Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Hitam 8


Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 8




   "Ah, kalian ini mau apa?" tanya Han Sin dengan sikap tenang.

   "Kau mata-mata Kwi-to-pang" bentak seorang diantara para pengepung itu.

   Han Sin tertawa "Ha-ha-ha, apa yang kalian maksudkan? Aku tidak mengerti segala macam Kwi-to-pang atau Perkumpulan setan manapun"

   "Kau hendak melawan?" seorang menodongkan pedangnya.

   Han Sin memang tidak ingin bermusuhan dengan mereka. Dia mengangkat kedua tangan ke atas dan menggeleng kepala "Ah, tidak. Siapa mau melawan?"

   "Kalau begitu menyerahlah. Kau harus kubawa menghadap pimpinan kami"

   "Boleh. Aku memang tidak mempunyai kesalahan apapun" Han Sin lalu di todong dan di giring memasuki lapangan. Tentu saja semua orang memandang penuh perhatian ketika seorang pemuda di giring masuk lapangan rumput oleh sepuluh orang anggota Huang Ho Kwi pang itu.

   Han Sin dipaksa duduk di atas rumput menghadap tiga orang ketua itu dan seorang diantara penawannya berkata "Lapor, pangcu. Kami mendapatkan orang ini melakukan pengintaian di atas pohon"

   Hek mo ko memandang kepada Han Sin penuh selidik, dari kepala sampai ke kaki, dan dia membentak "Kau mata-mata Kwi-to-pang yang mengintai kami?"

   Han Sin menggeleng kepalanya "Sama sekali bukan"

   "Haiii. Dia ini penunggang kuda yang kita susul di perjalanan tadi" seru Su Ciong Kun.

   "Benar" jawab Han Sin "Memang tadi kalian menyusul dan melewati aku"

   "Apa maksudnya kau berada di sini dan mengintai dari atas pohon? Jawab yang betul atau kami akan membunuhmu" bentak Hek-mo-ko.

   "Aku sedang melakukan perjalanan menuju ke Tai-goan. Karena daerah ini amat sepi dan aku merasa kesepian, ketika kalian melewati aku tadi, aku bermaksud untuk menyusul agar dapat melakukan perjalanan ini bersama kalian dan tidak kesepian. Akan tetapi kalian berhenti di hutan ini dan akupun berhenti agak jauh dari sini menanti kalian berangkat lagi. Karena lama kalian tidak berangkat, aku lalu naik ke pohon untuk melihat apa yang terjadi"

   "Dan apa yang kau lihat?" bentak Hek-mo-ko, mulai percaya kepada keterangan Han Sin karena dia agaknya dapat membedakan antara orang yang menjadi anggota gerombolan penjahat atau rakyat biasa.

   "Aku melihat bahwa kalian bersiap"siap untuk bertempur dengan gerombolan yang di sana itu" Han Sin menuding ke utara "Aku melihat pula dua orang dari mereka mati keracunan dan empat orang dari kalian terbunuh"

   Gu Ma It yang berewokan berkata "Twa-suheng, untuk apa banyak bicara dengan orang ini? Mata-mata atau bukan, bunuh saja agar tidak merepotkan"

   "Jangan, jangan bunuh aku. Apa untungnya kalian membunuhku? Dan aku bersumpah tidak ada sangkut pautnya dengan gerombolan yang di sana itu. Aku tidak ingin bermusuhan dengan siapapun" kata Han Sin sungguh-sungguh, bukan karena takut melainkan karena dia tidak ingin bermusuhan dengan gerombolan ini.

   "Hemmm, bocah ini bukan anggota gerombolan biasa" berkatka Hek-mo-ko.

   "Mungkin dia berguna bagi kita. Sebaiknya kita tahan saja dia. Jaga dia baik-baik jangan sampai meloloskan diri. Dan kau, orang muda, awas kau. Sekali kau berusaha melarikan diri kau akan kami bunuh"

   Akan tetapi Han Sin sudah tidak begitu memperhatikan lagi soal lain karena saat itu perhatiannya tertarik ke sebelah kiri, ke arah sebatang pohon besar. Di atas cabang pohon itu dia melihat seorang berjongkok nongkrong di atas cabang sambil cengar-cengir, dan orang ini bukan lain adalah Cu Sian, si pengemis remaja. Tentu saja Han Sin merasa khawatir bukan main. Orang-orang ini adalah orang-orang kasar yang biasa melakukan kekerasan dan agaknya mereka ini lihai, terutama sekali tiga orang pimpinan itu. Dan sekarang Cu Sian muncul. Dan apa lagi yang akan diperbuat oleh pemuda remaja yang nakal itu kalau tidak membuat ulah dan kekacauan?.

   "Ha-ha-ha. Huang-ho Kwi-pang yang memiliki tiga orang pemimpin dan kelihatan kuat ini, ternyata hanya kulitnya saja yang nampak kokoh, padahal disebelah dalam keropos dan rapuh, jerih menghadapi Kwi-to-pang"

   Semua orang terkejut dan menengok ke arah suara itu dan baru sekarang mereka melihat pengemis muda itu duduk nongkrong di atas cabang pohon. Diam-diam tiga orang pimpinan Huang-ho Kwi-pang terkejut. Bagaimana bocah jembel itu dapat tiba-tiba berada di pohon yang begitu dekat dengan mereka tanpa mereka ketahui sama sekali? Mereka bertiga adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tingkat tinggi, di tambah tiga puluh orang anggota yang bersikap waspada, namun tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui adanya pengemis muda itu. Padahal dia berada di pohon yang paling dekat dengan lapangan rumput itu. Sedangkan Han Sin yang berada di pohon yang lebih jauh saja dapat diketahui dan di tangkap.

   Akan tetapi mendengar ucapan pemuda remaja itu yang mengejek, Kwi-to-pang yang dikatakannya rapuh, tiga orang pimpinan itu menjadi marah dan merasa di hina. Su Ciong Kun, pemimpin nomor tiga yang tubuhnya tinggi kurus mukanya seperti tengkorak itu membentaknyaring "Heii, bocah gila. Berani kau menghina kami?"

   Dengan kaki yang tadinya berjongkok itu kini di turunkan dan di goyang-goyang, Cu Sian tersenyum dan berkata.

   "Eh, muka tengkorak, siapa menghina? Aku tadi bilang apa?"

   "Bahwa kami keropos dan rapuh di sebelah dalam" kata Su Ciong Kun dengan marah.

   "Ha-ha-ha, bukankah sekarang kau sendiri yang mengatakan bahwa kalian keropos dan rapuh? Bukan aku yang berkata, melainkan kau sendiri"

   Su Ciong Kun merasa dipermainkan. Dia menjadi semakin marah dan mengamangkan tinju ke arah pengemis muda itu" Bocah setan, turunlah kau, kalau tidak, akan ku seret kau"

   "Wah, tidak usah repot-repot. Tidak perlu kau membantuku turun, aku dapat turun sendiri" Berkata demikian, Cu Sian lalu melompat turun dari atas cabang pohon ke atas tanah.

   "Ke sinilah kau untuk mempertanggung jawabkan ucapanmu tadi atau kami akan menggunakan kekerasan" kata pula Su Ciong Kun yang melihat pengemis muda itu masih berada di luar lingkaran yang telah di sebari racun itu.

   "Baik, aku akan ke situ. Kau kira aku takut menghadapi kalian semua?" Dan dengan sikap gagah diapun melangkah maju.

   "Sian-te...... Berhenti jangan maju lagi. Tempat itu telah di sebari racun berbahaya" Han Sin berteriak memperingatkan.

   Akan tetapi pemuda remaja itu tidak mundur, bahkan terus sambil tersenyum "Orang-orang Kwi-to-pang boleh jadi takut racun yang disebar di sini, akan tetapi aku tidak" Dan dengan kedua tangannya, dia menguak semak-semak belukar yang menghalangi jalannya. Han Sin terbelalak penuh kekhawatiran dan orang-orang Huang-jo Kwi-pang sudah tersenyum-senyum karena mereka yakin bahwa pemuda yang kurang ajar itu tentu akan roboh tewas. Mereka itu kecelik karena ternyata Cu Sian dapat lewat dengan selamat. Walaupun kedua tangannya tersentuh daun-daun yang di sebari racun, akan tetapi agaknya dia tidak merasakan apa-apa. Dengan langkah lebar setelah memasuki lapangan rumput, ia menghampiri para pimpinan Huang-ho Kwi-pang.

   Tentu saja kini bukan hanya Han Sin yang terheran-heran. Tiga orang ketua Huang-ho Kwi-pang juga terheran-heran. Akan tetapi kalau Han Sin merasa heran bercampur girang. Sebaliknya tiga orang pemimpin Huang-ho Kwi-pang itu merasa heran dan terkejut bukan main. Bagaimana mungkin ada orang yang menyentuh daun-daun yang disebari racun itu tanpa keracunan? Pengemis itu masih masih begitu muda, mungkinkah dapat memiliki kesaktian sehingga dapat menolak daya racun itu? Akan tetapi setelah Cu Sian tiba dihadapan mereka, barulah semua orang tahu mengapa pemuda remaja itu tidak keracunan. Ternyata kedua tangannya itu memakai sepasang sarung tangan yang tipis dan warnanya sama dengan kulitnya sehingga sepintas lalu dia seperti tidak memakai sarung tangan.

   Su Ciong Kun, orang ketiga dari tiga orang ketua Huang-ho Kwi-pang itu semakin heran ketika tiba-tiba Cu Sian membungkuk, mengambil tanah dan menggosok-gosok kedua tangan yang bersarung itu dengan tanah. Bagaimana bocah itu tahu bahwa penawar racun itu adalah tanah? Setelah di gosok-gosok dengan tanah, maka racun yang menempel pada sarung tangan itu akan punah kekuatannya. Dengan gerakan yang tenang seperti orang memandang rendah, Cu Sian berkata "Huh, segala macam racun tikus dipergunakan untuk menjebak orang" Ia lalu melepaskan sepasang sarung tangan itu dan memasukkannya ke dalam saku baju hitamnya yang longgar. Juga dia hanya melirik satu kali ke arah Han Sin dan selanjutnya tidak mengacuhkannya.

   Hek-mo-ko melangkah maju menghadapi pemuda pengemis itu. Melihat pemuda itu berani melewati garis yang disebari racun tanpa keracunan, dan pemuda itu bahkan berani menghadapi mereka dengan sikap yang demikian tenang, dia bersikap hati-hati karena dapat menduga bahwa pemuda itu tentu bukan orang sembarang saja.

   "Hei, orang muda. Siapakah kau dan apa maksudmu datang ke sini memandang rendah kepada kami"

   "Aku she Cu bernama Sian. Aku sama sekali tidak memandang rendah kepada kalian. Akan tetapi aku memiliki kebiasaan untuk mengatakan apa adanya. Kalian merasa jerih kepada orang-orang Kwi-to-pang di sana itu, siapa yang tidak tahu? Kalau kalian hanya bersembunyi di sini berlindung kepada pagar racun, lalu kapan kalian dapat menghancurkan Kwi-to-pang?"

   "Hemmm, kalau menurut pendapatmu bagaimana yang seharusnya kami lakukan?" Hek-mo-ko bertanya.

   "Ha-ha-ha, aku siap membantu Huang-ho Kwi-pang, dengan satu syarat, yaitu kalian harus menaati semua perintah dan petunjukku. Bagaimana? Aku tanggung kalian akan dapat membasmi Kwi-to-pang dan menguasai daerah lembah Huang-ho"

   Tiga orang pimpinan gerombolan itu saling pandang dan mengerutkan alisnya. Menaati perintah seorang pengemis muda? Tentu saja mereka tidak dapat menyetujinya, apalagi mereka belum melihat sampai dimana kelihaian pemuda itu.

   "Bocah sombong" teriak Cu siong Kun sambil meloloskan rantai bajanya. Rantai dari baja itu sepanjang satu setengah meter, besar dan berat.

   "Kau anggap kau ini siapakah berani berlagak sombong untuk memerintah kami? Coba ingin ku lihat apakah kau mampu menandingi rantai bajaku ini"

   Setelah berkata demikian Su Ciong Kun mengayun dan emutar-mutar rantai bajanya.

   "Wirrr.... wirrrrr" Rantai baja itu mengeluarkan bunyi mendesir ketika menyambar ke arah kepala Cu Sian. Han Sin terkejut dan khawatir melihat serangan yang hebat itu dan diam-diam dia sudah siap siaga untuk menolong sekiranya pemuda remaja itu terancam bahaya. Akan tetapi dengan gerakan ringan saja, Cu Sian telah dapat mengelak dan menghindarkan diri dari sambaran rantai baja itu. Akan tetapi Su Ciong kun memang lihai. Rantai baja yang luput menyambar kepala itu sudah membalik dan sekali ini menyambar ke arah pinggang Cu Sian. Pemuda remaja ini menggerakkan tongkat bambunya menangkis. Tangkisan dari samping itu hanya membuat sambaran rantai itu menyimpang dan secepat kilat tongkat itu sudah di gerakkan menusuk kearah siku kanan Su Ciong Kun.

   "Tuk-tuk" Dua kali ujung tongkat menotok dan terdengar Su Ciong Kun mengeluh dan rantai di tangannya terlepas. Dia melompat ke belakang dengan mata terbelalak. Melihat ini, Gu Ma It menerjang maju dan pedangnya sudah menyambar ke arah leher Cu Sian. Cepat bukan main sambaran pedang itu dan terdengar bunyi berdesing saking kuatnya tenaga yang menggerakkan pedang.

   "Siinggg.... Takkkk" Pedang itu terpukul dari samping oleh tongkat bambu sehingga menyeleweng dan tidak mengenai sasaran. Sebaliknya, Cu Sian sudah membalas dengan tusukan tongkatnya ke arah jalan darah di tubuh lawan. Akan tetapi Gu Ma It dapat mengelak dan menangkis dengan pedangnya. Sebetulnya, tingkat kepandaian Gu Ma It tidak berselisih jauh dengan tingkat kepandaian Su Ciong Kun. Kalau tadi dalam beberapa gebrakan saja Su Ciong Kun dapat dikalahkan oleh Cu Sian, hal ini adalah karena Su Ciong Kun memandang rendah kepada pemuda remaja itu. Berbeda dengan Gu Ma It yang sudah melihat adiknya kalah dan sudah maklum bahwa pemuda pengemis itu lihai sekali maka dia berhati-hati dan tidakmemandang rendah. Kini Gu Ma It memutar pedangnya. Dan melakukan serangan bertubi. Namun gerakan Cu Sian amat lincahnya. Tubuhnya berkelebat seperti seekor burung walet saja. Jug apemuda remaja itu memainkan tongkatnya dengan ilmu tongkat yang di warisinya dari kakeknya.

   Selagi dua orang ini saling serang dengan hebatnya, tiba-tiba Hek-mo-ko berseru keras" Tahan senjata. Hentikan perkelahian" Dan dia sudah melompat ke depan dan tongkat bajanya menghadang diantara kedua orang yang sedang bertanding itu sehingga keduanya melompat ke belakang.

   "Twa-suheng, aku belum kalah.." Gu Ma It membantah suhengnya.

   "Ji-sute, biar aku sendiri yang menghadapi sobat muda ini" kata Hek-mo-ko yang kemudian menghadapi Cu Sian sambil berkata dengan suara mengandung keherannan "sobat, aku ingin sekali merasakan hebatnya ilmu tongkatmu"

   "Majulah" tantang Cu Sian "Aku tidak mencari permusuhan dengan kalian. Akan tetapi bukan berarti aku takut. Setiap tantangan akan kulayani"

   Para anggota Huang-ho Kwi-pang memandang dengan penuh perhatian. Tidak mereka sangka sama sekali bahwa pengemis muda itu sedemikian lihainya. Bukan saja mengalahkan Su Ciong Kun dengan mudah dan dapat menandingi Gu Ma It, bahkan kini berani menyambut tantangan Hek-mo-ko. Han Sin juga menonton dengan hati tegang. Akan tetapii kini dia tidak begitu khawatir lagi karena ternyata Cu Sian bukan hanya berlagak, melainkan benar-benar memiliki kelihaian. Apa lagi dia dapat mengetahui dari sikap dan kata-kata Hek-mo-ko bahwa orang pertama dari pimpinan Huang-ho Kwi-pang ini tidak marah, melainkan heran terhadap Cu Sian.

