Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 2
ngan sikapnya setiap hari.
Gadis berbaju putih yang berdiri disamping diam-diam merasa juga melihat perubahan sikapnya yang amat sangat.
Sebaliknya Tan Kia-beng dengan perasaan amat gusar sudah mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Suhuku ialah Bun Li Im Yen, Lok Tong, cepat kau lepaskan tanganku, siluman perempuan ini terlalu menghina aku jika tidak diberi sedikit hajaran hatiku merasa tak puas."
Si orang tua berjubah hitam itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Sudah..... sudahlah sekalipun suhumu si Bin Lim In Yen Lok Tong datang sendiripun belum tertu bisa menangkis tiga jurus serangannya."
Wajahnya mendadak berubah amat keras, tambahnya, "Hey bocah cilik, aku mau bertanya padamu maukah kamu orang mengangkat loohu sebagai gurumu" jikalau kau mau aku jamin di dalam tiga bulan saja kau akan berubah menjadi seorang jagoan Bulim yang tak terkalahkan."
Gadis berbaju putih yang berdiri disamping sekali lagi dibuat keheranan melihat sikap nya itu pikirnya.
"Sungguh aneh sekali, bagaimana Tia bisa begitu ramah terhadapnya, bahkan mau mengangkat dia sebagai
muridnya?"
Walaupun dalam hati dia merasa amat girang tetapi pada mulutnya tetap dengan suara yang tinggi melengking berteriak, "Tidak mau... tidak mau, jika setiap hari harus seorang telur busuk yang mendamping aku, tentu saking mangkelnya aku muntah-muntah tak hentinya,"
Tan Kia-beng yang secara tiba-tiba mendengar si orang tua berjubah hitam itu mau mengangkat dirinya sebagai muridnya terasa berdebar debar, tetapi ketika teringat akan keganasan dan kekejaman dari si kakek tua berjubah hitam itu ditambah lagi mengkhianati guru merupakan suatu pantangan Bulim dengan cepat dia mencabut keluar pedangnya kembali.
"Hee heee heee... lebih baik kau menarik kembali niatmu itu" ujarnya sambil tertawa dingin. Sekalipun ilmu silat yang kau milili amat liehay tapi siauw ya mu tak akan mau mengangkatmu sebagai gurumu.
Si orang tua berjubah hitam yang selalu berlontang-lantung seorang diri selamanya belum pernah menerima seorang
muridpun kini melihat bakat Tan Kia-beng yang amat bagus untuk belajar silat ditambah lagi sifat dia yang amat cocok dengan apa yang di kehendaki membuat dia benar-benar tertarik semakin Tan Kia-beng menolak niatnya untuk menerima dia sebagai murid semakin menebal.
Terdengar dia tertawa terbahak-bahak kernbali dengan kerasnya.
"Hey bocah orok. inilah suatu kesempatan yang amat bagus buat dirimu, janganlah kau membuang kesempatan baik ini dengan sia-sia."
"Haa haa haa.... sekalipun kau sekarang juga
membinasakan aku Siauw yamu juga akan menolak," Seru Tan Kia-beng tetap ngotot.
Air muka kakak tua berjubah hitam itu segera berubah menghambar, sekilas perasaan yang amat dingin kaku muncul kembali menghiasi wajahnya.
"Heee.... hee.... kau tidak akan menyesal?" ujarnya seram.
"Tidak?"
Dengan melintangkan pedangnya di depan dada Tan Kia-beng berdiri disana dengan amat angkernya.
Saking gusarnya orang tua berjubah hitam itu segera memperdengarkan suara pekikannya yang amat nyaring sehingga membuat suasana menjadi amat seram,
Gadis berbaju putih itu menjadi amat terkejut. dia tahu inilah tanda tanda ayahnya sudah diliputi oleh napsu membunuh.
"Tahan," Teriakrya cepat, "aku saja yang turun tangan."
Selesai berbicara tubuhnya dengan cepat menerjang kehadapan Tan Kia-beng yang cepat menutupi tubuh Tan Kia-beng dari serangan kakek berjubah hitam itu.
Pada saat itu.... diseluruh lapangan bergema suara pujian keagungan Buddha yang amat ramai sekali.
Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay dengan memimpin
kedelapan belas orang Loohannya dengan langkah perlahan muncul di tempat itu.
Dengan pandangan yang amat dingin kakek tua berjubah hitam itu melirik sekejap ke arahnya kemudian
memperdengarkan suara tertawanya yang amat
menyeramkan. "Bu lang su hud, iblis durhaka ini akan melarikan diri kemana lagi?"
Dari hutan sebelah kiri tampak bayangan merah berkelebat, delapan orang tosu dengan memakai jubab Pat kwa dan pedang tersoreng pada punggungnya bagaikan awan
merahnya dengan cepat melayang turun ke atas permukaan tanah kemudian mendesak ke tengah kalangan
Belum sempat Tan Kia-beng melihat je!as wajah mereka mendadak terdengar kembali suara bentakan yang amat keras memecah kesunyian,
"Sret, sreet... seret!" di tengah kalangan secara tiba-tiba sudah bertambah kembali dengan serombongan jago Bulim dengan dandanan yang amat aneh aneh setiap orang dengan pandangan mata mengandung perasaan dendam yang berapi api dengan gemasnya melototi si kakek tua berjubah hitam serta gadis berbaju putih yang ada di tengah kalangan itu.
Jika dilihat dari situasi sekarang ini jelas sekali kalau para jago di dalam Bulim sudah mengumpulkan seluruh
kekuatannya untuk menghadapi si kakek berjubah hitam serta si gadis baju putih,
Tan Kia-beng yang terkepung di tengah-tengah kalangan tak terasa terperanjat juga terlibat kejadian ini, diam-diam pikirnya;
'Saat ini bilamana aku tidak cepat-cepat mengundurkan diri dari sini bilamana nanti mereka mulai melancarkan serangannya bukankah aku akan tergencet di tengah-tengah?"
Karenarya dengan cepat dia menggerakkan kakinya hendak mengundurkan diri dari sana,
Mendadak.... Tampak sesosok bayangan manusia berkelebat, si Lik So Suseng Ho Hauw sudah menghadang di depan tubuhnya.
sambil menudingkan kipas emasnya dia membentak keras,
"Tempo hari orang yang mengemudikan kereta kuda dijalanan Cing Siang adalah bangsat cilik, jangan biarkan dia melarikan diri dari sini "
Tan Kia-beng menjadi gusar, bentaknya, "Kenapa tanpa membedakan putih atau merah kau sudah menfitnah aku?"
"Manusia tidak berguna!" tiba-tiba terdengar suara yang amat dingin bergema di belakang badannya, "Cepat kesini, aku mau lihat kau akan berbuat bagaimana menghadapi mereka?"
Dengan perkataan diri kakek tua berjubah hitam ini tanpa sengaja sudah melibatkan Tan Kia-beng ke dalam jurang tersebut, sekalipun dia akan menjelaskan juga tidak akan berguna
Waktu itu si kakek tua berjubah hitam sudah berjalan mendekati para jago, terdengar dengan nada amat seram serunya, "Kalian dua tiga kali terus menerus mendesak aku si orang tua, apakah kalian benar-benar menyuruh Loohu membuka pantangan untuk membunuh?"
"Loolap sudah lama sekali tidak terjun ke dalam dunia kangouw terdengar Ci Si Thaysu dengan air muka amat dingin berteriak. Sampai ini hari kurang lebih ada dua puluh tahun lamanya, tapi di dalam dua puluh tahun yang singkat ini kau sudah mencelakai beribu ribu jago Bulim.... jika kini Loolap tidak terjun kembaii ke dalam Bulim bagaimana hatiku bisa tega terhadap mereka yang sudah mati?"
"Hiee... heee... kau kira dengan mengandalkan ilmu Thay Djao Bu Siang Tan Kang mu itu sudah cukup untuk meringkus looho" haa... haa... sungguh menggelikan."
Ci Si Thaysu segera mengerutkan keningnya rapat, dengan menundukkan kepalanya dia memuji keagungan Buddha Pada saat inilah mendadak terdengar suara berbenturnya senjata tajam, sebilah pedang panjang sudah terpental jatuh ke tengah udara.
Kiranya Tan Kia-beng sudah menggubris peringatan dari kakek tua berjubah hitam itu dengan langkah yang lebar dia melanjutkan perjalanannya ke kanan tetapi sudah terhalang oleh sambaran kipas emas dari Lak So Suseng Ho Hauw, membuat dia saking mendongkolnya berteriak keras, "Kenapa kalian menghalangi aku" aku kan bukan satu rombongan dengan dia?"
Sreet... sreet... berturut-turut dia melancarkan tiga serangan dahsyat membabat tubuh musuhnya. Si Lak So Suseng Ho Hauw mana memandang sebelah matapun
kepadanya, kipasnya dibabat ke depan menutup kembali serangannya membuat pedang panjang tersebut tergetar amat keras dan harnpir hampir terlepas dari tangannya kemudian ditusuk kipas emasnya dengan amat cepatnya berkelebat menotok jalan darah Ci Bun serta Chiet Kan dua buah jalan darah penting.
Tan Kia-beng yang tidak membawa senjata melihat
datangnya serangan kipas itu di dalam keadaan yang amat gugup sudah meloncat ke atas udara kemudian berjumpalitan melancarkan satu pukulan dahsyat ke bawah.
Kiranya tanpa disadari jurus Lok Djiet Tiong Thian dari ilmu telapak Siauw Ciat Cang sudah dikerahkan keluar.
Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Si Lak So Suseng sudah menghajar oleh datangnya serangan itu sehingga terpental ke tengah udara rubuh di tengah rumput.
---0-dewi-0--- JILID: 3 Dengan kepandaian silat yang dimiliki Lak So Suseng dia sudah merupakan seorang jagoan aneh di dalam Bulim karena dia berlaku sedikit gegabah pukulan tersebut dengan menghajar dadanya membuat dia terluka amat parah.
Untung saja Tan Kia-beng baru saja belajar ilmu silat sehingga tenaga dalamnya yang diperolehpun belum tinggi, kalau tidak mana mungkin dia bisa hidup lama lagi.
Peristiwa yang terjadi diluar dugaan ini membuat para jago merasa amat terperanjat, kemudian disusul dengan suara
bentakan yang amat keras tiga orang jagoan berkepandaian tinggi sudah menabrak ke arah Tan Kia-beng.
Kini Tan Kia-beng bisa menghajar tubuh Lak So Suseng hal itu didapatkan secara kebetulan saja, kini melihat tiga orang jago dengan amat cepatnya menubruk ke arah tubuhnya dengan cepat melayang ke samping sedang tangannya dengan gerakan cepat mencabut keluar pedang pualam hadiah Mo Tan-hong.
Seketika itu juga hawa pedang yang amat dingin memancar keluar disertai warna biru yang menyilaukan mata berkelebat memenuhi seluruh angkasa, walaupun pedang itu amat pendek tetapi dengan sedikit gerakan saja ujung pedangnya segera memancarkan suatu sinar setebal setengah depa.
Traaang.... traaang. Senjata tajam di tangan ketiga orang itu segera ada dua yang sudah terbabat putus.
Bersamaan waktunya pula ada beberapa orang diantara para jago sudah berteriak kaget.
"Pedang Kiam Ceng Giok Hun Kiam"
Betul, suara teriakan itu berkumandang keluar suasana seluruh kalangan menjadi amat kacau para jago mulai menggerakkan badannya masing-masing mendesak ke depan.
Suasana tersebut seketika itu juga memecahkan suasana tegang yang meliputi para hweesio Siauw-lim-pay serta diri kakek tua berbaju hitam itu.
Mereka bersama menoleh ke arah Tan Kia-beng kemudian dengan sinar mata penuh perasaan terkejut memperhatikan dirinya.
Pedang pusaka yang sudah menggetarkan seluruh Bulim pada seratus tahun yang lalu mana tidak membuat para jago pada menggila"
Menurut berita yang tersiar katanya pedang itu semula merupakan pedang milik seorang sakti yang sudah
menggunakan dua puluh tahun lamanya menciptakan
serangkaian ilmu pedang yang diukir di dalam sarung pedang tersebut, bahkan di atas sarung pedang itu sudah tersimpan suatu rahasia istana terpendam yang amat misterius sekali.
Selama ini siapapun tidak pernah memecahkan rahasia ini, siapa tahu pada seratus tahun yang lalu pedang ini muncul kembali di dalam Bulim membuat seluruh dunia kangouw menjadi gempar karena perubahan pedang pusaka itulah beratus ratus jago Bulim sudah menemui ajalnya.
Banyak jago-jago yang paling diandalkan oleh setiap partai kebanyakan sudah binasa di dalam badai hujan yang amat dahsyat itu.
Tetapi akhirnya siapapun tidak ada yang mendapatkannya dan sejak itu pula pedang tersebut dengan amat misterius lenyap dari kalangan dunia persilatan.
Ini hari secara tiba-tiba pedang itu sudah muncul kembali ditangan Tan Kia-beng, bahkan munculnya di tengah berkumpulnya para jago berkepandaian tinggi baik dari golongan Hek-to maupun dari golongan Pek-to coba
bayangkan saja suasana pada saat itu mana mungkin tidak tegang"
Terdengar si kakek tua berjubah hitam itu tiba-tiba memperdengarkan suara jeritan panjang yang amat dingin dan menyeramkan, laksana segulung asap hitam dengan amat cepatnya dia menyambar ke arah Tan Kia-beng.
Tiba-tiba bayangan abu abu berkelebat Ci Si Thaysu pada saat yang bersamaan berkelebat juga menghadang di depan badan Tan Kia-beng sambil kebutkan ujung bajunya dia bersabda, "Sicu tahan, tarik kembali pedangmu"
Di tengah suitan yang gegap gempita terdengarlah suara benturan yang amat dahsyat berturut turut tubuh Ci Si Thaysu mundur dua langkah ke belakang di atas permukaan tanah kuning yang amat keras segera terbekaslah dua buah telapak kaki yang amat dalam sekali.
Si kakek tua berjubah hitam itupun sambil menggerakkan pundaknya melayang turun kembali ke atas tanah.
Pada saat kedua orang jago berkepandaian tinggi
menerjang ke arah Tan Kia-beng itulah tanpa bayangan manusia berkelebat memenuhi empat penjuru kurang lebih sepuluh sosok bayangan hitam bersama-sama menubruk ketubuh Tan Kia-beng membuat suasana di tengah lapangan menjadi amat kacau.
Tan Kia-beng yang sama sekali tidak mempunyai
pengalaman untuk menghadapi musuh tangguh melihat begitu banyak jago berkepandaian tinggi menerjang ke arahnya dalam hati sejak tadi sudah menjadi gugup, dia menjadi bingung harus berbuat bagaimana untuk mengundurkan orang-orang itu.
Mendadak.... Dari samping tubuhnya menggulung datang serentetan angin pukulan dingin yang menusuk tulang menghajar tubuh para jago, seperti ada sebuah dinding kuat yang menahan tubuh mereka, para jago yang menerjang ke arah Tan Kia-beng itu segera terpental balik ke belakang disusul dengan jeritan kesakitan.
Tan Kia-beng menjadi melengak, pada saat itulah terdengar suara yang amat halus dan merdu berkumandang masuk ke dalam telinganya.
Cepat simpan pedang pualam itu dan ikuti aku menerjang keluar dari tempat ini.
Tidak salah suara itu berasal dari si gadis berbaju putih itu, saat ia sudah benar-benar dibuat bingung oleh suasana disana tanpa pikir panjang lagi pedang pualamnya yang berturut turut melancarkan tiga kali serangan ke depan sedang tubuhnya dengan cepat mengikuti diri sinona berbaju putih itu menerjang ke depan.
Tetapi.... jago-jago yang ada dilakangan bukanlah cuma tujuh delapan orang saja, mana meraka mau membiarkan dirinya melarikan diri"
Tampaklah serentetan sinar merah berkelebat delapan bilah pedang dari Kun lun Pat to atau sidelapan toosu dari Kun-lun-pay bersama-sama membentuk jaringan hawa pedang yang amat kuat dengan menyebarkan diri pada delapan penjuru mereka bersama-sama menerjang tubuh gadis berbaju putih itu.
Seketika itu juga suatu pertempurang yang amat sengit terjadi di tempat tersebut.
Begitu para toosu dari Kun-lun-pay mulai menggerakkan pasukannya mengerubuti diri gadis berbaju putih itu, Ci Si Thaysu pun segera mengebutkan ujung jubahnya dengan memimpin kedelapan belas loahan nya mereka bersama-sama menubruk ke arah kakek tua berjubah hitam tersebut.
Baik Kun lun Pat To maupun Cap Pwee Loohan dari Siauw-lim-pay semuanya merupakan jago-jago yang sudah
mendapan didikan yang bertahun tahun lamanya kini mereka
bersama-sama turun tangan mengerubut membuat si kakek tua berjubah hitam serta gadis cantik berbaju putih yang memiliki kepandaian silat amat tinggi pun untuk beberapa saat lamanya dibuat kalang kabut juga.
Kini musuh tangguh sudah terhadang maka seluruh tekanan dari para jago Bulim mulai ditujukan pada Tan Kia-beng.
Jka ditinjau dari kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sekarang ini boleh dikatakan ilmu silatnya dari setiap jago yang hadir disana jauh lebih hebat beberapa tingkat dari dirinya, kini dia bisa bertahan dengan payah semuanya bukan lain dikarenakan mengandalkan pedang pualam yang amat tajam serta jurus Lok Jiet Tiong Thian yang sudah berhasil dipahami itu.
Untung saja niat semua jago cuma tercurah pada pedang pualam ditangannya saja bersamaan pula diantara para jago sendiri pun saling curiga mencurigakan saling desak mendesak membuat Tan Kia-beng untuk sementara waktu berhasil mempertahankan nyawanya.
Sejak lahir Tan Kia-beng memang sudah mempunyai sifat ketus dan congkak yang berlebih lebihan, kini didesak oleh para jago membuat hatinya merasa sangat ganas sekali.
Terdengar diantara para jago sudah mulai berteriak teriak.
Cepatnya serahkan pedang itu kepadaku kami sekali tidak akan melukai nyawamu"
Mendengar teriakan tersebut Tan Kia-beng semakin dibuat gusar, berturut turut dia melancarkan dua kali babatan ke depan sembari membentak keras, "Bajingan, perampok, kalian jangan mimpi bisa mendapatkan pedang ditangan siauw ya mu ini!"
Bagaimanapun juga Siauw-lim-pay sebagai pimpinan Bulim mempunyai perasaan pendekar yang lebih besar. terlihatlah Ci Si Thaysu mengebutkan ujung bajunya kemudian meloncat masuk ke tengah kalangan.
"Berhenti!" bentaknya keras.
Ujung jubahnya dikebutkan kembali, terasalah segulung angin pukulan Bu Siang Tan Kang dengan hebatnya
menghantam tubuh para jago yang sedang mengurung
tempat itu sehingga pada mundur terhuyung huyung setelah itu barulah dia bertanya dengan suara perlahan
"Siauw sicu berasal dari perguruan mana" siapakah gurumu" Pedang ini kau dapatkan dari mana"
"Siauwya tidak punya partai, suhuku adalah Ban Li Im Yen Lok Tong sedang pedang ini adalah hadiah dari orang lain.
Hmm, barang ini bukanlah milik kalian kenapa kalian begitu ngotot mau merebutnya dari tanganku?"
"Oooh.... kiranya anak murid dari Lok Thay hiap, suhumu mempunyai hubungan baik dengan loolap. Kau serahkan saja pedang pualam itu kepada loolap menanti setelah suhumu datang nanti aku kembalikan lagi kepadamu."
Sesungguhnya perkataan dari Ci Si Thaysu ini bermaksud baik, dia merasa sayang kalau dia binasa cuma dikarenakan menurut hawa amarah dihatinya.
Tan Kia-beng tidak lebih cuma seorang bocah yang ilmu silatnya belum mencapai keberhasilan, jika kini harus menggembol barang pusaka bukankah cuma memancing
datangnya api yang bakal membakar badan sendiri karena itulah dengan paksakan diri dia membebaskan dia dari kepungan para jago kemudian mengajukan maksud baiknya untuk mewakili dia menyimpan barang pusaka tersebut.
Tetapi saat ini Tan Kia-beng sedang merasa gusar atas kerakusan para jago mana dia mau mendengarkan nasehat tersebut"
Sesudah mendengus dingin teriaknya, "Hmm kalian semua manusia manusia yang tidak malu sudah melihat barang milik orang lian lalu turun tangan merebut, sekalipun ini hari siauwya mu harus binasa juga tidak akan menyerahkan pedang pualam ini kepada kalian."
"Omintohud omintohud.... Ci Si Thaysu cuma bisa menghela napas panjang saja. Dosa.... dosa.... dosa Loolap bermaksud baik kepada kau."
"Hmm, bermaksud baik" Musang memberi selamat tahun baru kepada ayam. Hee hee maksud baikmu ini sejak tadi siauwya sudah paham"
Mendengar perkataan itu air muka Ci Si Thaysu segera berubah amat hebat, dia menundukkan kepalanya menyebut keagungan Budha.
"Omintohud.... untuk menolong nyawamu terpaksa loolap menggunakan kekerasan."
Mendadak tubuhnya bertindak maju ke depan menyambar ke arah pedang pualam di tangan Tan Kia-beng, serangan ini bukan lain menggunakan ilmu mencengkeram Djien Nah so Hoat yang lihay dari Siauw-lim-pay, bukan saja ilmu ini memiliki perubahan yang amat banyak bahkan serangan ini amat cepat sekali bagaikan sambaran kilat.
Tiba-tiba.... terasa segulung angin pukulan yang amat keras menggulung ke arah pergelangan tangan Ci Si Thaysu yang sedang melancarkan serangan cengkeraman itu, terlihatlah Heng-san It-hok sambil tertawa dingin sudah memaki.
"Ooh, kiranya Thaysu mencegah kita semua bertindak ternyata sudah memikirkan maksud tertentu. Hee.... hee....
tidak kusangka Thaysu punya minat untuk menyingkirkan barang tersebut."
Ci Si Thaysu sama sekali tidak menduga adanya serangan bokongan dari orang lain melihat datangnya serangan mendadak dari Heng-san It-hok yang hendak menghajar pergelangan tangannya terpaksa dengan terburu-buru dia kembali menarik barang tersebut.
"Apakah Ouw Thay hiap juga tak percaya terhadap diri loolap?" tanyanya dengan air muka berubah sangat hebat.
"Ha ha ha.... tahu manusianya, tahu mukanya belum tentu tahu hatinya. Hee hee.... sulit.... sulit untuk mempercayai omonganmu"
Dengan beberapa perkataannya ini hampir hampir
membuat kedudukan Ci Si Thay tak berharga sama sekali. Ci Si Thay yang merupakan seorang pendeta beribadat tinggi walaupun imannya tak urung merasa gusar juga
"Lalu bagaimana menurut maksud Ouw Thay hiap?"
tanyanya dingin.
"Menurut pendapat cayhe" heee.... heee.... mudah sekali....
siapa yang bakal menangkan sang menjangan harus
mengandalkan kepandaian sendiri."
"Bagus, bagus sekali." sahut Ci Si Thay su sambil tersenyum. "Malam ini loolap sangat mengharapkan bisa mendapatkan sedikit pengajaran dari ilmu sakti Tuw Thay hiap."
Walaupun Heng-san It-hok jadi orang amat sombong dan tak pandang sebelah matamu kepada orang lain tapi terhadap
Ci Si Thaysu yang merupakan musuh tangguh dalam hati merasa bergidik juga diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya yang cepat-cepat disalurkan kesepasang telapak tangannya siap menanti serangan musuh.
Sekalipun begitu air mukanya masih tengan tenang saja, serunya sambil tertawa, "Thaysu terlalu memuji"
Pada saat kedua orang sedang siap-siap mulai bergebrak itulah tiba-tiba....
Dengan disertai suatu bentakan yang amat keras, dari tengah lapangan tampaklah sesosok bayangan hitam dengan amat cepatnya meluncur ke arah Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang sudah berada di tengah kurungan para jago sejak tadi sudah pasang mata pentang telinga memperhatikan seluruh gerak gerik para jago, kini dilihatnya ada orang yang menerjang ke arahnya pedang panjangnya mendadak dibabat ke tengah udara kemudian dengan
mendatar disambar keluar. Dalam keadaan yang amat gugup dia sudah menggunakan jurus Lok Jiet Thiong Thian melancarkan tusukan menggantikan telapak tangannya.
Jurus ini sebenarnya memang sudah agak aneh kini dia menggantikan telapak menjadi pedang sudah pasti jauh lebih dahsyat.
Terlihatlah sinar kebiruan yang menyilaukan mata
berkelebat disertai suara jeritan kesakitan, orang tersebut berhasil ditusuk perutnya sehingga tembus ke belakang punggungnya, seketika itu juga orang tersebut menggeletak binasa.
Tan Kia-beng yang melihat serangannya mencapai sasaran semangatnya menjadi berkobar kembali, pikirnya, "Jika aku
tidak menggunakan kesempatan ini melarikan diri apakah harus menanti kematian disini?"
Begitu pikiran ini berkelebat di dalam benaknya dengan cepat pedang pualamnya dibabat ke depan, pergelangan tangannya digetarkan dan melancarkan dua tusukan, sedangkan tubuhnya pun dengan mengikuti gerakan tersebut meloncat ke depan.
Begitu tubuhnya mencapai tengah udara sekali lagi pedang pualamnya dibabat keluar membentuk serentetan sinar kebiru biruan yang menyialukan matanya, tubuhnya segera meluncur keluar dari tengan kalangan
Terjangannya yang secara mendadak ini membuat para jago yang ada di empat penjuru menjadi sangat gempar, bersama-sama mereka berlari mengejar.
Ilmu meringankan tubuh dari Tan Kia-beng memangnya belum mencapai pada kesempurnaan, kini iapun sudah bertempur selama semalaman penuh membuat tenaga
dalamnya mendapatkan kerugian yang amat besar.
Dalam keadaan yang amat gugup dengan tidak
memandang situasi di sekelilingnya lagi dia meluncur terus ke depan dan sampailah di atas tebing yang dikelilingi oleh jurang sedalam ratusan kaki. saat itulah tubuhnya sudah berada di tengah batu batu cadas yang amat banyak.
Aduh celaka" serunya keras
Kiranya jalan di depan sudah terhalang oleh sebuah jurang yang amat dalam sedangkan para jago yang mengejar dari arah belakangpun dengan amat cepat sudah sampai disitu.
Heng-san It-hok yang mempunyai ilmu meringankan tubuh paling tinggi dialah yang paling terlebih dulu sampai disana, segera bentaknya;
"Bangsat cilik, kau mau melarikan diri kemana lagi?"
Telapak tangannya dengan disertai angain pukulan yang amat keras menghajar batok kepalanya.
Heng-san It-hok merupakan satu satunya jagoan yang paling diandalkan oleh partai Heng-san-pay pukulan telapaknya kali ini sudah tentu amat mengejutkan sekali.
Baru saja tubuh Tan Kia-beng bergerak siap berputar kesebelah kanan untuk melarikan diri mendadak terasalah segulung angin pukulan yang amat keras sekali menghajar pundaknya membuat dengan terhuyung huyung dia mundur ke belakang.
Tapi dia segera menjerit kaget kiranya tubuhnya sudah menginjak tempat kosong dan terjatuh ke dalam jurang yang amat gelap tak tampak dasarnya itu....
Dalam keadaan yang aga samar-samar dia hanya dapat mendengarkan suara suitan aneh dari kakek tua berjubah hitam serta jeritan kaget dari gadis berbaju putih itu....
---0-dewi-0--- Tan Kia-beng yang terjatuh dari atas puncak gunung itu merasakan tubuhnya bagaikan kilat cepatnya meluncur turun ke bawah, semakin lama dia semakin terjatuh ke bawah terus.... terus....
Dikarenakan kecepatan meluncurnya amat pesat sekali membuat saking goncangnya dia jatuh tak sadarkan diri.
Mendadak.... suatu daya tarik yang amat keras menerjang badannya membuat daya luncurnya menjadi sedikit berkurang seketika itu juga dia sadar kembali dari pingsannya.
Tampaklah olehnya dari sebuah goa batu yang amat besar mencukul keluar seekor ular raksasa yang amat besar sekali sedang mementangkan mulutnya lebar-lebar menghisap tubuhnya.
Mungkin karena daya luncur yang begitu keras dari badannya membuat daya hisap dari ular raksasa itu cuma berhasil sedikit menahan tubuhnya saja tanpa berhasil menghisap badannya ke dalam mulut.
Sakin terperanjatnya dia menjerit keras dengan seluruh tenaga dia meronta sedang pedang ditangannya dengan cepat disambar ke depan sehingga tampaklah serentetan sinar kebiru biruan yang menyilaukan mata memenuhi seluruh angkasa.
Ular raksasa itu menjadi amat terkejut terburu-buru ia menarik kembali kepalanya ke dalam goa.
Begitu daya hisapnya hilang tubuh Tan Kia-beng pun segera meluncur kembali ke bawah dengan rasa cemasnya, cuma kali ini dia sudah berada di atas tanah kurang lebih sepuluh kaki saja.
Suatu keinginan untuk hidup meliputi seluruh hatinya, dengan cepat dia menarik hawa murninya dari pusar disalurkan ke seluruh tubuhnya dengan paksakan diri dia berusaha sedikit mengerem daya luncur yang keras itu.
Segera tubuhnya sedikit tertahan, dengan perlahan-lahan dia melayang turun ke atas permukaan tanah
Sekalipun secara kebetulan tubuhnya tadi terhisap oleh ular raksasa sehingga daya luncur badannya pun menjadi jauh berkurang ditambah pula permukaan tanah dimana dia melayang turun merupakan sebidang tanah rumput yang amat tebal tapi dikarenakan goncangan yang begitu besar dan perasaan tegang yang amat sangat menerjang pikirannya membuat dirinya begitu terhuyung huyung maju beberapa langkah kemudian jatuh tidak sadarkan diri
Entah lewat beberapa saat kemudian dengan perlahan dia baru sadar kembali dari pingsannya, dia merasakan seluruh tulang-tulang, badannya amat sakit serasa sudah pada copot, sedangkan pundak kiri yang terkena hajaran pukulan Heng-san It-hok tadi kini sudah membengkak besar.
Dengan sekuat tenaga dia paksakan diri meronta bangun, akhirnya tak kuasa lagi tubuhnya sekali lagi rubuh ke atas tanah dengan amat kerasnya.
Cuaca pada saat ini walaupun berangsur angsur menjadi terang kembali tetapi keadaan di dalam lembah tersebut amat gelap sekali sehingga sukar untuk melihat lima jarinya sendiri Terasa hembusan angin yang amat lembab memancar
keluar dari atas permukaan tanah yang basah, di tengah kabut yang amat gelap dia cuma merasakan adanya berpuluh puluh sinar hijau berkedip kedip seperti sembunyi disana, secara samar-samar terdengar pula suara desisan aneh dari ular serta binatang berbisa lainnya.
Suasana yang amat sunyi dan menyeramkan meliputi
sekeliling tempat itu, diam-diam Tan Kia-beng menjerit sendiri,
"Ooh, Tan Kia-beng, Tan Kia-beng, tidak disangka sikap kependekaranmu yang konyol memaksa kau harus menemui kematian pada malam ini juga di tempat seperti ini."
Lewat beberapa saat kemudian dia membakar sendiri hatinya, "Aku tidak boleh mati, asal usulku sendiripun aku tidak jelas bagaimana aku bocah keturunan keluarga Tan membutuhkan aku untuk menyambung keturungan dan aku dibutuhkan untuk membalas dendam sakit hati orang tuaku, bila aku mati bukankah semuanya akan berantakan"
Pada saat hatinya merasa amat gelisah itulah mendadak di dalam benaknya berkelebat suatu bayangan pikirnya,
"Menurut perkataan suhu jikalau seseorang memiliki tenaga dalam dia bisa menggunakan tenaga dalam yang dimilikinya untuk menyembuhkan penyakitnya sendiri, kenapa aku tidak mau coba-coba?"
Demikianlah secara diam-diam dia segera mencoba untuk mengeluarkan tenaga dalamnya mengelilingi seluruh tubuh, untung saja hawa murninya belum buyar sehingga sesudah mengalami perjuangan yang keras dia berhasil juga menyalurkan hawa murninya keseluruh tubuh.
Dengan mengikuti ajaran ilmu tenaga dalam Pek Tiap Sin Kang dia terus berlatih, dengan perlahan mengulurkan hawa murninya mengerlilingi ke seluruh tubuh.
Demikianlah sesudah ada satu jam lamanya perasaan sakit yang menyerang seluruh tubuhnya sudah jauh berkurang, dengan cepat dia meloncat bangun dan memandang keadaan di sekelilingnya.
Tampaklah di sekeliling tempat itu hanya ada puncak gunung yang menembus awan sedangkan di sekelilingnya merupakan hutan alas yang sangat lebar sekali.
Dimana dia sekarang berdiri merupakan sebuah tanah lapang rumput seluas setengah hektar, kecuali itu di
sekelilingnya merupakan batu aneh yang tersebar tidak merata.
Lama sekali dia memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, tiba-tiba secara samar-samar tampaklah olehnya ada sebuah jalanan sempit yang menghubungkan tempat itu dengan sebuah lembah
Kini dia sudah berada di tempat yang sangat berbahaya kecuali menempuh bahaya untuk menerjang keluar tidak ada cara lain lagi buat dirinya, demikianlah dengan mengandalkan pedang pualam Kiem Ceng Giok Hun Kiam dengan terhuyung huyung dia melanjutkan perjalanannya menuju ke dalam lembah.
Setelah melewati sebuah jalanan kecil yang amat sempit dan curam sekali sejauh ratusan kaki sampailah di sebuah lembah yang amat sempit kedua belah dinding yang berdiri disana amat tinggi hingga menembus awan, dan amat curam sekali.
Tiba-tiba terlihatlah serentetan sinar terang memancar masuk dari atas puncak sehingga pandangannya menjadi terang kembali kiranya tempat itu merupakan sebuah lembah yang jauh berbeda dengan lembah semula.
Dimana mana tumbuh rumput serta bunga yang beraneka warna, sebuah selokan mengalirkan air yang amat jernih ke bawah gunung sedikitpun tidak ada hutan yang menutupi sinar sang surya di atas permukaan tanah berjejerlah batu batu putih yang sangat rata dan indah sekali.
Pikirnya dalam hati, "Jika aku bisa mendapatkan sebuah gua yang bersih disekitar tempat ini untuk berlatih ilmu silat, sungguh bagus sekali."
Tetapi kini dia merasa lapar dan dahaga sekali sedang seluruh tubuhnya pun sudah terluka mana ada minat untuk menikmati keindahan alam tersebut. Dengan mengikuti sebuah jalanan berbatu yang sepertinya sering dilewati orang dia melanjutkan perjalanannya maju ke depan.
Setelah berbelok belok selama seperminum lamanya
akhirnya dia menemukan kalau jalanan berbatu itu
menghubungkan lembah semula dengan sebuah gua yang ada dibawah puncak gunung yang amat tinggi.
Bersamaan pula dia merasa terperanjat sekali, kiranya di depan gua tersebut terdapat serangkaian tulang-tulang ular raksasa sebesar mangkok yang menembus terus ke dalam gua.
Kerangka ular itu sangat mengejutkan sekali walaupun kepalanya sudah menyusup ke dalam gua tetapi ekornya masih ada lima atau enam kaki panjangnya yang tertingal diluar gua sampai di pinggir selokan diam-diam pikirannya berputar;
Huuu.... sangat hebat sekali ular ini jika masih hidup tentu tubuhnya sebesar gentong air.... tapi kenapa ia sudah binasa di situ?"
Saat ini dia sudah berada disebuah lembah buntu yang sekelilingnya cuma ada puncak gunung yang jauh tinggi menembus awan, pikirnya kembali;
"Mati atau hidup berada ditangan Thian kenapa aku tidak masuk ke dalam gua itu untuk lihat lihat?"
Boleh dikata dikarenakan suatu perasaan ingin tahu mendesak hatinya membuat dia kepingin sekali masuk ke dalam gua tersebut.
Segera dia kerahkan tenaga dalamnya dengan menggembol pedang Giok Hu Kiam dengan perlahan dia mulai berjalan masuk ke dalam gua tersebut
Dengan mengikuti kerangka ular raksasa itu, dia berbelok belok menghabiskan sebuah jalan lorong yang panjang kemudian naik kembali ke atas tangga memasuki sebuah gua yang jauh lebih lebar, mendadak pandangannya terbentur dengan sesuatu yang amat mengejutkan hatinya tak tertahan lagi dia menjerit kaget.
Terlihatlah dari dalam sebuah gua yang luasnya tak ada dua kaki memancarlah keluar sebuah sinar berkilauan yang amat terang sekali, bahkan terasa segulung demi segulung hawa dingin yang menusuk tulang muncul dari balik gua.
Di tengah gua itu terdapatlah sebuah benda yang
memancarkan sinar kemerah merahan yang menyilaukan mata dikeliling oleh segulung kabut putih yang menusuk tulang di atas kabut tersebut tergantunglah dua buah lentera yang memancarkan sinar berkedip kedip setelah dipandangnya lebih teliti dia baru bisa melihat keadaan di dalam gua itu sejelas jelasnya.
Di dalam gua itu terdapatlah meja kursi dan barang-barang lain dari batu yang masih sempurna, dia atas sebuah pembaringan batu duduk bersila si kakek tua yang wajahnya sudah mengering dan memakai baju warna ungu.
Kelima jari kakek tua yang amat tajam kuat itu sedang mencengkeram batok kepala ular raksasa tersebut sedangkan telapak tangan kanannya menghadap ke atas menahan sebuah mutiara merah yang menyilaukan mata sebesar telur itik
Mutiara merah itu jelas berwarna merah berapi yang melekat pada lidah sang ular raksasa yang panjangnya mencapai tiga empat depa itu.
Pada lapisan luar dari mutiara ular berwarna merah itu terdapat selapis kabut putih yang dengan perlahan berputar mengitari mutiara tersebut.
Karena waktu yang sudah berlalu sangat lama kini baik manusia maupun sang ular sudah berubah menjadi kerangka semuanya jika dilihat dari situasi sekarang ini kemungkinan sekali sewaktu kakek tua itu bersemedi mendadak menerima serangan dari ular raksasa tersebut sehingga dia
mencengkeram bagian tubuh cun dari ular tersebut sebaliknya tangan yang sebelah menahan mutiara yang meloncat keluar, demikianlah karena saling bertahan akhirnya saking lelahnya mereka berdua sama-sama menemui kematiannya.
Ditinjau dari hal ini jelas sekali kalau si kakek tua ini bukanlah manusia biasa, coba bayangkan saja kalau panjang ular raksasa ini ada puluhan kaki bahkan sudah berhasil mengeluarkan mutiara mungkin usianya ada ribuan tahun ke atas si kakek tua bisa menguasai dia di dalam keadaan tidak bersiap sedia bahkan berhasil binasa bersama-sama sang ular ini membuktikan kalau tenaga dalamnya sudah amat tinggi sekali.
Ketika memandang kembali ke arah dua buah lentera itu ternyatalah benda tersebut bukan lain adalah sepasang mata dari ular raksasa tersebut yang memancarkan sinar kehijau hijauan sebesar telur itik.
Sebetulnya dia masih punyai sifat kebocah kini melihat sepasang mata ular yang begitu besar dan memancarkan sinar amat terang timbullah niatnya untuk mengambil.
Tubuhnya meloncat ke atas dengan sebelah tangan dia menahan kepala ular itu sedang tangannya yang sebelah menyambar sepasang mata itu
Terasalah segulung hawa dingin yang menusuk tulang membuat seluruh tubuhnya terasa menggigil, setelah dilihatnya beberapa saat masih tidak menemukan juga keistimewaan dari benda itu segera dimasukkannya kembali benda itu ke dalam saku tanpa dilihat kembali
Ketika dia mendongakkan kepalanya kembali memandang ke arah mutiara ular tersebut, terpikir olehnya kemungkinan sekali benda itu merupakan senjata ular raksasa yang sangat berharga.
Dengan perlahan dia melepaskan genggaman tangan orang tua itu dan mengambilnya ketangan sendiri.
Terasa hawa dingin yang aneh membuat seluruh tubuhnya bergidik, tak tertahan lagi dia bersin beberapa kali.
Pada saat dia menarik napas panjang itu, "Sreet...."
mutirara tersebut sudah terhisap masuk ke dalam
tenggorokannya.
Perasaan terkejutnya bukan kepalang cepat-cepat dia pentangkan mulutnya lebar-lebar berusaha untuk
mengeluarkan kembali, siapa sangka keadaan sudah
terlambat. Seluruh tubuhnya terasa amat gatal sekali membuat hawa dingin menyusup masuk ke dalam pusarnya kemudian
menyebar keseluruh tubuh, hampir hampir membuat dia mati kaku.
Dalam keadaan yang amat gugup dengan sekuat tenaga dia mempertahankan diri, sedang dalam hati diam-diam merasa amat takut.
Kurang lebih seperminum teh lamanya mendadak segulung hawa yang amat panas sekali mengalir dengan amat cepatnya dari pusar menuju keseluruh badan terus naik ketingkat kedua belas dan menyebar masuk ke dalam urat nadi.
Rasanya hawa panas ini jauh lebih sukar ditangani dari pada rasa dingin yang membekukan badannya tadi. membuat dia saking panasnya berkeringat sebesar kedelai mengucur keluar dengan amat derasnya.
Diam-diam pikirnya di dalam hati, "Kali ini aku pasti mati....
aduh, satu panas yang lain dingin dua tenaga bersama-sama mengacau tubuhku, mana aku bisa tahan lebih lama lagi?"
Barang siapa yang sudah mendekati ajalnya dia tentu berusaha mencari jalan kehidupan buat dirinya, kini dua buah tenaga yang berlainan jenis bersama-sama menerjang badannya sehingga membuat dirinya setengah mati, pada saat pikirannya mulai kabur itulah mendadak teringat kembali olehnya keadaan sewaktu tadi dia menyembuhkan penyakit luka dalamnya dengan mengerahkan tenaga lweekang Pek Tiap Sin Kang.
Saat ini hawa panas serta hawa dingin sudah mulai bercampur aduk membuat seluruh tulangnya hampir meledak rasanya, kenapa pada saat ini dia tidak menggunakan ilmu lweekang itu untuk menahannya.
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Untung saja dia masih punya rejeki segera dengan
paksakan diri dia meronta bangun dan duduk bersila untuk kemudian mulai menyalurkan tenaganya mengikuti petunjuk ilmu lweekang itu.
Hawa panas serta hawa dingin yang sebetulnya sedang mengalir tidak keruan di dalam tubuhnya dengan
mendapatkan petunjuk dari hawa murninya dengan perlahan-lahan mulai mengalir sesuai dengan jalan yang sebetulnya.
Cuma saja dikarenakan tenaga dalam dari Tan Kia-beng yang masih sangat rendah, untuk beberapa saat lamanya dia masih belum sanggup untuk menggabungkan kedua tenapa tersebut menjadi menunggal.
Kiranya hawa panas tadi berasal dari mutiara ular berwarna merah darah itu sedang hawa dingin berasal dari kabut putih yang melapisi di atas mutiara tersebut yang bukan lain merupakan tenaga murni hawa dingin yang dilatih kakek tua tersebut hampir mendekati seratus tahun lamanya.
Mutiara ular yang berusia ribuan tahun itu merupakan tenaga Yang amat panas sekali sebaliknya ilmu "Sian Im Kong Sah No Kang yang dilatih si orang tua merupakan hawa Im yang amat dingin, karena hendak menahan penyerangan dari mutiara yang panas pada waktu dulu si orang tua sudah mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya untuk bertahan sampai mereka berdua sama menemui ajalnya.
Walaupun manusia maupun ular raksasa sudah binasa tetapi mutiara ular itu masih tetap dihisap oleh tenaga murni dari si kakek tua yang dilatihnya hampir mendekati seratus tahun lamanya tanpa buyar sedikitpun.
Walaupun kedua benda tersebut sama-sama melengket menjadi satu tapi pemiliknya sama-sama sudah kehilangan nyawa sehingga tak ada faedahnya buat mereka, sebaliknya Tan Kia-beng yang merupakan seorang manusia hidup yang ada daging dan darah apalagi mendapatkan berkah yang besar tanpa dia sengaja benda tersebut sudah dihisap masuk ke dalam perutnya.
Atau dengan perkataan lain di dalam keadaan tidak sadar dia sudah menerima bantuan tenaga dalam si orang tua yang sudah dilatihnya hampir mendekati seratus tahun itu bahkan sampai mutiara ular yang sudah berusia ribuan tahunpun ikut terhisap masuk
Keadaannya pada saat itu mirip sekali dengan seekor ular yang menelan seekor gajah besar bagaimana tubuhnya sanggup bertahan" Untuk sekali ilmu lweekang Pek Tiap Sin Kang merupakan ilmu sakti yang amat hebat dari Ceng Kong Mie Ci sehingga sesudah dia duduk bersila selama sepuluh hari lamanya dengan perlahan-lahan tubuhnya berhasil menahan bentrokan dari kedua buah hawa murni tersebut.
Dengan begitu tanpa dia sadari tenaga dalamnya sudah mendapatkan kemajuan yang sama sekali tak pernah
diimpikan olehnya, cuma saja saat ini dia masih belum tahu; Ketika dia sadar kembali dari semedinya terasalah rasa sakit yang menyelimuti seluruh tubuhnya sudah lenyap tanpa bekas bahkan tubuhnya merasa amat segar sekali
Dengan cepat dia bangkit berdiri dan mengebut ngebutkan debu yang menempel pada tubuhnya, dia sama sekali tidak sadar seberapa lama dia sudah duduk di tempat itu, dengan langkah perlahan dia berjalan mendekati si orang tua tersebut.
Terlihatlah disamping kiri dari pembaringan batu itu terdapat sebuah meja batu yang di atasnya bertumpuk kitab kitab tebal.
Selain berisikan kitab suci, sejarah syair dan buku lainnnya masih ada pula kitab kitab ilmu silat dari setiap partai yang ada di dalam Bulim.
Dengan hati yang mantap dia membuka salah satu dari kitab itu, terlihatlah dalam kitab itu penuh bertuliskan jurus
jurus mana yang paling lihay dan jurus apa untuk
memecahkannya, jurus mana yang ada kelemahannya dan bagaimana cara menutupnya kembali semuanya tertuliskan dengan jelas sekali.
Tak terasa lagi dengan perasaan amat kagum pujinya,
"Orang tua ini sungguh seorang aneh, cukup dalam hal ini saja sudah jarang ada orang yang menandingi dirinya."
Perlahan-lahan dia meletakkan kembali kitab ilmu pedang itu dan melihat kitab kitab yang lain, bukan saja di dalam kitab ilmu pedang maupun ilmu pukulan saja yang ada
penjelasannya bahkan sampai kitab kitab suci pun sudah dipenuhi oleh pemecahanya, dalam hati dia semakin lama semakin kagum terhadap orang tua tersebut.
Mendadak.... dibawah kitab tersebut terselempitlah sebuah kotak batu giok yang amat kecil, dengan cepat dia mengambilnya dan membuka kotak tersebut.
Didalamnya terdapatlah sebuah sampul surat yang sudah amat kuno. Tan Kia-beng yang sejak kecil sudah mendapat didikan Bun maupun Bu sudah tentu tidak terlalu sukar untuk mengetahui isinya segera dibacanya surat tersebut.
"Cayhe Te Leng Kiauw cu Lie Mong Hwee pada masa lalu memiliki serangkaian ilmu silat yang lihay dan membuka sebuah perkumpulan, siapa sangka aku sudah salah
mendapatkan ahli waris yang tidak becus.
Murid pertama bersifat ganas ganas dan dingin kaku bahkan menculik putriku lari menjauh, murid kedua berhati kejam, licik dan berhati srigala sukar untuk dijabatkan sebagai Kiauw cu.
Dalam keadaan kecewa aku sudah mengasingkan diri disini dan bersumpah tidak akan terjun kembali ke dalam Bulim.
Sekalipun cayhe berhasil melatih ilmu silatku mencapai pada taraf yang paling tinggi tapi manusia tidak seperti malaikat yang tak akan mati, pada beberapa hari ini hatiku mendadak terasa amat kacau dan sadar saat ajalku sudah hampir tiba.
Meninggal dunia bukanlah suatu peristiwa yang patut disayangkan, tapi tidak memperoleh seorang pengganti Kiauw cu membuat hatiku merasa amat susah.... sedih apakah Thian tidak menghendaki partai Tek Leng Sun muncul kembali di dalam Bulim"
Bilamana pada kemudian hari ada orang yang beruntung masuk ke dalam gua ini harap mau menguburkan kerangkaku ke dalam tanah disamping gua ini, atas jasa itu kitab yang ada di atas meja boleh diterima sebagai balas jasa.
tertanda. Han Tan Loodjien Lie Mong Hwee."
Selesai membaca surat itu dalam hati Tan Kia-beng segera merasa geli pikirnya, "Untung saja kau orang tua sudah bertemu dengan aku, jikalau berganti dengan orang lain sesudah mereka mengambil kitabmu kemudian tidak mau perduli untuk menguburkan kerangkamu bukankah kau tidak bisa berbuat apa apa?"
Berpikir sampai disitu segera dia angkat kepalanya memandang, terlihatlah disamping kiri memang terdapat sebuah pintu kecil yang cukup untuk dilalui oleh seorang saja dia segera berjalan masuk ke dalam ruangan itu.
Terlihatlah luas tempat tersebut tidak lebih cuma lima depa saja sedangkan di atas tanah sudah disediakan pula sebidang tanah kuning yang cukup untuk mengubur jenasah seseorang, dia segera mengangguk.
Agar sukmanya tengang biarlah aku membantu dia untuk menguburkan kerangkanya.
Dia segera mencabut pedang pualamnya dan mulai
menggali tanah disekitar tempat itu
Pedang Kiem Cing Giok Han Kiam yang merupakan senjata pusaka yang amat tajam sudah tentu merupakan alat yang tepat untuk menggali tanah tersebut, di dalam sekejap saja dia sudah berhasil menggali sedalam empat lima depa dalamnya.
Mendadak.... ujung pedangnya sudah terbentur dengan sesuatu, kiranya didasar tanah itu masih terdapat sebuah batu yang halus.
Sedikitpun tidak salah, dibawah sana memang telah disediakan sebuah peti mati yang terbuat dari batu: di dalam peti mati itu terdapatlah sebuah kotak pualam sepanjang satu depa.
Tanpa pikir panjang dan memperhatikan lebih teliti lagi dengan langkah lebar dia berjalan ke depan si kakek tua kemudian memberi hormat.
Setelah itu barulah dia mengangkat jenasah tersebut dan dimasukkan ke dalam peti mati untuk kemudian ditutup kembali dengan tanah.
setelah semuanya beres dia baru membuka kotak pualam itu, ternyata isinya merupakan sejilid kitab tebal yang berwarna kuning di atas kitab itu bertuliskan Teh Leng Cin Keng empat kata amat besar.
Pada halaman pertama dari kitab itu terseliplah sepucuk surat yang bertuliskan,
"Barang siapa yang mendapatkan kitab pusaka ini dialah kauwcu Teh-leng-bun saat ini, kitab ini boleh dipelajari lebih masak lagi.
Walaupun kitab ini berisikan ilmu silat dari golongan hitam tapi jika dilatih benar-benar maka ilmu tersebut akan berubah menjadi ilmu silat dari kalangan lurus.
"Teh Leng Kiem Tan" dibuat dari bahan obat obatan yang sulit dicari, siapa yang makan pil tersebut dapat membantu tenaga dalamnya seperti latihan tiga puluh tahun, "Jikalau tenaga dalam dari penemu kitab ini tidak tinggi sukar untuk mempelajari kitab "Teh Leng Cin Keng"
Seruling perak merupakan senjata andalan Kauwcu yang terdahulu juga merupakan tanda kepercayaan seseorang Kauwcu, harap disimpan baik-baik.
tertanda; "Teh Leng Kauwcu Lie Mong Hwe"
Sehabis membaca surat ini diam-diam Tan Kia-beng memuji ketelitian diri si orang tua, jikalau orang yang menemukan kerangkanya tidak mau membantu menguburkan jenasahnya maka orang itu tidak akan mendapatkan kitab pusaka ini.
Sesudah menyimpan pil emas serta seruling perak itu dengan perlahan dia mulai membuka kitab pusaka itu.
Pada halaman pertama termuatlah cara cara ilmu lweekang Sian Im Kong Sah Im Kang. tak tertahan dia menjerit kaget Eeeeh" ini agaknya aku pernah mendengar"
Tetapi dia tidak sempat memikirkan lebih teliti lagi, karena seluruh perhatiannya sudah tercurahkan pada ilmu ilmu rahasia yang aneh dan sakti yang termuat kitab tersebut tak
terasa lagi dia segera menggerak gerakan tangannya mulai belajar.
Saat ini jalan darah pentingnya sudah tertembus bahkan tenaga dalamnya sudah bertambah lipat ganda membuat pikirannya semakin tajam.
Demikianlah setiap hari Tan Kia-beng berlatih dengan amat gesitnya mempelajari seluruhan isi dari kitab pusaka itu Setengah tahun lewat dengan cepatnya, saat itu dia sudah berhasil menghapalkan seluruh ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka.
Teh Cin Keng sampai kitab ilmu pedang serta ilmu pukulan yang ada dimeja depan dia sudah memahami seluruhnya.
Bersamaan itu pula beberapa jurus siauw Siang Ciang Hoat di dalam pedang Kiem Ceng Giok Han Liam berhasil dipamani pula.
Hari itu mendadak dia merasa bahwa terus menerus
berdiam disana bukanlah suatu cara yang bagus, jikalau suhunya mendengar berita tentang jatuhnya dia ke dalam jurang tentu dia orang tua akan sangat sedih sekali, bahkan karena peristiwa ini kemungkinan sekali bisa mengakibatkan berpuluh puluh peristiwa yang tidak diinginkan.
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk meninggalkan lembah yang amat sunyi itu, setelah membereskan semua barang yang ada di dalam gua dia segera berlalu dari sana.
Tetapi suatu persoalan yang amat menyulitkan hatinya memenuhi otaknya kembali, lembah itu dikitari oleh tebing tebing curam yang puncaknya menembus sampai diawan, dia harus melalui tempat mana untuk naik ke atas" matanya dengan tajam memperhatikan keadaan di sekeliling tempat
itu; akhirnya ditemui juga pada suatu tebing yang amat terjal terdapatlah sesuatu benda hitam yang menghubungkan dasar lembah dengan puncak tebing.
Serat hitam itu ada kurang lebih sepuluh kaki di atas permukaan tanah bilamana bukannya pandangan mata yang sangat tajam tidak mungkin orang lain bisa menemukannya, segera pikirnya di dalam hati.
Tali itu mungkin digunakan oleh Teh Ling Kauwcu untuk memasuki lembah ini tempo hari"
Sampai saat ini dia sama sekali tidak tahu ilmu silat yang berhasil dipelajari ini sudah mencapai seberapa tingginya, bahkan tidak mengetahui juga tali hitam itu sudah tergantung disana beberapa tahun lamanya" berapa kali terkena serangan angin dan hujan"
Karena kepingin cepat-cepat meninggalkan lembah itu terpaksa dengan menempuh bahaya dia pergi mencoba, hawa murninya ditarik dari pusar kemudian disalurkan ke seluruh tubuh sesudah bersuit nyaring tubuhnya mendadak dengan amat cepatnya meloncat naik ke atas menurut perkiraannya, loncatannya kali ini akan mencapai setinggi tiga empat kaki lalu dengan cepat tubuhnya akan menempel ke atas dinding dengan gaya cecak merayap dia mulai memanjat naik ke atas puncak tebing tersebut.
Siapa tahu loncatannya kali ini bukan cuma mencapai tiga empat kaki saja, bahkan bagaikan anak panah yang terlepas tubuh Tan Kia-beng dengan cepatnya meluncur setinggi puluhan kaki, hal ini benar-benar berada diluar dugaannya semula di dalam keadaan yang terperanjat mendadak matanya tertumbuk pada benda hitam yang berada kurang lebih satu kaki jauhnya dari tempat dia berada.
Sepasang tangannya segera dipentangkan ke samping sedang kakinya menjejak tengah udara, dengan hebatnya tubuhnya meluncur ke arah benda tersebut.
Tali hitam itu tentah terbuat dari bahan apa ternyata sangat kuat sekali, hanya di dalam dua tiga kali panjatan dan akhirnya Tan Kia-beng berhasil juga keluar dari dasar jurang itu.
Sesudah berdiam beberapa bulan di dalam sebuah gua yang gelap dan amat lembab dan kini muncul kembali di atas alam yang berhawa segar membuat kemurungan di dalam dadanya seketika itu juga tersapu bersih, mendadak dia angkat kepalanya bersuit panjang, suara suitan itu persis seperti pekikan naga yang baru saja keluar dari sarangnya.
Saat ini tenaga dalam yang berhasil dimiliki dirinya sudah mencapai pada taraf kesempurnaan, suara suitan itu sudah tentu amat nyaring sekali sehingga menggetarkan seluruh permukaan bumi membuat binatang kecil pada melarikan diri serabutan saking kagetnya.
Mendadak sesuatu ingatan berkelebat kembali pada
benaknya tak terasa lagi dia bergumam seorang diri.
"Hmmm. Heng-san It-hok, kau bajingan tua, siauw ya tidak ada dendam sakit hati apapun dengan kau ternyata kau sudah begitu tega turun tangan kejam kepadaku dan pukul aku jatuh ke dalam jurang. Hmm, perhitungan ini aku harus tuntut kembali sekarang juga aku mau mencarinya lebih dulu untuk kemudian menagih hutang ini sama-sama dengan bunganya."
Semakin teringat akan peristiwa itu Tan Kia-beng semakin sengit, akhirnya dengan hati penuh rasa gusar dia bersuit nyaring, tubuhnya dengan amat cepatnya berkelebat menuruni puncak gunung itu.
Musim rontok diambang pintu, angin bertiup dengan kencangnya membuat dedaunan pada berguguran di atas tanah.
Di depan pintu kuil Sam Yang Koan di atas gunung Heng-san yang amat sunyi mendadak sudah kedatangan seorang pemuda berbaju biru berwajah tampan, pemuda itu amat gagah sekali sedang air mukanya memancarkan sinar kemerahan yang menyilaukan mata.
---0-dewi-0--- Walaupun saat ini musim gugur sudah tiba tetapi pemuda itu masih tetap hanya memakai seperangkat pakaian singsat berwarna biru yang amat tipis sekali.
Sesampainya di depan pintu kuil, dengan pandangan yang amat tawar dia melirik sekejap ke atas pilar yang bertuliskan Sam Yan Koan tiga kata dari emas, kemudian dia tertawa dingin.
"Hey.... di dalam ada orang tidak?" teriak keras.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat dua orang Toosu cilik yang menggembol pedang sudah muncul di depan pintu, sinar mata mereka dengan amat dinginnya menyapu sekejap ke arah sang pemuda.
Ketika dilihatnya tamu itu cuma seorang dusun yang sama sekali tidak terpandang mata kedua orang toosu cilik itu segera memperlihatkan sikapnya amat congkak.
"Kau mau cari apa?" tanyanya ketus.
Suaranya amat kasar dan sangat kurang ajar sekali, sedikitpun tidak mengindahkan peraturan.
Pemuda yang sekarang ada di depan pintu kuil itu bukan lain adalah Tan Kia-beng yang sedang gusar dan sengaja datang mencari satori dengan Heng-san It-hok Ouw Ceng Melihat sikap yang amat kurang ajar dan sombong dari kedua orang toosu cilik itu hawa amarah Tan Kia-beng semakin berkobar lagi, tangannya sedikit diangkat dan menuding ke arah tulisan Sam Yan Koan yang tergantung di atas pilar sedang mulutnya berseru.
"Cepat suruh Hek san It Hok keluar untuk bertemu dengan aku."
Semula kedua orang toosu cilik itu melengak, akhirnya tak tertahan lagi tertawa terbahak-bahak.
"Kau bangsat cilik sungguh tidak tahu diri, coba kau bercermin dulu mukamu, dengan model wajahmu semacam ini apakah punya hak untuk bertemu dengan Supek couw" ha ha ha...."
Belum habis mereka tertawa mendadak, Braak....! papan pada hancur beterbangan tulisan Sam Yan Kuan tiga kata dari emas yang tergantung dipilar mendadak sudah runtuh menjadi kayu hancuran yang amat tipis.
Kedua orang toosu itu menjadi amat terkejut, mereka cepat melompat mundur delapan langkah ke belakang, apa yang sudah terjadi disana"
Tapi begitu mata mereka tertumbuk dengan apa yang dilihatnya di depan mata tidak kuasa lagi hawa amarah sudah memenuhi seluruh benak mereka.
Sreet.... pedang panjang sudah dicabut keluar dari dalam sarung mereka kemudian bersama-sama membentak,
"Bangsat liar, nyalimu sungguh amat besar."
Dua bilah pedang panjang bagaikan naga yang keluar dari gua bersama-sama membabat ke arah pinggangnya.
Dengan cepat Tan Kia-beng berkelebat menghindarkan diri dari sana, dia mendengus dingin.
"Hmm, cepat panggil Heng-san It-hok keluar kalau tidak jangan salahkan aku turun tangan jahat kepada kalian."
Kedua orang Toosu itu mana mau tahu pergelangan tangan mereka bersama-sama digetarkan terlihatlah sinar hijau berkelebat memenuhi angkasa sekali lagi mereka menubruk maju ke depan.
Air muka Tan Kia-beng berubah amat hebat, tubuhnya berputar dengan amat cepatnya menerjunkan diri ke dalam bayangan pedang tersebut.
Terdengar suara jeritan kaget yang amat keras, kedua orang toosu itu dengan wajah penuh perasaan terperanjat pada mengundurkan diri dengan cepat.
Kiranya kedua bilah pedang mereka sudah berhasil direbut oleh Tan Kia-beng hanya di dalam satu kali gerakan saja.
"Hmm, itulah penghormatan dari kalian Heng-san-pay untuk menyambut datangnya seorang tamu?" sindirnya dengan wajah sinis.
Tangannya sedikit digetarkan, kedua bilah pedang yang terbuat dari baja murni itu dengan amat mudahnya berhasil dipatahkan menjadi empat, lima bagian, mendadak dia membentak lagi dengan amat keras.
"Jika kalian tidak pergi mengundang Heng-san It-hok keluar lagi, segera aku mau bongkar kuil bobrok kalian ini."
Telapak tangannya didorong ke depan segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan cepat menggulung ke depan dengan dahsyatnya.
Braak....! Pintu kuil serta sebagian besar dari tembok merah disampingnya bersama-sama dengan separuh pintu loteng segera terpukul hancur dan roboh ke atas tanah dengan menimbulkan suara gemuruh yang amat keras.
Kekuatan dari ilmu iblis "Sian Im Kong Sah Im Kang" ini memang sangat mengejutkan sekali, sampai Tan Kia-beng sendiripun merasakan peristiwa ini terjadi jauh diluar dugaannya.
Secara tidak ia sadari dia sudah menerima hawa murni dari Han Tan Loo djien yang dilatih selama hampir mendekati seratus tahun lamanya kemudian menelan juga mutiara dari ular raksasa yang sudah ribuan tahun lamanya walaupun semuanya belum berhasil mencair dan bersatu padu dengan hawa murninya sendiri tetapi ketinggian dan kesempurnaan dari tenaga dalamnya sudah amat mengejutkan sekali.
Atap dan pasir pada beterbangan.... di tengah robohan tembok yang amat ramai itu dari dalam kuil "Sam Yan" segera berkelebatlah keluar segerombol toosu toosu yang penuh diliputi oleh hawa kegusaran.
"Bangsat dari mana yang begitu bernyali berani mencari satori dengan kami Heng-san-pay" cepat sebut nama serta asal usul perguruanmu."
Tan Kia-beng tetap tenang-tenang saja, sambil
menggendong tangan dia menuju dua langkah ke depan.
"Siauw yamu Tan Kia-beng, tidak punya perguruan juga tidak berpartai siauw yamu sengaja datang mencari Heng-san It-hok untuk sedikit membereskan hutang diantara kita, kalian
Heng-san-pay lebih baik jangan ikut campur di dalam urusan ini...."
"Kau cari dia orang tua, ada urusan apa?" tiba-tiba sela seorang toosu berusia pertengahan yang berdiri di tengah-tengah gerombolan para toosu itu.
Toosu berusia pertengahan itu bernama Thian Kang
Tootiang dan merupakan murid tertua dari Siong Hok Tootiang itu ciang-bundjin dari Heng-san-pay.
Tan Kia-beng yang mendengar diungkatnya kembali nama Heng-san It-hok hawa amarahnya segera berkobar kembali memenuhi benaknya, sekilas hawa membunuh berkelebat di dalam wajahnya sedang sepasang alisnya dikerutkan rapat"
"Hutang uang bayar uang, hutang nyawa bayar nyawa, siauw yamu sengaja datang ke sini untuk mencabut nyawa anjingnya!" teriaknya dingin.
Thian Kan Toodjien jadi orang sangat pendiam tapi pikirannya cermat. walaupun mulutnya masih bertanya tetapi hatinya merasa amat terkejut pikirnya.
"Supek, dia orang tua memiliki nama besar yang amat terkenal di dalam Bulim, ternyata ini pemuda berani datang cari balas dengan dia orang tua, sudah tentu ada sesuatu kesengajaan, jika dilihat dari pukulan yang berhasil menghancurkan pintu serta sebagian tembok loteng jelas sekali kalau tenaga dalamnya sudah mencapai pada taraf kesempurnyaan, lebih baik kau hadapi dirinya lebih berhati-hati lagi."
Berpikir sampai disitu dengan wajah serius segera sahutnya, "Heng-san It-hok adalah supek dari pinto, dia orang tua seperti juga dengan nama julukannya bagaikan seekor
burung bangau liar terbang diangkasa tak menentu sudah lama dia orang tua tidak kembali ke dalam kuil".
"Hmm. kau bukan sedang berbohong?"
"Orang beribadat selamanya tidak pernah berbohong."
"Hmm, kalau begitu aku lepaskan dirinya ini hari."
Ketika Tan Kia-beng mendengar kalau Heng-san It-hok tidak ada di dalam kuil Sam Yuan Koan segera dengan langkah lebar dia berlalu dari atas gunung.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat Thian Kang, Tootiang, dengan angkernya sudah berdiri dihadapannya, dia tertawa dingin tak henti hentinya.
"Sicu, kau jangan terlalu menghina Heng-san-pay kami, tanpa sebab kau sudah menghancurkan papan nama kami bahkan sudah menghancurkan pula pintu teras serta tembok loteng kami, kau ingin meninggalkan tempat ini dengan begitu saja" heee.... heee kiranya tidak semudah itu."
Tan Kia-beng segera menghentikan langkahnya.
"Kalian ingin berbuat apa?" tanyanya dengan nada dingin sedang kepalanya dengan perasaan amat tawar, mendongak ke atas udara.
"Sicu sudah terlalu menghina orang lain, terpaksa kami minta sicu mau meninggalkan beberapa jurus ilmu silatmu yang liehay.
"Aaaoou.... kalian bermaksud mau berkelahi" Heee.... heee kalau aku mau pergi kalian bisa berbuat apa?"
Seketika itu juga dari empat penjuru berkumandang suara teriakan yang amat ramai sekali.
"Mau pergi boleh, cuma batok kepalamu tinggalkan disini."
Criing.... criing.... terlihatlah sinar terang yang sangat menyilaukan mata berkelebat memenuhi seluruh angkasa berpuluh puluh orang toosu bersama-sama mencabut keluar pedangnya kemudian mengepung Tan Kia-beng rapat rapat.
Tan Kia-beng tetap berdiri dengan tawarnya, dia sedikit mengangkat kepalanya melirik sekejap ke arah mereka kemudian ujarnya.
"Untuk tinggalkan batok kepalaku sih boleh saja, cuma aku rasa kalian toosu kau belum punya kepandaian sebegitu tinggi untuk berbuat terhadapku."
Walaupun thian Kang Toodjin merasa bahwa ilmu silat masih sukar untuk diketahui bahkan asal usulnyapun belum jelas tetapi dirinya sebagai murid tertua dari ciangbundjin Heng-san-pay tidak mungkin bisa mengundurkan diri karena jera terhadap ilmu silatnya sekalipun ini hari harus bisa di tengah kalangan dia juga harus memberi perlawanannya sampai titik darah penghabisan.
Kini melihat Tan Kia-beng dengan amat tawarnya berdiri di tengah kalangan bahkan sedikitpun tidak pandang sebelah mata kepada mereka, hal ini membuat hatinya merasa panas juga bentaknya kemudian;
"Kalau begitu jangan salahkan pinto berbuat kurang sopan kepadamu".
Pedangnya diangkat sejajar dengan dada. mendadak
dengan disertai desiran angin tajam pedangnya dengan merendah melancarkan gulungan angin hawa pedang yang amat dahsyat sekali.
---0-dewi-0--- JILID: 4 Tan Kia-beng segera mengenal kalau jurus ini merupakan jurus Jan Kiang cap leng atau menutup tenaga membendung ombak dari ilmu pedang Hwee Liong Kiam Hoat di tengah jurus serangan secara diam-diam tersembunyi suatu perubahan yang amat hebat, tetapi dia memiliki nyali besar sudah tentu tidak pandang sebelah matapun.
Telapak tangannya disambar ke depan kemudian dibacok, dibabat, ditabok ditusuk sehingga timbullah angin pukulan yang amat dingin memenuhi seluruh angkasa membuat pedang panjang Thian Kan Toodjien hampir tergetar lepas dari genggamannya.
Thian Kang Toodjien menjadi amat terkejut, pedangnya dengan cepat diputar, berturut turut dia melancarkan tiga bacokan keras ketubuh musuhnya.
Pada saat itulah terdengar suara bentakan yang amat keras, para toosu yang berdiri disamping bersama-sama mencabut keluar pedangnya dan melancarkan serangan bersama-sama mengerubuti Tan Kia-beng.
Tampaklah sinar terang yang menyilaukan mata, hawa pedang memenuhi seluruh angkasa seketika itu juga membuat Tan Kia-beng terkepung rapat di dalam lautan pedang yang amat dahsyat.
Setelah Tan Kia-beng menghancurkan pintu tembok loteng kuil kemudian mendengar juga kalau Heng-san It-hok tidak ada di dalam kuil hawa amarahnya sudah jauh berkurang sebenarnya dia tidak ingin banyak mencari urusan lagi disana, tetapi ketika dilihatnya para toosu itu dengan kurang ajar sekali mengerubuti dirinya hawa amarah yang semula sudah padam sekali lagi berkobar memanasi hatinya.
Mendadak tampaklah berkelebatnya sinar kebiru biruan yang menyilaukan mata membumbung keangkasa kemudian disusul dengan suara beradunya senjata tajam dengan ramai sekali
Seketika itu juga darah segar berceceran memenuhi seluruh permukaan diselingi suara ngeri yang menyayatkan hati, pedang panjang yang menyerang dirinya dari empat penjuru seluruhnya sudah berhasil ditabas putus, dua puluhan toosu hampir separuhnya sudah terluka atau binasa oleh pedangnya itu. potongan lengan serta kaki bertumpuk tumpuk memenuhi tanah bahkan jenggot Thian Kan Toodjie pun berhasil disayat separuh.
Akibat yang terjadi kali ini betul-betul membuat Tan Kia-beng merasa sangat terkejut sekali kiranya dia sama sekali tidak tahu atas kalihayan dari dirinya sendiri dan tidak tahu pula bagaimanakah kedahsyatan dari pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam ditangannya sendiri, melihat datangnya serbuan para toosu secara bersama-sama dia menjadi amat gugup sekali, di dalam keadaan itulah dengan sepenuh tenaga dia melancarkan serangan tadi.
Jurus yang digunakan bukan lain adalah jurus Leng Koan To Gouw atau sinar terang menyoroti sapi yang paling lihay dari ilmu pedang teh Teng Kiam Hoat.
Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam sebetulnya sudah merupakan suatu pedang pusaka yang sangat berharga sekali sinar tajam yang muncul diujung pedang tersebut dapat panjang dapat pendek sesuai dengan tenaga dalam yang disalurkan kesana kini tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah memperoleh kemajuan yang amat tajam yang memancarkan keluarpun bisa mencapai tiga depa jauhnya apalagi tadi dia
mengerahkan seluruh tenaganya, coba bayangkan para toosu itu mana bisa kuat menahan serangannya tersebut"
Kesalahan yang diperbuat ini membuat hatinya merasa sangat menyesal sekali, Heng-san-pay merupakan sebuah partai dari kalangan lurus, kini sudah membunuh begitu banyak orang, bilamana suhunya pada kemudian hari meminta pertanggungan jawabnya dia akan menggunakan cara apa untuk memberi keterangan"
Pada saat darah serta putusan lengan dan kaki pada beterbangan di tengah udara itulan mendadak dari dalam pintu kuil berkelebat keluar seorang toosu tua yang rambut serta jenggotnya sudah pada memutih semuanya, disamping toosu tua itu berjalanlah keluar seorang pengemis tua yang bajunya sudah amat kotor dan compang camping sekali.
Dari tempat kejauhan toosu tua itu sudah berteriak, dengan amat kerasnya, "Hey pembunuh kejam, kami Heng-san-pay tidak ada ganjalan sakit hati apapun dengan kau, mengapa turun tangan kejam kepada kami?"
Bersamaan dengan selesainya ia berbicara terlihatlah dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya melayang turun ke samping kanan kiri dari Tan Kia-beng dan mengepunyanya rapat rapat.
Kelihatannya toosu tua itu sangat marah sekali, sepasang matanya yang memancarkan sinar yang amat tajam, sambil menuding ke arahnya dia memaki maki tak hentinya, "Kawan kau siapa" sudah menerima perintah dari siapa sengaja datang kekuil Sam Yuan Koan kami untuk mencari setori"
pinto Siong Hok sejak menjabat sebagai ciangbunjin Heng-san-pay belum pernah berbuat dosa atau kesalahan kepada kawan Bulim, sebetulnya kau mau cari siapa?"
"Siauw yamu Tan Kia-beng tidak menerima dari siapapun,"
seru Tan Kia-beng sambil tertawa panjang. "Ini hari aku sengaja datang kesini untuk mencari itu bangsat Heng-san It-hok Ouw Ceng yang sudah mencelakai siauw yamu bahkan mau merebut pedang pusaka kepunyaanku."
"Merebut pedang pusakamu" tidak mungkin, suhengku bukanlah manusia semacam itu."
"Hmm, lalu kau kira siauw yamu sedang memfitnah dirinya"
karena dia sudah timbul rakusnya untuk merebut pedang pusaka milikku ternyata dengan tanpa sungkan sungkan dia sudah mencari kawan untuk bersama-sama turun tangan kepadaku.... Hmm, dia sudah hadiahkan suatu pukulan kepadaku sehingga aku terjatuh ke dalam jurang, kalau bukannya Hmm, sudahlah coba kau pikir haruskah aku membalas dendam ini?"
Mendadak nada ucapannya berubah menjadi amat keras dan kasar sekali, sambungnya, "Hutang darah harus dibayar dengan darah dendam satu pukulan ini siauw yamu
bersumpah akan menuntut balas."
Pengemis yang memakai baju compang camping dan amat kotor itu sejak muncul di tengah kalangan sampai saat ini terus menerus dengan menggunakan wajah yang keheran heranan memperhatikan Tan Kia-beng, dia merasa gusar juga tidak ada senyuman yang menghiasi bibirnya.
Kini mendengar Tan Kia-beng berbicara dmeikian dan melihat pula pedang Kim Ceng Gok Hun Kiam yang digoyang goyangkan di atas tangannya tak terasa sudah membelalakan matanya lebar-lebar dengan perasaan terkejut teriaknya;
"Haaa" pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam?"
"Tidak salah, pedang ini memang pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam"
Sehabis berkata dia mengangkat pedangnya ke tengah udara dan digoyang goyangkan
"Kau juga ingin merebutnya?" ejeknya sembari melirik dengan amat dingin ke arah sang pengemis
"Haaa.... haaa.... jangan dikata pedang pusaka yang cuma mendatangkan bencana ini sekalipun barang yanglebih berharga pun tidak akan bisa menggerakkan hati aku si orang pengemis."
Tiba-tiba terdengar suara dengusan yang amat berat dari Siong Hok Tootiang memutuskan pembicaraan mereka, ujarnya dengan berat, "Sekalipun benar-benar sudah terjadi urusan ini, apa kau tidak dapat langsung mencari dirinya"
bahkan sudah merusak pintu dan tembok loteng kami dan melukai para toosu" kurang ajar...."
Mendadak air mukanya berubah amat hebat, dengan mata melotot lebar-lebar dia membentak kembali.
"Selama ratusan tahun ini tidak ada orang yang begitu bernyali berani mencari satori dengan kami golongan Heng-san-pay. Jika ini hari aku tidak beri pelajaran kepadamu tentu kau sudah menganggap kalau pinto tidak becus."
Telapak tangannya dengan putar setengah lingkaran di depan dada tiba-tiba melancarkan satu pukulan dahsyat ke depan.
Ilmu silat dari salah satu ciangbunjin tujuh partai besar ini memang luar biasa sekali, angin pukulannya laksana gempa yang membelah bumi... terasa segulung hawa khie kang yang
amat kuat dengan tak henti hentinya mengalir dan
menggulung ke arah tubuh Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang terlanjur turun tangan sehingga mengakibatkan banyak hatinya sudah merasa sangat
menyesal sekali, kini dia tidak ingin berkelahi kembali dengan Siong Hok Tootiang.
Tetapi ketika dilihatnya serangan pihak lawan amat dahsyat hatinya terasa gatal-gatal juga kepingin turun tangan pikirnya.
"Aku sudah berhasil memahami isi dari seluruh kitab pusaka Teh Leng Cin Keng berarti pula sudah menjabat sebagai Teh Leng Kauwcu."
"Sebagai seorang ketua dari suatu partai besar kedudukan tidaklah berada dibawahnya, aku tidak boleh terlalu memperlihatkan kelemahanku di depan orang lain."
Mendadak tangannya berkelebat menyimpan kembali
pedangnya telapak tangannya dibalik lalu mendorong ke depan terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin bagaikan menggulungnya ombak besar dengan cepatnya menyambut datangnya hawa khei kang dari Siong Hok Toodjien
Yang satu hawa Yang yang lain hawa Im dengan cepatnya terbentur menjadi satu sehingga mengakibatkan suara letusan yang memekikkan telinga pasir dan abu pada beterbangan sedang para toosu yang berdiri di pinggiran kalangan segera merasakan dadanya menjadi amat sesak susah untuk
bernapas Air muka Siong Hok Tootiang berubah menjadi merah darah rambut serta jenggotnya pada berdiri dengan sempoyongan tubuhnya mundur dua langkah ke belakang
Tan Kia-beng sendiripun merasakan hatinya sedikit tergetar, kakinya dengan cepat bergeser mundur tiga depa ke belakang.
Mendadak pengemis berkipas robek itu memutarkan
sepasang matanya yang bulat aneh itu, sambil maju ke depan bentaknya keras.
"Kau adalah murid iblis sakti itu?"
"Omong kosong, siauw yamu adalah anak murid dari Ban Li Im Yen Lok Tong."
"Ban Li Im Yen Lok Tong" sungguh aneh sekali."
Pengemis yang membawa kipas butut itu gelengkan
kepalanya dengan keras sedang air mukanya memperlihatkan perasaan bingungnya, agaknya dia menjadi bingung
dibuatnya. Kiranya pengemis ini merupakan seorang pendekar yang punya nama terkenal di dalam Bulim, dia merupakan salah satu dari anggota Koan Kiauw Hoa atau si pengemis aneh Sun Lam Kea.
Pengemis aneh ini merupakan kawan yang paling karib dari Ban Li Im Yen Lok Tong suhunya Tan Kia-beng.
Siong Hok Tootiangpun mempunyai hubungan yang baik dengan Lok Tong, mendengar perkataan itu dia tertawa.
"Omonganmu kosong belaka! Lok Thayhiap mana mungkin mempunyai anak murid seperti kau" lagi pula ilmu silatmu yang terang terangan berbau iblis tidak mungkin bisa menipu pandangan mata pinto."
Tubuhnya segera meloncat kembali ke depan sedang
sepasang kepalannya berturut turut melancarkan delapan belas kali serangan gencar meneter Tan Kia-beng,
terbianasanya beberapa orang anak murid Heng-san-pay
ditangannya membuat hawa amarahnya berkobar sehingga tanpa memperdulikan kedudukannya sebagai seorang
ciangbunjin dari sebuah partai besar dia sudah melancarkan serangan ke arah pemuda yang masih amat muda sekali.
Tan Kia-beng segera tertawa dingin.
"Kau kira aku takut kepadamu?" serunya.
Badannya maju ke depan menubruk ke dalam kurungan bayangan telapak laksana gunung itu dia segera melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu sakti yang berhasil dipelajari dari kitab pusaka, Teh Leng Cin Kang, tidak seberapa lama dia sudah balas melancarkan delapan belas kali serangan dan melancarkan tujuh kali tendangan kilat.
Dengan mengambil kesempatan sewaktu Siong Hok
Tootiang terdesak mundur ke belakang itulah mendadak tubuhnya meloncat ke atas, teriaknya, "Kalau memangnya kau kenal dengan suhuku, aku tidak ingin berkelahi dengan kau."
Suaranya terdengar amat jelas sekali, padahal tubuhnya bagaikan menggulungnya asap hijau dengan cepatnya sudah meluncur sejauh puluhan kaki"
Siong Hok Tootiang benar-benar dibuat gusar oleh
kelakuannya ini.
"Bangsat! kau mau lari kemana?" teriak sekeras kerasnya.
Tubuhnya cepat bergerak siap mengejar ke arah Tan Kia-beng, tetapi keburu dicegah si pengemis aneh itu.
"Sudah.... sudahlah" hiburnya. "Sekalipun kau mengejar dia dengan ilmu iblis yang dimilikinya sekarang ini bukannya aku si pengemis berbicara kau belum tentu bisa mengapa apakan dirinya. Lebih baik kita tunggu saja sampai Ouw heng kembali juga kalau memang dia benar-benar punya niat untuk merebut
pedang pusaka milik orang lain dan bermaksud mencelakai dirinya. Hmm.... aku si pengemis busuk terpaksa cuci tangan di dalam urusan ini," kipas bututnya dikebaskan kemudian putar badan berlalu dari sana.
Siong Hok Tootiang pun terpaksa cuma bisa menghela napas panjang kemudian memerintahkan anak muridnya untuk menolong kawan kawannya yang terluka.
Setelah semuanya selesai, dia mengundang beberapa orang tootiang yang tingkatannya rada tinggi untuk bersama-sama merundingkan urusan ini di dalam kuil.
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng, setelah dia meninggalkan Sam Yuan Kuan segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, bagaimanapun juga dendam pukulannya dari Heng-san It-hok berhasil dibalasnya ini hari, tetapi terhadap terlukanya para toosu karena dirinya dalam hati dia merasa sangat menyesal Setelah berlari kencang beberapa saat lamanya akhirnya dia perlambat gerakannya, pikirnya dalam hati, "Sekarang aku harus pergi kemana" pergi mencari suhu" Dia orang tua sudah menjanjikan diri untuk bertemu dengan aku di kota Tiang San, kini aku sudah buang waktu amat lama sekali, apakah dia orang tua masih menunggu aku?"
Tetapi gerakan kakinya tak berhenti tubuhnya dengan cepat bergerak menuju ke kota Tiang-sah
Beberapa hari kemudian dia sudah tiba di kota Tiang-sah, mendadak dia merasakan keadaan sedikit tidak beres, orang yang melakukan perjalanan di tengah jalan raya kebanyakan adalah jago-jago Bulim yang berlalu dengan tergesa gesa bahkan di antara orang-orang itu dalam sepuluh bagian ada
sembian orang yang menaruh perhatian istimewa terhadap dirinya.
Melihat hal itu diam-diam Tan Kia-beng mendengus dingin pikirnya, "Orang-orang itu kemungkinan sekali sedang menaruh minat terhadap pedang pualamku ini. Hmm, kalau benar-benar begitu janganlah menyalahkan kalau Siauw yamu akan turun tangan kejam terhadap kalian."
Sesampainya di dalam kota Tiang-sah, selama dua hari lamanya dia terus menerus mencari jejak dari suhunya Ban Li Im Yen Lok Tong tetapi tidak menemukannya juga, membuat hatinya merasa sangat cemas sekali
Dengan hati tak senang dan pikiran penuh diliputi oleh berbagai macam persoalan dia berjalan masuk ke dalam sebuah rumah makan dan mencari sebuah tempat yang agak sunyi untuk minum arak.
Suasana di dalam rumah makan itu amat ramai sekali sehingga hampir seluruh tempat sudah terisi penuh, di antara mereka mereka itu mendadak pandangan Tan Kia-beng tertarik dengan seorang hweesio gemuk yang kepalanya penuh ditumbuhi rambut pendek, pakaian jubahnya sudah amat kotor dan bau sekali sehingga terlihatlah perutnya yang besar menonjol keluar, sebaris giginya yang kuning seperti jagung mengeluarkan bau yang tidak sedap membuat orang yang melihat merasa amat muak sekali. Di hadapannya duduklah seorang Toosu kurus yang badannya dilapisi oleh minyak wajahnya kotor bajunya pun amat kusut sekali Saat ini mereka sedang membicarakan sesuatu dengan amat ramainya. Terdengar si hweesio gemuk itu dengan wajah penuh kegusaran berteriak teriak, "Aku tak percaya iblis itu mempunyai kehebatan sebegitu dahsyatnya kalau ada
kesempatan tentu pinceng akan coba-coba untuk menjajal kepandaian silatnya"
"Haaa haaa.... kaupun tak usah begitu keburu napsu,"
terdengar si toosu kurus tertawa terbahak-bahak,
"pertempuran berdarah ini sudah ada di ambang pintu, cepat atau lambat di dalam Bulim bakal terjadi suatu penjagalan besar besaran"
Tiba-tiba suara pembicaraan mereka terputus oleh suara tertawa besar seseorang yang amat keras sembari berkata
"Tidak usah kemudian hari, sekarang juga pembunuhan secara besar besaran sudah dimulai."
Terdengar suara langkah manusia yang menaiki tangga. si pengemis aneh yang membawa kipas butut dan ditemui Tan Kia-beng sewaktu ada di atas gunung Heng-san dengan langkah terhuyung huyung sudah menerjang kehadapan hweesio serta toosu itu.
"Ada peristiwa aneh apa lagi yang sudha terjadi?" tanya si hweesio gemuk sambil melototkan matanya.
"Hehey.... sukar dibicarakan...."
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan perlahan-lahan si pengemis aneh itu mulai
diceritakan seluruh peristiwa yang sudah terjadi baru baru ini di dalam Bulim.
---0-dewi-0--- Kereta maut yang paling ditakuti oleh orang-orang Bulim sudah muncul kembali di dalam dunia persilatan pada tempo dulu kereta maut itu cuma muncul setiap musim semi saja, tetapi tahun ini berturut turut kereta maut itu sudah munculkan diri sebanyak tiga kali.
"Kemunculannya yang pertama kali dikendalikan oleh seseorang pemuda berbaju biru kemunculannya yang kedua kali dikendarai oleh kakek tua berjubah hitam, dan kemunculan yang ketiga dikendarai oleh seorang kakek tua berjubah hitam pula tetapi wajahnya berkerung."
"Kalau pada tahun tahun yang lalu dimana kereta maut itu walaupun banyak jago-jago yang terbinasa tetapi boleh dikata siapa yang tak mengganggu orang lain, tetapi keadaan kali ini sama sekali berbeda kereta maut itu ternyata khusus mencari gara gara dengan orang-orang dari tujuh partai besar dan khusus membunuh orang dari tujuh partai besar."
"Sewaktu kereta maut itu melewati gunung Siang San, iblis itu sudah memukul hancur arca batu yang ada di depan kuil, bahkan sewaktu penerima tamu dari kuil itu Hoat Siang Thaysu keluar untuk minta pertanggungan jawabnya dia sudah dipukul binasa, akhirnya setelah jago-jago Siauw-lim-si pada keluar semua kereta maut itu sudah melarikan diri entah ke mana."
"Dan pada saat yang bersamaan pula Ci Si Thaysu sedang melakukan perjalanan balik ke dalam kuil, di tengah jalan dia sudah bertemu dengan kereta maut itu dan masing-masing menyerang sebanyak tiga jurus."
"Bagaimana kesudahan dari pertandingan tersebut siapapun tidak tahu tetapi sejak terjadinya peristiwa itu Ci Si Thay su sama sekali tak pernah mengungkat kembali persoalan itu di depan para hweesio lainnya"
"Baru saja peristiwa di atas Siauw-lim-si selesai kereta maut muncul kembali di atas gunung Go-bie, Ciang bunjin dari Go-bie pay, Lo Hu Cu dengan menggunakan sebilah pedang Cing Ming Kiam masing-masing saling menyerang sebanyak lima jurus banyaknya kemudian berhenti. bagaimana akhir dari
pertempuran ini" Cuma di dalam hati masing-masing saja yang tahu."
"Tetapi setelah kereta maut itu meninggalkan gunung Go-bie mendadak batu nisan di depan kuil Cing Liang sie secara mendadak hancur lebur menjadi bubuk yang amat halus sekali."
Bercerita sampai disini mendadak si pengemis aneh itu menutup mulutnya, sesudah menghabiskan secawan arak barulah sambungnya kembali, "Masih ada lagi satu peristiwa yang sangat mengherankan sekali, kemarin hari sewaktu aku si pengemis tua berada di atas gunung Heng-san mendadak datanglah seorang pemuda yang memiliki hawa pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang yang sengaja datang mencari gara gara dengan Heng-san It-hok, di dalam satu kali pukulan saja dia berhasil merubuhkan pintu serta tembok depan pintu loteng kuil Sam Yuan Koan bahkan sudah menghancurkan pula papan nama emas Sam Yuan Koan yang terpampang di atas pilar kuil, murid yang paling tua dari Siong Hok Tootiang itu adalah Thian Kiang Toodjien dengan memimpin dua puluhan orang toosu pada mengerubuti dirinya siapa tahu belum ada satu jurus sudah ada sepuluh orang yang terluka atau terbinasa, bukan begitu saja bahkan ditangannya sudah membawa itu pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang sudah memancing kegaduhan di dalam Bulim pada seratus tahun yang lalu."
"Setelah urusan itu aku si pengemis dengan Siong Hok sama-sama keluar untuk menjenguk sihidung kerbau akhirnya saling bertukar satu pukulan dengan dia, ketika aku melihat sihidung kerbau bakal rugi maka cepat-cepat aku suruh mereka berhenti coba kalian berpikir ternyata dia sudah mengaku sebagai muridnya si Ban Li Im Sen, Lok Tong bukankah urusan ini sangat aneh sekali."
Selesai mendengar perkataan itu si toosu kurus itu segera angkat cawannya meneguk habis isinya lalu barulah tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
Buat apa kita ikut campur di dalam urusan yang
menyangkut kereta maut atau kereta rejeki itu pokoknya jika persoalan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita Hong Jen Sam Yu buat apa kalian banyak buang waktu dan tenaga utnuk ikut campur di dalam urusan orang lain.
Air muka si pengemis aneh itu segera berubah menjadi amat serius Kita jangan berbicara demikian, suatu pertempuran sengit yang bakal mencecerkan banyak darah akan terjadi di dalam dunia persilatan kita sekalian sebagai anggota Bulim sudah seharusnya ikut campur di dalam urusan ini Baiklah sekarang begini saja, aku mau pergi cari itu Ban Lim Im Yen dulu untuk mencari tahu asal usul dari bocah cilik tersebut, kemudian dengan mengambil dasar ilmu pukulan Siam Im Kong Sah Mo Kang nya kita berusaha untuk menjadi tahu suhunya, Dengan demikian teka teki kereta maut ini tidaklah sukar untuk dipecahkan.
Tan Kia-beng yang mendengarkan ceritanya itu diam-diam dalam hati merasa amat geli, pikirnya.
"Hmm.... sekalipun kau menyelidiki sampai setengah mati juga tidak berguna, kecuali kau pergi keakhirat untuk bertemu sendiri dengan Han Tan Loodjin kemungkinan sekali hal ini masih bisa terjadi."
Agaknya si hweesio gemuk serta si toosu kurus sudah dapat dikuasai oleh perkataan dari pengemis aneh itu, mereka cuma makan dan minum dengan lahapnya tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.
Saat itu Tan Kia-beng kepingin sekali untuk maju bertanya dengan si pengemis tetapi ketika teringat kalau merekapun sudah menganggap dirinya sabagai anak murid golongan hitam dia jadi membatalkan kembali niatnya tersebut.
Akhirnya dengan diam-diam dia meninggalkan tempat itu dan membereskan rekeningnya kemudian berjalan
meninggalkan rumah makan tersebut,
Ketika teringat akan jejak suhunya Ban Li Im Yen, Lok Tong yang amat sukar dia menjadi amat murung mau pergi cari dirinya harus kemana mencari kalau tidak pergi hal inipun tidak boleh jadi.
Pikirannya benar-benar menjadi amat bingung sekali.
Hatinya terasa amat cemas, bimbang ragu ragu dan
bingung bercampur aduk di dalam hatinya, kemana dia sekarang harus pergi.
Mendadak dia teringat kembali akan seseorang dia bukan lain adalah si Cuncu Mo Tan-hong yang sudah bergaul dengan dirinya selama dua bulan lamanya, walaupun dia sekarang berada di dalam kurungan adat seorang pembesar negeri tetapi dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini bukankah masih bisa bertemu dengan dia pada waktu malam hari" dengan ilmu meringankan tubuhnya saat ini dirinya tidak mungkin bisa ditemuinya oleh kaum penjaga istana tersebut Setelah bertemu dengan dia, dia akan menurunkan ilmu Lweekang Pek Tian Sin Kang yang didapat dari sarung pedang pualam itu kepadanya kemudian memberikan pula pil sakti dari Han Tan Loodjien, dengan demikian bukankah diapun akan berilmu kepandaian pula" sejak saat itu dia tidak usah takut dengan Chuan Tiong Ngo Kui lagi bahkan jika ilmunya berhasil dilatih lebih sempurna lagi dia bisa pergi mencari
Chuan Tiong Ngo Kui untuk menuntut balas atas kematian ayahnya.
Walaupun dia tidak paham sifat sifat Mo Tan-hong tapi jika dilihatnya dari banyaknya jago-jago dari kalangan lurus yang melindungi dirinya boleh dikata pembesar she Mo ini pastilah merupakan seorang pembesar jujur
Berpikir sampai disini tanpa ragu ragu lagi dia segera meninggalkan kota Tiang-sah untuk melanjutkan perjalanan menuju ke ibukota.
Dengan mengandung suatu perasaan yang amat gembira sekali Tan Kia-beng melakukan perjalanan siang malam menuju ke arah Utara, tetapi dia sama sekali tidak tahu bahwa bahaya sudah mengincer dirinya, banyak jago-jago Bulim yang sudah mulai membuntuti dirinya.
Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang pernah menggemparkan Bulim pada ratusan tahun yang lalu kini muncul kembali di dalam dunia kangouw bahkan pedang pusaka yang diimpikan oleh setiap jago Bulim sudah terjatuh ketangan seorang pemuda hal ini membuat para jago Bulim semakin bernapsu lagi untuk mendapatkan pedang pusaka itu.
Siapa tahu akhirnya pemuda itu berhasil dipukul jatuh ke dalam jurang oleh Heng-san It-hok hal ini membuat para jago menjadi amat kecewa sekali.
Tetapi.... jurang yang amat curam bukanlah suatu lautan luas, asalkan masih ada didaratan maka untuk menemukannya kembali tidaklah susah;
Demikianlah, para jago dari setiap pertai mulai berlomba lomba untuk menuruni jurang tersebut guna mencari jejak dari pedang pusaka itu.
Dan karena peristiwa itu banyak pula kaum manusia aneh yang sudah mengasingkan diri dan para iblis dari kalangan Hek-to pada meninggalkan rumah kediamannya.
Mendadak.... seuatu berita yang sangat mengejutkan tersiar kembali di dalam Bulim. berita ini bagaikan mengalirnya listrik dengan cepatnya sudah tersebar ke dalam seluruh persilatan.
Pemuda yang memiliki pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam ternyata tidak mati bahkan berhasil mempelajari ilmu silat hitam yang amat sakti, dengan seorang diri dia naik ke gunung Heng-san untuk mencari Heng-san It-hok, dengan pukulan hawa dinginnya dia menghancurkan papan nama kemudian menghancurkan pula pintu serta tembok kuil, kanya dalam satu gebrakan saja dia sudah berhasil melukai dan membinasakan puluhan orang toosu.
Tidak sampai dua tiga hari kemudian para jago yang sudah berkumpul pada daerah Kiang Han serta Chu Cing sudah pada berkumpul menjadi satu, secara diam-diam mereka mulai membuntuti terus pemuda yang menggembol pedang pusakan Giok Hun Kiam itu.
Tan Kia-beng yang baru untuk pertama kali terjun ke dalam Bulim pengalamannya masih amat cetek dengan seenaknya saja ia melanjutkan perjalanannya ke arah utara.
Hari itu dia melewati daerah Siang Yang memasuki daerah Ho Lam dan beristirahat disebuah dusun kecil.
Malam harinya dengan seorang diri duduk dibawah sinar lilin dia memandangi terus pedang pualam pemberian Mo Tan-hong itu sedangkan pikirannya mulai melayang melamunkan senyuman Mo Tan-hong yang terus menerus teringat di dalam benaknya itu
Saking tak kuat menahan golakan hatinya tak terasa lagi dia sudah berseru, "Oooh.... Mo Tan-hong...."
Mendadak.... Suara tertawa yang amat merdu berkumandang dari luar jendela, dia yang mempunyai pendengaran yang amat tajam segera merasakan akan hal ini, di dalam keadaan yang amat terperanjat bentaknya, "Siapa?"
Tubuhnya dengan cepat sudah berkelebat keluar jendela dan meloncat naik ke atas atap rumah, terlihat suasana di sekeliling tempat itu amat sunyi tak terlihat sesosok bayangan manusiapun.
Terpaksa dengan hati yang murung dia berlik kembali ke dalam kamar. Haaa" di atas meja sudah terselempit sepucuk surat yang bertuliskan beberapa hurup.
Musuh tangguh membuntuti dirimu, harap bertindak lebih berhati-hati.
Tulisannya amat halus dan gayanya luwes agaknya ditulis dalam keadaan tergesa gesa dengan menggunakan gincu atau sebangsanya.
Hatinya menjadi semakin ragu ragu lagi, pikirnya, "Aku tidak punya kawan putri, tapi siapa yang sudah menulis surat peringatan buatku?"
Tetapi tidak perduli bagaimanapun juga maksud orang lain adalah baik yaitu memberi peringatan buat dirinya, karena itu dia tidak ambil pikir panjang lagi segera dimasukkannya surat itu ke dalam saku lalu tertawa dingin tak henti hentinya.
"Hee hee.... tidak usah banyak pikir lagi orang-orang itu tentulah manusia manusia tak tahu malu yang ingin merebut pedangku."
---0-dewi-0--- Malam hari dengan cepatnya berlalu, pada keesokan harinya pagi sekali dia sudah melanjutkan perjalanannya menuju ke ibu kota
Karena sudah memperoleh peringatan dari orang lain gerak geriknya sekarang bertambah hati-hati lagi, ternyata sedikitpun tidak salah secara samar-samar memang ada orang yang membuntuti dirinya secara tersembunyi, hatinya semakin mendongkol lagi tak terasa dia sudah memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin
Kali ini tidak seperti keadaan pada tahun yang lalu sewaktu dia melindungi Mo Tan-hong menuju ke ibukota, sesudah dia berhasil mempelajari ilmu silat yang amat tinggi, kepingin sekali dia mencari suatu kesempatan untuk menjajal kepandaian silat yang sudah diperoleh sebenarnya sudah mencapai seberapa tinggi kalau misalnya ada orang yang benar-benar hendak mencari satori denngan dirinya hal itu malah semakin bagus lagi.
Musuh buyutan memang akan meraskan jalan di dalam dunia teramat sempit tiba-tiba.
Seekor kuda dengan amat cepatnya berlari memandang dari arah depan orang yang duduk di atas tunggangannya itu bukan lain adalah Heng-san It-hok yang sedang dicari cari olehnya, melihat musuh buyutannya muncul di depan mata tak terasa lagi sepasang mata Tan Kia-beng sudah berubah menjadi merah darah, mendadak dia pentangkan tangannya menghalangi perjalanan orang tersebut sembari membentak keras.
"Berhenti!"
Saat ini tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan, dengan bentakannya ini seketika itu juga laksana guntur yang membelah bumi membuat suasana terasa goncang dengan amat kerasnya bersamaan pula terasa segulung angin pukulan yang amat dingin sekali serasa menusuk tulang dengan amat cepatnya menggulung ke depan.
Kuda tunggangan itu menjadi amat terperanjat, sambil meringkik panjang kedua kaki depannya segera meloncat naik ke atas, disertai dengan suatu ringkikan panjang yang mengerikan kuda itu tanpa banyak rewel lagi sudah rubuh binasa seketika itu juga.
Heng-san It-hok yang sudah menaruh perhatian untuk memperoleh pedang pualam itu sehabis memukul rubuh Tan Kia-beng ke dalam jurang berturut turut selama beberapa bulan lamanya dia sudah mengadakan pencarian yang amat teliti disekitar lembah tersebut.
Tetapi jurang yang begitu dalam dan curamnya walaupun sudah menghabiskan seluruh akal busuknya tidak berhasil juga dia untuk menuruni lembah tersebut akhirnya dia mendengar kalau dari kuil Sam Yuan Koan di atas gunung Heng-san mengeluarkan tanda bahaya terpaksa dia cepat-cepat kebutkan kudanya untuk kembali ke atas gunung Siapa tahu di tengah jalan dia sudah bertemu dengan musuh tangguh yang memukul rubuh kuda tunggangannya.
untung saja kepandaian silatnya cukup tinggi sehingga di dalam keadaan gugup pikirannya tidak sampai kacau, dengan cepat tubuhnya melayang ke tengah udara kemudian
melayang turun kembali ke atas permukaan tanah dengan tenangnya.
Sinar matanya dengan berkelebat, tetapi setelah
diketahuinya orang yang baru saja melancarkan serangan itu bukan lain adalah Tan Kia-beng yang sudah dipukul jatuh ke dalam jurang oleh dirinya tak terasa lagi dengan perasaan amat terperanjat dia berseru,
"Haaa.... kau belum modar?"
"Hmmm, siauw ya tidak akan mati, tapi aku takut kalau ini hari kau yang akan bakal menerima kematian."
Bagaimanapun juga Heng-san It-hok merupakan seorang jagoan kawakan, sekalipun baru saja dia kehilangan muka tetapi dengan cepat sikapnya yang angker berwibawa sudah pulih kembali, segera dia tertawa terbahak-bahak.
"Cuma mengandalkan kau seorang" haaa...."
Belum habis dia tertawa, mendadak terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan amat dahsyatnya sudah menghantam tubuhnya.
Dalam keadaan terkejut dengan terburu-buru dia balas melancarkan satu pukulan dengan menggunakan hawa khie kangnya menyambut datangnya serangan angin pukulan yang amat dingin itu.
Heng-san It-hok yang kedudukannya sejajar dengan para cianbundjin dari tujuh partai besar ditambah pula jadi orang amat congkak menurut maksud hatinya untuk menghadapi seorang bocah cilik yang masih ingusan ini cukup hanya menggunakan tenaga lima bagian saja sudah cukup untuk memukul dirinya.
Siapa tahu, begitu kedua buah angin pukulan terbentur menjadi satu, dia segera merasakan bahwa angin pukulan
dingin itu dibalik kelunakan membawa kekerasan tenaga dorongnya amat aneh sekali.
Dia menjadi amat terperanjat, di dalam keadaan gugup dia menambah lagi hawa pukulannya dengan tiga bagian.
Tubuhnya dengan cepat mundur satu langkah ke belakang kemudian dengan wajah penuh dengan perasaan terkejut dia pandangi wajah Tan Kia-beng.
Lama dia termangu-mangu, dia sama sekali tidak percaya kalau pemuda yang ada di hadapannya sekarang ini
mempunyai tenaga dalam yang begitu sempurnanya.
Tan Kia-beng yang melihat jurus pertamanya sudah berhasil memukul mundur pihak musuh serangan berikutnya segera dilancarkan keluar.
Dia tertawa panjang dengan amat kerasnya.
"Hey bajingan tua, kau serahkan saja nyawamu, dendam satu pukulanmu tempo hari ini hari juga siauw yamu hendak menagih.
Ilmu silat dari Teh Ling Bun yang amat sakti segera dilancarkan keluar, tangannya sedikit digetarkan berturut turut dia melancarkan dua puluh satu kali pukulan dahsyat ke arah musuh, di dalam sekejap saja bayangan telapak laksana gunung angin dingin yang menusuk tulang bagaikan tiupan angin topan dengan hebatnya melanda tubuh Heng-san It-hok membuat dia benar-benar tidak dapat berkutik lagi.
Heng-san It-hok yang merupakan Tiong Loo dari suatu partai besar, walaupun kini berada di dalam keadaan yang amat membahayakan nyawanya tetapi dia tidak menjadi gugup, tenaga dalamnya yang sudah dilatih selama puluhan tahun lamanya segera dikerahkan keluar semua dengan disertai suara auman keras yang memekikkan telinga
tubuhnya menubruk maju ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
Braaak.... Braaak....! Suara benturan telapak tangan yang amat nyaring bergema tak putus putusnya membuat suasana menjadi amat ramai sekali.
Tiba-tiba Heng-san It-hok bagaikan kilat cepatnya sudah mengundurkan diri delapan depa ke belakang, teriaknya dengan keras.
"Tahan, Apakah kau anak muridnya iblis tua itu?"
Tan Kia-beng menjadi tertegun dibuatnya, tetapi di dalam sekejap saja dia sudah sadar kembali siapa orang yang sudah dimaksudkan olehnya.
"Omong kosong!" teriaknya gusar. "Siauwyamu adalah...."
Karena cepat-cepat ingin membangkang akan pertanyaan tersebut hampir saja dia hendak menyebutkan nama Teh Ling Lauw.
Heng-san It-hok mana mau mengurusi akan hal ini,
mendadak dari dalam saku mengambil sepucuk surat
kemudian dilemparkan ke arahnya.
Iblis tua itu sudah ada janji dengan kami tujuh partai besar dari daerah Tionggoan, pertempuran diantara kita lebih baik kita selesaikan saja pada saat itu juga
Selesai berkata tubuhnya dengan cepat meloncat pergi dan kabur dari sana.
Tan Kia-beng tidak mengejar lagi, dia segera membuka surat tersebut dan dibaca isinya, Dipersembahkan untuk seluruh Ciangbundjin tujuh partai besar: Partai kalian semua selama ratusan tahun ini selalu saja menjagoi seluruh Bulim dengan mengganggap ilmu silat kalian sebagai ilmu silat
golongan lurus dan menganggap ilmu yang lain merupakan ilmu hitam.
Hal ini sungguh membuat orang lain merasa gemas dan gusar sekali, jika kalian dari tujuh partai benar-benar merupakan sebuah partai lurus, harap pada tanggal tujuh bulan sepuluh yang akan datang berkunjung ke atas gunung Thay-san untuk bertemu.
Saat itu bilamana kalian kalah dan ilmu silatku jauh lebih tinggi maka.... Heee.... Heee.... kalian tentu sudah tahu apa akibatnya bukan"
Tertanda, Pemilik kereta maut.
Disamping isi surat itu masih ada lagi beberapa kalimat tulisan kecil kecil yang menerangkan kecuali mengundang ciangbundjin dari tujuh partai besar berita ini juga disiarkan kepada para jago lainnya baik dari golongan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to.
Sehabis membaca surat itu diam-diam Tan Kia-beng mulai menghitung harinya, ini hari adalah bulan sepuluh tanggal lima, untuk memenuhi janji tersebut hanya kurang dua hari saja tanpa terasa pikirannya segera berputar.
Sebenarnya siapakah pemilik kereta maut itu" begitu berani dia menantang tujuh partai besar untuk diajak bertanding.
Hmm, sombong benar orang itu.
Tetapi ketika teringat kalau orang itu begitu berani mengundang ciangbundjien dari tujuh partai untuk bertanding sudah tentu kepandaian silat yang dimiliki amat tinggi sekali, kesempatan yang bagus sekali ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Siapa tahu pada saat ini dia sedang membaca surat itu secara tidak terasa sekeliling tubuhnya sudah muncul berpuluh puluh orang jagoan dari Bulim yang dengan perlahan mulai mendekati tubuhnya.
Saat itu dia sedang memusatkan seluruh perhatiannya untuk memikirkan surat undangan tersebut sehingga sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap orang-orang tersebut.
Menanti setelah dia sadar kembali apa yang bakal terjadi disana dengan perasaan penuh terkejut dia dongakkan kepalanya tetapi sebentar saja dia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Aku orang she Tan tidak punya nama di dalam Bulim.
tetapi saudara sekalian begitu pandang tinggi diriku sungguh merupakan suatu penghormatan bagi diriku."
Selesai berkata dia tertawa dingin kembali.
"Heee.... heee.... aku tahu kalian inginkan tentu adalah pedang pualam yang tergantung pada pinggang siauw yamu ini, heee heee.... kalau kalian boleh saja maju kesini siapa yang kepandaiannya tinggi boleh maju terlebih dulu."
Selesai berkata sepasang matanya yang amat tajam dengan amat dinginnya menyapa sekejap keseluruh penjuru.
Dia merupakan seorang pemuda yang baru saja terjunkan diri ke dalam dunia kangouw, seperti juga harimau yang untuk pertama kali turun gunung dia tidak takut
Pendekar Panji Sakti 9 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Harpa Iblis Jari Sakti 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama