Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 6
Sudah bertahun-tahun losmen ini tidak dikunjungi seorang tamupun. Kesepian ini disebabkan Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
196 Lim Giok Bwee sejak kematian suaminya, melarang anak buahnya keluar dari perkampungan itu juga tidak menerima tamu dari luar.
Hari ini mungkin pemilik losmen Hiong hin can yang bernama Ma Hui In dapat rejeki, pagi-pagi kedatangan tiga tamu yang mau bermalam. Ketiga tamu itu semuanya berkuda, antaranya dua masih muda-muda dan satu lagi sudah tua, nampaknya gagah-gagah.
Ma Hui In seperti bertemu dengan malaikat uang, dengan tersenyum-senyum dan terbungkuk-bungkuk menyambut tamunya sambil mempersilahkan masuk. Anak bininya sibuk
membersihkan meja dan kamar serta memasak air menyeduh the.
Orang tua itu segera duduk sambil memandang sekeliling, sedangkan yang muda berdiri dikiri kanannya tak berani duduk.
"Kalianpun duduklah dan berlaku wajarlah agar tidak dicurigai orang," kata siorang tua.
Kedua orang muda itu mengangguk dan duduk dikiri kanan si orang tua.
Ma Hui In dengan tersenyum-senyum menghampiri tamunya. "Sam wie sudah makankah "
Disebelah ada jual daging sapi, jika perlu bisa kupesankan"."
"Soal makanan boleh belakangan, sekarang aku perlu bicara dulu denganmu."
"Baik ! Baik ! Silahkan bicara !"
"Di kampung ini terdapat berapa losmen ?"
Ma Hui In tergelak-gelak mendengar pertanyaan ini. "Pertanyaan tuan memang tepat, terus terang dulunya dikampung ini terdapat enam tujuh losmen?"
"Yang ditanya adalah sekarang, bukan yang dulu !" kata anak muda disebelah kiri.
Perkataan anak muda itu sangat nyaring dan kasar, membuat Ma Hui In terkejut, sehingga menjadi gugup. "Ini"ini..engkau".."
"Jangan takut, jawablah dengan singkat !" kata si orang tua.
Setelah menenangkan diri sejenak Ma Hui In baru berkata: "Aku tak berani membohong, sekarng tinggal satu satunya ialah losmen ini yang terdapat dikampung ini."
"Bagus," kata si orang tua, "losmen ini ada berapa kamar ?"
"Sebenarnya losmen ini; Ma Hui In mengubah kebiasaan bicaranya karena dideliki kedua anak muda yang galak itu. "Ada lima kamar."
"Hanya lima ?" kata siorang tua sambil mengerutkan kening. "Mana cukup?"
"Jika merasa kurang banyak, kamarku boleh dipakai dan aku bisa pindah kedapur. Kamarku cukup besar dan bisa dijadikan dua kamar."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
197 "Baiklah, kuminta selekasnya kamar-kamar dibersihkan termasuk kamarmu itu ! Sejak hari ini jangan terima tamu lagi !"
"Mengertikah ?" bentak anak muda yang disebelah kiri.
"Mengerti ! Segera kusiapkan !" kata Ma Hui In yang terus berlalu. Tapi baru beberapa langkah ia dipanggil lagi si orang tua. "Sini dulu, ingin kutanya padamu, apakah dalam satu dua hari yang lalu, losmen ini pernah menerima tamu " Atau juga dilalui orang ?"
"Losmenku ini entah bertahun-tahun tidak didatangi tamu !"
"Atau engkau pernah melihat, sewaktu keluar rumah seorang tua dan seorang anak muda di kampung ini ?"
"Tidak ada ! Benar-benar tidak ada, sebab kampung ini hanya mempunyai satu jalan setiap orang yang masuk ke kampung ini pasti dapat kuketahui !"
"Nah siapkanlah kamar dan makanan !" kata si orang tua.
Begitu Ma Hui In pergi, orang tua itu dengan tersenyum menoleh kepada anak muda dikiri kanannya. "Kalau begitu terlebih dulu dari mereka !"
Ma Hui In repot setengah mati memberesi kamar-kamar kosong yang sudah bertahun-tahun tidak didiami orang. Atas ini orang tua itu memberikan uang lima puluh tail perak.
Tak selang lama diluar losmen datang lagi tiga tamu, orang tua ini segera keluar sambil tersenyum. Setelah bersalam-salaman mereka masuk ke dalam kamar. Kedua anak muda yang galak didalam kamar ini kedudukannya tak ubah sebagai pelayan. Repot menuang arak dan menghidangkan makanan pada tiga tamu yang baru datang.
"Kita berhasil lebih dulu sampai dari mereka," kata siorang tua. "Tong Cian Lie maupun In Tiong Giok menurut kabar belum sampai dikampung ini. Kini Jiewie Fut hoat dan Tong leng juga sampai tepat pada waktunya, selanjutnya bagaimana kita harus menghadapi lawan-lawan itu, kuserahkan pada Jie wie Fut hoat."
"Karena Tan Cuncu yang sampai terlebih dulu, sebaiknya engkau saja yang mengatur," kata salah seorang Fut hoat yang bukan lain dari Tok Kay Pong adanya.
"Aku hanya sebagai pembuka jalan," kata Tan Cuncu itu yang bukan lain dari Tan Toa Tiau adanya. "Sedangkan soal selanjutnya Lo Cucong menyerahkan pada Fut hoat yang
mengaturnya."
"Baiklah," jawab Tok Kay Pong. "Aku dan Kam Fut hoat akan menghadapi Tong Cian Lie soal In Tiong Giok kuserahkan pada Lie Tong Leng dan Tan Cungcu."
"Tapi tugas utama yang dibebankan Lo Cucong kepad kita, yakni biar Tong Cian Lie lolos, asal jangan In Tiong Giok !" kata Lie Kee Cie.
"Apakah kita harus menghajarnya begitu mereka sampai disini ?" tanya Lie Kee Cie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
198 "Benar !" jawab Lie Kee Cie.
"Menurut hematku, cara begini sukar dilakukan dan resikonya terlalu besar," kata Tok Kay Pong sambil menggelengkan kepala.
"Habis bagaimana ?" tanya Lie Kee Cie.
Didahului dengan tertawanya Tok Kay Pong membuka mulut. "Bukan aku mengecilkan
kekuatan sendiri dan membesarkan kekuatan musuh. Sesungguhnya ialah kekuatan kami berdua, jika disbanding dengan Tong Cian Lie dalam keadaan berimbang ! Sedangkan In Tiong Giok jangan dipandang remeh, ia sudah pandai Keng thian cit su ! Tugas yang kita terima hanya boleh menang tidak boleh kalah ! Untuk memperoleh kemenangan inilah kita harus berpikir terlebih panjang."
"Habis bagaimana ?" tanya Tan Toa Tiau.
"Pepatah mengatakan: senjaata terang mudah ditangkis, senjata gelap sukar dijaga !
Menurutku, akan menyediakan dulu suatu perangkap bagi mereka, setelah itu baru
melancarkan cara gelap, kemudian baru cara terang !"
"Aku kurang mengerti, maksud Fut hoat !" kata Tan Toa Tiau.
"Begini?" kata Tok Kay Pong sambil membisiki kuping kawannya.
"Biarpun cara ini sangat baik, tapi kurang sempurna. Kesatu tidak boleh bertemu muka dengan mereka, karena kenal. Kedua jika mereka langsung ke Tiat po bagaimana ?" kata Tan Toa Tiau.
"Legakan hatimu, pokoknya beres," kata Tok Kay Pong. "Jika usaha ini gagal, baru kita berkelahi secara terang-terangan."
"Bagaimana pendapat Lie Tong leng ?" tanya Tan Toa Tiau.
"Aku menurut saja seperti yang diatur Tok Fut hoat !" jawab Lie Kee Cie.
"Kam Fut hoat bagaimana ?" tanya Tan Toa Tiau.
Kam Hong yang sejak tadi diam saja karena asyik dengan araknya, hanya menganggukkan kepala saja.
"Jika begini baiklah kita jalankan siasat Tok Fut hoat," kata Tan Toa Tiau.
Setelah mereka makan minum dengan kenyang, Tok Kay Pong dan Kam Hong masingmasing menempati sebuah kamar beristirahat.
Sedangkan Lie Kee Cie tanpa istirahat lagi mengontrol kedalam losmen itu, lalu pergi keluar untuk memeriksa keadaan kampung.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
199 Tan Toa Tiau membisiki Ma Hui In untuk menyiapkan sesuatu kepeerluan dan memberikan pemilik losmen itu uang emas. Setelah itu pintu losmen dibuka lebar-lebar. Dalam waktu sekejap Hiong hin can telah berganti rupa, dari kotor dan berantakan menjadi rapi dan bersih.
Dua pengawal yang mengiringi Tan Toa Tiau berubah jadi "pelayan" losmen itu. Di masing-masing pundaknya terlihat selebet bersih, pura-pura membersihkan ini itu sambil menunggu tamu yang dinanti-nantikan.
Kini perangkap telah dipasang, menunggu kedatangan mangsanya saja. Tapi yang dinantikan itu sebegitu lama belum kunjung tiba, membuat kedua pelayan menjadi kesal".Matahari hampir silam kebarat, kedua pelayan sudah mengantuk, tapi tak berani memeramkan matanya, karena sedang menjalankan tugas. Matanya telah menjadi panjang dan sepat, kakinya merasa ngilu, leherpun pegal, masih harus tetap bertugas ditempatnya dengan patuh. Saking kesal mereka menggerendeng didalam hatinya : "Dasar aku orang bawahan harus terima nasib seperti ini, coba kalau aku menjadi Fut hoat atau Cung cu, sudah kenyang makan minum, bisa enak-enakan menggeros diranjang."
Sedang enak berpikir sambil nyap-nyap, ia dikejutkan dengan derpan suara kuda yang datang dari mulut kampung ! Mata mereka yang sepat menjadi terang ! Karena yang diharapkan dan dinantikan akhirnya datang juga!
Derapan kaki kuda semakin lama semakin tegas, tak selang lama dari mulut kampung terlihat sebuah kereta. Kedua lelaki tanpa berasa mengucak-ucak matanya menegasi, lalu menyeka-nyeka meja dan berlaku sewajar mungkin, menantikan kedatangan kereta itu.
Setelah melintasi jalan besar, kereta itu menuju ke losmen Hiong hin can dan berhenti di depannya. Dari dalam kereta turun seorang laki-laki berusia lebih kurang empat puluh tahun, wajahnya mengkilap dan berminyak. Tak ubahnya seperti seorang kaya. Tanpa berasa lagi datang kekecewaan dilubuk hati kedua laki-laki yang berpura-pura menjadi pelayan.
Orang kaya itu mungkin sebagai saudagar yang biasa berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Begitu memasuki Hiong hin can ia tersenyum sambil menyapa kedua pelayan itu dengan pandangan matanya. "Hei majikanmu si orang she Ma itu pintar betul, seolah-olah tukang nujum yang pandai dan bisa mengetahui kedatanganku !"
"Apakah engkau mau menginap ?" tanya salah seorang laki-laki itu.
"Aku Cian Bouw sudah berlangganan dengan Hiong hin can, maka kukatakan majikanmu seperti tukang nujum, karena kulihat keadaan losmen ini sudah begini rapi dan beres," kata tamu itu yang membahasakan dirinya Cian Bouw. "Kuminta engkau memberikan rumput
pada kudaku, nanti kalian kuajak makan bersama-sama."
"Maaf sekali tuan Cian, tidak ada kamar lagi bagimu, semuanya penuh?"
"Wah angin apa yang membuat losmen ini maju ?" kata Cian Bouw, "untuk ini aku
kenghaturkan selamat untuk majikanmu !" ia terus masuk melangkah kedalam.
Kedua laki-laki itu menjadi bingung dan buru-buru menghadang sambil tersenyum kecut,
"Maaf tuan Cian, kamar benar-benar sudah penuh !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
200 "Siapa yang mengatakan engkau emmbohong ?" kata Cian Bouw sambil tersenyum-senyum.
"Kalian rupanya pegawai baru dan tidak kenal diriku. Tanyakanlah majikanmu siapa aku !
Nanti ia akan memberitahu Cian Bouw adalah langganan lama yang tidak cerewet, biar tidak tidur diranjang, ngampar-ngampar pun jadi, pokoknya asal bisa bermalam."
Kedua laki-laki itu memandang pada Ma Hui In yang tampak dalam kecemasan dan diam saja sedari tadi.
"Eh bagaimana " Sudah kaya dan bisa memakai pegawai baru rupanya, sampai langganan lama tak dihiraukan lagi ?"
"Tidak"tidak"hanya"hanya"." Jawab Ma Hui In dengan terbata-bata.
"Sudah terang kau tak memandang mata lagi pada kawan lama !" sindir Cian Bouw sambil tersenyum-senyum. "Biarpun aku tak mempunyai toko dan hanya sebagai pedagang emas keliling, tapi tak pernah berlaku pelit kepadamu bukan " Tahun yang lalu sikapmu masih baik, kuheran kenapa sekarang seperti tak kenal saja !"
Ma Hui In mencoba mengingat-ingat pedagang emas ini, tapi tetap tak bisa mengenali, kepaksa ia tersenyum dan berkata : "Tuan Cian jangan marah, aku memperlakukan tamu baru maupun lama secara adil, tapi jika sudah penuh mau dikata apa?"
"Ya aku mengerti kesulitanmu, tapi sudah kutekankan ngegelarpun jadi ! Aku memaksa, sebenarnya tak patut, tapi kecuali Hiong hin can, tak ada losmen lain bukan ?"
"Engkau mungkin tak percaya bahwa tempat menggelar tikarpun sudah penuh," kata Ma Hui In. Nah silahkan periksa adanya"
"Ha ha ha, sungguh mati aku tak percaya omonganmu," potong Cian Bouw dan terus
memeriksa kamar demi kamar.
Dalam lima kamar di losmen itu, antaranya empat sudah terisi, dan hanya tinggal sebuah kamar kosong. Itupun diperuntukkan untuk menjebak In Tiong Giok dan Tong Cian Lie.
Begitu Cian Bouw mendapatkan kamar kosong ia menjadi gusar. "Apa artinya ini " Terang-terang kamar kosong kenapa dikatakan penuh " Apakah aku pernah menganglap bayaran kamar ?"
Ma Hui In menjadi bungkam tak bisa berkata apa-apa lagi, sedangkan dua pelayan palsu itu menjadi mendongkol dan mau marah, tiba-tiba saja dalam keadaan janggal ini salah satu kamar membuka pintu. Tok Kay Pong dengan wajah yang selalu tersenyum tampak keluar.
"Tuan Ma setelah kudengar perkataan tuan ini, kuambil kesimpulan engkau salah ! Kenapa sebagai pengusaha losmen, tidak mau menjawab kamar kosongnya ?"
"Ini".tapi?"
Tok Kay Pong mendahului berkata lagi, membuat Ma Hui In bungkam. "Tak perduli sudah dipesan orang, pokoknya siapa yang datang duluan dialah yang wajib diterima. Maka itu kuanjurkan, kamar kosong itu serahkanlah pada tuan ini. Dan jika pemesan tempat itu datang, baru bicara lagi !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
201 Ma Hui In yang telah dijadikan boneka sudah tentu saja menerima dengan baik usul Tok Kay Pong. Dan buru-buru membuka pintu kamar mempersilahkan tamunya masuk sambil
menyuguhkan minuman.
"Terima kasih banyak atas bantuan bapak, yang rendah Cian Bouw untuk ini mengajak bapak minum bersama-sama, sebagai tanda terima kasihku," kata Cian Bouw.
Tok Kay Pong menolak dengan halus sambil berkata : "Tak usah begitu, sama-sama orang yang keluar rumah, sudah sepantasnya saling membantu bukan " Nah, tuan mungkin habis melakukan perjalanan jauh, silahkan istirahat"."
Cian Bouw mengangguk dengan perasaan terima kasihnya yang berlebih-lebihan, lalu mengunci kamar dan makan minum seorang diri.
Tok Kay Pong mendekat pada Ma Hui In.
"Apakah engkau kenal dengannya " Dan betulkah tahun yang lalu ia pernah kesini ?"
"Seingatku tidak pernah ia datang kesini, dan wajahnya tidak kukenal !" jawab Ma Hui In.
"Hm, jalan kesorga tidak ditempuh, kenapa menuju keneraka " Tak perduli engkau sebagai saudagar asli atau bukan, takkan kuberi ampun," piker Tok Kay Pong. Dipanggilnya dua pegawai yang pura-pura jadi pelayan. "Salah seorang kuminta tetap menjaga diluar, dan seorang pergi kedapur mengambil arak yang panas."
Kedua pengawal itu mengangguk dan pergi menjalankan tugasnya dengan patuh. Begitu arak panas didalam teko diserahkan pengawal padanya, ia merogoh sakunya mengeluarkan sebuah peles kecil. Dengan hati-hati tutup peles dibuka dan dikeprulkan sedikit puder dari peles itu kedalam arak. "Ini adalah racun yang bernama Tok ngo san, pedagangitu kujadikan kelinci percobaan dari keampuhan racun ini," Nah berikanlah kepadanya, dan katakana arak ini adalah hadiah dari Ma Hui In sebagai rasa penyesalan atas sikapmu tadi."
Wajah Ma Hui In menjadi pucat dengan meratap ia memohon. "Aku hanya memiliki losmen ini sebagai gantungan hidup kumohon jangan sampai terjadi peristiwa jiwa".
"Hm, jangan banyak bicara nanti kusilahkan engkau yang minum !" potong Tok Kay Pong.
Adapun yang dinamai racun Tok ngo san dibuat Thian lam sam kui dari seratus delapan macam, serbuk kupu-kupu beracun. Dan menjadi semacam puder yang tidak berwarna dan berbau. Jika dicampur dengan air, biarpun hanya sedikit bisa membuat yang meminumnya mati mendadak. Sejak memiliki racun ini mereka lantas mengabdikan diri ke Pok Thian Pang.
Untuk mencari muka dari sang Pangcu mereka menyerahkan sepeles pada Pok Thian Pang.
Nah racun yang dipergunakan Soat Kouw untuk mencelakakan Liap In Eng maupun Pek King Hong adalah Tok ngo san itu.
Kini Tok Kay Pong yang bertugas untuk menciduk Tong Cian Lie dan In Tiong Giok
menyadari dengan kepandaian silatnya tidak bisa memenangkan lawan, maka itu aku
menggunakan racun itu untuk memperoleh kemenangan. Tak kira sebelum racun
dipergunakan, datang Cian Bouw. Untuk tidak mengganggu siasatnya yang telah
direncanakan, maka itu Cian Bouw pun tidak diberi ampun.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
202 Cian Bouw memang seorang penggemar arak, begitu melihat pelayan datang dengan seteko arak panas sebagai tanda maaf atas kelakuan majikannya yang kurang hormat tadi, rasa marah dan dongkolnya pada pemilik losmen itupun menjadi hilang. Cepat-cepat ia bangun sambil tertawa. "Katakan pada majikanmu, sebagai kawan lama lebih sedikit kurang sedikit tak diambil dalam hati. Kini ia membuang uang untuk membelikan aku arak, membuatku tak enak sendiri !"
Pelayan palsu itu menaruh arak diatas meja dan membawa pergi sisa arak yang tidak beracun diatas meja.
"Eh jangan pergi dulu, mari temani aku minum !" kata Cian Bouw sambil menarik lengan pelayan palsu itu.
Keruan saja pengawal itu menjadi kaget dan berkata dengan gugup. "Aku tidak berani minum arak !"
"Jangan takut, majikanmu pasti tidak akan marah, jika aku yang mengajak minum."
Pengawal itu mana berani minum, dengan berbagai alas an ia melepaskan diri dari cekalan Cian Bouw dan terus keluar.
"Ah dasar pegawai baru, masih sok rajin dan takut pada majikan !" sehabis berkata dan ia segera menuang arak yang masih hangat itu lalu meminumnya. "Ah arak ini kenapa pedas betul" Ah" perutku kenapa sakit", Ah celaka ! Tolong !" Tubuhnya segera jatuh kelantai dan berguling-guling dari mulutnya keluar darah, kaki tangannya berkerejatan, tampaknya mau mati.
Kam Kong dan Tan Toa Tiau mendengar suara teriakan si saudagar, memburu datang,
menyaksikan mangsanya menggeletak dilantai, tersenyum puas dan berkata : "Ha ha ha Tong Cian Lie inilah contoh untukmu" Belum kata-katanya diucapkan, pengawas yang bertugas diluar, datang berlari-lari dengan cemasnya membawa berita "Datang ! Mereka datang !"
"Siapa yang datang, berkatalah dengan perlahan-lahan dan tegas !" kata Tan Toa Tiau.
Pengawal itu menunjuk keluar, "Tong Cian Lie dan In Tiong Giok sudah datang !"
"Berapa jauh lagi dari sini ?"
"Hampir tiba di mulut kampung !"
Tan Toa Tiau menarik napas lega dan berpaling kepada Tok Kay Pong. "Bagaimana dengan mayat ini ?"
"Jangan gugup jalankan menurut rrencana yang sudah ditentukan," kata Tok Kay Pong dengan tenang. "Salah seorang pengawal lekaslah pergi temani mereka, guna menghambat kedatangannya kesini."
Pengawal itu mengangguk dan cepat pergi keluar.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
203 "Eh kemana perginya Lie Tong Leng ?" tanya Tok Kay Pong tiba-tiba.
"Tadi ia mengatakan ingin melihat keadaan kampung ini?" kata pengawal yang berada disitu.
"Kalau begitu lekaslah bawa mayat ini kekamar Lie Tong Leng dan bersihkan lantai lekas-lekas !" kata Tok Kay Pong. "Setelah itu engkau atau temanmu lekas ketemu Lie Tong leng dan pesan padanya jangan kembali dulu kesini, kuatir dikenali bocah she In itu."
Mereka beramai-ramai membersihkan lantai dan meja, setelah itu Tok Kay Pong, Tan Toa Tiau dan Sam Kong menurut rencana yang telah diatur kembali kedalam kamarnya.
Kedua penunggang kuda yang bukan lain dari pada In Tiong Giok dan Tong Cian Lie telah tiba dimuka Hiong hin can, kedatangan mereka disambut, "pelayan palsu" dengan senyuman ramah. "Jiewie Toaya, silahkan mampir hari hampir malam !"
Tong Cian Lie menengadah keatas sambil berkata : "Ah benar, tanpa terasa hampir malam."
"Hoo kee (sebutan ramah) pada pelayan losmen aku numpang bertanya, masih jauhkah letaknya Tiat po ?" tanya In Tiong Giok.
"Oh tidak !" jawab sipelayan. "Tapi cuaca hampir malam, sebaiknya Jiewie toaya bermalam dulu disini, besok baru kesana !"
"Memang kenapa ?"
"Sudah merupakan kebiasaan bahwa berkunjung kerumah orang dimalam hari, kurasa kurang pantas !"
"Eh engkau benar !" kata Tong Cian Lie. "Mari kita bermalam dulu disini, besok baru kesana."
Tiong Giok pun menurut dan segera turun dari kudanya mengikuti jejak Tong Cian Lie, sedangkan "pelayan" itu cepat-cepat menambat kuda itu disamaping. Begitu mereka masuk kedalam losmen Ma Hui In menjadi kebat kebit, dengan terpaksa ia menyapa.
"Silahkan"silahkan duduk" suaranya gemetar, senyumnya lebih kecut dan buruk dari pada orang manis.
Sikapnya ini ketemu tabiat Tong Cian Lie yang berangasan kontan mendapat semprrotan "Hei jika segan menerima tamu, tutup saja losmen ini !"
"Oh bukan! Bukan ! Harap jangan salah paham " kata Ma Hui In sambil menggelengkan kepala dan menggoyangkan tangan dengan repotnya.
"Toaya jangan gusar, majikan kami penduduk asli kampung ini, tabiatnya kaku dan kurang pandai menerima tamu," kata si "pelayan" sambil tersenyum.
"Kalau begitu engkau bukan orang sini ?" tanya Tong Cian Lie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
204 "Orang sini, tapi sejak kecil senang merantau keberbagai tempat, sehingga mempunyai pengetahuan lebih banyak dari majikanku sendiri."
"Oh kiranya engkau adalah pelayan yang berpengalaman?" kata Tong Cian Lie dengan mendelik.
Tiong Giok menyaksikan ini segera menyelak: "Lo Cianpwee apa gunanya ambil pusing dengan pemilik penginapan ini, sehabis menginap besokpun kita pergi lagi, sama ada soal yang lebih penting dari pada bertengkar dengan dia."
"Justru tabiatku amat jahat, apa yang aku lihat tak pantas, ingin kujadikan pantas !" kata Tong Cian Lie. "Eh Hok kee, sediakanlah kamar yang bersih !"
"Diloteng tersedia kamar yang bersih, silahkan toaya periksa !" berkata pelayan itu. Tong Cian Lie menganggukkan kepala dan segera melangkah kedalam, sedangkan matanya masih terus memandang Ma Hui In penasaran, kasihan pemilik losmen itu, biarpun ingin bicara tidak berani mengeluarkan suaranya, terpaksa menahannya perasaan itu karena takut.
Keadaan kamar memang bersih dan beres. Membuat Tong Cian Lie merasakan puas, "tak sangka di kampung ini ada losmen yang apik dan bersih. Hei bocah malam ini engkau boleh tidur nyenyak untuk memulihkan semangatmu untuk dipakai esok di Tiat po !"
"Hok kee adakah lagi kamar semacam ini sebab kami berdua ?" kata Tiong Giok.
"Sayang losmen ini memiliki tidak banyak kamar, dan yang adapun sudah penuh dengan tetamu. Kamar ini adalah yang terbaik dari sekalian kamar yang ada disini, jamak sajalah Siau ya bermalam sekamar dengan Toaya ini."
"Ya tidak apa-apa," kata Tong Cian Lie, "ranjang ada dua kenapa pakai dua kamar segala "
Lagi pula sehabis makan aku ingin jalan-jalan keluar, mungkin tengah malam baru pulang !"
"Lo Cianpwee mau kemana ?"
"Aku ingin melihat keadaan di Tiat po guna persiapan dihari esok !"
"Seharusnya aku yang mesti kesana?"
"Engkau akan menjadi tamu Tiat po, maka itu janganlah meninggalkan kesan buruk pada tuan rumah !" kata Tong Cian Lie. Dan seterusnya ia memesan pada pelayan yang masih berada disitu untuk menyediakan makanan dan minuman.
Dengan menganggukkan kepala dan badan terbungkuk-bungkuk "pelayan" itu keluar kamar untuk menyediakan pesanan para tamunya. Sedangkan Tok Kay Pong yang berada disebelah kamar, melalui lubang kecil mengintai gerak gerik Tong Cian Lie dan In Tiong Giok. Begitu ia melihat kedua mangsanya menuju ketempat cuci muka yang berada dibelakang kamar, cepat ia meninggalkan kamarnya dan terus menuju kedapur.
Sayuran maupun minuman telah siap didapur, Tok Kay Pong mengeluarkan Tok ngo san dan memasukinya kedalam teko arak. "Engkau harus berlaku waspada dan hati-hati menyuguhkan arak ini, jika berhasil jasamu akan kulaporkan ke pusat dan engkau bisa naik pangkat !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
205 "Terima kasih atas perhatian Fut hoat !" jawab pengawal itu.
"Aku harus kembali dulu kekamar dan akan mengintai pekerjaanmu ini." Kata Tok Kay Pong.
"Dan beri tahu juga pada Kam Fut hoat dan Tan Cungcu agar berlaku tenang sambil
menunggu perubahan. Sebelum Tong Cian Lie roboh sekali-kali jangan berlaku gegabah."
Waktu mereka bicara seorang pengawal yang ditugaskan mencari Lee Kee Cie telah kembali dengan tergesa-gesa dan memberikan laporan : "Sudah kucari keempat pelosok kampung, tapi tidak juga kutemui bayangan Lie Tong leng !"
Tok Kay Pong terdiam sejenak, lalu tersenyum dingin : "Biarlah ! Hasil sudah didepan mata, ia tak ada ditempat, sama dengan pahala ini tak ada bagiannya. Sekarang pergilah kedepan dan awasi Ma Hui In, jangan sampai ia masuk kekamar belakang, setelah usaha kita beres, bunuh padanya !"
Setelah mengatur segalanya dengan beres, ia masuk kekamarnya sambil memasasng kuping.
Malam semakin larut kesunyian semakin terasa, sungguhpun begitu suasana di losmen Hiong hin can mengandung hawa pembunuhan yang setiap saat bisa meletus.
Tok Kay Pong, Kam Kong dan Tan Toa Tiau dengan menahan napas, memasang telinga
selebar-lebarnya mendengari gerak-gerik dikamar lawannya dengan hati berdebar-debar.
Mereka sadar jika sampai Tong Cian Lie mengetahui permainan mereka, perkelahian hebat bisa terjadi, dan jiwa mereka terancam kematian juga.
Sedangkan Ma Hui In dalam keadaan takut, keringat dinginnya membasahi sekujur tubuhnya.
Ia seorang penduduk yang hidup tenang kini menghadapi kejadian pembunuhan di
losmennya, membuatnya tak bisa tidur. Dan ia tahu saudagar she Cian telah dibunuh, mayatnya berada didalam, jika dua tamunya yang baru datang ini terbunuh juga, akibatnya tak berani dipikirkan. Ia hanya tahu kampung halamannya ini tak bisa ditinggali lebih lama lagi jika apa yang dipikirkan itu terjadi semua. Ia harus merantau mengembara kenegeri orang tanpa modal tanpa sandaran, mengingat ini hatinya semakin cemas dan hampa. Untuk menghilangkan gejolak kecemasan hati yang berdebar semakin keras, ia berdoa didalam hati, agar Tong Cian Lie dan In Tiong Giok tidak minum arak racun itu dan selekasnya
meninggalkan kamarnya".dan iapun berpikir bukanlah lebih baik ia meninggalkan tempat itu sebelum terjadi pembunuhan " Tapi apa yang menjadi harapannya itu tak bisa dilaksanakan, berapa kali ia bangkit dari tempat duduknya, tapi dibawah tekanan sinar mata pengawal yang mengawasi, ia duduk kembali.
Dalam losmen Hiong hin can hanya Tong Cian Lie dan In Tiong Giok yang tidak mempunyai perasaan apa-apa. Mereka tetap dengan tenang merundingkan persiapan besok untuk
menghadap ke Tiat po, sedangkan "pelayan" sudah membawa segala hidangan dan minuman kedalam kamar. Tong Cian Lie merasa kecewa melihat teko arak yang kecil dan segera menegurnya. "Hei, apa-apaan kamu ini " Arak seteko kecil ini untuk kucingpun tak cukup, apa lagi kami ! Takut tidak dibayar ya "
"Ah, Loya bisa saja, bukannya tidak ada teko besar, tapi untuk mempercepat servis kubawakan teko kecil ini. Nanti setelah arak itu panas lagi akan aku bawakan dengan teko besar."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
206 "Bawa pergi tukar dengan teko besar lekas," bentak Tong Cian Lie.
"Pelayan" itu tak berani membangkang, lekas-lekas keluar kamar sambil menggerutu didalam hati. "Ah, dasar mau cepat-cepat mampus !" Dan cepat-cepat ia kedapur mengambil teko besar, arak berada didalam teko inipun sudah dicampur racun. Lalu cepat dibawa kekamar tamunya.
Melihat teko ini Tong cian Lie menjadi puas juga, "tak perlu nongkrong disini lama-lama lekas masuk lagi biar banyakan, seteko inipun tak cukup menghilangkan rasa hausku !"
Dan pelayan itu mengangguk tapi tetap tak keluar kamar. Ia melayani dengan telaten sambil menuangkan arak kedalam cawan. "Loya boleh minum dengan tenang, persediaan banyak, berapa banyak Loya mau bisa saja disediakan, silahkan minum !"
Tong Cian Lie mengangkat cawan arak dan meminumnya, lalu mengawasi warnanya juga.
"Ah arak ini cukup bagus dan tak beracun, kita boleh meminumnya dengan tenang."
"Loya jangan bergurau,kami sebagai pengusaha kecil, mana berani".."
"Ha ha ha, bukan aku curiga, setiap orang yang keluar rumah harus waspada dan hati-hati bukan " Andaikata ada racunnyapun kamipun tak takut, tapi yang menimbulkan kecurigaanku adlah majikanmu itu ! Parasnya tak karuan dan tak sedap dipandang mata, mau tak mau terhadap segala hidangan disini menimbulkan kecurigaan !"
"Loya sudah melihat, biarpun dia berwajah demikian tapi hatinya sangat baik !"
"Memang benar, yang berparas baik sewaktu-waktu jahat, dan yang berparas kriminil hatinya baik !"
"Apa yang dikatakan Loya memang benar, nah silahkan minum jangan sampai arak ini menjadi dingin !"
"Ya benar, arak dingin bisa merusak badan bocah mari kita minum !" kata Tong Cian Lie.
Baru saja Tiong Giok mengangkat cawannya dari kamar tengah terdengar suara orang meerintih : "Aduh"aduh"perutku sakit?"
"Ih siapa yang sedang kesakitan " Tidakkah Lo Cianpwee mendengarnya juga ?" tanya In Tiong Giok.
"Ya aku mendengar dari kamar sebelah," jawab Tong Cian Lie. "Hoo kee siapa yang sedang kesakitan itu ?"
Pelayan itu menggigil tak keruan, sebab telinganyapun mendengar suara rintihan tadi dan mengenali itulah suara Cian Bouw si saudagar emas. "Mungkinkah dia belum maati ?"
pikirnya dengan cemas.
"Hei tidakkah kau mendengar pertanyaanku ?" bentak Tong Cian Lie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
207 "Dengar, dengar ! Ya disebelah ada yang sedang sakit, tadi siang sudah diperiksa tabib dan sedang memakai selimut tebal agar keluar keringat, Jiewie minumlah dengan tenang, akan kulihat sebentar"."
Belum ia berlalu dari kamar sebelah terdengar lagi suara rintihan. "Aduh".aduh".perutku sakit. Hoo kee kenapa engkau memberikan aku arak beracun " Apa salahku apa dosaku dibuat begini macam " Aduh"orang jahat dapat balasan jahat, orang baik dapat balasan
baik".aduh"."
Pelayan itu segera keluar, tapi sebelum berhasil keluar pintu, sudah dihadang Tong Cian Lie yang sudah terlebih cepat berada didepan pintu. "Engkau mau kemana ?" tegurnya sambil menyeret lengan "pelayan" itu.
"Aku ingin melihat orang sakit itu?"
"Jangan tergesa-gesa, mari temani aku minum arak dulu." Kata Tong Cian Lie.
Pegawai itu tahu segala perbuatannya sudah diketahui orang, cepat melepaskan diri dan lari keluar pintu, tetapi tak bisa berlari lagi karena tengkuknya diciduk Tong Cian Lie, "Masih mau lari " Jangan pandang enteng pada Tong Cian Lie tahu ?" dengan kekerasan Tong Cian Lie mencecok "pelayan" itu dengan arak bercampur racun. Dalam sekejap pengawal itu bergelimpangan dengan kesakitan dan berteriak-teriak minta tolong. "Tok Fut hoat ! Tan Cung cu tolong !" belum pula ia bisa meminta tolong terlebih lanjut, napsnya sudah berhenti terlebih dahulu.
"Ah arak ini benar-benar beracun !" kata In Tiong Giok.
"Hei bocah, jangan diam saja, mari kita periksa setiap kamar, tentu masih ada komplotannya !
Baru saja mereka keluar pintu dikiri kanan mereka telah berdiri dengan tegak Kam Kong, Tok Kay Pong dan Tan Toa Tiau dengan senjata yang sudah terhunus.
"Hm, kiranya yang dipanggil Tok Fut hoat adalah kawan lama juga !" kata Tong Cian Lie sambil mendelik-delikkan matanya.
"Hm, baru tahu sekarangpun tak berarti lambat, sayang saja sepeles Tok ngo san terbuang percuma. Dan apakah sudah takdir engkau harus mati basah dibawah senjata Cui hun jiu ku ?"
"Ah tak kukira engkau sebagai orang-orang Cap sah kie yang cukup kenamaan di dunia Kang Ouw mau menjadi anjing Pok Thian Pang, dan melakukan kerjaan rendah untuk meracuni diriku !"
"Kami diterima di Pok Thian Pang dengan kedudukan tinggi, sedikitpun tidak memalukan orang ! Dan kini mendapat tugas untuk menangkap bocah she In ini ! Hal ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Tong heng, tapi engkau sendiri yang ikut-ikutan turut campur maka jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan harap jangan menyesal !"
"Hm, seolah-olah engkau sudah memastikan bahwa kemenangan berad dipihakmu ?"
"Jala langit dan bumi sudah ditebar, biar bersayappun kalian tak bisa meloloskan diri !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
208 "Tapi aku tak mau mendesakmu keterlaluan, jika Tong heng tidak mau mencampuri urusan bocah ini, kamipun tidak akan mengganggu seujung rambutmu."
"Hm, aku tak berhasil menikmati Ngo tok san, tak salahnya mencobai Cui hun jiu mu, antara kita sudah saling mengenal satu sama lain, tak perlu banyak bicara lagi: mari jangan malu-malu."
"Ah engkau mencari mati sendiri," seru Tan Toa Tiau.
"Hm, engkau siapa ?" tanya Tong Cian Lie dengan kasar.
JILID 11________
"Aku Tan Toa Tiau ketua ranting Pok Thian Pang di Ngo liu cung," jawab Tan Toa Tiau dengan bangga.
"Eh bocah sewaktu engkau berada di Ngo liu cung tentu cecunguk ini yang menipumu bukan
?" "Benar !" jawab Tiong Giok.
"Hm, cecunguk kecil yang tidak ada artinya, katakana padanya aku segan bicara dengannya dan suruh minggir jauhan !"
Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Toa Tiau mendengar perkataan ini, gusarnya tak alang kepalang, dengan keras dia membentak : " Bangsat she Tong, kematianmu sudah di depan mata, untuk apa banyak cingcong lagi !"
"Hei, jangan banyak bacot !" bentak Tong Cian Lie sambil menggaplok.
Tan Toa Tiau tak merasa dongkol dipandang enteng ia menangkis sambil menyerang, tapi begitu kedua tangan bentrok, terdengar suara nyaring".Bukan saja Tan Toa Tiau tidak kesampaian melancarkan serangan, tubuhnyapun terhuyung tujuh delapan langkah. Dan terus memuntahkan darah dari mulutnya.
Tok Kay Pong dan Kam Kong segera turun tangan. Tong Cian Lie melancarkan pukulan geledeknya, membuat suara dasyhat susul menyusul dan membuat goyang seisi rumah. Dalam suasana hiruk pikuk dari perkelahian terdengar suara seorang berseru keras. "Celaka"..rumah ini mau roboh !" Menyusul berkelebat sesosok tubuh dari dalam kamar dan terus berlari keluar. Dari potongan tubuhnya bisa dikenal orang itu adalah sisaudagar emas yang mengaku bernama Cian Bouw.
Tok Kay Pong dengan cepat menghadang Cian Bouw sambil membentak: "Mau kemana ?"
"Jangan merintangi aku !" kata Cian Bouw, rumah ini akan rubuh aku bisa mati tertimpa puing-puing. Kamu tahu sendiri manusia mati hanya sekali, masakan aku disuruh mati lagi !"
sambil berkata lengannya menyerang kepada Tok Kay Pong.
Sedikitpun Tok Kay Pong tak berpikir bahwa saudagar itu mempunyai pukulan yang keras dan tidak berada dibawah kekuatan Tong Cian Lie. Karena lalainya hampir-hampir ia Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
209 menderita kerugian besar, cepat ia menarik senjatanya melindungi diri dan mundur.
Serangannya si saudagar membawa dirinya keluar pintu losmen dan terus ia ngacir dengan sekencangnya.
"Bocah ! Ikuti orang itu !" perintah Tong Cian Lie kepada Tiong Giok.
Baru saja Tiong Giok keluar losmen, Tok Kay Pong mengejarnya dari belakang.
Sementara itu Tan Toa Tiau biarpun sudah menderita luka, maju lagi kemedan pertempuran membantu Kam Kong. Hal ini tak membuat keder sedikitpun pada Tong Cian Lie, dengan tenang ia melancarkan ilmu pukulan geledek dengan keras, dan bertubi-tubi. Kam Kong maupun Tan Toa Tiau selangkah demi selangkah terrdesak mundur, mereka berkelahi dari dalam losmen sampai kejalan besar. Kam Kong dan Tan Toa Tiau tidak sanggup melayani musuhnya, tanpa berjanji lagi, melancarkan langkah seribu. Tong Cian Lie tidak mengejar, ia membiarkan kedua musuhnya itu lari, ia kembali kedalam losmen menantikan Tiong Giok.
Sementara itu Tiong Giok yang mengejar Cian Bouw, biarpun menggunakan seluruh
kekuatan tak berhasil mencandaknya. Saking kesal ia berteriak: "Lo Cianpwee tunggu"."
"Siau ya kau boleh lari membawa dirimu, aku membawa diriku, mengapa mengikutiku ?"
"Lo Cianpwee berkepandaian tinggi, tetapi pura-pura sebagai seorang biasa, apa artinya ?"
"Siapa yang berkepandaian tinggi " Engkau jangan salah, orang yang berkepandaian tinggi adalah Pangcu dan rombongan dari Pok Thian Pang, tak lama lagi mereka akan datang, sebaiknya lari cepat-cepat."
"Apa benar pangcu akan datang ?"
"Percaya tidaknya itu terserah padamu! Jika engkau tak ingin kembali kemarkas pusatnya meeka, sebaiknya jangan pula pergi ke Tiat po, kuyakin kedatanganmu tidak akan membawa kebaikan ! Nah kata-kataku sudah selesai kuucapkan, engkauboleh resapkan sendiri, aku tak bisa menemui orang dan harus berlalu secepatnya dari tempat berbahaya ini, selamat tinggal
!" tubuhnya berlari lagi setelah berkata dalam sekejap sudah hilang dari pandangan.
Saudagar emas itu datang kelosmen Hiong hin can dam memberikan tanda bahaya pada Tiong Giok, semua ini bukan karena kebetulan, setelah mendengar perkataannya barusan, seolah-olah dia sudah mengenal kepada pemuda kita.
Tiong Giok tidak mengejar lagi, dia hanya berpikir dan menduga-duga siapa orang itu sebenarnya. Belum pula ia berhasil mengingat orang itu dari belakang terdengar sura dingin.
"Bocah, kini engkau tak bisa kabur lagi !" Inilah suara Tok Kay Pong.
"Engkau mau apa ?"
"Sejak di markas pusat, kita sudah kenal bukan " Soal engkau melarikan diri dari sana tak ada sangkut pautnya denganku ! Tapi apa yang kulakukan ini adlah perintah dari atasan, jika tidak akupun tidak mau mengejar-ngejar dirimu?"
"Ya maksudmu mau apa ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
210 "Kudengar engkau telah pandai ilmu Keng thian cit su bukan ?"
"Kalau benar memang kenapa ?"
"Aku adalah orang tua yang menyenangi bakat muda sepertimu !" kata Tok Kay Pong.
"Maka itu jika engkau mau memberi petunjuk dimana letak keistimewaan dari ilmu itu".. he he he, engkau orang pintar tentu mengerti sendiri maksudku bukan ?"
"Oh, jika kau mau memberikan petunjuk-petunjuk ilmu itu artinya kau tak segan-segan mengkhianati Pok Thian Pang dan membebaskan diriku bukan ?"
"Bukan begitu, aku hanya menyayangi anak muda semacammu jika sampai dibawa kembali ke markas pusat Pok Thian Pang, mana tahan mengalami siksaan-siksaan keras !"
"Mendengar katamu itu membuat aku menarik napas sesak !"
"Kenapa begitu ?"
"Sesak napasku karena perbuatanmu yang terlalu tidak tahu malu !" katanya lagi.
Tok Kay Pong menjadi semakin marah, matang kedua pipinya mendengar ucapan Tiong Giok itu. Dari malu timbul rasa gusarnya dan dengan didahului senyuman dingin ia berkata :
"Bocah diajak jalan baik-baik tidak mau, maunya kejalan mati. Engkau jangan menyesal semua ini dicari sendiri !" Sehabis berkata Cui hun jiaunya menyambar dengan cepat pada Tiong Giok.
Akan tetapi dengan gerakan Kiu toa bie cong pou Tiong Giok berhasil menghindarkan dirinya dari serangan, lalu mencari posisi yang baik dan terus melancarkan Hiat cie lengnya yang ampuh.
Dengan didahului gerakan aneh Tok Kay Pong berbalik menyabetkan Cui hun jiau (cakar pengejar nyawa), tubuhnya yang besar tak ubahnya seperti anak panah cepatnya, mencelat dua tiga depa kedepan, menghindarkan Hiat cie leng lawannya.
Berulangkali Tiong Giok melancarkan Hiat cie leng yang menjadi andalannya, tapi sebegitu jauh belum berhasil menundukkan lawannya. Ia tak berpikir bahwa lawannya begitu gesit dan serangan dirinya tak membawa hasil. Ia tak mau memboroskan tenaga, maka Hiat cie leng tidak dipergunakan lagi.
Mereka berkelahi dengan hebat, nanti merapat nanti merenggang, masing-masing tak berani memandang enteng lawannya. Tok Kay Pong dengan sebelah tangan bersenjata Cui hun jiau, sebelah tangannya melindungi dadanya. Selangkah-selangkah mendekat lagi, setiap kakinya diangkat tertera sebuah jejek kakinya yang cukup dalam. Menandakan bahwa seluruh kekuatannya sedang dipergunakan semaksimum-maksimumnya.
In Tiong Giok sadar bahwa kekuatan ilmu dalamnya belum memadai lawan dan jika
mengandalkan kelincahannya mungkin masih bisa bertahan dan tak sampai dikalahkan. Jika mengadu kekerasan, dengan bertangan kosong sudah pasti akan menderita kerugian. Untung Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
211 dia seorang cerdik yang bisa berpikir cepat. Untuk mengatasi situasi yang makin gawat, segera ia berpura-pura jerih dan mundur-mundur kebelakang. Sesudah lima enam langkah, ia merandek karena kakinya memijak kayu kering yang mendatangkan bunyi "krak". In Tiong Giok berlagak kaget dan melihat kebawah. Dan rupanya Tok Kay Pong tidaklah menyia-nyiakan kesempatan baik itu, tubuhnya menyergap dengan cepat pada musuhnya.
Tipu muslihat Tiong Giok yang menginginkan musuh berbuat seperti itu berhasil baik, tubuhnya berputar dengan cepat, menghindar sambaran senjata musuhnya. Lalu dari tempat yang enak ia melancarkan pukulan tangan diluar dugaan musuh.
Begitu serangannya tidak membawa hasil, Tok Kay Pong sudah tahu bahaya mengancam dirinya. Cepat ia mencelat keudara tanpa menoleh lagi dan membalik tangan melakukan tangkisan. Tiong Giok tidak mau mengadu tangan, ia mengubah serangannya dengan cepat.
Sekali ini ia berhasil, pukulannya tepat mengenai bagian pundak musuhnya. "Buk" terdengar suara nyaring, tubuh Tok Kay Pong terpental sejauh dua tiga tombak.
Pukulan Tiong Giok itu begitu telak, dan berhasil menghancurkan tulang bahu musuhnya.
Dengan terhuyung-huyung Tok Kay Pong bangkit dari tanah sambil menahan sakit. Sekali ini Siau bin bu siang atau siiblis selalu tersenyum tidak terlihat lagi senyumannya, ia meringis kesakitan.
Terhadap musuhnya yang sudah payah Tiong Giok tidak menurunkan tangan lagi, ia menanti dengan tenang. Tidak ada rasa sombong sedikitpun dirinya, bisa mengalahkan salah seorang Cap sah kie yang sudah tenar itu.
"Jika engkau kurang puas, aturlah pernapasanmu sampai baik, kita boleh duel lagi !"
"Bocah kemenanganmu ini adalah hasil kelicikanmu, dan bukan kepandaianmu !" tapi dengan akallah aku memperoleh kemenangan, menandakan aku menang teknik darimu bukan " Jika dalam hal ini engkau merasa kecewa, engkau boleh bertanya pada diri sendiri, patutlah sebagai Thian lam sam kui yang sudah kesohor, mempergunakan racun untuk mencelakakan musuh ?"
Tok Kay Pong menjadi malu, dan tak ada muka untuk berdiam lama-lama disitu, dengan perasaan dan malu, ia mencelat pergi dengan cepat sambil menahan sakit dipundaknya.
In Tiong Giok tidak mau mengejar, ia merapikan pakaiannya dan terus menuju ke losmen untuk menemui Tong Cian Lie. Setibanya dimulut kampung ia menjadi melongo sendiri karena keadaan sangat sunyi sekali. "Mungkinkah Tong Lo Cianpwee telah?" pikirannya dengan kaget. Ia sudah mengenal tabiat orang tua itu. Yang andaikan berhasil membereskan Tan Toa Tiau dan Kam Kong, pasti akan mencari dirinya. Kini sepanjang jalan ia tidak melihat ada bayangan, juga tidak mendengar suara perkelahian. Mungkinkah kaum Pok Thian Pang dengan jago-jagonya telah datang dan membuat Tong Cian Lie tidak berdaya " Dengan tergesa-gesa ia berlari secepat-cepatnya kearah Hiong hin can. Begitu ia sampai didepan pintu lagi-lagi membuatnya melongo. Keadaan disitu sunyi sepi, tidak terlihat tanda-tanda belas perkelahian. Kam Kong maupun Tan Toa Tiau tidak terlihat sama sekali. Pintu rumah masih terbuka lebar-lebar didalam terlihat sinar api yang kecil, remang-remang terlihat dua orang sedang terpekur. Yang satu adalah Ma Hui In dan yang satu lagi adalah Tong Cian Lie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
212 Begitu mendengar derapan sepatu Tiong Giok, Tong Cian Lie memandang sambil menegur
"Sudah pulang ?"
"Ya sudah !"
"Tak kena dikejar orang tua itu ?"
"Kena, namun ia tak mau menyebutkan namanya." Jawab Tiong Giok. "Ia hanya memesan tak usah pergi ke Pek liong san, dan mengatakan bahwa jago-jago dari Pok Thian Pang dipimpin Pangcunya sendiri akan kesini dengan menganjurkan kita cepat-cepat berlalu dari sini."
"Sayang perkataannya ini diucapkan terlalu lambat juga terlalu siang !" kata Tong Cian Lie.
Mendengar perkataan yang berlawanan dari kawannya itu, Tiong Giok menjadi melongo lagi.
"Lo Cianpwee, engkau?"
"Duduklah dulu dan makan." Potong Tong Cian Lie. "Hei jangan melamun saja, sediakan kami minuman dan makanan, sesudah itu kami mau tidur senyenyak-nyenyaknya !"
Ma Hui In segera bangkit dari tempat duduknya, tak selang lama dia kembali lagi dengan makanan serta minuman. Tong Cian Lie meneguk arak dengan hausnya. "Hei, bocah mari minum sepuas-puasnya, biar kita mati atau mabuk, dengan begitu segala kepusingan tidak ada lagi !"
"Lo Cianpwee apa yang terjadi disini ?" tanya Tiong Giok.
"Apapun tidak ada yang terjadi ! Kam Kong si setan cilik adalah pecundangku, apa lagi orang she Tan itu tak ada artinya bagiku ! Begitu aku mengangkat tangan, mereka sudah lari terbirit-birit ! Sudahlah jangan menceritakan itu, mari minum."
Tiong Giok tidak berani banyak bertanya, diangkatnya cawan arak dan meneguknya dua kali, lalu meletakkan lagi dimeja.
Tong Cian Lie meminum arak sepuas-puasnya, tubuhnya bermandi keringat, arak seguci dalam waktu singkat telah menjadi kering. Ma Hui In mengambil lagi seguci.
"Apa yang harus kulakukan ?"
"Ya apa saja, misalnya soal bagaimana Lo Cianpwee mengalahkan Kam Kong dan Tan Toa Tiau?"
"Dua cecunguk itu tak ada harganya untuk diceritakan !"
"Atau memberikan pandangannya, siapa sebenarnya pedagang she Cian itu ?"
"Seorang yang berlaku gelap-gelapan dan tak berani berterangan adalah bangsa pengecut, dan membuang-buang waktu saja menduga-duganya."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
213 "Orang ini seperti seorang yang sudah kukenal, tapi entah betuk entah tidak." Ia merandek sejenak, sengaja memancing Tong Cian Lie membuka mulut dan mau mengutarakan isi
hatinya. Tapi yang diajak bicara itu tak memperdulikannya, terus asyik dengan araknya. "Mau betul atau tidak, tidak ada urusannya denganku ! Kini iapun sudah pergi, tak usah diingat-ingat lagi, mari kita minum !"
Segala daya dipergunakan Tiong Giok, Tong Cian Lie trtap tak mau mengutarakan isi hatinya.
Maka iapun meminum lagi araknya. Tak selang lama mereka telah merasa sedikit pusing dan mabuk, Tong Cian Lie menyuruh Ma Hui In membereskan sisa makanan dan perabotan, lalu ia berpaling pada Tiong Giok "tak lama lagi akan terang tanah, maka itu tidurlah lekas !"
In Tiong Giok menganggukkan kepala. Di kamar dia bersemedhi, menjalankan pernapasan sedikitpun tidak tidur. Dan terdengar pula suara bolak balik Tong Cian Lie diatas ranjang, nyatanya orang tua itupun tidak bisa pulas.
Dengan cepat malam telah berganti siang, setelah beres makan pagi mereka keluar dari losmen dengan menunggang kuda. Sepanjang jalan Tong Cian Lie mengerutkan kening, wajah muram terus. Membuat Tiong Giok kesal, tapi ia diam saja tak berani banyak bicara.
Begitu keluar dari kampung itu mereka menuju keutara, dari sini hanya berjalan beberapa lie saja, perkampungan Tiat po telah terlihat jelas.
Perlahan-lahan mereka mengendarai kudanya mendekati pintu perkampungan. Tampak pintu perkampungan yang besar tertutup rapat. Hanya pintu samping yang kecil ada terbuka. Dan dari sinilah orang keluar masuk. Di depan pintu itu dijaga empat pemuda berbaju hijau.
Sesampainya didepan itu Tong Cian Lie terbengong-bengong, sinar matanya menjadi sayu dan mengembang air mata. "Bocah disinilah kita berpisah, jika ada juga kita bertemu lagi dikemudian hari !"
"Kenapa Tong Lo Cianpwee tak mau masuk kedalam ?"
Tong Cian Lie tidak menjawab, kepalanya saja digeleng-gelengkan.
"Kenapa hanya dalam waktu semalam saja Lo Cianpwee berubah pikiran ?"
"Ya, akupun merasa malu mengubah kemauan dalam sekejap, tapi mau dikata apa semua ini kemauan yang maha kuasa, manusia bisa apa?""
"Apa artinya Cianpwee berkata ini ?"
"Sudah kupikirkan tadi malam sebaliknya engkaupun tak usah masuk kedalam perkampungan Tiat po, tapi kutahu engkau tak bisa dilarang, maka itu sengaja kuantar engkau sampai disini, dan kita berpisah?" Ia tidak melanjutkan kata-katanya, karena terputus isak tangisnya.
Tiong Giok tidak memaksa meminta keterangan apa sebabnya orang tua itu tak mau masuk ke Tiat po. Ia hanya berkata : "Lo Cianpwee tak masuk tak apa-apa, tapi ingin kutahu habis dari sini mau kemana ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
214 "Tentu pulang ke Kiu yang shia." Jawab Tong Cian Lie. "Akan kukunci pintu rapat-rapat dan tak mau menerjunkan diri lagi didunia Kang Ouw. Jika dikemudian hari engkau lewat disana, tak halangan mampir barang satu dua hari !" Sambil berkata ia mengeluarkan sejilid buku dari sakunya dan menyerahkan pada In Tiong Giok. "Buku ini adalah buku pelajaran Thian lui tiap (buku pelajaran pukulan geledek). Sekarang buku ini tak ada gunanya lagi bagiku, nah terimalah dengan baik sebagai tanda mata dariku. Jika engkau sampai tak diterima Lim Siok Bwee, perlihatkanlah buku ini, mungkin buku andalanku ini, akan memberi muka kepadanya guna menerimamu sebagai tamu."
"Bocah sebenarnya akupun merasa enggan berpisah denganmu, tapi apa mau dikata, sesuatu yang tidak diinginkan justru terjadinya lebih cepat dari pada yang diharapkan. Kecuali dari buku ini kupesan juga untukmu, berlakulah welas asih terhadap sesama manusia, biarpun ia lawan atau kawan !"
Tiong Giok menganggukkan kepala, dan memegang buku itu, sedngkan bayangan Tong Cian Lie semakin lama semakin kecil dan hilang dari pandangan matanya.
Empat penjaga pintu perkampungan Tiat po melihat Tiong Giok terpekur begitu lama, setelah berpisah dengan Tong Cian Lie menjadi geli sendiri. Antaranya ada yang berteriak : "Hei kawan, temanmu sudah pergi jauh !" Seruan ini membuat Tiong Giok tersadar dari
lamunannya. Cepat-cepat ia menyeka air mata dan menuntun kudanya masuk ke Tiat po.
Penjaga itu dengan hormat menyambut Tiong Giok. "Apakah saudara mau masuk ke
kampung ini ?"
"Benar !"
"Untuk keperluan apa ?"
"Aku In Tiong Giok mau menghadap pada Siau siang lie hiap Lim Siok Bwee, dapatkah engkau menolongku memberi tahu kepadanya ?"
"Mungkin saudara tidak mengetahui bahwa perkampungan ini sudah bertahun-tahun tidak menerima tamu !"
"Hal ini kuketahui, tapi aku mempunyai suatu hal penting dengannya, dan mohon
pengecualian !"
"Sejak pintu ini tertutup selama dua puluh tahun lebih, banyak tamu-tamu yang datang dengan berbagai urusan penting dengannya, tapi semuanya ditolak tanpa pengecualian?".."
"Tapi jika urusan penting yang bersangkutan dengan mati hidupnya Po cu disini, tidak diberi pengecualian juga ?"
"Saudara jangan bergurau, Po cu kami telah meninggal dunia dua puluh tahun yang lalu?"
"Ya tersebab kudengar berita bahwa Po cu disini telah lama meninggal dunia, maka dari tempat ribuan lie aku datang kesini untuk mewariskan kepada isterinya, keadaan Po cu belakangan ini".."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
215 Penjaga-penjaga pintu itu mula-mula merasa aneh dan heran mendengar keterangan Tiong Giok, tapi sekejap kemudian mereka terbahak-bahak. "Ah yang benar saja, Po cu kami sudah meninggal dunia puluhan tahun mana bisa hidup lagi !"
"Apa yang kukatakan adalah benar !" kata Tiong Giok dengan dongkol.
Penjaga-penjaga itupun menjadi mangkel melihat sikap pemuda kita yang masih tetap bertahan dan tak mau pergi dari situ. "Hei engkau harus tahu Tiat po ini tempat apa, dan janganlah membuka mulut sembarnagan tahu, kulihat engkau kurang waras dan lekaslah cari tabib yang pandai untuk berobat, jangan mengaco terus disini !"
"Aku dalam keadaan sehat walafiat, apa yang kukatakan adalah benar ! Lagi pula hak menerima tamu berada ditangan Lim lie hiap bukan ditangan kalian ! Kuheran kenapa kalian tak mau mewartakan kepadanya ?"
Salah seorang penjaga yang paling muda menjadi gusar matanya segera mendelik, dan bersikap mau mengusir dengan kekerasan. Untung kena dicegah oelh yang lebih tua. Agaknya ia lebih berpengalaman dan bisa menyabarkan kawannya itu. "Saudara kulihat engkau seorang pemuda yang tidak berpotongan sebagai penipu, maka itu harus tahu bahwa semasa hidupnya Po cu kami, terkenal kemana-mana dan tempat tinggalnya maupun orang-orangnya bukan bangsa tempe yang boleh dihina. Soal kami tidak mewartakan kepada nyonya kami, adalah kebaikan untukmu sendiri. Jikalau soal mustahil mengenai Po cu kami didengarnya, engkau mencari penyakit sendiri, maka itu sebaiknya lekaslah engkau berlalu dari sini".."
"Terima kasih atas kebaikanmu," sela In Tiong Giok. "Justru karena aku sebagai salah seorang pengagum Tiat eng hiong, maka jauh-jauh datang kesini dengan membawa berita penting untuk disampaikan kepada isterinya, tapi kalian tidak mau mewartakan, dan terus mengatakan bahwa nyonya kalian tidak mau menemuiku !"
"Maksudmu memaksa kami memberitahu kepada Lie pocu ?"
"Sudah tentu !"
"Apakah tidak menyesal dengan akibatnya ?"
"Apa yang perlu kusesalkan ?"
"Baik kuwartakan kedalam dan nantikan disini !" kata orang itu memesan pad temannya sebelum berlalu. "Jaga baik-baik, jangan kasih diia pergi !"
"Tunggu dulu," panggil In Tiong Giok. Ia mengeluarkan Thian liong giok hu dari sakunya.
"Benda ini kuharap sekalian perlihatkan pada Lim Lie hiap !"
Orang itu menyambut kumala itu sambil menggerendeng. "Apa artinya benda ini ?"
"Engkau jangan memperdulikan apa artinya benda ini, pokoknya serahkanlah pada lio pocumu, ia pasti tahu artinya."
Tak selang lama setelah berlalunya orang itu, dari dalam kampung terdengar derap kaki kuda yang berisik sekali, penunggang kuda itu adalah seorang tua berusia enam puluhan, kepalanya Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
216 diikat kain hijau, matanya bersinar tajam, menandakan seorang berkepandaian tinggi. Seorang lagi adalah gadis berbaju ungu berusia tujuh belas tahun, matanya jeli, pinggangnya ramping, tampaknya periang sekali. Begitu kedua penunggang kuda keluar pintu, mereka melompat turun dari tunggangannya dan mengawasi pada Tiong Giok dengan keheran-heranan..
Siorang tua segera menghampiri dengan membungkuk dan memberi hormat. "Numpang
tanya, apa hubungan In siauw hiap dengan Pek Lo cianpwee dari Thian Liong bun ?"
"Oh, berkat kemujuran aku menjadi pewaris dari Thian liong bun"."
Belum pula Tiong Giok menjelaskan perkataannya, orang tua itu segera berlutut. "Aku Tiat Hok, memberi hormat pada In siauw hiap !"
Sedangkan gadis remaja tadi, dengan hormat mendekati mereka. "Aku Tiat Siauw Bwee mewakili ibu, mengucapkan selamat datang pada In Siauw hiap !"
Para penjaga pintu tadi, tanpa disuruh lagi sudah bertekuk lutut memberi hormat dan ketakutan. Tiong Giok sudah tahu bahwa Tiat Giok Lin memperoleh kepandaian silat dari Pek King Hong, begitu kumala pusaka dari Thian Liong bun diperlihatkan, orang-orang di Tiat po berlaku demikian memujinya, hal ini benar-benar diluar dugaannya.
Dengan tergopoh-gopoh Tiong Giok membanguni Tiat Hok, "Tak usah banyak peradatan, bangunlah ! Kedatanganku ini nampaknya mengganggu dan merepotkan saja."
"Siauw hiap jangan berkata begitu, ketahuilah bahwa Po cu kami menerima pelajaran dari Thian liong bun, sekalian orang yang berada di dalam Tiat po begitu melihat Thian liong giok hu sama saja seperti melihat Ciang bun jin, Hujin (nyonya) tidak menyambut keluar, ia sedang menantikan di dalam lekaslah naik kuda !"
Dengan tersenyum Tiong Giok mencemplak kudanya, mengikuti Tiat Hok dan Siauw Bwee masuk kedalam. Keadaan didalam Tiat po sangat luas dan terbagi perkampungan depan dan perkampungan belakang. Mereka bercocok tanam dan menenun kain sebagai mata
pencaharian sehingga bisa hidup dengan damai dari kesibukan dunia luar.
Sejak Tiat Giok Lin mati, tidak pernah seorangpun diijinkan masuk kedalam Tiat po dan Tiong Giok adalah orang pertama yang diperkenankan masuk kedalam. Sepanjang jalan laki-laki dan perempuan tua dan muda menyambut kedatangannya dengan meriah.
"Mamaku sedang menanti dengan tak sabaran, Tiat Hok temanilah In Siau hiap aku akan masuk duluan !" kata Tiat Siau Bwee yang terus memecut kudanya pergi duluan.
Dengan dikawani Tiat Hok, In Tiong Giok melewati perkampungan luar dan memasuki
daerah perkampungan dalam. Adapun perkampungan dalam ini tempat tinggalnya Po cu.
Penduduk biasa yang berada diluar kampung itu, tidak diperbolehkan sembarangan masuk kedalam.
Lim Siok Bwee sejak ditinggal mati suaminya tidak pernah keluar dari perkampungan dalam, dan sekarangpun tidak terkecuali, ia hanya berada didalam rumah menantikan kedatangan tamunya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
217 Kedua penunggang kuda langsung masuk kedalam perkampungan dalam dan berhenti
disebuah taman bunga yang luas. Dari sini mereka masuk kedalam gedung yang besar dan megah. Keadaan didalam tampaknya sangat tenang dan sepi, dua puluh pelayan gedung yang berbaris rapi dikiri kanan, tersenyum-senyum menyambut kedatangan tamunya. Dibelakang barisan pelayan itu terlihat Lim Siok Bwee dan putrinya sedang menantikan tamunya.
Usianya Lim Siok Bwee tidak lebih dari empat puluh tahunan, tapi jika dilihat parasnya yang pucqat serta baju putih tanda dari berkabung yang masih dikenakan terus walau sudah puluhan tahun, tampaknya tua sekali.
"Yang rendah In Tiong Giok menghaturkan hormat pada Tiat Hujin," kata Tiong Giok.
Lim Siok Bwee membalas hormat sambil berkata : "Mendiang suamiku mendapat pelajaran dari Thian liong bun, dan terhitung sebagai anak buah perguruan itu, maka itu Siau hiap tak usah terlalu memaksa peradatan. Anggaplah sebagai orang sendiri, mari masuk dan duduk."
Lim Siok Bwee dan pengiringnya masuk kedalam, demikian juga dengan Tiong Giok, setelah pada duduk Lim Siok Bwee mengembalikan Thian liong giok hu. "Lebih kurang dua puluh tahun lamanya tidak melihat kumala ini ! Mendiang suamiku semasa hidupnya tak pernah melupakan budi kebaikan dari Pek Locianpwee yang memberikan pelajaran silat, sayang dia sudah meninggal dan tidak bisa kenal dengan Siau hiap."
"Sejujurnya dengan kebetulan dan berjodoh saja kuperoleh Giok hu ini, sedangkan ilmu pelajaran dari Thian liong bun belum kuperoleh sedikit juga. Maka itu kalau disbanding dengan kepandaian po cu masih jauh sekali ! Sedangkan ilmu yang ada padaku sekarang ini bukan dari Thian liong bun melainkan dari Han Bun Siong."
"Oh kiranya In Kongcu adalah murid dari Han Bun Siong ?"
"Ya, tapi waktu berguru tidak mengetahui namanya, setelah mengembara didunia baru tahu bahwa guruku bernama Han Bun Siong !"
"Kenapa begitu ?"
Dengan singkat Tiong Giok menuturkan sejak mempelajari bahasa Sangsekerta, sampai menjadi penterjemah di Pok Thian Pang, serta pertemuannya dengan orang tua didalam penjara tanah, secara jelas.
"Menurut dugaan Siau hiap, siapakah orang tua yang dipenjara itu ?" tanya Lim Siok Bwee.
"Justru kedatanganku kesini berhubungan dengan orang tua itu, maka sebelum kujawab pertanyaan Hujin, dapatkah kiranya kuajukan beberapa pertanyaan ?"
"Silahkan, apa yang kubisa pasti kujawab !"
"Adakah Tiat pocu mempunyai nama samaran Hauw Sian ?"
"Benar !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
218 "Adakah Tiat pocu menulis pelajaran pedang Keng thian cit su dalam bahasa Sangsekerta ?"
"Apa ?"
"Benarkah setelah Tiat Pocu meninggal dunia, buku pelajaran itu hilang ?"
"Benar".Apakah Siau hiap bercuriga bahwa orang tua dipenjara tanah itu sebagai suamiku ?"
"Aku tidak berani memastikan," jawab Tiong Giok. "Tapi kemungkinan ya juga, sebab orang tua itu adalah yang menulis buku Keng thian cit su dalam bahasa Sangsekerta, hal ini kuketahui dari mulutnya sendiri. Tambahan pula ia pandai berbahasa Sangseketa dan sudah delapan belas tahun dipenjara disitu, jika dilihat dari keadaan ini, dapat dipastikan orang tua itu adalah Pocu sendiri !" Sehabis menyatakan ini, Tiong Giok memancarkan sinar mata yang berapi-api menatap pada Lim Siok Bwee, menantikan reaksi dari nyonya itu. Pikirnya sedikit banyak nyonya rumah akan kaget dan membenarkan perkataannya. Tak kira Lim Siok Bwee tetap duduk dengan tenang seperti biasa.
"Siau hiap jangan lupa suamiku sudah meninggal dunia belassan tahun lamanya !"
Tiong Giok merasa kecewa mendapat jawaban itu. Tapi ia mendesak lagi dengan
pertanyaannya. "Adakah Hujin disampingnya sewaktu Pocu meninggal dunia ?"
"Tidak, tapi jenazahnya aku sendiri yang memasukkan ke dalam peti !"
"Tahukah hujin sebab kematian Pocu ?"
"Oh"karena bunuh diri !"
"Dimana ia membunuh diri " Dan karena apa ?"
"Aku sendiri tak tahu sampai sejelas itu."
"Tiat Hujin sebelumnya kuminta maaf atas pertanyaan-pertanyan tadi," kata Tiong Giok.
"Dan sekarang dengan gegabah kukemukakan suatu pendapat, harap Hujin jangan marah.
Yakni jika ada seseorang yang mengatur suatu rencana dengan menyediakan sebuah jenazah yang mirip dengan pocu"."
"Ah dalam hal ini tak mungkin begitu kejadiannya, sebab bukan saja cara itu bisa mengelabuhiku, tapi kematiannya itu ada yang melihat dan tak usah diragukan lagi !"
"Siapa yang melihat ?"
Lim Siok Bwee berpaling dan menunjuk oada Tiat Hok. "Dialah yang melihat !"
"Benarkah engkau melihat dengan mata kepala sendiri ?"
"Benar !"
"Kenapa engkau tidak mencegah waktu Pocu mau membunuh diri ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
219 "Waktu itu jarakku dengannya agak jauh, bagaimanapun tidak bisa mencegahnya."
"Jika begitu segalanya engkau melihat dan bisa menuturkan jalannya tragedy itu bukan ?"
"Hal ini"." Ia tidak melanjutkan hanya memandang kepada Lim Siok Bwee, seolah-olah minta persetujuan dari nyonya itu baru berani membuka mulut.
"Tiat Hok, In Siau hiap bukan orang lain, tak halangan kau tuturkan kejadian itu kepadanya"
kata Lim Siok Bwee. Lalu ia menggapai pada puterinya.
"Bwee jie lekaslah engkau atur pelayan-pelayan itu menyediakan makanan dan minuman untuk menjamu In Siau hiap."
Tiat Siau Bwee sedang asyik mendengarkan percakapan itu, dan enggan pergi dari situ, maka ia bertanya pada ibunya. "Mama kenapa tidak memperbolehkan aku mengetahui riwayat mendiang ayah?"
"Engkau m asih kecil tak perlu tahu terlalu banyak," kata Lim Siok Bwee.
Tiat Siau Bwee merasa segan berlalu dari situ tapi iapun tidak berani membangkang perintah ibunya, dengan memoyongkan mulut ia pergi dari ruangan itu.
Lim Siok Bweepun menyuruh sekalian pelayan yang berada disitu keluar semua. Melihat keadaan ini Tiong Giok mendapat kesimpulan bahwa kematian Tiat Giok Lin, mengandung unsure-unsur pribadi yang dalam dan dirahasiakan. "Hujin soal kematian Tiat Pocu sukar diutarakan, akupun tidak memaksa".boleh diceritakan boleh tidak !"
"Kematian suamiku bukan saja bersangkutan dengan Tiat po ini, juga bertalian dengan seorang sahabat baiknya. Belasan tahun soal ini kukeram didalam hati, karena tak menginginkan peristiwa ini diketahui orang-orang persilatan. Kesatu untuk menjaga nama baik suamiku, dan timbulnya berita-berita sensasi yang bisa membawa akibat buruk bagi sahabat suamiku itu. Maka itu setelah Siau hiap mendengar peristiwa dan kejadian ini kuharap bisa menyimpan rahasia dan jangan menceritakan kepada orang lain lagi !"
"Aku berjanji, tapi dapatkah kutahu siapa-siapa sahabat dari Tiat Pocu itu ?"
"Setelah Siau hiap mendengar cerita Tiat Hok akan tahu sendiri dengan jelas !"
"Tiat Hok engkau boleh bercerita sesuka hatimu, jika ada bagian-bagian yang sukar diutarakan dengan kata-kata, boleh dilewat saja."
Didahului dengan deheman kecil Tiat Hok mulai dengan ceritanya.
Dua puluh tahun yang lalu, saat itu nama Sin kiam siang eng terkenal didunia Kang Ouw dan nama tersebut terlebih semarak lagi setelah terjadi perkenalan di gunung bu san sin lie dimana mereka dengan gemilang mengalahkan sebagian dari bu lim cap sah kie.
Adapun seperti sudah diketahui bahwa Sin kiam siang eng adalah sepasang pendekar muda, yang besaran bernama Ang Ek Fan dan yang mudaan bernama Tiat Giok Lin, mereka
mengangkat saudara satu sama lain. Hubungan ini ditambah erat dengan perkawinan mereka: Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
220 karena istrinya Ang Ek Fan yang bernama Sin Siu Ngo masih terhitung saudara sepupu dengan istrinya Tiat Giok Lin yang bernama Lim Siok Bwee. Sesungguhnya kedua sasudara angkat ini tinggal berjauhan, hubungannya tetap akrab dan intim. Pokoknya jika bukan Ang Ek Fan datang kerumah Tiat Giok Lin, tentu yang disebut belakangan datang kerumah yang disebutduluan.
Sudah menjadi kebiasaan Sin kiam siang eng jika ingin keluar rumah, terlebih dulu berjanji ditempat mana mereka harus bertemu. Jika tidak di Tiat po tentu dirumah Ang Ek Fan sendiri.
Setelah itu baru mereka mengembara menjalankan kebaikan didunia Kang Ouw. Nah dalam tahun ini seharusnya mereka bertemu di Tiat po, tapi tak kira selang tiga hari lagi akan bertemu, Tiat Giok Lin menerima surat itu tidak ada yang tahu. Hanya saja paras Tiat Giok Lin menjadi pucat setelah membaca surat itu, mengeram diri dikamar tak mau menemui orang atau diganggu !
Tiga hari penuh Tiat Giok Lin mengeram dikamar tidak makan dan keluar pintu. Hari pertama masih terdengar elahan napasnya yang panjang, hari kedua tidak terdengar lagi barang sedikit suaranya, Lim Siok Bwee merasa tak tenang dan datang sendiri menemuinya.
Akan tetapi Tiat Giok Lin itu tidak membukakan pintu, ia hanya mengatakan sedang melatih ilmu dalam dan tak mau diganggu.
Soal jago bulim melatih diri dengan semadi dan tak makan maupun minum adalah biasa, lebih-lebih hanya tiga hari, tidak terhitung. Setelah mendengar suara suaminya Lim Siok Bwee pun menjadi tenang dan hilang kekuatirannya.
Tiga hari telah berlalu, adalah saatnya bagi Sin eng bertemu, maka itu pagi-pagi sekali Tiat Giok Lin sudah keluar dari kamarnya. Wajahnya biarpun seperti biasa, tetapi nampaknya sangat loyo dan kurusan, bagaikan orang baru bangun dari sakit. Dari sini dapat dilihat selama tiga hari ini bukan melatih ilmu dalam melainkan sedang menderita tekanan bathin.
Begitu keluar kamar ia tidak menemui isterinya, terus berjalan ketaman bunga, dan memerintahkan pelayan-pelayan menyediakan meja perjamuan sekalian hidangannya. Dan terus menantikan kehadiran Ang Ek Fan. Segala yang dipinta telah tersedia, tetapi yang dinantikan belum kunjung tiba. Dari pagi sampai tengah hari, segala makanan telah menjadi dingin. Tiat Giok Lin masih tetap duduk dikursinya sambil memandang keluar taman menunggukan orang-orang yang dinantikan. Setengah harian ia diam tak bergerak-gerak.
Melihat keadaan ini sekalian pelayannya menjadi heran, karena kelakuannya itu lain dari biasa, tapi semuanya diam saja tak berani membuka mulut.
Waktu dengan cepat telah berlalu, dari siang telah menjadi sore dan magribpun tiba. Keadaan taman bunga masih tetap sepi, tak ada yang membuka mulut sepatah katapun, akhirnya Tiat Hok memberanikan diri maju kedepan dan ia berkata : "Pocu hari malam, perlukah memasang lampu dan menghangatkan kembali makanan dan minuman ini ?"
"Sudah jam berapa ?"
"Jam tujuh malam, kuyakin Ang Toaya tidak datang?" belum pula selesai ia mengucapkan kata-katanya, Tiat Giok Lin sudah membentak :
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
221 "Ngaco ! Ang Toako tidak pernah melanggar janji !"
"Maksudku nanti malam Toaya baru sampai dan kuharap Pocu makan dulu"."
Tiat Giok Lin menggelengkan kepala dan berkata dengan keras : "Tidak ! Aku harus menantikannya dan langsung harus menegurnya jika ia masih memandang aku sebagai
saudara angkatnya, bagaimanapun ia harus datang."
Tiat Hok tak tahan lagi dan ingin mengetahui apa yang sedang dirisaukan tuannya itu. "Pocu menantikan Toaya, apakah ada soal penting ?"
Tiat Giok Lin tak menjawab, ia hanya menggoyangkan tangan dan berseru : "Nyalakan lampu dan beresi makanan dan meja-meja ini ! Perintahkan seorang keluar, mungkin ia telah tiba."
Pelayan-pelayan itu sedari tadi menginnginkan perintah itu, maka dengan cepat api dinyalakan dan ruangan menjadi terang. Dengan begitu terlihat tegas wajah Tiat Giok Lin yang pucat seperti kertas, kaki tangannya dan mulut terlihat bergetar tidak keruan.
Melihat keadaan ini Tiat Hok menyuruh orang bawahannya melaporkan pada Lim Siok Bwee bertepatan dengan ini, dari luar terdengar berderapnya sepatu kuda.
"Toaya datang !" terdengar seruan dari luar.
Tiat Giok Lin bangkit dan melangkah keluar. Dengan cepat suara derapan kuda tidak terdengar, seorang laki-laki gagah dan ganteng memasuki taman bunga dan bersampokan dengan Tiat Giok Lin.
"Hian tee kenapa engkau jadi kurus begini macam ?" tegur Ang Ek Fan dengan kaget.
Tiat Giok Lin merangkap sepasang tangannya memberi hormat: "Soal ini tak bisa dituturkan dengan sepatah sua patah kata silahkan Toako masuk dulu baru kujelaskan !"
Ang Ek Fan sedikitpun tidak merasakan perubahan pada saudara angkatnya, dengan mesra ia memegang lengan Giok Lin dan melanggeng masuk kedalam dengan gembira, sambil jalan dan sesampainya duduk diruangan tengah ia menuturkan soal kelambatannya sampai di Tiat po. Lalu dari bungkusan yang dibawa ia mengeluarkan beberapa potong pakaian anak bayi.
"Menurut peerhitungan anakmu akan lahir tak lama lagi bukan " Nah ini pakaian orok dibuat oleh ensomu. Ia sendiri baru bisa datang beberapa hari lagi."
Tiat Giok Lin menerima pakaian anak orok itu, tanpa melihat lagi atau menghaturkan terima kasih. Ia hanya berpaling pada Tiat Hok dan sekalian pelayan-pelayan sambil membentak:
"Kalian semua keluar dari sini, siapapun kularang masuk kesini maupun ketaman bunga !"
Setelah sekalian babu dan jongos keluar ruangan, Tiat Giok Lin baru berkata pada Ang Ek Fan: "Sudah lama kunantikan kedatangan toako, inngin kusampaikan perasaan hatiku secara berhadapan, tapi sebelum kata-kataku diucapkan aku ingin memperlihatkan dua macam barang kepada Toako."
"Antara kita bukan orang lain, mau bicara ya silahkan, tak usah ragu-ragu tak karuan !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
222 Tiat Giok Lin tersenyum dingin, dirogoh sakunya dan mengeluarkan dua benda, satu adalah sebuah kotak kecil yang satu lagi adalah surat yang diterimanya tiga hari yang lalu.
"Toako tentu tahu apa yang berada di dalam kotak kecil ini bukan ?" kata Tiat Giok Lin sambil membuka dan memperlihatkan isinya.
Ang Ek Fan melihat didalam kotak itu tertancap sebuah jarum berwarna biru "Oh inilah jarum yang bernama Pit hong tok ciam (jarum beracun berwarna biru), dari mana Hian tee dapat ?"
"Kudapat dari daerah Biau ciang," jawab Tiat Giok Lin. Toako tentu mengetahui kelihayan jarum ini bukan ?"
"Ya memang luar biasa sekali, biarpun orang yang memiliki ilmu bagaimanapun jika terkena jarum ini, paling lama hanya setengah jam jiwanya tidak akan tertolong lagi !"
"Nah sekarang akan kucoba kelihayan jarum ini !" kata Tiat Giok Lin dengan senyumsinis dan terus jarum itu ditusukkan ketangan kirinya.
"Hian tee".." Ang Ek Fan hanya sempat berkata sebegitu, dan tak dapat mendcegah
perbuatan adik angkatnya itu.
Dengan menggertakkan gigi Tiat Giok Lin mencabut lagi jarum itu dan melemparkan di atas meja.
"Hian tee apa artinya perbuatanmu ini ?"
"Apa artinya " Mungkinkah Toako tidak tahu ?"
"Aku baru datang sejenak lamanya, dan Hian tee tidak menerangkan barang sedikit soal apapun darimana aku bisa mengerti".."
Tiat Giok Lin tersenyum meringis, air matanya mengucur turun saking menahan kesal, dengan suara gemetar ia berkata: "Toako sejak kita mengangkat saudara selama sepuluh tahun lebih, perhubungan kita tak ubahnya seperti saudara kandung. Segala kesalahanku besar maupun kecil selalu kuterangkan pada Toako dan tidak segan aku menerima nasehat darimu.
Tapi aku tak sangka hati Toako demikian kejam dan beracun"."
"Hian tee"."
"Aku tidak mempunyai saudara semacammu, dan akupun tak cocok menjadi saudaramu ! Aku adalah seorang manusia hina yang tidak tahu malu, untuk apa lagi kau berpura-pura " Jika engkau bermaksud meruntuhkan aku tak apa-apa, tapi caramu ini bisa menghancurkan nama baik Tiat po ! Sepuluh tahun kita bagai saudara, apakah engkau tidak merasa tega barang sedikit untuk menghancurkan keseluruhan nama baik dari Tiat po ini ?"
Ang Ek Fan menjadi bingung, sejenak ia tidak bisa membuka mulut?"
Saat ini wajah Tiat Giok Lin dari pucat menjadi biru, kedua bibirnya menjadi hitam, keringat sebesar kacang tanah memenuhi dahinya. Napasnya memburu, menandakan racun dari jarum sedang bekerja hebat.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
223 Ang Ek Fan berkata dengan suara bergetar.
"Hian tee segala apa dapat dikatakan perlahan-lahan bukan " Jika ada kesalahan pada diriku tak usah ragu-ragu dan tegurlah langsung jangan berlaku diam-diam seperti ini. Dan ijinkanlah aku mengobati dulu racun ditubuhmu itu"."
Tiat Giok Lin tersenyum dingin dan segera bersiaga dengan tangannya, mencegah didekati saudaranya. "Engkau tak usah berpura-pura baik ! Sejujurnya jarum beracun ini sedianya akan kutusukkan kepadamu ! Tapi aku Tiat Giok Lin adalah laki-laki sejati, dan tidak sepertimu, bajingan keji yang laknat ! Engkau boleh buat sesuatu yang tidak berperasaan, aku tak bisa melakukan hal yang tidak berbudi ! Biarpun kau menjadi manusia dilaknat dan tak mengenal kebajikan tapi istrimu itu adalah seorang perempuan yang harus dihormati. Lagi pula aku segan membuat anakmuj yang mash kecil itu kehilangan bapak. Maka itu tak tega aku menurunkan tangan jahat kepadamu ! Juga dengan membunuhmu tak berarti nama baik dari Tiat po bisa dipulihkan ! Maka sengaja aku membunuh diri untuk memuaskan dirimu ! Sejak hari ini segala nama kebesaran yang kita peroleh bersama menjadi milikmu seorang ! Tapi engkau harus ingat, segala nama itu akhirnya membawa kehampaan ! Engkau menyingkirkan aku, tapi tak akan memperoleh apa-apa ! Dihatimu akan datang suatu penyesalan yang tidak ada taranya. Engkau akan menderita, sebab mempergunakan cara keji dan rendah
mencelakakan kawan karib sendiri. Saat itu menyesalpun sudah terlambat".."
Segala yang mengeram dalam hatinya dikeluarkan sekaligus, sesudah itu ia diam dan duduk dengan tubuh bergoyang-goyang.
"Hian tee apa maksudmnu ini ?" tanya Ang Ek Fan yang baru dapat kesempatan membuka mulut.
Napas Tiat Giok Lin semakin pendek dan sesak. "Ini bukti dari"..kekejianmu, lihatlah sendiri !" katanya terputus dan terus meraih surat dimeja dan dilemparkan ketanah.
Ang Ek Fan memungut surat itu dan membacanya dengan cepat, keringat dinginnya
membasahi tubuhnya, wajahnya berubah seketika. "Hian tee engkau kena diperdayakan orang, aku berani bersumpah, tidak"." Ia tidak melanjutkan ucapannya, karena melihat wajah Tiat Giok Lin berubah dengan mendadak. "Hian tee?"serunya seraya melancarkan jarinya kejalan darah Hoy kay hiat yang terletak ditengah dada untuk memberikan
pertolongan, tak kira sebelum tangannya sampai, dengan mata mendelik Tiat Giok Lin membentaknya dengan keras "Jangan dekat !" Suaranya keluar, jurus pukulannyapun
menyambar dan tepat mengenai ulu hati Ang Ek Fan yang tidak bersiaga barang sedikitpun.
"Ngek" Ang Ek Fan mengeluarkan suara nyesak dan terhuyung beberapa langkah kebelakang, pandangan matanya menjadi gelap dan hampir-hampir ia ngusruk. Dengan kekuatan ilmu dalamnya ia bertahan tidak sampai jatuh dan menekan perasaan, bergolaknya darah, dan sekali lagi ia mencoba maju untuk memberikan pertolongan pad saudara angkatnya. Tapi begitu lengannya menyentuh tubuh Tiat Giok Lin kagetnya tak alang kepalang, karena sudah dingin dan beku !
Perasaan pedih menyelimuti sanubari Ang Ek Fan, ia menahan kesedihan dan jatuhnya air mata, tapi tak berdaya sama sekali, air mata itu seperti juga banjir berderai turun membasahi pipinya. "Hian tee"ng"ng kenapa jadi begini ".."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
224 Tiat Hok selesai menuturkan kisahnya, air matanyapun telah mengalir tanpa disadarinya.
"Saat itu aku berada ditaman bunga dan melihat kejadian ini, tapi waktu kudatang memberikan pertolongan, semuanya telah menjadi terlamabt. Dan tepat diwaktu Po cu sudah meninggal, Hujin baru datang !"
Lim Siok Bwee sesungukan mendengar kisah ini demikan pula dengan In Tiong Giok.
Suasana ruangan menjadi sepi sekian lamanya, akhirnya Tiong Giok membuka mulut terlebih dahulu. "Sekarang aku mengerti segala malapetaka itu terjadi karena surat itu?"
"Ya karena surat itu, sayang tidak ada yang tahu apa isinya surat itu !" kata Tiat Hok.
"Surat itu berada ditangan Ang Ek Fan bukan " Kenapa ia tidak memberikan isinya pada kalian ?"
"Setelah terjadi peristiwa itu kami sangat repot dan tidak mengetahui bahwa Ang Toako dengan diam-diam membawa pergi surat itu ! Sejak saat itu juga ia hilang dari dunia Kang Ouw sampai sekarang."
"Mungkinkah ia berbuat sesuatu hal yang tercela terhadap saudara angkatnya ?"
"Tidak !" jawab Lim Siok Bwee. "Aku memastikan dia bukan manusia rendah macam itu."
"Jika tidak begitu kenapa ia pergi diam-diam ?"
"Mungkin ia mempunyai suatu kesulitan yang tak bisa diutarakan padaku, misalnya luka akibat pukulan mendiang suamiku itu atau surat itu mengandung suatu rahasia yang tak boleh diketahui diriku?"
"Apakah Hu jin bercuriga juga, bahwa semasa hidupnya Tiat Po cu mempunyai kesalahan yang tak bisa diketahui orang ?"
"Manusia bukan dewa, pasti punya kesalahan bukan " Tapi kuyakin kesalahan yang diperbuat mendiang suamiku tak seberat itu !"
"Jika Hu jin beranggapan begitu, aku tidak ragu-ragu lagi untuk memperlihatkan sepucuk surat kepadamu !" Segera ia memberikan sepucuk surat yang didapat Ciu Kouw kepada Lim Siok Bwee. Setelah selesai membaca.
"Aku yakin surat yang diterima Tiat Po cu itu semacam surat ini bunyinya," kata Tiong Giok, dan menceritakan dimana ia memperoleh surat itu, secara teratur dan rapih.
"Jika begitu mungkin juga orang yang ditahan dalam penjara tanah Pok Thian Pang adalah Ang Toako adanya !"
"Bagaimana Hu jin bisa berpikir kearah itu ?"
"Kematian suamiku karena surat ini, dan surat ini keluar dari Pok Thian Pang juga, bukankah dua soalini membuktikan bahwa Ang Toako pun ditahan mereka ?"
"Apakah Keng thian cit su itu dihilangkan Ang Tay Hiap ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
225 "Sewaktu mereka mendapatkan pelajaran Keng thian cit su dari Pek Lo Cianpwee, suamiku hanya empat jurus yang didepan dan Ang Toako tiga jurus yang dibelakang. Maka itu permainan pedang mereka harus bergabung, baru ada kekuatannya. Hal ini membuat mereka kurang puas, maka itu mereka menyatukan buku itu. Dan bergilir mereka mempelajarinya buku itu. Waktu terjadi peristiwa suamiku membunuh diri, buku itu giliran dipegang oleh Ang Toako. Dan sejak itu ia hilang dari dunia persilatan. Aku menunggu sampai Siau Bwee umur sebulan baru mengunjungi rumah Ang Toako. Namun sesampainya ditempat tujuan itu Ang Toako sekeluarga tak kujumpai, sedangkan rumahnya telah berantakan menjadi puingan. Aku cari berita dari berbagai tempat, tapi tak mendapat kabar soal kemana perginya. Jika sekarang kita berpikir dengan cermat, segala malapetaka itu datangnya akibat Keng thian cit su !
Mungkin pula cici Siu Ngo dan anaknya itu berada di Pok Thian Pang juga !"
"Jika begitu sebaiknya Hu jin datang saja ke markas Pok Thian Pang untuk menyelidiki soal mereka itu !"
"Ngomong memang gampang, kalau dijalankan sulit ! Sungguhpun begitu untuk mengetahui nasib dari Ang Toako sekeluarga, ingin juga aku pergi kesana !" baru selesai ucapannya itu, terdengar suara derapan kuda memasuki taman bunga. Seorang penjaga pintu depan terlihat masuk memberi laporan, "Hu jin, didepan ada tamu mengaku sebagai Pangcu dari Pok Thian Pang, untuk bertemu Hu jin !"
Suara penjaga itu membuat kaget pendengaran yang hadir disitu. Dengan heran dan bingung Lim Siok Bwee menegasi : "Tamu itu siapa ?"
"Pangcu dari Pok Thian Pang !"
"Katakan padanya Tiat po sudah ditutup belasan tahun lamanya, tak menerima tamu luar."
"Sabar dulu, kutahu betul selamanya Pangcu itu tidak meninggalkan markasnya, tentu ada soal penting ia datang kesini. Sebaiknya terima saja kedatangannya baru bisa tahu maksudnya. Disamping itu dengan alasasn melakukan kunjungan balasan kemarkasnya, sekalian menyelidiki Ang Tay hiap sekeluarga !"
"Begitupun baik, tapi jika ia melihat Kongcu ada disini apa katanya ?"
"Itu soal mudah, aku bisa menyingkir !"
"Jika begitu baiklah," kata Lim Siok Bwee dan menyuruh penjaga tadi mempersilahkan tamunya masuk kedalam. Sedangkan In Tiong Giok segera bangkit dan diantar seorang pelayan pergi kesebuah ruangan kecil ditaman bunga.
Keadaan taman bunga yang berkolam teratai menarik perhatian Tiong Giok. Ia tidak segera menuju keruangan, tapi berjalan-jalan dulu ditaman sambil menghirupi akan udara segar, karena mendengar suara tangisan kecil dari arah kupel yang terdapat disudut barat taman itu.
Langkahnya cepat-cepat menuju kesana, disitu ua melihat Siauw Bwee sedang tersedu-sedu seorang diri.
"Hei, sedang apa " Menangis ya ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
226 "Oh". In Siau Hiap. Silahkan masuk"."
"Apa yang membuatmu bersedih hati ?"
"In siau hiap bisakah engkau menolongku ?"
"Bisa saja jika kusanggup, tapi harus kutahu dulu persoalannya."
"Kuminta engkau mau membujuk mamaku agar ia mengijinkan aku turut ketempat Pok Thian Pang," kata Tiat Siau Bwee.
"Dari mana engkau tahu mau kesana ?"
"Semuanya sudah kutahu, karena aku bersembunyi dibelakang ruangan itu mendengar
percakapan kalian ! Karena inilah aku menangis !"
"Sebab itu engkau menangis " Aku heran mendengarnya !"
"Ya sebab engkau tidak mengetahui, sejak aku menmgerti urusan ibuku selalu tak mau menceritakan soal kematian ayahku. Kini aku baru tahu terselip rahasia-rahasia yang belum diketahui. In siau hiap karena ingin melihat orang tua dipenjara tanah itu, minatku sangat besar pergi ke Pok Thian Pang, kalau-kalau saja orang tua itu adalah ayahku sendiri !"
"Pergi kesana bukan soal yang silit, hanya saja kalau orang tua itu bukan ayahmu bukankah mendatangkan kekecewaan bagimu ?"
"Tak perduli orang tua itu ssiapa adanya, yang penting dapat kulihat ! Jika ia bukan ayahku tapi Ang pek-pek (paman) adanya, kubisa menanya kepadanya, siapa yang membuat sampai ayahku membunuh diri. Sesudah itu aku akan menuntut balas kepadanya."
"Kurasa ibumu akan meluluskan permintaanmu itu !"
"Tapi engkau tidak mengetahui tabiat mamaku, ia terlalu memanja dan menyayangku secara berlebih-lebihan. Karena itulah ia merahasiakan terus sebab-sebabnya kematian ayahku, takut aku meninggalkan Tiat po untuk mencari balas !"
"Orang tua sudah tentu sayang pada anaknya, lebih-lebih engkau anak satu-satunya bukan "
Orang tua kuatir engkau mendapat kecelakaan diluaran dan melarangmu kemana-mana."
"Pokoknya niatku sudah mantap meninggalkan Tiat po."
"Itu terserah padamu !" kata Tiong Giok.
"Kuminta sekarang juga kau temui mamaku dan omongi soal ini kepadanya !"
"Nanti saja ! Sekarang dia sedang menemui Pangcu dari Pok Thian Pang !"
"Pangcu itu mau apa datang kesini " Mari ikut denganku, kita dengar pembicaraannya ."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
227 Siau Bwee mengajak In Tiong Giok kebelakang ruangan. Disini mereka bersembunyi dibalik pohon-pohon. Dan celingukan keempat penjuru, setelah melihat sekeliling tidak ada orang mereka naik kesebuah pohon. Ddari sini bukan saja mereka bisa mendengari percakapan orang didalam juga bisa melihat keadaan didalam.
Saat ini didalam ruangan terlihat dua tamu yang dikenali In Tiong Giok mereka adalah Pek Cin Nio dengan anaknya, yakni Pek Kiam Hong. "Heran, kenapa pemuda itu ikut juga ?"
pikir In Tiong Giok.
?"..dengan gegabah aku kemari, semua ini kulakukan untuk anak yang bernasib malang ini.
Hu jin seorang yang cerdik, setelah melihat anak ini tentu mengetahui maksud kedatanganku bukan ?" kata Pek Cin Nio.
Lim Siok Bwee dengan mata bersinar tajam mengawasi pada Pek Kiam Hong, lalu berkata
"Bagaimanapun engkau harus memberitahu siapa sebenarnya anak ini ?"
"Tak usah mendesak !" kata Pek Cin Nio "sesudah tahu kukuatir mendatangkan suatu pukulan bagimu"."
"Adakah suatu pukulan batin yang lebih hebat dari kematian suami " Terangkanlah segera !
Pukulan yang bagaimana hebatpun aku sanggup menerimanya !"
"Soal ini tak berani kuucapkan", kata Pek Cin Nio , tapi sudah kusediakan dalam bentuk tulisan, silahkan membacanya. Pek Cin Nio mengeluarkan beberapa lembar kertas dari sakunya dan menyerahkan pada Lim Siok Bwee. Begitu yang disebut belakangan selesai membacanya surat itu, wajahnya segera berubah dan terus menangis tersedu-sedu. Surat itu dimasukkan kedalam sakunya dan berkata: "Soal ini apakah benar-benar ?"
"Bagaimanapun aku tak berani mendustai kalian untuk mengerjakannya," kata Lim Siok Bwee. Tapi dengan begitu terlalu membuat kalian menderita"."
"Delapan belas tahun aku cukup bersabar, apa salahnya menanti lagi beberapa tahun ! Yang penting adalah pengertian dari Hujin, dengan begini kami ibu beranak, merasa bersyukur dan terima kasih"."
"Jika begitu, sedikit banyak aku harus memberikan sesuatu tanda mata baginya," kata Lim Siok Bwee. Dipanggilnya seorang pelayan dan dibisiki sejenak, pelayan itu cepat pergi dan cepat pula kembali. Ditangannya membawa dua buku tipis berwarna kuning. "Nak,
kemarilah" kata Lim Siok Bwee pada Pek Kiam Hong.
Pek Kiam Hong diam saja dengan bingung, ia memandang pada ibunya tak berani mengambil keputusan sendiri. "Hong jie" lekaslah terima dan haturkan terima kasih pada Tiat Hu jin,"
kata Pek Cin Nio dengan perlahan.
Dengan kaku Pek Kiam Hong memberi hormat dan menerima buku itu sambil menghaturkan terima kasih. Lim Siok Bwee memegang pundak pemuda itu dengan air mata berlinang, entah air mat sedih entah airt mata girang, seorangpun tidak ada yang tahu.
Kiranya yang menangis bukan Lim Siok Bwee sendiri, Pek Cin Nio pun bercucuran air mata.
Atas pemberian nyonya rumah ia menghaturkan lagi terima kasihnya. "Sekali lagi kuhaturkan Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
228 terima kasihku, budi kebaikan ini selamanya tidak akan kulupakan, dan dengan begitu urusanku sudah selesai, mohon pamit !"
"Buru-buru amat, masih siang bukan ?"
"Karena masih banyak urusan lain, terpaksa harus pulang cepat-cepat," kata Pek Cin Nio.
"Ngomong-ngomong mana putrimu, sejak tadi tidak kulihat ?"
JILID 12________
"Waduh, sampai lupa memperkenalkan " kata Lim Siok Bwee, dipanggilnya seorang pelayan
"Panggil siocia kesini ! Akan kusuruh mengantar tamu !"
Mendengar ini Tiong Giok mendekati Siau Bwee "Lekas turun !"
"Hm, untuk apa menemuinya, melihatnyapun sudah sebal !"
"Engkau harus mengantarnya, ia sebenarnya baik," bujuk Tiong Giok. "Apa lagi Siau pancu itu, bukan saja baik juga harus dikasihani, lekaslah !"
"Jika begini siapa yang jadi penjahat ?"
"Sukar kuterangkan dengan sepatah dua patah," kata Tiong Giok. "Lekaslah jangan sampai ibumu kesal menunggu. Jika ada kesempatan engkau boleh mengatakan soal keinginan kita pergi ke Pok Thian Pang pada Siau pangccu itu, pasti ia bisa membantu !"
"Apakah kau sudah kenal dengannya ?"
"Kenal ! Lekaslah !"
Siau Bwee cepat turun dari tempat persembunyian, begitu kakinya memijak tanah seorang pelayan yang sedang mencarinya berseru girang : "Siocia, lekas. Hujin menyuruhmu mengantar tamu keluar !"
"Aku sudah tahu !" jawab Siau Bwee dengan ketus dan mendelik.
Dan setelah ditaman tidak ada orang lagi, Tiong Giok baru turun, ia mundar mandir sambil termenung sesaat lamanya, sesudah merasa pangcu itu pergi, ia baru kembali kedalam ruangan.
Lim Siok Bwee tidak ada didalam, hanya Tiat Hok saja seorang menantikan dirinya dan mengatakan bahwa Tiat Hujin kedalam dulu sebentar, tak lama lagi akan datang.
Tiong Giok merasa heran, tapi ia tak mau banyak bertanya, duduk diam menanti dengan kesal. Selama itu Tiat Hok diam-diam saja. Tak selang lama terdengar langkah kaki, tapi bukan Lim Siok Bwee yang datang melainkan Tiat Siau Bwee adanya.
Waktu itu gadis itu marah-marah dan merengut, kini ia kembali dengan wajah cerah dan tersenyum-senyum. "Mama ! Mana Mama ?" teriaknya tatkala mendapatkan ibunya tidak ada didalam ruangan.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
229 "Hujin kedalam dulu, nanti akan datang lagi !" kata Tiat Hok, "Kounio temani dulu In siau hiap sebentat, aku mau kebelakang."
"Baiklah ! Sekalian bawakan aku makanan dan minuman !" kata Siau Bwee.
"Nampaknya girang betul, kenapa sih ?" tanya Tiong Giok.
"Apa yang kau katakana nyatanya benar," kata Tiat Siau Bwee, "bahwa Pangcu dan Siau Pangcu itu bukan orang jahat ! Tak sangka begitu ramah dan baik budi !"
"Nah sekarang engkau baru percaya omonganku bukan ?"
Tiat Siau Bwee menganggukkan kepala. Lengannya merogoh saku dan mengeluarkan suatu benda yang mengeluarkan bunyi "tring" waktu diletakkan dimeja.
"Lihat ini apa ?"
"Ah ! Ini tanda pengenal dari Pok Thian Pang, dari mana kau dapat ?"
"Dengan tanda pengenal ini bukankah kita bisa keluar masuk di Pok Thian Pang dengan bebas ?"
"Benar," jawab Tiong Giok, "apakah minat kita untuk pergi kesana engkau terangkan pada pangcu itu ?"
"Engkau kira aku begitu bodoh " Benda ini ia sendiri yang memberikan padaku tanpa kuminta
!" "Ha ?"
"Baiklah kujelaskan," kata Siau Bwee, Ia berhenti sejenak karena datang pelayan
membawakan mereka arak. Dituangkan secawan arak pada Tiong Giok, ia sendiri
mengeringkan juga secawan, baru melanjutkan kata-katanya. "Waktu kuantar mereka keluar, pangcu itu dengan ramah tamah dan mesra, menanyakan ini itu kepadaku. Aku sedang dongkol, apa yang ditanyanya tidak kujawab, tapi ia sangat sabar dan nyerocos terus. Katanya ia mempunyai seorang murid bernama Wan Jie, usianya sebaya denganku. Waktu ia
menyinggung-nyinggung muridnya itu terasa amat bangga baginya. Sayang katanya tidak diajak serta, jika tidak bisa berkenalan denganku."
"Kenapa tidak diajak, tanyaku. Dan ia tersenyum-senyum sebelum menjawab. Karena
muridnya itu akan menjadi pengantin !"
"Apa " Wan jie mau menjadi pengantin, betulkah ?"
"Pangcu itu yang mengatakan masakan bohong !"
"Dikawini siapa ?"
"Bukan orang lain, yakni Pek Kiam Hong yang menjadi Siau pangcu itu."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
230 "Seng!" seolah-olah kepala Tiong Giok disambar geledek. "Ah ! Pek Kiam Hong".mana mungkin"."
"Kenapa tak mungkin ?" tanya Siau Bwee. "Untuk sang pangcu yang satu sebagai murid yang satu sebagai anak, sejak kecil mereka dibesarkan bersama-sama dan sudah mengenal watak satu sama lain, maka itu kurasa cocok sekali pasangan itu. Cuma yang membuatku heran, mendengar mau dikawaini Siau pangcu itu tidak menampakkan rasa gembira barang seujung kuku. Seolah-olah yang mau menikah itu adalah orang lain dan bukan dirinya. Waktu inilah sengaja kukatakan, sayang tidak bisa pergi kesana untuk berkenalan dengan Wan jie sekalian menyaksikan hari perkawinan medreka. Tak kira pangcu itu segera memberikan aku tanda pengenal ini untuk kesana".Coba kau piker, kalau rejeki mau datang tak usah dicari tapi akan datang sendirii bukan ?"
Siau Bwee menuturkan kata-katanya dengan bersemangat, sedikitpun tidak memperhatikan yang diajak bicara parasnya menjadi pucat pasi dan menggigil"betapa tidak, seorang kekasih yang diidam-idamkan tahu-tahu terdengar beritanya akan menikah dengan Pek Kiam Hong kabar ini datang dari seorang pangcu yang dapat dijamin kebenarannya ! Hatinya hancur luluh".apa yang diceritakan Siau Bwee bagian belakang tidak masuk ketelinganya lagi"
Siau Bwee baru sadar dan kaget melihat mata Tiong Giok tergenag air mata. "In siau hiap"engkau mengapa menangis ?"
Tiong Giok memaksakan diri tersenyum. "Siapa yang bilang, aku sedang asyik mendengar ceritamu"coba teruskan akhirnya bagaimana ?"
"Hi hi hi," Siau Bwee tertawa geli dan menunjuk kemuka Tiong Giok.
"Terang-terang nangis tidak ngaku, malu ! Hm sekarang kutahu sebabnya engkau menangis.
Tentu Wan jie sangat baik denganmu, mendengar kabar ini engkau merasa bersusah hati bukan ?"
"Tebakanmu salah," kata Tiong Giok dengan senyum meringis. "Engkau tidak tahu sewaktu aku disana sangat baik dengan Pek Kiam Hong, kini mendengar ia mau menikah hatiku sangat gembira, kenapa harus menangis ?"
"Aku tak percaya !"
"Terserah !" kata Tiong Giok. "Eh ngomong-ngomong perlu kutanya, ibumu memberikan apa pada Pek Kiam Hong ?"
"Untung kau tanya, akupun hampir lupa soal ini kutanya oada mama"." Kata Siau Bwee.
"Karena benda itu adalah buku silsilah dari keluarga Tiat !"
Hampir-hampir Tiong Giok berseru kaget mendengar ucapan itu, untung sebelum ia bersuara Lim Siok Bwee keburu datang, wajahnya begitu berat tubuhnya sedikit bergetar, dan ia duduk dikursi tapi bangkit lagi begitu melihat tanda pengenal dari Pok Thian Pang yang diletakkan putrinya diatas meja. "Bwee jie darai mana engkau mendapat benda ini ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
231 "Pangcu dari Pok Thian Pang yang memberikan kepadaku," jawab Siau Bwee. "ia
mengundangku datang ketempatnya untuk turut menyaksikan hari pernikahan Siau Pangcu."
Lim Siok Bwee memainkan benda itu ditangannya tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Ma bukankah kita berniat pergi kemarkas mereka " Dengan adanya benda ini?"
Belum selesai Siau Bwee bicara, tak ubahnya seperti gunting Lim Siok Bwee membuat tanda pengenal dari Pok Thian Pang terpotong menjadi dua. Dengan air mata tergenang ia berkata dengan parau sambil menggelengkan kepala.
"Kita tak usah pergi kesana !"
"Mama engkau"." Seru Siau Bwee dengan kaget.
Lim Siok Bwee mengangkat tangan melarang puterinya berkata-kata. Sedangkan matanya mengawasi pada Tiong Giok dengan menyesal dan napasnya ditarik panjuang-panjang.
"In Siau hiap maffkanlah aku menarik janjiku akan ke Pok Thian Pang ! Dan sudah
kupikirkan seumur hidupku takkan keluar dari Tiat po ini atas ini kumohon maaf"."
Suaranya terputus oelh isakan tangis dan banjir air mata.
"Maksud Hujin biarpun yang dipenjarakan dalam tanah disana itu sebagai Tiat Pocupun tidak akan ditengok ?"
"Aku sudah tahu itu bukan suamiku !"
"Kemungkinan besar adalah Ang Tay hiap, apakah Hujin tidak mau menengoknya juga ?"
"Biar aku bisa kesana apa yang bisa aku perbuat ?"
"Jika mama tidak mau pergi, aku mau bersama-sama In Siau hiap pergi kesana !" kata Siau Bwee.
"Jangan sembarangan berkata, engkau masih kecil tidak tahu apa-apa !" bentak Lim Siok Bwee.
"Andaikata orang itu bukan Tia-tia, tapi kitapun tak boleh berpangku tangan tak menolongnya bukan ?" bantah Siau Bwee. "Kuheran mama bukan seorang yang penakut, kenapa mendadak jadi berubah dan tegaan betul " Apakah mama tidak memikirkan lagi nasib dari bibi dan paman Ang ?"
"Budak apakah engkau sudah jadi gila berani berkata sekurang ajar ini kepadaku ?"
"Aku bukan berlaku kurang ajar, tapi bicara soal yang benar, sudah sakit hati ayah tidak mama hiraukan, kenapa melarang pula padaku ?"
"Budak jika engkau tidak mendengar kata-kataku, selangkah engkau keluar dari Tiat po tidak akan kuaku sebagai anak lagi ! Dan aku sudi mencukur rambut menjadi biksuni dari pada mempunyai anak yang tidak berbakti !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
232 "Ng"ng"ng"mama aku benci padamu"aku benci !" Siau Bwee menjerit-jerit sambil
menangis. "Bencilah ! Engkau boleh membenci padaku seumur hidupmu, tapi pada suatu saat engkau akan menyadari kesusahanku?"
Tiat Siau Bwee menutupi mukanya sambil menangis terus dan lari kebelakang.
Melihat keadaan ini In Tiong Giok menarik napas panjang dan segera bangun sambil merangkapkan kedua tangannya memberi hormat : "Tiat Hujin kehendak manusia tak bisa berubah demikian macam, gara-gara kedatanganku, atas ini kumohon maaf yang sebesar-besarnya, dan dengan ini pula kumohon pamit !"
"Aku mempunyai sesuatu soal yang tidak dapat kuterangkan padamu, atas ini akulah yang harus mohon maaf padamu ! Soal Siau Bwee tak perlu kau pikirkan, itu sudah biasa bagiku !"
"Nah sampai bertemu lagi di lain kesempatan !" kata Tiong Giok.
"Aku tak bisa membantu, tapi akan berdoa demi keselamatanmu dan suksesnya usahamu !"
Tiong Giok meninggalkan Tiat po dibawa antaran mata Tiat hujin sendiri.
Perginya ia sangat bersemangat, kembalinya menjadi lesu. Dengan kudanya ia berlari seperti terbang, gunung dan sungai dilaluinya, ia kembali lagi kedaerah Kang Lam.
Perjalanan Jauh yang diharapkan, ia kecewa tapi tak putus asa. Tetapi segala sesuatu rencana untuk menghadapi Pok Thian Pang tak pernah sirna dari lubuk hatinya, ia tidak mau menyerah begini saja. Tapi ia tahu keadaan Pok Thian Pang sedang jaya, banyak jago-jago yang memihak kepada perkumpulan itu dan banyak yang mengasingkan diri akibat tekanan dari mereka. Iapun berpikir bisakah dengan kedua tangannya yang terbatas ini menghadapi Pok Thian Pang "
Tiup angin utara dan berderunya air sungai sebagai jawaban, seolah-olah terhadap suka cita dari pengalamannya itu menaruh kasihan. Dengan menentang dada ia menghirup udara dan terus meloanjutkan perjalanannya.
Dengan serampangan ia mampir disebuah losmen yang diketemukan dan minum sepuasnya sampai mabuk, dengan begini segala kekusutan hatinya, buat sementara tersapu bersih. Waktu ia sadar kembali, hujan turun dengan derasnya. Suara air hujan itu tak ubahnya seperti seseorang yang sedang menangis sedih. Ia bangkit dari tempat tidurnya, melalui jendela memandang ketempat jauh, tampak bukit-bukit sambung menyambung menjadi gunung.
Begitu samar dan remang-remang keadaannya dalam musim penghujan. Dan iapun tahu
dibalik untaian gunung raksasa itu adalah markas pusat dari Pok Thian Pang!
Sebulan yang lalu ia melihat Wan jie, entah bagaimana keadaan kasihnya kini " Sudah tidurkah " Atau bangun seperti dirinya karena mendengar suara hujan " Ataukah sedang termenung-menung mendengarkan kisah hujan yang menyedihkan "
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
233 Atau di Pok Thian Pang sedang ramainya " Lampu-lampu terang benderang, lilin menyala-nyala, kekasihnya itu sudah selesai melangsungkan upacara pernikahan dengan Pek Kiam Hong. Dan sedang melewati malam pengantin"..!
Soal yang lalu seperti asap, pergi tidak akan kembali lagi. Tiong Giok termenung di depan jendela, pandangan matanya semakin lama semakin guram, tak dapat dibedakan lagi antara air mata dan air hujan?"
"Ah aku harus berlaku sabar ! Sabar ! Seperti yang dikatakan Tong Cian Lie" piker Tiong Giok. "Sudah tidak mempunyai kekasih tidak ada lagi beben pikiran, aku harus lebih giat dari dulu !" Setelah memikir begini, semangatnya berkobar-kobar disekanya air mata dan diletakkan beberapa tail uang dimeja, malam itu juga ia menerjang hhujan melanjutkan perjalanan.
Propinsi In Lam dan Kam Siok adalah dua propinsi yang berdempetan satu sama lain, keadaan tanahnya berbukit-bukit. Sukar dilalui kenderaan dan terpencil jauh dari keramaian.
Dipegunungan ini tinggal suku Biau yang masih menempuh kehidupan agak primitif dan miskin.
Gunung Cu cing san terletak ditimur laut propinsi Kam Siok. Puncaknya menjulang tinggi dan terjal sekali, dilerengnya penuh lembah-lembah yang curam dan mengalir beberapa sungai. Tahun ketemu tahun cuaca kebanyakan mendung dan sering turun hujan. Hari ini kebetulan cuaca sanga cerah, didesa Ulus kedatangan seorang pemuda yang membawa dua ekor kuda. Desa ini merupakan yang terbanyak penduduknya dan mempunyai hubungan
dagang dengan daerah luar. Antara suku Biau dan Han sering berjual beli didesa ini. Bahkan ada juga beberapa orang Han yang menetap tinggal disini. Orang-orang Biau yang bertempat tinggal didesa ini kebanyakan sudah pandai berbahasa mandarin. Sehingga pakaian maupun cara merekapun sudah seperti orang Han. Dan sukar membedakan mana yang suku Biau dan Han olagi. Agaknya asimilasi berjalan dengan cepat didaerah ini.
Kedatangan pemuda itu yang bukan lain dari pada In Tiong Giok sangat menarik perhatian penduduk kampung. Karena mereka baru pertama kali melihat seorang pemuda yang
demikian ganteng datang ketempat mereka. Disamping itu mereka menduga bahwa pemuda kita itu sebagai saudagar besar, karena dikudanya yang tidak ditunggangi tergantung sebuah tempayan besar yang tertutup rapat.
Saat ini sebuah toko kulit yang diusahakan oleh orang Han dengan merek Tiang sen hoo sedang sepi sekali. Pengusaha toko ini yang biasanya dipanggil dengan sebuah nama Ciu Lo pan sedang asyik menghitung dengan sipoanya, tiba-tiba ia menjadi kaget karena datang seorang gadis Biau berusia tiga empat belas tahun menghampirinya " Ciu Lo pan, lekas lihat, ada orang Han datang kesini !"
Ciu Lo pan sedang asyik menghitung, tak mau menghiraukan kata-kata gadis itu.
"Ciu Lo pan lekas, ia menuju kemari !" teriak gadis itu lagi.
"Pergi ! pergi , jangan ribut disini ! Orang Han kek, apa kek , apa bagusnya untuk ditonton".Ah dasar kau".aku jadi kerok dan salah hitung"pergilah jangan mengerecok disini"." Begitu ia dongak dan menggebah gadis itu, pandangan matanya melihat seorang pemuda yang ganteng, sudah berada didepan pintunya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
Pedang Tanpa Perasaan 7 Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Romantika Sebilah Pedang 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama