Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Hitam 10


Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 10




   Propinsi Shan-si di pimpin oleh seorang gubernur atau kepala daerah yang telah memegang kedudukan itu sejak Kaisar Yang Chien masih hidup. Gubernur itu bernama Li Goan. Dia mempunyai lima orang anak laki-laki dan empat orang anak perempuan. Akan tetapi yang paling di sayangnya justeru puteranya yang dilahirkan oleh seorang selirnya, yaitu Puteri seorang kepala suku bangsa Turki. Puteranya itu bernama Li Si Bin dan memang putera inilah yang paling menonjol diantara saudara-saudaranya.

   Keadaan di utara selama ini tenang saja. Hal ini berkat hubungan baik antara Gubernur Li Goan dengan suku"suku bangsa di utara, terutama sekali dengan suku bangsa Turki yang di pimpin oleh keluarga isterinya, karena masih ada hubungan keluarga inilah maka banga Turki menghentikan gerakannya yang mengganggu keamanan perbatasan utara. Juga dengan suku-suku lain, Gubernur Li Goan mengambil sikap bersahabat sehingga orang-orang dari selatan dapat melakukan hubungan perdagangan dengan suku-suku bangsa itu tanpa ada gangguan.

   Gubernur Li Goan maklum bahwa kedudukannya sebagai kepala daerah di perbatasan utara itu merupakan kedudukan yang berbahaya. Dialah yang bertanggung jawab atas keamanan daerah itu, dan kalau sampai daerah itu di kuasai oleh suku asing, tentu kerajaan akan menyalahkan dia. Oleh karena itu, Gubernur Li Goan selalu memperkuat pasukannya untuk menjaga keamanan di daerahnya, walaupun perbatasan telah ada perbentengan Pasukan Sui yang menjaga. Dia memerlukan banyak pembantu yang pandai, maka hampir setiap tahun dia mengadakan pemilihan bagi tenaga-tenaga baru untuk di jadikan opsir-opsir atau tentara. Dia memberi kedudukan yang cukup tinggi sesuai dengan kepandaian masing-masing. Karena ini, dia berhasil menarik perhatian banyak tokoh persilatan yang ingin memperoleh kedudukan tinggi dalam pasukan gubernur itu.

   Dengan adanya banyak ahli silat yang berilmu tinggi menjadi perwira-perwira pasukan ayahnya, Li Si Bin yang sejak kecil gemar mempelajari ilmu silat itu, dengan mudah memperdalam ilmu silatnya dengan belajar dari para perwira itu. Bahkan lebih dari itu, pemuda ini sering berkelana mengunjungi gurun-gurun dan bukit-bukit sunyi di utara, menjumpai para pertapa sakti dan kalau menemukan seorang yang sakti dan ahli dalam ilmu silat, dia lalu menjadi muridnya. Dengan cara demikian, setelah dia menjadi seorang pemuda dewasa, dia telah memiliki ilmu silat yang tinggi. Selain ilmu silat, Li Si Bin juga mempelajari ilmu perang dan sastra.

   Gubernur Li Goan yang merasa bangga akan kelihaian puteranya, lalu menyerahkan kepada Li Si Bin bilamana diadakan pemilihan perwira. Pemuda itulah yang mengatur ujian bagia para peserta. Dan sejak Li Si Bin yang mengatur ujian, jaranglah ada calon yang berhasil di angkat menjadi perwira. Kebanyakan hanya berhasil lulus sebagai tentara saja karena untuk menjadi perwira, syaratnya amat berat dan harus memiliki ilmu silat yang tinggi. Akan tetapi kalau ada yang lulus, tentulah dia menjadi seorang perwira yang gagah perkasa dan dapat diandalkan.

   Pada suatu pagi, dua orang pemuda tampan memasuki pintu gerbang kota Taigoan. Mereka in iadalah Cian Han Sin dan Cu Sian. Setelah melakukan perjalanan berhari-hari lamanya, meninggalkan Huang-ho menuju ke timur, sampailah mereka berdua di kota terbesar di daerah Shan-si itu.

   Begitu memasuki kota Taigoan mereka sudah melihat keadaan yang ramai seolah-olah di kota itu sedang diadakan pesta. Cu Sian bertanya kepada seorang dengan bahasa daerah utara dengan lancar sehingga diam-diam Han Sin kagum sekali. Agaknya sahabat mudanya ini mengenal pula bahasa daerah utara. Mereka mendapatkan penjelasan orang itu bahwa di lapangan depan gedung Gubernur memang sedang di adakan semacam pesta, yaitu ujian bagi mereka atau tentara.

   "Ah, paman. Tontonan apa saja yang di adakan di sana?" Tanya Cu Sian, sementara itu Han Sin hanya mendengarkan dan memandang sahabatnya yang kelihatan gembira sekali.

   "Tentu saja seperti biasa, ada pertunjukan kekuatan, keahlian menunggang kuda dan memanah, dan yang terakhir pertunjukkan ilmu silat. Bagi mereka yang ingin menjadi perwira harus bertanding melawan Li-Kong-cu sebagai pengujinya.

   Sepasang mata Cu Sian bersinar-sinar dan Han Sin memaklumi hal ini. Semua pendekar tentu saja gembira mendengar akan ada pertunjukkan ilmu silat. Dia sendiri pun tertarik.

   "Siapa sih Li-kongcu itu?" Cu Sian bertanya.

   "Hemm, tentu ji-wi (Kalian berdua) datang dari jauh sekali maka tidak mengenal Li Kong-cu" kata orang itu "Kalau ji-wi tinggal di daerah Shan-si tentu sudah mengenal atau setidaknya mendengar nama ini. Li Kong-cu adalah seorang pemuda yang paling hebat dan paling tangguh ilmu silatnya akan tetapi paling popular dan dekat dengan rakyat jelata. Dia adalah putera Kepala Daerah Shan-si, yaitu Gubernur Li Goan"

   "Wah, tentu ramai sekali. Sin-ko, kita harus nonton pertunjukkan itu" kata Cu Sian gembira, lalu tanpa menanti jawaban sahabatnya, dia sudah menarik tangan Han Sin di ajak pergi kearah lapangan seperti yang di tunjukkan orang tadi. Han Sin tersenyum dan menurut saja. Kalau sedang bergembira seperti itu, Cu Sian sungguh kelihatan seperti seorang kanak-kanak. Selama melakukan perjalanan bersama Cu Sian, dia semakin tidak mengerti akan sikap Cu Sian yang suka berubah-ubah. Kadang begitu akrab, akan tetapi kadang-kadang juga seperti orang asing baginya. Selama dalam perjalanan itu, Cu Sian tidak pernah mau tidur dekat dengannya. Juga kalau membersihkan badan di sumber air atau anak sungai, selalu dia ingin menyendiri dan mencari tempat yang agak jauh. Tingkahnya kadang-kadang seperti seorang kanak-kanak yang manja dan mudah tersinggung. Maka ketika diajak nonton pertunjukkan itu, dia tidak membantah karena bantahan hanya akan membuat pemuda remaja itu ngambek.

   Ketika mereka tiba di lapangan rumput yang luas, di depan sebuah bangunan besar, mereka mendengar tambun dan gendering di pukul orang sehingga suasana menjadi ramai meriah. Ratusan orang sudah berkumpul untuk menonton. Akan tetapi tempat itu dilingkari tali karena untuk ujian itu di butuhkan tempat yang luas. Di tengah-tengah lapangan terdapat sebuah panggung dari papan setinggi dua meter.

   Di dekat panggung itu terdapat dua kelompok orang. Mereka semua adalah orang-orang muda yang gagah. Kelompok pertama terdiri dari seratus orang lebih, sedangkan kelompok kedua hanya ada dua belas orang. Setelah bertanya-tanya, Cu Sian mendapat keterangan dari seorang penonton bahwa kelompok besar itu adalah mereka yang ingin menempuh ujian sebagai tentara, sedangkan kelompok kecil itulah calon-calon perwira.

   Tiba-tiba Cu Sian memegang lengan Han Sin, kuat sekali sehingga Han Sin terkejut dan memandang kepadanya. sahabatnya itu sedang memandang kearah tengah lapangan dimana dua kelompok calon itu berkumpul dekat panggung maka diapun memandang ke sana. Setelah memandang dengan teliti barulah dia tahu mengapa sahabatnya mencengkram lengannya demikian kuatnya. Ternyata di dalam kelompok duabelas orang itu terdapat pemuda tinggi besar yang sudah dua kali mereka lihat. Pertama di dalam rumah makan ketika pemuda itu rebut mulut dengan Cu Sian, dan kedua kalinya ketika mereka berdua melihat pemuda itu mendayung perahu melawan arus.

   "Dia ada di sini" bisik Cu Sian demikian sungguh-sungguh sehingga Han Sin menjadi geli.

   "Kalau di sini mau apa?" katanya tersenyum "Tenanglah, Sian-te. kita lihat saja sampai dimana kelihaian pemuda itu nanti"

   Cu Sian mengangguk, akan tetapi alisnya berkerut "Hemm, aku ingin menandinginya dalam ujian ini" bisiknya.

   "Hushh, apa-apaan kau ini? apakah kau ingin masuk menjadi perwira di Shan-si?"

   "Tidak, aku hanya ingin mengukur kepandaian orang sombong itu"

   "Ingat, Sian-te, kita ini hanya penonton saja. Jangan membikin rebut di sini. Apalagi aku membutuhkan bantuan Gubernur Li. Ibuku berpesan agar aku menghadap Gubernur Li dan minta keterangan darinya. Siapa tahu dia akan dapat memberi banyak keterangan tentang kematian ayahku, karena menurut ibuku, Gubernur Li adalah seorang sahabat baik mendiang ayah"

   "Hemmm, baiklah, Sin-ko"

   Ratusan orang yang menjadi penonton dan yang tadi ramai saling bercakap sendiri, tiba-tiba menjadi diam ketika ujian itu di mulai.

   Ujian bagi para calon tentara tidaklah terlalu menarik bagi Han Sin dan Cu Sian. Ujian itu hanyalah ujian tenaga mengangkat sebuah arca singa dari batu, kemudian ujian memanah orang-orangan dari jerami dalam jarak seratus li, kemudian ujian ilmu silat yaitu setiap orang calon di haruskan memainkan ilmu silatnya menggunakan senjata golok atau tombak. Hampir seluruh calon lulus dengan baik. Agaknya para penonton juga tidak begitu memperhatikan ujian bagi para calon tentara ini karena merekapun ingin sekali nonton ujian bagi calon perwira yang lebih seru.

   Akhirnya, setelah calon tentara sudah di uji semua dan lulus lalu di kumpulkan dan di ajak masuk rumah gedung lewat jalan samping untuk di daftar sebagai tentara, maka ujian perwira di mulai. Dua belas orang calon itu di uji satu demi satu. Mula-mula mereka di haruskan melompat ke atas panggung yang dua meter tingginya itu. Di atas panggung sudah tersedia sebuah busur yang besar dan berat dan mereka di haruskan menggunakan busur itu untuk memanah orang-orangan dari jerami dalam jarak dua ratus kaki. Singa batu yang tadi di angkat oleh para calon tentara juga sudah di taruh di panggung dan para calon perwira di haruskan mengangkat arca singa itu dan melemparkannya ke atas dan di terima lagi dengan tangan. Setelah itu mereka di haruskan menunggang kuda sambil melepaskan anak panah pada orang-orangan jerami dalam jarak lima puluh kaki. Setelah semua itu lulus, barulah si calon akan di uji oleh Li Kong-cu sendiri dengan bertanding ilmu silat.

   Satu demi satu maju untuk menempuh ujian itu. Akan tetapi ternyata bahwa ujian itu amat berat. Delapan orang dari mereka gugur. ada yang gagal baru dalam babak kedua ketika menggunakan busur yang berat itu untuk memanah orang-orangan jerami. Ada pula yang gugur ketika melemparkan arca singa dan menerimanya kembali, karena mereka tidak kuat dan terpaksa melepaskan singa itu. Ada pula yang gugur ketika menunggang kuda sambil melepaskan anak panah. Tiga orang dari mereka, dengan susah payah, berhasil lulus, tinggal menanti ujian ilmu silat dan mereka di persilahkan menunggu di sudut panggung. Orang kesebelas adalah pemuda tinggi besar yang selalu diperhatikan Cu Sian.

   Ketika orang ini melompat ke atas panggung, jelas kelihatan bahwa dia memiliki gin-kang yang jauh lebih baik daripada para peserta lainnya. Dia melompat tinggi, jauh lebih tinggi dari panggung itu dan berjungkir balik dua kali baru turun ke atas panggung tanpa mengeluarkan suara ketika kakinya menginjak panggung, seolah tubuhnya itu ringan sekali. Tentu saja lompatan istimewa ini mendapat sambutan paling meriah dari para penonton.

   "Huh, lompatan begitu saja apa artinya?" Cu Sian mengomel tak senang melihat orang yang tidak di sukainya itu mendapat sambutan dan pujian begitu meriah.

   Peserta terakhir itu lalu berjalan dengan lenggang seperti harimau menghampiri busur dan anak panah yang berada di atas meja. Tiga orang peserta yang berhasil tadi, ketika menarik busur melepaskan anak panah kelihatan berat sekali dan mereka mengerahkan seluruh tenaga mereka. Akan tetapi peserta terakhir dengan mulut tersenyum memasang anak panah pada busur berat dan berat itu dengan sekali tarik dengan seenaknya, dia telah berhasil membuat busur itu melengkung dan ketika dia melepaskan anak panah, anak panah itu meluncur bagaikan kilat kearah orang-orangan dari jerami dan menembus badan orang jerami itu, bahkan setelah menembus masih melayang cukup jauh. Sorak sorai menggegap gempita menyambut pameran memanah yang istimewa itu. Tak dapat di ragukan lagi, pemuda tinggi besar itu memiliki tenaga yang hebat.

   Pemuda itu tersenyum bangga dan mengangkat kedua tangannya sebagai isyarat agar semua orang tidak membuat gaduh. Kemudian dia menghampiri singa batu dan semua orang mengikuti gerak geriknya tanpa berkedip. Pemuda itu memegang singa batu dengan kedua tangan lalu mengangkatnya ke atas, melemparkannya dan menerimanya kembali sampai tiga kali, kelihatan demikian ringannya. Kembali orang-orang bersorak sorai dan bertepuk tangan.

   "Huh, apa sih anehnya pertujunkkan seperti itu? Sombongnya" Cu Sian mendengus marah sehingga Han Sin menoleh kepadanya dan tersenyum.

   "Sian-te, kau lihat? Orang itu boleh juga" kata Han Sin "Tenaganya seperti gajah. Dia pasti lulus dengan baik"

   Mendengar ini, Cu Sian menjadi semakin gemas "hemm, apa hebatnya semua itu? Permainan anak kecil"

   "Sssttt, lihat, Sian-te, lihat gayanya menunggang kuda" bisik Han Sin.

   Peserta terakhir itu sudah meloncat ke atas punggung kuda yang disediakan untuk ujian itu sambil membawa busur dan anak panah. Kuda dibalapkan kearah orang-orangan jerami dan setelah jaraknya lima puluh kaki seperti telah ditentukan dia melepas anak panah yang menyambar cepat dan menancap tepat di ulu hati orang-orangan itu. Kembali para penonton menyambut dengan tepuk tangan. Tak usah di sangsikan lagi, peserta terakhir ini lulus dengan baik dan diapun dipersilahkan berkumpul dengan tiga orang yang lain di sudut panggung.

   Seorang yang berpakain perwira dan menjadi juru bicara, melangkah ke tengah panggung dan mengangkat kedua tangan, suaranya terdengar lantang sekali "Para penonton harap jangan gaduh. Sekarang ujian ilmu silat akan dimulai. Empat orang yang telah lulus dan akan menghadapi ujian ilmu silat, peserta pertama di minta maju"

   Peserta pertama itu seorang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun dan dia melangkah maju ke tengah lapangan, siap menghadapi ujian.

   Semua penonton kini nampak gembira dan kagum karena dari bawah panggung melompat seorang pemuda yang amat gagah dan tampan. Pemuda ini masih muda sekali, paling banyak delapan belas tahun usianya akan tetapi tubuhnya tegap dan dadanya bidang, sepasang matanya mencorong seperti mata naga. Pakaiannya dari sutera, akan tetapi tidak terlalu mewah dan pakaian itu ringkas. Begitu dia berada di atas panggung, terdengar orang-orang berseru.

   "Hidup Li-kongcu """""

   Han Sin dan Cu Sian memperhatikan ketika mendengar orang menyebut pemuda itu Li Kong-cu. Jadi pemuda itulah putera Gubernur Li. Mengapa pakaiannya tidak mewah dan mentereng? Juga sikapnya sederhana sehingga mendatangkan rasa kagum dalam hati Han Sin dan Cu Sian.

   Pemuda itu memang Li Si Bin atau lebih dikenal dengan sebutan Li-Kongcu (Tuan muda Li) oleh rakyat. Ketika die mendengar teriakan menyambutnya, dia lalu menghadapi penonton dan membungkuk sambil berkata "Harap saudara sekalian menonton dengan tenang. Ini bukan pertandingan, melainkan ujian bagi calon perwira"

   Suaranya nyaring namun lembut dan mendengar ucapannya itu, semua penonton diam. Han Sin juga dapat merasakan suatu wibawa yang besar terkandung dalam suara itu. Dia semakin kagum. Pemuda ini sungguh bukan orang biasa. Gerak geriknya demikian matang dan penuh kepercayaan kepada diri sendiri, wibawanya amat besar.

   Kini Li Si Bin berhadapan dengan peserta pertama yang bertubuh pendek tegap "Saudara menghendaki ujian tangan kosong atau kah senjata? Silahkan pilih" terdengar Li Si Bin bertanya ramah. Sama sekali tidak nampak sikap congkak seperti layaknya putera bangsawan tinggi.

   Peserta pendek itu memberi hormat. Agaknya dia adalah orang daerah Shan-si yang sudah tahu dengan siapa dia berhadapan" Saya bertangan kosong saja, kong-cu"

   "Baiklah, mudah-mudahan kau berhasil" kata Li Si Bin, lalu setelah melihat peserta itu memasang kuda-kuda yang kokoh kuat, dia berseru" Lihat seranganku"

   Li Si Bin menyerang dengan tamparan tangannya ke arah pundak lawan. Peserta pendek itu cepat mengelak dan membalas dengan tendangan kakinya. Akan tetapi Li Kong-cu dapat pula menangkis tendangan itu dan melancarkan serangan kedua. Kedua orang ini sudah cepat saling menukar serangan.

   Sementara itu, Cu Sian sibuk bertanya kepada seorang penonton yang berdiri di sebelahnya tentang peraturan ujian ilmu silat itu.

   "Yang kalah sebelum dua puluh lima jurus dinyatakan gagal dan harus di terima sebagai prajurit kelas satu. Yang dapat melampaui dua puluh lima jurus akan tetapi tidak sampai empat puluh jurus akan di angkat menjadi seorang perwira, yang mampu bertahan sampai empat puluh jurus akan tetapi tidak melampaui lima puluh jurus menjadi perwira yang lebih tinggi kedudukannya, akan tetapi yang mampu bertahan sampai lima puluh jurus lebih, diberi kedudukan perwira yang paling tinggi. Akan tetapi selama dua tahun ini, tidak ada peserta yang mampu bertahan sampai lebih dari lima puluh jurus melawan Li Kong-cu"

   Cu Sian mengangguk-angguk dan kembali melihat ke atas panggung. Dia kagum sekali melihat gerakan Li Si Bin. Jelas bahwa pemuda itu memiliki ilmu silat yang hebat, akan tetapi putera gubernur itu membatasi tenaga dan kecepatannya. Agaknya dia memberi kelonggaran kepada lawannya karena menurut perhitungan Cu Sian, kalau Li kong-cu itu menghendaki ,dalam sepuluh jurus saja peserta pendek itu akan terjungkal. Dugaan Cu sian memang benar, Li Kong-cu memberi kelonggaran, akan tetapi tidak lebih dari dua puluh empat jurus. Pada jurus ke dua puluh empat, tiba-tiba saja peserta pendek itu terkulai roboh, cepat Li Kong-cu menjulurkan tangan kanannya, memegang tangan orang itu dan mengangkatnya bangun. Dia tersenyum ramah ketika berkata "sayang kau gagal. Akan tetapi dengan bekal tenaga dan kepandaianmu, kalau kau mau masuk menjadi prajurit kelas satu, dalam waktu singkat kau tentu akan memperoleh kenaikan pangkat asal kau suka berlatih dengan baik"

   Peserta pendek itu memberi hormat. Dia tidak nampak terpukul perasaannya karena di kalahkan Li Kong-cu, bahkan sikap Li Kong-cu yang demikian ramah dan baik, membuat dia menjawab dengan suara tegas "Saya mau menjadi prajurit, kong-cu, dengan harapan mendapat petunjuk kong-cu untuk memperoleh kemajuan"

   Peserta pertama mundur di gantikan peserta kedua yang seperti juga peserta pertama, memilih bertanding dengan tangan kosong. Akan tetapi, tidak seperti peserta pertama, pserta kedua yang bertubuh jangkung kurus ini ternyata memiliki sin-kang yang cukup kuat dan juga ilmu silatnya tanggung sekali. Cu Sian yang memperhatikan gerakan Li Kong-cu, mendapat kenyataan bahwa pemuda bangsawan itu menambah takaran tenaga dan kecepatannya, namun sampai lewat dua puluh lima jurus si jangkung itu masih bertahan dan akhirnya dia tertotok lemas dalam jurus ke tiga puluh. Dia lulus sebagai perwira pertama dan juga seperti perserta pertama dia di kalahkan tanpa menderita luka dan Li Kong-cu bersikap bersahabat dengannya. Maka, peserta ini pun tidak menderita malu dan dia lalu mengundurkan diri setelah mengucapkan terima kasih.

   Peserta ke tiga adalah seorang pemuda berusia hampir tiga puluh tahun, berkumis dan perawakannya sedang saja, namun dari gerak geriknya jelas nampak oleh Cu Sian bahwa peserta ke tiga ini lebih lihai dari pada dua peserta terdahulu. Dugaannya tepat karena setelah mereka bergebrak, pertandingan kini berjalan dengan ramai dan seru. Peserta ke tiga dapat mengimbangi gerakan Li Kong-cu sehingga penonton memandang dengan gembira dan dengan hati tegang.

   Akan kalahkah jago mereka, yaitu Li Kong-cu? Akan tetapi Cu Sian dengan kagum dapat menilai gerakan mereka berdua dan dia tahu bahwa Li Kong-cu tidak akan dapat di kalahkan orang itu. Perhitungannya memang tepat. Peserta ketiga ini memang lihai dan mampu bertahan sampai lima puluh jurus. Akan tetapi tetap saja dia harus mengakui ke unggulan Li Kong-cu karena dalam jurus ke lima puluh lima, dia pun terpelanting jatuh. Walaupun dia tidak menderita luka, tetap saja kejatuhannya sudah menunjukkan bahwa dia memang kalah. Li kong-cu nampak gembira sekali. Dia mengangkat bangun peserta itu dan memberinya kedudukan perwira menengah, tidak seperti dua orang peserta terdahulu yang mendapatkan kedudukan perwira rendah.

   Kini peserta ke empat yang maju. Cu Sian yang tidak senang melihat pemuda tinggi besar yang di anggapnya sombong itu memandang dengan mata bersinar-sinar. Dia melihat betapa pemuda tinggi besar itu menghadapi Li Kong-cu dengan lagak yang angkuh, tidak mau tunduk.

   Li Si Bin hanya tersenyum melihat lagak pemuda tinggi besar itu dan setelah mereka berdua mengangkat kedua tangan depan dada sebagai salam, Li Si Bin bertanya "Sobat, kau memilih ujian silat dengan senjata apa?"

   Berbeda dengan tiga orang peserta yang memilih di uji ilmu silat tangan kosong, pemuda tinggi besar itu menjawab lantang "Setiap orang pendekar sejati tidak akan pernah melepaskan pedangnya, demikian pula seorang panglima harus pandai menggunakan berbagai macam senjata. Aku memilih pedang untuk bertanding ilmu"

   Setelah berkata demikian, si tinggi besar itu menggerakkan tangan kanannya ke belakang punggung dan "sing """" dia telah memegang sebatang pedang yang berkilauan.

   Para penonton memandang dengan mata terbelalak dan hati tegang, akan tetapi Li Si Bin masih tersenyum dengan tenang. Sementara itu Cu Sian sudah tidak mampu menahan kemarahannya melihat sikap congkak itu. Dia tahu bahwa Li Si Bin adalah seorang yang bijaksana. Ketika mengalahkan tiga orang lawannya tadi saja sudah menunjukkan bahwa dia seorang yang rendah hati dan baik budi. Kini melihat si congkak itu mencabut pedang yang berkilauan, dia merasa khawatir akan keselamatan putera gubernur itu. Tanpa dapat di cegah Han Sin yang sama sekali tidak menduganya, Cu Sian sudah melompat memasuki batas tali, kemudian dengan mengerahkan ginkangnya dia melompat tinggi dan membuat poksai (salto) sampai tiga kali baru turun ke atas panggung dengan ringan sekali.

   Tentu saja perbuatannya itu mengejutkan semua orang, dan Li Si Bin sendiri memandang dengan heran.

   "Siapakah kau dan apa artinya kau naik ke atas panggung ini?" tanya Li Si Bin sambil memandang tajam, suaranya penuh wibawa. Sementara itu Han Sin terkejut sekali karena dia dapat menduga bahwa sahabatnya itu tentu akan menimbulkan keributan. Akan tetapi sudah terlambat dan dia tidak dapat berbuat lain kecuali menonton dengan hati tegang dan khawatir.

   Cu Sian mengangkat kedua tangan ke depan dada untuk memberi hormat kepada putera gubernur itu lalu berkata "Maafkan aku, kong-cu. Karena ku lihat kong-cu sudah melayani bertanding sampai tiga kali berturut-turut, maka perkenankanlah aku untuk mewakili kongcu dalam pertandingan ini. Dengan melihat jalannya pertandingan antara orang sombong ini dan aku, tentu kong-cu sudah dapat menilai apakah dia pantas di terima ataukah tidak"

   Li Si Bin menjadi tertarik sekali. Belum pernah dia melihat seorang pemuda remaja yang tampan dan halus seperti ini memperlihatkan keberanian yang luar biasa. Dia ingin sekali melihat bagaimana lihainya pemuda ini, maka sambil tersenyum dia menoleh kepada peserta ke empat yang tinggi besar itu.

   "Tentu saja aku tidak keberatan dan pertandingan itu tentu akan menarik sekali dan menambah semaraknya ujian ini. Akan tetapi entah bagaimana dengan pendapat peserta keempat ini"

   Pemuda tinggi besar itu mengerutkan alisnya karena dia tidak mengenai Cu Sian, lalu menjawab ucapan Li Si Bin, dia berkata dengan lantang "Li Kong-cu, saya tidak takut menghadapi siapapun juga, akan tetapi yang berhak naik ke panggung adalah mereka yang lulus ujian yang telah di tetapkan. Karena itu, saya ingin melihat apakah bocah ini mampu melakukan syarat yang telah di tentukan. Kalau dia dapat melakukan itu semua dengan baik, baru dia ada harganya untuk menguji ilmu silat saya. Kalau tidak, sebaiknya kong-cu melemparkan bocah pengacau ini keluar panggung"

   Li Si Bin menoleh kepada Cu Sian sambil tersenyum "Apa sih sukarnya melakukan itu semua? Aku dapat memenuhi persyaratan itu jauh lebih baik daripada yang dia lakukan tadi"

   Mendengar ini, Li Si Bin lalu berkata "Baiklah, sekarang ditetapkan begini. Saudara ini akan memenuhi semua persyaratan, yaitu ujian tenaga dan ketangkasan, kemudian kalau dia lulus, kalian berdua akan saling menguji ilmu silat. Bagaimana, apakah kalian berdua setuju?"

   Pemuda tinggi besar itu menjawab hampir berbareng dengan jawaban Cu Sian "Aku setuju"

   Li Si Bin lalu meninggalkan panggung dan duduk di kursinya, sedangkan pemuda tinggi besar itu berkata mengejek "Bocah pengacau, sekarang perlihatkan kemampuanmu, hendak kulihat apakah kemampuan tenaga dan kecekatanmu sama besarnya dengan mulutmu" Setelah berkata demikian, diapun mundur dan berdiri di sudut panggung sambil bertolak pinggang dan mulutnya tersenyum mengejek.

   Cu Sian kini menghadapi penonton dan tersenyum geli ketika dari situ dia melihat wajah Han Sin yang kerut merut dan matanya melotot kepadanya.

   "Saudara sekalian, saudara yang menjadi saksi apakah saya dapat lulus lebih baik daripada manusia sombong ini ataukah tidak. Pertama, melompat ke panggung. Tadi sudah kulakukan dan semua orang telah menyaksikannya. Sekarang akan kulakukan ujian kedua, memanah dengan busur itu. Silahkan kalian semua melihat"

   Dengan langkah gagah Cu Sian menghampiri meja dan mengambil busur yang besar dan berat itu. Para penonton melihat betapa pemuda remaja yang bertubuh kecil dan gerak geriknya halus itu mengerahkan tenaga pada kedua tangannya untuk mengangkat busur itu. Pemuda tinggi besar itu tertawa terkekeh melihat ini dan para penonton juga mengerutkan alis karena kecewa. Bagaimana mungkin pemuda itu mampu memanah orang jerami yang jauh itu dengan busur yang demikian beratnya? Mengangkat busur itu saja dia harus menggunakan kedua tangannya.

   Semua penonton memandang dengan hati tegang dan suasana menjadi hening sekali. Ketika Cu Sian menahan busur dengan tangan kirinya lalu mengambil tiga batang anak panah, memasang tiga batang anak panah itu kepada busurnya, semua orang mulai terbelalak. Cu Sian lalu memasang kuda-kuda, mengangkat kaki kiri tinggi lalu di langkahkan ke depan lebar-lebar, membentuk pasangan kaki menunggang kuda, kemudian dia mementangtali busur sepenuhnya.

   "Kena" serunya sambil melepas anak panah. Tiga batang anak panah itu menyambar ke depan secepat kilat dan menancap di orang jerami itu, tepat mengenai leher, dada dan pusar.

   "Ahhhh "" Penonton berseru dan meledaklah sorak sorai dan tepuk tangan mereka. Kiranya ketika mengangkat busur dengan kedua tangannya, Cu Sian hanya berpura-pura saja. Dan tentu hebat dan menganggumkan. Li Si Bin sendiri sampai bangkit dari tempat duduknya dan memandang dengan mata bersinar-sinar. Bukan main pemuda remaja itu pikirnya. Melepas tiga batang anak panah dengan sekali luncuran merupakan ilmu memanah tingkat tinggi. Di daerah Shansi ini mungkin hanya dia seorang yang mampu melakukannya.

   Han Sin yang tadinya marah dan gelisah melihat ulah sahabatnya itu, juga merasa amat kagung. Tak di sangkanya bahwa Cu Sian memiliki ilmu memanah yang demikian hebat dan melihat semua orang bersorak dan bertepuk tangan, tak dapat di tahannya lagi diapun ikut"ikutan bertepuk tangan.

   Kegaduhan penonton itu tiba-tiba berhenti dan suasana menjadi sunyi kembali ketika semua orang melihat pemuda remaja itu kini menghampiri singa batu yang berada di sudut panggung. Cu Sian mengangkat singa batu itu dengan sebelah tangan saja, lalu melontarkan ke atas, tinggi dan menerimanya kembali lalu melontarkan kembali lagi sampai lima kali. yang hebat, pada lemparan terakhir, ketika singa batu itu meluncur turun, bukan di sambut dengan tangannya melainkan dengan kepalanya. Dengan menggunakan tenaga lembut, kepala itu menempel singa batu dari samping lalu membuat gerakan melengkung ke bawah lalu ke kiri sehingga daya luncur singa batu itu dapat di salurkan ke atas dan hilang. Beberapa saat lamanya singa batu itu tertahan di atas kepala Cu Sian, baru di ambil oleh kedua tangan dan di turunkan di atas panggung.

   Sorak sorai menyambut demonstrasi yang luar biasa ini dan tanpa di ucapkan dengan suara, semua orang juga sudah tahu bahwa apa yang diperlihatkan pemuda remaja ini jauh lebih hebat daripada apa yang tadi dipamerkan pemuda tinggi besar.

   Cu Sian tersenyum, mengangguk kepada penonton di empat penjuru lalu tiba-tiba tubuhnya melayang turun dan tahu-tahu dia sudah berada di atas punggung kuda, di atas mana telah tersedia anak panah dan busurnya. Cu Sian menggeprak kuda itu sehingga kuda berlari congklang menuju ke orang jerami. Dalam jarak lima puluh kaki, tiba-tiba Cu Sian melompat dan berdiri di atas punggung kuda yang berlari itu, dan anak panahnya dengan tepat menancap di dada orang jerami.

   Kembali penonton menyambut dengan gembira. Cu Sian lalu melompat lagi ke atas panggung dan menghadapi si pemuda tinggi besar sambil tersenyum-senyum.

   "Nah, semua persyaratan telah ku penuhi, bukan? sekarang kita harus saling menguji ilmu silat dan aku ingin sekali melihat apakah ilmu silatmu setingkat dengan kesombonganmu"

   Pemuda tinggi besar itu berseru "Bagus. Keluarkan senjatamu aku akan menggunakan pedangku ini" Pemuda itu kembali mencabut pedang yang tadi sudah di simpannya kembali "Hemmm, aku menghadapimu tidak perlu aku mengggunakan senjata yang tajam dan runcing. Cukup sebatang tongkat saja. Eh, Sin-ko, tolong carikan sebatang tongkat untukku" Dia berteriak ke arah Han Sin. Pemuda itu bersungut-sungut. Ulah Cu Sian mendatangkan kekhawatiran dalam hati Han Sin, kalau-kalau ulah itu akan menggagalkan niatnya bertemu dengan gubernur Li dan minta keterangan tentang ayahnya. Akan tetapi sebelum dia menanggapi permintaan Cu Sian, seorang perwira atas perintah Li Si Bin sudah naik ke panggung dan menyerahkan sebatang toya. Toya itu merupakan senjata tongkat yang terbuat daripada besi.

   "Terima kasih, ciangkun. Aku hanya membutuhkan sebatang tongkat bambu atau kayu saja, yaitu tongkat pemukul anjing. Kalau menggunakan toya ini, anjing yang ku pukul bisa mati"

   Tentu saja ucapan ini merupakan ejekan dan sekaligus makian terhadap pemuda tinggi besar yang di anggapnya sebagai anjing yang layak di pukul. Para penonton merasakan hal ini dan mereka semua tertawa. Seorang penonton kebetulan melihat sebatang bambu di bawah lalu di ambilnya bambu itu dan di lemparkannya ke atas panggung.

   Cu Sian menyambut bambu itu dan memutarnya dengan tangan kanan, menghadapi pemuda tinggi besar sambil berkata" Nah, inilah senjataku"

   Sebelum mereka bergerak saling serang, Li Si Bin berseru dari bawah panggung, suaranya terdengar gembira karena peristiwa ini sungguh belum pernah terjadi dan membuat penyelenggaraan ujian pemilihan perwira yang menjadi meriah "Kedua orang saudara yang hendak bertanding, di minta memperkenalkan diri masing-masing"

   Cu Sian segera menyambut seruan ini dengan suara lantang sambil melintangkan tongkat bambunya di depan dada "Aku bernama Cu Sian dari Tiang-an"

   "Saya bernama Bong Sek Toan, dari Nan-king" pemuda tinggi besar itu berseru pula dengan suaranya yang mengguntur dari Tiang-an dan Nan-king, suasana menjadi semakin ramai karena para penonton mengerti bahwa dua orang muda itu datang dari luar daerah Shansi.

   "Sekarang kalian mulailah" seru Li Si Bin "akan tetapi ingat bahwa pertandingan ini hanya untuk menguji kepandaian silat, bukan perkelahian"

   Cu Sian tersenyum memandang lawannya lalu berkata "Orang she Bong, sudah siapkah kau untuk di pukul dengan tongkatku"

   Sejak tadi pemuda tinggi besar bernama Bong Sek Toan itu sudah merasa panas hatinya dan marah bukan main. Dia merasa di pandang rendah dan dipermainkan pemuda remaja itu. Akan tetapi agaknya diapun maklum bahwa pemuda remaja yang ugal-ugalan itu merupakan seorang lawan tangguh, dapat di lihat dari cara dia memperlihatkan tenaga dan kecepatannya tadi.

   "Sambut pedangku ini" katanya dan menyerang dengan dahsyat sekali.

   Bagaimanapun juga dia merasa lebih untung karena dia memegang sebatang pedang sedangkan lawannya hanya memegang sebatang tongkat bambu.

   Akan tetapi dengan gerakan yang gesit sekali Cu Sian dapat mengelak dan diapun menggerakkan tongkatnya menotok kearah pinggang lawan. Bong Sek Toan cepat menangkis sambil mengerahkan tenaga, bermaksud untuk mematahkan tongkat itu, akan tetapi tongkat itu hanya terpental dan sama sekali tidak menjadi rusak oleh pedang yang tajam itu. Segera terjadi serang menyerang yang amat seru. Biarpun kalah untung dalam hal senjata, namun Cu Sian dapat mengimbangi lawannya dengan kecepatan gerakannya. Tubuhnya berkelebat diantara sinar pedang dan ujung tongkat bambunya menotok ke tempat berbahaya sehingga Bong Sek Toan tidak mampu mendesak lawannya itu.

   Saling serang sudah berlangsung tigapuluh jurus lebih dan belum ada diantara mereka mereka yang terdesak. Tiba-tiba Bong Sek Toan mengeluarkan bentakan nyaring dan pedangnya berputar menyambar-nyambar kearah tubuh bagian atas dari lawannya. Hebat bukan main serangan ini, bagaikan gelombang samudera yang menerjang kearah Cu Sian. Pemuda remaja inipun terkejut dan maklum akan hebatnya serangan pedang, maka diapun bergulingan di atas papan panggung sehingga pedang itu menyambar-nyambar di atas tubuhnya. Dari bawah, tongkat Cu Sian mengirim serangan balasan ke arah kaki dan perut. Dengan perlawanan seperti ini, terpaksa Bong Sek Toan mengubah lagi gerakan pedangnya. Diam-diam dia terkejut sekali. Ternyata tongkat bambu yang di pandang rendah itu merupakan senjata istimewa di tangan lawannya. Sebaliknya, Cu Sian juga terkejut. Tak di sangkanya bahwa lawannya yang di anggap sombong itu ternyata tangguh bukan main. Keduanya mengeluarkan seluruh kemampuan dan mengerahkan seluruh tenaga sehingga pertandingan itu berlangsung seru, bukan lagi merupakan pertandingan menguji ilmu, melainkan perkelahian yang sungguh-sungguh untuk merobohkan lawan. Jurus"jurus terampuh dari mereka dikeluarkan.

   Penonton menahan napas menyaksikan pertandingan yang amat seru itu. Li Si Bin sendiripun sampai bangkit dari kursinya. Dia merasa girang dan juga khawatir. Girang karena dia merasa mendapatkan dua orang calon perwira yang akan menjadi pembantu-pembantu yang boleh diandalkan. Akan tetapi khawatir karena pertandingan itu menjadi sungguh-sungguh menjadi perkelahian untuk saling bunuh.
Yang merasa amat kaget dan heran adalan Cian Han Sin. Ketika Bong Sek Toan mengeluarkan ilmu pedang mendesak Cu Sian dengan jurus yang seperti gelombang, dia segera mengenal ilmu pedang itu. Bahkan semua gerakan ilmu silat Bong Sek Toan itu tidak asing baginya karena bersumber pada ilmu silat Lo-hai-kun. Pada hal ilmu silat Lo-hai-kun (Silat Pengacau Lautan) adalah ilmu ibunya yang pernah diajarkan kepadanya. Berarti masih ada hubungan antara orang bernama Bong Sek Toan ini dengan ibunya.

   "Haiiii" Tongkat di tangan Cu Sian bergerak seperti ular dan mematuk"matuk ke arah kedua mata lawan. Bong Sek Toan terkejut dan dia harus berlompatan ke belakang untuk menghindarkan matanya dari bahaya.

   "Yaahhhhh" Dia membentak dan pedangnya menyambar dengan sapuan ke arah kedua kaki Cu Sian. Pemuda remaja itu meloncat tinggi sehingga pedang itu lewat di bawah kakinya, kemudian tubuhnya berjungkir balik dan menukik sambil menusukkan tongkatnya kearah ubun-ubun lawan.

   "Hiaatttt """. traanggg "" Pedang itu menangkis tongkat dan keduanya melompat mundur setelah pertemuan antara tongkat dan pedang itu membuat Bong Sek Toan terhuyung dan Cu Sian juga melayang turun hampir terjatuh. Akan tetapi setelah keduanya melompat mundur, kini mereka sudah siap lagi untuk saling serang.

   Pertandingan sudah berlangsung tujuh puluh jurus lebih dan Han Sin yang merasa khawatir kalau-kalau kedua orang itu celaka, padahal Bong Sek Toan itu masih mempunyai hubungan dengan ibunya. Maka diapun memasuki lapangan yang di lingkari tali dan berlari menuju ke panggung.

   Pada saat itu, Li Si Bin juga mengangap bahwa pertandingan itu sudah lebih dari cukup dan kedua orang itu dapat di terima sebagai perwira maka diapun melompat ke atas panggung.

   Pada saat itu, kedua orang itu sudah mulai menyerang lagi. Ketika Li Si Bin melompat dan tiba diantara keduanya, dengan sendirinya dialah yang menjadi sasaran tongkat dan pedang. Akan tetapi dengan tenang Li Si Bin menangkap tongkat dan menangkis pedang dari samping sehingga pedang terpental dan Cu Sian tidak mampu menarik lepas tongkatnya. Dari gerakan melerai ini saja sudah dapat diketahui bahwa ilmu kepandaian Li Si Bin memang hebat dan lebih tinggi tingkatnya di bandingkan kedua orang yang sedang bertanding itu.

   "Cukup, kalian sudah cukup bertanding" kata Li Si Bin sambil tersenyum ramah.

   "Akan tetapi aku belum kalah" kata Cu Sian penasaran.

   "Sian-te. Turunlah dan jangan bertanding lagi atau aku akan marah kepadamu" terdengar teriakan Han Sin dari bawah panggung.

   Bong Sek Toan juga menoleh dan memandang kepada Han Sin. Melihat pemuda ini, dia teringat. Tadi dia sudah berpikir siapakah pemuda remaja yang bertanding dengannya itu. Dia merasa sudah pernah bertemu. Setelah kini melihat Han Sin, maka diapun teringat bahwa lawannya bukan lain adalah pengemis muda yang kurang ajar itu.

   "Ah, kiranya kau jembel itu" bentaknya sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka Cu Sian.

   Cu Sian membelalakan matanya dengan marah "Dan kau anjing sombong itu" dia balas memaki "Mari kita lanjutkan pertandingan sampai seorang diantara kita roboh tak bernyawa"

   "Sudahlah, harap ji-wi (anda berdua) bersabar. Pertandingan ini hanya untuk ujian bukan berkelahi" kata Li Si Bin.

   Bong Sek Toan yang juga sudah marah sekali memandang kepada Cu Sian dengan mata mendelik. Pada saat itu, Han Sin dari bawah panggung berseru.

   "Saudara Bong Sek Toan, kau ada hubungan apakah dengan mendiang Toat-beng Giam-ong?" Han Sin bertanya demikian karena melihat ilmu pedang Lo-hai Kiam-Sut tadi dan menduga bahwa pemuda itu tentu ada hubungan dengan mendiang Toat-beng Giam-ong, guru dari ibunya.

   Bong Sek Toan terkejut bukan main, wajahnya berubah kemerahan dan dia memberi hormat kepada Li Si Bin, berkata "Kong-cu, sebaiknya saya pergi saja" Dan dia melompat turun dari panggung, setelah tiba di bawah dia memandang kepada Cu Sian sambil berseru "Bocah setan, lain kali aku aku tidak memberi ampun lagi kepadamu" Setelah berkata demikian dia meloncat jauh dan lenyap diantara penonton yang banyak itu.

   Melihat ini, Li Si Bin menjadi heran dan menyesal karena pemuda tinggi besar itu dapat menjadi perwira yang tangguh. Dia lalu menghadapi Cu Sian dan berkata "Biarlah, kalau dia tidak ingin menjadi perwira, kamipun tidak akan memaksanya. Dengan mendapatkan kau sebagai perwira, kami sudah cukup puas, saudara Cu Sian"

   "Tapi ". Tapi ". Aku sama sekali tidak ingin menjadi perwira, kong-cu"

   Li Si Bin mengerutkan alisnya dan merasa dipermainkan "Apa artinya semua ini? tanyanya dengan suara tidak senang. Pada saat itu Han Sin yang berada di bawah panggung segera berkata dengan suara lembut dan penuh hormat.

   "Kami mohon agar Li-Kongcu suka memberi kesempatan kepada kami untuk menceritakan semua ini, tanpa di dengar banyak orang"

   Li Si Bin menjadi semakin heran dan penasaran. Akan tetapi melihat sikap Han Sin yang penuh hormat itu dan sikap Cu Sian yang seperti orang kebingungan, diapun tersenyum "Baiklah, mari jiwi ikut bersamaku"

   Li Si Bin lalu melangkah pergi menuju gedung di depan lapangan itu. Cu Sian mengikutinya dan Han Sin mengambil jalan mengitari panggung dan mengikuti pula. Dia melirik kearah Cu Sian yang juga sedang melirik kepadanya. Han Sin melihat Cu Sian cengar cengir sehingga mau tidak mau hatinya yang sedang mendongkol itu agar mencair.

   "Kau jangan buka mulut sembarangan, biar aku saja yang bicara" kata Han Sin lirih dan singkat.

   "Baiklah, Sin-ko. Aku menaati perintahmu" jawaban itu demikian di buat-buat untuk melucu sehingga Han Sin terpaksa tersenyum gemas.

   Setelah memerintahkan para pembantunya untuk membubarkan ujian itu dan menampung para calon yang lulus, Li Si Bin mengajak kedua orang muda itu memasuki sebuah ruangan di bagian samping gedung besar itu. Ruangan itu cuku luas dan hanya terisi kursi"kursi dan meja, agaknya ruangan pertemuan atau ruangan rapat.

   Setelah mempersilahkan kedua orang tamunya duduk, Li Si Bin segera berkata "Nah, sekarang kalian ceritakan sebetulnya apa artinya saudara Cu Sian ingin naik ke panggung kalau bukan untuk mengikuti ujian sebagai calon perwira"

   Pandangan matanya mencorong penuh selidik. Diam-diam Cu Sian merasa ngeri juga. Pandang mata pemuda bangsawan ini sungguh penuh wibawa.

   Han Sin menoleh kepada sahabatnya dengan pandang mata memperingatkan agar Cu Sian tidak sembarangan bicara. Dia khawatir sekali Cu Sian bicara seenaknya, akan terjadi keributan pula.

   "Sebelumnya kami mohon maaf sebesarnya kepada kong-cu bahwa tanpa disengaja kami telah merepotkan kong-cu dan mengacaukan ujian tadi. saya bernama Cian Han Sin dan adik Cu Sian ini adalah sahabat saya. Sebetulnya kedatangan kami ke Shansi ini sama sekali tidak mempunyai maksud untuk ujian perwira. Akan tetapi, dalam perjalanan kami ke sini, kami pernah bertemu dengan pemuda bernama Bong Sek Toan tadi dan dia bersikap kasar terhadap Sian-te. Inilah sebebnya mengapa Sian-te, ketika melihat Bong Sek Toan tadi berlagak di atas panggung, lalu nekat naik untuk menandinginya. Jadi yang mendorong dia naik ke panggung semata-mata karena ingin menandingi Bong Sek Toan. Untuk itu, sekali lagi kami mohon maaf kepada kong-cu.

   
Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Li Si Bin mengangguk-anggukkan kepalanya. Biarpun dia seorang putera bangsawan, akan tetapi dia mengetahui akan watak para pendekar yang kadang aneh. Dia memang tidak suka akan sikap Cu Sian yang ugal-ugalan itu, akan tetapi mendengar ucapan Han Sin dan melihat sikap pemuda ini merasa suka dan tertarik.

   "Hemmm, begitukah? Kami amat mengagumi ilmu kepandaian saudara Cu, akan tetapi kau tentu memiliki ilmu yang lebih lihai lagi"

   "Ah, saya tidak dapat dibandingkan dengan Sian-te, kong-cu"

   "Sin-ko adalah seorang ahli sastra yang lemah dan sayalah yang menjadi pengawal yang melindunginya, kong-cu" kata Cu Sian tanpa dapat di cegah lagi oleh Han Sin.

   Li Si Bin mengangguk-angguk, akan tetapi pandang matanya meragukan kebenarannya ucapan Cu Sian tadi" Karena ayah kami menjadi kepala daerah di Shan-si, sudah sepatutnya kalau aku bertanya kepada kalian apa maksud kunjungan kalian ke Shan-si?"

   "Terus terang saja Li Kong-cu, yang mempunyai kepentingan di sini adalah saya sedangkan Sian-te ini hanya mengawal dan menemani saya. Saya bermaksud untuk mencari keterangan tentang tewasnya mendiang ayah saya dalam pertempuran di daerah Shan-si"

   Li Si Bin memandang tajam "Hemmm, siapakah ayahmu?"

   "Kong-cu, kakak Cian Han Sin ini adalah putera mendiang Panglima besar Cian Kauw Cu"

   "Ahhhh """ Li Si Bin bengkit berdiri "Panglima besar Cian Kauw Cu yang telah berjasa besar dalam mendirikan Kerajaan Sui itu? Teman seperjuangan mendiang Kaisar Yang Chien?"

   Karena sudah di di dahului Cu Sian, terpaksa Han Sin bangkit berdiri dan mengangguk" Mendiang Panglima Cian Kauw Cu adalah ayah saya, kong-cu"

   "Ah, senang sekali dapat berkenalan denganmu, saudara Cian" kata Li Si in sambil mengangkat kedua tangan depan dada yang cepat di balas oleh Han Sin "Silahkan duduk dan ceritakan apa yang kau kehendaki. Apa yang hendak kau tanyakan kepada ayah?"

   Han Sin duduk kembali "Menurut keterangan ibuku, mendiang ayah tewas dalam pertempuran di daerah Shan-si ini, gugur ketika terkena anak panah musuh. Akan tetapi ibu mendengar desas-desus di kalangan prajurit pasukan yang di pimpin ayah bahwa anak panah itu mengenai punggung ayah, yang berarti bahwa anak panah itu dilepaskan dari belakang. Tidak mungkin pihak musuh melepaskan anak panah dari belakangnya. Maka saya ingin menyelidiki, apa yang sebenarnya terjadi dengan kematian ayah itu"

   "Hemmm, maksudmu kau hendak mencari pembunuhnya untuk membalas dendam kematian ayahmu?" Tanya Li Si Bin.

   "Sama sekali tidak, kong-cu" Han Sin kagum kepada pemuda bangsawan itu dan menaruh kepercayaan sepenuhnya "Sebetulnya saya ingin mencari pedang pusaka Hek-Liong-Kiam milik ayah yang lenyap ketika ayah gugur. Kalau saya dapat menemukan siapa yang membunuh ayah, agaknya saya dapat menemukan siapa pencuri Hek-Liong-Kiam"

   Li Si Bin mengangguk"angguk "Peristiwa itu telah terjadi kurang lebih sepuluh tahun yang lalu maka aku sendiri tidak dapat menceritakan apa-apa. Ketika itu usiaku masih kecil, tidak jauh bedanya denganmu, saudara Cian. Sebaiknya kalau kau bertanya kepada ayahku"

   "Memang demikianlah maksud saya, kong-cu. Menurut ibu, Gubernur Li dahulu juga teman seperjuangan ayah dan karena dia bertugas di sini, sangat boleh jadi ayahmu itu akan dapat memberi keterangan yang lebih jelas"

   "Memang benar perkiraanmu itu, saudara Cian. Marilah kalian ikut denganku menghadap ayah"

   Kembali dua orang muda itu mengikuti Li Si Bin memasuki gedung besar itu dan akhirnya mereka memasuki sebuah ruangan yang penuh kitab, agaknya ruangan baca dan Gubernur Li berada di ruangan itu.

   Han Sin memandang penuh perhatian. Gubernur itu seorang laki-laki yang berusia lima puluh tahun berwajah tenang dan penyabar, berbeda dengan wajah puteranya yang penuh semangat.

   "Ayah, coba ayah terka siapa yang aku bawa menghadap ayah ini" kata Li Si Bin.

   Gubernur Li memandang kepada Han Sin dan Cu Sian, alisnya berkerut dan dia menggeleng kepalanya.

   "Ayah, saudara ini adalah Cian Han Sin, putera dari mendiang Panglima Besar Cian Kauw Cu"

   Sepasang alis berkerut itu terangkat, sepasang mata itu berseri. Han Sin yang diperkenalkan cepat memberi hormat, di turut pula oleh Cu Sian.

   "Ah, begitukah?" kata Gubernur itu sambil mengamati Han Sin dari kepala sampai ke kaki.

   Cu Sian yang tidak diperkenalkan merasa dikesampingkan, segera memperkenalkan dirinya sendiri "Dan saya bernama Cu Sian, sahabat dan pengawal dari Kakak Cian Han Sin"

   Gubernur itu memandang Cu Sian sejenak dengan heran, lalu menggerakkan tangan mempersilahkan mereka duduk "Aih, betapa cepatnya waktu berlalu. bagaimana kabarnya dengan keadaan ibumu yang gagah perkasa itu, Han Sin?"

   "Terima kasih, tai-jin, keadaan ibu saya baik-baik saja" jawab Han Sin dengan sikap hormat "Dan mohon tai-jin suka memaafkan kalau kunjungan saya ini mengganggu kesibukan tai-jin"

   "Ah, tidak mengapa. Apakah keperluanmu datang menemuiku? Apa yang dapat kami Bantu untuk putera sahabat baik kami, Cian-ciangkun?"

   "Saya mohon keterangan tai-jin tentang kematian mendiang ayah saya ketika memimpin pasukan di daerah Shansi ini. Ibu menyuruh saya untuk menhgadap tai-jin dan mohon keterangan dari tai-jin"

   "Apakah ibumu belum mendapat pelaporan tentang kematian ayahmu?"

   "Sudah tai-jin. Akan tetapi laporan resmi itu hanya mengatakan bahwa ayah gugur dalam pertempuran. Desas"desus di kalangan pasukan mengatakan bahwa kematian ayah tidak wajar, terkena anak panah yang datangnya dari belakang. Ibu mencurigai dan menyuruh saya mohon penjelasan dari tai-jin"

   Gubernur Li menghela napas panjang "Peristiwa itu sudah terjadi sepuluh tahun yang lalu. Kenapa ibumu baru menyelidikinya sekarang?"

   "Agaknya ibu menanti sampai saya dewasa sehingga dapat melakukan penyelidikannya sekarang?"

   "Akan tetapi peristiwa itu telah terjadi sepuluh tahun yang lalu. Apa yang kau kehendaki "". aahhh, aku mengerti, agaknya kau hendak menyelidiki siapa pembunuh ayahmu dan hendak membalas dendam?" Tanya Gubernur Li.

   "Bukan itu benar yang penting bagi saudara Han Sin, ayah. Dahulu, mendiang Cian-ciangkun memiliki sebatang pedang pusaka yang di sebut Hek-Liong-Kiam. Nah ketika dia gugur, pedang pusaka itu lenyap di curio rang. Saudara Han Sin ingin menyelidiki siapa pencuri pedang itu, ayah agar dia dapat merampasnya kembali" kata Li Si Bin, menjelaskan "Dan dengan menyelidiki siapa pembunuh ayahnya, dia mengharapkan akan dapat menemukan kembali pedang pusaka itu"

   Gubernur Li mengelus jenggotnya dan mengangguk-angguk "Hemmm, begitukah?"

   "Benar, tai-jin dan saya mohon petunjuk tai-jin mengingat bahwa mendiang ayah adalah sahabat tai-jin, mungkin tai-jin mengetahui tentang peristiwa itu"

   Gubernur Li mengeluskan alisnya, mengingat-ingat "Pada waktu itu kami juga menerima laporan dari Panglima Lui yang menjadi pembantu mendiang Panglima Cian, yang melaporkan bahwa Panglima Cian telah tewas dalam pertempuran. Kami juga mendengar desas-desus itu bahwa Panglima Cian tewas karena terkena anak panah di punggungnya. Akan tetapi pada waktu itu kami tidak menaruh curiga. Sedangkan tentang pedang pusaka milik Panglima Cian, kami tidak pernah mendengarnya. Sayang sekali, Han Sin, kami tidak dapat banyak membantu dalam hal ini. Apalagi terjadinya sudah sepuluh tahun yang lalu"

   Biarpun hatinya kecewa, Han Sin tidak memperlihatkannya. Dia lalu berpamit dari Gubernur Li. Han Sin dan Cu Sian mengundurkan diri dan di antar oleh Li Si Bin sampai keluar gedung" Sayang sekali bahwa ayah tidak dapat memberi keterangan tentang kematian ayahmu dan pedang pusaka itu, saudara Han Sin. Akupun merasa prihatin dan ikut memikirkan hal itu. Dan menurut pendapatku, ada beberapa macam cara bagimu untuk dapat menyelidiki siapa pembunuh ayahmu itu"

   "Ah, Li kong-cu, saya akan berterima kasih sekali kalau kau suka memberi petunjuk kepada saya" kata Han Sin.

   "Tolonglah, Li kong-cu" Cu Sian juga memohon "Sin-ko sudah jauh-jauh dari selatan pergi ke sini, kasihan kalau dia tidak mendapatkan petunjuk"

   Li Si Bin tersenyum dan memandang Cu Sian dengan kagum "Aku kagum kepadamu, saudara Cu Sian. Kau seorang pemuda yang tampan dan gagah sekali, juga ternyata merupakan seorang sahabat yang setia dan baik. Begini, saudara Han Sin, setelah kau tiba disini, sebaiknya kalau kau melakukan penyelidikan di tempat dimana dahulu terjadi pertempuran yang mengorbankan nyawa ayahmu itu. Banyak suku-suku mongol berada di daerah utara itu, akan tetapi pada data ini, yang menguasai daerah itu adalah suka Yakka. Mereka juga ikut bertempur melawan pasukan pasukan Sui pada waktu itu, siapa tahu dari mereka kau bias memperoleh keterangan. Sekarang suku Yakka itu bersikap baik dan tidak pernah mengganggu, bahkan terdapat jalur yang menghubungkan para pedagang yang menuju ke sana. Aku tahu bahwa para pimpinan suku Yakka yang tua-tua semua mengenal nama mendiang ayahmu dan mengangguminya. Akan saya perhatikan nasihat Li kong-cu ini. Apakah masih terdapat petunjuk lain?"

   "Masih ada dua cara, sepanjang yang aku dengar, mendiang Panglima Cian Kauw Cu adalah seorang yang memperoleh kedudukan tertinggi dalam pasukan, menjadi sahabat mendiang Kaisar Yang Chien dan merupakan tangan kanan beliau. Hal ini mungkin saja menimbulkan iri hati kepada para tokoh perjuangan lainnnya sehingga sangat boleh jadi ayahmu itu terbunuh oleh usaha perebutan kedudukan. Maka kau dapat melakukan penyelidikan diantara para panglima dan perwira kerajaan. Dan Kenyataan kedua adalah bahwa sewaktu muda, menurut yang ku dengar, ayahmu adalah seorang pendekar kang-ouw. Dengan sendirinya ayahmu tentu mempunyai banyak musuh dari kalangan sesat, maka dapat juga kau melakukan penyelidikan di dunia kang-ouw. Nah, hanya itulah yang dapat aku bantu"

   Han Sin merasa kagum dan senang sekali. Sungguh seorang pemuda yang bijaksana sekali Li Si Bin ini, memiliki pandangan yang tajam dan tepat. Dia cepat mengangkat kedua tangannya memberi hormat "Sungguh tepat semua nasihat kong-cu. Saya tentu akan melaksanakan semua petunjuk itu"

   "Ahh, Saudara Han Sin terlalu memuji. Aku akan ikut merasa gembira kalau kau dapat menemukan siapa pembunuh ayahmu yang curang itu dan mendapatkan kembali pedang pusaka ayahmu"

   "Li Kong-cu sungguh seorang yang amat cerdas dan bijaksana. Sekarang aku baru mengerti mengapa rakyat Shansi menyangjung-nyanjungmu" kata Cu Sian.

   Dua orang pemuda itu lalu berpamit dan mereka meninggalkan kota Taigoan menuju ke utara. Setelah melihat sepak terjang Cu Sian ketika bertanding melawan pemuda bernama Bong Sek Toan itu, Han Sin lebih percaya bahwa Cu Sian memiliki kepandaian yang cukup untuk menjaga dan melindungi diri. Dia tidak merasa khawatir lagi dan mereka melakukan perjalanan ke utara dengan gembira. Tidak mungkin bagi Han Sin untuk tidak terbawa gembira melakukan perjalanan bersama Cu Sian yang selalu lincah dan riang itu.

   ***

   Jalan yang dilalui para pedagang yang membawa barang dagangan dari daerah utara ada dua jalur. Kalau para pedagang itu membawa dagangan ke utara, mereka melalui jalan darat yang melalui jalan darat yang melalui bukit-bukit. Akan tetapi kalau mereka membawa dagangan dari utara, mereka lebih suka mempergunakan jalan air Sungai Huang-ho yang mengalir ke selatan.

   Baik jalan melalui darat maupun melalui sungai, sama saja resikonya. Kadang muncul perampok atau bajak sungai yang mengganggu para pedagang itu. Maka, biasanya rombongan pedagang itu membayar piauw-su (pengawal barang) untuk melindungi mereka dari gangguan penjahat. Tentu saja terdapat semacam permusuhan diantara para piauw-su dan para penjahat itu. Akan tetapi akhir-akhir ini mereka menempuh jalan damai. Para gerombolan itu tidak lagi mengganggu rombongan para pedagang asal saja mereka di beri imbalan sebagai "pajak jalanan" Para piauw-su tentu saja lebih suka kehilangan sebagian dari penghasilan mereka untuk diberikan kepada penjahat-penjahat itu daripada mereka harus bertempur. Demikian pula para penjahat itu, lebih baik menerima imbalan dari mereka yang lewat. Pertempuran hanya akan merugikan kedua pihak, ada yang luka-luka, bahkan tidak jarang ada kematian diantara mereka.

   Pada suatu pagi yang cerah serombongan orang menunggang kuda melewati jalan yang sunyi iyu. Mereka terdiri dari belasan orang yang dari pakaiannya menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang suku Yakka Mongol. rata-rata bertubuh ramping kokoh menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang kuat yang biasa bergerak atau bekerja keras. Yang menunggang kuda terdepan adalah dua orang gadis berusia tujuhbelas dan dua puluh tahun. Mereka berpakaian indah, baju dan topi dari bulu dan wajah mereka cantik sekali. Akan tetapi dilihat dari sikap mereka menunggang kuda, dapat diketahui bahwa dua orang gadis ini juga sudah biasa menunggang kuda dan bertubuh kuat. Hal ini tidaklah aneh karena para wanita yakka juga biasa melakukan pekerjaan kasar, rata-rata pandai berburu binatang mempergunakan anak panah, tombak maupun pedang bengkok model Turki. Dua orang gadis itu adalah kakak beradik, puteri ketua suku Yakka. Ayah mereka adalah kepala suku Yakka yang terkenal karena kuat dan pandai memimpin sukunya, bernama Tar-sukai. Adapun dua orang puterinya itu, yang pertama bernama Loana, berusia duapuluh tahun, sedangkan yang kedua bernama Hailun, berusia tujuhbelas tahun.

   

Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 11 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 15 Asmara Si Pedang Tumpul Eps 8

Cari Blog Ini