Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 20
terlebih dahulu menawan orang lalu hendak dihukum mati
semuanya, itulah satu soal pertanyaan-" Su Ie tertawa lebar.
"Apakah itu yang menjadi soal pertanyaan" "
"Pihak Kim Too Bun mendatangi siauw Lim Sie tentu karena ada
sebab atau maksud," kata Su Kay pula. "Kalau mereka ditangkap
terus dibunuh, bukankah perkara jadi sukar diterangkan" Inilah
yang menjadi soal atau pertanyaan yang kumaksudkan itu. Inilah
pertanyaan yang pertama..."
"Bagus" Su Ie berseru. Lalu "Dan yang kedua" "
"Yang kedua sangat sederhana" sahut Su Kay. "Apakah orang
orang Kim Too Bun dapat mudah ditawan" Jikalau mereka melawan,
pegangan apa kita punyai yang kita pasti dapat membekuk mereka"
" Su ie tersenyum.
"Sutee menangkan lain orang, sebaliknya merendahkan diri
sendiri, apakah maksudmu?" dia tanya. Nada suara itu mengejek,
berirama menghasut.
"Siauwtee bicara dengan sejujurnya."
Su Ie berkata pula. sombong "Jikalau ada perkenan dari ketua
kita, hendak ku menawan ketiga orang dihadapan kita ini untuk
membuka matamu, sutee " Su Kay menyesal sekali.
"Selagi kita bicara dari urusan benar, kau menyimpang, suheng,"
pikirnya. "Kenapa kau turuti saja suara hatimu" Tapi, kalau kau
tidak diberi ajaran, kau tentu tak puas..."
Maka ia lekas menjawab: "Baiklah, suheng, kau boleh coba, aku
hendak menyaksikannya "
"Baik" berseru Su Ie gusar. "Sekarang juga loolap akan bekuk
yang dua, saksikanlah" Su Ie tua dan beribadat, dia menyebut
demikian rupa, terang bahwa gusarnya bukan buatan.
Pendeta yang ditengah itu berkata sabar: "Sudah, sutee, jangan
kalian berselisih paham"
Su Ie tidak mau mengerti. Katanya: "Telah siauwtee
mengucapkan kata-kata, harap suheng menepati kata-kata ku itu"
Pendeta tua itu tertawa hambar.
"Kesulitan didalam dunia Rimba Persilatan umumnya disebabkan
keruwetan perselisihan, karena benar dan salah," kata dia, sabar.
"Kenapa sutee mendongkol didalam urusan ini" "
"Buatku ialah kata-kataku telah dikeluarkan" Su Ie masih
membela. "Bahkan kata-kata ku itu telah didengar sendiri oleh
musuh. Diluar dari duduk persoalannya, kata kataku telah menjadi
soal tersendiri. Maka itu, suheng, beri perkenanlah kepadaku" pada
akhirnya pendeta tua itu terdesak.
"Jikalau demikian pandanganmu, baik, suheng dapat memberi
perkenan kepada kau," katanya. "Tapi benar apa yang dikatakan Su
Kay sutee, sebelum kita tahu pasti duduk peristiwanya, tak dapat
kita melukai atau membinasakan orang, maka itu, sutee, kau dapat
turun tangan tapi jangan kau sembarang melukai orang"
"Siauwtee berjanji," berkata Su Ie, yang terus bangkit perlahanlahan.
siauw Pek, yang mendengari saja perselisihan mulut itu, berkata
didalam hatinya: "Didalam Siauw Lim Sie ada pendeta yang tak sudi
membedakan benar atau salah, yang main mengeloni, itu artinya
tak mungkin ada murid yang tak manja... Dia memaksakan
kehendaknya, baiklah, dia harus diberi sedikit ajaran..."
Su Ie sementara itu sudah menghampiri soat Kun bertiga, dia
berhenti sejarak tigakaki, segera dia menantang. "Kalian menjadi
pemimpin pemimpin Kim Too Bun pastilah ilmu silat kalian mahir
sekali" Siauw Pek melirik kedua Nona Hoan, lalu ia bangkit. untuk berdiri
tegak. "Begitulah taysu boleh anggap" katanya singkat, bernada
sombong. "Nah, ada apakah pengajaran taysu" " Su Ie memandang
tajam. "orangnya masih muda sekali, kenapa bicaranya begini kurang
ajar" " katanya dingin.
Siauw Pek menyahut tenang. "Taysu tidak menaruh hormat
kepada kami, dari itu, kami pun tak usahlah menghormati taysu"
Su Ie gusar, katanya keras. "Kalau begitu, tak salahlah ciangbun
sutit kami"
Degnan "ciangbun su tit" diartikan Su Ie ketuanya yang baru,
yaitu It Tie Taysu. It Tie menjadi ketua (ciangbunjin) tapi dia
menurut tingkat derajat menjadi "sutit" yaitu "keponakan murid".
Siauw Pek tidak mendengar kata apa apa dari soat Kun, ia tahu si
nona menyetujui sikapnya ini. Terang Nona Hoanpun tidak puas
terhadap pendeta yang keras kepala dan takabur itu. Maka itu, ia
berkata: "Taysu tua dan agung tetapi dalam urusan ini taysu
mengabaikan kebenaran. taysu bersikap terlalu keras dan
melindungi yang sesat, maka itu," lalu dia berkata sabar, " orang ini
sangat sombong, suheng telah melihat dan mendengarnya sendiri.
jikalau siauwtee tidak mengajar adat padanya, dimana nama baik
Siauw Lim Sie hendak ditaruh" "
Sembilan pendeta itu termasuk tiang lo yang dihormati, kecuali
Su ie seorang yang lainnya tetap tenang, bahkan airmuka tak
berubah sedikit juga . Pendeta yang ditengah itu memandang Siauw
Pek sebentar, dia berdiam terus.
Su Ie tidak mendengar suara pendeta itu, dia menyangka ketua
tiangloo itu menjemputnya, maka juga dia memandang Siauw Pek
untuk menanya dengan suara sombongnya "Bagaimana sekarang"
Kamu menghendaki lohu turun tangan atau kamu ingin mengikat
diri kamu sendiri" "
Siauw Pek tetap berlaku tenang.
"Kami datang kemari tanpa niat sedikit jua untuk menempur
taysu" sahutnya sabar.
"Walaupun kau tidak mengandung maksud bertempur tetapi kau
sangat sombong, dalam hal ini saja sudah selayaknya kamu
mendapat hukuman "
Siauw Pek merasa bahwa pertempuran tak dapat dihindarkan
lagi, maka ia juga lalu berkata sungguh sungguh: "Jikalau taysu
hendak mencoba coba kepandaianku, tak bisa lain, terpaksa aku
yang rendah bersedia untuk melayani "
"Sungguh mulut besar" berseru Su Ie "Awas"
Mendadak saja sipendeta keras kepala meluncurkan tangan
menyambar tangan kirisi anak muda.
Siauw Pek menarik tangannya itu sambil mundur dua tindak Ia
tidak mau menangkis atau membalas menyerang. Ia cuma
memasang mata tajam. "Kenapa kau tidak melawan" " Su Ie
menegur. "Taysu berusia tinggi dan bijaksana, aku yang muda harus
mengalah," sahut Siauw Pek merendah.
Nampak Su Ie sangat mendongkol. Tapi dia tertawa dingin dan
berkata: "Jikalau lolap salah tangan dan melukai kau, itulah salahmu
sendiri " Kata kata itu ditutup dengan serangan kedua sebelah tangan
saling susul. Hebat serangan itu sebagaimana anginnya saja sudah
menghembus keras.
Ketua Kim Too Bun berlaku sabar, tetapi lincah. Ia mengelit diri
dari dua serangan itu. Walaupun demikian, ia terperanjat juga .
Anginnya itu membuatnya risi.
"Amat gesit" Su Ie memuji sambil dia tertawa dingin, serentak
dengan mana, dia mengulangi serangannya. Kali ini tangan
kanannya melayang kearah dada. Panas juga hati sianak muda.
Tawa itu tak sedap bagi telinganya.
"Jikalau aku tidak membalas dan memberi rasa kepadanya, dia
tentu menyangka aku ini takut" pikirnya. Ia melihat serangan kali ini
sukar ditangkis, maka ia menghunus pedangnya sambil berseru:
"Awas..." lalu dengan pedangnya, hendak ia menyambut tinju
lawan. Melihat orang menggunakan pedang, cepat cepat Su Ie
menarik serangannya kembali.
Dilain pihak Siauw Pek, setelah orang batal menyerang,
meneruskan menikam kedadanya lawan-Su Ie mendongkol
serangannya dirintang pedang, dia merasa malu sebab dia dihadang
di depan sekalian saudara seperguruannya, dilain pihak, dia masih
ingat sipendeta ditengah, yang melarangnya bersikap terlalu keras.
Selagi pedang meluncur, dia berkata dalam hatinya. "Jikalau
didalam tiga atau lima jurus tak dapat aku kekang dia, sungguh
malu". Maka tak ayal pula, dia mengebut dengan tangan kanannya
untuk menyingkirkan ujung pedang, sedangkan tangan kirinya ia
membarengi menyampok.
Siauw Pek menyingkir kekiri, tak sudi ia memberikan tubuhnya
sebagai sasaran.
"Sebat kau berkelit" kata Su Ie tertawa dingin. Kembali dia
menyerang. Kali ini dengan tangan yang lainnya.
"Setiap serangannya berbahaya, tak bisa aku main berkelit saja."
Siauw Pek berpikir. "Rupanya pendeta itu, dalam gusarnya berniat
keras merobohkanku. Benarkah pertempuran ini mesti berakhir
dengan satu menang dan satu kalah" Kalau benar begitu kenapa
aku tak mau siang siang memutuskannya" "
Tengah anak muda ini berpikir, kembali serangan sipendeta
datang Kali ini, karena ia sedang berpikir Siauw Pek berlaku lambat.
Maka itu lengan kirinya kena tersentuh sedikit. namun itu juga
sudah hebat. Tanpa merasa ia mesti tertolak mundur lima tindak.
Lengannya itu terasa bagaikan beku. Melihat hasil serangan itu, Su
Ie berkata seorang diri. "orang ini cuma begini saja kepandaiannya,
kenapa kah banyak murid ku yang tak sanggup melayaninya"
bukankah itu disebabkan kebanyakan muridku tidak cukup
bersungguh sungguh mengejar kemajuan ilmu silatnya" " Kata kata
itu diucapkannya seperti disengaja supaya murid-muridnya
mendengarnya. Sementara itu diam-diam Siauw Pek telah mengerahkan tenaga
dalamnya, untuk memulihkan lengan kirinya itu, sesudah itu ia
menyerang dengan satu tebasan.
Su Ie tertawa dinin. Dia mengebut dengan tangan bajunya.
Sebelum pedang dapat dihalau pendeta ini dapat terkejut. Pedang
lawan tidak meluncur terus, hanya berputar, pada lain kesempatan
berbalik dipakai menikam.
Melihat demikian, sipendeta dengan sebat mundur dua tindak.
Dia menaruh kaki untuk bersiap membalas menyerang. Tapi kembali
ia menjadi kaget, sebab kembali serangan sudah tiba Siauw Pek
mulai mendesak.
Su Ie sekali lagi mundur dua tindak. Dan sampai disitu, si anak
mdua sudah menyerang dengan tipu-tipu dari Tay Pie Kiam hoat
dengan cepat ia mengurung lawan dengan sinar pedangnya. Pedang
itu mengeluarkan cahaya berkilauan, Pendeta itu terkurung hingga
sulit untuk membalas menyerang. Kedelapan pendeta menonton
dengan penuh perhatian. Ketika tadi Siauw Pek terdesak mereka
acuh tak acuh. Sekarang lain Mereka memperhatikan dengan mata
mereka terbuka lebar. Inilah sebab Su Ie yang dibikin terkekang.
Hanya sebentar, belasan jurus telah berlalu. Masih Su Ie tak dapat
meloloskan diri, walaupun dia telah mencoba dengan segala jalan,
siauw Pek terus mengurung, kendati dia menyerang, tidak pernah ia
melukai lawannya itu.
Lagi delapan jurus dilewatkan, tapi mendadak pendeta tua yang
duduk ditengah itu, ketua Tiang Loo Hwee, yang sebenarnya adalah
Su Khong Taysu terdengar berseru. "Berhenti." Didalam telinga
Siauw Pek. suara sipendeta bagaikan guntur logam emas bentrok
dengan logam besi, ia menjadi kagum sekali.
"Hebat tenaga dalam pendeta ini." pikirnya Dan ia lalu berhenti
mengurung. Su Ie telah mengeluarkan banyak tenaga, napasnya memburu.
Dia terkejut berbareng mendongkol. Justru si anak muda berhenti
menyerang, justru dia menyerang hebat sekali.
Itulah serangan diluar dugaan Siauw Pek. sukur ia dapat melihat
dan bisa berlaku sebat. Ia berkelit hingga cuma ujung bajunya yang
kena tertembus angin serangan maut itu.
"Sutee, berhenti" Su Khong berkata tawar. "Ilmu pedang siecu ini
mirip dengan Tay Pie Kiam hoat dari Kie Tong, biar bagaimana kau
tak akan sanggup melawannya."
Su Ie melengak. "ong Too Kiu Kiam" " tanyanya.
"Tidak salah" sahut Su Khong, yang terus menatap sianak muda
sambil dia terus menanya^ "Siecu she apa" "
"Aku yang muda she coh," sahut Siauw Pek hormat.
"coh apakah" " Su Khong tanya pula.
"coh Siauw Pek."
Pendeta tua itu nampak terkejut.
"Pernah apakah kau dengan coh Kam Pek dari Pek Ho Bun" "
tanyanya pula. "Dialah mendiang ayahku, yang dikepung orang dan dibinasakan
dipuncak Yan In Hong." sahut Siauw Pek pula.
"oh, jadi kaulah turunan coh Kam Pek. Apakah kau datang kemari
untuk menuntut balas sakit hati ayahmu itu" "
"Maksudku datang kemari bukan untuk menuntut balas."
"Bukan buat menuntut balas" Habis, buat apakah" " Menanya
demikian pendeta tua itu mengerutakan alisnya. Lalu ia bertanya
pula: "Apakah kau menghendaki Siauw Lim Pay muncul untuk
mencampuri urusan dunia Sungai Telaga" "
"Demikianlah kira-kria."
su Khong menghela napas.
"Memang pada saat ini kaum Rimba Persilatan sudah
menghadapi ancaman petaka besar," katanya: "Kau masih sangat
muda, tetapi cita-citamu luhur, kau harus dipuji."
Ia merandek sebentar, untuk kemudian bertanya: "Apakah ilmu
silatmu warisan Thian Kiam Kie Tong" "
"Tidak berani boanpwee mendusta," sahut Siauw Pek. "Memang
itulah Tay Pie Kiam Hoat."
Pendeta tua itu mengangguk perlahan-"Kalau demikian taklah
heran banyak orang siauw Lim Sie yang terbinasa dan terluka,"
katanya pula. Su Ie Taysu menyela: "Telah lama siauwtee mendengar nama
besar dari Kie Tong, sebegitu jauh belum ada kesempatan buat
menemukannya, sekarang tiba ahli warisnya, ingin sekali
siauwtee..."
Su Khong mengulap tangan memotong perkataan adik
seperguruan itu. Ia berpaling pada sianak muda untuk bertanya
pula: "sebegitu jauh yang loohu ketahui, kecuali pendeta Kie Tong
tidak menggunakan lain senjata pula. maka itu kenapa, selainnya
pedang, kaupun membawa golok."
Ditanya begitu, Siauw Pek berpikir dengan cepat, "Dapatkah aku
bicara terus terang" Bukankah aku belum tahu hati pendeta ini" "
dengan segera juga ia menjuawab: "Selain pedang, boanpwee
mempelajari juga ilmu golok."
Su Khong dapat menerka orang tidak mau bicara sejujurnya, ia
tidak memaksa. Ia memandang semua saudara seperguruan dan
murid muridnya yang hadir bersama, baru ia berkata pula pada
tetamunya bicaranya sabar: "Siecu telah mengacau didalam kuil
kami ini serta banyak mencelakai murid kami, pasti kedatangan
siecu bukan tak ada sebabnya, bukankah" "
"Demikianlah sebenarnya," sahut Siauw Pek, "Sebelum kami
datang kemari, kami sudah menuruti peraturan Siauw Lim Sie yaitu
lebih dahulu mengirim utusan menghaturkan kartu nama serta juga
menempuh ujian yang diwajibkan, walaupun demikian, kami masih
didesak dengan pelbagai cara hingga terpaksa kami, untuk membela
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri, menggunakan kaki tangan kami melakukan perlawananDidalam satu pertempuran sulitlah untuk mencegah terjadinya
kecelakaan"
"Tetapi yang terbinasa dan terluka itu semuanya murid siauw Lim
Sie kami..." berkata Su Khong Taysu.
"Diantara beberapa orang kami juga ada yang terluka, taysu,
cuma saja taysu belum tahu," sahut sianak muda.
"Tapi," mendadak suara sipendeta menjadi keras, "kamu
memasuki kuil kami dengan sembarangan melukai orang bahkan
dengan tangan yang kejam, kamu menggunakan senjata rahasia
dan juga racun Bahkan itu berarti tak memandang mata kepada
siauw Lim Pay" "
siauw Pek hendak menjawab pendeta itu Soat Kun
mendahuluinya. Kata nona itu tenang tetapi tetap suaranya "Jumlah
murid Siauw Lim Sie hitung ratusan, mereka itu mengeroyok kami
yang jumlahnya cuma beberapa gelintir, maka itu kalau sekarang
kami beruntung menghadap dan bertemu dengan taysu, itulah
semua disebabkan rejeki kami besar dan usia kami panjang"
Mendengar suara si nona, Su Khong tertawa dingin. "Siecu she
apakah" " tanyanya.
"Boanpwee Hoan Soat Kun," sahut si nona. "Dan disisiku ini
adikku, Soat Gie,"
Su Khong tidak kenal nona nona itu, dia mengernyitkan alisnya.
Dia berkata: "Selama hampir seratus tahun ini, telah banyak orang
ternama yang loohu kenal, akan tetapi mengenai kalian berdua
belum pernah loohu mendengarnya. Mungkin itu disebabkan usia
siecu berdua yang masih terlalu muda" "
Ia diam sejenak. baru ia menanya pula : "Dapatkah siecu
memberitahukan nama guru atau orang tua siecu" Mungkin loohu
kenal..." Mendengar suara orang itu, Siauw oek berkesan tak manis
terhadap pendeta tua ini, yang sebegitu jauh ia menerka jujur dan
adil. "Nampaknya disini disini cuma Su Kaylah seorang yang dapat
disebut pendeta baik," pikirnya.
soat Kun menjawab tawar. "Almarhum guruku jarang sekali
muncul didalam dunia Kang ouw, kalau aku menyebutkannya, taysu
pun mungkin tidak mengenalnya"
"Lihat saja, siecu. coba kau sebutkan "
"Almarhum guruku adalah Hoan Tiong Beng" sahut si nona.
Su Khong terkejut hingga parasnya berubah. "Dimana adanya
sekarang gurumu itu" "
"Sudah lama guruku pergi kelain dunia."
Dari terkejut, roman Su Khong menunjukkan kegembiraan.
"Bagaimana eh, saudara Tiong Beng telah menutup mata" "
tanya Su Khong kemudian.
"Ya semenjak beberapa tahun yang lampau"
Pendeta itu mengangkat kepalanya, ia menarik napas panjang.
"Loolap kenal gurumu itu," katanya kemudian-"Pernah kami
berdua duduk berhadapan berbicara selama satu hari dan satu
malam tetapi pembicaraan belum berakhir juga . Loolap kagum
sekali akan kepandaian dan kecerdasan guru siecu itu."
Ia berhenti pula sebentar baru ia melanjutkan. "Itulah kejadian
sudah dua puluh tahun yang lalu, ketika itu siecu berdua mungkin
belum lahir."
JILID 40 "Kiranya Taysu adalah sahabat guru kami, oh maaf, kami kurang
hormat." "Sebenarnya loolap beruntung sekali dapat berunding dengan
guru slecu itu," kata pula sipendeta. "Siecu, pastilah kau telah
mewarisi kepandaian gurumu itu."
"Kami berbakat tolol, walaupun kami mempunyai guru yang
pandai, kebisaan kami sangat terbatas," si nona memberitahukan.
Su Khong menggumam sebentar. "Sejauh ingatanku," katanya
"guru siecu itu selain pandai juga memuja pri-kebenaran, karena itu
tak mungkin dia menghendaki siecu menentang kami dari Siauw Lim
Sie." Sedetik itu, kembali berubah nada suara sipendeta. Kembali dia
menunjukkan tak senang hatinya.
Soat Kun berlaku tenang seperti semula. Ia berkata. "Kami
datang kemari sama sekali tak dengan niat menentang, bahkan
kami berniat mengangkat Siauw Lim Pay dari tempat di mana dia
terbenam, supaya Siauw Lim Sie bangun pula seperti sediakala."
demikian katanya.
Kata-kata itu mendatangkan rasa tak puas kepada semua
pendeta itu, tetapi karena Su Khong berdiam saja, tak ada pendeta
yang berani bertindak atau bicara yang keras-keras.
Su Khong tersenyum. "Siecu, besar bicaramu " katanya.
"Sebenarnya bagaimanakah terbenemnya kami maka juga siecu
sampai datang hendak menolong mengangkatnya" " tanyanya.
Soat Kun merapikan rambut sisi telinganya "Taysu, apakah taysu
masih ingat peristiwa menyedihkan sepuluh tahun lebih yang lalu
itu" " ia tanya, sabar. "Ketika itu ketua kalian dan ketua ketua Bu
Tong Pay, Ngo Bie Pay dan Khong Tong Pay telah dibinasakan
orang" "Itulah peristiwa yang memalukan Siauw Lim Sie Dikolong langit
ini tidak ada orang yang tidak tahu, karena itu mana dapat kami tak
mengingatnya" "
"Taysu, apakah taysu melihat sendiri mayat Su Hong Taysu itu" "
"Ketua keempat partai mati teraniaya, peristiwa itu sangat
menggemparkan, mana dapat loolap tak pergi sendiri ke Pek Ma
San, tempat kejadian itu" "
"Kalau begitu, tentulah taysu melihat sendiri mayat Su Hong
Taysu itu" "
Paras muka sembilan tiangloo itu berubah sendirinya, sikap
mereka jadi sangat bersungguh sungguh. Semua mata mereka
dengan tajam diarahkan kepada sinona. Tapi nona itu tertutup cala,
tak ada mata yang dapat menembusnya, untuk melihatnya dengan
tegas. "Pernah loolap memeriksanya dengan teliti," sahut Su Khong.
"Dari pakaian dan juga barang barangnya, dia benarlah ketua kami."
"Hanya dari pakaian dan barang barang, dapatkah itu
diandalkan" "
Su Ie menyelak keren: "Peristiwa sudah lewat sepuluh tahun
lebih, sipembunuh juga telah dibinasakan, sekarang siecu
menimbulkannya pula, apakah maksud siecu" "
Nona Hoan tetap dengan sikap tenangnya.
"jikalau aku mengatakan sekarang ini Su Hong masih hidup,
apakah taysu sekalian suka percaya atau tidak" " Su Khong Taysu
melengak. "Kecuali siecu dapat membuat loolap bertemu muka dengan
ketua kami itu, tak nanti loolap dapat mempercayaimu"
"Taysu, hanya karena muka terang dari Siauw Lim Sie, walaupun
taysu bercuriga, taysu tak sudi mengakuinya. Benar kataku ini,
bukan" "
"Amidha Buddha" demikian puji yang keras nadanya, yang keluar
dari mulut seorang tiangloo. "Suheng, wanita ini mengoceh tidak
keruan, dia hendak mengacaukan pikiran orang. dia tak dapat
dibiarkan saja. Harap suheng..."
"Menurut apa yang boanpwee tahu" Soat Kun mendesak, "bukan
saja ketua kamu itu mungkin masih hidup didalam dunia ini, juga
musuh kamu yang kuat sudah menempatkan mata matanya didalam
Siauw Lim Sie, untuk dia atau mereka dapat memegang kekuasaan
disini" Su Khong nampak heran.
"Siecu, apakah siecu merasa pasti" " dia bertanya. "Kira kiralah"
"Boanpwee bicara dari apa yang benar" Nona Hoan memastikan.
"Ada satu hal yang membuat boanpwee heran Sudah terang
didalam Siauw Lim Sie ada orang orang yang percaya akan kata
kataku ini akan tetapi mereka itu mengambil sikap menentang
hatinya sendiri, mereka memaksa mengatakan aku mengoceh tidak
karuan dan mengacaukan pikiran orang. Mereka itu mesti ada
maksudnya maka mereka tak mau mempercayainya. Entahlah apa
sebabnya itu"
"Apakah kata kata kosong saja dapat membuat orang percaya" "
Su Khong tanya.
Soat Kun berdiam Su Khong memang benar. Kata kata saja tanpa
tak ada gunanya. Maka ia memikir, bagaimana harus memberi bukti.
Dipihak para tiangloo, kemurkaan sudah mulai mereda. Bicara si
nona beralasan, tinggal buktinya saja.
"Taysu," tanya si nona kemudian, "apakah taysu kenal ketua Ngo
Bie Pay" "
"Kau maksudkan ketua yang mana" Ketua yang dulu atau yang
sekarang" "
"Aku maksudkan ketua yang sama sama ketua kamu telah
terangnya itu."
"Kau maksudkan Han In Taysu" "
"Tidak salah Benar Han In Taysu"
"Beberapa kali loolap pernah bertemu dengan Han In Taysu itu.
Kesanku dalam, pasti loolap mengenalnya."
"Apakah taysu masih ingat wajah Han In Taysu itu" "
"Asal loolap melihat mukanya, tentu loolap akan mengenalinya.
Mungkinkah ada sesuatu yang tak sempurna" "
"Bagaimana kalau taysu cuma mendengar suaranya saja" " su
Khong nampak tidak puas.
"Siecu, kau terlalu banyak pernik" tegurnya. "Kau tanya cuma
mendengar suaranya saja. Apakah artinya itu" " Soat Kun berlaku
tenang seperti biasa.
"Maksudku, taysu," sahutnya, sabar, "kalau taysu tak usah
melihat orangnya, yaitu taysu cuma dengar suaranya, apakah taysu
mengenali dia benar ketua Ngo Bie Pay atau bukan" "
Su Khong berdiam untuk berpikir. "Didalam hal itu, loolap masih
belum pasti..."
Soat Kun agak kecele.
"Kenapakah, taysu" " tanyanya. "Apakah taysu tidak bersahabat
kekal dengan Han In Taysu itu" "
"Dialah ketua suatu partai, loolap memang tak bergaul erat
dengannya." Su Khong mengakui. "Siecu, kau hendak bicara
apakah" Aku minta kau bicara dengan terus terang. jikalau
pembicaraan kita ini tidak ada hasilnya, aku kuatir siecu sukar
meninggalkan kuil kami ini"
Soat Kun tidak menjawab permintaan atau ancaman itu,
sebaliknya, ia kata dengan berani^ "Telah lama boanpwee dengar
halnya para tiangloo dari siauw Lim Sie adalah orang orang
beribadat yang jujur dan bijaksana, yang agung martabatnya akan
tetapi siapa sangka sekarang ternyata merekalah orang orang yang
tak dapat dipercaya"
"Siecu, apakah siecu maksudkan karena loolap tak berdaya
mengenali Han In Taysu itu," Su Khong tanya.
Soat Kun tidak mengiakan, hanya ia berkata pula: "Boanpwee
kuatir kalau nanti ketua kamu yang terdahulu itu bertemu dengan
taysu sendiri, mungkin taysupun tidak mengenalinya "
"Dialah sutee dari loolap dengan siapa loolap telah tinggalbersamasama puluhan tahun, mustahil loolap tidak mengenalinya"
" "Sutee" yaitu adik seperguruan. Kembali Su Khong tak puas.
Soat Kun berkata dingini "pengalaman sedih dari ketua itu hebat
tak ada bandingannya. Pengalamannya itu sama dengan
pengalaman Han In Taysu dari Ngo Bie Pay, Dia telah dirusak muka
dan anggota-anggota tubuhnya. Mana dapat taysu mengenalinya"
..." Ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan^ "buat
melindunginya nama besar Siauw Lim Pay, andaikata taysu dapat
mengenalinya juga taysu tak akan sudi mengenalinya" Mau atau
tidak, Su Khong Taysu menjadi gusar sekali.
"Dimana-mana kau menghina adik seperguruan kami, siecu"
katanya keras. "Apakah maksud siecu" sungguh kau sukar diterka"
Habis berkata, pendeta itu mengulapkan sebelah tangannya.
Melihat demikian dua pendeta, yang duduk bersila, berlompat
bangun, untuk berlompat lebih jauh kemulut pintu, guna menutup
jalan keluar. Menyaksikan lagak orang, Siauw Pek mengerutkan
alisnya. "Tidak kusangka bahwa para tiangloo dari Siauw Lim Sie juga
begini cupat pemikirannya..." pikirnya. "Kenapa mereka sudi
melindungi yang tidak benar" Nampaknya hari ini mesti terjadi
pertumpahan darah juga, sebelum itu, urusan tak akan dapat
diselesaikan"
Melihat sikap para pendeta itu, Soat Kun mengangkat tangannya,
untuk merapihkan sanggulnya yang tinggi. Beberapa kali ia
menyentil nyentilkan jeriji tangannya, baru setelah itu dengan sabar
ia bertanya: "Para taysu yang pandai dan bijaksana adakah niat
taysu sekalian untuk mengurung kami bertiga orang muda di dalam
ruang suci kalian ini" "
Su Khong berkata dengan suaranya yang keren: "Jikalau kalian
tidak dapat memberi bukti maka terpaksa loolap mesti membiarkan
kalian berdiam disini sampai nanti loolap selesai membuat
penyelidikan dari hal yang benar, itu waktu loolap akan mengambil
keputusan kami. Andaikata apa yang kalian bilang benar adanya,
maka loolap semua akan mengantarkan kalian keluar dari sini
dengan cara yang hormat. Jikalau tidak, maka siapa membunuh
orang, dia pasti mengganti jiwa Beberapa puluh murid Siauw Lim
Sie tak dapat mati dan terluka konyol"
Habis berkata begitu, mendadak Su Khong meluncurkan
tangannya kearah Soat Kun sambil mebentak. "Siecu, apakah kau
hendak nyebar racun" "
Gerakan tangan pendeta itu mendatangkan hembusan angin
yang keras. Itulah serangan pukulan angin-Melihat itu, Siauw Pek segera
meluncurkan tangannya, guna menangkis, sambil berbuat begitu, ia
menegur: "Taysu menjadi pendeta tua dan beribadat, kenapa begini
saja sikap taysu menghadapi seorang wanita yang lemah?"
Su Khong terkejut. Hebat tangkisan sianak muda. Maka ia
meluncurkan pula tangannya itu, kali ini kearah sianak muda.
Siauw Pek pun menangkis lagi, tetapi ia terkejut, darahnya terus
bergolak. Hebat serangan pendeta itu, hingga ia berkata da lam
hatinya^ "Pendeta ini sangat liehay. Dia menyerang seenaknya saja,
aku menangkis dengan setakar tenagaku, tetapi aku masih kalau
tangguh..."
Su Khong pun bertambah heran-Sebenarnya ia menggunakan
lima bagian tenaganya.
"Bocah ini benar tak ada celanya" pikirnya kagum. Iapun lalu
teringat bahwa orang masih sangat muda, maka tanpa terasa,
timbullah rasa sukanya terhadap pemuda itu, ia menyayangi
kepandaian sianak muda...
Siauw Pek masih memikir pula^ "Kalau dia pula, terpaksa, aku
mesti menggunakan pedangku" Karena memikirkan ini, lekas-lekas
ia berkata. "Aku yang muda tidak pernah memikir untuk mengadu
kepandaian dengan taysu sekalian-.."
Mendengar itu, Su Ie berkata dingin "Jikalau benar tidak ada
niatmu, lekas kau letakkan senjatamu dan manda dibelenggu"
Siauw Pek tidak melayani pendeta itu, melihatpun tidak. Ia hanya
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memandang Su Khong Taysu, dan bertanya "Taysu, taysu hendak
bersikap bagaimana terhadap kami" "
"Untuk sementara, loolap minta kalian berdiam didalam ruang
Kay sie Ih," menyahut Su Khong. "Loolap hendak membuat
penyelidikan, sesudah itu baru kami akan merdekakan kamu
bertiga..."
Siauw Pek menggeleng kepala.
"Walaupun kami tidak mengandung niat menempur taysu
sekalian," katanya, "kami juga tidak sudi berdiam dan terkurung
disini. Kecuali jalan ini, masih ada jalan lain tidak" "
"Masih ada cara lain"
"Apakah itu, taysu?"
"Jikalau kamu dapat menyerbu keluar dari ruang ini, kami tak
akan mengganggu kamu"
Dengan cepat Siauw Pek melihat kesekelilingnya. Ternyata
semua jalan keluar pintu dan jendela jendela sudah terjaga rapat. Ia
pikir: "Tidak bisa lain, kali ini kita menempur mereka. Hanya,
bagaimana dengan kedua nona Hoan ini" Sukar mereka melawan
para pendeta liehay ini... Kelihatannya aku mesti melibat semua
pendeta ini supaya semua mereka melayani aku seorang..."
Begitu berpikir demikian, begitu anak muda ini mendapat pikiranLalu ia berkata sabar "Para taysu yang beribadat, pastilah kalian tak
sudi menempur dengan kaum wanita bukan" "
Su Khong mengerutkan alinya Katanya: "Kalau kau memikir buat
kami membebaskan dahulu kedua nona, itu artinya pikiran sia-sia
belaka" berkata pendeta kepala amat angkuh.
"Bukan begitu maksudku," sahut si anak muda, "maksudku ialah
supaya aku sendiri yang mencoba menerobos keluar dari ruangan
ini, aku berhasil atau gagal, itu masih hitungan buat kami bertiga"
"Apakah siecu percaya sungguh sungguh kemampuan siecu" "
kata sipendeta kepala.
"Karena terpaksa, bisa atau tidak. aku mesti paksakan juga "
Su Khong tertawa dingin. "Apakah siecu sangat mengandalkan
Thian Kiam dari Kie Tong maka juga siecu menjadi begini sombong"
"Tidak sama sekali, taysu."
Mendengar jawaban itu, Su Khong menjadi tenang pula. Katanya
sabar: "Thian Kiam Kie Tong memang sangat tersohor, tetapi dia
belum pernah bertempur dengan loolap atau saudara-saudara
seperguruanku ini. Karena itu, kalau sampai terjadi pertempuran,
sukar dipastikan sang menjangan bakal terbinasa ditangan siapa.
Kie Tong cuma mengandalkan ilmu pedangnya itu. lain dari itu, tak
pernah loolap mendengar dia berhasil dengan lain macam
kepandaian-"
"Pendapat taysu itu tak aku setujui," berkata Siauw Pek. Dia
ingat, orang Siauw Lim Sie sangat jarang menggunakan pedang,
bahkan orang pusat Siauw Lim Sie digunung Siong San sama sekali
tak memakai senjata semacam itu. Dan sebenarnya ia hendak bicara
lebih jauh, tapi ia melihat Su Kay Taysu mengedipkan mata
padanya, melarang ia bicara lebih jauh.
Melihat orang berdiam, Su Khong bertanya "Kalau kau tidak
setuju, habis bagaimana pikiranmu" "
Heran si anak muda. Apa sebenarnya maksud Su Kay" Ia telah
dicegah untuk bicara. sekarang ia ditanya pula oleh Su Khong. Ia
mau menerka bahwa tadi Su Kay ingin ia mengalihkan pembicaraan
kelain arah, untuk meredakan suasana. Maka ia menjawab.
"Pelajaran ilmu pedang membutuhkan pengendalian hati, ilmu harus
disatu padukan dengan semangat, setelah itu barulah orang akan
memperoleh hasil kemajuan hingga mahirlah kepandaiannya."
"cuma sebegitu saja" "
"Pengetahuanku sangat terbatas, taysu."
"Bagaimana kalau ilmu pedangmu dibandingkan dengan ilmu
siauw Lim Sie" "
"Tak dapat aku mengatakannya."
"Tahukah kamu bahwa kami mempunyai tujuh puluh dua macam
ilmu silat" "
"Telah aku mendengarnya."
"Bagus Semua saudaraku disini pernah mempelajari beberapa
dari puluhan macam ilmu itu ada peyakinannya sudah beberapa
puluh tahun bahkan ada yang memperoleh pelajaran merangkap
beberapa macam diantaranya..."
Bicara sampai disitu, Su Khong berhenti sejenak. habis itu, baru
ia melanjutkan. Katanya.
"Siauw Lim Sie belum pernah membiarkan orang memandang
rendah kepada kami, sedangkan kalian, siecu, kalian justru
menyerang nama baiknya ketua kami..."
Tiba tiba saja Soat Kun menyela^ "Apakah ketua kami dapat
berbuat semaunya saja" "
"Aturan Siauw Lim Sie sangat keras, dunia Rimba Persilatan
mengetahuinya. Umpama kata benar ketua kami berbuat salah,
tidak nanti kami melindungi dan membelanya cuma, dalamhal itu,
kami harus menyelidikinya dahulu serta memperoleh bukti
buktinya..."
Pendeta tua itu menghela panas. Dia menambahkan^ "Loolap
menghendaki kamu berdiam disini, supaya kami memperoleh
kesempatan melakukan pemeriksaan, sesudah itu, baru kami akan
mengambil keputusan. ini toh bagus, bukan" Kamu menolak Cara
kami ini, bukankah itu berarti kamu mempunyai maksudmu sendiri"
" "Apakah maksud kami," sinona bertanya. "Umpama kami
membinasakan It Tie, kami toh tidak dapat mewarisi kedudukannya
sebagai ketua Siauw Lim Sie" "
Su Khong melengak Bicara sinona sederhana tetapi tajam.
Memang dengan dibunuhnya It Tie, mereka ini tidak bakal menjadi
ketua Siauw Lim Sie.
Lalu pendeta tua itu berkata sabar: "Siecu, emas tulen tak takut
api Kalau kamu tidak mengandung sesuatu, kenapa kamu takut
kami membuat penyelidikan" "
"Kami bukan takuti penyelidikan kamu, kami hanya tak sudi
ditahan disini " Itulah suara Siauw Pek, suara yang tetap dan keras.
"Loolap telah keluarkan kata kataku, tak dapat itu ditarik kembali.
Jikalau kau tak sudi ditahan disini, nah kau gunakanlah
kepandaianmu untuk menerobos keluar dari sini"
Siauw Pek melihat kelilingan, ketika ia memandang Su Kay,
pendeta itu mengangguk perlahan-Itulah isyarat yang
menganjurkan ia menerima baik tantangan Su Khong itu. Maka
juga, segera ia mengangkat dadanya dan berkata^ "Baiklah, taysu,
untuk berlaku hormat, boanpwee menerima perintahmu ini " Kedua
mata Su Khong bersinar.
"Bagus" serunya. "Kau masih begini muda tapi kau gagah sekali
Sukar dicari orang semacam kau"
Siauw Pek segera memegang pedangnya, tangan kirinya diatas
pedangnya itu. "Taysu terlalu memuji" dia berkata, merendah.
Su Khong Taysu tertawa. Katanya: "Kalau hari ini kau dapat lolos,
namamu bakal jadi sangat terkenal"
"sekarang, taysu," kata si anak muda, "aku mohon keterangan."
"Keterangan apakah itu" "
"Apakah ada aturan atau syaratnya buat aku menerobos ruang
ini" " Pendeta tua itu menggeleng kepala.
"Kau merdeka untuk menyerbu dari arah yang manapun. Setelah
kau berhasil, kau juga merdeka buat segera berlalu atau berdiam
lebih lama disini"
"Jikalau aku berhasil lolos, apakah masih ada lain lain pendeta
yang akan mengganggu kami" "
"Akan loolap mengajak semua saudaraku mengantarkan siecu
berlalu dari sini"
"Masih ada satu permintaanku, taysu. Mungkin ini kurang
pantas." "Bicaralah. Asal itu pantas, akan loolap terima baik"
"Dalam pertempuran ini, kalah atau menang siapa mati, dia
jangan menyesal, dia jangan mencari balas. Dapatkah" "
"Jika kau gagal, kau bakal berdiam disini"
"Itulah sudah selayaknya. Kalau aku berhasil, aku akan berlalu
bersama semua orang dengan siapa aku telah bersama datang
kemari" "ya, selama kita bertempur, sebelum ada kepastian siapa
menang siapa kalah, taysu semua tak dibenarkan mengganggu
kedua nona itu "
"Hei orang begini muda, kenapa sih begini rewel" bentak Su Ie.
"Dalam hal itu, loolap telah memberi janjiku " berkata Su Khong.
Siauw Pek mengangguk. "Apakah sekarang juga kita milai" "
"Ya, kau boleh mulai" berkata Su Khong, yang terus memandang
kesekitarnya. "cuma ada satu hal, yang loolap ingin jelaskan dahulu "
"Perintah apakah itu, taysu" Sebutkanlah, aku siap
mendengarnya."
"Aku menghendaki, kecuali sangat terpaksa, jangan kau merusak
ruang suci kami ini" Su Khong minta. "Ruang ini adalah satu ruang
yang sangat penting, sedangkan diantara kita tidak ada
permusuhan-^."
"Apakah taysu keberatan aku lolos dari jendela" "
"Tidak."
Siauw Pek melihat pula berkeliling.
Kecuali tiga buah jendela, jalan keluar cuma pintu. Semua jalan
itu telah dijaga delapan pendeta. Dua orang menjaga setiap pintu.
Pendeta yang kesembilan berdiam ditengah, untuk membantu
kesegala arah. Itulah pengurungan ketat, maka juga, melihat itu,
anak muda itu berdiam untuk berpikir.
Melihat sikap orang, Su Ie tertawa dingin dan berkata mengejek:
"Kalau kau mesti juga merusak ruang ini, kau dapat lolos dari sini.
Terserah" "Baiklah" sahut Siauw Pek. Tapi kata kata itu ditujukan kepada su
Khong. Su Khong Taysu mengulapkan tangannya. Atas isyarat itu,
delapan orang pendeta segera siap ditempatnya masing masing. Ia
sendiri tetap berdiam ditengah tengah, bahkan ia memejamkan
kedua belah matanya Siauw Pek telah menduga cara pengurungan
itu, sekarang dugaannya cocok. Dipintu yang menjaga adalah Su
Kay bersama Su Ie. lalu menerka Su Kay pasti akan berlaku lunak,
sedang Su Ie bakal bersikap keras.
"Baiklah aku coba pintu dahulu," pikirnya. Maka ia mengerahkan
tenaga dalamnya, terus ia bertindak kearah pintu.
Su Ie Taysu mengawasi tajam, kedua matanya sampai
mengeluarkan sinar. Dia tersenyum ewah. Bedadengan Su Kay,
yang tenang sikapnya. Kira kira lima kaki dari kedua pendeta itu,
Siauw Pek menghentikan tindakannya. Ia terus memutar
pedangnya, hingga cahayanya berkeredepan.
"Taysu berdua, awas" ia berseru sambil menyerang Su ie.
Pendeta itu mengebutkan tangan bajunya, guna menyampok
pedang, menyusul mana tangan kirinya menyerang. Hebat
sampokannya itu.
Siauw Pek tahu orang liehay, ia mendahului menarik kembali
pedangnya, bukan untuk disimpan, hanya diteruskan kepada Su Kay
Taysu. Iapun berbareng berkelit dari serangan sipendeta galak.
Su Kay menyambut pedang dengan dua buah jari tangannya.
"Kau terlalu memandang ringan" pikir Siauw Pek, yang
meneruskan menabas.
Su Kay menarik tangannya, serentak dengan itu, ia menyerang
dengan tangan kiri.
Siauw Pek berkelit sambil memutar tubuh untuk terus menikam
Su Ie pula. Bahkan kali ini ia menikam tiga kali beruntun.
Paras Su Ie padam. Ia mengebut keras dengan tangan kirinya,
tangan kanannya menyerang. Hebat kedua gerakannya itu,
anginnya menghembus keras, ujung baju sianak muda sampai
berkibar. Su Khong memejamkan mata, ia merasai angin itu, ia menjadi
heran. "Baru tig ajurus, kenapa Su Ie sudah menggunakan tipu silat Kim
kong Siang ciang" " katanya didalam hati.
"Kim kong Sian ciang" berarti pukulan "Tangan Arhat".
Saking heran, si tiangloo membuka matanya menonton. Masih
sempat ia menyaksikan gerakan sangat sebat dari Siauw Pek
mengelakkan diri dari ancaman bahaya, setelah mana anak muda
itu membalas menabas.
Mau atau tidak, dua-dua Su Ie dan Su Kay berlompat berkelit.
Siauw Pek segera berpikir dan mengambil putusan-Dua-dua
musuhnya liehay, tenaga dalam mereka mahir sekali, tidak boleh ia
berlaku lemah, kalau ia keburu lelah, itulah berbahaya. Segera ia
berseru, terus ia menyerang pula pada Su Ie.
Su Ie repot juga menghadapi serangan saling susul dari lawan
yang dia pandang enteng itu, mau atau tidak, dia terpaksa mundur
mendekati pintu.
"Tinggal lagi satu tindak" pikir Siauw Pek hatinya terbuka. Maka
hendak ia mendesak terus.
Tiba tiba terdengar seruan Su Kay: "Ilmu pedang yang bagus.
Lihat tanganku" Dan pendeta itu menyerang keras sekali.
Sianak muda terperanjat. Ia menabas sambil mundur satu tindak.
Su Ie menjadi sangat gusar. Serangan Su Kay membuat ia
mendapat kesempatan memperbaiki kedudukannya, maka juga,
setelah itu, iapun membalas menyerang. ia berlaku lebih bengis dari
semula tadi. Demikianlah bertiga mereka menjadi bertempur seru sekali,
semua berlaku cepat dan keras. Satu pihak ingin mengundurkan,
lain pihak ingin merobohkan. Su Kay Taysu, yang berkesan baik
terhadap sianak muda, turut bersikap keras juga. Setelah
melewatkan banyak jurus, Siauw Pek merasa sulit juga buat
merebut kemenangan-Maka ia jadi berlambat.
Selagi lawannya itu berpikir, Su Ie tertawa dingin, kemudian dia
melakukan serangan yang habat sekali. Rupanya diapun memikirkan
sesuatu. Siauw Pek heran-Beda dari yang sudah-sudah, serangan Su ie
kali ini tanpa memperdengarkan suara anginnya. Su Ie pula
menyerang tiga kali terus menerus. Tapi tak sempat ia berpikir.
Serangan itu segera terasa. Desakan angin yang mulanya halus,
mendadak menjadi embusan keras. Dalam kagetnya, ia berlompat
jauh satu tombak. Tak sempat ia berdaya lainnya.
Habis menyerang itu, Su Ie tidak mendesak bahkan ia berdiri
dimuka pintu. Su Kay mendampinginya. Pendeta yang sombong itu
memperlihatkan roman takaburnya, untuk men lawannya itu.
"Terlukakah kau" "
Itulah pertanyaan halus merdu dari Soat Kun. Siauw Pek cepatcepat
menyalurkan pernapasannya.
"Tidak" sahutnya. "Aku tak kurang suatu apa."
Ketika itu terdengar suara menyindir dari Su Ie Taysu, yang
berkata sambil tersenyum dingin. "Tuan, ilmu pedangmu memang
mahir sekali, tapi dengan mengandalkan pedang saja keluar dari
ruang ini, itulah pikiran tolol"
Siauw Pek mendongkol sekali, hampir ia membuka mulutnya
untuk membalas menyindir, tapi tiba-tiba ia ingat bahwa semua
pendeta didalam ruang itu liehay masing-masing ilmu silatnya, kalau
ia dikepung, itulah berbahaya. Karena ini, ia kembali meraba
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
goloknya. Su Kay melihat gerak-gerik si anak muda, lekas-lekas ia bicara
dengan saluran suara Toan Im Jip-bit: "Siecu, sabar.. Biar
bagaimana, tak dapat kau mengucurkan darah disini..."
Mendengar kisikan itu, si anak muda menjadi ragu-ragu. Suara
itu sabar dan nadanya memohon.
Tengah orang berdiam, Soat Kun berkata pada ketuanya:
"Bengcu, kalau kau melawan satu sama satu, dapatkah kau
mengalahkan beberapa taysu ini" "
Siauw Pek melengak, lekas-lekas ia menjawab. "Kalau satu sama
satu, sekalipun tidak menang, aku tidak bakal kalah..."
"Kalau satu lawan dua" "
"Sulit untuk memastikannya."
Su Khong Taysu mendengar pembicaraan itu, ia tertawa tawar.
"Siecu, tak usah kau memancing kemarahan orang" tegurnya.
"Kami cuma ingin menahan kalian disini buat sementara waktu saja,
supaya kami memperoleh kesempatan memeriksa keadaan dalam
kami, untuk lekas memberi keputusan, jadi kami tidak bermaksud
buat berebut kemenangan-Soal kita ini ada sangkut paut yang hebat
sekali dengan Siauw Lim Sie kami, karena itu, tidak dapat
disamakan dengan perselisihan yang umum dalam dunia Sungai
Telaga..."
Soat Kun menghela napas.
"Itulah sulitnya" katanya. Kata kata itu dapat ditujukan kepada
Siauw Pek dan juga terhadap ketua tiangloo itu. Terus si nona
menambahkan: "Kalau begitu, bengcu, baik mengaku kalah saja..."
Alis Siauw Pek berkerut, kedua bahunya dinaikkan.
"Aku lebih suka mati berperang daripada tunduk dan manda
dibunuh orang" katanya keras. "Tak sudi aku mati konyol"
Soat Kun mengangguk. lalu ia berkata pula. "Hari ini keadaan
sudah jelas sekali. Su Khong Taysu telah menjelaskan tentang tak
dipakainya lagi aturan kaum Kang ouw Sesudah dua orang
dihadapkan kepada bengcu, maka tiga orang dapat juga. Jikalau
terjadi bengcu melukai seorang taysu, bahkan kalau bengcu
membinasakan satu diantaranya, bukankah itu berarti bahwa
permusuhan besar telah ditanam. Apabila itu sampai terjadi, pasti
hebatlah kesudahannya."
Kembali terdengar suara Nona Hoan: "Sudah sejak lama Siauw
Lim Sie menjadi seperti pemimpin para partai, sedangkan sembilan
taysu ini menjadi pendeta2 beribadat berusia tinggi dan
kedudukannya dihormati orang, karena itu, walaupun bengcu gagah
perkasa, hanya mengandalkan diri sendiri dan sebilah pedang,
bagaimana mungkin bengcu menangkan sembilan orang yang
bergabung menjadi satu" Maka itu, menurut pikiranku, baik bengcu
mengaku kalah saja..."
"Kata kata nona memang tidak salah," berkata Siauw Pek. "akan
tetapi aku, semenjak aku dilahirkan, tahuku cuma bekerja terus
menghabiskan tenagaku, aku tak kenal takut dan mundur
karenanya..."
Tanpa menanti orang habis bicara, Soat Kun memotong.
Katanya: "Jikalau sudah pasti bengcu mau bertempur hingga habis
tenagamu, karena jelas sudah tidak ada harapan akan berhasil
merebut kemenangan, daripada hanya satu lawan dua, kenapa
bengcu tidak menantang satu lawan sembilan" Dengan begini,
andaikata bengcu terbinasa ditempat suci ini, dibelakang hari pasti
bengcu akan meninggalkan nama harum"
Kata kata itu berarti anjuran semangat, maka Siauw Pek
melengak dan tertawa nyaring.
"Benar" serunya. "Dahulu ayahku terbinasa karena dikepung oleh
jago-jago dunia yang tak terhitung banyaknya, walaupun demikian,
ayah masih hidup merantau hingga delapan tahun lamanya. Tempo
delapan tahun bukan main lamanya, tetapi lucu adalah sijago-jago
dunia, didalam waktu delapan tahun itu, mereka tak mampu
membinasakan ayahku Maka sekarang aku melayani sembilan taysu
dari Siauw Lim Sie, kalau aku mengubur tulang belulangku di dalam
ruang ini, aku pasti mati tak menyesal"
Mendengar suara sianak muda, yang demikian gagah, para
pendeta malu sendirinya. Lalu terdengar elahan napas dari Su
Khong Taysu. Kemudian pendeta tua itu berkata, sabar, "Walaupun kami yang
banyak menghina yang sedikit, tetapi inilah saking terpaksa, kami
tak berdaya berbuat lainnya. Bahwa kami mengurung kalian, siecu,
semoga kau memakluminya."
Berkata begitu, sipendeta merasa hatinya tidak tenang, air
mukanyapun berubah.
Siauw Pek tidak menjawab pendeta itu, dia pun tidak
mengatakan apa-apa lagi, mendadak ia melompat menerjang dua
orang pendeta yang menjaga jendela timur.
Sekarang, setelah tekad bulatnya melawan sembilan pendeta itu,
putra almarhum coh Kam Pek menjadi tenang sekali. Pedangnya itu
memperlihatkan sinarnya yang menyilaukan mata.
Kedua pendeta dijendela timur itu ialah Su Lut dan Su Seng. Atas
tibanya serangan, mereka berkelit bersama, sesudah mana,
bersama juga mereka membalas menyerang dengan masing masing
satu tinjunya. Dengan begitu sipenyerang jadi terhajar dari kiri dan
kanan. Siauw Pek berseru, tubuhnya berkelit. Dengan begitu, ia lolos
dari serangannya Su Lut. Juga dengan sendirinya iapun bebas dari
serangan Su Seng. Sambil berkelit itu, ia menebas ke arah Su LU
Taysu Su Lut memperdengarkan suara "Hm" Iamenarik tangan
kanannya itu, yang diarah lawan itu. Iapun mundur dua tindak.
Siauw Pek tidak menyia nyiakan waktu, gagal menyerang Su Lut,
ia terus menerjang Su Seng Taysu. Itulah tipu silat "Bu Liong Pa
Bwee", atau "Naga didalam kabut menggoyang ekor". Su Seng tidak
menyangka akan serangan itu, ia terlambat meski juga ia sudah
bergerak dengan cepat sekali Syukur untuknya, ujung pedang cuma
menggores ujung jubahnya.
Merah muka pendeta itu, hingga dia berdiri tertegun. Buat
seorang tiangloo dari Siauw Lim Sie, meskipun hanya ujung bajunya
saja kena digores senjata lawan, itu sudah memalukan Sementara
itu Siauw Pek telah tidak melanjutkan serangannya. Kalau ia lakukan
itu, pasti Su Seng terbinasa, atau sedikitnya terluka. Sebaliknya,
anak muda ini melompat menerjang dua orang lawan yang menjaga
jendela selatan. Perlawanan hebat dari si anak muda terhadap Su Ie
dan Su Kay, Su Lut dan Su Seng, membuat terbuka matanya para
tiangloo itu, maka sekarang tiada lagi yang berani memandang
ringan, sebaliknya, semua bersikap sungguh-sungguh. Demikian
ketika si anak muda menerjang keselatan, dua orang pendeta disitu,
ialah Su Wie dan Su cu, sudah mendahului menyambutnya. Baru
Siauw Pek menaruh kakinya, pukulan udara kosong dari Su cu
sudah meluncur kearahnya. Hebat serangan itu, anginnya
menghembus keras.
Siauw Pek tenang dan waspada, matanyapun awas. Ia melihat
adanya penyambutan dengan kegesitan luar biasa, ia berkelit
kesamping. Tapi toh ia terlambat sedikit serangan itu mengenai
lengan kirinya, hingga ia terpelanting sampai lima tindak. Dan
sementara itu su Wie sudah menyambar dengan tangan kanannya.
Siauw Pek menggertak gigi, kedua kakinya menetapkan tubuhnya
dengan pedangnya, ia menabas tangan kanan penyerang itu.
Walaupun terpelanting, ia bisa dengan lekas memperbaiki
kedudukan tubuhnya.
Su Wie menarik kembali tangannya, bahkan ia mundur dua
tindak. Karena ini si anak muda sempat meneruskan menyerang
pada Su cu. Su cu tidak berani berlaku sembrono. Ia telah melihat bagaimana
ujung baju Su Seng kena dirobek lawan-Dengan sebat ia lompat
mundur dua tindak. dengan begitu ia menyelamatkan lengannya
sambil berbareng menjaga diri supaya tidak sampai didesak si anak
muda. Melihat musuh mundur, Siauw Pek berbalik menyerang Su Wie
pula. Pendeta inipun terpaksa melompat mundur.
Siauw Pek sudah ketetapan melayani kesembilan pendeta
kenamaan itu, setelah kedua lawannya mundur, ia tidak merangsak.
sebaliknya, sekarang menerjang kebarat. Hanya ketika ia mendekati
kedua lawan yang baru, ia menghentikan tindakannya. Karena ia
mau menggunakan waktu untuk bernapas guna meluruskan jalan
darah pada lengan kirinya yang tadi terhajar Su Wie.
Melihat si anak muda berdiam, kedua pendeta itupun mengawasi
saja. Seperti yang lainnya, kedua pendeta ini mengagumi Siauw
Pek. Su Khong dapat melihat pemuda itu lagi memperbaiki jalan
darahnya. Ia segera berpikir. "Tadi Su Seng sudah kalah satu jurus,
kalau sekarang dia diberi kesempatan menyembuhkan lengannya
itu, dapatkah Su Beng dan Su ceng menentangnya" Harapannya
tipis." Maka itu ia berseru nyaring. "Siecu, ilmu pedangmu hari ini
membuat mata loolap terbuka lebar"
Siauw Pek tengah memperbaiki diri, ia tidak dapat menjawab.
Adalah Nona Hoan yang menalanginya. "Taysu sungkan sekali.
Taysu cuma memuji"
Dengan begitu, si anak muda mendapatkan waktunya
memperbaiki terus jalan darahnya itu Su Khong ingin mengalihkan
perhatian si anak muda, mendapatkan percobaannya itu gagal, ia
mengulangi pula buat kedua kalinya. Katanya. "Siecu, walaupun kau
lihay sekali, tetapi dengan seorang diri dan sebatang pedang kau
melayani kami bersembilan, itu sedikitnya berarti tak tahu akan
tenaga sendiri."
Soat Kun tidak melihat, tetapi ia mendengar, Soat Gie pula telah
memberi kisikan padanya atas gerak-gerik ketua tiangloo itu, ia
dapat menerka maksud orang. Maka itu, kembali mendahului
ketuanya, ia menyela. "Benar atau tidak kawanku tidak tahu diri,
atau mungkin kepandaian taysu beramai yang sangat mengejutkan
orang, nanti akan segera ketahuan. Taysu baiklah menonton saja
dengan tenang"
Muka Su Khong menjadi merah. Ia malu sendirinya. Hendak ia
bicara tetapi batal. sebagai pendeta beribadat, tak dapat ia melayani
si nona adu bicara. Karena itu, ia menjadi bingung sendirinya. Tepat
pada waktu itu tampak Siauw Pek mengangkat kepalanya, kedua
matanya mengeluarkan sinar mata tajam. Pula jeriji tangan kirinya
dipakai menyentil dua kali pada pedangnya. Hingga pedang itu
mengalun sekian lama. Itulah pertanda bahwa lengannya sudah
sembuh. Su ceng dan Su Beng yang terus memasang mata, dapat melihat
mata lawan bersinar dan wajahnyapun bercahaya, diam-diam
mereka mempersiapkan diri. Mereka menerka akan datangnya
serangan hebat Siauw Pek mengawasi tajam kepada kedua pendeta
itu, ia tidak segera maju menyerang, hanya ia berkata tenang.
"Taysu berdua, aku hendak menerjang kalian-Kesudahannya ini
mungkinkah aku bakal terluka ditangan kalian-Atau kalau taysu
ngotot hendak mempertahan diri mungkin taysu yang bakal
terlukakan pedangku"
"Jikalau kedua pihak sama sama terluka, bagaimana siecu
hendak anggap itu" " Su Khong menyela.
Siauw Pek mengawasi tajam kemulut jendela. Ia bagaikan tidak
mendengar perkataan pendeta kepala itu, baru kemudian dia
berkata tenang. "Sekalipun kita akan sama sama runtuh pasti sekali
tubuhku bakal roboh di luar ruang ini" Itu artinya, ia toh dapat
mencoblos juga kurungan itu. sepasang alis Su Khong berkerut.
"Siecu," katanya kemudian-"Ilmu silat pedangmu begini liehay,
kenapa kau tidak sudi memberikan kesempatan untuk loolap belajar
kenal buat beberapa jurus" Itulah tantangan dari sipendeta tua
Mendengar itu, Soat Kun mendahului menjawab: "Kalau pihakku
beruntung menang satu jurus, apakah kami boleh keluar dari ruang
ini" Paras Su Khong berubah menjadi merah. "Nona, lidahmu..."
Pendeta itu mau menyebut lidah orang tajam tetapi ia batal
sebab matanya segera melihat Siauw Pek sudah menggerakkan
pedangnya. Anak muda itu membawa pedang kedepan dadanya,
lalu terus tubuhnya turut bergerak. Walaupun demikian, sinar
pedang sudah berkilauan.
Su Khong heran.
"Ah, tipu silat apakah ini" " tanya di dalam hati.
Nampaknya gerakan si anak muda ayal tapi tenaganya besar, itu
terbukti dari sinar pedangnya itu. Su Khong liehay tapi toh ia tak
mengerti, ia tak tahu.
Su ceng dan Su Beng tetap memasang mata cuma hati mereka
terus menduga duga bagaimana jadinya dengan serangan lawan
itu... Pada saat itu, suasana amat sunyi tetapi tenang. Itulah
ketenangan jelang tibanya sang badai dan hujan lebat...
Tubuh Siauw Pek bergerak terus, berputar, makin lama semakin
cepat, tetapi mendadak pedangnya memperdengarkan suara
mengaum. Tubuh itu masih berputar pesat. Maka tidaklah heran
apabila dilain saat, sinar pedang bagaikan mengurung melibat
seluruh tubuh. Sekarang su Khong Taysu mulai melihat tegas.
Pikirnya: "Jurus ini bakal hebat luar biasa. Satu pedang akan berarti
sepuluh pedang. Bagaimana itu harus dielakkan" "
Soat Kun tidak tahu apa yang terjadi diruang itu, ia hanya
merasai kesunyian, ia menerka kepada ketegangan-Tanpa merasa,
ia menoleh kepada adiknya untuk menanya.
Soat Gie segera memberikan kisikan pada kakaknya itu. Ia
melukiskan suasana yang terang itu, terutama gerak gerik bengcu
mereka. Kisikan itu diakhiri dengan keterangan bahwa sianak muda
masih belum mulai menyerang...
Su Khong tetap belum mendapatkan pemecahannya, melihat
orang berputar makin keras ia bingung. Ia percaya Su ceng dan Su
Beng tidak akan dapat bertahan. Saking bingung, ia kemudian
berkata. "Siecu ilmu pedangmu benar benar liehay. Marisiecu, loolap
yang bodoh ingin menerima pelajaran beberapa jurus dari kamu..."
Dan kata kata itu diikuti dengan bertindaknya tubuhnya.
Soat Kun mendengar suara pendeta itu dan Soat Gie telah
mengisiki gerak geriknya. Ia bingung juga . Pendeta itu dapat
mengganggu pemusatan tenaga, pemikiran dari Siauw Pek. Maka
itu, lekas lekas ia berkata: "Taysu, kau seorang pendeta beribadat
luhur, mustahilkah kata katamu tak masuk hitungan" " Gusar
pendeta itu. "Apakah yang loolap kata kan" " tegurnya.
"Taysu bilang, asal kami dapat mencoblos kurungan, akan dapat
keluar dari sini dengan cara baik dan tak kurang suatu apa. Benar
tidak" "
"Tidak salah"
Si nonapun mau mengalihkan perhatian sipendeta tua, supaya
Siauw Pek dapat memusatkan daya penyerangannya terhadap Su
ceng dan Su Beng, maka ia berkata pula, dengan ayal ayalan:
"Karena telah dijelaskan yang kami harus mencoblos kurungan,
sudah selayaknya sebelum kami lolos, para taysu tidak boleh turun
tangan terlebih dahulu."
Su Khong heran-"Siecu, apakah artinya ini" dia bertanya.
"Sederhana, bukan" " sahut sinona hambar. "Jikalau taysu dapat
turun tangan terlebih dahulu maka terang taysu dapat maju dengan
serentak. sembilan orang bekerja sama, mengepung bengcu kami
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang. Kalau itu sampai terjadi, jangankan bengcu kami bisa lolos,
bahkan jiwanya tak akan tertolong"
Kembali Su Khong tercengang. Pikirnya. "Sungguh tajam lidah
wanita ini. Dia dapat memaksakan alasan "
Sementara itu Su ceng dan Su Beng bersiap sedia dengan hati
yang tegang. Tangan mereka berada didepan dada, mata mereka,
sebaliknya, mengawasi tajam kepada Siauw Pek. Si anak muda
masih saja berputaran, tubuhnya dikurung rapat sinar pedangnya.
Su Khong mengawasi kedua adik seperguruan itu, dari sinar mata
orang, dari wajahnya, ia dapat menerka mereka itu rada jeri. Ia jadi
berkuatir. Tidak ada jalan untuk membantu kedua sutee itu, tidak
bisa ia mencegah si anak muda. Ia pula tidak berani menyerang
Siauw Pek, sebab si nona barusan telah menyergapinya.
Siauw Lim Sie cuma menjaga atau mencegah bukan menyerang,
kecuali kalau sudah diserang lebih dulu
Maka itu, suasana bagaikan saat anak panah hendak dilepaskan
dari busurnya. Tiba tiba Su Khong ingat sesuatu. Pikirnya: "Jikalau Su Beng
menggunakan jurus cu Hud Tiauw Kin dari tipu silat Poan Jiak Sian
ciang dan Su ceng menggunakan jurus Hud cay Tong Tiauw dari
tipu silat Pou Tee Sian ciang pasti mereka bakal dapat memancing
membuat coh Siauw Pek menyerang kearahku."
Hanya sedetik ia berpikir itu, segera ia berseru: "Poan Jiak kiri, cu
Hud Tiauw Kin "
"Poan Jiak Sian ciang" ialah tipu silat "Tangan Prayna" dan "cu
Hud Tiauw Kin" yaitu jurus "Para Buddha datang menghadap"
sedangkan Pou Tee Sian ciang berarti tipu silat "Tangan Bodhi" dan
"Hud cay Teng Tiauw" yakni "Sang Buddha dimuka".
Mendengar Su Khong Taysu memperdengarkan suaranya itu,
suatu isyarat untuk saudara saudara seperguruannya, Nona Hoan
lalu berkata nyaring: "Bagus betul. Kiranya beginilah martabatnya
seorang pendekar luhur dari Siauw Lim Sie"
Sementara itu Siauw Pek terdengar berseru keras sekali
mengikuti berkelebatnya sinar pedang bulat bundar melesat kearah
jendela. Melainkan sinar pedang yang tampak, tidak tubuh orang
yang mencekal atau menggunainya Su Beng berdiri dikiri, dia telah
mendengar isyarat kakak seperguruannya itu, karena dia telah siap
sedia, wajar saja dia dapat segera menyerang dengan kedua belah
tangannya dengan jurus cu Hud Tiauw Kin-"Para Buddha datang
menghadap" dari tipu silat yang dikisikkan itu, "Poan Jiak Sian
ciang" pukulan "Tangan Prayna".
Su ceng belum sempat mendengar suara kakak seperguruannya
itu, karena diapun telah bersiaga, walaupun kesusu, dia dapat juga
menyerang. Dia menggeser sebelah kakinya, untuk memasang kuda
kuda, buat menyerang dengan kedua tangannya.
Ketiga pihak bergerak dengan sangat sebat, walaupun demikian,
Siauw Pek terlambat, yaitu sebelum kedua kakinya melintasi
jendela, serangan kedua lawan telah mengenai kakinya itu, maka
tak ampun lagi, robohlah ia diluar jendela. Daun jendela yang
tertembak hebat, peCah rusak dan mental berantakan, suara
berisiknya menyusuli seruannya si anak muda.
Tetapi Siauw Pek bukannya roboh terkulai, tangan kirinya dapat
mendahului menekan tanah, maka dengan satu gerakan tangan
tubuhnya mumbul naik, hingga pada saat berikutnya, ia telah berdiri
pula dengan kedua kakinya^
"Hebat peristiwa ini, Siauw Lim Sie pasti kehilangan muka.
Beberapa pendeta inipun tidak jahat. Baiklah aku berpura pura,
untuk tidak membuat mereka malu..."
Maka dari itu, segera ia berlagak terluka kakinya, tubuhnya roboh
pula, untuk duduk mendeprok sedangkan nafasnya sengaja
dibuatnya tersengal sengal.
Dengan cepat Soat Gie dan Soat Kun lari keluar ruang, untuk
menghampiri ketua mereka itu.
"Apakah bengcu terluka parah" " Soat Kun bertanya, prihatin.
Soat Gie tidak dapat bicara tetapi sinar matanya, wajahnya,
menunjukkan perhatiannya yang tak kurang besarnya.
Siauw Pek berlaku cerdik dan cepat. Paling dahulu secara diam
diam ia melirik kearah Su Khong Taysu. Pendeta itu dengan roman
keren, bertindak keluar dari ruang sucinya itu. Delapan pendeta
lainnya mengikuti ketua tiangloo itu.
Melihat mereka itu mendatangi, sianak muda memperlihatkan
roman sangat murung, sambil menghela nafas. ia berkata^ "Ah,
benarlah Siauw Lim Pay memimpin kaum Rimba Persilatan, ilmu
silatnya liehay luar biasa" Karena ini, ia tidak segera menjawab
Nona Hoan- "Kau terluka apamu, bengcu" " si nona bertanya pula. agaknya
dia berduka. "Kedua belah kakiku nyeri sekali," sahut sianak muda, yang terus
bermain komedi. "Aku pun merasa nafasku kacau."
Bagaikan suaranya habis ia lalu berdiam...
Su Khong bersembilan segera tiba di sisi si anak muda.
"Telah aku janjikan," berkata ketua tiangloo itu, "kalau siecu
dapat mencoblos kurungan, dapat kamu merdeka berlalu dari sini."
Tidak menanti orang bicara habis, Soat Kun menyela: "Bengcu
kami telah berhasil keluar dari kurungan, maka dalam perjanjian kita
ini pihak taysu sudah kalah"
Su Khong tertawa dingin. "Baiklah Sekarang siecu sekalian boleh
pergi" Habis berkata demikian tanpa menanti kata kata apapun dari
pihak tamu, pendeta itu segera mengajak saudaranya pergi
meninggalkannya.
Siauw Pek mengawasi orang berlalu. Ia melihat tindakan kaki
orang yang berat, ia dapat merasai kedukaan atau kemenyesalan
sekalian pendeta itu. Karenanya ia berdiam saja. Tengah ketua ini
berdiam itu, tiba tiba:
"Segera juga perkara menjadi terang, karena itu siecu harus
berdaya buat bisa berdiam lamaan didalam kuil ini. Sekarang ini
keadaan masih sulit sekali, pihak Siauw Lim Sie pasti bakal dapat
membantu usaha siecu."
Itulah suara halus sekali yang masuk kedalam telinga Siauw Pek.
Si anak muda terperanjat. Ia berpikir: "Su Kay benar. Kalau aku
berlalu sekarang, Su Khong tidak akan bilang suatu apa, dia telah
menepati janjinya. hanya saja pihak Siauw Lim Sie, biar bagaimana,
muka terangnya kurang bercahaya. Mereka itu sudah mencurigai It
Tie, cuma sebab soal masih suram, dan buat melindungi nama baik
partainya, Su Khong beramai masih membawa sikapnya yang
berpura pura. Baiklah aku berdiam disini, siapa tahu aku akan
memperoleh sesuatu untuk kebaikan pihakku..."
Karena memikir begini, barulah Siauw Pek bicara dengan Soat
Kun. Katanya perlahan. "Nona ada sebuah pepatah yang
mengatakan kaku itu mudah patah, benarkah" "
soat Kun cerdas sekali, ia dapat menangkap maksud bengcu itu,
maka iapun menjawab. "Mengalah berarti memperoleh
kesempurnaan."
"Nona sungguh cerdik," kata Siauw Pek perlahan menyusul
mana, ia berseru: "Para taysu tunggu"
Su Khong beramai sudah berada dihalaman luar ketika mereka
mendengar panggilan itu, kemudian mereka menghentikan tindakan
mereka. "Ada apakah, siecu" " tanya ketua tiangloo.
"Lukaku parah, tak dapat aku berjalan-" sahut si anak muda.
"Habis, apakah maksud siecu" " tanya Su Khong pula.
"Aku tahu, buat merawat lukaku ini, aku membutuhkan waktu,"
sahutnya si anak muda. "karena itu, aku hendak minta supaya aku
dapat berdiam didalam kuil ini."
Su Khong mengerutkan alis, tampak dia heran. Kemudian ia
berjalan balik, menghampiri untuk berkata "walaupun kau terluka
parah, siecu. kau toh telah berhasil keluar dari ruang kuil itu. Loolap
telah memberikan janjiku, tak kumenyesal, dari itu siecu bebas
merdeka buat berlalu dari sini. Didalam kuilku ini tak nanti ada
seorang pendeta juga yang bakal menghalangimu"
"Bagus betul" kata Siauw Pek didalam hati "Didalam kuilmu tak
akan ada orang menghalangi kami. Tetapi diluar nanti" Pasti ada
banyak pendeta yang tanpa memilih cara bakal merintangi"
Meski didalam hati ia memikir demikian Siauw Pek toh berkata.
"Bukannya begitu, taysu. Meski juga aku sudah berhasil keluar dari
dalam ruang, tapi sekarang aku terluka luar dalam, lukaku berat,
sampai aku tak dapat berjalan."
"AmidaBudha" Su Khong memuji perlahan-"sebenarnya kita
belum menjelaskan keputusan apa yang harus diambil kalau terjadi
begini rupa. Benar aku lolos tapi aku terluka parah" kata pula si
anak muda. "Itu benar juga . Nah, bagaimana pendapat siecu" " Su Khong
tanya. "Dengan begini, bukankah belum ada keputusan siapa menang
siapa kalah" " balik bertanya si anak muda yang cerdik, "Bagaimana
pendapat taysu" "
"Demikianlah kiranya."
"Aku sudah tidak dapat berkelahi lagi," kata Siauw Pek.
"Sekarang ini, sekalipun seorang ahli silat biasa saja dapat
membinasakan aku." Nampak Su Khong bingung. Dia menoleh
kepada sekalian saudaranya.
"Maksud siecu" " tanya dia sejenak kemudian
"Menurut pendapatku, dalam perjanjian ini aku menang tiga
kalah tujuh," menjawab Siauw Pek. "Karena itu, setelah kupikir-pikir,
akulah yang kalah"
Inilah diluar terkaan Su Khong. Dia heran-"Setelah kau mengaku
kalah, siecu" " tanyanya.
"Aku bersedia berdiam disini dan terserah kepada keputusan
taysu." Berkata begitu, diam-diam Siauw Pek melirik pada Su Kay. ia
mendapat kenyataan, dari roman mukanya, pendeta itu puas.
"Dalam hal ini loolap tidak dapat sembarang mengambil
keputusan," kata Su Khong kemudian-"Baiklah, akan loolap
berdamai dahulu."
"Baik, taysu, aku akan menunggu kabar..." kata Siauw Pek, yang
menunjukkan roman berlagak kesakitan.
Su Khong lalu masuk pula kedalam ruang tadi, yaitu ruang Hud
Kok. Su Kay berdelapan mengikuti ketua tiangloo itu.
soat Kun lalu berbisik pada si anak muda: "Sekarang ini aku
merasa, tanpa Siauw Lim Sie yang memulai, pihak Bu Tong, Khong
Tong dan Ngo Bie, tak akan dapat melakukan pembersihan
didalam..."
"Nona benar. Karena itu, kita harus sabar."
"Tapi jangan lupa, bengcu," si nona memperingatkan, "bengcu
harus minta para pendeta itu mengijinkan kau memanggil Han in
Taysu dan Nona Thio semua datang kemari. Inilah perlu supaya kita
tak mencil sendirian disini. Dilain pihak, selagi kesempatan berdiam
ini, aku ingin mewariskan beberapa dari kepandaian suhu. inilah
penting untuk pertempuran pertempuran yang mendatang . . . "
Ketika itu tampak Su Khong muncul bersama Su ie dan Su Kay.
Mereka menghampiri si anak muda Su Khong berkata "loolap telah
berbicara dengan sekalian saudaraku. Kami setuju dengan
pendapatmu, siecu. cuma, untuk siecu berdiam didalam kuil kami
ini, mesti mentaati aturan kami"
Kata-kata yang belakangan itu diucapkan dengan sungguh
sungguh. "Itulah sudah sepantasnya, taysu."
Su Khong berkata pula. "Didalam ruang Kay Sie Ih dari kuilku ini
terdapat sebuah penjara batu yang diperantikan menghukum murid
murid yang berbuat pelanggaran, karena siecu mau berdiam disini,
kami hendak menempatkan kalian didalam tempat itu."
Siauw Pek berpikir keras. Didalam hati ia berkata. "Kamu terlalu.
Aku mau berdiam di sini sebagian untuk melindungi nama kamu,
kenapa sekarang kamu mau memberikan tempat didalam penjara" "
ia memandang semua pendeta itu, ketika ia melihat roman Su Kay,
pendeta itu agaknya ingin ia menerima baik. Maka ia pikir pula, "Su
Kay ingin aku berdiam disini, mesti dia telah mempunyai rencana."
Karena itu, ia segera menjawab:
"Baiklah. Karena aku sudah kalah, berdiam didalam penjarapun
sudah kalah selayaknya, cuma..."
"cuma apa siecu" "
"Didalam rimba masih ada kawan-kawanku yang terkurung,"
sahut Siauw Pek. "Apakah siecu menghendaki kami mengantar
mereka ketempat yang aman" "
"Aku ingin mereka ditempatkan bersama di sini"
"Jikalau mereka tak sudi menurut karena loolap yang memanggil
mereka" "
"Itulah mudah. Nona Hoan ini akan mewakili aku menyuruh
mereka menyerah."
Su Khong berdiam untuk berpikir, katanya: "Seluruh orang Kim
Too Bun kena dipenjara kan pihak Siauw Lim sie, kalau kemudian
hal ini tersiar dimuka umum, apakah itu tidak merugikan partai
kamu" "
"Akulah ketua Kim Too Bun, aku sudah kalah bertaruh, karena itu
sudah sewajarnyalah kalau semua anggota Kim Too Bun turut
menderita bersama."
"Jikalau demikian anggapan siecu loolap tidak bisa berkata apaapa
lagi." "Masih ada satu permintaanku, taysu."
"Sebutkan saja, siecu"
"Aku akan mengutus kedua Nona Hoan ini, harap taysu mengirim
orang buat menghantarkan dan melindungi keselamatannya." Su
Khong menoleh pada Su Kay dan Su Ie
"Kalian saja yang mengantarkan"
ia menitahkan kedua adik seperguruan itu.
"Baik suheng" jawab kedua sutee itu.
soat Kun bangkit, tangan kirinya diletakkan dibahu adiknya.
"silahkah taysu." katanya yang terus berjalan, perlahan lahanSelekasnya kedua nona berlalu Siauw Pek tertawa hambar. Katanya:
"Lukaku parah, perlu aku beristirahat"
Dan, terus ia duduk bersila sambil memejamkan mata. ia
memang harus mengaso, sebab tadi ia telah menghamburkan
banyak tenaga dalamnya: Ketika membUka matanya, Soat Kun
sudah berkumpul bersama semua kawannya. Su Khong beramai
entah telah pergi kemana, disitu cuma ada Su Kay dan Su Ie selaku
teman, atau lebih benar, pengawas mereka
"Bagaimana kau rasai lukamu, siecu" " Su Kay bertanya.
JILID 41 "Aku tak bakal mati" sahut si anak muda singkat.
"Apakah Siecu perlu bantuan loolap untuk berjalan?"
"Terima kasih, tak usah"
Berkata begitu, Siauw Pek memegang tangan Ban Liang. Ia
bangkit dengan perlahan sekali untuk berdiri.
"Dimanakah letak penjara itu?" ia bertanya, "tolong antarkan
kami." Su Kay memutar tubuhnya.
"Silahkan Siecu turut kami," katanya, "penjara itu berada didalam
ruangan Kay Sie Ih."
Siauw Pek beramai mengikuti kedua pendeta itu.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Su Ie berjalan paling belakang. Mereka melintasi dua buah
halaman dalam, baru mereka tiba diruang Kay Sie Ih. Di muka pintu
terlihat papan mereknya yang berhuruf besar dan diberi warna air
emas. Disini Su Kay mendahului bertindak memasuki pintu, untuk
menuju kebagian belakang.
"Itulah dia rumah batu" berkata ia sambil menunjuk sebuah
bangunan. "Itulah penjara batu dari kuil kami."
Siauw Pek mengawasi tajam, terus ia memandang Su Kay.
"Aku mohon bantuan taysu" katanya.
"Asal yang loolap sanggup, Siecu."
"Selama kami berdiam didalam rumah batu ini, kami minta taysu
tolong menyediakan keperluan bersantap dan minum kami."
"Jangan kuatir, Siecu. Akan loolap pesan tukang masak."
Siauw Pek memberi hormat.
"Terima kasih" katanya. Lalu terus ia mendahului memasuki
rumah batu itu. Han In taysu semua mengikuti ketuanya itu.
Su Kay menutup pintu, lalu ia menekan pesawat dibagian
luarnya, maka jatuhlah sebuah batu besar menghadang dimuka
pintu itu. Keras suara jatuhnya batu itu.
Didalam kamar, Siauw Pek melihat kesekitarnya. Kecuali daun
pintu, semua dinding terdiri dari batu hijau.
"sekarang baik baiklah kita beristirahat" berkata Soat Kun. Semua
orang kemudian memilih tempat untuk duduk bersemadhi. Sesudah
lelah habis bertempur, inilah kesempatan untuk memelihara diri.
cuma Han In seorang yang tak terganggu keletihan, karena tenaga
dalamnya telah mencapai puncak kemahiran.
Berselang kira kira satu jam, Siauw Pek yang sadar paling
dahulu. Ia memandang keseluruh ruang.
Ban Liang orang yang kedua yang menyusul tersadarnya
ketuanya itu. "Menurut kata nona Hoan"jago tua itu kata pada si anak muda,
suaranya sangat perlahan, "bengcu telah bertaruh dengan para
tiangloo dan telah kalah, benarkah itu?"
"Benar" Sahut Siauw Pek Selang sedetik.
"Thian Kiam dan Pa Too menjadi ilmu Silat yang luar biasa
istimewa, mungkinkah pendeta pendeta dari siau Lim Sie dapat
memecahkannya?" tanya pula si jago tua.
Pertanyaan itu menyulitkan Siauw Pek. Ia berdusta untuk
menolong mUka Siauw Lim Sie. Kalau ia mengiakan Ban Liang, ia
membuka rahasia, percuma ia berpura pura. Kalau ia menyangkal,
tak puas ia terhadap dirinya sendiri. Dilain pihak, ia mau menerka,
kecuali Su Kay, juga Su Khong tentulah sudah bercuriga atau
mencurigai kekalahannya itu. Dan yang terutama, ia malu sekali
kalau ia meruntuhkan nama besar Kie Tong dan Siang Go, kedua
gurunya itu. Tengah anak muda ini bersangsi, ia mendengar suara berkelotek
pada pintu. Segera ia mengangkat kepala, disitu ia mendapatkan
lubang kecil persegi. Ia segera mendengar suara Su Kay Taysu
"Siecu sekalian, inilah barang santapan- Loolap sendiri yang
memiliki koki memasaknya dan loolap juga sudah mencicipinya.
Silahkan makan, jangan kuatir apa apa."
"Terima kasih" berkata Siauw Pek, yang terus ingat Ciu ceng,
maka segera ia berkata: "Taysu, ada satu urusan buat mana aku
mohon pertolonganmu."
"Apakah itu, Siecu?"
"Diantara kawanku ada seorang bertubuh besar yang telah
terkena racun. Dia berjanggut bajunya kuning, romannya gagah,
karena terkena racun, dia tak sadarkan diri, tetapi dia belum putus
jiwa. Kalau bisa, aku mengharap bantuan taysu melihat dan
menolongnya."
"Tentang itu, loolap tidak tahu," sahut Su Kay. "Nanti loolap cari
tahu dahulu, baru loolap akan memberi kabar."
"Terima kasih taysu" Siauw Pek mengucap pula. Ia menyambut
barang makanan itu, untuk terus bersantap bersama-sama.
Su Kay baru berlalu sesudah orang makan cukup dan ia
membawa pergi sisanya. Ia menutup pula liang dipintu itu, yang
berupa seperti jendela. Sebagai seorang berpengalaman, Ban Liang
bisa melihat sikap su Kay itu. Maka ia berkata pada ketuanya.
"Siauw Lim Sie itu memperhatikan keperluan kita, mungkin ada
sebabnya."
Mendengar kata kata jago tua itu Siauw Pek berkata didalam
hatinya. "Aku mengalah, aku berbuat baik terhadap kesembilan
tianglo, mungkin kebanyakan dari mereka itu telah mengerti duduk
halnya." Ban Liang tidak memperoleh jawaban, ia berkata seorang diri:
"Pendeta pendeta dari Siauw Lim Sie ini lihay akan tetapi aku sangsi
mereka dapat bertahan dari golok Pa Too dari Slang Go, walaupun
dalam satu gebrak saja Atau paling sdikitnya mesti ada beberapa
diantaranya yang terbinasa dan terluka....."
Siauw Pek menguasai dirinya, ia tidak menjawab.
Ban Liang batuk batuk perlahan, terus dia berkata pa da Han in
Taysu "Taysu, kalau diantara beberapa tiangloo Siauw Lim Sie itu
ada satu saja yang terbinasakan Thian Kiam atau Pa Too, tak nanti
mereka perlakukan kita begini baik...."
Ketua Ngo Bie Pay itu cuma tersenyum, dia tidak menjawab. Han
in Taysu bercacat kaki dan muka, roman mUkanya tak sedap untuk
dipandang, bahkan suaranya juga tidak "merdu", akan tetapi
sesudah orang berkumpul sekian lama dengannya dan mengetahul
sifatnya, semua orang menyukai dan menghargainya. Semua orang
berkesan baik terhadapnya. Soat Kun mendengarkan pembicaraan
itu, atau lebih benar pembicaraan Ban Liang seorang diri, dan Siauw
Pek terus tidak menjawab, ia mengerti si anak muda berada didalam
kesulitan, maka itu, ia segera memperdengarkan suaranya: "Siauw
Lim Sie berlaku baik pada kita mungkin disebabkan mereka
menghormati kegagahan kita serta kepandaian bengcu. Didalam
pertempuran didalam ruang Hud kok itu walaupun bengcu kalah
tetapi dia kalah dengan terhormat."
"Nona, sudikah kau menuturkan kepadaku jalannya pertempuran
itu?" tanya Ban Liang, yang hatinya tetap penasaran. "Sungguh aku
si orang tua tidak percaya kalau pihak Siauw Lim Sie dapat
memecahkan Thian Kiam dan Pa Too, tanpa ada salah satu
orangnya yang terbinasa atau terluka...."
"Sayang aku tidak dapat melihat jalannya pertempuran itu....."
sahut Soat Kun. Ia diam sejenak. baru ia menambahkan. "Karena
bengcu mengaku sudah kalah dan kitapun telah masuk kedalam
penjara ini, aku pikir, baiklah perkara itu tak usah dipersoalkan lagi."
Kata kata itu dapat membuka hati Ban Liang, tidak demikian
dengan Oey Eng dan Kho Kong, juga Giok Yauw. Mereka ini tetap
curiga. "Kenapa bengcu mengaku kalah?" tanya sinona yang hatinya
keras. Dia "nakal" tetapi jujur, dia bisa menguasai dirinya sendiri.
Soat Kun tersenyum.
"Sudahlah, kita jangan bicarakan pula soal itu....." katanya. Ia
berhenti sebentar, lalu ia melanjutkan. "Pihak Siauw Lim Sie
mengurung kita disini, bagi kita, itu mungkin ada untungnya tidak
ada ruginya."
"Bagaimana begitu?" tanya Nona Thio heran. "Apakah nongkrong
didalam penjara ada suatu hal yang menggembirakan?"
"Memang bukan hal yang menggembirakan, tetapi kita harus
memikir kefaedahannya," Soat Kun menjawab.
Siauw Pek batuk batuk. ia tertawa perlahan. Lalu katanya:
"Baiklah kita jangan bicara seenaknya saja. Penjara ini tempat
Siauw Lim Sie mengurung murid muridnya yang bersalah. Siapa
tahu kalau didalam sini dipasang juga pesawat rahasia, untuk
mendengarkan pembicaraan orang2 tahanan" Baiklah kita
membatasi diri."
"Itu benar" berkata Giok Yauw keras. "Nah mari kita periksa" Ia
pun segera berlompat bangun, untuk lompat kesebuah pojok. Siauw
Pek tersenyum. "Tak usahlah kita periksa" katanya. "Kita membatasi diri saja."
Mendengar kata kata si ketua, Han In Taysu mengawasi muka
orang. Ia kagum terhadap anak muda ini, yang hatinya terbuka.
sebab didalam kurungan dia tetap gembira.
Dalam heningnya semua orang, Siauw Pek berkata pula: "Nona
Hoan, bukankah kau telah mengatakan bahwa menggunai saat
ketika beristirahat ini, kau berniat mengajari beberapa rupa ilmu
warisan guru nona kepada saudara saudara kita?"
"Memang demikianlah pikiranku," sahut Soat Kun.
"Kesempatan sebagai ini jarang terdapat, kenapa nona tidak mau
mengajari kepada kami?" kata pula sianak muda, yang mendesak
secara halus. "Bengcu benar," sahut sinona. Kho Kong terbangun alisnya.
"Benarkah nona hendak mengajarkan ilmu kepada kami?"
tanyanya. Dia bagaikan menagih.
Nona Hoan tersenyum, dia mengangguk. Katanya: "Siapa
menanyakan ilmu, ada yang datang lebih dahulu, ada yang datang
belakangan segalanya terserah kepada ketekunan saja. Dan ilmuku
ini....." Tanpa menanti orang bicara habis, Oey Eng sudah melompat
bangun, dia terus memberi hormat kepada sinona seraya berkata:
"Nona jangan sungkan, Marilah Oey Eng mohon petunjukmu"
"Tak dapat kau sendiri, saudaraku" seru Kho Kong yang juga
lompat berjingkrak. Dia memang tak sabaran. Nona Hoan tertawa.
"Siapa belakangan, siapa duluan, sama saja" Katanya sabar. Ia
tunduk berpikir, kemudian ia berkata pula "Aku mempunyai dua
jurus ilmu pedang. Mari aku ajari dahulu Oey Huhoat, Kho Huhoat,
silahkan bersabarlah sebentar"
Kho Kong menurut, akan tetapi didalam hatinya ia berkata "Ah,
cuma dua jurus terlalu sedikit" Terus ia pergi kepojok untuk duduk
bersila. Soat Kun bangkit.
"Oey Huhoat, tolong pinjamkan pedangmu"pintanya. Oey Eng
menghunus pedangnya, dengan kedUa belah tangannya, ia
mengangsurkan. Ia berlaku hormat walaupUn sinona tak
melihatnya. nona Hoan menyambuti pedang sambil terus berkata:
"Namanya saja ilmu pedangku dua jurus sebenarnya cuma satu.
Bedanya ialah selain dapat maju menyerang dan mundur menjaga,
diantaranya terdapat perubahannya."
Mendengar itu perhatian Oey Eng jadi semakin tertarik. Ia
berpikir, kalau hanya satu jurus, tentulah perubahannya istimewa.
Beda dari Kho Kong yang berpikir pendek. ia tidak menyayangi akan
sedikit jurus itu. Soat Kun segera mencekal erat erat pedang dengan
tangan kanannya dan tangan kirinya diletakan diatasnya, sesudah
itu, ia memasang kuda kuda, untuk mulai bersilat, hanyalah
gerakannya sangat perlahan.Mulanya ia menggerakkan pedangnya
kearah timur selatan. "Ingat, inilah gerakan yang pertama" katanya.
"Aku ingat nona," sahut pemuda.
Soat kun menarik kembali pedangnya, untuk mulai lagi.
"Ingat baik baik" katanya. Sekarang dia mulai bersilat,
pedangnya dinaikkan dan diturunkan"Aku ingat" si anak muda menjawab pula.
Nona itu lalu bersilat terus, sabar dan tenang. Hanya kemudian,
mendadak sinar pedangnya berkeredepan cepat.
"Bagus" Siauw Pek berseru ketika ia melihat perubahan gerakan
itu. SEdangkan tadinya ruang sunyi senyap sebab semua perhatian
diarahkan kepada si nona serta gerak geriknya.
Soat Kun berhenti bersilat, sambil tersenyum ia berkata kepada
Oey Eng. "Huhoat, inilah perubahan yang kedelapan. Ingatkah
kau?" "Mungkin," sahut si anak muda yang bermandikan peluh pada
dahinya. orang lain yang bersilat, ia yang berkeringatan. Itulah
sebab ia menaruh perhatian sepenuhnya, dia menggunakan mata
dan otaknya. Ban Liang yang kagum seperti Siauw Pek menanya "Nona,
berapa banyakkah jumlah perubahannya ilmu pedang ini?"
"Menyerangnya enam belas perubahan" sahut nona Hoan, "dan
pembelaannya dua puluh satu. Tentang kefaedahannya itu
tergantung kepada latihan."
"Jikalau orang telah melatihnya sempurna, inilah ilmu pedang
yang istimewa," berkata pula Siauw Pek. "Penyerangannya hebat,
pembelaannya kokoh kuat."
Soat Kun tersenyum.
"Nona," berkata Oey Eng, "aku hendak mulai berlatih, aku kuatir
aku nanti lupa."
Kembali si nona tersenyum. Ia mengangsurkan pedang
ditangannya. "Terima kasih nona" berkata Oey Eng yang menyambut dengan
hormat, seperti tadi diwaktu menyerahkannya.
Soat Kun lalu mundur, maka anak muda itu terus
menggantikannya.
Oey Eng bergerak dengan perlahan, sebab ia sambil mengingat
ingat, meski begitu diwaktu menikam, menabas atau menangkis, ia
menggunakan tenaganya, hingga pedangnya itu memperdengarkan
hembusan anginnya.
Nona Hoan mengawasi "murid" itu dengan bantuan telinga serta
kisikan Soat Gie. Dari hembusan angin ia bisa tahu gerakan keliru
atau kurang tepat.
Maka itu, beberapa kali ia memberitahukan si anak muda dimana
kekeliruannya. Dengan banyak susah, dengan meminta waktu, akhirnya Oey
Eng bisa juga menjalankan delapan perubahan itu dengan baik,
hingga hatinya menjadi lega.
Nona Hoan puas, katanya "Kau belajar cukup cepat. Oey Huhoat.
Selanjutnya, itu bergantung kepada latihanmu"
"Banyak terima kasih, nona" si anak muda mengucap pula.
"Apakah ilmu pedang ini ada namanya?"
"Ada, nama lengkapnya adalah Hong Lui It Kiam." sahut si nona.
"Penyerangannya disebut Lui Tiam Kauw Kee dan pembelaannya
Hong In Su Hap."
Sampai disitu, Kho Kong mengajukan diri.
"Nona, sekaranglah giliranku" katanya sambil ia mengunjukkan
hormat. Soat Kun tersenyum. ia berpaling kepada Oey Eng dan berkata:
"Hari ini sampai disini dulu. Pergilah kau beristirahat. Baik kalau kau
dapat menggunakan pikiranmu memahami pelbagai perubahannya
itu." "Baik nona" kata Oey Eng. "Semoga aku tak menyia nyiakan
harapanmu ini."
Habis berkata, anak muda ini mengundurkan diri.
"Nona," berkata Kho Kong, "senjataku ialah sepasang poan koan
pit, apakah nona dapat mengajari aku sesuatu yang hebat?"
Ban Liang tersenyum. ia anggap sisembrono jenaka.
"Nona Hoan sudah mengijinkanmu, mustahil ia akan menarik
kembali kata katanya?" katanya. "Kenapa kau begini tak sabaran"
Biarkanlah nona Hoan beristirahat dahulu"
Kho Kong tertawa.
"Locianpwe benar" katanya. Maka ia mundur pula, untuk duduk
kembali. Siauw Pek menoleh kepada Oey Eng. ia mendapatkan anak
muda itu duduk diam, matanya dipejamkan tetapi mulutnya kemak
kemik, sedangkan dahinya penuh peluh. Teranglah pemuda itu
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tengah mengingat ingat ilmu silatnya yang baru itu.
"Nona...." berkata ketua ini perlahan.
"Ya bengcu, Ada apakah titahmu?" si nona menyahut, perlahan
juga. "Hong Lui It Kiam bagus sekali nona, dan tak kalah dari Tay Pie
Kiam hoat," kata ketua itu. "Guru nona lihay luar biasa, sayang ia
tak panjang usianya, coba ia masih hidup, mestinya dialah orang
gagah yang utama"
"Bengcu memuji terlalu tinggi," kata sinona merendah. "Memang
kepandaian guruku tak kecewa, tetapi suhu sendiri pernah
mengatakan kepadaku bahwa bakatnya ada batasnya, hingga ia tak
dapat maju lebih jauh."
"Tapi nona telah mewarisi dengan baik sekali, nona dapat
melanjutkan cita citanya, sehingga tak usahlah guru nona merasa
kecewa." Tapi nona itu menggeleng kepala.
"Sayang kamipun tidak dapat berbuat apa apa," katanya pula.
"Kami mempunyai cacat sendiri sendiri...."
"Tak usah menyesal atau kecewa, nona. Sejak dahulu tak kurang
orang pandai yang bercacat juga...."
"Bengcu benar akan tetapi keadaan kami lain- Memang pernah
suhu mengajari kami ilmu silat, tetapi kemudian, ia tukar itu dengan
ilmu surat, tentang pengobatan dan siasat perang. Kalau toh kadang
kadang kami bersilat juga, suhu tidak mencegah. Inilah sebab ilmu
silat kami sangat terbatas. Suhu pernah menghiburi agar kami tidak
kecewa. Katanya, langit itu ada waktunya jernih dan suram, dan
rembulan ada bundarnya ada sisirnya. Demikian seorang manusia,
tak dapat dia sempurna sepenuhnya...."
"Jikalau demikian nona" turut bicara Ban Liang, yang sejak tadi
berdiam saja, "asal nona suka mengingat ingat, kau tentu dapat
memahami satu atau lebih ilmu silat lainnya."
"Bicara sejujurnya, locianpwe, benarlah seperti kata loocianpwe
itu," Nona Hoan mengakui. "Kelemahanku ialah aku tidak dapat
ingat lagi semua ajaran suhu kecuali kalau akupunya waktu untuk
memikirkannya."
"Apakah Hong Lui It Kiam itu baru saja teringat?" tanya Siauw
Pek. "Tidak. Aku ingat itu sejak lama."
"Nona, sungguh hebat gurumu itu" Han in taysu yang turut
bicara juga. "Dengan demikian, dialah ahli surat yang juga ahli silat yang
lihay" "Memang benar demikian, taysu. suhupun pernah merundingkan
tentang Thian Kiam dan Pa Too...."
"Apakah kata gurumu itu, nona?"
"Suhu berkata dua dua kepandaian itu lihay, hanyalah cacat Tay
Pie Kiam hoat terlalu lunak. lemah mirip hati wanita."
"Inilah benar," pikir Siauw Pek. "Thian Kiam dapat melayani
lawan sedikit atau banyak tetapi sulit memutuskannya."
"Dan Pa Too," si nona meneruskan. "suhu bilang itu terlalu keras,
andaikata ada orang yang dapat berkelit dari serangannya, mungkin
serangan pembalasannya tak dapat ditangkis lagi atau dielakkan."
"Ah, inilah lain," pikir si anak muda." Belum pernah aku
mengalami kegagalan Pa Too." Lalu ia utarakan kesangsiannya itu.
"Bagaimana dengan pandangan bengcu?" tanya si nona.
"Pa Too hebat dan tak memungkinkan orang menentangnya."
"Ada kemungkinannya, Bengcu. Suhu pernah membicarakan
kemungkinan itu."
"Benarkah itu nona?"
"Jikalau bengcu tidak percaya, suhu pernah mengajari aku
bagaimana harus melawannya."
"Kalau begitu, bagaimana andaikata aku ingin mengetahuinya?"
Siauw Pek jadi tertarik hati, ia bangkit. "Benar nona ingin
mencoba?" Soat Kun bangkit perlahan lahan, iapun tersenyum.
"Kepandaianku sangat terbatas, harap bengcu menaruh belas
kasihan," katanya.
Segera setelah ia berlari dan mengucapkan kata katanya itu,
Siauw Pek menyesal. Kenapa ia mau melayani sinona, ahli pemikir
dan penunjangnya itu. Sekarang sudah terlanjur.
Ban Liang, Oey Eng dan Kho Kongpun tertarik perhatiannya
tetapi berbareng khawatir, mereka pernah menyaksikan sendiri
keampuhan Pa Too dari Siang Go itu, asal golok dihunus dan dipakai
menyerang, pasti lawan terbinasa
"Harap bengcu tak bersungguh sungguh," akhirnya sijago tua
bilang. Siauw Pek mengangguk kepada jago tua itu, terus ia
mencekal gagang goloknya.
"Nona, berhati hatilah" pesannya.
Soat Kun mengangguk. Kalau tadinya tangan kanannya selalu
berada dibahu adiknya, sekarang ia menolak tubuh adiknya, ia
berdiri seorang diri. la mengangkat dan merangkap kedua belah
tangannya seraya berkata: "Silahkan mulai, bengcu"
Semua mata segera diarahkan kepada tangan ketua mereka.
Mata Han in taysu tidak terkecuali. Seingatnya, belum pernah ia
mendengar siang Go gagal dengan goloknya. Mau atau tidak, ia
khawatir buat nona Hoan-sedetik itu, sunyi senyaplah penjara batu
itu. Sampai sekian lama unutk herannya banyak orang itu Siauw Pek
tak menggerakkan tangannya. ia mencekal gagang golok, tetapi
tangan itu berdiam, seperti tak bergemingnya tubuhnya.
"Bengcu" tanya Soat Kun "kenapa bengcu belum menghunus
golokmu?" Ketua itu menghela napas perlahan"Jikalau aku berkata nona, mungkin kau tidak percaya..."
sahutnya. " Kenapa kah bengcu?"
"Rasanya aku tak berdaya menghunus golokku ini...." Si nona
berpikir. "Mungkinkah bengcu kuatir melukai aku?"
"Bukan, bukannya begitu pikiranku."
"Nah, cobalah bengcu pikirkan, apakah sebabnya itu. Mungkin
disinilah terselip atau terbenam kemurniannya ilmu silat Siang
Loocianpwe..."
"sekarang ini nona" Siauw Pek mengakui, "aku bagaikan
dianjurkan desakan gelombang untuk menghunus golokku ini, akan
tetapi selagi aku memandang nona, tak ada dayaku untuk
menghunusnya..."
Soat Kun berdiam, lalu dia mengangguk.
"Baiklah kalau begitu," katanya kemudian. "Sekarang tak usah
kita lanjutkan percobaan kita ini."
Maka semua orang lalu pada duduk pula. Setiap orang memikir,
tetapi tak ada yang membuka mulut. PAda pihak pria, semua
mengagumisi nona, yang bagaikan mempunyai pengaruh luar biasa.
Satu hal diingat Siauw Pek, ketika dahulu ia diajari ilmu goloknya
itu, Siang Go membuatnya bersemangat dan gusar, gusar seperti ia
tengah menhadapi musuh besar atau orang jahat, sedangkan kalau
ia tidak berkobar kobar kemurkaannya, tak dapat ia menggunakan
senjatanya yang luar biasa itu. Sinona bukan musuh, juga bukan
orang jahat, bahkan dialah seorang nona lemah lembut, inilah
kemungkinan yang menyebabkan ia tak sanggup, tak mampu untuk
turun tangan. Semua orang duduk mengitari kedua nona Hoan"Nona, dapatkah kita berbicara?" kemudian Siauw Pek bertanya.
ia berpikir keras, ia merasa heran, maka akhirnya tak sanggup ia
berdiam saja terus terusan.
"Dalam hal apakah, bengcu?" tanya sinona. "Apakah bengcu
heran aku yang lemah hendak mencoba Pa Too" Adakah bengcu
menerka sesuatu?"
"Benar nona. Ada yang aku tidak mengerti."
"Ketika suhu hendak menutup mata, suhu pernah omeng pula
tentang Thian Kiam dan Pa Too" berkata sinona. "Suhu
mengatakan, Thian Kiam Lie Tong dengan ilmu pedangnya itu telah
mengangkat namanya, sedang Pa Too dengan goloknya yang
ampuh telah mengagetkan dan menggetarkan Bu Lim, dunia Rimba
Persilatan- Setiap orang Bu Lim mengharap harap Thian Kiam dan
Pa Too bertemu dan bentrok. untuk mengetahui mana yang terlebih
lihay, tetapi harapan itu sia sia belaka, Thian Kiam dan Pa Too selalu
menghindarkan diri satu dari yang lain, keduanya tak suka
melakukan pertempuran-"
"Itulah benar," berkata Ban Liang, "Loohu juga pernah memikir
demikian-Bukankah kedua jago sama sama hidup disatu jaman"
Kenapa mereka dapat tak bentrok" Maka itu selama puluhan tahun,
itulah keanehan dunia Kang ouw"
"Hanya ada satu hal yang kaum Bu lim tak tahu," berkata sinona.
"Sebetulnya Kie Tong dan Siang Go itu satu kali pernah bertempur
juga..." Mendengar itu, semua orang heran tak terkecuali Han In Taysu.
"Bagaimana kau ketahui itu nona?" tanya Ban Liang setelah
hilang herannya.
"Duduk soalnya begini loocianpwee" sahut Soat Kun. "Pada suatu
hari Thian Kiam Kie Tong datang berkunjung dan ia yang bicara
sendiri dengan suhu. Kedua orang tua itu berbicara semalam
suntuk. Suhu pernah menerima baik permintaan Kie Tong untuk
memikirkan ilmu guna memecahkan Pa Too, hanya untuk itu Kie
Tong diminta menjelaskan segala perubahan ong Too Kiu Kiam
serta kemahiran Toan Hun It Too yang asal dihunus pasti akan
membinasakan lawan-"
"Apakah guruku mengatakannya kepada gurumu nona?" tanya
Siauw Pek. "Demikian adanya pastilah nona ketahui jelas rahasia Thian Kiam
dan Pa Too itu."
"Garis besarnya susah, hanya bagian bagiannya yang
tersembunyi, itu harus dipahamkan dengan seksama dengan
ketekunan luar biasa."
"Karena nona telah mengenl baik Thian Kiam dan Pa Too,
bersediakah nona menjelaskan sesuatu?"
"PErintahkan saja bengcu"
"Tolong nona terangkan diantara Thian Kiam dan Pa Too, yang
mana yang lebih bagus dan yang mana yang lebih buruk?"
Nona itu berpikir. "Sulit untuk menjelaskannya bengcu, karena
masing masing memiliki rahasia kemahirannya sendiri sendiri. Suhu
kata, Thian Kiam, Pa Too mempunyai kesempurnaannya separuh
masing masing. Kekurangan Thian Kiam ialah kelebihan Pa Too,
demikian juga sebaliknya. Suhu belum sampai menjelaskan
pengaruh Pa Too saat dihunusnya, karena Pa Too dapat bersatu
padu dengan hati sanubarinya orang yang memakai untuk
menyerangnya."
Siauw Pek belum puas. Ia ingin tahu kepastiannya.
"sebenarnya siapa yang lebih tangguh. Thian Kiam atau Pa Too?"
tanyanya pula. "Sukar untuk mengatakannya bengcu. Ketika Siang Go
menyerang, Kie Tong tidak binasa diujung goloknya itu. Tapi ketika
Kie Tong menyambut serangan, dia bermandikan keringat, dia
terluka didalam. Katanya luka parah sekali. Lalu anehnya, Kie TOng
tidak tahu cara bagaimana dia menyambutnya, menangkis serangan
golok ampuh itu. Ketika Siang Go melihat ia tidak mampu melukai
Kie TOng, iapun tidak tahu Kie Tong telah terluka, ia menganggap ia
sudah kalah, segera ia mengangkat kaki dan berlalu. Nah, dalam
pertandingan itu, siapakah yang menang dan siapakah yang kalah?"
Siauw Pek tercengang, "melihat duduknya kejadian, nona Pa Too
adalah yang lebih unggul."
"Jadinya menurut kalian Pa Too lebih lihay daripada Thian Kiam?"
tanya si nona. "Demikianlah juga pendapat loohu" Ban Liang turut bicara.
"Mungkin kalian melupakan satu hal", berkata sinona, "serangan
Pa Too biasa dengan satu jurus. Dengan satu jurus, Kie Tong tidak
terlukakan, jangan kata terbinasakan- Itu artinya Siang Go sudah
menggunakan seluruh tenaganya, toh ia tidak berhasil. Mengenai
ini, aku mempunyai pendapatku. Bukankah kita cuma tahu Kie TOng
terluka" Tapi bagaimana dengan Siang GO" Kenapa dia habis
menyerang, karena kegagalannya itu lalu kabur pergi" APakah
sebabnya" Aku melihat dua alasan-...."
Siauw Pek semua mengawasi nona itu.
"Aku menerka satu diantara dua: Pertama tama mungkin Siang
Go telah mendapat luka dalam tubuh yang melebihi parahnya luka
Kie Tong, dan yang
kedua tentunya Siang Go menganggap Kie Tong mempunyai
kemampuan mengalahkan goloknya, dari itu dia buru buru
mengangkat kaki."
Ban Liang mengangguk.
"Pandanganmu luas nona" ia mengakui.
Soat Kun berkata lebih jauh. "Menurut suhu ong Too Kiu Kiam
tentu mempunyai salah satu jurus yang dapat memecahkan Toan
Hun It Too, atau sedikitnya yang dapat merintanginya. Hanya
tentang itu, Kie Tong sendiri tidak mengetahuinya.Apa ang Kie Tong
lakukan, selama bertanding itu, ia cuma membela dirinya, lalu tanpa
merasa ia telah menggunakan jurusnya yang paling lihay itu
memusnahkan serangan maut dari Pa Too."
"Itulah mungkin nona. Memang pada saat kematian, ada kalanya
orang mendapatkan pikiran yang murni yang membuatnya diluar
kesadarannya memperoleh daya untuk menghindarkan diri dari
kematiannya itu."
"Itulah bukan soalnya taysu"
"Nah, bagaimanakah pendapat nona?" tanya Han in.
"Suhu pernah merundingkan soal ini, Kie Tong sangat
menghargai suhu, setelah pembicaraan semalaman suntuk itu,
kekagumannya terhadap suhu meluap luap. maka dengan jelas ia
menuturkan tentang segalanya mengenai ilmu pedangnya itu.
Sayangnya megenai Pa Too, ia tidak bisa memberi penjelasan yang
memuaskan-"
"Bagaimana kemudian guru nona ketahui rahasia atau caranya
memecahkan keampuhan Pa Too?" tanya Han in pula.
"Memikirkan soal itu, suhu menggunakan waktu tiga bulan- ia
sampai membuat peta dari gerak gerik ong Too Kiu Kiam diatas
dinding tembok. Pada akhirnya suhu mendapatkan satu
kemungkinan."
"Kemungkinan bukan satu kepastian nona"
"Itulah sebabnya taysu, karena aku masih ingat kemungkinan itu,
baru aku minta bengcu mencoba menyerang aku. Maksudku tidak
lain, hanya untuk mendapatkan bukti. Kalau aku berhasil itu juga
hasilnya suhu, artinya telah kesampaian usaha suhu mencari jurus
penakluknya Pa Too. Seumpama kemudian aku bisa bertemu
dengan Kie Loocianpwe, dapat aku menyampaikan hasil
percobaanku ini."
Siauw Pek berpikir, ia berdiam.
Tengah orang berdiam itu, hingga penjara menjadi sangat sunyi,
dari luar terdengar pujian
"Amitabha Budha" Lalu liang jendelanya terbuka, Mulanya orang
terkejut, baru kemudian hati mereka lega. Di mulut jendela tampak
wajah tenang dari Su Kay Taysu.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada apakah taysu?" Siauw Pek menyapa.
"suheng su Khong ingin bicara dengan Siecu beramai," sahut
pendeta itu. "Apakah bengcu dapat membagi waktu kalian yang berharga?"
"Kami semua sedang terkurung, kami bagaikan daging ditempat
gantungannya" berkata si anak muda, "apakah kami bukan tinggal
menanti saja untuk dipotong diiris iris?"
Su Kay menghela napas perlahan.
"suhengku itu serta loolap sudah mengerti persoalannya,"
katanya. "Bengcu, undanglah mereka datang..." kata Soat Kun perlahan.
Siauw Pek menatap Su Kay, tanya dia:
"Taysu berdua yang sudi datang kemari atau kami yang mesti
pergi menerima pengajaran?"
Kembali pendeta itu menarik napas.
"Tentu saja suhengku yang akan datang menerima pengajaran
disini" sahutnya
"Kalau begitu, tolong taysu mengundangnya"
Su Kay menurunkan penutup jendela, maka putus pula hubungan
antara luar dan dalam penjara itu.
Kho Kong gusar atas datangnya sipendeta. ini disebabkan ia
justru ingin sangat menerima pelajaran silat dari Soat Kun. ia
bagaikan mengira melihat Oey Eng sedang rajin berlatih.
"Hai, pendeta bau" teriaknya. "Pagi tidak muncul, malam tidak
datang, sekali nongol kau cuma mengganggu aku"
Siauw Pek semua tahu hati kawan itu, mereka pada tersenyum.
Nona Hoan berkata perlahan pada ketuanya:
"Su Khong Taysu menjadi pendeta tua dan beribadat, walaupun
demikian tak dapat ia merusak nama baik Siauw Lim Sie, tetapi
karena kau telah melindungi mukanya itu, maka sekarang ia
mendapat perasaannya ini. ia sadar. Mau ia datang kemari, pasti ia
akan membicarakan urusan mengenai rimba persilatan seumumnya.
Karena itu bengcu, berhati hatilah kau melayaninya bicara."
Siauw Pek mengangguk.
"Kalau ada kata kataku yang kurang tepat, tolong nona
ingatkan," pintanya.
"sebenarnya aku ingin mengurangi bicara" berkata si nona.
"Kalau bengcu menghadapi soal penting sekali, cobalah berpikir
dengan seksama".
Baru habis mereka bocara, pintu penjara batu sudah terpentang.
Kedua daun pintu terbuka dengan memperdengarkan suara keras
dipintu, Su Khong muncul ditemani Su Kay. Perlahan tindakan kaki
mereka itu. Siauw Pek bangkit, menyambut hormat.
"Taysu berdua silahkan duduk" undangnya. Su Khong membalas
hormat. "Maaf untuk perlakuan kami ini," sahutnya. Terus ia duduk
bersila. Su Kay duduk dibelakang kakak seperguruannya itu.
Siauw Pek mengawasi pendeta tua itu, ia mau bicara tapi bataL
ia sangsi akan mengucapkan apa. Dengan begitu, kedua belah pihak
berdiam saja sekian lama.
Akhirnya Su Khong yang mulai membuka mulut. Langsung ia
membicarakan persoalannya. Katanya: "Loolap telah memikir
beberapa soal yang mencurigakan, maka itu loolap sengaja datang
kemari untuk memohon pengajaran."
"Maaf taysu" sahut Siauw Pek merendah.
"Ada titah apakah dari taysu" Silahkan sebutkan, kami akan
mencuci telinga kami untuk mendengarkannya baik baik"
Su Khong memandang kepada Han in Taysu. "Taysu ini...."
katanya. Siauw Pek menyela pendeta ini "inilah Han in Taysu ketua
terdahulu dari Ngo Bie pay"
Terperanjat ketua tiangloo dari Siauw Lim Sie itu, hingga dia
mementang lebar lebar kedua matanya menatap ketua Ngo Bie Pay
itu. Memang dia bermata tajam, maka juga matanya itu bercahaya
terang. Sampai lama dia masih mengawasi.
Han in Taysupun berdiam saja. ia duduk tenang sejak tibanya
pendeta dari Siauw Lim Sie itu. la tak memperdulikan kata kata
Siauw Pek dan tak menghiraukan sikap tiangloo.
Siauw Pek heran, hingga ia habis sabar.
"Taysu" tegurnya, "apakah taysu tak percaya aku?"
Su Khong tidak memperdulikan ketua Kim Too bun itu, orang
yang dia datangi untuk diajak bicara, terus dia menatap Han in
Taysu mengawasi tajam mukanya. Hanya sejenak kemudian,
mendadak ia meluncurkan sebelah tangannya kearah ketua Ngo Bie
Pay itu, melakukan pukulan angin ke dada orang. sebagai ketua
Siauw Lim Sie, dapat dimengerti betapa lihay pendeta ini, maka itu
dapat dimengerti pula hebatnya serangan mendadak itu. Tapi luar
biasa juga Han in Taysu, dia duduk bersila tenang tenang saja,
membiarkan serangan tak diduga duga itu.
"Pukulan loolap ini ialah yang dinamakan Hui Poat Tong ciong."
berkata Su khong. Baru sekarang dia bicara pula.
"Hui Poat Tong ciong" berarti "cecer terbang menghajar genta."
Mendengar keterangan itu, dengan sabar Han in Taysu
menjawab, "Loolap ingat beberapa puluh tahun yang lampau pernah
loolap menggunakan jurus Hwa Liong Tiam ceng untuk
memecahkannya"
Su Khong tetap belum mau percaya. Katanya "Peristiwa itu saja
belum cukup untuk membuktikan tentang dirimu"
Dengan sabar Han in menjawab. "Taysu boleh tak percaya.
Loolap tidak berminat memaksa memohon orang mempercayainya"
Su Khong mengangguk. ia berkata pula, "melihat awan putih
berubah menjadi anjing abu abu berubah ubah luar biasa"
mendadak dia bungkam.
Atas itu, Han in Taysu membaliki, "Rumah sunyi pada pokoknya
tak pantangannya, karena Sang Buddha berada didalam hati."
Mendengar itu, Su Khong Taysu merangkap kedua belah
tangannya, sambil memberi hormat ia berkata. "Maaf, loolap sudah
berlaku kurang hormat."
Han in Taysu menjawab. "inilah urusan yang tak selayaknya
diherankan."
Kemudian Su khong Taysu bertanya. "Dahulu hari itu dipuncak
Yan in Hong digunung Pek Ma San, ketua keempat partai telah
menemui bencana kebinasaanya, mengapa kau sendiri sekarang
bagaikan pelita padam hidup pula, bagaikan roh yang menjelma
kembali" Han in menjawab, "meninggalkan si mayat mengganti si mati
melulu untuk mengacaukan telinga dan mata orang, harus disayangi
orang orang Rimba persilatan semua telah kena diperdayakan"
Masih Su Khong Taysu bertanya "keempat ketua partai
mempunyai masing masing kepandaian silatnya yang istimewa,
kenapakah mereka dapat dianiaya secara serentak?"
Berkata Han in Taysu "Itu dia yang dikatakan, bencana mulai dari
tirai dindin, berubah menjadi bencana ketiak dan sikut, atau
penjahat didalam rumah sukar dijaganya."
Jelas kata kata Han in itu, penghianatan sukar dihindarkan-sekian
lama kedua pendeta tua ini, duduk berhadapan dan berbicara satu
dengan lain, sebegitu jauh Su Khong tidak mau mengenal atau
mengenali, Han It Taysu, akan tetapi setelah tanya jawab mereka
yang terakhir ini mendadak pendeta dari Siauw Lim Sie itu bangkit,
kemudian merangkap kedua belah tangannya terhadap pendeta dari
Ngo Bie pay itu untuk menanya: "Jadinya Taysu adalah Han in
Tooheng?" Han in tak bangkit untuk membalas hormat, hanya dengan
tenang, sabar ia menjawab:
"Dulu loolap dikurung dalam kamar rahasia, sukur loolap dapat
ditolong oleh ketua dari Kim Too Bun dan rombongannya akan
tetapi sekarang ini, kawanan murid murtad celaka dari Ngo Bie pay
masih belum dapat ditumpas dibersihkan, maka itu seam sebelum
itu, tak berani loolap menyebut diriku Han in".
Su Khong mengangkat kepalanya, dia menarik napas panjang.
"Sungguh bencana hebat dan menyedihkan kaum rimba
persilatan yang sebelumnya belum pernah terjadi," katanya
berduka, "hingga ratusan ribu orang kena dipermainkan, hingga
sekarang sisa gelombangnya belum juga reda, sekarang setelah
lewat belasan tahun, hingga selama itu, seratus lebih orang mesti
terbinasa konyol dan sia sia belaka. Sungguh jahat, sungguh
mengharukan. Amitabha Buddha"
Baru sampai waktu itu nona Hoan turut bicara.
"Taysu" tanyanya, "setelah sekarang taysu ketahui peristiwa
yang sebenarnya entah bagaimanakah taysu hendak bertindak?"
"Tidak ada jalan lain daripada perkara harus diurus" menjawab
Su Khong Taysu, "awan tebal gelap itu mesti disapu bersih, supaya
langit dan matahari dapat dilihat kembali terang benderang"
"Taysu benar", berkata sinona. "Tindakan itu harus tindakan
guntur" "Terima kasih atas petunjukmu Siecu" pendeta Siauw Lim Sie
mengucap. Lalu berpaling kepada Su Kay Taysu, adik
sepergUruannya itu untuk memesan: "Sutee, kau berdiam disini
menemani para Siecu itu, aku hendak pergi lebih dahulu."
Begitu berkata, begitu pendeta tua itu memutar tubuh dan
berlalu. "Silahkan suheng" kata Su Kay sambil bangkit memberi hormat.
Lalu selekasnya kakak seperguruannya itu sudah tak nampak
bayangannya lagi, ia menolak daun pintu penjara, kemudian
menoleh kepada Coh Siauw Pek seraya berseru "Coh bengcu...."
"Ya taysu Ada perintah apakah?" Siauw Pek tanya.
"sekarang ini kakak seperguruanku sudah mengerti jelas,"
berkata pendeta itu. "seberlalunya dari sini, ia tentu akan
menghimpunkan Tiang Loo Hwee guna memperbincangkan urusan
ini....." "Soal sudah jelas, apakah yang harus diperbincangkan pula?"
Soat Kun bertanya.
"Aturan kami keras, dunia mengetahuinya", Su kay memberi
keterangan. "Ketua kami berkedudukan tinggi, walaupun ada Tiang
Loo Hwee, tak dapat tiangloo hwee sembarangan mengambil
keputusan dan melaksanakannya. Apalagi disamping itu, pendapat
para anggota Tiang Loo Hweejuga tak menyeluruh."
"Jikalau demikian adanya taysu, walaupun kakak seperguruan
taysu telah mengetahui jelas duduk perkara, itu masih belum ada
faedahnya yang langsung...."
"Bukan begitu bengcu" berkata Su Kay menggeleng kepala.
"Suheng Su khong itu bukan saja dihormati Tiang Loo Hwee, juga
semua anggota partai kami sangat menghargainya, cuma karena
urusan ini besar luar biasa, ia harus bertindak sabar, terutama untuk
terlebih dulu membuat para tiangloo sadar dan berpihak
kepadanya."
"Menurut taysu, apakah suheng kalian itu akan berhasil dengan
usahanya ini?" tanya si nona Hoan"Mudah mudahan nona. Hanya ini bukanlah kerjaan dari
setengah hari saja..."
"Jikalau seorang enghlong sejati, putusan getas," berkata pula
nona Hoan-"Dimana sekarang perkara sudah sangat jelas, apa
Pendekar Bayangan Setan 2 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Cinta Bernoda Darah 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama