Ceritasilat Novel Online

Seruling Perak Sepasang Walet 10

Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 10


itu terserah," kata Sin Ciang-Yo
Sian. "Aku mohon maaf, sebab aku sendiri pun kurang jelas."
"Kalau begitu, mengapa begitu banyak orang bilang kau
adalah keturunannya?"
"Aku sama sekali tidak bilang begitu. Sebelum aku jelas akan
asal-usulku, aku tidak mau omong sembarangan diriku
keturunan siapa, harap kalian maklum!"
Wajah Sin Ciang-Yo Sian tampak kemerah-merahan. Ternyata
dia tersindir oleh perkataan Ciok Giok Yin.
Mendadak Kang Sun Fang, ketua Heng San Pay menyela.
"Saudara Yo, aku pernah mendengar seorang misterius
menceritakan tentang Ciok Khie Goan setelah kawin. Suatu hari
ketika sedang berlatih silat, tanpa sengaja dia merusak badan
bawahnya sendiri, sehingga membuatnya tidak bisa
berhubungan intim dengan istrinya. Apakah benar kejadian
itu?" "Itu memang benar, namun tidak begitu banyak orang tahu
tentang itu. Kau tahu dari siapa?"
"Orang itu tidak mau menyebut namanya," sahut Kang Sun
Fang. Ciok Giok Yin yang berdiri di situ tentunya mendengar semua
percakapan mereka. Ternyata dalam hatinya sedikit percaya
dirinya adalah keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Goan.
Namun kini setelah mendengar percakapan mereka, timbullah
keraguan dalam hatinya. Mendadak Sin Ciang Yo Sian bertanya
pada Ciok Giok Yin.
"Sungguhkah kau tidak jelas?"
"Sungguh!"
"Ciok Giok Yin, kau adalah keturunannya atau bukan, itu tidak
jadi masalah bagiku. Tapi aku dengar kau telah memperoleh
sebatang Seruling Perak, bolehkah kami melihatnya?" kata
Kang Sun Fang. Mendengar itu Ciok Giok Yin langsung tertawa dingin.
"Kalian Tayhiap berdua, dari tadi bicara panjang lebar cuma
karena Seruling Perak. Namun sayang sekali, sebab hingga
saat ini aku masih belum tahu Seruling Perak itu berada di
mana." "Benarkah kau belum memperoleh Seruling Perak itu?"
"Percaya atau tidak terserah Anda."
"Kau tahu di mana jejak Heng Thian Ceng?"
Di saat bersamaan mendadak melayang turun sosok
bayangan merah dan terdengar pula suaranya.
"Bukankah Heng Thian Ceng sudah datang?"
Setelah itu terdengar lagi suara bentakan.
"Ada urusan apa kalian mencari Heng Thian Ceng?"
Kelima orang itu langsung menoleh. Sekujur badan mereka
langsung merinding.
"Heng Thian Ceng!" seru mereka serentak.
Mereka berlima melihat sepasang mata Heng Thian Ceng
menyorot tajam dan dingin.
Tiba-tiba Heng Thian Ceng menoleh memandang Ciok Giok
Yin, lalu bertanya dengan lembut sekali. "Adik, mereka
menghinamu?"
Sesunggunya Ciok Giok Yin memang merasa tidak puas
terhadap Sin Ciang-Yo Sian, Kang Sun Fang dan lainnya.
Namun setelah dipikirkan sejenak, dia pun menyadari bahwa
semua kaum rimba persilatan memang ingin memperoleh
Seruling Perak tersebut, lalu mengapa harus merasa tidak puas
terhadap mereka" Lagi pula dia tahu jelas, Heng Thian Ceng
merupakan wanita ibilis yang membunuh orang tanpa
mengedipkan mata. Apabila dia salah bicara, tentunya Heng
Thian Ceng akan membunuh kelima orang itu.
"Tidak, kami berada di sini cuma bercakap-cakap saja,"
sahutnya. Heng Thian Ceng bertanya lagi.
"Mau diapakan mereka itu?" tanya Heng Thian Ceng lagi.
"Biarkanlah mereka pergi."
Heng Thian Ceng segera menoleh memandang kelima orang
itu. "Aku masih memandang muka adikku, cepatlah kalian enyah
dari sini!" bentaknya.
Sin Ciang Yo Sian dan Kang Sun Fang adalah orang orang
rimba persilatan yang sudah terkenal. Bagaimana mereka
dapat merima perlakuan Heng Thian Ceng" Namun mereka
tidak berani melawannya, cuma melototinya, kemudian Sin
Ciang-Yo Sian menjura. Setelah itu mereka berlima segera
meninggalkan tempat itu. Heng Thian Ceng memutar badannya
mendekati Ciok Giok Yin.
"Adik, kakak tidak bisa meninggalkanmu!" katanya dengan
lembut sekali. Seketika terlintas dalam benak Ciok Giok Yin, mengenai apa
yang dikatakan pengemis tua Te Hang Kay.
"Kau secantik bidadari...."
Ciok Giok Yin tidak melanjutkan ucapannya, melainkan
memperhatikan wajah Heng Thian Ceng yang amat buruk itu,
namun tidak melihat kedok yang dipakainya. Cuma kelihatan
wajah buruk itu sama sekali tidak ada perasaan apa pun.
Kemudian Ciok Giok Yin memandang lehernya yang amat putih
dan halus, sehalus dan seputih tangannya. Karena itu ingin
sekali rasanya Ciok Giok Yin menjulurkan tangannya
melepaskan kedok yang dipakai Heng Thian Ceng. Namun dia
berkata pula dalam hati, 'Kau tidak boleh berbuat begitu, sebab
orang semacam ini kalau sudah marah pasti tak berperasaan.
Mengapa harus melakukan kesalahan terhadapnya, yang
akhirnya akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan! Lebih
baik dia sendiri yang melepaskannya.' Kemudian dia bertanya.
"Cianpwee tadi sudah pergi jauh?"
"Tidak begitu jauh. Setelah aku melihat pengemis tua yang
menyebalkan itu pergi, barulah aku balik ke mari," sahut Heng
Thian Ceng. Dia menatap Ciok Giok Yin seperti ingin
menelannya bulat-bulat. "Adik maukah kau memanggilku
kakak?" tambahnya dengan membalas sambil menjulurkan
tangannya menggenggam tangan Ciok Giok Yin. Sudah barang
tentu jarak mereka menjadi bertambah dekat. Sepasang
daging menojol di dada wanita itu, sudah menekan dada Ciok
Giok Yin. Di saat bersamaan mulut Heng Thian Ceng juga
menyemburkan aroma yang amat harum sekali. Sedangkan
Ciok Giok Yin sudah bergejolak darahnya, ditambah aroma
harum dari mulut Heng Thian Ceng, membuat pikirannya
menerawang, sehingga tanpa sadar dia langsung memeluknya
erat-erat. "Kakak! Kakak!" gumamnya.
Badan Heng Thian Ceng tampak gemetar. Dia tampak seperti
mabuk, sepasang mata merem melek dan mendesah.
"Adik! Adik!"
Setelah itu bibir mereka saling mendekat dan kemudian
melekat menjadi satu. Mereka melakukan ciuman mesra,
bahkan saling memeluk seerat-eratnya. Tentunya menimbulkan
hawa nafsu birahi Ciok Giok Yin. Barang yang ada di
selangkangannya sudah berontak ingin menerobos ke dalam
suatu tempat. Akan tetapi mendadak Ciok Giok Yin teringat
sesuatu dan langsung mendorong Heng Thian Ceng.
"Cianpwee, kita tidak boleh berbuat begini," katanya dengan
mata terbelalak.
Dorongan yang tak terduga itu membuat Heng Thian Ceng
terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah lalu berdiri
tertegun. Sesaat kemudian barulah dia berkata, "Adik, mengapa tidak
boleh?" Ciok Giok Yin tidak berani menatapnya.
"Cianpwee adalah penolongku, bagaimana aku boleh berlaku
kurang ajar terhadap cianpwee?" sahutnya dengan kepala
tertunduk. Heng Thian Ceng maju dua langkah seraya berkata,
"Adik, jangan berkata demikian lagi. Sejak pertama kali
melihatmu di Goa Toan Teng Tong, aku sudah merasa suka
padamu. Asal Adik membutuhkan, Kakak pasti menyerahkan."
Pikiran Ciok Giok Yin mulai menerawang lagi, namun
jawabnya berlawanan.
"Tidak boleh."
"Mengapa" Kau kira aku akan membohongimu?"
"Tidak sih."
"Kalau begitu, apa alasanmu?"
Tercium lagi aroma yang amat harum dari mulut wanita
bertubuh sintal itu. Ciok Giok Yin segera menutup
pernafasannya, tidak berani mencium aroma harum tersebut,
khawatir tidak dapat mengendalikan hawa nafsu birahinya,
yang akhirnya akan mencelakai Heng Thian Ceng dan
mencelakai diri sendiri. Karena itu Ciok Giok Yin segera
mengarahkan pandangannya ke tempat lain, tidak berani
beradu pandang dengannya. Mendadak Heng Thian Ceng
menjulurkan tangannya lalu ditaruh di atas bahu Ciok Giok Yin.
"Adik, aku mengerti," katanya.
Tanpa sadar Ciok Giok Yin membalikkan kepalanya.
"Mengerti apa?" tanyanya sambil menatapnya.
"Apakah kau anggap paras Kakak amat buruk?"
Hati Ciok Giok Yin tergerak.
"Cianpwee...!" serunya tertahan.
Namun Heng Thian Ceng tidak membiarkan Ciok Giok Yin
melanjutkan ucapannya langsung memutuskannya.
"Berdasarkan wajah seseorang, tidak dapat menilai baik
buruk orangnya. Kalau buruk di luar indah di dalam, justru
tidak bisa dikatakan buruk. Apabila indah di luar, namun
hatinya bagaikan ular beracun, tidak dapat dikatakan indah.
Adik, aku akan menutur sebuah cerita."
"Sebuah cerita?"
"Ya."
"Cerita apa?"
Heng Thian Ceng menatap Ciok Giok Yin dengan mata
berbinar-binar.
"Adik, kau pernah membaca cerita tentang Cuang Cu?"
"Pernah."
"Dalam cerita Cuang Cu, terdapat seorang bernama Yo Cu
Sianseng yang amat kikir. Sampai di Negeri Song, dia tinggal di
sebuah penginapan. Majikan penginapan punya dua istri, yang
satu cantik dan satu lagi buruk....".
Heng Thian Ceng tersenyum.
"Justru amat mengherankan, karena majikan penginapan itu
amat menyayangi istri yang buruk rupa, sebaliknya malah tidak
memperdulikan istri yang cantik. Tentunya mencengangkan Yo
Cu Sianseng, maka dia bertanya pada majikan penginapan apa
sebabnya" Majikan penginapan menjawab, yang cantik itu
amat angkuh dan bertingkah, maka dia tidak tahu di mana
letak kecantikannya. Sedangkan yang berparas buruk, amat
tahu diri dan penurut. Karena itu majikan penginapan itu jadi
lupa parasnya yang buruk itu. Setelah mendengar jawaban
majikan penginapan, Yo Cu Sianseng manggut-manggut.
Sesudah itu Yo Cu Sianseng berkata. 'Aku kikir lantaran ingin
hemat untuk diri sendiri, bukan berarti tidak mau membantu
orang lain. Kelakuan yang baik dan berhati bijak, justru tidak
dapat dinilai dari wajah!' Nah, Adik! Kau bilang betul tidak?"
Ciok. Giok Yin tertegun. Dia tidak menyangka Heng Thian
Ceng yang kedua tangannya penuh noda darah, malah tahu
akan cerita tersebut. Sebab itu Ciok Giok Yin manggutmanggut.
"Memang benar, tapi...."
Ciok Giok Yin tidak melanjutkan ucapannya. Sepasang
matanya turus menatap wajah Heng Thian Ceng.
Heng Thian Ceng tercengang dan segera bertanya.
"Kenapa" Katakanlah! Kakak tidak akan marah."
"Cianpwee selalu membantuku, aku amat berterimakasih...."
Belum juga Ciok Giok Yin usai berkata, Heng Thian Ceng
sudah memutuskannya.
"Panggil Kakak, aku tidak mau dengar kamu memanggilku
cianpwee lagi! Ayo! Panggil, panggil...."
Ciok Giok Yin betul-betul terdesak, akhirnya terpaksa
memanggilnya. "Kakak!"
Heng Thian Ceng tertawa gembira. Suara tawanya amat
merdu bagikan kicau burung di pagi hari.
"Ini baru adikku yang baik," katanya.
"Tapi Kakak tidak jujur padaku."
Ucapan ini membuat Heng Thian Ceng tertegun.
"Bagaimana Kakak tidak jujur padamu?" tanyanya heran.
Ciok Giok Yin menuding wajah wanita itu seraya menyahut,
"Kau memakai kedok kulit, maka aku tidak bisa melihat wajah
aslimu." Heng Thian Ceng mundur selangkah, kemudian bertanya
dengan suara bergetar,
"Adik, kau dengar dari siapa?"
"Aku bisa melihat."
Heng Thian Ceng menggelengkan kepala.
"Tidak benar. Kau pasti tidak dapat melihat. Sebetulnya siapa
yang memberitahu?"
"Sudah kukatakan, aku yang melihat sendiri."
Sepasang bola mata Heng Thian Ceng berputar.
"Aku tidak percaya. Mungkin pengemis bau itu. Sebetulnya
siapa pengemis bau itu?"
Hati Ciok Giok Yin tergerak dan membatin. 'Te Hang Kay tahu
masa lalunya, tentunya Heng Thian Ceng juga tahu tentang Te
Hang Kay. Tentang siapa kedua orang tuaku, tidak sulit
kupancing dari mulutnya."
Karena itu, dia menyahut,
"Te Hang Kay."
"Te Hang Kay?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
"Siapa nama aslinya?"
"Apakah kau tidak tahu siapa dia?"
Heng Thian Ceng menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah dengar. Apakah kau juga tidak jelas?"
"Ya."
"Aku percaya dia memakai nama palsu," kata Heng Thian
Ceng setelah berpikir sejenak. Kemudian dia menatap Ciok
Giok Yin. "Adik, karena urusan inikah tadi kau menolakku?"
"Setengah memang ya."
"Setengah" Maksudmu?"
"Karena tubuhku tidak seperti orang biasa."
"Adik, jangan membuatku bingung. Jelaskanlah!"
"Tentunya kau masih ingat akan kejadian perebutan benda


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pusaka di dalam Coa Cian Hud Tong, bukan?"
"Tidak salah. Ketika itu kakak tahu kau berada di dalam,
maka kakak menghalangi orang-orang yang ingin menerobos
ke dalam. Kemudian kau ke luar, dan diselamatkan oleh orang
tua bongkok."
"Coba terka aku memperoleh benda pusaka apa?"
"Katakanlah!"
"Sebutir Pil Api Ribuan Tahun."
Ciok Giok Yin tidak memberitahukan tentang kertas yang
berisi ilmu Jari Darah itu. Heng Thian Ceng sudah lama
berkecimpung di duna persilatan, tentunya pengetahuannya
amat luas dan tahu pula mengenai Pil Api Ribuan Tahun. Maka
dia tertegun tak bersuara sama sekali. Namun hatinya terus
berdebar-debar tidak karuan. Ciok Giok Yin nyaris tertawa
menyaksikan sikap Heng Thian Ceng.
Mendadak wanita itu berseru,
"Hah" Pil Api Ribuan Tahun?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
Heng Thian Ceng termangu-mangu, beberapa saat kemudian
barulah bertanya.
"Adik, apakah kau tidak akan kawin seumur hidup?"
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Terpaksa harus begitu."
Ciok Giok Yin khawatir Heng Thian Ceng akan mendesak
dengan pertanyaan lain, maka cepat-cepat mengalihkan
pembicaraan. "Bolehkah Kakak melepaskan kedok itu?"
Heng Thian Ceng mengangkat sebelah tangannya. Namun
ketika baru mau melepas kedoknya, tiba-tiba dia menurunkan
tangannya lagi, lalu bertanya kepada Ciok Giok Yin.
"Adik, betulkah kau menilai orang berdasarkan wajah?"
"Yang jelas, aku harus melihat wajahmu."
Heng Thian Ceng manggut-manggut.
"Adik, Kakak mengabulkan permintaanmu."
Usai berkata, Heng Thian Ceng langsung melepaskan kedok
kulit yang pakainya. Seketika sepasang mata Ciok Giok Yin
bersinar terang, namun sekujur badannya tergetar. Ternyata di
hadapannya muncul seorang wanita muda berusia dua
puluhan, parasnya sungguh amat cantik sekali, boleh dikatakan
bagaikan bidadari yang baru turun dari khayangan. Lelaki
mana yang melihatnya, pasti terpukul dengan pikiran
menerawang. Begitu pula Ciok Giok Yin. Dia menatap Heng
Thian Ceng dengan mata terbelalak dan mulut ternganga lebar.
Berselang sesaat, dia berseru memanggilnya.
"Kakak!"
Dia langsung memeluk Heng Thian Ceng erat-erat. Di saat
bersamaan, Heng Thian Ceng mengenakan kedoknya lagi,
sehingga wajahnya tampak buruk kembali. Heng Thian Ceng
bagaikan seekor domba, mendekap di dada Ciok Giok Yin,
kelihatan lembut sekali. Dia seorang wanita iblis yang sering
membunuh orang, namun saat ini justru berubah menjadi amat
lembut dan jinak. Sepasang matanya terpejam merasakan
kenikmatan ini. Hatinya juga merasa amat nyaman. Dia telah
kehilangan gairah untuk berkecimpung di dunia persilatan lagi,
ingin bersama 'Adik Yin' ini, hidup di suatu tempat sepi untuk
melewati hari-hari yang indah hingga tua.
Puluhan tahun dia berkecimpung di dunia persilatan, tidak
pernah bersungguh-sungguh menyukai lelaki. Namun kini dia
justru rela menyerahkan dirinya pada Ciok Giok Yin. Sedangkan
Ciok Giok Yin memang telah tergiur oleh kecantikannya. Dia
sama sekali tidak menyangka bahwa di balik wajah yang buruk
itu, terpadat paras yang amat cantik bagaikan bidadari. Dia
terus memeluk Heng Thian Ceng erat-erat, seakan ingin
menyatukan diri. Dia telah melupakan usia Heng Thian Ceng,
yang boleh dikata seusia ibunya. Dan juga lupa akan pesan Te
Hang Kay dan Si Bongok Arak, melarangnya bergaul dengan
Heng Thian Ceng. Dia lupa pula akan tunangannya, Seh Yong
Yong dan pesan terakhir Cak Hun Ciu, yang telah menjodohkan
putrinya padanya.
Bahkan dia juga melupakan janjinya pada Bok Tiong Jin,
bahwa hatinya harus diserahkan padanya. Pokoknya di saat ini
dia telah lupa segala-galanya, termasuk dendam yang harus
dibalasnya. Papatah mengatakan bahwa Kecantikan Tidak
Memikat Orang, Justru Orang Terpikat Sendiri Oleh Kecantikan.
Ciok Giok Yin terpikat oleh kecantikan Heng Thian Ceng,
hingga lupa diri, lupa daratan dan lupa segala-galanya. Dalam
hatinya cuma terdapat satu bayangan, yaitu Heng Thian Ceng.
Kini walau pun Heng Thian Ceng telah memakai kedok kulit
yang amat buruk, namun di depan mata Ciok Giok Yin tetap
muncul wajah yang amat cantik.
Mendadak terdengar suara lirih yang tergetar-getar.
"Adik, sungguhkah kau menyukaiku?"
"Kakak, aku rela jadi budakmu, rela demi dirimu...."
Heng Thian Ceng sudah tahu apa yang akan dikatakan Ciok
Giok Yin, maka dia segera menutup mulutnya dengan jari
tangan yang amat halus dan indah itu, kemudian berkata
dengan lembut. "Adik, untuk apa kau harus bersumpah?"
Setelah itu dia melanjutkan,
"Dunia persilatan penuh bahaya dan kelicikan. Alangkah
baiknya kita pergi ke suatu tempat yang sepi, hidup bersama
selamanya di sana. Bagaimana?"
Bukan main girangnya Ciok Giok Yin!
"Sungguhkah itu, Kakak?" tanyanya dengan mesra.
"Tentu sungguh! Bahkan aku pun akan melahirkan beberapa
anak untukmu."
Saat ini Heng Thian Ceng telah lupa akan tubuh Ciok Giok Yin
yang tidak seperti orang biasa. Sebab di dalam tubuhnya
terdapat daya hisap yang amat kuat apabila berhubungan intim
dengan kaum wanita. Karena itu, wanita yang berhubungan
intim dengannya harus mengerti Im Yang Cin Koy, barulah
dapat melayaninya. Namun itu pun tidak cukup satu wanita,
harus beberapa wanita barulah mampu melayani Ciok Giok Yin
dalam hal hubungan intim. Di saat ini Ciok Giok Yin telah
menudukkan kepalanya. Dengan mesra diciumnya bibir Heng
Thian Ceng. Sedangkan bibir Heng Thian Ceng juga
menyambut bibir Ciok Giok Yin dengan penuh kemesraan dan
kehangatan, sehingga mengeluarkan suara.
Cup! Cuuup! Ciuman itu membuat sekujur badan mereka tergetar,
kemudian perlahan-lahan api nafsu birahi mulai berkobar-kobar
pada diri mereka, sehingga membuat mereka merasa tidak
tahan. Di saat Ciok Giok Yin ingin melepaskan pakaiannya,
mendadak terdengar suara desiran baju di belakang mereka.
Meskipun mereka telah terbakar oleh kobaran api birahi,
namun pendengaran mereka tetap tajam. Mereka segera
memisahkan diri, sekaligus menoleh ke belakang. Seketika,
wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi merah ke telinganya,
saking merasa malu.
Jilid 16 "Lo cianpwee...!" serunya tak tertahan.
Orang yang baru datang itu tertawa terbahak-bahak lalu
berkata, "Maaf, siauhiap! Aku pengemis tua renta muncul tidak tepat
pada waktunya, maaf!"
Ternyata orang itu adalah pengemis berusia lanjut yang
diselamatkan Ciok Giok Yin. Tadi dia pergi, tapi kemudian
kembali lagi. Untung Heng Thian Ceng memakai kedok kulit,
maka orang lain tidak dapat melihat bagaimana perubahan
wajahnya. Dengan rasa jengah Ciok Giok Yin bertanya, "Lo cianpwee kok
belum pergi?"
Pengemis berusia lanjut melirik Heng Thian Ceng sejenak,
kemudian menyahut.
"Aku telah menerima budi pertolongan siauhiap, bagaimana
mungkin pergi begitu saja" Aku menunggumu di depan, tapi
tidak melihat kau muncul. Aku khawatir kau bertemu musuh,
maka aku segera ke mari. Siapa sangka.... Ha ha ha!"
Suara tertawanya menyebabkan mereka berdua merasa tidak
enak. Mendadak Heng Thian Ceng berkata,
"Adik, aku tunggu kau di jalan depan itu."
Badannya bergerak, langsung melesat pergi. Begitu dia pergi,
Ciok Giok Yin merasa kehilangan. Diam-diam Ciok Giok Yin
mencaci pengemis berusia lanjut dalam hati. 'Dasar tua pikun,
tidak tahu urusan sama sekali!' Akan tetapi wajahya tidak
memperlihatkan reaksi apa pun. Berselang sesaat, dia berkata
kepada pengemis berusia lanjut dengan nada halus.
"Terimakasih lo cianpwee."
Pengemis berusia lanjut tersenyum lalu menyahut, "Aku telah
menerima budi pertolongan siauhiap, namun masih belum tahu
nama siauhiap."
"Namaku Ciok Giok Yin. Siapa sebutan lo cianpwee?"
"Sudah lama aku melupakan namaku, namun teman-teman
rimba persilatan memberikan julukan Tek Cang Sin Kay
(Pengemis Sakti Tongkat Hijau)."
Ciok Giok Yin tidak pernah mendengar tentang para tokoh
rimba persilatan yang terkenal, maka terhadap julukan Tek
Cang Sin Kay ini, terasa asing baginya.
Namun dia tetap berkata, "Sudah lama kudengar nama besar
lo cianpwee."
Tak disangka Tek Cang Sin Kay malah menghela nafas
panjang, sambil berkata,
"Aku menyendiri 'di tempat sepi selama dua puluh tahun
lebih. Lantaran urusan kecil aku terpaksa muncul lagi di dunia
persilatan. Justru terkena serangan gelap, bahkan sama sekali
tidak tampak bayangan penyerang gelap itu. Sungguh...
memalukan sekali!"
Usai berkata, dia menggeleng-gelengkan kepala sambil
menghela nafas panjang lagi.
"Itu adalah perbuatan orang rendahan lo cianpwee tidak usah
berduka karena itu," kata Ciok Giok Yin menghiburnya.
Tek Cang Sin Kay menggelengkan kepala lalu menyahut,
"Itu pertanda aku pengemis tua renta sudah tak berguna
lagi." Sepasang matanya memancarkan sinar. "Saudara Kecil!"
serunya perlahan.
"Ada urusan apa, katakan saja lo cianpwee!"
"Kalau Saudara Kecil tidak merasa keberatan, harap panggil
aku saudara tua saja."
"Itu mana boleh!" sahut Ciok Giok Yin dengan terbelalak.
"Kalau Saudara Kecil terus-menerus memanggilku lo
cianpwee, akan membuatku tiada tempat berpijak lagi," kata
pengemis itu sambil tersenyum.
Ciok Giok Yin tahu, apabila berkeras menolak, pasti akan
membuat pengemis itu serba salah, bahkan juga perasaannya
akan tersinggung. Oleh karena itu, dia berkata.
"Baik, siaute (Adik) menurut pada lo koko (Saudara Tua) saja.
Lo koko ingin mengatakan sesuatu, katakan saja!"
Wajah Tek Cang Sin Kay berseri-seri.
"Saudara Kecil, yang kau lihat itu adalah Sam Yang Hui
Kang?" Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
"Suhumu adalah...."
"Suhuku bernama Cu Wei To."
"Julukannya adalah Sang Ting It Koay?"
"Ya."
"Aku pernah mendengar nama besar suhumu, namun sayang
tidak pernah berjumpa. Entah sekarang tinggal di mana
suhumu?" Wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi murung.
"Suhuku telah meninggal."
"Sudah meninggal."
"Ya."
"Walau aku tidak pernah berjumpa suhumu, tapi aku tahu
jelas dia berjiwa satria. Tak disangka dia telah meninggal.
Rupanya aku tidak harus muncul di dunia persilatan lagi."
"Mengapa lo koko menjadi tak bersemangat?"
Tek Cang Sin Kay menghela nafas panjang lalu berkata,
"Saudara Kecil, gelombang belakang mendorong gelombang
depan. Karena itu, sudah waktunya aku mengundurkan diri,
tidak boleh berkecimpung di dunia persilatan lagi." Dia
menatap Ciok Giok Yin. "Kau berbakat luar biasa, maka harus
bisa menjaga diri. Mengenai murid murtad suhumu itu, harus
dibasmi agar suhumu bisa tenang di alam baka."
Usai berkata, dia merogohkan sebelah tangannya ke dalam
bajunya. Sedangkan sepasang mata Ciok Giok Yin menyorot dingin,
kemudian berkata,
"Aku tidak akan melepaskan murid murtad suhuku itu!"
Tek Cang Sin Kay tidak menyahut apa-apa. Dia mengeluarkan
sepotong belahan bambu berukuran sejengkal lalu berkata,
"Saudara Kecil, ini adalah tanda perintah Tianglo (Tetua) Kay
Pang. Melihat tanda perintah ini seperti melihat orangnya. Kau
berkelana di dunia persilatan, amat membutuhkan benda ini,
Lo koko menghadiahkan padamu. Apabila kau membutuhkan
bantuan Kay Pang, perlihatkan saja tanda perintah ini, para
anggota Kay Pang pasti menuruti perintahmu."
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala.
"Lo koko, mana berani siaute menerima?"
"Saudara Kecil, terimalah dulu dengarkan perkataanku!
Mungkin Kay Pang juga akan minta bantuanmu. Saat itu, harap
kau bersedia memberi bantuan pada Kay Pang!"
Ciok Giok Yin melihat wajah Tek Cang Sin Kay amat serius,
maka diterimanya tanpa perintah itu seraya berkata,
"Seandainya Kay Pang membutuhkan bantuanku, walau harus
menerjang lautan api, pasti kulakukan!"
Usai berkata, Ciok Giok Yin memperhatikan tanda perintah itu
yang merupakan sepotong belahan bambu. Ternyata tanda
perintah itu berukura seekor naga dan di bagian dalamnya
terukir beberapa huruf yang menyerupai huruf-huruf bervariasi.
Maka Ciok Giok Yin tidak mengenal huruf-huruf tersebut.
"Terimakasih, Saudara Kecil," kata Tek Cang Sin Kay.
Pengemis berusia lanjut tahu bahwa Ciok Giok Yin sedang
memperhatikan tanda perintah itu, maka dia segera berkata
lagi, "Tanda perintah itu berukiran huruf-huruf Chu. Turuntemurun
tiada seorang pun tahu apa arti huruf-huruf itu. Kalau
Saudara kecil punya kesempatan mengenal huruf-huruf itu


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelak, boleh diterjemahkan untuk mengungkap teka tekinya."
Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Siaute akan berusaha."
Tek Cang Sin Kay tersenyum, lalu merogoh kedalam bajunya
mengeluarkan dua botol kecil.
"Saudara Kecil berkelana dalam rimba persilatan, pasti punya
musuh dari golongan hitam. Kebetulan dulu lo koko
memperoleh dua botol obar rias wajah, lo koko hadiahkan
padamu." Tek Cang Sin Kay juga memberitahukan cara
menggunakannya. Bukan main girangnya Ciok Giok Yin, karena
obat rias wajah tersebut memang amat berguna bagi dirinya.
Maka, disimpannya baik-baik tanda perintah dan dua botol
obat rias wajah itu ke dalam bajunya. Setelah itu dia berkata,
"Lo koko sedemikian menyayangi siaute, entah harus
bagaimana siaute membalasnya?"
"Saudara kecil berkata demikian, lo koko merasa berat
sekali." "Memangnya kenapa?"
"Mengenai urusan lo koko dengan Saudara Kecil tentunya
akan lo koko memberitahukan pada ketua Kay Pang. Setelah
itu, lo koko akan hidup tenang di tempat sepi dan selamanya
tidak akan muncul lagi. Saudara Kecil, jaga dirimu baik-baik!
Sampai jumpa!"
Usai berkata Tek Cang Sin Kay melesat pergi dan tak lama
sudah tidak tampak bayangannya. Ciok Giok Yin berdiri
termangu-mangu di tempat. Berselang sesaat barulah dia
melesat pergi menuju Gunung Liok Pan San. Kini Ciok Giok Yin
harus cepat-cepat menemui Thian Thong Lojin untuk
mengungkap rahasia potongan kain tersebut, sebab potongan
kain itu menyangkut asal-usulnya dan jejak Seruling Perak.
Oleh karena itu, dia melesat bagaikan kilat. Sementara saat
waktu terus berlalu, senja berganti malam dan malam berganti
pagi. Sedangkan jalan yang dilalui Ciok Giok Yin penuh batu
curam yang amat berbahaya. Setelah seharian dia menempuh
perjalanan itu, badannya terasa agak lelah. Ingin rasanya
mencari suatu tempat untuk beristirahat sejenak, kemudian
melanjutkan perjalanan lagi.
Akan tetapi mendadak sesosok bayangan melesat bagaikan
meteor lewat di sampingnya. Tentunya membuat Ciok Giok Yin
tersentak, Berdasakan gerakannya dapat dibayangkan betapa
tingginya kepandaian orang itu. Sudah pasti membuat Ciok
Giok Yin tercengang karena kagum. Maka dia pun
mengerahkan ginkangnya, melesat di belakang orang itu. Dia
ingin melihat, sebetulnya siapa orang itu. Oleh karena itu, dia
pun berusaha mengejarnya. Orang itu, sepertinya tidak tahu
kalau dirinya diikuti orang. Berselang beberapa saat, sudah tiba
di sebuah bukit yang penuh tanah kuning. Orang itu masih
terus melesat. Sesaat kemudian, mendadak dia berhenti di tepi
dinding tebing tanah kuning, lalu menengok ke sana ke mari,
seakan ingin tahu apakah ada orang lain berada di sana. Ciok
Giok Yin khawatir kalau-kalau orang itu akan melihatnya, maka
buru-buru bersembunyi.
Orang itu mendongakkan kepala, memandang ke arah dinding
tebing tanah kuning itu. Ciok Giok Yin yang bersembunyi juga
ikut memandang ke sana. Dia nyaris berseru tak
tertahan. Ternyata pada dinding tebing tanah kuning itu,
terukir tiga huruf warna putih 'Wang Tou Po' (Bukit Tanah
Kuning)! Karena huruf-huruf itu amat besar, lagi pula berwana
putih, maka tampak jelas walau di malam hari. Mengapa Ciok
Giok Yin tampak terkejut" Tidak lain karena teringat akan
ucapan Bok Tiong Jin, bahwa dengar-dengar kemungkinan
besar Seruling Perak berada di luar Kota Lok Yang di Wang Tou
Po.... Justru tak terduga sama sekali, dia sampai di tempat
tersebut. Seandainya dia berhasil memperoleh Seruling Perak dan
disatukan dengan kitab Cu Cian, pasti bisa mempelajari ilmu
silat yang tertinggi dan terhebat di kolong langit, tentunya bisa
pula menuntut balas semua dendam itu. Di saat dia berpikir
sementara, mendadak orang itu bertepuk tangan tiga kali.
Pok! Pok! Pok! Menyusul terdengar pula suara tepukan tangan tiga kali di
tempat jauh. Suara tepukan tangan itu berasal dari tebing
tanah kuning yang melekuk ke dalam. Orang itu segera
mencelat ke atas dan bertanya dengan suara ringan,
"Apakah bisa buka malam ini?"
Orang yang bersembunyi di tempat lekukan tebing itu
menyahut, "Mungkin belum bisa, namun... ketua utama dan kedua akan
kemari." Hati Ciok Giok Yin tersentak mendengar percakapan mereka.
'Apakah mereka adalah para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee" Siapa ketua utama itu"' Tanyanya dalam hati. Kemudian
dia merayap ke atas dari tempat persembunyiannya. Sungguh
di luar dugaan, dia melihat sebuah pintu batu di bawah tebing
tanah kuning itu, sehingga membuatnya melangkah perlahanlahan
ke tempat tersebut. Ketika berjarak lima enam depa dari
tempat itu, sekonyong-konyong Ciok Giok Yin merasa ada
angin pukulan yang amat dahsyat menerjang ke arahnya. Pada
saat bersamaan terdengar pula suara bentakan,
"Berhenti!"
Ciok Giok Yin hendak kembali bersembunyi, namun sudah
terlambat. "Hm! Mengapa aku harus berhenti?" dengusnya sambil
berkelit. Kemudian dia segera mengerahkan lwee kangnya, siap
menghadapi pertarungan. Terdengar suara desiran angin.
Seer! Seer! Seer!
Muncul tiga sosok bayangan orang, yang kemudian
mengepung Ciok Giok Yin.
"Eh! Ternyata kau bocah keparat!" bentak mereka.
Ciok Giok Yin memandang mereka bertiga, ternyata orangorang
perkumputan Sang Yen Hwee. Seketika api kebenciannya
berkobar. "Aku memang sedang mencari kalian!" sahutnya dengan
dingin. "Kau mencari kami untuk mengantar kematian?" kata salah
seorang dari mereka.
Menyusul seorang lagi membentak sengit.
"Bocah keparat, malam ini kau harus mampus!"
Mereka bertiga mulai melangkah maju.
Lantaran Ciok Giok Yin belum tahu asal-usul dirinya, begitu
mendengar mereka mencacinya 'Bocah keparat', otomatis
membut kegusarannya memuncak.
"Aku akan membunuh kalian semua!" bentaknya mengguntur.
Dia langsung mengeluarkan jurus pertama dari kedua ilmu
pukulan Hong Lui Sam Ciang. Tampak badannya bergerak
laksana kilat, dan telapak tangannya berkelebatan
menimbulkan suara menderu-deru yang mengandung hawa
panas. Terdengar suara jeritan.
"Aaaakh!"
Salah seorang dari mereka tersambar pukulan. Tentunya
membuat terkejut kedua temannya. Mereka langsung
menghunus golok sekaligus menyerang Ciok Giok Yin dari arah
kiri dan kanan. Terdengar lagi suara jeritan.
"Aaaakh!"
Seorang lagi terpental. Mendadak terdengar suara tawa
terkekeh-kekeh, yang disusul oleh seruan.
"He he he! Kami akan membuat perhitungan!"
Tampak empat sosok bayangan orang melesat ke tempat itu,
lalu terdengar suara seruan lagi.
"Berhenti! Berhenti!"
Tinggal seorang itu, segera meloncat mundur dan memberi
hormat kepada mereka berempat.
"Hamba menyambut kedatangan Empat Pelindung," katanya.
Keempat orang yang baru muncul itu, ternyata Si Sing Kui.
Si Setan Gemuk tertawa gelak lalu berkata,
"Ini adalah urusan besar, kalian mundur saja!" Dia menoleh
memandang Ciok Giok Yin. "Bocah, urusan kita belum selesai.
Namun malam ini akan kami bereskan di depan Bukit Tanah
Kuning!" Senjata Sui Poa yang di tangannya terus berbunyi.
Plak! Plak! Praaak!
Ciok Giok Yin mengerutkan kening, karena tahu jelas dirinya
bukan lawan mereka berempat, tapi juga tidak bisa tidak
bersuara. Karena itu, dia menatap Si Sing Kui seraya
membentak. "Suatu hari nanti, aku pasti membeset kulit kalian! Malam ini
aku punya urusan lain, kita akan berjumpa lagi kelak!"
Ketika Ciok Giok Yin baru mau melesat pergi. Sekonyongkonyong
si Setan Tinggi membentak.
"Berhenti!"
Dia langsung menyerang Ciok Giok Yin dengan dahsyat. Angin
pukulannya menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Si Setan Gemuk
tertawa gelak lalu berkata,
"Hei, Pendek! Kau lihat dia mau pergi, kok belum ke sana
bercakap-cakap dengannya?"
Tanpa menyahut, si Setan Pendek segera mencelat ke atas
tiga depa. Setelah badannya berada di angkasa, dia bersalto
hingga kepalanya ke bawah, meluncur ke arah Ciok Giok Yin
dengan terkaman. Ketika Ciok Giok Yin berada di luar markas
perkumpulan Sang Yen Hwee, pernah menyaksikan jurus yang
dikeluarkan si Setan Pendek ini. Sebab itu, Ciok Giok Yin
bergerak cepat mencelat ke belakang. Justru tanpa sengaja
menuju pintu batu. Sedangkan si Setan Pendek bergerak cepat
pula mengikutinya.
Saat ini agar tidak diserang secara gelap si Setan Pendek Ciok
Giok Yin langsung melindungi dirinya dengan ilmu pukulan
Hong Lui Sam Ciang, yaitu jurus pertama dan jurus kedua. Si
Setan Pendek tahu akan kehebatan ilmu pukulan itu, maka
segera meloncat ke belakang. Medadak si Setan Gemuk
tertawa gelak. "Dasar pendek tak berguna! Jurus Ie Tiong Sung Ca (Dalam
Hujan Mengantar Payung)mu itu sudah tiada artinya!"
Bukan main marahnya si Setan Pendek mendengar sindiran
itu. "Dasar babi gemuk, lihatlah!" bentaknya keras sambil melesat
ke depan. "Cepat maju! Jangan membiarkan bocah haram itu mendekati
pintu batu!" seru ketiga setan lainnya dengan serentak.
Di saat bersamaan mereka bertiga pun melancarkan
serangan ke arah Ciok Giok Yin. Bukan main dahsyatnya
serangan mereka! Terdengar suara menderu-deru bagaikan
gelombang mengarah sekujur badan Ciok Giok Yin. Apa boleh
buat, Ciok Giok Yin terpaksa mengerahkan tenaga sepenuhnya
untuk menangkis, mengeluarkan jurus pertama dan jurus
kedua ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Terdengar suara
ledakan dahsyat yang memekakkan telinga.
Bum! Bum! Tampak badan Ciok Giok Yin tergoncang keras, sedangkan
keempat setan itu mulai maju lagi. Kelihatanya Ciok Giok Yin
akan... Sekonyong-konyong dia merasa sebelah kakinya
menginjak tempat kosong, sehingga membuat dirinya
terjengkang. Tapi dia bergerak cepat meloncat ke depan,
barulah bisa berdiri tegak. Justru di saat bersamaan, tampak
sesosok bayangan berkelebat bagaikan arwah, lewat di
sampingnya memasuki pintu batu. Pada saat bersamaan
terdengar suara deruan angin pukulan menerjang ke luar dari
dalam pintu batu itu.Ciok Giok Yin sama sekali tidak bersiapsiap,
maka dadanya terserang angin pukulan itu. Sementara
menyembur darah segar dari mulutnya, dan pandangannya
menjadi gelap lalu pingsan.
Di saat dia roboh si Setan Gemuk menerobos ke dalam pintu
batu. Namun pintu batu itu amat sempit, sedangkan badannya
begitu gemuk, maka dia tidak bisa masuk, malah terjepit, maju
tidak bisa mundur tidak bisa. Dia mencoba mengerahkan
tenaganya, tapi tak di sangka malah terdengar suara gemuruh.
Ternyata pintu batu itu tiba-tiba menutup. Seketika terdengar
suara jeritan yang menyayat hati. Tampak darah muncrat ke
mana-mana. Sungguh mengerikan! Si Setan Gemuk terhimpit
sehingga semua tulangnya remuk dan dagingnya pun hancur
tidak karuan. Memang merupakan suatu kejadian kebetulan.
Ketika Ciok Giok Yin roboh, justru tersambar oleh angin yang
ditimbulkan si Setan Gemuk ketika menerobos ke dalam pintu
batu itu. Ciok Giok Yin tersambar angin itu hingga melayang ke dalam
pintu batu. Sebaliknya si Setan Gemuk malah terhimpit di pintu
batu itu. Setelah pintu batu itu tertutup rapat, Ciok Giok Yin
dan bayangan orang yang masuk ke dalam itu menjadi
terkurung di dalam pintu batu. Entah berapa lama kemudian,
Ciok Giok Yin mulai siuman perlahan-lahan. Dia merasa dirinya
dipapah seseorang ke dalam. Justru dia mengira dirinya telah
ditangkap oleh Si Sing Kui. Maka, tanpa banyak berpikir lagi,
dia langsung mengarahkan sisa lwee kangnya menyerang
orang yang memapahnya. Serangan itu amat dahsyat,
sehingga terdengar suara rintihan orang tersebut. Tampak
orang itu terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah,
kemudian roboh. Kelihatannya luka yang diderita orang itu
cukup parah. Ciok Giok Yin segera maju. Ketika baru mau
melancarkan serangan lagi, mendadak dia berseru tak
tertahan. "Hah" Ternyata kau!"
Ternyata orang itu adalah seorang wanita, yang tidak lain
Teng Hiang Kun, wanita berkedudukan sebagai Pelindung di
perkumpulan Sang Yen Hwee. Teng Hiang Kun duduk bersila di
tanah dengar kening berkerut-kerut. Kelihatannya dia sedang
menghimpun hawa murninya untuk mengobati lukanya. Begitu
melihat wanita tersebut, hawa amarah Ciok Giok Yin lansung
memuncak. Dia mengangkat sebelah tangannya ingin
melancarkan pukulan ke arah wanita itu. Namun mendadak
perutnya terasa mual.
Uaakh! Dia memuntahkan darah segar dan merasa matanya gelap,
akhirnya roboh. Ternyata Ciok Giok Yin juga menderita luka
parah. Kini dirinya berhadapan dengan Teng Hiang Kun yang
cabul itu. Entah harus bagaimana cara meloloskan diri" Oleh
karena itu, setelah roboh, dia segera duduk seraya berpikir.
Akan tetapi, sama sekali tidak menemukan akal untuk
meloloskan diri. Dia menegok ke sekelilingnya. Seketika dia
terbelalak, karena dirinya berada di sebuah goa. Dapat diterka,


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk apa Teng Hiang Kun membawanya ke dalam goa
tersebut" Di saat bersamaan terbayang kembali apa yang
terjadi di dalam kuil Thay San Si. Teng Hiang Kun yang cabul
itu bermaksud berbuat yang bukan-bukan atas dirinya. Kalau
dia terlambat meloloskan diri, kemungkinan besar hari itu....
Terbayang sampai kesitu, hati Ciok. Giok Yin langsung
berdebar-debar. Akan tetapi dirinya terluka parah, bagaimana
mungkin dapat meloloskan diri dari cengkeraman wanita cabul
itu" Pikirannya sungguh panik. Tanpa sadar dia menoleh ke
arah Teng Hiang Kun yang sedang menghimpun hawa
murninya untuk mengobati lukanya. Ingin rasanya mendekati
Teng Hiang Kun untuk membunuhnya, namun sepasang
kakinya tak kuat berdiri. Akhirnya dia memejamkan mata,
mulai menghimpun hawa murninya untuk mengobati lukanya.
Berselang beberapa saat, Teng Hiang Kun sudah pulih. Dia
bangkit berdiri sambil tertawa cekikikan lalu berkata,
"Ciok Giok Yin, saat ini kau tak ubahnya seekor ikan yang
telah terjaring. Hari ini kau tidak akan bisa meloloskan diri!"
Ciok Giok Yin membuka matanya, menatap Teng Hiang Kun
dengan penuh kebencian.
"Kau mau apa?" bentaknya.
"Tidak mau apa-apa, cuma ingin menangkapmu!" sahut Teng
Hiang Kun. "Kini aku sudah jatuh ke tanganmu. Kau mau membunuhku,
silakan! Jangan harap kau bisa menghina diriku!"
Teng Hiang Kun tertawa terkekeh-kekeh.
"Wah! Bagaimana mungkin aku akan membunuhmu" Aku
merasa tidak sampai hati lho!"
Wanita itu mendekatinya, kemudian mengecup keningnya dan
bertanya. "Kau sudah tidak galak lagi 'kan?"
"Wanita cabul tak tabu malu! Suatu hari nanti aku pasti
membunuhmu!"
Teng Hiang Kun tersenyum.
"Aku memang berharap pada hari itu, bisa mati di tangan
pujaan hatiku, tentunya amat menyenangkan."
Teng Hiang Kun lalu duduk di samping Ciok Giok Yin, dan
menaruh kepalanya di bahu pemuda itu, kelihatannya bagaikan
sepasang suami istri saling mengasihi. Wajah .wanita itu
tampak kemerah-merahan. Bukan main gusarnya Ciok Giok
Yin, tapi sekujur badannya sudah tak bertenaga, sama sekali
tidak bisa melancarkan pukulan. Mendadak Teng Hiang Kun
berkata dengan lembut sekali.
"Ciok Giok Yin, cobalah kau terka tempat apa ini?"
"Tempat apa ini?"
"Kita berada di dalam Goa Ku Ciau Cung."
"Di dalann Goa Ku Ciau Cung?"
"Tidak salah."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening, kemudian mencacinya dan
bertanya. "Dasar wanita cabul, tak tahu malu! Kau yang membawaku ke
mari?" Teng Hiang Kun mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah." Dia menatap Ciok Giok Yin.
"Ciok Giok Yin, kuberitahukan! Ketika kau tersambar masuk,
pintu batu tersebut. Kini pintu batu telah tertutup. Kalau kau
tidak mendengar perkataanku, kau akan terkurung di sini
selamanya. Namun apabila kau mau mendengar perkataanku,
tentu aku bersedia membawamu meninggalkan tempat ini."
"Kentut! Aku pasti punya akal keluar dari tempat ini!"
Wanita itu tersenyum.
"Kau jangan berkeras kepala. Kalau percaya silakan coba! Di
luar aku memang bukan lawanmu, namun di sini kau justru
bukan tandinganku!" Dia mengecup kening Ciok Giok Yin lagi,
kemudian bangkit berdiri. "Aku pergi sebentar dan segera
kembali menemanimu. Baik-baiklah beristirahat, sebab kita
akan melakukan hal yang cukup melelahkan, tapi terasa
nikmat sekali!"
Badan Teng Hiang Kun bergerak menuju sebuah terowongan.
Tentunya dia pergi mencari Seruling Perak. Sedangkan Ciok
Giok Yin tahu jelas bahwa kini dirinya berada di dalam Goa Ku
Ciau Cuang, tempat penyimpanan Seruling Perak. Karena itu,
dia segera memejamkan matanya sekaligus menghimpun hawa
murninya. Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara
bernada tua. "Goa Ku Ciau Cuang ini penuh perangkap dimana-mana, tapi
telah kututup semua. Bocah, aku percaya kau juga mendengar
desas-desus, bahwa di tempat ini tersimpan Seruling Perak."
Ciok Giok Yin membuka matanya lebar-lebar, namun tidak
melihat seorang pun di situ.
"Siapa kau?" tanyanya.
"Kita boleh dikatakan kenalan lama, sebab pernah bertemu
dua kali."
"Bolehkah Anda memperlihatkan diri?"
"Tidak usah."
"Bagaimana Anda masuk ke mari?"
"Tentunya aku punya akal. Tentang ini kau tidak perlu
bertanya."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Anda menutup semua terowongan di sini, sebetulnya
mengandung maksud apa?"
"Aku tidak menghendaki orang lain masuk." Berhenti sejenak,
setelah itu melanjutkan. "Kelihatannya kau terluka?"
"Betul."
"Baik, aku akan mengobatimu."
Ketika Ciok Giok Yin membuka mulutnya ingin berkata, justru
di saat bersamaan, sebuah benda kecil meluncur ke dalam
mulutnya. Dia ingin memuntahkan benda kecil itu, tapi sudah
masuk ke dalam tenggorokannya. Terasa amat harum, bahkan
juga terasa amat nyaman. Terdengar lagi orang itu berkata,
"Kau baik-baik beristirahat, tidak akan ada orang ke mari
mengganggumu lagi. Namun, kau harus ingat! Kalau kau
berhasil keluar dari goa ini, akan ada seorang gadis mencarimu
untuk bertanding."
Usai orang itu berkata, suasana di tempat itu berubah
menjadi hening. Ciok Giok Yin segera bertanya,
"Mohon tanya siapa gadis itu'?"
Tiada sahutan. Ciok Giok Yin bertanya lagi berulang kali, tapi
tetap tiada sahutan. Dia tahu bahwa orang itu telah pergi, tidak
akan menyahut lagi, barulah dia mulai memejamkan matanya
menghimpun hawa murninya. Sembari menghimpun hawa
murninya, dia pun berpikir sesungguhnya siapa orang itu"
Katanya pernah bertemu dua kali, bertemu di mana" Walau
Ciok Giok Yin terus berpikir, tapi tetap tidak ingat siapa orang
tersebut. Karena itu dia tidak mau berpikir lagi, melainkan
memusatkan perhatiannya untuk menghimpun hawa murninya.
Berselang beberapa saat kemudian, luka dalamnya telah
sembuh. Dia bangkit berdiri sambil menengok ke sana ke mari.
Tampak beberapa terowongan di situ. Terowongan yang mana
yang dilaluinya tadi" Dia sama sekali tidak ingat lagi. Dia
berdiri termangu-mangu. Apabila terus berdiri di situ, sudah
pasti tiada gunanya. Karena itu dia beranjak menuju sebuah
terowongan yang berada di sebelah kiri. Dia pikir kalau tiada
jalan keluarnya, masih bisa kembali ke tempat semula. Siapa
sangka setelah dia berjalan sejenak dan ketika menoleh ke
belakang, justru sudah tidak menemukan jalan yang semula
itu. Apa boleh buat, dia terpaksa menerobos ke sana ke mari
tanpa arah tujuan sama sekali.
Entah berapa lama kemudian, barulah dia berhenti. Tiba-tiba
dia merasa agak tidak beres. Sebab sepertinya tadi dia pernah
melalui terowongan ini. Karena itu, dia segera memikirkan
suatu cara untuk mengatasi hal ini. Timbul suatu ide, dia mulai
melangkah, beberapa langkah dia pasti memberi tanda pada
dinding. Justru sungguh mengherankan, hampir setengah
harian berputar, tetap kembali ke tempat semula. Kini barulah
Ciok Giok Yin mengerti, ternyata dirinya terjebak di dalam
sebuah formasi. Dia menyesal sekali, sebab sama sekali tidak
paham tentang formasi. Saat ini Teng Hiang Kun juga entah ke
mana. Dia masih ingat akan ucapan wanita cabul itu, kalau
tidak mendengar perkataannya, maka akan terkurung di
tempat ini selamanya. Kelihatannya wanita cabul itu mengerti
akan formasi tersebut. Tapi ke mana dia" Kini tenaga Ciok Giok
Yin telah pulih. Otomatis tidak takut padanya. Kalau tidak
berhasil mencarinya, apakah dirinya akan terkubur hidup-hidup
di sini" Menyusul dia teringat pada suara orang tua itu yang bersedia
menyembuhkannya, namun mengapa tidak membantunya
meninggalkan tempat ini" Karena berpikir begitu, Ciok Giok Yin
segera berseru-seru.
"Lo cianpwee! Lo cianpwee!"
Suaranya bergema di tempat itu. Akan tetapi tiada sahutan
sama sekali. Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu tidak tahu
harus berbuat apa. Tiba-tiba dalam benaknya terlintas sesosok
bayangan hitam, yang memancingnya hingga sampai di bukit
Tanah Kuning ini. Kejadian ini apakah merupakan rencana
perkumpulan Sang Yen Hwee" Kalau tidak, bagaimana begitu
kebetulan orang-orang perkumpulan Sang Yen Hwee
bersembunyi di sana" Semakin dipikirkan membuat Ciok Giok
Yin semakin yakin, dan itu membuatnya amat gusar, sehingga
sekujur badannya menjadi gemetar. Dendamnya terhadap
perkumpulan Sang Yen Hwee otomatis semakin menjadi.
Kalau tiada suatu kemukjizatan, dia pasti akan mati kelaparan
di dalam goa tersebut. Ini sungguh merupakan goa misteri!
Entah siapa yang membuat goa ini" Mengapa harus dilengkapi
dengan formasi aneh" Apakah di dalam goa ini terdapat
makam raja jaman dulu, maka khawatir makam itu akan digali
orang" Kalau benar, raja yang telah mati itu, tentunya seorang
raja lalim. Seandainya tidak, bagaimana mungkin
meninggalkan formasi ini untuk mencelakai orang lain" Manusia
di saat merasa putus asa, tentu akan teringat masa lalunya.
Begitu pula Ciok Giok Yin. Semua kejadian yang dialaminya
mulai muncul di dalam benaknya. Beberapa saat kemudian
terdengar suara helaan nafas panjang. Setelah itu Ciok Giok
Yin bergumam, "Nasibku memang demikian, apa yang harus di katakan?"
Akhirnya Ciok Giok Yin duduk, kelihatannya ingin menunggu
ajal datang menjemputnya. Kini hatinya malah menjadi tenang.
Sepasang matanya dipejamkan, tidak mau memikirkan urusan
apa-apa lagi. Dia berharap bisa segera mati, agar rohnya dapat
pergi ke dunia persilatan, setelah itu barulah menuju ke alam
baka. Ternyata Ciok Giok Yin teringat akan kata-kata yang
terdapat di dalam kitab suci. 'Sebelum lahir siapa aku" Setelah
lahir aku siapa" Setelah tumbuh dewasa adalah diriku, mata
dipejamkan justru siapa....' Walau Ciok Giok Yin tahu namanya,
tapi justru tidak jelas dirinya keturunan siapa" Berdasarkan
apa yang dikatakan Sin Ciang-Yo Sian, tak ragu lagi dirinya
pasti bukan keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Goan.
Karena alat kelaminnya terluka ketika berlatih silat, maka tidak
dapat melakukan hubungan intim dengan istrinya. Sudah pasti
istrinya tidak bisa hamil.
Kalau begitu, sesungguhnya Ciok Giok Yin keturunan siapa"
Cuma beberapa orang yang mengetahuinya. Sebab itu Ciok
Giok Yin duduk seakan telah tiada dirinya. Akan tetapi tak
disangka, tiba-tiba aliran tenaga yang amat kuat di dalam
Tantiannya menerjang ke seluruh jalan darahnya. Secara reflek
dan tanpa banyak dia berpikir, dia langsung menghimpun hawa
murninya. Berselang beberapa saat, dia merasa badannya
terapung ke atas. Dia tetap memejamkan matanya, berkata
seorang diri, "Apa gunanya lagi?" Dia tidak bangkit berdiri,
cuma menggeserkan badannya menyandar pada dinding batu
dan matanya tetap terpejam rapat. Akan tetapi dalam
benaknya timbul berbagai macam kejadian yang pernah
dialaminya. Dendam, kebencian dan budi, semuanya terlintas
dalam benaknya. Mulutnya mulai bergumam.
"Adik Yong, tahukah kau bahwa aku akan mati kelaparan di
tempat ini" Aaah! Kitab Im Yang Cin Koy itu tak perlu kau baca
lagi, lebih baik kau bakar agar tidak jatuh ke tangan orang
jahat, sehingga akan mencelakai orang lain."
Seketika dia pun teringat pada Heng Thian Ceng dan
pikirannya pun menerawang. Sejak dia tahu urusan, otomatis
banyak melihat kaum wanita pula. Namun yang paling cantik
adalah Heng Thian Ceng. Kecantikannya dapat membuat orang
terpukau dan mabuk kepayang. Oleh karena itu, tanpa sadar
Ciok Giok Yin berseru-seru.
"Kakak! Kakak! Aku amat menyukaimu!"
Sepasang tangannya merangkul ke depan, tapi cuma
merangkul tempat kosong. Dia membuka sepasang matanya,
lalu tersenyum sedih seraya berkata,
"Ini bukan dalam mimpi?"
Di saat bersamaan mendadak terdengar suara alunan
harpa. Ciok Giok Yin. langsung mendengarkan dengan penuh
perhatian. Kedengarannya suara itu tidak seberapa jauh dari
tempatnya. Alunan suara harpa itu bernada sedih, siapa yang
mendengarnya pasti mengucurkan air mata. Saat ini Ciok Giok
Yin dalam keadaan putus asa, bahkan juga belum jelas tentang
asal-usulnya. Sudah barang tentu gampang terpengaruh oleh
suara harpa itu, menyebabkan air matanya meleleh dan
menangis terisak-isak. Berselang beberapa saat, sekonyongkonyong
nada suara harpa itu meninggi, kedengarannya
seperti suara pembunuhan, juga bagaikan derap ribuan kuda
yang gemuruh. Ciok Giok Yin langsung bangkit berdiri. Sepasang matanya
menyorot tajam dan sekujur badannya dipenuhi tenaga. Dia
mengangkat sebelah tangannya. Tanpa sadar dia melancarkan
jurus ketiga ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang.
Bum! Terdengar suara ledakan dahsyat. Tampak debu dan
hancuran batu beterbangan, bahkan goa itu goncang.
Bersekang sesaat, barulah suara gemuruh di dalam goa itu
berhenti dan suara harpa pun tak terdengar lagi. Ciok Giok Yin
berdiri tertegun. Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa
dirinya telah mampu melancarkan jurus ketiga ilmu pukulan
Hong Lui Sam Ciang, tidak membuat darahnya bergolak lagi
seperti tempo hari. Padahal sesungguhnya dia harus
kegirangan hingga meloncat-loncat. Akan tetapi dia malah
menghela nafas panjang.
"Kepandaian bertambah tinggi, tapi apa gunanya?"
Dia memandang ke arah dinding batu, ternyata dinding batu
itu telah hancur oleh pukulannya tadi, bahkan muncul sebuah
terowongan. Ciok Giok Yin terbelalak lalu berjalan ke dalam


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terowongan itu. Setelah berjalan beberapa langkah, dia melihat
lagi beberapa terowongan. Dia tidak berani berjalan lagi, cuma
berdiri termangu-mangu di situ. Justru di saat bersamaan
terdengar lagi suara harpa itu dan nadanya bertambah sedih.
Ciok Giok Yin segera pasang kuping mendengarkan dengan
seksama. Setelah itu dia berani memastikan bahwa suara
harpa itu berada di dalam goa. Hatinya tergerak, dan dia
segera berjalan ke arah suara harpa itu. Asal berhasil
menemukan pemain harpa itu, tentu akan membantu Ciok Giok
Yin meninggalkan goa kecuali pemain harpa itu seorang
musuhnya. . Karena kini sudah timbul harapan baru, maka Ciok
Giok Yin melangkah cepat dan pasti. Namun siapa sangka,
meskipun dia telah melewati beberapa terowongan, tapi tetap
belum menemukan jejak pemain harpa itu. Otomatis membuat
langkahnya terhenti.
Begitu dia terhenti, hatinya tersentak. Karena suara harpa itu
justru terdengar di belakangnya, bukan di hadapannya
lagi. Sebab itu, dia segera membalikkan badan sekaligus
mengayunkan kaki. Sungguh diluar dugaan, suara harpa itu
sepertinya sengaja mempermainkannya karena kedengarannya
berada di belakangnya. Ciok Giok Yin betul-betul kewalahan,
namun rasa penasaran. Dia cepat-cepat membalikkan
badannya lagi, melangkah ke arah suara harpa itu. Begitulah
berkali-kali, suara harpa itu kedengaran di depan, di belakang,
di kiri dan di kanan. Itu membuat Ciok Giok Yin sungguh tak
mengerti, gugup dan panik, tidak tahu harus berbuat apa.
Ciok Giok Yin terus berpikir. Akhirnya dia berkesimpulan,
bahwa pemain harpa itu bukan sengaja mempermainkan
dirinya, melainkan dirinya masih terkurung di dalam formasi
aneh. Dia percaya, telinganya dapat mendengar suara harpa
itu, membuktikan bahwa pemain harpa itu tidak terpisah jauh
dari dirinya. Mungkin juga formasi aneh ini, justru pemain
harpa yang membentuknya.
Tak diragukan lagi pemain harpa itu pasti orang aneh yang
hidup menyendiri. Dan dia memiliki lwee kang yang amat tinggi
sekali. Sebab kalau tidak, bagaimana mungkin suara harpa itu
menggetarkan hati dan mempengaruhi orang yang
mendengarnya" Namun berdasarkan nada suaranya yang sedih
dan memilukan itu, pemainnya pasti seorang wanita. Otomatis
membuat Ciok Giok Yin merasa simpati padanya dan berharap
dapat bertemu, agar dapat mencurahkan semua kedukaannya.
Ciok Giok Yin berdiri tercenung. Dia tahu, apabila tiada
seorang pun membawanya keluar, pasti terkurung selamanya
di tempat ini. Pepatah mengatakan 'Orang tidak harus mati,
pasti selamat'. Seketika Ciok Giok Yin berseru sekeraskerasnya,
"Lo cianpwee mana yang hidup tenang di sini, mohon
bertemu!" Suara harpa itu berhenti, dan suasana berubah
menjadi hening. Beberapa saat kemudian mendadak terdengar
suara yang amat nyaring.
"Siapa kau?"
Tak terduga sama sekali, ternyata seorang
wanita. Berdasarkan suaranya, membuktikannya masih muda,
mungkin masih merupakan seorang gadis. Ciok Giok Yin segera
menyahut dengan lantang.
"Aku bernama Ciok Giok Yin!"
"Kau lelaki atau wanita?"
Ciok Giok Yin tertegun, sebab pertanyaan tersebut merupakan
pertanyaan anak kecil. Suara lelaki dan suara wanita berbeda,
mengapa dia tidak dapat membedakannya" Apakah dia adalah
orang dungu" Seandainya dia orang dungu, kalau pun bertemu
juga tidak ada gunanya. Itu menyebabkan Ciok Giok Yin
kembali putus harapan. Lantaran berpikir demikian, maka dia
lupa menyahut. Mendadak wanita pemain harpa bertanya lagi.
"Kau lelaki atau wanita" Beritahukanlah padaku!"
Kedengarannya dia tidak sabar lagi. Ciok Giok Yin
menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku adalah lelaki!"
Terdengar suara seruan tak tertahan.
"Hah" Kau sungguh lelaki?"
"Ya!" Kemudian Ciok Giok Yin balik bertanya.
"Kau tidak dapat membedakan suara lelaki dan suara
wanita?" "Aku tidak pernah bertemu lelaki, juga tidak pernah
mendengar suara lelaki, maka aku tidak dapat
membedakannya."
Ciok Giok Yin terperangah mendengar ucapan itu. Di kolong
langit ini memang terdapat banyak hal aneh. Justru ada wanita
yang tak pernah bertemu lelaki. Bukankah itu aneh sekali"
Pikirnya. Kemudian dia bertanya,
"Apakah kau tidak pernah berkelana di dunia persilatan?"
"Tidak pernah!"
"Kau tidak pernah meninggalkan goa ini?"
"Ya."
"Kalau begitu, bagaimana kau datang di tempat ini dan hidup
bersama orang mati?"
"Di sini sama sekali tiada orang mati!"
"Tiada orang mati?" seru Ciok Giok Yin kaget.
"Aku tidak pernah bohong, karena juga tidak pernah ada
orang bercakap-cakap denganku. Kini kau ke mari, pertama
kali aku bicara sama orang!"
Ciok Giok Yin berpikir, mungkin usia wanita itu sudah tua.
"Lo cianpwee...."
"Aku bukan lo cianpwee, sebab aku masih kecil!"
Ciok Giok Yin tertegun.
"Hah" Apa?"
"Tahun ini usiaku baru tujuh belas, jadi aku bukan lo
cianpwee."
"Usiamu baru tujuh belas?"
"Ya."
Ini sungguh membingungkan Ciok Giok Yin, bahkan juga tidak
habis berpikir. Bagaimana seorang gadis berusia tujuh belasan
hidup seorang diri di dalam goa" Karena itu sekujur badan Ciok
Giok Yin menjadi merinding. Apakah dia hantu" Dia teringat
pula pada Bok Tiong Jin, yang ingin memperoleh hatinya. Kini
jangan-jangan... telah bertemu seorang hantu lagi" Saking
terkejut dia menjadi lupa bersuara. Berselang sesaat, gadis
berusia tujuh belas itu bertanya,
"Kak" Mengapa kau tidak bicara?"
Ciok Giok Yin balik bertanya dengan suara agak bergemetar.
"Nona adalah orang atau hantu?"
"Tentunya aku orang. Berapa usiamu sekarang?"
"Usiaku delapan belas."
"Delapan belas tahun?"
"Ya."
"Usiamu lebih besar satu tahun dariku. Aku amat gembira
sekali dapat bertemu kau. Kalau ibuku bertemu kau, aku yakin
ibuku juga amat gembira."
Ciok Giok Yin tercengang.
"Kau punya ibu?"
"Setiap orang pasti punya ibu. Aku dilahirkan ibu, tentunya
punya ibu."
Mendengar ucapan itu, barulah Ciok Giok Yin berlega hati.
Mungkin ibunya yang membawa gadis tersebut kemari, lalu
tidak pernah membawanya keluar, maka tidak pernah bertemu
lelaki. "Aku punya kesempatan melihat matahari," kata gadis itu.
"Apa maksudmku Nona?"
"Ibu pernah berpesan padaku, kalau kelak aku punya
kesempatan bertemu lelaki di sini, dia harus membawaku
pergi. Nah, bukankah aku bisa melihat matahari" Aku... aku
sungguh gembira sekali!"
Hati Ciok Giok Yin tergerak.
"Ibumu juga berada di dalam?"
"Ibuku sudah terbang jauh."
Mendengar ucapan itu Ciok Giok Yin menjadi melongo.
"Ibumu sudah terbang jauh?"
"Ya. Ibuku memperoleh sebuah kitab pusaka. Setelah berhasil
menguasai semua ilmu yang ada di dalam kitab pusaka itu,
ibuku menjadi dewa, terbang pergi meninggalkanku seorang
diri." Seketika timbullah rasa simpati dalam hati Ciok Giok Yin.
Gadis ini sungguh patut dikasihani! Dia dan dirinya sama-sama
bernasib malang dan hidup merana. Mendadak Ciok Giok Yin
teringat sesuatu,
"Ayahmu?"
"Ibu tak pernah memberitahukan padaku."
Ciok Giok Yin menjadi termangu. Ternyata nasib gadis itu
lebih beruntung. Walau dia tidak tahu siapa ayahnya, namun
masih punya ibu. Sebaliknya Ciok Giok Yin sama sekali tidak
tahu siapa kedua orang tuanya. Meskipun ada orang yang tahu,
tapi tidak bersedia memberitahukannya. Karena itu, apabila
kembali berkecimpung di dunia persilatan, selain menuntut
balas dendam, juga harus menyelidiki asal-usul dirinya. Akan
tetapi dalam setengah tahun lebih ini Ciok Giok Yin hanya
menerima berbagai macam penderitaan, belum berhasil
membasmi murid murtad suhunya, bahkan juga belum berhasil
mengungkap asal usul dirinya. Ciok Giok Yin terus berpikir,
sehingga lupa akan dirinya masih berada di dalam formasi
aneh. Terdengar gadis itu berkata,
"Maukah kau datang ke tempatku ini?"
Bukan main girangnya Ciok Giok Yin mendengar pertanyaan
gadis itu. "Nona, aku terkurung di dalam formasi, tidak dapat keluar."
"Terkurung di dalam formasi?"
"Ya."
"Kau boleh ke luar 'kan?"
"Tidak bisa, karena aku tidak mengerti tentang formasi."
"Mengapa kau tidak bilang dari tadi?"
"Nona mengerti?"
"Itu adalah Ngo Heng Tin (Formasi Lima Elemen)."
"Nona, tolong keluarkan aku dari formasi ini! Aku tidak akan
melupakan budiman selama-lamanya."
"Karena kau akan membawaku melihat matahari, tentunya
aku harus menolongmu ke luar dari formasi itu. Beritahukan
padaku, saat ini kau berdiri di mana?"
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Nona, aku tidak paham formasi ini, bagaimana aku
memberitahukanmu di mana aku berdiri?"
"Asal kau memberitahukan keadaan di sekitarmu, itu sudah
cukup." Ciok Giok Yin menengok ke sekelilingnya, lalu
memberitahukan.
"Kau tunggu sebentar!" kata gadis itu. Beberapa saat
kemudian barulah gadis itu berkata lagi,
"Saat ini kau berada di sebelah kiri dalam formasi itu."
"Apakah aku bisa keluar?"
"Bisa. Sekarang kau dengar petunjukku!" Berhenti sejenak,
kemudian melanjutkan, "Berjalanlah kau menuju terowongan
sebelah kiri itu terus sampai ke ujung!"
Ciok Giok Yin berjalan menuju terowongan kiri, terus sampai
ke ujung. "Nona, aku harus ke mana lagi?"
"Ke terowongan sebelah kiri."
Ciok Giok Yin berjalan menuju terowongan sebelah kiri, terus
ke dalam. Berselang sesat di depan matanya tampak sebuah
terowongan yang amat luas, tapi tiada ujungnya.
"Kau sudah keluar dari formasi," kata gadis itu.
Ciok Giok Yin tertegun.
"Nona, sekarang aku harus melangkah ke mana?"
Gadis itu balik bertanya.
"Kau mengerti ilmu silat?"
"Mengerti."
"Bagus. Sekarang kau harus mengerahkan lwee kangmu
menghantam dinding batu yang di hadapanmu. Setelah itu kau
akan melihat diriku."
Ciok Giok Yin justru berpikir, gadis itu berada di batik dinding
batu itu. Apakah dia mengerti ilmu silat" Kalau dinding itu
hancur, apakah tidak akan melukainya" Karena itu dia berkata,
"Harap Nona mundur dua tiga langkah!"
"Mengapa?" tanya gadis itu.
"Aku akan menghancurkan dinding batu ini, khawatir
hancuran batu akan melukaimu...."
"Jangan khawatir. Dinding batu ini tak dapat dihancurkan,
cuma akan terbuka kalau terhantam pukulanmu."
"Kalau begitu, Nona harus hati-hati!"
"Baik, aku menurut perkataanmu."
Suara gadis itu amat lembut. Ciok Giok Yin mulai
mengerahkan lwee kangnya pada kedua lengannya, lalu
menghantam ke arah dinding batu itu. Terdengar suara
ledakan dahsyat disertai hancuran batu dan debu beterbangan.
Namun sungguh diluar dugaan dinding batu itu cuma
berlubang tapi lubang itu tidak menembus ke
dalam. Kelihatannya dinding batu itu amat tebal. Ciok Giok Yin
mulai mengerahkan lwee kangnya lagi. Tapi ketika baru mau
menghantam lubang-lubang yang tak tembus ke dalam itu,
mendadak terdengar suara gemuruh yang memekakkan
telinga. Ternyata dinding batu itu merosot ke bawah. Seketika
tampak cahaya menyorot ke luar, akan tetapi mendadak
dinding batu itu terhenti.
\ Jadi tinggi dinding batu itu masih mencapai satu depa lebih.
Ciok Giok Yin tidak dapat melihat ke dalam karena terhalang
oleh dinding batu itu. Terdengar suara gadis itu,
"Kau bisa meloncat tinggi?"
"Bisa."
"Kalau begitu, cepatlah kau lompati dinding batu itu! Karena
sebentar lagi dinding batu itu akan naik lagi."
Mendengar itu, Ciok Giok Yin tidak berani menunggu. Dia
langsung mencelat ke dalam melalui dinding batu itu. Ketika
sepasang kakinya menginjak tanah, terdengar suara gemuruh
di belakangnya dan terdengar pula suara yang amat dahsyat.
Bummm! Tempat Ciok Giok Yin berpijak terasa tergoncang. Dia segera
menoleh ke belakang, ternyata dinding batu itu sudah tertutup
seperti semula. Bukan main terkejutnya! Di saat bersamaan,
mendadak terdengar suara yang amat merdu.
"Beginikah lelaki?"
Ciok Giok Yin menolehkan kepalanya. Di depannya tampak
seorang gadis yang cantik jelita. Namun wajah gadis itu pucat


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pias. Mungkin selama ini dia tidak pernah kena sinar
matahari. Sepasang mata gadis itu terbeliak lebar, terus
menatap Ciok Giok Yin. Rupanya dia merasa heran karena
dandanan Ciok Giok Yin berbeda dengan gadis itu. Ciok Giok
Yin memakai topi kain, dan berjubah panjang. Sepasang
matanya bersinar terang, menimbulkan rasa suka pada orang
yang melihatnya. Karena gadis itu tidak pernah melihat kaum
lelaki, maka tanpa sadar menundukkan kepala melihat dirinya
sendiri. Dia merasa dadanya lebih menonjol, daripada dada Ciok Giok
Yin. Maka dirabanya dadanya sendiri. Dia terheran-heran
karena merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Itu
merupakan hal alami, karena timbul rasa suka dalam hatinya
terhadap lelaki yang tidak seperti dirinya. Dia tersenyum
simpul, sebab merasa terhibur. Sedangkan Ciok Giok Yin sudah
melihat jelas gadis itu, berikut keadaan di sekitarnya. Ternyata
dirinya berdiri di sebuah ruang batu. Sepasang matanya
terbelalak, karena semua perkakas yang ada di tempat itu
terbuat dari emas yang bergemerlapan, begitu pula cangkir
dari emas dan teko dari giok hijau. Sejak lahir hingga kini, baru
saat ini Ciok Giok Yin menyaksikan semua itu. Maka tidak
mengherankan kalau sepasang matanya terbeliak
lebar. Tampak sebuah pedupaan di atas meja. Pedupaan itu
mengepulkan asap harum dan di samping kirinya terdapat
sebuah harpa. Tak diragukan lagi, yang memainkan harpa tadi
pasti gadis tersebut. Sungguh tak terduga, usia gadis itu masih
begitu muda, namun sudah mahir memainkan harpa. Berselang
sesaat, barulah Ciok Giok Yin bertanya, sebab dari tadi gadis
itu terus menatapnya dengan mata tak berkedip.
"Sungguhkah Nona tidak pernah melihat kaum lelaki?"
Pertanyaan tersebut membuat gadis itu tampak tertegun.
Namun kemudian wajahnya berubah menjadi berseri.
"Memang pertama kali aku melihatnya," sahutnya.
Ciok Giok Yin mengerutkan kening. Kelihatannya dia agak
curiga sehingga bertanya tak tertahan.
"Nona...?"
"Namaku Soat Cak, bukan Nona," sahut gadis itu.
Ciok Giok Yin terperangah oleh sahutan gadis itu, kemudian
tertawa geli. "Nona Soat, selama kau berada di sini, biasanya makan apa?"
Soat Cak tertawa cekikikan.
"Ibuku meninggalkan banyak makanan kering untukku. Lagi
pula ibuku sudah memperhitungkan akan ada lelaki ke mari
membawaku pergi, maka aku tidak mencemaskan soal
makanan." "Tapi aku justru tidak mampu membawamu pergi," kata Ciok
Giok Yin. "Mengapa?"
"Sebab aku seorang pengembara, tiada tempat tinggal yang
tetap, lalu harus membawamu ke mana?"
"Kemana kau pergi aku akan mengikutimu," kata Soat Cak
setelah berpikir sejenak.
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala.
"Ini mana boleh?"
Wajah Soat Cak berubah menjadi murung.
"Kau tidak bersedia?"
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang,
"Musuhku ada di mana-mana, kalau aku terhalang tidak dapat
melindungimu, bagaimana tanggung jawabku?"
Wajah Soat Cek tampak ceria,
"Itu tidak jadi masalah. Kalau ada orang jahat, aku akan
membantumu memukulnya," katanya sungguh-sungguh.
Ketika Ciok Giok Yin baru membuka mulut, Soat Cak sudah
mendahuluinya melanjutkan.
"Ibuku berpesan, kalau yang datang adalah lelaki tua, aku
harus mengangkatnya sebagai ayah. Setelah itu, membawaku
pergi berkelana di dunia persilatan."
"Bagaimana kalau lelaki yang masih berusia muda?" tanya
Ciok Giok Yin. Ternyata Ciok Giok Yin khawatir kalau Soat Cak
mengemukakan permintaan yang tak sanggup dilakukannya.
Soat Cak memandang sejenak Ciok Giok Yin, kemudian
menyahut, "Ibuku bilang, diriku akan menjadi miliknya."
Ciok Giok Yin tersentak mendengar ucapan itu.
"Bagaimana mungkin?"
"Aku sudah menjadi milikmu, seumur hidup tidak akan
berubah." Ciok Giok Yin termundur dua langkah.
"Tidak bisa begini," katanya.
Soat Cak melotot, kelihatannya kesal sekali.
"Ibuku yang berpesan begitu. Lagi pula setelah aku
melihatmu, aku telah bersungguh-sungguh menyukaimu.
Kanda Ciok, kau harus membawaku ke luar melihat-lihat. Aku
tidak mau seumur hidup di tempat ini."
Usai berkata, dia tampak penuh harapan. Gadis yang polos ini
tanpa sadar telah menaburkan benih cintanya. Sebab pemuda
yang berdiri di hadapannya, telah menyusup ke dalam hatinya.
Lagi pula ibunya telah berpesan demikian padanya. Gadis yang
polos tentunya cintanya juga polos dan suci murni. Namun Ciok
Giok Yin justru tidak bisa memenuhi hasrat hatinya. Sebab Ciok
Giok Yin sudah punya tunangan. Kalau membawa gadis itu di
sampingnya merupakan hal yang amat bahaya. Karena itu, biar
bagaimana pun dia harus melepaskan diri dari gadis tersebut.
Berpikir sampai di situ lalu timbul ide dalam hatinya.
"Nona Soat, maksudku kau tetap tinggal di sini," katanya.
Soat Cak mengerutkan kening sambil menggelengkan kepala.
"Kanda Ciok, di sini aku amat kesepian," sahutnya.
"Banyak orang jahat di dunia persilatan. Di sini kau lebih
aman, tenang dan damai. Bahkan tidak akan bermusuhan
dengan siapa pun. Bukankah lebih baik kau tinggal di sini"
Untuk apa berkelana di luar?"
"Aku suka bersama Kanda Ciok, aku tidak takut."
Ciok Giok Yin betul-betul serba salah. Bersamaan itu Soat Cak
terus memanggilnya 'Kanda Ciok', membuat Ciok Giok Yin
merasa tidak enak. Sebutan itu memang tidak pantas untuk
mereka berdua. Mendadak Ciok Giok Yin menemukan suatu
cara untuk melepaskan diri dari gadis tersebut.
"Nona Soat, biar bagaimana pun aku tidak bisa membawamu
pergi," katanya lembut.
Mendengar kata-kata itu sepasang mata Soat Cak yang indah
mulai berkaca-kaca.
"Memangnya kenapa Kanda Ciok?" tanyanya dengan suara
gemetar. "Sebab aku sudah punya tunangan."
"Sudah punya tunangan" Maksud Kanda Ciok?"
"Maksudku...."
"Jelaskanlah! Sebab ibuku tidak pernah memberitahukan
padaku." Ciok Giok Yin tidak menyangka bahwa Soak Cak tidak
mengerti tentang pertunangan, maka dia menjelaskan.
"Maksudku sudah ada seorang wanita yang kelak akan
menjadi istriku."
Namun siapa sangka setelah mendengar penjelasan itu,
wajah Soat Cak malah berseri,
"Itu bagus sekali! Aku dan dia akan terus mendampingimu.
Jadi kau tidak akan kesepian lagi." Dia melangkah maju
mendekati Ciok Giok Yin, kemudian menggengam tangannya
seraya berkata lagi, "Kanda Ciok, kau harus segera
membawaku pergi."
Mimpi pun Ciok Giok Yin tidak menduga bahwa gadis itu
malah girang setelah mendengar penjelasannya. Oleh karena
itu, Ciok Giok Yin sudah tidak punya alasan untuk menolaknya
lagi. Dia berdiri termangu-mangu. Mendadak Soat Cak berkata,
"Kanda Ciok, kau duduk di sini dulu!"
Dia menarik Ciok Giok Yin ke sebuah kursi, kemudian
mengambil secangkir teh untuk disuguhkan ke hadapan Ciok
Giok Yin. "Kanda Ciok, minumlah! Aku pergi sebentar, segera balik ke
mari." Usai berkata, tampak badannya bergerak, melesat ke arah
sebuah pintu di sudut ruangan. Setelah gadis itu pergi, Ciok
Giok Yin menikmati keindahan semua perabotan di ruangan itu.
Dia berkata dalam hati, 'Dari mana ibu Soat Cak memperoleh
semua perabotan ini" Benarkah apa yang dikatakan Soat Cak"
Sungguhkah dia seorang diri tinggal di tempat ini" Ciok Giok
Yin terus berpikir, tapi sama sekali tidak menemukan
jawabnya. Namun, dia tahu jelas satu hal, yaitu Soat Cak
berkepandaian tinggi, bahkan juga paham akan berbagai
macam formasi. Berpikir sampai di situ, tiba-tiba dia teringat
akan formasi yang ada di luar markas perkumpulan Sang Yen
Hwee. Tentunya dia harus mohon petunjuk pada Soat Cak,
agar bila kelak datang di markas tersebut tidak akan terkurung
lagi. Namun dia pun teringat akan tubuhnya. Kalau dia melakukan
perjalanan bersama Soat Cak, sewaktu-waktu tak dapat
mengendalikan diri, bukankah akan mencelakai gadis itu"
Masalah tersebut sungguh membuatnya serba salah, tidak
menemukan suatu cara yang cocok. Di saat bersamaan
terlintas suatu ide dalam benaknya. Kemudian dia berkata
dalam hati. 'Kalau dia terus berkeras mau pergi bersamaku,
setelah kembali dari Gunung Liok Pan San, jalan satu-satunya
aku harus mengantarnya ke Gunung Kee Jiau San, markas
partai Thay Kek Bun, kemudian...." Mendadak sayup-sayup
terdengar suara percakapan, namun amat lirih. Timbullah
kecurigaan Ciok Giok Yin. Dia bangkit berdiri lalu berjalan ke
pintu kecil itu.
Tampak sebuah terowongan yang amat panjang. Pada dinding
terowongan itu terdapat entah berapa banyak mutiara yang
memancarkan cahaya menerangi terowongan tersebut. Ciok
Giok Yin melangkah memasuki terowongan itu. Setelah
melangkah hampir sepuluh depa, suara percakaan itu semakin
terdengar jelas. Dia tidak berani melangkah lagi, berhenti di
situ sambil memusatkan pendengarannya ke arah suara itu.
Terdengar suara seorang wanita.
"... dengar, kau harus ikut dia pergi!"
Terdengar suara Soat Cak yang terisak-isak.
"Ibu, aku pasti ingat pada Ibu."
Ciok Giok Yin tertegun. Ternyata apa yang dikatakan Soat
Cak, semuanya bohong belaka. Ibunya masih hidup, namun dia
mengatakan sudah terbang jauh alias sudah mati. Seketika
hawa amarah bergejolak di rongga dadanya, karena merasa
dirinya tertipu. Dia ingin membuka suara, tapi mendadak ibu
Soat Cak berkata.
"Nak, kau harus baik-baik mendengar perkataannya. Seorang
wanita harus menuruti kemauan suami, agar dia gembira,
barulah merupakan seorang istri yang baik, juga harus
membantunya mewujudkan cita-citanya. Pergilah Anakku!"
"Ibu, perbolehkan anak Cak menemuimu satu kali lagi!"
"Tidak usah, ibu sudah menutup ruangan batu ini, tidak mau
bertemu siapa pun."
"Ibu...."
Soat Cak terisak-isak, sehingga tidak mampu melanjutkan
ucapannya. "Nak, pergilah!"
Terdengar suara langkah yang amat ringan, pertanda Soat
Cak sedang berjalan ke luar. Namun Ciok Giok Yin sama sekali
tidak bergeming, tetap berdiri tegak di tempatnya. Dalam
hatinya entah gusar, simpati atau..., pokoknya orang lain tidak
mengetahuinya. Soat Cak sudah berjalan di terowongan itu.
"Hah! Kanda Ciok, kau sudah mendengar semua itu?" serunya
kaget. Karena Soat Cak telah membohonginya, sehingga
menyebabkan hatinya amat gusar, maka Ciok Giok Yin
menyahut dengan dingin.
"Tidak salah, aku sudah mendengar semuanya." Dia berhenti
sejenak. "Ibumu telah terbang pergi, namun Nona masih bisa
bercakap-cakap dengan ibumu itu. Sungguh mengagumkan!"
lanjutnya menyindir. Wajah Soat Cak tampak kemerahmerahan,
berkata dengan perasaan malu.
"Kanda Ciok, mengenai ini... aku memang telah
membohongimu. Tapi ini atas kemauan ibuku, mohon kau sudi
memaafkanku. Ibuku berharap aku bisa cepat-cepat
meninggalkan tempat ini, maka berpesan begitu padaku."
Seusai Soat Cak berkata, mendadak terdengar suara ibu Soat
Cak berseru, "Nak, kalian berdua boleh kemari! Aku ingin bicara!"
Soat Cak ingin menarik tangan Ciok Giok Yin, tapi Ciok Giok
Yin langsung menepiskannya, kemudian berjalan ke ruang batu
itu. Soat Cak tidak marah, bahkan mengikutinya dari belakang.
Begitu memasuki ruang batu itu, Ciok Giok Yin terbelalak,
karena di sana tidak terdapat seorang pun.
"Ibu, Kanda Ciok sudah datang," kata Soat Cak.
Terdengar suara sahutan yang jelas sekali dari balik dinding
batu. "Nak, kau jangan menyalahkan Anak Cak. Itu memang
kemauanku dia berbicara begitu. Sebetulnya aku boleh lebih
awal meninggalkan dunia ini, namun hatiku tidak bisa lega
terhadap anakku ini. Kini kau sudah datang, maka kuserahkan
padamu. Biar bagaimana pun, harap kau membawanya pergi
dari sini, agar dia tidak hidup merana seumur hidup di sini."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening. Ternyata dia mencurigai
suatu hal. "Bagaimana lo cianpwee dan Soat Cak bisa tinggal di tempat
ini?" Ibu Soat Cak menghela nafas panjang.
"Aku akan menutur sesingkatnya...."
Berselang sesaat barulah melanjutkan,
"Aku bernama Khouw Pei Ing. Sejak kecil aku bersama ibuku
tinggal di Gunung Tiang Pek San. Ibuku adalah Coat Ceng Hujin
(Nyonya Tanpa Cinta)...."
Mendadak Ciok Giok Yin memutuskan penuturannya.
"Coat Ceng Hujin?"
"Kau pernah mendengar nama itu?"
"Tidak pernah."
"Kalau begitu, kau jangan memutuskan penuturanku,
dengarkan saja."
Ternyata ibu Khouw Pei Ing, walau julukannya adalah Coat
Ceng Hujin, namun orang-orang yang dibunuhnya semuanya
merupakan para penjahat rimba persilatan. Ayahnya adalah
Thian Lui Sianseng (Tuan Geledek Langit). Lantaran melihat


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istrinya berhati keji sering membunuh orang, dia
menasehatinya, namun malah menimbulkan salah paham,
sehingga terjadi keributan besar, akhirnya Thian Lui Sianseng
pergi tanpa pesan.
Sedangkan Coat Ceng Hujin, melihat sang suami tidak tahu
jelas persoalannya, langsung menuduh sembarangan dia amat
gusar. Kemudian dia meninggalkan Gunung Tiang Pek San
tanpa membawa Khouw Pei Ing. Setelah itu, terjadilah
pembunuhan besar-besaran di dunia persilatan. Siapa yang
melakukan itu" Tidak lain adalah Coat Ceng Hujin. Maka baik
golongan putih maupun golongan hitam, begitu mendengar
nama Coat Ceng Hujin, mereka langsung lari terbirit-birit.
Terakhir kali Coat Ceng Hujin muncul di Gunung Thian San
dekat sebuah telaga. Wanita itu dikeroyok oleh tiga tokoh
persilatan tangguh, sehingga terdesak jatuh ke dalam telaga
itu, namun mayatnya tidak pernah timbul. Sejak saat itu, Coat
Ceng Hujin menghilang dari rimba persilatan. Ketika itu, begitu
mendengar tentang kematian Coat Ceng Hujin, Khouw Pei Ing
amat sedih. Dia membawa kitab peninggalan ibunya, yaitu
Hong Lui Ngo Im Keng (Kitab Lima Suara Angin Dan Geledek),
menuju Gunung Thian San mencari mayat ibunya. Akan tetapi
air telaga itu amat dingin, maka Khouw Pei Ing tidak bisa
masuk ke dalam telaga itu. Sudah barang tentu hati Khouw Pei
Ing menjadi bertambah sedih. Wanita itu berdiri termangumangu
beberapa hari di tepi telaga, namun tetap tidak
menemukan jalan untuk turun ke dalam telaga itu. Akhirnya
dia membatalkan niatnya mencari mayat ibunya di dalam
telaga tersebut.
Tapi justru timbul niat lain, yaitu membalaskan dendam
ibunya. Namun dunia persilatan begitu luas, bagaimana
mencari orang yang tak tahu namanya" Tentunya amat sulit
sekali! Namun Khouw Pei Ing sama sekali tidak putus asa. Dia
terus menyelidik. Tapi tetap tidak berhasil memperoleh
informasi tentang nama musuh itu. Begitu beberapa tahun,
akhirnya dia menjadi putus asa dan tidak berniat lagi mencari
musuh itu. Sebab itu, dia mencari suatu tempat untuk hidup
menyendiri. Justru pada sutu hari, ketika tengah malam, tanpa
sengaja dia menerobos ke dalam istana. Banyak pesilat
tangguh rimba persilatan berada di dalam istana itu maka dia
ditangkap. Kebetulan malam itu kaisar belum tidur. Karena
tidak menyangka akan muncul pembunuh, maka sang kaisar
amat gusar sehingga turun tangan sendiri untuk mengadili
Khouw Pei Ing. Sedangkan Khouw Pei Ing yakin bahwa dirinya akan dijatuhi
hukuman penggal kepala. Tapi tak disangka, ketika melihat
Khouw Pei Ing, sang kaisar malah tertegun. Ternyata sang
kaisar sering menyamar sebagai orang biasa untuk mengetahui
kehidupan rakyat, sekaligus menyelidiki apakah ada pembesar
yang korupsi. Pada suatu hari ketika sang kaisar tiba di sebuah
rimba, mendadak muncul beberapa perampok, yang kemudian
mengikatnya dan memukulnya, bahkan juga merampok semua
uang emas yang dibawanya. Kebetulan Khouw Pei Ing melewati
rimba itu dan langsung menghajar para perampok hingga
mereka kabur terbirit-birit. Kemudian Khouw Pei Ing
mengantar sang kaisar yang menyamar itu ke kota, setelah itu
dia pergi tanpa pamit.
Khouw Pei Ing merupakan wanita yang amat cantik. Ketika
tiba di kota tersebut, sang kaisar baru ingin memberitahukan
tentang identitasnya, tapi Khouw Pei Ing sudah tidak kelihatan
bayangannya. Oleh karena itu, sang kaisar amat rindu pada
wanita penolongnya itu. Tapi sang kaisar tidak berani
mengutus orang mencarinya, hanya mengutus beberapa Thay
Kam kepercayaannya, mencari Khouw Pei Ing di sekitar kota
itu. Akhirnya sang kaisar menjadi putus asa, sebab beberapa
Thay Kam itu, sama sekali tidak menemukan jejak Khouw Pei
Ing. Akan tetapi sang kaisar masih merasa penasaran. Secara
diam-diam dia mengutus beberapa pengawal kepercayaannya
pergi mencari Khouw Pei Ing. Dia pun selalu tidur sampai larut
malam, menunggu beberapa pengawal kepercayaannya pulang
untuk melapor. Begitulah setiap malam, namun sang kaisar tetap kecewa dan
putus asa, karena tiada jejak wanita penolongnya. Memang
sungguh kebetulan! Tanpa sengaja Khouw Pei Ing menerobos
memasuki istana lalu tertangkap dan dihadapkan pada sang
kaisar. Benarkah Khouw Pei Ing tanpa sengaja menerobos ke
dalam istana" Ternyata tidak. Melainkan dia melihat seseorang
berpakaian malam, sehingga menguntitnya sampai di dalam
istana. Tidak mengherankan, begitu melihat Khouw Pei Ing,
sang kaisar menjadi tertegun. Sebab wanita yang ada di
hadapannya, justru wanita cantik yang amat dirindukannya.
Namun sang kaisar tetap mengadilinya dengan cara
membentak. Khouw Pei Ing menjawab sejujurnya, bahwa dia
tidak bermaksud membunuh kaisar.
Setelah itu sang kaisar mendongakkan kepala, agar wanita itu
mengenalinya. Mata Khouw Pei Ing memang tajam. Begitu
melihat sang kaisar, dia langsung mengenali bahwa kaisar itu
adalah orang yang pernah diselamatkannya. Seketika sang
kaisar pun menjelaskan dan mencurahkan isi hatinya pada
Khouw Pei Ing. Semula wanita cantik itu menolak, namun
setelah melihat sang kaisar bersungguh hati, maka Khouw Pei
Ing mau tinggal di istana. Setelah melewati hari-hari yang
indah, Khouw Pei Ing pun hamil. Ketika itu permaisuri dan para
selir merasa iri terhadap Khouw Pei Ing, karena sang kaisar
amat menyayanginya. Justru karena itu permaisuri dan para
selir berupaya mencelakainya. Akhirnya Khouw Pei Ing tahu
akan hal itu, maka lalu memberitahukan pada sang kaisar
sambil menangis. Oleh karena itu, sang kaisar bersedia
mengangkat Khouw Pei Ing menjadi selir.
Namun Khouw Pei Ing malah menolak dan mengusulkan pada
sang kaisar, bahwa dia ingin hidup di suatu tempat yang sepi,
yang tidak diketahui siapa pun. Sang kaisar berpikir, setelah itu
menyuruh Khouw Pei Ing tinggal di istana belakang. Akan
tetapi walau dia sudah tinggal di istana belakang, permaisuri
dan para selir masih tetap berupaya
mencelakainya. Sesungguhnya Khouw Pei Ing tidak takut
terhadap mereka. Namun kalau dia tidak waspada, suatu hari
nanti pasti akan dicelakai. Oleh karena itu, sesudah berpikir dia
mengambil keputusan untuk meninggalkan istana. Sang kaisar
terus menahannya, tapi Khouw Pei Ing tetap berkeras mau
pergi. Sang kaisar tidak bisa berbuat apa-apa, tapi justru
terpikirkan suatu ide yang amat bagus.
Secara diam-diam sang kaisar menyuruh beberapa pengawal
kepercayaannya untuk membangun sebuah tempat tinggal
yang menyerupai istana di Bukit Tanah Kuning. Seusai tempat
itu dibangun, Khouw Pei Ing pun tinggal di sana.
Sesungguhnya tujuan sang kaisar, akan mengunjungi Khouw
Pei Ing, tetapi setelah Khouw Pei Ing pergi, sang kaisar jatuh
sakit dan akhirnya meninggal. Tentang ini Khouw Pei Ing pun
datang di istana untuk menyelidiki. Memang benar sang kaisar
meninggal karena sakit, dan itu membuat Khouw Pei Ing amat
berduka. Kemudian dia kembali ke tempat tinggalnya di Bukit
Tanah Kuning. Sembilan bulan kemudian Khouw Pei Ing
melahirkan seorang bayi perempuan, yang tidak lain adalah
Soat Cak. Sebetulnya Soat Cak adalah putri almarhum kaisar, namun
hasil dari hubungan gelap. Maka Khouw Pei Ing tidak mau
mengantar Soat Cak ke istana, melainkan menggemblengnya
dengan ilmu silat di Bukit Tanah Kuning. Selama tinggal di
dalam goa itu, tanpa sengaja Khouw Pei Ing berhasil
menciptakan suatu ilmu, namun masih harus diperdalam.
Berhubung dia tidak bisa berlega hati terhadap Soat Cak, maka
hingga saat ini, dia belum memperdalam ilmu ciptaannya itu.
Khouw Pei Ing juga mengerti ilmu meramal. Karena itu dia
pergi menyebarkan isyu, bahwa Seruling Perak tersimpan di
dalam goa Bukit Tanah Kuning. Seusai menutur semua itu,
Khouw Pei Ing juga menambahkan,
"Nak, kau harus membawa anak Cak pergi. Kini aku
menjodohkannya padamu, agar lebih leluasa kalian melakukan
perjalanan."
"Lo cianpwee, aku sudah punya tunangan, maka tidak
berani...."
Ucapan Ciok Giok Yin terputus karena mendadak terdengar
suara yang amat dahsyat dari bawah.
Bum! Bum! Jilid 17 Soat Cak yang berdiri di samping Ciok Giok Yin, segera
menariknya seraya berkata,
"Kanda Ciok, kita harus cepat-cepat ke luar!"
Dia tidak menunggu sahutan Ciok Giok Yin, langsung
menariknya ke luar. Setelah ke luar dari ruang batu itu,
terdengar lagi suara yang amat dahsyat memekakkan telinga.
"Blammm! Ciok Giok Yin terbelalak, karena ruang batu itu telah tertutup
sebuah batu besar. Kini Khouw Pei Ing telah menutup diri,
sedangkan Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu. Akan tetapi,
berselang sesaat wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi merah
padam. Ternyata hawa kegusarannya mulai bergejolak lagi,
karena merasa dirinya tertipu. Ketika melihat wajah Ciok Giok
Yin hati Soat Cak menjadi berdebar-debar.
"Kanda Ciok, kenapa kau?" tanyanya dengan lembut.
Ciok Giok Yin mengibaskan tangannya, kemudian menyahut
dengan gusar. "Kalian ibu dan anak sungguh pandai membohongi orang!"
Usai menyahut, dia langsung berjalan pergi. Soat Cak cepatcepat
mengikutinya dari belakang dan berseru.
"Kanda Ciok, aku mohon maaf! ibuku berbuat begitu karena
demi diriku, memancingmu ke mari. Tapi... aku pasti
membantumu mencari Seruling Perak itu."
Kegusaran Ciok Giok Yin belum reda.
"Aku tidak membutuhkan bantuanmu, aku akan mencarinya
sendiri!" bentaknya.
Sepasang mata Soat Cak yang indah itu mulai mengucurkan
air mata. "Kanda Ciok, diriku sudah jadi milikmu. Kalaupun kau tidak
membutuhkan bantuanku, aku tetap harus berlaku sebagai
seorang istri, berbagi rasa dan lainnya denganmu," katanya
terisak-isak. "Siapa mau berbagi rasa dan lainnya darimu?" sahut Ciok
Giok Yin ketus. Sesungguhnya dia bukan tidak bersimpati pada
Soat Cak, melainkan teringat akan isyu yang disebarkan ibu
Soat Cak, sehingga dia terpancing sampai ke tempat itu dan
nyaris terbunuh oleh Si Sing Kui dari perkumpulan Sang Yen
Hwee. Karena itu hawa kegusarannya masih tetap berkobar
dalam rongga hatinya. Bahkan juga telah menyita waktunya
yang seharusnya tiba di gunung Liok Pan San selekasnya,
akhirnya menjadi tertunda! Meskipun sikap Ciok Giok Yin amat
kasar dan perkataannya juga ketus, namun Soat Cak tetap
berkata dengan lembut.
"Kanda Ciok, beristirahatlah sejenak, agar hawa kegusaranmu
reda!" Dia mengambil secangkir the untuk Ciok Giok Yin,
"Kanda Ciok, minumlah! Aku akan berkemas sebentar, setelah
itu kita berangkat."
Ciok Giok Yin tidak mengambil minuman itu.
"Terimakasih!" sahutnya dingin.
Soat Cak, menaruh minuman itu ke atas meja.
"Kanda Ciok, duduklah sebentar!" katanya dengan lembut.
Soat Cak mendekati dinding batu lalu menekan sebuah
tombol kecil. Tak lama muncullah sebuah pintu kecil dan
seketika tampak pula cahaya menyorot ke luar. Ciok Giok Yin
menolah memandang ke dalam ruangan itu. Ternyata di
dalamnya terdapat tempat tidur dan perabotan lainnya, yang
juga terbuat dari emas. Dia yakin kamar itu adalah kamar Soat
Cak. Usai berkemas, Soat Cak juga membawa perhiasanperhiasan
yang amat berharga untuk bekal di perjalanan. Dia
tidak pernah pergi ke mana-mana, namun bisa berpikir
panjang seperti itu. Sungguh luar biasa!
Tak seberapa lama kemudian Soat Cak sudah keluar. Dia
menekan tombol kecil itu lagi dan pintu itu pun tertutup
kembali seperti semula. Soat Cak menatap Ciok Giok Yin,
kemudian tersenyum lembut dan berkata,
"Kanda Ciok, ibu memberiku kitab Hong Lui Ngo Im Keng,
kalau sempat, kau boleh melatihnya agar kepandaianmu
bertambah tinggi."
"Aku tidak perlu itu, tolong antar aku keluar!" sahut Ciok Giok
Yin dingin. Wajah Soat Cak yang semula berseri, seketika berubah
menjadi murung dan sedih. Namun itu pun hanya sekilas. Kini
wajah gadis itu telah berubah menjadi berseri kembali.
"Kanda Ciok, kusimpan juga sama. Kalau kau berniat berlatih,
aku pasti serahkan padamu..." katanya lembut. Dia menatap
Ciok Giok Yin. "Kita boleh ke luar sekarang."
Gadis itu tersenyum lembut, lalu berjalan mendekati dinding
batu yang di sebelah kanannya. Dia menekan sebuah tombol
kecil dan seketika muncul sebuah terowongan.
Soat Cak menoleh memandang Ciok Giok Yin.
"Ikut aku!" ajaknya.
Gadis itu langsung mengayunkan kakinya. Ciok Giok Yin
mengikutinya dari belakang, tanpa mengeluarkan suara.
Ternyata Ciok Giok Yin sedang berpikir, setelah keluar dari
tempat ini, biar bagaimanapun tidak boleh membiarkan Soat
Cak tetap berada di sisinya, sebab amat
merepotkan. Sebetulnya Ciok Giok Yin juga merasa simpati
pada Soat Cak, hanya karena mereka berdua ibu dan anak
telah berbohong, maka membuat Ciok Giok Yin amat kesal dan
jengkel. Di saat berjalan, Soat Cak melihat Ciok Giok Yin diam
saja, membuat hatinya berduka sekali.
"Kanda Ciok, ada urusan apa yang terganjal di hatimu"
Utarakanlah! Kalau tidak, kau akan sakit," katanya dengan
suara rendah. "Tidak ada," sahut Ciok Giok Yin dingin.
"Kanda Ciok, aku dapat melihat itu."
"Aku bilang tidak ada ya tidak ada. Mengapa kau begitu
cerewet?" "Syukurlah kalau tidak ada."
Di saat bersamaan, mereka berdua sudah melewati beberapa
terowongan. Berselang sesaat, sudah tiba di ujung terowongan.
Soat Cak memandang Ciok Giok Yin, kemudian
memberitahukan.
"Kanda Ciok, sebentar lagi kita akan melihat matahari. Aku...


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku sungguh gembira sekali!"
Wajah gadis itu tampak cerah ceria. Namun sebaliknya Ciok
Giok Yin mendengus dalam hati dan berkata, 'Tidak lama lagi
adalah waktunya kau menangis.'
Mendadak Soat Cak mengajak Ciok Giok Yin ke dinding batu
yang ada di sebelah kiri, lalu menekan sebuah tombol kecil.
Kreeek! Dinding batu itu terbuka dan seketika cahaya matahari
menyorot ke dalam. Soat Cak dan Ciok Giok Yin segera melesat
ke luar. Begitu sampai di luar, dinding batu itu tertutup
kembali. Ciok Giok Yin menengok ke sekelilingnya, ternyata
dirinya berada di sebelah lain bukit Tanah Kuning. Sedangkan
Soat Cak menengadahkan kepala memandang ke langit.
Wajahnya berseri dan bersorak penuh kegirangan.
"Horeee! Sugguh indah sekali! Aku... aku amat gembira
sekali!" Saking gembira, dia bersandar di dada Ciok Giok Yin.
"Kanda Ciok, sekarang kita mau ke mana?" tanyanya
perlahan-lahan.
"Terserah kau saja," sahut Ciok Giok Yin.
Soat Cak tertegun dan air mukanya langsung berubah
menjadi murung.
"Kanda Ciok, kau mau ke mana, aku pasti mengikutimu."
"Aku mau pergi mati! Apakah kau juga mau ikut?" kata Ciok
Giok Yin sengit.
Padahal dalam hati Soat Cak merasa bahagia sekali, sebab
bertemu Ciok Giok Yin, yang kemudian menjadi pujaan hatinya.
Lagi pula kini dirinya sudah berada di luar Goa Tanah Kuning,
sehingga hatinya bertambah bahagia dan gembira. Akan tetapi
ketika Ciok Giok Yin berkata begitu, membuat semuanya sirna
seketika. Namun Soat Cak tetap bersabar, karena tahu Ciok
Giok Yin masih kesal.
"Kanda Ciok, kalau memang ada hari yang begitu naas, aku
tidak akan membiarkanmu pergi seorang diri, karena seorang
diri amat merana. Lagi pula aku harus melayanimu, maka aku
harus ikut," katanya lembut.
Mendengar perkataan itu, timbullah rasa haru dalam hati Ciok
Giok Yin. Akan tetapi dia tetap berkata dengan dingin.
"Mengapa kau harus terus-menerus ikut aku?"
Soat Cak meliriknya mesra.
"Karena aku adalah orangmu."
"Aku tidak bisa mengakuinya."
"Tapi ibuku bilang, aku justru harus melayanimu."
"Itu adalah urusanmu, tiada hubungannya dengan diriku.
Sebab perjodohan harus disetujui kedua belah pihak, karena
itu, lebih baik kau kembali pada ibumu."
"Ibuku telah menutup diri, tidak akan menerimaku lagi, kini
cuma ada kau."
"Tapi, aku pun tidak bisa menerimamu."
Usai berkata, Ciok Giok Yin langsung melesat pergi.
Betapa gugupnya hati Soat Cak. Gadis itu segera melesat
pergi mengikutinya.
"Kanda Ciok, kau tidak boleh tinggalkan aku!" serunya
memilukan. Gadis itu melesat cepat menyusul Ciok Giok Yin.
Sedangkan Ciok Giok Yin telah mengerahkan ginkangnya
sepenuh tenaga, tapi tetap tidak dapat meninggalkan Soat Cak.
Jarak mereka cuma selisih dua tiga depa. Sebaliknya Soat Cak
kelihatan belum mengerahkan tenaga sepenuhnya. Di saat
melesat, tanpa sengaja Ciok Giok Yin justru menuju ke depan
Bukit Tanah Kuning. Tampak empat puluh orang lebih berdiri
serius di sana. Mereka adalah para anggota perkumpulan Sang
Yen Hwee. Mengenai si Setan Gemuk yang terjepit mati di
pintu goa, Ciok Giok Yin sama sekali tidak tahu.
Yang duduk di tengah-tengah adalah Siau Bin Sanjin-li Mong
Pai, kepala pelindung perkumpulan Sang Yen Hwee. Masih
terdapat beberapa orang yang tidak dikenal Ciok Giok Yin. Saat
ini Soat Cak sudah berada di samping Ciok Giok Yin.
"Kanda Ciok, orang-orang itu sedang berbuat apa?" tanyanya
dengan suara rendah.
Ketika Ciok Giok Yin melihat Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai dan
Si Peng Khek, timbullah rasa dendam dalam hatinya. Maka dia
menyahut ketus.
"Tanya saja pada mereka!"
Tentunya dia juga tidak tahu apa yang sedang mereka
lakukan. Dia berkertak gigi, sepasang matanya membara,
kemudian menggeram mengguntur.
"Kalian para iblis, serahkan nyawa kalian!"
Ciok Giok Yin amat mendendam pada Si Peng Khek, maka
tidak mengherankan kalau dia langsung menerjang ke arah
empat orang itu. Akan tetapi Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai dan Si
Peng Khek, sama sekali tidak bangkit. Mereka cuma menatap
Ciok Giok Yin sambil tersenyum dingin. Sedangkan sepasang
telapak tangan Ciok Giok Yin mengarah pada Tam Peng Khek.
Namun siapa sangka di saat bersamaan terasa hawa yang
amat dingin menghadang badan Ciok Giok Yin. Sekujur badan
Ciok Giok Yin menjadi tak bertenaga dan sepasang telapak
tangannya pun tak mampu diturunkan. Tam Peng Khek tertawa
dingin lalu berkata.
"Bocah haram, kau boleh turun tangan!"
Ciok Giok Yin sama sekali tidak menduga bahwa Si Peng Khek
mampu mengerahkan hawa dingin menghadangnya. Pada saat
bersamaan terdengar suara Hian Peng Khek, berkata lantang.
"Mohon petunjuk Tay Hu Hoat (Kepala Pelindung), apakah
nyawa bocah haram ini harus dihabisi?"
Terdengar suara sahutan nyaring, namun tidak tampak
orangnya. "Ketua utama belum ada perintah, tidak boleh bertindak
sembarangan!"
Saat ini Soat Cak sudah berada di samping Ciok Giok Yin.
"Kanda Ciok, apakah mereka orang-orang jahat?" tanyanya
dengan lembut. "Tidak salah."
"Perlukah aku turun tangan terhadap mereka?"
"Terserah kau."
Soat Cak menduga, orang-orang itu pasti musuh Ciok Giok
Yin, maka secara tidak langsung mereka juga musuhnya.
Karena itu dia langsung melancarkan serangan terhadap para
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu. Terdengar suara
jeritan. Tampak beberapa anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee telah terluka oleh serangan Soat Cak. Setelah itu Soat
Cak malah berdiri tertegun di tempat, sebab selama ini dia
tidak pernah bertarung. Ketika melihat beberapa orang yang
terluka itu merintih-rintih, hatinya yang masih polos itu justru
merasa tidak tega. Maka dia tidak berani melancarkan
serangan lagi. Mendadak terdengar suara jeritan di
belakangnya. Soat Cak segera menolah ke belakang, ternyata Ciok Giok Yin
terpental oleh serangan salah seorang Si Peng Khek. Di saat
Soat Cak menyerang para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee, Ciok Giok Yin juga melancarkan serangan ke arah Si
Peng Khek, namun malah terpental oleh tangkisan Si Peng
Khek. Phuuuh! Mulut Ciok Giok Yin menyemburkan darah segar.
Betapa terkejutnya Soat Cak! Dia cepat-cepat mendekatinya.
Namun ketika dia baru mau memapahnya bangun, Ciok Giok
Yin sudah bangkit berdiri lalu menerjang lagi.
Justru di saat bersamaan terdengar suara, "Hussh! Husssh...."
Ternyata suara itu keluar dari mulut Si Peng Khek. Tampak
badan Ciok Giok Yin menggigil dan mulutnya menyemburkan
darah segar lagi.
"Kanda Ciok, bagaimana kau?" tanya Soat Cak dengan rasa
cemas. Pada waktu bersamaan dia mendengar suara seperti tadi,
membuat sekujur tubuhnya menggigil seketika. Namun lwee
kang Soat Cak amat tinggi. Dia segera mengerahkan hawa
murninya untuk melawan. Sementara wajah Ciok Giok Yin
tampak kekuning-kuningan dan badannya sempoyongan mau
roboh. Itu membuktikan bahwa dia telah menderita luka dalam
yang amat parah. Soat Cak ingin memapahnya, tapi mendadak
Ciok Giok Yin mengeluarkan siulan pilu dan kemudian
badannya melesat pergi. Soat Cak berotak cerdas, maka tahu
bahwa Ciok Giok Yin dilukai oleh keempat orang itu. Wajahnya
langsung berubah dingin dan dia segera menerjang ke arah Si
Peng Khek. Sedangkan Si Peng Khek masih tetap duduk di
tempat sambil tersenyum dingin. Setelah berdiri tegak, barulah
Soat Cak tahu bahwa Ciok Giok Yin sudah tidak berada di situ.
Gadis itu gugup dan langsung melesat pergi menyusulnya.
"Kanda Ciok! Kanda Ciok!" serunya.
Namun tiada sahutan.
"Kanda Ciok! Jangan tinggalkan aku, kau pergi ke mana?"
serunya lagi. Dia terus berseru-seru memanggil 'Kanda Ciok'. Suara
seruannya, amat memilukan. Saat ini Soat Cak seperti bayi
kehilangan ibu, sedang lapar ingin menyusu. Suara seruan Soat
Cak serak, akhirnya dia menangis dengan air mata bercucuran.
Namun dia masih berseru,
"Kanda Ciok, kau telah terluka! Jangan lari sembarangan,
lukamu akan bertambah parah !"
Seruannya itu amat lembut, bahkan juga penuh perhatian.
Dia adalah gadis baik hati dan masih polos. Tapi justru tidak
tepat waktunya bertemu Ciok Giok Yin. Apabila tepat
waktunya, tentunya Ciok Giok Yin akan memberikannya suatu
kelembutan. Sementara Ciok Giok Yin terus melesat. Dia
merasa darahnya terus bergolak tidak karuan.
Phuuuh! Mulutnya menyemburkan darah segar lagi, akhirnya dia roboh
di tanah. Namun telinganya masih mendengar suara seruan
Soat Cak yang memilukan. Dia ingin menyahut agar gadis itu
menghampirinya, namun mulutnya tidak mampu mengeluarkan
suara, sedangkan suara seruan Soat Cak makin lama makin
jauh. Ciok Giok Yin bangkit perlahan-lahan, lalu melanjutkan
perjalanan. Kini dia tahu jelas akan kepandaiannya sendiri.
Melawan Si Peng Khek saja dia tidak mampu, apa lagi melawan
Chin Tiong Thau untuk membasmi murid murtad suhunya itu"
Mendadak terdengar suara tawa terkekeh-kekeh, dan
perkataan seseorang,
"Adik kecil, tak disangka kita bertemu di sini lagi!"
Ciok Giok Yin langsung berhenti. Ternyata yang berkata itu
adalah Teng Hiang Kun, salah seorang pelindung perkumpulan
Sang Yen Hwee, yang juga merupakan wanita cabul.
"Wanita jalang, aku tidak akan melepaskanmu!" bentak Ciok
Giok Yin. Dia langsung menyerang dengan jurus pertama ilmu pukulan
Hong Lui Sam Ciang. Badannya mencelat ke atas. Namun
karena dia dalam keadaan terluka parah, maka tidak dapat
mengerahkan lwee kangnya. Ketika badannya berada di udara,
pandangannya justru berkunang-kunang dan akhirnya jatuh
gedebuk di tanah. Pada waktu bersamaan Teng Hiang Kun
segera mengeluarkan seutas tali lalu cepat-cepat mengikatnya.
Setelah itu dia tertawa terkekeh dan berkata,
"Apakah kau masih bisa kabur?"
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin! Dia coba mengerahkan
lwee kangnya untuk memutuskan tali itu, tapi sedikit pun tidak
mampu. "Mari pergi, kita cari tempat sepi untuk bercakap-cakap!" kata
Teng Hiang Kun. Tali itu ditariknya, sehingga Ciok Giok Yin
terpaksa mengikutinya seperti seekor hewan yang
terikat. Mendadak tampak sosok bayangan melayang turun.
Ternyata adalah Ouw Cih, penasihat perkumpulan Sang Yen
Hwee. Sepasang matanya menyorot dingin, terus menatap
Teng Hiang Kun, kemudian dia berkata.
"Teng Hiang Kun, ada perintah dari ketua utama, sementara
ini harus melepaskannya."
Kelihatannya Teng Hiang Kun amat takut pada Ouw suya itu.
Dia langsung melepaskan tali yang mengikat Ciok Giok Yin,
namun masih mengerlingnya, lalu melesat pergi. Begitu
melihat Teng Hiang Kun telah pergi, Ouw Cih segera berkata
pada Ciok Giok Yin dengan suara rendah.
"Kau harus berusaha meninggalkan tempat ini secepatnya,
jangan lama-lama di sini."
Usai berkata, dia pun segera melesat pergi. Ciok Giok Yin
tidak habis pikir, mengapa Ouw ih sering membantunya" Apa
maksud tujuan sebenarnya" Namun dia tahu, orang itu tidak
berniat jahat terhadap dirinya. Oleh karena itu dia tidak berani
membuang waktu lagi, langsung melesat pergi. Tak berapa
lama kemudian, mendadak terdengar suara tua di dalam rimba
di hadapannya. "Ciok Giok Yin, sudah lama ada orang menunggumu."
Ciok Giok Yin tersentak, sebab dia pernah mendengar suara
itu di dalam Goa Bukit Tanah Kuning.
"Anda siapa?" tanyanya.
"Sementara ini kau tidak perlu tahu namaku. Kau terluka ya?"
"Tidak salah."
"Kau harus segera beristirahat. Aku pernah berkata padamu,
setelah kau keluar dari goa itu, akan ada seorang gadis
mencarimu untuk mengajak bertanding. Sekarang aku akan
menghadiahkan sebutir obat untukmu, sambutlah!"
Tampak sebuah benda kecil meluncur ke arah Ciok Giok Yin.
Dia segera menjulurkan tangannya menyambut obat tersebut.
Namun kemudian dia merasa ragu menelannya.
"Aku tidak akan mencelakaimu, kau harus cepat-cepat pulih,"
kata orang itu.
"Sebetulnya Anda punya maksud apa?"
"Karena ada seorang gadis ingin bergebrak denganmu."
"Siapa dia?"
"Cepat atau lambat kau akan tahu, namun...."
Orang itu sepertinya sedang mempertimbangkan sesuatu,
harus dikatakan atau tidak"
"Tapi kenapa?"
"Sulit dikatakan. Apabila kau masih bisa hidup, kelak kau
pasti tahu."
"Dia punya dendam denganku?"
"Tentang itu, kau pun tidak perlu takut."
Ciok Giok Yin mengeraskan hatinya dan bergumam,
"Musibah atau bukan kalau musibah pasti tak terhindarkan."
Dia menelan obat itu lalu duduk bersila menghimpun hawa
murninya. Berselang beberapa saat kemudian, luka dalamnya
telah sembuh. Bukan main mujarabnya obat itu. Dia membuka
matanya lalu bangkit berdiri. Dia melihat seorang berpakaian


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serba hitam, memakai kain penutup muka. Dari bentuk
tubuhnya, dapat diketahui bahwa dia seorang gadis. Sepasang
matanya menyorot tajam.
"Ciok Giok Yin, kau sudah boleh turun tangan!" katanya
dingin. Jarak antara Ciok Giok Yin dengan gadis itu cuma kira-kira
enam depa. Memang banyak kejadian aneh dalam rimba
persilatan, tiada alasan apapun menyuruh orang turun tangan.
Karena itu, siapa pun tidak akan turun tangan. Akan tetapi
gadis berbaju hitam memakai kain penutup muka itu begitu
membuka mulut menyuruh Ciok Giok Yin turun tangan. Itu
membuat Ciok Giok Yin tertegun, tak bergerak sama sekali.
Dia tidak dapat melihat jelas wajah gadis itu, juga tidak tahu
dia sedang gusar atau amat membencinya. Ciok Giok Yin terus
berpikir, sebetulnya siapa gadis yang berada di hadapannya
ini" Namun dia yakin, berdasarkan bentuk tubuhnya, dulu tidak
pernah bertemu dengannya.
"Bolehkah aku tahu identitas Nona?" tanyanya.
"Tidak perlu," sahut gadis itu.
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Apakah Nona punya dendam denganku?"
"Tidak."
"Punya kebencian terhadapku?"
"Tidak."
Ciok Giok Yin jadi curiga,
"Kalau begitu, mengapa Nona ingin mencariku untuk
bertanding?"
"Tentu ada sebabnya."
"Aku harap Nona sudi menjelaskan sebabnya. Karena kalau
sudah terjadi pertandingan, sehingga terjadi sesuatu,
bukankah akan menyesal seumur hidup?"
"Hm! Apakah kau yakin akan menang?" dengus gadis itu.
"Aku tidak bermaksud demikian. Tapi di antara kita tiada
permusuhan apa-apa, lalu mengapa harus bertanding?"
"Kalau kau takut mati, berlututlah di hadapanku dan
memanggilku nona besar, aku pasti mengampunimu," bentak
gadis itu. Dapat dibayangkan, betapa murkanya Ciok Giok Yin
mendengar itu! Semula dia masih bersabar dan berusaha
menekan hawa amarahnya. Namun kini timbullah sifat
anehnya. "Bukannya aku takut mati, melainkan ingin penjelasan!"
bentaknya. "Setelah kau berada di alam baka, baru akan memperoleh
penjelasan!"
"Kau terlampau mendesakku!" bentaknya sengit.
Namun dia tetap tidak bergerak, sebab yang dihadapinya
adalah seorang gadis. Seandainya yang di hadapannya bukan
seorang gadis, dari tadi dia sudah turun tangan menyerangnya.
"Aku memang sengaja mendesakmu. Kau boleh turun tangan
sekarang!" kata gadis itu.
"Aku tidak pernah turun tangan duluan!" sahut Ciok Giok Yin.
"Hm! Sombong juga kau! Sambut seranganku!"
Gadis baju hitam memakai kain penutup muka langsung
menyerang Ciok Giok Yin. Bukan main cepatnya gerakan gadis
itu tampak telapak tangannya berkelebat, tahu-tahu enam
jurus sudah dilancarkannya. Setiap jurus mengarah pada jalan
darah Ciok Giok Yin yang mematikan, ganas, lihay dan
dahsyat. Setengah mati Ciok Giok Yin berkelit ke sana ke mari.
Terlambat sedikit
Pertarungan Dikota Chang An 1 Anak Berandalan Karya Khu Lung Harpa Iblis Jari Sakti 20

Cari Blog Ini