Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 4
n Kia-beng mengerti maksud dari perkataannya itu, tetapi dengan perasaan serius desaknya lebih lanjut, "Eeei.... kau jangan jual mahal lagi, sebenarnya kau sudah menemuinya belum."
"Terus terang saja aku katakan kepadamu, sewaktu suhuku sedang merencanakan hendak membawa seluruh kekuatan yang ada untuk memasuki daerah Tionggoan, mendadak di gurun pasir berturut turut muncul jejak musuh. Jikalau pada hari hari biasa Hmm! sekalipun seorang dewasapun jangan harap bisa lolos dari kematian. Beruntung sekali ketika itu sedang memusatkan seluruh perhatiannya di daerah
Tionggoan, sehingga beberapa orang itu dapat berlalu dalam keadaan selamat. Kini kemungkinan sekali mereka semua telah kembali ke daerah Tionggoan."
Selesai mendengar kata-kata tersebut Tan Kia-beng mulai termenung berpikir keras ia merasa tindakan Majikan Isana Kelabang Emas dimana secara mendadak memimpin seluruh kekuatannya memasuki daerah Tionggoan tentu mempunyai suatu maksud atau mungkin juga sedang bersiap-siap mengadakan suatu serbuan secara besar-besaran. Perduli dikarenakan dendam ayahnya maupun demi tegaknya keadilah di dalam dunia kangouw, ia harus cepat-cepat meninggalkan Gurun psir untuk kembali ke daerah Tionggoan.
Dengan cepat ia lantas merangkap tangannya menjura ke arah Gui Ci Cian.
"Budi nona yang suka menaruh perhatian tidak cayhe lupakan untuk selamanya, lain kali aku pasti akan membalas budi kebaikan ini. Disamping itu tolong sampaikan kepada Suhengmu, katakan saja aku Tan Kia-beng sangat
mengharapkan bisa mengikat tali persahabatan dengan dirinya!"
"Urusan tempo dulu bagaikan asap, buat apa kau ungkap kembali"...." Gui Ci Cian tertawa sedih. "Jikalau kau benar-benar suka memandang kami sebagai kawan, cepat-cepatlah tinggalkan tempat ini dan kembali ke daerah Tionggoan"!
Dari dalam sakunya kembali ia mengambil keluar separuh lembar peta harta karun untuk diserahkan ketangan pemuda tersebut.
"Perpisahan kita ini hari entah sampai kapan baru bisa ketemu kembali, peta harta karun ini tolong suka kau serahkan kembali ketangan Mo Cuncu" katanya.
Setelah Tan Kia-beng menerima angsuran peta harta karun itu, mendadak ia menemukan wajah Dara Berbaju Hijau itu penuh diliputi kesedihan, sikapnya sangat berbeda sekali dengan tempo dulu. Tak terasa lagi hatinya rada bergerak, bersamaan itu pula ia merasa amat kasihan terhadap dirinya.
"Cayhe tahu bila nona sudah menaruh perhatian penuh terhadap diriku selama ini" ujarnya perlahan. "Tetapi aku orang she Tan pun bukan seorang yang tak kenal budi, dikemudian hari bila kau memerlukan bantuan cayhe katakan saja, asalkan aku dapat melaksanakannya tentu tak akan kutolak."
"Cukup dengan perkataanmu ini hatiku sudah merasa sangat puas!" seru Gui Ci Cian tertawa merdu.
Tetapi sebentar kemudian ia sudah menghela napas
panjang kembali.
"Heeei.... sejak dilahirkan nasibku memang sangat buruk sehingga terjatuh di dalam perjalananku tempo dulu ke daerah Tionggoan, setelah ini hari apakah aku bisa hidup lebih lama atau akan menemui ajalnya sukar ditebak lagi. Tetapi aku tak bakal merasa benci terhadap dirimu."
Selesai berkata titik-titik air mata mulai bercucuran membasahi seluruh wajahnya, di ringi suara helaan napas ia putar badan dan berlalu dari sana.
Tan Kia-beng kontan saja dibuat melengak dari nada ucapannya barusan ia berhasil menemukan kecuali gadis itu menaruh rasa cinta kepada dirinya, keadaan yang sedang dihadapipun sangat berbahaya, tak terasa lagi dengan perasaan heran pikirnya, "Jika dilihat dari sikapnya sewaktu mendatangi daerah Tionggoan tempo dulu, jelas
kedudukannya di dalam Isana Kelabang Emas sangat tinggi dan terhormat sekali, mengapa sekarang bisa jatuh sehingga sama sekali tak bersinar" ia terus menerus mengatakan bahwa dirinya telah menghianati perguruan, apakah Majikan Isana Kelabang Emas sudah menaruh perasaan curiga dan tidak percaya terhadap mereka suheng-moay berdua"....
Dalam sekali dia berdiri disana berpikir keras, tiba-tiba....!
"Haaa.... haaa.... haa.... Lau-heng, dimanapun kau sangat beruntung, siauwte benar-benar merasa sangat kagum sekali"
dari belakang tubuhnya tahu-tahu berkumandang dengan suara tertawa yang amat keras.
Dengan perasaan terperanjat Tan Kia-beng segera putar badan tampaklah Sak Ih serta Si Huan entah sejak kapan sudah tiba dibelakang tubuhnya.
"Haaaah....! Heng-thay jangan menggoda lagi" serunya dengan wajah berubah merah jengah.
"Jika didengar dari perkataan nona itu, aku rasa agaknya apa yang diucapkan sedikitpun tidak salah. Kelihatannya orang Isana Kelabang Emas memang sedang merencanakan suatu siasat keji" mendadak seru Si Huan dari samping dengan wajah serius.
"Kalau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan?"
"Perjalanan siauw-te berdua barusan kemungkinan sekali sudah mencapai sejauh ratusan lie, ternyata disebelah depan pada kami telah menemukan jejak-jejak manusia yang sangat mencurigakan sekali lagi bergerak ke depan, aku takut di dalam hal ini masih ada sesuatu kejadian yang besar!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... kalau masih berada di dalam Isana Kelabang Emas mungkin sekali kita harus merasa kuatir terhadap alat-alat rahasia serta jebakan yang mereka pasang disana" seru Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak. "sekarang di tengah lapangan terbuka yang luas, kita bertiga dapat menggabungkan menjadi satu untuk bersama-sama hajar kocar kacir mereka, sekalipun menghadapi serbuan beribu-ribu tentara, apa yang perlu kita jerikan lagi?"
Dengan penuh semangat Sak Ih serta Si Huan pun
menengadah ke atas tertawa terbahak-bahak.
"Perkataan dari Tan heng sedikitpun tak salah, kalau memang majikan Isana Kelabang Emas telah mendatangi daerah Tionggoan, kitapun harus cepat-cepat kembali ke rumah!"
Selesai berkata mereka bertiga dengan cepat
menggerakkan badannya melesat ke depan hanya di dalam sekejap mata hanya tertinggal sisa bayangan yang kecil dan akhirnya lenyap tak berbekas.
---ooo0dw0ooo--Kita balik pada Tan Kia-beng bersama-sama dengan Sak Ih serta Si Huan kembali ke daerah selatan. di dalam hatinya pemuda ini terus menerus memikirkan persoalan yang menyangkut Dara Berbaju Hijau itu.
Ia merasa dirinya sudah menyia nyiakan perasaan cinta gadis tersebut, tetapi iapun merasa kejadian ini merupakan suatu kejadian yang tak dapat dihindari lagi. Kini ia sedang memikul beban untuk menyelamatkan seluruh Bulim dari bahaya kemusnahan apa lagi kejayaan perkumpulan Teh Leng Kauw pun berada ditangannya.
Disamping itu dendam sakit hati ayahnya belum terbalas, dari mana datangnya waktu buat dia untuk bercinta dengan dara tersebut"
Selagi ia berpikir keras itulah mendadak terdengar Si Huan mendengus dingin.
"Hmmmm! akhirnya manusia-manusia itu datang juga!"
Tan Kia-beng serta Sak Ih yang mendengar perkataan tadi tanpa terasa lagi sudah menghentikan langkahnya hampir berbareng.
Sedikitpun tidak salah, dari tempat kejauhan muncullah serombongan manusia-manusia berdandankan orang-orang kangouw yang berlari mendekat kemudian mengelilingi mereka satu lingkaran setelah itu diiringi suara tertawa yang amat seram kembali mereka lanjutkan perjalanan ke depan
"Kurangajar! bajingan-bajingan ini berani mengejek kita, ayoh dihajar saja!" bentak Si Huan dengan amat gusar.
"Bajingan bajingan itu tiada harganya untuk diurusi biarkanlah mereka berlalu!" buru-buru, cegah Tan Kia-beng sambil tertawa menghina.
Belum habis perkataannya selesai diucapkan, mendadak dari tempat kejauhan kembali berkumandang datang suara tiupan seruling yang membawakan nada sedih.
"Haaa.... haaa.... haaa.... akhirnya sang pedagang muncul juga!" teriak Sak Ih tertawa terbahak-bahak dan menepuk nepuk sarung pedangnya.
Suara tiupan seruling itu semakin lama terdengar semakin santer dan semakin menyebar keempat penjuru, nada yang dibawakan oleh mereka pun kedengaran amat sedih sehingga menimbulkan perasaan ngeri bagi siapapun.
Hanya saja selama ini mereka bertiga tidak melihat munculnya bayangan manusia maupun gerakan apapun.
Perlahan-lahan Tan Kia-beng memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... ayoh jalan! aku ingin periksa masih dapat penunjukkan permainan setan macam apa lagi terhadap kita"
Tiga orang jagoan pedang yang masih muda belia ini walaupun menghadapi keadaan yang sangat bahaya dan kritis, air muka mereka sama sekali tidak berubah.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sangat lihay, laksana sambaran kilat cepat mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanannya ke depan.
Saat ini sang surya sudah dibalik gunung gunung disebelah Barat, malam haripun menjelang datang, pada waktu itu suara tiupan seruling tersebut pun telah berhenti bertiup.
Tetapi, suasana yang luar biasa hening serta sunyinya ini terbalik malah mendatangkan perasaan ngeri serta bergidik di dalam hati setiap orang.
"Saudara berdua! lebih baik untuk sementara waktu kita berhenti dulu" mendadak Sak Ih berseru sambil menghentikan larinya. "Mendadak penglihatan siauwte, pada malam nanti
pihak Isana Kelabang Emas tentu akan menjalankan suatu siasat yang sangat besar dan keji. Sedang kita pada saat ini masih berada di daerah gurun pasir yang sama sekali terasing bagi kita. Bagaimanapun kita orang harus melakukan persiapan"
"Paling banyak harus mengadu jiwa dengan mereka, apanya yang perlu dipikirkan lagi?" teriak Si Huan dengan marah dan alis yang dikerutkan rapat rapat.
"Musuh berada di dalam keadaan gelap sedang kita dalam keadaan terang, apalagi di tengah malam buta pula, menurut pikiranku yang bodoh bagaimana kalau kita mencari dulu suatu tempat untuk beristirahat" setelah melewati malam ini kita baru bicarakan kembali"
"Demikianpun baik juga" Tan Kia-beng mengangguk "Tetapi menurut penglihatan siauwte, pertempuran yang amat mengerikan ini tak bakal bisa kita hindari lagi"
Demikianlah mereka bertiga segera menghentikan
perjalanannya untuk beristirahat diantara gundukan tanah yang terlindung dari tiupan angin, mengambil keluar rangsum lalu mulai bersantab.
"Menurut penglihatanku" ujar Si Huan kemudian sembari mendahar santapannya. "Apa yang kita lihat di tengah jalan tadi kemungkinan besar hanya merupakan suatu gertak sambal dari pihak Isana Kelabang Emas saja. Pada saat ini sang majikan Isana Kelabang Emas sedang membawa seluruh jago-jago lihaynya berangkat ke daerah Tionggoan sudah tentu orang-orang yang tertinggal di daerah Gurun pasir hanya merupakan jago-jago yang tak terpakai, buat apa kita orang harus bersikap begitu tegang?"
Dengan caramu berpikir, siauw-te merasa tidak
sependapat" ujar Sak Ih perlahan. "Isana Kelabang Emas merupakan markas besar mereka, mana mungkin mereka tidak meninggalkan beberapa orang jago lihay ditempat"
cukup kita bicarakan dari Ci Lan Pak serta si Si Dara Berbaju Hijau itu, aku rasa kepandaian silatnya jauh berada di atas kau maupun aku."
Tan Kia-beng yang sedang mendengarkan pembicaraan mereka dengan cermat, mendadak paras mukanya berubah hebat.
"Aaah" Tubuhnya dengan kecepatan luar biasa tiba-tiba mencelat ke tengah udara kemudian bagaikan jatuhnya bintang di langit dengan sebat meluncur ke arah belakang.
Menanti Sak Ih serta Si Huan menemukan kejadian
tersebut, pemuda itu sudah berada kurang lebih lima, enam puluh kaki jauhnya.
Kiranya sewaktu ia sedang mendengarkan pembicaraan dari kedua orang kawannya mendadak telinganya berhasil menangkap suara pujian Buddha yang amat rendah tapi berat.
Buru-buru ia menoleh ke belakang, siapa tahu sesosok bayangan manusiapun tidak tampak, dalam hati Tan Kia-beng jadi merasa sangat kaget bercampur curiga.
"Terang terangan aku mendengar suara pujian Sang Buddha, mengapa sesosok bayangan manusiapun tidak nampak?"
Ketika itulah, mendadak suara yang lembut bagaikan bisikan nyamuk itu kembali berkumandang masuk ke dalam telinganya.
"Tempat ini bukan tempat yang bagus untuk didiami. cepat tinggalkan tempat ini!"
Jelas suara tersebut disalurkan dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara, di dalam keadaan terperanjat Tan Kia-beng segera pusatkan perhatiannya untuk memeriksa arah berasalnya suara tersebut.
Sayang sekali pada waktu itu suara tersebut sudah berhenti, tetapi sejenak kemudian kembali suara tersebut berkumandang datang hanya saja arahnya yang berbeda.
"Pertemuan puncak digunung Ui San jadi diadakan di atas puncak Si Sin Hong pada bulan delapan tanggal lima belas, sebelum tanggal tersebut ada baiknya kau buru-buru tiba disana" ujar orang itu lagi dengan suara yang rendah dan berat. "Pertemuan yang diadakan kali ini rada berbeda dengan pertemuan tempo-tempo dulu, kecuali ilmu Khie-kang "Jie Khek Kun Yen Ceng Khie" mu rasanya tak bakal ada orang yang berhasil menahan serangan ilmu "Hong Mong Ci Khie"
dari majikan Isana Kelabang Emas lagi.
"Bersamaan itu pula Loolap hendak memberitahu kau suatu rahasia yang amat besar kepadamu, Majikan Isana Kelabang Emas sudah membawa seluruh jago-jago lihaynya memasuki daerah Tionggoan, ia ada maksud ingin menggunakan kesempatan sewaktu diadakannya pertemuan puncak tersebut hendak membasmi seluruh jagojago lihay baik dari kalangan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to. Urusan ini menyangkut pembunuhan secara besar-besaran yang bakal terjadi di dalam Bulim. Loolap berharap kau bisa mengambil keputusan cepat dan tepat."
Tan Kia-beng yang mendengar berita tersebut dalam hati kontan saja merasa amat terperanjat selagi ia bersiap-siap menggunakan ilmu untuk menyampaikan suaranya
menanyakan persoalan ini lebih jelas lagi, siapa sangka suasana kembali menjadi sunyi senyap, jelas orang itu tidak menginginkan dia berhasil mengetahui tempat
persembunyiannya.
Pada waktu itulah Sak Ih serta Si Huan sudah pada mengejar datang.
"Tan heng, kau sudah menemukan apa?" tanyanya hampir berbareng.
Dengan perasaan ragu-ragu dan penuh curiga pemuda tersebut menggeleng.
"Ada orang mengirimkan berita kepadaku, katanya pertemuan puncak para jago digunung Ui San akan segera diselenggarakan, entah berita ini sungguh-sungguh atau tidak!"
"Aduuuh! celaka," teriak Sak Ih tak tertahan lagi. "Jarak ini hari dengan tanggal lima belas bulan delapan tinggal sepuluh hari, perduli persoalan ini betul atau tidak, kita harus buru-buru melakukan perjalanan kembali ke daerah Tionggoan."
Ia beserta Si Huan termasuk jago-jago pilihan yang diajukan partainya untuk mengikuti pertemuan puncak para jago itu, karenanya setelah mendengar berita tersebut dalam hati tak terasa lagi rada merasa cemas.
Sebaliknya Tan Kia-beng bersikap serius, kecuali
memberitahukan soal pertemuan puncak digunung Ui San, tak sepatah katapun ia membocorkan rencana keji dari majikan Isana Kelabang Emas.
Sampai waktu ini di dalam hatinya masih saja terus menerus memikirkan persoalan ini dengan serius, pikirnya.
Orang yang mengirim berita kepadamu barusan ini jelas adalah seorang hweesio tua, tetapi siapakah si hweesio tua itu" mengapa ia tahu pula bila ilmu khiekang "Jin Khek Koan Yen Kan Kun So" yang aku latih dapat digunakan untuk menahan serangan ilmu Hong Mong Cie Khie?" kalau memang ia ada maksud mengabarkan berita itu kepadaku, mengapa dia tidak suka unjukkan diri untuk bertemu?"
Sak Ih yang melihat pemuda tersebut termenung, tak kuasa lagi kembali bertanya, "Tan heng! apa kau kenal dengan orang yang mengirim berita tersebut kepada kita" bilamana urusan ini sungguh terjadi, kita harus buru-buru melakukan perjalanan kembali ke daerah Tionggoan".
Perduli urusan ini benar atau tidak, kita harus melakukan perjalanan siang malam kembali ke daerah Tionggoan" Tan Kia-beng mengangguk, "Karena kecuali persoalan ini masih ada lagi suatu peristiwa yang jauh lebih besar dan jauh lebih penting, walaupun orang yang mengirim berita tersebut siauwte tidak kenal, tetapi kitapun harus mempercayainya!"
Si Huan yang selamanya bersikap aseran dan tidak sabaran, buru-buru menimbrung dari samping, "Kalau memang demikian adanya, kita harus melakukan perjalanan siang malam, siauwte harus kembali dulu ke gunung Khong Tong"
Demikianlah mereka bertiga tanpa memperdulikan keadaan bahaya di depan lagi segera melakukan perjalanan cepat untuk kembali ke arah Tionggoan.
Siapa sangka, baru saja mereka bertiga tiba di tempat istirahat semula....
Dari empat penjuru mendadak bermunculan kerdipan api yang segera menyebar memenuhi angkasa.
Dari balik batu-batu cadas yang amat besar muncullan segerombolan manusia-manusia aneh yang memancarkan cahaya berapi dari mulut serta hidungnya. Jumlah mereka berada di atas lima, enam puluh orang dan dengan diiringi suara tertawa aneh yang menggidikkan hati segera
mengepung mereka bertiga rapat-rapat.
Di tengah malam buta, di tengah padang berbatu yang sunyi secara mendadak muncul manusia aneh serta peristiwa aneh, kendati Tan Kia-beng bertiga memiliki kepandaian silat yang amat tinggipun tidak urung merasa bergidik juga sehingga bulu roma pada berdiri semua.
Si "Ciat Hun Kiam" Si Huan akhirnya tak dapat menahan sabar lagi, ia segera meloloskan pedangnya dari sarung.
"Kawan!" bentaknya keras. "Kalian tidak perlu menyaru seperti malaikat, jika kamu semua betul-betul ada nyali ayoh cepat maju menyerang, biar Siauw ya mu layani beberapa jurus"
Baru saja suara bentakan tersebut diucapkan keluar, suara tiupan seruling mendadak bergema dari empat penjuru membawakan sebuah lagi yang bernadakan aneh tetapi sedih, membuat setiap orang merasa bergidik.
Ketika itu Sak Ih pun sudah mencabut keluar pedangnya dari dalam sarungnya.
"Tan heng bagaimana kalau kita terjang keluar!" tanyanya sambil menoleh ke arah Tan Kia-beng.
"Tunggu sebentar!" pemuda tersebut buru-buru menggeleng. "Orang-orang ini tidak lebih cuma kurcaci kurcaci yang tiada berguna, pentolan mereka masih belum unjukkan muka"
"Tetapi apakah kita semua harus menanti disini dengan berpeluk tangan?"
Mendadak Tan Kia-beng tertawa tergelak
"Haaa.... haa.... haa.... lebih banyak permainan setan bukankah sama saja dengan menambah pengetahuan kita?"
serunya. Ketika itu manusia-manusia aneh yang memancarkan
cahaya kehijau-hijauan tersebut sudah pada meloloskan sebilah golok melengkung yang berwarna biru.
Walaupun suara jeritan aneh terus menerus bergema memenuhi angkasa tetapi tak seorangpun diantara mereka yang maju kedapan melancarkan serangan. Agaknya manusia manusia aneh ini sedang menantikan sesuatu.
Suara tiupan seruling yang berkumandang datang dari tempat kejauhan berbunyi semakin gencar lagi bahkan ada kalanya diiringi suara suitan aneh yang menusuk telinga.
Suara suitan melengking tadi mirip sebilah pedang yang meluncur ke tengah angkasa membuat setiap orang
merasakan hatinya bergetar keras dan tidak tenang.
Tan Kia-beng yang mendengar suitan tersebut tak terasa hatinya rada bergerak, pikirnya diam-diam dengan perasaan terperanjat.
"Tenaga dalam orang ini sudah mencapai taraf kesempurnaan, ia memang betul-betul seorang musuh tangguh yang menakutkan!"
Setelah berpikir akan persoalan tersebut, ia lantas berseru memberi peringatan, "Rencana keji pihak musuh tidak sampai disini saja, kita tidak boleh berada di sini terlalu lama, biarlah siauw-te coba-coba menerjang dulu barisan ini."
Sembari berkata tubuhnya segera meloncat ke depan menerjang ke arah gerombolan manusia aneh itu.
Jarak antara pemuda itu dengan manusia aneh itu tidak lebih hanya terpaut lima, enam kaki saja, apalagi loncatannya ini dilakukan sangat cepat bagaikan sambaran kilat, begitu ujung kakinya menjejak permukaan tanah sepasang
telapaknya kontan saja mengirim sebuah babatan dahsyat.
Di dalam anggapannya pukulan yang ia lancarkan ini tentu akan berhasil melukai pihak musuh dan dengan paksa menerjang sebuah lubang kelemahan.
Siapa tahu baru saja angin pukulan menyambar lewat, serentetan cahaya berapi berkelebat lewat tahu-tahu bayangan manusia itu sudah lenyap tak berbekas.
Dalam keadaan terperanjat, tubuhnya segera berputar, sepadang telapak bersama-sama didorong ke depan.
Segulung angin pukulan yang keras tiada taranya dengan dicampuri pasir serta batu kerikil bagaikan amukan ombak samudra menggulung kesebelah kanan.
Kembali bayangan manusia berkelebat menyilaukan mata, baru saja angin pukulan tersebut didorong ke depan dari empat penjuru sudah berkumandang keluar suara tertawa aneh yang menyeramkan.
Buru-buru pemuda itu memusatkan perhatiannya menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, tetapi hatinya sudah terasa berdebar sangat keras. Karena apa yang dilihat saja benar-benar berada diluar dugaan.
Situasi kalangan yang dihadapinya saat ini sama sekali sudah berubah, manusia manusia aneh yang dijumpainya tadi pada saat ini sudah lenyap tak berbekas.
Yang terlihat olehnya pada saat ini cuma kelipan cahaya api yang bertumpuk tumpuk mengaburkan pandangan, bahkan sampai Sak Ih serta Si Huan pun sudah lenyap tak berbekas.
"Sungguh mengherankan!" diam-diam pikirnya dengan amat terperanjat. "Apakah mereka sudah menggunakan suatu barisan yang lihay?"
Ketika diperhatikan lebih jauh arah perputaran barisan tersebut, ia merasa barusan ini mirip sekali dengan sebangsa barisan Pat Kwa, tak terasa lagi hatinya rada bergerak
"Sak heng, Si heng kau berada dimana"...." teriaknya keras.
Mendadak suara tiupan seruling kembali bergema
memenuhi angkasa, suara tersebut tinggi melengking menembusi awan ternyata suara teriakannya tadi kena terkubur lenyap dibalik suara seruling tersebut.
Dalam keadaan gusar pemuda itu segera melancarkan ilmu telapaknya yang sangat lihay, dengan gerakan cepat laksana sambaran kilat ia mengirim sembilan buah pukulan sekaligus, sedang tubuhnyapun ikut menerjang maju ke depan.
Siapa tahu angin pukulan yang maha dahsyat itu ternyata lenyap sama sekali daya kekuatannya dibawah cahaya api yang berkedip kedip itu sedang tubuhnya yang menerjang ke depanpun terasa terhadang oleh suatu kekuatan tak berwujud yang maha dahsyat.
Pada waktu itulah serentetan suara yang tinggi melengking dan sangat menyeramkan berkumandang datang memekikkan telinga.
"Heee.... heee.... heee.... Kalian bertiga terjebak dalam barisan 'Pek Kui Liem Tin' atau barisan seratus setan. Jangan harap kamu semua bisa meloloskan diri dalam keadaan hiduphidup, bila semisalnya kalian sayang dengan selembar nyawamu itu cepat-cepatlah menyerah dan menggabungkan diri dengan pihak Isana Kelabang Emas kami. Kalau tidak, asalkan barusan ini aku gerakkan, maka jangan kalian merasa menyesal dikemudian hari!"
"Kentut!" bentak Tan Kia-beng keras. Seruling pualam putihnya kontan saja dicabut keluar, diantara berkelebatnya cahaya yang menyilaukan mata laksana sambaran kilat ia melancarkan tiga buah serangan sekaligus, ketiga buah serangan ini kesemuanya merupakan jurus-jurus yang paling sempurna, paling ganas diantara jurus jurus serangan aliran Teh-leng-bun.
Terlihatlah diantara berkelebatnya cahaya api yang kacau dengan paksa ia berhasil menerjang sebuah lubang
kelemahan, siapa sangka di dalam waktu yang amat singkat itu pula, mendadak suara tiupan seruling berubah hebat, barisan tersebut mulai berputar semakin gencar....
Terlihatlah api setan beterbangan memenuhi angkasa, bagaikan tebaran bintang bintang dilangit selapis demi selapis menerjang ke depan dan menekan seluruh tubuhnya dari empat penjuru.
Diantara lapisan cahaya berapi serta tekanan yang maha berat, secara samar-samar terselip pula bintik cahaya perak serasa hujan anak panah menghujam datang.
Pertama, cuaca amat gelap sehingga sukar dibedakan dengan pandangan mata, kedua, suara suitan tajam serta kelebatan cahaya berapi mengacaukan pendengaran serta penglihatan setiap manusia. Kendati Tan Kia-beng memiliki kepandaian silat yang amat dahsyatpun tak urung dipaksa kebingungan juga.
Keistimewaan dari barisan ini adalah meleburnya kekuatan berpuluh-puluh orang jadi suatu kekuatan dahsyat, Tan Kia-beng yang kena terkurung di tengah kalangan segera merasakan tekanan yang mengancam datang semakin lama semakin besar, serangan golok perak yang menghujam datangpun semakin lama semakin santar.
Seketika itu juga pemuda tersebut dipaksa mencak kesana kemari dengan repotnya untuk beberapa saat lamanya ia jadi kepayahan.
Ketika itulah suara jeritan tinggi melengking kembali berkumandang datang.
"Hey bangsat cilik, cepat-cepatlah menyerah kalua tidak kau akan terlambat!"
Saking gemas dan khekinya Tan Kia-beng bersuit panjang, pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiamnya segera dicabut keluar dari dalam sarung.
Dimana serentetan cahaya kebiru biruan berkelebat memenuhi angkasa kemudian menggulung lewat, suara gemerincingan benda-benda besi bergema memekikkan telinga, seketika itu juga berpuluh puluh bilah golok perak berhasil dibabat putus menjadi dua bagian.
Suara jeritan kaget segera bermunculan di tengah angkasa tetapi sebelum sampai terjadi suatu peristiwa mendadak suatu tiupan seruling berbunyi lagi semakin gencar, sedang kekuatan kepungan itupun semakin menghebat.
Tetapi, setelah Tan Kia-beng mencekal sebilah pedang pusaka, kedahsyatan serta semangatpun semakin berlipat ganda, dimana tangannya menggetar, jurus pedang yang baru saja dipelajari segera dikeluarkan dengan hebat.
Seketika itu juga hawa pedang menyesakkan pernapasan, dimana cahaya biru meluncur lewat segera meninggalkan suara desiran yang menggidikkan hati.
Ilmu pedang kuno yang digunakan Tan Kia-beng ini benar-benar sangat luar biasa tampak cahaya berapi bagaikan pecahan ombak menumbuk tepian, di dalam waktu yang amat singkat terbukalah suatu lingkaran kosong seluas tiga kaki persegi.
Pada saat ini pemuda tersebut sudah merasakan tenaga lweekangnya mendesak keluar laksana aliran sungai Huang Hoo, diam-diam ia mulai memusatkan seluruh perhatiannya.
Tiba-tiba cahaya biru yang memancar keluar dari pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam meluncur sejauh tiga, empat depa. Diiringi suara bentakan keras badannya segera berputar.
Dimana cahaya yang menyilaukan mata meluncur keluar, pedang Giok Hun Kiam sudah terlepas dari cekalan bagaikan seekor naga sakti menggulung keluar.
Serentetan suara jeritan ngeri bergema memenuhi angkasa, darah segar bermuncratan membasahi permukaan tanah.
Bagaikan buah yang sudah masak saja beberapa orang yang berada di barisan paling depan pada menggelinding di atas tanah dengan badan terlepas putus menjadi dua bagian.
Jurus serangan yang baru saja ia gunakan ini adalah jurus terakhir dari ilmu pedang Sian Yan Chiet Can, yang bernama Sie Kui Cing Sin atau Setan menangis Malaikat kaget.
Walaupun manusia manusia aneh yang memancarkan
cahaya api dari mulut serta hidungnya ini sudah mendapatkan pendidikan serta latihan yang keras lagi disiplin, tetapi selamanya belum pernah menemui peristiwa aneh dimana
pedang dapat terbang membunuh orang, tak terasa lagi saking kagetnya mereka pada berdiri melongo longo.
Sedang Tan Kia-beng sendiri menggunakan waktu yang amat singkat inilah menangkap kembali pedang pusakanya, sang tubuh segera menerjang ke depan sambil melancarkan serangan gencar.
Terlihatlah diantara seretan cahaya berapi yang berkedip kedip, serentetan cahaya tajam bagaikan seekor naga sakti menyambar kesana kemari dengan kecepatan yang luar biasa.
Dimana cahaya tajam tersebut lewat, darah segar
berceceran memenuhi angkasa, suara jeritan ngeri saling susul menyusul memecahkan kesunyian.
Dalam waktu yang amat singkat barisan tersebut jadi kacau balau tidak karuan, Tan Kia-beng yang untuk pertama kalinya mencoba kedahsyatan dari ilmu pedang "Sian Yan Chiet Can"
semakin bergebrak merasakan, permainannya semakin lancar.
Iapun merasakan bahwa jurus-jurus serangan ilmu pedang itu bersambung satu sama lain tiada hentinya, begitu dilancarkan keluar serasa anak panah yang berada di atas busur, mau tak mau harus dilancarkan juga
Disamping itu iapun menaruh rasa benci terhadap manusia-manusia ganas itu, kendati barisan tersebut sudah dipukul kocar kacir tetapi serangan yang dilancarkan keluar masih tetap meluncur keluar tiada hentinya.
Dengan demikian suatu penjagalan manusia secara besar-besaran segera berlangsung dengan seramnya di tengah gurun pasir yang sunyi....
Suara raungan kesakitan, jeritan ngeri serta teriakan menjelang sekarat bergema memenuhi angkasa bercampur
dengan suara tiupan seruling yang amat santar, suara tersebut lama kelamaan membuat setiap orang merasa hatinya semakin bergidik.
Ketika itulah dari antara kepungan barusan seratus setan itu mendadak berkumandang datang dua kali suara bentakan yang amat keras diiringi dua rentetan cahaya hijau berkelebar lewat, dari antara kepungan yang sangat rapat mendadak muncul dua sosok bayangan manusia melayang mendekat.
"Apakah Si serta Sak heng berdua?" teriak Tan Kia-beng dengan cepat.
Hawa murninya segera ditarik panjang panjang dari pusar, bersama-sama dengan pedangnya yang membentuk cahaya tajam, laksana kilat menyambar ia meluncur ke depan.
Keuda sosok bayangan manusia yang meluncur datang bersama barusan itu memang tak lain adalah Sak Ih serta Si Huan berdua.
Tadi, sewaktu mereka terperosok ke dalam kepungan barusan musuh yang begitu kuar dan rapat sehingga angin hujan tak bertembus hampir hampir saja mereka dibuat kesesakan napas, siapa tahu pada saat yang amat kritis itulah mendadak tekanan pada tubuh mereka terasa agak ringan, dengan sekuat tenaga kedua orang pemuda tersebut lantas mengirim serangan dahsyat balas mendesak musuhnya.
Bersamaan itu pula mereka menemukan Tan Kia-beng
bagai rentetan pelangi sedang meluncur datang, dalam keadaan sangat girang tak kuasa lagi mereka berteriak hampir berbareng, "Benar siauw-te berdua, Tan heng kau tidak mengapa bukan?"
Dengan dahsyatnya Tan Kia-beng menggerakkan pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang berada ditangannya, dimana
sambaran pedang berkelebat lewat bagaikan ombak yang memecah ditepian pantai potongan lengan ptahan kaki beterbangan memenuhi empat penjuru, ketika mendengar suara jawaban dari kedua orang itu ia lantas menggerakkan badannya berkelebat kesisi Sak Ih sekalian.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau cuma mengandalkan kekuatan beberapa orang manusia manusia busuk semacam kalian masihbelum untuk mengapa-apakan diriku, aku hanya merasa ikut malu mengapa pentolan yang memimpin barisan ini tidak berani munculkan dirinya secara terus terang sebaliknya bersembunyi terus bagaikan cucu kura kura".
Belum habis ia tertawa, mendadak terdengarlah suara seseorang sangat dingin bagai es sudah menyambung
"Bangsat cilik, kau jangan merasa bangga dulu, walaupun kau dengan mengandalkan pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam berhasil mempertahankan diri untuk sementara waktu, Hmmm! tetapi untuk meloloskan diri dari gurun pasir ini dalam keadaan selamat jangan harap!"
Si "Ciat Hun Kiam" Si Huan yang sudah terkurung sangat lama di dalam barisan seratus setan tersebut, pada saat ini hatinya lagi kheki. Kini sesudah mendengar perkataan tersebut ia tak dapat menahan hawa amarah yang sedang bergelora di dalam hatinya lagi.
"Siapakah saudara?" bentaknya keras. "Jikalau kau betul-betul bernyali ayoh cepat unjukkan diri bergebrak beberapa jurus, dengan Si-ya, bicara besar terus tiada gunanya!"
"Heee.... heee.... heee.... Untuk bergebrak melawan diriku tidak sulit, cuma saja selama ini aku si Im Liem Kui Bo belum pernah melepaskan mangsanya dalam keadaan hidup hidup"
Entah sejak kapan bagaikan bayangan setan saja tahu-tahu dihadapan mereka sudah muncul seorang nenek tua yang berambut merah sepanjang pundak dengan wajah yang meringis buas dan seluruh tubuh berwarna hitam pekat. Ia melototi ketiga orang itu.
Begitu munculkan dirinya, nenek bengis itu segera tertawa dingin tiada hentinya.
Si Huan segera menggetarkan pedangnya kencang kencang kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haa.... haaa.... haaa.... justru aku Si Huan paling tidak percaya dengan segala permainan setan, ayoh cepat keluarkan seluruh kepandaian silatmu!"
Mendadak "Im Liem Kui Bo" mendongakkan kepalanya tertawa tergelak, suaranya seperti kuntilanak yang sedang menjerit membuat setiap orang yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada berdiri.
Begitu suara tertawa sirap dari angkasa sepasang
tangannya yang kurus kering bagaikan cakar burung garuda diangkat tinggi2.
Sinar mata Tan Kia-beng dengan cepat berkelebat, ia dapat menemukan di atas kesepuluh jari tangannya yang panjang secara samar-samar memancarkan cahaya kebiru-biruan yang menyilaukan mata, tak tertahan lagi hatinya merasa sangat terperanjat, buru-buru jeritnya memberi peringatan.
"Si-heng, perhatikan kesepuluh kuku jari tangannya!"
Baru saja ia selesai berteriak, masing-masing pihak sudah mulai saling menyerang.
Pedang Si Huan bagaikan pelangi yang terbang diangkasa dengan menimbulkan suara desiran tajam menusuk medada musuh.
Im Liem Kui Bo tertawa seram, mendadak cakar setannya dipentang lebar-lebar kemudian sambil putar badan ia mengamcam pedang pihak lawan.
Si Huan yang tidak mengetahui seberapa hebatnya tenaga dalam pihak lawan, buru-buur menekan pergelangan
tangannya ke bawah dengan sikap mendatar dari gerakan menusuk kini berubah menjadi gerakan membabat
menggulung ke arah pinggang lawan.
Seketika itu juga suara desiran tajam bercampur dengan hawa pedang yang menyesakkan napas bermunculan
memenuhi seluruh angkasa.
Agaknya Im Liem Kui Bo sama sekali tidak menduga kalau pemuda yang berada dihadapannya bisa memiliki kepandaian ilmu pedang segitu sempurna, dalam keadaan terperanjat tubuhnya dengan mengikuti gerakan sang pedang segera muncur lima depa ke arah belakang.
Tetapi sebentar kemudian dengan diiringi suara suitan keras, tubuhnya kembali menerjang masuk ke dalam lingkaran cahaya pedang, sepasang tangannya yang kurus bagaikan cakar setan menyusut mendorong tiada hentinya, hanya di dalam waktu yang amat singkat berturut-turut ia sudah mengirim delapan belas buah serangan.
Terasalah angin dingin menderu deru dan menyebar lewat dengan sangat tajam, kuku kuku jarinya yang panjang serta memencarkan wakna kebiru-biruan bagaikan sepuluh bilah pedang panjang menyebar kesana kemari dengan amat gencar.
Tenaga dalam yang dimiliki Si Huan dasarnya memang kalah satu tingkat dari perempuan tersebut, apalagi di dalam kepungan manusia-manusia aneh berapi tadi inipun harus banyak mengorbankan hawa murninya, oleh karena itu berturut turut kena terdesak mundur terus ke arah belakang.
Tetapi dasar sifatnya memang sombong, congkak dan tinggi hati pemuda tersebut mana mau memperlihatkan
kelemahannya"
Pedang panjang ditangannya segera diperkencang, sambil membentak keras dengan sekuat tenaga ia mengirim tiga buah serangan berantai dengan paksa menyetop serangan musuh.
Mengambil kesempatan inilah ilmu pedang Ciat Hun Kiam Hoat nya dikeluarkan, dalam waktu yang amat singkat cahaya hijau menyembur keempat penjuru kemudian menyebar keseluruh angkasa. Kontan saja tubuh Im Liem Kui Bo kena terseret ke dalam lautan pedang yang amat dahsyat itu.
Melihat keadaan semacam ini di dalam sekali pandang saja Tan Kia-beng segera mengetahui bila pemuda tersebut untuk beberapa saat lamanya tak bakal menderita kalah, oleh sebab itu diam-diam ia mulai memperhatikan keadaan sekitar tempat itu.
Suara tiupan seruling itu sudah berhenti berbunyi, sedang manusia manusia aneh yang menyemburkan sinar berapi dari mulut dan hidungnya itupun mulai berkelompok menjadi satu.
Kini yang tersisa di dalam kalangan tinggal tumpukan lengan serta potongan-potongan kaki yang tersebar dimana-mana bercampur dengan ceceran darah segar.
Manusia-manusia yang kena terbunuh, walaupun sudah mati tetapi dari mulut maupun hidungnya masih tetap memancarkan cahaya yang menyilaukan mata.
Setelah diamati lebih teliti lagi, baru mereka ketahui kiranya permainan tersebut hanya suatu permainan yang sangat mudah, di atas hidung maupun mulut manusia-manusia aneh tersebut telah dipolesi dengan sebangsa bubuk phospor dalam jumlah yang banyak.
Tan Kia-beng tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... kiranya kepandaian dari pihak Isana Kelabang Emas cuma begini saja"
"Aku rasa tidak begitu gampang kawan" mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara seseorang yang menyambung perkataan tersebut.
Begitu suara itu sirap, tahu-tahu di tengah kalangan sudah bertambah lagi dengan tiga orang manusia. Salah satu diantaranya adalah Sang Si Ong yang pernah bergebrak melawan Sak Ih sewaktu berada di dalam Isana Kelabang Emas. Sedang dua orang lainnya adalah seorang lelaki dan seorang wanita.
Yang lelaki memiliki alis tebal mata besar sepasang lengan kekar berotot. Usianya kurang lebih berada di atas lima puluh tahun sedang pakaiannya model suku Biauw.
Sebaliknya yang perempuan berperawakan menggiurkan, ia berdandan dengan pakaian keratun berwarna hijau yang sangat mentereng dan mewah, sikap serta gerak geriknya pun secara samar-samar sebagai seorang perempuan bangsawan.
Melihat munculnya perempuan itu Tan Kia-beng rada melengak dibuatnya, mendadak hatinya terasa rada bergerak.
"Yang datang apakah majikan Isana Kelabang Emas?" buru-buru sapanya sembari menjura.
"Akh kau sudah salah menduga!" perempuan muda berdandan wanita keraton itu tersenyum. "Majikan Isana Kelabang Emas adalah enciku, aku adalah Sak Cing Hujien."
"Haaa.... haaa.... haaa.... sampah Bulim pun mengaku sebagai Hujien. Sungguh menggelikan sekali!!"
Air muka Sak Cing Hujien kontan saja berubah hebat, tetapi sebentar kemudian ia sudah jadi tenang kembali.
"Heeei....! Sebutan Hujien ini memang cukup menggelikan buat orang lain." katanya sambil menghela napas panjang.
"tetapi di balik kesemuanya ini masih ada rahasia rahasia yang tak boleh diketahui siapapun. Sebetulnya akupun tak ingin melihat peristiwa pembunuhan pembunuhan kejam yang mengerikan itu, tetapi berhubung keadaan yang memaksa mau tak mau aku harus berbuat demikian, Siauw ko dengan pihak Isana Kelabang Emas kami tiada dendam sakit hati buat apa kau begitu ngotot untuk terjunkan diri ke dalam kolam berisikan air pahit getir ini?"
"Apa" Tiada ikatan dendam sakit hati?" teriak Tan Kia-beng gusar, dari sepasang matanya memancarkan cahaya yang amat tajam "Kematian ayahku Cu Swie Tiang Cing di dalam gua bawah tanah apakah tidak termasuk dendam sakit hati"
Apalagi tindakan kalian orang-orang Isana Kelabang Emas sangat kejam dan telengas terhadap orang-orang Bulim di daerah Tionggoan, aku orang she Tan sebagai seorang kawan Bulim sudah sewajarnya memikul tanggung jawab ini untuk membasmi kalian."
"Heeei....! Apa kau kira orang-orang Isana Kelabang Emas pun kebanyakan gemar membunuh orang" Semua tindakan ini kami lakukan karena keadaan terpaksa...."
Tan Kia-beng yang melihat di atas wajah perempuan itu secara mendadak terlintas suatu perasaan sedih, sepertinya ada sesuatu hal yang menekan di dalam hatinya, diam-diam merasa sangat keheranan sehingga tanpa terasa pemuda tersebut sudah merasa kurang enak untuk mengejek
perempuan tadi dengan kata-kata kotor.
Pembicaraan yang dilakukan mereka berdua dengan halus dan pakai aturan itu agaknya terasa sangat tidak cocok bagi sifat lelaki kasar berdandan suku Biauw itu.
Mendadak ia menerjang maju ke depan sambil membentak keras, "Kiranya kau adalah putra dari 'Cu Swie Tiang Cing' Tan Cu Liang kalau begitu kau bangsat cilik jangan harap bisa pergi lagi dari sini!"
Dengan pandangan menghina Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya, mendadak ia mendongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... hanya mengandalkan kekuatan kalian beberapa orang"
Ketika itulah mendadak Sak Cing Hujien dengan ringan melayang ke depan.
"Kepandaian silatmu kau dapatkan dengan tidak gampang"
nasehatnya dengan suara lembut. "Isana Kelabang Emas tidak mungkin bisa kau lawan hanya mengandalkan kekuatan kau seorang diri. Aku nasehati dirimu lebih baik menyingkirlah dari urusan ini!"
"Ooouw begitu"...." dengus Tan Kia-beng dingin.
Mendadak di dalam benaknya terlintas suatu persoalan, gerakan tubuh dari si perempuan yang sangat ringan dan lincah itu rasanya sangat dikenal olehnya, cuma saja untuk beberapa saat pemuda kita tak teringat kembali dimanakah ia pernah melihat gerakan ini
Agaknya Sak Cing Hujien pun kena dibuat gusar oleh sikap yang dingin dan congkak dari pemuda tersebut. Ia mendengus berat.
"Hmmm! Jika kau memang ingin cari mat akupun tak ada perkataan lain yang bisa diucapkan lagi" serunya.
Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu selesai berkata tubuhnya dengan ringan melayang mundur ke belakang, dan tepat pada saat yang bersamaan, lelaki kekar berdandan suku Biauw itu sudah menerjang maju kehadapan Tan Kia-beng.
Di tengah suara bentakan yang amat keras kepalannya segera dihantamkan ke arah depan dimana angin pukulan menyambar lewat serasa ambruknya gunung thaysan dan merekahnya permukaan tanah.
Tadi, sewaktu Tan Kia-beng dapat melihat sepasang lengan dari lelaki itu amat kekar, dalam hatinya sudah menduga bila orang ini memiliki tenaga dalam yang sangat luar biasa.
Kini setelah melihat datangnya angin pukulan itu, dalam hati semakin mengerti lagi bila apa yang diduga semula sama sekali tidak meleset.
Walaupun begitu, justru ia sengaja hendak mngukur kekuatan dari musuhnya, melihat angin pukulan yang menderu-deru menyambar datang, dengan cepat iapun menyalurkan hawa khiekang "Sian Im Kong Sah Mo Kang"nya kesepasang telapak tangan.
Dimana sang tangan mengebut perlahan, terasalah
segulung hawa tekanan yang berhawa dingin mengeluar memaksa angin pukulan yang menyambar datang tadi tersapu lenyap.
Sebaliknya Tan Kia-beng yang berdiri di tempat semula tetap tenang-tenang saja bahkan ujung bajunya sama sekali tidak goyang.
Pada hari-hari biasa lelaki kekar berdandan suku Biauw itu selalu membanggakan kekuatan sendiri, tetapi setelah melihat kejadian itu dalam hati tak terasa lagi tadi dibuat terperanjat juga.
Setelah tertawa dingin kepalannya kembali menyambar ke depan mengirim tuga buah pukulan berantai ke arah musuhnya.
Hanya di dalam sekejap mata angin kencang menderu deru bayangan kepalan laksana gunung, kedahsyatannya benar-benar amat mengerikan.
Tan Kia-beng yang melihat jalannya permainan lelaki kekar itu rada mirip dengan ilmu kepalan sakti "Pek Poh Sin Ciau"
dari partai Siauw-lim-pay tetapi kehebatannya jauh berada di atas ilmu tersebut dalam hatinya lantas ada maksud hendak melihat jelas permainan kepalan musuhnya.
Selama ini ternyata pemuda itu tidak balas melancarkan serangan lagi, dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh
"Mao Hoo Sin Lie" ia berkelebat kekanan berkelit kekiri mengikuti jalannya gerakan pukulan pihak musuh.
Hal ini kontan saja membuat silelaki kekar tersebut jadi gemas, gusar dan mendongkol
"Bangsat cilik! kalau betul-betul bernyali ayoh terimalah beberapa jurus pukulan yayamu, Hmm! bersembunyi terus bukankah mirip dengan cucu kura kura?"
Mendengar perkataan itu kontan saja Tan Kia-beng
mengerutkan alisnya, baru saja ia bersiap hendak
melancarkan serangan balasan mendadak telinganya dapat menangkap bisikan seseorang yang sangat lembut bagaikan suara nyamuk.
Perempuan ini adalah enci dari majikan Isana Kelabang Emas, jadi orang rada jujur dan gagah, kalian tidak perlu beribut lagi dengan dirinya, lebih baik cepat-cepatlah tinggalkan tempat ini! bilamana sebelum tanggal lima belas bulan depan kalian tidak berhasil mendatangi gunung Ui San, kemungkinan sekali jago-jago pilihan dari seluruh partai Tionggoan bakal habis terkubur ditangan pihak Isana Kelabang Emas, jika sampai hal ini terjadi maka dosamu akan sangat besar!
"Dari sini kalian boleh bergerak menuju ke arah Tenggara kemudian berbelok ke arah Selatan, dengan demikian maka kamu semua akan lolos dari lingkungan pengaruh Isana Kelabang Emas. Di tengah jalanan sebelah depan Loolap sudah sediakan tiga ekor kuda buat kalian. cepat pergi! cepat pergi! jangan sampai terlambat...."
Dalam keadaan rada melengak hampir-hampir saja Tan Kia-beng kena tersapu oleh angin pukulan pihak lawan, saking khekinya mendadak ia membentak keras. Sepasang telapak tangannya bersama-sama diayun ke arah depan berulang kali.
---ooo0dw0ooo--JILID: 8 Hanya di dalam sekejap mata ia sudah mengirim tujuh buah pukulan sekaligus, setiap serangan semuanya menggunakan jurus-jurus aneh dari ilmu telapak "Siauw Siang Chiet Ciang".
Seketika itu juga hawa khiekang menggulung laksana ombak dahsyat, membuat semua orang di sekeliling tempat itu merasa napasnya jadi sesak.
Di tengah suara ledakan yang amat keras, kuda-kuda silelaki kekar itu kena tergempur sehingga mundur tujuh, delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Saat ini Tan Kia-beng tiada bernapsu untuk bergebrak lagi mendadak tubuhnya berkelebat ke arah depan.
"Sak-heng, Si-heng kita pergi dari sini!" teriaknya keras.
"Kalau tidak kita orang bakal terlambat!"
Selama ini Sak Ih memang belum bergebrak melawan
orang lain, mendengar perkataan tersebut ia segera mengejar datang.
Hanya saja si "Cian Hun Kiam" Si Huan masih bertempur melawan Im Liem Kui Bo kelihatannya pemuda tersebut sudah mulai keteter.
Pada waktu itulah kembali Tan Kia-beng mendengar suara bisikan dari orang tersebut.
"Nenek setan itu sangat berbahaya, buas dan telengas, ia bukan seorang manusia baik-baik terutama sekali barisan Pek Kuei Im Liem Tin nya. Cepat suruh bocah itu menyingkir, hati-hati dengan panah Im Liem Pek Kut Cian nya!"
"Terima kasih atas perhatianmu" tak terasa lagi Tan Kia-beng berseru. "Sejak malam ini aku akan suruh dia untuk
selamanya tak dapat menggunakan anak panah Im Liem Kut Pek Cian nya lagi."
Sreet! dengan cepat ia menerjang ke sisi tubuh Im Liem Kui Bo, lalu bentaknya keras, "Si-heng! harap kau beristirahat sebentara, biarlah aku yang bereskan dia."
Belum sempat Si Huan menyingkir kesamping, mendadak....
Sesosok bayangan hijau bagaikan segulung asap sudah melayang mendatang diikuti suara teguran yang amat merdu bergema memenuhi angkasa, "Jikalau malam ini kau tidak tinggalkan beberapa jurus serangan, jangan harap bisa berlalu dengan mudah."
Dengan cepatnya segulung angin pukulan yang sangat halus membabat datang.
Tan Kia-beng yang masih berada di tengah udara
mendadak menerima serangan bokongan, dalam hati merasa sangat mendongkol bercampur gusar.
"Hee.... hee.... hee.... aku rasa belum tentu!" serunya pula sambil tertawa dingin.
Telapak tangannya segera membalik lalu didorong ke depan, diiringi suara bentrokan yang amat nyaring tampaklah ujung baju orang itu berkibar tiada hentinya lalu melayang turun ke atas permukaan tanah.
Dengan cepat Tan Kia-beng pun ikut melayang ke arah bawah, sewaktu ia mengamati lebih teliti lagi maka tampak olehnya orang yang mencegat perjalanannya bukan lain adalah Sak Cing Hujien, tak kuasa lagi dalam hati merasa rada terperanjat.
"Haa.... kelihatannya tenaga dalam yang ia miliki jauh lebih hebat daripada Ci Lan Pak!" pikirnya dihati.
Dengan cepat ia menyedot hawa murninya panjangpanjang, lalu Sak Ih serunya dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara, "Harap saudara berdua suka berlalu ke arah Tenggara, biar siauw-te hadapi mereka dahulu kemudian setelah akan menyusul kalian."
Walaupun di dalam hati secara diam-diam Sak Ih ada maksud hendak merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit, tetapi menghadapi keadaan yang berbahaya semacam ini sudah tentu iapun tidak ingin meninggalkan kawan untuk mencari keuntungan diri sendiri.
Mendengar perkataan tersebut di atas wajahnya segera terlintaslah perasaan serba salah, sambil mencekal pedangnya kencang-kencang ia masih tetap berdiri tak bergerak Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu hatinya terasa amat cemas, kembali kepada Si Huan ujarnya dengan ilmu untuk menyampaikan suara, "Disebelah Tenggara sudah ada orang yang menyediakan kuda buat kita, harap Si heng suka meloloskan diri dari kepungan Kui Bo tersebut kemudian menunggu aku disebelah sana".
Tetapi pada saat ini Si Huan sedang terdesak oleh sepasang cakar setan dari Im Liem Kui Bo dan berada dalam keadaan sangat kritis, mana berani dia pecahkan perhatian untuk mendengar ucapan tersebut" Oleh karenanya ia tetap bungkam diri.
Sak Cing Hujien yang melihat bibir pemuda tersebut bergerak terus dan wajahnya kelihatan begitu kuatir, tak terasa lagi sudah tertawa ringan.
"Kami sama sekali tiada maksud untuk mencelakai saudara sekalian, buat apa kau bersikap begitu tegang dan kuatir?"
Beberapa patah perkataan itu benar-benar sudah
menyinggung perasaan halusnya, dengan alis yang dikerutkan sepasang mata memancarkan cahaya tajam ia tertawa panjang.
"Jikalau bukannya aku orang she Tan masih ada persoalan yang penting, kenapa harus takuti beberapa orang semacam kalian?"
Sekarang tidak ada banyak perkataan yang bisa dibicarakan lagi, jika kau punya kepandaian ayoh cepat keluarkan semua!"
"Heeei.... urusan sudah menjadi begini, bagaimanapun memang hanya satu jalan ini saja yang bisa kita tempuh."
Tan Kia-beng yang secara diam-diam sudah mendengar penjelasan melalui ilmu menyampaikan suara bayangan terhadap perempuan ini boleh dikata sudah rada baikan, melihat sikapnya tersebut iapun tidak ingin banyak bicara lagi sehingga melukai hatinya.
"Walaupun pertempuran kita malam ini adalah suatu pertempuran antara mati dan hidup tetapi cayhe sama sekali tiada maksud untuk melukai saudara, bagaimana kalau kita batasi saja sampai tiga jurus?"
Dengan wajah murung Sak Cing Hujien mengangguk,
segulung tenaga murni berwarna hijau bagaikan selapis horden tipis dengan cepat menyelubungi seluruh tubuhnya.
"Aaakh.... iapun berhasil mempelajari ilmu sakti Hong Mong Cie Khie?" pikir Tan Kia-beng dengan perasaan sangat terperanjat.
Jikalau ia suka memperhatikan lebih teliti lagi, maka ia akan menemukan bila warna hijau yang terpancar keluar dari tubuh Sak Cing Hujien jauh lebih tebal daripada hawa murni yang
terpancar dari tubuh Ci Lan Pak atau dengan perkataan lain tenaga lweekang perempuan ini jauh lebih tinggi satu tingkat daripada Ci Lan Pak.
Cuma saja menghadapi kejadian semacam ini pemuda
tersebut sama sekali tiada waktu lagi untuk melakukan penelititan, diam-diam iapun mulai mengumpulkan seluruh hawa murni "Jie Khek Kun Yen Cin Khie"nya secara samar-samar dari atas ubun ubunnya mulai muncul dua gulung uap putih serta uap hijau yang kemudian menyebar dan
membungkus seluruh badannya.
Kejadian sudah berlangsung menjadi begini, agaknya mereka berdua telah menggunakan seluruh kepandaian silat yang dimiliki selama ini untuk bergebrak mati matian di dalam tiga juru mendatang, oleh karenanya masing-masing pihak saling mengawasi pihak lawan dengan perasaan tegang. Siapa pun tak ada yang berani melancarkan serangan terlebih dahulu.
Sak Ih yang melihat keadaan di tengah kalangan semakin lama berubah semakin menegang, tanpa terasa lagi sambil mencekal pedangnya erat-erat ia mulai bergeser ke depan.
Melihat kejadian tersebut dengan perasaan kaget Tan Kia-beng segera berteriak keras, "Sak heng cepat pergi bantu Si heng, di sebelah sini siauwte percaya masih sanggup untuk menghadapi dirinya."
Ketika itulah Sak Ih baru tersadar kembali, dengan cepat tubuhnya berputar lalu melayang ke arah Si Huan.
Siapa sangka baru saja tubuhnya bergerak maju mendadak terdengarlah suara dengusan berat bergema memenuhi angkasa. dengan sempoyongan Si Huan mundur lima, enam depa ke belakang, hampir-hampir saja ia jatuh terjengkang.
"Heee.... heee.... heee.... Bangsat cilik! ayoh serahkan nyawamu!" teriak Im Liem Kowi Bo sambil tertawa aneh.
suaranya mirip dengan jeritan kuntilanak.
Tubuhnya laksana bayangan setan segera menubruk
mendekat, kesepuluh jarinya dengan dahsyatnya
mencengkeram dada lawan
Dalam keadaan cemas Sak Ih segera membentak keras,
"Kau berani!"
Sreet! tubuh bersama-sama pedangnya dengan membentuk serangkaian pelangi merah menubruk dari tengah udara menuju ke arah bawah.
Gerakannya ini sudah menggunakan hampir seluruh tenaga dalam yang dimilikinya selama ini sudah tentu kedahsyatannya tiada tara.
Jikalau Im Liem Kui Bo sungguh sungguh berani turun tangan melukai Si Huan maka terlebih dahulu ia akan menemui bencana, di dalam keadaan terperanjat laksana sambaran kilat cepatnya ia segera menyingkir lima depa kesebelah kiri.
Sak Ih yang melihat serangannya berhasil memukul mundur Kui Bo, tanpa memperhatikan keadaan luka dari Si Huan lagi pedang panjangnya segera digetarkan membentuk
berkuntum-kuntum bunga pedang kemudian dengan gerakan ketat mengirimkan tiga buah serangan berantai mendesak si nenek setan itu.
Cahaya pedang berkelebat menyilaukan mata, hawa dingin menggidikkan setiap orang, di dalam sekejap mata Kui Bo sudah tergulung di dalam lautan pedang yang amat hebat itu.
Sewaktu Sak Ih turun tangan memberi pertolongan kepada Si Huan itulah, antara Tan Kia-beng serta Sak Cing Hujien pun sudah berlangsung suatu pertempuran yang sangat
mengerikan. Kiranya Sak Cing Hujien sudah mengirimkan satu pukulan dahsyat ke depan menggunakan kesempatan sewaktu pemuda tersebut berbicara dengan kawannya.
Dimana ujung jubahnya dikebut ke depan, segulung kabut warna hijau yang tebal dengan lembut tapi dahsyat menggulung ke depan tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Jikalau ilmu Hong Mong Ci Khie ini berhasil dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan maka seseorang dapat melukai musuhnya tanpa menimbulkan sedikit suara pun.
Kendati ilmu sakti dari Sak Cing Hujien belum berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan tetapi gerakannya ini tidak boleh dipandang remeh.
Walaupun diluaran Tan Kia-beng bicara besar padahal secara diam-diam ia sudah mengadakan persiapan.
Sewaktu dilihatnya segulung kabut hijau dengan begitu dahsyat menerjang datang bahkan disamping itu secara diam-diam terselip pula suatu kekuatan yang sangat besar, dalam hati lantas tahu bila pihak lawan sudah mulai melancarkan gerakannya.
Buru-buru iapun menyedot napas panjang panjang, hawa murni Jie Khek Kun Yen Cin Khie nya segera disalurkan keluar badan sepasang telapaknya dengan kecepatan laksana kilat membentuk gerakan lingkaran Thay Khek kemudian
dikebutkan keluar.
Sreet! dua gulung hawa putih serta hijau dengan
membentuk satu garis laksana anak panah yang terlepas dari busur meluncur ke arah depan dengan amat hebat Sak Cing Hujien sama sekali tidak menyangka bila pihak lawannya telah berhasil melatih tenaga khiekang "Jie Khek SIan Thian Cin Khie" di dalam anggapannya cukup dengan ilmu sakti "Hong Mong Ci Khie" ini maka ilmu pukulan biasa tidak mungkin bisa menahannya.
Siapa sangka begitu kabut berwarna putih serta hijau itu terbentur dengan kabut warna hijau tadi, ternyata kekuatan tersebut langsung menembusi benteng pertahanannya kemudian menerjang masuk ke dalam jalan darah "Cie Cian Hiat".
Kejadian yang sangat aneh dan ada diluar dugaan ini seketika itu juga membuat dia jadi sangat terperanjat, ujung bajunya buru-buru dikebutkan ke depan, tangannya bagaikan gangsingan diputar kencang sedemikian rupa sehingga kabut hijau ilmu pukulan "Hong Mong Cie Khie"nya membentuk angin pukulan santar yang segera menyambar datangnya hawa khiekang warna putih serta hijau tersebut.
Plaak! Plaak! Diiringi suara bentrokan lemah, tubuh Sak Cing Hujien kena terdesak mundur dua langkah lebar sedangkan Tan Kia-beng tergetar miring tiga depa oleh bentrokan tersebut.
Dengan terperanjatnya bentrokan ini maka masing-masing pihak lantas mengerti bila pihak lawannya merupakan seorang musuh yang tidak gampang dilawan. Dengan demikian masing-masing pihakpun segera pusatkan seluruh perhatian dan tidak berani bergerak lagi secara gegabah.
Di dalam benaknya secara kilat Tan Kia-beng berpikir keras, ia merasa waktu yang dihadapinya saat ini sangat berharga sekali dan tak boleh diundur lebih jauh.
Tetapi musuh tangguh ada di depan mata, bila ia tidak memukul mundur musuhnya terlebih dahulu ia sendiripun tak bakal berhasil meloloskan diri.
Untung saja sebelum pertempuran ini berlangsung ia sudah menjadikan batas tiga jurus, oleh karena itu secara mendadak tubuhnya kembali bergerak maju ke depan, dengan gencar ia melancarkan dua belas buah serangan sekaligus.
Kedua belas pukulannya ini dilancarkan dengan gencar, yang digunakanpun merupakan jurus-jurus sakti dari ilmu telapak "Siauw Siang Chiet Ciang," laksana angin topan yang melanda lewat tanpa menimbulkan sedikit suarapun
menerjang ke depan.
Walaupun Sak Cing Hujien memiliki kepandaian silat yang sangat lihay, menghadapi kejadian semacam ini tidak urung kena terdesak juga sehingga mundur terus ke belakang.
Menggunakan kesempatan sewaktu perempuan itu dibuat melengak itulah Tan Kia-beng segera mengundurkan diri dari tengah kalangan.
"Tiga jurus sudah berlalu, memang kalau belum berhasil ditentukan maaf aku orang she Tan tak dapat melayani lebih lanjut," teriaknya keras.
Menanti Sak Cing Hujien tersadar kembali dari kagetnya, pemuda tersebut sudah berada dihadapan Si Huan.
"Si-heng, bagaimana dengan lukamu" apakah perlu siauwte bantu?" tanyanya lirih.
"Haa.... haaa.... haaa.... hanya sedikit luka ini tidak sampai melenyapkan nyawa siauwte."
Selesai berkata dengan langkah gontai Si Huan lantas berlari menuju ke arah Tenggara.
"Heee.... hee.... hee.... hee.... bangsat cilik, kau masih ingin melarikan diri?" ketika itulah Sang Si Ong sudah berteriak sambil tertawa dingin.
Tubuhnya dengan cepat menubruk ke depan menghadang jalan pergi dari Si Huan
"Kau berani!" bentak Tan Kia-beng keras.
Telapak tangannya dengan cepat didorong ke depan, segulung angin pukulan yang amat dahsyat dengan diselingi suara guntur yang membelah bumi menggulung lewat dari samping.
Hal ini kontan saja memaksa Sang Si Ong terdesak mundur dan melayang kembali ke tempat semula. Menggunakan kesempatan itulah Tan Kia-beng segera menubruk ke arah Liem Kui Bo.
Sewaktu melawan Si Huan tadi, boleh dikata Im Liem Kui Bo sudah kehilangan tenaga murninya hampir separuh bagian, kemudian harus menerima pula serangan gencar dari Sak Ih, semakin lama ia sudah kena terdesak dibawah angin.
Pada saat ini sewaktu dilihatnya Tan Kia-beng menubruk datang, dalam hati ia sudah merasa rada gugup tetapi dengan paksakan diri perempuan tersebut tertawa seram juga,
"Heee.... heee.... heee.... seorang bangsat yang tidak tahu diri lagi ingin menghantar kematian saudara!"
Tan Kia-beng sama sekali tidak ingin menggunakan tenaga dua orang pergi mengerubuti seseorang, mendadak ia menarik kembali gerakannya.
"Sak-heng! saat ini Si-heng sudah meloloskan diri dari kepungan?"
Teriaknya keras, "Kau cepat pergilah menjaga keselamatannya, si Kui Bo ini serahkan saja kepada siauw-te untuk membereskannya."
Tidak menanti Sak Ih berbicara lagi, tubuhnya segera menerjang masuk ke dalam bayangan telapak dan menerjang Kui Bo dengan gencar.
Sak Ih terpaksa menarik kembali pedangnya, melihat bayangan punggung Si Huan sudah hampir lenyap dari pandangan ia pun terpaksa buru-buru bergerak menuju ke arah Tenggara.
Saat ini di dalam kalangan tinggal Tan Kia-beng seorang diri, dan sebaliknya iapun merasa hatinya semakin tenang.
Sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap keseluruh kalangan.
Tampaklah silelaki kekar berdandan suku Biauw itu duduk mengatur pernapasan, Cing Hujien dengan wajah yang dingin dan tenang berdiri disamping kalangan. paras mukanya sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, sedangkan Sang Si Ong dengan wajah dingin kaku dan sepasang mata
memancarkan cahaya tajam sedang memperhatikan dirinya.
Agaknya ia sama sekali tidak mengambil perhatian terhadap kepergian dari Sak serta Si kedua orang pemuda itu.
Kini tinggal Im Liem Kui Bo yang sedang bergebrak melawan dirinya saja yang memandang ke arah dirinya
dengan wajah penuh napsu membunuh, setiap serangannya tentu diarahkan kejalan darah mematikan, sedangkan kesepuluh kuku jari yang panjang dan memancarkan cahaya kebiruan digerakkan ke depan ke samping laksana sepuluh bilah pedang tajam.
Dalam hati Tan Kia-beng memang ada maksud hendak
memberi sedikit hajaran kepadanya, oleh karena itu ia sama sekali tak menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut.
Secara diam-diam hawa murni Jie Khek Kun Yen Ceng Khie nya disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, selama ini ia selalu memunahkan datangnya setiap serangan cengkeram yang mengancam dirinya dengan seenaknya.
Im Liem Kui Bo dasarnya memang bersifat ganas, kejam dan buas, setiap kali bergerak melawan orang lain belum pernah meninggalkan mangsanya dalam keadaan hidup hidup.
Lolosnya Si Huan serta Sak Ih tadi sudah cukup membuat sifat buasnya muncul kembali, ia berniat untuk melukai Tan Kia-beng dibawah serangan cengkeramannya.
Kini melihat serangan serangan yang dilancarkan Tan Kia-beng tidak sehebat apa yang dipikirkan semula, di dalam anggapannya mungkin pemuda tersebut sudah terlalu lemah karena harus menghadapi pertempuran yang amat sengit baru saja ini.
Tidak terasa lagi ia sudah tertawa aneh dengan amat seramnya.
"Hee.... heee heee.... bangsat cilik! Waktumu sudah tiba, ayoh cepat pergilah melaporkan diri kepada Raja Akhirat!"
Mendadak kesepuluh jarinya dipentangkan lebar-lebar, tubuhnya dengan cepat menubruk ke depan mengancam "Cie Bun" serta "Cang Bun" dua buah jalan darah ini merupakan salah satu jalan darah kematian dari antara ketiga puluh enam jalan darah kematian lainnya, setiap orang-orang yang kena tertotok tentu akan menemui ajalnya.
Kini melihat kesepuluh jarinya dengan dahsyat sudah menyambar datang, sebaliknya Tan Kia-beng sama sekali tiada maksud untuk menghindar maupun berkelit tak terasa lagi diam-diam makinya dalam hati.
"Bangsat cilik, kau memang cari mati!"
Baru saja pikiran tersebut berkelebat lewat dari benaknya, sang jari tangan tahu-tahu sudah menempel di atas sebuah tubuh pihak lawannya.
Tiba-tiba.... Dari tengah kalangan berkumandang keluar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, suara teriakan tersebut mirip sekali dengan teriakan setan atau kuntilanak di tengah malam buta.
Tubuh Im Liem Kui Bo bagaikan layang layang putus mencelat dua kaki ke tengah udara kemudian rubuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara yang amat keras.
Tetapi sebentar kemudian ia sudah meloncat bangun lagi, dari mulutnya tak kuasa lagi muntahkan darah segar yang sangat kental.
Buru-buru Sang Si Ong berlari maju membimbing
badannya, terlihatlah olehnya kesepuluh jari cakar setannya sudah kena tergetar putus sedang isi perutnyapun kena terluka oleh pukulan Jie Khek Koan Yen Kan Kun So.
Keadaan dari Kui Bo saat ini benar-benar sangat
mengenaskan sekali, masih untung Tan Kia-beng tiada maksud untuk melukai dirinya sehingga tidak sampai nyawanya pun kena tercabut.
Ketika memandang lagi ke arah pemuda tersebut,
tampaklah dia masih berdiri di tempat semula dengan tenang seperti belum pernah terjadi sesuatupun atas dirinya.
"Haa.... haa.... haa.... malam ini aku putuskan dulu kesepuluh jari cakar setanmu sebagai peringatan, dikemudian hari bila ada kesempatan lagi aku tentu akan coba-coba mengenali anak panah Pek Kut Im Liem Cian mu" ketika itulah terdengar Tan Kia-beng tertawa tergelak.
Selesai berseru tubuhnya bagaikan segulung asap ringan dengan cepatnya melayang ke arah Tenggara dan hanya di dalam sekejap matanya sudah lenyap dari pandangan.
Perlahan-lahan Sak Cing Hujien menghela nafas panjang.
"Heei.... kepandaian silat orang ini benar-benar luar biasa sekali, ia memang satu-satunya musuh yang paling tangguh dari Isana Kelabang Emas serunya.
"Apakah kita biarkan saja mereka berlalu dengan begitu gampang?" sambung Sang Si Ong yang ada disamping dengan gusar.
"Hmm! apakah kau tidak melihat jelas arah yang mereka tuju?"
Seketika itu juga Sang Si Ong dengan kening yang
dikerutkan bungkam dalam seribu bahasa, akhirnya dengan perasaan apa boleh buat menghela nafas perlahan.
Mendadak Im Liem Kui Bo meronta bangun dari bimbingan Sang Si Ong, dengan suara yang seram bagaikan jeritan kuntilanak ia tertawa terkekeh kekeh.
"perduli pihak istana hendak mengambil sikap apa terhadap dirinya, aku Im Liem Kui Bo tetap akan menuntut balas terhadap dendam terputusnya jari-jari tanganku.
Selesai berkata dengan memimpin manusia-manusia aneh yang menyemburkan api ia segera berangkat menuju ke arah Utara.
Dari balik kegelapan hanya terlihatnya kerdipan-kerdipan api setan tersebut dalam waktu sekejap mata sudah lenyap dibalik kegelapan....
---ooo0dw0ooo--Kita balik pada Tan Kia-beng setelah meloloskan diri dari cengkeraman Isana Kelabang Emas segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlari ke depan.
Hanya di dalam sekejap saja ia sudah berhasil menyandak Sak Ih serta Si Huan
Melihat munculnya Tan Kia-beng disana dengan perasaan terperanjat Sak Ih segera berseru, "Aaah.... mengapa Tan-heng bisa begitu cepat telah tiba disini?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... Im Liem Kui Bo ada rencana hendak melukai diriku," ujar Tan Kia-beng sambil tertawa, "Siapa sangka ia kena aku pukul putus kesepuluh jarinya dengan tenaga Jie Khek Kun Yen Kan Kun So, aku rasa di dalam waktu yang singkat ia tak bakal bisa berbuat jahat lagi"
Si HUan yang mendengar perkataan tersebut dari samping, tidak kuasa lagi sudah menghela napas panjang.
"Heeei.... pada mulanya Siauwte bersemangat untuk merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit, tetapi setelah melihat keadaan pada malam ini aku baru merasa bila pikiranku ini sebenarnya sangat menggelikan sekali, dengan kepandaian silat yang siauw-te miliki saat ini sebenarnya untuk berkelana di dalam dunia kangouwpun masih kurang!"
Selesai berkata dengan wajah yang amat sedih kembali ia menghela napas panjang.
Buru-buru Tan Kia-beng menghibur dengan kata-kata yang halus, "Mengapa Si-heng harus berbicara demikian, kekalahanmu di tangan Im Liem Kui Bo pada malam ini tidak lain disebabkan kau baru saja mengalami suatu pertempuran yang amat sengit sehingga tenaga murnimu terganggu.
Siauwte pun apabila bukannya berhasil memiliki tenaga khiekang Jie khek Kun Yen Cia Khie, belum tentu dalam waktu yang singkat berhasil mengalahkan pihak lawan" dari samping Sak Ih pun buru-buru menyambung, "Si heng tidak perlu merasa sedih, terus terang saja aku katakan untuk mencari seorang jagoan Bulim yang berbakat seperti Tan-heng adalah amat sukar di dalam seratus tahun ini sudah tentu kita belum dapat dibandingkan dengan dirinya, tetapi jikalau kau katakan dengan mengandalkan kepandaian silat yang kita miliki sampai saat ini masih belum cukup untuk berkelana di dalam dunia kangouw, aku orang she Sak merasa sangat tidak setuju dengan pendapatmu itu"
Mereka bertiga sembari berbicara kembali melanjutkan perjalanan cepat menuju ke daerah Tionggoan.
Mendadak terdengarlah suara ringkikan kuda
berkumandang datang mengikuti tiupan angin ia lantas tahu
bila orang yang menyampaikan suara tadi benar-benar sudah mengirim kuda untuk mereka.
Dengan cepat ia mengajak kawan-kawannya untuk
bergerak lebih cepat lagi, sedikitpun tidak salah dibawah sebuah pohon tertambatlah tiga ekor kuda yang komplit dengan pelananya bahkan kuda-kuda itu merupakan jenis jenis kuda jempolan.
Setelah masing-masing menaiki kuda tunggangan tersebut dengan cepat mereka melakukan perjalanan siang malam, tiga hari kemudian sampailah sudah ketiga orang pemuda itu diperbatasan.
Si Huan pertama-tama yang mohon pamit dulu untuk
kembali ke gunung Khong-tong san kemudian disusul Sak Ih pun berpisah.
Kini tinggal Tan Kia-beng seorang diri yang melanjutkan perjalanan ke depan di dalam hati ia terus menerus berpikir dan bikin perhitungan.
Kini waktu diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui San sudah tinggal beberapa hari lagi dengan cara apakah ia harus mengabarkan berita seluruh partai yang ada"
Jikalau ia berangkat ke atas gunung Siong San, kuil siauw-lim si untuk menemui Yen Yen Taysu, yaa kalau ada!
semisalnya ia tak ada digunung bukankah perjalanannya hanya sia-sia belaka" bahkan sudah membuang banyak waktu"
Setelah berpikir bolak balik akhirnya ia merasa langsung berangkat ke gunung Ui San jauh lebih baik, setelah tiba digunung Ui San puncak si Sim Hong baru melihat bagaimana keadaan selanjutnya kemudian baru mengambil keputusan.
Demikianlah tanpa ragu-ragu lagi pemuda tersebut segera melarikan kudanya menuju ke arah Selatan.
Tan Kia-beng setelah meninggalkan gurun pasir dan memasuki daerah perbatasan, hatinya secara mendadak jadi tenang kembali.
Diam-diam pikirnya dihati, "Perjalananku kali ini ke gurun pasir walaupun sudah bertemu dengan ayahku tapi akupun sudah kehilangan hubungan dengan suhu, masih ada lagi si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong ayah beranak serta Hay Thian Sin Shu ayah beranak. Jikalau mereka sampai terjatuh ke tangan pihak Isana Kelabang Emas maka keadaannya akan menjadi celaka."
Karena persoalan ini ia mulai merasa bahwa
terselenggaranya pertemuan puncak para jago digunung Ui San tepat pada waktunya mungkin sekali merupakan suatu tiupan terhadap dirinya, karena sekarang Hay Thian Sin Shu masih berada di gurun pasir kabar berita Cu Swie Tiang pun belum diketahui hanya berdasarkan keputusan tiga orang penyelenggara saja mana mungkin bisa diadakan?"
Tetapi setelah ia memasuki daerah Wan Cing dan melihat keadaan disepanjang jalan dengan cepat pendapat yang semula tersapu lenyap dari benaknya.
Kiranya selama beberapa hari ini disepanjang jalan kelihatan orang-orang Bulim dengan berkelompok maupun berjalan sendirian menuju ke arah gunung Ui San.
Walaupun ia tidak begitu kenal dengan orang itu tetapi dari pembicaraan mereka sepanjang jalan membuktikan bila apa yang didengarnya selama ini sedikitpun tidak salah. dengan demikian hatinyapun merasa rada lega.
Karena jaraknya dengan waktu pertemuan masih ada
sepuluh hari perduli bagaimanapun sebelum pertemuan tersebut dibuka ia pasti sudah tiba disana, maka walau pihak Isana Kelabang Emas ada rencana busuk terhadap orang-orang Bulim, tetapi ia masih ada waktu buat memberitahukan berita ini kepada semua partai agar mereka bisa melakukan persiapan terlebih dahulu.
Hari itu ia sudah tiba di kota Swan Jan, kalau dihitung hitung dengan jari maka masih ada lima hari lamanya menjelang pembukaan pertemuan puncak para jago. Kerana waktu masih terlalu pagi dan selama ini disebabkan terlalu sibuk sehingga waktu untuk mandipun tak ada, maka ketika tiba di kota besar tersebut ia lantas mencari sebuah penginapan yang rada besar untuk mandi sepuasnya.
kemudian setelah berganti dengan pakaian yang bersih sambil goyang goyang kipas berjalan keluar dari kamar menuju ke rumah makan.
Pada waktu itu tepat menjelang malam hari dan merupakan saat saat yang paling ramai di dalam rumah makan tersebut, baik di atas loteng maupun dibawah loteng sudah penuh dengan manusia.
Sang pelayan setelah ubek ubekan setengah harian
lamanya terakhir ia berhasil mendapatkan sebuah tempat yang semeja dengan orang lain.
Mungkin dikarenakan pelayan tersebut melihat dandanan Tan Kia-beng seorang Siucay maka iapun dicarikan semeja dengan seorang sastrawan yang memakai pakaian sangat perlente.
Ketika sastrawan itu melihat ia berjalan mendekat, dengan kening yang dikerutkan segera menunduk sambil minum air
tehnya. Boleh dikata orang itu sama sekali tidak ambil gubris terhadap dirinya.
Tan Kia-beng yang melihat orang itu bersikap amat sombong, iapun malas untuk menggubris, setelah memesan santapan, sinar matanya mulai menyapu sekeliling tempat itu dengan harapan bisa menemukan orang yang dikenal olehnya.
Tetapi akhirnya ia dibuat kecewa, walaupun di atas loteng banyak orang tetapi tak seorangpun yang dikenal.
Ketika itulah sang pelayan sudah menghidangkan sayur serta arak, akhirnya dengan kepala ditundukkan ia mulai bersantap tanpa mencari-cari lagi.
Mendadak.... "Toako! kau sudah berkelana kemana-mana dan
mempunyai pengalaman yang sangat luas, coba kau terka siapakah yang kemungkinan besar bakal berhasil merebut gelar jago pedang nomor wahid diseluruh kolong langit untuk kali ini?" dari tetangga meja berkumandang keluar suara seseorang yang amat kasar.
Kembali terdengar suara seseorang yang serak dan nyaring tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Jie-te, kau terlalu memandang tinggi Toako mu, manusia manusia kasar semacam kami ini mana berhak untuk membicarakan perebutan gelar para enghiong dari seluruh kolong langit?"
Ia merandek sejenak, kemudian dengan suara setengah berbisik tambahnya, "Keadaan dari Bulim pada saat ini sudah berubah sangat hebat, manusia-manusia angkatan muda yang munculkan diripun sangat banyak sehingga sukar dihitung, peristiwa kereta maut yang tempo dulu sudah cukup membuat
seluruh dunia kangouw jadi tidak tenang, setelah itu Liok-lim Sin Cie serta Sam Kuang Sin Nie memecahkan teka teki ini dengan membongkar kedok Thay Gak Cungcu sebagai biang keladi dari semua eprbuatan ini Siapa tahu pada hari itu juga Liok-lim Sin Cie kena dilukai oleh seseorang di tengah kalangan itu juga, coba kau pikir seberapa lihaynya ilmu silat dari orang itu?"
"Orang ini dapat melukai Liok-lim Sin ci memang bolek dikata sangat luar biasa sekali" potong seseorang dengan suara yang serak dan keras "Tahukah kau berasal dari aliran perguruan manakah orang itu"
"Katanya.... eei.... Kelabang Emas, kelabang emas.... nama yang sesungguhnya aku kurang jelas."
"Kalau Kelabang Emas tersebut tentu akan berhasil merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit?"
"Belum tentu, belum tentu! orang yang lihay masih sangat banyak jumlahnya semisalnya saja jagoan yang bergelar "It Kiam Siauw Mo Cay" atau sijago pedang pedang yang membasmi bibit, kepandaian silatnya benar-benar sangat mengerikan. Sewaktu ada di gunung Thay-san dengan seorang diri ia bergebrak melawan tujuh orang ciangbunjin, di atas kuil Kun Ten Koan digunung Go-bie mengalahkan sepuluh orang iblis lihay, bahkan seorang diri menyapu habis perkampungan Thay Gak Cung, setiap perbuatan yang ia lakukan tentu merupakan suatu peristiwa yang menggetarkan dunia kangouw apakah kau tidak tahu akan peristiwa ini?"
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan tersebut dalam hati diam-diam merasa keheranan, pikirnya, "Yang dimaksudkan Kelabang Emas mungkin sekali orang-orang dari Isana Kelabang Emas, tetapi siapakah yang dinamakan "It
Kiam Siauw Mo Cay" atau sijago pedang yang membasmi bibit iblis itu"
Mendadak terdengaralh manusia yang bersuara kasar itu berseru kembali, "Siauw-te adalah seorang yang goblok dan berpengalaman picik, sudah tentu tak akan mengetahui persoalan tersebut, sebetulnya siapakah si It Kiam Siauw Mo Cay itu?"
"Menurut berita yang tersiar, katanya orang ini adalah ahli waris dari Teh Leng Kauwcu yang pernah menggetarkan seluruh dunia persilatan pada limapuluh tahun yang lalu. Ia memiliki sebilah pedang pusaka yang dapat menabas putus barang apa saja bahkan katanya pedang tersebut bisa terbang untuk membunuh orang!"
"Jika ditinjau menurut perkataanmu, kemungkinan sekali ia bisa bergebrak amat seru dengan pihak orang-orang Isana Kelabang Emas!"
"Soal ini sulit diduga! Tapi menurut penglihatanku, pihak Isana Kelabang Emas pasti bukan tandingannya."
Pada saat inilah Tan Kia-beng baru sadar kembali bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya. Teringat gelar "It Kiam Siauw Mo Cay" atau si Jagoan pedang yang membasmi bibit iblis, hampir hampir saja nasi yang sudah dimakan akan muntah keluar lagi
Pada masa yang lalu orang-orang dunia kangouw
kebanyakan memaki dirinya dengan sebutan sianakan iblis, tak disangka menurut berita yang tersiar pada saat ini ia sudah memperoleh gelar yang demikian bagus didengar.
Selagi ia merasa kegelian dalam hatinya, tiba-tiba terdengarlah si sastrawan yang duduk dihadapannya tertawa dingin tiada hentinya, sedang sepasang matanya dengan
memancarkan cahaya dingin menyapu sekejap ke arah kedua orang itu.
Tindak tanduknya yang sangat aneh dan diluar dugaan ini tidak mendatangnkan perhatian dari kedua orang yang sedang berbicara, tetapi Tan Kia-beng yang duduk dihadapannya dapat melihat seluruh kejadian ini dengan nyata.
Ia merasa sastrawan ini mempunyai wajah yang tampan dengan bibir yang berwarna merah, gigi rata lagi putih, wajahnya sangat menarik hati.
Cuma sayang diantara kerutan alisnya secara samar-samar tersembunyi suatu hawa dingin yang dapat membuat setiap orang bergidik.
Tenaga dalam yang dimiliki pemuda tersebut pada saat ini telah berhasil mencapai taraf kesempurnaan, dengan ketajaman matanya ia dapat merasakan bila si sastrawan yang berada dihadapannya tak lain adalah seorang jagoan lihay yang sedang menyembunyikan asal usulnya.
Kebanyakan orang-orang yang berkelana di dalam dunia kangoue, sebagian besar suka mengikat tali persahabatan dengan orang lain, sudah tentu Tan Kia-beng sendiripun tidak terkecuali.
Ketika dilihatnya pihak lawan memiliki beberapa hal yang mencurigakan dan terasa sangat aneh, dalam hatinya lantas ada maksud untuk mengikat tali persahabatan dengan orang itu.
Siapa sangka, belum sampai ia mengucapkan sepatah kata mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat lewat.
Seorang siucay yang mencekal sebuah kipas terbuat dari emas dengan langkah yang gagak sudah berjalan kehadapan.
"Eeei.... anakan iblis!" tegurnya sambil menuding wajah pemuda tersebut dengan menggunakan kipasnya. "Kau masih teringat dengan aku si "Pek Lok Susang" Si Ci Peng?"
Semula Tan Kia-beng rada melengak, tetapi sebentar kemudian keningnya sudah dikerutkan.
"Hmmm! kalau berbicara harap sedikit tahu kesopanan!"
serunya rada dongkol.
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... ayoh jalan! rasa dendam yang terkandung di dalam hati aku orang she Si sudah tak bisa ditahan lagi!"
Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi.... bukankah diantara kita tak ada kaitan permusuhan apapun" mengapa kau membenci diriku?" Tan Kia-beng rada kebingungan juga dibuatnya.
"Hmmm! Aku orang she Si ada ikatan permusuhan sedalam lautan dengan pihak Teh-leng-bun kalian, seharusnya kau masih ingat dengan Heng-san It-hok bukan?"
Pada saat inilah Tan Kia-beng baru teringat jika Pek Lok Suseng bukan lain adalah anak murid dari Heng-san It-hok, tak terasa lagi alisnya dikerutkan.
"Suhumu punya maksud jelek untuk merebut pedang pusakaku lalu memukul jatuh pula diriku ke dalam jurang, tindakan kasar dan buas semacam ini kendati dibunuh mati pun sesuai, kenapa kau harus mengungkap kembali persoalan ini?"
"Hmmm! sungguh enak sekali perkataanmu" bentak Pek Lok Suseng dengan gusar. "Dendam kematian guru berat tak
bisa dibendung malam ini juga aku orang she Si akan cabut nyawa anjingmu!"
Belum sempat Tan Kia-beng mengucapkan sesuatu, si sastrawan yang duduk dihadapannya sudah bangun berdiri.
"Menghadapi manusia sombong semacam ini kenapa Tan heng harus banyak cingcong gebah saja dia dari sini!"
teriaknya. Mendengar si sastrawan itupun ikut ikutan Tan Kia-beng dibuat semakin melengah, diam-diam ia merasa keheranan.
"Eeei.... bagaimana mungkin iapun tahu akan namaku?"
pikirnya dalam hati.
Ketika itu dari sakunya si sastrawan tersebut sudah mengambil keluar setahil perak dan dilemparkan ke atas meja, kemudian kepada Pek Lok Suseng katanya dingin, "Ayoh jalan!
kalau mau adu jiwa lebih baik diluar kota saja, rumah makan bukan disediakan untuk berkelahi...." Di dalam anggapan Pek Lok Suseng ia sudah salah menduga si sastrawan tersebut adalah kawan dari Tan Kia-beng, sudah tentu dalam hatinya sama sekali tidak menaruh rasa nyeri terhadap dirinya.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kau berebut hendak jual nyawa demi kawan, dalam hati aku orang she Si merasa amat kagum jika kau punya kepandaiakn ayoh ikutilah diriku!" serunya sambil dongakkan kepalanya tertawa seram.
Sreeet! di dalam sekali kelebatan saja ia sudah melayang keluar melalui jendela disusul oleh si sastrawan tersebut tanpa banyak ragu ragu lagi.
Menghadapi keadaan semacam ini sudah tentu Tan Kia-beng tak dapat mengundurkan diri dengan demikian saja, terpaksa ia pun harus ikut juga meluncur keluar lewat jendela.
Tiga sosok bayangan manusia dengan menyampok angin laksana sambaran petir meluncur ke arah depan, hanya di dalam sekejap mata telah tiba disebuah pohon Siong diluar kota.
"Hey bangsat cilik!" teriak si Pek Lok Suseng sambil putar badan dan tertawa tergelak. "Tempat yang aku pilihkan untuk mengubur mayatmu masih dihitung tak jelek kan?"
"Hmm....! Kau anggap malam ini dirimu pasti memperoleh kemenangan?" dengus Tan Kia-beng dingin. "Tetapi menurut penglihatanku, aku rasa pemandangan ini bakal menjadi tempat kediamanmu untuk selamanya!"
Di atas paras muak Pek Lok Suseng perlahan-lahan terlintas suatu napsu membunuh yang amat tebal, kipasnya kontan dipentangkan lebar-lebar.
"Heee.... heee heee.... lebih baik kau tidak usah banyak cerewet lagi." teriaknya dingin "Kita lihat saja siapa yang bakal menetap disini untuk selamanya!"
Si sastrawan yang berpakaian perlente yang duduk semeja dengan Tan Kia-beng tadi mendadak mendongakkan
kepalanya ke atas lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee heee heee.... Kau berani sombong tidak lebih karena mengandalkan kekuatan dari kedua orang setan tua yang kau sembunyikan di dalam hutan.... eeei.... kenapa tidak suruh mereka cepat-cepat menggelinding keluar!" ejeknya ketus.
Baru saja perkataan tersebut diucapkan keluar, mendadak dari dalam hutan berkumandang keluar suara bentakan yang amat nyaring dari seseorang, "Bocah! Kau sungguh kurang ajar. Usiamu masih kecil tapi berani benar memaki orang sesukanya. Tentunya kau sudah kurang mendapat pengajaran dari orang tuamu!"
Dari balik hutan segera berkumandang keluar suara langkah manusia disusul munculnya dua orang Taotiang tua yang rambutnya serta jenggot sudah memutih semua. Di atas punggung masing-masing tersorenlah sebilah pedang yang antik dan kuno. Sikapnya amat gagah, keren dan amat wibawa.
Setelah mengalami berbagai peristiwa selama ini, maka sifat dari Tan Kia-beng pada saat ini tidak seberangasan seperti tempo dulu lagi, buru-buru ia merangkap tangannya menjura.
"Tolong tanya Tootiang berdua berasal dari aliran mana?"
sapanya. "Mereka adalah Ci Siong, Ku Siong kedua orang supekku"
teriak si Pek Lok Suseng dengan suara yang keras. "Bangsat cilik! malam ini kau serahkan saja nyawamu!"
"Ooouw.... begitu?" Air muka Tan Kia-beng berubah sifat sombongnya.
Tiba-tiba si sastrawan berpakaian perlente itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Hee.... hee.... hee.... orang yang berjalan dipaling depan kurang lebih mempunyai enam puluh tahun hasil latihan, sedang yang belakang masih terpaut jauh. Tenaga murninya paling banter cuma ada empat puluh tiga tahun hasil latihan saja" katanya lantang. "Eeei! Tan-heng, jika kau tidak ingin bergebrak, bagaimana kalau siauw-te yang turun tangan mewakili dirimu?"
Begitu perkataan tersebut diucapkan, seluruh hadirin yang ada di tengah kalangan rata-rata dibuat tergetar dan terperanjat, sekalipun Tan Kia-beng sendiri juga tidak terkecuali.
Bagi seorang jago lweekang yang sudah berpengalaman, untuk melihat apakah tenaga lweekang seseorang telah mencapai kesempurnaan atau belum memang suatu pekerjaan yang sulit, tetapi ia dapat pula ada berapa tahun hasil latihan tenaga lweekan lawan, kejadian ini jarang dijumpai.
Dalam keadaan terperanjat, Ci Siong lantas tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha.... untuk beberapa saat hampir saja pinto kena kau gertak, teringat nama kosong dari aku Ci Siong tidak pernah kedengaran disebut orang, bagaimana mungkin orang-orang dari kalangan dunia kangouw bisa mengetahui sudah ada berapa tahunkah hasil latihan tenaga lweekangku?"
"Kalau kau tidak percaya bagaimana kalau aku hantar kau untuk berangkat ke akherat?" jengek sang sastrawan berbaju perlente sambil tertawa manis.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, mendadak dari sisi hutan berkumandang keluar suara jeritan kesakitan dari seseorang yang menyayat hati....
"Pleeetak....!" Ci Siong belum sempat mencabut keluar pedangnya sang tubuh tahu-tahu sudah mencelat sejauh satu kaki lebih dan rubuh ke atas tanah dengan sangat keras, darah segar muncrat keluar bagaikan air pancuran dari ketujuh buah lubangnya, jelas nyawanya sukar dipertahankan lagi.
Tindakan dari si sastrawan berbaju perlente ini benar-benar berada diluar dugaan Tan Kia-beng, ia mimpipun tidak pernah menyangka kalau orang ini memiliki kecepatan gerak yang benar-benar luar biasa dan kejam, ganas, telengas.
Walaupun pada waktu itu di dalam terburu-buru ia tak dapat melihat jelas bagaimanakah dia turun tangan, tetapi
menurut kesimpulan berdasarkan pengalamannya selama ini, Ci Siong Ci tentu terpukul mati karena suatu serangan tenaga lweekang tingkat tinggi.
"Sungguh amat dahsuat tenaga lweekang yang dimiliki orang ini!" diam-diam pikirnya dalam hati. "Sekalipun aku sendiri harus menggunakan tenaga murni Jie Khek Koan Yen Cin Khie untuk melancarkan serangan pun, belum tentu bisa membinasakan Toosu tua ini hanya dalam satu jurus!"
Pikirannya mendadak berkelebat, bagaikan sambaran kilat ia berkelebat menuju kesisi tubuh Ci Siong Ci lalu bongkokkan badan siap-siap hendak memeriksa dimana letak lukanya.
Belum sempat ia turun tangan, mendadak terdengarlah suara bentakan keras berkumandang memenuhi angkasa, Ku Siong Ci beserta Pek Lok Suseng bersama-sama sudah turun tangan melancarkan serangan.
Serentetan cahaya tajam yang menyilaukan mata, satu sebelah kiri yang lain dari sebelah kanan menggencet datang.
Melihat tindakan mereka itu saking mendongkolnya, pemuda kita kerutkan alisnya kencang kencang.
"Manusia ini bukannya aku yang bunuh, kenapa mereka jatuhkan rasa khekinya ke badanku?" diam-diam pikirnya dalam hati.
Tetapi perkataan semacam ini sudah tentu tak mungkin bisa diutarakan dari mulutnya. Melihat datangnya hawa pedang yang berdesir dan segulung demi segulung melanda datang, badannya segera bergeser satu langkah ke samping setelah itu melayang mundur sejauh lima depa ke arah belakang.
"Tahan! jangan keburu turun tangan!" bentaknya keras.
"Biar aku periksa dulu luka dari Toatiang ini!
"Bangsat" teriak Ku Siong Ci dengan penuh kegusaran, sepasang matanya berubah jadi merah membara. "Apa kau masih tidak puas dengan tindakanmu yang sangat kejam ini"
Sreet! Sreet! cahaya pedang berkelebat mengurung seluruh tubuh pemuda tersebut, datangnya serangan amat ganas dan mengandalkan unsur-unsur kekalapan.
Pek Lok Suseng sendiripun dengan senjata kipas ditangan kiri pedang ditangan kanan melancarkan serangan bagaikan curahan air hujan, setiap gerakannya tentu ditujukan ke arah bagian tubuh yang membahayakan.
Tindakan mereka yang serabutan ini sudah tentu membuat Tan Kia-beng amat kegusaran, ia tertawa terbahak-bahak.
"Jadi kalian sudah bulatkan tekad untuk mencari gara gara dengan diriku?" teriaknya keras.
"Tan-heng, menghadapi manusia manusia yang tidak tahu diri semacam mereka kenapa harus banyak bicara" lebih baik cepat-cepat hantam mereka sehingga kedua orang itu bisa segera melakukan perjalanan jauh!"
Perkataan itu tidak lain diucapkan oleh si sastrawan berpakaian perlente itu, sikapnya pada saat ini seperti juga dengan seorang yang tiada urusan, sambil bergendong tangan berdiri disisi kalangan dengan tenang.
Dalam hati setiap orang memang tidak luput memiliki sifat ingin menang, apalagi manusia semacam Tan Kia-beng yang memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi.
Perkataan Ku Siong Ci yang tidak pakai aturan ditambah lagi demonstrasi dari si sastrawan berpakaian perlente tadi memaksa dia mau tak mau harus turun tangan juga.
Tetapi, sekalipun begitu sebelum turun tangan ia sudah memberi peringatan terlebih dahulu, "Sekali lagi aku orang she Tan memberi peringatan, jikalau kalian tidak mau tahu keadaan dan mengundurkan diri teratur, Ci Siong Ci adalah satu contoh yang paling jelas!"
Tetapi jawaban yang didapat tidak lebih adalah
meningkatnya serangan yang jauh lebih ganas, seketika itu juga ia kena tergulung masuk ke dalam cahaya tajam yang menyilaukan mata.
Sampai detik itu Tan Kia-beng tidak buka suara lagi, sedangkan Ku Siong Ci berdua yang menganggap musuhnya telah masuk jebakan mendesak lebih ganas lagi.
Tetapi, dibalik kesemuanya ini mereka sama sekali tidak merasa bahwa elmaut sudah menanti mereka, dari atas kepala sang jagoan cilik yang mereka kurung, secara tiba-tiba mengepul keluar hawa murni yang berwarna hijau serta putih.
Tiba-tiba.... Dari tengah kalangan berkumandang suara tertawa dingin yang sangat menyeramkan tubuh Ku Siong Ci bersama-sama dengan pedangnya terpental ke tengah udara diiringi jeritan kesakitan yang mendirikan bulu roma.
Badannya kontan kena terlempar jatuh ke tengah
rerumputan, darah segar muncrat ke empat penjuru bagaikan curahan hujan hingga tanah di sekeliling tempat itu sudah berubah jadi merah.
Pertempuran segera berhenti. Pek Lok Suseng saking terperanjatnya berdiri mematung bagaikan arca, bahkan untuk bergeser selangkahpun tidak berani.
Melihat kejadian ini Tan Kia-beng lantas dongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Ha ha ha.... ayo cepat pergi dari sini!" bentaknya keras.
"Kalau ingin menuntut balas berlatihlah beberapa tahun lagi.
Sekarang aku orang she Tan tiada maksud melukai dirimu!"
Pek Lok Suseng tidak berani banyak cakap lagi, setelah melirik sekejap ke arah pemuda tersebut dengan sinar mata penuh kebencian, ia berkelebat masuk ke dalam hutan dan di dalam beberapa kali loncatan sudah lenyap dari pandangan.
Pada waktu itulah, dengan ringan si sastrawan berbaju perlente melayang datang menyongsong dirinya.
"Waah.... kepandaian silat yang baru saja Tan-heng gunakan benar-benar luar biasa!" serunya sambil tertawa keras.
Tan Kia-beng tersenyum.
"Aah! cuma suatu permainan cakar ayam. mana mungkin bisa dibandingkan dengan kepandaian heng-tay!"
"Hmm! manusia yang betul-betul licik." diam-diam maki si sastrawan berpakaian perlente itu dalam hatinya. "Hanya sedikit urusan ini saja tidak suka diutarakan. Hm, kurang ajar...."
Tetapi diluaran ia tetap tersenyum.
"Heng thay terlalu meninggi-ninggikan diri siauw-te!"
serunya. "Oooh.... yaa! entah siapakah nama Heng-thay" berkat pertolongan dari Heng-thay tadi, siauw-te tadi sangat berterima kasih!"
"Siauwte shi Kiam bernama Soat Lang, telah lama mengagumi kepandaian dari Tan heng. Tidak disangka secara tidak sengaja akhirnya kita bisa bertemu juga. hal ini benar-benar patut digirangkan!" Ia merandek sejenak, lalu tambahnya, "Kedatangan Tan heng kemari, apakah ingin ikut di dalam perebutan gelar jagoan pedang yang bakal dilangsungkan digunung Ui San?"
"Benar, cuma saja aku tiada maksud untuk merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit, aku cuma ingin menonton saja!" mereka berdua sambil bercakap-cakap melanjutkan kembali perjalanannya menuju kekota swan Jan.
Agaknya Kiem Soat Leng ini ada maksud hendak mengikat tali perahabatan yang lebih erat lagi dengan pemuda kita, ternyata iapun sudah berdiam disebuah kamar dalam rumah penginapan yang sama, dengan demikian hubungan mereka berduapun semakin erat lagi.
Pada mulanya dalam hati Tan Kia-beng memang ada
maksud untuk beristirahat selama dua hari di dalam kota Swan Jan tersebut, kini setelah memperoleh seorang kawan baru, hatinya semakin gembira lagi.
Melihat berdua mulailah membicarakan persoalan-persoalan besar yang terjadi dikolong langit.
Usia dari Kiem Soat Leng kelihatannya tidak seberapa besar, tetapi terhadap keadaan situasi dalam Bulim mengetahui sangat jelas bagaikan melihatan jari tangan sendiri, terutama sekali terhadap ilmu silat dari aliran-aliran serta partai-partai yang ada pada saat ini.
Akhirnya pembicaraan mereka beralih lagi ke dalam soal kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sendiri, sedang Kiem Soat Lang pun mengulangi kembali pertanyaan tempo
dulu, "Menurut penglihatanku kepandaian yang digunakan Tan-heng tadi mirip sekali dengan sebangsa Sian Thian Khiekang, entah berasal dari aliran manakah kepandaian tersebut?"
Tan Kia-beng yang melihat dua kali ia orang mengajukan pertanyaan tersebut, dalam hatinya tanpa terasa sudah jauh lebih waspada.
"Ehmm.... kepandaian tersebut memang sebagsa Sian Thian Khie kang...." jawab sekenanya. "Sedang beradal dari manakan kepandaian tersebut, siauwte sendiripun tidak tahu!"
Kiem Soat Lang tertawa terbahak-bahak, ia tidak
melanjutkan lagi pertanyaannya, bahan pembicaraanpun segera berubah.
"Tan heng!" ujarnya kemudian. "Menurut apa yang aku dengar, katanya kau memiliki sebilah pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam. Entah bolehkah siauwte pinjam sebentar untuk dilihat?"
"Haaa haaa haaa.... kenapa tidak boleh?" Tan Kia-beng pun tertawa lantang.
Ia segera mencabut keluar pedangnya lalu diangsurkan ketangannya.
Kiem Soat Lang segera menerimanya, setelah dipermainkan sebentar tiba-tiba selintas perubahan yang sangat aneh berkelebat di atas wajahnya. sejenak kemudian ia baru angsurkan kembali pedang tersebut ketangan pemuda kita.
"Kepandaian silat Tan-heng sangat sempurna, mendapat bantuan pula senjata tajam semacam ini, Di dalam pertemuan digunung Ui san kali ini, aku pastikan gelar jagoan pedang
nomor wahid dari kolong langit pasti akan terjatuh ketanganmu" katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tan Kia-beng sendiripun tertawa keras, "Kim-heng kau terlalu memuji. Selamanya siauw-te tidak punya pikiran semacam ini"
Kiem Soat Lang tertawa dingin, ia lantas bangun berdiri mohon pamit.
"Malam sudah jauh kelam! Tan heng kau baik-baiklah beristirahat!"
Setelah masing-masing mengucapkan selamat malam,
kedua orang itupun segera berpisah untuk beristirahat di dalam kamarnya sendiri-sendiri.
Setelah Kiem Soat Lang berlalu, mendadak Tan Kia-beng merasakan pikirannya tidak tenang, kepala terasa pening seluruh badan amat dingin. Disamping itu di atas jalan darah
"Siauw Siang Hiat"nya timbul perasaan kaku dan linu, kemudian mengikuti aliran urat Thay Im langsung menerjang ke dalam "Tiong Hu".
Tak terasa lagi ia merasa sangat terperanjat, pikirnya,
"Aaach....! jelas tanda ini menunjukkan kalau aku sudah terkena racun!"
Begitu merasakan dirinya tidak beres, buru-buru seluruh jalan darahnya ditutup tetapi keadaan pada saat ini sudah rada terlambat.
Racun ganas itu sudah merembes keseluruh badan,
tubuhpun mulai gontai....
Dengan cepat ia meronta untuk merangkak naik ke atas pembaringan, ia bersiap-siap mau menggunakan tenaga
lweekangnya untuk desak keluar racun tersebut, siapa sangka sedikit haw murnipun tak dapat digunakan lagi.
Berturut-turut ia menggunakan tenaga murni Sian Im Kong Sah, Pek Tiap Sin Kang bahkan Jie Khek Kun Yen Cin Khie, hanya sayang ketiga macam hawa murni tersebut tak satupun yang bisa terkumpul kembali.
Akhirnya ia putus asa dan menghela napas panjang, dalam hati ia mengambil kesimpulan bahwa orang yang turun tangan jahat terhadap dirinya kalau bukan Kiem Soat Lang tentu Bek Lok SUseng adanya.
Sedang bagian dari Kiem Soat Lang jauh lebih besar, hanya saja ia tak tahu sejak kapan si sastrawan tersebut sudah turun tangan terhadap dirinya dan mereka menggunakan cara apa ia melepaskan racun tersebut ke dalam badannya.
---ooo0dw0ooo--JILID: 9 Pada saat ia sedang berpikir dengan hati itulah, mendadak telinganya dapat menangkap suara lirih yang memecahkan kesunyian. Sebetulnya ia ada maksud hendak meloncat ke atas tetapi sayang ada kemauan tenaga kurang, setelah meloncat setinggi setengah depa badannya terjatuh kembali ke atas tanah.
"Habis sudah aku!...." diam-diam pikirnya di dalam hati Telinganya yang tajam dengan jelas dapat menangkap bila diluar jendela telah kedatangan seorang tamu tak dihundang, dan agaknya orang itu menaruh rasa jeri terhadap dirinya, terbukti ia tidak berani langsung masuk ke dalam kamar dan ia sendiripun tidak berani berteriak.
Selagi hatinya merasa amat cemas itulah mendadak....
"Eeei.... si pencuri tua, kau sudah melihat jelas belum"
Disinipun ternyata ada murid serta cucu muridmu!" seru seseorang di atas wuwungan rumah dengan suara yang serak serak basah.
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, suara tertawa mendadak sirap diikuti suara bentrokan bentrokan yang sangat keras.
Jelas orang itu sudah menemui musuh yang amat tangguh.
Sebentar kemudian terdengar kembali suara seseorang yang tua serak membentak keras, "Hey! Tempat ini bukan tempat yang baik untuk turun tangan. Lebih baik kita mencari tempat lain saja untuk mengadu kepandaian, sejak tadi aku si pencuri tua sudah menduga kalau kau bukan berasal dari aliran yang genah!"
Suara ujung baju tersampok angin kembali bergema lewat lalu suasana jadi sunyi senyap.
Seluruh kejadian ini dapat didengar Tan Kia-beng dengan sangat jelas, hanya saja ia merasa pahit karena badannya tak dapat bangun berdiri.
Kiranya racun yang bersarang di dalam badannya adalah semacam obat racun yang punya daya kerja sangat keras perduli tenaga dalam yang dimilikinya sangat sempurna, pada saat ini tak berhasil juga dirinya untuk menahan daya bekerja dari racun tersebut.
Menanti hawa murninya sama sekali sudah buyar,
kesadaranpun telah hampir punah....
Tetapi sewaktu kesadarannya sudah mulai punah dan ia berada dalam keadaan setengah sadar setengah tidak itulah,
mendadak dari pusarnya mengalir keluar segulung hawa panas yang luar biasa membaranya dengan urat urat yang kacau langsung menyusup kesana menyusup kemari.
Setiap tempat yang dilalui oleh aliran hawa panas seperti api itu, terasalah amat sakitnya luar biasa suara rintihan mulai bertaburan diseluruh kamar. Tetapi dengan sekuat tenaga ia berusaha mempertahankan diri.
Agaknya aliran hawa panas tersebut khusus mengalir keluar untuk melawan datangnya serangan racun dalam tubuhnya, hanya sayang disebabkan Tan Kia-beng tiada bertenaga lagi untuk mengatur aliran tersebut maka dari itu di dalam badannya segera terjadilah suatu pertarungan total.
Dimana aliran panas mengalir datang, rasa kaku dan linu segera lenyap tak berbekas. Menanti hawa panas tersebut menyusup ke dalam sebuah urat nadi. tahu-tahu urat tersebutpun sudah hilang rasanya.
Siksaan semacam ini benar-benar tak dapat ditahan oleh orang sembarangan, Tan Kia-beng menggertak giginya kencang kencang untuk memepertahankan diri.
Entah lewat berapa saat lamanya mendadak terasalah olehnya segulung angin menyambar lewat. Di dalam kamarnya tahu-tahu sudah kemasukan seseorang yang secara samar-samar terlihat orang itu mempunyai kepala yang gundul kelimis.
Belum sempat dia melihat lebih cermat lagi, mendadak jalan darahnya sudah tertotok dan iapun telah jatuh tidak sadarkan diri.
Kembali entah lewat berapa saat lamanya tiba-tiba otaknya terasa jadi terang dan orang pun sadar kembali dari pingsannya.
Dengan cepat ia meloncat bangun sedang dalam hati diam-diam pikirnya, "Sungguh aneh sekali! setelah aku terkena racun tadi jelas jalan darahku sudah tertotok tetapi mengapa pada saat ini badanku sudah sehat kembali seperti sedia kala"
apakah orang itu telah menolong diriku?"
Selagi hatinya diliputi oleh keragu-raguan itulah, mendadak dari samping telinganya terdengar suara seseorang sedang berbicara.
"Tadi, sewaktu Loo-ceng menemukan kalau badanmu terkena racun maka buru-buru aku turun tangan menolong dengan memancing hawa murnimu kembali kepusat lalu mendesak keluar racun yang mengeram dalam tubuh.
"Heeei! Sungguh tak **(hilang)** tenaga lweekangmu benar-benar amat sempurna, tenaga murni yang pinceng latih selama seratus dua puluh tahun hampir hampir saja sukar untuk menguasai diri. Semakin aneh lagi ternyata di dalam badanmu masih ada segulung tenaga yang sangat aneh agaknya sedang bertempur dengan hawa beracun tersebut.
"Sekarang Pinceng masih ada urusan penting lain yang harus segera diselesaikan Urusan ini tidak boleh terlambat lagi! Kau baik-baiklah
Pendekar Riang 4 Elang Terbang Di Dataran Luas Karya Tjan Id Pendekar Kidal 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama