Dewi Ular 5
Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
Setelah mereka pergi, Lee Cin menuju ke pintu dan mengambil baki itu lalu meletakkannya di depan Hui san.
"sumoi, untuk apa makan hidangan mereka? Aku tidak sudi"
"Aih, jangan begitu, suheng. Kalau kita tidak makan, bagaimana kita dapat mengharapkan lolos dari sini? Kita akan kelaparan dan tenaga kita akan menjadi lemah. Jangan bodoh, suheng. Mari makan dan minumlah."
"Hemm, aku tidak percaya kepada mereka yang jahat. Bagaimana kalau makanan dan minuman ini dicampuri racun?"
"Jangan khawatir, aku sudah hafal akan racun- racun- Aku akan mencicipi dulu apakah beracun atau tidak." Lee Cin lalu mencicipi setiap masakan dan minuman, mengecap-kecapnya dengan lidahnya. Ia menggeleng kepala dan berkata,
"Tidak mengandung sedikitpun racun yang dapat membunuh kita."
Hui san berpikir bahwa alasan Lee Cin benar. Perutnya sudah lapar karena selama dua hari dua malam dia tidak pernah mau menyentuh makanan yang dihidangkan mereka, dan tubuhnya sudah mulai lemas. Mereka lalu makan minum sampai kenyang dan keduanya merasa segar dan kuat sekali.
Tiba-tiba terdengar suara tawa merdu.
"Ha-ha-hi-hi-hik Bagus sekali, kalian telah makan minum sepuasnya" Di balik jeruji muncullah wajah si Iblis Cantik. Ketika tertawa-tawa itu, tampak giginya yang putih bersih dan berderet rapi, membuat tawanya tampak manis sekali
"setelah itu, kalian boleh berpengantinan sepuasnya dan kami pun akan mendapat tontonan yang amat memuaskan, hi-hi-hik"
"Perempuan jalang" Hui san menjadi marah dan melempar-lemparkan mangkuk dan cawan, dan sumpitnya ke arah jeruji, akan tetapi wajah cantik itu sudah lenyap dari sana.
Tiba-tiba Hui san memegang kepalanya yang terasa panas. Dia pernah dipaksa minum sesuatu dan dalam keadaan diborgol kaki tangannya, dia tidak dapat menghindar dan setelah minum air yang tidak mempunyai rasa sesuatu itu, dia pun merasa kepalanya panas dan pening, kemudian dia tersiksa oleh rangsangan yang amat hebat. Namun Huisan adalah murid seorang ketua siauw-lim-pai yang bukan hanya mempelajari ilmu silat saja, melainkan juga keagamaan dan ilmu batin. Batinnya menjadi kuat dan dia mengerahkan seluruh kekuatan batinnya untuk melawan dorongan rangsangan itu. Kini, merasa kepalanya panas, dia terkejut dan tahulah dia bahwa dalam makanan dan minuman itu terkandung racun atau obat yang mendatangkan rangsangan dalam tubuhnya. selama beberapa hari ini, dia selalu digoda Iblis Cantik untuk melayani nafsu rendahnya. Akan tetapi dia dapat bertahan dan menolak dengan keras sehingga akhirnya Iblis Cantik menjadi marah dan dia diborgol dalam kamar itu dan disiksa. Kini, kembali dia dipengaruhi racun perangsang itu, dan karena Lee Cin berada di situ, dia pun tahu betapa bahaya mengancamnya.
"Celaka, sumoi... Makanan dan minuman itu mengandung racun perangsang jangan melihat ke sini, kita tidak harus saling melihat" setelah berkata demikian, Hui san duduk bersila membelakangi Lee Cin dan mengerahkan sin-kang dan kekuatan batinnya untuk menolak rangsangan yang mencengkeram perasaannya itu.
Lee Cin mengerutkan alisnya. Memang ada semacam racun atau obat yang menimbulkan rangsangan gairah dan obat semacam ini tidak ada rasanya. Karena itu ketika mencium baunya dan menjilatnya, ia tidak merasakan apa-apa. Ia sendiri tidak terpengaruh oleh obat macam itu, karena di tubuhnya sudah terdapat kekebalan terhadap segala racun. Ketika ia masih kecil, gurunya atau ibunya sendiri sudah memasukkan hawa beracun dalam tubuhnya yang dapat menolak pengaruh racun atau obat apapun juga.
"Karena selalu menolak keinginan nista dari Iblis cantik walaupun aku keracunan, maka akhirnya ia menyekap aku di sini dan menyiksaku. Hati- hati, sumoi dan duduklah bersila untuk melawan bekerjanya racun ini." Hui san berkata tanpa menoleh, suaranya terdengar agak gemetar. Hatinya mulai diserang perasaan yang membuatnya panas dingin-serangan itu kini jauh lebih berbahaya baginya daripada yang lalu. Kalau tadinya ia menahan gelora rangsangan itu dengan tabah dan menolak bujuk rayu Iblis Cantik karena memang dia merasa tidak suka wanita jahat itu, kini dia terangsang dalam keadaan berada sekamar dengan Lee Cin Padahal, dia mencinta Lee Cin- Dahulu, ketika Lee Cin dilatih It-yang-ci oleh In Kong Taisu, gurunya, dia pernah menyatakan cintanya kepada Lee Cin (baca Kisah Gelang Kemala).Biarpun Lee Cin menolaknya dengan halus karena gadis itu belum memikirkan tentang cinta, namun cintanya tidak pernah lenyup, Kini, gadis yang dicintanya itu berada dekat dengannya, maka dorongan gairah itu menjadi berlipat ganda kuatnya.
Lee Cin yang sudah mempelajari banyak pengetahuan tentang racun dari ibunya, dapat memaklumi keadaan Hui san. Ia tidak mendekati pemuda itu dan dari sudut kamar itu ia berkata lembut,
"Pertahankan, suheng. Ingat, engkau adalah murid suhu In Kong Taisu yang tentu kuat untuk menahan diri dari serangan nafsu apa pun. Aku akan berusaha untuk dapat lolos dari tempat ini."
Hui san diam saja, dan tidak menoleh. Akan tetapi tiba-tiba dia mendengar suara suling melengking-lengking. Dia tahu bahwa Lee Cin meniup suling, akan tetapi tidak mengerti apa maksud gadis itu bermain suling dalam keadaan seperti itu.
Akan tetapi tidak lama kemudian, seekor ular belang hitam putih merayap masuk ke dalam kamar tahanan itu. Ular ini kecil saja, sebesar ibu jari kaki. Binatang itu merayap masuk melalui celah di bawah pintu mendekati Lee Cin dan mengangkat kepalanya dan digoyang-goyangkan- seolah menari mengikuti irama suling yang ditiut gadis itu.
Lee Cin meniup suling dengan lembut, memegangi suling dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya cepat menangkap ular itu Jari-jari tangannya menjepit leher ular itu sehingga ular itu tidak mampu menggerakkan kepalanya lagi. Agaknya ia menjadi jinak di tangan Lee Cin.
Lee Cin menghentikan tiupan sulingnya, mengambil sebuah cawan yang tadi dipakainya minum, kemudian memaksa ular itu membuka mulutnya dan menekan taringnya pada bibir cawan sehingga cairan hitam keluar dari mulut ular itu dan menetes ke dalam cawan. Itulah racun ular belang hitam-putih yang memang hendak diambil oleh Lee Cin. setelah merasa cukup, Lee Cin melepasnya. Ular itu, seperti seekor anjing yang jinak. merayap ke sudut itu dan melingkar di sana, tak bergerak lagi akan tetapi matanya tetap ditujukan ke arah Lee cin seperti menanti perintah selanjutnya.
Lee Cin menuang air teh dari poci yang tadi dihidangkan sampai setengah cawan dan mencicipi dengan menjilat jarinya. setelah merasa bahwa ukuran minuman itu cukup ia lalu membawa cawan itu kepada Hui san.
"sumoi, tolong... jangan mendekat...." kata Hui san yang dapat mendengar gerakan Lee Cin mendekatinya.
"suheng, aku telah membuatkan obat penawarnya. Minumlah cawan ini sampai habis isinya." Ia menyodorkan cawan itu dari belakang tubuh Hui san- Pemuda itu menerima cawan itu dan tanpa ragu sedikitpun segera minum isinya sampai habis. Air teh itu terasa lebih pahit dari biasanya. setelah mengembalikan cawan, dia memejamkan mata, merasakan apa yang terjadi dalam perutnya. Perut itu mengeluarkan suara berkeruyuk seperti kelaparan dan dalam perutnya ada gerakan hawa yang meronta-ronta. Hui san menahan rasa muak itu dan bernapas dengan panjang, menghimpun hawa murni. Perlahan-lahan rasa muak itu menghilang dan lenyap juga pening di kepalanya dan dengan girang dia mendapat kenyataan betapa rangsangan gelora nafsu itu juga sudah lenyap sama sekali.
Dengan hati lega dan girang dia membalikkan tubuhnya menghadapi Lee Cin yang memandang kepadanya dengan penuh perhatian. Melihat wajah pemuda itu yang tadinya kemerahan seperti orang kepanasan kini sudah normal kembali, ia bertanya,
"Bagaimana sekarang suheng? sudah membaikkah?"
"Ah, terima kasih, sumoi. sudah sembuh sama sekali." Dan ia terkejut melihat ular kecil melingkar di sudut ruangan itu.
"Racun ular itu penawar segala macam racun, Suheng. Yang kau minum tadi adalah racun ular belang hitam-putih dan air teh."
Mendengar ini, Hui san mengangguk-angguk
"Pantas engkau tidak sampai keracunan biarpun juga makan minum seperti aku, sumoi. Kiranya pengetahuanmu tentang racun amat mendalam."
"Akan tetapi, kalau ular belang hitam putih itu menggigit orang, racunnya akan segera mendatangkan kematian- Biar kuusahakan pembebasan kita, suheng. Engkau pura-pura menggeletak pingsan, dan aku yang akan menarik perhatian penjaga."
Biarpun belum mengetahui dengan jelas, Hui san dapat menduga bahwa gadis cerdik itu akan bersandiwara agar pintunya dibuka, maka dia mengangguk lalu merebahkan diri miring menghadap dinding membelakangi pintu.
"Jangan miring, biar telentang saja, suheng dan kau kerahkan tenaga dalam untuk membuat wajahmu tampak pucat..."
Hui sian menurut dan dia menelentangkan tubuhnya dan mengerahkan sinkang untuk menahan jalan darah yang menuju ke mukanya sehingga mukanya itu tampak pucat sekali.
"suheng.... aduh, tolong. Tolonggg...." Lee Cin menangis dan menjerit-jerit setelah ia tadi menyembunyikan ular belang hitam putih di bawah bajunya.
Dua kepala segera tampak di luar jeruji
"Ada apa?" tanya seorang di antara mereka ketika melihat Lee Cin menangis dan mengguncang-guncang tubuh Hui san.
"suheng.... Aduh.... perutku. perutku sakit...." Dan Lee Cin juga terkulai dan roboh menimpa tubuh Hui san, lalu berkelojotan seperti orang sekarat.
Melihat ini, dua orang penjaga itu menjadi khawatir. Kalau dua orang tawanan itu mati, tentu mereka akan dipersalahkan oleh Niocu yang berwatak keras. Melihat wajah pemuda itu pucat dan wajah Lee Cin juga pucat dan kerut merut menahan nyeri yang hebat, dua orang penjaga itu terkecoh. Mereka tahu bahwa makanan dan minuman untuk dua orang ini diberi racun perangsang dan mereka mengira bahwa mereka agaknya tidak kuat menahan bekerjanya racun itu sehingga menderita nyeri hebat. Karena gugup dan khawatir kalau- kalau dua orang tawanan itu mati, dua orang penjaga bergegas membuka pintu kamar tahanan dengan anak kunci yang mereka bawa, lalu menghampiri Hui San yang kelihatan pingsan dan Lee Cin yang mengaduh-aduh dan menggeliat-geliat. Akan tetapi baru saja mereka menekuk lutut hendak memeriksa, dengan kecepatan kilat Lee Cin dan Hui san menyerang mereka dengan totokan It-yang-ci. Tanpa dapat mengeluarkan suara kedua orang penjaga itu roboh tak sadarkan diri
"Kita cepat keluar dari sini," bisik Hui san.
"Nanti dulu, kalau penjagaan amat ketat, akan sukarlah bagi kita untuk dapat meloloskan diri dari sini. sebaiknya kupanggil dulu para pembantuku."
"Pembantu?"
Lee Cin mengeluarkan ular belang hitam putih dari balik jubahnya dan berkata,
"Pembantu-pembantu seperti ini" Lalu ia mengeluarkan sulingnya dan meniupnya. Terdengar bunyi melengking lengking yang lembut namun nada suara tinggi melengking-lengking itu dapat menembus sampai ke mana-mana.
Tak lama kemudian, terdengar teriakan-teriakan dari luar pintu kamar tahanan yang sudah terbuka itu,
"Ular, ular...."
"Wah, ular banyak sekali. Haiiih, menggelikan dan mengerikan"
"Semua memasuki menara. Cepat usir"
"Hiiih, aku jijik...."
Suara gaduh itu diselingi suara mendesis-desis dan segera tercium bau amis dan aneh. Banyak sekali ular besar kecil agaknya terpanggil oleh tiupan suling Lee Cin dan puluhan, bahkan ratusan ekor ular itu menerobos pintu memasuki lantai dasar menara itu, lalu masuk ke dalam kamar di mana Lee Cin meniup sulingnya. Melihat sedemikian banyaknya ular besar kecil, Hui san sendiri merasa ngeri. Akan tetapi Lee Cin dengan tenang saja meniup sulingnya dan semua ular yang sudah memenuhi ruangan itu mengangkat kepala seperti menari-nari.
Tiba-tiba dari luar mendatangi banyak wanita bercadar mengiringkan sang Iblis Cantik Iblis Cantik itu nampak marah sekali
"Pintu kamar tahanan itu sudah terbuka. Jahanam, siapa yang berani lancang membukanya?" Akan tetapi ia segera melihat dua orang anak buahnya menggeletak di lantai kamar itu dalam keadaan pingsan, dan ia pun melihat banyak sekali ular di kamar itu, mengangkat kepala seperti menari-nari mengikuti irama lagu dari suling yang ditiup Lee Cin.
"Kalian semua maju. Bunuh dua orang itu" bentak Iblis Cantik yang menganggap dua orang itu berbahaya karena telah mengetahui rahasianya.
Akan tetapi semua anak buahnya adalah wanita, dan tidak anehlah kalau mereka merasa ngeri dan jijik melihat ular demikian banyaknya, ada yang besar ada yang kecil beraneka warna dan menggeliat-geliat menyeramkan. Iblis Cantik sendiri, biarpun ia seorang yang pemberani dan berhati kejam, tidak takut terhadap siapa pun, merasa ngeri melihat Ular demikian banyaknya. Lee Cin melihat bahwa pedang Ang-coa-kiamnya berada di tangan wanita cantik itu, maka hatinya menjadi panas.
"Mari kita keluar dari sini, Suheng," katanya, menghentikan tiupan sulingnya. Kemudlan la meniup lagi sulingnya, sekali ini dengan lagu yang keras dan terdengar seperti penuh kemarahan- Ular-ular itu segera membalik dan seperti hendak menyerang kepada semua wanita yang berada di luar kamar itu. Melihat ini, Iblis cantik sendiri yang berada paling depan, segera bergerak mundur dengan muka berubah pucat. Hui San dan Lee Cin melangkah keluar dan berada di belakang barisan ular seolah menggiring mereka yang mengejar para wanita bercadar dan pemimpin mereka.
"Pergunakan api" tiba-tiba iblis cantik berseru kepada anak buahnya. Beberapa orang anak buahnya menyalakan obor dan menyerang ular-ular itu. Tentu saja ular-ular itu menjadi kalang-kabut, saling terjang dan ketakutan melihat api yang panas. Melihat ini, Lee Cin memberi isyarat kepada Hui San dan mereka menerjang maju. Lee Cin menggunakan sulingnya dan Hui San menggunakan kaki tangannya untuk mengamuk. Amukan kedua orang membuat para wanita bercadar itu terdesak mundur dan kesempatan itu dipergunakan oleh Lee Cin dan Hui San untuk melompat keluar.
"iblis busuk. Mari kita bertanding untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih kuat" teriak Lee Cin dan ia pun menerjang dengan hebatnya kepada iblis cantik yang segera memutar pedang rampasannya untuk menyambut terjangan Lee Cin itu. Lee Cin menggunakan sulingnya untuk menangkis dan balas menyerang. Biarpun hanya sebatang suling, akan tetapi suling di tangan Lee Cin adalah suling terbuat dari baja dan memang dapat dipergunakan sebagai senjata ampuh. Dua orang wanita yang sama cantiknya itu segera terlibat dalam perkelahian yang seru. Ular-ular yang ketakutan menghadapi api dan yang kini tidak terkendali oleh suara suling, melarikan diri cerai berai ke segala penjuru.
Sementara itu, Hui san mengamuk dengan kaki tangannya, dikeroyok belasan orang wanita bercadar. Pendekar Siauw-lim-pai ini biarpun bertangan koSong, membuat para pengeroyoknya kocar-kacir dan mereka yang terkena tamparan atau tendangannya berpelantingan.
Perkelahian itu terjadi di luar menara dan karena matahari telah naik cukup tinggi dan kuil itu mulai dipenuhi pengunjung, maka tentu saja suara perkelahian itu terdengar sampai ke kuil. Para pengunjung kuil sejak tadi terheran-heran mengapa tidak ada seorang to-kouw yang menyambut dan melayani mereka. Mereka tadinya hanya menunggu munculnya para to-kouw. Kemudian mereka mendengar suara ribut-ribut dari belakang kuil, maka mereka lalu memasuki kuil dan keluar daripintu belakang. Mereka terheran-heran ketika melihat seorang gadis dan seorang pemuda dikeroyok banyak wanita bercadar. Yang amat menarik hati mereka adalah ketika mereka melihat iblis Cantik. Wanita itu mirip sekali dengan Dewi seribu Berkah yang mereka puja-puja di kuil itu Karena tidak tahu urusannya dan tidak mengenal mereka yang berkelahi, orang-orang itu tidak berani mencampuri, hanya menonton dari jarak jauh.
Hui San mengamuk dan para pengeroyoknya yang belasan orang jumlahnya itu kocar-kacir. Biarpun mereka semua memegang pedang, tidak pernah sekalipun tubuh pemuda itu terkena senjata para pengeroyoknya, bahkan beberapa orang kehilangan pedang yang terlempar karena tamparan atau tendangan kaki pemuda itu. Para pengeroyok mulai menjadi jerih melihat sepak terjang Hui san dan mereka mulai mundur menjauhkan diri.
Sementara itu, iblis Cantik yang melawan Lee Cin juga sudah kewalahan menghadapi permainan suling di tangan gadis itu. Lee Cin memainkan Ang-coa Kiam-sut dengan sulingnya dan tangan kirinya kadang menyelingi sambaran sulingnya dengan ilmu totok It-yang-ci yang ampuh. iblis Cantik itu hanya mampu menangkis dan mengelak saja, main mundur dandidesak terus oleh Lee Cin- Pada suatu saat, tangan kiri Lee Cin berhasil menotok mengenai siku kanan iblis Cantik. seketika lengan itu menjadi lumpuh dan pedang Ang-coa- kiam terlepas dari tangannya. Lee Cin cepat menyambar pedangnya itu dengan tangan kiri lalu menyelipkan suling dipinggangnya.
Iblis Cantik terkejut sekali. Ia melompat ke belakang lalu tangan kirinya bergerak. Beberapa sinar kecil hitam menyambar ke arah Lee Cin. Lee Cin maklum bahwa lawan menyerangnya dengan senjata rahasia, maka ia memutar pedang ular merahnya sehingga semua senjata gelap itu runtuh.
Tiba-tiba si iblis Cantik menggerakkan tangan kirinya lagi dan terdengar ledakan disusul asap hitam tebal. Lee -lin maklum bahwa lawannya hendak melarikan diri dengan lindungan asap tebal. Tangan kirinya mengambil sesuatu dari balik bajunya dan dilemparkannya ke depan- Terdengar jerit mengerikan kemudian sunyi. Anak buah iblis Cantik yang kewalahan melawan Hui san sudah melarikan diri, cerai-berai ke empat penjuru mencari keselamatan.
Lee Cin dan Hui sian mengusir asap tebal dengan pukulan dan dorongan tangan dengan pengerahan sin-kang. setelah asap menipis dan mengudara, tampaklah si iblis Cantik rebah telentang dengan mata mendelik dan kedua tangan di leher. Di lehernya yang putih mulus telah melingkar seekor ular belang hitam putih yang tadi dilontarkan oleh Lee Cin. Leher itu telah digigit ular, akan tetapi ular itu pun mati dengan kepala hancur dicengkeram jari tangan iblis Cantik, Setelah pertempuran terhenti, baru para tamu kuil menghampiri. sibuklah Lee Cin dan Hui san menjelaskan dan menceritakan tentang iblis Cantik dan anak buahnya yang bersarang di menara itu dan menggunakan kuil itu untuk menjadi kedok perbuatan maksiat mereka. Tadinya para tamu itu tidak dapat percaya, akan tetapi setelah mereka ikut menyerbu ke menara dan membebaskan beberapa orang pemuda yang menjadi korban gerombolan sesat itu dan mendengar keterangan mereka, baru para tamu itu dapat percaya.
Para pemuda yang menjadi korban itu bercerita betapa mereka ditawan, diberi minum obat perangsang dan selanjutnya mereka harus melayani nafsu jahat si iblis Cantik. Kalau si iblis Cantik itu sudah bosan, seorang pemuda diserahkan kepada anak buahnya. Pemuda-pemuda itu tidak mampu menolak atau mencegah. Bahkan mereka yang sudah loyo dan kehabisan tenaga, dibuang begitu saja di tengah hutan di bukit itu, dan ada yang dilempar ke dalam jurang.
Mendengar ini, para tamu kuil itu menjadi marah. Mereka merasa telah tertipu oleh para to-kouw yang ternyata adalah wanita-wanita cabul yang amat jahat. Bahkan Dewi seribu Berkah yang mereka puja adalah patung dari iblis cantik yang mengepalai gerombolan cabut dan jahat itu. saking marahnya, para penduduk dusun yang merasa tertipu itu lalu membakar kuil dan menara dan melemparkan mayat si iblis Cantik ke dalam kobaran api.
Lee Cin dan Hui san diam-diam meninggalkan para penghuni dusun yang mengamuk itu, menuruni puncak dengan cepat. setelah tiba disebuah lereng yang merupakan lapangan rumput, mereka berhenti untuk beristirahat.
"Berbahaya sekali...." Hui san menghela napas panjang
"Kalau tidak ada engkau yang datang menolong, entah bagaimana jadinya dengan diriku. Mungkin akan disiksa sampai mati. Aku patut berterima kasih kepadamu sumoi."
Pemuda itu memandang Lee Cin sambil tersenyum dan pandang matanya bersukur. Lee Cin tertawa keciL "Ih, perlukah itu kita saling berterima kasih, suheng? sudah sewajarnya kalau kita saling bantu, bukan? Kalau engkau berterima kasih, aku ingatkan engkau akan peristiwa dua tiga tahun yang lalu. Engkau pun menyelamatkan aku dari tangan sijahanam Siangkoan Tek " (baca Kisah Gelang Kemala).
Hui sian tertawa
"Akan tetapi sebaliknya engkau pun menyelamatkan aku ketika aku terluka oleh pukulan datuk Siangkoan Bhok."
"sudahlah, karena itu tidak perlu kita saling berterima kasih, saling hutang budi. sudah menjadi kewajiban kita untuk menolong siapa saja yang terancam bahaya, bukan? Ketika aku ke menara, aku sama sekali tidak mengira bahwa pemuda yang hendak kuselamatkan itu adalah engkau. Apalagi engkau, suheng, biarpun orang lain, kalau membutuhkan pertolongan tentu akan kutolong."
"Engkau seorang pendekar wanita yang berbudi mulia, sumoi," kata Hui san sambil menatap wajah gadis itu penuh kagum. Cintanya terhadap Lee Cin yang selama ini terpendam saja, kini tumbuh kembali, akan tetapi tentu saja dia tidak berani menyatakan hal itu kepada Lee Cin, takut kalau ditolak lagi. Penolakan Cinta memang mendatangkan perasaan pedih di hati. Daripada menyatakan Cinta lalu ditolak. lebih baik berdiam diri sehingga hubungan mereka tetap baik.
"suheng, engkau hendak ke mana dan bagaimana dapat sampai di tempat ini?" tanya Lee Cin.
"sebetuinya aku diutus oleh susiok (Paman Guru) Hui Sian Hwesio untuk pergi berkunjung ke Bengcu Souw Tek Bun di Hong-san."
"Ah, mengunjungi Ayah?" Lee Cin bertanya heran "Ayahmu? Bengcu Souw Tek Bun itu ayahmu?" kini Hui san yang bertanya penuh keheranan. Ketika Lee Cin belajar It-yang-ci dari gurunya, In Kong Thaisu, yang dia tahu Lee Cin adalah murid Ang-tok Mo-li Bagaimana kini gadis itu mengaku Souw-bengcu sebagai ayahnya?
Lee Cin menghela napas panjang. Ia sudah terlanjur mengatakan demikian maka ia harus menceritakan hal yang sebenarnya,
"Ya, dia adalah ayah kandungku. sudah hampir dua tahun aku tinggal bersama ayah kandungku di Hong-san. Akan tetapi engkau hendak ke sana menemui ayahku ada masalah apakah suheng,?" Ia membelokkan percakapan.
"Tentu engkau tahu bahwa kalau ayahmu itu menjadi bengcu, maka Susiok Hui Sian Hwesio dan Locianpwe Im Yang sengcu ketua Kun-lun-pai adalah wakil-wakil Bengcu."
"Aku mengerti. Ayah sudah memberitahu kepadaku. Akan tetapi ada urusan apakah susiok Hui san Hwesio mengutusmu mengunjungi Ayah?"
"Aku tidak tahu jelas, sumoi. Hanya pesan susiok Hui san Hwesio kepadaku agar memberitahukan Souw-bengcu bahwa pada bulan lima akan diadakan pertemuan besar antara para tokoh kang-ouw untuk membicarakan keadaan di luar timur sepanjang pantai, di mana banyak tokoh kang-ouw terbujuk oleh bangsa Jepang untuk mengadakan pemberontakan di sana. Pertemuan itu akan diadakan di Hong-san dan minta kepada Souw-bengcu untuk bersiap-siap menghadapi pertemuan itu"
Lee Cin mengerutkan alisnya
"Hemm, pertemuan itu tidak bisa diadakan di Hong-san"
"Kenapa, sumoi?"
"Justeru aku hendak menghadap susiok Hui San Hwesio wakil bengcu, untuk menyampaikan pesan Ayah bahwa mulai sekarang Ayah telah mengundurkan diri dari kedudukan sebagai bengcu."
Tentu saja Hui san terkejut mendengar ini dan memandang wajah Lee Cin dengan penuh pertanyaan.
"Kenapa, sumoi?"
Lee Cin sudah siap dengan jawabannya terhadap pertanyaan itu seperti yang ia telah membayangkannya
"Ayah berada dalam keadaan tidak sehat setelah berkelahi melawan seseorang, karenanya Ayah tidak lagi dapat bertindak sebagai bengcu. Ayah mengutus aku menemu susiok Hui san Hwesio atau Locianpwe Im Yang sengcu dari Kun-lun-pai sebagai wakil-wakil bengcu agar mereka bertindak mewakilinya. Pendeknya, Ayah mengundurkan diri dari kedudukan sebagai bengcu."
"siapa yang telah melukai ayahmu, sumoi?"
Lee Cin menghela napas
"Itulah sukarnya. Ayah tidak mengenalnya siapa, hanya tahu dia seorang laki-laki muda yang memakai kedok hitam. Aku sekarang sedang dalam perjalanan mencari pria muda yang berkedok hitam itu. Aku harus membalas apa yang telah dia lakukan kepada Ayah."
"Akan tetapi mengapa? Apakah orang itu musuh ayahmu? Tentu ada sebab-sebabnya."
"Menurut Ayah, orang itu menyalahkan Ayah yang duduk sebagai bengcu, Ayah disebutnya sebagai antek Mancu. Jahanam busuk itu, aku akan memenggal lehernya Berani dia menuduh Ayah sebagai antek Mancu."
Hui sian menghela napas panjang
"Inilah satu di antara persoalan yang akan dibahas dalam rapat para tokoh kang-ouw. Kita semua mengetahui bahwa negara dan bangsa kita dijajah oleh orang Mancu, dan karena pemilihan bengcu juga disetujui bahkan didukung pemerintah Kerajaan Mancu, maka tidaklah terlalu aneh kalau ada orang-orang kang-ouw yang menuduh kita sebagai antek Mancu. sekarang ini banyak golongan yang bergerak menentang pemerintah penjajah Mancu."
"Akan tetapi, Ayah bukan antek Mancu. Dan Ayah tidak menggerakkan orang kang-ouw untuk membantu pemerintah Mancu orang menuduh sembarangan, tanpa menyelidiki lebih dulu sudah menyerang Ayah. Pendeknya, dari golongan manapun orang yang menyerang Ayah itu, aku pasti dan harus membalasnya. Aku tidak peduli apakah dia itu dari golongan pendekar maupun golongan sesat. Cara dia menyerang Ayah dengan memakai kedok dan menggunakan ilmu pukulan penghancur tulang sudah menunjukkan bahwa dia bukan manusia baik- baik"
Menghadapi gadis yang marah-marah itu Hui san menghela napas. Dia sudah cukup mengenal watak Lee Cin dan justeru kekerasan hati gadis ini yang membuatnya tertarik. Dia tahu bahwa betapapun ganas dan galaknya Lee Cin, pada dasarnya ia seorang gadis gagah perkasa yang mempertahankan kebenaran seperti yang ia gambarkan dengan penuh keberanian. Ia bukan seorang gadis jahat walaupun memang wataknya keras dan liar.
"Aku sendiri tidak dapat menduga siapa orang berkedok itu, sumoi. sebaiknya sekarang kita pergi menghadap susiok Hui sian Hwesio. Kalau beliau sudah tidak berada di Kuil Kwi-cu lagi, biariah suhu yang memutuskan dan menerima pesan ayahmu. susiok Hui sian Hwesio adalah wakil Ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu, dan tugasnya mewakili suhu di luaran. Beliau banyak melakukan perantauan."
"Akan tetapi pesan Ayah, kalau aku tidak dapat bertemu dengan susiok Hui sian Hwesio, aku harus pergi ke Kun-lun-pai melapor kepada Locianpwe Yang sengcu."
"Hal itu kita bicarakan nanti saja kalau kita sudah menghadap sisiok Hiu sian Hwesio atau suhu. Mari, sumoi, kita lanjutkan perjalanan ke Kwi-cu."
Kedua orang muda itu lalu meninggalkan bukit itu dan melakukan perjalanan cepat menuju ke Kwi-cu. Lee Cin sama sekali tidak mengetahui betapa bahagia rasa hati Hui sian mendapat kesempatan melakukan perjalanan bersamanya. Memang dua tahun lebih yang lalu Hui san pernah menyatakan Cintanya kepadanya, akan tetapi ditanggapinya dengan ringan dan tak acuh saja tanpa ketegasan apakah ia menerima ataukah menolak Cinta kasih pemuda itu. Lee Cin sendiri sudah hampir lupa akan peristiwa itu. Namun pada wajahnya, Hui san yang berbatin kuat itu tidak menunjukkan sesuatu. sikapnya tetap ramah dan sopan terhadap Lee Cin. Bahkan tidak nampak pada sinar matanya kemesraan yang memenuhi hatinya.
Cinta merupakan suatu perasaan teramat kuat mempengaruhi diri setiap orang manusia. Cinta dapat mendatangkan perasaan berbahagia, namun Cinta dapat pula mendatangkan perasaan sengsara. Kalau dua hati bertemu dan saling bertaut dalam ikatan benang-benang Cinta itu kadang dapat kusut dan ruwet. Namun sebaliknya, kalau Cinta tidak terbalas, dapat mendatangkan penderitaan batin yang hebat. Kekecewaan dan kehampaan akan membuat seseorang merasa sebagai manusia paling sengsara di dunia ini.
Cinta selalu diboncengi nafsu sehingga sifatnya menjadi tamak. Cinta seperti ini selalu menghendaki balasan- selalu menghendaki keuntungan bagi diri sendiri. Menghendaki agar yang diCinta itu membalas Cintanya, menghendaki agar dia dapat memiliki dan memiliki yang diCinta. Cinta seperti ini mendatangkan rasa senang bagaikan orang minum anggur yang dapat memabukkan dan membuat dirinya lupa daratan. Akan tetapi Cinta seperti ini, yang diboncengi nafsu asmara, sebaliknya dapat pula mendatangkan kekecewaan dan duka. Kalau yang diCinta itu tidak membalas dengan Cinta, kalau yang diCinta itu memalingkan muka kepada orang lain, kalau yang diCinta itu tidak menyenangkan hatinya, tidak suka dikuasai dan dimilikinya, tidak mau pula menguasai dan memilikinya, maka datanglah kekecewaan dan duka.
Ada Cinta yang murni, tidak diboncengi nafsu. Cinta seperti ini bagaikan sinar matahari yang tidak memilih siapa yang akan dilimpahi cahayanya. Cinta seperti ini tidak menuntut balasan, Cinta seperti ini tidak memilih sasaran dan Cinta seperti ini tidak pernah mendatangkan kesenangan maupun kesusahan, tidak pernah mendatangkan kepuasan maupun kekecewaan. Cinta seperti ini seperti matahari yang menyinarkan cahayanya kepada siapapun juga, menghidupkan, menyehatkan tanpa menuntut balas apa pun dan dari siapa pun. seperti bunga menyiarkan keharuman memberikan keindahan kepada siapapun juga tanpa menuntut balas apa pun dari siapa pun. Cinta seperti ini adalah suatu keadaan, bukan suatu perbuatan yang lahir dari hati akal pikiran.
Akan tetapi yang kita bicarakan adalah Cinta yang pertama tadi, Cinta yang ada karena bekerjanya hati akal pikiran, karena tertariknya panca indera. Manusia tidak ada yang terbebas dari Cinta seperti ini. Akan tetapi manusia yang sudah menyadari dan tahu macam apa Cinta yang menguasai hatinya, yang waspada dan maklum bahwa Cintanya itu bergelimang nafsu, tidak akan terlalu dalam terperosok. tidak akan terlalu kuat terikat sehingga akibatnya tidak terlalu parah. sesungguhnyalah bahwa Cinta seperti ini membuahkan kesenangan ataupun kesusahan, kepuasan atau kekecewaan dan siapa yang sudah tahu benar akan hal ini, kalau harus memetik dan memakan buahnya, tidaklah terkejut benar.
Pada suatu hari yang cerah, serombongan piauwsu terdiri dari sembilan orang pengawal dua buah kereta terisi barang dagangan yang amat berharga, yaitu kain sutera dan bahan pakaian lainnya, yang ditarik oleh masing-masing dua ekor kuda. para piauwsu itu menunggang kuda dan mereka mengawal barang kiriman itu sambil bercakap-cakap dan menjalankan kuda mereka dengan santai. Mereka telah melakukan perjalanan selama dua hari dari kota Pao-ting dan tujuan mereka adalah kota Thian-ting di tenggara. Perjalanan itu akan makan kurang lebih lima hari dan sudah dilalui setengah perjalanan. Mereka sudah lelah dan hendak mengaso kalau terdapat tempat yang cocok untuk itu. Dua orang kusir juga melenggut di tempat duduk mereka, membiarkan kuda mereka berjalan seenaknya. Kuda- kuda itu perlu beristirahat dan diberi minum. Mereka tahu bahwa di lereng pertama dari bukit di depan terdapat sebuah dusun dan di sana mereka bisa mendapatkan makanan dan minuman untuk orang dan kuda.
Mereka menjalankan kuda seenaknya karena dusun itu sudah dekat dan mereka sudah melampaui daerah yang dianggap paling berbahaya tanpa mendapatkan gangguan yang berarti. Dari dusun di lereng itu sampai ke kota Thian-ting perjalanan akan lebih aman dan juga tidak banyak melalui jalan pegunungan yang berat. Hati mereka ringan dan karena merasa aman, mereka pun bercakap-cakap dengan santai. Yang memimpin rombongan ini adalah piauwsu kepala, sebanyak dua orang bernama Cu Lok dan Thio sin. Mereka adalah piauwsu yang sudah berpengalaman dan merupakan wakil-wakil yang dipercaya dari Ketua Kim-liong-pang di Pao-ting, yaitu Souw-pangcu atau Souw Can. Karena barang kiriman itu amat berharga, maka kedua orang wakil inilah yang disuruh mengawal, bersama tujuh orang piauwsu pembantu.
Ketika mereka tiba di kaki bukit itu, tak jauh lagi dari dusun yang berada di lereng pertama, tiba-tiba dua buah kereta yang berjalan di depan berhenti. Para piauwsu yang mengiringkan di belakang sambil bercakap-cakap merasa heran dan cepat dua orang pimpinan mereka melarikan kuda menuju ke depan untuk melihat mengapa kereta dihentikan oleh kusir-kusirnya.
Cu Lok dan Thio sin yang melarikan kudanya paling depan, melihat seorang pemuda tampan berdiri di tengah jalan sehingga kusir terpaksa menghentikan keretanya karena tidak ingin menabrak pemuda itu. seorang pemuda berusia kurang lebih duapuluh dua tahun yang berwajah tampan dan gagah. Dipunggungnya terdapat sebatang pedang danpakaian pemuda itu mewah dan indah bersih, pandang matanya tajam dan mulutnya tersenyum. Nampaknya dia bersikap lembut dan melihat pakaiannya seperti seorang kong-cu yang kaya, dua orang piauwsu itu menjadi tenang hatinya. Tidak mungkin pemuda seperti itu hendak mengganggu mereka. Tampang dan pembawaannya bukan seperti orang kang-ouw yang yang suka merampok atau memeras.
Cu Lok piauwsu yang berusia empat puluh tahun dan bertubuh tinggi besar, berkata kepada rekannya,
"Biar aku yang menghadapinya."
Thio sin, yang berusia tiga puluh lima tahun dan bertubuh sedang, juga merasa tenang melihat pemuda yang menghadang itu, maka dia pun mengangguk dan membiarkan rekannya yang lebih tua itu melompat turun dari kudanya dan menghadapi pemuda yang menghadang di tengah jalan itu. Cu Lok adalah seorang piauwsu yang berpengalaman. Dia tahu bahwa penjahat yang paling berbahaya adalah kalau dia berupa seorang yang lemah dan sama sekali tidak kelihatan sebagai seorang penjahat. Maka dia bersikap hati-hati dan mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada pemuda berpakaian mewah itu.
"Kami para piauwsu dari Kim-liong-pang sedang mengawal dua kereta barang menuju ke Thian-ting. Agaknya Kongcu memcunyai urusan penting dengan kami maka menghadang sini. Apakah kiranya yang dapat kami bantu untuk Kongcu?" sikap Cu Lok ini hormat sekali.
"Bagus, orang-orang Kim-liong-pang ternyata mengerti aturan," kata pemuda itu sambil tersenyum
"Bolehkah aku bertanya, apa isi kedua kereta itu?" Dia menuding ke arah dua buah kereta yang berhenti di situ.
"Kami sedang mengawal barang kiriman berupa kain-kain sutera dan bahan pakaian lain menuju ke Thian-ting. Harap Kongcu membiarkan kami lewat," kata Cu Lok. masih dengan sikap merendah dan hormat.
"Aha, kebetulan sekali. Kami sedang membutuhkan kain untuk membuat pakaian anak buah kami yang belasan orang banyaknya. Karena itu, bersikaplah baik dan murah hati kepada kami, piauwsu, dan tinggalkan sebuah di antara dua kereta itu untuk kami."
Cu Lok mengerutkan alisnya. Tidak salah dugaannya. Pemuda yang berpakaian mewah dan berbicara halus ini adalah seorang perampok. Maka dia berkata dengan menahan kesabaran
"Mana dapat begitu, Kongcu? Barang kiriman ini bukan milik kami dan kami dari Kim-liong-pang tidak pernah bermusuhan dengan Kongcu. Harap biarkan kami lewat dan kelak kami akan berkunjung untuk menghaturkan terima kasih."
Pemuda itu tertawa,
"Ha- ha- ha, mana bisa begitu? Yang kami butuhkan sekarang adalah kain-kain untuk dibuat pakaian, bukan ucapan terima kasih."
"Kalau hanya itu yang Kongcu butuhkan, tentu dengan senang hati kami akan memberi untuk Kongcu," kata Cu Lok yang mengira bahwa pemuda itu membutuhkan pakaian untuk diri sendiri sehingga hanya membutuhkan beberapa potong kain saja
"Kalau Kongcu hendak membuat pakaian, silakan memilih beberapa potong kain, nanti kami yang akan menggantinya kepada pemiliknya di Thian-ting."
"Ha-ha-ha, kau ini lucu Untuk apa beberapa potong kain? Aku hendak mengambil satu kereta. Kami membutuhkan pakaian untuk dua puluh lima orang"
Tahulah Cu Lok bahwa pemuda itu tidak main-main dan memang benar dia seorang perampok yang hendak memaksanya menyerahkan sekereta kain.
"Hemm, sobat" suaranya kini berbeda, terdengar tegas,
"Apakah engkau hendak merampok kami?"
Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masa bodoh apa yang kalian katakan, merampok atau meminta. Pendeknya, kalian harus meninggalkan sekereta kain ini kepadaku."
"Jelasnya, engkau hendak merampok. kami? Hei, orang muda, siapa kah engkau yang berani mengganggu barang kiriman yang dikawal oleh para piauwsu Kim-liong-pang?"
"Aku Siangkoan Tek tidak mengenal Kim-liong-pang, dan apa yang aku kehendaki harus kalian taati, atau kalian semua akan kuhajar" kata pemuda yang lemah lembut itu. Pemuda itu memang Siangkoan Tek adanya. seperti kita ketahu, Siangkoan Tek dimarahi ayah ibunya karena ulahnya membikin ribut Pulau Naga yang diserbu pasukan dari daratan. Ayah ibunya lalu menyuruh dia merantau selama setahun untuk mencari pengalaman dan juga mencari jodoh. dalam perantauannya itu Siangkoan Tek tiba di daerah itu.
Ketika Siangkoan Tek tiba di bukit itu, dua puluh lima orang perampok menghadangnya. Melihat pakaiannya yang mewah, para perampok itu menduga bahwa dia tentu seorang pemuda kaya, maka mereka menghentikannya dan minta semua barang yang dibawanya. Siangkoan Tek tertawa dan menghajar dua puluh lima orang perampok itu tanpa membunuh mereka. Para perampok itu taluk dan mengaku kalah kepada pemuda yang amat lihai itu. saat itulah Siangkoan Tek mendapat gagasan yang dianggapnya baik. Dipulaunya, sebagai putera majikan Pulau Naga, dia selalu dihormati dan dilayani. Kini, melihat dua puluh lima orang itu, dia mengambil keputusan untuk menjadikan mereka itu anak buahnya. Dengan demikian, dia akan dilayani dan juga kedudukannya menjadi kuat. Maka dia lalu mengangkat diri sendiri menjadi pimpinan mereka. Para anak buahnya inilah yang memberitahu kepadanya bahwa ada kiriman barang berharga sebanyak dua kereta akan lewat dijalan raya, di luar hutan yang menjadi sarang mereka. Ketika Siangkoan Tek bertanya mengapa mereka tidak merampas kereta berisi barang berharga itu, mereka menyatakan takut karena kereta barang-barang itu dikawal oleh para piauwsu Kim-liong-pang. Demikianlah, Siangkoan Tek lalu menghadang kereta itu dan menyuruh anak buahnya bersembunyi saja dan baru keluar kalau dia memberi tanda.
Sementara itu, Cu Lok dan Thio sin menjadi marah mendengar ucapan terakhir Siangkoan Tek yang hendak menghajar mereka kalau kehendaknya tidak ditaati. Thio sin sudah marah sekali dan dia pun meloncat turun dari atas punggung kudanya, diikuti oleh papa anak buahnya yang berjumlah tujuh orang itu "Pemuda sombong, engkaulah yang akan kuhajar" bentak Thio sin dan dia sudah menyerang pemuda itu dengan pedangnya. Akan tetapi dengan gerakan indah dan cepat, Siangkoan Tek mengelak ke kiri dan kakinya mencuat dalam tendangan kilat mengenai dada Thio sin sehingga piauwsu itu terjengkang roboh.
Melihat ini, cu Lok lalu menyerangnya, diikuti oleh tujuh orang anak buahnya dan dikeroyoklah Siangkoan Tek oleh delapan orang itu Thio sin yang roboh itu sudah merangkak kembali dan ikut pula mengeroyok.
Namun, sembilan orang piauwsu itu sama sekali bukan merupakan lawan tangguh bagi Siangkoan Tek. dalam waktu singkat saja mereka itu sudah terpelanting oleh tamparan dan tendangan pemuda itu. Melihat ini, dua orang kusir meloncat turun dan ikut pula mengeroyok. akan tetapi mereka pun terpelanting roboh. Akhirnya, sembilan orang itu sudah dihajar oleh Siangkoan Tek. membuat mereka babak belur, dan tidak mampu melawan lagi. Siangkoan Tek bertepuk tangan dan keluarlah anak buahnya dari balik pohon-pohon dan semak-semak.
"Bawa kuda- kuda itu dan dua buah kereta" perintah Siangkoan Tek. Para anak buah perampok itu girang sekali. Baru sekali ini mereka dapat merampas barang- barang kawalan para piauwsu Kim-liong-pang. Dan semua itu terjadi tanpa mereka turun tangan sama sekali. Anak buah perampok itu menjadi girang sekali bukan hanya mendapatkan hasil rampokan yang amat berharga, tiga belas ekor kuda dan dua buah kereta penuh sutera dan kain, akan tetapi terutama sekali karena mereka mendapatkan seorang pemimpin yang dapat dibanggakan, yang telah berani merampok dan mengalahkan sembilan orang piauwsu Kim-liong-pang yang lihai.
Sembilan orang piauwsu dan dua orang kusir itu terpaksa melarikan diri meninggalkan kuda mereka ketika mereka melihat demikian banyaknya anak buah perampok bermunculan dari dalam hutan. Pemuda itu merobohkan mereka akan tetapi tidak membunuh, belum tentu kalau anak buahnya pun akan membiarkan mereka hidup, Maka mereka lalu melarikan diri dan kembali kw poa ting.
Souw Can merasa heran dan juga marah sekali mendengar laporan anak buahnya bahwa dua kereta barang itu dilarikan perampok bertkut sembilan ekor kuda tunggangan anak buahnya. Akan tetapi yang lebih marah lagi adalah Souw Hwe Li dan Lai Siong Ek. Dua orang muda ini marah sekali karena merasa betapa Kim-liong-pang dipandang ringan dan dihina oleh seorang perampok muda. Mereka berdua menanyakan kepada para piauwsu itu di mana tempat mereka dirampok dan setelah mendengar keterangan jelas, tanpa pamit lagi mereka berdua segera membalapkan kuda mereka menuju ke hutan itu.
Baru setelah dua orang muda itu dua tiga jam pergi, Souw Can diberitahu tentang kepergian mereka. Souw Can mengerutkan alisnya dan menganggap murid dan putertnya lancang. Menurut certta sembilan orang piauwsu, perampok tunggal itu tentu lihai sekali. Bagaimana Hwe Li dan Siong Ek pergi begitu saja tanpa memberitahu dia lebih dulu? Karena mengkhawatirkan keselamatan puterinya, Souw Can lalu memimpin tujuh belas anggauta Kim-liong-pang dan melakukan pengejaran dengan naik kuda.
Akan tetapi Hwe Li dan Siong Ek membalapkan kuda mereka dan baru berhenti setelah malam tiba. Mereka bermalam disebuah kuil di lereng bukit danpada keesokan harinya, pagi-pagi benar mereka sudah melanjutkan perjalanan dengan membalapkan kuda mereka.
Siang hari itu, mereka tiba di tempat terjadinya perampokan. Mereka lalu membelok dan memasuki hutan seperti yang diceritakan para piauwsu yang melihat bahwa kereta mereka dilartkan ke dalam hutan. Kini kedua orang muda itu menjalankan kuda mereka dengan hati- hati karena maklum bahwa mereka telah memasuki daerah yang dikuasai perampok.
Tak lama kemudian mereka melihat dua orang laki-laki berusia empat puluh tahun berjalan di tengah hutan- Mereka berjalan dengan santai, akan tetapi ketika mendengar derap kaki kuda, mereka lalu membalikkan tubuh menghadang di jalan dan sikap mereka bengis.
Hwe Li melihat sikap kedua orang ini segera berkata kepada Siong Ek,
"suheng, tentu mereka itu anggauta perampok Kita tangkap mereka hidup, hidup,"
Ia lalu melompat turun dari atas kudanya, diikuti oleh Siong Ek. Tanpa memberi kesempatan kepada dua orang itu untuk bergerak atau bicara, Hwe Li sudah menerjangnya dengan hebat. Song Ek juga menyerang perampok ke dua. Dua orang itu mencabut golok dan hendak melawan, akan tetapi dengan mudah Hwe Li dan Siong Ek meroboh kan mereka. Hwe Li sudah mencabut pedangnya dan menempelkan pedang itu di leher seorang di antara mereka, sedangkan Siong Ek juga mengancam orang ke dua dengan pedangnya.
"Hayo, katakan di mana dua buah kereta dan sembilan ekor kuda kami di sembunyikan. Dan katakan siapa kepala rampok itu dan di mana dia berada. Cepat atau aku akan penggal lehermu"
Dua orang anggauta perampok itu menjadi pucat. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara tawa halus dan di situ sudah muncul Siangkoan Tek yang berdiri sambil bertolak pinggang.
Mendengar suara tawa ini, Hwe Li menoleh dan ia melihat seorang pemuda tampan dan gagah dengan pakaian mewah sudah berdiri memandang kepadanya sambil tersenyum. Melihat ini, ia lalu melepaskan orang yang ditodongnya dan membalik, menghadapi Siangkoan Tek. Ia teringat akan cerita para piauwsu yang dirampok. maka dengan pedang di tangan kanan, ia menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka pemuda itu.
"Engkaukah yang bernama Siangkoan Tek dan yang telah merampok dua buah kereta barang dan sembilan ekor kuda dari para piauwsu kami?" bentak Hwe Li dengan marah.
Melihat gadis yang cantik jelita itu marah-marah, Siangkoan Tek tersenyum. Hatinya kagum sekali. Gadis itu selain cantik jelita, juga gagah perkasa dan pemberani, begitu gagah kelihatannya ketika menudingkan telunjuknya dengan pedang di tangan kanan.
"Benar, aku adalah Siangkoan Tek. dan engkau siapakah, Nona? Apa hubunganmu dengan kejadian itu?"
tanya Siangkoan Tek sambil tersenyum memikat, matanya bersinar-sinar. Biarpun sedan marah, Hwe Li terpaksa harus mengakui di dalam hatinya bahwa perampok ini sungguh merupakan seorang pemuda yang tampan dan gagah, dan melihat sikap dan pakaiannya, sungguh tidak patut menjadi perampok. Dia lebih mirip seorang siucai (sastrawan) atau seorang kongcu (tuan muda) bangsawan atau hartawan. Akan tetapi karena ia sedang marah, ia melupakan semua kenyataan ini dan membentak dengan suara lantang.
"Perampok busuk Aku adalah Souw Hwe Li, puteri Ketua Kim-liong-pang, pemimpin pengawalan barang. Hayo cepat kau kembalikan sembilan ekor kuda dan dua buah kereta bertsi bahan pakaian itu lalu berlutut minta maaf, baru aku dapat mengampunimu. Kalau tidak. pedang nonamu akan memenggal batang lehermu"
Sementara itu, Lai Siong Ek memperlihatkan muka garang dan dia pun membentak,
"Perampok jahanam... Butakah matamu, tulikah telingamu sehingga engkau tidak melihat bahwa dua buah kereta itu dikawal oleh orang-orang Kim-liong-pang? Berani mati engkau mengganggunya sumoi,jangan memberi ampun penjahat ini. Mart kita basmi mereka dan rampas kembali dua buah kereta itu" setelah berkata demikian, Lai Siong Ekyang sudah mencabut pedangnya mendahului sumoinya menyerang pemuda itu.
Melihat gerakan pedang yang tangkas, cepat dan cukup bertenaga itu, Siangkoan Tek mengeluarkan suara mengejek dan dia sudah mengelak dengan mudah. Ketika tusukan pedangnya dielakkan dengan mudah, Siong Ek menjadi semakin marah dan pedangnya sudah berkelebat ke bawah, menyerampang ke arah kedua kaki lawan. Akan tetapi dengan gerakan ringan seperti seekor burung, Siangkoan Tek kembali mengelak dengan lompatan ke atas dan dari atas tangannya menyambar untuk mencengkeram pundak Siong Ek. Pemuda ini terkejut sekali karena tahu-tahu tangan itu sudah sangat dekat dengan pundaknya sehingga terpaksa untuk menghindarkan pundaknya dari cengkeraman tangan lawan, dia melempar diri ke belakang, terjengkang dan berjungkir balik agar tidak terbanting jatuh. Melihat ini, Hwe Li meloncat ke depan dan pedangnya bergerak bagaikan kilat menyambar ke arah leher Siangkoan Tek. Akan tetapi kembali pemuda dari pulau Naga itu mengelak dengan gerakan indah, lalu melangkah maju untuk menangkap lengan tangan Hwe Li yang memegang pedang. Namun Hwe Li sudah melompat mundur untuk menghindarkan diri. Dua orang kakak beradik seperguruan itu lalu mengeroyok Siangkoan Tek dengan ilmu pedang mereka.
Sambil berloncatan mengelak ke sana sini Siangkoan Tek memperhatikan ilmu pedang mereka. Dia mengenal ilmu pedang Kun-lun-pai yang indah gerakannya, dan segera dapat mengira bahwa ilmu kepandaian gadis cantik itu lebih lihai dibanding suhengnya. Dia menjadi semakin kagum kepada gadis itu. seorang gadis yang cukup pantas untuk menjadi kekasihnya, bukan menjadi isterinya karena yang pantas menjadi istertnya hanyalah gadis-gadis seperti Lee Cin dan Cin Lan. Dalam perantauannya dia sudah mencari keterangan tentang dua orang gadis itu dan mendengar bahwa Tang Cin Lan, puteri pangeran itu, telah menikah dengan Song Thian Lee, pemuda yang amat dibenCinya. Maka tinggal Lee Cin seorang yang dia harapkan untuk menjadi isterinya. Akan tetapi gadis yang mengeroyoknya ini pun cukup lumayan ilmu silatnya, dan wajahnya juga cukup manis.
Siangkoan Tek adalah seorang pemuda yang sudah sesat sejak masih muda remaja. Dia hidup dekat dengan selir-selir ayahnya yang banyak jumlahnya, dan karena dia seorang pemuda yang tampan, maka selir-selir itu banyak yang memanjakannya, bahkan mengajarinya untuk bermesraan dengan mereka. Dengan lingkungan dan pendidikan seperti itu, Siangkoan Tek menjadi dewasa sebagai seorang pemuda yang mata keranjang. Lebih-lebih ayahnya tidak pernah menegur atau melarangnya dalam sepak terjangnya yang gila perempuan ini. Hanya ibunya yang suka menegurnya dengan keras. Akan tetapi karena ibunya berada di rumah saja, maka apa yang dilakukan oleh puteranya di luar rumah tidak diketahui oleh ibunya, hanya diketahui oleh ayahnya yang membiarkan saja.
Menghadapi pengeroyokan Hwe Li dan Siong Ek. Siangkoan Tek tidak menjadi terdesak karena memang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi. Akan tetapi dia pun tidak berani main-main karena ilmu pedang Kun-lun-pai adalah ilmu pedang yang cukup hebat. Kalau saja yang memainkan itu seorang gadis. setingkat dengan Lee Cin kepandaiannya, tentu dia akan terancam bahaya. Namun, menghadapi dua orang itu, Siangkoan Tek menang dalam hal kecepatan maupun tenaga sin-kang.
Bahkan dia tidak membalas dengan serangan maut. Kalau dia menghendaki kematian dua orang pengeroyok itu, tidak sampai lima puluh jurus lamanya tentu kedua orang lawan itu sudah dapat dia robohkan- Akan tetapi dia tidak menghendaki hal ini terjadi. Hatinya tertarik kepada Hwe Li dan dia tidak ingin membuat gadis itu membencinya kalau dia melukai atau bahkan membunuh mereka. setelah cukup lama mempermainkan mereka, Siangkoan Tek menggunakan ilmu silat Hui-liong-kun- Tubuhnya bergerak cepat dan serangannya nnendatangkan angin pukulan yang dahsyat. Ketika dia mendapat kesempatan, dia dapat menendang pergelangan tangan kanan Siong Ek sehingga pemuda ini terkejut dan terpaksa pedangnya terlepas dari tangan, dan sebelum dia sempat menghindar, sebuah pukulan tangan koSong mengenai pundaknya dan dia pun terpental roboh.
Tulang pundaknya tidak patah, akan tetapi pukulan telapak tangan terbuka itu mendatangkan rasa panas dan pundaknya terasa nyeri. Melihat suhengnya sudah kalah dan agaknya menderita kesakitan sehingga tidak dapat segera maju lagi, Hwe Li menjadi marah. Ia memutar pedangnya dan mendesak lawannya, namun siang-koan Tek sudah mendahuluinya, menangkap pergelangan tangan kanannya, memutar sehingga terpaksa Hwe Li juga melepaskan pedangnya dan di lain saat dia telah menotok pundak Hwe Li, membuat gadis itu terkulai lemas dan berada dalam rangkulannya.
Melihat sumoinya dipeluk Siangkoan Tek. Siong Ek menjadi marah dan nekat. Diambilnya pedangnya yang tadi tertepas dan dia membentak
"Lepaskan sumoi" Dia siap untuk menerjang dengan pedangnya.
Akan tetapi Siangkoan Tek menodongkan kedua jarinya ke ubun-ubun kepala Hwe Li
"Majulah selangkah dan sumoimu ini akan tewas seketika"
Melihat ini, wajah Siong Ek menjadi pucat dan dia tidak berani bergerak. Dia hanya memandang ke arah sumoinya dengan bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dikatakan- sementara itu, ketika Hwe Li merasa betapa ia tidak lagi mampu bergerak atau mengeluarkan suara, ia hanya dapat memandang wajah Siangkoan Tek dengan ketakutan. Tahulah ia bahwa ia berada dalam bahaya. Siangkoan Tek yang melihat betapa gadis dalam rangkulannya itu ketakutan, tersenyum manis kepada Hwe Li.
"Adik manis, jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Engkau sementara ini akan menjadi tamuku yang terhormat. Lihat, bahkan suhengmu tidak kusakiti dan tidak kubunuh. Kalau engkau menurut dan tidak memberontak. aku akan bersikap baik sekali kepadamu. sebaliknya kalau engkau melawan, suhengmu ini akan mati di depan matamu, kemudian engkau juga akan mati di tanganku."
Mendengar ancaman yang diucapkan sambil tersenyum dan dengan kata- kata lembut itu Hwe Li menjadi semakin ketakutan, dan ketika pada saat itu Siangkoan Tek membebaskan totokannya, ia tidak berani meronta dan hanya tinggal diam saja.
"sobat, bebaskan sumoiku agar kami dapat pergi dari sini." Siong Ek mencoba untuk membujuknya.
"Tidak perlu banyak cakap lagi. sumoimu menjadi tamu agungku, dan engkau cepat pergilah dari sini sebelum pikiranku berubah dan engkau kubunuh. Pergilah"
Siong Ek maklum bahwa dia tidak berdaya menolong sumoinya. Dia memandang kepada sumoinya dan berkata,
"sumoi, tenanglah. Aku akan mencari bala bantuan untuk membebaskanmu
"
Saking takutnya, Hwe Li tidak mampu bicara lagi dan ia hanya mengangguk kepada suhengnya. Siong Ek segera melompat ke atas kudanya dan membalapkan kudanya untuk kembali ke Pao-ting dan mencari bala bantuan.
Setelah Siong Ek pergi, Siangkoan Tek berkata kepada Hwe Li,
"Adik Souw Hwe Li, mari silakan menunggang kudamu, kita pulang ke tempat tinggalku."
Hwe Li melihat ada kesempatan- Ia melompat ke atas kudanya dan hendak melarikan diri, akan tetapi Siangkoan Tek sudah menyambar kendali kudanya dan menuntun kuda itu memasuki hutan lebih dalam lagi.
Tidak jauh dari situ terdapat sebuah kuil kuno yang sudah tidak dipergunakan dan inilah yang dijadikan tempat tinggal atau sarang oleh Siangkoan Tek dan para berandal yang menjadi anak buahnya. Hwe Li yang sudah tidak dapat berdaya itu menurut saja ketika disuruh turun dari kuda dan diajak masuk ke dalam kuil kuno. Di dalamnya lebar dan sederhana, akan tetapi sebuah ruangan yang cukup luas dilengkapi perabot seperti meja kursi, lemari dan tempat tidur besar yang cukup indah buatannya dan ruangan ini dijadikan sebagai tempat atau kamar tidur oleh Siangkoan Tek.
"Nah, engkau tinggal untuk sementara di sini, Nona. Engkau menjadi tamuku juga sahabat baikku. Dan untuk menyambut kedatanganmu, kita adakan sebuah pesta kecil di antara kita berdua saja." Siangkoan Tek berkata dengan lembut dan tidak ketinggalan senyumnya yang menarik. Melihat dirinya diperlakukan dengan baik, rasa takut menipis di hati Hwe Li.
"Memang sebaiknya kalau engkau melakukan aku dengan sepantasnya, karena kalau engkau berani menggangguku, ayahku tentu tidak akan terima begitu saja," katanya dengan ancaman, akan tetapi tidak terdengar galak lagi.
Kemelut Kerajaan Mancu Eps 12 Kemelut Kerajaan Mancu Eps 14 Gelang Kemala Eps 9