   "Sobat muda, sambut serangan tongkatku" dia membentak dan mulai membuka serangannya dengan gerakan tongkat ke depan, ujung tongkat tergetar menjadi banyak dan meluncur ke arah dada pemuda remaja itu. Akan tetapi Cu Sian dengan sigap menyambut serangan itu dengan lompatan ke kiri dan memutar tongkatnya menangkis, kemudia diapun membalas dengan totokan tongkatnya ke arah lutut lawan. Hek-mo-ko melompat ke kanan untuk menghindar serangan balasan itu. Kemudian tongkat bajanya yang berat dan panjang sudah membuat gerakan melingkar untuk menyapu kedua kaki Cu Sian.

   "Bagus" Cu Sian berseru dan meloncat tinggi sehingga sapuan tongkat baja itu tidak mengenai kakinya. Dari atas dia menggerakkan tongkat bambunya menotok ke arah ubun-ubun kepala Hek-mo-ko. Serangan ini amat berbahaya bagi lawan dan Hek-mo-ko agaknya mengerti akan hebatnya serangan ini. Dia berserunyaring dan menggerser kakinya sehingga tubuhnya mengelak ke belakang dan serangan Cu Sian itu luput. Mereka saling serang dengan serunya dan yang terheran-heran kini adalah Han Sin yang mengikuti setiap gerakan mereka. Penglihatan Han Sin yang tajam dan terlatih itu dapat menangkap persamaan jurus-jurus kedua orang itu. Biarpun gerakan jurus-jurus kakek tinggi besar bermuka hitam itu mempunyai perkembangan yang berbeda, namun pada dasarnya kedua orang itu memainkan ilmu tongkat yang sama. Akan tetapi jelas kelihatan olehnya bahwa kalau Hek-mo-ko memiliki tenaga yang lebih kuat, Cu Sian memiliki ginkang yang lebih sempurna sehingga pemuda pengemis itu selalu dapat menghindarkan diri dengan cekatan, dan serangan-serangan balasannya membuat kakek itu kewalahan.

   Agaknya Hek-mo-ko juga maklum akan persamaan ilmu tongkat itu, maka dia menangkis tongkat bambu yang menusuk ke arah matanya lalu melompat ke belakang sambil berserunyaring "Tahan senjata"

   Cu Sian menghentikan serangannya dan pemuda inipun memandang lawannya dengan heran dan alis berkerut.

   "Sobat muda, darimana kau mempelajari Ta-houw-tung (Tongkat pemukul harimau)?" Hek-mo-ko bertanya sambil melintangkan tongkatnya ke depan dada.

   "Hemmm, kau seorang perampok dari mana kau mencuri Ta-houw-tung ilmu tongkat keluarga kami?" Cu Sian juga menegur dan melintangkan tongkat bambunya di depan dada, gerakannya persis sama dengan gerakan tongkat Hek-mo-ko.

   Mendengar pemuda ini menyebut ilmu tongkat Ta-houw-tung sebagai ilmu tongkat keluarganya, Hek-mo-ko makin terherandan mengamati wajah Cu Sian penuh perhatian.

   Kemudian dia berkata dengan penuh penasaran "Aku Hek-mo-ko tidak mencuri ilmu tongkat. Ilmu ini sudah kupelajari sejak aku muda, menjadi murid dan tokoh Hek I Kaipang di cabang utara"

   "Aha, aku tahu sekarang siapa kau" kata Cu Sian sambil tersenyum "Kau tentulah paman Coa Gu yang dahulu menjadi wakil ketua Hek I Kaipang cabang utara lalu dikeluarkan karena karena melanggar peraturan"

   Hek-mo-ko tertegun mendengar ini karena dia memang bernama Coa Gu. Kurang lebih duapuluh tahun yang lalu dia masih menduduki jabatan wakil ketua dari Hek I Kaipang. Karena dia melakukan pelanggaran, maka oleh Ketua Hek I Kaipang pusat di Tiang-an dia dikeluarkan dari Perkumpulan pengemis.

   Setelah mengingat-ingat, diapun menghela napas dan berkata "Orang muda, aku sekarangpun dapat menduga siapa kau. Kau bernama Cu Sian. Nama margamu sama dengan guruku yang dahulu terkenal dengan sebutan Cu Lokai, ketua pusat Hek I Kaipang di Tiang-an. Aku teringat bahwa guruku itu mempunyai seorang putera bernama Cu Kak yang tidak setuju dengan penghidupan sebagai pengemis. Cu Kak bahkan keluar, menjauhkan diri dari Hek I Kaipang. Tentu kau in putera dari Cu Kak, bukan?"

   "Tepat sekali, Paman Coa Gu" kata Cu Sian.

   "Bagus" Hek-mo-ko Coa Gu menoleh dan berkata kepada dua orang saudaranya "Ternyata orang muda ini adalah keluarga sendiri. Dan dia telah datang, tentu untuk membantu kami membinasakan Kwi-to-pang"

   "Tidak, Paman Coa Gu. Aku tidak membantu kalian dalam permusuhan kalian dengan Kwi-to-pang. Aku memang mempunyai permusuhan pribadi dengan Kwi-to-pang. Kwi-to-pang dan ketuanya telah membunuh ayahku dan menyebabkan kematian Ibuku. Aku harus membasmi mereka dan kebetulan kalian juga memusuhi mereka. Kita dapat bekerjasama"

   "Bagus, kita dapat bekerjasama kalau begitu"

   "Akan tetapi kalau paman dan anak buah paman hanya bersembunyi saja di sini, bagaimana kita dapat menghancurkan Kwi-to-pang?"

   "Lalu apa yang harus kita lakukan? Mereka telah mengatur persiapan di sana dan kita tidak tahu perangkap apa yang mereka pasang untuk menghadapi kita"

   "Harus ada seseorang yang pergi ke sana, menemui mereka dan mempelajari keadaan dan kedudukan mereka" kata Cu Sian.

   "Akan tetapi hal itu berbahaya sekali" seru Hek-mo-ko" Mereka telah memasang baris pendam di mana-mana. Bahkan empat orang anggota kami yang mengirim dua mayat anak buah mereka terhadang di dalam perjalanan dan semua tewas"

   "Aku tahu dan aku sendiri melihatnya tadi. Akan tetapi kalau aku yang pergi ke sana, jangan harap mereka akan dapat menangkap aku" ucapan yang sombong ini membuat Han Sin mengerutkan alisnya. Akan tetapi dia tidak mau mencampuri urusan mereka, maka diapun diam saja dan hanya mendengarkan.

   "Hek-mo-ko nampak girang bukan main" Bagus. Kalau kau sendiri yang mau pergi menyelidiki, kita pasti berhasil dan menang"

   "Akan tetapi aku baru mau membantu kalian kalau dua syaratku di penuhi. Pertama kalian baru boleh menyerbu kalau sudah ku beri isyarat. Dan kedua, sebelum aku pergi menyelidik keadaan musuh, pemuda yang kalian tawan itu harus di bebaskan lebih dulu. Dia adalah seorang sahabatku" Cu Sian menuding ke arah Han Sin yang masih duduk di jaga oleh beberapa orang anak buah itu.

   "Ah, tentu saja kami setuju. Pemuda itu kami tangkap karena kami mencurigai dia sebagai mata-mata Kwi-to-pang. Akan tetapi kalau dia itu sahabatmu berarti diapun orang sendiri dan sekarangpun dia boleh bebas"

   Mendengar ini, Cu Sian lalu menghampiri Han Sin dan dengan sikap menertawakan dia berkata "Nah, Sin-ko, sekarang kau bebas dan boleh pergi kemana kau suka. Akan tetapi kenapa kau berada di sini sehingga di curigai dan di tangkap?"

   Han Sin tersenyum. Dari sikapnya, tahulah dia bahwa sahabatnya itu hendak mengatakan bahwa tanpa sahabatnya itu, tentu dia akan celaka.

   "Terima kasih, Sian-te. Aku hanya kebetulan saja berada di sini, tidak bermaksud apa-apa. Akan tetapi aku di curigai dan di tangkap"

   "Hemmm, memang begitulah keadaannya. Dimana-mana terdapat bahaya mengancam. Kalau tidak pandai-pandai menjaga diri, bisa bertemu bahaya dan celaka"

   "Aku akan menjaga diri baik-baik, Sian-te. Nah, aku pergi saja sekarang" Han Sin bangkit berdiri.

   "Apakah kau tidak mau menanti saja sampai aku membereskan urusanku ini kemudian kita melakukan perjalanan bersama?" Cu Sian mendesak lagi.

   "Tidak, terima kasih, Sian-te. Aku tidak mau merepotkanmu" jawab Han Sin dan segera dia meninggalkan tempat itu.

   Cu Sian kelihatan kecewa sekali, akan tetapi diapun tidak memaksa dan hanya memandang sahabatnya itu pergi sampai lenyap di balik pohon-pohon.

   Hek-mo-ko dan kawan-kawannya memandang heran. Bagaimana seorang pemuda yang lihai seperti Cu Sian dapat bersahabat dengan pemuda tolol seperti Cian Han Sin? Hek-mo-ko yang melihat Cu Sian masih termenung memandang ke arah lenyapnya pemuda tawanan tadi, segera berkata "Cu-sicu, apakah yang akan kita lakukan sekarang?"

   Cu Sian seperti baru sadar dari lamunannya "Kita menanti sampai matahari condong ke barat. Aku akan menjadi pelopor dan jalan di depan. Kalian menikuti aku sambil bersembunyi, jangan terlalu dekat. Semua rintangan dalam perjalanan itu akan ku hadapi sendiri. Baru kalau perlu aku akan memberi isyarat dan kalian boleh maju membantu. Kalau tidak ada isyarat, kalian diam saja dan biarkan aku sendiri mangatasi rintangan.

   Setelah tiba di perkemahan orang-orang Kwi-to-pang, aku akan masuk dan menemui para pimpinannya. Kalian mengepung sambil bersembunyi dan kalau aku sudah memberi isyarat dengan terbakarnya sesuatu di sana, kalian boleh menyerbu masuk. Aku akan membikin kacau di sana sehingga orang-orang kwi-to-pang yang sedang panik oleh pengacauanku tidak mempunyai banyak kesempatan untuk membela diri ketika kalian menyerbu.

   Tiga orang pimpinan itu mengangguk-angguk. Suatu rencana yang amat berani dan amat membahayakan keselamatan pemuda itu, akan tetapi karena yang merencanakan Cu Sian, merekapun hanya mengangguk setuju.

   ***

   Kwi-to-pang (Perkumpulan Golok Setan) adalah perkumpulan perampok dan bajak sungai yang merajalela di sepanjang lembah Huang-ho sejak puluhan tahun yang lalu. Yang menjadi ketuanya adalah seorang laki-laki berusia lima puluh tahun yang bertubuh tinggi besar. Mukanya penuh brewok dan bernama Ban Koan, seperti juga para ketua dahulu yang menurunkan kedudukan itu dari guru ke murid, Ban Koan juga seorang yang ahli dalam ilmu silat golok besar dan diapun memakain julukan Sin-to-kwi (Setan Golok Sakti). Dia mewarisi kedudukan ketua dari gurunya yang ketika hidupnya juga merupakan seorang datuk yang lihai ilmu silatnya. Gurunya itu berjuluk Sin-to-kwi-ong (Raja Setan Golok Sakti).

   Munculnya perkumpulan Huang-ho Kwi-pang di lembah Huang-ho bagian utara itu tentu saja di anggap sebagai pihak yang hendak merebut wilayah kekuasaan kwi-to-pang. Beberapa kali terjadi bentrokan antara anak-anak buah mereka. Maka para pimpinan masing-masing lalu mengajukan tantangan untuk memperebutkan wilayah yang subur bagi mereka itu. Banyak rombongan pedagang berlalu lalang, baik melalui darat maupun melalui sungai sehingga keadaan mereka yang berkuasa di daerah itu menjadi makmur dengan adanya pembayaran "pajak" yang mereka kenakan pada para saudagar yang lewat.

   Demikianlah, pada hari itu Ban Koan muncul sendiri memimpin anak buahnya. Berbeda dengan dahulu, di waktu gurunya menjadi ketua, anak buah Kwi-to-pang sampai berjumlah duaratus orang, kini anak buahnya hanya sekitar lima puluh orang saja. Hal ini adalah keadaan pemerintahan yang kuat setelah berdirinya Kerajaan Sui yang di pimpin oleh Kaisar Yang Cien. Kaisar pertama Kerajaan Sui ini berusaha benar-benar untuk membasmi gerombolan penjahat, dan ketika pasukan pemerintah datang menyerbu, banyak anak buah Kwi-to-pang yang tewas dan banyak pula yang ketakutan dan mengundurkan diri. Yang masih bertahan hanyalah Ban Koan dan para pengikutnya berjumlah lima puluh orang.

   Pada hari yang di tentukan, kedua pihak sudah saling mendekati dan Kwi-to-pang membuat perkemahan di tepi sungai, sedangkan pihak Huang-ho kwi-pang membuat pertahanan di dalam hutan.

   Sin-to-kwi Ban Koan menjadi marah sekali ketika dua orang penyelidiknya tewas keracunan. Biarpun anak buahnya yang dia sembunyikan sebagai barisan pendam telah berhasil membunuh empat orang anak buah musuh, akan tetapi tetap saja dia merasa jerih untuk menyerbu setelah diketahuinya bahwa tempat pertahanan musuh itu disebari racun yang amat berbahaya.

   Dalam memimpin Kwi-to-pang, Ban Koan dibantu oleh adiknya sendiri yang bernama Ban Ki dan berjuluk Siang-to-kwi (Sepasang Golok setan). Ban Ki juga seperguruan dengan kakaknya, hanya bedanya kalau Ban Koan bersenjatakan sebatang golok yang besar dan berat, Ban Ki terkenal dengan senjatanya sepasang golok yang tipis dan ringan.

   Pada hari itu, setelah kematian dua orang anggotanya, Ban Koan dan Ban Ki hanya menunggu saja gerakan musuh. Mereka sudah memasang perangkap berupa anak panah yang menghadang di perjalanan mereka ke perkemahan mereka secara sembunyi.

   Setelah matahari naik tinggi dan mulai condong ke barat, muncullah Cu Sian mendekati tempat pertahanan Kwi-to-pang. Dia berjalan seenaknya dengan lenggang dan langkah panjang seolah dia sedang berjalan-jalan di dalam hutan itu. Tiba-tiba dari balik semak belukar berlompatan empat orang yang memegang sebatang golok besar. Empat orang itu bergerak cepat dan sudah mengepung Cu Sian.

   "Berhenti" bentak seorang diantara mereka "Siapa kau dan mau apa berkeliaran di sini"

   Cu Sian bersikap tenang saja "Apakah kalian anggota Kwi-to-pang? Aku ingin bertemu dengan ketua kalian"

   "Dia tentu mata-mata Huang-ho Kwi-pang" teriak orang kedua" Tangkap saja dia"

   Empat orang itu sudah menodongkan golok mereka "Hayo kau menyerah, atau kami menggunakan kekerasan"

   Cu Sian tersenyum mengejek "Aku ingin bertemu dengan ketua Kwi-to-pang. Aku tidak sudi menyerah kepada kalian dan kalau hendak menggunakan kekerasan, ingin aku melihat apa yang dapat kaulakukan kepadaku"

   "Keparat. Serang" teriak orang pertama dan empat batang golok sudah menyambar ke arah tubuh Cu Sian dan empat penjuru. Akan tetapi empat orang itu hanya melihat bayangan berkelebat dan serangan mereka luput. Cu Sian yang mempergunakan gin-kangnya melompat dan menghindar, kini tertawa dan empat orang itu cepat memutar tubuh mereka. Ternyata pemuda berpakaian seperti pengemis itu telah berada diluar kepungan dan melintangkan tongkat bambunya di depan dada sambil tertawa-tawa.

   Empat orang itu menjadi marah dan penasaran. Kembali mereka maju menyerang dengan golok besar mereka. Nampak sinar berkelebat ketika empat batang golok itu menyambar-nyambar. Akan tetapi dengan tenang Cu Sian menggerakkkan tongkat bambunya, mengelak dan menangkis, kemudian dengan gerakannya yang cepat tongkat bambunya menotok empat kali dan empat orang itupun berseru kaget ketika golok mereka terlepas dari tangan mereka yang mendadak menjadi lumpuh. Maklum bahwa pemuda itu terlalu lihai bagi mereka berempat, mereka lalu berlompatan dan berlari menuju kelompok mereka.

   Cu Sian tertawa dan melanjutkan langkahnya menuju ke perkemahan Kwi-to-pang. Akan tetapi tiba-tiba saja dari depan kanan kiri menyambar beberapa batang anak panah yang agaknya dilepas secara sembunyi oleh orang-orang yang berada dibalik batang pohon dan semak-semak. Empat batang anak panah itu dapat di elakkan dengan mudah oleh Cu Sian. Akan tetapi kembali anak panah menyambar. Cu Sian menjadi marah dan dengan tongkatnya yang di putar di bagian tubuhnya dia menangkis dan empat batang anak panah itu dapat di runtuhkan. Kemudian dia melompat cepat ke arah belakang semak-semak dan melihat empat orang melarikan diri. Kiranya empat orang itu bertugas menyerang pelanggar tempat itu dengan anak panah dan melihat betapa serangan mereka sia-sia, mereka menjadi jerih dan cepat pergi dari tempat persembunyian itu.

   Gerombolan yang di pimpin Hek-mo-ko dan kawan-kawannya, yang berindap-indap mengikuti Cu Sian, tentu saja melihat semua peristiwa itu dan mereka merasa gembira sekali menyaksikan betapa dengan amat mudahnya Cu Sian mengatasi itu. Diam-diam mereka terus mnegikuti Cu Sian dari jauh.

   Cu Sian terus melangkah maju menghampiri tempat pertahanan Kwi-to-pang. Tempat itu di kelilingi pohon bambu dan begitu dia mendekati pohon bambu, dari balik bambu itu berloncatan banyak orang dan tahu-tahu dia sudah di kepung oleh puluhan orang.

   Cu Sian berdiri dengan tenang dan memandang ke sekeliling. Akhirnya dia melihat munculnya seorang laki-laki berusia limapuluh tahun lebih. Laki-laki ini tinggi besar bermuka penuh brewok dan tangannya memegang sebatang golok besar. Jantung Cu Sian berdebar tegang melihat orang ini. Agaknya inilah orangnya yang dimaksudkan oleh para piau-su itu. Orang yang menjadi kepala perampok Kwi-to-pang, orang yang telah membunuh ayahnya. Di sebelah laki-laki yang bukan lain adalah Sin-to-kwi Ban Koan itu, berdiri adiknya, Ban Ki adalah seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun yang bertubuh jangkung kurus, mukanya yang kurus itu berbentuk meruncung seperti muka tikus, dan sepasang matanya bersinar kejam.

   "Orang muda, siapakah kau dan mau apa kau mencari ketua Kwi-to-pang?" bentak Ban Koan dengan suara mengguntur.

   "Namaku Cu Sian dan aku memang sengaja datang untuk bertemu dengan ketua Kwi-to-pang. Apakah kau yang menjadi ketua Kwi-to-pang?"

   Ban Koan memandang penuh perhatian. Tadi dia mendapat laporan bahwa seorang pemuda remaja hendak bertemu dengannya dan pemuda itu lihai bukan main, telah mengalahkan empat orang penjaga dan bahkan mampu menghindarkan diri dari serangan anak panah. Dia merasa heran. Pemuda ini masih remaja dan ternyata hanya seorang pengemis. Tentu bukan pengemis sembarangan, pikir Ban Koan. Dia menahan kemarahannya.

   "Hemmm, benar akulah Sin-to-kwi Ban Koan, ketua Kwi-to-pang dan ini adalah wakilku, juga adikku bernama Ban Ki dan berjuluk Siang-to-kwi"

   Mendengar ini, Cu Sian hampir tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Akan tetapi dia ingin mendapatkan kepastian "Ban-pangcu aku mendengar bahwa Kwi-to-pang berkuasa di daerah ini, di sepanjang Lembah Huang-ho selama puluhan tahun. Benarkah itu?"

   "Tidak salah. Kwi-to-pang menguasai wilayah ini sejak puluhan tahun yang lalu sampai sekarang " jawab Ban Koan dengan bangga. Karena dia menduga bahwa pengemis muda ini mungkin ada hubungan dengan Huang-ho Kwi-pang, maka dia menjawab untuk menjelaskan bahwa Kwi-to-pang lah yang berkuasa di situ sejak lama dan Huang-ho Kwi-pang merupakan pihak yang melanggar batas kekuasaanya.

   "Dan benarkah bahwa Kwi-to-pang merupakan perkumpulan perampok yang ganas dan jahat, bukan hanya suka merampok, akan tetapi juga tidak segan untuk membunuhi korbannya?"

   "Ha-ha-ha-ha" Sin-to-kwi Ban Koan tertawa bergelak sehingga perutnya yang besar terguncang. Melihat ketua mereka menertawakan pertanyaan itu, para anak buahnya juga tertawa sehingga ramailah keadaan di tempat itu" Kami yang berkuasa di wilayah ini, maka siapa saja yang lewat disini, harus tunduk akan peraturan kami. Mereka harus menyerahkan sebagian dari milik mereka kepada kami dan kalau mereka menolak dan melawan, tentu saja kami bunuh"
Sepasang mata Cu Sian berkilat. Tidak salah lagi, tentu orang ini yang telah menewaskan ayahnya" Ban-pangcu, karena mendengar itulah aku datang mencarimu. Kau kejam dan jahat, sudah merampok, membunuh pula. Aku datang untuk menantangmu bertanding, hendak ku lihat sampai dimana kehebatan golok setanmu"

   Sin-to-kwi Ban Koan membelalakan sepasang matanya yang sudah lebar itu, kemudian dia tertawa lagi, terbahak-bahak "Ha-ha-ha-ha. Kau.......? Anak kecil jembel kelaparan ini menantangku? Ha-ha-ha-ha"

   "Twa-ko, untuk membunuh bocah gila ini, tidak perlu kau turun tangan sendiri. Cukup sepasang golokku saja yang akan mencincang tubuhnya sampai hancur" kata Ban Ki sambil mencabut sepasang golok tipis itu dan mengamangkannya.

   "Aha, kau tikus kurus tidak perlu ikut campur" kata Cu Sian "Aku menantang Sin-to-kwi Ban Koan, kalau dia berani menandingiku barulah dia pantas menjadi kepala rampok. Akan tetapi kalau dia pengecut dan tidak berani, mengakulah saja dan aku akan menghadapi kau tikus kurus ini"

   Bukan main marahnya Ban Ki dimaki tikus kurus oleh seorang pengemis muda. Dia sudah memutar dua goloknya, akan tetapi kakaknya membentak "Mundurlah. Bocah bermulut lancang ini memang yang sudah bosan hidup. Biar aku sendiri yang membunuhnya" Setelah berkata demikian, ban Koan meloncat ke depan. Agaknya dia memandang rendah kepada lawannya, maka dia tidak mencabut goloknya melainkan menyerang dengan pukulan tangannya yang besar ke arah muka Cu Sian.

   Akan tetapi dengan mudah saja Cu Sian mengelak dengan menundukkan kepalanya sehingga pukulan itu lewat di atas kepalanya. Pemuda itu melangkah ke depan dan tangannya menghantam perut lawan. Ban Koan terkejut melihat kelincahan lawan. Cepat tangan kirinya menangkis dan terpaksa dia melangkah ke belakang dan ketika melihat pemuda itu menusukkan dua jari tangannya ke arah matanya, dia mengerahkan tenaga untuk menangkis. Dia mengharapkan tangkisan yang kuat itu akanmematahkan tulang lengan lawan, atau sedikitnya mendatangkan rasa nyeri.

   "Duukkk" Keduanya terdorong ke belakang dan kembali Ban Koan terkejut. Pemuda jembel itu ternyata memiliki tenaga yang kuat, dapat menandingi tenaganya. Dengan kemarahan yang mulai mendidih, dia menendang dengan kaki kirinya yang panjang dan kokoh. Namun Cu Sian dengan mudah mengelak dan tiba-tiba dia sudah menusukkan tongkat bambunya menotok ke arah pinggang lawan.

   "Aahhh" ban Koan terpaksa melempar tubuh ke belakang sehingga dia terjengkang, akan tetapi tubuh yang tinggi besar itu ternyata dapat bergerak gesit juga dan dia sudah berjungkir balik sekali ke belakang. Kini Ban Koan tidak berani memandang ringan dan dia tahu bahwa lawannya memang lihai sekali. Baru beberapa gebrakan saja tahulah dia bahwa dalam hal kecepatan gerakan, dan hal ini membahayakn dirinya. Juga dia tidak dapat mengharapkan tenaganya karena pemuda itupun memiliki tenaga yang kuat. Maka cepat dia menggerakkan tangan dan dia sudah memegang sebatang golok besar yang berkilauan saking tajamnya.

   Cu Sian yang merasa yakin dia berhadapan dengan pembunuh ayahnya. Sejak tadi sudah merasa seolah hatinya terbakar oleh dendam dan kebencian. Akan tetapi dia tidak mau membiarkan kemarahannya menguasainya. Dia tetap tenang dan maklum bahwa lawannya adalah seorang yang berbahaya, apalagi kalau sudah memegang goloknya. Kiranya tidak percuma orang itu berjuluk Sin-to-kwi (Setan Golok Sakti). Dia tetap tenang dan waspada. Dia yakin akan mampu menandingi musuh besar ini. Walaupun musuh besar ini telahmengalahkan dan membunuh ayahnya, akan tetapi dia merasa yakin bahwa sekarang tingkat kepandaiannya sudah jauh melampaui tingkat ayahnya dahulu.

   "Siinggg" Golok besar itu mengeluarkan bunyi mendesing ketika Ban Koan mengayunnya dalam bacokan dahsyat ke arah leher Cu Sian. Cu Sian menekuk kedua kakinya merendahkan tubuh sehingga golok itu menyambar di atas kepalanya dan kesempatan itu dia pergunakan untuk menyerang dada lawan dengan totokan. Ban Koan terkejut dan cepat tangan kirinya bergerakmenangkis tongkat lalu melompat mundur.

   
Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setelah terhindar dari totokan berbahaya itu, Ban Koan kembali menyerang. Goloknya bergerak cepat, golok yang besar dan berat itu seolah benda ringan sekali di tangannya. Golok itu lenyap bentuknya dan menjadi gulungan sinar putih yang menyilaukan membuat tubuhnya berkelebatan bagaikan seekor burung walet sehingga sukar sekali di serang. Juga serangan balasan Cu Sian tidak kalah hebatnya karena pemuda itu menyerang dengan totokan-totokan ke arah jalan darah yang mematikan.

   Pertandingan itu sungguh menegangkan. Golok di tangan Ban Koan itu berbahaya sekali, akan tetapi Cu Sian ternyata mampu menandinginya dengan kecepatan gerakannya. Mereka saling serang dan tubuh mereka berkelebatan ke sana sini. Sampai lima puluh jurus lebih belum juga ada yang roboh walaupun perlahan-lahan Cu Sian mulai dapat mendesak lawannya.

   Melihat kakaknya tidak mampu mengalahkan pemuda itu bahkan terdesak, Ban Ki menjadi penasaran dan marah. Bagi dia dan kakaknya, mereka tidak mengenal sifat kegagahan yang pantang melakukan pengeroyokan. Ban Ki berseru keras dan meloncat memasuki gelanggang perkelahian itu dengan sepasang goloknya. Tanpa peringatan lagi dia sudah menyerang Cu Sian dengan ganasnya. Cu Sian mengelak dengan cepat ketika sepasang golok itu menyambar ke arah tubuhnya.

   "Pengecut" bentaknya, namun kakak beradik itu tidak peduli dan segera mengeroyoknya. Bahkan anak buah Kwi-to-pang mulai mengepung dan mengancam dengan golok mereka untuk mengeroyok Cu Sian.

   Cu Sian terkejut sekali. Dia telah masuk perangkap, telah di kepung dan tidak mungkin meloloskan diri dari pengepungan puluhan orang itu. Mulailah dia merasa menyesal, karena dorongan dendam kebencian, dia lupa bahwa di berada di tengah-tengah gerombolan yang berbahaya. Saking marahnya berhadapan dengan pembunuh ayahnya dia langsung menantang. Padahal, seharusnya dia mencari kesempatan dulu untuk memberi isyarat kepada Huang-ho Kwi-pang yang saat itu tentu menanti-nanti isyaratnya. Kini dia telah terkepung, tidak sempat lagi memberi isyarat dan dia lalu nekat mengamuk, tubuhnya berkelebatan ke sana sini menghadapi pengeroyokan kakak beradik itu. Akan tetapi dia terdesak hebat karena dua orang lawannya adalah orang-orang yang ahli bermain golok. Beberapa kalinyaris tubuhnya terbacok golok. Cu Sian memaklumi keadaan bahaya ini, akan tetapi karena tidak melihat jalan keluar untuk meloloskan diri, dia lalu mengamuk dan membela diri sekuat mungkin.

   Pada saat yang amat gawat bagi keselamatan Cu Sian itu, tiba-tiba nampak sinar dan asap di susul teriakan banyak orang "Kebakaran. Kebakaran" Dan sebagian dari anak buah Kwi-to-pang berlarian untuk memadamkan sebuah tenda yang terbakar. Cu Sian merasa terheran-heran. Mestinya dia yang membuat api sebagai isyarat kepada orang-orang Huang-ho Kwi-pang. Akan tetapi siapapun penyebab kebakaran, hal itu menguntungkan bagi Cu Sian dan diapun mengamuk sehingga kedua orang lawan yang mengeroyoknya mundur. Apa lagi Ban Koan dan Ban Ki juga terheran-heran melihat adanya kebakaran.

   Selagi mereka meragu, terdengar sorak sorai dan puluhan orang Huang-ho Kwi-pang datang menyerbu. Terjadilah pertempuran yang hebat.

   Hek-mo-ko Coa Gu ketua Huang-ho Kwi-pang segera membantu Cu Sian yang di keroyok dua. Kini Cu Sian hanya melawan Ban Koan seorang, sedangkan Hek-mo-ko bertanding melawan Ban Ki Gu Ma It dan Su Ciong Kun, dua orang ketua yang lain dari Huang-ho Kwi-pang memimpin anak buah mereka menyerang orang-orang Kwi-to-pang. Terjadilah pertempuran mati-matian.

   Karena orang-orang Huang-ho Kwi-pang lebih banyak, mereka di pimpin oleh dua orang ketua itu, maka pihak Kwi-to-pang menjadi terdesak hebat. Sementara itu Cu Sian mendesak lawannya dengan sengit dan akhirnya, tongkat bambunya berhasil menotok dada Ban Koan. Sin-to-kwi Ban Koan berseru keras dan roboh terjengkang dan sebelum dia sempat membela diri, Cu Sian sudah mengirim dua kali totokan pada leher dan dadanya dan tewaslah Ban Koan tanpa dapat mengeluarkan suara lagi.

   Pertandingan antara Ban Ki dan Hek-mo-ko juga berlangsung sengit dan berimbang. Akan tetapi, ketika Ban Ki melihat kakaknya roboh dan tewas, permainan sepasang goloknya menjadi kacau dan kesempatan ini dipergunakan oleh Hek-mo-ko untuk menusuukan tongkat bajanya ke arah ulu hati Ban Ki. Siang-to-kwi Ban Ki terjengkang dan tewas karena tongkat baja itu telah menembus baju dan kulit dadanya.

   Melihat robohnya dua orang pimpinan mereka, sisa anak buah kwi-to-pang menjadi panik dan mereka lalu melarikan diri cerai berai. Hanya belasan orang saja diantara mereka yang dapat lolos. Selebihnya tewas dalam pertempuran itu.

   Hek-mo-ko Coa Gu, Gu Ma It dan Su Ciong kun bergembira bukan main karena kemenangan itu berarti bahwa kini merekalah yang menjadi penguasa tunggal di daerah lembah Huang-ho. Para anak buah Huang-ho Kwi-pang juga bersorak gembiara atas kemenangan itu. Cu Sian masih berdiri termenung memandangi mayat Ban Koan ketua Kwi-to-pang. Hatinya merasa terharu bahwa akhirnya dia mampu membalas kematian ayah ibunya, bahkan berhasil pula membantu Huang-ho Kwi-pang untuk membasmi gerombolan Kwi-to-pang yang dahulu merampok ayahnya.

   Dia masih termenung ketika Hek-mo-ko dan dua orang adiknya menghampiri dan mereka bertiga memberi hormat kepadanya. Hek-mo-ko berkata dengan gembira "Bantuan Cu-sicu sungguh tak ternilai harganya bagi kami"

   Seperti orang dalam mimpi karena masih termenung, Cu Sian berkata "Aku tidak membantu siapa-siapa, aku hanya ingin membalas kematian ayah ibuku"

   "Biarpun demikian, tanpa bantuan Cu-sicu, akan sukarlah bagi kami untuk memperoleh kemenangan. Kini kami telah menang dan mulai saat ini, yang menguasai Lembah Huang-ho di daerah ini adalah kami Huang-ho Kwi-pang" kata Hek-mo-ko lantang sehingga terdengar oleh semua anak buahnya.

   Mendadak terdengar suara yang lebih lantang lagi, suara yang bergema sampai jauh dan yang menggetarkan hutan itu "Siapa bilang Huang-ho Kwi-pang yang berkuasa. Masih ada aku di sini"

   Semua orang terkejut dan menoleh, Entah dari mana datangnya tiba-tiba saja di situ telah berdiri seorang kakek yang menyeramkan. Kakek itu usianya paling sedikit enam puluh tahun. Ubuhnya masih tegak dan tinggi besar, kepalanya botak dan ukuran kepala itu besar sekali. Rambut kepalanya hanya tumbuh di bagian bawah dari belakang telinga sampai ke tengkuk dan rambut ini tebal dan hitam sekali. Tubuhnya yang tinggi besar itu mengenakan pakaian dari bulu beruang di bagian luarnya. Sedangkan celana dan bajunya dari kain sutera. Tangannya memegang sebatang tongkat berkepala naga dan berwarna hitam mulus. Sepatunya dari kulit binatang. Penampilan kakek ini nampak lucu akan tetapi juga menyeramkan. Mendengar ucapan kakek itu, tentu saja tiga orang pimpinan Huang-ho Kwi-pang menjadi marah sekali.

   "Haiiii. Apa maksudmu dengan kata-kata tadi?" bentak Hek-mo-ko.

   "Siapa kau, manusia lancang mulut" bentak pula Su Ciong Kun dengan marah.

   "He-he-he-he, kalian seperti tikus-tikus selokan hendak berlagak harimau. Kata-kataku sudah jelas. Tidak ada yang berkuasa di lembah Huang-ho kecuali aku. Mulai hari ini, aku lah yang berkuasa dan siapa pun baru berhak hidup di sini setelah memperoleh ijin dariku"

   "Manusia sombong. Mengakulah siapa kau sebelum kami membinasakan kamu" kini Gu Ma It yang berteriak marah.

   "He-he-he. Namaku Ma Giok, akan tetapi mulai sekarang akulah datuk utara dan julukanku Pak-Te-Ong (Raja Bumi Utara)"

   Tiga orang pimpinan Huang-ho Kwi-pang itu saling pandang dan mereka tidak mengenal nama ini diantara tokoh-tokoh kang-ouw. Maka mereka memandang rendah.

   "Ma Giok, bersiaplah untuk mampus" bentak Su Ciong Kun dan dia sudah menyabitkan sebatang pisau yang sudah di rendam racun. Jangankan terkena dengan tepat, baru tergores sedikit saja oleh senjata rahasia ini sudah cukup untuk merenggutnyawa orang.

   Akan tetapi kakek botak itu hanya mengibaskan lengan bajunya dan pisau itu mencelat ke samping dan lenyap ke dalam semak-semak.

   "Ha-ha-ha, tikus-tikus tidak tahu diri. Apakah kalian masih mempunyai permainan lain lagi?"

   Hek-mo-ko tentu saja tidak rela melihat ada orang hendak merebut kekuasaan mereka begitu saja. Dia sudah menggerakkan tongkat bajanya dan berseru kepada dua orang adiknya" Serang" ini merupakan aba-aba bagi kedua orang itu untuk menyerbu dan tanpa banyak cakap lagi Gu Ma It menggerakkan pedangnya dan Su Ciong Kun menggerakkan rantai bajanya.

   Cu Sian menyingkir dan menjauh sambil tersenyum mengejek. Dia muak melihat sikap tiga orang pimpinan Huang-ho Kwi-pang itu yang tanpa malu-malu lagi melakukan pengeroyokan kepada seseorang yang belum mereka kenal dan ketahui bagaimana tingkat kepandaiannya.

   Dia tidak ingin mencampuri urusan itu, akan tetapi diapun tertarik dan ingin menonton pertandingan itu. Dia melihat di sebelah kirinya terdapat sebatang pohon dan diapun meloncat ke atas cabang pohon itu dan duduk seenaknya.

   Hek-mo-ko Coa Gu, Su Ciong Kun dan Gu Ma It sudah maju menerjang kakek botak itu. Tongkat baja ek-mo-ko menyambar ke arah kepala botak itu, pedang di tangan Gu Ma It menusuk ke arah dada, sedangkan rantai baja Su Ciong Kun menyambar ke arah pinggang. Hebat sekali serangan tiga orang secara berbarengan itu dan agaknya kakek gundul itu tidak akan mampu menghindarkan diri lagi. Akan tetapi Cu Sian yang menonton dari atas, terbelalak melihat kakek botak yang bernama Pak-Te-Ong Ma Giok itu sama sekali tidak bergerak dari tempat dia berdiri.

   "Duukkk" kapala botak licin itu terpukul tongkat baja Hek-mo-ko, akan tetapi kepala itu tidak apa-apa bahkan tongkat itu telah di sambar tangan kiri Pak-Te-Ong dan di rampasnya. Ketika pedang menusuk ke arah dadanya, dia menancapkan tongkatnya sendiri ke atas tanah dan tangan kanannya mengangkap pedang itu begitu saja dan sekali tarik, pedang itupun dirampasnya. Rantai baja itu mengenai pinggang dan melibatnya, akan tetapi sekali kakinya menendang, Su Ciong Kun terlempar dan rantai baja itu tetap melibat pinggang Pak-Te-Ong. Kembali kedua kakinya itu menyambar bergantian dan Hek-mo-ko terlempar kebelakang sedangkan Gu Ma It juga terpelanting.

   "He-he-he. Tikus-tikus kecil bertingkah. Terimalah kembali senjata kalian" Tubuhnya bergerak, tongkat dan pedang rampasan meluncur dari kedua tangannya sedangkan begitu pinggangnya di gerakkan, rantai baja itupun meluncur bagaikan seekor ular terbang menyambar mangsanya. Tiga macam senjata itu meluncur ke arah pemilik masing-masing dan terdengar teriakan-teriakan mengerikan ketika tiga orang pimpinan Huang-ho Kwi-pang itu baru saja bangkit terkena senjata mereka sendiri. Demikian kuatnya tenaga yang mendorong senjata-senjata itu sehingga tongkat baja itu menembus dada Hek-mo-ko, pedang menancap di leher Gu Ma It dan rantai baja mengenai kepala Su Ciong Kun sehingga kepala itu menjadi remuk. Ketiganya tewas di saat itu juga.

   Semua anak buah Huang-ho Kwi-pang yang melihat betapa tiga orang pimpinan mereka tewas sedemikian mudahnya oleh kakek botak itu, menjadi terkejut dan ketakutan. Mereka serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek itu sambil minta ampun.

   "He-he-he-he" Pak-Te-Ong tertawa mengelak sambil mencabut tongkatnya dan mengelus perutnya yang gendut. Boleh aku mengampuni kalian, akan tetapi mulai saat ini, kalian hanya taat kepada Pak-Te-Ong. Akulah satu-satunya pemimpin di seluruh wilayah Lembah Huang-ho ini. Kalian mengerti?"

   Puluhan orang yang ketakutan itu mengangguk-angguk seperti sekumpulan ayam memasuki beras dan menyatakan kesanggupan mereka.

   Pak-Te-Ong kembali tertawa bergelak sehingga mukanya di tengadahkan. Akan tetapi tiba-tiba tawanya terhenti karena matanya dapat melihat Cu Sian yang masih duduk menggoyang kaki di atas cabang pohon "Heeiiii, kau, turunlah. Apakah kau ingin membalas kematian tiga orang sahabatmu ini?"

   Cu Sian tahu benar bahwa kakek botak itu memiliki kesaktian yang luar biasa. Dari cara dia menewaskan tiga orang pimpinan Huang-ho Kwi-pang saja tahulah dia bahwa kakek itu sama sekali bukan lawannya. Akan tetapi, dia tidak memperlihatkan sikap takut, dia meloncat turun dari atas cabang pohon dan berkata sambil lalu saja. Aku bukan sahabat mereka dan urusanmu dengan mereka tidak ada sangkut pautnya dengan aku" Setelah berkata demikian Cu Sian menyeret tongkat bambunya dan melangkah pergi dari situ.

   Melihat pengemis muda itu pergi seenaknya saja, Pak-Te-Ong berseru kepadanya "Heiii, jembel muda. Sebelum pergi kau harus berlutut dan menyatakan takluk kepadaku, baru kau boleh pergi"

   Cu Sian memiliki watak yang lincah jenaka dan gembira, akan tetapi di samping itu juga tabah sekali dan tidak mengenal rasa takut. Mendengar ucapan kakek itu, dia berhenti melangkah dan memutar tubuhnya memandang kakek itu dengan sepasang mata yang bersinar "Pak-Te-Ong, aku bukan perampok dan aku tidak akan menakluk kepadamu atau kepada siapa pun juga" Setelah berkata demikian, dia melanjutkan langkahnya.

   "Heh. Kalian. Perintahku pertama kepada kalian. Tangkap dan seret jembel itu ke depan kakiku"

   Kurang lebih lima puluh orang anggota Huang-ho Kwi-pang itu tidak berani membantah. Dengan senjata di tangan mereka lalu bangkit dan lari menyerbu kearah Cu Sian.

   Melihat ini Cu Sian menjadi marah. Dia menyambut dan dengan gerakan cepat tongkatnya, dia telah merobohkan empat orang pengeroyok yang datang paling depan. Akan tetapi para pengeroyok itu mengepung dan menyerangnya dari semua penjuru. Cu Sian menjadi marah dan dia memainkan tongkatnya sedemikian rupa sehingga tongkat bambu itu berubah menjadi gulungan sinar kuning yang menyelimuti tubuhnya sehingga semua serangan itu terpental kembali. Bahkan dia mampu merobohkan lagi delapan orang.

   Melihat betapa lihainya pengemis muda itu, Pak-Te-Ong terkejut dan marah sekali. Baru saja mengumumkan diri menjadi pemimpin tunggal di Lembah Huang-ho, sudah ada seorang yang berani menentangnya dan orang itu hanya seorang pengemis muda. Mata Pak-Te-Ong terbelalak dan mukanya berubah kemerahan karena marahnya.

   "Kalian semua mundur" bentaknya sengan suara mengeledek. Biar aku sendiri yang akan menghajar jembel busuk ini"

   Para anggota Huang-ho Kwi-pang memang sudah merasa jerih kepada Cu Sian yang amat lihai ilmu tongkatnya itu, maka ketika kakek botak itu menyuruh mereka mundur, mereka pun dengan cepat mengundurkan diri.

   Pak-Te-Ong maju beberapa langkah dan setelah jarak antara dia dan Cu Sian tinggal sepuluh meteran, dia mendorongkan tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka ke arah pemuda jembel itu. Angin yang kuat menyambar ke arah Cu Sian. Pemuda itu mengenal pukulan jarak jauh yang amat berbahaya. Dia segera mengelak ke samping akan tetapi tetap saja dia terhuyung ke belakang. Maklum bahwa dia bukan lawan kakek sakti itu, Cu Sian lalu meloncat jauh dan melarikan diri.

   "Jembel busuk" teriak Pak-Te-Ong sambil melakukan pengejaran. Akan tetapi Cu Sian berlari semakin cepat dan menghilang di balik pohon-pohon besar. Pak-Te-Ong juga mengerahkan ginkangnya dengan penasaran.

   "Pengemis muda, kau tidak akan dapat melepaskan diri dari tanganku" cepat sekali tubuh kakek ini berkelebat di depan.

   Akan tetapi, setelah dia memperpendek jarak antara dia dan yang dikejarnya, tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan di depannya berdiri seorang pemuda yang pakaiannya sederhana, sinar matanya lembut dan mulutnya tersenyum-senyum.

   "Sungguh memalukan seorang datuk besar mendesak seorang pemuda remaja" kata pemuda itu yang bukan lain adalah Han Sin.

   Pak-Te-Ong terpaksa berhenti dan dia memandang kepada Han Sin dengan marah "Minggir atau kau akan ku bunuh lebih dulu" bentaknya.

   "He-he, bukan main galaknya. Pak-Te-Ong, hentikan pengejaranmu. Lawan yang sudah lari tidak baik di kejar" Han Sin berkata dengan lagak menasehati.

   "Keparat, mampuslah" bentak Pak-Te-Ong sambil mendorongkan tangan kirinya ke arah Han Sin dengan ilmu pukulan jarak jauh. Han Sin juga mendorong tangan kanannya.

   "Deeesss" keduanya terdorong ke belakang dan Pak-Te-Ong terkejut bukan main. Pemuda ini mampu menolak pukulan jarak jauhnya dan membuat dia terdorong ke belakang. Dari bukti ini saja dapat di ketahui bahwa dia berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi. Maka, dengan hati penasaran dan marah, dia mengegerakkan tongkat kepala naganya menyerang bagaikan badai mengamuk dan setiap pukulannya dahsyat sekali.

   Akan tetapi untuk kedua kalinya kakek itu merasa terkejut bukan main. Semua pukulannya mengenai tempat kosong dan dua kali pemuda itu bahkan berani menangkis tongkatnya dengan tangan kosong. Jarang ada lawan yang akan mampu bertahan lebih dari lima jurus kalau dengan tangan kosong menghadapi tongkatnya. Apalagi lawan itu seorang pemuda seperti ini. Setelah belasan jurus dia menyerang tanpa hasil, Tiba-tiba Han Sin melompat ke kiri dan melarikan diri.

   "Heeiii, jangan lari" Pak-Te-Ong membentak dan mengejar, akan tetapi pemuda itu telah lenyap tanpa meninggalkan bekas. Han Sin memang tidak ingin berkelahi. Kalau tadi dia menghalangi Pak-Te-Ong, hal itu dia lakukan untuk memberi kesempatan Cu Sian melarikan diri, setelah dia merasa bahwa Cu Sian telah berlari jauh dan kakek itu tidak akan dapat mengejarnya lagi, diapun meninggalkan lawan yang amat lihai itu.

   Setelah gagal mencari kedua orang pemuda itu, dia melampiaskan kekecewaannya dan kemarahannya dengan mengobrak-abrik hutan, menumbangkan banyak pohon-pohon dengan tongkatnya, akhirnya Pak-Te-Ong kembali ke tempat dimana anggota Huang-ho Kwi-pang masih berkumpul. Dan sejak hari itu, gegerlah daerah Lembah Huang-ho dengan munculnya seorang tokoh baru yang menundukkan semua golongan sesat dengan kepandaiannya yang tinggi. Mereka yang mau tunduk dan menakluk, menjadi anak buahnya dan mereka yang berani menentang di bunuhnya. Terkenallah nama Pak-Te-Ong di dunia kang-ouw sebagai seorang datuk utara yang sakti.

   ***

   Harus di akui bahwa Kaisar Yang Ti meneruskan politik lebih tegas dari mendiang Yang Chien, ayahnya. Terusan-terusan yang menghungkan kedua sungai Huang-ho dan Yang-ce di lanjutkan dan diperluas, bahkan diteruskan sampai ke Hang-couw. Pekerjaan besar yang di mulai oleh Kaisar Yang Chien ini di lanjutkan oleh Kaisar Yang Ti. Juga politik luar negerinya melanjutkan apa yang telah di lakukan oleh kaisar Yang Chien, yaitu menundukkan kembali daerah-daerah yang dahulu memberontak dan memisahkan diri. Bahkan lebih luas lagi dia bertindak, bukan saja Tong-kin dan n-nam di tundukkan, juga dia melakukan gerakan di utara dan barat.

   

Sepasang Naga Lembah Iblis Eps 10 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 10 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 21

Cari Blog Ini