Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Bagian 14
tumbaknya yang panjang Thio Giok Kin menyerang secara
bengis, saban2 ia berdaya akan ketok terlepas golok
lawannya. Dengan senjata panjang, ia dapat ketika lebih baik.
Ia ingin betul akan segera tumbak mati musuhnya ini.
Difihak lain Siu Lian telah unjuk kepandaiannya mainkan
siang-too. Nona ini tahu yang musuhnya diatas angin, dari itu
ia memikir akan lebih dulu papas jeriji tangan lawan yang
mencekal gagang tumbak. Ia mengerti, asal jeriji tangan
musuh terluka, ia bisa lantas rebut kemenangan. Maka itu ia
bukannya mundur, melainkan mendesak.
Dua-puluh jurus telah lewat, bukannya mendiadi lelah. Siu
Lian sebaliknya merangsak makin seru, kedua goloknya
berkeredepan berkilau2
Thio Giok Kin terpaksa mundur karena desakan musuhnya,
terutama ia kuatir ujung tumbaknya nanti kena dipapas
kutung. Satu kali, setelah mundur dua tiga tindak, hingga ia
dapat ketika akan perbaiki diri, mendadak ia maju pula dengan
tikaman, pada tenggorokan yang diulangi terus kekaki!
Itu adalah semacam tipu serangan yang liehay sekali.
Siu Lian menangkis dengan keras akan bikin terpental
tumbak musuh, dengan begitu ia bisa loloskan diri dari tipu
musuh itu. Karena ini ia merangsak makin keras lagi
Thio Giok Kin kecele karena gagalnya serangan itu, justeru
begitu si nona desak ia, maka baru saja beberapa jurus pula
hatinya jadi goncang, hingga sekarang ia jadi keteter.
Tiga konconya Giok Kin bisa lihat yang si Tumbak Emas
menghadapi bahaya, meski jerih mereka toh mesti maju, akan
berikan bantuan mereka. Tapi mereka bisa lantas legakan diri,
karena mereka boleh tidak usah tempuh bahaya Sebab disaat
mereka hendak paksa maju, tiba2 mereka lihat
mendatanginya belasan penunggang kuda dari jurusan barat.
Mereka itu semua bawa senjata. Mereka girang, sebab mereka
kenali kawan sendiri.
"Bagus, bagus !" mereka segera berteriak-teriak "To Toaya
datang!" Siu Lian dengar seruan kegirangan itu, ia pun bisa melirik
pada bala bantuan musuh, tetapi ia tidak ambil perduli, ia
terus desak Thio Giok Kin. Ia mengharap bisa rubuhkan si
Tumbak Emas, agar ia bisa berbalik layani musuh yang baru
datang itu. Tapi maksudnya ini tak tercapai, karena To Hong
keburu sampai. "Tahan ! Tahan !" si Harimau Hitam lantas serukan
berulang2. Menggunai ketika yang baik itu, dengan tumbaknya Thio
Giok Kin tahan goloknya si nona, atas mana Siu Lian terpaksa
hentikan serangannya. Dengan siap sedia, ia memandang
bergantian pada To Hong dan si Tumbak Emas itu, terutama
akan lihat tegas orang she To itu.
Hek-houw To Hong masih muda, usianya agaknya baru dua
puluh-tiga atau duapuluh-empat tahun, mukanya benar2
hitam sekali. Tubuhnya kate dan kecil tetapi gagah, sedang
pakaiannya dari bahan yang bagus dan mahal.
"Apakah kau Hek-houw To Hong?" siu Lian kemudian
menegor. To Hong awasi nona itu dengan dua pikiran sendiri ia: ia
tertarik oleh keelokannya si nona, dipihak lain ia mendongkol
sebab pertanyaan kaku itu. Ia loncat turun dari kudanya,
menghampirkan nona Jie, lalu angkat kedua tangannya akan
mengunjuk hormat, sementara pada mukanya ia perlihatkan
senyuman jumawa
Jilid 22 "APAKAH kau nona Jie Siu Lian?" ia tanya dengan angkuh.
"Ha, ha! Sudah lama aku dengar namamu yang besar!....."
Siu Lian sebal karena sikap tengil itu. la maju seraya
menuding dengan goloknya.
"Aku tidak punya banyak tempo akan ngobrol! Aku cari
Thio Giok Kin buat balas sakit hatinya ayahku kalau kau turut
campur, terpaksa aku pun akan bunuh kau!"
To Hong mundur dengan air muka berobah sedikit, tetapi ia
masih coba akan bersenyum.
"Sungguh galak, sungguh galak" kata ia berulang2 dengan
sikap dan suara yang menjengeki. "Sepuluh tahun lamanya To
Toaya belajar silat, ia telah pandai gunai sepasang goiok,
siapa nyana sekarang ia telah ketemukan satu nona yang juga
bersenjata sepasang golok, malah dengan goloknya itu ia
hendak bunuh aku! Aku juga ketahui kau puterinya Jie Lauw
Tiauw dari Kielok, bahwa kau punya kepandaian tinggi, hingga
Biauw Toa-wangwee dari Holam telah binasa ditanganmu,
bahwa kau telah cari aku! Tadi malam kau pun telah lukai
orangku! Maka nona, selagi sama2 gunai siangtoo, hayolah
kau maju, mari kita coba!"
Kendati ia kata demikian, To Hong toh tidak segera maju,
hanya menoleh pada Thio Giok Kin, ia kata: "Thio Toako,
silahkan kau ngaso dahulu, kasilah aku yang layani nona itu!"
Kemudian dari salah satu orangnya ia sambut siangtoonya
yang dipakaikan runce merah yang indah, senjata mana waktu
dihunus sudah lantas berkeredepan membikin silau mata.
"Mundur!" ia perintah orangnya. Lalu ia menantang Siu
Lian: "Sekarang silahkan maju !" Sembari kata begitu, dengan
kedua tangannya ia pentang sepasang goloknya, hingga
kelihatan nyata sikapnya yang garang.
Siu Lian mendongkol berbareng penasaran, ia ingin ketahui
kepandaiannya orang itu, dengan tidak tunggu undangan yang
diulangi ia maju dengan bacokannya!"
To Hong telah sambut serangan itu dengan gerakannya
yang sebat. Baru saja beberapa jurus, Siu Lian telah dapat kenyataan
gerakan lawannya gesit, maka itu ia tidak mau mengalah, ia
juga lantas perlihatkan kepandaiannya. Tapi ia berlaku hatidan
awas. Thio Giok Kin saksikan pertempuran itu, diam- ia puji dua
lawan itu. Orangnya To Hong , pengikutnya si Tumbal emas, berdiri
bingung dengan kekaguman atas pertunjukan perdio itu,
sebab dua orang itu, yang sama2 gunai sepasang golok
adalah berimbang.
Makin lama makin rapat dua orang yang lagi adu jiwa itu,
karena kesengitan dua2nya telah naik sampai dipuncaknya,
masing2 ingin lekas rebut kemenangan.
Thio Giok Kin terperanjat, apabila ia telah tonton jalannya
pertandingan itu, sebab sebagai ahli silat ia segera dapat
kenyataan yang si Harimau Hitam telah kena didesak,
permainan goloknya kalut dengan cepat! Batu saja ia pikir
untuk maju akan berikan bantuannya, atau tiba-tiba Hekhouw
to Hong rubuh terguling, sepasang goloknya terlepas,
terlempar kepinggir, sedang si nona telah ayun goloknya......!
Disaat itu Thio Giok Kin dan belasan orangnya To Hong
segera maju meluruk akan kepung sinona, berbareng untuk
menolong To Hong dari bahaya maut.
Benar saja Siu Lian mesti batalkan membunuh To Hong dan
berbalik sambut orang2 yang mengepung ia. Mereka berniat
membunuh Siu Lian, perkara bagaimana boleh diurus nanti,
mayat si nona diserahkan pada pembesar negeri atau dikubur
dengan diam2......
Tapi maksud mereka tak tercapai, mereka telah salah duga.
Siu Lian menjadi sengit luar biasa karena pengepungan itu,
oleh karena ia mengerti dengan baik, sedikit alpa saja ia akan
terluka atau terbinasa. Maka ia keluarkan kepandaiannya dan
gunai tenaganya akan layani mereka itu. Dengan begini ia
tidak ijinkan orang datang dekat ia, tidak perduli diantara
musuh ada Thio Giok Kin yang gagah.
Baru saja beberapa jurus, dua orang telah rubuh sebagai
korban goloknya nona Jie. Melihat begini, Giok Kin menjadi
naik darah, hingga seperti kalap dengan tumbaknya ia
menusuk berulang2 pada puterinya si Garuda Tua dari Kielok!
Akhir2nya Jie Siu Lian menjadi repot juga ! Dengan tangan
kiri ia mesti tangkis serangannya orang2 dari To Hong, dengan
tangan kanan ia mesti layani tumbak yang liehay dari si
Tumbak Emas. Ia telah berkelahi sekian lama, tenaganya telah
berkurang. Tentu saja ia tidak ingin binasa ditangan orang2
jahat itu, itulah kebinasaan secara kecewa. Maka akhirnya ia
putar tubuhnya dan lari kejurusan Timur. Dijurusan itu ia
tampak kudanya, yang tadi kabur, yang sedang menjilat sisa
lumerannya salyu.
Thio Giok Kin dan orang2nya To Hong tidak mau mengerti,
mereka memburu.
"Perempuan hina yang jahat, jangan harap kau bisa kabur!"
mereka itu berteriak2.
Siu Lian lari sekuat2nya, ia bisa sampai dengan lekas pada
kudanya, sambil kempit kedua goloknya ia loncat naik atas
kuda itu dan kaburkan tunggangannya kearah Timur.
Kemudian sambil menoleh kebelakang ia bersenyum dan
menantang : "Kalau kau orang bisa, hayolah kejar nona Jie Siu
Lian" Orang2nya To Hong tidak mau mengerti, mereka mengejar
terus. Thio Giok Kin cari kudanya, dengan kasi larat kuda itu ia
turut mengejar.
Siu Lian tahu diri, meski sebenarnya ia niat layani pula Giok
Kin, ia tahu biar ia bersemangat tapi tenaganya terbatas. Giok
Kin punya banyak kawan, ia tahu ia akan repot kalau mereka
kurung ia. Dari itu terpaksa ia terus kaburkan kudanya. Berapa
lama ia sudah lari, ia tidak tahu pasti, hanya ketika kemudian
ia menoleh kebelakang, ia tidak lihat lagi sekalian
pengejarnya. Maka sekarang ia bernapas lega, kudanya ia kasi
jalan pelahan2.
Setelah dapat mengaso, Jie Siu Lian girang berbareng
sedikit mendelu. Ia puas yang ia telah bisa tempur Giok Kin
dan lukai To Hong, tetapi ia tidak puas karena dengan Giok
Kin ia tak dapat bertempur sampai ada yang kalah dan
menang, sedang ia berkeinginan keras akan balas sakit hati
ayahnya terhadap orang she Thio ini. Ia percaya, apabila tidak
ada gangguannya To Hong, ia tentu sudah bisa kalahkan si
Tumbak Emas. Sekarang, kesudahannya ia mesti bersabar
lagi..... Merasa berdahaga, Siu Lian lantas kasi jalan kudanya. Ia
ingin cari rumah orang atau warung teh dimana ia bisa minum
dan beristirahat, agar kemudian ia bisa lanjutkan
perjalanannya ke Jie-sie-tin.
Adalah selagi jalan dengan anteng, tiba2 Siu Lian dengar
orang teriaki ia disebelah belakangnya:
"Nona Jie, tunggulah sebentar"
SIU LIAN HERAN.
"Siapakah dia?" ia berpikir apabila ia dengar teriakan itu: Ia
segera berpaling kebelakang, dimana ia lihat seorang
penunggang kuda sedang laratkan kudanya kejurusannya.
Penunggang kuda tidak lain adalah Pa-san-coa Su Kian.
"Benar2 seorang aneh!" pikir nona kita yang kenalkan Su
Poan-cu. Kenapa ia tahu, ada dimana aku berada?"
Su Poan-cu telah sampai dengan lekas, karena si nona
telah tahan kudanya.
"Apakah kau tahu barusan aku telah tempur Thio Giok Kin
dan To Hong sekalian?" tanya si nona itu sambil unjuk roman
bangga" "Aku tahu" sahut Su Poan-cu sambil manggut, napasnya
memburu. "Tapi jalannya pertempuran aku tidak lihat.... Si
budak cilik Thio Giok Kin kenal aku dengan baik, aku tidak
sanggup lawan ia, dari itu aku tidak mau muncul
dihadapannya. Tapi muridku, pada dua hari yang lalu telah
pergi ke Poteng dari tempat yang agak jauh, telah saksikan
pertempuran kau orang dan ia telah saksikan bugee kau yang
liehay, katanya kepandaian kau berimbang sama
kepandaiannya Lie Bouw Pek, maka coba mereka tidak
berjumlah jauh lebih besar, pastilah Kim-khio Thio Giok Kin
akan binasa ditangan nona!"
Siu Lian bersenyum, bersenyum girang.
"Aku telah bisa bacok Hek houw To Hong, tidak tahu ia
binasa atau tidak?" ia tanya. Ia bersenyum pula.
"Boleh jadi ia tidak binasa" Su Poan-cu jawab. "Aku dengar
ia telah digotong pulang oleh orangnya."
"Aku tidak bermusuhan dengan To Hong, aku tidak pikir
untuk binasakan dia" Siu Lian terangkan. "Aku melulu mau
kasi hajaran padanya, lantaran sikapnya yang kurang ajar,
karena ia telah pengaruhi, tindih dan peras penduduk Poteng.
Thio Giok Kin barulah musuhku, karena dialah yang desak
ayahku sehingga meninggal dunia, maka sebelumnya bisa
bunuh Oiok Kin, aku belum puas!"
"Sekarang belum tiba masanya nona" Su Poan-cu
menghibur. "Kepandaian nona tinggi, tetapi jumlah yang kecil
tak dapat lawan jumlah yang besat, maka baiklah nona sabar
dan tunda saja perhitungan ini! Baiklah nona menunggu
sampai nona bisa minta bantuannya Lie Bouw Pek, guna
tempur pula mereka itu...."
Siu Lian tertawa dalam hatinya.
"Kenapa mesti minta bantuannya Lie Bouw Pek"..." pikir ia.
"Sekarang nona mau pergi kemana?" Su Poan-cu tanya
pula. "Aku niat sambangi kuburan ayahku." sahut si nona "aku
mau pergi ke Bong-touw"
"Kalau dari sini nona pergi ke Bongtouw, nona perlu tempo
dua hari" kata Su Kian, "tetapi bila nona pergi ke Khoyang,
kau bisa sampai dalam tempo satu hari. Bagaimana nona pikir
tentang usulku" Bagaimana kalau nona pergi dulu ke
Khoyang, ke Hong touw-po, untuk lihat2 kuburannya Beng Jiesiauwya"
Ini adalah suatu kewajiban diantara tunangan....
Setelah ini baru nona pergi ke Bongtouw
Siu Lian sedih mendengar ucapan itu, hampir air matanya
meleleh keluar. Ia manggut.
"Baik, aku nanti pergi ke Khoyang, akan tengok
kuburannya" ia menyahut.
"Silahkan kau turut aku" mengajak si Ular Gunung.
Nona Jie percaya Pa-san-coa, ia lalu mengikuti.
Maka itu sekarang mereka berjalan berdua kearah Timur.
Sore itu juga mereka telah sampai di Khoyang. Dengan ada si
kate gemuk selaku pengunjuk jalan, nona Jie tidak sia siakan
tempo akan tanya sana dan sini. Tapi karena langit sudah
gelap, mereka tidak pergi terus ke Hongtouw-po, dan Su Kian
ajak si nona cari rumah penginapan diluar kota.
Esoknya pagi2, dengan ia tetap selaku penunjuk jalan, Su
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Poan-cu antar Siu Lian ke Hongtouw-po, ketegalan diluaran
pintu kota selatan. Ketika itu angin yang dingin sekali meniup
keras pada orarg2 yang berlalu lintas.
Siu Lian merasa sangat berduka, tapi ia lawan serangannya
sang angin. Adalah si gemuk, yang mesti menderita hebat
juga, karena tubuhnya yang besar.
Disebidang tegalan mereka turun dari kuda akan tambat
binatang tunggangan itu.
"Disini nona" kata Su Poan-cu, yang ajak kawannya
menghampirkan sebidang tanah munjul tangannya menunjuk.
"lni dia kuburannya Bsng Jiesauwya. Adikku ini, diwaktu
hidupnya punya adat yang luar biasa sekali, ia lebih suka
menderita kesengsaraan daripada menerima penolong orang.
Ia tidak suka menerima orang menaruh belas kasihan
kepadanya. "Aku kenal saudara ini di Hoat Beng Sie, dengan
perantaraannya Lie Bouw Pek, yang telah kenal dia lebih dulu.
Ketika Lie Bouw Pek rubuh karena sakit, saudara ini lalu
datang rela tolong rawat ia dengan masakkan obat dan
justeru untuk Lie Bouw Pek hari ia menemui nasib yang
menyedihkan ini
Suaranya Su Poan-cu jadi sember, rupanya ia sangat
terharu. Sioe Lian pun tidak sanggup keraskan hati, kendati ia
sudah, coba akan berbuat begitu, sambil pegangi bongpay, air
matanya turun dengan deras, ia menangis sesenggukan, ia
tidak mau lagi unjuk kelemahan hatinya itu dihadapan si Ular
Gunung. "Su Ciauw, kita belum pernah bertemu satu dengan lain,
tetapi karena ikatan orang tua kita telah menjadi tunangan"
demikian ia kata dalam hatinya. "Kita telah ditunangkan sejak
masih kecil. Kau ketahui pertunangan kita, kau tidak ketahui
penderitaan ayah dan ibuku, ya aku juga Karena ayah telah
didesak oleh musuhnya." Dan ia tuturkan pengalaman
ayahnya. "Tentang perhubunganku dengan Lie Bouw Pek, kau
perlu ketahui dengan jelas" ia menyambangi, dan ia tuturkan
kejadian yang sebenarnya. "Kami berhutang budi pada Lie
Bouw Pek, karena pertolongannya yang besar pada kami,
meski demikian, persahabatanku dengan dia adalah
persahabatan sejati, seperti adik dan engko, sebagaimana itu
dikehendaki oleh ayahku. Dirumah kau, kami dihina oleh
engkomu tetapi karena memandang kau, aku tidak mencari
panjang, malah seorang diri aku segera ringkaskan Soanhoahu
Aku hendak cari kau. Buat ini aku telah minta bantuannya
Lie Bouw Pek, Yo Kian Tong dan yang lain" Apa mau, selagi
kami cari kau justeru telah berlalu dari kota raja, cuma sebab
kau dengar aku akan datang. Kau pergi, tentu karena kau
dengar soal persahabatanku dengan Bouw Pek. Kau rupanya
mau mengalah, lantaran kau belum bisa berdiri sendiri dan
kuatir aku pandang rendah padamu. Nyata kau keliru, kau
belum kenal aku! Aku bukan sebagaimana kau sangka, aku
tidak bersifat demikian rendah. Tapi kau sekarang binasa
untuk Lie Bouw Pek. Katanya kau pesan supaya Lie Bouw Pek
nikahi aku" Mana itu bisa jadi" Jangan kata memang Lie Bouw
Pek sendir1 tidak niat, pun aku menurut keharusan, menurut
keadaan, tidak bisa berbuat demikian. Kau tentu ketahui,
sekarang tidak ada perhubungan lagi antara aku dan Lie Bouw
Pek, boleh jadi perhubungan itu terputus untuk selamanya !
Aku sekarang sambangi kau,siapa tahu kau hanya setumpuk
tanah kuning" Bagumana kau harus berbuat terhadap aku"
Kau tahu bagaimana hatiku terluka. sekarang dan
seterusnya?"
Nona ini mendekam dibatu kuburan, sampai sekian lama,
dengan tidak perdulikan hembusan angin yang demikian
dingin"-ia sesenggukan, airmatanya terus mengalir....
Su Poan-cu mengawasi saja, dari terharu ia menjadi ibuk.
"Benar" lacur........" ia jidi ngelamun sendirian "Karena aku
kenai Lie Bouw Pek aku jadi kenal Beng Su Ciauw. lantas
warung arakku, aku mesti tutup, hingga aku mesti kabur dari
kota raja, kemana aku tidak berani balik pula"..... Dan
sekarang aku kenal nona she Jie ini, melulu aku jadi
korbannya angin Utara yang dingin meresap ketulang! Tak
disangka nona ini punya adat aneh melebihi Lie Bouw Pek dan
Beng Su Ciauw! Benar2 lacur! Bagaimana aku bisa layani ia.
apabila ia ayun siangtoonya yang liehay itu?"
ia berdiri diam karena lamunan itu.
Siu Lian masih saja mendekam, si nona tidak ketahui
lamunannya si Ular Gunung.
"Hai, bagaimana sekarang?" Su Kian berpikir pula "Aku
telah hadapi Lie Bouw Pek yang semangatnya yang gagah
seperti gempur, aku telah hadapi Beng Su Ciauw, yang mesti
rebah didalam tumpukan tanah ini, maka sekarang, apa
sekarang aku mesti diam saja menyaksikan nona ini rebah
beku karena kedinginan, sedang ia nona gagah yang telah
bunuh mampus Biauw Cin San, yang telah bikin pecundang
Thio Giok Kin yang tersohor Oh, Su Poan-cu pengalaman kau
benar luar biasa, pengalaman itu bisa bikin hatimu tawar
terhadap penghidupan biasa, jangan kau nanti jemu sama
dunia ini dan pergi jadi si hweeshio terokmok!......"
"Sudah nona, jangan menangis lama2" kata ia akhirnya
dengan beranikan diri. Mari kita pulang...... Orang yang sudah
mati tak akan bisa hidup pula...... Sudah cukup bagi nona
asalkan nona ingat Beng Jie siauwya...... Bukankah nona mau
pergi ke Bongtouw" Mari kita kembali kehotel, untuk siap, supaya
kita lantas bisa berangkat!"
Mendengar disebutnya Bongtouw, Siu Lian bisa kuatkan
diri. "Aku masih mesti lakukan banyak, kenapa aku mesti
bersedih terus2an, h?ngga boleh kesehatanku menjadi rusak?"
ia pikir. Ia terbangkit seraya susut airmatanya.
"Mari kita kembali kehotel" ia kata.
"Mari nona!" kata Su Kian yang gembira bukan main.
Kuda mereka sedang mencari makan, me reka
menghampirkan dan loncat di masing2 tunggangannya.
Demikian mereka pulang ke hotel.
Didalam kamarnya setelah rapikan pakaiannya dan cuci
muka, Siu Lian duduk sendirian, pikirannya kusut.
Su Kian muncul tidak lama berselang.
"Hari ini angin hebat sekali nona, apa tidak baik kita tunda
keberangkatan kita sampai besok?" tanya si Ular Gunung
"Aku memang niat mengaso satu hari ini" Siu Lian jawab
"Aku pikir besok baiklah kau jangan ikut aku. Kau telah bantu
aku, Su Toako, aku haturkan terima kasih pada kau, biarlah
lain kali saja aku balas budimu ini!"
Ucapan ini bikin girang sekali hatinya si gemuk.
"Jangan mengucap terima kasih nona, aku tidak sanggup
terima itu" ia menolak "Aku memang paling gemar membantui
siapa saja yang harus dibantu. Sekarang aku tidak punya
pekerjaan, kenapa nona tidak mau ajak aku" Andaikata nona
hendak pindahkan kuburan ayahmu, aku bisa bantu kau.."
Siu Lian geleng kepala.
"Sekarang musim dingin, maka kalau aku niat pindahkan
layon ayahku, itu mesti dilakukan dipermulaan lain tahun" ia
jawab. "Kalau kau tidak punya pekerjaan..." dan ia berpikir
dan menghela napas "baik kau tolongi aku dalam urusan
lain...." "Apakah itu nona?" Su Poan-cu tegaskan.
"Karena kaupun sahabat baik dari Beng Su Ciauw" berkata
si nona "baiklah kau pergi ke Soanhoa-hu, akan cari Beng Eng
Siang, loopiauwtauw dari Eng Siang Piauw tiam, guna
beritahukan kepadanya yang jie siauwya telah menutup mata.
Tentu sekali kau boleh tuturkan segala apa dengan jelas.
Kemudian kau boleh usulkan, supaya layonnya jie siauwya
dipindahkan ke Soan hoa. Tolong kau beritahukan juga pada
Beng Loopiauwiauw, bahwa aku, meski lelah ditunangkan
dengan jie siauwya, sekarang aku tetap gadisnya keluarga Jie,
tegasnya aku merdeka Hanya aku bisa terangkan, sejak
sekarang ini aku sumpah tidak akan mau menikah! Tentang
tusuk konde emas, yang keluarga Beng kasikan padaku
sebagai tanda pertunangan, aku tidak mau pulangkan, aku
hendak pegang tetap barang itu, biarlah menjadi tanda bahwa
aku tinggal janda melulu untuk tusuk konde emas itu..."
Siu Lian sangat berduka, hingga ia berhenti sebentar.
"Dan" ia tambahkan "aku minta kau menemui Toan-kimkong
Lauw Keng, yang berada bersama Beng Loopiauwtauw di
Soan hoa, minta ia seberapa bisa supaya layon ibuku diangkut
ke Kielok, sebolehnya pada sebelum Sha-gwee, supaya waktu
itu layon ibu dan ayah bisa dikubur berbareng..."
"Jangan kuatir, nona" Su Poan-cu menyahuti dengan cepat,
seperti juga ia tidak berpikir lagi "semua apa yang nona
inginkan serahkan padaku, aku nanti kerjakan dengan baik.
Siapa terima kewajiban, ia mesti lakukan tugasnya itu dengan
setia. Dengan segera aku akan berangkat!"
"Sabar, Su Toako !" Siu Lian mencegato. "Sekarang angin
masih hebat, kenapa kau begitu terburu2?"
"Memang menjadi adatku, bila aku hendak lakukan suatu
apa, aku mesti lantas lakukan itu. Dalam hal ini, adatku lebih
kukuay lagi dari pada adatnya Bouw Pek dan Su Ciauw !
Akupun punya kawan di Poteng, aku mesti cari ia buat diajak
pergi, supaya ia bisa bantu aku" si gemuk berkata.
Siu Lian masgul mendengar jawabah itu.
"Apa yang kawanmu lakukan di poteng?" ia tanya.
Su Kian tertawa sebelum menjawab.
"Kawanku itu," ia menyahut, "adalah mata2 atau juru
kabarku. Sekarang ia berada di Poteng, dengan tugas mencari
tahu atau menyelidiki sepak terjangnya Gu Sam, kuasa besar
dari Oey Kie Pok, yang lelah atur persekutuan dengan Thio
Giok Kin dan rombongannya, untuk mengetahui apa yang
sudah dan akan mereka lakukan lebih jauh. Nona tidak tahu,
Thio Giok Kin semua kalah liehay dari pada Oey Kie Pok, siapa
rupanya baik hati dan dermawan, tapi hatinya sebenarnya
sangat busuk! Oey Kie Pok itu benci sangat pada Lie Bouw Pek
dan Tek Siauw Hong --benci sampai ditulang2nya, siang dan
malam ia terus berdaya bikin celaka orang2 yang ia benci itu!"
Mendengar demikian Siu Lian menghela napas.
"Dikalangan kangouw yang diutamakan adalah kepandaian
silat" ia kata "tetapi Oey Kie Pok andalkan tipu muslihat busuk
dan uangnya, ia manusia sangat rendah. Baiklah kalau nanti
kau ketahui ada orangnya Oey Kie Pok yang mau cari Tek
Siauw Hong dan Lie Bouw Pek, tolong kau beritahukan
kepadaku, aku nanti bantu mereka itu, terutama untuk balas
budi mereka terhadap aku!"
Diwaktu mengucap demikian, nona ini unjuk roman
berduka, tandanya ia bicara dengan terpaksa.
"Baik nona" menyahut Su Poan-cu, yang lantas minta diri
akan siapkan pauwhoknya, setelah itu ia kembali pada sinona
seraya berkata : "Nona, aku hendak berangkat sekarang!"
"Baik Su Toako, harap kau tidak lupakan pesanku!" Siu Lian
pesan. "Jangan kuatir nona, aku akan ingat semua!"
Sampai disitu, dengan berkerebong mantel kulit kambing,
Su Poan-cu bertindak keluar, ia loncat naik atas kudanya yang
Ia terus kasi lari menuju keparat, tidak perduli angin keras
dan pasir bertentangan
Siu Lian kagum terhadap si kate gemuk itu.
"Orang sebagai dia itu tidaklah kecewa menjadi seorang
sejati dari kalangan kangouw" kata ia dalam hatinya.
Hari itu Siu Lian terus berdiam dihotelnya, akan esok
paginya melanjutkan perjaianan ke Bongtouw. Benar saja, ia
telah gunai tempo dua hari akan sampai diJie sie tin. Ketika ia
pergi ke Kuan Tee Bio, hweeshio disitu. hampir tidak kenalkan
ia. Begitu sampai dibelakang bio, Siu Lian hampirkan kuburan
ayahnya, didepan mana ia berlutut dan bersoja sambit
memuji. Ia menangis dengan sedih, terutama akan lihat
rusaknya pepohonan dan rumput di dekat2 kuburan, sebagai
kesudahan gangguannya musim dingin, setelah lama
mendekam di-kuburan, ia pergi kebio.
Paderi dari Kwan Tee Bio mengawasi nona kita. Ketika
dahulu Siu Lian datang, ia berada bersama ibunya dan Lie
Bouw Pek dan ia dandan sebagai gadis biasa. Tapi sekarang ia
merupakan nona yang gagah, dengan pakaiannya yang sepan,
setelah tangan menuntun kuda. yang lain menenteng golok,
hingga ia mirip seorang pemuda.
"Ohmietoohud, kiranya Jie Kouwnio!"
kata paderi itu a-hirnya, sesudah ia dapat mengenalinya.
"Silahkan masuk! Kalau kouwnio datang selengah bulan yang
lalu, pasti kau akan bertemu dengan Sun Toaya!"
"Sun Toaya yang mana itu ?" tanya So Lian sambil berpikir.
"Sun Toaya itu berumur tiga puluh lebih romannya gagah"
sahut si paderi. "Ia menunggang kuda dan bawa sebatang
golok ia datang dari Kielok beberapa belas hari yang lalu. Ia
sembahyang dan membakar kertas dikuburannya looya. ia
menangis. Ia menyebut suhu terhadap looya. Dengan aku ia
omong banyak juga, setelah itu ia lanjutkan perjalanannya,
boleh jadi ia pergi ke Soanhoa"
Sekarang Siu Lian bisa menduga orang itu adalah Ngojiauweng Sun Ceng Lee.
"Ia tentu pergi ke Soanhoa akan tengok aku dan ibu, ia
tidak tahu ibu telah menutup mata" ia berpikir. Ia jadi sangat
berduka, ia b^rsyukur buat pemuda itu perbatikan. Tapi lekas
juga, ia berlega hati: "Kalau benar Ceng Lee pergi ke
Soanhoa, ia mesti akan bertemu dengan Su Poan cu, aku
harap bersama2 Lauw Keng ia bisa atur dan bantu
pemindahan layon ibunya"
Oleh karena memikir begini, hatinya Siu Lian jadi enteng
banyak. "Dipermulaan tahun depan aku ingin datang pula kemari,
akan angkat layon ayah." kemudian ia beritahukan si orang
suci. "Itulah baik sekali kouwnio" berkata si paderi. "Kouwnio,
kenapa Lie Bouw Pek Toaya tidak datang bersama kau?"
"Tidak" sahut si nona dengan pendek, sedang sebenarnya
pertanyaan itu telah menusuk hatinya. Ia insaf sekarang
berapa banyak Bouw Pek telah bantu ia dalam kesukarannya,
tetapi karena turuti kemarahannya ia sudah bikin pemuda itu
pisahkan diri dari ia. Ia merasa malu sendirinya dan menyesal.
Coba tidak ada urusan Su Ciauw, temulah ia sudah menyusul
ke Lamkiong akan haturkan maaf kepada anak muda itu.
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang, andai kata ia ketemu Bouw Pek ditengah
perjalanan, ia malu akan menemui atau menegor.
"Ah, kenapa jalannya urusan jadi begini?" pikir ia. Ia minta
diri dari si paderi, ia naik atas kudanya dan kasi binatang itu
lari kearah selatan. Ia bisa lakukan perjalanan dengan leluasa,
karena ini adalah jalanan yang ia kenal baik, jalanan yang
membangkitkan kenangannya.
Setelah ditengah perjalanan beberapa hari lamanya,
dengan pikiran tidak tenteram, pada suatu lohor jam empat
Siu Lian akhirnya sampai di Kielok, kampungnya sendiri. Ia
terus masuk kedalam kota, di mana ia langsung menuju
kegang dimana rumahnya dahulu berdiri. Scsampainya di
depan pintu, ia turun dari kudanya, ia hampirkan pintu dan
ketok itu. "Siapa?" tanya suara pelahan dari dalam, setelah ia
mengetok sekian lama.
Siu Lian segera kenalkan suaranya Cui Sam.
"Engko Cui Sam, aku" ia menyahut, Buka pintu engko, aku
Siu Lian pulang"
Suara tindakan kaki yang cepat dari Tee-lie kui Cui Sam
terdengar dan pintu segera juga dipentang.
"Nona!" ia menegor. "Eh, nona, kau pulang sendiri saja?"
Tapi Siu Lian tidak menyahut, sambil menangis ia bertindak
masuk. Meski ia merasa sangat heran, Cui Sam toh urus dahulu
sang kuda buat dibawa masuk kedalam pekarangan, kemudian
ia menyusul masuk kedalam rumah yang sekian lama telah
ditinggal kosong.
Sejak berangkatnya Jie Hiong Wan, Cui Sam tinggal
dirumah ini selaku penunggu rumah, bersama isterinya ia
telah menikah ia pakai ruangan luar.
"Duduk nona" ia kata seraya perkenalkan isterinya, yang ia
ajak masuk. Siu Lian duduk sambil menepas air mata.
Cui Sam pun teturutan mengeluarkan air mata.
"Sejak berangkatnya nona sekalian" kata penunggu rumah
ini kemudian "belum lama ini ada orang datang dari Utara,
dengan warta bahwa Jie Lauwsiok telah menutup mata
ditengah perjalanan, bahwa mulai dari lamkiong, seorang
pemuda bernama Lie Bouw Pek telah turut selaku pengantar
sampai di Soanhoa-hu. Kini seberanya niat menyusul ke
Soanboa, menyesal sekali, kami tidak punya uang. Pada bulan
yang baru selam, dengan pinjam uang Sun Ceng Lee berhasil
juga berangkat ke Soanhoa akan tengok nona, kemudian ia
mau pergi ke Pakkhia buat suatu urusan. Ia telah pergi hampir
satu bulan. Apa nona telah ketemu dia?"
"Aku tidak ketemu ia, tetapi aku tahu ia telah pergi ke
Soanhoa" menyahut Siu Lian.
Nyonya Cui Sam lantas suguhkan teh pada nona rumah itu.
Atas pertanyaan Cui Sam, Siu Lian tuturkan semua
perjalanan dan kejadian atas keluarganya, sampaipun pada
halnya Beng Su Ciauw, mendengar mana orang she Cui ini
menghela napas ber-ulang2 dan banting kaki karena berduka.
"Kalau begitu, sekarang baik nona berdiam dirumah" ia
kata akhirnya untuk menghibur. "Nanti, sesudah upacara
penguburan Lauwsiok dan loothaythay, nona pikir pula
bagaimana baiknya"
"Itulah urusan belakang" sabut Siu Lian.
Cui Sam tidak berani omong banyak, ia tahu nona itu
sedang berduka, maka bersama isterinya ia benahkan apa
yang perlu, terutama akan bersihkan sagala apa supaya nona
itu merasa senang. Kemudian nyonya Sie pergi kedapur akan
sediakan makanan. Maka selanjutnya Siu Lian tidak merasakan
kekurangan suatu apa. Ia berdiam didalam rumah, ia jarang
keluar, pakaiannya selalu pakaian berkabung. Kadang2 ia pun
mau pegang jarum dan benang. Cuma ilmu silat yang ia tidak
pernah abaikan, karena ia adalah warisan ayahnya dan perlu
untuk bela diri, justeru ia banyak musuhnya. Satu waktu ia
perlu cari sekalian musuhnya, dan sembarang waktu musuh
musuh itu bisa datang satroni ia.....
Kalau pagi ia berlatih diri dengan tangan kosong dan
bersenjata, kalau malam ia keluar akan lompat naik keatas
rumah dan berlari2, untuk bikin tubuhnya tetap enteng dan
larinya keras. Baru lewat beberapa hari, meski si nona hampir tak pernah
keluar, penduduk Kielok segera mendapat tahu yang nona Jie
yang elok telah pulang kembali, hingga dengan begitu kabar
juga telah sampai dikupingnya Ngo Bun Kim, tauwkeh dari Tay
Tek Hoo, dan Sek Tiong Hauw, kedua pemuda yang pada
awalnya cerita ini telah mulai terbitkan gara2....
Nio Bun Kim tadinya berlalu dari Kielok, dimana ia malu
akan berdiam lebih lama, tetapi seperginya keluarga Jie, ia
kembali pula, dari jarang sampai sering, sehingga terus tidak
malu lagi seperti biasa, dengan Sek Tiong Hauw tentu sekali
tetap menjadi sahabatnya. Di Kielok ini, mereka sama2 jadi
pemogor dari sebuah rumah hina, Dalam satu bulan, buat
belasan hari mereka mengeram ditempat pelesiran itu
Bun Kim sedang berada didalam tok Tay Tek Hoo, tatkala ia
dengar Siu Lian pulang, segera ia nyatakan mau pulang ke
Lamkiong. "Kenapa, apa kau takut padanya" Sek Tiong Hauw
mengejek. "Aku bukan takut, aku hendak pegang sumpahku" Bun Kim
jawab. "Dulu aku telah angkat sumpah, kalau ia berada di
Kielok, aku tidak mau tinggal disini...."
"Otakmu benar kuat, kau ingat segala kejadian yang sudah
lama lewat!" Sek Tiong Hauw tetap mengejek. "Apa kau tidak
dengar yang si tua bangka she Jie dan isterinya telah
meninggal dunia, bahwa si pemuda she Beng juga sudah
menutup mata" Tidakkah dengan begitu si nona Jie telah
pulang dalam keadaan sebagai janda kembang" Ia belum
berusia dua puluh, apakah bisa jadi ia akan hidup sebagai
janda terus" Bun Kim, aku berani bertaruh, kalau sekait ini kau
bertindak pula, kau pasti akan berhasil!"
Mau tidak mau, hatinya siorang she Nio itu tergerak. Tapi
kalau ia ingat hajaran si nona hatinya kuncup pula.... Kalau ia
ingat ini, pikiran sadar mendampinginya....
"Kenapa aku mesti cari sakit pula?" demikian ia kata dalam
hatinya. "Aku jadi tauwkeh uangku banyak, mau orang
perempuan apa saja dengan mudah aku bisa dapatkan, maka
kenapa aku mesti petik bunga mawar yang ada durinya yang
tajam itu?"
Memikir begini, ia bisa hadapkan Tiong Hauw sambil
tertawa. "Tiong Hauw, aku tidak bisa diakali lagi!" ia kata "Kalau kau
ada ingatan, pergilah sendiri, pergilah, supaya kau berhasil"
Tiong Hauw geleng kepala, tapi ia bersenyum.
"Aku lain daripada kau" ia mundur teratur. "Aku bisa
menunggu sampai orang perempuan sendiri datang baiki aku,
tak nanti aku mau keteki orang perempuan Tapi." ia
menyambung, "aku dengar Lie Bouw Pek juga sudah pulang,
lebih baik kita ketemukan dia. bikin hatinya jadi panas, supaya
lagi sekali ia kasi permunculan sebagai baru ini untuk
senangkan hati kita!"
Mendengar disebutnya nama Lie Bouw Pek, Bun Kim
menjadi panas, jelusnya timbul.
"Cari si setan celaka buat apa?" ia kata dengan sengit. "Lie
Bouw Pek telah pergi ke Pakkhia, ia berdiam disana hampir
satu tahun, pekerjaan tak dapat, sebaliknya, ketika pulang ia
lebih hitam dan kurus! la tidak miripnya dengan Souw Ciu! Kau
tahu, sekarang ia ada dirumah, tetapi tiada satu orangpun
yang ia berani ketemukan, aku sendiri belum pernah lihat ia
barang satu kali juga!"
Sek Tiong Hauw fertawa. Ia tahu sobat ini takut pada Lie
Bouw Pek, maka dia keluarkan alasan itu. Sebenarhya sahabat
ini jelus dan berlaku hati, andaikata Lie Bouw Pek bisa dapati
Siu Lian. Senda gurau diantara kedua sahabat ini berhenti sampai
disitu, oleh karena Nio Bun Kim buktikan perkatannya dengan
mau lantas pulang hari itu, Tiong Hauw juga tidak bisa
berbuat lain daripada ikut meninggalkan Kielok, pulang ke
Lamkiong. Tapi sesampainya dirumah, ia tidak bisa lupai si
nona Jie, maka diam2, diluar tahunya Bun Kim, ia pergi
kunjungi Bouw Pek.
Dengan sebenarnya Lie Bouw Pek sudah pulang ke
Lamkiong Oleh karena ia pulang dengan tangan kosong,
malah dengan tubuh lebih kurusi dan kegembiraan lenyap,
oleh paman dan bibinya ia disambut dengan tawar, karena ini
ia jadi lebih bersusah hati, setiap saat ia kerutkan alis. Lebih
celaka kalau ia dengar sang paman dan bibi bilang, bahwa ia
pergi ke Pakkhia bukan untuk cari pekerjaan, melainkan buat
pelesiran, hingga tubuhnya jadi kurus, mukanya menjadi
kuning..... Meski
dengan mereka itu tidak benar, Bouw Pek tidak gubris
barang sedikit juga, ia lanyut coba tenangkan diri dengan
ingat2 apa yang ia telah lakukan sejak berangkat ke Pakkhia
iapun bayangkan Kecantikan dan kegagabannya Siu Lian,
keelokan dan Kehalusannya S!am Nio yang harus dikasihani, sedang Su
Ciauw ia kagum berbareng dibuat sayang dan sesalan, sebab
pemuda begitu gagah nasibnya demikian buruk. Ia gembira
kalau ingat kebaikannya Tek Siauw Hong dan Tiat Pweelek,
orang2 Boan yang sifatnya berlainan dari kebanyakan orang
Boan lainnya ia hanya sesalkan Siu Lian, yang salah mengerti.
Ditambah itu, ia anggap ia tidak perlu memberi keterangan
apa2 lagi, hanya ia tidak tahu. kemana si nona pergi dan
bagaimana keadaannya selanjutnya
"Apakah ia pulang ke Kielok atau ia terus pergi ke
Soanhoa?" demikian ia sering menduga2. "Sebenarnya adalah
keharusanku, akan cari tahu dimana adanya Siu Lian
sekarang, akan kemudian tengok juga kuburannya Siam Nio.
Siam Nio mati, aku tinggal ia pergi, benar aku telah berikan
uang pada ibunya, tetapi aku tidak tahu ia dikubur dimana...."
Kapan ia berpikir begini, Bouw Pek lantas dapat ingatan
akan lagi sekali pergi ke Pakkhia. Ia telah rencanakan, kalau ia
jadi pergi, paling dulu ia mampir di Khoyang akan tengok
kuburannya Beng Su Ciauw, sedang sesampainya di Pakkhia
paling dulu ia mau kunjungi Tiat Pweelek. kemudian Tek
Siauw Hong, guna wujudkan janjinya pada hari waktu hujan
salyu, ketika ia dan Siauw Hong berpisahan. Paling akhir ia
mau sambangi kuburannya Siam Nio.....
Tentang Oey Kie Pok mau bikin ia celaka atau terus hendak
ganggu ia halnya Thio Giok Kin hendak satronkan ia, juga
halnya Su Poan itu semua itu Bouw pek tidak buat pikiran,
kalau toh satu wakytu ia ingat, dengan lekas ia bisa lupakan
pula, hatinya jadi tawar terhadap lelakon perkelahian
Demikian sejak pulang ia keram diri didalam rumah.
Melainkan beberapa sanak paling dekat yang ia mau ketemui.
Teman-temannya yang lain, semua ia tolak dengan manis.
Satu kali ia pernah terima kedatangannia Sek Tiong Hauw,
tetapi dengan alasan ia sedang tidak sehat, ia tidak omong
banyak pada sahabatnya ini.
Hari itu adalah hari kesepuluh dari bulan dua belas langit
tda terang, karena kemarinnya telah turun salyu, Lie Bouw
Pek keluar dari rumahnya dan jalan dipelataran. ia tidak bisa
legakan pikirannya, ia ingat semua pengalamannya. baru kali
ia angkat kepalanya, memandang kedepan, tiba2 ia lihat ada
orang sedang mendatangi. Ia tidak usah mengawasi lama
akan kenal kan Sek Tiong Hauw. dari itu dengan segera ia jadi
merasa tidak gembira.
"Ia datang pula, apa maunya?" demikian ia menduga.
Sek Tiong Hauw bertindak menghampirkan dengan cepat,
air mukanya tersungging dengan senyuman.
"Saudara Bouw Pek, apa kabar" ini kau merasa segaran?"
ia mendahului meneror selagi mendatangi.
Terpaksa Bouw Pek bersenyum juga untuk samout kenalan
itu. Baru saja salyu berhenti turun dan jalanan sukar, kenapa
su heng capekan diri menyambangi aku?" demikian katanya.
"Coba tidak turun salyu, tentulah kemarin aku telah datang
kemari! Tiong Hauw tertawa. "Aku datang sutee, kesatu untuk
tengok kau, kedua...." ia tepuki pundaknya pemuda kita, ia
keluarkan suatu dari hidung, aku hendak sampaikan kabar
girang kepadamu!"
Baru saja dengar begitu, Bouw Pek sudah tidak senang,
hingga ia unjuk perasaan itu pada wajah mukanya.
"Kau lagi2 mau main gila, eh ?" ia menegor.
Tapi si orang she Sek terus tertawa.
"Tidak lagi main-main, hanya dengan sungguh2!" ia bilang.
"Ini kabar girang yang tulen! Mari kita bicara didalam!....."
Sebagai juga ia yang menjadi tuan rumah, Tiong Hauw
tarik tangan sobatnya.
"Duduklah" Bouw Pek kata setelah mereka berada didalam
"Kau bicarakan urusan lain, jangan sebab kabar girangmu itu,
aku sebal mendengarnya" Dipegat secara begitu, Tiong Hauw
mengawasi dengan melengak, karena ia merasa heran,
sampai tidak punya kegembiraan buat bicara. Tapi cuma
sesaat, lantas ia tertawa pula.
"Selagi hawa begini dingin, aku datang kemari, maksudku
melulu untuk sampaikan kabar girang itu, bagaimana sekarang
kau pegat aku?" ia tanya. "Kau kenapa eh?" Ia tidak tunggu
jawaban, ia menerangkan: "Sutee, aku harap kau mengerti.
Terhadap kau, aku sebenarnya bermaksud baik. Kau telah
berusia duapuluh lebih, kau belum dirikan rumah tangga, kau
telah pergi ke Pakkhia, pulangnya kau tidak membawa teehu
bagi aku, maka tidak bisa tidak aku mesti bantu kau berdaya.
Duluan aku ajak kau ke Kielok, sampai kau piebu dengan
puterinya Jie Loo piauwtauw benar maksudmu tidak
kesampaian, sedikitnya aku toh telah kasi kau lihat nona yang
elok ying pandai bugee. Kenapa kau masih sebal terhadap aku
dan sangka aku permalukan kau?"
Bouw Pek menghela napas, apa pula akan dengar namanya
Siu Lian. "Jangan timbulkan kejadian yang sudah lewat" ia kata
dengan masgul. "Tidak sobatku, aku mesti bicara!" Tiong Hauw memaksa
sambil tertawa. "Yang sekarang aku heidak beritahukan
justeru adalah halnya si nona she Jie itu !"
Bouw Pek hanya menduga Tiong Kouw datang buat
unjukkan nona lain, tidak tahunya lagi" Siu Lian yang disebut.
Ia jadi berduka, akan tetapi karena ingin mengetahui, ia diam
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja. Tiong Hauw pun sudah lantas sambung omongannya :
"Aku telah pergi keKielok bersama Bun Kim, baru kemarin
aku pulang dengan terburu2. Nona Jie sudah pulang
kerumahnya, ia dengan sendirian, karena kedua ayah dan
ibunya telah meninggal dunia. Bukankah ia telah ditunangkan
pada satu pemuda she Beng dari Soanhoa-hu" Nah, juga
pemuda she Beng itu telah menutup mata, katanya sebab
mendapat luka dalam suatu pertempuran, entah dengan
siapa. Sekarang si nona berdiam dirumahnya selaku janda
kembang. Ia masih begitu muda, bagaimana ia bisa hidup
terus sebagai janda" Siapakah yang dibelakang hari ada
peruntungan bagus akan punyakan dia" Maka aku pikir,
daripada orang lain yang dapatkan, bukankah lebih baik sutee
yang nikah dia" Bukankah sutee pernah pergi kesana dan
kenal Jie Lauw Tiauw" Kau boleh berkunjung ke Kielok,
dengan alasan buat nyatakan duka cita terhadap piauwsu tua
itu, berbareng kau boleh jumpa sinona. Kau muda, gagah dan
cakap, si nona telah kenal kau, ketahui segala apa tentang
dirimu. mustahil si nona tidak akan jatuh kedalam tanganmu"
Oh, sahabatku, bagaimana girang andaikata aku bisa irup arak
kegirangan kau"
Tiong Hauw pandai bicara, sehabis kata begitu, ia tertawa
berkakakan, seperti tidak mau berhenti.
"Hayo, sahabatku, hayo kita pergi sekarang" kata ia sambil
berbangkit, seraya samber tangan orang.
Bouw Pek tarik pulang tangannya, ia menghela napas
helaan napas lega. Kalau benar kabarnya si orang she Sek ini,
terang Siu Lian sudah pulang kerumahnya dengan tidak
kurang suatu apa. Ini adalah apa yang ia harap. Hampir ia
beber hal diantara ia, Su Ciauw dan Siu Lian, baiknya sebelum
buka mulut ia ingat Tiong Hauw tfdak berhak untuk diberikan
kepercayaan akan turut mengetahui lelakon itu, maka ia urung
menutur. Ia anggap berbahaya bila Tiong Houw ngoye
diluaran, dengan tierita dilebihkan, paman dan bibinya bisa
gusarkan ia dan nama baiknya Siu Lian biba tercemar.
"Aku tidak bisa beibuat seperti katamu itu!" ia kata. "Biarlah
nona Jie menjadi janda atau ia menikah orang lain, aku tidak
ingin campur atau ketahui hal ihwalnya itu. Aku kenal Jie Lauw
Tiauw, tetapi perkenalan itu adalah perkenalan sambil lalu,
maka selagi dirumahnya tak ada di bikin upat yua
sembahyang, bagaimana aku bisa datang untuk ucapkan duka
cita?" Pemuda ini berkata sambi! unjuk senyuman menyedihkan.
"Itulah bukannya soal, kau masih bisa cari alasan lain"
Tiong Hauw mendesak dengan tidak perhatikan lagu bicara
dan air muka orang. "Asal kau berani bertindak masuk
kedalam rumahnya, aku percaya ia akan lantas menjadi isteri
kau !" ia tertawa. "Bouw Pek sahabatku, aku percaya kau dan
Siu Lian berjodoh! Ia lewatkan si pemuda she Beng yang
malang dan ia tunggui kau!"
Bouw Pek tidak puas yang tamunya itu mengucap demikian
terhadap Beng Su Ciauw.
"Sudah" ia membentak, "sudah jangan sebut lagi halnya si
orang she Beng, si orang she Jie! Urusan mereka itu tidak ada
sangkut pautnya dengan aku ! Kenapa kau mesti ngoce saja
dikupingku!"
Ditegor begitu, Tiong Hauw juga unjuk roman tidak puas.
"Bagaimana eh?" ia tanya. "Kenapa kau tidak senang
terhadap aku" Kau tahu sendiri, aku datang untuk kau, untuk
carikan kau isteri yang sempurna! Apa benar kau tidak mau
menikah seumur hidupmu" Ah sahabatku ..."
Bouw Pek menghela napas, ia melengos akan tidak
pandang sobat itu.
Tiong Hauw sekarang bisa lihat punggung sobatnya, ia bisa
uiiai tegas bagaimana sahabat ini jadi jauh lebih kurus.
"Anak ini benar-benar tidak beruntung" pikir ia, ia pergi ke
Pakkhia begitu lama,
tapi pulang dengan tangan kosong! Apakah ia bikin dikota
raja" Ia tidak mampu cari isteri dan sekarang ia hilang yang
orang sebut2 hal isteri"
"Lantas ia tertawa sendirinya, beberapa kali terdengar
suaranya "Hm! hm!"'
Kemudian Bouw Pek dengar dibelakangnya: "Kalau kau
tidak pergi, ya sudah, kenapa kau gusarkan aku" Kalau karena
urusannya sibudak she Jie, kita suheng dan sutee jadi
berselisih oh, aku malu terhadap suhu!......."
Tapi Bouw Pek justeru semakin gusar karena Siu Lian
dimaki "budak", maka sukur Tiong Hauw sebut gurunya,
hatinya jadi sedikit lega. Ia lantas ingat kebaikan gurunya
yang sayang sekali padanya, hingga sebabnia rajin dan cepat
mengerti gurunya itu telah turunkan kepandaiannya ke
padanya, segala rahasia ilmu pukulan ia telah diberitahukan
sedang murid lain tidak dapat pelajaran seperti ia. Ia tahu,
dengan berbuat demikian gurunya ingin ia menjadi ternama
dikalangan Sungai-Telaga. Maka betapa celaka, sekarang
melulu karena urusan cinta ia jadi seperti runtuh semangat! Ia
jadi seperti sialkan harapan gurunya itu!.....
Karena pikirannya kusut, Bouw Pek sampai tidak ketahui
yang Tiong Houw telah angkat kaki! Ketika ia ketahui sahabat
itu pergi, ia tidak menyusul keluar untuk mencegah,
sebaliknya ia jatuhkan diri dikursi, kepalanya mendongak,
matanya mengawasi langit rumah, beberapa kali ia menghela
napas. Tapi hatinya lega akan ketahui Siu Lian telah pulang
dengan tidak kurang suatu apa....
Sang hari lewat dengan cepat, tahu musim dingin sudah
sampai diakhirnya dan musim semi menggantikannya. Selama
itu Bouw Pek terus berdiam dirumah dengan kegembiraannya
masih belum balik kembali. Sudah begitu, sejak
kedatangannya Tiong Houw paling akhir, tidak ada lagi
sahabat yang datang kunjungi ia.
Bulan kedua pun telah gantikan bulan pertama, sekarang
bunga teh dan lie sudah mulai mekar, sementara itu Bouw Pek
jadi berkuatir akan bayangannya sendiri, la dapat kenyataan,
sebab berduka sekarang ia jadi lebih kurus lagi dan lemah.
"Kalau tetap begini, lama" jiwaku juga aku aku
korbankan..." pikir ia "Tidak, aku mesti rubah diriku!... Aku
mesti kembali ke Pakkhia, aku mesti penuhkan janjiku pada
saudara Tek Siauw Hong!"
Ucapan ini benar-telah mendorong semangatnya Bouw Bek
karena ia segera ambil putusan untuk pergi ke Pakkhia hanya
tinggal harinya saja yang harus ditetapkan.
Pada sore itu Bouw Pek berdiam sendirian dikamarnya
sebagaimana biasa. Diluar turun hujan rintik2. Didalam
kamarnya ia tidak pasang lampu, maka itu ia terbenam dalam
gelap-gulita. Baru saja ia ia pikir untuk nyalakan api buat baca
buku, mcndadak diluar pekarangan ia dengar suara pintu
diketok dibarengi dengan berbengernya kuda sampai dua kali
beruntun. Ia heran.
"Siapa yang datang" Siapa cari aku di waktu begini?"
Ia bertindak keluar, ia hampirkan pintu pekarangan.
"Siapa" Kau cari siapa?" ia tanya.
Dari luar pagar terdengar suara kasar dari seorang lelaki,
yang iyoba dipalsukan sebagai suara seorang perempuan, tapi
kepalsuan itu terdengar nyata, katanya:
"Lekas buka pintu! Aku Jie Siu Lian! Kau tahu, Siam Nio
juga datang bersama aku! Lekas buka pintu!"
Bouw Pek tercengang dan kemudian menjadi gusar.
"Siapa kau?" ia menegor. "Kau berani permainkan aku, Lie
Bouw Pek?"
Sembari kata begitu dengan berani Bouw Pek buka pintu
sampai terpentang lebar, tapi kapan pintu itu sudah terbuka,
dihadapannya berdiri seorang kate gamuk, yang segera
tertawa berkakakan!
Biar langit gelap dan hujan menambah kesamaran, Bouw
Pek toh lantas kenali Pa san-coa Su Kian alias Su Poan-cu si
gemuk terokmok, maka meski mendongkol, ia toh tertawa!
"Su Tiiangku!" ia kata dengan tegorannya "Ada apa kau
datang kemari?"
Su Poancu tidak lantas menyahut, ia hanya angkat kedua
tangannya memberi hormat.
"Lie Toaya, apa kau baik ?" ia kata "Aku datang dengan
dua maksud, kesatu buat mengunjungi dan kedua..."
Ia tidak teruskan itu, hanya ia tuntun kudanya buat dibawa
masuk kedalam pekarangan, terus kegubuk yang
diperuntukkan simpan kayu akan tambat kudanya.
Bouw Pek mengundang masuk.
Kemudian sembari nyalakan api, Bouw Pek tanya sahabat
karib itu "Kaudatang kemari, mungkin kau bawa kabar penting.
Kabar apakah itu" Aku minta kau lekas beritahukan
kepadaku!"
Su Poan-coe duduk dikursi, dengan ayalan ia buka
mantelnya yang basah karena air hujan, kemudian dengan
saputangan ia juga peras kuncirnya yang kuyup.
"Urusan ini penting" ia menyahut dengan sabar "Tapi aku
datang langsung dari Pakkhia, aku telah lakukan perjalanan
terus menerus, maka itu sudilah kau kasi ketika untuk aku
beristirahat sebentar..."
Bouw Pek heran mendengar keterangan itu. Datang dari
Pakkhia " begitu jauh" Maka juga bukannya ia kasi ketika,
malah ia membalik menanya:
"Bilang padaku urusan apa itu " Bilang lekas!"
Selama diluar, sampai ia bertindak masuk, Su Poan-cu
unjuk air muka yang berseri, tetapi sekarang sikapnya
berubah. "Coba tebak, urusan apa yang aku bawa" ia tanya dengan
sungguh2. "Apakah dirumahnya Tek Siauw Hong terbit peristiwa?"
pemuda itu menebak.
"Benar, kau menduga jitu!" Su Kian menjawab. "Didalam
istana Terlarang, di dalam keraton, sudah terjadi pencurian
besar atas beberapa rupa barang permata yang indah dan
berharga besar. Pencurian akan tetap jadi pencurian, kalau
tidak Siu-Bie too Oey Kie Pok gunai ketika ini untuk balas sakit
hatinya, guna lampiaskan dendaman. Kau ketahui kelicinan
dari si Bie-too Kurus Dengan kecerdikannya. ia bikin
perhubungan dengan Toa congkoan Thio thaykam, siapa ia
bujuk dan anjurkan buat fitnah Tek Siauw Hong, yang dituduh
menjadi penjahat utama dalam pencurian besar itu. Sekarang
ini Tek Siauw Hong telah ditangkap dan ditahan dalam penjara
Heng-pou, bersama ia terembet beberapa orang ternama
dikota raja. Kejadian itu menguatirkan bagi Tek Siauw Hong
dan orang serumah tangganya"
Bouw Pek benar terkejut sampai mukanya berubah menjadi
pucat pias, memang mukanya pucat dan bersinar agak kuning.
"Tuturkanlah, tuturkan semua biar jelas" ia minta pada si
kate gemuk. "Duduknya perkara yang jelas aku sendiri masih belum
ketahui betul" kata Su Poan-cu. "Dalam perkara ini tersangkut
saudagar besar di Pakkhia, namanya Yo Cun Jie....."
Bouw Pek ingat nama itu, ia terperanjat. Saudagar itu
seorang gemuk juga. Ketika ia baru sampai di Pakkhia, ia
ketemu saudagar itu di Cio Tauw Hotong. Dia itu pernah turut
Tek Siauw Hong pesiar kerumah pelesiran.
"Aku tahu saudagar itu, yang buka rumah gadai" kata ia
sambil manggut.
"Benar" sahut Su Kian, yang anggukkan kepala. "Saudagar
Yo Cun Jie adalah pemilik rumah gadai yang tersohor, karena
ia buka beberapa rumah gadai. Ia berharta besar. Pada bulan
yang baru selam, pegadaiannya terima gadai belasan butir
mutiara serta beberapa pigura tulisan dan gambar. Itu adalah
perkara biasa saja, sampai seorang giesu kebetulan dapat
ketahui dan kemudian terbukti, semua itu adalah barang
curian dari istana Yo Iyun Jie lantas ditangkap dan ditahan
untuk diperiksa.
Beberapa thaykam yang turut tersangka sudah ditahan
juga, begitupun dua orang sie-wie. Perkara itu sebenarnya
tidak ada sangkut pautnya dengan Tek Siauw Hong, tetapi
karena Siauw Hong dan Cun Jie bersahabat kekal, Siauw Hong
berjanji akan menolonginya. Kau tahu sendiri, Siauw Hong
jiatsim dalam persahabatan. Ketika Oey Kie Pok mengetahui
tindakannya Siauw Hong, ketika ini ia gunai akan bikin impas
dendam hatinya. Begitulah ia atur daya, akan fitnah Tek Siauw
Hong, yang lantas ditangkap, sedang rumahnya telah
digeledah. Sekarang ini melainkan Tiat Pweelek dan Khu Kong
Ciauw, yang berdaya akan menolongi Siauw Hong, sahabatnya
lain semua telah jauhkan diri. Kau Lie Toaya, adalah
sahabatnya Tek Siauw Hong, dan permusuhan diantara Siauw
Hong dan Kie Pok asal mulanya adalah urusan kau juga, maka
aku datang pada kau untuk menyampaikan kabar Siauw Hong
sekarang terpenjara, barangkali kau tidak mampu
menolonginya tetapi kau bisa tengok dia, sedikitnya untuk
lakukan kewajiban sebagai sahabat"
Bouw Pek jadi berduka dan bingung, sampai duduk salah
dan berdiri salah Su Poan-cu pun sebut2 tentang
persahabatan, sedang ia seorang yang paling utamakan itu.
"Siauw Hong dan aku memang bersahabat, tetapi itu bukan
sebagai yang kau katakan" ia berkala dengan bersenyum
meringis, karena mesti kuatkan hati, "Ketika baru2 ini aku
berangkat meninggalkan Pakkhia, selagi turun hujan salyu
Siauw Hong antarkan aku sampai diluar Ciang-ge-mui. Waktu
itu kami telah berjanji akan nanti saling ketemu pula, artinya
aku janji dalam musim Cun ini akan pergi mengunjungi di
Pakkhia. Aku memang sudah pikir akan berangkat dalam
beberapa hari ini, siapa tahu kau telah mendahului datang,
dengan kabarmu yang penting ini. Su Ciangkui, aku berterima
kasih untuk kebaikan kau ini! Baik, sahabatku, kita boleh
berangkat sekarang!"
Su Poan-cu kagum bukan main mendengar suara itu,
hingga sambil bersenyum ia tonjolkan jempolnya.
"Bagus Lie Toaya!" kata ia dengan pujiannya. "Tidaklah
kecewa Tek Ngoya telah ikat tali persahabatan dengan kau"
Bouw Pek tidak omong main2, ia sudah lantas berbenah
akan siapkan pauwhoknya, setelah selesai ia kata pada
sahabat itu: "Su Ciangkui, aku minta kau tunggu aku diluar. Aku hendak
ketemui pamanku, akan beritahukan niat kepergianku ini,
guna minta perkenan dan ambil selamat berpisah!"
Sambil manggut dan menyahut "Ya" Su Poan-cu lantas
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbangkit dan pergi akan tuntun kudanya keluar pekarangan.
Dibawah hujan gerimis ia tunggui sahabatnya.
Bouw Pek sebenarnya tidak pergi ketemukan pamannya. Ia
tahu, diwaktu hari sudah larut, sang paman. Lie Hong Keng,
sudah tidur. Ia pun ketahui, kalau ia bicara pada pamannya
dan paman itu dapat tahu ia mau pergi ke Pakkhia buat tolong
sahabat, ia pasti tidak akan dikasi pergi. Maka itu ia duduk
menulis surat, dalam suratnya ia tuturkan maksud
keperglannya dan ambil selamat berpisah, la kucurkan air
mata selagi ia letaki surat itu, karena ia merisa sedih untuk
tinggalkan paman dan bibinya secara demikian. Setelah
padamkan api, ia tenteng pauwhok dan pedangnya, ia
rapatkan pintu kamarnya dan pergi menghampirkan Su Poancu.
"Tolong pegang ini" kata ia pada sikate gemuk itu. Ia
kembali kedalam, buat tuntun keluar kudanya, yang ia
pakaikan pakaiannya dengan cepat. Sesampainya diluar, pintu
pekarangan ia tutup rapat.
"Mari" kata ia pada Su Poan-cu seraya bertindak dengan
tuntun kudanya.
Su Poan-cu mengikuti sambil tuntun juga binatang
tunggangannya. Kedua sahabat keluar dari kampung di-bawah hujan yang
turun makin deras, maka jalan belum seberapa jauh pakaian
mereka berdua sudah kuyup.
"Sampai disini 5aja" kata Su Kian dengan tiba2 tahan
tindakkannya. "Lie Toaya, silahkan kau berangkat sendiri ke
Pakkhia, aku masih punya urusan lain. Setelah setengah
bulan, kita akan bertemu pula dikota raja"
Bouw Pek kenal baik sifatnya si tukang warung arak ini,
yang sepak terjangnya sering gelap, dari itu, ia tidak mau
menanyakan apa , ia hanya anggukkan kepala" "Baiklah" kata
ia. "Sebenarnya kau dan Tek Siauw Hong tidak kenal satu
pada lain, maka kau juga boleh tidak usah pergi ke Pakkhia
akan bantu dia"
"Aku bukan lagi bekerja untuk Tek Siauw Hong, aku hanya
bantu kau" kata si ular Gunung, yang segera tambahkan:
"Apakah uangmu cukup?"
"Aku telah bawa semua uangku" Bouw Pek jawab.
"Baiklah," kata si kate gemuk, "mari kita berangkat!"
Dengan hampir berbareng, dua orang ini loncat naik atas
kuda mereka, yang terus mereka kasi jalan berendeng, sampai
di jalanan tikungan yang terpisah dua.
"Sampai ketemu pula!" kata Pa san-coa sambil angkat
kedua tangannya. "Aku ambil jurusan barat!"
"Sampai ketemu pula" Bouw Pek membalas kehormatan
orang. Kuda hitamnya Su Poan-cu lantas saja lari kearah barat,
maka Bouw Pek pun larikan kudanya kearah utara, dengan
begitu mereka berdua telah berpisahan.
Lie Bouw Pek telah lakukan perjalanannya dengan tidak
kenal cape, ia mengaso melulu untuk tangsel peruinya dan pia
kudanya atau untuk bermalam Sekalipun diwaktu malam ia
jalan terus, seperti pada permulaannya, asal ia rasa ia dan
kudanya masih kuat. Dari itu bisa dibilang ia telah jalan terusmenerus.
Ketika ia lewat di Khoyang, ia mampir di Hong-touw
po, akan unjuk hormatnya pada Beng Su Ciauw, didepan
kuburan siapa ia turun dan berdiri sambil kucurkan air mata.
Ia merasa berhutang budi pada pemuda itu, yang telah
berkorban untuk ia. Setelah itu ia berdoa lan pula.
Tidak pernah Bouw Pek pikirkan hari atau tanggal, hanya ia
ingat, ketika ia berangkat dari rumahnya, waktu itu akhir
bulan kedua dan ketiga akhirnya ia sampai di Pakkhia, pohon2
yangliu baru saja kehijau-hijauan dan bunga toh masih belum
mekar, la tidak cari rumah penginapan, hanya langsung
menuju ke Su pay lauw, ke Sam-tiauw Hotong, kerumahnya
Tek Siauw Hong.
Rumahnya si orang Boan tetap sebagaimana biasa, apa
yang beda adalah pintu besar ditutup rapat, dimuka itu tidak
ada barang satu orang malah tanda bekas kereta mundarmandir
pun tak terdapat.
Didepan pintu sekali Bouw Pek loncat turun dari kudanya.
Ia tambat binatang itu ditunggui tambatan, ia naik ditangga
akan mengetok pintu. Ia mesti terus mengetok sekian lama,
baru ia dengar suara pertanyaan dari dalam :
"Cari siapa eh ?" Lekas buka pintu!" Bouw Pek kata. "Aku
Lie Bouw Pek, sahabatnya Tek Ngoyal"
Suara itu agaknya dikenaT oleh orang di dalam, yang
pentang pintu dengan tidak berayal lagi, dari kapan orang itu
telah lihat Siapa berdiri dimuka pintu, ia agaknya kaget bahna
kegirangan luar biasa.
"Oh Lie Toaya!" ia berseru. "Kau datang Toaya, bagus!"
Sembari kata begitu, orang itu maju lebih dekat, akan
unjuk hormatnya.
Lie Bouw Pek tidak usah memandang lama akan kenalkan
Hok Cu, si kusir.
"Tolong kau urus kudaku, aku mau masuk akan ketemu loo
thaythay" ia kata kemudian.
Dengan tidak tunggu sampai ada bujang lain yang
memimpin atau mengasi kabar, anak muda ini bertindak
dengan cepat menuju kedalam, tetapi kebetulan baginya
dithia ia ketemu bujang yang mau keluar.
"Tolong beritahukan loo thaythay atau toa-naynay, bahwa
aku baru sampai dari lamkiong" ia kata pada bujang itu, "aku
hendak ketemui Ngoya....."
Bujang itu tidak kenal Bouw Pek, tetapi ia tahu pemuda ini
a Ialah sahabat majikannya, maka ia lekas2 unjuk hormatnya.
"Tetapi majikan....." ia kata.
"Aku tahu tentang majikanmu, sekarang aku mau
ketemukan loo-thaythay atau toa-naynay" ia tegaskan.
Bujang itu manggut.
"Silahkan toaya ikut aku" ia kata.
Bujang itu lantas pimpin tamunya kepedalaman, disitu ia
masuk lebih dahulu kekamar Tek Toa-naynay untuk memberi
kabar. Kabar ini tentu saja disambut dengan girang oleh nyonya
Siauw Hong, yang memang sedang bingung.
"SiIahkan undang Lie Toaya masuk ke kamarku" berkata
nyonya itu. Keluarga Tek pegang aturan keras, orang luar, apa lagi
orang lelaki, tidak boleh masuk sampai kepedalaman, akan
tetapi Bouw Pek dikecualikan, malah dulu, pada mula pertama
ia datang, Siauw Hong sudah ajak ia masuk akan ketemui ibu
dan isterinya. Maka sekarang Tek Naynay juga tidak bersikap
likat2 lagi. Ia keluar dari kamarnya justeru tamunya sampai.
Bouw Pek pegang kehormatan, ia tidak berani angkat
kepala akan mengawasi.
"Enso" kata ii seraya terus unjuk hormat sambil menjurah.
Nyonya Tek membalas hormat tetapi dengan airmata
meleleh. "Lie Toa-hiantee, silahkan duduk" ia mengundang. "Kau
tentu telah ketahui perkaranya Ngoko, bukan?"
Suaranya si nyonya pelahan dan sember, tanda dari
kesusahan hati.
Bouw Pek jadi sangat terharu.
"Aku dengar koko difitnah oleh Kie Pok, hinggga ia
ditangkap" ia menyahut.
"tetapi bagaimana duduknya yang jelas, aku belum tahu.
Coba enso tolong kasi keterangan, nanti aku pikir pula dan
akan berdaya sekuat tenagaku"
Setelah kata begitu, Bouw Pek duduk di bangku disamping
dan budak perempuan suguhkan teh. Tapi ia tidak lantas
minum. Tek Toa-naynay sudah lantas berikan keterangannya, yang
cocok dengan wartanya Su Poan-cu, yaitu Siauw Hong difitnah
karena hendak menolong Yo Cun Jie, si saudagar yang
menjadi sahabatnya.
"Dari kantor Sim-heng-su, Ngoko telah dikirim ke Hengpou."
Toa-naynay dapat perlindungan dari Tiat Pweeleek dan
Khu Kong Ciauw, ditempat tahanan ia tidak menderita hebat,
cuma dalam perkaranya katanya ia sukar lolos, hanya tidaklah
nanti, dapat hukuman mati. Yang dikuatirkan sekarang adalah
kelicinan dari Oey Kie Pok. Diluaran ia telah sesumbar, bahwa
ia hendak berdaya sampai Ngoko dihukum mati. Difihak lain
Kie Pok juga coba peras kami, buat mana ia gunai surat2
hutang palsu dari toko uangnya Poan Louw Sam, katanya
Ngoko ada hutang sepuluh laksa tail, hutang mana harus
dibikin lunas. Hal ini aku perintah orang tanyakan pada Ngoko
didalam tahanan, Ngoko menyangkal, katanya ia tidak punya
hutang itu dan belum pernah berurusan dengan toko uangnya
Poan Louw Sam. Meski begitu, pihak toko uang telah
mendesak dengan bengis, ia kasi tempo satu bulan buat aku
bayar hutang itu. Ia telah majukan saksi, yalah Phang Hoay
dan Phang Liong Hari Cun Goan Piauw-tiam dan Moh Po Koen
dari Su Hay Piauw-tiam. Mereka semua orang2 yang tidak
punya hubungan dengan Ngoko, sekarang mereka berani
datang kemari menagih uang, ketika diusir mereka berani
berkeras dan hendak menerjang masuk. Sejak terbit perkara
ini, belum ada dua bulan, dua kali rumah ini telah digeledah,
dan tiap kali habis menggeledah dengan tentu kami
kehilangan barang. Untuk ongkos kami juga sudah pakai lebih
dari tiga ribu tail. Ngoko benar punya uang dari warisan, tetapi
ia gemar bergaul, untuk persahabatan ia pakai untuk dengan
tidak dipikir2, maka uang simpanannya sudah kurang banyak,
maka kalau sekarang aku mesti sediakan lagi sepuluh laksa,
mestinya aku menggadaikan rumah dan jual sawah kebun.
Kami tadinya punya belasan bujang, lelaki dan perempuan,
sekarang kebanyakan dari mereka sudah diberhentikan,
karena mereka itu berani main gila, suka berjudidan keluar
malam hingga sekarang tinggal saja Siu Jie, Hok Cu, satu koki
dan satu bujang lelaki"
Bouw Pek berduka mendengar keterangan itu, yang
menusuk perasaan hatinya. Begitulah kalau orang mau celaka,
ada saja gangguan yang datang. Karena ini ia jadi benci pada
Kie Pok. "Sudah kau fitnah Siauw Hong masuk penjara, kenapa kau
coba paksa peras uangnya?" kata ia dalam hati. "Kenapa kau
gunai pengaruhnya orang2 kasar, akan takuti orang
perempuan yang lemah" Kau jahat sekali!.... Aneh, kenapa
dikota raja orang antapkan saja sepak terjangnya orang jahat
semacam Oey Kie Pok ini" Inilah aneh! Tapi Kie Pok, aku telah
datang kemari, kau lihat saja !"
Bouw Pek tidak mau ngelamun lebih jauh.
"Sekarang enso, kau baik jangan bersusah hati dan jangan
berkuatir" ia lalu menghibur nyonya rumah. "Kalau Kie Pok
dan konconya datang minta uang, kau jangan ambil perduli,
nanti aku yang berurusan padanya. Aku nanti pergi pada Tiat
Pweelek, akan minta supaya ia mendesak agar perkaranya
Ngoko lekas diperiksa dan supaya Ngoko dibebaskan.
"Pakkhia adalah kota raja, aku tidak percaya orang baik
bisa dibikin celaka dan binasa menurut sesuka mereka itu.
Ngoko. baik sekali padaku, ia anggap aku sebagai saudara
kandung, maka aku nanti pertarohkan jiwaku akan tolong dia"
"Terima kasih, toa-hiantee " berkata Tek Naynay sambil
tepas air mata. "Sekarang kau jangan pergi kemana2, kau
tinggal saja dikamar depan, supaya bila nanti kawal pemeras
itu datang pula, ada kau yang bisa atasi segala hal aku
mengandal pada satu orang"
"Baik enso, jangsn kuatir" kata Bouw Pek, yang minta
perkenan akan ketemui loo-thaythay, tapi Tek naynay
mencegah Loo thaythay sudah berusia lanjut, ia tidak boleh
ketahui urusan ini" kata nyonya itu. "Ketika kedua kalinya
dilakukan penggeladahan, dengan gunai uangnya aku bisa
cegah hamba2 negeri masuk kekamarnya loo-thaythay, dari
itu hingga sekarang ia masih tidak ketahui apa"
Atas keterangan itu Bouw Pek menghela napas.
"Baiklah, aku tidak usah ketemui pehbo lagi" ia kata.
"Sekarang aku mau pergi ke Heng-pou akan tengok koko,
kemudian aku akan kunjungi Tiat Pweelek, enso mau pesan
apa?" Tek Naynay geleng kepala, ia tepas air matanya.
"Baru tadi aku kirim Siu Jie menengoki Ngoko" ia
menyahut. "Kalau toa-hiantee ketemu Ngoko, bilang saja
supaya ia jangan jengkel dan kuatir, jangan pikirkan kami
dirumah" "Akupun nanti kasi tahu supaya ia jangan takut orang
ganggu enso dan pehbo" Bouw Pek bilang.
"Apa toa-hiantee perlu pakai uang?"
"Tidak. Aku masih punya uang, yang dahulu koko berikan
kepadaku, yang aku belum pakai banyak."
Segera Bouw Pek berbangkit, ia memberi hormat dan
keluar. Sembari jalan ia tidak habis berpikir mengapa Oey Kie
Pok begitu jahat dan kejam. Sesampainya di-thia ia kata pada
Hok Cu, yang sedang tunggui ia.
"Tolong bawa kudaku keistal dan kasikan rumput. Pauwhok
dan pedangku kau simpan dikamar tulis luar. Mulai hari ini aku
mau urus segala apa disini. Kalau ada datang orang2 toko
uang, si orang she Phang atau she Moh, kau lekas beritahukan
padaku, aku nanti ketahui mereka. Umpama kata mereka
datang selagi aku tidak ada dirumah, kau suruh mereka
tunggu, tetapi katakan pada mereka, kalau mereka ketemu
dengan Lie Bouw Pek. jangan kata baru sepuluh laksa tail
sekalipun seratus laksa aku nanti bayar lunas semua"
Hok Cu manggut, hatinya girang bukan main.
"Aku tahu toaya" ia menyahut, sedang dalam hatinya ia
kata : "Cukup, Lie Toaya Asal aku beritahukan namamu, aku
tanggung laripun mereka tidak akan Keburu, mustahil mereka
masih berani menagih hutang!"
"Sekarang sediakan air untuk cuci muka" kata pula Bouw
Pek, yang segera pergi kekamar tulis akan bersihkan diri dan
rapikan pakaian, setelah itu dengan naik kereta ia pergi ke
Heng-pou. Ia tidak duduk didalam, hanya didepan, matanya
jelalatan. Dalam mendongkolnya ia ingin berpapasan dengan
Oey Kie Pok, supaya ia boleh hajar pecundang yang hatinya
palsu dan kejam itu.
TIDAK LAMA Lie Bouw Pek telah sampai didepan kantor
Heng-pou, disitu ia tampak seorang dengan dandanan kacung
sedang berjalan sambil tunduk, romannya lagi berduka. Ia
kenalkan Siu Jie. Maka ia lantas memanggil : "Siu Jie! Siu Jie!"
Budak itu angkat kepalanya, ia segera kenalkan anak muda
kita, hingga ia jadi girang bukan main, sambil berlari-lari ia
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang menghampirkan.
"Lie Toaya !" ia berseru seraya unjuk hormatnya. "Toaya,
kapan kau datang ?"
Bouw Pek perintah tahan kudanya.
"Aku baru sampai disini lewat tengah hari" ia jawab. "Aku
telah ketemui naynay dan sekarang aku hendak tengok
looyamu " "Aku pun baru ketemu looya. Kalau looya mau menemui,
mari kita pergi sama2. Perkara ini kelihatannya...."
Siu Jie tidak bisa meneruskan ia hanya menangis.
Bouw Pek loncat turun dari keretanya, si kusir ia suruh
menunggu. "Jangan kau berduka lagi" ia hiburkan Siu Jie. "Aku tahu
perkara looya, aku akan beidaya menolongnya."
"Ya, looya pun sering sebut2 toaya," Siu Jie manggut.
Kemudian ia jalan didepan selaku pengantar.
Oleh karena keluarga Tek telah punyai pengaruh uang, Siu
Jie bisa masuk tanpa halangan dan meski barusan saja ia
pergi dan sekarang kembali, sipir toh kirim seorang
bawahannya akan mengantarkan pula
Biar ia seorang tawanan, Tek Siauw Hong dapat kamar
yang bersih dan terawat ini disebabkan kecuali ia telah gunai
uang, ia sendiri adalah seorang Boan dan berasal dari LweeTiraikasih
Website http:kangzusi.com/
bu-hu, sedang namanya terkenal dan dimalui. Untuk tidur ia
dapat sebuah pembaringan.
Siu Jie mendahului hampirkin piniu kamar yang berjeruji.
"Looya, looya !" ia memanggil-manggil. Looya Lie Toaya
datang " Siauw Hong berbangkit dan bertindak kedepan pintu, ia
lantas lihat Bouw Pek, ia menghela napas.
"Ah, hiantee!......" kata ia dengan duka. "Aku kuatir kau
datang, sekarang benar2 kau berada disini...."
Bouw Pek terharu bukan main, tetapi dipihak lain ia dapat
kenyataan Siauw Hong adalah tenang dan tidak berduka,
sebagaimana tadinya ia duga, pada kedua matanya tidak ada
bekas2 mengalirnya air mata. Maka ia menjadi kagum.
"Toako" ia lalu berkata, "sejak berlalu dari Pakkhia, aku
sebenarnya niat lekas kembali akan penuhkan janjiku untuk
pertemuan kita dimusim Cun, siapa tahu aku telah dapat
kabar bahwa kau mendapat perkara, maka aku segera
berangkat. Aku baru sampai dan barusan aku ketemu enso,
enso telah berikan keterangan hal duduknya perkara. Dengan
tak berayal lagi aku terus datang kemari"
"Ya hiantee, kau jangan berduka" Siauw Hong kata sambil
manggut. Kau lihat sendiri, aku tidak masgul dan berkuatir
Aku minta kau jangan ladeni segala manusia rendah itu.
Sekarang kau boleh berdiam dirumahku, akan tilik enso dan
keponakanmu. Perihal ibuku, kau jangan kuatir suatu apa. Kie
Pok boleh jahat, tetapi aku tidak percaya ia berani ganggu
ibuku juga!"
"Jangan kuatir, toako, tidak nanti aku tambahkan onar
dalam perkaramu ini, cuma kalau Kie Pok berani ganggu aku,
atau si orang she Phang dan Moh datang pula akan memeras,
tidak nanti aku kasi ampun pada mereka!"
Matanya Bouw Pek menjadi besar, tangani ya dikepal keras.
"Inilah sebabnya hiantee, kenapa aku tidak inginkan kau
datang kemari" kata Siauw Hong dengan terus-terang, sambil
menghela napas. "Tidak apa kau tambah onar untuk aku,
tetapi apa ada harganya akan layani kawanan manusia rendah
itu" Dimataku tidak ada satu diantaranya yang bisa
dibandingkan derajatnya dengan kau! Biarlah Kie Pok banyak
hartanya dan besar pengaruhnya, aku sama sekali tidak
pandang ia sebelah mata!"
Bouw Pek kagum bukan kepalang mendengar suaranya
sahabat ini, yang tinggi mana hatinya.
"Biar bagaimana, toako perkaramu bikin aku ibuk" ia
berkata. "Perkara kau ini asal mulanya perkaraku juga, maka
bila aku tidak bisa bikin perkara menjadi terang dan aku tidak
mampu balas sakit hatiku, aku bukan manusia lagi!"
Tapi Siauw Hong geleng kepala berulang2
"Kau keliru hiantee, kau keliru" kata ia dengan sabar. "Apa
kau lupa pembilanganku dahulu, ketika kita pemar ke Jie-ka
dan Oey Kie Pok tidak perdulikan aku" aku ini aku telah
terangkan padamu, bahwa aku dan Kie Pok punya ganjelan
urusan tali persanakan dan sekarang ia mau lampiaskan
dendamannya yang dulu itu. Aku tidak mau persalahkan
anteronya pada Kie Pok, karena bila aku tidak bantu Cun Jie,
tidak nanti aku dirembet2 sekarang. Jangan turutkan hati,
hiantee, jangan terbitkan gara dan kesulitan baru, kau sabar
saja Perkaraku ini, aku percaya, tidak nanti akan minta jiwaku.
Aku tidak bersalah, sang hari masih panjang! Hiantee, biar lain
hari kita bicara pula....."
Kekagumannya Bouw Pek jadi bertambah terhadap saudara
angkat itu. "Mengenai surat hutang palsu dari tokonya Poan Louw
Sam, aku benar jengkel juga, Siauw Hong tambahkan "kendati
demikian, aku toh tidak berkuatir. Sekarang ada kau
dirumahku, hiantee, aku percaya biar nyali mereka bagaimana
besar juga, tidak nanti mereka berani datang pula untuk
menagih! Kau tahu, betapa takutnya segala buaya darat disini
terhadap kau!....."
Sehabis kata begitu Siauw Hong tertawa.
Bouw Pek tetap mendongkol, tapi karena sikapnya orang
Boan itu ia paksa tenteramkan hati, ia manggut.
"Baik toako, aku nanti turut perkataanmu" ia bilang. "Harap
toako baik2 rawat diri disini, sekarang aku mau kunjungi Tiat
Pweelek akan berdamai kagaimana baiknya"
Siauw Hong manggut.
"Silahkan pergi, hiantee. Tiat Pweelek dan Khu Kong Ciauw
sangat perhatikan aku, setiap hari meieka kirim wakil melihat
aku, maka sebentar tolong kau sampaikan terima kasihku
kepada mereka"
Baru saja Bouw Pek menyahut "Ya" atau sahabatnya sudah
tambahkan: "Hampir aku lupa, hiantee! Apa kabar dengan nona Jie Siu
Lian" Ketika pada bulan sepuluh kau berlalu ketika salyu
turun, dilain harinya ia sudah berlalu dari rumahku dengan
tidak pamitan lagi, hingga kami tidak tahu ia pergi kemana,
kami hanya menduga ia susul kau, Apa kau tahu dimana ia
berada sekarang?"
Pertanyaan ini kembali bikin Bouw Pek ingat bagaimana
besar kebaikannya Siauw Hong yang telah capekan hati
hendak nikahkan ia dengan Siu Lian.
"Siu Lian benar susul aku, tetapi kami tidak bertemu" ia
menjawab. Ia terpaksa umpatkan hal pertemuannya dengan si
nona ditengah jalan "Ia sekarang berada dirumahnya, ia
jarang keluar. Ia punya warisan dari ayahnya untuk
penghidupannya kita boleh tidak usah kuatit..."
"Itulah bagus, akupun boleh tidak usah banyak pikiran lagi"
Siauw Hong bilang.
"Kalau sebentar kau pulang, beritahukanlah kabar ini pada
ensomu, ia tentu berlega hati, karena ia juga sangat pikirkan
nona itu."
Bouw Pek menyahut "Baik" dan lantas pamitan, la juga
tidak berani omong terlalu lama, kuatir sipir nanti usir dia.
Siauw Hong memesan begini:
"Haturkan terima kasihku kepada Tiat Pweelek. Lebih baik
lagi kalau kau bisa ketemukan Khu Kong Ciauw. Ia telah
bekerja banyak untuk aku, sampai ia putuskan perhubungan
dengan Kie Pok, yang tadinya ada sahabat kekalnya Lukanya
bekas terkena piauw juga baru sembuh."
"Kalau begitu, aku akan lebih dahulu cari Kong Ciauw-dan
baru Tiat Pweleek" kata Bouw Pek.
Lagi sekali Siauw Hong pesan : "Jangan kau kuatir buat
diriku. Dalam hal bugee, aku kalah dari kau, tapi dalam hal
kekuatan hati, aku lebih menang. Disini pun aku tidak
menderita hebat. Kau tidak usah datang setiap hari kemari,
cukup dengan selang beberapa hari sekali. Buat kau adalah
lebih penting akan tilik pehbo, enso dan sekalian keponakan!"
Bouw Pek kasi hormat pada saudara angkat itu, ia
bertindak keluar dengan di ikuti oleh Siu Jie. Ia merasa sangat
berduka tetapi ia coba kuatkan hati.
"Kau pulang dahulu aku belakangan." kata ia pada Siu Jie
sesampainya diluar.
Din ketika Siu Jie sudah pergi, naik kekeretanya Pada kusir
ia kata : Ke Pak-kauw-yan dikota Barai!"
rumahnya Khu Kong Ciauw, teiapi oleh pegawai pintu ia
diberitahukan bahwa tuan rumah bersama nyonya sedang
bepergian, maka ia masuk kekamar tulis akan tulis surat. Pada
pengawal ia pesan : "AKu Lie Bouw Pek, aku sengaja
berkunjung akan ketemui Houw-ya sekalian menghaturkau
terima kasih untuk Tek Ngoya"
Disaat pemuda kita mau naik pula kekeretanya, ia lihat dari
dalam gedung keluar seorang yang bertubuh tinggi, yang
rupanya mengerti silat. Bouw Pek segera kenalkan orang itu,
yalah Kauwsu Cin Cin Goan dari keluarga Khu.
"Ketika aku tempur Kim-too Phang Bouw di Cun Goan
Piauwtiam, aku pernah ketemu kauwsu ini" pikir Bouw Pek "ia
kenal persaudaraan Phang dan Moh Po Kun, sekarang ia lihat
aku, inilah baik, supaya ia bisa rnengasi kabar pada kawanan
tukang peras itu, agar rombongan buaya darat tidak akan
berani membantu lagi pada mereka"
Cin Kauwsu agaknya terperanjat kapan ia kenalkan anak
muda itu, mulunya kemak-kemik sebagai orang yang hendak
bicara, tetapi karena Bouw Pek sudah lanias berlalu, pemuda
ini tidak ketahui apa yang selanjuinya kauwsu itu lakukan.
Cepat sekali Bouw Pek telah pergi.
Bouw Pek menuju langsung ke Pweelek hu didalam pintu
An-teng-mui, ketika ia sudah turun dari kereta dan bertindak
kepintu, beberapa pengawal, yang kenalkan ia sudah lantas
menyambut dengan seruan mereka "Lie Toaya banyak baik"
Dari mana toaya datang?"
"Aku datang dari rumahku" Bouw Pek jawab sambil
tertawa. "Aku baru saja tiba di Pakkhia ini! Toako yang mana
sudi tolongkan aku mengabarkan kepada Jie ya tentang
kedatanganku ini?"
Seorang pengawal lantas majukan dirinya.
Jilid 23 "SILAHKAN toaya ikut aku!" kata ia, yang terus saja
bertindak masuk.
Bouw Pek ikut masuk kepintu kedua, kemudian ia berdiri
menantikan selagi hamba itu masuk kepedalaman. Cepat
sekali kelihatan Tek Lok lari keluar, ia terus kasi hormat pada
tamunya itu. "Jie ya mengundang masuk!" ia kata
Bouw Pek manggut.
"Terima kasih" kata ia, yang terus ikut orang
kepercayaannya Tiat Pweelek ini. la dibawa keruangan tamu
yang mungil digedung pinggir sebelah barat, disitu ia
disilaukan duduk dan disuguhkan teh.
"Sering Jie-ya kita sebot2 kau toaya" kata Tek Lok dengan
perlahan "Jie-ya bilang, ilmu pedang kau di kolong dunia ini
tidak ada tandingannya"
Bouw Pek bersenyum, ia puas dengan pujian itu. Tapi
karena pujian ini ia ingat Su Ciauw, yang sama gagah seperti
ia, muka kasihan pemuda she Beng itu telah berumur pendek
dan nasibnya malang.
Tidak lama Tek Lok dengar tindakan kaki diluar jendela, ia
lari kepintu akan membukai, dengan begitu lantas juga
tertampak si orang bangsawan Boan bertindak masuk kedalam
kamar tamu ikut
Bouw Pek segera berbangkit dan menyambut sambil unjuk
hormatnya yang dalam.
"Kau baru saja sampai?" Tiat Pweelek tanya sambil
tersenyum "Apa semua baik dirumahmu?"
"Benar Jie-ya, baru tadi siang aku tiba" anak muda kita
jawab. Dengan rejeki Jie-ya, keluargaku baik. Terima kasih"
Orang bangsawan itu lantas duduk. "Silahkan duduk!" ia
undang tamunya.
Sambil mengucap terima kasih. Bouw Pek duduk disebelah
depan. "Apakah kau sudah ketemui Siauw Hong?" Siauw Hong
Jiam lantas tanya. "Apakah kau telah ketahui duduknya
perkara?" "Aku sedang berada dirumahku ketika aku dengar Siauw
Hong dapat perkara" Bouw Pek jawab, "dengan lantas aku
berangkat kemari. Tadi aku terus pergi kerumahnya Siauw
Hong, dimana sekarang aku menumpang tinggal. Dari Tek
naynay aku telah dapat keterangan. Baru saja aku tengok
Siauw Hong dipenjara Heng-pou dan ia minta aku tolong
tanyakan kewarasan Jie-ya sambil haturkan terima kasih"
Tiat Pweelek manggut2, ia menghela napas.
"Siauw Hong sangat gemar bergaul dan terhadap sahabat
jiatsim sekali" ia kata dengan pujian "Terhadap sahabat ia
tidak lagi melihat perkara kecil atau besar, ia selamanya
berikhtiar menolong dengan sungguh sungguh. Demikian
dengan perkaranya Yo Cun Jie ini. Dengan sebenarnya Yo Cun
Jie mesti tersangka dalam perkara pelicinan dikeraton ini,
kalau Siauw Hong tidak semberono campur tahu, belum tentu
ia kena tersangkut. Sekarang Oey Kie Pok musuhkan ia secara
hebat, Kie Pok telah punyai pengaruhnya orang kebiri. Dalam
perkara ini barangkali tenagaku tidak mencukupi, meski
demikian kau boleh beritahukan Siauw Hong agar ia tidak
berkuatir Sebenarnya sukar akan tanggung perkara bisa
dibikin terang, tetapi jiwanya aku merasa pasti tidak akan
terancam halnya maut"
Bouw Pek manggut, ia nampak sangat berduka dan lesu,
Tiat Pweelek menghela napas pula.
"Sudahi banyak tahun aku bersahabat dengan Siauw Hong,
biar bagaimana, aku akan berdaya menolongnya" kata pula
pangeran ini. "Aku hendak peringati, jangan karena urusan
sahabatmu itu, kau timbulkan gara2 pula jangan berlaku
semberono. Oey Kie Pok benci kau melebihi daripada rasabenci
Siauw Hong. Dahulu ia gagal membikin kau celaka,
sekarang ia bisa ulang ikhtiarnya. Umpama dengan pengaruh
uang ia bisa bikin kau ditahan pula, benar" sukar bagiku.
Bagaimana aku bisa tolong kau dan Siauw Hong dengan
berbareng?"
"Aku akan lahan sabar sebisaku, aku tidak akan terbitkan
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
onar" kata Bouw Pek yang hatinya sebenarnya panas bukan
main. Ia ingin bisa segera satroni Siu Bie too, akan hajar
mampus dia itu.
Mereka lantas bicaiakan hal2 lain, kemudian Bouw Pek
pamitan. Tiat Pweelek suruh Tek Lok antar tamunya sampai diluar.
Senaiknya diatas kereta, Bouw Pek suruh kusir tujukan
kendaraannya kearah timur.
"Sungguh celaka Oey Kie Pok" kata ia dalam hatinya yang
panas luar biasa" Ia tidak pangku angkat, ia bukan pembesar
negeri, melulu karena andalkan uang ia jadi berpengaruh,
dikota raja ini ia berani berlaku sangat sewenang2, sampai
pun Pweelek tidak bisa berbuat apa2 Apa ini berani masih ada
undang negara" Aku mesti bunuh dia!...."
Ngelamun sampai disitu ia lantas ingat pesannya Tiat
Pweelek, ia coba banteras berkobarnya api amarah itu. Apa ia
mesti terbitkan onar lagi, selagi Siauw Hong menghadapi
bahaya hebat" Tidak ! Ia mesti bersabar!
Kereta menuju ke Tong Su pay-lauw, ketika ia sampai
dimulut sebelah barat dari Samtiauw Hotong, ia tampak
mendatanginya serombongan orang dijurusan selatan. Dua
orang kelihatan sebagai seorang dagang dua yang lain adalah
Phang Hoay dan Phang Liong. Seorang lagi adalah Moh Po
Kun. Mereka itu semua dandan dengan mentereng, romannya
garang. "Tentu mereka mau pergi kerumahnya Siauw Hong" ia
menduga. Hawa amarahnya bangkit pula. "Bagus! Bagus!
Inilah kebetulan!" Ia loncat turun dari keretanya, dengan
singsotkan thungshanya ia lari kedepan akan papaki mereka
itu. "Tahan!" ia berseru.
Semua orang itu bersikap garang, semua beroman
gembira, apapula Moh Po Kun. yang saban2 perlihatkan
sepasang kepalannya yang kurus. Pada dua kawannya ia kata
dengan jumawa : "Sekali ini, tak boleh tidak kita mesti
dapatkan uang dari isterinya Siauw Hong! Kalau mereka tetap
tidak mau mengasikan, mereka mesti diusir pergi dari gedung
ini, dan gedunghya kita duduki" Kemudian baharulah kita
minta putusan. Oey Suya
Dan ia seperti juga sudah merasa menggenggam uang
ratusan, sebagai persenan dari Oey Kie Pok.
Adalah justru itu terdengar seruan nyaring dan keren,
hingga mereka terperanjat semua merandek dengan tiba-tiba,
semua angkat kepala. yang paling dahulu lemas kakinya
adalah si orang she Moh, sedang dua saudara Phang, yang
niat ulur langkah seribu, mesti batalkan itu, lantaran Bouw Pek
telah mendahului sampai dihadapan mereka. Terpaksa,
mereka hunus golok mereka.
"Bagus aku ketemu kau orang disini!" Bouw Pek kata
dengan nyaring. Sekarang kau jangan pergi dahulu kerumah si
orang she Tek akan memeras isierinya, marilah kau berurusan
dengan aku! Aku Lie Bouw Pek ingin saksikan punya
kegagahan dan kepandaian kau, yang membikin kau jadi
sangat terpakai dan diandalkan oleh Oey Kie Pok!"
Sekalipun mereka cekal senjata, mukanya Phang Hoay dan
Phang Liong pucat laksana kertas putih. Dan sekalipun
ditantang secara demikian, mereka itu tidak berani maju
menerjang. Berdua mereka mengawasi dengan mendelong.
Mo Po Kun berniat lari, apa mau kedua kakinya menjadi
lemas, lenyap kekuatan tenaganya. Dalam keadaan seperti itu
terpaksa ia mesti tebalkan muka akan tonjolkan sifatnya yang
rendah dan hina dina.
Demikian ia coba bersenyum, senyuman paksaan, hingga ia
jadi meringis seperti kuda.
"Kiranya Lie Toako yang telah kembali ke Pakkhia!"
begitulah ia kata seraya coba angkat kedua tangannya akan
unjuk hormatnya. "Apakah kau baik toako?"
Lie Bouw Pek tidak sudi dengar suara yang tidak enak
didengar itu ia menyambut pemberian hormat itu dengan
dupakan, hingga sebelum Moh Po Kun sempat tutup mulutnya
tubuhnya telah rubuh terpelanting, menggelinding kepinggir
laksana bola! Adalah sekarang, setelah cepat2 merayap
bangun, piauwsu itu buka langkah panjang
Hoa-chio Phang Liong tidak mau dapat persenan dupakan
seperti Moh Po Kun, dengan nekat ia maju menyerang dengan
goloknya. Bouw Pek lihat gerakannya, ukir tangan kirinya akan
sambuti lengan bawah lawannya difihak lain kepalan kanannya
menyambar dada, hingga suara keras dan nyaring terdengar
sebagai susulan dari itu, sampai si orang she Phang menjerit
dan tubuhnya tertolak mundur. Celaka baginya goloknya telah
kena dirampas secara sebat sekali!
Sekarang hanya ketinggalan Tiat-kun Phang Hoay, pada
siapa Bouw Pek kata:
"Kau pernah rasakan Tangan Besi Tek Ngoya, kau belum
pernah cicipi rasanya tanganku, hayo maju"
Kebiasaannya Phang Hoay ini lebih rendah daripada Phang
Liong, tidak heran kalau hatinya jadi ciut dan kuncup. Ia tidak
gusar, hanya ia berkiongchiu.
"Tidak tidak" Kata ia dengan terpaksa dengan mengalah.
"Sekalipun saudara kami keempat, Kim-too Phang Bouw, telah
rubuh ditangan kau Lie Toaya, mana kami sanggup layani
engkau" Aku mengaku kalah"
Lie Bouw Pek maju, ia jambak orang she Phang itu, tidak
perduli orang telah menyerah. Inilah disebabkan ia masih
tetap gusar. "Tidak cukup dengan kau mengaku kalah saja!" ia kata
dengan nyaring "Aku tanya kau, kenapa kau gunai surathutang
palsu hendak memeras keluarga Tek, hingga kau bikin
orang serumah tangga menjadi tidak aman" Bilang, kau
menghina keluarga Tek atau hanya tidak memandang mata
padaku?" Phang Hoay begitu ketakutan hingga ia manggut2,
berulang2 ia soja.
"Jangan kau persalahkan kami Lie Toaya" kata ia yang
terus buka rahasia. "Semua itu adalah buah otaknya Oey
Suya, jikalau kami tidak turut perintahnya, disini kami tidak
bisa tinggal lebih lama, buat makan nasipun sukar kenyang!
Sekarang kami ketahui Lie Toaya ada disini, biar apa terjadi,
tidak nanti kami mau diperintah lagi, buat ini kami berani
sumpah!" Menurut hatinya, Bouw Pek ingin tikam mampus piauwsu
ini, tetapi ia ingat pesanan Siauw Hong dan Tiat Pweelek, ia
coba kendalikan diri.
"Untuk dia seorang aku mesti hadapi perkara, sungguh
tidak berharga" akhiruya ia pikir. Maka ia lepaskan
jambakkannya. "Karena kau memohon secara begini, aku suka kasi ampun
pada kau" ia kata dengan senyum sindir. "Aku juga masih
memandang pada saudaramu, Kimtoo Phang Bouw. seorang
laki2 sejati. Ia kalah terhadap aku, ia pegang perkataannya
tidak mau lagi hidup dikalangan kangouw"
Bukan main leganya hati Phang Hoay, tidak tempo lagi ia
tarik tangannya Phang Liong buat diajak menyingkir. Ia tidak
mau tunggu sampai si orang she Lie berobah pikiran, itulah
berbahaya Sekarang tinggal orang2 mereka yang ber diri bingung.
Mereka ini adalah dua pegawai dari toko uang. Mereka tanya
orang banyak, yang telah datang berkumpul, siapa adanya si
pemuda gagah. "Kau tidak kenal anak muda itu?" kata seorang. "Ia Lie
Bouw Pek, sahabatnya Tek Ngoya. Lagi tahun yang baru lalu
ia telah rubuhkan beberapa piauwsu disini"
Baru sekarang dua orang itu ketakutan, karena mereka
tahu, dulupun Poan Louw Sam majikan mereka binasa karena
gara2nya si orang she Lie ini. Tapi ketika mereka mau berlalu,
Bouw Pek telah samperi mereka.
"Balik!" anak muda itu menitah. Mereka ketakutan, apapula
mereka melihat orang pegang golok. Mereka menghampirkan.
Lantas minta2 ampun:
"Lie Toaya, kami cuma turut perintah kuasa kami...."
"Jangan takut" Bouw Pek kata. "Memang siapa berhutang,
ia mesti membayar. Kalau keluarga Tek benar ada hutang, aku
nanti suruh ia bayar hutangnya itu. Coba kasi aku lihat surat
hutangnya Anak muda kita maju dan cekal satu diantaranya.
"Lekas!" ia membentak.
Dua orang itu ketakutan sampai tubuh mereka menggetar
keras, yang satu, yang pegang surat tagihan, sudah lantas
serahkan surat itu.
Bouw Pek samber surat hutang itu, sedang orang yang ia
jambak ia lepaskan, Ia lantas membaca :
"Untuk menutup ketekoran, aku mengakui pinjam uang dari
toko tuan banyaknya sepuluh laksa tail jangkap dengan bunga
dua persen. Aku janji akan lunaskan pinjaman ini dalam satu
tahun, dengan bunganya dibayar lebih dahulu, dengan
dipotong langsung dari uang pinjaman. Surat ini dibuat
sebagai bukti"
Di bawah itu terdapat tanda tangan Tek Siauw Hong dan
cap palsu serta cap dari saksi2 Moh Po Kun dan Phang Liong.
Siapa juga lihat surat hutang itu, ia mesti ketahui bahwa
surat itu palsu. Maka juga Bouw Pek lantas bersenyum ewah.
"Tilang coba lihat ini! ia kata pada Orang banyak, dimuka
siapa ia beber surat hutang itu. "Ini adalah hasil dari buah
pikirannya Oey Suya, yang bikin surat palsu untuk peras Tek
Siauw Hong. Jangan kata memangnya keluarga Tek berharta,
hingga tidak nanti ia pinjam uang, umpama kata ia benar
pinjam mustahil toko uang yang demikian besar bisa andalkan
surat hutang semacam ini, sedang jumlah hutang adalah
demikian besar" Mustahil beberapa piauwsu bangpak mau
dipercaya sebagai saksi2 yang menanggung yawab untuk
uang sepuluh laksa tail" Maka terang ini adalah perbuatan
jahat dari Oey Kie Pok, yang berdurhaka terhadap Thian dan
menghina undang negeri
Setelah kata begitu, dalam sengitnya Bouw Pek robek surat
itu. Tentu saja diantara orang banyak, ada yang tertawa
berkakakan, sementra siapa yang jerih terhadap Kie Pok yang
kejam, lantas angkat kaki, karena mereka takut dijadikan saksi
dan kerembet2. "Sekarang kau boleh pergi!" kata Bouw Pek, yang
lemparkan sobekan surat hutang dan goloknya Phang Liong
yang tadi ia rampas. Kemudian selagi kedua orang itu ngacir
pergi, ia bayar sewa kendaraan dan bertindak masuk
kegedongnya Siauw Hong! Adalah waktu itu, baharu ia
menyesal telah merobek surat hutang itu sedang sebenarnya
ia harus bawa itu pada Oey Kie Pok.
"Tapi tidak ada faedahnya aku bawa surat itu pada Oey Kie
Pok" kemudian ia pikir pula. "Disitu tidak ada disebut nama,
Kie Pok seorang pintar dan licin meski surat itu ia yang
perintah orang bt kin, mana ia mengaku" Kalau aku pergi
tambah mencari pusing kepala saja..."
Siu Jie muncul sebagai anak muda ini masih mendongkol.
"Aku telah pergi pada Tiat Pweelek dan ia janji akan tolong
Ngo-ya" Bouw Pek kasi tahu kacungnya Siauw Hong itu. "Baru
saja aku hajar Moh Po Koen dan Phang Liong dan bikin Phang
Hoay tidak berdaya, sedang surat hutangnya toko-uang dari
Poan Louw Sam aku telah robek hancur. Pergi kau beritahukan
ini pada naynay supaya hatinya jadi tetap dan tidak berkuatir"
Siu Jie girang mendengar kabar itu.
"Baik, toaya," kata ia, yang terus masuk.
Bouw Pek pergi kekamarnya akan beristirahat, tapi hatinya
masih panas saja, ia rasai tubuhnyapun turut panas juga,
hingga ia jadi tidak enak duduk dan berdiri, akhirnya ia rasai
kepalanya pusing, la menjadi kaget.
"Tidak, sekarang aku tidak boleh jatuh sakit!" kata ia pada
dirinya sendiri.
"Kalau aku rubuh karena sakit, tidak saja Siauw Hong bisa
celaka, aku sendiri bisa hadapi bahaya Oey Kie Pok tentu tidak
takuti siapa juga....."
Bouw Pek jalan mondar-mandir dengan keraskan hatinya,
untuk bikin tenang dirinya, setelah sekian lama baru ia
jatuhkan diri diatas pembaringan, dengan mata tidur pulas
agar bisa mengaso. Akan tetapi sekonyong2 Kok Cu datang
masuk sambil berlari2, romannya gugup
"Toaya lekas keluar, lihat!" ia kata dengan suara keras
tetapi tidak tedas. di luar ada seorang dengan tubuh tinggi
dan besar, kaianya ia piauwsu dari Su Hay Piauw Tiami,
mungkin ia ingin ketemukan Toaya....."
Bouw Pek jadi heran berbareng hatinya panas lagi.
"Dia tentu Moh Po Kun yang tidak puas karena hajaranku
tadi dan sekarang ia datang pula bersama kawannya" ia
menduga duga, ia loncat bangun seraya sambar pedangnya.
Dengan tindakan cepat pemuda kita pergi keluar Didepan
pintu ia tampak seorang dengan tubuh tinggi dan besar
usianya tiga puluh lebih, pakaiannya ringkas tetapi tidak bekal
senta menampak orang itu, ia merasa seperti pernah bertemu.
Selagi ia berpikir, tamu itu sudah hampirkan ia seraya unjuk
hormat dengan air muka lersungging senyuman.
"Saudara Bouw Pek, sudah lama kita ketemu" demikian
katanya. Sekarang barulah Bouw Pek ingat dan mengenali tamunya,
wakiu bertemu diKielok dirumahnya Jie Siu Lian, yalah Ngojiauweng Sun Ceng Lee, murid Jie Hiong Wan. Maka lekas2 ia
serahkan pedangnya pada Hok Cu dan lantas balas hormatnya
tamu itu. "Kiranya Sun Toako!" kata ia sambit tertawa. "Silahkan
masuk, silahkan"
Sun Ceng Lee diundang masuk kekamar tulis, Bouw Pek
sendiri yang tuangkan teh,
"Berapa lama kau telah berada di Pakkhia toako?"
"Aku sampai disini belum ada satu bulan, aku datang dari
Soan hoa" sahut Ceng Lee yang irup tehnya. "Dahulu saudara,
setelah terjadi kelucuan dan kemudian kau berlalu, suhu puji
tinggi kepandaian kau, katanya dua puluh tahun sudah suhu
mengembara, belum pernah ia ketemu orang gagah sebagai
kau. Suhu menyesal yang saudara Siu Lian telah ditunangkan
siang2 pada pemuda Beng, bila tidak ia tentu telah ambil kau
sebagai mantunya. Kalau itu terjadi, ia kata ia tidak usah
kuatir lagi pada Thio Giok Kin......"
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bouw Pek berduka dengar penuturan itu.
Sun Ceng Lee lanjutkan omongannya. Ia kata:
"Suhu berduka kapan ia dengar Thio Giok Kin mau datang
cari ia. Aku dan sumoay Siu Lian tidak takut, kami telah bilang
pada suhu, andaikata musuh datang kami suka maju melawan
upama kata kami tidak sanggup, kami boleh cari kau di
Lamkiong akan minta bantuan. Suhu tidak setuju pikiran kami.
Ia kuatir juga yang sumoay Siu Lian nanti dapat celaka,
apabila itu terjadi, ia malu terhadap fihak Beng. iapun malu
akan minta bantuanmu. Akan tahu kekuatiran suhu, ia
bukannya benar2 takut pada Thio Giok Kin, ia hanya ingin
lebih dahulu bisa antar sumoay dan subo ke Soanhoa,
kemudian baru ia mau cari Giok Kin buat adu jiwa. Sayang
maksud suhu itu tak terwujud. Lama aku tunggu kabar dari
suhu, hingga lebih dari setengah tahun aku tidak dengar apaTiraikasih
Website http:kangzusi.com/
apa, akhirnya aku peroleh kabar tentang meninggalnya suhu
di Jie-sie-tin......"
Bicara sampai disitu Sun Ceng Lee menghela napas,
matanya merah. Bouw Pek turut terharu.
"Aku terima kabar duka itu dengan menangis" Ceng Lee
ceritera lebih jauh "Sebenarnya aku telah pikir untuk sambangi
layonnya suhu di Jie-sie-tin, buat sekalian tengok subo dan
sumoay di Soanhoa hu apa mau, maksud itu aku tak sanggup
wujudkan. Kau tau sendiri, hasilku sebagai guru silat tidak
berarti, bual lewatkan hari adalah sukar, bagaimana aku bisa
bikin perjalanan jauh" Pada musim dingin yang lalu aku tidak
mengejar pula, aku lantas pikir akan cari saudara angkatku,
Moh Po Kun di Pakkhia, untuk cari pekerjaan Aku telah bisa
kumpul sedikit uang, aku dapat pinjam kuda, maka aku telah
berangkat dari Kielok. Di Jie sie-tin aku sambangi kuburan
suhu, dari sana aku pergi ke Soanhoa. Siapa tahu, suhu telah
meninggal dunia dan sumoay telah pergi, entah kemana.
Syukur ada Toan kim-kong Louw Keng yang bernantikan aku
hanya sumoay telah pergi mencari Beng Jie-siauwya. Lauw
Keng ceriterakan juga, ditengah jalan, sampai suhu menutup
mala di Jie sie-tin dan dikubur, sampai subo dan sumoay
sampai di Soanhoa, semua itulah terjadi karena pertolongan
kau yang besar, saudara Bouw Pek. Lauw Keng dan aku
sangat bersukur pada kau. Adalah waktu itu aku dengar
kabar, bahwa kau telah pukul rubuh Say Lu Pou Gui Hong
Siang di See-ho dan di Pakkhia kau telah pecundangi Kim-too
Phang Bouw dan Siu Bie-too Oey Kie Pok, hingga namamu jadi
terkenal. Aku menjadi kagum bukan main, aku jadi seperti
dapat anjuran akan lanjuti perjalanan ke Pakkhia, separoh
untuk cari kerjaan, separoh guna cari kau. Lauw Keng setuju
aku pergi, tapi ia tahan aku sampai diakhir tahun, ia kata
sesudah tutup buku dan terima bagian ia mau letakkan
jabatan, ia minta bantuanku akan angkut pulang layonnya
subo. Temu saja aku nyatakan setuju. Demikian aku jadi
berdiam di Soanhoa. Belum lewat beberapa hari, kami telah
kedatangan seorang she Su yang tubuhnya gemuk, ia
perkenalkan diri sebagai Pa san-coa Su Kian....."
Mendengar halnya Su Poan-cu ini, diam2 Bouw Pek tertawa
dalam hatinya. "Ia benar seorang aneh!" ia pikir. "Kenapa ia mesti mundar
mandir buat urusan yang tidak ada sangkutannya dengan ia
sendiri"...."
Tapi Sun Ceng Lee sudah lanjuti omongannya, ia terus
mendengari. "Nyata Su Kian datang atas permintaan tolong dari sumoay
Siu Lian, guna minta bantuan dalam hal membawa pulang
layonnya subo. Dari siorang she Su ini kami mendapat tahu
yang Beng Jie-siaowya telah menutup mata, bahwa sumoay di
Pakkhia telah bunuh Biauw Cin San, bahwa ia telah pulang ke
Kielok. Berbareng dengan itu, saudara, aku dapat tahu yang
kaupun telah pulang ke Lamkiong. Hatiku sampai disitu
barulah menjadi lega. Su Kian berdiam di Soan-hoa sampai
satu bulan lebih, baru ia pergi, katanya ada urusan lain. la
tidak bantu kami karena ia anggap kami berdua sudah cukup
akan urus satu peti mati. Benar pada akhir bulan kesatu tahun
ini, Lauw Keng telah angkut layonnya subo, begitupun
layonnya suhu dari Jie-sie-tin dibawa pulang ke Kielok untuk di
kubur dengan baik. Bersama2 Lauw Keng turut Khouw Giok
Yan dari Hong Sian Piauw-tiam dan dua pegawai lagi. Maksud
mereka ini turut yatah agar dalam perjalanan pulang mereka
nanti mampir di Khoyang buat pindahkan layonnya jie-siauwya
Melihat orang cukup banyak dan aku ingin lekas pergi ke
Pakkhia, aku tidak turut mereka itu pulang ke Selatan
Begnulah sendirian saja aku mcnuju ke Pakkhia. Mulai sampai
di Pakkhia, aku berdiam di Su Hay Piauw-tiam bersama2 Moh
Po Kun, setiap hari aku nganggur saja. Aku tidak tahu yang
kau telah berada disini, saudara Bouw Pek, aku baru ketahui
barusan saja, dari Moh Po Kun, ketika ia pulang ke Piauwtiam.
Ia cerita padaku, bahwa kau berada dirumahnya Tek
Siauw Hong, bahwa kau telah hajar dia, lantas ia minta aku
pergi balaskan sakit hatinya. Aku tertawa saja waktu aku
dengar ceritanya itu! Bagaimana lucu akan minta aku tempur
kau, guna lampiaskan kemendongkolannya itu" Demikian
sekarang aku datang kemari, kesatu guna haturkan terima
kasihku yang kau telah bantu, banyak pada suhu dan sumoay,
kedua guna minta keterangan bagaimana doduknya perkara
antara Siu Bie-too Oey Kie Pok dan Tek Ngo ya disini, siapa
salah dan siapa benar"
Keterangan Ceng Lee ini bikin hatinya Bouw Pek lega,
sebab ternyata layonnya Jie Hiong Wan dan nyonya sudah
diurus rapi, bahwa layonnya Su Ciauw juga pasti sudah
dibawa pulang ke Soanhoa, ia hanya malu sendiri, yang Sun
Ceng Lee mesti haturkan terima kasih kepadanya.
"Sun Ceng Lee telah ketemu Su Poan-iyu, ia mestinya
ketahui kesulitan diantara aku, Su Ciauw dan Siu Lian" ia pikir.
"Ia rupanya tidak mau banyak omong sama aku, maka ia tidak
mau tanyakan suatu apa. Tapi biarlah......"
Karena ini, dengan hati masih panas ia beber rahasianya
Oey Kie Pok, yang telah satroni Tek Siauw Hong dan malah ia
sendiri. Ia unjuk Kie Pok adalah manusia busuk, yang
kelakuannya sebagai binatang saja.
Sun Ceng Lee seorang jujur, yang benci sangat pada
kejahatan apabila ia sudah dengar semua, ia menjadi gusar
bukan kepalang tampangnya sampai berubah.
"Apakah artinya ini?" ia berseru. "Apakah bisa jadi didalam
kota Pakkhia orany semacam Oey Kie Pok itu bisa diijinkan
malang melintang" Bagaimana ia bisa gampang gampang
fitnah oranng Saudara Bouw Pek, biar aku omong terus terang
pada kau. Baru setengah bulan aku berada dikota ini sudah
tiga kali Oey Kie Pok undang aku berjamu dan telah dua kali ia
kirimkan aku uang, tetapi aku duga ia baiki aku dengan ada
maunya, pasti ia hendak gunai tenagaku, maka uangnya itu
aku tidak gunakan. Sekarang aku tahu, tidak saja Oey Kie Pok
manusia binatang, malah Moh Po Kun, saudara angkatku
adalah manusia busuk, tukang hinakan orang2 perempuan,
tukang bikin celaka sesamanya! Kau tunggu, saudara Bouw
Pek, sekarang aku hendak pulang ke piauwtiam, aku mau
putuskan perhubunganku dengan Moh Po Kun kemudian
dengan bawa uangnya Kie Pok dan golokku aku hendak pergi
pada orang jahat itu untuk tantang ia berkelahi, Dengan jalan
ini aku hendak bantu lampiaskan dendamannya Tek Ngo ya,
orang yang namanya aku telah kagumkan!"
Sehabis kata begitu Sun Ceng Lee lantas berbangkit
dengan tubuhnya yang tinggi besar itu, ia putar tubuhnya
untuk berlalu. Tapi Bouw Pek segera berbangkit akan cekal tangannya.
"Sun Toako jangan sembarangan" ia mencegah. "Dengar
dahulu aku masih hendak bicara"
Sun Ceng Lee menoleh, dengan berbareng perasaan heran
sandingi ia, ia awaskan tubuh dan muka orang yang kurus dan
masih bercahaya pucat, tetapi diluar dugaan, tenaganya besar
luar biasa, sebagaimana ia rasakan dari cekalan orang itu.
"Dasar ia liehay dan tenaganya besar" pikir ia dengan
kagum, "pantas Kim-too Phang Bouw juga rubuh ditangannya"
Lantas Bouw Pek undang tamunya duduk pula.
"Selagi sekarang Tek Siauw Hong berada dalam penjara
dalam segala hal kita harus tahan sabar" ia kasi keterangan
"Kita tidak boleh terbitkan onar. Oey kie Pok besar seorang
berbahja, ia sukar dilayani, tetapi apa kau penyaya aku Lie
Bouw Pek, sahabat mati dan hidup dari Tek Siauw Hong, tidak
bisa samperi dan bunuh mampus dia" Bukankah, dengan
mampusnya Oey Kie Pok tidak lagi ada orang yang gunai
pengaruh uang akan celakai Siauw Hong" Tetapi tindakan ini
kita tidak bisa lakukan sekarang. Kalau kita bunuh Kie Pok,
tidak saja perkara Siauw Hong menjadi sukar diurus, kesulitan
lain bisa timbul saling menyusul"
"Tetapi dengan aku keadaannya lain" Sun Ceng Lee
potong. "Kau sahabat karib dari Tek Siauw Hong, semua
orang ketahui itu kalau kau bunuh Kie Pok kau memang bisa
rembet Siauw Hong. Aku sebaliknya, aku tidak kenal Tek
Ngoya, apa halangannya apabila aku satroni Kie Pok" Aku
beradat aneh, aku benci Kie Pok, Kalau aku yang bunuh ia aku
tentu tidak akan rembet siapa juga"
Masih saja Bouw Pek membujuki.
"Aku tahu kejujuran kau. Sun Toako, tetapi untuk sekarang
mencari dan tempur Oey Kie Pok, waktunya tidak cocok Malah
dengan Moh Po Kun kau tidak boleh putuskan persahabatan
sekarang juga"
Ceng Lee jadi mendongkol, tapi ia geleng2 kepala.
"Kau tidak tahu, saudara Bouw Pek" ia kata. "Dengan Moh
Po Kun itu aku asal satu kampung, lantaran kami sering
bergaul, kami telah angkat saudara. Belakangan aku dapat
tahu perbuatannya kurang baik, aku tidak suka bergaul lagi
sama ia, kalau sekarang aku datang ke Pakkhia dan cari ia,
itulah karena sangat terpaksa, aku tak berdaya. Aku malah
mengharap, dengan peranaannya aku nanti bisa berkenalan
dengan beberapa piauwsu dari Pakkhia ini. Sekarang aku
dapat tahu ia demikian busuk, apa aku mesti campur dengan
dia lebih jauh" Kalau aku andalkan golokku, dengan jual silat
aku masih bisa hidup!"
"Kau benar Sun Toako tetapi kau harus sabar" Bouw Pek
kata pula. mangut2.
"Kalau kau niat masuk dikalangan piauwtiam, aku bisa jadi
orang perantaraan, Tay Hong Piauwtiam adalah piauwtiam
dimana gurumu. Jie Loo enghiong, pernah berikan jasanya,
ketuanya Lauw Kie In, adalah sahabat baik dari almarhum
gurumu itu. Aku kenal Lauw Loo-piauwsu itu. Kalau Sun Toako
setuju, baik kau kunjungi dia, kau boleh sebut namaku, aku
percaya, ia akan undang kau akan berkerja sama2 dia. Ini
lebih baik daripada kau campur Su Hay Piauw-tiam. Kalau kau
ketemu Moh Po Kun, jangan sebut2 aku, persahabatan kau
antapilah dahulu seperti biasa. Mereka bersama Oey Kie Pok,
tentu masih belum puas, entah daya apalagi mereka akan
ambil untuk celakai Siauw Hong lebih jauh, kalau kau ada
disana, kau jadi bisa dengar2 daya upaya mereka itu. Apa saja
yang kau dengar, tolong kau beritahukan dengan segera
kepadaku, agar aku bisa siapkan diri. Aku berada di Pakkhia
sendirian, sebaliknya, dimana ada musuhku, itu artinya aku
kekurangan pembantu, maka kebetulan kau berada disini, Sun
Toako, buat orang jujur, aku minta sukalah kau bantu aku.
Aku ingin tolongi Tek Siauw Hong dan lindungi keselamatan
rumah tangganya. Siauw Hong dan isterinya pernah berbuat
banyak guna nona Siu Lian, dengan bantu aku, kau berarti
membantu juga sumoay kau itu"
Sun Ceng Lee nampaknya tertarik, tapi Bouw Pek desak ia :
"Seperti aku sudah bilang, aku tidak takuti Oey Kie Pok,
kalau ia terlalu mendesak, aku pasti akan hadapi ia, keras
sama keras, hanya sebelum sampai begitu jauh, aku ingin
ambil jalan halus. Aku ingin-tunggu dahulu beresnya perkara
Tek Siauw Hong, kalau ia sudah bebas dan merdeka betul,
kau nanti lihat, budi dibalas dengan budi, permusuhan dibalas
dengan permusuhan"
Berkata sampai disitu, matanya Bouw Pek terbuka lebar,
sinarnya bersorot tajam.
Kebetulan waktu itu Hok Cu masuk untuk serahkan pedang,
Bouw Pek sambut! senjatanya itu sembati tertawa, ia
lanjutkan berkata pada Ngo-jiauw-eng.
"Sun Toako, ketika tadi kau datang cari aku dan orangku
memberi kabar padaku, aku sangka yang datang adalah oiang
undangannya Moh Po Kun guna tempur aku, dari itu aku
keluar menyambut kau dengan bawa pedang ini. Maka kau
harus mengerti sabar kita mesti sabar, tetapi bila orang
sampai lewatkan kesabaran kita, kau lihat kesabaran pun ada
batasnya" Sun Ceng Lee awaskan anak muda itu, ia gunai pikirannya.
"Baiklah" ia kata akhirnya, "aku nanti turut kau saudara
Bouw Pek, aku tidak akan terbitkan onar! Ijirkan aku berlalu
"Baiklah" sahut Bouw Pek yang tidak menahan lagi sahabat
itu, yang ia antar sampai diluar. Ketika ia balik lagi kedalam ia
pikir Kedatangannya Sun Ceng Lee ada baiknya bagiku, ia
beradat keras dan jujur, ia bisa bantu aku...."
Ia naik kepembaringannya, untuk mengaso, apa mau
tangannya kena bentur pauwhoknya, hingga ia ingat uangnya,
buku kheque dari Siauw Hong.
"Aku tidak sedia cukup uang kontan, aku perlu sediakan
itu" ia pikir, "supaya kalau keperluan mendesak, aku tidak
usah repot lagi"
Ia tarik pauwhoknya dan buka itu, tiba2 tangannya
terbentur serupa barang keras, yang terbungkus bajunya yang
jarang dipakai. Ia ambil baju itu dan membukanya, akan tetapi
didalamnya ia dapatkan bungkusan kecil dengan kertas
minyak. Mendadak ia ingat suatu apa, lantas ia unjuk roman
berduka.... Itu adalah barang tinggalannya Siam Nio, ya pisau belati
yang si nona senantiasa simpan dan umpatkan, untuk
membalas sakit hati atau membela diri, yang kesudahannya
dipakai menikam diri sendiri dan Bouw Pek bawa pulang
kegerejanya karena ia kuatir ibunya si nona akan pakai untuk
bunuh diri. Ia telah bungkus rapi dan simpan pisau belati itu,
sampai ia lupai itu, hingga sekarang dengan kebetulan ia ingat
itu. Maka juga ia jadi tercengang, karena kembali ia
bayangkan si nona yang nasibnya buruk itu.
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku mesti cari kuburannya Siam Nio, pisau ini mesti
disingkirkan" ia pikir kemudian pisau itu dibeleseki dibawah
kasur. Ia keluarkan buku uangnya dan perintah Hok Cu pergi
ambil uang kontan seratus tail. Dan ketika Hok Cu pergi, ia
Pendekar Kembar 12 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Rajawali Hitam 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama