Ceritasilat Novel Online

Si Bayangan Iblis 10


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 10




   "Pangeran, maafkan saya. Sebaiknya kalau..... kalau saya mengobati sendiri luka-luka ini, atau...... menyuruh seorang dayang saja yang melakukannya. Tidak baik merepotkan paduka, dan pula...... akan membuat paduka menjadi rikuh dan membuat saya menjadi malu saja......"

   Hemm, munafik, ia memaki diri sendiri. Ia malu? Ia malah bangga dan girang!

   "Enci Cu, dalam hal yang gawat ini kita harus menyingkirkan segala perasaan sungkan yang tidak ada gunanya. Engkau tidak mungkin mengobati luka-luka di tubuh bagian belakang, kedua tanganmu takkan dapat mencapainya.

   "Kalau menyuruh dayang, tentu ia akan merasa heran sekali dan siapa tahu keheranannya melihat tubuh belakangmu penuh luka itu akan membuat, ia kelepasan bicara. Dan aku...... aku sama sekali tidak merasa direpotkan atau rikuh karena memang engkau membutuhkan pertolongan. Nah, maafkan, aku akan membuka jubahku yang kuselimutkan padamu ini."

   Liong-li menahan senyumnya, menyembunyikan mukanya ke dalam bantal sambil menelungkup ketika merasa betapa tangan pangeran itu menyingkap penutup tubuh belakangnya.

   "Aduh, betapa mengerikan......!" seru pangeran itu sambil mengamati punggung dan pinggul yang penuh jalur-jalur merah dan di sana-sini kulitnya pecah dan luka berdarah itu.

   "Amat burukkah tubuh belakangku?"

   Pangeran itu mengamati punggung dan pinggul itu.

   "Sama sekali tidak buruk, enci Cu. Punggung dan pinggulmu indah sekali, kulitnya putih halus. Ah, betapa kejamnya mencambuk kulit yang putih mulus ini sampai pecah-pecah......!"

   Pangeran itu mulai mencuci darah dari punggung dan pinggul itu, menggunakan kain putih yang dicelupkan di air panas. Lembut sekali tangan itu menggerakkan kain basah hangat di permukaan kulit yang terluka, dan Liong-li merasakan kelembutan ini, dan kalau kebetulan jari tangan itu menyentuh kulitnya, ia merasa pula betapa tangan pangeran itu gemetar! Ia merintih lirih.

   "Sakitkah, enci Cu?" tanya Pangeran Souw Han dengan hati iba.

   Tentu saja hampir tidak terasa oleh Liong-li kalau hanya nyeri seperti itu, akan tetapi ia merintih dan mengeluh seolah-olah menderita nyeri hebat.

   "Perih, Pangeran......" katanya lirih.

   "Kasihan engkau, enci Cu......."

   Entah berapa kali pangeran itu mengatakan hal ini dan makin sering rintihan keluar dari mulut Liong-li! Gila kau, ia memaki diri sendiri. Bahaya semakin dekat! Ia sudah berusaha untuk tidak membiarkan pangeran ini merawatnya, ia membela diri sendiri.

   "Sekarang akan kutaburkan obat bubuk ini, enci Cu," kata pangeran itu setelah mengeringkan punggung dan pinggul dengan kain kering.

   Kedua tangannya semakin keras gemetar karena selama hidupnya, belum pernah Pangeran Souw Han melihat punggung dan pinggul seperti ini, apa lagi tubuh wanita, dan yang demikian indahnya.

   Obat bubuk itu buatan Liong-li sendiri dan amat manjur. Selain luka akan segera mengering kalau diobati dengan obat ini, juga begitu ditaburkan di atas luka, rasanya dingin dan sejuk, menghilangkan rasa nyeri!

   Akan tetapi Liong-li malah merintih-rintih, bukan karena nyeri melainkan karena terbakar gairah yang makin berkobar karena sentuhan-sentuhan tangan Pangeran Souw Han ketika pangeran itu membalurkan obat bubuk itu. Akan tetapi pangeran itu mengira bahwa Liong-li menderita nyeri yang hebat, maka dia merasa terharu dan kasihan sekali.

   "Enci Cu kenapa engkau lakukan ini? Kenapa engkau membiarkan dirimu dihina dan disiksa? Kalau engkau mau, tentu dengan mudah engkau dapat menghajar mereka lalu melarikan diri."

   "Aih, pangeran. Bagaimana paduka dapat mengatakan demikian? Kalau saya melarikan diri, tentu paduka akan menghadapi tuntutan dan dakwaan hebat! Bagaimana mungkin saya dapat melakukan itu, mencelakakan paduka? Dari pada mencelakakan paduka, biarlah tubuh saya ini menderita, juga untuk menyembunyikan rahasia saya."

   "Hemm, enci Cu. Engkau begini baik, engkau gagah perkasa, cantik jelita, dan engkau pandai menari, bernyanyi, bermain musik, Belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan wanita seperti engkau. Enci Cu, sekarang aku tahu bahwa ketika tadi aku mengaku kepada kanda Souw Cun bahwa engkau satu-satunya wanita yang kucinta, maka pengakuan itu bukan sekedar membelamu. Aku memang cinta padamu, enci Cu!"

   "Pangeran...... ah, pangeran......!" Entah siapa yang bergerak lebih dulu, akan tetapi seperti terdorong oleh kekuatan yang hebat mereka saling rangkul. Mereka berangkulan dan ketika pangeran itu menciumnya, Liong-li tahu bahwa ia sudah kalah.

   Sebaliknya, dalam rangkulan wanita yang berpengalaman ini, Pangeran Souw Han yang masih hijau itupun seperti mabok. Dia lupa bahwa kini Liong-li dapat bergerak, leluasa dan kuat, dapat menelentang tanpa keluhan. Akan tetapi pada detik terakhir tiba-tiba Liong-li bangkit duduk dan menarik pangeran itu untuk duduk pula.

   Mereka duduk di atas pembaringan dan ketika pangeran itu hendak merangkulnya, Liong-li menahannya dengan lembut.

   "Nanti dulu, Pangeran. Sebelum terlanjur, saya mohon paduka suka mendengarkan dulu kata-kata saya."

   Pangeran Souw Han memandang dengan sinar mata penuh kasih sayang dan kemesraan.

   "Katakanlah, enci Cu!"

   "Pangeran, paduka adalah Pangeran Souw Han yang selamanya belum pernah bergaul dengan wanita. Sekarang paduka hendak menumpahkan cinta kasih kepada saya, sepatutnya paduka ketahui siapa saya ini.

   "Pangeran, saya adalah seorang wanita yang mempunyai riwayat tidak bersih, Pangeran. Ketika gadis, oleh mendiang ayah saya dijual kepada seorang bangsawan. Saya diperkosa, kemudian saya dijual ke rumah pelacuran di mana saya dipaksa menjadi pelacur! Menjadi pelacur, Pangeran! Kemudian setelah saya mendapatkan kepandaian, saya balas semua orang keji dan jahat itu. Nah, saya bukan seorang wanita yang bersih. Benar seperti dikatakan Pangeran Souw Cun, saya tidak pantas menjadi wanita yang menerima kasih sayang paduka untuk pertama kalinya......."

   "Enci Cu, aku cinta padamu, tidak perduli siapa engkau ini dan bagaimana masa lalumu. Aku tidak mencinta riwayatmu, aku mencintai dirimu!" Pangeran itu hendak merangkul lagi, akan tetapi dengan halus Liong-li memegang kedua lengannya.

   "Masih belum habis apa yang hendak saya katakan, Pangeran. Terus terang saja, begitu berjumpa dengan paduka, hati saya terpikat. Saya suka sekali dan kagum kepada paduka dan tidak ada kesenangan yang lebih saya inginkan sekarang ini kecuali melayani paduka, saling menumpahkan kasih sayang dengan paduka. Akan tetapi, saya dapat dan senang melakukan hal itu, hanya dengan satu syarat, Pangeran."

   "Syarat? Orang bercinta dengan syarat?" Pangeran itu mengerutkan alisnya.

   "Syaratnya, saya tidak dapat menjadi isteri paduka, tidak dapat menjadi selir paduka. Apa yang akan kita lakukan ini adalah suka rela, tidak ada ikatan. Setelah selesai tugas saya di istana ini, saya akan pergi meninggalkan paduka, dan paduka jangan mengharapkan saya kembali apa lagi memaksa saya untuk tinggal di sini. Nah, itulah syaratnya!"

   "Terserah...... apa saja kehendakmu........ aku.... aku cinta padamu, enci Cu......!" Pangeran itu merangkul dan Liong-li menyambutnya dengan senyum manis.

   Nafsu berahi, seperti semua nafsu memabokkan. Orang lupa akan segala yang lain kalau sudah dicengkeram nafsu. Satu-satunya yang diinginkan hanyalah terpuaskannya nafsu yang sedang menggelora. Dan di antara segala macam nafsu, nafsu berahi merupakan nafsu yang amat kuat dan sukar diatasi. Bahkan banyak sudah tercatat dalam sejarah betapa orang-orang besar bertekuk lutut kepada nafsu berahi.

   Hek-liong-li Lie Kim Cu adalah seorang pendekar wanita yang mampu melawan apa saja dan biasanya keluar sebagai pemenang. Iapun bukan seorang budak nafsu. Akan tetapi, pada saat nafsu berahi mencengkeramnya, iapun hanya seorang manusia dari darah daging yang lupa diri dan lupa segala.

   Biasanya, walaupun hatinya tertarik kepada seorang pria, ia tidak akan begitu mudah menyerahkan diri, apa lagi ia sedang berada di tengah-tengah tugas yang berat dan berbahaya. Kalau tugas itu sudah selesai dan ia berada dalam keadaan santai, tentu ia tidak akan menolak gairah berahinya yang hanya ditujukan kepada orang yang benar-benar dikaguminya saja.

   Pangeran Souw Han juga bukan seorang hamba nafsu. Buktinya, biarpun dia seorang pangeran dan sudah dewasa, dia selalu menahan diri dan tidak pernah mau menyerah, tidak pernah mau bergaul dengan wanita walaupun akan mudah sekali baginya untuk mendapatkan wanita yang cantik dan muda sekalipun. Akan tetapi kini dia benar-benar kagum sekali kepada Liong-li sehingga dia menyerah terlena dalam pelukan wanita itu.

   Mereka tenggelam dam berenang dalam lautan madu asmara, meneguk madu yang memabokkan itu sepuas-puasnya sehingga sehari itu mereka tidak pernah keluar kamar, bahkan lupa makan. Dalam diri Liong-li, pangeran itu menemukan seorang guru yang pandai dan seorang kekasih yang penuh gairah.

   Pria dan wanita itu merupakan pasangan yang serasi sekali. Yang pria berusia duapuluh tujuh tahun, berwajah tampan dan gagah. Tubuhnya sedang dan pakaiannya yang serba putih itu bersih, terbuat dari sutera yang halus. Dagunya yang berlekuk membayangkan keberanian dan matanya mencorong tajam, akan tetapi lebih banyak menunduk. Yang wanita berusia sebaya, hanya satu-dua tahun lebih muda, pakaiannya serba hijau, cantik dengan mata dan mulut yang menggairahkan, tubuhnya ramping dan gerakannya ketika melangkahkan kaki ringan dan tangkas.

   Mereka itu Pek-liong dan Cu Sui In. Mereka melakukan perjalanan cepat dan berjalan kaki ketika memasuki pintu gerbang kota raja, agar jangan menarik perhatian. Para penjaga pintu gerbang memandang penuh perhatian. Siapapun akan tertarik kepada mereka, karena memang mereka itu nampak elok dan gagah. Akan tetapi tidak ada penjaga pintu gerbang yang menghadang atau mengganggu.

   "Kita langsung saja menghadap paman Ciok," kata Sui In.

   "Sekarang sudah lewat tengah hari, tentu dia sudah pulang."

   Yang diajak bicara hanya mengangguk. Sui In merasa semakin kagum kepada pendekar itu. Semenjak pendekar itu menolongnya, kemudian mereka melakukan perjalanan bersama ke kota raja. Setelah ia bermalam di rumah pendekar itu satu malam, sampai melakukan perjalanan bersama, Pek-liong bersikap sebagai seorang pendekar sejati yang mengagumkan!

   Ia adalah seorang janda, dan Pek-liong seorang duda. Ia kagum kepada duda itu dan mereka melakukan perjalanan bersama. Akan tetapi, Pek-liong selalu bersikap sopan! Tak pernah pria muda itu memperlihatkan perasaannya, baik melalui pandang mata atau kata-kata. Selalu sopan, juga dia pendiam, tidak banyak bicara bahkan tidak bicara kalau tidak ditanya.

   Sikap seorang jantan sejati dan sejak pertemuan pertama kali, hati janda muda itu sudah terusik dan ia merasa kagum bukan main. Ia tentu tidak akan berani menyangkal kalau ada orang mengatakan bahwa ia jatuh cinta kepada Si Naga Putih.

   Mendengar bahwa keponakannya pulang bersama seorang pemuda berpakaian putih, Ciok Tai-jin, pembantu Menteri Pajak yang sudah berusia limapuluh lima tahun itu, segera memerintahkan penjaga untuk mempersilakan mereka memasuki ruangan dalam di mana dia menanti seorang diri.

   Sui In masuk diikuti Pek-liong. Setelah mereka masuk, penjaga yang sudah dipesan oleh tuan rumah segera menutupkan daun pintu dan menjaga di luar agar pertemuan dan percakapan majikannya dengan dua orang muda itu tidak terganggu. Sui In memberi hormat kepada pamannya, lalu memperkenalkan Pek-liong.

   "Paman, ini adalah Pek-liong-eng Tan Cin Hay, pendekar sakti yang terkenal sekali dan yang telah menolongku ketika aku dikeroyok oleh orang-orang jahat."

   "Tan tai-hiap......!" kata pembesar itu ketika Pek-liong memberi hormat kepadanya.

   "Silakan duduk, silakan duduk!" Kemudian dia memandang kepada keponakannya.

   "Sui In, mana susiokmu yang katanya hendak kaupanggil dan mintai bantuan itu?"

   Sui In mengerutkan alisnya.

   "Susiok Giam Sun telah tewas terbunuh orang pula, paman."

   "Ahhh? Terbunuh? Bagaimana....... oleh siapa......?"

   Dengan singkat namun jelas Sui In lalu menceritakan semua pengalamannya, betapa ia dikeroyok oleh Huang-ho Siang-houw dan Pek-mau-kwi, dan diselamatkan oleh Pek-liong. Kemudian betapa ia dan Pek-liong menemukan susioknya itu telah tewas dan ada coret-coretan pesan terakhir susioknya yang menuliskan dua buah nama yaitu Pek-mau-kwi dan Kwi-eng-cu.

   "Kwi-eng-cu........? Ah, bagaimana mendiang susiokmu itu tahu tentang Si Bayangan Iblis?" Ciok Tai-jin berseru heran.

   "Menurut dugaan kami, paman, susiok terbunuh oleh Pek-mau-kwi dan teman-temannya, dan mungkin sebelum membunuhnya, Pek-mau-kwi menyebut Kwi-eng-cu. Bagaimanapun juga, tentu ada hubungannya antara Pek-mau-kwi dan Kwi-eng-cu, mungkin saja Pek-mau-kwi itu termasuk anak buahnya."

   Pembesar itu mengangguk-angguk, lalu dia memandang kepada Pek-liong.

   "Dan Tan tai-hiap ikut ke kota raja untuk membantu agar Si Bayangan Iblis dapat ditangkap? Memang para pendekar harus bangkit untuk menangkap pengacau yang amat berbahaya itu. Aku sendiri hampir saja terbunuh oleh iblis."

   "Aihh...... paman. Kapan terjadinya dan bagaimana?" Sui In terkejut bukan main.

   "Tidak lama setelah engkau pergi. Ada pembunuh yang datang untuk membunuhku tentu saja, akan tetapi ada bayangan lain yang menyerangnya, sehingga Kwi-eng-cu gagal memasuki rumah ini. Akan tetapi, para pengawal sudah siap dan andaikata dia berani masuk, tentu kami akan mengepungnya."

   Pada saat itu, daun pintu ruangan itu diketuk orang dari luar. Ciok Tai-jin mengerutkan alisnya.

   "Masuk!" katanya dengan suara mengandung kemarahan.

   "Hemm, berani engkau mengganggu kami? Sudah kukatakan bahwa aku tidak ingin diganggu siapa pun juga dan engkau berani mengetuk pintu?" katanya dengan nada suara marah kepada pengawal itu. Pengawal itu memberi hormat.

   "Harap Tai-jin suka memaafkan saya. Saya dipaksa untuk memberitahu kepada Tai-jin bahwa Cian Hui Ciang-kun minta menghadap Tai-jin. Katanya harus sekarang juga karena amat penting. Saya tidak dapat dan tidak berani menolaknya lagi......!"

   "Cian Ciang-kun? Persilakan dia masuk!" Ciok Taijin berkata dan sikapnya berubah mendengar nama Cian Hui.

   "Orang inilah yang diharapkan semua pihak akan dapat membongkar rahasia Kwi-eng-cu, bahkan dia menerima tugas itu dari Sribaginda Kaisar sendiri," bisiknya kepada Pek-liong dan Sui In.

   Mendengar nama ini, Sui In juga menaruh perhatian, karena ia pernah pula mendengar nama besar Cian Ciang-kun sebagai seorang perwira yang amat pandai dalam membongkar perkara kejahatan. Hanya Pek-liong yang belum pernah mendengar nama itu dan dia bersikap tenang saja.

   Ketika pria itu masuk, diam-diam Pek-liong memperhatikan. Seorang laki-laki yang usianya kurang lebih empatpuluh tahun dan yang memiliki wajah dan pembawaan yang amat gagah. Wajahnya yang bentuk persegi itu jantan, dengan dagu berlekuk keras, alis yang tebal sekali dan hitam berbentuk golok, hidungnya besar mancung, mulutnya membayangkan keramahan!

   Sepasang matanya jelas membayangkan kecerdasan dan memiliki sinar yang hidup dan lincah. Tubuhnya tegap dan kokoh, agak tinggi. Jenggot dan kumisnya terpelihara rapi menambah kejantanan.

   Dengan sikap gagah dan ramah dia mengangkat kedua tangannya, memberi hormat kepada Ciok Tai-jin dan berkata.

   "Ciok Tai-jin, harap maafkan saya yang datang mengganggu dan memaksa para penjaga untuk melaporkan kedatangan saya menghadap Tai-jin."

   Ciok Tai-jin cepat membalas penghormatan itu.

   "Ah, tidak mengapa, Ciang-kun. Bahkan kami merasa senang sekali akan kunjungan Ciang-kun ini karena kami yakin bahwa ciang-kun tentu membawa berita penting."

   Cian Hui kini memandang kepada Sui In dan dia tidak menyembunyikan rasa kagumnya. Berita yang didengarnya bahwa keponakan pejabat tinggi ini cantik dan gagah perkasa, ternyata tidak berlebihan. Wanita ini memang cantik jelita dan nampak gagah, dan sudah janda pula.

   Diapun mengangkat tangan memberi hormat kepada wanita itu dan juga kepada Pek-liong yang sudah diamatinya dengan penuh perhatian. Juga pandang matanya kepada Pek-liong tidak menyembunyikan kekagumnnya.

   "Nona Cu Sui In dan tai-hiap Pek-liong-eng, selamat bertemu dan maafkan kalau aku mengganggu."

   Sui In terbelalak, dan Pek-liong diam-diam juga memandang kaget.

   "Bagaimana Ciang-kun dapat mengenalku? Pada hal kita belum pernah saling bertemu, atau berkenalan," tanya Sui In.

   "Hemm, juga kita baru saja saling bertemu di sini, Ciang-kun. Bagaimana Ciang-kun dapat mengenalku?"

   Cian Hui tersenyum.

   "Ah, itu hanya permainan kanak-kanak. Ketika ji-wi lewat di pintu gerbang, seorang penyelidikku yang berpengalaman telah melihat ji-wi, (kalian berdua) dan setelah menyuruh seorang kawannya melapor kepadaku, dia membayangi kalian. Karena itulah, aku tahu bahwa kalian berada di sini dan datang menyusul."

   "Silakan duduk, Cian Ciang-kun," kata Ciok Tai-jin.

   "Kami yakin hanya kedatangan Ciang-kun ini tentu membawa suatu kepentingan besar."

   "Memang benar, Tai-jin. Terutama sekali saya mempunyai kepentingan dengan tai-hiap Pek-liong-eng Tan Cin Hay."

   Cin Hay merasa kagum. Orang ini memang cerdik dan cekatan sekali. Cara kerjanya mengagumkan dan kalau hal itu ditambah dengan ilmu silat yang tinggi, maka aneh kalau kekacauan di kota raja tidak dapat diatasi olehnya.

   "Kita baru saja saling jumpa, Ciang-kun. Bagaimana Ciang-kun dapat mempunyai kepentingan dengan aku?" tanya Pek-liong sambil memandang tajam penuh selidik.

   "Sebelum kita bicara lebih lanjut, sebaiknya kalau kusampaikan saja surat ini kepadamu, tai-hiap. Tadinya aku memang hendak mencarimu di dusun Pat-kwa-bun, akan tetapi kebetulan penyelidikku melapor akan kemunculanmu di kota raja, maka langsung saja aku menyusul ke sini untuk menyerahkan surat ini kepadamu! Dari saku bajunya, Cian Ciang-kun mengeluarkan surat dari Hek-liong-li yang dititipkan kepadanya.

   Pek-liong menerima surat itu dan membuka sampulnya. Begitu mengenal tulisan yang indah dan kuat itu, diapun tersenyum. Kiranya pria yang gagah ini sudah lebih dulu mengadakan hubungan dengan Liong-li! Dia segera membaca surat itu, dipandang oleh tiga orang yang duduk di situ.

   Pek-liong tercinta,

   Kalau engkau membaca surat ini, berarti aku berada dalam bahaya dan membutuhkan bantuanmu karena kupesan kepada Cian Ciang-kun untuk menyerahkan surat ini kepadamu kalau aku berada dalam bahaya. Selanjutnya engkau dapat berunding dengan dia.

   Hek-liong-li.

   Begitu membaca surat ini, Pek-liong bagaikan seekor singa yang mencium adanya musuh berbahaya. Wajahnya menjadi agak kemerahan, sepasang matanya kini mencorong dan bergerak-gerak dengan lincah, penuh semangat bertempur dan lenyaplah semua sifat lain, yang tinggal hanyalah kekerasan, ketenangan, dan kewaspadaan yang didukung semangat tempur yang luar biasa kuatnya.

   "Cian Ciang-kun, harap engkau cepat menceritakan di mana adanya Liong-li dan bagaimana dapat bekerja sama denganmu. Singkat saja namun jangan melewatkan sesuatu yang mungkin penting!"

   Dalam suara itu terdapat perubahan. Kini suara itu mengandung wibawa yang kuat, seperti seorang panglima yang memberi perintah rahasia penting kepada seorang pembantunya. Cian Hui dapat merasakan benar wibawa ini dan diapun menjadi serius.

   Dengan singkat namun padat, dia menceritakan tentang pembunuhan-pembunuhan rahasia yang terjadi di kota raja dan tentang tugas yang diberikan kepadanya oleh Sribaginda Kaisar untuk membongkar rahasia itu dan menangkap pengacaunya yang hanya dikenal dengan sebutan Si Bayangan Iblis. Betapa kemudian dia minta bantuan Hek-liong-li untuk melakukan penyelidikan di dalam istana.

   "Atas prakarsanya, kami berhasil menyelundupkaan Lie li-hiap ke dalam istana sebagai seorang dayang dari Permaisuri, setelah li-hiap menduga bahwa tentu rahasia itu berpusat dalam istana. Akan tetapi, kami mendengar berita mengejutkan dari istana, Hong-houw (Permaisuri) demikian cerdiknya sehingga mengetahui rahasia penyamaran Lie li-hiap."

   Dia berhenti sebentar dan tiga orang pendengarnya menahan napas saking tegangnya. Mereka semua sudah mendengar bahwa Hong-houw adalah seorang wanita luar biasa yang amat cerdik, bahkan kini menjadi orang yang paling berkuasa di kerajaan karena Sribaginda Kaisar sendiri seperti boneka lilin di tangannya.

   "Bagaimana selanjutnya?" tanya Pek-liong, sikapnya masih tenang biarpun hatinya dicekam kekhawatiran.

   Dia percaya sepenuhnya kepada Liong-li dan yakin akan kemampuan wanita yang paling dipujanya di seluruh dunia itu. Akan tetapi sekarang Liong-li berada di dalam istana! Betapapun lihainya seseorang, kalau berada di dalam istana bagaikan berada di dalam benteng baja yang kokoh dan kuat dan di dalam istana terdapat banyak sekali orang-orang yang cerdik pandai dan orang-orang yang berilmu tinggi, jagoan-jagoan yang amat lihai.

   "Entah bagaimana, dan entah akal apa yang dipergunakan oleh li-hiap, akan tetapi menurut keterangan penyelidik yang kutugaskan di sana, li-hiap tidak dihukum oleh Permaisuri, bahkan oleh Permaisuri ia diberikan kepada Pangeran Souw Han sebagai seorang selir."

   "Hemm, dan apa artinya peristiwa itu?" tanya Pek-liong yang sama sekali tidak mengenal keadaan di dalam istana kaisar.

   "Peristiwa itu menarik sekali untuk diselidiki," kata Cian Hui.

   "Banyak kejanggalan terjadi di sini. Pertama, semua orang tahu bahwa tidak ada orang yang akan dapat lolos dari hukuman mati apabila Hong-houw memusuhinya atau menganggapnya berdosa. Kenyataannya bahwa li-hiap tidak dihukum membuktikan bahwa Permaisuri tentu tidak memusuhinya walaupun penyelundupannya diketahui.

   "Dan kedua, li-hiap diserahkan kepada Pangeran Souw Han sebagai selir, pada hal pangeran muda itu terkenal sebagai seorang yang alim, yang sama sekali tidak pernah bergaul dengan wanita seperti para pangeran lain. Kini tiba-tiba saja dia mau menerima seorang selir!"

   Kembali Cian Ciang-kun berhenti dan pandang matanya mengamati wajah Pek-liong. Akan tetapi pendekar ini tidak menunjukkan sesuatu pada wajahnya.

   "Dan menurut Ciang-kun, apa artinya kejanggalan-kejanggalan itu?"

   "Kalau Hong-houw tidak menghukumnya, hal itu berarti bahwa ada kerja sama antara li-hiap dan Hong-houw, atau lebih tepat lagi Hong-houw, memanfaatkan kehadiran li-hiap di istana untuk mengerjakan sesuatu. Agaknya, Hong-houw yang sengaja menyelundupkan li-hiap ke dalam istana bagian pria dengan cara menghadiahkannya kepada Pangeran Souw Han."

   "Kenapa kepada Pangeran Sauw Han?"

   "Karena pangeran itu merupakan seorang yang paling disuka dan paling dapat dipercaya, yang bersih dari pada persaingan yang terjadi di istana. Selain itu, juga dia terkenal tidak suka bergaul dengan wanita, dan hal ini yang membuat li-hiap suka dihadiahkan sebagai selir. Tentu hanya luarnya saja demikian, Pangeran Souw Han tidak akan mau mengganggunya, sehingga li-hiap dapat leluasa mengadakan penyelidikan dengan sembunyi di kamar pangeran itu sebagai selir, tidak menimbulkan kecurigaan."

   Pek-liong mengangguk-angguk dan merasa kagum. Benar dugaannya, orang she Cian ini memang cerdik sekali.

   "Kalau begitu, kita boleh menghapus nama Permaisuri sebagai orang yang boleh dicurigai memimpin komplotan Si Bayangan Iblis?" tanyanya.

   "Tentu saja! Sejak dulu akupun yakin bahwa Si Bayangan Iblis itu bukan dikendalikan oleh Hong-houw. Beliau memegang tampuk kekuasaan. Untuk melenyapkan orang yang tidak disukainya, beliau tinggal menuding saja dan orang itu akan ditangkap dan dibunuh. Tidak perlu beliau mempergunakan pembunuh gelap seperti Si Bayangan Iblis, karena hal itu hanya akan merugikan beliau sendiri."

   "Sekarang katakan mengapa engkau menyerahkan surat Liong-li kepadaku, Ciang-kun? Bahaya apakah yang mengancam diri Liong-li?"

   "Inilah yang mencemaskan hatiku, tai-hiap. Dari penyelidik yang kutugaskan di sana, aku mendapat kabar mengejutkan kemarin. Menurut penyelidik itu, Liong li-hiap ditangkap oleh Pangeran Souw Cun dan diberi hukuman cambuk. Pangeran Souw Han datang menyelamatkannya dan agaknya terjadi ketegangan antara kedua orang pangeran itu. Kabar yang disampaikan penyelidik itu hanya mengatakan bahwa li-hiap mengalami luka-luka di punggung karena lima kali cambukan, akan tetapi kini telah diajak kembali oleh Pangeran Souw Han."

   "Ahhh......!" Sui In berseru khawatir.

   Akan tetapi Pek-liong menerima berita ini dengan tenang-tenang saja. Kalau hanya hukuman cambuk lima kali, tidak ada artinya bagi Liong-li, dan kalau sampai punggungnya berdarah, hal itu tentu disengaja oleh Liong-li yang hendak menyembunyikan kepandaiannya. Dia tahu benar kecerdikan rekannya itu.

   "Siapakah Pangeran Souw Cun itu?"

   Cian Ciang-kun mengerutkan alisnya.

   "Hemm, bukan seorang pemuda yang baik, tai-hiap. Bahkan tidak akan heran aku kalau kemudian ternyata bahwa dia yang menjadi majikan dari para pembunuh itu. Dia memang bisa berbahaya sekali."

   "Hemmm..... tahukah engkau kenapa dia menangkap dan mencambuki Liong-li yang sudah menjadi selir Pangeran Souw Han?"

   Perwira itu menggeleng kepala.

   "Tidak ada, yang mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Tahu-tahu li-hiap ditangkap Pangeran Souw Cun sendiri yang datang bersama pengawalnya selagi Pangeran Souw Han tidur dan li-hiap berada di ruangan para dayang, lalu li-hiap dibawa ke kamar Pangeran Souw Cun. Yang berada di sana hanya pangeran itu bersama pengawalnya dan Bouw Sian-seng sehingga penyelidikku tidak dapat tahu apa yang terjadi. Lalu Pangeran Souw Han datang dan membawa li-hiap kembali ke tempat tinggalnya dalam keadaan luka-luka dari pencambukan itu."

   "Kalau begitu, berarti bahaya sudah lewat. Liong-li tidak terancam bahaya lagi."

   Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kurasa tidak demikian, tai-hiap. Hek-liong-lihiap memang memesan kepadaku untuk menyerahkan surat itu kepada tai-hiap kalau ia terancam bahaya dan aku melihat bahaya besar mengancamnya, bukan hanya karena pencambukan itu, melainkan akibatnya.

   "Akibat dari peristiwa itu dapat hebat dan amat berbahaya, tai-hiap. Jelas bahwa Pangeran Souw Cun mencurigai li-hiap dan karena li-hiap secara resmi telah menjadi selir Pangeran Souw Han, maka perbuatan Pangeran Souw Cun itu berarti penghinaan terhadap Pangeran Souw Han. Hal ini dapat memancing permusuhan secara terbuka.

   "Mengingat bahwa Pangeran Souw Han adalah seorang pangeran yang bersih dari persaingan di istana dan beliau tidak mempunyai pengawal atau jagoan, sebaliknya Pangeran Souw Cun amat kuat kedudukannya, maka tentu saja amat berbahaya bagi li-hiap."

   Pek-liong mengerutkan alisnya. Dia sudah membuat perhitungan, lalu tiba-tiba bertanya.

   "Cian Ciang-kun, dapatkah engkau menyelundupkan aku ke istana, hari ini juga? Memang mungkin sekali Liong-li membutuhkan bantuanku."

   "Hemm!"Cian Ciang-kun meraba-raba jenggotnya yang rapi, alisnya berkerut.

   "Kurasa dapat, tai-hiap. Akan tetapi agar tidak terlalu menyolok, tai-hiap dapat kuselundupkan sebagai seorang tukang kuda yang bekerja di istal kuda istana yang letaknya di bagian belakang kompleks istana bagian pria."

   "Bagus! Tolong buatkan gambar atau peta mengenai keadaan di istana, di mana adanya istal itu dan di mana pula tempat tinggal para pangeran, agar mudah bagiku untuk melakukan penyelidikan."

   Sui In lalu cepat mengambilkan alat tulis dan tak lama kemudian, Cian Hui sudah membuatkan peta untuk Pek-liong. Peta itu tidak dibawa Pek-liong, melainkan dipelajari dan dihafalkan.

   "Akupun ingin membantu," kata Sui In.

   "Sungguh tidak enak menunggu di rumah, sedangkan Hek-liong-lihiap dan Tan Tai-hiap bekerja berat dan menghadapi bahaya di istana. Cian Ciang-kun, dapatkah ciang-kun memberi saran bagaimana aku dapat memasuki istana dan mengunjungi Lie li-hiap? Aku dapat mengaku sebagai saudara sepupu!"

   Cian Hui memandang dan dia melihat betapa wanita itu bersungguh-sungguh. Mata yang bening itu memandang kepadanya dengan penuh harapan. Ia dapat menjenguk isi hati wanita ini.

   Sebagai isteri seorang korban pembunuhan misterius itu, tentu saja ia ingin membalas kematian suaminya dan sedapat mungkin membantu agar pembunuh itu dapat tertangkap. Dan dia mendengar bahwa Cu Sui In adalah seorang murid Kun-lun-pai yang lihai sehingga tenaganya memang boleh diandalkan untuk membantu Hek-liong-li.

   "Sui In, apakah tidak akan terlalu berbahaya untukmu?" Ciok Tai-jin yang sejak tadi hanya menjadi pendengar saja, kini bertanya dengan nada suara khawatir.

   Dia tidak hanya mengkhawatirkan keselamatan keponakan isterinya itu, akan tetapi juga keselamatan keluarganya sendiri. Kalau sampai Sui In terlibat dalam keributan di istana, kemudian ketahuan bahwa ia masih keponakannya, bukan tidak mungkin seluruh keluarganya akan terlibat.

   Agaknya Sui In dapat menjenguk isi hati pamannya.

   "Harap paman tidak khawatir. Saya tidak akan menyebut nama paman, juga tidak akan mengaku sebagai anggauta keluarga paman. Saya akan
(Lanjut ke Jilid 11)
Si Bayangan Iblis (Seri ke 02 - Serial Sepasang Naga Penakluk Iblis)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 11
mengaku sebagai seorang saudara sepupu dari Lie li-hiap...... ah, siapa tadi nama samarannya Cian Ciang-kun?"

   "Ketika kuselundupkan sebagai dayang, namanya Akim, akan tetapi setelah menjadi selir Pangeran Souw Han, ia diberi nama Siauw Cu oleh Permaisuri."

   "Siauw Cu....... hemm, siapakah lebih tua antara kami, Ciang-kun? Berapa usianya?"

   Cian Hui tersenyum.

   "Aku sendiri tidak tahu berapa usianya. Sungguh tidak mudah menaksir usia wanita, apa lagi Lie li-hiap."

   "Usianya duapuluh lima tahun," kata Pek-liong.

   "Dan aku duapuluh enam tahun. Biarlah aku akan mencari adik Siauw Cu saudara sepupuku. Tentu saja harus ada surat pengantarnya dan kuharap Cian Ciang-kun suka membantuku."

   Cian Ciang-kun memandang kepada Pek-liong seolah minta pertimbangan pendekar itu.

   Pek-liong mengerti dan diapun berkata.

   "Tingkat kepandaian adik Cu Sui In cukup tinggi sehingga diharapkan ia akan mampu menjaga diri sendiri, juga mungkin saja dapat membantu Liong-li."

   "Bagus kalau begitu! Baiklah, nona Cu, akan kuusahakan agar engkau dapat memasuki istana sabagai tamu dari Lie li-hiap. Sebetulnya hal ini bahkan baik sekali karena Lie li-hiap dan Tan tai-hiap dapat berhubungan dengan aku yang di luar istana melaluimu.

   "Tan tai-hiap, jangan lupa untuk segera memberi kabar kepadaku tentang keadaan di sana. Kalau ada bahaya, cepat kabarkan sehingga aku dapat mengusahakan bantuan."

   "Hemm, kalau kami terancam bahaya, siapa yang akan dapat membantu kami, Ciang-kun?" Pek-liong ingin tahu.

   "Hanya ada satu orang yang akan dapat membantumu, yaitu Sribaginda Kaisar sendiri! Kalau memang kalian dapat mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan bahwa Si Bayangan Iblis berada di istana, maka aku dapat menghadap Sribaginda Kaisar yang tentu akan mengerahkan pasukan untuk mengadakan pembersihan di istana!"

   "Baik sekali. Memang itu satu-satunya jalan. Baiklah, Ciang-kun, mari kita membuat persiapan karena aku harus berada di istana hari atau malam ini juga agar jangan sampai terlambat."

   "Aku juga ingin cepat-cepat mengunjungi adik Siauw Cu," kata Cu Sui In sambil memandang ke arah Pek-liong.

   Pendekar yang amat dikaguminya itu siap menempuh bahaya. Mengapa ia tidak berani? Bukan saja untuk membalas kematian suaminya, akan tetapi juga dan ini terutama sekali, agar dia dapat bekerja sama dengan Pek-liong!

   Pek-liong berhasil dimasukkan ke istana oleh Cian Hui dan diterima oleh kepala bagian pemeliharaan kuda istana, seorang pejabat istana yang menjadi sahabat Cian Ciang-kun, sebagai seorang tukang memelihara kuda. Pek-liong menggunakan nama A-cin dan dengan penyamarannya yang sempurna, dia membuat mukanya yang tampan berubah menjadi penuh bopeng yaitu totol-totol hitam seperti bekas penyakit cacar. Dan A-cin segera diterima dengan baik oleh para pekerja di situ karena dia begitu datang pada siang hari itu terus bekerja dengan rajinnya, tenaganya kuat dan diapun cepat akrab dengan kuda-kuda yang dipelihara di situ, tanda bahwa dia memang sudah biasa merawat kuda.

   Ketika makan sore, diapun makan hanya sedikit. Orang yang sederhana, tidak banyak bicara, tidak banyak makan, akan tetapi banyak bekerja seperti inilah yang disukai kawan-kawan sekerjanya.

   Diapun pendiam sekali, tidak bicara kalau tidak ditanya. Karena itu, dia tidak menimbulkan kecurigaan sama sekali. Siapa yang akan curigai seorang laki-laki bermuka bopeng, sederhana dan rajin bekerja seperti itu?

   Ketika malam tiba, diapun lebih suka tidur di kandang kuda, di atas rumput-rumput kering, dengan alasan bahwa dia tidak biasa tidur di pembaringan yang lunak, apa lagi bersama orang lain. Tentu saja kesederhanaannya itu ditertawakan orang, akan tetapi mereka sama sekali tidak menaruh keberatan, bahkan girang karena kuda-kuda itu ada yang menjaganya sehingga para pekerja yang lain boleh enak tidur tanpa terganggu.

   Biasanya, kalau ada kuda meringkik tidak wajar, mereka terpaksa bangun untuk memerikaa kandang kuda. Sekarang, ada A-cin tidur di istal, mereka tidak perlu bangun lagi kalau ada keperluan di kandang itu.

   Setelah malam sunyi dan semua pekerja pulas, A-cin berubah menjadi sesosok bayangan yang berkelebat cepat. Pek-liong selalu berpakaian serba putih, akan tetapi karena sekarang dia sedang menyamar dan melakukan penyelidikan, dia menutupi pakaian putih itu dengan jubah dan celana hitam, bahkan menutupi hidung dan mulutnya dengan saputangan hitam pula. Dengan beberapa loncatan saja diapun berkelebat lenyap dari situ, ia mengambil jalan yang sudah dihafalnya dari peta yang dibuat Cian Hui sebelum mereka memasuki istana tadi.

   Dia sudah mempelajari semua keadaan keluarga Kaisar dari Cian Hui. Dia tahu bahwa Sribaginda Kaisar Tang Kao Cung yang usianya kurang lebih limapuluh tahun itu adalah seorang kaisar yang lemah karena seolah-olah menjadi boneka di tangan isterinya, Permaisuri Bu Cek Thian!

   Biarpun kaisarnya masih Kaisar Tang Kao Cung, namun sudah menjadi rahasia umum bagi para pejabat bahwa segala keputusan keluar dari mulut Permaisuri melalui Kaisar. Juga Putera Mahkota, Tiong Cung, putera kandung Bu Cek Thian, tidak berbeda dari ayahnya, merupakan boneka yang dimainkan oleh ibunya sehingga dia terkenal sebagai seorang pangeran yang manja, malas dan tidak mempunyai semangat, tidak memiliki prakarsa.

   Segala keputusan penting yang diambil Kaisar tentu lebih dulu melalui penyaringan Permaisuri. Karena itu, kekuasaan Bu Cek Thian amat besarnya dan semua orang takut kepadanya. Dan permaisuri ini terkenal keras dan kejam terhadap lawan-lawannya, yaitu mereka yang menentang kekuasaannya, juga ia memelihara banyak jagoan yang lihai.

   Namun, di samping itu semua, Bu Cek Thian terkenal amat cerdik. Satu di antara kecerdikannya yang membuat ia berhasil dalam ambisinya adalah cara ia mendekati para panglima perang. Ia teramat royal bahkan memanjakan para panglima sehingga dapat dibilang semua panglima merasa berhutang budi dan suka kepadanya, hal yang menimbulkan kesetiaan, dan sekali para panglima mendukungnya, maka kekuasaan mutlak berada di tangannya tanpa ada yang berani mengganggu gugat.

   Di samping Pangeran Tiong Cung yang menjadi Putera Mahkota dan yang menjadi seperti boneka di tangan ibunya, ada lagi Pangeran Li Tan.Pangeran ini juga putera kandung Bu Cek Thian, baru berusia tigabelas tahun. Pangeran ini lebih bersemangat dari pada kakaknya, namun karena ia kehilangan perhatian dari ibu kandungnya, ia menjadi nakal walaupun cerdik.

   Pangeran Souw Cun adalah pangeran yang paling berbahaya di antara semua pangeran, demikian Pek-liong mendengar dari Cian Hui. Pangeran Souw Cun ini terkenal petualang dan mata keranjang, bukan saja suka berkeliaran di luar istana dan mendatangi tempat-tempat pelacuran, akan tetapi juga suka berburu, berjudi dan mabok-mabokan. Akan tetapi diapun suka belajar ilmu silat dan bergaul di antara orang-orang dari dunia persilatan. Maka, pangeran itu patut diawasi dan diamati gerak geriknya karena orang seperti dia besar sekali kemungkinannya bersekongkol dengan tokoh-tokoh sesat.

   Sebaliknya, Pangeran Souw Han terkenal sebagai pangeran yang lembut dan baik, jujur dan disuka karena tidak memusuhi siapa pun, tidak berambisi dan tidak ikut bersaing memperebutkan kekuasaan. Tokoh ini amat penting dan menarik bagi Pek-liong, terutama sekali karena kepada pangeran inilah Liong-li diberikan sebagai selir! Dia dapat menduga bahwa tidak mungkin Liong-li menjadi selir benar-benar. Tentu hal itu hanya merupakan siasat saja dari Permaisuri untuk menyelundupkan Liong-li ke dalam istana bagian pria dan hendak dijadikan mata-mata atau penyelidik demi kepentingan Permaisuri sendiri tentunya.

   Di antara banyak pangeran lain yang tidak begitu penting, ada lagi seorang pangeran yang patut diperhatikan menurut keterangan Cian Hui, yaitu Pangeran Kim Ngo Him, mantu dari Sribaginda Kaisar. Menurut Cian Ciang-kun, pangeran yang menjadi mantu kaisar inipun berambisi dan dia juga mempunyai jagoan-jagoan. Hanya mereka itulah yang perlu mendapatkan perhatian utama dari Pek-liong.

   Malam itu, Pek-liong berlompatan sambil menyelinap di antara wuwungan bangunan istana yang luas, menuju ke tempat tinggal Pangeran Kim Ngo Him yang berada di pinggir. Sebagai seorang mantu kaisar, tentu saja kedudukannya agak lebih rendah dibandingkan dengan pangeran putera kaisar.

   Tiba-tiba dengan cepat sekali dia mendekam di balik wuwungan karena dia melihat berkelebatnya bayangan hitam dari arah kiri. Bayangan itu ringan sekali gerakannya dan kakinya tidak mengeluarkan suara sedikitpun ketika menginjak genteng. Hal ini saja membuktikan bahwa bayangan itu memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat. Dan bayangan itupun tiba-tiba berhenti, membalik dan begitu tangannya bergerak, nampak benda-benda hitam kecil meluncur ke arah tubuh Pek-liong!

   Pendekar ini cepat mengelak dengan loncatan ke kanan, dan terdengar suara berkelentingan ketika paku-paku itu jatuh ke atas genteng. Dan sebelum Pek-liong sempat melarikan diri, bayangan itu seperti terbang saja sudah meloncat dan menyerangnya bagaikan seekor burung rajawali menyambar mangsanya! Kedua tangannnya dijulurkan ke depan, menyerang ke arah kepala Pek-liong.

   Ketika ada angin menyambar membawa hawa panas, Pek-liong maklum bahwa lawannya tidak boleh dipandang ringan. Diapun mengerahkan tenaga sin-kang menyambut dengan kedua tangan terbuka.

   "Dessss......!!" Dua pasang telapak tangan bertemu di udara dan akibatnya, bayangan hitam itu terdorong dan terlempar ke atas sedangkan Pek-liong sendiri harus mempertahankan diri untuk tidak terhuyung jatuh.

   Dia merasa betapa tenaga lawan itu amat kuatnya, dan andaikata mereka berdua sama-sama berpijak di atas tanah, belum tentu dia akan menang tenaga. Orang itu terpental karena tubuhnya masih berada di udara. Dan hebatnya orang yang terpental ke atas itu berjungkir balik beberapa kali dan tubuhnya melayang ke bawah.

   Ketika Pek-liong mengejar ke bawah, bayangan itu sudah lenyap. Melihat keadaan sekelilingnya, Pek-liong merasa yakin bahwa orang itu tentu menyelinap masuk ke dalam bangunan itu, tempat tinggal Pangeran Kim Ngo Him, mantu kaisar!

   Tentu saja Pek-liong menjadi heran dan curiga. Tentu ada hubungan antara si bayangan tadi, entah dia itu Si Bayangan Iblis atau bukan, dengan Pangeran Kim Ngo Him. Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin orang tadi dapat bersembunyi di rumah itu. Diapun menyelinap masuk pekarangan lalu memasuki taman di sebelah rumah, dengan cepat namun hati-hati dia mendekati jendela rumah yang berada di samping.

   "Tolong......! Ada penjahat..........!!"

   Tadinya Pek-liong terkejut dan mengira bahwa dia yang diteriaki, maka dia sudah siap siaga kalau-kalau ada yang akan menyerang atau mengeroyoknya. Akan tetapi tidak ada bayangan orang, dan di dalam rumah itu terjadi keributan. Diapun meloncat ke atas genteng dan melakukan pengintaian.

   Di ruangan belakang dia melihat seorang nenek yang usianya sudah enampuluh lima tahun lebih, kurus kering, sedang berdiri gemetaran dan seorang pemuda tampan yang berpakaian bangsawan bersama enam orang pengawal berdiri di depan nenek itu. Pangeran itu agaknya marah kepada si nenek yang nampak ketakutan.

   "Lo-ma, engkau membikin kaget saja! Mana ada penjahat? Kenapa engkau berteriak-teriak membangunkan seisi rumah dengan teriakan penjahat?" tanya bangsawan muda yang bukan lain adalah Pangeran Kim Ngo Him seperti yang sudah diduga oleh Pek-liong itu.

   Nenek kurus kering itu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki pangeran.

   "Aduh, ampunkan hamba yang sudah tua ini, pangeran. Bagaimana hamba berani mengacau dan membikin ribut? Hamba berani bersumpah bahwa baru saja memang ada penjahat masukke sini. Hamba terkejut melihat bayangan hitam itu meloncat ke sini. Agaknya diapun tidak menduga bahwa hamba belum tidur dan berada di sini, maka dia meloncat lagi dan lenyap. Hamba lalu menjerit saking kaget dan takut. Ampunkan hamba......"

   "Sudahlah, Kui Lo-ma, jangan ribut lagi. Hayo kalian cepat melakukan perondaan dan pemeriksaan!" kata pangeran itu kepada para pengawalnya.

   Mendengar ini, Pek-liong sudah mendahului meloncat pergi meninggalkan tempat itu. Dia kini merasa yakin bahwa memang ada penjahat yang lihai sekali berkeliaran di istana, dan agaknya penjahat itu tidak mempunyai hubungan apapun dengan Kim Ngo Him.

   Namun hal ini bukan berarti bahwa nama Kim Ngo Him sudah semestinya dihapus dari daftar orang-orang yang dia dicurigai. Tidak, dia akan tetap mengamati pangeran mantu kaisar ini. Dia lalu melakukan penyelidikan ke bagian lain, kini hendak menyelidiki keadaan tempat tinggal Pangeran Souw Cun. Karena Cian Ciang-kun sudah memperingatkan bahwa di antara para pangeran, Pangeran Souw Cun ini yang paling berbahaya, dan dia memiliki banyak jagoan lihai, maka Pek-liong bersikap hati-hati sekali.

   Sementara itu, sejak sore tadi, Liong-li sudah sadar dari keadaan mabok madu asmara sehari penuh ia dan Pangeran Souw Han berenang dalam lautan madu asmara yang penuh kemesraan. Biarpun ia sudah banyak bergaul dengan pria, harus diakuinya bahwa baru pertama kali itu selama hidupnya ia merasakan kemesraan yang penuh kelembutan sehingga amat mengharukan hati. Mendekap pangeran itu dalam pelukan rasanya seperti mendekap seorang bayi yang mulus dan murni.

   Hal ini tidak mengherankan karena Pangeran Souw Han juga selamanya baru sekali itu berdekatan penuh mesra dengan seorang wanita. Dia mencurahkan semua perasaan cintanya kepada Liong-li sehingga keduanya terbuai dan lupa diri, tak pernah meninggalkan pembaringan, bahkan lupa makan!

   Baru setelah keadaan cuaca di kamar itu gelap karena matahari tidak lagi meneroboskan cahayanya ke situ, dan Pangeran Souw Han menyalakan lampu penerangan, mereka seakan terseret kembali ke dunia sadar. Keduanya baru mendengar keruyuk perut mereka yang lapar.

   "Aih, laparnya perutku!" Liong-li tertawa dan Pangeran Souw Han merangkul perut yang kempes itu.

   "Kasihan perutmu, enci Cu," katanya sambil membelai.

   Liong-li menggelinjang dan melompat turun dari pembaringan, menyambar pakaiannya.

   "Cukup, Pangeran. Jangan kaujamah lagi aku, tak kuat lagi aku......"

   Pangeran Souw Han juga tertawa.

   "Sehari kita tidak makan, enci Cu. Mari kita makan!"

   Setelah mereka berpakaian rapi, baru Pangeran Souw Han membuka daun pintu dan bertepuk tangan memanggil para dayangnya. Lima orang dayang itu datang menghadap dan mereka saling pandang dengan sinar mata penuh pengertian ketika mereka melihat betapa kusutnya kedua orang majikan mereka itu, dan betapa wajah pangeran yang tampan itu agak pucat, sedangkan wajah Liong-li kemerahan.

   "Kami lapar, hidangkan makanan yang paling lezat!" perintah Pangeran Souw Han.

   Memang para dayang itu sudah sejak tadi mempersiapkan makanan. Mereka menanti dengan hati gembira bercampur tegang, karena pangeran dengan selirnya itu tidak pernah keluar dari dalam kamar selama sehari penuh!

   "Bagaimana dengan punggungmu, sayang?" tanya Pangeran Souw Han sambil memegang kedua tangan Liong-li.

   Liong-li tersenyum.

   "Sudah sembuh, pangeran. Ternyata belaian tanganmu yang penuh kasih lebih manjur dari pada obatku."

   Kembali keduanya tersenyum dan Pangeran Souw Han merangkul dan mencium wanita yang merupakan wanita pertama dalam hidupnya itu. Akan tetapi, ciumannya tidak dapat dipertahankan lama karena terdengar langkah kaki para dayang yang memasuki kamar membawa hidangan yang mereka atur di atas meja.

   Tak lama kemudian, Liong-li dan Pangeran Souw Han sudah makan minum dengan gembiranya. Sehari berenang di lautan madu asmara membuat mereka merasa letih, lemas dan lapar sekali. Lauk pauk yang paling lezat adalah hati senang, badan sehat dan perut lapar! Apa lagi hidangan yang dibawa para dayang itu merupakan hidangan yang serba lezat. Tidak aneh kalau kedua orang itu makan dengan gembulnya.

   Setelah malam tiba, Liong-li berkemas, berganti pakaian hitam, siap untuk melaksanakan tugasnya. Melihat wanita yang dikasihinya itu, yang kini seolah sudah melekat di hatinya dan di dagingnya, Pangeran Souw Han merangkulnya.

   "Tidak, enci Cu! Tidak! Engkau tidak boleh pergi. Engkau baru saja menderita cambukan, dan sekarang hendak menghadapi bahaya? Engkau sudah dicurigai, tentu mereka itu lebih waspada dan selalu akan mengintai semua gerak gerikmu!"

   Liong-li merasa betapa lembutnya rangkulan itu, betapa penuh perasaan kasih sayang, betapa mesranya dan hatinya terharu. Akan tetapi ia bukan seorang wanita lemah. Ia mengusir keharuannya dengan senyum, senyum bahagia. Ia merasa berbahagia sekali bahwa dirinya, seorang wanita kang-ouw yang bahkan pernah dipaksa menjadi pelacur, seorang wanita dengan tubuh yang sudah ternoda, kini bisa mendapatkan kasih sayang yang demikian besarnya dari Pangeran Souw Han yang budiman dan bijaksana ini.

   Kenyataan itu saja adalah merupakan karunia yang amat besar baginya, yang membuatnya bangga menjadi manusia! Akan tetapi ia tidak mau membiarkan .dirinya tenggelam ke dalam kebahagiaan dan kenikmatan hidup itu. Ia tidak ingin menyeret pangeran yang demikian berbudi ke dalam jalan hidupnya yang penuh kekerasan, penuh bahaya dan petualangan.

   Dengan lembut iapun melepaskan diri dari rangkulan pangeran itu dan melangkah mundur. Ia membereskan ikat pinggangnya, menyelipkan pedang Hek-liong-kiam di balik jubahnya, memperkuat ikatan rambutnya dan tersenyum memandang kepada pangeran itu.

   "Pangeran, ingatlah akan semua peringatan saya pagi tadi. Kita memang telah minum anggur asmara bersama dan harus kuakui bahwa saya sendiri hampir mabok, pangeran. Belum pernah saya merasakan kebahagiaan yang demikian besar seperti tadi."

   "Itulah sebabnya mengapa kita tidak boleh berpisah lagi, enci Cu. Engkau harus menjadi isteriku, hidup bersamaku selamanya......" kata pangeran itu penuh semangat.

   Senyum Liong-li melebar, akan tetapi ia menggeleng kepala.

   "Ingat ucapan saya tadi, Pangeran. Saya, tidak mungkin dapat menjadi isterimu, bahkan selirmu pun tidak, walaupun saya akan berbohong kalau mengatakan bahwa hati saya tidak menginginkan hal itu.

   "Hidup selamanya di sampingmu, betapa akan indahnya! Akan tetapi tidak mungkin. Saya seorang tokoh kang-ouw, seorang petualang yang terbiasa hidup bebas, hidup tanpa kekangan, terbiasa menghadapi bahaya-bahaya maut, bermusuhan dengan tokoh-tokoh sesat yang lihai dan berbahaya.

   "Nah, saya harap paduka dapat menginsafi hal ini. Nanti apa bila pengaruh anggur asmara tadi sudah agak mereda, tentu paduka akan dapat melihat kebenaran pendapat saya, Betapapun juga, Bumi dan Langit menjadi saksi bahwa selama hidup saya, saya tidak akan dapat melupakan keindahan yang kita nikmati sehari tadi, Pangeran. Nah, saya pergi, pangeran."

   Sekali berkelebat, Liong-li sudah lenyap dari depan pangeran itu yang seketika merasa lemas dan dia pun menjatuhkan diri di atas pembaringan yang masih kusut itu. Dipeluknya bantal yang masih mencium bau badan yang khas dari Liong-li dan sejenak pangeran itu seperti tertidur. Akan tetapi, akhirnya dia menarik napas panjang dan bangkit duduk, termenung.

   Semua ucapan wanita itu terngiang di telinganya dan beberapa kali diapun mengangguk-angguk. Dia dapat menyelami perasaaan wanita kang-ouw itu. Bagaikan seekor burung hutan, yang akan mati lemas dan penuh duka kalau dikurung, walaupun dalam kurungan emas, demikian pula Liong-li akan merana kalau harus hidup sebagai seorang puteri di istana. Bunga mawar rimba yang liar, mungkin bahkan akan menjadi kurus kalau dipindahkan ke dalam taman yang indah terpelihara baik-baik.

   Dia mengeluh. Dia merasa ragu apakah dia akan pernah dapat jatuh cinta kepada wanita lain. Agaknya tidak mungkin di dunia ini dia akan dapat menemukan Liong-li kedua yang bersedia menjadi isterinya atau selirnya. Dan sejak saat itu, Pangeran Souw Han merasa kehilangan sekali, bahkan merasa betapa hidup ini akan menjadi sunyi dan tak berarti tanpa adanya Liong-li di sampingnya.

   Sementara itu, Liong-li keluar dari rumah Pangeran Souw Han dengan hati-hati sekali. Sebelum ia memperlihatkan diri di tempat terbuka di luar rumah, lebih dulu ia mengintai dan setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang yang mengetahuinya, baru ia melompat keluar melalui taman bunga di belakang rumah. Ia menyusup-nyusup di antara pohon dalam taman itu, kemudian melompati pagar tembok di belakang dan baru ia berani melompat ke atas genteng bangunan di luar kompleks perumahan Pangeran Souw Han.

   Sisa-sisa kemesraan yang masih melekat di perasaannya ditanggalkannya setelah ia berada di udara terbuka, setelah tubuhnya diterpa hawa dingin malam itu dan iapun sudah mampu sama sekali melupakan bayangan Pangeran Souw Han, dan sepenuhnya seluruh perhatiannya dicurahkan untuk pelaksanaan tugasnya. Malam ini ia harus berhasil meringkus Kwi-eng-cu, Si Bayangan Iblis!

   Malam ini ia akan menyelidiki tempat tinggal Pangeran Kim Ngo Him, mantu kaisar itu. Ada pula bayangan menghilang di rumah ini ketika ia melakukan penyelidikan yang lalu.

   Untuk sementara ini agaknya Pangeran Souw Cun tidak akan berani melakukan tindakan, setelah apa yang terjadi pagi tadi. Kemarahan Pangeran Souw Han kepadanya, ancaman Pangeran Souw Han untuk melapor kepada Kaisar dan Permaisuri, tentu akan membuat Pangeran Souw Cun tidak berani banyak membuat ulah untuk sementara ini. Maka, yang paling tepat untuk diselidiki adalah Pangeran Kim Ngo Him.

   Ketika ia tiba di dekat tembok pekarangan rumah tinggal Pangeran Kim Ngo Him, ia melihat sesosok bayangan hitam muncul dari dalam. Dengan gerakan lincah, bayangan itu meloncat dari dalam ke atas wuwungan rumah itu, berdiri tegak memandang ke sekeliling.

   Bayangan itu mengenakan pakaian serba hitam dan kepalanya dibungkus kain hitam pula. Ada dua ujung kain itu mencuat ke atas sehingga nampaknya seperti tanduk. Bayangan itu memiliki bentuk tubuh yang kurus agak jangkung.

   Dengan jantung berdebar tegang Liong-li menahan diri untuk tidak segera muncul turun tangan. Ia tidak ingin gagal kali ini, tidak akan tergesa-gesa. Kalau ia muncul menyerang dan bayangan itu lari lagi ke dalam gedung tempat tinggal Pangeran Kim Ngo Him, tentu ia tidak akan melakukan pengejaran. Terlalu berbahaya, karena selain sukar mencarinya di di dalam gedung yang tidak dikenalnya, juga mungkin malah rahasianya akan terbuka. Ia harus menanti saat yang baik dan akan membayangi dulu.

   Bayangan itu memandang ke sekeliling beberapa saat lamanya, kemudian tubuhnya melayang turun dari atas genteng dengan cepat bagaikan seekor burung saja. Liong-li kagum dan iapun cepat melayang turun dari samping rumah yang berlawanan, kemudian ia menyusup-nyusup dan menyelinap di antara pohon- pohon dan bangunan ketika melihat bayangan itu keluar dari pagar gedung Pangeran Kim Ngo Him lalu lari menuju ke bagian belakang kompleks istana.

   Bayangan itu terus berlari cepat menuju ke bagian paling belakang dari kompleks istana di mana terdapat sebuah bukit kecil. Di atas bukit ini terdapat sebuah hutan buatan di mana dipelihara binatang-binatang hutan yang jinak seperti kijang, kelinci dan sebagainya. Juga di puncaknya terdapat kuil istana. Keluarga kaisar suka berpesiar di dalam hutan yang indah dan tidak berbahaya ini dan kuil itu merupakan tempat sembahyang dan pemujaan dari para anggauta keluarga kaisar.

   Ketika tiba di tepi hutan, Liong-li yang tidak ingin kehilangan orang yang dikejarnya itu, mempercepat larinya agar jaraknya tidak terlampau jauh. Sejak tadi ia sudah kagum karena orang itu harus diakuinya memiliki ilmu berlari cepat yang hebat. Ia harus mengerahkan tenaganya untuk dapat membayangi terus orang itu dan hal ini saja sudah memberi peringatan kepadanya bahwa ia menghadapi lawan yang lihai.

   Tiba-tiba bayangan itu membalikkan tubuhnya dan kedua tangannya bergerak. Terdengar bunyi berdesingan dan Liong-li cepat mengelak dengan loncatan-loncatan ke kanan kiri karena ada paku-paku yang menyambar-nyambar ke arahnya secara berturut-turut.

   

Iblis Dan Bidadari Eps 6 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 17 Asmara Si Pedang Tumpul Eps 7

Cari Blog Ini