Ceritasilat Novel Online

Naga Sakti Sungai Kuning 20


Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Bagian 20




   Dugaan Yalami Cin memang tidak berlebihan. Betapapun lihainya Giok Cu betapapun ampuhnya pedang Seng-kan kiam di tangannya itu, menghadapi pengeroyokan demikian banyaknya lawan yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi membuat ia repot bukan main. Masih untung baginya bahwa ia tadi mempergunakan perhitungan tepat, yaitu sudah khawatir akan terjadinya pengeroyokan sehingga ia memilih tempat yang penuh pohon itu, bukan di tempat terbuka. Kalau ia harus menghadapi pengeroyokan seperti itu di tempat terbuka, tentu tidak akan mampu bertahan terlalu lama. Akan tetapi, dengan adanya pohon-pohon itu, ia dapat menyelinap di antara pohon-pohon dan pengeroyokan itu tidak dapat terlalu ketat karena tubuhnya terlindung dari serangan yang datang dari belakang pohon. Dan ia memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang baik sekali membuat tubuhnya bagaikan seekor tupai saja berloncatan dan menyelinap di antara pohon-pohon dan berputaran di situ. Dengan akal seperti itu, untuk sementara ia mampu mempertahankan diri, bahkan mampu kadang-kadang membalas serangan para pengeroyok. Akan tetapi agaknya tidak ada kemungkinan sama sekali baginya untuk meloloskan diri dari kepungan.

   Hong San sudah mulai tertawa-tawa lagi dengan senang.

   "Nona manis, lebih baik engkau menyerah dengan tubuh yang mulus dan utuh daripada harus menyerah dengan tubuhmu hancur menjadi bahan bakso!"

   Akan tetapi, Giok Cu menjawab ejekan ini dengan tusukan kilat dari balik pohon yang membuat Hong San harus cepat meloncat ke belakang. Giok Cu tidak mampu mengejar karena begitu ia muncul dari balik pohon itu, empat batang senjata yang sudah siap telah menyambarnya dari berbagai penjuru, la meloncat dan cepat menyelinap kembali ke balik sebatang pohon besar, menghadapi serangan tiga orang pengeroyok lain dan bagian belakangnya terlindung sebatang pohon yang besar.

   Biarpun keadaan tempat perkelahian yang penuh pohon-pohon besar itu membantunya, tetap saja Giok Cu terdesak terus dan tidak mungkin dapat melepaskan diri dari kepungan yang ketat, keadaannya berbahaya sekali karena dianggap sebagai mata-mata pemerintah yang harus dibunuh, karena kalau tidak akan merupakan bahaya besar bagi persekutuan pemberontak itu.

   "Tring-tring-tranggg........!" Kembali Giok Cu berhasil menangkis dan memukul runtuh tiga batang pisau terbang yang dilontarkan Kim-bwe-eng Gan Lok, pang-cu dari Pouw-beng-pang. Pada saat itu dua batang golok menyambar dari kanan kiri dan sebatang pedang menusuk dari depan. Giok Cu yang berdiri membekangi pohon besar, segera memutar tubuhnya. Kembali terdengar suara dentingan nyaring dan nampak bunga berpijar ketika pedangnya berhasil menangkis tiga serangan itu sekaligus. Akan tetapi ketika ia menyelinap ke belakang pohon, ia agak terhuyung karena kakinya tersandung akar pohon. Kesempatan ini dipergunakan oleh Can Hong untuk menyerangnya dengan capingnya yang lebar. Caping itu dilontarkannya, berpusing dan menuju ke arah Giok Cu. ketika gadis itu menggerakkan pedangnya menangkis, caping itu terpental akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Hong San sudah menusuk ke arah tenggorokanl Giok Cu terkejut akan tetapi masih sempat merendahkan tubuh dan miring.

   "Srttttt!" Bajunya di pundak kiri robek dan pundaknya terluka sedikit, lecet dan berdarah. Akan tetapi, karena terlalu bersemangat dalam penyerangan, pedang di tangan Hong San yang menyerempet pundak itu menancap pada batang pohon. Selagi Giok Cu hendak mempergunakan kesempatan ini untuk menyerang, dari kanan kiri sudah datang dengan bertubi lagi sehingga terpaksa, ia mengurungkan niatnya menyerang Hong San dan sebaliknya ia meloncat lagi ke pohon lain di mana kembali ia telah diserbu. Giok Cu menjadi sibuk sekali ini ia sudah mulai merasa lelah.

   Tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan muncul seorang pemuda tinggi besar yang berpakaian sederhana. Tangannya memegang sebatang ranting kayu, akan tetapi begitu dia memutar ranting kayu itu menyerang tiga orang yang sedang mendesak Giok Cu, tiga orang itu terhuyung ke belakang karena dari ranting kayu itu menyambar hawa pukulan dahsyat sedangkan ujung ranting nampak berubah menjadi belasan batang menyambar-nyambar dengan totokan maut ke arah jalan darah di tubuh mereka.

   "Nona, cepat lari........... naik ke atas pohon!" kata Pemuda Tinggi Besar itu sambil memutar tongkatnya melindungi. Begitu tongkat diputar, timbul angin yang dahsyat dan terdengar suara bersiutan mengejutkan.

   Giok Cu baru sadar bahwa jalan satu-satunya memang melarikan diri lewat pohon-pohon itu. Mengapa tadi ia tidak memikirkan hal itu? Pohon-pohon di situ besar dan bagian atasnya seperti sambung-menyambung, maka dengan jalan berloncatan dari pohon ke pohon, lebih besar harapan untuk melarikan diri. Karena ia sudah merasa kewalahan menghadapi pengeroyokan orang sedemikian banyaknya dan kesemuanya lihai, tanpa berpikir panjang lagi Giok Cu segera mengerahkan gin-kangnya dan tubuhnya sudah melayang ke atas pohon! Sementara itu, pemuda tinggi besar itu sudah mengamuk. Tongkatnya berubah menjadi gulungan sinar kehijauan yang menerjang ke sana-sini, menutup jalan bagi para pengeroyok yang hendak melakukan pengejaran terhadap Giok Cu.

   Sementara itu, melihat pemuda ini, Hong San terkejut sekali. Inilah pemuda yang pernah menggagalkan dia memperkosa ibu muda yang cantik manis itu, dan ini pula orang yang menggagalkan perampokan atas diri Liu Tai-jin. Karena dia sudah merasakan kelihaian pemuda tinggi besar itu, maka dia pun berseru lantang.

   "Bunuh dia! Dia antek Liu Tai-jin dari kota raja!"

   Mendengar ini, mereka yang tadi mengeroyok Giok Cu kini maju mengepung pemuda tinggi besar itu. Pemuda itu agaknya juga tidak ingin melawan melainkan hanya ingin menyelamatkan Giok Cu. Buktinya, dia yang tadi mutar tongkatnya, setelah melihat gadis itu melayang naik ke atas pohon, dia segera meloncat naik ke atas pohon dengan gerakan yang indah dan cepat.

   "Kejar! Bunuh dia!" Hong San seru akan tetapi pada saat itu, terdengar suara Yalami Cin yang berteriak lantang.

   "Jangan kejar! Kalau kalian memusuhi Huang-ho Sin-liong, kami suku bangsa Hui tidak akan mau bekerja sama lagi!!

   Mendengar ucapan ini, Kim-bwe-Gan Lok cepat berteriak.

   "Saudara kalian, jangan kejar. Biarkan dia pergi!

   Hong San mengerutkan alisnya, akan tetapi dalam keadaan seperti itu tidak berani menentang
(Lanjut ke Jilid 21)
Naga Sakti Sungai Kuning/Huang Ho Sin-liong (Seri ke 01 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 21
keputusan pang-cu, apalagi mendengar ucapan kepala suku Hui. Hanya diam-diam dia merasa tidak setuju sama sekali.

   "Gan Pangcu, sudah jelas bahwa orang itu adalah pembantu Liu Tai-jin kota raja, kenapa dia dibiarkan pergi?" tanyanya, penasaran dan mendengar pertanyaan itu, Kim-bwe-eng Gan Lok memandang kepada Yalami Cin, seolah-olah pertanyaan itu dia operkan kepada kepala suku bangsa Hui itu.

   Yalami Cin maklum bahwa semua orang memandang kepadanya dan mengharapkan jawabannya, maka dia pun berkata dengan suara angkuh.

   "Aku, Yalami Cin, kepala suku Hui yang mempunyai hampir sepuluh ribu orang pengikut, selamanya tidak akan mau memusuhi Huang-ho Sin-liong. Kami berani tanggung bahwa dia bukanlah kaki tangan pemerintah, bukan pula antek pembesar korup. Huang-ho Sin-liong adalah seorang pendekar yang selalu membela rakyat, dan entah sudah berapa rakyat kami yang menerima pertolongannya dari tangan penjahat-penjahat. Oleh karena itu, sungguh tidak mungkin kalau kami harus memusuhinya!"

   Gan Pangcu mengangguk-angguk.

   "Kami pun pernah mendengar nama besarnya sebagai seorang patriot dan pendekar besar. Nah, Saudara Can, sekarang sudah jelas mengapa kami tidak mengejar Huang-ho Sin-liong. Agaknya engkau membencinya, akan tetapi kita harus mendahulukan kepentingan perjuangan daripada kepentingan pribadi. Mari kita kembali dan melanjutkan pembicaraan di sana."

   Mereka semua kembali ke sarang gerombolan itu untuk mengadakan perundingan dan menentukan langkah selanjutnya. Biarpun hatinya tidak puas karena Giok Cu dapat meloloskan diri namun Hong San yang mengharapkan kedudukan dan kemuliaan, ikut pula dengan mereka dan sejak hari itu dia di terima sebagai anggauta pimpinan, bahkan dijadikan pembantu utama Gan Pang cu karena dia memiliki ilmu kepandaia paling lihai di antara para pembantu lainnya. Ketika dia ikut bersama ketua Pouw-beng-pang dan para pembantunya dia teringat kepada Bu Giok Cu dan diam-diam dia mengambil keputusan bahwa setelah dia memperoleh kedudukan yang baik, dia tentu akan berusaha menyebar penyelidik dan mencari di man" adanya wanita yang lihai akan tetapi juga cantik jelita dan terutama sekali yang telah menjatuhkan hatinya itu.

   Mereka berloncatan turun dari pohon, kemudian melanjutkan lari dengan cepat sekali seperti dua orang yang sedang berlumba lari, meninggalkan hutan itu dan mendaki bukit, bahkan melewati puncak dan turun lagi di sebelah sana bukit. Keduanya mengerahkan tenaga dan Gin-kang (ilmu meringankan tubuh), seolah-olah sudah bersepakat tanpa kata untuk mengadu lari. Keduanya merasa heran dan juga kagum karena betapapun mereka mengerahkan seluruh tenaga, ternyata mereka tetap saja lari berdampingan, tidak ada yang kalah atau menang.

   Keduanya berhenti, atau Giok Cu yang berhenti terlebih dahulu dan pemuda tinggi besar itu pun berhenti. Tubuh Giok Cu bermandi peluh akan tetapi pemuda itu hanya berkeringat sedikit saja di dahinya. Hal ini tidak aneh, karena tadi Giok Cu telah memeras tenaga ketika menghadapi pengeroyokan. Mereka berdiri, dalam jarak empat meter, saling pandang dengan penuh selidik. Pemuda itu yang bukan lain adalah Si Han Beng tidak memperlihatkan kekagumannya. Seorang gadis yang cantik jelita dan tadi dia sudah melihat sendiri betapa lihainya gadis itu menghadapi pengeroyokan belasan orang yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bahkan dia sudah merasakan sendiri betapa hebatnya ilmu berlari cepat gadis ini. Di lain pihak Giok Cu juga memandang dengan penasaran dan heran. Dia mengenal pemuda tinggi besar yang telah menyelamatka Liu Tai-jin ketika kereta pembesar itu dikeroyok banyak orang, bahkan ia sendiri sudah pernah berkelahi selama beberapa jurus melawan pemuda itu ketika la membantu Hong San yang terdesak oleh pemuda tinggi besar ini.

   "Aneh........ !" Tepat keduanya mengeluarkan kata ini, seperti diatur dan dalam waktu yang bersamaan.

   "Apanya yang aneh, Nona?" tanya Han Beng.

   "Engkau juga mengatakan aneh. Jelaskan dulu mengapa engkau mengatakan ,ineh, apanya yang aneh, baru nanti akan kujawab pertanyaanmu," kata Giok Cu.

   Han Beng tersenyum dan tidak merasa tersinggung. Biarpun belum banyak pengalamannya dengan wanita, namun sudah beberapa kali dia bergaul dengan wanita dan mulai mengenal watak umum dari makhluk ini. Lembut, menarik, menyembunyikan kekuatan dalam tubuh yang nampak lemah, ingin dimanja, ingin dipentingkan, selalu ingin menang!

   "Nona, aku merasa aneh dan heran sekali melihat engkau dikeroyok mereka tadi. Bukankah tadi ketika mereka hendak merampok kereta Liu Tai-jin, engkau nembantu mereka dan bahkan ikut menyerangku? Mengapa keadaannya kini menjadi terbalik?"

   "Aku juga merasa aneh dan heran melihat engkau. Bukankah tadi engkau menjadi kaki tangan dan pelindung Liu Tai-jin, pembesar korup itu? Dan mengapa pula sekarang engkau membant aku?"

   Kembali Han Beng tersenyum. Pertanyaan dibalas pertanyaan pula, tanpa menjawab pertanyaannya lebih dulu. Bukan main gadis ini dan agaknya memang perlu diberi keterangan yang jelas karena melihat sikapnya dan kata-katanya, agaknya gadis ini menganggap Liu Tai-jin sebagai seorang pembesar korup.

   "Ah, kiranya Nona salah sangka sama sekali. Liu Tai-jin bukanlah seorang pembesar korup. Dia adalah utusan Kaisar dia seorang petugas dari istana yang melakukan penelitian dan penyelidik tentang pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja untuk membuat terusan dan ............

   "

   "Hemmm, seperti aku tidak mengerti saja!" kata Giok Cu galak, memotong ucapan Han Beng.

   "Aku sudah mengenal baik isi perut pembesar daerah. Mereka memaksa rakyat untuk dijadikan pekerja paksa tanpa bayaran, dan biaya untuk itu masuk ke kantung mereka sendiri! Aku tahu bahwa Liu Tai-jin datang dari kota raja untuk mengadakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja itu di daerah Siong-an, di istana Can Tai-jin melakukan korupsi besar-besaran dan memaksa rakyat jelata untuk bekerja tanpa bayaran. Aku menyaksikan sendiri dalam rumah makan itu betapa Cang Tai-jin telah menyerahkan sepeti emas permata dan dua orang gadis remaja sebagai suapan kepada Liu Tai-Jin. Pembesar makan sogokan macam itu yang kaukatakan bukan seorang pembesar korup?"

   "Aku tidak menyalahkan kalau engkau salah paham, Nona. Ketahuilah, Liu Tai-jin adalah seorang pembesar yang jujur dan tegas dalam menindak para pembesar daerah yang korup. Seluruh perjalanannya dari kotaraja kedaerah-daerah, sudah dikenal orang dan entah berapa banyaknya pembesar korup yang telah ditindaknya. Tentu saja engkau menganggap dia seorang pembesar yang mau menerima sogokan. Akan tetapi ketahuilah bahwa kalau dia menerima peti harta dan dua orang gadis itu, hanya diterima untuk dijadikan bukti penyelewengan Cang Tai-jin! Dia tidak mungkin dapat menindak Cang Tai-jin tanpa bukti, dan sogokan itulah buktinya!"

   "Ahhh.......!" Giok Cu benar Terkejut mendengar ini, hal yang sama sekali tidak pernah disangkanya.

   "Tapi ........... bagaimana dengan dua orang gadis remaja itu? Aku tadinya hanya ingin membebaskan mereka."

   "Jangan khawatir, mereka diperlakukan dengan baik dan terhormat. Liu Ta-jin maklum bahwa mereka pun sama sekali tidak berdaya karena mereka dari keluarga miskin yang sudah dijual kepada Cang Tai-jin. Mereka akan diajukan sebagai saksi kelak kalau Pembesar Cang itu ditindak."

   "Akan tetapi, kalau sudah jelas Pembesar Cang itu melakukan penyelewengan, mengapa tidak terus ditangkap dan ditindak saja? Bukankah Liu Tai-jin memiliki wewenang dan kekuasaan."

   "Hal itu belum dilakukan, Nona, karena ada hal-hal lain yang sedang diselidiki oleh Liu Tai-jin," kata Han Beng dan tentu saja dia tidak berani bercerita tentang tugasnya menyelidiki desas-desus tentang terlibatnya Cang Tai-jin dalam gerombolan pemberontak.

   "Kaumaksudkan dengan hal-hal lain itu apakah gerombolan pemberontak yang dipimpin perkumpulan Pouw-beng-pang itu?"

   Han Beng terkejut dan wajahnya berseri mendengar ini. Ah, benar juga. Gadis ini agaknya mengetahui banyak tentang pemuda bercaping lebar itu dan tentang orang-orang yang mengadakan persekutuan untuk menentang pemerintah! Penyelidikan yang dilakukan untuk membantu Liu Tai-jin akan menjadi mudah kalau dia memperoleh keterangan dari gadis ini.

   "Ah, kiranya Nona tahu akan hal itu? Aku telah menceritakan semuanya, Nona, maka kuharap sukalah kiranya Nona juga menceritakan tentang mereka, tentang mengapa Nona yang tadinya bekerjasama dengan mereka kini tiba-tiba saja kulihat dikeroyok oleh mereka yang agaknya berusaha keras untuk membunuhmu."

   "Nanti dulu," kata Giok Cu, masih belum merasa puas.

   "Engkau baru menceritakan tentang Liu Tai-jin, akan tapi belum bercerita tentang dirimu. Apakah engkau petugas pemerintah yang membantu Liu Tai-jin?"

   Han Beng menggelengkan kepalan "Sama sekali bukan, Nona. Bahkan baru sekarang aku bertemu dengan pembesar itu, yaitu ketika keretanya dihadang."

   "Kalau bukan apa-apanya, mengapa pula engkau membelanya mati-matian ketika keretanya diserbu?" Berkata demikian, Giok Cu menatap wajah pemuda itu dengan pandang mata tajam menyelidik. Diam-diam ia kagum. Wajah pemuda mungkin tidak setampan wajah Hong San yang pesolek, akan tetapi cukup ganteng dan gagah sekali, penuh kejantanan.

   "Nona, aku akan men bela siapa saja yang berada di pihak benar, menantang kejahatan dan membela mereka yang terancam bahaya oleh kekerasan orang lain. karena itulah, melihat betapa kereta pembesar itu terancam bahaya, padahal itu sudah mendengar bahwa pembesar Itu seorang petugas yang jujur dan adil, aku segera membantunya. Demikian pula melihat engkau, seorang wanita, dikeroyok belasan orang itu, aku pun segera turun tangan membantumu."

   Giok Cu tersenyum, senyum yang agak sinis.

   "Hemmm, kalau begitu aku berhadapan dengan seorang pendekar besar, ya? Siapa tadi? Kepala suku Hui Itu menyebutmu Huang-ho Sin-liong, betapa gagahnya julukan itu!"

   Wajah Han Beng menjadi kemerahan. Aih, itu hanya pujian kosong saja dari mereka yang telah berhasil kutolong. Tidak ada artinya sama sekali, dan aku bukan seorang pendekar besar. Mungkin karena aku suka merantau di sepanjang Sungai Huang-ho, maka aku mendapat julukan seperti itu. Terlalu berlebihan!" Dia berhenti sebentar, dan melihat gadis itu tidak menjawab, hanya tersenyum, dia pun melanjutkan.

   "Sekarang,harap kau suka menceritakan tentang engkau dan mereka itu, Nona."

   "Aku pun secara kebetulan saja lewat di Siong-an dan di dalam rumah makan Ho-tin, aku melihat penyogokan yang dilakukan Cang Tai-jin kepada Liu Tai-jin. Mengenai peti harta itu, aku tidak peduli. Akan tetapi melihat dua orang gadis remaja itu yang juga di hadiahkan kepada Liu Tai-jin, hatiku menjadi panas dan aku bermaksud untuk membebaskan dua orang gadis itu. Sama sekali tidak mempunyai sangkut-paut atau hubungan dengan yang lain-lain itu

   "Akan tetapi, kulihat engkau bekerjasama dengan pemuda bercaping lebar itu. Dia lihai dan .........."

   "Ah, dia itu Can Hong San dan pun baru berkenalan dengan dia di rumah makan Ho-tin. Dia pun bermaksud menghadang dan menghajar Liu Tai-jin yang dianggapnya seorang pembesar korup pemakan sogokan. Dia hendak merampok peti harta itu."

   "Kalau begitu, dia pun tidak tahu akan hal yang sebenarnya dan mengira Liu Tai-jin seorang pembesar korup. Kalau demikian halnya, seperti juga engkau, dia pun seorang pendekar yang menentang penindasan, bukankah demikian, Nona?"

   "Hemmm, tadinya begitulah kusangka."

   "Apakah kenyataannya kemudian lain?'

   "Ketika kami berdua mengejar kereta pembesar itu sampai di hutan, ternyata
kereta itu telah diserang oleh sekelompok orang. Kami tidak mengenal siapa mereka, dan kami hendak turun tangan sendiri. Aku ingin membebaskan dua orang gadis dan Can Hong San itu hendak merampas peti harta, dan engkau muncul menggagalkan kami."

   "Tapi, mengapa lalu engkau dikeroyok oleh mereka, Nona? Dan kulihat pemuda bercaping itu pun ikut mengeroyoknu."

   Giok Cu menarik napas panjang dan menggigit bibirnya karena gemas. Melihat deretan gigi putih rapi itu menggigit bibir bawah yang merah basah, Han Beng mengalihkan pandang matanya. Terlalu indah dan berbahaya bagi batinnya kalau dipandang terus, pikirnya. Baru memandang sekilas saja, darah mudannya sudah bergejolak dan jantungnya berdebar.

   "Mereka itu adalah para pimpinan Pouw-beng-pang, perkumpulan yang katanya merupakan perkumpulan para pendekar yang melindungi rakyat yang tertindas. Mereka bersekutu dengan suku bangsa Hui yang dipimpin oleh orang Hui yang tinggi besar itu, dan orang-orang Pouw-beng-pang yang mengaku sebagai para pejuang itu juga bersekutu dengan Cang Tai-jin "

   "Ahhh......... ! Kalau begitu benar dugaan Liu Tai-jin!" kata Han Beng dengan girang. Ternyata dari gadis ini dia telah mendengar segala yang hendak diketahuinya! "Lalu mengapa mereka itu mengeroyokmu dan hendak membunuhmu?"

   "Can Hong San yang menjemukan itu!" Giok Cu berkata gemas.

   "Dia juga masuk menjadi sekutu mereka yang jelas hendak memberontak terhadap pemerintah dan mereka membujuk agar aku ikut lalu bersekutu dengan mereka. Aku menolak dan pergi. Mereka mengejar dan aku lalu mereka keroyok."

   "Akan tetapi mengapa?"

   "Mengapa? Mudah saja diketahui. Karena aku tidak mau menjadi sekutu mereka dan hendak pergi, mereka khawatir karena aku telah mengetahui rahasia mereka."

   "Ah, begitukah? Sungguh keji mereka !"

   "Dan engkau muncul menolongku! Hemmm, dilihat begitu, aku menjadi penasaran sekali. Pertama, kita pernah bertanding beberapa gebrakan, akan tetapi ketika itu aku mengeroyokmu bersama Can Hong San. Kemudian, engkau menghindarkan aku dari bahaya. Seolah-olah aku lemah sekali dan engkau yang jagoan!" Wajah Giok Cu menjadi merah dan ia memandang dengan mulut cemberut dan marah!

   "Aih, siapa bilang begitu, Nona?"

   "Aku yang bilang begitu!"

   "Akan tetapi aku tidak menganggap begitu. Engkau lihai sekali dan aku.........."

   "Engkau kelihatan seperti lebih lihai dariku, akan tetapi aku belum mau percaya sebelum melihat buktinya engkau dapat mengalahkan aku. Hayo keluarkan senjatamu dan mari kita menguji kepandaian kita masing-masing!"

   "Aku tidak pernah menggunakan senjata ............

   " kata Han Beng dan dia mengerutkan alisnya. Gadis ini agak tinggi hati walaupun dia sudah yakin akan kelihaianya dan diam-diam dia pun ingin sekali mencoba sampai di mana kehebatan gadis yang amat menarik hatinya ini.

   "Aku tidak ingin berkelahi, Nona."

   "Siapa yang mengajakmu berkelahi Tidak ada hal yang membuat kita bermusuhan, akan tetapi sebelum aku mengukur sendiri kepandaianmu, selamanya aku akan merasa penasaran. Hayo, kita coba dengan tangan kosong saja kala begitu! Lihat pukulan!" Setelah berkata demikian, Giok Cu maju menyerang dengan tamparan kedua tangan yang dilakukan bertubi dari kanan dan kiri!

   "Wuuuttttt ...............! Wuuuttttt.......... !"

   Han Beng kagum. Tamparan itu mendatangkan angin pukulan yang amat dahsyat, tanda bahwa gadis cantik ini memiliki tenaga sin-kang yang kuat. Dia mengelak dengan menarik tubuhnya ke belakang. Akan tetapi, gerakan gadis itu lincah dan cepat bukan main. Begitu kedua tamparannya luput, dara itu sudah menerjang lagi dengan kecepatan seperti seekor burung walet menyambar-nyambar! Kedua tangannya seolah berubah menjadi enam, menyerang Han Beng ke manapun tubuh pemuda ini menghindar.

   "Plak! Plakkk!" Karena tak mungkin mengelak terus dari serangan bertubi-tubi itu, Han Beng menangkis dua kali dan keduanya terkejut karena pertemuan Kedua tangan mereka mendatangkan getaran yang amat kuat. Han Beng mulai merasa gembira. Gadis ini ternyata memang hebat, pikirnya dan timbullah kegembiraannya untuk bertanding benar-benar, hitung-hitung berlatih dengan seorang lawan yang tangguh. Selama meninggalkan gurunya, Pek I Tojin di puncak Thai-san, belum pernah ia bertemu dengan lawan sedemikian tangguhnya, kecuali pemuda bercaping itu. Dia pun kini membalas dan terjadilah pertandingan yang amat hebat dan seru. Angin menyambar-nyambar di sekeliling mereka, menggerakkan daun pada ujung ranting-ranting pohon, bahkan banyak daun berguguran, terdengar suara bersiutan nyaring dan tubuh kedua orang itu tidak lagi nampak bentuknya, berubah menjadi dua bayangan orang yang berkelebat. Pertandingan yang dahsyat, bagaikan dua ekor naga saja yang saling serang memrebutkan mustika!

   Makin lama Han Beng menjadi semakin kagum. Tak disangkanya sama sekali bahwa gadis itu benar-benar merupakan lawan yang demikian hebatnya sehingga tidak akan mudah baginya untuk dapat mengalahkannya! Dia tahu setelah mereka bertanding selama puluhan jurus, bahwa hanya satu saja keunggulannya, yaitu dalam hal tenaga sin-kang. Dia telah berkali-kali mengadu kekuatan ketika menangkis sedikit demi sedikit menambah tenaganya sampai dia dapat mengukur bahwa kuatan sin-kang gadis itu masih berada di bawah kekuatannya sendiri. Kalau menghendaki, dengan keunggulan tenaga sakti ini, tentu dia akan mampu mengalahkannya. Akan tetapi tidak, dia tidak tega melakukan hal itu. Dia tidak ingin menyinggung perasaannya, membuatnya malu dan penasaran.

   Di lain pihak, Giok Cu juga terkejut bukan main, di samping kekagumannya. Pemuda tinggi besar ini memang luar biasa! Pantas ketika ia membantu Hong San mengeroyoknya, mereka berdua tidak mampu mendesak pemuda ini. Memang hebat bukan main, kokoh kuat bagaikan batu karang. Dia merupakan satu-satunya lawan yang pernah dihadapinya, yang membuat ia kehabisan akal. Semua ilmunya telah ia keluarkan, bahkan ilmu-ilmu silat yang pernah dipelajarinya dari Ban-tok Mo-li ia keluarkan, namun tanpa hasil. Uap panas menghitam yang keluar dari tangannya, membuyar ketika bertemu dengan hawa pukulan yang keluar dari kedua telapak tangan pemuda itu, hawa yang lembut namun mengandung kekuatan yang dahsyat. Beberapa kali, ketika mereka terpaksa mengadu telapak tangan, ia terhuyung mundur dan kedi, tangannya terasa kesemutan! Makin bahwa dengan tangan kosong ia tidak akan mampu menang, Giok Cu yang masih penasaran dan ingin menguji sampai sepenuhnya, lalu meloncat ke belakan dan ia sudah menghunus pedangnya. Pedang Seng-kang-kiam yang tumpul!

   "Sudah cukup mengadu ilmu sil, tangan kosong, mari kita coba dengan senjata.........!" Giok Cu tidak dapat menahan napasnya yang terengah dan juga merasa betapa di dada bagian ulu hati terasa berat dan nyeri, la memejamkan mata sebentar dan napasnya memburu.

   "Ah, Nona.........! Engkau ........ engkau terluka dalam ........! Sungguh aneh, aku......... aku tidak memukulmu, tapi....... jelas engkau menderita luka dalam. Cepat hersila Nona dan kumpulkan hawa murni melakukan pernapasan dan perlahan-lahan usir hawa dalam dada itu!"

   Giok Cu terkejut sekali dan ia merasakan sesuatu kelainan pada ulu hatinya yang terasa semakin nyeri. Teringatlah ia akan nasehat Hek-bin Hwesio ketika mengajarkan latihan pernapasan lan penghimpunan hawa sakti secara bersih, ketika hwesio sakti itu menggemblengnya. Hek-bin Hwesio memperingatkan agar ia tidak mempergunakan ilmu silat yang pernah dipelajarinya dari Ban-tok Mo-li, terutama ilmu yang mengandung hawa beracun hitam.

   "Ilmu itu membahayakan lawan, juga membahayakan dirimu sendiri, Giok Cu," demikian antara lain hwesio sakti itu berkata.

   "Kalau engkau mempergunakan ilmu itu dan bertemu dengan lawan tangguh yang memiliki sin-kang lebih kuat darimu, engkau dapat terluka oleh hawa beracun itu yang membalik."

   Kini ia teringat akan nasehat itu, maka cepat ia pun menyarungkan pedangnya, dan duduk bersila sambil memejamkan mata. Kedua kaki bersila di atas paha, kedua jari manis bertemu dan duduknya seperti kedudukan Kwan Im Pouw-sat. Dengan cepat ia menghimpun tenaga murni dan membiarkan hawa murni berputar-putar di pusar, lalu perlahar lahan, dengan sin-kang, ia mendorong keluar hawa yang menyesak di ulu hati Perlahan-lahan, hawa itu didorong luar melalui mulutnya sedikit demi dikit.

   Han Beng terpesona. Melihat gadis itu membuka mulut dia seolah-olah melihat hawa beracun itu keluar, seperti air memancar dan hal ini mengingatkan dia akan sesuatu. Matanya terbelalak dan tak pernah berkedip dia menganati wajah yang matanya terpejam itu, melihat hidung itu, mulut yang terbuka itu, kemudian perlahan-lahan dia menghampi mengitari dan memperhatikan kulit tengkuk yang kebetulan nampak karena rambut gadis itu agak awut-awutan dan bagian tengkuk terbuka sehingga nampaklah kulit tengkuk yang putih mulus akan tetapi di tengah-tengah nampak sebuah titik hitam sekali. Sebuah tahi lalat hitam. Han Beng merasa betapa jantungnya berdebar tegang dan seperti orang kebingungan dia lari lagi ke depan disitu, kini dia berlutut agar dapat memandang dan mengamati wajah gadis itu lebih jelas lagi. Seperti sedang mimpi Han Beng mengamati wajah itu dan dia menjadi semakin yakin.

   Giok Cu membuka matanya dan hampir ia menjerit ketika melihat pemuda tinggi besar itu berlutut di depannya, dekat hanya dalam jarak satu meter dan pemuda itu sedang mengamati wajahnya seperti orang mengamati sebuah lukisan yang aneh!

   "Heiiiii! Apa yang kaulakukan ini? Mengapa engkau memandangku seperti itu?" la membentak dan suaranya nyaring mengejutkan. Han Beng yang memang sedang termenung itu, sedang melayang kepada kenangan lama, terkejut sekali dan dengan gugup dia pun menjawab dengan kacau, menurutkan jalan pikirannya yang tadi mengenangkan peristiwa masa lalu.

   "Aku....... aku sudah memijat-mijat perutmu sampai kempis kembali!" Han Beng kaget sendiri mendengar ucapanya itu, apalagi Giok Cu. Gadis ini terbelalak, mukanya berubah merah sekali, matanya mencorong dan ia pun meloncat berdiri dan menghunus pedangnya.

   "Kau....... kau berani kurang ajar padaku, ya? Kaukira aku sudah kalah tadi dan kau boleh membuka mulut mengeluarkan kata-kata yang bukan-bukan untuk menghinaku?"

   "Eh, maaf......... sabarlah........ tenanglah sekali lagi maaf. Aku teringat akan masa lampau.......... engkau.......... bukankah engkau Giok Cu. Bu Giok Cu?"

   Kini Giok Cu terbelalak memandang kepada pemuda itu, alisnya berkerut lalu ia menghardik.

   "Hemmm, engkau tentu sudah mendengar namaku disebut orang tadi, apa anehnya itu?"

   "Tidak.......... , tidak, Giok Cu. Ah, lupakah engkau kepadaku? Lupakah engkau ketika kita berdua di Sungai Huang-ho berkelahi melawan naga, eh, ular itu, ke mudian perut kita kembung oleh air dan aku memijat perutmu agar airnya keluar dari perut? Kau lupa kepadaku?"

   Kini sepasang mata yang jeli dan bersinar-sinar bagaikan sepasang bintang itu terbelalak, dengan penuh selidik mengamati wajah Han Beng dan terbayanglah peristiwa belasan tahun yang lalu itu. Terkenanglah ia akan peristiwa yang amat hebat itu, ketika nyawanya berada dalam cengkeraman maut yang mengerikan, berkelahi dengan ular di air Sungai Huang-ho, terancam pusaran air, dan dijadikan keroyokan banyak sekali tokoh-tokoh kang-ouw yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Di tempat itu pula ayah dan ibunya tewas, setelah menderita luka parah pukulan Sin-tiauw Liu Bhok Ki seperti yang diceritakan gurunya yang pertama, yaitu Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu. Tentu saja ia ingat kepada anak laki-laki yang menjadi kawan sependeritaan dalam peristiwa itu, anak laki-laki yang memang sudah menjadi sahabatnya sebelum terjadinya peristiwa itu karena orang tua mereka sama-sama pengungsi yang melarikan diri dari kerja paksa dan sama-sama menggunakan perahu dan bertemu di Sungai Kuning!

   "Kau............ aku Si Han Beng .......?" Tanyanya, masih gagap karena ragu-ragu.

   Han Beng tertawa, bukan main gembira rasa hatinya karena pertanyaan gadis itu membuktikan bahwa memang benar dia berhadapan dengan Giok Cu!

   "Benar, Giok Cu. Aku kawanmu senasib itu!"

   "Han Beng...........! Benar engkau ini? Ah, engkau telah menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa dan berilmu tinggi, bahkan aku ........ aku sendiri kalah olehmu ........."

   "Ah, tidak, Giok Cu. Engkau tidak kalah, hanya engkau menderita luka.dalam, bukan karena pertandingan kita tadi. Dan engkau sendiri......... wah, Giok Cu, sungguh tadinya bagaimana mungkin aku dapat mengenalmu? Engkau sekarang, telah menjadi seorang gadis yang......... amat cantik jelita, dan memiliki ilmu kepandaian yang hebat pula! Eh, maafkan aku, Giok Cu, mungkin aku terlalu lancang dan harus menyebutmu nyonya...........?"

   Wajah Giok Cu berubah merah dan mulutnya cemberut, akan tetapi ia tidak marah. Bagaimana ia bisa marah kepada Han Beng, kawan baiknya ketika mereka masih kecil itu? Dahulu, setelah peristiwa hebat di Sungai Kuning yang membuat mereka saling berpisah, sering kali ia terkenang kepada kawan baiknya itu.

   "Han Beng, jangan macam-macam! Aku belum menjadi nyonya, belum menikah."

   Han Beng tertawa lepas dan gadis itu mengamati wajahnya. Masih seperti dulu tawanya, pikirnya, bebas dan membayangkan kejujuran.

   "Kenapa engkau mentertawakan aku?" la bertanya, alisnya berkerut.

   "Aku senang sekali, Giok Cu!"

   "Senang? Aku belum menikah dan engkau senang?"

   Kini kedua pipi Han Beng yang menjadi kemerahan, dan dia menjawab gagap,

   "Oh, tidak ............... ! Aku senang bertemu denganmu dan aku senang engkau masih galak seperti dulu!"

   Giok Cu juga tertawa dan melihat gadis itu tertawa, jantung di dalam dada Han Beng berdebar keras. Alangkah manisnya Giok Cu! Ingin dia merangkul, ingin dia memondong, ingin dia membawa gadis itu menari-nari saking gembira, hatinya.

   "Dan engkau masih canggung seperti dulu. Berapa anakmu sekarang, Han Beng?"

   "Anak?" Sepasang mata yang lebar itu terbelalak.

   "Aku tidak beranak!"

   "Tentu saja, anak bodoh! Bukan engkau yang beranak, akan tetapi isterimu." Giok Cu sudah terseret dan hanyut dalam suasana dahulu sehingga, seperti dahulu, ia berani memaki Han Beng anak bodoh!

   Han Beng tersenyum, girang agaknya mendengar makian sayang ini.

   "Isteri siapa? Aku belum beristeri."

   Wajah yang cantik jelita itu berseri dengan cerahnya dan hal ini nampak nyata oleh Han Beng.

   
Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Wah, aku girang sekali mendengar engkau belum menikah, Han Beng!" kata Giok Cu dan giginya yang berderet putih rapi itu tersembul di balik sepasang bibirnya yang merekah.

   "Kenapa, Giok Cu? Kenapa hatiku girang mendengar engkau belum menikah dan engkau pun gembira mendengar aku belum menikah?"

   Mendengar pertanyaan ini, kembali wajah Giok Cu menjadi kemerahan.

   "Ihhh, jangan menyangka yang bukan-bukan, engkau! Aku girang mendengar engkau belum menikah karena kalau sudah, isterimu tentu akan cemburu melihat kita bercakap-cakap!"

   "Sungguh aneh, aku pun berpikir demikian!"

   "Kau hanya tiru-tiru saja!"

   Seperti dulu ketika mereka masih kecil, Han Beng yang selalu mengalah dan tersenyum menyudahi pertengkaran yang timbul.

   "Giok Cu, mari duduk yang enak dan kita saling menceritakan riwayat kita masing-masing semenjak kita saling berpisah di Sungai Huang-ho itu."

   Mereka duduk berhadapan, di atas batu datar yang terdapat di tempat itu. Sejenak mereka saling pandang, penuh perhatian, penuh kegembiraan dan akhirnya Giok Cu menghela napas panjang. Mengenangkan masa lalu, ia teringat kepada ayah ibunya dan ia merasa berduka.

   "Engkau berceritalah dulu," katanya.

   "Nanti dulu, Giok Cu. Sebelum itu perlu aku merasa yakin benar bahwa lukamu di dalam tubuh itu tidak berbahaya. Kalau perlu, mari kubantu engkau menghalau luka itu agar sembuh sama sekali."

   Giok Cu menggeleng kepala.

   "Tidak perlu, bukan luka oleh pukulan musuh melainkan karena salahku sendiri, dan nanti kuceritakan tentang itu."

   "Apakah tidak sebaiknya kalau kita pulang ke rumahmu dan bicara saja sana? Aku ingin sekali bertemu dengan Ayah Ibumu...........

   " Han Beng menghentikan bicaranya ketika melihat betapa tiba-tiba gadis itu memandang kepadanya dengan wajah berubah pucat danmata muram.

   "Kenapa Giok Cu..........?" tanyanya khawatir.

   "Ayah Ibuku telah tewas!"

   "Ohhh ........ ! Kalau begitu sama dengan Ayah Ibuku ...........

   " kata Han Beng menyesal.

   "Ahhh! Ayah Ibumu juga tewas, Han Beng?"

   Pemuda itu mengangguk dan keduanya termenung. Kalau tadi mereka saling bertemu, keduanya menjadi gembira sekali, kini mereka merasa bahwa ada ikatan yang lebih erat di antara mereka karena mereka berdua ternyata memiliki nasib yang sama pula!

   "Biar kuceritakan saja semua pengalamanku, Giok Cu. Ketika terjadi peristiwa hebat di sungai itu, ketika para tokoh kang-ouw yang tadinya berebutan anak naga, kemudian berbalik memperebutkan kita karena kita telah minum darah anak naga atau ular itu, kita saling berpisah. Aku tentu sudah tewas atau setidaknya ditawan orang jahat kalau saja tidak ditolong oleh Suhuku yang pertama. Suhu itu pun tentu takkan mampu melindungi aku kalau tidak dibantu oleh Suhuku ke dua. Dan di dalam perebutan di sungai itulah Ayah dan Ibuku tewas, entah oleh siapa, Giok Cu. Aku lalu mengikuti Suhuku yang pertama selama lima tahun, lalu Suhu ke dua selama lima tahun, kemudian aku masih berguru lagi kepada seorang tosu. Baru saja aku turun dari Gunung Thai-san dan Suhu menasehati aku untuk membebas rakyat yang tertindas oleh adanya kerja paksa pembuatan terusan, juga untuk menentang kejahatan."

   "Aih, gurumu tiga orang. Pantas sekali engkau menjadi begini lihai."

   "Dangan terlalu memujiku, Giok Cu Sekarang ceritakanlah pengalamanmu. Ingin sekali aku mendengar."

   "Pengalamanku biasa saja, tidak sehebat engkau. Tentu engkau telah menjadi seorang pendekar yang hebat, maka orang-orang Hui itu sampai begitu sayang kepadamu, bukan hanya menyebutmu Huang-ho Sin-liong, akan tetapi juga mereka tidak mau menentangmu."

   "Engkau terlalu merendahkan dirimu Giok Cu. Sudahlah, jangan goda aku yang sudah ingin sekali mendengar riwayatmu. Ceritakanlah."

   "Seperti engkau, ketika terjadi keributan di Sungai Huang-ho itu, aku pun diselamatkan oleh seorang wanita sakti yang kemudian menjadi guruku. Selama
tujuh tahun aku digembleng oleh guruku itu. Kemudian, aku bertemu dengan guruku yang ke dua dan dari guruku ke dua ini, seorang hwesio tua yang lebih sakti lagi, aku dilatih selama lima tahun. Nah, aku turun gunung dan seperti engkau pula, Suhu menasehati aku untuk menentang kejahatan dan melindungi rakyat yang tertindas. Tentu saja aku menentang para pejabat yang memaksa rakyat untuk bekerja membuat terusan sebagai kerja paksa tanpa bayaran. Bukankah keluarga kita menderita malapetaka justeru karena adanya kerja paksa itu? Dan di dalam keributan itu, Ayah dan Ibu juga tewas oleh orang jahat."

   Han Beng tidak puas mendengar cerita yang singkat itu. Dia tidak merasa bahwa dia sendiri pun tadi menceritakan pengalamannya dengan singkat pula, hanya garis besarnya saja. Dia memang pada dasarnya tidak pandai bicara.

   "Lalu bagaimana engkau dapat menderita luka di sebelah dalam tubuhmu kalau tidak terkena pukulan lawan seperti kaukatakan tadi?"

   Giok Cu teringat akan subonya dan ia menarik napas panjang. Subonya ia adalah penolongnya, akan te tapi ternyata juga merupakan orang yang mencelakakannya. Memang, ia disayang dan diajari ilmu-ilmu milik subonya. Akan tetapi sejak ia kecil, subonya sudah memberi tanda merah pada lengannya itu. Tanda merah yang membuat ia selama hidupnya tidak akan berani menjadi isteri orang! Dan sekarang, ternyata ilmu-ilmu dari subonya itu juga berbahaya bagi nyawanya. Tepat seperti dikatakan oleh Hek Bin Hwesio, gurunya kedua bahwa menggunakan llrnu-ilmu sesat dari subonya itu amat berbahaya. Kalau ia bertanding dengan orang yang memiliki kekuatan yang lebih besar, maka hawa beracun yang dipergunakan dalam pukulannya seperti yang diajarkan subonya itu akan dapat membalik dan melukai diri sendiri.

   "Ah, itu memang salahku sendiri. Ketahuilah bahwa Suboku adalah seorang datuk sesat yang mengajarkan ilmu-ilmu yang mengandung hawa beracun kepadaku. Setelah aku berguru kepada hwesio tua itu, Suhu meberitahu bahwa amat berbahaya bagiku kalau mempergunakan ilmu-ilmu dari Subo itu dalam perkelahian melawan lawan yang tangguh. Aku tidak mentaati nasehatnya dan aku telah nenggunakan ilmu-ilmu sesat itu sehingga aku terluka, maka itu adalah kesalahanku sendiri."

   "Siapakah Subomu itu, Giok Cu?"

   "Subo berjuluk Ban-tok Mo-li bernama Phang Bi Cu ............"

   "Ahhhhh .........!" Han Beng berseru, kaget karena dia sudah amat mengenal nama datuk sesat itu. Bahkan puteri dari Ban-tok Mo-li itu, ialah Sim Lan Ci, adalah Nyonya Coa Siang Lee yang telah menjadi saudara angkatnya!

   "Engkau sudah mengenal Subo?" tanya Giok Cu sambil memandang tajam penuh selidik.

   "Tidak, akan tetapi aku sudah sering mendengar nama besarnya. Dan siapa nama Suhumu yang ke dua itu?"

   "Nama Suhu adalah Hek bin Hwesio. Apakah engkau juga sudah mengenalnya?''

   Dengan jujur Han Beng menggelen kepala.

   "Aku hanya pernah mendengar ilmu kepandaian Hek-bin Hwesio amat tinggi. Tidak heran engkau begini lihai Giok Cu. Kiranya murid Lo-cianpwe (Orang Tua Sakti) Hek-bin Hwesio."

   "Han Beng, engkau ingin tahu segalanya dariku, akan tetapi engkau sendir tidak menceritakan apa-apa tentang dirimu. Siapakah nama guru-gurumu itu Tentu mereka merupakan orang-orang yang sakti di dunia kang-ouw maka engkau dapat memiliki ilmu kepandaian se hebat itu."

   "Ah, boleh jadi guru-guruku pandai akan tetapi aku sendiri hanya seorang murid bodoh yang masih harus banyak belajar. Guruku yang pertama berjuluk Liu Bhok Ki, yang ke dua Sin-ciang Kai-ong dan yang ke tiga adalah Pek I Tojin........ eh, kenapa kau?"

   Giok Cu tidak mendengarkan lagi nama-nama berikutnya setelah mendenga nama guru pertama dan ia sudah bangkit berdiri, memandang kepada Han Ben dengan sinar mata bersinar aneh dan muka kemerahan karena marah.

   "Liu Bhok Ki ............? Sin-tiauw Liu Bhok Ki ..............?"

   "Benar dia, apakah engkau sudah kenal dengan Suhu, Giok Cu?"

   "Tentu saja aku kenal! Di mana dia sekarang? Di mana aku dapat bertemu dengan Sin-tiauw Liu Bhok Ki............?"

   Han Beng yang berwatak jujur itu tidak melihat perubahan sikap gadis itu. Dia bahkan merasa girang bahwa Giok Cu mengenal suhunya.

   "Suhu Liu Bhok K i masih berada di tempat pertapaannya yang dulu, yaitu di puncak Kim-hong-san di lembah Sungai Kuning ............."

   "Bagus sekali! Sekarang juga aku akan mencarinya di sana!" Berkata demikian, gadis itu siap untuk pergi meninggalkan tempat itu. Akan tetapi tentu saja sikap ini membuat Han Beng terkejut dan heran. Dia sudah melangkah ke depan Giok Cu, memandang gadis itu dengan penuh selidik.

   "Giok Cu, nanti dulu. Mengapa engkau tergesa-gesa mencari Suhu Liu Bhok Ki? Ada urusan apakah dengan dia?"

   "Bukan urusanmu, dan engkau tidak boleh mencampuri. Ini urusan pribadiku!"

   "Akan tetapi, ada apakah, Giok Cu?

   Aku adalah sahabatmu, dan aku muridnya ...........

   "

   "Hemmrn, jadi engkau hendak membelanya, ya?"

   "Membelanya? Apa maksudmu? Engkau .......... engkau mau apakah mencari Suhu?"

   "Aku hendak membunuhnya!"

   Tentu saja Han Beng merasa terkejut bukan main sehingga sejenak dia tidak mampu mengeluarkan kata-kata, hanya memandang kepada Giok Cu dengan mata terbelalak. Lalu dia teringat bahwa gadi ini adalah murid Ban-tok Mo-li, ibu kan dung Sim Lan Ci.

   "Giok Cu, apakah engkau diutus Ban-tok Mo-li untuk memusuhi Suhu Liu Bhok Ki?" Suaranya mengandung teguran. Sikap ini membuat Giok Cu menjadi marah.

   "Kalau betul engkau mau apa? Engkau hendak membela gurumu? Boleh!" tantangnya dan gadis itu sudah mencabut pedangnya yang tumpul.

   "Sabarlah, Giok Cu. Engkau sendiri tadi mengaku bahwa gurumu itu, Ban-Tok Mo-li adalah seorang datuk sesat. Kalau engkau mewakili Ban-tok Mo-li untuk menyerang Suhu karena urusan Sim Lan Ci, maka aku dapat memberi penjelasan. Suhu tidak bersalah, bahkan kini dia sudah berbaik dengan Sim Lan Ci dan suaminya, Coa Siang Lee."

   "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan itu. Aku hendak membunuh Liu Bhok Ki bukan karena diutus Subo, melainkan urusan pribadiku. Dia telah berdosa besar dan bagaimanapun juga, Han Beng, aku harus membunuhnya. Kalau engkau hendak membelanya, terpaksa engkau pun akan kuhadapi sebagai musuh! Aku siap mempertaruhkan nyawa untuk tugas ini!"

   Tentu saja Han Beng menjadi semakin kaget. Tentu ada urusan yang amat besar telah terjadi antara gurunya yang pertama itu dengan gadis ini. Kalau tidak begitu, tidak mungkin Giok Cu mendendam sehebat ini.

   "Giok Cu, aku bukan hendak membela Suhu, hanya aku sungguh tidak mengerti mengapa engkau memusuhi Suhu seorang pendekar yang budiman. Katakanlah agar aku tidak penasaran, Giok Cu mengapa engkau hendak membunuh Suhu Liu Bhok Ki?"

   "Karena dia telah membunuh Ayah dan Ibuku!"

   Han Beng tersentak kaget, matan melebar dan mukanya menjadi agak pucat, bahkan dia seperti menerima pukulan pada mukanya yang membuat dia terhuyung ke belakang sampai lima langkah.

   "Tidak ........ tidak mungkin .........!" Dia berteriak.

   "Tidak mungkin Suhu Liu Bhok Ki melakukan kekejian itu! Mengapa dia harus membunuh Ayah Ibumu? Ah, engkau salah sangka, Giok Cu, Suhu Liu Bhok Ki sama sekali tidak membunuh Ayah Ibumu. Akulah yang menjadi saksinya. Sebelum dia membawaku pergi kami berdua telah bertemu dengan Ayah Ibumu karena aku mencari orang tuaku dan bahkan mereka diobati oleh guruku itu!"

   "Diobati dengan racun! Ayah Ibuku telah diobati dengan racun oleh gurumu yang jahat itu, maka aku telah bersumpah bahwa aku akan membunuh Sin-tiauw Liu Bhok Ki!"

   "Hemmm, hal itu tidak mungkin sama sekali, Giok Cu. Suhu Sin-tiauw Liu Bhok Ki adalah seorang pendekar yang gagah perkasa, bagaimana mungkin dia membunuh orang dengan obat beracun? Pula, kalau memang dia hendak membunuh Ayah Ibumu, mengapa pula harus memakai racun? Tentu dia dapat melakukannya dengan mudah."

   "Akan tetapi, Ayah Ibuku tewas karena racun setelah mereka diobati Sin-tiauw Liu Bhok Ki, maka tidak salah lagi. Dialah yang membunuh Ayah Ibuku, dan kini aku ingin membalaskan kematian mereka. Siapapun tidak boleh menghalangi, engkau pun tidak!"

   "Nanti dulu, Giok Cu, aku tidak akan menghalangimu bahkan mungkin aku juga akan menuntut guruku kalau memang dia demikian jahatnya. Akan tetapi aku tidak melihat sebab mengapa guruku membunuh orang tuamu. Apakah engkau melihat sendiri ketika guruku memberi obat beracun kepada orang tuamu?"

   "Aku melihat sendiri Ayah Ibuku mati karena keracunan!"

   "Dan engkau melihat guruku yang memberi racun kepada mereka?"

   "Tentu saja aku tidak melihat. Akan tetapi, Ayah dan Ibu sendiri yang mengatakan bahwa baru saja engkau dan Liu Bhok Ki datang dan gurumu itu telah mengobati mereka. Dan di depan mataku, tiba-tiba saja mereka berdua itu mati keracunan. Siapa lagi kalau bukan gurumu yang telah meracuninya?"

   Han Beng mengerutkan alisnya. Sungguh mustahil gurunya meracuni ayah ibu Giok Cu.

   "Giok Cu, siapakah yang mengatakan kepadamu bahwa guruku yang memberi obat beracun? Ketika engkau berada-bersama orang tuamu, siapa yang berada di situ?"

   "Aku mengajak Subo untuk lebih dulu mencari orang tuaku sebelum ia membawaku pergi. Subo berada di sana menjadi saksi dan Subo yang mengatakan bahwa orang tuaku tewas karena obat beracun yang diberikan oleh Sin-tiauw Liu Bhok Ki."

   "Ah, aku mengerti sekarang! Giok Cu, bukan guruku Liu Bhok Ki yang meracuni Ayah Ibumu, melainkan Ban-tok Mo-li sendiri!"

   Giok Cu mengerutkan alisnya.

   "Hemm, tidak mungkin! Untuk apa ia meracuni dan membunuh orang tuaku kalau ia hendak mengambil aku sebagai muridnya?

   "Mari kita pikirkan baik-baik dan dengan hati dan kepala dingin, Giok Cu. Percayalah, aku masih sahabatmu yang dahulu. Kalau benar guruku Sin-tiauw Liu Bhok Ki membunuh Ayah Ibumu, aku sendiri yang akan menuntutnya dan meminta pertanggungan jawabnya. Akan tetapi, mari kita selidiki. Guruku itu seorang pendekar besar, dan dia sama sekali tidak mempunyai alasan mengapa harus meracuni orang tuamu. Kalau dia hendak membunuh orang, tentu dilakukannya dengan pukulan saktinya, bukan menggunakan racun! Dan sekarang kita selidiki keadaan Subomu, Ban-tok Mo-li itu. Ia seorang datuk sesat yang tidak segan melakukan kekejaman bagaimana pun juga. Dari julukannya saja diketahui bahwa ia seorang ahli racun dan engkau sendiri tentu tahu bahwa ia ahli pula. melakukan pukulan beracun seperti yang juga kau pelajari. Jadi, mudah sekali baginya untuk memberi pukulan beracun kepada Ayah Ibumu, dan engkau pada waktu itu tentu tidak akan mengetahuinya. Dan ia mempunyai niat untuk membawamu sebagai murid. Mungkin ia takut Ayah Ibumu akan melarangmu, maka ia membunuh mereka, dan sengaja ia melempar fitnah kepada guruku agar engkau tidak mendendam kepadanya melainkan kepada guruku."

   Giok Cu adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Mendengar semua ucapan Han Beng itu, hatinya tergerak. Ia cukup mengenal subonya, seorang wanita iblis yang amat kejam sehingga apa yang dikatakan Han Beng itu bukan suatu hal yang mustahil dilakukan subonya. Akan tetapi, ia tidak mempunyai bukti, maka ia mulai meragu.

   "Tapi ........ tapi ............. Subo mengatakan bahwa Sin-tiauw Liu Bhok Ki yang membunuh Ayah Ibuku, dan selama bertahun-tahun ini, di dalam hatiku sudah keambil keputusan bahwa suatu hari aku akan nenemui Liu Bhok Ki untuk membalas dendam atas kematian Ayah Ibuku!"

   "Ingatlah, Giok Cu. Bagaimana kalau engkau yang terburu nafsu berhasil membunuh guruku Liu Bhok Ki dan kemudian mendapat kenyataan bahwa pembunuh orang tuamu bukan Sin-tiauw Liu Bhok Ki melainkan Ban-tok Mo-li sendiri?"

   "Ahhhhh .............

   " Giok Cu menjadi semakin ragu,

   " tapi ........... tapi ..........., apa yang harus kulakukan.........?"

   "Giok Cu, dengarlah baik-baik. Kita masih sahabat seperti dahulu, bukan? Dahulu, kita menghadapi ular itu bersama, kita bersama menggigitnya sampai dia mati. Kita bersama menghadapi ancaman maut di tangan orang-orang jahat. Nah, maukah engkau kuajak untuk bersama-sama pula menghadapi semua ini? Aku akan membantumu, Giok Cu. Demi langit dan bumi, aku tidak akan memihak Suhu kalau memang dia bersalah. Kita selesaikan dulu urusan di sini urusan yang penting sekali karena akan terjadi pemberontakan. Kita menghadap Liu Tai-jin, maksudku bukan menghadap beliau, melainkan menyampaikan semu hasil penyelidikan kita tentang Cang Ta-jin dan para pemberontak. Keteranganmu merupakan berita yang penting sekali. Sesudah itu, barulah kita berdua akan mengunjungi mereka."

   "Mereka siapa maksudmu?"

   "Pertama, kita kunjungi guruku, Si tiauw Liu Bhok Ki dan aku yang akan terang-terangan bertanya apakah di telah membunuh orang tuamu dengan obat beracun!"

   "Tentu dia menyangkal ................."

   "Kalau memang dia melakukan perbuatan itu, aku tanggung dia tidak akan menyangkal, Giok Cu. Aku mengenal benar orang macam apa adanya guruku. Dia amat keras dan jujur, amat tinggi menghargai diri dan kehormatan sehingga menjadi angkuh. Kalau. dia melakukan sesuatu, pasti dia akan mengakuinya kepada siapapun juga. Dia paling membenci sikap pengecut."

   "Lalu bagaimana setelah kita menemui gurumu dan dia menyangkal?"

   "Setelah itu, kita pergi menemui gurumu, Ban-tok Mo-li."

   "Ia akan memusuhiku karena aku telah melarikan diri darinya dan membuatnya marah." Giok Cu berhenti sebentar lalu melanjutkan.

   "Aku kini tidak takut kepadanya dan aku akan mampu menandinginya, akan tetapi ......... bagaimana kalau ia pun menyangkal bahwa ia telah membunuh Ayah Ibuku? Apakah aku hanya akan puas dengan keterangan dua orang itu dan tidak lagi membalaskan kematian orang tuaku?"

   "Kita coba saja dulu, Giok Cu. Perkembangannya bagaimana nanti kita lihat dan kita tentukan tindakan kita lebih lanjut. Maukah engkau bekerja sama dengan aku seperti dulu ketika kita menghadapi mereka yang hendak menawan kita di sungai itu?"

   Giok Cu teringat akan masa dulu dan ia pun tersenyum, mengangguk.

   "Baiklah, Han Beng. Tapi, bagaimana dengan orang tuamu sendiri? Siapakah yang membunuh mereka?"

   "Mereka terbunuh dalam keributan itu. Demikian banyaknya orang kang-ouw yang jahat dan pandai di sana sehingga sukar diselidiki siapa yang telah membunuh Ayah dan Ibu. Akan tetapi ketika tadi aku melihat engkau dikeroyok aku melihat dua orang yang kalau tidak salah dahulu ikut pula memperebutkan anak naga, kemudian memperebutkan diri kita di Sungai Huang-ho."

   "Eh? Benarkah? Aku tidak mengenal mereka! Yang manakah?"

   "Dahulu guruku Sin-tiauw Liu Bhok Ki pernah menceritakan siapa adanya mereka yang ikut memperebutkan diri kita seorang demi seorang, dan kalau tidak salah yang menggunakan golok rantai bertubuh tinggi kurus tadi, dan seorang lagi yang gendut pendek dan tongkatnya dilapisi warna emas."

   "Hemmm, mereka adalah ketua Pouw beng-pang yang bernama Kim-bwe-eng Gan Lok dan wakilnya yang bernama Kim-kauw-pang Pouw In Tiong!"

   "Tepat sekali! Hanya bedanya, ketuanya yang berjuluk Gan Lok itu menurut Suhu berjuluk Kiu-bwe-houw (Harimau Ekor Sembilan) dan senjatanya pecut ekor sembilan dan cakar harimau, bukan golok rantai seperti sekarang. Akan tetapi jelas mereka berdua itu yang dulu juga ikut memperebutkan kita."

   Dugaan Han Beng memang tepat. Ketua Pouw-beng-pang itu memang tokoh kang-ouw yang dahulu berjuluk Kiu-bwe-houw dan bersenjata pecut ekor sembilan. Akan tetapi setelah dia terlibat dalam pemberontakan dan menjadi buruan pemerintah, dia lalu mengubah julukannya menjadi Kim-bwe-eng dan mengganti pula senjatanya dengan golok rantai. Perubahan julukan dan senjata ini, sedikit banyak menolongnya dalam pelarian sampai dia menjadi ketua Pouw-beng-pang seperti sekarang.

   Setelah menyetujui ajakan Han Beng untuk bekerja sama, pemuda dan gadis itu lalu melakukan perjalanan cepat, memasuki kembali kota Siong-an.

   "Kita harus berhati-hati," kata Han Beng.

   "Sebaiknya memasuki kota Siong-an pada malam hari. Bagaimanapun juga, kepala daerah kota itu, Cang Tai-jin, adalah sekutu pemberontak dan tentu dia menyebar petugas untuk mengejar kita."

   "Mengapa kita berkunjung ke Siong-an?" tanya Giok Cu.

   (Lanjut ke Jilid 22)
Naga Sakti Sungai Kuning/Huang Ho Sin-liong (Seri ke 01 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22
"Liu Tai-jin telah memesan kepadaku bahwa kalau aku hendak menghubunginya, aku dapat mengadakan kontak dengan seorang pedagang obat yang membuka toko obat di kota Siong-an. Orang itu bernama Kui Song dan dia adalah mata-mata dari Liu Tai-jin."

   Mereka berdua menanti di luar kota sampai hari menjadi gelap, barulah mereka menggunakan ilmu kepandaian mereka memasuki kota itu dengan meloncat pagar tembok kota dan bagaikan dua bayangan mereka berkelebatan mencari rumah tinggal Kui Song.

   Tidak sukar mencari toko itu. Mereka berdua berjalan mondar-mandir beberapa kali di jalan depan toko obat itu. Setelah melihat keadaan di toko itu sepi, juga di jalan mulai sepi karena malam mulai larut, dan para penjaga toko obat itu mulai menutup toko, mereka lalu menghampiri para penjaga toko. Karena mengira mereka hendak membeli obat, seorang penjaga toko menyambut mereka.

   "Kongcu dan Siocia (Tuan Muda dan Nona) hendak mencari obat apakah?"

   "Kami hendak menawarkan rempah-rempah dan obat-obat yang kami bawa dari hulu sungai. Apakah Paman Kui Song ada? Kami ingin bicara sendiri perdagangan ini dengan dia."

   Penjaga toko itu memandang dengan mata menyelidik.

   "Kalau hendak menawarkan dagangan, sebaiknya kalau besok pagi saja engkau datang lagi. Kui Sin-she (Tabib Kui) sedang beristirahat dan tidak boleh diganggu."

   "Hemmm, akan tetapi selain menawarkan dagangan, juga kami mempunyai urusan penting, mengenai pesanan Paman Kui. Harap sampaikan kepadanya bahwa kami perlu bertemu karena urusan yang amat penting."

   

Dendam Sembilan Iblis Tua Eps 4 Si Bayangan Iblis Eps 1 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 16

Cari Blog Ini