Pedang Sinar Emas 48
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 48
Akan tetapi ketika ia membaca tulisan pada sampul kuno itu, ia terkejut sekali dan berseru keras saking girangnya.
"Inilah dia....! " Kemudian ia memandang ke"kanan kiri dan suaraaya menjadi perlahan. "Inilah kitab yang tadinya berada di dalam patung emas, peninggalan Tat Mo Couwsu yang diperebutkan sampai mengorbankan jiwa beberapa orang gagah tadi, Li Hwa, dari mana kauperoleh ini? "
Li Hwa menggerakkan kepala memandang ke atas menara. Sin-tung Lo-kai juga memandang ke atas akan tetapi tidak melihat sesuatu yang menarik. Melihat pandang mata kong kongnya penuh selidik ke atas, Li Hwa menjadi berdebar. Hampir saja ia membuka rahasia Beng Han dan melamggar janjinya.
Dengan suara tenang ia lalu berkata,
"Aku mendapatkan dua benda ini di atas sini, kong-kong." Ditudingnya tanah di bawah kakinya.
"Kau tadi melihat apa di atas? Mengapa memandang ke atas menara?" tanya Sin-tang Lo "kai, masih terus melihat ke puncak pagoda penuh kecurigaan.
"Aku tadi terheran mengapa dua benda yang luar biasa ini berada di sini seakan-akan terjatuh dari atas," jawab Li Hwa dan ia menjadi terkejut dan menyesal mendengar jawabannya sendiri yang dianggap bodoh.
Jawaban ini mengingatkan Sin tung Lo-kai akan suara hiruk-pikuk sebelum terjadi pertempu ran di depan pagoda tadi.
"Aku hendak menengok ke sana. kau tunggu di sini! " katanya sambil berlari memutari pagoda.
Li Hwa merjadi kaget dan cemas akan tetapi ia tak dapat berbuat apa-apa kecuali lari menyusul kong-kongnya.
Sementara itu, Kwan Sian Hong sudah selesai dengan penguburan jenazah tiga orang hwesio dan pemuda ini melihat adiknya berlari-"lari dengan muka pueat, cepat ia menghampiri dan bertanya,
"Moi-moi, kau kenapakah? Kenapa kau dengan muka pucat dan napas menburu?"
"Kong kong hendak naik ke atas menara," jawab Li Hwa. ''aku takut kalau-kalau terjadi sesuatu dengan kong-kong. Tempat ini amat memyeramkan."
Sian Hong mencari kong-kongnya dengan pandang rnatanya. la melihat kakek itu sedang mendobrak daun pintu pagoda yang tadi tertutup sendiri. Daun pintu itu sukar sekali dibuka. Sin-tung Lo kai mengeluarkan tenaganya dan "braaakcck.....!!" daun pintu itu didorongnya dengan paksa sampai pecah.
Akan tetapi ia cepat melompat mundur lagi karena dari belakang pintu itu keluar debu dan hancuran dinding. Setelah debu agak berkurang, Sin-tung Lo-kai melongok ke dalam dan melihat bahwa ruangan bawah pagoda itu penuh dengan hancuran dinding dan anak tangga.
Kakek itu merasa ngeri. Anak tangga yang amat tinggi itu ternyata telah roboh ke bawah dan hancur, berikut sebagian dari loteng "di atas, entah berapa tingkat yang hancur dan menimpa ke bawah itu, Tidak ada jalan lagi untuk orang naik ke puncak pagoda, juga tidak mungkin turun kalau orang sudah berada di atas menara.
"Mari kita cepat pergi dari sini," kata kakek itu kepada Li Hwa dan Sian Hong yang sudah memburu ke situ.
"Agaknya sudah menjadi ke"hendak Thian bahwa kitab peninggalan Tat Mo Couwsu harus jatuh kepada Li Hwa. Ini namanya jodoh. Tokok-tokoh besar memperebutkannya, tahu tahu kitab itu secara aneh terjatuh ke dalam tangan Li Hwa. Bukankah ini jodoh namanya? kita harus menjaganya baik-baik dan pergi dari sini sebelum mereka mengetahui akan hal ini dan datang ke sini mendatangkan kesukaran bagi kita."
Dengan tergesa-gesa namun gembira sekali Sin-tung Lo-kai Thio Houw mengajak dua orang cucunya pergi cepat-cepat meninggaikan Kim- hud tah, pagoda yang mendatangkan keributan karena patung emasnya.
Bagaimana kitab peninggalan Tat Mo Couwsu dan pedang Giok-po-kiam bisa berada di tangan Beng Han dan mengapa pula bocah ini memberikan pedang dan kitab kepada Li Hwa?
Pembaca tentu masih ingat bahwa patung emas yang di jadikan rebutan itu tadinya berada di tangan Gwat Kong Hosiang yang menjaga di tingkat teratas.
Setelah Gwat Kong Hosiang dan Gwat Liong Hosiang turun membantu sate mereka Gwat San Hosiang mcnghadapi para penyerbu, dan melihat kedatangan Sin-tung Lo-kai Thio Houw, Gwat Kong Hosiang lalu mendapat firasat tidak enak.
Para penyerbu ternyata bnnyak dan terdiri dari orang orang pandai. Apalagi ia melihat adanya Koai Thian Cu dan Pat-pi Lo cu. Gwat Kong Hosiang sudah dapat menaksir bahwa dia dan dua orang sutenya tentu akhirnya akan kalah juga. Oleb karena itu ia minta Sin-tung Lo-kai keluar lebih dulu, lalu cepat ia rnembuka patung emas dengan jalan memutar beberapa kali dengan penggerahan tenaga pada kedua kaki patung, Tiba-tiba terdengar suara dan terbukalah lubang pada punggung patung.
Di ambilnya kitab dan pedang dari dalam patung, lalu di tutupnya kembali dengan cara seperti tadi. Kemudian Gwat Kong Hosiang berlari- lari naik ke atas pagoda di bagian paling tinggi, yakni di menara di mana Beng Han ber"ada ia menyerahkan kitab dan pedang itu kepada Beng Han dan karena tidak banyak waktu lagi, secara singkat ia berkata,
"Beng Han, kau kuserahi kitab dan pedang ini dan mulai detik ini kaulah yang menjadi pen"jaganya, terserah kepadamu apa yang akan kau "lakukan terbadap dua benda peninggalan Tat Mo Couwsu ini. Kau sudab dipercaya oleh mendiang Thian-re Kiam -ong, kiranya patut pula kami percaya,"
Beng Han menerima benda itu dan tidak dapat menjawab apa-apa karena hatinya diliputi ke"tegangan. Ketika hendak pergi, Gwat Kong Hosi"ang menoleh lagi di ambang pintu dan berkata,
"Ingar, kau takkan bisa turun lagi sebelum menamatkan pelajaran dan memiliki kepandaian tinggi, Kami menghadapi musuh-musuh tangguh akan tetapi sebelum kami roboh, kami akan menjaga agar tak seorangpun dapat naik dan mengganggumu di tempat ini."
Setelah berkata demikian Gwat Kong Hosiang keluar dari puncak menara itu.Tak lama kemudian Beng Han mendengar suara hiruk pikuk yang juga terdengar sampai di luar pagoda.Ternyata bahwa tiga orang hwesio kosen itu dengan kepandaian mereka telah memukul dan menghancurkan anak tangga yang menghubungkan tingkat terbawah sarnpai ke tingkat teratas.Jalan keluar atau jalan turun bagi Beng Han sudah dimusnahkan!.
Adapun Beng Han ketika menerima kitab itu dengan amat ingin tahu ia membuka-buka lembar"annya dan melihat tulisan di halaman kitab itu ; IM- YANG-CIN-KENG la membuka terus dan mendapat kenyataan bahwa kutab itu mengandung pelajaran ilmu silat tinggi Akan tetapi alangkah kagetnya ketika tanpa disengaja ia membuka lembaran di mana ada tulisan peringatan seperti berikut :
Murid yang mempelajari Im-yang-cin-keng harus bersumpah takkan mempelajari ilmu silat lain!
Melihat tulisan ini, Beng Han terkejut dan timbul perasaan tidak suka akan kitab itu. Juga pedang pusaka Giok- po-kiam itu biarpun amat in"dah, baginya tidak seindah Kim- kong-kiam yang lebih panjang dan sinarnya kekuningan.
Pedang Giok-po-kiarn gagangnya terhias batu kernala, bentuknya dan gagangnya serba indah dan mewah sekali, lebih pintas kalau diajadikan pedang pang"hias dinding. Lebih patut dipakai oleh seorang wanita cantik pesolek.
Inilah sebabnya mengapa tanpa ragu-ragu lagi Beng Han melemparkan pedang dan kitab itu kepada Li Hwa. Memang ia amat berterima kasih kepada gadis cilik ini akan sikapnya yang manis dahulu di Tit--le, dan kiranya di dunia hanyagadis cilik ini yang pantas memiliki Giok-po-kiam dari padanya!
Beng Han masih terlalu kecil untuk me"ngatahui siapa adanya Tat Mo Couwsu pencipta Im-yang cin keng, maka ia memandang rendah isi kitab itu yang dianggapnya tak mungkin dapat menyamai kitab peninggalan Thian-te Kiam- ong. Sungguh ia tidak tahu bahwa kitab peninggalan Thian-te Kiam ong yang berisikan Kim-kong-kiam-sut, Thai-lek Kim-kong-jiu, Soan-hang Pek-lek-jiu, Tee -coan Liok- kiam- sut, dan Ngo-heng Sin- kiam-hoat itu keseluruhannya adalah anak cabang-cabang yang bersumber kepada sari pelajaran yang diturunkan oleh Tat Mo Couwsu juga! Jadi Im-yang-cin-keng dan ilmu silat-ilmu silat yang diturunkan oleh Thian- to Kiam-ong secabang atau sesumber.
Setelah keadaan di bawah pagoda tenang kembali, Beng Han mulai mengatur keadaannya. Pertama-tama ia membuka pintu dan hendak turun,Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat bahwa anak tangga sudah hancur mulai dari ting"kat sembilan ke bawah!
Dengan hati-hati sekali ia menuruni sisa anak tangga dan hatinya agak lega ketika la melihat belasan buah gentong besar yang berisi air bersih! Kiranya tiga orang hwesio itu telah mempersiapkan segalanya dan telah mengisi belasan gentong ini dengan air sumber kecil di dasar pagoda yang kini sudah terhuruk oleh puing anak tangga dan dinding! Akan tetapi Beng Han maklum bahwa belasan gentong air ini takkan mencukupi untuk diminum bertahun-tahun, maka ia selain berlaku hemat sekali, kadang-kadang menahan haus dan minum air embun dan kalau datang hujan" tak lupa ia memenuhi gentong-"gentongnya.
Setiap hari, seperti yang dipesan oleh Gwat Kong Hosiang, ia makan telur burung dan sarang burung.
Pada bulan-bulan pertama, ia merasa tubuhnrya lemas dan sakit-sakit. Akan tetapi lambat-laun merasa biasa, bahkan tubuhnya terasa panas hangat dan kuat! Beng Han benar-benar menjali seorang pertapa luar biasa yang setiap harinya hanya makan telur dan sarang burung yang tinggal beribu-ribu di atap pagoda itu.
Kita tinggalkan dulu Beng Han yang dengan amat rajin dan prihatin mempelajari ilmu silat dari kitab peninggalan Thian-te Kiam ong, terutama sekali melatih Kim-kong Kiam-sut yang amat sukar dipelajari itu.
Mari kita ikuti pengalaman Song Bi Hui dara jelita yang bernasib malang itu.
Telah dituturkan di bagian depan betapa hancur dan sedihnya hati Bi Hui atas kematian ayah bundanya secara demikian.
Setengah dipaksa-paksa akhirnya ia ikut juga dengan bibinya Song Siauw Yang, pergi dan untuk semen tara tinggal di Liok can.
Hati Siauw Yang pada dasarnya memang berbudi Semenjak peristiwa menyedihkan yang menimpa keluarga kakaknya itu, lenyap sama sekali rasa marah yang dahulu la merasa kasihan sekali kepada Bi Hui dan diam - diam ia berunding dengan suaminya.
"Kasihan sekali Bi Hui....... alangkah baiknya kalau dia bisa menjadi isteri Kong Hwat Aku tahu sejak dahulu bahwa mereka itu saling suka dan akan menjadi suami isteri yang beruntung. Kalau dia menjadi mantu kita, dia akan hidup di antara keluarga sendiri."
Liem Pun Hui menarik napas panjang mendengar kata-kata isterinya ini, "Memang baik sekali maksud hatimu ini. akan tetapi...... bagaimana bisa dilaksanakan? Kau tentu masih ingat akan pesan mendiang gakhu (ayah mertua)...... "
"Bahwa kita harus menjodohkan Kong Hwat dengan cucu perempuan Sin-tung Lo kai? " sambung Song Siauw Yang tak sabar.
"Memang ayah dahulu berkata demikian, akan tetapi dahulu ayah tidak tahu akan keadaan sebenarnya. Kalau di pikir-pikir perjodohan antara Kong Hwat dan cucu Sin tung Lo-kai sama sekali tidak tepat,bahkan elanggar tata susila. Coba saja kau pikir.Kau adalah anak angkat dari Sin-tung Lo kai Thio Houw, tentu sedikit banyak kau tahu akan wataknya.Ketika kita bertemu dengan dia di rumah Bi Hui,bukankah dia juga mengatakan bahwa cucunya itu masih kecil sekali? Dengan pernyataannya yang terus terang itu bukankah sudah terbayang pendiriannya bahwa ia tidak setuju? Pula, perjodohan belum terikat, kita belum pernah mengajukan pinangan, maka kiraku takkan ada halangannya kalau kita menjodohkan anak kita dengan gadis lain. "
Melihat sikap isterinya yang tegas ini, Pun Hui tersenyum. la paling suka rnelihat semangat isterinya yang senantiasa berkobar dan berapi ini.
"Isteriku, kau memikirkan yang satu lupa akan yang ke dua. Memang kiranya tidak berhalangan kalau kita menjodohkan Kong Hwat dengan gadis lain, akan tetapi dengan Bi Hui? Kau harus ingat bahwa Bi Hui juga sudah dicalonkan menjadi mantu Kwan Lee, dijodohkan dengan puteranya! Dan agaknya mereka itu sudah setuju sekali mengambil Bi Hui menjadi mantu. Menurut pandanganku, putera Kwan Lee dan Leng Li yang barnama Kwan Sian Hong itu memang cukup gagah dan patut menjadi suami Bi Hui. Perjodohan antara Kong Hwat dan Li Hwa yang masih kecil itu boleh kita batalkan. akan tetapi mana mung"kin membatalkan perjodohan antara Bi Hui dan Sian Hong?"
Mendengar kata-kata suaminya, Siauw Yang bungkam, tak dapat bicara lagi. la harus meng"akui akan ketepatan pendapat suaminya ini dan memang menggagalkan perjodohan itu akan men"datangkan bibit kebencian dan dendam.
"Ah, kalau saja Kong Hwat berada di sini... " akhirrya Siauw Yang berkata menarik napas panjang. Kalau dia berada di sini dapat kita ajak berunding Aku ingin sekali tahu di mana dia berada dan bagaimana perasaan hatinya ter"hadap Bi Hui sekarang...."
Harapan ibu ini ternyata terpenuhi kutang lebih sebulan kemudian. Tanpa disangka-sangka Liem Kong Hwat datang bersama seorang gadis cantik yang sikapnya aneh sekali tentu saja kedatangan Kong Hwat ini mendatangkan kegirangan luar biasa. Begitu bertemu Siauw Yang memeluk puteranya dan rnenangis terisak-isak. Kong Hwat memardang kepada ibunya dengan heran.
"Ibu, mengapa menangis? Apakah kedatang anku menyusahkan hatimu? -
"Kong Hwat.... kau tidak tabu..... pamanmu... dan bibimu..... terbunuh orang......" Siauw Yang menerangkannya sambil terisak isak.
Mendengar ini, Bi Hui yang hadir pula di situ tak dapat menahan tangisnya Siauw Yang melepaskan pelukan"nya dari pundak Kong Hwat dan menubruk Bi Hui, memeluk dan mencoba menghiburnya.
Dapat dibayangkan betapa tertusuk rasa hati Kong Hwat melihat ini dan diam-diam ia mengerling ke arah gadis cantik yang datang bersamanya tadi.
Cia Kui Lian, gadis cantik itu. hanya berdiri seperti patung, sama sekali wajahnya yang cantik tak berubab menghadapi semua itu, hanya sinar matanya saja membayangkan ejekan dan seakan-akan ia merasa geli di dalam hatinya.
Kong Hwat bukan sserang pemain sandiwara yang baik. la tidak dapat memperlihatkan kekaget"an pura-pura, rnaka untuk menekan debar hatinya, ia menghadapi ayahnya dan bertanya kepada ayah"nya apakah sesungguhnya yang terjadi. Lim Pun Hui menuturkan semua peristiwa yang ia lihat di Tit-le, juga tentang Beng Han yang tersangka kemudian dilepas oleh Sin-tung Lokai.
Kong Hwat membanting-banting kakinya.
"Sin-tung-lo-enghiong salah! Mengapa tidak menahan bocah setan itu dan menyiksanya sampai ia mengaku?" katanya penasaran.
Kemudian ia berkata kepada Bi Hui, "Hui-moi, jangan kau penasaran. Akulah yang akan mencari setan cilik itu dan menyeretnya di depanmu! "
Melihat Bi Hui yarg jelita, cinta kasih lama timbul kembali, rnembuat suara Kong Hwat ketika menyebut namanya terdengar penuh kasih mesra. Hal ini tentu saja tidak terlewat begitu saja oleh pendengaran Kui Lian yang amat tajam. Diam-diam wanita ini melirik dan menyapu wajah ke dua orang muda itu Lalu tanpa terlihat orang lain, bibirnya yang manis tersenyun aneh.
Setelah gelombang keharuan mereda, Baru Siauw Yang melihat dan memperhatikan Kui Lian. Wanita muda itupun menatap pandang matanya. Dari sinar mata. Kui Lian memancar kekuatan tersembunyi yang amat berpengaruh dan tak lama kemudian sudah timbul rasa suka dalam hati Siauw Yang terhadap dara aneh ini!. Tidak percuma Kui Lian dahulu bertapa lupa makan lupa tidur untuk mernperoleh kekuatan dalam melatih diri dengan ilmu pemikat hati ini.
"Kong Hwat, nona ini siapakah? " akhirnya Sisuw Yang bertanya tanpa mengalihkan pandang mata dari wajah yang tersenyum-senyum manis dan ramah itu.
Cia KuiLian cepat menjura dengan hormat kepada Siauw Yang dan Pun Hui sambil mende"ngarkan kata-kata perkenalan yang diucapkan oleh kekasihnya..
"lbu, ayah, dia ini adalah nona Cia Kui Lian seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi. Kami bertemu di tengah jalan dan menjadi sahabat."
"Ji-wi yang mulia telah lama sekali aku yang bodoh mendengar nama besar Thian-te Kiam-
ong, rnuka alangkah bahagia hatiku ketika aku bertemu dengan Liem Kong Hwat taihiap yang menjadi cucu Thian te Kiam-ong. Oleh karena itu, tanpa ragu-raga lagi aku mengikat persaudaraan dengan Liem-taihiap dan aku ingin sekali menghadap ji-wi untuk minta petunjuk dalam dalam ilmu silat."
Mendengar kata-kata ini Siauw Yang dan suaminya merasa makin suka kepada Kui Lian. Hanya Bi Hui yang diam-diam memandang penuh kecurigaan, la merasa seakan- akan ada sesuatu yang mengerikan dan menyeramkan memancar keluar dari diri wanita muda ini. Senyum dan keramahan yang terlihat pada muka manis itu seperti dipaksakan dan merupakan kedok belaka. Mungkin sekali perasaannya ini adalah rasa cemburu melihat Kong Hwat datang bersama Kui Lian.
Ketika Siauw Yang mendengar bahwa Kui Lian adalah seorang gadis perantau yatim piatu yang tidak tentu tempat tinggalnya, menjadi kasihan dan berkata,
"Nona, karena kau sudah menjadi saudara angkat dari anak kami, mengingat bahwa kau tidak mempunyai keluarga lagi, kami harap kau suka tinggal di sini sampai kau merasa bosan. Anggap"lah kami sebagai wakil orang tuamu dan rumah ini sebagai rumahmu sendiri."
Kui Lan menjatuhkan diri berlulut dan dengan suara terharu mengbaturkan terima kasih. Siauw Yang mengangkat bangun gadis itu dan berkata ramah,
"Nona, di antara orang sendiri mengapa me"makai banyak peraturan sungkan? Jangankan kau telah menjadi saudara angkat anak kami, biarpun tidak demikian, mengingat sesama orang kang ouw, kita harus bantu-membantu dan saling menyayang. Bolehkah karni mengetahui siapa sebenarnya gurumu yang mulia?"
"Aku yang bodoh pernah belajar beberapa tahun di bawah pimpinan guru Koai Tian Cu."
(Lanjut ke Jilid 60)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 60
Mendengar orang, sakti ini, Siauw Yang dan Pun Hui saling pandang, Nama besar Koai Tian Cu adalah nama yang tidak begitu bersih di dalam pandangan orang-orang kang-ouw karna Koai Thian Cu selain terkenal sebagai tukang gwamia, juga terkenal sebagai ahli sihir dan ilmu hitam. Akan tetapi, yang paling kaget adalah Bi Hui.
Tak terasa lagi ia bangkit berdiri dan berkata, "Setan kecil Thio Beng Han dibawa ke rumah keluarga kami oleh Koai Tian Cu siluman tua! "
Mendengar ini, tiba-tiba Kui Lian menjadi pucat mukanya.
"Thio...... Beng Han.......? siapa dia......... " tanyanya dengan bibir terasa kering.
"Dia adalah anak yang tersangka membunuh orang tua Bi Hui." Siauw Yang menerangkan.
"Memang dahulu anak itu di bawa oleh Koai Thian Cu kepada mendiang ayah untuk dijadikan murid. Anak itu diterima oleh ayah dan menjadi murid hanya beberapa bulan sampai tiba saatnya ayah meninggal. Beng Han lalu ikut dengan ayah bunda Bi Hui serumah. Kemudian terjadi pem"bunuhan ngeri itu dan Beng Han didakwa. Akan tetapi ini hanya dakwaan yang belum ada buktinya dan sama sekali tak masuk di akal, bahkan amat meragukan"
Tiba-tiba Kui Lian nampak beringas.
"Kalau benar dia dibawa datang oleh suhu, berarti dia itu masih ada hubungan dengan suhu, Kalau memang betul dia yang bersalah, bukan orang lain, melainkan aku sendiri yang akan menghukumnya! Aku bersumpah demi darahku sendiri "
Sambil berkata demikian, Kui Lian mencabut pedangnya dan di lain saat, semua mata yang memandang melihat wanita muda ini menggoreskan pedang pada lengan tangan yang putih kulitnya sehingga kulit itu pecah dan darah rnambanjir keluar!
"Eh, nona Cia........ tak perlu kau bersumpah demikian.....!" Siauw Yang mencegah.
Akan tetapi di lain saat ia dan orang orang lain tertegun melihat betapa dengan mengusap luka di lengan beberapa kali saja dengan pinggiran pedang, luka itu telah tertutup kembali dan setelah darah diber"sihkan, lengan itu pulih seperti tak pernah tergores pedang!.
"Nona, kau lihai sekali pantas menjadi murid Koai Thian Cu!" Kata Pun Hui sambil tertawa dan memandang kagum.. Ia dapat menduga bahwa nona cantik ini tadi hanya "main sulap" saja.
"Sesungruhnya, ketika aku berguru kepada suhu Koai Thian CU, aku tidak pernah melihat adanya anak bernama Beng Han itu Mungkin sekali suhu memungutnya dari jalan dan karena merasa enggan mengurus sendiri lalu, memberikannya kepada mendiang Thian te Kiam- ong. Akan tetapi dengan terjadinya peristiwa pembunuhan, berarti suhu ikut bertanggung jawab dan tanggung jawab suhu berarti tanggung jawabku pula. Aku yang akan rnencari dan menyeret bocah setan itu ke sini,", kata Kui Lian penuh semangat.
"Aku akan mencarinya sendiri! " kata Bi Hui.
"Tidak, aku tadi sudah berjanji akan men"carinya dan menyeretnya ke sini," kata Kong Hwat tak mau kalah.
Siauw Yang tertawa "Sudahlah, kita bicara"kan hal ini kelak saja, tak perlu berebut. Laginya, belum tentu bocah itu yang berdosa."
Kong Hwat dan Kui Lian disuruh mengaso. Kui Lian memilih tidur bersama Bi Hui yang lambat laun lalu mulai hilang kecurigaannya, karena Kui Lian pandai sekali membawa diri, kelihatan alim dan sama sekali tidak kelihatan dia mempunyai hubungan sesuatu dengan Kong Hwat kecuali hubungan persaudaraan yang bersih. Lambat akan tetapi pasti, sedikit demi sedikit Bi Hui mulai terpengaruh oleh daya pemikat Kui Lian yang amat kuat. Sama sekali Bi Hui tidak tahu bahwa kalau ia ingin mencari pembunuh ayah bundanya, maka orang yang tiap malam tidur di sampingnya di bawah satu selimut itulah orangnya!.
Beberapa pekan kemudian, menjelang tengah malarn Kui Lian bangkit dari tempat tidurnya. Di dekatnya Bi Hui tidur nyenyak sekali. Sampai beberapa lama Kui Lian duduk memandang wajah Bi Hui, penuh kebencian. Sinar maut memancar keluar dari sepasang rnatanya yang tajam.
Giginya dikerutkan menahan gemas dan marah. Kemudian Kui Lian melompat turun dengan gerakan ringan tanpa mengeluarkan suara, menghampiri pedang yang ia tetakkan di atas meja dan mencabut ke luar pedangnya Penerangan lilin kecil yang remang-"remang menimbulkan pemanda ngan yang me"nyeramken ketika wanita yang seperti kemasukan iblis ini mendiekati tempat tidur dengan pedang di tangan Kembali ia berdiri seperti patung menatap wajah Bi Hui, seakan-akan masih merasa ragu-rugu akan kehendak hatinya.
"Kong Hwat mencintaimu, kau harus mati! " bisik Kui Lian samba merenggut selimut yang me"nutupi tubuh Bi Hui, pedangnya diangkat, mata mengincar arah jantung di dada kiri!.
"Tok-tok-tok........! " Daun jendela diketok orang pertahan-lahan, ketokan yang tidak asing bagi Kui Lian karena semenjak ia berada di situ hampir setiap malam Kong Hwat datang mengetok daun jendela dan mengajaknya keluar untuk me"ngadakan pertemuan dt taman.
Kui Lian menahan marahnya, menarik pulang pedang dan menyimpannya kembali di sarung pe- dang, membuka jendela lalu melompat keluar di mana Kong Hwat sudah menantinya. Pemuda itu memeluknya dan sambil bergandengan tangan me"reka pergi ke taman bunga di belakang.
Biasanya, sebelum meninggalkan kamarnya, Kui Lian tentu melakukan sihir dulu atas diri Bi Hui, membuat gadis itu tidur nyenyak tak dapat bangun sebelum ia kembali dari taman Akan tetapi malam ini karena bermaksud membunuh Bi Hui, dalam ketegangan tadi ia lupa menyihir Bi Hui. Apalagi ia lupa mengembalikan selimut yang ia renggut terlepas dari tubuh gadis itu. Angin memasuki kamar dan daun jendela yang terbuka, meniup padam lilin dan mendatangkan dingin pada tubuh Bi Hui yang tidak terlindung selimut.
Gadis ini bergerak dan terjaga dari tidurnya. Tangannya meraba-raba mencari-cari selimut. Terheran ia karena tidak menyentuh Kui Lian yang biasanya tidur di sebelah kirinya Dalam keadaan sadar betul kini, ia menggerakkan tangan di dalam gelap, mencari terus sampai ke pinggir tempat tidur, Kui Lian tidak ada! Angin yang meniup masuk menyatakan kepadanya bahwa jendela terbuka.
Ketika ia menengok ke arah jendela, benar saja ia melihat sinar bulan di luar kamar yang gelap gulita itu. Bi Hui merasa terheran dan timbul kecurigaannya. Memang, biarpun tidak ada alasan baginya untuk mencurigai Kui Lian, namun sikap Kui Lian yang aneh selalu merupakan teka-teki baginya. Selalu terasa sesuatu yang aneh dan menyeramkan pada diri Kui Lian.
Bi Hui melompat turun dan menuju ke jendela sunyi sekali. Hanya suara angin terhembus dengan daun dan pohon di luar.
" Kemana dia......? " pikir Bi Hui dan hatinya terasa tidak enak.
Dengan hati-hati sekali ia lalu melompat keluar jalan berindap-indap tanpa mengeluarkan suara untuk mencari Kui Lian. Akhir"nya ia mendengar suara bisik-bisik terbawa angin dari arah taman bunga Cepat namun hati-hati ia menuju ke sana, bersernbunyi di balik pohon"-pohon kembang.
Di dalam sinar bulan yang remang-remang ia melihat dua bayangan orang di atas bangku dalam taman dan ketika ia mendekat ia melihat Kong Hwat dan Kui Lian! Bi Hui merasa mukanya panas dan ia cepat meramkan mata dan membalikkan tubuh, tak sudi ia me"nyaksikan pertemuan yang hina dan tak tahu malu dari dua orang itu. la tentu sudah pergi cepat-cepat kalau saja ia tidak rnendengar namanya disebut"sebut dalarn bisikan- bisikan mereka. Tanpa di"sadarinya. Bi Hui berhenti dan memasang telinga, mendengarkan.
"Kui Lian, kau tahu betapa aku mencintaimu dan bahwa kau kuanggap sebagai isteriku biarpun belum ada pengesahan dari orang tuaku. Akan tetapi sebelum aku bertemu dengan kau, aku sudah cinta kepada Bi Hui! Dan orang tuaku mengusul"kan supaya akn mengawini gadis itu. Pikirlah baik-"baik, kekasikku Kalau aku menolak, orang tuaku akan marah- marah dan kiranya akan sukar bagi kita untuk minta ijin dari rnereka."
"Enak saja kau bicara! " terdengar Kui Lian menjawab dengan suara manja. "Kau menikah dengan Bi Hui dan membuang aku? Lebih baik kubunuh siluman betina itu! "
"Hush, jangan bicara begitu, Lian- mot Aku mengawini dia bukan hanya karena cinta, akan tetapi....... kau tahu sendiri lah! Pula, kalau aku sudah mengawininya, mudah saja bagiku untuk mengam bilmu sebagai isteri ke dua. Orang tuaku pasti tidak keberatan karena hal ini sudah lazim terjadi, apalagi kaupun rupa-rupanya disuka oleh ayah ibuku. "
"Cih! Bi Hui menjadi nyonya besarmu dan aku hanya menjadi bini muda? menghina sekali.......... menghina sekali......... "
Terdengar Kui Lian terisak-isak seperti me"nangis, merengek- rengek manja dan Kong Hwat meng hibur-hibur dengan cumbu-rayu! Bi Hui tidak kuat mendengar lebih lanjut. Dadanya seperti hendak meledak, nukanya terasa dibakar.
Cepat namun hati-hati ia merayap pergi dan kembali ke kamarnya. Di lain saat ia telah me"lompat ke atas genteng dan melarikan diri, minggat dari rumah itu, dan Kong Hwat dan Kui Lian yang dalam pandangannya merupakan anjing-anjing hina dina yang berbahaya baginya. Tak di sangka"nya bahwa Kong Hwat berwatak sehina dan serendah itu!
Tadinya ia memang ada rasa suka kepida pemuda ini, akan tetapi, ah! la malu ke"pada diri sendiri setelah sekarang mendapat kenya"taan pemuda macam apa adanya Kong Hwat, la merasa heran Dahulu Kong Hwat tidak begitu. Bahkan babarapa kali ayah bundanya dahulu memuji-muji Kong Hwat sebagai seorang pemuda yang baik,
Tentu karena wanita siluman itu! Tiba tiba Bi Hui teringat akan kata-kata Bang Han ketika ia dipaksa mengaku tentang pembunuhan Ayah bundanya? Dipandang dari sudut tingkat keparilai"an, juga dipandang dari sudut hubangan keluarga, adalah tidak mungkin. Akan tetapi Kong Hwat pernah dihina oleh ibunya, pernah ditampar oleh ibunya. Dan ada wanita iblis itu di samping Kong Hwat, Sambil berlari-lari di malam buta itu, Bi Hui berpikir-pikir. Tak terasa lagi air matanya mengalir di sepanjang pipinya kalau ia teringat akan nasibnya.
"Mungkin aku dahulu salah terhadap Bang Han. Aku terlalu terburu nafsu. Seharusnya aku tanyai Bang Han baik-baik tentang pengakuannya itu, Aku harus mencari Bang Han. Hanya anak itu yang menjadi saksi utama tentang pembunuhan ayah ibu. Kalan bukan. Bang Han pembunuhnya, sedikitnya ia tentu tahu siapa yang membunuh." Demikian Bi Hui mengambil kcputusan.
Ia harus mencari Beng Han.Kalau ternyata bahwa Kong Hwat dan Kui Lian pembunuh ayah bundanya,
Ah!....... ia akan..... akan apakah? Bi Hui ragu-ragu.Dapatkah ia menangkan Kong Hwat? Apa-
lagi di sana ada Kui Lian yang katanya murid Koai Thian Cu yang lihai ilmunya? Belum lagi di ingat bahwa di sana masih ada bibinya, Song Siauw Yang dan pamannya, Liem Pun Hui yarg berke"pardaian tinggi, lebih-lebih bibinya, Tentu bibinya takkan membiarkan puteranya diganggu.
"Aku harus mencari Beng Han. Dan aku harus belajar lagi, baru membalas dendam! " dengan pikiran ini Bi Hui melanjutkan larinya, ke mana saja kedua kakinya membawanya, tanpa tujuan.
Setelah matahari terbit, baru ia berhenti berlari ia telah tiba di sebuah hutan kecil ia duduk di bawah pohon, mengaso sarnbil termenung.
Ke mana ia harus pergi? la tidak tahu di mana adanya Beng Han teringatlah Bi Hui akan Sin "tung Lo-kai sekeluarga Bagaimana kalau ia ke sana saja? tiba- tiba mukanya menjadi merah ka"rena ia teringat akan Kwan Sian Hong yang calonkan sebagai suaminya. kalau tidak ada urusan perjodohan ini, tentuu tanpa ragu-ragu lagi ia pergi ke Leng ting karena semenjak dahulu keluarga Sin tung Lo koai adalah sahabat- sahabat baik orang tua dan kong-kongnya.
Selagi ia termenung di bawah pohon, tiba-tiba ia melihat beberapa orang berkejar- kejaran. Dua
" 62 "
orang di antaranya yang amat cepat gerakannya telah lari ke dalam hutan itu dan Bi Hui melihat seorang- pengemis tua buruk rupa dan kudisan me"ngejar nenek bongkok yang membawa sebuah bungkusan panjang dari kain kuning.
"Soat Li Suthai, kau masih belum menyerah"kan Kim-hud (Buddha Emas) itu?" tegur pengemis kudisan itu sambil melakukan gerakan lompatan luar biasa sekali. Tubuhnya melayang ke atas disusul gerakan berjungkir balik sehingga ia melewati atas kepala nenek itu dan di lain saat telah berada di depan nenek ttu, menghadang jalan!.
"Bagus sekati gerakanmu Lo wan seng-Thian ( Monyet Tua Naik ke Langit) tadi, lo-kai (pengemis tua)!" Nenek yang disebut Soat Li Suthai itu memuji.
"Akan tetapi jangan kau kira aku jerih melihat aksimu itu. Kau mau merampas patung? Boleh, tapi coba kau kalahkan dulu tongkatku ini!"
Setelah berkata demikian, nenek itu menggerak"kan tongkat di tangan kanannya, cepat bagaikan kilat menyambar telah menyerang jembel kudisan, sedangkan lengan kirinya memeluk patung erat-erat.
"Ha, ha, ha, ha! Kau masih sama betul de"ngan dulu, haus pertempuran! " kata Bu Eng Lo "kai kakek jembel itu sambil cepat mengelak menghindarkan diri dari serangan nenek yang lihai dan berbahaya. "Kau mau bertempur? Hayolah, kulayani kau sampai seribu jurus!"
Dan mereka benar-benar bertempur hebat se"kali. Bi Hui sampai menahan napas menyaksikan pertempuran ini Dalam gebrakan beberapa jurus saja tahulah gadis ini bahwa dua orang yang sedang bertempur ini memiliki ilmu kenandaian yang tinggi sakali jauh lebih tinggi dari pada tingkat kepan"daiannya sendiri, bahkan lebih pandai daripada mendiang ayah bundanya.
Kiranya mereka ini se"tingkat dengan kong kongya, Thian-te Kiam-ong! Tentu saja Bi Hui tak dapat menilai sampai di mana tingkat kepandaian Thian-te Kiam-ong yang jarang tandingannya itu, dan ia hanya mengira-ngira belaka. Akan tetapi sudah jelas bahwa tingkat kepandaian dua orang itu jauh lebih tinggi dari"pada tingkat kepandaran ayah bundanya,
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tongkat di tangan nenek bongkok itu cepat bukan main gerakannya, menyambar-nyambar mengeluarkan angin dan gerakannya sukar sekali di ikuti oleh pandangan mata Bi Hui. Juga setiap sambaran selalu mengarah jalan darah lawan se"hingga setiap gerakan merupakan serangan maut yang sukar dihindarkan lagi.
Melihat jalannya sinar tongkat, Bi Hui dapat menduga bahwa ilmu silat itu hampir sama dengan ilmu pedang karena gerakannya seperti ilmu pedang, Agaknya ilmu itu dapat juga dimainkan dengan pedang di tangan.
Akan tetapi kakek kudisan itu tidak kalah lihainya kalau dibandingkan dengan lawannya.
Biarpun ia bertangan kosong, namun gerakannya lincah bukan main. Kaki tangannya ringan sekali seakan-akan barsayap. Dengan kecepatan yang menga gumkan ia dapat mengelak dari setiap serangan tongkat bahkan melakukan serangan balasan yang cukup hebat karena setiap pukulan tangannya selalu di elakkan cepat-cepat oleh nenek itu, atau kalau ditangkis, tongkat bambu itu terpental ke belakang!
Dari sini saja Bi Hui dapat menduga bahwa kakek itu seorang ahli ginkang dan lweekang yang isti"mewa. Dengan gerakan ringan cepat serta tenaga lweekang tinggi ia dapat menghadapi lawan tangguh yang bersenjata hanya dengan tangan kosong saja.
DIAM - DlAM Bi Hui menjadi kagum bukan main. Sukar baginya untuk dapat menyatakan, siapa di antara kedua orang tua itu yang lebih lihai. Jangankan dia yang meejadi peronton dan yang kepandaiannya jauh di bawah tirgkat mereka, sedangkan mereka sendiri yang bertempur juga tak pernah dapat rnembuktikan bahwa yang seorang lebih unggul daripada yang ke dua. Padahal semenjak mereka berkejaran, dua Orang tua ini sudah bertempur lebih dari lima kali dan setiap kalinya tidak kurang dari tigaratus jurus!
Tiba-tiba terdengar suara keras dari jauh. "Soat Li Suthai! Berikan Kim - hud kepadaku!!"
Mendengar suara ini, Soat Li Suthai dan Bu eng Lo- kai otomatis menghentikan pertempuran
Mercka dan sama pandang penuh pengertian.
"Pat-pi Lo-cu datang t" kata Bu-eng Lo kai.
Soat Li Suthai mengangguk diam, lalu menatap wajah kakek kudisan itu tajam-tajam sarnbil berkata, "Bu-eng Lo-kai, kiranya kita akan lebih senang kalau benda ini terjatuh ke dalam tangan seorang antara kita daripada jatuh ke dalam tangan pendeta bau dari Tibet itu."
"Cocok Kita gempur saja dia, baru kemudian kita melanjutkan pertempuran untuk menentu"kan siapa yang lebih patut memiliki Kim-hud, " jawab Bu-eng Lo-kai.
Nenek bongkok itu tersenyum sehingga narn"pak mulurnya yang ompong.
" Kau cerdik sekali, lo-kai, " pujinya mengangguk-angguk.
Kemudian as melambaikan tangan kepada dua orang gadis maids yang sudah sampai di situ pula. Mereka ini Kui Eng dan Kui Li, segera rnenghampiri guru mereka dan berdiri di belakangnya.
Dua orang gadis ini setelah berdiri dengan gagahnya, kelihatan betapa sama wajah dan bentuk tubuh mereka. Sukarlah hagi orang lain untuk membedakan rnana yang bernama Kui Eng dan mana Kui Li. Mereka ini memang saudara kembar yang manis-manis dan berkepandaian tinggi.
Hanya mereka berdua inilah murid Soat Li Suthai.
Tak lama kemudian sampailah Pat-pi Lo-cu dan dua orang murdnya, See-thian Sian-cu (Sepasang Mustika dari Barat) Ma Thian dan Ma Kian. Sikap kedua orang murid yang bertubuh tegap dan gagah ini gembira sekali melihat bahwa akhirnya gurunya dapat menyusul nenek yang membawa lari patung emas.
Pat-pi Lo-cu tertawa bergelak dan rnenuding jari tetunjuknya ke arah bungkusan kuning yang berada dalam pondongan lengan kiri Soat Li Suthai.
"Ha, ba, ha! Soat Li Suthai!, kau benar-benar licik dan curang sekali. Tanpa memetik kau telah makan buahnya. Mana ada aturan begitu? Aku telah menewaskan seorang di antara tiga orang hwe"sio penjaga, rnaka akulah yang berhak memiliki patung itu. Kalau Kau hendak merampas, kau harus merampasnya dari tanganku. lni aturan kang-ouw!"
"Pat-pi Lo-cu, setan Tibet seperti kau mana tahu akan aturan kang-ouw? Aturanku adalah, barang siapa lebih cepat dan cerdik, dia yang menang! Kau menghendaki benda ini? Boleh, asal saja dapat mengalahkan tongkatku."
" Juga dapat mengalahkan dua kepalan tanganku!" Bu-eng Lo-kai menyambung sambil rnenyeringai.
Pat-pi Lo-cu menggerak-gerakkan alisnya, "Eh, eh, kalian maju bersama? Hemm, agaknya memang sejak semula kalian sudah bersekongkol!"
Ma Thian dan Ma Kian melornpat maju dan berkata kepada Pat pi Lo- cu, "Suhu, ijinkan teecu berdua maju merampas patung emas dari mereka ini!"
Pada saat itu, Kui Eng dan Kui Li juga maju dan berkata kepada Soat Li Suthai, "Suthai, biarlah teecu berdua memberi hajaran kepada kakek tak tahu diri ini! "
Pat-pi Lo-cu memandang ke arah dua orang gadis kembar dengan mata terbelalak. sebaliknya Soat Li Suthai juga memandang ke arah Ma Thian dan Ma Kian, nampaknya tertarik dan bingung melihat persamaan mereka.
Dua orang tua yang masing-masing mempunyai murid kembar ini hanya mengangguk sebagai tanda bahwa mereka setuju murid-muridnya maju ke arah masing-masing, ingin sekah melihat siapa yang lebih unggul antara dua pasang saudara kembar ini.
Sementara itu, Ma Thian dan Ma Kian berpandangan dengan Kui Eng dan Kui Li. melihat bahwa mereka sama-sama saudara kembar dua pasangan ini menjadi tertarik sekali dan ingin mereka menguji kepandaian rnasing-masing.
Ma Thian mewakili adiknya berkata, "Ji-wi lihiap, majulah!"
Kui Eng dan Kui Li senang melihat sikap yang sopan dan mengalah ini, mereka mencabut pedang masing - masing. Juga Ma Thian dan Ma Kian mencabut pedang dan bersiap rnenghadapi dua lawannya.
Bu-eng Lo kai, Soat Li Suthai dan Pat-pi Lo-cu berdiri dengan muka berseri, Mereka ini gembira sekali melihat pertempuran antara dua orang saudara kembar yang benar-benar amat rnenarik. Bahkan Bi Hui yang duduk di dawah pohon tak jauh dari situ memandang dengan hati tertarik pula.
Kalau empat orang ini ber"tempur ia takkan tahu lagi mana adik mana kakak.
Pertempuran dimulai. Ma Thian dan Ma Kian agaknya sungkan-sungkan dan mengalah. Akan tetapi tak mungkin mereka mengalah terus karena pedang di tangan Kui Eng dan Kui Li bergerak cepat dan ganas sekali, merupakan dua ekor burung elang menyambar korban, berbahaya dan lihai. Terpaksa dua saudara Ma inipun menggerakkan pedang dengan cepat untuk me"lindungi diri dan membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya. Mereka berempat tak mungkin dapat bertempur menjadi dua rornbongan karena persamaan wajah mereka sukar membedakan mana lawan sendiri dan mana lawan saudaranya. Mata mereka bertempur seperti seorang lawan saj".
Memang hebat. Kalau dua sekawan berternpur melawan dua orang lawan, masing-masing meng"andalkan kepandaian sendiri, atau mungkin juga mengandalkan kerja sama.
Akan tetapi tidak mungkin dapat bekerja sama seperti dua pasang saudara kembar itu. Seakan-akan mereka masing-masing merupakan dua orang dengan satu hati dan satu pikiran sehingga gerakan pedang mereka dapat otornatis saling melindungi. Oleh karena inilah maka apabila menghadapi musuh bersama" baik Kui Eng dan Kui Li meupun Ma Thian dan Ma Kian merupakan lawan berat. Mereka seperti satu orang dengan dua kepala sampai lengan dan sampai kaki!
Yang lebih hebat lagi dalam pertempuran ini adalah karena tingkat kepandaian kedua pasangan itu berimbang Makin lama pertempuran berjalan makin seru dan ramai, tubuh keempat orang itu sampai lenyap terbungkus empat gulungan sinar pedang yang saling membelit dan saling menyelimuti. Berkali-kali tiga orang tua yang me"nonton mengeiluarkan suara pujian. Seratus jurus terlewat, namun empat orang itu masih saja belum ada yang menang atau kalah. Bahkan kini pertempuran menjadi makin bebat.
"Pasangan yang cocok sekali! " Bu-Eng Lo-kai berseru memuji, kagum dan gembira sekali menyaksikan pertempuran yang aneh dan indah ini.
"Jodoh yang baik.......!" teriak Pat-pi Lo-cu tak disengaja, akan tetapi ia terkejut mendengar suaranya sendri ia menoleh kepada Soat Li Suthai yang juga memandang kepadanya ketika mendengar ucapan Pat-pi Lo-cu tadi. Nenek itu mengangguk-angguk dan berkata perlahan,
"Memang....... jodoh yang baik sekali.....! "
Mereka saling pandang sampai lama, lalu keduanya tertawa bergelak. Dalam berpandangan ini. dua orang tua itu sudah dapat membaca isi hati masing-masing. Kemudian mereka melompat ke tengah rnedan pertempuran sambil berseru,
"Berhenti, tahan senjata!"
Dua pasang saudara kembar itu melompat mundur. Peluh memenuhi kening mereka. Muka mereka merah sekali karena di dalam pertempuran yang hebat tadi, masing-masing telah menjaga keras agar pedang di tangan jangan sampai mencelakai lawan! Dengan sendirinya mereka telah menguta"rakan isi hati mereka lewat ujung pedang!.
"Ha, ha, ha. Ma Thian dan Ma Kian. Aku berpendapat bahwa kalian cocok sekali dengan dua nona kembar ini. Bagaimana kalau Soat Li Suthai menerima kalian menjadi calon suami kedua rnuridnya?"
Ma Thian dan Ma Kian nampak malu-rnalu dan menundukkan muka. Ma Thian akhirnya menjawab,
"Teecu berdua hanya mentaati perin"tah suhu dengan senang hati."
Soat Li Suthai juga bertanya kepada dua orang muridnya,
"Kui Eng dan Kui Li, bagairnana pendapatmu dua orang muda kembar ini? Sejak dahulu cita-citamu hanya mau menikah dengan dua orang saudara kembar pula yang kepandaiannya tinggi. Nah, bukankah mereka ini cukup meme"nuhi syarat? Apakah aku harus menerima andai"kata guru mereka melamar kalian untuk mnenjadi calon isteri mereka?"
Kum Eng menjawab dengan pipi kemerahan,
"Terserah kepada Suthai. Teecu berdua hanya menurut......... "
Pat-pi Lo-cu dan Soat Li Suthai tertawa bergelak. Jaga Bu-eng Lo-kai tertawa akan tetapi ketawanya masam ketika ia bertanya,
'Pat-pi Lo-cu, setelah ikatan jodoh yang amat baik ini, habis- bagaimana kehendakmu dengan patung emas?"
Terhenti suara kerawa Pat-pi Lo-cu ketika ia diingatkan akan patung emas, akan tetapi ia lalu berkata menyeringai,
"Tidak apa tidak mendapat patung emas, sebagai gantinya mendapatkan dua mantu perem"pnan yang cantik manis! Tentu saja Soat Li Sutbai juga sependapat dengan aku. "
Soat Li Suthai mengangguk. "Memang, patung emas ini hendak kuberikan sebagai hadiah kepada dua pasang pengantin. Adapun isinya akan dimiliki oleh patera pertama antara mereka. Inilah kata-kataku dan siapa berani melanggar akan berhadapan dengan tongkatku! " Sambil ber"kata demiktan Soat Li Suthai memandang kepada Bu-eng Lo kai dengan sikap menentang.
"Bu-eng Lo-kai, kata-kata Soat Li Suthai, tadi juga menjadi perayataanku pula," kata Pat- pi Lo cu " Oleh karena itu, apa bila engkau tetap menghendaki patung dan isinya, kau tidak hanya akan meughadapi Soat Li Suthai, akan tetapi juga menghadapi aku!"
Bu - eng Lo kai memandang kepada dua orang tua itu, lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Lucu lucu.....! Tadinya aku dan Suthai yang rnenjadi sekutu, sekarang aku bahkan dihadapkan pada kalian yang dari lawan menjadi ka"wan. Ha, ha, ha! Sudahlah, mengingat akan sangan-pasangan yang cocok dan jarang kujumpai ini, biarlah kali ini aku mengalah! "
Akan tetapi tiba-tiba dari jauh terdengar suara ketawa yang nyaring sekali, Sernua orang menengok dan dari jurusan barat datang berlari-lari seorang kakek tua yang mereka kenal baik karna dia bukan lain adalah Koai Thian Cu.
"Bagainiana tukang gwamia itu bisa menyu"sul ke sini?" Soat Li Suthai menggerutu.
"Takut apa? Dia seorang diri bisa berbuat apa terhadap kita bertiga?" kata Pat-pi Lo-cu.
Setelah Koai Thian Cu tiba dt tempat itu, kakek ini agak tertegun melihat Bu-eng Lo-kai, Soat Li Suthai, den Pat-pi Lo ou berdiri merupakan satu rornbongan menghadapinya, bersama dua pasang saudara kembar itu. la memandang kepada Pat-pi Lo-cu dengan mata bertanya.
"Koai Thian Cu, kalau kau bermaksud mengingini Kim hud, lebih baik kaubatalkan maksud hatimu itu. Kini patung emas telah kami sumbangkan kepada dua pasang calon pengantin yang paling istimewa di dunia ini.Patung dan isinya menjadi hak putera pertama yang terlahir di antara mereka!" Pat-pi Lo-cu menunjuk kepada dua orang muridnya yang berdiri di sarnping sepasang saudara kembar Kui Eng dan Kui Li yang nampak kemalu-maluan.
Koai Thian Cu melengak.
"Jadi kalau aku tetap rnenghendaki patung atau isinya, aku harus bertempur melawan kalian bertujuh?"
" Demikianlah! " kata Soat Li Suthai dengan sikap menantang. Koai Thian Cu tertawa bergelak sambil mengangkat muka memandang ke atas.
"Sudahlah aku tua bangka untuk apa harus mengorbankan nyawa untuk sebuah patung? Baiklah, mengingat kepada dua pasang calon pengantin yang benar-benar cocok ini, aku mau rnengalah. Akan tetapi harap kau suka membikin puas hattku membuka patung dan mengeluarkan isinya. Biarpun aku tidak dapat mewarisi, melihat saja benda peninggalan Tat Mo Couwsu sudah da"pat menambah panjang umur sedikitnya tiga tahun."
Soat Li Suthai mengerutkan kening, akan tetapi Pat-pi Lo cu dan Bu- eng Lo-kai hampir berbareng mendesak,
"Aku cocok dengan permintaan Koai Thian Cu Mari kita sama-sama melihat apa isinya patung ini."
Ketika melihat sikap Soat Li Suthai yang ragu-ragu, Pat pi Lo cu berkata,
"Soat Li Suthai, mengapa kau kelihatan khawatir? Kita semua adalah orang-orang tua yang boleh dipercaya. Pula, seorang saja berlaku khianat, akan menghadapi tiga orang Kiraku di antara kita takkan ada yang begitu bodoh."
Mendengar ini, baru Soat Li Suthai hilang kecurigaannya. Akan tetapi ia mengerutkan alisnva dan berkata "Aku tidak tahu cara membukanya. Untuk memaksa dan merusaknya, sayang sekali. Kelak kalau putera pertama muridku tertahir, baru patung ini dibuka secara paksa."
"Biarpun aku sendiri belurn pernah membukanya, akan Tetapi. aku pernah mendengar bahwa untuk membuka patung itu tanpa merusak, orang harus memutar-mutar kaki kiri lima kali ke kanan dan kaki_katan empat kali ke kiri."
Soat Li Suthai lain memegang kaki patung itu dan memutar-mutarnya menurut petunjuk Koai Thian Cu. Benar saja, di bagian punggung patung terbuka lubang besar. Dengan hati ingin tahu sekali Soat Li Suthai merogoh ke dalam patung. Akan tetapi wajahnya berubah pucat ketika tangannya tidak menyentuh sesuatu kecuali sehelai kertas. Cepat ditariknya keluar kertas itu dan dibacalah tulisan di atas kertas.
"Celaka......! Kita telah tertipu.........! " kata nenek itu, mukanya menjadi agak pucat.
Sernua orang mendekat untuk melihat tulisan apa yang terdapat pada kertas itu. Mereka memba"ca tulisan yang jelas dan teba1 seperti mengejek :
Kitab Im-yang Cin-keng dan pedang Giok-po-kiam hanya untuk dia yang berjodoh!
Koai Thian Cu tertawa bergelak-gelak sampai keluar air matanya.
"Ha, ha, ha, ha, keterlaluan sekali hwesio-hwesso itu. Kita dipermainkan semau-maunya. Apa, tentu arwah mereka sekarang sedang terbahak-bahak mentertawakan kebodohan kita.
memperebutkan patung kosong Ha, ha. ha!"
"Hmm, Koai Thian Cu, Kalau aku tidak yakin bahwa selama ini patung itu berada di ta"nganku, tentu aku akan mencurigai kau karena kau adalah seorang ahli ilmu hitam. Betapapun juga aku akan mencari dua benda itu!" kata Soat Li Suthai menutupi kekecewaan dan malu.
"Sudahlah, bagi aku biarpun tidak mendapat barang pusaka akan tetapi mendapatkan dua orang mantu murid yang baik, cukup menggembirakan. Soat Li Suthai, aku akan mengajak kedua muridmu pergi bersama kami agar pernikahan Segera dapat dilangsungkan di utara," kata Pat-pi Lo-cu.
Soat Li Suthai memandang kepada dua orang rnuridnya yang masih menundukksn mukanya.
"Kui Eng dan Kui Li, kau pergilah. Bawa patung emas ini, lumayan untuk bekal dan beaya. Gurumu tak dapat menghadiri pernikahanmu karena aku harus mencari kitab dan pedang itu, untuk puteramu kelak. Hanya doa restuku bersama kalian, semoga kalian hidup bahagia dengan suami kalian."
Kui Eng dan Kui Li menjatuhkan diri berlutut dan berpamit sambil mencucurkan air mata, kemudian mereka ikut pergi bersama Pat-pi Lo- cu dan dua orang muridnya, yaitu See-thian Siang-cu Ma Thian dan Ma Kian.
Setelah mereka pergi, Koai Thian Cu kembali tertawa.
"Bagus, dengan begitu perjuangan masih belum habis. Masih ada kegembiraen memperebutkan kitab dan pedang itu. Bagus, bagus! Kita sama lihat saja nanti siapa yang berjodoh dengan Im-yang Cin-keng dan Gok-po-Kiam! "
Kakek ini hendak pergi, akan tetapi tiba-tiba Bi Hui melompat dari tempat duduknya dan menyerang Koai Thian Cu dengan tusukan pedangnya sambil berseru,
"Kakek siluman, kaulah yang mendatangkan malapetaka pada keluargaku!"
Serangan pedang dari Bi Hui hebat sekali karena ia menggunakan gerak tipu dari ilu Pedang Kim-kong Kiam-sut yang baru sedikit ia pelajari. Biarpun demikian, Koai Thian Cu yang jauh le"bih tinggi ilmunya itu sampai terleiut dan terpaksa melompat mundur menggerakkan kebutan menangkis pedang itu.
Namun Bi Hui mendesak terus, memutar pe"dangnya yaug menjadi amat ganas dan berbahaya karena ia telah berlaku nekad Bi Hui tahu bahwa kakek ini kepandaiannya amat tinggi dan sebetulnya ia bukanlah lawannya, akan tetapi ia sudah nekad karena sakit hati dan marah.
Koai Thian Cu main mundur dan menangkis. diam-diam ia terkejut sekali ketika mengenal ilmu pedang ini Ketika ia memperhatikan wajah Bi Hui ia makin terheran lalu mengerahkan tenaga, me"nahan pedang gadis itu dengan hudtim di tangannya sambil berseru.
"Tahan dulu, bukankah kau cucu Thian-te Kiam-ong? Bcaralah dulu, nona. Jangan sembrono dan menye rang orang tanpa, penjelasan."
Dari tangkisan hudtim yang membuat tangannya tergetar ini saja Bi Hui maklum bahwa kalau kakek itu menghendaki, ia sudah roboh sejak tadi. Saking gemas dan sakit hatinya, ia menarik pedang"nya lalu.......... menangis!.
Soat Li Suthat dan Bu-eng Lo-kai ketika mendengar bahwa gadis caner ini cucu Thian- te Kiam-ong, menjadi tertarik seka1i.
"He, Koai Thian Cu. Kau telah melakukan perbuatan busuk apakah rnaka cucu Thian-te Kiam-ong sampai menaruh dendam?" tanya Soat Li Suthai.
"Aku si tua bangka, biarpun berhati busuk, kiranya belum pernah aku mencelakai cucu Thian-te Kiam-ong. Aku sendiri tidak tahu mengapa nona ini datang-datang menyerangku kalang kabut, padahal aku berani bersumpah tak pernah meng"ganggunya. Jelaskan, nona, mengapa kau datang-datang menyerang ku? Kalau memang aku tua bangka busuk bersalah, boleh kau tusuk dadaku tanpa kutangkis!"
Melihat sikap kakek ini Bi Hui menjadi bingung. Memang kakek ini tidak bersalah apa-apa, tegasnya, pribadinya sendiri tidak bersalah. Akan tetapi bukankah malapetaka itu datangnya dari adanya Beng Han di sana, juga, malapetaka ke dua, penghinaan yang ia dengar dan mulut Kong Hwat, bukankah di sebabkan oleh Cia Kui Lian, wanita siluman murid Koai Thian Cu?.
" 18 "
" Mungkin kau sendiri tidak berdosa, Koai Thian Cu " katanya menahan isak, "akan tetapi karena kau telah menyerahkan Beng Han kepada keluargaku, maka terjadi malapetaka menimpa keluargaku. Juga murid perempuanmu yang ber"nama Cia Kui Lian itu adalah iblis wanita yang tak tahu malu!"
Ia lalu mencernakan secara singkat tentang pembunuhan atas diri ayah bunda"nya, juga ia menuturkan sepintas lalu betapa Kui Lian telah berlaku tak patut dengan Liem Kong Hwat, kakak misannya.
Koai Thian Cu menjadi merah mukanya. "Tak kusangka perhitunganku meleset! Aku sudah meramal kan bahwa keluarga Thian-te Kiam-ong terancam oleh adanya pedang Kim-kong-kiam, akan tetapi........ ah, ramalan manusia biasa mana bisa benar? Tenangkan hatimu, nona Song. Aku akan mencari Beng Han dan Kui Lian Akan ku selidiki siapa sebenarnya yang berdosa dalam pem"bunuhan orang tuamu." Setelah berkata demikian, Koai Tbian Cu melesat pergi dengan cepat sekali.
"Hemm, urapan seorang ahli sihir dan tukang gwamia seperti dia itu, mana boleh diper"caya?" kata Bu-eng Lo-kai.
Sementara iiu, Soal Li Suthai menatap wajah Bi Hiu dengan penuh perhatian. Gadis ini jauh lehih cantik jelita daripada kedua orang muridnya yang sudah " keluar pintu". Juga melihat gerak-gerik dan bentuk tubuhnya, nona ini memiliki bakat yang amat baik.
Akan tetapi sebagai cucu Thian te Kiam-ong, mengapa kepandaiannya hanya sebegitu saja ketika tadi menyerang Koai Thian Cu? Benar-benar Soat Li Suthai merasa aneh. la tidak tahu bahwa biarpun ilmu kepandaian Thian-te Kiam-ong amat tinggi, namun anak cucunya tak dapat mewarisi kepandaiannya, karena ilmu-ilmu silatnya, terutama sekali Kim-kong Kiam-sui, amat sukar dipelajari. Setelah kehilangan dua orang muridnya, nenek ini belum apa-apa sudah merasa kesunyian dan ingin mempunyai murid baru. Dan melihat Bi Hui ia merasa suka sekali.
"Nona, kalau kau cucu Thian-te Kiam-ong, kau berhadapan dengan orang - orang sendiri. Ketahuilah, aku Soat Li Suthai adalah seorang yang selalu merasa kagum dan mengenang kakek"mu dengan hormat dan takluk."
"Begitu pula aku, nona. Bu-eng Lo-kai biarpun belum pernah bertemu dengan kakekmu selalu menganggap Thian-te Kiam-ong sebagai sibabat dan guru. Aku ikut merasa berduka mendengar tentang nasibmu yang buruk," kata pula Bu Eng Lo-kai.
Bi Hui segera menjura dengan hormat. "Terima kasih banyak atas perhatian dan hiburan locianpwe."
20 "
"Nona, setelah terjadi malapetaka kepada keluargamu, lalu kau tinggal dengan siapa dan sekarang hendak pergi ke mana? " tanya Soat Li Suthai.
Kembali air mata bertitik di.atas pipi Bi Hui yang kini agak pucat itu. Pertanyaan ini menusuk hatinya, mengingatkan padanya bahwa di dunia ini sekarang ia tidak dapat menyandarkan diri kepada siapapun juga.
"Teecu hidup seorang diri dan tidak punya tempat tinggal. Tujuan hidup teecu hanya meran"tau menambah kepandaian simbil mencari pem"bunuh ayah bunda."
"Bagus!" Tiba-tiba Bu-eng Lo-kai melompat dengan muka girang. "Mari kau ikut padaku, nona. Biarpun aku sudah tua bangka tiada guna, kiranya aku masih dapat menurunkan sedikit kepandaian kepadamu sebagai tanda penghormatanku kepada Thian-te Kiam ong."
Soat Li Suthai mengerutkan kening dan menghadapi Bu-eng Lo kai sambil cemberut.
"Eh, jembel tua! Kau ini mengapa selalu ingin bersaing dan berebutan deugan aku? Belum juga aku meng"ambil nona ini sebagai murid, kau sudah mendahuluiku lagi! "
Bu-Eng Lo-kai membelalakkan mata lalu tertawa lebar.
"Siapa tahu bahwa kaupun hendak mengambil murid padanya? Aku melihat dia berbakat baik dan aku kasihan melihat cucu Thian te Kiam-ong, maka ingin menurunkan sedikit ke"pandaianku,apa salahku?"
"'Setan! Kau Selamanya tidak punya murid. Mengapa sekarang mendadak mau menurunkan kepandaian? Tidak, nona ini akan ikut dengan aku dan mewarisi semua kepandaianku."
Agaknya dua orang tua itu kembali hendak ribut-ribut dan berebutan seperti tadi ketika me"reka memp rebu kan patung emas. Sementara itu, Bi Hui sudah menjadi girang sekali mendengar ucapan mereka yang masing-masing hendak meng"ambilnya sebagai murid. Cepat ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata nyaring,
"Teecu Song Bi Hui menghaturkan terima kasih kepada ji-wi yang mulia. Tentu arwah kong-kong juga amat berterima kasih kepada ji-wi, Teecu bersedia untuk, menjadi murid ji-wi suhu dan mempelajari semua yang ji-wi ajarkan dengan penuh perhatian."
Kakek dan nenek itu saling pandang, kemu"dian sama sama tertawa.
"Memang tak perlu diperebutkan," kata Soat Li Suthai, "kita berdua mengajarnya, bukankah itu lebih baik lagi?"
Demikianlah, semenjak hari itu, Bi Hui diterima menjadi murid Soat Li Suthai dan Bu-eng Lo-kai. Kedua orang itu merasa bangga sekali dapat menjadi guru dan cucu Thian-te Kiam-ong, maka mereka mengajar dengan sungguh-sungguh agar jangan memalukan nama sendiri. Apalagi! mereka mengajar berdua sehingga hal ini mcnguntungkan Bi Hui oleh karena Kedua orang guru"nya seakan-akan berlumba dan tak mau saling mengalah, ingin lebih unggul dalam hal mengajar. Tidak mengherankan apabila mereka menuang semua ilmu yang mereka miliki dan otomatis Bi Hui yang menerimanya memperoleh kemajuan pesat sekali.
Waktu yang nampaknya merayap lambai sekali itu tanpa terasa telah lewat bukan main cepatnya, melebihi lajunya anak panah yang terlepas dari busurnya.
Pedang Naga Kemala Eps 40 Pedang Naga Kemala Eps 33 Pedang Naga Kemala Eps 10