Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Bagian 5
Mendengar nama Kim-kau-kiam, tidak tahan Hek-ho jadi sangat
terkejut, dia menarik telapak tangannya dan segera mundur ke
belakang! Sin-hiong tersenyum, dia mengangkat kepala dan memanggil:
"Saudara Ho, saudara Ho......"
.Tapi sesudah dia memanggil beberapa kali, di atas malah tidak
ada orang yang menjawab.
Sin-hiong jadi tertegun, hatinya berpikir:
'Apakah Ho Koan-beng sudah pergi"'
Ketika dia sedang menduga-duga, Cap-poh-tui-hun berdua
membelalakan matanya besar-besar, otak mereka sudah berputar
seratus delapan puluh derajat, pikirnya:
"Betulkah orang ini Kim-kau-kiam-khek yang mengalahkan Anghoakui-bo dan Sian-souw-ngo-goat"'
Ketika kedua orang itu berpikir sambil bengong, Sin-hiong sudah
memanggil berkali-kali, melihat Ho Koan-beng tidak menjawab, di
dalam hati berpikir:
'Tugasnya sudah selesai, buat apa bertarung dengan mereka
lagi"' Setelah berpikir, maka dia melangkahkan kaki keluar dari kuil!
Cap-poh-tui-hun dan Hek-ho berdua jadi ketakutan mendengar
nama Kim-kau-kiam-khek, dua orang itu bengong tidak bergerakgerak,
memandang bayangan punggung Sin-hiong meninggalkan
tempat. Baru saja Sin-hiong berjalan beberapa langkah, mendadak dia
teringat pada Cian-tok-mo-kun, walau-pun berhati kejam, tapi
sebelum mati telah melakukan satu hal yang baik, jika membiarkan
mayatnya tergantung di dalam kuil, bukanlah hal yang baik.
Berpikir sampai disini, maka dia kembali masuk lagi.
Dia berjalan lewat di depan Cap-poh-tui-hun sambil
memandangnya berkata:
"Aku tidak punya dendam dan permusuhan dengan kalian, buat
apa kalian mencari aku?"
Setelah berkata, dia berjalan ke sisi pohon besar, menurunkan
mayat Cian-tok-mo-kun, sesaat dia merasa terharu dan berkata lagi:
"Orang ini di dunia persilatan mungkin seorang penjahat, tapi dia
bisa membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, kalau
begitu dia adalah orang yang baik."
Dia hanya berkata pada dirinya sendiri, tidak memperhatikan
bagaimana wajah kedua orang di sisinya, suasana di sekeliling
begitu tenang, siapa yang terpikir, Kim-kau-kiam-khek hari ini mau
menguburkan mayat Cian-tok-mo-kun"
Sin-hiong membawa bagian atas tubuh Cian-tok-mo-kun,
berjalan pelan-pelan, derap kaki dia di atas tanah terdengar sangat
berat. Baru saja dia mau masuk ke dalam koridor, Cap-poh-tui-hun
mendadak berteriak:
"Tunggu, aku masih ada pertanyaan!"
Sin-hiong membalikkan tubuh dan bertanya:
"Masih ada apa lagi?"
Setelah berpikir sebentar, Cap-poh-tui-hun merasa membiarkan
dia begitu saja pergi, akan membuat dia kehilangan muka, saat itu
dia tertawa dan berkata:
"Siapa kau ini sebenarnya, aku marga Tan masih belum tahu!"
Di dalam hati dia berpikir, 'gitar kuno itu sesungguhnya tidak bisa
mewakili Kim-kau-kiam-khek" maka dia bertanya ini.
Sin-hiong tertawa dan berkata:
"Bukankah tadi sudah mencobanya?" Berkata sampai disini, lalu
melanjutkan: "Kalian berdua cobalah tanya pada diri kalian, bagaimana
kepandaian kalian dibandingkan dengan perguruan Siauw-lim?"
Saat dia berkata ini, ternyata dalam hatinya sangat terharu, pelan
pelan menaruh mayatnya Cian-tok-mo-kun, dan pelan-pelan
berjalan kembali.
Dua orang itu mengira Sin-hiong mau menyerang mereka, baru
saja tubuh Sin-hiong bergerak, dua angin pukulan yang amat
dahsyat sudah datang menyerang!
Sin-hiong mendengus dingin, dia membalikkan telapak
tangannya, terdengar "Paak! Paak!" tiga bayangan orang tergetar,
Tan Tong dan Souw Cian masing-masing tergetar mundur satu
langkah ke belakang, tubuh Sin-hiong juga bergoyang-goyang dua
kali. Kedua orang itu sangat terkejut, wajahnya pun berubah besar!
Mereka sadar, Sin-hiong hanya menggunakan sebelah tangan,
jika dia menggunakan sepasang tangannya, atau menggunakan
Kim-kau-kiam, Cap-poh-tui-hun dan Hek-ho tidak bisa
membayangkan. Sesudah memukul mundur dua orang itu, tubuh Sin-hiong tidak
berhenti, dia berjalan ke bawah panggung bedug, melihat ke atas
sebentar lalu meloncat ke atas.
Setelah berada di panggung bedug, di atas sudah kosong tidak
ada apa-apa, dalam hati Sin-hiong berkata:
"Tampaknya ilmu silat Ho Koan-beng sudah lebih maju dari pada
dulu, dia dengan dua orang di bawah itu hanya bertarung empat
lima jurus, tapi Ho Koan-beng dengan tenang sudah meninggalkan
tempat itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, maka
perkataannya tadi telah menunjukan sesuatu rahasia."
Sambil dia berpikir, dia berjalan berputar diatas panggung
beberapa langkah, mendadak dia teringat Sun Cui-giok, di dalam
hati berpikir: 'Ho Koan-beng tidak tinggal di Hoa-san, malah diam-diam turun
gunung, mungkin itu demi Cui-giok."
Berpikir sampai disini, tanpa sadar dia meng-hela nafas, Ho
Koan-beng dengan Sun Cui-giok sudah bertunangan, buat apa dia
terlibat lagi di dalamnya"
Tapi, entah dimana Sun Cui-giok sekarang, bagaimana pun dia
harus mencarinya dan mengembalikan pada Ho Koan-beng.
Berpikir demikian, hatinya jadi merasa sedikit tenang, maka dia
kembali meloncat ke bawah.
Tapi, baru saja kakinya mau menginjak tanah, Cap-poh-tui-hun
dan Hek-ho sudah kembali menyerangnya, ternyata ketika Sin-hiong
naik ke atas panggung bedug, Tan Tong dan Souw Cian sudah
selesai mengatur siasat, di saat Sin-hiong belum siap, mereka akan
menyerang dan membunuh dia.
Serangan telapak tangan kedua orang itu menggunakan seluruh
tenaganya, serangannya tentu saja lebih dahsyat dari pada yang
tadi, terlihat angin keras seperti gelombang, hampir menggulung
seluruh tubuhnya Sin-hiong.
Sin-hiong jadi naik pitam, di dalam hati berpikir:
'Kedua orang ini benar-benar tidak tahu diri, maka dia segera
membentak, Kim-kau-po-kiam nya bergerak menusuk sebanyak
enam tujuh kali!
Belum pernah dia semarah kali ini, hal ini mungkin karena katakatanya
Ho Koan-beng telah menyakiti hatinya, sehingga dia
melampiaskan amarahnya pada kedua orang ini.
Sinar matahari membuat bayangan pedang, mendadak kedua
orang itu merasa ada hawa pedang yang dingin menerpa wajahnya,
mereka jadi sangat terkejut, sekarang Cap-poh-tui-hun sudah yakin
dia berteriak: "Kali ini tidak salah lagi!"
Hati kedua orang itu menjadi ciut, masing-masing menghantam
dengan sebelah tangan, dan tubuhnya buru-buru melesat ke
belakang! Hek-ho membelalakan sepasang matanya, bengong memandang
Sin-hiong, dalam hatinya berpikir:
'Ketua pulau Teratai mengambil nyawanya Cian-tok-mo-kun, Kimkaukiam-khek malah menguburkan mayatnya, tidak hanya itu,
kenapa Kim-kau-kiam-khek juga membela murid perguruan Hoasan?"
Pikiran Cap-poh-tui-hun juga sama, tapi dia sedikitpun tidak mau
mengaku kalah, dia dengan Hek-ho jauh-jauh mengejar Ho Koanbeng
sampai kesini, tujuannya adalah untuk merebut buku rahasia
itu, setelah mengejar sampai disini, tadinya dia sudah yakin akan
berhasil merebut buku rahasia itu dari tangan Ho Koan-beng, tidak
diduga muncul Sen Sin-hiong, sehingga Ho Koan-beng dengan
bebas bisa melarikan diri, bagaimana dia mau menerimanya"
Sin-hiong tidak mempedulikan, dia menyimpan pedang
pusakanya, lalu melangkah keluar dari kuil.
Sampai di sisi koridor, kembali mengangkat mayat Cian-tok-mokun,
di dalam hati berpikir:
'Demi sebuah Ho-siu-oh berusia ribuan tahun, entah sudah
berapa banyak nyawa yang melayang, sampai akhirnya Cian-tokmokun sendiri pun mati karena sebuah Ho-siu-oh, dia berhati baik
tapi mendapatkan balasan yang buruk", maka Sin-hiong
memutuskan untuk menguburkan mayatnya, supaya mayatnya tidak
dimakan anjing liar!
Ketika Sin-hiong berjalan masuk ke dalam koridor, Tan Tong
sudah datang mengejarnya sambil membentak, dia mendorongkan
sebelah telapak tangannya, menghantam!
Koridornya tidak besar, angin pukulan tangan Tan Tong yang
sangat dahsyat hampir memenuhi seluruh koridor, Sin-hiong masih
tetap berjalan ke depan, begitu Tan Tong menghantam, dia pun
segera membalikkan tangan menangkisnya, menghilangkan
serangan Tan Tong itu.
Cap-poh-tui-hun sedikit terkejut, tapi dia masih belum mau
mundur, sebelah telapak tangan lainnya kembali bergerak
menghantam! Gerakan Sin-hiong sangat cepat, saat pukulan kedua Tan Tong
datang, Sin-hiong sudah mengangkat setengah mayat bawahnya
Cian-tok-mo-kun, tubuhnya juga sudah tiba di dalam ruangan besar.
Pukulan telapak tangan kedua Tan Tong kembali tidak mengenai
sasaran, dia sadar bukan lawannya Sin-hiong, maka berteriak:
"Saudara Souw, kita serang bersama-sama!"
Souw Cian menyahut, keduanya berlari keluar!
Saat ini Sin-hiong sudah keluar dari dalam ruangan besar, dia
sedang membungkuk menggali lubang, Tan Tong dan Souw Cian
diam-diam menghampirinya!
Sin-hiong jadi naik pitam dan berkata:
"Kalian berdua sebenarnya ingin apa?"
Tan Tong dingin berkata:
"Apakah kau sudah mendapatkan buku Hiang-Liong-pit-to (Buku
rahasia menaklukan naga)?"
Sin-hiong tertegun sejenak, sambil terkejut, berkata:
"Hiang-liong-pit-to?"
Mendadak dia teringat masalah Sin-tung-thian-mo, dalam hati
tentu saja terkejut dan berkata:
'Melihat keadaan, rupanya Ho Koan-beng sudah mendapatkan
buku rahasia itu, tidak aneh dia terlihat tergesa-gesa, dia tadi
berkata di kemudian hari akan mengalah tiga jurus padaku, ternyata
dia telah mendapatkan buku rahasia itu?"
Souw Cian mengawasi gerak geriknya Sin-hiong, saat itu dia
sudah menduga sedikit, ketika Cap-poh-tui-hun akan menyerang
lagi, dia segera menarik dan berbisik:
"Saudara Tan, buku itu tidak ada di tangannya, lebih baik kita
cepat mengejar orang itu, mungkin murid Hoa-san itu belum jauh?"
Cap-poh-tui-hun menjadi sadar, di dalam hati berpikir:
'Betul juga, jika Kim-kau-kiam-khek tahu buku rahasia itu ada di
tangan murid Hoa-san itu, mungkin dia pun tidak akan melepaskan
begitu saja?"
Berpikir sampai disini, dia lalu menganggukan kepala, lalu
bersama Souw Cian berlari keluar meninggalkan Sin-hiong.
Kepergian mereka yang secara mendadak, buat Sin-hiong sedikit
pun tidak merasa terganggu, setelah menguburkan mayatnya Ciantokmo-kun, pelan-pelan dia berjalan ke sisi kuda, baru saja akan
memacu kudanya, sudut matanya seperti melihat sebuah sinar
aneh. Sin-hiong terkejut, dalam hati bertanya-tanya, benda apa itu"
Karena dorongan rasa ingin tahunya, maka dia jalan
menghampiri, ketika sudah dekat, mendadak seluruh tubuhnya
tergetar. Heh! Ternyata diatas tanah ada sebuah kotak kecil tempat
menyimpan Ho-siu-oh itu"
'Kenapa kotak kecil ini bisa berada disini,' Sin-hiong berpikir-pikir,
tapi masih tetap tidak bisa mendapat jawaban, kenapa benda itu
bisa berada di tempat terbuka tapi kedua orang itu tidak
melihatnya"
Ketika dia berjalan menghampiri dan mengambil kotak kecil
warna kuning mas itu, terasa ada bau harum yang menusuk hidung,
sehingga semangatnya menjadi naik, di dalam hati berpikir:
'Sudah banyak orang mati karena benda ini, tapi aku
mendapatkannya tanpa mengeluarkan sedikit tenaga pun"'
Dia teringat Cian-tok-mo-kun yang membawa Ho-siu-oh, ingin
pergi ke gunung Ho-gu untuk mengobati penyakit ketua perumahan
Tiong, sekarang Cian-tok-mo-kun sudah mati di tengah jalan, tugas
ini rupanya harus dia sendiri yang melanjutkannya.
Walaupun dia mendapatkan benda pusaka, tapi sedikit pun dia
tidak berniat memiliknya, menolong orang seperti memadamkan api,
maka tanpa membuang waktu lagi, dia buru-buru naik ke atas kuda
dan memacunya! Di sepanjang jalan Sin-hiong tidak berhenti, dia langsung berlari
menuju tujuannya, lima hari kemudian, dia sudah melewati Lu-tian
dan tiba di kota Lu-san.
Saat itu, hari sudah hampir gelap, dia sudah beberapa hari
kurang istirahat, maka dia memutuskan mencari sebuah tempat
untuk beristirahat, supaya bisa melanjutkan perjalanannya di malam
hari. Begitu masuk ke dalam kota, dia mencari sebuah lempat
istirahat, hal yang pertama-tama dilaku kan adalah makan dulu
yang kenyang. Lalu memesan satu kamar, dan tidur tanpa
mempedulikan segala sesuatu.
Entah sudah lewat berapa lama, saat bangun dari tidurnya, di
luar sudah gelap, di atas genting terdengar sangat berisik, Sin-hiong
berjalan ke jendela dan membukanya, ternyata sedang turun hujan.
Hujan ini mulanya kecil, tapi semakin lama semakin besar, Sinhiong
jadi gelisah, dia seperti semut di atas kuali panas, dia berjalan
berputar-putar di dalam kamar.
Kelihatannya hujan ini sangat lebat, bukan saja hujannya besar,
anginnya pun sangat kencang, dalam waktu tidak lama, di atas jalan
air sudah menggenang setinggi tiga cun.
Sin-hiong hanya menghela nafas memandangi jendela, dia
berpikir, bagaimana keadaan ketua perumahan Tiong sekarang, jika
dia sampai telat satu langkah, dan penyakitnya sampai tidak
tertolong lagi, bukankah itu akan memberatkan dosanya"
Berpikir sampai disini, diapun merasa dia tidak seharusnya dia
takut akan hujan, sehingga gagal menolong orang, maka buru-buru
dia membuka pintu kamar, memanggil pelayan membayar
rekeningnya, lalu melarikan kudanya di bawah guyuran hujan
menuju tempat tujuan!
Berjalan tidak jauh, seluruh tubuhnya sudah basah kuyup, pada
saat ini, mendadak di depan dia ada seekor kuda berlari dengan
cepat!
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang ini seperti tergesa-gesa, dia terus mengayunkan
cambuknya memacu kuda, dengan cepat sudah mendekati Sinhiong.
Orang itu mungkin sudah lama memacu kudanya, ditambah
hujannya terlalu besar, sehingga pandangannya terganggu, ketika
mendekat Sin-hiong menghindar ke pinggir, orang itu bersuara
"Ahh!", mengayunkan cambuknya dan berteriak: "Beri jalan!" '
Walau gerakan orang itu sangat cepat, tapi Sin-hiong sudah
menghindar ke pinggir, tapi orang itu dengan sembarangan
mencambuk, hati Sin-hiong jadi merasa sedikit tidak enak.
Cambuk orang itu tidak mengenai Sin-hiong, tapi kuda yang
sedang berlari cepat itu mendadak meringkik, empat kakinya
mendadak berhenti, dan orang yang berada diatas kuda sedikit pun
tidak bergerak, melihat ini, Sin-hiong tidak terasa memuji:
"Kepandaian menunggang kuda yang hebat!"
Setelah berhenti, sorot mata orang itu dengan dingin menyapu
lalu mendengus dan berkata:
"He he he, sudah datang!"
Kata-kata orang ini tidak ada ujung pangkal-nya, Sin-hiong jadi
bengong, tapi setelah bicara, orang itu kembali memacu kudanya
pergi! Walaupun dalam hati Sin-hiong tidak mengerti, tapi karena
dirinya ada urusan penting, maka dia tidak bisa memikirkan telalu
lama, diapun lalu memacu kudanya keluar kota.
Perumahan Ho-gu tidak jauh dari Lam-tai, tapi Sin-hiong harus
melewati beberapa bukit dulu, hujan dan angin begitu besar,
sehingga perjalanannya mendapat kesulitan.
Tapi, di dalam hati Sin-hiong bukan saja sedikit pun tidak
mengeluh, malah dia bertambah gelisah, ingin secepatnya sampai di
tempat tujuan, supaya bisa menolong nyawanya marga Tiong itu.
Dia terus memacu kudanya ke depan, bajunya sudah basah
kuyup, tubuh bawahnya juga sudah kotor oleh jipratan lumpur,
ketika dia mengangkat kepala, terlihat di kejauhan ada sebuah sinar
lampu. Sin-hiong tidak pikir panjang, kedua kakinya menjepit perut kuda,
berlari ke arah sinar lampu.
Setelah dekat, di depannya ternyata dihadang oleh sungai yang
airnya jernih, ada bayangan hitam berlapis-lapis, tampak jika bukan
sebuah perumahan tentu sebuah kota, tapi keadaan terasa aneh, di
tempat ini kecuali dipuncaknya ada sinar lampu kuning, yang
lainnya setitik sinar pun tidak ada!
Sungai ini lebarnya sekitar enam tujuh tombak, untuk dia jika
ingin meloncat menyeberangnya tidak menjadi halangan, tapi tidak
untuk kudanya, dia melihat lihat ke sekeliling, lalu berjalan
menyusuri sungai.
Sampai di satu tempat yang sungainya menyempit, Sin-hiong
berpikir akan meloncat menyeberangi berikut kudanya.
Baru saja kaki depan kudanya menginjak tanah, mendadak di
kegelapan ada orang sambil menghela nafas, berkata pelan:
"Hay, hujan begitu lebarnya, apakah kalian juga tidak mau
melepaskan dia?"
Suara ini terdengar sangat tua, Sin-hiong yang mendengar, tidak
tahan jadi terkejut lalu bertanya:
"Mohon tanya, apakah disini perumahan Ho-gu?"
Setelah orang yang berada di dalam kegelapan berbicara, dia
tidak mengeluarkan suara lagi, ter-dengar dari kejauhan ada suara
"Ssst!", satu bayangan orang laksana burung terbang datang
mendekat dan berteriak:
"Bu, siapa yang datang?"
Suara tua tadi berkata:
"Entah, tapi pada saat ini jika ada orang yang datang kemari,
pasti tidak berniat baik?"
Nada suaranya sangat dalam, Sin-hiong sedikit terhentak lalu
berteriak: "Cayhe Sen Sin-hiong, sengaja datang untuk berkunjung pada
ketua perumahan Tiong!"
Baru saja dia selesai bicara, satu bayangan orang sudah datang
menerjang dan berkata dingin:
"Terima kasih, buat apa anda banyak hormat?"
Setelah berkata, setitik sinar perak melesat menusuk Sin-hiong!
Hujan masih turun, dua orang di kegelapan itu tidak mengaku
juga tidak membantahnya, Sin-hiong tidak tahu harus berbuat
bagaimana, sedangkan orang ini sudah menusukan pedangnya,
maka dia menarik tali kekang kudanya menghindar tusukan pedang
dan berkata lagi:
"Mohon tanya apakah ketua perumahan Tiong tinggal disini?"
Orang itu berkata marah:
"Kalau betul bagaimana, kalau bukan bagai-mana pula?"
Habis berkata, dia kembali menusukan pedangnya!
Dalam sekejap, otak Sin-hiong sudah berputar beberapa kali, di
dalam hati berkata: 'Apakah aku salah jalan"'
Dia tidak bergerak di atas kudanya, hanya tangan kanan
dilintangkan, menghantam dan berteriak:
"Saudara sembarangan menyerang orang, apa keinginanmu
sebenarnya?"
Tusukan pedang orang itu sangat cepat, tapi Sin-hiong lebih
cepat lagi, saat angin pukulannya menyapu melintang, hampir saja
menggetarkan pedang orang itu terlepas dari pegangannya.
Orang itu sangat terkejut, segera membalikan pergelangan
tangannya, terdengar suara tua dari kegelapan berteriak:
"Lam-hwan mundur!"
Begitu suaranya terdengar orangnya sudah datang, angin
pukulan menerjang punggung Sin-hiong!
Tadi Sin-hiong belum menggunakan seluruh tenaganya, saat
suara tua itu muncul dan mendadak menyerang, dia segera menarik
serangannya, bertahan tapi tidak membalas menyerang, dengan
nada dalam dia berkata:
"Orang tua, boleh tahu nama besar anda?"
Sambil berkata, dia menarik kudanya ke sisi, dengan mudah
menghindar serangan lawannya!
Orang yang menyerang itu adalah seorang nyonya tua itu,
setelah terhenti sejenak, dengan suara gemetar berkata:
"Kalian selain telah membunuhnya, masih mau menyelidik
keluarga dan namaku, apakah kalian ingin membunuh seluruh
keluarga sampai keakar-akarnya?"
Saat ini hujan sudah sedikit mereda, Sin-hiong mengusap air di
wajahnya, dengan perasaan tidak mengerti berkata:
"Aku hanya ingin tahu benar tidak ketua perumahan Tiong
tinggal disini, kalian berdua tidak mau memberitahu, ya sudah."
Setelah berkata, dia membalikan tubuh dan pergi, mendadak di
belakang tubuh terdengar suara "Ssst ssst!", sekejap terlihat ada
lima enam bayangan orang dengan cepat berlari mendatangi.
Melihat itu nyonya tua buru-buru berkata:
"Anak Hwan cepat sembunyi, biar aku sendiri yang
menghadapinya!"
Pemuda yang dipanggil anak Hwan itu berteriak:
"Ibu, mana bisa begitu, aku tidak bisa meninggalkan kau
sendirian menghadapi bahaya besar ini!"
Tadinya Sin-hiong tidak tahu apa yang terjadi disini, tapi setelah
mendengar perbincangan ibu dan anak mi, di dalam hati merasa
terharu, maka dia menawarkan diri, katanya:
"Kalian berdua silahkan bersembunyi, biar aku yang
menghadapinya."
Nyonya tua itu merasa ragu-ragu, melihat dia sekali, dengan
terkejut bertanya:
"Kau bukan sekelompok dengan mereka?"
Sin-hiong menggelengkan kepala dan balik bertanya:
"Lalu kalian ini dari kelompok mana?" Nyonya tua itu masih ingin
bicara, tapi lima enam bayangan orang di belakang sudah muncul!
Sin-hiong melihat, mengenali diantara lima enam orang itu, tiga
orang diantaranya adalah ketua hio dari Poan-liong-pang yaitu
Seng-si-poan Kang-ceng dan kawan-kawannya, tapi tiga orang
lainnya tidak dikenal.
Dari kejauhan Ang-sat-ciang Lai-cen sudah melihat Sin-hiong
duduk diatas kuda maka dia berteriak:
"Bagus sekali, Kim-kau-kiam-khek juga ada disini!"
Tidak masalah dia mengatakan ini, tapi nyonya tua dan pemuda
itu yang ada di samping Sin-hiong, mereka mendengarnya jadi
tergetar, nyonya tua itu tidak bisa bertahan lagi dengan suara
gemetar berkata:
"Enghiong ini Kim-kau-tayhiap yang muncul belum lama ini?"
Sin-hiong tertawa dan berkata:
"Terima kasih, orang tua, benarkah ketua perumahan Tiong
tinggal disini?"
Nyonya tua itu menghela nafas berkata:
"Jika tahu dari tadi yang datang ini adalah Kim-kau-kiam-khek,
apa lagi yang tidak bisa dikata-kan oleh kami, sekarang walau masih
hujan, tapi tidak lama lagi hari akan terang."
Kata-katanya bermakna dalam, tapi siapa pun yang
mendengarnya, jadi tahu apa arti kata-katanya itu, setelah nyonya
tua itu berkata, kembali berkata pada Seng-si-poan Kang-ceng:
"Kang-tayhiap, semasa hidupnya Hong-kun tidak pernah
melakukan kesalahan pada teman-teman dunia persilatan, ketua
perkumpulan anda selain telah membunuhnya, masih menyuruh
orang beberapa kali datang mengganggu, apakah ingin membunuh
semua orang sampai keakar-akarnya?"
Seng-si-poan tidak bisa menjawab, tapi Sin-hiong yang
mendengarnya, tidak tahan jadi tergetar keras, dengan keras tanya:
"Orang tua, apakah ketua perumahan Tiong sudah meninggal
dunia?" Nyonya tua dengan sedih menganggukkan kepala:
"Dia sudah meninggal kemarin, walaupun kedatangan Tayhiap
terlambat, tapi masih bisa menyelamatkan seluruh keluargaku, jika
Hong-kun mengetahui di alam sana, tentu bisa tersenyum menutup
matanya." Mendengar ini Sin-hiong jadi merasa kesal sambil menghela
nafas berkata: "Hay...! Salahku datang terlambat selangkah, ini sudah nasib!"
Nyonya tua itu tidak mengerti apa maksud kata-katanya, hingga
bertanya: "Aku tidak mengerti apa maksud perkataan Kim-kau-tayhiap?"
Sin-hiong melihat kekiri kanan lalu berkata:
"Sekarang aku tidak sempat menjelaskannya, biar aku usir dulu
mereka." Setelah berkata, dia meloncat turun, lalu maju ke depan dan
mengeluarkan Kim-kau-po-kiam dari dalam gitar kuno sambil
membentak: "Kenapa kalian masih bengong" Jika tidak mau segera pergi,
maka aku akan mengusir kalian."
Selama ini tindakan dia selalu tenang, hanya malam ini dia
bertindak tegas dan cepat, enam orang di belakang rubuhnya
adalah enam ketua hio dari Poan-liong-pang, enam orang ini
walaupun sama-sama menduduki jabatan penting di dalam
perkumpulan itu, tapi enam orang ini selama ini tidak pernah
bertugas bersama-sama, perihal bersama-sama mengeroyok orang,
mungkin itu tidak pernah terjadi.
Tapi kejadian malam ini justru aneh, entah disebabkan oleh apa,
hari ini bukan saja mereka berjalan bersama-sama, malah tanpa
berdiskusi lagi, ke enam orang ketua hio itu sudah bersiap-siap
mengeroyok Sin-hiong.
Nyonya tua yang ada di pinggir sangat cemas dan berteriak:
"Sen-tayhiap, apa anda sanggup melawan-nya?"
Sin-hiong tersenyum dan berkata: "Tidak apa-apa, anda berdiri
saja di pinggir dan menonton."
Tiga ketua hio dari ruang luar Poan-liong-pang, salah satunya
adalah Cauw Li-kun dari gunung Ngo-cie (lima jari) di Lam-hai (laut
selatan), orang ini bertubuh kecil pendek, menggunakan sepasang
Poan-koan-pit, tapi ilmu silatnya berbeda dengan ilmu silat dari
dunia persilatan Tionggoan, julukannya adalah Hai-sang-kui-seng
(Kura-kura di atas laut), satu lainnya namanya Huang-ho-siang-jin
(Pendeta bangau kuming) Huang-seng, kesukaannya memakai baju
kuning, di tangannya memegang sebuah kipas berdaun besar, ilmu
silat menotok jalan darah, bisa dikatakan dia adalah salah satu
orang hebat di dunia persilatan, orang yang kurus tinggi yang
berdiri disisi Seng-si-poan, adalah pesilat tinggi dari perguruan
pedang Thian-lam, julukannya Kiam-cen-lam-thian (Pedang yang
menggetarkan langit selatan) Nie Tai seng, tiga orang ini datang
dari ber-bagai daerah, tapi sepanjang hidupnya jarang sekali
menemukan lawan yang seimbang"
Begitu Sin-hiong mendesak ke depan, enam orang pesilat tinggi
ini malah mundur selangkah!
Seng Ki-ho menggoyangkan pipa rokoknya dua kali dan berkata:
"Kau tidak perlu bangga dulu, aku tanya padamu, apakah kau
pernah pergi ke kuil Siauw-lim?"
"Benar!" angguk Sin-hiong.
Wajah keenam orang ini berubah, Cauw Li-kun menggoyangkan
Poan-koan-pit nya dan berteriak:
"Jika tiga tetua Siauw-lim saja kalah olehmu, maka kami tidak
malu mengeroyokmu?"
Kata-katanya seperti ditujukan pada teman-temannya, begitu
ucapannya keluar, hawa di sekeliling jadi semakin tegang, Huanghosiang-jin bergerak, sambil menggerak-gerakan kipasnya, tertawa
dingin: "Betul atau tidak, harus kami uji dulu!"
Tubuh Sin-hiong belum bergerak, lengan kirinya memotong
sambil menghantam dengan santai!
Siapa sangka gerakan Huang-ho-siang-jin yang terlihat jelas-jelas
ke arah kiri, di tengah jalan, mendadak bembah jadi menyerang
Kian-keng-hiat di bahu kanan Sin-hiong!
Sin-hiong sedikit tertegun lalu sambil tertawa dingin berkata:
"Rupanya gerakan sesat!"
"Huut!" lengan kirinya datang menggulung, menjulurkan lima jari
dengan cepat mencengkram pedang Huang-ho-siang-jin.
Huang-ho-siang-jin merasa ada angin keras menyerang, baru
saja mau merubah jurusnya, Kiam-cen-thian-lam Nie Tai-seng yang
ada di belakang sudah membentak, menyerang dengan pedangnya!
Sin-hiong tersenyum dan berkata:
"Empat orang lagi yang di sana sekalian saja maju bersama."
Kim-kau-po-kiam dengan dahsyat disabetkan, langsung
menyerang ke dua orang itu! Kecepatan jurusnya, sungguh sulit
dibayang-kan, belum sempat telapak tangan Huang-ho-siang-jin
ditarik kembali, dan serangan pedang Kiam-cen-thian-lam baru
sampai di tengah jalan, pedang Sin-hiong seperti kilat sudah
mendahuluinya! Kedua orang itu sangat terkejut, pada saat ini, tiba-tiba empat
orang yang ada di belakang bersama-sama bergerak, terdengar
suara angin menderu-deru, ternyata empat orang inipun masingmasing
sudah menyerang satu jurus!
"Begini baru betul!" kata Sin-hiong tertawa.
Dia memutar pedangnya, menusuk kearah Seng-si-poan yang
paling dekat jaraknya.
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kang-ceng mendengus dingin, dia menangkis dengan Poan-koanpit
di tangannya, tapi Sin-hiong sudah menarik kembali tangannya,
ketika pedangnya berputar, telah menggulung ke dalam gulungan
pedang dari kanan ke kiri Lai-cen, Cauw Li-kun, Seng Ki-ho, Kiamcenthian-lam empat orang itu.
Nyonya tua yang berdiri di pinggir, melihat jurus pedang Sinhiong
begitu hebat, tidak tahan sambil menghela nafas berkata:
"Hay! Sungguh tidak percuma julukan Kim-kau-kiam-khek!"
Ke enam orang ketua hio dari Poan-liong-pang itu adalah orangorang
pilihan di dunia persilatan, tidak di duga walaupun enam
orang itu sudah mengeroyok seorang lawannya, bukan saja mereka
tidak mendapat keuntungan sedikitpun, malah sebalik nya hanya
mampu bertahan saja, dalam hati ke enam orang ini tidak bisa
menerimanya, maka dengan berteriak keras, mereka sekuat tenaga
menyerang dua tiga jurus, ingin membalikkan keadaan.
Saat ini hujan angin sudah berhenti, awan tebal di langit disinari
sinar bulan sabit, di atas tanah keadaan agak terang, dan bisa
dilihat dengan jelas, wajah nyonya tua dan anaknya terlihat kejangkejang.
Pemuda itu dengan suara gemetar bertanya
"Ibu, apakah kita harus membantu dia?"
Nyonya tua itu menghela nafas, menggelengkan kepala dan
berkata: "Tidak perlu, tiga tetua Siauw-lim pun bukan lawannya, enam
orang ini tidak ada artinya bagi dia?"
Nada bicaranya penuh dengan keyakinan, hanya saja, setelah
perkataannya selesai, terdengar suara "Paak!", sinar perak yang
menyilaukan mata menerjang ke langit, dan terdengar Sin-hiong
tertawa: "Maaf!"
Lalu terlihat bayangan orang berkelebat, tubuh Kiam-cen-thianlam
sempoyongan mundur ke belakang sampai tiga langkah baru
bisa berhenti, wajahnya terkejut bengong memandang Sin-hiong.
Ternyata dalam jurus tadi, enam pesilat tinggi dari Poan-liongpang
telah mengerahkan seluruh kemampuannya, Sin-hiong pun
tidak mau menghabis-kan waktu terlalu banyak, mengambil
kesempatan enam orang itu menyerang mengerahkan seluruh
tenaganya, dia berkelebat ke sisi tubuh Cauw Li-kun, baru saja
Poan-koan-pit Cauw Li-kun ingin menusuk, Sin-hiong sudah
menyerang duluan, dia merubah jurusnya, sepasang tangan
berturut-turut menotok sebanyak enam jurus!
Sin-hiong tertawa dingin, dia menggetarkan pedang pusakanya,
dengan jurus Swat-san-ceng-cui (Gunung es berwarna hijau tua) dia
ingin membunuh Cauw Li-kun, tapi Cauw Li-kun pintar melihat
gelagat, tubuhnya segera bergerak ke pinggir, saat itu Kiam-centhianlam bertepatan masuk, membuat dua hawa pedang seperti
berbelit, Nie Tai-seng hanya merasakan tangannya jadi ringan,
tahu-tahu pedangnya sudah terlontar ke atas langit, dan dia
terdorong mundur tiga langkah ke belakang!
Setelah usaha Sin-hiong berhasil, maka jurus pedangnya semakin
dahsyat, sorot matanya menyapu ke arah Cauw Li-kun, sambil
tertawa berkata:
"Sekarang giliranmu!"
Satu lagi serangan dahsyat dari jurus Kim-kau-po-kiam kembali
menyerang, Cauw Li-kun terkejut, Poan-koan-pit di tangan
kanannya membabat seperti pedang, sedangkan yang di tangan kiri
diputar, dalam satu jurus membuat dua dua gerakan perubahan
semua mengarah pada jalan darah mematikan di depan dada Sinhiong!
Saat itu Seng-si-poan dan temannya yang ada di samping,
melihat Kiam-cen-thian-lam sudah kalah, dan Hai-sang-kui-seng
berada dalam keadaan bahaya, tanpa banyak berpikir lagi empat
orang itu datang menyerang dari empat arah yang berbeda.
Walaupun Sin-hiong diserang dari empat arah, tapi dia masih
tetap tenang, Kim-kau-po-kiam nya mendongkel ke belakang,
segera saja Seng-si-poan berempat melihat sejalur sinar perak yang
menyilau-kan mata, mereka jadi menghentikan serangannya
sejenak, pada saat ini, dia sudah menarik kembali pedangnya, satu
kilatan sinar dingin datang meng-gulung ke arah Cauw Li-kun!
Cauw Li-kun terkejut, dia segera menghindar ke belakang, tapi
Sin-hiong sudah datang menempel-nya, tenaga di pergelangan
tangan bertambah kuat, sinar pedang laksana pelangi sudah
menggulung: "Lepas!"
Dalam keadaan terkejut Cauw Li-kun mendengus sekali, dengan
cepat menotokan Poan-koan-pit nya, sambil berteriak:
"Tidak bisa!"
Jurusnya menunjukan ingin mati bersama-sama, dia tidak peduli
pedang Sin-hiong yang ingin memotong sepasang pergelangan
tangannya, sepasang penanya tetap menyerang jalan darah
kematian Sin-hiong!
Sin-hiong tertawa dingin, begitu mengangkat kepala, wajahnya
sudah timbul hawa membunuh, pada saat ini, dari kejauhan tibatiba
muncul lagi dua bayangan orang!
Gerakan kedua orang itu sangat cepat, sambil berlari, tertawa
keras dan berkata:
"He he he, dunia ini kecil sekali, saudara Lim, kita bertemu lagi
dengan Kim-kau-kiam-khek!"
Mendengar suara orang ini, ternyata ketua Poan-liong-pang
sudah tiba bersama dengan ketua Kai-pang, setelah terdengar
suaranya, kedua orang itu sudah tiba di lapangan, Sin-hiong
melihat, benar saja kedua orang itu adalah Lim Tai-goan dan Ciu
Kiu-kun. Tangan Ciu Kiu-kun sedang mengempit seorang anak muda,
nyonya tua yang saat ini berdiri di pinggir, begitu melihat tidak
tahan berteriak marah:
"Ciu Kiu-kun, kau menangkap anakku, apa kau mau
mengancam?"
Ciu Kiu-kun tertawa keras lalu berkata:
"Dugaan nyonya sedikit pun tidak salah!"
Habis berkata, sorot matanya beralih kepada Sin-hiong dan
berkata lagi: "Sen-tayhiap, malam ini bulannya terang dan tidak ada angin,
sungguh cuaca yang bagus sekali, anda telah dua kali mengganggu
urusanku, terpaksa aku membuat kau tidur selamanya disini"
Kata-kata ini bukanlah kata-kata yang menggertak, keadaan di
depan mata sangat jelas, jika dihitung jumlahnya, dia dan Lim Taigoan
mereka sekarang ada delapan orang, walaupun kemampuan
Sin-hiong setinggi langit, mungkin tidak akan mampu melawan
keroyokan delapan orang ini"
Nyonya tua itu merasa sangat gelisah melihat anaknya sudah
ditangkap, setelah mendengar kata-katanya ketua Poan-liong-pang,
hatinya jadi merasa lebih berat, diam-diam dia berkata pada dirinya:
"Kelihatannya mereka mau mengeroyok dan membunuh Kimkaukiam-khek, ke delapan orang ini tidak ada satu pun yang bukan
pesilat top dunia persilatan, mungkin Kim-kau-kiam-khek masih
mampu menghadapi enam orang tadi, sekarang setelah ditambah
Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan, Kim-kau-kiam-khek pasti bukan
lawan mereka!"
Setelah nyonya tua itu berpikir, keringat dingin di punggungnya
juga mulai bercucuran.
-oo0dw0oo- BAB 6 Rasa setia kawan yang besar
Terhormat dan menakutkan
Sin-hiong menyentil gitar kuno nya, terdengar "Tung!" suara gitar
belum hilang dia sudah berkata:
"Perbuatan ketua perumahan Tiong semasa hidupnya cukup baik,
tapi orang telah membunuh dia, bahkan tidak mau melepaskan
istrinya yang sudah tua, hemm.... jika aku tidak melibatkan diri pada
masalah iin mungkin langit pun tidak bisa menerimanya."
Kata-kata ini dikeluarkan dengan blak-blakan dan penuh
semangat, siapapun yang mendengarnya judi tergerak hatinya.
Nyonya tua sampai menangis mendengarnya dengan penuh
terima kasih, berteriak gemetar:
"Sen-tayhiap, aku tidak tahu harus bagaimana berterima kasih
padamu?" "Nenek, aku masih belum mengusir para penjahat ini?" kata Sinhiong.
Mata ketua Poan-liong-pang Ciu Kiu-kun menyapu kawankawabnya,
lalu berteriak:
"Saudara Lim, kau dulu yang maju atau aku?"
Ciu Kiu-kun sangat licik dan dingin, dia mendengar Sin-hiong
telah mengatakan pendiriannya, sedangkan enam orang anak
buahnya sudah tampak goyah, maka dia langsung berkata
demikian. Walaupun sifat Lim Tai-goan penuh siasat, hanya karena dia
ingin sekali memiliki Ho-siu-oh yang berusia ribuan tahun, makanya
tanpa sadar, dia membiarkan dirinya dikendalikan oleh Ciu Kiu-kun.
Ketua Kai-pang menggerakan tongkat di tangannya sambil
tertawa berkata:
"Siapa dulu yang maju, sama saja!"
Setelah berkata, selangkah demi selangkah dia maju ke hadapan
Sin-hiong. Walau pun Sin-hiong masih tetap terlihat tenang-tanang, tapi di
dalam hatinya, dia' tidak bisa tidak harus memperhitungkan terlebih
dulu, dengan cara apa mengusir delapan orang pesilat tinggi di
depan mata ini"
Hati dia terus menyebut:
'Delapan orang, delapan orang, hmmm...! Bagaimana sebaiknya
aku mengusir kedua ketua ini!"
Ketika berpikir, tubuhnya bergerak ke arah kanan, tepat
menghadang di tengah-tengah antara Lim Tai-goan dan Ciu Kiukun,
juga berada di depan nyonya tua itu, berjaga-jaga apabila
lawannya mendadak menyerang dia.
Nyonya tua inipun seorang yang ber-pengalaman di dunia
persilatan, gerak-gerik Sin-hiong tidak bisa mengelabui matanya,
setua ini hidupnya, belum pernah dia bertemu dengan seseorang
yang keteguhannya begitu besar dalam membela kebenaran seperti
Sin-hiong. Keadaan malam hari itu terasa sangat tenang sekali, tapi di
dalam ketenangan nya ditutupi hawa pembunuhan.
Ciu Kiu-kun pelan-pelan mendekati Sin-hiong, begitu Ciu Kiu-kun
bergerak, enam ketua hio di belakangnya juga ikut bersiap-siap
mengeroyok Sin-hiong.
Nyonya tua yang berada dibelakang Sin-hiong merasa gelisah
dan berteriak: "Sen-tayhiap......"
Sin-hiong menghela nafas, pedang di tangan-nya diayunkan,
sambil membusungkan dada menyahut:
"Nenek tenang saja, ini hanya menambah sedikit kerepotan
bagiku!" Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua masih berjarak tiga tombak
lebih dari Sin-hiong, tapi begitu Sin-hiong mengangkat pedangnya,
dia sekaligus menyerang kedua orang itu!
Lim Tai-goan mendengus, tongkat bambu hijau digerakan
melintang teriaknya:
"Saudara Ciu, siapa yang berhasil lebih dulu, maka dia yang akan
mendapat lebih satu bagian, bagaimana?"
Kiu Bun-liong menggetarkan pedang pusaka-nya menusuk,
"Ssst!" sambil tertawa berkata:
"Baik!"
Kedua orang itu malah menganggap Sin-hiong adalah objek
pembagian barang jarahan, masing-masing menyerang saru jurus,
terdengar suara pedang membelah angin sangat mengerikan,
kekejaman jurusnya sulit dibayangkan.
Sin-hiong tidak tergesa-gesa, sorot matanya mencuri pandang,
melihat enam orang lainnya dari Poan-liong-pang juga bersiap-siap
menyerang, Sin-hiong menggetarkan pedangnya, di ujung pedang
mendadak keluar dua kuntum bunga perak, sambil tertawa berkata:
"Berebut siapa lebih dulu, itulah watak sebenarnya generasi kita!"
Setelah mengeluarkan jurus pertama, langsung diikuti dengan
jurus kedua, kecepatan gerakannya, membuat orang yang
melihatnya seperti masih belum berganti jurus yang pertama!
Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua menyerang saru jurus,
tidak diduga masih bisa di ungguli oleh Sin-hiong pada gerakan
kedua, sebagai ketua sebuah perkumpulan, wajahnya mereka
menjadi merah. Lim Tai-goan menggerakan tongkat bambu hijaunya membentuk
putaran angin keras, berteriak:
"Saudara Ciu, jika begini terus kita sungguh malu?"
Hati Ciu Kiu-kun pun tentu saja merasa tidak enak dia menyahut:
"Betul, mari kita coba lagi beberapa jurus, lihat hasilnya!"
Ketika berkata, kedua orang itu sudah hampir menyerang
sebanyak tujuh delapan jurus!
Kali ini, kedua orang itu menyerang dengan sekuat tenaga,
kedahsyatannya dibandingkan dengan sebelumnya, entah lebih
dahsyat beberapa kali lipat"
Ketua Poan-liong-pang Ciu Kiu-kun pernah bertarung dengan Sinhiong,
sedangkan Lim Tai-goan belum pernah, tapi di dalam hati dia
sangat jelas bagaimana kepandaian Sin-hiong, walaupun kedua
orang itu berteriak-teriak, tapi mereka sedikit pun tidak berani
lengah. Di antara enam orang Poan-liong-pang, hampir semuanya sudah
pernah dikalahkan oleh Sin-hiong, saat menyaksikan Ciu Kiu-kun
dan Lim Tai-goan berdua juga tidak bisa mengalahkannya, keenam
orang itu diam-diam maju bergabung!
Dalam sekejap, hawa pedang menerjang langit, angin serangan
beratnya seperti gunung, delapan orang itu mengeroyok Sin-hiong
seorang, walaupun ilmu silat Sin-hiong sangat hebat, terpaksa dia
mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghadapi mereka.
Sambil bertarung diam-diam Sin-hiong berpikir:
'Jika bertarung seperti ini, entah sampai kapan baru bisa selesai'
dia mengerutkan alis, pedangnya mengeluarkan jurus yang dahsyat
menyerang Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan. Dia sudah mengambil
keputusan, menangkap penjahat tangkap dulu rajanya, maka begitu
jurus dahsyatnya keluar, ternyata menunjukan hasilnya.
Karena rasa gentar enam pesilat tinggi dari Poan-liong-pang
terhadap Sin-hiong masih belum hilang, Sin-hiong menggunakan
kesempatan sekecil ini, sebisanya menyerang tujuh delapan tusukan
pedang pada Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua!
Ilmu pedang Sin-hiong sangat hebat, sejurus demi sejurus
dikeluarkan dengan sangat cepat, walaupun Qiu Kiu-kun dan Lim
Tai-goan pesilat tinggi yang jarang ada tandingannya, mereka tidak
bisa mengembangkan permainannya, ujung pedang Sin-hiong
terlalu cepat, kecepatan dan kedahsyatannya sudah sampai tingkat
susah diukur! Seng-si-poan Kang-ceng dan kawan-kawannya melihat keadaan
itu, wajahnya jadi berubah, buru-buru ke enam orang itu
menyerang, maka Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan terlepas dari
bahaya, walau demikian, wajah Qiu Kiu-kun dan Lim Tai-goan sudah
terlihat gentar dan berubah warnanya.
Setelah mundur ke dua orang itu, setelah lalu maju kembali,
masing-masing mengerahkan seluruh kemampuannya, bersama
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sama dengan enam orang anak buahnya menyerang Sin-hiong,
tampaknya, malam ini jika mereka tidak membunuh Sin-hiong tidak
akan berhenti. Sembilan orang di lapangan semakin bertarung semakin seru,
semakin bertarung semakin cepat, sampai hampir membuat langit
dan bumi juga berubah warna karenanya.
Nyonya tua dan putranya berdiri di ginggir, seumur hidupnya
belum pernah dia menyaksikan pertarungan seramai ini, nafas
kedua orang ini jadi sesak, pemuda itu dengan suara gemetar
berkata: "Ibu, apakah kita harus membantu Sen-tayhiap?"
Mereka berdua sadar walau mereka maju membantu juga tidak
ada gunanya, tapi karena melihat seluruh bayangan Sin-hiong
tertutup rapat oleh bayangan pedang dan telapak tangan delapan
orang itu, maka dia mengatakan ini.
Nyonya tua itu melihat sejenak, tidak tahan sambil mengeluh
panjang berkata:
"Ah... walaupun kita ingin membantunya, juga tidak tahu
bagaimana caranya!"
Baru saja dia selesai berkata, mendadak dari kejauhan ada suara
yang pelan sekali terdengar, suara ini terdengar seperti suara
seruling, tapi setelah di teliti, sepertinya bukan seruling, suaranya
begitu pelan, tapi bisa menembus kesiuran pedang dan tongkat,
masuk ke dalam telinga semua orang, kehebatan tenaga dalam
orang ini, sudah bisa dibayangkan.
Ciu Kiu-kun yang pertama mendengar, lalu Lim Tai-goan juga
mendengarnya, diikuti Kang-ceng, Cauw Li-kun dan kawan-kawan
mendengarnya, setelah semua orang mendengarnya, tidak satu pun
wajahnya yang tidak berubah besar!
Nyonya tua pun ikut mendengar, tidak tahan dia berteriak:
"Ketua pulau Teratai!" kata-kata ini entah mengandung berapa
besar kekuatannya.
Lim Tai-goan menyapukan tongkat, berteriak:
"Pusaka apa pun aku sudah tidak mau lagi, selamat tinggal!"
Setelah berkata begitu, dia langsung mundur ke belakang dan
secepatnya meloncat pergi meng-hilang entah kemana!
Kiu Bun-liong Ciu Kiu-kun pun tidak mau membuang waktu,
sambil bersiul dia berkata:
"Ayo kita cepat pergi, jangan sampai bertemu dengan orang
aneh ini!"
Saat berkata, bekerja sama dengan ke enam ketua hio
menyerang saru jurus, lalu tujuh bayangan orang itu berkelebat
langsung mundur ke belakang dalam sekejap sudah menghilang
entah kemana. Sin-hiong tidak mengejar, tapi dia jadi bengong oleh kejadian di
depan matanya. Sebelumnya, ketika di dalam kuil Koan-ti yang tidak terpakai, dia
pernah menyaksikan wajah ketakutan Hek-ho Souw Cian dan Cappohtui-hun ketika membicarakan ketua pulau Teratai ini, dan masih
ada lagi perkataan Sai Hoa-to Ong Leng di dalam penginapan itu,
saat ini dia melihat lagi keadaan seperti ini, dia sadar kata-kata
mereka tidak berbohong, ketinggian ilmu silat ketua pulau Teratai
ini, sudah sampai tingkat yang menakutkan orang!
Saat ini, suara aneh itu sudah semakin keras, tapi tidak lama
mendadak berhenti, terdengar seseorang berkata dingin:
"Hey! Siapa disiru?"
Nyonya tua itu merapihkan baju, dengan hormat sekali
menjawab: "Aku Te Gouw-nio, istri mendiang Tiong Hong-kun, dan ini
putraku Tiong Yang-hoa, tidak tahu ketua pulau datang berkunjung,
mohon seribu maaf."
Sin-hiong berdiri di samping, diam-diam mengerutkan alis,
hatinya berpikir:
'Siapa sebenarnya ketua pulau Teratai ini, ada sebagian orang
hanya mendengar nama besar nya saja sudah ketakutan dan cepatcepat
menghindar, seperti Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan pesilat
tinggi ini, hanya mendengar suaranya saja, belum melihat orangnya,
sudah ketakutan pergi meninggalkan tempat, sekarang Te Gouw-nio
berkata begitu hormat, aku malah ingin mengenal dia, melihat
apakah dia ini seorang yang berkepala tiga berlengan enam"'
Ketika sedang berpikir, baru saja mau memperkenalkan
namanya, di sudut matanya terlihat nyonya tua yang bernama Te
Gouw-nio itu sedang memberi isyarat mata, terpaksa dia menahan
diri, cepat-cepat menelan kembali kata-kata yang akan keluar dari
mulutnya. Setelah Ketua pulau Teratai mendengar ini kembali berkata:
"Apakah kalian telah melihat anakku Lan-ji?"
Te Gouw-nio tersentak sejenak, dengan suara gemetar berkata:
"Yang anda maksud Ang-ie-li-hiap (Pendekar wanita Baju
Merah)" Kami belum melihatnya!"
Sin-hiong sedikit terkejut, dalam hatinya berkata, 'bukankah nona
Baju Merah itu sudah kembali ke pulau Teratai"
Sin-hiong jadi sangat gelisah, sebab Cui-giok ada di tangan nona
Baju Merah itu, jika dia sendiri juga tidak tahu dia dimana,
bagaimana dengan keselamatan Cui-giok" Bukankah itu membuat
orang jadi khawatir.
Setelah ketua pulau Teratai berkata, hanya terdengar suara aneh
yang pelan lalu menjauh, walau dikatakan 'pelan' tapi dalam sekejap
sudah sejauh sepuluh tombak lebih!
Sejak turun gunung belum pernah Sin-hiong bertemu lawan yang
sepadan, sekarang setelah bertemu dengan ketua pulau Teratai
yang namanya menaklukan dunia, melihat kejadian yang barusan
terjadi, dia merasa kata-kata Sai Hoa-to Ong Leng di penginapan
sedikit pun tidak berlebihan.
Dia terbengong sejenak, mendadak Te Gouw-nio bersuara "Iiih!"
dan terkejut berkata:
"Nona Lim, ayahmu baru saja mencari kau!"
Sin-hiong membalikan rubuh, terlihat seorang nona berbaju
merah yang dulu dia lihat, dari kejauhan sedang datang
menghampiri. Kali ini nona berbaju merah datang seorang diri, setelah dia
mendekat, mengedipkan matanya pada Sin-hiong dan berkata:
"Pelan sedikit, ayah ku sangat pintar!"
Wajahnya ketika berkata terlihat sangat nakal, setelah berkata
dia mengangkat angkat bahunya, menjulurkan tangannya pada Sinhiong
dan berkata: "Berikan!"
"Berikan...apa?" tanya Sin-hiong tertegun.
Nona berbaju merah tertawa dan berkata:
"Kau bisa membohongi orang lain, tapi tidak bisa membohongi
aku, mana Ho-siu-oh yang berusia ribuan tahun itu?"
Sin-hiong tergetar, katanya:
"Barang itu untuk menyelamatkan orang, untuk apa nona
menginginkan barang itu?"
"Penyakit nona Sun masih belum sembuh, barang yang berhasil
kau dapatkan, jika bukan untuk dia untuk siapa lagi?"
Mendengar dia menyebut Sun Cui-giok, otaknya terpikir
bayangan Ho Koan-beng, tidak tahan dia menghela nafas panjang,
sorot matanya pindah pada nona berbaju merah itu dan berkata:
"Jauh-jauh aku datang kesini, tadinya ingin menggunakan Hosiuoh ini menyelamatkan nyawa-nya ketua perumahan Tiong, tidak
terduga terlambat satu langkah!"
Berkata sampai disini dia berhenti sejenak, lanjutnya:
"Tapi, ketika aku mendapatkan Ho-siu-oh ini, juga bertemu
dengan seseorang, apakah nona tahu siapa orangnya?"
Selama hidupnya nona berbaju merah sudah biasa dimanja,
melihat Sin-hiong bicaranya tidak terus terang, dia sudah tidak
sabaran lagi, lalu berkata:
"Kau seorang laki-laki sejati, tapi bicaranya berbelit-belit,
sungguh membuat orang jadi kesal!"
Sin-hiong memotong:
"Orang ini ada hubungan erat dengan nona Sun, walau kau
berniat baik pada nona Sun, tapi mungkin orang lain tidak mau
menerimanya."
Nona berbaju merah mengerutkan alis sambil tertawa dingin
berkata: "Siapa orangnya tidak terima?" Sin-hiong menghela nafas:
"Kukatakan juga nona tidak tahu, lebih baik kau sendiri saja
tanyakan pada nona Sun." Habis bicara, pelan-pelan berjalan
mendekati Te Gouw-nio dua langkah, Te Gouw-nio menarik pemuda
di sisinya berjalan mendekati, ibu dan anak ini tidak berkata sepatah
kata pun, langsung bersujud pada Sin-hiong.
Sin-hiong terkejut sekali dan bertanya:
"Orang tua, kalian ini mau apa?"
Te Gouw-nio tidak mempedulikan, berkata:
"Walaupun aku kehilangan seorang anak, tapi itu tidak masalah."
Sin-hiong buru-buru maju mau mengangkat mereka berdiri, tapi
Te Gouw-nio bersikukuh tidak mau berdiri, nona berbaju merah itu
tertawa dan berkata:
"Nenek, walau kau ada masalah apa pun, tidak pantas kau
bersujud pada marga Sen ini?"
Dengan suara gemetar Te Gouw-nio berkata:
"Nona Lim, saat ini walau keluargaku sudah hancur lebur, tapi
budi besar Sen-tayhiap pada kami, seumur hidup kami tidak bisa
melupakanriya...."
Sin-hiong melihat dia bersikukuh mau ber-sujud, dia tidak bisa
berbuat apa-apa, terpaksa dia ikut bersujud dan segera berkata:
"Orang tua, sungguh membuat aku jadi berdosa, ayo cepat
bangun, jika tidak, satu-satunya jalan terpaksa aku pergi dari sini!"
Te Gouw-nio membelalakan sepasang mata-nya, sambil sedikit
marah berkata: "Kau belum mendengar sepatah kataku, mana boleh pergi begitu
saja?" Sekarang di tanah ada tiga orang bersujud, hanya nona berbaju
merah itu seorang diri berdiri di sana, dia dengan wajah sedikit
canggung dia berteriak:
"Nenek, kalian semua bersujud, aku pun tidak bisa berdiri terus,
baik, baik, baik, aku juga ikut bersujud saja."
Harus tahu tabiat nona berbaju merah itu walau amat sombong,
tapi terhadap aturan hubungan orang tua dengan anak kecil sangat
dijunjungnya, setelah berkata, tubuhnya sudah membungkuk.
Te Gouw-nio jadi sangat terkejut dan teriak:
"Ini bagaimana boleh!"
Setelah berkata, dia memburu ke depan sambil mengeluh
berkata: "Nona Lim, kenapa kau juga begini?"
"Jika ingin aku tidak berbuat begini, boleh, nenek cepat suruh
saudara Tiong berdiri."
Dia benar benar pandai mengambil kesem-patan, jika Te Gouwnio
saat ini menuruti menyuruh anaknya berdiri, bukankah tinggal
Sin-hiong seorang diri yang bersujud di sana" Kelihatannya, dia
sengaja berbuat supaya Sin-hiong malu.
Sin-hiong berhati jujur, tentu saja tidak tahu apa isi hati nona
berbaju merah ini, tapi melihat Te Gouw-nio bangun maju memburu
ke depan, dia dengan reflek mengangkat Tiong Yang-hoa berdiri
dan berkata: "Saudara Tiong, ada masalah apa kita bisa bicarakan dengan
baik-baik, buat apa berbuat begini?"
Te Gouw-nio melihat, tidak tahan dengan berat berkata:
"Hay! Kalian berdua memperlakukan keluarga ku seperti ini, aku
bisa berkata apa lagi, hari ini ada kesempatan yang sulit didapat,
bagaimana kalau kalian berdua kerumahku untuk berbincangbincang
sejenak?" Nona berbaju merah sambil tertawa berkata:
"Jika aku tidak ada halangan lain, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun
itu tidak akan jatuh ke tangan orang lain, dengan kata lain, aku juga
tidak akan datang kemari, nenek, menurutmu betul tidak?"
Entah apa maksud dia mengatakan ini, tapi setelah
mengatakannya, Te Gouw-nio segera men-jawab:
"Tentu saja!"
Nona berbaju merah dengan bangga tertawa dan berkata:
"Nenek, kau yang paling mengerti orang-orang kami dari pulau
Teratai, dengan memandang wajah-mu, kita boleh berbincangbincang."
Ketika dia berkata, dengan enteng memandang Sin-hiong, Te
Gouw-nio mengerti orang macam apa dia, 'mendengar suara senar
sudah tahu maksudnya', tidak tahan dalam hatinya berkata:
'Kelihatan nona Lim seperti sengaja mau mempersulit Sentayhiap,
apakah diantara mereka ada sesuatu perselisihan?"
Saat ini Sin-hiong sudah sedikit mengerti apa tujuannya, sambil
tertawa berkata:
"Nenek tidak perlu pusing, anda temani saja nona ini berbincangbincang,
aku nanti menyusul, juga sama saja?"
Sekarang Sin-hiong sudah tahu nona berbaju merah itu sengaja
mempermalukan dia, hatinya berpikir, 'ada bapak pasti ada
anaknya, buat apa aku peduli padanya?"
Tapi dengan ini, jadi membuat sulit Te Gouw-nio, yang ingin
diajak bicara sebenarnya adalah Sin-hiong, tapi justru nona berbaju
merah tidak membiar-kan dia bersama dengan Sin-hiong, dalam hati
dia sebenar-nya tidak rela, tapi karena segan oleh nama besarnya
pulau Teratai, walau ditambah seribu kali lagi tidak rela, juga tidak
bisa mulutnya berkata.
Nona berbaju merah tertawa dingin:
"Kau ada urusan datang kesini, tentu saja ada yang mau
dibicarakan, kau pura-pura terbuka, tidak aneh di dunia persilatan
bisa mendapatkan julukan kosong?"
Semakin didengar semakin tajam perkata-annya, Te Gouw-nio
jadi gelisah, dia khawatir Sin-hiong tidak bisa menahan diri, jika
kedua orang itu bertengkar, dia tidak tahu harus bagaimana, saat
itu cepat cepat dia berkata:
"Kalian berdua adalah tamuku, jika nona bisa memandang
wajahku, izinkan kita berbicara bertiga saja, masalah ini sebenarnya
menyangkut keselamatan seluruh dunia persilatan!"
Nona berbaju merah jadi tertegun dan berkata:
"Masalah apa, sampai begitu pentingnya?"
Te Gouw-nio melihat dia sekali dengan pelan berkata:
"Nona tentu tahu kelakuannya Hong-kun, ketua Poan-liong-pang
Ciu Kiu-kun tidak mau melepas dia, karena ada dua masalah besar."
Tadinya dia mau mengundang kedua orang itu masuk dulu ke
dalam rumah baru pelan-pelan mencerita kannya, sekarang karena
didesak oleh keadaan, maka dia terpaksa menceritakannya terlebih
dulu. Sin-hiong pun jadi tegang mendengarnya, dia mengulang katakata
itu: "Dua masalah besar?"
Te Gouw-nio menganggukan kepala dan berkata lagi:
"Seratus tahun lalu, di dunia persilatan muncul dua orang aneh
yang berilmu tinggi, yang satu lurus, yang satu sesat, kemudian
kedua orang itu berturut-turut meninggal dunia, tapi sebelum
mereka mati, telah menulis di atas dua buah buku, ilmu silat hasil
penyelidikan seumur hidup mereka."
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin-hiong hatinya tergerak dan bertanya:
"Apakah Hian-liong-pit-to (Buku rahasia menaklukkan naga)?"
Te Gouw-nio keheranan, melihat Sin-hiong dan berkata:
"Benar, dan yang satunya lagi adalah Hu-houw-pit-to (Buku
rahasia menaklukkan harimau), yang Sen-tayhiap katakan itu adalah
tulisan yang dibuat oleh In-liong-kiam-khek (Pendekar pedang naga
di awan) Kongsun Seng dari aliran lurus, yang satunya lagi ditulis
oleh Im-san-hong-khek (Orang gila dari gunung dingin) Suto Bu-ku,
jadi dua tulisan ini yang satu aliran lurus, yang satu lagi aliran
sesat. yang membuat orang merasa aneh adalah kabarnya kedua
tulisan ini akhir-akhir ini telah muncul di dunia persilatan!"
Nona berbaju merah bersuara "Mmm!" pelan dan menyela
berkata: "Apakah ini salah satu masalah besar yang dikatakan nenek
tadi?" Sin-hiong mendengar beritanya diam-diam terkejut, di dalam hati
berpikir: 'Rupanya Ho Koan-beng sudah mendapatkan buku rahasia Hiangliongpit-to, tidak aneh kelakuan dia amat sombong, tampaknya
ketika di dalam kuil terlantar itu, dia masih belum berhasil
melatihnya, makanya sampai meminta tolong padanya untuk
menahan Hek-ho Souw Cian dan Cap-poh-tui-hun"
Berpikir sampai disini, dia bertanya:
"Untuk Hiang-liong-pit-to aku sudah tahu ada dimana, tapi entah
di tangan siapa Hu-houw-pit-to?"
Wajah Te Gouw-nio sedikit berubah, bertanya:
"Hiang-liong-pit-to jatuh ke tangan siapa?"
Dengan nada dalam Sin-hiong berkata:
"Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng dari perguruan Hoa-san!"
Warna wajah nona berbaju merah jadi berubah dan berkata:
"Nama orang ini sepertinya pernah kudengar."
Sin-hiong teringat kejadian sebelumnya, tanpa terasa berkata:
"Orang ini di lima provinsi utara ada sedikit nama, tapi jika di
dunia persilatan tidak seberapa!"
Melihat Sin-hiong menjawab dengan kesal nona berbaju merah
berkata: "Aku tidak tanya padamu, siapa yang mau kau menjawabnya?"
Melihat nona berbaju merah masih menganggap musuh pada
Sin-hiong, Te Gouw-nio jadi ingin mendamaikan, lalu berkata:
"Jangan bertengkar dulu, apakah kalian mau tahu dimana
keberadaan Hu-houw-pit-to itu?"
Kata-kata ini benar saja manjur, mata nona berbaju merah
menyapu dan berkata:
"Coba nenek katakan, buku ini sekarang ada di tangan siapa?"
Te Gouw-nio menghela nafas dan berkata:
"Buku inilah yang menyebabkan keluargaku hancur lebur,
padahal sebenarnya mereka itu salah!"
Sin-hiong dan nona berbaju merah tergetar karenanya dan
bersama-sama berkata:
"Kejadiannya bagaimana?"
Te Gouw-nio melihat-lihat cuaca, melihat waktu sudah tidak pagi
lagi, cepat-cepat menyuruh anaknya yang ada disisi untuk
menyiapkan makanan menjamu tamu, dia sendiri dengan emosi
berkata lagi: "Ketika suamiku masih hidup, pernah melihat buku ini satu kali,
tapi orang lain menuduh buku ini ada di tangannya, sehingga Poanliongpang mengerah kan seluruh kekuatannya datang ingin
merebutnya, dan akhirnya sampai tewas, ini sungguh sangat tidak
menyesalkan?"
Berkata sampai disini, wajahnya sekelebat tampak warna
kesedihan, jelas hati yang pilu belum tampak seluruhnya.
Sifat nona berbaju merah sangat tergesa-gesa, dia mendesak:
"Nenek, sebenarnya buku itu jatuh ketangan siapa?"
Te Gouw-nio menggeleng-gelengkan kepala:
"Mendiang suamiku hanya pernah menyebut sekali masalah ini,
mengenai jatuh ke tangan siapa, aku sendiri sedikit pun tidak tahu!"
Sin-hiong menengadah melihat cuaca langit, terpikir Sai Hoa-to
Ong Leng dan Tiong Hong-kun kedua orang. ini karena buku itu,
keluarganya jadi hancur, sungguh sangat sial, saat itu dia menyela:
"Inilah satu masalah besar, tapi tidak tahu masalah besar yang
satu lagi?"
Te Gouw-nio melihat pada Sin-hiong sekali dan berkata:
"Itulah Ho-siu-oh berusia ribuan tahun yang berada ditangan
Sen-tayhiap, tadi Sen-tayhiap berkata tidak tanggung-tanggung dari
jauh datang ke sini, itu demi menggunakan pusaka ini untuk
mengobati sakit almarhum suamiku, aku malah ada satu
permintaan, entah Sen-tayhiap bisa mengabulkan tidak?"
Sin-hiong tergerak dan berkata:
"Lo-cianpwee ada permintaan apa, silahkan katakan saja!"
Dengan perasaan sangat berterima kasih te Gouw-nio melihat
Sin-hiong dan berkata:
"Tadi nona Lim berkata, dia ada seorang teman yang
memerlukan pusaka ini, menurut pendapatku, penyakit biasa tidak
akan memerlukan benda pusaka ini, tolong Sen-tayhiap pandang
mukaku, dengan bagian yang akan diberikan pada almarhum
suamiku, sebaiknya diberikan pada teman nona Lim, bagai-mana?"
Sin-hiong mendengar kata-kata ini, hatinya jadi bergejolak,
dalam hati berkata:
'Tidak heran orang-orang dunia persilatan memuji Tiong Hongkun,
melihat kelakuan Te Gouw-nio sekarang, sudah pasti kabar itu
tidaklah bohong."
Ketika sedang berpikir, baru saja dia akan menyanggupinya,
mendadak terdengar nona berbaju merah itu tertawa dingin dan
berkata: "Nenek, kau salah, sebenarnya teman itu adalah teman dia,
sedikit pun tidak ada hubungannya denganku, aku hanya melihat
dia sangat kasihan, baru membantu dia mencari tempat untuk
melindunginya."
Te Gouw-nio tertegun, dia tidak tahu mereka ini sedang bermain
apa, melihat kesini dan melihat kesana, terlihat Sin-hiong juga
tersenyum dan berkata:
"Sebenarnya nona Lim salah, aku hanya bisa mengatakan waktu
kecil aku kenal nona Sun, calon suami dia adalah Ho Koan-beng
murid dari perguruan Hoa-san yang baru-baru ini mendapatkan
buku rahasia Hiang-liong, aku Sen Sin-hiong membantu nona Sun,
hanya bisa disebut untuk membalas budinya."
Begitu kata-kata ini keluar, wajah wanita baju merah dan Te
Gouw-nio tampak warna aneh.
Wajah nona berbaju merah tampak menjadi merah, entah apa
sebabnya, saat ini dia sangat senang mendengar Cui-giok masih
mempunyai seorang calon suami, mengenai apa yang dikatakan Sinhiong
selanjutnya, dia sedikit pun tidak mendengarnya.
Berbeda dengan pikirannya Te Gouw-nio, dalam harinya berpikir:
'Dengan ilmu silatnya Sin-hiong, sampai tiga tetua Siauw-lim,
Ang-hoa-kui-bo dan Sian-souw-ngo-goat juga bukan lawannya, budi
apa lagi yang harus dia balas"'
Sesaat, ketiga orang itu jadi membisu.
Malam sudah larut, angin dingin bertiup, bulan sabit pelan-pelan
jatuh ke barat, kelihatannya waktu sudah lewat jam tiga, sudah
hampir pagi. Sin-hiong pelan-pelan mengeluarkan kotak kecil itu dan berkata:
"Benda ini tadinya memang bukan milikku, silahkan nona Lim
menerimanya!"
Te Gouw-nio tadi mengatakan, hanya minta sebagian saja, tapi
dia malah memberikan seluruh Ho-siu-oh itu, sudah ada banyak
orang demi benda langka ini mengorbankan nyawanya, tapi dia
sedikit pun tidak sayang, kejadian ini jika dilihat oleh orang,
bagaimana tidak membuat orang jadi terharu"
Nona berbaju merah dan Te Gouw-nio saling pandang, tapi tidak
seorang pun mengulurkan tangan menerimanya.
Sin-hiong melihat kedua orang itu berdiri di sana tidak bergerak,
dia berkata lagi:
"Nona Lim, apa aku salah berkata?"
Tadinya nona berbaju merah merasa kesal dan iri terhadap Sinhiong,
sekarang menyaksikan penampilan dia seperti seorang
jenderal besar yang pandangannya terbuka, di dalam hati malah
merasa senang dan sayang, mata besarnya sekali berputar dan
berkata: "Sen-tayhiap salah mengerti, aku tidak bermaksud seperti itu."
Saat dia bicara, suaranya tampak lembut sekali, malah menyebut
Sin-hiong sebagai Sen-tayhiap, kelakuan yang mendadak berubah
ini, tidak saja membuat Te Gouw-nio terkejut, Sin-hiong sendiri pun
merasa tidak menduganya.
Setelah bengong sesaat Sin-hiong bertanya:
"Kalau begitu, apakah nona Lim masih ada masalah apa lagi?"
Wajah nona berbaju merah menjadi merah:
"Maaf, sebenarnya penyakit nona Sun sudah jauh lebih baik, tapi
tenaganya masih belum pulih, jadi hanya perlu sedikit Ho-siu-oh
berusia ribuan tahun, tidak perlu sebanyak ini?"
Melihat kedua orang itu semakin bicara semakin ramah, di dalam
hati Te Gouw-nio berkata:
'Beginilah anak muda, bicara baik ya baik, sekali bicara buruk
langsung buruk, mereka pasti tadinya hanya emosi saja, mmm
mmm sekarang sudah baikan seperti sediakala lagi!'
Tangan Sin-hiong sudah menyodorkan Ho-siu-oh, sekarang tidak
bisa tidak dengan canggung ditarik kembali, sepasang matanya
bengong memandang nona berbaju merah, Sesaat tidak tahu harus
berkata apa"
Nona berbaju merah biasa bersifat sombong, tapi hari ini terasa
lain, hal ini terjadi mungkin rianya pada Sin-hiong saja, sebab
walaupun ayahnya ada dilapangan sekali pun, tetap saja harus
mengalah sedikit pada dia.
Kedua orang itu saling pandang, akhirnya Sin-hiong sedikit malumalu,
membalikan kepala menoleh pada Te Gouw-nio dan berkata:
"Aku masih ada urusan, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun ini,
tolong kalian saja yang mengurus-nya."
Setelah berkata, dia melemparkan kotak Ho-siu-oh itu pada Te
Gouw-nio, lalu naik keatas kuda dan memacunya pergi.
Te Gouw-nio dan nona berbaju merah melihat, hampir
bersamaan berteriak:
"Sen-tayhiap......"
Sin-hiong mendengar dan membalikkan tubuh tanyanya:
"Anda berdua masih ada perlu apa lagi?"
Te Gouw-nio melihat pada nona berbaju merah, maksudnya
supaya dia bicara lebih dulu, siapa tahu nona berbaju merah tadinya
juga tidak ada yang mau dikatakan, hanya dia melihat Sin-hiong
mau pergi, mendadak merasa seperti kehilangan sesuatu saja, jadi
berteriak. Saat Te Gouw-nio memandang dia, wajahnya jadi merah,
untungnya dia mendadak mendapat akal, buru-buru menutupi
malunya dengan berkata:
"Ayahku tadi mencari aku, akupun sudah harus pergi, tapi
masalah nona Sun itu, harus Sen-tayhiap yang mengurusinya baru
baik." Kali ini dia menutupinya dengan tanpa celah, Sin-hiong tidak
mengira, betul saja dia berkata:
"Jika demikian, tolong nona beritahukan padaku, dimana nona
Song sekarang berada?"
Nona berbaju merah mengedipkan mata dan berkata:
"Tempat itu sulit dicarinya, lebih baik aku saja membawa kau
kesana!" Te Gouw-nio melihat mereka berdua bersama-sama mau pergi,
sadar tidak ada gunanya meng-undang mereka tinggal, maka dia
buru-buru berkata:
"Apa" Jadi kalian sudah mau pergi. Ho-siu-oh berusia ribuan
tahun ini ada di tanganku, mungkin akan menimbulkan mala petaka
padaku, lebih baik Sen-tayhiap saja yang membawanya......"
Setelah berkata, dia melempar kembali pada Sin-hiong.
Sin-hiong menerimanya, setelah dipikir-pikir, dia sadar omongan
Te Gouw-nio tidak salah, saat itu berkata:
"Lo-cianpwee melakukan ini, aku juga tidak sungkan lagi, tapi Locianpwee
tenang saja, setelah aku menyelesaikan masalahnya nona
Sun, aku akan pergi ke Poan-liong-pang untuk mengambil kembali
orang yang ditahannya."
Yang dia maksud adalah putra Te Gouw-nio, dengan sangat
berterima kasih Te Gouw-nio berkata:
"Sen-tayhiap, aku percaya padamu!"
Sin-hiong menganggukan kepala, menunggu nona berbaju merah
sudah dekat, dia pun turun dari kuda dan berkata:
"Nona Lim, berapa jauh nona Sun dari sini?"
Nona berbaju merah tertawa:
"Mungkin jauhnya puluhan li, mengambil kesempatan sebelum
hari terang, kita masih bisa menenpuh jalan sebagian, kulihat begini
saja, aku jalan di depan, kau ikuti di belakang sambil menunggang
kuda." Setelah berkata, tidak menunggu Sin-hiong setuju atau tidak,
sekali menghentakan kaki, orangnya sudah terbang ke depan,
dalam sekejap sudah pergi sepuluh li lebih, gerakannya sangat
cepat sekali. Sin-hiong tahu, dia ingin memamerkan ilmu silat dihadapannya,
hatinya merasa lucu, tapi tidak menghalangi dia, sepasang kaki
segera menjepit perut kuda, cepat-cepat mengikutinya.
Ilmu silat nona berbaju merah itu diajarkan sendiri oleh ketua
pulau Teratai, larinya sangat cepat, dari belakang Sin-hiong
menyaksikannya, tidak tahan diam-diam memujinya:
'Tidak heran orang-orang begitu takutnya pada ketua pulau
Teratai, ilmu silat putrinya saja sudah sehebat ini, bagaimana
dengan dia sendiri sudah bisa dibayangkan."
Saat itu dia tidak berani berlambat-lambat, dengan cepat
mengikuti nona berbaju merah itu dari belakang, dia selalu
mengambil jarak kurang lebih sepuluh tombak, tidak lama
kemudian, kedua orang itu sudah lari dua puluh li lebih.
Berlari lagi sesaat, tidak terasa mereka sudah melakukan
perjalanan hampir tiga puluh li lebih, di kaki langit timur sudah
nampak memutih, ketika berlari mendadak melihat nona berbaju
merah menghentikan langkahnya dan terkejut:
"Celaka, mungkin telah terjadi sesuatu!"
Sekejap Sin-hiong sudah berada disisinya dan tanyanya:
"Nona Lim menemukan apa?"
Nona berbaju merah menunjuk satu pohon besar di sisi jalan dan
berkata: "Apakah Sen-tayhiap melihat tanda disana?"
Sin-hiong melihat ke arah yang ditunjuknya, terlihat diatas
sebuah ranting besar, samar-samar ada bekas cakaran yang dalam
sekali, setelah diteliti lagi, baru terlihat itu seperti gambar sebesar
daun, saat itu berkata:
"Ini adalah sebuah daun pohon, tapi batangnya sangat panjang,
dan di kedua ujung daun juga sangat besar sekali, tidak tahu tanda
siapa itu?"
Warna wajah nona berbaju merah berubah sangat serius, setelah
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpikir sesaat baru berkata:
"Mmm, pasti dia!"
Sin-hiong melihat nona berbaju merah begitu, maka tahu
masalahnya tidak mudah, tidak tahan menghela nafas panjang dan
tanya: "Nona Lim, siapa dia itu?"
Melihat jati diri dan ilmu silat nona berbaju merah sampai bisa
bengong setelah melihat daun pohon aneh ini, berarti orang yang
ditanyakan itu pasti orang yang luar biasa.
Pelan-pelan Nona berbaju membalikkan tubuhnya dan berkata:
"Aku ingat ayahku pernah berkata, dulu dia pernah mempunyai
seorang lawan yang seperti ini, orang ini namanya Tonghong Ki,
dari gunung Ngo-ki di pulau Giok-sik, menyebut dirinya Ngo-kithiancun (Datuk lima keahlian), waktu itu dia bertarung dengan
ayahku selama lima hari lima malam, ayahku hanya bisa menang
setengah jurus saja, orang ini kali ini muncul kembali, mungkin
bertujuan pada kami?"
Mendengar ini hati Sin-hiong sampai tergetar, pikirnya, orang
seperti ketua pulau Teratai pun tidak diduga bisa ada musuh yang
mencarinya, kelihatannya masalah di dunia persilatan, sungguh
penuh dengan perubahan yang besar, di kemudian hari, dia tidak
boleh bertindak seenak sendiri.
Sebenarnya, itu hanya pikirannya, walaupun dia lebih teliti lagi,
masalah yang ingin dia hindarkan pun tidak akan bisa terhindarkan.
Setelah nona berbaju merah mengatakan hal ini, dia lalu berjalan
kembali ke depan.
Kali ini kedua orang itu jalannya dengan pelan sekali, berjalan
tidak sampai satu li, hari sudah terang benderang, baru saja Sinhiong
mau menanyakan jauhnya, mendadak nona berbaju merah itu
berhenti kembali dan berkata:
"Cepat, nona Sun benar-benar mengalami masalah!"
Setelah berkata, tanpa mengajak Sin-hiong lagi dia sudah
melesat ke depan.
Saat ini matahari sudah terbit, baju merahnya terlihat sangat
mencolok mata, bayangan merah berkelebatan diatas jalan raya,
dalam sekejap mata sudah menghilang di dalam hutan di kejauhan
itu. Sin-hiong tidak tahu sebenarnya sudah timbul masalah apa, juga
tidak keburu menanyakan, dia pun segera mengikutinya.
Tiba di depan hutan itu, terlihat nona berbaju merah sedang
loncat turun dari satu pohon yang sangat besar, wajahnya bengong,
di tangannya memegang sehelai surat.
Sin-hiong hanya melihat dia seorang diri turun dari atas pohon,
tidak melihat Cui-giok di sana, hatinya jadi sedikit tergetar dia
berteriak: "Apa benar telah terjadi masalah pada nona Sun?"
Nona berbaju merah menganggukan kepala, lalu memberikan
surat di tangannya, Sin-hiong menerimanya dan melihat, diatasnya
tertulis: "Sementara kupinjam dulu putri kesayangan-mu, sampai jumpa
lagi di gunung Ngo-ki."
Di bawahnya tertera jelas gambar pohon berdaun aneh yang
kemarin dilihat itu, di dalam daun digambar lima Budha yang
berbeda-beda, bentuknya ada yang tinggi ada yang pendek, tapi
semuanya tidak enak dipandang.
Melihat ini, Sin-hiong tidak tahan dengan nada dalam bertanya:
"Nona Lim, apakah nona Sun sudah dibawa pergi oleh Ngo-kithiancun?" Nona berbaju merah menganggukan kepala:
"Benar, dia salah mengerti, mengira Cici Cui-giok adalah aku,
henmm... biar kita menghadapi dia memangnya kita takut?"
Sifatnya sombong, walaupun dia mendadak mendapatkan
masalah besar, tetap saja tidak bisa menghilangkan
kesombongannya itu, tapi berbeda dengan Sin-hiong, dia berpikir
sejenak, di dalam hati berpikir sungguh sial nasibnya Cui-giok,
bagaimana pun aku harus berusaha menolongnya!
Walaupun dia tidak pernah tahu bagaimana orangnya Ngo-kithiancun ini, tapi dia berambisi untuk bertarung dengannya.
Nona berbaju merah melihat Sin-hiong, bertanya:
"Kau ikut tidak?"
Sin-hiong menganggukan kepala: "Tentu saja ikut, tapi......"
Tadinya dia ingin berkata 'tapi aku masih banyak urusan yang
harus diselesaikan', tapi setelah dipikir lagi apa gunanya kata-kata
ini dikatakan pada nona berbaju merah ini" Makanya sampai di
tengah jalan kata-katanya ditelannya kembali.
Nona berbaju merah melihat dia berkata setengah setengah, di
dalam hati sangat tidak senang, dengan marah dia berkata:
"Kau orangnya aneh sekali, melakukan apa saja selalu menolak
dengan berbagai alasan?"
Diam-diam Sin-hiong menghela nafas, katanya:
"Nona Lim, aku memang ada kesulitan, tapi tidak tahu ini tempat
apa?" Nona berbaju merah merasa marah, kedua pipinya jadi
mengembung, di dalam hati berkata:
'Sudah sekian lama, buat apa kau tanyakan ini tempat apa"' Tapi
dia tetap berkata:
"Tempat ini tidak jauh dari Po-cia-tian, dari sini berjalan ke
selatan, setelah tiga hari akan sampai di perbatasan Ho-ti!"
Hati Sin-hiong sedikit tergerak katanya:
"Baguslah kalau begitu, nanti setelah aku membereskan
urusanku di Bu-tong-san, baru kita bersama pergi ke pulau Giok-sik,
bagaimana?"
Semakin mendengar Nona berbaju merah semakin heran, di
dalam hati berpikir:
'Masalah di depan mata saja belum selesai, kau sudah mau pergi
ke gunung Bu-tong mencari masalah!'
Ternyata dia sudah tahu Sin-hiong pernah pergi ke Siauw-lim-si,
makanya sekali menduga langsung tepat.
Di dalam hati walaupun dia tidak mau, tapi saat ini Sin-hiong
seperti mempunyai daya tarik buat dia, malah membuat wanita
yang sifatnya amat sombong ini tanpa sadar menjadi lemah, saat itu
dia bertanya: "Kau mau pergi ke gunung Bu-tong, apa aku boleh ikut?"
Sin-hiong tertegun, hal ini belum terpikirkan oleh dia, jika dia
ingin pergi ke pulau Giok-sik dengan-nya, tentu saja tidak bisa tidak
harus menghiraukan dia, setelah dipikir-pikir dia berkata:
"Aku pikir begini saja, nona beritahu aku dimana pulau Giok-sik
itu, lalu pada saatnya tiba aku pasti datang, bagaimana."
Nona berbaju merah mengangkat alis dan tertawa dingin
berkata: "Kau ingin meninggalkan aku" Tidak bisa!"
Begitu kata-kata ini keluar, dia sendiri segera merasa
perkataannya ada yang salah, wajahnya segera menjadi merah,
hatinya terasa meloncat-loncat, buru-buru menundukan kepalanya.
Sin-hiong sedang memikirkan masalah lain, tidak memperhatikan
tingkah nona berbaju merah yang aneh ini, mendengar katakatanya
mengandung emosi, tidak tahan sambil mengeluh dia
berkata: "Nona tidak tahu, kali ini aku pergi ke gunung Bu-tong, untuk
menyelesaikan masalah perguruan, aku pikir waktunya tidak akan
lama, paling tiga lima hari sudah cukup."
Nona berbaju merah berpikir-pikir, berkata:
"Itu tidak ada hebatnya, kau kerjakan masalahmu, aku pergi
bermain-main, apa tidak boleh?"
Sin-hiong melihat dia semakin berkata semakin marah, dengan
terpaksa menganggukan kepala:
"Baiklah, tapi aku ada satu syarat, mohon nona bisa
menyanggupinya?"
Melihat Sin-hiong mengizinkannya, hatinya sangat gembira:
"Syarat apa" Coba kau katakan dulu!"
Sin-hiong melihat dia sekali:
"Aku pernah pergi ke Siauw-lim-si satu kali, mungkin saat ini
orang-orang dari Bu-tong-pai sudah bersiap-siap, setelah kita tiba di
bawah gunung harus berpisah, setelah menyelesaikan masalahnya
baru mencari tempat untuk bertemu kembali, bagaimana?"
Nona berbaju merah menjawab:
"Ini tidak masalah, aku setuju!"
Sudah hampir tengah hari, kedua orang itu tidak banyak bicara
lagi, nona berbaju merah membawa kudanya, kedua orang itu
menelusuri jalan gunung berlari menuju ke Po-cia-tian!
Dua orang ini, yang satu gadis lugu, cantik dan lincah, yang
satunya lagi pemuda yang tampannya yang jarang ada
tandingannya, kedua orang ini walaupun berjalan menelusuri jalan
gunung, tapi di sepanjang jalan tetap saja menimbulkan perhatian
orang, semua membicarakan kedua remaja ini, sungguh sepasang
yang amat serasi"
Di dalam perjalanan, Sin-hiong baru tahu nama nona ini adalah
Lim Hui-lan, ayahnya ketua pulau Teratai namanya Lim Ki-kun,
kedua orang ini mula mula masih menjaga jarak, setelah lewat dua
tiga hari, mereka jadi semakin akrab saja.
Bukung di hari ketiga, kedua orang iru sudah hampir tiba di
tempat tujuan, Sin-hiong memutar kepala dan bertanya:
"Nona Lan, hari ini kita harus beristirahat satu malam!"
"Terserahmu!" kata Hui-lan dengan riang.
"Kau harus menurut padaku, jangan menimbulkan masalah!"
Sambil menutup mulutnya dengan tangan Hui-lan berkata:
"Kau ini cerewet amat, sepanjang perjalanan ini, kapan aku
menimbulkan masalah?"
Melihat penampilannya yang tertawa malu-malu, begitu memikat
sekali, tidak terasa Sin-hiong jadi bengong, di dalam hatinya
berkata, sebenarnya dia sangat nakal, di sepanjang perjalanan
bersama dirinya, benar saja sangat penurut, manusia, sungguh
aneh sekali! Saat ini kedua orang sudah semakin dekat ke mulut kota, Sinhiong
memperhatikan dan berkata:
"Nona Lan, bagaimana kalau kita mencari penginapan yang
sedikit sepi?"
"Kenapa begitu?" tanya Hui-lan heran
Sin-hiong sengaja dengan misterius berkata: "Masa kau tidak
tahu, aku khawatir orang mengenali kita, hingga begitu saatnya
tiba, bisa menimbulkan kerepotan."
Bola mata Hui-lan berputar dua kali: "Kalau memang begitu, kau
harus ikut aku!"
Setelah berkata, dia menarik tali kudanya, masuk kota bukan dari
jalan besar, tapi belok dua belokan masuk ke satu jalan besar,
walau jalanan tetap ramai, tapi disini sangat tenang.
Kedua orang itu tiba di depan satu penginap-an, belum turun dari
atas kuda, di dalam penginapan sudah ada orang berteriak:
"Bagaimana mungkin, seluruh dunia persilatan bukankah sudah
habis!" Sin-hiong tertegun, seorang pelayan sudah keluar
menyambutnya, sambil tertawa berkata:
"Anda berdua datang untuk menginap?"
Sin-hiong menganggukan kepala:
"Tolong sediakan kami dua kamar yang tenang."
Setelah berkata, dia meloncat turun dari atas kuda, lalu berjalan
masuk ke dalam penginapan bersama dengan Hui-lan.
Ketika lampu mulai dinyalakan, karena jalan ini sangat tenang
dan perabotan di dalam penginapan sangat bersih dan sederhana,
mereka sembarangan mencari tempat, lalu memesan beberapa
masakan, mendadak terdengar satu orang lagi berteriak:
"Saudara Ong coba kau katakan, setelah Siauw-lim-si giliran
perguruan mana lagi?"
Sin-hiong dan Hui-lan melihat kearah orang yang bicara, terlihat
di meja seberang duduk dua orang tua setengah baya, salah
seorangnya berjanggut sangat panjang, yang satunya lagi alisnya
panjang sekali, terlihat yang berjanggut panjang itu menjawab:
"Menurut perkiraan aku, jarak Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai
kedua perguruan ini paling dekat, mungkin tujuan Kim-kau-kiamkhek
selanjurnya Bu-tong-pai!"
Yang beralis panjang berkata:
"Ini sungguh satu hal yang kurang beruntung, ketua pulau
Teratai dan Ngo-ki-thian-cun bersamaan waktunya muncul di dunia
persilatan, tiga tetua Siauw-lim-pai yang bisa menghadapi mereka
berdua, tidak diduga malah dipaksa oleh Kim-kau-kiam-khek keluar
dari Siauw-lim-si, jika Sin-hiong sampai tidak bisa melawan jurus
pedang kedua setan ini, aku lihat dunia persilatan akan jadi kacau
sekali!" Kedua orang itu berbincang sambil berkeluh kesah, wajahnya
tampak kesedihan, Sin-hiong yang mendengar hal ini, di dalam hati
tidak tahan berkata:
"Ini sungguh diluar dugaan aku, tidak terpikir tiga tetua Siauwlimpai karena dia mundur dari Siauw-lim-pai, jika aku bisa
mengalahkan ketua Bu-tong-pai, Coan-cin Cinjin, apakah dia juga
akan berbuat sama dengan tiga tetua Siauw-lim-pai, dunia
persilatan benar benar akan menjadi kacau sekali."
Dia terus memikirkan masalah ini, sorot matanya tanpa disengaja
menyapu, tampak kedua pipi Hui-lan mengembung besar,
tampaknya dia sangat marah.
Hati Sin-hiong tergerak, di dalam hati berpikir:
"Tadi kedua orang tua itu telah menjelekan ketua pulau Teratai,
tidak heran jika dia marah,' saat itu terpaksa dia mendekatkan
tempat duduknya dengan pelan berkata:
"Nona Lan, kedua orang ini bukan apa apa, jangan pedulikan
mereka!" Tapi Hui-lan tidak mau mendengar kata katanya, sambil
mendengus dia berkata:
"Aku harus menghajar mereka!"
Dia berkata dengan keras, dua orang itu melihat kearahnya,
melihat Sin-hiong dan Hui-lan masih muda, sedikit pun tidak
menduga kata-kata Hui-lan ini ditujukan pada mereka"
Orang tua yang berjanggut panjang itu kembali berkata:'
"Apakah kau pernah mendengar Thian-ho-tiauw-sou (Pemancing
langit sungai) Ling Ie dari gunung Pek-thian, dia juga sudah muncul
di dunia persilatan?"
Baru saja si alis panjang itu mau menjawab, mendadak terdengar
suara "Huut!", satu titik bayangan hitam sudah melesat ke arahnya!
Orang itu terkejut sekali, dia segera menyentil dengan dua
jarinya, melontarkan bayangan hitam itu ke pinggir, lalu matanya
memandang kearah Sin-hiong dan bertanya:
"Apa kalian dua bocah ingin bermain-main dengan aku Ong
Hiang-go?"
Karena datangnya bayangan hitam itu sangat cepat, walaupun
dia bisa mementalkannya, tapi dia tidak tahu siapa yang
melemparkannya, maka Sin-hiong pun termasuk dalam dugaannya.
Tadi Sin-hiong bergerak, ingin mencegah Hui-lan jangan
menimbulkan masalah, tapi Hui-lan yang banyak akalnya,
menjulurkan sumpitnya pura-pura mengambil sayur di piring, dalam
sekejap mata dia telah melontarkannya!
Setelah orang itu telah menyebutkan namanya, mendadak
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terdengar Hui-lan tertawa dan berkata:
"Sudah lama aku mendengar Ong Hiang-go dan Pouw Seng
dijuluki Sam-hiang-siang-cia (Sepasang hebat dari tiga sungai besar
tiga), aku malah ingin mencobanya!"
Ong Hiang-go jadi tertegun, dia sungguh tidak mengerti usia Huilan
begitu muda, sekali bicara sudah bisa mengenali Pouw Seng dan
menyebutkan julukan-nya, maka sambil tertawa dia berkata:
"Nama aku memang Ong Hiang-go dan inilah Pouw Seng, mata
nona tajam sekali, tapi kami tidak kenal dengan nona, tidak tahu
kenapa nona menyerang dan mempermainkan kami?"
Hui-lan tertawa dingin:
"Menyerang dan mempermainkan" enak sekali perkataanmu, aku
hanya mendidik kalian, selanjutnya jangan menjelekan nama orang
di belakang?"
Ong Hiang-go merasa tidak mengerti, di dalam hatinya berpikir,
tadi dia dengan Pouw Seng tidak mengatakan apa-apa"
Tentu saja dia tidak terpikir, Hui-lan adalah putri kesayangannya
ketua pulau Teratai, walaupun Pouw Seng tidak tahu apa sebabnya
diserang Hui-lan, tapi dia orangnya sangat sabar, saat matanya
menyapu, terlihat gitar kuno yang ada disisi Sin-hiong, wajahnya
segera berubah dan buru-buru berkata:
"Saudara Ong, nona itu hanya berkelakar dengan kita, kau
jangan menganggap serius!"
Ong Hiang-go melihat Pouw Seng tidak mengatakan apa-apa,
dia tentu saja tidak mau memperpanjang masalah, setelah tertawa
dia kembali minum araknya bersama dengan Pouw Seng.
Sin-hiong melihat kedua orang ini penyabar, dia khawatir Hui-lan
terus mengusiknya, sehingga masalahnya jadi besar, buru-buru
dengan keras berkata:
"Nona Lan, kita sudah harus beristirahat!"
Tadinya Hui-lan memamg mau mengusiknya, tapi setelah melihat
kedua orang itu bisa menahan diri, dia jadi tidak enak meneruskan,
tapi amarah dia masih belum reda, dengan kesal berkata pada Sinhiong:
"Istirahat" Aku masih belum kenyang?"
Setelah berkata, kembali dia pelan-pelan makan nasi.
Sin-hiong tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa menemaninya di
samping, asalkan dia tidak usilan lagi, dia sudah merasa tenang.
Sam-hiang-siang-cia makan lagi sejenak, lalu bayar rekening dan
cepat-cepat pergi keluar.
Sesudah kedua orang itu pergi, Sin-hiong merasa lega lagi, dalam
hatinya berkata:
'Sekarang kau tidak bisa berbuat apa-apa lagi"'
Dia sambil memikirkan keadaannya sekarang, dia memikirkan
masalah Bu-tong-pai, tadi Sam-hiang-siang-cia tanpa bermaksud
apa-apa menyebut nama-nya, membuat dia terus memikirkannya.
Sin-hiong duduk disisi, otaknya terus memikirkan masalah di
kemudian hari. Hui-lan makan dengan lambat sekali, dan Sin-hiong terus
memikirkan masalahnya sendiri, maka gerak-gerik Hui-lan dia sama
sekali tidak memper-hatikan.
Lewat beberapa saat, dari luar penginapan masuk lagi tiga orang!
Ketiga orang ini usianya belum terlalu tua, tapi tampangnya
gagah, di punggung mereka masing masing membawa sebilah
pedang panjang, pita pedangnya melayang-layang, penampilannya
bukan orang biasa!
Setelah ketiga orang ini masuk, tiga pasang mata menyapu ke
arah Sin-hiong dan Hui-lan, wajah salah seorang tampak terkejut,
dia segera berbisik pada kedua rekannya, membuat wajah kedua
orang lainnya jadi berubah!
Ketiga orang ini melihat sekali pada Sin-hiong, salah satunya
berkata: "Toako, hari ini bisa kebetulan sekali!"
Seorang lainnya sudah mengerti, menjawab:
"Dunia ini sebesar daun kelor, mmm, kebetulan sekali, kebetulan
sekali." Orang yang bicara ini sorot matanya terus menatap gitar kuno di
sisi Sin-hiong, tampak wajahnya seperti ingin mencoba.
Tingkah laku ketiga orang ini, Sin-hiong sendiri tidak
merasakannya, tapi Hui-lan sudah memperhatikan dan pelan
berkata: , "Tadi kau khawatir ada masalah" Aku lihat sekarang sudah ada
orang yang memperhatikanmu!"
Sin-hiong tergerak dan pura-pura berkata:
"Kalau begitu kenapa kau tidak cepat-cepat makan!"
Hui-lan tertawa, dengan pelan berkata: "Siapa suruh kau
membawa gitar kuno itu, sekarang mau menghindarpun, sudah
tidak bisa lagi!"
Setelah berkata begitu, dia menaruh sumpitnya dan bersama Sinhiong
pergi ke pekarangan belakang.
Setelah mereka sampai di belakang, Hui-lan melihat sekeliling
tidak ada orang lalu berkata:
"Sam-hiang-siang-cia tidak ada apa-apanya, tapi ketiga orang ini
tidak mudah dihadapi?"
"Kita tidak mengusik mereka, kenapa meraka mau mencari
masalah?" kata Sin-hiong.
"Kau tidak mengusik orang, tapi orang akan mengusikmu, kalau
tidak percaya tunggu saja nanti malam!" kata Hui-lan sambil
tertawa. Sin-hiong menghela nafas dan bertanya:
"Apa kau tahu siapa mereka itu?"
Hui-lan berpikir sejenak lalu berkata:
"Bukankah kau tadi mendengar orang menyebut Thian-ho-tiauwsou
dari Pek-thian-san" Menurut pandanganku, mungkin ketiga
orang ini ada hubung-an erat dengan setan itu?"
Sin-hiong tidak menyangka, walaupun usia Hui-lan lebih muda
dari dirinya, tapi pengalamannya di dunia persilatan tidak bisa
dibandingkan dengannya, dalam hati dia berpikir, siapa Thian-hotiauwsou ini, dan kenapa dia mau mencari aku"
Hati penuh pertanyaan, tapi setelah dipikir-pikir, dia malah
mengira Hui-lan hanya menakut-nakuti dia saja, maka sambil
tertawa dia berkata:
"Kita tidak usah pedulikan mereka, pokoknya kita besok pagi-pagi
sekali kita berangkat saja!"
Setelah berkata dia langsung masuk ke kamarnya sendiri.
Malam sudah berjalan, karena tempat ini sepi, walaupun belum
terlalu malam, tapi disekeliling sudah sangat sepi sekali.
Waktu sekarang sudah sekitar jam delapan malam, Sin-hiong
sedang berbaring diatas ranjang pura-pura tidur, mendadak di atas
atap rumah terdengar suara baju tersampok angin.
Sin-hiong langsung bangun, terdengar diatas atap ada orang
berteriak: "Disana ada orang!"
Salah satu lainnya mendengus dan berkata:
"Kita kejar untuk melihatnya!"
Selesai bicara, diatas atap kembali menjadi sepi!
Sin-hiong berjalan ke jendela melihat keluar, terlihat langit penuh
bintang, setengah bayangan orang pun tidak ada"
Hatinya merasa heran, diam-diam berkata:
"Gerakan ketiga orang itu sungguh cepat sekali, tidak aneh nona
Lan mengatakan mereka tidak mudah dihadapi, apakah mereka
datang kemari untuk menghadapi aku?"
Ketika Sin-hiong berpikir, dia sudah selesai memakai bajunya,
sambil membawa Kim-kau-po-kiam dia melesat ke atap rumah, dia
tidak ingin membangunkan nona Lan.
Setelah itu dia terbang dengan cepat menyusul mereka.
Gerakan dia sangat cepat, dalam beberapa kali loncatan, dia
sudah keluar dari kota, tapi saat matanya menyapu, tiga orang
didepan itu sudah pergi entah kemana"
Sin-hiong jadi tertegun, dengan ilmu silatnya sekarang, orangorang
dunia persilatan tidak ada satu pun yang dilihatnya, pesilat
tinggi kelas satu pun, dia tidak akan menaruh di dalam hati!
Tapi, kecepatan ketiga orang ini dari mulai muncul sampai pergi,
sungguh di luar dugaannya, bagaimana dengan Thian-ho-tiauw-sou,
itu tidak perlu dikatakan lagi"
Dia tertegun sejenak, dia melihat ke tempat jauh, tampak secara
samar di kejauhan ada sebuah gunung kecil, di atas gunung tumbuh
beberapa pohon, di daerah ini selain gunung itu yang bisa
menghalangi pandangan, tempat yang lainnya semua bisa diawasi,
Sin-hiong tidak banyak pikir lagi, langsung berlari kesana!
Untuk mencapai gunung itu, dia harus melalui lapangan liar yang
amat luas, saat tubuhnya muncul, mendadak di dalam hutan ada
orang berteriak:
"Toako, kenapa bisa datang satu lagi?"
Suaranya seperti di kenal, begitu Sin-hiong mendengar dia sudah
tahu orang itu adalah salah seorang dari tiga orang yang datang ke
penginapan, dia sedikit pun tidak menghentikan gerakannya,
dengan cepat melesat kesana!
Tapi, ketika dia hampir sampai di gunung kecil itu, orang yang
berada di gunung tiba-tiba mengeluar-kan suara "Iiih!" lalu berkata:
"Lo-ji, kau salah lihat, orang ini baru yang kita inginkan!"
Setelah berkata, mendadak terdengar "Ssst ssst ssst!", dari
dalam hutan itu loncat keluar tiga bayangan orang!
Ketiga orang yang mendadak muncul, tanpa basa basi langsung
menghadang jalannya Sin-hiong, orang yang di tengah berteriak:
"Berhenti!"
Sin-hiong pura pura tidak mendengar, dia masih terus lari ke
depan! Tapi baru saja dia bergerak, mendadak di depan matanya ada
sinar perak berkelebat, serangkum hawa dingin yang tajam
menyabet wajahnya!
Sin-hiong berteriak lalu berkata:
"Kenapa kalian tidak tahu aturan?"
Setelah berkata, lima jari kanannya sudah maju mencengkram!
Orang itu tertawa dingin:
"Melihat dari jurusnya, tidak percuma kau mendapat julukan itu!"
Sedikit merubah gerakan pergelangan tangan, ujung pedangnya
sudah memotong ke arah lima jari Sin-hiong!
Jurus pedang orang ini sangat hebat, perubahan jurusnya pun
sangat cepat, kedahsyatan jurusnya, jarang terlihat di dunia
persilatan! Sin-hiong pun merasa kagum, dalam hatinya teringat katakatanya
Hui-lan, matanya menyapu, terlihat orang yang di hadapan
ini adalah orang yang paling muda di antara ketiga orang ini,
otaknya berputar cepat, di dalam hati berkata:
"Orang ini sudah begini hebat ini, dua orang lainnya jangan
dikatakan lagi!"
Setelah berpikir, jari tangannya diputar dan menyentil, lalu
berteriak: "Coba jurus ini!"
Mendadak lima jarinya menjulur ke depan, dengan cepat
mengunci ke arah pergelangan orang itu!
Orang itu dengan tenang menghentakan pedang pusakanya,
ujung pedang kembali menyabet ke arah lima jari Sin-hiong!
Sin-hiong sedikit tertegun dan berteriak:
"Jurus yang hebat!"
Dua jarinya menyentil, dia sudah mengerahkan ilmu jari yang
telah menggemparkan dunia persilatan, Tan-ci-sin-tong (Sentilan
jari dewa), dia yakin bisa mementalkan pedang lawannya ke
samping, tapi siapa sangka kenyataannya tidak sesuai!
Saat pedang orang itu sudah hampir mengenai jari tangan Sinhiong,
mendadak lawannya menarik pedangnya dan mundur ke
belakang, sambil tertawa dingin dia berkata:
"Kim-kau-kiam-khek benar-benar hebat, aku marga Hoa ingin
mencobanya beberapa jurus lagi?"
Pedangnya diayunkan dari samping, mem-bentuk bunga-bunga
pedang meluncur ke arah bahu kanan Sin-hiong!
Sifat Sin-hiong memang berbeda dengan orang lain, jika bertemu
lawan kuat dia akan semakin kuat, jika bertemu dengan yang lemah
dia masih bisa mengalah sedikit, dia melihat orang ini usianya masih
muda, ilmu pedangnya sudah sehebat ini, di dalam hatinya sudah
menyukai pada bakat orang ini.
Tapi pikiran lawannya malah berbeda dengan dirinya, dengan
jurus ini lawannya sudah mengerah-kan seluruh kemampuannya,
bertekad ingin merebut kemenangan, sentilan jari Sin-hiong jadi
tidak berhasil mementalkan pedangnya, sepasang mata Sin-hiong
melotot, segera mengangkat lengan mencabut keluar Kim-kau-pokiam,
sekali menggetarkan tangan, satu kilatan dingin menyerang
orang itu, sambil tertawa dia berkata: "Kau mau mengadu jiwa?"
Serangan pedangnya ini adalah serangan yang paling lihay dari
jurus Kim-kau-kiam, pedangnya baru bergerak, sudah terdengar
suara gemuruh, bukan saja telah menghindari pedang lawan, di
dalam kilatan perak, juga sudah menutup enam jalan darah besar di
depan tubuh lawan!
Tubuh orang itu berkelebat, lalu mendengus: "Jurus inipun tidak
bisa berbuat apa-apa?" Dia malah balik menyerang, sambil
menggetarkan pergelangan tangan, dalam sekejap mata telah
menusukan pedangnya tiga kali!
Kelihatannya orang ini sudah berniat mengadu jiwa dengan Sinhiong,
terlihat jurus yang diguna-kannya sangat bahaya, tapi karena
Sin-hiong sudah mengeluarkan jurus pedangnya, walaupun kemampuan
dia lebih tinggi lagi, juga tidak mungkin bisa mengalahkan Sinhiong,
dua orang yang berdiri di belakang melihat ini, tidak tahan
wajahnya jadi berubah hebat!
Kedua orang itu bersama-sama berteriak: "Lo-sam, jangan!"
Dalam sekejap mata, otak Sin-hiong berputar beberapa kali, di
dalam hati berkata:
'Aku tidak punya dendam denganmu, kenapa begitu bertemu
langsung mau mengadu nyawa" Sin-hiong menggetarkan
lengannya, Kim-kau-po-kiam sudah menangkisnya, terdengar
"Traang!"
keras sekali, di depan mata kembang api berpijar, orang itu
sudah didorong mundur lima langkah ke belakang oleh Sin-hiong!
Dalam jurus tadi, Sin-hiong masih menaruh kasihan, jadi tidak
ingin melukai lawannya, jika dia menggunakan seluruh tenaganya,
mungkin orang itu sekarang sudah terluka oleh pedangnya.
Hati orang itu terkejut sekali, dua orang yang ada di pinggir pun
wajahnya berubah warna!
Sebenarnya ketiga orang ini adalah saudara sekandung, tiga
orang ini semuanya adalah muridnya Thian-ho-tiauw-sou, dia telah
menciptakan jurus pedang Thian-san yang sangat hebat, jaman
sekarang mungkin tidak ada jurus pedang dari perguruan mana pun
yang dapat melawannya, tidak diduga hari ini ternyata jurus
pedangnya bisa dikalahkan oleh Sin-hiong dengan tenangnya,
bagaimana hal ini tidak membuat mereka terkejut"
Di antara tiga orang ini, yang sulung namanya Hoa Tiang-hong,
yang nomor dua Hoa Sian-hong, nomor tiga Hoa Leng-hong,
mereka belajar ilmu silat pada Thian-ho-tiauw-sou sudah dua puluh
tahun lebih, sepanjang hidupnya belum pernah keluar dari Pekthiansan, mereka mengira jurus pedang Thian-san tidak ada
lawannya di seluruh dunia, kali ini tiga orang itu ikut Thian-hotiauw
Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sou keluar gunung, ambisinya sangat besar, tapi diluar
dugaan pada pertarungan pertama setelah keluar gunung, mereka
sudah mengalami kekalahan kecil"
Hoa Leng-hong menarik nafas dan berkata:
"Ulang lagi, ulang lagi!"
Sin-hiong melihatdia dan bertanya:
"Aku Sen Sin-hiong, belum pernah kenal dengan kalian bertiga,
apakah kalian bertiga telah salah mencari orang?"
Menurut pikirannya, setelah memberitahukan namanya, mungkin
mereka sadar telah salah mencari orang, siapa sangka, setelah dia
memberitahukan namanya, Hoa Leng-hong dengan dingin berkata:
"Hemm.. hemm... kau mau menggunakan nama besar Kim-kaukiamkhek menekan kami!"
Sin-hiong tertegun sejenak, dalam hati berpikir:
'Rupanya mereka sudah menetapkan sasaran-nya adalah aku',
saat itu dia berkata lagi:
"Apakah kalian bisa beritahukan nama besar kalian?"
Dia kembali berpikir, tidak peduli kalian ini dari Thian-san atau
dari Tai-san, aku Sen Sin-hiong tidak pernah mengusik kalian"
Sepanjang hidupnya dia sudah sering men-dapat penghinaan
orang, sejak kecil dia sudah terbiasa menahan diri, sekarang
walaupun ada orang meng-hina, dia tetap masih tidak mau marah.
Hoa Leng-hong mengluarkan suara dari hidungnya dan berkata:
"Kau belum pantas mengtahui nama kami bertiga?"
Kata-kata ini sangat menusuk telinga, tapi Sin-hiong masih
memaksa diri tidak marah, dia melirik, terlihat dua orang yang
berada dibelakang Hoa Leng-hong juga sudah bersiap-siap, dia
sadar asal dirinya bergerak, mungkin dua orang di belakang Hoa
Leng-hong juga akan ikut bergerak"
Saat ini jarak Hoa Leng-hong pada Sin-hiong hanya kurang dari
satu tombak, kedua orang saling pandang, Hoa Leng-hong
memegang pedangnya erat-erat, Sin-hiong menghela nafas dan
berkata: "Hay! Buat apa saudara memaksa aku seperti ini!"
Walaupun dia tidak mau mengusik orang, tapi orang tidak mau
melepaskan dia, Hoa Leng-hong berteriak, pedangnya sudah
menyerang! Baru saja Hoa Leng-hong menyerang, tiba-tiba di dalam hutan di
atas gunung berkelebat bayangan merah dan seorang berteriak:
"Sen-tayhiap, kali ini giliran kami dari pulau Teratai!"
Setelah berbicara, sebuah kilatan perak sudah menyerang ke
arah Hoa Leng-hong.
Sin-hiong tertegun, pikirnya kapan dia datang"
Ternyata orang ini adalah Hui-lan, walaupun usianya lebih muda
satu dua tahun dari Sin-hiong, tapi pengalamannya di dunia
persilatan lebih banyak dari pada Sin-hiong, dia sudah lama
mengenal ketiga orang ini adalah pesilat tinggi dari perguruan
Thian-san, tadi siang dia pernah memperingatkan kepada Sin-hiong,
melihat sikap Sin-hiong seperti tidak memperhatikan, maka dia
seorang diri diam-diam bersiap.
Baru saja tiga bersaudara muncul di atap kamar, Hui-lan sengaja
sekelebat menampakkan diri, tujuannya adalah memancing mereka
bertiga keluar, tapi tidak diduga ilmu silat Hoa bersaudara begitu
hebat, sepanjang jalan mengejar hampir saja dia terkejar, sampai
tidak ada jalan lagi, jika bukan Sinhiong muncul tepat pada
waktunya, maka keadaan dia akan sangat terancam.
Saat Hui-lan tadi muncul, sengaja menyebut-kan nama pulau
Teratai, tujuannya adalah supaya mereka tahu jati dirinya, siapa
sangka Hoa Leng-hong sedikit pun tidak peduli, sambil menarik
lengannya sambil tertawa dingin dia berkata:
"Sebenarnya kami pun ingin mencari orang dari pulau Teratai
tapi sulit menemukannya, kebetulan sekali kau datang kemari!"
Dia menggetarkan pedangnya, langsung meli-bat pedang Hui-lan.
Sin-hiong yang melihat, tidak tahan diam-diam
mengkhawatirkannya, sebab dia sadar, tubuh Hui-lan masih diatas
udara, serangannya walaupun dahsyat, tapi sulit mengerahkan
tenaga, dia khawatir celaka, maka sekali berkelebat dia berteriak:
"Nona Lan hati-hati!"
Dengan cepat dia menusukan pedangnya pada jalan darah Bengbun
Hoa Leng-hong! Jurusnya ini sebenarnya hanya untuk mengalih kan perhatian
Hoa Leng-hong, siapa duga, baru saja dia bergerak, mendadak
terdengar seseorang berteriak:
"Mengeroyok orang, bagaimana bisa disebut seorang Enghiong?"
Lalu terasa ada satu hawa dingin pedang menyerang dari
belakang! Sin-hiong berkelebat dan telapak tangannya menyapu ke
belakang, serangan ke arah Hoa Leng-hong tetap tidak berubah,
tapi setelah dia menyapukan tangannya, pedang yang menyerang
dari belakang sudah ditepisnya dia ke samping!
Hui-lan tertawa:
"Sen-tayhiap, kenapa kau begitu memandang rendah kami dari
pulau Teratai?"
Setelah tertawa, mendadak terlihat sinar pedang di tangannya
mengembang, serangan pedang Sin-hiong ini sudah sangat cepat,
tapi pedang Hui-lan hampir tidak kalah cepatnya dengan dia, Sinhiong
menggeleng-kan kepala dan memujinya:
"Jurus pedang pulau Teratai benar-benar hebat?"
Ternyata Hui-lan tadi sengaja ingin pamer, melihat Sin-hiong
memujinya, hatinya menjadi sangat gembira, Hoa Leng-hong yang
diserang dari depan dan belakang, buru-buru meloncat mundur
sejauh tiga tombak, maka Hui-lan dengan tenang turun ke bawah.
Wajah Hoa bersaudara berubah hebat, orang tertua bersaudara
Hoa Tiang-hong berkata:
"Kalian dulu yang melakukan pengeroyokan, jangan salahkan
kami!" Dia mengayunkan pedangnya di depan tubuh dengan indah, Sinhiong
dan Hui-lan tidak tahu dia ingin melakukan apa dengan
gerakannya" Ketika sedang tertegun, mendadak merasa di belakang
tubuhnya ada angin tajam, segera mereka masing-masing
menusukan pedangnya ke belakang, Hui-lan tertawa dan berkata
pada Sin-hiong:
"Sen-tayhiap, malam ini kita berdua harus dengan puas
bertarung!"
Begitu pedangnya menyerang, serangan kedua dan ketiga tidak
putus-putusnya berlangsung, dalam sekejap mata, di depan tubuh
Hui-lan sudah terbentuk satu tabir pedang dan maju menekan ke
arah Hoa Leng-hong!
Melihat ini, semangat Sin-hiong jadi naik diapun berteriak keras:
"Jurus pedang bagus! Jurus pedang bagus!"
Melihat orang bertarung Sin-hiong jadi gatal ingin bertarung juga,
maka sekali menggetarkan lengan, sinar perak di tangannya jadi
mengembang, dalam sekejap dia telah menyerang sebanyak lima
enam jurus ke Hoa Sian-hong dan Hoa Tiang-hong yang ada di
belakang! Hoa Tiang-hong dan Hoa Sian-hong berdua tertawa dingin dan
berkata: "Kau juga tidak jelek!"
Hoa Sian-hong bukannya maju malah mundur, digantikan oleh
Hoa Tiang-hong maju menghadang!
Sin-hiong mengerutkan alis dan berkata:
"Hanya satu orang saja yang maju?"
Dia mempercepat gerak pedangnya, kekuatan pedangnya tidak
kurang dari seribu kati, Hoa Tiang-hong merasa tekanannya
semakin berat, buru-buru meloncat ke belakang, Hoa Sian-hong
sudah kembali menerjang ke depan, pedangnya menyerang dari
samping, sambil mendengus dia berkata:
"Kau salah mencari lawan, babak ini harus aku yang
menghadangnya!"
Walaupun Sin-hiong berturut-turut sudah menyerang enam jurus,
tapi serangannya seperti tenggelam, hilang begitu saja dengan maju
mundurnya mereka berdua, di dalam hati merasa keheranan dan
berpikir, ilmu apa ini"
Pergelangan tangannya segera digerakkan dan pedang
pusakanya dengan cepat disabetkan, jurus ini adalah jurus
membunuh yang disebut Gwat-beng-seng-see (Bulan terang bintang
jarang) dari jurus Kim-kau-kiam.
Tapi ketika dia menyabetkan pedangnya, Hoa Sian-hong
mendadak kembali mundur! Hoa Tiang-hong yang ada dibelakang
menggetarkan pedangnya secepat kilat maju menyerang dan sambil
tertawa berkata:
"Kali ini giliranku!"
Gulungan pedang panjangnya membentuk putar an angin yang
besar, datang menyerang dari samping Sin-hiong!
Sin-hiong terkejut, di dalam hati berpikir;
'Bertarung terus-menerus seperti ini, mereka akan menghabiskan
tenagaku, hemm.. hemm.. bagaimana mungkin aku bisa terjerumus
ke dalam siasat kalian"
Saat pedang Hoa Tiang-hong datang menyerang, Sin-hiong
mendadak mengambil nafas, tubuhnya lalu melesat ke atas dengan
keras berteriak:
"Tunggu, tunggu, jurusku masih belum selesai lho!"
Satu jurus Coan-ping-kiu-siau dikeluarkan, sinar pedang dengan
dahsyat menyerang ke bawah, baru saja Hoa Sian-hong bergerak,
jurus pedang Sin-hiong sudah tiba, tidak tahan dia jadi terkejut,
baru saja mau membalikan tubuh menangkis, mendadak ada hawa
dingin melanda, sinar dingin dari pedang Sin-hiong sudah hampir
tiba di lehernya sambil tertawa berkata:
"Kau mau kemana lagi?"
Hati Hoa bersaudara jadi tergetar!
Hoa Sian-hong tidak bisa bergerak, Hoa Leng-hong yang
bertarung dengan Hui-lan, saat inipun sedang berada di bawah
angin, hanya tersisa Hoa Tiang-hong seorang diri, tapi asalkan dia
bergerak, maka nyawa Hoa Sian-hong segera melayang.
Sin-hiong tertawa dingin:
"Aku mau tanya kenapa kalian tanpa alasan mencari aku terus?"
Hoa Sian-hong yang diancam oleh pedang lawannya, walaupun
tidak bisa bergerak, tapi dengan berani dia mendengus dan berkata:
"Bukankah kau mau pergi ke gunung Bu-tong" He he he!
Mungkin terlambat satu langkah!"
"Kenapa terlambat?" tanya Sin-hiong tergetar.
Saat ini Hoa Leng-hong yang bertarung dengan Hui-lan sudah
menghentikan pertarungannya, dengan marah berkata:
"Kau ini siapa, kau tidak pantas menantang berbagai perguruan
besar?" Sin-hiong tertawa dingin:
"Kalau begitu aku ingin tahu, siapa di dunia ini yang pantas
menantang berbagai perguruan besar?"
Hoa Leng-hong dengan sombongnya berkata:
"Selain orang-orang kami dari perguruan Thian-san, siapa lagi
yang pantas di dunia ini!"
Sin-hiong tergetar sejenak dan katanya:
"Maksudmu Thian-ho-tiauw-sou?"
"Tentu saja!"
Hui-lan terkejut dan berkata: "Sen-tayhiap, cepat kita pergi dari
sini!" Saat ini Sin-hiong pun sudah mengerti apa yang terjadi dia
berkata: "Kalian bertiga menghadang aku disini, supaya Thian-ho-tiauwsou
bisa dengan leluasa menyerang Bu-tong?"
Walaupun Hoa bersaudara tidak menjawab, tapi wajahnya
mengisyaratkan mengakui.
Sin-hiong menghela nafas, berkata:
"Tidak di duga, ternyata masih ada orang yang berani
mendahuluiku, sungguh tidak terduga sekali!"
Setelah berkata, mendadak dia berteriak:
"Nona Lan, aku jalan duluan, terpaksa anda tunggu aku di kota
saja!" tidak peduli Hui-lan setuju atau tidak, dia langsung meloncat
pergi meninggalkan tempat itu!
Sifat Sin-hiong sangat setia, gurunya telah ber pesan pada dia,
harus memberi pelajaran pada sembilan perguruan besar, jadi
bagaimana pun caranya dia harus menyelesaikan tugasnya, saat ini
mendengar Thian-ho-tiauw-sou sudah pergi ke gunung Bu-tong,
makanya dia juga buru-buru pergi ke gunung Bu-tong!
Dia pergi terburu-buru, tidak mempedulikan apa yang akan
terjadi kemudian, tentu saja juga tidak mempedulikan keadaan Huilan
bagaimana. Pikirnya,
'Saat ini Thian-ho-tiauw-sou memutuskan pergi ke Bu-tong, jadi
dia harus secepat cepat pergi ke gunung Bu-tong, siapa tahu dia
bisa tiba lebih dulu dari pada Thian-ho-tiauw-sou!
Waktu baru saja lewat jam sembilan malam, langit penuh dengan
bintang-bintang, setelah Sin-hiong menentukan arahnya, dia segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuh, dalam sekejap sudah pergi
sejauh puluhan li!
Di sepanjang jalan, tidak henti-hentinya dia berlari, saat hampir
fajar, dia tidak tahu sudah sampai di mana, ketika berlari dia
berkata didalam hati:
'Entah arahku benar atau tidak, aku harus bertanya pada
seseorang dulu" tapi dia tidak menghentikan langkahnya, begitu
melihat ke depan, dari kejauhan tampak sebuah gunung yang amat
Pedang Naga Kemala 13 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Legenda Kematian 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama