Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Bersatu Padu 8

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 8


ilah aneh! Dengan membantu Ciu Toako
merampas bingkisan untuk kaisar, itu artinya kita
membantu tentera rakyat, supaya tentera itu berpakai
hangat dan makan kenyang, supaya di utara mereka
dapat menjaga serangannya bangsa Tartar dan Boanciu,
dan di Laut Timur melawan gangguan perompakperompak
kate! Apakah dengan menjadi tukang pukul
demikian tidak berharga?"
"Aku tidak memikir untuk menjadi seorang enghiong
atau hookiat," kata Thian Touw, "maka itu, urusan besar
529 ini untuk membela negara dan menyelamatkan rakyat,
jangan kau damaikan denganku."
In Hong tertawa dingin.
"Aku mengerti kau memandang enteng kepada orangorang
yang disebut enghiong atau hookiat di satu
jaman." katanya. "Kau sebaliknya hendak menjadi guru
besar dari suatu partai, supaya kau dapat dan
meninggalkan nama untuk laksaan tahun. Sekarang
hendak aku menanya kau, umpama kata kau berhasil
berdiam di atas gunung Thiansan tanpa gangguan, akan
tetapi di depan matamu kau melihat rakyat di seluruh
negara ini menderita siksaan, lalu meskipun kau bisa
meyakinkan ilmu pedang hingga kau menjadi kiamsian,
atau dewa pedang, apakah artinya itu" Apakah artinya
kepandaian dan nama besarmu jikalau kita toh menjadi
rakyat taklukan?"
Thian Touw berdiam.
"Pula harus diingat, yang ada di sini ialah semua
sahabat kita," berkata pula In Hong, "Guru dari enci Sin
Cu, Tayhiap Thio Tan Hong, pernah membantu kau
dengan memberi petunjuk berharga kepadamu, dengan
petunjuknya itu dalam beberapa tahun ini kau berhasil
mendapatkan kemajuan besar. Memang, biar bagaimana,
semua itu telah terjadi berkat ketekunanmu. akan tetapi
kendati demikian, petunjuk Thio Tayhiap tidak dapat
dilenyapkan dengan begitu saja! Sekarang ini dua
muridnya Thio Tayhiap ada di sini, apa mungkin kau tega
hati tak sudi membantu pada mereka" Apakah kau
senang membiarkan mereka dihajar mampus oleh si
siluman tua she Kiauw" Kalau benar begitu, sudahlah,
tidak usah aku omong banyak kepadamu, hanya hendak
530 aku mengatakan, terang kau telah berbuat tak
selayaknya terhadap Thio Tayhiap!"
In Hong mengawasi tajam akan tetapi Thian Touw
menyingkir dari sepasang mata isterinya itu.
"Sudahlah, tidak usah kau bicara banyak-banyak," ia
bilang. "Kau hendak membantu mereka itu. Baik!
Sekarang aku tanya, apakah pada itu ada batasnya"
Apakah kau ingin aku terus-terusan mengikuti mereka
merantau dalam dunia kangouw" Hingga akhir-akhirnya
aku tidak memperoleh apa juga?"
"Setiap orang ada cita-citanya, mana dapat aku
memaksanya?" menjawab sang isteri. "Demikianpun aku,
aku tidak dapat memaksa kau! Hanyalah aku berpikir, di
dalam halnya kita ini, sedikitnya kita harus dapat
membantu mereka hingga di akhirnya! Aku artikan, kita
harus membantu mereka hingga mereka berhasil
merampas semua bingkisan di Utara, sesudah itu baru
kita pulang ke Thiansan."
"Aku kuatir, sampai itu waktu, nanti muncul pula
urusan lainnya, urusan yang bakal melibat aku!"
Mendengar itu, tiba-tiba In Hong merasakan sesuatu
ketawaran, hingga ia menjadi sangat berduka, hingga air
mukanya menjadi guram. Ia mengawasi suaminya.
"Oh, Thian Touw." katanya, "kau kiranya menganggap
aku sebagai tambang yang melibat kakimu... Kalau
demikian, kau boleh legakan hati. Aku hanya meminta
untuk ini satu kali saja!"
Thian Touw melengak. Ia lantas mengawasi isteri itu,
tangan siapa ia cekal keras.
531 "In Hong, apakah artinya perkataanmu ini?" tanyanya.
"Tidak ada artinya," sahut isteri itu. "Aku cuma tidak
ingin menjadi tambang yang melibat kakimu itu..."
"In Hong" kata suami itu. "kitalah suami isteri yang
pernah menderita, kita harus menjadi pasangan yang
kekal abadi, bahwa aku menghendaki kau lekas-lekas
pulang ke Thiansan, itu melulu karena aku memikir
kebaikanmu..."
"Ya, aku mengerti, terima kasih..." sahut In Hong.
"Baiklah, kali ini suka aku mendengar kau!" kata suami
itu akhirnya. "Sebentar aku turut kau pergi kepada
mereka itu. Bukankah kau senang sekarang?"
"Thian Touw. aku bukan lagi anak kecil, maka tak
usahlah kau 'perlakukan aku seperti semasa kita anakanak.
sebentar kau godai aku hingga aku marah, lalu
sebentar lagi kau baiki aku. Kali ini kau suka membantu
aku. aku sangat bersyukur terhadapmu. Tentang lainnya,
baiklah di belakang hari saja kita omongkan pula
perlahan-perlahan."
Di mulut Thian Touw mengatakan demikian, di hati ia
merasa tidak enak. hatinya kurang tenteram. Ia melihat
ketawarannya isteri itu. meskipun sang isteri sangat
berterima kasih padanya. Ia menjadi seperti melihat
bayangan dari suatu perpisahan...
Berbareng sama pembicaraannya ini sepasang suami
isteri. yang menghadapi saat-saat sangat tegang, di lain
bagian dari rimba itu juga terjadi pembicaraan di antara
sepasang muda-mudi, hanyalah mereka ini berbicara
dengan asyik dan gembira. Mereka ini bagaikan burungTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
532 burung berbisik atau bunga-bunga menghembuskan
baunya yang harum.
Merekalah Liong Kiam Hong dan Thio Giok Houw.
"Ilmu silat Hok Thian Touw." kata si anak muda.
"untuk jaman ini, kecuali guruku, tidak ada yang
melebihkannya. Sebenarnya, berhubung dengan itu. aku
bergirang sekali untuk enci In Hong. Sayang sekarang
ternyata cita-cita mereka berlainan, pandangan mereka
berbeda satu dari lain."
Kiam Hong tertawa.
"Toh ada kamu yang menunjang enci In Hong! Mana
berani Thian Touw menghina dia?" kata nona ini.
"Itulah bukan soalnya. Kami juga bukannya
menganjurkan bentroknya mereka sebagai suami isteri.
Kami cuma ingin memberi sedikit rasa pada Thian Touw,
supaya dia jangan terlalu berkepala besar."
Nona Liong tertawa pula.
"Ya. kita memang lagi bergurau." katanya. "Siapa
yang menghendaki suami isteri itu bentrok" Kau
bermaksud baik. Sungguh bagus jikalau enci In Hong
dapat membangun suatu cabang persilatan baru. Untuk
kalangan ilmu silat, itu bagus sekali".
"Demikian juga kita," berkata Giok Houw kemudian,
"kalau nanti telah selesai urusan di sini, kita berdua juga
baiklah saling melatih diri. untuk mencari tahu bagianbagian
apa yang dapat dipakai untuk memperoleh
kemajuan terlebih jauh."
"Memang benar katamu. Hanya semoga kita jangan
menjadi seperti mereka itu. Kita mesti betul-betul melatih
533 diri, untuk mendapat kemajuan, jangan diam-diam, kita
sebenarnya lagi mengadu kepandaian..."
Baru ia mengucap demikian, nona ini merasa ia telah
terlepasan bicara, maka sendirinya mukanya menjadi
merah. Ketika itu Sin Cu telah mendengar cukup segala
keterangan yang dia kehendaki dari Tie Goan, maka itu
sambil tertawa, ia berkata dengan nyaring: "He, kamu
dua pasang bocah cilik, pembicaraan kamu telah selesai
atau belum?"
Hok Thian Touw dan Leng In Hong muncul dari dalam
rimba sebelah kiri, dari sebelah kanan, Thio Giok Houw
keluar bersama Liong Kiam Hong. Mereka mendengar
suaranya Nona Ie, mereka menyangka lagi digodai,
semua merasa likat sendirinya. Di lain pihak, Sin Cu
sudah lantas melihat wajah orang, maka ia menduga di
antara In Hong dan Thian Touw telah terjadi sesuatu, ia
menjadi masgul sendirinya. Biar bagaimana In Hong
tidak tampak riang gembira, sedang Thian Touw tenang
saja. Adalah Kiam Hong dan Giok Houw, yang air
mukanya terang.
"Mereka sekarang berada di utara Himnie San, di Tang
keepo, ialah rumahnya keluarga Tang!" ia lantas
menambahkan. "Tempat itu terpisah dari sini enam atau
tujuh puluh li."
"Bukankah Tang keepo itu tempat kediamannya Tokse
Ciu Tang Bok si Tangan Pasir Beracun?" Giok Houw
menegaskan. "Benar! jawab Sin Cu. "Cit Im Kauwcu ialah ahli racun,
mungkin Tang Bok ingin belajar daripadanya, maka ia
534 menyambut kauwcu itu dengan baik. Hanya aku mau
percaya, tidak nanti Tang Bok berani menentang kita.
Dari itu. berhubung dengan kepergian kita ini ke sana.
lebih dulu kita harus memberi muka kepadanya."
"Jikalau begitu, tidak dapat kita berayal lagi," bilang In
Hong. "Enci, silahkan kau memberikan titah-titahmu."
Sin Cu manggut. "Hok Toako, terima kasih untuk
bantuan kau ini," ia berkata kepada Thian Touw. "Syukur
untuk kita, saudara-saudara dari Kaypang pandai sekali
mencari segala sesuatu, maka mengenai Tang keepo. Tie
Hiocu telah menutur segala apa jelas sekali kepada kita.
Seperti aku bilang barusan, pertama kita pergi dengan
memakai aturan, jikalau terpaksa baru kita menggunakan
kekerasan. Lagi satu hal hendak aku jelaskan, jikalau si
siluman tua she Kiauw tidak muncul, aku mengharap Hok
Toako tidak usah turut turun tangan."
Mendengar perkataannya Sin Cu ini, lega hatinya
Thian Touw. la menganggap bantuannya diminta agar
supaya ia menjadi "tukang pukul." maka kalau ia bakal
dihadapkan kepada Kiauw Pak Beng satu orang,
kedudukannya sebagai tukang pukul itu setimpal juga,
tidaklah ia terhina. Karena ini, tidak berpikir banyak lagi.
Sementara itu Im Siu Lan. yang telah mendapatkan
pelana, bersama-sama ibunya sudah lantas pulang ke
Tang keepo Selama di perjalanan, nona itu berpikir
keras. Di satu pihak dia penasaran terhadap Thio Giok
Houw, yang tidak sudi menyinta kepadanya, di pihak lain
dia berkuatir terhadap keluarga Kiauw. Dia takut Kiauw
Siauw Siauw nanti memaksa ingin menikah padanya.
Setibanya di rumah, Cit Im Kauwcu menyambuti
pelana dari tangan gadisnya.
535 "Pelana ini berat sekali, dalamnya tentu ada barang
bingkisannya!" katanya.
"Apakah perlunya kita merampas bingkisan?" sang
anak tanya "Kita hendak membangun Cit Im Kauw. maka
bingkisan ini perlu sekali untuk segala biayanya,"
menyahut Cit Im Kauw Cu. "Kemudian kita dapat
membangun sebuah kuil yang besar di dalam mana kita
bisa menerima semua anak-anak perempuan yang yatim
piatu dan bersengsara."
Memang aneh sifatnya kauwcu ini, yang sangat
mengandalkan kepada racunnya, maka juga, walaupun
dia muncul belum lama. dia lantas terkenal sebagai kaum
agama sesat. "Aku kuatir dengan mendapatkan ini. kemudian kita
bakal tidak dapat merasakan ketenteraman," berkata Siu
Lan, yang seperti memperoleh firasat jelek.
"Ya, kau benarjuga!" kata sang ibu, yang mendadak
ingat sesuatu. "Kuda yang kita binasakan itu kuda asal
Ferghana, mungkin itulah kudanya keluarga Kiauw. Thio
Giok Houw tidak usah dibuat kuatir, tidak demikian
dengan keluarga itu. sedang baru-baru ini Le Kong Thian
telah datang sebagai orang perantara mengajukan
lamaran. Memang bisa jadi nanti terbit keruwetan..."
Siu Lan telah memikir untuk membujuki ibunya
membayar pulang pelana itu kepada Giok Houw akan
tetapi dia "membenci" pemuda itu, dia menjadi
bersangsi, tetapi sekarang, mendengar perkataannya si
ibu, dia singkirkan pikirannya itu.
Nyata ibunya jeri kepada keluarga Kiauw.
536 Cit Im Kauwcu mengawasi anaknya.
"Siu Lan," katanya, perlahan, "kau baiklah menerima
baik lamarannya keluarga Kiauw itu. Mereka, ayah dan
anak, kosen sekali, sedang perjodohan itu, aku lihat tidak
dapat dicela. Sekarang ini kau sudah berusia delapan
belas tahun, dengan menikah siang-siang, tentu dirimu
telah ada ketentuannya."
Muka si nona menjadi merah.
"Ibu, terang kau jeri kepada siluman she Kiauw yang
tua itu, kau tidak menyayang dan menjual, anak
perempuanmu," katanya. "Kenapa kau menyatakan
perjodohan itu tidak ada kecelaannya" Bocah she Kiauw
itu justeru penggemar si rambut licin dan pipi berpupur,
sedang di rumahnya, dia telah mempunyai dua gundik.
Laki-laki semacam dia itu benarkah mahluk baik-baik?"
"Soal gundik, itulah gampang. Mereka dapat disuruh
pergi." Siu Lan mendadak menjadi gusar.
"Orang semacam dia, dapatkah diharap dia nanti tidak
mengambil pula yang baru?" katanya sengit. "Urusan
gundik ada urusan kecil, tak usah itu dikuatirkan, tetapi
yang penting ialah, ayah dan anak berdua itu biasa


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbuat sewenang-wenang, mereka dasarnya bukan
manusia baik-baik! Tidak, ibu. tidak dapat aku menikah
sama keluarga itu!"
"Mereka biasa berbuat sewenang-wenang, bukankah
itu tidak ada sangkut pautnya dengan kita?" tanya si ibu.
"Memang mereka bukannya bangsa kuncu akan tetapi
kita sendiri, orang menyebut kita kaum sesat..."
537 "Jadi menurut ibu, kita kedua pihak setimpal betul?"
kata Siu Lan tertawa dingin. Ia melampiaskan
kemendongkolannya dengan mengejek.
"Sedikitnya ilmu silat mereka itu tak ada tandingannya
di kolong langit ini," berkata sang ibu, mengegos.
"Ilmu silat tinggi saja apa artinya?" tanya si anak.
"Bukankah dulu hari itu ilmu silat guru ibu tidak jelek"
Habis kenapa ibu sering-sering mengutuk dan
mencacinya?"
Terperanjat hati Cit Im Kauwcu mendengar suara
puterinya ini. Dialah muridnya Ci Hee Tojin. Ketika usia
mudanya, hampir dia diganggu kehormatan dirinya oleh
sang guru. Karena itu. dia menyingkir dari rumah
gurunya itu. Kejadian itu membuatnya sakit hati dan
mendongkol hingga sepuluh tahun lamanya, karenanya,
sering dia mengutuk dan mencaci gurunya itu. Di luar
sangkaannya, anaknya ini telah mendapat dengar
kutukan dan cacian itu. Dan di luar dugaannya, sekarang
anak ini berani menyebutnya itu di hadapannya. Maka
menceloslah hatinya, hingga parasnya menjadi pucat
pasi. "Baik. baik!" kalanya nyaring, tetapi suaranya
menggetar, "mulai sekarang ini hingga selanjutnya, aku
tak akan tahu menahu lagi urusan pernikahanmu!"
Mendadak Siu Lan menjerit menangis, ia menubruk ke
rangkulan ibunya.
"Ibu, aku salah omong..." katanya sambil menangis.
"Dasar kita yang malang, kita selalu menjadi penghinaan
pihak laki-laki!..."
538 Ibu itu menjadi sabar pula. ia mengusap-usap rambut
anaknya. "Aku tahu di dalam hatimu sudah ada seorang lain."
katanya, perlahan. "Aku pun menginsafi, keluarga Kiauw
bukan saja mendesak bahkan memaksa kita. Hanya
sayang, sayang sekali, orang lain ada muridnya kaum
lurus bersih dan kita. kita tidak mencapai tingkat dia..."
Ibu itu menghendaki anaknya melupai Thio Giok
Houw. Mendengar perkataannya sang ibu. Siu Lan menjadi
malu dan " menyesal, ia berduka sekali, hingga air
matanya lantas mengucur pula dengan deras. Dia
menolak tangan ibunya dan berkata dengan keras:
"Memang aku tidak setimpal terhadap siapa juga! Untuk
seumurku, aku tidak akan menikah!"
"Anak Lan. jangan kau berduka demikian" Cit Im
Kauwcu membujuk. "Orang yang menjadi ibu. tidak ada
yang tidak memikirkan kebaikan anaknya. Hanya
mengenai kita ini. kedudukan ibumu benar-benar sukar.
Apakah kau tidak dapat mengerti ibumu" Baiklah, hari ini
kita menunda urusan perjodohanmu. Sekarang kau
bantulah memikirkan, tindakan apa kita harus ambil
untuk menentang keluarga Kiauw itu?"
Pikirannya Siu Lan kusut sekali, tak tahu ia mesti
memikirkan apa. Ia menangis. Lagi sekali ia nelusup di
dada ibunya. "Ibu!" katanya.
Tengah ibu dan anak ini tidak berdaya, seorang
bujang datang dengan wartanya bahwa "Si Tuan Le telah
datang pula memohon bertemu!"
539 Cit Im Kauwcu melengak.
"Anak Lan. pergi kau ke kamarmu," ia kata perlahan.
"Kau boleh beristirahat. Kau bawa pelana ini dan
simpan." Siu Lan menurut, ia berlalu bersama pelana
rampasannya itu.
Belum lama dari berlalunya nona ini. Kong Thian
muncul dengan senjata bonekanya di tangannya,
sembari tertawa lebar dia berkata: "Kauwcu, aku datang
untuk menyampaikan kabar girang!"
Cit Im Kauwcu menyambut dengan terpaksa.
"Kabar girang apakah itu?" tanyanya, sedang hatinya
tidak tenteram.
"Aku datang untuk mengantar panjar!" kata Kong
Thian. tetap n> aring.
" Tentang itu baiklah, baiklah dibicarakan... perlahanperlahan..."
kata nyonya rumah, yang hatinya sangat
kusut, hingga dia menjadi bingung sekali.
"Tentang barang antar panjar itu hendak aku
menjelaskan," kata Kong Thian, yang tidak mengambil
mumat keberatan orang. "Itulah barang yang di kolong
langit ini tidak ada tandingannya! Bahkan seorang
chiakiong nionio, permaisuri raja, tidak akan menerima
pesalin demikian macam!"
"Tetapi kami tidak mengharapi yang terlalu istimewa,"
kata Cit Im Kauwcu. "Laginya, tunggulah sampai
selesainya pembicaraan, baru itu diantarkan, itu waktu
masih belum terlambat..."
540 Akan tetapi Le Kong Thian. si comblang istimewa,
tertawa pula lebar-lebar.
"Pesalin itu sudah Kauwcu terima!" katanya nyaring.
"Kita adalah orang baik-baik. tidak dapat kita main gila!
Apakah Kauwcu hendak membatalkan perjodohan ini?"
Mendengar itu, Cit Im Kauwcu terkejut.
"Apakah itu?" diaa tanya. Tapi segera ia mendusin.
Hendak ia bicara, atau Le Kong Thian sudah mendahului.
"Tadi malam majikan kami yang muda kehilangan
sekor kuda tunggang." demikian katanya si manusia
raksasa "Tentang kuda yang hilang itu, sekarang telah
didapat keterangannya, ialah Kauwcu yang
mendapatkannya."
"Maafkan aku. kuda itu telah terbinasakan." kata
nyonya rumah. "Mulanya aku tidak tahu kuda itu
kepunyaan siapa..."
"Kuda itu tidak berarti apa-apa" kata Kong Thian.
"Adalah pelananya yang penting! Pelana itu memuat
bingkisan dari propinsi-propinsi Utara!"
"Mengenai ini, ingin aku memberi penjelasan," berkata
Cit lm Kauwcu. "Datangnya kami ke Utara ini memang
dengan niat kami membantui kamu. untuk membantu
melindungi bingkisan, maka itu kebetulan sekali, tanpa
disengaja, aku mendapatkan bingkisan itu. Tentu sekali
tidak berani aku mengangkangi itu. Maka lain hari saja
aku sendiri yang akan mengantarkan pulang."
Kauwcu ini berlaku terus terang. Ia pun mengharap,
dengan memulangi pelana itu, ialah bingkisan tersebut,
ia bakal tidak nanti dipaksa menikahkan puterinya
541 kepada keluarga Kiauw. Sebenarnya, berat ia akan
menyerahkan harta besar itu...
Le Kong Thian menggoyangi tangan.
"Majikanku telah mengubah pikirannya," kata ia. "Dia
bilang, daripada dipersembahkan kepada kaisar, lebih
baik dihaturkan kepada besannya. Maka itu, kauwcu,
begitu kau terima pesalin ini, lantas kau menjadi
hartawan besar yang nomor satu di kolong langit ini! Hal
yang demikian baik, ke mana lagi hendak dicari" Hanya
aku si orang perantaraan, aku ingin omong juga terus
terang. Ialah begitu kau menerima ini, kau harus
mengirim balasannya. Aturan pergi dan pulang,
bukankah?"
Demikian rupa si raksasa ini bicara, hingga sebagai
comblang, ia seperti merasa pembicaraan telah matang
dan pasti, sebagai juga ia tidak memberikan ketika lagi
akan Cit Im Kauwcu menolak.
Kauwcu dari Cit Im Kauw itu menjadi mendongkol
berbareng jeri. Dalam sejenak itu saja, pelbagai pikiran
telah menyandingi ia. semua itu berubah pergi datang
disebabkan ragu-ragunya. lantaran sulit untuknya segera
mengambil keputusan. Ia telah pikir: "Jikalau aku terima
pesalin ini, itu berarti aku bersanak sama seorang besan
jagoan, untuk pihakku, inilah tidak ada jeleknya." Tapi ia
pun memikir: "Hanyalah dengan begini, apa aku bukan
seperti telah menjual anak darahku" Pula si Lan tidak
sudi nikah anaknya itu!"
Oleh karena ia harus memberikan jawabannya, di
dalam kesangsianaja itu. kauwijoe ini lantas berkata:
"Tuan Le. aku mengucap terima kasih kepadamu sebagai
orang perantaraan, hanya sayang kami. si janda
542 sebatangkara dan si anak piatu, kami dari keluarga kecil,
kami tidak dapat menyiapkan pesalin. Habis, bagaimana
Tuan Le hendak menyuruh aku mengaturnya?"
Le Kong Thian tertawa lebar.
"Majikanku dapat mengantar panjar dengan bingkisan
dari lima propinsi Utara, mustahil karenanya dia masih
mengharap mendapatkan pesalin luar biasa dari pihak
kau?" ia berkata. "Untuk kauwijoe, pesalinmu adalah
yang wajar, yang telah siap sedia! Silahkan kauwcu
membuat salinan dari Pektok Pitpoen dan lantas
mengirimkan itu, semua lantas sudah beres!"
"Pektok Pitpoen" itu ialah kitab dari pelbagai macam
racun, kitab pusaka Cit Im Kauw, maka mendengar katakata
orang itu, Cit Im Kauwcu kata di dalam hatinya:
"Kiranya si siluman tua she Kiauw ini mengilar dan
mengarah kitab pusakaku itu! Aku tadinya menyangka
dia benar-benar bermaksud baik berbesan denganku..."
Le Kong Thian mengawasi orang, yang berdiam sekian
lama itu. "Majikanku lagi menantikan jawaban, bagaimana
pikiran kauwcu?" ia mendesak.
"Sukalah Tuan Le mengasi ketika untuk aku berbicara
dulu dengan anakku," berkata kauwcu itu dengan
jawabannya. "Dapatkah kau menantikan?"
"Majikanku bakal lekas datang ke mari." kata Kong
Thian. "maka itu tidak berani kami membuatnya kauwcu
menggeser kaki kemala dari kauwcu Kita harus berlaku
terus terang, jikalau kauwcu menghendaki berbicara
sendiri sama majikanku itu, nanti aku pergi
mengundangnya!"
543 Kembali inilah desakan dari si raksasa.
Cit Im Kauwcu terperanjat. Ia menjadi bergelisah.
"Tunggu dulu!..." katanya bingung.
Le Kong Thian berlaku tenang, dia tertawa gembira.
"Kamu berdua besan, lambat laun kamu bakal
bertemu juga!" katanya pula. "Maka itu daripada lambat
lebih baik cepat sedikit!"
"Biar bagaimana, aku mesti juga mendengar
pikirannya anakku," kata Cit Im Kauwcu, yang mesti
menyabarkan diri. "Inilah urusan untuk seumur hidupnya,
kami yang menjadi ayah ibu seharusnya berbicara dulu
dengannya..."
Sampai di situ. Kong Thian memperlihatkan wajah
tidak puas. Ia tertawa dingin.
"Anakku itu ialah anak semengga-mengganya,"
berkata Cit Im Kauwcu pula, "di dalam segala hal, tidak
mau aku mengambil keputusan yang bertentangan
dengan rasa hatinya. Pula anak itu telah aku biasakan
sangat menyayanginya. Aku kuatir dia nanti menerbitkan
tertawanya Kiauw Toaya!"
Mendengar demikian, Le Kong Thian tidak sampai hati
untuk mengejek terus. Akan tetapi ia tetap mendesak.
"Jikalau begitu, baiklah, silahkan minta si nona
keluar," katanya. "Sesama kaum kangouw, tak usahlah ia
main malu-malu. biar ia bicara terus terang di depan
kita." Oleh karena terdesak sangat, Cit Im Kauwcu pikir:
"Setelah urusan maju begini jauh, baiklah aku
mendengar pikiran anakku saja. Umpama kata ia tetap
544 menampik, apa boleh buat bencana bagaimana besar
juga harus dilawan!" Maka ia lantas menitahkan seorang
budaknya perempuan memanggil puterinya itu.
Im Siu Lan sendiri masuk ke dalam kamarnya untuk
lantas menyimpan pelana yang dipandang berharga itu,
kemudian ia memikirkan nasibnya sendiri. Ia menjadi
sangat berduka. Setelah mengunci pintu, ia menangis
sedih. "Lebih baik aku minggat, supaya ibu tidak menjadi
bersusah hati," pikirnya kemudian. Akan tetapi kapan ia
ingat kecintaan ibunya terhadapnya, ia merasa berat, ia
menjadi bersangsi. Dengan ibunya itu ia saling
mengandal, ia berat untuk berpisahan. Ia pun ragu-ragu
untuk merantau seorang diri. Ia ingat halnya ibunya
mempunyai banyak musuh, jikalau ia keluar sendirian
dan ada yang mengenali, ia bisa diganggu.
Kacau pikirannya nona ini. Justeru ia lagi bingung itu,
tiba-tiba telinganya mendengar ketukan tiga kali pada
daun jendela. Suara itu perlahan tetapi ia mendengar.
"Siapa?" ia tanya.
"Aku..." demikian suara jawaban, yang halus tetapi
terang. Siu Lan ragu-ragu. Suara itu ia rada kenal tetapi lupa.
Tapi ia tidak dapat bersangsi terus, maka ia membukai
pintu. Orang di luar itu, seorang wanita, lantas bertindak
masuk. Gesit gerakannya. Setibanya di dalam, ia terus
menutup pintu. 545

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona Im tentunya masih mengenal aku?" kata dia
bersenyum. Siu Lan tercengang, air mukanya berubah, la
mengenali le Sin Cu, suci atau kakak seperguruan dari
Thio Giok Houw. Ia mau lantas menghunus golok di
pinggangnya atau ia melihat nyonya muda itu
menjatuhkan diri duduk di kursi di depannya, sikapnya
tenang, air mukanya ramai.
"Kebetulan kau berada sendirian dalam kamarmu ini.
Nona Im," berkata Sanhoa Lihiap, si nona Penyebar
Bunga. "Aku memang ingin bicara berdua saja."
Siu Lan masuki pula goloknya, yang ia sudah cabut
separuh. Wanita di depannya itu tidak menunjuki sikap
bermusuh, bahkan sebaliknya manis budi.
"Kau ingin bicara apa padaku?" ia tanya, dingin
Sin Cu tidak menjawab, hanya ia balik menanya
"Le Kong Thian ada di luar rumah ini, tahukah kau?"
demikian tanyanya.
Air mukanya nona ini berubah-ubah. Ia mendongkol
berbareng malu dan berduka. Ia memegang erat-erat
gagang goloknya.
"Biarpun kepandaianku rendah, tidak dapat orang
perhina aku!" katanya. "Nona le, adakah datangmu ini
untuk mengejek aku?"
"Nona Im, jangan kau pikir yang tidak-tidak." kata Sin
Cu. "Aku justeru datang untuk membantu kau."
"Kau hendak membantu aku?" berkata Siu Lan,
tertawa dingin, "Aku yang telah mengganggu pihakmu"
Bukankah kami telah merampas bingkisan yang diarah
546 olehmu" Kau tidak membenci aku, sebaliknya kau
hendak membantu" Hm! Hm! Jikalau kau hendak turun
tangan, nah, kau bunuhlah aku! Untuk apa kau bicara
manis begini?"
Sin Cu tertawa.
"Urusan yang kau sebutkan itu, semua itulah sudah
berlalu!" katanya. "Lagi pula aku telah mengetahui jelas,
semua itu adalah gara-garanya pihak she Kiauw itu, yang
mencoba menggunakan ibumu selaku alat. Maka, untuk
apa aku membencimu" Aku justeru tidak menghendaki
kau menjadi kurban, maka sekarang aku datang untuk
membantu kau. Seandainya kau tidak percaya aku,
terserahlah!"
Siu Lan menatap matanya nyonya muda di depannya
itu, ia merasa sinar mata orang halus dan pemurah,
maka itu, ia lantas mengambil tempat duduknya. Ia tidak
lagi bersikap kaku atau bengis seperti tadi. Hanya tidak
dapat ia segera mengubah suaranya.
"Baiklah," katanya, nadanya masih rada bermusuh,
"baiklah aku anggap kau bukanlah lawanku, aku mau
percaya kau tidak membenci aku. Toh aku tetap
musuhmu, habis apa perlunya kau hendak membantui
aku?" Nyonya Yap Seng Lim tertawa pula.
"Aku tidak menganggap kau sebagai musuhku!"
katanya ramah. "Sebaliknya, aku ingin menjadi
sahabatmu."
Siu Lan tertawa dingin.
547 "Kamu dari bangsa sejati!" katanya. "Kamu pendekarpendekar
wanita yang kenamaan! Kamu memandang
mata pada kami kaum sesat" Sudah, jangan kau
mendustakan aku! Kau toh datang untuk pelana, bukan?"
"Aku datang pertama-tama untuk dirimu sendiri, baru
untuk pelana itu."
Siu Lan tertawa pula dingin.
Ia seperti mau mengatakan: "Tepat dugaanku!"
Sin Cu tidak mengambil mumat sindiran itu.
"Adik kecil, jadinya kau pun menginsafi perbedaan
antara si sejati dan si sesat?" katanya manis. "Cobalah
kau bilang, apa itu yang sejati, yang benar" Dan apa itu
yang sesat?"
Sebenarnya juga, belum pernah Siu Lan memahamkan
perbedaan antara yang sejati dan yang sesat itu, maka
ditanya demikian rupa, ia melengak.
"Kamu yang dinamakan kaum benar, kamulah kaum
sejati." sahutnya kemudian.
Sin Cu tertawa.
"Baiklah kau mengerti, perbedaan di antara sejati dan
sesat itu tidak dapat dilihat dari diri orang," ia berkata,
"bukan dari asal-usulnya, hanya dari perbuatannya, dari
sepak terjangnya! Siapa yang melakukan apa-apa yang
ada faedahnya untuk chalayak ramai, dialah orang kaum
benar, kaum sejati. Siapa yang merusak atau mencelakai
umum, dialah kaum sesat. Umpama urusan merampas
bingkisan pelbagai propinsi ini. Kami merampas itu buat
guna tentara rakyat, yang membutuhkan makanan dan
pakaian, supaya mereka dapat melawan penyerangan
548 bangsa Tartar dan perampok, supaya bangsa asing dan
perampok itu tidak dapat mengilas-ilas sawah ladang
rakyat jelata, agar mereka tidak merampas jiwanya
rakyat negeri. Jadi inilah tindakan untuk kebaikan umum.
Tidak demikian dengan keluarga Kiauw itu. Pihak Kiauw
merampas bingkisan untuk dibawa ke kota raja supaya
dengan begitu dia dapat mengangkat namanya di empat
penjuru laut. maksudnya guna menindih kaum Rimba
Persilatan sejati. Sepak terjangnya itu ada baiknya untuk
raja, ada pentingnya untuk mereka sendiri, sebaliknya
untuk rakyat, mereka tidak berarti! Nah. di sinilah beda
yang tedas dari apa yang sejati, apa yang benar,
daripada yang sesat. Mengertikah kau sekarang?"
Seumurnya, Im Siu Lan belum pernah mendengar
orang bicara begini rupa terhadapnya. Maka itu ia lantas
saja duduk menjublak, pikirannya menjadi kacau.
"Maka itu, benar atau sesat, orang lihatlah
perbuatannya sendiri!" Sin rjoe berkata pula. matanya
mengawasi nona itu. "Sekarang pikirlah tentang pelana
itu: Kau suka menyerahkannya itu pada kami, pada pihak
Kiauw atau kaum sendiri yang menghendakinya?"
"Aku tidak mentemahai itu tetapi juga pasti aku tidak
akan menyerahkannya pada pihak Kiauw!" menjawab Siu
Lan. "Orang yang mempedayakan kau ialah si siluman tua
she Kiauw itu, bukannya kami, mengertikah kau?" tanya
Sin Cu perlahan.
Nona Im menjadi sangat bersusah hati. lantas saja ia
menangis. 549 Sin Cu menghampirkan. ia mengusap-usap rambut
orang "Marilah kau turut pihakku," bujuknya. "Dengan pergi
pada pihak kami, kau tidak usah takut lagi terhadap
mereka itu."
Siu Lan mengangkat kepalanya. "Tidak, aku tidak mau
pergi pada pihakmu." katanya. "Baiklah, pelana itu aku
serahkan pada kau. Kau tidak usah memperdulikan pula
padaku. Aku telah mengambil ketetapan untuk pergi
merantau seorang diri!"
Nona ini malu kepada Giok Houw, yang
memperlakukan ia dengan dingin. Sebenarnya ia ketarik
akan kata-katanya Sin Cu itu.
Untuk sejenak Nyonya Yap heran, atau segera ia
sadar. "Baiklah." katanya kemudian. "Baiklah kalau untuk
sementara waktu kau berpisah dari ibumu, supaya dia
pun menjadi tidak terlalu sulit." Ia mengeluarkan sehelai
bendera kecil dan menyerahkan pada nona itu. "Inilah
bendera lengki dari Kimto Cecu. setiap orang kaum sesat
di dunia kangouw yang melihat ini akan memandangmu
sebagai sahabat. Kau simpanlah baik-baik."
Siu Lan lantas mempercayai nyonya muda ini, ia
menerima baik bendera itu. Ia lantas ingat yang ia
pernah melukakan anaknya Kimto Cecu, ia menjadi
menyesal, lantas ia mengucurkan air mata.
Ketika itu di luar, Le Kong Thian telah mengunjuki
kemurkaannya. Sekian lama ia menantikan, ia tidak
mendapatkan Nona Im muncul.
550 "Aku tidak cukup bermuka terang untuk mengundang
keluar puterimu!" katanya dingin, saking mendongkol.
"Baiklah, aku nanti minta majikanku sendiri yang
datang ke mari. untuk kamu berbicara berduaan!"
Habis berkata, raksasa ini memperdengarkan suitan
panjang. Cit Im Kauwcu kaget berbareng mendongkol. Tidak
sempat ia mencegah tindakan comblang ini. Ia
mendongkol karena orang mendesak demikian rupa. Dan
ia kaget sebab ia ketahui baik sekali, apabila pihak Kiauw
ayah dan anak sampai datang padanya, bagaimana ia
harus melayani mereka itu" Ia tidak menyangka, dalam
kedudukan sebagai budak, Kong Thian menggunakan
pengaruh majikannya begitu macam. Bukankah ia, biar
bagaimana juga ada kauwcu, seorang ketua agama"
Panjang siulannya Kong Thian, baru suara itu berhenti
lalu terganti suara tertawa yang nyaring, yang datangnya
dari pojok taman.
Cit Im Kauwcu mendongkol hingga ia bermuram durja.
Kong Thian agaknya heran. Katanya: "Kenapa
datangnya begini cepat?" Ia pikir, umpama kata
majikannya berada di gunung di dekat situ, datangnya
tidak nanti secepat itu. Hanya sejenak, lantas ia menjadi
kaget. Sekarang ia dapat membedakan suara tertawa itu.
Tapi sekarang ia kaget pun sudah kasip. Orang yang
tertawa itu sudah lantas muncul. Ia melengak kapan ia
mengenali, Hok Thian Touw suami isteri dan mereka itu
dikawani Thio Giok Houw serta
Liong Kiam Hong. Sedang suara tertawa itu nyata
dikeluarkan oleh Giok Houw.
551 Cit Im Kauwcu heran akan tetapi ia bernapas lega. Ia
lantas mengerti, karena orang kedua pihak telah datang,
urusan pasti bakal menjadi hebat, sulit untuk
mengurusnya- Ia heran mengapa orang datang dengan
demikian merdeka seperti juga taman keluarga Tang
tidak ada orangnya. Bukankah Tang Bok bukan
sembarang orang dan murid-muridnya serta orangnya
tidak sedikit jumlahnya" Kenapa empat orang ini dapat
datang langsung tanpa terpergok atau terintang"
Melihat datangnya Kiam Hong dan Giok Houw, Le
Kong Thian merasa heran, hatinya tidak berpikir banyak.
Adalah kemudian, tatkala ia menampak Hok Thian Touw
suami isteri, yang muncul belakangan, baru hatinya
goncang. Inilah ia tidak sangka sama sekali.
Tidak pernah Kong Thian menerka bahwa Sin Cu dan
rombongannya Thian Touw ini telah bersepakat dan
bekerja sama bahwa Thian Touw dan kawan-kawannya
tidak bakal muncul apabila Kiauw Pak Beng tidak
memperlihatkan diri.
"Syukur kalau aku dapat memperlambat waktu."
kemudian Kong Thian pikir. Ia tahu lihainya Thian Touw
dan ia jeri. "Asal majikanku datang, aku tidak usah takuti
apa juga..."
Thio Giok Houw menghampirkan dengan tindakan
lebar dan tertawa bergelak.
"Le Kong Thian, kau pun ada di sini?" dia tanya.
"Bukankah kau datang untuk minta pelana?"
Kong Thian dapat menenangkan dirinya. Ia
mengangkat kedua tangannya untuk memberi hormat.
552 "Di dalam tempo beberapa bulan telah tiga kali kita
bertemu, sungguh kita berjodoh!" katanya. "Kau bicara
tentang pelana-pelana apakah itu?"
Raksasa ini mulai dengan siasatnya, untuk mengulur
tempo. "Fui!" Giok Houw mengasi dengar suaranya, lalu terus
ia tertawa mengejek. Ia kata: "Benar! Memang kita
sangat berjodoh! Nah. mari, mari! Mari kita bertempur
pula!" Kong Thian berlaku tenang.
"Kamu baru sampai, kamu beristirahatlah dulu!"
katanya tertawa lebar.
"Marilah kita mengurus pekerjaan kita," berkata In
Hong, menyelak. "Sebentar kita bertaruh dengannya!"
Lantas ia mengeluarkan sebuah kotak kehormatan, yang
mana ia haturkan kepada Cit Im Kauwcu seraya ia
berkata: "Dengan memandang mukanya Kimto Cecu,
kami minta Kauwcu sukalah membayar pulang itu
pelana!" Kedua matanya nyonya rumah menyapu dari kiri ke
kanan, mulai dari mukanya ln Hong berhenti sampai
pada Giok Houw. atas mana bocah tanggung itu
mengangkat kedua tangannya, dirangkap, untuk
memberi hormat seraya berkata: "Kemarin aku berbuat
salah, aku mohon Kauwcu tidak buat kecil hati."
Cit Im Kauwcu tidak berani lantas menerima kotak
kehormatan itu. Ia menjadi bingung sekali. Orang telah
memakai aturan kaum kangouw. membuat kunjungan
kehormatan atas nama Kimto Cecu. menghaturkan maaf
seraya meminta pelana...
553 "Hm! Hm!" Le Kong Thian mengasi dengar ejekannya
melihat sikapnya In Hong dan Giok Houw itu. "Kami
datang untuk meminta sesuatu dengan sikapmu yang
keras ini, benar-benar di mata kamu sudah tidak ada
orang lainnya lagi! Kauwcu, jangan takuti mereka, pasti
sekali kami tidak dapat membiarkan kau terhinakan!"
Sengaja Kong Thian mengatakan demikian walaupun
ia ketahui orang datang dengan hormat dan Kimto Cecu
telah berlaku merendah dan mentaati aturan kangouw. la


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetap mengulur tempo sambil berbareng mencoba
memancing kemarahannya Cit Im Kauwcu.
Nyonya itu mengerti duduknya hal tetapi ia masih
terpengaruh oleh ketangguhannya si siluman tua she
Kiauw dan anaknya, karena mana tetap ia terbenam
dalam kesangsian.
Giok Houw menjadi habis sabar.
"Baiklah", serunya. "Mari aku membuat perhitungan
lebih dulu denganmu!" Ia menikam dengan golok Bianto
kepada raksasa she Le itu. Ia menggunakan tikaman "Si
kuda tunggang mendadak melonjak."
Liong Kiam Hong berdiam semenjak tadi tetapi
tangannya sudah menghunus pedangnya, pedang
Cengkong kiam, maka melihat kawannya menyerang, ia
segera maju menyerang pula, untuk bertempur bersama
mengepung musuh yang tangguh itu.
Le Kong Thian menggeraki tangannya, untuk dengan
tokkak tongjin. bonekanya, menangkis serangan kedua
muda-mudi itu. Mulanya ia menyampok golok Bianto.
hingga senjata mereka beradu keras, suaranya nyaring,
554 lelatu apinya muncrat ke empat penjuru. Tangkisan itu
membuatnya si anak muda mundur tiga tindak.
Adalah itu waktu, pedangnya Kiam Hong bekerja.
Giok Houw bukannya kalah, ia maju pula, ia
merangsak dengan mainkan goloknya bersatu padu
dengan pedang si nona.
Kong Thian lihai dan bonekanya hebat akan tetapi
segera juga dia kena didesak hingga lantas dia berada di
bawah angin. Giok Houw kalah tenaga tetapi ia bernyali besar, ia
tidak takut si raksasa bertenaga luar biasa itu, jikalau
perlu, ia berani melawan keras dengan keras. Ia telah
mempunyakan latihan yang tujuh bagian sudah
menyampaikan puncaknya kemahiran. Maka itu, dengan
si nona sangat lincah, nona itu dapat mempergunakan
kelincahannya untuk mendesak dengan licin. Hanya
sayang, dia kalah tenaga terlalu jauh, tempo Kong Thian
menggunakan kekerasan, dia kena terdesak mundur tiga
tindak. "Bocah cilik, kamu main mengepung" membentak
Kong Thian, yang mendongkol bukan kepalang. "Baiklah,
mari kita main keroyok-keroyokan!"
Kata-katanya si raksasa yang belakangan ini ditujukan
kepada Cit Im Kauwcu, yang ia pancing kemarahannya,
supaya kauwcu itu turun tangan. Ia percaya, kalau pihak
Cit Im Kauw membantu padanya, sedikitnya
pertempuran itu menjadi berimbang hingga berhasillah
siasatnya mengulur tempo, untuk menanti munculnya
Kiauw Pak Beng ayah dan anak. Ia percaya Cit Im
555 Kauwcu dan orang-orangnya bisa melibat Hok Thian
Touw dan Leng In Hong...
Akan tetapi raksasa ini tidak mencapai maksudnya
yang licik itu. Di luar dugaannya, Cit Im Kauwcu tidak
turun tangan. Kauwcu itu tidak turun tangan sendiri,
orangnya juga tidak dititahkan maju untuk mengepung.
Ia hanya berdiri menonton...
"Kauwcu," berkata In Hong. "haraplah kau terima
kotak kehormatan kami ini. habis itu kita boleh membuat
pembicaraan."
"Sabar dulu" menyahut Cit Im Kauwcu.
Tepat sama suaranya nyonya rumah itu, satu benda
datang menyamber. tidak perduli In Hong lihai, kotak di
tangannya kena tersamber hingga terdengarlah suara
yang nyaring, menyusul mana sebuah besi thielian ci
jatuh ke tanah!
Nyonya Hok Thian Touw terkesiap hatinya, karena ia
ketahui baik siapa yang datang, yang kedatangannya
didului dengan serangan gelap itu.
Benar, lantas juga terdengar suara nyaring dari Kiauw
Pak Beng: "Kauwcu, sukalah kau menanti sebentar,
hendak aku mengusir dulu ini beberapa bocah dari
tingkatan muda! Sebentar nanti kita memasang omong!
Siauw Siauw. lekas kau memberi hormat pada peebomu!"
Kata-kata ini lantas disusul sama tertawa terbahakbahak
dan kata-kata susulannya: "Hok Thian Touw. kau
tidak pulang ke Thiansan, kau kiranya masih mau usilan
di sini!" Thian Touw heran dan tergempur nyalinya. Ia
melihatnya Kiauw Pak Beng telah dapat berjalan dan
556 agaknya orang menjadi sehat sekali. Tapi ia ingat akan
janjinya terhadap isterinya, ia tidak mau mundur. Ia
kata: "Baiklah kita memegang kata-kata kita! Silahkan
locianpwee pulang dulu ke Kunlun San. nanti kami pun
tidak suka usilan lagi!"
Pak Beng tertawa dingin.
"Thian Touw, kau tidak kenal keadaan!" katanya.
"Maka hari ini aku si tua tidak dapat berlaku sungkansungkan
lagi terhadapmu! Baiklah, mari aku menyaksikan
pula ilmu pedang Siangkiam happek dari kamu suami
isteri!" Jago tua ini segera menggeraki kaki kirinya, yang
masih pincang, karena kaki itu belum sembuh
seluruhnya. Dengan tongkat besinya ia menekan pada
tanah, maka majulah tubuhnya, setelah mana ia mulai
dengan serangannya. "Naga naik ke langit." Sasarannya
ialah pusar dari Hok Thian Touw.
Thian Touw menghalau serangan itu, atas mana In
Hong lompat ke sampingnya, dengan begitu berdua
mereka menjadi berdiri bersama menghadapi lawan yang
tangguh itu, pedang mereka berkilauan, suara anginnya
menderu-deru. suara bentrokannya nyaring dan berisik,
sebab mereka berani membentur tongkatnya jago tua
itu. Kiauw Pak Beng memainkan tongkatnya hebat sekali,
ia mendesak mundur sepasang suami isteri itu sampai
empat atau lima tindak. Tetapi mereka hanya mundur
seketika, lalu mereka maju secara teratur, sebagaimana
mundurnya pun tidak kalut. Bahkan mereka berhasil
mendesak si orang she Kiauw juga mundur dua tiga
tindak. 557 Dengan begitu mereka kedua pihak bergantian saling
merangsak. hingga sebentar saja mereka telah
menghabiskan belasan jurus.
Kiauw Siauw Siauw mengawasi pertempuran itu,
lantas hatinya menjadi tenang. Ia percaya pihaknyalah
yang bakal menang. Maka ia mentaati titah ayahnya.
Sambil mengipas-ngipas, ia bertindak perlahan
menghampirkan nyonya rumah, untuk mengunjuk
hormatnya. "Sudah lama sekali siauwtit memikir untuk datang
berkunjung, hari ini barulah maksudku itu terwujud,"
katanya dengan manis, "hal ini membikin siauwtit sangat
bersyukur. Ayahku mengutus kuasa kami, Le Koanke,
untuk menyampaikan maksud hati kami, maka itu
sekarang siauwtit memohon petunjuk dari peebo.
petunjuk yang akan membuatnya siauwtit merasa
beruntung sekali."
Cit Im Kauwcu lantas berkesan baik terhadap ini anak
muda. yang romannya tampan, yang sikapnya hormat
dan gerak-geriknya halus omongannya pun rapi. Lantas
ia berpikir: "Thio Giok Houw itu benar murid kaum sejati
dan usianya sepantar dengan anakku, tetapi sayang dia
jumawa dan terhadap anakku juga dia tidak meny inta,
maka itu baiklah aku mengikat tali persanakan dengan
keluarga Kiauw ini." Akan tetapi kapan ia ingat si tua
bangka she Kiauw yang aneh gerakgeriknya, yang
telengas, hatinya mundur pula. Ia pun ingat yang Siu Lan
telah bersumpah tak sudi menikah dengan si pemuda she
Kiauw. Akhirnya ia menjadi ragu-ragu.
"Jangan menggunakan banyak adat peradaban,
hiantit," ia berkata. "Koankee-mu telah dua kali datang
558 berkunjung ke mari, aku sendiri belum membalasnya,
aku malu, aku malu sekali. Hiantit. silahkan duduk!"
Siauw Siauw tidak puas mendapatkan nyonya itu tidak
mau menimbulkan soal, lantas ia tidak mau berlaku
sungkan lagi. "Apakah adik Siu Lan ada di rumah?" ia bertanya.
"Bolehtah siauwtit menemui dia?"
Sejak tadi Cit Im Kauwcu sudah menitahkan budaknya
memanggil puterinya itu. sampai sekian lama sangputeri
belumjuga muncul. Karena terjadinya pertempuran itu. ia
seperti lupa hal puterinya itu, tetapi sekarang
perkataannya si pemuda membuatnya bagaikan sadar.
"Aneh! Kenapa dia belum juga keluar?" pikirnya. "Tua
bangka she Kiauw ini aneh dan telengas tetapi anaknya
ini agaknya beda daripada dia. benar anak ini telah
memelihara dua gundik, tetapi itulah bukannya soal
besar. Bukankan aku pun dipanggil kaum kangouw
sebagai kaum sesat, karenanya, apa mungkin Siu Lan
akan menikah sama bangsa sejati, bangsa budiman"
Maka baiklah aku menyuruh dia keluar akan menemui
pemuda ini, akan melihatnya, mungkin setelah itu.
pikirannya akan berubah." Karena ini ia lekas menyahuti
pemuda itu, katanya: "Tunggulah sebentar, hiantit!" Ia
pun menitahkan seorang muridnya: "Pergi kau panggil
Siu Lan keluar! Sekalian suruh ia membawa pelana
bersama!" Mendengar perkataan nyonya itu, senang hatinya
Siauw Siauw. "Andaikata pernikahan gagal, pelana itu toh aku akan
dapat kembali," demikian ia pikir.
559 Lewat lagi sekian lama, Siu Lan tetap belum keluar
juga. Siauw Siauw turun ke tangga lorak, dari situ ia melihat
pertempuran di antara dua rombongan berjalan seru di
kedua paseban. Thian Touw dan In Hong hebat sekali
permainan pedangnya, gerakannya lincah dan tepat,
sepasang pedang mereka bagaikan bianglala. Di depan
mereka, Kiauw Pak Beng juga Iiehay luar biasa, tongkat
besinya bergerak-gerak bagaikan siluman ular atau naga
berbisa, anginnya selalu menghembus-hembus keras.
Lihai pedangnya suami isteri itu tetapi mereka tidak
sanggup menembus "bentengan" tongkat itu, yang
sebaliknya saban-sabanjuga menerjang dahsyat sekali.
Di lain rombongan, Kong Thian pula tetap dikepung
berdua muda-mudi, Thio Giok Houw dan Liong Kiam
Hong. Seperti In Hong dan Thian Touw. pasangan muda
ini dapat mempersatukan golok dan pedang mereka
dengan begitu mereka menjadi sanggup melayani
boneka besar dan berat dari si manusia raksasa. Juga
inilah pertempuran mereka yang ketiga kalinya, maka itu.
perpaduan muda-mudi itu menjadi terlebih-lebih tepat,
sebab mereka bagaikan sudah terlatih cukup.
Le Kong Thian kuat dan gagah, tetapi ia repot
melayani kedua lawannya ini. Di dalam pertempuran
yang pertama kali, ia bisa berkelahi sampai tiga ratus
jurus, baru ia kena dikalahkan, akan tetapi kali ini. belum
sampai seratus jurus, ia sudah merasakan sulit, maka
juga bonekanya bagaikan dililit pedang dan golok.
Giok Houw seperti biasa berani keras melawan keras,
tidak demikian dengan Kiam Hong, yang menggunakan
kelincahannya, menyingkir dari bahaya berbareng
560 mengancam musuh, ia mendesak hingga ia bagaikan
berada di sekitar raksasa itu.
Kiauw Siauw Siauw mengawasi Kong Thian, si
koankee atau pengurus rumah tangganya di dalam
tempo yang pendek, ia mendapatkan orangnya itu sudah
tujuh atau delapan kali menghadapi ancaman, hingga ia
menjadi berpikir: "Ayahku dapat menandingi suami isteri
Thian Touw. tidak demikian dengan Kong Thian. Perlu
aku bantu dia. "
Pemuda ini berpikir demikian berbareng dengan
keinginannya untuk mempertontonkan kepandaiannya di
hadapan Jjit Im Kauwcu. si calon mentua. Ia lantas
merapihkan pakaiannya, ia terus menutup rapat
kipasnya. "Kawanan manusia ini mengganggu rumah orang,
mereka sangat tidak tahu aturan!" katanya bersenyum.
"Peebo, biarlah siauwtit bekuk mereka untuk peebo nanti
yang menghukumnya sekalian ini dapat dipakai bingkisan
kehormatanku yang hari ini siauwtit telah menjenguk
peebo." Begitu lekas ia berhenti bicara, Siauw Siauw lompat ke
arah rombongannya Kong Thian, tanpa membilang apaapa,
ia menyerang Thio Giok Houw. Itulah si pemuda
yang ia benci, kepada siapa ia hendak melampiaskan
kebenciannya. Kemarin ini ketika ia dibekuk Thian Touw,
di saat dilakukan penukaran orang tawanan, Giok Houw
telah menotok padanya, hingga ia menderita dan malu.
Maka sekarang iatidak mengenal kasihan lagi. tak sudi ia
main pandang-pandang, lantas ia menurunkan tangan
telengas, menotok jalan darah citong hiat di punggung
pemuda itu. 561 Giok Houw melihat datangnya serangan, sembari
memutar tangannya ia menangkis ke belakang dengan
jurusnya "Koaybong hoansin." atau "Siluman ular naga
berjumpalitan." Jurus ini tidak cuma menangkis tetapi
pun berbareng membabat lengan lawan.
Kiauw Siauw Siauw seperti telah menduga musuh
bakal membela diri sambil menyerang itu, ia tidak
melanjuti serangannya hanya sebaliknya ia menyambuti
babatan itu. Ia menotok golok si anak muda sambil ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berseru: "Kena!" Setelah itu, ujung kipasnya meluncur
pula terus ke punggung!
Hebat ancaman itu untuk Giok Houw. Dengan kena
ditotok kipas, goloknya kena terintangkan, dan dengan
goloknya terhalau, punggungnya kembali menghadapi
ancaman bencana!
Di dalam saat ia sangat terancam ini. Giok Houw
memperoleh pertolongan dari Kiam Hong yang gesit dan
matanya tajam. Nona ini menyaksikan musuh mendapat
bantuan, bahkan pemuda she Kiauw itu yang lihai, ia
waspada. Demikian, ketika Giok Houw dibokong dan
ujung kipas Siauw Siauw mengancam itu, ia
meninggalkan Kong Thian. ia lompat kepada anaknya
Kiauw Pak Beng, untuk menikam pempilingannya.
Dengan begitu ia bukan menolongi kawan dengan
menangkis hanya dengan menyerang. Di waktu ia
meninggalkan Kong Thian. ia mengibas dengan tangan
bajunya hingga mata si raksasa manusia bagaikan
kelilipan. Kiauw Siauw Siauw mengarah citong hiat Giok Houw,
jalan darah yang berbahaya itu. sedang begitu, ia juga
terancam bagian anggauta tubuhnya yang tak kurang
562 berbahayanya ia menjadi terperanjat. Meneruskan
menikam Giok Houw berarti ia manda ditusuk
pempilingannya itu, maka itu, mungkin ia berhasil,
mungkin juga ia sendiri bercelaka... Ia menyayangi
jiwanya, ia mesti mengambil putusan. Demikian, batal
totokannya, ia menggunakan kipasnya menangkis
pedang si nona hingga ia bebas dari kematian atau luka
parah. Giok Houw bebas tetapi ia tidak berhenti bergerak,
justeru itu Kong Thian maju untuk mengejar Nona Liong,
ia lantas pegat musuh ini, untuk dirintangi. Ia menangkis
bonekanya koankee keluarga Kiauw itu sambil ia
mengeluh di dalam hatinya: "Sungguh berbahaya!"
Segera setelah itu, rombongan ini juga
memperlihatkan perubahan. Dengan Kong Thian dibantu
Siauw Siauw, tuan mudanya ia tidak lagi terjatuh di
bawah angin, bahkan berdua mereka lantas menjadi
lebih unggul. Mereka berdua kuat dan lihai masingmasing,
mereka dapat mengimbangi Kiam Hong dan Giok
Houw. Untung bagi si pemuda she Thio. ilmu silatnya
banyak ragamnya ia dapat menggunakan itu akan
mempertahankan diri. Maka juga meski ia dan Kiam
Hong kalah unggul, mereka tidak bisa lantas dikalahkan.
Mereka melawan dua musuh tetapi tetap mereka bisa
menggunakan ilmu silat mereka yang bersatu padu.
Cit Im Kauwcu menyaksikan pertempuran itu. Ia
merasa kagum untuk kelihaian Siauw Siauw, akan tetapi
di samping itu, herannya bersusun tindih. Siu Lan,
puterinya tetap tidak kunjung tiba! Dari heran, ia menjadi
bercuriga hingga timbul niatannya untuk masuk sendiri
ke dalam, untuk melihat anaknya itu. Kenapakah si anak
dara" 563 Hampir nyonya jago ini bertindak masuk atau matanya
melihat munculnya seorang muridnya hanya dia itu
bukannya murid yang tadi dititahkan memanggil
anaknya. "Apakah kau melihat Siu Lan?" ia mendahulukan
menegur. "Aku tidak melihat suci." menyahut murid itu. "Aku
datang atas namanya Tang Toaya..."
Kembali Cit Im Kauwcu menjadi heran. Ia meminjam
tempatnya Tang Bok, musuh telah tiba, Tang Bok sendiri
tidak muncul, atau sekarang muridnya membawa warta
tentang Tang Bok itu.
"Apakah katanya?" ia tanya muridnya itu.
"Tang Toaya memberitahu bahwa ia tidak berani
mendapat salah dari Keluarga Kiauw berbareng juga
tidak mau mendapat salah dari Kimto Cecu. maka itu ia
telah pergi meninggalkan rumahnya. Untuk itu ia mohon
Kauwcu memaafkannya."
"Hm, dia sungguh licik!" kata kauwcu itu. mendongkol,
la mengatakan demikian sedang sebenarnya ia sendiri
pun ingin sangat lolos dari kesulitannya ini, ia hanya
tidak memperoleh ketika atau jalannya. Ia menjadi
semakin kusut pikirannya kapan ia menyaksikan
keunggulan di pihak Kiauw itu, yang lagi melayani musuh
dengan hebat. Selagi bertempur itu dengan perlahan-perlahan Kiauw
Siauw Siauw mempergunakan ilmu totok dengan
kipasnya, yaitu Tiatsi Sinkang, dengan itu ia membuat
Giok Houw kelabakan. melihat mana. ia merasa puas
sekali. Begitulah ia tertawa dan berkata kepada
564 lawannya: "Bangsat cilik, kau lihat apakah kau masih
sanggup lolos dari telapakan tanganku!"
Tepat pemuda she Kiauw ini mengeluarkan ejekan
atau kata-katanya yang jumawa itu, di sana terdengar
jeritan tertahan dari Cit Im Kauwcu. Sebab tengah dia
bingung itu, nyonya ini mendadak melihat munculnya Ie
Sin Cu. yang muncul dari dalam rumah, dengan di
pundaknya nyonya muda itu tergemblok Im Siu Lan,
puterinya dan puterinya itu terpanggul terkulai, tak ada
tanda-tandanya bahwa ia melakukan perlawanan, hingga
dia menjadi heran sekali dan menduga-duga apa yang
Sin Cu telah perbuat pada anaknya itu. Di lain pihak, Sin
Cu, yang sebelah tangannya menenteng pelana dengan
tangannya yang lain sudah menghamburkan tujuh
batang kimhoa atau bunga emasnya dalam tipu silatnya
"Thianli Sanhoa" atau "Bidadari menyebar bunga."
Serangan senjata rahasia itu diarahkan kepada Kiauw
Pak Beng, ketika kimhoa hampir mengenakan sasaran,
dengan sendirinya ke tujuh senjata itu bentrok satu
dengan lain hingga menerbitkan suara nyaring, lantas
semuanya mencar sendirinya, mengarah ke tujuh tempat
sasaran. Ialah yang tiga mencari jalan darah soanki.
tionghu dan lengkiu di dada yang empat lainnya menuju
ke empat jalan darah lengthay, ciyang, bengbun dan
yangkwan di punggung. Jadi serangan menuju
menggencat ke depan dan belakang.
Di dalam kalangan kaum sesat, atau di antara
kawanan hantu. Kiauw Pak Beng menjadi jago yang
nomor satu. di dalam keadaan biasa dia pasti tidak
menghiraukan senjata rahasianya Nona Ie, akan tetapi
sekarang keadaan lain. Sekarang ia lagi memusatkan
perhatiannya kepada Hok Thian Touw dan Leng In Hong,
565 ilmu pedang siapa yang bersatu padu, tengah
mempersulit padanya walaupun latihannya sepasang
suami isteri itu belum menyampaikan puncaknya
kemahiran. Tidak berani ia lengah, atau ia bakal
mendapat susah dan nama baiknya bakal tercemar. Ia
pun tidak berani menangkis atau berkelit, maka dengan
sangat terpaksa, ia menutup dirinya, ialah tubuhnya.
Maka ketika semua bunga emas mengenai sasarannya, ia
tidak terluka, ia tidak bergeming! Semua kimhoa seperti
mengenai kulit kerbau yang tebal, kenanya dengan
menerbitkan suara nyaring berulang-ulang, lantas
semuanya meluruk jatuh ke tanah!
Sin Cu kaget menyaksikan kegagalannya bunga
emasnya itu. ia menyangka Kiauw Pak Beng mempunyai
ilmu kebal yang luar biasa, dari itu tanpa ayal lagi ia
melanjutkan larinya, untuk menyingkir dari tempat yang
berbahaya itu. Ia kabur dengan terus menggendong Im
Siu Lan. Cit Im Kauwcu kaget dan menjublak sebentar, lantas
dia menjerit tajam sekali, lantas dia berlompal lari, untuk
mengejar Nyonya Yap Seng Lim, guna menolongi
puterinya itu. Kiauw Siauw Siauw tengah berkelahi tetapi ia pun
mendapat lihat Sin Cu dan Siu Lan, ia telah menyaksikan
serangannya Nona Ie kepada ayahnya, tetapi yang
menyadarkan padanya ialah jeritannya calon mentuanya
disebabkan kaburnya Sin Cu itu. Tentu sekali, ia menjadi
tak tenang hatinya. Bukankah dua-dua Siu Lan dan
pelana itu menjadi tujuannya datang kepada Cit Im
Kauwcu" Ia lantas mendesak Giok Houw dan Kiam Hong,
ketika si anak muda mundur, ia lompat mundur, untuk
memutar tubuh, guna terus menyusul Sin Cu.
566 Dalam ilmu ringan tubuh atau lari keras, Sin Cu
menang satu tingkat daripada Kiauw Siauw Siauw dan
Kiauw Pak Beng, benar sekarang ia lagi menggendong
Im Siu Lan, tubuh si nona Im tidak menjadikan halangan
untuknya untuk berlari pesat dan cepat. Ia pun
memperoleh keuntungan dari kaburnya Tang Bok dan
orang-orangnya, maka menyingkirnya itu tidak ada yang
menghalang-halangi. Begitu lekas ia tiba di luar, ia lantas
lompat naik atas kudanya, yang sudah menantikan
padanya. Lalu, dari punggung binatang tunggangannya
itu, ia berpaling sambil tertawa dan berkata manis:
"Kauwcu, maafkan aku untuk perbuatanku yang tidak
memakai aturan ini, yang aku lakukan saking terpaksa!
Aku minta biarlah puterimu ini menemani aku barang
serintasan!"
Cit Im Kauwcu putus asa
"Tinggallah anakku!" serunya. "Pergi kau bawa pelana
itu!" Ia rela kehilangan pelana asal anaknya tidak dibawa
pergi. "Pelana pun tidak dapat dia bawa pergi!" teriak Kiauw
Siauw Siauw sebaliknya. Ia lari kepada sekor kuda, ia
lompat naik, terus ia mengepraknya, untuk mengaburkan
binatang itu, guna mengubar.
Menampak demikian, Cit Im Kauwcu juga lompat naik
atas sekor kuda lain, untuk turut mengejar.
Pelana di tangan Sin Cu itu bukan sembarang pelana.
Timbangannya itu berat sekali. Ialah seratus kati lebih.
Sebab di dalam pelana itu ada tersembunyikan bingkisan
lima propinsi Barat daya. Maka, ditambah pula tubuhnya
Im Siu Lan, Sin Cu-atau lebih benar kudanya --- mesti
membawa timbangan seberat tiga ratus kati. Karena ini,
567 walaupun kuda itu kuda jempolan, dia merasakan
bebannya yang tidak enteng itu.
Demikian, setelah belasan li, Kiauw Siauw Siauw dapat
menyandak. Anaknya Kiauw Pak Beng ini murka hingga
ia tidak pikir-pikir lagi. Ia menuding dengan kipasnya, jari
tangannya menggeraki pesawat rahasianya, maka dua di
antara tulang-tulang kipas lantas terbuka, dari situ
menyamber panah rahasianya yang ukurannya pendek.
Cit Im Kauwcu seperti mendampingi Siauw Siauw, ia
melihat perbuatannya si anak muda, ia kaget dan
berteriak: "Jangan melepaskan senjata rahasia! Si Lan
berada di punggung kuda!"
Kiauw Siauw Siauw tidak memperdulikan cegahannya
itu. Dua panah pendeknya telah menyamber, segera itu
disusul dengan dua batang yang lainnya. Adalah
keinginan pemuda ini untuk memanah mampus kepada
Sin Cu! Sin Cu bukan melainkan pandai melepaskan bunga
emasnya, ia juga telah melatih diri dalam hal menangkap
pelbagai senjata rahasia, dari itu, ia bagaikan mempunyai
mata di belakangnya. Ia tahu ia diserang dengan senjata
rahasia, ia memutar sebelah tangannya ke belakang, ia
menyambuti dua batang panah pendek yang pertama,
ketika menyusul dua yang lain, ia menyampok itu hingga
jatuh ke tanah. Nyaring suara beradunya panah itu.
Sementara itu, kedua kuda telah datang dekat satu
pada lain, tinggal hanya dua tiga tombak. Sin Cu
berpaling ke belakang, ia tertawa terbahak, lalu ia
berkata nyaring: "Manusia mati karena harta, burung
mampus karena makanan! Kau menghendaki pelana
kuda, nah inilah, aku berikan padamu!" Kata-kata ini
568 disusul dengan lamparan pelana yang berat seratus kati
itu kepada si pengejar!
Kiauw Siauw Siauw pun tertawa.
"Apakah kau mengira aku tidak dapat menyambuti?"
katanya jumawa. Ia baru mau mengulur tangannya atau
iaterkejut bukan main. Berbareng bersama pelana itu
terlihat suatu sinar berkelebat, sinar kuning emas.
Panah pendek dari si anak muda seperti memancing
bunga emasnya Sin Cu. Sembari melemparkan pelana,
nyonya muda itu berbareng menyerang dengan senjata
rahasianya, untuk membalas budi. Sama sekali ia
melepaskan tiga biji kimhoa.
Pelana itu besar dan matanya Kiauw Siauw Siauw
terutama ditujukan terhadap itu. ia tidak mengira si nona
juga berlaku cerdik, maka kagetlah ia ketika matanya
bentrok sama sinar kuning emas dari ketiga bunga emas
itu. akan tetapi dasar ia lihai dan nyalinya besar, ia tidak
menjadi gugup. Dengan satu kelitan. ia membebaskan
diri dari kimhoa yang pertama, sedang yang kedua ia
pukul jatuh dengan kipasnya. Hanyalah kimhoa yang
ketiga luar biasa. Ketika kimhoa ini hendak
disampokpula, mendadak tujuannya berubah, bukan
langsung mengarah si anak muda, hanya turun ke bawah
dan "Bias!" nancaplah dia di perut kuda!
Binatang itu kaget tetapi tidak dapat berlompat,
sebaliknya ke empat kakinya lantas menjadi lemas, ke
empat kaki itu tertekuk, membawa tubuhnya roboh.
Siauw Siauw kaget bukan main, tetapi ia tetap tabah,
maka itu, belum lagi ia turut roboh, ia mengenjot diri,
untuk berlompat pergi dari punggung kuda. Saking
569 lihainya. ia bukan lompat ke lain tempat hanya ke arah
ke mana pelana dilemparkan si nyonya muda tadi!


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Le Sin Cu dapat melihat aksi orang itu. ia tertawa
lebar, tubuhnya mencelat dari kudanya, berlompat ke
arah pelanajuga.
Menampak si nyonya datang padanya, Siauw Siauw
tidak sempat lagi menjumput pelana itu, ia memutar
tubuhnya, guna memegat nyonya muda itu. untuk
menyerang padanya.
Kuda putih dari Sin Cu telah berlari terus. Dengan
tidak adanya pelana dan tubuh Nona Ie. binatang itu
dapat berlari keras. Yang ada sekarang ialah Siu Lan,
yang tergemblok di punggungnya itu. yang dia bawa
kabur. Cit Im Kauwcu kaget dan bergelisah, cemas hatinya.
Agaknya sembarang waktu tubuh Siu Lan bisa terlempar
jatuh! Ia juga cemas sebab ia tidak mengerti kenapa
puterinya itu berdiam saja. Adakah anak itu terluka"
Kauwcu ini melirik pada Siauw Siauw, yang lagi
melayani Sin Cu berkelahi, di dalam hatinya ia berkata:
"Kau tidak memperdulikan Siu Lan lagi aku juga tidak
perlu memperdulikan padamu!" Tentu sekali ia
menganggap puterinya lebih berharga dari pelana, maka
walaupun ia dapat memungut pelana itu, ia toh
meninggalkannya, ia melarikan kudanya guna menyusul
anaknya itu. Cit Im Kauwcu tidak menduga sama sekali yang ia
telah dipermainkan Sin Cu dan Siu Lan, puterinya itu
Mereka ini telah bersepakat dan memainkan semacam
sandiwara. Ialah Siu Lan berpura-pura ditawan Sin Cu
570 hingga ia menjadi tidak berdaya. Dengan begitu ia jadi
dapat dibawa lari Nyonya Yap. Dengan begitu juga, ibu
itu kenadiabui dan dipancing, sebab dalam
kekuatirannya, si ibu tidak sempat menggunakan
otaknya, dia cuma cemas, dia tidak menyangka jelek.
Demikian dia melainkan ingat anaknya itu dan lalu
mengejarnya Perginya si nyonya menyusul anaknya, itulah
harapannya Sin Cu. la menjadi kurang satu musuh, ia
menjadi dapat melayani Siauw Siauw dengan sepenuh
tenaga dan perhatiannya Coba Cit Im Kauwcu membantu
anak muda she Kiauw ini. pastilah ia repot dan pelananya
bakal terbang. Bertempur satu sama satu, pertempuran menjadi
ramai dan jenaka. Sin Cu kalah lihai tetapi ia menang
gesit. Perhatiannya Siauw Siauw terpecah dua Ia tetap
mengarah pelana yang berharga itu. Dua tiga kali ia
berlompat untuk meninggalkan lawannya guna
menyamber pelana, saban-saban Sin Cu merintangi. Sin
Cu lebih beruntung, di samping kegesitannya itu. dalam
ilmu pedang, ia lebih pandai dari si anak muda Kiauw
Siauw Siauw cuma menang latihan, tenaganya lebih
besar dan ulat dan ia pun kalah dalam halnya senjata
rahasia meskipun panah pendeknya yang disembunyikan
di dalam kipas, lihai sekali.
Tiga puluh jurus sudah mereka berkelahi. Siauw Siauw
kalah di bawah angin, hingga dia menjadi bergelisah.
Tidak dapat ia bertempur dalam keadaan tak selayaknya
itu, bisa-bisa ia benar-benar nanti kena dikalahkan. Maka
itu. di akhirnya ia mengasi dengar siulannya yang nyaring
dan lama, untuk meminta bantuan ayahnya
571 "Biarnya.kau menjadi hantu juga tidak ada gunanya!"
Sin Cu tertawa menggoda, serangannya terus diperhebat
Dalam gelisahnya itu, Siauw Siauw menjadi kalah hati,
maka ia kena terdesak, sampai ia kelabakan. Ia telah
berpikir keras: "Kenapa ayah masih belum muncul juga"
Kenapa ayah tidak memberikan jawaban?"
Pemuda ini ulet dan besar tenaganya di dalam hal
tenaga dalam, ia masih kalah daripada ayahnya. Benar ia
dapat bersuara nyaring tetapi suara itu belum dapat
mencapai tarap, sedang juga ketika ia mengeluarkan itu,
tenaga dalamnya tak dapat terkumpul sempurna
disebabkan Sin Cu tengah mendesak padanya Pula ada
sebab lainnya kenapa Kiauw Pak Beng tidak muncul...
Siulan Siauw Siauw tidak menyebabkan datangnya
ayahnya, sebaliknya, yang muncul ialah beberapa
pengemis dari pihak Kaypang. Dari lereng gunung segera
juga terdengar nyanyian lagu keistimewaan bangsa
pengemis, yaitu "Lian Hoa Lok," atau "Daun Teratai
Rontok." "Sekuntum, setangkai bunga teratai
Satu iblis cilik berteriak-teriak!
Menampak harta sukar didapatkan,
Pantaslah kalau dia mendongkol!
Ayo, ayo, aku menasihati.
Baiklah kau pulang ke rumah ibumu..."
Demikian nyanyian itu, yang berbau ejekan.
Ketika itu terlihat tiga pengemis lagi menghampirkan.
yang satu tua, yang dua muda Segera ternyata, yang tua
572 itu ialah Tie Goan. hupangcu atau ketua muda dari
Kaypang, Partai Pengemis dari Pahkhia, dan yang lainnya
murid-muridnya atau anggauta biasa dari Kaypang.
Mereka ini muncul menuruti rencananya Sin Cu. Lebih
dulu daripada itu, Tie Goan telah di kirim ke rumahnya
Tang Bok. untuk membujuki Tokse Ciang Tang Bok
jangan kasih dirinya terbawa-bawa dalam urusan
perampasan bingkisan itu.
Tie Goan dan dua kawannya itu bertindak langsung
menghampirkan pelana, untuk terus diangkat dan dibawa
pergi. Masih saja mereka bersikap tenang sekali.
Siauw Siauw menyaksikan pelana itu dibawa pergi
tanpa rintangan. Ia hendak merintanginya tetapi ia
dihalang-halangi Sin Cu, yang tidak dapat ia pukul
mundur. Kalau ia mendesak, si nyonya mundur, atau
sebaliknya, ialah yang dirabuh. Bahkan karena hatinya
panas, mendongkol dan masgul, perhatiannya menjadi
terpecah, satu kali, pedangnya Nyonya Yap menggores
lengannya, yang terus bercucuran darah. Syukur luka itu
tidak mengenai tulang sebab ia keburu berkelit. Sampai
di situ. ia penasaran tetapi berbareng putus asa, terpaksa
ia memutar tubuh, untuk lari kabur.
Sin Cu tidak mengejar, ia membiarkan orang pergi,
lalu bersama Tie Goan beramai, ia membawa pergi
pelana yang menjadi barang rebutan itu.
Kiauw Pak Beng mendengar siulannya Siauw Siauw
tetapi ia tidak sempat pergi menghampirkan anaknya itu.
Ia telah terkena tujuh bunga emasnya Sin Cu. benar ia
tidak terluka, tetapi sebab ia melawan serangan itu. ia
membuatnya tenaga dalamnya menjadi berkurang.
Sudah begitu, ia mesti melayani hebat Thian Touw dan
573 In Hong, ia menjadi repot, dari menang di atas angin, ia
menjadi kalah unggul.
Di lain rombongan. Le Kong Thian telah kena didesak
Giok Houw dan Kiam Hong. Kong Thian mengharapi
bantuannya Cit Im Kauwcu, harapan itu ludas. Siauw
Siauw meninggalkan ia dan Pak Beng tidak dapat
membantui. Semua anggauta Cit Im Kauw pula. dengan
kaburnya Cit Im Kauwcu, lantas pada menyingkirkan diri,
sebab mereka telah dikisiki Siu Lan untuk jangan
membantui pihak Kiauw itu.
Dalam pertempuran itu. Giok Houw dan Kiam Hong
dapat bekerja sama secara erat sekali, maka juga,
mereka dapat mendesak lawannya, tidak perduli
bonekanya si manusia raksasa hebat sekali, mereka
dapat menimpali. Giok Houw bersedia keras melawan
keras. Maka di akhirnya, dari dapat menyerang, Kong
Thian menjadi repot menangkis atau berkelit saja.
Kiauw Pak Beng segera melihat keadaan. Suasana
menjadi memburuk untuk pihaknya. Mendadak ia berseru
dan tubuhnya mencelat, dengan menempuh bahaya, ia
menyerang hebat sekali.
In Hong melawan, ia menyerang. Thian Touw pun
beraksi, menimpali isterinya membalas menyerang.
Kesudahannya ini hebat. Tidak saja Pak Beng gagal
dengan serangannya yang dahsyat itu, bahkan
dengkulnya dimampiri ujung pedangnya Thian Touw.
Syukur untuknya, Thian Touw jeri, si anak muda
menyerang setengah hati. kalau tidak pastilah lukanya
parah. "Sayang!" berseru In Hong. Ia berlompat, untuk
mengulangi serangannya, akan tetapi Pak Beng sempat
574 berlompat keluar dari kalangan, hingga ia menyerang
sasaran kosong.
Tapi jago tua itu bukannya lari. Dia mencelat pula ke
arah Le Kong Thian, untuk menyerang hebat kepada
Kiam Hong dan Giok Houw. Inilah penyerangan yang
serupa yang digunakan terhadap In Hong dan Thian
Touw barusan. Kiam Hong mengerti ancaman bahaya, ia lantas
berkelit. Tidak demikian dengan Giok Houw. Pemuda itu
tidak sempat berkelit, terpaksa ia menangkis. Maka
bentroklah senjata mereka. Hebat Giok Houw merasakan,
hati dan isi perutnya kena tergempur bagaikan terbalik.
Tapi syukur ia mengerti ilmu yoga dan ia ingat untuk
menggunakan, maka berbareng ia berlompat jumpalitan,
setelah mana dengan ilmu yoga juga ia lekas-lekas
memperbaiki saluran napasnya hingga ia menjadi bebas
dari luka di dalam.
Selagi Pak Beng memukul mundur Kiam Hong dan
Giok Houw, In Hong dan Thian Touw lompat menyusul,
karena mereka tiba di depan Le Kong Thian, mereka
menyerang si manusia raksasa. Kong Thian dapat
menangkis pedang si nyonya muda, ia tidak lolos dari
pedang Thian Touw, maka tertikamlah jalan darah
yangleng hiat di betisnya, hingga lantas saja kaki
kanannya menjadi kaku.
Pak Beng mau menolongi Kong Thian, sekarang ia
melihat hambanya itu justeru terluka, ia menjadi bingung
berbareng gusar sekali. Ketika itu, In Hong telah maju
kepadanya terus menyerang. Ia menangkis, sembari
menangkis, ia mendekati Kong Thian, siapa, dengan
tangan kirinya ia tepuk jalan darahnya, jalan darah jikhie
575 hiat di punggung. Sambil menangkis musuh, ia bentak
hambanya itu: "Makhluk tak berguna, pergilah kau
mabur lebih dulu!"
Begitu ditepuk, Kong Thian merasakan kaki kanannya
dapat digeraki pula seperti biasa, maka legalah hatinya,
kepada majikannya itu. ia sangat bersyukur. Ia mentaati
titah, lantas saja ia lari kabur.
Giok Houw baru menyalurkan napasnya, ia tidak dapat
memegal. Kiam Hong sendirian juga jeri merintangi, dari
itu, loloslah si manusia raksasa ini.
Kiauw Pak Beng menolongi orangnya, habis itu ia juga
hendak mengangkat kaki, hanya lacur untuknya, ia tidak
bisa mewujudkan niat itu. In Hong dan Thian Touw telah
lantas menyerang pula, bahkan Giok Houw, sesudah
beristirahat sebentar, lantas maju, untuk mengepung.
Tentu sekali, begitu ia ini maju. Liong Kiam _ Hong turut
maju juga. Maka kesudahannya, repotlah jago tua itu. Sekarang
ia dikepung berempat!
Kiauw Pak Beng lantas berpikir: "Jikalau aku tidak
berlaku nekat, mungkinlah perahu bakal karam di dalam
solokan!" Maka ia lantas berteriak keras, tubuhnya
dikasih maju. tongkat besinya dikasih bekerja,
menyerang ke timur dan barat, merabuh ke selatan dan
utara. Kiam Hong kalah tenaga, hampir saja ia terdesak
hingga sukar bernapas, maka syukur ia mahir ilmunya
enteng tubuh, ia menggunakan itu untuk senantiasa
meloloskan diri, akan sebaliknya, setiap ada saatnya, ia
juga membalas menyerang jago tua itu.
576 Di antara mereka berempat, Hok Thian Touw yang
paling kuat dan pandai, tetapi ia telah terpengaruhkan
kegagahannya jago she Kiauw itu, hatinya jeri, hingga ia
tidak dapat melayani musuh dengan hati sama
mantapnya. Tidak demikian adalah Giok Houw. yang berani sekali.
"Bangsat tua ini sudah tidak berdaya, jangan takuti
dia!" demikian ia berteriak, dan dengan berani ia
mendesak. Leng In Hong juga bertempur dengan berani, hanya
seperti Liong Kiam Hong, ia pun berbareng
menggunakan kelincahannya untuk dapat menyingkir
dari kegarangannya si jago tua.
Tengah pertarungan seru itu, dari kejauhan terdengar
siulan dari Kiauw Siauw Siauw. Pak Beng mendengar itu.
tidak berani ia menyahuti. Kalau ia menyambut,
perhatiannya menjadi terpecah, pemusatannya menjadi
kabur, dan ia bisa dapat susah dari ke empat
pengepungnya ini. Ia menjadi bingung dan berkuatir.
Karena ini. ia menjadi nekat. Ia mengertak gigi, ia
menahan hawa amarahnya hingga mendadak mukanya
menjadi berubah, pada parasnya yang merah nampak
samar-samar cahaya hitam!
Melihat itu, Thian Touw lantas menyerukan kawankawannya:
"Hati-hati!" Hanyalah, belum berhenti
pemberian ingatnya itu. atau Kiauw Pak Beng sudah
berseru keras sekali sambil menyerang dengan tongkat
besinya! Thian Touw yang memberi peringatan tetapi ia sendiri
yang menjadi kurban. Tongkat lawan itu menyerang
577 kepadanya, hingga ia mesti menangkis. Akibatnya itu
ialah suaranya nyaring dan pedangnya terpatah dua,


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujung patahannya mental jatuh!
Justeru itu Leng In Hong bukannya mundur hanya
menyerang, tepat selagi Kiauw Pak Beng menghajar
pedang Thian Touw. tepat ujung pedangnya mampir di
pinggang jago tua itu, di jalan darah wito hiat.
Thian Touw patah pedangnya, ia tidak berani maju
pula, ketika ini tidak disia-siakan lawannya yang tangguh
itu. Kiauw Pak Beng lantas lompat, untuk kabur ke arah
dari mana tadi datang siulannya Siauw Siauw.
Leng In Hong semua tidak mengejar, sedang Thian
Touw lantas mengeluarkan Thiansan soatlian, ialah
teratai salju dari gunung Thiansan, yang ia pecah empat
untuk dibagi rata di antara mereka, buat mereka itu terus
memakannya. "Sungguh berbahaya!" kemudian katanya sambil
menyusuti peluhnya.
Giok Houw merasakan seluruh tubuhnya dingin luar
biasa, habis makan teratai salju itu. ia merasai lega
seperti biasa pula. Ia heran bukan main.
"Ilmu apa itu yang si bangsat tua gunakan?" ia tanya
Thian Touw. "Itulah ilmu Siulo Imsat Kang yang Kiauw Pak Beng
memperolehnya dari kitab Lama Agama Putih,"
menyahut si orang she Hok. "Syukur dia meyakininya
belum sempurna, kalau tidak, tadi, dalam satu gebrakan
saja. sukar kita melawan dia."
578 Baru sekarang Giok Houw mengerti. Memang dari Hek
Pek Moko ia pemah mendengar tentang ilmu itu.
semacam ilmu sesat yang lihai sekali, yang asalnya dari
India, dari sana terbawa ke Thibet. setelah dipahami
seorang Lama Putih, lalu menjadi sempurna, dapat
melukai orang hingga orang mati dalam sekejap. Nama
"Siulo Imsat Kang" itu diambil dari kata-kata siulo,
salinan kata-kata asura bahasa Sangsekerta yang berarti
"hantu jahat." Tidak disangka sekali, Kiauw Pak Beng
telah mempelajari ilmu lihai itu, dan pantas tadi, setiap
mengibas, kibasannya mendatangkan angin dingin yang
beda daripada biasanya.
"Singkatnya ialah kau mengangkat musuh dan
merendahkan pihak sendiri!" berkata In Hong sambil
tertawa. "Memang Siulo Imsat Kang itu lihai tetapi itu
paling gampang merusak tenaga wajar dari tubuh
sendiri, selagi Kiauw Pak Beng belum menyampaikan
kesempurnaannya, dia tidak dapat menggunakan itu
dengan baik. Kita terkena sampokan anginnya, paling
juga kita mendapat sakit berat, tetapi dia telah kena
kutikam jalan darahnya wi-to-hiat, kalau tadi kau berani
mengadu jiwa, kau hajar terus dia dengan pukulan
Taylek Kimkong Ciu, andaikata dia tidak mati lantas,
sedikitnya dia bakal termusna semua kepandaiannya!"
Thian Touw menggeleng kepala dan tertawa.
"Isteriku yang baik, kau bicara enak saja!" katanya
"Bagaimana kau hendak membiarkan aku sakit berat"
Aku bukannya pengecut tetapi aku harus menjaga diriku
baik-baik untuk aku menciptakan ilmu silat pedang
Thiansan Kiamhoat!"
579 In Hong berniat menggoda suaminya itu, tetapi sebab
Kiauw Pak Beng sudah kabur, ia dapat mengubah
.pikirannya, mendengar perkataan si suami, ia kata di
dalam hatinya: "Apakah kau mengira aku tidak menyintai
padamu" Jikalau kau bisa membikin musnah ilmu silatnya
Kiauw Pak Beng. biarnya kau rebah dengan sakit berat,
pasti aku akan mendampingi dan merawatmu dengan
sungguh-sungguh hati..." Ia tidak mengucapkan itu akan
tetapi, dengan matanya yang menyinta, ia memandang
suaminya.. Thian Touw puas, ia tertawa pula.
"Akhir-akhirnya keluarga Kiauw ayah dan anak itu
dapat kita usir kabur! Sekarang, apa lagi kau hendak
bilang?" ia tanya isterinya.
In Hong dapat membade hatinya Thian Touw. ialah ia
mau diajak pulang ke Thiansan. Ia pun tertawa
"Kenapa kau terburu napsu?" sahutnya. "Untuk pulang
juga kita harus menemui dulu enci Sin Cu!"
Ketika itu Sin Cu sendiri bergirang luar biasa.
Sehabisnya ia memukul mundur pada Kiauw Siiauw
Siauw, ia mendapat ketika memegang pelana kuda, yang
ia rasakan berat, maka mengertilah ia bahwa di dalam
pelana itu tersimpannya harta besar. Ia lantas mengajak
Tie Goan semua kembali ke rumah keluarga Tang.
Karena ini. di tengah jalan mereka bertemu sama
rombongannya In Hong, yang pergi menyusul padanya.
Giok Houw girang tidak kepalang melihat Nona Ie
memegangi pelana, hingga ia berjingkrakan. Ia lari
memapaki. Atas itu, Nyonya Yap Seng Lim melemparkan
pelana itu kepadanya.
580 "Siauw Houw Cu, kau dapat menyelesaikan tugasmu!"
kata si nyonya muda tertawa, yang terus memandang
Hok Thian Touw dan berkata: "Hok Toako, hari ini kami
telah menerima bantuanmu yang besar dan berharga.
Mari kita bersama pergi kepada Kimto Cecu untuk
berjamu!" Sepasang alisnya Thian Touw mengkerut. hendak ia
menampik, tetapi In Hong telah mendahulukannya.
"Tentang jasa kami tidak berani menerimanya!"
berkata si nyonya, tertawa, "tetapi pesta tak dapat kami
tidak menghadirinya! Katanya, isteri dari Kimto Cecu
ialah sahabat kekal dari subo-mu. dia itu wanita gagah di
jaman ini, dengan dia aku belum berkenalan, maka
sekarang aku ingin menemuinya Baiklah, mari kita pergi
bersama!" Thian Touw boleh tidak puas tetapi isterinya telah
mengatakan demikian, ia tidak bisa berbuat lain daripada
mengikut pergi, hanya ia telah memikir, sehabisnya pesta
itu. In Hong mesti turut ia pulang ke Thiansan!
Kimto Cecu Ciu San Bin sudah lantas menerima
laporan perihal pertempuran rombongan Sin Cu itu serta
kembalinya mereka, ia memerintahkan mementang pintu
perkubuan, ia sendiri keluar untuk menyambut.
Sin Cu dan Giok Houw memberi hormat sebagai
orang-orang tingkat muda. Kata mereka: "Mana berani
kami membuatnya paman yang menyambut sendiri?"
San Bin tertawa dan menyahuti: "Aku bukannya
menyambut kamu, kedua keponakanku, aku menyambut
mereka yang berjasa, yang telah dapat merampas
581 bingkisan! Sayang guru kamu tidak hadir di sini. kalau ia
ketahui jasa kamu ini, entah bagaimana girangnya dia!"
Sin Cu bersenyum.
"Aku bersama Siauw Houw Cu cuma tukang ikut larilarian
saja!" ia berkata. "Orang-orang yang berjasa yang
merampas bingkisan ialah Hok Toako bersama enci
Leng!" San Bin lantas menyambut Thian Touw, yang
memangnya ia telah kenal. Ia memuji suami isteri itu. ia
menghaturkan terima kasih.
Hanya luar biasa adalah Thian Touw, dia bersikap
tawar, dia tidak gembira untuk berbicara banyak.
"Oh, Nona Ie sudah datang!" tiba-tiba terdengar
suaranya seorang wanita sambil tertawa. "Ah. makin
lama kau menjadi makin manis! Kenapa subo-mu tidak
turut datang?"
Kata-kata itu disusul sama munculnya orangnya, ialah
Nona Cio Cui Hong atau Nyonya Ciu San Bin. Dia lantas
mendekati Sin Cu, untuk menarik tangan orang, untuk
ditanya panjang pendek, menandakan bagaimana
girangnya dia Sin Cu lantas mengajar kenal Cui Hong kepada Leng
In Hong dan Liong Kiam Hong.
"Memang, telah lama aku mendengar nama besar dari
Nona Leng!" kata Nyonya Ciu yang terus bergembira.
"Kamu, nona-nona, sungguh kamu hebat! Lebih-lebih
aku girang, kamu hidup rukun bagaikan saudara satu
dengan lain! Kamu telah datang kemari, maka kamu
harus tinggal lamaan pada kami di sini!"
582 "Guruku pun sering sekali menyebut-nyebut lojinkee!"
Sin Cu tertawa. Sebagai gantinya "kau," ia menyebut
lojinkee. atau orang tua yang dihormati. "Bukankah
lojinkee dan guruku hidup seperti saudarajuga?"
Cui Hong tertawa.
"Bahkan bukan sebagai saudara saja!" katanya.
"Dialah suamiku yang pertama!"
Sin Cu semua tertawa. Memang mereka telah ketahui
lelakonnya Nyonya Ciu San Bin ini di saat mudanya, dia
telah menikah sama In Loei, isterinya Thio Tan Hong,
karena ketika itu In Loei, atau gurunya Sin Cu, tengah
menyamar sebagai seorang pemuda.3>
Nyonya Ciu tidak menjadi likat, malah dia berkata
pula: "Sampai sekarang aku masih dapat membayangi
saatnya aku dan gurumu minum arak pengantin! Tanpa
terasa dua puluh tahun telah berlalu! Kau memanggil aku
lojinkee, mendengar itu, hatiku rasanya tak enak!
Sungguh, jalannya sang waktu cepat sekali, tahu-tahu
kamu semua telah menjadi besar!"
"Peebo, siapa membilang kau sudah lanjut usiamu?"
berkata Sin Cu. "Peebo masih sama cantiknya seperti di
saat kau menjadi nona pengantin!"
"Hai. setan cilik, bisa sekali kau bicara!" kata si nyonya
tertawa. "Apakah kau pernah melihat saatku menjadi
kemantin itu" Ketika itu kau masih menyusu!"
"Aku tidak melihat tetapi aku mendengar cerita
guruku." sahut Sin Cu. "Guruku pun membilang, sayang
ia bukannya pria. jikalau tidak, tidak nanti ia suka
menyerahkan kau kepada Paman Ciu!"
583 Lagi-lagi Cui Hong tertawa, maka ramailah mereka
bergurau. Ketika itu mereka telah tiba di Cigi thia. ruang besar
peranti berkumpul. Di sana sudah berada semua kawan
orang gagah. Mereka menyambut dengan riang gembira
dan hangat, karena mereka telah mendengar bagaimana
Hok Thian Touw sudah mengalahkan keluarga Kiauw
ayah dan anak. "Sekarang marilah kita periksa apakah yang tersimpan
di dalam pelana ini," kemudian San Bin berkata.
"Benarkah itu bingkisan untuk kota raja?"
Sin Cu sudah lantas menghunus pedangnya dengan
sekali bacok ia membuatnya pelana terbelah pecah,
maka silaulah mata para hadirin. Isinya itu ada barangbarang
permata mulia, yang setiapnya berharga mahal.
San Bin lantas mengundang para hadirin berduduk.
"Semua bingkisan pelbagai propinsi telah dirampas,
maka itu sekarang lebih dulu aku hendak menghaturkan
terima kasihku kepada semua saudara" ia berkata.
"Sukalah saudara-saudara mengeringkan masing-masing
tiga cawan!"
Dan ia yang mulai mnghirup araknya.
"Di dalam halnya perampasan ini." ia melanjuti,
"terutama aku hendak menghaturkan terima kasih
kepada tiga orang gagah yang berjasa, ialah pertama
Thio Giok Houw, kedua Nona Leng In Hong dan ketiga
Nona Liong Kiam Hong. Jasa merekalah yang paling
besar. Akan tetapi istimewa aku hendak menghaturkan
terima kasih ialah kepada Hok Tayhiap!"
584 Semua orang minum, semua bersorak.
Lalu Thianloei Kiam In Bwee Kok, orang yang
mengumpuli barang-barang bingkisan rampasan itu,
berkata: "Jumlah semua barang yang dirampas terdiri
dari kepunyaannya dua puluh dua propinsi berikut
bingkisan dari Mongolia dan Hweekiang. Menurut
perincian, tujuh bagian ada rampasannya Thio Giok
Houw. tujuh bagian lagi rampasannya Nona Liong Kiam
Hong: Mungkin saudara-saudara belum melihat
bingkisannya itu! Semua itu telah di kirim dengan
perantaraannya budak-budaknya. Baiklah saudarasaudara
ketahui. Nona Liong ialah saudara angkat dari
Leng Lihiap. sedang Leng Lihiap sendiri mengepalai
perampasan bagian Barat daya. Yang paling belakang ini
kita semua mengandal pada Leng Lihiap suami isteri,
yang telah berhasil menghajar kabur kepada itu siluman
tua she Kiauw!"
Mendengar keterangan itu, semua orang bersorak.
Mereka lantas memberi selamat pada Thian Touw dan
isteri. Kembali mereka mengeringkan arak mereka.
Thio Giok Houw bersenyum kepada Kiam Hong
terhadap siapa ia berpaling.
"Hendak aku bicara tentang pertaruhan kita!" katanya.
"Nyatanya siapa pun tidak ada yang menang, siapa pun
tidak ada yang kalah!"
Nona Liong pun tertawa.
"Sekarang ada satu hal yang ingin aku
memberitahukan kepada semua saudara," berkata Sin Cu
kemudian. "Inilah mengenai bingkisan dari propinsi
585 Inlam. Bingkisan itu tidak dirampas dan itu dilakukan
dengan sengaja oleh aku dan suamiku. Sebabnya ialah,
pelindung dari bingkisan itu Tiat Keng Sim sendiri, orang
yang baru-baru ini telah berjasa besar membantu pada
tentera suka rela. Aku ingin hal ini dicatat atas nama
kami berdua, supaya kalau nanti diadakan pembagian,
bagian kami boleh dikurangkan."
Kebanyakan hadirin ketahui baik jasanya Tiat Keng
Sim itu. maka itu. justeru di dalam ini hal yang
tersangkut ialah Yap Seng Lim dan le Sin Cu, mereka


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua tidak mengutarakan sesuatu keberatan
Kemudian Ciu San Bin berkata sambil tertawa: "Aku
tahu Tiat Keng Sim, dia paling menghargai nama. Maka
itu, dengan perbuatan kita ini, kita boleh dibilang telah
membalas budinya itu. Sebenarnya, aku pribadi, aku
tidak setujui cara pembalasan budi ini, akan tetapi
karena dia telah dikasi lewat, sudah saja." Ia hening
sejenak, lalu ia melanjuti: "Perampasan telah selesai
dilakukan. Semua bingkisan telah dirampas, kecuali
bagian propinsi Inlam itu. Artinya semua sudah beres.
Akan tetapi, saudara-saudara, pada ini ada ekornya. Jadi
urusan tidak selesai seluruhnya. Sekarang tinggal
keruwetannya!"
Mendengar perkataannya Kimto Cecu, semua orang
heran. Mereka justeru lagi memikir untuk berangkat
pulang masing-masing.
"Siluman tua she Kiauw itu telah dihajar kabur, tentera
negeri pun sudah mundur, ada apakah keruwetannya?"
mereka pada bertanya.
"Keruwetan itu bukan ditimbulkan karena kita mengasi
orang lewat," berkata San Bin. menerangkan.
586 "Datangnya itu ialah dari pihak sahabat-sahabat Rimba
Persilatan..."
Orang tidak mengerti, mereka bertambah heran.
Liu Tek Chong, ketua dari Thayouw, atau Thayouw Ce,
lantas berkata: "Dapatkah mereka itu. yang menimbulkan
keruwetan kepada kita, dipandang sebagai sahabatsahabat?"
San Bin tertawa.
"Soalnya bukan demikian," katanya. Ia hening pula,
lalu ia memandang Sin Cu, terus ia berkata: "Ie Lihiap,
aku bukan bicara dari hal kau. aku minta sukalah kau
tidak merasa tersinggung. Aku bilang, bingkisan dari
Inlam adalah kecualian. Sebenarnya dari pelbagai
propinsi yang bingkisannya telah dirampas telah datang
utusan-utusannya, yang meminta pertolongan kita,
bahkan ada beberapa yang telah datang sendiri, di
antaranya ada orang Rimba Persilatan yang tua dan
kenamaan. Aku pikir tak usahlah aku menyebutkan nama
mereka itu. Sekarang aku hanya ingin menanya pikiran
saudara-saudara, bagaimana kita harus bertindak."
Busu tua dari Hoolam. Hoan Cu Peng, yang tabiatnya
paling keras, lantas berkata nyaring: "Semua pelindung
bingkisan pelbagai propinsi itu memanglah orang-orang
yang ada namanya, semua orang kangouw. dari itu,
bicara tentang persahabatan, kita memang kenal satu
dengan lain. Tapi sekarang aku hendak menanya:
Kenapa mereka kesudian mengeluarkan tenaga mereka
untuk raja" Baru karena terjadi peristiwa, mereka datang
untuk minta pertolongan! Adakah itu pantas" Kalau
semua pada minta bingkisannya dikasi pulang, baiklah
kembalikan semua saja! Apakah perlunya kita telah
587 melakukan pekerjaan yang mempertaruhkan jiwa kita
itu?" Chio Peng Kin, cecu atau ketua dari Angtek Ouw, juga
berkata: "Tidak salah! Memang, untuk apakah maka kita
sudah bekerja mempertaruhkan jiwa kita" Apakah
barang-barang permata mulia di kolong langit ini cuma
dapat dibuat mempuaskan raja satu orang saja" Apakah
saudara-saudara kita boleh tidak gegares" Apakah kita
mesti hidup tanpa berpakaian" Tidak dapat orang
mengiri kepada Tiat Keng Sim, sebab Tiat Keng Sim
pernah membantu kepada kita! Mereka itu disebut
tertua-tertua dari Rimba Persilatan, mengapa mereka
sampai sebegitu jauh berdiam saja, tidak ada yang sudi
mencampuri usaha kita" Sekarang mereka minta
ditolongi! Hm! Hm! Sebenarnya, mereka itu tahu malu
atau tidak?"
Tianglo dari Butong Pay, yaitu Cit Seng Cu. ada hadir
bersama. Mengingat bahwa kedua keponakan muridnya,
ialah Ko In Tojin dan Ku Kiu Gi, yang melindungi
bingkisan propinsi Ouwpak, kena juga dirampas Thio
Giok Houw, ia berniat mengajukan permintaan. Akan
tetapi, menampak suasana demikian rupa, dan setiap
kata-kata ada bagaikan anak panah tajam menusuk
padanya, mukanya menjadi merah padam. Pikirnya:
"Syukur aku mendengar nasehatnya Ie Sin Cu. aku
belum mengucapkan permintaanku kepada Kimto Cecu,
jikalau tidak, hari ini entah ke mana aku mesti menaruh
mukaku"..."
Hok Thian Touw, yang duduk di sebuah pojokan
bersama Leng In Hong, berkata dengan berbisik kepada
isterinya itu: "Lihatlah sikap mereka itu yang berteriakteriak
tidak keruan, mereka seperti menganggapnya
588 pekerjaan merekalah yang nomor satu penting di kolong
langit ini, siapa yang mememahkan dirinya di luar garis,
semua pasti akan ditertawakan mereka! Syukur aku
pernah mengeluarkan juga sedikit tenagaku, jikalau
tidak, pasti aku tidak berani turut duduk di sini."
In Hong mendengar suaranya suami itu tawar luar
biasa, sejenak itu ia merasakan sang suami bagaikan
seorang asing sekali Ia lantas menguasai dirinya, untuk
mencegah meluapnya kemendongkolan nya. Ia kata
dengan dingin: "Jadinya di pandangan matamu adalah
ilmu silatmu, Thiansan Kiamhoat, yang paling nomor satu
penting di kolong langit ini?"
Thian Touw berduka mendengar kata-kata isterinya
ini. "Apakah kau menghendaki aku kalap seperti mereka
itu baru kau menganggap aku sebagai orang gagah yang
kau cita-citakan?" ia tanya.
"Apakah artinya orang gagah semacam itu" Jikalau
nanti mereka sudah meninggal dunia, barang apakah
yang mereka dapat wariskan kepada jaman belakangan"
In Hong. benar-benar tidaklah selayaknya kau
bercampuran pula dengan mereka itu! Jikalau kau tetap
bercampuran dengan mereka, kau menjadi mirip dengan
sekor kuda di tanah datar, gampang dilepaskan, sukar
dikendalikan... Jikalau kau kemaruk dengan sebutan
lihiap, wanitagagah perkasa, jikalau kau hanya merantau
saja dalam dunia kangouw, niscaya akhirnya kau tidak
dapat melakukan sesuatu!"
Belum lagi berhenti suara suami itu, In Hong telah
berpaling ke lain arah. Dia bagaikan tidak sudi
mendengar perkataannya sang suami.
589 Menyaksikan sikap isterinya ini, hati Thian Touw panas
hingga tubuhnya menggigil saking hebatnya ia mencoba
mengendalikan diri. Jikalau mereka bukan lagi berada di
ruang di mana ada terdapat banyak orang, mestilah
mereka sudah berselisih hebat.
Selagi suara ramai dan berisik itu. Ie Sin Cu berbangkit
berdiri. "Sekalian enghiong, sudilah mendengar perkataanku!"
ia berkata, nyaring. "Perampasan bingkisan ini ialah
perampasan untuk kehidupan tentera suka rela, jadi
inilah beda sekali dari perampasan yang umum dilakukan
kaum kangouw. Mengenai ini ada beberapa orang yang
hendak menggunakan kebiasan kaum kangouw, untuk
minta bantuannya satu atau lebih orang tertua dari
Rimba Persilatan, untuk mengajukan permohonan
padaku. Permohonan itu, sebenarnya, tidak dapat
dibicarakan. Kecuali permohonan itu ada faedahnya
untuk tentara rakyat suka rela. Artinya kecuali
permohonan itu untuk kepentingan yang melebihkan
kepentingannya usaha tentara rakyat!"
Mendengar itu, Liu Tek Chong mementang matanya
lebar-lebar. "Ie Lihiap, perbuatan kau dan suamimu, semua itu
biasanya membuat aku kagum!" katanya. "Hanya kali ini.
kata-katamu ini aku tidak mengerti jelas."
"Baiklah, aku akan memberikan penjelasanku,"
berkata Sin Cu. "Ada sebabnya kenapa kami tidak
merampas bingkisan dari Inlam. Itulah bukan disebabkan
Tiat Keng Sim telah melepas budi pada tentera rakyat
dan juga bukan karena Tiat Keng Sim itu menantu dari
Bhok Kokkong. Sebab itu ialah begini: Toan Teng Chong
590 dari Tali, Inlam, sudah sedari siang-siang telah
mengangkat dirinya seperti raja. Dia menyetujui sepak
terjang tentera rakyat. Maka di belakang hari, jikalau
negara menjadi kacau, kami pasti dapat menaruh kaki
kami di salah satu pojokan dan wilayah Tali. Maka itu
perlu kita mempunyai perhubungan sama Bhok Kokkong,
supaya Bhok Kokkong tidak menggeraki angkatan
perangnya menyerbu Tali. Karena itu, buat bisa
berhubungan sama Bhok Kokkong, kita sudah mengasi
lewat pada Tiat Keng Sim, kita tidak merampas bingkisan
yang berada di bawah perlindungannya. Demikianlah."
Ciu San Bin berdiam sekian lama mendengar
penjelasan itu.
"Jikalau demikian adanya, benarlah gurumu yang
pandangannya jauh," berkata ia selang sesaat. "Nona Ie,
tadi aku menyatakan tidak setuju kepada kau, sekarang
aku menarik pulang kata-kataku itu. Apakah ada lain
penjelasan pula?"
"Bingkisan dari Ciatkang pun aku minta agar dibayar
pulang," berkata Sin Cu pula. "Dengan sunbu dari
Ciatkang kami sudah membuat perjanjian yang selama
tiga tahun dia tidak bakal menyerbu kami. Penghentian
permusuhan tiga tahun itu berarti bahwa kita bebas dari
luka dan binasanya tentera kita, dan itu berarti lebih
banyak daripada harganya bingkisan propinsi Ciatkang
itu." Mukanya San Bin menjadi merah bahna likat, tetapi ia
toh berkata: "Bingkisan dari Ciatkang itu sebenarnya
diberikuti lengki kamu. adalah aku yang kurang jelas dan
menyangka lengki itu dimiliki mereka dari pencurian,
maka aku menitahkannya merampas juga. Aku tidak
591 menyangka bahwa di dalam situ ada sebab musabab
begini." Piauwsu yang menjadi pelindung bingkisan dari
Ciatkang itu, Touw Kong dan Tie Pa, telah ditawan San
Bin ketika terjadi perampasan bingkisan itu. Sebabnya
ialah sangkaan San Bin tersebut dan San Bin berniat
menanyakan keterangannya biar jelas, sesudah itu, baru
mereka hendak dibebaskan. Jadi San Bin bertindak
demikian rupa adalah di luar kebiasaannya. Sekarang,
mendengar keterangan Sin Cu ini, ia lantas menanyakan
pendapat umum, dari yang mana, tujuh atau delapan
bagian setuj u dengan pikiran Nona Ie. Maka tidak ayal
lagi, ia perintahkan mengeluarkan bingkisan itu serta
Touw Kong dan Tie Pa dimerdekakan.
Kedua piauwsu itu girang bukan main. Mereka lantas
memberi hormat dan menghaturkan terima kasih kepada
San Bin dan Sin Cu, setelah mana, mereka meminta diri.
San Bin pun berlaku ramah sekali. Ia menitahkan
orangnya mengantarkan kedua piauwsu itu turun
gunung. Setelah itu sambil tertawa San Bin berkata: "Sin Cu,
kau hendak mengajukan permohonan apa lagi?"
Sin Cu memandang kelilingan. lalu ia menyahut,
sungguh-sungguh: "Aku masih hendak meminta sesuatu
untuk sejumlah orang lagi!"
Mendengar itu, semua orang tercengang.
Menampak demikian, Nyonya Yap Seng Lim tertawa.
"Tuan-tuan, tetapkan hatimu!" ia berkata nyaring.
"Permohonanku ini beda dengan permohonan dari
592 pelbagai tertua Rimba Persilatan tadi. beda besar sekali!
Aku juga tidak bakal meminta pula Ciu Cecu melepaskan
atau membayar pulang bingkisan sesuatu propinsi
lainnya lagi!"
San Bin heran. "Habis, apakah itu?" tanyanya. "Tadi aku telah bilang,"
berkata Sin Cu. "perampasan kami ini atas barangbarang
bingkisan beda sekali dari perampasan kaum
kangouw seumumnya. Di dalam halnya kita ini. tidak bisa
orang membawa-bawa urusan pribadi, untuk minta
pulang bingkisan yang dirampas."
"Benar begitu! Akur!" berseru banyak orang.
"Tentera rakyat kami ialah tentera suka rela," Sin Cu
berkata pula, "walaupun demikian, di mana yang bisa,
kami harus menyingkir dari perbuatan merugikan dan
mencelakai orang, bahkan kami harus memandang dan
memikirkan kepentingannya lain orang itu."
"Benar! Benar begitu!" kembali sejumlah orang
berteriak. "Kali ini ada banyak piauwsu yang telah menerima
permintaan pelbagai propinsi untuk mereka melindungi
bingkisan," berkata Sin Cu, melanjuti. "Piauwsu-piauwsu
itu pastilah bukannya orang-orang jahat dan pasti juga
bukannya dengan sengaja berniat menyeterukan kami,
hanya apa lacur, oleh karena bertemu sama kita, mereka
itu menjadi menampak kesukarannya..."
"Tetapi itulah karena terpaksa, apa boleh buat!" kata
beberapa suara.
593 Sin Cu berdiam sebentar, baru ia meneruskan:
"Sekarang kita membicarakan itu pelbagai tertua Rimba
Persilatan, yang datang dengan permohonan mereka
kepada kita. Aku mengerti mereka. Mereka itu datang
bukan melulu disebabkan soal hilang muka. lebih penting
daripada itu ialah keselamatan diri serta rumah
tangganya sekalian piauwsu itu. Dengan hilangnya
bingkisan, yang mereka lindungi, dapatkah mereka
memberi tanggungjawab" Dengan apa dan dengan cara


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana mereka dapat mengganti kerugian?"
Soal ini diketahui baik oleh semua hadirin, di antara
mereka pula ada yang erat perhubungannya sama si
piauwsu yang bersangkutan, tetapi seperti sudah
dijelaskan Sin Cu, perampasan itu untuk tentera rakyat,
yang cita-citanya luhur, dari itu mereka ini tidak berani
menyatakan sesuatu. Melainkan Liu Tek Chong seorang
yang menjadi sangat tidak puas.
"le Lihiap!" katanya nyaring, "benarkah, karena untuk
melindungi jiwanya sendiri serta keselamatan rumah
tangga mereka, maka kami pun harus membayar pulang
bingkisan yang dilindungi mereka yang telah kita
rampas?" Sin Cu menggoyangi tangan. "Pasti sekali tidak dapat
dibayar pulang!" jawabnya. "Aku masih mempunyai daya
yang ada kebaikannya untuk kedua belah pihak. Untuk
itu tidak usah dikerahkan tenaganya orang banyak,
cukup asal ada beberapa orang yang ilmu silatnya mahir
serta nyalinya besar. Asal mereka ini suka turut aku
berangkat ke kota raja, di sana aku mempunyai jalan
untuk membuatnya kaisar tidak berani memperpanjang
perkara perampasan bingkisan ini!"
594 Kata-kata itu membuat semua hadirin menjadi heran.
Tentu sekali semua menjadi ketarik hatinya.
"Apakah kita memainkan sandiwara mengirim surat
diberikuti senjata tajam?" tanya satu orang. "Apakah kita
hendak menggertak raja hingga dia tidak berani
membuka mulut seperti si gagu?" "Aha!" berseru yang
lain. "Dapatkah istana dianggap sebagai rumah rakyat
jelata" Itulah sandiwara yang tidak dapat dipentaskan!"
kata yang lain lagi.
"Jangan kata pergi ke kota raja!" berkata orang yang
ketiga. "Kita sudah merampas bingkisan, dengan pergi ke
kota raja, apa bukan kita seperti ikan mengantarkan diri
ke dalam jaring?"
Maka gemparlah suara orang banyak itu saking
herannya mereka, "Sandiwaraku ini bukanlah sandiwara
mengirim surat diberikuti senjata tajam!" berkata Sin Cu
tenang. "Buat sementara tidak dapat aku menjelaskan,
untuk mencegah terjadinya kebocoran, hanya dapat aku
terangkan, bahayanya tidak kalah dengan bahayajikalau
kita mengirim surat diberikuti senjata tajam itu! Inilah
sebabnya mengapa aku menyebut halnya beberapa
orang yang mahir ilmu silatnya serta besar nyalinya!"
Segera setelah penjelasan itu, Cit Seng Cu berseru:
"Aku turut!"
"Kami pun turut!" berseru Siauw Houw Cu berdua
Liong Kiam Hong.
Beberapa orang lagi menyatakan suka turut pergi.
In Hong berdiam saja, melainkan matanya diarahkan
kepada suaminya. Mendadak Thian Touw tertawa.
"Apakah kau menginginkan aku turut?" tanyanya dingin.
595 "Pergi atau tidak, terserah kepadamu!" menjawab
sang isteri. "Aku tidak ingin meminta itu dari kau!"
"Bilanglah, bukankah kau mengharapi aku turut
pergi?" Thian Touw tanya pula "Bukankah kau
mengharap agar aku turut kau pergi bersama?"
"Benar, aku ingin pergi," In Hong menjawab. "Jikalau
kau dapat turut, itulah paling baik, jikalau tidak, kau
boleh pulang lebih dulu ke Thiansan."
Thian Touw menghela napas.
"Kau hampir melupakan bahwa akulah suamimu."
bilangnya. "Oleh karena kau suamiku maka aku mengharap
orang nanti memuji kau," berkata isteri itu tenang.
"Bukan saja kau dipuji untuk ilmu pedangmu yang lihai
juga tentang kemuliaan hatimu. Jikalau aku mendengar
orang memanggil kau Hok Tayhiap maka berapa
terangnya mukaku. Lagi pula. enci Sin Cu bersama aku
ada bagaikan saudara kandung, dia sedang memerlukan
orang gagah membantu padanya, maka itu tenangkah
hatimu membiarkan dia sendiri saja menempuh bahaya?"
Thian Touw tertawa dingin.
"Di sini semua ada tayhiap. siauwhiap. enghiong dan
hookiat. apa masih perlukah aku?" dia bertanya. "Di
waktu tidak ada urusan, kau mentertawakan aku, di
waktu ada urusan, kau meminta bantuanku! Hm!
Berapatah harganya seorang enghiong" Aku tidak
percaya kau, setelah berdiam menyendiri sekian tahun di
Thiansan, sekarang pandanganmu tetap masih
pandangan manusia biasa" Kau harus ketahui, di kolong
596 langit ini banyak orang gagah akan tetapi mengenai ilmu
pedang Thiansan Kiamhoat, cumalah aku satu keluarga!"
In Hong mendongkol hingga mukanya menjadi merah
padam. Ketika itu yang lain-lainnya masih membuat banyak
berisik dengan pernyataan mereka: "Aku turut! Aku
turut!" lusteru orang membuat banyak berisik dengan
semangat yang berkobar-kobar itu, In Hong mendadak
merasa hatinya tawar, ia kesepian, ia ruwet sekali,
hingga ia menjadi berduka. Hingga karenanya,
kemendongkolannya terhadap Thian Touw, suaminya itu,
buyar dalam sejenak. Dia menjadi jeri sendirinya kapan
ia ingat bahwa dia telah berputus asa dan bersedih...
"Kenapa aku menjadi tidak bergusar kepada Thian
Touw?" ia tanya dirinya sendiri.
Di dalam halnya suami isteri, kemurkaan di antara
mereka, juga perselisihan, tidak dikuatirkan, yang
ditakuti ialah sikap dingin satu pada lain atau putus asa.
Itulah perasaan yang biasanya sukar ditarik pulang...
Thian Touw berbuat dengan sengaja. Dalam
mendongkolnya, ia mengundang kemarahannya In Hong.
Maka adalah di luar dugaannya, sebaliknya daripada
melayani atau bergusar. In Hong berdiam. Iamenjadi
tercengang. Tanpa merasa ia kata bagaikan mendumal:
"Aku tidak mau pergi! Aku juga melarang kau pergi! Baru
satu gelombang tenang, lain gelombang datang! Mana
dapat kita mengurusnya semua itu" In Hong. aku
bertindak untuk kebaikan kau. maka jikalau kau masih
mengingat cinta kita suami isteri mari kau turut aku
pulang..."
597 In Hong benar-benar menjadi sangat tenang.
"Thian Touw," katanya, sabar, "sekarang benar-benar
aku mesti memikir baik-baik. Baiklah sebentar malam kita
bicara dengan saksama. Sekarang kitajangan bicarakan
urusan ini, agar orang tidak mentertawai kita..."
Suara berisik di dalam ruang mulai menjadi reda.
"Ada tujuh belas saudara yang ingin pergi
bersamamu," berkataCiu San Bin. "Sin Cu, apakah kau
membutuhkan demikian banyak orang?"
"Tidak, tidak demikian banyak," menyahut si nyonya
muda. "Kalau begitu, silahkankau sendiri yang memilihnya!"
berkata San Bin pula.
"Oleh karena kita berangkat besok, biarlah malam ini
aku memikirkannya dulu." kata Nyonya Yap. "Besok aku
akan memberitahukan, berapa banyak bantuan yang aku
perlukan dan siapa-siapa yang aku akan minta suka turut
padaku." Sampai di situ, rapat dibubarkan, untuk diganti
dengan pesta. Cit Seng Cu menghampirkan Sin Cu.
"Ie Lihiap," katanya, "aku mesti turut, tak dapat tidak.
Masih ada dua keponakan muridku di tangan Chian Tiang
Cun." Sebelumnya menyahuti. Sin Cu tertawa.
"Aku, justeru membutuhkan bantuan cianpwee!"
katanya. "Pastilah cianpwee bakal turut!"
Girang imam itu. Kemudian ia pergi kepada San Bin.
598 Sin Cu lantas mencari Thian Touw dan In Hong. Suami
isteri itu berada di satu pojok. Sebenarnya Sin Cu heran
akan sikapnya In Hong. Menurut ia. mestinya Nona Leng
memaksa akan pergi. Kemudian, setelah menampak
sikap suami isteri itu, ia lantas dapat menduga.
"Hok Toako," ia menegur setelah ia mendekati suami
isteri itu, "kenapa kau tidak pergi minum bersama Kimto
Cecu?" Thian Touw menyahuti, dengan dingin.
"Aku bukannya enghiong atau hookiat. Tadi saja aku
minum karena sangat terpaksa, bagaimana sekarang aku
dapat bergumulan dengan mereka itu?"
Sin Cu tertawa.
"Hok Toako, jangan mengucap begini!" katanya. "Tadi
pun Kimto Cecu telah menegaskan pula, berhasilnya kita
merampas bingkisan ini, semua itu mengandal kepada
bantuanmu yang sangat berharga."
"Itulah jasanya In Hong, denganku tidak ada sangkut
pautnya. Aku cuma mendengar segala titahnya."
Sin Cu tertawa pula.
"Suami isteri artinya satu tubuh, satu hatinya," ia
berkata. "Dengan pedang bersatu padu kamu melawan
lawan lihai bagaikan iblis, ilmu pedang kamu
membangun jasa bersama, maka itu, mengapa masih
menyebut jasa aku atau jasa dia! Hok Toako, kau tidak
sudi minum arak kegirangan, baiklah, tidak apa, akan
tetapi kau harus minum arak pemberian selamat untuk
keberangkatanku! Maukah kau" Besok aku bakal
berangkat ke kota raja, maka di lain kali setahu sampai
599 kapan kita bakal bertemu pula dengan kamu! Bukankah
kamu hendak lekas berangkat pulang ke Thiansan" Maka
itu, aku pun boleh sekalian memberi selamat jalan
kepada kamu! Di sini ada arak yang harum, mari kita
mengeringi cawan masing-masing!"
In Hong mendengari orang bicara, matanya merah.
Hendak ia bicara tetapi batal sendirinya. Sebenarnya
hatinya tengah berkutat hebat.
"Enci, aku mengerti kau. maka itu, aku sangat
bersyukur kepadamu," Sin Cu kata pada kawan itu. "Aku
telah dapat cukup orang, dari itu aku tidak berani
membikin pusing pula pada kamu berdua."
Hatinya Thiai Touw lega tiba-tiba. la berkuatir sangat
Sin Cu nanti meminta bantuannya. Kalau begitu, sulit
untuk ia menjawabnya. Sekarang ia tidak usah
menghadapi kesukaran lagi. Sambil tertawa ia kata pada
isterinya: "Sungguh Sin Cu mengerti kau! Maka kau
harus menghormati dan menghaturkan terima kasih
padanya, kau harus memujikan agar ia berhasil!"
In Hong tidak membilang apa-apa. ia mengangkat
cawannya dan mengeringkan itu.
Sin Cu menuang arak pula. "Hok Toako. ini satu
cangkir untuk memujikan kau lekas berhasil dengan
Thiansan Kiamhoat ciptaanmu!" ia berkata dengan
doanya. Thian Touw berlega hati. ia minum kering arak itu, lalu
ia membalas dengan satu cawan. Ia kata: "Aku mohon
tolong disampaikan kepada gurumu, aku mengirim
hormat dan menghaturkan terima kasih untuk
600 petunjuknya, dan aku mengharap bahwa aku tidak akan
mensia-siakan pengharapannya."
Sin Cu menuang lagi tiga cawan. Ia tertawa.
"Dan dengan ini aku memujikan semoga kamu
sepasang suami isteri hidup rukun dan manis hingga
seratus tahun!" demikian doanya pula.
Thian Touw menerima pujian itu. ia menghirup pula.
Adalah In Hong yang tidak menyambuti cangkir
araknya. "Eh, enci Leng, kau kenapa?" tanya Sin Cu. Ia tahu
tetapi ia berpura-pura.
"Aku tidak kenapa-napa, aku melainkan merasa sedikit
kurang sehat," menyahut sahabat ini, yang hatinya
ruwet. "Biarnya kau kurang enak badan, cangkir ini harus
diminum!" berkata Sin Cu membujuk. Itulah desakan
manis. "Baik." kataln Hong. "Harap saja terjadi seperti
katamu." Ia lantas minum kering araknya. Tapi, setelah
meminum itu, ia mengeluh: "Ah, aku tidak menyangka
arak ini arak pahit!..."
Thian Touw lagi bergembira, ia tidak mendengar nada
isterinya itu. "Kalau begitu, kau perlu pergi pada tabib!" katanya
tertawa. "Arak begini harum, mengapa sampai di
mulutmu, lantas berubah menjadi pahit?" Sin Cu lagi-lagi
menuang arak. "Inilah cawan yang kedua," katanya,
"dengan ini aku mengharap agar di belakang hari masih
601 ada harinya yang kita bakal dapat bertemu pula satu
dengan lain!"
Kali ini In Hong segera minum kering arak itu.
"Sekarang aku merasa enakan sedikit!" katanya cepat.
"Memang, arak ini harum!"
Thian Touw sebenarnya tidak ingin minum arak ini
tetapi ia meminumnya juga.
Malam itu pesta berjalan sampai jam tiga pagi. Hanya
Thian Touw dan In Hong, tidak sampai akhirnya pesta,
sudah ngeloyor pergi. Menurut Thio Giok Houw, ketika
malam itu ia keluar bersama Kiam Hong. untukjalan-jalan
di dalam rimba, mereka mendengar suami isteri itu
berselisih mulut...
Kapan telah datang hari kedua. Ie Sin Cu sudah siap
sedia. Ia sudah menjanjikan Giok Houw untuk mengambil
selamat berpisah dari Kimto Cecu. Ia bilang ia mau
melihat In Hong dan Thian Touw, atau San Bin


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyampaikan kepadanya halnya Thian Touw telah
meninggalkan sepucuk surat, bahwa karena kuatir nanti
terjadi banyak pusing lagi. Thian Touw pergi tanpa
berpamitan pula.
"Bagaimana dengan enci In Hong?" tanya Sin Cu.
San Bin tertawa.
"Buat apa ditanyakan lagi?" sahutnya. "Suaminya
pergi, dia tentu ikut pergi juga!"
Sin Cu menjadi heran, ia berduka.
"Enci In Hong bukanlah itu orang yang orang
mengatakannya, kawin sama ayam ikut ayam atau kawin
sama anjing ikut anjing," katanya. "Melihat tabiatnya,
602 aku justeru berkuatir dia bentrok keras dengan
suaminya. Adalah di luar dugaanku, sudah dia tidak
mengatakan padaku hendak turut pergi ke Pakkhia, dia
justeru turut suaminya pergi dan perginya juga secara
diam-diam... Ah, mustahilkah di dalam ini ada sesuatu
yang luar. biasa?"
Tapi karena itulah urusan suami isteri orang, Sin Cu
merasa likat untuk membicarakan itu dengan San Bin. Ia
menjadi menduga-duga di dalam hati saja.
Nyatalah untuk kepergian
Istana Pulau Es 20 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Kisah Si Bangau Putih 7

Cari Blog Ini