Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 8
tahukan padamu."
"Hal apa?"
"Dulu aku dan ayahmu pernah ada janji, yakni putriku
bernama Yang Yong Yong dijodohkan padamu.
"Lo cianpwee...."
Seng Ciu Suseng menggoyangkan tangannya agar Ciok Giok
Yin diam. Kemudian dia melanjutkan penuturannya.
"Justru karena ini, maka aku menempuh bahaya ke mari,
agar dapat menjernihkan kesalahpahaman antara Kang Ouw
Pat Kiat dengan Sang Ting It Koay padamu. Kini
kesalahpahaman itu telah jernih, aku...."
Ucapan sastrawan tua itu terhenti mendadak. Tampak
keringat sebesar-besar kacang hijau merembes keluar dari
keningnya. "Lo cianpwee... kenapa?" tanya Ciok Giok Yin.
"Orang memakai kain penutup muka itu menotok jalan darah
Ciau Bwe Hiatku, maka setiap enam jam, pasti kambuh satu
kali." Seng Ciu Suseng Seh Ing menghela nafas panjang, lalu
melanjutkan penuturannya.
"Tiada seorang pun yang dapat membebaskan totokan itu.
Kalaupun aku keluar, nyawaku tetap tidak dapat bertahan
lama. Lagi pula... akan menambah penderitaan Yong Yong,
maka aku mengambil keputusan tinggal di sini untuk
menyelidiki, setelah itu barulah aku pergi mencarimu."
Seng Ciu Seseng berhenti sejenak, kemudian melanjutkan
lagi. "Kini kau sudah ke mari, ini merupakan kesempatanku untuk
menjelaskan padamu. Baik-baiklah terhadap Yong Yong,
barulah hatiku bisa tenang."
"Urusan ini, aku... tidak bisa mengabulkannya," sahut Ciok
Giok Yin. Seng Ciu Suseng mengerutkan kening, kelihatannya amat
menderita sekali.
"Kau tidak setuju?" tanyanya.
"Bukan, melainkan karena dua hal."
"Katakanlah!"
"Pertama, aku belum tahu jelas apakah diriku keturunan
orang itu atau bukan, maka aku tidak bisa sembarangan
memperisteri seorang gadis."
Seng Ciu Suseng-Seh Ing manggut-manggut. Mendadak
wajahnya tampak berseri.
"Ada."
Ciok Giok Yin tercengang.
"Ada apa?"
"Apakah di bagian dadamu terdapat sebuah tahi lalat merah?"
Hati Ciok Giok Yin tersentak.
Dia sama sekali tidak menyangka bahwa sastrawan tua itu
pun akan bertanya demikian padanya.
"Tahi lalat marah?"
"Ya. Apakah ada tahi lalat merah di bagian dadamu?"
"Ada."
"Kalau begitu, tidak akan salah lagi, kau calon menantuku!"
Wajah Seng Ciu Suseng-Seh Ing berubah amat lembut. "Nak,
katakan hal kedua itu!"
Wajah Ciok Giok Yin langsung memerah.
"Hal kedua, secara tanpa sengaja aku makan Pil Api Ribuan
Tahun, sehingga badanku berubah menjadi tidak seperti orang
biasa," katanya dengan suara rendah.
"Pil Api Ribuan Tahun?"
"Ya."
Seng ciu Suseng-Seh Ing menggeleng-gelengkan kepala
seraya berkata, "Ini memang merupakan hal yang sulit
diputuskan."
Ciok Giok Yin cepat-cepat memberitahukan.
"Lo cianpwee, aku punya kitab Im Yang Cin Koy."
"Kitab Im Yang Cin Koy?"
"Ya."
"Kitab itu diperebutkan oleh golongan hitam. Bagaimana kau
memperolehnya?"
Ciok Giok Yin segera menutur tentang Lu Jin memasuki Goa
Ban Hoa Tong mencuri kitab tersebut. Setelah itu
menambahkan, "Mok lo cianpwee yang menghadiahkan kitab itu padaku."
"Lalu bagaimana dia?"
Air mata Ciok Giok Yin mulai meleleh.
"Apa yang terjadi atas dirinya?" tanya Seng Ciu Suseng-Seh
Ing. "Dia sudah mati," sahut Ciok Giok Yin sambil menghapus air
matanya. "Mati?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
Justru di saat bersamaan, mendadak terdengar suara langkah
di luar kamar. "Nak, cepat kembali ke tempatmu, aku akan cari akal untuk
menyelamatkanmu!" kata sastrawan berusia lima puluhan itu
dengan suara rendah.
Ciok Giok Yin mengangguk, lalu cepat-cepat merangkak ke
dalam kamar tahanannya. Sedangkan Seng Ciu Suseng juga
bergerak cepat menutup kembali dinding batu itu, kemudian
pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian. Ciok
Giok Yin sudah kembali ke kamar tahanannya. Dia duduk
sambil memperhatikan pintu kamar. Pintu kamar itu terbuka
perlahan-lahan, menyusul tampak sosok bayangan berkelebat
ke dalam. "Eh" Kau!" seru Ciok Giok Yin.
Ternyata yang berkelebat ke dalam itu adalah gadis berbaju
hijau, yang pernah dua kali ditolongnya. Wajah gadis itu
kelihatan tegang sekali, memberi isyarat pada Ciok Giok Yin
agar tidak bersuara. Dia mendekati Ciok Giok Yin, lalu berkata
dengan suara rendah.
"Cepat pergi, jangan membuang waktu!" desak gadis berbaju
hijau. "Mohon tanya, sebetulnya siapa Nona?" tanya Ciok Giok Yin.
"Sekarang tiada waktu untuk menjelaskan, namaku Hui Hui."
"Hui Hui."
Seketika Ciok Giok Yin teringat akan Lan Lan. Dia adalah
musuh besar Bung It Coan, kakak angkatnya, juga merupakan
mantan istri kakak angkatnya itu maka Ciok Giok Yin harus
membunuhnya demi membalaskan dendamnya. Namun Hui Hui
adalah gadis yang lemah lembut. Tak diduga dia akan
menempuh bahaya menolong Ciok Giok Yin. Tentu, sebab
sudah dua kali Ciok Giok Yin menyelamatkannya. Maka gadis
berbaju hijau tersebut ingin membalas budinya.
"Berhubung Nona berniat menolongku, bolehkah sekaligus
menolong seorang lagi?" tanya Ciok Giok Yin.
"Siapa?" tanya gadis berbaju hijau.
"Seorang lo cianpwee yang ditahan di kamar sebelah."
Justru di saat bersamaan, dinding batu terbuka sedikit, lalu
tampak Seng Ciu Suseng-Seh Ing merangkak ke kamar
tahanan Ciok Giok Yin.
"Nak, kau sudah boleh pergi," katanya.
"Bapak mertua, mari kita pergi bersama!" sahut Ciok Giok
Yin. Hui Hui tertegun, karena tidak menyangka mereka berdua
adalah menantu dan mertua.
Seng Ciu Suseng-Seh Ing berkata,
"Bukankah aku telah memberitahukanmu, diriku telah
tertotok oleh semacam ilmu totokan beracun sehingga
nyawaku sulit dipertahankan lagi" Lagi pula Tiat Yu Kie Su
telah mati, berarti Kang Ouw Pat Kiat sudah tiada. Untuk apa
aku masih hidup" Yang penting kau harus baik-baik
memperlakukan Yong Yong, mati pun aku tidak akan
penasaran."
Dia menatap Ciok Giok Yin.
"Melihat tubuhmu, tentu Yong Yong tidak mampu
melayanimu. Maka, kau harus punya isteri lebih dari dua, dan
juga harus menyuruh mereka memahami kitab Im Yang Cin
Koy." Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
"Baik, cepatlah pergi!"
Mendadak jari tangan Seng Ciu Suseng-Seh Ing bergerak,
Cess! Ternyata Seng Ciu Suseng bunuh diri dengan cara menotok
jalan darah Thay Yang Hiatnya sendiri, roboh dan binasa
seketika. Ciok Giok Yin langsung menangis. Namun gadis baju
hijau segera menutup mulutnya seraya berkata,
"Jangan menangis, cepat pergi! Mengenai mayat ini, aku akan
berusaha menguburnya."
Setelah itu dia berbisik sejenak di telinga Ciok Giok Yin, lalu
membawa ke luar. Ketika mereka berdua melalui sebuah
lorong, tampak beberapa mayat tergeletak di lorong itu, jelas
adalah perbuatan Hui Hui. Mereka berdua berjalan tergesagesa,
tak lama kemudian tiba di mulut lembah.
"Saudara Ciok, aku cuma bisa mengantarmu sampai di sini.
Cepatlah pergi," kata Hui Hui.
Usai berkata, gadis berbaju hijau itu segera melesat
pergi. Ciok Giok Yin juga tidak berani berlaku ayal, langsung
melesat melalui mulut lembah itu. Di saat sedang melesat
pergi, justru Ciok Giok Yin tidak habis pikir dan terheran-heran,
karena tidak menyangka Seng Ciu Suseng-Seh Ing adalah
calon mertuanya. Bahkan tentang perjodohan itu, malah kedua
orang tuanya yang menjodohkannya. Kalau begitu, sebetulnya
siapa kedua orang tuanya" Mengapa calon mertuanya itu tidak
mau memberitahukannya" Apakah setelah
memberitahukannya, akan terjadi sesuatu yang fatal"
Kelihatannya kedua orang tuanya merupakan tokoh persilatan
yang amat terkenal. Lalu dia masih ingat akan perkataan Seng
Ciu Suseng Seh Ing, bahwa dia mencurigai orang memakai
kain penutup muka dari perkumpulan Sang Yen Hwee itu
adalah Chiu Tiong Thau. Maka mulai sekarang dan selanjutnya
dia harus menyelidiki orang itu.
"Aku pasti akan kemari lagi," gumamnya.
Sementara Ciok Giok Yin terus melesat, ternyata dia telah
meninggalkan lembah itu. Mendadak dia merasa ada angin
pukulan dari empat penjuru mengarahnya. Di saat bersamaan
terdengar pula suara yang amat dingin,
"Bocah, sungguh tidak kecil kepandaianmu!" Ciok Giok Yin
segera memandang ke sekelilingnya.
Tampak empat orang aneh berdiri mengepungnya. Masingmasing
bertubuh tinggi, pendek, gemuk dan kurus. Tampang
orang yang bertubuh tinggi itu amat menyeramkan. Sepasang
bahunya naik dan sepasang biji matanya melotot ke luar,
persis seperti setan gantung diri. Yang bertubuh pendek
hidungnya kecil, begitu pula mulutnya. Kelihatannya seperti
anak kecil berusia dua belasan namun keningnya sudah
keriput. Sedangkan yang gemuk perutnya gendut, wajahnya
memerah dan sepasang matanya memancarkan sinar tajam.
Tangannya gendut, wajahnya merah dan sepasang matanya
memancarkan sinar tajam. Tangannya membawa sebuah
Suipoa (Alat Hitung Cina) yang gemerlapan dan terus berbunyi
'Praaaak!' Yang kurus bagaikan sosok Jailangkung. Tulang-tulangnya
menonjol boleh dikatakan tiada dagingnya sama
sekali. Keempat orang aneh itu berkedudukan apa di
perkumpulan Sang Yeng Hwee, Ciok Giok Yin tidak tahu sama
sekali. "Siapa kalian cepat beritahukan!" bentaknya. Orang yang
bertubuh tinggi balik bertanya dengan dingin,
"Bocah, pernahkah kau dengar Si Sing Kui (Empat Bentuk
Setan)?" "Si Sing Kui?"
"Tidak salah!"
Ciok Giok Yin melengos, "Hmm! Kalian berempat memang
berbentuk seperti setan, aku akan menghabiskan kalian!"
Ciok Giok Yin belum pernah mendengar tentang Si Sing Kui,
tentunya tidak tahu bagaimana kepandaian mereka. Oleh
karena itu, dia langsung menyerang Si Sing Kui, dengan jurus
pertama ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Si Sing Kui tidak
tahu Ciok Giok Yin berkepandaian begitu tinggi, maka mereka
berempat tidak berkelit, sedangkan serangan Ciok Giok Yin
ditujukan kepada si Pendek. Seketika terdengar suara jeritan
dan tampak badan si Pendek terpental beberapa depa. Akan
tetapi, mendadak Si Pendek bersalto di udara, kemudian
meluncur ke arah Ciok Giok Yin disertai dengan serangan
dahsyat. "Bocah, hari ini kau tidak bisa lolos!" bentaknya.
Ternyata si Pendek telah mengeluarkan sebuah cambuk
panjang, menyerang Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin mencelat ke
samping. Akan tetapi ujung cambuk itu tetap mengikutinya.
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin! Dia tidak menyangka si
Pendek yang bertampang tidak karuan itu memiliki kepandaian
begitu tinggi. Lagi pula si Pendek berhasil mengelak ilmu
pukulan Hong Lui Sam Ciang yang dilancarkannya.
Kelihatannya di dalam perkumpulan Sang Yen Hwee, memang
terdapat banyak pesilat tangguh. Di saat bersamaan ujung
cambuk itu sudah menyambar kepala Ciok Giok Yin. Meskipun
Ciok Giok Yin berkepandaian tinggi tapi juga sulit baginya
untuk mengelak serangan itu. Sekonyong-konyong terdengar
suara bentakan nyaring.
"Setan pendek, jangan berlagak di sini!"
Tampak sosok bayangan meluncur ke tempat itu sekaligus
menjulurkan tangannya menangkap cambuk si Pendek dan
membentak sengit.
"Pergi kau!"
Tahu-tahu si Pendek telah terpental beberapa depa. Di saat
bersamaan Ciok Giok Yin memandang ke arah orang yang baru
muncul. Ternyata seorang wanita bercadar. Ciok Giok Yin
merasa kenal akan bentuk tubuh wanita bercadar itu namun
lupa pernah bertemu di mana. Sementara si Pendek yang
terpental itu sudah bangkit berdiri sambil melototi wanita
bercadar. Sedangkan ketiga setan lain bertanya serentak, "Siapa kau?"
"Te Cang Ong Pousat. Aku kemari khusus untuk menangkap
kalian berempat setan kelaparan!" sahut wanita bercadar.
Setan Gemuk tertawa gelak.
"Ha ha ha! Bagus sekali kedatanganmu, karena kebetulan
kami sedang kehabisan uang, maka harus menangkapmu
untuk dijual ke tempat pelesiran! Ha ha ha...!"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suara tawanya melengking-lengking seperti suara burung
gagak malam, amat menusuk telinga dan membuat darah
bergolak. "Setan Gemuk, ilmu Sian Im Kang (llmu Suara Tawa) mu
tidak dapat mempengaruhiku!" bentak wanita bercadar.
Mendadak dia bergerak cepat menerjang ke arah Si Sing Kui
dan seketika tampak sepasang telapak tangannya berkelebat.
Kelihatannya Si Sing Kui tahu akan kelihaian wanita itu, maka
mereka berempat segera berkelit ke arah samping. Sementara
Ciok Giok Yin yang menyaksikan pertarungan itu merasa
khawatir pada wanita bercadar.
"Si Sing Kui, serahkan nyawa kalian!" bentaknya mengguntur.
Akan tetapi pada waktu bersamaan wanita itu sudah
menerobos ke luar seraya berkata nyaring.
"Siapa butuh bantuanmu?"
Ciok Giok Yin tertegun lalu berdiri termangu-mangu. Namun
wanita bercadar tidak diam. Dia membentak nyaring sambil
menerjang Si Sing Kui. Bukan main cepatnya gerakan wanita
itu! Mata Ciok Giok Yin menjadi kabur dibuatnya. Dia justru
tidak ingat sebetulnya siapa wanita itu. Berdasarkan sorotan
matanya, wanita itu kelihatan seperti mempunyai dendam
kebencian padanya. Sesungguhnya Ciok Giok Yin bisa
meninggalkan tempat itu, namun dia ingin tahu bagaimana
akhir pertarungan mereka dan juga ingin tahu siapa wanita
bercadar tersebut. Mendadak terdengar suara jeritan Si Sing
Kui. Ternyata mereka berempat telah terluka. Seketika Si Sing
Kui lari terbirit-birit ke dalam lembah, rupanya mereka
berempat ingin minta bantuan.
"Hmmm!" dengus wanita bercadar.
Dia membalikkan badannya berjalan mendekati Ciok Giok Yin,
lalu berdiri di hadapannya.
Ketika Ciok Giok Yin beradu pandang dengan wanita itu,
tersentaklah hatinya Kemudian dia berkata dalam hati,
'Sungguh tinggi lwee kangnya!'
"Ciok Giok Yin, tak disangka kita akan bertemu di sini!" kata
wanita itu dengan dingin. Ciok Giok Yin tertegun, sebab wanita
itu tahu namanya. Sebaiknya dia tidak tahu siapa wanita itu.
"Mohon tanya siapa Nona?" tanyanya.
"Kau ingin tahu?"
"Tidak salah."
"Sebelum kau tahu siapa diriku, lebih dahulu kau harus tahu
akan satu hal!"
"Hal apa?"
"Jangan kau kira pertarunganku dengan Si Sing Kui tadi demi
menyelamatkanmu
Ciok Giok Yin tercengang.
"Bukan menyelamatkanku?"
"Tentu."
"Bolehkah kau menjelaskan padaku"
"Hmmm!" Dengus wanita bercadar.
"Aku tidak menghendaki kau mati di tangan mereka!"
"Maksudmu?"
"Kau harus mati di tanganku!"
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Aku dan kau tiada dendam apa-apa."
"Tidak ada" Enak saja kau bicara!"
Air muka Ciok Giok Yin langsung berubah menjadi dingin.
"Sebetulnya siapa kau" Lebih baik buka saja cadarmu agar
aku tahu siapa kau. Aku ingat selalu akan budi dan dendam.
Apabila diantara kita terdapat dendam, aku bersedia kau
tindak," katanya dengan suara dalam.
"Tentunya ada dendam!" sahut wanita bercadar.
Ciok Giok Yin tertawa dingin.
"Ada dendam?"
"Tidak akan salah!"
"Kalau begitu, bukalah cadarmu!"
Wanita itu mengangkat sebelah tangannya perlahan-lahan,
kemudian melepaskan cadarnya. Begitu melihat wajah wanita
itu Ciok Giok Yin terbelalak dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Adik Ing Ing!" serunya tak tertahan.
Ternyata wanita itu adalah Cou Ing Ing, putri almarhum Cou
Yung Liong. Mereka berdua itu baru berpisah beberapa bulan,
namun Cou Ing Ing telah memiliki kepandaian tinggi, berhasil
mengalahkan Si Sing Kui dari perkumpulan Sang Yen Hwee. Itu
membuat Ciok Giok Yin, entah harus bergirang atau cemas" Di
saat Ciok Giok Yin ingin melangkah maju, mendadak Cou Ing
Ing membentak sengit.
"Ciok Giok Yin, kalau kau masih berani maju selangkah lagi,
aku pasti membunuhmu!"
Hati Ciok Giok Yin langsung menjadi dingin, dan dia segera
menghentikan langkahnya.
"Adik Ing Ing, kau..." katanya dengan suara gemetar.
"Siapa adik Ing Ingmu?"
"Adik Ing Ing, apakah kau sudah lupa ketika aku tinggal di
rumah melewati hari-hari yang penuh penderitaan?"
Sepasang mata Cou Ing Ing membara.
"Aku tidak akan lupa, bahkan terus ingat selalu!" katanya
sengit. "Ciok Giok Yin, mengenai kematian ayahku, tentunya
kau belum lupa!"
Sekujur badan Ciok Giok Yin gemetar, kemudian dan
menghela nafas panjang seraya berkata,
"Adik Ing Ing. Paman Cou bunuh diri, aku...."
"Kau yang mendesak ayahku hingga bunuh diri! Sekarang aku
bertanya, harus atau tidak aku menuntut balas dendam
ayahku?" sergah Cau Ing lug.
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Memang harus," sahutnya sedih.
Namun kemudian dia memanggil gadis itu.
"Adik Ing Ing...."
Sebelum Ciok Giok Yin usai berkata, Cou Ing Ing sudah
membentak. "Aku bukan adik Ing Ingmu, harap tahu diri!"
Wajah gadis itu tampak bengis sekali, kelihatannya dia
memang ingin mencabut nyawa Ciok Giok Yin.
"Kalau kau merasa akan lega apabila membunuhku, silakan
turun tangan, tapi...."
Ciok Giok Yin tidak melanjutkan ucapannya.
"Tapi kenapa?" tanya Cou Ing Ing.
"Aku sama sekali tidak berniat mencelakai ayahmu,
melainkan ayahmu yang mengambil jalan pendek. Lagi pula
waktu itu, Tui Beng Thian Cun berada di sana, sehingga
membuatku teringat akan dendam Tiong Ciu Sin Ie, maka
perkataanku menjadi agak kasar terhadap ayahmu."
"Inikah alasanmu?"
"Dan juga...." Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Semua kenangan masa kecil kita, sepertinya muncul di
depan mataku."
Ternyata Ciok Giok Yin ingin mengingatkannya mengenai
kenangan masa kecil mereka, agar rasa bencinya berkurang.
Akan tetapi, Cou Ing Ing malah tertawa dingin lalu
membentak, "Ciok Giok Yin, serahkan nyawamu!"
Sekonyong-konyong dia menyerang Ciok Giok Yin dengan
dahsyat sekali. Terdengar suara jeritan. Ciok Giok Yin terpental
beberapa depa, kemudian roboh dan mulutnya menyemburkan
darah segar. Namun kemudian dia bangkit berdiri perlahanlahan.
Wajahnya pucat pias dan tampak menderita sekali. Dia
melangkah perlahan-lahan ke hadapan Cou Ing Ing seraya
berkata dengan lemah.
"Demi menebus dosaku, silakan turun tangan!"
Cou Ing Ing tidak menyangka bahwa Ciok Giok Yin tidak
menangkis dan tidak berkelit. Itu membuatnya amat berduka,
namun kematian ayahnya muncul kembali di pelupuk matanya.
Cou Ing Ing mulai mengangkat sebelah tangannya,
kelihatannya ingin menyerang Ciok Giok Yin lagi. Namun
mendadak sesosok bayangan putih melayang turun di tempat
itu. Cou Ing Ing dan Ciok Giok Yin menoleh ke arah orang yang
baru muncul itu, ternyata seorang pemuda tampan. Cou Ing
Ing tidak menghiraukannya, langsung menyerang Ciok Giok
Yin. Blum! Ciok Giok Yin terpental lagi beberapa depa. Pemuda baju
putih itu melirik Cou Ing Ing sejenak, kemudian melesat ke
arah Ciok Giok Yin. Ketika pemuda itu memapahnya bangun,
Ciok Giok Yin sudah bangkit berdiri, tapi masih sempoyongan.
"Saudara, di antara kalian berdua ada urusan apa?" tanya
pemuda berbaju putih.
Ciok Giok Yin tersenyum getir lalu menyahut, "Harap Anda
mundur! Di antara kami terdapat sedikit kesalahpahaman." Dia
mendekati Cou Ing Ing. "Nona Cou, silakan turun tangan lagi!"
Bagimana bengisnya Cou Ing Ing, jelas saat ini sudah tidak
mampu turun tangan lagi terhadap Ciok Giok Yin. Ketika
melancarkan kedua pukulan tadi Cou Ing Ing tidak
menggunakan tenaga sepenuhnya. Apabila dia menggunakan
tenaga sepenuhnya, niscaya saat ini Ciok Giok Yin sudah
tergeletak menjadi mayat. Akan tetapi kebencian Cou Ing Ing
belum sirna. Ketika Ciok Giok Yin berkata begitu, dia langsung
melancarkan sebuah pukulan lagi.
Bum! Kali ini Ciok Giok Yin terpental lebih jauh. Pemuda berbaju
putih cepat-cepat mendekatinya, lalu membungkukkan
badannya mengobati luka Ciok Giok Yin. Cou Ing Ing tidak
menghalanginya, cuma berdiri termangu-mangu di tempat. Di
saat bersamaan mendadak terdengar beberapa kali suara
siulan yang menembus angkasa dan tak lama kemudian
tampak beberapa sosok bayangan melesat ke luar dari mulut
lembah. Cou Ing Ing segera memandang ke sana, terlihat Si
Sing Kui kembali ke tempat itu. Tampak seorang menyertai
mereka. Dia berdandan seperti sastrawan, tidak lain adalah
Ouw Suya-Ouw Cih dari perkumpulan Sang Yen Hwee.
Saat ini luka yang diderita Ciok Giok Yin telah sembuh. Dia
langsung menanyakan nama pemuda baju putih itu. Pemuda
baju putih mengaku bernama 'Ku Tian'. Ciok Giok Yin menoleh
dan kegusarannya langsung memuncak ketika melihat Si Sing
Kui. Ketika dia baru mau.... Ouw Cih justru mendekatinya
seraya membentak.
"Ciok Giok Yin, tak disangka kau berhasil meloloskan diri!
Masih berani cari gara-gara di sini, mungkin kau sudah tidak
mau hidup lagi!"
Maksud Ouw Cih, Ciok Giok Yin sudah berhasil meloloskan
diri, tapi tidak segera pergi, malah mencari gara-gara di tempat
ini. Ciok Giok Yin amat cerdas, tentunya tahu akan maksud
Ouw Cih. Akan tetapi dia justru terdesak oleh keadaan,
sehingga tidak bisa pergi selekasnya. Oleh karena itu dia
menyahut dingin.
"Bagaimana" Apakah di sini adalah daerah kekuasaan
perkumpulan Sang Yen Hwee?"
Ouw Cing tertawa gelak.
"Betul, dalam jarak lima puluh mil, merupakan daerah
kekuasaan perkumpulan Sang Yen Hwee. Siapa pun dilarang
menuntut balas maupun mencari gara-gara di tempat ini! Ciok
Giok Yin, kelihatannya aku harus membawamu kembali!"
Terhadap Ouw Cih, Ciok Giok Yin memang tidak mendendam.
Walau Ouw Cih tidak langsung melepaskannya, namun pernah
memberi isyarat padanya, itu merupakan budi besar bagi Ciok
Giok Yin. Akan tetapi apabila dia tidak menyahut dingin, tentu
akan menimbulkan kecurigaan Si Sing Kui. Karena itu, dia
terpaksa harus menyahut dingin.
"Tidak begitu gampang!"
Ouw Cih mengerutkan kening. Sepasang bola matanya
berputar sejenak, kemudian dia berkata, "Kau tidak percaya,
lihat saja sendiri!"
Usai berkata, Ouw Cih langsung menyerangnya. Ciok Giok Yin
belum tahu bagaimana kepandaian Ouw Cih. Maka dia ingin
menjajalnya, langsung berkelebat ke arah tubuh Ouw
Cih. Sejak Ciok Giok Yin berhasil menguasai ketiga jurus ilmu
pukulan tersebut, boleh dikatakan jarang ada orang yang dapat
mengelak. Namun Ouw Cih justru dengan gampang sekali
mengelak jurus pukulan itu. Dapat diketahui betapa tingginya
kepandaian yang dimiliki Ouw Cih. Oleh karena itu Ciok Giok
Yin langsung menyerangnya dengan jurus kedua.
Sungguh di luar dugaan, Ouw Cih tetap berhasil berkelit
dengan gampang sekali. Ketika Ciok Giok Yin baru mau
melancarkan jurus ketiga, mendadak jari tangan Ouw Cih
bergerak cepat laksana kilat, menyambar bagian dadanya.
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin, sehingga keringat
dinginnya langsung mengucur karena biar bagaimanapun Ciok
Giok Yin tidak akan berhasil berkelit. Kelihatannya Ciok Giok
Yin akan tercengkeram dadanya. Namun di saat bersamaan
tampak sosok bayangan meluncur ke tempat itu bagaikan
meteor. Tercium pula bau arak yang amat keras. Sebelum
badannya melayang turun, sudah terdengar suara bentakan.
"Kau berani menyentuhnya!"
Tampak gerakan yang amat aneh menerjang ke arah Ouw
Cih, membuat Ouw Cih terdesak mundur beberapa langkah.
"Kau...!" serunya tertegun.
Pendatang itu langsung memutuskan perkataan Ouw Cih,
"Jangan banyak bicara, akan kuhabisi kau!" sergah pendatang
itu. Kemudian dia mulai menyerang Ouw Cih.
Ciok Giok Yin sudah melihat jelas siapa oang itu, ternyata Si
Bongkok Arak. "Lo cianpwee...!" serunya.
"Kau cepat pergi, di sini tiada urusanmu!" sahut Si Bongkok
Arak sambil terus menyerang Ouw Cih.
Mendadak Ouw Cih berseru kaget, "Sungguh hebat ilmu Liak
Ci Ciang (Ilmu Pukulan Penyobek Daging)mu ini!"
Si Bongkok Arak tertawa dingin.
"Hebat juga ilmu Ban Hwi Ie Yong Sut (Ilmu Merias
Wajah)mu!"
Ouw Cih segera berkelit, sekaligus melirik ke arah Si Sing Kui.
Melihat Si Sing Kui sedang bertarung dengan Cou Ing Ing,
barulah dia berlega hati. Justru di saat bersamaan, mendadak
tampak sebuah tandu kecil digotong dua wanita meluncur ke
tempat itu, diikuti empat pemuda tampan di belakangnya. Tak
seberapa lama kemudian sudah sampai di tempat itu. Ciok Giok
Yin tidak tahu siapa pendatang itu. Dia memandang dengan
penuh perhatian. Tiba-tiba Ciok Giok Yin melihat seorang gadis
rambutnya panjang terurai, badannya terikat tali, berjalan
terseret-seret di belakang mereka. Ketika melihat gadis itu,
hati Ciok Giok Yin terasa remuk.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik Cang...!" serunya tak tertahan.
Ternyata gadis itu adalah Fang Jauw Cang, yang pernah
berjanji akan bertemu di kuil Thay San Si. Justru tak disangka,
dia malah ditangkap mereka. Tidak salah lagi yang muncul itu
adalah orang-orang Goa Hoa Tong. Kalau begitu orang yang
duduk di dalam tandu pasti Ban Hoa Tong Cu (Majikan Goa
Selaksa Bunga). Ciok Giok Yin langsung melesat ke arah Fang
Jauw Cang, sekaligus memutuskan tali yang mengikatnya, lalu
memeluknya erat-erat. Setelah itu, dia mencelat beberapa
depa. Empat pemuda yang di belakang tandu langsung
membentak dengan serantak.
"Lepaskan dia!"
Mereka berempat langsung menerima ke arah Ciok Giok Yin.
Sementara pemuda berbaju putih bernama Ku Tian yang
berdiri diam dari tadi langsung melesat ke hadapan Ciok Giok
Yin, menghadang empat pemuda itu. Di saat bersamaan,
seorang wanita berusia empat puluhan melengok ke luar dari
dalam tandu, sepasang matanya menyorotkan sinar aneh.
"Tugas kalian harus membekuk bocah itu!" bentaknya.
Maksudnya menyuruh keempat pemuda itu menangkap Ciok
Giok Yin. Akan tetapi ketika melihat keempat pemuda itu
dihalangi oleh seorang pemuda tampan dia segera turun dan
langsung berjalan ke arah Ciok Giok Yin. Langkahnya kelihatan
lamban, namun ternyata amat cepat. Si Bongkok Arak telah
menyaksikan Bah Hoa Tong Cu mendekati Ciok Giok Yin, maka
segera mengeluarkan beberapa pukulan aneh mendesak Ouw
Cih, lalu melesat ke arah wanita itu. Sambil berseru pada Ciok
Giok Yin. "Ciok Giok Yin, cepatlah kau pergi!"
Sembari berseru dia mulai bertarung dengan Ban Hoa Tong
Cu. Mendadak Ouw Cih membentak lantang, "Kau mau lari
kemana?" Dia menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Sedangkan Ciok Giok
Yin menggendong Fang Jauw Cang, maka tidak leluasa
bergerak. Kelihatannya Ouw Cih akan berhasil.... Tiba-tiba
terdengar suara bentakan nyaring bergema menembus
angkasa. Setelah itu tampak sosok bayangan merah meluncur
ke tempat itu teryata adalah Heng Thian Ceng.
"Adik kecil, kau pergi saja!" serunya sambil menangkis
serangan Ouw Cih.
Sementara Ciok Giok Yin menundukkan kepala memandang
Fang Jauw Cang. Wajah Fang Jauw Cang tampak pucat pias
dan nafasnya amat lemah. Demi menyelamatkan Fang Jauw
Cang, maka Ciok Giok Yin segera membawanya dengan
mengerahkan ginkangnya. Tak seberapa lama kemudian dia
sudah melesat belasan mil. Karena khawatir diikuti musuh,
Ciok Giok Yin cepat-cepat melesat ke rumput alang-alang yang
lebat dan tinggi. Dia menaruh Fang Jauw Cang, kemudian
memanggilnya dengan suara gemetar.
"Adik Cang! Adik Cang...."
Fang Jauw Cang membuka matanya perlahan-lahan,
memandang Ciok Giok Yin seraya tersenyum,
"Seharusnya kau memanggilku 'Moi Moi' (Adik Perempuan),"
katanya. Ciok Giok Yin mengangguk dan segera memanggilnya.
"Moi Moi!"
Fang Jauw Cang tampak puas sekali.
"Kakak Yin, akhirnya aku melihatmu," katanya sambil
tersenyum. "Kakak Yin, kau terkena Mo Hwe Tok Kang, apakah
sudah sembuh" Aku... aku selalu ingat padamu."
Usai berkata, air matanya langsung meleleh. Ciok Giok Yin
cepat-cepat menyeka air matanya.
"Moi Moi, setelah aku berpisah denganmu, aku bertemu Heng
Thiang Ceng lo cianpwee. Dia yang membawaku pergi
menemui Pak Jau Lojin yang telah minta buah Toan Teng Ko."
"Buah Toan Teng Ko?"
"Ya."
"Apakah buah Toan Teng Ko dapat memusnahkan racun Mo
Hwe Tok?" "Tidak cuma itu, bahkan selanjutnya diriku tidak mempan
berbagai macam racun lagi."
"Syukurlah!"
Sepasang mata Fang Jauw Cang berbinar-binar, kelihatannya
girang sekali. Mendadak Ciok Giok Yin teringat, bagaimana
Fang Jauw Cang bisa jatuh ke tangan Ban Hoa Tong Cu.
"Moi Moi, bagaimana kau jatuh ke tangan mereka?"
Fang Jauw Cang tidak segera menutur, melainkan air
matanya saja yang mengucur deras. Kelihatannya, dia amat
berduka sekali.
"Moi Moi, sebetulnya apa yang terjadi?" desak Ciok Giok Yin.
"Kakak Yin...."
Fang Jauw Cang terisak-isak kemudian mendekap di dada
Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin membelainya sambil berkata
dengan suara ringan.
"Moi Moi, beritahukanlah agar hatimu jadi lega!"
Akan tetapi Fang Jauw Cang tetap menangis.
"Baiklah. Kau boleh terus menangis agar hatimu merasa
lega," kata Ciok Giok Yin lembut.
Beberapa saat kemudian Fang Jauw Cang berhenti menangis.
Ciok Giok Yin segera menyeka air matanya. Sedangkan Fang
Jauw Cang memandang wajahnya, berselang sesaat barulah
berkata terisak-isak.
"Kakak Yin, setelah kita berpisah...."
Gadis itu tidak melanjutkan ucapannya. Rupanya dia sedang
berpikir dari mana mulai menutur.
"Bagaimana?" tanya Ciok Giok Yin.
Air mata Fang Jauw Cang meleleh lagi.
"Aku terus mencari Seng Ciu Suseng, namun tiada seorang
pun tahu jejaknya."
"Moi Moi, aku sudah bertemu Seng Ciu Suseng."
"Oh" Kau sudah bertemu dia?"
"Ya."
Ciok Giok Yin menutur bagaimana bertemu Seng Ciu Suseng,
setelah itu menambahkan,
"Moi Moi, lanjutkan penuturanmu!"
Fang Jauw Cang melanjutkan.
"Karena tidak berhasil mencari jejak Seng Ciu Suseng, maka
aku ke tempat ayahku, sebab ayahku sudah lama berkelana
dalam rimba persilatan, mungkin tahu jejak Seng Ciu Suseng."
Menutur sampai disitu, Fang Jauw Cang menangis lagi,
bahkan sekujur badannya tampak gemetar.
"Lalu bagaimana?" tanya Ciok Giok Yin lembut.
"Ayahku dan lainnya... terbunuh semua oleh Ban Tong Cu."
sahut Fang Jauw Cang.
Gadis itu mulai menangis sedih dengan air mata berderaiderai.
Sepasang mata Ciok Giok Yin langsung membara.
"Aku bersumpah akan membasmi Ban Hoa Tong Cu dan para
anak buahnya!" katanya sambil berkertak gigi.
Fang Jauw Cang mendongakkan kepala memandangnya,
sambil berkata dengan perlahan-lahan.
"Kakak Yin, kepandaian Ban Hoa Tong Cu amat lihay, aneh
dan tinggi! Kau jangan bertindak ceroboh, aku... aku mungkin
tidak dapat bertahan lama lagi."
"Kenapa kau?"
"Setelah aku tertangkap oleh Hoa Tong Cu, aku dipaksa
minum racun Ban Hoa Tok Hun (Racun Bubuk Selaksa Bunga)."
"Ban Hoa Tok Hun?"
"Ya."
"Aku akan berusaha memusnahkan racun itu."
Fang Jauw Cang menggelengkan kepala.
"Racun Ban Hoa Tok Hun merupakan racun rahasia Ban Hoa
Ton Cu, tiada obat pemusnahnya. Para anggota yang
berkhianat, apabila tertangkap, pasti tidak akan lolos dari
kematian."
Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan suatu hal, maka segera
bertanya. "Di dalam Goa Ban Hoa Tong, bagaimana semuanya kaum
pemuda?" "Itu cuma penyamaran saja."
"Kau pun dirias sebagai pemuda?"
Fang Jauw Cang mengangguk.
"Dengan cara demikian, maka lebih gampang mendekati
kaum pemuda, dan tidak sulit menangkap mereka untuk Ban
Hoa Tong Cu melatih ilmu sesatnya. Karena itu, kelak kalau
kau bertemu pemuda tampan, harus berhati-hati!"
Ciok Giok Yin manggut-manggut,
"Moi Moi, aku akan membantumu melancarkan
pernafasanmu."
Usai berkata dan ketika Ciok Giok Yin mau....
Mendadak terdengar suara desiran. Ciok Giok Yin segera
mengerahkan lwee kangnya, siap melancarkan pukulan pada
orang yang baru datang itu. Tampak sosok bayangan hitam
melesat ke rumput alang-alang itu. Ciok Giok Yin belum
melihat jelas siapa orang itu, namun yakin bukan orang baik.
Oleh karena itu, dia langsung melancarkan sebuah pukulan ke
arah orang tersebut.
Bum! Ciok Giok Yin merasa matanya gelap, lalu roboh seketika.
Jilid 13 Ciok Giok Yin tergoncang melihat tangkisan orang yang baru
muncul itu, sehingga darahnya bergolak. Maka pandangannya
menjadi gelap dia roboh. Di saat bersamaan orang itu bergerak
cepat, segera memapah Ciok Giok Yin agar tidak roboh,
kemudian memanggilnya dengan suara gemetar.
"Adik Yin! Adik Yin...!"
Ciok Giok Yin belum pingsan, maka mendengar suara orang
yang amat dikenalnya. Barulah dia tahu bahwa orang itu bukan
musuhnya. Dia membuka matanya perlahan-lahan, ternyata
dirinya berada dalam pelukan Heng Thian Ceng. Timbul rasa
duka dalam hatinya, sebab saat ini dia belum mampu menahan
tangkisan Heng Thiang Ceng, membuktikan bahwa
kepandaiannya masih rendah. Lalu bagaimana menuntut balas
semua dendam itu" Karena itu tidak mengherankan Ciok Giok
Yin merasa berduka sekali. Akhirnya bercucuranlah air
matanya. Yang membuatnya berduka tidak lain adalah
kepandaiannya yang belum dapat menyamai orang
lain. Keadaan Ciok Giok Yin itu membuat Heng Thiang Ceng
cemas sekali. "Bagaimana... kau?"
Ciok Giok Yin berdiri lalu menghapus air matanya seraya
menyahut, "Tidak apa-apa."
Heng Thian Ceng juga berdiri.
"Tadi aku dengar ada suara tangisan wanita, maka kukira ada
penjahat sedang berbuat yang bukan-bukan, maka aku
melesat ke mari. Tidak tahunya...."
Mendadak Ciok Giok Yin membalikkan badannya menengok
Fang Jauw Cang. Ternyata mata gadis itu telah terpejam
dengan wajah pucat pias seperti kertas tiada warna darah
sama sekali. Hati Ciok Giok Yin tersentak dan dia segera
memeriksa nadi gadis itu, ternyata... gadis itu telah mati.
Seketika juga Ciok Giok Yin menangis meratap.
"Moi Moi! Moi Moi...."
Air matanya berderai-derai membasahi pipinya. Heng Thian
Ceng yang berdiri di sampingnya, berkata dengan suara ringan.
"Adik Yin, dia sudah mati. Tiada gunanya kau terus menangis.
Lebih baik kau segera menguburnya, dan berupaya
membalaskan dendamnya."
Ciok Giok Yin merasa masuk akal apa yang dikatakan Heng
Thian Ceng. Dia langsung berhenti menangis dan cepat-cepat
mengubur mayat Fang Jauw Cang. Setelah itu dia berdiri diam
di hadapan makam itu. Dia sama sekali tidak menangis, tapi
justru lebih parah dari pada menangis.
Beberapa saat kemudian barulah dia berkata, "Moi Moi, aku
pasti membalaskan dendam. Suatu hari nanti, aku akan
membunuh Ban Hoa Tong Cu dan mengorek hatinya untuk
menyembayangimu." Usai berkata, dia berkertak gigi hingga
berbunyi gemertuk.
Heng Thiang Ceng menepuk bahunya seraya berkata lembut.
"Jangan terlampau berduka agar tidak merusak kondisi
tubuhmu." Ciok Giok Yin membalikkan badannya, menatap Heng Thian
Ceng, namun tidak bersuara sama sekali.
"Orang mati tidak bisa hidup kembali. Dia sudah tidak bisa
menghiburmu, namun aku bersedia selalu berada di sisimu."
Ciok Giok Yin dalam keadaan duka, maka apa yang dikatakan
Heng Thiang Ceng itu tidak masuk ke dalam telinganya sama
sekali. "Lo cianpwee, kau...."
Heng Thian Ceng memutuskan perkataannya, berkata dengan
lembut sekali. "Jangan panggil aku lo cianpwee."
"Lalu aku harus memanggil apa?"
"Panggil aku kakak saja."
"Itu...."
"Kau tidak sudi?"
"Lo cianpwee, tingkat kedudukan di dunia persilatan tidak
boleh dilanggar."
"Jangan mempermasalahkan itu, selanjutnya kita memanggil
kakak dan adik saja."
Ciok Giok Yin mengangguk. Mendadak dia teringat akan budi
pertolongan Heng Thian Ceng, maka dia tetap tidak berani
memanggilnya kakak, sebab merasa tidak sopan.
Oleh karena itu, dia berkata, "Tempo hari lo cianpwee
terpukul jatuh ke bawah tebing oleh ketua perkumpulan Sang
Yen Hwee, aku ke bawah mencari lo cianpwee, namun tidak
menemukan jejak lo cianpwee...."
Heng Thiang Ceng langsung melotot seraya menegur, "Kok
masih panggil lo cianpwee" Sungguh tak sedap didengar lho!"
Setelah menegurnya, Heng Thian Ceng melanjutkan.
"Ketika aku terpukul jatuh, untung ditolong seorang pandai,
sehingga nyawaku dapat diselamatkan. Adik Yin, mari kita
pergi!" Heng Thian Ceng menarik tangannya, lalu melesat pergi.
Agar lebih leluasa, maka Ciok Giok Yin diam, membiarkan
Heng Thiang Ceng menarik tangannya, terus melesat pergi
mengikuti Heng Thiang Ceng.
Akan tetapi tiba-tiba muncul tiga orang menghadang di depan
mereka, masing-masing adalah si Bongkok Arak, Ku Tian dan
Cou Ing Ing. Cou Ing Ing menatap mereka berdua dengan
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penuh kebencian. Sedangkan Ku Tian terus menatap Heng
Thiang Ceng. Si Bongkok Arak justru terus meneguk arak,
setelah itu barulah menatap Heng Thian Ceng dengan dingin
seraya menegurnya dengan lantang.
"Khui Fang Fang, kau memikatnya!"
Ternyata Heng Thian Ceng bernama Khui Fang Fang.
Bukan main gusar Heng Thian Ceng!
"Omong kosong!" bentaknya.
"Kalau kau tidak berniat memikatnya, mengapa kau terus
bersamanya?"
"Peduli amat denganmu!"
"Urusan ini aku memang harus mempedulikannya!"
"Kau pantas?"
Sepasang mata si Bongkok Arak menyorot dingin.
"Kau lihat saja aku pantas atau tidak?" katanya dengan suara
dalam. Mendadak dia menggerakkan tangannya ke arah sebuah
pohon. "Kreeek!"
Pohon itu roboh seperti terpotong senjata tajam. Bukan main
terkejutnya Heng Thian Ceng!
"Kau harus segera meninggalkannya!" kata si Bongkok Arak.
Heng Thian Ceng mengerutkan kening. Dia sama sekali tidak
kenal orang tua bongkok itu, namun kepandaiannya amat
tinggi. Sudah jelas dirinya bukan tandingannya. Tapi dia juga
sudah terkenal di rimba persilatan. Bagaimana mungkin dia
akan meninggalkan orang yang amat disukainya" Karena itu
dia pun menatap si Bongkok Arak dengan tajam.
"Berdasarkan apa, kau menyuruhku meninggalkannya?"
sahutnya dengan dingin.
"Kau pasti mengerti!"
"Aku justru tidak mengerti!"
"Kau menginginkanku menjelaskannya?"
Si Bongkok Arak melirik Ciok Giok Yin beberapa kali. Dia ingin
membuka mulut namun dibatalkannya, akhirnya membanting
kaki seraya berkata,
"Akan kuberitahukan kelak, sekarang kau boleh pergi!"
"Tidak!"
"Sungguhkah kau tidak mau pergi?"
"Apakah aku bohong?"
"Kalau begitu kau betul-betul menyukainya?"
"Tentu!"
Mendadak Cou Ing Ing mendengus dingin, "Hmm! Dasar tidak
tahu diri!"
Heng Thian Ceng langsung maju tiga langkah dengan
sepasang mata menyorot bengis.
"Kau mencaci siapa?" tanyanya gusar.
"Mencacimu!"
"Kau masih berbau susu, berani bertingkah di hadapanku?"
Heng Thian Ceng mengangkat sebelah tangannya,
kelihatannya ingin menyerang Cou Ing Ing. Namun Si Bongkok
Arak segera menggerakkan tangannya.
"Berhenti!" bentaknya.
Heng Thian Ceng merasa ada serangkum angin pukulan yang
amat dahsyat menerjang ke arah dadanya, membuatnya harus
mundur beberapa langkah.
Di saat bersamaan Cou Ing Ing ingin.... Namun si Bongkok
Arak cepat-cepat mencegahnya.
"Nona Cou, tunggu!"
Mendadak dia melesat ke hadapan Heng Thiang Ceng seraya
membentak sengit.
"Kalau kau masih belum mau pergi, jangan menyalahkan
kalau aku turun tangan terhadapmu!"
Kelihatannya si Bongkok Arak sudah siap menyerang Heng
Thiang Ceng. Ciok Giok Yin yang menyaksikan situasi tegang itu segera
berkata, "Sabar lo cianpwee, ada apa-apa bicara baik-baik
saja!" Kedua orang itu penolongnya, maka Ciok Giok Yin tidak boleh
memihak siapa pun. Dia segera berdiri di tengah-tengah
mereka berdua. "Saudara kecil, kau tidak boleh bersamanya!" kata si Bongkok
Arak. Ciok Giok Yin merasa heran.
"Mengapa?"
"Tidak mengapa, hanya kelak kau akan menyesal."
"Bolehkah kau memberikan penjelasan padaku?"
"Penjelasan dan alasan memang ada, kau akan tahu
perlahan-lahan."
Mendadak Heng Thian Ceng tertawa terkekeh-kekeh, setelah
itu berkata, "Adik Yin, kau tidak usah banyak bicara
dengannya, dia punya alasan dan penjelasan apa" Cuma
omong kosong belaka. Lebih baik sementara ini kita berpisah,
kelak aku akan mencarimu."
Usai berkata, Heng Thian Ceng langsung melesat pergi dan
dalam sekejap sudah hilang dari pandangan mereka. Ciok Giok
Yin merasa si Bongkok Arak terlampau mencampuri urusan.
Padahal Heng Thian Ceng tidak berniat jahat terhadap Ciok
Giok Yin melainkan seperti seorang tingkatan tua
memperhatikan sekaligus menyayangi tingkatan muda.
Sedangkan Heng Thian Ceng masih bersedia memanggilnya
adik dan menyuruhnya memanggil kakak, sesungguhnya itu
tiada masalah apa-apa. Oleh karena itu wajah Ciok Giok Yin
berubah menjadi agak tak sedap dipandang. Si Bongkok Arak
adalah orang tua yang telah berpengalaman. Dulu dia kelihatan
seperti linglung dan pikun, itu cuma berpura-pura saja. Saat ini
begitu melihat sikap Ciok Giok Yin, bagaimana mungkin dia
tidak mengerti" Sebab itu dia berkata,
"Adik Kecil, kita tidak usah membicarakan yang lain, cukup
membicarakan usianya, lebih tua separuh dari usiamu. Apakah
kau akan menyukainya."
"Aku tidak bilang menyukainya."
"Syukurlah kalau begitu!"
Mendadak Cou Ing Ing mendengus dingin, "Hm!"
Setelah itu dia berkata pada si Bongkok Arak.
"Lo cianpwee, mari kita pergi!"
Kelihatannya dia masih amat mendendam pada Ciok Giok Yin.
Sedangkan Ciok Giok Yin terhadapnya memang merasa
berdosa. Karena itu dia cuma memandang Cou Ing Ing, tidak
bersuara sama sekali. Sesungguhnya Cou Ing Ing berharap
Ciok Giok Yin menyatakan maaf dan berkata lembut padanya,
otomatis rasa dendamnya akan sirna. Justru tak terduga, Ciok
Giok Yin malah diam saja, sehingga membangkitkan
kegusarannya. "Ciok Giok Yin, urusan kita belum selesai!" katanya sengit.
Mendengar itu Ciok Giok Yin berkata dalam hati. 'Aku telah
menerima tiga pukulanmu, maka boleh dikatakan aku sudah
tiada hutang padamu.'
Namun kemudian dia justru berkata demikian, "Ing... itu
terserah kau."
Si Bongkok Arak khawatir mereka akan ribut lagi, maka
segera menyela, "Adik Kecil, apa rencanamu sekarang?"
Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat akan wanita berbaju hitam
yang di depan makam palsu Tiat Yu Kie Su. Wanita berbaju
hitam pernah berjanji padanya akan bertemu di Tebing
Memandang Suami, di gunung Cong Lam San. Walau Tiat Yu
Kie Su telah mati, lagi pula dendam antara Sang Ting It Koay
dengan Kang Ouw Pat Kiat telah jernih, namun Ciok Giok Yin
tetap harus ke sana, karena tidak boleh ingkar janji. Kalau
dihitung memang telah beberapa hari, tapi dia tetap harus ke
sana untuk menepati janji. Oleh karena itu Ciok Giok Yin
berkata, "Aku ada janji dengan seorang wanita, harus pergi ke gunung
Cong Lam San."
Si Bongkok Arak tercengang.
"Kau mau ke Cong Lam Pay?"
"Bukan."
"Kalau begitu untuk apa kau ke sana?"
"Menepati janji dengan seorang wanita."
Sementara Ku Tian yang berdiri diam dari tadi mendadak
menyela, "Maaf, aku masih ada urusan lain. Kalian mengobrollah aku
mau mohon diri."
Dia memberi hormat lalu melesat pergi. Setelah Ku Tian pergi
Ciok Giok Yin pun memberi hormat kepada si Bongkok Arak.
"Terimakasih atas campur tangan lo cianpwee. Budi kebaikan
lo cianpwee tidak akan kulupakan selamanya. Sampai jumpa"
Usai berkata Ciok Giok Yin menatap Cou Ing Ing sejenak lalu
melesat pergi. Si Bongkok Arak memandang punggung Ciok
Giok Yin seraya berkata,
"Sifatnya itu... persis seperti ayahnya." Kemudian dia
menoleh memandang Cou Ing Ing. "Biar bagaimanapun kita
harus membantunya mencari informasi tentang Seruling
Perak." Cou Ing Ing mengangguk kemudian pergi bersama si Bongkok
Arak. Sementara Ciok Giok Yin terus melesat pergi menuju
Gunung Cong Lam San. Dua hari kemudian dia sudah sampai di
gunung tersebut. Akan tetapi gunung Cong Lam San amat luas,
sedangkan Ciok Giok Yin tidak tahu di mana letak Tebing
Memandang Suami. Tidak gampang mencari tebing tersebut.
Lagi pula tiada seorang pun di sana. Maka Ciok Giok Yin tidak
bisa menanyakan tentang tebing tersebut. Sebab itu, Ciok Giok
Yin berdiri termenung di sebuah puncak gunung. Namun
kemudian dia menyadari bahwa dirinya tidak boleh putus asa.
Maka dia segera mencari ke sana ke mari. Tentu saja secara
membabi buta. Mendadak samar-samar dia melihat sosok
bayangan orang berdiri di atas sebuah batu besar.
Hatinya tergerak dan berkata, 'Jangan-jangan itu adalah
tebing Memandang Suami!'
Tanpa membuang waktu lagi dia langsung melesat ke sana.
Begitu sampai di tempat tersebut, dia yakin bahwa tempat itu
adalah Tebing Memandang Suami, namun bayangan orang itu
sudah tidak kelihatan lagi. Di saat dia menengok ke sana ke
mari, mendadak terdengar suara helaan nafas panjang dan
ucapan. "Dia tidak akan datang lagi."
Itu adalah suara seorang wanita. Maka Ciok Giok Yin segera
bertanya dengan suara lantang,
"Mohon tanya apakah tempat ini adalah Tebing Memandang
Suami?" Hening tak terdengar suara apa pun.
Ciok Giok Yin mengerutkan kening dan bertanya dalam hati.
'Di sana hutan belantara. Apakah yang bersuara tadi siluman
wanita"' Tiba-tiba terdengar suara yang amat dingin.
"Siapa kau?"
"Aku bernama Ciok Giok Yin."
"Ciok Giok Yin?"
"Ya."
"Mau apa kau datang di Tebing Memandang Suami ini?"
"Tiga bulan yang lalu aku berjanji dengan seorang
cianpwee...."
Sebelum Ciok Giok Yin usai berkata, muncul sosok bayangan
bagaikan arwah dari balik sebuah batu besar. Setelah saling
memandang, justru sama-sama mengeluarkan suara.
"Ih!"
Ternyata seorang wanita berbaju hitam, wanita itu menatap
Ciok Giok Yin dengan dingin seraya bertanya,
"Kau baru datang?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya. Karena terjadi sedikit halangan di tengah jalan, maka
aku datang terlambat. Mohon cianpwee sudi memaafkanku."
Wanita berbaju hitam menatapnya lagi sambil bertanya,
"Ada urusan apa kau mencari Tiat Yu Kie Su?"
"Karena ada sedikit kesalahpahaman."
"Kini kesalahpahaman itu telah jernih."
Air muka wanita berbaju hitam berubah, kelihatannya dia
agak emosi. "Kalau begitu, kau sudah berhasil mencarinya?"
"Terus terang aku memang sudah bertemu dengannya," sahut
Ciok Giok Yin dengan jujur.
Wanita berbaju hitam segera melangkah maju.
"Berada di mana dia sekarang?"
Ciok Giok Yin tidak tahu ada dendam kebencian apa antara
wanita itu dengan Tiat Yu Kie Su, maka segera mundur
selangkah mengerahkan lwee kangnya, siap menghadapi
segala kemungkinan, kemudian menyahut.
"Bolehkah aku tahu siapa cianpwee?"
"Katakan di mana dia sekarang?"
"Aku akan mengatakan, namun terlebih dahulu kau harus
menyebutkan namamu."
Wanita berbaju hitam menatapnya tajam, setelah itu barulah
memberitahukan.
"Cu Sian Ling!"
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Hah" Cu Sian Ling?"
Wanita berbaju hitam mengangguk.
"Tidak salah. Sekarang kau harus beritahukan tentang
jejaknya!"
Mata Ciok Giok Yin mulai bersimbah air.
"Dia sudah mati."
Seketika Cu Sian Ling menyambar baju Ciok Giok
Yin. Gerakan wanita itu cepat sekali, laksana kilat menyambar.
Maka Ciok Giok Yin tidak mampu berkelit.
Bahkan setelah itu Cu Sian Ling pun menotok jalan darah Hu
Keng Hiat di bagian dada Ciok Giok Yin sambil membentak
sengit, "Kau yang mencelakainya?"
Begitu jalan darahnya itu tertotok, Ciok Giok Yin merasa
sekujur badannya menjadi lemas, juga terasa seperti tertusuk
ribuan jarum. Bukan main sakitnya, sehingga sekujur
badannya mengucurkan keringat dingin. Ciok Giok Yin memang
bersifat angkuh dan keras hati. Dia berkertak gigi menahan
sakit, tidak merintih sama sekali. Akan tetapi sepasang
matanya berapi-api, terus menatap Cu Sian Ling.
Sedangkan wajah Cu Sian Ling yang bengis itu saat ini
bertambah bengis menyeramkan, "Kalau kau tidak mau
mengatakan akan kucabut nyawamu!"
Mendadak sekilas timbul suatu pikiran dalam benak Ciok Giok
Yin, apakah Tia Yu Kie Su-Mok Ho menggunakan siasat
meminjam tangan membunuh orang" Kalau tidak, bagaimana
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mungkin Cu Sian Ling bersikap sedemikian bengisnya
terhadapnya"
"Apabila benar demikian, dapat dibayangkan betapa
kejamnya hati Tiat Yu Kie Su-Mok Ho itu.
Kelihatannya dendam antara gurunya dengan Kang Ouw Pat
Kiat bukan karena....
Berpikir sampai di situ Ciok Giok Yin menahan sakit seraya
berkata, "Kau dan dia...."
"Kalau kau yang mencelakainya, maka kau harus ganti
nyawanya!" sergah Cu Sian Ling.
Mendengar itu Ciok Giok Yin merasa agak lega, "Harap
cianpwee lepaskan tangan dulu! Aku tidak akan kabur dan akan
memberitahukan."
Cu Sing Ling mengerutkan kening, sepertinya sedang
mempertimbangkan sesuatu. Kemudian dia mengendurkan
cengkeramannya dan membentak.
"Cepat katakan!"
Ciok Giok Yin cepat-cepat menghimpun hawa murninya.
Setelah itu dia menarik nafas lega karena tubuhnya tidak
terasa ada kelainan sedikit pun.
"Dia mati di tangan Ban Hoa Tong Cu." katanya.
"Ban Hoa Tong Cu?"
"Ya."
Cu Sian Ling mengerutkan kening lalu menatap Ciok Giok Yin
dengan tajam. "Bagaimana kau tahu itu?"
Ciok Giok Yin segera menutur tentang perkenalannya dengan
Lu Jin, setelah itu dia menambahkan,
"Dia mati demi diriku, maka aku pasti akan menuntut balas
dendamnya." Dia menarik nafas panjang. "Sebelum
menghembuskan nafas penghabisan, dia berpesan padaku agar
mencari cianpwee."
Cu Sian Ling mendongakkan kepala memandang langit, lalu
tertawa pilu. Setelah itu, wanita berbaju hitam itu pun bergumam, "Kanda
Mok...." Dia tidak mampu melanjutkan ucapannya. Ternyata air
matanya telah meleleh deras membasahi pipinya. Ketika
menyaksikan sikap Cu Sian Ling, Ciok Giok Yin dapat menduga
akan hubungan mereka berdua. Namun dia tidak berani
membuka mulut menghiburnya, hanya berdiri termangumangu
di tempat. Sementara air mata Cu Sian Ling terus
mengucur dan dia tetap memandang langit. Beberapa saat
kemudian barulah Cu Sian Ling bergumam terisak-isak dengan
air mata tetap terus berderai-derai.
"Kanda Mok, aku menunggu dua puluh tahun lebih tapi tidak
disangka kau sudah tiada. Aku... masih punya harapan apa"
Kanda Mok, kau...." Sekonyong- konyong dia menoleh
memandang Ciok Giok Yin seraya bertanya dengan serius.
"Kau bersedia menuntut balas dendam Kanda Mok?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya. Aku tidak akan melepaskan semua orang-orang Goa Ban
Hoa Tong."
Ternyata Ciok Giok Yin juga teringat akan kematian Fang
Jauw Cang, yang mati juga karena demi dirinya. Ini sungguh
merupakan dendam kesumat! Cu Sian Ling sudah berhenti
menangis. Justru sungguh mengherankan, wajahnya tampak
tenang sekali. Akan tetapi saat ini dia pun tampak jauh lebih
tua, mungkin lebih tua sepuluh tahun.
Berselang beberapa saat dia berkata lembut, "Mengenai
urusan kami kau tidak usah tahu. Terlebih dahulu aku
mengucapkan terimakasih padamu atas kesediaanmu
menuntut balas dendam." Tiba-tiba dia menunjuk ke arah kiri.
"Lihat ada orang ke mari!"
Ciok Giok Yin langsung menengok ke arah yang ditunjuk
wanita berbaju hitam, tapi tidak melihat seorang pun di sana.
Di saat bersamaan terdengar suara seruan pilu, "Ibu! Maafkan
ananda yang tidak berbakti, ananda mau ikut...."
Sekonyong-konyong terdengar suara 'Plak!'
Ciok Giok Yin cepat-cepat menoleh. Tampak kening Cu Sian
Ling telah pecah dan wanita itu terkulai dengan darah
berlumuran di wajahnya. Ternyata wanita berbaju hitam telah
membunuh diri dengan cara memukul kepalanya sendiri, tepat
di jalan darah Thian Ling Kay. Terbelalak Ciok Giok Yin
memandang mayat wanita berbaju hitam itu, namun amat
berduka sekali. Dia tidak dapat menduga, mengapa Cu Sian
Ling dan Tiat Yu Kie So-Mok Ho tidak bisa hidup bersama"
Mereka saling mencinta, tapi mengapa harus berpisah" Mereka
saling merindukan dan akhirnya Tiat Yu Kie Su-Mok Ho mati,
Cu Sian Ling pun membunuh diri menyusulnya.
Mendadak Ciok Giok Yin merasa ada serangkum angin
menerjang ke jalan darah Cian Mo Hiatnya, membuat sekujur
badannya menjadi ngilu. Betapa terkejutnya Ciok Giok Yin!
Siapa penyerang itu" Ilmu kepandaiannya amat tinggi sekali!
Karena orang itu sudah berada di belakangnya, tapi Ciok Giok
Yin sama sekali tidak mengetahuinya. Setelah jalan darah Cian
Mo Hiatnya tertotok, Ciok Giok Yin menjadi seperti orang biasa.
Dia menengok ke sana ke mari, namun tidak tampak seorang
pun berada di sekelilingnya, membuatnya bertambah
terkejut. Di sekelilingnya cuma tampak hutan rimba. Ciok Giok
Yin terperangah. Ternyata tempat di sekelilingnya telah
berubah, tidak seperti tempat semula yang didatanginya.
Dia cepat-cepat memandang ke samping. Sepasang matanya
bertambah terbelalak karena mayat Cu Sian Ling telah
hilang. Apa gerangan yang terjadi" Sekujur badannya menjadi
merinding! Mendadak terdengar suara yang amat dingin dan
menusuk telinga.
"Bagaimana putriku mati?"
Ciok Giok Yin tersentak, "Siapa kau?" tanyanya.
"Aku adalah ibunya!"
"Bolehkah kau memperlihatkan diri untuk bercakap-cakap
sebentar?"
"Jawab! Apakah kau yang membunuhnya?"
"Bukan."
"Kalau begitu, siapa?"
"Dia bunuh diri."
"Mengapa tiada sebab musabab dia bunuh diri" Dua puluh
tahun lebih batinnya menderita, tak disangka akhirnya menjadi
begini." "Dia mendengar berita dariku, bahwa Tiat Yu Kie Su sudah
mati...." Terdengar seruan kaget memutuskan perkataan Ciok Giok
Yin. "Tiat Yu Kie Su sudah mati?"
"Ya."
Suasana berubah menjadi kening.
Ciok Giok Yin cepat-cepat berkata, "Lo cianpwee, aku
bermaksud baik. Jauh-jauh aku kemari menyampaikan berita
itu. Kini lo cianpwee menotok jalan darahku, sesungguhnya apa
maksud lo cianpwee?"
"Aku akan membebaskan jalan darahmu, namun sementara
ini kau tidak boleh pergi!"
Mendadak Ciok Giok Yin merasa sekujur badan menjadi
nyaman. Ternyata jalan darahnya yang tertotok itu telah
bebas. Tapi pemandangan di sekelilingnya masih tetap seperti
tadi. Saat ini tenaganya telah pulih. Dia langsung mencelat ke
atas ingin mencari tempat persembunyian orang itu.
Akan tetapi tiba-tiba Ibu Cu Sian Ling berkata dingin, "Kau
tidak usah membuang-buang tenaga! Sebab kau berada di
dalam Khun Goan Tin (Formasi Yang Menyesatkan)! Dengar
baik-baik beberapa pertanyaanku, barulah pergi tidak akan
terlambat!"
Ciok Giok Yin tidak percaya. Dia melesat ke sana ke mari.
Ketika berhenti dia melihat ke sekelilingnya, ternyata dirinya
masih berada di tempat semula. Itu membuatnya amat gusar
dan timbul pula sifat angkuhnya.
"Lo cianpwee, aku tidak tahu di mana kesalahanku!"
bentaknya. "Kuberitahukan Tebing Memandang Suami ini belum pernah
dijamah kaum lelaki! Kau adalah yang pertama, bahkan juga
telah membawa pergi nyawa putriku!"
Ciok Giok Yin tidak menyahut.
"Berhubung aku amat membenci kaum lelaki, maka kubentuk
formasi Khun Goan Tin di tempat ini! Ketika kau di sini, formasi
itu masih belum bergerak, tapi kini telah berfungsi! Walau kau
punya sayap, tidak akan dapat meninggalkan tempat ini!"
"Kalau begitu, lo cianpwee bermaksud mengurungku di sini?"
"Aku ingin tahu asal-usulmu!"
"Kalau aku tidak mau beritahukan?"
"Kau akan berada di tempat ini selamanya!"
Mendengar ucapan wanita itu, kegusaran Ciok Giok Yin
menjadi memuncak. Dia cukup lama tinggal bersama Sang Ting
It Koay, sehingga ketularan sifat anehnya. Sekonyong-konyong
dia melancarkan sebuah pukulan ke arah suara itu, yaitu
pukulan Soan Hong Ciang yang menggunakan lwee kang Sam
Yang Hui Kang. Bukan main dahsyatnya pukulan itu, menderuderu
dan mengeluarkan hawa panas.
"Soan Hong Ciang!" seru wanita itu tak tertahan.
"Tidak salah!" sahut Ciok Giok Yin dingin.
"Siapa kau?"
"Ciok Giok Yin!"
"Ada hubungan apa kau dengan Sang Ting It Koay?"
Mendengar pertanyaan itu, tergerak hati Ciok Giok Yin.
"Suhuku!" sahutnya.
Wanita itu tertawa sedih, lalu berkata, "Baiklah! Selamanya
kau akan tinggal di dalam formasi itu!"
"Siapa kau" Ada dendam apa dengan suhuku" Perlihatkan
dirimu! Mari kita membuat perhitungan!" bentak Ciok Giok Yin.
Akan tetapi tiada sahutan. Tentunya Ciok Giok Yin tidak rela
dikurung di dalam formasi itu selamanya. Maka dia
menggunakan ginkang melesat pergi. Berselang beberapa saat
barulah dia berhenti. Dia menengok ke sana ke mari, ternyata
dirinya masih tetap berada di dalam rimba. Ketika
menundukkan kepala dia terbelalak karena dirinya masih tetap
berada di tempat semula. Ternyata tadi dia cuma melesat
beberapa depa, dan juga hanya berputar-putar di tempat itu.
"Lo cianpwee, apa maksudmu mengurungku di sini" Kalau kau
punya dendam dengan suhuku, aku pasti memikul tanggung
jawab itu," katanya memelas.
Tapi tetap tiada sahutan. Ciok Giok Yin gusar bukan kepalang.
Saking gusarnya dia merasa lelah, akhirnya duduk bersila di
tanah dan menghimpun hawa murninya. Entah berapa lama
kemudian mendadak dia merasa ada orang menarik lengan
bajunya. Dia langsung bangkit sekaligus mengikuti orang yang
menarik lengan bajunya. Tak seberapa lama pemandangan di
tempat itu berubah semua. Ternyata dia masih tetap berdiri di
Tebing Memandang Suami. Setelah itu dia mendongakkan
kepala. Tampak di hadapannya berdiri seorang wanita anggun
berpakaian indah. Ciok Giok Yin segera memberi hormat seraya
berkata. "Terima kasih atas pertolongan cianpwee. Bolehkah aku tahu
nama cianpwee?"
"Kelak kau akan mengetahuinya," sahut wanita anggun.
Usai menyahut, sepasang mata wanita itu menyorot tajam,
menatap Ciok Giok Yin dalam-dalam. Ketika beradu pandang
dengan mata wanita anggun itu, Ciok Giok Yin langsung
merasa merinding.
"Tahukah kau siapa Cu Sian Ling yang bunuh diri itu?" tanya
wanita anggun. Ciok Giok Yin tertegun lalu menggelengkan kepala.
"Mohon cianpwee memberitahukan!" sahutnya.
Wanita anggun tidak menjawab, melainkan balik bertanya,
"Suhumu adalah Sang Ting It Koay?"
"Ya."
"Tahukah kau namanya?"
Ciok Giok Yin tertegun lagi. Sejak belajar ilmu kungfu pada
Sang Ting It Koay, Ciok Giok Yin cuma tahu julukannya tidak
tahu namanya. Entah sudah berapa kali Ciok Giok Yin bertanya,
tapi Sang Ting It Koay sama sekali tidak mau memberitahukan.
Kini wanita itu bertanya, membuat Ciok Giok Yin merasa serba
salah sehingga wajahnya berubah menjadi kemerah-merahan.
"Aku... aku tidak tahu," jawabnya terputus-putus.
"Itu bukan kesalahanmu, sebab seharusnya dia yang
memberitahukan."
"Bolehkah cianpwee memberitahukan padaku?" tanya Ciok
Giok Yin. "Dia bernama Cu Hek," sahut wanita anggun.
"Cu Hek?"
"Tidak salah."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Apa maksud cianpwee menyinggung nama suhuku?"
tanyanya. "Kau harus tahu, Cu Sian Ling adalah putrinya."
Bukan mari terkejutnya Ciok Giok Yin.
"Haaah" Dia... dia adalah suci (Kakak Perempuan
Seperguruan)?" serunya tak tertahan.
"Kau memang harus memanggilnya demikian."
Kening Ciok Giok Yin berkerut-kerut. Dia memandang wanita
itu seraya bertanya, "Bolehkah cianpwee menjelaskan
padaku?" Wanita anggun manggut-manggut.
"Mengenai suhumu itu, sebetulnya aku tidak kenal, cuma
mendengar saja." Dengar-dengar ketika masih muda, dia amat
tampan, sehingga banyak gadis tertarik padanya. Untung dia
bukan pemuda mata keranjang. Pada suatu hari dia terkena
racun musuhnya, menyebabkannya kehilangan kesadaran...."
Wanita anggun berhenti sejenak, kemudian menatap wajah
Ciok Giok Yin, seraya melanjutkan.
"Waktu itu dia bersama seorang gadis persilatan. Lantaran
kehilangan kesadarannya, maka terjadi hubungan intim dengan
gadis tersebut. Oleh karena itu dia merasa menyesal dan malu,
tiada muka menemui gadis persilatan itu lagi! Akhirnya... dia
pergi secara diam-diam."
Ciok Giok Yin mendengarkan dengan penuh perhatian. Seusai
wanita itu menutur, barulah dia bertanya.
"Siapa gadis persilatan itu?"
"Dia adalah ibu Cu Sian Ling, yaitu orang yang mengurungmu
di sini." "Haaah...?" seru Ciok Giok Yin tak tertahan.
Wanita anggun melanjutkan penuturannya.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Yang satu pergi lantaran merasa malu dan menyesal,
sedangkan yang satu lagi justru hamil. Akhirnya gadis itu hidup
menyendiri di tempat ini menunggu kelahiran anaknya."
"Anak itu adalah suciku?"
"Ng!"
"Lalu bagaimana urusan suciku dengan Tiat Yu Kie Su-Mok
Ho?" "Setelah subo (Isteri Guru)mu tinggal di sini, setiap hari dia
berharap suhumu kemari mencarinya. Akan tetapi suhumu
sama sekali tidak muncul. Apabila suhumu datang, dia akan
mengurung suhumu di dalam formasi ini."
Wanita anggung menghela nafas panjang, setelah itu
melanjutkan. "Subomu juga melarang putrinya berkelana di dunia
persilatan. Mereka berdua tinggal di Tebing Memandang Suami
ini. Sudah pasti subomu yang menamai tebing ini. Akan tetapi
segala urusan di kolong langit memang sulit diduga. Pada suatu
hari, Cu Sian Ling bermohon pada ibunya agar
memperbolehkannya ke dunia persilatan untuk melihatlihat.
Mula-mula ibunya melarangnya, namun karena Cu Sian
Ling terus mendesak, akhirnya ibunya memberi izin. Tapi
ibunya berpesan, dilarang mendekati kaum lelaki."
Wanita anggun menghela nafas panjang lagi, kemudian
melanjutkan. "Beberapa hari setelah Cu Sian Ling berkelana di dunia
persilatan, justru berkenalan dengan Tiat Yu Kie Su, kemudian
mereka berdua saling jatuh cinta. Namun diketahui oleh
ibunya, maka Cu Sian Ling dipaksa pulang ke Tebing
Memandang Suami ini!"
Seusai wanita itu menutur, Ciok Giok Yin menghela nafas
panjang seraya berkata, "Tidak seharusnya aku menyampaikan
berita duka itu, menyebabkan suci bunuh diri."
Wanita anggun itu tersenyum lembut.
"Soal itu kau tidak dapat disalahkan. Kau menerima titipan
pesan dari orang, sudah pasti harus menyampaikannya secara
jujur." Ciok Giok Yin menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi... hatiku merasa tidak tenang."
"Urusan sudah jadi begini, mau bilang apa?"
Mendadak Ciok Giok Yin bertanya, "Oh ya! Bolehkah aku
menemui subo?"
Wanita anggun itu menggelengkan kepala.
"Dia tidak mau menemuimu, kau boleh pergi."
"Tapi... aku harus memberitahukan pada subo, bahwa suhu
telah meninggal."
"Aku sudah memberitahukan padanya."
Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam hati Ciok Giok Yin, maka dia
segera bertanya, "Bagaimana cianpwee sedemikian jelas
tentang urusan ini?"
Ternyata Ciok Giok Yin bercuriga, mungkin wanita anggun
yang berdiri di hadapannya justru adalah subonya.
Wanita anggun tersenyum, seakan tahu apa yang dipikirkan
Ciok Giok Yin. Kemudian dia berkata lembut, "Tadi aku
bertemu subomu, dia yang memberitahukan padaku,"
Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Ooooh! Entah sudah berapa kali cianpwee
menyelamatkanku. Aku tidak akan lupa selama-lamanya.
Sampai jumpa!"
Ciok Giok Yin memberi hormat, lalu melesat pergi
meninggalkan Tebing Memandang Suami itu. Saat ini sudah
larut malam. Tampak ribuan bintang bertaburan di langit,
bergemerlapan memancarkan cahaya. Angin gunung terus
berhembus mengeluarkan suara.
Huuuuuh! Huuuuuu...!
Meskipun Ciok Giok Yin berkepandaian tinggi, namun dia
seorang diri melakukan perjalanan di hutan belantara yang
amat sepi itu membuatnya merasa agak merinding. Dalam
perjalanan dia pun mencari suatu tempat untuk berteduh. Esok
pagi dia baru melanjutkan perjalanan.
Mendadak samar-samar tampak sebuah bangunan tentunya
amat menggirangkan hatinya. Dia cepat-cepat melesat ke
sana. Setelah dekat, ternyata adalah sebuah kuil tua. Di atas
pintu kuil itu bergantung sebuah papan yang agak miring, yang
tulisannya hampir tak dapat dibaca 'Gak Ong Bio' (Kuil Raja
Gak). Sedangkan kedua daun pintunya sudah roboh ke
samping. Dapat diketahui, bahwa kuil itu tak pernah diurus.
Ciok Giok Yin berdiri di hadapan kuil itu. Berselang sesaat
barulah dia melangkah ke dalam. Ketika dia melangkah ke
dalam, hatinya agak berdebar-debar. Namun merasa lebih
enak di dalam kuil tua itu dari pada harus bermalam di hutan.
Ciok Giok Yin duduk di bawah sebuah meja bobrok. Di saat
dia baru mau memejamkan matanya untuk beristirahat,
mendadak terdengar suara nafas yang amat lirih, membuat
bulu kuduknya bangun. Dia cepat-cepat keluar dari kolong
meja, sekaligus bangkit berdiri, kemudian menyebarkan
pandangan ke sekelilingnya. Tampak sesosok bayangan hitam
di sudut dinding. Dia segera mengerahkan lwee kangnya, siap
menghadapi segala kemungkinan.
"Kau manusia atau hantu?" bentaknya.
Bayangan hitam itu bangkit berdiri.
Di saat bersamaan terdengar suara tawa yang amat nyaring
dan sahutan, "Terang di langit dan terang di bumi, bagaimana
mungkin ada hantu?"
Saat ini Ciok Giok Yin baru melihat jelas. Bayangan itu
ternyata seorang wanita berbaju hitam berusia duapuluh
limaan. "Siapa kau, mengapa bermalam di sini?" tanya Ciok Giok Yin
sambil mengerutkan kening.
"Kuil tua di hutan belantara, apakah..." sahut wanita berbaju
hitam. Ucapan wanita itu terhenti, karena tiba-tiba mulutnya
menyemburkan darah segar.
"Phuuuuh!"
Setelah itu badannya terhuyung ke belakang. Ciok Giok Yin
tertegun. Dia cepat-cepat menahan tubuh wanita itu agar tidak
roboh, kemudian menaruhnya ke bawah.
"Kau terluka?" tanyanya.
Mata wanita berbaju hitam sudah terpejam rapat-rapat.
"Memang benar aku terluka," sahutnya.
Ciok Giok Yin merasa iba padanya, lagi pula dia mengerti
pengobatan. Maka dia segera mengeluarkan dua butir Ciok Kim
Tan, lalu diberikan pada wanita itu.
"Telanlah pil ini, aku akan membantumu!"
Wanita berbaju hitam menatapnya sejenak, setelah itu
menjulurkan tangannya mengambil kedua pil Ciak Kim Tan itu,
lalu dimasukkan ke dalam mulutnya. Di saat bersamaan, Ciok
Giok Yin segera menempelkan telapak tangannya pada
punggung wanita itu seraya berkata.
"Himpun hawa murnimu aku akan membantumu"
Ciok Giok Yin juga menghimpun hawa murninya, untuk
membantu wanita berbaju hitam. Berselang beberapa saat luka
wanita berbaju hitam sudah pulih.
Dia menoleh memandang Ciok Giok Yin seraya bertanya,
"Apakah kau Ciok Giok Yin?"
Ciok Giok Yin terperangah, menatapnya seraya berkata
dengan heran. "Tidak salah, mohon tanya...."
Wanita berbaju hitam memutuskan perkataan Ciok Giok Yin.
"Jangan bertanya, kelak kita masih punya kesempatan untuk
berjumpa, dan kau pun akan tahu. Mengenai budi
pertolonganmu, cepat atau lambat aku pasti membalaskan,
sampai jumpa!"
Badan wanita itu bergerak, ternyata dia sudah melesat pergi.
Sedangkan Ciok Giok Yin berdiri mematung. Dia tidak habis
pikir siapa wanita baju hitam itu" Bagaimana dia tahu
namanya" Dan siapa yang melukainya" Di dunia persilatan
memang terdapat banyak hal aneh, Ciok Giok Yin
membantunya dengan hawa murni agar dia segera pulih,
namun wanita baju itu malah tidak mau memberitahukan
namanya. Sungguh keterlaluan! Ciok Giok Yin terus berpikir.
Tak lama hari pun mulai terang. Saat ini Ciok Giok Yin tidak
mau memikirkan tentang wanita lagi, langsung melesat pergi.
Kini dia membulatkan hatinya untuk mencari Seruling Perak.
Mengenai kitab Cu Cian, Ciok Giok Yin yakin dan percaya
kepada Bu Tok Sianseng. Sudah satu hari satu malam, Ciok
Giok Yin sama sekali tidak makan dan tidak minum tentunya
merasa amat lapar. Untung tak seberapa lama lagi dia sudah
tiba di sebuah kota kecil. Dia melangkah perlahan di sebuah
jalan kecil sambil menengok ke sana ke mari. Ketika hampir
tiba di ujung jalan, dia melintas sebuah kedai makan. Saat ini
hari sudah siang. Kedai makan itu sudah penuh sesak oleh para
tamu sehingga boleh dikatakan tiada tempat duduk lagi.
Karena kedai makan itu penuh sesak maka Ciok Giok Yin pikir
cukup beli nasi bungkus saja.
Akan tetapi, pemilik kedai makan segera berkata, "Silakan
masuk, Tuan! Aku akan menyediakan tempat untuk Tuan."
Ciok Giok Yin manggut-manggut, kemudian memandang ke
dalam. Ternyata seorang tamu sudah usai makan, berdiri
sambil membayar rekening. Pemilik kedai makan langsung
membawa Ciok Giok Yin ke meja itu lalu mempersilakannya
duduk. Salah seorang pelayan cepat-cepat menghampirinya,
maka Ciok Giok Yin memesan beberapa macam hidangan.
Setelah itu Ciok Giok Yin memperhatikan para tamu. Beberapa
orang di antaranya seperti kaum rimba persilatan.
Mendadak terdengar pembicaraan beberapa tamu yang
kedengarannya agak serius. Maka Ciok Giok Yin mendengarkan
dengan penuh perhatian.
"Pah Ong Cuang Cuangcu (Majikan Perkampungan Raja
Jagoan) merayakan perkawinan putra kesayangannya,
mengundang kaum rimba persilatan, baik golongan putih
maupun golongan hitam, itu pasti ramai dan meriah sekali."
"Aku dengar perjodohan itu merupakan perjodohan paksaan."
"Jangan bicara sembarangan!"
Ketika berkata orang itu melirik semua tamu. Begitu melihat
Ciok Giok Yin, orang itu menatapnya sejenak, kemudian
berkata pada kedua temannya.
"Lebih baik kita minum arak saja. Peduli amat dengan urusan
itu. Perjodohan paksa atau tidak, bukan urusan kita. Yang
penting, malam ini kita pergi makan minum saja."
"Kau siap ke sana?"
"Tentu."
"Punya undangan?"
"Tidak punya, namun juga boleh ke sana karena aku ingin
melihat kaum rimba persilatan golongan putih dan golongan
hitam. Siapa tahu mereka akan memperlihatkan kepandaian
masing-masing. Bukankah asyik sekali?"
Kebetulan saat ini hidangan-hidangan yang dipesan Ciok Giok
Yin telah disajikan. Dia mulai makan sambil mendengarkan
pembicaraan mereka. Akan tetapi ketiga orang itu sudah
mengalihkan pembicaraan.
Ciok Giok Yin berkata dalam hati, 'Ini merupakan kesempatan
baik, mengapa aku tidak ke sana" Siapa tahu aku akan
memperoleh informasi tentang Seruling Perak itu!'
Usai makan dan membayar Ciok Giok Yin mengajukan
beberapa pertanyaan kepada pemilik kedai makan, lalu pergi
menuju pinggir kota. Ciok Giok Yin mengikuti petunjuk pemilik
kedai makan. Ketika sampai di jalan yang agak kecil, dia
melihat begitu banyak kaum rimba persilatan berjalan ke arah
yang sama. Dia tahu mereka pasti menuju perkampungan Pah
Ong Cuang, untuk minum arak kebahagiaan di sana. Ciok Giok
Yin mengikuti mereka dari belakang, ingin mencuri dengar
pembicaraan mereka. Hasilnya memang benar Pah Ong Cuang
Cuangcu menyelenggarakan pesta perkawinan putra
kesayangannya. Berdasarkan pembicaraan mereka, Ciok Giok
Yin baru tahu bahwa putra Cuangcu berbadan bongkok dan
hanya memiliki sebelah kaki.
Berselang beberapa saat, tampak sebuah rumah yang amat
besar dengan beberapa lentera merah dan begitu banyak orang
keluar masuk di sana. Terdengar pula suara petasan yang
memekakkan telinga, menambah semarak suasana di
perkampungan itu. Ciok Giok Yin mengikuti para tamu itu
melangkah memasuki perkampungan sambil menengok ke
sana ke man. Matanya agak terbelalak karena melihat halaman
yang amat luas. Itu membuktikan bahwa majikan
perkampungan Pah Ong Cuang tergolong orang yang kaya
raya. Ruang depan pun amat luas, penuh dengan meja kursi dan
para tamu, sehingga kedengaran agak berbisik. Di tengahtengah
ruang itu terlihat seorang tua. Wajahnya berseri-seri
dan terus menjura kepada para tamu, sekaligus mempersilakan
mereka ke tempat duduk masing-masing. Karena Ciok Giok Yin
tidak begitu terkenal, maka dia memperoleh tempat duduk di
sudut ruangan. Tanpa sengaja dia melihat beberapa anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee, karena bagian depan baju
mereka bersulam sepasang burung walet. Begitu melihat
anggota-anggota perkumpulan itu, rongga dadanya menjadi
penuh api kegusaran. Namun dia tidak berani bertindak
ceroboh, sebab hari ini adalah hari perkawinan putra
perkampungan Pah Ong Cuang. Bila ia bertindak ceroboh, akan
membangkitkan kemarahan para tamu. Mendadak dia
mendengar seorang tamu berkata,
"Mempelai perempuan bernama Ie Ling Ling."
Ciok Giok Yin tersentak mendengar itu. Kemudian dia
bertanya dalam hati, 'Apakah dia"'
Ternyata dia teringat akan pesan Cak Hun Ciu. Sebelum mati
Cak Hun Ciu menjodohkan putrinya yang bernama Ie Ling Ling
dengan Ciok Giok Yin. Apakah mempelai perempuan itu adalah
dia" Cak Hun Ciu memberitahukan padanya, bahwa Ie Ling
Ling kehilangan jejak, jangan-jangan gadis itu tertangkap
orang-orang perkampungan Pah Ong Cuang. Kehadiran
beberapa anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu
membuktikan bahwa majikan perkampungan Pah Ong Cuang
bukan tergolong orang baik-baik. Karena itu, Ciok Giok Yin
menoleh ke samping lalu bertanya pada seorang tamu berusia
pertengahan. "Mempelai perempuan itu bernama Ie Ling Ling?"
Orang itu mengangguk.
"Dengar-dengar ya."
"Orang berasal dari mana?"
Orang itu menggelengkan kepala
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentang itu tidak begitu jelas."
Ciok Giok Yin merasa tidak enak untuk bertanya lagi. Namun
diam-diam dia mempertimbangkan dalam hati. Kalau benar
mempelai perempuan itu adalah Ie Ling Ling, lalu apa yang
harus dilakukannya" Apakah harus turun tangan merebutnya"
Ciok Giok Yin tidak dapat mengambil keputusan, sebab dia
belum pernah bertemu Ie Ling Ling calon istrinya itu. Apabila
salah rebut, pasti fatal akibatnya. Di saat Ciok Giok Yin sedang
bimbang mengambil keputusan, mendadak tercium bau arak
yang amat keras. Ciok Giok Yin segera menoleh ke samping.
Sungguh di luar dugaan si Bongkok Arak telah duduk di
sampingnya dan Ciok Giok Yin langsung memberi hormat
sambil bertanya.
"Lo cianpwee juga ke mari?"
Si Bongkok Arak menatapnya dengan mata dipicingkan lalu
balik bertanya.
"Apakah kau masih ingat akan pesan Cak Hun Ciu?"
Hati Ciok Giok Yin tergerak.
"Ingat."
"Kalau begitu kau terus bagaimana?"
"Justru masih dalam pertimbanganku."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Lo cianpwee pernah dengar apa yang dikatakan Cak Hun Ciu
padaku?" Si Bongkok Arak menggelengkan kepala.
"Aku sama sekali tidak pernah mendengarnya. Melainkan
orang lain yang memberitahukan padaku."
Di saat mereka berdua sedang bercakap-cakap, mendadak
salah seorang tamu yang duduk di dekat mereka menghela
nafas panjang seraya berkata,
"Sungguh kasihan gadis cantik jelita itu! Dia harus menikah
dengan seorang cacat yang menyerupai siluman. Sayang sekali
di dunia persilatan sudah tiada keadilan lagi, tiada seorang
pendekar pun yang mau mengulurkan tangan menolongnya."
Ciok Giok Yin memandang orang yang berkata itu. Ternyata
orang yang berdandan sastrawan berusia empat
puluhan. Sepasang mata Ciok Giok Yin langsung menyorot
dingin. Kemudian bangkit berdiri dan bertanya dengan suara
dalam. "Apa maksud Anda?"
"Aku berkata seorang diri tidak ada urusan denganmu."
"Yang kau katakan tadi adalah Ie Ling Ling, mempelai
perempuan itu?"
Sastrawan itu tampak tertegun.
"Tentu."
"Dia adalah tunanganku, pasti aku akan menolongnya."
Sastrawan itu tertegun lagi. Sepasang bola matanya berputar
sejenak, kemudian dia bertanya dengan suara rendah,
"Saudara Kecil, sungguhkah kau punya nyali sebesar itu?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Tentu."
Kini Ciok Giok Yin sudah yakin bahwa mempelai perempuan
itu pasti Ie Ling Ling.
"Baik, akan kupertaruhkan seribu tael perak, lihat kau punya
nyali sebesar itu apa tidak untuk menolong mempelai
perempuan itu," kata si Sastrawan. Usai berkata, dia lalu
membaurkan diri dengan para tamu.
Si Bongkok Arak segera berbisik.
"Kau jangan keliru lho! Nanti akan ditertawakan orang!"
"Tidak akan keliru, namanya memang Ie Ling Ling."
"Ingat! Banyak yang bernama sama di kolong langit!"
"Tidak peduli dia atau bukan, yang jelas itu adalah
perjodohan paksa, maka aku harus turut campur."
Di saat sedang berkata, Ciok Giok Yin melihat ada sepasang
mata memandangnya. Ternyata seorang gadis berpakaian
putih. Wajah gadis itu pucat pias tak berperasaan, namun
sepasang matanya amat indah dan jernih, sungguh memukau.
Ketika melihat Ciok Giok Yin memandangnya, gadis itu
langsung memandang ke tempat lain. Diam-diam Ciok Giok Yin
berkata dalam hati, 'Bentuk gadis itu sepertinya aku pernah
melihatnya, tapi tidak ingat di mana.' Mendadak terdengar
suara jeritan. Seorang tua yang duduk di meja di tengahtengah
ruangan itu mulutnya menyemburkan darah, lalu dia
roboh binasa. Seketika suasana di ruangan itu menjadi kacau
balau. "Lu San Hu Siu (Orang tua Srigala Gunung Lu San)!" seru
seseorang. Menyusul terdengar suara seruan lagi, yang bernada gusar.
"Kalau punya kepandaian silakan berdiri."
Sementara wajah Pah Ong Cuang Cuangcu tampak merah
padam saking gusarnya, kemudian berubah menjadi kehijauhijauan.
Dia bangkit berdiri, sepasang matanya menyorot
tajam dan dingin menyapu para tamu. Setelah itu dia berkata
dengan sengit. "Hari ini adalah hari perkawinan putraku! Kalian para tamu
yang terhormat, jauh-jauh kalian ke mari justru masih
memandang mukaku! Tapi... tidak seharusnya cari gara-gara di
sini! Maka, kuharap orang yang turun tangan bersedia berdiri
untuk berbicara denganku!"
Suasana menjadi hening, namun tiada seorangpun yang
bangkit berdiri. Sedangkan Ciok Giok Yin dan si Bongkok Arak
juga merasa heran, sebetulnya siapa yang turun tangan" Pah
Ong Cuang Cuangcu kelihatan semakin gusar,
"Kalau tiada yang mau mengaku, seusai upacara perkawinan
putraku, aku akan melakukan penyelidikan!" bentaknya.
Di saat bersamaan salah seorang maju ke hadapan Pang Ong
Cuang Cuangcu seraya berkata.
"Cuangcu, sudah waktunya upacara!"
Pang Ong Cuang Cuangcu mengerutkan kening, kemudian
berseru. "Upacara dimulai!"
Saat ini mayat Lu San Hu Siu sudah digotong ke
luar. Sedangkan Ciok Giok Yin ketika mendengar seruan
majikan perkampungan Pah Ong Cuang, sekujur badannya
menjadi gemetar. Dia bangkit berdiri lalu memandang ke
tengah ruangan. Tampak seorang pemuda berpakaian
pengantin berjalan ke tempat upacara. Dia memang bongkok,
mulutnya agak miring dan hanya memiliki sebelah kaki. Maka
tidak heran ketika berjalan dia harus memakai tongkat
penyanggah di bawah ketiaknya. Tangannya memegang sehelai
kain merah, diikuti mempelai wanita juga memegang ujung
kain merah itu. Wajahnya ditutupi kerudung merah dan tampak
dua pelayan mendampinginya.
Karena wajahnya tertutup kerudung merah, maka Ciok Giok
Yin tidak melihat wajahnya. Pandangan para tamu yang ada di
ruangan itu semuanya tertuju pada mempelai lelaki. Dalam hati
para tamu semuanya berkata, 'Sekunturn bunga indah justru
ditancapkan di atas tahi kerbau.' Memang tidak salah. Sebab
mempelai lelaki itu bertampang buruk, bongkok, mulutnya
miring, tidak mengerti ilmu silat dan kalau berbicara suaranya
sumbang. Akan tetapi majikan perkampungan Pah Ong Cuang
amat kaya dan berkuasa, maka dia berupaya menikahkan
putra kesayangannya itu. Saat ini kedua mempelai sudah
berdiri berhadapan di tengah-tengah ruangan. Terdengar
seruan lantang si pembawa acara.
"Mempelai lelaki dan mempelai perempuan...."
Seruan itu terputus karena mendadak terdengar suara
bentakan mengguntur.
"Tunggu!"
Tampak sosok bayangan berkelebat ke tempat upacara. Siapa
orang itu, tidak lain adalah Ciok Giok Yin. Dia tidak sabar lagi
ketika melihat tunangannya akan resmi menjadi isteri orang
lain maka langsung membentak sambil melesat ke tempat
upacara. Setelah sampai di sana dia langsung menyambar
mempelai wanita sekaligus membawanya pergi. Seketika
kacaulah suasana di tempat itu. Sedangkan majikan
perkampungan Pah Ong Cuang sama sekali tidak menduga ada
orang berani merebut mempelai wanita di hadapannya. Dapat
dibayangkan betapa gusarnya majikan perkampungan itu!
"Bocah, siapa kau?" bentaknya sengit.
Ciok Giok Yin berhenti, lalu berkata dalam hati, 'Aku harus
datang dengan bersih, pergi secara jelas."
"Dengar baik-baik, mempelai wanita ini adalah tunanganku,
namun kalian berani memaksanya menikah! Kalian sudah
jelas?" Usai menyahut, Ciok Giok Yin mengempit mempelai wanita
lalu melesat pergi. Majikan perkampungan Pang Ong Cuang
segera membentak.
"Cepat halangi dia!"
Tampak beberapa bayangan orang berkelebat lalu melayang
turun menghadang di depan Ciok Giok Yin.
"Ciok Giok Yin, kau masih ingin kabur?" bentak salah seorang
dari mereka. Di saat bersamaan Ciok Giok Yin merasa ada dua
rangkum angin pukulan menerjang ke arahnya. Dia
mengerutkan kening sambil menoleh, ternyata dua anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee. Seketika kegusaran Ciok Giok
Yin memuncak. Dia mengempit Ie Ling Ling erat-erat,
kemudian sebelah tangannya melancarkan pukulan menangkis.
Terdengar suara menderu-deru dan pukulan yang
dilancarkannya juga mengandung hawa panas. Kedua anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee itu kelihatannya tahu akan
kelihayan pukulan itu, maka mereka segera berkelit ke arah
samping. Justru di saat bersamaan, Ie Ling Ling merontaronta,
memukul dan menggigit lengan Ciok Giok Yin. Apa boleh
buat Ciok Giok Yin terpaksa menotok jalan darahnya agar
diam. Bersamaan itu sudah muncul beberapa orang
menghadang di depan Ciok Giok Yin. Majikan perkampungan
Pah Ong Cuang juga sudah berdiri di situ dengan sepasang
matanya menyorot dingin.
"Bocah jahanam, cepat lepaskan dia!" bentaknya.
"Tidak! Sebab dia adalah tunanganku!"
Tindakan Ciok Giok Yin membuat para tamu merasa tidak
senang. "Siapa kau?" tanya salah seorang tamu.
"Ciok Giok Yin!"
Begitu mendengar nama tersebut, majikan perkampungan
Pah Ong Cuang tertawa gelak.
"Ternyata kau! Belum lama ini kau membuat dunia persilatan
menjadi tidak tenang! Serahkan nyawamu!" bentaknya sambil
melancarkan pukulan.
Ciok Giok Yin sudah siap menangkis pukulan itu, akan tetapi
mendadak telinganya menangkap suara yang amat lirih.
"Kau cepat pergi, buat apa bertarung dengan mereka?"
Di saat bersamaan tampak sosok bayangan putih meluncur ke
tempat itu bagaikan kilat, kemudian menerjang ke sana ke
man membuat orang-orang menyingkir ke samping. Ciok Giok
Yin tidak berlaku ayal lagi. Dia memanfaatkan kesempatan itu
menerobos ke luar. Terdengar suara-suara seruan di
belakangnya. "Kejar!"
"Jangan sampai bocah itu lobos!"
Makin lama suara seruan itu makin jauh, akhirnya tak
terdengar sama sekali. Namun Ciok Giok Yin masih terus
melesat. Tak lama tampak sebuah rimba di hadapannya. Dia
langsung melesat ke dalam rimba itu, kemudian menaruh Ie
Ling Ling ke bawah. Sedangkan Ie Ling Ling menatapnya
dengan mata tak berkedip, ternyata kerudung merah yang
menutupi mukanya telah terlepas, sehingga tampak wajahnya
yang amat cantik. Akan tetapi di balik wajah cantik itu tersirat
berbagai macam perasaan. Perasaan benci, gusar atau
gembira" Tiada seorang pun tahu.
Sedangkan hati Ciok Giok Yin juga berdebar-debar. Dia
berkata dalam hati, 'Benarkah dia adalah Ie Ling Ling" Kalau
benar, lalu harus bagaimana menjelaskan padanya"' Ciok Giok
Yin merasa serba salah! Tiba-tiba dia teringat sesuatu, maka
langsung menjulurkan tangannya membebaskan jalan darah Ie
Ling Ling, kemudian berkata terputus-putus.
"Ling... Ling...."
Dia tidak tahu harus bagaimana memanggil gadis itu. Maka
dia tidak melanjntkan ucapannya, melainkan berdiri tertegun di
tempat. Kini Ie Ling Ling sudah bisa bergerak. Justru
mendadak dia mengayunkan tangannya ketika bangkit berdiri.
Seketika terdengar suara 'Plak'. Pipi Ciok Giok Yin kena tampar
sehingga merah membengkak. Di saat bersamaan, gadis itu
pun membentak. "Mau kau apakan diriku?"
Sepasang matanya yang indah jernih tampak berapiKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
api. Sedangkan Ciok Giok Yin yang kena tampar tanpa sadar
menyurut mundur dua langkah. Ie Ling Ling maju lagi
selangkah seraya membentak.
"Cepat katakan!"
Ciok Giok Yin terpaksa memberitahukan.
"Setahun yang lalu ayahmu menjodohkanmu pada...."
"Omong kosong!" sergah Ie Ling Ling.
"Aku berkata sungguh-sungguh," kata Ciok Giok Yin perlahanlahan.
Ie Ling Ling tertawa dingin,
"Selama belasan tahun ayahku terus berbaring di tempat
tidur, tidak pernah meninggalkan rumah! Bagaimana mungkin
ayahku menjodohkanku padamu" Kau adalah iblis seks! Aku
akan mengadu nyawa denganmu!"
Mendadak dia memukul Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin
bertambah tertegun mendengar itu. Dia segera menangkap Ie
Ling Ling. "Sabar Nona, aku ingin bicara sebentar."
"Katakan!"
"Apakah ayahmu di dunia persilatan dijuluki Cak Hun Ciu?"
Sepasang mata Ie Ling Ling membara, "Kentut!"
Ciok Giok Yin terbelalak, sebab sikap Ie Ling Ling amat kasar,
dan tutur bahasanya juga tidak sopan. Itu membuatnya
menjadi bimbang.
"Apakah itu tidak benar?"
"Tentu."
"Harap Nona sudi menjelaskan!"
"Julukan ayahku di dunia persilatan adalah Tan Ciang Keng
Thian (Sebeiah Tangan Mengejutkan Langit) Yu Kang."
"Haah" Kalau begitu, margamu bukan Ie?" seru Ciok Giok Yin
tak tertahan. "Siapa bilang aku bermarga Ie?" sahut gadis itu ketus.
"Kalau begitu...."
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku bermarga Yu."
Itu membuat Ciok Giok Yin terbelalak dan mulutnya
ternganga lebar, sebab nada Ie dan Yu memang hampir sama.
Kini Ciok Giok Yin telah melakukan kesalahan. Lalu harus
bagaimana mernperbaikinya" Ciok Giok Yin berdiri termangumangu,
tidak tahu harus berkata apa. Justru di saat
bersamaan, tampak sesosok bayangan berkelebat ke tempat
itu bukan main cepatnya. Begitu melihat kemunculan orang itu,
Nona Yu langsung mendekap di dadanya, dan isak tangisnya
pun meledak seketika. Ciok Giok Yin segera menoleh, ternyata
yang datang itu adalah sastrawan berusia empat puluhan, yang
pernah bertemu di perkampungan Pah Ong Cuang. Bahkan
sastrawan itu juga mempertaruhkan seribu tael perak, maka
tidak heran Ciok Giok Yin menjadi melongo. Sastrawan itu
menepuk bahu Nona Yu, seraya berkata lembut.
"Nak, jangan menangis! Untung Ciok siauhiap telah
menyelamatkanmu!"
"Paman, selanjutnya Anak Ling tidak punya muka bertemu
orang lagi."
"Itu tiada masalah."
Sastrawan itu tersenyum, kemudian menoleh memandang
Ciok Giok Yin seraya berkata.
"Terimakasih atas pertolongan siauhiap. Kegagahan turun
tangan menyelamatkan keponakan ini, tidak akan kami
lupakan selamanya."
Saat ini Ciok Giok Yin betul-betul naik darah.
"Ternyata semua ini adalah rencana Anda!" bentaknya sengit.
"Maksudmu?"
"Aku mengira Nona Yu ini bermarga Ie, karena Ie Ling Ling
adalah putri penolongku, bahkan juga menjodohkan putrinya
padaku! Tidak tahunya... jadi kacau balau sekarang!"
Sastrawan itu menghela nafas panjang.
"Siauhiap, walau aku mendengar jelas tentang urusan ini,
namun tidak memperhatikan pada suaramu. Akan tetapi aku
tetap menganggap tindakanmu itu justru benar."
"Aku tidak mengerti, harap dijelaskan!"
"Keponakanku ini bernama Yu Ling Ling, putri kakak
kandungku. Belasan tahun yang lalu, karena keliru melatih ilmu
kungfu, dia menjadi cacat, terus berbaring di tempat tidur. Tak
disangka beberapa bulan yang lalu, majikan perkampungan
Pah Ong Cuang mengutus orang pergi melamar keponakanku
ini. Siapa pun tahu bagaimana putra majikan perkampungan
Pah Ong Cuang. Tentunya kakakku menolak lamaran itu.
Bukan main gusarnya majikan perkampungan Pang Ong
Cuang! Beliau segera mengutus beberapa orang ke rumah
kakakku. Mereka mengatakan, kalau kakakku tetap tidak
setuju, maka akan memusnahkan rumah kakakku, termasuk
semua hewan piaraan. Karena ancaman itu, keponakanku
terpaksa mengorbankan dirinya, setuju menikah dengan putra
majikan perkampungan Pah Ong Cuang...." Sastrawan itu
berhenti sejenak, kemudian melanjutkan.
"Kini urusan sudah menjadi begini, harap siauhiap sudi
berkunjung ke rumah Yu untuk berunding harus bagaimana
selanjutnya."
Setelah mendengar penuturan itu barulah Ciok Giok Yin
paham, namun dia menolak.
"Maaf! Aku masih ada urusan lain, Kini Yu Ling Ling sudah
bersamamu. Selanjutnya harus bagaimana, terserah kalian
saja. Selamat tinggal!"
Usai berkata, Ciok Giok Yin langsung melesat pergi. Di saat
melesat pergi hatinya juga merasa kesal, sebab lantaran
kurang seksama akhirnya bertindak begitu ceroboh. Padahal
dia ingin mencari informasi tentang Seruling Perak di
perkampungan tersebut, namun sebaliknya malah bertindak
ceroboh, sehingga menambah seorang musuh tangguh. Ciok
Giok Yin terus melesat, mendadak jauh di depannya tampak
api dan asap membubung tinggi dan sayup-sayup terdengar
pula suara pertarungan. Ciok Giok Yin menggeleng-gelengkan
kepala. 'Lagi-lagi pertumpahan darah, karena dendam
kesumat,' gumamnya.
Semula Ciok Giok Yin tidak mau ke sana, namun rasa ingin
tahunya membuatnya melesat ke tempat tersebut. Tak
seberapa lama Ciok Giok Yin sudah mendekat tempat itu.
Rumah-rumah sedang dilalap api, terlihat pula begitu banyak
orang bertarung, juga mayat-mayat bergelimpangan di tanah.
Ciok Giok Yin memperhatikan orang-orang yang sedang
bertarung itu. Mendadak sepasang matanya membara. Dia
membentak lantang, kemudian melesat ke arena pertarungan.
"Kalian memang harus mampus!"
Ternyata dia melihat para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee sedang membantai para pesilat. Begitu sampai di arena
pertarungan, dia pun melancarkan jurus pertama ilmu pukulan
Hong Lui Sam Ciang. Seketika terdengar suara jeritan
menyayat hati. Dan tampak darah muncrat ke mana-mana.
Ciok Giok Yin terus menyerang para anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee. Dia mengeluarkan jurus pertama dan jurus
kedua ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang, namun tidak dapat
mengeluarkan jurus ketiga karena merasa ada halangan di saat
mengerahkan lwee kangnya. Sekonyong-konyong terdengar
suara terompet di tempat jauh. Beberapa anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee yang tersisa segera melarikan
diri. Di saat Ciok Giok Yin baru mau mengejar mereka,
mendadak terdengar seruan seseorang.
"Harap siauhiap jangan kejar mereka!"
Ciok Giok Yin menoleh, melihat seorang pesilat muda.
"Bagaimana kalian bergebrak dengan mereka?" tanyanya.
Pesilat muda itu menghela nafas lalu menyahut.
"Di sini adalah gunung Kee Jiau San (Gunung Cakar Ayam),
juga adalah markas partai Thay Kek Bun. Beberapa hari yang
lalu muncul utusan perkumpulan Sang Yen Hwee
menyampaikan sepucuk surat, yang isinya menyuruh ketua
kami bernama Lokko Siang tunduk pada perkumpulan Sang
Yen Hwee. Kalau tidak, darah pasti banjir di partai kami...."
Ucapan pesilat muda itu belum sesesai, tiba-tiba terdengar
suara seruan pilu.
"Ayah! Ayah...!"
Air muka pesilat muda itu langsung berubah dan dia segera
melesat ke arah suara seruan itu. Ciok Giok Yin tidak mau
ketinggalan. Dia pun ikut melesat ke sana. Di bawah cahaya
api yang masih berkobar-kobar, tampak seorang gadis
berjongkok di samping sesosok mayat. Saat ini orang-orang
yang bertarung tadi sudah berkumpul di situ.
"Bagaimana keadaan Bun Cu (Ketua)?" seru mereka tak
tertahan. Rupanya sosok mayat itu adalah ketua partai Thay Kek Bun.
Sementara pesilat muda yang berbicara dengan Ciok Giok Yin
tadi, begitu melihat gadis itu pingsan, dia segera menjulurkan
tangannya. Akan tetapi Ciok Giok Yin cepat-cepat berseru.
"Tunggu!"
Pesilat muda itu manarik kembali tangan lalu memandang
Ciok Giok Yin seraya bertanya.
"Ada apa, siauhiap?"
Ciok Giok Yin menyahut.
"Aku mengerti ilmu pengobatan. Dia tidak apa-apa, hanya
terlampau sedih, sehingga darahnya bergolak di rongga
dadanya. Apabila kau menyentuhnya akan fatal akibatnya."
Ciok Giok Yin bergerak cepat menotok beberapa jalan darah
gadis itu kemudian bertanya.
"Siapa di antara kalian yang memiliki lwee kang tertinggi?"
Pesilat muda itu menengok ke sana ke mari, setelah itu
menggeleng-gelengkan kepala seraya menyahut.
"Selain Bun Cu kami, tiada seorang pun memiliki lwee kang
tertinggi. Kini ketua kami sudah mati, kami... harus
bagaimana?"
Ciok Giok Yin menatap gadis itu sejenak, setelah itu bertanya,
"Gadis ini adalah putri ketua kalian?"
Pesilat muda itu mengangguk.
"Ya."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening sambil berpikir. Berselang
sesaat barulah dia duduk bersilat. Telapak tangannya
ditempelkan pada punggung gadis tersebut lalu mengerahkan
Sam Yang Hui Kang ke dalam tubuhnya. Tak seberapa lama
gadis itu mengeluarkan suara.
"Uaaaakh...!"
Ternyata mulutnya memuntahkan segumpal darah kental.
Namun kemudian dia mulai siuman perlahan-lahan. Setelah itu
dia mulai menangis lagi. Saat ini yang lain sudah pergi
memadamkan api. Ada juga yang mengobati luka masingmasing,
dan mayat-mayat yang bergelimpangan itupun
dibereskan. Ciok Giok Yin bangkit berdiri, sekaligus menarik
tangan gadis itu seraya berkata,
"Nona, jagalah kesehatanmu! Orang mati tidak akan bisa
hidup lagi...."
Mendadak Ciok Giok Yin terbelalak dan ucapannya terhenti.
Ternyata dia melihat jelas wajah gadis itu, yang tidak lain
adalah gadis yang bersama Thian Thay Sian Ceng, yang
dipanggil 'Anak Ceh'
"Nona adalah murid Thian Thay Sian Ceng?" tanyanya.
Gadis itu berhenti menangis lalu mendongakkan kepala,
Seketika matanya terbeliak lebar meskipun masih bersimbah
air. "Kau...."
Dia langsung mendekap di dada Ciok Giok Yin dan isak
tangisnya pun meledak. Pesilat muda itu tidak menyangka
bahwa putri ketuanya kenal pada Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin
menepuk bahu gadis itu seraya berkata lembut.
"Nona Lok, ayahmu sudah meninggal, kini kau memikul beban
sebagai ketua partai Thay Kek Bun. Kalau kau terus menerus
menangis, ayahmu pasti tidak tenang di alam baka."
Walau Ciok Giok Yin berkata demikian, gadis itu tetap
menangis sedih. Itu memang wajar. Pesilat muda itu pun ikut
menghibur gadis itu, tapi isak tangis gadis tersebut tetap tidak
berhenti. Mendadak terdengar suara seruan mengguntur.
"Kami mendukung nona jadi ketua!"
"Kami bersumpah menuntut balas dendam ketua lama!"
Ternyata para murid partai Thay Kek Bun yang berseru.
Mereka kelihatan sedih tapi amat bersemangat. Lok Ceh
mendongakkan kepala memandang mereka, kemudian
menatap Ciok Giok Yin. Setelah itu dia memandang lagi para
murid Thay Kek Bun itu sambil berkata perlahan-lahan.
"Aku tidak pantas jadi ketua."
"Nona harus menerima beban itu, kau tidak boleh melihat
partai Thay Kek Bun jadi bubar! Setelah dendam ayahmu
terbalas kau masih bisa memilih ketua baru kan?"
"Kalau begitu kau bersedia tinggal di sini membantu kami?"
sahut Lok Ceng terisak-isak.
"Aku masih ada urusan lain, kalau ada kesempatan aku pasti
ke mari menengokmu." Ciok Giok Yin menjura. "Harap Nona
jaga diri baik-baik, selamat tinggal!" tambahnya lalu melesat
pergi. "Tunggu!" seru Lok Ceh sambil melesat menyusul Ciok Giok
Yin. Ciok Giok Yin segera berhenti lalu membalikkan badannya
seraya bertanya.
"Nona ada pesan apa?"
Loh Ceh manatapnya sejenak, kemudian menyahut.
"Antara suhuku dan kau kelihatannya seperti terdapat
dendam yang amat dalam. Apabila bertemu suhuku, harap kau
berhati-hati!"
"Bolehkah Nona menjelaskannya?"
Lok Ceh menggeleng kepala,
"Mengenai itu aku memang tidak begitu jelas, tapi suhuku
telah memberi perintah pada kami semua, harus bisa
menangkap hidup-hidup atau membunuhmu."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening lalu menatap gadis itu
seraya bertanya!
"Betulkah begitu gawat?"
"Ya. Karena itu kau harus lebih berhati-hati."
Ciok Giok Yin menjura.
"Terimakasih atas petunjuk Nona, jaga dirimu baik-baik,
sampai jumpa!" katanya lalu melesat pergi. Lok Ceh terus
memandang punggungnya hingga lenyap dari pandangannya.
Beberapa saat dia berdiri termangu-mangu. Akhirnya dia
mengambil keputusan, harus meneruskan kedudukan
almarhum ayahnya sebagai ketua partai Thay Kek Bun, lalu
berupaya menuntut balas kematian ayahnya. Sementara itu
Ciok Giok Yin terus melesat dengan perasaan tercekam. Dia
tidak habis pikir, ada dendam apa antara dirinya dengan Thian
Thay Sian Ceng"
Mengapa Thian Thay Sian Ceng sedemikian membencinya"
Apakah Thian Sian Ceng punya dendam dengan suhunya"
Ataukah punya dendam dengan kedua orang tuanya" Akan
tetapi mengenai kedua orang tuanya, kecuali si Bongkok Arak
dan Te Hang Kay, kaum rimba persilatan lain tidak ada yang
tahu, bahkan dirinya sendiri pun tidak tahu jelas. Lalu mengapa
Thian Thay Sian Ceng sedemikian membencinya" Ciok Giok Yin
terus berpikir, tapi tidak menemukan jawabannya. Di saat dia
sedang berpikir, mendadak dua sosok bayangan meluncur
bagaikan kilat ke arahnya. Itu membuatnya terkejut sekali.
Jilid 14 Kedua sosok bayangan itu turun di hadapannya. Ternyata si
Bongkok Arak dan Cou Ing Ing.
"Lo cianpwee!" seru Ciok Giok Yin.
Dia menatap Cou Ing Ing sejenak, tapi ingin memanggil gadis
itu. Oleh karena itu dia pilih diam. Sedangkan si Bongkok Arak
malah meneguk arak sampai beberapa teguk, kemudian baru
membuka mulut. "Kami telah salah melakukan satu hal."
Ciok Giok Yin tertegun.
"Hal apa?"
"Tentang kejadian di perkampungan Pah Ong Cuang."
Mendengar itu wajah Ciok Giok Yin langsung memerah,
kemudian dia menghela nafas panjang dan berkata.
"Sebab itu kini bertambah satu musuh tangguh."
Si Bongkok Arak melotot seraya bertanya, "Kau menyesal?"
"Menyesal pun telah terjadi."
"Hmm! Kau harus banyak istri agar bisa bersenang-senang
dan hidup bahagia. Itu merupakan cara terbaik, bukan?" kata
Cou Ing Ing seperti bergumam ditujukan kepada Ciok Giok Yin.
Dia berkata sungguh-sungguh atau menyindir, Ciok Giok Yin
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sama sekali tidak tahu. Ciok Giok Yin menatapnya sejenak,
kemudian tersenyum getir. Namun dia tidak berani
mengucapkan apa pun sebab dia tahu bahwa Cou Ing Ing
masih dendam padanya lantaran tindakannya sehingga
ayahnya mati bunuh diri. Berselang sesaat si Bongkok Arak
berkata. "Perbuatan itu tidak perlu disesalkan, karena merupakan
perbuatan seorang pendekar. Coba pikir, Nona Yu menikah
dengan lelaki semacam itu bagaimana mungkin akan rela"
Jangan-jangan dia akan membunuh diri. Kau merusak
pernikahan itu, justru telah menyelamatkan Nona Yu, juga
menyelamatkan putra majikan perkampungan Pah Ong Cuang.
Sebab kalau tidak, kemungkinan besar Nona Yu akan
membunuhnya."
Ciok Giok Yin berpikir sejenak kemudian manggut-manggut,
sebab apa yang dikatakan si Bongkok Arak itu memang masuk
di akalnya. Mendadak Cou Ing Ing memandang ke langit lalu
menambahkan beberapa patah kata.
"Kelak Nona Yu itu pasti membalas budi pertolongan tersebut,
tentunya merupakan pasangan yang serasi." Usai berkata,
mulut gadis itu tampak cemberut.
Ciok Giok Yin tersenyum getir.
"Adik Ing, aku bukan...."
"Siapa Adik Ingmu?" bentak Cou Ing Ing.
Sesungguhnya Cou Ing Ing ingin sekali akrab kembali dengan
Ciok Giok Yin. Namun ayahnya baru saja mati, bahkan secara
tidak langsung mati di tangan Ciok Giok Yin. Ditambah kali ini
Ciok Giok Yin tidak bicara baik-baik dan lembut padanya,
malah terus diam saja. Karena itu kemarahannya menjadi
bangkit kembali. Setelah itu Cou Ing Ing membentak, hati Ciok
Giok Yin menjadi panas, namun dia tetap sabar.
Menyaksikan itu, si Bongkok Arak segera berkata, "Nona Cou,
harap bersabar!"
Kemudian dia menoleh memandang Ciok Giok Yin seraya
berkata. "Kau harus memperoleh Seruling Perak secepatnya, agar
dapat menguasai ilmu silat tertinggi di kolong langit."
"Seruling Perak?"
"Tidak salah."
"Lo cianpwee, apabila aku memperoleh Seruling Perak itu,
justru hanya diserahkan kepada keturunan Hai Thian Tayhiap.
Bagaimana mungkin aku bisa menguasai ilmu silat tertinggi di
kolong langit?"
"Setelah kau menguasai ilmu silat tertinggi di kolong langit,
barulah Seruling Perak itu kau serahkan kepadanya pun tidak
akan terlambat."
"Bukankah itu berarti secara tidak langsung aku menyerakahi
milik orang lain?"
Si Bongkok Arak tertawa gelak.
"Tidak jadi masalah. Pokoknya aku yang bertanggung jawab."
Sesungguhnya Ciok Giok Yin juga menginginkan demikian.
Apabila berhasil memperoleh Seruling Perak dan kitab Cu Cian,
maka dia akan melatih ilmu silat tertinggi di kolong langit agar
bisa menuntut balas dendam suhunya, kakak angkatnya
mertuanya dan membasmi perkumpulan Sang Yen Hwee.
Maka dia bertanya kepada si Bongkok Arak.
"Apakah lo cianpwee telah memperoleh kabar tentang
Seruling Perak itu?"
Si Bongkok Arak mengangguk.
"Tentu."
Hati Ciok Giok Yin tergerak.
"Di mana?"
"Sekarang kita harus ke kaki Gunung Cong Lam San."
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Ke kaki Gunung Con Lam San?"
"Ng!"
"Seruling Perak berada di sana?"
"Kita ke sana menunggu seseorang!"
"Menunggu seseorang?"
Mendadak si Bongkok Arak menyela.
"Orang itu menerima pesan dari Can Hai It Kiam. Dia akan
menyerahkan sepucuk surat padamu, berhubungan dengan
Seruling Perak dan asal usulmu. Tapi orang itu tertangkap oleh
perkumpulan Sang Yen Hwee, lalu dipaksa harus
memberitahukan jejak Seruling Perak."
"Hah" Surat?" seru Ciok Giok Yin tertahan.
"Yang kita harapkan adalah surat itu," kata si Bongkok Arak.
Sekonyong-konyong sepasang mata Cou Ing Ing menyorot
dingin, kemudian dia membentak, "Cepat buka bajumu!"
Perubahan yang mendadak itu sungguh membuat Ciok Giok
Yin tertegun, namun di samping itu juga membangkitkan sifat
angkuhnya. "Apa maksudmu?" tanyanya.
"Sudah pasti ada sebab tertentu," sahut Cou Ing Ing ketus.
"Aku tidak."
"Kau berani bilang tidak?"
"Aku sudah bilang tidak, lalu kenapa?"
"Mencabut nyawamu!"
Saking gusarnya, Ciok Giok Yin malah tertawa gelak.
"Apakah begitu gampang?"
Cou Ing Ing mengerutkan kening.
"Sungguhkah kau tidak bisa?"
"Tidak bisa."
Cou Ing Ing mulai mengangkat sebelah tangannya. Wajahnya
penuh diliputi hawa membunuh. Mendadak dia bergerak
secepat kilat, ternyata telah melancar sebuah pukulan. Biar
bagaimana pun Ciok Giok Yin tetap merasa bersalah terhadap
Cou Ing Ing, maka dia tidak mau menangkis maupun berkelit.
Kelihatannya Ciok Giok Yin akan terhantam oleh pukulan itu.
Namun di saat bersamaan si Bongkok Arak cepat-cepat
mendorong dan sebelah tangannya ke depan seraya berkata,
"Nona Cou, dia tidak akan palsu."
Cou Ing Ing segera menarik kembali pukulannya, sekaligus
mundur dua langkah, namun sepasang matanya masih tetap
menyorot dingin.
Justru itu membuat Ciok Giok Yin menjadi terperangah.
Si Bongkok Arak berkata,
"Saudara Kecil, tentunya kau juga tahu, kini di dunia
persilatan terdapat seseorang memalsukan dirimu dan selalu
melakukan kejahatan. Karena itu dia menghendakimu
membuka baju, ingin tahu apakah di dadamu terdapat sebuah
tahi lalat merah apa tidak."
Ciok Giok Yin betul-betul dibuat kewalahan.
"Lo cianpwee juga tidak percaya?" tanyanya kepada si
Bongkok Arak. "Tidak bisa tidak kemudian."
Apa boleh buat Ciok Giok Yin terpaksa membalikkan
badannya menghadap si Bongkok Arak, kemudian membuka
bajunya, agar si Bongkok Arak dapat melihat bagian dadanya.
Si Bongkok Arak manggut-manggut.
"Kita cepat pergi!" katanya pada Cou Ing Ing lalu melesat
pergi. Cou Ing Ing melototi Ciok Giok Yin, kemudian melesat
pergi mengikuti si Bongkok Arak. Ciok Giok Yin menarik nafas
dalam-dalam, setelah itu dia pun melesat pergi mengikuti
mereka. Ilmu ginkang yang paling rendah di antara mereka bertiga,
tentunya adalah Ciok Giok Yin, maka dia tertinggal belasan
depa. Sedangkan si Bongkok Arak kelihatannya belum
mengerahkan ginkangnya sepenuh tenaga, namun
kecepatannya sudah seperti sambaran kilat. Begitu pula ilmu
ginkang yang dimiliki Cou Ing Ing, maka membuat Ciok Giok
Yin amat terkejut dalam hati. Ciok Giok Yin tidak habis pikir,
bagaimana dalam beberapa bulan kepandaian Cou Ing Ing
menjadi begitu tinggi" Apakah dia menemukan suatu
kemujizatan sehingga kepandaiannya bertambah begitu cepat"
Dia merasa amat malu dalam hati, sebab nafasnya sudah
mulai tersengal-sengal. Tapi dia berkertak gigi, terus melesat
dengan sepenuh tenaga. Ketika hari mulai sore mereka bertiga
sudah tiba di kaki Gunung Cong Lam San. Si Bongkok Arak
yang berdiri di atas sebuah batu besar mendadak berseru,
"Celaka!"
Badannya mencelat ke belakang sambil melancarkan sebuah
pukulan ke belakang. Seketika terdengar suara jeritan dan
tampak seseorang terpental kemudian roboh binasa. Si
Bongkok Arak menoleh ke belakang,
"C Rahasia Peti Wasiat 5 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Golok Halilintar 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama