratai di antara pecomberan, tetap bersih! Karena itu, apa anehnya kalau pin-ceng membelanya?" Lui Seng Cu menjadi marah. Kiranya hwesio tua renta ini berbeda dengan para hwesio lainnya. Para hwesio biasanya pendiam dan suka mengalah, tidak pandai bicara. Akan tetapi hwesio tua muka hitam ini ternyata tukang ngobrol dan pandai berdebat! Baru beberapa kali tukar bicara saja dia sudah terdesak dan sukar untuk menjawab.

   "Hek-bin Hwesio! Engkau tidak tahu siapa aku? Aku adalah Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu, pemimpin penganut penyembah Thian-te Kwi-ong! Lihat aku, pandang mataku, dan berlututlah engkau! Aku perintahkan engkau, demi nama Thian-te Kwi-ong yang sakti, berlututlah engkau wahai hwesio!!" Dalam suara itu terkandung getaran yang amat hebat dan kuat, yang membuat Giok Cu merasa betapa lututnya gemetar. Tadi, dengan tenaga setengahnya saja, Lui Seng Cu hampir berhasil menyuruh Giok Cu tunduk dan menuruti kehendaknya. Kini dia mempergunakan hampir seluruh kekuatan sihirnya, bahkan menggunakan nama Thian-te Kwi-ong sebagai ilmu hitam, untuk menyerang dan menundukkan hwesio tua muka hitam!

   Akan tetapi, Hek-bin Hwesio yang, diserang dengan ilmu hitam itu yang hanya terkekeh saja, lalu berkata dengan suara lantang sambil tertawa.

   "Ha-ha-ha! Omitohud"""" pinceng tidak memerintah, akan tetapi kalau engkau memang ingin berlutut, silakan, Hok-houw Tofw to!"

   Sungguh aneh karena tiba-tiba saja Lui Seng Cu lalu menjatuhkan diri bc lutut menghadap hwesio itu! Melihat ini tentu saja Giok Cu menjadi terheran-heran. Penglihatan itu sedemikian lucunya sehingga mau tidak mau ia pun tertawa. Mendengar gadis itu tertawa Hek-bin Hwesio menengok sambil tertawa pula, senang karena gadis yang tak disangkanya jahat akan tetapi yang ternyata gagah perkasa dan berbudi mulia itu ternyata juga memiliki watak periang. Karena dia menengok, maka Lui Seng Cu yang tadinya terpukul oleh kekuatan sihirnya sendiri yang membali menjadi sadar, apalagi karena Ban-to Mo-li sudah mengguncang pundaknya dengan mendongkol.

   "Engkau ini apa-apaan sih?" bentak Ban-tok Mo-li yang ikut merasa malu melihat kawannya bertindak seperti seorang badut. Lui Seng Cu meloncat berdiri dan dia sudah mencabut golok besarnya, mukanya berubah merah karena marahnya. Ban-tok Mo-li juga sudah mencabut senjata yang ampuh, yaitu sebuah kipas di tangan kiri dan sebatang pedang di tangan kanan. Tanpa banyak cakap lagi dua orang ini sudah maju menyerang Hek-bin Hwesio dengan ganas sekali. Ban-tok Mo-li menggerakkan kipasnya dan dari kedua ujung gagang kipasnya meluncur jarum-jarum beracun yang amat berbahaya, yang mendahului serangan totokannya dengan gagang kipas, disusul tusukan-tusukan pedangnya. Juga Lui Seng Cu sudah memutar goloknya sehingga nampak sinar golok bergulung-gulung. Dia memang dijuluki Hok houw Toa-to (Golok Besar Penaluk Harimau), tentu saja dia seorang ahli sila golok yang pandai, maka goloknya mengeluarkan suara berdesing-desing ketik menyambar-nyambar dalam gulungan sinar yang menyilaukan.

   "Losuhu, awas senjata rahasia jarum beracun!" Tiba-tiba Giok Cu berseru. Ia tentu saja mengenal kipas dari subonya dan tahu betapa berbahayanya jarum-jarum kipas itu yang dilepas dari jarak dekat dan tidak nampak saking lembut dan cepatnya.

   "Ha-ha-ha, ia yang menabur benih, ia yang menuai!" Berkata demikian, hwesio tua itu mengebutkan lengan bajunya dan jarum-jarum halus itu disambar angin dan membalik, kini menyerang ke arah pemiliknya! Tentu saja Ban-tok Mo-li terkejut bukan main. Cepat ia melempar diri ke belakang dan bergulingan di atas tanah, tidak peduli betapa perbuatan itu membuat pakaiannya menjadi kotor! Ia bergidik dan tidak berani lagi mempergunakan senjata rahasia yang dapat membalik dan "makan nyonya" itu. Ia menyerang dengan gagang kipas dan pedangnya, membantu Lui Seng Cu mengeroyok hwesio tua muka hitam.

   Terjadilah perkelahian yang seru dan menegangkan hati Giok Cu. Inilah saat yang ditakutinya. Mampukah hwesio tua itu menahan dua orang lawan yang demikian tangguhnya? Akan tetapi, terjadi hal yang lucu. Hwesio tua itu hanya memegang sebatang tongkat yang butut dan rapuh, sebatang dahan atau ranting pohon yang sudah rapuh, dan selanjutnya hanya menjaga diri dengan kebutan lengan bajunya yang lebar. Akan tetapi, tiga macam senjata lawan itu sama sekali tidak mampu menyentuhnya, selalu menyeleweng, atau bahkan membalik kena sambaran angin kebutan ujung lengan baju, sedangkan tongkat bututnya beberapa kali hampir menusuk hidung Lui Seng Cu dan mata Ban-tok Mo-li. Tentu saja Giok Cu menjadi kagum bukan main dan juga hatinya girang karena kini ia tidak khawatir lagi. Dua orang muda itu tentu akan dapat bebas dari ancaman maut di tangan subonya dan Lui Seng Cu.

   Dugaan Giok Cu memang tidak keliru. Hek-bin Hwesio memang memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada dua orang lawannya. Biarpun senjatanya hanya ujung lengan jubah yang lebar dan sebatang tongkat butut, namun dua orang lawannya tidak mampu berbuat sesuatu. Semua serangan mereka bertemu dengan ujung lengan baju, bahkan kalau ujung lengan baju itu bertemu langsung dengan pedang atau golok, maka dua senjata itu hampir terlepas dari pegangan tangan pemiliknya! Karena itu, baik Ban-tok Mo-li maupun Lui Seng Cu tidak berani lagi mengadu senjata mereka secara langsung dengan ujung lengan jubah yang lebar itu, dan mereka pun terdesak oleh tongkat butut.

   "Omitohud""".! Kalian sungguh jahat, akan tetapi masih untung karena pinceng lihat belum tiba saatnya kalian mati, dan pinceng seorang yang pantang membunuh. Nah, pergilah kalian dari sini dan jangan ulangi lagi kejahatan kalian kalau ingin selamat!" Berkata demikian, tiba-tiba kedua lengan bajunya mengebut keras dan ujung tongkatnya menusuk-nusuk. Kedua orang itu terkejut, terhuyung dan pada saat itu, kaki Hek-bin Hwesio menendang. Dua kali berturut-turut dai menendang.

   "Desss!!! Desssss!!" Tendangannya itu kuat bukan main dan tubuh kedua orang itu seperti dua butir bola yang ditendang, melambung ke atas dan melayang sampai jauh, kemudian jatuh ke atas tanah. Biarpun keduanya sudah mengerahkan gin-kang, tetap saja tubuh mereka terbanting dan terguling-guling.

   Keduanya terkejut setengah mati. Belum pernah selama hidup mereka bertemu dengan lawan yang begini tangguhnya. Maka, seperti dikomando saja, begitu mereka mampu bangkit berdiri, keduanya sudah lari tunggang langgang tanpa menoleh lagi, ketakutan seperti melihat setan!

   Dengan gembira sekali Giok Cu menghampiri kakek itu, memandang dengan penuh kagum kepada wajah yang tua dan hitam namun selalu tersenyum itu.

   "Wah, engkau sungguh hebat sekali, Kek! Engkau sakti dan pandai bukan main sampai dua orang seperti Subo dan iblis She Lui itu lari tunggang-langgang! Kalau saja aku dapat menjadi muridmu, Kakek yang baik, aku akan merasa berbahagia sekali!"

   Hek-bin Hwesio

   bakat yang amat baik, watak yang baik pula dan walaupun selama ini agaknya menjadi murid iblis betina, namun buktinya ia malah menentang guru sendiri, menenyelamatkan calon korban gurunya, hal ini saja membuktikan bahwa pada dasarnya, gadis remaja ini memiliki watak pendekar yang gagah. Apalagi wajah yang cerah dan sepasang mata yang penuh semangat, cerah dan periang itu sungguh cocok sekali dengan wataknya sendiri, maka hati Hek-bin Hwesio tertarik sekali. Dia sudah amat tua, tak lama lagi tentu mati, lalu untuk apa semua ilmu yang pernah dipelajarinya selama puluhan tahun itu? Dia belum pernah mengangkat murid, dan bukankah pertemuannya dengan gadis remaja ini merupakan suatu jodoh yang sudah ditentukan oleh Tuhan?

   "Heh-heh-heh, Nona Kecil. Beginikah sikap orang yang ingin menjadi murid?"

   Mendengar ucapan itu, sepasang mata Giok Cu terbelalak dan ia mengeluarkan teriakan seperti bersorak girang. Tadinya ia hanya iseng-iseng saja berkata demikian, sama sekali tidak mengira bahwa kakek itu suka menerimanya sebagai murid. Maka, setelah mengeluarkan teriakan bersorak, ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki ka kek muka hitam itu, dekat sekali sehingga hidungnya hampir mencium jari kaki.

   "Suhu, teecu menghaturkan terima kasih dan menghaturkan hormat!"

   Melihat sikap ini dan mendengar ucapan yang amat menghormat itu, Hek-bin Hwesio tertawa bergelak. Perutnya! yang gendut itu terguncang-guncang dan bergerak-gerak seperti bayi tua dalam kandungan! "Hua-ha-ha-ha, anak baik, pinceng tidak mengajarkan seorang murid untuk menjadi penjilat! Bersikaplah biasa saja, jangan berlebihan. Dalam hidup ini, kita harus bersikap wajar, tidak pura-pura, tidak berlebihan karena berlebihan ini menyeret kita ke dalam ketidakwajaran! Kalau sudah tidak wajar, berrti menyembunyikan pamrih dan pinceng tidak ingin melihat murid pinceng menjadi penjilat!"

   Giok Cu terkejut sekali dan seperti disengat kelabang ia pun meloncat bangun dan berdiri dengan sikap masih hormat.

   "Teecu akan mentaati semua perintah dan petunjuk Suhu!"

   Bukan main girangnya hati Hek-bin Hwesio. Anak perempuan ini memang hebat, pikirnya. Sayang ia telah mempelajari ilmu-ilmu sesat yang ganas. Maka, diam-diam dia mengambil keputusan untuk memperbaiki ilmu-ilmu itu sehingga menjadi ilmu yang kuat dan hebat, akan tetapi berkurang sifat ganas dan kejamnya.

   "Sekarang ceritakan apa yang terjadi, siapa kedua orang muda ini dan mengapa pula engkau menentang Subomu sendiri!" kata Hek-bin Hwesio.Giok Cu lalu bercerita, singkat dan jelas tentang subonya yang terbujuk oleh Liu Seng Cu menjadi penyembah Thian Kwi-ong dan sudah beberapa kali mengorbankan beberapa orang muda laki-laki dan perempuan.

   "Teecu tidak tahan melihat hal itu, maka malam tadi ketika Subo dan orang she Lui itu kembali menculik sepasang orang muda, teecu lalu membakar gudang dan selagi semua orang memadamkan api, teecu membawa lari mereka, berdua ini. Akan tetapi, ternyata teecu dapat disusul Subo dan tentu teecu dan kedua orang muda itu akan celaka kalau saja Suhu tidak muncul menyelamatkan kami."

   "Sekarang, apa yang akan kaulakukan terhadap mereka itu?"

   "Teecu akan mengantar mereka pulang."

   Hwesio itu mengangguk-angguk dam dia duduk bersila di bawah pohon, berkata sambil tersenyum ramah.

   "Baik, kau lakukan tugasmu itu, pinceng akan meantimu di sini."

   Giok Cu lalu mengajak muda mudi itu intuk kembali ke dusun mereka. Melihat sikap muridnya yang wajar saja, sama sekali tidak memperlihatkan kekhawatiran, diam-diam Hek-bin Hwesio semakin kagum. Muridnya itu sungguh memiliki hati yang luar biasa tabahnya. Ia tidak takut kalau kalau tugasnya mengantar pulang muda-mudi itu akan dihadang oleh subonya dan Lui Seng Cu! Tentu saja dia tidak tega begitu saja dan diam-diam kakek ini membayangi perjalanan Giok Cu dari jauh.

   

Pedang Naga Hitam Eps 1 Pedang Naga Hitam Eps 13 Si Bayangan Iblis Eps 7

Cari Blog Ini