Ceritasilat Novel Online

Kisah Sepasang Naga 10


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 10




"Diam kalau tak ingin mampus!" Giok Ciu marah sekali karena teriakan itu adalah teriakan seorang wanita. Ia dapat menduga bahwa bayangan hitam itu tentulah seorang penjahat. Kalau bukan Jai-Hwa-Cat atau Penjahat Pemetik Bunga, tentulah seorang pencuri atau perampok! Maka ia segera membentak dari luar jendela,

"Bangsat hina yang berada di dalam kamar orang. Ayo lekas kau keluar kalau tidak ingin kepalamu kutabas putus!"

Dari dalam kamar terdengar seruan marah dan heran dan pada saat selanjutnya bayangan hitam itu meloncat keluar dari dalam kamar sambil memutar-mutarkan goloknya ketika melalui jendela agar jangan sampai disergap musuh. Tapi Giok Ciu hanya tertawa menyindir sambil bertolak pinggang dan menanti di atas genteng. Ketika penjahat itu telah berada di atas genteng, ia heran sekali melihat di bawah sinar bulan bahwa yang mengganggunya hanyalah seorang dara berpakaian serba hitam yang cantik sekali. Dalam pakaiannya yang hitam itu, Giok Ciu tampak cantik dan gagah, sedangkan kulit muka dan kedua tangannya tampak putih sekali. Bayangan hitam itu ternyata seorang laki-laki yang masih muda dan mempunyai sepasang mata bangsat yang liar. Kini, menghadapi Giok Ciu, ia menyeringai dan berkata,

"Aduh, nona yang cantik seperti bidadari! Apa kehendakmu maka kau memanggil aku kemari?" Giok Ciu marah sekali mendengar kata-kata orang ini mengandung kekurangajaran. Ia berkata dingin,

"Kau mencari celaka sendiri! Tadinya kusangka kau hanya seorang penjahat rendah yang patut dikasihani dan diberi ampun dengan menerima peringatan keras saja, tidak tahunya kau seorang yang lancang mulut pula! Untuk kelancanganmu ini, kau harus meninggalkan sebelah tanganmu!" Marahlah orang itu dan ia lalu menerjang dengan goloknya setelah berseru,

"Bagus! Perlihatkan kepandainmu, nona cilik!" Tapi Giok Ciu dengan sekali sabet saja telah membuat golok penjahat itu terbabat putus, kemudian cepat bagaikan kilat Ouw-Liong Pokiam berkelebat dan sebelum kuasa menghilangkan kagetnya karena goloknya terbabat putus, tahu-tahu orang itu merasa tangan kirinya perih dan dingin. Ketika ia melihat, ternyata tangannya sebelah kiri telah terpotong pula pada sebatas pergelangan tangan itu! Ia membelalakan mata dan lari sambil berteriak-teriak,

"Aduh... aduh tolong... Suhu... Tolong" Suhu...!" Demikian tajamnya Ouw-Liong Pokiam sehingga hampir saja penjahat itu tidak merasa bahwa tangan kirinya telah terbabat putus! Giok Ciu merasa puas telah memberi pelajaran kepada penjahat itu, tapi begitu mendengar penjahat itu menyebut-nyebut gurunya, ia segera mengejar.

Kalau penjahat itu mempunyai seorang guru di kota ini, maka gurunya tentu bukan seorang baik-baik pula dan perlu dan dibasmi agar jangan merupakan pengganggu dan pengacau rakyat di kota itu. Penjahat itu, terus menuju ke sebuah rumah yang tinggi gentengnya sambil terus berteriak-teriak minta tolong kepada gurunya. Tiba-tiba dari dalam rumah itu melayang keluar bayangan seorang yang mempunyai gerakan gesit sekali. Giok Ciu siap dengan pedangnya karena dari gerakan orang itu ia dapat menduga bahwa lawannya ini tentu seorang yang memiliki kepandaian tinggi juga. Ketika bayangan orang itu tiba di depannya dan membentak nyaring, Giok Ciu merasa terkejut berbareng girang karena ternyata bahwa orang itu bukan lain ialah Keng Kong Tosu!

"Ha, jadi kaukah guru penjahat itu? Pantas saja muridnya jahat, tidak tahunya gurunya seorang penjahat besar!" Keng Kong Tosu lebih kaget lagi ketika melihat bahwa orang yang melukai dan mengejar muridnya bukanlain adalah gadis lihai yang dulu pernah bertempur dengannya! Ia masih ingat betapa lebih setahun yang lalu gadis itu telah memiliki kepandaian tinggi, apalagi sekarang, maka diam-diam ia merasa jerih juga. Akan tetapi, karena lawan itu telah berada disitu, pula ia dapat mengharapkan bantuan tiga murid lain yang berada di bawah ia lalu membentak,

"Pemberontak perempuan, tidak tahunya kaukah yang lagi-lagi menghina kami dan melukai muridku? Kau agaknya telah bosan hidup!"

"Jangan banyak cakap, kau majulah Tosu palsu!"

Giok Ciu lalu menyerang hebat dengan pokiamnya, hingga Keng Kong Tosu buru-buru meloncat dan mengeluarkan pedang pendek dan hudtimnya yang digerakkan secara istimewa untuk menangkis dan balas menyerang. Ia berlaku hati-hati sekali karena dulu pernah merasakan kelihaian dari pendekar ini dan pernah dilukai pundaknya oleh pedang pusaka yang ampuh itu. Tapi baru saja bertempur beberapa jurus, makin kuncup dan jerih hati Tosu itu karena ia mendapat kenyataan bahwa tenaga lweekang dan permainan pedang dara itu kini telah maju hebat sekali! Ia lalu bersuit nyaring untuk memanggil murid-muridnya dan sambil membentak keras ia mengeluarkan senjata-senjata rahasia jarum hitam dari dalam kebutannya. Jarum-jarum itu jumlahnya lebih dari sepuluh batang dan kecil sekali sehingga ketika menyambar di dalam gelap itu, sama sekali tidak tampak.

Tetapi Giok Ciu memiliki tenaga pendengaran, yang halus sekali dapat menangkap angin gerakan hudtim itu maka ia dapat menduga bahwa dari gerakan itu tentu keluar senjata rahasia. Ia lalu menggunakan pedangnya yang diputar dalam gerak tipu Naga Hitam Menutup Gua untuk melindungi tubuhnya dan benar saja, terdengar suara tring-tring nyaring sekali ketika jarum-jarum itu terpukul oleh pedangnya. Pada saat itu, dari bawah meloncat naik tiga bayangan yang juga memiliki gerakan gesit. Mereka ini adalah murid-murid Keng Kong Tosu yang tadi sibuk menolong Sute mereka yang terbabat tangannya oleh pedang Giok Ciu. Kini mereka mendengar tanda siutan Suhu mereka, ketiga orang itupun mengambil senjata masing-masing dan naik untuk membantu Keng Kong Tosu.

Sekali-kali Keng Kong Tosu berseru keras dan asap hitam menyambar kearah tubuh Giok Ciu. Tapi Giok Ciu sekarang bukanlah dara setahun yang lalu, yang takut akan segala ilmu hitam dan senjata-senjata mujijat. Ia telah memiliki tenaga lweekang dan tenaga batin yang kuat sekali dan membuatnya waspada dan tenang. Melihat datangnya asap hitam yang berbau busuk itu, ia lalu menggunakan mulutnya meniup ke depan dari atas ke bawah. Tenaga tiupan ini demikian besar sehingga asap itu tertiup berbalik, dan kini bahkan menyerang Keng Kong Tosu dan murid-muridnya! Tosu sesat itu cepat menggunakan kebutannya diputar untuk mendatangkan angin mengusir asap itu, juga dua orang muridnya meloncat menyingkir, tapi seorang murid tidak menyangka sama sekali akan tiupan Giok Ciu maka ia terserang oleh asap hitam itu.

Ia kena sedot asap itu sehingga terbatuk-batuk dan tubuhnya lalu terguling roboh di atas genteng! Keng Kong Tosu terkejut dan marah sekali. Ia cepat mengeluarkan obat pemunah dan memasukkan obat itu ke dalam mulut muridnya. Seorang murid lain lalu memondong tubuh kawannya itu dan meloncat ke bawah sedangkan gurunya dan seorang kawannya yang masih berada disitu lalu maju mengeroyok gadis yang lihai itu. Giok Ciu memutar pokiamnya dan memainkan ilmu pedang Ouw-Liong Kiam-Sut yang luar biasa dan ganas. Sebentar saja sinar pedangnya yang hitam dan membuat ia lenyap dari pandangan mata kedua lawannya, telah mengurung dan mendesak kedua lawannya. Pada saat itu murid yang tadi menolong kawannya terkena asap berbisa dari Suhunya sendiri, telah naik pula dan maju mengeroyok dengan pedangnya. Tapi Giok Ciu tidak takut, bahkan tertawa menyindir.

"Keng Kong Tosu, Tosu busuk! Kau agaknya hendak mampus sambil membawa dua orang pengiring!" Keng Kong Tosu marah sekali, tapi ia tidak berdaya, maka ia lalu berkelahi dengan nekad dan mati-matian! Pada saat itu, tampak berkelebat bayangan putih dan sebuah sinar putih yang terang sekali meluncur dan menyerbu ke dalam kalangan pertempuran serta langsung membantu Giok Ciu.

"Moi-moi, mari kita musnahkan manusia jahat ini!" terdengar seruan Sin Wan dengan suara gembira karena tanpa dinyana ia dapat bertemu dengan gadis itu di tempat ini! Tapi Giok Ciu menjawab marah.

"Siapa butuh pertolonganmu? Jangan kau ikut mencampuri urusanku!" Sin Wan merasa mendongkol juga mendengar betapa keng Kong Tosu dan kedua muridnya sengaja memperdengarkan suara ketawa untuk menghinanya. Ia merasa betapa gadis itu merendahkannya dimuka musuh-musuhnya, maka dengan suara dingin ia berkata,

"Siapa yang hendak membantu engkau? Akupun mempunyai sedikit urusan dengan Tosu jahanam ini!" Sambil berkata demikian, Sin Wan lalu menggunakan pedangnya yang bersinar putih menyerang hebat dengan tipu Naga Putih Menembus Awan. Gerakannya hebat dan cepat sekali sehingga Keng Kong Tosu menjadi terkejut dan cepat berkelit. Tapi pada saat itu Giok Ciu yang tidak mau "Didului" Sin Wan, segera menyerangnya dengan gerakan Naga Hitam Terjun ke Laut!

Sementara itu, Sin Wan sudah merubah gerakannya dan kini menyabet dengan tipu Naga Putih Sabetkan Ekor! Mana bisa Keng Kong Tosu mempertahankan dirinya terhadap serangan-serangan dari kedua anak muda yang mengeluarkan tipu-tipu terlihai dari Pek-Liong Kiam-Sut dan Ouw-Liong Kiam-Sut! Biarpun ia menggunakan pedang pendek dan hudtimnya untuk menjaga diri, tak urung kedua pedang lawan itu dengan berbareng telah menusuk tembus dada dan lambungnya sehingga tanpa dapat berteriak lagi Keng Kong Tosu roboh tak bernyawa pula! Giok Ciu merasa penasaran karena lagi-lagi ia tak dapat mendahului Sin Wan dan boleh dikata Tosu jahanam itu terbunuh oleh mereka berdua dengan berbareng! Dalam gemasnya ia hendak menyerang kedua murid Keng Kong Tosu yang berdiri terkejut dan kesima, tetapi Sin Wan menegur,

"Jangan, Giok Ciu, jangan bunuh mereka!"

"Peduli apa kau dengan urusanku sendiri?" bentak gadis tiu dan melanjutkan serangannya kepada dua orang murid Tosu yang telah mati itu. Tapi tiba-tiba sinar putih berkelebat cepat dan pedang Sin Wan telah menangkis Ouw-Liong Pokiam.

"Moi-moi, ingatlah pesan Suhu. Jangan sembarangan membunuh orang, kalau tidak terpaksa dan mempunyai asalan yang kuat! Sudah cukup kita bunuh Keng Kong yang memang jahat, jangan ganggu muridnya." Giok Ciu mencibirkan mulutnya,

"Cih, pandai benar bermain mulut, bisa saja berpura-pura alim dan suci, coba kau pandang mukamu sendiri. Tak malu menyebut-nyebut orang lain jahat!"

"Moi-moi, dengarlah dulu keteranganku..."

"Siapa sudai mendengarkan kata-katamu yang palsu!" Dengan ucapan ini Giok Ciu lalu meloncat pergi. Sin Wan tidak mengejarnya karena ia maklum bahwa gadis itu benar-benar telah membencinya dan tak mungkin mau diajak berbicara. Kalaupun ia dapat memberi penjelasan, belum tentu gadis yang keras hati itu suka mempercayainya.

Ah, sungguh serba susah dan Sin Wan menghela napas panjang. Tiba-tiba ia mendengar suara tertawa menyindir. Ia melihat betapa kedua murid Keng Kong Tosu masih berdiri di situ dan memandangnya dengan senyum sindir. Marahlah Sin Wan dan sekali tubuhnya bergerak, tahu-tahu dua orang itu kena diterjangnya dan roboh di atas genteng sambil merintih-rintih. Ternyata sekali bergerak saja Sin Wan telah berhasil menotok mereka hingga roboh tak berdaya dan biarpun mereka takkan mati karenanya, namun dalam waktu dua belas jam, kalau tidak ada orang pandai yang melepaskan totokan itu, mereka akan lemas tak dapat bergerak, hanya dapat merintih-rintih saja! Kemudian Sin Wan meloncat pergi dari situ dengan hati mengkal. Marilah kita ikuti perjalan Suma Li Lian, gadis bangsawan yang cantik jelita, tapi yang tertimpa nasib malang itu.

Setelah mendengar dari mulut Sin Wan kenyataan-kenyataan yang sangat pahit dan menikam ulu hatinya, gadis cantik ini hampir menjadi gila! Jiwanya memang telah tertekan oleh rasa terhina dan malu karena sebagai seorang gadis baik-baik keturunan bangsawan, adalah hal yang lebih hebat dan lebih rendah daripada mati ketika mengandung dan melahirkan seorang anak tanpa mempunyai suami! Sebetulnya ketika merasa bahwa dirinya mengandung, ia telah mengambil keputusan hendak membunuh diri, tapi wajah Sin Wan yang tampan dan gagah selalu terbayang di muka matanya, maka ia lalu menetapkan hatinya. Ia nekad untuk menghadapi semua hinaan daan nistaan karena betapapun juga, ia diam-diam mengakui bahwa ia tidak menyesal mengandung seorang keturunan dari Sin Wan!

Ia cinta pemuda itu, cinta dengan cinta murni, dan ia bersedia mengorbankan apa saja untuk pemuda itu. Jangankan baru hinaan dari dunia luar, aah, ia takkan merasa terhina, bahkan ia akan merasa bangga kalau anaknya telah lahir, anak mereka, anaknya dan anak Sin Wan! Demikian besar rasa cintanya terhadap Sin Wan hingga Li Lian rela dirinya mendapat hinaan karena sebagai seorang gadis yang melahirkan seorang anak tak ber Ayah. Ia bahkan sempat diusir oleh ibunya dan keluarganya dan hidup terlunta-luta di sebuah kampung kecil. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk mencari dan menyusul Sin Wan, karena bukankah dulu Sin Wan pernah bilang bahwa jika hendak mencari dirinya, harus pergi ke puncak Kam-Hong-San? Maka, ia lalu jual semua perhiasannya untuk dipakai biaya mencari suaminya itu.

Dan akhirnya setelah bersusah payah, ia berhasil membawa anaknya yang baru berusia lima bulan itu ke puncak Kam-Hong-San. Tapi disana ia hampir saja menjadi kurban keganasan dan kejahatan empat orang pemikul tandu, dan baiknya datang Giok Ciu yang menolongnya. Dan akhirnya ia bertemu dengan Sin Wan, suaminya! Tapi alangkah remuk rendam hatinya, hancur luluh kalbunya. Segala penderitaan, segala perngorbanan yang dilakukan itu sia-sia belaka! Bukan Sin Wan pemuda idaman itulah yang sebenarnya menjadi Ayah anak itu, tapi Gak Bin Tong! Gak Bin Tong pemuda muka putih yang dibencinya, karena semenjak dulu pemuda itu selalu menggodanya, selalu memperlihatkan sikap ceriwis dan menjemukan. Pemuda yang pernah ia tolak lamarannya! Pemuda yang bahkan telah ia laporkan kepada para pengawal agar ditangkap dan dibunuh, karena ia sungguh-sungguh membencinya!

Dan kini... dari mulut Sin Wan sendiri, dari mulut laki-laki yang tadinya telah dianggap sebagai suaminya, ia mendengar bahwa suaminya bukanlah Sin Wan, tapi... Orang she Gak itu! Ketika ia melahirkan, segala hinaan yang didengarnya tak dapat menggoyahkan kalbunya, tak dapat merobah pendiriannya. Tapi kenyataan yang didengarnya ini merupakan penghinaan yang sebesar-besarnya baginya, dan kenyataan ini membuat ia tak sanggup memandang wajah Sin Wan lagi, membuat ia begitu membenci Gak Bin Tong hingga seakan-akan hendak dicekiknya dan dibunuhnya pada saat itu juga pemuda muka putih yang telah menodai dan merusak hidupnya itu! Demikianlah, ia lari bagaikan gila menuruni lereng bukit. Beberapa hari kemudian, Suma Li Lian yang tadinya cantik jelita, telah berubah menjadi seorang wanita yang menakutkan.

Rambutnya yang riap-riapan menutupi sebagian wajahnya yang kotor penuh debu dan lumpur. Matanya merah dan liar dan bibirnya yang biasanya tersenyum manis menarik hati, kini tertarik menyeringai penuh kebencian. Pakaiannya yang tadinya indah dan rapi, kini robek disana-sini dan kotor sekali hingga tak tampak pula bekas-bekasnya yang terbuat dari bahan mahal. Kakinya tak bersepatu lagi, hanya berkaus yang sudah dekil dan hitam penuh tanah. Sungguh mengenaskan nasib manusia ini. Ketika ia memasuki sebuah dusun kecil, semua anak-anak lari ketakutan dan menggodanya dari jauh sambil melempar-lemparinya dengan batu. Dimana saja ia angsurkan tangan untuk minta makanan pengisi perutnya yang sudah lapar sekali, orang-orang mengusirnya dengan kata-kata menyatakan jijik.

Dengan tindakan kaki limbung dan terhuyung-huyung, terpaksa Li Lian meninggalkan dusun itu. Tubuhnya lemas, perutnya terasa perih sekali, dan pandang matanya berkunang-kunang. Karena terik matahari membuat kepalanya berdenyut-denyut, ia lalu menghampiri sebuah pohon besar yang tumbuh dipinggir jalan untuk meneduh, tapi ketika tiba di bawah pohon, tubuhnya tak tertahan lagi dan tubuh itu limbung hendak roboh, matanya meram dan kedua tangannya diulurkan meraba-raba mencari pegangan diudara! Pada saat ia pingsan, sebelum tubuhnya roboh di tanah, tiba-tiba dari atas pohon menyambar turun sebuah tali yang secara aneh dan cepat bagaikan ular telah membelit kedua pergelangan tangan Li Lian dan tahu-tahu tubuh Li Lian telah mencelat ke atas pohon bagaikan disendal oleh tenaga yang luar biasa besarnya!

Ketika tubuh gadis yang malang itu terapung ke atas, sebuah lengan yang panjang dan besar lagi hitam dan kotor terulur dan tubuh Li Lian ditangkapnya pada bajunya. Terdengar suara ketawa yang aneh, karena bunyinya seperti setengah tertawa setengah menangis dan sebuah jari yang kotor menyentil belakang kepala Li Lian sehingga gadis itu siuman dari pingsan dan membuka matanya. Alangkah herannya ketika Li Lian melihat bahwa ia sudah duduk di atas sebatang cabang pohon yang tinggi. Kalau saja hal ini terjadi padanya dahulu, tentu ia akan berteriak-teriak minta tolong karena takutnya melihat tanah sebegitu jauh di bawahnya. Tapi agaknya rasa takut telah lenyap di telan ombak samudera kesedihannya, hingga jangan kata baru tempat tinggi, biarpun berada di depan mulut harimau, agaknya gadis itu takkan merasa takut lagi.

Maut akan disambutnya dengan senyum dan lambaian tangan karena baginya hidup ini tak berarti lagi. Tapi ketika ia menengok dan memandang orang yang duduk di atas sebuah dahan lain dan sedang memandangnya pula, ia terkejut sekali dan tanpa disengaja ia membelalakan matanya. Di atas sebatang dahan duduk seorang laki-laki tua yang tinggi besar dan kurus sekali tapi keadaannya menyatakan bahwa orang itu bukanlah orang yang berotak waras! Orang itu memegang segulung tali yang ujungnya diputar-putar seperti lagak seorang kanak-kanak yang sedang bermain-main. Ia memandang Li Lian sambil tertawa ha-ha hi-hi. Suma Li Lian menahan tubuhnya yang lemas dan gemetar karena lelah dan lapar, lalu berkata,

"Lopeh, kau siapakah dan mengapa kau menolong aku?" Orang yang berpakaian jembel itu memandangnya dengan heran, lalu pada wajahnya yang berkulit kotor hitam itu terbayang seri gembira ketika ia menjawab,

"Siapa aku?" ia garuk-garuk kepalanya, "Aku adalah aku dan siapa yang menolong siapa? Aku tidak menolong juga tidak ditolong. Nona sakit, maka kubawa naik ke sini."

Suma Li Lian maklum bahwa orang yang menolongnya ini benar-benar gila dan otaknya tidak waras namun ia heran sekali bagaimanakah orang gila ini dapat membawanya ke atas? Melihat wajah dan sinar mata orang tua tinggi besar itu, agaknya tidak berwatak jelek, bahkan ketika tadi tersenyumpun tampak baik hati benar, maka ia lalu berterus terang,

"Lopeh, aku tidak sakit, hanya lelah dan lapar."

"Lapar? Bagus! Akupun lapar!" jawabnya sambil tertawa terkekeh.

Mau tak mau, Suma Li Lian terpaksa ikut tertawa geli, hingga ia sendiri merasa heran mengapa ia dapat tertawa! Agaknya pada saat itu semua kesedihannya lenyap dan kegilaan orang tua itu menjalar kepadanya hingga iapun merasa sangat geli mendengar kata-kata si jembel gila yang lucu dan gila itu. Celaka dua belas, pikirnya. Dalam keadaan sedemikian menderita, bertemu dengan orang berotak miring. Tapi tiba-tiba si jembel gila itu gerakkan tangannya yang memegang tali dan tali itu meluncur panjang dan bergerak-gerak bagaikan seekor ular terbang, ujung tali itu telah menyelusup diantara daun-daun pohon dan ketika di tarik kembali, diujung tali itu telah terbelit setangkai ranting yang ada buahnya beberapa butir. Tali kecil itu agaknya dapat disuruh mencarikan makan! Si gila itu memetik beberapa butir buah dan memberikan kepada Suma Li Lian.

"Kalau lapar, enak sekali makan. Makanlah buah ini." Suma Li Lian memandang jembel gila itu dengan pandangan berterima kasih sekali. Ia maklum bahwa orang gila ini adalah seorang sakti yang berkepandaian tinggi. Dengan lahapnya ia lalu makan buah-buah itu bersama-sama si jembel yang mencari buah-buah lagi. Sambil makan buah, mereka saling pandang tanpa bercakap-cakap. Kemudian, Li Lian berkata lagi,

"Lo-Suhu, sebenarnya siapakah Lo-Suhu ini dan mengapakah kau begini baik kepadaku?" Kakek gembel itu tertawa lagi dengan geli.

"Dunia ini memang lucu, tapi kau tidak lucu, nona. Kau berwajah gelap diliputi kemurungan, menimbulkan rasa sakit dalam dada kiriku." Setelah berkata demikian, jembel gila itu meringis-ringis seperti menahan sakit dan tangan kirinya meraba-raba dadanya. Kemudian ia melanjutkan kata-katanya,

"Aku adalah aku, kau tak usah bertanya karena aku sendiripun tidak tahu! Tapi kau mengapa bermuram durja? Siapa yang mengganggumu, anakku manis?" Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba diucapkan dengan suara sangat menyayang ini, hati Li Lian menjadi sedih sekali hingga tubuhnya limbung dan ia terjungkal dari dahan pohon yang didudukinya dan tubuhnya melayang ke bawah. Tapi sedikitpun Li Lian tidak menjerit, hanya meramkan mata menanti datanya maut. Tapi, tubuhnya tidak terbanting ke atas tanah keras, bahkan merasa seakan-akan tubuhnya diayun-ayun dan tiba-tiba ia merasa kakinya menginjak tanah. Ketika ia membuka mata, ternyata ia telah berdiri di atas tanah dengan selamat, sedangkan empek gila tadi telah berdiri pula di depannya seakan-akan tidak terjadi sesuatu.

"Nona, kau belum menjawab pertanyaanku. Siapakah yang mengganggumu?" Suma Li Lian tidak menjawab, tapi lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis. Jembel gila itu mengangkat kepala dan sambil memandang langit ia tertawa bergelak-gelak.

"Ha, ha, ha! Kau memang pantas menjadi muridku. Pantas, pantas!" Dengan ujung kakinya ia mencokel tubuh Li Lian dengan perlahan, tapi cukup membuat tubuh gadis itu mencelat mumbul ke atas, berputaran beberapa kali di udara sebelum jatuh lagi kebawah, tapi Li Lian sama sekali tidak merasa takut! Kembali kakek jembel itu tertawa bergelak-gelak dan menyambar baju Li Lian untuk mencegah tubuh gadis itu terpelanting.

"Bagus, bagus ! berdirilah muridku!" Sebenarnya, sekali-kali bukan maksud Li Lian untuk mengangkat guru kepada orang gila ini ketika berlutut tadi, tapi karena kakek aneh itu telah menerimanya sebagai murid, ia tidak berani menolak atau membantah. Pula, di dunia ini tidak ada orang yang berlaku baik kepadanya hingga ia benci kepada dunia dan penduduknya, kini tiba-tiba ada seorang berotak miring yang sangat baik kepadanya, maka diam-diam timbul pikiran baru dalam otaknya. Kakek ini mempunyai kepandaian luar biasa, maka kalau ia menjadi muridnya dan mempunyai kepandaian tinggi, tak mungkin manusia-manusia macam Gak Bin Tong itu berani menghinanya. Gak Bin Tong! Teringat akan nama ini, mata Suma Li Lian memancarkan cahaya kemarahan. Kalau ia memiliki kepandaian tinggi, bahkan ia akan dapat membalas dendamnya kepada pemuda muka putih yang jahanam itu!

"Muridku, sekarang juga kau harus mulai belajar!" kata kakek gila itu. Ia lalu memutuskan sepotong tali dan gunakan itu untuk mengikat ujung celana Li Lian di bagian pergelangan kaki kiri, demikianpun dengan ujung celana di pergelangan kaki kanan muridnya. Lalu ia pergi ke bawah pohon dan berjungkir balik dengan kepala di atas tanah dan kaki ke atas.

"Kau tiru ini, dan sandarkan kedua kakimu di batang pohon!" katanya kepada Li Lian. Semenjak kecil memang Li Lian belum pernah belajar silat hingga ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara orang bersilat, maka mendapat perintah demikian itu, dengan membuta ia turut dan taat.

Sebentar saja ia merasa kepalanya pening dan berdenyut-denyutan ketika ia berdiri dengan kepala di bawah macam itu. Kalau tidak ada batang pohon yang menahan tubuhnya, tentu sudah tadi-tadi ia terguling! Tapi karena hati dan perasaan Li Lian telah dibikin kaku dan membatu oleh penderitaan batin yang dipikulnya, ia bulatkan kemauannya dan biarpun andaikata sampai matipun tak nanti ia menyerah dan mundur! Agaknya gurunya yang gila itupun maklum akan kekerasan hati muridnya, maka ia lalu membuka rahasia pelajaran mengatur napas dan latihan lweekang yang sangat luar biasa, karena di kalangan persilatan tidak ada latihan-latihan yang kesemuanya dilakukan secara aneh dan terbalik macam yang diajarkan oleh si gila ini.

Demikianlah, berhari-hari Suma Li Lian, gadis bangsawan yang sopan santun terpelajar, dan halus budi pekertinya itu, kini menjadi murid seorang gila yang sakti dan mempelajari ilmu-ilmu yang sakti yang mujijat sekali! Karena Li Lian telah mendapat pukulan batin yang hebat sehingga keadaannya boleh dikata tidak sewajarnya lagi, dan kini mendapat seorang orang guru yang gila pula, maka sikapnyapun makin tidak karuan dan ketidak acuhannya akan keadaan diri sendiri membuat ia lebih mendekati kegilaan! Latihan-latihan aneh dilakukan tiada hentinya di dalam sebuah hutan yang tak pernah dikunjungi manusia, dan mereka hanya berhenti berlatih apabila perut terasa lapar dan tak tertahan atau mata merasa ngantuk sekali.

Selain keperluan khusus yang tak dapat ditahan atau ditunda lagi, mereka siang malam terus berlatih mati-matian! Kakek tua jembel yang berotak miring ini sebetulnya dahulu adalah seorang gagah yang berwatak berani, jujur, dan jantan. Tapi karena tersesat seorang diri dalam sebuah gua siluman, ia mendapatkan ilmu mujijat yang penuh mengandung hawa siluman dan tanpa sadar mempelajarinya. Ilmu yang dipelajarinya itu demikian mujijat hingga setelah keluar dari gua itu ia menjadi gila tapi memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa anehnya pula, karena gerakan-gerakannya demikian aneh, sesuai dengan orangnya yang menjadi gila! Pengalaman-pengalaman hebat di waktu mudanya, dapat diikut dalam cerita "Bu Beng Kiam-hiap" yang ramai.

Entah apakah yang menggerakkan jiwa empek gila itu untuk merasa sangat tertarik dan sayang kepada Suma Li Lian sehingga ia menerima gadis sengsara itu sebagai muridnya dan menurunkan ilmu mujijat yang dimilikinya kepada murid ini. Setelah mereka berdua bersembunyi di dalam hutan itu selama sebulan lebih, maka si jembel gila lalu mengajak muridnya keluar untuk ikut dalam perantauannya yang tiada tentu tujuan itu. Kecantikan Li Lian lenyap tertutup oleh kekotoran yang menutupi mukanya dan oleh rambutnya yang riap-riapan mengerikan. Tapi sepasang matanya tetap bening dan jeli, hanya sepasang mata itu mengeluarkan sinar yang seakan-akan merasa jemu melihat segala yang berada di sekelilingnya. Di sepanjang jalan tiada hentinya dan bosannya, Li Lian berlatih silat dan lweekang yang aneh-aneh.

Kita kembali kepada Giok Ciu, gadis jelita yang patah hati karena kecewa kepada Sin Wan kekasihnya. Ia tetap menganggap bahwa pemuda itu telah terpikat oleh kecantikan Li Lian dan telah bermata gelap hingga melakukan perbuatan rendah, maka perasaan cintanya terhadap pemuda itu berubah benci sekali, benci bercampur kecewa dan memandang rendah.

Setelah berpisah dari Sin Wan pada malam itu, yakni sesudah berhasil membunuh Keng Kong Tosu bersama-sama dengan Sin Wan seakan-akan mereka sekali lagi berlumba dan tidak mau kalah dalam hal mengeluarkan kepandaian membasmi musuh-musuh mereka, Giok Ciu lari cepat di malam gelap. Setelah keluar dari dusun itu dan memasuki sebuah hutan, ia melihat sebuah Kelenteng kecil atau Bio yang berdiri terpencil di pinggir jalan. Bio tua itu tampak sunyi terpencil hingga menarik perhatian Giok Ciu. Ia lalu masuk ke dalam Bio itu. Di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah patung Dewi Kwan Im yang sudah luntur catnya. Melihat patung kecil itu berada di tempat terpencil dan sunyi, biarpun di dalam keadaan remang-remang dan gelap,

Namun Giok Ciu seakan-akan melihat betapa patung itu merasa kesunyian dan sengsara karena tiada kawan, sebatang kara di dunia ini, maka sedihlah rasa hatinya. Ia lalu menangis dan mencurahkan semua kedukaan hatinya. Di depan patung kecil itu sambil berlutut. Sampai fajar menyingsing, gadis itu berlutut di depan patung Kwan Im. Kemudian ia lalu duduk bersila dan menjalankan siulian untuk menenangkan pikiran dan istirahat. Untuk beberapa lama ia bersamadhi, kemudian ia merasa seakan-akan ada orang yang memandangnya, maka sadarlah ia lalu membuka mata. Ternyata, seperti dulu ketika di puncak Kam-Hong-San, tak jauh di depannya tampak Gak Bin Tong duduk pula memandangnya dengan sepasang mata yang sangat kagum dan tertarik. Seketika itu juga naiklah warna merah di kedua pipi Giok Ciu dan ia lalu meloncat berdiri.

"Eh, kau lagi! Mau apa kau mengganggu aku?" bentaknya ambil mencabut pedangnya. Tapi Gak Bin Tong buru-buru berdiri dan mengangkat kedua tangannya menyabarkannya.

"Maafkan aku, Lihiap. Aku tidak mempunyai maksud jahat terhadapmu, hal ini kau tahu dengan baik. Kalau dulu-dulu aku pernah mengeluarkan kata-kata kurang ajar, maka lupakanlah itu dan aku mohon maaf sebesar-besarnya."

"Jangan bicarakan lagi hal dulu-dulu!" Giok Ciu membentak pula, tapi ia agak sabar melihat sikap pemuda itu.

"Baiklah, Lihiap. Aku selalu ingin sekali bersahabat dengan engkau, sama sekali tak ingin menjadi lawan. Bukankah dulu aku telah memperingatkan kau dari segala keburukan? Aku pernah mengatakan bahwa Li Lian dan Sin Wan..."

"Tutup mulutmu! Sekali lagi kau menyebut hal mereka, terpaksa pedangku ini yang akan berbicara!" Gak Bin Tong tersenyum dan mengangkat kedua tangan memberi hormat.

"Maaf! Baiklah, aku takkan mengulangi hal itu. Agaknya kau masih saja tidak percaya dan membenciku, Lihiap, sungguh hal itu sangat kusesalkan, karena sebetulnya aku ingin menolongmu dalam segala hal." Giok Ciu menjadi tidak sabar.

"Sudahlah, katakan saja apa maksudmu mengikuti aku dan datang kesini mengganggu istirahatku?" Gak Bin Tong memperlihatkan muka terkejut.

"Aku tidak mengikutimu, Lihiap. Hanya kebetulan saja aku lewat disini. Alangkah girang hatiku melihat kau berada dalam Bio ini. Aku... aku mempunyai dugaan bahwa mungkin sekali kau akan mencari musuh besarmu, bukan? Nah, kalau betul dugaanku ini, agaknya aku akan dapat menolongmu." Tiba-tiba lenyaplah segala kegalakkan Giok Ciu. Wajahnya yang tadi muram kini tampak berseri dan penuh semangat,

"Betulkah? Tahukah dimana tempat tinggal siluman itu? Beritahukanlah padaku!" Diam-diam Gak Bin Tong tersenyum. Ia telah menggunakan senjata terampuh dalam menghadapi gadis ini.

"Begini, Lihiap. Aku sendiri pada saat sekarang ini tidak dapat menentukan di mana ia tinggal, tapi karena aku kenal semua tempat dan orang-orang di kota raja, mudah sekali bagiku untuk menyelidikinya. Aku tanggung, jika kau ikut aku ke kotaraja, pasti dalam waktu beberapa hari saja aku akan memberi tahu padamu dimana tempat sembunyinya siluman tua itu!" Giok Ciu adalah seorang gadis yang biarpun memiliki kepandaian tinggi sekali namun masih hijau dan belum banyak mengenal kepalsuan dan kelicinan muslihat orang. Mendengar kata-kata Gak Bin Tong ini, ia percaya penuh dan merasa bersyukur sekali. Lenyaplah sebagian besar rasa tidak sukanya kepada pemuda muda putih yang tampan itu. Ia lalu mengangkat kedua tangan di dada dan menjura.

"Saudara Gak, sungguh kau ternyata seorang sahabat yang baik. Maafkan kelakuan kasarku yang sudah-sudah karena aku bercuriga kepadamu."

"Sama-sama, Kwie Lihiap, akupun sebagai seorang muda tentu banyak kekhilapan, maka harap dari pihakmu juga yang banyak memaafkan segala kesalahanku yang sudah-sudah." Demikianlah, dengan kata-kata yang halus, sopan, dan manis, Gak Bin Tong memasang perangkapnya,

Dan Giok Ciu si dara muda yang masih bodoh ini bagaikan seekor lalat yang tanpa merasa mendekati jaring laba-laba yang berbahaya. Namun, Giok Ciu yang mempunyai kepercayaan besar sekali kepada diri sendiri, sedikitpun tidak merasa betapa pemuda muka putih itu sedang memasang perangkap untuknya. Hal ini sebenarnya dapat terjadi demikian mudahnya karena sikap Giok Ciu yang memandang rendah kepada pemuda itu. Ia menganggap bahwa betapapun juga, pemuda itu takkan berdaya menghadapinya dan ia tahu betul bahwa kepandaiannya masih jauh lebih tinggi hingga tak perlu berkuatir apa-apa. Ia tidak tahu bahwa disamping kelihaian ilmu silat, masih ada kepandaian yang lebih hebat dan lebih berbahaya lagi, yakni tipu muslihat yang banyak digunakan orang untuk menjatuhkan lawan yang lihai dan tangguh!

"Saudara Gak, menurut dugaanmu di manakah adanya Cin Cin Hoatsu pada waktu ini?"

"Kalau tidak salah tentu ada di kota raja, tapi entah di gedung mana. Kita harus berlaku hati-hati sekali, karena pada waktu ini di kota raja terdapat seorang yang sangat tangguh dan sakti, yakni Beng Hoat Taisu, seorang utusan dari Tibet yang masih paman guru dari Cin Cin Hoatsu sendiri. Aku mendengar berita bahwa kepandaian Taisu ini tinggi sekali, maka kau harus waspada dan berhati-hati Lihiap."

"Aku tidak takut, marilah kita berangkat mencari mereka!" Di dalam hatinya, Gak Bin Tong merasa girang sekali karena ternyata muslihatnya berhasil baik. Ia telah dicap sebagai pengkhianat oleh para pengawal kota raja semenjak rahasianya dibuka oleh Suma Li Lian dulu itu hingga ia dikejar-kejar sampai di puncak Kam-Hong-San. Kini ia mendapat kesempatan untuk menebus kedosaannya. Kalau saja ia dapat menjebak gadis pemberontak ini dan dapat menyerahkannya kepada Cin Cin Hoatsu, tentu ia akan mendapat muka terang dan mendapat jasa! Tentu saja Giok Ciu sedikitpun tak pernah menyangka akan apa yang terpikir di dalam kepala pemuda tampan muka putih ini.

Di sepanjang jalan dalam perjalanan mereka ke kota raja dan mencari tahu akan keadaan Cin Cin Hoatsu, Gak Bin Tong berlaku sopan santun dan baik hingga sedikit kecurigaan yang masih bersisa di dalam hati Giok Ciu dan membuatnya berlaku waspada terhadap pemuda itu, kini lenyap sama sekali, terganti kepercayaan besar. Berhari-hari mereka melakukan perjalanan dan setelah masuk ke kota raja, Gak Bin Tong mengajaknya secara sembunyi-sembunyi tinggal di dalam sebuah rumah di pinggir kota. Dari tempat itu, tiap malam mereka keluar melakukan penyelidikan. Kadang-kadang mereka berpisah, untuk melakukan penyelidikan masing-masing. Pada hari kelima setelah mereka berada di kota yang besar itu, Gak Bin Tong berkata dengan wajah girang setelah kembali dari penyelidikannya.

"Nah, terpeganglah sekarang olehku! Aku telah menemukan tempat tinggal siluman itu, Lihiap!" Bukan main girang hati Giok Ciu mendengar ini. Dengan wajah berseri-seri ia segera menanyakan di mana tempat itu.

"Kita harus berhati-hati, Lihiap. Sekali-kali tidak boleh berlaku lancang dan sembrono. Cin Cin Hoatsu sendiri kepandaiannya tinggi, sedangkan aku belum tahu jelas siapa saja yang tinggal di gedung besar itu. Mungkin Beng Hoat Taisu juga berada di situ pula, dan ini berbahaya sekali. Lebih baik malam nanti kita berdua pergi menyelidiki ke sana dan kalau kiranya ada kesempatan baik, kita turun tangan!" Giok Ciu memandang wajah pemuda itu dan menghela napas.

"Saudara Gak, kau sungguh baik hati kepadaku. Pekerjaan ini tiada sangkut-pautnya dengan kau dan sangat berbahaya, maka janganlah kau membahayakan keselamatanmu untuk urusanku. Biarlah aku pergi sendiri malam nanti." Gak Bin tong membalas pandangan nona itu dan tersenyum menjawab,

"Lihiap harap jangan sungkan, Lihiap telah tahu betul akan perasaanku terhadapmu. Maaf Lihiap, aku tidak berani mengulang-ulangi hal itu karena kau tidak suka mendengarnya. Tentu kau tidak percaya kepadaku, maka biarlah kesempatan ini kugunakan untuk membuktikan betapa murninya perasaanku itu. Biarlah kalau perlu aku mengorbankan jiwa dalam membelamu." Giok Ciu merasa terharu mendengar ucapan ini, tapi ia tidak berkata apa-apa karena kembali bayangan Sin Wan terbayang di depan matanya dan membuatnya merasa sangat sedih.

Melihat keadaan gadis itu, Gak Bin Tong lalu meninggalkan gadis itu untuk mengadakan persiapan guna penyelidikan mereka malam nanti. Malam hari itu udara gelap sekali. Udara hanya diterangi oleh sinar ribuan bintang yang berkelap-kelip. Di dalam kegelapan malam itu, tampak dua bayangan hitam berkelebat di atas genteng-genteng rumah yang tinggi. Mereka ini adalah Giok Ciu dan Gak Bin Tong. Seperti biasa Giok Ciu mengenakan pakaiannya yang serba hitam dan Ouw Liong Pokiam tergantung di pinggangnya. Rambutnya yang hitam dan bagus itu diikat ke atas degan pengikat kepala dari sutera merah. Gak Bin Tong mengenakan pakaian serba biru dan tampaknya gagah sekali. Mereka menggunakan ilmu lari cepat dan berloncat-loncatan di atas wuwungan rumah. Akhirnya tibalah mereka di atas sebuah gedung yang tinggi besar.

"Lihiap, inilah gedungnya. Lebih baik kita berpencar, aku masuk dari kiri dan kau dari kanan." Giok Ciu mengangguk. Mereka lalu berpencar dan Giok Ciu dengan gesit sekali loncat ke atas wuwungan bangunan sebelah kanan. Ia melihat betapa di bawah masih terang sekali, tanda bahwa penghuni gedung itu belum tidur. Hatinya berdebar keras karena ia ingin sekali lekas-lekas bertemu dengan musuh besarnya dan membuat perhitungan. Ketika ia sedang mengintai ke dalam, telinganya yang tajam mendengar sesuatu di atas genteng sebelah belakangnya.

Cepat-cepat ia menengok dan melihat bayangan yang berkelebat cepat sekali tapi terus lenyap! Ia kaget sekali karena orang itu memiliki kepandaian tinggi dan gerakan yang cepat sekali. Pada saat ia menduga-duga, tiba-tiba di bawah genteng terdengar suara orang berjalan dan ia cepat mengintai dari celah-celah genteng. Hatinya berdebar keras ketika melihat bahwa yang berjalan dengan pedang berkilauan di tangan itu adalah Sin Wan! Ia merasa marah sekali karena hatinya takkan rela kalau pemuda itu mendahuluinya dan membinasakan musuh besar Ayahnya. Maka tanpa banyak pikir lagi Giok Ciu lalu melayang turun untuk menegur dan mengusir Sin Wan. Tapi pada saat itu dari dalam gedung keluarlah seorang tinggi besar yang langsung menyerang Sin Wan dengan sebatang tongkat ular! Ternyata yang datang ini adalah Kwi Kai Hoatsu!
(Lanjut ke Jilid 10 - Tamat)

Kisah Sepasang Naga/Ji Liong Jio Cu (Seri ke 02 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmarainan S. Kho Ping Hoo

Jilid 10 (Tamat)
"Tosu siluman, sekarang takkan kulepaskan lagi kau!" kata Sin Wan dengan marah dan menangkis dengan Pek Liong Pokiam. Pada saat itu Giok Ciu telah turun dan tanpa banyak cakap lagi ia kerjakan Ouw Liong Pokiam untuk menyerang Kwi Kai Hoatsu, hingga tosu itu terkejut sekali. Menghadapi Sin Wan seorang saja ia tidak mampu menang, sekarang ditambah kehadiran gadis lihai ini. Ia mundur dengan jerih.

Sin Wan juga terkejut melihat Giok Ciu. Hampir saja ia berseru memanggil, tapi melihat betapa muka gadis itu tampak marah dan sama sekali tidak memperdulikan padanya, ia juga diam saja, tapi mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk menamatkan pertempuran ini. Pada saat Kwi Kai Hoatsu terdesak dan berada dalam keadaan berbahaya sekali, dari dalam terdengar orang berseru keras dan tahu-tahu Cin Cin Hoatsu telah melayang dan dengan bentakan nyaring ia menggunakan ujung lengan bajunya menyerang Sin Wan! Pemuda ini melihat datangnya serangan yang demikian hebat, cepat merobah gerakan pedangnya dan menangkis, Cin Cin Hoatsu dapat merasa betapa sambaran pedang pemuda itu hebat sekali, maka ia tidak berani melanjutkan serangannya karena maklum bahwa ujung bajunya tentu akan terbabat putus, maka ia meloncat ke belakang sabil berjumpalitan.

"Ha, ha, ha! Kusangka siapakah tamu-tamu malamku, tidak tahunya kedua pemberontak muda ini! Memang telah kuduga bahwa kalian tentu akan datang juga akhirnya. Maka menyerahlah sebelum kalian mampus di ruangan ini!" Sementara itu, melihat datangnya musuh besar ini, Giok Ciu juga meninggalkan Kwi Kai Hoatsu dan kini menuding sambil memaki dengan marah sekali,

"Cin Cin, Pendeta palsu! Kalau kau memang laki-laki sejati, hayolah kau layani aku seribu jurus untuk menentukan siapa yang lebih unggul! Kau telah membunuh mati Ayahku, apakah sekarang kau begitu pengecut untuk menghindari puterinya yang hendak menuntut balas?"

"Ha, ha, nona cantik. Sungguh aku beruntung sekali mendapat kehormatan untuk melayanimu! Kau kira kau akan dapat menangkan aku? Pula, andaikata kau dapat menangkan aku juga, kau kira akan dapat lolos dari sini dengan aman? Ketahuilah, kini lebih dari dua puluh pahlawan istana kini telah mengepung gedung ini untuk menangkap kalian!" Giok Ciu dan Sin Wan terkejut juga mendengar ini. Mereka telah masuk perangkap! Pada saat itu, dari atas genteng melayang turun bayangan orang dan ternyata yang turun itu adalah Gak Bin tong dengan pedang di tangan.

"Kwie Lihiap, jangan takut, aku membantumu!" katanya dengan gagah. Cin Cin Hoatsu tertawa bergelak-gelak lalu dari punggunya ia mengeluarkan sebatang pedang dan dari ikat pinggang ia mencabut hudtimnya yang warna.

Ia lalu menyerang ke arah Giok Ciu dengan gerakan cepat dan kuat sekali. Gadis itu tidak menjadi jerih, bahkan ketika tahu bahwa ia telah dikepung, ia hendak berlaku nekad dan mengadu jiwa. Ia menggerakkan Ouw Liong Pokiam sedemikian rupa hingga Cin Cin Hoatsu kagum sekali. Ternyata bahwa kepandaian gadis ini lihai sekali, bahkan kiam-hoatnya aneh dan tak mampu ia memecahkannya! Ketika ia mengadu lweekang dan menggunakan pedangnya hendak menyampok pedangnya hendak menyampok pokiam Giok Ciu, kembali ia terheran karena lweekang gadis muda itupun tidak berada di bawah tingkatannya! Tadinya ia mentertawakan Suhengnya, yakni Kwi Kai Hoatsu yang memuji-muji kepadaian Sin Wan dan Giok Ciu di depan Sutenya, tapi kini ia setelah merasakan sendiri kelihaian Giok Ciu, diam-diam merasa jerih dan bingung. Sementara itu, Sin Wan gunakan pokiamnya mendesak Kwi Kai Hoatsu!

Sedangkan Gak Bin Tong yang merasa bahwa kepandaiannya masih jauh di bawah tingkat mereka yang bertempur, hanya berdiri dengan pedang di tangan melihat jalannya pertempuran. Pada saat yang sangat tidak menguntungkan itu, Cin Cin Hoatsu lalu bersuit keras memberi tanda kepada para pahlawan raja yang mengepung gedung itu untuk turun tangan membantu. Tapi biarpun berkali-kali ia bersuit dan berseru memberi tanda tak satupun bayangan kawan-kawannya tampak turun! Hal ini aneh sekali dan ia merasa sangat gelisah dan terkejut. Juga Gak Bin Tong yang sebenarnya adalah pengatur dari jebakan ini, tiba-tiba menjadi pucat dan diam-diam merasa cemas sekali. Ia tahu bahwa kepandaian Sin Wan dan Giok Ciu hebat sekali dan kedua imam itu agaknya akan kalah. Ia merasa gemas sekali mengapa tanpa diduga sama sekali Sin Wan bisa datang di situ dan mengacau rencananya.

Tapi yang mengherankan sekali, mengapa dua puluh orang gagah yang berada di sekitar tempat itu tidak muncul-muncul? Ia ingin sekali meloncat naik dan melihat mereka, tapi kuatir kalau-kalau gerakan ini akan terlihat oleh Sin Wan dan Giok Ciu hingga menimbulkan kecurigaan, maka ia diam saja sambil berdiri bingung. Sama sekali mereka tidak menduga bahwa dua puluh orang yang menjaga di sekeliling tempat itu, semuanya telah kaku karena tertotok oleh tangan yang luar biasa gerakannya! Dengan gerakan Pek-Liong Ciau-Hai atau Naga Putih Lintasi Laut, pedang Sin Wan akhirnya berhasil menusuk leher Kwi Kai Hoatsu yang berteriak keras dan roboh di atas lantai! Setelah berhasil merobohkan lawannya, tanpa banyak cakap lagi Sin Wan lalu menerjang Cin Cin Hoatsu yang masih bertempur seru melawan Giok Ciu. Gadis itu merasa gemas sekali melihat Sin Wan ikut menyerbu, maka berkata marah,

"Jangan mencampuri urusanku, biarkan aku membalas sendiri sakit hati Ayahku!" Sin Wan menjawab,

"Bukan hanya engkau yang menaruh dendam, aku juga ingin membalaskan sakit hati Kwie-Suhu!" lalu ia menggerakkan pedangnya dengan hebat. Giok Ciu kertak gigi dan perhebat serangannya karena ia tak ingin didahului oleh Sin Wan. Kembali sepasang pedang pusaka itu seakan-akan berlumba memperebutkan pahala. Cin Cin Hoatsu merasa takut sekali ketika tiba-tiba kedua lawannya yang masih muda itu lenyap dari pandangan matanya dan seakan-akan berubah menjadi dua sinar hitam putih yang bergulung-gulung menyerang dirinya, seakan-akan sepasang naga hitam dan naga putih yang mencakar-cakar dan menyambar-nyambar. Imam yang sesat itu menjadi terdesak dan ia masih mencoba untuk menangkis dengan pedang dan kebutannya. Dalam bingungnya ia teringat akan paman gurunya yang berjanji hendak datang. Mengapa belum juga susioknya itu muncul? Ia berseru,

"Susiok... bantulah... susiok..." Tapi Sin Wan dan Giok Ciu tak memberi ketika kepadanya untuk berteriak-teriak terus, karena dengan gerakan mematikan kedua pokiam itu berbareng menyambar dan tahu-tahu telah menembusi dada musuh besar itu dari kanan kiri!

Pedang dan kebutan Cin Cin Hoatsu terlepas dan tangan, tubuhnya kejang dan ketika dua pedang itu ditarik keluar, tubuhnya terhuyung dan akhirnya mandi darah! Giok Ciu yang masih merasa penasaran karena lagi-lagi Sin Wan telah memperlihatkan ketangkasannya hingga robohnya musuh besar inipun disebabkan oleh serangan mereka yang berbareng, segera maju dan mengayunkan pedangnya hingga putuslah kepala Cin Cin Hoatsu! Tapi Sin Wan setelah melihat betapa musuh besar itu dapat dibinasakan, kini menghampiri Gak Bin Tong yang berdiri dengan wajah pucat. Sikap Sin Wan yang menakutkan itu membuat ia mundur-mundur hingga sampai di tembok. Giok Ciu berpaling dan kaget melihat sikap Sin Wan.

"Bangsat hina dina! Laki-laki rendah! Kalau belum membunuh engkau, aku takkan merasa puas!" terdengar Sin Wan berkata perlahan.

"Saudara Bun... jangan... jangan... mengapa kau hendak membunuh...?" Gak Bin Tong merasa takut melihat wajah Sin Wan yang menyeramkan karena menahan marah dan gemasnya. Tapi Sin Wan tak dapat banyak berkata lagi, dengan loncatan cepat ia mengayun Pek Liong Pokiam ke arah leher Gak Bin Tong yang mencoba menangkis dengan pedangnya. Terdengar suara "Trang!" keras sekali dan pedang pemuda she Gak itu putus menjadi dua potong! Ketika Sin Wan menyerang untuk kedua kalinya, tiba-tiba sinar hitam berkelebat dan tahu-tahu pedangnya telah tertangkis oleh pedang Giok Ciu!

"Pengecut hina juga kau main bunuh saja orang yang lebih lemah! Lebih pantas kau bunuh dirimu sendiri, atau kau bunuh aku!" kata Giok Ciu. Sin Wan balas memandang dengan marah.

"Hem, jadi kau juga telah kena tipuannya dan pikatnya? Bagus! Bertambahlah alasanku untuk membinasakan anjing ini!" Kembali ia menyerang Gak Bin Tong tanpa perdulikan Giok Ciu, tapi gadis itu yang merasa dipandang rendah sekali, lalu menggerakkan pedangnya menangkis lagi hingga sebentar saja mereka berdua lalu bergebrak seru sekali. Tapi pada saat itu terdengar suara wanita yang nyaring dan merdu, dibarengi suara tertawa aneh,

"Suhu, kau rampas pedang mereka!" Dari atas melayang turunlah tubuh seorang yang tinggi besar. Tangan kiri orang itu memegang lengan tangan seorang wanita yang riap-riapan rambutnya. Begitu turun, orang tinggi besar itu melepaskan tangan wanita itu, lalu ia maju cepat menghampiri Sin Wan dan Giok Ciu yang sedang bertempur. Beberapa kali ia berloncat-loncatan dan kedua tangannya bergerak secara aneh dan tahu-tahu Pek Liong Pokiam dan Ouw Liong Pokiam telah terampas olehnya! Sin Wan dan Giok Ciu terkejut sekali karena tengah mereka bertempur, tiba-tiba mereka melihat bayangan orang yang bergerak secara aneh di dekat mereka dan ada gerakan angin menyambar dan menyerang jalan-jalan darah mereka hingga mereka segera berkelit.

Tidak tahunya, tiba-tiba pedang mereka secara gaib telah terlepas dan terampas oleh bayangan itu. Sungguh satu gerakan ilmu merampas senjata dengan tangan kosong yang hebat sekali! Orang itu tertawa bergelak-gelak dan angsurkan kedua pedang kepada wanita yang menyebutnya Suhu. Ketika Sin Wan dan Giok Ciu memandang, mereka terkejut sekali karena orang tinggi besar yang merampas pedang mereka itu ternyata bukan lain ialah si jembel gila yang dulu pernah menolong mereka. Tapi lebih hebat kekagetan mereka ketika mereka lihat wanita muda yang menjadi murid si kakek gila itu, karena biarpun pakaiannya seperti orang gila dan rambutnya riap-riapan menutupi muka, mereka masih mengenali bahwa wanita itu bukan lain orang ialah Suma Li Lian adanya! Tak terasa lagi, dari mulut Sin Wan keluar seruan tertahan dan ia berbisik,

"Suma-Siocia... engkau...?" Sementara itu, Gak Bin Tong yang tadinya berdiri mepet di tembok karena merasa takut kepada Sin Wan kini memandang Suma Li Lian dengan kedua mata terbelalak ngeri,

Juga ia memandang kakek tinggi besar itu dengan heran karena tidak tahu siapakah orang yang aneh dan luar biasa ini. Suma Li Lian menerima kedua pedang Pek Liong dan Ouw Liong Pokiam di tangan kanan kiri dan memutar-mutar kedua senjata itu sedemikian rupa sehingga Sin Wan dan Giok Ciu tak terasa lagi saling pandang dengan bengong, karena gerakan-gerakan gadis itu adalah tipu-tipu silat Sin-Liong Kiam-Sut! Kemudian mereka merasa ngeri ketika mendengar gadis itu tertawa pula bergelak-gelak seperti suara ketawa kakek gila itu. Suma Li Lain memandang kedua pedang itu berganti-ganti, lalu ia mendekati Sin Wan dan Giok Ciu. Pandang mata gadis yang agaknya telah menjadi gila itu membuat Sin Wan dan Giok Ciu tak terasa pula mundur satu tindak kebelakang.

[gambar 1)

"Ha, ha, ha, kau... kau... orang! Orang-orang bodoh... ha, ha, ha! Sin Wan, kau telah mengecewakan dan menghancurkan hati seseorang, tapi kau telah menerima balasanmu. Kau juga dikecewakan, bukan? Ha, ha, ha! Itulah cinta! Cinta gila yang membuat orang-orang menjadi gila pula! Kau cinta kepada Giok Ciu? Tentu saja, gadis itu cantik jelita. Kalau Giok Ciu telah bercacat, telah menjadi gila seperti aku, masih akan cintakah kau padanya? Tak mungkin... ha, ha... inilah cinta!" Sin Wan memandangnya dengan muka menjadi merah. Pemuda itu merasa kasihan sekali melihat betapa Li Lian menjadi demikian, tapi ia juga merasa heran betapa ucapan-ucapan gila itu menikam jantungnya seakan-akan ucapan itu mengandung filsafat yang nyata. Kemudian gadis gila itu memandang kepada Giok Ciu.

"Kau... ha, ha! Kau lebih gila lagi! Kau bodoh dan mudah tertipu. Kau terlalu menurutkan perasaan hatimu, tidak mau menggunakan pertimbangan sehat! Kau mencinta Sin Wan? Bohong! Cintamu palsu. Kalau betul mencinta mengapa sedikit rasa cemburu saja dapat merobah cintamu menjadi benci. Itu bukan cinta! Kau mencinta diri sendiri! Giok Ciu... kau gadis tolol. Ha, ha,ha..."

Dan Giok Ciu terbelalak heran. Ia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Menurut rasa hatinya, ingin ia menyerang gadis ini dan merampas kembali pedangnya. Tapi ia malu, karena baru saja gadis gila itu menyatakan bahwa ia terlampau menurutkan perasaan hatinya! Kemudian Suma Li Lian membalikkan tubuh dengan cepat sekali, dan dengan tindakan perlahan dan mengancam ia menghampiri Gak Bin Tong! Pemuda itu melihat hal ini menjadi takut sekali dan tubuhnya bergemetar bagaikan api lilin besar yang berada di ruang itu dan pada saat itu tertiup angin. Sementara itu, kakek tua gila itu menjatuhkan diri duduk dan menyandarkan diri di tembok, melenggut, dan sebentar lagi ia mendengkur!

"Gak Bin Tong, manusia rendah! Bukan... bukan manusia, kau binatang hina! Dosamu besar sekali dan kau lebih gila daripada segala yang gila! Kau telah menodaiku, menghancur-leburkan hidupku, tapi secara pengecut sekali kau telah melemparkan tanggung jawab perbuatanmu itu kepada Sin Wan! Kau tidak hanya merusak hidupku, tapi kaupun merusak perhubungan dan kebahagiaan sepasang kekasih itu! Ha, ha! Tahukah apa hukumannya karena kau telah menipuku dan berpura-pura menjadi Sin Wan lalu memasuki kamarku! Ha, ha! Lihatlah dua pedang ini. Dengan pedang ini, aku hendak mengeluarkan jantungmu! Hendak kulihat apakah jantungmu berwarna hitam atau merah!"

Cari Blog Ini