Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Bagian 10
eng-cu menjawab, "Hari
kejadian itu adalah tanggal 16 bulan delapan, tempatnya di Jilim."
Tanggal yang disebut itu dihubungkan dengan nama
tempat Ji lim, seketika Tong Kah-goan teringat, katanya, "Hah,
tanggal 16 bulan delapan bukan-kah hari ulang tahun Ji-limtaihiap
Kui Goan" Ciok-iuheng, hari itu kalian lalu di Ji-lim,
apakah kalian mampir menyampaikan selamat kepada Kuitaihiap?"
"Hm, dia memang pergi, tapi putra mestikanya itu tidak
ikut," jengek Leng-cu.
Pelahan Ciok Thian-hing menjawab, "Betul, aku dan Tingsute
berkunjung ke Hwe-in-ceng untuk mengucapkan selamat
kepada Kui-taihiap, kusuruh Liok Kam-tong dan Jing-coan
menggiring Siau-yau-li ini pulang kemari. Mungkin Siau-yau-li
ini menganggap aku tidak berada di sana sehingga dia berani
sembarangan omong memfitnah anakku, tak disadarinya
keterangannya ini justru merupakan kelemahannya. Sute
adalah orang bijaksana, setelah kau pikirkan tentu kautahu
persoalannya."
"Betul, pada waktu Kui-taihiap mengadakau pesta ulang
tahun, perjalanan Ji-lim tentu sangat ramai orang berlalu
lalang," kata Kah-goan, di balik ucapannya hendak
menunjukkan bilamana Ciok Jing-coan mau berbuat jahat
tentu takkan dilakukan pada hari dan tempat itu.
Perangai Liong Leng-cu memang kurang lembut, semula ia
masih menghormati Tong Kah-goan, sekarang orang juga
bicara demikian, rasn percayanya menjadi rada goyah,
pikirnya, "Umpama tanpa malu kuceritakan perbuatan kotor
Ciok Jing-coan itu tentu Tong Kah-goan juga takkan percaya,
lalu untuk apa aku mengadu padanya?"
Dengan gemas ia lantas berkata, "Baikiah, sandiwara yang
kalian mainkan sudah tamat belum" Nah, mau bunuh atau
mau sembelik boleh terserah kepada kalian, kukira tidak perlu
lagi kalian berlagak orang suci."
Dengan kurang senang Tong Kah-goan lentas berkata, "Liok
Kam-tong, coba kemari. Terus terang katakan padaku, apakah
hari itu kamu selalu berada di samping Jing-coan dan tidak
berpisah?"
Liok Kam-tong sangat setia terhadap sang guru, segera ia
berlagak marah dan menjawab, "Hari itu satu langkah pun aku
tidak pernah meninggalkan Ciok-sute, cuma keterangan Siauyauli ini juga tidak salah, pada hari itu memang terjadi
sesuatu yang di luar dugaan, Cuma bukan Ciok-sute membikin
susah padanya melainkan Siao-yau-si ini yang hampir
membikin celaka Ciok-sute."
"Oo, terjadi apa?" tanya Kah-goan.
"Suhu menyuruh kami menggiring dia pulang kemari, kami
menganggap dia orang perempuan dan tidak menambahi tali
ringkusan, malahan membiarkan dia naik kuda sendiri. Siapa
tahu pada waktu Ciok-sute sedikit meleng, mendadak ia
menusuk Ciok-sute satu kali sehingga dada Ciok-sute hampir
ditembus olehnya. Karena kuatir dan menolong Ciok-sute,
kesempatan itu digunakan Siau-yau-li ini untuk kabur. Syukur
jaring takdir masih cukup rapat sehingga akhirnya dia tetap
dapat ditawan oleh Cianpwe kita sendiri."
Rombongan Ciok Thian-hing baru pulang ke Thian-san tiga
hari yang lalu, luka Ciok Jing-coan, belum sembuh, Tong Kahgoan
sendiri pernah melihat bekas lukanya. Lantaran sikuk,
waktu-itu ia tidak tanya lebih jelas.
Karena itulah Tong Kah-goan tambah percaya, katanya
kepada Ciok Thian-hing, "Kiranya cara begitulah Jing-coan
terluka. Kenapa tidak kau katakan padaku sejak mula, Cioksuheng?"
Thian hing merasa senang, dengan hormat ia menjawab,
"Ah, soalnya aku tidak ingin membikin risau Ciangbun-sute,
pula hari ini Siau-yau-li akan diperiksa, maka sengaja kutunda
sampai sekarang baru urusan ini dibeberkan."
Pada waktu Liong Kam-tong dan Ciok Thian-hing bicara,
Leng-cu hanya tertawa dingin saja tanpa menanggapi.
Tong Kah-goan lantas menarik muka dan herkata, "Nona
Liong, tak tersangka engkau bisa berdusta, numun berdasar
fakta yang ada sekarang sungguh tidak dapat kupercayai
keteranganmu. Karena itu tentu tuduhanmu terhadap Ciok
Jing-coan terpaksa tidak dapat kuterima. Jika engkau tidak
terima, silakan kemukakan bukti baru."
Namun Leng-cu tetap tertawa dingin saja tanpa menjawab.
Salah seorang mucid utama Thian-san-pai, yaitu Pek Kiansing,
dia berwatak keras, melihat sikap Leng-cu itu, ia tidak
tahan dan segera membentak, "Siau-yau-li, kau tertawa dingin
apa" Sebagai tertuduh, kamu berani bersikap kasar ter hadap
Ciangbunjin?"
"Dia kan Ciangbunjin kalian dan bukan Ciangbunjin ku,"
jengek Leng-cu. "Kutertawa sendiri, peduli apa denganmu"
Betul, aku tertuduh, tapi tertuduh bagi pandangan kalian yang
sok anggap diri sebagai kaum pendekar segala,"
"Apa katamu, jadi dalam pandanganmu kami ini pendekar
gadungan?" bentak Pek Kian-sing dengan murka.
Cepat Tong Kah-goan melarai, "Pek-sute, huat apa engkau
bertengkar dengan dia?"
Lalu ia berpaling kepada Ciok Thian-hing, katanya "Cioksuheng,
sekarang kunyatakan tuduhan nona Liong terhadap
Jing-coan batal dan engkau pun tidak perlu banyak pikir lagi,
silakan melanjutkan pemeriksaan ini."
Ciok Thian-hing merasa mendapat angin, tapi ia berlagak
menjunjung kebenaran, katanya pula, "Tentang Jing-coan
dicelakai Sisu-yau-li ini, untung Jing-coan tidak meninggal,
pula kalau dibandingkan dengan dosa Siau-yau-li ini kejadian
itu terhitung urusan kecil, maka takkan kuusut lebih lanjut.
Tapi dia mencegat dan merampas murid murtad perguruan
kita, juga melukai Ting-sute, perkara ini tetap harus diberi
hukuman yang sctimpal."
"Hm, mau korek atau mau sembelih boleh silakan!" jengek
Leng-cu dengan angkuh.
Ciok Thian-hing menjadi murka, teriaknya "Dasar Siau-yau-li
kepala batu, biar kau rasakan dulu hukuman setimpal, ayo
seret . " Melihat gelagat tidak enak, cepat Ling Peng-ji tampil ke
muka untuk minta kelonggaran bagi Liong Leng-cu, katanya,
"Ciok Susiok, mohon engkau jangan marah dulu. Meski nona
Liong ini bersalah tapi setahuku akhir-akhir ini ia juga pernah
membantu orang Kasak melawan Boanjing, jadi kukira jasanya
cukup untuk menambal kesalahannya dan berikan
keringanan."
Ciok Thian-hing mendengus, "Kedua urusan ini jangan
dicampurbaurkan. Yang sedang berlangsung sekarang adalah
sidang pemeriksaan musuh yang bersangkutan dengan
perguruan kita, adalah pantas kulaksanakan peraturan
perguruan. Ia berjasa membantu Lohai, pimpinan laskar di
Cadam boleh memberi pujian padanya, itu bukan urusanku."
Tiba-tiba Ki Tiang-hong ikut bicara, "Aku orang luar,
mestinya tidak perlu ikut campur. Tapi bicara tentang urusan
ini, apa yang dilakukan nona Liong kukira sesuai dengan
tujuan suci kaum pendekar kita. Sekalipun Thian-san-pai tidak
menganggapnya sebagai kawan seperjuangan juga pantas
memberi keringanan hukuman."
Ki Tiang-hong adalah sabahat karib Tong Keng-thian,
mendiang ketua Thian-ran-pai yang lalu atau ayah Tong Kahgoan,
kedudukannya di dunia persilatan juga sukar dibandingi
Ciok Thian-hing, dengan sendirinya perkataannya cukup
berbobot. Meski Ciok Thian-hing kurang senang orang tua ini
juga ikut campur, tapi tidak dapat ia bersikap keras serupa
terhadap Ling Peng-ji, seketika Ciok Thian-hing merasa kikuk,
Untuk menghilangkan rasa kikuk Ciok Thian-hing, terpaksa
Tong Kah-goan ikut bicara, "Ya, mengiagat nona Liong ini
cuma ikut-ikutan saja, juga Ki-taihiap telah mintakan ampun
baginya, maka bolehlah Ciok-suheng menunda tindakan
padanya, nanti kalau pemeriksaan sudah jelas barulah
ditentukan apakah hukuman baginya perlu dilaksanakan atau
tidak." Kesempatan ini digunakan Ciok Thian-hing untuk mundur
teratur, katanya, "Ucapan Ciangbun tidak salah, penaran
pokok perkura ini adalah Nyo Yam, asalkan Siau-yau-li ini mau
mengaku terus terang, tentu dapat kita beri kelonggaran
padanya." Bicara sampai di sini, dengan lantang ia berkata kepada
Leng-cu, "Sekarang ada dua jalan boleh kau pilih. Pertama,
mengaku saja apa intrik Nyo Yam dan dosamu akan diampuni.
Jika kamu tetap tidak sadar, maka terpaksa jalan kedua harus
kau tempuh dan itu berti kau rela berkorban bagi Nyo Yam.
Hehe, bila kamu pilih jalan ini, tentu kami pun akan memenuhi
harapanmu dan segera kumusnakan ilmu silatmu."
"Ciok-susiok," Peng-ji menyela pula, "aku menyaksikan
dibesarkannya Nyo Yam, jika kau bilang dia berwatak aneh,
suka ugal-ugalan, semua ini takkan kubantah. Tapi bila
dikatakan ada intrik, kurasa dia masih anak yang belum
mengerti seluk beluk orang hidup, apakah ..."
"Hm, apakah terlampau berat tuduhanku?" jengek Ciok
Thian-hing. "Padahal kaupun mengtilami akibat perbuatannya,
tapi kau bela dia malah?"
Ling Peng-ji merasa penasaran. tanpa terasa air mata
berlinang. Namun Ciok Thian-hing anggap tidak tahu, katanya pula,
"Kau bilang dia belum paham seluk-beluk orang hidup, huh,
kukira kamulah yang terlampau ceroboh."
Ciok Thian-hing mengomeli anak murid perguruan sendiri
dalam bedudukannya sebagai pelaksana hukum, dengan
sendirinya Ki Thian-hong tidak enak ikut bicara, Terpaksa Ling
Pang-ji juga menerima dengan penasaran, ucapnya dengan
hormat, "Mohon Susiok memberi petunjuk."
"Siapa ayah Nyo Yam, orang lain mungkin tidak tahu, masa
kaupun tidak tahu?" jengek Thian-hing.
Tentang asal-usul Nyo Yam, biarpun orang Thian-san-pai
sendiri yang tahu juga cuma tokoh tingkat tinggi saja,
jumlahnya paling banyak cuma sepuluh orang. Tamu luar
tentu saja terlebih sedikit yang tahu. Maka ucapan Ciok Thianhing
ini sangat menarik perhatian orang, mereka saling
bertanya. Dengan suara lantang Thian-hing berkata pula, "Mungkin
Nyo Yam benar anak dugal yang tidak paham seluk-beluk
orang hidup seperti ucapanmu tadi, tapi ayah kandungnya
justru anjing pemburu kerajaan Boanjing yang kejam dan keji,
jabatannya adalah jago pengawal istana, namanya Nyo Bok!"
Semua orang sama berseru kaget demi men dengar rahasia
ini, menyusul lantas ramai mereka membicarakannya.
Ki Tiang-hong kurang senang terhadap tindak an Ciok
Thian-hing ini.
Maklum, tentang rahasia asal-usul Nyo Yam, sejak masih
kecil dan dibawanya ke Thian-san, sejak mula ia sudah minta
pejabat ketua Thian-san waktu itu, yakni Tong Keh-thian, agar
rahasia ini disimpan baik-baik, keduanya sepakat bilamana
Nyo Yam sudah berumur 18 barulah Ki Tiang-hong akan
memberitahukan langsung kepada anak muda itu.
Sekarang Ciok Thian-hing menyingbap rahasia itu di depan
umum, hal ini jelas melanggar persepakatan. Demi hubungan
baik, tidak enak bagi Ki Tiang-hong untuk mendamperat di
depan orang luar, namun tidak urung ia bicara juga dengan
mendongkol, "Anak naga pun bermacam-macam dan tidak ada
yang sama, ayahnya begitu, belum tentu anaknya juga
begitu." "Ssmoga benar sesuai ucapan mu," kata Thian-hing dengan
hambar. "Tapi menurut pendapatku mungkin tidak begitulah
halnya Selaku pelaksana hukum Thian-san-pai, urusan yang
besar hubungannya dengan wibawa perguruan, tidak boleh
tidak harus kuusut."
Ia merandek sejenak, melihat Ki Tiang-hong tidak
menimbrung lagi, segera ia sambung, "Nyo Yam membikin
celaka sesama perguruan, juga menghina orang tua, berbagai
kejahatannya itu tidak boleh diampuni. Tapi kalau melulu
sendirian mungkin dia takkan berani bertindak demikian,
kukira sebabnya dia berani berbuat khianat, besar
kemungkinan ada yang membeking di belakangnya, dan orang
ini tidak perlu disangsikan lagi pastilah ayah kandungnya
sendiri. Itu berarti mereka ayah dan anak sudah kumpul
kembali, jadi dia telah diperalat ayahnya untuk memusuhi
perguruan kita. Ayahnya tidak mau tampil sendiri mslainkan
menyuruh Nyo Yam yang berbuat, siapa berani membantah di
belakang perbuatannya ini tidak tersembunyi intrik keji?"
Memang tidak ada yang berani membantah.
Meski jelas Ki Tiang-hong tahu Nyo Yam tidak sehaluan
dengan ayahnya, tapi Nyo Yam memang pernah berusaha
membunuh Beng Goan ciau atas perintah ayahnya. Urusan ini
pun cukup diketahui Ciok Thian-hing.
Bila ia bela Nyo Yam pula dan Ciok Thian-hing menyingkap
hal ini. mungkin bisa bikin urusan tambah runyam.
Seketika keadaan menjadi sunyi. Dengan senang Ciok
Thian-hing menyambung lagi, "Sebab itulah sekarang bukan
perkara yang menyangkut Nyo Yam seorang saja, tapi harus
diselidiki hingga jelas apa hubungannya dengan intrik keji
yang diatur oleh ayahnya yang menjabat jago pengawal istana
itu. Nah, Liong Leng-cu, kamu adalah komplotan Nyo Yam,
kukira kamu pasti tahu?"
Ujung mulut Leng-cu memperlihatkan senyum ejek dan
tetap tidak bersuara.
Ciok Thian-hing membentak, "Akan kuulangi sekali lagi. Jika
kamu mau mengaku intrik keji Nyo Yam itu segera akan kami
lepaskanmu, kalau tidak, jangan menyesal bila kami bertindak
tegas!" Sebenarnya melirik saja Leng-cu tidak sudi, tetapi sekarang
ia berpaling dan menatapnya dengan tajam.
Thian-hing mengira nona itu telah berubah pikiran,
bentaknya pula, "Kau mau bicara tidak, aku tidak dapat
menunggu lagi. Akan kuhitung tiga kali, jika kamu tetap tidak
mengaku, terpaksa kulaksanakan hukuman dan memunahkan
ilmu silatmu. Nah, satu, dua . ..."
"Baik, jika engkau tetap menghendaki jawabanku, aku
cuma dapat menyebut dua kalimat saja!" kata Leng-cu
mendadak. Ciok Thian-hing melengak, "Hanya dua kalimat?"
"Ya, hanya dua kalimat, kau mau dengar atau tidak
terserah padamu!"
"Baik, katakan saja, dua kalimat apa?" tanya Thian-hing.
"Nah, dersgarkan: fitnah orang tanpa dasar bikin kotor
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mulut sendiri?"
Merah padcm muka Ciok Thian-hing saking-gemasnya,
sebelah tangannya terangkat dan segera hendak menghantam
kepala nona itu.
"Nanti dulu!" seru Peng-ji mendadak. "Biar kuwakili dia
untuk bicara."
Thian-hing tidek menyangka akan tindakan Ling Peng-ji ini,
dengan melenggong ia tarik kembali tangannya dan bertanya,
"Hendak kau wakilkan dia bicara apa?"
"Bukankah Susiok ingin tanya dia ada hubungan apa antara
Nyo Yam dengan ayah kandungnya" Tentang ini kutahu," kata
Peng-ji. Thian-hing menjadi sangsi, ucapnya kemudian, "Baik, lekas
katakan jika kautahu."
"Memang betul Nyo Yam sudah tahu rahasia asal-usulnya
dan sudah bertemu dengan ayah kandungnya," tutur Peng-ji.
"Tapi setahuku, dia dan Nyo Bok tidaklah sehaluan."
"Nyo Yam yang berkata demikian padamu?" jengek Thianhing.
"Bukan," jawab Peng-ji.
"Habis dari mana kautahu antara mereka ayah dan anak
tidak sehaluan?"
"Nyo Yam pernah menyelamatkan Kai Hong dari laskar
pemberontak Cadam, waktu itu Kai Hong ditugaskan mencari
obat-obatan di kotaraja dan tertangkap di Poting serta
dipenjarakan. Nyo Bok ditugaskan komandannya untuk
menyelesaikan perkara ini ke Poting, tapi pada malam dia tiba
di kota itu, sebelum sempat dia memeriksa Kai Hong, lebih
dulu Nvo Yam sudah membongkar penjara dan melarikan Kai
Hong. Padahal datangnya Nyo Bok juga diketahui Nyo Yam,
namun dia tetaip bertindak demikian. Ini membuktikan antara
mereka ayah dan anak tidak sepaham."
"Dari mana pula kau tahu kejadian itu?" tanya Thian-hing.
"Aku diberitahu oleh Ce Se-kiat."
"Siapa pula Ce Se-kiat?"
"Dia putra Loa-jiu-koan-im Nyo Toa-koh."
"Loa-jiu-koan-im Nyo Toa-koh kan taci Nyo Bok?" Thianhing
menegas. "Betul," jawab Peng-ji.
"Hah, itu dia, kiranya mereka adalah orang sekeluarga,
pantas!" jengek Ciok Thian-hing. Di balik ucapannya ini ia
ingin menunjukkan tidaklah heran jika Ce Se-kiat juga
membela Nyo Yam sehingga keterangannya tidak boleh
dipercaya. "Lapor Susiok," kata Peng-ji, "meski Ce Se-kiat terhitung
kemenakan Nyo Bok, tapi lantaran dia juga pernah mengalami
dianiaya Nyo Bok, dia tidak sanggup bercokol lagi di kotaraja
dan kabur ke tempat laskar pemberontak di Cadam. Tiga
bulan yang lalu pernah kulihat dia di sana, hal Nyo Yam bantu
membereskan urusan Kai Hong justiu dia yang lapor kepada
pamanku, waktu aku berada di samping paman."
Paman Ling Peng-ji adalah pemimpin besar laskar
pemberontak di Cadam, yaitu Ling Tiat-jiau.
"Ketika hadir dalam pesta ulang tahun Kui taihiap juga
pernah kudengar berita tentang Ce Se-kiat," ucap Thian-hing
dengan hambar. "Ada orang pernah melihat dia hadir dalam
upacara Han Wi-bu, pemimpin besar Tin-wan-piaukiok yang
mengundurkan diri itu. Kejadian itu sebulan sebelumnya. Jadi
berita yang didengar Peng-ji itu sudah basi, sebaliknya berita
yang kudengar itu lebih baru."
Liok Kaui-iong sengaja tanya sang guru, "Tin-wan-piaukiok
yang dimaksud Suhu apakah piaukiok terbesar di kotaraja
itu?" "Betul, dan itu berarti Ce Se-kiat sudah pulang ke kotaraja
lagi dari Cadam," jawab Thian-hing.
"Aku juga ada berita yang paling baru, Suheng," seru Ting
Tiau-min tiba-tiba.
Thian-hing melengak, tanyanya, "Oo, berita baru apa?"
"Kutinggalkan Cadam pada tanggal 27 bulan yang lalu, hari
ini tanggal delapan, jadi baru 13 hari yang lalu, pada waktu
kutinggalkan Cadam itulah Koai-hoat Thio dan Ce Se-kiat. Kai
Hong, Pui Liang dau Iain-lain sama pulang ke sana, mereka
pulang dengan mengawal satu partai besar obat-obatan."
Ting Tiau-min pernah telan pil pahit ketika Leng-cu
merampas Nyo Yam dari tangannya, meski dia tidak
mengalami cedera, tapi sudah dikerjai oleh mereka sehingga
tidak mungkin ia membela Nyo Yam. Jadi ucapannya jelas
lebih berbobot daripada keterangan Ling Peng-ji.
Ciok Thian-hing menjadi serba susah, ucapnyu kemudian,
"Sekalipun Ce Se-kiat bukan sehaluan dengan Nyo Bok, hal ini
juga tidak dapat membuktikan Nyo Yam tidak sekomplotan
dengan ayahnya. Nyo Bok sangat licin dan banyak tipu
muslihatnya, siapa berani bilang semua ini bukan tipu
dayanya" Bukan mustahil dia sengaja menyuruh anaknya
membobol penjara untuk melepaskan Kai Hong demi intrik
yang telah diaturnya."
"Kata-kata sang suheng yang cuma berdasar dugaan
belaka, tidak enak bagi Tong Kah-goan untuk membantah."
Agar suasana tidak tambah tegang, Tong Kah-goan berkata
selaku pejabat ketua, "Apakah Nyo Yam diperalat oleh
ayahnya atau tidak dan adakah intrik keji, saat ini masih
belum ada buktinya, maka boleh dikesampingkan untuk
sementara. Tapi dia mencelakai sesama perguruan dan
tindakan menghina orang tua jelas telah terbukti. Nona Liong
ini juga membantunya berbuat jahat, dia tergolong tertuduh
ikutan. Menurut pendapatku, bolehlah Ciok-suheng mulai
menanyai dia dari segi ini."
Ternyata Ciok Thian-hing tidak melanjutkan pemeriksaan
melainkan bicara lebih dulu, "Ciang-bun-sute, mungkin engkau
belum tahu asal-usul Siau-yau-li ini?"
"Oo, bagaimana asal-usulnya?" tanya Tong Kah-goan.
"Dia ikut she ibunya, padahal ayahnya she Tian, kalau
dibicarakan sungguh sangat terkenal," *utur Thian-hing.
"O, siapakah ayahnya?"
"Ayahnya tak-lain-tak-bukan adalah gembong iblis yang
termashur pada 30 tahun yang lalu, namanya Tian Ling-kun
bergelar Giok-liong-taicu," tutur Thian-hing." Ayah Tian Lingkun
bergelar Giok-bin-liong-ong (raja naga wajah kemala),
seorang bajak laut terbesar yang melakukan segala macam
kejahatan. Dia merajai pulau selatan, namanya Tian Lambcng.
Orang angkatan tua mungkin masih banyak yang kenal
dia." Giok-liong-taicu (putra mahkota naga kemala) Tian Ling-kun
sangat tinggi ilmu silatnya, cuma lantaran pada waktu
berumur Iikuran dia telah di-pukul ayah mertuanya hingga
cacat, lalu hidup mengasingkan diri di pedusunan, orang yang
kenal dia tidak banyak,
Tapi bila nama Giok-bin-lion-ong Tian lam beng disebut,
orang yang kenal dia tidaklah sedikit. Bukan cuma kaum tua
saja yang tahu, tokoh angkatan muda juga banyak yang
pernah mendengar kisahnya pada masa lampau.
Dengan sendirinya kisah itu kebanyakan cuma cerita dari
mulut ke mulut, dalam cerita Tian Lam -beng dilukiskan
sebagai tokoh yang berdiri antara jahat dan baik. Ada
sementara orang merasa penilaian "segala kejahatan
diperbuatnya" agak berlebihan, tapi Tian Lam-beng memang
tokoh dua angkatan, siapa pun tidak berani mengaku tahu
kisah hidupnya dengan benar, sebab itu juga tidak ada yang
membela kisahnya itu.
Di tengah berisik orang banyak Ciok Thian-hing bicara lagi,
"Apakah Nyo Yam satu komplotan jahat dengan ayahnya atau
tidak, baik kuturuti perintah Ciangbun dan tidak
membicarakannya sementara. Tapi bahwa Nyo Yam
berkomplot dengan Siau-yau-li ini jelas adalah fakta yang tidak
dapat disangkal. Siau-yau-li ini berasal dari keluarga bajak
besar, kakek dan ayahnya masih banyak meninggalkan sisa
anak buah yang masih hidup. Sekarang Nyo Yam berkomplot
dengan dia, adakah intrik keji yang merugikan perguruan kita,
hal inilah yang kita usut dan tidak boleh diremehkan."
Bicara sampai di sini, ia berpaling dan membentak, "Siauyauli, jika kau ingin kuberi kelonggaran atas dosamu, maka
lekas mengaku terus terang. Adakah komplotanmu yang lain,
sekarang Nyo Yam berada di mana" Pula, kejahatan apa lagi
yang diperbuatnya, harus kau tuturkan semua yang kau
ketahui." "Hm, panjang lebar ucapanmu, aku cuma ingin memberi
komentar satu kalimat saja, yaitu mulut anjing tidak mungkin
tumbuh gading," ejek Liong Leng-cu.
Mnka Ciok Thian-hing kembali merah padam saking murka,
bentaknya, "Siau-yau-li, kau-berani . . . . "
"Kau berani memaki leluhurku, tentu aku pun berani
memakimu," jengek Leng-cu.
"Kamu tidak mengaku salah, sebaliknya berani main gila
padaku, terpaksa kulaksanakan hukuman bagimu," bentak
Ciok Thian-hing sambil melontarkan pukulan.
Tampaknya tulang pundak Liong-cu akan dipukul hancur
olehnya. Lantaran yang dimakinya adalah sesepuh Thian-sanpai,
sekali ini Ling Peng-ji pun tidak berani menolongnya.
Pada detik tarakhir yang menentukan itulah, sekonyongkonyong
ada orang membentak, "Tahan! Dia cuma tertuduh
ikutan saja, aku inilah tertuduh utamanya. Kalau mau periksa
boleh peribsa saja diriku!"
Suaranya tidak keras, tapi menggetar anak telinga Ciok
Thian-hing hingga terasa mendengung. Nyata pendatang itu
adalah Nyo Yam, yang di-gunakannya adalah ilmu gelombang
suara yang baru saja berhasil diyakinkannya.
Tergetar hati Ciok Thian-hing, tanpa terasa tangan yang
memukul itu ditarik kembali.
Pada kejap lain, tahu-tahu Nyo Yam sudah muncul di depan
mereka. Betapapun Iwekang Ciok Thian-hing memang sangat kuat,
meski hati tergetar, segera pulih biasa lagi, teriaknya,
"Tangkap murid murtad ini!"
Serentak tiga orang melompat maju. Mereka adalah Pek
Eng-ki, Ho Eng-yang dan Han Eng-hoa. Mereka adalah murid
Thian-san-pai angkatan ketiga yang paling tangguh, karena
nama mereka sama memakai "eng", maka diberi julukan pula
sebagai Thian-san-sam-eng atau tiga ksatria Thian-san.
Di antara mereka bertiga, ilmu pedang Pek Eng-ki paling
cepat dan gsnas, dia kemenakan Pek Kian-sing, ilmu
pedangnya juga ajaran sang paman.
Pek Kian sing adalah salah satu dari keempat murid utama
angkatan kedua, kehebatan ilmu pedangnya cuma di bawah
Ting Tiau-min. Tapi kemenakan ajarannya itu ternyata jauh
lebih pandai daripada murid didik Ting Tiau-min, bahkan di
antara murid angkatan ketiga itu tiada seorang pun yang
dapat melebihi dia.
Ketiga orang itu serentak turun tangan, pedang Pek Eng-ki
menyambar paling cepat. Nyo Yam berteriak, "Pek ."
Namun Pek Eng-ki telah membentak, "Kami cuma
melaksanakan perintah dan tidak kenal ampun!"
Ia tidak peduli seruan Nyo Yam, secepat kilat pedangnya
menabas. Jantung Peng-ji hampir melompat keluar dari rongga
dadanya saking kuatirnya, ia berharap serangan Pek Eng-ki itu
menggunakan tusukan, kalau tidak, tabasan itu pasti akan
membuat putus pergelangan tangan Nyo Yam.
Tak terduga, pada detik itu juga terdengar Suara "cring"
sekali disertai meletiknya lelatu api, dua pedang sama
mencelat. kiranya Eng Hoa juga memakai pedang, dia menyerang
dengan jurus Tui-hong-kiam-hoat, cuma gerakannya agak
lambat daripada Pek Eng-ki.
Jika serangan Pek Eng-ki menabas pergelangan tangan Nyo
Yam, serangan Han Eng-hoa menusuk Ciang-bun-hiat di
punggung anak muda itu. Ciang-bun-hiat adalah hiat-to
kelumpuhan. Karena diserang dari muka dan belakang, JNyo Yam sendiri
bertangan kosong sehingga tak-dapat menangkis, dalam
keadaan demikian sungguh keadaannya sangat berbahaya.
Siapa tahu gerab Nyo Yam terlebih cepat daripada mereka,
sekali jari menjentik, lebih dulu ia menjentik punggung pedang
Pek Eng-ki. Betapa tinggi ilmu pedang Eng-ki ternyata tidak
tahan tenaga jari sakti selentikan Nyo Yam itu.
Dan sekali menjentik, secepat kilat Nyo Yam raembalik
tubuh, pedang Pek Eng-ki yang terpental itu kebetulan
membentur pedang Han Eng-hoa yang menusuk dari
belakang. Rupanya bekuatan kedua orang seimbang, maka benturan
pedang membuat pedang mereka terlepas dari cekalan disertai
letikan api. Di antara hadirin tidak sedikit jago pedang ternama,
semuanya sama melongo. Anak murid Thian-san-pai juga
sama terkesiap.
Tak terduga, belum lenyap kejut mereka, tontonan menarik
muncul lagi. Sekali ini bukan pedang mencelat melainkan
orang roboh. Ho Eng-yang tidak berlatih ilmu pedang melainkan
meyakinkan ilmu pukulan, soal tenaga dalam juga dia paling
kuat. Di antara ketiga orang serangannya tiba paling belakang,
namun pukulannya justru tepat mengenai Nyo Yam.
letapi yang roboh bukanlah Nyo Yam melainkan Ho Engyang
sendiri. "Blang", tubuh Eng-ysng pendek gemuk kontan
mencelat. Keruan Ciok Thian-hing terkejut. cepat ia memburu maju
untuk memegangnva.
Siapa tahu tenaga getaran yang dialami Ho Eng-yang itu
terlampau keras sehingga tangan Ciok Thian-hing pun tergetar
sakit. "bluk". Ho Eng-yang tetap jatuh terbanting.
Rupanya Nyo Yam sengaja hendak pamer kekuatan, ia
sudah menduga Ciok Thian-hing akan tampil untuk menolong,
sebab itulah pada waktu mengerahkan tenaga dalam ia juga
menggunakan kungfu "Keh-but-toan-kang", yaitu menyalurkan
tenaga dalam melalui tubuh lawan uutuk menyerang pihak
ketiga, sebaliknya tubuh yang di saluri tenaganya tidak sampai
cedera. Sebenarnya dengan kekuatan Ciok Thian-hing rnasih
sanggup menahan tenaga serangan Nyo Yam, tapi pertama
lantaran dia tidak tahu Nyo Yam sudah menguasai kungfu
istimewa itu, juga tidak terpikir siap siaga sebelumnya
sehingga karena terkejutnya ia kena dikerjai Nyo Yam.
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia adalah kepala keempat murid andalan Thian-san-pai
angkatan kedua merargkap sebagai sesepuh penegak hukum,
kejadian ini tentu membuatnya kehilangan muka.
Dengan kejut dan gusar segera ia siap menyerang.
Tapi Nyo Yam telah membentak. "Kau bilang aku murid
murtad, ini penilaian pribadimu dan belum diputuskan oleh
perguruan. kenapa aku tidak diberi kesempatan untuk bicara?"
Nyo Yam mendahului menuduh orang, mau tak-mau Ciok
Thian-hing harus berpikir dua kali, sebagai orang tua, bila
terjadi pertarungan dan dirinya tidak mampu mengatasi Nyo
Yam alau berbalik kecundang, tatkala mana mukanya akan
ditaruh di mana dan tentu tidak cocok untuk menjadi sesepuh
penegak hukum lagi.
Ia bisa melihat gelagat. ia urung menyerang, katanya,
"Kamu mengkhianati guru dan durhaka kepada leluhur, bukti
nyata sudah jelas, apa yang akan kaukatakan lagi?"
"Hm, tuduhanmu biar sebentar lagi akan ku-bantah,"
jengek Nyo Yam. "Sekarang ingin kutanya dulu padamu, ada
hubungan apa urusanku dengan nona Liong" Mengapa kau
hina dia" Orang tua menganiaya orang mada, sungguh tidak
tahu malu?"
"Dia begundalmu, aku sedang memeriksa dia, jika dia tidak
mau mengaku, dengan sendirinya aku harus bertindak
padanya," jawab Thian-hing dengan gusar.
"Hm, masakah ada harganya ka uperiksa dia" Kalau mau
periksa kukira harus periksa dulu anakmu," jengek Nyo Yam.
"Kau . . . kau . . ,. " saking kejut dan gusar sampai ucapan
Thian-hing menjadi tidak lancar.
"Aku kenapa?" tanya Nyo Yam. "Dengan sendirinya aku ada
bukti dan ada saksi. makanya aku berani bicara demikian."
Habis berucap, ia berpaling dan memberi hormat kepada
Tong Kah-goan, lalu berkata pula. "Mohon Ciangbunjin
memberi keadilan!"
Melihat apa yang dikatakan Nyo Yam sama dengan apa
yang diucapkan Liong Leng-cu tadi. timbul juga rasa sangsi
Tong Kah-goan, katanya, "Kau punya bukti dan saksi apa coba
perlihatkan padaku!"
Nyo Yam menyodorkan surat pengakuan dosa itu, katanya,
"Jangankan nona Liong tidak ikut berbuat kejahatan apa pun,
seumpama pernah, kan juga keterialuan jika ilmu silatnya
dimusnahkan. Setelah Ciaugbunjin membaca surat pengakuan
dosa ini tentu akan tahu jelas sesungguhnya siapa, yang
teraniaya."
Sekadarnya Tong Kah-goan membaca surat pengakuan
dosa yang ditulis dengan darah itu, mendadak air mukanya
berubah kelam dan tidak bersuara.
-ooo0dw0ooo- Jilid 16 Melihat sikap sang ketua, para anak murid sama bisik-bisik
membicarakan hal ini, "Surat Pengakuan Dosa" Siapa yang
mengaku dosa?"
Dalam pada itu Ciok Thian-hing menjadi gusar, teriaknya,
"Hm, binatang cilik ini sengaja membuat surat dosa apa
mengenai diriku?"
Nyo Yam balas mendengus, "Mengingat engkau adalah
sesepuh perguruan, maka masih ku-hormatimu beberapa
bagian. tapi bila engkau sembarang memaki orang, jangan
menyesal bila aku..."
Cepat Tong Kah-goan mencegahnya, "Nyo Yam, jangan
kurang sopan terhadap orang tua. Ciok-suheng, kesalahannya
belum jelas, maka untuk sementara hendaknya kau
perlakukan dia sebagai anak murid perguruan kita serupa yang
lain." Di balik ucapannya jelas bernada mencela caci-maki Ciok
Thian-hing tadi agak keterlaluan.
Nyo Yam, tetap tersenyum ejek, katanya pula, "Atas
perintah Ciangbun, biar sementara aku mengalah padamu.
Cuma, apa yang kau katakan jelas tidak betul. Pertama, dari
mana kautahu aku sengaja membuat sesuatu bukti" Kedua,
dari mana pula kau tahu ini bukti dosamu" Benarkah engkau
berbuat dosa, aku sendiri pun tidak tahu. Kukira engkau tidak
perlu ketakutan jika memang tidak bersalah."
Sebenarnya maksud Ciok Thian-hing hendak menyatakan
Nyo Yam sengaja membuat bukti dosa putranya, secara di
bawah sadar ia anggap putra sama dengan dirinya, sebab
itulah ia salah omong sehingga hal ini dipakai oleh Nyo Yam
sebagai senjata untuk menyerangnya, keruan seketika
mukanya menjadi merah padam, ingin mengumbar
kemarahan, tapi tidak tahu cara bagaimana harus berbuat.
Segera Tong Kah-goan membentak, "Nyo Yam, ada urusan
apa boleh dibicarakau dengan baik dan jangan berlaku kasar.
Untuk kedua kali-nya kuperingatkan, kalau melanggar lagi
tentu tidak ada ampun."
Habis bicara ia sodorkan surat pengakuan dosa itu kepada
Ciok Thian-hing, katanya, "Ciok suheng, silakan baca sendiri."
Ciok Thian-hing sudah menduga beberapa bagian isi surat
itu, tapi setelah dihaca, tidak urung ia rada gemetar dan muka
pucat serupa mayat. Kedua tangan gemetar, sungguh ia ingin
merobek hancur lebur surat pengakuan itu, tapi tidak berani.
Jelas terbaca olehnya pengakuan Ciok Jing-coan tentang
gagal memperkosa Liong Leng-cu dan berbalik dilukai oleh
nona itu. Karena itu ia mengaku salah dan bersumpah
selanjutnya takkan membikin susah Liong Leng-cu lagi.
Sebagai saksi tertanda di situ Liok Kam-tong dan sebagai
pengawas di situ ditanda tangani Kang Siang-hun.
Kang Siang-hun dan Liok Kam-tong berdua membubuhkan
tanda tangan dengan jelas, hanya Ciok Jing-coan yang
memberi tanda tangan dengan tanda X saja.
Ciok Thian-hing sendiri sebenarnya belum tahu kejadian ini,
cuma sekarang pun dapat dirabanya.
teringat olehnya kejadian tempo hari ketika ia mengetahui
Liong Leng-eu telah kabur dan anaknya terluka, menurut
keterangan Liok Kam-tong waktu itu, katanya Kang Siang-hun
membantu Liong Leng-cu menghajar luka anaknya-Maka ia
mengaitkan urusan itu dengan seiisih paham antara Kang
Siang-hun dengan Beng Hoa.
Waktu itu ia pun merasa urusan agak janggal, cuma ia tidak
ingin mengusut lebih lanjut, terpaksa menerima penjelasan
yang menguntungkan anaknya itu. Dan urusan yang
menyangkut Kang Siang hun itu, setiba di Thian-san ia pun
tidak berani lapor kepada Tong Kah-goan.
Sekarang setelah membaca surat pengakuan tersebut
barulah ia tahu duduk perkara. Mau-tak-mau ia harus percaya
apa yang terurai dalam surat pengakuan itu memang kejadian
nyata. Cuma, meski dalam hati percaya kejadian itu, namun di
mulut tidak bisa tidak ia harus menyangkal bagi anaknya.
"Lapor Ciangbun," katanya kemudian, "murid murtad Nyo
Yam menyadari dosanya yang tak terampunkan karena
membikin susah sesama saudara seperguruan maka surat
pengakuan dosa ini bukan mustahil cuma karangan belaka
untuk menfitnah."
"Huh, sejak tadi bukankah Ciok-tianglo minta bukti dan
saksi segala?" jengek Liong Leng-cu. "Sekarang buktiku sudah
diperlihatkan oleh Nyo Yam, saksi juga sudah ada, tapi engkau
malah menuduh Nyo Yam memfitnah dan memhuat bukti
palsu, memangnya untuk engkau sendiri mempunyai bukti"
Kalau melulu berdasarkan perkiraan saja tentu tidak dapat
diterima. Umpamanya .kalau boleh berdasarkan perkiraan,
maka aku pun dapat menyatakan engkau sendiri seorang
ksatria munafik yang berbaju pendekar, tua bangka yang
membela anak sendiri yang melakukan kejahatan, apakah
tuduhanku ini juga akan kau terima?"
Sampai gemetar Ciok Thian-hing saking gusar-nya,
bentaknya, "Siau-yau-li, kou . . . kau berani sembarang omong
dan memaki diriku?"
Leng-cu tertawa, jawabnya, "Aku kan cuma memakai
perumpamaan saja. Jika engkau bukan orang begitu, buat apa
mesti marah" Hehe, tentu sekarang kau tahu melulu
berdasarkan perkiraan saja sukar untuk diterima."
Dengan susah payah Ciok Thian-hing menemukan sesuatu
alasan, serupa orang yang karam dan mendadak dapat meraih
sesuatu, dengan alasan saksi ia berkata, "Nyo Yam tidak hadir
pada waktu itu, umpama berdasarkan bukti surat pengakuun
ini, maka saksi utama kan seharusnya Kang Siang-hun
adanya." "Putra kesayanganmu itu bukankah sudah membubuhkan
tanda tangan di atas surat pengakuan" Dan putramu itulah
saksinya!" kata Leng-cu.
Surat pengakuan itu diserahkan Nyo Yam kepada Tong Kahgoan,
lalu diteruskan kepada Ciok Thian-hing untuk dibaca,
sejauh itu surat pengakuan itu tidak pernah dipegang oleh
Liong Leng-cu Tapi nona ini toh tahu juga di atas surat
pengakuan itu terdapat tanda tangan pengakuan Ciok Jingcoan,
jadi jelas Leng-cu tahu benar isi surat pengakuan
tersebut Berdasarkan hal-hal ini, Tong Kah-goan menarik kesimpulan
bahwa surat pengakuan dosa itu memang ditanda tangani
Ciok Jing-coan di depan Liong Leng-cu. Maka dia mulai
percaya kepada keterangan Leng-cu dan Nyo Yam. Segera ia
minta kembali surat pengakuan itu dari Ciok Thian-hing dan
coba dibaca lagi lebih teliti.
Karena surat itu tidak dibacakan secara ter-buka, maka
para tamu dan anak buah Thian-san-pai sama berbisik
membicarakan hal ini dan ingin tahu sesungguhnya Ciok Jingcoan
berbuat kcsalahan apa.
Tong Kah-goan lantas memberi tanda agar semua orang
jangan ribut, serunya, "Urusan ini belum jelas duduk
perkaranya, Nyo Yum telah menyerahkan bukti kesalahan Ciok
Jing-coan ini, isi surat pengakuan ini untuk sementara tidak
dapat diumumkan."
Jika sang ketua sudah memberi keputusan demikian, anak
murid terpaksa menurut, para tamu juga tidak enak untuk ikut
ribut. Tapi meski mereka tidak bicara lagi, rasa saugsi dalam
hati tambah besar. Kcbanyakan orang sama menduga di balik
urusan ini tentu terdapat sesuatu kejadian yang memalukan
untuk diketahui umum.
Namun bantahan Liong Leng-cu tadi berbalik memberi
kesempatan kepada Ciok Thian-hing untuk menemukan suatu
alasan. Segera ia mendengus, "Mohon Ciangbun maklum, hdah
putraku terpotong oleh Nyo Yam, ia tidak dapat memberi
bantahan. Apa yang diienut surat pengakuan ini tidak terdapat
tanda tangannya, yang ada cuma sebuah tanda silang, ini kan
dapat dilakukan oleh siapa pun. Jika ingin membubuhkan surat
pengakuan ini benar atau palsu, terpaksa harus minta
kesaksian Kang Siang-hun."
"Kang-taihiap terluka waktu bertempur dengan pasukan
Boanjing, sekarang masih merawat luka di ruiuah Lohai," kata
Nyo Yam. "Namun paling lama sebulan atau mungkin cukup
sepuluh hari lagi beliau pasti akan datang kemari."
"Jika begitu perlu tunggu akan kedatangannya untuk
memutuskan perkara ini," kata Thian-hing. "Sekarang psrlu
selesaikan dulu perkara yang menyangkut Nyo Yam."
Ia tidak punya jalan lain, terpaksa harus menggunakan akal
ulur waktu. Namun Nyo Yam tidak memberi kesempatan padanya,
segera ia berkata pula, "Lnpor Ciangbun, perkaraku
berhubungan erat dengan perkara Ciok Jing-coan, maka
kumohon urusan ini perlu diputuskan dulu barulah akan
kubeberkan segala apa yang menyangkut perkaraku."
"Tapi Kang Siang-hun tidak dapat hadir untuk memberi
kesaksian, lalu cara bagaimana perkara ini dapat diputuskan?"
ujar Tong Kah-goan. Nyata nadanya sudah jauh lebih lunak
terhadap Nyo Yam, bahkan tanpa terasa ia sudah langsung
mewakili Ciok Thian-hing melaksanakan tugas tebagai
penuntut. Nyo Yam berkata pula, "Meski Kang-taihiap tidak dapat
hadir sekarang, tapi surat pengakuan dosa itu dibubuhi tanda
tangannya selaku pengawas pada waktu Ciok Jing-coan
mengakui kesalahan pada surat tersebut."
"Hm, siapa tahu tanda tangan itu asli atau palsu?" jengek
Ciok Thian-hing.
"Untuk membedakan tulen atau palsu kan. tidak sulit," sela
Ping-ji tiba-tiba. "Ayah Kang Siang-hun. Kang Hai-thian Kangiaihiap
kan sahabat karib Lociangbun (mendiang ketua lama)
kita, di antara msreka sering surat menyurat. Setelah Kangtaihiap
berusia lanjut, surat beliau sering ditulis oleh Kang
Siang-hun. Kukira surat menyurat itu masih tersimpan baik
oleh Ciangbunjin."
"Dari mana kau tahu Kang Siang-hun yang menulis bagi
ayahnya?" tanya Thian-hing.
Tong Kah-goan tersenyum, ucapnya, "Api yang dikatakan
Peng-ji memang tidak salah. Maklumlah, beberapa tahun
terakhir surat Kang-taihiap kepada ayahku memang betul
dijelaskan bahwa surat itu ditulis oleh putranya Kang Sianghun
Selain itu, ketika Kang Siang-hun bertamu kemari dahulu,
ia pun pernah menulis sepasang tui-lian (sanjak bias) dan
disumbangkan padaku. Kukenal gaya tulhannya memang
sama dengan tulisan surat ayahnya kepada ayahku."
"Jika begitu, asalkan sekarang Ciangbunjin mencocokkan
gaya tulisan surat lama dengan tanda tangannya dalam surat
pengakuan ini, kan segalanya menjadi jelas?" ujar Ling Pengji.
"Kang-taihiap adalah tokoh ternama, nama Kang Siang-hun
sendiri juga terkenal di dunia persilatan," kata Thian-hing
penasaran. "Gaya tulisan orang terkenal biasanya lebih mudah
dipalsukan. Terlebih seperti ueapanmu, sesudah lanjut usia,
surat Kang-taihiap sering diwakilkan Kang Siang-hun untuk
menulisnya, dengan begitu orang yang pernah melihat gaya
tulisannya tentu tarnbah banyak dan semakin mudah pula
orang memalsukannya."
Cara bicara Ciok Thian-hing ini bagi orang yang sedikit
dapat berpikir tentu makium Ciok Thian-hing sengaja
membantah asal membantah, namun bantahannya juga tidak
dapat dikatakan tidak beralasan.
Dengan ketus Nyo Yam lantas berkata, "Baik, kau bilang
tulisan orang terkenal mudah dipalsukan maka biar kuberi
bukti gaya tulisan orang yang, bukan tokoh ternama."'
Muka Ciok Thian-hing tampak pucat, sedapat-nya ia
bersikap tenang dan membentak, "Siapa yang
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kaumaksudkan?"
"Jauh di ujung langit, dekat di depan mata, orang ini taklaintak-bukan adalah muridmu sendiri Liok Kam-tong," teriak
Nyo Yam dengan suara lantang. "Dia juga salah satu saksi
yang ikut menanda tangani surat pengakuan tersebut."
Di antara anak murid Thian-san-pai angkatan ketiga, urutan
pertama diduduki Pek Eng-ki. Liok Kam-tong termasuk nomor
sembilan. Jadi di antara murid angkatan ketiga yang
berjumlah lebih 30 orang itu kedudukan Liok Kam-tong tidak
terlalu rendah. Namun di dunia kangouw ia termasuk bu-bengsiaucut atau prajurit tak bernama alias keroco.
Ia tidak banyak sekolah, biasanya selain sekadar merulis
surat keluarga, jarang ia berlatih menulis. Sebab itulah tidak
ada saudara seperguruan yang memperhatikan gaya
tulisannya. Tapi lantaran itu juga Nyo Yam pasti tidak dapat
memalsukan gaya tulisannya.
Supaya makium, sejak kecil Nyo Yam tinggal di Thian-san
dan meninggalkan perguruan ini pada usia 11 tahun, waktu
tinggal di Thian-san, ada tiga orang yang mengajar dia
membaca dan menulis, mereka adalah ayah angkatnya, yaitu
Ki Tiang-hong, lalu Ling Peng-ji dan Toan Kiam-jing.
Jadi sama sekali Liok Kam-tong tidak ada kesempatan
berdekatan dengan Nyo Yam, umpama waktu itu Nyo Yam
pernah melihat gaya tulisannya, waktu itu dia baru anak kecil
dan tidak mungkin sengaja menirukan gaya tulisannya.
Memang sejak tadi ada pikiran Tong Kah-goan hendak
mencocokkan gaya-tulisan Liok Kam-tong, cuma lantaran dia
adalah murid Ciok Thian-hing, tidak enak bagi Tong Kah-goan
untuk mengemukakan maksudnya itu.
Sekarang Nyo Yam yang mengusulkan hat ini, segera Kahgoan
berkata, menurut keterangan Kam-tong tadi, agaknya
banyak yang berbeda daripada apa yang tertulis dalam surat
pengakuan ini, sesungguhnya bagaimana duduknya perkara
memang perlu tanya dia lebih lanjut. Dalam surat pengakuan
ini juga terdapat tanda tangannya, asalkan dicocokkan segera
akan ketahuan tulen atau palsu.
Maka ia lantas memberi perintah agar Liok Kam-tong
dihadapkan. Siapa tahu. Liok Kam-tong yang tadi masih "dekat di depan
mata" itu sekarang mendadak menghilang,
Kiranya pada waktu Nyo Yam mengeluarkan surat
pengakuan tadi, Liok Kam-tong menduga anak muda itu pasti
akan bertindak demikian, ia pikir duduknya perkara akhirnya
pasti akan tersingkap, maka selagi keadaan agak rihut, diamdiam
ia kabur. Begitulah setelah kacau sekian lamanya, murid yang
disuruh mencari Liok Kara-tong akhirnya kembali tanpa hasil.
Tong Kah-goan menjadi marah, katanya, "Liok Kam-tong
tidak mendapatkan sesuatu tugas, mengapa dia tidak hadir di
sini?" Meski dia tidak terang-terangan mengatakan Liok Kam-tong
melarikan diri karena merasa berdosa, namun nadanya jelas
mengandung maksud demikian.
Dengan wajah masam Ciok Thian-hing lantas berkata, "Dia
adalah muridku, urusan ini pasti akan kuusut menurut
peraturan. Tapi kuyakin dia tidak kabur, sebab kemarin dia
terlampau giat berlatih kungfu, mungkin kurang enak badan,
maka pulang ke kamarnya untuk mengaso. Entah dia
mengambil jalan kecil mana sehingga tidak heran tidak dapat
diketemukan dengan segera."
Tong Kah-goan tahu orang sengaja mengulur waktu belaka,
tapi lantaran Ciok Thian-hing terhitung suheng, terpaksa ia
harus memberi muka. katanya, "Baiklah, lantas cara
bagaimana perkara ini harus diadili menurut psndapat
Suheng" Apa kah baru akan berlangsung lagi setelah Kamtong
ditemukan?"
Untuk mengalihkan perhatian orang, terpaksa Thian-hing
berkata, "Menurut pendapatku, nona Liong ini boleh
dibebaskan untuk sementara. Tapi perkara ini sebenarnya
menyangkut Nyo Yam sebagai pemeran utama, jika tertuduh
utama sudah ada, rasanya Nyo Yam saja yang harus diperiksa
lebih dulu."
Ciok Thian-hing sendiri adalah sesepuh penegak hukum,
menurut peraturan dunia persilatan, perkara punting yang
menyangkut anak murid perguruan harus diadili oleh dia.
Sesudah menghasilkan keputusan. Ciangbunjin berhak
mcaghukum atau meringankan menurut keputusan yang
dijatuhkan. Tapi dalam persidangan Ciangbunjin yang
diagungkan juga cuma hadir sebagai hakim anggota saja.
Cuma keadaan sekarang memang agak istimewa, yaitu
lantaran perkara putra Ciok Thian-hing yang dituduh berbuat
tidak senonoh itu masih ditunda dan belum ada penyelesaian,
maka Thian-hing sen diri rada kuatir sehingga ucapan Tong
Kah-goan terasa seperti penuntutnya.
Apakah Nyo Yam yang harus diperiksu dulu atau tidak,. ini
menyangkut tata cara peradatan urusan begini! mestinya tidak
perlu Thian hing minta persetujuan Ciangbunjin.
Tong Kah-goan juga tahu Ciok Thian-hing sengaja hendak
membela putra sendiri sehingga tugasnya sebagai penuntut
takkan berlaku adil lagi. Tapi demi untuk menjaga kehormatan
sang suheng, terpaksa ia berkata, "Baiklah, cara bagaimana
urusan ini akan disidangkan. boleh Suheng tentu kan saja cara
yang paling baik."
Thian-hing berdehem untuk menutupi rasa kikuknya, lalu
berkata, "Sekarang aku bertindak merangkap penuntut, maka
akan kuumumkan dulu kesalahan apa yang diperbuat Nyo
Yam ." Belum habis ucapannya. mendadak Nyo Yam tertawa
dingin, katanya, "Sudahlah, tidak perlu lagi engkau membuang
tenaga untuk bicara lagi. Kesalahan yang akan kau tuduhkan
padaku sudah ku-ketahui dengan jelas, apalagi kalau bukan
sebangsa khianat terhadap perguruan dan durhaka terhadap
leluhur, membikin celaka saudara seperguruan dan
sebagainya."
"Asal kau tahu saja," teriak Thian-hing dengan gusar. "Dan
semua itu apakah belum cukup?"
Nyo Yam tidak menggubrisnya, ia menyambung lagi,
"Guruku sudah wafat, betapa hormatku terhadap guru, baik
semasa hidup beliau dan sesudah wafat tetap sama. Maka
tuduhan khianat dan durhaka terhadap perguruan segala
sama sekali tidak benar."
"Bukan begitu pengertian tentang khianat dan durhaka
terhadap perguruan," kata Tong Kah -goan. "Umpama tidak
menghormati orang tua sesama perguruan juga termasuk
pasal kesalahan ini."
"Ya, kutahu," kata Nyo Yam. "Bahwa ku berani terhadap
Ciok Thian-hing, jelek atau baik dia adalah orang tua
seperguruan, maka dia dapat menuduh aku dengan pasal ini.
Namun aku pun herhak membela diri."
"Betul," kata Kah-goan. "Dan sekarang perkara ini belum
diputus, kamu memang berhak membela diri. Cuma diperlukan
alasan yang cukup."
"Ini menyangkut sesepuh penegak hukum, apakah alasanku
cukup atau tidak, siapa yang akan menentukan hal ini?" tanya
Nyo Yam. "Kamu tidak perlu kuatir, perkara yang menyangkut
kehormatan perguruan kita sendiri pasti akan diputuskan oleh
peradilan bersama seluruh anggota perguruan, soalnya tinggal
alasanmu cukup kuat atau tidak?" kata Tong Kah-goan.
Hati Thian-hing kurang senang. tapi Toh Kah-goan bicara
menurut peraturan. baik peraturan perguruan maupun
peraturan yang berlaku di dunia persilatan umumnya, terpaksa
ia tidak dapat membantah melainkan cuma mendengus saja,
"Baik, coba katakan saja. ingin kutahu apa alasanmu?"
"Biarlah kukatakan saja kedua tuduhan yang kau
kemukakan tadi, cuma urutannya perlu diputar balik," kata
Nyo Yam. "Tuduhan khianat dan durhaka terhadap perguruan
harus terletak di belakang tuduhan membikin celaka sesama
saudara seperguruan, ini berarti sebabnya kulukaimu adalah
gara-gara kucederai lebih dulu putra kesayanganmu itu. Betul
tidak?" Nah, untuk itu hendak kujelaskan dulu sebab apa
timbul perkelahianku dengan putramu."
"Hmnn, berkelahi kalamu?" jengek Thian-hing. "Memangnya
begitu ringan persoalannya" Sesudah dia terluka malahan kau
potong lidahnya. Jadi cuma perkelahian antar saudara
seperguruan, apakah perlu pakai cara keji begitu" Aku justru
ingin tanya padamu, sesungguhnya ada permusuhan besar
dan dendam kesumat apa antara Jing-coan denganmu?"
"Hm, keteranganku belum lagi kupaparkan kepada
Ciangbunjin dan kamu sudah omong sebanyak ini,
memangnya ini persidangan yang adil?" jengek Nyo Yam.
"Pokoknya begini, aku di bolehkan bicara atau tidak?"
"Nyo Yam," bentak Tong Kah-goan dengan kening
bekernyit, "saat ini kamu adalah tertuduh, kamu dilarang
bertengkar dengan sesepuh penuntut. Nah, bicara saja, sebab
apa kau cederai Jing-coan?"
Ucapan Tong Kah-goan ini kedengarannya mendamperat
Nyo Yam, padahai juga mencela sikap Ciok Thian-hing yang
suka ribut itu.
Tentu saja Thian-hing mendongkol dan marah, pikirnya,
"Jabatan Ciangbun ini seharusnya bagianku, tapi aku
mengalah padamu, namun kamu tidak tahu terima kasih
padaku, sebaliknya membikin rikuh padaku. Pada suatu hari
tewtu akan kubuatmu terjungkal dari singgasana
kedudukanmu sekarang."
Kalau dia mendongkol sendiri, di sebelah lain Nyo Yam
lantas berkata menghadapi Tong Kah-goan, teriaknya, "Ada
ucapan Ciok-tianglo yang benar, yaitu persoalannva bukan
perkelahian biasa. Harap Ciangbun maklum, waktu itu bila
tidak kulukai Ciok Jing-coan tentu akulah yang akan dibunuh
olehnya." "Sebab apa Jing-coan hendak membunuhmu?" tanya Kahgoan.
"Dia . . . dia tidak senang melihat aku berada bersama Lingcici,
dia . . dia datang dan .. dan mengganggu Ling-cici, aku
berusaha mencegahnya agar jangan menggunakan kata-kata
kotor, tapi dia berbalik hendak membunuhku."
Nyo Yam tidak ingin menceritakan kejadian tempo dulu,
namun apa yang diuraikannya bukanlah karangan belaka. Tapi
bagi pendengaran anak murid Thian-san-pai, keterangan Nyo
Yam itu menimbulkan pikiran mereka ke arah yang bukanbukan
sehingga menambah rasa curiga mereka, bahkan
banyak yang memperlihatkan sikap seperti memahami apa
yang terjadi. Supaya makium, tentang lamaran Ciok Jing-coan terhadap
Ling Peng-ji dan gagal, hal ini sama diketahui saudara
seperguruannya. Meski surat pengakuan Jing-coan yang gagal
memperkosa Liong Leng-cu tidak dibacakan di depan orang
banyak oleh Tong Kah-goan, tapi setelah mengikuti tanya
jawab tadi, sedikit banyak isi surat pengakuan itu pun dapat
diterka mereka.
Paling tidak semua. orang percaya tuduhan berbuat tidak
senonoh sudah dapat dijatuhkan atas diri Ciok Jing-coan.
Sebab itu pula banyak orang berpendapat gangguan Ciok Jingcoan
terhadap Ling Peng-ji mungkin sama dengan
perbuatannya terhadap Liong Leng-cu.
Tong Kah-goan juga mempunyai kecurigaan seperti ini,
cuma ia tidak mau tanya sejelasnya, ia hanya tanya Ling Pengji,
"Apa yang dikata-kan Nyo Yam apakah kejadian
sebenarnya?"
"Ya, waktu itu Ciok-suko memang melolos pedang dan
bermaksud membunuh Myo Yam," tutur Peng-ji. "Ia memang
juga banyak bicara yang tidak enak didengar dan tidak ingin
kutirukan. Cuma, Ciok-suheng belum sampai berbuat apa-apa
terhadapku cuma memaksaku ikut pulang kemari
bersamanya."
Tuduhan Ling Peng-ji terhadap Ciok Jing-coan tidak
segawat Nyo Yam, tapi derm mendengar ceritanya bahwa Ciok
Jing-coan hendak membunuh Nyo Yam dan memaksa dia
pulang ke Thian-san, mau-tak-mau timbul pendapat mereka
bisa jadi waktu itu Ciok Jing-coan memang tidak bertindak
sesuatu yang tidak senonoh, tapi berpikiran busuk jelas tidak
perlu disangsikan.
Mungkin karena dapat meraba maksud jahat Ciok Jingcoan,
maka Ling Peng-ji waktu itu menolak ikut pulang
bersama dia. Dan Nyo Yam tentu saja membela Peng-ji, maka
Ciok Jing-coan menjadi marah dan hendak membunuh Nyo
Yam. Mengingat banyak tamu yang hadir di situ, Tong Kah-goan
pikir bila perkara ini terus di sidangkan, mungkin urusan akan
tambah memalukan. Terpaksa ia berlagak mengomeli Nyo
Yam sebelum mendapat cara pemecahan yang baik, katanya,
"Apa pun juga tidak pantas kau potong lidah Ciok Jing-coan."
Namun ucapan ini bagi pendengaran Ciok Thian-hing justru
terasa tidak enak, sebab di balik ucapan itu seakan-akan
hendik mengatakan tindakan Nyo Yam itu agak terlampau
keras dan perbuatan Ciok Jing-coan yang tidak senonoh itu
memang pantas diberi hukuman.
Begitulih muka Ciok Thian-hing sebentar pucat sebentar
merah, akhirnya ia melototi Ling Peng-ji dan berkata, "Lapor
Ciangbun, Ling Peng-ji dan Nyo Yam berkumpul sejak kecil
dan erat seperti saudara sekandung, tidaklah heran bila antara
mereka berdua saling membela. Maka ku kira kesaksian
mereka tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar, sebab
menurut keterangan putraku jelas tidak sama dengan cerita
mereka." "Oo, cara bagaimana dia lapor padamu?"" jengek Nyo Yam.
"Ya, memang, dia telah kau potong lidahnya sehingga tidak
dapat bicara, tapi sayang kamu tidak potong sekalian jarinya
sehingga dia dapat menggunakan jari tangan sebagai lidah,"
kata Thian-hing dengan gusar. "Ciangbun-sute, kejadian yang
memalukan ini tidak ingin kukatakan di depan umum, tapi
dapat kusuruh putraku menulis bagimu."
Karena Ciok Jing-coan masih harus merawat lukanya, maka
dia tidak hadir dalam pertemuan ini.
Dengan gusar Nyo Yam menyanggah, "Aku tidak takut apa
yang akan kalian katakan, tapi aku keberatan bila kalian ayah
dan anak sengaja memfitnah dan menuduh tidak-tidak."
Tong Kah-goan mengira dari malu Ciok Thian-hing menjadi
marah, maka ingin balas mengggigit, segera ia berkata,
"Memberi pengakuan dengan tertulis memang boleh juga,
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cuma akan lebih baik lagi bila disertai bukti dan saksi di
samping keterangan tertulis Jing-coan."
Yang berkeras menghendaki bukti dan saksi adalah usul
Ciok Thian-hing sejak permulaan siding tadi, sekarang alasan
ini digunakan Tong kah-goan, sama halnya senjata makan
tuan bagi Ciok Thian-hing.
Maksud Tong Kah-goan cuma tidak ingin mencari perkara
lain, jika Ciok Jing-coan memberi keterangan tertulis, meski
tidak perlu dibacakan di depan umum, toh persidangan tetap
harus berlangsung, dan cara bagaimana pula
menyembunyikan kebusukan perbuatan orang sendiri.
Namun jalan pikiran Ciok Thian-hing ternyata tidak begitu.
Ciok Thian-hing banyak tipu akalnya dan cukup licin, dari
nada ucapan Tong Kah-goan dapat dirasabannya makin lama
makin tidak menguntungkan dia. mau-tak-mau timbul
pikirannya bahwa kesempatan ini akan digunakan Tong Kahgoan
untuk menghantamnya. Ia pikir kedudukan Ciangbunjin
seharusnya haknya agar kedudukan Tong Kah-goan bisa
tambah kukuh tentu berusaha menjatuhkannya. Dan bila
perkara ini sampai berhasil dimenangkan Nyo Yam, lalu cara
bagaimana aku harus menjatuhkan hukuman kepada anak
sendiri" Cara bagaimana pula aku dapat menjadi sesepuh
penegak hukum lagi" Ai, sungguh serba susah dan munukul
diri sendiri. Karena pikirannya yang sok curiga itu. terpaksa ia mencari
jalan mundur teratur, katanya, "Lapor Ciangbun, tentang bukti
dan saksi sukar diperoleh dalam waktu siugkat, tentang saksi
utama pihnk Nyo Yam, yaitu Kang Siang-hun juga belum jelas
kapan akan datang kemari. Sekarang aku pun tidak tahu
putraku akan mengajukan siapa sebagai saksi, untuk ini biar
kutanyai dia dulu baru dapat memberi keputusan."
Kembali ia gunakan akal ulur waktu, diam-diam ia mencari
tindakan yang lebih keji, yaitu cara bagaimana mencelakai
Tong Kah-goan tanpa memperlihatkan sesuatu bekas, bahkan
bilamana perlu dia tidak segan mencari bantuan dari luar.
Tong Kah-goan sendiri justru ingin lekas menyele&aikan
perkara ini, maka apa yang dikatakan. Ciok Thian-hing itu
dirasakan cocok dengan maksudnya, segera ia berkata, "Ya,
lantaran di dalam perkara ada lagi perkara, bila ingin
menyelesaikannya secara tuutas memang perlu ada persiapan
lebih dulu. Kukira begini saja, untuk sementara ini Nyo Yam
ditahan dulu dan sidang ditunda, apakah Ciok-suheng setuju?"
Di dalam hati Ciok Thian-hing seribu kali setuju, cuma
sebagai sesepuh penegak hukum ia pun ingin menjaga gengsi,
maka ia berlagak ragu dan tidak segera memberi jawaban.
Siapa tahu ketika ia angkat kepala dan hendak memberi
jawaban, tiba-tiba ada orang berseru lantang, "Lapor
Ciangbun, Kang-taihiap datang!"
Kejut dan girang Tong Kah-goan, tanyanya, "Kang-taihiap
yang mana?"
"Kang-jikongcu," jawab murid penyambut tamu. "Dia sudah
sampai di gardu penerima tamu di depan."
Orang persilatan sama tahu Kang-jikongcu adalah putra
kedua Kang Hai-thian, yaitu Kang Siang-hun.
Keluarga Kang ada hubungan erat dengan Thian-san-pai,
namun Kang Siang-hun tetap memakai tata cara yang sopan,
ia berhenti dulu di gardu tamu dan minta petugas
menyampaikan laporan akan kedatangannya untuk mohon
bertemu, apalagi saat itu diketahui pihak Thian-san pai sedang
rapat, maka ia harus menjaga sopan santun.
Dengan girang Tong Kah-goan lantas berseru, "Kam-sute,
silakan wakilkan aku keluar menyambut Kang-taihiap kemari."
Kam Bu-wi adalah tokoh nomor dua di antara keempat
murid utama angkatan kedua, kecuali murid angkatan pertama
yang masih hidup, yaitu Ciong Tian, dan Tong Kah-goan yang
menjabat ketua, serta Ciok Thian-hing, ke bawah lagi adalah
Kam Bu-wi Segera Tong Kah-goan berpaling dan tanya Thian-hing,
"Jika Kang-taihiap sudah datang, maka tulen atau palsunya
surat pengakuan dosa itu segera akan ketahuan. Perkara ini
mestinya hendak kutunda sementara, tapi keadaan sekarang
berubah lagi, bagaimana pendapat Suheng bila urusan ini kita
selesaikan saja sekarang?"
Karena tidak dapat menolak, terpaksa Thian-hing
menjawab, "Jika Kang-taihiap sudah datang, perkara yang
menyangkut nona Liong itu dengan sendirinya dapat terus
disidangkan. Cuma, pertemuan hari ini sebenarnya hendak
memeriksa perkara Nyo Yam yang mendurhakai perguruan.
Sesuatu perkara tentu harus dibedakan mana yang lebih
penting, jika perkara utama belum bisa diselesaikan karena
saksi dan bukti belum lengkap, kukira boleh meneruskan
keputusan tadi, biarlah kedua perkara disidangkan bersama
kelak bila saksi dan bukti sudah lengkap seluruhnya."
Pek Kian-seng, satu di antara keempat murid utama Thiansanpai, berwatak keras dan jujur, mendengar ucapan Ciok
Thian-hing ini, ia pun merasa orang sengaja hendak menang
sendiri, ia tidak tahan dan ikut bicara, "Ya, memang di dalam
perkara ini masih ada perkara, dua perkara juga ada
perbedaan perkara induk dan perkara ikutan. Tapi snksi dalam
perkara induk belum lengkap, bila perkara sampingannya
diperiksa dulu kan juga boleh."
Tong Kah-goan diam saja, sebaliknya karena merasa salah.
Ciok Thian-hing juga tidak berani menolak. Sebelum dia
menanggapi, sementara itu Kang Siang-hun sudah diajak
datang Kam Bu-wi.
Cepat Tong Kah-goan tampil untuk menyambut, katanya,
"Kang-jikongcu, angin apa yang membawamu ke sini"
Sungguh sangat kebetulan kedatanganmu ini!"
Kang Siang-hun tidak kenal Nyo Yam, tapi Liong Leng-cu
pernah bersama dia menghadapi musuh, maka begitu melihat
Leng-cu juga berada di situ, tanpa banyak basa-basi lagi
dengan Tong Kah-goan, buru-buru ia membalas hormat ketua
Thian-san-pai itu, lalu menyapa kepada Liong Leng-cu,
katanya, "Nona Liong, engkau juga datang kemari. Setelah
terpencar diterjang pasukan musuh tempo hari, susah payah
juga ku-cari dirimu. Engkau tidak apa-apa bukan?"
"Ya, tidak apa-apa," jawab Leng-cu. "Sangat kebetulan
kedatangan Kang-taihiap, aku memang sangat mengharapkan
kehadiranmu ini."
Diam-diam Kang Siang-hun sudah dapat meraba beberapa
bagian maksud ucapan Leng-cu itu, tapi ia sengaja tanya, "Oo,
Tong-ciangbun bilang kebetulan kedatanganku ini, kaupun
mengatakan sangat mengharapkan kedatanganku,
sesungguhnya ada urusan apa?"
"Kuharapkan kedatanganmu untuk menjadi saksi bagiku!"
kata Leng-cu. "O, jadi saksi apa?" tanya Siang-hun.
"Sekarang aku sedang meaghadapi sidang pemeriksaan
sesepua penegak hukum Thian-san-pai sebagai tertuduh,"
tutur Leng-cu hainbar. "Tentang duduk persoalannya, kukira
biar sesepuh kami ini saja memberitahukan langsung padamu.
kalau tidak mungkin aku akan dituduh tidak tahu aturan."
"Siapakah gerangan sesepuh penegak hukum?"tanya Kang
Siang-hun. Muka Ciok Thian-hing merah padam dan diam saja.
Segera Tong Kah-goan menanggapi, "Yang dimuksud
adalah Ciok-suheng. Urusan ini demikian awalnya.."
Selagi ia hendak menutur, tiba-tiba ada orang berteriak,
"Nanti dulu, mohon Ciangbun tunggu sebentar, biar kujadi
saksi bagi Ciok Jing-coan!"
Entah dari mana munculnya orang ini, kedatangannya cepat
luar biasa. Belum lagi anak murid Thian-san-pai melihat julas siapa
pendatang ini, namun Ling Peng-ji sudah mengenali suaranya.
Sesaat itu tidak kepalang marahnya hingga tubuh pun
gemetar. "Toan Kiam-jing," segera Nyo Yam membentak. "Kamu
tidak malu pulang kemari?"
Kontan ia papaki pendatang itu dengan sekali cengkeraman
maut. Pendatang ini memang betul Toan Kiam-jing, dengan Liongsiangkang tingkat delapan ia hindarkan cakar naga Nyo Yam,
berbareng ia balas membentak, "Jika kalian boleh datang
kenapa aku tidak boleh?"
"Aku ingin nyawamu!" bentak Nyo Yam pula, ia cuma buka
satu kalimat, namun kedua tangan berturut-turut sudah
menyerang tujuh kali.
Serangan berantai tujuh kali ini sangat lihail dan belum
pernah dilihat Toan Kiam-jing, meski ia dapat menangkisnya.
tidak urung rada kelabakan juga.
"Hm, Nyo Yam, apakah kamu ingin membunuhku untuk
menutup mulutku?" jengek Toan Kiam-jing.
Ciok Thian-hing juga membentak, "Nyo Yam, negara ada
undang-undang, rumah ada peraturan, kau berani bertindak
kasar di tengah rapat ini. memangnya Ciangbuniin sudah tidak
terpandang lagi olehmu?"'
Kening Tong Kah-goan bekernyit, serunya, "Nyo Yam,
berhenti dulu untuk bicara sejelasnya."
Terpaksa Nyo Yam harus tunduk kepada perintah sang
ketua dan berhenti, tapi ia pun mendengus terhadap Ciok
Thian-hing, "Ciok-tianglo, sungguh adil benar hukum yang kau
tegakkan!"
"Aku melaksanakan tugas seadil-adilnya menurut peraturan,
memangnya apa perlu disanggah oleh anak ingusan seperti
dirimu ini?" teriak Thian-hing dengan gusar.
Nyo Yam berteriak lantang pula, "Engkau tidak
membedakan ini dan itu lantas meruduh aku mendurhakai
perguruan, sekarang orang yang benar-henar berkhianat dan
mendurhakai perguruan berada di depanmu, kenapa engkau
tidak mengurusnya?"
"Dalam hal apa aku berkhianat dan mendurhakai
perguruan?" tanya Toan Kiam-jing dengan ketus.
"Hm, sekarang kamu bekerja bagi pemerintah Boanjing dan
sedang menyerbu Lodan, kamu adalah anak buah panglima
Boanjing, yaitu Ting Tiau-yong, memangnya kau berani
menyangkal?" damperat Nyo Yam.
"Numpang tanya Ciok-tianglo, adakah sesuatu pasal dalam
peraturan perguruan kita yang melarang anak muridnya
bekerja bagi pemerintah?" tanya Toan Kiam-jing tiba-tiba.
"Keluargaku turun temurun menjadi raja negeri Taili, sampai
abad ini barulah gelar kerajaaa dihapus. Sebagai keturunan
bangsawan, waktu kumasuk perguruan kita, asal-usulku kan
cukup diketahui oleh guru dan sesepuh yang lain."
Perlu diketahui, meski Thian-san-pai juga anti pemerintah
Boanjing, tapi pada waktu pendirian perguruan, demi
menghindari pengawasan pemerintah, hanya turun temurun
dipesankan secara lisan kepada anak muridnya agar jangan
lupa pada penjajahan orang Boanjing (Mancu), hanya pesan
ini tidak tertulis secara terang.
Pada waktu ia masuk perguruan Thian-san dan menjadi
murid terakhir Ciong Tian, yang menjadi sponsornya adalah
pamannya, yaitu Toan Siu-seh. Sejak lama Toan Siu-seh sudah
melepaskan gelar bangsawannya dan menggabungkan diri
dengan kaum pejuang yang melawan kerajaan Boarjing.
Setelah loan Kiam-jing meninggalkan Thian-san-pai,
pimpinan Thian-san-pai bukan tidak tahu bahwa diam-diam
bekas muridnya itu membantu pihak kerajaan, pernah juga
pimpinan Thian-san-pai bermaksud menangkapnya puling ke
Thian-san untuk diminta pertanggungan jawabnya. Tapi
lantaran keluarga Toan hanya mempunyai keturunan satusatunya,
maka Toan Siu-seh mintakan ampun baginya, Toan
Siu-seh mohon Ciong Tian memberi izin agar ia diperbolehkan
memberi nasihat kepada kemenakan itu agar mau menyadari
kesalahannya, ia bersedia membawa kemenakan itu pulang ke
Thian-san untuk menerima ganjarnn setimpal.
Ciong Tian memang orang tua yang baik, ia meluluskan
permintaan Toan Siu-seh. Akan tetapi Toan Kiam-jing justru
berusaha menghindari bertemu dengan sang paman.
Ciong Tian sendiri akhir-akhir ini tidak banyak ikut campur
urusan lagi lantaran sudah lanjut usia, maka perkara Toan
Kiam-jing lantas tidak terurus lagi.
Dalam pada itu Toan Kiam-jing juga pernah menulis surat
kepada Tong Keng-thian, pejabat ketua Thian san-pai yang
lalu, ia menyatakan tindakannya tidak disukai oleh perguruan,
maka ingin masuk perguruan lain dan mohon Ciang bunjin
memaafkan keinginannya keluar dari Thian san-pai.
Sebenarnya tidak ada peraturan demikian di dunia
persilatan, tentu saja waktu itu Tong Keng-thian sangat
marah, tapi lantaran suhengnya, yaitu Ciong Tian sudah ada
Janji kbih dulu dengan paman Toan Kiam-jing, maka surat itu
tidak pernah diumumkan.
Ciok Thian-hing sendiri tahu sudah sejak lama Toan Kiamjing
dipandang sesama saudara seperguruan sebagai murid
khianat. Tapi demi kepentingan anaknya sekarang,
kedatangan Toan Kiam-jing merupakan jalan selamat baginya.
nmka sedapatnya ia berusaha membelanya.
Setelah berpikir sejenak Thian-hing berkata, "Menurut
kebiasaan perguruan, selama ini memang tidak ada seorang
anak murid pun yang menjadi pembesar negeri. Cuma
peraturan perguruan kita memang juga tidak ada sesuatu
pasal yang jelas-ielas melarang perbuatan demikian."
Nyo Yam menjadi murka, teriaknya, "Berulang-ulang ia
hendak membunuh Ling Peng-ji, apakah itu bukan perbuatan
mencelakai saudara seperguruan. Bukaukah hal itu termasuk
salah satu tuduhanmu kepadaku" Apakah peraturan hanya
berlaku terhadap orang tertentu saja?"
Toan Kiam-jing memperlihatkan sikap serba susah, katanya.
"Urusanku dengan Peng-ji sebenarnya tidak boleh kukatakan
di depan umum. Ai, antara dia dan aku sebenarnya ada janji
setia sehidup-semati, masa aku tega membikin susah dia?"
Sampai gemetar Ling Peng-ji saking marahnya, teriaknya,
"Kau dorong aku ke dalam danau, apakah kau berani
menyangkal perbuatanmu ini?"
"Pokoknya, apakah kamu yang ingkar janji atau aku yang
tidak setia, kukira kamu sendiri cukup tahu," kata Toan Kiamjing.
"Kata pribahasa, kalau cinta tentu menghendaki
hidupnya-jika benci menginginkan kematiannya. Sekarang
kamu sudah punya kekasih baru, tentu aku hendak kau
matikan, ya, apa boleh buat, tak dapat kusalahkan dirimu."
Ia tidak membantah apakah benar ada maksud membunuh
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Peng-ji atau tidak, tapi berlagak masih cinta kepada nona itu
untuk menarik simpati orang.
Hampir kelengar Ling Peng-ji saking gemasnya.
Tong-hujin, istri Tong Kah-goan atau guru Ling Peng-ji,
memegangi tangan nona itu dan membisikinya, "Jangan
marah Peng-ji, sabar! Ku tahu perasaanmu, kami pasti akan
menegakkan keadilan bagimu. Cuma sekarang belum tiba
saatnya." Meski lirih ia bicara kepada nona itu, namun dapat didengar
oleh Ciok Thian-hing, segera ia berkata, "Urusan rumah
tangga memang serba susah diputuskan orang luar, apalagi
soal cinta kasih remaja, tentu saling ngotot pada pendirian
masing-masing. Tentang tindak tanduk Toan Kiam-jing setelah
meninggalkan Thian-san mungkin ada yang tidak dapat
dibenarkan, tapi kedatangannya sekarang hanya untuk
menjadi saksi, perkara utama hari ini adalah pemeriksaan Nyo
Yam dan tidak boleh menyimpang dari ini. Bila perkara ini
selesai diperiksa barulah nanti meminta guru Toan Kiam-jing
dan Ciong-supek untuk memutuskan apakah dia bersalah atau
tidak." Dengan kereng Tong Kah-goan berkata, "Toan Kiam-jing
memang pernah mengirim surat pribadi kepada pejabat ketua
yang lalu dan mohon izin untuk masuk perguruan lain,
menurut peraturan, anak murid yang minta melepaskan diri
dari perguruan harus diuji dulu oleh ssng ketua akan jasa dan
salahnya, kalau berjasa akan diizinkan melepaskan diri disertai
pujian. Bila berbuat salah harus menerima hukuman setimpal
dahulu, baru kemudian dipecat."
"Sekarang aku bertindak atas kedudukanku sebagai pejabat
ketua dan meluluskan permintaannya, tapi sementara ini
belum sempat menguji jasa dan salahnya, cara bagaimana
menentukan permintaannya biar ditunda sementara. Sekarang
dia hanya boleh memberi keterangan selaku saksi dan dilarang
mengaku sebagai anak murid perguruan kita."
Cara bekerja Tong Kah-goan tidak sebijak dan setegas sang
ayah, tapi dalam bal menghadapi urusan besar dia tidak
pernah ngawur. Ia tidak ingin mengakui Town Kiam-jing
sebagai murid Thian-san-pai di depan orang banyak, maka
lebih dulu ia meluruskan dulu kedudukan resmi Toan Kiamjing.Tapi bagi Toan Kiam-jing, persoalan diakui atau tidak
sebagai murid Thian-san sudah bukan soal lagi, ia pikir aku
memang tidak ingin menjadi murid Thian-san, betapapun
keputusanmu atas diriku nanti masakah aku takut"
Nyata kedatangannya ini sudah siap menghadapi segala
kemuugkinan. Ciok Thian-hing berlagak jujur dan adil, ia memberi hormat
kepada Kang Siang-hun, katanya, "Acara pokok hari ini adalah
memeriksa perkara Nyo Yam yang khianat dan mendurhakai
perguruan serta membikin celaka sesama saudara
seperguruan. Lantaran perkara ini menyangkut perkara yang
lain pula, terpaksa ditunda sementara. Sekarang saksi utama
perkara induk sudah tiba, bttgnimana kalau Kang-taihiap sudi
menunggu sebentar."
Dengan hambar Kung Siang-hun menjawab, "Nyo Yam
adalah anak murid perguruan kalian, cara bagaimana aku
disidangkan perkaranya adalah urusan kalian pula, aku tidak
ingin ikut campur. Kedatanganku ini hanya ingin minta
keadilan bagi nona Liong, jika kau anggap perkara nona Liong
tidak begitu penting, dan kapan kau minta aku menjadi saksi,
setiap saat aku siap hadir."
Belum lagi menjadi saksi nadanya sudah jelas ingin
membela Liong Leng-cu yang difitnah orang. Ia menyatakan
ingin minta keadilan bagi nona itu, ucapan ini serupa suatu
tamparan keras bagi Ciok Thian-hing.
Muka Thian-hing terasa panas, terpaksa ia harus
memikirkan apa yang segera akan terjadi, ia menaruh harapan
atas diri Toan Kiam-jing.
Terdengar Toan Kiam-jing mulai memberi pengakuan
sebagai saksi, "Pada waktu terjadinya perkara Nyo Yam itu
aku hadir di tempat, sebab itulah kutahu dengan sangat jelas."
"Nanti dulu, ingin kutanya padamu, sebab apa kau hadir di
tempat?" tanya Tong Kah-goan mendadak. "Menurut
pengakuan Nyo Yam tadi sama sekali tidak menyebut
kehadiranmu waktu itu."
"Nyo Yam tidak melihat diriku," tutur Toan Kiam-jing,
"namun sesudah itu seharusnya ia tahu aku hadir di situ,
sebab tidak mungkin Peng-ji tidak memberitahukan padanya.
Tong-ciangbun, jika engkau sangsi atas keteranganku boleh
kau tanya Peng-ji, adakah dia bertemu denganku pada hari
sebelum dia kepergok Ciok Jing-coan itu."
Sampai gemetar Ling Peng-ji saking gemasnya. katanya,
"Betul, hari itu kamu memang membuntuti aku, kau.. kau
lebih rendah daripada binatang ..."
"Peng-ji." bentak Thian-hing, "Jika kamu mengaku hari itu
dia benar hadir, maka hal ini cukup memenuhi syarat baginya
untuk menjadi saksi. Jika ada tuduhan kepadanya, boleh kau
kemukakan nanti setelah dia memberi kesaksian."
Tong-hujin merangkul pelahan Ling Peng-ji, ucapnya lirih,
"Peng-ji, kutahu persaanmu, sabarlah sedikit. Apa yang
dikatakan Ciok-tianglo juga betul, pemeriksaan ini harus
dilakukan tahap demi tahap."
Toan Kiam-jing sangat senang, sambungnya lagi, "Peng-ji,
kutahu sudah lama kamu tidak suka lagi padaku, tapi caci
makimu padaku kan keterlaluan ..."
"Apa yang tidak ada sangkut paut dengan perkara ini tidak
perlu dikemukakan," bentak Tong Kah-goan.
Kiam-jing mengiakan dulu, lalu berkata pula, "Lapor
Ciangbun, soalnya tadi Ciangbun tanya padaku soal apa aku
hadir waktu itu, untuk menjawab pertanyaan ini terpaksa
harus ku singgung sedikit hubunganku dengan Peng-ji."
"Baik, coba katakan terus," jengek Kah-goan kurang
senang. "Hari ini aku bertemu dengan Peng-ji, ku minta dia berbaik
kembali denganku dan dia menolak, ia mengusirku dengan
Peng-pok-sin-tan," tutur Toan Kiam-jing. "Setelah aku tidak
disukai lagi olehnya, kutahu juga tiada gunanya memaksa,
maka aku pun pergi. Namun aku masih penasaran, meski
menyingkir, diam-diam kusembunyi di tempat yang tak terlihat
olehnya." "Apa maksud tujuanmu dengan bersembunyi begitu?" tanya
Kah-goan. "Sebab baru saja kupergi segera Nyo Yam muncul," tutur
Toan Kiam jing. "Melihat gerak-geriknya yang mencurigakan,
agaknya ada sesuatu perbuatannya yang tidak boleh dilihat
orang. Sikapnya terhadap Ling Peng-ji juga tidak serupa
hukuman antara kakak dan adik. Agaknya perhatiannya cuma
tertuju kepada Ling Peng-ji sehingga tidak tahu aku pun
bersembunyi di sekitar situ. Maka aku pun sengaja sembunyi
lebih lama di situ untuk mendengarkan apa yang dibicarakan
mereka. Kutahu juga perbuatanku itu tidak pantas, tapi waktu
itu terdorong oleh rasa cemburu sehingga aku tidak dapat
menguasai perasaan sendiri, bilamana hal ini disalahkan oleh
Ciangbun, kurela menerimanya."
Belum lagi Tong Kah-goan bertuara sudah didahului oleh
Ciok Thian-hing, "Perbuatanmu itu benar atau salah biarlah
ditentukan nanti setelah sidang perkara ini selesai. Sekarang
tidak perlu lagi bicara urusan lain, lekas jelaskan, apa yang
kau dengar di tempat sembunyimu itu, apa pula yang mereka
lakukan?" "Aku . . aku tidak sanggup menceritakan," kata Kiam-jing.
"Sebab apa?" tanya Thian-hing.
Toan Kiam-jing sengaja berlagak serba susah, jawabnya
kemudian, "Ciok-tianglo, tidak perlu kau paksa diriku. Memang
sedang kupikir cara bagaimana harus kuceritakan padamu.
Begini saja, biar kuceritakan dulu kejadian putramu
memergoki perbuatan mereka, dengan begitu tentu engkau
akan paham apa yang dilakukan mereka."
"Boleh juga," kata Thian-hing. "Pokoknya jangan kau
sembunyikan apa yang kau lihat dan tuturkan sejujurnya, soal
urusan kejadiannya kukira tidak penting."
Toan Kiam-jing mengiakan dan menyambung lagi, "Tidak
lama setelah mereka sembunyi di balik semak rumput, lalu
datanglah putramu. Kulihat..."
"Lihat apa?" tukas Thian-hing tidak sabar.
"Kulihat putramu memang . . memang melolos pedang
hendak membunuh Nyo Yam!" tutur Kiam-jing.
Muka Ciok Thian-hing merah padam, semula ia menyangka
pengakuan Toan Kiam-jing pasti akan menguntungkan dia.
Tak terduga ucapan Toan Kiam-jing itu mendadak
bersambung, katanya pula, "Namun agar Ciok Ting-coan tidak
terfitnah, betapapun harus kuceritakan kejadian yang
sebenarnya pada waktu itu. Bahwa waktu itu dia hendak
membunuh Nyo Yam tentu ada alasannya. Tadi Nyo Yam
bilang Jing-coan mengganggu dan menista Peng-ji,
keterangan ini tidak betul. Yang benar terjadi adalah ... "
"Apa?" tanya Jhian-hing dengan menahan napas.
"Jika mesti memakai istilah nista, maka yang nista Peng-ji
bukan Jing-coan melainkan Nyo Yam," tutur Kiam-jing
pelahan. "Kentut busuk!" bentab Nyo Yam dengan gusar.
"Jangan sembarang memaki orang!" bentak Ciok Thianhing.
Nyo Yam juga berteriak, "aku berhak membantah fitnahnya,
enci Peng-ji berada di sini, boleh kau tanya dia siapa yang
menista dia?"
Saking marahnya Peng-ji sampai tidak dapat bicara.
Tong Kah-goan berkata, "Tapi Peng-ji sudah bicara, waktu
itu Nyo Yam memang membela dia sehingga berkelahi dengan
Jiog coan. Cuma Peng ji juga menyatakan meski sikap Jingcoan
tidak baik, namun tidak sampai bertindak sesuatu yaitu
menista dia. Coba Peng-ji, jika kamu tetap pada
keteranganmu hendaknya kamu mengangguk "
Maka Peng-ji telah menangguk.
Dengan muka kereng Kah goan lantas berkata, "Nah, Nyo
Yam jelas tidak melakukan sesuatu yang tidak patut, hal ini
sudah diberi kesaksian oleh Peng-ji. Apa yang dapat kau
katakan pula, Toan Kiam-jing?"
Cepat Thian-hing menyela. "Hubungan Peng ji dan Nyo
Yum serupa saudara sekandung, bukan maksudku menuduh
dia membela Nyo Yam, tapi mau-tak-mau kita harus
memandang keterangannya sebagai pengakuan sepihak saja."
"Betul, memang keterangan sepihak tidak dapat dibuat
patokan," ucap Kah-goan dengan dingin. "Tapi, Ciok-suheug,
engkau adalah sesepuh penegak hukum, aku tidak enak
bertindak melampaui wewenangmu, bilamana kau pandang
perlu keterangan pihak lain, boleh kau suruh Toan Kiam jing
juga memberi kesaksian sanggahan."
Cara bicara Tong Kah-goan mskin ketus terhadap Ciok
Thian-hing, meski resminya ia masih sependapat dengan Ciok
Thian-hing, namun sebenarnya hendak menuduh Thian-hing
juga cuma ingin menggunakan keterangan sepihak dari Toan
Kiam-jing. Setelah Toan Kiam-jing menukas. "Ya. aku mengaku tadi
aku salah omong."
Keruan Thian-hing terkejut, cepat ia menegas. "Apa" Kamu
mengaku salah?"
"Ya tadi kubilang Nyo Yam menista Peng ji, keterangan ini
kutarik kembali," jawab Toan Kiam-jingUcapan ini tidak cuma membuat. Ciok Thian-hing terkejut,
Nyo Yam juga heran, ia pikir apakah mungkin mendadak hati
nurani Toan Kiam-jing tersentuh dan merasa berdosa terhadap
Ling -cici?"
Segera Thian-hing menarik muka, katanya, "Toan Kiamjing,
pengakuanmu plungkar-plungker, apakah kamu sengaja
hendak mempermainkan sidang ini?"
"Harap Ciok-tianglo makium," sahut Toan Kiam-jing,
"semula kuharap tidak salah omong, baru sekarang kutahu
aku memang salah omong. Harapanku cuma khayalan belaka "
Dari ucapan orang Thian-hing menemukan setitik cahaya
terang, cepat ia membentak, "Kau bicara dengan samarsamar,
apa artinya berharap tidak salah omong, sungguh aku
tidak mengerti maksudmu. coba beri penjelasan."
Toan Kiam-jing menghela napas, katanya, "Kesalahanku
adalah karena aku masih ada setitik rasa cintaku pada Peng-ji,
apa pun juga dia dan aku pernah bersumpah setia sehidup
semati, biarpun sekarang ia ingkar janji, tetap kuharap dia
akan menjaga diri dengan suci bersih. Sebab itulah
kuharapkan apa yang kulihat itu bukan atas kehendakuya
melainkan dipaksakan oleh Nyo Yam, inilah yang merupakan
nista terhadapnya. Tapi, ai, jika dia sendiri menyangkal nista
Nyo Yam itu. apa pula yang dapat kukatakan lagi."
"Apakah maksudmu antara mereka berdua ada . . "
"Kalian jangan kentut!" bentak Nyo Yam mendadak.
Karena bentakan ini, kata-kata "ada perzinahan" yang
hampir diucapkan Ciok Thian-hiug jadi terputus.
Muka Thian-hing merah padam, ia balas membentak, "Nyo
Yam, kau berani membangkang terhadap sidang ini?"
Di tengah ribut-ribut itulah Toan Kiam-jing sengaja
berteriak lantang, "Betul, justru lantaran Jing-coan memergoki
perzinahan mereka, maka Nyo Yam sengaja memotong lidah
Jing-coan. Dan pada waktu lidah Jing-coan belum terpotong,
dalam keadaan kepepet, dia memang juga berniat membunuh
Nyo Yam." "Creng", serentak Nyo Yam melolos pedang saking
murkanya. Pada saat yang sama beramai Kam Bu-wi, Pek Kian-seng,
Ting Tiau-min dan lain-lain juga sama melolos pedang dan
mengadang di antara Nyo Yam dan Ciok Thian-hing.
Bentak Ting Tiau-min. "Nyo Yam, jika kamu tidak salah.
masa kau kuatir akan tuduhan orang" Bila kau pakai
kekerasan dulu berarti kamu mengaku salah."
Hampir meledak dada Nyo Yam saking gemasnya,
sedapatnya ia menahan perasaannya dan simpan kembali
pedangnya. Toan Kiam-jing sangat senang, katanya, "Nyo Yam, apakah
kamu bermaksud membunuh saksi untuk menghilangkan
jejak" Apa pun juga takkan tercapai tujuanmu itu. Kuberi
nasihat akan lebih baik kamu mengakui dosamu saja."
"Aku tidak berdosa, yang bersalah adalah kamu sendiri!"
teriak Nyo Yam.
"Hm, kau bilang tidak berdosa, jika begitu maksudmu aku
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berdusta?" jengek Toan Kiam-jing. "Sebenarnya juga
tidak sulit jika ingin menguji kebenaran keteranganku. Kita
sama tahu, Ciangbun-hujin adalah guru Ling Peng-ji, antara
guru dan murid tentu tidak perlu pantang apa pun, maka
mohon Ciangbun-hujin membawa Peng-ji ke kamar dan
silakan periksa siu-kiong-seh (andeng andeng cecak) pada
tubuhnya, nanti segalanya tentu akan menjadi jelas."
Tidak kepalang gusar Ling Peng-ji, dalam hati ia
menganjurkan diri sendiri agar sabar dulu jangan sampai
dibuat mati gusar, akhirnya dengan suara terputus-putus ia
berkata, "Ciok . . . Ciok-tianglo. apakah sekarang aku boleh . .
. boleh bicara" Aku ingin mengadu difitnah Toan Kiam-jing
secara rendah dan kotor . . . "
"Apa yang kau katakan, Ling Peng-ji, keras sedikit, aku
tidak dengar," demikian Ciok Thian hing sengaja menggoda.
Dalam keadaan demikian, bilamana Ling Peng-ji tidak roboh
dan runtuh sudah terhitung tabah, mana ia sanggup bicara
keras lagi. Dengan gusar Tong-hujin ikut bicara, "Ciok-suheng, kau
lihat sampai kelengar dia saking gemasnya. dan engkau masih
tega mendesak dia."
"Hm aku tahu urusan busuk ini memang tidak enak untuk
dibeberkan, tapi persoalannya cukup penting, jika tidak
diperiksa dengan tuntas, cara bagaimana aku harus
bertanggung jawab terhadap perguruan?"
Mendadak Nyo Yam berteriak, "Biar kubicara bagi Ling-cici.
Ini urusan menyangkut kami berdua, aku pun berhak bicara
baginya." Namun Ciok Thian-hing tetap ngotot, tanyanya, "Ling Pengji,
apakah kamu setuju hanya Nyo Yam saja yang bicara?"
Dengan menahan air mata Peng-ji memandang Nyo Yam
sekejap, kebetulan anak muda itu sedang memandang ka
arahnya, dilihatnya sorot mata Nyo Yam penuh rasa lembut
seperti lagi bilang padanya agar jangan takut, biarpun langit
runtuh tetap akan kubela dirimu.
Sebenarnya Peng-ji kuatir watak Nyo Yam terlampau
emosional dan entah apa yang akan di-ucapkannya. Kini di
bawah dorongan dan hiburan sorot matanya, tanpa terasa ia
balas mengangguk.
"Baik," kata Thian-hing, "Peng-ji sudah setuju. Nah, boleh
kau katakan saja."
Nyo Yam melototi Toan Kiam-jing dengan benci, sorot
matanya mencorong serupa akan menyemburkan api,
mendadak ia mendamperat, "Toan Kiam-jing, kamu manusia
berhati binatang ..."
"Dilarang memaki orang," bentak Thian-hing.
"Apakah cuma dia saja boleh bicara kotor dan aku dilarang
memaki dia?" teriak Nyo Yam dengan murka, suaranya
terlebih keras daripada Ciok Thian-hing sehingga anak telinga
terasa mendengung, dada pun serasa dihantam orang, meski
tahan, namun rasanya tidak enak.
Kiranya Nyo Yam telah menggunakan ilmu raungan singa
ajaran ayah angkatnya, ia sengaja menggunakan lwekang
tinggi ini untuk meruntuhkan semangat lawan. Dengan adu
kekuatan secara diam-diam ini, orang lain tidak tahu, namun
Ciok Thian-hing sendiri paham bahwa Iweekang anak muda
itu sudah jauh di atasnya.
Pelahan Tong Kah-goan berkata, "Sikap Nyo Yam tidak
benar, ini soal kecil. Yang lebih penting adalah memahami
urusan yang sebenarnya, maka biarkan dia bicara terus."
Suaranya halus, namun suara raungan dan bentakan gusar
Nyo Yam dan Ciok Thian-hing seakan-akan tertelan oleh suara
ucapan Kah-goan itu.
Aneh juga, suaranya yang halus seakan-akan cocok untuk
menghapus raungan keras Nyo Yam, dalam pendengaran Ciok
Thian-hing terasa sangat enak. Rasa sesak napasnya akibat
raungan Nyo Yam tadi segera banyak berkurang,
Nyo Yam menggunakan suara biasa, tanpa menghiraukan
Ciok Thian-hing ia berkata pula, "Toan Kiam-jing, kamu
manusia berhati binatang, sudah beberapa kali kamu
bermaksud mencelakai Ling-cici, muak rasanya untuk
kuceritakan. Sekarang aku cuma ingin memberitahukan orang
banyak, cara keji apa yang kau gunakan sekali ini, yaitu cara
paling rendah dan kotor. Kau gunakan obat bius untuk
menodai Ling-cici, aku dan Ling-cici senasib dan sama-sama
menjadi korban kekejianmu, dan sekarang kamu malah
memfitnah kami."
"Kubilang kamu yang memfitnahku," jengek Toan Kiamjing.
"Kau bilang aku membiusnya dan hendak menodai dia,
apa buktinya" Apakah kau berani bicara terus terang,
sesungguhnya ada main antara aku dengan Peng-ji atau ada
hubungan zinah antara Peng-ji denganmu?" "
Saking gemasnya hampir saja Ling Peng-ji jatuh kelengar.
Dengan gusar Tong-hujin berkata, "Urusan ini menyangkut
kesucian seorang murid perempuan perguruan kita, aku tidak
mengizinkan muridku dinista di depan umum. Persoalan ini
menyangkut urusan pribadi dan masing-masing pihak tetap
pada keterangan sendiri sehingga tidak mungkin menarik
kesimpulan dalam waktu siagkat."
"Habis bagaimana menurut pendapat Suso". tanya Thianhing
dengan ketus. "Apakah sidang pemeriksaan ini harus
dihentikan sampai di sini?"
Dengan gusar Tong-hujin menjawab, "Sebagai sesepuh
penegak hukum, terserah kepadamu apa yang akan kau
lakukan, yang jelas tidak boleh muridku yang tak berdosa ini
diperiksa olehmu serupa pesakitan, Biarlah kupergi saja
bersama Peng-ji."
"Ah, janganlah berkata demikian, Suso," ucap Thian-hing.
"Sidang ini belum berakhir, kesimpulanmu bahwa muridmu
tidak berdosa kukira agak terlalu dini."
Setelah diurut oleh Tong-hujin, pelahan Peng-ji sadar
kembali. "Mari kita pergi, Peng-ji!" ajak Tong-hujin.
"Jangan pergi, Ling-cici!" mendadak Nyo Yam berteriak.
"Biar kukatakan sejelasnya kepada mereka, yang salah
bukanlah kita."
Peng-ji berhenti, ucapnya dengan suara parau, "Baik, aku
memang sudah dirusak olehnya. Aku bersumpah takkan hidup
jika sakit hati ini tidak kubalas."
"Jangan bicara demikian, Peng-ji," Ki Tiang-hong juga
mendekati nona itu dan membujuknya "Kamu belum lagi
runtuh, betapapun nama baik-mu tak dapat dirusak begitu
saja oleh kata-kata orang."
Seketika Tong-hujin tersadar, sedapatnya ia tahan rasa
gusarnya, ia pikir memang benar, jika kupergi begini saja
dengan Peng-ji kan malah akan kelihatan kita yang salah.
Ciok Thian-hing berlagak tidak dengar percakapan mereka,
dengan menarik muka ia berseru, "Sidang dilanjutkan!"
"Baik," seru Toan Kiam-jing. "Nah, Nyo Yam, bagus sekali
jika kamu mau bicara dengan jelas, Peng-ji adalah murid
kesayangan Ciangbun-hujin mengingat nyonya ketua, biarlah
kuberi kemurahan hati bagi kalian dan takkan kugunakan lagi
istilah parzinahan segala. Aku cuma ingin tanya padamu,
dengan jelas kudengar sendiri kau minta menjadi suami istri
dengan Ling Peng-ji, kau bilang bertekad akan memperistrikan
dia, semua ini betul tidak?"
"Betul, sedikit pun tidak salah, aku memang bertekad
memperistrikan Ling Peng-ji," teriak Nyo Yam.
Jawaban Nyo Yam ini membuat Toan Kiam-jing sangat
senang. Tapi bagi anak murid Thian-san-pai termasuk
Ciangbunjin Tong Kah-goan istrinya, semuanya terkejut.
Dari tuduh menuduh kedua pihak tadi Tong Kah-goan dan
istrinya sudah dapat meraba sebagian duduknya perkara,
mereka pun dapat menerka antara Nyo Yam dan Peng-ji
mungkin sudah ada hubungan yang melampaui batas, tapi
perbuatan mereka itu akibat obat bius Toan Kiam-jing, dalam
keadaan kehilangan akal sehat, biarpun berbuat salah juga tak
dapat menyalahkan mereka.
Karena pada hakikatnya mereka tidak menyangka Nyo Yam
akan menikah dengan Ling Peng-ji secara resmi, maka
pernyataan tekad Nyo Yam itu membuat mereka sama
terkejut. Toan Kiam-jing sangat senang, ia terbahak dan berseru,
"Nah, jika kamu sudah mengaku begitu, maka aku pun tidak
perlu bicara lagi."
"Aku mengaku apa?" tanya Nyo Yam dengan bersitegang.
"Aku dan Ling Peng-ji sepakat terikat menjadi suami-istri
adalah perkara lain lagi."
"Tutup mulut!" bentak Ciok Thian-hing. "Masa kamu tidak
malu membeberkan perbuatan kalian yang rendah itu?"
"Kami tidak berbuat sesuatu yang memalukan, yang
berbuat busuk adalah Toan Kiam-jing, juga putra
kesayanganmu itu"!"
"Yang diperiksa sekarang adalah dirimu, kesalahan yang
diperbuat orang lain nanti tentu akan kuperiksa secara adil
dan tidak perlu kau sangkutpautkan sekarang," bentak Ciok
Thian-hing. "Ingin kutanya padamu, sekalipun kupercaya
kepada keteranganmu bahwa waktu itu kesadaran-mu
terpengaruh obat bius, tapi kamu memang sudah ada maksud
memperistrikan Peng-ji, itu berarti pikiran jahatmu memang
sudah timbul sebelum itu, apakah kesalahanmu akan kau
alihkan kepada orang lain?"
"Hm. engkau yang bicara campur aduk tidak jelas," sahut
Nyo Yam dengan gusar. "Aku berniat memperistrikan Peng-ji,
mengapa dikatakau bermaksud jahat?"
"Sudahlah, kalau sudah mengaku tidak perlu banyak omong
lagi," kata Thian-hing. "Apa pun yang kau lakukan, salah atau
benar, sebentar tentu akan diputuskan dengan adil, tidak perlu
kau bantah sekarang."
Dengan sikap garang seorang peuuntut ia suruh Nyo Yum
berdiri di samping, lalu berpaling dan tanya Ling Peng-ji pula,
"Nah, Peng-ji, menurut pengakuan Nyo Yam, ia pernah
melamar langsung padamu, apakah betul hal ini?"
"Betul." jawab Peng-ji lirih.
"Dan kau terima?" desak Thian-hing.
"Aku . aku belum terima... ."
"Ling-cici," seru Nyo Yam "Bukan begitu jawabanmu. Meski
semula engkau tidak terima, tapi kemudian ...."
"Diam," bentak Ciok Thian-hing. "Dilarang mengganggu
pengakuan Peng-ji, jika kamu mengacau lagi, terpaksa
kuambil tindakan tegas."
"Sabar, adik Yam, biar kubicara dulu," kata Peng-ji.
Tidak nanti Nyo Yam takut ditindak oleh Ciok Thian-hing,
namun dia harus menurut kepada permintaan Peng-ji, dengan
sorot mata penuh rasa dongkol ia pandang Peng-ji dan
mundur ke samping.
Thian-hing melanjutkan pertanyaannya, "Jika demikian, jadi
dia yang memaksa dirimu, begitu" Hm, memang sudah
kuduga, sejak awal hingga akhir perkara ini memang
kesalahan Nyo Yam-Kau sendiri banyak membaca dan tahu
adat, mana kau mau menjadi istrinya?"
Maksudnya sangat jelas, ia ingin memancing pengakuan
Ling Peng-ji agar melimpahkan semua kesalahan atas diri Nyo
Yam. Semula Peng-ji bicara dengan menunduk, mendadak ia
angkat kepala, dengan sikap tegas ia berkata pula," "Tidak,
dia tidak memaksa diriku, sejak awal hingga akhir ia melamar
padaku secara baik dan terang-terangan."
"Bukankah kau bilang tidak menerima lamarannya?" Thianhing
menegas. "Kuterima atau tidak adalah soal lain, tapi aku tidak bilang
dia bersalah karena melamar diriku," jawab Peng-ji.
"Betul," seru Nyo Yam dengan senang. "Dengan sendirinya
aku berhak melamar padamu. Apakah kau terima atau tidak
adalah urusan kita berdua, orang lain tidak berhak ikut
campur." Dengan muka masam Ciok Thian-hing bertanya pula, "Ling
Peng-ji, coba katakan sekali lagi, lamaran Nyo Yam padamu
sesungguhnya kau terima atau tidak?"
Maklum, keterangan Ling Peng-ji tadi sebenarnya
menyatakan "belum menerima" dan itu berarti masih ada
lanjutannya. "Aku tidak segera menerima, tapi juga tidak lantas
menolak," jawab Peng-ji.
"Apa artinya itu?" tanya Thian-hing pula. "Kusuruh dia
jangan menemuiku dalam waktu tujuh tahun," kata Peng-ji.
"Jadi urusan pernikahan baru boleh dibicarakan lagi tujuh
tahun kemudian."
Nyo Yam tidak tahan, katanya, "Ciangbun. bagaimana bila
kutambah sedikit keterangan yang benar?"
"Bagaimana Ciok-suheng," Tong Kah-goan tanya pendapat
Ciok Thian-hing.
Karena kesaksian memang harus dikumpulkan dari kedua
pihak, terpaksa Ciok Thian-hing menjawab, "Baiklah, boleh
katakan. Namun keteranganmu harus berdasarkan kejadian
nyata." "Ling-cici," kata Nyo Yam kemudian, "ku-ingat demikianlah
ucapanmu, yaitu tujuh tahun kemudian bila aku tetap
bertekad memperistrikan-mu, maka engkau akan menerima
lamaranku."
Muka Peng-ji tampak merah, katanya, "Itu kan sama saja
seperti perkataanku bahwa persoalan tersebut baru kita
bicarakan lagi tujuh tahun kemudian."
"Tidak, tidak sama," seru Nyo Yam. "Ucapanmu yang
pertama itu boleh dikatakan tidak jelas atau samar-samar,
sedang ucapan yang lain berarti kamu pasti akan menerima
lamaranku, masa kau katakan sama" Ling-cici. ingin kukatakan
padamu, kedatanganku ini adalah karena aku ingin membela
diri dan juga tidak ingin membikin susah padamu, maka
kupulang ke Thian-san untuk menghadapi sidang pemeriksaan
ini. Jadi pertemuan kita hari ini tidak berarti aku telah
melanggar laranganmu untuk bertemu denganmu."
Mendadak Thian-hing membentak, "Pengakuan ini sebagian
sudah kau katakan tadi. Sekarang tidak perlu diulangi.
Berhenti dan tunggu keputusanku."
"Baru saja Ciangbun bilang setelah mendengarkan
kesaksian, aku berhak mengemukakan dalilku sendiri.
Sekarang engkau menyatakan sudah selesai mendengarkan
kesaksian, mengapa aku tidak diberi kesempatan untuk
bicara?"
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dari mana kau tahu akan kuputuskan kamu bersalah, nanti
boleh kau bantah lagi jika keputusan sudah dijatuhkan," kata
Thian-hing. Nyo Yam melengak, katanya, "Aku tidak percaya engkau
takkan menyalahkan diriku."
"Hm, tampaknya kaupun menyadari kesalahan sendiri,"
jengek Thian-hing. "Ya, memang betul akan kujatuhkan
keputusan kamu bersalah. Sekarang biar kukatakan sebagian
dulu, kamu dan Ling Peng-ji tidak tahu malu, diam-diam
mengikat perjodohan sendiri, kalian berdua sama berdosa."
"Apa dasarnya?" teriak Nyo Yam gusar.
"Dasarnya. pertama, kalian bergaul melampaui batas di luar
perkawinan sah dan melanggar pantangan berzinah," seru
Thian-hing. "Omong kosong!" teriak Nyo Yam kalap. "Itu kan fitnah
Toan Kiam-jing kepada kami, mengapa kau percaya kepada
keterangannya dan tidak percaya kepada pengakuan kami?"
Muka Ciok Thian-hing sebentar pucat sebentar merah,
bentaknya, "Sikapmu yang tidak hormat kepada sesepuh
perguruan sudah cukup diberi hukuman."
"Engkau bertindak tidak adil, masa aku di salahkan kurang
hormat padamu?" bantah Nyo Yam
Toan-hujin juga tidak tahan, segera berdiri dan berkata,
"Nyo Yam bersikap kasar, dia memang pantas dihukum. Tapi
apa hukumannya biar tunggu setelah sidang perkara ini
selesai. Sekarang urusan pokok lebih dulu, bukan maksudku
membela murid sendiri bahwa kau beri tuduhan padanya
berzinah tanpa nikah, kukira tuduhan ini agak berlebihan.
Apakah mereka benar berzinah atau tidak jangan dipersoalkan
dulu, yang jelas Toan Kiam-jing lebih dulu membius dia,
mengapa hal ini tidak kau usut?"
Thian-hong membantah, "Harap Suso maklum, persoalan ini
masing masing pihak sama mempunyai pengakuan sendiri dan
sukar diusut sehingga jelas. . Tadi Suso dengar sendiri, Toan
Kiam-jing menyangkal menggunakan obat bius."
"Hm, ia bilang begitu lantas kau percaya?" jengek Tonghujin.
"Menurut persoalannya, kita lebih condong
mempercayai keterangan Nyo Yam dan Peng-ji karena
pengaruh obat bius, sekalipun mereka berbuat salah juga
kesalahan itu tidak dapat ditimpakan atas diri mereka. Mereka
hanya orang yang terperangkap saja."
Namun Ciok Thian-hing tetap pada pendirian nya, katanya,
"Aku juga tidak percaya seluruh keterangan Toan Kiam-jing.
tapi juga tidak dapat kupercaya kepada keterangan sepihak
Nyo Yam saja."
"Kalau keputusan yang pasti belum dapat di putuskan
seharusnya jangan sembarangan kau beri kesimpulan," teriak
Tong-hujin marah.
Ciok Thian-hing sukar membantah lagi, dengan muka
merah ia berkata, "Baik, jika begitu biar kutarik kembali dulu
tuduhan berzinah tanpa nikah tuduhan ini pun tidak penting,
yang, lebih penting adalah pikiran mereka sendiri apakah
melanggar pantangan itu atau tidak. Nyo Yam dan Peng-ji
sudah mengakui bahwa antara mereka pernah ada
pembicaraan tentang pernikahan, berdasarkan apa yang diakui
mereka itu sudah boleh kujatuhkan tuduhan tidak kenal malu
dan saling mengikat jodoh secara diam-diam kepada mereka."
-ooo0dw0ooo- Jilid 17 "Sungguh aneh," tukas Nyo Yam. "Soal perkawinan adalah
urusan jamak, jika kami saling mengikat perjodohan, sangkutpaut
apa denganmu?"
Ciok Thian-hing tidak menanggapi, ia berseru pula, "Semua
orang tahu hubungan Nyo Yam dan Peng-ji serupa saudara
sekandung. Sejak kecil Nyo Yam tinggal di Thian-san, sampai
dia meninggalkan perguruan pada usia sebelas, sedikitnya
delapan tahun dia tinggal di sini, selama itu Peng-ji yang
melayani segala keperluannya, mereka selain saling sebut
sebagai taci dan adik, malahan juga serupa seorang ibu
terhadap anaknya. Coba, antara taci dan adik mana boleh
menikah, apalagi kalau antara ibu dan anak?"
Nyo Yam berteriak, "Mengapa tidak boleh" Aku dan dia
bukan taci dan adik benar. Memang, sejak kecil dia menjaga
diriku, selama ini kupandang dia sebagai kakak, namun kami
bukan saudara sekandung. Sungguh aku tidak mengerti
mengapa kami dianggap tidak tahu malu jika kami ingin
menjadi suami-istri" Kami adalah saudara seperguruan,
menurut peraturan perguruan juga tidak ada larangan
menikah antara sesama saudara seperguruan,"
Pada umumnya orang persilatan memang tidak banyak
memperhatikan ajaran dan adat istiadat kolot.
Tapi Ciok Thian-hing lantas mendengus, "Hm, tahun ini
kamu berumur berapa dan berapa usia Peng-ji" Apalagi pada
waktu kamu masih bayi dia telah mengatur segala
keperluanmu. Meski bukan taci dan adik, namun kenyataannya
serupa saudara sekandung. Boleh kau tanya semua orang,
pernikahan antara taci beradik begini apakah pantas?"
Meski anak murid Thian-san-pai merasa keterangan Nyo
Yam itu cukup beralasan, tapi tidak pernah terpikir oleh
mereka bahwa antara Nyo Yam dan Ling Peng-ji akan
menikah. Mereka sudah terbiasa perjodohan antara lelaki
perempuan harus setimpal antar keluarga, usia dan wajah.
Maka mereka merasa agak janggal jika Nyo Yam akan
memperistri Ling Peng-ji yang lebih tua.
Begitulah karena pertanyaan Ciok Thian-hing ini, seketika
ramai orang membicarakannya, tapi tiada seorangpun
menanggapi apakah urusan ini pantas atau tidak.
Dengan suara lembut Tong-hujin berkata, "Nyo Yam,
usiamu masih muda belia, urusan perjodohanmu harus
dipertimbangkan sebaik-baiknya. Watakmu juga lebih
emosional, kutahu kami menaruh simpati terhadap Lingcicimu,
juga berterima kasih atas kebaikannya yang telah
menjaga dirimu selama ini. Tapi bicara soal kawin, ini ..."
Ucapan Tong-hujin ini kena di lubuk hati Nyo Yam, tapi saat
ini anak muda itu diliputi emosi, mana ia dapat tenang dan
pikirkan apakah benar persoalannya serupa apa yang
dikatakan"
Maka tanpa pikir ia lantas memotong ucapan Tong-hujin,
"Yang jelas aku tidak memperbolehkan Ling-cici dinista oleh
siapa pun, aku bertekad akan membelanya. Tapi sama sekali
bukan lantaran aku berterima kasih atau kasihan padanya
maka kulamar dia. Tidak, bukan begitu halnya. Dia adalah
anak perempuan terbaik yang pernah kulihat, kuhormati dia
dan mencintainya, aku tidak segan untuk bicara terus terang
di depan kalian, dengan setulus hatiku ingin kujadikan Ling-cici
sebagai istriku."
Waktu la meayatakan Ling Peng-ji adalah anak perempuan
terbaik yang pernah dilihatuya, tiba-tiba teringat olehnya akan
Liong Leng-cu, tanpa terasa ia melirik ke tempat gadis itu
berdiri tadi, namun tidak terlihat orangnya.
Dalam emosinya ia bicara panjang lebar, habis itu baru
teringat akan Liong Leng-cu, ia pikir apakah Leng-cu akan
marah padaku karena uraianku ini"
Setelah merandek, lalu ia berkata pula, "Sekarang usiaku
sudah 18 tahun dan tidak kecil lagi. Aku yatim piatu, Suhu
juga sudah meninggal, lalu urusan perjodohanku harus
kutanyakan kepada siapa" Cuma, masih ada seorang ayah
angkatku, untuk urusan ini sudah kulaporkan kepada Gihu
(ayah angkat)."
Dengan dingin Ciok Thian-hing lantas berkata, "Ki-taihiap,
Nyo Yam mengaku telah lapor kepadamu, engkau adalah ayah
angkatnya, coba katakan, apakah engkau menyetujui
pernikahan Nyo Yam dengan Ling Peng-ji?"
Sebetulnya Ki Tiang-hong seorang yang terbuka, tidak
memperhatikan adat istiadat kolot, cuma terhadap perkawinan
Nyo Yam dan Peng-ji mula mula ia pun tidak segera setuju,
namun mengingat perjodohan itu akan lebih baik daripada Nyo
Yam beristrikan Liong Leng-cu, maka urusan ini pun tidakbegitu
diperhatikan olehnya.
Tapi sekarang, ketika mendengar uraian Nyo Yam yang
gagah berani. lalu terdesak oleh berbagai pertanyaan Ciok
Thian-hing, ia ikut mendongkol sehingga berubah sikapnya
semula yang tidak menyetujui maksud Nyo Yam itu.
Ia tidak menjawab, sebaliknya balas tanya dengan
tersenyum, "Ciok-tianglo, apakah baik baik istrimu?"
Thian-hing melengak, jawabnya, "Istriku di rumah dan
menjaga anakku, maka tidak hadir dalam sidang ini. Terima
kasih atas perhatian Ki-taihiap."
"Kuingat kalian suami-isteri juga saudara seperguruan, di
antara sesama saudara seperguruan-mu istrimu seperti murid
yang paling kecil?" kata Ki Tiang-hong pula.
"Betul." kata Thian-hing. "Tapi sekarang lebih penting
membereskan urusan anak angkatmu, urusan lain biarlah
dibicarakan nanti saja."
"Tidak, bukan maksudku bicara iseng denganmu," kata
Tiang-hong. "Aku justru ingin tanya padamu, tahun ini istrimu
berumur berapa dan berapa tahun selisih umurmu dengan
istrimu sendiri?"
"Aku lebih tua 11 tahun daripada dia, ada apa?" jawab
Thian-hing dengan mendongkol.
"Kabarnya kamu mengangkat guru pada umur 13, waktu itu
istrimu baru berusia dua tahun, mungkin waktu kecilnya
kaupun bantu menjaga istrimu bukan?"
Tidak kepalang gemas Ciok Thian-hing, ia mendengut, "Hm,
aku tidak ingat lagi, memangnya ada apa?"
"Tidak apa-apa," kata Tiang-hong. "Cuma ingin kukatakan
padamu, tahun ini Nyo Yam berusia 18 dan Peng-ji 27. Jadi
Peng-ji lebih tua sembilan tahun daripada Nyo Yam, selisih
umur mereka kan tidak lebih banyak daripada selisih umur
kalian suami-istri."
"Urusan kami mana boleh disamakan dengan mereka,"
teriak Thian-hing.
Mendadak Ki Tiang-hong berteriak terlebih keras daripada
dia, bentaknya dengan ilmu Sai-cu-ho, "Mengapa tidak dapat
disamakan?"
Tergetar anak telinga Ciok Thian-hing, cepat ia
mengerahkan lwekang untuk bertahan, dengan demikian ia
seperti tidak berani membantah lagi karena wibawa Ki Tianghong
itu. Tiang-hong lantas tergelak, katanya pula, "Ya, kutahu apa
yang hendak kau katakan, maksudmu tidak dapat disamakan
tentulah kamu lebih tua daripada istrimu, sebabnya dalam hal
Nyo Yam dan Peng-ji lebih tua yang perempuan. Padahal,
lelaki atau perempuan kan sama-sama manusia, asalkan
mereka sukarela mau menjadi suami-istri kenapa tidak boleh
dipersoalkan bersama" Kau-tanya padaku apakah menyetujui
perkawinan mereka atau tidak dapat ku jawab sudah lama aku
setuju. Cuma dulu hanya kukatakan padanya saja sekarang
biar kukatakan di depan umum, aku setuju!"
Seketika Nyo Yam melonjak girang, serunya, "Gihu,
sungguh bagus sekali ucapanmu ini, jauh lebih kuat daripada
perkataanku!"
Meski ada sebagian hadirin yang setuju dan sebagian lagi
tidak sependapat dengan ucapan Ki Hang-hong itu, tapi baik
setuju atau tidak toh ada suatu titik persamaan, yaitu semua
orang menganggap "mengikat perjodohan secara diam-diam"
antara Nyo Yam dan Ling Peng-ji itu tidak dapat digunakan
sebagai alasan untuk menjatuhkan hukuman kepada mereka.
Pendapat ini jelas tertampak dari pembicaraan ramai di antara
hadirin itu. Maka Ki Tiang-hong menyambung lagi, "Soal Nyo Yam
dianggap masih terlalu muda dan mungkin jalan pikirannya
belum cukup masak, dalam hal ini syukurlah Peng-ji sudah
memberi batas waktu tujuh tahun kepadanya. Sesudah tujuh
tahun jika pikiran Nyo Yam tidak berubah, kenapa kita harus
merintangi perjodohan mereka?"
Sampai di siui, mau-tak-mau Tong-hujin harus melepaskan
juga pendiriannya, katanya sambil mengangguk, "Ki-taihiap,
pandanganmu yang bijaksana membuat pikiranku terbuka
juga, tampaknya batas waktu tujuh tahun itu bila perlu boleh
juga di-perpendek."
Jika dia ikut setuju, maka yang dikuatirkan justru jangka
tujuh tahun itu akan terlampau lama sehingga membikin susah
masa muda Ling Peng-ji.
Meski Ciok Thian-hing adalah sesepuh pelaksana hukum
juga tidak boleh melawan opini umum, melihat orang yang
bersimpati kepada Nyo Yam makin lama makin banyak, mautakmau ia jadi gugup, pikirnya, "Wah, jika Nyo Yam tidak
Istana Pulau Es 16 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Panji Sakti 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama