Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 11
berpekik nyaring,
tubuhnya berkelebat lewat bagaikan sambaran petir, lalu
menerjang ketengah antara kedua orang itu.
Sepasang telapak tangannya dilontarkan kemuka
dan...."Blammm!" ditengah suatu ledakan keras yang
memekikkan telinga, Jit tok siu maupun Suma thian yu samasama
kena dipaksa untuk mundur sejauh beberapa langkah.
"Haaah...!" begitu Jit tok siu Kwa Lun tahu kalau orang
tersebut adalah Dewa peramal, dia menjerit kaget.
Dengan nada menyindir, si Dewa peramal Ya Seng si
berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Kau merasa terperanjat bukan" Kwa Lun, yang tertipu
bukan aku, melainkan kau si bajingan tua yang rendah dan
tak tahu malu."
"Betul-betul mengejutkan" seru Jit tok siu Kwa Lun sambil
menyeringai seram, "Jadi kau ini belum mampus?"
"Tentu saja tak akan mampus, masa minum air bisa
mampus" Jangan nakut-nakuti orang!
"Aaah, jadi isi botol itu cuma air?" Jit tok siu Kwa Lun
makin terperanjat.
Begitu selesai berkata, si Dewa peramal segera tertawa
terbahak-bahak, sedangkan Suma thian yu juga ikut merasa
lega, sehingga ia tertawa terpingkal pingkal.
Sudah barang tentu Jit tok siu Kwa Lun tak percaya dengan
begitu saja, tapi diapun cukup mengetahui tentang kelihayan
dari racun Bak tok cha tersebut, andaikata si Dewa peramal
benar-benar meneguknya, sudah pasti dia akan mampus.
Namun kenyataannya, dia masih mampu untuk
melancarkan serangan dengan begitu dahsyat, dari sini bisa
disimpulkan kalau dia memang cuma minum air biasa.
Semakin dibayangka, Jit tok siu merasa hatinya merasa
makin tak karuan, seolah-olah bocah yang merasa salah
sehingga tak sepatah katapun mampu diucapkan.
Untuk sesaat lamanya suasana diarena menjadi hening,
lama kemudian, akhirnya Jit tok siu Kwa Lun membanting
kapak kecilnya keatas tanah, lalu dengan wajah tersipu karena
malu dia berkata:
"Aku mengaku kalah, baik soal kecerdasan maupun tenaga
dalam, lohu kalah semua dari mu. Tiga tahun kemudian, lohu
pasti akan datang minta petunjuk lagi!"
Selesai berkata, dia membalikan badan dan berlalu dari
situ, hanya didalam beberapa kali lompatan saja, bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Menanti Jit tok siu Kwa Lun sudah pergi jauh, Suma thian
yu berdua baru menggali liang dan menguburkan dua sosok
jenazah tersebut.
Kemudian, Suma Thian yu baru memberi hormat kepada si
Dewa peramal sembari berkata:
"Locianpwe, maafkanlah boanpwe yang punya mata tak
berbiji sehingga tidak mengenali diri cianpwe.."
"Haah...haah... haah... bocah cilik, lohu paling benci
dengan segala adat istiadat serta tata cara kesopanan,
sebagai seorang lelaki sejati, sudah seharusnya bersikap
terbuka dan tidak terikat adat"
Buru-buru Suma Thian yu mengiakan dengan hormat.
Dewa peramal Yu Seng si kembali mengamati Suma Thian
yu beberapa saat lamanya, kemudian berkata lagi:
"Jika di lihat dari tampangmu jelas kau adalah seorang
pemuda yang jujur dan berperasaan halus, tapi kau harus
tahu, perjalananmu menuju tibet kali ini penuh dengan
kesulitan dan rintangan, aku berharap kau bersikaplah lebih
bijaksana dan jangan terlalu melakukan pembunuhan. Sayang
lohu masih ada urusan penting sehingga tak dapat menemani
kau sepanjang jalan, nah, aku hendak berangkat duluan"
Begitu selesai berkata, bagaikan sambaran kilat cepatnya,
ia berlalu dari situ.
Jangan dilihat gerak-geriknya semacam orang mabuk,
dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan mata. Suma Thian yu segera turun dari gunung
dan menemukan kembali kudanya, kemudian melanjutkan
perjalanan lagi menuju ke arah barat.
Dari sini sampai di Tibet, perjalanan masih amat jauh dan
mercapai berpuluh laksa li, jangankan dia sedang memikul
tugas berat, bagi mereka yang berpesiar pun akan merasa
jemu. Apalagi setelah mendengar peringatan dari Dewa
peramal, perasaannya makin berat dan masgul...
Sekalipun ia tak tahu apa yang harus di la kukan olehnya di
wilayah Tibet, namun dia percaya Cong liong Lo sian jin pasti
mempunyai sesuatu maksud tertentu, atau mungkin sedang
mencoba keuletannya, atau mungkin juga ia sedang di
perintahkan untuk melaku?kan suatu perjalanan untuk
mencari pengalaman.
Suatu hari, sampailah Suma thian yu disuatu daerah dalam
Propinsi San say yang bernama Liong swan kwan.
Tiba-tiba kaki depan kuda tungganggannya menjadi lemas
dan terperosok kedepan.
Dengan perasaan terperanjat Suma Thian yu melompat dari
atas pelana kudanya dan melayang turun keatas tanah.
Mendadak dari samping jalan berkumandang suara pujian
keras: "Ilmu gerakan tubuh yang bagus!"
Begitu melayang turun ketanah, Suma thian yu segera
berpaling, tampak olehnya seorang pengemis tua sedang
duduk lebih kurang dua kaki dihadapannya, waktu itu si
pengemis tersebut sedang mengangkat buli-buli araknya dan
meneguk dengan lahap.
Begitu mengetahui siapakah pengemis tersebut, Suma
thian yu segera bersorak gembira:
"Wi locianpwe, rupanya kau orang tua pun berada disini!"
Bertemu dengan sobat sekampung memang merupakan
obat rindu bagi seorang pengembara, rasa gembira yang
mencekam perasaan Suma Thian yu saat ini boleh dibilang tak
terlukis kan dengan kata-kata.
Selama hampir setengah bulan ini, dia selalu menempuh
perjalanan seorang diri, dia seolah-olah berubah menjadi bisu
saja karena tak ada orang yang bisa diajak berbicara.
Tapi sekarang, secara tiba- tiba saja dia bertemu dengan
Siau yau kay Wi Kian, keadaan ini ibaratnya orang yang
menemukan pedang hijau ditengah gurun pasir.
Siapa tahu paras muka Siau yau kay Wi Kian amat serius
dengan sorot mata yang dingin seperti es dia menatap wajah
anak muda itu lekat-lekat.
Suma Thian yu menjadi tertegun, segera pikirnya:
"Aaah... keadaan tidak beres, apa yang telah terjadi"
Jangan-jangan terjadi lagi kesalahan paham?"
Sementara dia masih berpikir-pikir, mendadak terdengar
Siau yau kay Wi Kian membentak gusar:
"Kemari, kau manusia berhati binatang!" Suma Thian yu
menjadi sangat gelisah, dia tahu kalau manusia berwatak
aneh ini kembali menaruh kesalahan paham terhadapnya.
Dalam keadaan demikian, dia tak berani berayal lagi,
dengan cepat dia berjalan menuju kehadapan Siau yau kay,
kemudian tanya-nya dengan hormat:
"Wi locianpwe, tolong tanya boanpwe telah melakukan
kesalahan apa?"
Dengan wajah penuh amarah, Wi Kian membentak keras:
"Kau telah membawa Wan pek lan kemana" Ayo cepat
jawab sejujurnya"
"Ooooh, rupanya karena dia"
"Apa" Kau bilang apa?"
"Rupanya locianpwe sedang marah karena nona Wan tidak
melakukan perjalanan bersama boanpwe?"
"Benar, aku ingin bertanya kepadamu, sekarang dia bereda
di mana?" "Di rumah Heng si Cinjin!"
"Telur busuk! Kau berani mengelabuhi aku" Aku si pingemis
tua tidak gampang di tipu tahu" Hmmm! Benar-benar tahu
orangnya tahu wajahnya tak tahu hatinya, tidak kusangka kau
berwajah bagus tapi berhati busuk seperti iblis. Bocah muda,
anggap saja aku si pengemis tua telah salah melihatmu"
Untuk sesaat Suma Thian yu benar-benar kebingungan dan
tidak habis mengerti, cepat tanyanya dengan kegerahan:
"Locianpwe, apa sih maksud dari perkataanmu itu"
Boanpwe benar-benar tidak habis mengerti"
Kontan saja Siau yau kay wi Kian melototkan sepasang
matanya dengan gusar, men?dadak dia melompat bangun
dan segera meng
ambil sepucuk sampul surat dari sakunya, kemudian sambil
disodorkan kehadapan pemuda itu, dia berseru:
"Coba kau lihat, benda apakah ini?" Suma Thian yu
menerima sampul tersebut dan untuk sesaat merasa sangsi
dan tak berani membuka sampul itu.
"Buka sampul itu, didalamnya berisi semua bukti dari
perbuatan jahatmu itu!" bentak Siau yau kay lagi.
Buru-buru Suma Thian yu membuka sampul surat itu,
ternyata isi sampul itu adalah se gumpal rambut dan beberapa
lembar kuku. Dengan perasaan tidak habis mengerti, kembali Suma
Thian yu bertanya:
"Apa hubungannya benda-benda tersebut dengan diri
boanpwe...?"
"Bocah keparat benda itu adalah rambut dan kuku Wan Pek
lan.....!" umpat pengemis itu lagi dengan marah.
"Benarkah itu" Buat apa dia mengirimkan benda-benda itu
kepada locianpwe"
Apakah dia telah mencukur rambut menjadi pendeta
perempuan?"
Mendengar ucapan tersebut, Siau yau kay Wi Kian benarbenar
amat gusar, dengan mata melotot dan wajah berubah
menjadi merah membara, dia membentak gusar.
"Bocah keparat, kau tak usah berlagak pilon, akan kulihat
kau bersedia mengaku atau tidak!"
Begitu ucapan terakhir diutarakan, angin pukulan sudah
menyambar datang dengan kecepatan tinggi.
Sebenarnya Suma Thian yu ingin berkelit kesamping, tapi
setelah berpikir sejenak, dia merasa dirinya tidak bersalah,
mengapa harus menghindarkan diri dari pukulan itu"
Karena berpendapat demikian, maka dia urungkan niatnya
untuk berkelit dan menyong song datangnya pukulan tersebut
dengan begitu saja.
"Plaaaaak!"
Sebuah tamparan keras bergema memecahkan keheningan,
pipi Suma thian yu sudah kena dihajar telak sehingga
kepalanya pusir tujuh keliling dan pandangan matanya
berkunang kunang, sebuah bekas lima jari tangan yang merah
membengkak muncul diatas wajahnya.
Menyaksikan hal ini, Siau yau kay menjadi tak tega sendiri,
dia tidak melancarkan serangan lebih lanjut, bahkan berdiri
dengan wajah kebingungan.
Rupanya oleh karena pemuda itu tidak menghindar dan
dipukul diam saja, hal tersebut membuat kemarahan dari Siau
yau kay wi Kian berkurang setengah.
Setelah kemarahan pengemis tua itu mereda, Suma Thian
yu baru berkata:
"Sudah pasti locianpwe menaruh salah paham, hubungan
boanpwe dengan nona Wan sangat baik dan cocok, tidak akan
mungkin dia akan mencukur rambutnya menjadi Pendeta"
"Siapa yang bilang kalau dia menjadi pendeta" Tanda
tersebut merupakan lambang dari kematian, mengerti kau?"
"Apa" Suma thian yu menjerit kaget, dia telah mati" Tidak
mungkin, sewaktu boanpwe meninggalkan dia, gadis itu masih
segar bugar bahkan masih bergurau dengan nona Tosn dan
saling menyebut saudara, mana mungkin dalam sebulan yang
singkat dia telah ketimpa bencana?"
"Kau berani menjamin?"
"Yaa, kalau dia tertimpa musibah, sudah seharusnya dua
bersaudara Thia pun mengalami nasib yang sama!"
Berbicara sampai disini, secara ringkas Suma Thian yu
menceritakan keadaan yang dialaminya waktu itu kepada Siau
yau kay, bahkan mengatakan pula bahwa dua bersaudara Thia
berjanji akan melindungi keselamatan dari Wan pek lan.
Seusai mendengar penuturan tersebut, Siau Yau kay
menjadi setengah percaya setengah tidak, dengan sorot mata
yang tajam dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat
seakan-akan ingin tahu apakah pemuda itu jujur atau tidak.
Rupanya setelah meninggalkan Suma Thian yu dan Wan
pek lan tempo hari, Siau yau kay Wi Kian melanjutkan
pengembaraannya menjelajahi dunia persilatan, berapa hari
berselang mendadak ia menerima sepucuk surat yang
didalamnya tercantum secarik kertas, dimana diterangkan
kalau Bi hong siancu Wan pek lan telah tertimpa musibah,
pembunuhnya adalah Suma Thian yu.
Mendenar berita buruk itu, hampir saja Siau yau kay Wi
Kian jatuh semaput saking gusarnya, kontan saja dia mencaci
maki Suma Thian yu habis-habisan, bahkan pada saat itu juga
berangkat ke wilayah Tibet dan bermaksud mencegat ditengah
jalan. Kebetulan pula Suma thian yu memang sedang dalam
perjalanan melewati tempat itu, hingga bertemulah mereka
berdua. Mereka berdua segera saling menuturkan pengalaman
masing-masing, pada saat itulah Suma thian yu baru tahu
kalau ada orang sengaja hendak mencelakainya. Sudah
barang tentu Siau yau kay tidak percaya perkataan Suma
Thian yu dengan begitu saja, namun dia pun tak berani
menuduh dialah pembunuhnya, untuk beberapa saat dia
menjadi bingung dan diletakkan dalam posisi yang serba
runyam. Begitulah, untuk beberapa saat mereka ber dua hanya
berdiri saling berhadapan disitu dengan mulut membungkam,
untung saat itu mendekati senja sehingga tiada orang yang
menempuh perjalanan disitu, dengan demikian sikap mereka
pun tak sampai memancing perhatian orang lain.
Lama kemudian, tampaknya Siau yau kay telah mengambil
suatu keputusan, katanya kemudian kepada Suma Thian yu
dengan suara dingin:
"Jangan lupa, kau tak akan lolos dari tanganku, bila Wan
pek lan benar-benar mengalami sesuatu, kau lah yang harus
bertanggung jawab!"
"......"Suma Thian yu merasa pikirannya amat kalut, untuk
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesaat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak terdengar Siau yau kay membentak keras:
"Siapa?"
Menyusul bentakan itu, tubuhnya melesat ke dalam hutan
di tepi jalan sana.
Menanti Suma Thian yu menyadari akan hal itu, pengemis
tua itu sudah memasuki hutan.
Dalam keadaan demikian, anak muda itu tak berani berayal
lagi, dia pun segera membuntuti dibelakangnya.
Baru saja tubuhnya tiba di tepi hutan, mendadak tampak
sebuah benda disambit keluar dari dalam hutan langsung
diarahkan ke atas wajahnya. Serta merta Suma Thian yu
menerima beda itu, ternyata benda tersebut tak lain adalah
sampul surat tadi.
Suma Thian yu tak sempat memeriksa isinya lagi, kembali
dia melesat ketengah udara. Mendadak dari dalam hutan
berkumandang suara tertawa dari Siau yau kay:
"Bocah muda, lohu telah bertemu dengan sobat karibku
dan akan berangkat lebih dulu, aku minta kau cari jejak Wan
Pek lan, sampai ketemu."
Ketika ucapan terakhir diutarakan, mungkin orangnya
sudah berada setengah li dari situ.
Suma Thian yu menjadi masgul, murung dan tak karuan
perasaannya. Sebab tanpa sebab tanpa musabab dia telah
bertemu dengan Siau yau kay di situ, baru saja dia bergembira
karena akan memperoleh teman seperjalanan, siapa tahu
yang diperoleh hanya rasa yang memurungkan hatinya saja.
Meninggalkan kota Liong Swan kwan, didepan sana
terbentang pegunungan Ngo tay San. Waktu itu hari sudah
malam, Suma Thian yu yang dibebani dengan berbagai
persoalan yang memusingkan kepala itu menjadi kemalaman
di tengah jalan.
Kuda yang diperoleh dari warung makan tempo hari, kini di
tinggal di kota Liong swan kwan karena tak mampu
melanjutkan perjalanan lagi, terpaksa dia harus menelusuri
kegelapan dengan berjalan kaki.
Belum lama dia meninggalkan kota Liong Swan kwan,
perjalanan anak muda itu sudah dikuntil orang.
Jilid : 21 SEBAGAI SEORANG jagoan yang berilmu tinggi, sudah
baraag tentu penguntilen tersebut tak akan lolos dari
ketajaman pende ngarannya, sayang pikiran dan perasaannya
waktu itu sedang kalut, sehingga bal ini sama sekali tak
diketahui olehnya.
Si anak muda itu masih saja melanjutkan perjalanannya
dengan kepala tertunduk dan pikiran kalut.
Diri kejauhan sana terdengar suara auman harimnu yang
amat nyaring, di tengah kegelapan malam begini, suara
tersebut mendatang kan perasaan bergidik bagi siapa pun
yang men dengarnya.
Bukit Ngo tay san memang tersohor sebagai penghasil
harimau di daratan Tionggoan, itu berarti suara auman
harimau tersebut ber kumandang dari bukit di depan sana.
Suma Thian ya agak sangsi, kendatipun dia memiliki ilmu
silat yang sangat lihay, bukan suatu pekerjaan yang gampang
untuk menda-tangi bukit Ngo tay san seorang diri, tapi untuk
menuju ke daerah Shia say, orang harus melalui jalanan
tersebut, karena hanya jalan ini yang tersedia.
Sementara dia masih sangsi dan tak tahu apa yang harus
dilakukan, mendadak dari arah belakang terasa bergemanya
suara desingan angin tajam.
Begitu mendengar suara tersebut, dengan sigap Suma
Thian yu miringkan badannya kesamping, segulung angin
dingin segera menyambar tiba.
Suma Thian yu memang berilmu tinggi, ke tajaman
pendengarannya luar biasa, sepasang matanya juga dapat
melihat dalam kegelapan, dengan suatu gerakan jumpalitan, ia
menyambut datangnya sambaran angin tajam tersebut,
rupanya sebatang peluru tembaga.
Dari arah belakang berkumandang lagi sua ra pekikan
nyaring seperti pekikan monyet, dengan perasaan terkejut
Suma Thian yu ber paling, dia menyaksikan ada sesosok
bayangan hitam sedang meluncur datang dari arah belakang
dengan kecepatan luar biasa.
Menyaksikan kehadiran orang tersebut, Suma Thian yu
merasakan hatinya terkesiap, belum sempat ia menegur pihak
lawan telah ber seru lebih dulu:
"Kau yang bernama Suma Thian yu?"
"Benar!" jawab pemuda yang ditanya itu.
Sambil menjawab, Suma Thian yu menga mati pendatang
tersebut dengan seksama.
Dia adalah seorang kakek berusia delapan puluh tahunan
yang memakai jubah panjang berwarna-warni, mukanya bulat
seperti rembulan yang sedang penuh, keningnya tumbuh
sebuah bisul besar, sorot matanya tajam berkilat, siapapun
akan mengetahui bahwa ia adalah seorang jago lihay yang
berilmu tinggi.
Setelah mendehem beberapa kali, orang itu menegur
kembali: "Kau yang mengundang aku kemari?"
"Tidak!" cepat Suma Thian yu menggeleng, aku sama sekali
tidak kenal denganmu, kenapa mesti mengundangmu
kemari?" Dari sakunya tiba-tiba kakek itu mengeluarkan sepucuk
surat, lalu serunya lebih lanjut:
"Bukankah surat ini adalah surat tantangan bertempur
darimu?" Lagi-lagi sepucuk surat, Suma Thian yu merasa dirinya sial,
sial delapan turunan.
Baru saja dia ribut dengan Siau yau kay gara-gara sepucuk
surat, sekarang kakek tersebut mengeluarkan kembali sepucuk
sampul surat yang persis sama dengan surat pertama, janganjangan
isi surat itu pun berisi rambut dan kaku perempuan"
Sementara pikirannya berputar, dia menyahut dengan
cepat: "Aku tak pernah menulis surat kepada siapa pun, tidak
kuketahui apa yang lotiang maksud kan"
"Omong kosong, bukankah kaupun sedang meremas
sepucuk surat" Tak usah kau terang kan lagi, lohu juga tahu
kalau sampul surat tersebut persis sama dengan surat yang
kau tunjukan kepadaku"
Sekali lagi Suma Thian yu merasakan hatinya bergetar
keras, sekarang dia baru sadar kalau tangannya masih
meremas surat dari Siau yau kay tersemu, buru-buru dia
membantah. "Surat ini bukan milikku, orang lain yang menyerahkan
kepadaku" "Bawa kemari!" bentak makhluk tua itu dingin, "lohu akan
memeriksanya..."
Tanpa terasa Suma Thian yu menyodorkan surat tersebut
ketangannya, makhluk tua tersebut membandingkan kedua
sampul tersebut dengan seksama, kemudian seteiah tertawa
seram serunya: "Bocah muda! Kau masih ingin menyangkal" Sudah jelas
benda ini milikmu, hei, aku ingin bertanya sekali kepadamu,
sudah lama lohu tak pernah mencampuri urusan dunia
persilatan lagi, sudah empat puluh tahun aku hidup
mengasingkan diri dan belum pernah ada orang berani
menantangku bertempur, nyali mu benar-benar besar sekali,
berani betul kau menyuruh orang menghantar surat tersebut
kepadaku dan menyuruhku menunggu di kaki bukit Ngo tay
san, bukankah kejadian ini menggelikan sekali?"
Suma Thian yu semakin kebingungan lagi se tuduh
mendengar perkataan tersebut, tak kuasa lagi dia menghela
napas panjang, diam-diam dia hanya mengeluh akan nasib
sendiri yang kurang beruntung.
Sejak turun gunung hingga sekarang rasanya belum pernah
dijumpainya suatu peristiwa yang bisa berkenan dalam
hatinya. Maka dengan suara nyaring dia bertanya:
"Bolehkan aku tahu siapa namamu?"
"Bocah muda, pandai benar kau berlagak pilon"
Bagaimana" Setelah bertemu dengan lohu lantas mangkerat
dan ketakutan?"
"Terus terang saja aku tidak mengengetahui tentang surat
tantangan tersebut, lagipula aku pun tidak mengenalmu,
bagaimana mungkin bisa mengirim surat untuk
menantangmu" Bukankah kejidan ini sangat aneh dan aneh
dan tidak sesuai dengan keadaan pada umumnya" Apalagi
surat tersebut juga bukan tulisanku."
Mahkluk tua itu segera tertawa dingin.
"Hmmm, lohu sudah terbiasa menganggur hingga malas
untuk menggerakkan badan, coba kalau murid ku tidak keluar
rumah, malam ini kau akan cukup merasakan penderitaan."
Berbicara sampai disini, makluk tua tersebut berhenti
sejenak, kemudian sambungnya lebih jauh:
"Kalau toh kau berani menantangku untuk bertarung,
sekarang, mengapa malah mundur ketakutan" Orang bilang:
Yang datang tidak bermaksud baik yang bermaksud baik tak
akan datang. Bocah muda, aku tahu kau pasti memiliki
kepandaian silat yang luar biasa tapi lohu tak ingin
menganiaya kaum muda, apalagi melancarkan serangan
secara sembarangan. Begini saja, lohu akan duduk disini,
sedangkan engkau bolehlah menyerang sekehendak hati mu
sendiri, kau pun tak usah berbelas kasihan, lakukan saja
seranganmu dengan sepenuh tenaga, tapi kau harus tahu,
malam ini adalah malam terakhir dari perjalananmu di dunia
ini!" Selama hidup belum pernah Suma Thian yu menghadapi
situasi seperti ini, tapi kalau didengar dari nada pembicaraan
makhluk tua tersebut dapat diketahui kalau dia adalah seorang
jago lihay yang memiliki kepandaian silat sangat tinggi.
Hanya saja, selama ini dia tak mau mengerti, mengapa ia
bisa menyalahi makhluk tua tersebut"
Maka sekali lagi dia bertanya dengan hormat:
"Tolong tanya siapa nama cianpwe" Aku pikir, diantara kita
berdua tentu sudah terjadi kesalahan paham"
"Salah paham" Tak mungkin, orang yang menghantar surat
itu masih berada disekitar sini, dia pun sudah jelas
memberitahukan ke pada lohu kalau kau akan tiba disini
malam ini juga!"
"Dapatkah kau mengundangnya kemari?"
"Tentu saja dapat, tapi hal ini bisa dilakukan setelah kita
selesai bertarung"
"Aku tak berani"
"Tak berani" Bocah muda, kau anggap lohu ini manusia
macam apa" Sembarang bisa dipermainkan orang dengan
begitu saja?"
"Aku sama sekali tak bermaksud untuk mem permainkan
cianpwe, kalau tak percaya, pertemukan aku dengan si
penghantar surat tersebut, persoalan pasti akan menjadi beres
dengan sendirinya"
Mendengar perkataan tersebut, makhluk tua itu tertawa
terbahak-bahak, kemudian sambil duduk bersila diatas tanah,
ujarnya dingin:
"Segera lepaskan seranganmu, kalau tidak, lohu akan
menghancur lumatkan tubuhmu!"
Suma Thian yu menghela napas panjang, perasaannya
seperti di tindih dengan sebuah batu cadas yang berat sekali,
dia merasa amat murung dan kesal, banyak kesulitan yang
rasanya sukar untuk diutarakan keluar.
Akhirnya dia mengambil suatu keputusan kepada makhluk
tua itu, katanya:
"Bila kau bersikeras menuduhku, yaa... apa boleh buat,
kesalahan paham ini tak mungkin bisa dibuat jelas hanya
dengan sepatah dua patah kata saja. Aku bersedia menuruti
permintaanmu itu, cuma sebelum pertarungan berlangsung,
bolehkah aku mengetahui siapa nama besar mu?"
Sekali lagi makhluk tua itu mendongakkan kepa1anya
sambil tertawa seram.
"Heeeh...heeh... tampaknya sebelum melihat peti mati kau
tak akan menitikkan air mata, baiklah, lohu akan
memberitahukan kepadamu, agar kau bisa mampus dengan
mata yang meram kencang."
Kemudian setelah mengamati Suma Thian yu sekejap,
pelan-pelan dia berkata:
"Lohu bernama Pi... Ciang... Hay."
Begitu mendengar nama Pi Ciang Hay, paras muka Suma
Thian yu berubah amat hebat, tercekat perasaannya dan
tanpa terasa dia men jerit kaget dengan suara keras:
"Kau.... kau adalah Sip hiat jin mo (manusia iblis pengisap
darah) yang termashyur namanya itu?"
Rupanya kakek aneh itu bukan lain adalah gemboang iblis
yang paling tersohor namanya dalam dunia persilatan, sip hiat
jin mo Pi Ciang hay adanya.
Sejak enam puluh tahun berselang, iblis tersebut sudah
termashur sekali namanya dalam dunia persilatan, kejahatan
serta kekejiannya sudah tersiar luas sampai ketempat
kejauhan. Semasa masih mudanya dulu, dia paling gemar melakukan
perbuatan menghisap darah dengan jarum perak, perbuatan
tersebut sedemikian keji dan buasnya, sehingga banyak umat
persilatan yang membencinya.
Dengan jarum perak untuk mengisap darah korbannya, iblis
tersebut memanfaatkan darah manusia untuk memupuk
kekuatannya guna menyempurnakan ilmu pukulan Pek lek si
hun ciang (pukulan geledek pembetot sukma) yang di
yakininya. Setelah ilmu tersebut dapat dikuasai, kehebatannya makin
menjadi-jadi, hampir boleh dibilang seluruh dunia persilatan
telah dikuasai olehnya.
Pada saat yang hampir berurusan, di dalam dunia
persilatan muncul pula seorang gembong iblis yang bernama
mayat hidup Ciu Jit hwee. Kemunculan iblis ini segera menim
bulkan suasana yang makin kalut dalam dunia persilatan,
belum sampai dua tahun kemunculannya dalam dunia
persilatan, nama busuknya sudah jauh melebihi Sip hiat jin
mo. Ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini sama-sama
lihaynya, kalau ilmu pukulan pek-lek si hun Ciang lebih
mengutamakan kekuatan yang bersifat keras, maka ilmu
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pukulan Hu si im hong ciang dari si mayat hidup Ciu Jit Hwe
lebih mengutamakan sifat dingin yang lembut.
Kedua orang ini sudah pernah saling bentrok satu sama
lainnya, alhasil kekuatan mereka berdua berimbang, cuma
kalau berbicara dalam hal kekejiannya, maka teranglah ilmu
pukulan angin dingin pembusuk mayat atau Ho si im hong
siang masih jauh lebih mematikan orang.
Pertarungan yang berakhir seri ini membuat kedua orang
iblis tersebut menjadi sahabat, tapi persahabatan antar
sesama gembong iblis tentu saja bukan persahabatan yang
sejati, yang benar mereka saling memanfaatkan kesempatan
yang ada untuk saling merobohkan lawan.
Selama hidupnya, manusia iblis penghisap darah Pi Ca hui
hanya menerima seorang murid, yakni Hit cha cui cu si rasul
garpu terbang kiong Lui.
Dibawah bimbingan yang seksama dari iblis tersebut, Kiong
Lui berhasil menguasani enam tujuh bagian ilmu silat dan Sip
hiat jin mo tersebut....
Hanya sayangnya Kiong Lui tidak memiliki bakat yang
terlalu bagus, sehingga kepandaian-nya tak bisa mencapai
tingkat kesempurnaan, disaat iblis tersebut mengetahui kalau
muridnya hanya kayu lapuk yang berukir berukir indah,
hatinya benar-benar sengsara dan gusar, sayang sekali
menyesal tak ada gunanya, diapun hanya bisa menyesali diri
sendiri. Demikianlah, ketika Suma Thian yu mengetahui siapakah
musuhnya ini, dia merasa amat terkesiap, diam-diam pekiknya
dihati: Banyak kejadian didunia ini memang aneh rasanya,
membuat orang sukar untuk menduganya, sesungguhnya
Suma Thian yu sedang berangkat menuju ke Tibet, siapa tahu
banyak persoalan justru dijumpai disaat seperti ini, bahkan
musuh yang dijumpai pun kebanyakan adalah gembong iblis.
OOWOO TIBA-TIBA Suma Thian yu teringat akan sesuatu, bukankah
dia hendak mencari Sip hiat jin mo ini untuk membuktikan soal
kematian orang tuanya" Tak disangka sama sekali, orang yang
hendak dicarinya itu kini bisa muncul didepan mata.
Sudah jelas kejadian ini bukan suatu kebetulan saja,
melainkan sudah diatur oleh seseorang, justru karena Sip hiat
jin mo Pi ciang hay mendapat surat pemberitahuan dari
seseorang, maka dia mengetahui dengan jelas akan jejak anak
muda tersebut. Terdengar Sip hiat jin mo Pi Ciang hay tertawa seram, lalu
ujarnya dengan suara lantang:
"Bocah keparat, kau tak usah berlaga pilon lagi, bila kau
tidak kenal dengan lohu, mengapa menantangku untuk
berduel disini?"
"Aku benar-benar tidak kenal denganmu, selain itu aku pun
tak pernah bermaksud menantangmu bertarung, tapi
kebetulan sekali, aku memang ada maksud menyambangmu
sekalian meminta petunjuk darimu"
"Meminta petunjukku?" Manusia iblis penghisap darah Pi
Ciang hay tertawa terbahak bahak, "mengapa tidak kau
katakan ingin minta petunjuk ilmu silat dari ku?"
"Tidak, aku hanya minta keterangan kepadamu untuk,
membuktikan suatu berita" jawaban dari Suma Thian yu amat
tegas. Ucapan tersebut segera menarik perhatian si Manusia iblis
pengisap darah tersebut, dengan kening berkerut dia berseru:
"Membuktikan tentang suatu berita?"
"Aku she Suma bernama Thian yu, ayahku Tiong lo, tolong
tanya kenalkah kau dengan ayahku?"
Dengan cepat Manusia iblis pengisap darah Ti Ciang hay
menggelengkan kepalanya berulang kali, tanyanya agak
tercengang: "Buat apa kau menanyakan tentang persoalan ini" Lohu
hanya dikenal orang, selamanya tak pernah mengenal orang
lain" Sungguh jawaban ini merupakan suatu jawaban yang
sangat takabur. Maksudnya dia tak mau kenal dengan orang
lain saja. "Kalau begitu, bajingan keparat itulah yang sengaja menipu
aku" seru Suma Thian yu kemudian.
"Hei bocah muda, kau tak usah bergumam melulu, bila ada
persoalan, katakan saja dengan cepat, kalau tidak, lohu sudah
tak sabar unuk menunggu lebih jauh!" bentak Manusia iblis
penghisap darah Pi Ciang hay tak sabar.
"Tolong tanya, apakah Suma Tiong ko tewas di tanganmu?"
Sekali lagi Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Orang yang mampus di tanganku sudah tak terhitung
jumlahnya, kalau suruh kuingat satu per satu, waah sulit
sekali! Bocah muda, seandainya lohu yang membunuhnya,
apa yang hendak kau lakukan?"
Sepasang mata Suma Thian yu melorot besar dan
memancarkan sinar yang amat tajam, katanya dengan cepat.
"Kalau begitu kau mengakui kalau ayahku mati di
tanganmu" Kau juga yang menghancurkan gedung keluarga
ku serta menghadiahkan lencana emas kepada si Ular berekor
nyaring?" Mendengar ucapan mana, Sip hat jin mo Pi Ciang hay
kembali menjadi tertegun dan kemudian serunya agak
tercengang: "Hei lencana emas apa yang kau maksudkan" Lohu tak
mengerti, apalagi lohu hanya membunuh orang, tidak pernah
membakar rumah atau menghadiahkan sesuatu pada orang
lain" Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Kalau begitu kau telah ditipu dan dibodohi orang lain
dengan seenaknya, benar-benar suatu berita yang luar biasa,
seorang gembong yang tersohor namanya dalam dunia
persilatan ternyata dipermainkan orang."
Tutup mulutmu! Jangan kau lanjutkan olok-olokmu itu,
cepat kau katakan siapa yang berani mencabuti kumis
harimau itu?"
Dia adalah si ular berekor nyaring Bian pun ci yang
bernama amat tersohor dalam dunia persilatan."
Suma Thian yu memang berniat adu domba, maka dia
sengaja menyebutkan nama "si ular berekor nyaring" itu
dengan suara yang amat nyaring.
Betul juga, Marusia iblis penghisap darah itu segera naik
darah, rupanya gembong iblis ini memiliki sebuah kelemahan
yakni dia suka dirinya berada dikedudukan paling tinggi, dia
tidak berharap ada orang yang melebihi dirinya, apalagi kalau
sudah dilangkahi orang, seringkali hal tersebut akan
menimbulkan ambisinya yang menyala-nyala.
Terdengar dia bertanya dengan gelisah:
"Siapakah Bian Pun ci itu" Cepat beritahu kepadaku!"
Diam-diam Suma Thian yu merasa amat kegirangan setelah
menyaksikan kemarahannya memuncak, namun dia berlagak
hambar, sahutnya pelan:
Dia mah seorang jagoan yang amat tersohor, asal kau
berkelana didalam dunia persilatan, siapa saja tentu akan
mengenali dirinya...."
Belum selesai dia berkata, Manusia iblis penghisap darah
telah membentak lagi dengan gusar:
"Omong kosong, kau tak usah mengucapkan kata-kata
yang tak terguna lagi, cepat beritahu kepadaku, sekarang
berada dimana dia?"
Kau lupa dengan orang yang menghantarkan surat
kepadamu itu" Dia adalah pembantu Bian pun ci. Asal kau
menanyakan persoalan ini kepadanya, maka segala
sesuatunya akan menjadi terang"
Pemuda ini memang hebat, apalagi tindakannya yang balik
mengigit orang betul-betul rupakan suatu langkah yang jitu.
Dengan begitu selain ia dapat menghilangkan kesalah
pahaman Manusia iblis penghisap darah dengannya, diapun
bisa mengetahui siapakah yang telah mempermainkan dirinya
ini. Dengan sorot mata buas, Manusia iblis Penghisap darah Pi
ciang hay menoleh sekejap kearah Suma thian yu, kemudian
serunya: "Kau jangan meninggalkan tempat ini secara sembarangan,
aku percaya kau tak bakal bisa lolos dari cengkeramanku!"
Dalam sekali berkelebat saja bayangan tubuhnya tahu-tahu
sudab lenyap dari pendangan mata.
Menyaksikan kesempurnaan ilmu meringankan tubuhnya
ini, Suma thian yu harus menjulurkan lidahnya sambil berpikir:
"Benar-benar sebuah ilmu meringankan tubuh yang amat
lihay, nama besar orang ini sungguh bukan nama kosong
belaka" Tentu saja dia tak akan pergi dengan begitu saja, karena
dia ingin tahu siapakah pengacau yang telah menfitnah dirinya
berulang kali. Tak selang berapa saat kemudian, Manusia iblis penghisap
darah Pi Ciang hay telah balik kembali dengan mengapit
seseorang dibawah ketiaknya, dia langsung melayang turun
dihadapan Suma Thian yu.
Suma Thian yu mencoba mengamati orang itu, ternyata
sama sekali tidak di kenal.
Sementara dia masih termenung dengan wajah tertegun,
orang itu sudah dilepaskan oleh Manusia iblis pengisap darah
dari kempitannya.
Apa yang dilakukan orang muda itu" Ternyata dia
merangkak ke hadapan Suma Thian yu, kemudian sambil
berlutut, seraya merengek-rengek:
"Sauya, tolonglah hambamu, hamba telah menyampaikan
surat tersebut kepadanya, tapi dia malah menahan diri hamba,
ooooh sauya tolonglah hamba dan balaskan sakit hati hamba
ini" Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu menjadi amat
terkesiap, bajingan ini sungguh amat licik, ternyata dia pun
pandai melimpahkan bencana ke tubuh orang.
Saking tertegunnya, untuk beberapa saat Suma Thian yu
jadi tergagap dan tak sanggup mengucapkan sepatah kata
pun. Manusia iblis pengisap darah Pi Ciang hay pun agak
tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut, menyusul
kemudian teriaknya dengan suara menyeramkan:
"Bocah keparat! Apa lagi yang hendak kau katakan
sekarang" Heeeh, heeeh, hari ini bila aku tidak mencincang
tubuhmu sehingga hancur berkeping-keping, sulit rasanya
untuk melampiaskan rasa mangkel dalam hatiku"
"Eeeh, eeeh, tunggu dulu." seru Suma Thian yu sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali, "aku sama sekali
tidak mengetahui siapakah orang ini!"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba orang tersebut sudah
berteriak kembali.
"Sauya, tegakah kau mengorbankan hamba" Dalam hal
apakah hamba telah berbuat salah kepada sauya" Ooh sauya!
Mengapa kau tak bersedia menolongku" Sauya, berbuatlah
baik hati."
"Keparat sialan! Siapa yang menjadi sauya mu" Aku ingin
bertanya kepadamu, siapa yang suruh kau mengantarkan
surat tersebut?"
"Sauya, mengapa kau pelupa" Bukankah kau yang suruh
suruh aku mengantarkan kemari?" seru orang itu keras-keras.
Menyaksikan kelicikan orang itu, Suma Thian yu benarbenar
merasa gusar bercampur mendongkol, kalau bisa, dia
ingin sekali menghajar lawannya tersebut sampai mampus.
Sementara itu, Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay
juga mulai tidak percaya dengan Suma Thian yu, dengan
gusar ia membentak nyaring:
"Bocah keparat! Bagus sekali perbuatanmu, ayo cepat
serahkan selembar nyawamu!"
Seusai berkata dia lantas maju ke muka sambil melepaskan
sebuah bacokan ke tubuh Suma Thian yu.
Jangan dilihat serangan yang dilancarkan olehnya ini
kelihatannya sederhana dan lembut padahal kekuatan yang
disertakan di dalam serangan tersebut benar-benar amat
dahsyat. Dengan cekatan Suma Thian yu melompat mundur sejauh
satu kaki lebih, kemudian cegahnya:
"Eeeei, tungu dulu! Kesalahan pahammu kelewat
mendalam, selain itu kau pun sudah tertipu"
"Betul, aku memang tertipu, tertipu oleh aksi licik kau si
bocah keparat!" bentak Manusia iblis pengisap darah sambil
menerjang maju lebih kedepan.
Sembari berkata, telapak tangannya segera diayunkan
keatas siap melancarkan serangan.
Mendadak, dari sisi jalan dibalik hutan, berkumandang
suara jenggekan seseorang diiringi suara tertawa dingin:
"Heeeh... heeehh... heeehh... kalau orang sudah tua, maka
semakin tua semakin, bertambah pikun, tua bangka she Pi,
aku lihat makin tua kau semakin tak becus saja"
Manusia iblis pengisap darah Pi Ciang hay menjadi tertegun
setelah mendengar perkataan itu, dia urungkan niatnya untuk
melancarkan serangan dan segera berpaling, ternyata disisi
jalan telah berdiri seorang pengemis tua.
Orang yang munculkan diri itu bukan lain adalah Siau yau
kay Wi Kian adanya.
Melihat datangnya bintang penolong, Suma thian yu
menjadi kegirangan setengah mati.
Sementara itu, Siau yau kay Wi Kian telah berjalan
menghampiri Manusia iblis penghisap darah, lalu sambil
tertawa terkekeh-kekeh katanya:
"Sudah empat puluh tahun kita tak bersua, rupanya sobat
masih segar seperti sedia kala, cuma kalau sedang
menghadapi persoalan lebih baik diselidiki dulu sampai jelas,
jangan sembarangan menuduh orang lain, perbuatanmu
sekarang sungguh menggelikan, sungguh mengenaskan!"
Setelah menyaksikan kemunculan Siau yau kay Wi Kita,
mendengar pula perkataan tersebut, Manusia iblis penghisap
darah menjadi naik darah, teriaknya keras-keras:
"Lagi-lagi kau yang mencampuri urusan kami, hmmm! Apa
sih yang kau pahami?"
Pengemis tua itu tertawa terkekeh-kekeh lagi.
"Aku paling paham tentang persoalan ini, terus terang saja
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku si pengemis tua pun hampir tertipu oleh cucu kura kura
ini, aku pun hampir saja salah menuduh orang baik"
Sembari berkata dia lantas menuturkan pengalamannya
dimana dalam sampul surat di beri kuku dan rambut
perempuan. Setelah itu, sambil mencengkeram orang tadi, ujarnya:
"Ayo jawab siapa yang menitah kau melakukan perbuatan
ini" Kalau kau bersedia menjawab dengan sejujurnya, berarti
kau akan mengurangi hukumannya, kalau tidak, hmmm!
Malam ini kau akan merasakan penderitaan yang paling
hebat!" "Sauya kami yang suruh!" teriak orang itu sambil menuding
ke arah Suma Thian yu.
"Ploook!" Siau yau kay Wi Kian menempeleng orang itu
keras-keras, kemudian umpat nya:
"Siapa bilang dia punya rumah dan menjadi sauya" Ayo
jawab, siapa yang suruh?"
"Dia yang suruh, mengapa kalian tak mau mempercayai
aku?" seru orang tersebut sambil menangis.
"Baik! Kalau memang begitu, coba kau sebutkan, siapakah
nama sauya mu itu?"
Orang tersebut menjadi tertegun setelah mendengar
ucapan mana, dia melongo dan tergugup, tak sepatah kata
pun yang sanggup diuta-rakan keluar.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay yang
menyaksikan kejadian tersebut menjadi termanggu sendiri,
pikirannya juga turut berguncang keras.
"Plaaakk!" sekali lagi Siau yau kay Wi Kian menghajar
orang itu keras-keras.
"Bukankah dia adalah sauya mu" Mengapa kau tidak
mengenali namanya?" ia membentak, "bajingan keparat anjing
busuk, aku si pengemis tua harus memberi pelajaran lebih
dulu kepadamu"
Seraya berkata, dia tangkap lengan kanan lelaki tersebut,
kemudian ditariknya keras-keras. Jeritan ngeri yang
memilukan hati segera berkumandang memecahkan
keheningan, lengan tangan lelaki itu segera tertarik hingga
patah. Peluh sebesar kacang kedelai segara jatuh bercucuran
membasahi seluruh wajahnya, dia nampak amat menderita.
Manusia iblis penghisap darah pun sudah menyadari akan
ketidakberesan persoalan tersebut, dia pasti tahu ada orang
yang sedang bermain gila dengannya.
Maka dengan amarah yang memuncak, dihampirinya orang
itu, lalu bentaknya keras:
"Siapakah kau" Apa hubunganmu dengan si Ular berekor
nyaring Bian Pun Ci?"
Sambil menggigit bibir menahan rasa sakit lelaki itu
bungkam seribu bahasa.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay segera
menggetarkan tangannya, orang itu menjerit kesakitan lagi,
suaranya keras bagaikan ayam hendak disembelih, hijau
membesi, hampir saja dia akan jatuh tak sadarkan diri.
"Ayo bicara!" bentak Manusia iblis penghisap darah lagi
dengan sorot mata memancar kan suatu sinar kebuasan,
"akan lohu lihat, kau bersedia menjawab atau tidak?"
Sambil berkata, dia bersiap sedia membetot tubuhnya lagi.
"Jangan, jangan...! Aku akan menjawab, aku akan
menjawab! Dia adalah majikan hamba! seru lelaki itu
ketakutan. "Sekarang dia berada di mana?"
"Dia berada bersama-sama dengan si Mayat hidup Ciu Jit
hwee locianpwee!"
Nama "si Mayat hidup" tersebut segera di terima oleh
Manusia Iblis penghisap darah bagaikan tiga bilah pisau belati
yang menancap di ulu hatinya, dia segera meraung gusar:
"Rupanya orang itu adalah ahli waris bajingan tua tersebut,
anjing keparat! Kau tak bisa diampuni!"
Telapak tangannya segera diayun ke depan.
"Blaamm!" tak sempat menjerit kesakitan lagi, lelaki kasar
itu mampus dengan batok kepala hancur dan benaknya
tercecer di mana-mana, karena dari itu tentu saja selembar
jiwanya melayang keakhirat untuk melapor diri kepada raja
akhirat. Manusia iblis penghisap darah benar-benar merupakan iblis
yang membunuh orang tanpa berkedip, selesai menghabisi
nyawa lelaki tersebut, dengan sikap seakan-akan tak pernah
terjadi suatu apapun, ia berpaling kepada Suma Thian yu
seraya berkata:
"Bocah, hampir saja kau menjadi setan penasaran...!"
Suma Thian yu merasa sangat tidak puas dengan
perkataan itu, dihati kecilnya dia men damprat:
"Omong kosong, kau bedebah tua kelewat sombong,
memangnya kau anggap sauya takut kepadamu?"
Sekalipun dalam hatinya berpikir demikian, tentu saja
perkataan tersebut tidak sampai di utarakan keluar, maka
diapun hanya membungkam dalam seribu bahasa.
Menyaksikan duduknya persoalan sudah jelas, Siau yau kay
Wi kian tahu kalau berada disitu kelewat lama, sama sekali tak
ada manfaatnya, maka sambil menarik tangan Suma Thian yu,
serunya: "Ayo berangkat, mau apa lagi mengendon disini"
Memangnya menunggu digebuk?" Selesai berkata, dia lantas
berpamitan dengan Manusia iblis penghisap darah, kemudian
sambil menarik tangan Suma Thian yu ber lu dari situ...
Ternyata Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak
menghalangi kepergian mereka, gembong iblis ini memang
berwatak sangat aneh, asal orang lain takut kepadanya, hal ini
sudah cukup, tapi jangan sekali-kali mencoba untuk
mengancamnya, diapun tidak akan sembarangan mengusik
orang lain. Disiniiah letak kebaikan atau kelebihannya, sepanjang
hidup dia selalu tergila-gila oleh ilmu silat, berusaha untuk
melatih diri dengan sebaik- baiknya, tentu saja sasaran yang
diincar kursi pemimpin dunia persilatan.
Walaupun ambisinya itu mendekati kekejaman, namaun hal
inipun mengurangi napsunya untuk membunuh orang.
Berbeda dengan si mayat hidup Ciu Jit hwee, dia
mengandalkan ilmu silatnya untuk menekan orang, menerima
murid secara besar-besaran dan mencari komplotan untuk
memperluas pengaruhnya, walaupun tujuannya tak berbeda
dengan Manusia iblis penghisap darah, tapi cara yang
digunakan justru berbeda.
Siau yau kay Wi kian cukup memahami wataknya ini, dia
segera menarik tangan Suma thian yu sambil berkata:
"Mahkluk tua itu tak boleh diusik, bila kau berjumpa lagi
dengannya dikemudian hari,kalau bertemu berusahalah cepatcepat
pergi, kalau tidak, sepuluh orang macam kau pun akan
habis juga ditangannya"
Suma thian yu menjadi curiga sekali, dengan cepat dia
bertanya: "Memangnya dia mempunyai tiga kepala enam lengan"
Murid kesayangannya pun tak lebih hanya begitu saja,
memangnya dia memiliki kemampuan seberapa hebatnya?"
"Bocah,kau tahu apa?" damprat Siau yau kay, "kau anggap
Pi Ciang hay hanya berbernama kosong belaka" Suhumu Put
Gho cu pun paling-paling hanya bisa bertarung seimbang
dengan-nya, itupun terjadi pada lima puluh tahun berselang,
apalagi aku si pengemis tua..."
"Tapi dia nampaknya tidak memiliki sesuatu yang melebihi
orang biasa, masa kepandaian silatnya amat dahsyat?"
Siau yau kay Wi Kian segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haahh... haaah... mau percaya atau tidak terserah
padamu, tapi kalau perangaimu tidak di rubah, dikemudian
hari masih banyak penderitaan yang kau alami. Anak muda
memang begitulah, wataknyn tak takut langit tak takut bumi,
tapi kau harus ingat, setinggi-tingginya gunung, masih ada
yang lebih tinggi lagi, sehebatnya manusia masih ada yang
masih ada yang lebih hebat lagi, dunia begini luas, dunia
persilatan begitu lebar, orang pintar berada dimana-mana, bila
kau hendak menilai orang dari tampang wajahnya, sudah jelas
perbuatan itu keliru besar. Kau harus perhatikan, bukan
manusia yang bertubuh kasar saja yang hebat, seringkali
hebat juga mereka yang bertampang aneh dan dan sama
sekali tak sedap dipandang"
Ucapan tersebut benar-benar merupakan suatu pelajaran
yang amat berharga dan bernila tinggi, dengan seksama dan
penuh ketekunan dia menerima pelajaran mana, wajahnya
nampak terharu sekali.
Ketika ia mencoba untuk mengingat kembali semua tokoh
aneh yang pernah dijumpainya, memang tak salah lagi, apa
yang diucapkan memang benar, seperti misalnya Wi san siang
gi, Sin sian siancu dan Siau yau kay sekalian, semuanya
bertampang jelek dan tak sedap dalam pandangan, tapi
mereka semua justru merupakan jago-jago kenamaan dalam
dunia persilatan.
Ketika mereka berdua tiba dibawah bukit Ngo tay san,
kabut kegelapan telah menyelimuti seluruh jagad.
Tiba-tiba Siau yau kay Wi Kian berkata:
"Bukit ini tidak baik dilewati, ada baiknya kita mengambil
jalan berputar saja"
"Mengapa" tanya Suma Thian yu terperanjat"
"Aaaahh, kau ini selalu pingin bertanya, masa aku si
pengemis tua akan mempermainkan dirimu?"
"Oooh, tidak, tidak, boanpwe hanya bertanya karena rasa
ingin tahu saja"
"Baiklah, kalau memang begitu ambillah keputusan sendiri!"
Selesai berkata dia membalikkan badannya sambil
melayang ke tengah udara, menanti Suma Thian yu sadar
kembali, bayangan tubuh si pengemis tersebut sudah lenyap
tak berbekas"
Suma Thian yu memang seorang pemuda yang keras
kepala, melihat Siau yau kay sudah berlalu, dia pun berpikir.
"Walaupun orang bilang Ngo tay san penuh dengan
binatang buas, engapa aku harus takut dengan binatang
binatang tersebut?"
Karena berpendapat demikian, dia pun melanjutkan
perjalanannya memasuki hutan yang lebat tersebut.
Waktu itu hari sudah gelap, angin berhembus lewat
membawa suara pekikan binatang buas.
Daun dan ranting bergoyang kian kemari menimbulkan
suara gemerisik, batuan cadas yang berserakan dimana-mana
seakan-akan berubah menjadi setan yang sedang
mementangkan cakarnya.
Dalam keadaan begini, walaupun dihari-hari biasa dia
bernyali besar, sekarang toh merasa bergidik juga.
Suasana disekeliiing tempat itu gelap gulita, malam yang
pekat telah menyelimuti seluruh jagad.
Tiba-tiba muncul setitik cahaya lirih dari balik celah-celah
ranting dan daun.
Walaupun hanya setitik cahaya saja, namun Suma Thian yu
seakan-akan menemukan harta karun, gembiranya bukan
main, dengan cepat dia melesat menuju ke arah mana
berasalnya cahaya tersebut.
Setelah menembusi hutan belukar, di depan sena muncul
sebuah api unggun, tapi Suma Thian yu tidak berani maju
mendekat ketempat itu, dengan cekatan dia melompat keatas
pohonu dan menengok ke arah api unggun tadi. Dengan cepat
dia menyaksikan disisi api unggun duduk seorang pemuda....
Binatang buas takut dengan cahaya api, rupanya pemuda
itu menggunakan kobaran api untuk mengusir binatang buas,
diam-diam Suma Thian yu mengagumi akan kecerdasan nya.
Tempat di mana Suma thian yu menyembunyikan diri
sekarang persis dibelakang punggung pemuda itu.
Begitu mendekati pemuda disisi api unggun tadi, Suma
thian yu semakin berhati-hati lagi dalam tindak tanduknya.
Dalam keheningan yang mencekam seluruh jagad itulah,
tiba-tiba terdengar pemuda itu seperti bergumam seorang diri.
"Setelah sampai disini, mengapa sang tamu tidak turun
untuk berbincang-bincang dan mengusir keheningan?"
Suma Thian yu amat terperanjat, pekiknya dihati.
"Sempurna amat tenaga dalam yang dimiliki orang ini,
tampaknya pemuda ini memiliki kepandaian silat yang sangat
lihay" Berpikir sampai disitu, dia lantas melayang turun dari atas
pohon, begitu mencapai tanah segera ujarnya kepada pemuda
tersebut sembari menjura.
"Permisi saudrara, aku sedang tersesat jalan sehingga
mengganggu ketenangan saudara, untuk itu harap kau sudi
memaafkan"
Sambil berkata, dia memperhatikan pemuda itu sekejap,
tampak anak muda tersebut mempunyai wajah yang tampan
dengan bibir merah dan gigi putih bersih, matanya jeli, alis
mutanya lentik usianya dua puluhan dan memakai baju model
sastrawan, dandanan itu mudah menimbulkan kesan baik bagi
siapapun. Pemuda itu memejamkan matanya rapat-rapat kendatipun
Suma Thian yu telah berada dihadapannya, dia pun tidak
membuka mata nya, hanya ujarnya hambar:
"Silahkan duduk, bila pelayananku ditengah gunung kurang
baik, harap kau sudi memaafkan"
"Aaaah, mana, mana. Boleh aku tahu siapa nama saudara?"
"Aku bernama Chin Siau dan saudara?"
Sewaktu berbicara ia masih tetap memejamkan mata rapatrapat,
hal ini membuat Suma Thian yu segera berpikir:
"Jangan jangan dia buta?" Berpikir demikian, buru-buru dia
menjawab. "Aku she Suma bernama Thian yu, harap saudaraka sudi
memberi banyak petunjuk"
Ketika mendengar nama "Suma Thian yu", mendadak
pemuda sastrawan itu membuka matanya lebar-lebar dan
memperhatikan Suma Thian yu sekejap, kemudian sahutnya
dingin: "Oooh, rupanya Suma siauhiap, sudah lama kudengar
nama besarmu...."
"Aaah, saudara kelewat sungkan, dimanakah rumah
saudara?" "Aku tak punya rumah, empat samudra adalah rumahku"
jawaban dari Chin Siau ini dingin sekali dan kaku.
"Ooohh, begitu pula denganku"
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suma thian yu merasakan pula hatinya amat sedih, dia
merasa timbulnya suatu perasaan "senasib sependeritaan"
dengan pemuda ini.
Sejak awal sampai sekarang, sikap maupun paras muka
Chin Siau tetap kaku dan dingin, kecuali sedang berbicara,
pada hakekatnya tiada anggota badan lainnya yang bergerak,
seakan-akan dia mengenakan topeng kulit, sudah pasti orang
ini merupakan manusia berdarah dingin.
Setelah mendengar perkataan dari Suma thian yu itu, paras
muka Chin Siau sama sekali tidak menunjukkan perubahan
apapun, katanya dingin:
"Ooooh, kau pun tiada rumah" Tentunya hatimu merasa
sedih dan murung bukan?"
Pertanyaan yang diucapkan sangat tiba-tiba ini aneh sekali
nadanya, sehingga menimbulkan suatu perasaan yang aneh
pula bagi siapa pun yang mendengar.
"Yaa, aku merasa sedih, murung sehingga pada hakekatnya
tak bergairah untuk hidup" "Perasaan Suma siauhiap persis
seperti apa yang kualami, tolong tanya bencikah kau dengan
musuh yang telah menyebabkan kematian orang tuamu dan
musnahnya keluargamu?"
"Tentu saja dendam kesumat itu lebih dalam dari samudra,
siapa pun akan merasa bencinya sampai menusuk ketulang
sumsum" Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata Chin
Siau, dengan suara yang dingin, kembali dia bertanya:
"Kalau memang begitu mengapa kau harus membunuh
orang lain dan merasuk kedalam keluarga lain?"
"Aku?" dengan terkejut Suma Thian yu balik bertanya,
"kapan sih aku melakukan perbuatan keji itu?"
Dengan sorot mata setajam sembilu, Chin Siau mengawasi
Suma thian yu lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Coba kau lihat kuburan siapakah itu?"
Mengikuti arah yang ditunjuk Suma Thian yu berpaling,
sebuah gundukkan tanah baru berada dua kaki didepan mata.
Semenjak makan daun Jin Sian kiam lan, sepasang mata
Suma Thian yu bisa dipakai untuk melihat dalam kegelapan,
maka walaupun kuburan tersebut berjarak dua kaki, dia masih
dapat membaca tulisan yang tertera diatas batu nisan
tersebut: "Disini disemayamkan ayah tercinta Chin Ki kim"
Di bawahnya tertulis:
"Yang berduka cita anak yang tak berbakti, Chin Siau"
Selesai, membaca tulisan itu, dengan pandangan bingung
dan tidak habis mengerti Suma thian yu menengok ke wajah
Chin Siau, kemudian tanyanya agak ragu:
"Kuburan ayahmu?"
Chin Siau berpekik nyaring dengan nada suara yang amat
sedih, mencorong sinar penuh benci dari balik matanya,
dengan gusarnya dia membentak keras:
"Dia kan korban diujung pedangmu, masa kau hendak
menyangkal?"
Mendenger perkataan itu bergetar keras, perasaan Suma
thian yu, buru-buru dia menggoyangkan tangannya berulang
kali, serunya: "Kau, kau salah paham, aku tak kenal dengan ayahmu Chin
Ki kim, apalagi akupun tidak pernah membunuh orang yang
tidak bersalah!"
Mendadak Chin Siau melompat bangun, lalu diambilnya
sebilah pedang dari tanah, ketika tangannya menarik gagang
pedang tersebut... "Cring!" di iringi suara nyaring dan
pancaran sinar tajam keempat penjuru, pedang itu sudah
tertarik setengah depa dari sarung.
"Pedang bagus!" Suma Thian yu menjerit kaget setelah
menyaksikan senjata tersebut.
Kemudian sambil menggoyangkan tangannya berulang kali,
serunya lagi: "Tunggu dulu, jangan mencabut pedangmu lebih dulu,
kalau ada urusan lebih baik kita bicarakan secara baik-baik"
"Bagaimana" Kau takut" heeeh, heeeh, malam ini akan ku
suruh engkau rasakan bagaimana hebatnya ilmu pedang Bu
bok kiam hoat (ilmu pedang tanpa mata).
Mendengar nama ilmu pedang Bu bok kiam hoat, terkesima
hati Suma Thian yu, dia menjerit kaget:
"Jadi kau adalah ahli waris dari Bu bok ceng (pendeta tak
bermata)?"
Chin Siau tertawa angkuh.
"Heeeh...heeh...heeeh...benar, tak nyana kena1 juga
dengan Pendeta tak bermata, aku rasa disaat kau sedang
membantai keluarga Chin tempo hari, tentunya tak pernah
menyangka bukan kalau dia masih mempunyai putra yang
berhasil lolos dari musibah tersebut?"
"Chin heng, jangan kelewat kukuh dengan pendirian yang
salah" kata Suma Thian yu dengan wajah serius, kalau ingin
melakukan sesuatu, haruslah pandai membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, bila membunuh orang baik-baik,
kau bisa menyesal sepanjang masa"
Berbicara sampai disitu, dia berhenti sejenak, lalu
sambungnya kembali lebih jauh:
"Andaikata aku benar-benar telah melakukan pembunuhan
tersebut, masa aku akan takut menghadapi pembalasan
dendammu?"
"Kalau begitu, cabut pedangmu!" seru Chin Siau sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Aku tidak mempunyai ikatan dendam itu atau sakit hati
dengan saudara, mengapa kita mesti bertarung menggunakan
kekerasan" Bila ada persoalan, mari dibicarakan secara baikbaik,
suatu ketika urusan toh akan beres dengan sendirinya"
Chin Siau berkerut kening, mendadak dia mencabut keluar
pedangnya, tampak cahaya tajam berkilauan memenuhi
angkasa, pedang yang berada ditangannya telah menyambar
di udara membiaskan cahaya tajam.
Setelah menghumus pedangnya, dia membentak lagi
dengan suara sedingin salju:
"Toaya akan menghitung sampai tiga, bila kau belum juga
mencabut pedang, jangan salahkan toaya akan membunuh
orang yang tak bersenjata!"
"Satu... dua..."
Dia berhenti sejenak sambil memandang kearah musuhnya,
menyaksikan Suma Thian yu masih tetap berdiri tak bergerak,
dia segera berseru lagi:
"Tiga!"
Begitu selesai berseru, cahaya tajam berkilauan di angkasa,
secepat sambaran kilat dia melepaskan sebuah tusukan ke
tubuh Suma Thian yu. Siapa tahu, pada saat itulah menda dak
terdengar Suma Thian yu tertawa panjang, ujung bajunya
berkibar terhembus angin dan tahu-tahu bayangan tubuhnya
sudah lenyap dari pandangan mata.
Chin Siau menjadi tertegun, cepat dia memandang sekejap
sekeliling arena, tapi tak nampak sesosok bayangan manusia
pun disitu. Kejadian ini membuat hatinya tertegun, diam-diam dia
lantas berpikir:
"Jangan-jangan dia telah melarikan diri?"
Mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara
pekikan nyaring, mendengar suara tersebut, Chin Siau menjadi
terkesiap, dengan perasaan bergidik ia membentak gusar:
"Pingin mampus rupanya kau!"
Dengan jurus Huan si cian ciau (membalikkan badan
membabat ular) dia memutar badan sambil melancarkan
bacokan, cahaya kilat segera berkelebat lewat dan membabat
ke arah mana berasalnya suara Suma thian yu.
Untuk kesekian kalinya Suma thian yu mengeluarkan
kembali ilmu langkah Ciok liong loan poh nya untuk
menghindarkan diri.
Tampak sepasang bahunya bergerak, tahu-tahu dia sudah
menyusup kehadapan Chin Siau, bentaknya keras-keras:
"Kau betul-betul keras kepala dan tak bisa di didik, padahal
aku bermaksud baik tapi nyatanya cuma serangan amarah
darimu.... sekalipun kau menyaksikan dengan mata sendiri
pun, tidak seharusnya kau bertindak begitu gegebah!"
Gagal dengan ke dua serangannya, Chin Siau terperanjat
sekali, namun setelah sorot matanya terbentur dengan
kuburan ayahnya yang berada tak jauh dari situ, amarahnya
segera berkobar kembali, sambil berpekik nyaring dia
menerjang maju ke muka.
Pedangnya dengan jurus Lu im si gwat (awan lewat
menutup rembulan) secara beruntun melancarkan tiga buah
tusukan kilat mengancam tiga buah jalan darah penting
ditubuh Suma thian yu.
Tanpa sebab tanpa musabab Suma thian yu harus
menghadapi gangguan seperti ini, kemarahannya kontan
memuncak, mendadak dia berpekik nyaring, pedangnya
dicabut keluar, lalu dengan memainkan tiga jurus pertolongan
dari ilmu pedang Bu beng kiam hoat ajaran Cong liong lo sian
jin, dia melakukan perlindungan diri.
Seketika itu juga tampak cahaya tajam memancar kemanamana,
bunga pedang mencapai beribu kuntum bagaikan
selembar kabut pedang yang amat besar menghadang lima
depa dihadapannya dan membentuk kabut tebal yang begitu
rapat sehingga tidak tertembusi.
"Traaangg... traaangg...!" tiba-tiba berkumandang suara
benturan nyaring yang memekikkan telinga.
Ketika cahaya tajam lenyap, ke dua orang itu sama-sama
melompat mundur sejauh tiga ltlangkah lebih, kemudian
dengan wajah agak masgul, pekiknya dihati:
"Betul-betul ilmu pedang bagus!"
Usia mereka berdua hampir seimbang, tampangnya juga
sama-sama ganteng, lagipula ilmu pedang yang digunakan
masing-masing memiliki keistimewaan sendiri, kesemuanya ini
membuat Suma Thian yu menaruh perasaan sayang
terhadapnya. Agaknya Chin Siau mempunyai perasaan yang sama, dari
tingkah laku serta cara Suma Thian berbicara, dia dapat
merasakan kejujuran dan kemuliaan hati orang.
Akhirnya dengan perasaan ragu ia menegur:
"Kau benar-benar tidak melakukan perbuatan tersebut?"
"Tentu saja, apakah kau anggap aku adalah seorang
manusia yang gemar membunuh" Suma thian yu balik
bertanya. "Tahu orangnya tahu wajahnya belum tentu tahu hatinya,
siapa tahu kalau kau memang seorang manusia buas yang
gemar memubunuh manusia!"
Suma Thian yu manggut-manggut.
"Yaa, masuk diakal, memang masuk diakal, aku tidak
berharap kau bisa memahami perasaanku, tapi paling tidak
harus memahami dulu hal ikhwal dari persoalan ini, bila kau
percaya denganku, harap kau membeberkan semua peristiwa
tersebut kepadaku"
Dengan sorot mata tajam, Chin Siau mengwasi Suma Thian
yu beberapa saat lamanya, kemudian berkata dengan suara
dingin: "Duduk! Sewaktu aku berbicara nanti, kau tak usah
nimbrung!"
Pelan-pelan pemuda itu duduk bersila, lalu menuturkan
riwayat hidupnya.
Sejak berusia sembilan tahun Chin Siau sudah
meninggalkan rumah, dia dibawa pergi oleh seorang pendeta
agung dari dunia persilatan yakni Bu bok ceng.
Sejak meninggalkan rumah, sepuluh tahun sudah lewat
tanpa terasa. Ramahnya terletak didusun Pek siang cun, hanya tiga li dari
bukit Ngo tay san.
Baru dua hari berselang dia pulang Kerumah, ketika sampai
di depan pintu rumahnya, segala sesuatu yang berada disana
telah berubah. Gedung yang semula megah ketika dia meninggalkan
rumah dulu, kini telah berubah jadi setumpukan puing-puing
yang berserakan, mayat bergelimpangan dimana-mana,
keadaan itu mengenaskan sekali.
Waktu itu Chin Siau sempat muntah darah dan jatuh tak
sadarkan diri, setelah sadar kembali baru dia mengubur
keluarganya lalu dengan mengikuti pesan dari ayahnya dulu,
dia mengubur jenazah ayahnya dibukit Ngo say san.
Sebetulrya dia bermaksud untuk berjaga disisi kuburan
ayahnva selama tiga hari, malam ini merupakan malam yang
pertama, tak tahunya dia telah berjumpa dengan Suma Thian
yu. Ketika diketahui kalau pemuda yang muncul bernama
"Suma Thian yu", hatinya menjadi tercekat, dia lantas teringat
kembali dengan pesan ayahnya sebelum ayahnya mati....
Suma Thian yu merasa amat terharu sesudah mendengar
penuturan tersebut, dengan wajah serius tanyanya kemudian:
"Jadi saudara Chin bersikeras menuduh kalau peristiwa
berdarah yang terjadi saat itu merupakan hasil karyaku?"
Di sisi jenasah ayahku tertinggal kata peringatanmu, itulah
sebabnya aku tahu kalau kau yang melakukan kesemuanya
ini" sahut Chin Siau dengan air mata membasahi wajahnya.
"Aaah, masa ada kejadian seperti ini?" Suma Thian yu
menjerit kaget dengan wajah tercengang, sudah jelas
perbuatan ini merupakan perbuatan busuk orang yang sengaja
menfitnah orang lain...."
"Yaa, bisa jadi demikian"
"Aku dengan ayahmu tak pernah saling mengenal, dulu
tiada dendam, belakangan inipun tiada sakit hati, lagipula hari
ini baru sampai ditempat ini, bagaimana mungkinperistiwa
yang terjadi beberapa hari berselang ada sangkut pautnya
dengan diriku?"
"Inikan menurut perkataanmu tanpa saksi, bagaimana
mungkin aku dapat mempercayainya dengan begitu saja?"
"Hingga sekarang, apakah saudara Chin masih mencurigai
diriku?" "Lebih baik percaya daripada sama sekali tidak!"
Sikap dari Chin Siau ini sungguh membuat hati orang jadi
sedih, tapi kalau keluarganya yang terbunuh, kesedihan yang
mencekam perasaan hatinya betul-betul tak akan tertahan
oleh siapa saja.
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan kening berkerut, Suma thian yu menghela napas
panjang, katanya kemudian:
"Kalau memang saudara Chin berpendapat demikian,
akupun tak akan membantah, silahkan saja kau turun tangan
apabila ingin membalas dendam bagi kematian orang tuamu"
Chin Siau tertawa tergelak.
"Haaah...haaahh...haah...siapa yang berani menghalangi
niatku untuk membalas dendam" Bila masa berkabungku
selama tiga hari sudah lewat, aku bisa menyelidiki peristiwa ini
sampai tuntas, apabila kaulah pembunuhnya, hmm! Aku akan
menyuruh kau merasakan siksaan yang terkeji didunia ini"
"Setiap saat kunantikin petunjukmu" kata Suma Thian yu
cepat. Kemudian setelah menyarungkan kembali pe dangnya dan
menjura, dia berkata lebih jauh:
"Berhubung aku masih ada urusan, maaf kalau harus minta
diri dulu, sekembaliku dari Tibet nanti, pasti akan kulewati lagi
tempat ini dan sampai waktunya aku akan menuruti saja
keinginanmu"
"Bagus sekali, sampai waktunya akan kutunggu
kedatanganmu di tempat ini"
Suma thian yu tidak memperdulikan lawannya lagi, dia
membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
Sepeninggal Suma Thian yu, Chin Siau merasa hatina serba
salah, jalan pemikirannya saling bertentangan, bagaimana pun
juga dia tetap nmenaruh curiga, sebab dilihat dari penampilan
Suma Thian yu, sudah jelas dia tidak mirip dengan seorang
gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip....
Tapi diapun merasa kalau Suma thian yu merupakan orang
yang paling dicurigai, sebab seandainya tiada suatu urusan,
bagaimana mungkin dia akan melewati tempat itu" Dengan
pikiran kacau dia duduk terpekur disisi api unggun sambil
memejamkan matanya rapat-rapat.
Mendadak.... Dari belakang tubuhnya berkumandang suara gemersak
yang keras seolah-olah ada ular yang sedang menggeser
mendekat. Sebagai seorang jago yang berilmu tinggi, Chin Siau sama
sekali tidak dibikin ketakutan, tubuhnya sama sekali tidak
bergerak. Konon pendeta tak bermata adalah seorang pendeta
yang berasal dari negeri asing, ilmu pedang yang dipelajarinya
bukan Kung fu dari daratan Tionggoan, melainkan dari negeri
Hu siang (kini Jepang).
Seperti namanya si Pendeta tak bermata adalah seorang
pendeta buta, namun ilmu silat nya sangat lihay, terutama
sekali permainan ilmu pedang butanya, hakekatnya menjagoi
se luruh dunia persilatan.
Berhubung dia memang berbakat lagipula amat cerdik,
setibanya didaratan Tionggoan dia segera mempelajari ilmu
pedang dari pelbagai aliran yang ada didaratan Tionggoan,
kemudian meleburnya menjadi satu dan digabungkan dengan
ilmu pedang asalnya.
Dengan kepandaian seperti ini, tak heran kalau kemajuan
yang berhasil dicapainya amat pesat.
Umat persilatan hanya mengetahui kalau di daratan
Tionggoan telah muncul seorang jago pedang bernama
Pendeta tak bermata, cara kerjanya jujur, bijaksana dan selalu
membantu kaum lemah, oleh sebabitu banyak jago
menyebutnya sebagai Pendeta berjiwa pendekar.
Namun orang yang mengetahui asal usulnya yang
sebenarnya boleh dibilang sedikit sekali. Selama hidup,
Pendeta tak bermata hanya menerima seorang murid saja,
yakni Chin Siau.
Semenjak berumur sembilan tahun, Chin Siau sudah ikut
belajar ilmu silat, sepuluh tahun lamanya dia mendalami
kepandaian gurunya, kini boleh dibilang ia telah berhasil
menguasai delapan sembilan bagian dari kepandaian gurunya.
Dengan kepandaiannya itu, dia berhasil menempatkan
dirinya sebagai seorang jago pilihsn diantara angkatan muda.
itulah sebabnya dia merasa amat terperanjat setelah
melangsungkan pertarungan sengit melawan Suma thian yu,
pemuda itu merupakan satu-satunya musuh tangguh yang
pernah dijumpainya sejak dia turun gunung.
Dalam pada itu, suara gemercik yang datang dari arah
belakang terdengar makin bertambah nyaring, bahkan makin
lama suaranya semakin mendekati dirinya.
Chin Siau memperhatikan suara itu dengan seksama,
setelah menentukan arahnya dengan tepat, mendadak ia
membentak keras, cahaya kilat berkelebat lewat, Chin Siau
telah mengayunkan pedangnya melepaskan bacokan maut
kearah mana berasalnya suara tersebut.
Jerit kesakitan berkumandang memecahkan keheningan.
Ternyata bukan ular besar yang sedang ber jalan
mendekati, melainkan seorang manusia.
Dengan cepat Chin Siau membalikkan badan nya, kurang
lebih empat kaki di belakang tubuhnya tergeletak sesosok
tubuh manusia, dia adalah seorang lelaki setengah umur yang
se pasang kakinya sudah putus, darah bercucuran keras, dan
tubuhnya bergulingan ke sana kemari menahan rasa sakit.
Chin Siau menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian
tersebut, dia menira ada seekor ular besar yang sedang
mendekatinya, ternyata suara tersebut berasal dari langkah
kaki seorang penyamun.
Pelan-pelan dia bangkit berdiri dan berjalan mendekati
orang tersebut, kemudian sambil menatap lelaki bergolok yang
sedang berguling-guling diatas tanah kesakitan, bentak nya
penuh amarah: "Siapah kau" Mengapa menyusup kebelakang tubuh sauya"
Rupanya kau ingin mencelakai sauya?"
Dengan sepasang kaki terpapas kutung, lelaki itu hanya
mengerang kesakitan sambil berguling kian kemari, dalam
keadaan begini, tentu saja dia tak mampu menjawab
pertanyaan tersebut.
Menyaksikan kejadian itu, dari sakunya Chin Siau
mengekuarkan sebuah bungkusan obat dan ditaburkan
disekitar mulut luka pada kakilelaki yang terpapas kutung itu.
Obat itu sungguh amat mujarab, tak selang beberapa saat
kemudian darah telah berhenti mengalir dan rasa sakitpun
jauh berkurang. Melihat musuhnya sudah dapat berbicara,
Chin Siau baru mengajukan pertanyaannya lagi:
"Siapa yangg menitahkan kau untuk mencelakai sauya?"
"Maaf, aku telah salah mengincar orang" sahut lelaki itu
sambil menatap muka lawannya.
"Salah mengincar orang?" Chin Siau bertanya dengan
wajah tercengang.
"Benar! Toaya mengira kau adalah bocah keparat she
Suma" "Oooh..." Chin Siau semakin tertegun, "mengapa kau
hendak membunuh Suma Thian yu?"
"Aku bersumpah hendak membunuh anjing keparat
tersebut, bagaimanapun juga, sebelum aku berhasil
mencingcang tubuhnya sehingga hancur berkeping-keping
belum puas rasanya hatiku untuk melampiaskan rasa dendam
sakit hatiku"
Mendengar ucapan tersebut, Chin Siau segerara merasakan
hatinya bergetar keras, api amarah yang semula sudah hampir
padam kini berkobar kembali, buru-buru dia bertanya:
"Beritahu kepadaku, perbuatan jahat apakah yang telah
dilakukan olehnya?"
Menyaksikan mimik wajah Chin Siau tersebut, diam-diam
lelaki kekar itu tertawa seram, buru-buru sahutnya:
"Keparat itu memperkosa istriku, membunuh seluruh
anggota keluargaku... "
Jilid : 22 BELUM HABIS DIA berkata, tiba-tiba Chin Siau telah
membentak dengan penuh kegusaran:
"Apa" Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Sungguh, buat apa aku mesti membohongi mu?" jawab
lelaki tersebut sambil berlagak amat sedih.
Hawa amarah segera membara didalam dada Chin Siau,
kontan saja dia menyumpah:
"Oooh Thian, aku Chin Siau telah tertipu" Orang she Suma,
bila aku tidak berhasil mencincang tubuh mu sehingga hancur
berkeping-keping, aku bersumpah tak akan hidup sebagai
manusia!" Mendadak perkataanya itu terhenti oleh isak tangis yang
menyedihkan dari lelaki tersebut.
Dengan perasaan tercengang Chin Siau segera bertanya:
"Hei, mengapa kau menangis?"
Dengan air mata bercucuran lelaki itu mengeluh:
"Oooh... sepasang kakiku... aku tak dapat membalas
dendam lagi....uuuh.... uuhhh.... uuuhhh...."
Sembari berkata, kembali dia menangis tersedu-sedu.
Chin Siau menjadi ikut bersedih hati setelah menyaksikan
kejadian itu, hatinya menjadi sakit seperti diiris-iris dengan
pisau tajam, dengan cepat dia cengkeram bahu lelaki itu,
kemudian berseru dengan suara yg terharu:
"Toako, maafkanlah aku, semuanya ini memang aku yang
salah sehingga melukaimu, tapi kau tak usah kuatir, aku Chin
Siau bertekad akan memenggal batok kepala bocah keparat
itu untuk menebus dosa-dosaku ini...."
Mendengar janji tersebut, buru-buru lelaki itu tertawa
gembira, serunya cepat:
"Oooh, sungguh" Aku benar-benar berterima kasih sekali
kepada mu..."
Kembali Chin Siau menghibur lelaki tersebut dengan katakata
yang halus, kemudian dengan mengurungkan niatnya
untuk menunggui kuburan selama tiga hari, dengan membawa
pedangnya dan menjuru kepada lelaki tersebut, dia segera
melakukan pengejaran kearah mana perginya Suma Thian yu
tadi. Lelaki tersebut memandang bayangan punggung Chin Siau
sehingga lenyap tak berbekas kemudian baru tertawa
terbahak-bahak.
"Haahh... haaahh... haaah... bocah keparat she Suma, kali
ini mampus kau"
Mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara
tertawa merdu seseorang, disusul seseorang berkata:
"Kho Gi, bagus sekali perbuatanmu, sekembalinya ke
markas nanti aku harus baik-baik memberi hadiah kepadamu,
sepasang kakimu juga berusaha disembuhkan kembali"
Ternyata lelaki itu bernama Kho Gi, segera berpaling,
tampak seorang perempuan muda cantik yang kehilangan
sebuah telinga serta berambut pendek karena terpapas
pedang telah berdiri dibelakang tubuhnya...!
"Terima kasih banyak hujin" buru-buru Kho Gi berseru,
"sekalipun sepasang kaki Kho Gi kutung, hal ini tak perlu
dipikirkan, asal selanjutnya hujin bersedia mengangkat diriku
keatas, selama bidup Kho Gi sudah berterima kasih sekali
kepadamu" Sesungguhnya perempuan muda yang berparas cantik itu
bukan orang lain, dia adalah perempuan berhati keji bagaikan
ular berbisa Siau hu yong (hu yong tertawa) Chin Lan eng.
Tampak Chin Lan eng kegirangan setengah mati, sambil
tertawa terbahak-bahak dia berseru:
"Haah...haah...haah dengan demikian, nyonya besar akan
duduk menonton harimau berkelahi, menyaksikan mereka
saling gontok-gontokan sendiri
haaah...haaah...haaah...haaaah...."
Rupanya semenjak rambutnya dipapas dan telinganya
dikutungi oleh Suma thian yu, Siau Hu yong Chin lan eng
membenci pemuda itu sehingga merasuk ketulang sum-sum,
selama ini dia selalu mengawasi gerak-gerik Suma thian yu
secara diam-diam.
Pertarungan di telaga Tong ting, jebakan dari bukit Kun sau
sebagian besar adalah hasil rencana busuk dari Siau hu yong
Chi lan eng. Menyusul kemudian ketika mereka saksikan Suma Thian yu
meninggalkan bukit Kun san, Siau hu yong dan si Ular berekor
nyaring Biau Pun ci segera menyusun rencana busuk lain-nya
untuk menghajar Suma Thian yu habis-habisan.
Mereka sengaja mengirim surat kepada Siau yau kay Wi
Kian serta Manusia iblis penghisap darah dengan harapan ke
dua orang tokoh persilatan itu bisa membunuh pemuda
tersebut, namun usaha mereka mengalami kegagalan total.
Akhirnya timbul rencana mereka untuk mempergunakan
siasat menyiksa diri, tentu saja pembicaraan antara Suma
thian yu dengan Chin Siau berhasil disadap pula oleh Siau hu
yong sehingga dia lantas memerintahkan Kho gi untuk
melakukan serangan terhadap Chin Siau.
Kasihan Kho gi, dia tak lebih hanya merupakan seorang
korban demi ambisi orang lain.
Sebagai pemuda yang kurang pengalaman dan gampang
percaya dengan perkataan orang lain, Chin Siau tak berpikir
panjang lagi setelah mendengar perkataan tersebut, dia
segera berangkat mencari Suma thian yu untuk dibunuhnya.
Dalam pada itu, Kho gi sedang merasa gembira sekali
setelah mendengar pujian dari Chin lan eng, dia seolah-olah
lupa kalau sepasang kakinya telah terpapas kutung dan
menjadi cacad untuk selamanya.
"Hujin, kita tak usah mengejar bocah keparat itu lagi?"
serunya kemudian.
"Toh sudah ada si tolol itu! Memangnya bocah keparat itu
bisa terbang kelangit?"
Baru selesai Siau Hu yong Chin lan eng berkata, mendadak
seseorang membentak penuh kegusaran:
"Perempuan rendah, harimau lebih keji daripada ular
berbisa, kau perempuan laknat, perempuan rendah berhati
busuk!" berbarengn dengan seruan tersebut, tampak bayangan
manusia meluncur datang ketengah arena dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir.
Paras muka Siau Hu yong Chin lan eng berubah hebat
setelah mngetahui siapa yang datang, tiba-tiba teriaknya
tertahan: "Aaah.....kau"
Orang itu berusia enam puluh tahunan dan berjubah
panjang warna biru, ia berjenggot hitam dan berwajah gagah,
dalam sekilas pandangan saja dapat dikenali kalau dia adalah
pemilik rumah makan Kun eng lo yang disebut orang Tay Hoa
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kitsu (pertapa dari Tay hoa) Chin leng hui adanya.
Begitu tampil ditengah lapangan, Chin leng hui segera
menuding Siau Hu yong sambil mengumpat:
"Perempuan rendah, dalam keluarga Chin bisa tumbuh
tumor ganas macam kau, kejadian tersebut sungguh
merupakan aib bagi leluhur kita, ayo cepat berlutut dan minta
ampun!" Siau hu yong Chin Lan eng mendengus dingin, katanya
dengan nada sombong:
"Hmmm, hubungan kekeluargaan diantara kita telah putus,
kau tidak berhak untuk mencampuri urusanku lagi, lebih baik
jangan berkaok-kaok lagi disini!"
Chin Leng hui tertawa seram saking gusarnya, tiba-tiba ia
merasa napasnya menjadi sesak, dadanya sakit sekali,
tampaknya darah yang mengalir telah tersumbat.
Tak ampun dia muntah darah segar, kemudian agak
sempoyongan dia mundur sejauh beberapa langkah.
Timbul perasaan iba dalam hati kecil Siau Hu yong Chin lan
eng setelah menyaksikan keadaan itu, ditariknya tangan Kho
gi sembari berkata:
"Mari kita pergi saja! Jangan menggubris orang gila ini
lagi!" Sepasang kaki Kho gi telah kutung, dia tak mampu
bergerak sendiri, maka Siau Hu yong Chin lan eng segera
menghampirinya dan pelan-pelan berlalu dari situ.
Anak yang berani dengan orang tuanya merupakan suatu
kejadian yang tragis, apalagi bagi orang tua yang
mengalaminya bisa di bayangkan betapa hancurnya perasaan
Tay hoa kitsu menyaksikan ulah putrinya.
Melihat perempuan itu beranjak pergi, segera bentaknya
dengan amat gusar:
"Berhenti, jangan meninggalkan tempat ini!" Siau hu yong
Chin lan eng berhenti, kemudian sambil berpaling tegurnya
dingin: "Mau apa kau" Tak usah berlagak pilon lagi, maksudku toh
sudah cukup kau pahami"
"Lohu mengerti, kau memang binatang yang berhati buas,
aku menghendaki nyawamu!" seru Tay hoa kitsu Chin Leng
hui sambil tertawa mengenaskan.
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, air mata bercucuran
membasahi wajah Chin leng hui, betapa hancurnya orang itu
melihat ulah putrinya.
Chin Leng eng bermaksud untuk membantah ucapan mana,
namun secara tiba-tiba ia mendengar bergemanya suara lirih
dari balik kegelapan, niat tersebut segera diurungkan, katanya
kemudian dingin:
"Tak ada manfaatnya banyak berbicara dengan kau, sampai
jumpa lain kesempatan!"
Dia segera mengempit tubuh kho gi dan segera terbang
berlalu dari situ, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya
telah lenyap dari pandangan mata.
Tay hoa kitsu Chin leng hui meraung gusar, ia menjejakkan
kakinya ke atas tanah lalu melejit ke udara, dia berniat untuk
menyusul di belakang tubuh Chin Lan eng.
Mendadak bayangan manusia berkelebat lewat, seorang
pengemis tua tahu-tahu sudah berdiri menghadang
dihadapannya. Dalam sekilas pandangan saja, Chin Leng hui segera
mengenali orang itu sebagai Siau yau kay Wi kian, amarahnya
langsung saja ber kobar, tanpa banyak berbicara segera
hardiknya: "Hei, mengapa kau menghadang jalan pergi ku?"
Siau yau kay tertawa terbahak-bahak, dia berkelit ke
samping sambil ujarnya:
"Oooh kalau begitu salah! Silahkan kau meneruskan
pengejaran mu, aku si pengemis tua pasti tak akan
menghalangi niatmu ini"
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui sama sekali tidak menggubris
Siau yau kay, dia benar-benar bermaksud untuk meneruskan
pengejaran terhadap Siau hu yong.
Melihat hal ini, Siau yau kay Wi Kian segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haaahh... haaah... haaahh... bila kau sudah bosan hidup,
lebih baik menggorok leher sendiri saja dengan pedangmu tak
usah membuat malu didepan orang lain"
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tertegun, lalu dia merasa
sangat tidak puas dengan sindiran dari Siau yau kay tersebut
tegurnya ketus:
"Apa maksudmu berkat demikian?"
Siau yau kay Wi kian menggelengkan kepalanya berulang
kali lalu menghela napas panjang.
"Mepersembahkan tubuh yang berguna untuk santapan
harimau dan srigala, apakah tindakan semacam itu benar"
Chin lote, kau jangan mengira putri kesayanganmu itu tak
mampu melakukan perbuatan semacam itu, lebih-lebih jangan
kau anggap karena mempunyai hubungan darah dengan mu
maka dia akan berbelas kasihan kepadamu! Dia sedang
mempersiapkan jebagan agar kau masuk perangkap, bila kau
ingin mengorbankan dirimu, pergi sajalah kesana!"
Tay hoa kitsu sadar kembali dari impian setelah mendengar
perkataan itu, semakin dipikir dia merasa semakin
mendongkol, makin mendongkol hatinya pun makin
mendendam, buru-buru tanyanya:
"Memangnya kau suruh aku membiarkan dia berfoya-foya
dan bersenang-senang terus sekehendak hati sendiri?"
"Ya, kecuali begini memang tiada cara lain, bila kau ingin
memberi pelajaran kepadanya, lebih baik nantikan saja hingga
kedatangan Suma siauhiap dari Tibet!"
"Mengapa?"
"Rahasia langit tak boleh dibocorkan, bila saatnya telah
datang segala sesuatunya akan terwujud sendiri"
"Bagaimana sekarang" Apa yang kulakukan?"
Kasihan si pendekar dari Bu tong pay ini, saking dibuat
pusingnya oleh ulah putrinya, sampai-sampai dia sendiripun
tak tahu apa yang barus diperbuat.
Siay yau kay tertawa terbahak-bahak.
"Hah... hah... hah... kembali saja ke bukit Tay hoa san, bila
saatnya membutuhkan tenagamu telah tiba, aku pasti akan
mengundang mu untuk turun gunung"
"Tapi...."
"Apakah kau belum puas" Atau ada sesuatu yang belum
selesai kau laksanakan?" tukas Siau yau kay Wi Kian cepat.
"Tidak! Aku cuma menguatirkan keselamatan Suma
siauhiap, aku kuatir dia akan menjumpai banyak kesulitan!"
Kembali Siau yau kay Wi kian tertawa panjang setelah
mendengar perkataan itu.
"Haaah... haaaah... haaaah orang budiman akan selalu
dilindungi Thian, soal ini tak perlu kau kuatirkan!"
Tay hoa kitsu Chin leng hui tidak bicara apa-apa lagi, dia
mengikuti saran dari Siau yau kay dan bebar-benar kembali ke
Tay hoa san untuk bertapa.
oooo0oooo SETELAH meninggalkan Chin Siau, Suma thian yu
menempuh perjalanan siang malam melewati bukit Ngo tay
san dan menuju kearah Tibet.
Sepanjang jalan dia merasakan hatinya amat risau dan
berat, yaa memang begitulah bila banyak kejadian tragis
menimpa seseorang seringkali sikap maupun perasaannya
akan turut berubah juga.
Terutama sekali pengalaman yang dialami Suma thian yu
amat istimewa, kecuali dendam kesumat dari keluarga sendiri,
diapun harus memikul tanggung jawab dari pamannya yakni
Kit hong Kiam kek Wan liang serta semua kejadian besar yang
sedang berlangsung didalam dunia persilatan sekarang.
Pelbagai macam peristiwa yang menimpanya membuat
pengalamannya turut bertambah pula, sudut pandangannya
terhadap pelbagai masalah dan watak manusia ikut pula
berubah, satu satunya yang tidak turat berubah hanya lah
budinya yang luhur.
Hari ini, tibalah dia dikota Hak li seng, ko ta ini kecil sekali
dan terletak dibawah kaki bukit Gou ciok san, sebab tempat
yang boleh di ibararkan sarang naga gua harimau.
Meskipun kota itu kecil, penduduknya amat banyak, kota
tersebut merupakan kota perda gangan yang amat ramai.
Kebetulan hari ini merupakan hari besar untuk kota
tersebut, suasana disana bertambah ramai, manusia yang
berlalu lalang banyak sekali.
Ketika Suma Thian yu tiba dikota tersebut, yang tampak
olehnya adalah lelaki perempuan yang berpakaian warnawarni,
dengan dandanan yang mencolok, seakan-akan wayang
dalam panggung opera.
Rumah-rumah dihiasi dengan indah, orang-orang yang
berada disitu pun berseri, penuh dengan dihiasi senyuman.
Suma Thian yu segera mengerti, rupanya di kota itu sedang
diselenggarakan pesta besar.
Sebagai seorang pemuda macam dia, tentu saja perasaan
ingin tahu menyelimuti hatinya, niatnya untuk melanjutkan
perjalanan segera diurungkan, dia mengambil keputusan untuk
menginap dirumah penginapan kota itu semalaman. Baru saja
berpaling untuk beristirahat, pelayan muncul didepan pintu
sambil menegur:
"Kek koan, apakah kau tidak kekota untuk melihat
keramaian?"
Sambil tertawa Suma thian yu menggeleng.
"Aku masih lelah setelah menempuh perjalanan jauh,
sekarang hanya ingin beristirahat dahulu"
"Begitupun baik juga, pulihkan dulu kondisi badan, malam
nanti baru menonton panggung Lui tay"
"Panggung Lui tay?" dengan perasaan kaget bercampur
keheranan Suma Thian yu mengulangi perkataan itu.
Tampaknya pelayan itu berhasil mendapat kesempatan
untuk mencari uang persen, dia segera mengandalkan
selembar bibirnya yang pandai bicara untuk menarik perhatian
orang, katanya kembali:
"Aaah, rupanya kau belum tahu" Hari ini adalah hari
peringatan kota kami, diluar kota depan kuil Hui bong si telah
didirikan panggung lui tay untuk mengadakan pertandingan
ilmu silat seperti juga tahun berselang, yang mengikuti
perlombaan ini banyak sekali, sehingga diluar kuil orang pada
berjubel. Kek koan kedatanganmu memang kebetulan sekali,
tanggung kau bakal menonton sampai puas!"
"Yaa betul, aku memang bernasib mujur sahut Suma Thian
yu hambar. Kembali pelayan itu tertawa cekikikan.
"Cuma kau harus memesan tempat bila ingin kebagian
tempat duduk, cuma kau tak usah kuatir, soal ini mah bukan
masalah, asal kek koan bersedia mengeluarkan sedikit uang,
sudah tentu hamba akan mencarikan tempat duduk paling
depan, hiih...hiih...hiiih..."
Sembari berkata, dia lantas menunjukan sikap menanti
persen. Mendengar itu, Suma thian yu tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haaah... kalau soal itu mah tentu saja
tak ada persoalan, aku pasti akan memberi persen untukmu"
Pelayan itu bertambah semangat, wajahnya berseri,
senyuman menghiasi wajahnya, dengan cepat ceritanya
kembali: "Tahun lalu toa kongcu dari Thio wangwee dihajar orang
sampai menjadi cacad, konon tahun ini ji kongcu yang akan
naik ke panggung lui tay menggantikan kedudukannya, malah
dia telah mempersiapkan jago-jago dari luar untuk membalas
dendam atas aib yang di derita keluarganya tahun berselang,
maka aku yakin tahun ini suasananya tentu bertambah ramai"
Suma Thian yu hanya mengiakan.
"Hamba ingin mengajukan satu permohonan, apakah kek
koan bersedia memenuhinya?" kembali pelayan itu berkata.
"Soal apa" Katakan saja"
Sambil tertawa cekikikan pelayan itu berbisik:
"Kek koan! Kau tidak tahu, meski hamba bekerja sebagai
pelayan disini, sesungguhnya pernah pula belajar silat, hamba
paling suka menyaksikan pertandingan silat semacam itu, bila
kek koan tidak menampik, malam ini hamba bersedia
mendampingimu, sekalian menjadi penunjuk jalan bagimu..."
"Kebetulan sekali!"
"Sungguh" Ooh, bagus sekali, cuma....."
Berbicara sampai disini sengaja dia berhenti sejenak dan
memandang sekejap kearah Suma thian yu dengan licik.
"Masih ada soal apa lagi?" tanya pemuda itu cepat.
"Majikan hamba melarang hamba untuk meninggalkan
rumah penginapan ini...."
"kalau begitu, kau tak usah ikut"
"Aaah, mana boleh jadi" Asal kek koan bersedia mintakan
ijin untuk hamba, tauke pasti akan mengabulkan"
"Kalau begitu, siapa yang bertugas di dalam rumah
penginapan ini.....?"
"Masih ada orang lain, Kek koan tak usah kuatir"
"Bila mereka semua seperti kau, bukankah berabe jadinya"
"Soal ini...."
Pelayan itu menjadi terpojok dan tak mampu untuk
menjawab lagi....
Suma thian yu segera tertawa terbahak-bahak, sambil
memukul pantat pelayan itu, serunya:
"Sudahlah, keluar sana! Pokoknya nanti malam kau pasti
akan kuajak"
Dengan wajah berseri, pelayan itu segera berlalu
meninggalkan tempat itu.
Setelah beristirahat cukup, semua rasa lelah ditubuh Suma
thian yu pun menghilang, setelah bersantap malam dan
menyampaikan pesan kepada pemilik penginapan, dia
mengajak pelayan itu menuju keluar kota.
Pelayan itu amat gembira, sambil menempuh perjalanan,
tiada hentinya dia mengisahkan keadaan tentang panggung lui
tay tersebut kepada Suma thian yu, dengan begitu si anak
muda itupun banyak mengetahui tentang peristiwa tersebut.
Tiba didepan kuil Hui hong si, betul juga mereka saksikan
sebuah panggung lui tay yang tingginya satu kaki dengan
lebar sepuluh kaki terbentang didepan mata, pada kedua
belah sisi panggung diberi pagar yang memanjang.
Di atas panggung terbentang sebuah papan nama yang
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertuliskan: GI BU HUI YU artinya: Dengan ilmu silat menjalin persahabatan.
Tulisan itu ditulis dengan gaya tulisan yang kuat dan indah,
dalam sekilas pandangan saja orang akan tahu kalau tulisan
itu berasal dari penulis kenamaan.
Sementara dikedua belah sisinya tergantung sepasang
"Lian", yang berada disebelah kanan bertuliskan:
KUN TA THIAN HEE ENG HIONG
artinya: Dengan tinju menjumpai orang gagah didunia.
Nadanya latah, gampang buat orang naik darah.
Suma thian yu bertanya kepada pelayan itu:
"Manusia macam apa sih ji kongcu dari Thio Wangwee itu?"
"Rupanya kek koan adalah katak dalam air, masa nama thio
suhu, Thio cu dari kota Hek seng jin saja tidak kenal?"
"Thio cu" Aku belum pernah mendengar nama orang ini!"
Pelayan itu segera menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas, katanya kemudian:
"Aaaii...tak heran kalau kau tak tahu, dilihat dari
dandananmu macam pelajar, bagaimana mungkin bisa
mengetahui urusan dalam dunia persilatan" kau tahu, Yhio cu
adalah seorang tokoh silat yang mempunyai asal usul luar
biasa, dikota ini saja mempunyai murid sebanyak lima ratus
orang. Berbicara sesudahnya, hambapun pernah berlatih ilmu silat
selama tiga tahun dibawah bimbingannya, bukan hamba
sengaja mengibul, sepuluh orang lelaki macam kek koan pun
tak akan hamba pandang sebelah matapun"
"Ooooh...tentu saja, tentu saja...." Suma thian yu tertawa.
Mendengar sanjungan tersebut, si pelayan semakin
bangga, dengan wajah berseri dia berkata lagi:
"Thio suhu kami ini disebut orang Hui Thian hou (harimau
terbang dari luar angkasa), kepandaian, silatnya seperti
harimau buas sungguhan, siapa pun merasa takut bila bersua
dengan-nya, terutama sekali kepandaian silat yang di miliki
ayahnya, konon dalam sekali gebukan saja seekor harimau
dapat dihajar sampai mampus, katanya dia mempelajari ilmu
sebangsa Thi cah ciang"
"Oooh... sungguh lihay, apakah malam nanti dia pun akan
naik ke atas panggung?"
"Coba kau lihat, bukankah mereka telah datang?" tiba-tiba
pelayan itu menunjuk kearah pintu kuil.
Ketika Suma Thian yu mengalihkan sorot matanya ke
depan, betul juga, dari balik pintu kuil berjalan keluar
serombongan manusia di antaranya terdapat pendeta, tosu,
lelaki perempuan, tua maupun muda, jumlahnya hampir
mencapai tiga puluhan orang.
Yang berjalan paling depan adalah seorang kakek berusia
enam puluh tahunan mengenakan jubah seorang hartawan,
dia beralis tebal, mata besar, hidung besar, mulut lebar,
wajahnya menampilkan kelicikan serta hawa sesat.
Pelayan itu segera berbisik:
"Orang itulah Thio Wangwee, sedangkan orang yang
berjalan dibelakangnya adalah suhu hamba, si harimau
terbang Thio cu!"
Suma Thian yu mencoba untuk mengawasi orang tersebut,
tampak si harimau terbang Thio Cu mengenakan pakaian
ringkas dengan mantel berwarna merah, wajahnya
menunjukan kelicikan dan hawa sesat, usianya tiga puluh
tahun, gerak geriknya membikin orang mau muntah
rasanya..... Rombongan tersebut langsung menuju ke barak sebelah
timur, mereka berjalan sambil bergurau, sikapnya amat santai.
Mungkin lantaran waktunya belum tiba, maka barak
sebelah barat masih berada dalam keadaan kosong.
"Hei, mengapa barak sebelah barat masih kosong
melompong?" dengan keheranan Suma thian yu segera
menegur. "Barak itu dipersiapkan bagi orang-orang Hok siu cun,
tahun lalu putra sulung Thio wang wee menderita kekalahan
ditangan putrinya kepala dusun Hok siu cun"
"Seorang lelaki kalau sampai menderita kekalahan ditangan
seorang wanita, apakah hal ini tidak sangat memalukan?"
"Sttt!" buru-buru pelayan itu menempelkan jari tangannya
ke atas bibir, kemudian setengah berkisik peringatnya, "kalau
berbicara semaunnya sendiri, salah-salah nyawamu pun akan
ikut melayang"
Suma thian yu tidak banyak bicara lagi, bersama pelayan
itu mereka duduk dikursi yang telah disediakan bagi penonton.
Lambat laun penonton yang menyaksikan jalannya
pertandingan berbondong-bondong memenuhi lapangan.
Mendadak terdengar pelayan itu berseru:
"Aaah, sudah datang, mereka sudah datang! Oooh,
mengapa begini banyak yang mereka ajak tahun ini?"
Ketika Suma thian yu berpaling, tampaklah dari sudut
lapangan bermuncullan serombongan lelaki kekar yang
bersenjata sangat lengkap, sebagai pemimpinnya adalah
seorang gadis cantik bercelana hijau dan menyoren pedang
dipunggung, rambutnya yang panjang terurai sepundak
hingga mendatangkan kesan manis.
Tanpa terasa timbul kesan baik dalam hati Suma thian yu
terhadap nona itu.
Sambil memimpin anak buahnya gadis itu langsung menuju
kebarak sebelah barat dan mengambil tempat duduk.
Beberepa waktu kemudian berkumandang suara genta
yang amat nyaring, suara tersebut berasal dari panggung
lonceng di belakang kuil Hui hong si.
Bersama dengan berkumandangnya suara genta itu, Hui
thian hoa berjalan keluar dari barak timur, setelah melepaskan
mantel merah nya, dia menuju ketengah panggung, lalu
sambil mnenjura kepada para hadirin, katanya dengan
lantang: "Untuk kesediaan saudara sekalian..... untuk menghadiri
pertemuan kali ini, aku Thio Cu mengucapkan banyak-banyak
terima kasih. Tahun yang lalu, nasib dari kami Hong seng tinkurang
beruntung sehingga menderita kekalahan ditangan pihak Hok
siu ceng, untuk kekalahan mana kami akan berusaha untuk
merebutnya kembali ditahun ini, untuk hal mana kami mohon
dulungan sert semangat dari hadirin sekalian"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Tahun ini berbeda sekali dengan tahun kemarin, aku orang
she Thio sengaja mengundang beberapa orang sahabat dari
luar dusun untuk ikut meramaikan suasana disini, oleh se bab
itu selain pertarungan kami dengan pihak Hok siu cun, bila di
antara kalian ada yang berkepandaian, silahkan untuk naik
kepanggung luy tay serta turut menyemarakkan pertandingan
ini. Bagi yang berhasil unggul akan disediakan hadiah sebesar
lima puluh tahil emas, semoga saudara sekalian tidak menyianyiakan
kesempatan baik ini."
Selesai berpidato, dia lantas berpaling kebarak sebelah
barat dan serunya:
"Hohan manakah dari pihak Hok siu cun yang akan tampil
untuk bertarung Dengan cepat muncul seorang lelaki setengah
umur dari barak sebelah barat, setelah melompat ke atas
panggung, sahutnya:
"Aku bernama Oh Hui hou, kali ini khusus kemari untuk
memohon petunjuk dari Thio suhu"
"Suatu keberuntungan bagi aku orang she Thio bila Oh
suhu bersedia memberi petunjuk" kata Hui tian hou tertawa
nyaring. Pelan-pelan dia maju menghampiri Oh hui hou, lalu
serunya: "Silakan!"
"Suhu!" tiba-tiba dari barak timur melompat seseorang,
"untuk membunuh ayam mengapa meski memakai golok
kerbau, biar tecu saja yang memeri pelajaran kepadanya!"
Orang itu hanya seorang lelaki kekar yang berusia masih
muda. Pelayan yang duduk di samping Suma Thian yu segera
berbisik: "Kek koan! Orang ini murid tertua dari Thio Suhu"
Suma thian yu manggut-manggut lalu mengawasi orang itu
sekejap, lalu pikirnya:
"Orang ini sembrono dan takabur, sudah pasti berada
dipihak yang kalah!"
Belum habis ingatan itu melintas, pertarungan tengah
berlangsung diatas panggung.
Suma thian yu benar-benar tidak tertarik untuk
menyaksikan jalannya pertarungan, sebab pertarungan yang
berlangsung itu, dalam pandangannya seperti kucing yang
berkelahi, sedikitpun tiada daya tariknya.
Berbeda sekali dengan pelayan itu, dia asyik mengikuti
jalannya pertandingan,
saban kali tangannya yangmengepal ikut membuat
gerakan, ketika ditemuinya Suma thian yu memejamkan
matanya rapat-rapat, ia segera menegur dengan keheranan:
"Kek koan, kau benar-benar kutu buku, mengapa tidak
menonton jalannya pertandingan?"
"Aaahh, ngeri, aku tidak berani melihat."
Mendengar itu, si pelayan segera tertawa.
"Haah...haah...haaah dasar... aai..!"
Tiba-tiba dari atas panggung Lui Tay berkumandang jerit
kesakitan yang memilukan.
Cepat-cepat pelayan itu mendongakan kepalanya,
kemudian dengan terkejut serunya:
"Aduh celaka! Sungguh menggemaskan!"
Ternyata Oh Hu hou telah berhasil mengajar lelaki kekar itu
sehingga terpelanting dari atas parggung lui tay, setelah
muntah darah, orang itu tak sadarkan diri.
Dengan demikian kemenangan berhatil diraih oleh pihak
Hok siu cun yang berada dibarak sebelah barat, tepik sorak
yang gegap gempira sepera mengiringi kemenangan tersebut.
Sebaliknya paras muka Hui thian hou Thio cu berubah amat
tak sedap setelah menyaksikan murid tertuanya dipukul jatuh
dari panggung lui tay, dengan cepat dia melompat kedepan
Oh hu hou kemudian bentaknya amat gusar:
"Bagus sekali Kung fu mu, lhatlah pelajaran dari toayamu!"
Dengan jurus Hek Hok to sim (harimau hitam mencari hati)
dia jotos hidung Oh hu hou.
Sambil mendengus, Oh hu hou mengegos kesamping,
begitu lolos dari ancaman, segera teriaknya:
"Aku bernama Hu hou (penakluk harimau), sejak dilahirkan
memang berkemampuan menghajar harimau, sebentar lagi
akan kubuat si ahrimau terbang berubah menjadi anjing
buduk-kan yang merangkak ditanah"
Mendengar ejekan mana, Hui thian hou Thio cu berkoakkaok
gusar, segenap tenaganya segera dikerahkan, sambil
meraung gusar dia mainkan jurus Sian jin ci tok (dewa sakti
menunjuk jalan), tetapi sampainya ditengah jalan segera
merubah kepalan-nya menjadi serangan jari, dengan sebuah
totokan kilat dia menotok jalan darah tam liong hiat di tubuh
Oh hu hoa. Rupanya saking amarahnya dia telah menunjukkan
kepandaian silat yang sesungguhnya.
Melihat hal itu, Suma Thian ya segera bergumam:
Memang lumayan juga kepandaiannya, sayang tak akan
berhasil mencapai kemenangan"
"Aah, kau ini mengerti apa" Jangan sembarangan
berbicara" tegur pelayan itu tak senang hati.
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak, sambil menepuk
bahu pelayan itu serunya:
Cepat lihat, suhumu berhasil meraih kemenangan!"
Cepat-cepat pelayan itu mendongakkan kepalanya, namun
ia segera menjerit kaget:
"Aah! Habis sudah kali ini!"
Rupanya Hui thian hou Thio Cu telah terkurung di tengah
lapisan bayangan dari Oh Hui hoa sehingga posisinya sangat
kritis, tak heran kalau pelayan itu menjerit kaget.
Sambil tersenyum Suma Thian yu berseru:
"Buat apa kau mesti gelisah" Suhumu pasti akan unggul"
Sementara pelayan itu masih ragu mendadak dari atas
panggung kedengaran orang berseru:
"Maaf!"
Ternyata Oh Hu hou terhajar sehingga terjungkal dari atas
panggung Lui tay.
Pelayan itu menjadi kegirangan setengah mati, dia segera
melompat bangua sambil bertepuk tangan dan bersorak sorai.
Berhasil memenangkan pertarungan itu, dengan angkuhnya
Hui tian hou Thio Cu berseru ke arah barak sebelah barat:
"Aku orang she Thio mohon petunjuk dari nona Yap"
Baru selesai dia berkata dari barak sebelah barat nampak
sesosok bayangan manusia berwarna hijau melayang ke
tengah udara. Sementara semua orang masih terkejut bercampur
keheranan, tahu-tahu diatas panggung telah bertambah
dengan seorang gadis yang cantik dan bertubuh ramping.
Sambil mendengus dingin pelayan itu berseru:
"Sok amat gaya dari lonte itu, hmmm, tahun ini dia bakal
merasakan kegetiran"
Sementara itu Suma Thian yu pun sedang mengawasi gadis
itu lekat-lekat, dia merasa nona itu memancarkan sinar
kegagahan dan kejujuran, sudah jelas kalau dia memiliki ilmu
silat lihay. Ternyata nona ini adalah putri kesayangan dari kepala
kampung Hok siu cun yang bernama Yap Cai cui, tentang asal
usul perguruan-nya, amat jarang yang mengetahui.
Menyaksikan nona Yap sudah tampil keatas panggung, Hui
thian hou Thio Cu mengerutkan alis matanya yang tebal,
kemudian setelah tertawa dingin katanya:
"Tahun lampau kakak ku telah menerima sebuah hadiah
pukulan dari noan, atas pemberian tersebut aku orang she
Thio tak pernah melupakannya, maka dari ini, mumpung ada
kesempatan yang sangat baik, aku ingin menuntut keadilan
dari nona"
Yap Cui cui tertawa ringan.
"Bila pertarungan berlangsnng, soal luka atau mampus
adalah sesuatu kejadian lumrah, bila mana Thio suhu mampu
mengalahkan aku, sudah pasti akupun tak akan menggerutu
kepadamu, sudahlah, tak usah berbicara lagi, silakan turun
tangan!"
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui thian hou Thio cu meraung keras, sepasang telapak
tangannya segera digerakkan bersama, satu menyerang tubuh
bagian atas sementara yang lain meraih ke arah 'rahasia'
diantara belahan paha si nona....belahan paha si nona.
Serangan yang cabul dan tak tahu malu ini segera
memancing siulan dan teriakan marah penonton.
Yap Cui cui sendiripun sangat mendongkol setelah
menyaksikan serangan tersebut, dia segera mengegos
kesamping, lalu dengan jurus Siang liong pau cu (Sepasang
naga memeluk tiang) menangkis datangnya ancaman mana.
Gagal dengan jurus serangan yang pertama, Hui thian hou
memutar pergelangan tangannya menggunakan jurus Suit tee
lau gwat (mendulang rembulan didasar air).
Jurus serangan ini lebih cabul dan tak tahu malu lagi,
karena sementara telapak tangan kanannya menyerang tubuh
bagian atas, maka telapak tangan kirinya mencengkeram
bagian 'rahasia' dari si nona di bawah tubuh.
Seorang jago silat yang tulen tidak akan menggunakan
jurus serangan semacam ini untuk menghadapi kaum wanita.
Tapi Hui thian hou Thio Cu memang dasarnya seorang
lelaki hidung bangor yang suka bermain perempuan, oleh
sebab itu meski sedang bertempur, ia tak pernah melupakan
watak cabulnya itu.
Melihat hal mana, Yap Cui cui melotot besar, kemudian
bentaknya keras-keras:
"Pingin mampus rupanya kau!"
Tidak nampak gerakan apa yang dipakai, ujung bajunya
saja yang terlihat terhembus angin lalu terdengar Hui thian
hou Thio Cu menjerit kesakitan, seluruh tubuhnya terlempar
ketengah udara bagaikan layang-layang putus benang,
tubuhnya terlempar keluar dari atas punggung lui tay
langsung terjauh ketengah para penonton.
Suasana diarena menjadi sangat gaduh, menyusul
kemudian meledak tempik sorak yang gegap gempita.
Menggelikan sekali keadaan Hui thian hou Thio Cu waktu
itu, dia telah berubah menjadi anjing terbang yang mencium
tanah. Dari barak sebelah timur segera melompat keluar dua
orang manusia, seorang segera melompat turun dari
panggung memburu ke arah mana Hui thian hou Thio Cu
terjerembab, sedangkan yang lain menuju ketepi panggung
dan menjura kepa Yap Cui cui tambil berseru:
"Hebat sekali kepandaian silat nona, aku Mao san it tim
ingin sekali memohon petunuk dari nona"
Begitu mendengar nama 'Mao san it tim' Suma thian yu
segera mendonggakkan kepalanya, betul juga, orang itu
adalah It tim tojin.
Tampaknya yap Cui cui terparanjat juga setelah mengerti
kalau lawannya adalah It tim tojin, sambil tertawa paksa
segera ujarnya:
"Totiang ingin bermain tangan kosong atau bermain
pedang?" It tim tojin segera tertawa seram.
"Haaah...haah...haah... ini namanya sudah tahu masih
berpura-pura tanya" ejeknya, "masa kau tidak tahu dengan
mengandalkan apakah Mao san pay bisa menggetarkan dunia
persilatan" Tentu saja mempergunakan ilmu pedang"
Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, sikapnya
sangat congkak dan takabur, seolah-olah dialah seorang
jagoan lihay yang tak terkalahkan dari dunia persilatan.
Hal ini tak bisa disalahkan, sebab bila seorang jagoan
macam It tim tojin harus muncul disebuah dusun macam Hok
seng cun, sudah barang tentu kepandaian silatnya bisa
dianggap sebagai nomor wahid.
Namun dia lupa kalau diantara hadirin masih terdapat pula
jago-jago lihay, ucapannya yang kelewat takabur itu kontan
saja menimbulkan perasaan geli dihati mereka.
Yap Cui cui tertawa merdu kemudian sambil berlagak
terkejut, serunya tertahan:
"Ooh...! Rupanya totiang ingin beradu pedang, wah, malah
kebetulan kalau begitu! Baiklah, boanpwe akan mengiringi
keinginan mu itu....!"
"Cabut pedangmu!" bentak It tim totiang dengan suara
dingin, sedang ia sendiri pun segera meloloskan pedangnya
dari punggung. Yap Cui cui tidak sungkan-sungkan lagi, cepat dia
meloloskan pedangnya lalu membentak keras:
"Boanpwee akan menyerang dulu!"
Dengan jurus Cong liong ji hay (naga sakti masuk samudra)
dia menggetarkan bunga pedangnya dan langsung menusuk
jalan darah Tiong hong hiat.
It tim tojin tertawa seram, dengan posisi kaki senaknya, dia
berdiri menanti, tatkala ujung pedang sudah tinggal satu depa
dihadapannya, tiba-tiba saja pedangnya berubah menjadi
jurus Ya ma hun si (kuda liar mementangkan bulu suri), pelanpelan
menangkis ancaman musuh, menyusul kemudian
dengan jurus Cu to hui liong (menerjang sampai disarngnya)
menusuk jalan darah Ki bun hiat dibawah buah dada si nona.
Merah dadu selembar wajah Yap Cui cui karena jengah,
segera bentaknya dengan gusar:
"Pingin mampus rupanya kau....!"
Sembari berseru dia mundur setengah langkah, menyusul
kemudian menyerobot kedepan sambil melepaskan serangkain
serangan. "Sreet! Sreet! Sreet!" secara beruntun dia melancarkan tiga
jurus serangan pedang, semuanya digunakan jurus serangan
yang mematikan.
Sekalipun It tim totiang terhitung jagoan pedang kelas satu
dari Mao san pay, toh terdesak juga sehingga mundur sejauh
tiga langkah, terdengar ia berpekik aneh lalu tertawa seram,
sambil mengembangkan ilmu pedang Mao san pay, serentak
serangan balasan segera dilancarkan kembali.
Pelayan yang berada dibawah panggung menjadi berdebar
ketakutan, dengan tegang ia menarik tangan Suma thian yu
sambil berseru:
"Kek koan, kau takut?"
"Takut sekali! Tentu saja aku takut!
Tidak kah kau lihat seluruh tubuhku sedang gemetar?"
Betul juga, sekujur tubuhnya sedang gemetar.
Dengan sepasang gigi yang saling beradu, pelayan itu
berkata kembali:
"Menurut pendapatmu siapa yang bakal memenangkan
pertarungan kali ini?"
"Tentu saja tosu yang dikirim oleh suhumu itu!"
"Darimana kau bisa tahu?" dengan perasaan tidak habis
mengerti pelayan itu bertanya.
Suma Thian yu merasa dia telah salah bicara, maka buruburu
serunya: "Tentu saja, coba kau lihat bukankah usianya jauh lebih
tua?" Alasan tersebut segera berhasil mengelabuhi si pelayan itu,
mengetahui kalau It tim totiang bakal merebut kemenangan,
dia nampak jauh lebih tenang.
Sementara itu pertarungan yang sedang berlangsung
ditengah panggung sudah mencapai puncaknya, menang
kalah segera akan diketahui dalam beberapa saat lagi.
Sekalipun Cui cui memiliki kepandaian silat yang luar biasa,
bila dibandingkan dengan It tim totiang yang berpengalaman
tentu saja masih terpaut lebih jauh.
Kini dia hanya bisa menangkis belaka dengan bersusah
payah, pada hakekatnya tidak berkepandaian untuk
membalas, keringat telah membasahi seluruh tubuhnya
sedang napasnya pun terengah-engah.
It tim totiang memang tak malu disebut sebagai jagoan
lihay dari Mao san pay, semakin bertarung dia nampak
semakin perkasa, jurus-jurus serangan yang dipergunakan
juga sema kin ganas tak berperi kemanusiaan, hampir
semuanya ditujukan kejalan darah penting ditubuh lawan.
"Bocah perempuan" ejeknya kemudian, "menginggat kau
masih muda, wajahmu cantik lagi, aku sengaja berbalas
kasihan kepadamu, asal kau bersedia mengikuti toaya pulang
ke rumah, tanggung kau akan terjamin hidupmu dan melewati
kehidupan yang paling berbahagia di dunia ini...."
Yap Cui cui gusar sekali sampai seluruh tubuhnya gemetar
keras, sambil membentak gusar cahaya pedangnya digetarkan
keluar, setetika itu juga bayangan pedang menyelimuri seluruh
angkasa, serangan yang dahsyat itu bersama-sama tertuju ke
tubuh It tim totiang.
Menyaksikan hal ini, It tim totiang mendengus dingin,
pedangnya segera memainkan jurus Hong cuan-jian im (angin
berhembus membuyarkan awan) menyerang tubuh Yap Cui
cui yang sedang menerjang kemuka.
Tiba-tiba saja Yap Cui cui merasakan cahaya pedang
dirinya menjadi lenyap kemudian serentetan hawa pedang
yang menusuk tulang sudah menyergap kearah
tenggorokannya.
Tak terlukisan perasaan terkejutnya menghadapi ancaman
semacam ini, segera pekiknya:
"Mampus aku kali ini..!"
Dia memejamkan matanya siap menantikan ajalnya.
Disaat yang kritis itulah....
Tiba-tiba dari bawah panggung berkumandang suara
pekikan nyaring, kemudian tampak sesosok bayangan manusia
meluncur meluncur keatas panggung dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat, sambil meluncur ke atas, serunya
keras: "Berbelas kasihanlah diujung pedangmu!"
Mendengar pekikan tadi, It tim totiang menjadi tertegun
sehingga gerakan ped
Pendekar Panji Sakti 6 Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung Rahasia Mo-kau Kaucu 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama