Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Naga Langit 12


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 12




Pada siang hari itu, Hui In Sian-kouw, Ketua Kun-lun-pai bagian wanita datang berkunjung ke kuil induk dan mengadakan percakapan dengan Kui Beng Thaisu, Ketua umum Kun-lun-pai yang menjadi suhengnya. Hui In Sian-kouw se-perti biasa melaporkan keadaan para mu-rid wanita, dan menceritakan bahwa sumoinya (adik perempuan seperguruannya.) Biauw In Suthai yang menjalani hukuman prihatin di pondok pengasingan tekun bersamadhi. Sudah setahun leblh Biauw In Suthai dan menurut hukumannya, ia masih harus berprihatin di pondok pengasingan itu selama dua tahun lagi.

"Biarlah, Biauw In sumoi memang membutuhkan itu untuk dapat melunakkan kekerasan hatinya yang luar biasa.

Mudah-mudahan saja sekali ini usahanya berhasil." kata Kui Beng Thaisu sambil mengelus jenggotnya yang panjang dan putih.

"Akan tetapi, apakah kedua orang muridnya itu belum juga pulang?"

Hui In Siankouw menghela napas dan menggeleng kepalanya.

"Kasihan Kim Lan dan Ai Yin. Sudah setahun lebih Kim Lan pergi mencari Souw Thian Liong. Bagaimana mungkin ia akan mampu membunuh Thian Liong, biar ia dibantu Ai Yin sekalipun? Tingkat kepandaian Thian Liong jauh lebih tinggi."

"Ya, memang kasihan mereka itu menjadi korban kekerasan hati guru mereka. Akan tetapi yang pinto (aku) herankan, mengapa sampai sekarang Thian Liong belurn JugaJ datang ke sini menyerahkan kitab pusaka kita? Apakah dia belum berhasil menemukan kitab yang 'katanya dicuri orang itu?"

"Pinni (aku) juga heran, suheng. Menurut penglihatanku, murid Tiong Lee Cin-jin itu bijaksana dan dapat dipercaya sepenuhnya. Akan tetapi sampai kini dla belum juga datang. Mungkin pencuri kitab itu lihai sekali sehingga dia belum dapat menemukannya, suheng."

Pada saat itu, tiba-tiba seorang murid Kun-lun-pai memasuki ruangan itu dan melihat bahwa Kui Beng Thaisu dan Hui In Sian-kouw sedang duduk bercakap-cakap, dia segera berlutut.

"Mohon ampun, losuhu, lo-suthai, kalau teecu mengganggu...." katanya gagap. Wajah murid berusia tiga puluhan tahun ini tampak pucat.

"Tenanglah dan bicara dengan jelas, Apa yang terjadi maka engkau segelisah ini?" tanya Kui Beng Thaisu.

"Di luar pintu gerbang datang seorang pendeta Lama yang berkeras ingin masuk untuk bertemu dengan pimpinan Kun-lun-pai. Teecu berlima melarangnya dan ingin melapor lebih dulu ke dalam, akan tetapi dia memaksa dan merobohkan teecu berlima. Dia memaksa masuk dan kini dia dihadapi ketiga suhu di pekarangan depan."

"Hemm, seorang pendeta Lama? Mengapa seorang pendeta Lama datang membawa kekerasan? Aneh sekali! Mari, sumoi, kita melihat ke sana!"

Hui In Sian-kouw mengangguk dan keduanya segera keluar diikuti murid yang melapor tadi. Setelah tiba di depan beranda, mereka melihat seorang yang ber-kepala gundul dan berpakaian seperti pendeta Lama berusia empat puluh tahun lebih, tubuhnya kekar mukanya brewokan dan kulitnya coklat gelap seperti kulit orang India, sedang dikeroyok oleh tiga orang tosu (pendeta To) yang menjadi guru-guru pelatih para murid Kun-Lun-pai bagian pria. Tiga orang sute termuda dari Kui Beng Thaisu yang berusia kurang lebih lima puluh tahun itu masing-masing menggunakan sebatang pe-dang dan ketiganya menyerang pendeta -Lama itu dengan Ilmu pedang Kun-lun-pal yang dahsyat, yaitu Tian-lui Kiam-sut (Ilmu Pedang Kilat Guntur). Akan tetapi, pendeta Lama itu hanya menggunakan kedua ujung bajunya yang longgar dan panjang uhtuk melawan. Kedua ujung bajunya itu menyambar-nyambar dan ftiendatangkan angtn dahsyat yang kuat sekall sehingga terdengar suara berdesir-desir.

Ketika pendeta Lama itu melihat munculnya Kui Beng Thaisu dan Hui In Sian-kouw, dia secara tiba-tiba mengebutkan kedua ujung lengan bajunya ke arah tiga orang pengeroyoknya. Tiga orang tosu itu cepat menyambut dengan pedang mereka.

"Wuuuuttt.... plak-plak-plak....!" Ttga orang tosu itu terjengkang dan terhuyung ke belakang ketika pedang mereka bertemu dengan ujung lengan baju.

!"Siancai.....i Kalian berttga mundur-, lah, sute. Sungguh tidak patut menyam-but kunjungan rekan dari Tibet dengan pedang di tangan!" kata Kui Beng Thai-su yang berdlrl di atas tangga bersnda itu. Tiga orang sutenya segera 'mundur dan berdiri dt bawah tangga, menantl perintah.

Pendeta Lama ttu tersenyum mengejek memandang kepada Kui Beng Thaisu dan Hui In" Siankouw.

"Kami bukan rekan kalian!"

Kui Beng Thaisu berkata hormat namun tegas,

"Sobat. klta sama-sama bertugas untuk mengajarkan kebaikan dan menunjukkan jalan kebenaran kepada manusia, maka kita adalah rekan. Mengapa engkau mengatakan bahwa engkau bukan rekan kami?"

"Hemm, dengan siapakah aku berhadapan? Apakah kalian berdua ini yang menjadi pirnpinan Kun-lun-pai?" tanya pendeta Lama itu.

"Perkenalkan. Pinto adalah Kui Beng Thaisu, ketua umum Kun-lun-pai dan ini adalah sumoi Hui In Sian-kouw, ketua bagian wanita. Siapakah engkau, sobat?"

"Aku berjuluk Gwat Kong Lama dari Tibet,! utusan istimewa dari Yang Mulia Dalai Lama di Lhasa."

"Siancai....! Kiranya engkau adalah utusan istimewa dari Dalai Lama! Kami merasa terhormat sekali menerima kunjunganmu." kata Kui Beng Thaisu.

"Hemm, Kui Beng Thaisu, kalian mengaku mengajarkan kebaikan dan menunjukkan jalan kebenaran kfepada manusia, akan tetapi apa yang kalian ajarkan' itu tidak cocok dengan perbuatan kalian sebagai pimpinan Kun-lun-pai!"

"Gwat Kong Lama!" bentak Hul In Sian-kouw, kehilangan kesabaran.

"Kalau kedatanganmu ini bermaksud baik, tidak semestinya engkau mengeluarkan kata-kata celaan tanpa bukti itu! Pergilah dari sini, Kami tidak suka berurusan dengan orang kasar sepertimu!"

"Hemm, kalian menyangkal? Kalau telah menyembunyikan seorang pendeta Lama yang telah bertahun-tahun menjadi buruggn kami. Yang Mulia Dalai Sama mengutas aku untuk menangkap buruan itu dan menurut penyelidikanku, dia bersembunyi di Kun-lun-sah. Kemarin sore aku menelusuri pondoknya di sebuah puncak pegunungan Kun-lun ini, akan tetapit dla telah kabur. Bukankah itu berarti bahwa Kun-lun-pai sengaja melindungi buronan kami? Hayo cepat akui di mana adanya Jit Kong Lama, buruan kami Itu!"

"Sial ....!" seru Kui Beng Thaisu.

"Kami tidak mengenal Jit Kong Lama, tidak tahu bahwa dia tinggal di daerah Kun-lun-san. Kami juga tidak tahu sekarang dia berada di mana."

"Gwat Kong Lama, tuduhanmu sungguh kasar. Kami memang tidak tahu, akan tetapi andaikata kami tahu juga, tidak akan kami beritahukan kepadamu yang bersikap sekasar ini!" kata Hui In Sian-kouw dengan hada suara marah.

Mendengar ini, Gwat Korig Lama memandang dengan mata mencorong kepada Hui In Sian-kouw.

"Bagus, kalau begi-tu aku akan menggeledah seluruh peru-mahan Kun-lun-pai dan akan, mencarl sendiri. Aku yakin dia kalian sembunyikan di sini!" Setelah berkata demikian, Gwat Kong Lama melangkah lebar hendak memasuki kuil besar. Akan tetapi cepat tubuh Hui In Sian-kouw berkelebat dan wanita berusia enam puluh satu tahun ini telah menghadang di depan pendeta Lama itu.

"Berhentl!" bentaknya.

"Siapapun tidak boleh memasuki perkampungan kami tanpa ijin'"

"Ho-hp, bagus sekali! Aku memang ingin sekali melihat sampai di mana kehebatan ilmu kepandalan para pimpinan Kun-lun-pai. Cabut senjatamu Hui In Sian-kouw dan mari kita bertanding untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih unggul. Kalau aku nienang, aku akan menggeledah perkampungan Kun-lun-pal inl. Sebaliknya kalau aku kalah, aku akan pergi tanpa banyak cakap lagi."

"Gwat Kong Lama, kami tidak pernah bermusuhan dengan para pendeta Lama di Tibet, karena itu pinni tidak ingin rnenggunakan senjata untuk bertanding. Cukup dengan tangan kosong saja untuk membuktikan siapa di antara kita yaog lebih benar."

"Bagus! Engkau hendak mengandalkan kun-hoat (ilmu silat) dari Kun-lun-pai? Mari, kita lihat siapa yang lebih tangguh. Pendeta Lama berkulit' kehitaman Itu memasang kuda-kuda dengan berdirl dengan kedua kaki berdiri di atas ujung jari dan kedua tangan menyembah di depan dada.

Hui In Siankouw juga memasang ku-da-kuda ilmu silat Kun-lun-pai dengati mengembangkan sedikit kedua kaki dan kedua tangannya dikembangkan lebar dl depan dan belakang tubuhnya.

"Hui In Siankouw, aku telah siap. Mulailah!" tantang Gwat Kong Lama.

"Engkau adalah tamu, silakanf mulai dulu!" kata Hui In Siankouw.

"Baik, lihat seranganku!" Lama itu berseru dan tiba-tiba dia sudah menerjang maju, kedua tarigannya bergerak cepat melakukan serangan beruntun dari kanan kiri. Hui In Sian-kouw adalah ketua Kun-lun-pai bagian wanita, tehtu sa-ja ilmu silatnya sudah matang dan tinggi. Dengan gerakan cepat ia Wengelak ke belakang dan memutar- tub.(A untuk balas menyerang. Akan tetapi pendeta Lama itu telah menyusulkan tendangan bertubi-tubi dengan kedua kakinya. Kem-bali Hui In Sian-kouw bergerak lincah untuk mengelak. Setelah mendapat kesempatan melepaskan diri dari kurungan serangan beruntun lawannya, ia membalas dengan serangan tangan kirinya yang menusuk ke arah lambung dengan jari-jari, tangan terbuka.

"Syuuuttt .. plakk!" Tubuh Hui In Sian-kouw terdorong ke belakang ketikal serangannya itu ditangkis oleh lawan. Tahulah ia bahwa lawannya memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Terdengar pendeta Lama itu tertawa mengejek danj kini dia menerjang dengari dahsyat dan ganas sekali. Pukulan dan tendangan bertubi-tubi mendesak Hul In Sian-kouw sehingga ia tidak mampu membalas. Akan cetapi, wanita ini mengerahkan ginkangnya (ilmu meringankan tubuhnya) dan tubuhnya berkelebatan menjadi bayang-bayang yang dengan cepat dapat menghindarkan dlri dari semua serangan Gwat Kong Lama. Dengan sendirinya Hui In Sian-kouw terdesak terus oleh lawannyal yang sering tertawa mengejek. Akan tetapi karena Hui In Sian-kouw memilikl ginkang yang istimewa, piaka betapa gencar dia mendesaknya, belum juga ada pukulan atau tendangan yang dapat mengenai sasaran. Gwat Kong Lama merasa seolah-olah dia menyerang sebuah bayang-bayang saja! Dia menjadi marah dan penasaran. Dia mulai memperhati-kan gerakan Hui In Sian-kouw yang demikian ringan dan tahulah dia ilmu silat apa yang mendasari gerakan pendeta wanita itu. Maka tiba-tiba Gwat Kong La-ma mengubah gerakannya dan dia mein-^ bentak nyaring.

"Sambutlah ini!"

Hui In Sian-kouw terkejut sekali ketika menghadapi serangan yang seperti menyambung gerakannya sendiri, dan pada dasarnya menutup semua gerakannya. Serangan dahsyat menyambar dan ketika dia menghindar dengan elakan cepat tahu-tahu tangan pendeta Lama itu telah mengancam pelipis kirinya.'

Kui Beng Thaisii, ketua Kun-lun-pai yang sudah berusia lebih dari tujuh puluh tahun terkejut. Sejak tadi dia menonton pertandingan itu hatinya merasa lega karena dia merasa yakin bahwa gin-kang (ilmu meringankan tubuh) sumoinya cukup tangguh untuk dapat menghindarkan diri dari ancaman serangan pendeta Lama itu. Akan tetapi dla terkejut ketika melihat perubahan gerakan Gwat Kong Lama. Biarpun hanya tinggal lima atau enam bagian saja dari ilmu silat pusaka Kun-lun-pai itu yang masih diingatnya, namun dia tahu bahwa pendeta Lama itu kini menyerang sumoinya dengan ilmu silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat! Pa-dahal kitab itu sudah lama hilang dari Kun-lun-pai dan setahun yang lalu, murid Tiong Lee Cin-jin yang bernama Souw Thian Liong itu datang dan mengatakan bahwa sebetulnya dia diutus suhunya untuk mengembalikan kitab yang hi-lang itu dan yang ditemukan Tiong Lee Cin-jin dalam perjalanannya ke barat, akan tetapi bahwa kitab itu hilang, ada yang mencurinya. Kini tiba-tiba muncul seorang pendeta Lama yang menyerang sumoinya dengan menggunakan jurus ilmu silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat! Tentu saja Hui In Sian-kouw terdesak karena ilmu itu merupakan dasar dari ilmu-ilmu perguruan Kun-lun-pai sehingga seolah dasar gerakan pendeta wanita itu tertutup atau mendapatkan imbangan dari gerakan pendeta Lama bermuka brewok itu.

"Pergilah!" tiba-tiba Goat Kong Lama membentak, tangan kanannya mendorong dan biarpun Hui In Sian-kouw sudah cepat mengelak, namun tetap saja pundak kirlnya terkena dorongan itu dan tubuh pendeta wanita ini terhuyung ke belakang dan untung saja mempunyai gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat sehingga sebelum roboh terjengkang ia sudah dapat berjungkir balik tiga kali ke belakang sehingga tidak sampai jatuh. Wajahnya menjadi pucat dan dengan jujur ia merangkap kedua tangan depan dada dan berkata lirih.

"Siancai....! Aku mengaku kalah." Kui Beng Thaisu menghampiri pendeta Lama itu.

"Goat Kong Lama, engkau suqgguh keterlaluan. Tidak malu melawan kami dengan llmu kami sendlri yang kitabnya hilang."'

"Tidak perlu banyak blcara lagi, Kul Beng Thaisu. Aku hanya akan menggeledah dan mencari kalau-kalau kalian menyembunyikan orang yang kucari itu dl dalam kuilmu.

"Hemm, jangan harap engkau akan dapat menghina pergunlan Kun-lun-pai selama pinto (aku) masih berada di sini!" Kui Beng Thaisu yang biasanya penyabar itu kini berkata dengan muka merah karena pendeta Lama ini agaknya sama sekali tidak percaya kepadanya dan h^n-dak memasuki kuil tanpa ijin yang ber-arti suatu pelanggaran dan penghinaan.

"Kalau begitu, terpaksa akupun harus merobohkanmu, Kui Beng Thaisu!" kata pendeta Lama itu dan kedua orang pendeta itu sudah siap untuk saling serang. Akan tetapi pada saat itu terdengar su-ara lembut namun nyaring berwibawa.

"Tahan! locianpwe Kui Beng Thaisu, silakan locianpwe (orang tua gagah) mundur. Akulah lawan pendeta asing ini!" Sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu seorang gadis cantik berpakaian merah muda telah berdiri di depan Goat Kong Lama.

Melihat bahwa yang datang hanyalah seorang gadis yang masih muda, paling banyak delapan belas tahun usianya, tentu saja Kui Beng Thaisu tidak percaya bahwa gadis semuda ini akan mampu menandlngi Goat Kong Lama yang selain memillkl tingkat kepandaian tinggi, juga mcmiliki banyak pengalaman. Bahkan sumoinya saja tidak mampu menandinginya, apa lagi gadis semuda ini. Selain itu, dia tidak mengenal gadis asing ttu, bagaimana dia dapat membiarkan gadis itu mencampuri urusan Kun-lun pai dengan pendeta Lama itu.

"Nona, terima kasih atas pembelaanmu. Akan tetapi, harap engkau murdur dan jangan mencampuri urusan Kun-lun-pai yang membela diri terhadap desakan Gwat Kong Lama Inl. Kaml sungguh akan merasa amat menyesal kalau sampal engkau sebagai orang luar terluka atau cldera karena membela Kun-lun-pai." kata pendeta ketua Kun-lun-pai itu deingan suara lembut.

"Loclanpwe, maafkan aku. Sesungguhnya masih terhltung cucu murid locianpwe sendirl. Aku sengaja datang untuk menghadap loclanpwe dan memperkenalkan dirl. Akan tetapi aku tadl melihat pendeta Lama inl menyerang Kun-lun-pai, karena itu aku harus menandinglnya. Locianpwe saksikan saja, aku pasti akan mempergunakan ilmu silat Kun-lun-pai dan tidak berani mempergunakan ilmu silat lain." Gadis itu berkata lantang. Gadis ini bukan lain adalah Han Bi Lan. (Seperti kita ketahui, Bi Lan berpisah dari gurunya dan oleh gurunya ia diharuskan merigembalikan kitab puSaka Kun-lun-pai, yaitu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang dulu, setahun yang lalu dicurinya dari buntalan pakaian Thian Liong. Kini la telah mempelajari dan menguasal ilmu itu sepenuhnya. Ketika tadi ia datang ke Kun-lun-pai ia sempat menyaksikan kunjungan Goat Kong Lama. Melihat Gwat Kong Lama mengalahkan Hui In Sian-kouw dengan menggunakan jurus-jurus dari Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat, ia merasa penasaran sekali. la merasa bersalah. Karena ia mencuri kitab itu, maka pendeta wanita itu tidak dapat menguasai ilmu itu dan dikalahkan pendeta Lama itu justru menggunakan Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat. la ingin menebus kesalahannya, maka cepat ia menawarkan diri untuk menandingi pendeta Lama itu.

Mendengar gadis itu mengaku sebagai murid Kun-lun-pai, Kui Beng Thai-!u menoleh kepada Hui In Sian-kouw yang juga memandangi kepada Bi Lan dengan heran.

"Sumoi, apakah engkau mengenal nona ini sebagai murid Kun-Lin pai. Hui In Sian-kouw menggeleng kepalanya tanpa menjawab karena ia merasa heran dan juga kagum sekali akan keberariian gadis muda itu. Gadis itu tadi tentu melihat ia dikalahkan pendeta Lama itu, mengapa ia masih nekat hendak menandingi Goat Kong Lama dan berjanji akan melawan pendeta itu dengan ilmu silat Kun-lun-pai? Ilmu silat Kun-lun-pai yang mana mampu menandingi Goat Kong Lama, kecuali Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat selengkapnya atau ilmu simpanan yang masih dirahasiakan suhengnya sebagai ketua Kun-lun-pai?

Sementara itu, Goat Kong Lama sudah tidak sabar lagi. Melihat sikap ngotot para pimpinan Kun-lun-pai yang-melarang dia melakukan penggeledahan ke dalam bangunan-bangunan Kun-lun-pal, semakin besar kecurigaannya bahwa yang dicarinya, Jit Kong Lama, pasti bersembunyi di dalam kuil itu.

"Hei, bocah!" tegurnya kepada Bi Lan.

"Engkau anak-anak jangan turut campur. Aku hanya akan menggeledah kuil ini untuk mencari seseorang yang kuduga tentu bersembunyi di sini, akan tetapi para pimpinan Kun-liln-pai ini menghalangi aku. Minggirlah dan jangan mencari penyakit!"

Tiba-tiba Bi Lan mengerutkan alisnya. Pendeta ini adalah seorahg pendeta Lama, seperti suhunya. Juga namanya Goat Kong Lama, mirip nama suhunya Jit Kong Lama! Jangan-jangan yang dicari pendeta Lama ini adalah suhunya? Apakah ada hubunganantara gurunya dan pendeta Lama ini? Akan tetapi usia mereka jauh berbeda. Pendeta Lanta ini berusia sekitar empat puluh dua tahun, sedangkan suhunya sudah berusia tujuh puluh satu tahun!

"Heh, Goat Kong Lamal Engkau sendlrl belum begitu tua, jangan berlagak seperti seorang kakek-kakek! Apakah yang kaucari itu bernama Jit Kong Lama?

Goat Kong Lama memandang Bi Lan dengan mata terbelalak.

"Omitohud! Bagaimana engkau bisa tahu?"

"Tak penting bagaimana aku bisa tahu, akan tetapi kiranya hanya akulah satu-satunya orang yang tahu di mana adanya orang yang kaucari itu. Beliau tidak berada di dalam kuil ini!"

"Hah? Engkau tahu? Katakan, nona, di mana dia?" tanya Goat Kong Lama dengan penuh semangat dan harapan.

"Aku melakukan perjalanan ribuan Li jauhnya hanya untuk mencari dia'."

"Katakan dulu, apamukah Jit Kong Lama itu?"

"Dia adalah supekku (uwa guruku). Bi Lan teringat akan pengakuan suhunya bahwa dulu suhunya adalah seorang yang sesat dan berdosa. Pantas memilikl murid keponakan sekasar ini!

"Hemm, kiranya dia itu uwa gurumu? Lalu mau apa engkau mencarinya Bi Lan mendeaak, ingin tahu apakah orang ini kawan ataukah lawan gurunya karena gurunya pernah mencerltakan bahwa gurunya merupakan seorang pelarian dari Tibet dari dimusuhi para pendeta Lama di sana.

"Ih, engkau ini bocah perempuan cerewet amaT sih? Hayo katakan di mana adanya Jit Kong Lama!" bentak Goat Kong Lama kehabisan kesabaran.

"Tidak akan kukatakan kalau engkau belum menjawab pertanyaanku. ini. Mau apa engkau mencarinya?"

Goat Kong Lama menjadi merah mukanya. Dia marah sekali, akan t6tapi merasa tidak mampu menang berbantahan dengan gadis yang lincah dan pandai blcara itu, maka diapun menjawab dengan nada kasar dan keras.

"Aku akan menangkap pengkhianat itu, menyeretnya kembali ke Tibet hidup atau mati!"

Tentu saja Bi Lan marah sekali mendengar orang ini hendak menyeret suhunya. Akan tetapi ia menahan perasaannya dan tersenyum mengejek.

"Hemm, begitukah? Kurasa engkau tidak akan becus melakukan itu!"

"Bocah! Jangan mempermalnkan aku! Hayo katakan dl mana adanya Jtt Kong Lama!" bentak Goat Kong Lama sambll melangkah maju mendekat.

"Sekarang begini saja, Goat Kong Lama. Engkau lancang berani menyerbu Kun-lun-pai, maka aku sebagai murid Kun-lun-pai menantangmu bertanding, mewakili para pemimpin Kun-lun-pai. Kalau engkau dapat mengalahkan aku, barulah aku akan memberi tahu kepadamu di mana adanya Jit Kong Lama. Akan tetapi kalau engkau yang kalah engkau Harus mohon maaf kepada locianpwe Kui Beng Thaisu. Beranikah engkau menerima tantanganku ini?"

Kui Beng Ttiaisu, Hui In Sian-kouw dan para murid Kun-lun-pai yang sekarang telah berkumpul di pekarangan itu, terkejut dan heran melihat keberanian gadis muda itu yang seolah mempermainkan pendeta Lama yang amat lihai itu. Mendengar bahwa gadis itu mengetahui di mana adanya orang yang dicari Goat Long Lama, maka ini berarti bahwa gadis itu mempunyai urusan langsung dengan pendeta Lama itu, bukan sekedar mencampuri urusan Kun-lun-pai. Karena itu Kui Beng Thaisu tidak mempunyai alasan untuk melarang gadis itu menandingi Goat Kong Lama. Pendeta Lama itu sendiri mendengar tantangan Bi Lan, tersenyum mengejek.

"Heh-heh, baik, kuterima tantaniganmu. Katakan dulu siapa namamu, agar aku mengetahul dengan siapa aku bertandlng."

"Namaku Han Bi Lan. Nah, bersiaplah engkau untuk mohon maaf kepada pimpinan Kun-lun-pai!"

"Nanti dulu! Taruhannya harus ditambah. Kalau engkau yang kalah, selain engkau mengatakan di mana adanya Jit Kong Lama, juga engkau harus menjadi penunjukan jalan dan mengantar aku sampai aku dapat menemukan orang itu!" Sambil berkata demikian, pendeta Lama itu tersenyum, senyum yang mengandung ejekan yang kurang ajar. Semua orang dapat merasakan bahwa ucapan pendeta Lama itu mengandung arti bahwa kalau ia kalah Bi Lan harus menemaninya, tentu saja dengan maksud yang tidak senonoh terbukti dari senym dan panjdangan mata itu.

Wajah Bi Lan menjiadi merah. Akan tetapi dasar ia seorang gadis yang lincah, nakal, cerdik dan pandai bermain kata-kata, maka la berkata, Akupun menambah taruhan Ini. Kalau engkau yang kalah, engkau harus mohon maaf kepada locianpwe Kui Beng Thaisu dengan berlututl"

Goat Kong Lama yang memandang rendah kepada Bi Lan dan merasa yakin bahwa dia pastl akan mampu mengalahkan gadls muda Itu, mengangguk.

"Balk, janji taruhan ini disaksikan orang banyak dan harus dipenuhi!"

Bi Lan juga tersenyum, lalu ia menanggalkan pakaiannya dan meletakkan dl atas lantai, dekat tempat Kul Beng Thalsu dan Hui In Slan-kouw berdiri. Kemudlan ia menghadapl pendeta Lama itu dan berkata,

"Nah, aku sudah slap, Goat Kong Lama. Mulailah karena engkau yang mendatangkan keributan ini!"

Goat Kong Lama ingin cepat menye-lesaikan pertandingan itu, maka dia sudah cepat menyerang dan dia langsung menggunakan jurus Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat mengingat tadi dia mengalahkan Hui In Sian-kouw dengan ilmu silat ini. Dia yakin bahwa dengan ilmu pusaka Kun-lun-pai sendiri ini yang telah lama hilang dari perguruan Kun-lun-pai, akan mudah sekali baginya untuk mengalahkan Bi Lan sebagai murid muda Kun-lun-pai.

"Hiiyyeeehhh!" bentaknya dan lengannya yang kekar panjang itu sudah menyambar ke arah dada gadis itu dengan cengkeraman. Sebuah serangan berbahaya dan juga tidak sopan! Kui Beng Thaisu yang mengenal jurus ilmu silat pusaka itu memandang dengan penuh perhatian dan sepasang alisnya berkerut. Bagaimana mungkin gadis muda itu akan mampu bertahan menghadapi serangan ilmu silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat itu? Dia sendiripun hanya sempat mem-pelajari ilmu itu sebanyak lima atau enam bagian saja dan melihat gerakan pendeta Lama itu, biarpun agaknya dia juga belum menguasai ilmu itu sepenuhnya, namun setidaknya sudah menguasai lima bagian dan hal ini saja sudah cukup membuat dia lihai sekali. Bahkan Hui In Sian-kouw juga tadi tidak mampu menandinginya.

"Heiiittt....!!" Bi Lan berteriak melengking dan tubuhnya sudah mengelak dengap cepat dan mudah. Tentu saja mudah baginya karena ia sudah menguasai Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat sepenuhnya, maka jurus serangan yang amat dikenalnya itu tentu saja dengan mudah dapat dihindarkannya. la tahu ke mana lawan akan nienyerang dan bagaimana perkembangan serangan selanjutnya. Serangan dari ilmu silat ini memang beratai dan di sinilah terletak kehebatannya. Begitu cengkeraman tangan kiri Goat Kong Lama tadi luput, tangan kanannya sudah menyambung dengan tamparan ke arah leher dan ini diikuti pula dengan tendangan kedua kaki secara bergantian! Hebat serangan beruntun ini, akan tetapi karena sudah hafal maka Bi Lan mudah saja menghindarkan diri. la juga bergerak dengan ilmu silat yang sama dan gerakantiya juga berantal. Begitu menghindarkan diri dari tendangan bertubl Itu, ia menyambung elakannya dengan serangan balik. Tiba-tiba saja tangan kirinya membuat gerakan memotong dengan tangan miring seperti orang menggunakan golok menebang pohon ke arah kaki yang meluncur lewat samping tubuhnya!

Goat Kong Lama terkejut sekali. Cepat dia menarik kembali kakinya, akan tetapi Bi Lan sudah menyambung serangannya dengan totokan ke arah dada dan serangan inipun dlsambung dengan tendangan kaklnya yang menyambar ke arah pusar. Goat Kong Lama menjadi heran dan bingung dan terpaksa dia menibuang tubuh ke belakang dan bergulingan dl atas tanah karena hanya itu satu-satunya cara untuk mematahkan rangkaian serangan gadls Itu. Dla melompat bangun dan berdlrl dengan mata terbelalak memandang lawannya Itu. Dalam segebrakan saja dia hampir kalah oleh gadis yang Juga mempergunakan ilmu silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat!

Sementara itu, Kui Peng Thaisu dan Hui In Sian-kouw saling pandang dengan terheran-heran. Gadis itu memainkan Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat dengan gerakan yang sempurna Akan tetapi mereka tahu benar bahwa tidak ada murid Kun-lun-pai, apa lagi yang begitu muda, yang menguasai ilmu pusaka yang telah lama hilang itu. Bahkan Kui Beng Thalsu sendlrl hanya menguasai paling banyak enam bagian dan Hui In Sian-kouw paling banyak tiga baglan saja. Biauw In Su-thal bahkan tidak pernah mempelajarinya. Akan tetapi Goat Kong Lama menguasai ilmu itu dengan baik dan kini gadis muda itu bahkan menguasainya lebih baik lagi!

Setelah tahu bahwa gadis muda yang dipandang rendah itu ternyata dapat bersilat dengan ilmu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat secara sempurna, Goat Kong Lama maklum bahwa dia tidak akan menang kalau menggunakan ilmu itu. Kalau ingin menang, dia harus mempergunakan ilmunya sendiri dan dia ingin mempermalukan gadis itu dengan menggunakan ilmu sihirnya. Maka, mulutnya berkemak-kemik dan sepasang matanya seperti mencorong menatap wajah Bi Lan. Gadis Itu mendengar mantram yang dlucapkan lirih oleh Goat Kong Lama. la tersenyum. Tentu saja ia mengenal baik penggunaan sihir melalui pandang mata dan suara itu. lapun diam-diam mengerah kan tenaga batin seperti diajarkan gurunya, dengan berani membalas tatapan mata Goat Kong Lama. Diam-diam pendeta Lama itu terkejut melihat betapa sinar mata gadis itu juga mencorong dan berani menyambut sinar matanya yang penuh kekuatan sihir, Bahkan sambil tersenyum!

Goat Kong Lama lalu mengembangkan kedua lengannya, dan perlahan-lahan kedua tangannya bergerak ke atas kepala dalam bentuk sembah, kemudian didorongkan ke depan dan mulutnya mengeluarkan dengungan aneh. Tiba-tiba ada angin menyambar ke depan. Angin itu berpusing dan menerjang Bi Lan. Akan tetapi Bi Lan merangkap kedua tangan depan dada seperti sembah, kedua matanya terpejam. la membiarkan angin itu berpusing di sekitar tubuhnya. Angln berpusing kuat dan membawa tanah dan debu ke atas, akan tetapi tidak kuat mengangkat tubuh Bi Lan. Kini perlahan-lahan Bi Lan mengembangkan kedua tangannya dan mendorong ke depan. Angin berpusing itu kini meninggalkannya dan membalik menyerang Goat Kong Lama! Pendeta Lama itu terkejut. Tubuhnya hamplr terpelanting oleh putaran angln dan cepat dla menghentlkan sihirnya. Angin berhentl dan wajah pendeta Lama Itu menjadl pucat.

Goat Kong Lama mengerahkan tenaganya dan membentak dengan auara menggetar penuh wibawa.

"Han Bi Lan, berlututlah engkau"

Bi Lan juga mengerahkan tenaga batin dalam suaranya ketika ia berkata,

"Siapa yang berlutut? Aku ataukah engkau? Yang pasti engkau, Goat Kong Lama. Hayo, berilah contoh!"

Goat Kong Lama terkejut karena tiba-tiba tanpa dapat ditolaknya lagi, kedua lututnya menjadi lemas dan dia jatuh berlutut. Akan tetapi dia segera menyadari keadaan yang tidak wajar ini dan cepat meloncat berdiri lagi. Terdengar suara tawa dari para murid Kun-lun-pai yang merasa senang melihat pendeta Lama itu dipermainkan. Sementara itu, Kui Beng Thaisu dan Hui In Sian-kouw menjadi semakin heran. Mereka tahu bahwa dua orang itu tadi mengadu kekuatan sihir. Siapakah gadis muda yang selain menguasal Ngo-heng Llan-hoan Kun-hoat juga memiliki llmu slhlr yang demikian kuat ini?

Goat Kong Lama maklum bahwa dengan sihirpun dia tldak akan mampu mengalahkan gadls aneh ini. Maka sambil mengeluarkan gerengan dahsyat, dia segera menerjang ke depan dan menyerang gadis itu dengan cepat. Semua serangan dilakukan dengan kedua tangan terbuka dan miring, seringkali gerakannya seperti orang menyembah dan gerakan silatnya lemah lembut, namun setiap sambaran tangan yang menerjang mengandung tenaga yang kuat. Bi Lan segera mengenal ilmu silat Kwan Im Sin-caang (Tangan Sakti Dewi Kwan Im) itu. Untuk menyenangkan hati para pimpinan Kun-lun-pai, ia tetap memainkan ilmu silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat. Terjadilah pertandingan hebat dan seru. Tentu saja pihak Bi Lan lebih untung. la mengenal dan hafal sekali ilmu silat Kwan Im Sin-ciang yang diajarkan Jlt Kong Lama kepadanya. Maka menghadapi serangan dengan ilmu silat ini tentu saja ia sudah mengenal lika-liku dan perkembangannya sehingga mudah menghindarkan diri. Sebaliknya, Goat Kong Lama yang tidak menguasai Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat sepenuhnya, hanya menguasai setengahnya saja, menjadi repot menghadapi desakan Bi Lan.

Beberapa kali kaki atau tangan gadis itu mengenai sasaran, akan tetapi Goat Kong Lama melindungi dirinya dengan ilmu kebal yang kuat sehingga dia tidak sampai roboh. Selain itu, juga Bi Lan tidak menggunakan tenaga sepenuhnya karena bagaimanapun juga, gadis ini tahu bahwa lawannya adalah murid keponakan suhunya sehingga masih terhitung saudara seperguruan sendiri.

Akan tetapi mellhat Goat Kong. Lattia belum juga mau mengaku kalah walau-pun sudah beberapa kali terkena tendangan atau tamparannya, Bi Lan menjadi marah juga. Orang ini tak tahu diri, pikirnya dan perlu diberi hajaran yang leblh keras.

"Haiiittt.... Ia menyerang dengan serangkaian serangan dari Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang sambung menyambung. Goat Kong Lama berusaha untuk mempertahankan diri dengan tangkisan dan elakan, akan tetapi karena Jurus yang dipergunakan Bi Lan int meru-; pakan jurus-jurus llmu sllat yang belum pernah dipelajarinya, maka dia menjadi bingung tidak mengenal perkembangannya dan tidak dapat menghindarkan diri lagt ketika kaki kiri gadis itu mencuat dengan cepat dan kuat ke arah dada kanannya. Sekali ini Bi Lan mengerahkan tenaga sln-kangnya.

"Desss,...!" Biarpun Goat Kong ama telah mellndungi dirlnya dengan ilmu kebalan, namun tendangan itu terlalu kuat menembus kekebalannya dan diapun terjengkiing dan terbantlng jatuh. Dia merasa dada kanannya nyeri dan ketika dirabanya, tahulah dia bahwa sebuah tulang iganya patah.

Goat Kang Lama terkejut dan merasa penasaran sekall. Menang kalah merupakan hal blasa dalam pertandingan silat, akan tetapi dia merasa dipermalukan dl depan semua anggauta Kun-lun-pai yang berkumpul di situ dan yang kini semua tersenyum gembira melihat kemenangan Bi Lan. Dia meraba punggung-nya dan sratt...! Tangan kanannya telah mencabut pedang.

Pada saat itu, Kui Beng Thaisu dan Hui In Sian-kouw melompat ke depan.

"Siancai....! Goat Kong Lama, pertandingan ini bukan permusuhan, mengapa menggunakan senjata? Kalau engkau menggunakan senjata, terpaksa kami akan rnengusirmu dengan kekerasan! Engkau jelas telah dikalahkan seorang murid Kun-lun-pai, mengapa masih nekat? Han Bi Lan, sebagai murid Kun-lun-pai, engkau kami minta untuk menceritakan di mana adanya pendeta Lama yang dicari Goat Kong Lama Itu agar tidak ada urusan lagi antara Kun-lun-pal dan dla."

Bl Lan menghadapi Goat Kong Lama yang terpaksa menyarungkan kemball pe-dangnya karena kalau sampai para pimpinan Kun-lun-pai marah dan turun tangan, tak mungkin dia akan dapat lolos. Baru melawan gadis itu saja sudah berat sekali.

"Goat Kong Lama. Kalau engkau merasa sebagai orang gagah kenapa tldak memenuhi, Janjlmu tadl? Engkau telah kalah dan engkau harus mohon ampun kepada pimplnan Kun-lun-pal. Setelah itu baru akan dapat kuberitahu dimana adanya Jit Kong Lama.

Goat Kong Lama tidak dapat menyangkal lagl akan kekalahannya tadi, maka dengan muka merah dia lala menjatuhkan dirl berlutut menghadap Kui Beng Thaisu dan berkata,

"Kui Beng Thaisu, pinceng (aku) bersalah dan minta maaf."

"Sudahlah, Goat Kong Lama. Kami tidak dapat menerima penghormatah seperti ini. Semua itu hanya kesalahpahaman belaka. Yang sudah biarlah berlalu. Bangkitlahl" Ketua Kun-lun-pai itu menggerakkan tangan kanannya ke depan dan Goat Kong Lama merasa ada angln amat kuat menyambar dan seolah mengangkatnya sehlngga dia terpaksa bangklt berdiri. Dia terkejut sekali dan menyesal bahwa tadl dia terlalu memandang rendah orang. Ternyata ketua Kun-lun pai yang sudah tua inl memillkl tenaga sakti yang luar biasa!

"Han Bl Lan, sekarang katakan dl mana adanya Jit Kong Lama." katanya kepada Bi Lan, kini lenyaplah sikapnya yang angkuh tadi.

"Dia sudah pergi ke barat, hendak kembali ke Tibet dan menyerahkan diri kepada para pimpinan Lama di sana." kata Bl Lan dan dalam suaranya terkandung kesedihan mengenang gurunya yang disayangnya itu.

Pendeta Lama itu memandang kepadanya dengan alis berkerut dan sinar matanya membayangkan ketidak-percayaannya.

"Bagaimana aku dapat mempercayai keterangan itu?"

"Engkau harus percaya karena aku adalah muridnya!" kata Bi Lan.

"Engkau.... engkau.... muridnya?" kata Goat Kong Lama dengan mata ter-belalak.

"Tapi.... engkau tadl melawanku dengan Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat....!"

"Benar. Aku juga murid Kun-lun-pal. Akan tetapi Jit Kong Lama juga guruku. Kau lihat ini!" kata gadl? itu dan ia segera membuat gerakan silat dengan kedua tangan miring seperti orang memuja.

"Kwan Im Sin-ciang (Tangari Sakti Dewi Kwan Im)....!" seru Goat Kong Lama.

"Dan lihat ini!" Bi Lan memungut sebatang ranting kayu lalu bersilat beberapa jurus dengan ranting kayu itu.

"Kim Bhok Sin-tung-hoat (Ilmu Tongkat Sakti Kayu Emas)'." kembali Goat Kong Lama berseru.

"Kau.... .kau benar muridnya!"

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



"Nah, percayakah engkau sekarang?'"

Suhu Jit Kong Lama sudah pularig ke Tibet untuk menyerahkan diri, bertaubat dan menebus semua dosanya. Pergilah!"

Goat Kong Lama mengangguk-angguk, mengangkat kedua tangan depan dada, menghadapi pimpinan Kun-lun-pai, membungkuk lalu berkata "Omitohud! Pinceng mohon maaf dan mohon diri!" Setelah berkata demikian, pendeta Lama itu memutar tubuhnya lalu berlari cepat seperti terbang meninggalkan tempat itu.

Kini Bi Lan menghadapi Kui Beng Thaisu dan Hui In Sian-kouw. Dua orang pimpinan Kun-lun-pai itu menatap wajah Bi Lan dengan penuh keheranan. Mereka merasa penasaran sekali. Murid pendeta Lama Tibet dan sekaligus juga murid Kun-lun-pai yang dibuktikannya dengan kemahiran ilmu silat pusaka Kun-lun-pai! Banyak pertanyaan yang memenuhi hati Kui Beng Thaisu. Betapapun Juga, gadis ini telah membela nama Kun-lun-pai dengan mengalahkan Goat Kong Lama tadi. Dan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi hatinya, dia merasa tidak leluasa karena di sltu berkumpul semua murid Kun-lun-pai.

"Nona Han Bi Lan, engkau tadi me-ngatakan bahwa engkau datang ini untuk menghadap kami?" tanya ketua Kun-lun-pai itu.

"Benar, locianpwe." jawab Bi Lan sambil menghampiri buntalan pakaiannya.

"Kalau begitu, mari kita masuk dan bicara di dalam." ajak ketua Kun-lun-pai itu. Bi Lan mengangguk dan ia mengikuti Kui Beng Thaisu dan Hu in Sian-kouw memasuki kuil.

Setelah mereka duduk dalam ruangan tengah yang tertutup, Bi Lan meletakkan buntalan pakatannya di atas meja.

"Nah, sekarang janganlah membuat kami terlalu lama keheranan dan menduga-duga, nona Han Bi Lan. CeritaKanlah mengapa engkau datang ke Kun-lun-pai dan hendak bertemu dengan kami?" tanya Kui Beng Thaisu.

"Dan bagaimana pula engkau mengaku sebagai murid Kun-lun-pai dan menguasai, Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat?" tanya pula. Hui In Sian-kouw.

Bi Lan tersenyum, akan tetapi menghela napas panjang.

"Panjang ceritanya dau sebelumnya saya harap locianpwe pimpinan Kun-lun-pai suka memaafkan saya. Saya sudah sebelas tahun lamanya ikut suhu Jit Kong Lama yang mengasingkan diri di sebuah puncak Kun-lun-san, mempelajari ilmu-ilmu dari suhu. Beberapa hari yang lalu, saya berpisah dari sUhu yang ingin kembali ke Tibet, Tugas saya yang pertama adalah berkunjung ke Kun-lun-pai, menghadap para pimplnan Kun-lun-pai. Akan tetapi baru saja tiba di pekarangan kuil saya melihat Goat Kong Lama, mendengar pembicaraannya dan melihat betapa dia menantang bertanding kepada para pimpinan Kun-lun-pai. Karena itulah maka saya memberanikan diri menghadapinya untuk membela Kun-lun-pai karena saya merasa sebagai kewajiban saya membe-la Kun-lun-pai."

"Tapi..,. engkau menguasai ilmu si-lat pusaka kami...." kata Hui In Sian-kouw.

Bi Lan tersenyum.

"Terjadinya kurang lebih setahun yang lalu. Pada suatu hari saya bertemu dengan seorang pemuda sombong. Ketika melihat bahwa dia membawa kitab-kitab kuno dalam buntalan pakaiannya, saya lalu meminjam sebuah kitab tanpa dia ketahui."

"Siancai! Itu namanya mencuri!" se-ru Hui In Sian-kouw.

Bi Lan tersenyum manis memandang wajah pendeta wanita itu dan matanya. bersinar-sinar nakal.

"Saya hanya ingin memberi pelajaran padanya agar dla ti-dak sombong. Biar tahu rasa dia! Ketika saya melihat bahwa kitab itu berisi pelajaran ilmu silat, saya tertarik sekall dan saya mendengar darl suhu bahwa kltab Itu adalah kltab pusaka mlllk Kun-lun-pal. Saya mengambll keputusan untuk memlnjam kitab itu dan di bawah bimbingan dan petunjuk suhu, saya mempelajari dan melatihnye selama setahun. Karena saya memang merasa pinjam, maka setelah selesai saya pelajari dan saya kuasai, begitu berpisah dari suhu, saya langsung tnenghadap pimpinan Kun-lun-pai untuk mehgembalikan Kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat ini." la membuka buntalan pakaiannya mengambil kitab itu dan menyerahkannya kepada Kui Beng Thaisu.

Kui Beng Thaisu menerima kitab itu memeriksanya sebentar dan dia mengangguk-angguk,

"Sian-cai....! Memang inilah kitab kaml yang hilang puluhan tahun yang lalu itu. Nona Han Bi Lan, pemuda yang kaumaksudkan itu adalah murid dari Tiong Lee Cin-jin yang bermaksud mengembalikan kitab itu kepada kami. Dia melaporkan bahwa kitab itu hilang dalam perjalanan. Kiranya engkau yang mengambllnya."

"Saya memlnjamnya, locianpwe, dan harl Inl saya kembalikan. Harap Locian-pwe suka memaafkan saya."

"Kaml memaafkanmu, nona. Bagaimanapun juga, engkau sudah berani membela Kun-lun-pai dengan taruhan nyawa dan mengaku sebagai murid Kun-lun-pai. Kalau engkau murid Kun-lun-pai, maka mempelajari Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat tentu tidak bersalah karena tingkat kepandaianmu juga sudah memadai. Karena itu, engkau baru sah kami terima sebagai murid Kun-lun-pai kalau engkau mengakui pinto (aku) sebagai guru dan. ini adalah Hui In Sian-kouw, sumoiku yang menjadi ketua kun-lun-pai bagian wanita, jadi ia juga gurumu."

Bi Lan mengerti apa yang dirnaksudkan kakek itu, maka iapun segera berlutut memberi hormat kepada kedua orang tua itu, memberi hormat kepada Kui Beng Thaisu dan menyebut "suhu" lalu kepada Hui In Sian-kouw dengan menyebut "subo (ibu guru)". Hui In Sian-kouw menyentuh kedua pundak Bi Lan dan pienyuruhnya bangkit dan duduk kembali.

Setelah kedua orang ketua Kun-lun-pai ini menerima Bi Lan sebagai murid Kun-lun-pai, gadis itu lalu diperkenalKan kepada semua murid Kun-lun-pai. Semua murid merasa girang dan kagum mempunyai saudara seperguruan yang demikian lihai. Hui In Sian-kouw tidak lupa untuk rnemperkenalkan Bi Lan kepada Biauw In Suthai yang masih menjalani hukuman dalam Pondok Pengasingan. Pendeta wanita ini ketika diberitahu tentang Han Bi Lan yang telah membela Kun-lun-pai dan kini diakui sebagai murid yang sah dari Kun-lun-pai, mau menerima Bl Lan berkunjung kepadanya di Pondok Pengasingan.

Bi Lan memasuki pondok yang sepi itu dan segera berlutut menghadap pendeta wanlta yang juga duduk dl atas lantai sambil bersila itu. Bi Lah sudah mendengar tentang Biauw In Su-thal yang menjalani hukuman dan ia merasa kasihan kepada pendeta wanlta yang masih tampak berwajah manls itu. Baru mengaslngkan dlrl selama setahun saja wajah Biauw In Suthai sudah berubah, tidak ada garis-garls yang menunjukkan kekerasan hatlnya lagl pada wajahnya.

"Bibi guru.,.,.1" Bi Lan menegur ragu.

Blauw In Suthal membuka mata, memandang kepada Bi Lan dan ia tersenyum kagum.

"Ah, engkau cantik jelita dan lincah sekali! Engkau yang bernama Han Bi Lan dan yang telah membela Kun-lun-pai dan mengalahkan pendeta Lama yang amat lihai? Setelah berkunjung ke sini dan mengembalikan kitab engkau lalu hendak pergl ke mana, Bi Lan?"

"Saya akan melanjutkan perjalanan saya, bibi guru. Saya akan kembali ke rumah orang tua saya di Liang-an (Hang-chouw)."

"Ah, ke kota raja kerajaan Lam Sung (Sung Selatan)? Jauh sekali. Bi Lan, engkau adalah murid Kun-lun-pai yang telah menguasai Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat, berarti tlngkat kepandaianmu sudah tinggi sekali. Aku ingin minta bantuanmu, maukah engkau menolongku, Bi Lan?"

Bi Lan merasa heran sekali. Bantuan apa yang dibutuhkan pendeta wanita ini? la hanya mendapat keterangan dari para murid Kun-lun-pai dan juga dari Hui In Sian-kouw bahwa Biauw In Suthai ini sedang merijalani hukuman dan diharuskan tinggal di Pondok Pengasingan untuk bersamadhi dan bertaubat. Kini wanita yang sudah menjalani hukuman selama setahun itu ingin minta pertolongannya!'

"Bibi guru, tentu saja saya suka me-nolongmu, asal saja tidak melanggar peraturan Kun-lun-pai dan tidak berlawanan dengan hati nurani saya sendiri." jawabnya hati-hati.

Biauw In Suthai mengangguk-angguk.

"Bagus sekali. Memang demikianlah seharusnya seorang pendekar dan murid Kun-lun-pai yang baik. Tidak seperti aku dahulu yang hanya menurutkan gejolak perasaan hati sendiri. Kekerasan hatiku membuat dua orang murid yang kusayangi sekarang Ini, pergi mencarl seseorang untuk membunuhnya dan aku mlnta bantuanmu, yaitu apabila dalam perjalananmu engkau menjumpai mereka, sampaikanlah pesanku bahwa peraturan pernikahan itu sekarang sudah kubatalkan dan katakan agar mereka berdua tidak lagi berusaha membunuh laki-laki itu"

Bl Lan mendengarkan dengan heran.

"Bibi guru, apakah bibi guru tldak mau memberi penjelasan kepada saya agar saya mengerti duduknya perkara? Siapakah kedua orang murid bibi guru itu dan siapa pula laki-laki yang hendak mereka bunuh itu? Mengapa pula hendak mereka bunuh?"

Biauw In Suthai menghela napas panjang.

"Baiklah, akan kujelaskan, Bi Lan. Setahun yang lalu, muridku Kim Lan dalam pertandingan silat dikalahkan seorang pemuda. Sudah 'menjadi peraturanku ketika itu bahwa muridku yapg kalah oleh seorang pria harus menjadi isterinya. Kalau pria itu menolaknya, maka muridku harus membunuh prla itu. Kiiri Lan kalah dan pria itu menolak menjadi .suaminya, maka Kim Lan lalu pergi untuk mencari pemuda itu dan membunuhnya. Ai Yin, muridku yang kedua, ikut pergi bersama sucinya (kakak seperguruannya). Pemuda itu bernama Souw Thian Liong, murid Tiong Lee Cin-jin."

"Murid Tiong Lee Cin-jin? Bibi maksudkan, peniuda itu yang tadinya membawa kitab untuk diserahkan kepada pimpinan Kun-lun-pai?" Bi Lan teringat akan Souw Thian Liong yang tadinya belum ia ketahui namanya.

"Benar, Bi Lan. Dialah orangnya yang telah mengalahkan Kim Lan akan tetapi tidak mau menjadi suaminya."

"Tapi..... tapi, bibi! Bagaimarta ada aturan seperti itu? Kalau kalah harus menjadi isteri orang yang mengatahkan dan kalau pria itu menolak atau dibunuh? Aneh sekali peraturan itu bibi. Maafkan saya, akan tetapi bagaimana mungkin perjodohan dapat dipaksakan sepertl Itu?" kata Bi Lan sambil menahan tawa karena hatinya merasa geli. Peraturan itu dianggapnya konyol.

Biauw In Suthai menghela napas panjang.

"Sekarang akupun dapat melihat betapa bodohnya peraturan yang kubuat menurutkan perasaan hari itu. Karena itu, suheng menegurku dan menyuruhku bertaubat di sini selama tiga tahun. Aku menyesal, maka tolonglah aku, Bi Lan. Kalau engkau bertemu dengan Kim Lan dan Ai Yin, cegah mereka membunuh Souw Thian Liong dan katakan bahwa peraturanku itu sudah kucabut."

Bi Lan mengangguk.

"Baiklah, bibi. Mudah-mudahan saya akan dapat bertemu dengan mereka."

Setelah meninggalkan Pondok Penga-singan itu, Bi Lan tak dapat menahan rasa geli hatinya dan ia tertawa sendiri. Peraturan yang aneh! Dalam pertanding-an sudah dikalahkan pemuda itu, bagai-^inana dapat membunuhnya? Hemm, jadi pemuda itu bernama Souw Thian Liong, .murid Tiong Lee Cin-jin? Ilmu silatnya memang hebat dan ia sudah menyaksi-kannya sendiri ketika pemuda itu meno-. long para saudagar yang diganggu 'pe-rampok-perampok llhai.

Setelah tinggal dl Kun-lun-pai selama dua harl, Bi Lan lalu berpamlt untuk melanjutkan perjalanannya. la Ingin menjenguk ayah Ibunya dl kota raja dan hatinya berbahagia sekali membayangkan ia akan bertemu dan berkumpul kenbali dengan orang tuanya. Tentu selama ini orang tuanya amat mengkhawatirkan keselamatannya. la membayangkan betapa akan gembiranya hati ayah ibunya kalau bertemu dengannya. Dan iapun akad mencari Ouw Kan yang telah membunuh Lu Ma, pelayan tua yang setia dan yang menurut ibunya masih bibi ibunya sendirl dan yang amat mencintanya. la rnasih ingat bahwa ayah ibunya adalah orang-orang gagah yang memimpin pasukan dan ketlka menlnggalkannya, mereka berangkat untuk perang membantu pasukan besar Jenderal Gak Hui. lapun ter-ingat bahwa ia pesan kepada ayahnya untuk membawa oleh-oleh sebatang pedang bengkok yang biasa dipakai perwira Kerajaan Kin. Bi Lan tersenyum kalau ingat akan hal ini. Apakah kini ayahnya sudah membawakan oleh-oleh itu dan maslh menyimpannya?

* * *

"Tidak, ayah....... tidak...... aku tidak percaya!" Gadis itu menangis sesenggukan. la adalah Kwee Bi Hwa, berusia kurang lebih sembilan belas tahun. Gadis ini memiliki wajah yang manis sekali, kecantikan yang khas, tidak seperti perempuan bangsa Han lainnya. KeJelitaannya terasa asing. Memang sesungguhnya, ada kecantikan suku Mancu dalam dirinya.

"Ayahnya, Kwee Buh To, adalah seorang peranakan Mancu yang menjadi guru silat dari perguruan silat Pek-eng Bukoan (Perguruan Silat Garuda Putih) dan tlnggal d! daerah utara. Isteri Kwee Bun To Juga seorang wanita Mancu, maka tldak mengherankan kalau kecantikan yang dimiliki Kwee B Hwa adalah kecantlkan peranakan Han dan Mancu. Ketlka bangsa Yu-cen nenguasai daerah utara dan mendirikan dinasti Kin, Kwee Bun To melarikan diri, membawa istri dan seorang anaknya. Akan tetapi isterinya mati dalam perjalanan dan akhirnya dia tlnggal dl pegunungan dekat Siauw-Lim-pai.

Seperti telah dlceritakan di bagian depan, pada suatu malam seseorang me" tnasuki kamar Bi Hwa, menotoknya dan memperkosanya. Kwee Bun To marah sekall dan menyerbu Siauw-lim-sl karena merasa yakin bahwa pelakunya adalah murid Siauw-lim-pai. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa pelakunya yang berhasil ditangkap Cia Song, murid Siauw-lini-pai yang llhai itu, adalah seorang kepala perampok dan pemerkosa itu kemudian dibunuh Cia Song. Dengan hati sedih Kwee Bun To pulang dan menceritakan hal itu kepada puterinya. Bi Hwa menyambut cerita ayahnya itu dengan tangis.

Kwee Bun To memandang puterinya dan menghela napas panjang. Dia merasa iba sekali kepada puterinya yang tersayang. Puterlnya adalah satu-satunya orang yang dia miliki di dunla ini, satu-satunya orang yang paling dekat dengan hatinya. Dla mau berkorban apa saja, kalau perlu nyawanya, untuk puterinya.

"Bi Hwa, percayalah, akupun menyesal bukan main. Tadinya aku bermaksud minta pertanggungan lawab Giam Ti dan ia harus menikahimu untuk mencucl aib. Akan tetapi murid Siauw-lim-pai Itu terlanjur turun tangan membunuhnya.

Bl Hwa sudah menguatkan hatlnya dan menghentlkan tanglsnya, la meng-angkat mukanya yang agak pucat dan sepaaang matanya yang merah karena? tangls.

"Ayah, aku sukar dapat percaya bahwa pelakunya adalah seorang kepala perampok. Bagaimana dia beranl mengganggu keluarga ayah?"

"Anakku, bagaimana aku tldak akan mempercayanya? Ketika dia ditangkap Cia Song murid Siauw-lim-pai itu dan dihadapkan padaku, penjahat itu telah mengaku sendlri. Dan Ingat, dia bukan kepala perampok biasa. Dia menJadl kepala gerombolan yang bersarang di Buklt Angsa tak jauh dari sini. Julukannyai Hui-houw-ong (Raja Harimau Terbang) sedikitnya menunjukkan bahwa dia memiliki kepandaian yang tinggi juga."

"Aku masih merasa penasaran, ayah. Orang itu sangat lihai. Ketika memasuki kamarku, sama sekali aku tidak mendengar apa-apa. Hal inl menunjukkan dia tentu memiliki gin-kang (ilmu me-ringankan tubuh) yang sempurna. Paria hal, aku biasanya peka sekali, sedikit saja suara mencurigakan sudah cukup untuk membangunkan aku. Dan totokannya itu! Benar-benar melumpuhkan seluruh tubuhku. Bukan main lihainya'."

"Sudahlah, Bi Hwa. Tidak perlu penasaran lagi. Bagaimanapun juga, pelakunya sudah mengaku dan sudah terhukum mati. Aku merasa lelah sekali lahir batin, periu mengaso." kata Kwee Bun To sambil memasuki kamarnya.

Bi Hwa. masih duduk termenung. Ia merasa menyesal sekali, dan kecewa mendengar bahwa yang memperkosanya dahulu adalah seorang kepala perampok, seorang penjahat. Kalau saja pelakunya itu seotang murid Siauw-lim-pai, seorang pendekar seperti yang disangkanya semula, tentu ia tidak akan merasa sehina itu. Akan tetapi seorang kepala perampok? Andaikata penjahat Itu tertangkap hldup-hldup pun ia tidak akan sudi menjadl isteri seorang kepala perampoki Akan tetapi hatinya masih belum puas.

la masih penasaran sekali. la masih ingat benar. Pria yang memperkosanya malam itu, walaupun dalam keadaan gelap dan ia sama sekali tidak dapat melihat wajahnya, namun tidak mungkin laki-laki Itu seorang penjahat yang kasar dan kejam. Biarpun tidak mengucapkan sepatahpun kata, biarpun la tldak dapat melihat orangnya, namun lakl-lakl itu demlkian lemah lembut! Tidak mungkin dia seorang kepala perampok, seorang penjahat yang kasar dan kejam!

la harus menyelidikinya sendiri! Ayahnya kadang terlalu keras, lebih banyak penggunakan tenaga daripada akal. Timbullah semangat Bi Hwa dan pada keesokan harinya, Kwee Bun To mendapatkan kamar anakpya kosong dan hanya menemukan sepucuk surat tulisan tangan anaknya yang ditujukan kepadanya.

Ayah,

Saya pergi merantau untuk menghibur hati yang gundah. Harap ayah Jangan mencari saya karena saya tidak akan pulang sebelum kedukaan ini lenyap.

Kalau sudah tiba saatnya saya pasti pulang;

Anak:
Kwee Bi Hwa.

Pada saat Itu muncul keinginan Kwee Bun To untuk mengejar anaknya, dan mencegahnya pergi. Dia sudah melompat keluar kamar dan hendak lari mengejar keluar rumah, Akan tetapi setibanya di luar rumah, dia berhenti dan sekali lagi dibacanya surat anaknya. Dia menggeleng kepalanya dan menghela napas panjang, lalu menyimpan surat itu dan masuk kembali ke dalam rumah. Tidak dia tidak akan melakukan pengejaran. Dia mengenal baik puterinya itu. Di balik kelembutannya, anak itu mempunyai hati yang keras, tekad yang bulat seperti yang dimiliki kaum wanita suku Mancui pada umumnya. Anaknya sudah mengambil keputusan untuk pergi merantau dan ia tidak akan mau dicegah, tidak akan dapat dilarang ataupun dibujuk. Apa lagi anaknya itu bukan seorang wanita lemah. Sejak kecil sudah belajar dan berlatih silat dengan baik dan termasuk seorang yang berbakat. Anaknya tidak akan mudah diganggu orang jahat. la pandai menjaga dan membela diri. Hal itu tidak perlu dia khawatirkan. Dia ha-nya merasa sedih harus berpisah dari puterinya. Akan tetapi dia maklum bahwa kalau dia menghalangi niat puterinya, hal itu akan membuat Bi Hwa marah dan berduka. Maka, dengan hati berat ayah ini mengambil keput.usan untuk rnenanti saja di situ sampai puterinya pulang.

Pada keesokan harinya, Kwee Bi Hwa berjalan seorang diri mendaki lereng dekat puncak Bukit Angsa. Tidak sukar ba-ginya untuk menemukan bukit ini yang tidak berada terlalu jauh dari tempat tinggalnya yang berada di bukit lain dari pegunungan itu. Bukit Angsa itu dard jauh sudah tampak. Blarpun tlngginya ti-dak banyak bedanya dengan buklt-buklt lain yang memenuhl daerah pegunungan iltu, namun Bukit Angsa mempunyai cirl yang khas, yaitu bentuk puncaknya. Puncak bukit dengan pohon-pohon besar itu, tampak dari jauh membentuk seekor angsa!

Setelah Bl Hwa tiba dl dekat puncak tlba-tlba berkelebatan bayangan belasan orang dan dia sudah dik-epung oleh orang-orang yang tampak bengis menyeramkan. Mereka aemua membawa sebaiang golok dengan tangan kanan. Dl baju mereka baglan dada terdapat luklsan seekor harimau terbang! Tahulah Bi Hwa ia berhadapan dengan gerombolan yang dipimpin oleh Hui-houw-ong Giam Ti, pemlmpin Gerombolan Harimau Terbang. Seorang di antara mereka, yang agaknya menjadl pemimpin, ketika melihat sebatang ipedang tergantung dl punggung gadis manis itu. bersikap hati-hati dan dia melangkah maju menghadapi Bi Hwa dan bertanya.

"Nona, siapakah engkau dan apa kehendakmu datang dan melanggar daerah kekuasaan kami?"

"Tidak perlu kalian tahu siapa aku. Aku sengaja datang ke sini hendak mencari keterangan tentang seorang yang bernama Hui-houw-ong Giam Tl." kata Bi Hwa.

Mendengar jawaban ini, orang-orang itu tampak terkejut dan marah. Mereka mengepung ketat dan siap dengan golok mereka.

"la mata-mata musuhi"

"Bunuh ia untuk menyembahyangi arwah Giam Toa-ko!"

Lima belas orang itu serentak menyerbu. Bi Hwa dari segala jurusan. Bi Hwa menggerakkan tangan kanannya dan tampak sinar berkilat ketika ia mencabut pedang. Kemudian sinar pedangnya bergulung-gulung ketlka ia menyambut serangan,mereka. Sinar pedang itu menyambar-nyambar . dilkuti tamparan tangan kirl dan tendangan kaklnya. Terdengar terlakan para pengeroyok dan merekapun roboh berpelantingan, terkena tamparan atau tendangan, sedangkan golok mereka patah dan terpental ketika bertemu sinar pedang. Lima belas orang itu terkejut bukan main dah mereka menjadi ketakutan lalu melarikan diri pontang panttng ke arah puncak.

Pedang Ular Merah Eps 4 Kasih Diantara Remaja Eps 26 Pedang Ular Merah Eps 3

Cari Blog Ini