Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Bagian 4
kepandaian Paman Harya Sokadana berada di atas ilmu
kepandaian Paman Harya Udaya. Ini berita yang
menggembirakan! Dengan demikian, masih ada harapan besar
untuk menginsyafkan kesesatan Paman Harya Udaya!"
"Aku belum pernah menyaksikan mereka bertempur
mengadu kepandaian," ujar Pancapana dengan suara
merendah. "Tapi menurut kakak, berapa kali Harya Udaya kena dikalahkan dalam suatu adu kepandaian di zaman
mudanya. Sekarang ini, Harya Udaya bukanlah Harya Udaya
yang dahulu. Semenjak mengantongi kitab sakti Arya Wira
Tanu Datar bagian atas, ilmu kepandaiannya sukar dijajaki
lagi. Meskipun demikian, agaknya ia belum yakin sendiri untuk dapat memenangkan Harya Sokadana. Ini terbukti dengan
menyuruh puterinya menyulam bu-nyi kitab sakti tersebut
menurut ingatannya sendiri. Terang sekali maksudnya, la
sudah mengadakan persiapan pembelaan diri."
Setelah berkata demikian, Pancapana tidak berbicara lagi.
Dengan menyelimuti diri dengan baju dalam Bagus Boang, ia
memejamkan matanya. Bagus Boang tidak berani
mengganggunya lagi. la tahu, orang tua itu sedang terbenam
dalam pikirannya yang belum memperoleh suatu kepastian.
"Benar! Benar!" kata orang tua itu di dalam hati.
"Berulangkali Harya Udaya dikalahkan Harya Sokadana. Tetapi karena kitab sakti Arya Wira Tanu Datar yang belum lengkap, ilmu kepandaian Harya Udaya kini menanjak tinggi. Kurasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum tentu, Harya Sokadana dapat mengalahkan dengan
mudah lagi. Ya, mengapa hal itu baru sekarang kumengerti
artinya" Aku sudah memiliki ilmu memecah diri. Kalau aku
memiliki pula ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar, bukankah aku dapat menjatuhkan baik Harya Udaya maupun Harya
Sokadana?"
Memikir demikian timbullah semangat hidupnya. Tapi
berbarengan dengan itu, teringatlah dia akan ingkarnya.
Gurunya tidak memperkenankannya mempelajarinya. Itulah
pula sebabnya, kakaknya seperguruan Ki Tapa tak mau
menyebut-nyebut lagi tentang kitab warisan. Dia pun sudah
berikrar pula tidak akan mempelajari. Dan dengan membawa
pikiran demikian, ia tertidur berselimutkan baju dalam Bagus Boang.
Ia terbangun sewaktu dua bujang Harya Udaya
mengantarkan makanan petang hari. Dengan mata setengah
terpejam, ia mengawaskan Bagus Boang menurunkan
makanan petang dari niru. Pemuda itu nampak segar bugar
dan semangatnya baru penuh penuhnya. Tiba-tiba suatu
pikiran menusuk dalam benak Pancapana.
"Dia bukan kaumku. Karena itu, ia bebas mempelajari kitab sakti Arya Wira Tanu Datar. Aku tidak mengajarkan. Aku
hanya menyuruh menghafalkan apa yang tersulam pada baju
dalam hadiah kekasihnya. Kemudian ia kusuruh berlatih.
Bukankah dengan demikian, aku bisa melihat betapa corak
ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar bagian atas?"
Memperoleh pikiran demikian, hatinya girang luar biasa.
Sesungguhnya semenjak bertemu dengan Bagus Boang,
hatinya sangat berkenan. Ingin ia memberikan sesuatu
kepadanya. Itulah sebabnya, dengan serta merta ia
mengangkatnya sebagai kemenakannya sendiri yang berhak
menerima sesuatu warisan. Dengan pikiran demikian, ia
menurunkan ilmu ciptaannya sendiri. Setelah paham benar,
timbullah niatnya hendak mewariskan pula kitab sakti Arya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wira Tanu Datar. Hal itu dinyatakan tatkala dia kena pagut
ular berbisa. Dan kesan kasih sayang terhadap Bagus Boang
makin bertambah, sewaktu menyaksikan betapa pemuda itu
sampai mengorbankan darah bagi keselamatan jiwanya. Kini ia kena dorong pula semangat cinta kasih Ratna Permanasari
yang memberikan baju dalam ayahnya. Kalau orang lain rela
memberikan suatu mustika kepada pemuda itu, mengapa dia
tidak" Cara berpikir Pancapana memang tidak umum. Itu
disebabkan wataknya yang angin-anginan. Derum hatinya
penuh dengan genderang tak mau kalah. Kalau orang lain
berbuat, dia pun harus bisa pula. Tetapi setelah memperoleh keputusan demikian, sekonyong-konyong suatu pertimbangan
lain merasuk ke dalam pikirannya.
"Kemuliaan hati Bagus Boang mirip dengan guru. Guru
dahulu hendak membakar kitab sakti itu. Dan dia pun
sepaham pula. Dia mendengar sumpahku pula, tak mau
mempelajari kitab terkutuk itu. Kalau kini aku beralih pikiran dengan mendadak, bukankah ia akan memandang enteng
padaku?" kata Pancapana dalam hati. "Baiklah kuatur begini saja. Aku tidak akan memberitahukan tujuanku. Kelengkapan
bunyi rumus kitab sakti, biarlah kuturunkan dengan
bersembunyi. Kelak kalau sudah paham, barulah aku memberi
keterangan. Kalau dia akan membakar kitab sakti Arya Wira
Tanu Datar, biarlah dibakarnya. Bukankah isinya sudah
merasuk di dalam darah dagingnya. Dia tidak akan
membuangnya. Dengan demikian, tercapailah tujuanku. Hai!
Alangkah lucu!"
Bukan main girang orang tua itu. Sekali melompat, ia
menyambar semua makanan petang bagiannya. Sambil
menggerumuti nasi dan lauk pauk, mulutnya berseru-seru.
"Ya, benar! Benar! Inilah cara yang jitu!" Lalu ia tertawa panjang.
"Paman! Kau membenarkan apa?" Bagus Boang heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pancapana tidak menjawab. Ia tertawa sendiri dengan hati
girang. Setelah puas, barulah dia berkata: "Kau makanlah dahulu kenyang-kenyang. Nanti kujelaskan."
"Apakah kita akan melabrak Paman Harya Udaya?" Bagus Boang menduga-duga.
"Makanlah dahulu kenyang-kenyang! Mengapa engkau usil
seperti perempuan?"
Bagus Boang tak berani main tebak lagi. Untuk
menyenangkan hati paman angkatnya, ia makan dengan
lahap. Ia tahu, paman angkatnya seorang yang berwatak
angin-anginan. Sekalipun demikian, otaknya cerdas dan dapat berbuat sesuatu di luar dugaan. Karena itu, ia yakin paman
angkatnya mempunyai sesuatu tujuan yang sedang
dirahasiakan. Pancapana menunggu sampai bulan muncul di udara. Kala
itu udara sangat cerah. Cahaya bulan tiada halangannya.
Inilah suatu kejadian yang jarang terjadi di atas gunung.
Cahayanya yang Iebut meraba puncak-puncak mahkota
pepohonan. Apabila angin datang berdesir, mahkota pohon
memantulkan cahaya emasnya. Di dalam hati, alangkah terasa
bersemarak. Orang itu mengawaskan Bagus Boang beberapa saat
lamanya dengan berdiam diri.
Kemudian berkata seperti seorang mahaguru. "Anakku
selama aku berada dalam gua, diam-diam aku mencipta ilmu
tata berkelahi. Kecuali ilmu memecah diri Dwitunggal, masih aku mempunyai beberapa macam lagi. Perlahan-lahan, akan
kuturunkan kepadamu. Sekarang ini aku minta padamu agar
jangan menyia-nyiakan persembahan puteri Harya Udaya.
Harya Udaya memang musuhmu, tetapi puterinya jangan kau
ikut sertakan! Ternyata ia sangat menaruh perhatian
kepadamu. Cobalah berbuat sesuatu untuk menyenangkan
hatinya. Kau hapalkan bunyi sulaman itu. Kelak didepannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
engkau dapat membuktikan, bahwa engkau tidak menyianyiakan persembahannya. Bukankah perbuatan untuk
menyenangkan hati orang lain, adalah suatu perbuatan
mulia?" Diingatkan kepada Ratna Permanasari, hati Bagus Boang
tergetar lembut. Wajah Ratna Permanasari yang lembut dan
gerak-geriknya yang menawan hati, mendesirkan darahnya.
Jantungnya lantas saja memukul.
"Bagaimana?" desak Pancapana.
"Ya...ya...ya... itu perbuatan mulia!" Ia menyahut tak jelas.
"Kau girang tidak?"
"Girang!" sekali lagi Bagus Boang menyahut. Namun oleh pengaruh penglihatan bayangan Ratna Permanasari, napasnya
terasa menjadi sesak. "Aku akan memenuhi harapan Paman maupun harapannya."
Pancapana tersenyum puas. Dalam hati ia berkata,
"Masakan kau mengerti maksudku" Kau sudah kena
jebakanku!" Dengan kata hati demikian, segera ia
mengembalikan baju dalam hadiah Ratna Permanasari.
Kemudian ia membaca salah satu deretan huruf yang berbunyi
demikian: Bulat itu persegi Kiri itu kanan. Isi itu kosong. Diam itu
bergerak. Menyerang susulan lebih cepat daripada mendahului menyerang.
Bagus Boang seorang pemuda cerdas. Meskipun demikian
ia merasa perlu untuk meminta penjelasan. Rumus-rumus itu
mudah untuk dihafal, tapi sukar untuk dimengerti. Pancapana tahu akan hal itu. Dengan sabar ia berkata menggurui,
"Rasukkanlah bunyi dalil-dalil itu ke dalam darah dagingmu dahulu. Penjelasannya terletak pada latihanmu. Sebentar
kujelaskan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar saja. Setelah Bagus Boang hafal akan kata-katanya,
Pancapana segera menyuruhnya menafsirkan dengan suatu
gerakan. Sudah barang tentu, Bagus Boang jadi kebingungan.
Sekian kali ia mencoba bergerak, namun Pancapana
senantiasa menggelengkan kepalanya.
"Itu kurang tepat! Kurang tepat!" katanya berulang kali.
"Coba pikirkan lebih dalam lagi! Bukankah itu suatu gerakan tipu muslihat" Sekarang bersilatlah dengan jurus ilmu
Dwitunggal! Setiap kali engkau memasuki suatu jurus yang
melingkar, buatlah gerakan persegi. Itulah yang dikehendaki."
Mendengar penjelasan itu, sadarlah Bagus Boang. Segera
saja ia melakukan petunjuk paman angkatnya. Memang cara
mengajar Pancapana benar-benar aneh bin ajaib. Ia tidak
memberi penjelasan dengan gerakan tangan atau memberi
contoh bagaimana harus bergerak. Sebaliknya ia hanya
membetulkan dengan petunjuk-petunjuk lisan belaka. Inilah
cara mengajar yang luar biasa. Sebaliknya luar biasa lagi
adalah Bagus Boang. Berkat bahan bagus yang dimiliki
semenjak dilahirkan, hasilnya sangat bagus. Mula-mula ia
mencoba menerjemahkan bunyi kata rumus dengan hati-hati.
Setelah mendapat perbaikan, ia mengulangi dengan sungguhsungguh dan telaten. Akhirnya ia berani melahirkan suatu
pendapat sendiri. Demikianlah, malam itu mereka lampaui
dengan tekun. Dan oleh ketekunannya, tahu-tahu hari telah
merekah cerah. Pagi hari tiba dengan diam-diam.
Senang benar, Pancapana memperoleh seorang murid yang
berbakat, tekun, cermat, telaten dan bersungguh-sungguh.
Menyaksikan Bagus Boang melahirkan ciptaan-ciptaan
terjemahan bunyi rumus menurut perasaannya sendiri, ia tidak melarang, la bahkan mendapat kesempatan untuk
memperbandingkan dengan tafsirannya sendiri. Tak segansegan ia memberi petunjuk, manakala nilai tafsiran Bagus
Boang berada di bawahnya. Dan tak jarang pula ia menerima
ciptaan terjemahan Bagus Boang dengan setulus-tulusnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang mengasyikkan ialah, manakala mereka berusaha
mengadakan suatu penggabungan antara tafsiran rumus
Bagus Boang dan Pancapana. Seringkali timbullah suatu
perdebatan yang sengit yang kemudian diakhiri dengan suatu
keselarasan yang menggirangkan hati.
Dua bulan lantas saja terlintasi tanpa terasa. Pada suatu
hari sampailah Pancapana pada jurus meloncat tinggi di udara dan memukul dalam saat terjun ke bawah. Jurus itu harus
dilakukan seakan-akan burung elang terbang melingkar di
udara untuk mencengkeram mangsa. Orang tua itu lantas
mondar-mandir untuk memecahkan jurus tersebut. Ia sadar,
bahwa mau tak mau harus memberi contoh. Kalau hanya
berbentuk penjelasan kata-kata belaka, bagaimana Bagus
Boang dapat melakukan. Tetapi memberi contoh berarti dia
melanggar pantangan gurunya. Bagaimana sebaiknya"
Selagi dalam keadaan demikian, tiba-tiba Bagus Boang
berkata nyaring: "Paman, cobalah lihat apakah tepat aku menafsirkan jurus itu?"
"Kau mau apa?" dengus Pancapana.
"Meloncat terbang. Bukankah demikian bunyi dalil ini?"
sahut Bagus Boang cepat. Pemuda itu teringat akan
pengalamannya setelah menenguk darah ular merah. Ia
sampai berada di depan gua itu, karena tenggelam tatkala
berlatih berloncatan di udara. Karena itu, ia yakin dapat
melakukan jurus tersebut.
"Otakmu memang cerdas," kata Pancapana bergumam.
"Tapi jurus ini tidak hanya membutuhkan tumpuan otak
melulu. Tapi juga bersandar pada himpunan tenaga sakti. Kau bisa apa?"
Bagus Boang tidak mengindahkan omelan paman
angkatnya. Segera ia menjejak tanah dan tubuhnya tiba-tiba
melesat tinggi di udara. Dahulu"tatkala ia mencoba kesaktian darah ular merah"belum diperolehnya suatu keseimbangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai tubuhnya pernah membentur pohon. Kali ini pun
demikian. Saking semangatnya, tubuhnya mental terlalu
tinggi. Kemudian turun dengan derasnya. Namun ia cerdas.
Dalam keripuhannya, teringatlah dia pada gerakan memukul
dari udara. Oleh ingatan itu, cepat ia menghirup napas. Lantas turun menyambar dengan pukulannya. Dahsyatnya diluar
dugaannya sendiri.
Salah tafsir rupanya si Pancapana. Begitu melihat Bagus
Boang terpental tinggi di udara, ia kaget berbareng kagum. Ia heran, dari manakah asal tenaga sakti pemuda itu. Dasar ia
berotak terang, maka begitu melihat Bagus Boang belum
dapat mengatur keseimbangan, sudahlah ia dapat menebak
beberapa bagian. Cepat ia melesat ke tengah lapangan
hendak menyambut terjunnya. Kalau tidak, pemuda itu akan
jatuh terbanting di atas tanah.
"Pukullah udara untuk mengurangi arus terjunmu!" serunya nyaring.
Sebaliknya Bagus Boang telah melakukan jurus pukulan
dari udara. Melihat paman angkatnya menyongsong tubuhnya,
dengan terkejut ia berteriak: "Paman! Minggir!"
Seperti kilat, tubuhnya terjun dari udara. Pada detik-detik bahaya ia mengubah sasarannya. Bres! Pukulannya
menghantam tanah. Debu tebal terbang ke udara dan tanah
yang kena pukulannya amblong. Dan pada saat itu, tubuhnya
terpental balik oleh pukulan songsongan Pancapana.
"Anak edan!" terdengar Pancapana menggerutu. Berbareng dengan ucapannya, Bagus Boang berjungkir balik di udara
untuk memunahkan tenaga dorong. Tatkala nyaris turun ke
tanah, tubuhnya kena peluk Pancapana yang turun di atas
tanah dengan berbareng.
"Bagaimana?" terdengar suara Pancapana cemas.
"Tidak apa-apa," jawab Bagus Boang dengan suara
menggeletar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Coba, tarik napasmu!"
Bagus Boang menurut, la menarik napas panjang-panjang,
la tak merasakan sesuatu, kecuali degup jantungnya yang
berdeburan cepat. Itu disebabkan ia mencemaskan sasaran
pukulannya yang hampir mengenai Pancapana. Dan melihat
Bagus Boang segar bugar tidak kurang sesuatu, Pancapana
menghela napas lega.
"Hm! Sebenarnya sasaran bidikanmu harus kaulakukan
terus. Mengapa kau ubah" Itu bunuh diri!"
"Tapi, tapi...." Bagus Boang hendak menerangkan.
"Huh!" dengus Pancapana. "Pukulanmu memang sudah baik. Tetapi apakah kau sangka sudah dapat membunuh
Pancapana?"
Mendengar ucapan Pancapana, merah wajah Bagus Boang.
la mengira, pukulannya tadi sudah sangat dahsyat. Tak
tahunya Pancapana masih menganggapnya terlalu enteng.
"Kau tak percaya?" kata Pancapana meyakinkan. "Lihat!
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pukulan ini sebenarnya sudah harus dapat membelah bumi.
Tapi kau hanya membuat suatu kubangan air belaka. Apakah
pukulan demikian dapat kau buat melumpuhkan Harya Udaya
ataukah aku?"
Napas Pancapana terdengar sesak. Suatu pertanda bahwa
hatinya penuh sesal. Katanya lagi, "Baiklah. Aku beri contoh agar terbuka kedua matamu!"
Pancapana mencari sasaran bidikan. Di dekat gua
nampaklah sebongkah batu sebesar gubuk, la menggerakkan
tangan dan memukul. Suatu kesiur angin mengaung tajam.
Dan tiba-tiba saja, batu sebesar gubuk itu hancur berkeping-keping. Kepingan-kepingannya melesat buyar tak ubah letikan kembang api.
Menyaksikan pukulan itu, Bagus Boang kagum luar biasa.
Bukan main dahsyatnya. Kalau pukulan demikian mengenai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuh manusia yang terdiri dari darah dan daging, sudahlah
dapat dibayangkan betapa akibatnya.
"Nah, manakah yang lebih dahsyat" Pukulanmu ataukah
pukulanku?" kata Pancapana masih bernada menyesali.
Dengan tajam ia mengawasi muridnya. Dan beberapa saat
kemudian, sinar matanya yang tajam menjadi lunak kembali.
Perlahan-lahan ia menghampiri Bagus Boang dan dengan
kasih sayang ia mengelus-elus rambutnya.
"Anakku! Kesanggupanmu diluar dugaanku semula.
Bagaimana engkau dapat melesat tinggi di udara" Aku sendiri belum tentu bisa."
Pancapana berbicara dengan sesungguhnya. Tetapi Bagus
Boang sudah terlanjur berkecil hati. Ia menjawab dengan
sekenanya saja. Katanya, "Semenjak kecil aku belajar
meloncat-loncat. Apakah yang hebat?"
Pancapana tertawa terkekeh-kekeh. Tukasnya penuh
pengertian. "Anakku! Kau tak perlu berkecil hati. Dengan sesungguhnya aku kagum akan kemampuanmu. Seumpama engkau belajar
meloncat semenjak kanak-kanak, pastilah engkau sudah dapat
memperoleh keseimbangan. Baiklah, kalau engkau tidak mau
menerangkan, tak mengapa. Hanya saja, semenjak kini,
engkau harus bertekun mencari keseimbangan. Di kemudian
hari akan berhasil seperti yang kuharapkan."
Karena benar perkataan Pancapana, sehingga Bagus Boang
terdiam. Akhirnya ia menceritakan pengalamannya yang aneh
setelah meneguk darah ular merah. Mendengar hal itu,
Pancapana girang sampai melompat-lompat.
"Bagus! Bagus!" serunya nyaring. "Selama hidupku aku sangat benci pada binatang terkutuk itu. Tak tahunya ia bisa memberi faedah besar bagi manusia. Eh, termasuk macam
apakah ular merah itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semenjak hari itu, Bagus Boang berlatih memperoleh
keseimbangan. Seperti biasanya, ia selalu minta petunjukpetunjuk manakala menemui suatu kesulitan yang tidak
mudah dipecahkan.
Dan dengan sabar, Pancapana menjelaskannya. Dengan
demikian, Bagus Boang memperoleh kemajuan hanya dalam
beberapa hari saja. Kemudian ia disuruhnya mengulangi
semua jurus dengan tataran tenaga saktinya yang sudah
berimbang. Hasilnya benar-benar luar biasa. Gerakannya
sangat gesit dan setiap pukulannya sudah menerbitkan suatu
gelombang angin.
Seringkali Bagus Boang melihat paman angkatnya tertawa
atau senyum seorang diri. Ia tidak mempunyai prasangka apa
pun juga. Bukankah paman angkatnya memang nakal dan
senang bergurau" Namun demikian, pukulan paman
angkatnya yang dahsyat itu masih saja berkesan hebat dalam
dirinya. Pada suatu petang ia memberanikan diri untuk minta penjelasan. "Pukulan Paman benar-benar dahsyat melebihi dugaanku. Tapi mengapa Paman masih merasa kalah seurat
dengan Paman Harya Udaya" Apakah pukulan Paman Harya
Udaya melebihi tenaga sakti Paman?"
"Eh, mengapa begini tolol pertanyaanmu?" dengus
Pancapana. "Kau sendiri pernah mengalami kehebatan tenaga saktinya. Dengan hanya melambaikan tangan, tubuhmu
terpental sampai ke jurang. Coba bayangkan, andaikata dia
menghantam dirimu dengan tenaga penuh! Pastilah tubuhmu
tidak berwujud manusia lagi. Itulah himpunan tenaga sakti
Arya Wira Tanu Datar yang kini kamu miliki pula."
"Kini kumiliki?" Bagus Boang mengulang terkejut.
"Benar!" Pancapana terseyum. "Apakah engkau belum sadar pula" Coba ucapkan rumus-rumus jurus yang kuajarkan
kepadamu di luar kepala! Lalu cocokkan dengan bunyi
sulaman baju dalammu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar-benar nakal si paman angkat ini! Tanpa merasa,
Bagus Boang berkomat-kamit menghafalkan bunyi rumus
ajaran Pancapana. Kemudian menanggalkan baju dalamnya
dan terus dibacanya. Hatinya terguncang hebat, tatkala
ternyata cocok, malahan jauh lebih lengkap.
"Apakah artinya ini?" katanya dengan suara menggeletar.
"Artinya anakku, engkau sudah menjadi pewaris ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar. Di dunia ini selain Harya Udaya dan
Ratu Naganingrum, hanya engkaulah yang telah mewarisi,"
sahut Pancapana dengan pandang berseri. "Kau tak usah
berpikir yang bukan-bukan. Kau bukannya aku yang sudah
berikrar tidak akan mempelajari ilmu sakti tersebut di hadapan guru. Engkau mahluk bebas. Engkau bahkan insan yang
dilahirkan untuk mewarisi ilmu itu. Aku pamanmu, dengan ini menyatakan rasa syukur kehadapan Ilahi." Setelah berkata demikian, sekali melompat ia mengambil pedangnya.
Kemudian membongkar tanah tempat penyimpanan peti kitab
sakti Arya Wira Tanu Datar. Beberapa saat kemudian dengan
bergemetaran, ia mengeluarkan sebuah kitab kuno yang
terbungkus kain putih. Dengan hati-hati ia menyerahkan kitab itu kepada Bagus Boang seraya berkata: "Anakku! Semenjak kini, kitab Arya Wira Tanu Datar bagian atas adalah milikmu sepenuhnya. Di dalamnya terdapat secarik kertas bergambar
peta. Dengan menuruti peta itu, kau akan dapat menemukan
kitab lainnya yang memuat ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar
bagian bawah... Anakku, maafkan aku! Semenjak aku bertemu
padamu sudah timbul niatku hendak mewariskan kepadamu.
Tapi melihat kemuliaan hatimu, aku kuatir kau akan menolak.
Kalau sampai demikian, hidupku akan sia-sia belaka. Karena
itu, aku mengambil jalan lain. Syukur, baju dalam puteri Harya Udaya membuka jalanku. Engkau kusuruh menghafalkan
bunyi sulaman, yang sebenarnya kurang lengkap. Berkat
bantuan para suci di akhirat, kau tak tahu bahwa aku
melengkapi dengan diam-diam. Maafkan aku. Dengan ini aku
bersedia bersembah padamu untuk menebus kenakalanku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, benar-benar Pancapana
menundukkan mukanya hendak membungkuk membuat
sembah. Sudah barang tentu Bagus Boang kaget bukan
kepalang. Cepat ia menyanggah maksud orang tua itu, sambil
berkata terbata-bata. "Paman! Jangan! Jangan! Hanya saja...
tak tahu aku, apa yang harus kulakukan!"
Dengan sabar, Pancapana membatalkan sembahnya, la
merenungi Bagus Boang beberapa saat lamanya. Kemudian
berkata dengan penuh perasaan. "Kau berjanji kepadaku, takkan menyesali aku" Jika kau mau berjanji demikian, aku
rela membatalkan niatku hendak mohon maaf kepadamu."
Bingung Bagus Boang menghadapi perkataan itu. Ia tak
tahu apa yang harus dilakukan. Yang terasa, menerima
sembah Pancapana benar-benar kurang tepat dan tidak enak.
Maka dengan kepala kosong, ia mengangguk.
"Bagus! Nah, legalah hatiku!" seru Pancapana girang.
"Sekarang, semuanya itu sesungguhnya tergantung pada
pribadi seseorang. Bukankah engkau sudah mendengar
keputusan guruku tatkala batal hendak memusnahkan kitab
warisan Arya Wira Tanu Datar" Guru mengumpamakan semua
ilmu itu sebagai api dan air. Api dapat memusnahkan, api pun dapat memasakkan semuanya yang serba mentah. Air dapat
menenggelamkan segala, api juga dapat menghidupi semua
yang berada di atas bumi. Semuanya itu tergantung belaka
betapa cara menggunakan. Aku sudah berkata kepadamu,
bahwa engkau menang seurat denganku, meskipun kau kalah
ulet, tabah, kukuh dan cermat daripada aku, namun dalam hal kejujuran, kehalusan budi dan kelapangan hati, kau menang
berlipat ganda daripada aku. Karena itu aku menaruh harapan besar kepadamu di kemudian hari," ia berhenti sebentar.
Kemudian meneruskan lagi, "Kitab sakti Arya Wira Tanu Datar bagian bawah akan memberi petunjuk-petunjuk inti
kepadamu. Aku sendiri belum pernah membacanya. Tapi
melihat bunyi kalimat bagian atas, aku yakin bahwa bagian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bawah seumpama saluran bendungan air. Kau ini ibarat
bendungan air sudah menampung tenaga pergolakan, Kalau
kau memperoleh yang bagian bawah, tenaga pergolakan
dalam dirimu itu akan menemukan cara penyalurannya.
Dahsyatnya tak dapat kubayangkan. Harya Udaya boleh
menguasai bagian atas, namun ia takkan mencapai suatu
kemahiran. Karena ia kehilangan yang bagian bawah. Semua
jurus pukulannya, kukira diambilnya dari jurus-jurus ilmu
pedang Syech Yusuf. Itu kurang tepat meskipun sudah
dahsyat luar biasa. Anakku, kau akan bergembira manakala di kemudian hari engkau akan menjagoi seluruh medan laga di
Jawa Barat ini. Artinya engkau akan mencapai cita-citamu
untuk menggalang suatu persatuan. Dengan demikian, engkau
akan dapat mengganti kedudukan ayahmu. Mempersatukan
bangsa, mengangkat senjata menggempur VOC! Hebat!
Sungguh hebat!"
Orang tua itu lalu tertawa panjang. Hatinya sangat puas.
Setelah menggeranyangi sakunya, ia menyerahkan sebatang
kunci kepada Bagus Boang. Katanya lagi, "Kau bawalah kunci ini! Lihat petunjuk-petunjuk dalam peta! Lalu warisi ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar!"
Bagus Boang merasa dirinya bermimpi. Adakah di dunia ini
terjadi sesuatu yang serba kebetulan" la mendaki gunung.
Bertemu dengan Ratna Permanasari. Terbanting ke dalam
jurang. Menghisap darah ular merah. Tersesat ke dalam gua.
Dan kini telah mewarisi sebagian ilmu sakti Arya Wira Tanu
Datar dengan tak disadarinya. Inilah barangkali yang
dimaksudkan suatu pepatah: minum secawan anggur
didampingi seorang kenalan baru, lebih berharga daripada
membuat seribu perjalanan menjelajah dunia sampai sepatu
besi pecah berantakan.
Benar-benar hebat pengalaman itu. Hati dan benaknya
lantas saja terumun persoalan persoalan hidup yang rumit.
Seperti kehilangan diri sendiri, ia menerima kunci itu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulut tergugu. Kemudian dengan perlahan-lahan ia kembali
ketempatnya dengan pandang tak berkedip.
Dalam pada itu, Pancapana masih terus berbicara
memuaskan selera hatinya. Orang tua itu demikian
bergembira, sehingga suaranya makin lama makin
bersemangat. Dengan cermat, ia mulai membahas semua
jurus ulangan yang terdapat pada warisan ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar bagian atas. Tetapi Bagus Boang terbawa oleh
perasaannya sendiri. Tak terasa ia mendengarkan ceramah
Pancapana dengan membaringkan diri. Lambat laun, suara
Pancapana terdengar samar-samar, kemudian melenyap.
Kalau tadi ia merasa diri sedang bermimpi, kini ia benar-benar berada dalam alam itu. Tatkala menyenakkan mata, pagi hari
telah menyongsongnya dengan cahayanya yang gemilang. Tak
terasa ia menguap dengan hati lapang luar biasa.
Teringat pengalamannya kemarin petang, hatinya menjadi
ringan. Suatu kesegaran merayap dalam tubuhnya. Alangkah
mengherankan. Alangkah nikmat. Dibandingkan dengan
sewaktu berangkat mendaki Gunung Patuha dan kini alangkah
jauh bedanya. Ilmu saktinya kini sudah menjadi berlipat
ganda. Itulah berkat ilmu warisan Arya Wira Tanu Datar yang sudah merasuk dalam darah dagingnya dengan tanpa
sepenge-tahuannya sendiri. Tiba-tiba, suatu perasaan
membangunkan benaknya. Hai, mengapa menjadi sunyi"
Ia memutar kepalanya. Pancapana tak ada di tempatnya.
Gua sunyi lengang. Dengan serta merta ia menegakkan
badan. Pandangnya ditebarkan dengan kepala menebak-nebak.
Hatinya memukul tercekat tatkala melihat jebolnya tali pagar yang membatasi ruang gerak Pancapana. Tali pagar itu
terbuat dari urat kerbau. Kuatnya melebihi jalur kawat berduri.
Oleh rasa kaget, Bagus Boang melompat bangun. Terus
saja ia memburu keluar gua. Di atas tanah, ia melihat suatu corat-coret. Itu tulisan tangan Pancapana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anakku! Pergilah engkau ke timur laut! Tunggu di rumah batu. Di sana kita berlatih..."
Tergetar hati Bagus Boang membaca tulisan itu. Artinya
Pancapana sudah menjebol pagar kurungan. Beberapa waktu
yang lalu, paman angkatnya itu tidak berani keluar dari batas kurungan. Sekarang ia tidak hanya keluar dari batas ruang
geraknya, tetapi menjebol pagarnya pula. Itu suatu tanda,
bahwa ia telah yakin dapat menanggulangi kesaktian Harya
Udaya. Dan memperoleh pikiran demikian, hati pemuda itu
penuh syukur. "Bagus!" serunya di dalam hati. "Paman sudah bersiaga mengadu gebrakan dengan Harya Udaya. Masakan aku akan
tinggal diam memeluk kaki" Tunggu!"
Tanpa memedulikan segala, ia lari mengarah ke timur laut.
Gerakan kakinya kini jauh berbeda dengan gerakannya
dahulu. Dia kini jauh lebih gesit, entah berapa kali lipat. Gerak geriknya ringan. Setiap kali kakinya menjejak tanah, tubuhnya terasa membal. Syukur, semalam ia sudah dapat memperoleh
keseimbangan diri berkat petunjuk-petunjuk pamannya. Maka
langkahnya menjadi cepat sepesat angin.
Sampai di gundukan depan, sekonyong-konyong ia
mendengar suatu nyanyian. Darahnya berdesir. Itu suara
Ratna Permanasari.
dahulu kala tatkala bumi lagi
menyibakkan samudera pasang
di persada dunia tatkala
para dewa berebutan dengan para raksasa
muncullah ruap laut putih yang melesat tinggi di awan
dan jadilah seekor kuda putih memekik dahsyat
ibarat petir itulah kuda tunggangan dewa wisnu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sang lang-lang buwana namanya
mengapa kini menggerumuti rumput di ladang hamba
tanpa tambatan tanpa ikatan
dimanakah kini majikannya berada
mengapa tiada pernah membagi warta pesan hamba"
janganlah tuan jauh-jauh meninggalkan radang hatiku...
Nyanyian itu tidak mengambil lagu tertentu. Agaknya hanya
merupakan suatu pantulan rasa hati semata. Meskipun
demikian, untuk Bagus Boang bukan main dahsyatnya.
Napasnya tiba-tiba terasa menjadi sesak. Itu disebabkan katakata kuda putih dan Lang-lang Buwana. Pikirnya, ya,
bukankah kuda putihku berada di rumahnya" Eh, mengapa dia
tahu namanya pula" Apakah suatu kebetulan belaka"
Ia merandak seraya mendongakkan kepalanya. Suara itu
terdengar memantul dari seberang tebing. Tak sangsi lagi, itu suara Ratna Permanasari yang lembut. Dan terbayanglah
wajah Ratna Permanasari dengan pandang matanya yang
dapat mengharukan hatinya. Dan teringat Ratna Permanasari,
mendadak ia teringat pula pada Suryakusumah.
"Suryakusumah pada saat ini pasti terkurung di dalam
ruang Harya Udaya. Untuk Suryakusumah yang berani
berkorban bagiku, masakan aku akan membiarkannya
menderita?"
Hati Bagus Boang terguncang hebat. Terus saja ia
mengarah ke seberang tebing dengan membawa suatu
keputusan. "Biarlah kucobanya sekali lagi melawan Harya Udaya!"
Sekonyong-konyong suara Ratna Permanasari lenyap
dengan mendadak. Sekitar pegunungan sunyi sepi. Tiada
sesuatu yang bergerak. Seolah-olah dunia mati tanpa sebab.
Oleh suatu kesunyian itu, Bagus Boang yang memilki perasaan tajam menghentikan langkahnya. Dalam hatinya seakan-akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
timbul suatu perintah agar waspada. Tepat pada saat itu,
pendengarannya menangkap suatu bunyi berdesir. Itulah
suara senjata bidik yang sangat lembut. Coba, seumpama dia
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kini tidak memiliki ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar, pastilah suara itu luput dari pengamatan pendengarannya.
Segera ia mendekam dengan memasang kuping. Senjata
bidik bagi rakyat Jawa Barat tidaklah asing lagi. Orang-orang Baduwi sangat mahir menggunakan senjata demikian. Senjata
itu disambitkan atau dilepaskan dari mulut. Kerapkali beracun juga. Pada zaman dahulu dipergunakan untuk memburu
hewan. Lambat laun berubah menjadi alat pembunuh
manusia. Baik di dalam peperangan maupun dalam pergaulan
umum. Tidak lama kemudian, ia mendengar langkah kaki. Tidak
hanya seorang, tetapi lebih dari tiga orang. Langkah kaki yang berada di depan jauh berlainan dengan langkah-langkah yang
memburu. Gerakannya gesit ringan. Sedangkan yang berada
di belakang agak kacau. Dengan demikian teranglah, bahwa
mereka sedang berkejar-kejaran.
Diam-diam Bagus Boang terperanjat mendengar suara
langkah mereka. Tak ragu lagi, bahwa mereka terdiri dari
orang-orang yang memiliki ilmu sakti tinggi. Siapakah mereka yang memasuki lembah Gunung Patuha ini" Cepat-cepat ia
menyelinap ke dalam belukar.
Orang yang berada di depan berpakaian serba hitam. Gerak
geriknya gesit luar biasa. Tubuhnya ramping, sehingga
gerakannya berkesan luwes, la bersiul nyaring. Kemudian
berhenti dengan mendadak kira-kira lima puluh langkah di
depan Bagus Boang. Orang itu lalu berkata lantang. "Aku Harya Sokadana, pagi ini hendak mencoba mendaki bukit
menemui Harya Udaya. Apa sebab kalian terus menguntit aku"
Apakah benar-benar kalian hendak mencoba memasuki
lembah Harya Udaya" Kalau kalian memaksa, terpaksa aku
bermain-main sejurus dua jurus dengan kalian!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hebat suaranya, sampai dinding-dinding Gunung Patuha
tergetar lembut. Dan hampir berbareng dengan lenyapnya
kumandang suara itu, terdengarlah suatu gelak tawa, tak
ubah kaleng tertendang.
"Harya Sokadana! Kau terlalu yakin kepada ilmu saktimu.
Masakan kami jerit dan takut" Kami pengawal-pengawal
kepercayaan Kerajaan Banten, engkau lalui begitu saja.
Apakah kau tidak menghargai kami" Kau hendak menemui
Harya Udaya. untuk apa?"
Serentetan tanya-jawab itu, terdengar sangat jelas dalam
pendengaran Bagus Boang. Dan mendengar nama Harya
Sokadana, ia tercengang sendiri. Benarkah manusia bertubuh
ramping itu Harya Sokadana yang namanya pernah
menggetarkan bumi Priangan"
Seringkali ia mendengar tutur kata guru-gurunya tentang
keperwiraan dan keperkasaan pendekar itu. Ilmu saktinya
berada di atas Harya Udaya. Kini ia "seperti sedang dikejar-kejar tiga pengawal Sultan Banten.
Siapakah mereka ini yang tak mengenal tingginya gunung,
sampai pula berani mencoba-coba mengejar Harya Sokadana"
Pemuda itu benar-benar heran. Tiba-tiba suatu ingatan
menusuk benaknya. Pikirnya pulang balik. "Paman Harya
Sokadana bekas pahlawan Ayah. Pastilah dia sudah
mendengar pengkhianatan Paman Harya Udaya. Apa sebab
pagi hari ini dia mendaki gunung hendak menemuinya?"
Pemuda itu kini menjadi bingung. Pikirannya sibuk
menduga-duga. Ia boleh cerdas, namun ia tak sanggup
memecahkan teka teki itu, betapa tidak"
Kedatangan Harya Sokadana pada pagi hari itu, justru
bersangkutan dengan beradanya di atas Gunung Patuha.
Seperti diketahui, Harya Sokadana dan Harya Udaya
merupakan dua tokoh pahlawan andalan Pangeran Purbaya.
Mereka berdua merupakan dua mustika pujaan rakyat Jawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Barat. Harya Sokadana seorang ahli tongkat baja, sedangkan
Harya Udaya seorang ahli pedang.
Pada hari-hari runtuhnya Pangeran Purbaya melawan
Sultan Haji, Harya Sokadana tetap mendampingi
junjungannya. Ia lenyap tiada kabar beritanya bersama
junjungannya pula. Sebaliknya, Harya Udaya belum-belum
sudah mendurhakai junjungannya dengan merebut Ratu
Naganingrum. Itu suatu peristiwa yang menyedihkan. Harya
Udaya seorang pendekar yang tinggi ilmunya. Orang yang
dapat menaklukkan hanya Harya Sokadana seorang. Aneh,
pendekar besar itu tidak menampakkan batang hidungnya
untuk membuat perhitungan dengan Harya Udaya. Apakah
sudah mati" Mengingat ilmu kepandaiannya yang tinggi,
tidaklah mungkin Harya Sokadana tewas dalam suatu
pertempuran. Keyakinan itu ternyata terbukti pada pagi hari itu.
Harya Sokadana tahu, bahwa junjungannya mempunyai
seorang putera yang sedang diasuh oleh rekan-rekannya.
Itulah Bagus Boang. Mengingat kesetiaannya terhadap
Pangeran Purbaya, pastilah dia memikirkan pula kesejahteraan Bagus Boang. Maka dengan diam-diam, pendekar Mundinglaya
mengundang guru-guru pengasuh Bagus Boang untuk diajak
merencanakan pancingan. Mundinglaya yakin, bahwa apabila
Harya Sokadana mendengar Bagus Boang menempuh bahaya,
pastilah akan muncul dalam medan percaturan. Kata sepakat
itu lalu dibawa menghadap ibu Bagus Boang. Ratu Udani Sari
Ratih tidak berkeberatan. Dengan demikian, berangkatlah
Bagus Boang mendaki Gunung Patuha sebagai umpan. Dan
inilah dasar alasan pendekar Mundinglaya menyetujui Bagus
Boang berangkat hendak menuntut dendam ayahnya yang tak
dapat ditebak pula oleh Fati-mah dan Suryakusumah.
Ternyata perhitungan pendekar Mundinglaya tepat. Pagi
hari itu, Harya Sokadana benar-benar mendaki Gunung Patuha
dengan tujuan hendak mencari keterangan tentang putera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Purbaya. la terlambat beberapa bulan. Karena itu,
sepanjang jalan ia menyesali kesembronoan rekan-rekan
seperjuangannya.
Dalam pada itu, di depan Bagus Boang muncullah tiga
orang yang tadi mengejar-ngejar Harya Sokadana. Luar biasa
perawakan mereka. Yang berada di kanan, seorang gendut
mengenakan jubah pertapaan. Kepalanya botak bulat. Yang
berada di tengah berperawakan tipis. Kesan mukanya kuyu
seperti pemadat besar. Sedang yang berada di sebelah kirir, seorang berperawakan tinggi besar. Kulitnya hitam legam.
Kepalanya gede, matanya bersinar, hidungnya bengkok.
Mereka berdua ini mengenakan pakaian dusun. Karena itu
mengherankan, apa sebab mereka bertiga menyebut diri
sebagai pengawal kepercayaan Kerajaan Banten.
Melihat mereka bertiga, samar-samar Bagus Boang seperti
teringat sesuatu. Gurunya pernah mengesankan suatu tutur
kata tentang tokoh-tokoh beracun dari Gunung Gilu. Lukisan
perawakan tubuhnya seperti mereka bertiga. Hanya saja,
pemuda itu lupa-lupa ingat tentang namanya.
"Bojonglopang, Kracak dan Dandang Ta-ruju!" terdengar Harya Sokadana berbicara. "Kamu bertiga begitu usil ingin mengetahui apa sebab aku hendak menemui Harya Udaya.
Akupun ingin tahu, apa sebab kalian mengejar-ngejar aku!
Apakah tabiatmu yang beracun masih tetap bercokol dalam
dirimu?" Mendengar Harya Sokadana menyebut nama mereka, hati
Bagus Boang tergetar. Itulah tiga tokoh yang memilki senjata racun yang sangat ganas. Gurunya seringkali berpesan, bahwa ia harus cepat menghindar manakala bersua dengan mereka
bertiga. Sebab mereka itu tak ubah iblis. Tingkah lakunya
yang ganas sangat sukar diduga.
Bumi Priangan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa
mengenal sembilan tokoh sakti yang menduduki tingkat atas.
Mereka ialah, Ki Tapa, Ganis Wardhana, Harya Sokadana,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Udaya, Arya Wirareja, Bojonglopang, Kracak, Dadang
Taruju dan Watu Gunung. Di antara mereka, Ki Tapa yang
diakui sebagai jago nomor satu. Sedangkan mereka
berdelapan memiliki keistimewaannya masing-masing.
Seumpama ditandingkan, sangatlah sukar ditentukan siapakah
di antara mereka berdelapan yang lebih unggul. Sekarang
Harya Sokadana menghadapi tiga tokoh saingannya dengan
seorang diri. Ini bahaya! Meskipun demikian, pendekar itu
tiada nampak gentar.
Bojonglopang kala itu menghampiri dengan
memperlihatkan panji-panji Kerajaan Banten yang terbuat dari emas murni. Kemudian berkata nyaring, "Harya Sokadana!
Lihat. Bukankah aku benar-benar membawa surat perintah"
Aku diperintahkan untuk membawa engkau ke jalan yang
benar. Sadarlah, bahwa jun-junganmu sudah tiada lagi.
Sekarang Tuhan menobatkan Sultan Haji sebagai penguasa
tunggal yang berhak memerintah Banten. Siapakah yang
pandai mengikuti kemajuan zaman dialah hamba Tuhan
sesungguhnya."
Mendengar ucapannya, Harya Sokadana tertawa tinggi.
Sahutnya tenang, "Kalau aku bermaksud mengingkari
junjunganku semenjak dahulu, masakan perlu aku mengadu
jiwa di tepi Sungai Cisedane. Siapakah yang melindungi putera Pangeran Purbaya" Dengan terpaksa aku menewaskan
sembilan jago andalan Sultan Haji, tatkala berani mengejar
Ratu Odani Sari Ratih. Dengan begitu, kalau aku mau menjadi budak Sultan Haji, masakan Wirareja bisa menjadi panglima
pengawal kerajaan. Hm, hm! Junjunganku boleh runtuh di tepi Sungai Cisedane. Tapi aku Harya Sokadana, ingin mati sekali sebagai manusia wajar. Dan bukan seperti kalian yang kini
hidup sebagai kambing sembelihan."
Angkuh dan tinggi hati ujar Harya Sokadana. Tapi di telinga Bagus Boang, benar-benar mengharukan hatinya. Sekarang
tahulah dia, bahwa pendekar itulah yang melindungi ibu dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya tatkala terpaksa menyingkir dari Sungai Cisedane.
Waktu itu dia masih kanak-kanak. Ingatannya belum sanggup
mencetak kegagahan pendekar itu. Hanya oleh tutur kata
sekalian gurunya semata, ia mengenal nama Harya Sokadana.
"Bagus! Bagus!" teriak Bojonglopang mendongkol. "Kami memang mengetahui kisah perlawananmu di tepi Sungai
Cisedane. Engkaulah yang melindungi putera Pangeran
Purbaya. Engkau pulalah yang meruntuhkan sembilan belas
pengawal Sultan Haji. Kegagahanmu dan kesetiaanmu
terhadap Pangeran Purbaya, benar-benar kami kagumi. Tetapi
sungguh mengherankan! Kami bertiga semenjak dahulu
pengawal pribadi Pangeran Abdulkahar. Sekarang Beliau naik
tahta. Dengan sendirinya kami tetap mengabdikan diri. Tapi
engkau" Ah, sungguh mengherankan!"
"Apakah yang mengherankan botakmu?" bentak Harya
Sokadana dengan hati panas.
"Kau dikenal sebagai pahlawan Pangeran Purbaya yang
setia. Tapi kenapa engkau tinggal berpeluk tangan, melihat
Harya Udaya mengangkangi isteri junjunganmu" Benar-benar
aku tak mengerti!"
Wajah Harya Sokadana berubah hebat. Ia nampak
menguasai diri. Lalu tertawa perlahan panjang panjang.
Katanya, "Mulutmu memang kotor!"
"Bukankah aku berbicara perkara yang benar?" bantah Bojonglopang.
Harya Sokadana tertikam perasaannya, tatkala
Bojonglopang menyinggung peristiwa Ratu Naganingrum.
Cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraan, "Pangeran Purbaya adalah pahlawan Banten yang sebenarnya.
Beliau ingin berdiri di atas kedua kakinya sendiri, dan bukan seperti Pangeran Abdul-kahar yang berteriak-teriak mohon
pertolongan Kompeni Belanda untuk mempertahankan
mahkota kerajaan. Pangeran Purba-ya kini hilang tiada kabar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beritanya. Tetapi bukannya berarti, lenyap pula perjuangan
rakyat Banten menuntut keadilan. Beliau masih mempunyai
seorang putera. Untuk putera ini, aku Harya Sokadana rela
berkorban menjadi buron pemerintah Banten." la berhenti sejenak. Lalu meneruskan, "Harya Udaya memang pernah
tersesat. Tetapi juga bukan berarti dia tak mempunyai mata, sehingga tak dapat membedakan antara kebajikan dan
perbuatan perseorangan. Hm, kalau Pangeran Purbaya dahulu
hendak menyelesaikan persitiwa itu, masakan Harya Udaya
masih dibiarkan hidup?"
"Eh, apakah kau hendak berkata bahwa Pangeran Purbaya
masih mengharapkan kesadaran pengkhianat itu?" potong
Bojong-lopang. "Itu urusan rumah tangga kami sendiri. Apa perlunya kau usil?" bentak Harya Sokadana.
Mendengar pembicaraan itu, Bagus Boang menjadi
bingung. Pikirnya, "Ya, kalau pengkhianatan Paman Harya Udaya dianggap mendurhakai junjungannya, pastilah Ayah
dapat menyelesaikan semenjak dahulu. Tapi rupanya Ayah
membiarkan saja. Apakah... apakah Bibi Naganingrum yang
memang menghendaki terjadinya peristiwa itu, ataukah
mempunyai latar belakang lain?" . Terlalu rumit bagi pemuda itu. Perasaannya seperti menangkap sesuatu. Tetapi apa itu, dia sendiri tak tahu.
Bojonglopang tertawa nyaring. Berkata, "Benar-benar tak mengecewakan engkau menjadi pengawal pribadi Pangeran
Purbaya. Kau ingin mengesankan, bahwa Pangeran Purbaya
seorang yang maha bijaksana, bukan" Kau ingin berkata,
bahwa Pangeran Purbaya berani mengesampingkan urusan
pribadi daripada urusan perjuangan, bukan" Huh! Huh! Aku
bukanlah bocah kemarin sore yang gampang kaukelabui.
Apakah kau tak tahu, kemesuman hati Ratu Naganingrum"
Benar tubuhnya kena di dekap Harya Udaya, tetapi
sesungguhnya hatinya berada padamu. Bukankah begitu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukankah begitu" Pangeran Purbaya telah mengutusmu untuk
menyelesaikan Harya Udaya. Tetapi mengingat kejelitaan Ratu Naganingrum, engkau tak sampai hati bukan" Bukankah
begitu" Bukankah begitu" Huuuhhh... coba kalau hati
Pangeran Purbaya tidak runtuh oleh peristiwa terkutuk itu,
pastilah dia tidak gampang-gampang dapat kami kalahkan di
tepi Sungai Cisedane. Bukankah begitu" Bukankah begitu?"
Hebat ucapan Bojonglopang. Kata-katanya mengandung
duri dan racun berbisa. Kalau benar-benar demikian, alangkah memalukan.
"Bojonglopang, siapakah yang tak mengenal mulutmu
beracun. Kau mencoba membakar rumah di siang hari bolong.
Hm, jangan bermimpi," kata Harya Sokadana. "Baiklah kujelaskan agar mulutmu puas. Semua orang gagah di seluruh
penjuru dunia tahu belaka, siapakah Ratu Naganingrum.
Dialah pendekar wanita, murid Syech Yusuf yang tiada duanya dalam jagad ini. Manusia seperti Ratu Naganingrum masakan
pantas hanya duduk bertopang dagu disamping suaminya"
Maka Pangeran Purbaya mengirimkan Ratu Naganingrum
menjelajah bumi Priangan untuk menhimpun kesatuan
perjuangan menggempur VOC dan Sultan Haji. Di tengah
lapangan luas itulah tempatnya Ratu Naganingrum yang tepat.
Hanya sayang, manusia ini hidup dengan kelemahannya. Ia
tersesat jalan. Itulah godaan hidup. Bukankah sudah wajar"
Siapakah yang pernah hidup di dunia ini luput dari suatu
godaan" Tiap orang pernah bersalah. Sebab manusia sendiri
adalah perwujudan dosa."
"Bagus! Memang manusia manakah yang tidak pernah
bersalah?" tukas Bojonglopang.
"Junjunganku tahu akan hal itu." Harya Sokadana
meneruskan. "Beliau seorang pejuang sejati yang lebih
mencintai kesejahteraan bangsa dan negara daripada urusan
pribadinya. Maka dikesampingkannya urusan pribadi itu,
meskipun hati Beliau terpukul parah. Coba, manusia begini ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukankah patut menjadi junjunganku" Sikap hidup
junjunganku itu membuktikan, bahwa Beliau tidak serakah
kekuasaan. Beliau berjuang demi bangsa dan negaranya dan
bukan untuk cita-cita kemuliaan diri. Apakah insan semacam
Beliau bisa dibandingkan dengan Sultan Abdulkahar yang rela menjadi anak Kompeni Belanda demi kemuliaannya sendiri?"
"Bangsat!" maki Bojonglopang.- Dan kedua rekannya yang semenjak tadi berdiam diri mengerendeng dengan suara tak
jelas pula. "Hampir dua puluh tahun aku menyekap diri menunggu
saat yang baik." Harya Sokadana tak peduli. "Kini, kudengar putera Pangeran Purbaya sudah dewasa. Nah, inilah saatnya.
Karena itu aku mendaki Gunung Patuha, hendak kutemui
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Harya Udaya. Hendak kubawa dia ke jalan yang benar,
mengingat kebajikan manusia hidup di dunia sebagai seorang
bekas pengawal Pangeran Purbaya. Kau jelas" Nah, selamat
tinggal!" "Harya Sokadana. Jangan mengoceh tak keruan!" ancam Bojonglopang. "Menjadi pahlawan Pangeran Purbaya saja, engkau sudah bersalah terhadap Sultan Banten. Apalagi kau
kini hendak mendurhaka dengan meniup-niup api
pemberontakan. Ini dosa tak terampuni lagi. Kau
menyerahlah!"
Dengan memberi isyarat, Bojonglopang maju selangkah.
Kracak dan Dadang Taruju lantas maju bergerak hendak
mengepung. "Kalian mau apa" Apakah hendak memaksa aku?"
"Bojonglopang!" kata Kracak yang semen1 jak tadi
mengunci mulut. "Buat apa meladeni burung yang pandai
mengoceh" Sri Sultan menghendaki dia ditangkap hidup atau
mati." Kracak seorang pendekar beradat bera-ngasan. Setelah
berkata demikian, tangannya bergerak mengayunkan senjata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
andalannya. Senjatanya terbuat dari baja murni. Bentuknya
semacam gembolan. Di ujung rantai terdapat sebuah bola
baja berduri yang tajam luar biasa. Hebat serangannya.
Karena bertenaga besar, senjatanya meraung menghantam
pinggang. Prak! Dengan gesit Harya Sokadana menghindar. Dan
gembolan Kracak menghantam sebatang pohon yang menjadi
patah berantakan. Mahkota dedaunan lantas saja berguguran
kena sambaran angin. Bagus Boang yang bersembunyi di balik
belukar terperanjat menyaksikan kehebatan lawan. Ia berada
kurang lebih lima puluh langkah dari mereka. Meskipun
demikian angin sam-barannya masih terasa tajam menusuk
dirinya. Harya Sokadana tidak gentar sama sekali. Bahkan dengan
rasa tenang ia berkata, "Kracak! Dua tiga puluh tahun aku kenal padamu. Selama itu belum pernah kita menguji
kepandaian. Baiklah, demi persahabatan lama, kau boleh
menyerang aku tiga kali berturut-turut. Aku tak akan
membalas."
Kracak ternyata tidak hanya gesit dan bertenaga besar.
Tapi juga licik. Mendengar kata-kata lawan, ia merasa diri
memperoleh kesempatan. Tanpa segan-segan lagi, ia lalu
memberondong Harya Sokadana dengan tiga kali serangan
beruntun. Harya Sokadana seperti terkurung rapat. Tubuhnya
berkelebat bagaikan bayangan. Lalu, terdengarlah dia bersiul panjang. Tiba1 tiba tubuhnya melesat ke udara. Tatkala turun ke tanah, ia membarengi dengan serangan balasan.
"Bagus!" Bagus Boang memuji dalam hati. Itu jurusan kemarin hari yang sedang dipelajari dan hampir-hampir
mengenai Pancapana.
Jurus meletik ke udara ini ternyata mengejutkan Kracak.
Buru-buru ia menarik senjatanya untuk melindungi diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ia kalah sebat. Tahu-tahu, pundaknya kena dihajar,
miring, bres! Harya Sokadana terkenal sebagai seorang pendekar
bertelapak tangan besi. la mahir dalam ilmu berkelahi dengan tangan kosong. Pukulan-pukulannya dahsyat. Disam-ping itu,
ia menguasai gerakan tipu muslihat dalam mengunakan
senjata tongkat besi. Dengan dua ilmu keistimewaannya
itulah, ia hampir menjagoi bumi Priangan. Namanya berada di atas Harya Udaya.
Dadang Taraju tahu rekannya dalam bahaya. Cepat-cepat
ia membenturkan pukulannya. Dengan demikian pukulan
Harya Sokadana kena dipentalkan. Meskipun demikian,
pundak Kracak masih saja terhajar miring.
Kracak penasaran. Pundaknya terasa nyeri. Dengan
memutar senjata gembolannya, ia bergerak membuat
pembalasan. Luar biasa cepat sambarannya. Namun Harya
Sokadana benar-benar tangguh. Ia tak sudi menangkis atau
mencoba mengelak. Tubuhnya seakan-akan dibiarkan kena
libat. Hanya setelah bola gembolan hampir menyentuh
tubuhnya, tangannya bergerak cepat. Tahu-tahu rantai lawan
kena ditangkapnya dan digenggam erat erat.
Bukan main terkejutnya Kracak. Sayang, kalah cepat. Harya
Sokadana mendahului menyentak senjatanya. Sudah barang
tentu, ia tak sudi membiarkan senjatanya kena terampas.
Dengan memompa semangat, ia mempertahankan diri. Diluar
kehendaknya sendiri, pertahanannya gempur. Tubuhnya
terangkat tinggi di udara dan kena diputar-putar lawan.
Dia kaget namun tak juga mau melepaskan senjatanya.
Bahkan ia menggenggam rantainya lebih kencang lagi. Sebab
sekali terlepas, tubuhnya akan terpelanting ke tanah. Dengan merekam ujung rantai, ia melayang-layang berputaran di
udara. Dan melihat pemandangan itu, Bagus Boang teringat
akan pengalamannya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dahulu ia kena diputar-putar di tengah udara oleh Harya
Udaya. Teringat akan hal itu, segera ia memusatkan perhatian untuk mengamat-amati jurus tersebut.
"Aku dahulu kena diterkam sedemikian rupa oleh Paman
Harya Udaya, karena ilmuku berada jauh di bawahnya. Tapi
Paman Harya Sokadana sanggup berbuat demikian terhadap
musuh setangguh dirinya. Ah, benar-benar hebat! Kalau dia
tidak memiliki ilmu simpanan lainnya, masakan berani berbuat demikian" Apakah Paman Harya Sokadana mengenal jurus
sakti warisan Arya Wira Tanu Datar?" Bagus Boang menduga-duga dalam hati.
Memang, jurus demikian ada bahanyanya. la boleh
bergerak bebas apabila bertempur seorang demi seorang. Tapi kini, dia sedang menghadapi dua musuh yang belum
bergerak. Sedikit kurang waspada, ia bisa digempur yang lain selagi bergerak memutar. Tetapi Harya Sokadana semenjak
dahulu terkenal akan keberaniannya. Ia berani menanggung
resiko. Seumpama kedua musuhnya tiba-tiba menyerang, ia
akan melesat pula ke udara sambil membanting Kracak.
Pikiran demikian itu, nampaknya dapat di duga kedua
musuhnya. Karena itu, mereka belum berani bergerak.
Memperoleh kesan demikian, Harya Sokadana memutar
lawannya lebih kencang lagi. Kini, Kracak baru merasakan
takut. Kepalanya mendadak saja terasa menjadi pusing.
Penglihatannya berkunang-kunang, sehingga ia lantas
berkaok-kaok. Menyaksikan demikian, Bojonglopang lalu berseru nyaring:
"Harya Sokadana! Kita sama-sama manusia yang
menghambakan diri kita masing-masing untuk sesuap nasi.
Masakan engkau sampai hati meruntuhkan pamornya di depan
panji-panji Sultan Banten?"
Harya Sokadana tidak segera menjawab, la memutar
lawannya lebih kencang lagi tak ubah gangsingan. talu
menyahut, "Baiklah. Kamu dan aku sudah cukup dewasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk memilih jalan kita masing-masing. Kalian tak dapat
membujuk aku agar aku mengabdikan diri kepada Sultan
Abdulkahar. Demikian pula aku tak mampu menasehati kalian
agar meninggalkan Sultan Abdulkahar demi cita-cita
kesejahteraan bangsa dan negara di kemudian hari. Mari kita berpisah dengan baik-baik. Kalian turun gunung dan aku akan mengampuni jiwa si pemadat ini."
Bojonglopang hendak mengangguk, tatkala Dadang Taraju
tiba-tiba membentak. "Sokadana! Kau terlalu yakin kepada kepandaianmu sendiri, seolah-olah di dunia ini tidak ada orang lagi. Kau seorang pemberontak. Kau seorang musuh Sultan
Haji. Kau kini hendak menyalakan api perlawanan lagi. Karena itu, dosamu tak terampuni. Aku, Dadang Taraju masakan
gentar kena gertak" Huuuuuh!"
Setelah berkata demikian, Dadang taraju menggerakkan
tangannya. Melihat gerakan tangan itu, hati Bagus Boang
tercekat. Heran ia, menyaksikan kedua tangan si kepala gede itu tiba-tiba memanjang. Setelah di-amat-amati, ternyata
sepuluh jarinya penuh dengan kuku panjang. Kukunya
berwarna biru hitam. Jelas sekali, itu kuku penuh racun
berbisa. Bentuknya melengkung seperti kuku burung elang.
Sasaran yang diarahnya ubun-ubun kepala Harya Sokadana.
Harya Sokadana melihat serangan itu. Ia gusar sambil
tertawa dingin karena hatinya mendongkol. Serunya, "Dadang Taraju! Meskipun kita bersimpang jalan, tapi kau dan aku
termasuk satu golongan yang sudah saling mengenal
semenjak tahun yang lalu. Apa sebab sekali menyerang,
engkau telah menurunkan kuku beracunmu" Bagus!
Engkaulah yang mulai dulu. Karena itu jangan sesalkan
perlawananku!"
Tanpa menoleh ia mengibaskan tangannya. Suatu kesiur
angin dahsyat datang bergulungan menolak serangan Dadang
Taraju. Pendekar beracun ini melompat mundur dengan buruburu. Tetapi mundurnya bukannya untuk menyingkirkan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia mundur untuk melesat maju mengulangi serangannya
kembali. Lagi-lagi kesepuluh kukunya mencengkeram
mengarah ubun-ubun.
Mau tak mau, hati Harya Sokadana tercekat juga. Ia
mengenal kuku beracun itu. Sekali menyentuh tubuh, ia akan
jatuh terkapar tanpa nyawa lagi. Itu sebabnya ia terpaksa
mengambil keputusan cepat. Dengan membentak ia
membanting Kracak dengan melepaskan genggamannya.
Kemudian melesat menghadapi Dadang Taraju.
Bukan main kagetnya Kracak. Tiba-tiba saja, tubuhnya
terlempar tinggi di udara. Namun ia bukan seorang pendekar
lemah. Begitu tubuhnya akan terbanting di atas tanah, dengan
gesit ia meletik tinggi dan berdiri tegak tak kurang suatu apa.
lalu memungut senjata andalannya dan melompat dengan
menggerung. Harya Sokadana membuka kedua lengannya. Tangan yang
kiri digunakan untuk menangkis senjata rantai Kracak. Dan
yang kanan bergerak memunahkan setiap serangan kuku
beracun Dadang Taraju. Tangkas dan kuat pertahanannya,
sehingga kedua lawannya gagal dalam setiap jurusnya. Dan
melihat pertempuran itu, Bagus Boang benar-benar kagum.
Tidaklah kecewa nama Harya Sokadana dicantumkan di
atas nama Harya Udaya. la berani dan tangguh. Melawan dua
musuh tangguh masih bisa ia bergerak dengan bebas. Ia tidak hanya pandai membela diri, tapi juga masih sanggup
mengadakan serangan berondongan yang dahsyat luar biasa.
Meskipun demikian, belum juga ia berhasil merobohkan salah
seorangnya. Hal itu disebabkan, ia segan terhadap kuku
beracun Dadang Taraju. Ia harus berhati-hati dan waspada.
Sebab sekali lengah, berarti mengancam jiwanya. Karena itu, ia menguasai diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dibalik belukar Bagus Boang sibuk mengingat-ingat tokoh
Dadang Taraju. Menurut tutur kata guru-gurunya, ilmu kuku
beracun itu diperoleh Dadang Taraju dari gurunya yang
bermukim di atas Gunung Gilu. Gurunya tidak pernah
memperkenalkan diri dalam percaturan masyarakat. Itulah
sebabnya, namanya tak dikenal. Tapi ilmu itu sendiri disebut: Ilmu sakti Brajamusti. Gerak geriknya meniru lima ekor
binatang buas, dan dua ekor garuda yang sedang
menancapkan kukunya. Setiap gerakannya harus disertai
dengan suara gerungan, sehingga tak ubah raksasa sedang
merangsak lawan. Ilmu itu tidak hanya mengutamakan
kekuatan tubuh belaka, tapi juga mengandung kegesitan yang
menentukan. Siapa yang kena tergarit kukunya akan mati
keracunan dalam waktu dua belas jam. Karena itu, dadang
taraju disegani lawan dan kawan semenjak puluhan tahun
yang lalu. Namanya sejajar dengan Ki Tapa. Sayang, ilmu
saktinya tergolong ilmu sakti jahat. Karena itu, namanya kalah tenar daripada Ki Tapa, Ganis Wardhana atau Harya
Sokadana. Pada masa mudanya, Dadang Taraju mengabdikan diri
kepada Pangeran Purbaya. Berhubung ia kalah tenar dengan
pengawal-pengawal andalan Pangeran Purbaya yang lain,
hatinya tak puas. Lantas ia beralih mencari tempat bernaung di bawah kaki Sultan Abdulkahar. Disinilah ia mendapat
penghargaan. Karena itu hatinya mantap, la bercita-cita untuk membuktikan kepandaiannya dengan merobohkan semua
perwira andalan Pangeran Purbaya jika ada kesempatan. Dan
sekarang merupakan suatu kesempatan baginya untuk
membuat jasa. Maka tak mengherankan, ia tak sudi mengalah.
Serangannya lantas menjadi ganas dan berbahaya.
Harya Sokadana segan terhadap kukunya, tetapi bukan
takut. Malahan seumpama Dadang Taraju tidak memiliki
kegesitan, sudah semenjak tadi kenalah dia pukulannya.
Segera ia mempercepat gerakannya. Tubuhnya berkelebatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaikan bayangan. Namun tak peduli dia bergerak sangat
gesit, dirinya tetap terkurung juga.
"Ah, hebat!" pujinya dalam hati. Ia menaikkan lagi daya geraknya, kali ini berhasil. Kedua musuhnya lantas menjadi
jeri. Diam-diam Dadang Taraju yang mengagung-agungkan
ketangguhan ilmunya, berkata dalam hati. "Nama Harya
Sokadana hanya setingkat di bawah Ki Tapa. Nyatanya, benarbenar tangguh. Tak mengecewakan dia menjadi pengawal
andalan Pangeran Purbaya."
Sekonyong-konyong Harya Sokadana bersiul tinggi nyaring.
Tahu-tahu pohon cemara yang berada di dekat mereka patah
berantakan. Daunnya rontok berguguran menutupi
penglihatan. Dadang Taraju kenal bahaya. Cepat ia melesat
mundur. Dan tepat pada saat itu terdengarlah suatu jerit
panjang. Tubuh Kracak terpelanting tinggi kena tendang
Harya Sokadana yang bergerak sangat gesit. .
Hati Dadang Taraju tercekat. Ia kenal ketangguhan Kracak.
Tapi sekali kena tendang Harya Sokadana, tenaga
pertahanannya gempur. Tentu saja, Harya Sokadana memiliki
tenaga ajaib yang tak bisa diukur lagi. Dan selagi ia termangu-mangu, tiba-tiba saja ia melihat berkelebatnya Harya
Sokadana menyerang padanya. Cepat-cepat ia melesat
mengelak. Ternyata Harya Sokadana lebih cepat. Tahu-tahu
pundaknya kena terhajar. Sakitnya bukan main dan dadanya
terasa menjadi panas. Ia terhuyung-huyung sampai beberapa
langkah jauhnya.
000d000w000 7 RACUN DADANG TARAJU
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
TIDAKLAH MUDAH BAGUS BOANG MENCAPAI RUMAH
Harya Udaya. Ini ada sebabnya. Di depannya menghadang
jurang curam yang cukup lebar. Meskipun ilmu kepandaiannya
kini telah maju jauh, namun untuk main coba melompati
jurang seperti yang dilakukan Harya Sokadana dia ragu-ragu.
Terpaksalah ia mengambil jalan berputar. Itulah sebabnya,
tatkala sampai di depan halaman rumah Harya Udaya, hari
sudah berganti petang.
Mengingat pengalamannya dahulu, tak berani Bagus Boang
sembrono. Begitu kakinya meraba halaman Harya Udaya yang
luas, ia memasang telinga dan menajamkan mata. Keadaan
sekitar sunyi lengang. Apakah Harya Udaya tak ada di rumah"
Ia berhenti menimbang-nimbang. Hati-hati ia mendekati pagar pekarangan. Dibalik gerumbul tetanaman, ia bersembunyi
sampai malam hari tiba.
Tatkala itu malam purnama. Bulan menjenguk penuhpenuh di langit timur. Udara bersih tiada awan. Alangkah
menggairahkan hati. Segera ia melompati pagar dengan
meringankan berat tubuhnya. Begitu tiba di dalam,
penglihatannya yang pertama ialah, pohon kamboja yang
bersejarah. Didekat pohon itulah dia dahulu mengadu
kekuatan dengan Harya Udaya. Di sana Ratna Perma-nasari
menunggu dan ikut cemas hati. Meskipun ia kena terbuang di
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam jurang, namun kenangannya sungguh nikmat.
Pohon kamboja itu kini nampak lebih rimbun. Mahkota
daunnya menutupi cerah bulan purnama. Dan rumah
majikannya lantas saja terkesan angker. Syukur di taman itu tumbuh pula beberapa pohon bunga sedap malam. Wanginya
menyebar ke seluruh alam. Bau wangi itu menolong
menyegarkan pernapasan.
Melihat pohon kamboja dan mencium harum bunga,
ingatan Bagus Boang kepada Ratna Permanasari makin
bertambah. Bila malam bulan purnama itu mengijinkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertemu dengan si cantik itu, alangkah sedap. Syukurlah
apabila boleh mengagumi kecantikannya, meraba dan
memeluknya. Tetapi angan-angan selalu saja membohongi
manusia semenjak zaman Adam sampai kelak. Ratna
Permanasari nampaknya tiada tanda-tandanya bakal muncul di
taman. Mendapat kenyataan, entah apa sebabnya tiba-tiba
hatinya jadi berduka.
Tadi ia begitu bersemangat hendak menjenguk gadis yang
telah menawan hatinya. Tetapi kini ia kehilangan tujuannya.
Tak dapat ia menentukan sikapnya. Maju menghampiri rumah
atau balik kembali. Pikirnya dalam hati, malam hari begini aku hendak memasuki rumah untuk bertemu dengan dia.
Dapatkah hal ini dibenarkan orang" Apalagi kalau aku sampai diketemukan di dalam kamarnya...
Mendapat pertimbangan demikian, ia jadi tertegun. Hatinya
maju mundur kehilangan tempat berpijak. Akhirnya ia berkata kepada dirinya sendiri seolah-olah berdoa: Ratna! Kau
bermimpilah saja bertemu aku.
Tiba tiba teringatlah dia, bahwa yang membawanya kemari
tadi adalah Harya Sokadana. Ya, kedatangan Harya Sokadana
tadi mempunyai peran besar dalam hatinya.
Celaka! Ia terkejut. Mestinya Paman Sokadana sudah
semenjak tadi berada di dalam rumah. Aku begini lancang
memasuki halaman. Kalau sampai ketahuan... hm....ih! Benarbenar tak menyenangkan akibatnya. Tetapi ia sudah terlanjur mendekati rumah. Berbalik keluar rumah bahayanya lebih
besar. Akhirnya ia nekat. Tanpa berpikir panjang lagi, ia
melompati jendela dan bersem-buyi di dalam kamar. Pikirnya
kalau aku kepergok, aku akan beralasan mencari pedangku.
Memikir demikian, hatinya mantap. Sekonyong-konyong ia
mendengar helaan napas perlahan yang terbawa tiupan angin.
Itulah helaan napas setengah tersedan. Siapakah yang sedang berduka dan penasaran ini" Mendadak ia menggigil tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikehendaki sendiri. Sebab yang menarik napas itu pasti
bukan Ratna Permanasari dan bukan pula Harya Sokadana.
Cepat luar biasa Bagus Boang menyembunyikan diri di
dalam kolong tempat tidur. Pada saat itu, ia melihat
berkelebatnya sesosok bayangan melintasi jendela. Itulah
seseorang yang datang dari arah timur. Jadi orang itu datang dari belakang rumah dan bukan dari luar pagar. Buru-buru ia menghampiri jendela dan mengintip. Dan begitu melihat siapa dia, hatinya memukul.
Bayangan tadi ternyata seorang wanita. Dia kini sedang
bersandar pada batang pohon kamboja dengan membiarkan
rambutnya terurai panjang menutupi sebagian punggungnya.
Dia seorang wanita usia pertengahan. Dalam cerah bulan
purnama, wajahnya-nampak pucat. Walaupun demikian ia
nampak cantik. Tatkala itu, ia sedang merenungi cerahnya
bulan. Melihat wajah dan caranya berdandan, jelas sekali ia acuh tak acuh kepada dirinya. Ia seperti seorang yang telah kehilangan gairah hidup.
Samar-samar, ia seperti pernah melihat wajah kuyu
tersebut itu. Sepintas, mirip Ratna Permanasari. Apakah ia
ibunya" Kalau dia ibu Ratna Permanasari, bukankah Bibi
Naganingrum" Tergetar hati pemuda itu, begitu teringat akan namanya. Sebab nama itu berhubungan dekat dengan
almarhum ayahnya.
Memang benar. Dialah puteri Naganingrum"ibu Ratna
Permanasari. Kalau tidak, siapa lagi dia. Sebab penghuni
rumah hanya terdiri dari Harya Udaya, dia, Ratna Permanasari dan beberapa bujangnya. Meskipun demikian, Bagus Boang
masih saja sangsi. Sebab, bukankah ibu Ratna Permanasari
dikabarkan sakit berat dan jarang sekali keluar kamar"
Mengapa pada malam itu tiba-tiba berada di luar kamar
dengan diam-diam" Gerakannya gesit pula, sehingga tidak
kelihatan layaknya sedang menderita sakit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, mendadak nampaklah sesosok bayangan
berkelebat mendekati. Hebat ilmu ringan tubuhnya. Sama
sekali tiada menimbulkan suara, seolah-olah jatuhnya selebar daun kering di atas tanah. Dialah Harya Sokadana.
"Ah, benar kau yang datang!" sambut Naganingrum. Sama sekali wajahnya tidak menampakkan kaget atau heran.
Menyaksikan hal itu, diam-diam Bagus Boang heran,
maklumlah! Harya Sokadana jauh mendahuluinya datang ke
rumah Harya Udaya. Tetapi nyatanya, dia datang terlebih
dahulu. Apakah pendekar itu menunggu datangnya gelap
malam dan sementara itu sudah mengirimkan warta sandi"
Melihat kesan wajah Naganingrum, agaknya mereka berdua
saling mempunyai tanda pengenal apabila hendak bertemu.
Dan mempunyai dugaan demikian, hati Bagus Boang terasa
pedih. Itu ada hubungannya dengan kedudukan ayahnya.
"Ratu! Kau menunggu aku di sini?" kata Harya Sokadana.
Perlahan cara dia berkata, tetapi justru demikian terdengar betapa hatinya memukul keras.
"Ya," jawab Naganingrum. "Tadi siang aku mendengar suara pertarungan di bawah sana. Siapa lagi yang dapat
mengalahkan ilmu pedang Bojonglopang di zaman ini, kecuali
Harya Udaya dan engkau."
Bagus Boang terkejut. Benar-benar hebat ketajaman telinga
Naganingrum. Tepatlah pujian Pancapana, bahwa satusatunya pendekar wanita yang tak bisa dibuat gegabah adalah ibu Ratna Permanasari ini. Teringat betapa dia bisa menghafal buku dengan sekali melihat, perhatiannya jadi bertambah.
Pikirnya dalam hati, "Bibi tidak menyaksikan pertarungan itu dengan mata. Ia hanya mendengar belaka. Meskipun demikian
segera dapat mengenal ilmu pedang Bojonglopang. Pastilah
dia hanya membedakan suara bentroknya senjata saja. Benarbenar luar biasa ketajaman ingatannya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Sokadana tertawa, tetapi dengan nada sedih ia
berkata dengan kering. "Terima kasih atas pujianmu. Saudara Harya Udaya tak ada
di rumah?"
"Apakah engkau
tidak berpapasan di
tengah jalan?"
Naganingrum membalas dengan
pertanyaan. "Tidak. Aku justru
hendak mencari dia.
Kukira dia tahu
kedatanganku ini"
"Semalam dia
turun gunung."
Naganing-rum memberi keterangan. "Untuk
urusan apa, tak
tahulah aku. Tadinya kukira dia sudah tahu akan
kedatangannya itu dan hendak menjemputmu."
Harya Sokadana mengernyitkan dahi. Sejenak kemudian dia
tertawa perlahan. Katanya memutuskan, "Baiklah. Karena Tuan rumah tak ada, rasanya aku kurang leluasa untuk
berdiam lama-lama di sini. Biarlah besok saja aku berkunjung lagi." Jelas kata-katanya, tetapi kedua kakinya tidak bergerak.
Dan melihat hal itu, Naganingrum yang berotak cerdas luar
biasa menghela napas..
"Kau sudah datang, masakan akan pergi cepat-cepat?"
katanya perlahan. "Kita sudah tua, masakan perlu bersegan-segan lagi seperti pada zaman muda" Sekali engkau pergi, kau takkan mendapat kesempatan lagi untuk bertemu dengan aku
begini berduaan..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan suara Naganingrum. Ia menundukkan kepalanya
pula seolah-olah tak berani melihat sinar mata Harya
Sokadana. Kata-katanya seperti kepada dirinya sendiri dan
bukan untuk pria di hadapannya.
Hati Harya Sokadana goncang. Tanpa merasa ia maju
selangkah. Katanya setengah berbisik, "Ratu, kau...."
"Sssttt! Perlahan sedikit! Kau bisa membangunkan
perhatian Ratna," potong Naganingrum.
Ditegur demikian, Harya Sokadana merasa diri bersalah: Ia
mundur lagi dengan paras bersemu merah. Kemudian
bersandar pada pohon kamboja.
"Ratna" Siapa?" Harya Sokadana minta keterangan.
"Ratna! Ratna Permanasari. Dia anakku. Sekarang sudah
berumur delapan belas tahun."
Harya Sokadana menghela napas dalam.-Bisiknya seperti
pada dirinya sendiri, "Ya, benar. Delapan belas tahun! Ah, begitu cepat dan tak terasa! Anak-anak kita sudah menjadi
besar..." "Hai! Kapan kau kawin" Mengapa isterimu tak kau ajak
serta?" Naganingrum kaget.
Harya Sokadana tidak segera menjawab. Ia mendongak ke
atas mencari bulan. Sejenak kemudian berkata memberi
keterangan: "Tatkala aku mendengar kabar perkawinanmu
dengan saudara Harya Udaya, aku justru sedang rebah sakit
pada suatu rumah di pegunungan. Dialah yang merawat aku.
Mulanya tidak ada niatku hendak mengawininya. Tapi
kemudian aku sadar bahwa kehidupan sudah berubah.
Meskipun perjuangan belum padam, tapi aku merasa seperti
telah kehilangan pegangan. Dan merasa hidupku menjadi
sebatang kara, aku lantas menikah dengannya pada tahun
berikutnya. Sederhana sekali jadinya. Anakku seorang laki-laki.
Kunamakan Otong Darmawijaya (Di kemudian hari bernama Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tunjung Biru-di dalam bende mataram-ia memberi keterangan
kepada Sangaji bahwa ayahnya seorang nelayan. Agaknya ia
mempunyai maksud tertentu seperti dibuktikan dikemudian
hari). Isteriku tak mengerti ilmu silat. Dia seorang perempuan dari kampung. Beberapa bulan yang lalu, ia kubawa pindah ke kampungku. Ratu, apakah kau menyesal aku menikah dengan
perempuan dusun?"
Naganingrum menggelengkan kepala. Walaupun demikian
wajahnya nampak buram. Segera menyahut seperti
menghibur diri, "Bagaimana aku dapat menyesalimu"
Tentunya puteramu kini sudah dewasa pula."
Harya Sokadana mengangguk. Dan Bagus Boang yang
mendengarkan pembicaraan itu mempunyai kesan aneh di
dalam hatinya. Kata-katanya sederhana dan umum. Tapi
terasa seolah-olah ada sesuatu yang bermain di balik katakatanya. Masing-masing berusaha menyembunyikan.
Mengingat kedudukan bibinya dan cara pembicaraan mereka,
heranlah pemuda itu. Benar, Harya Sokadana selalu
menyebutnya dengan sebutan ratu, namun kata-kata
selanjutnya menggambarkan suatu hubungan yang akrab
sekali. Entah bagaimana kisah hubungan mereka itu pada
masa mudanya. Tiba-tiba suatu pikiran menusuk di dalam
benaknya. "Menurut Paman Pancapana, Bibi Naganingrum
seorang wanita yang gagah. Nyatanya dia kini menjadi isteri Harya Udaya. Kalau bukan atas kemauannya sendiri, siapa
dapat memaksanya" Ayah sendiri, buktinya tidak berdaya. Dan setelah meninggalkan Ayah, ia kawin dengan Harya Udaya.
Tetapi menilik kata-katanya apa sebab dia pun mencintai
Paman Harya Sokadana?"
Memperoleh pikiran demikian, ia menggigil. Timbullah
dugaannya yang mengerikan bahwa dua orang pendekar
pengawal ayahnya itu, dengan caranya sendiri diam-diam
mencintai Ratu Naganingrum. Dan masing-masing mempunyai
tanda pengenalnya sendiri. Barangkali, Harya Udaya tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerti rahasia hati Ratu Naganingrum dan Harya Sokadana.
Jika malam ini Harya Udaya sampai memergoki, mereka pasti
dalam bahaya. Tak dikehendaki sendiri, ia jadi mencemaskan
keadaan mereka sampai lupa bahwa dirinya sendiripun dalam
ancaman bahaya.
"Anakku sekarang berumur enam belas tahun," Harya Sokadana berkata lagi. "Dia nakal sekali. Senangnya
menjelajah pulau-pulau. Entah apa yang dicarinya. Syukurlah, otaknya lumayan juga. Kawan-kawannya sampai pula
menyegani ilmu ketangkasannya dan pukulannya. Hanya saja,
hidupnya miskin tak melebihi anak-anak dusun lainnya..."
"Ratna sebaliknya, seorang gadis yang alim," potong Naganingrum. Ia kemudian tertawa perlahan. Berkata lagi, "Ia lembut hati. Bisa pula bercanda. Tapi kadang-kadang keras
hatinya seperti sifat ayahnya. Apa yang ia pikir, lantas
dilakukan. Entah benar, entah salah, ia tak menyesal"
"Ah, hidupmu jauh lebih berbahagia daripada aku.
Suamimu gagah. Anakmu lembut hati. Rumahmu bagus.
Suamimu pandai memilihkan tempat dan memperindah alam.
Apalagi yang kau kehendaki" Sekarang aku telah menyaksikan
sendiri. Dan hatiku ikut bersyukur," kata Harya Sokadana. Ia menatap wajah Naganingrum. Puteri itu tersenyum. Tetapi
aneh! Wajahnya nampak bertambah pucat dan nampak
setetes air dalam kelopak matanya. Mengapa"
"Apakah saudara Harya Udaya memperlakukan engkau
dengan tidak wajar?" ia menegas.
"Terlalu baik," jawab Naganingrum. "Hanya saja, setiap hari aku dipaksanya menelan obatnya."
Mendengar jawaban itu, baik Harya Sokadana maupun
Bagus Boang heran.
"Memaksa engkau menelan obat" Obat apa" Ratu sakit
apa?" Harya Sokadana meminta penjelasan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Naganingrum menundukkan kepala. Lama ia berdiam diri.
Kemudian menjawab perlahan, "Sebelum aku meninggalkan
junjungan kita, dia selalu mengirimkan obat buatannya sendiri kepadaku. Katanya, itulah obat penjaga kesehatanku.
Bukankah waktu itu kita terpaksa harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain" Tetapi aneh! Semakin aku rajin
minum obat, semakin kerap aku diserang penyakit. Kadang
baik, kadang kumat. Akhir-akhir ini terasa menjalar sampai
meraba jantungku. Aku jadi tak peduli lagi. Namun dengan
telaten ia membujukku agar terus menelan obat."
"Apakah Ratu menduga racun?" potong Harya Sokadana dengan wajah angker.
Naganingrum tersenyum pahit. Sahutnya, "Ah, perlu apa
kita membicarakan perkara racun segala. Toh aku sudah
melahirkan anaknya."
Harya Sokadana tercengang. Bagus Boang tercengang.
Meskipun mereka berada di tempat yang terpisah, tetapi
masing-masing merasakan sesuatu yang tidak wajar. Dan
mereka tercengang karena kata-kata Naganingrum
mengandung teka-teki pahit.
Harya Sokadana sendiri bersikap menunggu dan berhatihati. Ia teringat Naganingrum seorang wanita berotak
cemerlang. Seringkali orang tak mengerti sasaran apakah
sebenarnya yang sedang dibidiknya.
"Hal itu baru kuketahui di kemudian hari," ia berkata melanjutkan.
"Tentang racun?" Harya Sokadana memotong bernafsu.
"Ternyata ia mengawini aku bukan karena cinta," kata Naganingrum,
Harya Sokadana terperanjat. Ini jawaban di luar
dugaannya. Takut terkena jebak, cepat-cepat ia berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan suara tinggi. "Ah, barangkali Ratu terlalu memikirkan dia."
"Tidak! Setelah Ratna lahir, belasan tahun semenjak itu ia selalu menyingkir dariku. Ia memikirkan ilmu pedangnya.
Kantong bajunya tak pernah kosong dari kitab ilmu pedang
Syech Yusuf dan sebagian warisan ilmu sakti Arya Wira Tanu
Datar. Rupanya dia lebih mencintai dua kitab sakti itu daripada aku."
Harya Sokadana memaksa diri tertawa. Katanya
menghibur, "Ah, kukira dia meracunimu atau mengkhianatimu.
Alihkan memikirkan ilmu pedangnya. Seorang pendekar besar
seperti dia sudah semestinya begitu. Kalau seseorang bisa
mencintai suatu ilmu sebesar dia, pastilah dapat pula
mencintai isterinya melebihi jiwanya sendiri."
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jelas sekali, Harya Sokadana berusaha menghibur
Naganingrum. Tetapi Naganingrum bukan manusia biasa.
Justru mendengar kata-kata Harya Sokadana demikian,
hatinya seperti tertikam. Air matanya lantas merembes keluar.
Dan melihat air mata itu, hati Harya Sokadana tercekat. Buru-buru ia berkata, "Maaf Ratu. Memang aku tak pandai
berbicara."
Naganingrum tidak menyahut. Sebaliknya ia bertanya,
"Tahukah engkau apa sebab ia mengawini aku?"
"Kau berilmu sangat tinggi. Otakmu cerdas luar biasa. Kau wanita gagah pada zaman ini. Seluruh bumi priangan
membicarakan namamu."
Naganingrum tertawa sambil mengusap air matanya.
Katanya dengan semangat runtuh, "Mungkin pula itu masuk dalam perhitungannya. Sebenarnya tujuannya ialah hendak
memiliki ilmu sakti Arya Wira Tanu Datar yang kebetulan
dapat kuhafalkan di tengah jalan dan kitab ilmu pedang Syech Yusuf warisan keluarga kami."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Heran Harya Sokadana mendengar keterangannya. Tak
terasa ia berseru tertahan. "Ah!" tapi cepat-cepat ia membungkam.
"Tatkala. aku pulang rapat dari dataran Gunung
Cakrabuwana, di tengah jalan kami berdua bertemu dengan si
gila Pancapana. la kena dibodohi Harya Udaya, sehingga kitab warisan Arya Wira Tanu Datar dapat kubaca ulang alik.
Semenjak itu, dia mendekati aku. Demikianlah lantas kami
menikah," kata Naganingrum.
Jelas keterangannya, tetapi sebenarnya belum semuanya.
Ada bagian-bagian yang disembunyikan, antara lain
bekerjanya racun yang sengaja dimasukkan Harya Udaya
dalam ramuan obatnya. Racun itu bekerja lambat dan halus.
Obat pemunahnya ada padanya. Lantaran racun itulah,
Naganingrum tak dapat menjauhinya.
Pangeran Purbaya sebenarnya menaruh curiga. Tetapi
tatkala itu, perjuangan sedang dalam kancah sengit-sengitnya.
Kalau sampai urusan pribadi bisa melemahkan persatuan
perjuangan, itu yang tak dikehendaki. Maka dengan alasan
untuk mencarikan obat penyembuh penyakit Naganingrum,
puteri itu lantas diserahkan kepada Harya Udaya.
Itu kesempatan bagus bagi Harya Udaya. Dasar wajahnya
tampan dan kedudukannya tinggi, ia pandai membodohi
Naganingrum sewaktu Pangeran Purbaya terjepit di antara
Sungai Cisedane, ia justru hendak menyingkirkan diri.
Pangeran Purbaya melihat keadaan yang gawat itu Harya
Udaya adalah salah satu pengawal pribadi yang diandalkan.
Jika sampai meninggalkannya, ia akan berada dalam bahaya
kematian. Tak hanya ia sendiri, tetapi juga putera satusatunya yakni Ratu Bagus Boang. Maka segera ia
memanggilnya menghadap. Setelah menyisihkan orangorangnya, ia memutuskan akan menghadiahkan(pada zaman
dahulu, raja sering menghadiahkan salah seorang isterinya
kepada bawahan yang berkenan dihati) puteri Naganingrum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apabila bisa menolong menyelamatkan Ratu Bagus Boang
beserta ibunya. Tentu saja ke-putusan itu menggembirakan
hatinya. Tetapi untuk membawa Ratu Bagus Boang dan
ibunya menyeberang Sungai Cisadane bukanlah pekerjaan
mudah, meskipun seseorang berani mengorbankan diri.
Teringatlah dia kepada Harya Sokadana. Dengan bantuan
Harya Sokadana itulah dia berhasil. Di tengah jalan ia lantas membagi tugas pekerjaan. Harya Sokadana bertugas
melindungi Ratu Bagus Boang dan Ratu G dani Sari Ra-tih.
Sedangkan dia sendiri, cepat-cepat menyingkirkan diri. Setelah menikahi Ratu Naganingrum, ia menyembunyikan diri di atas
Gunung Patuha sampai sekarang.
Ratu Naganingrum sendiri sebenarnya diam-diam mencintai
Harya Sokadana sejak gadisnya. Hanya oleh suatu
perhitungan tertentu, ia menyerahkan diri kepada Pangeran
Purbaya. Itu demi menaikkan harga keluarganya,
perguruannya dan tujuan perjuangan.
Tetapi justru demikian, dengan tak dikehendakinya sendiri
tumbuhlah sifat untung-untungan dalam dirinya. Ia sekarang
tidak hanya dapat melihat Harya Sokadana, tapi juga diamdiam mencoba memperhatikan Harya Udaya. Sama
tangguhnya dan sama pula cakapnya. Mula-mula pribadi
Harya Udaya lebih menarik hatinya. Itulah sebabnya ia mau
dinikahi. Tapi setelah mengenal sifat suaminya itu, kembalilah ia terkenang kepada Harya Sokadana. Nyata sekali cinta kasih Harya Sokadana adalah cinta kasih sejati. Ia justru merasa
bahagia melihat dirinya menikah dengan Pangeran Purbaya.
Sebab bagi Harya Sokadana, kebahagiaannya adalah
kebahagiaannya pula.
Juga sewaktu dia menjatuhkan pilihannya terhadap Harya
Udaya. Pendekar itupun tidak nampak sakit hati. Hanya saja
semenjak itu ia tak menampakkan diri. Sampai sekarang ia
menyatakan bahwa ia telah menikah dengan seorang
perempuan dusun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sesungguhnya kitab ilmu pedang Syech Yusuf adalah
warisan kakakku Ganis War-dhana," kata Naganingrum
melanjutkan. "Kau tahu sudah bahwa kakekku Syech Yusuf adalah pendiri Himpunan Sangkuriang. Setelah Syech Yusuf
kena buang, kakakku Ganis Wardhana menggantikan
kedudukannya. Dengan sendirinya buku Syech Yusuf berada
ditangannya. Aku lantas meminjamnya. Agaknya ia segan
meminta kembali. Penggantinya Anden Suriadiraja, agaknya
segan pula. Demikianlah, kitab sakti itu berada di tangan
Harya Udaya sampai kini. Hanya saja pada suatu hari
datanglah seorang pemuda kemari untuk meminta kembali
kitab tersebut."
"Siapa?" Harya Sokadana kaget sampai berjingkrak. Tapi begitu ia meletupkan pertanyaan itu, sadarlah ia akan
kesembronoannya. Memang kedatangannya ke Gunung
Patuha sebenarnya untuk mencari keterangan tentang Ratu
Bagus Boang yang dikabarkan mendaki Gunung Patuha untuk
menuntut" dendam ayahnya. Itulah sebabnya, ia tak dapat menguasai dirinya begitu mendengar Naganingrum
menyinggung tentang datangnya seorang pemuda yang
datang untuk meminta kitab Syech Yusuf. Ia menduga Ratu
Bagus Boang. "Entah, siapa dia. Namanya Suryakusumah. Mengapa
engkau menaruh perhatian besar?" kata Naganingrum dengan nada tanya yang tajam.
Harya Sokadana hendak memberi keterangan, tetapi batal.
Menyahut sulit, "Sebenarnya aku ingin memperoleh
keterangan dari mulut saudara Harya Udaya sendiri. Itulah
sebabnya aku datang."
"Eh, jadi kau kemari benar-benar hendak menemui Harya
Udaya" Ah! Kusangka engkau berani menempuh bahaya
karena aku," kata Naganingrum dengan berduka.
Tergetar hati Harya Sokadana mendengar ucapan
Naganingrum. Memang ia mencintai puteri itu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segenap hatinya. Ia tahu, bahwa perkawinannya dengan
isterinya sekarang sebenarnya untuk menambal rasa
kecewanya. Sekarang puteri itu terang-terangan
mengingatkan cintanya yang lama. Keruan saja, begitu
diingatkan tertikamlah lukanya yang lama, sehingga gugurlah keteguhan hatinya. Tanpa sengaja ia maju menubruk.
"Ratu! Ratu! Maafkan hatiku, karena aku tidak mengetahui isi hatimu sesungguhnya."
Naganingrum menolak tangan Harya Sokadana. Katanya
keras, "Sokadana, meskipun aku kena dibohongi Harya Udaya, tetapi aku sudah melahirkan anaknya. Dan sampai sekarang
aku masih isterinya yang sah. Kalau dia tahu begini cara
engkau memperlakukan aku, kau bakal kena dibunuhnya.
Nah, pergilah!"
Harya Sokadana mundur perlahan dengan kata-kata kurang
jelas. Tapi ia tidak mengangkat kaki. Bahkan sejenak
kemudian, ia berkata: "Meskipun saudara Harya Udaya kini tumbuh sayapnya, aku tidak takut."
"Memang benar. Tapi kalau salah seorangnya mati, akupun tidak beruntung. Malahan hanya menambah rasa dukaku
belaka." Harya Sokadana menghela napas dalam, Setelah
mendongak ke udara, ia berkata seperti kepada dirinya
sendiri: "Sebenarnya puaslah hatiku setelah melihat engkau kembali, Ratu. Tetapi sesungguhnya kedatanganku ini untuk
menemui saudara Harya Udaya. Ada yang hendak kutanyakan
kepadanya.Yang pertama tentang lukisan yang dibawanya.
Yang kedua, tentang putera mahkota."
"Siapa?"
Harya Sokadana tak segera menjawab, la menimbangnimbang beberapa saat lamanya. Setelah menghela napas, ia
mulai berkata: "Tentang putera mahkota, masakan Ratu tidak kenal. Dialah dahulu yang kubawa lari dan kulindungi. Biarlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hal ini aku jelaskan dengan perlahan. Mungkin sudah terlalu lama Ratu tidak menaruh perhatian." Ia berhenti sejenak,
"Tentang hubungan kita ini. Baiklah kita jangan menimbulkan ingatan-ingatan yang sudah-sudah. Ontuk memendam habis
ingatan dahulu, malam ini aku akan menyerahkan kantung
bersulam buatanmu. Cita manusia ini, memang lebih banyak
kandasnya daripada yang kita kehendaki. Benarlah pepatah
kuno: delapan atau sembilan bagian kehendak manusia
seringkali tidak tercapai. Saudara Harya Udaya seorang
pendekar gagah dan serba pandai. Dialah jago satu-satunya
pada zaman ini. Akupun berada di bawahnya."
"Hm," Naganingrum mendengus.
"Dia sekarang menjadi suamimu. Niatannya dia bisa
membangunkan engkau sebuah istana indah di atas Gunung
Patuha. Maka sudah seharusnya Ratu berterima kasih."
"Berterima kasih kepada siapa?" Naganingrum memotong.
Harya Sokadana tercengang sejenak. Kemudian
menyerahkan kantung bersulam yang dikeluarkan dari
sakunya dengan membungkam.
Naganingrum menerima penyerahan kantung bersulam
buatannya dahulu yang diberikan kepada jago itu. Seolah-olah dia acuh tak acuh, tapi nyatanya kedua matanya berkaca-kaca. Katanya tak jelas, "Sekiranya Harya Udaya sebaik engkau, pastilah hidupku akan lain jadinya."
Harya Sokadana menghela napas. Ia berusaha tidak
mendengarkan ucapan Naganingrum. Sebaliknya. Lantas ia
berkata mengalihkan pembicaraan.
"Tatkala junjungan kita terjepit di pinggir Sungai Cisadane, aku dan saudara Harya Udaya berhasil menyeberangkan Ratu
Gdani Sari Ratih dan putera mahkota Ratu Bagus Boang ke
seberang. Hebat pertempuran itu. Mestinya kita tak usah
kalah. Tetapi kenyataan sejarah berkata lain. Ini semua terjadi karena campur tangan Kompeni Belanda. Tegasnya Sultan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Abdulkahar sepulangnya dari Mekah(Sultan Abdulkahar "
Sultan Haji naik tahta tahun 1687) dengan diam-diam
mengadakan hubungan dengan VOC di Jakarta. Dia kini
berhasil naik tahta. Tetapi dia kehilangan pengaruhnya di
Cirebon. Melepaskan hak monopoli atas perdagangan kain dan
lada. Sungai Cisadane yang bersejarah menjadi daerah
perbatasan antara VOC dan Banten. Dan orang-orang Eropa
lainnya harus meninggalkan Banten. Dilihat sepintas lalu,
pengusiran orang-orang Eropa itu berlatar belakang
persaingan perdagangan, biasa. Tapi apabila kita amati, terasa betapa besar bahayanya."
"Ratu! Kau adalah seorang wanita cerdas pada zaman ini.
Pastilah engkau dapat membaca apa maksud VOC
sebenarnya. Bila VOC dapat mengusir orang-orang Eropa
lainnya yang disegani, bukankah lantas mengerahkan
sasarannya kepada Kerajaan Banten yang tanpa sandaran
lagi" Aku berani bertaruh, bahwa sebentar lagi Kerajaan
Banten bakal musnah dari permukaan bumi ini. Semuanya
akan jatuh ke tangan VOC. Sangat kebetulan VOC memusuhi
golongan Tionghoa pula. Dengan secara teratur, mereka mulai membersihkan lawan-lawannya dalam perdagangan. Ini
terjadi di Jakarta. Seorang pemimpin Tionghoa bernama Tai
Wan Sui, pada suatu hari menghubungi Himpunan
Sangkuriang kita. Ini namanya kita dibukakan sebelah daun
pintu. Apakah kita tetap saja tidur mendengkur dengan
memeluk dendam dalam impian" Saudara-saudara kesatuan
pendekar kita menghubungi aku. Aku mendengar kabar
tentang putera mahkota Bagus Boang. Kabarnya ia cerdas
sekali. Sekali diajar, dia bisa. Benar-benar aku bersyukur
dalam hatiku bahwa junjungan kita Pangeran Purbaya
mempunyai keturunan yang berbakat. Aku mendengar kabar
pula, bahwa Pangeran Adi Santika dan Pangeran Gusti sedang
berebut tahta. Sultan Abdulkahar belum dapat menentukan
pilihannya. Pastilah dia akan meminta bantuan Kompeni
Belanda. Siapa di antara mereka yang bakal naik tahta, itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak penting. Tapi yang memprihatinkan ialah, kedua-duanya akan menjadi boneka VOC. Maka ancaman bahaya keruntuhan
Kerajaan Banten kian nampak nyata."
"Hari ini aku mendaki Gunung Patuha. Pertama-tama aku
akan berbicara dengan saudara Harya Udaya. Akan kuajak dia
bangun kembali, memimpin kancah perjuangan. Akan kubawa
dia turun gunung untuk membantu putera mahkota Ratu
Bagus Boang merebut tahtanya kembali. Kedua, akan kuminta
dia mengumpulkan dan memanggil kawan-kawan
seperjuangan dahulu. Sebab dia sesungguhnya yang mengerti
alamat kawan-kawan kita yang setia kepada perjuangan
bangsa dan negara."
Mendengar kata-kata Harya Sokadana, Bagus Boang
terperanjat. Dia sendiri sudah pernah bertemu dengan Harya
Udaya. Mengingat persoalan yang dibawa Harya Sokadana ini
demikian besar, ia takut bahwa pertengkarannya dahulu akan
merusak tujuan mulia itu. Teringat pula, bahwa Harya Udaya
pernah berhubungan dengan Arya Wirareja justru untuk
mengkhianati kawan-kawan seperjuangannya, ia jadi berkecil
hati. Sementara itu Harya Sokadana berkata lagi, "Katakan saja, aku ini utusan perjuangan rakyat Banten. Mengingat
hubunganmu dengan junjungan kita dahulu, pastilah Ratu
mau membantu. Hanya saja, setelah delapan belas tahun tak
pernah berjumpa dengan saudara Harya Udaya,
sesungguhnya tak tahu aku bagaimana pendiriannya."
"Benar," kata Naganingrum perlahan. "Sudah belasan tahun Harya Udaya hidup menyendiri di sini. Putus pulalah
hubungannya dengan bekas rekan-rekannya dahulu. Tapi
melihat ragam ilmu pedangnya sudah selesai dipelajarinya,
kukira dia bakal turun gunung agar dunia terbuka matanya
bahwasanya di persada bumi ini masih ada seorang jago
pedang tiada bandingannya. Itulah niatnya yang sudah dapat
kubaca semenjak beberapa tahun yang lalu. Sebenarnya ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia segera mengangkat namanya, tetapi ia menunda-nunda.
Hal itu karena ia menyegani kakakku Ganis Wardhana dan Ki
Tapa. Sekarang ini, kudengar kakakku sudah meninggal dan Ki Tapa menarik diri menjadi seorang pertapa, maka tiada lagi
yang disegani. Pastilah dia bakal turun gunung sewaktuwaktu." "Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati
meninggalkan taring dan kulitnya. Manusia mati meninggalkan namanya," sela Harya Sokadana. "Saudara Harya Udaya sudah merampungkan ilmu pedangnya dan bercita-cita tiada celanya
supaya manusia di kemudian mengenal namanya. Aku setuju!"
"Tetapi dia seorang yang berangan-angan besar," potong Naganingrum. "Aku yakin, ia tak bakal mendengar nasehatmu atau seman rekan-rekan perjuangannya kembali. Dia pun
bakal malas menyampaikan berita ke-bangunan itu kepada
teman-temannya yang telah diketahuinya dimana mereka
berada." "Kenapa begitu?" Harya Sokadana heran.
"Komandan pengawal Kerajaan Banten kini adalah Arya
Wirareja. Beberapa bulan yang lalu ia datang berkunjung
kemari." "Begitu?"
"Samar-samar aku mendengar pembicaraan mereka.
Agaknya dia tertarik pada anjuran Arya Wirareja agar
mengabdikan diri kepada Sultan Abdulkahar. Bahkan agaknya
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia menerima nasehat Arya Wirareja pula agar mengumpulkan
bekas rekan-rekan seperjuangannya agar ikut dia mengabdi
pada kerajaan baru."
"Eh! Kenapa begitu" Kenapa begitu" Tetapi bekas laskar Pangeran Purbaya masih setia kepadanya. Pada saat ini justru hendak bangkit untuk menyusun perjuangan babak baru di
bawah pimpinan putera mahkota."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku khawatir, sebelum mereka dapat melaksanakan
niatnya, Arya Wirareja bersama Harya Udaya akan datang
menangkapi," kata Naganingrum.
Mendengar keterangan Naganingrum, Harya Sokadana
tercengang dan tertegun. Akhirnya ia kelepasan kata. "Kalau begitu, perbuatan saudara Harya Udaya berani menjual rekan
seperjuangan demi kepentingannya sendiri, apakah dia bukan
seorang pengkhianat?"
"Tidak hanya itu. Aku tadi bilang, dia seorang yang
berangan-angan besar. Aku kenal adatnya. Kaupun juga.
Percayakah engkau, bahwa dia benar-benar sudi mengabdikan
diri kepada raja bekas lawannya, sedangkan ilmu pedangnya
sudah rampung dipelajarinya" Hm... seorang anak-anak pun
tidak akan bakal percaya."
"Lantas?"
"Aku khawatir, jangan-jangan dia pun berangan-angan
ingin mendirikan kerajaan baru."
Mendengar ucapan Naganingrum, baik Harya Sokadana
maupun Bagus Boang sampai berjingkrak. Tetapi Harya
Sokadana seorang yang berpengalaman. Cepat ia berkata
menimpali, "Kalau kaupun menyetujui, tiada halangannya.
Setiap orang berhak mencapai angan-angannya. Sebaliknya
apabila angan-angannya kau anggap berbahaya, pandaipandailah engkau membujuknya. Jangan-jangan dia kena
pancing Arya Wirarareja. Hm! Kalau negara hampir runtuh,
biasanya banyak sekali muncul siluman berkedok manusia.
Ratu, baik-baiklah engkau menjaga fitnah dan bujukan!"
Naganingrum tertawa. Katanya, "Aku dan dia adalah suami isteri. Tetapi masing-masing kepunyaan sendiri. Selama
belasan tahun, semenjak Ratna sudah pandai berjalan, kami
hidup menurut cara kami sendiri. Masing-masing hidup
bersandiwara saja. Dia berlagak sangat mengasihi dan sangat bijaksana di depan anaknya dengan membujuk aku terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerus menelan obatnya. Sebaliknya, apabila aku dahulu
tidak membutuhkan obatnya, hm... Buat apa aku tinggal
terlalu lama di sini?"
Harya Sokadana tertegun mendengar pengakuan
Naganingrum. Tak tahu ia harus berbuat apa. Akhirnya
terdengarlah suaranya perlahan-lahan penuh duka dan sesal.
"Ratu... Ratu... kau."
Naganingrum memotong dengan tertawanya. Bertanya
meminta penjelasan, "Kau tadi bilang hendak bertemu dengan Harya Udaya untuk membicarakan putera mahkota.
Sebenarnya bagaimana?" Naganingrum mengalihkan
pembicaraan. Harya Sokadana berdehem. Lalu menyahut dengan
pertanyaan pula. "Benar-benar engkau tak pernah melihat putera mahkota?"
"Apa maksudmu?" Naganingrum mengangkat wajahnya.
"Tadi kau bilang, bahwa di sini pernah ada seorang pemuda bernama Suryakusumah minta kitab ilmu pedang Syech Yusuf.
Apakah dia bukan Ratu Bagus Boang yang mengaku bernama
Suryakusumah?"
"Bagus Boang katamu?" Naganingrum mengernyitkan dahi.
Dan terbangunlah alisnya yang lentik. "Kau bilang dia kemari?"
"Benar," sahut Harya Sokadana. Dengan menghela napas ia melanjutkan, "Itu percobaan yang berbahaya."
"Ah, apakah dia?" Naganingrum seperti berkata kepada dirinya sendiri. "Memang beberapa bulan yang lalu, Ratna menolong seorang pemuda. Namanya Bagus Boang pula."
"Menolong karena apa?" potong Harya Sokadana dengan gugup.
"Kabarnya jatuh ke dalam jurang setelah kena dilukai
seseorang. Ratna membawanya kemari dan menelankan obat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang paling disayang ayahnya. Bocah itu sangat besar
tekadnya, la datang kemari dengan tujuan hendak membunuh
Harya Udaya. Masakan dia yang kaumaksudkan" Tatkala
Harya Udaya pulang, dia lantas diusirnya pergi. Sayang, aku tak dapat melihat bocah itu. Tetapi Ratna berkesan baik
terhadapnya sehingga sampai sekarang sering dikenangkan
dan dibicarakan. Tanpa segan-segan, ia memuji kehalusan
budi bocah itu di depanku. Malahan Harya Udaya memuji ilmu
pedangnya yang katanya bagus tak bercela. Ratna benarbenar senang membawa perasaannya sendiri. Begitu berkesan
baik kepadanya, ia menidurkan di dalam kamar sebelah ini.
Padahal pedang ayahnya"pedang Sangga Buwana"
tergantung di dinding. Coba bocah itu berani mencuri pedang Sangga Buwana, pastilah ayahnya tak bakal mengampuni.
Apakah dia Bagus Boang yang kau maksud?"
Harya Sokadana bimbang. Kemudian menjawab perlahan,
"Entahlah, tetapi kalau bukan dia, siapa lagi" Akupun
mencemaskan saudara Harya Udaya kalau kesalahan tangan."
Mendengar pembicaraan itu, hati bagus Boang berterima
kasih atas perhatian Harya Sokadana. Tak pernah dia
bermimpi, bahwa sesungguhnya pendekar itulah yang
melindungi jiwanya semenjak kanak-kanak. Bahkan ibunya
pun terhitung hutang budi kepadanya.
Naganingrum seorang puteri yang cerdas. Segera ia dapat
menebak hati Harya Sokadana. Sedikit banyak pendekar bekas
kekasihnya itu, menaruh curiga kepadanya. Ini semua
disebabkan sikap suaminya. Teringat kejadian yang dulu-dulu, tanpa terasa ia menarik napas. Kemudian berkata
memutuskan, "Baiklah. Sekarang sudah mendekati larut
malam. Mungkin sekali Harya Udaya belum pulang malam ini.
Tetapi Ratna sedang berlatih pedang di tengah malam. Lalu
melanjutkan belajar ilmu surat. Kalau pertemuan, kita ketahui rasanya kurang baik. Kau pergilah dahulu. Esok hari cobalah temui Harya Udaya. Barangkali dia sudah pulang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak yang masih ingin ditanyakan Harya Sokadana.
Tetapi nyonya rumah sudah berkata begitu. Maka dengan
perasaan berat, ia membalikkan tubuh untuk berlalu. Tetapi
baru dua langkah, ia sudah menoleh seperti ada sesuatu yang ketinggalan.
"Rat!" katanya. "Pernahkan engkau melihat sebuah lukisan yang melukiskan tentang pertempuran hebat di tepi sungai
Cisedane?"
"Benar. Gambar itu tergantung di dalam kamar depan,"
sahut Naganingrum."Untuk apa kau menanyakan gambar itu?"
"Bagus!" seru Harya Sokadana girang. "Biar kulihat dahulu.
Kalau benar lukisan itu, nanti kujelaskan."
Naganingrum heran. Tanpa minta permisi Harya Sokadana
terus memasuki kamar depan dan segera ia mengikuti.
Bagus Boang yang berada dalam kamar terkesiap hatinya,
begitu mendengar mereka hendak memasuki kamar. Buruburu ia memasuki kolong tempat tidur. Dan beraling-aling di belakang almari.
"Siapakah yang berada di dalam kamar depan?" terdengar suara Harya Sokadana di luar pintu.
Heran Bagus Boang atas ketajaman pendengaran Harya
Sokadana. Ia merasa kepergok. Namun tidak takut. Segera ia
hendak memperlihatkan diri. Mendadak terdengar
Naganingrum menyahut, "masakan ada orang di dalam kamar.
Seumpama Harya Udaya telah pulang dengan diam-diam,
masakan ia perlu bersembunyi untuk mengintip kita?"
"Aku seperti mendengar napas orang."
"Angin gunung kadang-kadang mengejutkan pendengaran
pula," bantah Naganingrum.
Bagus Boang yang berada di dalam kolong tempat tidur
benar-benar kagum. Tadi hanya sedetik dua detik, ia melesat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari belakang jendela ke dalam kolong. Meskipun demikian,
masih saja dapat tertangkap oleh pendengaran Harya
Sokadana. Itu satu bukti betapa tinggi ilmu kepandaian
pendekar itu. Kalau pamannya Pancapana memuji bahwa
kepandaiannya berada di atas Harya Udaya, nampaknya
benar. Dan mengherankan lagi adalah sikap bibinya: Ratu
Naganingrum. Benar-benar sukar diraba bidikannya. Kalau
Harya Sokadana bisa menangkap gerakannya, masakan dia
tidak" Hanya heran, ia seperti sengaja membantu dirinya
untuk dapat bersembunyi dengan aman. Apa maksudnya"
Sementara itu begitu mendengar bantahan Naganingrum,
Harya Sokadana tak berkata-kata lagi. Setelah dian
dinyalakan, ia mendengar Naganingrum berkata lagi. "Inilah kamar yang pernah ditiduri Bagus Boang. Ratna merawatnya
selama dua hari tiga malam."
Harya Sokadana segera mengarahkan perhatiannya pada
lukisan di dinding. Begitu besar perhatiannya, sampai ia
nampak tertegun.
"Benar. Inilah gambar itu," ia berbisik dengan rasa haru.
"Apakah ada keanehannya?" Naganingrum heran.
Harya Sokadana menarik napas. "Waktu Pangeran Purbaya
membuat lukisan ini, Ratu berada di daerah pertempuran lain.
Kecuali itu, memang tidak semua orang mengetahui
rahasianya. Inilah lukisan setelah terjadi pertempuran hebat di tepi Sungai Cisedane. Di dalam lukisan ini hanya aku dan
saudara Harya Udaya yang tahu. Ratu sudah dapat meraba,
bahwa ia berangan-angan besar untuk mendirikan suatu
kerajaan baru. Apakah dia tak pernah membicarakan lukisan
ini?" Mendengar kata-kata Harya Sokadana, Naganingrum
benar-benar heran. Katanya agak gemetaran. "Tidak. Sama sekali tidak! Banyak sekali hal-hal yang disembunyikan
terhadapku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hampir tiga puluh tahun yang lalu, yakni tatkala kita sedang bertempur seru melawan laskar Sultan Abdulkahar,
Pangeran Purbaya mengundang kami menghadap. Beliau
sudah merasa, bahwa tiada harapan lagi untuk menang
perang. Karena itu, ia membicarakan tentang keselamatan
puteri Gdani Sari Ratih, putera mahkota Ratu Bagus Boang
dan hari kemudian. Pangeran Purbaya kabarnya
membicarakan urusanmu pula." Sampai di sini dia berhenti sebentar, kemudian meneruskan. "Waktu itu, putera mahkota Ratu Bagus Boang belum lahir. Jadi jelasnya, Pangeran
Purbaya sedang membicarakan hari depan. Beliau
menginginkan seorang putera yang akan dinamakan Ratu
Bagus Boang. Ah, benar-benar jauh penglihatan Pangeran
Purbaya. Benar-benar Ratu Bagus Boang dilahirkan beberapa
tahun kemudian. Dan yang mengherankan lagi, Beliau sudah
menitahkan seorang pelukis untuk menggambarkan
pertempuran hebat di tepi Sungai Cisedane. Benar-benar
mengagumkan! Pangeran Purbaya seperti memiliki mata
malaikat!" Sampai di sini ia berhenti lagi. Naganingrum waktu itu menundukkan kepala.
"Ternyata Sungai Cisedane benar-benar merupakan
pertempuran yang menentukan. Dan kita dikalahkan lawan.
Sungguh tepat pra rasa Pangeran Purbaya. Maka tertanamlah
di dalam hati kami berdua tentang keterangan lukisan
tersebut. Pangeran Purbaya berkata, bahwa di dalam gambar
itu terlukis suatu tempat di mana almarhum Sultan Tirtayasa menyembunyikan harta Kerajaan Banten. Sri baginda memang
tidak rela tahta Kerajaan Banten kena diduduki Sultan
Abdulkahar.( Tahun 1681 Sultan Abdulkahar (Sultan Haji)
memerangi Sultan Tirtayasa.) Pilihan Sri Baginda jatuh pada Pangeran Purbaya. Tapi menurut Pangeran Purbaya sendiri,
Beliau tidak mampu mewujudkan cita-cita ayahnya. Karena
itu, harta peninggalan Sri Baginda Tirtayasa belum pernah
dikutiknya. Beliau mengharapkan agar puteranya kelak yang
dapat meneruskan perjuangan itu yakni Ratu Bagus Boang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beliau yakin, bahwa puteranya bakal menang. Sebab selain
harta benda, di dalam tempat rahasia itu terdapat pula peta bumi seluruh daerah Pasundan. Tetapi disamping itu
sebenarnya ada sandaran lain yang lebih kuat lagi. Kau
seorang cerdas, pastilah mengetahui bunyi keyakinanku ini."
"Benar," sahut Naganingrum dengan menghela napas.
Almarhum Sri Baginda Tirtayasa tidak dapat berperang benarbenar melawan puteranya sendiri. Juga...."
"Juga Pangeran Purbaya tidak sampai hati berlawanan
dengan kakaknya," sambung Harya Sokadana. "Lain halnya dengan puteranya. Kalau Sultan Abdulkahar dahulu sampai
hati menggempur ayahnya sendiri, hari yang akan datang dia
bakal memperoleh balasan ialah kemenakannya"Ratu Bagus
Boang"bakal menggugurkan mahkotanya."
Naganingrum seorang pendekar wanita yang berotak
cemerlang. Sekalipun demikian, ia kagum dengan pandangan
jauh almarhum Sultan Tirtayasa, dan kerelaan bekas suaminya menyerahkan tahta kerajaan kepada kakaknya yang terang-terangan bekerja sama dengan pihak Kompeni Belanda.
"Sebenarnya, Pangeran Purbaya menghendaki aku yang
membawa dan menyimpan gambar ini." Harya Sokadana
melanjutkan, "Tetapi saudara Harya Udaya meyakinkan aku bahwa tugas yang terpenting ialah menyelamatkan dan
melindungi jiwa putera mahkota dan Ratu Odani Sari Ratih.
Tidak ada orang lain yang sanggup melaksanakan tugas
kecuali aku. Demikianlah katanya. Maka gambar itu
kuserahkan kepadanya, sedangkan aku sendiri membawa Ratu
Odani Sari Ratih dan putera mahkota menyingkir jauh-jauh."
"Mengapa gambar ini kauserahkan kepadanya?"
Naganingrum memotong.
"Kedua-duanya sangat penting dan bahaya. Seumpama
gambar ini jatuh ke tangan musuh. Masih dapat aku
menyelamatkan ratu dan putera mahkota. Sebaliknya, apabila
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ratu dan putera mahkota kena tawan, gambar ini dapat
diselamatkan saudara Harya Udaya. Pembagian tugas itu
kuanggap meringankan tanggung jawabku. Itulah sebabnya
kuserahkan kepadanya," kata Harya Sokadana.
Naganingrum menghela napas, la tak berkata lagi.
"Sekarang, rekan-rekan seperjuangan hendak bangkit
kembali. Semua membutuhkan tenaga saudara Harya Udaya.
Kecuali itu harta untuk biaya perjuangan."
"Menurut perasaanku, Harya Udaya akan menolak
ajakanmu," Naganingrum meyakinkan.
"Mengapa Ratu yakin benar?"
"Dia mempunyai alasannya sendiri," sahut Naganingrum cepat. "Bagaimana seumpamanya dia beralasan demi
menuntut dendam junjungannya, ia lantas berontak sendiri
dengan menggunakan harta kerajaan itu" Maklumlah, dia kini
sudah merampungkan ilmu pedangnya. Dia pun pernah
mengusir Bagus Boang dengan gampang. Pengalaman itu
menambah keyakinannya bahwa yang mampu berlawanan
dengan Sultan Haji di dunia ini hanya dia seorang."
Harya Sokadana tercengang. Kalau sampai terjadi
demikian, benar-benar hebat. Tak apalah bila benar-benar dia berangan-angan sebesar itu. Yang dikuatirkan kalau dia justru menyerahkan harta kerajaan itu kepada Sultan Haji untuk
mencari muka. Sementara itu, Naganingrum menarik napas lagi. Kemudian
memutuskan dengan sengit. "Aku yakin, dia tak akan sudi mendengarkan alasanmu. Maka lebih baik kau bawalah
gambar itu pergi! Aku nanti...."
Belum habis perkataan Nganingrum, tiba-tiba terdengarlah
suara tertawa dingin melalui dada. Harya Sokadana dan
Naganingrum menoleh. Dan nampaklah Harya Udaya sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada di depan pintu dengan pandang berkilat-kilat. Mulutnya menyungging suatu senyum.
Dian dalam kamar sebenarnya tidak cukup terang. Namun
wajah Harya Udaya nampak jelas, betapa dia memberikan
senyum ejekan sekaligus ancaman. Dengan asal-asalan dia
memasuki kamar.
"Saudara Harya Udaya, kau sudah pulang!" sambut Harya Sokadana
"Pastilah kau tak mengira atau mungkin tak mengharapkan aku pulang secepat ini," sahutnya dengan mengejek.
"Aku justru mengharap kau cepat-cepat pulang. Sebab
kedatanganku ini justru hendak bertemu dengan engkau. Ada
satu hal yang sangat penting," sahut Harya Sokadana tanpa menghiraukan ejekan rekannya itu. "Saudara Harya Udaya, kau dengarlah aku...!"
Harya Udaya maju selangkah. Dengan mata berkilat-kilat ia
menatap wajah isterinya.
Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ningrum! Aku sangat berterima kasih, bahwasanya engkau sudi mewakili aku menerima tamuku yang mulia. Sekarang
letakkan gambar itu kembali pada tempatnya. Dan masuklah
ke kamar. Dan minumlah obatmu!"
Naganingrum meletakkan gambar Sungai Cisedane kembali
pada tempatnya dengan berdiam diri. Namun kakinya tak
bergerak untuk meninggalkan kamar. Harya Udaya
mengawaskan gerak gerik isterinya dengan mata berkilat-kilat.
Sejenak kemudian berkata, "Baiklah, rupanya kau sadar akan perangaiku. Kau berani menyesaliku karena aku telah
mendustaimu. Kau boleh diam di sini mendengarkan
pembicaraan ini."
"Saudara Harya Udaya! Kau dengarkan kata-kataku!" Harya Sokadana mengalihkan perhatian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak usah kau membuka mulut lagi. Telah kuketahui
maksud kedatanganmu ini," potong Harya Udaya sengit.
"Ah, Saudara! Jangan kau berpikir yang bukan-bukan! Kau mencurigai aku berbuat yang tidak tidak terhadap isterimu"
Hm, aku seorang laki-laki juga seperti engkau. Tidak akan
melakukan sesuatu yang kurang baik terhadap isteri
sahabatku."
Ini suatu sindiran hebat bagi Harya Udaya, sebab dia justru berbuat kurang baik terhadap isteri junjungannya yang kini
menjadi isterinya. Karena itu, wajahnya lantas menjadi
sungguh-sungguh. Menegas, "Sebenarnya kau bekerja untuk majikan yang mana?"
"Eh! Kau hendak berkata, aku pindah majikan?" Harya Sokadana tercengang.
"Aku berterima kasih atas kebaikanmu," kata Harya Sokadana tak peduli. "Bukankah kau datang bersama-sama ini?"
Setelah berkata demikian, ia merogoh ke dalam sakunya
dan mengeluarkan sekeping panji-panji Kerajaan Banten yang
terbuat dari emas murni.(lenih tepat disebut insigne-baca
insinye) "Ah! Kau telah bertemu dengan Bojong-lopang dan
Kracak?" Harya Sokadana menegas.
"Bahkan aku telah mengusir mereka turun gunung dan
menghadiahi mereka satu ga-plokan. Sayang, Dadang Taraju
telah kutemui mati tak berliang kubur. Dan panji-panji ini, sengaja kutahan agar dia tak dapat lagi mengibuli kawan-kawan lama ikut padanya."
"Bagus! Bagus!" Harya Sokadana girang. "Saudara Harya Udaya, benar-benar engkau telah mengetahui latar
belakangnya begini jelas. Memang telah ada usaha-usaha raja sekarang untuk membujuk rekan-rekan lama takluk padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, perbuatanmu mengusir mereka sungguh harus
kupuji." Harya Udaya tertawa melalui hidung. Jari-jarinya
dirapatkan. Dengan suara pletok, panji-panji Kerajaan Banten yang terbuat dari emas murni itu luluh menjadi benda emas
berbentuk gundu. Kemudian ia menimpukkan emas itu pada
alas meja yang terus amblas masuk bumi. Ini tenaga sakti
yang luar biasa tingginya. Bagus Boang yang berada di dalam kolong tempat tidur, tergoncang hatinya. Berkata dalam hati,
"Coba, Ratna dahulu tidak mencegah ayahnya, pastilah
tubuhku sudah hancur luluh."
Sementara itu, setelah tertawa melalui hidung dan
membanting panji-panji Kerajaan Banten masuk ke dalam
tanah, Harya Udaya berkata: "Dahulu hari, memang akulah putera pengawal mahkota Pangeran Purbaya. Meskipun
ratusan pendekar-pendekar gagah mengelilingi Beliau, tetapi aku masih dipandang mata. Ratusan kali aku berperang.
Ratusan kali aku menyabung nyawa. Itulah sebabnya, tak
usah malu aku menjadi manusia. Setiap kali aku bertanya
pada diriku sendiri, tak usahlah aku bersegan-segan mengaku sebagai hamba kerajaan turun-temurun. Tetapi sekarang
semuanya sudah berubah seumpama benda-benda sudah
bertukar dan bintang-bintang pada berpindah tempat. Putera
Mahkota Purbaya sudah wafat. Akupun sudah menjauhkan diri
bermukim di atas gunung. Milik siapa aku ini" Hm... akulah
milik hidupku sendiri. Sekarang aku benci pada peperangan.
Rajawali Hitam 6 Pendekar Riang Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama