Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 15
sudah merasa aman sekali."
siauwpek menyapu dengan sinar matanya kepada sekalian
musuh, lalu ia berkata dingin "Kamu harus berhati hati melindungi
pemimpin kamu" Habis berkata itu, dengan tiba tiba ia menyerang si
baju hijau itu Sinar golok golok segera berkelebatan. Empat buah senjata
bergerak menjaga serangan serangan pedang anak muda itu, empat
orang lainnya segera berbaris didepan sibaju hijau.
Menyusul itu empat orang berseragam merah, yang mencekal
poankoanpit, turut bergerak dari barat dan selatan, untuk
mengurung si anak muda. Pengurungan segera diperketat oleh
empat orang lainnya yang berseragam putih, yang senjatanya
pedang pedang panjang. Siauwpek cerdas.
"Tak dapat aku melayani mereka lambat lambatan," pikirnya.
Karena ia berpikir demikian, pikiran sianak muda berubah dengan
tiba tiba. Menuruti rasa hati itu, tangan kanannya segera
memindahkan pedangnya ketangan kirinya, kemudian tangan kanan
itu meraba gagang goloknya. Tanpa bersangsi pula, ia berkata
dengan dingin. "Apakah kamu memikir hendak belajar kenal dengan
pengaruhnya Toan Hoan It Too?"
Justru disaat itu sibaju hijau berteriak dengan perintahnya:
"Lekas turun tangan. Jangan beri kesempatan dia menghunus
golok" Menyusul itu, segera delapan poankoan pit empat pedang dan
empat golok, bergerak serentak. hingga sinarnya berkilau kilau,
menyambar si anak muda.
Siauwpek berlaku sebat. Ia memutar pedangnya untuk
menangkis dan melindungi dirinya. Maka terdengarlah nyaringnya
suara pelbagai alat senjata yang bentrok satu sama lain- Belasan
senjata lawan itu menyerang dari segala penjuru, rapih caranya,
teratur kedudukannya. Nyata mereka sudah terlatih baik. caranya
ialah dua pedang mengancam lengan kanan lawan, dua lagi siap
menangkis, empat golok untuk keras lawan keras, dan poankoanpit
menusuk menotok keatas, tengah dan bawah. Repot juga Siauw Pek
melayani kepungan teratur itu.
Selagi pertempuran berlangsung, terdengar si baju hijau berkata
nyaring^ "Jikalau aku hidup pada beberapa puluh tahun yang
lampau, tak nanti aku ijinkan Kie Tong menjagoi dunia Rimba
Persilatan dan tak pernah terkalahkan"
Siaue pek tidak menghiraukan suara yang bernada ejekan itu, ia
hanya berpikir: "Jikalau aku tetap melayani mereka seCara begini,
salah salah aku terancam bahaya."
Kembali terdengar suara nyaring sibaju hijau. "Dua belas orang
ini tidak seberapa tinggi ilmu silatnya tetapi mereka pandai bekerja
sama Kie Tong memahirkan ilmu pedangnya, tapi dia bukanlah
seorang Cerdas. coba sekarang dia masih hidup, melihat begini, dia
boleh mati berdiri "
Masih Siauwpek tidak mempedulikan suara itu, ia tetap
memperhatikan perlawanannya. Berkat pengalamannya menderita,
ia kuat hati dan ulet, sembari bertempur diam diam ia memahami
cara berkelahinya kedua belas musuh itu. Ia memang membutuhkan
tambahan pengalaman, dan cara musuh itu asing baginya. Ia pula
masih bersabar untuk tidak segera menggunakan goloknya. Karena
ia menggunakan otaknya ia lalu dapat satu pikiran, bahkan segera
dicobanya. Dengan mendadak anak muda ini menikam Seorang yang
bersenjata golok. Karena serangannya itu, dengan Sendirinya iga
kirinya lowong. Dua batang pedang musuh segera menyerangnya.
Sudah dikatakan, pihak musuh dapat berkelahi dengan rapih sekali.
Selagi menyerang itu, terpaksa Siauwpek mengegos mengelit
tubuhnya. Berbareng dengan gagalnya pedang, ujung sebuah
poankoanpit tepat mengenai sasarannya
Siauwpek terkejut, ia merasa nyeri. Pundak kirinya telah tertusuk
luka. Sia sia belaka dia mencoba berkelit. Tapi ia menahan rasa
nyerinya, pedangnya bergerak terus Maka menjeritlah musuh yang
bersenjatakan golok itu, karena lengannya kutung.
Menggunakan saatnya itu, Siauwpek berseru hebat pedangnya
bekerja pula. saking sebatnya, dia menancapkan ujung senjatanya
didada musuh yang bergengam poankoanpit itu
Musuh terkejut karena dua orang kawannya terluka itu, cara
mengepungnya sendirinya jadi tidak sempurna lagi.
Tetap siauwpek menahan nyerinya, sekali lagi ia berseru,
pedangnya segera diputar secara hebat. Maka kali ini, saking
terdesak. musuh dari tak sempurna lagi menjadi kaget, terpaksa
mereka mundur tak keruan
Si baju hijau kaget dan heran menyaksikan barisan istimewanya,
yang dia andalkan itu, jadi kacau balau, walaupun demikian, dia
masih mempunyai kesabaran akan tetap menonton.
Di lain pihak. barisan pedang berseragam merah sudah
menerjang masuk kedalam Liok Kah Tin- Maka berisan itu tak dapat
diharap bantuannya. Tengah ia berpikir keras, kembali ia
mendengar bentakan keras dari siauwpek. Kembali seorang yang
bersenjata poankoanpit tertabas roboh, tubuhnya kutung menjadi
dua Siauw Pek telah mengeluarkan banyak darah tahu dia bahwa dia
bisa roboh lelah, maka itu sambil berseru, dia terpaksa
menggunakan Hoan Uh it Too, merampas jiwa lawan itu.
Pihak lawan sudah kacau balau tapi mereka masih tak sudi kabur,
dari itu menyusullah seorang kawannya lagi, yang bersenjata golok.
Dia ini roboh sebagai kurban golok ampuh. Habis dia, menyusul pula
seorang yang bersenjatakan pedang
Musuh tinggal tujuh, masih mereka mencoba melawan. siauwpek
heran. Kenapa mereka itu demikian tak takut mati" Dalam herannya
timbullah rasa kasihannya. Tapi justru ia merasa kasihan, paha
kanannya kena tergores golok lawan ia merasa nyeri dan kaget, tiba
tiba kaki kirinya lemas, terus ia jatuh roboh. Akan tetapi, walaupun
ia roboh, tangan kirinya masih dapat menggunakan suatu jurus ilmu
pedang Mahakasih, yang istimewa untuk melindungi diri.
Disaat itu, karena gelagat buruk, sibaju hijau kabur dengan
kudanya, meninggalkan barisan istimewanya itu.
Siauwpek melompat bangun, Kembali ia menggunakan goloknya.
Lagi lagi seorang musuh terbang nyawanya. Barulah disaat itu, sisa
musuh kabur. Siauwpek mengeluarkan napas lega, tengah ia mengawas i
musuh, mendadak ia roboh terkulai. Ia telah mengeluarkan terlalu
banyak darah, ia letih sekali. Inilah pertempuran dahsyat yang baru
ia alami dalam masa hijaunya itu. Tapi inilah yang menambah
pengalamannya. "Apakah lukamu parah?" demikian satu suara manis, sedangkan
sebuah lengan yang halus menahan lehernya bagian belakang
kepalanya. Si anak muda mendengar suara itu, ia membuka matanya yang
tadi terpejam. Ia melihat seraut wajah yang cantik, yang kulitnya
halus, wajah yang ayu tercampur roman menyesal, serta sepasang
matajeli agak lesu... Itulah Thio Giok Yauw si nona kosen tetap
nakal Dengan mendadak Siauwpek bergerak bangun. "Terima kasih,
nona" ucapnya.
"Apakah kau terkena racun?" si nona bertanya pula.
"Tidak... cuma pahaku terkena golok dan bahuku tertusuk
poankoanpit..."
"Itu toh golok yang berbisa..." kata si nona
Siauwpek terkejut, ia mengawasi pahanya. Lukanya berwarna
hitam dan darahnya merah gelap.
"Ah, tak kusangka mereka menggunakan golok beracun..."
katanya, menyesal.
"Mungkin kau keracunan hebat, kau mesti lekas dlobati"
Ketika itu terdengar suara halus dari seorang nona lain: "Lekas
rebahkan dia ,Darahnya yang beracun harus dikeluarkan dahulu,
baru dia bisa dlobati"
Giok Yauw berpaling. Maka ia melihat Soat kun mendatangi
dengan perlahan, tangannya berada dibahu adiknya. Siauwpek
tersenyum. "Tidak apa," katanya. "Belum lama aku terluka, sekalipun aku
terkena racun, racunnya tentu belum bekerja..."
segera Nona Hoan telah datang dekat. Ia berdiri disisi Giok Yauw.
"coba lukiskan lukanya," ia minta kepada nona itu.
"Lukanya lebar dua dim, dalamnya setengah dim, tidak terkena
otot atau tulang."
"Bagaimana warna darahnya?"
"Darahnya merah tua. darah ditempat luka hitam."
"Nona Thio, kau dengar aku."
"Katakanlah"
"Lekas totok tiga jalan darahnya hok touw, hongs ie dan Tiong
geng." Giok Yauw menotok dengan Cepat.
"Lalu?" tanyanya.
"GUnakan pedangmu memotong daging pada lukanya, sampai
darah keluar, baru berhenti." Nona Thio melongo.
"Itu toh akan menerbitkan rasa nyeri"
"inilah mengenai keselamatan jiwa, nyeri sedikit tak apa. Dijaman
dahulu, Kwan in Tiang sampai mesti dikerok tulangnya, sedangkan
luka ini belum sampai keotot atau tulang-tulang .
"Nona benar," berkata si nona nakal, yang telah jadi jinak. segera
dia bekerja, bahkan sebat kerjanya itu.
Siauwpek menahan nyerinya, hingga dahinya bermandikan peluh.
"Telah terlihat darah baru," Giok Yauw memberitahukan"Bagus Pondonglah dia pulang kedalam tin-"
Mata jeli sinona Thio memain, mulutnya berkemak kemik tetapi
tak keluar suaranya, tubuhnya tak bergerak.
"Waktu ini waktu apa" Tempat ini tempat apa?" tanya Soat kun"Apakah nona masih mengukuhi pantangan pria wanita tak dapat
saling menyentuh tangan-..?" Siauw Pek mendengar, dan melihat,
dia berlompat bangun.
"Tak usah mencapaikan diri, nona Aku masih dapat berjalan "
katanya. Tapi Soat Kun berkata, perlahan dan merdu: "Sebelum dlobati,
bengcu tak boleh bergerak atau menggunakan tenagamu. Sekarang
ini bengcu ialah siorang sakit dan hambamu tabib, maka wajiblah
bengcu mendengar nasehat tabibmu"
Sementara itu sebat luar biasa, bagaikan tanpa diketahui lagi,
Soat Gle meluncurkan sebelah tangannya, saling susul dia menotok
dua kali pada sianak muda hingga sedetik itu juga robohlah pemuda
itu Thio Giok Yauw menggerakkan kedua tangannya, untuk
mencegah tubuh orang jatuh ke tanah, karena itu dengan sendirinya
tubuh si anak muda berada didalam rangkulannya
Soat kun segera berkata^ "Didalam tin masih ada sisa musuh,
Nona Thio, mari ikut kami "
"Ya," sahut sinona, yang menjadi sangat jinak. Ialalu memeluk
erat tubuh siauw Pek untuk dipondong, terus ia berjalan dibelakang
kedua nona Hoan, menuju kedalam tinsiauw
Pek telah ditotok tetapi bukannya ditotok pingsan, mata
dan telinganya masih dapat bekerja. Maka itu ia bisa mendengar
dan melihat. Didalam tin tampak sejumlah musuh yang berseragam
merah bersenjatakan pedang itu, semua rebah tak berkutik,
rupanya mereka telah kena tertotok.
"Sungguh hebat tin ini," pikirnya. "Tahu begini, tak usah aku
keluar melayani musuh..."
Tiba didalam rumah, Siauwpek melihat satu pemandangan lainsiorang
bertubuh besar yang berpakaian kuning, yang janggutnya
panjang, bersama belasan orang yang berbaju merah dan
bersenjatakan pedang, lagi duduk bersila dengan mata menutup
dan tubuh menyender pada dinding, nampaknya mereka itu tengah
beristirahat. "Sekarang dia boleh turun perlahan," terdengar suara Soat Kun,
perlahan. Dengan muka merah, Giok Yauw meletakkan tubuh sianak
muda. Soat Kun berkata pula pada Nona Thio itu: "Sekarang tolong
nona pergipada Ban Hu hoat serta saudara saudara Oey Eng dan
Kho Kong minta mereka membawa kemari semua musuh yang
tertawan hidup itu."
Giok Yauw menurut, ia mengundurkan diri dengan segera.
Sekarang Nona Hoan berkata pada Siauw pek perlahan: "Luka
bengcu tidak ringan, hambamu mengharap agar kau suka
mendengarkan kata- kataku. Tanggung jawab dan tugas bengcu
sangat berat, tak dapat bengcu memandang diri terlalu enteng.
Ingatlah, sekarang bukan saatnya bengcu mendapat luka, sebab
sekarang kita lagi menghadapi musuh tangguh. coba bengcu
bukannya bengcu yang agung, dan harus dihormati, pasti hambamu
akan mendakwa kau sudah maju berperang tanpa ijin" Tanpa
menanti jawaban orang, sinona berkata kepada adiknya: "Soat Gle,
kau bebaskan totokanmu itu, segera kau oleskan obat bubuk
pemberhenti darah."
Soat Gie melakukan perintah kakak itu. Ia mengmapiri Siauwpek.
untuk menotoknya bebas, setelah itu dari dalam sakunya, ia
mengeluarkan satu peles kecil dari batu hijau, dari dalamnya
dikeluarkan sedikit bubuk warna putih Selesai menyusut
membersihkan sisa darah ditempat luka, terus ia mengobati luka itu.
siauwpek berdiam saja, ia merasa sangat malu dan likat.
Walaupun ia memikir banyak untuk berkata- kata, mulutnya tak
dapat dibuka untuk mengutarakan itu.
Tak lama muncullah Ban Liang berempat, tangannya masingmasing
menenteng atau mengempit dua orang musuh. "Nona
Thio?" Soat Kun bertanya.
"Ya, sahut Giok Yauw, "Ban Hu hoat bersama kedua tua Oey dan
Kho telah datang melaksanakan perintah . :
"Bagus Sekarang tolong bawa masuk semua musuh yang tertawa
n itu," sinona manis.
Ban Liang bertiga menyahut, terus mereka bekerja. Mereka
mundar mandir, empat lima balik, baru selesai tugas mereka, Ban
Liang terus menghitung, lalu melaporkan: "Kecuali yang terbinasa
dan luka parah, masih ada tiga puluh enam anggota musuh yang
berseragam merah bergegaman pedang."
"Setelah kekalahannya, mungkin musuh tak datang pada hari
ini," berkata sinona,
"silahkan Ban Hu hoat menyediakan tiga buah kereta, yang harus
disiapkan diluar tin."
Sebenarnya Ban Liang ingin menanyakan sesuatu tetapi ia
membatalkan keinginannya, ia terus pergi keluar untuk menjalankan
titah itu. Soat Kun terdengar bicara seorang diri: "Ada tiga puluh enam
orang sebagai pembantu, inilah lumayan, dan bagi Kim Too bengcu,
ini suatu bantuan semangat "
Oey Eng batuk perlahan dan berkata: "Apakah nona bermaksud
memakai tenaga mereka?"
"Tidak salah. Aku membangun tin juga dengan maksud ini." Anak
muda ini melongo.
"cara bagaimana mereka nanti mau tunduk kepada nona ?"
tanyanya. "Ada caranya buat membuat agar mereka menurut,"
sahut Soat Kun-Siauwpek yang duduk bercokol heran.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Inilah hal aneh. Hendak aku lihat sinona menggunakan daya
apakah." Soat Kun segera memberikan perintah kepada Oey Eng dan Kho
Kong: "Totok empat jalan darah mereka itu, supaya mereka dapat
melihat, dapat mendengar dan dapat dipikir"
Kedua anak muda itu menjalankan perintah itu. Mulanya mereka
menotok sipemimpin berbaju kuning, lalu bergantian itu tiga puluh
enam orang-orangnya. Dengan begitu sadarlah orang orang
tawanan itu. Nona Hoan segera menghampiri belakang si orang-orang
berseragam merah dan bersenjatakan pedang itu.
Oey Eng heran menyaksikan gerak gerik si nona, sampai ingin dia
mengajukan pertanyaan, akan tetapi sebelum ia membuka mulutnya
si nona cantik manis tak bandingan itu sudah memperdengarkan
suaranya yang halus merdu "Berikan mereka masing-masing
minuman secawan arak "
Giok Yauw menyahuti, dia muncul dengan sebuah penampan.
Oey Eng dan Kho Kong sudah biasa dengar suara menggiurkan dari
si nona, mereka hanya merasa kagum, tidak demikian dengan
musuh- musuh itu berikut pemimpinnya. Mereka kagum beserta
heran, hingga hati mereka berdenyutan. Inilah yang pertama kali
mereka mendengar suara demikian halus dari seorang anak dara.
Semua segera mengawasi dengan kagum terpesona pada nona itu.
Dilain pihak. mereka juga kagum dengan kecantikannya Nona
Thio yang menghampiri mereka dengan membawa penampan itu.
Mulanya si nona mendekati si orang bertubuh besar berbaju kuning
itu, sang pemimpin.
"Mari minum" dia berkata, suaranya lembut.
Tawanan itu mengawasi si nona dengan sinar mata dingin. Dia
berdiam saja. "Jikalau mereka tidak sudi minum, totok saja jalan darah thian
kiu-nya" Soat Kun perintah kanOey Eng meng ajukan diri, tanpa berkata apa apa pula, ia
menotok pemimpin itu. Giok Yauw menghampiri seorang berbaju
merah. "Minumlah" katanya.
orang itu menggeleng kepala, ia memejamkan matanya.
Soat Kun berdiri dibelakang orang itu, walaupun demikian, ia
tahu segala sesuatu dari isyarat adiknya. Maka ia lalu berkata
dingin: "Terhadap mereka, lebih dulu kita memakai aturan, kalau
terpaksa barulah kekerasan Siapa yang tidak sudi minum arak
beracun itu, totok saja jalan darahnya "
Ia menyebut pula jalan darah itu : thian kiu.
Oey Eng heran, katanya didalam hati: "Bagus nona Kau
menyebut arak beracun, sudah wajar saja jikalau mereka tak sudi
meminumnya" Meski ia berpikir begitu, toh bersama Kho Kong ia
bekerja terus, menotok setiap musuh itu, semuanya. "Berapakah
jumlah mereka semuanya?" Nona Hoan tanya.
"Tiga puluh tujuh," sahut Giok Yauw.
"Baik sekarang siapkanlah tiga puluh tujuh batang jarum
beracun, lalu tunggu perintah"
lok Yauw menyahut, ia terus bekerja. Dari sakunya, ia
mengeluarkan jarum yang disebutkan itu. Ia meletakkannya diatas
penampan Lalu terdengar pula suara Nona Hoan itu : "orang cuma tahu
kalau jalan darah Ngo-im terlukakan, nyerinya seperti laksana semut
masuk kedalam hati, mereka tidak tahu lebih hebatnya kalau kena
ditusuk jarum yang ada bisanya..." Ia berhenti sejenak. lalu ia
menambahkan: "Siapa yang tak sudi minum arak dengan suka rela,
tusuklah jalan darahnya, jalan darah hwee im Tusuk satu kali saja.
Dari jalan darah hwee im itu, racun akan mengalir kejalan darah
kiok kut, Tiong ciu dan kaygoan sampai di thian kiu dan jalan darah.
Biarlah mereka merasakan bagaimana hebatnya penderitaan
racunku itu..."
Suara itu halus dan merdu bagaikan suara burung bincarung,
rambut panjang sinona yang terurai dahulu dan punggungnyapun
bergerak gerak. tetapi pada telinganya orang orang tawanan itu,
suara itu dingin dan menyeramkan
Kembali terdengar suara nona itu, yang menghela nafas: "Tiada
jalan lain, inilah terpaksa. Kamu tunggu sekira waktu sehirupan teh,
jikalau tetap tidak ada orang yang mau minum arak beracun itu
secara sukarela, kamu mulailah menusukkan jarum kepada tubuh
mereka" Siauw pek juga heran seperti Oey Eng dan Kho Kong, sendirinya
ia mengawasi kepada sekalian musuh itu.
Semua mata orang orang berseragam merah itu diarahkan
kepada cawan arak yang katanya beracun itu, mulut mereka
dirapatkan. Terang mereka beragu ragu sekali, sebab mereka
memikirkan soal mati dan hidupnya...
Segera kembali terdengar suara halus dari Nona Hoan. "Kamu
semua tidak berani membuka mulut untuk berbicara, inilah aku
telah menerka sejak semula. Pastilah kepala atau tuan kamu sudah
menggunakan suatu cara kejam terhadap diri kamu yang membuat
kamu sangat takut terhadapnya, hingga kamu terkekang, hilang
kemerdekaan kamu, takut kamu berkhianat, kamu dicari, untuk
dihukum secara hebat. Tapi, itulah urusan kelak dibelakang hari
Sekarang kamu menghadapi soal mati hidupnya didetik ini jikalau
kamu tidak mau turut kata kataku, kamu bakal mengalami siksaan
yang paling kejam dan menyedihkan di dalam dunia ini... Ah,
mungkin kamu tidak percaya perkataanku. Nanti aku pilihkan
diantara kamu, buat dijadikan contoh, untuk kamu saksikan "
Pikir Siauwpek. "Ancaman begini mana ada hasilnya" Mana
merekat takut" jikalau arak beracun itu dapat dipakai membuat
orang takluk dan menuruti kenapa mereka tak mau dipaksa dicekoki
saja?" Selagi anak muda itu berpikir, terdengar suara nyaring si nona,
suara yang berwibawa. "Bawa kemari orang berbaju kuning itu"
Oey Eng dan Kho Kong segera menyahut, dan segera juga
mereka menggusur si baju kuning itu ketengah rumah bilik.
Masih Soat kun berada dibelakang orang orang berseragam
merah itu akan tetapi ia ketahui segala sesuatu karena isyarat Soat
Gie. "Saudara, maafkanlah" terdengar suara sinona kepada si baju
kuning itu. "Kaulah seorang tongcu ketua suatu bagian, diantara
orang orang mu ini, kedudukanmu paling tinggi, maka itu paling
baik kaulah yang lebih dahulu merasakan sarinya arak beracunmu.."
Mendadak orang itu tertawa.
"Baru satu cawan arak beracun. Apakah artinya?" katanya
hambar. "Mari"
"Siapa tahu selatan dialah seorang gagah " berkata si nona.
"Berikan dia satu cawan"
Kho Kong maju, untuk mengambil satu cawan dan dibawa
kepada orang tawanan itu, bawa cawan keluar kebibir orang itu.
Kecuali Soat kun dan Soat Gle, tak ada seorang lain yang
mengetahui apa isi cawan itu. Si baju kuning setelah arak masuk ke
dalam perutnya, mendadak paras mukanya berubah, mendadak
pula dia tertawa berkakak
"Totok otot gagunya" sinona memerintahkan Oey Eng maju
melaksanakan perintah itu.
"Habis apa lagi, nona?" tanya dia.
"Biarkan dia rebah tidur dahulu."
Oey Eng dan Kho Kong tidak tahu maksud mereka sinona.
mereka menurut. Sibaju kuning lantas direbahkan. Dia tak berdaya.
dia diam saja cuma mulutnya seperti mau tertawa. tapi suaranya tak
keluar. Totokan membuat dia tak berdaya dan bisu.
Setelah itu terdengar suara sinona: "Sekarang sudah tidak siang
lagi. Urusan arak beracun ini suatu urusan kecil, tidak dapat
menghalang-halangi usaha kita Nah, kamu siapkan jarum beracun
itu, siapa tidak mau minum arak. segera tusuk jalan darahnya hwee
imnya tanpa ampun lagi"
Oey Eng dan Kho kong menjalankan perintah itu. Karena orang
tetap tidak mau minum mereka menusuk jalan darah hwee im dari
orang orang berseragam merah itu.
Hanya sebentar, semua orang itu segera mengeluarkan peluh
dimukanya masing masing, makin lama makin banyak tetesan
peluhnya mengucur jatuh, kemudian disusul basah kuyup pakaian
mereka disebabkan bukan main banyak keringat yang keluar dari
tubuh mereka "Mereka mengeluarkan begini banyak peluh tentulah mereka
haus sekali," pikir Siauw pek.
Tiba tiba terdengar satu orang berkata: "Mari arak beracun itu..."
Suara itu sangat memilukan.
Sekarang ini semua orang itu pada mengeluarkan darah dari
mulutnya. Teranglah bahwa mereka sangat dahaga. Mungkin
merekapun sangat lapar. Jangan kata orang habis minum racun,
baru kelaparan dan kehausanpun dapat membuat orang
mengeluarkan darah dari hidung, mulut atau telinganya.
Setelah suara orang yang pertama itu, segera yang lain lainnya
turut minta arak beracun hingga suasana menjadi berisik sekali.
Sampai disitu Soat Kun berkata: "Sekarang ini telah sirna
kejumawaan mereka, hingga tak lagi ada yang mengentang minum
arak beracun. Kasihlah mereka minum, lalu totok otot gagu mereka,
terus biarkan mereka tidur"
Oey Eng dan Kho kong menurut, mereka memberikan arak
kepada semua orang. Selagi berbuat begitu, mereka tak tahu
maksud Nona Hoan juga Giok Yauw heran seperti Siauwpek tak
tahu apa apa. Maka itu mereka hanya menerka nerka.
Habis minum arak dan ditotok. semua orang berseragam merah
itu pada tidur nyenyak.
Selama waktu yang diliwati itu Siauwpek merasa tubuhnya segar.
saking segarnya, tak dapat ia bersabar lagi.
"Nona Hoan," tanya nya "mereka itu tidur demikian nyenyak.
adakah itu akibat arak?"
"Bukan Arak cuma membantu lebih nyenyak tidurnya mereka."
"Apakah ini usaha nona, supaya habis tidur nyenyak^ setelah
terbangun mereka itu akan bagaikan bertukar isi perutnya dan
tulangnya, hingga mereka suka diperintah oleh kita?"
Nona itu berpikir.
"Memang ada apa ilmu yang dinamakan mencuci tulang. Itu
adalah ilmu tenaga dalam dari kaum Rimba Persilatan- Usahaku ini
bukanlah ilmu mencuci tulang itu tetapi hasilnya tak berbeda..."
"oh, begitu" kata siauw Pek kagum.
Soat Kun menghela napas perlahan- Ia berkata pula. "Aku telah
berusaha, nampaknya baik, entah bagaimana kesudahannya nanti,
tak berani aku memastikannya. Kita lihat saja sebentar apabila
mereka sudah tersadar..."
"Bagaimana andaikata mereka tak jadi sebagaimana yang
kuharapkan?"
"Jikalau gagal, gagal pula ilmu ketabibanku " kata si nona.
"Dan bagaimana apabila nona berhasil sebagaimana rencana
nona ?" "Setelah tidur nyenyak. apabila mereka nanti tersadar, mereka
akan sehat walaftat seperti sediakala, karena racun dalam tubuhnya
telah dapat dimusnahkan seluruhnya. Waktu itu aku hendak
memberi penjelasan dan nasehat kepada mereka, agar mereka
sadar, supaya mereka sudi bekerja sama kita, untuk mereka
membantu ke bengcu. Dan itu artinya, tenaga kita mulai lumayan "
kata si nona. "Bagaimana andaikata mereka menolak ?" Siauw Pek bertanya
pula. Ia selalu ragu-ragu.
"Setelah kita berusaha begini rupa tapi masih gagal juga,
terpaksa kita mesti binasakan mereka." menjawab si nona.
"Membinasakan mereka bukannya berarti berdosa besar. Mereka
jahat, mereka tak dapat diperbaiki, kalau mereka dibebaskan,
mereka bakal melakukan lebih banyak kejahatan pula. Aku telah
memikir, apabila kita gagal, aku mesti pakai satu cara lain lagi,
untuk memaksa mereka menuruti kehendak kita."
"Bukankah nona, setelah nona musnahkan racun mereka, lalu
nona memasukkan pula lain macam racun kedalam tubuh mereka
itu?" "Begitulah kiranya, Hanya, selain menggunakan racun, masih ada
daya lainnya."
"Bagus Sekarang, dalam keadaan seperti kita ini, segalanya
terserah kepada nona"
"Hambamu menerima perintah, bengcu." sahut si nona hormat.
Si anak muda melengak.
"Bagus" pikirnya. "Suaranya ini menyatakan bahwa selanjutnya,
dalam urusan apa juga, tak usah aku campur tangan lagi..."
Tak berani si anak muda mengutarakan apa yang ia pikir itu. Ia
melihat sifat si nona tampak makin nyata, bahwa dia tak selembut
semula lagi, bahwa tindakannya makin ketat makin keras.
Ruang sunyi beberapa lama, tapi segera dipecahkan oleh si baju
kuning. Dia terbangun untuk terus memperdengarkan tarikan napas
panjang serta empat anggota tubuhnya bergerak perlahan.
"Dia mulai tersadar" kata Oey Eng yang waspada, agak terkejut.
"Bebaskan totokannya" menitah si nona. Pemuda she Oey itu
melongo dibuatnya.
"Jalan darah apakah?" dia menegaskannya.
"Semua jalan darah yang tadi ditotok"
Kembali si pemuda melengak. Dia tak mengerti. "Tapi, kalau dia
tak sudi tunduk?"
"Tidak apa," berkata si nona menjelaskan, "Didalam waktu
setengah jam, dia tak akan mempunyai tenaga untuk berkelahi."
siauwpek mendengarkan pembicaraan itu, ia tidak mau campur
bicara, hanya diam diam ia menyiapkan diri, tangan kanannya
diletakkan pada gagang goloknya Inilah sebab ia tahu si baju kuning
liehay sekali dan Oey Eng berdua Kho Kong bukanlah lawannya. Ia
telah mengambil kepastian, asal sibaju kuning mengamuk. ia akan
terpaksa menggunakan goloknya guna mencegah risiko yang tak
diinginkan. Ia akan melupakan bahwa dirinya tengah terluka parah.
Soat kun telah menunjukkan kewibawaannya. Oey Eng tidak
berani menentang perintah itu, ia membebaskan totokan kepada si
baju kuning. Kalau tadi sibaju kuning menggerakkan tubuhnya secara
perlahan sekali, sekarang dia dapat bergerak lebih leluasa, maka
juga tampak dia bergerak untuk duduk dan kedua matanya dibuka
lebar-lebar, melirik kesekitarnya. Dengan perlahan, ia terus bangkit
untuk bangun berdiri.
"cobalah kau kerahkan pernapasanmu, atau tenaga dalammu,"
Nona Hoan berkata hambar pada orang tawanan itu. "coba lihat,
semua racun didalam tubuhmu sudah musnah seluruhnya atau
belum..." si baju kuning sudah berpikir untuk membuka mulutnya
berbicara, mendengar suara si nona, ia membatalkan niatnya itu.
Segera dipejamkannya kedua matanya dan berdirinya ditegakkan.
"Nona, bagaimana kau ketahui aku telah minum racun?"
tanyanya. si nona menjawab, dingin: "Jikalau aku tidak tahu kau telah
minum racun, mana dapat aku memberikan kau obat pemunahnya?"
si baju kuning mengangguk. "Aku tahu sekarang, Arak nona itu
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan arak beracun, itulah justru arak untuk memunahkan bisa"
Soat Kun tidak mengiyakan, juga tidak mengangguk. Sebaliknya
ia berkata tenang^
"sekarang ini racun jahat didalam tubuhmu sudah dipunahkan
dan semua totokan atas dirimu sudah dibebaskan. jikalau kau
hendak berlalu dari sini, inilah saatnya yang paiing baik " katanya
si baju kuning melihat kesekitarnya. "Diluar gubuk ini masih ada
tin yang luar biasa," ia berkata. "Walaupun aku memikir buat
mengangkat kaki, tak tahu aku bagaimana jalannya untuk keluar
dari dalam barisanmu ini "
"Kau pandai melihat kenyataan, tuan"
Si baju kuning mengawasi puluhan orangnya yang tengah tidur
dengan nyenyak itu.
"Pastilah mereka ini telah kau tawan hidup,hidup setelah mereka
menyerbu tin," katanya sambil menunjuk orang-orangnya itu.
Nona Hoan tetap tidak menjawab, hanya dia berkata^ "Tuan,
sekarang ini kau masih menghadapi soal mati atau hidupmu, tapi
toh kau menanyakan urusan lain orang, takkan kau merasa bahwa
kau bertanya terlalu banyak?" Dan si baju kuning melihat pula
keempat penjuru, lalu ia tertawa,
"Nona, kau telah memunahkan racun didalam tubuhku kau juga
membebaskan aku dari totokan, bukankah itu karena ada
maksudmu?" dia bertanya.
"Benar" sahut sinona tawar. Ia pun tertawa.
"Entah dapat atau tidak nona mengutarakan maksud itu untuk
kudengar ?"
"sekarang tolong kau beritahukan dahulu she dan namamu "
"Jikalau aku beritahukan she dan namaku, mungkin kau tidak
tahu." sahut sibaju kuning. "Itulah urusan dari dua puluh tahun
yang lampau."
"Kau sebutkan saja. Asal kau menyebutkan nama orang, pasti
loohu kenal semuanya" demikian menyela satu suara yang dalam
dan mantap. Agaknya sibaju kuning terperanjat. Ia segera menoleh, Maka
tampaklah Ban Liang tengah mendatangi dengan tindakan lebar.
Setelah mengawasi jago tua itu, si baju kuning berkata dingini
"Lo ciu Lao " Itu artinya "ciu situa, siJenjang Kuning."
Sepasang mata si jago tua dipentang lebar- lebar, dia menatap
muka sibaju kuning itu. Masih agak heran dia bertanya: "Tuan,
jadinya kaulah Oey Ho ciu ceng ciu Tayhiap dahulu hari itu ?"
Sibaju kuning menjawab dingin: "Bagaimana " Apakah kau
kurang perCaya ?" Ban Liang menggeleng-geleng kepala.
"syukur orang perCaya," sahutnya.
"Kenapakah ?" tegas sibaju kuning itu, yang bernama ciu ceng,
sedang gelarnya ialah Oey Ho, siBurung Jenjang Kuning.
Tay-hiap, orang gagah yang terkenal, adalah kata- kata
panggilan dari Ban Liang terhadapnya.
Ditanya begitu, si jago tua menjawab: "ciu ceng menjadi orang
gagah disatu jaman, didalam dunia Kang ouw, setiap orang
menghormatinya, tapi adakah jago tua itu mirip dengan tuan
sekarang ini ?"
ciu ceng menjadi tidak senang. Dia gusar. "Pernahkah kau
melihat ciu ceng ?" tanya nya keras.
"Belum penah aku bertemu dengannya, tetapi namanya telah
kudengar lama "
"Jikalau kau belum pernah melihatnya, kenapa kau berani
mengatakan loohu bukannya Oey Ho ciu ceng?" bentak sibaju
kuning. sebelum menjawab, Ban Liang tertawa terbahak-bahak.
"Jikalau kau benar ciu ceng jago yang termasyhur itu, kenapa
sekarang kau mau diperintah orang hingga kau menerbitkan
malapetaka bagi Rimba Persilatan ?" Itulah pertanyaan yang berbau
ejekan-Mendadak saja ciu ceng tunduk. mulutnya bungkam. Baru
sekarang Oey Eng campur bicara.
"Tak peduli tuan benar Oey Ho ciu ceng atau bukan," katanya
tenang, "tetapi melihat sikap tuan sebagai orang gagah, aku heran,
kenapa tuan dapat tenggelam didalam kalangan hantu yang sesat
itu ?" ciu ceng tak menjawab sianak muda. Ia hanya mengangkat
kepala memandang Ban Liang.
"Kau siapakah tuan?" tanyanya perlahan"Seng Su Poan Ban Liang" sahut si jago tua sabar.
si baju kuning mengangguk.
"Pernah aku dengar nama tuan itu," katanya.
Soat Kun yang sejak tadi berdiam saja, terdengar menghela
napas, lalu disusul dengan kata katanya ini^ "Dalam urusan ini dia
tak dapat disesalkan. Dia telah ketahui bahwa dia berbuat karena
terpaksa, seorang Kang ouw yang namanya tersohor, mana dia sudi
membiarkan dirinya diperintah orang walaupun dia
menyembunyikan she dan namanya ?"
ciu ceng bagaikan tak mempedulikan kata kata nona itu, dia
memandang pula rombongan seragam merahnya, setelah mana dia
menarik napas panjang.
"Tuan tuan, harap kamu tidak memandang ringan kepada jago
jago pedang berseragam merah ini," katanya. "sebenarnya sebelum
mereka memasuki seng kiong, mereka adalah jago jago
berkenamaan ditempatnya masing-masing"
"Itulah urusan mereka sendiri," berkata Soat kun menyela.
"Sekarang baik kita bicara dari hal kau sendiri, ciu tayhiap."
Meneladani Ban liang, nona itupun memanggil "tay hiap" kepada
orang tawanannya ini.
"Aku tak punya urusan apa-apa lagi..." sahut siJenjang Kuning.
"sekarang ini tuan berniat melakukan apa?"
"Nona rupanya menjadi pemimpin disini?" tanya dia.
"Tay hiap menerka keliru," berkata sinona, tersenyum. "Aku
cuma menjadi pembantu saja. Ketua kami Kim too bengcu, adalah
lain orang." Mata ciu ceng memain, melihat kesekeliling.
"Kim too bengcu?" tanyanya agak heran, "Belum pernah aku
mendengarnya"
"Ketua kami berhasil mendapatkan ceng Gi kimtoo," Nona Hoan
menjelaskan, "maka ia hendak menjalankan keadilan guna
melindungi Rimba Persilatan, guna mencegah keambrukan untuk
membebaskan rekan rekan seperjuangan maka jikalau kita yang
terhitung orang orang Rimba Persilatan, sudah seharusnya kita
menunjang dan mendengar perintahnya. Dengan jalan itu kita
menolong diri sendiri berbareng menolong orang banyak"
Mendengar demikian, mendadak ciu ceng tertawa berkakakan.
"Apakah yang begitu meng gembira kan hingga tayhiap menjadi
begini girang dan tertawa lebar?" Soat kun bertanya.
JILID 30 "Katanya bengcu kamu memperoleh ceng Gi Kim Too, adakah itu
warisan ceng Gie Loojin?" tanya ciu ceng sungguh sungguh.
"Benar"
"Bagus.. Pernah aku dengar bahwa pada golok emasnya ceng Gie
Loojin ada ukirannya, ukiran tiga buah lencana untuk memerintah,
hanya munculnya golok emas itu telah terlambat terlalu malam coba
golok itu muncul lebih siang sepuluh tahUn, mUngkin dia akan
berhasil menghimpUn rekan rekan Rimba Persilatan gUna membela
dUnia persilatan, untuk semua rekan tunduk terhadap golok emas
itu..." "Bagaimana tayhiap mengatakan telah terlambat ?" si nona
tanya. "Pada dua puluh tahun yang lalu, baru saja Seng ciong Sin Kun
mulai bergerak" berkata ciu ceng, menerangkan. "Ketika itu
mungkin kita masih dapat menariknya kembali. sekarang sudah
terlalu malam, maka walaupun ceng Gi Loojin menjelma pula, atau
Thian Kiam dan Pa Too muncul lagi, aku khawatir kita tidak mampu
memperbaiki pula perubahan yang telah berlangsung ini..."
"Kim Too Bengcu kami," berkata si nona, menjelaskan terlebih
jauh, dia telah memiliki Thian Kiam dan Pa Too serta ilmunya kedua
rupa senjata itu, ia jugamemperoleh ceng Gi Kim Too, maka itu,
dengan dia bekerja seCara terang-terangan, ia tentu akan berhasil
menumpas segala hantu dunia"
Siauwpek, yang berdiam saja, mendengar suara si nona, ia lihat
sendirinya. "Sayang," berkata ciu ceng, "orang orang Kang ouw yang pandai
dan gagah, mereka semua sudah dapat dikumpulkan Sin Kun,
hingga sisa yang lainnya, satu atau dua orang, apakah artinya
mereka itu, apakah yang mereka dapat buat?"
"Bukankah orang orang sin Kun yang tayhiap sebutkan itu dapat
kita gunakan tenaga kepandaiannya?" tanya si nona.
"Bagaimanakah pendapatmu ini, nona?"
"Umpama semua orang Sin Kun itu sama seperti kau sendiri,
tayhiap, yaitu mereka telah mempunyai pikiran buat meninggalkan
tempat gelap. maka pastilah bengcu kami sangat gembira
menyambutnya"
"Semua mereka yang dikatakan orang gagah dan pandai, semua
mereka telah ada berapa lapis kalangannya. Andaikata mereka pada
memikir buat meninggalkan tempat yang gelap. mereka toh tak
sanggup pergi ketempat yang terang..."
"Dan bagaimana dengan kau sendiri sekarang tayhiap?"
"Sekarang ini aku tidak kurang suatu apa, aku bebas dari
kekangan."
"Nah, demikianlah Asal mereka itu mau meninggalkan tempat
gelap buat pergi ketempat yang terang, aku bersedia menyingkirkan
kekangan atas diri mereka itu" ciu ceng tertawa lebar.
"Nona" katanya, "mungkin nona mempunyai semaCam
kepandaian, akan tetapi kata katamu yang besar itu sukar buat
orang perCaya" Si nona berlaku sabar. Tetap ia berlaku tenang.
"Sudah banyak tahun kamu hidup di bawah pengaruh sin Kun,
jadi kamu memandang dia bagaikan malaikat dan menakutinya
bagaikan kalajengking, sedangkan sebenarnya dia tak lebih tak
kurang satu manusia biasa sebagai kita, hanya saja dia punya
kepandaian silat yang sedikit lebih tinggi daripada orang lain " ciu
ceng berpikir. Kata kata si nona beralasan"Nona benar juga," katanya. "Memang Sin Kun tetap seorang
manusia, Cuma ilmu silatnya mahir sekali."
"Masih ada sesuatu yang tayhiap belum pernah pikir," sinona
berkata lebihjauh. Mendadak ciu ceng berubah sikapnya. Ia
mengangkat kedua tangannya memberi hormat.
"Tolong nona ajari aku," pintanya.
"Seorang manusia didalam hidupnya cuma akan mengalami
kematian satu kali," berkata si nona kemudian- "Dia mati ditangan
Sin Kun atau ditanganku, itulah kematian yang sama."
"Kau benar nona."
"Kematian memang sama, yang beda ialah harganya" Soat kun
berkata. "Itulah beda jauh sekali. Yang satu mati karena melakukan
kejahatan melupakan kebakan, setelah mati dia meninggalkan nama
busuk laksaan tahun. Yang lain melindungi kebalkan untuk
membasmi kejahatan, setelah mati namanya harum untuk selama
lamanya. Mati atau hidup, setiap orang mesti mengalaminya, cuma
didalamnya ada filsafatnya."
Perlahan sekali ciu ceng menghela nafas.
"Tentang itu pernah aku pikirkan pada beberapa tahun yang
lampau," ia akui, "cuma ketika itu aku tidak mengerti jelas seperti
apa yang baru saja nona uralkan, hingga orang menjadi sadar
karenanya."
Soat Kun tetap dengan sikapnya yang halus dan tenang.
"Jikalau tayhiap mengerti itu, tak usah aku mengatakannya lebih
banyak pula," kata dia, "Aku telah selesai bicara, sekarang, tayhiap
sudi bekerja sama atau hendak melanjutkan pertempuran, terserah
kepada tayhiap silahkan tayhiap memikirkannya"
"Apa yang nona katakan semua benar," berkata ciu ceng. "cuma
kalau kalau dengan begini saja aku menghamba kepada Kim Too
bengcu, itulah hal yang membuat hati orang tidak puas"
"Bagaimanakah pikiranmu tayhiap?"
"Aku yang rendah menghendaki nona mempertunjukkan
beberapa rupa kepandaianmu, supaya aku dapat belajar kenal
dengannya supaya aku ini tunduk di mulut dan juga di hati," berkata
si baju kuning. "Sampai waktu kalau aku turut kepada Kim Too
bengcu, aku menurut dengan ada alasannya yang dipertanggung
jawabkan-"
"Maksud tayhiap dapat menimbang, diantara Kim Too Bengcu
dan Sin Kun yang saling berebut pengaruh itu, siapa lebih baik dan
siapa lebih buruk, bukankah?" si nona menegaskan. ciu ceng batuk
batuk. "Inilah aku... aku..."
"Apakah maksudmu, tayhiap" Katakanlah"
"KeCerdasan nona, aku telah mengakuinya. Aku maksudkan ilmu
silat..." Mendengar itu, siauw Pek bingung sendiri.
"Berabe" keluhnya dalam hati. "Nona Hoan tidak mahir ilmu
silatnya dan orang ini justru hendak mengujinya di dalam ilmu itu."
Tapi, terdengarlah suara sinona: "Tayhiap. kau sudah sadar
sesudah sadarnya akan tetapi kesehatan tubuhmu belum pulih
seluruhnya aku khawatir kau tidak berdaya didalam menempur
aku..." Diam diam ciu ceng menyalurkan pernapasannya, ia
mengerahkan tenaga dalamnya. "Aku merasa sehat sekali, nona,"
katanya. "Tayhiap mengatakan tayhiap tidak memperCayai kata kataku,"
kata sinona. "Sekarang begini saja^ Silahkan tayhiap mencoba satu
sampokan. Arakku itu dapat memusnahkan raCun yang mengeram
di dalam tubuh tayhiap. tetapi serentak dengan itu, tanpa
diketahuinya juga dapat membuat orang lenyap ilmu silatnya" ciu
ceng tersenyum.
"Apa benar demikian nona"jika benar begitu, ilmu obat obatan
nona melebihi lihaynya ilmu obat obatan Sin kun"
"coba saja dulu tayhiap"
ciu ceng segera menyampok. tetapi segera mukanya menjadi
pucat, lenyap senyumnya, berganti dengan wajah kerut hendak
menangis. "Bagaimana?" Soat kun bertanya sambil mengawasi, "Sekarang
kau perCaya atau tidak?" Jago itu menghela napas.
"Selama hidupku, sering aku menemui orang orang pandai silat,
tapi yang seperti Sin kun dan kau nona..." katanya, masgul, tak
dapat dia meneruskannya.
"Ketika tayhiap bertemu dengan orang yang tayhiap sebut sin
kun itu, tayhiap segera tersesat, tayhiap kehilangan dirimu sendiri,"
kata si nona. "Dia menyebabkan kau meruntuhkan dalam sekejap
saja nama besarmu dalam dunia Kang ouw Kini, setelah tayhiap
bertemu denganku, aku membuatmu sadar dan kembali pada diri
asalmu, bahkan kelak kau akan memperoleh kembali nama baikmu
itu" Periahan lahan, ciu ceng tunduk.
"Nona, kata katamu sekarang ini adalah kata kata tak berguna
lagi katanya, masgul. "Kini kesehatanku telah pulih, tetapi tenaga
dan kepandaianku telah, maka itu aku, aku hidup atau mati di mata
nona aku sama saja, tidak nona hargai lagi"
o.o.o.o.o. "Jangan keliru, tayhiap. Kenyataannya tidak demikian- Dapat aku
melenyapkan tenaga kekuatan tayhiap. dapat pula aku
memulihkannya kembali" Mata jago itu bersinar. Dia menatap tajam.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia agak heran.
"Benarkah nona memiliki kepandaian semaCam itu?" dia
menegaskan. "Asal tayhiap sudi menerima baik kata kataku didalam waktu satu
jam, akan aku pulihkan tenaga dan kepandaian tayhiap" menjawab
sinona suaranya tetap.
Seorang jago silat paling menyayangi kepandaiannya, kepandaian
itu melebihi jiwanya tak heran ciu ceng menjadi sangat tertarik hati.
Demikian juga anggapan siJenjang kuning ini. Dia mengangkat
kepalanya dan menggumam
"Didalam waktu satu jam kepandaianku akan pulih kembali" Ah,
ini tak mungkin..." Siauw Pek dan Ban Liang semua diam terpaku
merekapun heran sekali.
"Hebat sinona" pikir mereka. "Dia dapat membuat ciu ceng yang
gagah dan berpengalaman menjadi limbung seperti sekarang ini
Sungguh dia liehay"
"Apakah tayhiap masih kurang perCaya aku?"
"Aku perCaya kau nona. Nah, apakah yang nona ingin ketahui.
Tanyakanlah" Jago itu memberikan jawaban dengan segera. Ia
berpikir Cepat.
"Maukah kau kembali pada diri asalmu,pada namamu yang
besar" Bersediakah kau bekerja sama guna keadilan dunia Kang
ouw?" tanya sinona.
"Nona, nona... Apakah dengan begini kau hendak memaksa
menekan aku?"
"Jikalau aku berbuat demikian, apa bedanya aku dengan Sin kun
kamu itu" Aku tegaskan, kau bersedia menerima kata kataku ini
atau tidak, tetap aku akan memulihkan tenaga kepandaianmu.
Sengaja aku memunahkan raCun di dalam tubuhmu supaya kau
sehat dan merdeka, supaya kau tak menghawatirkan juga untuk
mengutarakan apa yang kau pikir didalam hatimu."
ciu ceng berdiam sebentar, terus ia menarik napas.
"Nona, kau tidak cuma pandai luar biasa, kau juga sangat murah
hati dan bijaksana, kau membuat orang kagum dan tunduk. Nona,
jikalau tenaga kekuatanku pulih, aku akan ikuti kau untuk dengan
setulusnya hati menerima segala titahmu"
"Berat kata katamu ini, ciu tayhiap." berkata sinona. Hanya
sedetik dia berhenti, lalu ia berkata pula^ "Ambillah sebutir siau yoh
tan dan berikan pada ciu tayhiap"
"Ya" menyahut Thio Giok Yauw, kepada siapa perintah itu
ditunjukkan, lalu terus dia merogo sakunya, mengeluarkan sebuah
peles obat dibukanya tutupnya itu dan dikeluarkannya sebutir piL.
Dengan Sikap menghormat, nona ini menyerahkan obat itu kepada
jago Serba kuning itu
ciu ceng menyambuti, tanpa melihat pula, obat itu dimaSukkan
ke dalam mulutnya dan ditelan.
"Sekarang, ciu Tayhiap. silakan duduk bersila, untuk
bersemedhi," berkata si nona. "Luruskanlah jalan nafas tayhiap.
sebentar, sekira sepertanak nasi, akan pulihlah tenaga kepandaian
tayhiap" Sekarang ini jago itu sudah perCaya betul kepada si nona, ia
menurut, ia terus duduk. guna memelihara pernafasannya.
Setelah itu, sunyilah ruang rumah gubuk itu. Semua orang
berdiam, cuma hati mereka yang pada bekerja. Kecuali kedua nona
Hoan, semua yang lainnya heran, semua ingin menyaksikan
kegaibannya pil mustajab itu...
"Entah dari apa dibuatnya pil itu," pikir Siauwpek. "Benarkah ciu
ceng akan pulih tenaga kekuatannya" Kalau dia pulih, lalu dia tak
suka tunduk, bukankah itu berarti kita harus bertempur pula seCara
hebat?" "Kalau dia tidak dikekang, itulah berbahaya" Ban Liang pun
berpikir. Sementara itu, sang waktu tetap berjalan, tanpa rintangan,
sebab tak ada suatu apa yang dapat menghadangnya. Ruang tetap
dikuasai sang kesunyian- Kesunyianpun penuh dengan suasana
ketegangan-.. Akhirnya, tawa Soat Kun memeCah kesunyian itu. "ciu Tayhiap."
serunya, perlahan "sang waktu telah tiba"
ciu ceng segera melompat bangun. itulah isyarat si nona yang dia
tungguh tunggu. Dia ingin mencoba, menguji. begitu dia bangkit,
begitu dia menyampok kearah luar rumah, Satu sambaran angin
yang keras terasa dan terdengar karenanya Sijago tua girang sekali
tetapi dia tertegun. Dia kekemak.
"Tenaga kekuatanku telah pulih" katanya kemudian singkat saja.
"Bagus" berkata si nona yang tetap bersikap tenang. "Nah,
sekarang, kau hendak mencoba aku dengan cara apa?"
"Hai celaka" berseru Siauw Pek di dalam hati. "Kalau dia lupa,
bUkankah itu baik" Nonaku, oh, mengapa kau menimbulkannya?"
ciu ceng berdiam, paras mukanya nampak berubah ubah. Terang
sekali pikirannya berkutat keras dan hatinya guncang
bergelombang. Tapi selang sesaat, lenyaplah ketegangannya,
sebagai gantinya, dia menarik napas panjang. "Nona aku bersedia
mengikuti kau," katanya kemudian, "tak usah kita pie bu lagi " "Pie
bu" berarti "mengadu kepandaian".
Menyusul itu - "bret" Maka merobeklah baju kuningnya ini,
karena ia telah menggunakan tangannya menyobeknya hancur.
soat Kun lalu berkata sungguh sungguh. "ciu Tayhiap. kau sadar
akan dirimu, sungguh, itulah keberuntungan kaum Rimba Persilatan
ciu Tayhiap. terima kasih"
ciu ceng tidak menjawab, hanya matanya menyapu pada tiga
puluh enam orang bawahannya yang masih rebah tak berkutik di
tanah. Mereka itu masih tidur nyenyak...
"Nona, bagaimana nona hendak berbuat atas diri tiga puluh
enam ang-ie kiam-su ini?" tanyanya kemudian"Ang-ie kiamsu" berarti "jago jago pedang berseragam merah".
Ang ie ialah baju merah dan kiamsu,jago pedang.
"Bagaimana pendapat tayhiap" si nona membaliki.
"Mereka ini semua tak lemah ilmu silatnya menurut aku, baiklah
kita pakai tenaga mereka untuk kita." ciu ceng mengutarakan
pikirannya "Baik," berkata si nona, memutuskan. "Mereka semua aku
serahkan dibawa pimpinanmu"
"Terima kasih nona. Tapi, aku kuatir, diantaranya ada yang tak
sudi menakluk."
"Itupun terserah kepada kau. Kau dapat melepas atau
membunuhnya."
"Baiklah Akan kucoba sebisaku menginsafkan mereka, supaya
mereka mau bekerja sama didalam rombongan Kim Too bun."
Karena Siauwpek memakai lambang Kim Too Golok Emas,
dengan sendirinya golongannya ini merupakan satu partai (bun).
"Numpang tanya, nona," kemudian ciu ceng berkata pula,
"dimanakah adanya bengcu, ingin aku menjumpainya."
Terperanjat juga Siauw Pek mendengar kata-kata orang itu,
pikirnya^ "aku tengah terluka, aku rebah disisimu, nampaknya
mana pantas aku menjadi bengcu "..."
soat Kun menjawab. "Sekarang ini pergi kau taklukkan dahulu
tiga puluh enam kiam su itu, setelah kau berhasil, baru kau
menemui bengcu. Waktunya masih belum terlambat."
"Baiklah Oey Hu-hoat dan Kho Hu hoat, tolong bebaskan mereka
itu" Oey Eng dan Kho Kong maju untuk bekerja, hanya sebentar,
selesai sudah mereka melakukan tugas mereka.
"Maukah nona memberikan mereka obat untuk memulihkan
tenaga mereka?"
"Inilah permintaan yang tak dapat sembarang diterima baik,"
sijago tua berpikir "Jikalau mereka itu tak sudi menakluk dan
mereka berontak. itulah artinya satu kesulitan bukan kecil..."
Akan tetapi terdengarlah suara Nona Hoan "berikan mereka
masing masing sebutir pil Hoan Leng Tan "
Terkejut sekali sijago tua, hingga alisnya berkerut. Karena kata
kata si nona merupakan perintah, tak berani mencegah, sebab ada
kemungkinan ia nanti ketemu batunya. Terpaksa ia berdiam saja.
Tetapi, diam diam waspada dan mengerahkan tenaga dalamya, siap
siaga untuk sesuatu...
Tidak lama sadarlah ketiga puluh enam kiam su itu ciu ceng
menantikan sejenak. lalu dia mendehem dehem.
"Apakah kau mengenali punco?" dia tanya orang orang
berseragam itu.
"Oey Liong Tongcu" mereka itu menjawab serentak.
"Benar" berkata ciu ceng. "Diantara keempat tongcu hanya
akulah yang tak gemar memakai topeng..." Ia tertawa, ia mengusap
janggutnya, lalu ia menambahkan. "Pembicaraanku dengan nona ini
tentulah kamu telah mendengarnya, karena itu, mesti kamu telah
mengerti juga dengan baik sekali. Apakah kamu sudah
memikirkannya?"
"Ya sudah" adalah jawaban serentak pula. "Bagus kamu telah
mendengar dan berpikir sekarang aku hendak memberitahukan
kepadamu tentang sikapku. Aku sudah mengambil keputusan
melepaskan diri dari kekuasaan ceng kiong sin kun, untuk
sebaliknya memasuki rombongan Kim Too bun guna bekerja untuk
kebaikan dan keadilan Rimba Persilatan. Bagaimana dengan kamu
sendiri tuan-tuan" Silahkan kamu juga mengambil keputusan sendiri
Siapa mau berdiam disini bersama-sama punco, untuk bekerja bagi
Kim Too bun, punco akan menyambutnya dengan sangat girang
sekali sebaliknya, siapa tidak sudi meninggalkan Mo kiong mereka
merdeka mengambil keputusannya"
Tiga puluh enam orang itu berdiam, mata mereka saling
mengawasi. Mereka heran diubahnya sebutan Seng kiong menjadi
Mo kiong, kalau "Seng kiong" berarti "Istana Nabi" (Dewa) maka
"Mo kiong" adalah "Istana lblis".
"Jikalau kamu tidak sudi, tuan-tuan," ciu ceng menambahkan
menyaksikan keragu raguan orang orang itu, "aku akan mewakili
kamu untuk mengajukan..." Tiba tiba ia berhenti bicara, buat
berpaling kepada Nona Hoan, yang tampak hanya punggungnya,
untuk bertanya: "Numpang tanya, nona, bagaimana kami harus
memanggilmu" Aku..."
"Aku she Hoan," Soat Kun menjawab. "Aku sendiri belum menjadi
anggota Kim Too Bun. Kamu panggil saja aku dengan sheku."
sinar mata ciu ceng memain- Ia mengawasi pula semua kiamsu
itu. "Jikalau kamu tidak mau berdiam disini, puncopun akan
memohonkan kepada Nona Hoan supaya kamu diantar keluar
dengan baik-baik dari tin ini..."
Lalu terdengar dua orang kiamsu yang disebelah kiri berkata
serentak: "Jikalau tongcu benar hendak berdiam disini, bawahanmu
bersedia mengikuti tongcu" ciu ceng mengangguk. dia tersenyum.
"Selama kita mengikuti Sin kun, kita masing masing berlaku palsu
satu dengan lain, tidak ada yang saling mempercayai," berkata ia,
"karena itu sekarang ini tentulah tuan tuan masih tetap mencurigai
aku si orang she ciu..." Ia berhenti sejenak akan merogoh keluar
sebatang anak panah keCil berwarna kuning emas dari sakunya,
segera ia patahkan itu menjadi dua potong, baru dia melanjutkan:
"ciu ceng memasuki kalangan Kim Too Bun dengan setulus hati,
jikalau aku mendusta, maka dibelakang hari biarlah nasibku menjadi
sebagai anak panah ini"
Besar pengaruh sikap jantan tongcu ini, segera terdengar para
kiamsu itu berkata saling susul: "Kami suka mengikuti tongcu
memasuki Kim Too Bun"
"Bagus" seru tongcu itu, "Nah, tuan-tuan, siapa sudi mengikuti
aku, silahkan tetap duduk. jangan bergerak. Dan, siapa tak sudi,
silahkan bangkit berdiri" Hanya sejenak. maka tampak delapan
kiamsu bangun berdiri. ciu ceng tersenyum mengawasi mereka itu.
"Apakah tenaga kekuatan tuan-tuan sudah pulih?" tanyanya.
"Ya sudah pulih kembali" sahut serentak delapan orang itu.
ciu ceng tetap menatap katanya pula^ "seseorang mempunyai
Cita Cita sendiri, aku tak dapat memaksa kamu, tuan tuan-.." Dia
berpaling, akan mengawasi mereka yang sedang duduk itu, baru dia
menambahkan: "Siapa mau berdiam disini, berdiamlah Siapa tidak
suka, dia dapat pergi berlalu, punco tidak ingin memaksanya. Nah,
siapa lagi yang hendak pergi" Silahkan lekas bangun berdiri"
Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban- Tidak. sekalipun sudah
diulangi beberapa kali.
setelah menanti cukup lama, ciu ceng menoleh kepada Soat Kun.
"Nona, ada delapan orang yang tak sudi berdiam disini" ia
melaporkan. "Baik silahkan Ban Hu hoat antar mereka keluar dari
tin" "Baiklah.. aku yang rendah yang mengantar sendiri," kata ciu
ceng. "Baik" menjawab sinona, "Ban Hu hoat yang membuka jalan"
"Memporak porandakan-.." kata ciu ceng kepada sijago tua.
Terus ia memandang kedelapan kiamsu itu seraya berkata: "Nah,
tuan tuan dapat pergi sekarang"
Delapan kiamsu saling mengawasi, kemudian mereka mulai
berjalan, mengikuti bekas tongcu mereka, Ban liang membuka jalan,
keluar dari rumah gubuk. Katanya: "Tuan2 telah menyaksikan dan
mengalami sendiri liehaynya tin kami ini, maka itu, ikutilah
dibelakangku, jangan kamu salah jalan satu tindak juga"
Tidak lama, sampailah mereka diluar tin, ciu ceng memberi
hormat kepada delapan kiamsu itu seraya berkata "Kalau sebentar
tuan tuan menghadap Sin kun, pasti kamu sukar luput dari
hukuman, karena itu tidak ada halangannya bagiku andaikata kamu
melepaskan tanggung jawab kamu dan menyerahkannya diatas
pundakku, dengan begitu mungkin kamu tidak akan merasai siksaan
lahir batin..."
Enam belas mata delapan orang itu mengawasi tongcu mereka,
mulut mereka semua bungkam.
ciu ceng batuk batuk. Katanya pula. "Walaupun kamu meng
antar tuan-tuan sampai selaksa lie, pada akhirnya kita toh bakal
berpisah, maka itu tuan-tuan, semoga kamu menjaga diri baik-baik,
maafkan aku, tak dapat aku mengantar lebih jauh pula"
Tongcu itu merangkap kedua tangannya memberi hormat, terus
ia memutar tubuh untuk bersama sama Ban liang kembali kedalam
tin- Sijago tua tersenyum dan berkata, "Dahulu ciu tayhiap
memperoleh penghargaan kaum Rimba Persilatan, sampai sekarang
ini sifat gagahmu masih tetap seperti dahulu itu"
"o, saudara Ban memuji saja..." kata sibaju kuning, menghela
napas. "Baiklah.. aku bicara terus terang pada kau, saudara Ban
sudah sekian lama tak puas aku menghadapi kekejaman iblis itu,
akan tetapi karena tubuhku terkekang hebat, tak berdaya aku
menghindarkannya, sulit buat aku menguasai diriku sendiri,
terpaksa aku mesti menerima diperintah perintah. sekarang aku
bertemu dengan Nona Hoan, aku telah dibebaskan dari kekangan
atas diriku itu, sekarang aku merdeka, akan aku habiskan seluruh
tenagaku untuk membela keadilan, bersedia aku menerima titah
titah sinona, matipun aku tak akan menyesal"
"Siapakah sebenarnya Beng kiong ma kun itu?" Ban liang
bertanya. "Heran kenapa dia mempunyai kepandaiannya itu untuk
mempengaruhi kau. ciu Tayhiap. sedangkan kau berkepandaian
tinggi..."
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Malu aku buat berbicara, saudara Ban," menyahut orang she ciu
itu malu. "Aku tinggal didalam Seng kiong sudah dua puluh tahun
akan tetapi selama itu belum pernah sekalijua aku melihat wajahnya
yang asli, kita semua cuma memanggil dia Sin Kun..."
"oh, begitu?" kata sijago tua, "sungguh hal yang aneh sekali
Tapi, sekalipun ciu tayhiap belum pernah melihat wajahnya, tentu
tayhiap ketahui baik potongan tubuhnya. Apakah ada sesuatu yang
luar biasa, yang beda dari pada orang kebanyakan?"
ciu ceng menggelengkan kepalanya. "Tidak" sahutnya. "Setiap
kali dia bicara denganku, di depannya tentu ada sebuah tirai ajaib
yang memisah kami satu dari lain"
"Apakah tirai ajaib itu?" Ban Liang bertanya.
"Katanya, kalau dua orang berbicara atau berhadap hadapan
diantara tirai, orang yang disebelah luar tidak dapat melihat orang
yang didalam, sebaliknya orang yang didalam bisa melihat orang
yang diluar dengan leluasa."
"Kiranya begitu," kata sijago tua, yang tetap merasa aneh.
Selama bicara itu, tiba sudah mereka di depan rumah.
"ciu Tayhiap. silahkan" berkata sijago tua. Dia jalan dimuka tapi
segera dia bertindak ke samping untuk membagi jalan"Maaf!!" kata ciu ceng, yang terus bertindak masuk. Kepada soat
Kun ia terus memberikan laporannya.
"Apakah mereka sudah pergi semuanya ?" tanya Nona Hoan"Sudah, ah, kasihan mereka itu... mereka telah kena ditundukkan
seCara hebat oleh Seng Kong Mo Kun hingga mereka tak berani
meronta atau meninggalkannya."
soat Kun mengangguk, ia tidak bertanya melit. "Ban Huhoat,
apakah kereta kuda sudah siap?" ia balik menanya Ban Liang.
"Sudah siap sekian lama, nona?"
"bagus Sekarang ini tenaga kita masih belum cukup untuk
menentang Beng kiong Mo Kun secara berhadap hadapan, maka itu
, sekarang sudah waktunya kita berangkat"
"Kemana, nona "
"Aku tahu kemana kita harus pergi, harap tak usah locianpwee
berpayah hati."
"Bagaimana dengan tin kita ini?" tanya Giok Yauw, yang
semenjak tadi berdiam saja. "Kita singkirkan saja pagar bambunya,
kita biarkan mereka masuk untuk melihatnya." Mulu tBan Liang
terbuka tetapi suaranya tak terdengar. Ia tak jadi bicara.
"ciu Tayhiap," berkata soat Kun kepada si orang baru ciu ceng,
"kami didalam Kim Too bun kami tidak mengadakan tingkat derajat
tinggi dan rendah, kecuali bengcu dan aku, semua menjadi huhoat.
Kelak dibelakang hari apabila Kim Too bun sudah memperoleh
kedudukan kuat, baru kami memikir buat menetapkan pangkat"
sinona menghela napas, ia melanjutkan^ "Aku mengharap supaya
lewat setengah tahun Kim Too bn akan memperoleh nama didalam
Rimba Persilatan, supaya orang-orang gagah pada kumpul diantara
kita" Hebat kata- kata itu, tak mudah orang menerka suara keluar dari
mulut seorang wanita yang nampak demikian lemah lembut, apa
pula dia bercacad matanya.
"Nona benar" ciu ceng menyatakan setuju.
"Dua puluh delapan saudara yang baru masuk itu, buat
sementara kita namakan saja jie sip-pat Ciang," berkata sinona pula.
"Mereka itu aku serahkan kepada ciu Hu hoat untuk memimpinnya .
" "Jie sip pat ciang", dapat diartikan dua puluh delapan perwira.
"Baik, nona," ciu ceng menerima tugasnya.
"Kita berangkat sekarang," berkata sinona lagi. "Ban Hu hoat, ciu
Hu hoat, silahkan mengajak jiesip pat ciang keluar untuk
menantikan kami."
Kedua Hu hoat itu menyahuti lalu mereka keluar bersama dua
puluh delapan kiamsu itu.
SiauwPek bangkit dengan perlahan-lahan.
"Nona Hoan-.." katanya.
"Ada titah apakah, bengcu?" sinona tanya.
"Apakah nona yakin bahwa ciu ceng benar benar takluk?" tanya
siketua. "Hambamu percaya dia takluk setulusnya," sahut sinona.
"Sekarang ini kebanyakan orang liehay sudah dikumpulkan oleh
Seng kiong Sin Kun, jikalau kita tidak mengambilnya dari dia itu,
dari mana kita mendapatkannya pula?"
"Nona biasa menerka tepat, mungkin nona tidak keliru"
"Kalau kita bisa mendapatkan salah satu jago Sin Kun, itu berarti
dia kekurangan satu tenaga, kalau kita berhasil berturut-turut
mendapatkannya, tiap hari satu, pastilah tenaga dia itu menjadi
surut dan sebaliknya kita bertambah kuat."
"Nona mau meninggalkan kerangka Liok Kah Tin ini, apakah
musuh tidak menggunakan kesempatan untuk memahamkan
rahasianya ?" Siauw Pek bertanya pula.
"Tidak apa, bengcu, tidak akan ada faedahnya untuk mereka.
Aakn aku hapus beberapa bagiannya yang penting, supaya mereka
tak dapat menerka..."
Habis berkata, sinona menarik napas perlahan, "bagaimana
dengan lukamu, bengcu?" tanyanya prihatin.
"Berkata pertolongan nona, sekarang sudah tidak ada
halangannya."
"Dapatkah bengcu bergerak dengan leluasa?"
Diam- diam sianak muda mengerahkan tenaga dalamnya.
"Buat menempur musuh tangguh, mungkin belum cukup, tapi
buat berjalan saja, aku sanggup,"
"Hambamu telah minta Ban Hu hoat menyediakan tiga buah
kereta, baiklah bengcu menggunakan satu diantaranya supaya
bengcu dapat sekalian beristirahat."
"Tak usahlah, nona."
"Ingatlah akan kesehatanmu, bengcu. Nasib Rimba Persilatan
erat hubungannya dengan kesehatanmu itu, maka juga bengcu
harus pandai merawat diri "
Siauw Pek menghela napas. "Baiklah," katanya terpaksa.
"Terimakasih."
soat Kun lalu membisiki adiknya: "Soat Gie, ubahlah tin kita. Kita
berangkat sekarang "
Soat Gie mempunyai mulut tetapi tak dapat ia berbicara, maka
itu ia cuma tersenyum. segera ia berlalu untuk bekerja.
Giok Yauw kagum bahkan mengiri melihat senyuman si nona
bisu, yang demikian manis dan menggiurkan. Katanya didalam hati:
"Dia begini cantik, sayang dia cacat, hingga dia tak dapat
berbicara..."
Tidak lama, Soat Gie sudah kembali, langsung ia mendampingi
kakaknya. Atas tibanya sang adik, Soat Kun bangkit berdiri "Mari
kita berangkat" katanya, yang terus bertindak.
Siauw Pek dan kawan kawannya lalu mengikuti, beruntun mereka
menuju keluar tin- Di muka tin itu tampak tiga buah kereta kuda,
yang sudah dilindungi dikiri dan kanan dan belakang oleh dua puluh
delapan perwira berbaju merah itu, tangan mereka mencekal
masing masing senjatanya. Ketat penjagaan mereka itu.
"Silahkan nona naik kereta" ciu ceng mengundang sambil
menjura. soat Kun menoleh, terus ia bertindak Cepat menghampiri
keretanya. Ketika ia menaikinya ia berlompat serentak bersama
adiknya. Setelah itu sang adik menurunkan tenda.
Menanti sampai telah rapi si nona naik kereta, ciu ceng berpaling
kepada siauw Pek, dan berkata^ "Tuan terluka, silahkan tuanpun
naik kereta Kita mau segera bangkit"
orang baru ini tak tahu si anak muda adalah ketuanya, Cara
bicaranya biasa saja, tak pertanda menghormatinya.
Siauw pek tidak mau banyak bicara, ia cuma tersenyum, terus ia
naik. Oey Eng dan Kho kong naik kereta bersama kakaknya itu.
ciu cEng menoleh kepada Thio Giok Yauw.
"Nona naik kereta atau berjalan kaki?" tanyanya.
"Pasti aku mau naik kereta" sahut nona itu.
ciu ceng pun tak tahu kedudukan nona Hoan ini, ia cuma melihat
orang ini agak binal atau sombong, tak mau ia bicara, ia melainkan
tersenyum. Dengan suara tinggi, ia menanya. "Nona Hoan, apakah
kita segera berangkat?"
"Yaa, segera" ada jawaban dari dalam kereta yang nyaring dan
merdu. "Baiklah," sahut ciu ceng, yang terus mengulapkan tangannya,
maka berangkatlah ketiga buah kereta, sedangkan dua puluh
delapan pe^rwira itu memeCah diri lebih jauh untuk melindungi
semua kereta kereta itu.
Dengan bersuara berisik, bergeraklah ketiga kereta kearah
depan. Giok Yauw memandang berkeliling. Ia tidak melihat Hie Sian
cianPeng, ia heran"Hm" terdengar suaranya, pertanda dia mendongkol. Segera ia
melompat menaiki kereta yang paling belakang. Baru saja ia
menyingkap tenda kereta, ia mengeluarkan seruan tertahan- Ia
terperanjat saking herannya.
Kereta itu ada isinya, seorang yang merebahkan diri. Dan itulah
si Dewa Ikan, tidak diketahui kapan tibanya. Dia rebah sambil
memejamkan matanya. Giok Yauw menolak tubuh orang itu. "Kapan
kau kembali ?" tegurnya.
cianpeng membuka matanya dengan perlahan-lahan, ia
menatapsi nona seraya ia menggeleng geleng kepala. Tak sepatah
kata keluar dari mulutnya.
Nona Thio mendongkol, hingga mau ia umbar
kemendongkolannya itu, tapi selagi mengawasi sijago tua, ia
tampak sesuatu yang mencurigakan, hingga ia mengernyitkan
alisnya. "Apakah kau terluka?" ia tanya.
cianPeng mengangguk. Tetapi dia tidak menjawab, bahkan dia
memejamkan pula matanya seperti orang yang mau tidur.
Giok Yauw berdiam, walaupun dia merasa aneh, ia tahu jago tua
itu mempunyai latihan tenaga dalam yang beda daripada orang lainLain orang merawat luka dengan duduk bersemedhi, dia sebaliknya
sambil merebahkan diri. Karena itu tak mau ia mengganggu. Kereta
telah berjalan kira kira satu jam ketika berhentilah roda rodanya.
Giok Yauw ketika itu tengah duduk bersemadhi. Ia menjadi
terperanjat. Dengan segera ia membuka kedua belah matanya.
Begitu ia melihat, ia terkejut, herannya bertambah...
cianPeng sudah lenyap. entah kapan perginya dia. Sebagai ganti
tubuh si Dewa Ikan, di dalam kereta itu terletak sehelai surat.
Tidak ayal lagi Nona Thio menjemput surat itu, untuk dibaCa.
Beginilah bunyinya^
"Perjalanan ini berbahaya, ancamannya tersusun susun.
Dengan mengandalkan tenaga kamu beberapa orang saja,
mungkin kamu akan memperoleh kesulitan- Karena itu waspadalah"
Aneh si Dewa Ikan- Dia menyebutkan di tempat mana bahaya
mengancam, dia tidak menyebutkan daya untuk menghindarkannya.
Dia pula tidak menyatakan bahwa dia akan memberikan
bantuannya. Nona Thio mendelong.
"IHmm, siluman bangkotan. Awas kau Jika nanti aku jumpa kau,
akan kubuat perhitungan" Tiba tiba dari luar kereta terdengar suatu
pertanyaan- "Nona kau gusar kepada siapa?"
Giok Yauw terkejut. Ia tak menyangka kata kata itu ada yang
mendengar. Ia lalu menyingkap tenda kereta. Maka ia melihat Seng
Su Poan Ban Liang. "Aku tengah mendamprat cian Peng si Dewa
Ikan" sahutnya. Ban Liang agaknya heran"Eh, dimanakah adanya Cian Tayhiap sekarang?" dia bertanya.
"Hm, apa si tayhiap. Tayhiap saja Dia hanya situabangka tukang
piara ikan" berkata si nona sengit.
Ban Liang melihat kesekitarnya, lalu kepada tenda kereta.
Agaknya ia ingin menyingkap tenda itu, guna melihat kedalam
kereta, tetapi ia tak berani lancang. "Apakah cian Tayhiap sudah
pulang?" tanyanya. Ia tetap menyebut tayhiap.
"Dia baru saja pulang."
"Apakah dia berada didalam kereta nona?"
Ban Liang bertanya begini karena dia tahu tabiat aneh cian Peng,
jadi ada kemungkinan si Dewa Ikan sudah naik kekereta nona itu.
"Hm" Demikian terdengar suara dongkol dari si nona. "Dia telah
kena dihajar orang hingga terluka, dan sembunyi di dalam kereta
untuk beristirahat" Mendengar begitu, Seng Su Poan segera
mengulurkan tangan menyingkap tenda.
"Aku Ban Liang..." katanya untuk memperkenalkan diri, tapi
mendadak dia bungkam dan matanya membelalak. Sebab tak
nampak si Dewa Ikan
"orang belum bicara habis..." berkata si nona, "Buat apa bingung
tak karuan" cian Peng baru saja sampai tapi segera dia berlalu pula
seCara diam diam"
Ban Liang melepaskan tenda, hatinya berpikir: "cian Peng itu
orang dengan kedudukan apa Kau, budak perempuan, mengapa sih
kau tak suka menahan mulutmu" Kalau dia dengar suaramu,
mungkin kau tahu rasa" Tapi ia tak mengutarakan apa yang ia pikir,
ia hanya berkata: "Mungkin cian Tayhiap pergi pula karena ada
urusan yang penting..."
"Andaikata ada urusan, seharusnya dia bicara dahulu, belum
terlambat dia pergi. Kini dia bawa lagak bagai maling, datang dan
juga pergi dengan diam diam. Dapatkah dia disebut seorang
enghiong"Jika nanti aku bertemujua dengannya, tidak dapat tidak.
mesti aku hajar adat, biar dia tahu rasa"
"Hm" Ban Liang berpikir. "Kau mencaci dia, kalau dia dengar,
kaulah yang bakal diajar adat olehnya..."
Karena herannya, jago tua ini menjadi berdiam saja.
Sesaat kemudian, berkuranglah kemendongkolan Giok Yauw.
Karena itu, ia jadi dapat berpikir. Ia ingat kenapa kereta dihentikan
di tengah jalan itu. "Kenapa kita singgah disini ?" kemudian ia
bertanya. "Mungkin ada sesuatu kesulitan, nona," sahut Ban Liang.
"Silahkan nona beristirahat, loohu hendak pergi kedepan untuk
melihatnya." Habis berkata, sijago tua itu lalu memutar tubuh dan
berjalan. "Tunggu dulu" Giok- Yauw memanggil.
"Ada apa, nona?"
"Jikalau ada terjadi pertempuran,jangan lupa untuk memanggil
aku..." Dan baru berkata begitu, tiba-tiba nona ini ingat surat cian Peng,
yang masih dipegangnya. Segera ia angsurkan itu pada sijago tua
sambil menambahkan : "Inilah suratnya cianPeng, tolong sampaikan
pada Nona Hoan"
Ban Liang menyambuti, karena surat tidak tertutup, dapat ia
membaCanya. Ia lalu menghela napas.
"Aku tahu, cian Tayhiap belum pernah bicara dusta, dia telah
meninggal suratnya ini, mesti ada sesuatu yang dia telah lihat.
Karena itu nona, jangan kau menganggapnya remeh..."
"Si tua bangka aneh tukang memelihara ikan itu, walaupun
tabiatku sangat aneh, ilmu silatnya tinggi sekali," berkata si nona,
"jikalau aku tidak memandang mata kepadanya, tidak nanti aku
menghendaki suratnya ini lekas-lekas disampaikan Nona Hoan "
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melihat sepak terjang nona ini terhadap cian Peng, sijago tua
heran sekali. Iapun menyesal bahwa ia belum tahu jelas tentang
pribadi si nona. Rupanya sangat erat perhubungan nona itu dengan
cian Peng, bahkan luar biasa, kalau tidak. tidak nanti Nona Thio
menyebut orang si tua bangka, tua bangka bangkotan cian Peng itu
berusia lanjut dan namanya tersohor dan umumnya kaum Rimba
Persilatan menghormatinya... Tengah jago tua ini berpikir demikian,
dia mendengar siulan panjang. ia terperanjat. "Nona tunggu disini"
katanya Cepat, "Aku hendak pergi kedepan"
Dan ketika itu waktu fajar, CuaCa mulai terang, segala sesuatu
mulai tampak. Giok Yauw memandang pula kesekitarnya, terus ia
pesan "ingat, kalau terjadi pertempuran, jangan lupa memanggil
aku " "Ya aku ingat" sahut si orang tua, yang terus iari kedepanJustru itu ciu ceng bersama empat kiamsu iari mendatangi, tiba
didepan kereta soat Kun dia segera berkata : "Nona, kita telah
masuk kedalam perangkap dari Seng Keng..."
Dari dalam kereta terdengar suara si nona: "Apakah ciu tayhiap
dapat menerka kekuatan pihak sana ?"
"sukar untuk menerka, nona.Jikalau tidak keiiru, merekaiah orang
orang lihay dari Pek Liong Tong "
"Pek Liong Tong" berarti "Rombongan Naga Putih" dari Seng
koing sin kun, sebagaimana ciu ceng sendiri asal Oey Liong tang,
rombongan Naga kuning.
"Tayhiap. apakah orang orang mu itu dapat diandalkan?"
"Tetapkan hati, nona. Mereka berani menentang, tentulah
mereka berani mati, tak nanti hati mereka bercabang pula "
"Jikalau begitu, carilah tempat yang bagus letaknya untuk
pembelaan, disana kita akan melakukan pertempuran yang
memutuskan. Dan ingat baik-baik, berwaspadalah untuk tipu daya
atau serbuan mereka secara membokong "
"Aku tahu, nona, tak usah nona payah-payah memesannya."
Berkata begitu, ciu ceng berpaling pada Ban Liang, bertanya :
"Saudara Ban, aku hendak menanyakan sesuatu "
"Apakah itu, tayhiap" sebutkan saja aku akan bicara terus
terang." "Bagaimana dengan ilmu silat kedua huhoat Oey dan Kho itu?"
"Kira- kira berimbang dengan loohu," sahut sijago tua. Ia
menyebut demikian karena ia ingat dua orang muda itu sudah
memperoleh pimpinan Soat Kunciu
ceng berkata pula : "orang seng kong banyak dan orang kita
sedikit, dapatkah kedua hu hoat itu diminta menangkis musuh?"
"Dalam hal ini baiklah tayhiap bicara dulu dengan Nona Hoan, Si
nona dapat memberi keputusan "
Belum lagi ciu ceng menanya si nona, dari dalam kereta sudah
terdengar suara Soat Kun- "Terserah kepada pimpinan ciu tayhiap "
"Terima kasih, nona," ciu ceng mengucap. kemudian dengan
suara perlahan, ia menanya sijago tua. "Katanya disini ada seorang
yang ilmu silatnya lihay luar biasa, benarkah?"
"Ya, jauh diatas Oey Eng dan Kho hu hoat" sahut sijago tua.
ciu ceng heran dia tertawa.
"Benarkah itu?"
"Aku bicara sebenarnya "
"Bagaimana dengan saudara yang terluka itu?" ciu ceng bertanya
pula, suaranya perlahanBan Liang menggoyang-goyangkan kepalanya "Tentang lihaynya
dia, tak dapat aku menguraikan "
ciu ceng berkata pula. "orang mesti kenal diri sendiri dan tahu
musuh, baru ada harapan untuk menang. Sekarang ini aku masih
gelap segalanya, harap juga saudara jangan keCil hati kalau aku
banyak bertanya."
Ban Liang tersenyum. "Jangan keliru mengerti, tayhiap. Tentang
kepandaian orang itu benar- benar tak ada dayaku untuk
melukiskannya"
"Kenapa begitu saudara Ban?"
"Dia aneh sekali, hingga sulit untuk menerkanya. "jawab Ban
Liang lagi. "Begitu?"
"Ya. Aku telah bicara sejujur-jujurnya."
"Saudara Ban, aku mohon penjelasanmu."
"Apa itu, tayhiap" Aku bersedia mendengarnya," katanya lagi.
"orang yang terluka itu demikian lihay, kalau dia tidak dititahkan
maju untuk menangkis musuh, itulah harus sangat disayangi"
"Itu benar" jawabya sangat tegas sekali
"Maka itu aku pikir, kalau dia diminta menangkis semabarangan
saja, itulah berlebihan." berkata pula ciu ceng. "Kehendakku, ialah
untuk melihat dahulu musuh, bagiannya yang mana yang kuat, baru
kita suruh tuan itu yang melawannya. Aku hendak menahan dia
selaku Cadangan... Eh, ya, apakah kedudukan orang itu didalam
Kim Too Bun kita ini?"
Ban Liang tersenyum juga.
"Kedudukannya sesungguhnya tidak rendah," sahutnya. "Kalau
saudara ciu ingin ketahui jelas tentang diri tuan itu, kenapa kau
tidak menanyakannya kepada Nona Hoan saja?"
"oh..." kata Oey Ho si Jenang Kuning, yang kata-katanya
tertahan. Ini disebabkan ia melihat seseorang kiamsu berlari-lari
mendatangi, lalu setelah datang dekat, kiamsu itu memberikan
laporannya, perlahan: "Pihak sana sudah mulai nampak..."
"Siapakah mereka?" tanya ciu ceng, Cepat.
"Dia naik joli dengan tenda putih. Mungkin dia orang penting dari
Seng kiong."
Paras siJenjang kuning sedikit berubah.
"Apakah jolinya itu disulami bunga merah" ia bertanya pula.
Karena terpisahnya masih jauh, hamba tidak dapat melihat itu."
"Nah, pergi mencari tahu lagi" tongcu itu memerintahkan.
Kiamsu itu memutar tubuh dan berlalu dengan lekas.
"Agaknya saudara sangat memperhatikan joli itu?" Ban Liang
bertanya. "Jikalau dia yang datang, berabe" sahut siJenjang Kuning.
Dengan "dia" itu, ia maksudkan "dia" wanita.
"Siapa kah dia itu?"
"seng kiong Hoa Siang."
"Seng kiong hoa siang orang macam apakah dia?"
"Disisi Sin Kun, dialah salah seorang yang paling dipercaya."
"Apakah ilmu silatnya liehay sekali?"
"Liehay tak dapat dijajaki. Ia dapat pelajaran dari Sin Kun
sendiri." Tongcu ini menghela napas, lalu ia menambahkan^ "Hanya
sekarang belum bisa dipastikan, benar dia atau bukan. Kalau benar
dia, ah, kita..." Mendadak ia menutup mulutnya.
"Eh, eh, kau kenapakah?" Wajah ciu ceng menjadi suram.
"Kalau benar Hoa siang yang datang, akan aku balas budi Nona
Hoan dengan jiwaku" katanya, pasti.
"Jangan terlalu berduka, ciu Tayhiap." Ban Liang menghibur.
"Walaupun Hoa siang dan sin kun sendiri yang datang, Nona Hoan
pasti mempunyai daya untuk menghadapinya."
Hiburan itu besar pengaruhnya bagi ciu ceng, yang bagaikan
memperoleh semangat.
"Benar.. Dengan adanya Nona Hoan, sekalipun sin Kun datang
sendiri, apa yang harus ditakuti?" katanya.
Ban Liang sebaliknya berpikir. "Sayang disamping Cerdik, Nona
Hoan lemah ilmu silatnya. Bengcu Sedang terluka, dapatkah dia
berkelahi" Mengenai Nona Hoan, dalam ilmu silat, dia masih kalah
unggul denganku..."
Pikiran ini Seng su Poan tidak berani utarakan kepada ciu ceng.
Sementara itu Sang Surya sudah mulai naik, sinar emasnya
berCahaya sekali.
Tepat waktu itu, dua orang kiamsu lari mendatangi.
"Musuh sudah mendatangi semakin dekat," ciu ceng membisiki
sijago tua Kedua kiamsu segera tiba. Katanya: "orang Seng kiong berada
ditempat dua lie dari sini, dimana mereka menantikan bersama
pasukannya"
"Aku tahu," kata ciu ceng, yang menerima laporan. "Sekarang
beritahukan semua mata mata untuk kembali kesini"
Kedua Kiamsu itu menyahuti, lalu mereka pergi pula.
"Saudara Ban," tanya ciu ceng sambil memandang sijago tua,
"apakah sudah tiba saatnya untuk melaporkan kepada nona Hoan?"
"Ya, sudah waktunya," sahut Ban Liang, yang sebaliknya berpikir
pula: "Inilah saatnya buat menggunakan senjata, buat
mengadujiwa, aku khawatir Nona itu belum mendapat daya untuk
menentang musuh..." ciu ceng bertindak menghampiri kereta.
"Nona Hoan, ia melapor, sambil memberi hormat, "orang Seng
kiong sudah mengatur pasukan disebelah depan dimana mereka
menantikan kita. Hambamu sulit mengambil tindakan maka itu
hambamu mohon keputusan nona..."
Dari dalam kereta terdengar jawaban- "Terhadap lawan jangan
kita berlaku lemah "
"Nona benar," sahut ciu ceng. "Aku akan beri perintah untuk
maju menyambut musuh"
"Dengar dahulu perintahku, baru turun tangan" terdengar pula
suara nona Hoan
"Baik, nona"
Berkata begitu, ciu ceng berpaling kepada Ban Liang, kemudian
katanya: "Aku akan bawa dua puluh delapan perwira maju dimuka,
harap saudara mengajak Oey dan Kho Hu hoat melindungi kereta
nona Hoan"
"Baik saudara ciu" sahut Ban Liang.
Jago tua ini memasang mata. Ia melihat orang berlari lari.
Sebentar saja dua puluh delapan kiam su sudah berkumpul semua.
ciu ceng lalu berkata dengan keras^ "Nona Hoan telah
memerintahkan supaya kita jangan menunjukkan kelemahan
terhadap Seng kiong Nona Hoan telah mempunyai daya upayanya,
walaupun demikian, kita tak akan bebas dari satu pertempuran
dahsyat, maka itu seleksanya pertempuran dimulai, mesti kita
mengadu jiwa kita"
"Kami akan berkelahi hingga mati. Kami tak akan
menyesal"jawab serempak para kiamsu itu.
"Bagus" ciu ceng berseru. Lalu dia maju dimuka.
Dua puluh delapan kiamsu itu menghunus pedang mereka,
mengiringi pemimpinnya itu. Ban Liang sebaliknya menghampiri
kereta. "Nona IHoan" ia memanggil, "Nona Hoan-"
"Ada apa, hu-hoat?" menjawab si nona.
"Nona, aku hendak bicara tentang ciu Tayhiap." berkata sijago
tua. "Kalau kita menemui jago-jago dari Seng kiong, pertempuran
mestinya pertempuran dahsyat sekali. Menurut penglihatanku,
agaknya ciu Tayhiap rada jeri terhadap musuh yang datang ini..."
Soat Kun berdiam untuk berpikir.
"Bagaimana keadaan Bengcu, belum loohu menanyakannya.
Mungkin Bengcu sudah dapat bertempur pula . "
"Pertempuran kali ini sangat penting," berkata sinona. "Mungkin
kesudahannya pertempuran akan mengangkat Kim too bun, untuk
memperkenalkan pengaruh kita dalam dunia Kang ouw, atau
mungkin kita bakal tenggelam hingga tak ada kesempatan buat
bangkit pula..."
"Memang..." pikir Ban Liang. "Berulang kali Seng kiong mengirim
orang orangnya mengepung ngepung kita, kalau terus menerus kita
diganggu dengan pertempuran-pertempuran dahsyat itu memang
menyulitkan, susah buat kita menaruh kaki didalam dunia Kang
ouw..." Lalu terdengar suara merdu sinona tuna netra "jikalau kita tidak
melakukan pertempuran pertempuran dahsyat dengan orang orang
Seng kiong Mo Kun, tak ada jalan lainnya untuk membuat dunia
Kang ouw mengetahu munculnya ceng Gi., Kim Too, oleh karena itu
tolong Ban Hu hoat menyampaikan kepada bengcu supaya ia dapat
menggunakan kesempatan yang baik ini untuk beristirahat sungguh
sungguh, supaya kalau sampai terpaksa, sebentar kita akan
meminta bantuan tenaganya"
"Lohu tahu," sahutBan Liang, yang segera pergi menyampaikan
pesan sinona kepada ketuanya, dan kemudian ia memberi isyarat
agar ketiga kereta kuda dimajukan terus kedepanBaru berjalan kita-kira dua lie, kedua belah pihak sudah
berhadap-hadapan.
Itulah sebuah tanah belukar yang sunyi. Di sebelah depan sana
berkumpul beberapa puluh pekie kiamsu orang orang berseragam
putih dengan pedang ditangan masing masing. Mereka itu berbaris
ditengah jalan, untuk menghadang. Dipihak sini, ciu ceng
menghadapinya bersama dua puluh delapan orang bawahannya.
Jaraknya diantara dua pihak ada sekira dua tombak. Keduanya
tidak segera turun tangan agaknya mereka masih menantikan
sesuatu. Kereta Soat Kun dimajukan sekali.
"ciu Hu hoat, bagaimana gerak gerik musuh?" tanya sinona.
"Musuh kita terdiri dari orang orang Pek Liong Tong," menjawab
hu hoat yang baru itu, "Jikalau mereka tidak mendapat bala
bantuan, tak usah khawatirkan mereka..."
Baru berhenti suara ciu ceng, mendadak terdengar suara melesat
menyambarnya anak panah, menyusul mana dibelakang pasukan
serba putih musuh itu muncul dua belas budak budak perempuan
yang berseragam hijau, yang semuanya bersenjatakan pedang.
Mereka itu mengiringi sebuah joli kecil yang serba putih, yang
digotong mendatangi cepat sekali. Melihat demikian, mua ciu ceng
berubah menjadi pucat.
"Nona Hoan, benar- benar Seng kiong Hoa Siang sendiri yang
datang" katanya.
Ketika itu Thio Giok Yauw, yang naik kereta paling belakang,
melompat turun dari keretanya itu, dia menghampiri kereta Soat
Kun untuk terus melompat naik keatas.
Tindakan Nona Thio ini berdasarkan anjuran Ban Liang.Jago tua
itu ketahui ilmu silat kedua nona Hoan tidak mahir, maka ia anggap
perlulah Giok Yauw mendampinginya untuk membantu mereka itu.
Barisan berseragam putih itu meluruskan tangan mereka
menyambut dengan hormat penghuni joli kecil warna putih itu.Joli
tepat dihentikan dihadapan mereka. Kedua belas budak berseragam
hijau lalu berbaris mendampingi dikiri dan kanan joli.
"ciu Tongcu" tiba tiba terdengar suara nyaring halus keluar dari
dalam joli putih itu.
ciu ceng melengak. tapi lekas juga dia maju. "ciu ceng disini"
sahutnya. "Tahukah kau undang undang Seng kiong?" terdengar suara
nyaring halus tadi, "Apakah hukumnya terhadap para penghianat?"
"Aku siorang she ciu ketahui itu," sahut ciu ceng setelah ia batukbatuk
perlahan- Tenda joli tersingkap. lalu tampak penghuninya, yang bertindak
keluar. Dia adalah seorang wanita Cantik dengan pakaian serba
hijau. Dia terus berkata dingin: "ciu Tongcu, tahukah kau siapa
aku?" "Seng kiong Hoa Siang, Mustahil aku siorang she ciu tidak
mengenalnya?" Nona berbaju hijau itu tersenyum.
"setelah tongcu mengenalku, kenapa kau tidak segera berlutut?"
tegur dia Untuk sejenak. ciu ceng tercengang. Habis itu, dia tertawa
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbahak bahak.
"Jikalau si orang she ciu masih berada di dalam Seng kiong,
sudah selayaknya dia mesti menyambut Hoa seng," sahutnya,
"sekarang ini aku berada didalam rombongan Kim Too Bun"
Si serba hijau itu tertawa hambar. Tak tampak bahwa dia
bergusar. "Kim Too Bun?" katanya, "Belum pernah aku mendengarnya. oh,
kau rupanya mau nanjak didalam Kim Too Bun, ya?" ciu ceng
bersikap gagah. Dia tertawa.
"Jikalau Hoa Siang memikir hendak menghukum aku buat apa
yang kau nama kan kesalahanku, Caranya cuma satu..."
"Hm Apakah kau menghendaki cara kekerasan?" tanya si wanita.
"Tidak salah.. Selama didalam Seng kiong, telah lama aku si
orang she ciu mendengar tentang kegagahan Hoa Siang, sekarang
syukur kalau aku dapat menerima pelajaran dari kau.Jikalau aku
kalah, aku aku mati rela"
"Benar- benarkah kau ingin belajar kenal dengan kepandaianku?"
wanita itu menegaskan"Benar"
Wanita itu tertawa hambar pula .
"Baiklah" serunya. Segera dia mengulapkan sebelah tangannya.
Melihat isyarat itu, empat budak berseragam hijau maju kedepan,
segera dengan masing masing pedangnya, mereka menyerang
bekas tongcu itu.
ciu ceng menyedot napasnya, mendadak tubuhnya mencelat
mundur lima kaki. Dengan begitu ia bebas dari serangan empat
batang pedang. Sebaliknya, sambil berseru, majulah empat ang-ie
kiamsu, menyambut nona-nona itu. Maka kedua belah pihak segera
bertarung. Si wanita serba hijau tertawa terkekeh
"oh, ciu ceng, benar nyalimu tidak kecil" serunya. "Kau benarbenar
berani menggerakkan tanganmu terhadap aku"
ciu ceng tidak menjawab, ia hanya mengawasi jalannya
pertandingan. Ia tahu budak-budak itu adalah murid muridnya Hoa
Siang, yang telah memperoleh kepandaian yang berarti, karena
mana ia khawatir orang orangnya tidak sanggup melawan mereka
itu. Sementara itu terdengar suara nyaring keren dari Hoa Siang:
"Kamu boleh turun tangan tanpa mengenal kasihan lagi. Kamu
boleh menggunakan tangan tangan kejam"
Keempat budak itu menjawab seCara serentak. menyusul itu,
mereka segera mulai dengan penyerangan mereka yang terlebih
hebat. Mula mula keempat kiamsu masih dapat bertahan, hingga kedua
pihak nampak seimbang, tapi, segera setelah budak budak itu
menerima perintah pemimpinnya, segera mereka itu terdesak.
bahkan permainan silat mereka menjadi kalut seketika.
ciu ceng mengerutkan alis menyaksikan hal itu. Pikirnya: "Semua
kiamsu adalah ahli silat, tapi mereka masih keteter terhadap
kawanan budak itu, inilah bukti bahwa Hoa Siang lihay bukan
kepalang..."
Tengah tongcu ini berpikir, telinganya mendengar satu jeritan. ia
segera mengangkat kepala. Maka ia melihat seorang kiamsu putus
lengan kanannya. ia kaget, hendak ia maju tetapi ia ingat pesan
Soat Kun. Lalu ia menghampiri nona itu, dengan suara perlahan
memberikan laporannya^ "Nona benar yang datang itu Hoa
Siang..." "Apakah pertempuran telah dimulai?"
Ya, nona. Karena sangat terdesak. tak keburu hambamu
melaporkan dan memohon perkenan nona..."
"Bukankah pihak kita telah terluka seorang?"
"Benar. Budak budak Hoa Siang itu kosen semuanya, ilmu
pedang mereka luar biasa, rombongan kita bukan lawan mereka itu.
IHamba sedang memikir buat maju sendiri..."
"Bukankah kau memikir buat minta kedua huhoat Oey dan Kho
maju menggantikan kedua puluh delapan perwira itu" Baik Kau
boleh sampaikan titah ku ini"
"Baik, nona" menyahut ciu ceng. Tapi belum sampai ia berbiara
dengan Oey Eng dan Kho Kong, telinganya telah mendengar jeritan
dahsyat pula, sebab kembali dua kiamsu sudah terluka oleh budak
budak berseragam hijau itu, bahkan kiamsu yang satu terus roboh
binasa Perwira-perwira yang lain ingin maju, akan tetapi, sebelum ada
titah dari pemimpinnya, mereka tidak berani berlaku lancang.
Untuk sejenak, pertempuran telah terhenti. Keempat budak tidak
menyerang terus, karena mereka menantikan dahulu perintah lebih
jauh dari pemimpin mereka.
"ciu ceng" terdengar suara Hoa Siang, "kau telah melihat, bukan"
Ang-ie kiamsu kamu itu tak dapat bertahan terhadap dua belas
orang budakku"
"Hm, Hoa Siang" terdengar suara dingin dari si orang she ciu,
"jangan kau terburu takabur. Baru segebrakan ini masih belum ada
keputusan menang kalahnya"
Wanita itu tak mempedulikan kata katanya. Dia berkata pula
dengan sombong: "ciu ceng, seharusnya kau pasti tidak berani
mendurhaka terhadap Sin Kun. Mesti ada orang yang berdiri
dibelakangmu siapakah itu, yang duduk di dalam kereta bertenda
itu?" "Tak dapat aku memberitahukan" sahut ciu ceng dingin.
JILID 31 Si wanita tersenyum hambar.
"Jikalau kau tidak berani memberi keterangan, apakah kau
sangka aku tidak mampu membekuknya untuk menyeretnya keluar"
" katanya tetap sombong. Lalu ia mengangkat tangannya kepada
empat budaknya seraya berkata perlahan: "Pergi kamU hampiri
kereta bertenda itu, kamu seret keluar penghuninya"
"Baik" sahut budak-budak itu yang dua orang diantaranya segera
lari ke kereta Soat Kun ciu ceng terkejut, dia hendak melindungi
Nona Hoan. Namun dari dalam kereta terdengar bentakan nyaring
dan halus: "Kamu Cari mampus" " serentak dengan itu tenda kereta
bergerak dan satu sinar emas meluncur keluar.
"Aduh" demikian jeritan kedua budak yang dua-duanya terus
roboh terguling. ciu ceng heran hingga ia melengak. Tentu saja ia
tak sempat turun tangan.
si wanita berbaju hijau mengernyitkan alisnya menyaksikan dua
orangnya terlukakan segera dia bertindak kearah kereta kurung itu.
ciu ceng selalu slap sedia, ia hendak mencegah, tapi ia
mendengar satu seruan berpengaruh, disusul dengan lompat
keluarnya seseorang dari dalam kereta yang kedua. Didalam
sekejap. orang itu sudah menghadang di depan si wanita.
Dengan wajah dingin, wanita itu mengawasi ciu ceng. "Siapakah
dia ini?" dia tanya tongcu itu, suaranya dingin.
ciu ceng begitu melihat orang yang menghadang itu adalah
sianak muda yang sedang merawat lukanya, tak tahu bagaimana ia
harus menjawab si wanita. Sampai pada detik itu Nona Hoan, atau
yang lainnya, belum memberitahukan dia siapa anak muda itu.
Tidak ada orang yang mengajak dia kenal dengannya. terpaksa ia
menoleh kelain arah, berpura-pura tak mendengar pertanyaan itu.
Nampak habislah kesabaran si wanita. Mendadak dia mengayun
tangan kirinya, menerbangkan sinar putih kearah si bekas tongcu.
Serentak dengan bergeraknya tangan si wanita, tangan kanan si
anak muda yang menghadangnyapun bergerak, menghunus
pedangnya untuk menyampok sinar putih berkilau itu. Maka
terdengarlah satusuara bentrokan nyaring, danjatuhlah sinar putih
itu. Si wanita melengak. Dia tidak menyangka orang demikian
hebat. ciu ceng juga terCengang. Dia saja herannya seperti si wanita
atas kesehatan sianak muda. Mencabut pedang dan menangkis,
buat menyusul senjata rahasia lawan-Bukankah pemuda itu tengah
terluka" Baru sekarang si wanita tidak berani takabur lagi. Dia menatap si
anak muda. "Melihat Cara kau menghunus pedangmu, mestinya ilmu silatmu
tak ada Celanya," katanya, tenang. "Mestinya kaulah seolah yang
berkenamaan" "
Anak muda itu, ialah Siauw Pek, memasukkan pedangnya
kedalam sarungnya. Ia bergerak dengan perlahan. Tapi ketika ia
menjawab suaranya tawar. "Aku yang rendah ialah seorang bu beng
siauw cut, oleh karenanya tak usahlah engkau berpayah-payah
menanyakan aku"
"Bu beng siao cut" berarti "prajurit kecil yang tak punya nama"
tapi ada kalanya diartikan "manusia rendah atau hina dina".
Mendengar jawaban itu, si wanita tertawa dingin. Mendadak
tangannya merogoh kedalam sakunya, mengeluarkan sebuah
kantung warna hijau, terus tangan itu dlulurkan kedada sianak
muda. Siauw Pek waspada, dengan sebat ia menghunus pula
pedangnya, untuk dipakai menangkis dengan sambil menangkis itu,
ia berpikir. "Wanita ini pasti liehaynya luar biasa, dia menggunakan
sebuah kantung sebagai senjata."
Justru itu, bentrokan telah terjadi. Terdengarlah suara "sret"
perlahan-Lalu terjadilah hal yang aneh. Padahal sianak muda
mental. Siauw Pek heran sekali.
"Senjata apakah yang dia pakai itu" " pikirnya cepat.
Ketika orang sedang heran itu, si wanita sudah mengulangi
serangannya. Dia bergerak dengan sebat sekali. Siauw Pek
melayani. Didalam jurus-jurus pertama, terlihat tegas rangkasan si wanita.
Rupanya dia menghendaki keputusan yang cepat. Tapi dia
menghadapi ong Too Kiu Kiam, semua rangkasannya itu tidak
memberikan hasil. Adalah sebaliknya lewat enamjurus, dialah yang
segera terkurung sinarnya pedang.
ciu ceng berdiri terCengang. Sungguh diluar dugaannya bahwa
anak muda yang tengah terluka itu sedemikian gagah. Karena itu, ia
terus menonton dengan penuh perhatian-Siwanita nampak
penasaran. Beberapa kali dia menggunakan kesempatan untuk
menyerang hebat, niatnya supaya sinar pedang dapat dipecahkan,
agar terlepas dia dari kurungan itu. Senantiasa ia gagaL Tentu
sekali, pada akhirnya, dia menjadi kaget, hatinya guncang.
"oh, Tay Pie Kiam hoat" serunya kemudian suaranya agak
tertahan. "Tay Pie Kiam hoat ialah ilmu pedang Thian Kiam dari Kie
Tong..." pikir ciu ceng heran dan kagum. "cara bagaimana anak
muda ini berhasil mempelajari ilmu pedang istimewa itu"
Justru waktu itu, empat orang budak maju untuk membantu
pemimpin mereka, guna mengepung sianak muda. Mereka ini
melihat pemimpinnya telah tidak berdaya, maka tanpa perintah atau
isyarat lagi, mereka maju sendiri. ciu ceng tidak puas, maka ia
berteriak. "Bagaimana he" Apakah Seng kiong Hoa Siang pun mau
berkelahi dengan main keroyokan" " Karena tidak puas, ingin ia
membantusi anak muda. Ia khawatir akan orang yang tengah
terluka itu... Pertempuran berjalan terus, bahkan cepat sekali keempat budak
itu juga kena terkurung sinar pedang bersama sama pemimpinnya.
ciu ceng melihat itu, dalam herannya, batal ia maju untuk
memberikan bantuannya.
Dengan lewatnya sang matahari, dengan terjadinya
pertempuran-pertempuran saling susul Siauw Pek memperoleh
kemajuan wajar. Ia tambah pengalaman, hingga Tay Pie Kiam hoat
dapat digunakan semakin mahir.
Dua puluh jurus telah berlalu. Tak sanggup Hoa Siang dan
budak-budaknya meloloskan diri dari kurungan sinar pedang.
Bahkan sebaliknya, keadaan mereka menjadi buruk.
Disana masih ada sisa enam budak. karena ada yang dua lagi
kena dirobohkan-Mereka ini melihat pemimpin dan kawan-kawannya
tidak berdaya, serempak mereka maju membantu.
Siauw Pek menyambut rombongan mereka itu ia bersikap tenang
seperti biasa tetapi waspada dan lincah. Didalam beberapa jurus, ia
membuat enam orang tenaga baru itu kena terkurung juga .
ciu ceng sudah maju untuk membantu sianak muda, tapi ia
terpaksa mundur pula. Ia terhalang dengan sinar pedang anak
muda itu, hingga ia jadi tak merdeka menggerak-gerakkan
senjatanya. Terpaksa ia berdiri menonton saja, dengan hatinya
bekerja saking heran dan kagum. Heran pemuda ini Kenapa ilmu
silatnya begini liehay" SekalipUn Sin Kun datang sendiri kemari, tak
nanti dia dapat mengalahkan anak muda itu Kim Too Bun
mempunyai anggota begini liehay, wajar dia menentang Seng kiong
Sin Kun... Tengah berpiklr begitu, tiba tiba ciu ceng ingat halnya Nona Hoan
pernah mengatakan kepadanya bahwa Kim Too Bengcu memiliki
kepandaian merangkap pedang Thian Kiam dan cut Too.
"Siapakah lagi yang pandai ilmu silat pedang dan golok
berbareng" " pikirnya lebih jauh "Ah jangan-jangan dia inilah Kim
Too Bengcu."
Tongcu ini mengambil kesempatan mengawasi para kiamsu. Ia
melihat suatu perobahan menggembirakan. orang orang
bawahannya itu nampak sedang menonton pertempuran itu. Tadi
sewaktu munculnya Seng kiong Hoa Seng, hati mereka guncang,
nampak wajah mereka tak seperti orang biasa biasanya. Tadi
mereka itu seakan ikhlas akan menemui sang maut. Sekarang wajah
mereka terang Lagi beberapa jurus lewat, Hoa Siang beramai tetap
terkurung sinar pedang. Hanya kali ini, mendadak wanita itu
berseru, sambil menarik kembali pedangnya, dia lompat keluar dari
kurungan Perbuatannya itu diteladani oleh budak-budaknya yang
juga mundur serempak Siauw Pek berdiri diam, dengan tenang dia
mengawasi lawannya. Hoa Siang menatap sianak muda.
"Tuan, adakah kau ahli waris Thian Kiam Kie Tong" " tanyanya
sabar. "Kalau benar, bagaimana" " Siauw Pek balik bertanya, tawar.
Wanita itu tidak menjawab, hanya dia berpaling kepada ciu ceng,
dan dengan dingin berkata: "Jangan kau merasa dirimu selamat
dengan mengandalkan ahli warisnya Thian Kiam. beberapa tahun
Sin Kun duduk bersamadhi, sekarang ini diapun telah berhasil
menciptakan ilmu silat untuk menghadapi Thian Kiam, bahkan
diapun telah menyadari Toan Hun it too dan tahu bagaimana harus
memunahkan golok ampuh itu. Kaulah orang Seng kiong, kau
ketahui baik kepandaiannya Sin Kun, karena itu kata kataku ini
bukanlah gertakan atau ancaman untukmu"
ciu ceng tertawa atas ancaman yang tersembunyi itu.
"Hoa Siang baik sekali, aku bersyukur tak habisnya" katanya, ia
menengadah, ia tertawa pula, lebih nyaring, terus ia
menambahkan^ "Hoa Siang, kau menghamba kepada Sin Kun,
kaupun tentu bukan karena kerelaanmu sendiri, tidak ada halangan
buat kau Cari aku si orang she ciu, pasti aku akan menolong kau
memohon Nona Hoan membebaskan raCun yang mengekang
tubuhmu " "Hmm" wanita itu memperdengarkan suaranya, lalu ia menoleh
kepada sekalian budaknya. "Mari kita pergi" IHabis berkata ia
memutar tubuh, kemudian berlompat naik ke atas jolinya, dilain saat
dengan diiringi sisa sepuluh budaknya itu, ia pergi meninggalkan
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
medan pertempuran itu.
Barisan seragam putih juga turut berlalu, mengikuti joli pemimpin
itu. Dengan pedang ditangan, Siauw Pek mengawasi musuh
musuhnya berlalu, setelah musuh tak tampak pula. ia menghela
napas panjang, mendadak ia roboh duduk mendeprok ditanah ciu
ceng dan Ban Lian terkejut, keduanya lari menghampiri, untuk
memimpin bangun. "Kau terluka, bengCu" " tanya sijago tua. Siauw
Pek sadar, ia menggelengkan kepala.
"Tidak apa," sahutnya perlahan-"Luka lama kumat asal aku
beristirahat sebentar, aku akan sembuh pula..."
Memang, melayani Hoa Siang, pemuda ini menggunakan tenaga
yang berlebihan, semangatnya dipaksa menghebat, tapi setelah
musuh pergi, hatinya menjadi lemah, saking letih, sedetik itu
tenaganya bagaikan habis maka ia roboh terduduk. Syukur ia
pingsan-Ketika itu tenda kereta Nona Hoan tersingkap Thio Giok
Yauw tampak berloncat keluar lari menghampiri sianak muda.
Ditangan nona Thio ada sebuah peles kumala. Dengan sinar mata
lesu, mendadak dia terharu, nona ini berkata: "Dalam peles ini ada
tiga butir pil, makanlah sebutir tiap dua jam, lalu terus kau rebah
beristirahat."
Siauw Pek menyambut peles obat itu. "Terima kasih," katanya.
Giok Yauw tertawa manis.
"Inilah obat dari Nona Hoan, yang menyuruh aku
menyampaikannya kepada kau" katanya. "perbuatanku ini ialah
yang dibilang, meminjam bunga untuk menghormati sang Buddha,
tak usah kau mengucap terima kasih kepadaku"
Ban Liang tidak memberi kesempatan sianak muda bicara
banyak, ia memimpinnya naik kereta, untuk beristirahat, setelah itu
ia menurunkan tendanya. Dari kereta pertama segera terdengar
suara merdu ini: "Mari kita berangkat "
ciu ceng memberi jawaban, terus ia mengangkat tangannya guna
memberi pertanda untuk ketiga kereta dijalankan, sedangkan para
kiamsu lalu memeCah diri untuk mengiringinya.
Ban Liang yang berjalan disisi ciu ceng berkata: "Saudara ciu,
kau kehilangan empat anggota barisanmu, kau harus tambal itu."
SiJenjang kuning tersenyum sedih.
"Tak mudah untuk menambalnya," sahutnya. "Sekarang ini
kebanyakan orang gagah kaum Kang ouw sudah menghamba
kepada Seng kiong, yang lain lainnya adalah anggota dari sembilan
partai besar, empat bun, tiga hwee dan dua pang. Kemana mesti
mencari orang-orang baru" "
Ban Liang berpikir keras: "Mungkin nona Hoan dapat
memikirkannya," katanya kemudian.
"KeCuali nona Hoan," berkata ciu ceng, "rasanya sukar buat
mencari lain orang yang dapat menandingi Seng kiong Mo Kun..."
"Mungkin..." kata Ban Liang mengangguk. "Saudara ciu, kau
sudah masuk dalam Kim Too Bun, kaulah saudara kita, karena itu
aku hendak bertanya kepadamu mengenai sesuatu yang aku belum
mengerti. Aku harap kau tidak berkecil hati."
"Bicaralah, saudara Ban-Aku hanya khawatir pengetahuanku
terbatas sekali hingga tak sanggup aku menjawab kau..."
Ban Liang tersenyum. "Pertanyaanku adalah ini, Saudara ciu.
Didalam Seng kiong kau menjadi tongcu, pasti kau sangat dihargai
Sin Kun..."
"Walaupun aku menjadi ketua dari Oey liong Tong, mengenai
urusan Seng kiong, sedikit sekali yang aku tahu... Ah, jangan-jangan
selain aku, juga empat tongcu lainnya tak tahu banyak seperti aku.
Kami bekerja cuma setelah menerima perintah "
"Mungkinkah saudara ciu selama duapuluh tahun, kau belum
pernah bertemu muka barang satu kali jua dengan Sin Kun" "
"Mungkin pernah tetapi aku tidak tah ujelas setiap waktu dia
menyalin rupanya, gerak geriknya selalu didalam rahasia."
"Dia menyebut dirinya Seng kiong sin Kun. Demikian letak Seng
kiong, istananya itu" "
ciu ceng berpiklr "Didalam gunung Bu Ie San," sahutnya.
"Bu Ie San luas ribuan lie, dimanakah letaknya istana itu yang
benar" "
"Kira-kira diperbatasan antara dikedua propinsi Hokkian dan
Kangsay..."
"Jadi saudara belum pernah pergi kesarangnya itu" "
"Sudah pernah aku pergi, bahkan bukan satu kali, tapi Seng
kiong Sin Kun berpandangan jauh, dia sangat berhati hati, siapa
yang dipanggil datang keistananya, dia datang cuma sampai
diperhentian, dibatas kedua propinsi itu. Disana kita semua
dikumpulkan-Diwaktu mau diberangkatkan, kita semua ditotok,
dibuat tak sadarkan diri, pikiran kita tak jelas lagi, kedua mata kita
ditutup rapat. Lalu kita dinaikkan keatas kereta. Rupanya dikaki
gunung kita diharuskan menukar kendaraan-Selanjutnya kita naik
joli yang terdiri dari kursi gotongan. Pada akhirnya tatkala aku
sadar, kita sudah berada didalam istana."
"Bagaimana caranya waktu meninggalkan istana" "
"Kita diperlakukan sama dengan waktu perginya."
"Sin Kun kosen, dia juga pandai menyamar, mengapa dia sampai
begitu perlu membangun istana rahasia itu" Bukankah
perbuatannya itu seperti menggambar ular dengan ditambahkan
kaki" "
"Benar. Akupun heran, pernah aku menyangka sebenarnya tidak
ada Sin Kun, yang ada hanya sebuah patung belaka. orang
menggUnakan patung itu sebagai alasan-.."
"KalaU begitu, aneh Kalau orangnya tidak ada, kenapa dia dapat
menjadi pemimpin, bahkan dia dapat mempengaruhi begitu banyak
ahli-ahli silat kenamaan" "
"Aku menerka mungkin satu orang, atau dua orang, sengaja
memakai nama Sin Kun itu guna mengelabui khalayak ramai, untuk
dapat menjagoi Rimba Persilatan..."
"Buatku, saudara, kau mau menerka kepada seseorang yang
besar ambisinya, yang luar biasa cita-citanya. Aku percaya dia
sebenarnya salah seorang jago Rimba Persilatan yang dikenal setiap
orang..." ciu ceng melengak.
"Benar Saudara Ban, kau membuat hatiku terbuka "
"Jikalau orang itu tidak membangun Seng kiong yang terselubung
rahasia ituJikalau dia tidak menggunakan nama sama ran Sin Kun
yang penuh tanda tanya itu, walaupun dia sangat tersohor kosen,
dengan hanya menyebut she dan nama aslinya, tak nanti dia dapat
membuat banyak orang, seperti tayhiap sendiri, suka bekerja mati
matian untuknya"
"Benar, saudara Ban Mungkin tak terlalu sulit menerka siapa
dia..." "Diantara orang orang gagah pada tiga puluhan tahun yang
lampau," berkata Ban Liang, "yang terutama ialah Thian Kiam Kie
Tong dan Pa Too Siang Go. Akan tetapi mereka berdua telah
melintasi jembatan Seng Su Klo dan sudah mengundurkan diri. Tak
mungkinlah kalau mereka itu."
"Selain mereka berdua, masih ada ceng Gi Loojin..."
"Tak mungkin dia" berkata Ban Liang.
"Kenapakah, saudara Ban" "
"ceng Gi Loojin sudah menutup mata dan kuburannya juga telah
kita ketahui, bahkan kita telah mengambil golok emas Kim Too yang
menjadi warisannya."
"oh, ya. Kim Too Bun kita toh berdasarkan golok emas itu"
"Kita memakai nama Kim Too bukan karena golok emasnya itu
hanya karena namanya, ceng Gle. Dalam dunia Kang ouw masih
banyak orang yang belum pernah melihat atau bertemu dengan
pemilik golok emas itu akan tetapi namanya setiap orang
mengetahuinya. Pula Cita Citanya menjunjung keadilan telah
membuat banyak orang yang mendapatkan atau menerima
kebaikannya. Bukankah tepat kita pakai Kim Too golok emas untuk
menjalankan ceng Gi keadilan" "
ciu ceng mengangguk.
"Benar Dan dengan Kim Too kita membangun menyadarkan itu
orang-orang gagah yang masih tidur nyenyak dibawah pengaruh Mo
kiong Sin Kun. Sebagai gantinya Seng kiong istana nabi atau dewa, jago ini
menyebut Mo kiong istana hantu.
"Dan kitapun mengharap mereka itu nanti berbalik suka
menentang dia..."
ciu ceng berdiam untuk berpikir. Lewat sesaat, ia berkata pula:
"Selain Kie Tong dan Siang Go, aku belum pernah memikir lain
orang lagi. Siapakah yang liehay seperti Sin Kun itu" "
Tiba tiba Ban Liang mengingat sesuatu, hingga nampaknya ia
seperti terperanjat. cepat ia bertanya: "Saudara ciu, pernahkah kau
melihat ceng Gi Loojin" "
"Pernah aku bertemu dengannya," sahut ciu ceng. "Dia beroman
murah hati"
"Apakah ceng Gi Loojin mempunyai seorang sahabat yang paling
karib" " ciu ceng berpikir.
"Aku tidak tahu," sahutnya kemudian.
"Mungkin sahabat karib itu telah berhasil memiliki ilmu ketabiban
luar biasa mahir dari ceng Gi Loojin..."
"Siapakah orang itu" "
Ban Liang berdiam. Terang otaknya bekerja keras.
"Buat sekarang ini, sukar buat dikatakan. Sulit buat menyebut
namanya. Jikalau ada seorang Seng kiong Sin Kun, lalu ada orang
yang menyamar sebagai dia, maka dia itu..."
Sekonyong-konyong jago tua ini menghentikan kata-katanya,
pada benak otaknya berkelebat sesuatu ingatan.
"Tunggu Aku akan tanya nona Hoan-.." Dan segera dia memutar
tubuh, lari kekereta Soat Kun. Iapun segera berkata. "Nona, Ban
Liang hendak menanyakan suatu hal"
Kereta Nona Hoan juga berhenti secara tiba tiba. "Apakah itu,
Ban hu hoatse?"
keluar pertanyaan merdu dari dalam kereta. "Mohon tanya, nona,
kita menuju kemana sekarang" "
"Ke Bu Tong San "
"Ban Liang ingin bicarakan satu urusan rahasia" kata Ban Liang
pula, perlahan sekali. "Dapatkah aku naik keatas kereta nona" "
"Baik Silahkan"
Ban Liang menyingkap tendakereta, untuk berlompat naik.
Karena berhentinya kereta si nona, semua prajurit berbaju merah
turut berhenti, mereka lalu mengelilingi kereta itu.
Hanya sekira sedaharan nasi, Ban Liang sudah melompat turun
dari kereta itu. Terus ia menghampiri ciu ceng. Katanya berbisik:
"Telah aku dapat perkenan Nona Hoan-Kita akan merubah tujuan
kita." "Kemanakah" " tanya siJenjang Kuning. "Tempat itu tidak ada
namanya, letaknya di tegalan belukar."
ciu ceng tidak menanya jelas. ia tahu jago tua tidak mau
menyebutnya. ia cuma batuk-batuk perlahan, lalu ia bertanya.
"Kearah mana" "
"Ke utara "
"Bukankah itu berarti balik kembali" "
Kisah Pendekar Bongkok 12 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Kisah Pedang Bersatu Padu 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama