Ceritasilat Novel Online

Perguruan Sejati 4

Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 4


"Mungkin ada sebab-sebabnya bukan ?"
"Ya memang !" kata Pek Kiong Hong, tapi soal yang sebenarnya tiada yang tahu, hanya terdengar berita bahwa Thiat Giok Lin telah mati dan Ang Ek Fan menghilang ! Sudah dua puluh tahun lebih mereka tak muncul lagi didunia Kang Ouw."
"Pek Locianpwee kenalkah dengan seorang yang bernama Hauw Sian ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
118 "Hauw Sian " Darimanakah engkau mendengar nama ini ?"
"Waktu di Pok Thian Pang melihat nama itu tertera dibuku Keng thian cit su yang berbahasa Sangsekerta," kata Tiong Giok dan terus menceritakannya bagaimana ia menemui orang tua itu dipenjara tanah.
"Berapa usia orang tua itu, dan bagaimana potongan badannya dn raut wajahnya ?"
"Usianya lima puluh tahun lebih, sedangkan wajahnya sukar dilukiskan karena sudah terlalu lama dikeram dalam penjara yang tak beersinar matahari. Tubuhnya sudah kurus sekali, hanya sinar matanya masih terlihat tajam."
"Ah mengherankan sekali, apakah ia belum mati !" kata Pek Kiong Hong. "Tidak,
bagaimanapun tak mungkin?"
"Tahukah Lo Cianpwee dengan Hauw Sian itu ?"
"Jika tidak salah orang tua itu adalah salah seorang dari Sin kiam siang eng yang bernama Thiat Gok Lin !"
"Bukankah ia sudah mati ?"
"Ya, benar, tapi Hauw Sian adalah nama samaran dari Thiat Gok Lin, lagi pula ia yang menulis Keng thian cit su," baru perkataannya diucapkan sampai disini, didepan toko terdedngar suara ribut-ribut.
"Lo Yacu didepan banyak tamu yang mau beli gambar !" kata salah seorang pengawal sambil berlari-lari.
"Katakan sudah tutup dan besok lagi !"
"Sudah dikatakan tapi mereka tidak mau mengerti dan memaksa mau masuk !"
Pek Kiong Hong memanggil Yauw Kian Cee. "Coba engkau lihat siapa yang bikin ribut itu !"
Begitu Yauw Kian Cee keluar tak lama, terdengar suara ribut-ribut bentakan dan saling maki dengan keras sekali, disusul dengan keributan dari suara orang berkelahi.
In Tiong Giok bangun dari kursinya, tapi disuruh duduk lagi oleh tuan rumah. "Tak usah menghiraukan kejadian diluar, dengan adanya Yauw Kian Cee sudah cukup, mari minum araknya."
Benar saja kira-kira lewat sepermakanan nasi, suara ribut-ribut sudah hilang dan pulih lagi ketenangan. Yauw Kian Ceepun sudah masuk lagi.
"Siapa mereka itu ?" tanya Pek Kiong Hong.
"Hoo Su Kouw dan sekalian kambratnya."
"Ah mereka selalu mengejar-ngejarkuo, kenapa bisa tahu aku ada disini ?" kata Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
119 "Mereka mempunyai banyak kaki tangan, tak perlu engkau herankan !" kata Pek Kiong Hong dan terus berpaling kepada muridnya. "Bagaimana caranya engkau mengusir mereka ?"
"Mula-mula dengan kata-kata, tapi tidak mempan, akhirnya dengan kepalan tangan baru beres
!" "Manusia-manusia kurcaci itu sangat tamak dan jahat, kini kena batunya ! Tapi setelah kejadian ini jangan heran kita bisa berusaha lagi disini dengan tenang"!
"Gara-gara boanpwee kesini mendatangkan keributan, bagaimana kalau kucetak ditempat lain
?"" "Apakah engkau menganggap kami tak sanggup lagi melayani kurcaci-kurcaci itu " Atau menganggap aku kelewat sayang dengan perusahaan ini ?"
"Oh tidak !"
"Aku sebagai orang kasar yang bicara dengan blak-blakan, bisa sudah sepuluh tahun meninggalkan dunia Kang Ouw tapi tak takut menghadapi apapun lebih-lebih pertemuan kita seperti berjodoh, jikalau engkau ini mau boleh kita berkawan, jika tidak mau kukembalikan naskah itu dan engkau boleh pergi mencetak dimana saja."
"Boanpwee tidak bermaksud demikian ?"
"Jika begitu baik sekali, sebagai orang Kang Ouw aku paling senang akan kepolosan dan cara secara terang-terangan ! Engkau begini baik dan mau menyebarkan buku yang dianggap pusaka Bulim ini kepada mereka. Masak aku harus sayang dengan segala perusahaan ini !"
kata Pek Kiong Hong dengan suara hatinya. "Yauw Kian Cee kuharap buku itu dapat
diselesaikan sebelum terang tanah, dan selalu waspada dengan kurcaci-kurcaci itu agar kesenanganku mengobrol tidak terganggu."
"Lo Yacu tenang saja, segala apa serahkan padaku !" jawab Yauw Kian Cee. Dan terus berlalu sambil membuang senyum kearah tamunya.
"Mari minum lagi," kata Pek Kiong Hong, "sudah sampai dimana pembicaraan kita " Oh, soal meninggalnya Thiat Gok Lin diberitakan dari keluarga sendiri waktu hari pemakaman jenazah, berbagai golongan jago-jago Rimba Hikau turut menyaksikan. Kini timbul orang bernama Hauw Sian yang terkurung ditempat Pok Thian Pang benar-benar mengherankan !
Jika mengingat waktunya ia ditahan dan meninggal, membuat hati curiga, karena bersamaan betul. Mungkinkah dibalik ini terdapat sesuatu rahasia ?"
"Jika Thiat Gok Lin sudah meninggal, kenapa buku Keng thian cit su bisa berada di tangan Pok Thian Pang ?"
"Engkau menyaksikan kematian Thiat Gok Lin ?"
"Benar !" jawab Tiong Giok. "Kuyakin Thiat Gok Lin belum meninggal, tapi kena ditangkap oleh Pok Thian Pang dan dirampas bukunya. Sedangkan kabar kematiannya itu sengaja disebar luaskan untuk menutupi kejahatan kaum Pok Thian Pang.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
120 "Kemungkinan ini kecil sekali, sebab yang memberitahukan kematiannya bukan dari Pok Thian Pang, tapi darai Lin Siok Bwee isterinya Thiat Gok Lin sendiri. Isterinya itu seorang cermat dan lihay ilmu silatnya, sehingga mendapat julukan pendekar jelita. Tak mungkin ia terpedaya orang-orang jahat."
"Jika begitu ingin aku pergi ketempatnya Thiat Gok Lin untuk bertemu dengan isterinya, setelah urusan disini selesai," kata In Tiong Giok.
"Tindakanmu cukup bijaksana, tapi tak mudah bisa menemuinya," kata Pek Kiong Hong.
"Soalnya kenapa ?"
"Lim Siok Bwee bertabiat keras," kata Pek Kiong Hong, "sejak kematian suaminya ia menutup pintu rapat-rapat, tidak mau menerima tamu darimanapun, maka itu kupikir sulit untuk menemuinya."
"Kedatanganku kesana membawa berita soal suaminya, mungkinkah tidak diterima ?"
"Kematian Thiat Gok Lin sudah belasan tahun, sedangkan engkau seorang anak brusia muda begini, dan datang menerangkan bahwa dia belum mati, siapa yang mau percaya ?"
"Jika aku mengatakan diutus Pek Locianpwee untuk menemuinya, bisakah diterimanya ?"
"Ha ha ha, aku sudah lama mengundurkan diri, mungkin namaku yang tidak seberapa tenar sudah dilupakan orang!" kata Pek Kiong Hong. Tiba-tiba ia mengeluarkan batu kumala ungu dari sakunya. "Engkau dapat berpikir kesitu, melandaskan antara engkau dan aku benar-benar berjodoh. Kumala ini tak akan berpisah denganku. Dengan benda inilah satu-satunya jalan yang memungkinkan engkau bertemu dengan Lim Siok Bwee! Tapi jika sampai pendekar wanita itu menanyakan hubunganmu denganku, engkau harus mengaku sebagai ahli warisku, bila tidak, bisa membuatnya curiga."
"Bagaimana"aku belum masuk perguruanmu..mana boleh mengaku sebagai ahli warismu?"
"Engkau benar-benar seorang berakhlak luhur dan berbudi baik." kata Pek Kiong Hong.
"Maksudku buat demikian semata-mata menudahkan engkau bertemunya. Tapi disebabkan watakmu yang polos, timbul niatku agar engkau benar-benar menjadi ahli warisku bagaimana
?" "Tapi"nama dari pintu perguruan Lo Cianpwee belum kuketahui, bagaimana harus kujawab
?" "Engkau lihat saja batu kumala ini," kata Pek Kiong Hong.
In Tiong Giok menerima batu itu, dan memeriksa dengan teliti. Disitu terlihat ukiran seekor naga terbang diawan, dibawahnya tertera beberapa huruf yang berbunyi, Pusaka dari perguruan Thian Liong Bun (pintu naga langit) Atau dapat disebutkan kumala itu sebagai tanda seorang Ciang bun jin perguruan Thian Liong bun.
"Benda pusaka ini tak ternilai harganya denga harta, maka itu?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
121 "Kenapa " Tidak mau menerimanya ?"
"Benda ini sebagai tanda Ciang bun jin daari Thian Liong pay bukan ?"
"Ya benar, karena sampai saat ini belum ada ahli warisku untuk menggantikan kedudukanku sebagai Ciang bun jin. Jika engkau tak keberatan jabatan Ciang bun jin ini boleh engkau pegang dari saat ini juga !"
"Antara kita baru pertama kali bertemu, lagi pula aku sudah mempunyai seorang guru?"
"Masing-masing perguruan mempunyai peraturan yang berbeda," kata Pek Kiong Hong,
"untuk Thian Liong bun tak perduli siapa, asal orang itu berakhlak luhur dan berbudi tinggi, sudah cukup untuk diterima ! Bahkan dapat diangkat menjadi Ciang bun jin perguruan Thian Liong bun. Maka itu jangan engkau berpikir dengan menerima benda ini menyuruhmu
melupakan yang semula."
In Tiong Giok masih ragu-ragu dan tidak bisa menerima.
"Perlu kujelaskan lagi, Thian Liong bun merupakan perguruan yang dimalui dunia Kang Ouw, tapi tidak mempunyai seorang ahli waris yang benar-benar bisa dijadikan pemimpin maka itu selama sepuluh tahun aku mengasingkan diri dari dunia persilatan. Jika hal ini terjadi dengan perguruan lain, mungkin sudah beku dan mati ! Misalkan engkau keberatan menjadi Ciang bun jin, boleh engkau simpan batu kumala ini dan boleh engkau berikan kepada seseorang yang dapat dianggap pantas menjadi seorang Ciang bun jin !"
"Kini kuterima untuk sementara waktu batu kumala ini, setelah kembali dari rumah Lim Siok Bwee akan kukembalikan lagi pada Lo Cianpwee !" kata In Tiong Giok dan terus
memasukkan kumala itu kedlam sakunya. Kelakukannya membuat orang tua itu menjadi terpekur dan meminum araknya berulang-ulang. Untuk mengalihkan soal ini Tiong Giok bertanya: "Lo Cianpwee sebagai seorang Ciang bun jin, kenapa hendak mengundurkan diri ?"
Pek Kiong Hong tampak kaget sekali mendengar pertanyaan ini, tapi sekejap perubahan wajahnya kembali tenang. "Apa yang harus kurindukan alam yang fana ini " Lebih-lebih kini sudah tua dan bosan melihatnya !"
"Tapi tiga puluh tahun yang lalu bukankah masih muda ?"
"Badan masih muda, tapi pikiran sudah tua !"
"Pikiran itu berubah menurut irama rasa, mungkinkah perasaan Lo Cianpwee terganggu," kata Tiong Giok sok tahu.
"Kenapa engkaubisa menduga kearah itu ?"
"Semua ini hanya dugaanku yang terlalu gegabah," kata Tiong Giok. "Soalnya seorang Ciang bun jin yang berhati jantan, tak wajar menyerahkan jabatan begitu saja pada seseorang. Dari sini kutarik kesimpulan bahwa Lo Cianpwee terganggu perasaannya?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
122 Pek Kiong Hong mengawasi dengan sepasang matanya yang ganjil, diparasnya yang buruk terlihat senyuman haru. Matanyapun dari terang menjadi guram dan berkaca-kaca.
"Tak kukira apa yang terbenam dihatiku selama tiga puluh tahun dapat engkau terka dengan kitu. Sesungguhnya inilah yang mengakibatkan aku begini dan maukah engkau mendengar ceritaku ?" Ia terdiam sejenak, sedangkan Tiong Giok menganggukkan kepala.
"Sejak kecil aku talah yatim piatu, ditambah tampang yang buruk, sehingga hilang harapan dalam soal "asmara". Aku hanya berpikir kalau bisa mendapat seorang dusun sebagai istri, sudah mujur banget ! Siapa tahu kehidupan seseorang bisa berubah. Boleh-boleh aku mendapatkan berkah dan bisa memiliki ilmu silat yang tinggi. Dan dapat menempatkan diri sebagai seorang terkemuka di dunia Kang Ouw. Akibat ini membuatku sombong dan angkuh.
Segala perempuan-perempuan biasa kupandang sebelah mata. Dan syarat-syarat mencari istri bagiku semakin tinggi, dan lupa pada keburukan diri sendiri. Permintaanku semakin tinggi semakin sukar mendapat istri.
Tapi kehidupan memang aneh, karena type seorang istri yang kuidam-idamkan kutemukan secara kebetulan. Itu terjadi pada suatu malam waktu aku berjalan-jalan ditelaga So Ouw. Di sana terdapat sebuah bangunan yang indah dn bertingkat. Saat itu diloteng masih terang benderang, kulihat seorang gadis sedang terpekur di depan jendela. Aku bukan seorang yang ceriwis, waktu melihat kecantikan gadis itu, seolah-olah terpukau. Dan terus memandangnya tanpa berkedip-kedip. Sampai pelita-pelita dimatikan dan gadis itu menutup jendela aku baru berlalu. Malam kedua, seperti ada kekuatan gaib menyeretku ketempat semalam. Dan terus menongkrong mengagumi gadis itu seperti malam pertama. Malam ketiga kudatangi lagi dan terus menatapnya seperti malam-malam yang lalu begini sja membuatku asyik. Tiga hari ini membuatku gila tak keruan, siang kutidur malam kugadangi gadis itu. Dan kurasakan bukan saja cantik, tapi sangat agung dan menyamankan hati. Sedikitpun tidak terasa letih atau lapar asal melihat gadis itu. Tiba-tiba pada malam keempat, seperti biasa kunongkrong dari bawah seperti seekor kodok merindukan bulan. Entah bagaimana malam itu sinar lampu belum juga padam, akupun terus berdiri disitu dengan tak jemunya. Aku heran karena lain malam-malam yang lalu, tapi tak bisa berpikir lama, karena seorang pelayan perempuan menegurku :
"Pek Tayhiap, nonaku mengundang masuk ! Kata nona engkau telah tiga malam berdiri di sini, maka mengundangnya kedalam !"
"Kenapa engkau tahu tiga malam aku disini, dan kenapa tahu aku she Pek ?"
"Itu soal nonaku, bicaralah dengannya !"
Aku masuk kedalam dn dipersilahkan naik keloteng, disana lampu terang benderang, dimeja tersedia hidangan dan minuman, dengan kaget aku mendapat jamuan mendadak ! Setelah mengobrol sejenak, kutahu bukan saja ia berwajah cantik, juga terkenal didunia Kang Ouw sebagai pendekar wanita yang mulia".
"Siapa namanya ?" selak In Tiong Giok.
"Namanya tak perlu kusebutkan, pokoknya engkau asal tahu saja bahwa ia seorang pendekar, tok."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
123 "Sejak malam itu kami berkawan, semakin hari semakin intim, benih-benih cintapun sedalam.
Ia pun tak sungkan menerima ajakanku yang pertama memain perahu di telaga dan jalan-jalan mencari angin. Kesan ini seumur hidupku tak bisa dilupakan, begitu manis dan romantis.
Seumur hidupku hanya sekali itulah merasa bahagia".Akan tetapi jalan-jalan berdua dan main-main ditelaga itu adalah yang pertama dan terakhir pula, sejak itu kami berpisah dan tak pernah bertemu muka lagi?"
"Kenapa ?"
"Tak usah heran, seorang lelaki terjelek di dunia berjalan-jalan dengan seorang gadis tercantik, dimuka umum. Mendapat tertawaan dan jadi tontonan?"
"Ya, memang dunia ini kejam, dan selalu mendatangkan duka !"
"Tapi ini kesalahan aku sendiri, kenapa aku tidak tahu diri mau menyintai seorang cantik dengan paras yang buruk !"
"Baik buruknya seseorang bukan dari wajah yang jadi ukuran !"
"Benar, tetapi wajahlah yang dilihat !"
"Kuyakin pendekar wanita itu tak berpikir begitu bukan ?"
"Benar demikian ! Bahkan jika kulamar pasti diterima, tetapi apa yang bisa aku berikan padanya " Seorang yang buruk " Buah tertawaan manusia jahil ! Cintaku kepadanya segenap hati, tapi bisakah membawanya bahagia dengan tampang seburuk ini " Maka itu setelah kupikir matang-matang, membuatku tahu diri, dan diam-diam mengasingkan diri. Dengan begitu aku harap ia bisa mencari lelaki lain yang lebih ganteng dariku, tapi apa yang aku perbuat ini hanya mendatangkan penyesalan dan kecewa tentu !"
"Mungkinkah sampai sekarang ia tidak bersuamikan ?"
"Tidak saja tak bersuami bahkan masih tetap mencariku kemana-mana !"
"Lalu apa yang membuatmu tak mau ?"
"Kau piker pantaskah aku menjadi suaminya ?"
"Kenapa tidak !"
"Hmm, lebih-lebih sekarang parasku sudah keriputan dan semakin buruk?"
"Ia pun sudah tua dan tak secantik dulu lagi "
"Ia awet muda dan semakin cantik," kata Pek Kiong Hong.
"Apakah Lo Cianpwee sudah melihat lagi ?"
Pek Kiong Hong menjadi merah, kepalanya mengangguk. "Tiga tahun yang lalu aku
melihatnya dikota, tapi ia sendiri tak melihatku !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
124 "Cinta itu tak memandang bulu, buruk jelek tua muda tidak menjamin ukuran. Kini ia menanggung rindu puluhan tahun, tidakkah Lo Cianpwee merasa kasihan terhadapnya
maupun pada diri sendiri " Kukatakan demikian karena Cianpwee masih tetap mencintainya bukan " Untuk apa menanggung rindu seumur hidup kepada kekasih yang mencintai jua ! Jika Lo Cianpwee bertepuk sebelah tangan atau cinta tak sampai boleh berlaku demikian, tapi ini soalnya saling mencintai. Dan dirusak sendiri oleh perasaan Cianpwee, ini bukan saja berdosa padanya juga pada diri sendiri."
Pek Kiong Hong jadi bungkam mendapat nasehat seorang muda belia ! Mungkin dalam soal asmara, tidak perduli orang tua, akan menjadi bodoh dan tak mali meminta saran pada yang mudaan! Ya dalam soal asmara ini adalah wajar !
"Sebenarnya perkataanku ini terlalu kurang ajar, tapi untuk cinta murni yang diabaikan begitu saja terpaksa kuciptakan juga. Dengan harapan perasaan jahanam itu hilang dan timbul perasaan yang adil ! Kurasa sampai kini belum terlambat, untuk menjalin lagi jodoh yang terkatung-katung.
"Kau bicara terlalu jauh," kata Pek Kiong Hong.
Pembicaraan mereka baru sampai disini Yauw Kian Cee sudah datang bersama seorang tua gemuk keduanya membawa tumpukan buku yang selesai dicetak. Kami telah mengerjakan sekuat tenaga, tapi hanya berhasil mencetak lima ratus lima puluh buku!" kata Yauw Kian Cee sambil tersenyum. Nah cobalah In Kongcu periksa !"
In Tiong Giok menoleh kearah jendela, baru merasa bahwa hari sudah remang-remang menjelang fajar. Cepat ia memeriksa buku-buku itu, dan menghaturkan terima kasih berulang-ulang.
"Apa yang engkau akan kerjakan dengan buku-buku itu ?" tanya Pek Kiong Hong.
"Sebelum terang tanah, Boanpwee akan menyebarkan dua ratus lima puluh buku ini ditempat yang ramai, agar setiap yang menghendakinya mudah mendapatkannya, sisanya akan kutitip di penginapan-penginapan agar orang jauhpun bisa memperolehnya. Dengan demikian dalam waktu singkat buku ini bisa tersebar habis."
"Apakah engkau benar-benar sudah mengambil keputusan demikian ?"
"Ya, dengan cara itulah Boanpwee bisa menghilangkan monopoli Keng thian cit su dati tangan Pok Thian Pang dan Liok Jie Hui."
"Jika begitu kuminta kau meninggalkan seratus buku disini, " kata Pek Kiong Hong, akan kuberikan sendiri pada jago-jago bilim, atau mengecernya didepan, dengan begini
perusahaanku akan mendapat kemajuan yang tidak sedikit !"
"Kuharap Lo Cianpwee berlaku waspada, jangan sampai buku ini mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan" kata In Tiong Giok sambil memberikan seratus buku.
"Hal ini tak perlu kita kuatirkan" kata Pek Kiong Hong, dan kudoakan agar kau bisa sampai dirumah Lim Siok Bwee secepatnya tanpa kurang suatu apa."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
125 "Boanpwee berdoa agar Lo Cianpwee bisa melanjutkan jodoh yang terkatung-katung secepat-cepatnya !"
Pek Kiong Hong terbahak-bahak, lalu mengantar pemuda kita keluar rumah, sampai Tiong Giok pergi jauh dan tidak terlihat lagi, ia baru masuk kedalam sambil berkemak-kemik. "Ia seorang pemuda yang dikaruniai keberanian dan kepintaran yang luar biasa, susah mencari orang semacam dia. Ia menoleh pada Yauw Kian Cee dan memesannya. Sejak hari ini
perusahaan kita akan tutup untuk selamanya, maka kumpulkan para pegawai dan berikan mereka pesangon secukup-cukupnya.
"Apa" Lo Yacu San terjun lagi ke dunia Kang Ouw ?"
"Keadaan dunia Kang Ouw seadng mengalami perubahan, siapa yang bisa tenang
mengsingkan diri untuk melewati hari?"
Benar saja kejadian yang menggemparkan dalam waktu singkat telah terjadi. Buku pusaka yang bernama Keng thian cit su, dalam waktu sehari telah tersebar luas dikota Kim leng.
Buku yang menjadiu rebutan dengan pertaruhan nyawa, kini dapat diperoleh dengan mudah.
Mulut kemulut peristiwa ini diceritakan orang, dalam waktu tiga hari seisi kota menjadi geger
! Bahkan jago-jago Bulim dari bebagai aliran, berduyun-duyun datang ke kota Kim leng untuk memperoleh buku pusaka itu. Nama In Tiong Giok dan Keng thian cit su menjadi buah bibir seluruh penduduk kota. Tambahan pula dengan terbitnya buku itu, In Tiong Giok tak terlihat lagi mata hidungnya, dan membuat orang menerka, siapa dia ! Ada yang mengatakan bahwa ia orang India ! Pelarian Pok Thian Pang, atau juga Ciu Thian Siang sendiri, dan ada juga yang menduga, sebagai ahli waris Sin kiam siang eng".banyak mulut banyak
pembicaraan tapi semuanya merasa kagum dan memuja-mujanya.
***** In Tiong Giok".In Tiong Giok".dimana-mana terdengar nama ini diperbincangkan orang.
Sedangkan ia sendiri diluar tahu siapapun telah berperahu menuju ke barat.
Perahu yang disewa sangat besar, dan setiap harinya ia mengunci pintu kamar seorang diri.
Disini ia melatih ilmu Keng thian cit su dengan tekun. Tukang perahu merasa heran, tapi tidak mengatakan apa-apa. Hanya memanggilnya diwaktu makan saja, seperti yang dipesan
penyewanya itu.
Beberapa hari telah berlalu, perjalanan mereka hampir sampai dikota Keng an. Tukang perahu mengetuk pintu kamar sambil berteriak keras-keras. "Kongcu apakah engkau mau makan sekarang atau sesudah berlabuh dikota Keng an ?"
In Tiong Giok keluar dari kamarnya dengan berkeringat, ia memandang kepantai, sejenak.
"Kupikir jangan berlabuh ditempat ramai bagaimana ?"
"Terserah pada Kongcu, aku menurut saja," kata tukang perahu. Dan terus menuju kesebuah dusun kecil diseberang Keng an. Disini terdapat perkampungan nelayan. Mereka berlabuh disitu. Tukang perahu dengan dua pembantunya turun kedarat untuk membeli perbekalan.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
126 "Isterinya tukang perahu menyediakan Tiong Giok makan. Tak selang lama yang mendarat telah kembali lagi dengan barang bawaannya. Terlihat mereka tergesa-gesa dan gugup.
"Kongcu celaka!" kata tukang perahu dengan wajah pucat. Kita tidak bisa melewati pelabuhan Keng an ! Karena dalam beberapa hari ini, menurut kaum nelayan disitu
berkumpul orang-orang Kang Ouw dari berbagai tempat, mereka memaksa semua perahu menuju ke Kim leng, yang tidak mau, perahunya dirampas, dan orangnya dibunuh."
JILID 7________
"Tak kusangka perbuatanku mendatangkan bencana bagi kaum nelayan," pikir Tiong Giok.
"Habis kau pikir bagaimana ?"
"Kupikir sesudah malam baru berlayar lagi dengan begitu mungkin juga kita bisa melalui kota itu dengan selamat !"
"Begitupun baik, andaikata tidak bisa melalui juga, tidak apa-apa aku bisa mendarat dan tak merepotkan kalian !"
Saat inilah dengan tiba-tiba dari arah daratan terdengar orang berseru : "Hei ini perahu siapa dan mau kemana ?"
Tukang perahu menoleh kearah suara, segera juga membuatnya gemetar tidak karuan, karena disitu berdiri dua orang: satu jangkung satu kurus. Usianya tujuh puluhan, pakaiannya putih, rambutnyapun putih, bahkan wajahnyapun putih tidak berdarah. Pokoknya serba putih.
"Hei apakah engkau tidak mendengar pertanyaanku ?" kata yang katai dengan dingin dan menakutkan.
"Oh"mau"mau ke Siang yang?"
"Bawa barang atau penumpang ?"
"Penumpang !"
"Berapa orang ?"
"Ada"hanya seorang?"
"Hm!" sikatai mendengus dingin dan menoleh pada yang jangkung. "Lo toa, kita masih mujur Keng an sudah dikuasai kaum Pok Thian Pang, tak sangka bisa mendapat perahu disini !"
Sijangkung tak menjawab hanya menganggukkan kepala.
"Kuminta penumpang itu turun, karena kami mau memakai perahumu !" seru sikatai.
"Apakah jie wie mau ke Siang yang juga ?"
"Tidak, kami mau ke Kim leng !" kata sikatai dan terus melompat keprahu dan disusul kawannya dari belakang.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
127 "Maaf saja Jie wie karena perahuku sudah diborong orang. Bisa tidaknya harus kutanyakan dulu kepadanya?"
"Tidak bisa harus bisa, mau tak mau harus mau !" seru sikatai.
"Ini soal mudah asal saja penumpang itu mau mengalah?"
"Hm, ia pasti mau !" kata sikatai yang terus masuk kedalam lambung perahu.
In Tiong Giok yang sejak tadi mendengari pembicaraan mereka, kini menampilkan diri. "Jie wie mau memakai perahu ini, berani bayar berapa duit ?"
"Engkau boleh menghargai berapa saja !" kata sikatai.
"Aku menyewa perahu ini dua ratus tail perak, jika Jie wie mau mengganti kerugian, aku bersedia mengalah !" jawab Tiong Giok.
"Tak kukira engkau mata duitan ! Pokoknya kalau kami senang, bisa memberikan lima puluh tail emas !"
"Aku sudah membayar terlebih dahulu, kuharapkan engkau sepertiku !"
"Ya hitung-hitung engkau berjasa mengantarkan perahu untuk kami, aku Ouw Kun San mau juga membayar !" kata sikatai yang terus merogo saku mengeluarkan uang emas. "Uang ini menyilaukan mata, sukar diterimanya !"
"Kupikir menerima uang paling mudah!" jawab Tiong Giok.
"Nah terimalah !" seru Ouw Kun San yang terus melemparkan uang emas itu kearah pemuda kita. Begitu cepat dan keras uang itu menyambar, tapi dengan cepat pula pemuda kita mengeluarkan jarinya, serta terdengar suara nyaring angin yang keluar dari jerijinya, membuat mandek lajunya uang emas. Secara ringan uang itu ditangkapnya, dan dilemparkan ketukang perahu. "Terimalah persenan ini !"
"Terima kasih atas kebaikan Kongcu !"
"Jangan kepadaku, berterima kasih pada orang tua ini !"
"Terima kasih atas keroyalan Jie wie !"
"Aku heran kenapa didunia ini ada yang menghambur-hamburkan uang guna memperoleh sejilid buku tipis " Ah benar-benar tolol !" kata Tiong Giok yang terus meninggalkan perahu, sesampainya didarat ia mengeluarkan sejilid buku tipis, lalu membeset-besetnya sampai hancur. "Buku ini di Kim leng bertumpuk-tumpuk, tak ada harganya, anaeh disini bisa laku lima puluh tail emas!" Dilemparkannya sobekan buku keair.
Kedua orang tua serba putih memandang ke sungai, dan kebetulan sekali dari sobekan buku itu, mereka bisa melihat huruf yang berbunyi Keng thian cit su. Wajah mereka segera Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
128 berubah, dan terus berteriak keras: "Hei bocah jangan pergi dulu !" berbareng dengan habisnya suara mereka, tubuhnyapun sudah mengapung dan tiba dihadapan Tiong Giok.
"Perahu sudah kuserahkan pada kalian, kini mau apa lagi ?" tanya Tiong Giok dengan mengejek.
"Engkau jangan berlagak bodoh, ketahuilah kami ini siapa ?" kata Ouw Kun San. "Berani mengejek dan mempermainkan kami, artinya bosan hidup tahu !"
"Tidak tahu !" jawab Tiong Giok seenaknya.
"Kamu belum pernah melihat kami, seharusnya sudah mendengar nama kami !" seru Ouw Kun San dengan gusar.
"Tidak kenal bagaimana harus kenal ?"
"Apakah gurumu tidak memberi tahu ?"
"Maaf gurukupun belum pernah menyinggung nama kalian !"
"Dasar bocah tak berpengetahuan, sampai Kui coa jie sau (dua orang tua menyerupai kura-kura dan ular) yang kesohor engkau tak kenal, mau bergelandangan didunia Kang Ouw?"
"Ha ha ha kiranya Kiu coa jie sau ! Oh! Nama ini cocok benar dengan tampang kalian !"
"Mampus lu !" bentak Ouw Kun San yang terus menghajar dengan lengannya. Sijangkung ya ng bernama Sing Thian Beng sejak tadi diam saja, begitu melihat temannya naik darah dan melancarkan serangan, buru-buru mencegah. "Sabar dulu," katanya. Bocah, Han Bun Siong itu apamu ?"
"Itu guruku !"
"Engkau sendiri bernama apa ?"
"In Tiong Giok !"
"Oh kiranya engkau bernama In Tiong Giok !" seru sikatai yang bernama Ouw Kun San dengan kaget bercampur girang. "Lo Toa bagaimanapun tak boleh dikasih lolos !"
"Benar ! Tangkap hidup-hidup !" seru Sing Thian Beng yang terus berpangku tangan dan membiarkan kawannya turun tangan sendiri.
"In Tiong Giok engkau perlu tahu, kami turun gunung separuh buku pusaka itu separuh untuk menuntut balas pada gurumu. Kini kedua soal itu bergabung padamu sendiri, bocah terimalah kematianmu!" kata Ouw Kun San yang terus bergerak, lengannya mengebas kearah dada, cepatnya seperti kilat. Akan tetapi serangan ini dengan mudah kena diengoskan pemuda kita.
Ouw Kun San tertegun sejenak, tak terpikir serangannya yang dilancarkan mendadak dan cepat itu tak membawa hasil. Api amarah seolah-olah membakar dirinya "Bocah, mampus kau !" bentaknya geregetan. Ia melompat keudara dan turun menyerang dengan tangannya kearah batok kepala.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
129 Tanpa menoleh, Tiong Giok menggeser kakinya, serangan musuh kembali mengenai angin.
"Hei, sebenarnya kalian mempunyai permusuhan apa dengan guruku " Dan jangan mengira aku berkelit melulu karena takut !"
"Kami tidak mempunyai waktu mengadu mulut," jawab Ouw Kun San, yang jelas engkau tak bisa lolos dari tanganku !"
"Hm, baik !" kata Tiong Giok, dan terus membungkuk mengambil cabang kayu dari tanah,
"kalian menghendaki ilmu Keng thian cit su, nanti kuturunkan pada kalian, lihat dengan baik-baik ! Agar ilmu yang kalian idam-idamkan ini bisa dipelajari sebaik-baiknya."
"Bangsat !" bentak Ouw Kun San dan terus menyerang dengan kedua tangannya.
Perlahan tapi cepat, Tiong Giok memutar kakinya, tubuhnya merapung beberapa meter dan terus membentak: "Jika mau mempelajari ilmu pedang, sebaiknya keluarkan senjatamu !"
Siang Thian Beng yang berpangku tangan sejak tadi, membuka mulut : "Bocah ini jangan kasih hati ! Lo jie hunuslah senjatamu !"
Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, Ouw Kun San melucuti ban pinggangnya yang terbuat dari benang pelatina. Dan terus diputar, sehingga cahaya putih berkelebatan, mencecar pada Tiong Giok.
Dengan tenang dan penuh perhitungan Tiong Giok membiarkan senjata musuh mendekat kearahnya, baru mengengos kesamping, dan batang kayu yang digunakan sebagai senjata ditotokan kepergelangan lawannya. Begitu cepat dan diluar dugaan siapapun, tepat mengenai sasaran, Ouw Kun San merasakan lengannya kaku senjatanya hampir terlepas, dengan kaget ia mundur meninggalkan gelanggang.
"Ingat baik-baik, ini jurus pertama yang bernama It cu keng thian (sebatang kayu menunjang langit)."
Ouw Kun San murka sekali, senjatanya dikeprakkan ketanah, debu beterbangan, tubuhnya mencelat kedepan dibawah lindungan senjatanya yang berputar-putar. Menerjang kepada musuhnya yang mendongkolkan hatinya.
In Tiong Giok tersenyum menyaksikan kekalapan musuh, batang kayunya disabetkan dan diputar, dalam sekejap batang kayu itu dari satu berubah dua, dan dari dua berubah empat, dan seterusnya semakin banyak. Sedangkan gerakan ban pinggang Ouw Kun San semakin sedikit dan akhirnya hilang, berbareng dengan ini tubuhnya terpental beberapa meter dan jatuh dengan menimbulkan suara yang cukup nyaring.
"Ini perubahan kedua dari jurus pertama yang bernama Cong geng diu siau (malang melintang diangkasa), jika ujung kayu ini berubah lagi, nyawamu pasti hilang !"
Ouw Kun San mengeluarkan keringat dingin, ia melihat bajunya penuh lubang terkena senjata musuhnya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
130 "Lo jie, apakah engkau terluka ?" tanya Sing Thian Beng.
"Masih untung tidak sampai terluka," jawabnya dengan meringis.
"Bocah itu tampaknya sudah memahami ilmu pedang itu !"
"Memang benar !"
"Jika begitu tidak ada harapan menag lagi bagi kita !"
"Ah, belum tentu," jawab Sing Thian Beng. "sungguhpun ia bisa, tapi belum matang. Jika serangan dipencarkan, pasti membuatnya kikuk dan gugup !"
"Ya kenapa tak perpikir kesitu," kata Ouw Kun San, "sampai beberapa kali seranganku mengalami angin terus."


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cek cek cek," tiba-tiba terdengar suar seseorang, Ouw toako apa-apaan menghadapi anak kecilsaja samapai mendeprok " Seiring dengan habisnya suara berkelebat seseorang dihadapan mereka, dengan pakaian keemas-emasan yang mentereng. Pendatang itu usianya lebih kurang tiga puluh tahun, tubuhnya ramping, wajahnya putih karena bedak yang tebal.
Bibirnya memakai gincu. Jalannya berlenggang lenggok penuh gaya. Bukan lelaki bukan perempuan. Dia banci !.
Kedua orang tua memandang penuh jijik. "Hm, kiranya Oey Tin Hong, sudah lama kita tak bertemu !" kata Ouw Kun San dengan nada dingin.
Tanpa memperdulikan sikap orang yang dingin, dengan bergoyang-goyang ia menghampiri dan berkata : "Saya mendengar Jie wie Toako turun gunung lagi untuk mencari buku Keng thian cit su, betulkah ?"
"Kalau benar bagaimana " Dan jika tidak bagaimana ?" kata Kouw Kun San.
"Menurut berita buku itu muncul di Kim leng dan banyak yang kesana," kata Oey Tin Hong, kenapa Jie wie Toako tidak kesana ?"
"Sebaiknya jangan ikut campur dalam urusan kami !"
"Cek, cek, cek, marah dek," kata Oey Tin Hong dengan lagak bancinya.
"Maksudku baik ! Buku itu merupakan pusaka Rimba Persilatan, jika sampai kehabisan sayang sekali !"
"Eh bencong, tahubegitu kenapa engkau sendiri tidak ke Kim leng ?" kata Sing Thian Beng.
"Dan apa gunanya ngeberengsek disini ?"
"Oh Sing Toako jangan gitu dong, saya sih bo hok ki, mana bisa dapat buku itu !" jawab Oey Tin Hong. "Ya ketemu disinipun, kebetulan saja sedang lewat. Dan heran melihat Jie wie berkelahi dengan seorang bocah."
"Apa herannya ?" bentak Ouw Kun San.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
131 "Sorry ya," kata Oey Tin Hong. "Apakah perlu bantuanku ?"
"Hm, kutahu engkau menaruh hati pada bocah itu ! Ha ha ha , kata Ouw Kun San sampai tergelak-gelak. Tgapi ketahuilah siapa bocah ini ?"
"Ketahuilah bocah ini adalah penulis buku Keng thian cit su yang diterbitkan di Kim leng namanya In Tiong Giok !"
"Oh, tak sangka kecil-kecil bisa menggemparkan rimba hijau, jika Jie wie tidak menerangkan, bagaimanapun saya tak percaya dia ini In Tiong Giok adanya !"
"Bagaimana ketarikkah ?"
Dengan malu-malu Oey Tin Hong menutup mulutnya, tersenyum sambil melengos. "Saya sih tidak berani mengatakan apa-apa, asal Jie wie mengijinkan beres deh !"
"Hm, dari tadi saja engkau bilang !" kata Ouw Kun San "tapi jangan anggap enak saja, engkau belum tentu menang melawan bocah itu!"
Dengan menggoyang-goyangkan kipas Oey Tin Hong tersenyum dikulum. "Ah masa ia lihay
!" Kipasnya dirapatkan dan diselipkan kepinggang, lalu dihampirinya In Tiong Giok. Begitu hampir dekat, baju luarnya dibuka, dan terlihat celana dalamnya yang merah. Berbareng dengan ini, bertebaran wewangian keras memenuhi udara.
Sing Thian Beng menyaksikan ini, menggoyangkan mulut pada saaudaranya, dan terus melompat jauh kebelakang dengan siap siaga.
In Tiong Giok tidak mengenal pada Oey Tin Hong, tapi kelakuannya itu mendatangkan kesan buruk baginya. Maka itu melihat bencong ini menghampirinya, iapun sudah siap sedia dengan batang kayunya.
Tiba-tiba saja Oey Tin Hong mencabut lagi kipasnya, dan terus digoyang-goyangkan: "Hei Kongcu betulkah engkau bernama In Tiong Giok ?"
"Hm, mau berkelahi boleh, jangan banyak bicara!" jawab Tiong Giok.
"Hi hi hi, galak amat," kata Oey Tin Hong, "baru kenal mau berkelahi ?"
"Jangan banyak bicara mari?" belum seelesai suaranya diucapkan, ia merasakan sesuatu hawa buruk. Cepat ia gunakan hawa sejatinya untuk mengusir hawa buruk. Usahanya ini mendatangkan perasaan tidak enak dan sebal, matanya berkunang-kunang dan kabur. Tak alang kepalang kagetnya, cepat-cepat ia menahan napas dan mundur kebelakang. Oey Tin Hong membarengi menerjang kedepan, dan menotok dengan kipasnya. "Kalau sudah
merasakan Dupa Lupa Daratan milikku, engkau jangan harap bisa melarikan diri lagi !"
Sungguhpun perasaannya mabuk, Tiong Giok masih bisa bertahan juga, serangan musuh diengoskan dan terus membarengi dengan sabetan mendadak. "Buk!" terdengar sekali, kayunya itu tepat mengenai pundak musuh. Sayang tenaga dalamnya sudah buyar, biarpun Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
132 tepat, tidak mendatangkan hasil yang memuaskan. Oey Tin Hong hanya terhuyung-huyung beberapa langkah.
Berbareng dengan ini Tiong Giok mengebut dengan langkah seribu. Sang Banci jadi tertegun, dan baru mengejar setelah musuhnya kabur. Tapi perbuatannya ini dirintangi Kui coa jie sau.
"Lo jie kejar bocah itu, dan serahkan banci ini kepadaku !" Sing Thian Beng, terus saja melancarkan pukulan pada Oey Tin Hong sedangkan Ouw Kun San memburu pada Tiong
Giok. "Apa artinya kelakuanmu ini ?" tanya Oey Tin Hong.
"Bocah itu adalah musuhku, siapapun tidak boleh campur tangan !"
"Hm, ini namanya pinjam golok membunuh orang !" kata Oey Tin Hong.
"Benar!" jawab Sing Thian Beng dengan bangga.
Oey Tin Hong membungkuk dan menunjang tubuhnya dengan tangan, lalu berputar-putar seperti ular, dan melancarkan tendangan-tendangan berangkai yang bertubi-tubi. Orang jangkung seperti Sing Thian Beng ini bagian bawahnya adalah yang terlemah. Maka itu dengan kaget ia merapung keatas, sedangkan musuhnya menggunakan kesempatan ini molos dari selangkangannya dan terus mencelat kedepan. Kipasnya tampak bergerak, mengeluarkan sinar biru yang menyilaukan mata. Menghantam pada Ouw Kun San.
Sing Thian Beng tahu itulah senjata rahasia, maka ia berteriak nyaring memperingati saudaranya: "Lo jie awas senjata gelap !"
Saat ini Ouw Kun San sedang mengejar In Tiong Giok dan hampir berhasil, biarpun
mendengar peringatan dari saudaranya, untuk melepaskan buruan merasa sayang, ia hanya menggesekan kakinya, sedangkan lengan kirinya tetap menjambrret kepundak Tiong Giok, lengan kanannya mengebas kebelakang. Tak kira sebelum kibasasnnya dilancarkan, pundak kanannya dirasakan seperti digigit semut dan sakitnya meliputi seluruh punggungnya.
Membuatnya menggigil dan lemaas. In Tiong Giok tidak mau membuang kesempatan, dengan sekeras-kerasnya itu melancarkan Hiat cie leng. Kasihan Ouw Kun San yang kate itu segera terhuyung dan ambruk. Ia sendiripun cepat-cepat lari kedalam hutan. Agaknya obat mabuk bekerja hebat, dengan terhuyung-huyung, ia berlari terus. Samar-samar ia mendengar suara saling bentak antara Oey Tin Hong dan Sing Thian Beng akhirnya apapun ia tak mendengar lagi. Karena kakinya memijak Lumpur dan terus roboh tak sadarkan diri".entah sudah berapa lama waktu berlalu. Waktu ia siuman dari mabuknya mendapatkan dirinya berada disebuah kolam yang cetek. Sekujur badannya penuh Lumpur. Ia bangun cepat, dan terus menuju kesebuah sungai yang tak seberapa jauhnya dari kolam. Entah bagaimana rasa mabuk dan mual sudah hilang sendiri, pikirannya terasa terang, entah apa yang menyebabkan punahnya mabuk itu. Ia turun kesungai mencuci tangan, lalu membuka bajunya, dicuci sebersihnya. Setelah diperas pakaian itu dibeber diatas sebuah batu besar. Ia sendiri duduk dipinggir batu dengan pakaian dalam, menantikan pakaiannya kering tertiup angin malam.
Ia termenung-menung dimalam sunyi sambil mengawasi bintang-bintang dilangit. Saat inilah telinganya mendengar suara tertawa halus. Tak alang kepalang kagetnya, cepat disambarnya celana dalam, serta uang dan kumala ungu lalu dilibatkan kepinggangnya, pakaiannya segera diraup dan terus ia bersembunyi kedalam air sungai. Suara tertawa semakin lama semakin Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
133 dekat, empat gadis manis, menuju kearah sungai dimana Tiong Giok bersembunyi. Gadis-gadis ini masih muda-muda dan berpakaian seba hijau. "Bagaimana " Aku bilang disini terdapat sebuah sungai masih tidak percaya," kata salah seorang yang paling besar."
"air sungai ini bening sekali, dingin apa tidak ?" kata yang lain lagi. Dan terus berjongkok memegang air.
"Bagaimana " Dinginkah ?" tanya yang disampingnya.
"Sejuk!"
"Hayo kita mandi !" kata yang paling besar dan terus mereka membuka baju.
"Eh, bagaimana kalau dilihat orang ?" tanya yang paling kecil.
"Tak usah takut, malam "malam mana ada orang!" kata yang besar, "Sesudah mandi kit panggil Tutan, biar dia mandi juga !" Mereka berkecimpung diair, sedangkan bulan menerangi keadaan. Begitu romantis dan tidak ubahnya seperti jaka tarub jumpai tujuh bidadari. Tiong Giok menahan napas menyaksikan keadaan ini. Ia mencoba meram, tapi mata itu melek lagi"melek lagi. Ia berdoa agar gadis-gadis itu cepat-cepat berlalu !.
Sambil bergurau gadis-gadis itu mandi dengan riangnya.
"Eh kita jangan enak sendiri, Tutan mungkin kesal menantikan kita, mari kita pulang !" kata yang besaran.
"Sebentar lagi dah," jawab yang lain. "Berapa hari ini kita mengikuti Siocia keberbagai tempat, capai lelah belum hilang, esok sudah berangkat lagi. Maka apalah salahnya kita bermainlamaan disini."
"Ya akupun sama saja dengan kalian." Jawab yang besaran. "Tapi sangat mengherankan berbagai tempat dipergi, orang yang dicari tidak ada jejaknnya, mungkin sudah mati."
"Ya, kebanyakan sudah mati." kata yang lain, "kalau tidak, kecuali terbuat dari besi !"
"Kupikir juga begitu, kecuali ia sudah mati !"
"Ah mau dikata apa, sebagai budak, kita harus puas menerima keadaan begini," kata yang lain.
"Kalau aku jadi Siocia tak mau berbuat sebodoh itu ! Melepaskan kebahagiaan untuk mencari sengsara"Ah, celaka ada yang datang, mari kita pergi !"
Keempat perempuan itu dulu mendahului berlompat keluar, lari kearah batu dimana mereka menaruh baju.
Tiong Giok membuka mata memandang sekeliling, dan benar saja melihat seorang sedang longak longok keempat penjuru. Dibawah penerangan rembulan tegas terlihat bahwa orang itu bukan lain dari Oey Tin Hong adanya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
134 Keempat perempuan itu baru sempat memakai pakaian bawah saja, sedangkan pakaian
lainnya masih dipegangi. Mereka tidak berkutik diam dibalik batu datang kesitu, sehingga tidak menyaksikan pemandangan indah disungai itu.
Tiba-tiba dari balik hutan berkelebat dua bayangan menghampiri pada Oey Tin Hong. Mereka ini adalah Hek pek siang kuay adanya. "Eh, bencong mana orang itu ?" kata Na Beng Sie.
"Orang she In itu sudah kena dupa mabuk biar bagaimana tidak bisa pergi jauh. Paling-paling ia bersembunyi disekitar sini !"
"Nyatanya bocah itu tidak ada, biar sudah dicari antero hutan ini ! Hmm, engkau jangan memandang kami seempuk Kui coa jie sau itu !" bentak Na Beng Sie.
"Tidak ! Jangan salah paham, mana berani saya menipu Lo Cianpwee !"
"Pokoknya jika bocah itu tidak ketemu, batok kepalamu pecah tujuh !" ancam Lauw Siu Kim.
"Nyonya jangan marah, saya pasti bisa menemukan bocah ini?"
"Ya"ya"ya" jawab Oey Tin Hong, "barusan saja mendengar suara orang didekat sini, tapi heran sekarang tidak terdengar lagi !"
"Bocah itu sendirian saja, mau ngomong dengan siapa ?" bentak Na Beng Sie.
"Sayapun heran, mungkinkah ada lagi jago-jago Kang Ouw lainnya yang turut mengejar-ngejarnya ?"
Na Beng Sie kaget juga mendengar ini, dengan berbisik ia berkata pada isterinya: " Siu Kim, berlaku waspadalah !"
"Ha, nyalimu kemana " Biar siapapun tak perlu kita takuti !" jawab istrinya dengan suara keras-keras.
"Aku bukan takut hanya memperingati saja padamu ! Bagaimana kalu seperti tempo hari kita berkelahi dengan Liok Lokoay " Hanya bercapai lelah tanpa memperoleh hasil."
"Jangan terlalu percaya omongannya banci itu, mungkin iapun mengandung maksud buruk !"
"Ah"mungkin ia tak berani !"
"Lo Cianpwee coba lihat ! Dikolam ini tertera jejak kaki orang," teriak Oey Tin Hong.
Siang koay dengan cepat sampai ditempat yang ditunjuk. "Ah benar, telapak ini masih baru, pasti telapak kaki bocah itu !" kata Na Beng Sie.
"Bocah itu pasti kecebur disini, sehingga obat mabukku punah terkena air, dan pantas dicari kemana-mana tidak ketemu?"
"Dengan punahnya obat mabuk itu, pasti ia telah pergi jauh !" kata Na Beng Sie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
135 "Tidak, coba lihat jejak kaki ini !" kata Oey Tin Hong. "Sesudah kecebur, pasti badannya berlumpur, untuk ini ia harus membersihkan disungai ini. Nah lihatlah, bukankah jejak kaki ini menuju kesungai itu ?"
"Ya, kita harus memeriksa kesungai itu !" kata Na Beng Sie, yang terus berjalan duluan. Dan benar saja mereka menemukan Lumpur-lumpur kotor didekat sungai itu.
"Celaka! Sekali ini habislah riwayatku," piker Tiong Giok sambil mengawasi terus gerak-gerik musuhnya.
Supaya dapat melihat terlebih luas, Na Beng Sie melompat keatas batu dipinggir sungai. Tak kira begitu ia hinggap diatas batu itu, kakinya seperti memijak sarang tikus, "Auw ! Auw !
terdengar seruan kaget dari bawah kakinya dan disusul empat penjuru sambil meneriakkan tajam. Keruan saja Na Beng Sie menjadi kaget, tubuhnya mencelat gesit. Ia terlalu tergesa-gesa, dan waktu turun kebumi hampir-hampir bertubrukan dengan salah satu tikus putih," dan terdengar lagi jeritan tajam saat itu juga. Na Beng Sie terhuyung-huyung menghindari diri, akhirnya terlebih parah lagi, karena lengannya yang terpentang, membentur semacam benda lunak nan halus.
"Auw mau mampus ! Mau apa kau ?" perempuan itu menjerit sambil menyumpah-nyumpah.
Na Beng Sie baru sadar bahwa yang terpegangnya tadi adalah benda larangan, dengankaget ia menarik lengannya. Perempuan itu dengan menutupi tubuhnya lari terbirit-birit. Tahu-tahu Oey Tin Hong menghadangnya sambil membentak: "Diam, Siapa kalian ini " Dan apa-apaan sembunyi disini ?"
"Kau sendiri apa-apaan mengintip seorang mandi " Tak tahu malu !" bentak perempuan itu dengan gusar.
"Nona jangan marah, saya hanya bertanya waktu mandi tadi, adakah melihat seorang muda disungai itu ?"
"Cis!" pereempuan itu meludah dan tepat mengenai muka Oey Tin Hong: "Bangsat tak tahu malu! Kamu anggap kami ini sebagai apa " Kami tidak melihat pemuda lain kecuali kamu si bangsat gila ! Minggir !"
Oey Tin Hong mengusap ludah dimukanya, kegusarannya tak alang kepalang: "Hm,kalian budaj tak tahu mati, tidak tahu siapa saya ini !" Kipasnya segera dibuka dan mau turun tangan.
"Hm, tiba-tiba Lauw Siu Kim mendengus dengan dingin: "Oey Tin Hong, engkau sudah bosan hidup ?"
"Hujin budak ini?" kata Oey Tin Hong dengan kaget.
"Phui!" Lauw Siu Kim mambuang ludah dengan gusar; Nyalimu besar betul ! Di depanku berani mempermainkan perempuan dan memaki mereka budak !"
Oey Tin Hong cukup mengenal tabiat perempuan ini, biarpun perasaan hatinya gusar,tak berani membantahnya, ia diam sambil menundukkan kepala. Ya maaf bahwa saya salah bicara !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
136 Perempuan tadi mendapat kesempatan lari dan tidak kelihatan baying-bayangannya lagi.
Sedangkan Lauw Siu Kim masih gusar, dan kedongkolannya ini ditimpakan kepada
suaminya. "Engkau tua bangka tidak tahu diri ! Tidak boleh melihat perempuan muda !
Engkau kira aku ini sebagai apamu ?"
"Siu Kim," kata Na Beng Sie sambil cengar cengir jengah. "Aku mana memikir bisa sampai ditempat perempuan-perempuan itu mandi !"
"Jika bakalan tahu begitu, mungkin engkau akan girang terlebih dahulu bukan ?"
Na Beng Sie mengangkat-angkat pundak tak berani menjawab.
"Hm, bagaimana perasaanmu " Menyesal mengajak aku ?" bentak Lauw Siu Kim.
"Sudahlah! Sudahlah ! Anggap aku yang salah," kata Na Beng Sie sambil menarik napas panjang.
"Untuk apa menghela napas " Menyesal tidak bisa melihat perempuan-perempuan itu terlebih lama ?" ejek Lauw Siu Kim.
Na Beng Sie tidak bisa menjawab, ia hanya mendongkol, untuk menghilangkan gusar hatinya, Oey Tin Hong dijadikan bulan-bulanan. "Hm, bencong sial ! Sudah tahu ada perempuan mandi, kenapa engkau membawa kami kesini " Enak ya melihatku didamprat bini ?"
"Saya tidak bermaksud begitu," kata Oey Tin Hong, "jika dipikir perempuan-perempuan itu dimalam hari mandi disini, sangat mencurigakan sekali ! Tambahan merekapun memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, menyesal tidak bisa kucapai mereka !"
"Kenapa tidak dari tadi engkau terangkan begitu ?" kata Na Beng Sie.
"Saya?" ia melirik pada Lauw Siu Kim, kata-kata yang sudah berada ditepian bibirnya ditelan kembali dengan terpaksa.
Melihat ini membuat Na Beng Sie semakin gusar. "Semua ini kerjaanmu bukan " Pokoknya jika bocah itu tidak kau temukan, berarti celaka bagimu ! Lekas cari !"
Ketiga orang itu perlahan-lahan meninggalkan tepian sungai, makin lama makin menjauh.
Tak selang lama cuacapun menjadi terang.
In Tiong Giok menarik napas lega, dan cepat bangun dari sungai sambil mengenakan pakaiannya yang basah. Dengan mengambil arah yang berlawanan, ia berlari meninggalkan tempat itu. Waktu matahari terang benderang ia telah tiba disebuah kota kecil. Sebagaikan anak burung yang masih ketakutan, segan untuknya masuk kedalam kota, untuk menangsel perutnya yang lapar, ia mampir disebuah warung nasi dipinggiran kota, setelah kenyang dan membeli beberapa kue kering, cepat-cepat ia melanjutkan perjalanan.
Tujuannya adalah rumah Lim Giok Bwee di Pek liong san, untuk ini ia selalu menempuh perjalanan gunung yang sepi. Dengan begini tak mudah dirinya diketemukan orang, dan bilamana ketemu musuh dapat meloloskan diri kedalam hutan. Disamping keuntungan itu, ada Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
137 pula kesulitan baginya, yakni sukar mencari makanan. Hari pertama ia menempuh perjalanan sembilan puluh lie, sejauh ini tidak ada perumahan-perumahan penduduk yang ditemuinya, membuatnya menahan lapar sepanjang jalan. Waktu hari kedua, sepanjang perjalanan tidak juga dijumpai rumah orang, laparnya sudah sampai dipuncak. Ia mengaso dibawah pohon yang rindang. Tak jauh dari situ ia melihat sebuah perkebunan jeruk, sedang berbuah lebat sekali. Dengan cepat ia menghampiri jeruk-jeruk itu masih hijau selum manis bener. Dalam keadaan lapar ia tidak perduli matang atau tidak, dipetiknya bebrrapa buah lalu dimakan dengan lahap. Jeruk itu amat masam tidak saja menghilangkan lapar, bahkan membuat perutnya semakin perih dan lapar. Ia menekan perut sambil mengawasi buah jeruk yang hijauitu, saat inilah hidungnya menghirup hawa sedap ! Dengan tergesa-gesa iapun mencari dari mana datangnya hawa itu. Tak seberapa jauh dari tempat ia memetik jeruk terlihat sebuah gubuk, dari sinilah terlihat asap membumbung tinggi dan menebarkan wewangian yang sedap tadi.
Gubuk itu terbuka pintunya, yerlihat seorang gadis yang sedang menundukkan kepala dan mengipas-ngipas api, memanggang ayam.
Dengan cepat Tiong Giok menghampiri.
"Siapa disitu ?" tegur sigadis sambil menoleh.
In Tiong Giok menjadi kaget, bukan karena kedatangannya diketahui sigadis, melainkan wajah gadis itu luar biasa sekali. Kiranya separuh dari wajah gadis itu amat cantik, sebaiknya yang sebelah buruknya bukan b uatan. Jadilah antara cantik dan buruk itu pada datu wajah.
Waktu Tiong Giok melihat adalah bagian yang cantik, dan waktu gadis itu menoleh
memperlihatkan wajahnya yang buruk hampir dia sawan dibuatnya.
Gadis itu memandang tajam kepada Tiong Giok, yang gugup tak bisa menjawab. Entah kenapa ia menjadi gusar, dilempar kipas dan diambil toya, dengan cepat ia melompat keluar, nyatanya ia pandai bersilat.
"Karena nona kulihat sendirian saja maka membuatnku gugup bertanya jawab !"
"Apa keperluanmu kesini ?"
"Terus terang perutku lapar! Satu hari satu malam belum makan, bisakah nona memberi pertolongan ?"
"Sayang kau datang bukan pada waktunya, ayam panggang itu khusus ayah !"
"Tolonglah aku lapar sekali".."
"Tak bisa ! Ayahku tak dirumah, andaikata ia ada tak mungkin bisa menolongmu !"
"Aku tidak ingin ayam itu, pokoknya asal makan, sudah cukup !"
"Tak bisa !" kata gadis itu. "Kalau ayahku mengetahui, aku bisa didampratnya."
"Aku lapar sekali?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
138 "Engkau harus tahu, ayahku bertabiat kasar, jika ia pulang melihatmu kukuatir?"
"Aku tak mau menyusahkanmu, asal diberi makan, aku lantas berlalu !"
"Parasmu yang kelaparan, memang harus dikasihani, baiklah kuberikan sedikit makanan, asal kau cepat-cepat pergi !" kata gadis itu dan terus menggapaikan tangan, mengajak Tiong Giok masuk.
Didalam rumah yang sederhana itu, hanya terdapat sebuah meja dan beberapa kursi, perabotannya kurang sekali. Didinding terlihat sebilah golok besar, gagangnya mengkilap, karena terbuat dari emas. Keadaan ini mendatangkan keheranan bagi pemuda kita, ia tahu kehidupan penghuni rumah ini amat miskin, tapi goloknya itu merupakan benda yang tidak ternilai harganya. Mungkinkah ayah beranak ini merupakan jago-jagonya Kang Ouw yang mengasingkan diri " Tengah ia berpikir, sigadis sudah keluar dari dapur, membawakan kuah ayam dan kueh kering. "Lekaslah makan dan cepat pergi !" desak sigadis.
Sambil menghaturkan terima kasih Tiong Giok menerima makanan itu dan terus memakannya dengan lahap sekali. Sigadis memandang si pemuda kita itu penuh dengan rasa kasihan. IA masuk lagi kedapur menambah kuah ayam dan sedikit makanan. "Kulihat engkau lapar sekali, ini ada sedikit tambahnya !"
"Terima kasih atas kebaikan nona," kata Tiong Giok, "tapi makanan ini untuk ayahmu, bagaimana kalau tahu, aku kuatir."
"Engkau ini aneh sekali, tadi meminta-minta sekarang timbul rasa kuatir, apa maksudmu ?"
kata gadis sambil tersenyum. "Semua manusia bisa merasa lapar, kenapa engkau merasa sungkan ?"
Tiong Giok tersenyum dan terus menghampiri makanan yang diberikan padanya, setelah itu ia mengeluarkan sebutir mutiara dan memberikan pada sigadis. "Atas pertolonganmu ini seumur hidupku tak kulupakan, ini sekedar tanda terima kasihku !"
"Hm, dengan ini engkau membayar kuah ayam dan kueh kering itu ?" kata sigadis sambil melirik sinis.
"Aku tidak bermaksud demikian ! Pemberianku sekedar tanda terima kasihku ! terimalah !"
"Oh kutahu, engkau sengaja memberikan mutiara ini agar ayahku tahu engkau datang, betulkah begitu ?"
Tiong Giok tak berdaya, wajahnya menjadi merah dan cepat-cepat menyimpan kembali mutiaranya kedalam saku. "Ah, maafkan nona dapatkah kutahu namamu " Agar kuingat-ingat
!" "Hm, maksudmu dengan mengenal namaku engkau mau datang lagi kesini ?"
"Pertemuan ini adalah kebetulan, entah tahun kapan kita bisa bertemu lagi ."
"Hm, artinya belum tentu bisa ketemu lagi, untuk apa mengetahui namaku bukan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
139 "Andaikata tidak bertemu lagi, budi yang kuterima ini tak bisa kulupakan. Nah terimalah terima kasihku dan permisi !" kata Tiong Giok yang terus merangkapkan tangannya memberi hormat sambil manggut-manggut dan terus keluar dari rumah gubuk itu.
Baru saja ia keluar rumah, gadis itu dengan kecepatan seperti kilat menarik baju Tiong Giok.
"sabar sebentar !" serunya perlahan.
"Engkau tak boleh pergi dulu, ayahku sudah pulang!" kata si gadis dengan wajah khawatir.
Tiong Giok memasang kuping, dan benar saja ia mendengar suara tertawa dari perkebunan jeruk, dengan mengerutkan alis dia memandang pada si gadis sambil menghibur : " Nona tak usah kuatir, jika yahmu bertanya akan kuakui semua, bahwa makanan ini aku yang
memakannya !"
"Engkau tidak mengetahui tabiat ayahku sangat kasar sekali !" kata si gadis.
"Kebun jeruk ini merupakan daerah terlarang bagi orang luar, engkau bukan saja masuk ke kebun jeruk bahkan masuk kedalam gubuk ini, jika diketahuinya, hanya kematian bagimu !"
"Kenapa ayahmu begitu tidak tahu aturan ?"
"Kini bukan saatnya mengadu aturan, kata sigadis, kuharap engkau bersembunyi dulu, baru berlalu !"
Suara dari kebun jeruk sudah semakin dekat, yang datang bukan hanya seorang tetapi banyakan. Sigadis dengan gugup menarik lengan Tiong Giok kedalam rumah. Gubuk itu hanya mempunyai dua kamar, tidak ada tempat bersembunyi lainnya. Setelah mengerutkan kening sejenak, gadis itu menarik si pemuda kedalam kamarnya dan mendorong keatas pembaringan, lalu menurunkan kelambu. "Karena terpaksa kulakukan semua ini, harap tenanglah diam disini" Ia tidak melanjutkan suaranya karena dari luar sudah terdengar suara paraunya memanggilnya : "Ciu kauw ! Ciu kauw !"
"Ya Tia !" sahut Ciu kauw dan terus keluar kamar sambil menutup pintunya.
Sesaat didepan pintu rumah terlihat banyak orang, yang paling depan adalah seorang tua yang berusia enam puluhan, dibelakangnya terlihat dua orang tua berpakaian serba putih disusul seorang perempuan cantik yang genit. Paling akhir adalah lima laki-laki tinggi besar berbaju merah.
"Tia tia baru pulang ?" tanya Ciu kouw.
"Hei budak mari kuperkenalkan dengan beberapa Lo Cianpwee ini !" kata orang tua yang berjalan paling depan.
Perempuan cantik yang genit itu menghampiri pada Ciu Kouw. "Cek, cek, cek, Cie Toako inikah puterimu itu ?"
"Ya benar, Su kouw coba kau lihat sudah besar bukan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
140 "Ah, benar saja !" kata perempuan itu yang bukan lain dari pada Hoo Su Kouw adanya. Lima belas tahun tidak melihatnya, sudah sebesar ini. Jika ketemu dijalanan pasti aku tidak mengenalnya lagi. Waktu rasanya cepat berlalu yang kecil telah menjadi besar, dan kita telah menjadi tua."
"Ah, siapa bilang kau sudah tua " Kulihat Su Kouw masih muda seperti dulu, kata salah seorang laki-laki tinggi besar. Membuat yang mendengar bergelak-gelak.
"Ah, engkau bisa saja, kata " Hoo S Kouw yang terus memandang pada Ciu Kouw.
"Masih kenalkah denganku ?"
"Ciu kouw menggelengkan kepala, sudah lupa !"
"Ah, masakan sampai bibi Hoo ini kau lupakan ?" kata siorang tua she Cie, atau ayahnya Ciu kouw.
"Hoo A-ie," kata Ciu kouw.
"Ah dasar anak pintar," kata Hoo Su Kouw "lima belas tahun yang lalu engkau baru sebesar ini !"
Kini Ciu kouw berusia delapan belas tahun, berbadan lebih tinggi dari Hoo Su Kouw sendiri, kini masih dianggap sebagai bocah cilik terus, mendatangkan rasa pembangkang yang tidak sedap pada dirinya. Dengan mengerutkan alis ia membuang muka.
Orang tua she Cie menunjuk pada dua orang tua berbaju putih. "Ini adalah Kui coa jie sau dan yang lima ini terkenal sebagai Lo sie ngo houw (lima macan keluarga Lo) dari Toa pa san semuanya kawan baikku !"
Ciu kouw menghaturkan hormat pada merekas satu persatu.
Seangkan Tiong Giok mendengari ucapan mereka dari persembunyiannya dengan hati kebat-kebit. Semua yang berada diluar itu adalah musuhnya, untung ia bisa bersembunyi, jika tidak pasti lebih banyak celakanya daari selamatnya. Ia tidak mengetahui apa hubungannya antara tuan rumah dengan Hoo Su Kouw " Tapi dari percakapan mereka dapat diketahui mereka sebagai kawan lama, berarti tuan rumah itupun sebagai orang jahat juga. Kini ia berada didalam rumah itu, tak ubahnya seperti berada didalam mulut macan !
Setelah memperkenalkan semua kawannya pada anaknya, orang she Cie itu masuk kedalam rumah, tiba-tiba saja wajahnya menjadi berubah. "Siapa yang datang kerumah ?" tegurnya pada Ciu kouw.
"Tidak ada yang datang !"
"Siapa yang habis makan ini ?"
"Oh, ini bekasku makan, dan belum sempat dibenahi !" kata Ciu kouw.
"Makin besar makin malas, lekas beresi," kata Cie Lo tua (orang tua she Cie).
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
141 "Dan potong lagi beberapa ekor ayam serta hangati arak, sehabis makan kami masih mempunyai urusan penting untuk dikerjakan !"
Ciu kouw segera keluar rumah sedangkan tamu-tamunya duduk mengelilingi tuan rumah.
Mengadakan perundingan penting. "Cie Toako tak perlu repot-repot menyediakan ini itu, yang penting kita harus memburu waktu untuk menciduk budak she In itu," kata Ouw Kun San.
"Tak usah kuatir," kata Cie Lo toa. "asal saja dia jalan kemari, passti takkan lolos !"
"Waktu di Ko ho pou jalan Tian lo te bong sudah ditebar tak urung masih lolos juga !" kata Hoo Su Kouw.
"Waktu itu jika Ciauw Thian Siang berbuat curang, biar bersayap In Tiong Giok takkan lolos
!" kata Lo Tian Wie salah seorang Lo sie ngo houw yang paling tua.
Cie Lo toa menganggukkan kepala dan berkata : "Ciau Thian Siang adalah bajak lama yang sejalan dengan kalian, kenapa bisa membantu pemuda itu mencetak buku Keng thian cit su di kota Kim leng, benar-benar membuatku tak habis mengerti !"
"Jika diceritakan urusan menjadi panjang, yang benar nasib kita belum beruntung," kata Hoo Su Kouw.
"Memang kenapa ?" tanya Cie Lo toa.
"Sungguhpun Ciau Thian Siang dapat dikatakan menghianati kami, dan eprbuatannya itu diluar dugaan. Tapi dasar nasib tidak beruntung mau dikata apa " Kami sempat menyusul kekota kim leng untuk mencegah buku itu dicetak, tapi usaha kami itu mendapat halangan."
"Siapa yang menghalangi ?" tanya Cie Lo toa tidak sabaran.
"Sampai kini siapa orang itu belum dapat kejelasan yang pasti," kata Hoo Su Kouw,
"pokoknya siapapun tidak akan menyangka seorang pembantu toko yang sederhana, berkelahi lihay sekali, hampir-hampir aku dan persaudaraan Lo ini menderita kerugian besar."
"Yang bisa mengalahkan kalian itu tentu bukan manusia sembarangan, masakan sampai namanya tidak kalian ketahui ?"
"Waktu terjadi perkelahian budak she In itu mungkin berada didalam percetakan itu, hal ini terbukti keesokan harinya Keng thian cit su tersebar luas dikota Kim leng ! Waktu kami mendatangi lagi percetakan itu untuk mencari tahu siapa pemiliknya, nyatanya sudah tutup pintu, sekalian penghuninya sudah pindah semua !"
"Ah kalian nyatanya masih payah betul, masakan dengan tenaga yang begini banyak tidak bisa mengalahkan pemilik percetakan itu ?"
"Hal ini masih tidak seberapa mendongkolkan perut, yang membuat kami mangkal dibuku yang dicetak itu ditulis kenangan untuk Ciau Thian Siang ! Dan banyak kawan-kawan lain setelah mendapatkan buku itu pergi lagi, sedangkan kami biarpun mendapatkan buku itu, Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
142 tetap akan mencari budak she In itu, untuk memaksanya membeerikan penjelasan bagian-bagian penting dari buku itu, dengan begitu kedongkolan kami baru mereda !"
"Apakah buku yang dicetak itu isinya tidak lengkap ?" tanya Ouw Kun San.
"Sukar diterangkan".tapi kita dapat menduga bahwa budak itu pasti akan menguranginya bagian-bagian yang penting dari pelajaran itu, baru menyebar luaskan pada halayak ramai.
Maka itu jika berhasil menangkapnya, besar faedahnya untuk kita," kata Hoo Su Kouw.
Siang Thian Beng yang bersifat pendiam menganggukkan kepala. "Memang benar bahwa bocah itu agaknya telah menyelami ilmu Keng thian cit su !"
"Bagaimana engkau tahu ?" tanya Cie Lo toa.
"Tiga hari yang lalu kami menemui ditepi sungai?" kata Ouw Kun San.
"Kenapa tidak ditangkap saat itu juga ?" tanya Cie Lo toa.
"Justru itu waktu kami turun tangan menangkapnya, ia melawan dengan menggunakan ilmu Keng thian cit su, ilmu itu memang luar biasa sekali, tapi ia belum mahir menggunakannya.
Dan masih ungkulan untuk menangkapnya"waktu usaha kami mau berhasil, datang Oey Tin Hong sibanci celaka itu menggerecok. Dan membuat usahaku gagal ! Kepaksa kuhadapi sibanci itu untuk mengajar adat, dasar nasibnya masih mujur dalam keadaan terdesak ia ditolong Hek pek siang yau ! "Ouw Kun San tidak menceritakan ia terluka dan hampir mati terkena serangan lawannya.
"Tapi sekarang keadaan lain," kata Hoo Su Kouw, dengan adanya Cie Lo toa kita bisa bertambah kuat dan takperduli menakuti segala Hek pek siang yau.
Cie Lo toa tergelak-gelak mendengar pujian itu dan berkata: "Ya dengan kekuatan kita sekarang, aku Kui ciu kim to (lengan setan bergolok emas) bukan tekebur, segala Hek pek siang yau tidak kupandang sebelah mata, jika bertemu dengannya, ia baru tahu bahwa kui ciu kim to tidak boleh dipandang enteng."
"Ya memang sudah kutahu bahwa Cie Toako seorang kawan yang dapat diandalkan, tidak seperti Tong teng cit kiam dan Cau ouw sam seng tiga orang she Ciu itu setelah mendapat buku segera pulang kemasing-masing tempatnya, tak mau membantu kami lagi !" kata Hoo Su Kouw.
Sementara mereka berbicara ke barat ke timur, Ciu kouw telah siap dengan makanan yang diperlukan. Dalam waktu singkat mereka telah selesai menangsel perut dan terus beristirahat sejenak, sebelum pergi Cie Lo toa mengambil goloknya dan menyoren dipinggang. "Kami akan pergi keluar mencari seseorang, makanan malam sebaiknya engkau siapkan dari sekarang, jika ada seorang yang tidak dikenal datang kemari, tangkap padanya, nanti aku akan memeriksanya." Pesan Cie tua pada anaknya.
Ciu kouw mengangguk kepala.
"Andaikata orang yang harus ditangkap berkepandaian tinggi, engkau boleh bersiul panjang, aku bisa segera membantu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
143 "Orang tiu adalah pelajar berusia sebaya denganmu putih bersih dan ganteng !" Hoo Su Kouw menjelaskan. "Mudah dikenal, engkaupun pasti kenal biarpun pertama kali melihatnya !"
"Perkataan A-ie ini seolah-olah memastikan bahwa pemuda itu akan datang kemari !"
"Eh siapa tahu kalau orang itu saat ini ada didalam rumah dan akan pergi keluar begitu kami berlalu ?" kata Hoo Su Kouw sambil memandang tajam.
Ciu kouw terkejut tak alang kepalang, perubahan parasnya terlihat tegas oleh Hoo Su Kouw, tapi perempuan ulung itu tidak mendesak terus, melainkan terkekeh-kekeh dan terus berlalu.
Setelah orang-orang itu pergi jauh Ciu kouw mengunci pintu dan terus memburu kekamarnya.
"Eh engkau she apa " Apakah engkau yang sedang dicari-cari mereka ?" tanya Ciu kouw tergesa-gesa.
"Benar, orang yang sedang dicari mereka adalah aku, In Tiong Giok !" Sebenarnya dia berniat membohong guna meloloskan diri, tapi entah kenapa terhsdap gadis ini ia tidak merasa takut, biarpun sudah jelas baginya, bahwa gadis ini adalah putrinya seorang jahat.
Ciu kouw tampak semakin gugup dan cemas mendapat jawaban sipemuda, "Wah celaka,
harus bagaimana sekarang?"
"Nona tak perlu kuatir, aku merasa berterima kasih atas pertolonganmu," kata In Tiong Giok.
"Aku bisa meloloskann diri dari bahaya ini, dan kuharapkan nona tak perlu mencampuri urusanku, nanti bisa kerembet-rembet !"


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciu kouw menggelengkan kepala. "Engkau tidak bisa meloloskan diri, semua jalan keluar sudah ditangan mereka !"
"Diam sajapun tak ada gunanya, lebih baik mendengar perkataan Hoo Su Kouw barusan kemungkinan besar ia akan kembali lagi. Biar bagaimana aku tak bisa berdiam terus disini "
"Sebaiknya nantikan malam baru pergi !" kata Ciu kouw.
"Menantikan malam sama saja menantikan mereka kembali bukan ?"
"Selamanya ayahku tak pernah masuk kedalam kamarku !" kata Ciu kouw dengan
tajammemandang pada sang pemuda, terus menarik napas panjang. "Aku tak mengerti
pemuda semacammu ini kenapa bisa berkecimpung didunia Kang Ouw " dan kenapa
mempunyai begitu banyak musuh " Kudengar engkau menterjemahkan buku untuk Pok Thian Pang, dan terus mencetak buku itu di kota kim leng, serta menyebar luaskan dijalan-jalan raya, benarkah terjadi peristiwa semacam itu ?"
"Benar!" jawab In Tiong Giok, "buku itu buku milik Pok Thian Pang, juga dalam keadaan kedesak kulakukan cara itu !"
"In Kongcu bukan kusesalkan tindakanmu tapi dunia Kang Ouw ini penuh bahaya, sembarang waktu engkau bisa terjerumus kejurang derita, saat itu ingin mencuci tanganpun tak bisa lagi."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
144 Kata Ciu Kouw. "Buku itu dan Pok Thian Pang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya denganmu, kenapa engkau mau mencari-cari urusan merepotkan diri sendiri ?"
"Perkataanmu memang benar, tapi banyak kejadian disunia ini sukar diperkirakan
kemampuan manusia, semua inii bukan kehendakku, tapi keadaan memaksaku harus
mengalami kejadian-kejadian semacam ini !" kata In Tiong Giok seraya menuturkan dengan singkat apa yang dialaminya sejak keluar rumah sampai ia tiba dirumah Ciu kouw.
Ciu kouw mendengari penuturan itu dengan tekun, dan menarik napas panjang waktu Tiong Giok menyelesaikan ceritanya. "Apa yang kau katakana memang benar, bahwa kejadian yang akan datang itu sukar diperkirakan sebelumnya tak ubahnya seperti ayahku dua tahun mengasingkan diri dari dunia Kang Ouw, tak kira hari ini di datangi lagi kawan-kawan lamanya, entah bagaimana kesudahannya belum dapat kubayangkan dari sekarang."
"Dulu ayahmu tentu seorang jago Kang Ouw yang kenamaan bukan ?"
"Sungguhpun tidak kenamaan tapi cukup terkenal," kata Ciu kouw. "Ayahku bernama Cie Peng Lam dengan gelar kui ciu kim to, tiga puluh tahun yang lalu merupakan pentolan dikalangan perbajakan."
Sungguhpun ia belum pernah mendengar nama itu, tapi ia bisa menduga bahwa Cie Peng Lam pasti memiliki ilmu sejajar dengan Kui coa jie sau dan lain-lain. Sedangkan Ciu kouw biarpun putrid penjahat, tak ubahnya bagaikan teratai yang tumbuh dipencomberan, putih bersih tidak pernah keceretan Lumpur kotor.
"Ayahmu sebagai seorang kenamaan disunia Kang Ouw kenapa mau mengasingkan diri di tempat sunyi semacam ini selama dua tahun ?"
"Karena aku dan ibuku !"
"Dimana ibumu kini ?"
"Ia telah meninggal dunia tujuh belas tahun yang lalu !"
"Kalau begitu engkau masih kecil sudah ditinggal ibu ?"
"Ya diwaktu usiaku setahun tiga hari, ibuku wafat !"
"Disebabkan sakitkah ?"
"Bukan" jawab Ciu kouw, "Ia mati dianiaya orang !"
"Oh, siapa penjahatnya itu ?"
"Penjahat itu bernama Ong Jiak Tong."
"Ong Jiak Tong ?" In Tiong Giok menegasi sambil membuka mata lebar-lebar. "Adakah kini orang itu berusia enam puluh lebih, anggota badannya kurus panjang dan tampaknya seperti cengcorang, jika bicara tersenyum sinis ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
145 "Benar-benar dia kenalkah dengannya ?" kata Ciu kouw, "bertahun-tahun ayahku mencarinya tidak ketemu, dimana engkau menemuinya ?"
"Tak heran ayahmu tidak menemuinya karena?" In Tiong Giok tidak melanjutkan.
"Katakan dimana ia berada?" kata Ciu kouw. Aku bisa menerangkan dimana orang itu berada," kata In Tiong Giok," tapi kuminta engkau menceritakan dulu persoalannya terlebih dahulu baru kusebutkan tempatnya is berada."
"Ini kejadian yang sudah lama sekali," kata Ciu kouw memulai penuturannya. "Saat itu sampai kini selang tiga puluh tahun lamanya, ayahku masih muda belia, tapi dalam usia itu sudah banyak kejahatan diperbuatnya. Ia bersama-sama Kui coa jie sau, Cau ouw sam seng, Siang kiang jie to bersama-sama terkenal sebagai Kang lam cit sat (tujuh manusia buas dari selatan) yang terkenal kejam dan buas dalam dunia perampokan."
"Suatu saat didunia Kang Ouw muncul Sin kiam siang eng yang pandai Keng thian cit su, banyak penjahat-penjahat dibasminya, antaranya Siang kiang jin to pertama-tama bertempur dengan sepasang pendekar itu dan menderita kekalahan, sejak itu terus mengundurkan diri sampai sekarang, sedangkan Kui coa jie sau pada saat yang hampir bersamaan dipecundangi Han Bun Siang dan terus mengasingkan diri, baru sekarang muncul lagi, sedangkan Sam seng terhitung manusia yang kenal gelagat, sebelum kena digempur terlebih dahulu bersembunyi ditelaga Cau Ouw, dengan menempuh penghidupan seperti rakyat biasa, dan sejak itu Kang lam cit sat bubar dengan sendiri."
"Ayahku terhitung mujur, selama menjalankan kejahatan belum pernah bertemu dengan pendekar-pendekar keadilan yang lihay. Waktu melihat kawan-kawannya satu persatu menghilang dari dunia Kang Ouw, menjadi insyaf sendiri, dan terus mengundurkan diri juga dari rimba hijau. Ia menikah dengan ibuku dalam usia empat puluh tahun, sedang ibuku baru berusia tujuh belas tahun, sungguhpun perbedaan umur antara mereka sangat besar, tapi bisa hidup rukun dan damai. Pernikahan mereka pada tahun kedua dikaruniai seorang putrid yakni aku, ayahku girang tidak alang kepalang, maka itu waktu ulang tahunku yang pertama ia mengadakan pesta besar-besaran. Diantara sekalian penduduk yang hadir terdapat seorang kawan lamanya, yakni Ong Jiak Tong. Pertemuan ini membuat ayahku bergirang hati, maka itu si orang she Ong ditahannya beberapa hari bermalam dirumah. Entah dikarenakan dulu-dulunya ayahku mempunyai dosa besar, dan mendapat hokum karma, entah nasibnya buruk.
Sang kawan itu mengatakan telah memasuki senuah perserikatan baru yang kuat, dan mengajaknya ayahku terjun kembali kedunia Kang Ouw. Dengan tersenyum ayahku menolak ajakan kawannya itu, karena tekadnya mengundurkan diri dari dunia Kang Ouw sudah mantap sekali. Ong Jiak Tong pun tidak memaksa, tapi dengan diam-diam mengalihkan perhatiannya pada ibuku. Tepat pada usiaku setahun dua hari ia menggunakan oabt mabuk membuat ayahku tak berdaya, lalu masuk kekamar ibuku dengan maksud jahat", kusesalkan ayahku berkawan dengan orang tak baik, tapi Tuhan tak buta bangsat itu tak mengetahui bahwa ibukupun memiliki kepandaian ilmu silat juga. Bukan nafsu binatangnya saja yang tak kesampaian iapun kena dicakar luka, akibat malunya mendatangkan kegusarannya, dengan menggunakan sebuah pipa ia menyemburkan racun jahat pada ibuku. Seluruh wajah dan bagian dada ibuku terkena racun itu, sedangkan aku ditidurkan tak seberapa jauh dari tempat perkelahian itu, keceretan juga bagian pipi kiriku, dan terus menjerit kesakitan, suaraku inimembuat bangsat itu ketakutan dan terus merat dari rumah !"
"Bagaimana dengan keadaan ibumu seterusnya ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
146 Ciu kouw meneteskan air mata sebelum menjawab "Racun itu teramat jahat, ibuku tidak tertolong, tepat pada usiaku setahun tiga hari ia meninggal dunia, sedangkan wajahku yang terkena racun, berakibat seperti yang engkau lihat sekarang ! Sedangkan ayahku setelah diguyur orang baru siuman dari mabuknya, sudah tentu tak bisa mengejar penjahat itu lagi !"
"Saat itu ayahmu kena dibuat mabuk, dan engkau masih kecil, ibumu setelah menderita luka terus meninggal bukan " Dari sebab apa mengetahui semua itu perbuatan Ong Jiak Tong ?"
"Sudah tentu perbuatan dia, karena sebagai seorang kawan baik, kenapa setelah terjadi peristiwa itu tidak terlihat lagi batang hidungnya " Disamping itu waktu terjadi pergumulan dengannya, ibuku berhasil merampas sepucuk surat dari badan bangsat itu, sampai mati surat itu tidak dilepasnya."
"Surat apa ?"
"Ia pernah mengatakan pada ayahku akan mengirim surat ke Pok Liong San dan kebetulan yang kena dirampas ibu adalah surat itu !"
"Apa bunyi surat itu dapatkah kutahu ?"
"Dalam garis besarnya surat itu mengatakan bahwa Tiat Gok Lin telah melakukan suatu kesalahan, dan dimaki habis-habisan."
"Ah, kesalahan apa yang diperbuat Tiat Gok Lin " Kenapa surat itu diantar Ong Jiak Tong mungkinkah"."
"Sungguhpun surat itu tidak sampai pada Tiat Gok Lin, tapi sejak terjadi peristiwa yang menyedihkan dirumahku, tersiar kabar bahwa Tiat Gok Lin membunuh diri, jika dikaji secara tenang, apa yang terjadi itu tentu ada hubungannya dengan surat yang dibawa Ong Jiak Tong bukan ?"
"Surat itu masih adakah ?"
"Sudah tentu ada!" kata Ciu kouw, ini sebagai bukti dari kematian ibuku biar sudah belasan tahun masih tetap kusimpan rapi ."
"Bisakah kulihat surat itu ?"
"Asal kubisa tahu dimana beradanya penjahat itu, surat itu dapat kau lihat," kata Ciu kouw.
"Disamping itu ayahkupun akan merasa berterima kasih padamu dan bisa melunakkan kawan-kawannya agar tak memusuhi dirimu. Sehabis berkata ia membuka sebuah peti, dan
mengeluarkan sebuah bungkusan kain.
Kain pembungkus itu luntur warna aslinya karena kelewat lama disimpan. Ciu kouw
membuka kain itu, didalamnya masih ada pembungkus lagi dibuka lagi dengan hati-hati, sampai pada pembungkus yang keempat lapis baru terlihat sepucuk surat yang telah lecek.
Dengan hati-hati surat itu diserahkan pada In Tiong Giok.
JILID 8________
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
147 Surat itu berbunyi sebagai berikut :
Kepada Tiat Giok Lin yang terhormat.
Mengingat bahwa keluarga Tiat turun temurun sebagai orang-orang yang terhormat dan dimalui oleh kawan maupun lawan. Tapi sungguh diluar dugaan, engkau sebagai ahli waris keluarga Tiat yang kesohor diempat penjuru dunia, waktu mengadakan perjalanan ke propinsi Hoo pak bisa melakukan perbuatan mesum yang memalukan. Engkau telah memperkosa
seorang gadis yang suci bersih secara tak tahu malu, setelah melanggar kehormatan gadis itu engkaupun merasa malu dan ingin menutup rahasia busukmu dengan membunuh gadis itu.
Perbuatan ini bukan saja memalukan juga dikutuk Tuhan tapi heran, kenapa engkau masih ada muka hidup di dunia ini "
Mula pertama kami tidak percaya terjadi hal ini, setelah melakukan penyelidikan secara seksama baru mempercayainya. Dan sekalian golongan Kang Ouw pun sudah mengetahui perbuatan busukmu ini ! Segala keharuman keluarga Tiat habis ditanganmu, untuk mencuci bersih nama keluarga Tiat sebaiknya hukumlah dirimu seadil-adilnya.
Surat itu tidak dibubuhi tanda tangan, perkataan "kami" disurat itu jelas bukan seorang saja yang menulis, tapi mewakili lebih dari seorang.
Selesai membaca surat itu, Tiong Giok jadi berkeringat , pertama-tama terbayang olehnya seorang tua di dalam penjara tanah Pok Thian Pang yang bernama Hauw Sian, yang diketahui pula sebagai Tiat Giok Lin adanya ! Ia sudah bunuh diri, kenapa masih terdapat dipenjara tanah itu " Keheranan ini sementara waktu belum bisa dipecahkan Tiong Giok, dengan terpekur ia mengawasi surat itu sekian lamanya.
"In Kongcu apa yang engkau pikirkan ?"
"Dapatkah surat ini kupinjam untuk sementara waktu ?"
"Apa gunanya bagimu ?"
"Besar gunanya, kata In Tiong Giok, dengan surat ini mungkin bisa membongkar sesuatu peristiwa misterius di dunia Kang Ouw. Dan bisa juga membongkar kejahatan Pok Thian Pang serta mengungkap teka-teki kematian Tiat Giok Lin dan hilangnya Ang Ek Fan !"
"Adakah soal Sin kiam sian eng bertalian dengan Pok Thian Pang ?"
"Bukan saja berhubungan dengan Pok Thian Pang bahkan kematian dari ibumu bersangkutan pula dengan Pok Thian Pang"."
"Benarkah ?"
"Baik kuterangkan bahwa pembunuh ibumu itu yang bernama Ong Jiak Tong kini berada dimarkas pusat Pok Thian Pang, ia menjadi sebagai pengurus penjara tanah disana."
"Pantasan ayahku mencari kesana kemari tidak menemuinya, kiranya ia bersembunyi di Pok Thian Pang !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
148 "Kini sudah kuterangkan dimana beradanya Ong Jiak Ttong," kata In Tiong Giok "tapi jangan bergegas hendak membunuhnya, karena kekuatan Pok Thian Pang besar sekali, salah-salah bukan saja sakit hati ini tidak terbalas, juga bisa membuat ayahmu mendapat celaka."
"Bagaimanapun aku tak takut !" kata Ciu Kouw, "jika bangsat itu dapat kutemui akan kubeset kulitnya dan kutusuk jantungnya agar sakit hati ibuku terbalas."
Saat inilah dari arah jendela terdengar suara berdehem sekali dan disusul perkataan : "Engkau cukup mempunyai ambekan untuk menuntut balas, tapi perbuatanmu kini apa " Membohongi ayah dan melindungi pemuda ini, apa yang harus kukatakan atas kelakuanmu ini ?"
"Siapa ?" bentak Ciu Kouw.
"Hm, anak yang baik, sudah punya pacar sampai A-ie sendiri dikenal !" Seiring dengan habisnya suara dari luar masuk Hoo Su Kouw sambil tersenyum mengejek.
Ciu Kouw segera keluar, In Tiong Giok menyimpan surat itu lalu menyusul keluar.
Hoo Su Kouw bertolak pinggang sambil tersenyum-senyum. "Tadi siang kulihat perabotan berantakan, katanya engkau habis makan dan belum sempat memberesi, tak tahunya habis menjamu kekasih " In Kongcu sudah lama tidak ketemu, baik-baik sajakah " Tak sangka kita bisa bertemu disini bukan ?"
"Hoo Su Kouw antara kita berdua tidak ada permusuhan apa-apa, kenapa engkau selalu memusuhi diriku terus " Apa yang engkau kehendaki, yakni buku Keng thian cit su sudah kau miliki, kenapa masih mendesak terus kepadaku ?"
"Ah yang benar saja, sejak kapan aku memusuhi terus padamu ?" kata Hoo Su Kouw. "Benar aku telah mendapatkan buku Keng thian cit su tapi bukan sendiri, biar begitu aku mengucapkan banyak terima kasih juga padamu."
"Engkau merasa berterima kasih padaku, kenapa mendesakku pula, apa maksudmu ?"
"Sejujurnya buku itu terlalu dalam dan rumit, kumohon bantuanmu untuk memberi petunjuk
!" kata Hoo Su Kouw. "sedangkan pembicaraanmu barusan sudah kudengar semua, jika engkau mau membantuku, tidak akan kuutar-utarkan keluar soalmu itu, bagaimana ?"
Ciu Kouw memandang keluar rumah dan mengetahui yang kembali kerumah hanya Hoo Su Kouw sendiri, maka itu melihat keadaan ini membuatnya merasa lega, tiba-tiba saja ia menyerang Hoo Su Kouw dengan mendadak sambil berseru keras : "In Kongcu, lekas pergi !"
Gerakannya ini sudah jelas, asal In Tiong Giok bisa pergi, tak segan-segan membunuh Hoo Su Kouw.
Hoo Su Kouw sudah biasa berlaku licik, dengan sendirinya, siang-siang telah menaruh curiga, begitu Ciu Kouw bergerak, ia mencelat mundur. Wajahnya tampak menjadi masam. "Ciu Kouw tindakanmu ini salah besar ! Aku tidak memecahkan soal In Kongcu bersembunyi dikamarmu pada mereka, tapi kenapa engkau menurunkan tangan jahat padaku " Apakah engkau menghendaki aku berteriak memanggil ayahmu ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
149 "Sampai sekarang kau masih mengajak ayahku untuk melakukan kejahatan, untuk ini tidak akan kuberi ampun!" kata Ciu Kouw yang terus menyerang dengan gencar, serangan putrid Kui ciu kim to cukup hebat, Hoo Su Kouw dibuatnya mengelak kesana kemari tanpa berdaya melakukan balasan, saking terdesak Hoo Su Kouw mencelat kebelakang dan terus
mengancam. "Jangan kira aku takut, jangan katakana aku kejam," katanya dan terus bersiul keras. Berbareng dengan itu ia menghunus pedang melakukan serangan.
Ciu Kouw tidak gentar menghadapi senjata, dengan gagah ia melawan, disamping itu ia menyuruh Tiong Giok lekas berlalu.
"Hm, jangan harap engkau bisa meloloskan diri !" Tak lama lagi mereka datang ! Ciu Kouw apa yang hendak engkau katakana pada ayahmu ?" kata Hoo Su Kouw.
Ciu Kouw membelaku mati-matian, mana boleh aku berlalu begitu saja, Tiong Giok,
perlahan-lahan ia menghampiri medan perkelahian.
"In Kongcu lekas pergi !" desak Ciu Kouw.
"Aku bisa pergi, tapi akan kubantu dulu memberesi manusia rendah ini !"
"Jangan hiraukan diriku, lekas pergi !"
Hoo Su Kouw mendengar ancaman Tiong Giok menjadi kaget, cepat ia menarik serangan dan terus mabur.
"Celaka !" seru Ciu Kouw sambil memburu.
Tak sangka dalam waktu yang singkat Tiong Giok dapat melakukan satu serangan maut, peluang itu diisi dengan Hiat cie lengnya yang ampuh. Hoo Su Kouw jatuh ambruk,
pinggangnya telah tertembus hangus dengan jiwa melayang. Ciu Kouw menjadi bengong menyaksikan kejadian ini. In Tiong Giok sendiri menjadi melongo tak karuan, karena ia sendiri tidak menduga bahwa ilmu Hiat cie lengnya telah maju sampai ketarap itu !
Saat ini suara berkeresek dari kebun jeruk terdengar tegas.
Ciu Kouw menjadi kaget dan cepat-cepat mendesak pemuda kita pergi dari situ.
In Tiong Giok mengangguk dan terus masuk kedalam kebun jeruk.
Tak selang lama Cie Peng Lam dan kawan-kawannya telah sampai didepan gubuk, mereka jadi kaget melihat peristiwa didepan rumah itu. Hoo Su Kouw dengan rambut acak-acakan menggeletak mati, dari pinggangnya terlihat darah mengalir. Disampingnya terlihat Ciu Kouw menggeletak. Cie Peng Lam dengan wajah pucat memeluk puterinya sambil berseru "Ciu Kouw ! Ciu Kouw ! Siapa yang melukaimu ?"
Setelah agak lama Ciu Kouw baru membuka mulutnya, sebelum suaranya keluar, ia
menyemburkan darah. "Dia"dia"dia?"
Cie Peng Lam matanya berapi-api, "siapa dia ?" desaknya tak sabaran.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
150 Ciu Kouw berlagak megap-megapan dan terus merapatkan matanya tak menjawab. Cie Peng Lam menjadi gusar : "Tak disangka dalam sekejap bisa terjadi kejadian ini !"
"Cie Toako sabarlah, anakmu menderita luka berat juga, sebaiknya diobati lebih dulu dan perlahan-lahan boleh menanyanya," kata Lo Thian Wie.
"Tak perlu ditanya lagi sudah tentu perbuatan budak she In itu," kata Lo Thian Beng dari Lo sie ngo houw yang kedua.
"Perkataanmu itu memang benar, karena Hoo Su Kouw terbunuh oleh Hiat cie leng," kata Ouw Kun San.
Belakangan ini antara Hoo Su Kouw dan Lo Thian Beng sedang hangat-hangatnya main cinta, melihat kekasih terbunuh begitu macam, hatinya merasa disayat-sayat dan ingin menuntut balas saat itu juga. "Sudah tentu bocah itu belum jauh dari sini mari kita kejar !"
Saudara-saudara yang lain membenarkan pendapat saudaranya yang kedua itu, dan siap mau mengejar, saat inilah Ciu Kouw membuka mulut. "Dia"dia"seorang pelajar, masuk
kerumah !"
"Apakah binatang itu masih bersembunyi di dalam ?" kata Lo Thian Wie.
Perkataan ini membuat yang lain melengak, Lo Thian Beng tanpa berkata lagi menerjang kedalam rumah.
"Lo jie hati-hati, bocah itu cukup lihay !" Ouw Kun San memperingati.
Lo sie ngo houw yang lain cepat melindungi saudaranya yang kedua, melakukan
pengepungan pada rumah itu. Tapi apa yang didapat pada gubuk kecil itu, sepotong bayangan manusiapun tidak diketemuinya.
"Ia masuk kerumah dan terus kedapur mencuri makanan ! Waktu kupergoki nyatanya adalah orang yang sedang dicari-cari !" kata Ciu Kouw.
"Kenapa tidak sejak tadi engkau terangkan," kata Cie Peng Lam, "sudah tahu pemuda itu orang yang hendak kita tangkap, kenapa tidak kau tahan !"
"Ia tidak mau, terpaksa kugunakan kekerasan dan terjadi pergumulan denganku, waktu aku terdesak Hoo A ie datang dan rupanya antara mereka telah mengenal satu sama lain ."
"Memang mereka sudah kenal, lalu bagaimana !" desak Cie Peng Lam.
"Hoo A ie menyuruhku jangan bersuara, dan terus berbicara dengan pemuda itu. Meminta agar kesulitan-kesulitan pada buku Keng thian cit su dapat dijelaskan, untuk ini ia berjanji membawa sipemuda meninggalkan tempat yang berbahaya, jika permintaan tidak diluluskan Hoo A ie mengancam akan memanggil tia dan lain-lainnya mengangkap pemuda itu," Belum pula Ciu Kouw melanjutkan perkataannya Ouw Kun San telah bergelak-gelak. "Ha ha ha tak kira ia mempunyai hati seorang dan menjual kita sekalian untuk kepentingannya sendiri !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
151 "Tapi kenapa mereka sampai berkelahi dan Hoo Su Kouw mati ditangannya ," kata Lo Thian Beng membela kekasihnya.
"Pemuda itu tidak melulusi permintaan Hoo A ie dan baru terjadi perkelahian ini !" kata Ciu Kouw.
Lo Thian Beng wajahnya menjadi merah matang, dan terus bungkam tak bersuara lagi.
"Sudah jelas bahwa Hoo Su Kouw mengalami kegagalan dalam usahanya, baru berkelahi, setelah terdesak meminta bantuan pada kita. Untuk mengakhiri perkelahian, pemuda itu baru menggunakan Hiat cie leng," kata Ouw Kun San.
"Ya, memang begitu," kata Ciu Kouw, "aku segera membantu Hoo A ie, tapi kena pukulan pemuda itu dampai mulutku berdarah."
"Sudahlah tak perlu dibicarakan lagi, semua ini gara-gaar Hoo Su Kouw sendiri yang terlalu tamak, dan ia mati atas perbuatannya sendiri, tak perlu kita sesalkan. Tentu bocah itu belum pergi jauh mari kita kejar !" kata Cie Peng Lam,"kearah mana pemuda itu pergi ?"
"Sebenarnya ia pergi kesebelah sana, rupanya mendengar suara datangnya ayah dan lain-lain ia buru-buru mengganti arah, terus lari kearah timur !"
"Sudah lamakah ?"
"Belum !"
Sing Thian Beng sejak tadi berdiam diri, kini membuka suara. "Menurut hematku, bocah itu tentu masih berada didlam kebun jeruk !"
"Kulihat ia sudah pergi !" kata Ciu Kouw.
"Ya memang engkau melihat ia pergi kekebun jeruk, tapi tidak melihatnya ia keluar dari situ bukan ?"
"Setelah kekebun jeruk sudah tentu ia kabur terus bukan ?" kata Ciu Kouw.
"Tapi waktu kita kesini, sepanjang jalan tidak melihat seorang keluar dari kebun jeruk itu."
Kata Siang Thian Beng, dan sejak tadi aku tidak campur bicara, karena mendengar terus keadaan dikebun jeruk, sedikitpun tidak ada suara atau gerakan lain, ini menandakan ia sedang bersembunyi !"
"Pendapat Siang heng memang benar, mari kita periksa !" kata Cie Peng Lam.
"Kebun ini begitu besar, jika dilakukan pemeriksaan secara biasa akan memakan waktu lama." Kata Sing Thian Beng dengan berbisik, "jika ia masih bersembunyi cukup dengan berteriak-teriak membuatnya keluar !"
Mereka segera berseru seperti sibuk memeriksa kebun jeruk itu sambil berteriak-teriak. Benar saja tak selang lama dari dalam kebun itu terddengar bunyi berkeresek.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
152 "Ha ha ha seperti dugaanku semula, mari kita kejar," kata Sing Thian Beng.
Dengan cepat beberapa orang itu memburu kearah suara, tinggal Ciu Kouw menjadi kuatir atas keselamatan pemuda itu. Ia tahu jika sampai ketangkap hanya kematian yang akan dihadapi Tiong Giok. Benar diluar perkiraannya waktu ia sedang cemas-cemasnya dari kebun jeruk berkelebat sesosok bayangan, yang bukan lain dari pada In Tiong Giok adanya.
"Oh kiranya sura berkeresek itu bukan engkau adanya," kata Ciu Kouw dengan girang.
"Aku tak sempat melarikan diri dikebun itu," kata In Tiong Giok, "hatiku tergerak mendengar perkataan Sing Thian Beng, dan kutangkap seekor tikus, lalu kupatahkan kakinya dan mengikatnya di ranting kayu hingga menimbulkan suara berkeresek. Mereka memburu kearah suara dan aku kesini."
"Akalmu itu hanya bisa menipu mereka sementara saja, begitu mereka tahu pasti akan mencarimu lagi !"
"Kini hampir gelap, sebelum mereka mengetahui aku bisa meloloskan diri."
"Kenapa engkau tidak segera pergi sekarang juga ?"
"Aku bisa lantas berlalu, tapi bagaimana dengan Ku ju kee (ilmu menyiksa diri) yang engkau pakai itu, apakah membuatmu menderita parah ?"
"Jangan banyak bicara, aku tak apa-apa, lekaslah pergi, keselamatanmu lebih penting !" desak Ciu Kouw.
"Atas budi pertolonganmu kuhaturkan terima kasih sedalam-dalamnya," kata In Tiong Giok yang terus meninggalkan Ciu Kouw seorang diri. Gadis itu menjadi terpekur sendir sambil memandang kepergian sipemuda dengan mata mendelong. Saat ini lupa pada dirinya cantik atau buruk, ia seperti mendapat sesuatu entah apa, dan seperti kehilangan juga sesuatu. Air mata " Adalah suara hati ! Tak bisa ia melukiskan perasaan hatinya ! Ia hanya ingin menangis dan menggunakan air matanya mencuci segala kepenatan hatinya.
Cuaca perlahan-lahan menjadi gelap. In Tiong Giok berlari dengan deras, dalam waktu singkat dua puluh lie telah dilaluinya. Waktu ia menoleh sudah tak melihat lagi kebun jeruk itu, hatinya menjadi lega dan kakinyapun menjadi kendur. Ia memandang sekeliling, mendapatkan dirinya disuatu tegalan luas, didepannya terlihat bayangan rumah yang samar-samar. Perlahan-lahan dan tiba-tiba ia menuju kesana, setelah dekat baru melihat tegas, bahwa bangunan itu adalah sebuah kelenteng tua. Dengan perasaan letih, ia masuk kedalam, dan mencari tempat yang agak bersih untuk beristirahat. Akibat kelelahan tanpa terasa ia terlena dengan nyenyaknya, entah berapa saat sudah berlalu tidak diketahuinya. Tiba-tiba saja terdengar suara "plak", dan seperti ada sesuatu terjatuh didekat kepalanya. Ia masih mengantuk benar, dirabanya benda itu, kiranya adalah seekor tikus, otaknya tidak bisa berpikir kenapa seekor tikus jatuh didekat kepalanya " Sebab rasa kantuknya tak alang kepalang. Ia hanya melemparkan bangkai tikus itu dan terus meram lagi", Tak selang lama, lagi-lagi terdengar bunyi "plak", sesuatu jatuh dilehernya. In Tiong Giok mencomot benda itu, waktu diawasi, nyatanya adalah bangkai tikus tadi. Ia menjadi kaget tak alang
kepalang".karena bangkai tikus itu terikat pada ranting kayu kakinya sudah patah. Ia sadar bahwa musuhnya telah berada disitu. Ia menyesal usahanya mati-matian untuk meloloskan Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
153 diri tidak membawa hasil yang memuaskan. Keadaan di dalam kelenteng tua masih gelap, ia tidak bisa melihat tegas keadaan sekelilingnya, tapi suara dingin dari Ouw Kun San dapat didengarnya.
"Bocah jangan pura-pura mati ular, permainan apa lagi yang engkau bisa, tak halangan dikeluarkan semuanya."
In Tiong Giok mengulet sambil mengucek-ucek mata. Remang-remang terlihat beberapa bayangan, mengurung dirinya dari tiga penjuru.
"Selamat pagi !" kata In Tiong Giok pura-pura menenagkan diri.
"Jangan pura-pura berlaku tenang, biar brsayap engkau tak bisa lolos lagi dari tanganku !"
kata Ouw Kun San.
"Aku merasa tidak bermusuhan dengan kalian, kenapa dikejar-kejar terus ?" tanya In Tiong Giok.
"Engkau membunuh Hoo Su Kouw dan melukai Cie Kouw Nio, semua ini merupakan
permusuhan bukan ?" kata Lo Thian Wie.
"Untuk membela diri terpaksa aku melawan, mana boleh menyalahkan diriku !"
"Tutup bacotmu," bentak Lo Thian Beng, hutang jiwa harus dibayar dengan jiwa. Pedangnya segera bergerak, untuk melakukan serangan.
"Lo jie sabar, kita harus menyampingkan soal pribadi dan harus membereskan dulu
kepentingan umum," kata Cie Peng Lam. Dan terus matanya beralih pada Tiong Giok. "Tak kusangka muda-muda semacammu bernyali begini besar, aku paling menyayang kesatria yang gagah, dan segan melakukan pengeroyokan padamu, jika engkau tahu diri lebih baik menyerah untuk dibelenggu !"
"Menyerah, ya menyerah," kata In Tiong Giok, "kemana kalian akan membawaku aku turut saja !"
"Sebelum itu kuminta engkau menotok sendiri jalan darahmu, lalu ikut denganku kerumah gubuk !" kata Cie Peng Lam.
"Kalian begini banyak orang, dan mungkinkah kuatir aku melarikan diri ?"
"Ya benar juga," kata Cie Peng Lam.
"Cie heng jangan terlalu berbesar hati, biarpun kecil ia murid Han Bun Siang dan pandai pula Keng thian cit su, biar bagaimana jalan darahnya harus ditotok !" kata Ouw Kun San.
"Hmm, orang kenamaan yang bergelar sebagai ular dan kura-kura, nyatanya bernyali seperti tikus," kata In Tiong Giok sambil memainkan bangkai tikus ditangannya.
"Engkau jangan memanaskan aku, biar bagaimana aku tak bisa kena akal licikmu !" kata Ouw Kun San.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
154 "Kalau kalian merasa kuatir dan takut, apa halangan sekarang juga turun tangan menotokku !"
kata In Tiong Giok, "tapi jangan menyesal kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti Hoo Su Kouw ! Karena segala yang akan kulakukan berdasarkan terdesak dan membela diri."
"Ouw heng tak usah kuatir pada bocah yang masih bau tetek ini," kata Cie Peng Lam.
"Jangan berkata begitu, apa yang ada padaku seperti Keng thian cit su dan Hiat cie leng adalah ilmu yang tidak boleh dipandang ringan, maka itu sebelumnya kalian harus berpikir masak-masak."
"Anak muda jangan terlalu tekebur, kami tak perlu berpikir lama-lama," kata Cie Peng Lam, permintaanmu supaya tidak ditotok, kululuskan sekarang juga. Jika engkau niat kabur ya kabur, tapi ingat jika tertangkap lagi, kakimu itu akan kupatahkan !"
"Ini adalah perkataanmu sendiri dan jangan menyesal dibelakang hari !"
"Jangan banyak bicara, hayo jalan !" bentak Cie Peng Lam.
In Tiong Giok menganggukkan kepala dan terus mencelat bangun ! Jangan dilihat pihak Cie Peng Lam yang begitu banyak mereka semuanya merasa takut pada Keng thian cit su dan Hiat cie leng, begitu melihat pemuda kita bangun mereka mundur beberapa langkag sambil bersiap siaga dengan senjatanya, tak ubahnya seperti menghadapi lawan yang tangguh saja.
In Tiong Giok perlahan-lahan keluar dari kelenteng, tangannya masih tetap memainkan bangkai tikus itu. Saat ini cuaca hampir terang tanah, mereka meninggalkan kelentang itu sambil mengiring Tiong Giok. Tak lama, Tiong Giok merandek dengan tiba-tiba. "Aku harapkan salah seorang dari kalian berjalan dimuka karena aku tak mengenal jalan !"
"Pokoknya kau jalan terus, waktu berbelok kekiri kekanan aku bisa memberi tahu !" kata Cie Peng Lam.
"Kalian hanyalah menjaga diriku dari kiri kanan dan belakang, bagaimana jika aku lari kearah depan ?" tanya Tiong Giok.
"Itu terserah kepadamu !" kata Cie Peng Lam dengan dingin.
Tiong Giok tak berhasil memecahkan perhatian musuhnya, terpaksa melangkah lagi maju kedepan. Sambil jalan ia menoleh pada Ouw Kun San yang menjaga sebelah kiri: "Sebaiknya engkau jangan terlalu dekatku, bagaimana kalau kuserang dengan Hiat cie leng dalam jarak dekat ini, akibatnnya engkau tahu sendiri !"
"Hmm," Ouw Kun San mendengus tanpa lagi menghiraukan gertakan lawan.
"Engkau jangan mendengus tak karuan, apa yang kukatakan benar semua !"
"Tutup bacotmu ! Aku tidak sempat mengadu lidah denganmu !" bentak Ouw Kun San.
"Baik ! Tak bicara ya tidak, sayang kebaikanku tak kau terima !" kata In Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
155 "Jika engkau mengoceh terus, lidahmu akan kupotong !" kata Ouw Kun San dengan gusar.
"Ouw heng jangan ladeni ocehannya bocah itu, ia sedang memancing kita memencarkan perhatian, untuk meloloskan diri !" Cie Peng Lam memperingati. Ouw Kun San segera sadar dan terus membungkam tak mau melayani lagi Tiong Giok. Membuat pemuda kita cemas sendiri, tapi ia mencoba lagi mengajak bicara pada orang she Ouw itu. "Eh, ngomong kulupa menanyakan bagaimana persoalan ji wie dengan Oey Tin Hong itu ?"
Ouw Kun San hampir-hampir menamparnya mendengar perkataan Tiong Giok itu, tetapi keburu dicegah oleh Sing Thian Beng. "jangan ladeni, biar dia ngoceh terus, masa tak diam !"
"Ah tak lama lagi akan sampai dikebun jeruk itu," piker Tiong Giok, "mungkinkah aku akan menyerah begini saja dan terserah mereka " Tidak ! Bagaimanapun aku harus melarikan diri dan melawan mereka dengan nekad, jika gagal ya mati, dengan begini matipun tidak percuma!"
Tidak lama samar-samar kebun jeruk telah terlihat jauh didepan. Tiong Giokpun sudah siap melakukan kenekatan. Bertepatan dengan jalan pikiran inilah, dari balik kebun jeruk terlihat selorotan seorang. Setelah tegas terlihat tegas orang itu terdiri dari enam belas gadis mengiringi sebuah joli yang tertutup rapat.
Enam belas gadis itu empat jalan di muka semuanya mengenakan berpakaian merah. Empat berada dibelakang, semuanya berpakaian biru, dikiri kanan joli terdapat empat gadis berpakaian kuning, yang empat lagi mengenakan pakaian hijau dan menggotong joli. Dari jauh terlihat warna warni ini sangat menarik hati. Sungguhpun semuanya gadis-gadis remaja langkah kakinya amat cepat dan ringan, menandakan memiliki ilmu yang tinggi.
Empat gadis yang mengenakan pakaian hijau ini mirip dengan gadis yang mandi disungai tempo hari. Tiong Giok mempercepat langkahnya mendekati joli itu.
"Jangan bergerak, engkau mau apa ?" bentak Cie Peng Lam sambil menghadang.
"Hm, bukankah engkau ingin mengajakku kembali kegubuk itu " Aku sudah lapar sekali dan ingin lekas sampai?"
"Hm tidak perlu tergesa-gesa, engkau harus dengar kata, jangan sampai aku hajar disini juga,"
kata Cie Peng Lam sambil melirik rombongan joli itu.
"Adakah yang tak beres ?" tanya Lo Thian Wie.
"Kulihat rombongan joli ini amat mencurigakan," kata Cie Peng Lam, sambil melirik rombongan, "sebaiknya nantikanlah mereka pergi baru kita lanjutkan perjalanan !"
Yang lainpun merasakan bahwa rombongan gadis-gadis itu sangat luar biasa sekali, segera menganggukkan kepala menyetujui usulan Cie Peng Lam. Cepat-cepat mereka menepi dan siap sedia mengawasi pada In Tiong Giok.
"Aha kenapa ketakutan tak keruan ?" tegur In Tiong Giok, "joli itu joli pengantin, apa yang harus ditakuti ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
156 "Diam ! Kularang engkau bicara !" bentak Cie Peng Lam.
In Tiong Giok tersenyum-senyum, dan terus menutup mulut dengan tenang. Sementara itu rombongan joli sudah mendekat pada mereka, waktu inilah Tiong Giok sengaja berbangkis keras-keras, lalu menekap mulutnya dengan tangan. Diluar tahu siapa-siapa lengannya itu sebelum menutup mulut telah melemparkan bangkai tikus kearah rombongan gadis-gadis penggotong joli. Lemparannya itu tepat mengenakan seorang gadis berbaju hijau dan jatuh kebawah lalu terpijak yang dibelakangnya. "Auw !" seru gadis itu dengan kaget.
Empat gadis berbaju merah didepan cepat berhenti sambil memutarkan badan, yang berbaju biru disebelah belakangpun sudah maju ke depan, mengelilingi joli. Serentak mereka menghunus pedangnya dan memandang kearah rombongan Cie Peng Lam.
"Kenapa kau menjerit ?" tegur salah seorang gadis berbaju kuning pada kawannya yang berteriak tadi.
Gadis yang menggotong joli itu menunjuk kebawah: "Ada yang melemparkan tikus mati kepadaku !"
Gadis berbaju kuning itu memunggut bangkai tikus itu, wajahnya tampak gusar sekali.
"Perbuatan siapa ini ?" tegurnya kepada Cie Peng Lam dan kawan-kawan.
"Aku yang melemparkan !" In Tiong Giok mengakui dengan jujur.
"Nampaknya engkau sebagai pemuda sopan, tak kira begitu ceriwis dan genit, kau kira kami ini mudah dihina ?"
"Nona jangan marah, aku tidak bermaksud begitu," In Tiong Giok sambil tersenyum, "hanya saja tikus yang sedang kucekal tiba-tiba saja melompat pergi !"
"Hm, terang-terang tikus mati mana bisa melompat !"
"Nona tidak tahu kejadian aneh selalu ada, lebih-lebih tahun ini banyak sekali"tidakkah engkau mendengar ada kursi bisa berjalan, dan pohon-pohon bisa bernyanyi?"
"Jangan banyak bicara, tangkap padanya !" teriak perempuan berbaju kuning itu. Dengan cepat dua gadis berbaju merah menghampiri Tiong Giok.
"Sabar dulu !" kata Ouw Kun San sambil kedepan. "Orang ini tak bisa kuserahkan padamu !"
"Apa katamu ?" dua gadis berbaju merah itu menegasi.
"Maksudnya jika nona ingin menangkapku, harus minta ijin dari mereka !" kata In Tiong Giok.
Dendam Iblis Seribu Wajah 13 Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Duri Bunga Ju 2

Cari Blog Ini