Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Bagian 16
pedangku ini tidak akan mengasi ampun lagi
Ucapan ini, yarg berupa ancaman, bikin ciut hatinya
hamba2 negeri itu.
"Tidak nanti kami alpakan Tek Ngo ya." berkata mereka,
yang paksakan dui bersenyum. "Harap Lie Toaya tidak buat
kuatir...."
Sampai disitu barulah Tek Siauw Hong dapat kesempatan
untuk bicara. "Hiantee, bagaimana kau bisa berada di sini?" ia tanya.
Terang berbareng merasa sangat bersyukur, orang Boan ini
heran sekali. "Apakah kau mau pulang sekarang?"
Bouw Pek awasi sahabatnya dengan tajam, hampir air
matanya meleleh keluar bahna terharunya, karena ia mengerti
betul bagaimana besar bahaya yang mengancam orang she
Tek yang baik budi ini. Ia lekas-lekas simpan pedangnya dan
loncat naik atas kudanya. Ia tidak mau omong banyak, ia
berkiongchiu pada saudara angkat itu seraya berkata dengan
perlahan : "Koko baik baik jaga dirimu, aku mau pulang"
Kemudian, sesudah kasih hormat pada Yo Kian Tong, yang
mengawasinya dengan tidak sempat berkata apa, ia putar
kudanya untuk dikasi berlalu menuju keutara Sembari jalan,
beberapa kali ia menoleh kebelakang, kejurusannya Tek Siauw
Hong, siapa sudah naik alas keretanya begitu juga semua
hamba negeri, hingga lima kereta melerok pula seperti
biasanya. Sesudah dapat kenyataan lerotan itu telah
berangkat, baru pemuda ini lanjutkan perjalanannya dengan
hati lelah.....,
Su Poan-cu dan kudanya tidak kelihatan mata hidungnya,
entah kemana perginya si gemuk itu, tetapi Bouw Pek juga
tidak perhatikan si Ular Gunung yang aneh itu, dengan lawan
sangat panas ia jalan terus. Ia lakukan perjalanan pulang, ia
ingin lekas2 kembali ke Pakkhia, karena ia sudah
berkeputusan Oey Kie Pok mesti disingkirkan, untuk hindarkan
penduduk kota raja dari keganasannya hartawan yang jahat
dan kejam itu. Lagian kalau sijahat ini sudah binasa apabila
nanti Siauw Hong pulang, sahabat ini boleh tinggal
dirumahnya dengan hati tenteram. Tentang dirinya sendiri,
sesudah bunuh Oey Kie Pok nanti, ia tidak pikirkan, mati atau
hidup semua itu adalah urusan dibelakang.
Juga selama diperjalanan Bouw Pek tidak pikirkan lagi hal
korban2nya, mereka mampus semua atau ada yang bisa hidup
lagi. Dua hari Bouw Pek sudah lakukan perjalanan, pada magrib
itu ia sampai didaerah Liu-lie-hoo. Langit penuh awan tebal
yang bersinar layang, hingga rupanya seperti sulaman, tetapi
dimatanya anak muda ini sinar layang itu meiupakan darah
hidup yang kemerah merahan. Ia kasi kudanya jalan ditengah
tegalan yang luas, ia awasi sawah yang seperti tiada ujung
pangkal nya. Angin musim panas meniup2 menerbitkan suara,
Disitupun tidak ada suatu rumah orang, hingga tidak bisa
tertampak asap dari dapur, tidak ada seorang juga yang
melintas ditempat sunyi itu. Ia jalan terus seorang diri dengan
tenang. Ia sudah melalui lagi kira dua lie, jagad telah jadi gelap
karena datangnya sang malam. Tapi ia ingin lekas masuk
kedalam kota, ia masih jalan terus, Liu-lie-hoo adalah daerah
luar kota raja.
Selagi pemuda itu jalan terus dengan iseng, mendadak
dibelakangnya ia dengar suara berketoprakannya kaki2 kuda,
hingga ia jadi heran dan menoleh akan lihat siapa adanya si
penunggang kuda itu.
"Apakah Su Poan-cu yang susul aku?" Bouw Pek
menduga2. Ia tidak takut, ia hanya sedikit heran.
Makin lama kuda datang makin dekat, tetapi dalam
keadaan gelap seperti itu sukar akan lantas lihat nyata
sipenunggang: kuda, yang hanya bergelemek sebagai
bayangan yang samar samar. Adalah setelah orang sudah
datang dekat Bouw Pek tampak penunggang itu bukannya Su
Kian. si terokmok, yang menunggang kuda hewan hanya
seorang tua yang tubuhnya tinggi, yang kumis dan rambutnya
sudah putih semua. Karena ini ia lantas tidak
memperhatikannya lebih jauh dan melanjutkan pula
perjalanannya. Penunggang kuda dibelakang dengan lekas telah sampai
didekat Bouw Pek, ia kasi binatang tunggangannya, yang
berbulu putih, lari terus.
Selagi hampir berendeng, mendadak Bouw Pek rasai
samberan cambuk pada punggungnya, hingga tentu saja ia
jadi terperanjat dan heran tetapi sebelum sempat buka
mulutnya, si orang tua, yang tertawa berkakakan sudah pecut
kudanya buat dikasi lari lewat seperti terbang cepatnya.
Cambukan itu tidak menerbitkan rasa terlalu sakit, tetapi
perbuatan itu bikin Bouw Pek sangat mendongkol. Siapa si
orang tua yang tidak dikenal itu, yang berani main gila
terhadap ia" Tidak bisa jadi kalau orang tua itu kesalahan
menyambuk. seban siapa kesalahan, tidak nanti ia
tertawa....... Maka ia lalu menyusul sambil berteriak:
"0rang tua didepan, tahan, tahan Kenapa kau sabat aku?"
Si orang tua tidak gubris tegoran itu, kudanya kabur terus,
Bouw Pek tak dapat menyandak, tahu2 orang itu, dengan
kudanya yang berbulu putih, yang tadi tertampak nyata telah
Ienyap menghilang ditempat gelap! Yang tertampak hanya
jagad yang gelap petang.......
Bahna herannya Bouw Pek tahan kudanya, ia asah otaknya
akan ingat2 romannya si orang tua itu, yang tadi ia lihat dalam
sekelebatan. "Aku seperti kenal dia...." ia kata dalam hatinya dengan
penuh kesangsian, la merasa bahwa ia seperti kenal baik
muka itu. "Oh!" Tiba2 ia berseru dengan tertahan. "Itulah
romannya Jie Loo-piauw-tauw, ayahnya Siu Lian yang telah
menutup mata! rupanya ia jago tua dari kalangan Kangouw,
aku tidak kenal dia, tetapi dia mestinya kenal aku, maka juga
kebetulan ketemu disini, ia main-main dengan aku!
Cambukannya barusan tidak keras, sudah terang ia tidak
kandung maksud jelek terhadap aku. Sekarang aku mesti
pulang, "aku punya urusan penting."
Setelah memikir begini ia lantas menuju langsung kekota.
Malam itu, supaya tidak usah lakukan perjalanan terus, ia
mampir didusun dimana ada pondokan, disitu ia bisa rebahkan
diri akan melenyapkan lelah, sesudah bertempur berulang2
dengan keluarkan tenaga besar dan melalui perjalanan jauh
dibawah hawa udara yang panas. Keesok paginya barulah ia
lanjutkan perjalanannya ia mesti gunai tempo kira2 satu hari
sebelum sampai dikota raja. Ia tidak pulang kerumahnya Tek
Siauw Hong, ia juga tidak pergi keistananya Tiat Siauw
Pweelek atau Khu Kong Ciauw, hanya di An-teng-mui ia cari
hotel kecil, dimana ia minta kamar. Pada tuan hotel ia
mengaku orang she Tan, yang baru sampai dari Thio-keekauw.
Sesudah beristirahat sekian lama, Bouw Pek lantas dandan.
Ia berpakaian ringkas warna biru, ia tidak pakai topi, hanya
dengan bawa buntalan panjang ia menuju kepintu kota Antengmui. Buntalannya itu adalah pedangnya yang ia bungkus
dengan rapi. Ia berjalan dengan hati panas
KETIKA PEMUDA INI masuk kedalam An-teng-mui, waktu
itu kira2 jam lima lewat, teriknya matahari masih terasa. Ia
cuma tanya beberapa orang, lantas sampai di Pak Sin Kio
didepan pintu gedungnya Oey Kie Pok. Pintu itu besar dan
terukir indah. Daun pintu, yang dicat hitam, tertutup rapat.
Dirnuka pintu tidak ada barang satu orang.
"Oey Kie Pok benar cerdik" pikir Bouw Pek. "Terang ia
sudan berjaga-jaga diri!"
Mengetahui bahwa banyak orangnya Siu Bie-too kenal dia.
Bouw Pek tidak berani berdiam lama2 didepan pekarangan
orang, hanya dengan lekas ia pergi kegang yang berdekatan,
yang sunyi, disini dibawah sebuah pohon hoay ia nampak
akan menantikan ketika, dengan otaknya berpikir.
Tatkala itu sudah lewat waktunya orang bersantap, diatas
pohon tonggeret sudah pada berhenti kasi dengar
nyanyiannya yang berlagu itu2 juga. Angin menyambarnyambar
dengan perlahan. Diwaktu demikian, dari setiap
rumah ada keluar penghuninya nyonya tua dan muda dan
anak2, untuk berangin sesudah mereka selesai dahar. Yang
tua pasang omong satu pada lain, anak2 pada memain
bersanda gurau, berlarian. Dan nona2 yang bermuka medok,
sambil tutupi mulut, pada berdiri sambil tertawa dimuka pintu,
kong-kouw dengan asyik.
Dipihak lain anak2 muda yang bengal dengan pakai baju
luar yang kecil, dengan kuncir yang besar dan longgar, jalan
mundar-mandir sambil menyanyikan lagu2 percintaan, sedang
mata mereka pun dibuat main terhadap nona2 itu.
Bouw Pek adalah yang beda seorang diri, maka ia merasa
bahwa ia bisa mendatangkan kecurigaan orang. Kebetulan ia
merasa lapar, ia lekas berbangkit, dengan bawa buntalannya
ia pergi keluar gang akan cari warung mie. Disini ia minta dua
mangkok mie, yang ia terus makan dengan ketimun sebagai
kawannya mie itu.
Selama itu, dengan lewatnya sang waktu, cuaca telah mulai
berubah. Dengan keinginan keras untuk malam itu dapat binasakan
Oey Kie Pok, Bouw Pek keluar dari warung mie. Ia belum juga
dapat ketika akan masuk kedalam pekarangannya Oey Kie
Pok. Didepan sebuah warung teh, dimana dipasang tetarup
yang diterangi lampu, ia lihat ada berkumpul banyak orang
yang sedang dengarkan tukang cerita.
Si tukang cerita, yang kerobongkan diri dengan topi kecil,
pegang sebuah kipas, kipas ini dalam ceritanya ia umpamakan
senjata tajam. Nyata ia sedang ceritakan suatu bagian lelakon
"Su Houw Toan" yalah "Lim Chiong Soat Ya Siang Liang San"
atau "Lim Chiong pergi ke Liang San selagi malam penuh
salyu" Jilid 25 BOUW PEK menghampirkan, ia tarik sebuah kursi, maka
pelayan lantas menyuguhkan teh. Ia taruh buntalan
pedangnya diujung meja. Sembari minum teh, ia turut
mendengarkan Lim Chiong, karena difitnah oleh Kho Gee
Lwee dan Liok Gie-houw, sudah kena dihukum buang, tetapi
belakangan Lim Chiong bisa balas sakit hati dengan bunuh
Liok Gie-houw, setelah mana ia buron ke Liang San.
"Dan lelakonku hampir mirip dengan lelakonnya Lim
Chiong" Bouw Pek ngelamun. Ia ingat bagaimana ia datang ke
Pakkhia untuk cari pekerjaan, bagaimana ia ketemu Tek Siauw
Hong, bagaimana ia terbitkan riwayat hidupnya itu masih
belum tamat, rupanya ia masih panjang.
"Celaka adalah Oey Kie Pok yang pandai bermuka2,
demikian ia ngelamun lebih jauh, "ia mau bikin susah, tapi ia
berpura2 berlaku manis, hingga aku diperdayakan. Sekarang
aku sudah tahu rahasianya, aku mesti tamatkan peranannya
yang busuk dan kejam itu"
Ngelamun secara demikian Bouw Pek menjadi panas hati
hingga ia tidak tertarik akan dengarkan cerita lebih jauh. Ia
bayar uang teh dan persen pada tukang cerita itu, dengan
bawa pedangnya ia ngeloyor pergi. Ia melewati beberapa
gang kecil, yang membikin ia sampai pula didepan gedungnya
Siu-Bie-Too. Cuaca sekarang sudah mulai gelap.
Pintu pekarangan masih tertutup rapat, dimuka pintu tidak
ada yang jaga. Pintu itu sunyi seperti juga tembok pekarangan
dikiri dan kanan. Hingga gedung itu mirip sebuah tempat
pekuburan tua....
Bouw Pek sudah pikir buat loncati tembok dan masuk
kedalam akan terjang Oey Kie Pok didalam rumahnya, tetapi
ia tak jadi lakukan, karena ia pikir dengan berlaku semberono
begitu, apabila gagal, usahanya bisa gagal seanteronya.
Dalam gang itu masih ada orang jarang jarang yang
mundar-mandir, kalau ia loncat naik kelembok, bisa ada orang
yang pergoki dia. Sang waktupun baru perdengarkan
kentongan dua kali.
Bouw Pek bertindak kesebuah gang kecil, lewat dari situ ia
jalan terus, lempang. Dengan tidak merasa, ia sampai dipintu
An-teng-mui, dipojok timur. Disini hanya sedikit rumahnya.
Diantara tembok kota yang kekar ada pepohonan dan rumput
lebat. Angin malam juga bersiur-siur.
Menghampirkan kaki tembok Bouw Pek taruh pedangnya
ditanah, ia terus duduk. Ia dongak akan lihat bintang2 dilangit
yang berkelik2. Bintang banyak, tetapi pikirannya ia rasakan
lebih banyak pula.
Ketika dahulu dirumah ia yakinkan silat, Bouw Pek tidak
pernah pikir bahwa ia akan punya riwayat penghidupan
sebagai ini, sedang ia beium berusia tiga puluh tahun,
pengaiamannya sudah luar biasa: manis, pahit, getir, menjadi
satu. "Andaikata aku bisa hidup senang dan merdeka, mana aku
bisa lupakan Su Ciauw dan Cui Siam?" demikian ia ngelamun.
"Bagaimana dengan Siu Lian yang bersendirian" Apa artinya
kesenangan, kalau tetap masih ada tiga soal itu yang
memenuhi otak" Lagian, dengan adat sebagai aku ini, mana
aku bisa icipi ketenteraman hidup" Maka baiklah aku bunuh
Oey Kie Pok, perkara dibelakang adalah urusan dibelakang!
Lama juga Bouw Pek duduk bercokol, akhirnya ia lonlyat
bangun sambil sembat pedangnya. Ia jalan pula digang tadi
akan kembali kegedungnya Oey Kie Pok. Dijalan besar tidak
ada seorangpun, malah suara si orang ronda dan anjing juga
tidak terdengar.
Bouw Pek pergi kekaki tembok, disitu ia buka buntalannya
akan keluarkan pedangnya, yang ia terus hunus, setelah mana
kain buntalannya ia libat dipinggang, dan sesudah selipkan
pedangnya ia loncat turun kedalam pekarangan, akan terus
bertindak dengan hati2 kedepan gedung, la cari jalan untuk
masuk kedalam. Selagi bertindak kejurusan dalam, mendadak Bouw Pek
dengar suara anjing menggonggong, suaranya ramai, maka
buru2 ia pergi kesamping dan loncat naik keatas rumah. Cepat
sekali empat ekor anjing muncul sambil terus kasi dengar
suara yang riuh.
Bukan main mendongkolnya pemuda kita.
"Oey Kie Pok benar2 liehay" pikir ia "tidak saja Thio Giok
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kin sekalian mau jual jiwa buat ia, juga segala binatang
seperti anjing...."
Ia jadi sengit sendirinya.
"Apa karena rintangan anjing aku jadi tidak mampu bunuh
dia?" ia pikir pula "Tidak Beberapa ekor anjing itu kemudian
berhenti bersuara dan ngeloyor pula kedalam, maka seluruh
gedung kembali sunyi seperti sediakala. Sekitar ruangan
gelap, gerakan apapun tak tertampak.
"Terang aku pandang Kie Pok terlalu enteng" akhirnya
Bouw pek ingat. "Ia tentu tahu dengan baik, seperginya Siauw
Hong aku pasti akan satroni dia, maka itu apa bisa jadi ia mau
berdiam terus dirumahnya akan tunggui datangnya kematian"
Sekalipun kelinci punya tiga lobang sarang, apalagi manusia"
Mustahil Kie Pok tidak punya tempat meneduh yang lain" Pasti
sekarang ia tidak ada dirumah, kalau aku paksa masuk,
mungkin aku kesalahan bunuh orang lain! Itu tidak perlu,
malah akan merugikan aku, sebab Kie Pok niscaya akan jaga
diri lebih hati2 lagi...."
Lantas Bouw Pek loncat ketembok, dari situ lompat keluar
pekarangan dan menuju kekaki tembok An-teng-mui. Karena
ia tidak niat pulang, disitu ia cari tempat akan rebahkan diri. Ia
bisa tidur. Tatkala mendusin, ia lihat bintang2 sudah jarang,
fajar mulai menyingsing.
Embun bikin pakaiannya pemuda ini demek. Ia ingat pula
Kie Pok, kembali ia jadi sengit.
"Sekarang aku harus selidiki dahulu hal dia" ia bisa bikin
tenang dirinya "Aku mesti ketahui ia berada digedungnya atau
dirumah lain"
Ia buka libatan pinggang dan pedangnya ia bungkus pula
dengan rapi, setelah selesai ia bertindak pergi akan pulang
kehotelnya. Selama dijalan sang angin bikin bajunya yang demek
menjadi kering pula.
Matahari sudah mulai muncul dan dijalan sekarang
kelihaian orang mulai keluar, kalau orang yang hanya jalan2
dan bawa burung dalam kurungan menuju kedalam kota.
Sebentar kemudian Bouw Pek sudah lewat digang dekat
gedungnya 0ey Kie Pok, ia lihat kedua daun pintu masih juga
belum dibuka. Sedikit jauh disebelah timur ada pedagang
kembang tauwhu, maka ia menghampirkan dan membeli.
Sembari berdahar ia pasang mata kejurusan pintu.
Dari jurusan barat lalu kelihatan seorang mendatangi
kejurusan gedung. Ia ini seorang bujangnya hartawan,
sebagai mana ternyata dari dandanannya. Ia ketok pintu
gedungnya Oey Kie Pok.
Bouw Pek dapat mengenali orang itu, yalan kacungnya SiuBie-too. "Heran!" ia berpikir, "Aku tahu betul kacung ini selamanya
tidak pernah pisahkan diri dari Oey Kie Pok, kenapa sekarang
selagi pintu pekarangan belum dibuka, ia datang dari luar"
Tidak salah lagi Oey Kie Pok tentu tidak berada dirumahnya.
Baiknya tadi malam aku tidak berlaku sembrono"
Ia dahar habis tauwhu mangkok kedua dan membayar
dengan bawa buntalannya ia pergi sedikit jauh disebelah
barat, disini ia berdiri diam dibawah pohon dan pasang mata.
Ketika itu kacungnya Kie Pok sudah masuk kedalam, tak
lama ia keluar pula dengan bawa bungkusan kecil dan panjang
rupanya itu adalnh huncwee. Sekeluarnya, ia menuju kebarat,
daun pintu segera ditutup pula. Selagi hendak bertindak lebih
dahulu kacung itu celingukan kesekitarnya.
Oleh karena orang tidak naik kereta, Bouw Pek duga Kie
Pok berada tidak jauh dari gedungnya. Ia tunggu sampai si
kacung sudah jalan jauh juga, baru ia keluar dari tempatnya
sembunyi dan menguntit Ia jalan sambil tunduk.
Masih saja si kacung suka menoleh kebelakang, kendati
demikian ia tidak dapat lihat pemuda kita, atau tidak
menyangka jelek. Sesampainya di Pak Sin Kio ia menuju terus
kebarat, masuk kedalam sebuah gang disebelah selatan.
Bouw Pek cepatkan tindakannya agar tidak ketinggalan.
Menikung digang, buat sementara waktu kacung itu lenyap
dari pemandangan, tetapi setelah sampai dimulut gang ia bisa
melihat lebih jauh.
Kembali kacung itu menikung, digang yang kecil dan
sempit. Ia menuju rumah dijalan sebelah utara. Rumah itu,
yang pintunya ia ketok.
Bouw Pek perhatikan rumah itu, kemudian ia mundur lagi
akan berdiri menantikan digang yang berdekatan, supaya
tidak terlihat andai kata si kacung keluar lagi. Kebetulan disitu
lewat seorang tua, yang bawai kantong tembakau, ia lalu
menanya kan. "Lauwsiok, aku numpang tanya" ia kata dengan hormat
"Rumah diutara jalanan digang kecil, yang pintunya kecil, apa
benar rumahnya si orang she Thio?"
Orang tua itu angkat kepalanya" ia agaknya tercengang,
tetapi kemudian menjawab:
"Itu rumahnya si orang Oey, bukan rumahnya si orang she
Thio" ia menyahut "Kau cari siapa?"
Bouw Pek girang mendengar jawaban itu, ia tertawa.
"Tidak salah tentu itu dia rumah yang aku cari!" menjawab
ia, "Aku cari orang yang bekerja pada Keluarga Oey Su ya di
Pak Sin Kio"
"Benar" orang tua itu manggut "Sebetulnya aku tidak tahu
dia orang she apa, akan tetapi aku tahu ia pengikutnya Oey
Suya, namanya Sun Cu, tetapi orang biasa panggil ia Oey Sun.
la baru pindah kesitu. Rumah itu ia dapat dari Oey Su-ya,
yang sengaja beli untuk dia. Matah Oey Su-ya juga
mengongkosi ia nikah"
"Tidak salah dia adalah orang yang aku cari. Terima kasih,
lauw-siok"
"Akhirnya, Oey Kie pok!" kata pemuda ini dalam hatinya
yang merasa puas sekali hingga perasaan itu juga tertampak
pada wajahnya "Tidak perduli bagaimana licin, kau tidak
mungkin lolos dari tanganku!"
Lantas Lie Bouw Pek bertindak masuk kegang keiyil itu,
pedangnya ia sudah siapkan. Ia hampirkan pintu rumah yang
ia terus ketok. Ia ada sangat bernapsu, hingga ia menggedor
dengan keras. "Siapa?" lalu terdengar suara dari dalam.
"Buka pintu!" kata anak muda ini, yang tiba2 mendapat
akal "Aku Moh Po Kun dari Su Hay Piauw-tiam, ada urusan
penting untuk Oey Su-ya"
Tak ada jawahan dari dalam, hanya berselang sesaat
terdengar suara dari seorang lain.
"Disini tidak ada Oey Suya" demikian katanya "Rupanya kau
salah cari! Coba pergi kerumah lain!"
Jawaban itu tercampur dengan suara diganjalnya pintu
dengan batu. Bouw Pek punya tubuh sampai mengge-etar karena
murkanya. Terang musuh berada didalam, tetapi pintu tidak dibuka,
bagaimana ia bisa masuk" Apa ia mesti mundur dan sudah
saja" Ia angkat kepalanya akan pandang rumah itu sampai
kesampingnya. Temboknya rendah, tetapi diatas tembok
dipasang banyak paku dan pecahan beling.
Gang itu sepi, rumah disitu hanya lima buah. Karena masih
pagi semua rumah itu masih pada kunci pintu. Maka disitu
kecuali Bouw Pek tiada orang lain lagi.
Pemuda ini tidak bisa tahan sabar lagi, ia pergi kesamping,
ditembok yang rendah ia mencelat naik keatas Ia tidak mau
injak paku atau pecahan beling, dengan menginjak pinggiran
tembok ia loncat lebih jauh, masuk kedalam pekarangan.
Didalam, dua orang masih saja pindahkan batu, guna ganjal
pintu! Ia kenalkan Sun Cu, sedang yang lainnya adalah
seorang bentuk Kuning dengan tubuh besar.
Dua orang itu terperanjat apabila mereka lihat ada orang
loncat masuk dengan lewati tembok pekarangan, tetapi
simuka kuning segera sembar sebuah golok didekatnya. Ia
adalah Cote houw Hauw Liang si Harimau Setempat, yang
menjadi pahlawannya Oey Kie Pok, dengan tidak kata apa2 ia
terus serang jago kita.
Dalam sengitnya Lie Bouw Pek benci sesuatu rintangan,
maka ketika musuh terjang ia, ia menangkis dengan keras,
justeru goloknya musuh terpental pedangnya ia teruskan
membacok. Cuma dengan sekali bacok saja, ia bikin si
Harimau Setempat rubuh terluka, karena ternyata Hauw Liang
bukannya pahlawan yang terlalu tangguh bagi Bouw Pek.
Dengan tidak buang tempo lagi, dengan lak perdulikan Sun
Cu, yang tidak coba kabur, Bouw Pek menerjang kepintu,
justru dari dalam kelihatan lari keluar seorang perempuan
yang gelungnya kusut, mukanya memperlihatkan sisa pupur,
tanda ia baru turun dari pembaringan. Dengan angkat
tangannya seperti hendak memegat ia berseru:
"Eh, eh, kau bikin apa" Kenapa kau masuk kerumah orang
dengan bawa bawa pedang" Apa sudah tidak ada undang2
negara" Lekas pergi, atau aku panggil polisi........"
Tentu sekali, Lie Bouw Pek tidak mau dirintangi oleh orang
perempuan itu. "Minggir" ia membentak. "Lekas perintah Oey Kie Pok
keluar!" Sambil berkata begitu ia balingkan pedangnya, hingga
orang perempuan itu yang ketakutan keluarkan jeritan dan
lantas lari balik kedalam kamar. Ia coba kunci pintu.
Lie Bouw Pek lompat memburu, dengan satu tendangan ia
bikin daun pintu terpental dan terbuka. Maka sekarang Siu
Bie-too Oey Kie Pok tidak bisa umpatkan diri lebih jauh,
terpaksa ia keluar dengan cekal sepasang gaetan Hok-chiukauw.
"Lie Bouw Pek, tunggu diluar" ia berseru "Aku nanti
keluar! Didalam sini ada orang perempuan"
"Baik," sahut pemuda kita. "Aku tidak takut kau nanti lari!"
Ia loncat mundur dan menantikan didalam pekarangan.
"Oey Kie Pok, apa perlunya kau umpatkan diri disini" Ayo
lekas keluar!"
Oey Kie Pok lalu keluar dengan pakaian ringkas, celananya
pendek, pada mukanya yang kurus seperti tidak lagi
tertampak darah, rupanya karena jerih hati berbareng nekad.
Toh ia masih sabarkan diri dan bersenyum.
"Saudara Lie" begitulah ia kata. "Bukankah kita berdua
bersahabat baik" Ketika tahun yang lampau kau ditahan
didalam penjara, aku toh telah tengoki kau! Kenapa sekarang
kau karena percaya hasutannya Tek Loo Ngo datang cari aku
akan adu jiwa?"
Tapi ucapan itu justeru menambah murkanya Bouw Pek,
karena ia jadi ingat kelicinan dan kepalsuan orang itu.
"Oey Kie Pok, apa perlunya kau ngaco belo seperti ini?" ia
kata. "Itu tidak ada gunanya" Berulang2 kau bikin celaka aku,
berulang2 kau ganggu Tek Siauw Hong, hingga kini ia dibuang
ke Sinkiang ! Apa kau sangka aku masih belum tahu rahasia
kejahatan kau, serigila yang bercorak manusia, kau sahabatan
palsu! Mengertilah kau, bahwa hari ini aku mesti bunuh kau,
serigala yang bermuka manusia, untuk balas sakit hatinya
Siauw Hong dan untuk singkirkan induk bahaya bagi penduduk
Pakkhia Bouw Pek tutup ucapannya itu dengan loncat maju sambil
menyerang. Dengan tergopoh2, Oey Kie Pok angkat gaetannya
menangkis. Ia tidak membalas menyerang, ia masih mau
bicara. "Saudara Lie, tahan!" ia berseru. "Saudara, sukalah kau
dengar perkataanku! Saudara, jikalau kau sudi bersahabat
dengan aku, aku nanti hadiahkan kau lima laksa tail perak!"
"Siapa kesudian, uangmu yang bau busuk!" ia membentak
dengan delikkan matanya. Dan lagi sekali ia menyerang.
Oey Kie Pok masih sayang jiwanya, kendati hatinya ciut ia
toh angkat gaetannya guna hindarkan diri dari ujung pedang.
Sekarang ia lakukan perlawanan dengan sengit, karena ia
mesti bela diri.
Dimana Bouw Pek ingin lekas tikamkan pedangnya pada
dada lawannya, bisa dimengerti yang ia berkelahi dengan
seru. Setelah melalui lima jurus, Bouw Pek dapat kenyataan
kepandaiannya Siu Bie-too adalah beda daripada dahulu,
rupanya ini adalah hasil dari latihan sungguh2 dari siu Bie-too
Kurus, yang telah gunai tempo dua bulan untuk yakinkan terus
ilmu gaetannya. Sayang ia mesti hadapi musuh yang terlalu
tangguh dan yang bawa amarahnya sedang meluap.
Segera juga Oey Kie Pok mesti berkelahi sambil mundur,
setindak dengan setindak, oleh karena ketakutannya
sampaikan ia berteriak: "Polisi! Polisi! Ada pembunuh"
Mendongkolnya Lie Bouw Pek tak kepalang, karena ia tahu,
kalau si jahat ini bikin terlalu banyak ramai bisa ada orang
yang pergoki perkelahian mereka, atau mungkin datang
hamba negeri. Maka itu ia ingin lekas2 tamatkan pertempuran
ini. Dengan satu rangsakan permainan gaetannya Oey Kie Pok,
dibikin kalut, lalu dengan kesebatan luar biasa, Bouw Pek kirim
tusukan kematian!
Benar2 Siu Bie too tidak berdaya lagi, dadanya menjadi
talenan pedang, berbareng jeritannya yang hebat, dua
gaetannya terlepas dan jatuh, darah hidup menyembur dari
lukanya, setelah mana tubuhnya rubuh terbanting dengan
menerbitkan suara keras.
Lie Bouw Pek tidak lantas tarik pulang pedangnya, malah
dengan pedangnya ia gunai tenaganya akan tolak tubuh
lawannya. Oey Kie Pok berkelejetan beberapa kali, lantas
semua anggota badannya diam, mulutnya terkancing,
matanya tertutup.....
Sampai disitu baru Bouw Pek cabut pedangnya sambil
keluarkan helaan napas lega. Karena sekarang barulah ia
merasa puas. Lantas ia bertindak pergi, dipekarangan ia lihat
Houw Liang sedang duduk sambil pegangi lukanya dan
mulutnya keluarkan rintihan.
Sun Cu yang ketakutan sangat berlutut didepannya Bouw
Pek. "Ampun, Lie Toaya" ia memohon.
"Jangan takut" kata Bouw Pek seraya kibaskan tangannya.
"Aku tidak akan bunuh sembarang orang. Aku telah bunuh
Oey Kie Pok, aku akan tanggung jawab! Sekarang aku mau
pergi pada pembesar negeri akan serahkan diri."
Benar Bouw Pek hampirkan pintu, yang ia buka setelah
batunya ia singkirkan. Ia bertindak terus akan pergi kekantor
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pembesar negeri untuk serahkan dirinya. Ia melainkan
terangkan she dan namanya, bahwa ia bermusuh dengan Oey
Kie Pok, bahwa ia serahkan diri sesudah bunuh musuh itu. Ia
unjuk, bahwa ia telah satroni Oey Kie Pok dirumahnya Sun Cu.
Setelah diborgol, Bouw Pek diserahkan kekantor teetok.
Sementara dipihak lain wakil dikirim kerumahnya Sun Cu guna
periksa tempat kejadian dan mayatnya Oey Kie Pok serta
lukanya Hauw Liang.
Peristiwa ini sudah lantas tersiar kesegala penjuru kota
raja. Suara orang banyak terpecah dua. Mereka yang tidak
tahu kepalsuannya Oey Kie Pok anggap kasihan Kie Pok binasa
secara demikian hebat dan untuk itu Bouw Pek mesti
mengganti jiwa, tetapi mereka yang ketahui baik Kie Pok itu
jahat dan kejam, pada bersyukur dan berbareng puji Bouw
Pek yang mesti bertanggung jawab. Orang puji anak muda itu
karena kelakuannya sebagai laki2 sejati.
Kapan warta sampii dikuplngnya Khu Kong Ciauw, orang
bangsawan ini menghela napas, sebab kagum berbareng
duka. iapun menyesal akan kebinasaan Kie Pok, tidak perduli
Siu-Bie-too jahat dan pernah beli Biauw Cin San buat
melukainya, karena biar bagaimana juga mereka selama
banyak tahun pernah jadi sahabat kekal Ia menyesal, bahwa
karena kejahatannya Oey Kie Pok mesti buang jiwa.
"Lie Bouw Pek adalah laki dan gagah, dengan serahkan diri
ia tentu akan ganti jiwanya Kie Pok dengan jiwanya sendiri" ia
pikir lebih jauh, "sayang kalau ia sam pai mesti jalani
hukuman mati"
Karena ini Khu Kong Ciauw segera naik kereta pergi ke
Pweelek-hu akan menghadap Tiat Siauw Pweelek, akan
sampaikan kabar hebat dan mendukakan itu. Ia ingin
berdamai dengan pangeran Boan itu, supaya seberapa bisa
Bouw Pek dapat ditolong.
Tiat Siauw Pweelek pun menunjukkan kedukaan
mendengar warta perihal perbuatannya Bouw Pek.
"Aku memang telah duga, buhwa satu hari mesti terjadi
perkara begini" berkata ia. "Perbuatannya Oey Kie Pok
terhadap Tek Siauw Hong dan Lie Bouw Pek terlalu jahat dan
kejam, sudah terhitung sering ia berdaya akan binasakan
mereka ini Tek Siauw Hong masih bisa bersabar tetapi Bouw
Pek" Malah aku juga sudah duga, kalau sampai sebegitu jauh
Bouw Pek bisa berlaku sabar, ia sebenarnya,mau tunggu
dahulu sampai perkaranya Siauw Hong sudah ada putusannya.
Lihat saja kenapa Bouw Pek tidak mau antar Siauw Hong,
sedang mereka berdua bersahabat seperti saudara dan
sedang Bouw Pek ketahui juga, didalam perjalanannya itu
Siauw Hong terancam bahaya, Terang sudah ia telah berpikir
tetap" Tiat Siauw Pweelek menghela napas.
"Nyata sekali Bouw Pek sudah pikir segala apa dengan
matang dan ini menunjukkan laki 2 sejati" berkata ia pula. "Ia
telah berhasil membunuh Oey Kie Pok, tapi ia tidak mau lari,
sedang untuk berbuat demikian ia merdeka! Kenapa ia justeru
serahkan diri" tidak lain! la tidak mau bikin Tek Siauw Hong
jadi dicungai dan kerembet, ia sengaja mau tanggung jawab
sendiri" Khu Kong Ciauw juga menghela napas, dugaannya orang
bangsawan Boan itu benar sekali.
"Oey Kie Pok dan aku bersahabat baik sekali, baru
belakangan ia telah renggangkan diri. Aku anggap ia telah cari
matinya sendiri" ia nyatakan. "Sekarang tinggal Lie Bouw Pek.
Sungguh kecewa dan harus disayangkan. kalau ia sampai
dihukum. Maka Jieya, aku mohon kau suka berdaya akan
tolong dia...."
Lagi-lagi pangeran Boan itu menghela napas.
"Aku kuatir sekali ini aku tidak mampu berdaya" ia bilang.
"Malah bisa jadi sekali ini Bouw Pek juga tidak ingin orang
tolong dia, karena ia rupanya berniat membalas budinya Tek
Siauw Hong dengan jiwanya"
Airmukanya Tiat Siauw Pweelek menjadi guram sekali, air
matanya seperti mengembeng. Ia kagum bukan main akan
persahabatan demikian kekal antara Tek Siauw Hong dan Lie
Bouw Pek, persahabatan sehidup semati.
"Biarlah aku nanti perintah Tek Lok pergi menengoki
dahulu, kemudian baru kita pikir pula bagaimana baiknya" ia
kata akhirnya. "Aku harap" kata Khu Kong Ciauw.
Kedua sahabat ini masih bicarakan lagi hal2 lain, kemudian
Kong Ciauw pamitan, sedang Tiat Siauw Pweelek lantas
panggil Tek Lok, yang ia perintah pergi lihat Bouw Pek.
Lie Bouw Pek telah ditahan dikamar tahanan dikantor
teetok, maka itu Tek Lok sudah kenal semua sipir dan
penjaga2 pen jara. Ia juga tidak sangka, bahwa orang she Lie
itu mesti mendekam dikamar tahanan. Ketika ia sampai
dipenjara baru belum lama Bouw Pek diantar kesitu. Pemuda
ini telah akui segala apa, dari itu pemeriksaan atas dirinya
tidak ambil banyak tempo dan ia bisa segera dikirim
kepenjara. Hamba2 penjara, yang kenal pemuda kita, tidak
berani berlaku sembarangan, karena mereka tahu pemuda ini
adalah sahabat baiknya Tiat Siauw Pweelek dan mereka
menduga pweelek tentu tidak akan peluk tangan saja.
Begitulah Bouw Pek dikasi kamar yang kering.
Begitu masuk kedalam kamar, Bouw Pek numprah diatas
tikar rombeng, sebaliknya daripada berduka, seorang diri ia
tertawa berkakakan, karena ia merasa puas atas
perbuatannya barusan yang membawa hasil.
"Lie Toaya, Tek Lok memanggil dari luar kamar, selagi anak
muda itu masih duduk bercokol. "Lie Toaya, Jie-ya telah kirim
aku datang kemari akan sambangi kau !"
Bouw Pek menoleh, ia kenali orang kepercayaannya Tiat
Siauw Pweelek, ia lekas berbangkit buat menghampirkan Ia
telah perlihatkan air muka yang sangat berterima kasih. Tapi
dimuka jeruji menghadapi Tek Lok, ia bersenyum.
"Pergi kau pada Jie-ya, kau sampaikan terima kasihku
kepadanya" ia kata dengan sabar "Harap kau beritahukan
kepada Jie-ya, agar ia tidak kuatir supaya ia tidak usah
capekan diri lagi untuk perkaraku ini. Masukku dalam penjara
lain dari yang dulu ada fitnah aku, tetapi sekarang aku mau
sendiri! Aku telah bunuh Oey Kie Pok, untuk itu aku mesti
tanggung jawab, kalau karena ini aku mesti binasa, aku tidak
penasaran. Undang2 negeri mesti dijalankan dan aku harus
terima itu. umpama kata Jie-ya hendak melepas budi dengan
menolong aku, menyesal aku tidak bisa terima itu, aku tidak
mau sembarangan keluar dari penjara ini. Saudara Tek Lok,
tolong kau sampaikan kepada Jie ya, bilang bahwa dijaman
lain saja aku nanti balas budi kebaikannya yang besar, yang
aku junjung tinggi!"
Sehabis kata begitu, Bouw Pek nampaknya sangat terharu.
Tek Lok menjadi bingung, karena ia heran dan kagum akan
sikap itu. Buat sekejap ia juga diam saja, sebab iapun sangat
terharu. "Barangkali toaya perlu apa2 disini?" kemudian ia tanya.
Bouw Pek geleng kepala.
"Tidak, apa juga aku tidak perlu" ia menjawab. "Saudara
Tek Lok, selanjutnya kau juga baik tidak usah datang tengok
aku lagi.....?"
Tek Lok tergugu, bahna kagumnya. Ia sampai tidak berani
kata apa2 lagi.
"Baiklah toaya Ijinkan aku berlalu" kata ia yang lalu pesan
penjaga bui supaya mereka perlakukan baik2 orang tahanan
itu. Ketika, sampai di istana, Tek Lok cari Tiat Pweelek guna
berikan laporannya. Mendengar itu, orang bangsawan ini
goyang kepala dan menghela napas.
"Itu aku telah duga" ia kata. "Bouw Pek benar laki2 yang
harus dikagumi"
Kemudian ia pesan supaya esoknya Tek Lok pergi pula
kepenjara akan menyambangi, karena pesannya Bouw Pek ia
tidak mau ambil perduli.
Tatkala dilain harinya Tek Lok pergi kepenjara akan lakukan
titah majikannya, disana sudah ada bujangnya Khu Kong
Ciauw, yang diperintah menyambangi sambil membawa
barang makanan.
"Kemarin Lie Toaya tidak makan dan minum" kata sipir
yang memberikan keterangan. "Ia terus duduk numprah
diatas tikar"
Tek Lok dan bujangnya Khu Kong Ciauw menghampirkan
jendela yang berjeruji, dari situ mereka melongok kedalam.
Lie Bouw Pek kelihatan sedang duduk diam, kedua tangannya
diatas lutut. "Lie Toaya ! Lie Toaya!" Tek Lok memanggil.
"Toaya !" bujangnya Khu Kong Ciauw pun memanggil.
Tapi percuma saja, belasan kali mereka memanggil Bouw
Pek tak memperdulikannya, ia tidak menyahut atau menoleh,
maka dua hamba itu jadi kewalahan, terpaksa mereka pulang.
Bouw Pek memang telah ambil putusan buat mogok
makan. Ia tahu Tiat Siauw Pweelek dan Khu Kong Ciauw yang
sangat baik mau tolong ia, tetapi ia sendiri merasa beri akan
terima lebih banyak lagi budi mereka, dari itu ia tidak suka
layani bujang sahabatnya itu.
Dimusim panas, dalam kamarnya Bouw Pek pun dapat
gangguan dari semut dan kutu busuk, sedang dengan mogok
makan ia telah mulai kelaparan dan kehausan, tetapi dengan
kuatkan hati ia bisa pertahankan diri.
Dilari ketiga, Bouw Pek merasa ada tenaga yang kuat
sekali, yang tekan ia, napasnya telah menjadi lemah. Karena
pikirannya tetap terang, ia mengerti sebabnya perubahan itu.
Tubuhnya yang kuat dan hati yang keras lagi melawan
ujian..... "Benar2 aku seorang enghiong, sekalipun sang kematian
takut datangi aku...."
kata ia seorang diri seraya matanya memandang
kesekitarnya, kemudian ia tutup kedua matanya.
Tidak lama kemudian tanpa merasa ia telah pulas. Maka
dengan tidur nyenyak ia tidak tahu apa2 lagi. Demikianpun ia
tidak ketahui berapa lama ia sudah tidur, sampai mendadak ia
sedar karena ia rasai ada tangan kasar yang tolak tubuhnya.
Dengan terkejut dan heran ia pentang matanya.
Kamar gelap, tetapi banyak nyamuk beterbangan berputar
dimuka atau kepalanya. Melainkan dari jendela menembus
sedikit sinar terang dari si Puteri Malam.
Lekas juga Bouw Pek ketahui, bahwa tangan yang kasar,
yang tadi tolak tubuhnya, adalah tangan seorang yang
jongkok didepannya. la tidak bisa melihat nyata, tetapi ia
lantas menduga pada Su poan-cu si terokmok. Maka ia lantas
tertawa. "Loo Su apa perlunya kau datang kemari?" ia tanya "Juga
sekali ini aku tolak kebaikan kau! Lekas pergi, sahabatku,
biarlah kita sambung pula persahabatan kita dalam
penjelmaan lain
Dengan suaranya yang kasar Su Poan-cu menyahut:
"Sahabat baik, aku tidak datang sendirian saja!"
Berbareng dengan jawabannya si ular Gunung, pintu
penjara yang barusan tertutup, dito!ak terbuka, dan seorang
dalam rupa bayangan hitam bertindak masuk. Diantara sinar
rembulan yang sangat suram Bouw Pek lihat gerak-gerakan
tubuh yang halus. Ia menjadi kaget, karena ia sudah bisa
menduga dengan pasti. Dengan pegangi pundaknya Pa-sancoa
ia berbangkit. "Nona Jie!" Ia kata dengan keras, tetapi suaranya lemah.
"Nona, tempat apakah ini" Kenapa kau datang kemari"
Silahkan kembali nona! Tidak aku tidak mau pergi!....."
Su Poan cu berbangkit dan menghela napas.
Jie Siu Lian tidak lihat nona itu, tetapi ia dengar suara
sesenggukan yang ditahan.
"Lie toako, mari ikut aku menyingkir dari sini..." demikian
katanya. Kau masih muda, bugee Kau liehay, apa benar2 kau
puas akan binasa didalam penjara ini?"
Napasnya Bouw Pek memburu, karena ia mesti lawan rasa
hatinya. Tubuhnya menggetar ketika ia merasa kedua
tangannya si nona menempel pada lengannya....
Su Poan-cu jongkok pula, dengan tidak tunggu perkenan, ia
rabah rantai borgolan, yang ia hendak loloskan.
Lie Bouw Pek kaget hingga ia mundur dengan cepat, tetapi
justeru karena itu, tubuhnya telah langgar tembok dengan
keras sebab tubuhnya sangat lemah, benturan itu bikin ia
habis tenaga, tubuhnya lantas jatuh. Kepalanya juga pusing
dengan mendadak.
Jie Siu Lian kaget, ia maju akan pegang tubuh itu.
"Lie toako" katanya sambil menangis, "kasilah Su Toako
gendong kau pergi dari sini, jikalau tidak, aku pun tak mau
keluar lagi!"
Bouw Pek angkat kepalanya, ia pegang tangan nona itu.
"Jangan, nona" ia kata dengan suaranya yang tetap.
"Jikalau kau tidak perdulikan dirimu, kau harus ingat pada Tek
Ngo-ko dan keluarganya. Aku bunuh Oey Kie Pok, itu bukan
melulu untuk balas sakit hatinya Ngoko. Aku tidak menyesal
yang aku mesti binasa. Bukannya aku hendak bikin sakit
hatimu nona, hanya benar sejak kebinasaannya Beng Jieko di
Khoyang, hatiku telah jadi tawar sebenarnya, sedari saat itu
aku sudah niat habiskan jiwaku, kalau aku masih bisa bersabar
itu disebabkan budinya Ngoko aku belum bisa balas. Tetapi
sekarang aku beranggapan, bahwa keadaanmu seperti
sekarang ini disebabkan oleh aku, maka itu, selama satu hari
aku belum meninggal dunia, hatimu juga tidak dapat menjadi
tenteram. Maka, nona, silahkan kau pergi atas namaku aku
minta kau suka tolong jaga keluarganya Tek Ngoko!........"
Hatinya Siu Lian seperti dipotong, hingga ia tepaskan kedua
tangannya, lantaran mana tubuhnya Bouw Pek terlepas dan
jatuh terbanting.
"Lekas nona, lekas!" Bouw Pek masih bisa berkata. "Aku
minta nona, kau juga Su Toako, lekaslah pergi......."
Benar2 waktu itu kedengaran suara kentongan dari si orang
ronda, yang rupanya sedang menghampirkan kejurusan
kamar. Siu Lian dan Su Poan cu mendekam, mereka menahan
napas. Suaranya orang ronda, yang bunyikan kentongan empat
kali, lekas juga telah lewat.
Jie Siu Lian lekas berbangkit, tetapi Su Poan cu si Ular
Gunung masih jongkok terus, pada kupingnya Lie Bouw Pek ia
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbisik katanya:
"Jika!au aku tahu, bahwa kau dengan begini cepat datang
ke Pakkhia untuk bunuh Oey Kie Pok pasti aku telah
mendahului kau akan wakilkan pekerjaan ini. Aku terlambat,
disebabkan aku mesti tengok Lauw Cit Thayswee. Kau telah
bunuh Gui Hong Siang, kau telah lukai Thio Giok Kin, itu aku
tidak perduli, tetapi kau telah rubuhkan Lauw Cit Thayswee,
inilah lain, Lauw Cit adalah sahabatku yang baik dan lukanya
hebat, maka aku tidak bisa antap dia saja. Begitulah aku
tolong ia dengan antar ia pulang untuk berobat. Dua hari aku
tertunda disana, lantas aku berangkat kemari, maksudku
adalah supaya aku bisa bantu kau bereskan Oey Kie Pok. Baru
saja kemarin siang aku sampai disini, lantas Siauw Gia kang
ketemui aku dan ceritakan tentang hasil perbuatanmu.
Tadinya kemarin malam aku hendak minta kau keluar dari sini,
tetapi lantaran aku ingat kejadian tahun yang sudah, diwaktu
mana kau telah tampik bantuanku, aku jadi batalkan niaian
itu. Begitulah, setelah berpikir, aku segera cari nona Jie buat
minta ia bantu aku. Aku percaya, dengan memandang nona
Jie, kau nanti suka turut aku berlalu dari sini. Aku tidak sangka
toaya, sifat kau tetap kukuh dan aneh! Dengan sikapmu ini,
Toaya, kecewa kau menjadi enghiong sejati! Dimataku kau
sebenarnya enghiong yang tak ada keduanya, dari itu aku
puja kau. Dikampungku sendiri, Shoa-say, aku telah jatuh
nama, karena itu aku pergi merantau, lantaran itu aku
bersahabat denganmu. Aku harap supaya aku bisa undang
kau pegi ke Shoa-say, bagai disana kau bisa tolong aku
membalaskan sakit hati. Toaya sudah satu tahun kita
bersahabat, selama itu kau bisa lihat sendiri, tenaga apa aku
telah keluarkan untukmu. Duluan kau dipenjara, aku hendak
ajak kau minggat, kau menolak alasannya adalah kau kuatir
ada sahabatmu yang akan tersangkut, tetapi sekarang,
sahabat siapa lagi bisa kerembet" Lekas toaya, mari turut aku
pergi ! Sekarang sudah jam empat!"
Dengan tidak perdutikan orang setuju atau tidak, kembali
Su Poan-cu, merabah borgolan kaki, yang ia hendak loloskan.
Tapi ketika Bouw Pek gerakkan kakinya, yang ternyata masih
bertenaga, si Gemuk telah rubuh telentang, dengan lantai
borgolan menerbitkan suara nyaring!
Bahna kaget, Siu Lian sampai lompat minggir.
Su Poan-cu tidak marah, ia merayap bangun, untuk
banting2 kakinya. Tapi karena ia telah putus asa, ia kata pada
nona Jie dengan perlahan:
"Mari kita pergi lekas, lekas! Lihat saja besok!"
Dengan merasa berat Siu Lian ikut keluar, ia juga mengerti
yang mereka tidak boleh lebih lama lagi dipenjara itu atau
mereka akan kepergok, itu berbahaya.
Su Poan cu telah kunci rapi lagi pintu penjara.
Dua orang itu dua rupa perasaannya. Su Poan-cu tidak
gusar tetapi mendongkol, ia penasaran pada sahabat yang
kepala batu itu. Siu Lian sebaliknya berduka dan berbareng
kuatirkan keselamatannya anak muda itu. Keduanya loncat
naik keatas genteng dan menyingkir, akan kemudian ditengah
jalan mereka berpisahan untuk pulang ketempatnya masing2.
Bouw Pek terus rebah seperginya dua orang itu, ia pulas
seperti pingsan.........
Lagi dua hari telah lewat. Tiat Siauw Pweelek dan Khu Kong
Ciauw sudah berdaya akan tolong Lie Bouw Pek, sedikitnya
untuk meringankan nasibnya, tetapi daya upaya mereka tiada
hasilnya. Perkara telah jadi jelas sekali, karena Bouw Pek telah
akui perbuatannya, tidak ada yang ia sembunyikan, dan
semuanya ia yang tanggung sendiri.
Su Poan cu dan Jie Siu Lian masih penasaran, tiap malam
mereka pergi kepenjara akan coba masuk kedalam guna
paksa Bouw Pek minggat. Tetapi penjagaan telah diatur makin
keras, rupanya karena dihari pertama itu borgolan Bouw Pek
yang berubah sedikit telah menerbitkan kecurigaan hamba2
penjara. Dimalam hari keenam, Su Poan cu kirim Siauw Gia kang
kerumahnya Tek Siauw Hong, akan sampaikan kabar pada Jie
Siu Lian, katanya dengan ringkas: "Angin keras sekali, malam
ini jangan keluar!"
Siu Lian terima kabar itu dengan kaget dan duka.
"Malam itu Bouw Pek sudah sangat lelah, sekarang sudah
lewat dua hari, bagaimana ia bisa pertahankan diri?" ia katadalam
hatinya. Sedianya Jie Siu Lian pandang Lie Bouw Pek sebagai
saudara sendiri. Ia ingat budinya dan dan ia kagumkan
kegagahannya. Tapi mulai saat pemuda itu bunuh Oey Kie
Pok, perasaannya telah berobah. Kecuali kekaguman, sang
cinta rupanya mainkan peranan juga, ia coba lawan ini, tetapi
ia merasa dirinya lemah....
Kini Siu Lian insyaf akan sifatnya Lie Bouw Pek, pemuda
gagah dan putih bersih, yang kenal budi, yang utamakan
kejujuran, yang berani korbankan diri. Terang pemuda ini
cintai ia, tetapi karena ia telah jadi tunangannya Beng Su
Ciauw, pemuda ini suka mundur maka justeru ada perkaranya
Tek Siauw Hong ini Bouw Pek tidak sialkan ketika akan
balaskan sakit hati sahabat itu, sambil berbareng mencari
jalan kematian secara laki2. Dengan jalan ini Bouw Pek juga
bisa balas budinya Beng Su Ciauw, berbareng habiskan
cintanya terhadap dirinya.
"Tidak, ia tidak boleh binasa dalam penjara secara begini
kecewa" pikir Siu Lian yang lalu tidak gubris pemberian ingat
dari Su Poan-cu. Ia tunggu sampai jam dua, lantas ia dandan,
dengan bekal golok pendek, selagi Tek Naynay tidur, ia keluar
dari gedung dengan loncati tembok. Ia jalan digang yang kecil
akan menuju kantor teetok, yang ia ketahui baik letaknya.
"Kalau aku tidak mampu tolong Bouw Pek, biar akupun
turut binasa didalam penjara!" demikian ia sudah ambil
putusan, ia rupanya mengerti, apa gunanya hidup lebih lama
sendirian saja, dengan tak ada orang yang bisa dibuat
harapan..... Segera juga Siu Lian sampai drsatu hotong atau gang kecil,
yang ia tidak tahu apa namanya, hanya ia ketahui dari gang
ini kantor teetok sudah tidak jauh lagi. Disini ia merandek
sebentar. Dilangit bintang bertaburan dan bulan sedang bersisir.
Sesudah berhenti sebentar Siu Lian mau lanjutkan
perjalanannya, ketika mendadak ia rasa ada orang tepok
pundaknya seraya ia terus ditegor katanya :
"Kau bikin apa disini?"
Ia kaget, ia lekas menoleh. Diantara cahaya terang dari
bulan dan bintang yang guram, nona Jie lihat ia berhadapan
dengan seseorang yang tubuhnya tinggi dan kumis atau
berewoknya panjang dan warnanya putih, tanda ia itu seorang
yang telah berusia tinggi. Selagi ia hendak menegor, orang itu
telah dahului ia dengan lagu suara Selatan.
"Lekas pulang! Lekas kembali!" demikian suaranya orang
tua itu. Diluar dugaan, orang tua itu juga mendorong dengan
tangannya. Siu Lian rasai tenaga yang kuat, karena tubuhnya tertolak
mundur hampir terpelanting. Ia lekas perbaiki kakinya. Tentu
saja ia tidak senang.
"Kenapa kau dorong aku?" ia menegor.
Tapi tegoran itu dijawab dengan kelebatan tubuh dan
selanjutnya si orang tua sudah lenyap dari pemandangan
matanya, hingga ia jadi kagum berbareng heran. Ia pun tidak
dengar tindakan kaki. Mau atau tidak ia jadi bergidik.
"Apakah aku benar ketemu setan?" ia tanya dirinya sendiri.
"Apakah itu rohnya ayahku " Tetapi tubuh ayah tidak demikian
tinggi....."
Ingat ayahnya Siu Lian menjadi sedih. Beginilah nasibnya
anak yang sebatang kara, tiada sanak tiada kadang.
Tapi Siu Lian tidak mundur, ia tidak gubris peringatannya si
orang tua atau si iblis itu ia maju terus menuju kekantor
teetok. Ia lintasi beberapa jalanan kecil hingga sampai
dibelakang gedung yang ia cari. Ia tidak jerih terhadap
penjagaan yang kuat. Ia mau tolong Bouw Pek guna balas
budinya anak muda itu, yang telah berbuat banyak guna ia
sekeluarga Dengan satu enjotan tubuh Siu Lian loncat naik keatas
tembok. Pelajarannya "Ya-heng-sut" atau "jalan malam" ia
dapat dari ayahnya, sudah begitu, selama berdiam belakangan
di Kielok, ia sudah latih lebih jauh, tidak heran kalau ia peroleh
kemajuan pesat. Ia loncat terus, naik keatas genteng, dari situ
menuju keruangan, dimana ada kamarnya Bouw Pek. Dari situ
ia lihat beberapa orang ronda, yang siap dengan berbagai
senjata, dan bawa lentera. Ia menantikan ketika.
Nona kita mesti menunggu lama sebelumnya orang2 ronda
itu pergi keruangan lain. Ia percaya mereka itu bukan
menjaga melulu hanya meronda. Ia gunai ketika ini akan terus
loncat turun, akan samperi kamarnya Lie Bouw Pek. Ketika ia
rabah pintu pada kuncinya, ia kaget berbareng heran. Sebab
pintu itu tidak saja tidak dikunci, malah melainkan dirapatkan
saja, Tapi dengan tidak sangsi, siap dengan goloknya, ia lekas
pentang pintu dan masuk kedalam. Cuma ia berlaku hati2.
Kamar gelap, sinar bulanpun tidak ada.
Siu Lian tidak berani buka suara, untuk cari Bouw Pek ia
hanya merabab2, sedang kakinya maju setindak. Buat
keheranannya, ia tidak dapat pegang tubuh orang, hanya segala
rerombeng, seperti mangkok dan piring pecah dan tikar butut.
"Hei, kemana ia pergi?"
Hatinya nona kita jadi berdebaran. Ia bersangsi, tetapi ia
tidak berani diam lama2 didalam kamar itu, lekas2 ia keluar
akan terus loncat naik keatas genteng. Ia loncat ketembok,
supaya bisa loncat turun keluar pekarangan. Justeru itu lewat
dua orang ronda sambil bunyikan kentongan, lekas2 ia
rebahkan diri diatas tembok itu. Syukur orang tidak
melihatnya, setelah dua orang itu lewat ia cepat. lompat turun
kebawah Ia berlari2 dipinggir gang. malam itu dengan tidak
pikirkan lagi si orang tua yang aneh. yang bersikap sebagai
iblis, ia lari terus dan pulang.
Ketika nona ini sampai didalam kamar Tek Naynay masih
tidur nyenyak, boleh jadi ia sedang mimpi bertemu suaminya
di Sinkiang. Dengan tidak terbitkan suara apa juga Siu Lian kunci pintu
dan besarkan lampu. Ia tuang teh buat diminum, guna bikin
tenteram hatinya. Iapun tukar pakaiannya. Sekarang barulah
ia bisa berpikir.
"Kemana Bouw Pek telah pergi" Mustahil ia bisa kabur
sendiri" Tidak bisa! Ia toh sudah berkeputusan pasti akan
berdiam didalam penjara, akan cari ajalnya dengan jalan
mogok makan! Kalau ia mau lari setelah bunuh Oey Kie Pok
tak nanti ia serahkan diri! Apa bisa jadi ia telah menutup mata
dan sipir bui telah. kubur mayatnya"
Siu Lian jadi bingung, semua pertanyaan itu bikin ia pusing.
"Jangan2 ia benar sudah menutup mata" Bahna duka nona
ini mengucurkan air matanya....
"Siapa orang tua itu?" pikir ia, kapan ia ingat orang tua
tidak dikenal itu. "Apa ia seorang gila" Tapi kenapa ia bisa
menghilang" Apa bisa jadi mataku yang kabur" Bagaimana ia
bisa menghilang justeru didepan mataku?"
Semua pikiran itu bikin Siu Lian malam itu tidak dapat tidur,
kendati ia telah rebahkan diri dan berdaya akan lupakan
segalanya. Maka itu esoknya ia merasa kesehatannya sedikit
terganggu. Ketika sang sore mendatangi, Siauw Gia kang datang cari
nona kita. Siu Lian keluar sambil berlari2 akan ketemui orang
pengangguran yang cerdik itu. Ia mau tanya apa barangkali si
Kala Kecil ketahui halnya Bouw Pek, apa si anak muda telah
kabur atau binasa......
Siauw Gia kang menantikan diluar thia, romannya bingung,
sampai tubuhnya seperti tidak mau berdiri tetap.
"Lie Bouw Pek Lie Toaya tadi malam sudah kabur dari
penjara!" demikian ia kata begitu lekas si nona berada
didepannya, "Orang2nya Kie-bun Teetok hari ini seharian
penuh, telah mencari disekeliling sembilan pintu kota. Mereka
berhasil mencari tahu, yang Su Poan-cu umpatkan diri di
Ciang-gie-mui, disebuab warung sereh, tetapi ketika warung
itu didatangi, si Gemuk sudah tidak ada Maka sekarang semua
orang menduga Lie Toaya telah diajak minggat oleh Su Poancu.
Orang telah menduga demikian, karena Orang tahu
mereka bersahabat sangat kekal. Karena kejadian ini aku juga
tidak bisa berdiam lebih lama lagi didaiam kota itu, maka itu
nona aku minta kau suka tolong aku dengan sejumlah uang
agar aku bisa menyingkirkan diri. Aku harap dalam beberapa
hari ini nona juga berlaku hati2"
Siu Lian juga menjadi bingung. Ia benar berkuatir akan
kaburnya Bouw Pek. Tapi ia lekas pergi kedalam akan ambil
uang sepuluh tail, yang ia berikan pada tukang bawa kabar
itu. Siauw Gia kang terima uang itu sambil, membilang terima
kasih, lantas ia ngeloyor pergi.
Siu Lian perintah Hok Cu kunci pintu ia masuk kedalam. Ia
duduk seorang diri dengan bertopang dagu.
"Apakah benar Lie Bouw Pek dibawa lari oleh Su Poan-cu"
Ini sukar bisa jadi! Aku tidak percaya Su Poan-cu punya
kepandaian akan bisa berbuat demikian."
Juga semua pertaryaan itu Siu Lian tak mampu jawab
Kekuatirannya sekarang terhadap Bouw Pek bersifat lain. Lolos
dari penjara berarti bahwa bahaya maut sudah lolos. Hanya
entah didalam penyingkiran.
Mulai esok paginya, Siu Lian lantas pesan Hok Cu dan
semua bujang didalam rumah, supaya pintu luar selamanya
ditutup dan dikunci, kecuali bujang dapur mau pergi belanja
pintu itu tidak boleh dibuka.
Siu Lian pun kuatir teetok nanti datang menggeledah.
"Mustahil orang curigai kita" Bouw Pek tidak ada disini, apa
yang mesti dibuat kuatir" Juga bukannya aku yang bawa
minggat ia........."
Ingat demikian, Siu Lian bisa besarkan hati Ia hanya
berkuatir dan menduga-duga saja..........
Sejak itu, lima hari sudah lewat kejadian baru apa juga
tidak ada. Begitulah dengan lekas telah datang hari keenam.
Malam itu Siu Lian tidur diluar kamar. Pada kira2 jam
empat nona kita mengimpi, mimpi tidak keruan. Pertama ia
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
impikan ayah dan ibunya, lantas ia lihat Lie Bouw Pek.
Kemudian ia sadar. Tapi tiba2 ia rasai lengannya kena langgar
suatu barang dingin yang panjang sebagai ular. hanya tidak
bergerak. Ia terperanjat, hingga dengan satu gerakan ia
loncat turun kebawah pembaringan. Ia lantas sembat pelita
buat dipakai menyuluhi.
Ketika Siu Lian telah lihat barang itu, ia kaget. Sebab
barang panjang itu, yang dingin rasanya, adalah sebatang
pedang dibawah mana tertindih sepotong kertas mestinya
surat. Sebagai seorang yang hati2 Siu Lian tidak lantas pungut
pedang dan surat itu, hanya lebih dahulu ia periksa kamarnya,
tetapi pintu dan jendela semua tertutup rapi, dan tanda apa
juga yang mencurigai tidak ada, hingga ia jadi tidak puas.
Kalau pintu dan jendela tidak terganggu, dari mana orang
dapat masuk akan taruh pedang dan surat itu" Dan kenapa ia
tidak mendusin"
Ia buka pintu dan keluar akan loncat naik keatas genteng.
Ia melihat kesekitar gedung. Dibawah sinar bulan, segala apa
sunyi dan senyap.
"Heran!" dia pikir, lalu loncat turun. Ia terus masuk
kedalam kamarnya. Baru sekarang ia jumput barang diatas
pembaringannya itu, lebih dahulu suratnya. Dalam terangnya
api pelita ia membaca. Sama sekali tertulis empat belas huruf,
yang berarti: "Orangnya sudah ikut Kang Lam Hoo, pedangnya ditinggal
buat jodoh dilain hari"
Surat itu sederhana, Siu Lian bisa baca, tetapi arti yang
sebenarnya bikin ia bingung. Siapa itu Kang Lam Hoo " Siapa
itu "orangnya" " Hanya kata2 yang kedua membikin ia merasa
jengah. Siu Lian pungut pedang itu, yang ia terus periksa dengan
hati2. "Inilah pedangnya Lie Bouw Pek" pikir ia yang kenalkan
senjata itu "Kenapa pedangnya diantarkan kepadaku" Apa ia
sendiri yang antarkan ini kemari" Tapi ia bukannya orang
sembrono dan ceriwis"
Kembali sda soal baru yang bikin nona Jie asah otaknya.
Surat dan pedang ia lalu simpan.
"Buat dapat keterangan, aku mesti keluar bikin
penyelidikan. Tapi aku bertugas melindungi keluarga ini, mana
aku bisa tinggalkan rumah ini?"
Didalam rumah itu setiap hari Siu Lian lewatkan temponya
dengan pasang omong dengan Tek Naynay, atau ia ajarkan
silat pada kedua anaknya Siauw Hong.
Tek Naynay gelap tentang segala apa, sampaipun Bouw
Pek bunuh Oey Kie Pok ia juga tidak dapat dengar. Hanya
kadang2 saja ia ingat anak muda itu, kalau ia sedang ingat
lantas ia tanya si nona: "Kenapa Bouw Pek pergi dan belum
kembali?" Atas itu Siu Lian jawab : "Ia tentu susul Ngo-ko, terus ke
Sin-kiang"
Tek Naynay penyaya jawaban itu, karena ia tahu suaminya
bersahabat kekal dengan pemuda she Lie itu.
Demikian sang hari dilalui, tiga bulan telah lewat. Waktu itu
Yo Kian Tong telah kembali dari Sin-kiang ia terus pergi ke
rumahnya Tek Siauw Hong akan sampaikan kabar pada
nyonya Tek, bahwa suaminya sudah sampai di Sinkiang
dengan tidak kurang suatu apa, bahwa disana suami itu tidak
menderita. "Tetapi Sun Ceng Lee berdiam terus di Sinkiang" Yo Kian
Tong kasih tahu lebih jauh "ini perlu, supaya kalau nanti
keluar pengampunan, ia bisa melindungi dalam perjalanan
pulang" Ketika mau pamitan, Yo Kian Tong lagi sekali minta nyonya
Tek jangan kuatir.
Kemudian Yo Kian Tong pergi kerumahnya Khu Kong Ciauw
buat mengasih kabar sekalian tinggal lama", karena kuatir
dicurigai. Baru tinggal diam dua hari ia sudah pamitan untuk
pulang ke Yankeng.
Hiburannya Yo Kian Tong terhadap Tek Naynay ada
baiknya bagi nyonya itu, yang selanjutnya bisa tetapkan hati.
Benar tentang Bouw Pek ia tidak dengar kabar apa2, tetapi
dengan adanya Siu Lian dirumahnya ia tidak takut apa juga.
Iapun tidak menjadi kesepian, karena adanya nona Jie sebagai
kawan. Segera juga dua kali musim dingin dan panas, telah lewat
dengan cepat, seperti tanpa terasa orang telah berada
dimusim rontok. Diwaktu mana, berhubung dengan
pengampunan umum, Tek Siauw Hong telah pulang dengan
tak kurang suatu apa. Kalau pihak keluarga girang, iapun tidak
kurang puasnya melihat rumah tangganya selamat dan Siu
Lian dengan tidak kenal bosan terus berdiam dirumahnya
melindungi keluarganya. Maka juga secara hangat ia haturkan
terima kasihnya pada nona itu.
Baru sekarang dimukanya Siauw Hong, Siu Lian kasih
keterangan pada Tek Naynay sebabnya Lie Bouw Pek pergi ke
Poteng bahwa sekembalinya ke Pakkhia membunuh Oey Kie
Pok dan serahkan diri pada pembesar negeri, bahwa Bouw
pek mau mencari mati dengan mogok makan, bahwa ia
bersama Su Poan-cu mau menolong! tetapi maksudnya tidak
kesampaian karena anak muda itu menolak bantuan, bahwa
pada suatu malam Lie Bouw Pek lenyap dari penjara hingga
sekarang lewat dua tahun lebih ....
Tek Naynay bingung saja, ia seperti orang mimpi.
Tek Siauw Hong goyang2 kepala dan menghela napas.
Warta itu sangat menggetarkan hatinya. Ia kaget heran,
kagum dan berkuatir. Benar2 Bouw Pek itu sahabat sejati,
tidak kecewa yang ia telah ikat tali persahabatan dengan anak
muda itu. Bagaimana ia telah dibela, bagaimana budinya telah
dibalas: dengan pengorbanan jiwa raga
Siauw Hong sangat kuatir akan dirinya Bouw Pek. Tetapi
Siu Lian sudah lantas menutur lebih jauh: bahwa selagi tidur
nyenyak orang kirimkan ia surat dan pedang itu.
Siauw Hong ambil pedang itu dan memeriksanya dengan
teliti. Kejadian itu bikin iapun merasa heran sekali.
"Tidak salah, ini pedangnya saudara Bouw Pek" ia kata.
Dan terus ia baca Surat dengan belasan huruf itu Tapi, begitu
lekas sudah membaca, air mukanya mendadak jadi terang,
dari bersenyum ia terus tertawa. Ia jadi kegirangan.
"Nona, kau jangan kuatir lagi" katanya dengan lagu-suara
gembira sekali. "Surat ini menunjukkan yang saudara Bouw
Pek sudah ikut pehhu, Kang Lam Hoo si jago tua
Siu Lian merasa heran, ia awasi tuan rumah.
"Siapa itu loo-hiapkek Kang Lam Hoo?" ia tanya. "Ia itu
orang macam apa?"
"Sebenarnya aku belum pernah bertemu dengan loo
hiapkek itu" Siauw Hong menyahut, "hanya pada sepuluh
tahan berselang aku telah dengar namanya yang besar. Bukan
melulu di Kanglam ia tidak ada tandingannya, juga jamannya
itu bugeenya dan kemasyhurannya tiada keduanya. Dengan
ayahnya saudara Bouw Pek ia angkat saudara. Saudara Bouw
Pek sebetulnya lahir di Kanglam, hanya karena meninggalnya
ayah dan ibunya, KangLam Hoo telah bawa ia ke Lamkiong,
diserahkan pala pamannya Menurut saudara Bouw Pek, waktu
itu ia baru berumur delapan tahun. Tidak bisa salah lagi,
pehhu itu tentunya tidak bisa lupa kcponakannya, maka ia
telah menyusul kemari, justeru keponakannya mendapat
susah, ia lantas menolong. Atau ia telah datang kemari,
karena ia dapat kabar perihal keponakannya itu masuk bui.
Aku percaya betul sekarang saudara Bouw Pek berada
bersama pehhunya itu. Barangkali, lewat lagi beberapa tahun,
ia akan datang pula kemari. Waktu itu tentulah bugeenya
telah dapat kemajuan pesat dan sifatnya juga tentu akan turut
berobah" Siauw Hong ada begitu girang, sampai kaki dan tangannya
turut memain....
Baru sekarang Siu Lian mengerti bunyinya tulisan itu,
"Orangnya sudah ikut Kang Lam Hoo....."
Tapi ia lalu tanya : "Lie Bouw Pek sudah ikut Kang Lam
Hoo, kenapa ia tidak bawa pedangnya, melainkan pedangnya
itu ia antarkan kepadaku disini?"
Selagi menanya begitu, nampaknya sinona kemaluan.
Rupanya ia mengerti maksudnya, "antarkan pedang", terapi ia
sengaja tanya Siauw Hong untuk mendapat penjelasan.
Sebelumnya menjawab, Siauw Hong sudah tertawa lebih
dahulu. "Malam itu, orang yang antarkan pedang mestinya bukan
Lie Bouw Pek sendiri" ia menjawab. "Orang itu mestinya Kang
Lam Hoo. Rupanya Kang Lam Hoo ketahui yang diantara nona
dan saudara Bouw Pek ada hubungan sebagai engko dan adik,
bahwa nona dengan menerjang bahaya sudah satroni penjara
untuk menolong saudara Bouw Pek, dari itu ia sengaja
serahkan pedangnya saudara Bouw Pek pada nona, selaku
tanda terima kasih."
Siu Lian puas dengan keterangan itu, ia manggut2.
Keterangan ini membikin Siu Lian ingat kejadian pada dua
tahun yang lalu, waktu ia mau tolongi Lie Bouw Pek, didalam
gang ia sudah ketemu seorang tua yang luar biasa. Ia
menduga orang tua itu tentunya Kang Lam Hoo sendiri.
"Pedang ini baik nona simpan" kata tuan rumah, "pedang
ini pedang biasa saja, tetapi dengan ini saudara Bouw Pek
sudah binasakan Say Lu Pou Gui Hong Siang, Hoa-chio Phang
Liong, Kim thio Thio Giok Kin, dan juga Siu Bie-too Oey Kie
Pok! Dengan ini juga ia telah percundangi Kim too Phang
Bouw yang tersohor! Maka pedang ini boleh dianggap sebagai
pedang istimewa. Tetapi surat ini, harap nona serahkan
padaku, aku hendak bawa dan tujukan kepada Tiat Pweelek.
Aku percaya, entah bagaimana keras orang bangsawan itu
pikirkan saudara Bouw PeK dalam dua tahun ini!"
Lantas Siauw Hong suruh bujangnya perintah Hok Cu
siapkan kereta, ia sendiri terus pergi Kedalam akan tukar
pakaian. Tek Naynay susul suaminya itu.
"Kau baru pulang, apa kau tidak bisa mengaso dahulu
barang satu hari" kata isteri ini. "Apa tidak baik besok saja kau
kunjungi pweelekya?"
"Aku tidak perlu mengaso" Siauw Hong kasi tahu. "Satu
tahun lebih aku berdiam di Sinkiang, selama itu aku telah
mengaso cukup. Sekarang Oey Kie Pok telah dibinasakan oleh
saudara Bouw Pek, dengan binasanya dia itu aku tidak punya
musuh lagi. Selanjutnye, asal aku mau aku bisa mengaso
sesukaku!"
Tapi setelah mengucap demikian, ia menghela napas,
karena ia ingat Bouw Pek yang tidak ketahui dimana dan
bagaimana keadaannya.
"Kalau begitu, baik kau cukur dahulu mukamu" Tek Naynay
kata pula. "Tidak usah" sang suami jawab. "Sekarang aku tidak
menjabat pangkat lagi, aku boleh pergi dengan begini saja
menghadap Tiat Jieya. Aku percaya Jie ya tidak akan tidak
ketemui aku....."
Karena Siu Lian tidak ada diantara mereka, Siauw Hong
keluarkan suratnya Kang Lam Hoo, diperlihatkan pada
isterinya, kemudian dengan tangan menunjuk keluar, sembari
tertawa ia kata pula "Kang Lam Hoo antarkan pedangnya
saudara Bouw Pek pada nona Jie, ia tentu kandung sesuatu
maksud, cuma ia tidak jelaskan itu didalam suratnya." Ia lalu
bacakan bunyinya surat itu dan terangkan artinya, kemudian
sembari tertawa ia tambahkan "Pedangnya ditinggal buat
jodoh dilain hari! Ha ha ha ! Sungguh menarik bunyinya huruf
"jodoh" itu!"
Sementara itu ia sudah dandan, dan kepalanya memakai
kopia kecil yang ditabur batu mustika, setelah selipkan surat
disakunya ia bertindak keluar, dengau ajak Siu Jie ia naik
keretanya akan pergi kerumahnya Tiat Siauw Pweelek.
Duduk didalam keretanya, orang Boan ini gembira sekali,
hingga ia agaknya jumawa. Ia seperti mau unjuk pada orang
banyak: "Lihat ini, Tek Ngo ya sudah pulang! Ia tetap
sebagaimana adanya, tidak jadi melarat dan tidak binasa juga!
Tapi Oey Kie Pok" Malah tulangnya barangkali sudah rusak!"
Selesai kereta lewat di Pak Sin Kio, Hok Cu pun berkata :
"Pada dua tahun yang lalu, Lie Toaya, yang naik kereta
kita, telah lewat disini.
Waktu itu sudah mulai malam. Mendadak ada rombongan
orang jahat yang datang menyerang, dengan gunai panah
gelap, dengan golok dan tumbak. Selagi orang bertempur,
polisi kelihatan mendatangi. Syukur Lie Toaya bisa kalahkan
dan usir semua musuhnya dan polisi pun bisa diegoskan cuma
waktu itu pahaku telah kena anak panah, hingga aku mesti
berobat lama...."
Hal ini baru hari ini Tek Siauw Hong dapat tahu, dengan
begitu ia jadi dapat tahu juga, selagi ia dikeram dipenjara
Heng-pou, Bouw Pek dan Oey Kie Pok sudah bertempur hebat,
hanya Siu Bie-too selalu main curang. Hal ini telah
menambahkan kekagumannya bagi Bouw Pek, budi siapa ia
anggap besar sekali.
Tidak antara lama kereta sudah sampai di Pweelekhu Siauw
Hong masuk kedalam dan dapat bertemu dengan pmgeran
Boan itu, pada siapa ia lantas saja unjuk hormatnya sambil
haturkan terima kasih.
Tiat Pweelek sambut tamunya dengan girang.
Mereka pasang omong. Siauw Hong menutur halnya di
Sinkiang dan menceritakan tentang Lie di lengah jalan,
dengan kesudahan beberapa orang jahat dapat di binasakan,
bagaimana gagahnya pemuda she Lie itu, telah binasakan
Kie Pok dan serahkan diri.
"Tapi sekarang ia telah pergi entah kemana, apa yang
ketinggalan dari ia adalah ini" seraya terus keluarkan surat
tinggalannya Kang Lam Hoo.
Tiat Siauw Pweelek penyaya.
"Aku memang sudah duga Bouw Pek telah ditolongi orang
bahwa penolongnya mesti jauh lebih liehay daripada dia" ia
kata "Dipihak kantor semua orang bilang bahwa Lie Bouw Pek
telah ditolongi oleh Su Poan-cu si bekas tukang warung arak,
ini aku tidak percaya. Su Poan-cu bukan orang ternama
dikalangan kangouw, mustahil Bouw Pek sudi ikut dia"
Sekarang sudah pasti, Bouw Pek telah ditolongi oleh pehhunya
Kang Lam Hoo, dan ia tentu telah dibawa dibawa ke Selatan!
Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentang pedang yang dikasihkan pada nona Jie itu
sebenarnya Kang Lam Hoo dapat ambil dari aku disini! Dua
hari setelah kaburuya Bouw Pek, Kiu bun Teetok Moo Tek Yu
telah datang padaku, memberitahukan bahwa Bouw Pek
sudah minggat. Ia terangkan karena ia tahu aku perhatikan
Bouw Pek, ia datang untuk mengasi tahu saja.
Kemudian Teetok itu bicara tentang Oey Kie Pok, yang ia
katakan jahat sekali dan pantas binasa, bahwa meskipun
Bouw Pek pemburon ia toh mengaguminya Dari pembicaraan
lebih jauh, samar2 Teetok seperti mau unjuk bahwa
minggatnya Bouw Pek adalah seperti ia yang anjurkan secara
diam2. Akhirnya ia bilang, umpama kata Bouw Pek belum
keluar dari Pakkhia, ia minta aku kasi kisikan agar ia pergi
jauh. Tentu saja, mendengar demikian, aku tegor teetok itu.
Aku lalu tegaskan apa adanya perhubungan diantara aku dan
Bouw Pek. Lantas aku minta upaya ia tukar pedangnya Lie
Bouw Pek dengan pedang yang lama dan agar pedang itu
diserahkan padaku. Aku kata aku inginkan pedang itu selaku
tanda peringatan. Mo Teetok luluskan permintaanku, malah
hari itu juga ia mengirimkannya. Aku taruh pedang itu diatas
meja dikamar tulis, aku pikir buat bikinkan sarung. Aku pun
sudah pikir bila nanti Bouw Pek kembali kemari, aku hendak
kembalikan pedangnya itu. Diluar dugaanku, sebelum sarung
pedang dapat dibikin, pedang itu lenyap, sebelum berada tiga
hari padaku. Tentu saja aku menjadi heran. Berhubung
keadaan genting karena kaburnya Bouw Pek, aku tidak
perintah orang pergi cari pedang itu. Tetapi tidak dinyana,
pedang itu sebenarnya diambil oleh Kang Lam Hoo dan ia
serahkan pada nona Siu Lian, guna dijadikan tanda mata"
Mendengar keterangan itu Siauw Hong pun tertawa.
"Selagi BouwPek berada dalam penjara, nona Siu Lian
sudah satroni penjara dan ajak Bouw Pek kabur, tetapi Bouw
Pek tak dapat dibujuknya" Tiat Siauw Pweelek kata pula
"tetapi aku percaya selama berada berduaan, mereka tentu
telah beber rasa hatinya masing2, Bouw Pek memang kukoay,
perkataan siapa saja ia tidak suka dengar, tetapi kalau
pehhunya Kang Lam Hoo yang recoki jodohnya. aku percaya
ia tidak akan membantah lagi. Aku percaya betul, karena Kang
Lam Hoo telah kirim pedang itu pada nona Jie dan telah
tinggalkan suratnya, dibelakang hari ia akan rangkap jodoh
mereka berdua. Sekarang nona Jie berada dirumahmu, baik
kau jaga supaya ia suka tinggal terus, sebab kalau sampai ia
dapat ingatan akan merantau, sesudah ia berada diluaran
sekalipun Kang Lam Hoo sukar dapat cari dia!"
Siauw Hong manggut2.
"Aku punya akal aku tidak nanti kasi ia pergi" ia kata.
"Sekarang" kemudian Tiat Pweelek kata lagi "kendati sudah
tidak ada Oey Kie Pok, kau tetapi harus berlaku hati. Kau
harus tahu, perkara kau sendiri sudah diputus dan sudah
beres tetapi hal barang2 yang hilang, tetap masih bergantung.
Diantara barang yang lenyap ada serenceng mutiara, terdiri
atas beberapa ratus butir, beberapa butir yang terdapatan
dirumahnya Yo Cun Jie, semua itu yang kecil". Kabarnya ada
empat puluh butir yang besar luar biasa, yang menjaui
mutiara langka. Semua mutiara besar ini belum ada kabar
ceritanya. Kau telah kembali, kau mesti waspada. Aku kuatir,
karena mutiara itu, kau sembarangan waktu bisa berembetrembet
pula...." Siauw Hong bilang terima kasih buat peringatan itu. Iapun
mengerti, yang ia benar2 belum bebas sama sekali!
Mereka masih bicara lagi sebentaran, kemudian Siauw
Hong pamitan pulang. Tapi ia tidak terus pulang ia menuju
langsung ke Pakkauw yan, kegedungnya Khu Kong Ciauw,
akan sambangi sahabat orang bangsawan itu, untuk haturkan
terima kasihnya.
Khu Kong Ciauw juga sambut tamunya dengan girang.
Mereka bicara lama juga, yang dibicarakan adalah sama
dengan apa yang Siauw Hong percakapkan di Pweelekhu.
Kemudian Siauw Hong pulang. Barulah sekarang berkumpul
dengan isterinya dan Siu Lian, Siauw Hong menutur jelas
perihal perjalanannya istimewa ke Sinkiang, tentang
berdiamnya ditempat pembuangan itu. Ia sebutkan hal2
tempat terkenal yang ia lihat, hal orang2 gagah yang ia
dengar, begitupun beberapa hal lain lagi. Sampai jauh malam,
baru mereka berhenti pasang omong dan masuk tidur.
Mulai esoknya lantas Siauw Hong seperti sekap diri. Ia tidak
bikin kunjungan, ia pun tampik sembarang tamu, kalau ia
bertamu atau terima tamu, mereka itu melainkan Tiat Siauw
Pweelek dan Khu Kong Ciauw, begitupun Sun Ceng Lee, orang
yang lindungi ia, dari perginya ke Sinkiang, selama ia berdiam
ditempat pembuangan, hingga kembalinya. Sekarang ini
muridnya almarhum Jie Hiong Wan telah diangkat menjadi
piauw-tauw dari Tay Him Piauw Tiam.
Berdiam dirumahnya, Siauw Hong lewatkan hari dengan
belajar menulis huruf besar dan membaca kitab hikayat dan
lain2. Ia telah beli sebuah rumah kecil didalam Sam-tiauw
Hotong, Tang Su-pay-lauw, ia minta Jie Siu Lian tinggal
dirumah itu yang ia peraboti lengkap. Ia minta Siu Lian didik
ilmu silat pada dua anak lelakinya, supaya anak2 itu mengerti
silat dengan baik dan kemudian bisa menjaga diri.
Siu Lian suka berdiam dirumah itu, ia suka didik dua
anaknya Siauw Hong. Untuk segala keperluannya ia dapat dua
bujang perempuan. Ia sendiri selainnya mendidik dua bocah
Tek juga tidak alpakan kepandaiannya, hingga ilmunya tak
jadi mundur, bahkan bertambah.
Kalau ia sendiri tidak kunjungi Tek Naynay, Siu Lan suka
undang nyonya itu, buat diajak kongkouw. Maka itu kendati ia
hidup sendirian, ia tidak merasa kesepian.
Hanya kadang2 saja ia suka teringat pada Lie Bouw Pek
dan Beng Su Ciauw, sebab ia telah simpan tanda mata dua
orang itu Lie Bouw Pek punya pokiam atau pedang tajam
bergemerlapan, dan Beng Su Ciauw punya tusuk konde emas
atau kim cee yang pun bercahaya berkilau kilauan. Kalau ingat
itu, barulah ia unjuk kesedihannya.
TAMAT Kisah Para Pendekar Pulau Es 4 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Elang Terbang Di Dataran Luas 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama