Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 10
an sana, Suma thian yu menggeleng.
"Tidak, adik Lan, aku hendak menikmati keindahan alam
dari disini, kau pergilah sendiri.
Bi hong siancu segera menarik tangan Toan im ciancu dan
berkata sambil tertawa manis.
"Indahkah pemandangan alam dibelakang bukit sana?"
"Ditempat itu tumbuh berbagai bunga yang indah dan
harum, disitu pun terdapat kelinci dan kijang, bagaimana
kalau kita menangkap beberapa ekor diantaranya?"
Mendengar kalau ditempat tersebut amat menarik hati,
Wan Pek-lan menjadi girang sekali, tidak menunggu lebih lama
lagi dia segera berjalan lebih dulu.
Thia Yong yang menjumpai kepolosan dan kesucian Wan
Pek-lan, menjadi menyesal sekali, ia merasa jiwa serta
pandangan sendiri ke lewat sempit.
Maka setelah dilihatnya Wan Pek-lan berlalu lebih dulu,
buru-buru dia menyusul dari be?lakang.
Thi pit suseng Thia Coan yang menyaksikan adiknya Thia
Yong dapat bergaul akrab dengan nona Wan, sudah tentu ikut
merasa gem bira, tentu saja dia tak tahu kalau Thia Yong
justsu menggunakan tipu muslihat untuk mengajak Wan Pek
lan berlalu dari situ.
Sepeninggal mereka berdua, Thi pit suseng Thia Coan baru
berjalan mendekat Suma Thian yu sambil bertanya:
"Hiante, apa kau menyukainya?"
"Apa, menyukai siapa?" tanya Suma Thian yu sambil
tersentak kaget dari lamunannya.
"Menyukai alam disini?"
"Oooh, betul, pemandangan disini amatlah indah. Siapakah
yang dapat melupakan kein?dahan seperti ini?"
"Bila kau tidak merasa tempat ini terlalu jelek, selanjutnya
kita boleh hidup bersama-sama disini?"
"Thia heng, kau terlalu baik, aku pasti akan mengasingkan
diri ditempai yang sangat indah ini"
Sembari berkata dia lantas menggenggam tangan Thia
Cuan erat-erat.
Thi pit Suseng memang sudah tahu kalau anak muda ini
adalah seorang yang amat perasa dan mudah emosi.
Tatkala Thia pit Suseng Thia Cuan menanyakan peristiwa
yang telah menimpanya semalam, tanpa merahasiakan
sesuatu apapun Suma thian yu segera menceritakan
bagaimana dia datang memenuhi janji, bagaimana bertemu
dengan setan muka hijau, salah memasuki lembah Si jin kok
dan bertemu dengan Hu hok cu.
Kemudian sebagai akhir kata, dia bertanya lagi:
"Suhumu berkata, hari ini kalau bisa berjumpa muka
dengan Siang wi coa, sungguhkah perkataan ini?"
Thi pit suseng segera manggut-manggut, sahutnya:
"Panjang sekali untuk diceritaka, Hiante, kemarin Thi heng
pun bertemu dengan setan muka hijau dan Siang wi coa
berdua, tanpa mengucapkan sepatah katapun kami segera
bertarung, akhirnya kami berjanji akan berduel lagi hari ini,
itulah sebabnya mereka sudah pasti akan datang kemari untuk
memenuhi janji"
Mendengar ucapan mana, Suma Thian yu segeral
mengepalkan tinjunva kencang-kencang, darah panas serasa
mendidih dalam tubuhnya seolah-olah Siang wi coa Bian pun
ci telah berdiri dihadapan mukanya sembari menyeringai.
Rupanya, ketika kemarin ketika dua bersaudara turun
gunung untuk menyambut kedatangannya Suma Thian yu,
kemudian si anak muda tersebut sedang bertarung diatas
perahu. Ketika dua bersaudara Thia yang lama menunggu belum
juga melihat kedatangan Suma thian yu, mereka pun segera
berjalan jalan di sekitar telaga sambil menikmati keindahan
alam. Pada saat itulah sepasang manasia bengis yang sedang
melarikan diri itu kabur pula sampai disana, dalam
perjumpaan yang tak ter duga, mereka segera melangsungkan
pertarungan saru. Siang wi coa yang kehilangan lencana
emasnya, merasa kuatir apabila Suma Thian yu mengetahui
rahasai sebenarnya dan menyerang kesitu, dia tidak berniat
untuk melangsungkan pertarungan tersebut dan berjanji
dengan dua bersaudara Thia untuk melanjutkan pertarungan
pada hari ini. Menanti dua bersaudara Thia lembali kesana, Suma thian
yu sudah sampai lebih dahulu dan memasuki lemba Si jin kok,
sehingga terjadi pertarungan sengit tersebut.
Untung saja Heng si cinjin segera mengetahui adanya
pertarungan dalam lembah itu dan menyusul kesana, coba
kalau bukan demikian, mungkin Suma thian yu tak pernah
akan pernah tiba disana selamanya.
Begitulah setelah mendengar penuturan tersebut, Suma
Thian yu menjadi paham akan duduknya persoalan, dia segera
mohon maaf berulang kali.
Sementara kedua orang itu masih bercakap-cakap dengan
gembira, dari belakang rumah terdengar suara orang tertawa
cekikikan, tak selang beberapa kemudian Toan im siancu dan
Wan pek lan telah muncul dengan membawa seekor kelinci,
Mendadak..... Dari bawah bukit sana bergema beberapa kali suara
pekikan yang nyaring.
Mendengar suara pekikan tersebut, Thi pit suseng Thia
Cuan segera berkata:
"Hiante, untuk sementara waktu kau dan nona Wan
silahkan masuk dulu kedalam ruangan"
"Mengapa?" tanya Suma Thian yu dengan perasaan tidak
habis mengerti.
"Seandainya Siang wi coa menyaksikan kau hadir disini dan
sebelum dia bertarung sudah melarikan diri, bukankah
kesempatan yang sangat baik ini akan terbuang sia-sia" Bila
ingin mengejarnya lagi mungkin akan jauh lebih sukar
daripada ke langit."
Apa yang dikatakan Thia Cuan ini memang betul dan Suma
Thian yu merasa tepat sekali, maka dia lantas mengajak Bi
hong siancu bersembunyi dahulu di dalam rumah.
Heng si Cinjin juga pelan-pelan bangkit berdiri dan berjalan
menuju ke ujung lapangan sana.
Suara pekikan nyaring segera bergema dari mulut bukit
sana.... Bersamaan dengan berkumandangnya suara pekikan
nyaring yang membelah angkasa itu, tampaklah tiga sosok
bayangan manusia bagaikan tiga batang anak panah yang
terlepas dari busurnya menembusi angkasa dari ujung langit
sana dan meluncur ketengah arena dengan gerakan Peng sah
lok eng (burung manyar melayang dipasir).
Mana cepat, enteng, tidak menimbulkan suara lagi,
kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orangorang
itu menunjukan kalau ilmu silat mereka meraka tidak
lemah. Menyaksikan kehadiran ke tiga orang itu, Hng si Cinjin
segera tertawa nyaring, katanya:
"Haaah...haah...haaah...sepagi ini kalian bertiga telah
mengunjungi bukit kami, bila tidak menyambut kedatangan
kalian dari kejauhan harap sudi dimaafkan, entah ada
petunjuk apakah kalian bertiga datang kemari?"
Ketiga orang itu tak lain adalah Siang wi coa (ular berekor
nyaring) Bian pun ci, Kim bin kui (setan muka hijau) Siang
Tham serta toa suhengnya Hek hong hou (harimau angin
hitam) Lim Kong.
Mendapat teguran tersebut, si Harimau angin hitam Lim
Kong segera tertawa seram, pertama-tama dia yang buka
suara lebih dahulu.
"Oooh, rupanya cianpwae yang sedang ber?tapa disini,
wah, tampaknya aku sudah mengusik ketenanganmu! Kalau
begitu, dua orang pemuda tersebut adalah anak muridmu?"
"Haah...haah...haah..betul, mereka adalah murid-muridku,
bila perbuatan mereka kemarin telah menuugeu kalian, harap
sudi di maafkan" ucap Heng si Cinjin sambil tertawa nyaring.
"Ahhh, mana, mana, kita hanya salah pa?ham saja"
Harimau angin hitam Lim Kong tertawa dingin, "kalau toh
mereka adalah murid cianpwee, ini berarti bukan orang luar
lagi, baiklah kami mohon diri saja...
Seusai berkata, dia lantas memberi tanda kepada si Setan
muka hijau dan ular berekor nyaring setelah itu membalikkan
badan dan siap berlalu dari situ.
Mendadak Heng si cinjin tertawa tergelak lagi, katanya:
"Waaah, rupanya kalian bertiga menganggap asing diriku,
sudah bersusah payah datang kemari, mana kalian harus
pulang dengan tangan hampa" Bagi orang persilatan, menjajal
kepandaian hanya bertujuan untuk mengejar kemajuan,
asalkan pertandingan terbalas saling menutul belaka, apa
salahnya untuk diselenggarakan" Apalagi yang menantang
kalian adalah muridku, tentu saja Pinto tak leluasa untuk turut
campur. Mari, mari, mari... kalian bertiga tak usah pergi lagi,
kalian memang sepantasnya untuk berhubungan lebih akrab,
biar pinto bertindak sebagai saksinya saja"
Sungguh gembira hati si harimau hitam Lim Kong setelah
mendengar janji Heng si Cinjin yang tak akan mencampuri
urusan tersebut, ia memandang sekejap ke arah kedua orang
itu, kemudian sambil membalikkan badan dan tertawa dingin
serunya: "Jika cianpwe memang berniat begituh, biarlah kami turut
perintah saja"
"Cuma, sebelum pertandingan dimulai harus dijanjikan
dulu, andaikata salah satu pihak sampai salah turun tangan
hingga menyebabkan pihak yang lain cedera, bagaimana
jadinya?" Bajingan ini memang licik, bermaksud tak baik, berhati
busuk dan berbahaya sekali, rupanya dia ingin mencari posisi
yang lebih menguntungkan dalam pembicaraan mana,
sehingga bila Thia bersaudara menderita cedera nanti, diapun
bisa memberikan pertanggungan jawabnya.
Mendengar ucapan mana, diam-diam Heng si cinjin
mendengus, kemudian ia mendongak an kepalanya dan
tertawa panjang:
"Haaaahhhh.... haaaahhh.... haaaahhh bila pertarungan
mulai terjadi, memang tak urung akan menjadikan salah satu
pihak ce rera, bila hal ini terjadi maka hanya bisa disalahkan
kepandaian sendiri yang kurang becus, masa orang lain dapat
disalahkan?"
Walaupun sudah mandengar ucapan tersebut, kecurigaan
yang terpampang diwajah si harimau angin hitam Lim kong
belum juga hilang, tampaknya dia masih curiga kalau
perkataan dari Heng si Cinjin tersebut bukan timbul dari hati
yang jujur. Thi pit suseng (sastrawan berpana baja) Thia Cuan menjadi
habis sudah kesabarannya, dengan kening berkerut dan mata
melotot karena gusar, serunya dingin:
"Lim tayhiap, kau begitu menguatirkan tentang masalah
tersebut bahkan berpikir yang teliti, memanga ya kau kuatir
kalau sampai guruku turun tangan mencampuri urusan ini bila
kalian sampai melukai aku orang she Thia?"
Diluarnya si Harimau angin hitam Lim Kong
menggoyangkan tangannya berulang kali menyatakan tidak,
padahal menang begitulah maksud hati yang sesungguhnya.
Sebagai pemuda yang berpengalaman, sudah barang Thi
pit suseng dapat mengetahui akan hal ini, tanpa terasa dia
berseru lagi sambil tertawa dingin:
"Soal itu mah tak asah ku kuatirkan, ucapan seorang lelaki
sejati lebih berat daripadabukit karang, kami bukan bangsa
manusia yang berbicara mencla-mencle dan suka menjilat
ludah sendiri"
Banyak berbicara yang tak berguna tak ada gunanya" sela
si ular berekor nyaring Bian pun ci dari samping. "Lim toako,
apa sih maksud kedatangan kita kemari" Memangnya hanya
untuk bersilat lidah belaka?"
"Betul, daripada bersilat lidah lebih baik bersilat tangan"
sanbung Toan im siancu ce?pat, "dalam santapan siang hari
ini memang paling baik kalau dihidangkan sop tulang ular"
Ucapan mana berarti ganda dan kontan sa?ja mendamprat
si ular berekor nyaring hingga berkaok-kaok kegusarannya.
Dalam amarahnya, dia segera membentak:
"Lonte busuk, toaya akan mencoba kekuatan mu lebih dulu,
lihat serangan....."
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, sebuah
serangan dahsyat segera dilontarkan.
Ditengah udara segera berkumandang deruan angin puyuh
yang menyambar-nyambar, angin yang menderu membuat
pasir dan debu beterbangan diangkasa dan langsung
menyambar tubuh bagian bawah Toan im siancu.
Thia yong segera melejit ke tengah udara lalu meluncur
datar ke depan, serangan telapak tangannya berubah menjadi
serangan jari dan secepat kilat balas menotok tubuh si ular
berekor nyaring.
Di pihak lain, si Sitan muka hijau Siang Tham juga habis
sudah kesabarannya, dia menerobos ke hadapan Thi pit
suseng lalu mem bentak nyaring:
"Mari, kitapun bermain beberapa gebrakan untuk mengisi
waktu senggang, harap Thia tayhiap melancarkan
serangannya"
"Sungguh bangga hatiku bisa mencoba kepandaian silat
Siang tayhiap yang termashur dan cukup menggetarkan dunia
persilan itu, apun tak usah menyimpan kepandaian mu lagi,
silahkan memberi petunjuk dengan segenap kemampuan yang
kau miliki"
Sambil berkata, dia lantas berdiri seenaknya sendiri sambil
membuka seluruh pertahanannya, dia bersiap sedia
menghadapi serangan dahsyat dari musuhnya itu.
Melotot besar sepasang mata si setan muka hijau Siang
Tham, sambil menyeringai seram katanya:
"Maaf aku orang she Siang!"
Selesai berkata, entah dengan gerakan apakah dia
melancarkan serangan tahu tahu orangnya sudah menerobos
ke hadapan Thia Cuan dan mencengkeram alat kelamin orang.
Dengan jurus Lik pit mong hou (membacok keras harimau
buas) Thi pit suseng mengunci tubuh bagian bawahnya,
mendadak ia menyak sikan tangan kiri si Setan muka hijan
Siang Tham menghantam ke arah dadanya....
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam repotnya Thia Cuan melakukan tangkisan ke atas
sambil melepaskan sebuah tendangan mengarah tenggorokan
musuh. Gerakan tubuhnya amat cepat bagaikan sambaran angin,
serangan yang digunakan juga merupakan ilmu simpanan dari
Heng si Cinjin, kelihayannya bukan alang kepalang.
Siang Tham amat terperanjat, tanpa terasa serunya kaget:
"Sungguh ilmu gerakan tubuh yang indah!"
Tubuhnya segera berputar seperti roda kereta, dia
menyelinap kebelakang punggung Thia Cuan lalu dengan jurus
Si ting si eng (Si Ting memanah rajawal) dia bacok punggung
anak muda tersebut.
Merasakan datangnya desingan angin tajam dibelakang
punggungnya, Thi pit suseng Thia Cuan tak berani bertindak
ayal, mendadak dia maju selangkah ke depan, lalu dengan
jurus Tah ong kay kiong (raja lalim mementang gendawa)
melepaskan sebuah serangan balasan kearah depan.
Begitu pertarungan berkobar, kedua belah pihak
menggunakan segenap kepandaian silat yang dimilikinya,
dalam waktu singkat angin pukulan bayangan kaki saling
menggulung de?ngan dahsyatnya, ditengah arena hanya
nampak dua gulung bayangan putih yang sebentar kekiri
sebentar kekanan, sebentar meninggi sebentar merendah,
saling bertarung dengan serunya.
Pertarungan yang berkobar antara Toan im siancu melawan
si ular berekor nyaring Bian pun ci juga berlangsung
seimbang, namun bagaimanapun juga kesempurnaan Toan im
siancu masih jauh dari sasaran, pengalamannya meski luas
toh sulit untuk bertarung lebih lama, lambat laun dia mulai
keteter dan berada dalam posisi yang amat berbahaya.
Heng si Cinjin menjadi sangat kuatir hingga mengucurkan
keringat dingin setelah menyaksikan peristiwa tersebut,
namun dia sudah terlanjur berbicara, sehingga sulit baginya
untuk terjun lagi kedalam arena guna mengatasi kesulitan
mana. Sebagai seorang angkatan tua dari dunia persilatan, apa
yang telah diucapkan lebih berat dari bukit karang, sekalipun
muridnya bakal te?was dalam pertarungan itupun, dia tidak
bisa berbuat banyak untuk mengatasi keadaan mana.
Memang berat untuk melaksanakan "pegang janji"
semacam itu, sebab kadang kala pengorbanannya lebih parah
daripada nyawa.
Mendadak terdengar Toan im sianeu menjerit kaget,
tubuhnya melompat mundur bebera?pa langkah dengan
wajah pucat pias, rambutnya kusut dan tubuhnya agak
menggigil. Tanpa sadar Heng si Cinjin maju beberapa langkah
kedepan, tapi dengan cepat dia berhenti kembali, perasaannya
waktu itu sungguh kesal dan masgul.
Mau mercampuii urusan itu tak bisa, mau turun tangan
membantu lebih tak mungkin, apa mau dikata, kepandaian
silat dari murid kesayangannya masih setengah tingkat
dibawah ke?mampuan lawannya, hal tersebut membuatnya
jadi amat mengenaskan sekali dan tak tahu bagaimana
caranya untuk mengatasi keadaan tersebut.
Jilid 19 MENDADAK terdengar Si ular berekor nyaring berpekik
nyaring, seluruh tubuhnya melejit ke tengah udara, sepasang
telapak tangannya berubah menjadi serangan cakar, dengan
sepuluh jari tangan yang dipeatangkan lebar-lebar, ibarat
burung elang meaerkam kelinci, dia langsung saja menerjang
ke atas tubuh Toan im siancu.
Nampaknya keadaan Toan im siancu jadi amat kritis dan
keselamatan jiwanya terancam.
Di saat yang sangat gawat itulah, mendadak
berkumandang suara pekikan nyaring dari dalam rumah kayu
itu, disusul kemudian nampak dua sosok bayangan manusia
melesat keluar lewat jendela seperti anak panah yang terlepas
dari busurnya. Bayangan manusia yang pertama muncul kedepan dengan
kecepatan yang luar biasa, sementara bayangan yang lain
mengikuti dibe lakangnya dengan gerakan yang tak kalah ce
patnya. Begitu menyaksikan kemunculan orang ter-sebut, Heng si
Cinjin tahbu kalau bintang penolongnya telah muncul, semua
perasaan risau dan masgul yang semula menyelimuti perasa
annya, kini tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tampak bayangan manusia yang muncul di tengah arena
terlebih dahulu tadi sama sekali tidak merubah gerakan
badannya, dia langsung menerobos ke tengah tengah antara
si Uarr berekor nyaring Bian Pun ci dengan Toan im siancu
berdua. "Blaammm....!" suatu benturan keras berkumandang
memecahkan keheningan.
Angin pukulan yang dilepaskan si Ular ber ekor nyaring
seolah-olah membentur diatas sebuah dindiig yang tebal saja.
angin pukulan-nya segera mental balik dan mendorong
tubuhnya hingga tergetar mundur sejauh beberap langkah
dengan sempoyongan.
Dengan bersusah payah dia harus menjaga keseimbangan
tubuhnya, sebelum pada akhirnya berhasil mengendalikan
tubuhnya secara dipaksakan.
00O00 00O00 MENGGUNAKAN kesempatan yang sangat baik itulah Toan
im siancu segera menjatuh kan diri berguling ke samping
tubuh gurunya, jantung serasa berdebar keras, andaikata
Suma Thian yu tidak muncul pada saatnya untuk me
nyelamatkan selembar jiwanya, mungkin dia sudah tewas
semenjak tadi. Waktu itu, sebenarnya si ular berekor nyaring Bias Pun ci
masih diliputi perasaan ter kejut barcampur kaget, ketika ia
mendongak kan kepalanya dan mengetahui kalau orang yang
menyelamatkan Thia Yong barusan tak lain adalah musuh
bebuyutannya, dia menjadi amat terkesiap, diam-diam dia
mengeluh. Suma Thian yu dengan sorot mata yang tajam bagaikan
sembilu memandang sekejap ke arah si Ular berekor nyaring,
kemudian sapanya:
"Bian tayhiap, kalau bukan jodoh tak akan bertemu, kau
kaget" Tidak menyangka kalau aku yang datang bukan?"
Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram.
"Heeehh... heeeh... aku mengira siapakah yang bernyali
harimau sehingga berani mengginggu pekerjaan toaya.
rupanya kau si bocah keparat. Kebetulan sekali kita saling
bersua kembali, aku memang sedang risau karena tak bisa
menemukan jejakmu didunia ini, tak nyana kalau kau malah
menghantar diri sendiri kehadapanku...."
Dipihak lain, ketika si Harimau angin hitam Lim Kong
menyaksikan kemunculan Suma Thian yu disitu, serta merta
dia meninggalkan lawannya Thi pit suseng dan bergeser ke
arah Suma Thian yu.
Bi hong siancu Wan Pek lan pun segera turut munculkan
diri pula disisi arena.
Dari dalam sakunya Suma Thian yu mengeluarkan lencana
emas tersebut, kemudian tanyanya dengan gusar:
"Bian tayhiap, darimana kau dapatkan lencana emas
tersebut?"
Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah
hebat begitu menyaksikan lencana emas tersebut, tapi sesat
kemudian telah menjidi tenang kembali, dia tertawa dingin lalu
serunya dengan nada yang menyeramkan:
"Heehhh.....heeehh.... heeeehh....benda itu merupakan
benda milik toanya, kau tak usah mengurus darimana
kuperoleh benda terebut...."
Betul-betul orang iblis yang berakal licik Bian Pun ci masih
pandai berlagak pilon lagi.
Melotot gusar sepasang mata Suma Thian yu setelah
mendengar ucapan itu, dengan wajah memerah bentaknya
lagi: "Memangnya benda itu milikmu pribadi?"
"Soal itu tak usah kau tanyakan, sebab kau tidak berhak
untuk menyelidiki aku"
Suma Thian yu segera membalikkan telapak tangannya
memperlihatkan tulisan yang terukir diatas lencana emas
mana, kembali dia berseru dengan lantang:
"Bajingan keparat! Kau anggap anak muda gampang diiipu"
Terus terang kuberitahukan kepadamu, benda ini milik sauya,
ditinjau dari munculnya benda tersebut ditanganmu, ber arti
kaulah yang membunuh orang tua ku, kau lah yang telah
membakar rumahku, ayo mengaku!"
Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram.
"Heeehh...heeehh...kalau memang toaya yang melakukan,
mau apa kau" Memangnya kau sanggup melalap diriku bulatbulat?"
Hawa amarah Suma Thian yu sudah tidak terbendung lagi,
sambil tertawa panjang dia menubruk kemuka dengan jurus
Oh hou pu yo (harimau lapar menerkam domba), dia langsung
mencengkeram wajah si Ular berekor nyaring Bian Pun ci.
Serangan yang dilancarkan oleh Suma Thian yu dalam
keadaan gusar ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa dan
jurus serangan yang amat dahsyat sekali, menanti Bian Pun ci
menyadari akan bahaya, cakar maut tersebut sudah muncul
dihadapannya. Dengan gugup Biaan Pun ci menyingkir kesamping,
sekalipun berhasil meloloskan diri dari cengkeraman itu toh
dadanya yang kena tersambar, lamat-lamat tera sa sakit.
Gagal dengan serangannya yang pertama, tentu saja Suma
Thian yu tak sudi melepaskan musuhnya dengan begitu saja,
dia maju ke de pan, serangan cakarnya berubah menJadi
pukulan telapak tangan dan langsung membacok tubuh
musuh. Ketika berlangsungnya pertarungan sengit diatas perahu
besar ditengah telaga Tong ting ou kemarin, dia telah
menderita kerugian yang cukup parah.
Orang kuno bilang: Sekali terpagut ular, selama hidup ngeri
dengan tali. Begitu pula keadaannya dengan si ular berekor nysring Bian
Pun ci sekarang, baru saja Suma Thian yu melepaskan
pukulannya, Bian Pun ci sudah melompat mundur dengan
terbirit birit karena ketakutan.
Keadaan mana tak ubahnya seperti semacam permainan
dia selalu berusaha keras untuk menghindari bentrokan
langsung dengan anak muda tersebut. Dengan begitu, Suma
Thian yu malah berhasil menduduki posisi diatas angin dan
berada dipihak yang memotori serangan.
Pertarungan antara jago lihay, paling pantang kalau
keadaan dikuasai lawan, apalagi Suma Thian yu memiliki
kepandaian silat yang luar biasa.
Begitu berhasil merebut posisi yang menggun tungkan, dia
segera mengembangkan ilmu Tay kim to liong ciang yang
amat lihay itu serta melepaskan serangkaian serangan
berantai yang meluncur bagaikan gulungan ombak di sungai
Tiangkang. Dalam waktu singkat angin pukulan menderu deru,
bayangan tangan berlapis-lapis, seperti gulungan awan hitam
yang menyelimuti seluruh angkasa, si ular berekor nyaring
Bian Pun ci segera terjerumus dalam kepungan musuh.
Si Harimau angin hitam Lim Kong yang menonton jalannya
pertarungan dari sisi arena, dengan cepat menyadari betapa
berbahayanya keadaan rekannya itu diam diam dia
menghimpun hawa murninya, lalu sambil berpekik nyaring dia
menerjang masuk ke arena pertarungan.
Begitu orangnya tiba, sepasang lengannya memainkan dua
kuntum bayangan kepalan yang menerobos diantara tubuh
kedua orang itu, bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Waktu itu, si ular berekor nyaring Bian Punci yang
terjerumus dalam kepungan sedang gelisah dan berusaha
untuk melepaskan diri dari kepungan lawan, maka begitu
menyaksikan si Harimau angin hitam Lim Kong menyerbu ke
tengah arena, dia segera manfaat-kan kesempatan tersebut
untuk meloloskan diri dari kepungan lawan yang dahsyat.
Suma Thian yu naik darah apalagi setelah menyaksikan
Harimau angin hitam Lim Kong mencampuri pertarungan
mereka, serta merta semua amarahnya dilimpahkan ke atas
tubuh orang ini.
Dengan mempergunakan ilmu Heng toan wu san (awan
memotong bukit Wu) dia bacok tubuh Lim Kong keras-keras:
"Pingin mampus!" bentak si harimau angin hitam Lim Kong
dengan penuh amarah.
Sepasang lengannya yang menerobos ke depan dipisahkan
ditengan jalan, lalu dengan jurus Yu ma hun tiong (kuda liar
membelah hulu) dia tahan serangan musuh dengan
kekerasan, kemudian sambil mendesak kehadapan Suma
Thian yu serunya:
"Sebelum urusan menjadi jelas, lebih baik jangan
menyerang secara mem babi buta, sebenarnya apa
maksudmu?" Mendengar perkataan tersebut Suma Thian ya
tidak melancarkan serangan lagi, dia berdiri tegak disana dan
menyahut dengan suara sedingin salju.
"Bukti sudah berada disini, masa kalian hendak mungkir"
Orang she Lim apabila kau hedak mencampuri urusan ini,
sauya akan sekalian memperhitungkan dirimu, sekalian boleh
maju bersama-sama untuk menghadapi ku"
Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah manusia cerdik
yang amat 1icik, sudah beberapa kali dia mencoba kepandaian
silat dari Su ma Thian yu, dan dia cukup menyadari bahwa
pertarungan satu lawan satu tak mungkin bisa mereka
ungguli. Sebaliknya bila mereka harus maju bertiga, kecuali pihak
lawan masih terdapat dua bersaudara Thia, disitu pun berdiri
seorang tokoh dunia persilatan yang lihay, berbicara soal
jumlah orang maupun kekuatan nyata, mereka masih bukan
tandingan orang.
Maka dia pun lantas mengambil keputusan untuk angkat
kaki dan kabur saja dari situ.
Pepatah bilang: Selama gunung masih hijau, tak usah
kuatir kehabisan kayu bakar.
Bagi seorang lelaki sejati, asal masih bisa bernapas setiap
saat masih ada kesempatan untuk membalas dendam.
Begitulah, setelah mengambil pertimbangan dalam hatinya,
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka dengan wajah yang aneh dan tertawa licik, Lim Kong si
harimau angin angin hitam itu segera berkata:
"Siauhiap, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri,
maksudku apakah kau tidak salah mencari sasaran?"
"Heeh... heeh... heeh... omong kosong! Bukti yang nyata
sudah berada di depan mata, masa dapat salah lagi" Orang
she Lim, kau tak usah menggunakan siasat untuk kabur, sau
ya mu bukan seorang bocah berusia tiga tahun yang gampang
ditipu dengan semaunya sendiri, mengerti?"
Paras muka si Harimau anngin hitam Lim Kong tampak
amat tenang, katanya segera sambil tertawa seram:
"Siauhiap, cara kerjamu terlalu kaku, kalau menuduh orang
pun sekehendak hatinya sendi ri, kau anggap dia yang telah
membantai keluarga Suma...?"
"Bukti sudah berada didepan mata, tak usah kau banyak
ngebacot lagi...tukas suma Thian yu.
"Seandainya masih ada orang lain?" jengek Si harimau
angin hitam Lim Kong sambil tertawa dingin.
"Jelas hal ini tidak mungkin!"
"Seandainya aku dapat menyebutkan nama orang itu" Apa
yang hendak kau lakukan?" harimau angin hitam Lim Kong
mendesak terus lebih jauh.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya dan
tertawa terbahak bahak.
"Haah...haaah... haah... kau adalah orang diluar garis,
bagaimana mungkin bisa mengetahui akan hal ini" Seandainya
masih ada orang lain, mengapa orang she Bian itu jadi
gelagapan dan tak mampu menjawab?"
Si Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram pula.
"Siauhiap hanya pintar sesaat, bodoh dilain waktu,
seandainya Bian Pun ci bersedia menjawab, apakah kau akan
mempercayainya?"
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
berpikir di dalam hatinya:
"Perkataan ini memang masuk diakal juga, coba lihat dulu
apa yang dia katakan sebelum mengambil keputusan lebih
jauh.." Sementara dia masih termenung, si harimau angin hitam
Lim Kong telah berkata lebih jauh:
Orang yang melakukan pembantaian terhakan orang tuamu
dan membakar perkampungan Suma keh ceng tempo hari
adalah Sip hiat jin mu (manusia iblis penghisap darah) Pi
Ciang hay, waktu itu Bian Pun ci sedang terjebak dalam
keadaan bahaya, Sip hiat jin mo lah yang telah menolong
selembar jiwanya"
Berdebar keras jantung Suma Thian yu setelah mendengar
perkataan itu, paras mukanya segera berubah hebat, cepat
bantahnya: "Mengapa lencana emas tersebut bisa terjatuh ketangan
orang she Bian tersebut?"
Toaya yang kena ditawan merasa peristiwa tersebut
sebagai suatu aib besar" sambung si Ular berekor nyaring Bian
Pun ci dengan cepat, "lencana emas itu ku minta dari Sip hiat
jit mo sebagai kenang- kenangan"
Mendengar ucapan mana, sekali lagi Suma thian yu tertawa
terkekeh kekeh.
"Heeh... heehh... heehh... orang she Bian, perkataanmu
yang pertama sangat bertentangan dengan ucapanmu yang
terakhir, kau mengatakan bahwa tertawanmu merupakan aib,
kalau toh dendammu berhasil di balas, mengapa pula harus
meninggalkan lencana emas tersebut sebagai kenangan"
Apakah tindakan seperti ini tidak melanggar suatu
kebijaktanaan?"
Berbicara sampai di situ, sepasang matanya segera melotot
besar, mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil
menahan rasa geram sepera benraknya keras-keras:
Bajingan keparat, menurut pengakuanmu Sip hiat jin mo
adalah dalangnya, sauya pasti akan menyelidiki persoalan ini
sampai tuntas untuk membuktikan kebenaran dari pengakuan
mu hari ini, tapi... meski hukuman mati bisa dihindari, jangan
harap kau bisa lolos dari hukuman hidup!"
Si Ular berekor nyaring Bian Pan ci segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram.
"Heeh... heeh... heeehh... bocah keparat, kau anggasp
toaya benar-benar jeri kepadamu?" Aku orang she Bian adalah
seorang lelaki jantan, kalau memang ada kepandaian, ayolah
dikeluarkan semua!"
Suma Thian yu tidak banyak berbicara lagi dia segera
membalikkan tangannya mencabut pedang yang tersoren di
punggung. "Criiing...!" diiringi suara dentingan nya ring, tahu-tahu
dalam genggamannya telah ber tambah dengan sebilah
pedang sepanjang tiga depa, itulah pedang mestika Kit hong
sin kiam. Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah
amat serius setelah menyaksikan pedang Kit hong sin kiam
tersebut, dengan perasaan bergetar keras pikirnya:
"Rupanya kau adalah ahli waris dari orang she Wan, tak
heran kalau dia begitu sombong dan takabur, hmmm!
Memangnya orang she Wan tersebut bisa menggertak aku?"
Sementara dia menggerutu dihati, mendadak terdengar
Suma Thian yu membentak keras:
"Bajingan busuk, bila tahu diri cepat cokel keluar sebuah
biji matamu, hari ini sauya akan membuka jaring dan untuk
sementara waktu tak akan membunuhmu, apabila sauya telah
berhasil menemukan Sip hiat jin mo dan mengetahui duduk
persoalan yang sebenarnya, hmm, sekalipun kau hendak
bersembunyi sampai diujung langitpun jangan harap bisa lolos
dari pengejaranku!"
"Hmm, bocah busuk, siapa yang bakal hidup siapa yang
bakal mati masih sukar untuk diduga, kau anggap dengan
mengandalkan ucapan tersebut lantas bisa menggertak
toaya?" Selesai berkata, dari dalam sakunya dia mencabut keluar
pedang Boan liong to andalannya.
Begitu golok mestika sudah berada dalam genggaman,
tampaknya nyali si ular berekor nyaring Bian pun ci pun turut
menjadi lebih besar, sikap sombongnya yang semula tak
nampak kini menghiasi kembali paras mukanya, senyuman
dingin menghiasi ujung bibirnya.
Mendadak dia tertawa aneh, golok Boan liong to nya
menciptakan selapis cahaya tajam yang langsung membacok
ke tubuh Suma Thian yu, bentaknya dengan suara aneh:
"kalau bukan kau tentu aku, mari kita berduel lebih dulu!"
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut
menjadi geli, pikirnya diam-diam:
"Aku tidak meringkus nyawamu pun sudah merupakan
suatu kemujuran bagimu, sekarang masih berani berlagak sok
buas dihadapanku... hmmmm, bedebah yang tak tahu diri!"
Sementara dia masih termenung, serangan ujung golok
lawan sudah menusuk datang.
Suma Thian yu segera mengawasi mata golok tersebut
lekat-lekat, menanti cahaya berkilat dari ujung golok itu,
mendadak dia membentak dengan suara keras:
"Lepas golok!"
Berbareng dengan suara bentakan itu, bayangan manusia
lenyap dari pandangan, menyusul kemudian terdengar suara
dengusan tertahan bergema memecahkan kebeningan.
Golok Boan liong to yang semula berada di tangan si ular
berekor nyanns Bian Put ci, tahu-tahu sudah terlepas dari
genggaman dan mencelat ke udara.
Si Uiar berekor nyaring Bian Pun ci merasakan sekujur
tubuhnya bergetar keras, dengan perasaan terkejut
bercampur tercengang, buru-buru dia melompat ke samping.
Tentu saja Suma Thian yu tak akan melepaskan
kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja. sambil
tertawa panjang serunya dengan lantang:
"Kena!"
Tampak cahaya pedang Kit hong kiam berkelebat lewat,
menyusul kemudian terdengar si ular berekor nyaring Bian
Pun ci menjerit kesakitan.....
Begitu berhasil dengan serangannya, Suma Thian yu tidak
mendesak lebih jauh, ia segera mundur kembali keposisinya
semula dengan sekulum senyuman kemenangan menghiasi
ujung bibirnya.
Ketika berpaling kearah si ular berekor nyaring Bian Pon ci,
tampak sepassng tangannya menutupi wajahnya rapat-rapat
sementara da-rah segar bercucuran dengan deras, rupanya
dia sudah kehilangan sebuah biji mata sebelah kirinya.
Bian pun ci memang seorang yang hebat, dia tidak
mengeluh atau merintih, sambil me nutupi matanya dengan
tangan sebelah, ia ber jalan ketempat golok Boan liong to nya
jatuh dan memungutnya,
Kemudian sambil membalikan mata, dengan mata
tunggalnya yang mencorongkan sinar ke bencian ibarat ular
beracun sedang mencari mangsa, dia melotot sekejap kearah
Suma Thian yu dengan gusar, lalu tanpa menyapa si Harimau
angin hitam Lim Kong dan si setan muka hijau
Siang Tham lagi, dia segera membalikkan badan dan
berlalu dari situ dengan kecepatan luar biasa.
Kepergian si ular berekor nyaring Bian Pun ci yang
membawa perasaan dendam ternyata menimbulkan badai
pembunuhan berdarah da lam dunia persilatan di masa
mendatang, ke jadian ini tentu saja tak pernah diduga oleh
Suma Thian yu. Sementara itu, si Harimau angin hitam Lim Kong yang
menyaksikan Suma Thian yu berhasil melukai Bian Pun ci
hanya didalam sekali gebrakan saja, kontan hatinya menjadi
terkesiap, dalam keadaan demikian dia tak berani berdiam
disana lebih lama lagi.
Buru-buru dia menjura kepada Heng si Cin jin, kemudian
katanya: "Aku akan mohon diri lebih dulu, apabila selama ini aku
mengganggu ketenangan mu, harap sudi dimaafkan"
Selesai berkata, dia lantas menarik tangan adik
seperguruannya si Setan muka hijau dan segera berlalu dari
situ. Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah seorang jagoan
yang terhitung tokoh kelas satu dalam dunia persilatan, kalau
dimasa lalu dia pernah mendorong Suma Thian yu hingga
tercebur ke dalam selokan, maka kali ini tiba gilirannya yang
kabur terbirit-birit seperti anjing kena digebuk.
Padahal dalam kenyataannya dia amat jeri terhadap Heng
si Cinjin, orang bilang: manusia punya nama, pohon punya
bayangan. Heng si Cinjin adalah seorang pendekar be sar pada
generasi yang lalu, nama besarnya sudah termasyur sampai di
mana-mana dan menggetarkan dunia persilatan, boleh
dibilang setiap umat persilatan yang berada di dunia ini
mengetahui tentang kelihayannya.
Si harimau angin hitam Lim Kong mempuryai janji dengan
Thia si kakak ber adik, sama sekali tak menyangka kalau
kedua orang muda mudi itu murid Heng si Cinjin.
Maka dari itulah, setelah dilihatnya keadaan tidak
menguntungkan, dia segera angkat kaki dan melarikan diri
terbirit birit.
Disamping itu, penampilan ilmu gerakan tubuh yang
dilakukan Suma Thian yu tadi amat hebat dan melebihi
keampuhannya dimasa
lampau, baik dalam dalam ilmu pukulan ataupun dida lam
ilmu pedang, hampir semuanya dapat menjagoi dunia
persilatan, terutama sekali kepandaiannya dalam menangkis
golok mestika Bian pun ci dan gerakannya mencongkel biji
mata rekannya, boleh dibilang cukup membuatnya terbelalak
dengan jantung berdebar keras.
Dia segera sadar, apabila sekarang tidak angkat kaki untuk
menyelamatkan diri, bisa jadi nanti akan menemui kesulitan
besar Padahal kemenangan yang berhasil diraih Suma Thian yu
tadi hanya merupakan semacam pertaruhan saja, seandainya
dia tak memiliki dasar tenaga dalam yang sempurna dan ilmu
silat yang tinggi, sulit untuk mencapai tingkatan tan seperti
itu. Andaikata ilmu silat yang dimiliki si ular berekor nyaring
Bian Pun ci lebih hebat setingkat lagi, sudah dapat di pastikan
Suma Thian yu akan mendapat malu dan kehilangan muka.
Begitulah, sambil memandang ke tiga orang iblis bengis itu
pergi jauh, semua orang tertawa terbahak-bahak.
Thi pit suseng Thia Cuan segera berjalan ke sisi Suma
Thian yu dan menepuk bahunya sambil memuji:
"Hiante, sungguh hebat gerakan tubuhmu, In heng
MERASA tak mampu untuk mengejar ke lihayanmu itu"
"Aaah, kemenangan tersebut kuraih secara uamaguntungan
saja, boleh dibilang kemenangan yang diperoleh
dengan menyerempet bahaya" sahut Suma Thian yu sambil
tetap merendah.
Toan im siancu juga segera maju ke depsn sambil
mengucapkan rasa terima kasihnya atas pertolongan yang
telah diberikan pemuda tersebut kepadanya.
Suma Thian yu segera mengucapkan beberapa patah kata
merendah. Sementara semua orang sedang berbincang-bincang
dengan gembira, mendadak terdengar Heng si Cinjin berseru.
"Hiantit, kau tertipu!"
Suma Thian yu segera berpaling, lalu tanyanya dengan
wajah tercengang dan tidak habis mengerti:
"Sungguh" Dalam hal apa aku tertipu?"
Heng si Cinjin tersenyum.
"Apakab hiantit percaya dengan apa yang diucapkan oleh
Bian Pun ci dengan Lim Kong tadi?"
"Setengah percaya setengah tidak, asal aku berkunjung
ketempat tinggal Sip hiat jin mo dan menanyakan persoalan
ini kepadanya, bu kankah masalahnya akan menjadi jelas?"
Heng si Cinjin segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaa... haaaaah... haaaaaa... apakah tidak pernah kau
bayangkan bahwa gurunya si harimau angin hitam Lim Kong
dengan Sip hiat jin mo selama ini tidak akur hubungannya,
bahkan selalu saja saling bermusuhan" Sudah jelas Lim Kong
sengaja melimpahkan bibit bencana tersebut kepada orang
lain agar kau menghadapi Sip hiat jin mo dengan sepenuh
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenaga, sementara mereka akan menjadi nelayan beruntung
yang tinggal memungut hasil nya?"
Mendengar keterangan mana, Suma Thian yu menjadi
sadar kembali, kontan saja keningnya berkerut dan sorot
matanya berlilat, seakan-akan ia hendak mengejar musuhnya
pada saat itu juga.
Heng si Cinjin yang menyaksikan kejadian itu, segera
berkata lagi sambil tertawa:
"Hiantit, lagi-lagi kau mengidap penyakit yang anEH, masa
bagi orang muda, selamanya terburu napsu dan tidak sabaran,
bahkan kadangkala melakukasn pekerjaan semaunya sen diri
tanpa berpikir panjang, akhirnya sering kali akan menyesal
sepanjang masa. Makanya dalam menghadapi persoalan
apapun, kau harus mencari bukti yang jelas lebih dahulu
sebelum melakukan tindakan lebih jauh"
Berbicara sampai disitu, dia berhenti sejenak, kemudian
sambungnya lebih jauh:
Bagi orang persilatan, yeng terpenting adalah "kesetiaan
kawan", asal kau sudah mempunyai buku yang jelas, maka
jangan kuatir kalau tiada orang yang bersimpatik kepadamu.
Sampai pada waktunya, orang-orang pasti akan membayar
usahamu itu dan harapanmu untuk membalas dendam pasti
akan terwujud. Ambil misalnya seperti Bi kun lun Siau wi goan,
meski orang persilatan yang menyanjungnya dan membela dia
amat banyak, tidak sedikit pula yang menentangnya dan
berusaha untuk melenyap kannya dari muka bumi, maka dari
itu didalam mengimbil segala tindakan terutama untuk
melenyapkannya, kau harus bertindak ber hati-HATI, jangan
sampai menimbulkan kemarahan orang banyak, sebab kalau
sampai demikian maKA kau akan terjerumus dalam posisi
seorang diri, kau akan mengalami nasib seperti pamanmu
Wan Liang, dimana akhirnya harus mati dalam keadaan
mengenaskan. Ucapan tersebut diutarakan dengan kata-kata yang tegas,
membuat Suma Thian yu merasa terharu sekali.
Dalam hati kecilnya dia mengambil keputusan bila urusan di
Tibet telah beres, dia akan berangkat ke bukit Soat-san untuk
men cari Sip hiat jin mo. kemudian melaksanakan rencananya
untuk membalas dendam.
Demikianlah Suma Thian yu berdiam selama bebarapa hari
dipuncak bukit Kun san, tapi berhubung dia sangat
memikirkan perjalanannya ke Tibet sehingga makan tak enak
tidur tak nyenyak, akhirnya dia memohon diri kepada Heng si
Cinjin untuk melanjutkan perjalanannya mennju ke Tibet..
Bi hong siancu Wan Pek lan tak dapat melawan bujukan
dari Toan im siancu sehingga akhirnya mengambil keputusan
untuk tetap tinggal disana, Thi pit suseng Thia Cuan segera
berjanji berapa waktu kemudian akan meng ajek mereka
berdua untuk menantikan kepulangan Suma Thian yu.
Padahal Cong liong Lo sian jin telah ber pesan kepada
Suma Thian yu ketika hendak meninggalkan gua Hui im tong
tempo hari, bahwa perjalanannya menuju ke Tibet hanya
boleb dilakukan oleh dia seorang diri dan tidak diperkenankan
mengajak orang lain, berhubung urusan itu menyangkut
rahasia langit, orang yang terlalu banyak malah lebih mudah
menimbulkan hal-hal diluar dugaan.
Atas dasar alasan itulah, Suma Thian yu tak berani
memaksa Bi hong siancu untuk mendampinginya.
Dikala Bi hong siancu Wan pek lan harus berpisah dengan
Suma Thian yu, tentu saja merasa berat hati dan sedih sekali,
sebab bagi manusia, berpisah dengan kekasih memang
merupakan suatu peristiwa yang berat hati.
Akibatnya Toan im siancu harus menahan kekecutan
hatinya menyaksikan adegan mana, ia merasa sedih dan
perasaannya serasa saling bertentangan satu sama lainnya.
Hari ini, udara yang menyelimuti jalan raya menuju ke kota
Siang yang amat panas, matahari bersinar terik seperti hendak
menyengat badan, orang yang berlalu lalang pun amat sedikit.
Di depan pintu sebuah warung ditepi jalan Ku khing,
tampak beberapa orang saudagar sedang duduk melepaskan
lelah, mereka seakan-akan merasa tak tahan dengan udara
panas yang amat menyengat badan itu...
Saat itulah dari kejauhan sana nampak sese orang berjalan
mendekat dengan langkah yang gontai, diatas dadanya
seakan akan digantungi dengan batu cadas seberat ribuan
kati. Setiap kali berjalan beberapa langkah, tubuhnya seakanakan
terperosok kemuka dengan sempoyongan, seakan-akan
harus bersusah payah untuk mempertahankan langkahnya
saja. Beberapa orang saudagar yang sedang duduk didepan
warung itu serentak berpaling menyaksikan keadaain orang
itu, salah seorang diantaranya berkata:
"Orang itu sudah hampir roboh, hai Lim loji, bagaimana
kalau kita kesana untuk memayang tubuhnya?"
Yang disebut "Lim loji" adalah seorang kakek yang berusia
lima puluh tahunan, tampak dia mengangkat cawan air tehnya
dan menghirup setegukkan lalau sahutnya sambil
menggeleng: "Lebih baik masing-masing orang mengurusi persoalan
sendiri dan tak usah mencampari urusan oranglai, bagi kita
yang sering melakukan perjalanan jauh, kalau bisa tidak
mencampuri urusan orang, hal mana lebih baik lagi"
Orang yang menujukan usul tadi segera mendengus:
"Hmm, kalau setiap orang yang berada dikolong langit
mempunyai mental seperti kau semua, jadi apakah dunia kita
ini?" "Lo kang", seru Lim loji dengan perasaan mendongkol, "kau
tidak tahu apa lihat kau memang tidak terbiasa melakukan
perjalanan jauh, ketahuilah berkelana dalam dunia persi latan
bukan suatu pekerjaan yang gampang. Tempo hari, lohu pun
seperti juga kau seka rang, suka mencampuri urusan orang
lain, me rasa tidak terima kalau menyaksikan hal-hal yang tak
adil, aku turun tangan menolong seorang nyonya yang sedang
terluka parah, akibatnya terjadi suatu peristiwa yang hampir
saja mengorbankan selembar nyawa tuaku."
"Mengapa?" orang she Kang itu ikut menimbrung dengan
perasaan amat amat tertarik.
Baru saja kakek Lim hendak menjawab, tampaklah orang
yang berada di tengah jalan itu sudah sampai didepan mereka
dengan keadaan lemah dan napas tersengal-sengal, kemudian
diiringi suara nyaring dia terjatuh ke tanah dan merintih tiada
hentinya. Semua orang yang menyaksikan keadaan orang itu, nyaris
nasi mereka muntah keluar.
Ternyata dia berusaha enam puluh tahunan, mengenakan
pakaian compang camping dengan kepala mengenakan ikat
kepala sebagai seorang sastrawan, tubuhnya penuh dengan
salep obat dan bau busuk menyebar kemana-mana, sepatunya
nya terbuat dari kain dengan beberapa ekor lalat menempel
disekitarnya, ini menandakan kalau sepatunya berbau busuk
sekali. Kalau kau mengatakan dia sebagai pengemis,
sesungguhnya tidak mirip sebab seorang pengemis tidak akan
mengenakan pakaian ber dandan seorang sastrawan.
Kalau dibilang dia adalah seorang sastrawan, rasanya hal
ini seperti suatu penghinaan buat kaum sastrawan lainnya.
Perlu diketahui, pada masa itu orang lebih memandang
tinggi mereka yang tahu tentang sastra daripada ilmu silat
asalkan kau mengetahui dua huruf saja maka kau akan
disanjung orang, apabila jika kau adalah seorang sastra wan
yang menguasahi seni dan sastra, bisa jadi setiap orang akan
menyanjungmu setinggi langit.
Beberapa orang saudagar itu sudah terbiasa melakukan
perjalanan ke utara maupun selatan sungai besar,
pengalaman mereka amat luas dan banyak kejadian aneh
yang pernah dijumpainya, namun belum pernah mereka
menyak sikan manusia seaneh kakek tersebut.
Dengan suara lirih saudagar she Kang itu membisik kepada
ketiga orang rekan lainnya:
"Orang ini sudah hampir mati, kalau diiihat dari
tampangnya entah sudah berapa hari dia menderita
kelaparan, mari kita membuat keba jikan dengan memberikan
makanan padanya.
Mendengar perkataan tersebut, kakek Lim segera
menggoyangkan tangannya berulang kali sambil mencegah:
"Jangan, jangan bertindak sembarangan, apakah kau
menganggap perkataanku tadi sebagai angin yang berlalu"
Kalau kau sudah tak ingin hidup lagi, berikanlah hidangan
tersebut kepadanya!"
Orang she Kang itu berusia empat puluh tahunan, meski
kaya namun jadi orang sosial dan suka membantu kaum
lemah, kendatipun kakek Lim memberi peringatan berulang
kali, namun dia sama sekali tidak ambil perduli.
Diambilnya semangkuk nasi, diberi berapa macam sayur
dan dihantar kedepan sastrawan rudin itu sembari berseru:
"Lotiang, makanlah nasi ini untuk menanggal perutmu yang
sedang lapar..."
Sastrawan tua itu berhenti merintih dan mengawasi orang
she Kang itu sekejap, kemudian dengan perasaan berterima
kasih diterimanya nasi tersebut dengan tangan gemetar,
kemudian dilahapnya dengan amat rakus.
Tak selang berapa saaat kemudian, hidangan tersebut
sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Selesai bersantap, dengan susah payah dia merangkak
bangun dari tanah dan meletakan mengkuk dan sumpit itu
kemeja, kemudian serunya dengan parau:
"Arak, aku minta arak!" Menyaksikan kejadian itu, si kakek
lim segera tertawa terbahak-bahak, segera jengeknya:
"Sudah diberi nasi, masih minta arak, orang ini benar benar
kebangetan sekali, rupanya semua harta kekayaannya dibikin
ludas oleh arak...."
Kemudian sambil berpaling ke arah lelaki setengah umur
she Kang itu dan berkata lebih jauah:
"Bagaimana" Lo Kang, lebih baik jangan mencampuri
urusan orang lain, daripada mencari kesulitan bagi diri sendiri"
Seusai berkata, dia lantas menunjukkan sikap yang gembira
menyaksikan kesusahan orang.
Saudagar she Kang itu Jin hoo, dia memang seorang yang
sosial dan berhati mulia, hatinya merasa sangat tak puas
sesudah mendengar perkataan dari kakek Lim.
Sambil menggebrak meja, dia memesan sepoci arak dan
segera ujarnya kepada sastrawan rudin itu:
"Botiang, silahkan duduk, minumlah arak sebelum pergi!"
Sastrawan rudin itu tidak sungkan-sungkan, dia segera
duduk, mengangkat poci arak ter
sebut dan diteguk dengan lahapnya. Dalam waktu singkat
seluruh isi poci tersebut telah berpindah ke dalam perut.
Kakek Lim yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa
menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, diam-diam
dia mengomeli Kang jin hoo yang dianggapnya mencari
penyakit buat diri sendiri.
Sehabis meneguk arak, sastrawan tua itu menyeka
mulutnya dan berkata kepada Kang Jin-hoo:
"Lote, aku lihat pada bagian Ing thong mu sudah
menghitam, itu berarti bencana sudah berada didepan mata,
untung kau menjamuku bersantap pada hari ini, tanggung
semua bencana akan hilang lenyap dengan sendirinya...."
Kang Jin hoo menjadi antipatik sesudah men dengar
ucapan si sastrawan tua yang dianggapnya perkataan orang
gila itu namun dia tidak sampai mengumbar hawa amarahnya.
Berbeda dengan kakek Lim, dia segera menyindir lagi:
"Sialan-sialan......orang berhati bajik tidak memperoleh
balasan yang baik...."
Belum selesai dia berkata, sastrawan tua itu sudah
membalikkan kepalanya dan melotot sekejap kearah kakek
Lim, kemudian serunya dengan lantang:
"Lote, kau jangan tertawa dulu, selamanya 1ohu hidup
sebagai tukang ramal, aku bisa membaca nasib orang secara
tepat sekali, Kalau dari raut muka lote, kau tak akan bisa
hidup melebihi umur empat puluh sembilan tahun!"
Kontan saja kakek Lim menggebrak meja sambil melompat
bangun, senbari menuding wajah sastrawan rudin tersebut,
umpatuya: "Telur busuk tua! Tahun ini lohu berusia empat puluh
sembilan tahun, hidupku makmur harta kekayaanku berlimpah
ruah, hmm, bila kau berani sembarangan berbicara lagi,
jangan salahkan bila kupencet dirimu sampai mampus.
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri, tapi
sejak dulu hingga kini, bila ada orang menganiaya orang lain
dengan mengandalkan harta kekayaannya, maka umurnya
akan dipotong separuh, apabila lote ingin hidup melebihi hari
ini.... kecuali..."
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, ka kek Lim
sudah mencengkeram ujung baju sastrawan tua itu dan
mendorongnya kebelakang.
Sungguh kasihan sastrawan rudin yang ting gal kulit
pembungkus tulang itu, dia jatuh terduduk diatas tanah dan
merintih kesakitan tiada hentinya.
Kang Jin hoo segera memayang bangun sastrawan tua itu,
lain omelnya pada kakek Lim:
"Lim loji, apakah kau tidak merasa kalau perbuatanmu itu
kelewatan batas... " Coba lihat, betapa kasihannya orang ini,
masa kau masih begitu tega untuk mendorongnya" Coba
kalau aku tahu bahwa kau orangnya kejam dan berpikiraan
picik, tak mungkin akan melakukan perjalanan serombongan
denganmu" "Kalau keluar rumah berjumpa dengan kejadian yang tidak
mujur seperti ini, jangan harap dagangannya bisa berjalan
dengan lancar, aku lihat kau sudah dipengaruhi oleh siluman
iblis" damprat kakek Lim mendongkol.
Sementara pembicaraan berlangsung, dari arah jalan raya
sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat ramai
mendekati tempat tersebut.
Sementara itu, Keng Jin-hoo sedang memayang tubuh
sastarawan tua itu masuk kedalam ruangan, sementara kakek
Lim juga sudah masuk ke dalam sebuah ruangan rumah
makan, dalam waktu singkat dihadapan mereka semua telah
muncul empat ekor kuda jempolan.
Terdengar suara kuda meringkik kemudian suara derap kaki
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuda itupun terhenti, nampak empat sosok bayangan manusia
melayang turun ke atas tanah.
Begitu menyaksikan raut wajah ke empat orang itu,
beberapa orang saudagar itu merasakan hatinya tercekat.
Ternyata ke empat orang yang baru turun dari kuda itu
semuanya mengenakan pakaian ringkas dengan senjata masih
tersoren di pinggangnya, kalau dilihat dari tampang mereka,
sudah jelas kalau orang-orang itu adalah para perampok yang
biasa hidup dengan membegal harta kekayaan para saudagar
kaya. Selangkah demi selangkah ke empat orang lelaki bengis itu
berjalan menuju ke rumah makan.
Salah seorang diantara mereka segera berteriak lantang
kearah ke empat saudagar yang masih berada di dalam
ruangan: "Hei, apakah kalian berempat sudah kenyang" Ayo cepat
menyingkir dan serahkan tempat duduk kalian kepada toaya
sekalian!" Sembari berkata dia lantast memimpin tiga orang
lelaki bengis lainnya berjalan masuk ke dalam ruangan,
dengan suatu gerakan cepat dia mencengkeram tubuh kakek
Lim dan melemparnya ke tengah jalan.
Kasihan kakek Lim yang lemah tak berkemampuan apa-apa
itu, setelah kena dibanting keras"keras, dia harus merangkak
bangun dari tanah seperti seekor anjing.
Kang Jin hoo menjadi ketakutan setengah mati setelah
menyaksikan kakek Lim mendapat susah, buru-buru dia
bangkit berdiri meningglkan tempat duduknya.
Dua orang saudagar yang 1ain pun buru-buru
meninggalkan tempat duduk masing-masing.
Lelaki buas bercambang itu segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Nah, begitu baru benar, kalau tidak tua bangka tersebut
merupakan contoh yaug paling tepat."
Sementara itu, kakek Lim yang terbaring diatas tanah
sudah dapat mengendalikan rasa sakitnya, dia segera
melompat bangun kemu dian secara diam-diam menyelinap ke
kebelakang punggung lelaki bercambang itu dan langsung
menghadiahkan sebuah pukulan keras.
Walaupun lelaki bercambang itu dapat melihat datangnya
serangan dari kakek Lim, ter nyata dia tidak menghindar
ataupan berkelit, ia membiarkan tubuhnya termakan pukulan
tersebut. Kakek Lim tak lebih hanya seorang saudagar, berapa
besarkah kekuatan yang dimiliki olehnya?"
"Blaaammm bersamaan dengan bergemanya suara
benturan, terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati
berkumandang memecahkan keheningan, kakek Lim segera
terlempar mundur sejauh satu kaki lebih, ia berkelejetan dulu
beberapa kali, kemudian tubuhnya membujur kaku ditanah
dan tak pernah berkutik lagi.
Kasihan kakek Lim, selembar jiwanya turut melayang
meninggalkan raganya.
Ternyata ramalan dari sastrawan tua itu tepat sekali, apa
yang dikatakan memang tepat dan benar.
Sebenarnya lima hari lagi kakek Lim akan genap berusia
empat puluh sembilan tahun, tapi, siapa sangka kalau datang
bencana yang merenggut selembar jiwanya"
Melibat kakek Lim terbunuh, Kang Jin hoo merasa tidak
terima, dia segera berjalan men dekati lelaki bercambang itu,
kemudian tegur nya dengan suara lantang:
"Saudara, tolong tanya mengapa kau besikap begitu keji
dan sama sekali tak berperikemanu siaan" Kau toh telah
mengerti bahwa orang
itu bertubuh lemah dan sudah lanjut usia" Se kalipun dia
telah menyalahi saudara, toh tidak seharusnya kau bunuh
dirinya" kau toh tahu bahwa jiwa manusia itu berharga sekali"
Sia pa membunuh orang dia harus membayar pula dengan
nyawa sendiri, ayo ikut kami menuju ke pengadilan!"
Mendengar ucapan tersebut, lelaki bercambang itu segera
tertawa seram, disusul kemudian ke tiga orang lelaki buas
lainnya turut terbahak-bahak pula.
Selesai tertawa, lelaki buas itu berkata lagi:
"Tampaknya sepasang matamu sudah buta" Mengapa,
tidak kau tanya-tanya dulu siapakah Thong tiu tay siu (Tay-siu
berkepala tembaga) Oh Si-thian" Hendak menyeret ku ke
pengadilan" Hmmmm.... sungguh menggelikan se kali,
tampaknya toaya perlu untuk mengirim kau menuju ke akhirat
seperti juga tua bangka tadi, agar dia tahu bagaimanakah
akibatnya bila suka mencampuri urusan orang"
Selasai berkata, dia lantas menangkap tubuh kang Jin hoo
dan mengangkatnya tinggi-tinggi seperti lagi menangkap
seekor anak ayam saja, kalau dilihat dari sikapnya, dia seperti
hendak melemparkan pula tubuh kang Jin hoo ketengah jalan.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Hohan, tunggu sebentar!"
Tampak sastrawan rudin itu berlarian menuju kehadapan
Tay sui berkepala tembaga Oh Si thian, kemudian rengeknya
dengan wajah memelas:
"Hohan, kumohon kepadamu agar jangan melukainya, dia
adalah tuan penolong dari aku si tua rudin, berbuatlah
kebaikan dan ampuni lah selembar jiwanya!"
Tay sui berkepala tembaga Oh Si thian tidak ambil perduli
ucapan tersebut, mendadak ia membentak gusar:
"Enyah kau dari sini!"
Serta merta dia melemparkan tubuh Kang Jin hoo ke
tengah jalan. Menyaksikan kejadian tersebut, si sastrawan rudin itu tahu
akan bahaya, dia siap menggerakkan tubuhnya untuk
melakukan terkaman ke arah depan....
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia meluncur ke
sisi tubuh Kang Jin hoo dengan kecepatan luar biasa, tahutahu
tubuh Kang Jin hoo sudah diterima oleh seorang pemuda
tampan. 00O00 00O00 SAKING kagetnya mungkin Kang Jin hoo sampai jatuh
pingsan, ternyata dia sama seka li tak tahu bagaimana
ceritanya sehingga dia dapat diselamatkan orang lain, menanti
dia merasakan tubuhnya sedang berada dalam rang kulan
seorang pemuda, dia bahkan mengira sedang bermimpi
disiang hari bolong.
Ketika sastrawan rudin itu menyaksikan Kang Jin hoo sudah
tertolong, hatinya menjadi sangat lega, maka sambil berlagak
terperanjat dia berjalan menghampiri pemuda itu, lalu
serunya: "Oooh, terima kasih kepada langit, terima kasih kepada
bumi, saudara cilik, untung kau
datang tepat pada waktunya, kalau tidak tuan penolongku
ini pasti sudah mati, terima kasih langit, terima kasih saudara
cilik....!"
Tay sui kepala tembaga Oh Si thian menjadi tak senang
hati setelah dilihatnya buruannya ditolong orang, dengan
kening berkerut dia melompat ketengah jalan raya, lalu
bentaknya keras-keras:
"Bocah keparat! Siapakah kau" Berani benar bermain gila
dengan taysui ya mu, Hmmm. Lebih baik jangan cari penyakit
buat diri sendiri, ayoh cepat serahkan dia kepadaku!"
Pelan-pelan pemuda itu menurunkan Kang Jin hoo keatas
tanah, kemudian sambil tersenyum dia menuding kearah
kakek Lim yang sudah putus nyawa itu, lalu tanyanya:
"Apakah kematian orang ini merupakan hasil karyamu?"
"Betul, memangnya kau tak puas?" jengek taysui kepala
tembaga Oh Si thian dengan angkuh.
"Dendam sakit hati apakah yang terjalin antara kau dengan
dirinya....?" kembali pemuda itu bertanya.
"Masa untuk membunuh orang pun harus terikat dulu oleh
dendam sakit hati" Omong kosong, hei bocah keparat, terus
terang toaya memberitahukan kepadamu, asal toaya merasa
tidak berkenan dihati, semuanya harus dibikin mampus. Jika
kaupun ingin mencampuri urusan ini, kaupun akan
kumasukkan dalam hitungan"
Taysui kepala tembaga Oh Si thian memang sudah terbiasa
berbuat semena-mena dan membunuh orang tanpa berkedip,
dia terhitung seorang gembong iblis yang disegani banyak
orang. Begitu selesai berkata, dia segera maju kedepan
menghampiri Kang Jin hoo, saudagar itu sudah merasakan
sukmanya seraya meninggalkan raganya, apalagi menyaksikan
Taysui kepala tembaga Oh Si thian selangkah demi selangkah
mendekatinya, dia merasa semakin ketakutan sehingga pucat
pias selembar wajahnya.
Pemuda tersebut segera menarik lengan Kang Jin hoo dan
membawanya kebelakang punggung
nya, kemudian dengan sikap yang amat tenangia berdiri
dihadapan Oh Si thian, katanya dengan suara dingin:
"Kalau toh kau boleh membunuh orang se cara
sembarangan, hal ini lebih bagus lagi, selama ini sauya
mengira hanya seseorang yang mempunyai dendam kesumat
saja yang boleh membunuh seseorang, jadi akupun boleh
mem bunuh orang secara sembtrangan bukan?"
Taysui barkepala tembaga tidak menjawab, dia masih maju
ke depan selangkah demi selangkah, hanya kali ini dia
mendekati Suma Thian yu. Sepasang matanya yang
memancarkan cahaya bengis dan keji seakan-akan hendak
menelan si anak muda itu bulat- bulat.
Si anak muda segara merentangkan tangan nya dengan
sikap yang angker, bentaknya nyaring:
"Kau tak boleh maju lagi, kalau tidak, kau sendiri yang akan
menjidi roh gentayangan di akhirat!"
Dengan angkuhnya Tay sui berkepala tembaga Oh Si thian
mendongakkan kepala sambil tertawa seram.
"Heeeh...heeeh...heeeh... jangan mengigau se perti orang
bodoh, toaya akan menjadi peran tara untuk mengantarmu
pulang ke langit, jum pai saja raja akherat yang kau cintai
itu!" Sebuah bacokan keras yang disertai dengan tenaga
dahsyat segera dilontarkan ke tubuh pe muda tersebut.
Si pemuda itu tertawa dingin, pada hakekatnya dia tak
memandang sebelah matapun ter hadap taysui kepala
tembaga, ejeknya agak sinis:
"Bagus sekali kedatanganmu, ayo seranglah lebih hebat!"
Tubuhnya berputar secara tiba-tiba seperti gasingan,
sementara tangannya menyambar tubuh Kang Jin hoo yang
berada dibelakang tubuhnya keluar dari sisi arena, setelah itu
dia melompat kembali ketengah arena pertarungan.
Gerakannya pergi maupun datang, semuanya dilakukan
dengan kecepatan luar biasa.
Pemuda itu melayang ke tanah dengan enteng, kemudian
ujarnya kepada Kang Jin hoo:
"Sudah pernah melihat joget ketek (monyet)" Aku adalah
ahli didalam mendidik monyet bermain, saksikan saja dari
samping, bila kurang menarik harap kau sudi memaafkan"
Selesai berkata, dia lantas melirik kearah Taysui kepala
tembaga sambil mengejek lagi:
"Hei, kau tak usah sungkan-sungkan, keluarkan saja
segenap kekuatan yang kau miliki, bila ada jurus tangguh,
silahkan dicobakan ke tubuh sicu coutiong mu, jangan lupa
aku akan menyuruhmu berjoget seperti monyet...." Taysu
kepala lembaga adalah seorang manusia bengis yang
mempunyai nama besar di seputar ham leng, menyinggung
soal Oh Si-thian, siapapun tak berani membangkang
perintahnya. Sejak terjun ke dunia persilatan hingga kini, belum pernah
ia jumpa anak muda yang berani mencabut kumis harimau
seperti apa yang diakukan si anak muda tersebut sekarang.
Tak heran kaiau dia menjadi naik darah setelah mendengar
perkataan itu, cambangnya pada berdiri kaku seperti sebuah
sikap, matanya melotot penuh kegusaran, dengan suara
menggeledek segera bentaknya:
"Bocah keparat, rupanya kau sudah makan empedu
beruang" Jadi kau kepingin mencoba kelihayaaku" Bagus, lihat
serangan!"
Selesai berkata, dengan jurus Hek coa jut tong (ular keluar
dari gua), dia langsung melancarkan sebuah bacokan ke arah
depan. Si anak muda itu segera menggerakkan sepasang bahunya
dan menyelinap ke belakang tubuh Taysui kepala tembaga
sekalian dihembusnya segulung udara ke belakang tengkuk
lawan. Taysui kepala tembaga hanya merasakan bayangan
manusia berkelebat lewat, tahu-tahu tengkuknya terasa
dingin, serta merta dia membalikkan tubuhnya sambil
melancarkan sebuah serangan kedepan, teriaknya penuh
amarah: "Manusia yang tak tahu diri, keparat sialan, kau ingin
mampus rupanya....."
Si anak muda itu tertawa cekikikan, sekali lagi dia
mengegos ke belakang tubuh Oh Si thian lalu menowel
pantatnya keras-keras. Mungkin karena kegelian, kontan saja
Oh Si thian mencak-mencak macam monyet lagi berjoget,
tentu saja tindak tanduknya itu menimbulkan gelak tertawa
orang banyak. Sambil tertawa mengejek, pemuda itu berseru lagi:
"Bagaimana" Enak bukan" Kau memang monyet yang
lincah dan pandai berjoget!"
Taysui kepala tembaga Oh Si thian benar-benar naik pitam
karena dipermainkan orang, secara beruntun dia melancarkan
tiga buah se rangan dahsyat yang semuanya di sertai dengan
desingan angin pukulan yang menderu-deru, dia mengurung
seluruh tubuh pemuda ter sebut rapat-rapat.
Anak muda itu tertawa, dia tetap tersenyum dikulum
sementara tubuhnya bergerak ke sana kemari dengan lincah,
pada hakekatnya sama sekali tidak memandang sebelah
matapun terhadap jurus mematikan dari lawannya.
Sembari mengegos ke samping, serunya ke mudian sambil
tertawa: "Aduh mak... monyet ini memang tak bisa tenang, mari,
mari... bagaimana kalau ke tiga orang rekannya turut serta
pula dalam pesta joget ini?"
Agaknya Taysui kepala tembaga cusup memahami keadaan
situasi yang sedang dihadapinya, mendengar ucapan mana,
buru-buru dia memberi tanda kepada ke tiga orang lelaki
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bengis lainnya agar terjun pula dalam pertarungan tersebut.
Ke tiga orang itu mengiakan dan masing-masing
meloloskan senjata sambil membentak nyaring, kemudian satu
dari kiri, satu dari kanan dan yang lain dari tengah bersamasama
menyerbu ke dalam arena dan mengepung si anak
muda itu rapat-rapat.
Walaupun dikerubuti banyak orang, pemuda itu tidak
menjadi gentar, malah sebaliknya tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haaah... begini baru benar! Empat ekor
monyet bermain bersama-sama, nah ini baru ramai namanya!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah para
hadirin diseputar sana dan serunya lagi:
"Coba kalian perhatikan baik-baik, aku menginginkan ke
empat monyet ini berbaringbersama-sama!" Selesai berkata,
tubuhnya segera melompat dan berkelebat seperti kupu-kupu
ditengah aneka bunga, empat kali jeritan kesakitan segera
berkumandang memecahkan keheningan, bagaikan kena
tenung saja tahu-tahu keempat lelaki bengis itu sudah roboh
terjungkal keatas tanah.
Pemuda itu melayang balik ke tengah arena, memandang
empat lelaki bengis yang tergeletak ditanah, serunya kepada
para saudagar itu sambil bertepuk tangan:
"Coba kalian saksikan, bukankah keadaanya mirip sekali
dengan monyet?"
Agaknya sastrawan rudin itu sudah melupakan mara
bahaya yang berada dihadapan matanya, dia segera bertepuk
tangan sambil berteriak:
"Bagus sekali! Permainan yang menyenangkan! Engkoh cilik
kau memang seorang ahli di dalam mendidik monyet berjoget,
mereka memang mirip sekali dengan monyet-monyet ingusan"
Mendengar tepuk tangan tersebut, anak muda tersebut ikut
merasa gembira, dengan cepat dia menepuk bebas jalan
darah dari beberapa orang itu, ke empat lelaki bengis itu pun
segera sadar kembali, rupanya jalan darah mereka telah
tertotok. Amarah yang meluap-luap agaknya membuat Taysui kepala
tembaga Oh Si thian menjadi lupa segala-galanya, diapun
tidak memikirkan sampai dimanakah kelihayan lawan, begitu
jalan darahnya terbebas, kontan saja dia membentak gusar:
"Bocah keparat, kau benar-benar seorang manusia yang
tak tahu diri, taysui akan beradu jiwa denganmu!"
Sepasang kepalannya digetarkan kencangdan segera
mengembangkan serangkaian serangan gencar.
Si anak muda itu masih tetap bersikap amat santai, serunya
sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaaah...haaah, mana ada monyet bisa berbicara"
Waah, betul-betul suatu kejutan bagi dunia persilatan!"
Sembari berkata, btubuhnya bergerak lagi kian kemari
dengan mengerahkan ilmu silat maha saktinya, secara
beruntun dia berhasil menghindarkan diri dari tiga buah
serangan dahsyat.
Menyaksikan gerakan tubuhnya yang dapat berubah-ubah
dengan begitu hebatnya, si taysui kepala tembaga Oh Si thian
segera teringat akan sesuatu, kemudian bentaknya keraskeras:
"Bocah keparat, bila kau punya keberanian, ayoh cobalah
untuk merasakan kepandaian menerjang dengan batok
kepalaku ini!"
Mendengar perkataan itu, sang pemuda agak tertegun,
kemudian tanyanya dengan keheranan:
"Apa sih kegunaan batok kepalamu itu?"
Taysui berkepala tembaga segera tertawa.
"Heeeh...heeeh...heeh...asal kau dapat menyambut tiga kali
terjangan toayamu dengan batok kepala ini, toaya akan
mengaku kalah"
Sekarang si anak muda itu baru menyadari akan sesuatu,
mendadak sifat kekanak-kanakkannya muncul kembali, dia
tertawa dan manggut-manggut.
"Yaa, memang sebuah ide yang bagus sekali, suatu
rencana yang sangat jitu, sauya memang ingin mencoba batok
kepalamu yang konon sekeras tembaga ini"
Perlu diketahui, taysui kepala tembaga memiliki sebuah
ilmu kebal yang dapat mengubah kepalanya sekeras baja,
sebuah pohon sebesar pelukan akan roboh menjadi dua
apabila kena ditubtuk oleh kepalanya itu.
Karena kehebatannya inilah maka orang persilatan
menyebutnya sebagai Taysui berkepala tembaga.
Oh Si thian merasa amat gembira setelah
menyaksikan anak muda itu menyanggupi tantangannya,
dia segera berpikir:
"Bocah busuk, lihat saja nanti! Toaya akan menumbuk
perutmu sampai jebol!"
Berpikir demikian, sambil berpekik nyaring tubuhnya
melesat kedepan bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya dan langsung menerjang tubuh pemuda tersebut.
Sambil bertolak pinggang, pemuda itu menyambut
datangan serangan tersebut sambil membusungkan dada.
"Blaammm..." suatu benturan keras terjadi.
Batok kepala Taysui berkepala tembaga tahu-tahu sudah
menumbuk di atas lambung anak muda tersebut secara telak.
Siapa tahu, baru saja kepala itu menumbuk di atas
lambung, dengan cepat Oh Si thian merasakan kalau gelagat
tidak menguntungkan, dia seperti menumbuk diatas segumpal
kapas yang sangat empuk, sama sekali tidak berkekuatan apaapa.
Menyusul kemudian daya tekanan yang muncul semakin
lama semakin bertambah kuat, kepalanya yang keras seperti
tembaga itu seakan-akan terhisap kuat-kuat diatas perut
pemuda tersebut sehingga sama sekali tidak bisa berkutik lagi.
Taysui berkepala tembaga menjadi sangat terperanjat, dia
berusaha untuk membetot kepalanya dengan sepenuh tenaga,
sayang sekali kendatipun dia telah mengerahkan segenap
kekuatan yang dimiliki pun, kepalanya seolah-olah berakar
disana, sama sekali tak mampu dilepaskan kembali.
Menyaksikan pola musuhnya, si anak muda itu tertawa
terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haah...sauya masih mengira kau betulbetul
seorang manusia berkepala tiga berlengan enam, tak
tahunya cuma bisa ilmu silat kucing kaki tiga saja! Mari!
Silahkan kalian menyaksikan semua, aku akan menyuruh
monyet ini memanggilku yaya"
Sembari berkata pemuda tersebut segera menjepit
kepalanya itu lebih keras lagi.
Kontan saja Taysui berkepala tembaga menjerit kesakitan,
suara jeritannya seperti ayam yang akan disembelih, keringat
jatuh bercucuran dengan derasnya.
Setelah menyiksanya setengah mati kembali pemuda itu
berkata sambil tersenyum.
"Ayo cepat memanggil yaya kepadaku dan minta ampun
kalau tidak, sauya tak akan kenal ampun lagi dan menghancur
lumatkan batok kepalamu itu"
Sudah puluhan tahun lamanya Taysui berkepala tembaga
Oh Si thian malang melintang dalam dunia persilatan tanpa
menjumpai musuh tangguh, hal tersebut menimbulkan
kesombongan hatinya.
Bayangkan saja, bagaimana mungkin dia akan bersedia
minta ampun terhadap seorang pemuda ingusan yang masih
berbau tetek itu"
Melihat kebandelan musuhnya, si anak muda itu tertawa
dingin, kembali dia mengerahkan dalamnya untuk menjepit
batok kepala orang itu, kontan Oh Si-thian menjerit ngeri,
karena kesakitan luar biasa...
Melihat pemimpinnya di siksa, tiga orang lelaki lainnya
segera mengayunkan golok masing-masing dan menerjang ke
arah si anak muda itu.
Menghadapi serangan dari ke tiga lawan-nya, pemuda itu
tertawa panjang, mendadak dia menghentakkan perutnya ke
depan Tubuh si Taysu berkepala tembaga Oh Si thian segera
meluncur ke depan bagaikan arak panah yang terlepas dari
busurnya. Kalau di bilang kebetulan, peristiwa tersebut memang
kebetulan sekali, tubuh Oh Si thian yang meluncur ke muka
seperti anak panah itu segera menerjang ke atas tubuh para
lelaki buas yang sedang menerjang datang itu.
"Blaaam!" lelaki buas yang berada dipaling depan tak
mampu untuk menghindarkan diri dan segera tertumbuk
secara telak. Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berku mandang
memecahkan keheningan, mampuslah manusia laknat
tersebut dalam keadaan mengerikan.
Oh Si thian sendiripun tewas dengan kepalanya hancur
berantakan, isi benaknya berceceran di tanah.
Berakhirlah riwayat dari gembong iblis yang sudah banyak
melakukan kejahatan dan membunuh orang tanpa berkedip
ini. Jild : 20 SIAPA MENANAM kebajikan dia akan memetik buah
kebajikan, siapa menanam benih kejahatan, dia akan
mamperoleh buah kejahatannya.
Melihat pemimpin dan rekannya sudah tewas seketika, dua
orang lelaki buas lainnya menjadi ketakutan setengah mati,
serasa sukma meninggalkan raga saja, mereka tak berani
berdiam lebih lama lagi disitu, serentak kedua orang itu
melompat naik ke atas pelana kuda dan melarikan diri terbiritbirit.
Ular tanpa kepala tak akan berjalan, dan lagi bagi manusia
kurcaci seperti itu, begitu ketemu batunya, mereka segera
melarikan diri terbirit-birit untuk menyelamatkan diri.
Melihat kawanan penjahat itu sudah kabur, dengan
perasaan lega sastrawaa rudin itu tertawa terbahak-bahak,
serunya: "Agung, agung, engkoh cilik ini telah berbuat kebajikan
untuk umat manusia, budi kebaikan ini pasti akan dibalas
dengan kebaikan pula... lohu tanggung umur dan rejekimu
pasti akan bertambah, haah... haah... haah ulat dalam perutku
sudah mulai kambuh lagi, waah... celaka, celaka...
Kepada Kang Jin hoo dia lantas berseru:
"Saudara, ucapan lohu betul bukan" Kini hawa hitam yang
menyelimuti wajahmu telah hilang, mulai kini kau akan sukses
dan lancar selalu. Tentang jenazah kakek Lim, suruh si
pelayan untuk menguburnya"
Kang Jin hoo sesera menurut dan menyuruh orang untuk
membereskan jenasah orang-orang itu.
Seusai melakukan semua pekerjaan itu, sastrawan rudin itu
kembali berkata:
"Dia tak percaya kalau tak bisa hidup melebihi usia empat
puluh sembilan tahun, coba kau lihat bagaimana akhirnya"
Kalau selama hidupnya banyak melakukan kebaikan, sudah
pasti bencana akan berubah menjadi rejeki. Hiih...hiih...
saudara Kang, mana araknya?"
Sastrawan rudin itu memang betul-betul berhati keras
seperti baja, walau pun baru saja menyaksikan pembunuhan
seram berlangsung didepan matanya ternyata niatnya untuk
minum arak sama sekali tak berkurang.
Kang Jin hoo yang baru lolos dari kematian tentu saja amat
bersyukur dengan nasibnya yang beruntung, buru-baru dia
menjura sambil mengucapkan terima kasih kepada sastrawan
rudin itu, kemudian berterima kasih pula kepada si anak muda
itu: "Terima kasih banyak atas bantuan dari siauhiap, budi
kebaikan ini tak akan kulupakan untuk selamanya, bagaimana
kalau kuhormati siauhiap dengan secawan arak?"
Pemuda itu tersenyum dan mengangguk, dia masuk
kedalam kedai dan mencari tempat duduk. Sementara itu
sastrawan rudin tadi sudah mengambil tempat duduk,
mengangkat poci arak dan meneguk dengan lahapnya.
Dengan sangat hormat Kang Jin hoo memenuhi sebuah
cawan arak, kemudian setelah meneguk habis isinya, dia
bertanya: "Siauhiap, tolong tanya siapa namamu?"
"Aku she Suma bernama Thian yu!" Mendengar nama
tersebut, mendadak sastrawan rudin menggebrak meja sambil
berteriak. "Aduuuh celaka, telah bertemu dengan binatang pembunuh
kecil...!"
Mendengar seruan mana, Kang Jin hoo serta Suma thian yu
segera berpaling dengan wajah tercengang.
Tempak sastrawan rudin itu meneguk araknya lebih dulu,
kemudian bergumam lagi:
"Perjalanan menuju ke Tibet penuh dengan harimau buas
dan srigala lapar, bila si anak domba hendak kesana.... sudah
pasti banyak bahaya dan bencana sepanjang jalan, bila aku,
lebih baik tak usah dikerjakan, pulang ke rumah jauh lebih
enakan!" Kang Jin hoo tidak memahami arti dari perkataan itu, dia
menganggap ucapan tersebut sebagai perkataan orang gila.
Lain halnya dengan Suma Thian yu ucapan tersebut
didengar olehnya sebagai guntur yang membelah di siang hari
bolong, sekujur tubuhnya bergetar keras dan paras mukanya
berubah hebat. "Lotiang, tolong tanya siapa namamu?" tegurnya kemudian.
Sastrawan rudin itu memicingkan matanya, kemudian
tertawa cekikikan.
"Harimau buat apa berkulit, manusia kenapa mesti
bernama, aku si rudin tak punya nama"
Selesai berkata, kembali dia meneguk arak dengan
rakusnya. Menyaksikan kesemuanya itu, Suma thian yu segera
berpikir dalam hati:
"Heran, mengapa perkataan dari kakek ini begitu aneh,
seakan-akan dia tahu kalau aku hendak pergi ke See ih. Masa
dia benar-benar mempunyai kemampuan untuk meramal halhal
yang akan datang?"
Berpikir sampai disitu, mendadak satu ingatan melintas
dalam benaknya, buru-buru dia bertanya lagi:
"Lotiang, tadi kau mengatakan kalau aku telah melakukan
suatu kebajikan, apa sih yang kau maksudkan?"
Sastrawan rudin itu berlagak seperti menghitung dengan
jari tangannya, lantas sahutnya:
"Sebenarnya Oh Si thian dan konco-konconya hendak
membegal harta kekayaan dari mereka berempat, tapi kau
telah membereskan dirinya, ini berati kau telah menolong tiga
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lembar jiwa manusia. Sebaliknya bila kau lepaskan Oh Si thian,
maka puteri seorang kepala kampung yang bernama Ing kit
ceng didekat sini pasti akan ternoda olehnya"
"Bayangkan saja, sekalipun telah melakukan sebuah
pekerjaan kebajikan, sudah pasti dalam perjalananmu
selanjutnya hanya ada rasa kaget tanpa bahaya maut"
Suma Thian yu menjadi makin kaget dan tertegun, buruburu
dia bertanya lagi:
"Lotiang pandai menghitung rahasia langit, bersediakah kau
memberi petunjuk kepadaku?"
Tampaknya sastrawan rudin itu tak berani menerima pujian
tersebut, ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haah... kau menganggapku sebagai
dewa" Waa sungguh menggelikan, kalau kau ingin
menanyakan soal masa depan mu, maka aku hanya bisa
bilang banyak bencana banyak kesulitan, persoalan yang di
hadapi bertumpuk-tumpuk, hanya dengan keteguhan hati
yang besar dan keteguhan jiwa yang perkasa, semua bencana
itu baru bisa diatasi, kalau tidak bencana akan datang bertubitubi
dan kau bisa pergi tak akan kembali lagi"
Setiap perkataan dari sastrawan rudin itu seakan-akan
penuh makna yang mendalam, ketika Suma thian yu
memikirkan dalam-dalam, hatinya serasa makin terperanjat
lagi. Tentu saja ucapan tersebut tak akan dipahami oleh
manusia seperti Kang Jin hoo dan rekan-rekannya...
Terdengar Suma Thian yu berkata lagi:
"Bagaimana pula penjelasanmu dengan perjalanan menuju
Tibet penuh harimau buas dan serigala kelaparan?"
"Haaaahhh... haaaaah itu mah rahasia langit yang tak boleh
dibocorkan dengan begitu saja...."
Tiap kali berbicara, sastrawan rudin itu seakan-akan seperti
menunjukkan asal usuknya, sayang Suma thian yu hanya
memperhatikan soal misinya menuju ke Tibet kali ini, sehingga
soal tersebut tak terpikirkan sama sekali olehnya.
Begitu selesai berbicara, sastrawan rudin itu bangkit berdiri
dan berjalan dengan gontai karena mabuk, tiba diluar warung,
dia berhenti sejenak, disamping seekor kuda kemudian
berkata: Perjalanan masih jauh, punakan kuda untuk menggantikan
kaki, lohu akan berangkat dulu" Selesai berkata, seperti orang
gila dia ber jalan pergi meninggalkan tempat itu, ternyata arah
yang dituju adalah arah yang sama dengan perjalanan yang
bakal ditempuh Suma Thian yu.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, Suma
Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
bergumam: "Manusia aneh, manusia aneh.....entah siapakah dia...?"
"Yaa, aku pun belum pernah menjumpai tukang ramal yang
begitu hebat sepertu ini, jangan-jangan ada dewa yang
sedang turun dari kahyangan?" sambung Kang Jin hoo dari
samping. Ucapan itu segera mengingatkan Suma Thian yu akan
sesuatu, dia segera bangkit berdiri, kemudian melompat ke
atas kuda dan berlalu dari sana, tapi baru berapa langkah, dia
menarik kembali tali les kudanya dan membalikkan arah.
Pemuda itu balik kembali kedepan warung, kemudian
menerkam jenazah dari Oh Si thian berdua ke atas kuda yang
lain, setelah itu buru-buru berangkat meninggalkan tempatitu
sambil menuntun kuda lain yang mengangkut jenazah.
Tak selang berapa saat kemudian, sampailah pemuda itu di
sebuah bukit. Bukit itu bernama Wi san, keadaannya amat gersang dan
tak nampak sedikit tumbuhan pun, kendaannya tak jauh
berbeda dengan kepala botak seorang kakek.
Dengan menelusuri jalan kecil, Suma Thian yu berjalan
terus menuju ke atas puncak bukit, disitulah dia menurunkan
jenazah Oh Si thian dengan berhati-hati sekali.
Mendadak, diri belakang tubuhnya berkumandang suara
tertawa dingin, dengan perasaan terkesiap Suma Thian yu
berpaling, ia saksikan seorang penebang kayu berambut putih
telah muncul disana.
Mengetahui kalau hanya penebang kayu, Su ma Thian yu
merasa agak lega, dia tidak mem perdulikan orang itu dan
melanjutkan pekerjaannya untuk menurunkan jenasah ke dua.
Mendadak terdengar penebang kayu tua itu membentak
keras: "Bocah muda, di siang hari bolong begini membawa
jenasah ke atas bukit, sudah pasti kau adalah sebangsa
pencoleng, jangan kubur jenasah itu di sini!"
Kembali Suma Thian yu berpaling dan melihat tukang
penebang kayu itu sekejap.
Ia merasa orang itu berwajah gagah dan alim, tangannya
membawa sebuah kampak kecil dan menimbulkan kesan
simpatik bagi yang memandangnya.
Maka dengan hormat dia menyahut:
"Aku hanya mendapat titipan orang untuk mengubur
mereka disini, jangan salah paham, aku bukan orang jahat"
Penebang kayu tua itu tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... soal itu mah lohu tidak ambil
perduli, kalau ingin mengubur jenazah, silahkan untuk
berpindah ketempat lain"
"Mengapa?"
"Tidak mengapa, bukit ini adalah wilayahku"
Buru-buru Suma Thian yu mengangkat jenazah itu ke atas
pelana kuda lagi.
Mendadak terdengar penebang kayu itu berkata lagi:
"Lohu bersedia untuk membicarakan suatu barter
denganmu, apakah kaupun bersedia?"
"Barter" Barter apa?"
"Soal ini tergantung apakah kau bersedia atau tidak?"
"Asalkan masuk diakal dan bisa diterima, maka aku
bersedia....."
"Kau serahkan kedua sosok mayat itu kepadaku, lohu akan
menghadiahkan semacam mestika kepadamus bahkan
mewariskan pula satu ilmu silat kepadamu"
Suma Thian yu menjadi tercengang setelah mendengar
perkataan itu, segera tanyanya dengan wajah keheranan:
"Buat apa kau minta kedua jenasah tersebut?"
"Soal ini tak usah kau ketahui, cukup kau jawab bersedia
tidak untuk melakukan barter ini?"
"Maaf, bila kau tidak menjelaskan, akupun tak dapat
memenuhi harapanmu itu" jawab Suma Thian yu tegas.
Mendadak Penebang kayu tua itu berkerut kening,
kemudian bentaknya penuh kegusaran:
"Tampaknya kau tak mau diberi arak kehor matan
sebaliknya memilih arak hukuman, padahal bila lohu
menginginkan kedua sosok mayat tersebut, bisa kuperoleh
seperti merogoh barang dalam saku sendiri, bila kau tak
menyerahkannya kepadaku jangan harap kau bisa
meninggalkan bukit gundul ini setengah langkahpun...."
Suma Thian yu segera tahu kalau dia telah bertemu dengan
gembong iblis, tak mungkin persoalan hari ini bisa diselesaikan
secara mudah. Diam-diam ia menjadi gelisah sekali, katanya kemudian:
"Biarlah aku menguburnya ditempat lain, buat apa mesti
menjadi marah hanya dikarenakan persoalan kecil?"
Penebang kayu tua itu tertawa seram.
"Heeeh...heeeh...heeeh...terlambat bila sekarang akan
pergi, selamanya ucapan yang sudah lohu utarakan tak
pernah dijilat kembali, tiada orang yang berani pula
memenangkanku, bila kau ingin hidup, cepat enyah dari sini,
kalau sampai menunggu aku berubah pikiran, jangan harap
kau bisa pergi lagi dari tempat ini"
Suma Thian yu tentu saja bukan seorang manusia yang
takut urusan, tapi oleh karena dia selalu memikirkan tentang
sastrawan rudin yang misterius maka dia tak ingin mencari
banyak urusan. Coba kalau menuruti wataknya yang tidak takut
menghadapi kesulitan, sudah pasti tantangan dari penebang
kayu itu akan dihadapi dengan kasar.
Begitu selesai menaikkan kembali kedua sosok mayat
tersebut, dia segera putar badan dan beranjak pergi dari situ.
"Bocah keparat, rupanya kau ingin mampus" bentak
penebang kayu tua itu sambil tertawa dingin.
"Belum tentu" jengek Suma Thian yu.
Kakek penebang kayu itu segera menggerakan bahunya,
tanpa menggeserkan sepasang kakinya, tahu-tahu dia sudah
menghadang jalan pergi anak muda tersebut.
kemudian sambil mengayunkan kapak kecilnya dan
mencorongkan sinar hijau dari balik matanya, dia menatap
wajah Suma Thian yu lekat-lekat, serunya:
"Eeeh, keparat, tahukah kau apa hubungan lohu dengan
taysui berkepala tembaga itu?"
"Biar dia anak mu juga, aku tak ambil peduli!"
"Telur busuk!" bentak kakek penebang kayu itu gusar.
Mendadak dia menerjang ke muka, kampaknya langsung
diayunkan ke depan membacok tubuh Suma Thian yu.
Bagi seorsng ahli silat, dalam sekali gebrakan saja akan
mengetahui berisi atau tidak, jangan di lihat kakek penebang
kayu itu sudah lanjut usia, ternyata gerak geriknya masih
lincah, jurus serangannya lihay.
Walaupun serangan yang dilancarkan olehnya itu kelihatan
biasa tanpa suatu keanehan, namun bacokan kapaknya justru
disertai dengan tenaga bacokan yang luar biasa.
Suma Thian yu adalah seorang pemuda yang tinggi hati,
kendati pun dia tahu kalau musuhnya lihay, namun dia tetap
mendengus dingin dan melancarkan sebuah gerakan untuk
menghindar kesamping.
Betapa gembiranya kakek penebang kayu itu melihat
gerakan mana, dia merasa bocah itu masih cetek kepandaian
silatnya dan gam?pang dibekuk.
Maka sambil tertawa seram, kesepuluh jari tangannya
dipentangkan lebar-lebar dan meng gunakau ilmu Eng jiau
kang yang sangat lihay tersebut, dia segera mencengkeram
tubuh Suma Thian yu.
"Aduuh, habis sudah nyawaku!" teriak Suma Thian yu
dengan perasaan kaget.
Sepasang tangannya segera digerakkan keatas untuk
menangkis, sementara tubuhnya mundur beberapa lamgkah
dengan sempoyongan.
Kakek penebang kauu itu makin gembira lagi, dengan
mengerahkan tenaganya dia ma ju menyerang lagi, bentaknya
keras-keras: Bocah keparat, siapa yang telah membunuh Oh Si thian?"
Sekali lagi Suma Thian yu mundur beberapa langkah ke
belakang, kemudian sahutnya:
"Seorang temanku!"
"Siapa" Ayo bilang!" desak kakek penebang, kayu itu
sambil maju ke depan.
"Orang itu tak bernama, dia hanya memakai baju
sastrawan yang sudah robek-robek, berusia tujuh puluh
tahunan...."
"Aaaah, rupanya makhluk tua itu, bocah keparat,
kemanakah dia telah pergi?"
"Aku sendiripun tak tahu!" Sungguh menggelikan sekali,
ternyata iblis tua itu tidak menyadari kalau dirinya telah di tipu
habis-habisan. Yaa, hal ini tak bisa menyalahkan diri, dalam anggapannya
Suma Than yu ibaratnya seekor burung yang belum lengkap
bulu sayapnya, untuk menghindari serangannya amat payah,
bagaimana mungkin pemuda semacam ini bisa berilmu
tinggi?" Setelah mengetahui kalau murid kesayangannya mati
ditangan sastrawan rudin itu, kakek penebang kayu itu tidak
melancarkan serangan gencar lagi.
"Bocah keparat" katanya kemudian, "cepat beritahu
kepadaku, makhluk tua itu sudah menampakan diri dimana?"
Menyaksikan orang itu bertanya setengah mencelah, Suma
Thian yu seeera merasakan ha tinya tergerak, sahutnya cepat:
"Aku berjumpa dibawah bukit sana, setelah menghabisi
nyawa Oh Si thian diapun pergi entah kemana"
Paras muka kakek penebang kayu itu beru?bah hebat,
buru-buru dia bertanya lagi:
"Sungguhkan perkataanmu itu?"
"Ehmm...!" jawab Suma Thian yu dingin.
Mendadak.... Dari tengah udara berkumandang suara gelak tertawa yang
amat nyaring, disusul kemudian terdengar seseorang berseru
dengan sua ranya yang parau:
"Bocah cilik, kau harus mampus! Berani betul membohongi
orang dan memfitnah lohu. Tahu kalau hatimu jahat, sejak
tadi lohu sudah membacokmu sampai mampus"
Bersamaan dengan berkumandangnya ucapan tersebut,
diatas pucuk bukit itu telah muncul seorang kakek mabuk
yang berjalan mendekati arena pertarungan dengan langkah
sempoyongan. Begitu menyaksikan kehadiran orang itu, si kakek penebang
kayu tersebut merasa amat terkejut, buru-buru dia melompat
keluar dari arena pertarungan sambil membentak:
"Makhluk tua, ternyata kau tidak melupakan janji kita pada
dua puluh tahun berselang, hal ini menandakan kalau tenaga
dalammn selama dua puluh tahun terakhir ini mengalami
kemajuan pesat, kionghi, kionghi...."
Orang yang barusan munculkan diri itu tidak lain adalah si
sastrawan rudin yang dijumpai di warung siang tadi.
Sambil menggelengkan kepala dan tertawa terkekeh-kekeh,
sastrawan rudin itu berkata:
"Bisa melihat sobat lamaku masih segar bugar, lohu merasa
gembira sekali, bila daya ingatanku masih bagus, bukankah
hari ini adalah saat perjanjian kita?"
"Haaah...haah...haah... kau memang memiliki daya ingatan
yang mengagumkan, benar, memang hari ini. Sejak pagi tadi
lohu sudah menantikan kedatanganmu dirumah, siapa tahu
muridku yang berbuat keonaran diluaran telah mati dibunuh
dan jenasahnya akan dikubur disini, bagi lohu peristiwa ini
benar-benar rupakan suatu kejadian aib bagiku"
"Hei makhluk tua, aku ingin bertanya kepadamu, apa
dendam sakit hati muridku padamu" Mengapa kau begitu tega
membunuhnya?"
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika mengucapkan perkataan tersebut, wajah kakek
penebang kayu itu diliputi kegusaran dan emosinya berkobarkobar.
Sastrawan rudin itu memicingkan matanya, kemudian
tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaah... haaah... berhutang nyawa dia harus
membayarnya dengan nyawa pula, kejadian semacam ini
sudah lumrah dan sewajarnya. Muridmu Oh Si thian telah
membunuh seorang saudagar tanpa sebab musabab, dosanya
amat besar, sudah sepantas nya kalau dia mumpus untuk
menebus dosa-dosanya itu...."
Kakek penebang kayu itu makin naik pitam, ia tertawa
seram dengan kerasnya, suaranya seperti jeritan setan
ditengah malam buta, sehingga membuat bulu kuduknya pada
bangun. Begitu selesai tertawa, dia segera melotot gusar kearah
sastrawan rudin itu, kemudian sambil menuding ke arah mayat
muridnya, dia berkata:
Makhluk tua, mau memukul anjing lihat dulu pemiliknya,
kau toh sudah tahu kalau dia adalah murid kesayanganku,
sekalipun perbuatan-nya tak benar, juga tidak seharusnya kau
membinasakan dirinya. Baik! kalau toh kau melupakan
dendam sakit hatimu dulu, hari ini lohu akan melayanimu
sampai dimana pun jua."
Sastrawan rudin itu segera tertawa dengan penuh
kegembiraan, serunya:
"Hal ini harus disalahkan muridmu cuma gentong nasi yang
tidak berguna, tombak dari lilin yang tak mampu menahan
diri, kalau sudah kena di banting orang sampai mampus, kau
harus menyalahkan siapa lagi?"
Kakek penebang kayu itu tampak tertegun sehabis
mendengar ucapan itu, tanyanya cepat:
"Menurut perkataanmu itu, siapa yang telah
membunuhnya?"
Mendapat pertanyaan ini, si sastrawan rudin itu baru
merasa kalau ia telah salah berbicara, hatinya menjadi amat
sedih. Baru saja akan menjawab, mendadak Suma Thian yu yang
berada disampingnya telah berkata:
"Akulah yang telah membunuhnya!"
Dengan cepat kakek penebang kayuitu berpaling, dari balik
matanya yang memerah telah mencorong keluar sinar tajam
yang menggidikkan hati, bentaknya segera dengan gusar:
"Kau" Kau yang membunuhnya" Lobu tak percaya, kau tak
usah memikul dosa orang lain!"
"Tidak, memang akulah yang telah membinasakan
muridmu, ketika muridmu itu menubruk perutku dengan
kepalanya, aku pun menghen-takan perut ku, siapa tahu dia
lantas mampus dengan begitu saja. Bila kau tidak percaya
silahkan kau periksa keadaan lukanya"
Sekali lagi Kakek penebang kayu itu tertawa seram.
"Heeehh...heeeh...heeeh... bocah keparat, dengan
tampang seperti kau pun bisa mengalahkan muridku" Hmm,
siapa yang percaya" Sekali lagi lohu peringatkan kepadamu,
bila kauingin mencari penyakit buat diri sendiri, lohu pasti
akan memenuhi keinginanmu itu"
Mendadak sastrawan rudin itu menjengek dari samping,
katanya sambil tertawa tergelak:
"Tua bangka celaka, kau memang pandai mengucapkan
kata-kata yang tak sedap didengar, memangnya kau anggap
murid kesayanganmu itu berbobot" Huuh sudah tak becus
belagak jadi Hohan lagi?"
"Tutup bacotmu..!" bentak kakek penebang kayu itu gusar.
Aai bocah keparat ini mam?pu untuk menyambut pukulan
lohu, pasti aku percaya dengan perkataannya, kalau tidak....
hmm... terpaksa hutang berikut bunganya ini harus kutagih
dari tanganmu!"
"Tiga pukulan?" sastrawan rudin itu berlagak kaget.
"Wah... aku saja tak mampu untuk menerimanya, apa lagi
dia" Bukankah kau hendak menyuruh dia mencari kamatian
buat diri sendiri?"
"Bagaimana" Sepasang mata lohu belum kemasukan pasir
bukan?" jengek gakek penebang kayu itu sambil tertawa
berkakak seram.
"Mahkluk tua, kau harus membayar ganti atas selembar
nyawa muridku itu"
Suma thian yu merasa dirinya dipandang rendah oleh
lawannya, mendadak serunya lantang:
"Aku sanggup menerima dua pukulanmu!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, bukan cuma kakek
penebang kayu itu saja yang tercengang, bahkan sastrawan
rudin itupun merasa terperanjat.
"Kau" Kau sibocah sudah edan" Kau tahu siapakah dia" Dia
adalah Jit Tok siu (Kakek tujuh racun) Kwa Lun yang
termashur itu. Dengan modal apa kau hendak menyambut
pukulan Jit tok ciangnya yang maha dahsyat itu?"
Begitu mendengar nama Jit tok siu, sekujur badan Suma
thian yu bergetar keras, paras mukanya berubah hebat, diamdiam
dia mengeluh didalam hati:
"Jit tok siu Kwa Lun gembong iblis paling beracun dalam
dunia persilatan, bukan saja tenaga dalam maupun tenaga
luarnya sudah tingkatan yang paling sempurna, ilmu pukulan
Jit tok ciang yang di milikinya cukup membuat paras muka
orang berubah hebat.
Sekarang, Suma Thian yu baru merasa agak menyesal,
menyesal karena tindakannya yang terlalu terburu-buru.
Sementara dia masih memutar otak untuk mencari akal
guna menghadapi serangan lawan, Jit tok siu Kwa Lun telah
berjalan menuju ke hadapan Suma Thian yu, bahkan sambil
memandang anak muda tersebut ia tertawa seram nada
hentinya. Sekali lagi Suma Thian yu mengawasi wajah Jit tok siu
lekat-lekat, dia merasa wajah orang ini mencerminkan
seseorang yang lurus, tapi mengapa hatinya justru begitu keji
dan buas" Tak salah kalau orang mengetahui, apabila ingin menilai
seseorang, janganlah hanya menilai dari wajahnya.
Sementara itu si sastrawan rudin itu pun ikut merasa
sangat gelisah sekali setelah di lihatnya ke dua orang itu yang
telah saling berhadapan muka, tanpa sadar dia menggeserkan
tubuhnya pelan-pelan kesamping Suma Thian yu, kemudian
bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak
diinginkan. Dengan cepat Suma Thian yu berhasil mengendalikan
pikiran dan perasaannya, walaupun berhadapan dengan
musuh tangguh, dia masih kelihatan gagah dan tenang.
Mau tak mau sikap gagahnya ini menimbulkan, perasaan
kagum juga hati sastrawan rudin itu, ia malai berpikir, janganjangan
si anak muda ini memang memiliki ilmu silat tingkat
tinggi" Mendadak Jit tok siu tertawa seram, kemudian ujarnya
dengan suara yang menggidikan hati:
"Sebelum pertarungan dimulai, aku hendak berkata dulu
kepadamu, asal kau mampu untuk menyambut seranganku
ini, maka lohu akan menghadiahkan sebuah benda mustika
dan mewariskan satu jurus ilmu silat kepadamu, sebaliknya
bila kau mampus secara mengerikan, jangan salahkan kalau
aku tertindak keji"
"Tak usah banyak bicara lagi, silahkan kau lancarkan ketiga
buah pukulanmu itu!" seru Suma thian yu cepat.
Jit tok siu tertawa seram:
"Kalau begitu, sambutlah!"
Telapak tangannya segera di lontarkan kedepan, segulung
hawa pukulan yang panas sukar ditahan bagaikan baranya api
langsung berhembus ke tubuh Suma Thian yu.
Dibalik baranya api yang menggelora inilah sesungguhnya
terkandung tujuh macam racun yang sangat jahat.
Menyaksikan itu, sastrawan rudin tersebut segera berteriak
berulang kali: "Racun! Racun! Racun!"
Baru saja Suma Thian yu hendak melawan pukulan itu
dengan telapak tangan kanannya, begitu mendengar
peringatan dari sastrawan rudin tersebut, satu ingatan dengan
cepat melintas dalam benaknya, cepat-cepat dia menarik
kembali telapak tangan kanannya lalu menyongsong pukulan
musuh dengan telapak tangan kirinya.
"Kembali!" bentaknya pendek.
Sungguh aneh sekali, begitu angin pukulan dari Suma
Thian yu berhembus lewat, pukulan beracun dari Jit tok siu itu
seakan-akan bertemu dengan tandingannya, seketika lenyap
tak berbekas. Jit tok siu Kwa Lun menjadi terkejut sekali, mendadak ia
mengayunkan kembali telapak tangannya ditengah udara
segera muncul desingan angin tujuh warna, seakan-akan
pelangi di angkasa, secepat kilat menyerbu tubuh Suma Thian
yu. Seperti juga pertama kali tadi, dengan menghimpun dua
bagian tenaga murninya kedalam telapak tangan kiri, dia
sambut datangnya serangan itu keras-keras.
"Blaaaaaamm!"
Ketika dua gulungan angin pukulan itu bertemu diudara,
pusaran angin berpusin segera menyambar ke empat penjuru,
sedangkan cahaya tujuh warna itupun lenyap tak berbekas.
Dua kali serangan beruntunnya menemui kegagalan, hal
mana membuat Jit tok siu Kwa Lun menjadi malu bercampur
gusar, segera bentaknya keras-keras:
"Bocah keparat, serahkan selembar nyawamu!" Mendadak
ditengah udara berkumandang sua ra mencicit yang sangat
aneh, kemudian muncul beribu cahaya merah yang
menyambar tubuh Suma Thian yu bagaikan hujan deras.
Sastrawan rudin itu tahu lihaynya serangan itu, mendadak ia
menjerit kaget:
"Aaah... ulat beracun! Cepat mundur!"
ooo^^ooo Dalam keadaan begini, Suma Thian yu hanya ingin
menghindarkan diri dari mara bahaya saja, dengan cepat dia
menambahi tenaga pukulan pada tangan kirinya dengan dua
bagian tenaga lagi, kemudian dengan menghimpun tenaga
pada tangan kanan, dia lepaskan sebuah pukulan dengan ilmu
Sian po hwee ajaran Cong liong Lo sianjin.
Dua gulung angin pukulan seperti sapuan angin puyuh
menderu-deru di angkasa, ketika dua gulung kekuatan
tersebut saling membentur, segera berkumandanglah suara
ledakan yang memekikkan telinga.
Suma Thian yu memang cekatan, begitu sepasang telapak
tangannya melepaskan pukulan, tubuhnya menggunakan
kesempatan tersebut menghindar kebelakang dan meloloskan
diri dari lingkaran cahaya yang berbahaya itu.
Mimpipun Jit tok siu tak pernah menyangka kalau Suma
thian yu mampu untuk menghadapi tiga buah pukulannya,
bahkan melancarkan sebuah serangan balasan yang
mengetarkan sukma.
Menanti dia menyadari apa yang telah terjadi, seluruh
tubuhnya sudah terlempar ke udara dan meluncur ke belakang
seperti layang-layang putus tali.
Masih untung Jit tok siu adalah seorang jago silat
keramaan, kendtipun sedang berada dalam bahaya, dia tak
sampai gugup. Dengan cepat dia berjumpalitan beberapa kali ditengah
udara, kemudian melayang turun ke atas tanah dengan
selamat. Namun, setelah adanya pelajaran ini mau tak mau Jit tok
siu Kwa lun harus memperbaharui penilaiannya terhadap
Suma Thian yu, di samping itu diapun yakin kalau muridnya
memang tewas ditangan si anak muda ini.
Selama hidup belum pernah sastrtwan rudin itu pernah
menyaksikan gerakan tubuh sede mikian indahnya, terutama
sekali kesanggupan Suma Thian yu untuk melawan racun, hal
tersebut membuatnya menjadi gelagapan.
Berbicara sesungguhnya, sastrawan rudin sendiripun masih
mengandalkan semacam ilmu silat barunya untuk menghadapi
Jit tok siu kalau tidak ingin menderita kekalahan, siapa sangka
kalau pemuda itu malah bisa menghadapi lawannya secara
begitu mudah. Dua puluh tahun berselang, mereka sudah pernah
bertarung selama tiga hari tiga malam, waktu itu si sastrawan
rudin tersebut kalah satu gebrakan dari lawannya, masih
untung Jit tok siu sendiripun sudah kehabisan tenaga hingga
selembar jiwanya bisa lolos dari ancaman.
Sesungguhnya dia memang seorang pendekar dunia
persilatan, oleh sebab dia pandai meramal dan lagi sikapnya
ugal-ugalan, maka orang persilatan menyebutnya sebagai Sin
sian siang su (Peramal dewa).
Si peramal dewa ini she Yu bernama Seng si, tiada orang
yang mengetahui asal usulnya, namun kepandaian silatnya
amat hebat. Belum sampai dua tahun dia berkelana dalam dunia
persilatan, namanya menjadi tenar dan jarang ada yang bisa
menandingi kepandaian silatnya itu.
Karena itulah ketenarannya menimbulkan kemarahan dari
Jit tok siu Kwa Lun yang waktu itu merupakan seorang
gembong iblis dari golongan Liok lim, dia menentang si Dewa
peramal itu untuk bertarung.
Namun hasil dari pertarungan itu, si Dewa peramal
dikalahkan oleh lawannya dalam suatu pertarungan yang alot.
Sebelum pergi, Dewa peramal menentang untuk bertarung
lagi dua puluh tahun mendatang.
Kebetulan hari ini sudah saatnya untuk bertarung lagi
melawan Jit tok siu.
Kebetulan pula sebelum berangkat kemari, si Dewa peramal
telah bertemu dengan Cong liong Lo siancu dan mengetahui
kalau tokoh sakti ini mempunyai seorang murid yang bernama
Suma Thian yu sedang dalam perjalanan menuju Tibet.
Cong liong Lo siansu berpesan kepadanya agar sepanjang
jalan melindungi muridnya ini.
Oleh sebab pesan itu pula, ketika Dewa peramal berhasil
menjumpai Suma Thian Yu, diapun memberi petunjuk dengan
kata- katanya. Dalam pada itu, Jit tok siu dibikin malu
bercampur gusar setelah kekalahannya, ia segera berkata
agak tersipu: "Bocah keparat, kau memang hebat dan mampu menerima
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiga buah pukulan lohu, pa dahal jarang ada orang yang
mampu berbuat demikian. Seperti apa yang telah kukatakan
tadi, aku akan menghadiahkan sebuah benda mestika
kepadamu, sedang soal jurus silat, aku pikir dengan
kepandaianmu sekarang, hal ini tak usah lagi"
Sembari berkata dia mengambil sebutir mutiara kecil dari
sakunya dan disodorkan kehadapan Suma Thian yu.
Ketika pemuda itu mencoba mengamati, mutiara tersebut
amat tajam, karenanya sambil menggeleng katanya:
"Terima kasih banyak, aku...."
Belum selesai dia berkata, Dewa peramal telah menukas:
"Bocah, terimalah, orang lain toh menghadiahkan benda itu
dengan hati tulus."
Suma Thian yu masih kelihatan sangsi untuk menerima.
Si Dewa peramal segera menegur lagi:
"Eeeh, mengapa masih sangsi?"
Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu mengira watak
Jit tok siu memang aneh dan tak boleh ditampik
pemberiannya, maka dia segera menerima mutiara tersebut
seraya berkata:
"Terima kasih banyak!"
Kemudian dimasukkan kedalam sakunya.
Si Dewa peramal Yu Seng si segera berpaling ke arah Jit
tok siu, kemudian katanya seraya tertawa:
"Babak berikutnya adalah peraturan diantara kita berdua!"
"Apakah dia adalah muridmu?" Jit tok siu Kwa Lun segera
menuding ke arah anak muda itu.
"Bukan!"
Mengetahui kalau Suma thian yu bukan muridnya si Dewa
peramal, Jit tok siu Kwa Lun baru merasakan hatinya lega,
sambil tertawa dia lantas manggut-manggut.
"Bagaimana jika seperti cara kita pada dua puluh tahun
berselang?"
"Boleh sih boleh, hanya waktunya terlalu lama, kita harus
satu cara, sekarang kau boleh mengajukan satu persoalan dan
kita saling ber gantian mengajukan soalnya, bagaimana?"
Mendengar perkataan itu si Dewa Peramal Yu Seng si
segera tertawa terbahak-bahak. "haaah...haaah...haah...
bagaimana kalau kita beradu racun saja?"
Ucapan mana kontan membuat Jit tok siu tertegun, dia
saama sekali tidak menyangka kalau musuhnya akan beradu
racun dengannya. Kontan saja dia mendonggakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak.
"Hei mahkluk tua, kau ada maksud untuk mengejekku"
Bertanding racun denganku sama saja mencari penyakit buat
diri sendiri, lebih baik yang serius saja, jangan sok
menganggap pertarungan ini seperti mainan kanak-kanak!"
SI Dewa peramal Ya Seng si sama sekali tidak tergetar
hatinya, malah ujarnya lagi sambil tertawa:
"Kau mengira lohu sedang bergurau" Kau adalah raja racun
di dunia ini, sedang lohu akan menantangmu dengan racun
pula, bukan kah hal ini sangat adil?"
Hampir saja Jit tok siu Kwa Lun tidak percaya dengan
pendengaran sendiri, kembali dia bertanya:
"Bagaimana cara pertarungan itu akan langsungkan?"
"Aku membawa dua botol teh racun Ban tek cha, setiap
orang harus minum sebotol, coba kita saksikan siapa yang
akan keracunan lebih dulu. Bagaimana" Permainan ini sangat
mencocoki selera mu bukan?"
Mula-mula Jit tok siu Kwa Lun agak tertegun, menyusul
kemudian dia tertawa terbahak-bahak seperti orang gila:
"Haah...haah...haah... sudab edan rupanya dirimu itu"
Dengarkanlah nasehat lohu, lebih baik jangan dicoba, teh Ban
tok cha merupakan racun paling ganas di dunia ini dan tiada
obat yang bisa menawarkan racun tersebut, bila teh beracun
itu diminum maka kita semua akan mampu mampus, boleh
saja kalau kau sudah bosan hidup, tapi lohu masih belum ingin
mampus dengan begitu cepat....!"
Mendengar perkataan ini, Si Dewa Peramal segera
mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaahh... katanya saja kau adalah cikal
bakalnya racun, tak tahunya takut minum teh beracun Ban tok
cha....! Huuh, asal kau mau mengaku kalah, kita hapus
pertarungan ini"
Jit tok siu Kwa Lun tertawa seram.
"Omong kosong, asal kau berani meneguk, lohupun berani
pula untuk meneguk racun itu"
Dari dalam sakunya si Dewa peramal Yu Seng si
mengeluarkan dua buah bool kecil yang sama bentuknya,
kemudian sambi1 menyodorkan kedua botol itu kedepan Jit
tok siu, katanya:
"Silahkan kau untuk memilihnya dulu!" Jit tok siu Kwa Lun
mengambil sebuah diantaranya, kemudian berseru:
"Harap kau dulu yang minum!"
Tanpa sangsi si Dewi peramal Yu Seng si membuka
penutup botol itu dan meneguk isinya sampai habis, paras
mukanya sama sekali tidak berubah.
Menanti si Dewa peramal telah menghabiskan botol teh
beracun itu, jit tok siu Kwa Lun baru tertawa licik.
"Makhluk tua, kau tertipu, lohu tak lebih hanya
menganjurkan kepadamu untuk menghabiskan isi racun itu
agar selekasnya berangkat ke akhirat"
Menyaksikan perbuatan munafik dari lawannya itu, Si Dewa
peramal Si Seng yu menjadi gusar bukan main, mendadak alis
matanya berkernyit dan sekujur tubuhnya gemetar keras,
wajahnya menunjukkan perasaan tersiksa yang luar biasa.
Menyaksikan hal ini, Jit tok siu Kwa Lun tertawa tergelak,
dengan bangganya dia menjengek:
"Mahkluk tua, siapa membunuh orang, dia harus membayar
pula dengan nyawanya, lohu akan mengambil nyawamu
sebagai ganti nyawa muridku, bukankah itu adil namanya?"
Selesai berkata kembali dia tertawa terbahak-bahak dengan
gembiranya. Suma thian yu sambil membentak keras, ia meloloskan
pedangnya, kemudian membacok tubuh Jit tok siu dengan
mengunakan jurus Gwat gi seng sia (rembulan bergeser
bintang beralih).
"Wahai setan tua!" dia membentak nyaring, "kau jangan
keburu merasa bangga lebih dulu, giliran selanjutnya adalah
kau!" Agak tertegun juga Jit tok siu Kwa Lun ketika melihat Suma
Thian yu maju melancarkan serangan, ia tidak menangkis
maupun berkelit sambil mundur berapa langkah dan
memungut kembali kapak kecilnya, ia tertawa licik.
"Bocah keparat, silahkan kau pun pergi mampus!"
Kapaknya dengan jurus Ciu siu gan Siu (tukang kayu
menebang pohon) balas menyerang ketubuh Suma Thian yu.
Jangan dilihat gerak serangan itu amat kaku dan
sederhana, pada hal dibalik kesederhanaan tersebut justru
mengandung tenaga dalam yang luar biasa.
Belum lagi serangan kapak itu tiba, dihadapan tubuh Suma
Thian yu telah diliputi selapis hawa dingin yang luar biasa.
Suma Thian yu mengira Jit tok siu akan memancarkan
tujuh racunnya di balik serangan kapak tersebut, tanpa terasa
hatinya menjadi bergetar keras.
Cepat-cepat dia memutar pedang Kit hong kiamnya,
menciptakan suatu pertahanan yang amat tebal untuk
menciptakan suatu pertahanan yang tangguh, dengan cara itu
dia hendak mem bendung serangan dari Jit tok siu.
Mendadak terdengar si Dewa peramal
Puteri Es 2 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Pendekar Super Sakti 21
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama