Anak Berandalan Karya Khu Lung Bagian 7
g akan tumbuh disamping bangunan lama itu terbongkar kembali.
Dan kejadian berikutnya, arak, anggur yang sedang disekap itu telah kosong.
Siaw cap It long sedang bermabuk-mabukan, ia duduk dibawah pohon, mukanya merah,
menghabiskan semua arak yang ada. Semalam suntuk tidak tertidur.
Hati Sim Pek Kun seperti hendak mencelat keluar dari tempatnya, ia bisa menduga, terjadi
sesuatu yang kurang beres. mendekati Siaw Cap It Long dengan gugup ia bertanya :
"kau...kau mengapa bisa menjadi begini " mengapa membongkar rumah yang sudah hampir
jadi." Tidak terjadi perubahan wajah, tanpa menoleh sama sekali, dengan tawar Siaw cap It Long
berkata " "Karena tidak perlu ditinggali, mengapa tidak dibongkar ?"
"Eh, mengapa tidak mau ditinggali " kau...."
"Segera akan kukosongkan tempat ini." jawab Siaw Cap It Long singkat.
"hendak pergi " mengapa " ini rumahmu bukan ?" bertanya Sim Pek Kun heran.
"Aku tidak mempunyai rumah, sudah kukatakan, aku adalah anak berandalan. Paling dua
bulan kuberdiam disini. Sesudah itu, aku harus berkelana lagi. Meneruskan petualanganpetualangan
yang ditangguhkan."
Hati Sim Pek Kun seperti ditusuk-tusuk jarum, menahan keluarnya air mata, ia bertanya :
"Betul?"
"Mengapa harus bohong ?" berkata Siaw Cap It Long
"Hari-hari yang seperti ini kulewatkan seperti tersiksa."
"Hari yang tidak baik ?" bertanya Sim Pek Kun.
"Waktu yang dianggap baik oleh orang belum tentu dianggap baik olehku. Diantara pergaulan
kita mungkin terdapat ketidak serasian."
Sepasang mata Sim Pek Kun sudah menjadi bentul merahm basah, Ia berkata :
"aku........"
"Kau juga sudah waktunya untuk pergi. setiap orang harus berangkat. Lambat atau cepat, kau
harus meninggalkan tempat ini bukan ?"
Sedapat mungkin Sim Pek Kun menahan jatuhnya airmata, tapi tidak bisa dibendung lagi, dua
butir cairan bening itu sudah menetes jatuh. Ia mengerti, apa yang dipikirkan oleh Siaw Cap It
Long. "Ia betah ditempat ini." demikian hatinya berkata.
"Mengapa harus pergi, karena dia tahu, karena aku harus meninggalkan tempat ini. Maka ia
juga meninggalkan tempat bangunannya."
Dengan menggertek gigi, mengeraskan hati, Sim Pek Kun bertanya :
"Kapan kita berangkat ?"
"Segera berangkat." Berkata Siaw Cap It Long
"Sekarang juga."
"Baik." Sim Pek Kun menganggukkan kepala.
Sesudah itu, Sim Pek Kun menoleh kearah lain, dengan hujan air mata yang deras , ia lari
ketempat rumah kayu semula. Dari dalam rumah kayu itu, masih terdengar suara isak sang
ratu rimba persilatan.
Siaw cap It Long tidak memperlihatkan perubahan-perubahan wajahnya. dengan malasmalasan
ia bangkit berdiri.
Mengajak Sim Pek Kun, Siaw Cap It Long meninggalkan lembah gelap.
Mereka keluar dari dasar lembah setelah beberapa waktu. Perubahan-perubahan iklim terjadi
secara pesat. Angin mulai bertiup, suasana mulai diliputi oleh pemandangan sepi.
Musim dinginpun tiba.
Datangnya musim dingin itu lebih cepat beberapa waktu, jalan-jalan telah mulai memutih,
orang yang berlalu-lalang juga sedikit.
Siauw Cap-it-long memikul satu pikulan buah Lay dan buah Tho yang menjadi hasil lembah,
dibawanya ke dalam kota, dijualnya kepada orang-orang hartawan, dengan beberapa tail uang
itu, ia bisa membeli perbekalan.
Buah Lay dan buah Tho adalah buah yang termahal, apalagi harga Siauw Cap-it-long juga
agak miring, sebentar saja terjual habis. Dengan perbekalan uang itu, Siauw Cap-it-long
menyewa kereta, menyilahkan Sim Pek Kun duduk di dalamnya. Tapi ia selalu memisahkan
diri, duduk di samping sang kusir.
Penilaian Sim Pek Kun pada Siauw Cap-it-long lebih mendalam, si jago brandal Siauw Capitlong bisa memakai uang dengan pantas, setiap uang itu didapat dengan tenaga dan keringat
yang telah diperasnya.
Bukan berarti Siauw Cap-it-long tidak pernah melakukan pembegalan dan perampokan, tetapi
setiap uang hasil pembegalan dan perampokan selalu digunakan untuk menolong orang lain.
Inilah sifat-sifat si jago brandal Siauw Cap-it-long.
Mereka meninggalkan tempat yang bisa memberi kesan dalam.
Di bawah pohon rimba gelap, jarak mereka begitu dekat, masing-masing bisa mengikuti suara
deburan napas masing-masing.
Tetapi, sesudah meninggalkan rimba itu, jarak yang dekat itu menjauh kembali.
"Mungkinkah kita hidup di dalam dua dunia yang tidak sama?" demikian hati Sim Pek Kun
berpikir. Hujan salju turun semakin deras, terus menerus sehingga beberapa hari. Siauw Cap-it-long
dan Sim Pek Kun memasuki sebuah rumah penginapan, kecuali mereka berdua, tidak ada
tamu lainnya. Siauw Cap-it-long meninggalkan Sim Pek Kun di rumah penginapan kecil itu, ia sendiri pergi
keluar. Lagi-lagi Sim Pek Kun menunggu. Apa yang Sim Pek Kun sedang tunggu"
Ia harus menunggu kembalinya Siauw Cap-it-long.
Hasil apa dari penungguan baru ini"
Tentunya perpisahan. Perpisahan dari Siauw Cap-it-long yang tidak mungkin bisa dielakkan.
Menunggu itu adalah pekerjaan lama Sim Pek Kun. Lagi ia menunggu terus, menunggu terus.
Waktu berlalu.....
Tiba-tiba sebuah kereta yang agak mewah berhenti di depan rumah penginapan itu, dari sana
muncul Siauw Cap-it-long, dia berlompat turun, wajahnya pucat pasi, tapi kondisi badannya
tetap segar. Berhari-hari Siauw Cap-it-long menyelidiki Lian Seng Pek. Tidak berhasil.
Sesudah terjadi drama penghancuran kampung Sim-kee-chung, Lian Seng Pek tidak pulang
ke rumahnya. Lian Seng Pek telah menjelajahi setiap pelosok, tapi ia tidak menemukan jejak Sim Pek Kun.
Tidak ada orang yang tahu di mana dan bagaimana keadaan Sim Pek Kun.
Lian Seng Pek meneruskan pencarian sang istri.
Tentu saja Lian Seng Pek tidak tahu bahwa sang istripun sedang mencarinya.
Akhirnya Siauw Cap-it-long bisa mendapat berita di mana adanya Lian Seng Pek. Maka ia
menyewa kereta kembali ke rumah penginapan.
Menyongsong kedatangan Siauw Cap-it-long, Sim Pek Kun tertawa, ia berkata girang:
"Tidak kusangka, hari ini kau bisa menggunakan kereta, biasanya kau berjalan kaki saja."
Penyambutan seorang wanita adalah menyenangkan hati, apalagi penyambutan yang begitu
meriah, penyambutan itu sangat menggirangkan.
Biasanya, bilamana Sim Pek Kun tertawa, belum pernah Siauw Cap-it-long mengelakkan
sinar matanya, hari ini terkecuali, ia tidak berani membentur sepasang sinar mata itu.
Dengan suara yang tawar dan datar, Siauw Cap-it-long berkata:
"Kereta ini kusediakan untukmu"
Lenyaplah tertawanya Sim Pek Kun, ia tertegun sebentar, berkata:
"Kereta untukku?"
Perasaan wanita itu lebih tajam dari perasaan laki-laki, menyaksikan perubahan wajah Siauw
Cap-it-long, Pek Kun telah mengetahui sesuatu menyimpang dari kebiasaan. Perlahan-lahan
wajahnya menjadi beku.
Siauw Cap-it-long menganggukkan kepala, ia berkata:
"Ya. Kereta ini sengaja kusediakan untukmu. Karena kau sudah kenal baik letak keadaan
tempat ini."
Lagi-lagi Sim Pek Kun berkerinyut, seolah-olah mendapat serangan angin jahat yang sangat
dingin, mulutnya berkemak-kemik, hendak mengucapkan sesuatu, tapi tidak bisa meletus
keluar. Tangan Sim Pek Kun menjadi gemataran, ia hendak mengelakkan sesuatu, ia hendak lari dari
kenyataan, tapi tidak mungkin, tidak mungkin dielakkan, tidak mungkin menyingkir darinya.
Lama terjadi ketegangan yang seperti itu, akhirnya suara Sim Pek Kun memecah kesunyian:
"Kau.... kau sudah berhasil menemukan jejaknya?"
"Ya" berkata Siauw Cap-it-long sangat singkat.
Hanya sepatah kata itu sudah cukup untuk menelungkup sesuatu. Menelungkup jagat
kehidupan mereka.
Lagi-lagi dahi Sim Pek Kun berkerinyit, hatinya terasa sangat pedih.
Sim Pek Kun mempunyai kepribadian dan pendidikan yang cukup, ia tahu, sikap apa yang
harus diperlihatkan seorang wanita yang mempunyai pendidikan sepertinya, seorang wanita
yang mempunyai pendidikan sempurna akan bergirang, bila mendapat berita tentang jejak
sang suami yang terpisah.
Sayang sekali, bagaimanapun, ia tidak bisa memaksakan rasa girang itu.
Lama sekali waktu telah dilewatkan, dengan suara perlahan Sim Pek Kun bertanya:
"Di mana dia berada?"
"Kusir kereta di depan pintu itu bisa mengetahui, di mana dia berada." jawab Siauw Cap-itlong,
"Dia bisa membawamu ke sana."
"Terima kasih."
Suara terima kasih Sim Pek Kun seolah-olah datang dari tempat yang jauh, Sim Pek Kun
sendiri juga tentu tidak percaya bahwa ucapan tadi keluar dari mulutnya, suara itu begitu
asing, seolah-olah bicara kepada orang yang tidak dikenal.
Tentu saja Sim Pek Kun tahu, wajahnya memperlihatkan perasaan girang. Dan perasaan
girang itu beku dan kaku seolah-olah wajah orang yang guram.
Siauw Cap-it-long berkata:
"Sama-sama. Inilah kewajiban kita sebagai umat manusia, wajib saling bantu membantu."
Suaranya sangat dingin dan ketus. Perubahan wajah juga dingin dan kecut.
Begitu pulakah hati mereka"
Hanya kedua orang yang bersangkutan yang bisa mengetahuinya.
Sim Pek Kun berkata lagi:
"Kau sudah menyuruh kereta menunggu, bukan?"
"Ya" jawab Siauw Cap-it-long "Waktu masih terlalu pagi. Kau harus melakukan perjalanan
yang sangat jauh. Kau harus bersiap-siap, kukira berangkat siang sedikit."
Memperlihatkan senyuman yang agak aneh, Siauw Cap-it-long menyambung pembicaraan:
"Dan aku tahu, kau sudah sangat ingin bertemu dengannya. Bergegas-gegas hendak
berangkat."
Perlahan sekali Sim Pek Kun menganggukkan kepala dan berkata:
"Betul, sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Ingin sekali bisa cepat bertemu."
"Nah," berkata Siauw Cap-it-long "Kau tidak mempunyai perbekalan, baik berangkat
sekarang sajalah."
Percakapan kedua orang itu sangat perlahan, sangat tenang. Tapi mereka harus menggunakan
kekuatan yang berat untuk bisa melepaskannya.
Inikah suara hati nurani masing-masing! Suara hati nurani mereka tersimpan di dalam, berapa
orang yang bernai mengutarakan suara hati nurani yang seperti itu"
Takdir telah menyamprokkan Siauw Cap-it-long dengan Sim Pek Kun, mengapa tidak bisa
menyembunyikan hati masing-masing" Mengapa harus saling tipu menipu, harus saling
menyakiti hati"
Siauw Cap-it-long membalikkan badan, memandang ke arah samping, dari sana ia berkata:
"Selamat jalan. Tentunya kau sudah ingin cepat-cepat berangkat."
"Selamat jalan." berkata Sim Pek Kun "Kau juga ingin pergi."
"Ya. Setiap orang yang masih hidup itu kerjanya hanya berpergian."
Sim Pek Kun menggigit bibir, Kembali ia berkata :
"Aku hendak menjamu perpisahan ini, bersediakah kau menerima jamuanku ?"
"Katakan saja kita makan minum bersama."
Sim Pek Kun memanggil pelayan rumah makan, memesan makanan dan minuman.
Sim Pek Kun membuat perjamuan perpisahan.
MENANGIS DI HATI
SIM PEK KUN membuat jamuan perpisahan. Siauw Cap It-long tidak menolak. Inilah
pertemuan mereka yang terakhir, mungkin bisa berjumpa lagi, mungkin juga tidak.
Siauw Cap It-long memandang Sim Pek Kun beberapa lama, ia bertanya :
"Perjamuan ini ..... "
Sim Pek Kun menganggukkan kepala, ia tertawa berkata : "Aku tahu. Kantongku sudah tidak
ada uang lagi. Tapi benda ini bisa cukup untuk melunasi rekening makanan dan minuman
bukan?" Dari atas rambutnya, Sim Pek Kun menurunkan tusuk konde kumala.
Tusuk konde kumala itu adalah benda yang berharga, bukan saja berharga, benda itu
menandakan dan melambangkan perkawinan Sim Pek Kun dan Lian Seng Pek.
Tusuk konde kumala adalah hadiah pemberian sang suami, dikala hari pernikahan mereka,
dengan tangan sendiri Lian Seng Pek meletakan diantara sela2 sanggul rambut Sim Pek Kun.
Biar bagaimanapun, Sim Pek Kun tidak mengerti, bagaimana ia bisa mengorbankan lambang
perkawinan itu.
Tanpa sayang sama sekali, Sim Pek Kun bersedia mengorbankan lambang perkawinannya. Ia
akan puas, bilamana bisa makan dan minum beserta Siauw Tjap-it-long bersama2 membikin
perjamuan terakhir.
Pengorbanan2 Siauw Tjap-it-long terlalu besar. Inilah pengorbanan tusuk konde kumala,
hanya satu kali pengorbanan, Sim Pek Kun hendak membalas pengorbanan2 jago berandalan.
Kecuali pengorbanan ini, tidak mungkin Sim Pek Kun membuat pengorbanan lain aja.
Pelayan rumah penginapan sudah menyediakan arak dan barang makanan.
Menuangkan arak itu kecawan Siauw Tjap-it-long, Sim Pek Kun berkata:
"Demi persahabatan, keringkanlah secawan arak ini."
Siauw Tjap-it-long menerima pemberian arak, ia menenggak seceguk, dan berkata:
"Kau tahu, hobbyku adalah meminum arak. Belum pernah aku menolak pemberian arak."
Siauw Tjap-it-long menghabiskan semua arak yang tersedia.
Pelayan rumah makan membawakan arak lagi.
Tangan Siauw Tjap-it-long bergerak cepat. Secawan demi secawan, ia mengeringkan semua
persediaan. Siauw Tjap-it-long berharap, walau ia tidak mabuk, bisa saja berpura2 mabuk.
Yang terakhir, Siauw Tjap-it-long sendiripun tidak tahu, betulkah dia sudah mabuk" Betul2
mabok atau pura2 mabok"
Siauw Tjap-it-long mendengungkan lagunya tanpa nama, lagu yang sangat menyedihkan itu.
Jarang sekali ada orang mabok yang bisa melagukan suara.
Lagu ini adalah lagu kesenangan Siauw Tjap-it-long, lagu dengungan kesepian dan dendang
kesengsaraan. Lagu yang sudah sering didengar oleh Sim Pek Kun.
Kini, lagu itu seperti lagu baru, meresapi dan menyelubungi hati Sim Pek Kun. Dia juga
menenggak arak. Seorang wanita yang terhormat jarang meminum arak, hanya beberapa
tegukan saja, Sim Pek Kun sudah mulai menjadi mabuk.
Biar bagaimana, Sim Pek kun pernah berpesan kepada diri sendiri, ia tidak boleh jatuh
ditempat itu. Tangan Siauw Tjap-it-long masih mengambil dan menuang araknya.
Sesudah itu Siauw Tjap-it-long mendengungkan lagu tanpa nama, lagu kesedihan.
Tidak bisa ditahan, Sim Pek Kun bertanya:
"Lagu ini sudah kudengar sehingga puluhan kali. Lagu apakah?"
"Kudapat lagu ini dari seorang pengembala diluar perbatasan." berkata Siauw Tjap-it-long
"Lagu yang tidak mudah diresapi, kalau kau sudah mengerti cerita yang terdapat didalam lagu
ini, kukira tidak mungkin kau mau mendengarnya lagi."
"Mengapa?" bertanya Sim Pek Kun.
Wajah Siauw Tjap-it-long memperlihatkan sikap yang mengejek, ia berkata:
"Arti dari lagu ini adalah lagu picisan, tidak mungkin bisa diterima kaum sebangsa kalian."
Sim Pek Kun menundukkan kepala ketanah.
"Ceritakanlah" Ia berkata "Ceritakan arti dari lagu2mu itu."
"Dengar baik2" berkata Siauw Tjap-it-long "Arti lagu dari kata2 ini kira2 ceritanya seperti
ini: Manusia itu kasihan kepada kambing, tapi tidak pernah ada yang kasihan kepada seekor
srigala. Pernah diceritakan srigala itu adalah binatang ganas, binatang pengrusak yang sering
merusak kambing2 pengembala. Rasa sepi seekor srogala tidak diketahui. Rasa sepi dan
menyendiri srigala tidak pernah diresapi oleh manusia, srigala lapar, ia makan kambing,
kambing lapar oa makan rumput. Karena rumput itu tidak dipentingkan oleh manusia, maka
kambing tidak dicela. Sebaliknya daripada itu, kambing itu dibutuhkan oleh manusia, maka
srigala dicela. Inilah lagu kesengsaraan srigala."
Semakin lama, cerita Siauw Tjap-it-long semakin keras.
Setelah mendengar semua, tiba2 Sim Pek Kun berkata:
"Hei, dimisalkan kau terlunta2 disebuah padang rumput yang luas, terjadi hujan es, menutupi
seluruh bumi. Berhari2 kau tidak mendapat makanan, dimisalkan kau bertemu dengan seekor
kambing, bisakah kau terkam kambing itu?"
Siauw Tjap-it-long mendongakkan kepala sepasang matanya yang liar menatap wanita cantik
didepannya, mata itu redup kembali, manakala ia teringat bahwa Sim Pek Kun adalah milik
Lian Seng Pek, milik yang sah dari jago ksatria.
Beberapa cawan arak lagi ditenggak olehnya. Akhirnya Siauw Tjap-it-long betul2 jatuh
rubuh. Ia mabuk. Tengkurep dimeja dan menggeros2.
"Pergilah!" Inilah suara yang terakhir dari Siauw Tjap-it-long. Sesudah itu, ia tidak sadarkan
diri. Belum pernah hati Sim Pek Kun menjadi kalut seperti apa yang kini ia rasakan.
Seharusnya ia bergembira, karena tidak lama lagi ia bisa menjumpai sang suami yang tercinta.
Mulai saat itu, segala godaan2 ini dan ketegangan2 tidak akan dialami lagi ia akan hidup
tenang, hidup tenang disamping suaminya.
Walau suami itu sering berpergian, ketenangan tidak mungkin terganggu. Walau ia harus
menunggu, menunggu adalah pekerjaan lama. Tugas yang sudah biasa dilakukan olehnya.
Air mata Sim Pek Kun meleleh keluar, ia menyusutnya cepat2.
Anak Berandalan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Didalam hati Sim Pek Kun berpikir:
"Apabila Siauw Tjap-it-long menarik tanganku, agar aku tidak menjumpai Lian Seng Pek,
bisakah kuterima saran ini?"
Sim Pek Kun bergidik dingin, bilamana terpikir lanjutan apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Sim Pek Kun harus bisa melenyapkan jasa2 Siauw Tjap-it-long. Ia harus menguatkan hati,
meninggalkan sang jago berandalan yang telah terkapar mabok.
Mulai saat ini, ia harus mendampingi Lian Seng Pek. Ia harus menjadi seorang istri yang
tercinta, ia sangat setia.
Pemilik rumah makan menyodorkan rekening makanan. Sim Pek Kun menyerahkan tusuk
konde kumalanya.
Sim Pek Kun meninggalkan rumah penginapan itu, memanggil kereta yang sudah tersedia.
Ia akan kembali kedunianya, dunia manusia beradab. Ia harus meninggalkan dunia Siauw
Tjap-it-long, dunia srigala yang kesepian.
Ketoprak.... ketoprak.... ketoprak.....
Kereta yang membawa Sim Pek Kun meluncur pergi.
Terbayang satu pekarangan yang sepi, pekarangan yang luas. Itulah pekarangan keluarga Lian
Seng Pek. Lian Seng Pek tinggal ditempat yang seperti itu. Tempat suatu rumah penginapan.
Kusir kereta yang sudah mendapat pesan Siauw Tjap-it-long, membawa Sim Pek Kun
ketempat tinggal Lian Seng Pek.
Kehadiran sang ratu rimba persilatan mengejutkan pelayan rumah penginapan, hanya seorang
diri" Tanpa kawalan"
Lian Seng Pek menggunakan kamar divilla bagian barat.
Disana terdapat tangga batu, hanya memudahkan. Walau begitu, langkah Sim Pek Kun
dirasakan sangat berat. Entah bagaiamana, ia tidak bisa menaiki tangga batu itu.
Perasaan takut mengekang dirinya. Takut bertemu dengan suami yang sudah lama
ditinggalkan. Yang paling ditakuti Sim Pek Kun adalah pertanyaan Lian Seng Pek yang seakan2 berkata:
"Dimana kau tinggal selama beberapa hari ini?"
Sim Pek Kun masih berdiri ditangga batu.
Tiba2, dari dalam villa barat terdengar satu suara yang membentak keras:
"Siapa yang didepan?"
Suara bentakan itu sangat keras, cukup agung, sangat hormat dan sopan.
Itulah suara Lian Seng Pek. Didalam dunia tidak mungkin ada suara yang bisa menyamai
suara Lian Seng Pek.
Didalam sekejap mata, Sim Pek Kun bisa kembali kepada kenang2annya yang lama.
Ia seharusnya bergerak cepat, menerjang dan memasuki ruangan itu atau menubruk Lian Seng
Pek, setidak2nya, dia akan menangis didalam pelukan sang suami.
Tapi Sim Pek Kun tidak mengerjakan pekerjaan yang seperti itu. Ia bisa maklum perangai
Lian Seng Pek, Lian Seng Pek tidak butuh kepada seseorang yang cepat mengalami getaran
jiwa. Perlahan2, Sim Pek Kun mendaki tangga batu itu. Pintu terbuka, disana berdiri seorang laki2
cakap dan tampan, itulah Lian Seng Pek.
Selama dua bulan ini, Lian Seng Pek mencari jejak Sim Pek Kun. Tapi tidak berhasil, gundah
gulana, sengsara, perasaan seribu satu macam yang lainnya mengekang dirinya.
Kini, secara ajaib sekali, sang istri muncul didepan mata, sinar matanya berkilat sebentar,
sesudah itu redup kembali. Tanpa memperlihatkan rasa girangnya yang tidak kelihatan
mereka hanya berpandang2an.
"Kau sudah kembali?" suara Lian Seng Pek sangat tenang. Sim Pek Kun menganggukan
kepala perlahan, dengan suaranya yang sangat mesra berkata:
"Ya, aku sudah kembali."
Hanya kata kata itu yang mereka ucapkan. Terlalu singkat.
Suara itu sudah cukup menenangkan hati Sim Pek Kun yang bergejolak keras, ternyata
pertanyaan dimana ia berada tidak tercetus keluar.
Ia sudah biasa dengan penghidupan2 yang tenang, kini harus kembali kepada kehidupan lama.
Apa yang Sim Pek Kun tidak ingin keluarkan, pasti tidak diajukan oleh Lian Seng Pek.
Didalam dunia Sim Pek Kun, hubungan manusia itu adalah hubungan biasa. Harus
diperhatikan jarak2 tertentu.
Walau hidup mereka sebagai suami istri, jarak pemisah yang ditentukan itu, tetap ada.
Lian Seng Pek mengajak sang istri memasuki kamarnya.
Lampu didalam kamar Lian Seng Pek terang benderang, berkumpul banyak orang.
Disana bercokol duduk tokoh2 rimba persilatan ternama, Thio Bu Kek, Hay Leng Tju, To
Siao Thian dan lain2nya.
Tokoh2 silat yang berkumpul didalam kamar Lian Seng Pek adalah kawan2 baik Lian Seng
Pek, rata2 didalam hati mereka berpikir:
"Istrinya yang lenyap kini sudah pulang. Tapi orang yang menjadi suaminya tidak bertanya,
kemana kepergian dan bagaimana penghidupan sang istri selama dua bulan itu" Apa yang
dikerjakan oleh sang istri" Anehnya, istrinya pun tidak cerita dimana ia selama dua bulan itu,
apa saha yang dikerjakannya" Suami aneh sang istripun aneh."
Hay Leng Tju sekalian menganggap mereka bertemu dengan sepasang suami istri aneh.
Sim Pek Kun duduk dan turut serta diantara mereka.
Di meja terdapat juga minuman2 keras. Inilah yang mengherankan Sim Pek Kun. Seperti apa
ia ketahui, sesudah pernikahan mereka, Sim Pek Kun jarang melihat Lian Seng Pek
menenggak arak. Tapi disini dan ditempat ini Lian Seng Pek minum arak.
Tentu saja, sebagai seorang wanita yang mempunyai kedudukan bagus, seorang wanita yang
berhati tulus, Sim Pek Kun tidak bertanya, mengapa sang suami mengajak kawan2nya
meminum arak dan berpesta pora.
Dari perobahan2 wajah Sim Pek Kun, dan kejadian2 yang ada ditempat itu, Lian Seng Pek
wajib memberi penjelasan, ia tertawa kepada sang istri dan berkata:
"Sebelum kau kembali, kami sedang menghadapi sesuatu soal yang sangat penting."
Untuk memberi keterangan yang lebih jelas, Thio Bu Kek juga turut memberi keterangan:
"Hujin bisa maklum kepada kerakusan laki2. Biar bagaimana, bilamana kami menghadapi
sesuatu, agak lama, bila disertai dengan makanan, terlebih2 minuman keras, kita bisa
memecahkan persoalan itu lebih cepat."
Hujin berarti nyonya!
Sim Pek Kun menganggukkan kepala, tertawa manis, ia berkata:
"Aku tahu."
Maka biji mata Thio Bu Kek berputar, memandang ke arah Sim Pek Kun dan bertanya:
"Tahukah hujin, perkara apa yang kami sedang rundingkan?"
Sim Pek Kun bergoyang kepala, tertawa manis:
"Bagaimana aku bisa tahu"
Sedari kecil, Sim Pek Kun mendapat didikan baik. Seseorang wanita yang hendak
mempercayakan dirinya sebagai seorang istri yang baik, seorang wanita yang hendak
mendapat pujian baik, ia harus bersikap ramah dan tamah, selalu harus tertawa manis.
Tentu saja, karena harus membawakan posisi sikap tertawa manis itu, kedua pipinya bisa
membeku. Thio Bu Kek berkata:
"Pada sepuluh hari yang lalu, disini terjadi sesuatu yang menggemparkan. Maka kami
mengundang Lian Seng Pek kongcu dan kawan2 ini."
Thio Bu Kek menunjuk kearah orang yang tidak jauh duduk darinya, itulah Hay Leng Tju, To
Siao Thian dan pemimpin dari 73 perusahaan piauwkiok Suto Tiong Peng.
"Oh?" Sim Pek Kun berkata perlahan "Apa yang sudah terjadi?"
Sim Pek Kun tidak bermaksud untuk mengajukan pertanyaan. Tetapi kadang kala tidak
mengajukan pertanyaan itu, berarti sesuatu cara yang kurang hormat. Karena tidak mau tahu
dengan soal2, meremehkan urusan kawan2 suaminya. Ini tidak patut, sebagai seorang istri
terhormat, ia wajib bertanya. Bertanya berartikan sesuatu, memperhatikan keadaan sang
suami dan kawan kawannya.
Kesannya kepada Thio Bu Kek tidak begitu baik. Tapi Thio Bu Kek membalik pula karena itu
iapun bertanya:
"Tentang persoalan seorang tokoh muda yang pandai bicara."
Sim Pek Kun bertanya lagi:
"Seseorang yang pandai bicara, belum tentu memiliki kepribadian baik, bagaimana keadaan
tokoh muda itu?"
Thio Bu Kek menjawab:
"Tokoh muda kenamaan ini namanya Thio Sam Ya, pernahkah hujin dengar nama ini?"
Sim Pek Kun tertawa manis, ia memberi jawaban:
"Tokoh2 yang kukenal sedikit sekali."
Artinya: Dia tidak kenal Thio Sam Ya.
Thio Bu Kek berkata:
"Jago Thio Sam Ya ini memiliki kekayaan yang tidak sedikit, sikapnya ramah tamah. Sering
membantu orang, ia tinggal di kampung Thio-tju-tjhung, pada sepuluh hari yang lalu, tanpa
hujam tanpa angin, tanpa sebab musabab, Thio Sam Ya dibunuh orang. Pemimpin kampung
Thio-tju-tjhung mati dibunuh orang, seluruh isi kampung Thio-tju-tjhung tidak luput dari
pembunuhan pembunuhan........"
Sim Pek Kun membuka mulutnya ia bertanya: "Oh. Siapakah yang begitu kejam, membunuh
seluruh isi kampung."
Thio Bu Kek berkata :
"Tentu saja si kepala rampok Siauw Cap-it-long !"
Hati Sim Pek Kun dirasakan mencelat keluar, selama dua bulan terakhir ia mendampingi
Siauw Cap-it-long. Mana bisa terjadi kejadian yang seperti itu "
"Siauw Cap-it-long "!" Sim Pek Kun berteriak kaget.
"Tepat !" berseru Thio Bu Kek. "Kecuali Siauw Cap-it-long, mungkinkah ada tokoh kedua "
Siapa lagi yang bisa memiliki kekejaman seperti Siauw Cap-it-long ?"
Sim Pek Kun berusaha menguasai gejolak hatinya, ia bertanya :
"Seluruh isi kampung dibunuh mati ?"
"Tidak seorangpun yang bisa mempertahankan jiwanya." jawab Thio Bu Kek.
"Tidak seorangpun yang bisa mempertahankan jiwanya " Dari mana kau tahu bahwa seluruh
isi kampung Thio-kee-chung dihancurkan oleh Siauw Cap-it-long ?" bertanya Sim Pek Kun
Thio Bu Kek berkata :
"Siauw Cap-it-long adalah tokoh yang sangat kejam, memiliki sifat-sifat congkak dan
sombong, sangat angkuh. Setiap kali membunuh orang, tentu menuliskan nama sendiri.
Demikian juga didalam kampung Thio-kee-chung, sesudah membunuh mati semua orang
yang ada, ia menulis : Orang yang menghancurkan kampung Thio-kee-chung adalah aku,
Siauw Cap-it-long."
Deburan darah panas yang ditekan tidak bisa dikuasai lagi, tanpa bisa ditahan Sim Pek Kun
berteriak : "Tidak mungkin ! Tidak mungkin ! Orang yang membunuh dan menghancurkan kampung
Thio-kee-chung bukanlah Siauw Cap-it-long, jangan memfitnah ! Siauw Cap-it-long tidak
boleh dijadikan kambing hitam. Siauw Cap-it-long tidak seperti apa yang kalian duga, ia tidak
kejam dan juga tidak jahat."
Wajah Thio Bu Kek berubah, ia memaksakan diri tertawa dan berkata :
"Hujin memiliki sifat yang baik, tentu saja menganggap semua orang itu baik."
Thio Bu Kek sepasang alisnya dikarutkan, ia memandang Sim Pek Kun, tiba-tiba ia
mengajukan pertanyaan :
"Bagaimana Hujin tahu, bahwa hancurnya Thio-kee-chung bukan perbuatan Siauw Cap-itlong
?" Tubuh Sim Pek Kun gemetaran, ia muak kepada orang orang yang berada di depannya, ia
hendak lari meninggalkan mereka, meninggalkan pergaulan yang memuakkan itu. Ia benci
kepada mereka. Bosan kepada percakapan mereka.
Tentu saja ia tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja. Ia harus berani bicara. Bukan sekali
ia menerima budi Siauw Cap-it-long, sudah waktunya membalas budi Siauw Cap-it-long itu,
ia tidak bisa membiarkan seorang tokoh yang baik hati dijadikan kambing hitam. Ia tidak
membiarkan terjadi fitnah-fitnah jahat. Karena itu, sepatah demi sepatah, ia berkata tegas :
"Ku berani jamin, Siauw Cap-it-long tidak membunuh orang. Karena.... selama dua bulan
terakhir, belum pernah ia terpisah dari diriku."
Adanya keterangan yang seperti itu, tentu saja mengejutkan semua orang !
Seorang nyonya agung yang ternama mendampingi seorang jago berandalan.
Wajah orang-orang yang berada ditempat itu membeku, semua terarah ketempat Sim Pek
Kun. Tidak pernah diduga, Sim Pek Kun bisa menilai isi hati orang-orang itu, apa yang diminta
mereka, tentu mengenai Siauw Cap-it-long.
Tapi Sim Pek Kun tidak menyesal atas kata-kata yang diucapkannya tadi. Sudah waktunya ia
membersihkan fitnah-fitnah atas diri Siauw Cap-it-long.
Ia berani mengucapkan kata-kata tadi karena bertanggung jawab penuh kepada keselamatan
Siauw Cap-it-long. Tentunya Sim Pek Kun sudah bersedia menanggung akibat dari
keterangan tadi. Lama sekali mereka saling pandang, akhirnya Lian Seng Pek yang
memecahkan kesunyian itu, ia berkata :
"Kukira kita salah menerima keterangan, aku percaya keterangan Sim Pek Kun, orang itu
yang membohongi kita."
Suara Lian Seng Pek sabar dan tenang, memperlihatkan sifat seorang suami yang mencinta.
To Siao Thian perlahan-lahan mengangkat tangan, ia bergumam :
"Oh.... fitnah kepada Siauw Cap-it-long."
Thio Bu Kek juga tidak henti-hentinya tersenyum tertawa, tiba-tiba ia bangkit dari tempat
duduk, berkata :
"Hujin tentu telah melakukan perjalanan jauh, tentunya lelah. Baiklah, kami meminta diri.
Lain kali saja meneruskan perjamuan ini." Sikap Hay-leng-cu tidak simpatik lagi, ia memberi
hormat panjang, meninggalkan ruangan itu.
Thio Bu Kek, To Siao Thian, dan Hay-leng-cu sudah berangkat keluar.
Giliran Lie Kang yang bangkit dari tempat duduknya, ia sudah memberi hormat kepada Lian
Seng Pek dan bersedia mengakhiri perjamuan. Hanya seorang Suto Tiong Peng saja yang
diam membeku di tempat duduk. Menyaksikan Lie Kang hendak berangkat, tiba-tiba ia
berkata : "Saudara Lie Kang, tunggu dulu !"
Lie Kang hendak meninggalkan tempat itu, mendapat tegoran Suto Tiong Peng akhirnya ia
berkata : Dengan perlahan-lahan Suto Tiong Peng pun berkata :
"Penghancuran kampung Sim cu chung bukan perbuatan Siauw Cap-it-long. Pasti bukan
perbuatan Siauw Cap-it-long! Di dalam soal lain, mungkin Siauw Cap-it-long itu bisa saja
melakukan sesuatu. Tapi, tidak mungkin Siauw Cap-it-long datang ke kampung ini
menghancurkan dan membunuh kampung Thio-cu-chung. Ia telah difitnah orang."
Kata-kata Suto Tiong Peng sangat masuk ke dalam telinga Sim Pek Kun, ia sangat berterima
kasih. Kedudukan Suto Tiong Peng sebagai pemimpin dari 72 perusahaan piauwkiok, tentu saja
mempunyai hak suara yang besar.
Asal usulnya Suto Tiong Peng hanya sebagai seorang tukang kentongan dari piauwkiok tidak
ternama, karena kejernihan otaknyalah, karena kepintarannya ia bisa merambat naik. Menjadi
pemimpin piauwkiok itu, akhirnya terpilih menjadi pemimpin dari 72 perusahaan piauwkiok.
Kedudukan itu tidak mudah dicapai.
Sikapnya Suto Tiong Peng sangat berhati-hati, jarang membuka mulut. Sebagai ketua dari 72
perusahaan piauwkiok Suto Tiong Peng sangat berhati-hati, apa yang dikatakannya jarang
sekali bisa dibantah.
Demikian juga apa yang baru dikatakan sebagai kedudukan Suto Tiong Peng yang begitu
tinggi, Lie Kang tidak bisa membantah.
memandang kearah Lie Kang yang tidak puas, Suto Tiong Peng berkata :
"Sebagai pendekar-pendekar pembela keadilan dan kebenaran, kita tidak bisa mengabaikan
adanya motto dan semboyan, lebih baik kita lepas tangan, jangan memfitnah Siauw Cap-itlong!"
Lie Kang tidak bisa memdebat.
Suto Tiong Peng berkata lagi : "Fitnah lebih jahat dari pada pembunuhan, Siauw Cap-it-long
difitnah orang, tapi kita tidak boleh sembarang percaya. Bagaimana rasanya seorang terfitnah
" Tentu bisa dimaklumi. Lebih sengsara dan lebih penasaran."
Sim Pek Kun mendengar dengan penuh perhatian, selama hidupnya, belum pernah memuji
seseorang, didalam hal ini ia harus memuji Suto Tiong Peng.
Suto Tiong Peng tidak memiliki keluar biasaan yang aneh, wajahnya acuh tak acuh, kepalanya
sedikit botak, botak itu mengkilap, suatu tanda bahwa ia memiliki otak profesor.
Didalam keadaan seperti ini, jiwa besar Suto Tiong Peng terpeta jelas, Sim Pek Kun sangat
berterima kasih, hampir ia hendak mencium kepala botak yang seperti kepala profesor itu.
MUSUH MUSUH SIAUW CAP-IT-LONG
Suto Tiong Peng masih memberi kuliah, ia berkata :
"Bilamana Siauw Cap-it-long tidak memiliki kepribadian yang begitu buruk, bilamana bukan
Siauw Cap-it-long yang melakukan pembunuhan pembunuhan itu, itulah suatu fitnah. Kita
tidak bisa membiarkan terjadi fitnah-fitnah. Kita bukan seorang ahli kambing hitam. Kita
wajib membikin pembelaan, membersihkan fitnah fitnah yang jatuh kepadanya. Siauw Cap-itKoleksi
Kang Zusi long betul-betul seorang yang baik."
Menoleh dan memandang kearah Sim Pek Kun, dengan perlahan Suto Tiong Peng berkata :
"Tapi hati manusia sukar diterka, baik dan jahatnya kepribadian orang itu, belum tentu bisa
dinilai dalam waktu yang sangat sempit. Apalagi hanya dua bulan saja."
Dengan tegas Sim Pek Kun berkata :
"Aku berani menjamin kebaikan Siauw Cap-it-long. Tidak mungkin Siauw Cap-it-long
melakukan perbuatan-perbuatan yang seperti itu."
"Sangat pasti ?"
Sim Pek Kun menundukkan kepala kebawah perlahan-lahan memberikan keterangannya :
"Selama dua bulan hidup bersama dengannya, aku bisa menilai kepribadian Siauw Cap-itlong.
Terlebih-lebih, beberapa kali ia telah menolong diriku. Apa yang diminta dariku "....
Tidak. Ia tidak pernah meminta sesuatu pembalasan. Begitu ia tahu kalian berada disini,
segera ia mengantar aku."
Bicara sampai disini, suara Sim Pek Kun sudah tersendat, ia menangis. Tidak bisa
melanjutkan keterangannya.
"Ouw...." berkata Suto Tiong Peng. "Hujin wajib membuat pembelaan."
"Tentu." berkata Sim Pek Kun menggigit bibir. "Budinya itu tidak bisa terbalas tanpa
Anak Berandalan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bantuan-bantuanku."
"Sudah lamakah hujin berpisah dengan Siauw Cap-it-long ?" bertanya Suto Tiong Peng.
"Belum lama." berkata Sim Pek Kun "Baru tadi pagi."
"Ouw ?" bertanya Suto Tiong Peng "Tentunya masih berada disekitar daerah ini."
"Ng......" Sim Pek Kun menganggukkan kepala.
"Menurut hematku." berkata Suto Tiong Peng, "Baik juga mengundang Siauw Cap-it-long
turut serta. Agar kita bisa lebih mempercayainya. Lebih mengenalnya secara dekat."
"Bilamana kalian sudah bertemu muka." berkata Sim Pek Kun lama. "Pasti bisa percaya
kepadanya."
"Nama Siauw Cap it long berdengung bagaikan nama yang hebat. Tapi, berapa orang yang
pernah bertemu dengan Siauw Cap-it-long. Terlalu sedikit sekali. Kita gembira bila bisa
bertemu dengan Siauw Cap-it-long."
Sim Pek Kun mengerutkan alisnya, ia berkata : "Kukira tidak bisa menemukannya hari ini."
"Mengapa ?" bertanya Suto Tiong Peng heran.
"Karena.....karena.... pada hari ini ia sudah mabok, Siauw Cap-it-long mabuk dan lupa
daratan." Suto Tiong Peng bertanya :
"Dia sedang mabuk. Dia suka mabuk-mabukan?"
"Kadang kala juga dia mabuk." jawab Sim Pek Kun.
Suto Tiong Peng tertawa, ia berkata :
"Seseorang yang suka mabuk, tentu memiliki kekuatan minum yang hebat, dan juga orang ini
pasti orang yang jujur. Lain kali aku ingin sekali bisa minum bersama-samanya."
"Cong piauw tiauw memiliki kekuatan minum yang kuat. Tapi kulihat kekuatan minumnya
lebih hebat darimu."
"Oh." berkata Suto Tiong Peng. "Berapa banyakkah arak yang diminum?"
"Paling sedikit juga ada sepuluh kati."
"Hebat." berkata Suto Tiong Peng. "Bisa minum arak sehingga sampai sepuluh kati, baru
jatuh mabuk, jago ini bukan jago biasa lagi."
"Sebetulnya," berkata Sim Pek Kun. "Hari-hari biasa, belum tentu ia bisa mabok. Ia adalah
seorang jago arak juga."
"Dimana Siauw Cap-it-long mabok?"
"Disebuah rumah penginapan kecil diluar kota." berkata Sim Pek Kun
"Disebut jago arak, timbul niatanku untuk minum lagi, eh, saudara Lie Kang, bersediakah kau
mengawasi aku berpesta pora mengadu minum arak ?"
"Tentu." berteriak Lie Kang girang. Ia sudah mendapat berita penting. Ternyata Siauw Cap-itlong
berada disebuah rumah penginapan kecil diluar kota. Tidak sulit untuk ditemukan.
Suto Tiong Peng dan Lie Kang minta diri, meninggalkan Lian Seng Pek.
Pesta bubaran. Lampu berkelap-kelip, menerangi wajah Sim Pek Kun yang Cakap.
Suasana itu begitu sepi dan sunyi.
Sim Pek Kun mengangkat cawan arak, tetapi diletakkannya kembali, tertawa dan berkata :
"Aku hari ini sudah minum arak. Tidak berani minum lagi."
Lian Seng Pek berkata : "Aku juga menenggak sedikit. Untuk menghilangkan hawa dingin.
Apalagi dimusim seperti ini, meminum sedikit arak tidaklah terlalu banyak."
Sim Pek Kun memandang kearah sang suami dan bertanya :
"Kau sudah menjadi mabok ?"
"Seorang jago arak, meminum terlalu banyak kukira baru cukup." berkata Lian Seng Pek.
"Aku baru minum sedikit, mana mungkin menjadi mabok."
"Betul." berkata Sim Pek Kun. "Kita bukan jago-jago arak. Ku tidak berani minum terlalu
banyak." "Tapi kalau kau masih belum puas, aku bersedia mengawanimu." berkata Lian Seng Pek.
"Aku tahu." berkata Sim Pek Kun. "Segala perintahmu pasti ku taati."
Lian Seng Pek menuangkan arak secawan penuh, diserahkan kepada sang istri dan berkata :
"Sayang sekali waktuku sedikit. Maka tidak bisa mendampingimu selalu. Tentunya tidak
patut terjadi kejadian yang seperti ini."
Sim Pek Kun menundukkan kepala, lama sekali mereka tidak bicara, sesudah itu memandang
sang suami ia bertanya :
"Tahukah kau, apa yang terjadi atas diriku selama dua bulan terakhir ini?"
"Aku......." Lian Seng Pek memandang isteri itu, "Sedikit banyak sudah kuketahui, tapi
kurang jelas."
"Mengapa kau tidak mengajukan pertanyaan?" bertanya Sim Pek Kun.
"Keterangan yang kau sudah berikan itu sudah cukup." berkata Lian Seng Pek.
Sim Pek Kun menggigit bibir, ia berkata :
"Mengapa kau tidak bertanya " Bertanyalah, bagaimana aku bisa bertemu dengan Siauw Capitlong, mengapa kau tidak bertanya penghidupanku selama dua bulan ini" Mengapa kau tidak
bertanya apa saja yang dikerjakan oleh Siauw Cap-it-long, mengapa?"
Sepasang sinar mata Sim Pek Kun berputar-putar, juga ia sangat heran, mengapa sang suami
diam dan membeku"
Betul-betul Lian Seng Pek tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang panjang,
jawabannya sangat singkat :
"Karena aku percaya kepadamu."
Jawaban yang singkat ini cukup menghangatkan tubuh Sim Pek Kun. Inilah jawaban seorang
suami yang bijaksana.
Pikiran Sim Pek Kun terapung didalam khayalan, khayalan kepercayaan seorang suami yang
arif bijaksana.
Rasa hangat, cinta kasih yang luar biasa, segera saling susul memenuhi benak pikiran sang
ratu rimba persilatan.
Hampir saja ia tidak mempunyai tempat untuk menerima berkah-berkah itu.
Sebentar kemudian, Sim Pek Kun telah menenggak habis isi araknya.
Ia menengkurapkan kepala dimeja, menangis dengan sedih. Kalau saja Lian Seng Pek
menegor, kemana saja kepergiannya" Apa yang dilakukan olehnya" Mengapa tidak ada kabar
berita" Mengapa bisa bersama-sama dengan Siauw Cap-it-long" Atau Lian Seng Pek
memukulnya. Menggunakan cemeti, menghajar, mendorong dan mengusir, mungkin rasanya
lebih enak daripada apa yang kini ia hadapi.
Mengapa Sim Pek Kun mempunyai perasaan yang seperti itu "
Karena Sim Pek Kun tidak pernah melakukan sesuatu yang sudah membelakangi suaminya.
Tapi Lian Seng Pek begitu percaya, lebih dari pada percaya, begitu memperhatikan dirinya,
begitu menyanjung dirinya. Takut kalau sampai bisa melukai sesuatu.
Karena itulah sebagai seorang istri yang harus mengetahui kebijaksanaan suami itu, Sim Pek
Kun menyesal. Mengapa Sim Pek Kun menyesal ! Perpisahannya selama dua bulan adalah perpisahan yang
bukan dipaksakan, tetapi selama adanya perpisahan itu, belum pernah ia memikirkan
keselamatan atau kehidupan Lian Seng Pek. Inilah kesalahan seorang isteri.
Betul, Sim Pek Kun tidak pernah melakukan sesuatu yang membelakangi Lian Seng Pek, tapi
hal itu sudah cukup membuat ia merasa bersalah. Mungkinkah ada seorang istri yang bisa
melukai suaminya yang tercinta "
Sebetulnya Sim Pek Kun menyesal karena tidak bisa membalas jasa-jasa Siauw Cap-it-long,
kini ia juga menyesal, karena ia tidak bisa mengimbangi kebaikan hati sang suami.
Bagaikan dua bilah pisau yang tajam, yang menusuk dari kanan dan kiri, menusuk ulu hati.
Sim Pek Kun tidak tahu, apa yang harus dilakukan olehnya.
Lian Seng Pek menatap istrinya itu tajam-tajam, ia juga termenung ditempat.
Inilah kejadian pertama kali, ia lihat sang istri menangis didepannya.
Lian Seng Pek tidak tahu, bagaimana ia bisa menghibur isteri itu. Karena ia tidak tahu,
dimana rasa sakit dan kesedihan Sim Pek Kun.
Samar-samar mulai terasa, ternyata hubungan suami isteri telah terdapat suatu gap yang
sangat dalam. Berapa lama kemudian, akhirnya Lian Seng Pek menghampiri isteri itu, menjulurkan tangan,
hendak mengusap dan membelai memberi kepuasan kepada istrinya.
Tiba-tiba, tangan Lian Seng Pek ditarik kembali, mematung dan berkata dengan suara yang
lembut : "Kau sudah letih. Kau membutuhkan waktu untuk istirahat. Apa yang hendak kau katakan,
besok sajalah. Kukira besok adalah hari yang cemerlang."
Sim Pek Kun menangis terus. Betul-betul ia sangat letih. Menangis terus menerus sehingga
lama, akhirnya ia tertelungkup, seolah-olah jatuh tidur.
Mungkinkah Sim Pek Kun bisa tidur di meja "
Mana mungkin " Tidak mungkin Sim Pek Kun bisa menjadi pulas.
Samar-samar ia bisa mendengar derap langkah kaki suaminya yang berjalan pergi, perlahanlahan
terdengar suara Lian Seng Pek yang membuka pintu, menutup kembali.
Cara-caranya Lian Seng Pek menghadapi seorang isteri yang sudah bepergian lama terlalu
halus, inilah yang membuat Sim Pek Kun merasa menjadi tidak enak.
Ia mengharapkan suatu jambakan rambut yang keras, suatu tamparan, atau cara-cara yang
sangat kasar. Tapi cara itu tidak dirasakan sama sekali.
Sim Pek Kun merasa kecewa, tapi bercampur dengan rasa syukur rasa berterima kasih kepada
sang suami. Seperti apa yang pernah dirasakan dahulu, Lian Seng Pek adalah seorang suami yang
bijaksana. Ia sangat lembut dan halus pikiran.
Sesudah menangis puas, Sim Pek Kun akhirnya berpikir :
"Apa yang harus disesalkan " Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Kini aku harus menghadapi
penghidupan baru."
Sim Pek Kun masih berhutang budi kepada dua orang, ia harus membalas jasa-jasa Siauw
Cap-it-long. Ia harus menyerahkan isi hatinya kepada Lian Seng Pek.
Didalam hati Sim Pek Kun berjanji, mulai saat itu, ia akan mengabdikan dirinya, baik menjadi
seorang isteri yang lemah gemulai, memberi kepuasan yang tidak terhingga.
Karena ada putusan yang seperti itu, hati Sim Pek Kun agak lega.
Mengikuti bayangan Lian Seng Pek........
Malam sangat gelap, tenang seperti permukaan air. Batu dingin, sangat dingin sekali.
Lian Seng Pek duduk diatas bangku yang dingin itu, terasa jaluran yang meresap tulang,
menyembur keatas dadanya. Mengekang dan hampir membekukan hatinya.
Tetapi didalam bekuan hati itu, masih ada api yang membara. Api itu adalah dendam kepada
Siauw Cap-it-long.
Dengan alasan apa Siauw Cap-it-long menolong isteriku " Bagaimana ia bisa bertemu dengan
Siauw Cap-it-long" Mengapa harus hidup bersama-sama dengan Siauw Cap-it-long" Apa
yang mereka kerjakan"
Dua bulan ia tidak pulang. Apa kerjanya selama dua bulan itu" Mengapa ia tiba dan kembali
pada hari ini "
Pertanyaan-pertanyaan ini seperti lidah ular yang berbisa menjulur dan menggeragoti hatinya.
Kalau saja Lian Seng Pek mempunyai hati yang polos, secara terus terang mengajukan
pertanyaan kepada sang isteri, mungkin keadaannya akan lebih baik. Tapi ia adalah seorang
jantan sejati, apa yang tidak mau dikatakan oleh orang lain, ia tidak membikin paksaan.
Tapi, apapun yang terjadi, tidak seharusnya sang isteri membekukan dan menutup cerita
selama perpisahan itu. Mengapa Sim Pek Kun tidak bercerita, apa yang tersembunyi dibalik
batu " Lian Seng Pek berusaha menekan gejolak hatinya, berusaha untuk mempercayai dan kesucian
sang isteri. Tapi Lian Seng Pek tidak berhasil menekan kekuasaan itu.
Dipermukaan wajahnya, seolah-olah Lian Seng Pek percaya dan yakin akan kesucian
isterinya. Tetapi didalam hati, tidak bisa hal itu terjadi.
Terbayang kembali wajah Sim Pek Kun, terbayang kembali wajah yang penuh misteri itu,
manakala ia menyebut nama Siauw Cap-it-long.
Baru pertama kali, Lian Seng Pek menaruh curiga, ia curiga bahwa hubungan suami isteri itu
sudah mulai retak.
Apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi" Mengapa ia tidak mau menyelami hati sang isteri "
Musim semi berlalu, daun berguguran. malam semakin gelap.
Tiba-tiba, Lian Seng Pek yang duduk diatas batu luar, bisa menyaksikan satu bayangan tampil
jelas, itulah bayangan Thio Bu Kek, To Siao Thian, Hay-leng-cu dan Lie Kang.
Keempat orang itu mengenakan pakaian ringkas, pakaian yang siap sedia untuk melakukan
pertempuran-pertempuran, diwaktu malam.
Lian Seng Pek bisa melihat adanya keempat bayangan, dan keempat orang itu juga
mendatangi kearah Lian Seng Pek. Adanya Lian Seng Pek yang duduk diatas batu seorang
diri membuat mereka ragu-ragu, memandangnya sebentar, dan hendak menguji keberanian
jago itu. Thio Bu Kek adalah orang yang berjalan di paling depan, ia memaksakan bertanya dan
tertawa : "Lian kongcu belum masuk tidur ?"
Biasanya, Thio Bu Kek memanggil Lian Seng Pek dengan panggilan Saudara, tiba-tiba saja ia
mengubah panggilan itu dengan sebutan kongcu, inilah suatu tanda bahwa ia mulai menaruh
sedikit gap perpisahan, maka lebih hati-hati.
Lian Seng Pek tertawa tawar, Ia berkata :
"Kalian juga belum tidur."
Tertawa Thio Bu Kek semakin dipaksakan, ia berkata :
"Kami.....kami mempunyai sedikit urusan. Hendak keluar sebentar."
Lian Seng Pek menganggukkan kepala. Ia berkata :
"Aku tahu."
Sepasang sinar mata Thio Bu Kek bercahaya, berkilat dan ia bertanya :
"Lian kongcu sudah tahu, apa yang hendak kami kerjakan?"
Lian Seng Pek tidak bisa menjawab pertanyaan itu, berpikir beberapa waktu, perlahan-lahan
ia menggelengkan kepala. "Belum tahu." katanya.
Thio Bu Kek tertawa ringan, ia berkata :
"Tepat! Ada beberapa bagian lebih baik Lian kongcu tidak tahu !"
Dan disaat ini, terdengar ringkikan ringkikan suara kuda. Ternyata orang itu hendak
melakukan perjalanan yang jauh, membikin persiapan penunggangan kuda.
Tiba-tiba Hay-leng-cu berkata :
"Lian kongcu apa tidak hendak turut bersama-sama kami ?"
Lian Seng Pek membeku, akhirnya ia berkata : "Ada beberapa urusan, lebih baik, tanpa
hadirnya diriku."
Maka keempat jago itupun meninggalkan Lian Seng Pek. Mereka adalah jago-jago kelas satu,
gerak geriknya cepat dan cekatan, tentu saja tidak menimbulkan banyak suara berisik.
Suara Hay-leng-cu, Thio Bu Kek, To Siao Thian dan Lie Kang tidak bersuara, tapi sesudah
mereka hendak menunggang kuda, binatang itu bisa menimbulkan suara ringkikan dan
ketoprakan, tidak bisa ditutupi.
Untuk menutupi suara ketoprakan kaki kuda, keempat orang itu menuntun masing-masing
tunggangannya sehingga jauh, baru mencongklangkan, dan dikaburkan keras.
Demikianlah, suara ketoprakan kaki kuda tidak begitu mengejutkan.
Urusan rahasia apakah yang membuat cara-cara orang itu menyembunyikan desiran suara "
Tentu urusan yang sangat penting dan tidak boleh diketahui orang.
Pikiran Lian Seng Pek sangat tajam. Ia tidak berkata, tapi hatinya bisa menduga.
Ia masih duduk diatas batu yang dingin, menenangkan gejolak hatinya. Beberapa saat lagi
dilewatkan, perlahan-lahan ia bangkit berdiri, dan perlahan-lahan pula mengayun langkahnya.
Lampu pelita kamar bagian timur masih belum dipadamkan, itulah suatu tanda disana
orangnya masih belum tidur.
Lian Seng Pek mengayun kaki, menghampiri kamar itu.
Pintu tidak terkunci, dengan mudah Lian Seng Pek melangkahkan kaki memasuki kamar
tersebut. Dalam kamar itu, Suto Tiong Peng sedang bercuci tangan. Dicuci lagi dan dicuci lagi,
mengulang terus kejadian itu sehingga beberapa kali. Mencucinya sangat berhati-hati,
sehingga lebih dari pada bersih. Seolah-olah kedua tangan itu dikotori oleh darah amis, darah
yang tidak bisa dicuci dengan air biasa.
Lian Seng Pek berdiri dibelakang Suto Tiong Pek. Memperhatikan Suto Tiong Pek mencuci
tangan itu. Tanpa menolehkan kepala kebelakang, Suto Tiong Peng bisa mengetahui, siapa orang yang
berada dibelakang dirinya. Tiba-tiba pula ia berkata :
"Sudah melihat mereka?"
"Ng ?" Lian Seng Pek mengeluarkan suara geraman.
"Tentunya bisa menduga," berkata Suto Tiong Peng. "Apa yang hendak mereka kerjakan?"
Kali ini, Lian Seng Pek tidak menyahut, menutup rapat mulutnya. Menolak memberikan
jawaban. Suto Tiong Peng menghela napas panjang, ia berkata:
"Pasti! Sudah pasti kau bisa menduga, apa yang mereka akan kerjakan. Betapa hebat ilmu
kepandaian Siauw Cap-it-long, betapa kuat Siauw Cap-it-long, mereka akan berusaha
membunuhnya. Kematian Siauw Cap-it-long adalah sesuatu yang menyenangkan, hidupnya
Siauw Cap-it-long adalah kerewelan bagi mereka. Karena itulah, mereka akan berusaha
menyingkirkan Siauw Cap-it-long dari bumi kita."
Lian Seng Pek tertawa nyengir, ia bertanya:
"Bagaimana kesan pendapatmu, kau juga mempunyai penilaian seperti mereka."
"Aku?"?"?" ?" Suto Tiong Peng tertawa tawar.
Lian Seng Pek berkata:
"Kalau bukan kau yang mengorek jejak Siauw Cap-it-long, mana mungkin mereka tahu,
dimana Siauw Cap-it-long berada?"
Tiba-tiba saja Suto Tiong Peng menghentikan tangannya, mengambil lap untuk mengeringkan
air ditangan itu menggosok-gosoknya perlahan dan berkata:
"Tapi tidak kuucapkan sesuatu kepada mereka."
Lian Seng Pek berkata:
"Tentu saja tidak perlu menggunakan mulutmu, karena disaat kau mengorek keterangan,
sengaja menahan Lie Kang. Itu sudah cukup, kau tahu, dendam besar Lie Kang kepada Siauw
Cap-it-long."
Suto Tiong Peng berkata:
"Tapi aku tidak menyertai mereka."
Lian Seng Pek berkata:
"Tentu saja, sebagai pemimpin dari tujuh puluh dua perusahaan piauw-kiok, kau harus
Anak Berandalan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhati-hati."
"Membunuh Siauw Cap-it-long adalah sesuatu yang bisa mendapatkan nama. Menyingkirkan
manusia jahat dari rimba persilatan Mengapa harus takut?"
Lian Seng Pek berkata: "Kukira kau tidak mau dicela oleh Sim Pek Kun. Mungkin juga takut
menjadi tertawaan orang, kalau betul Siauw Cap-it-long terfitnah. Apa yang bisa kau
pertanggung-jawabkan?"
Baru sekarang Suto Tiong Peng menolehkan kepala kebelakang, kini berpandang-pandangan
bersama Lian Seng Pek. Menatapnya tajam-tajam dan berkata:
"Bagaimana dengan pikiranmu?"
"Aku" ?" Lian Seng Pek tidak menjawab pertanyaan itu.
Suto Tiong Peng berkata:
"Kau tahu bahwa aku sengaja meminta keterangan Siauw Cap-it-long, kau tahu apa yang akan
mereka kerjakan, kau sudah tahu, maksud tujuan kami. Tapi kau tidak mencegahnya, kau
tidak memberi tahu dan memberi peringatan kepada isterimu. Apa alasannya?"
Lian Seng Pek diam, tidak bicara.
Suto Tiong Peng tertawa, dengan rasa puas dan bangga ia berkata:
"Kau tidak turut serta dalam gerakan mereka, karena kau tahu, bahwa Siauw Cap-it-long itu
sudah berada didalam keadaan mabuk, pasti mereka berhasil, pasti mereka bisa
menyingkirkan Siauw Cap-it-long, karena ini, kau tidak mau mengotori tanganmu sendiri.
Sebetulnya, kau juga salah seorang yang mempunyai pikiran untuk menghancurkan Siauw
Cap-it-long. Seharusnya pikiranmu ini lebih kuat, dan lebih hebat dari pada apa yang kita
pikirkan ?"
Berkata sampai disini mata Suto Tiong Peng terbelalak, menutup mulutnya. Memperlihatkan
sikapnya yang tegang.
Tentu ada sesuatu yang terjadi, Lian Seng Pek membalikkan kepala menoleh kebelakang.
"Aaaa ?" Entah kapan kedatangannya, Sim Pek Kun sudah berdiri dipintu.
Lian Seng Pek dan Suto Tiong Peng menghentikan percakapan mereka. Karena hadirnya Sim
Pek Kun ditempat itu.
Sim Pek Kun berdiri dengan air mata bercucuran, ia bisa mengikuti percakapan dari sang
suami dan Suto Tiong Peng. Ternyata mereka adalah komplotan yang hendak menyingkirkan
Siauw Cap-it-long dari permukaan bumi. Hatinya sangat bersedih.
Untuk mengatasi kesulitan ini, Lian Seng Pek menghela napas perlahan, dengan suara yang
merdu, semerdu mungkin, suara yang semesra mungkin, ia berkata:
"Sudah waktunya kau tidur ?"
Lian Seng Pek mendekati sang isteri, dengan maksud membimbing dan mengantarkan Sim
Pek Kun pergi tidur.
Tapi gerakan Sim Pek Kun mengimbangi langkah-langkah sang suami, ia mundur. Bila Lian
Seng Pek maju dua tapak, ia mundur pula dua tapak. Ia mempertahankan jarak pemisah
mereka. Lian Seng Pek masih mencoba memberi hiburan, ia berkata dengan suara yang sangat merdu:
"Angin malam sangat jahat, kalau kau mau jalan2, seharusnya menggunakan pakaian yang
lebih tebal."
Lian Seng Pek mendekati isteri itu lagi.
Tiba-tiba Sim Pek Kun mengeluarkan jerit lengkingannya yang panjang:
"Jangan dekati aku!"
Lian Seng Pek menghentikan langkahnya.
Sim Pek Kun masih mengucurkan air mata, ia mengertak gigi, hatinya seperti ditusuk beriburibu
pisau, dengan suara sember ia berkata:
"Baru saat ini aku betul2 bisa menyelami hati kalian, hati para pendekar, para jago gagah
perkasa yang begitu jahat ?"
Tanpa mengucapkan suara lagi, Sim Pek Kun membalikkan badan, menerjang keluar. Ia
berlari meninggalkan Lian Seng Pek yang termangu-mangu.
Kini Sim Pek Kun mengetahui, bahaya apa yang sedang mengancam Siauw Cap-it-long.
Melupakan hawa udara yang sangat dingin, ia berlari cepat.
Bayangan Sim Pek Kun berlari menyusul angin.
Dan angin itupun lewat lalu.
Menyusul angin yang lalu, kita tinggalkan gerakan Sim Pek Kun. Dan kembali menceritakan
keadaan Siauw Cap-it-long.
Siauw Cap-it-long betul-betul sudah berada didalam keadaan mabuk. Seorang yang
mendapatkan dirinya berada dalam keadaan mabuk, maka lenyaplah semua sengsara-sengsara
kehidupan, ia tidak sakit, tidak bergembira, melupakan godaan sang dunia.
Seorang yang sudah berada dalam keadaan mabuk, tidak tahu apa yang harus dikatakan
olehnya. Juga tidak tahu, apa yang akan dilakukan olehnya.
Tapi seorang yang mabuk bisa melakukan sesuatu hal yang belum pernah dilakukan pada
masa segarnya. Siauw Cap-it-long bermabuk-mabukan, karena ditinggalkan oleh Sim Pek Kun. Urusan Sim
Pek Kun menyusahkan Siauw Cap-it-long. Belum pernah ia mendapatkan urusan perkara
yang sesulit ini. Belum pernah ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan oleh Siauw Cap-itlong.
Kecuali hubungannya dengan Sim Pek Kun.
Tiba-tiba saja Siauw Cap-it-long terjengkit, ia menuju kearah ruang meja pemilik rumah
makan, ditariknya leher baju orang itu dan membentak:
"Keluarkan!"
Si pemilik rumah makan hendak berontak tapi tidak berhasil, wajahnya menjadi pucat-pasi,
mengkerutkan alisnya ia bertanya:
"Apa yang harus diserahkan?"
Siauw Cap-it-long berkata:
"Tusuk konde kumala itu, tusuk konde kumala ?"
Seseorang akan lebih takut, menghadapi orang yang berada dalam keadaan mabuk. Demikian
pula pemilik rumah makan itu, ia menjadi begitu takutnya, tubuhnya dirasakan menjadi lemas.
Siauw Cap-it-long menarik kembali tusuk konde yang menjadi hak milik Sim Pek Kun,
melepaskan pegangannya, meninggalkan meja si pemilik rumah penginapan.
Baru saja berjalan beberapa langkah, kakinya dirasakan teklok, ketepruk, gedubrak " tubuh
Siauw Cap-it-long duduk jatuh ngusruk, dengan tangan masih memegangi tusuk konde.
Siauw Cap-it-long tidak berusaha bangun, ia duduk dilantai, mengacungkan tusuk konde,
menatapnya, seperti hendak meneliti atau mengilmiah sesuatu yang luar biasa.
Apa yang hendak diteliti dari tusuk konde itu"
Disana terbayang wajah Sim Pek Kun. Wajah itu semakin lama semakin membesar, wajah
dari wanita yang mendapat gelar ratu dunia persilatan.
Gerak-gerik Sim Pek Kun, wajah Sim Pek Kun, pandangan mata Sim Pek Kun, mulutnya
yang membentak marah, dan terakhir senyum Sim Pek Kun yang riang.
Mengapa ia tidak bisa melupakan wajah wanita itu"
Pemilik rumah makan bisa menduga, apa yang menjadikan mabuknya Siauw Cap-it-long. Ia
berpikir: "Pasangan tadi adalah pasangan yang setimpal, mengapa mereka harus berpisahan?"
Akhirnya Siauw Cap-it-long menelungkupkan diri ditanah, ia menangis seperti seorang anak
kecil. Hati si pemilik rumah penginapan juga turut bersedih, ia berpikir lagi.
"Apa rasanya nona tadi, kalau ia menyaksikan kejadian yang seperti ini?"
Pemilik rumah makan itu bersyukur kepada dirinya, bersyukur, karena ia belum mengalami
patah hati. Siauw Cap-it-long masih tengkurap ditanah, ia masih menangis, menangis dalam keadaan
yang mabok. Tiba2, rumah makan itu didatangi oleh beberapa orang, suara derap kaki kuda berhenti
didepan pintu, dan sesudah itu masuk tiga bayangan, dor, dor, dor, dor, tiga bayangan itu
menendangkan kakinya kepintu, membuat benturan yang hebat.
Tiga orang mengurung Siauw Cap-it-long yang tengkurap ditanah. Seorang berdiri dipintu.
Dengan pedang yang mengeluarkan cahaya hijau kemilauan wajahnya lebih hijau lagi, sangat
dingin. Inilah jago Lam-hay nomor satu Hay-leng-cu.
Dikiri dan kanan Siauw Cap-it-long masing-masing berdiri Thio Bu Kek dan To Siau Thian.
Ketiga jago kelas satu itu mengurung Siauw Cap-it-long.
Prasangka Siauw Cap-it-long sudah menjadi kebal. Kini ia duduk ditanah, dengan tangan
kanan mengacungkan tusuk konde. Ditatapnya lagi benda tersebut, mulutnya bergumam
perlahan: "Sim Pek Kun " Sim Pek Kun ?"
Betul-betul Siauw Cap-it-long sudah berada didalam keadaan mabok.
PERTEMPURAN GILA DIDALAM RUMAH MAKAN
THIO BU KEK memancarkan sinar mata yang tajam, ia menganggukkkan kepala dan berkata
perlahan: "Tidak sangka, jago berandalan Siauw Cap-it-long berani mengganggu istri orang lain."
Lain bayangan lagi muncul, inilah bayangan Lie Kang. Dengan dingin Lie Kang berkata:
"Pantas saja Sim Pek Kun membela dirinya. Ternyata ?"
Tiba2 mata Siauw Cap-it-long diangkat, memandang kearah Lie Kang, disebutnya nama Sim
Pek Kun dari mulut orang lain adalah satu pantangan, inilah yang bisa menutup perasaannya.
Sepasang sinar mata Siauw Cap-it-long diarahkan kepada Lie Kang, memancarkan cahaya
penuh hawa pembunuhan.
Lie Kang mengundurkan tubuhnya, ia menjadi gemetaran.
Sebetulnya, Siauw Cap-it-long tidak bisa melihat dan tidak bisa membedakan, apa yang
berdiri didepannya, siapa-siapa orang yang mengurungnya itu. Tapi sepasang mata itu masih
menjulurkan keganasan.
Tidak terasa Lie Kang mundur kebelakang.
Tiba2 terdengar suara bentakan Hay-leng-cu:
"Sergap! Jangan biarkan ia sadarkan diri."
Mendahului komando itu, Hay-leng-cu mengayun pedang, secepat pedang berkilat, ujung
diarahkan kearah tenggorokan Siauw Cap-it-long. Mungkin saja kalau Siauw Cap-it-long
tidak mengetahui datangnya serangan ini. Tapi konsentrasi ilmu silatnya selama dua puluh
tahun, belum pernah membuat Siauw Cap-it-long mengalami kegagalan, daya tangkapnya
masih hebat, sukmanya adalah sukma seorang jago silat, begitu tangan terayun, ia mementil
pergi pedang yang ditujukan kearahnya.
"Ting ?" Dengan tusuk konde mas yang berada ditangan, Siauw Cap-it-long menangkis
serangan Hay-leng-cu.
Inilah kejadian yang berada diluar dugaan, seorang jago silat ternama dari daerah Lam-hay,
serangan padanya bisa digagalkan oleh sentilan tusuk konde yang begitu kecil.
Sentakan itu sangat keras, hampir Hay-leng-cu melepaskan pegangan pedangnya.
Wajah Thio Bu Kek berubah. Sedari ia mendapatkan kedudukannya sebagai ketua partai Sianthianbu-tek, ilmu kepandaiannya telah mengalami kemajuan yang hebat. Ia sangat congkak
dan sombong, kemana saja ia pergi, belum pernah ia membawa senjata tajam, belum pernah ia
menggunakan senjata melawan orang, hari ini terkecuali, kekuatan Siauw Cap-it-long telah
mengejutkan dirinya, pedang lemas yang terikat dipinggang diloloskan, miring-miring
mengacam kearah Siauw Cap-it-long. Memberi ancaman yang hebat.
Ilmu kepandaian Thio Bu Kek mengutamakan ketenangan yang menguasai gerakan,
ketenangan yang menekan kesusahan. Dengan kecepatan mengalahkan kelambatan.
Serangan pedang lemas Thio Bu Kek, meluncur kearah Siauw Cap-it-long.
Disaat ini terdengar satu suara lain, "tring ?" sebuah cangklong panjang telah mendahului
gerakan pedang lemas Thio Bu Kek, meluncur kearah kaki Siauw Cap-it-long. Inilah serangan
senjata cangklong To Siao Thian.
Biasanya, To Siao Thian melakukan sesuatu dengan ayal-ayalan, tampaknya seperti orang
tolol, tapi, begitu cangklong bergerak, cepat, tepat dan gesit.
Thio Bu Kek membawakan sikapnya yang agung, ia tidak segera mengambil alih posisi itu,
melihat adanya To Siao Thian yang bergerak lebih cepat, ia menyentak sedikit tangannya, dari
sana pedang lemas itu miring kebelakang mengancam jalan pembuluh darah dipundak
belakang Siauw Cap-it-long. Kalau saja serangan ini berhasil, huh! Hem " pasti terjadi
pengorbanan, darah Siauw Cap-it-long bisa mancur tersembur jauh. Tidak mungkin bisa
ditolong lagi. Thio Bu Kek dan To Siao Thian sudah mulai bergerak. Hay-leng-cu membenarkan napasnya
yang sengal2, mengayun pedang limbung juga.
Permainan pedang Hay-leng-cu adalah pedang yang terganas, kalau saja ia tidak bergerak,
masih tidak melihat keistimewaan itu. Kegesitannya tanpa tandingan, kini menuju kearah
leher Siauw Cap-it-long.
Sedari adanya nama Siauw Cap-it-long, belum pernah ada seorang jago silat yang bisa
mengalahkan, karena itu Siauw Cap-it-long sudah menjadi tokoh silat yang digembargemborkan
orang. Siapa saja yang bisa mengalahkan Siauw Cap-it-long, namanya cepat
meningkat. Apalagi bisa membunuh Siauw Cap-it-long, inilah suatu kejadian yang berada
diluar dugaan, pasti bisa menduduki urutan tertinggi.
Karena itulah, To Siao Thian, Thio Bu Kek dan Hay-leng-cu memperebutkan kedudukan,
mereka masing-masing hendak memdahului kawannya menebas putus batang leher Siauw
Cap-it-long. Tentu saja, mereka berani melakukan hal ini, melihat keadaan Siauw Cap-it-long yang berada
didalam keadaan pemabukan.
Ting " Terdengar lagi suara pentilan, maka disana terjadi lelatu api, ilmu pedang Hay-leng-cu
menampar pedang Thio Bu Kek.
Tubuh Siauw Cap-it-long molos keluar dari serangan kedua pedang tersebut.
Terjadinya benturan pedang diantara kawan-kawan sendiri membuat Hay-leng-cu dan Thio
Bu Kek merasa malu, karena itu pedang digentak kelain arah, tetap mengincar Siauw Cap-itlong.
Bang " Tiba-tiba saja tubuh Siauw Cap-it-long mumbul terbang, bek, jatuh diatas meja si pemilik
rumah makan, dari hidungnya, dan mulutnya mengeluarkan darah.
Ternyata Siauw Cap-it-long tidak melihat turut hadirnya Lie Kang ditempat itu, secara diamdiam
dan teratur, Lie Kang mengirim satu pukulan, dengan tepat mengenai Siauw Cap-itlong,
dan melukai Siauw Cap-it-long.
Thio Bu Kek, Hay-leng-cu dan To Siao Thian, memperebutkan pahala, tidak urung mereka
mengalami kegagalan. Jasa besar jatuh kedalam tangan Lie Kang. Pasti nama Lie Kang yang
dipuji-puji orang. Akan tersebar luaslah suatu berita, kenyataan bahwa seorang jago silat yang
bernama Lie Kang berhasil mengalahkan Siauw Cap-it-long.
Wajah Hay-leng-cu ditekuk masam, ia berkata dingin:
"Saudara Lie Kang, tiga puluh enam jurus pukulan batu remuk memang hebat. Lain kali,
kalau ada kesempatan, aku hendak meminta sedikit pelajaran."
Pada wajah Lie Kang yang geram tidak pernah nampak senyuman, ia juga berkata menantang:
"Kalau ada kesempatan, pasti kulaksanakan kemauanmu itu."
Disaat ini, lagi-lagi terdengar satu suara ting "
Itu waktu, cangklong To Siao Thian telah mengincar cepat, menuju kearah jalan darah Pekhuihiat dikepala Siauw Cap-it-long.
Mana tahu, pedang Thio Bu Kek sudah nyelonong masuk. Entah disengaja, atau entah tidak
disengaja, pinggir pedang itu menggesek pipa cangklong To Siao Thian. Maka serangan To
Siao Thian digagalkan. Mencong kesamping.
Tapi pipa cangklong To Siao Thian yang terbuat dari baja murni mempunyai bobot berat yang
luar biasa, karena itu, ia juga berhasil menendang pergi pedang Thio Bu Kek.
Kedua orang itu saling pandang, menyengir dan tertawa kecut.
Lie Kang berteriak, ia hendak memproklamasikan kemenangannya, karena itu berkata:
"Hentikan gerakan semua orang! Orang ini sudah terkena pukulanku. Tanpa kalian bantu, ia
akan jatuh ngeloso."
Dia menuntut jasa!
To Siao Thian berkata:
"Menurut cerita orang, untuk membuktikan hidup matinya sang korban, kita harus memotes
batok kepalanya, memisahkan diri otak pikiran itu dari tempatnya semula."
Thio Bu Kek juga menimpali, ia berkata:
"Betul. Kita harus membuktikan kebenaran ini."
Lie Kang tertawa dingin dan berkata:
"Sangat mudah sekali, didalam keadaan jang seperti ini, anak kecil yang berumur tujuh
tahunpun bisa menabas batang lehernya."
Hay-leng-cu turut berkata:
"Kukira belum tentu."
Lie Kang mendelikkan mata dan membentak:
"Mengapa belum tentu?"
Matanya teralih dan memandang Siauw Cap-it-long, tiba-tiba saja wajahnya berubah pucatpasi,
seperti sudah tidak berdarah.
Disaat ini, Siauw Cap-it-long juga memandang kearah mereka, dengan tertawanya yang
menantang. Siauw Cap-it-long merentangkan kedua matanya, kedua mata itu bercahaya dan menyorot
tajam, seolah-olah hendak menembus hati semua orang. Walau dalam keadaan hampir tidak
sadarkan diri, kewibawaab Siauw Cap-it-long belum pernah luntur.
Seseorang yang sudah hampir mati tidak mungkin bisa memiliki sepasang mata yang
bercahaya tajam itu. Tidak mungkin bisa melowekan bibirnya tertawa kepada mereka.
Siauw Cap-it-long belum mati.
Thio Bu Kek mendapat satu akal, ia menghadapi Siauw Cap-it-long dan berkata:
"Eit, kawan, kau sudah terkena pukulan batu remuk dari saudara Lie Kang. Seharusnya
mengatupkan sepasang matamu. Tinggalkanlah jiwa-ragamu menuju kedunia akherat.
Mengapa masih mempelototkan mata seperti itu" Mengapa tertawa menyengir seperti itu"
Tiba-tiba saja Siauw Cap-it-long tertawa berkakakan, karena ia tertawa, menarik peredaran
jalan darah dada, didadanya itu menjadi sengal2 napasnya dirasakan menjadi sesak.
Belum pernah pukulan batu remuk Lie Kang mengalami kegagalan, kecuali hari ini, wajahnya
menjadi matang biru, marah dan malu. Segera ia membentak:
"Apa yang kau tertaawakan?"
Siauw Cap-it-long masih tertawa, ia bertanya:
"Begitu hebatkah ilmu pukulan batu remuk" Apa betul sehebat yang dikatakan oleh
kawanmu?" Tanpa menunggu jawaban Lie Kang, tiba-tiba Siauw Cap-it-long bangun berdiri. Menepuk
dada dan berkata:
"Ini dadaku! Mana dadamu" Hayo! Pukul lagi disini, hendak kulihat, sampai dimana
kehebatan batu remuk?"
Sepasang mata Lie Kang dipelototkan lebar-lebar, wajahnya jadi matang biru, sepatah demi
Anak Berandalan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepatah ia berkata:
"Inilah permintaanmu! Jangan salahkan aku, ya?"
Pundaknya tidak bergerak, pinggangnya tidak diturunkan, kakinya digusur maju kedepan,
dengan ujung telapak tangan, begitu dekat sekali, sehingga berjarak yang tidak mungkin
dielakan, baru diselonongkan kedepan, memukul dada Siauw Cap-it-long.
Inilah ilmu pukulan Bintang Kecil!
Siauw Cap-it-long tidak mengelakkan. Dan memang juga ia tidak mungkin bisa mengelakkan
pukulan bintang kecil.
Bung " Terdengar satu pukulan keras, seolah-olah membentur tumpukan rumput. Pukulan Lie Kang
mengenai sasaran.
Kali ini tidak seperti tadi, kalau tadi Lie Kang bisa menghajar jungkir-balik Siauw Cap-itlong,
kini ia mengalami kegagalan, Siauw Cap-it-long terpantek kuat ditempat posisi
kedudukan semula, bergoyangpun tidak, bergeserpun tidak, seperti patung, kokoh kekar yang
tertancap ditempat itu.
Wajah Lie Kang menjadi pucat-pias, ia tidak bisa mengeluarkan suara. Ilmu pukulannya yang
bernama pukulan batu remuk telah hampir mencapai taraf tertinggi, tanpa tandingan. Intan
berlian yang dihajar oleh pukulan ini mungkin bisa hancur berantakan. Apalagi batu biasa,
pasti batu itu bisa menjadi remuk. Karena itulah mendapat nama pukulan batu remuk.
Jang mengherankan dirinya, ia bisa meremukkan batu, tetapi tidak bisa meremukkan dada
Siauw Cap-it-long.
Lebih dari pada itu, kekuatan timbal-balik Siauw Cap-it-long yang menendang kembali membuat Lie Kang
merasakan telapaknya hampir pecah.
Thio Bu Kek dan Hay Leng Cu saling pandang, mereka girang atas hasil yang seperti itu,
maka nama Lie Kang yang akan digembar-gemborkan karena sudah berhasil memukul Siauw
Cap-it-long harus diseret kembali, dihapus dari papan yang sudah tersedia.
Di sinilah letak keajaiban, mereka datang bersama-sama, sesudah sang kawan mengalami
kegagalan, bukannya bersedih atau membantu malah bergirang hati.
Tampak Siauw Cap-it-long masih cengar-cengir, beberapa saat kemudian, baru jago
berandalan itu membuka mulut:
"Ilmu seperti inikah yang diberi nama pukulan Batu Remuk?"
"Huh!" Lie kang mengeluarkan suara gerengan.
Siauw Cap-it-long tertawa lagi, ia berkata:
"Menurut hematku, ilmu tadi bukan ilmu pukulan Batu Remuk. Tapi lain ilmu pukulan yang
jauh berbeda dengan ilmu pukulan Batu Remuk."
"Apakah namanya dari ilmu yang bertentangan dari ilmu pukukan batu remuk itu?" tiba-tiba
Thio Bu Kek berkata, dia melirik ke arah Lie Kang.
Mata Siauw Cap-it-long berpencar ke tiga penjuru, ia tertawa sebentar, baru berkata:
"Ilmu ini aku juga bisa menggunakannya, mari! biar kulatih kepada kalian."
Siauw Cap-it-long meraihkan tangannya ke atas piring, piring itu masih terpancang di meja, di
sana terdapat sayur tahu dan tempe. Meraup isi di piring, dikeremusnya perlahan-lahan. Dan
begitu Siauw Cap-it-long membuka tangan, tahu dan tempe itu menjadi bubuk, hancur
berterbangan, sesudah mana, ia berkata:
"Aku juga bisa mempermainkan ilmu pukulan yang seperti ini, namanya adalah ilmu Tahu
Tempe Remuk"
Thio Bu Kek, Hay-leng-cu dan To Siao Thian memuji kehebatan ilmu kepandaian Siauw
Cap-it-long. Mereka lebih memuji mulut Siauw Cap-it-long yang pandai berkelakar.
"Hua,ha....." tiba-tiba Hay-leng-cu tertawa besar.
Di dalam keadaan yang seperti itu, tidak seharusnya Hay-leng-cu mengeluarkan suara tertawa.
Ini akan mengakibatkan ganjelan hati Lie Kang.
Melihat ada yang tertawa, Siauw Cap-it-long juga tertawa. Tertawa hingga sakit pinggang
Pinggangnya Siauw Cap-it-long yang sakit bukan karena tertawa, itulah terkena pukulanpukulan
dari musuhnya. Selama dua puluh tahun terakhir, korban-korban kematian yang gugur di bawah pukulan Batu
Remuk Lie Kang tidaklah sedikit. Siauw Cap-it-long sudah menerima dua kali pukulan itu,
luka di dalampun sangat berat. Di dalam keadaan masih mabuk, tidak tahu menahu akan
kehebatan itu, kalau ia sadar dan cepat-cepat memutarkan peredaran jalan darahnya
membenarkan letak tempat isi dalam yang luka, mungkin bisa mengakibatkan hal lain, tapi
Siauw Cap-it-long tidak melakukan hal itu, ia memamerkan ilmu pukulan "Tahu Tempe
Remuk", sesudah itu, tertawa berkakakan, maka menggeser keadaan luka-lukanya, ia
menekuk pinggang.
Air kata-kata punya bisa, arak punya jahat, seseorang yang sudah jatuh mabok, menganggap
dirinya sebagai seorang maha kuasa, maha bisa.
Itulah cara-cara Siauw Cap-it-long untuk menghadapi musuh-musuhnya.
Di dalam keadaan sadar, tidak mungkin Siauw Cap-it-long mau menerima pukulan Batu
Remuk itu. Tapi lain dahulu, lain sekarang. Dalam keadaan setengah mabuk, Siauw Cap-itlong
sudah menerima pukulan Batu Remuk.
To Siao Thian juga tertawa. Tapi setiap gerak-gerik Siauw Cap-it-long tidak lepas dari
penilaiannya. Sebagai seorang jago yang kawakan, ia mempunyai sinar mata yang lebih hebat,
To Siao Thian memiliki umur yang lebih tua dua puluhan tahun dari orang-orang di tempat
itu. Selisih umur dua puluhan tahun itu cukup membawa pengalaman yang banyak, asam dan
garam yang ditelan lebih banyak dari nasi yang dimakan oleh anak muda. Demikian ia sering
memuja diri sendiri. Kini ia menilai ilmu kepandaian Siauw Cap-it-long, menilai luka-luka
yang sudah diderita oleh Siauw Cap-it-long.
"Oh...." berkata To Siao Thian, "Ilmu yang seperti itu" aku juga bisa."
Siauw Cap-it-long tertawa, ia berkata.
"Kau juga hendak menjajal?"
To Siao Thian menganggukkan kepala dan berkata.
"Itulah maksudku."
Secepat itu pula, ia mendorong pipa cangklongnya. Sangat cepat, sangat tajam, menjurus ke
tiga jalan darah Siauw Cap-it-long. Jalan darah jalan darah yang diincar adalah jalan darah
Hian-kie, Ju-hian dan Kiang-tay.
To Siao Thian adalah jago totokan yang hebat, dengan tiga ancaman tadi, ia hendak
menjerumuskan Siauw Cap-it-long ke dalam lembah kehancuran.
Tubuh Siauw Cap-it-long tidak bergerak, matanya tidak berkesiap. Tangan kanannya seperti
menangkap ular, dijulurkan dan ditarik kembali. Entah dengan cara bagaimana, ia berhasil
merebut pipa cangklong To Siao Thian.
Wajah To Siao Thian menjadi pucat, ia juga menderita kekalahan.
Siauw Cap-it-long tertawa, ia berkata:
"Aku hanya senang minum arak. Tapi tidak suka menyedot candu, yang ini tiada guna
untukku." Kedua tangannya ditekukkan, ia hendak mematahkan pipa cangklong To Siao Thian. Tapi
tidak berhasil, tenaga Siauw Cap-it-long masih tenaga Siauw Cap-it-long, cara-cara tidak bisa
disamakan dalam keadaan ia sadar, mungkin juga, bahan yang terbuat dari pipa cangklong To
Siao Thian itu memang hebat, ulet dan kuat, cara-cara Siauw Cap-it-long mematahkan si pipa
cangklong tidak benar, tidak patah.
Suatu waktu Siauw Cap-it-long mengempos tenaga, huk! Ia melempar pipa cangklong
tersebut, tertancap di tembok dan di dalam keadaan yang sama, dari mulut Siauw Cap-it-long
menyembur darah hidup semua terarah ke muka To Siao Thian.
To Siao Thian sedang berada di dalam keadaan kesima, percikan-percikan darah itu tidak
berhasil dielakkan. Dan di saat ini, secepat itu pula, ia maju menubruk, dengan cepatnya
menyerang dada Siauw Cap-it-long.
Duk..... Siauw Cap-it-long tidak berdaya mengelakkan benturan itu, tubuhnya terpental jatuh.
Di saat yang sama, Thio Bu Kek sudah meluncur ke depan.
Jiwa Siauw Cap-it-long terancam maut!
Bagaimana Siauw Cap-it-long mengelakkan serangan-serangan ke empat musuhnya"
Untuk sementara kita tangguhkan dahulu. Mari kita putar balik cerita, mengikuti perjalanan
Sim Pek Kun. Secara tidak disengaja, Sim Pek Kun berhasil membongkar rahasia suaminya. Ternyata Lian
Seng Pek mempunyai hati yang lebih kejam dari seorang berandalan. Hati yang lebih jahat
dari seorang maling.
Biar bagaimana, ia harus cepat-cepat menolong Siauw Cap-it-long.
Tubuh Sim Pek Kun melejit, lari keluar, ia tidak menemukan kuda tunggangan, karena itu ia
harus lari terus.
Berlari dan berlari, napas si nyonya jadi sengal-sengal, apapun yang terjadi, tetap ia berlari.
Demi keselamatan Siauw Cap-it-long.
Tidak mungkin! Tidak mungkin bisa terjadi, kalau Siauw Cap-it-long mati, itulah
kesalahannya, kesalahan mulut yang memberitahu di mana letak tempat Siauw Cap-it-long
berada. Hanya ini pikiran Sim Pek Kun, tidak ada pikiran lain, tidak ada pikiran kedua.
Malam sunyi dan senyap, Sim Pek Kun mengincar arah tujuannya meluncur dengan
kecepatan penuh. Meluncur dengan semua kekuatan yang ada.
Kalau ada rumah, dilewatinya rumah itu. Kalau ada sawah, diinjaknya sawah itu. Tidak
perduli rumah siapa, hancur atau rusak, urusan belakangan. Ia harus cepat-cepat mencapai
Siauw Cap-it-long.
Inilah satu kejadian yang belum pernah terjadi selama sejarah hidup si Ratu Rimba Persilatan.
Apapun yang terjadi, ia harus cepat memberi pertolongan kepada Siauw Cap-it-long.
Terjadi lomba adu lari, di satu pihak adalah Sim Pek Kun yang mengejar ke tempat rumah
makan di mana Siauw Cap-it-long berada, di lain pihak adalah rombongan To Siao Thian dkk
yang hendak merenggut jiwa Siauw Cap-it-long.
Siauw Cap-it-long terkena sikutan To Siao Thian, ia terjungkir dan menyudut di pojok
tembok, napasnya sengal-sengal, mempertahankan kehidupan jiwa.
Matanya masih bisa dibuka, tapi sangat berat, seolah-olah sudah dibanduli oleh kekuatan
maut. Karena pukulan-pukulan yang sudah dijatuhkan kepada dirinya, rasa kantuk dan maboknya
terusir pergi. Berada di dalam keadaan mabok, Siauw Cap-it-long tidak merasa rasa sakit pukulan-pukulan
itu, kini ia sudah sadar, seluruh tubuhnya sudah ngeresek, seperti mau hancur berantakan.
Dagingnya seperti diiris-iris, keringat dingin mengucur saling sambut.
To Siao Thian tertawa berkakakan, ia berkata:
"Nah! Inilah waktulah, seorang laki-laki yang berumur tujuh tahunpun bisa memenggal
batang lehernya. Inilah jasaku."
To Siao Thian gila jasa.
Thio Bu Kek tertawa perlahan, ia berkata: "Kalau begitu, serahkan kepadaku, biar aku yang
memotes batok kepalanya" Thio Bu Kek menghampiri Siauw Cap It-long yang sudah tidak
berdaya. "Tunggu dulu!" terdengar bentakan To Siao Thian. Thio Bu kek menghentikan langkahnya,
menoleh kepada sang kawan dan bertanya: "Apalagi yang harus ditunggu?"
To Siao Thian berkata: "Aku yang berhasil menjatuhkannya. Kukira lebih baik tanganku yang
mencopot batok kepala Siauw Cap-it-long. Tidak perlu menyusahkan kalian."
Thio Bu Kek tertawa berkakan, ia berkata: "Tidak kusangka, akhir-kahir ini saudara To Siao
Thian juga bisa menggunakan pedang?"
To Siao Thian tertegun, ia bertanya dengan suara dingin: "Aku sudah tua. Tidak perlu melatih
ilmu pedang. Masih beruntung, kalau pipa cangklongku itu masih berada disini".
Thio Bu Kek berkata: "Luka yang menjatuhkan orang ini adalah luka terkena serangan
pedang. Semua orang bisa menjadi saksi, bukan terkena pipa cangklong. Kukira jasa saudara
To Siao Thian harus ditarik pulang" "Kalau bukan karena sikutanku tadi, mana mungkin ia
bisa kau jinakkan?" berkata To Siao Thian.
Sekarang giliran Lie Kang yang tampil kedepan, ia berkata dengan suara keras: "Kalau bukan
karena pukulan batu remuk tadi, mana mungkin ia terkena sikutan?"
Thio Bu Kek berkata: "Kalau bukan luka bekas tusukan pedang, mana mungkin pukulan batu
remuk bisa mengenainya" Mana mungkin sikutan tangan yang biasa memegang pipa
cangklong bisa melukainya?"
"Ha, ha, ha ". " Hay-leng-cu tertawa. " Orang tergeletak di sana. Tentu saja kalian mudah
melukainya." Lie Kang menoleh ke arah Hay-leng-cu dan membentak: "Dengan hak apa kau
turut bicara?"
Hay-leng-cu berkata: "Dengan hak keadilan dan kebenaran, aku tidak menggunakan waktu di
saat orang lengah, mengakalinya dengan cara licik."
Mendengar perdebatan keempat orang itu, pikiran Siauw Cap "it-long menjadi jernih sedikit.
Ia mengeluhkan napas panjang dan mulai menggumam: "Oh. Tak kukira batok kepalaku ini
sangat berharga sekali. Mengapa banyak orang hendak memperebutkan batok kepala" Seperti
anjing yang memperebutkan tulang saja?"
To Siao Thian, Lie Kang, Hay-leng-cu dan Thio Bu Kek saling pandang. Wajah mereka
menjadi pucat, Siauw Cap-it-long memandang keempat orang itu dan berkata: "Aduh!
Kepalaku memang sangat pening. Siapa yang bisa membantu membacok. Inilah
permintaanku. Hayo! Maju! Siapa diantara kalian berempat yang mempunyai nyali datanglah
ke depan. Ambillah batok kepalaku!"
Di antara mereka jarak Siauw-cap-it-long dengan To Siao Thian adalah yang terdekat, si jago
berandalan memandang To Siao Thian dan berkata: "Hayo, kini kau bisa membacok putus
kepalaku! Mangapa tidak kau coba?"
Wajah To Siao Thian semakin pucat, bukannya menggunakan kaki maju ke depan, ia malah
mengundurkan diri. Sinar mata Siauw Cap-it-long beralih ke arah Thio Bu Kek, ia berkata:
"Bagaimana denganmu" Masih mempunyai keberanian?" Thio Bu Kek memegang keras
pedangnya, keringat dinginnya mengucur, nyalinya hampir pecah.
Napas Siauw Cap-it-long tersengal-sengal, ia berkata: "Ilmu pedang golongan kalian telah
menjagoi rimba persilatan. Mengapa tidak mempunyai keberanian?"
Hay-leng-cu menjadi gemetaran, tapi tidak mempunyai keberanian untuk ditunjukkan kepada
Siauw Cap-it-long. Siauw Cap-it-long berganti arah, kini ditatapnya wajah Lie Kang. Ia
berkata dengan suara dingin: "Hayo, aku masih kenal denganmu, kau adalah si raksasa sejati,
hatimu juga ksatria. Kau menganggap aku sebagai musuh karena ada sesuatu yang hendak
kuketahui. Maju lagi setapak, berani kau bertindak ke depan, segera dirimu kujadikan bangkai
di sana". Lie Kang mencoba bertahan, ia tidak berani maju lagi. "Hua, ha, ha, ha"." maka tertawalah
Siauw Cap-it-long.
Thio Bu Kek membentak : "Apa yang kau tertawakan?"
Siauw Cap-it-long berkata: "Aku tertawa karena melihat adanya empat ekor tikus yang
berkepala hitam."
Lie Kang, To Siao Thian, Thio Bu Kek dan Hay Leng-cu saling pandang. Siauw Cap-it-long
berkata lagi: "Sebetulnya batok kepalaku ini sudah menunggu dipotes orang. Siapa saja di
antara kalian berempat yang bernai maju ke depan, aku tidak mempunyai kekuatan untuk
bertahan. Sayang nyali kalian lebih kecil daripada nyali tikus"
Wajah keempat orang itu memerah, memucat, menguning dan terjadi aneka macam
perobahan. Siauw Cap-it-long masih nyerocos terus katanya: "Betul! Batok kepalaku ini
menunggu dipotes oleh kalian berempat"
Siauw Cap-it-long mengeluarkan golok dipinggang, ia tertawa berkakakan dan berkata:
"Siauw Cap-it-long! Oh Siauw Cap-it-long! Tidak kusangka, tak ada manusia yang berani
membacok kepalamu. Apa boleh buat, harus kukerjakan sendiri!"
Seolah-olah Siauw Cap-it-long hendak membunuh diri. Hal itu sangat mengejutkan Thio Bu
Kek, karenanya ia segera membentak: "Tahan gerakan tanganmu!"
Ternyata Siauw Cap-it-long masih bisa ditenangkan, ia bertanya: "Sekarang kau berani maju"
Kukira sudah terlambat! Dikemudian hari, rimba persilatan akan menjadi gempar, karena
batok kepala Siauw Cap-it-long gugur karena tangan Siau Cap-it-long. Untuk kalian, Huh!
Hanya bisa menonton di samping."
Thio Bu Kek berkata dengan suara tawar: "Kami berempat memang bukan jago dan pendekar.
Kalau seorang pendekar, tidak mungkin bisa melakukan perbuatan ini. Kami tahu, kau sudah
berada dalam keadaan mabok. Tidak mungkin bisa melakukan perlawanan.. Karena itulah
kami berempat datang"
" Oh begitu !" berkata Siauw Cap-it-long. Thio Bu Kek tertawa, ia berkata: "Siauw Cap-itlong!
Bagaimana kami bisa mengetahui bahwa kau berada di tempat ini" Mengapa kami
mengetahui kau berada dalam keadaan mabuk?"
Pertanyaan seperti ini lebih sakit dari pada pukulan-pukulan batu remuk atau tusukan pedang.
Wajah Siauw Cap-it-long berubah mendadak. Hatinya seperti diiris-iris, dengan suara keras ia
membentak: " Ya, bagaimana kalian tahu ?" Dengan tenang Thio Bu Kek berkata: "Siapa
yang memberi tahu kepada kami" Mungkinkah tidak terpikir olehmu?" Inilah taktik politik
lihay! Cara Thio Bu Kek menyerang Siauw Cap-it-long bukan dengan kekuatan senjata lagi,
tapi menggunakan politik istimewa. Politik diplomasi hebat.
Wajah Siauw Cap-it-long semakin berkerut. Thio Bu Kek menyambung kata-katanya lagi:
"Nyonya Lian Seng Pek sangat benci kepadamu, ia menghendaki kita bisa mencincang
dagingmu. Karena itu setelah meloloh dengan air kata-kata, sesudah membuat kau tidak
berdaya, ia memberi tahu dimana kau berada, menyuruh kami berempat mengambil batok
kepalamu. Hua,hua..haa,ha.. Sayang! kau laki-laki romantis yang tak tahu diri, kau masih
menyebut-nyebut namanya, kau masih menyebut-nyebut tusuk kondenya. Kau masih lupa
daratan, kau adalah orang yang patut dikasihani"
Tiba-tiba Siauw Cap-it-long menggerung, seolah-olah seekor harimau yang kalap, menubruk
dan menerkam. Luka Siauw Cap-it-long sudah mulai membeku, tapi ia menggunkan tenaga keras, luka itu
pecah kembali dan darah muncrat beterbangan.
Tapi terkaman Siauw Cap-it-long adalah terkaman yang terhebat, Thio Bu Kek menusuk
dengan pedang, tidak berhasil. Di saat itu, terdengar suara gemuruh. Hujan turun. Air seperti
dituang dari langit, membanjiri dunia. Berkilau .. kilat menyambar. Tidak lama kemudian,
terdengar suara yang menggemuruh, itulah suara Guntur membelah angkasa.
Nyalinya Thio Bu Kek hampir pecah, ia menggulingkan diri, menyingkir dari pukulan Siaw
Cap It Long. Tampak Siaw Cap It Long mengayunkan tangan, brak, membelah meja menjadi dua bagian.
Sayang ! Kekuatan Siaw Cap It long hanya sampai disini. Tubuhnya ngasruk, jatuh ditanah.
Lagi-lagi Thio Bu Kek menggulingkan diri, memungut pisau Siaw Cap It Long, dengan pisau
ini ia berniat memutuskan batok kepala sijago brandalan.
Klap.........blegur............
Kilat dan guntur saling susul, sambung menyambar.
Brak........tiba-tiba angin kuat menimpa daun pintu, dan langsung meniup padam kedua lilin
Anak Berandalan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tertiup disana.
Keadaan menjadi gelap gulita, suasana disitu menjadi sunyi dan sepi.
Sepasang sinar mata Thio Bu Kek tidak bisa melihat, apa yang terbentang didepannya. Tadi ia
bisa menduga-duga, dimana letak tempat Siaw Cap It Long. Perlahan-lahan dan berindapindap
ia berjalan maju.
Keadaan sangat gelap, seperti dunia yang sudah mati.
Thio Bu Kek berjalan lagi kedepan, ia segera bisa membacok leher Siaw Cap It Long.
Krelap...........lagi-lagi kilat bercahaya terang, sepasang sinar mata Thio Bu Kek jelalatan,
tampak Siaw Cap it Long sedang bangkit bangun, hendak meninggalkan tempatnya yang
semula. Kejadian ini yang membuat Thio Bu Kek ragu-argu, ia tidak akan melakukan sesuatu yang
tidak mempunyai pegangan penuh, ia masih menunggu datangnya kilatan kedua, kalau saja,
Siaw Cap It Long itu masih berada ditempatnya, dengan sekali bacokan, ia hendak mempapas
putus leher sijago brandalan. Ayunan pedang ini tidak boleh meleset.
Thio Bu Kek masih menunggu datangnya cahaya kilat yang kedua.
Angin masih menderu-deru, hujan bersampokan, tapi cahaya kilat yang ditunggu itu tidak
kunjung datang.
Disaat ini, dijalan raya terdengar derap kaki seseorang, sangat terburu-buru sekali, dan
sebentar kemudian orang itu sudah berada didepan pintu, terdengar deru nafasnya yang
sengal-sengal, ia baru melakukan perjalanan jauh.
Karena keadaan yang gelap gulita, orang itu berdiri saja dipintu. Menunggu perkembangan
baru, dia tidak memasuki kamar mereka.
Thio Bu Kek menjadi hilang sabar, ia seperti dikepruk dari dua bagian. Siapa orang yang baru
datang " Tanpa terasa, ia menoleh kearah datangnya deburan nafas sengal-sengal itu. tentu
saja didalam keadaan gelap-gulita, tidak mungkin bisa melihat jelas wajahnya. Tapi
bagaimanapun, Thio Bu Kek menoleh juga ketempat itu.
Disaat ini, tampak berkelebatnya kilat yang berikutnya.
Seorang wanita dengan rambut terurai panjang, dengan pakaian bash kuyub, dengan sepasang
mata direntangkan lebar-lebar, dengan badannya yang penuh emosi, berdiri didepan pintu,
wajahnya memperlihatkan rasa gemas, marah, kecewa, takut dan aneka macam perubahan
lagi. Itulah ratu rimba persilatan Sim Pek Kun !
Thio Bu Kek terkejut. Sim Pek Kun juga terkejut,
Secepat itu pula, tangan Thio Bu Kek yang memegang golok Siaw Cap It Long tetap
ditujukan kearah leher Siaw Cap It Long.
Waktu kilat berkelebat itu terlalu singkat, tapi sebelum penerangan hidup kembali, Thio Bu
Kek bisa melihat tangan Sim Pek Kun juga terayun, dari sana bertaburan jarum mas pencabut
nyawa, senjata istimewa dari keluarga Sim.
Thio Bu Kek bisa melaksanakan maksudnya, ia bisa membunuh Siaw Cap It Long kalau ia
bersedia menerima beberapa serangan jarum maut pencabut nyawa.
Tapi Thio Bu Kek lebih sayang kepada jiwa sendiri, ia melejit jauh, membatalkan
serangannya. "Bang...!" Thio Bu Kek membentur sesuatu yang agak keras.
Disaat ini, lagi-lagi kilat berkelebat.
Sim Pek kun masuk kedalam, menubruk tubuh Siaw Cap It Long.
Sesudah itu, keadaan gelap kembali. Tidak ada sesuatu yang tampak.
Sim Pek Kun berhasil menubruk rubuh tubuh Siaw Cap It Long, tangannya mengerayapi
disana ia membentur cairan-cairan yang melekat. Itulah darah !
Mulut Sim Pek Kun berteriak nyaring :
"Dia sudah mati " Kalian membunuh dirinya ?"
Suara ini seperti suara hantu dimalam gelap. Menggetarkan hati semua orang.
Dalam keadaan gelap gulita ini, sesuatu tangan terjulur, hendak mencengkram Sim Pek Kun.
Disaat ini, lagi-lagi kilat berkelebat, Sim Pek Kun bisa melihat datangnya tangan ini, itulah
sebuah tangan yang sangat kurus, berwarna hitam, tangan yang seperti ceker rajawali, tangan
Hay leng cu. Bukan tangan itu saja yang dilihat oleh Sim Pek Kun, Sim Pek Kun masih melihat lain
tangan, tangan kedua ini memegang pedang, mengincar dan menujukan ujung pedang
ketenggorokan Siaw Cap It Long.
Sim Pek Kun bisa melihat adanya orang-orang itu, demikian juga, mereka bisa mengetahui
kehadiran siratu rimba persilatan ditempat tersebut.
Kepada mereka Sim Pek Kun membentak :
"Minggir ! Semua orang pergi dari sini !"
Sesudah itu dengan menggendong tubuh Siaw Cap It Long, menggunakan kegelapan malam,
Sim Pek Kun keluar dari rumah, berlari dijalan raya.
Terdengar seorang membentak :
"Jangan biarkan mereka lari !"
Itulah suara Lie Kang.
Tapi Sim pek Kun sudah lari jauh, meninggalkan Lie Kang, meninggalkan To Siao Thian,
meninggalkan Thio Bu Kek dan meninggalkan Hay leng cu.
Krelep, lagi kilat bercahaya.
To Siao Thian dan Thio Bu kek menghampiri Lie Kang.
Tiga orang itu berkumpul. dengan menghela nafas panjang, To Siao Thian berkata :
"Melepaskan Siaw Cap It Long, sama saja memberi kebebasan kepada seekor macan. Untuk
hari-hari berkutnya, satu persatu kita akan mati dibawah tangan Siaw cap It Long."
Dengan geraman marah, Lie Kang berkata :
"Mengapa kau kau tidak membikin penghadangan ?"
To Siao Thian menghela nafas lagi, ia berkata perlahan :
"Jangan kau lupa, Sim Pek Kun adalah istri Lian Seng Pek. Kalau sampai terjadi sesuatu,
siapa yang berani memikul tanggung jawab ?"
Thio Bu Kek turut berkata :
"Mari kita bayangkan, dimisalkan salah seorang dari kita bertiga yang memiliki seorang istri
yang seperti Sim Pek Kun, sesudah terjadi kejadian ini, mungkinkah masih mau mengakui
istri ?" To Siao Thian berdiam beberapa saat, tiba-tiba ia bertepuk kepala.
"Betul." teriaknya sangat girang.
"Kejar ! sudah kejadian ini. Kita harus berani mengambil resiko. Kukira mereka masih belum
pergi jauh. Lekas kita kejar !" Thio Bu Kek memberi usul.
Lie Kang juga berkata :
"Betul ! bersama-sama kita membikin pengejaran."
KEJAR MENGEJAR Hujan seperti dituang, menyambitkan cairannya ketubuh orang, terasa sangat sakit.
Malam gelap, pekat, tiada sesuatu yang tampak.
Didalam keadaan yang seperti ini, Sim Pek Kun menggendong Siaw Cap It Long, melarikan
diri. Sim Pek Kun tidak memilih jalan, karena ia tidak tahu, jalan mana yang berupa jalan aman.
Dunia memang cukup lebar, tapi dirasakan sekali seperti menciut, tiada tempat bagi Sim Pek
Kun dan Siaw Cap It Long.
Yang mujur, tidak terlihat tanda-tanda pengejaran, Sim Pek Kun memperlambat gerakan
kakinya, ia menjadi ragu-ragu.
Kemana harus melarikan diri "
Inilah yang mengekang benak pikiran sang ratu rimba persilatan.
Tiba-tiba .....
Kilat berkelebat, didalam seperseribu detik, jagat itu bercahaya kembali. Didepan Sim Pek
Kun terpeta sebuah bayangan, itulah bayangan seseorang, seseorang yang sedang menatap
kearahnya. Lian Seng Pek ! Itulah Lian Seng Pek ! Bagaimana dia berada ditempat ini "
Sim Pek Kun tidak bisa melihat jelas wajah orang itu, tapi potongan bentuk tubuh suami
sendiri tidak mungkin bisa dilupakan. Itulah potongan tubuh Lian Seng Pek.
Kakinya seperti diborgol oleh benda berat, seolah-olah hendak menginjaknya kedasar bumi.
Sejelek-jeleknya sifat Lian Seng Pek, laki-laki itu adalah suami sendiri.
Kini kilat berkelebat lagi. Dan jelaslah sudah, siapa orang yang berada didepan Sim Pek Kun.
Betul-betul Lian Seng Pek !
Sekujur tubuh Lian Seng Pek sudah basah kuyup, air hujan menetes-netes, merayapi
kepalanya dan jatuh ditanah, mengalir dan melewati wajahnya, tapi tidak diusap. Dibiarkan
air itu mengalir terus menerus. Lian Seng Pek mematung, seperti membeku, diam ditempat
itu. Sepasang sinar mata Lian Seng Pek tidak memancarkan kebencian, juga tidak memancarkan
kecintaan, sepasang mata itu adalah mata yang kosong, menatapnya secara dingin dan beku.
Lian Seng Pek adalah seorang kongcu rimba persilatan, gayanya gagah sifatnya tenang,
menarik hati dan sangat tampan.
Kesan ini sudah mendarah daging didalam lubuk hati setiap orang.
Sekarang........
Sim Pek Kun bisa melihat adanya perobahan perobahan itu, tidak gagah lagi. Lian Seng Pek
tampak sangat layu. Tidak rupawan lagi, Lian Seng Pek tampak murung. Tidak segar lagi.
Terasa tenggorokannya seperti tersumbat, Sim Pek Kun tidak bisa menguasai diri lagi, ia
berjalan maju, mendekati sang suami dan bertanya : "Kau..... kau..... kau selalu mengintil
dibelakangku?"
Perlahan-lahan Lian Seng Pek menganggukkan kepala.
Sim Pek Kun bertanya lagi :
"Tapi kau tidak mengganggu usahaku."
Lian Seng Pek berdiam diri untuk beberapa waktu, baru ia menjawab pertanyaan itu.
"Karena aku bisa menyelami isi hatimu.........."
"Bisa menyelami isi hatiku ?" Sim Pek Kun memotong pembicaraan.
Lian Seng Pek menghela napas, ia berkata :
"Kalau bukan karena dirimu, bagaimana dia menjadi seperti ini " Mana mungkin kau tidak
menolonginya ?"
Didalam saat yang seperti itu, jiwa Sim Pek Kun juga membeku. Ia tidak tahu apa isi hatinya,
mungkin bersedih, mungkin juga girang.
"Biar bagaimana, dia lebih bisa menyelami isi hatiku." berkata Sim Pek Kun.
Didalam keadaan yang seperti ini, kalau saja Lian Seng Pek membuka mulut, memberi
perintah agar dia membawa lari Siauw Cap-it-long, mungkin sekali mendapat reaksi yang
lain, bisa saja Sim Pek Kun merasa bersalah, bisa saja Sim Pek Kun meletakkan tubuh Siauw
Cap-it-long. Biarpun ia bisa menyesal dikemudian hari.
Tapi Lian Seng Pek tidak mengeluarkan perintah seperti itu.
Lian Seng Pek berkata :
"Mari kita kembali! Lukanya sangat berat. Kuharap saja bisa menyembuhkannya. Agar tidak
terganggu oleh orang lain."
Dibalik kejahatan terdapat juga kebaikan. Dibalik kesabaran terdapat juga kekerasan. Inilah
dua muka dari jiwa manusia. Sim Pek Kun bisa menjelajahi isi hati suaminya, belum lama ia
sampai terperosok, mendapat teguran yang halus ia menaruh curiga. Langkah kakinya
termundur dua langkah, ia bertanya :
"Kau..... kau sudah percaya, kalau dia bukan seorang jahat ?"
Lian Seng Pek berkata :
"Mengapa kau curiga ?"
Badan Sim Pek Kun gemetaran, dengan suara yang tidak lancar ia berkata :
"Belum lama, disaat mereka hendak membunuhnya, kau tidak mencoba berusaha. Kau tahu
maksud tujuan mereka, tapi tidak sekecap katapun keluar dari mulutmu...."
Sim Pek Kun mundur lagi dua langkah secara tiba-tiba sekali, ia membalikkan badan, tetap
menggendong Siauw Cap-it-long, berlari cepat.
Lian Seng Pek segera mengeluarkan bentakan :
"Sim Pek Kun ......."
"Tidak." berteriak Sim Pek Kun. "Kau adalah satu komplotan dengan mereka......"
Sim Pek Kun tidak menghentikan larinya, ia pergi semakin cepat.
Badan Lian Seng Pek bergerak, sedianya hendak membikin pengejaran. Tapi niatnya
dibatalkan, ia berhenti.
Hujan semakin deras. Bayangan Sim Pek Kun sudah lenyap ditelan hujan yang lebat itu.
Malam masih belum berhenti, Lian Seng Pek mematung ditempat itu.
Tiba-tiba terdengar satu elahan napas panjang, terdengar satu suara yang berkata :
"Lian kongcu memiliki sifat kesabaran yang luar biasa. Betul-betul sangat luar biasa. Tidak
mungkin ada keduanya."
Didalam keadaan hujan, didalam kilat yang diiringi suara guntur, suara orang tadi sangat
menusuk sekali. Inilah suara si pemimpin tujuh puluh dua perusahaan piauwkiok Suto Tiong
Peng. Tangan Suto Tiong Peng memegang payung, perlahan-lahan berjalan datang. Cahaya kilat
menerangi wajahnya, wajah itu tegang dan memperlihatkan senyum sinis, ia berkata lagi :
"Kalau aku menggantikan kedudukan Lian kongcu, tidak mungkin Siauw Cap-it-long bisa
melewatkan hari ini. Tapi kau telah memberi kebebasan. Karena itulah kau mendapat pujianpujian,
siapa yang tidak kenal pendekar muda Lian Seng Pek " Disinilah perbedaan kita. Kau
terkenal dan aku hanya bisa menduduki pengawal piauwkiok saja."
Tidak terjadi perobahan atas wajah Lian Seng Pek, ia tertawa tawar :
"Bicara secara blak-blakan, apa maksud yang dikandung olehmu ?"
Suto Tiong Peng berkata :
"Maksudku, kalau kau membunuh Siauw Cap-it-long, langkah itu tidak terlalu jauh. Tapi,
kalau sampai diketahui oleh orang menjadi buah tutur orang pendekar muda Lian Seng Pek
membunuh Siauw Cap-it-long yang sudah berada didalam keadaan tidak berdaya sama sekali
" Bukankah akan mencemarkan nama baik " Apalagi cara-cara itu bisa menyakiti Lian Hujin.
Bisa memecah-belahkan hubungan baik antara suami-isteri. Disinilah letak kepintaranmu.
Kau tidak membunuh Siauw Cap-it-long, memang Siauw Cap-it-long tidak perlu dibunuh.
Jiwanya sudah tidak panjang lagi."
Lian Seng Pek masih tidak percaya.
Suto Tiong Peng mengoceh terus, katanya :
"Rombongan Thio Bu Kek sudah mulai membikin pengejaran. Lian Hujin tidak tahu. Tentu
saja kau tidak tahu. Kini mereka sudah mulai kejar mengejar. Didalam keadaan hujan, tapaktapak
kaki itu mudah diperiksa. Dengan kekuatan Lian Hujin, berapa jauhkah usaha pelarian
itu bisa ditempuh " Kalau ada orang yang membunuh Siauw Cap-it-long, mengapa kita harus
turun tangan sendiri " Mengotori tangan saja bukan ?"
Lian Seng Pek diam saja, perlahan-lahan ia berkata :
"Inilah rahasiaku, tentunya tidak kau ceritakan kepada orang luar bukan ?"
Suto Tiong Peng berkata :
"Kau tahu aku selalu menutup mulut. Apalagi aku ada permohonan, tentu saja tidak
menceritakan kepada orang luar."
Lian Seng Pek tertawa-tawa, ia berkata :
"Kalau kau tidak mempunyai tuntutan, tentu tidak menceritakan kejadian ini kepadaku."
"Hebat ! Lian kongcu memang hebat !" Suto Tiong Peng mengeluarkan suara pujian.
"Sebetulnya, permintaanku ini hanya sepele saja, hanya menyentil sedikit tanganmu."
Baru sekarang Lian Seng Pek bisa tertawa, ia berkata :
"Katakan, apa yang kau minta ?"
"Uang !" berkata Suto Tiong Peng. "Setiap orang itu menghendaki uang. Tanpa uang tidak
mungkin kita bisa hidup."
Wajah Lian Seng Pek ditekuk masam, kini dengan dingin ia berkata :
"Lihat orangnya, apa orang yang seperti aku ini bisa diperas ?"
Wajah Suto Tiong Peng berubah, tubuhnya nyelusup kebelakang, kini ia tidak bisa tertawa
lagi. Lian Seng Pek menghela napas, ia berkata :
"Aku tahu, kau hendak menggunakan kesempatan ini, membikin pemerasan. Sekarang kau
minta uang. Besok kau minta uang. Lusa kau minta uang. Demikian untuk seterusnya. Satu
kali tidak kuberi, rahasia
itu segera tersiar cepat. Kau hendak menjadikan diriku sebagai pohon emas" Ha, ha, ha,ha ....
Keringat Su-to Tiong Peng nyerocos cepat, bercampuran dengan air hujan, menetes jatuh.
Secara mendadak saja, ia melempar payungnya, untuk membalikkan badan dan ngiprit lari.
Kilat berkelebat lagi. Tapi, pedang Lian Seng Pek lebih cepat dari kelebatnya kilat itu
terdengar satu jeritan tertahan, pedang Lian Seng Pek tembus dari geger belakang ke dada
depan, memantek badan Su-to tiong Peng.
Perlahan-lahan Lian Seng Pek menghela napas, mencebik korbannya dan bergumam:
"Tidak mungkin ada orang yang bisa meramalkan hidup Su-to Tiong Peng yang seperti ini,
karena keserakahannya sendiri. Serakah kepada harta kekayaan, serakah kepada kedudukan".
Perlahna-lahan, Lian Seng Pek menyabut pedangnya. Didalam sekejap mata, darah
yangmelumuri pedang itu tercuci bersih oleh turunnya air hujan.
........ Inilah daerah tandus di pegunungan yang sunyi dan sepi. Hujan belum berhenti, sebuah
berkelebatnya kilat menyinari sebuah goa ditempat itu.
Sim Pek Kun bisa melihat adanya goa di tempat itu, tanpa memperhatikan adanya bahaya atau
tidak, tidak menunggu sampai kilatan kedua berkelebat, dengan tetap mengendong Siauw
Cap-it-long, ia menyelusup masuk.
Goa itu tidak dalam, dengan keras dan kencang, Sim Pek Kun memegangi tubuh Siauw Capitlong, diusahakan berdesak, untukmengelakkan terkamannya air hujan.
Kini Sim Pek Kun membelakangi mulut gua dan berusaha meringankan beban penderitaan
Siauw Cap-it-long, dengan menerima tetesan-tetesan air hujan dan menolong Siauw Cap-itlong
agar tidak terkena air itu. Gigi Sim Pek Kun mulai bergerutuk, tubuhnya menggigil
dingin. Sekarang Sim Pek Kun merasa dirinya menjadi seekor serigala. Seekor serigala yang sedang
diburu-buru oleh empat pemburu luar biasa.
Thio Bu Kek, Hay-leng-tju, Lie Kang dan To Siao thian tidak mungkin mau memberi
kebebasan. Pasti membikin pengejaran.
Sim Pek Kun tidak melihat adanya kejaran-kejaran orang itu, tapi ia bisa menduga
kalau bakal terjadi kejadian yang sudah dibayangkan.
Seseorang yang sudah dirundung malang terus menerus, bahkan mempunyai ketajaman luar
biasa, panca indranya bertambah jernih dan terang, seolah-olah bisa mengendus bahaya
sesuatu yang akan datang inilah kekuatan hidup.
Binatang atau manusia memiliki daya tahan untuk bertahan hidup.
Anak Berandalan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sim Pek Kun menemukan goa itu, seperti menemukan sesuatu yang bisa menyelamatkan
dirinya. Sesuatu yang bisa menolong Siauw Tjap it-long dari tamparan-tamparan air hujan.
Dengan tangannya yang masih menggigil dingin, Sim Pek Kun menjulurkan dan ditaruh di
atas dada Siauw Tjap it-long. Masih ada deburan nafas, masih ada deburan jantung, masih
terasa ada desiran hawa yang keluar masuk hidung.
Sim Pek Kun mengatupkan kedua matanya menghembuskan elahan nafas panjang, elahan
nafas yang hampir tersumbat.
Gigi atas Sim Pek Kun membentur-bentur gigi bawahnya, semakin lama semakin keras
menggigil dingin.
Walau keadaan di dalam begitu dingin, Sim Pek Kun tidak bisa melupakan keamanan Siauw
Tjap it-long. Ia mendekapnya, seperti seorang ibu menyayangi sang putra manja. Hanya kasih
sayang seorang ibulah yang berjiwa besar. Tidak ada cinta yang melebihi dari cinta kasih
seorang ibu. Hanya cinta kasih seorang ibu yang bisa menenangkan dan mengamankan
putranya. Hari masih gelap, hujan belum mau mereda, dan di dalam keadaan yang seperti ini, Sim Pek
Kun masih membayangkan pengejaran-pengejaran dari keempat musuhnya.
Seorang anak sangat membutuhkan cinta kasih ibu. Begitu pula timbal balik, kasih ibu hanya
dicurahkan kepada putra sendiri. Perasaan-perasaan yang seperti ini adalah perasaan-perasaan
yang sudah pasti terjadi.
Sim Pek Kun mendapatkan perasaan cinta kasih seorang ibu yang wajib dicurahkan kepada
putranya. Mereka berpelu-pelukan, menghangatkan badan kasih sayang.
Lama sekali kejadian itu berlangsung.....
Akhirnya..........
Tidak tampak kilat lagi, tidak terdengar suara guntur. Hujan yang tadinya sangat deras mulai
mereda, akhirnya berhenti.
Sim Pek Kun harus mengambil langkah baik, kemana mereka harus m
Harpa Iblis Jari Sakti 4 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Pendekar Riang 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama