Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 22
ak itu mengamuk dan
menerjang kearah Kongcu itu dan beruntun-runtun melukai
beberapa pengawalnya. Pada saat sangat berbahaya itu
kebetulan Koko lewat disitu dan akhirnya dapat menundukkan
badak yang sangat ganas itu Kongcu menjadi sangat senang
dan minta Koko menjadi pengawal pribadinya. Dan Koko
ternyata tega mengesampingkan aku, kontan dia terima
permintaan Kongcu itu, sesudah pulang juga aku tidak diberii
tahu tentang hal itu tapi sekarang akupun merasa senang
karena Koko telah membawa pulang seorang enso yang begini
cantik." "Ya. sesudah dia menjadi pengawalku. tapi aku yang telah
membikin dia mengalami sesuatu bencana," ujar Kongcu
sambil merghela napas,
"Tidak, sebaliknya akulah yang membikin susah padamu,"
kata Giok Kun Lun,
"Dan sekarang kejadian itu sudah lampau kalian juga tidak
perlu saling sungkan-sungkan," ujar Ling Liong dengan
tertawa. Kemudian Kongcu melanjutkan ceritanya: "Bicara tentang
peristiwa itu, harus diakui bibi Karani yang telah memberi
banyak bantuan. Aku bersahabat baik dengan Giok toako
adalah diluar tahu kakakku. Belakangan raja Nepal yang
digulingkan itu telah lari menyelamatkan diri ketempat kami
dengan suatu pasukan pengawalnya yang cukup kuat, Koko
ingin menggunakan tenaga mereka, maka dia telah
mengadakan perjanjian rahasia dengan raja pelarian itu
tentang saling membantu, bahkan aku dipaksa untuk menikah
dengan putera raja pelarian itu.
"Sudah tentu aku menolak dengan tegas, Koko menjadi
marah, disamping mengawasi tindak tandukku, diam-diam ia
menyelidiki pula keadaannya, maka tidak lama hubunganku
dengan Giok Toako dapat diketahuinya. Dia memikirkan tipu
muslihat, suatu hari Giok Toako sengaja diminta ikut berburu
dengan Koko. Ketika Giok toako berhasil membunuh seekor
harmau, Koko pura-pura memberi selamat padanya dan
mengajak minum satu cawan arak. Tapi didalam arak diamdiam
diberi Siu lo so kun San (puyer pelunak tulang) yang
merupakan obat mujijat dari kerajaan kami, sesudah minum
obat itu, seketika tenaga orang. biarpun setinggi langit ilmu
silatnya juga tak berguna lagi Dan sesudah Giak Toako
ditangkap, lalu Koko berkata padanya: "Sekarang cuma ada
dua jalan. yang boleh kau pilih: Hidup atau mati jika ingin
hidup, maka aku akan menghadiahkan seorang Kiongli
(dayang keraton) untuk menjadi isterimu dan hubungan
dergan Kongcu harus diputuskan. Kalau tidak maka aku akan
hukum mati kau, tapi tanpa ragu-ragu Giok Toako lantas pilih
dihukum mati saja. Mestinya Koko bermaksud menggunakan
dia untuk membujuk aku agar menuruti maksud tujuannya,
maka seketika iapun tidak berani membunuh Giok toako.
Segera ia dimasukan penjara dengan harapan sesudah
tersiksa tentu kelak akan menurut.
"Beberapa hari kemudian, kebetulan bibi Karani berkunjung
lagi ketempatku. Waktu itu aku sudah mengetahui tentang
dipenjarakannya Giok toako maka aku telah minta tolong
padanya. Tapi bibi Karani tidak berani menyalahi Bok Lolo
maka tidak dapat membantu aku melarikan diri, tapi ia mau
berusaha mengeluarkan Giok toako dari penjara ia minta aku
memberikan obat penawar. Obat penawar itu dengan mudah
dapat kucuri dari almari Koko dan malam itu juga dia
menyampaikannya kepada Giok toako dipenjara, cuma dia
meninggalkan catatan pula agar Giok toako baru boleh
melarikan diri pada hari besoknya saja, Kemudian kami
mengetahui maksud bibi Karani berbuat demikian, untuk
rnenghindarkan curiga Bok Lolo atas dirinya.
"Begitulah dengan kepandaian bibi Karani yang tinggi,
tanpa diketahui seorangpun dia telah dapat masuk kedalam
penjara. Sesudah Giok toako dapat memulihkan tenaganya
tentang melarikan diri dari penjara sudah tentu bukan soal
sulit lagi baginya. Besoknya juga di hadapan sipir bui ia
meremas patah borgol yang kenakan ditangannya itu, lalu
tinggal pergi, dengan seenaknya, para penjaga penjara cukup
tahu betapa liehay Giok. Toako, maka tiada seorangpun yang
berani merintangi dia. Sesudah Giok Toako melarikan diri
diam-diam bibi Karani telah menemuinya dan menasehatinya
agar dia jangan menyerempet bahaya masuk keraton. Giok
Toako juga tahu bukan tandingannya Bok Lolo, maka ia telah
minta adpis kepada bibi. Tentang memberi hadiah kepada Bok
Lolo dan melarikan diriku dengan bantuan Kim Mo Soan,
semuanya itu atas adpis bibi Karani.
"Sungguh menggelikan juga kalau diceritakan," demikian
Giok Kun Lun menyambung dengan tertawa. "Mestinya aku
adalan buronan yang harus ditangkap, tapi ketika aku
mengirim utusan kepada Bok Lolo untuk menyatakan bahwa
aku bersedia memberikan setangkai bunga secantik dalam
salju, kepadanya dengan syarat asal dapat bertemu dengan
Kongcu, ternyata dia lantas terima dengan baik. bahkan
berjanji akan memberi banyak kebebasan pada ku dikalau aku
masuk bedalam keraton.
"Hal itu adalah karena dia terlalu sombong, kau tak
pandang sebelah mata olehnya," kata Kongcu dengan tertawa.
"Sama sekali ia tidak menduga bahwa kalau aku membawa
serta Kim Mo Soan dan melarikan diriku didepan hidungnya."
"Semua orang mengatakan nenek siluman itu mempungai
kepandaian maha tinggi, apakah Koko sudah pernah
bergebrak dergan dia itu?" tanya Giok Ling Liong.
"Sudah pernah bergebrak satu kali dan memang betul
sangat lihay, ini lihat!" kata Giok Kun Lin sambil mengangkat
lengan bajunya, benar juga kelihatan bekas cengkeram jari
tangan bagaikan habis keselomot api.
Semua orang terkesiap melihat betapa lihay nya bekas luka
itu. "Untung Kim Mo Soan itu dapat lari secepat terbang, begitu
aku bergebrak satu kali dengan dia, segera aku pondong
Kongcu dan lari dengan menunggang Kim Mo Som," tutur Giok
Kun Lun. "Sebaliknya dia terkena aku punya Hian Peng sin
ciang, sedikitnya ia pun perlu istirahat buat beberapa jam
lamanya." "Ya, untung juga bunga triwarna itu baru mekar pada
beberapa hari yang lalu, kalau tidak mungkin nenek siluman
itupun tidak sudi kepada hadiah barang lain," kata Ling Liorg.
"Aku heran, usia nenek siluman itu sudah begitu tua buat
apa dia mengambil bunga aneh itu " ujar Giok Kun Lun.
"Hal itu aku tahu," kata Kongcu "Dia sendiri tidak inginkan
bunga itu, tapi akan dia berikan kepada Ipicuma (nyonya
gubernur Ho lam). Sungguh aneh juga, meski Ipicuma dan
Karani adalah kakak beradik, tapi tampaknya nenek itu lebih
sayang kepada Ipicuma, setiap waktu dia suka menyebut
namanya, jika mendapat sesuatu benda mustika juga pasti
disimpan untuk diberikan kepada Ipicuma, Sikapnya kepada
kedua bibi itu berbeda satu sama lain, entah apa sebabnya.
"Apa hubungannya antara Karani kakak beradik dengan Bok
Lolo itu " Mengapa begitu rapat dan baik " Apakah Kongcu
tahu ?" tanya Danu Cu Mu.
"Akupun kurang jelas," sahut Kongcu. "Setiap kali bibi
Karani datang, tentu mereka bicara didalam kamar dengan
tutup pintu. Bila terkadang aku berada bersama mereka,
paling-paling aku hanya tahu bibi Karani memanggilnya
sebagai Lolo dan sangat menghormatinya. Tentang apa
hubungau kekeluargaan mereka, itu lah aku tidak tahu ."
"Tahun yang lalu pernah Karani dan Le Hok Sing
mengunjungi Leng Ciu Hong sebagai tamu kami," tutur Giok
Kun Lun. Tatkala itu aku telah membawa mereka pergi melihat
pobon bunga triwarna itu dan memberitahukan mereka
tentang keajaiban bunga itu. Dia kelihatan sangat kagum.
Sekali ini dia menyarankan aku menghadiahkan setangkai
bunga itu kepada Bok Lolo, padahal dalam hatinya sendiri
tentu dia juga sangat ingin."
"Hal itu sudah kuduga sebelumnya," sambung Giok Ling
Liong dengan tertawa "Maka tentang jasa-jasa baik itu sudah
kuberikan kepada Le Hok Sing."
"Benar, cara demikian adalah paling baik." kata Giok Kun
Lun. "Dengan demikian kita telah berterima kasih kepada bibi
Karani bahkan dapat menjadikan jodohnya dengan Le Hok
Sing yang selama ini masih remang-remang."
Mendadak Danu Cu Mu ingat sesuatu segera ia tanya:
"Kongcu, tadi kau bicara tentang puyer Siu Lo So Kun San
yang bisa membikin lemas setiap orang yang meminumnya,
apakah kau masih mempunyai sisa obat penawarnya itu."
"Mestinya masih ada sisa, tapi kemudian aku digeladah dan
telah dirampas kembali oleh Koko," sahut Kongcu. "Sebab
itulah maka aku telah diawasi dengan lebih keras oleh Bok
Lolo. Ada apakah kau menanyakan obat penawar itu ?"
"Sebab aku menyangsikan adik perempuan ku janganjangan
juga terkena racun itu," kata Cu Mu "Kongcu pernah
bertemu dengan adikku, apakah dapat kau melihat tandatanda
keracunannya itu ?"
"Susah, sebab orang yang keracunan Siu Lo So Ku San
sama sekali tiada tanda-tanda yang aneh pada airmukanya."
kata Kongcu. "Ai, memang betul, Ilmu siiat adikmu sangat
tinggi, tapi Bok Lolo dan kakakku membiarkan dia bergerak
bebas didalam keraton, kukira besar kemungkinan dia juga
telah kena racun pelunak tulang itu."
"Jangan kualir," tiba-tiba In Khing menyeia dengan tertawa.
"Disini juga kita mempunyai seorang tabib sakti kenapa mesti
kuatir takkan dapat memunankan racun itu ?"
Cu Mu menjadi ingat kepada Hoa In Pik ia mendekatinya
dan memberi hormat katanya. "Memang benar, ayah nona
Hoa adalah tabib sakti yang tiada bandingannya dijaman ini,
sebagai puterinya tentu nona Hoa sudah dapat mewakili
ayahnya. Jika Nona Hoa sudi menolong, sungguh merasa
sangat berterima kasih. Jika Tiong Lian dapat diberi obat
penawar maka muslihat mereka dengan menggunakan dia
sebagai sandera pastilah akan gagal."
"Kantong obatku sih masih ada, tapi sesuatu penyakit harus
diperiksa dahulu baru dapat diberi obat yang jitu," ujar In Pik.
"Jika begitu, kau harus ikut pergi bersama kami!" kata In
Khing tertawa. "Mestinya ayahmu juga berada bersama kami
untuk nian cari kau, sekarang kau sudah ditemukan dan
penyakitmu juga sudah sembuh, rasanya tidak pantas kalau
kita lantas pulang begini saja. Kiang suheng pernah menolong
jiwamu, sayang aku tidak paham ilmu pertabiban sehinggu
tidak banyak dapat membantu dia namun demikian aku pasti
akan menyusulnya ke Kunbran."
Mendengar itu, diam-diam Danu Cu Mu bersangsi apakah In
Pik masih suka atau tidak kepada Tiong Lian.
Namun terdengar In Pik telah berkata dengan muka merah:
"Apa kau kira aku tidak mau menolong keselamatan kawan
sendiri" Aku hanya kuatir kepandaianku yang tidak cukup
untuk mengobati dia. Tapi jika demikian tekadmu maka
pastilah aku akan ikut kau kesana untuk menolong nona Kok."
Walaupun In Pik bukan seorang yang berpikiran sempit,
tapi ia memang mempunyai pikiran untuk tidak ketemu lagi
dengan Kang Hay Thian dan Kok Tiong Lian untuk
menghindarkan hatinya tertusuk lagi. Cuma sekarang In Khing
yang mengundang dia pergi bersama, dengan berdampingan
dengan In Khing, ia merasa tidak malu-malu lagi menghadapi
Kang Hay Thian dan Kok Tiong Lian.
Maklum, inilah jalan pikiran anak gadis yang sangat halus
yaitu bilamana dia sudah mendapatkan kawan baru lagi dia
berani terang-terang-an berhadapan lagi dengan kekasihnya
yang dahulu (mungkin diantara pembaca mempunyai
pengalaman yang demikian " pen: ).
Begitulah Danu Cu Mu dan In Khing jadi girang karena nona
itu sudah berjanji akan ikut pergi bersama mereka. Dalam
pada itu In Bik juga sudah dipapak datang, ia menjadi girang
pula demi melihat kakaknya juga berada disitu dengan
selamat. Maka Giok Ling Liong lantas suruh pelayan menyediakan
daharan untuk menjamu para tetamu. Dalam suasana yang
riang gembira itu ternyata puteri Kunbran saja yang
mengkerut kening, seperti mempunyai perasaan sedih akan
sesuatu. "Kita sudah lolos dari kurungan, apa yang Kongcu kuatirkan
lagi"!" tanya Giok Kun Lun.
"Tempat ini bukan tempat yang sempurna Giok Toako, kita
harus mencari suatu tempat lain untuk tinggal dengan aman,"
kata Kongcu itu.
Kiranya tempat dimana meraka berada sekarang ini adalah
istana peristirahatan kekeknya, sesudah sang kakek
mengundurkan diri dari tahtanya maka istana ini telah
dihadiahkan kepada cucunya yang perempuan itu. Karena
Giok Kun Lun kakak beradik mempunyai bubungan istimewa
dengan dia, maka bila Kongcu tidak ada, dengan sendirinya
Giok Lin Liong menjadi seperti tuan rumahnya.
"Benar juga," demikian kata Giok Kun Lun. "Kakak mu tahu
adanya tempat ini, lambat atau cepat dia tentu, akan kirim
orang kesini untuk mencari kau. Tempat tinggalku sendiri
berada di Leng Ciu Hong, tapi tidak cocok untuk tempat
tinggalmu. Marilah Kongcu, lebih baik kita terbang ketempat
yang jauh, ketempat yang terpencil dari khalayak ramai."
Tapi sang Kongcu menghela napas, sahutnya dengan
berduka: "Aku tidak tega meninggalkan kakek akupun berat
meninggalkan tanah airku sendiri. Tapi jika tidak ada tempat
meneduh lagi terpaksa aku harus ikut kau kemanapun kau
pergi." "Kongcu marilah kau ikut bersama kami saja," tiba-tiba Cu
Mu menyela. Kongcu tercengang, sahutnya: "Bersama kalian" bukankah
kalian justeru hendak pergi kekotaraja negeri kami " Ini kan
berarti ikan masuk jala sendiri ?"
"Kedua negeri kita sebenarnya mempunyai bubungan baik
sejak turun temurun," kata Cu Mu. "Meski engkohmu
sementara itu dapat di hasut dan bermaksud mencaplok
negeri kami tapi aku sudah pasti tidak ingin perang dengan
negeri kalian. Raja pelarian dari Nepal itu adalah blang keladi
dari semua gara-gara ini, kalau dia tidak dienyahkan, akhirnya
pasti akan membahayakan kalian sendiri. Sebab itu lah aku
ingin menasehatkan Engkohmu agar insaf, untuk ini aku yakin
pasti akan berhasil"
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jika betul demikian halnya, aku merasa syukur sekali dan
dapat pulang dengan lega!" kata Kongcu. "Tapi hendaklah
dipikirkan pula bahwa pasukan kakakku sangat kuat banyak
pula jago-jago pilihannya, melulu Bok Lolo seorang saja juga
susah untuk dilayani."
"Jangan kustir aku mempunyai seorang Suheng, mungkin
sekarang sudah berada disana didalam negerimu," kata Cu Mu
dengan tertawa. "Apabila terpaksa mesti digunakan kekerasan,
maka Bok Lolo itu pasti bukan tandingan Suhengku, hal ini
harap kau jangan kuatir!"
"Dan aku mempunyai akal, dengan sedikit kepandaianku
nanti aku merobah muka Kongcu, tanggung kau tidak akan
dikenal lagi" kata In Pik.
"Itulah lebih baik dengan demikian setiba disana kita bisa
lantas bergerak menurut keadaanl" kata Cu Mu.
"Jika nona Hoa mahir ilmu mengubah rupa maka kami
kakak beradik juga berani ikut pergi, untuk ini harap nona Hoa
suka menbantu sekalian," pinta Giok Kun Lun.
Begitulah maka dengan bantuan Hoa In Pik, kemudian Giok
Kun Lun kakak beradik Kongcu itu dirias sedemikian rupa
sehingga susah untuk dikenal lagi. Habis itu, besoknya mereka
lantas berangkat menuju kekotaraja.
Diam-Diam perasaan In Pik menjadi bergolak pikirnya:
"Entah Hay Thian masih teringat padaku atau tidak " Ai, saat
ini mungkin dia sudah bertemu dengan Kok Tiong Lian. Ya,
semoga hidup mereka selalu akan bahagia untuk selamanya,
dengan demikian akupun tidak perlu kesal lagi."
Tatkala itu Kang Hay Thian masih dalam perjalanan, dari
jauh dinding benteng kotaraja Kunbran itu sudah kelihatan.
Sesudah mengalami kejadian luar biasa dipuacak Leng Ciu
Hong, keselamatan In Khing dan lain-lain belum diketahui,
maka dalam hatinya sangat berduka. Jika Hoa In Pik sedang
memikirkan dia, maka iapun sedang mengenanpkan In Pik:
"Semoga adik Pik dapat terangkap jodoh dengan pemuda baju
putih itu, dengan demikian aku tidak perlu merasa masgul
lagi." Pegunungan Attai itu melingkar-lingkar memanjang seperti
ular, sampai disitu, pegunungan Attai itu telah bertemu dengin
cabang pegunungan Thian San sebilah utara, ditengah
tangkupan lereng gunung itu terdapat sebuah dataran, itulah
negeri Kunbran.
Ibu kota Kunbran itu bernama Singgasar tempatnya
dibangun membelakangi lereng gunung sehingga
kedudukannya sangat strategis.
Diam-Diam Hay Thian membatin: "Tempat ini sedemikian
baiknya, jika raja Kunbran mau bidup "berdikari" maka dia
sebenarnya dapat hidup aman, dan makmur, tapi dia justeru
masih kurang puas dan ingin mencari perkara pada negeri
tetangga, sungguh terlalu bodoh. Padahal negeri Masar jauh
lebih kuat, untung Cu Mu sute yang menjadi raja dia bertekad
akan melenyapkan kemungkinan bentrokan senjata ini kalau
tidak, maka negeri indah didaerah permai ini pasti akan
menjadi bumi hangus. Ai, semoga Sute dapat menyelamatkan
diri, agar dengan demikian rakyat jelata kedua negeri tentu
akan bahagia dan"terhindar dari bahaya maut, maka setiba
dikotaraja Kunbran itu perasaannya semakin tertekan,
pikirnya: "Jika terjadi apa-apa atas diri Cu Mu Sute, maka
aku bukan saja harus menolongi adik Lian, bahkan harus
mewakilkan Cu Mu Sute memikul tanggung jawab ini untuk
berdaya melenyapkan kemungkinan bentrokan senjata antara
kedua negeri. Dari Danu Cu Mu ia ingat pula kepada Kok Tiong Lian, sama
sekali ia tidak tahu keadaan nya Tiong Lian, maka
perasaannya tambah tidak tenteram.
Bulan itu kebetulan adalah saat perayaan keagamaan dikota
raja Kunbran, banyak diantara jemaah-jemaah itu datang dari
tempat yang jauh, diantaranya banyak juga terdapat jemaah
bangsa Han. Maka Hay Thian telah membeli dupa dan lilin
seperlunya, ia pun bergelar sebagai jemaah yang hendak
sembahyang kekuil kerajaan. Karena suasana sangat ramai,
maka tiada orang yang menaruh perhatian padanya. Kunbran
adalah negeri Budha, didalam kota raja itu banyak sekali
terdapat kuil-kuil yang dirayakan serentak disampmg kuil
kerajaan yang paling besar ramai itu. Para jemaah dengan
bebas dapat bermalam didalam kuil. Maka Kang Hay Thian
sengaja mencari suatu kuil yang paling berdekatan dengan
keraton. Karena buru-buru ingin menyelidiki Kok Tiong lian, maka
tanpa menunggu datangnya Danu Cu Mu, segera Hay Thian
menyelundup kedalam istana seorang diri.
Hay Thian bergirang, pikirnya. "Inilah saat yang paling
bagus bagiku untuk bekerja."
Istana kerajaan dibangun dikaki gunung, meski malam
gelap, tapi diatas gunung sungai es (glacier es) silang
melintang sehingga memancarkan cahaya keputih-putihan
yang indah, walaupun jaraknya sangat jauh, tapi sedikitnya
mengeluarkan sinar yang remang-remang sehingga
mengurangi malam yang terlalu pekat.
Lwekang Kang Hay Thian sangat tinggi, dengan sendirinya
matanya jauh lebih tajam daripada orang biasa. Dengan
sedikit sinar yang berkelip-kelip itu dapatlah dia melihat jelas
keadaan jalanan. Maka diluar tahu siapapun juga ia berhasil
menyusup kedalam istana raja Kunbran.
Tapi segera ia dihadapkan pada suatu persoalan.
Istana raja Kunbran itu meski tidak seluas istana kerajaan
Masar, tapi juga meliputi bangunan yang beratus-ratus
banyaknya yang tersebar luas. Apakah Kok Tiong Lian
dikurung didalarm istana, hal ini memang belum diketahui
Kang Hay Thian. andaikan memang betul dikurung disitu,
baginya juga tidak mungkin untuk mencarinya diantara
beratus-ratus gedung itu.
Dahulu waktu dia menyelundup keistana raja Misar untuk
menuntut balas pada Kayun tatkala itu Danu Cu Mu membawa
sebuah peta. Tapi sekarang ia sendirian tanpa sesuatu alat
pembantu, terpaksa ia hanya bisa mencari secara ngawur
saja, ia berdoa semoga mendapatkan penemuan aneh
Namun sebelum mendapatkan penemuan aneh atau musuh
sudah diketemukan lebih dulu Ketika dia sedang maju
kedepan, tiba tiba dia merasa dibelakangnya ada suara orang
bernapas, karena ia terkejut dan cepat berhentikan langkah
nya untuk mendengarkan dengan cermat.
Ia merasa suara pernapasan orang itu sangat perlahan dan
aneh, jauh berbeda dengan pernapasan orang biasa, maka
tahulah dia bahwa lwekang orang itu pasti sangat tinggi, ia
taksir orang itu bersembunyi tidak lebih jauh daripada belasan
langkah saja dari tempatnya itu. Diam-Diam dia memikir:
"Orang ini pasti seorang jagoan, aku mengetahui dia, bukan
mustahil dia sudah mengetahui diriku lebih dulu. Apa
maksudnya dia sembunyi ditempat gelap" Akh, mungkin dia
belum jelas siapa aku dan tidak tahu kalau aku adalah orang
luar, Jika sudah dilihatnya sehingga dia bersuara, tentu akan
runyam "!"
Berpikir begitu, segera ia ambil keputusan uatuk
mendahului. Mendadak ia membalik tubuh terus menutuk
kearah tempat yang dibuat sembunyi orang itu.
Yang dipakai Kang Hay Thian adalah ilmu menutuk dari
jauh dengan tenaga murni yang kuat, dari suara pernapasan
orang itu dia dapat membedakan arah dan tempatnya dan
dengan cepat ia menutuk "Bun Hiang Hiat" di-bagian hidung
serta "Yang pek hiat" ditengah tengah antara kedua mata.
Dengan serangan ini biarpun dalam malam gelap dari jauh,
tapi Hay Thian yakin pasti akan membikin musuh tak bisa
berkutik. Diluar dugaan, begitu tutukan itu dilancarkan, se konyongkonyong
terdengar orang itu bersuara aneh, menyusu!
sesosok bayangan orang terus mencelat pergi kesana. Nyata
orang itu tidak tertutuk bahkan dapat menghindar depgan
Ginkang yang tinggi.
Dan selagi Hay Thian hendak memburu maju. namun orang
itu sudah menyerang lebih dulu. Terdengarlah suara
mendenging yang menusuk telinga dalam sekejap saja selarik
sinar emas kehitam-hitaman telah menyambar tiba. Biar pun
kepandaian Kang Hay Thian sangat tinggi dan nyalinya besar
juga tidak berani sembarangan menangkap senjata rahasia
yaag hebat itu dengan tangan.
Dalam pada itu secepat kilat sinar emas kehitam-hitaman
itu sudah menyambar kearah tenggorokannya. Urtung gerakan
Hay Thian juga sangat cepat, Cay In Pokiam tahu-tahu sudah
dilolosnya, dengan gerakan "Ki hwe liau thian" (angkat obor
menerangi langit) segera ia menahas keatas. Maka
terdengarlah suara "tring" sekali, lelatu api. meletik senjata
yang mirip anak panah kecil itu seketika terbentur jatuh
ketanah. Sebaliknya Kang Hay Thian juga merasa tangannya
linu pegal, diam-diam ia terkejut senjata rahasia yang hebat
itu, ia tidak tahu jenis senjata rahasia apa sehingga pedang
mustikanya juga tidak mampu menabas nya,
Dihadapan musuh tangguh Hay Thian tidak sempat
menjemput senjata rahasia musuh yang jatuh itu untuk
dipelajari, maka segera ia mengejar kearah sana, Anehnya
orang itu sama sekali tidak bersuara sebaliknya malah
sembunyi-sembunyi malah seperti hendak main kucingkucingan
dengan Hay Thian dalam kegelapan.
Walaupun ginkang Hay Thian lebih tinggi setingkat daripada
lawannya, tapi karena dia memang ketinggalan lebih dulu,
pula keadaan tempat tidak paham, maka sesudah orang itu
memutar kian kemari, akhirnya Hay Thian tidak dapat
menemukan jejaknya lagi.
Pada saat itulah lantas terdengar suara genta bertalu-talu
disertai suara orang yang berisik, agaknya pengawalpengawal
istana telah mendengar suara mendengingnya
senjata rahasia aneh tadi dan mengetahui ada orang
menyelundup kedalam keraton. Menyusul terdengar suara
seorang wanita tua sedang membentak : "Jangan gugup, yang
datang hanya dua maling kecil saja, Karani, coba kau
menggeledah sebelah sana, biar aku menangkap maling kecil
yang sebelah sini "
Diam-Diam Hay Thian terkejut akan kelihayan nenek itu,
ternyata ditengah suara ramai itu tokh dapat membedakan
tempat di mana aku berada. Didalam keraton ini terdapat
tokoh se-lihay ini, ditambah lagi lelaki pertama tadi tampaknya
usahaku malam ini pasti akan gagal
Meski si nenek telah menyebut ada "dua maling kecil", tapi
Kang Hay Thian ternyata anggap lelaki pertama tadi adalah
jago pengawal keraton, ia menaksir, sinenek telah salah duga
akan kawan sendiri didalam kegelapan.
Dari itu Hay Thian merasa bila dikerubut oleh kedua orang
itu mungkin susah untuk meloloskan diri. Ia pikir dari pada
nanii terjungkal, lebih baik sekarang kabur lebih dulu untuk
menunggu datangnya Danu Cu Mu dan lain kali akan
mengunjungi keraton lagi,
Tapi baru saja dia hendak angkat langkah seribu,
sekonyong-konyong terdengar suara mencicit, sebatang panah
berapi telah menyambar ke-arahnya dan melayang lewat
diatas kepalanya Panah berapi itu gunanya untuk penerangan,
maka baru saja Kang Hay Thian melompat keluar dari tempat
sembunyinya hendak kabur namun ia segera dapat dipergoki
orang banyak tahu-tahu seorang nenek yang rambutnya
sudah beruban secepat kilat telah menerjang tiba-tiba. Dan
belum mendekat orangnya sekonyong-konyong sudah
terdengar suara berhamburnya Amgi atau senjata rahasia.
Suara senjata rahasia itu berdengung-dengung memekakan
telinga, Sekali dengar saja segera orang akan tahu jumlah
senjata rahasia itu sedikitnya ada belasan buah.
Hay Thian sudah merasakan lihaynya lelaki pertama tadi,
sekarang mendengar suara sambaran senjata rahasia ini
bahkan lebih keras daripada tadi, keruan ia terkejut. Jika
sebuah senjata tadi sudah begitu berat untuk menangkisnya,
apalagi sekarang sinenek sekaligus menghamburkan belasan
buah, maka susahlah untuk dilayani.
Dalam pada itu sinar gemerlap tampak sudah menghambur
dari berbagai penjuru, kira nya senjata rahasia itu berbentuk
Kim Goan sebanyak 12 buah. Cepat Kang Hay Thian putar
pedangnya untuk melindungi badannya, maka terdengarlah
serentetan suara nyaring gemerincing, sebagian besar gelang
emas yang terbentur pedang itu telah hancur berkepingkeping
dan jatuh ketanah.
Legalah bati Hay Thian. Ternyata senjata rahasia sinenek
meski berjumlah banyak, datangnya juga sungai mengejutkan
orang, tapi daya serangannya ternyata jauh lebih lemah dari
pada sebuah senjata rahasia orang pertama.
Diluat dugaan, baru saja Hay Taian merasa lega, mendadak
ada tiga buah gelang emas yang menyambar dari atas
menembus garis putaran pedangnya. Cepat Hay Thian
menunduk kedepan dan membiarkan punggungnya terancam.
Maka terdengarlah suara "plak plok" tiga kali, ketiga gelang
emas itu kena semua di punggung Hay Thian, tapi ia
mempunyai ilmu pelindung tubuh sehingga ketiga gelang
emas itu kena tergetar jatuh. Namun begitu tenaga serangan
gelang-gelang emas itu ternyata tidak lemah, sehingga
sakitnya tidak kepalang walaupun tidak sampai terluka.
Cara melepaskan Amgi atau senjata rahasia nenek itu
bukan saja sangat keras, bahkan sangat aneh gayanya,
sebagian bisa berputar-putar di atas untuk kemudian baru
menyambar kebawah, sungguh Suatu cara yang belum pernah
dilihat oleh Kang Hay Thian. Karena ia terkesiap sekali.
la tahu bahwa justeru sinenek bahkan jauh lebih terkejut
dari pada dia. Nenek bukan lain adalah Bok Lolo yang diangkat sebagai
Kim Lun Seng Bo oleh raja Kunbran itu. Selama hidupnya
jarang ketemu tandingan. Ke 12 buah gelang emas itu adalah
senjata rahasia andalannya yang paling lihay sungguh tidak
nyana dengan mudah telah kena dihancurkan semua oleh
seorang pemuda yang lak terkenal asal usulnya. Bahkan tiga
buah diantaranya yang sudah terang mengenai sasarannya
tapi tahu-tahu tergetar jatuh semua dan sasarannya tanpa
terluka ssdikit pun, keruan hal ini membuat Bok Lolo terkejut.
Biasanya Bok Lolo tidak sembarangan menggunakan ke 12
buah gelang emas itu. Karena dilihatnya gerak gerik Kang Hay
Thian sangat luar biasa, ia tidak berani memandang enteng
padanya, namun dengan 12 buah galang emas itupun ia
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa agak berlebihan Siapa tahu kekuatan King Hay Thian
ternyata jauh lebih hebat dari pada sangkaanya.
Diam Bok Lolo memikir "Jika bocah ini dibiarkan beberapa
tahun lagi maka akan lebih lihay dari pada sekarang!" Seketika
timbul napsu membunuhnya, begitu memburu maju, segera ia
mendahului menghantam dengan telapak tangannya.
Cepat Hay Thian menangkis serangan itu, jarak mereka ada
lebih dua meter, tapi serangan tangkisan Hay Thian itu toh
membawa angin pukulan yang dahsyat sehingga debu pasir
bertebaran. Berulang BoK Lolo tergetar mundur dua tindak
karena benturan tenaga pukulan, keruan kejutnya bertambah
hebat dan cepat ia menghantam pula.
Hay Thian sendiri juga tergeliat sedikit, lapun terkesiap,
pikirnya. "Meski nenek siluman ini belum memadai Po Siang
Hoatsu tapi kepandaianya inipun sudah cukup mengguncang
kan dunia persilatan. Jika aku tidak makan Thian Sim Ciok
pasti aku tidak sanggup melawannya." tiba-tiba ia merasa
jalan pernapasannya agak terganggu, hawa murni dalam
tubuh tidak lancar bergeraknya, maka ketika pukulan kedua
dilancarkan, tenaganya sudah berkurang dari pada pukulan
pertama tadi. Sekali ini Kang Hay Thian yang tergetar mundur
tiga tindak. Menyusul itu secepat kilat pukulan ketiga si nenek sudah
tiba pula. Sekali ini lebih aneh lagi, angin pukulannya
membawa hawa panas seperti api unggun tak berwujud yang
membakar kearah Hay Thian, ia merasa tenggorokan kering
dan mulutnya sepat, sayup-sayup terendus bau amis pula.
Keruan kejutnya tidak kepalang, pikirnya: "Pukulan nenek
siluman ini bukan saja sangat kuat, bahkan berbisa pula."
Kang Hay Thian memang masih kuatir bila lelaki yang
ditemukan pertama tadi muncul lagi dan mengeroyoknya
bersama sinenek, sekarang dirasakan sinenek susah dilawan
pula lebih-lebih ia tidak ingin terlibat dalam pertempuran lebih
lama lagi. segera ia membuat serangan menggertak, lalu putar
tubuh dan angkat langkah seribu.
Sebaliknya Bok Lolo juga tidak habis herannya. ia sudah
mengeluarkan seantero kemampuannya, tapi lawan sama
sekali tidak terluka apa-apa, bahkan masih bisa melarikan diri
dengan Ginkang yang tinggi, nenek itu membatin: "Berapa
tahun usia bocah itu" Sekali-pun dia melatih diri sejak masih
didalam kandungan ibunya, juga tidak mungkin mempunyai
kekuatan sehebat itu" Masakan Hoa-hiat sin-kang yang
kulontarkan juga tak dapat melukai dia, apakah barangkali dia
mempunyai badan yang kebal."
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa Kang Hay Thian adalah
murid kesayangan Kim Si Ih, kebetulan telah makan tiga biji
Thian Sim Ciok, sehingga kekuatannya bertambah berlipat
ganda dari pada Lwekang yang dilatihnya orang biasa selama
berpuluh tahun. Kalau bicara Lwekang sejati bahkan Bok Lolo
masih kalah kuat. Cuma saja Hay Thian juga tidak tahu cara
bagaimana harus menangkis pukulan pukulan Hoa-hiat-sinkang
(ilmu sakti meluluhkan darah).
Karena rasa jeri itulah maka Bok Lolo tidak berani memburu
terlalu kencang. Padahal saat itu Kang Hay Thian harus
mengerahkan tenaga untuk melawan racun yang sudah masuk
kedalam tubuhnya, jika Bok Lolo berani menerjangnya dengan
sepenuh tenaga tentu pemuda itu susah meloloskan diri."
Begitulah Hay Thian telah melarikan diri sekuatnya dengan
rasa kuatir. Anehnya lelaki yang diketemukannya pertama kali
tadi selama itu tetap tidak kelihatan.
Ketika Hay Tbian mempercepat larinya kedepan, tiba-tiba
terdengar suara mendesir sekali, sebuah batu telah
menyambar dari depan. Dari suara sambarannya terang
tenaga Sambitan batu itu tidaklah lemah.
Ketika Kang Hay Thian hendak menyampok sambaran batu
itu, namun sesudah dekat tahu-tahu batu itu telah jatuh
didepannya, "plung" air lumpur bercipratan, kiranya persis
didepan Kang Hay Thian adalah sebuah kolam lumpur yang
banyak tumbuh rumput alang-alang dan dimalam hari pula,
maka tidak kelihatan.
Dihati Hay Thian bersukur tidak sampai kejeblos kedalam
kolam lumpur itu, bila batu tadi tidak tepat datang pada
wakunya, dikala berlari tentu ia tak memperhatikan akan
kolam lumpur itu. Hay Thian heran juga mengapa batu itu
hanya jatuh didepannya, padahal daya sambaran nya sangat
keras, apa barangkali penimpuk batu itu sengaja hendak
memperingatkan dirinya tentang adanya kolam lumpur itu
Namun Hay Thian tidak sempat memikir lagi, ia harus
melarikan diri lebih dulu. Di bawah repleksi cahaya cair yang
kemilau remang-remang kelihatan diseberang kolam sana ada
sesosok bayangan yang sembunyi ditengah semak rumputi
sekilas pandang Hay Thian dapat mengenali adalah seorang
wanita sesudah lebih dekat lagi lapat-lapat muka orang juga
dapat dikenali. Seketika Hay Thian terkesiap. Kiranya wanita
itu bukan lain adalah Thian Mo Kaucu.
Tanpa bicara lagi segera pedang Kang Hay Thian menusuk.
Tapi Thian Mo Kaucu menggunakan seutas selendang sutera
untuk menangkis sambil mendamprat dengan suara tertahan:
"Kau bocah yang tidak kenal gelagat mengapa tidak lekas lari "
Dan dimana sinar pedang berkelebat tahu-tahu selendang
sutera sudah terpapas sepatong ketika Hay Thian melontarkan
pukulan mendadak Thian Mo Kaucu berteriak: "Ai lihay juga!"
dan berbareng ia pun mengegos kesamping sehingga memberi
tempat luang untuk Kang Hty Thian melarikan diri.
Semula Hay Thian masih kuatir Thian Mo Kaucu akan
menyerangnya dengan senjata rahasia berbisa, tapi ternyata
tidak. Bahkan terdengar Bok Lolo sedang berseru dibelakang
sana: "Karani, apakah kau terluka ?" dan karena itu juga maka
dia tidak mengejar lebih jauh.
Tidak lama kemudian Kang Hay Thian telah dapat melarikan
diri keluar keraton. Namun begiiu rasa sesak panas dadanya
masih belum hilang. diam-diam ia terkejut akan lihay nya
nenek jahat itu. Cepat ia mengerahkan hawa murni dalam
tubuhnya dan mengatur napas tidak lama kemudian racun
panas itupun dapat dipunahkannya.
Keraton itu dibangun dikaki gunung. sekarang Kang Hay
Thian lari keatas gunung dan lalu ditepi sebuah sungai es,
dibawah tiupan angin pegunungan iapun berasa segar
sesudah hilang rasa panas tadi. Dan sesudah tenang kembali
tiba-tiba merasa heran pikirnya: "Dengan kekuatan Thian Mo
Kaucu sebenarnya cukup kuat untuk melawan aku dalam
beberapa puluh gebrakan, tapi mengapa dia mesti gembar
gembor mengaduh segala" Apa dia sengaja menjerit supaya
didengar nenek siluman itu dan sengaja membiarkan aku
melarikan diri!" lalu terpikir lagi: "Dan batu yang
memperingatkan aku tentang kolam lumpur itu tentu juga dia
yang menimpuk, sebab ditepi kolam itu toh tiada orang lain.
Ya, pasti dia adanya. Dan aneh juga, mengapa dia menolong
aku melolos kan diri?"
Demikanlah sambil memikir Hay Thian terus melanjutkan
perjalanan kedepan menyusuri sungai es itu, maksudnya
hendak turun ke bawah gunung dari sisi sana. Tidak jauh, tiba
tiba-tiba terdengar suara mendesing yang keras, sejalur sinar
emas kehitam-hitaman kembali menyambar kemukanya,
terang itulah Am-gi atau senjata rahasia yang tidak dikenal
namanya yang pernah menyerangnya tadi itu.
Kang Hay Thian merasa gusar dan heran pula: "Orang ini
tadi tidak mau mengeroyok aku bersama nenek jahat itu, tapi
seugaja sembunyi disini untuk mencegat aku. Hemm, apa dia
sengaja hendak menguji kepandrianku saja?"" segera ia pun
putar pedangnya dengan kuati "tring" lelatu api meletik,
ternyata senjata rahasia orang itu tetap tak bisa terkutung,
lapi daya luncurnya terhenti, sekali Hay Thian meraup, segera
Am-g? itu kena ditangkapnya Waktu diperiksa, kiranya
berbentuk mirip anak panah necil, seperti logam tapi toh
bukan logam, entah buatan dari bahan apa.
Dalam pada itu dengan cepat luar biasa sesosok bayangan
orang suaah menubruk tiba sambil membentak "Bagus, jadi
kau masih menguntit aku terus, baiklah kita boleh coba-coba
Ukur kekuatan" berbareng pedangnya lantas menyabet.
Hay Tbian menjadi gusar, balasnya membentak: "Kurang
ajari Berulang-ulang kau sendiri yang menyerang aku, tapi kau
memutar balik perkaranya dan menuduh aku yang menguntit
kau!" berbareng pedangnya terus menahas pula kesamping
sehingga kedua pedang beradu dan menerbitkan suara
mendering nyaring mengilukan.
Kedua orang sama-sama terkejut dan tanpa merasa sama",
memeriksa pedangnya sendiri apakah rusak atau tidak.
Sesudah melihat tiada kurang apa-apa, semuanya menjadi
lega dan sama-sama mengeluarkan suara heran:
Dari cahaya repleksi sungai es yang terang itu baru
sekarang Kang Hay Thian dapat melihat jelas bahwa lawan itu
juga seorang pemuda yang usianya sebaya dengan dirinya.
Walaupun berdandan sebagai orang asing tapi dari wajahnya
dapat dipastikan adalah bangsa Han. Kedua alisnya yang ketat
tebal menampikan keangkeran pemuda itu, lapat-lapat Hay
Thian merasa seperti pernah kenal.
Diam-Diam Hay Tbian merasa heran, sebab orang-orang
yang pernah dikenalnya tokh tidak terdapat seorang pemuda
yang berkepandaian setinggi ini, dalam keadaan sangsi dan
selagi Hay Thian hendak menegur, namun pemuda itu kembali
menerjang maju pula "!"
Sesudah beberapa gebrakan tadi, pemuda itu sudah tahu
kekuatan Kang Hay Thian jauh lebih hebat dari dia, maka dia
telah ganti haluan hendak merebut kemenangan dalam
kecepatan. Pedangnya secepat kilat menusuk kekanan dan
menyabet kekiri sehingga Hay Thian tidak sempat
menangkisnya. Karena ketemukan tandingan setimpal, semangat Hay Thian
terbangkit, pikirnya: "Bagus, biarlah kita coba-coba lebih
cepat" Dalam sekejap saja permainan pedang kedua orang
menjadi secepat kilat, dua sinar pedang melingkar-lingkar dan
menyambar kian kemari diudara laksana naga. Hanya sekejap
saja kedua orang sudah bertempur ratusan jurus dan pedang
kedua orang tetap tidak terbentur sekalipun. Betapa bagusnya
ilmu pedang pemuda itu terang tidak dibawanya Kang Hay
Thian. Maka sesudah beberapa puluh jurus, akhirnya kedua
orang sama-sama merasa heran.
Pemuda itu sedang membatin: "Aneh, ilmu pedang bocah
ini ada beberapa jurusnya yang hebat mengapa mirip
perubahan dari Tui bong kiam hoat keluargaku"!?"
Sebaiknya Kang Hay Tliian juga lagi mikir: "Ilmu pedang
ciptaan guruku sendiri mengapa dia juga seperti paham?"
Kiranya ilmu pedang kedua pihak tampak nya tidak sama,
tapi dengan tingkatan Kang Hay Thian sekarang lapat-lapat ia
merasa ilmu pedang mereka sama-sama berasal dari satu
sumber. Sesudah lama, lambat laun pemuda itu mulai kalah tenaga
sehingga gerakan pedangnya menjadi lamban tampaknya"
sangat makan tenaga. Namun sinar pedangnya toh tetap
membungkus tubuhnya dengan rapat.
Hay Thian tambah heran, terang ilmu pedang yang
dimainkan pemuda itu sekarang adalah Tay-si-mikiam-hoat
yang pernah juga di pelajari dari gurunya.
Dalam pada itu pedang lawannya tiba-tiba berkelebat
segulung sinar dingin mendadak merangsang maju. Ini adalah
satu jurus Tay si mi-kiam-hoat yang paling bagus untuk
mengurung lawan, namanya disebut "Pai-hong-hong uh"
(angin hujan dari delapan penjuru) apabila sampai mendekat
sekali lawan terkurung maka meloloskan diri, kalau tidak mati
juga pasti terluka parah.
"Bagus !" seru Hay Thian dengan semangat terbangkit,
"Sret" cepat pedangnya menusuk kedepan. Gerakan ini
bernama "Kiang-lo coan in" (panah keras menembus awan),
yaitu satu jurus ciptaan Kim Si Ih khusus untuk mematahkan
jurus " Pat hong uh" itu,
Segera tipu serangan pemuda itupun berubah menjadi
"Kian seng hamteK (benteng kuat menahan musuh),
pedangnya berputar cepat sehingga mirip tembok benteng
yang kuat. Cara mematahkan jurus serang ini tak pernah diajarkan Kim
Si Ih, maka gerakan pedang Kang Hay Thian segera tertolak
kembali dan susah menembus maju lagi. Sampai disini tanpa
merasa kedua orang lantas berhenti serentak dan sama-sama
berseru "Siapa kau"
Lebih dulu Kang Hay Thian memberi hormat dan
menjawab: "Cayhe Kang Hay Thian adanya. Guruku adalah
Kim Si Ih. Numpang tanya Teng Locianpwe, Teng Hiau Lan
dari Thian San pernah apa dengan saudara ?"
Pemuda itu terbahak-bahak, katanya. "Kukira siapa " Tak
tahu kalau murid Kim tayhiap. aku bernama Teng Ka Gwan,
orang yang kau tanya itu adalah kakekku."
Baru sekarang Hay Thian ingat, pantas dari mula pemuda
ini rasanya pernah dikenal, hanya lantaran air mukanya
memang agak mirip ayahnya, yaitu Teng Keng Thian yang
memang sudah dikenal Hay Thian.
Ilmu pedang Thian San Pay jarang ada bandingannya. Kim
Si Ih telah mengumpulkan saripati dari berbagai ilmu silat
dunia, menggunakan ilmu silat ciptaan Kiau Pak Beng sebagai
alas dasar dan menggunakan Lwekarg asli Thian San Pay
sebagai tulang punggung sehingga tercipta aliran ilmu silatnya
sendiri, Sebagai keturunan jago silat, dasar Teng Ka Gwan memang
juga gila silat, maka segera, ia tanya: "Pedang yang digunakan
Kang heng ini tentu adalah salah satu pusaka Kiau Pak Beng
yang bernama Cay ln Pokiam, bukan?"
"Benar." sahut Hay Thian, "dan redang yang dibawa Teng
heng ini tentu adalah pusaka keluarga sendiri, Yu Liong Kiam,
bukan?" "Ya, jika demikian, kedua pedang ini telah bertemu pula
untuk kedua kalinya," kata Ka Guan dengan tertawa, "Dahulu
kakek pernah menggunakan Yu Liong Kiam ini untuk
bertanding dengan Le Seng Lam yang mengguna kan Cay In
Pokiam, hasil beliau menang satu jurus dalam hal ilmu
pedang, tapi biarlah mereka bertanding dengan menggunakan
Am-gi (sebjata rahasia) Thian San-siboug yang
disampaikan kakek telah dipapas pecah oleh pedang pusaka
Cay In Pokiam yang digunakan Le Seng Lam wakiu itu."
Baru sekarang juga Kang Hay Thian mengetahui bahwa Am
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gi atau senjata rahasia yang aneh bentuknya tadi bukan lain
adalah Thian San Sih Bong (sejenis dari tumbuh-tumbuhan),
yang tersohor itu.
"Gurumu, Kim Tayhiap adalah sahabat kami turun temurun,
kakekku juga sering membicarakan beliau." ujar Ka Gwan.
"Cuma sayang aku sendiri belum pernah berjumpa dengan dia,
dahulu waktu kakek bertanding, dengan Le Seng Lam, tatkala
itu aku sendiri masih bayi dan tidak tahu apa-apa, belakangan
baru kudengar bahwa hidup kakek telah mengalami kekalahan
satu kali itu, karena itu kakek semakin tekun
menyempurnakan ilmu pedanguya, beberapa tahun yang lalu
beliau ada maksud mengundang gurumu agar berkunjung ke
Thian San untuk tukar pikiran tentang ilmu pedang, cuma
sayang tempat tinggal guru mu tiada tertentu dan susah
dicari. Hari ini aku dapat jumpa dengan Kangheng, sungguh
beruntung sekali. Ilmu pedang Kangheng tadi dapat
memecahkan gerakan "Pat-hong-hong-uh" yang kumainkan
tadi, sungguh aku merasa sangat kagum."
Begitulah Ka Gwan menjadi senang dan masgul pula.
Maklum, sebelumnya ia merasa Thian San Kiam Hoat
keluarganya itu tentu sudah mencapai tingkatan yang tiada
taranya, siapa duga sekarang telah dapat sejurus oleh Kang
Hay Thian. Maka Hay Thian telah menjawab: "Ilmu pedang ajaran
guruku ini pada hakekatnya juga bersumber dari ilmu pedang
golongan kalian. Padahal jurus "Kiang lo coan in" yang
saudara mainkan tadi juga luar biasa bagusnya, sungguh aku
mersaa kagum tak terkatakan
Ka Gwan menjadi gembira, katanya: "Jurus itu bernama
Kian seng ban tek, adalah ciptaan kakek sesudah bertanding
dengan Le Seng Lam dan selama ini belum pernah
digunakan,"
Ternyata kedua pemua pemuda itu sangat cocok satu sama
lain, terutama Teng Ka Gwan ia menjadi suka kepada Karg
Hay Thian yang berkepandaian tinggi, tapi rendah hati, maka
katanya kemudian: "Gurumu dan keluarga kami adalah
sahabat lama, kita sekarang adalah sahabat angkatan ketiga,
untuk lebih mengakrabkan hubungan kita, aku bermaksud
mengangkat saudara dengan Kangheng, entah bagaimana
pendapat Kang heng ?"
Hay Thian jadi girang, sahutnya: "Itulah yang sangat
kuharapkan. Jika Teng heng sudi sungguh Siaute merasa
beruntung sekali."
Lalu mereka saling memberi hormat dan menyembah
kepada Tuhan sebagai sumpah setia. Bicara tentang umur,
ternyata Teng Ka Gwan lebih tua setahun, maka Hay Thian
memanggilnya sebagai Toako,
Habis itu, masing-masing lantas menceritakan pengalaman
sendiri-sendiri. Kiranya kedatangan Teng Ka Gwan ini adalah
atas perindah raja baru Nepal untuk menyelidiki jejak raja
lama yang telah melarikan diri itu.
Kata Ka Gwan: "Menurut berita yang di terima katanya raja
lalim itu telah lari kenegeri Kunbran dan bersekongkol dengan
rajanya. Selama raja pelarian ini tidak ditumpas selama itu
Nepal akan selalu terancam bahaya. Sudah beberapa hari aku
sampai disini, tapi belum dapat keterangan yang pasti, maka
malam ini sengaja menyelidiki kedalam keraton dan tanpa
sengaja telah bergebrak dengan Kang-hiante."
"Paman dan bibi sudah pergi semua ke Nepal, apakah
Toako belum bertemu dengan beliau itu?" tanya Hay Thiari
"Darimana Hiante tahu?" tanya Ka Gwan agak tercengang.
"Ketika di Orsim. pernah aku bertemu dengan ayah dan
bunda Toako," kata Hay Thian kami bersama-sama
mengunjungi pertemuan Kim Eng Kiong di negara Masar.
Habis itu, dengan disertai paman Tan Thian Ih dan bibi Peng.
beramai-ramai mereka lantas berangkat ke Nepal." begitulah
ia menceritakan secara ringkas kejadian-kejadian dahulu.
"Bibi Peng (maksudnya Yu Peng. isteri Tan Thian Ih)
memangnya adalah bekas dayang ibuku, beliau mendapat
perintah raja Nepal yang baru untuk pulang ke Tiongkok
mengundang ibuku, tapi sampai aku berangkat kesini masih
belum nampak beliau pulang. Boleh jadi kami telah berselisih
jalan sehingga tidak ketemu." dan sesudah memikir sejenak,
lalu Ka Gwan melanjutkan. "Jika mereka-sudah sampai di
Katmandu tentu akan segera mengetahui berita diriku Maksud
raja Nepal yang baru mengundang ibuku yalah ingin minta
bantuan beliau untuk amankan kerusuhan didalam negeri.
Sekarang bekas raja lalim itu sudah lari kesini. akupun
mendapat perintah raja untuk mengikuti jejaknya. Jika ibu
tahu hal ini, tentu beliau akan menyusul kemari. Dan kalau
dihitung waktunya mungkin tidak terlalu lama beliau tentu bisa
sampai disini. Sekali ayah dan ibu sudah datang, biarpun
tambah seorang nenek siluman lagi juga tidak perlu takut,
maka kita boleh tunggu dulu beberapa hari, sesudah ayah dan
ibu datang barulah kita berunding cara menghadapi musuh ,"
Tapi Kang Hay Thian hanya diam saja tanpa menjawab.
"Entah apa yang dipikirkan Hiante "." tanya Ka Gwan:
Sesungguhnya Siaute mempunyai seorang kawan, yaitu
adik perempuan Suteku. dia telah mengalami kesukaran dan
saat ini mungkin sekali terkurung didalam keraton, selama dia
belum bisa lolos dari tempat bahaya, betapapun Siaute merasa
tidak tenteram," demikian tutur Hay Thian. Lalu iapun
menceritakan perselisihan antara negeri Masar dan Kunbran
yang ruwet itu sehingga membuat Ka Gwan juga merasa
heran sekali. "Jika demikian, puteri kerajaan Masar kiranya adalah murid
Kok ciangbun dari Bin San pay dan dengan sendirinya adalah
sahabat terdekat Thian San Pay kami." kata Ka Gwan. "Jika
Hiante buru-buru ingin menolong dia sudah tentu aku tak bisa
tinggal diam. Maka bolehlah besok malam saja kita coba-coba
menerjang kesarang harimau musuh ."
Hay Thian merenung sejenak, lalu berkata : "Toako, lebih
baik kau menunggu datangnya paman dan bibi saja. besok
malam biar aku sendiri yang pergi menyelidiki sarang musuh."
Ka Gwan menjadi kurang senang, sahutnya: "Kita sudah
angkat saudara, seharusnya senang dirasakan bersama dan
susah dipikul berbareng, mana boleh kau menghadapi bahaya
sendirian."
"Toako sendiri mempunyai tugas penting, maka Siauwte
tidak ingin membikin repot Toako hanya karena urusan
pribadiku," ujar Hay Thian.
"Kau sudah bertempur melawan nenek siluman itu,
betapakah liehaynya masakan kita berdua bukan tandingannya
berdua ?" tanya Ka Gwan.
"Kalau bicara kepandaian sejati, walaupun Siauwte tidak
yakin dapat menang, tapi juga tidak jeri padanya," sahut Hay
Thian. "Cuma dia punya pukulan berbisa memang sangat
liehay. jangankan kena dipukul, cukup angin pukulannya saja
sudah membuat orang merasa napas sesak dan panas seperti
dipanggang sehingga susah mengerahkan tenaga lagi."
"Sayang! Sayang l" kata Ka Gwan tiba-tiba.
"Sayang apa " tanya Hay Tbian.
Sebenarnya aku mempunyai setangkai Thian San Swat
(teratai salju Thian San Swat Lian) yang dapat memunahkan
segala macam racun, sayang telat kuberikan orang ketika
berada di Nepal tutur Ka Gwan.
Hay Thian juga tahu akan kasiat Thian San Swat Lian itu.
tapi dari mana bisa didapatkan secara mendadak maka
akhirnya ia berkata : "Toako, biarlah kita pulang dulu
kepondokan ."
Sesudah Ka Gwan ikut Hay Thian kembali kekuil dimana dia
bermalam. Buru saja Hay Thian melangkah masuk kedalam
kamarnya, tiba-tiba tampak diatas mejanya tertaruh sebuah
pot bunga dan didalam pot bunga itu tertancap setangkap
bunga yang indah, segar bau wangi,
Hay Thian terperanjat ia heran siapakah yang bergurau
dengan dia dan menghantarkan bunga seindah itu.
Ia tidak tahu bahwa Teng Ka Gwan jauh lebih terkejut
sehingga terkesima memandangi bunga diatas meja itu.
sejenak kemudian tiba-tiba ia berseru: "Ai, mengapa Hiante
tidak katakan sejak tadi ?"
"Katakan apa?" tanya Hay Thian bingung.
"Habis, kau sendiri ternyata sudah punya setangkai Thian
San Swat Lian," kata Ka Gwan.
"Apa " Kau"kau maksudkan bun"bunga ini"i"
"Benar, bunga inilah Thian San Swat Lian adanya," Kata Ka
Gwan. "Dari mana kau memperolehnya" Mengapa kau sendiri
tidak tahu ?"
"Ini bukan milikku, bahkan akupun baru melihatnya." sahut
Hay Thian "Sungguh aneh, Thian San Swat Lian adalah mestika yang
diharapkan setiap orang persilatan, mengapa boleh
sembarangan diberikan kepada orang." ujar Ka Gwan.
Segera Hay Thian melompat keluar kamar ia melayang
keatas rumah dan coba memeriksa sekitar kuil itu, tapi tiada
bayangan seorangpun yang kelihatan, Dengan heran ia
kembali kedalam kamarnyai
"Masih ada sesuatu yang lebih aneh," kata Ka Gwan
kemudian, coba lihat bunga yaug masih segar ini, bukankah
seperti barusan di petik. Walaupun Swat lian ini tahan 10 hari
untuk tidak layu. tapi jarak Thian San dari sini ada ribuan lie
jauhnya, masakah pembawa bunga ini dapat mencapainya
didalam waktu sepuluh hari "l"
Diam-Diam dalam hati Ka Gwan memikir jangan-jangan,
sang Ipoh (adik nenek) yang telah bergurau dengan dirinya,
Ipoh yang dimaksudkan adalah adiknya Peng Ing yaitu Pang
Ling yang kini sudah berusia dari 70 tabun, tapi sifatnya masih
kekanak-kanakan dan suka bergurau dengan kaum muda.
sebaliknya Kang Hay Thian juga sedang bersangsi, janganjangan
gurunya Kim Si Ih yang telah berkelakar dengan
muridnya. Kemudian Ka Gwan berkata dengan tertawa. "Pendek kata
adanya Swat lian ini kebetulan dapat kita pergunakan malam
nanti. Asal kau tidak pernah takut pula kepada pukulan nenek
siluman yang berbisa itu. Apa lagi kekuatan Hiante sekarang
tampaknya sudah tidak dibawah suhumu diwaktu dulu,
ditambah adanya Swat Lian ini, malam ini tanggung kau dapat
membalas sakit hati sekali pukulan nenek jahat itu ,"
Diam-Diam Hay Thian membatin: "Membalas sakit hati
adalah soal kedua, asal Lian moay dapat diselamatkan, maka
cukuplah bagiku ."
Begitulah Thian San Swat lian itu lantas disimpan dengan
baik. Ia menjadi girang dan tidak sabar pula. ia ingin malam
lekas tiba agar bersama Ka Gwan dapat menerjang kedalam
kedalam keraton lagi.
Dalam pada itu Kok Tiong Lian juga sedang menguatirkan
keselamatan Hay Thian.
Semalam iapun mendengar suara pertempuran ditaman
raja sehingga semalaman ia tak dapat tidur. Besok paginya,
dari seorang dayang keraton Tiong Lian mendapat tahu bahwa
yang membikin rusuh semalam itu adalah dua "maling cilik"
yang lihay. Sudah belasan hari Tiong Lian dikurung didalam istana dan
senantiasa mengharapkan kakaknya lekas datang untuk
menolongnya. Sekarang mendengar berita itu. ia menjadi
girang dan kuatir pula. Girangnya kedua "maling cilik" itu
besar kemungkinan adalah Kang Hay Thian dan kakaknya,
yaitu Danu Cu Mu, mengingat kepandaian nenek siluman itu
sangat tinggi, selain kedua pemuda itu tentu jarang ada yang
mampu melawannya. Dan kuatir pula karena meragukan
apakah kakaknya bersama Hay Thian akan datang lagi dan
mengalahkan nenek siluman yang lihay itu "
Tiong Lian sendiri dalam keadaan tak ber tenaga karena
telah diracuni si nenek siluman. Semula ia dikurung didalam
kamar tahanan, belakangan dia dilepaskan oleh Tay Siang
Koan. sikakek baginda, sehingga dia boleh bergerak bebasdidalam
keraton. Cuma saja tenaganya sudah hilang, hendak
melarikan diri menjadi susah juga,
Begitulah, selagi Tiong Lian termenung sendiri, tiba-tiba
datang seorang dayang menyampaikan panggilan si kakek
baginda. Selama dikurung didalam keraton. Tiong Lian merasa
sangat heran, mengapa kakek baginda kerajaan Kunbran itu
sangat baik padanya, pernah beberapa kali ia bertemu dengan
Thay Siang Hong itu dan bicara serta main catur dengan orang
tua itu, tapi karena banyak dayang yang mendampingi, maka
selama itu Tiong Lian belum sempat tanya.
Segera ia ikut dayang itu kedalam istana: Ditengah jalan ia
lihat dua Bu-su (pengawai) lagi yang keluar dengan lesu.
Ketika berpapasan dengan Tiong Lian, kedua Busu itu telah
melotot padanya,
Tiong Lian kenal Bu-su adalah pengawal nya kakek baginda.
Ia menjadi heran mengapa semangat kedua Bu-su itu lesu
serta melotot padanya. Dalam pada itu sidayang telah mem
bisiknya: "Kedua Bu-su itu telah diusir keluar oleh Lo cocong
(kakek moyang, maksudnya kakek baginda).
"Sebab Apa?" tanya Tiong.:Lian, "Tadi, pagi Lo cocong
uring-uringan, katanya "dia sengaja mengundurkan diri dan
minta pensiun tujuannya ialah ingin hidup tentram dan bebas,
tapi Sri Baginda sengaja, mengirim pengawal untuk selama
menguntit kemana beliau pergi sehingga beliau mirip tawanan
saja. Sebab itulah beliau minta kedua pengawal dipindahkan
dan selanjutnya tidak perlu diberi pengawal segala."
"O, kiranya begitu," kata Tiong Lian,
"Lo cocong tampaknya sangat suka padamu, cuma sayang
engkau adalah puteri Masar pada akhirnya tentu akan pergi
dari sini," kata dayang itu.
"Ya. aku sendiri pun tidak paham mengapa melepaskan aku
dari tahanan dan begini baik pula padaku?" ujir Tiong Lian.
"Mungkin sudab takdir ilahi," kata dayang itu.
Sementara itu mereka sudah sampai di luar kamar kakek
baginda, sesudah menyuruh si dayang, pergi, lalu kakek
baginda suruh Tiong Lian masuk kamarnya, katanya: "Hari ini
kita dapat bicara dengan leluasa tanpa diganggu siapapun
juga." Kamar baca kakek baginda itu ternyata sangat indah,
Diatasi dinding tergantung sebuah lukisan kuno yang
menggambarkan seorang wanita setengah umur dalam
pakaian kerajaan wajahnya cantik dan sikapnya agung. Begitu
melihat, Tiong Lian lantas tertarik oleh lukisan itu, hal ini
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan karena cantiknya wanita dalam lukisan itu, tapi lapatlapat
ia merasa wanita dalam lukisin itu seperti dikenalnya.
Selagi Tiong Lian hendak memberi hormat, tiba-tiba Thay
Siang Kong telah mencegahnya, katanya dengan tertawa:
"Hari ini kita hanya berada berdua saja, maka tidak perlu pakai
adat. Dengan usiaku setua ini cukup kiranya menjadi
kakekmu, maupun boleh panggil aku sebagai kakek saja "
Tiong Lian menurut dan memanggilnya sekali "kakek"
sehingga Thay Siang Hong itu ketawa girang. Katanya: "Coba
lihat, bukankah orang dalam lukisan agak mirip kau ?"
Baru sekarang Tiong Lian sadar. Maka-nya dia merasa
wajah wanita dalam lukisan itu seperti dikenalnya, kiranya
adalah mirip dengan dia sendiri. Segera ia tanya: "Siapakah
dia." "Ialah ibusuriku," sahut Thian Siang Hong Cepat Tiong Lian
memberi hormat kepada lukisan itu.
"Sejak kecil aku telah ditinggalkan ayah baginda, maka
ibusuri yang telah mendidik dan membesarkan aku," tutur
kakek baginda itu. "Beliau mengajarkan cara tata negara
kepadaku, mengajarkan aku hidup berdampingan secara
damai dengan negara tetangga, lebih-lebih kepada kerajaan
Masar kalian harus dipandang sebagai negara saudara sendiri,
lbusuri mendampingi tahtaku sehingga aku berusia 17 tahun
dan dinobatkan secara resmi. Aku masih ingat ibusuri minta
aku menulis sepucuk surat kenegaraan kepada raja Masar
kalian itulah merupakan surat kenegaraan pertama sejak aku
bertahta."
Hati Tiong Lian tergerak katanya cepat: "Kakek, apakah
surat semacam ini ?" dan segera ia mengeluarkan surat yang
diketemukan nya didalam gudang pusaka Masar itu.
Sesudah menerima surat itu, meski matanya sudah buram,
tapi lapat-lapat ia masih dapat mengenali tulisannya sendiri,
tanpa merasa kakek itu menghela napas kalanya: "Ya, surat ini
memang beoar adalah tulisanku sendiri, Kalau dihitung, surat
ini sudah 70 tahun lamanya, Ya, sungguh aneh, surat ini
hanya surat pemberitahuan antara negara saja, mengapa
kalian menyimpannya sehingga sekarang dan mengapa kau
membawanya kemari?"
"Surat ini kami ketemukan didalam gudang pusaka," tutur
Tiong Lian. "Sebelumnya kami tidak tahu surat apakah ini.
Tapi kami yakin berdasar surat ini cukup menandakan betapa
eratnya hubungan leluhur kita diantara kedua negara,
Makanya aku lantas membawanya kemari,"
"Kalian ketemukan surat ini didalam gudang pusaka"
Sungguh aneh, apakah tiada terdapat benda-benda lain" tanya
si kakek. "Surat ini tersimpan didalam sebuah kotak perhiasan biasa,
selain surat ini masih terdapat pula barang lain"i"
Belum selesai Tiong Lian bicara, mendadak kedua mata
kakek baginda itu membelalak lebar, suatu tanda betapa
terguncangnya perasaannya. Cepat kakek itupun tanya: "Dan
kotak perhiasan itu apa juga kau bawa?"
"Ada," sahut Tiong Lian,
"Bolehkah aku lihat?"
"Aku justeru ingin minta petunjuk kepada kakek," kata
Tiong Lian, dia segera mengulurkan kotak perhiasan itu.
Belum lagi kakek itu membuka kolak perhiasan atau
berulang-ulang ia sudah berseru: "Aneh sungguh aneh !"
"Aneh apa "!" tanya Tiong Lian dengan bingung.
Kakek itu tidak menjawab, sesudah memikir sejenak, tibatiba
ia membuka almarinya dan mengeluarkan sebuah kotak,
katanya: "Coba lihat, bukankah serupa satu sama lain,"
Seru Tiong Lian. "Kakek, mengapa kaupun menyimpan
sebuah kotak perhiasan rakyat jelata seperti ini "!"
"Benda ini adalah tinggalan ibu suriku?" sahut kakek
baginda. Tiong Lian menjadi tercengang dan timbul macam-macam
pertanyaan, ia lihat orang tua itu telah membuka kotak
perhiasan, lebih dulu mengeluarkan sisir dan cermin, sisir
buatan dari kayu dan cermin buatan perunggu yang sudah
guram. Sisir dan cermin seperti itu adalah barang-barang wanita
dari kalangan rakyat jelata, sedikitpun tiada Suatu yang aneh,
tapi demi memegang benda-benda itu, kakek itu lantas
termangu-mangu. sejenak kemudian baru dia berkata:
"Kuingat waktu kecil aku suka melihat ibu menyisir rambut,
sisir dan cermin yang digunakan ibu adalah benda-benda ini.
Tadinya kusangka ibu berasal dari kalangan rakyat jelata,
karena sudah biasa, maka barang lama sayang untuk dibuang.
Tapi, ai" kalau dipikir sekarang?" sampai sini ia tidak
melanjutkan lagi.
Tapi Tiong Lian sudah dapat menerka bahwa kakek itu
sekarang pun timbul rasa curiga mengenai barang-barang
yang tadinya dianggap sepele itu sebenarnya mempunyai
cerita yang belum diketahui.
Kemudian kakek baginda mengambil kedua surat yang
tersimpan dalam kotak perhiasan itu dan tanya. "Surat siapa
lagi ini" Bolehkah kulihat?""
"Akupun tidak tahu surat siapa." sabut Tiong Lian. "Menurut
Koko, surat ini seperti surat cinta seorang wanita!"
Kakek baginda tampak termangu-mangu sejenak, lalu ia
mengambil surat-surat itu. tangannya kelihatan gemetar.
Sesudah membaca kedua pucuk surat ini air matapun tampak
berlinang-linang.
"Kenapa kau, kakek?" tanya Tiong Lian. "Apakah yang
tertulis didalam surat" Janganlah merasa sedih!"
"Aku tidak sedih. Coba, kemarilah kau," kata kakek, lalu ia
memeluk Tiong Lian yang telah mendekatnya itu dan
menyambung dengan terharu: "Usiaku sudah lanjut, sebelah
kakinya sudah melangkah keliang kubur, tapi baru hari ini aku
tahu akan asal usul diriku sendiri. Sungguh aku merasa sangat
senang dan berterima kasih kepadamu yang telah
membongkar rahasia diriku ini. Lian Ji, tentu kau pun tidak
pernah duga bahwa kita sebenarnya adalah orang
sekeluarga.".
Tiong Lian tidak menjawab, dengan terkesima ia
memandang sikakek, hampir ia tidak percaya kepada
telinganya sendiri.
Maka si kakek telah berkata lagi. "Kedua pucuk surat itu
adalah tulisan ibusuriku, penerima surat adalah buyutmu. Aku
dan kakekmu sendiri adalah saudara dari satu ayah tapi lain
ibu, nah, sekarang kau sudah terang belum. Dan baru
sekarang aku menjadi paham, maka-nya ibu berkali-kali
memberi pesan agar diantara kedua negeri kita kita harus
hidup damai dan bersahabat, kiranya kita memang benarbenar
ada lah dua negara saudara.
Baru sekarang Tiong Lian paham duduknya perkara,
makanya didalam surat kedua itu siwanita pengirim surat itu
memberitahukan bahwa dia telah melahirkan seorang putera
dan mohon kepada bekas kekasih itu agar jangan sekali-sekali
bertemu puteranya dimedan perang Dan ternyata putera ia
yang dimaksudkannya itu adalah "sikakek" dihadapannya
sekarang itu, dan kekasihnya adalah buyutnya Tong Lian
sendiri. Karena masih banyak hal-hal yang tidak di ketahui, segera
Tiong Lian bertanya: "Kakek, jika ibu surimu telah saling
mencintai dengan buyutku, mengapa dia tidak menjadi
permasuri kerajaan Masar, tapi telah menjadi permaisuri
kerajaan Kunbran"
"Seluk beluknya akupun tidak jelas, tapi dari sejarahnya
dapat kutaksir kemungkinan yang telah terjadi itu," tutur
sikakek "Kira-Kira ratusan tahun yang lalu, tatkala itu suku Gurkha
dari india telah menyerbu kedua negara kita. Kerajaan Masar
telah diduduki oleh musuh, Kunbran juga terkepung tapi masih
terus bertahan dengan kuat sampai bertahun-tahun lama nya.
Waktu itu kakek luar adalah seorang pertapa Kunbran yang
terkenal serta pandai sesudah raja Masar mengurgsi kenegeri
ini, dia tahu kakek luar adalah seorang pandai yahg
mengasingkan diri. maka beliau telah mendatangi kediaman
kakek luar dan mengangkat beliau sebagai guru. Dan kukira
hubungan baik ayah dan ibu tentu dimulai pada Waktu itu.
Belakangan rakyat Masar tidak tahan atas penindasan. suku
bangsa lain. Beramai-ramai mereka bangkit memberontak
Sehingga suku Gurkha itu kewalahan, terutama kekuatannya
yang telah lemah berhubung sekian lamanya tidak dapat
membobolkan pertahanan Kunbran akhirnya mereka dapat
diusir kembali kenegeri asalnya sesudah pasukan pergerakan
Masar bergabung dan berjuang bersama pasukan kerajaan
Kunbran." "Selama buyut berdiam di rumah pertapa itu, apakah tidak
pernah terangkan siapa beliau sebenarnya?" tanya Tiong Lian.
"Ya, sesudah pasukan pemberontak Masar pulang dan
menemukan rumah pertapa itu untuk menjemput raja mereka
agar dapat memimpin pertempuran dengan musuh, barulah
hal itu diketahui umum Sebelumnya kukira cuma ibu saja yang
mungkin telah mengetahuinya."
"Tapi kemudian mengapa ibumu menikah pula dengan raja
Kunbran?" tanya Tiong Lian
"Sesudah peperangan itu selesai, raja Kunbran telah jatuh
hati kepada puteri pertapa itu dan mengirim utusan untuk
meminangnya dan perjodohan itupun lantas terjadi," tutur
sikakek. Tatkala itu raja Masar sudah pulang kenegerinya dan
sibuk memulihkan keadaan didalam negeri. Menurut
taksiranku, sebabnya ibu menerima lamaran raja Kunbran
pertama orang yang melamarnya adalah raja negerinya
sendiri, kedua, negara yang sudah bersahabat itu. Rupanya
raja Masar juga tidak ingin mengorbankan persahabatan
antara kedua negara hanya karena seorang wanita, maka
terpaksa iapun merahasiakan untuk selamanya cinta kasih
mereka itu dan tidak diketahui oleh siapapun juga."
"Dari kedua pucuk surat itu, agaknya mereka berdua samasama
sangat menderita batin," ujar Tiong Lian dengan
gegetun. "Ya, senantiasa ibu merasa tidak gembira, hanya kalau aku
berada dinadapannya barulah terkadang ia suka bersenyum,"
kata si kakek: "Rahasia itupun baru sekarang kuketahui
dengan jelas. Aku telah menjadi raja selama enam puluh
tahun, diantara raja-raja Kunbran, akulah paling lama diatas
singgasanaku, tapi juga raja yang paling menderita bathin."
---ooo0dw0ooo--Jilid 18 "SEBABNYA ialah karena tujuh bulan ibu masuk keraton,
dan aku sudah lantas lahir. Maka waktu itu terdengar desasdesus
yang menuduh ibu tidak suci, katanya aku bukan darah
keturunan raja sendiri. Belakangan sesudah aku naik tahta,
permulaannku pun banyak mengalami kesukaran terhadap
para ko rabat kerajaan yang ingin merobohkan tahtaku. Untuk
bicara terus terang, aku sendiripun pernah menyangsikan asalusul
diriku sendiri, tapi batu sekarang inilah aku mengetahui
duduk perkara seluruhnya. Namun aku sama sekali tidak
dendam kepala ibusuri, biarpun dulu akupun merasa kasihan
dan simpati padanya. Dia lebih menderita daripadaku, demi
untuk kepentingan kedua negara, dia rela mengorbankan
kekasih sendiri dan kebahagiaan pribadi, pula dengan susah
payah mendidik dan membesarkan aku, membantu aku
mengatur negara, padahal mesti menahan serahan desasdesus
musuh dari luar dan dalam keraton". Ai, beliau benar",
seorang yang harus di kasihani!"
"Ya, kakek sendiri juga telah banyak menderita," kata
Tiong Lian. "Dan jika kedua negeri kita sebenarnya adalah
saudara, mana boleh sekarang berubah menjadi musuh "
Kakek, harap engkau mencari jalan untuk mendamaikan
permusuhan ini."
"Apa yang kau katakan memang benar," ujar si kakek. "Tapi
ada sesuatu aku merasa tidak paham. Kau bilang kerajaan
Masar kalian sangat mementinkan persahabatan kedua negara
kita, hal ini aku percaya penuh. Tapi mengapa kalian
membunuh pula utusan negara kita."
"Kakek, sudah lama ingin kubicarakan urusan ini dengan
engkau," sahut Tiong Lian. "Memang benar kakak telah
membunuh utusan itu, tapi ketika hal itu terjadi sedikitpun
kakak tidak tahu dia adalah utusan negeri kalian, kejadian
itupun sama sekali diluar dugaan"." buru bicara sampai disini,
tiba-tiba terdengar orang mengetok pintu.
"Siapa ?" bentak kakek baginda.
"Sri baginda ingin menyampaikan hormat kepada
Lococong," terdengar dayang diluar telah melapor.
Sikakek mengerut kening, akhirnya berkata: "Boleh juga dia
ikut tahu biar suruh dia masuk, kemari." lalu ia berkata Tiong
Lian: "Hendaklah kau menyingkir sebentar kekamar samping
sana, coba dengarkan apa yang hendak dibicarakan."
Sejenak Kemudian, raja Kunbran telah masuk dan memberi
hormat. "Kabarnya kakek telah mengusir kedua pengawalmu?"
tanya raja. "Sebabnya aku mengundurkan diri dan menyerahkan tahta
kepadamu, tujuannya ialah ingin hidup bebas dan tenteram,
tapi kau justeru tidak ingin aku hidup demikian itu!" kata
sikakek dengan uring-uringan.
"Dengan mengirim kedua pengawal itu, maksud cucu
justeru ingin melindungi kakek dengan lebih baik," kata raja.
"Usiaku sudah selanjut ini, masakah masih takut dibunuh
orang?" sahut sikakek. "Aku tinggal didalam keraton sendiri,
kenapa perlu perlindungan segala?"
"Kakek, keadaan sekarang berbeda daripada biasanya!"
kata raja dengan bisik-bisik. "Kita telah cekcok dengan negeri
Masar, kabarnya raja mereka berkepandaian sangat tinggi,
tentu juga mempunyai banyak jago-jago pilihan, maka cucu
kuatir?""
"Kuatir aku dibunuh mereka?" sela sikakek.
"Dan puteri Masar yang kita tawan itu hendaklah kakek juga
jangan berdekatan dengan dia!" kata raja.
"Ha, kaupun hendak memerintah aku?" seru si kakek
dengan aseran. "Mana cucu berani," sahut raja. "Tapi puteri itu toh adalah
musuh, betapapun aku merasa kuatir bila kakek berdekatan
dengan dia."
"Apa kau akan perang dengan Masar" tanya sikakek.
"Ya, aku sudah perintahkan segenap angkatan perang siap
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siaga, dalam beberapa hari ini akan segera melintasi gunung
selatan," sahut raja.
Mendadak sikakek menjadi gusar, kata nya: "Dikala kau
menerima tahta danku, bagaimana pesanku padamu, apa kau
sudah lupa?"
"Cucu tidak pernah lupa, namun keadaan sudah meruncing,
peperangan ini terang susah dihindarkan lagi. Adapun puteri
Masar itu le bih baik kakek serahkan padaku saja."
"Cucuku, apa kau tahu pernah apakah puteri Masar ini
dengan kau ?" tanya sikakek.
Raja tercengang sejenak, lalu menjawab: "Apa maksud
kakek ini " bukankah dia adalah musuhku ?"
"Dia adalah saudaramu sendiri dari satu buyut !" sikakek
menegaskan. Dengan ucapan ini sikakek mengira cucunya pasti akan
kaget. Siapa tahu sikap raja meski tampak terkesiap, tapi juga
tidak sekaget sebagai mana dugaan kakeknya. Bahkan ia telah
melongok keluar jendela lalu menutup rapat daun jendela itu,
sesudah menghela napas lega, lalu berkata dengan suara
tertahan: "Kakek, harap bicara dengan perlahan. Apa betul
ucapanmu" Mengapa selama ini tak pernah kau katakan
padaku?" "Akupun baru tahu tadi," bahut sikakek. "Coba lihat, ini
adalah surat-surat yang ditulis buyut perempuanmu kepada
raja Masar dahulu, raja itu adalah ayahku sendiri dan juga
buyut mu."
Sesudah terima kedua surat itu dan dibaca, lalu raja
membakarnya. Katanya: "Surat ini tidak perlu disimpan terus!"
"Jadi raja Masar sekarang adalah saudara sepupumu
sendiri, apa kau tidak mengaku kepada anggota Keluarga
sendiri?" tanya sikakek.
"Kakek, apa kedua pucuk surat ini kau peroleh dari puteri
itu?" tanya raja.
"Benar, habis kau mau apa?"
"Selain dia, siapa lagi yang tahu akan rahasia ini?"
"Tidak ada lain orang lagi!"
"Baik, hendaklah kau cerahkan dia padaku, biar
kuselesaikan dia dan rahasia ini tidak boleh tersiar!"
Wajah sikakek berubah seketika, katanya: "Apa" Kau tidak
mau mengakui saudara sendiri, bahkau hendak membunuh
orang untuk menghilangkan saksi?"
Raja tampak serba susah, ia garuki kepala dan berkata:
"Kakek, kau benar-benar sudah pikun mana boleh aku
mengaku musuh sebagai saudara " Coba pikirkan, bila rahasia
ini tersiar sehingga orang luar mengetahui aku adalah orang
masar, apakah kita masih dapat menjadi raja Kunbran ?"
"Kau sendiri yang pikun," sahut sikakek. "Siapa yang minta
kau siarkan rahasia ini, Kau tidak mau mengakui saudara
sendiri juga boleh, tapi betapapun kau tidak boleh membunuh
adik perempuan sepupumu. Nah, biar kuberikan satu jalan
baik padamu, boleh kau pura-pura pergi berburu, kau
sembunyikan dia di dalam keretamu, setiba ditempat sepi
lantas kau melepaskan dia."
Tapi raja menggeleng kepala, katanya "Tidak, bila
mendadak dia menghilang, tentu akan menimbulkan curiga
orang, paling tidak bok Lolo pasti akan tanya.
"Hm, kau hanya takut kepada Bok Lolo saja," jengek
sikakek. "Tidak melulu Bok Lolo saja," Kakek sudah belasan tahun
tinggal menyepi didalam istana dan tidak ikut campur urusan
negara munkin kakek tidak tahu bahwa pengaruh golongan
Thay Ceng Ong (raja muda) sangat besar bahkan Thay Ceng
Ong sendiri juga mengincar tahta kita. Bila utusan ini bocor,
ini berarti memberi senjata ampuh baginya. Apalagi Masar
tokh adalah negeri musub. kalau kita lepaskan puterinya dan
rahasia kita akan serba celaka ?""
"Habis kau mau apa ?" tanya sikakek.
"Bukankah puteri itu berada disini, kakek?" tanya raja.
"Ha, apa kau hendak menggeledah tempat ku ini" bentak
sikakek dengan marah.
Tapi mendadak Tiong Lian telah muncul, katanya dengan
tenang :,Kakek, hendaklah kalian jangan cekcok mengenai
diriku. Koko, kapan tidak perlu susah mengenai diriku. Aku
tahu kalianpun serba salah maka aku bersedia membebaskan
kekuatiran kalian untuk menyelamatkan tahtamu asalkan kau
berjanji tidak akan menyerang negeri Masar kami, dan
sekarang juga aku akan membunuh diri dihidapanmu. Dengan
demikian kalian boleh tak usab kuatir rahasia ini akan tersiar ."
"Tidak boleh jadi !" seru sikakek.
"Korbankan aku seorang demi untuk keselamatan orang
banyak, kenapa tidak boleh jadi"," ujar Tiong Lian dengan
tersenyum. Raja sebaliknya tertegun, ia seperti terharu atas sikap Kok
Tiong Lian itu. Tiba-Tiba ia bertanya : "Apa kakakmu sendiri
tidak tahu akan rahasia ini ?"
"Selain aku, tiada orang lain lagi yang tahu," kata Tiong
Lian. "Akupun baru saja tahu, sebab tulisan ke dua pucuk surat
itu hanya kakek saja yang mengenalinya."
"Apa negeri Masar kalian benar-benar tidak ingin
bermusuhan dengan negeri kami?" tanya raja pula,
"Sudah tentu, kalau tidak, buat apa kami mengirim utusan
perdamaian kesini?" sabut Tiong Lian.
Tapi raja masih merasa ragu-ragu ia pandang Tiong Lian
dengan termagu-rungu.
"Lian Ji, tadi kau bicara tentang dibunuhnya utusan cucuku,
bagaimana duduknya perkara, coba kau ceritakan," tanya
sikakek. "Ya. akupun ingin tanya urusan itu," timbrung raja.
Tiong Lian pandang raja sekejap dan ragu-ragu. tapi
kemudian iapun berkata: "Maafkan aku. lebih dulu aku ingin
tanya sesuatu baginda."
"Tentang apa?" tanya raja.
"Marilah kita bicara secara blak-blakan, saja utusan yang
baginda kirim itu apa melulu bertugas menyampaikan ucapan
selamat kepada kakakku yang naik tahta saja?"
"Memangnya kau sangka ada tugas lainnya?" balas tanya
raja. "Tapi besoknya sesudah utusanmu menyampaikan surat
kepercayaan, disuatu tempat lain kami telah pergoki dia," kata
Tiong Lian. "Ditempat apa ?" tanya raja dan tak sabar
"Didalam gudang pusaka kami !" sehut Tiong Lian, tatkala
itu dia berkedok dan ada pula seorang kawannya, yaitu putera
Kayun yang merebut takhta kerajaan kami, namanya Kaso.
Sesudah kakak membunuh dia dan menyingkap kedoknya
baru kami ketahui dia adalah utusanmu. sayang Kaso berhasil
melarikan diri sehingga tak bisa dijadikan saksi, tapi apa yang
kuceritakan ini memang benar terjadi."
"Bisa terjadi begitu?"!" raja menegas.
"Ho. kiranya bukan?"?"
"Apa kau sangka perbuatan utusan itu ada lah atas
perintahku" sela raja dengan kurang senang. "Biarpun
Kunbran tidak makmur sebagai negeri Masar kalian, tapi tidak
nanti orang untuk mengerayangi harta pusaka kalian."
"Tahulah aku, tentu itu adalah gara-gara Kaso yang
mengincar pusaka didalam gudang kerajaan Masar," timbrung
sikakek "Sudah lama aku anjurkan kau jangan terima manusia
rendah sebagai Kaso. tapi kau tidak menurut" He. kenapakah
kau ?" Tiba-Tiba wajah raja tampak pucat, Sahutnya dengan suara
gemetar.?"Celaka, utusan itu adalah puteranya Thay Ceng
Ong, namanya Hadi. Dengan kedudukan dan kekayaannya
tidak lah mungkin diapun kemaruk kepada harta pusaka negeri
kalian. Kukuatir dibalik itu masih ada sebab lainnya. Kakek,
maafkan kalau aku bicara terus terang".Sudah lama aku
mendapat laporan rahasia yarg menyatakan bahwa Thay Ceng
Ong mengincar tahta kita dan sengaja menyiarkan desasdesus?"
"Desas-desus apa?" potong sikakek.
Dengan ragu-ragu akhirnya raja bicara: "Menyebarkan
kabar bohong bahwa kekek dilahirkan sebelum cukup bulan,
maka Thay Ceng Ong ingin mengusut skandal ini, tegasnya dia
menyangsikan keturunan kita,"
"Ini bukan kabar bohong, tapi sekarang kau sendiri kan
sudah tahu," ujar sikakek. "Namun maksud Thay Ceng Ong
hendak merebut tahta, rasanya diapun belum berani, apalagi
urusan sudah hampir seabad lamanya, orang orang yang
sebaya dengan usiaku sudah mati semua, kalau dia mengusut
perkara ini juga tiada orang mau percaya tuduhannya."
"Ya, tapi kalau dia sudah memegang semua bukti. maka
dengan resmi iapun ada alasan untuk mengenyahkan kita"
kata raja. "Dari itu kenapa sebabnya Hadi menggerayangi
gudang pusaka kerajaan Masar, tentu tujuannya hendak
mencari bukti-bukti itu, misalnya kedua pucuk surat tadi."
"Baiknya surat-surat itu sekarang sudah terbakar," kata
kakek baginda. Tapi selama Thay Ceng Ong masih ada akan tetap
merupakan bahaya, apalagi puteranya terbunuh, masakah dia
mau sudah "!" kata raja. "Biarpun Lian moay menyatakan dia
terbunuh dikala mengerayangi gudang pusaka, tapi tiada bukti
dan saksi, betapapun urusan ini susah dipercayai orang."
"Kalau begitu jadi terpaksa kau tetap akan perang dengan
negeri kami "!" tanya Tiong Lian.
"Hanya ada satu jalan, apa kau sudi membantu aku, Lian
Moay" tanya raja.
"Cara bagaimana ?" sahut Tiong Lian.
"Membantu aku menghadapi Thay Ceng Ong," kata raja.
"Apa kau hendak membunuh dia untuk menutup mulut ?"
sela sikakek. "Benar," sahut raja. "Urusan ini tak bisa minta bantuan Bok
Lolo, tapi diam-diam kita membunuhnya saja. sesudah urusan
terlanjur, tentu Bok Lolo tak bisa berbuat apa-apa padaku
hanya karena Thay Ceng Ong saja."
"Tapi kekuatanku sudah hilang, tenaga menyembelih ayam
saja tidak ada." ujar Tiong Lian dengan tersenyum getir.
"Kau terkena racun Siu lo so kut tan, aku mempunyai obat
penawarnya dua jam kemudian tenagamu tentu akan pulih,"
kata raja. Maka sebelum tengah malam nanti, diam-diam boleh kau
datang keistanaku, tentang senjatamu pada saatnya tentu
akan kukembalikan padamu nanti ."
"Iimu silat Thay Ceng Ong tidak lemah, begundalnya juga
banyak, apa dia?" demikian kakek menjadi kuatir bagi Tiong
Lian. "Tapi kepandaian Lian moay terlebih tinggi" ujar raja
dengan tertawa. "Menurut pendapatku, selain Bok Lolo, tiada
seorang Busu kita yang mampu menandingi Lian moay, maka
bila ilmu silatnya sudah pulih kembali, untuk membunuh Thay
Ceng Ong tentu tidaklah sulit. Adapun apa yang akan terjadi
sesudah itu, biarlah kita lakukan menurut perkembangan saja.
Yang penting sekarang yalah membunuh Thay Ceng Ong dulu
sebelum aku sandiri digulingkan olehnya ."
"Baik, aku akan membantu kau, tapi kau juga harus janji
padaku untuk selanjutnya ke dua negara kita bersahabat dan
takkan saling menyerang" kata Tiong Lian.
"Sudah tentu," sahut raja. "Asal rahasia kita kau simpan
rapat, secara diam" kita tetap saudara dan kedua negara tetap
bersahabat,"
Kemudian Tiong Lian menerima dua butir pil dari raja dan
segera ditelannya.
Mendadak kakek baginda berseru: "Obat penawar apa yang
kau berikan itu?"
"Bukankah obat penawar Siu-Io-so-kut-aan?" sahut raja.
Tapi kakek baginda telah mendelik, katanya: "Tidak bisa,
dua butir obat itu tidak sama warnanya Biarpun mataku sudah
lamur juga dabat mengenali obat penawar itu seharusnya
berwarna merah saja. Lekas katakan, obat apa yang kau
berikan padanya, Apa kakekmu sendiri juga hendak kau tipu."
Tiong Lian terkejut juga. Ia mundur dua langkah dan
berkata: "Memangnya akupun tidak pikirkan buat pulang
dengan hidup, tapi bila kau hendak membunuh aku toh tidak
perlu berbuat secara licik demikian."
Air muka raja sebentar merah sebentar pucat, akhirnya ia
berkata dengan tertawa: "Kakek dan Lian-moay tidak perlu
sangsi, biarlah Kukatakan terus terang, kedua butir obat tadi
yang sebutir memang bukan obat penawar namun, heh, bila
Thay Ceng Ong nanti sudah terbunuh, tentu aku akan
memberikan obat penawarnya. Dalam waktu tiga hari ku jamin
kau takkan apa-apa
"Mengapa kau menggunakan cara keji terhadap saudara
sepupumu sendiri ?" semprot si kakek dengan gusar.
Tapi Tiong Lian berbalik tertawa malah, katanya: "Maklum,
tentu kakak baginda kuatir aku akan mengeloyor pergi tanpa
pamit bila kekuatanku sudah pulih. Apalagi kedua negara kita
masih daiam keadaan bermusuhan tentu kau masih belum
percaya penuh padaku. Baiklah, sesudah kubunuh Thay Ceng
Ong baru aku akan meminta obat penawar lagi padamu
Sekarang hendaklah kau katakan cara bagaimana aku harus
bertindak "
"Tentang ini aku sudah menyiapkan suatu akal baik?"
Sampai disini. tiba-tiba raja berhenti bicara. Kiranya seorang
nenek tahu-tahu sudah melangkah masuk kedalam kamar
sambil tertawa yang dibuat-buat.
"Bagus, bagus ! Kiranya baginda dan puteri juga berada
disini semua", seru nenek itu yang bukan lain adalah "Kim Lun
Seng Bo" Bok Lolo.
Kakek baginda tampak tidak senang atas kunjungan nenek
itu. katanya dengan dingin: "Cucu baginda, jika Seng Bo
mencari kau, maka boleh kau lakukan dinasmu."
Namun Bok Lolo telah berkata dengan tertawa: "Tidak, aku
justeru dalang untuk menyambangi Lococong !"
"Wah, tumben" sahut kakek baginda dengan tawar.
"Sungguh tidak nyana Seng Bo juga ingat kepada tua bangka
yang tiada gunanya seperti diriku ini."
Meski nenek itu tahu si kakek menyindir dan tidak suka
padanya, tapi ia pura-pura tidak tahu, bahkan dengan berseriseri
ia terus ambil tempat duduk sendiri, ialu berkata dengan
tertawa: "Ai, mengapa berkata demikian. Tua-Tua keladi
semakin tua Lococong tampik semakin kuat. Malah aku ingin
minta petunjuk juga kepada Lococong ."
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Petunjuk apa ?" kata kakek baginda
"Ingin belajar Lwekang dari Liong Lik Pit Kip yang dilatih
Lococong "kata sinenek.
Kakek baginda terkejut, sahutnya: "Lwekang apa segala "
Dengar saja baru sekarang?"
Tiong Lian juga heran, pikirnya: "Ternyata nenek siluman
inipun tahu akan Liok Lik Pit Kip ?"
Dalam pada itu Bok Lolo tampak menyengir yang dibuatbuat,
lalu bisiknya. "Kabarnya kakek luar Lococong adalah
seorang kosen pada jaman ratusan lahun yang lalu, bahkan
dulu seorang raja Masar pernah diterima menjadi muridnya.
Dan Liong Lik Pit Kip itu adalah benda pusaka kerajaan Masar
konon murid yang sebenarnya adalah raja itu dan tidak paham
akan isi kitab itu makanya sengaja masuk perguruan orang
kosen itu dengan maksud hendak minta petunjuk orang
pandai untuk bersama melatih ilmu sakti didalam kitab itu.
Entah cerita ini benar atau tidak ."
"Darimana kau mendengar cerita ini " Semuanya omong
kosong belaka, aku sendiri tidak tahu sesuatu apu pun." sahut
kakek baginda dengan aseran. Sedangkan hatinya diam-diam
membatin apakah ilmu semadi yang pernah di ajarkan ibusuri
itu adalah ilmu Lwekang yang dimaksudkan itu ?"
Kiranya kakek baginda memang benar pernah mendapat
pelajaran dasar Lwekang dari ibu nya, rnakanya dia dapat
berusia rampir seabad dan badannyu tetap sehat dan kuat,
cuma dia sendiri tidak tahu,
"Apa Lococong sangka ceritaku tadi omong kosong belaka?"
tanya Bo Lolo," Tapi raja Masar itu pernah menjadi murid
kesayangan kakek luarmu, hal ini tentu bukan omong kosong
bukan, Tentu waktu kecilmu pernah men dengar cerita itu,
maka aku ingin tanya lebih jelas padamu, maksud yang lain
tidak ada, hanya terdorong oleh rasa ingin, tahu saja.",
"Hmm, urusan dulu masakan aku bisa ingat semua" Maaf,
aku sudah letih dan ingin mengaso, silahkan pergi saja,"
segera kakek baginda hendak mengusir nenek itu.
Keruan raja serba salah untuk ikut bicara. Sebaliknya Bok
Lo"o sama sekali tidak marah, katanya kepada kakek baginda
sambil memberi hormat: "Jika demikian, maka aku-pun tidak
mau membikin repot Lococong lagi silahkan mengaso saja !"
dan aneh juga, habis perkataannya, benar-benar kakek
baginda itu seperti kena hipnotis, lalu mendekap diatas meja
dan menggeros. "Kau ken?" seru raja terkejut
"Jangan kuatir, aku hanya menggunakan sedikit kepandaian
agar Lococong bisa tidur sebentar, hal ini akan berguna bagi
kesehatan-nya," sahut Bok Lolo dengan tertawa
Tapi Tiong Bian lantas mendamperat: "Kurang ajar kau
siluman jahat?"?"."
Bslum habis ucapannya dengan terbahak secepat kilat Bok
Lolo sudah pegang pergelangan tangan Kok Tiong Lian,
Karena kekuatannya belum lagi pulih, maka Tiong Lian
menjadi tak berkutik ketika urat nadinya kena dipencet tangan
nenek itu, "Apa kau sangka aku tak berani mengganggu kau berkat
lindungan Tay Siang Hong " Hmm. lekas keluar bersama kau!"
jengek Bo Lolo,
Raja menjadi kebat kebit juga. katanya dengan kuatir:
"Seng Bo, perempuan ini ?"."
"Ada perintah apa dari baginda ?" sinenek menegas dengan
mendelik. "Kukira kita masih perlu memperalat perempuan ini, maka
hendaklah Seng Bo jangan membunuh dia, lebih baik masukan
dia dalam penjara saja." kata raja.
"Jika kau penjarakan dia tentu kakekmu akan
membebaskan dia pula, maka lebih baik serahkan padaku
saja, aku tahu kau masih perlukan tenaganya, sebaliknya
diapun besar manfaatnya bagi diriku," kata sinenek.
Raja menjadi kewalahan, walaupun kuatir dua jam lagi Kok
Tiong Lian akan pulih tenaganya dan urusan jadi runyam, tapi
iapun tak bisa berbuat apa-apa, terpaksa terserah kepada
perkembangannya nanti.
Sesudah Bok lolo menyeret Tiong Lian ke luar istana
baginda, dengan tertawa iblis lalu ia tanya : "Kang Hay Thian
adalah kekasihmu, bukan ?"
Namun Tiong Lian diam saja dalam seribu bahasa.
"Kau tidak perlu malu, aku sudah tahu urusan kalian. Gadis
mana yang tidak merindukan kekasih" Maka nanti malam bila
bocah itu datang lagi tentu akan kutemukan dia padamu."
"Tapi kau harus tunduk kepada perintahku, kalau tidak,
jangan kau salahkan kekejamanku" Kiranya sesudah
mengalami pertempuran semalam, Bok Llo menjadi agak jeri
kepada Kang Hay Thian, maka dia sengaja hendak memegang
Tiong Lian, sebagai senderan guna melawan Kang Hay Thian.
Tidak jauh mereka keluar dari istana, tiba-tiba datang
seorang yang menyapa dengan tertawa : "Suhu, akhir nya
kaudapat menyeret keluar budak perempuan ini" ternyata
pendatang ini adalah Thian Mo Kaucu.
Dan baru sekarang Tiong Lian mengetahui hubungan
diantara Bok Lolo dan gembong Thian Mo Kau itu, kiranya
mereka adalah guru dan murid.
"Karani," kata Bok Lolo, "kebetulan, budak ini keserahkan
dibawah pengawasanmu kau harus hati-hati, jangan sampai
dia lolos."
Kiranya setelah bergebrak dengan Kang Hay Thian
semalam, tenaga murni Bok Lolo juga banyak berkorban dan
sekarang perlu kembali kekamarnya untuk melatih, untuk
menggunakan Kok Tiong Lian untuk membikin Keng Hay Thian
tak berdaya atas saran Thian Mo Kaucu Sekarang Bok Lolo
menyerahkan Tiong Lian kepada muridnya sendiri untuk
menjaga nya, dengan sendirinya dia tak perlu kuatir
"Sudah jangan kuatir, tawanan yang kujaga tidak nanti bisa
lolos," sabut Thian Mo Kaucu dengan tertawa. Lalu ia pegang
Tiong Lian dan berkata: "Nona Kok, ikutlah padaku tentu aku
takkan bikin susah padamu."
Tapi Tiong Lian hanya mendelik saja tanpa menggubris,
karena tidak kuat melawan, terpaksa ia mandah diseret Thian
Mo Kaucu sesukanya
Thian Mo Kaucu mendapat tinggal sendiri disekitar keraton,
segera ia seret Tiong Lian ketempatnya, sesudah masuk
kamar dan tutup pintu, lalu ia lepaskan gadis itu dan ber kata
dengan tertawa: "Nona Kok, kau tentu sangat benci padaku
bukan!" Tiong Lian memandangnya dengan sikap dingin saja.
Tiba-Tiba Thian Mo Kaucu menghela napas, katanya: "Kau
benci padaku, tapi aku sendiri sangat mengagumi kau.
Semalam Kang Hay Thian telah datang kesini mencari kau,
mungkin kaupun sudah tahu hal ini. Kau mempunyai seorang
kekasih yang mencintai kau dengan sungguh, masakah tidak
pantas dibuat girang."
Dalam hati kecil Tiong Lian memang rnerasa bangga bagi
Kang Hay Thian, demi mendengar nama sang kekasih, tanpa
merasa hatinya sangat senang dan nikmant sehingga sikapnya
perlahan-lahan berubah menjadi ramah.
Dan sesudah menghela napas, lalu Thian Mo Kancu berkata
Ugi: "Apa barang kali kau anggap aku sebagai iblis yang tidak
punya perasaan " Diwaktu kecilnya Hay Thian juga aku pernah
mendidiknya, meski tidak lama, tapi boleh kau tanya dia,
selama dia berada di tempatku, apakah aku pernah membikin
susah dia "!"
Tiong Lian hanya mendengus saja dan tidak menjawab,
dalam hati ia berkata: "Diwaktu kecilnya kau sayang padanya,
sesudah dia besar kau justeru menganggapnya sebagai
musuh." Thian Mo Kaucu seperti tahu pikiran Tiong Lian itu, katanya
pula: "Sekarang dia sudah dewasa, dia adalah orang dari
golongan Cing Pay, sebaliknya aku adalah Kaucu dari agama
yang dipandang jahat, berapa kali aku bergebrak dengan dia,
namun ha! itu adalah terpaksa dan akupun tidak pernah
berlaku keji padanya. Apa kau masih ingat ketika kau
terkurung ditengah pulau kecil bersama Hay Thian, dia baru
saja minum Thian Sim Ciok dan dia tertutuk pula oleh
muridnya Po Siang, waktu itu kalau aku hendak mencabut
nyawa kalian boleh dikata terlalu gampang bagiku."
Tapi Tiong Lian tetap sangsi, namun begitu rasa bencinya
kepada Thian Mo Kaucu sudah banyak berkurang lagi. Maka
jawabnya "Enak saja kau bicara, siapa yang tahu dibalik
perbuatanmu itu terkandung tujuan jahat apa-apa!"
Tiong Lian menjadi aseran lagi. sahutnya dengan dingin:
"Kalian menculik aku dari tempat Thay Siang Hong, bukankah
kalian ingin menggunakan aku sebagai umpan untuk
memancing kedatangan Hay Thian,"
Tiba-Tiba Thian Mo Kaucu tersenyum, kata-nya: "Nona Kok,
apa kau ingin tahu maksud jahatku yang sebenarnya" Nuh aku
dapat memberitahukan padamu aku justeru ingin mencari
obat penawar untuk melepaskan kau,"
"Apa" Kau hendak menolong aku " Tiong Lian menegas
dengan tercengang.
"Benar, hendaklah ketahui bahwa sesungguhnya didalam
hati aku anggap Hay Thian sebagai adikku, begitu pula
kupandang kau sebagai adik perempuanku, akupun ingin
kalian menjadi pasangan suami isteri yang bahagia."
Tiong Lian semakin sangsi pikirnya. "Tampaknya ia bicara
dengar sungguh-sungguh dan jujur, tapi bagaimana aku harus
percaya padanya"
Maka terdengar Thitn Mo Kaucu berkata pula: "Dengan
sungguh-sungguh aku hendak menolong kau, aku tidak
mengharapkan terima kasihmu, cukup asai kau tidak pandang
aku sebagai musuh saja."
Tapi Tiong Lian cukup cerdik, ia tahu dimulut Thian Mo
Kaucu menyatakan tidak ingin terima kasihnya, tapi justeru
sangat ingin kan dia membalas budi kebaikannya itu. Maka
dengan suara dingin ia berkata: "Kau hendak mengambilkan
obat penawar bagiku, apa kau tidak mengharapkan juga agar
aku memberikan sesuatu sebagai balas jasa?"
Wajah Thian Mo Kaucu menjadi merah, sahutnya: "Hal
ini?" ah, mengapa kau banyak bicara dan curiga"!"
"Sudahlah, terima kasih, aku tidak menerima kebaikan
durimu, cara bagaimana kau hendak permainkan diriku boleh
terserah padamu!" kata Tiong Lian.
Thian Mo Kaucu tertegun, ia menghela napas, lalu berkata
pula: "Ya, maklum juga bila kau tidak percaya padaku.
Memangnya setiap, salah paham diantara sesama manusia
susah dihapus, aku sendiri pun tidak tahu cara bagaimana
harus menjelaskan padamul"
Bara bicara sampai disini, tiba-tiba diluar ada suara
tindakan orang, tidak lama kemudian ada orang mengetok
pintu dengan pelahan dan terdengar suara seorang sedang
berkata dengan perlahan: "Enci Karani, akulah yang datang."
Terang itulah Le Hok Sing. Rupanya kedatangannya agak
diluar dugaan Thian Mo Kaucu, namun jelas tampak rasa
girangnya. Segera ia berbisik kepada Kok Tiong Lian: "Kau
boleh mengaso disini, tak perduli akan terjadi apa nanti
hendaklah kau jangan keluar!"
Diam-Diam Tiong Lian merasa kebetulan, sebab saat itu
kekuatannya sedang mulai pulih kembali, dengan keluarnya
Thian Mo Kaucu ia dapat bersemedhi untuk mengerahkan
tenaga. Sesudah keluar dari kamar tahanan, lalu Thian Mo Kaucu
membuka pintu ruangan tamu, maka tampaklah Le Hok Sing
lantas me langkah masuk dengan berseri-seri kedua tangan
nya mendokong sebuah kotak kemala, katanya: "Cici aku
hendak memberikan semacam barang baik kepadamu!"
"Ssst, jangan keras-kerasl" bisik Thian Mo Kaucu. "Kau
bersekongkol dengan Giok Kun Lun dan melarikan puteri
Romana maka suhuku sedang marah padamu!"
"Cici, lebih baik kita juga lari saja?" ajak Le Hok Sing.
"Omong kosong, mana boleh aku juga melarikan, diri,
jangan seperti anak kecil," sahut Thian Mo Kaucu. "Eh, lekas
katakani bagaimana dengan puteri Romana "
"Dia baik-baik saja, mereka sudah berada dipesanggerahan
puteri itu," kakak beradik Giok Kun Lun juga sudah bertemu,
dan masih ada sesuatu yang terduga. Coba lihat dulu kado
yang hendak kuberikan ini habis itu akan kuberitahukan
dengan lebih jelas duduk nya perkara."
"Kado apa segala" Masakah begitu penting?"
"Ya, betapapun Cici tak mungkin dapat menerkanya,
tapi?" ah, lebih baik kau sendiri yang membukanya saja."
Ketika Thian Mo Kaucu membuka kotak itu dan melihat
isinya adalah setangkai bunga aneh berwarna, segera ia lantas
berkata "O, kiranya kau telah mencarikan setangkai "Swat Li
Hong Ceng" bagiku. Apakah asal dari pemberian Giok Ling
Liong?" "Ya, sebab kedua saudara Giok itu sangat berterima kasih
atas bantuanmu," kata Le Hok Sing.
"Ah, aku hanya memberikan jalannya saja, yang keluar
tenaga adalah kau," kata Thian Mo Kaucu." Baiklah, terima
kasih atas perhatianmu."
"Eh, enci Karani, mengapa kau tampaknya kurang
gembira?" kata Le Hok Sing, "Sedemikian cantiknya kau
sehingga mirip setangkai bunga yang indah segar"."
"Ada apakah hari ini, mengapa kau seperti sengaja
menyanjung aku saja " ujar Thian Mo Kaucu.
"Apakah kau tahu akan kasiat bunga tri warna ini ?" kata Le
Hok Sing. "Bila kau makan bunga ini, maka kau akan awet
muda, selanjutnya juga akan segar dan cantik seperti bunga
dan takan pernah layu. Selama ini kau selalu mengatakan aku
lebih muda darimu dan aku hanya kau anggap sebagai adik
saja, tapi kalau kau sudah makan bunga ajaib ini, keluk aku
sudah tua dan kau akan tetap muda. Eh, enci Karani,
mengapa kau tidak senang, sebaliknya menangis malah"
Begitulah kalau Le Hok Sing membawakan bunga tri warna
itu dengan penuh harapan dan bahagia, adalah sebaliknya
Thian Mo Kaucu mencucurkan air mata malah sambil
memandangi bunga itu. Keruan Le Hok Sing menjadi bingung
dan kelabakan, katanya pula: "Apakah aku telah salah omong,
apa Cici ti?" tidak suka padaku ?"
"Tidak, justeru kau adalah satuinya orang yang paling baik
padaku didunia ini, maka saking girangnya sampai aku
menangis," kata Thian Mo Kaucu.
"Syukur alhamduliliah jika betul demikian," kata Le Hok
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sing. "Tetapi, ah tampaknya kau tidak cuma girang saja.
kulihat kau pasti ada sesuatu kesukaran lain?"
"Banyak terima kasih atas usahamu sehingga mendapatkan
bunga ini. tetapi sayang tiada banyak lagi gunanya bagiku!"
kata Thian Mo Kaucu, dengan sedih.
"Cici, apa maksud ucapanmu ini?" desak Le Hok Sing:
Thian Mo Kaucu tersenyum pilu. sahutnya kemudian.
"Paling akhir ini dikala aku melatih, lapat-lapat aku merasakan
alamat yang jelek, mungkin" mungkin" ajalku sudah tak
lama iama lagi akan tamat!"
Seketika wajah Le Hok Sing berubah pucat, katanya dengan
suara tak lancar: "Apa kau telah "Cau Hwe Jip Mo?""
"Benar." sahut Thian Mo Kaucu. "Dari apa yang kurasakan
diwaktu latihan, kutaksir paling lambat setahun atau mungkin
cuma beberapa bulan lagi tentu kau takkan terhindar dari
bencana itu!"
Kiranya orang yang meyakinkan ilmu silat dari golongan Sia
Pay, golongan jahat, semakin tinggi kekuatannya semakin
bahaya pula menghadapi kemungkinan "Cau Hwe Jip Mo" atau
sesat jalan dan akan terbinasa oleh kepandaian sendiri
membalik menyerang diri sendiri itu. Kalau tidak binasa juga
pasti akan lumpuh dan cacat untuk selamanya. Sebaliknya
kalau rintangan demikian dapat dilalui, maka ilmu silatnya
akan mencapai tingkatan yang pating sempurna. Dahulu Kim
Si Ih juga pernah mengalami peristiwa seperti itu, untung dia
mendapat bantuan dari Teng Hiau Lan sehingga akhirnya
selamat dan mencapai kesempurnaan.
Sesudah termangu-mangu sejenak, kemudian Le Hok Sing
berkata: "Cici, jika memang sudah ada tanda-tanda akan
datangnya bencana itu, kenapa kita tidak cepat-cepat
tinggalkan sini" Aku yakin dunia seluas ini pasti ada orang
yang dapat menolong kau terhindar dari malapetaka."
"Orang pandai sih memang ada, tapi jaga cuma terbatas
beberapa orang saja. Dan diantara beberapa orang ini kalau
bukan tokoh-tokoh dari kalangan Cing Pay, tentu juga
bermusuhan dengan aku. Sekarang aku sudah menjadi Kaucu
dari agama dikenal dari golongan jahat, masa aku ada muka
untuk minta bantuan pada tokoh persilatan dan golongan Cing
Pay itu" Kau cukup kenal watakku, lebih bailc hancur lebur
juga tidak sudi kehilangan pamor."
Le Hok Sing tau beberapa tokoh yang dimaksudkan itu
antara lain Teng Hiau Lan dan Thian San serta Kim Si Ih. Maka
dengan penasaran ia berkata: "Kitab ilmu silat tinggalan Kiau
Pak beng sebenarnya adalah milik keluargaku, cuma sayang
sekarang telah jatuh ketangan Kim Si Ih. Dari itu, ai kecuali
kalau"."
"Kecuali kalau minta bantuan Kim Si Ih begitu akan kau
katakan bukan ?" sela Thian Mo Kaucu. "Tidak, aku tidak ingin
kau ikut malu demi untuk kepentinganku."
"Kalau melulu untuk kepentingan diriku, sudah pasti aku
tidak sudi minta bantuan Kim Si Ih, tapi sekarang adalah kau
demi kau Cici. biarpun mesti berlutut padanya juga sanggup
kulakukan," kata Le Hok Sing."
"Tidak, aku tidak ingin perbuatanmu ini, kecuali kalau kita
mampu merebut kembali kitab pusaka itu dari dia, kalau tidak
sekali-sekali aku tidak ingin kita mohon bantuannya," kata
Thian Mo Kaucu.
"Untuk merebutnya tentulah susah," ajar Mok Sing dengan
tersenyum getir.
"Ya, andaikan kau hendak mohon padanya juga kau takkan
dapat menemukannya dia yang tiada kediaman tetap itu." kata
Thian Mo Kau Cu.
Memang benar juga, untuk mencari Kim Si Ih adalah sangat
sulit karena jejaknya tiada tertentu. Seketika Le Hok Sing
terdiam ia hanya menghela napas saja.
Didalam kamarnya Tiong Lian dapat mengikuti pembicaraan
mereka dengan jelas tiba-tiba ia sadar dan tanpa merasa
timbul sedikit rasa kasihannya. Pikirnya: "Kiranya dia hendak
merebut Thian Sim Ciok dan Liong Lik Pit Kik dariku bukannya
tiada beralasan, yaitu ingin memunahkan kemungkinan
bahaya yang akan menyesatkan ilmu yang melatihnya itu. Dan
andaikan sekarang hendak menolongnya juga sudah
terlambat."
Rasa benci Tiong Lian kepada Thian Mo Kaucu sekarang
telah banyak berkurang. Apalagi bila dipikir tindak tanduk
gembong Thian Mo Kaucu itu selama ini sesungguhnya tiada
sesuatu yang melampaui batas kejahatan, maka tanpa meresa
Tiong Lian menaruh kasihan padanya.
Pada saat itulah terdengar Thian Mo Kaucu telah menghela
napas dan dan berkata pula, Sing te, aku sangat terima kasih
atas maksud baikmu, untuk selanjutnya aku tak bisa
berkumpul lagi dengan kau, maka kau pergi saja. Bila tidak,
sebentar kau diketahui Suhuku, mungkin kau akan
menghadapi kedudukan yang sulit lagi."
"Cici, masih ada sedikit yang hendak ku katakan, harap kau
dengarkan dulu." kata Le Hok Sing.
Thian Mo Kaucu menaksir saat itu gurunya masih belum
rampung latihannya, maka sahutnva: "Baiklah, hendaklah kau
lekas kata kau!" "
"Dahulu kita pernah ingin mengukur kepandaian dengan
pihak Cing Pay kalau dipikir sekarang, biarpun maksud kita itu
agak tidak tahu diri, tapi juga bukan sesuatu dosa," kata Hok
Sing, "Apabila tujuan kita itu merugikan rakyat, merugikan orang
banyak, maka ituiah dapat dikatakan dosa. Sekarang kalau
kita, harus ambil jalan lain, kenapa kita ragu-ragu."
"Cici, maukah kau suka mendengarkan kata-kataku yang
terus terang?"
"Aku sedia mendengar, katakan terus," sahut Thian Mo
Kaucu "Bukan maksudku hendak memecah belah kalian guru dan
murid, tapi tindak tanduk gurumu sesungguhnya aku tidak
setuju," kata Hok Sing. "Rupanya dia sedang berusaha sebisa
mungkin agar Kunbran bisa menyerang Masar, dengan
demikian tentu akan mengambil banyak korban rakyat yang
tak berdosa Cici, ingin kuberikan tahu padamu bahwa dalam
perjalananku ini aku telah bertemu dengan raja Masar yang
baru bernama Danu Cu Mu bersama Kang Hay Thian."
"Aku sudah tahu, semalam mereka sudah datang kesini.?"
kata Thian Mo Kaucu. "Ya. mengapa kau menyinggung mereka
dalam urusan kita ini ?"
Ternyata Thian Mo Kaucu keliru, semalam yang datang itu
selain Kang Hay Thian masih ada lagi seorang Teng Ka Gwan
dan bukan Danu Cu Mu.
Sebab itulah Le Hok Sing menjadi heran, masakah
datangnya Danu Cu Mu bisa lebih cepat daripada larinya Kim
Mo Soan" Tapi dia pun tidak sempat buat mencari tahu hal itu.
ia melanjutkan bicaranya: "Kedatangan Danu Cu Mu kesini
adalah untuk usaha perdamaian, dan apakah perangan Ini
dapat digagalkan atau tidak, seluruhnya tergantung kepada
sikap raja Kunbran. Namun kita tahu, raja Kunbran justeru
berada dibawah pengaruh gurumu " "
"Apa maksudmu ingin aku membujuk guruku" Kau tidak
kenal wataknya Suhu, selama nya dia tidak suka menurut
bujukan orang lain ." ujar Thian Mo Kaucu.
"Biapun tidak dapat membujuk dia, paling tidak engkau
jangan membantu keganasan mereka," kata Hok Sing: "Cici,
sekarang ini kukatakan apa yang menjadi buah pikiranku yang
paling mendalam, apakah kau suka kepadaku, harap katakan
terus terang ."
"Kalau suka bagaimana, kalau tidak, bagaimana pula ?"
sahut Thian Mo Kaucu.
"Jika tidak suka, maka apa yang hendak kukatakan inipun
tidak perlu lagi !" kata Le Hok Sing.
"Aku?" aku cuma kuatir kaluu membikin susah padamu?"
kata Thian Mo Kauwcu dengan menghela napas, dibalik
ucapannya terang menyatakan dia suka kepada Le Hok Sin"
maka tanpa merasa tangan kedua orang sudah lantas saling
genggam dengan kencang.
Kemudian Hok Sin berkata dengan suara halus. "Cici. carilah
kita pergi ketempat yang jauh, kesuatu pulau yang terpencil,
di sana kita dapat hidup aman tenteram tanpa diganggu oleh
urusan-urusan dunia yang ruwet."
"Muluk-Muluk benar pikiranmu," sahut Thian Mo Kauwcu
dengan tertawa. "Ketahuilah bahwa kalau aku sampai
mengalami sesat jalan dalam latihanku ini. andaikan aku tidak
sampai binasa, toh sedikitnya aku akan cacat untuk selama
hidup" "Jika demikian halnya, maka aku akan meladeni kau selama
hidup, aku akan membikin sebuah kereta dorong, di waktu
senja tiba. kita akan menikmati matahari terbit, memandang
awan yang aneka ragam perubahannya itu, di kala subuh, kita
dapat mendengarkan kicauan burung manyar yaug hendak
pulang kejangnya, diwakili malam kita memandang rembulan
menghitung bintang yang tak terkira jumlahnya, akan kupetik
setungkai bunga dan kusuntingkan disanggulmu dan?"
Thian Mo Kaucu sampai terpesona oleh cerita itu. sahutnya
dengan tertawa: "Uraianmu mengingatkan aku seperti hidup
dialam dewata saja. Penghidupan yang bahagia seperti itu
andaikata cuma sehari saja juga sudah berharga untuk mati ."
,Jadi engkau sudah mau, Cici?"" Hok Sing menegas dengan
girang. Tiba-Tiba Thian Mo Kaucu menghela napas lagi, sahutnya:
"Mungkin aku tak dapat menikmati hidup bahagia seperti itu,
dimana kita pernah datang, disitupun pernah dijajaki orang
asing, Buat apa aku mesti membikin susah padamu pula "
"Apa kau takut kepada Suhumu?" desak Hok Sing lagi.
"Dan masih ada seorang lagi " sahut Thian Mo Kaucu.
"O, ya, masih ada sesuatu yang belum ku beritahukan
padamu bahwa Bun Ting Bik Itu mampus !" kata Hok Sing.
Rupanya hal ini sangat diluar dugaan Thian Mo Kaucu
katanya kemudian: "Orang yang mampu menangkan dia
didunia ini cuma terbatas beberapa orang saja. Cara
baigaimana meninggalnya dia?"
Dia bertarung mati-matian melawan lu Kwing dikaki Leng
Ciu Hong, ketika mendadak batu es yang dia injak retak dan
dia telah terjeblos kedalam sungai es." tutur Hong Sing.
"Dengan mata kepala sendiri kau menyaksikan peristiwa
itu"!"
"Giok Lin Liong yang katakan padaku, kuyakinkan dia tak
akan membohongi Cici, bukan maksudku bergirang atas
kematian orang lain, tapi akupun tidak ingin merahasiakan
perasaanku, memang aku juga benci pada orang she Bun itu,
cici, apa kau berduka buat kematiannya ?"
"Selamanya aku tidak pernah suka padanya, tapi betapapun
dia juga seorang sahabatku," ujar Thian Mo Kaucu. "Dalam hal
suka, yang kuajukan hanya adikku seorang saja."
Sungguh girang Le Hok Sing melebihi orang ketumplek
rejeki. Ia genggam tangan Thian Mo Kauwcu dengan kencang,
serunya girang. "Habis apa yang kau ragukan lagi" Hayolah
pergi Kim Mo Soan sudah menunggu diluar sana tiga hari
kemudian kita sudah dapat mencapai tepi pantai timur."
Pikiran Thian Mo Kaiici bergolak dengan hebat, diam-diam
ia berpikir sebenarnya aku bantu suhu merebut kitab pusaka
Kiau Pak Beng itu dari tangannya Kim Si Ih. Tapi dengan
pertempuran semalam melawan Kang Hay Thian tampaknya
Suhu bukan tandingan Kim Si Ih. Sekarang Bun Ting Bik sudah
mati lagi, andaikata tidak mati juga dia takkan mampu
menolong diriku."
Dalam pada itu Le Hok Sing medesak pula: "Cici, hayolah
berangkat saja. Kita akan pergi keujung langit, ketempat yang
takkan diketemukan gurumu. Dia juga tak mahir berlayar,
tentu susah mencari kita."
Sekarang Thian Mo Kaucu juga sudah ambil keputusan
pasti, dengan tertawa ia berkata: "Baiklah adikku yang manis,
aku akan menurut perkataanmu, hidupku selanjutnya sudah
kupasrahkan kepadamu."
Pada saal itulah tiba-tiba terdengar suara tertawa orang lalu
bersetu, "Wah sungguh tidak kebetulan baharu saja aku
kembali dan kalian sudah akan pergi" berbareng dengan
selesainya ucapan itu, tampak seorang sudah mendorong
pintu dan melangkah masuk.
Keruan Le Hok sin sangat kaget, teriaknya: "Bun Ting Bik,
kau".kau belum?""
"Siau Le (Le kecil), jangan terburu-buru girang dahuhu aku
toh belum lagi mati," demikian sahut orang itu yang nampak
betul adalah Bun Ting Bik "Dengan kepandaianku yang sakti,
hanya sungai es yang tiada artinya itu apakah dapat
membinasakan aku ?""
Kiranya berkat lwekang "Sam Siang Kui Gan" yang
sempurna, Bun Ting Bik dapat menahan napas didasar sungai
selama sehari semalam, akhirnya ia terdampar ketepian dan
manyangkut diantara rumput-rumput ganggang dan kebetulan
ditolong oleh seorang penangkap ikan. Jadi sebenarnya dia
cuma omong sombongi ia tadi mengatakan dirinya mempunyai
ilmu sakti, padahal waktu itu ia sudah hampir mampus.
Maka dengan tertawa Thian Mo Kaucu telah melerai:
"Kalian berdua juga aneh, Saban ketemu Sudah langsung
cekcok, Siau Lie juga tidak mengharapkan kau mati.
hendaklah kau jangan salah paham Bun losiansing dapat
menyelamatkan diri dalam bencana, sungguh harus diberi
selamatan.?"
Sebaliknya Le Hok Sing lantas berkata dengan dingin: "Bun
siansing apa kau akan mati atau tetap hidup. semuanya tiada
sangkut puat dengan kepentinganku, untuk selanjutnya kita
pun takkan berkumpul bersama lagi, Nah Cici marilah
berangkat !"
Namun Bun Ting Bik telah menghadang di ambang pintu
dengan tertawa: "Siau Le. kenapa mesti buru-buru" Kau
hendak mengajak Kaucu pergi kemana?"
"Peduli apa denganmu, Bun Ting Bik, kau berani merintangi
kebebasanku?" seru Le Hok Sing dengan gusar.
"Hendak pergi, boleh kau pergi sendiri saja dan tidak perlu
ikut campurkan kehendak Kaucu " kata Bun Ting Bik.
Le Hok Sing menjadi merah
Pendekar Kidal 8 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Jodoh Si Mata Keranjang 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama