Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Bersatu Padu 4

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 4


ah menyampaikan tarap dari seorang lihai kelas
satu, maka itu. biarpun suaranya sangat perlahan, ia
mendapat tahu serangan dengan teratai besi itu, maka
juga ia lantas menggunakan dua bunga emasnya, yang
satu untuk menangkis serangan, yang lainnya guna terus
menyerang jalan darah joanmoa hiat dari penyerang itu.
231 Maka ia heran, ada orang yang telah mendahulukan
padanya. Ini dia yang dibilang, tonggeret menangkap
bambung, di belakangnya ada burung gereja. Dari
perbuatannya itu, nyata sekali orang itu sangat lihai.
Mulanya Keng Sim menduga Nona Liong, kemudian ia
lepaskan dugaan itu karena ia menyangsikan nona itu
dapat menyamai Sin Cu.
"Berhubung dengan terjadinya peristiwa aneh ini. tidak
dapat aku berdiam lama-lama di sini," kemudian Sin Cu
berkata kepada Keng Sim. "Orang ini terserang jalan
darahnya yang membikin dia pingsan, sebentar kau
boleh menotoknya mendusin. Nah aku pergi!"
"Apakah kau hendak menyusul orang yang membantu
kau secara diam-diam itu?" Keng Sim tanya
"Benar. Aku pun mempunyai urusan lain. Jangan lupa
menyampaikan hormatku kepada enci Bhok Yan!"
Keng Sim tidak sempat menyahuti, ia pun terbenam
dalam kedukaan. Ia cuma bisa melihat orang menghilang
di antara pohon yangliu dan bunga-bunga, di antara
remang-remangnya sinar rembulan yang tidak dapat
menembusi pepohonan. Lalu ia menghela napas.
"Melihat dia tetapi seperti tidak melihat, aku cuma
dapat mencari cintaku di dalam impian..." pikirnya. Ia
tidak dapat melupakan bekas kekasihnya itu. Kemudian
ia menotok si busu, di dalam hatinya ia kata: "Dasar kau.
binatang, tidak keruan-keruan kau membokong hingga
enci Sin Cu pergi!..."
Menuruti pesan Sin Cu, Keng Sim menotok jalan darah
cengpek hiat di bawahan pinggang, maka orang itu
lantas menjerit, begitu sadar, begitu dia berlompat
232 bangun, rupanya dia ingat baik sekali kejadian barusan.
Tapi dia terkejut akan mengenali orang muda itu.
"Ah, kiranya kau, Tiat Kongcu!" dia berseru. "Aku
disuruh Thio Sunbu memapak kau untuk naik perahu."
Keng Sim pun terperanjat. Melihat senjata orang, ia
ingat orang ini
"Adakah kau Jitgoat Lun Touw Kong busu kenamaan
dari Ciatkang Timur?" ia tanya, atas mana, ia
memperoleh jawaban yang membenarkan.
Ketika Keng Sim mengunjungi Thio Sunbu, Touw Kong
ada di antara orang-orangnya sunbu itu. busu ini melihat
dia dan mengenalinya, ia sendiri tidak memperhatikan
orang lain, dari itu ia tidak kenal busu ini.
Touw Kong memandang ke sekitarnya, matanya
mencari sesuatu.
"Barusan aku melihat satu nona di sini?" katanya.
"Kau telah membuatnya dia kabur!" sahut Keng Sim
mendelu. "Dia... dia..." kata Touw Kong gugup.
"Dialah kenalanku!" sahut Keng Sim, masih
mendongkol. "Kau mau menyelidiki tentang dia?"
Touw Kong likat, ia menyeringai.
"Tidak, tidak," sahutnya gugup. "Atas titahnya sunbu
aku datang ke mari buat mengundang kongcu dan Bhok
Kongcu naik perahu, selagi lewat di kuburan Ie Kiam ini,
aku melihat ada orang, aku menduga dialah puterinya Ie
Kiam, yang datang menyambangi kuburan orang tuanya,
aku menggunakan thielian ci untuk mencoba mendapat
233 kepastian. Aku tidak sangka bahwa aku telah keliru
menyerang orang... Kongcu. harap kau suka memberi
maaf padaku."
Biarnya mulutnya mengatakan demikian, Touw Kong
tetap menyangka pada Ie Sin Cu. karena malang kepada
orang muda ini, ia tidak berani omong terus terang. Ia
pun tidak mau memperpanjang urusan itu.
Juga Keng Sim kuatir busu ini nanti tetap mau mencari
tahu halnya Sin Cu, maka itu ia telah mengasi dengar
suaranya barusan, melihat orang mengalah, ia pun
mengalah, hanya ia masih berkata: "Kalau lain kali kau
membokong orang, kau harus memakai matamu. Syukur
kau bertemu aku, kalau kau bertemu sama lain orang,
mungkin kau bakal tidur di sini sampai besok tengah hari
bolong! Tidakkah itu bakal menggagalkan
keberangkatannya perahu?"
"Kongcu benar." menyahut Touw Kong, yang paksa
tertawa. "Aku mengucap terima kasih yang kongcu telah
menotok sadar padaku. Hanya aku heran sekali. Tiat
Kongcu, kepada kau... kau berada di kuburannya Ie Kiam
ini?" "Apa?" tanya si anak muda tajam. "Apakah itu suatu
kedosaan untuk menjenguk kuburannya Ie Koklo"
Bukankah sri baginda yang sekarang telah mencuci nama
baiknya dan telah mendirikan rumah abunya juga"
Apakah Thio Sunbu melarang orang datang menjenguk
kuburan ini?"
"Bukan begitu, kongcu. aku hanya tidak menduga
sama sekali kongcu datang ke mari. Ie Koklo itu setia
kepada negara, aku pun mengagumi dia." Tapi di dalam
hatinya, ia kata dengan sengit: "Jikalau bukannya aku
234 kenal kau sebagai menantu Bhok Kokkong, pasti aku
akan memandang kau sebagai suami isteri Yap Seng
Lim!" Keng Sim menarik napas lega.
"Sekarang sudah malam, mari kita cari Bhok Kongcu!"
ia mengajak. Touw Kong mengikut, ia memuji si anak muda gagah.
Dengan jalan memutar ia menanya siapa yang barusan
menotok padanya hingga ia roboh.
Keng Sim tidak mau memberi keterangan, ia pun
sengaja membiarkan orang menduga-duga sendirinya.
Tidak lama dari berlalunya Tiat Keng Sim dan Touw
Kong itu, di bukit Samtay San itu muncul satu orang lain,
ialah Thio Giok Houw, yang mempunyai maksud serupa
yaitu, sebelum melanjuti perjalanannja, ia mau
menghunjuk hormatnya kepada Ie Kiam. Ia datang ke
belakangan, maka itu ia cuma dapat melihat beberapa
tapak kaki, di antaranya tapak kaki wanita. Ia tidak tahu
wanita itu Sin Cu, kakak seperguruannya, ia menjadi
heran. "Mungkinkah dia pun datang ke mari?" ia tanya dirinya
sendiri. Dengan "dia," ia maksudkan Nona Liong, si nona
yang mendapat perhatiannya sepenuhnya.
Ketika ia melihat langit, Giok Houw mendapatkan sang
rembulan telah melintasi garis tengah, ia menjadi tidak
berani ayal-ayalan. Ia lantas memberi hormatnya kepada
arwah Ie Kiam. Sebagai gantinya hio, ia memulung tanah
lempung. Ia berlutut dan mengangguk tiga kali. Dengan
perlahan ia memuji: "Ie Peehu, semoga peehu
memayungi aku agar aku berhasil merampas barang
235 bingkisan dari Propinsi Ciatkang, supaya tidak ada orang
yang mendahuluinya.."
Baru ia selesai memuji, mendadak ia mendengar suara
tertawa di belakangnya, hingga terkejut. Dengan cepat ia
lompat bangun. Dari belakang kuburan ia menampak
berkelebatnya satu bayangan, disusul sama terlihat
nyatanya sebuah tubuh yang langsing berikut roman
yang eilok. Untuk herannya, ia mengenali orang itu.
Dialah si Nona Liong, yang berdiri sambil bersenyum.
"Ah, benar-benar kau!" ia lantas berkata. "Baiklah,
mari kita lihat malam ini siapa yang bakal menang dan
siapa yang kalah!"
Nona itu tertawa.
"Sebenarnya aku berkuatir yang kali ini aku bakal
kalah!" katanya. "Tapi mendengar puji kau barusan,
kiranya aku masih mempunyai harapan! Hanya, aku tidak
mengerti kau. Guru silat undangan dari Thio Sunbu telah
kau robohkan, kenapa bukannya kau lantas bekerja
merampas bingkisan yang berada di bawah
perlindungannya itu, kau justeru kembali ke mari?"
"Apa kau bilang?" si anak muda bertanya. Ia heran
sekali. "Siapakah yang memukul roboh guru silatnya Thio
Sunbu itu."
Nona Liong mengawasi sinar mata orang, ia pun
menjadi heran. Giok Houw mengawasi, bahkan ia hendak menanya
pula. 236 "Kalau bukannya kau, sudahlah!" berkata si nona,
tertawa. Ia lantas dapat menenangkan diri. "Kapan kau
hendak naik perahu?"
"Lekas!" menyahut Giok Houw, yang terlepasan mulut.
Pertanyaan itu terlalu mendadak untuknya.
Nona Liong tertawa.
"Bagus!" katanya. "Kau maafkan aku, aku hendak
berangkat lebih dulu, aku tidak dapat menantikan kau!"
Kapan nona ini memutar tubuh, lekas sekali ia
menghilang dari hadapan si anak muda.
Nona Liong pun baru tiba. Di tengah jalan ia bertemu
sama Keng Sim dan Touw Kong, yang membicarakan
peristiwa barusan. Ia berlaku hati-hati, tubuhnya pun
ringan sekali, ia membuatnya dua orang itu tidak
mengetahui yang ia mencuri dengar pembicaraan
mereka. Ia tidak percaya Keng Sim dapat merobohkan
Touw Kong secara demikian luar biasa. Dari pembicaraan
mereka. Touw Kong seperti mau mencurigai menantu
Bhok Kokkong itu. Karena ini. si nona mau menduga
kepada Thio Giok Houw. Karena ia juga mendengar
selentingan, barang bingkisan dari Ciatkang mau
diberangkatkan dengan perahu, dari itu ia memancing
Giok Houw. Ia heran, ia memikirkan siapa
sebenarnya penyerangnya Touw Kong itu. Di lain pihak,
ia girang akan mendapat tahu tentang keberangkatannya
perahu bingkisan itu. Maka lantas ia mengangkat kaki.
Giok Houw mendusin sesudah kasep. Tanpa disengaja,
ia sudah membuka rahasia. Maka ia pun lekas pergi ke
Seleng Kio. Di sana ia berhasil mendapatkan perahu
seperti yang dijanjikan Cu Poo. sebagaimana itu telah
237 diatur rapi olefi Cu Poo dan adiknya. Lebih kebetulan lagi,
anak buah perahu ada orang Hayyang Pang dan dia
kenal ini anak muda. Maka tanpa banyak omong lagi.
berangkatlah perahu mereka, dari telaga Seouw itu
memasuki sungai CiantongKang. Perahunya ini enteng
dan pesat lajunya, pula kebetulan mengikuti angin.
Tempo cuaca mulai terang, mereka sudah tiba di mulut
teluk Hangciu. Menurut Thio Hek. tanpa dua jam. mereka
akan sudah sampai di Giokpoanyo, permukaan laut.
hingga di lain saat mereka akan tiba di Tanghay. ialah
Laut Timur. Pagi itu langit jernih dan laut tenang, jauh di sebelah
depan, laut dan langit seperti nempel satu dengan lain.
Di sana pun segera nampak perubahan pada langit
itu -- mulanya suram, lalu putih, lalu merah marong.
Itulah munculnya Batara Surya. Kemudian lagi sinar
berubah menjadi kuning emas, cahayanya
bergemerlapan di muka air memberi pemandangan yang
indah. Untuk Thio Giok Houw. inilah pemandangan alam di
laut yang ia pertama kali melihatnya ia menjadi kagum,
ia menjadi terpesona.
"Pantas Yap Toako dan Ie Suci sangat ketarik sama
penghidupan di laut, kiranya di laut ada pemandangan
alam begini menakjubkan," pikirnya
Dengan hari menjadi terang, orang bisa menampak
luas kesekitarnya Mereka pun lantas melihat perahu
perang yang besar itu mulai keluar dari mulut laut.
Giok Houw mengambil penggayuh, buat membantui
tukang perahu mendayung, untuk menyusul perahu
besar itu, supaya jangan sampai dia keburu keluar dari
238 mulut laut atau keburu masuk ke daerah Tanghay.
Dengan begitu, perahu kecil itu menjadi laju sangat
pesat. Belum lama atau mendadak cuaca berubah, di udara
pun terdengar suara gelegar-gelugur.
"Congtocu, hati-hati!" si tukang perahu memberitahu.
"Bakal datang angin besar!"
Perkataannya tukang perahu itu dengan cepat disusul
sama serbuannya sang angin. Laut lantas saja
bergelombang hebat. Di sana terlihat sang ombak naik
tinggi bagaikan bukit kecil, bunganya muncrat tinggi
sekali, suaranya nyaring. Perahu mereka lantas terangkat
tinggi terbawa gelombang dahsyat itu.
Giok Houw jago muda tetapi ia toh terkesiap juga
hatinya. "Syukur." kata Thio Hek, tertawa, "gelombang ini
masih belum bisa dibilang besar. Dengan adanya
gelombang, dapat kita menyusul perahu perang besar
itu." Dengan gapa tukang perahu ini mengemudikan
perahunya. Ia memang salah seorang anggauta Hayyang
Pang yang paling pandai, maka perahunya itu telah
melawan gelombang itu, sebentar naik tinggi, sebentar
turun ke bawah bagaikan tenggelam. Dengan cepat ia
membuatnya kendaraannya itu maju.
Sang gelombang juga, dengan perlahan-perlahan,
mulai tenang pula
Ketika perahu ini tiba di mulut laut, dia sudah
mendekati perahu perang lagi satu li.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

239 Thio Giok Houw memandang tajam ke arah perahu
perang itu. Ia menampak beberapa buah perahu kecil,
perahu-perahu nelayan, berada di kiri kanan. Ia lantas
menduga-duga entah si nona telah tiba di sana atau
belum... Pula ia mengharap-harap beberapa perahu
nelayan itu bukan perahu-perahunya si nona... Di lain
pihak, kebalikannya, ia pun mengharap si nona tiba di
sana... Maka bingunglah ia.. Sebentar ia ingin bertemu,
sebentar tidak...
Lagi beberapa saat maka perahunya Thio Hek telah
datang mendekati perahu besar itu, yang tinggi sekali. Di
loteng perahu tidak nampak seorang jua. Tubuh perahu
juga luar biasa, bergerak tidak keruan junterungannya,
seperti tidak ada juru mudinya.
Giok Houw telah mengawasi sekian lama. ia menjadi
heran, dari heran timbullah kecurigaannya. Ia menyuruh
perahunya digayuh hingga dekat sekali.
"Kau tunggu sebentar." ia bilang pada Thio Hek. "Kau
mesti bersiap menyambut aku." Lantas ia membikin
tubuh perahu berdiam tetap, baru ia menjejak, mencelat
ke atas, naik ke perahu perang itu. Selagi berlompat
naik. ia sudah bersiap dengan goloknya, guna menjaga
penyambutan yang berupa serangan. Ketika ia tiba di
atas perahu, di mana ia menaruh kakinya, ia menjadi
heran sekali, bahkan iamelengak.
Di bagian luar itu. keadaan sepi sekali. Di situ tidak
ada serdadu atau anak buah lainnya. Dengan berhati-hati
ia bertindak ke dalam. Yang pertama ia ketcmukan ialah
dua orang yang mulanya membikinnya terperanjat.
Itulah dua opsir dengan golok besar di tangan, mata
mereka mendelik, wajah mereka tertawa menyeringai. Ia
240 lantas menolak tubuh orang, atas mana kedua opsir itu
roboh terguling tanpa perlawanan apa juga.
Setelah ia bertindak lebih jauh, Giok Houw
menyaksikan keanehan. Kira-kira tiga puluh serdadu
rebah bergeletakan, di antaranya ada beberapa yang lagi
memegangi busur serta anak panahnya, bersiap untuk
memanah. "Ah. aku ketinggalan juga setindak!" kata anak muda
ini di dalam hatinya. Ia ketahui sebab dari robohnya
semua opsir dan serdadu itu, ialah totokan. Dan siapa si
penotok yang lihai itu jikalau bukannya Nona Liong" Tapi
dugaannya itu adalah dugaan sekelebatan, sebab di lain
saat, ia berpikir pula.
"Melihat keadaan mereka ini. nyata mereka tertotok
secara luar biasa. Dapatkah Nona Liong berbuat sebagai
ini" Benarkah nona itu ada terlebih lihai daripada aku"
Mungkinkah ketika ia menempur aku, dia sengaja tidak
memperlihatkan kepandaian selihai ini?" demikian ia
ragu-ragu. Selagi ia bingung itu, ia mendengar suara
rintihan di undakan terlebih atas. Tidak ayal lagi, bahkan
tanpa bertindak di tangga dengan menekan dan menarik
loneng tangga, ia berlompat ke atas. Perahu itu memang
berundak dua. Di sini, Giok Houw menyaksikan hal yang tidak kurang
anehnya. Tiat Keng Sim bersama dua busu terlihat duduk
bersama, mulut mereka mengasi dengar suara tertahan,
otot-otot di jidat mereka pada bangun, peluh mereka
membasahkan muka mereka.
Dengan lantas pemuda ini menduga kepada Jitgoat
Lun Touw Kong dan Kimkong Ciu Tie Pa. Mereka ini
bukan sembarang orang, begitupun Keng Sim, maka itu,
241 cara bagaimana mereka juga dapat tertotok musuh
hingga menjadi tidak berdaya"
Selagi Giok Houw mengawasi ketiga orang itu,
mendadak salah satu busu yang mukanya berewokan
berlompat bangun, dengan lantas tangannya melayang
kepadanya. Dialah Kimkong Ciu Tie Pa, si Tangan Arhat. Di antara
mereka bertiga, dialah yang paling lihai. Semenjak
ditotok musuh, dia sudah mengerahkan tenaga
dalamnya, guna mencoba membebaskan diri. Dia
berhasil justeru di saat munculnya anak muda kita, maka
itu dia terus berlompat menyerang pemuda ini, yang dia
sangka musuh adanya.
Melihat orang menyerang kepadanya, Giok Houw
menangkis sambil berkelit dengan kepala mendak dan
tubuh menggeser ke samping, dari situ kakinya
dipalangkan ke betis penyerangnya, hingga kaki mereka
beradu, atas mana Tie Pa terhuyung mundur, keras
tindakan kakinya guna mempertahankan diri sampai
lantai perahu rusak dengan mengasi dengar suara
nyaring. Giok Houw pun merasakan tangannya sakit dan panas,
ketika ia melihat, ia mendapatkan tapak bekas beradunya
tangan mereka Jadi benar si Tangan Arhat lihai sekali.
Tapi ia tidak gusar, bahkan ia tertawa
"Eh. kenapa kau galak sekali?" ia menegur. "Kenapa
kau datang-datang menyerang aku" Apakah kau tahu
aturan kaum kangouw" Aku justeru hendak menanya
kau!" 242 Setelah dapat mempertahankan diri. Tie Pa segera
menolongi Touw Kong: "Kamu yang terlalu menghina!"
dia membalas dengan gusar. "Kamu masih omong
tentang aturan kangouw?"
"Kau aneh!" kata si anak muda. "Siapa yang menghina
kamu?" Belum berhenti suara si anak muda Touw Kong telah
menyerang ia dengan Jitgoat lun dengan tipu silatnya
"Matahari dan rembulan melintasi garis langit." ialah roda
kirinya mengancam, roda kanannya menghajar. Dia pun
kata sengit: "Kamu sudah merampas barang bingkisan,
kamu juga menghina!"
Giok Houw menangkis roda itu dengan tipu silat
goloknya "Twichong bonggoat" atau "Menolak jendela
untuk memandang rembulan." Ia tetap tidak gusar, ia
masih melawan tertawa.
"Apakah kamu telah melihatnya dengan tegas?" ia
menanya. "Aku justeru hendak menanya kamu, siapa
yang sudah merampas barang bingkisan itu?"
Touw Kong lebih sabar daripada Tie Pa. Ia heran.
"Jadi bukannya kau yang merampas bingkisan itu?" ia
tanya. "Habis, apa perlunya kau datang ke mari?"
Perampas bingkisan itu sebagaimana diketahui Touw
Kong beramai, menutup mukanya dengan topeng dan
gerakannya gesit luar biasa, hanya dengan satu
gebrakan, mereka bertiga kena ditotok hingga tidak
berdaya, karena itu. mereka tidak melihat tegas rupa
orang. 243 "Kamu menanya aku?" Giok Houw menjawab.
"Seorang laki-laki tidak omong dusta! Tanpa urusan tidak
nanti aku datang kepada kamu! Dengan sebenarnya, aku
datang ke mari karena maksudku merampas barang
bingkisan kamu!"
Tie Pa gusar sekali.
"Binatang, kau mempermainkan kami!" hentaknya. Ia
menyerang pula dengan kedua tangannya, sebelah
dengan "tangan yang" atau tengkurap, sebelah lagi
dengan "tangan im" atau terlentang. Karena ia
mendongkol sekali hebat serangannya ini.
Touw Kong juga gusar, ia membarengi menyerang
pula dengan sepasang rodanya.
Menampak demikian. Giok Houw berkelit dengan tipu
kelincahannya "Coanhoa jiauwsi" atau "Menembusi
bunga dan melibat pohon" Tetap ia tidak gusar, ia kata
sambil tertawa: "Karena kamu tidak suka menjawab
pertanyaanku, tidak ada jalan lain, terpaksa aku minta
kamu suka rebah saja!"
Touw Kong menyerang tempat kosong, ia terkejut. Ia
merasakan angin berkesiur lewat. Tahu-tahu si anak
muda sudah ada di belakangnya.
Tie Pa lebih lihai, ia segera menyerang ke belakang
tanpa menanti tubuhnya diputar pula.
Kalau tadi ia tersenyum, sekarang Giok Houw tertawa
terbahak. Tie Pa menyerang dengan hebat, maka hebat juga
kesudahannya. Mendadak ia merasakan tangannya sakit,
244 seperti ditusuk pusut, lantas tenaganya menjadi lenyap,
tubuhnya berputar tanpa terkendali.
Justeru itu. Touw Kong lagi menyerang, maka ia kaget
bukan main melihat kawannya itu bergerak tidak keruan,
lekas-lekas ia membatalkan penyerangannya itu. Tapi
justeru ia batal menyerang, ia sendiri kena dihajar Giok
Houw, yang menggunakan tipu silat Liongkun atau Silat
Naga. Tidak ampun lagi, Jitgoat Lun roboh tengkurap,
disusul oleh Kimkong Ciu, yang kena ditendang urat
kakunya di pinggang. Maka keduanya rebah seperti
dikatakan si anak muda.
Turut pantas. Touw Kong dan Tie Pa dapat melayani
Giok Houw selama dua puluh jurus lebih, kalau sekarang
mereka kena dirobohkan siang-siang, itulah sebab, baru
saja mereka bebas dari totokan. merekajadi kurang gesit.
Giok Houw merobohkan Tie Pa dengan totokan
Itcisian. sedang Touw Kong dihajar dengan pukulan
Lohan Ngoheng Kun. Sesudah itu ia menghadapi Keng
Sim. sembari tertawa ia kata: "Mereka ini tidak sudi
bicara, dari itu aku menanya kau saja!"
Tiat Keng Sim juga baru saja menyalurkan jalan
darahnya, ketika si anak muda berkata kepadanya ia lagi
mengawasi anak muda itu. Dengan lantas mukanya
menjadi merah. "Benar-benar bukan kau!" ia berseru keterlepasan
kata. "Habis siapakah?" Giok Houw tanya cepat, dia pun
agaknya bingung. "Pria atau wanita" Kau mestinya telah
melihat tegas!"
245 Keng Sim mau menyahuti atau ia mendengar
teriakanuja Bhok Lin di ruang belakang dari perahu
perang itu, teriakan mana disusul sama tertawa yang
nyaring tetapi halus. Tanpa pikir lagi, ia lari ke belakang.
Juga Giok Houw turut berlari karena ia mengenali
suaranya pangeran muda itu.
Segera keduanya melihat di tepi perahu berdiri
seorang nona yang bajunya berkibaran, sebelah tangan
nona itu lagi menekan pundaknya Bhok Lin. Dan Giok
Houw mengenali Nona Liong.
"Jangan melukai orang!" membentak Keng Sim. "Kalau
kau ada bicara, bicaralah!"
Si nona mengangkat tangannya, dia tertawa pula.
"Aku menolongi dia membebeskan totokannya!"
katanya. "Kecewa kau menjadi muridnyaCio KengTo. ilmu
totok lekiong Kayhiat ini kau tidak tahu!"
Giok Houw terperanjat di dalam hatinya. Ia pun baru
ingat ilmu totok itu. ialah ilmu membebaskan. Di bagian
mana saja dari tubuh, asal ditotok. maka bebaslah
totokan yang diterima Keng Sim beramai itu. Dari
gurunya, ThioTan Hong, ia pernah mendengar tentang
ilmu totok pembebasan lekiong Kayhiat itu. Itulah ilmu
totok keistimewaan dari Hok Heng Tiong, ayah dari Hok
Thian Touw. Cio Keng To pernah mempelajari itu tetapi
belum sempurna, iajadi tidak berani sembarang
menggunakan, bahkan ia pernah minta Thio Tan Hong
mengajari padanya.
Habis tertawa itu, Nona Liong tidak mempedulikan
Keng Sim lagi. Ia hanya memandang Bhok Lin.
246 "Apakah kau telah melihatnya dengan jelas?" dia tanya
pangeran muda itu. "Benarkah bukan dianya?" Ia melirik
kepada Giok Houw, yang tengah mengawasi kepadanya.
Bhok Lin telah melihat Giok Houw yang baru datang
itu. "Pasti bukan Siauw Houw Cu!" ia menyahut. "Kalau dia
mana dia dapat menotok aku" Benar tidak" Engko Siauw
Houw Cu. kau toh tidak bakal menghinai aku, bukan?"
Mendengar perkataannya Bhok Lin itu. Giok Houw
menjadi heran sekali.
"Jadi bingkisan itu bukannya kau yang rampas?" ia
tanya si nona. Nona Liong tertawa.
"Kali ini kita dua-duanya kalah bertaruh!" sahutnya.
Dia gagal tetapi dia tidak masgul.
"He, kamu berdua bertaruh apa?" Bhok Lin tanya
heran. Tapi ia tidak menanti jawaban, ia berkata pula:
"Ya. benar! Engko Siauw Houw Cu, kau pernah omong
padaku kau hendak mencari dan merampas pulang
bingkisan itu! Kelihatannya kamu berdua bersahabat
erat. maka itu, kau tolonglah aku mendapati pulang!"
Giok Houw likat sendirinya.
"Jangan tergesa-gesa, jangan tergesa-gesa!" katanya.
"Setelah sampai di Pakkhia, nanti aku sendiri yang
mengantarkannya..."
Nona Liong tertawa geli.
"Apakah kau pasti bakal menang bertaruh?" ia tanya si
anak muda. 247 "Hai!" Bhok Lin memotong, heran. "Kau berani
menggunakan bingkisan kami sebagai pertaruhan?"
"Memang!" sahut si nona "Jikalau kita tidak kenal satu
dengan lain, mana aku mau bertaruh dengannya"
Maafkan aku, lantaran aku takut kalah bertaruh, aku mau
berlalu lebih dulu!"
Nona ini mengasi dengar siulannya yang nyaring, atas
mana sebuah perahu kecil lantas menghampirkan perahu


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perang itu, kedua tukang perahunya dua nona bahkan
yang satunya, yaitu si Hee Ho. lantas menanya:
"Berhasilkah, nona?"
Nona Liong lompat ke perahunya, sembari tertawa, ia
memberi jawabannya: "Kita tidak kalah tetapi juga kita
tidak menang! Lekas maju!"
Benar saja perahu itu digayuh lekas sekali.
Giok Houw mengawasi. Ia menganggap, percuma ia
menyusul nona itu. Maka bersama Bhok Lin dan Keng
Sim. ia kembali ke ruang depan tadi.
"Siauw Houw Cu. mari aku bilangi kau." berkata Bhok
Lin kemudian. "Perampas bingkisan itu bertubuh lebih
tinggi daripada kau. Dia mengenakan topeng pada
mukanya. Ketika dia habis menotok roboh padaku, dia
mengasi dengar suara perlahan seperti juga dia kenal
aku siapa..."
"Cocok!" mendadak Keng Sim berseru. "Dia mestinya
itu orang yang tadi malam berada di kuburannya Ie
Kiam!" "Siapakah dia?" Siauw Houw Cu tanya Ia tidak
mengerti. 248 Keng Sim menuturkan kejadian malam itu ketika ia
berada bersama Sin Cu. Ia menambahkan: "Tadi malam
dia menyerang Touw Kong dengan senjata rahasianya,
sekarang di sini dia menotok roboh kita semua dan
semua totokannya itu mengenai urat pingsan di bawahan
pinggang! Melihat kesebetannya itu, aku merasa pasti
dialah satu orang!"
Giok Houw terbenam dalam keheranan. Ia menanya di
dalam hatinya: "Siapakah dia" Kenapa dia tidak
menguntit terus kepada Ie Suci" Kenapa sekarang dia
mendahului aku merampas bingkisan ini" Mustahilkah dia
suhu" Ah, tidak, tidak bisa jadi! Suhu suka merantau
tetapi tidak nanti dia bergurau sama murid bahkan dia
menotok si Lin ini! Pula tubuh mereka beda..."
Batal menduga gurunya itu. Giok Houw lantas ingat
Hek Pek Moko. Tentu sekali, mereka ini juga bukannya,
sebab mereka telah pulang ke negerinya, India, pada
beberapa tahun yang lalu. Juga dia pasti bukannya Ouw
Bong Hu suami isteri, lebih-lebih tidak ln Tiong yang
tidak suka main-main. Maka itu, siapakah orang
bertopeng itu" Karena orang rupanya lebih lihai
daripadanya, ia cuma bisa menduga, dialah pasti dari
tingkatan lebih tua.
Tiba di ruang depan tadi, Touw Kong bersama Tie Pa
masih rebah di lantai, mata mereka merah karena
murkanya, mulut mereka mengasi dengar suara
kemendongkolan mereka
Giok Houw mendekati mereka itu dan berkata sambil
tertawa: "Kamu roboh di tanganku, itulah bukannya
kehinaan, perlu apa kamu begini gusar Kiu Ku Gi dari
Butong Pay dan Coa Hok Ciang dari Siauwlim Pay,
249 kedudukannya di dalam Rimba Persilatan bukannya
rendah, ketika bingkisan mereka terampas olehku,
mereka pun tidak bergusar sebagai kamu ini!"
Touw Kong terkejut.
"Kau siapa tuan?" ia tanya.
"Pada tiga bulan yang berselang, orang yang
merampas bingkisan sembilan propinsi di dekat
Touwbun, itulah aku yang rendah," menyahut Giok
Houw. "Oleh kawan-kawan kaum kangouw aku telah
dipilih dan diangkat menjadi kepala untuk perampasan
bingkisan dari semua propinsi, karena kedudukanku itu,
aku telah berbuat salah terhadap kedua suhu. aku minta
diberi maaf. Aku melakukannya itu saking terpaksa."
Touw Kong dan Tie Pa saling mengawasi, mereka
bungkam. "Hanya kali ini si perampas bingkisanmu bukannya
aku," kata Giok Houw. "Bukankah sekarang suhu berdua
telah melihatnya nyata?"
"Aku mohon tanya, siapakah guru kau, tuan?" tanya
Tie Pa. "Sebenarnya malu untuk aku menyebutkannya, cumacuma
aku membuat malu rumah perguruan," menyahut
Giok Houw sabar. "Akulah murid yang tidak punya guna
dari Suhu Thio Tan Hong."
Mendapat jawaban itu. Tie Pa berjingkrak dan berseru.
"Pantas, kau masih begini muda tetapi kau lihai
sekali!" katanya. "Aku terkalahkan murid pandai dari Thio
Tan Hong, kenapa aku tidak menyerah?"
Touw Kong pun menjadi reda kemarahannya.
250 Sampai di situ, Giok Houw mengeluarkan obatnya,
buat mengobati dua busu itu, yang pun diuruti, untuk
menyalurkan jalan darahnya.
"Memang," kata Touw Kong kemudian, "perampas tadi
bertubuh lebih tinggi daripada kau, Thio Tocu."
Giok Houw lantas menanya: "Suhu berdua sudah biasa
merantau dan banyak pengetahuan dan penglihatannya,
dengan melihat kepandaiannya orang itu dalam ilmu
totok, dapatkah suhu menduga-duga dianya?"
Dua busu itu berdiam, otak mereka bekerja,
mengingat-ingat orang yang ilmu totoknya sedemikian
itu, akan tetapi sampai sekian lama. mereka masih tidak
ingat siapa juga. Maka itu, akhirnya mereka menggeleng
kepala. Semua orang berdiam, sampai mendadak Keng Sim
berseru: "Sute, sumoay! oh, kamu datang!" Ia lantas
mengawasi ke laut.
Sebuah perahu kecil mendekati perahu perang itu, dari
situ naik sepasang muda-mudi. ialah Seng Hay San dan
isterinya, Cio Bun Wan.
"Bagus!" berseru Tie Pa, yang mengenali dua orang
itu. "Bingkisan telah dirampas orang, maka apakah Yap
Siunia kamu hendak bilang?"
Ditegur begitu. Seng Hay San tertawa.
"Tempat ini bukannya daerah laut Tanghay!" katanya.
Touw Kong juga panas hatinya, ia turut bicara.
"Yap Siunia kamu sangal kenamaan." katanya, "meski
benar bingkisan kita dirampasnya di sini, aku kuatir itu
251 toh ada sangkut pautnya juga dengan namanya ketuamu
itu!..." "Janganlah kamu menggunakan akal untuk
memancing kemarahan orang," berkata Hay San tenang.
"Kami datang ke mari juga ada dengan titahnya ketua
kami itu. Sudahlah, jangan kamu membikin ribut tidak
keruan. Pendek kami akan memikul tanggung jawab
akan merampas pulang bingkisan kamu itu!"
Setelah mendengar jawaban itu barulah hati Touw
Kong dan Tie Pa lega, bahkan mereka menjadi girang
sekali. Dengan lantas mereka menghaturkan terima
kasih. Cio Bun Wan lantas menghadapi Giok Houw.
"Siauw Houw Cu." katanya, "dengan memandang sucimu,
aku minta sukalah kau membayar pulang bingkisan
ini!" Nona Cio atau lebih benar Nyonya Seng Hay San,
mengatakan begini karena tadi malam, belum lama dari
perginya Siauw Houw Cu, Sin Cu datang padanya. Ketika
Nona Ie, atau Nyonya Yap Seng Lim, diberitahukan
sikapnya Siauw Houw Cu. yang berkukuh hendak
merampas juga bingkisan itu. ia menjadi tidak puas. Ia
tidak setuju siasat merampas dan memulangi itu, guna
mendesak kepada Thio Sunbu, maka itu ia minta suami
isteri ini lekas menyusul Siauw Houw Cu. Ia ingin agar
Houw Cu dapat dicegah. Ketika Bun Wan dan suaminya
tiba di perahu perang, mereka melihat ada Siauw Houw
Cu di situ, dengan lantas mereka menduga, perampasan
sudah terjadi, maka ia lantas minta pulang bingkasan itu.
Giok Houw tertawa jengah.
252 "Kalau aku yang merampasnya, urusan gampang
diurus," ia berkata. "Hanya sayang sampai di ini detik,
aku masih belum tahu siapa si perampas itu..."
Hay San dan isterinya terkejut. Tapi Hay San seorang
yang pandai berpikir, ia lantas tidak menanya banyakbanyak
lagi, hanya ia terus berkata kepada Touw Kong
dan Tie Pa: "Jiwi. harap kamu jangan berkuatir, begitu
kami menghadap ketua kami, urusan ini nanti diurus
beres." Namanya Yap Seng Lim dan Ie Sin Cu telah naik tinggi
dalam beberapa tahun ini. Itulah disebabkan perlawanan
mereka kepada perompak-perompak asing yang biasa
menyerbu pesisir. Dengan sendirinya mereka menjadi
pemimpin untuk wilayah Tenggara itu. Touw Kong
berdua mengetahui itu, maka juga hati mereka lantas
menjadi lega. Sampai di situ, mereka itu menolongi menyadarkan
semua serdadu dan anak-buah lainnya, yang menjadi
kurban totokan, kemudian lagi, Touw Kong dan Tie Pa
menitahkan perahu perang itu ditujukan ke pulau tempat
kediamannya Yap Seng Lim.
Pada waktu mulai magrib, mereka tiba di sebuah
pulau. Di sini Seng Hay San dan isterinya mendarat
bersama rombongannya itu. Pulau ini lebat dengan
pepohonan, yang tinggi-tinggi pula. maka suasananya
teduh dan nyaman. Mulut pelabuhan terjaga sebuah
ranggon tinggi. Beberapa puluh tindak dari situ terlihat
pintu benteng. Nyata pulau itu sudah diusahakan dengan bercocok
tanam, juga pergaraman yang besar, sebagaimana di
253 sana nampak banyak orang lagi bekerja memasak
garam. Keng Sim menganggap dirinya ahli perang, kapan ia
melihat pengaturan pulau itu, ia kagum.
"Tidak disangka dalam tempo beberapa tahun mereka
dapat membangun pulau kosong ini menjadi kuat dan
makmur," kata ia di dalam hati. "Nyatalah dulu aku
memandang terlalu enteng kepada Yap Seng Lim."
Seng 1 ,im segera menerima laporan dari datangnya
Touw Kong beramai itu. ia lantas memerintahkan orang
mengajak kedua busu itu bersama Keng Sim dan Bhok
Lin ke rumah tetamu untuk mereka beristirahat dulu,
sebaliknya Thio Giok Houw lantas dibawa untuk menemui
dianya. Bhok Lin dan Keng Sim ingin sekali menemui Sin Cu.
perlakuannya Seng Lim ini membuat mereka tidak puas.
Touw Kong dan Tie Pa juga tidak senang. Kemudian
Keng Sim mengerti juga. Ia menduga tentulah Seng Lim
mau menjaga agar Touw Kong dan Tie Pa tidak ketahui
Bhok Lin kenal bajak laut. Maka akhirnya ia kisiki iparnya
itu. kalau sebentar dia bertemu Seng Lim, supaya dia
berpura-pura tidak kenal suami isteri itu.
Kapan Giok Houw tiba di dalam, ia melihat Seng Lim
didampingi Sin Cu. yang sebenarnya baru saja sampai. Ia
lantas menghaturkan maaf kepada kakak seperguruan itu
seraya terus ia menuturkan apa yang ia lihat di dalam
perahu perang yang dilindungi Touw Kong dan Tie Pa itu.
Mendengar kegagahannya si perampas bertopeng, Sin
Cu heran. 254 "Inilah memusingkan!" kata Seng Lim tertawa.
"Menurut keterangan kau, orang bertopeng itu jadi mirip
dengan naga sakti yang nampak kepalanya tidak
ekornya! Ke mana kita harus mencari dia" Umpama kata
kita dapat menemui dia habis dia tidak sudi menyerahkan
bingkisan yang dia rampas itu. apakah kita mesti
menempurnya" Pula. belum tentu kita adalah
tandingannya..."
Mendengar Seng Lim menyebut naga sakti, yaitu "sin
liong," maka Thio Giok Houw lantas ingat nona Liong.
"Kita menunda dulu menduga-duga perampas
bertopeng itu." ia kata. "Di dalam dunia kangouw
sekarang ini justeru ada seorang wanita muda yang
menyebut dirinya Sin Liong atau si Naga Sakti." Dan ia
menceritakan bagaimana ia telah berebut merampas
dengan Nona Liong itu serta bagaimana tadi ia telah
bertemu dengan si nona di atas perahu perang.
Sin Cu berpikir.
"Adakah kau melihat ilmu pedangnya itu mirip dengan
ilmu pedang Hok Thian Touw?" kemudian ia tanya.
"Ada sedikit mirip. Hanya aneh, saban-saban itu
berubah hingga jadi lain sekali, menjadi bertentangan
sama ilmu pedang Hok Thian Touw itu,"
"Inilah aneh." berkata Nyonya Yap itu. "Aku tahu, Hok
Thian Touw tidak mempunyai adik perempuan dan dia
juga tidak menerima murid wanita."
Setelah mendengar keterangannya Thio Giok Houw,
baru Yap Seng Lim pergi menemui Touw Kong dan Tie
Pa serta Tiat Keng Sim dan Bhok Lin. Mereka tidak bicara
255 banyak. Kedua busu itu telah minta tolong agar barang
bingkisannya dirampaskan pulang.
"Aku harap jiwi bersabar," berkata Seng Lim, yang
memberikan janjinya. "Untuk sementara ini, aku minta
tempo lima hari. Kalau bingkisan tidak dapat dicari
pulang, aku akan membayar gantian kerugian."
Touw Kong berdua membilang terima kasih. Sekarang
hati mereka lega betul-betul. " Seng Lim menjamu
sekalian tetamunya itu, setelah mana, mereka ditunjuki
tempat mereka beristirahat. Keng Sim dan Bhok Lin
diberi kamar di dalam. Bertetangga sama mereka ini
ialah Siauw Houw Cu.
Begitu lekas orang sudah berada di kamarnya, barulah
Sin Cu mengajak Seng Lim menemui mereka. Bhok Lin
girang sekali menemui Nona le, ia lantas bicara banyak


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan asyik. Ia bergembira sekali kalau ia mendengar
cerita Seng Lim tentang aksi menentang perompak asing.
Keng Sim kalah omong sama iparnya itu, ia jadi lebih
banyak berdiam. Tapi ini pun membuatnya dapat merasai
penghidupan yang rukun dan manis di antara Seng Lim
dan Sin Cu. manis wajar, tidak berlebihan. Maka ia
memikir: "Nah. ini baru sepasang suami isteri sejati.
Tadinya aku menyangka. Seng Lim tidak cocok menjadi
suami Sin Cu, atau mungkin Sin Cu bakal menyesal
dengan pilihannya ini, sekarang baru aku insaf, kecuali
Seng Lim. tidak ada lain orang yang pantas sekal i
menjadi suaminya. Kalau begini, buat apa dulu hari itu
aku mensia-siakan ketika menyintai dia?"
Tidak terlalu lama Sin Cu dan suaminya berdiam sama
kedua tetamunya itu. mereka masih mempunyai urusan
penting. Adalah Bhok Lin. yang merasa berat untuk
256 ditinggal pergi. Ia kata: "Enci Sin Cu, pulaumu ini mirip
sama taman Tho Goan. Jikalau kau suka mengijinkan aku
berdiam di sini. suka aku tidak turut mereka pergi." Sin
Cu tertawa. "Manis sekali kesan kau!" katanya. "Pulau ini
bukan taman Tho Goan. Mungkin sekali besok bakal
datang serbuan perompak kate atau tentara negeri,
kalau itu sampai terjadi maka terbitlah badai dan
gelombang dahsyat!"
"Kalau itu benar, itulah lebih menarik hati lagi!"
berkata pangeran muda itu.
"Ah, Siauw Bhok, jangan kau memikir yang bukanbukan!"
Seng Lim bilang. "Sesuatu orang ada cita-citanya
sendiri, ada tempatnya masing-masing. Seperti kau, di
belakang hari kau bakal menggantikan ayahmu menjadi
raja muda. Untuk kau, jikalau kau dapat membikin
penduduk lnlam jadi hidup senang dan tenang, itulah
pasti akan jauh lebih menang daripada kau hidup di
pulau ini."
Mendengar Seng Lim itu, baru Bhok Lin berdiam. Tadi
ia terlalu menuruti rasa hatinya sebagai seorang polos,
sekarang ia dikasih mengerti akan kedudukannya.
Keng Sim sebaliknya berpikir: "Untukku, di manakah
adanya tempat yang cocok" Mustahilkah untukku juga
gedung kokkong?" Ketika Sin Cu mau mengundurkan diri,
ia ingat suatu apa. Ia berpaling kepada Keng Sim dan
bilang: "Mungkin besok atau nusa, kau bakal menemui
seorang yang kau tidak sangka sama sekali, yang datang
mencari kau." Lalu, tanpa menanti jawaban, ia tertawa
dan berlalu bersama Seng Lim sambil mereka
berpegangan tangan.
257 Menantu kokkong itu tidak bergembira ia pikir: "Di sini
mana aku mempunyai kenalan lainnya lagi" Siapa itu
orang yang aku tidak menyangka-nyangkanya?"
Thio Giok Houw tidak turut Sin Cu dan Seng Lim
berlalu, ia duduk terus memasang omong dengan Bhok
Lin. Pangeran muda ini sangat bergembira. Ia berusia
sepantaran dengan Giok Houw, ia memandang sahabat
ini sebagai sahabat kekal satu-satunya. maka itu, ia
bergaul dengannya hingga ia tidak ingat lagi bahwa ialah
seorang berderajat tinggi. Ia berbicara hingga ia lupa
tidur. Ia kagum akan mendengari Giok Houw bercerita
tentang perampasan pelbagai bingkisan untuk kaisar.
Keng Sim turut mendengari cerita itu, ia seperti tidak
dipedulikan oleh iparnya dan Giok Houw itu. maka ia jadi
berpikir, memikirkan dirinya sendiri. Di dalam ilmu silat,
ia tidak mensia-siakannya, akan tetapi mengingat
kepandaiannya Giok Houw. nyata ia berarti tidak
mendapat kemajuan, bahkan mundur. Rupanya telah
muncul orang-orang muda yang lihai. Giok Houw itu
buktinya yang nyata. Ia menjadi lesu. ia menjadi tidak
keruan rasa. Adalah kemudian, sesudah letih berpikir, ia
ketiduran sendirinya. Tapi ia tidak tahu. berapa lama ia
sudah tidur, ia hanya merasa tengah layap-layap, ia
terbangun dengan mendadak sebab kupingnya
mendengar sesuatu yang tajam. Ia mendusin dengan
berlompat bangun, lantas matanya menampak daun
jendela sudah terpentang. Siauw Houw Cu tidak ada
bersama. Bhok Lin pun berkata: "Ada orang kangouw aneh yang
datang mengacau di sini! Mari kita pergi melihat!"
258 Menantu kokkong ini kaget. Ia berpikir: "Yap Seng Lim
kesohor untuk wilayah Tenggara ini, pulaunya juga
terjaga kuat sekali, sekarang tengah malam ini ada orang
yang menyatroninya. terang orang itu lihai luar biasa!
Siapakah dia" Apakah dia si perampas bertopeng?" Ia
memasang kuping. Lapat-lapat ia mendengar suara
senjata beradu di arah timur laut. Tidak ayal lagi ia
menyambar pedangnya untuk lari ke arah itu.
Rembulan terang sekali, laut pun tenang dan jernih,
maka itu terlihatlah di ladang pergaraman dua
banyangan orang lagi berkelebatan, berkelebatan
bersama sinar pedang mereka, yang saban-saban
terdengar beradu, suaranya nyaring.
Kapan Keng Sim telah datang dekat, ia menjadi
tercengang. Dari dua orang yang bertempur itu. yang satu ialah si
perampas bertopeng yang tubuhnya tinggi dan besar.
Inilah tidak aneh dan Keng Sim telah menduganya. Yang
membikin ia menjublak ialah lawan si orang bertopeng.
Dia telah lanjut usianya rambut dan kumisnya sudah
ubanan. Dialah gurunya sendiri. Cio KengTo si jago tua!
Heran ia kenapa Keng To berada di ini pulau dan
justru bentrok sama si orang bertopeng itu.
Segera juga Keng Sim ingat halnya sendiri, ialah
tentang ia telah dikeluarkan gurunya itu dari rumah
perguruannya, hal mana selama belasan tahun membuat
hatinya terus tertindih. Peristiwa itu sangat membuat ia
malu sendirinya. Pula semenjak itu. ia telah berpisah
dengan gurunya itu. maka siapa sangka, di sini ia dapat
menemuinya, bahkan dalam keadaan luar biasa ini.
Tentu saja. di akhirnya, ia menjadi girang sekali. Untuk
259 ia, kecuali Sin Cu. gurunya ini ialah orang yang ia sangat
pikirkan. Hampir ia menghampirkan guru itu. guna
memberi hormat dan memohon ampun, baiknya ia lantas
ingat bahwa orang lagi bertempur dan ia tidak dapat
menggerecok, hingga pikiran gurunya itu nanti
terpengaruhkan.
Menonton terus, pemuda ini menyaksikan pedangnya
Keng To bergerak bagaikan gelombang dahsyat
menggulung si orang bertopeng. Sebaliknya si orang
bertopeng itu, walaupun dia berkelahi dengan keras, dia
agaknya tidak mempunyai niat untuk bertempur terusterusan,
hanyalah ilmu pedangnya hebat sekali, setiap
kali dia kena didesak, dangan cara bagus dia berhasil
menghindarkan diri.
"Ilmu pedang suhu maju luar biasa" ia kata di dalam
hatinya "tetapi ilmu pedang orang bertopeng ini tak ada
di bawahan kepandaian suhu. Siapakah dia?"
C io Keng To adalah seorang yang telah membangun
suatu ilmu persilatan pedang tersendiri, ia telah
menciptakan ilmu pedang baru, sedang namanya di
dalam Rimba Persilatan cuma di bawahan Thio Tan
Hong, maka orang yang dapat menandingi ia melainkan
beberapa orang saja. sekarang ia menemukan
tandingannya dari itu bingung Keng Sim memikirkannya,
siapa si orang bertopeng ini. Pula semakin lama semakin
ternyata, orang bertopeng ini agaknya menghormati
KengTo. tidak mau dia membalas menyerang dengan
maksud membikin celaka, kalau dia menyerang, melulu
untuk memaksa lawannya mundur. Iajadi berpikir: "Di
kolong langit ini. siapakah orang yang sepandai ini
kecuali Thio Tan Hong?"
260 Keng Sim kesengsam hingga ia tidak mengetahuinya
Thio Giok Houw sudah berdiri di sisinya dengan golok di
tangan, bersiap sedia untuk membantu gurunya itu.
Thio Giok Houw telah menyaksikan pertempuran itu
dengan mulanya perhatiannya kurang tertarik. Ia
mengenali Cio Keng To, maka ia percaya, meskipun
orang lihai, dia tidak nanti lolos dari tangannya jago tua
itu, hanya setelah lewat beberapa puluh jurus, barulah
pandangannya itu berubah. Di dalam beberapa puluh
jurus itu. Keng To tidak kelihatan menjadi lebih unggul,
sebaliknya si orang bertopeng nampak belum
mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Maka ia
mengawasi dengan tajam, pikirannya bekerja.
"Di dalam dunia kangouw masih ada orang semacam
dia, sungguh heran!" pikirnya pula. "Ah, dia rupanya aku
kenal! Siapakah dia" Di mana aku pernah menemuinya?"
Maka ia jadi berpikir keras. Ia menyesal yang orang
mengenakan topeng.
Selagi bertempur itu. mendadak si orang bertopeng
mundur satu tindak, pedangnya ditutup. Justeru orang
mundur, justeru KengTo menyerang hebat dengan
jurusnya "Ikan paus muncul di muka air," pedangnya
berkelebat seperti juga ikan raksasa itu menyemburkan
air. Pula serangan itu, setelah gagal tikaman yang
pertama, disusul berulang-ulang dengan enam tikaman
lainnya! Tanpa merasa, Giok Houw berseru: "Bagus!"
Si orang bertopeng diserang hebat tetapi dia dapat
tertawa perlahan. Untuk membela diri. dia menggunakan
tipu silat pedang Kunlun Pay yaitu jurus "Asap tunggal di
261 gurun pasir." Cepat sekali gerakannya itu. dia bagaikan
memain di antara asap. Giok Houw sampai tidak dapat
melihat dia sebenarnya menangkis atau menyerang ke
arah mana. "Bagus!" ia berseru pula, kali ini memuji orang
bertopeng itu. Tapi ia baru memuji, atau ia jerkejut.Ia
mendengar bentakannya Cio Keng To: "Bocah yang
baik!" sambil jago tua itu berkelit dengan lompat ke
samping! Si orang bertopeng membebaskan diri sambil
menyerang, begitu berbahaya hingga Keng To terkejut
dan berseru, tubuhnya melejit. Habis menyerang, bukan
ia menyusul dengan tikaman terlebih jauh, hanya ia
berlompat ke luar dari kalangan. Terang ia tidak
mempunyai niat menyelakai lawannya.
Sampai di situ Keng Sim tidak dapat menahan sabar
lagi. maka ia menghunus pedangnya, tapi ia didului Thio
Giok Houw, yang sudah berlompat sambil membacok!
Suara nyaring adalah hasil serangannya anak muda
ini. Si orang bertopeng telah menggunakan pedangnya
menangkis bacokan "Tokpek Hoasan," atau
"Menggempur gunung Hoasan."
Giok Houw terkejut. Ia mengenali tangkisan itu, suatu
jurus istimewa dari Khong tong Pay.
Ketika itu. Keng Sim pun maju, dia lantas menikam.
Tapi pedangnya itu kena ditangkis si orang bertopeng,
yang meneruskan membalas menusuk. Sia-sia menantu
raja muda ini berkelit, ujung bajunya kena tertusuk
262 robek! Kali ini orang itu menggunakan ilmu pedang
Tatmo Kiamhoat.
Untuk kesekian kalinya, Giok Houw menjadi kagum.
Belum pernah ia menyaksikan lain orang dapat bersilat
selihai orang bertopeng ini, yang ilmu silatnya ada
campuran dari pelbagai partai persilatan yang kenamaan.
Rupanya si orang bertopeng ketahui baik sekali, golok
dan pedang mereka berdua ada senjata-senjata mustika,
maka di waktu senjata mereka beradu, dia tidak
mengadu bagian tajam dari senjata mereka, dia hanya
membentur bagian sampingnya. Dengan begitu,
pedangnya menjadi tidak terganggu.
Sampai di situ. Giok Houw lantas mencurigai satu
orang. Karena ia berpikir ini, gerakannya menjadi lambat,
ia didesak si orang bertopeng, yang menolak membentur
bagian sampingnya, jalan darah tantiong hiat di bawahan
iga. Ia tidak sempat menangkis atau berkelit, tetapi ia
mengerti ilmu yoga sudah tujuh bagian mahir, maka
tempo iganya menjadi sasaran, telunjuk si penyerang
seperti tergelincir di tempat licin.
"Ah!" dia itu mengasi dengar suara perlahan, rupanya
dia heran serangannya itu gagal.
Justeru orang bertopeng ini heran, justeru pedang
Keng To menikam.
Sambil berkelit, orang bertopeng itu menangkis, maka
kedua pedang beradu keras hingga bersuara nyaring.
Setelah itu, kembali terdengar suara beradunya senjata
tajam. Kali ini dari pedangnya dia itu dengan pedang
Keng Sim. sebab Keng Sim menyerang pula tetapi kena
ditangkis. 263 Thio Giok Houw menyerang menyusuli Keng Sim, ia
menggunakan satu jurus Liongkun atau Silat Naga. Tapi
juga serangannya ini dikelit manis sekali si orang
bertopeng itu! "Suhu, muridmu datang!" berkata Keng Sim, yang
tidak dapat bersabar lagi tidak menanya gurunya itu.
KengTo melirik.
"Keng Sim, kau mundur!" katanya. Itulah titah tetapi
nadanya halus. Keng Sim berlega hati mendengar suara guru itu.
dengan begitu, sendirinya ia menjadi bersemangat.
"Baik suhu beristirahat," kata ia. "Bersama-sama
Siauw Houw Cu aku nanti melayani dia untuk
serintasan."
Si orang bertopeng mendengar suaranya Keng Sim itu.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia tertawa terkekeh, berbareng dengan itu, pedangnya
meluncur bagaikan kilat, hingga belum lagi Keng Sim
tahu apa-apa bajunya kembali kena dirobek "-" dibabat
kutung ujungnya!
Melihat majunya Keng Sim, Keng To girang berbareng
jengah, tetapi ia tidak mendesaki muridnya itu mundur,
bahkan ia berkata:
"Kau berhati-hatilah!" Ia lantas menyerang pula,
karena ia tidak mau mundur, sebaliknya, ia mendesak,
untuk membikin lawan tidak mampu mendesak muridnya
itu. Giok Houw juga lantas menyerang dengan
menggunakan ilmu golok kakek gurunya yaitu Hian Ki
Tohoat. 264 Dengan begitu si orang bertopeng kena dikepung
bertiga. Dia agaknya tidak dapat meloloskan diri lagi.
akan tetapi caranya dia berkelahi tetap tenang dan gesit,
tidak nampak dia menjadi beringas.
Semakin lama Giok Houw makin merasa bahwa ia
kenal orang bertopeng ini, maka itu, meski ia
menyerang, ia tidak berlaku bengis.
Si orang bertopeng berkelahi dengan dibantu
totokannya, walaupun Keng Sim separuh dilindungi
gurunya, beberapa kali ia hampir kena tertotok. Keng To
awas dan gesit, saban-saban ia menolongi muridnya itu.
Di saat mereka berempat lagi berkutat itu, maka di
sana terdengar suaranya Sin Cu: "Sahabat yang baik!
Kau telah memerlukan datang menyeberang kemari,
kenapa sekarang kau hendak lekas-lekas pulang kembali"
Kami tidak tahu ada apakah kesalahan kami terhadapmu,
tolong kau memberi petunjuk!"
Suara itu disusul sama tibanya orangnya, tubuh siapa
langsing dan lincah gerakannya.
Kedua matanya si orang bertopeng itu bersinar, tetapi
ia tidak membilang apa-apa, hanya dengan tiba-tiba ia
menyerang Thio Giok Houw dengan jurusnya "Li Kong
memanah batu," ujung pedangnya meluncur ke
tenggorokan. Itulah satu serangan yang berbahaya sekali, yang
sebelumnya, belum pernah Giok Houw melihatnya. Ia
menolong diri sambil lompat mundur tiga tindak.
Setelah gagalnya serangannya itu, si orang bertopeng
menyambar pedangnya Keng Sim, yang ia tempel dan
265 kibaskan, maka itu menantunya Bhok Kokkong itu
terpelanting jatuh!
Keng To terkejut, ia berlompat untuk melindungi
muridnya itu. Tubuh si orang bertopeng berkelebat pesat, rupanya
dia hendak menyingkirkan diri, akan tetapi dia segera
dirintangi Sin Cu, yang terus menyerang padanya Terang
dia tidak sudi bertempur, dia berkelit seraya memutar
tubuh, hingga dia dapat berlompat, guna menyingkir
terus. "Ah!" Sin Cu mengasi dengar seruan tertahan.
Justru itu. Giok Houw sudah maju pula, untuk
memegat. Sin Cu menggunakan saatnya ini buat berlompat maju,
menyerang pula.
Pedangnya --- Cengbeng kiam "--" berkelebat
bagaikan bianglala!
Giok Houw juga menyerang dengan mengubah
jurusnya. Ia menggunakan golok tetapi ia menyerang
dengan tipu silat pedang, tipu silat Hian Ki Kiamhoat,
jurusnya yaitu jurus "Bintang mengambang."
Selagi Siauw Houw Cu menyerang itu, di sana kembali
terdengar suara yang keras, ialah suaranya Yap Seng
Lim: "Saudara Hok! Saudara Hok! Harap tunggu
sebentar, hendak aku menghaturkan terima kasihku!" Ia
menjadi kaget. Tentu sekali, ia tidak dapat menahan
serangannya itu. Di samping itu, kupingnya juga
mendengar suara "Bret!" Pedangnya Sin Cu telah
mendahului dan ujung pedang menyontek pecah topeng
266 orang itu, hingga dia sekarang dapat dikenali! Dan dia
bukan lain daripada Hok Thian Touw!
Akibatnya bentrokan ini hebat sekali. Golok Siauw
Houw Cu terlepas dari cekalannya dan melesat,
merasakan nyeri pada telapakan tangannya. Sin Cu
sendiri terhuyung beberapa tindak pedangnya hampir
terlepas. Semua itu terjadi karena serangan berbareng
dari Houw Cu dan Sin Cu, yang sendirinya --- tanpa
berdamai lagi --- sudah menggunakan tipu silat
"Siangkiam Happek"-atau pedang tergabung dari Hian Ki
Itsu. yang mereka berdua dapat mewariskannya. Houw
Cu adalah yang menimpali enci seperguruan itu.
Serangan dari pedang bersatu padu itu tidak disangka
Hok Thian Touw, maka ia terdesak, topengnya kena
tersontek, tetapi tangkisannya membuat goloknya Houw
Cu terpental dan tubuh Sin Cu terhuyung.
"Hok Toako, kiranya kau!" Sin Cu berseru. "Ah, kenapa
kau bergurau begini?"
Giok Houw telah menduga jitu tetapi ia ragu-ragu
sangat, maka sedari tadi ia tidak berani menegur si orang
bertopeng itu. Keragu-raguannya ialah Thian Touw dan Sin Cu
sangat erat perhubungannya dan Thian Touw pun
pernah dapat petunjuk dari Thio Tan Hong, ia tidak
sangka Thian Touw berani bersandiwara begini macam.
Thian Touw tertawa lebar.
"Siauw Houw Cu, kepandaianmu maju pesat sekali!" ia
memuji. "Dan ilmu pedang Sin Cu membuatnya aku
267 sangat kagum! Kelihatannya aku perlu berlatih pula
untuk beberapa tahun!..."
"Eh, Hok Toako," tanya Giok Houw, "adakah
datangmu kemari cuma untuk menguji kami?"
Thian Touw tidak menyahuti, hanya mendadak dia
berlompat, terus bagaikan terbang dia lari ke tepian laut,
sama sekali dia tidak menoleh pula, cuma terdengar
suaranya yang nyaring: "Seng Lim! Sin Cu! Mengenai
urusanku, aku minta pertolongan kamu! Aku sudi
memancing keruwetan yang memusingkan kepala, aku
harap kamu memaafkan sikapku ini! Nanti saja aku
datang pula untuk menghaturkan maaf kepada kamu!"
Orang heran, orang pun memburu, akan tetapi sudah
kasep, Thian Touw sudah berada di atas sebuah perahu
kecil, yang laju ke tengah, di antara terangnya si Puteri
Malam, ia terlibat terbawa kendaraannya itu yang
dipasangi layar.
Sin Cu heran. "Dulunya tidak pernah Thian Touw seaneh ini," ia kata
pada Seng Lim. "Sebenarnya aku hendak menanya dia
tentang enci Leng."
Sin Cu dengan In Hong ada bagaikan saudara
kandung, sudah tujuh tahun mereka berpisahan, ia
sangat kangen sama sahabat itu, sayang karena mereka
terpisah jauh. tidak dapat ia menyambangi. Tentang
kangennya ini kepada sahabat itu. ia telah berulangkah
menyatakan pada suaminya. Maka itu ia menyesal sekali,
ia bertemu sama suaminya sahabat itu tetapi ia tidak
dapat menanyakan sesuatu.
268 "Tahukah kau perlu apa Hok Thian Touw datang
kemari?" suami itu kata dengan menyeringai. "Dia Justru
hendak menanyakan kau tentang enci Leng-mu itu!"
Sin Cu heran, hingga ia melongo mengawasi
suaminya. "Thian Touw mengira In Hong telah bertemu sama
kau." Seng Lim kata pula. "Rupanya dia telah
menggeledah pulau kita ini dan dia tidak dapat
menemukan isterinya itu maka dia telah meninggalkan
bingkisannya berikut suratnya, setelah mana dia lantas
berangkat pergi."
"Bingkisan propinsi Ciatkang!" sang isteri tanya.
"Bingkisan propinsi Ciatkang?" sahut sang suami.
Semua orang terkejut lebih-lebih Thio Giok Houw. Ia
heran bukan main.
"Sebenarnya kita pernah meminta bantuannya Hok
Thian Touw suami isteri." berkata ia. "Aku mengira
mereka bekerja di Utara membantu Kimto Cecu
merampas bingkisan pelbagai propinsi di Utara itu, siapa
sangka dia justru datang ke Selatan ini. Pula, umpama
kata mereka berpisah, mestinya Thian Touw ketahui di
mana adanya isterinya itu..."
Seng Lim tertawa.
"Memang, urusannya ini benar aneh." ia berkata.
"Sekarang marilah kau ikut dulu aku melihat
bingkisannya serta suratnya itu."
Cio Keng To. yang semenjak tadi berdiam saja,
mengusap-usap pedangnya sambil menghela napas.
269 "Rupanya beginilah umumnya, saban-saban muncul
orang baru." katanya. "Memang pernah aku mendengar
Tan Hong membilang namanya Hok Thian Touw; bahwa
dia berdua ayahnya tengah mengumpulkan kitab ilmu
silat pedang pelbagai partai persilatan lainnya, untuk
dipahamkan, guna nanti dipakai menciptakan suatu
partai baru, bahwa meskipun dia masih muda tetapi ilmu
silatnya sudah maju, hingga di belakang hari mestilah dia
menjadi pemimpin suatu partai. Sekarang aku
menyaksikan dia, benarlah perkataan Tan Hong itu.
Tidak salah, sekarang ini, kecuali Tan Hong. dialah yang
ilmu pedangnya paling mahir!"
Selagi jago tua ini berbicara. Seng Hay San dan Cio
Bun Wan datang menyusul. Suami isteri itu lantas
menemui mentua atau ayah mereka, untuk memberi
hormat, guna menanyakan kesehatannya.
Dari pembicaraan di antara itu ayah dengan anak,
atau menantu dengan mentua, Keng Sim mendapat tahu,
setelah itu hari ia berpisah dari gurunya, guru itu sudah
pergi pesiar sampai ke luar negeri dan baru di musim
semi kembali dari pesiarnya itu, untuk tinggal bersama
anak mantunya, guna membantu Seng Lim menentang
perompak Kate. Demikian malam ini. kebetulan sekali
Keng To memergoki Thian Touw, hingga orang she Hok
itu kena terpegat olehnya.
"Keng Sim!" berkata Sin Cu. tertawa, "aku telah
membilangi kau. bahwa kau bakal bertemu sama seorang
yang kau tidak sangka-sangka. sekarang kau lihat,
perkataanku benar atau tidak?" Pada Keng To ia terus
berkata: "Cio Locianpwee, aku menduga kau akan
kembali besok tidak tahunya malam ini."
270 Keng Sim mengangguk pada Sin Cu, kemudian ia kata:
"Enci Sin Cu, silahkan kamu pulang lebih dulu. aku
hendak membicarakan sesuatu pada guruku. Dan kamu.
sute dan sumoay, kamu berdiam di sini bersama kita."
Sin Cu menurut, maka ia berlalu bersama suaminya
dan Siauw Houw Cu.
Keng Sim menunggu sampai orang sudah pergi jauh.
ia meloloskan pedang Cihong kiam dari pinggangnya,
dengan air muka guram, ia mengangsurkan itu dengan
kedua tangannya pada gurunya. Ia melakukan itu sambil
menekuk kedua kakinya. Ia pun berkata dengan
perlahan: "Suhu, murid yang bercelaka, Tiat Keng Sim,
mohon suhu suka menerima kembali pedang ini..."
Itulah pedang yang pada empat puluh tahun dulu Cio
Keng To dapat curi dari istana raja. yang selama sepuluh
tahun dicari terus menerus oleh Law Tong Sun. tongnia
atau komandan dari Gilimkun, pasukan pengiring raja,
hanya kemudian sebab Keng Sim terdesak dalam urusan
yang menyulitkan ayahnya, dia suka mengembalikan
pada tongnia itu dengan perjanjian ayahnya, juga
gurunya, tidak bakal dibikin susah. Karena sikap murid
ini. yang dia tidak setujui. Keng To telah memutuskan
perhubungan sebagai guru dan murid dengan Keng Sim
itu " Baru sekarang ada saatnya, maka Keng Sim
mengembalikan pedang itu kepada gurunya. Ini pula
suatu tanda bahwa ia sangat menyesal atas
perbuatannya dulu hari itu.
Keng To menghela napas, dengan sabar ia menarik
bangun muridnya itu.
"Pada sepuluh tahun dulu itu, tabiatku juga
sembrono," berkata ia.
271 "Aku berbuat lancang, suhu, tidak heran suhu
menggusari aku," berkata Keng Sim. "Sekarang aku
mohon suhu menerima kembali aku di dalam rumah
perguruan, untuk kesalahanku itu, aku bersedia
menerima hukuman apa juga dari suhu. Pedang ini tidak
tepat dipakai olehku, maka itu harap suhu suka
menerima kembali."
Keng To mau percaya murid ini tobat benar-benar, ia
bersenyum. "Telah aku mendengar dari Seng Lim bahwa satu kali
kau sudah melanggar bahaya besar menolongi tentera
rakyat dari kepungan tentera negeri." ia berkata,
"perbuatanmu itu dapat menebus dosamu, maka
sekarang hendak aku menemukan mengambil kau
sebagai ahli warisku. Sumoay dan sute-mu. dalam ilmu
pedang, tidak dapat menyusul kau. Aku sudah tua. aku
tidak membutuhkan pedang, maka pedang ini kau boleh
ambil pulang."
Keng Sim girang bukan maia tetapi ia masih tidak
berani sembarang menerima pedang itu, ia masih
menolak, setelah gurunya mendesak, baru ia
menerimanya. Untuk itu ia paykui dan menghaturkan
terima kasihnya berulang-ulang. Kemudian ia minta guru


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu suka memberi nasihat kepadanya.
"Kau pintar sekali, kau tidak membutuhkan nasihat
lagi," berkata sang guru. "Apa yang harus dijaga baikbaik
olehmu ialah jangan kau menggunakan
kepintaranmu secara sesat hingga kau nanti mensiasiakan
pedang mustika ini."
Keng Sim menerima baik pesan itu.
272 Sampai di situ baru mereka kembali, maka di dalam
markas, mereka melihat Sin Cu beramai lagi
mengerubungi meja di atas mana ada sebuah peti besi
yang besar, yang tutupnya sudah dibuka, maka di dalam
situ terlihat permata yang sinarnya bergemirlapan. yang
berharga besar sekali.
Thio Giok Houw tertawa dan berkata: "Di antara
barang-barang bingkisan di Kanglam, bingkisan dari
propinsi Ciatkang inilah yang terbesar harganya. Lihat
saja ini sebuah kumala. harganya mestinya tiga puluh
laksa tail perak. Hok Thian Touw telah menghadiahkan
ini, meskipun aku telah dipermainkan, itulah berharga."
Sin Cu sendiri lagi membeber suratnya Hok Thian
Touw. melihat itu lenyap sorot mukanya yang wajar.
"Apakah bunyinya surat itu?" Siauw Houw Cu tanya.
"Dia menghadiahkan bingkisan ini, kiranya ada
permintaannya," kata si nona tertawa. "Dia minta aku
tolong mencari dan membujuki enci Leng pulang..."
Giok Houw heran.
"Bukankah mereka pasangan paling saling menyinta
dan akur?" dia tanya. "Kenapa mereka bercedera?"
"Siapa bilang mereka bercedera?" Sin Cu balik
menanya. "Jikalau mereka tidak bercedera, kenapa enci Leng
meninggalkannya?" Giok Houw menanya pula.
Sin Cu tertawa pula.
"Tentang hidupnya suami isteri, kau tidak mengerti!"
katanya. "Ada suami isteri yang setiap hari bertengkar
273 tetapi sebenarnya mereka hidup bagaikan getah yang
melekat rapat. Ada pula pasangan, yang tidak pernah
berselisih tetapi hidupnya makin lama makin tawar."
Mendengar itu, hati Keng Sim tergerak.
Thio Giok Houw tertawa pula.
"Memang aku tidak mengerti," katanya. "Kau dan Yap
Toako tidak pernah bercedera, bukankah kamu pun
sangat saling menyintai?"
Paras Sin Cu menjadi bersemu dadu.
"Kau ngaco!" katanya. "Aku mengasi perumpamaan
saja. Tidak semua suami isteri yang hidup rukun suka
berkelahi."
"Baiklah. Sekarang mari kita bicara tentang enci Leng
pula. Aku mendengar dari kau sendiri, enci, merekalah
suami isteri yang pernah sama-sama menderita sangat,
bahwa merekalah saudara misan satu dengan lain, yang
dari kecil hidup bersama sampai dewasa. Apakah semua
itu belum cukup untuk membuat mereka dua hati
menjadi satu?"
Sin Cu menghela napas.
"Cinta mereka itu keras melebihkan emas," ia berkata,
"hanyalah benar, kedua hati mereka masih belum
menjadi satu..."
"Inilah aneh!" kata Giok Houw. "Enci, keterangan kau
makin lama jadi makin gelap. Baik kau omong ringkas
saja: Kenapa enci Leng meninggalkan Hok Thian Touw?"
"Sebabnya begini," Sin Cu menjawab. "Thian Touw itu
telah bulat tekadnya untuk membangun satu partai baru,
274 yang akan diberi nama Thiansan Pay. karena itu
perhatiannya, sampaipun
semangatnya, ditujukan terutama kepada partai yang
dicita-citakan itu. Di dalam hal ini, enci Leng bersatu
pikiran dengannya. Selagi mereka memahamkan ilmu
pedang mereka itu. justeru timbul urusan kamu ini
merampas bingkisan untuk raja.
mengenai mana. kamu telah minta bantuan mereka
itu." "Toh urusan itu tidak meminta banyak tempo?" kata
Giok Houw. "Laginya. mereka suka membantu atau tidak,
bukankah itu terserah kepada mereka sendiri"
Mustahilkah, lantaran aku memohon bantuannya mereka
lantas jadi bercedera?"
"Di dalam hal ini, kau tidak dipersalahkan,"
menerangkan Sin Cu. "Hanya benar, lantaran urusan ini.
di antara mereka suami isteri telah terbit pertentangan
pikiran. Enci Leng suka membantu kau tetapi Hok Thian
Touw tidak ingin isterinya itu pergi, lantas enci Leng
pergi di luar tahu suaminya."
"Ketika aku berangkat dari Utara ke Selatan, aku
mendengar mereka telah menerima permintaan kita"
kata Giok Houw, "aku tidak tahu bahwa yang satu
menerima yang lain tidak. Aneh sekali, mengapa Thian
Touw menolak?"
"Di dalam suratnya." menyahut Sin Cu. "Hok Thian
Touw menulis: .Untuk tentera rakyat mengumpul uang.
seharusnya kita memberi bantuan kita yang tidak berarti,
tetapi di kolong langit ini ada banyak orang gagah, maka
275 itu, tambah kita berdua tidak berarti kebanyakan, kurang
kita berdua pun bukannya berarti kekurangan..."
Giok Houw menjadi tidak senang.
"Kalau setiap orang berpendapat seperti dia maka
segala apa tidak dapat dikerjakan!" katanya sengit.
Sin Cu tidak menjawab, ia hanya membaca terus:
"...Sudah lama aku hidup di dalam gunung, sudah lama
aku menyingkir dari penghidupan umum. Sekarang ini
aku menghibur diri dengan meyakinkan ilmu pedang
saja. hingga hatiku jadi seperti sudah padam... Dulu hari
itu pernah aku menerima pesan dari gurumu, bahwa
katanya aku bakal mencapai maksudku membangun
suatu partai baru. Aku bodoh, toh cita-citaku ada, meski
aku tidak mengharapi suatu usaha tak bisa termusnah.
toh aku ingin mencoba terus, semoga itu ada faedahnya
untuk ilmu silat..."
"Pergi pulang, dia toh cuma mengutamakan ilmu silat"
kataSiauw Houw Cu yang masih mendongkol.
"Sesuatu orang ada cita-citanya di dalam hal itu dia
tidak dapat dipaksa." berkata Seng Lim. "Di dalam Rimba
Persilatan juga perlu adanya seorang semacam dia, yang
tekun sama pemahamannya, supaya ilmu silat menjadi
maju!" Giok Houw tetap tidak puas.
"Baik, sesuatu orang ada cita-citanya, bahwa orang
tidak dapat dipaksa!" katanya. "Kalau begitu, kenapa dia
hendak memaksa enci Leng menuruti kehendaknya itu?"
Seng Lim tidak menyahuti. Sin Cu pun membaca lebih
jauh: "Bok Hoa dengan aku sama tujuannya mempelajari
276 ilmu silat pedang, ia nampak telah memperoleh hasil. Di
dalam kecerdasan. Bok Hoa melebihkan aku. Hanya apa
yang dikuatir pada pihaknya yaitu hatinya kurang kuat,
umpama kata kuda di tanah datar, kalau sampai dia
keluar dari gunung dan kembali ke dalam dunia
kangouw. tentu diaakan mensia-siakan pelajarannya
hingga mau menyesal pun sudah kasep..."
"Di dalam dunia kangouw juga belum tentu orang
tidak memperoleh kepandaian yang sempurna!" kata
Giok Houw. "Tetapi benar, kalau kita belajar di dalam dunia
kangouw, kita sukar bebas dari gangguan luar." Cio Keng
To turut bicara. "Untuk membangun satu partai baru
yang terdiri dari gabungan ilmu silatnya pelbagai partai,
memang harus dipilih tempat yang sunyi."
"Aku hanya duga dia kuatir enci Leng masuk pula ke
dunia kangouw hingga hati mereka menjadi tidak bersatu
padu lagi, hingga itu akan mengganggu hidup mereka
bagaikan dewa dewi!" kata Giok Houw, yang tetap tidak
puas dan menyangka Thian Touw lebih mengutamakan
penghidupan tenang dan manis, supaya mereka terus
dapat berkumpul bersama, jangan berpisah-pisah.
"Bunyinya surat selanjutnya baiklah tak usah
dibacakan lagi." kata Sin Cu kemudian. "Dia hanya
membilang bahwa peryakinannya telah menyampaikan
tarap yang penting karena mana tidak dapat tidak, enci
Leng mesti pulang untuk melanjutinya. Maka itu ia minta
aku menjadi juru bicara, kalau aku bertemu sama enci
Leng. supaya aku membujuki ia pulang, agar ia tidak
masuk lagi dalam dunia kangouw. Adik Lin mungkin
277 belum tahu, namanya enci Leng ialah Bok Hoa dan nama
In Hong itu adalah nama bikinannya sendiri. Di dalam
suratnya. Thian Touw selalu menyebutnya Bok Hoa,
adalah aku, yang sudah menjadi kebiasaan terus
memanggil ia In Hong sebab sulit untuk mengubahnya."
"Nama Leng In Hong itu lebih bagus dari nama
aslinya," berkata Bhok Lin. "Benar bukan, cihu?"
Keng Sim lagi berpikir lain ketika ia ditanya iparnya itu.
ia agaknya terperanjat.
"Benar, nama In Hong itu lebih bagus," jawabnya.
"Nama itu pun ada sifatnya sebagai syair..."
Sin Cu tertawa.
"Aku merasa namanya itu menunjuki sifatnya enci
Leng sendiri", ia kata. "Dia rupanya ingin menjadi burung
hong di udara dan tidak sudi menjadi burung kakaktua di
dalam sangkar, jadi bukannya dia memang telah memikir
maksud yang bersifat syair itu. Tapi sudahlah, kita tidak
usah membicarakan namanya itu. Singkatnya, urusan ini
membuat sulit padaku. Jangan kata sampai sekarang ini
aku belum pernah bertemu pula dengan enci In Hong.
taruh kata kita bertemu, sebenarnya sukar buat aku
membuka mulutku..."
"Kenapa begitu?" Keng Sim tanya.
"Kau tidak tahu tabiatnya enci In Hong. Dia lebih keras
daripada aku. Dia mempunyai pendiriannya sendiri, lain
orang tidak dapat membujukinya."
"Aku anggap dia benar." Bhok Lin turut bicara pula.
"Semua orang mesti mempunyai pendiriannya sendiri,
278 ayah dan ibu tidak dapat memaksa putera dan puterinya
dan suami tidak boleh menguasai isterinya."
Sin Cu tidak peduli pikirannya pengeran muda ini.
"Rupanya Thian Touw telah menyelidiki pulau kita ini.
dia tidak dapat mencari enci In Hong maka itu dia lantas
meninggalkan suratnya ini," katanya, mengutarakan
dugaannya. "Hanya kenapa Thian Touw mesti memakai topeng?"
Giok Houw tanya "Apakah dia takut kita mengenalinya"
Juga. kenapa dia demikian tidak mengenal persahabatan,
dengan sahabat-sahabat kekal dengan siapa dia sudah
berpisah bertahun-tahun, dia tidak mau berdiam lebih
lama sedikit untuk memasang omong?"
"Banyakan itu disebabkan dia kuatir dia nanti
terpengaruh penghidupan umum dari kita ini," Sin Cu
menjawab. "Atau mungkin dia kuatir kita nanti
membujuki dia suka berdiam di sini bersama-sama kita
melakukan sesuatu yang sifatnya umum itu."
"Apakah itu yang sifatnya umum?" Giok Houw tanya
pula. "Itulah pekerjaan kita sekarang ini, umpama
perampasan bingkisan untuk raja itu." men\ahut Sin Cu
pula. Giok I Iouw tertawa terbahak.
"Kau jangan tertawa," kata Sin Cu sungguh-sungguh.
"Setelah membaca suratnya yang panjang itu, aku
mendapat kesan demikian. Dia membilang bahwa dia
sudah lama hidup di gunung, bahwa dia sudah
menyingkir dari penghidupan umum, maka itu bisa
279 dimengerti bahwa apa yang dia lihat sekarang beda dari
penglihatan kita, bahwa pandangan dia telah menjadi
lain. Demikian mengenai perampasannya pada bingkisan
dari propinsi Ciatkang ini jelas dia menerangkan bahwa
itulah cuma untuk aku."
"Sungguh kau di pandang tinggi," kala Bhok Lin. "Kau
sangat dihargai, enci."
Giok Houw tidak dapat mengubah sikapnya, ia masih
mendongkol. "Dia mau enci menjadi juru bicaranya maka dia
mengirim hadiahnya ini!" katanya mendelu. "Hm! Aku
lihat, dia tetap orang biasa saja dan juga rada-rada
berbau pribadi!"
"Pendeknya Thian Touw tengah kacau pikirannya."
berkata Sin Cu. "Dia memandang ilmu pedang lebih berat
daripada apa juga. dia takut enci In Hong nanti kembali
ke dalam dunia kangouw, maka itu. dia menjadi pusing
kepala" Habis Sin Cu membacakan suratnya Thian Touw itu,
orang berpikir masing-masing.
Dalam hati Keng Sim berkesan ucapan Nona Ie bahwa
suami isteri itu mempunyai sifatnya masing-masing, ada
yang sering bercedera tetapi sebenarnya sangat saling
menyinta, dan ada yang tidak suka bertengkar akan
tetapi hatinya semakin tawar. Thian Touw dan In Hong
sangat menyinta satu dengan lain toh sekarang mereka
berselisih paham. Ia menjadi ingat dirinya sendiri. Di
pihaknya, Bhok Yan yang tidak menyetujui ia pergi
merantau, ia dikehendaki ngeram saja di dalam rumah,
dan kalau umpama ia tidak mengiringi kehendak
280 isterinya, ia mungkin satu kali akan bentrok dengan
isterinya itu. Cio Keng To sebaliknya sangat mengagumi ketekunan


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thian Touw memahamkan ilmu silatnya itu, hingga
pantas orang muda itu memperoleh kemajuan demikian
hebat. Ia menjadi menyesal atas dirinya sendiri, sehingga
ia berusia lanjut begini, nyata kepandaiannya cuma
sampai di satu batas.
Thio Giok Houw, yang tidak menyetujui Thian Touwr,
tetap mendongkol. Pikirnya: "Thian Touw terlalu bersifat
menyendiri, pantaslah dia mendapatkan ini kepusingan!"
Bhok Lin adalah yang lantas menanya: "Enci Sin Cu.
kau suka membantu Hok Thian Touw mencari isterinya
itu atau tidak?"
Sin Cu tidak menjawab pangeran muda itu hanya
berpaling kepada Seng Lim, ia kata sambil tertawa:
"Engko, kalau urusan sudah selesai, aku memikir untuk
meninggalkan kau buat sementara waktu..."
"Kau hendak mencari enci Leng?" suami itu tanya.
"Benar! Siapa suruh kami menerima bingkisan dari
Hok Thian Touw?" sahut isteri itu bersenyum.
"Eh, suci!" tanya Giok Houw, "benar-benarkah kau
hendak membantui Thian Touw membujuki isterinya itu?"
Sin Cu menjawab tertawa: "Aku cuma hendak
menyampaikan rasa hatinya Thian Touw itu, enci In
Hong suka mendengarnya atau tidak, terserah padanya."
"Sikapmu ini paling benar," Houw Cu bilang: "Kalau
sebaliknya, ingin aku memberi usul agar kau jangan
terima bingkisan berharga dari Thian Touw ini!"
281 Tapi Seng Lim tertawa. Dia kata: "Bicara sebenarnya,
kita harus bersyukur kepada Thian Touw! Coba dia tidak
datang pada kita. habis bagaimana kita harus berurusan
dengan Thio Sunbu?"
"Yap Toako." berkata Houw Cu. yang tidak menentang
sikapnya Seng Lim itu, "bagaimana jikalau aku
membantu kau dengan aku yang pergi membicarakan
urusanmu ini dengan sunbu itu" Aku menghendaki
supaya tentera negeri berjanji tidak menyerang kau
selama tiga tahun."
"Begitu memang bagus." menyahut Seng Lim, "cuma
aku harap supaya mereka menyetujuinya dengan rela,
supaya kau jangan memaksa mereka."
Giok Houw memberi janjinya.
"Itulah pasti," bilangnya.
Demikian mereka itu bicara sampai datang saatnya
untuk beristirahat
Thio Giok Houw mendadak ingat suatu apa.
"Cio Locianpwee." ia tanya Cio Keng To. "apakah
boleh aku mendapat tahu, kepandaian locianpwee yang
dinamakan lekiong Hoanhiat itu kepada siapa locianpwee
telah mengajarkannya?"
"Aku sendiri belum memahamkan itu hingga mahir,
mana dapat aku mengajari kepada lain orang?"
menyahut si jago tua. "Ada apakah kau menanya
begini?" "Tidak apa-apa." menjawab si anak muda. "Hanya aku
telah mendengar suhu membilangnya locianpwee pandai
ilmu itu, aku kagum, aku jadi menanya."
282 Keng To tidak menanya lebih jauh, hanya sambil
menghela napas ia berkata: "Aku telah berusia tujuh
puluh enam tahun sekarang ini, aku tidak berhasil
meyakinkan sempurna beberapa macam ilmu silat, maka
itu aku cuma mengharapi kamu saja anak-anak muda..."
Sebenarnya Giok Houw menanya begitu sebab ia
melihat Nona Liong pandai ilmu itu dan menduga
mungkin si nona mempelajari itu dari jago tua ini. tetapi
sekarang, mendapat jawabannya Keng To itu. ia berpikir
lain. "Kalau begitu, mungkin Nona Liong itu ada
hubungannya sama Hok Thian Touw..." demikian
pikirnya. "Hanya Hok Thian Touw tidak menerima murid
wanita dan kalau benar keduanya mempunyai hubungan
satu dengan lain, kenapa Nona Liong tidak tahu
perampas bingkisan dari Ciatkang itu ialah Hok Thian
Touw sendiri"..."
Percuma anak muda ini memikirkan, ia tetap tidak
memperoleh jawabannya.
Besoknya Giok Houw kerja sebagai utusan. Ia
menemui wakilnya Thio Sunbu, yang berkuasa atas
bingkisan dari Ciatkang itu. Ia memberitahukan yang
bingkisan telah dapat dirampas pulang oleh Yap Seng
Lim. bahwa pihak Seng Lim suka mengasi pinjam
lengpay untuk di laut dan panah lioklim cian untuk di
darat, untuk melindungi bingkisan itu terlebih jauh.
Katanya, meski itu bukannya suatu tanggungan toh pasti
itu ada terlebih baik daripada perlindungan segala
piauwsu. Sebagai perjanjian, ia mengajukan permintaan
supaya selama tiga tahun, tentera negeri jangan
menyerang Seng Lim.
283 Pembesar yang bersangkutan itu ada engku atau
iparnya Thio Sunbu, dia berani bertanggung jawab, dia
menerima baik permintaan pihak Seng Lim itu, bahkan
segera ia mengirim kabar kepada Thio Sunbu, untuk
memberitahukan duduknya hal. agar sunbu itu
menguatkan keputusannya.
Segala apa berjalan lancar dan cepat. Di hari ke empat
datang sudah kabar dari Thio Sunbu, yang menerima
baik perjanjian itu, untuk mana dia mengirimkan surat
yang diperlukan, ialah perjanjian menghentikan
pertempuran. Maka di hari ke lima, perahu perang
dengan bingkisan propinsi Ciatkang itu sudah dapat
berangkat keluar dari pulaunya Seng Lim itu.
Keng Sim dan Bhok Lin, menuruti rencana perjalanan
mereka, turut terus di dalam perahu perang itu.
Thio Giok Houw mendapat tahu perahu perang itu
bakal singgah di pelabuhan sungai Hongpouw untuk
membeli rangsum, maka ia menumpang untuk sampai di
pelabuhan itu di mana ia akan mendarat, guna
iabertindak lebih jauh merampas bingkisan dari propinsi
Kangsouw. Berhubung dengan menumpangnya Giok Houw ini.
Seng Lim telah memberi pesan padanya bagaimana ia
harus bersikap umpama kata di daerah laut Honghay ada
pihak yang hendak melakukan perampasan.
Touw Kong dan Tie Pa senang menerima
menumpangnya Giok Houw, bahkan kalau boleh, mereka
ingin memintanya.
Hanya sekarang. aneh kedudukannya bingkisan atau
perahu perang itu. Bukankah tadinya Giok Houw yang
284 hendak merampasnya tetapi sekarang Giok Houw juga
yang menjadi salah satu pelindungnya" Bukankah
mereka sebenarnya musuh besar satu dengan lain tetapi
sekarang mereka menjadi kawan senasib"
Seng Lim semua mengantar sampai di tepian.
Cio Keng To mulanya tidak turut mengantar tetapi dia
menyusul belakangan, dia lantas menarik tangannya
Keng Sim. untuk diajak ke samping. Nampak nyata sinar
matanya yang berat untuk perpisahan itu.
Keng Sim ingat peristiwa yang sudah-sudah, ia jengah
berbareng terharu. Ia tidak membilang apa-apa, ia hanya
mendengari ketika gurunya itu berkata dengan sabar:
"Aku sudah tua, hari-hariku tidak banyak lagi. Tentang
hidupku ini. aku merasa puas, ke atas aku tidak malu
terhadap Thian, ke bawah aku tidak malu terhadap orang
banyak, kecuali satu hal, yang membuatnya hatiku
kurang tenteram..."
"Kalau ada titahmu, suhu. berikanlah," kata Keng
Sim. "Umpama kata mesti menyerbu air mendidih atau api
marong. tidak nanti muridmu menampik."
"Sampai begitu jauh. tidak." kata sang guru. "aku
hanya mau mengandal padamu. Tahukah urusan apa
urusanku ini" Sebenarnya, di dalam halnya ilmu silat, aku
telah memperoleh sesuatu. Aku maksudkan, dalam ilmu
pedang, aku telah memperoleh kemajuan, meskipun itu
tidak semahir Hok Thian Touw. Sebagaimana umumnya
adat manusia, demikian aku ini, aku ingin sekali
kepandaianku ini dapat diwariskan, supaya tidak menjadi
lenyap. Hay San lebih di dalam hal kejujuran, di dalam
285 halnya bakat, dia kurang. Bun Wan lebih cerdas daripada
Hay San akan tetapi dia telah menjadi isteri orang, dia
juga repot dengan pasukan wanitanya, maka seperti
suaminya, dia sukar menjadi ahli warisku. Tinggal kau
satu orang. Di antara kamu bertiga, kaulah yang
berbakat paling baik. kedudukanmu juga paling cocok,
maka itu aku telah berkeputusan mengambil kau sebagai
ahli waris ilmu silatku ini. Aku akan menyerahkan pada
kau segala apa yang aku punyakan."
Jago tua ini merogoh ke dalam sakunya, akan
mengeluarkan sejilid buku. ialah kitab ilmu pedang
ciptaannya sendiri itu. Kitab itu ia lantas serahkan kepada
muridnya. "Inilah semua apa yang aku kumpul, aku harap kau
nanti dapat memahamkannya dan mencoba
memajukannya juga." katanya. Itu pun pesannya.
Inilah Keng Sim tidak menduga, ia menjadi sangat
bersyukur. Terang guru ini sangat menyintai ia. hingga
dia melupakan segala perbuatannya yang sudah-sudah.
Tidakkah aneh guru itu melewati muridnya yang menjadi
menantunya serta anak perempuannya juga" Maka ia
berlutut kepada gurunya itu. tiga kali ia mengangguk
untuk menghaturkan terima kasihnya itu. Ia berjanji akan
memperhatikan baik-baik pesan dan pengharapan
gurunya ini (makajuga kelak di kemudian hari ia dapat
membuktikan janjinya ini). Tentu sekali, sangat berat
perpisahannya ini guru dan murid.
Perahu perang itu laju cepat, karena ada undakannya
yang.atas, berlayarnya pun menjadi tenang. Di antara
penumpangnya, Bhok Lin yang paling gembira, ia selalu
berkumpul sama Giok Houw, akan sambil menaruh diri
286 pada loneng memandang keindahan sang laut. Banyak
yang ia bicarakan. Giok Houw melayani, hanya anak
muda ini sering berpikir keras. Dia ingat pertaruhannya
sama Nona Liong, dia kuatir dia nanti kalah...
Pada suatu hari tibalah mereka di pelabuhan
Hongpouw. yang di masa itu masih merupakan sebuah
pelabuhan kaum nelayan. Karena waktu itu sudah
magrib. Giok Houw masih tinggal lagi satu malam. Ia
pikir untuk besok pagi barulah mendarat.
Segera juga mereka bakal berpisah, maka malam itu
Bhok Lin dan Giok Houw tidak memikir untuk tidur siangsiang.
Mereka berdiam di loteng perahu perang itu,
menyender di loneng. Selagi mereka bicara dengan asyik
sekali, mendadak mereka dibikin kaget dengan
bergeraknya tubuh perahu. Di luar tahu siapajuga,
sehelai dadung menyambar tihang layar dan melibat.
Perahu bingkisan ini besar dan berat, maka itu
berlabuhnya tidak nempel sama tepian, terpisahnya ada
tujuh atau delapan tombak. Untuk dapat berdiam,
jangkar telah dikasih turun.
Giok Houw bermata tajam, ia melihat tegas dadung itu
datangnya dari darat di tempat yang tinggi, maka ia
menduga, ujungnya yang lain, yang berada di darat itu,
mestinya telah dicantel atau diikat kepada pohon. Jadi
dadung dipasang seperti biasanya tukang jual silat
memberi pertunjukan di atas tambang. Yang hebat ialah
lemparannya dadung demikian tepat, maka itu pasti
bukan perbuatannya sembarang tukang jual silat.
Selagi anak muda ini terkejut, ia lantas melihat
bergeraknya satu orang dari darat itu menuju ke perahu
287 besar, yang bergerak bagaikan sekor kera. Mulanya
orang nampak sebagai bayangan hitam saja.
"Apakah Hok Thian Touw datang kembali?" tanya anak
muda ini dalam hatinya.
Sekonyong-konyong terdengar jeritan tertahan, yang
datangnya saling susul, disusul pula dengan robohnya
dua tubuh manusia. Itulah robohnya dua busu,yang
bertugas meronda. Celakanya, mereka telah patah
batang lehernya!
Bhok Lin kaget hingga ia menjublak saja.
Menyusuli penyerangan hebat itu, dua rupa barang
hitam menyambar ke arah Giok Houw dan Bhok Lin.
Datangnya benda itu dari atas tihang layar ke mana
bayangan tadi tiba.
Giok Houw menolak tubuhnya si pangeran muda.
dengan tangannya yang lain ia menyampok benda itu,
yang kemudian ternyata ada dua buah peluru besi
sebesar kepalan tangan. Bahwa serangan ada sangat
hebat, terbukti dengan kagetnya si anak muda. yang
merasakan tangannya sesemutan. Kedua peluru itu jatuh
ke lantai perahu dan menembusinya!
Bukan main gusarnya Giok Houw, maka sebelum
menghadapi lawan yang tidak dikenal itu. ia menerjang
tihang layar, yang ia bikin patah, hingga orang yang
berada di atas itu terpaksa mesti berlompat turun. Dia
turun sambil mengasi dengar tertawanya yang tidak
sedap untuk telinga. Dan ketika dia tiba di bawah, segera
dia menyerang kepalanya si anak muda dengan
senjatanya yang luar biasa, ialah sebatang tokkak tongjin
atau boneka dari kuningan.
288 Ketika itu Touw Kong tengah meronda, ia
menyaksikan kejadian di luar dugaannya itu. karena ia
berada lebih dekat, ia lantas menyerang orang tidak
dikenal itu. hingga senjata mereka beradu keras sekali,
suaranya juga sangat nyaring. Kesudahannya pun sangat


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hebat untuk Jitgoat Lun. Pertama-tama rodanya yang kiri
terlempar kecempung ke laut. rodanya yang kanan
bengkok melengkung, dia sendiri mundur dengan
terhuyung, berbareng dengan itu ia memuntahkan darah
hidup! Giok Houw gusar bukan kepalang.
"Apakah kau tidak melihat Houwki di atas tihang layar
itu?" ia menegur. Ia menunjuk kepada benderanya,
bendera macan-macanan -Harimau Terbang.
Di antara sinar rembulan, kelihatan orang itu
berewokan. romannya bengis. Dia pun kata dengan
dingin: "Apa itu Huihouw Ki" Sekalipun bendera naga
dari raja tidak akan membikin aku takut! Maka peduli apa
segala bendera macan?"
"Kau sebenarnya sahabat dari golongan mana?" Giok
Houw tanya, la mencoba untuk menyabarkan diri.
"Apakah kau memang sengaja menyaterukan bingkisan
dari perahu ini?"
"Sahabat kecil, dugaanmu tepat!" menyahut si
berewokan itu. "Mengingat yang kau sanggup melayani
dua butir peluru besi dari aku, suka aku mengampuni
jiwamu! Sekarang kau lekas suruh orang mengeluarkan
barang bingkisan itu!"
289 "Bagus!" kata Giok Houw tanpa mengambil mumat
perintah orang. "Kau tidak kenal Huihouw Ki, tidak apa!
Tapi ini Kimpay dari Yap Toako toh kau kenal bukan?"
Si berewokan itu melirik, lantas dia tertawa terbahak.
"Siapakah itu Yap Toako-mu?" dia tanya. "Apakah Yap
Seng Lim?"
Giok Houw kembali menjadi gusar. Sikap orang
membuatnya mendelu.
"Kau toh kenal ini kimpay berkepala naga dari Tocu
Yap Seng Lim dari tiga belas pulau dari Tanghay?"
katanya keras. "Yap Seng Lim itu mahluk apa?" balik tanya si
berewokan dengan tertawa mengejek. "Jadi kau
menggunakan kimpay itu menggertak aku" Hm! Hm!
Sebenarnya aku ingin memberi ampun padamu tetapi
sekarang tidak! Jangan kau mengharap hidup lagi!"
Belum berhenti suaranya itu, atau bonekanya sudah
menyambar ke pinggang orang!
Giok. Houw berkelit dengan lincah, dengan satu jurus
dari ilmu silat "Menembusi bunga mengitari pohon." ia
lolos tetapi loneng di belakangnya menjadi kurban pecah
dan hancur beterbangan!
Anak muda itu menjadi heran.
"Kalau dia ada orang gagah dari tanah datar
undangannya Kimto Cecu, tidak pantasnya dia tidak
mengenal bendera Huihouw Ki..." pikirnya. "Kalau dia
asal perompak dari Laut Kuning, tidak mungkin dia tidak
mengenali Liongtauw kimpay dari Yap Toako yang
terkenal di seluruh laut Tanghay. Kelihatannya dia
290 mestinya satu penjahat tunggal lainnya! Satu Nona Liong
sudah sukar untuk dilayani, siapa tahu sekarang muncul
pula satu Thia Kauw Kim..."
Tidak sempat Giok Houw berpikir. Kembali ia telah
diserang si berewokan, ujung boneka siapa mencari dada
sebagai sasaran, anginnya menyambar dengan keras.
Diperlakukan demikian rupa. Giok Houw menjadi
gusar, dengan memutar goloknya, ia menangkis dari
samping, dengan belakang goloknya, hingga terjadilah
satu benturan keras dan nyaring. Kesudahannya ini
membuatnya terkejut. Orang itu bertenaga sangat besar,
hingga hampir saja goloknya terlepas dari cekalannya,
hanya saking mahir tenaga dalamnya, ia masih bisa
mempertahankan diri. Sebenarnya dari Hek Pek Moko ia
telah memperoleh silat Lohan Ngoheng Sinkun. semenjak
ia masuk dalam dunia kangouw, belum pernah ada
tandingannya, baru sekarang ia menghadapi lawan
begini tangguh. Orang itu pun heran mendapatkan ia
masih demikian muda tetapi dapat menyambuti
bonekanya itu. Maka dia menjadi penasaran, dia lantas
mengulangi serangannya, dia mengamuk, hingga segala
apa yang kena dibentur bonekanya itu, semua rusak.
Hanyalah Giok Houw yang lincah, yang mau dijadikan
sasarannya itu. senantiasa lolos.
Bhok Lin menjadi kaget dan berkuatir ia berteriakteriak
minta tolong. Giok Houw cerdik, mengetahui ia tidak bisa melawan
keras dengan keras, ia menggunakan kelincahannya. Di
dalam hal ini, ia cukup cerdik. Ia bersilat dengan gesit
dengan mainkan ilmu goloknya Hian Ki Itsu. Ia berkelit
berputaran, lalu saban-saban ia menyerang.
291 Orang itu datang dengan maksud merampas
bingkisan, ia tidak memikir untuk berkelahi dengan
membuang tempo. Ia juga mulanya percaya, dengan
lekas ia akan berhasil, siapa tahu, temponya menjadi
berlarut-larut. Itulah sebab ia menduga keliru kepada
lawannya yang muda ini. Ia tahu si anak muda lihai tapi
ia percaya ia akan dapat menjatuhkannya dalam sepuluh
jurus, sekarang kenyataannya, ia memerlukan tempo
lebih banyak dan orang tetap kosen. Sudah lebih
daripada dua puluh jurus, ia masih belum berhasil
merebut kemenangan. Karena ini, ia menjadi bergelisah
sendirinya. Segerajuga ia menyerang ke arah jalan darah
lauwji hiat. Menampak demikian, Giok Houw kagum dan heran. Ia
tidak menyangka orang dapat menggunakan boneka kaki
satu itu sebagai alat penotok jalan darah. Untuk dunia
kangouw. itulah langka. Maka ia jadi semakin berhatihati,
ia pun jadi semakin gesit. Mulanya ia berkelit ke
samping, guna mengasi lewat totokan itu, sambil
berkelit. ia membabat. Pembalasannya ini berbareng
mempunyai dua sasarannya, ialah tajamnya golok
hendak menabas lengan dan ujung golok mencari
tenggorokan! Lawan yang tangguh itu sebal sekali. Setelah gagal
dengan serangannya itu. ia membebaskan lengannya dan
lehernya. Berbareng dengan itu, terdengar suara seperti
berkeresek atau, menjepret, mendadak mulut boneka
terbuka, bergerak dengan lantas menjepit ujung golok.
Di luar segala dugaan, kepala boneka itu dipakaikan
senjata rahasia, kalau mulutnya dibuka, giginya, yang
tajam luar biasa, dapat menggigit atau mengacip senjata
292 lawan. Demikian sudah terjadi, ujung golok Giok Houw
kena digigit. Ia mencoba menariknya, tidak berhasil.
Setelah membikin golok lawannya tidak berdaya
secara begitu, orang bertubuh besar ini menyerang
dengan tangan kosong, dengan tangannya yang kiri.
Giok Houw juga masih merdeka sebelah tangannya,
sebab tangannya yang satu tetap dipakai mencekal keras
goloknya, la menangkis. Tapi ia cerdik, ia tidak melainkan
menangkis, berbareng ia menotok nadi dengan ilmunya
totokan Jenji Besi atau Tiat-ji Sinkang.
Bentrokan ini membikin dua-dua lawan ini merasakan
hebat. Karena menangkis, tangan Giok Houw menjadi
sesemutan. Di pihak si lawan, mula-mula kuda-kudanya
yang berat dan kuat membikin lantai melesak, setelah
mana, lengannya yang tertotok itu meroyot turun, sebab
tenaganya lenyap separuh, karena mana. dia tidak dapat
menguasai seluruhnya kepada alat rahasia dari
bonekanya, maka Giok Houw dapat menarik pulang
goloknya dengan ujung golok kena memapas kutung dua
giginya Ketika ia telah bebas ia pun tidak bisa segera
bergerak pula, lantaran ia merasai dadanya sesak hingga
ia sukar bernapas.
Selama itu. suara di dalam perahu perang itu menjadi
berisik. Paling dulu muncul Tiat Keng Sim bersama Tie Pa.
Keng Sim yang tiba paling dulu, maka ialah dulu
menikam, atas mana orang bertubuh besar itu masih
sempat mengangkat bonekanya untuk menangkis.
293 Giok Houw lantas berseru: "Jangan lawan keras
dengan keras!" Ia berlompat ke belakang orang, untuk
membacok. Tapi orang itu bisa memutar tubuh dan tepat
tangkisannya maka dua-dua pedang dan golok tidak
memperoleh hasil sepenuhnya. Pedang Keng Sim
memapas putus lima jari tangannya boneka itu sedang
goloknya Giok Houw mental, syukur tidak sampai
terlepas dari cekalan. Giok Houw menggunakan tenaga
besar, ia melawan boneka itu. Inilah yang memberi
ketika akan bekerjanya pedang Keng Sim ialah pedang
mustika seperti golok Giok Houw juga golok mustika.
Giok Houw terpental goloknya dengan tubuhnya turut
terhuyung berputaran karena ia mencoba
mempertahankan diri
Tie Pa yang tiba belakangan menyerang belakangan.
Ia menggunakan tangan kosong. Ia memakai tipu silat
Taykimna untuk menangkap tang?n lawan. Tapi si orang
bertubuh besar itu, yang benar benar tangguh, dapat
menangkis dan membebaskan diri. Tangan mereka
bentrok, bersuara seperti beradunya batu dengan kayu.
Nyata Tie Pa kalah tenaga, biarnya ia dibantu dengan
tangannya yang lain, ia toh terhuyung mundur! Syukur
untuknya, tidaklah iajatuh terguling.
Selagi ketika lawannya mundur, orang itu memeriksa
lengannya sendiri. Di situ ia mendapatkan tapak merah,
hingga ia mengeluarkan seruan kaget. Segera ia
menanya Tie Pa: "Tuan, apakah kau bukannya Im Yang
Ciu Tie Pa dari Heepouw di Ciatkang Timur?"
Mendengar orang mengetahui namanya, Tie Pa girang
berbareng berkuatir. Girang sebab terbukti namanya
dikenal baik oleh orang banyak. Berkuatir sebab yang
mengenal ia ialah orang lihai yang asing untuknya.
294 "Tidak salah, akulah Tie Pa dari Ciatkang Timur," ia
menyahut. "Kau sendiri, tuan, apakah she dan namamu
yang mulia dan kau dari partai persilatan mana?"
Tie Pa menanya begini sebab sebagai seorang
kangouw yang ulung, ia mengharap orang itu
mempunyai sesuatu hubungan juga dengan pihaknya,
supaya bisa didapat jalan untuk meredakan kejadian ini.
Orang itu tidak menghiraukan pertanyaan, ia
memandang Giok Houw, untuk berkata pada si anak
muda. Ia tanya: "Bukankah kau anaknya Thio Hong Hu"
Bukankah kau muridnya Thio Tan Hong?"
Tapi Giok Houw menyambut dengan gede kepala:
"Apakah nama guruku dapat disebut-sebut olehmu" Kau
banyak lagak, siapakah kau?"
Orang itu tertawa berlenggak.
"Kau toh yang melindungi bingkisan propinsi
Ciatkang?" ia tanya pula Tie Pa.
"Benar." sahut Im Yang Ciu sabar. "Tuan, aku
harap..." Sebenarnya Tie Pa mau minta orangjangan
mengganggu padanya, tetapi belum sempat ia
mengucapkan itu, orang itu sudah memandang pula Giok
Houw seraya berkata jumawa: "Kau bocah yang belum
hilang bau susunya, kaulah pemimpin rombongan yang
hendak merampas semua barang bingkisan seluruh
negara?" Giok Houw mengangguk.
295 "Aku diangkat oleh orang banyak, mana bisa aku
menolak?" dia menjawab. "Kau mahluk apa maka kau
berani bertingkah begini jumawa?"
Orang itu tidak menyahuti hanya ia tertawa terbahak.
Tie Pa dapat menduga orang ini tentulah bukannya
kenalan dari Seng Lim, bahkan dia menyaterukan Seng
Lim dan Giok Houw. maka lekas-lekas ia berkata pula:
"Sebenarnya di dalam urusan ini ada sebabnya..."
Tapi ia tidak diberi kesempatan bicara oleh orang itu,
yang lagi-lagi tertawa besar.
"Bingkisanmu ini pasti aku mesti rampas!" katanya,
suaranya luar biasa tajam, romannya pun bermuram
durja. Kata-kata besar ini disusul sama serangannya
dengan bonekanya kepada Giok Houw.
Si anak muda melawan. Dengan satu bacokan
nyamping. ia menyambut serangan itu, di lain pihak,
dengan tangan kirinya ia menotok.
Gagallah serangannya orang jumawa ini. Ia kenal
lihainyatotokan itu, ia berkelit sambil berlompat. Maka
segera ia berada di dekat Keng Sim. Sembari tertawa
dingin, ia menghajar ini menantu pangeran dari Inlam.
Keng Sim berkelit sambil teras berlompat tinggi, maka
juga sesudah serangan lewat dan tubuhnya turun, ia
membalas membacok dengan pedangnya.
Orang itu tahu pedang lawannya pedang mustika,
justeru begitu, di belakangnya pun angin berkesiur.
hingga ia menduga Giok Houw membarengi menyerang
padanya, dengan sebat ia menangkis pedang, sambil
menangkis, tubuhnya bergerak. Dengan begitu tidak saja
296 ia bebas dari goloknya, tubuhnya pun datang dekat pada
Tie Pa. "Tie Losu, hati-hati!" Giok Houw memberi ingat.
Im Yang Ciu pun berjaga diri, maka berbareng sama
teriakannya si anak muda, ia melihat sambarannya
tongkak tongjin, yang mengarah ke jalan darah tongbun
hial di iganya. Untuk menolong diri, ia menyerang
boneka itu. Itulah serangan untuk menangkis, dan itu
menghasilkan boneka dapat ditolak ke samping.
Pula dengan menyusuli pemberian ingatnya. Giok
Houw pun sudah lantas menyerang, maka juga goloknya
bentrok sama boneka itu. hingga terdengar suara


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beradunya yang nyaring.
Demikian mereka bertempur, tiga lawan satu. dan
yang satu ini telengas bukan main.
Biar bagaimana hati Tie Pa menjadi berdebaran.
sedang Keng Sim berkuatir. Hanya Giok Houw yang
mantap. Pemuda ini kata pada kawannya: "Marilah kita
berlaku hati-hati, kita lawan dia, mesti kita menang!" Ia
benar-benar maju, hingga tujuh kali beruntun ia
menghindari diri dari rangsakan boneka. Ia maju. ia
berkelit dan ia menyerang, semua dengan rapi.
Keng Sim mengandalkan pedangnya, ia tidak mau
kalah dari kawannya yang muda itu. Hanya benar, taat
kepada nasihat si kawan, ia berlaku hati-hati sekali.
Tie Pa juga berkelahi dengan sungguh-sungguh. Ia
menduga orang memusuhkan Keng Sim dan Giok Houw,
ia memikir untuk mencari perdamaian, akan tetapi
karena orang hendak merampas bingkisan dan Giok
297 Houw dan Keng Sim berada di pihaknya, ialah ia telah
dilindungi mereka, ia terpaksa maju terus.
Orang tidak dikenal itu. yang tangguh dan jumawa,
boleh tangguh, akan tetapi menghadapi lawan-lawan
bukan sembarang lawan, iarepot juga, ia kena dikurung.
Thio Giok Houw telah mengeluarkan pelbagai tipu
silatnya yang ia peroleh dari Hek Pek Moko, Ouw Bong
Hu dan In Tiong. dengan bersenjatakan golok Bianto
yang tajam, ia tidak jeri terhadap boneka kuningan dari
lawannya. Keng Sim telah memperlihatkan ilmu silat dari
Cio Keng To, yang tidak dapat dipandang ringan, dengan
adanya Giok Houw, bisalah ia maju sambil membela
diri. Tie Pa tidak mempunyai senjata mustika tetapi ia
percaya tangan imyang-nya yang lihai. yang bisa dibikin
lunak dan keras sesuka hatinya, ia tidak bisa melukai
musuh tetapi dengan adanya perlindungan dari Keng Sim
dan Giok Houw, ia pun mempunyai ketika untuk
membalas menyerang.
Dikepung bertiga hingga ia kewalahan, musuh
tangguh itu mendongkol bukan main. Begitulah
berulangkali ia mengasi dengar seruannya hingga
serdadu-serdadu menjadi takut, bukan mereka maju,
untuk membantui, sebaliknya, mereka pada sembunyikan
diri. Selagi pertempuran mereka itu berjalan seru sekali,
telinga Giok Houw mendengar suara perahu didayung.
Dengan lantas ia mengambil kesempatan akan melirik,
maka terlihatlah olehnya datangnya beberapa buah
perahu kecil. Bahkan sebuah perahu, yang laju di paling
depan, meluncurkan isyaratnya yang berupa panah
298 seperti kembang api. yang mana disusul dengan siulan
panjang dan nyaring.
Itulah tanda dari kaum Hekto atau Jalan Hitam.
Sebagai bengcu, atau kepala ikatan di Kanglam, Giok
Houw mengetahui dengan baik artinya isyarat itu, ia
hanya tidak tahu, pihak yang mana yang telah
mengeluarkannya. Sebenarnya di wilayah itu, yang ada
mestilah orang-orang dari golongannya sendiri. Maka itu,
apa mungkin mereka itu adalah kawannya ini lawan yang
tangguh" Kalau benar, itulah berbahaya. Untuk melayani
dia seorang sudah sukar, apalagi kalau dia dibantu
kawan-kawannya...
Setelah isyarat itu beberapa perahu itu dilajukan cepat
sekali. Di kepala perahu pun tampak orang menghunus
senjata dan seru-seruan terdengar semakin berisik. Giok
Houw berkuatir kalau-kalau di antara musuh ada yang
selihai atau seimbang lihainya dengan ini satu lawannya.
Di dalam keadaan seperti itu. selagi Siauw Houw Cu
ragu-ragu itu, lawannya yang tangguh itu mendadak
berseru keras sekali: "Jikalau bukannya kamu yang
mampus, tentulah aku!" itu disusuli sama serangan
boneka yang sangat hebat, dari atas ke bawah.
Tie Pa kaget, ia menjatuhkan diri, untuk bergulingan.
Maka celakalah lantai perahu, yang kena dibikin bolong.
Giok Houw maju menahas akan tetapi goloknya kena
ditangkis gagang boneka. Sambil meneruskan
menyerang, musuh itu menyapu ke pinggang Tiat Keng
Sim justeru menantu kokkong itu lagi menikam ke
arahnya. Terpaksa orang tangguh ini menyingkirkan
sedikit tangannya tetapi tidak urung ujung pedang
menembusi juga tangan bajunya Oleh karena serangan
299 kedua pihak hampir bareng, pinggang Keng Sim juga
tidak luput dari boneka hanya dia tidak terkena keras,
hanya tersampok hingga dia terhuyung membentur
loneng. Syukur dia masih dapat mempertahankan diri
hingga tak usahlah dia terlempar ke air!
Giok Houw tercengang menampak kalapnya orang,
dengan lekas ia sadar: "Kalau yang datang itu
koncohnya, tidak nanti dia bersikap begini..." Maka ia
lantas berseru: "Saudara Tiat! Tie Losu! Dialah si
binatang yang terkurung, dia sudah tidak berdaya!
Jangan takut!" Dan ia mendahului menyerang pula. Ia
tetap berlaku keras dan lunak-keras di waktu menyerang,
lunak di saat berkelit.
Keng Sim mainkan pedangnya, guna membantu
merangsak. Tie Pa berlompat bangun, hanya sedetik ia
mengawasi, lantas ia turut maju pula. Ia tetap
menggunakan sepasang tangannya. Sebab ia tidak
bersenjata, ia lebih banyak berada di belakang Keng Sim,
menanti setiap ketika yang baik untuk maju menyerang.
Perahu-perahu kecil itu telah mulai datang dekat,
bahkan dari tiga perahu yang terdahulu, masing-masing
ada orang yang terus berlompat naik ke perahu perang,
dan mereka itu lantas berseru: "Benarlah si jahanam!"
Habis itu, mereka meluruk pada si orang tangguh itu.
Giok Houw girang sekali. Dari tiga orang itu, yang satu
lantas dikenalkan -- ialah Ciu Ci Hiap.
pembantunya, yang ditugaskan merampas ke
Kangsouw, hanya entah kenapa, sekarang dia datang ke
300 mari. Kedua pihak lantas melirik dan mengedepi satu
dengan lain, tanpa omong lagi, mereka bekerja sama.
Ilmu silat Ci Hiap tidak ada di bawahan Keng Sim, dari
itu. bantuannya cukup berharga, sedang kedua
kawannya, yang sudah lanjut usianya, tidak boleh
dipandang enteng. Mereka ini, dengan cambuk dan
tempuling di tangan masing-masing, sudah lantas turut
mengepung. Dikepung berenam, orang tidak dikenal itu lantas saja
keteter, malah celaka untuknya, goloknya Giok Houw
mampir di pundaknya, sedang cambuknya si orang
tuajuga mengenai tubuhnya satu kali. Dia menjadi
demikian gusar hingga dia menjerit sangat keras. Tie Pa
kaget, hingga ia mundur. Ketika ini diambil orang itu
untuk molos. Dia lantas diserang Keng Sim dan Ci Hiap
tetapi dia bisa menangkis kedua serangan itu. bahkan
golok Ci Hiap sampai lepas dari cekatannya. Lagi sekali
orang itu merampas saatnya, untuk lompat ke pinggir
perahu. Di sini dia menyambar seorang serdadu, untuk
dicekuk, tubuh siapa dia lemparkan ke air, terus dia
berlompat menyusul. Dengan begitu dia bebas dari
bacokannya Giok Houw, yang menyusul kepadanya.
Orang lihai ini menunjuki kelihaiannya. Dia sebenarnya
mau lari menyingkir. Dia tidak mau nyebur ke air, dia
ingin segera tiba di darat. Itulah sebabnya kenapa dia
bekuk si serdadu dan melemparkannya. Kiranya dia mau
pakai tubuh serdadu itu sebagai tempat injakan. Tepat
sekali dia menyandak serdadu itu, kakinya menginjak
terus menjejak, membikin tubuhnya mencelat lebih jauh,
maka sekejap kemudian dia berhasil menaruh kaki di
darat. Adalah si serdadu, yang berkaok kesakitan, yang
tubuhnya nyemplung lebih cepat lagi, ketika ia ditolongi
301 diangkat dari air, ia luka parah pada dadanya yang bekas
dijejak itu, yang dijadikan seperti papan lompatan.
Semua orang kagum berbareng membenci manusia
lihai yang tidak dikenal itu.
Akhirnya, sambil menghela napas, Ciu Ci Hiap
menanya Giok Houw: "Tocu, apakah barang bingkisan di
sini telah berhasil dirampas?"
Tie Pa baru sedikit tetap hatinya mendengar suara Ci
Hiap itu. dia terkejut pula.
"Barang bingkisan di sini tidak masuk hitungan,"
menyahut Giok Houw.
"Kenapa begitu, tocu?" Ci Hiap tanya heran.
"Inilah kehendaknya Yap Toako. Tentang sebabnya,
nanti aku jelaskan. Sekarang tuturkan dulu halmu:
Kenapa kamu datang ke mari dan ada hubungan apa di
antara kamu dan si berewokan barusan?"
Sebelum memberi jawaban, Ci Hiap mengawasi dulu
sejumlah serdadu yang berada di perahu besar itu. Giok
Houw melihatnya, ia mengerti. Maka ia tertawa dan
berkata: "Sekarang hampir terang tanah, baiklah kita
berlalu bersama! Aku akan naik perahumu!"
Bhok Lin menghampirkan Giok Houw.
"Pertempuran barusan sangat menarik," kata
pangeran muda ini sembari tertawa. "Aku harap lain kali
kita dapat menyaksikan pula maka sayang, kau hendak
berangkat. Tentu sekali aku takut akan bertemu pula
orangjahat semacam dia tadi!"
Giok Houw tidak membilang apa-apa, ia melainkan
bersenyum. Keng Sim pun bungkam.
302 Tie Pa mengantar si anak muda turun perahu, ia
nampaknya masgul.
"Musuh tangguh sebagai si berewokan barusan sangat
jarang," Giok Houw menghibur. "Dia telah terluka
pundaknya dan dadanya kena dicambuk, untuk berobat
dia memerlukan waktu setengah bulan, dari itu, kau
tentunya keburu tiba di kota raja. Dengan membawa
panah lioklimcian kepunyaanku, aku percaya tidak bakal
terjadi sesuatu lagi."
"Hanya kudu dijaga si Nona Liong!" kata Bhok Lin
tertawa. "Bersama Tie Losu berdua, kamu dapat melayani dia,"
Giok Houw menjawab.
"Aku tidak masuk hitungan." kata si anak muda.
Giok Houw bersenyum.
"Belum lama kau masuk dalam dunia kangouw, lantas
kau pandai merendahkan diri," katanya.
Sampai di situ. mereka berpisahan. Tie Pa lantas pergi
melihat lukanya Touw Kong. Keng Sim terutama Bhok Lin
mengawasi sampai perahu-perahu kecil lenyap bersama
Giok Houw semua.
Giok Houw beramai berlayar mengikuti aliran air. Ci
Hiap ingin berlabuh di tempat sepi di bawahan pelabuhan
sungai Hongpouw itu. Di dalam perahu, mereka dapat
kesempatan berbicara. Lebih dulu Ci Hiap mengajar kenal
dua orang tua yang menjadi kawannya itu, ialah Liu Tek
Chong dan Chio Peng Kin, masing-masing cecu atau
ketua serta ketua muda dari rombongan di telaga
303 Thayouw. Giok Houw menghaturkan terima kasih untuk
bantuan dua jago tua itu.
"Semenjak bulan yang sudah kami telah menerima
panah lioklimcian dari Kimto Cecu dari Utara," berkata Liu
Tek Chong, "maka itu ketika Ciu Siauwhiap mengajak
merampas bingkisan propinsi Kangsouw, kami lantas
bersedia membantu, hanya sayang, meski kita ada
banyakan. penjahat itu toh berhasil meloloskan diri."
Giok Houw merasa sayang. Ia hanya heran, kenapa si
berewokan itu pun ada hubungannya sama bingkisan
dari Kangsouw. Lantas ia tanya Ci Hiap, bingkisan dari
Kangsouw itu sudah dapat dirampas atau belum.
"Sudah tetapi kena orang rampas lagi!" sahut Ci Hiap
sendiri. "Bukankah si perampas itu ialah Nona Liong?" Giok
Houw tanya. "Nona Liong yang mana?" Ci Hiap heran.
Si pemuda senantiasa ingat si nona, iatelah
keterlepasan omong, maka itu. pertanyaannya Ci Hiap
membuatnya jengah. Tapi ia lekas menetapkan hati. ia
tertawa. "Aku menerka keliru!" katanya cepat. "Dialah tentu si
berewokan barusan. Tentang Nona Liong itu, baik omong
lain kali, sekarang kau tuturkan dulu tentang usahamu."
"Memang itulah si berewokan barusan," Ci Hiap
mengasi keterangan. "Kejadian pun belum lewat lima
hari. Kita telah mencari keterangan perihal
keberangkatan bingkisan itu. kita lantas menjaga di
tempat di mana kita hendak turun tangan. Kita juga
304 dibantu Tio Cecu dari telaga Angtek Ouw. Pengantar
bingkisan itu adalah tiga busu yang menjadi muridnya
Ciu Tay dari Patkwa To. Mereka itu tidak dapat
dipandang ringan. Setelah bertempur sekian lama. baru
aku dapat memukul mundur punggawa pengantarnya.
Selagi kita menaiki bingkisan ke atas kereta besar,
mendadak muncul si berewokan, yang lantas menyerang
kalang kabutan dengan boneka kuningannya itu. Kereta
kita ringsak dan empat belas saudara terbinasa. Aku
malu sekali, aku tidak sanggup melawan dia, terpaksa
aku mengajak saudara-saudara kita menyingkir.
Demikian barang bingkisan itu dirampas dia."
"Ketika itu tentara negeri belum mundur toh?"
"Sebenarnya kita kedua pihak masih bertempur."
"Apa benar-benar si berewokan ngamuk dan dia tidak
mempunyai, hubungan sama punggawa atau tentara
negeri yang mengiringinya?"


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di sini terjadi hal yang aneh. Si berewokan itu
mengamuk akan tetapi bonekanya seperti ada matanya,
dia cuma menghajar saudara-saudara kita dia tidak
mencelakai tentara negeri..."
Giok Houw berdiam, pikirannya bekerja.
"Apakah toako mencurigai sesuatu?" Ci Hiap tanya
"Benar. Kalau dia membantui pihak negeri, kenapa dia
merampas" Kalau tidak, mengapa dia tidak menggangu
pihak negeri itu?"
Ci Hiap pun heran. Memang aneh si berewokan itu.
"Ketika kita pulang, kita mendengar hal
keberangkatannya bingkisan dari Ciatkang." kata Ci Hiap
305 pula. "Karena katanya bingkisan diangkut dengan jalan
air, aku lantas minta bantuannya Liu Cecu dan Chio Cecu
ini. Kami ingin menempur pula si berewokan..."
"Syukur Thio Siauwhiap berada bersama di sana." kata
Chio Peng Kin yang menyampur bicara, "kalau tidak
mungkin kita berdua si orang tua dan Ciu Laotee ini
bukannya lawan si berewokan itu."
"Aku justeru mau menanya, kenapa toako berada di
perahu perang itu?" tanya Ci Hiap.
Giok Houw mengasi keterangan hal siasatnya Yap
Seng Lim, yang terpaksa membuat perjanjian sama
tentara negeri, supaya tentara suka rela tidak sampai
Istana Pulau Es 6 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Duri Bunga Ju 11

Cari Blog Ini