Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 13
tersengal-sengal, kadang-kadang teratur. Lu Ci menatapnya
dengan saksama. Keningnya berkerut ketat.
"Bocah beloon ini ... mengapa dia duduk di dalam gentong
berisi air mendidih" Kalau dilihat dari tampangnya dia seperti
tidak merasa kepanasan sedikit pun, apakah soat lian dari
Ping san itu sudah termakan olehnya?" Lu Ci bertanya-tanya
dalam hati. Dia masih menatap Wan Fei-yang dengan bingung, Fu Hiongkun menerjang masuk kembali ke dalam gua.
1008 "Keluar!" bentak Lu Ci sambil menghantamkan telapak
tangannya sekali lagi. Tubuh Fu Hiong-kun tergetar hebat dan
terpental keluar dari gua tersebut. Tapi dengan nekat, dia
merangkak bangun dan maju lagi.
Mengingat bahwa dia sudah kehilangan soat lian itu, dia
sudah dapat membayangkan kalau dirinya akan disalahkan
oleh kaisar. Bukan saja jabatannya akan terlepas, bahkan
nyawanya pun belum tentu dapat dipertahankan. Hatinya
semakin panas. Amarah meluap di dadanya. Kekejian dalam
jiwanya timbul seketika. Dia bersuit aneh dan tubuhnya
melesat ke angkasa, sepasang tangannya menghantam ke
arah ubun-ubun kepala Wan Fei-yang.
Tepat pada saat itu, sepasang mata Wan Fei-yang tiba-tiba
terbelalak. Sepasang telapak tangannya terangkat ke atas.
"Plakkk!" Tepat menyambut sepasang telapak Lu Ci, lalu
tubuhnya mencelat keluar dari gentong air seketika itu juga.
Telapak tangan kedua orang itu saling menekan, ternyata Lu
Ci malah terhentak oleh tenaga Wan Fei-yang sampai
berjungkir balik lalu melayang turun ke tanah. Telapak tangan
mereka pun terpisah. Tangan kanan Lu Ci bergerak. Gelang
emasnya sudah tergenggam, di antara suara desingan yang
memekakkan telinga, gelang itu meluncur menyerang bagian
tubuh Wan Fei-yang.
Urat penting pada tubuh Wan Fei-yang sudah tersambung
kembali berkat bantuan soat lian, dan setelah berendam
dalam air panas sekian lama, tenaga dalamnya juga sudah
pulih kembali. Sepasang telapak tangannya mengincar
dengan gencar. Suara angin menderu. Gelang emas Lu Ci
1009 tidak mempunyai kesempatan mendekatinya sama sekali.
Oleh karena itu, Lu Ci semakin panik juga kemarahannya
bertambah. Tubuhnya secara tiba-tiba terjungkir balik di
tengah udara, sebuah demi sebuah gelang emas kecil
meluncur saling susul menyusul membuka sebuah liang di
antara kibasan telapak tangan Wan Fei-yang. Tubuhnya
segera menerjang masuk ke tempat yang lowong dan
gelangnya yang besar dihantam ke depan.
Sepasang telapak tangan Wan Fei-yang dirangkapkan lalu
bergeser ke samping. Dia menghindarkan diri dari gelang
emas yang meluncur, lalu dia membalikkan tubuhnya,
sepasang telapak tangannya direnggangkan kemudian maju
dua langkah dan secepat kilat menjepit gelang besar tersebut.
Lu Ci terkejut sekali. Tapi dia cukup gesit, tangan kanannya
agak menekuk sedikit membentuk cakar harimau dan
meluncur mengincar tenggorokan Wan Fei-yang.
Anak muda itu menundukkan kepalanya, mendadak telapak
tangannya direnggangkan dan gelang besar pun terlepas dari
jepitannya, lalu telapak tangannya seperti angin kencang
menghantam dada Lu Ci. Sebetulnya dia hanya bermaksud
menggetarkan tubuh Lu Ci agar menjauh darinya, tapi dia lupa
pernah mempelajari salah satu dari Bu-tong-liong-kiat yang
terkenal, yaitu Pik-lek-ciang. Bukan saja tenaga dalamnya
sudah pulih, malah kekuatannya berlipat ganda dibandingkan
sebelumnya. Dapat dipastikan bahwa saat ini dia dapat
menghancurkan sebuah bukit dengan mudah. Bahkan lebih
dahsyat dari ilmu telapak tangan yang dikuasai oleh Tianliong-siang-jin semasa jayanya.
Isi perut dan dada Lu Ci tergetar hancur. Tubuhnya terpental
1010 jauh lalu menghantam dinding gua. Wan Fei-yang yang
melihat keadaan itu langsung tertegun. Tanpa sadar dia
termangu-mangu dan berulang kali menatap sepasang telapak
tangannya sendiri.
Tiba-tiba dia berteriak lantang, "Fu-kouwnio, ilmu silatku sudah pulih kembali seperti dulu!" sambil berteriak, dia menerjang ke depan.
Fu Hiong-kun justru sudah melihat bahwa ilmu silat Wan Feiyang telah pulih kembali dan sedang bertarung melawan Lu
Ci. Hatinya gembira sekaligus cemas. Dia mundur ke depan
gua tapi tidak meninggalkan tempat tersebut. Dia takut terjadi
perubahan pada diri Wan Fei-yang.
Sekarang tiba-tiba Wan Fei-yang berteriak sambil menerjang
keluar. Tanpa sadar dia mundur dua langkah. Wan Fei-yang
melesat mendekati lalu memeluk bahunya erat-erat. "Fukouwnio, kau lihat, aku sudah sembuh!" katanya penuh
semangat. Tentu saja Fu Hiong-kun ikut gembira juga sedih. Dia menarik
napas panjang. "Wan-toako, syukurlah kau sudah sembuh.
Hatiku menjadi lega sekarang."
Wan Fei-yang memandanginya dengan tatapan penuh terima
kasih. Baru saja dia ingin mengucapkan beberapa patah kata
sebagai pernyataan hatinya, Fu Hiong-kun sudah menukas,
"Aku ... aku akan pergi sekarang!"
Wan Fei-yang tertegun seketika. "Mengapa kau harus pergi?"
tanyanya seperti orang linglung.
1011 "Kalau kau sudah membaca surat itu, kau tentu akan mengerti
sendiri." "Surat" Surat apa?" Wan Fei-yang semakin tidak mengerti.
"Surat itu ada di atas tumpukan pakaianmu yang baru. Aku
meletakkannya di atas batu."
"Kalau kau bermaksud mengatakan sesuatu, katakan saja
langsung. Untuk apa harus menulis surat segala macam?"
desak Wan Fei-yang.
Fu Hiong-kun tertawa pahit.
"Lebih baik kau masuk ke dalam dan baca dulu surat itu. Nanti
baru kita bicarakan hal lainnya."
"Baik. Aku akan masuk mengambil surat itu." Wan Fei-yang
tidak lupa menambahkan "Kau tunggu sebentar di sini."
Fu Hiong-kun menganggukkan kepalanya. Matanya telah
mengembangkan air mata. Wan Fei-yang membalikkan
tubuhnya dan masuk ke dalam gua. Air mata Fu Hiong-kun tak
tertahankan lagi. Dia menangis tanpa suara.
***** Surat yang dikatakan Fu Hiong-kun tidak ada di atas batu, tapi
di dalam air. Pasti terbang terembus kibasan telapak tangan
Wan Fei-yang dan Lu Ci ketika bertarung tadi. Cepat-cepat
Wan Fei-yang mengambil surat itu. Dia membuka lipatannya
dan langsung tertegun.
1012 Surat itu sudah luntur oleh air. Sama sekali tidak terbaca apa
yang tertulis di atasnya.
"Fu-kouwnio ...!" sambil memanggil dia menerjang keluar dari
dalam gua. Tapi Fu Hiong-kun sudah tidak terlihat lagi. Wan
Fei-yang tidak habis pikir. Dia masih berteriak beberapa kali
memanggil gadis itu, tapi meskipun tenggorokannya hampir
kering, tetap saja tidak terdengar sahutan dari Fu Hiong-kun.
Akhirnya Wan Fei-yang menerjang terus ke depan. Khasiat
soat lian telah menyebar secara menyeluruh dalam jangka
waktu tujuh minggu, yakni empat puluh sembilan hari. Dia
berteriak memanggil dengan suara mengandung tenaga
dalam yang tinggi. Tentu saja kumandang suaranya dapat
terpancar sampai jauh. Mana mungkin Fu Hiong-kun tidak
mendengarnya"
Sebetulnya dia berada di antara rimbunan dedaunan dan
ranting yang terletak tidak seberapa jauh dari gua tersebut.
Dia tidak bergerak atau bersuara sedikit pun. Dia mendengar
Wan Fei-yang berteriak memanggil namanya berulang kali,
kemudian melesat melintas di depannya. Hampir saja dia tidak
dapat menahan hatinya untuk memanggil pemuda itu, namun
akhirnya dia mengeraskan hatinya juga. Dia memandang
bayangan tubuh Wan Fei-yang yang menghilang di kejauhan.
Tanpa dapat dibendung lagi, air matanya mengalir dengan
deras. ***** Tubuh Wan Fei-yang melesat seperti angin. Sebentar saja dia
sudah berlari kurang lebih sepuluh li. Tentu saja sepanjang
jalan dia tidak berhasil menemukan jejak Fu Hiong-kun. Dia
1013 berlari lagi sejauh setengah li. Akhirnya dia menghentikan
kakinya. Baru saja dia membalikkan tubuhnya untuk kembali,
telinganya mendengar suara teriakan dan benturan senjata
orang yang sedang bertarung. Pikirannya tergerak. Dia
langsung melesat ke arah sumber suara tadi. Sampai saat ini,
dia masih juga belum sadar bahwa dengan mengandalkan
ilmu ginkangnya sekarang, apabila Fu Hiong-kun juga
mengambil jalan yang sama, tidak mungkin belum terkejar
olehnya. Meskipun dia belum tahu soat lian yang dimakannya adalah
tumbuhan langka yang hanya berbunga seribu tahun sekali
dan sangat berkhasiat, tapi karena ilmunya pulih dalam waktu
sedemikian singkat, malah dia sebenarnya masih belum bisa
menerima kenyataan ini.
Hanya beberapa kali loncat, dia sudah mencapai tempat
terjadinya pertarungan. Di sana ada empat orang, tapi yang
bertarung hanya tiga orang. Salah satu dari ketiga orang itu
dikenalnya dengan baik. Orang itu bukan Fu Hiong-kun yang
sedang dicarinya, tetapi Kuan Tiong-liu.
Yang bergabung melawan Kuan Tiong-liu adalah Hek-paisuang-mo. Boleh dibilang mereka bertarung dengan mainmain. Keduanya hanya menggunakan tangan kosong. Tidak
membawa senjata apa pun.
Kuan Tiong-liu menggerakkan pedangnya dengan gencar.
Tetapi bukan saja dia tidak sanggup melukai Hek-pai-siangmo, malah beberapa kali tangannya tertangkap dan terpelintir
sampai jatuh bergulingan di tanah. Tampaknya Hek-pai-siang1014 mo masih belum berminat membunuhnya. Cara turun tangan
mereka masih diperhitungkan baik-baik.
Yi Pei-sa yang berdiri di samping tidak hentinya berteriak agar mereka menghentikan pertarungan itu. Hek-pai-siang-mo tidak
memedulikannya. Sedangkan dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Dengan mengandalkan kepandaiannya yang cetek itu, dia
tidak mungkin dapat membantu banyak kepada Kuan Tiongliu. Bukannya dia tidak mencoba, tapi hanya dalam sekali
gebrak, dia sudah terdesak mundur oleh Hek-pai-siang-mo.
Rambut Kuan Tiong-liu yang biasanya terikat rapi sudah
terlepas dari riap-riapan. Pakaiannya koyak tidak keruan. Juga
kotor oleh tanah dan debu. Tampangnya mengenaskan sekali.
Namun dia masih mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Dia
tidak memohon ampun atau meratap kesakitan. Dia hanya
mengertakkan giginya erat-erat dan memberi perlawanan
sebisanya. Wan Fei-yang yang memerhatikan sekian lama dari sudut
jalan, tidak dapat menahan dirinya lagi. Dia berteriak lantang
dan melesat ke depan. Suara teriakannya bagai guruh yang
menggelegar di atas langit. Hati keempat orang itu sampai
tergetar serentak. Tanpa sadar orang-orang yang sedang
bertarung menghentikan gerakannya seketika.
Wan Fei-yang melayang turun tepat di tengah-tengah Kuan
Tiong-liu dan Hek-pai-siang-mo.
"Kau rupanya!" Melihat yang datang adalah Wan Fei-yang,
Kuan Tiong-liu tertegun di tempat.
"Siapa kau?" bentak Hek-mo-cian dengan mata mendelik.
1015 "Apakah kau kaki tangan manusia she Kuan ini?" tanya Pekmo-cian. "Boanpwe bernama Wan Fei-yang. Hanya kebetulan lewat di
tempat ini."
"Kalau hanya kebetulan lewat, teruskan saja perjalananmu.
Jangan ikut campur urusan kami," kata Hek-mo-cian masih
dengan lagak garang.
Sinar mata Wan Fei-yang berputar ke sekeliling.
"Kalian berdua Cianpwe menghina dua anak muda dengan
cara demikian, apakah tidak takut akan menjadi bahan
tertawaan teman-teman dunia kangouw?"
Pek-mo-cian tertawa dingin.
"Tahukah kau siapa adanya budak perempuan itu" Dia adalah
murid kami. Bocah she Kuan ini bukan saja merayunya agar
bersedia melarikan diri bersama-sama, dia malah
membujuknya untuk mencuri ilmu pusaka perguruan kami.
Coba kami beri keadilan, apa yang harus kami lakukan
terhadap kedua bocah itu?"
Wan Fei-yang terpana mendengar keterangan itu. Sesaat
kemudian dia menoleh kepada Kuan Tiong-liu. "Kuan-heng,
apabila yang dikatakan kedua Cianpwe ini benar adanya,
maka engkaulah yang bersalah."
Kuan Tiong-liu merasa rada malu, tapi pada dasarnya dia
memang orang yang keras kepala. Dia masih berusaha untuk
1016 mungkir. "Siapa yang salah dan siapa yang benar, sulit
dijelaskan dalam waktu ini. Aku orang she Kuan tidak berminat
banyak bicara!"
"Kuan-toako ...!" Yi Pei-sa seperti mengatakan sesuatu, tapi
kemudian dibatalkannya.
"Kau tidak perlu takut. Paling banter kita mati bersama di sini!"
kata Kuan Tiong-liu menghiburnya.
"Kalau begitu, Lohu akan mengabulkan niatmu!" teriak Pekmo-cian. Tubuhnya berkelebat. Telapak tangannya meluncur
ke depan. Hek-mo-cian tidak mau ketinggalan, dia ikut-ikutan
menyerang Kuan Tiong-liu.
Wan Fei-yang cepat-cepat maju dan meluruskan lengannya
mengadang kedua orang itu. Sepasang telapak tangan Hekpai-siang-mo tepat menghantam lengannya itu, tapi Wan Feiyang sama sekali tidak apa-apa.
"Cianpwe berdua .... Ada apa-apa kita bisa bicarakan baikbaik," katanya gugup.
"Bocah busuk!" teriak Pek-mo-cian. "Berani benar kau
mencampuri urusan kami berdua!"
"Kalau kau benar-benar merasa dirimu hebat, kalahkan dulu
kami berdua. Urusan ini biar kau yang selesaikan!"
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wan Fei-yang menatap Hek-pai-siang-mo secara bergantian.
Kemudian dia beralih memandang Yi Pei-sa dan Kuan Tiongliu, lalu melihat telapak tangannya sendiri. Akhirnya dia
menganggukkan kepalanya, "Baik. Boanpwe terpaksa kurang
1017 ajar!" Hek-pai-siang-mo saling lirik sekilas. Mereka tertawa Dengan
berdiri berdampingan, mereka menyerang Wan Fei-yang
serentak. Mereka dapat menduga bahwa ilmu silat anak muda
itu pasti cukup tinggi. Oleh karena itu, begitu turun dari tangan mereka segera mengerahkan tenaga sebanyak sepuluh
bagian. Mereka berniat menyelesaikan pertarungan itu
secepatnya dan meringkus Wan Fei-yang.
Siapa sangka setelah bertarung sebanyak seratus jurus lebih,
bukan saja mereka tidak berhasil meringkus Wan Fei-yang,
malah ilmu anak muda itu tampaknya semakin sempurna.
Bukan hanya Hek-pai-siang-mo saja yang kebingungan,
sampai-sampai Kuan Tiong-liu ikut menyaksikan jalannya
pertarungan dengan mata terbelalak.
Selama ini dia sudah pernah dikalahkan dua kali oleh Wan
Fei-yang. Terhadap ilmu yang dikuasai oleh anak muda itu,
boleh dibilang dia cukup memahami kehebatannya. Tapi apa
yang dilihat olehnya di depan mata sekarang, ilmu silat Wan
Fei-yang bukan saja tidak punah malah lebih hebat beberapa
kali lipat. Pada mulanya gerakan Wan Fei-yang memang agak kaku.
Hal ini disebabkan oleh terlukanya dia di tangan Tok-ku Bu-ti
sehingga ilmu silatnya punah selama beberapa waktu. Selama
ini dia tidak pernah berlatih silat lagi. Bahkan ingatannya
tentang gerak jurus-jurus juga harus di ngatnya kembali.
Namun setelah lewat beberapa saat, dia mulai terbiasa
kembali. Itulah sebabnya orang yang tidak mengerti, mengira
ilmu kepandaiannya telah mengalami kemajuan pesat.
Padahal ilmunya masih yang itu-itu juga. Hanya tenaga
1018 dalamnya yang bertambah beberapa kali lipat.
Sekarang tiba-tiba ilmunya sudah pulih kembali berkat soat
lian yang ditelannya. Wan Fei-yang ibarat bocah kecil
mendapatkan kembali mainannya yang sudah lama hilang.
Semakin bertarung, dia semakin bersemangat. Sedangkan di
pihak Hek-pai-siang-mo, berbeda lagi ceritanya. Semakin
bertarung mereka semakin kewalahan. Makin lama hati
mereka jauh semakin kecut. Beberapa kali mereka berusaha
menggabungkan tenaga dan mengerahkan ilmu andalan
mereka. Mereka bermaksud menggunakan ilmu Ping-hun-sinkang, semacam ilmu yang mengerahkan tenaga dingin ke
dalam lawan sehingga darahnya membeku.
***** Beberapa kali mereka berhasil menghantam Wan Fei-yang
dengan ilmu istimewanya itu, tapi tampaknya anak muda
tersebut tidak terpengaruh sama sekali. Bahkan ada
serangkum hawa dingin yang menolak lewat tubuh Wan Feiyang, yang berbalik menyerang tubuh mereka.
Tentu saja Hek-pai-siang-mo tidak tahu bahwa Wan Fei-yang
telah menelan bunga soat lian yang dinginnya entah berapa
kali lipat ilmu Ping-hun-sin-kang mereka. Tentu saja Wan Feiyang tidak menunjukkan apa-apa terkena hantaman mereka,
malah hawa dingin dalam tubuhnya segera menolak balik
hawa dingin tersebut.
Tiga ratus jurus telah berlalu. Tiba-tiba sepasang telapak
tangan Wan Fei-yang melihat titik kekosongan di antara kedua
iblis hitam putih itu, ia langsung mencengkeram pergelangan
tangan Hek-pai-siang-mo. Sekejap kemudian dia
1019 melepaskannya kembali dan mencelat mundur beberapa
depa. "Terima kasih karena kedua Cianpwe telah mengalah,"
katanya dengan rendah hati.
Hek-pai-siang-mo sampai terpaku sekian lama di tempatnya.
Sejenak kemudian Pek-mo-cian berniat menyerang kembali,
tapi ditahan oleh Hek-mo-cian. Iblis hitam itu menghampiri
Wan Fei-yang. "Pahlawan memang lahir dari generasi muda. Orang she Wan,
Hek-pai-siang-mo mengaku bukan tandinganmu. Urusan ini
biar kau saja yang selesaikan."
Wan Fei-yang langsung menoleh kepada Kuan Tiong-liu.
"Kuan-heng, harap kau kembalikan kitab ilmu pusaka kedua
Cianpwe ini!"
Mendengar ucapannya, bukan hanya Kuan Tiong-liu saja yang
tertegun, bahkan Hek-pai-siang-mo juga kebingungan. Mereka
benar-benar tidak menyangka pendirian Wan Fei-yang begitu
adil. Kuan Tiong-liu memerhatikan Wan Fei-yang sejenak.
Akhirnya dia mengeluarkan selembar kulit kambing dari balik
pakaiannya dan menyodorkannya ke arah Hek-pai-siang-mo.
Pek-mo-cian menerima lembaran kulit kambing tersebut dan
membentangkannya. Di atasnya terdapat tulis-tulisan kecil
dengan huruf dan beberapa gambar yang aneh-aneh. Pekmo-cian menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana dengan Yi Pei-sa?" tanyanya.
1020 Kuan Tiong-liu menatap ke arah Yi Pei-sa kilas kemudian
menoleh kembali kepada Hek-pai-siang-mo.
"Cinta kasih kami sudah dalam, kami masih berharap agar
kalian berdua orang tua akan merestuinya," kata Kuan Tiongliu. Pek-mo-cian mendengus dingin. "Kami tidak bertanya
kepadamu. Yi Pei-sa, kau jawab sendiri!"
Yi Pei-sa langsung menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua
iblis hitam putih. "Harap Suhu berdua maafkan murid yang
tidak berbakti ini ...!"
Wajah Pek-mo-cian langsung berubah. Dia tertawa dingin.
"Kalau begitu kau pun sudah mengambil keputusan untuk
mengikutinya!"
Yi Pei-sa mengalirkan air mata tanpa menyahut.
"Kalau niatmu sudah demikian, kau dengar baik-baik. Mulai
saat ini hubungan kau sebagai murid dengan Hek-pai-siangmo sebagai guru putus sampai di sini saja!"
"Suhu ...!" ratap Yi Pei-sa.
Hek-mo-cian mengibaskan lengan bajunya, "Kau tidak pantas
memanggil kami dengan nama demikian lagi. Kami juga tidak
pantas menerimanya," sindirnya ketus.
Hek-mo-cian membalikkan tubuhnya dan berjalan
menghampiri Wan Fei-yang. Dia berhenti di depan anak muda
itu. 1021 "Bocah she Wan, kau adalah orang yang berbakat tinggi
dalam ilmu silat. Tetapi kau harus hati-hati terhadap manusiamanusia dunia kangouw yang licik. Mereka bisa saja
mencelakaimu," katanya dengan hati tulus. Dia mengedipkan
matanya kepada Pek-mo-cian. Tubuh mereka mencelat dalam
waktu yang bersamaan dan sebentar saja sudah menghilang
dari pandangan.
Wan Fei-yang menoleh kembali. Kebetulan Kuan Tiong-liu pun
sedang memandangnya dua pasang mata saling menatap.
Kuan Tiong-liu langsung memperdengarkan suara tertawa
dingin. "Biarpun kau sudah menggebah mereka dari sini, aku
tetap tidak akan berterima kasih kepadamu!"
Wan Fei-yang jadi terpana mendengar ucapannya. "Kuanheng, kau ...."
"Kau tidak perlu memanggil aku semesra itu. Aku juga tidak
mempunyai saudara yang kampungan sepertimu!" Kuan
Tiong-liu menoleh kepada Yi Pei-sa. "Mari kita berangkat!"
Wan Fei-yang masih berdiri termangu-mangu.
***** Setelah berjalan kurang lebih setengah Yi Pei-sa masih
menangis terus. Kuan Tiong-liu menghentikan langkah
kakinya. Dia mengusap air mata yang mengalir di pipi Yi Peisa dengan lengan bajunya. "Jangan sedih lagi," katanya
menghibur. "Suhu sudah tidak mengakui aku lagi," sahut Yi Pei-sa masih
1022 mengalirkan air mata.
"Bukankah lebih baik kalau ada aku yang mendampingimu?"
"Kuan-toako, kau jangan tinggalkan aku!" Yi Pei-sa
menyusupkan kepalanya ke dalam dada Kuan Tiong-liu.
"Jangan khawatir. Ke mana pun aku pergi, aku akan
membawamu serta." Mata Kuan Tiong-liu beredar. "Untung
saja kita sudah menghafal ilmu pusaka kedua suhumu itu!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan kelak?"
"Kita harus mencari suatu tempat untuk tinggal sementara.
Tunggu sampai aku berhasil mempelajari Ping-hun-sin-kang
dan menyempurnakan Lok-jit-kiam-hoat yang sudah aku
kuasai. Setelah itu baru kita pikirkan lagi apa yang akan kita
lakukan." "Bocah she Wan yang menolong kita tadi, Siapa dia
sebetulnya?"
"Dia bukan orang baik-baik," kening Kuan Tiong-liu bertaut
erat. "Aku pernah mendengar bahwa ilmu silatnya sudah
punah oleh Mit-kip-sin-kang milik Tok-ku Bu-ti. Tapi kalau
melihat kenyataannya tadi, bukan saja ilmunya tidak punah,
bahkan lebih hebat dari sebelumnya. Apakah dia
mendapatkan mukjizat yang tidak terduga?" Dari mata Kuan
Tiong-liu tebersit sinar dendam dan iri.
***** Berita yang tersebar di dunia kangouw bukan saja tepat, tapi
1023 juga cepat. Tentang ilmu silat Wan Fei-yang yang sudah pulih
kembali, bahkan sanggup mengalahkan Hek-pai-siang-mo
sudah tersebar ke mana-mana.
Namun Tok-ku Hong sama sekali tidak tahu. Karena selama
hampir sebulan ini dia tinggal di gedung keluarga Lu.
Maksudnya datang ke rumah Lu Wang untuk mencari Wan
Fei-yang, tapi Wan Fei-yang tidak ada. Lu Wang sendiri tidak
tahu ke mana perginya anak itu. Tok-ku Hong hanya
meninggalkan pesan kepada Lu Wang agar memberi tahu
Wan Fei-yang bahwa dia datang mencarinya. Nanti setengah
bulan kemudian dia akan datang lagi.
Tok-ku Hong memang datang kembali, malah beberapa kali.
Namun dia tetap tidak bertemu dengan Wan Fei-yang. Justru
hubungannya dengan Lu Wang semakin akrab. Akhirnya dia
malah tinggal di rumah orang tua itu.
Sebetulnya hal ini malah sebuah keuntungan bagi Lu Wang.
Tentu saja dia tidak tahu dengan adanya Tok-ku Hong di
rumah itu, mereka sekeluarga terhindar dari bencana
kematian. Kalau tidak, Kongsun Hong pasti sudah menyerbu
gedung tersebut dan memaksa Lu Wang mengatakan di mana
soat lian dari Ping san itu. Apabila orang tua itu tidak bisa
menjawab, sudah pasti dia akan membunuhnya.
Selama ini sikap Tok-ku Hong terkenal tidak sabaran. Dengan
menunggu sampai begitu lama di gedung keluarga Lu tanpa
mengeluh, dia sendiri hampir tidak mengerti apa sebabnya.
Apakah Wan Fei-yang demikian berarti baginya"
Ketika kesabarannya habis dan tidak sanggup menunggu
lebih lama lagi, dia segera memohon diri kepada Lu Wang.
1024 Baru saja dia meninggalkan gedung keluarga Lu tidak
seberapa jauh, Wan Fei-yang pun kembali. Mereka berjalan
dari arah yang berlawanan. Tok-ku Hong masih tidak
menyadarinya. Dia berjalan tanpa semangat dengan kepala
tertunduk. Tiba-tiba ada orang yang menyentuh bahunya. Tokku Hong terkejut sekali. Telapak tangannya sudah siap
menghantam. Ketika dia melihat orang yang menyentuhnya
adalah Wan Fei-yang.
"Siau-yang ...." sapa Tok-ku Hong tanpa sadar. Hatinya
tergetar. Wan Fei-yang menatapnya lekat-lekat. "Sudah berapa hari
kau menunggu aku di sini?" tanyanya tiba-tiba.
"Kapan aku menunggumu?" Tok-ku Hong mana mau
mengaku. Dia merasa malu. Kemudian dia berbalik bertanya,
"Kau sendiri ke mana saja begitu lama baru muncul lagi?"
Sebetulnya dengan mengajukan pertanyaan itu, dia sendiri
sama saja sudah mengakui bahwa dia sudah menunggu
beberapa hari. Wan Fei-yang paham sekali sifat Tok-ku Hong.
Dia tidak membongkar rahasia kebohongannya. Malah dia
agak terharu. "Beberapa hari ini, bagiku bagaikan hidup dalam
mimpi," katanya.
"Pokoknya kau harus menceritakan semuanya kepadaku
sampai hal sekecil-kecilnya," sahut Tok-ku Hong.
"Bukankah hal itu sama saja dengan kau menyuruh aku
bercerita sampai pagi menjelang?"
"Aku tidak peduli!" kata Tok-ku Hong sambil mendorong tubuh
1025 Wan Fei-yang ke depan. Tentu saja Wan Fei-yang tidak dapat
menolak. Kedua orang itu berjalan di bawah mentari yang hampir
tenggelam. Mereka sama sama tidak menyadari bahwa
tindakan mereka sudah di bawah pengawasan orang-orang
Tok-ku Bu-ti. Mereka masih bercakap-cakap dengan asyik.
***** Tok-ku Bu-ti sudah mengetahui peristiwa Wan Fei-yang
menelan soat lian tanpa sengaja. Dia juga sudah mendengar
bahwa bukan saja ilmu silat anak muda itu sudah pulih
kembali tetapi malah lebih hebat dari sebelumnya.
Tempo hari memang mereka datang terlambat. Mereka tidak
bertemu dengan orang-orang Siau-yau-kok, malah mereka
bertemu dengan Tian-liong-siang-jin. Pada saat itu Tian-liongsiang-jin sudah sadar kembali. Dia memang terkena ilmu
pembetot sukma Hujan, tapi karena tepukan Fu Hiong-kun di
belakang kepalanya, pengaruh ilmu pembetot sukma itu malah
hilang seketika. Namun dia tetap tidak dapat mengingat
urusan yang terjadi setelah dia terkena pengaruh ilmu iblis itu.
Tok-ku Bu-ti menggunakan segala cara untuk memaksanya
berbicara. Sampai-sampai hampir dia memutuskan seluruh
urat nadi di anggota tubuh Tian-liong-siang-jin untuk
menyiksanya agar mau berbicara. Setelah diperlakukan
semena-mena dan tanpa perasaan oleh Tok-ku Bu-ti, Tianliong-siang-jin hanya dapat mengatakan bahwa yang terakhir
di ngatnya adalah dia memasukkan soat lian tersebut ke
dalam mulut seorang pemuda. Dia juga mengatakan bahwa
belum tentu keterangannya benar karena dia hampir tidak
1026
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat membedakan apakah benar-benar terjadi atau dalam
mimpi saja. Ingatannya sadar sekilas ketika Fu Hiong-kun menghantam
kepalanya, tapi hanya sekian saja. Bahkan bagaimana rupa
Wan Fei-yang pun tidak dapat di ngatnya kembali. Pertamatama Tok-ku Bu-ti tidak habis pikir siapa pemuda yang
dimaksudkannya. Sampai di mendengar kabar tentang Wan
Fei-yang yang berhasil mengalahkan Hek-pai-siang-mo, dia
segera sadar apa yang telah terjadi. Apalagi setelah mendapat
laporan bahwa Tok-ku Hong berada bersama-sama Wan Feiyang, dadanya hampir meledak karena marah. Dia segera
menurunkan perintah agar memanggil Tok-ku Hong kembali
ke kantor pusat.
***** Tok-ku Hong yang menerima perintah itu tidak segera pulang.
Malah beberapa anak buah Tok-ku Bu-ti yang digotong
pulang. Ketika ditanyakan, mereka serentak memberi jawaban
bahwa Tok-ku Hong tidak bersedia pulang. Mereka mencoba
memaksa, tetapi mereka dipukul satu per satu oleh Wan Feiyang dan diusir dari tempat itu.
Tok-ku Bu-ti marah sekali. Baru saja dia berniat menurunkan
perintah agar Wan Fei-yang dibunuh, lalu Tok-ku Hong diseret
pulang untuk menerima hukuman sesuai peraturan yang
berlaku, Tok-ku Hong sudah muncul di depan pintu.
Tadinya Tok-ku Hong bersikeras tidak mau kembali ke Bu-tibun, tapi Wan Fei-yang membujuknya. Dia tidak mau gadis itu
menjadi buronan yang dikejar dan dianggap sebagai murid
murtad. Lagi pula dia sendiri harus ke Bu-tong-san untuk
1027 menyelidiki siapa pembunuh Ci-siong Tojin. Dengan demikian
terpaksa dia harus berpisah untuk sementara dengan Tok-ku
Hong. Gadis itu masih mencoba bersikeras, tapi dalam
keadaan seperti ini, dia terpaksa membenarkan saran Wan
Fei-yang. Melihat kemunculan putrinya, Tok-ku Bu-ti merasa kurang
senang. Tapi dia tidak menunjukkan perasaannya dari luar.
Diam-diam dia menurunkan perintah kepada semua anggota
Bu-ti-bun untuk menyelidiki jejak Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang menelan soat lian sehingga ilmunya pulih
kembali. Hal ini memang di luar dugaan Tok-ku Bu-ti, tapi
sejak dia bertarung dengan Wan Fei-yang tempo hari, dia
sudah mengetahui bahwa anak muda itu mempunyai bakat
yang tinggi untuk mempelajari ilmu silat.
Sejak itu pula dia sudah merasakan bahwa Wan Fei-yang
kelak akan menjadi duri dalam matanya, maka dia tidak
segan-segan turun tangan keras terhadap anak muda
tersebut. Dia menggetarkan urat nadi seluruh tubuh Wan Feiyang sampai sebagian besar putus dengan ilmu Mit-kip-sinkang miliknya yang juga pernah mengalahkan Ci-siong Tojin
tiga kali berturut-turut.
Sampai saat ini mau tidak mau dia harus mengakui bahwa
nasib Wan Fei-yang selalu beruntung. Menghadapi musuh
setangguh ini, dia harus waspada dan hati-hati sekali, karena
kadang-kadang kita bukan kalah oleh kepandaian seseorang,
tapi kalah oleh takdir hidupnya yang bagus.
***** 1028 Kabar memang meluas dengan cepat. Bahkan seluruh Butong-san sudah mendengarnya. Tentu saja orang yang paling
terkejut dan tergetar hatinya adalah Fu Giok-su.
Wan Fei-yang dilukai dengan ilmu Mit-kip-sin-kang oleh Tokku Bu-ti dalam keadaan parah. Ilmu silatnya punah dan dia
menjadi orang cacat. Tetapi sekarang bukan saja ilmunya
sudah pulih kembali tetapi malah jauh lebih hebat dari
sebelumnya. Wan Fei-yang malah sanggup mengalahkan
Hek-pai-siang-mo. Apakah dia sudah mempelajari Tian-cankiat" Tapi siapa yang mengajarinya"
Teringat akan hal ini yang mungkin saja terjadi karena anak
muda itu selalu menemukan kejadian yang tidak terduga, hati
Fu Giok-su rasanya hampir meledak karena marah. Sekali lagi
dia membolak-balikkan kitab berisi pelajaran Tian-can-kiat di
ruang penyimpanan kitab, tapi tetap saja dia tidak berhasil
menemukan apa-apa. Dalam keadaan murka, dia membuang
kitab tersebut ke dalam tungku perapian.
Sebentar saja kitab itu sudah terlalap api. Isinya langsung
menjadi abu. Tapi tidak demikian dengan sampulnya. Hanya
lapisan luarnya saja yang terbakar. Lapisan dalamnya entah
terbuat dari bahan apa. Bukan saja tidak terbakar, malah
mengeluarkan cahaya berkilauan.
Fu Giok-su sudah berniat meninggalkan ruangan penyimpan
kitab tersebut, tiba-tiba matanya terbelalak menatap tungku
perapian. Kecurigaan langsung menyelinap di dalam hatinya.
Cepat-cepat dia mengeluarkan pedangnya dan mengungkit
sampul kitab tersebut dari api yang membara. Dia melihat
sampul tersebut penuh dengan tulisan-tulisan kecil. Setelah
perhatikan dengan saksama, ternyata surat peninggalan Tio
1029 Sam-hong (Pendiri Bu-tong-pay).
--Setelah berhasil berlatih Tian-can-kiat dalam waktu empat
belas tahun. Tanpa sengaja suatu hari melewati sebuah
padang rumput yang luas dan menyaksikan seekor rajawali
sakti bertarung dengan seekor ular. Perhatian langsung
terpusat penuh. Sekembali ke atas gunung, peristiwa itu bagai
gambar hidup yang terus membayang di depan mata.
Kemudian dari pertarungan itu, terciptalah ilmu Tiau-coa-capsa-sut (Tiga belas jurus rajawali dan ular). Ilmu ini tidak kalah dahsyatnya dengan Tian-can-kiat. Malah ada kesan lebih keji.
Kala digunakan pada orang yang sesat, pasti akan
mengerikan akibatnya, tapi dibuang pun sayang. Oleh sebab
itu diambil keputusan untuk menyimpan ilmu ini di balik
sampul Tian-can-kiat. Apabila ada yang menemukannya,
maka dialah yang berjodoh mempelajari ilmu ini. Tapi ingat!
Kejahatan selamanya tidak pernah menang!-Fu Giok-su cepat-cepat membalikkan sampul kitab Tian-cankiat tersebut. Ternyata sama dengan bagian depan sampul.
Setelah terbakar terbukalah lapisan keduanya yang berisi teori
ilmu Tiau-coa-cap-sa-sut yang dikatakan dalam surat tadi.
Tentu saja Fu Giok-su senang sekali. Apalagi setelah
mengetahui bahwa ilmu itu tidak kalah dahsyatnya dengan
Tian-can-kiat, malah lebih keji lagi.
Tepat pada saat itu, dia merasa ada angin yang lewat di
sampingnya. Sebuah batu kecil dilempar dari luar melalui
jendela. Fu Giok-su langsung membalikkan tubuhnya dan
menyambut batu tersebut. Dia memandang keluar jendela. Dia
melihat seseorang berpakaian hitam tersembunyi di atas
pohon yang rimbun dan sedang menggapaikan tangan
kepadanya. 1030 --Han Tiong" Apakah telah terjadi sesuatu hal lagi di dalam
Siau-yau-kok"
Bayangan manusia tanpa wajah langsung melintas di depan
matanya. Cepat-cepat dia masukkan rahasia ilmu yang
ditemukannya ke dalam balik pakaiannya. Tubuhnya melesat
menerobos dari jendela dan sebentar saja dia sudah berada di
kejauhan. ***** Manusia berpakaian hitam itu terus berlari dengan di kuti oleh
Fu Giok-su ke bagian belakang gunung Bu-tong-san. Akhirnya
dia menghentikan langkah kakinya.
"Apa sebetulnya maksudmu?" bentak Fu Giok-su. Dia marah
sekali. Karena sebelumnya Manusia Tanpa Wajah tidak
pernah berbuat demikian.
Manusia berpakaian hitam itu segera melepaskan kain
penutup wajahnya. "Fu-toako, ini aku!"
Ternyata dia adalah Wan Fei-yang. Fu Giok-su tentu saja
terkejut setengah mati.
"Kau ...?"
"Sekian lama tidak bertemu, entah bagaimana kabar Fu-toako
sekarang?" tanya Wan Fei-yang sopan.
"Untung masih belum mati!" Fu Giok-su menenangkan
hatinya. "Apa maksud kedatanganmu kali ini?"
1031 "Aku memang sengaja datang untuk menemui Fu-toako.
Hanya engkau yang masih memercayaiku," Wan Fei-yang
menarik napas panjang. "Aku benar-benar difitnah.
Ciangbunjin bukan mati di tanganku. Ketika aku
menemukannya, Ciangbunjin sudah sekarat. Sayangnya dia
tidak sempat lagi memberi tahu kepadaku siapa orang yang
demikian keji itu."
Diam-diam Fu Giok-su tertawa dalam hati. Kalau mendengar
ucapan Wan Fei-yang, dia sama sekali tidak usah khawatir.
Anak muda ini pasti belum tahu apa-apa. Tapi dia memang
pandai menyembunyikan perasaannya.
"Setelah mengenalmu sekian lama, aku juga tidak percaya
kau adalah jenis manusia seperti itu." Dia ikut-ikutan menarik
napas panjang. "Sayangnya orang lain tidak ada yang mau
percaya." "Asal Fu-toako bersedia menjelaskan semuanya di depan para
murid Bu-tong ...."
"Menjelaskan apa maksudmu?" Hati Fu Giok-su tergetar
kembali. "Maksud Siaute, sebagai ciangbunjin Bu-tong-pay generasi
sekarang tentu para murid Bu-tong memercayai ucapanmu.
Asal Fu-toako menyatakan yakin bukan aku yang membunuh
Ci-siong Tojin, tentu mereka tidak berani menuduhku lagi."
"Aku rasa percuma saja," Fu Giok-su menggelengkan
kepalanya. Hatinya tenang kembali.
1032 "Tapi ... Fu-toako kan sudah menjadi ciangbunjin sekarang ...."
"Justru itulah aku harus mematuhi peraturan yang berlaku.
Kau harus ikut dulu denganku, baru nanti kita buktikan apakah
kau bersalah atau tidak," sahut Fu Giok-su sambil turun
tangan secepat kilat. Telapak tangannya sudah mengancam
bagian berbahaya tubuh Wan Fei-yang.
Meskipun Wan Fei-yang sama sekali tidak menyangka, tapi
telinganya sangat peka. Sedikit embusan angin saja, kakinya
sudah bergeser dan luput dari serangan Fu Giok-su. Pemuda
berhati keji dan licik itu mana mau menyudahi begitu saja.
Tubuhnya bergerak dengan gesit. Sepasang telapak
tangannya terulur dan menghantam ke kiri serta kanan. Lima
belas kali berturut-turut dia mengerahkan ilmu Pik-lek-ciang,
selain itu dia masih juga sempat menimpukkan senjata rahasia
ke arah Wan Fei-yang. Kakinya melangkah dengan gerakan
Hu-hun-cong, hampir seluruh ilmu Bu-tong-liok-kiat
dimainkannya sekaligus.
Wan Fei-yang juga tidak kalah cepat. Satu demi satu
serangan itu berhasil dihindarinya. Setelah menerima seratus
lebih serangan Fu Giok-su, tiba-tiba pergelangan tangan Wan
Fei-yang memutar. Dengan gerakan secepat kilat, telapak
tangannya sudah dikembangkan dan menempel di bagian
punggung Fu Giok-su.
Tentu saja Fu Giok-su terkejut setengah mati. Tapi Wan Feiyang bukan saja tidak menghantamkan telapak tangannya, dia
malah melepaskannya.
"Kalau aku memang pembunuhnya, saat ini aku tentu akan
membunuh Fu-toako sekalian!" Fu Giok-su terkejut sekaligus
1033 marah. Tapi dia menahan hatinya untuk tidak menunjukkan
perasaan apa-apa. "Ternyata kau memang seorang laki-laki
sejati," katanya dengan nada lembut.
Baru saja ucapannya selesai, dari kejauhan sudah terdengar
suara bising langkah kaki dan suara pembicaraan orang
ramai. Rupanya suara pertarungan mereka sempat terdengar
oleh beberapa murid Bu-tong yang sedang meronda.
Kemudian sinar lentera mulai terlihat.
Mata Fu Giok-su bersinar terang. "Saat kita sama sekali tidak
mempunyai bukti yang menguntungkan dirimu. Meskipun aku
percaya padamu, tapi di hadapan sesama saudara
seperguruan, aku juga belum bisa membelamu. Lebih baik
kau menyembunyikan diri untuk sementara. Masalah ini pasti
akan kuperhatikan baik-baik. Apalagi aku sudah mendapatkan
bukti yang menyatakan kau tidak bersalah, aku pasti akan
memberi tahu dirimu."
"Tapi .... Bagaimana membuktikan bahwa aku memang tidak
bersalah?"
"Tentu kalau kita sudah menemukan pembunuh yang
sebenarnya. Dengan demikian, segala tuduhan yang jatuh
kepada dirimu tentu akan beres seketika," kata Fu Giok-su
cerdik. Wan Fei-yang hanya dapat menarik napas panjang. Dia
melesat secepat kilat meninggalkan tempat itu. Dalam waktu
yang singkat Gi-song dan Cang-song sudah sampai di
hadapan Fu Giok-su. Melihat ciangbunjinnya berdiri dengan
termangu-mangu, mereka merasa heran.
1034 "Apakah barusan Ciangbunjin sedang berlatih ilmu" Soalnya
kami mendengar suara pertarungan," tanya Cang-song.
Fu Giok-su menggelengkan kepalanya, "Tidak. Kita
kedatangan musuh."
"Siapa?" tanya Gi-song panik.
"Wan Fei-yang!" sahut Fu Giok-su sepatah demi sepatah.
Setiap orang yang di sana mendengarkan dengan mata
terbelalak. Tidak ada satu pun yang tidak terkejut.
"Untung saja dia cepat-cepat kabut! Kalau tidak, hm ...." dia
berhenti sejenak. "Semua orang dengarkan baik-baik! Kali ini
Wan Fei-yang menyelinap ke Bu-tong-san, tujuannya masih
belum jelas. Kalau ada yang memergoki dia, jangan sekali-kali
membiarkan dia lolos. Kalian harus waspada dan kompak
agar musuh besar yang satu ini dapat kita tumpas!" Ucapan
yang satu ini mungkin baru benar-benar keluar dari hatinya
yang paling dalam.
***** Pada hari kedua tengah malam ternyata Wan Fei-yang datang
lagi ke Bu-tong-san. Kali ini dia malah menyelinap ke gua Gitong. Tempat itu merupakan sebuah gua yang besar di mana
jenazah para angkatan tua dan ciangbunjin generasi
sebelumnya dimakamkan.
Wan Fei-yang menyalakan hio dan lilin yang dibawanya. Dia
1035 menyembah di hadapan papan nama Ci-siong Tojin. Hal ini
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah terduga dalam hati Fu Giok-su. Dia yakin Wan Fei-yang
pasti akan berziarah di hadapan abu Ci-siong Tojin. Tapi dia
tidak mengatakan hal kepada siapa pun. Hanya
mempersiapkan penjagaan di sekitar tempat itu.
Begitu Wan Fei-yang muncul, jejaknya sudah ketahuan. Lewat
kode-kode sandi, para murid Bu-tong-pay segera berkumpul di
gua Gi-tong. Ketika Wan Fei-yang sudah selesai
bersembahyang dan keluar dari gua tersebut, dia sudah
terkepung oleh para murid Bu-tong. Lentera memancarkan
cahaya terang benderang. Belum lagi obor yang dibawa
sebagian besar murid Bu-tong.
Tujuh orang tosu yang membentuk Jit-sing-kiam-ceng
langsung mengurungnya. Pada waktu inilah Gi-song dan
Cang-song baru menampakkan diri.
"Wan Fei-yang, kau sudah terkurung oleh Sing-kiam-ceng,
meskipun tubuhmu tumbuh sayap sekarang, kau tetap tidak
bisa meloloskan diri lagi!" bentak Gi-song dengan keyakinan
penuh. Nada suaranya bahkan tegas sekali.
"Kau benar-benar sudah makan nyali harimau. Masih berani
datang ke Bu-tong-san!" sahut Cang-song yang tidak pernah
mau kalah. "Aku tidak membunuh siapa pun! Kalian jangan main tuduh
saja! Semua ini hanya fitnahan belaka!" Tanpa hujan tanpa
angin, Wan Fei-yang langsung membela dirinya sendiri.
"Fitnah" Apa buktinya" Coba keluarkan!"
1036 "Tentu saja aku mempunyai bukti yang kuat." Sekali lagi Wan
Fei-yang menyerocos tanpa sadar. "Aku tidak mungkin
membunuhnya karena Ciangbunjin adaiah..." Tiba-tiba dia
teringat bahwa hal ini adalah rahasia besar yang menyangkut
nama baik Ci-siong Tojin, walaupun ayahnya itu sudah tiada.
Dia tidak jadi mengatakannya.
"Ciangbunjin adalah apa?" desak Gi-song.
Mulut Wan Fei-yang terbuka tapi dia tidak sanggup
mengatakannya. Cang-song tertawa dingin.
"Biar aku yang mengatakannya saja, bagaimana" Karena
Ciangbunjin adalah duri dalam mataku, sehingga aku terpaksa
membunuhnya meskipun tidak mau. Iya bukan?"
"Bukan ... bukan begitu persoalannya ...." Sejak kecil Wan Feiyang memang tidak pandai berkata-kata. Meskipun pada
dasarnya dia adalah seorang anak yang cerdas. Semakin
ditekan dia semakin gugup.
"Masih membantah" Dia tidak sudi menerima kau sebagai
murid. Malah dia menghukummu memikul air dari bawah
sampai ke atas gunung. Tentu diam-diam kau membencinya
bukan?" Wan Fei-yang tidak diberi kesempatan untuk berbicara.
Namun dia juga tahu, menghadapi manusia seperti Gi-song
dan Cang-song berbicara pun tidak ada gunanya. Akhirnya dia
hanya dapat menarik napas panjang.
"Taruh kata kau membenci Ci-siong-suheng mungkin kami
masih dapat mengerti. Tapi apa kesalahan Yan-suheng dan
1037 Wan-ji kepadamu sehingga kau melenyapkan mereka juga"
Manusia seperti engkau ini benar-benar binatang!" bentak Gisong selanjutnya dengan nada parau. Tampaknya dia benarbenar marah. Kali ini giliran Wan Fei-yang yang bagaikan tersambar petir.
Matanya membelalak. "Yan-supek dan Wan-ji juga sudah
mati?" tanyanya kurang percaya dengan pendengarannya
sendiri. "Bagaimana cara kematian mereka?"
"Masih bersandiwara" Tampaknya kulit mukamu juga cukup
tebal. Maju!" Pedang Gi-song diangkat tinggi. Tujuh murid Butong segera menerjang. Barisan Jit-ling-kiam-ceng dikerahkan.
Cahaya pedang beterbangan dan berkilatan. Bayangan tubuh
berkelebat membentuk ratusan bayangan. Wan Fei-yang
menarik napas perlahan. Kakinya mengambil kuda-kuda
kemudian tubuhnya melesat.
Tempo hari, demi menolong Tok-ku Hong, Ci-siong Tojin
sudah pernah mengajarkan Wan Fei-yang cara memecahkan
barisan Jit-sing-kiam-ceng. Daya ingatannya sangat baik dan
ilmu ginkangnya juga tinggi sekali. Setiap kali kakinya
bergeser, selalu berpijak pada tempat yang tepat. Meskipun
serangan ketujuh batang pedang dari tujuh orang tosu itu
sangat gencar, tapi tidak sampai membahayakan dirinya.
Bahkan menyentuhnya saja pun tidak.
Semakin diperhatikan, hati Gi-song dan Cang-song semakin
kecut. Tanpa sadar jarak mereka semakin dekat merapat.
Tubuh Wan Fei-yang berkelebat lagi beberapa kali. Akhirnya
ia sudah menerobos keluar dari barisan Jit-sing-kiam-ceng.
1038 "Tahan!" terdengar bentakan suara yang memecahkan
keheningan malam.
Akhirnya Fu Giok-su memunculkan dirinya juga. Sebetulnya
sejak tadi dia mengintip dari kegelapan. Seandainya barisan
Jit-ling-kiam-ceng dapat menahan Wan Fei-yang atau
membunuhnya apabila perlu, dia pasti tidak akan berteriak
dan memunculkan diri pada saat ini. Sekarang dia berteriak
menghentikan pertarungan itu. Hal ini disebahkan karena Jitsing-kiam-ceng tidak bisa lagi menahan Wan Fei-yang.
Dengan kata lain, teriakannya tadi sebenarnya sia-sia belaka.
"Kembali kau datang menimbulkan gara-gara!" teriaknya purapura marah besar. Matanya mendelik dan jari tangannya
menuding Wan Fei-yang.
"Fu-toako, aku hanya datang bersembahyang di depan abu
jenazah Ciangbunjin. Sama sekali tidak ada maksud lainnya."
Wan Fei-yang menarik napas panjang. Kemudian di
melanjutkan lagi kata-katanya. "Benarkah Supek dan Wan-ji
sudah mati?"
"Sudah tahu pura-pura tanya. Mereka pasti mati di tanganmu!"
bentak Gi-song.
"Sejak meninggalkan Bu-tong-san, aku tidak pernah bertemu
lagi dengan mereka," kata Wan Fei-yang menjelaskan.
Gi-song tertawa dingin. "Ciangbunjin sendiri yang
mengatakannya. Mungkinkah dia berbohong?" sindirnya
tajam. Mendengar kata-kata Gi-song si tua bangka, hati Fu Giok-su
1039 langsung menjerit. "Celaka!" Ternyata Wan Fei-yang
membalikkan tubuhnya dan mendesaknya.
"Fu-toako, sebetulnya bagaimana kejadiannya?"
Pikiran Fu Giok-su bekerja cepat. "Begini, beberapa waktu
yang lalu, di dunia kangouw tersiar berita bahwa ada orang
yang melihat kau berjalan bersama makhluk tua yang dulu
terkurung dalam telaga dingin di luar kota dekat Kian-weipiaukiok. Aku bersama Yan-supek beserta Wan-ji segera
menyusul. Namun aku terpancing oleh musuh ke tempat lain.
Tahu-tahu Yan-supek dan Wan-ji sudah dicelakai orang!"
"Lalu di mana kau menemukan mayat mereka?" tanya Wan
Fei-yang kembali.
"Aku tidak berhasil menemukannya. Tapi dari robekan baju
Yan-supek dan dompet kecil milik Wan-ji yang terdapat di
permukaan sungai, aku yakin mereka tentu sudah mengalami
hal yang tidak di nginkan."
Wan Fei-yang menggelengkan kepalanya.
"Kalau tidak menemukan mayatnya, Yan-supek dan Wan-ji
belum tentu sudah mati. Andai kata benar, urusan ini tidak ada
hubungannya denganku. Apabila aku benar-benar telah
membunuh mereka, tidak mungkin aku begini bodoh untuk
naik lagi ke Bu-tong-san dan membiarkan diriku
terperangkap."
Kata-katanya memang beralasan. Tanpa sadar sebagian
besar murid Bu-tong menganggukkan kepalanya dengan
diam-diam. Bahkan Gi-song dan Cang-song pun
1040 memperlihatkan keraguan di wajahnya.
"Orang yang membunuh ataupun mencelakai mereka tentu
merupakan orang yang sama dengan pembunuh Ciangbunjin.
Aku harus menemukan pembunuh ini!" Dia membalikkan
tubuhnya menghadap Fu Giok-su. "Fu-toako dapatkah kau
mengatakan di mana Yan-supek dan Wan-ji dicelakai?"
--Bagus! Aku akan menggunakan kesempatan ini memancing
kau masuk ke dalam Siau-yau-kok--pikir Fu Giok-su dalam
hatinya. Dia langsung mengambil keputusan. "Kau bisa datang ke
dusun Saho-ceng, Kian-wei-piaukiok dan menemui Kim-tocongpiautau," katanya.
Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. Ia langsung
membalikkan tubuh dan melangahkan kakinya, tapi dia
dipanggil kembali oleh Fu Giok-su.
"Aku memberimu waktu tiga bulan untuk membawa pembunuh
itu ke Bu-tong-san!"
Wan Fei-yang memandangnya dengan terharu. "Terima kasih,
Fu-toako." Dia meneruskan langkah kakinya lagi.
Gi-song segera menggetarkan pedangnya dan mengadang.
"Ingin kabur" Tidak begitu mudah!" bentaknya garang.
Wan Fei-yang tidak memedulikannya. Tubuhnya melesat
dengan kecepatan tinggi. Bagai sebatang anak panah yang
sedang meluncur. Para murid Bu-tong yang memandang
kepergiannya, tidak ada satu pun yang tidak mengeluarkan
1041 seruan terkejut. Meskipun wajah Gi-song tidak menampilkan
perasaan apa-apa, tapi melihat kehebatan Wan Fei-yang
hatinya rada tergetar. Mana berani lagi dia mengejar.
***** Setengah kentungan kemudian, seekor merpati pos terbang
dari kamar Fu Giok-su. Tujuannya sudah pasti Siau-yau-kok.
Meskipun ilmu silat Wan Fei-yang sangat tinggi, namun di
dalam Siau-yau-kok ada Hujan, Angin, Kilat, Geledek
ditambah lagi Thian-ti. Mereka merupakan pentolan-pentolan
dunia kangouw yang telah malang melintang selama puluhan
tahun. Setelah menerima berita tersebut, mereka pasti akan
mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan
Wan Fei-yang. Fu Giok-su tidak percaya kalau anak muda itu
tidak terjebak dalam perangkapnya. Sedangkan Yang Congtian yang jauh lebih pengalaman saja masih kena terjebak
oleh tipu daya mereka. Tampaknya keberangkatan Wan Feiyang kali ini, lebih banyak celakanya daripada selamatnya.
***** Pada saat ini Fu Hiong-kun sudah kembali ke Siau-yau-kok.
Kecuali Siau-yau-kok, dia memang tidak mempunyai tujuan
yang lain lagi. Berkelana di dunia kangouw terlalu lama juga
membuatnya jenuh.
Ketika ditanyakan hasilnya pada waktu mengejar Tian-liongsiang-jin. Dia hanya mengatakan bahwa belakangan dia
kepergok oleh Ci-bu-kim-hoan, lalu soat lian itu terpaksa
diserahkannya kembali kepada orang itu.
1042 Gi bu kim hoan sudah mati. Bahkan tidak ada saksi kecuali
Wan Fei-yang. Dia tidak yakin bahwa orang-orang Siau-yaukok akan menemukan mayat Ci-bu-kim-hoan Lu Ci. Hujan,
Angin, Kilat, dan Geledek tidak begitu percaya akan
keterangan Fu Hiong-kun. Tapi karena ada Thian-ti di sana,
mereka tidak berani banyak bertanya.
Thian-ti sendiri juga kurang senang. Tetapi dia tidak
menyalahkan Fu Hiong-kun. Di hanya memaki Lu Ci panjang
lebar. Terhadap cucu perempuannya yang satu ini, dia benarbenar sayang sekali. Seluruh kemarahannya sudah pasti
disalurkan pada diri Yan Cong-tian. Pecutnya disabetkan
dengan sekuat tenaga. Habislah kulit tubuh Yan Cong-tian
sampai pecah dan berlumuran darah.
Sampai saat ini, entah sudah berapa banyak penderitaan dan
siksaan yang dialaminya. Tapi sedikit pun dia tidak
mengeluarkan suara rintihan apalagi memohon ampun.
Meskipun Thian-ti berharap sekali dia akan berteriak histeris
dan menjerit ketakutan seperti apa yang terjadi dengannya
waktu terkurung d telaga dingin, tapi Yan Cong-tian tetap
menggigit bibirnya erat-erat sehingga berdarah. Orang itu
tetap tidak bersuara. Akhirnya Thian-ti kewalahan dan
kehabisan akal. Kalau sudah begitu, dia akan seperti anak
kecil yang merengek dan mengentakkan kakinya dengan
kesal. Sebetulnya Fu Hiong-kun tidak sampai hati melihat
penderitaan Yan Cong-tian, tapi dia tidak menemukan akal
untuk menolongnya ke luar dari tempat itu. Ilmu silatnya
sangat rendah. Mana mungkin dia sanggup menggotong
seorang bertubuh tinggi besar seperti Yan Cong-tian dan
1043 melarikan diri siang dan malam. Pasti dalam waktu sekejap
mereka akan menemukannya. Dan apabila terjadi demikian,
Fu Hiong-kun tidak berani membayangkan akibat yang akan
diterimanya bersama Yan Cong-tian. Jangan-jangan dia malah
memercayai kematian orang tua itu. Dia hanya bisa
mengendap-endap ketika tidak ada seorang pun dalam Siauyau-kok dan mengantarkan makanan atau sedikit obat-obatan
untuk dimakan dan diminum oleh Yan Cong-tian. Mungkin
inilah salah satu faktor mengapa Yan Cong-tian masih hidup
sampai saat ini.
Seluruh Siau-yau-kok kembali tenggelam dalam ketenangan.
Sampai surat yang dikirim Fu Giok-su tiba, baru mereka
mengadakan persiapan dan sibuk tidak keruan. Setelah
selesai mengadakan pertemuan, seluruh anggota Siau-yaukok sibuk dengan tugasnya masing-masing. Hanya Fu Hiongkun yang merupakan kekecualian.
Hujan, Angin, Kilat maupun Geledek tidak ingin Fu Hiong-kun
ikut campur dalam urusan ini. Sedangkan Thian-ti sendiri takut
Fu Hiong-kun akan menemukan bahaya. Dia juga tidak
merasa perlunya turut campur Fu Hiong-kun dalam urusan ini.
Dengan kata lain, dia setuju dengan usul Hujan, Angin, Kilat,
dan Geledek. Tentang soat lian yang menurut Fu Hiong-kun telah diambil
kembali oleh Lu Ci, Thian-ti sebetulnya curiga juga. Oleh
karena itu, masalah meringkus dan menjebak Wan Fei-yang,
dia tidak mengatakan apa-apa. Pokoknya seperti tidak ada
masalah yang terjadi dalam Siau-yau-kok.
Tapi pada dasarnya Fu Hiong-kun adalah seorang gadis yang
cerdas. Meski Hujan, Kilat, Angin, dan Geledek bahkan Thian1044 ti tidak pernah menunjukkan apa-apa di hadapannya, tapi dari
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gerak-gerik para anggota Siau-yau-kok yang keluar masuk
dengan tergesa-gesa, beberapa kali lihat saja, Fu Hiong-kun
sudah curiga. Dia tidak berkata apa-apa. Kelakuannya setiap hari diam-diam
saja. Namun di balik ketenangannya, dia memerhatikan gerakgerik Thian-ti dan keempat bawahannya dengan saksama.
Sampai suatu hari dia melihat kelima orang itu keluar
bersama-sama. Hatinya semakin waspada.
Siau-yau-kok adalah tempat yang terpencil. Kecuali Yan
Cong-tian, belum pernah ada orang yang berhasil menemukan
tempat ini. Sedangkan Yan Cong-tian saja dijebak oleh Fu
Giok-su. Ditilik dari keadaannya, Thian-ti dan anak buahnya
pasti sedang menghadapi seorang musuh tangguh. Dan
mereka tidak membawa perbekalan apa-apa. Hal ini
membuktikan bahwa tujuan mereka pasti tidak seberapa jauh.
Siapakah orangnya yang begitu menggetarkan hati Thian-ti
dan rombongan sehingga mereka harus menghadapinya
bersama-sama" Fu Hiong-kun langsung teringat akan Wan
Fei-yang. Mungkinkah Wan Fei-yang telah membaca surat yang
ditinggalkannya lalu pergi mencari Fu Giok-su" Lalu abangnya
yang licik itu kembali menjalankan siasat menjebaknya ke
Siau-yau-kok" Kecerdasan Fu Hiong-kun tidak perlu
diragukan lagi. Meskipun dugaannya tidak seratus persen
tepat, tapi sebagiannya memang hampir benar. Hanya saja
untuk sesaat dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
***** 1045 Belum lagi Wan Fei-yang sampai ke Kian-wei-piaukiok, dia
sudah bertemu dengan orang yang ingin dicarinya. Siapa lagi
kalau bukan Suma Hong yang merupakan anggota Siau-yaukok juga! Suma Hong mengiringi kereta kawalan yang berjalan ke arah
Wan Fei-yang. Panji bertuliskan Kian-wei-piaukiok yang
sangat mencolok sudah berkibar-kibar dari kejauhan. Mana
mungkin Wan Fei-yang tidak melihatnya.
Wan Fei-yang yang lugu itu sama sekali tidak curiga. Dia
malah memuji dirinya yang sangat beruntung dan bernasib
baik. Suma Hong pura-pura sibuk memerintahkan ini dan itu.
Tapi tatkala mendengar bahwa Wan Fei-yang datang untuk
menyelidiki kematian Yan Cong-tian serta Wan-ji, dia langsung
meninggalkan kereta kawalannya begitu saja dan
mengantarkan Wan Fei-yang ke tempat di mana Yan Congtian dan Wan-ji menginap. Tentu saja semuanya hanya
permainan Suma Hong yang sudah diberi petunjuk oleh Thianti. Penginapan itu tidak seberapa besar. Suma Hong mengajak
Wan Fei-yang ke sebuah kamar yang terletak di bagian timur
penginapan tersebut.
"Wan-tayhiap ...." sapa Suma Hong sambil mempersilakan
Wan Fei-yang duduk. "Apakah Ciangbunjin sudah menerima
kabar dari anak buah kami?"
"Kabar apa?" tanya Wan Fei-yang tidak mengerti.
"Anak buah kami sudah menemukan mayat Yan-supek dan
1046 Lun Wan-ji Suci," kata Suma Hong dengan wajah sendu.
"Hah?" Wan Fei-yang benar-benar terkejut. Hilanglah
harapannya bahwa ada kemungkinan Yan Cong-tian serta Lun
Wan-ji masih hidup. "Di mana mayat mereka sekarang?"
"Kalau Wan-tayhiap tidak lelah, mari Siaute antarkan sekarang
juga," kata Suma Hong pura-pura tulus.
Tentu saja Wan Fei-yang tidak merasa lelah lagi. Dia ingin
melihat mayat Yan Cong-tian dan Lun Wan-ji sekarang juga.
***** Tempat itu letaknya tidak seberapa jauh. Merupakan sebuah
gedung kosong yang tidak terurus.
"Kedua peti mati ini seharusnya diantarkan ke Bu-tong-san
kemarin. Tapi karena anak buah yang bekerja di piaukiok kami
rata-rata penakut, apalagi Bu-tong-san sendiri masih dalam
suasana berkabung dan orang-orang Siau-yau-kok berkeliaran
di mana-mana, terpaksa di letakkan di sini untuk sementara,"
kata Suma Hong.
Tentu saja Wan Fei-yang percaya penuh apa yang Suma
Hong katakan. Dia juga tidak bertanya mengapa mayat Yansupeknya serta Lun Wan-ji sudah dimasukkan ke dalam peti
sebelum dilihat oleh Ciangbunjin Bu-tong-pay. Tapi dia berpikir mungkin karena mayat mereka sudah terlalu rusak sehingga
mengeluarkan bau busuk dan harus dimasukkan secepatnya.
Oleh karena itu juga dia tidak berjaga-jaga terhadap kedua
peti mati tersebut.
1047 Tangannya meraba kayu peti mati. Terbayang olehnya wajah
Yan Cong-tian yang berwibawa namun berhati welas asih.
Sekarang mereka sudah dipisahkan oleh dua dunia yang
berbeda. Biar bagaimanapun, perlakuan Yan Cong-tian
selama dia berada di Bu-tong-san terhitung boleh juga.
Apalagi Lun Wan-ji. Gadis itu yang paling sering membelanya.
Senyuman yang lembut, ucapannya yang selalu menyentuh.
Satu per satu terbayang kembali di lubuk hatinya. Tanpa sadar
Wan Fei-yang menarik napas panjang. Pada saat itulah, tutup
peti tiba-tiba terbuka. Serangkum asap beracun memancar
dari dalamnya. Wan Fei-yang berseru terkejut. Dia bergulingan di atas tanah.
Kebetulan sebatang golok meluncur keluar dari dalam peti
mati, maka dia pun terhindar. Meskipun gerakannya cukup
cepat, tapi dia sempat menghirup asap beracun dalam jumlah
yang cukup banyak. Kepalanya terasa pusing, matanya
berkunang-kunang seketika. Dalam waktu yang bersamaan,
peti mati kedua pun tersingkap. Hujan mencelat ke udara.
Sepasang tangannya mengibas. Sekumpulan jarum beracun
melesat keluar.
Dengan bertumpu tanah, Wan Fei-yang kembali
menggelinding di atas tanah. Baru saja ia berusaha bangkit,
dari kerumunan pohon dan gerombolan semak-semak
meluncur sebatang pedang yang bercahaya bagai kilat. Angin
pun menyusul melayang turun dari atap gedung itu. Sepasang
lengan bajunya mengembang mengadang jalan pergi Wan
Fei-yang. Dengan nekat anak muda itu menerobos dalam kibasan
lengan baju Angin, kemudian dia menggeser sedikit untuk
1048 menghindari serangan pedang Kilat, lalu melesat ke arah
timur. Dari balik dinding taman yang tinggi berhamburan
puluhan manusia berpakaian hitam. Mereka seperti puluhan
batang anak panah meluncur mengejar Wan Fei-yang. Anak
muda itu mulai kelabakan, dia membelok ke kanan. Tapi pada
saat itu juga, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek sudah
menyusul tiba dan langsung mengepungnya. Suara tawa
terbahak-bahak berkumandang memecahkan keheningan
yang mencekam. Thian-ti melayang turun dari atas sebatang
pohon yang lebat.
Dengan diam-diam Wan Fei-yang mengumpulkan hawa
murninya dengan maksud menekan asap beracun yang
terhirup olehnya tadi.
"Jit-sing-kiam-ceng dari Bu-tong-pay tidak sanggup
menahanmu. Bagaimana kalau kau coba barisan Hujan,
Angin, Kilat, dan Geledek dari Siau-yau-kok?" Thian-ti berkata
dengan nada mengejek.
"Rupanya kau!" Wan Fei-yang baru melihat jelas siapa yang
ada di hadapannya.
"Mengingat kebaikanmu mengantarkan makanan untukku
selama terkurung dalam telaga dingin, maka ... Wan Fei-yang!
Aku akan membiarkan mayatmu dalam keadaan utuh!"
"Apa yang telah kau lakukan terhadap Yan-supek dan Lun
Wan-ji?" "Yan Cong-tian telah mengurung aku dalam telaga dingin
selama dua puluh tahun. Kalau aku membunuhnya begitu
saja, bukankah kebencian dalam hati ini tidak dapat
1049 tersalurkan?"
Wan Fei-yang tertegun.
"Kalau begitu Yan-supek belum mati. Wan-ji dia ...."
"Lebih baik kau urus dulu dirimu sendiri. Sekarang kau sudah
menghirup asap beracun. Lagi pula terkurung dalam barisan
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Mungkin ada baiknya kau
bunuh diri saja, daripada merasakan sakit dan penderitaan
sebelum dibunuh!"
Wan Fei-yang tidak menyahut. Dia masih berusaha mendesak
keluar racun dalam tubuhnya. Melihat keadaan anak-muda itu,
Thian-ti segera mengibaskan tangannya. Barisan Hujan,
Angin, Kilat, dan Geledek segera dikerahkan.
Golok Geledek menyerang dengan gencar. Pedang Kilat
mempunyai jurus-jurus yang keji. Jarum Hujan penuh dengan
racun jahat, sedangkan kibasan lengan baju Angin bagai
sebilah pisau yang tajam. Wan Fei-yang sudah menghunus
pedangnya. Dia menjalankan jurus Liong-gi-kiam-hoat dan
menerobos dalam kelebatan barisan Hujan angin kilat dan
geledek. Asap beracun dalam dirinya mulai bekerja. Semakin
bertarung, rasa pusing di kepalanya semakin terasa. Dia sadar
kalau begini terus dia akan mati dalam barisan tersebut. Oleh
karena itu, dia segera mencari kesempatan yang baik. Ketika
lengan baju Angin berkibas, dia menerjang dengan nekat dan
melesat keluar mengikuti dorongan angin kibasan lengan baju
itu. 1050 Ilmu meringankan tubuh Wan Fei-yang memang tinggi sekali.
Gerakannya demikian cepat dan tidak terduga sama sekali.
Bukan Angin saja yang terkesima, bahkan ketiga orang
lainnya juga ikut terpana. Tidak satu pun dari mereka yang
sempat mencegah.
Thian-ti yang menyaksikan dari samping langsung membentak
lantang. Gerakan tubuhnya bagaikan kuda terbang menerjang
tiba. Sepasang telapak tangannya mengancam kepala Wan
Fei-yang. Anak muda itu menggerakkan pedangnya ke kanan
dan menyusup ke antara sepasang telapak tangan Thian-ti.
Tubuhnya membungkuk kemudian berkelebat. Sekejap mata
dia sudah sampai di bawah dinding yang tinggi.
Manusia-manusia berpakaian hitam langsung menyerangnya
dengan anak panah. Tidak satu pun yang sempat menyentuh
tubuh Wan Fei-yang. Mereka meraung kalap. Masing-masing
menghunus golok dan melayang turun. Pedang Wan Fei-yang
digetarkan. Dua manusia berpakaian hitam rubuh seketika.
Sekali lagi dia menusukkannya ke arah kiri. Seorang lagi
tertancap dadanya. Telapak tangan kirinya ikut menghantam
seorang lawan yang menerjang tiba.
Jilid 23 Terdengar suara embusan angin. Seorang manusia
berpakaian hitam melesat ke arahnya. Rupanya ilmu
meringankan tubuh orang ini lebih tinggi dari yang lainnya.
Golok di tangannya menekan pedang Wan Fei-yang.
"Terima cepat telan!" seru orang itu tidak terduga. Tangan
kirinya mengibas. Dua bungkus obat meluncur ke arah Wan
1051 Fei-yang. Mendengar suara orang itu, Wan Fei-yang tertegun sesaat,
tapi tangannya tetap diulurkan untuk menyambut datangnya
bungkusan obat tersebut. Tanpa menunda waktu lagi, dia
membuka bungkusan obat itu dan dua butir pil ditelannya
tanpa ragu. Ternyata obat itu sangat mujarab. Begitu masuk mulut,
serangkum hawa segar segera beredar di seluruh jalan
darahnya. Semangat Wan Fei-yang terbangkit seketika.
Sepasang lengannya berputar. Telapak tangannya
menghantam ke kiri dan kanan. Dua orang manusia
berpakaian hitam kembali roboh di tanah. Dia melesat
mendekati manusia berpakaian hitam yang memberinya obat
tadi. "Mengapa kau bisa datang ke tempat ini?" tanyanya heran.
"Cepat pergi!" bentak orang itu tanpa memedulikan
pertanyaannya. Baru saja ucapannya selesai, Hujan yang berdiri di sudut sana
sudah membentaknya dengan suara lantang, "Hiong-kun, apa
lagi yang kau lakukan sekarang?"
Tubuh manusia berpakaian hitam itu bergetar. Dengan panik
dia melesat ke atas dinding pekarangan. Wan Fei-yang yang
melihat tindakannya, cepat-cepat menyusul. Hujan
mengibaskan tangannya. Sekumpulan jarum beracun
meluncur datang. Wan Fei-yang membalikkan tubuhnya dan
menggerakkan pedangnya dengan arah memutar. Jarumjarum beracun itu tersapu jatuh ke tanah. Kemudian dia
1052 terjungkir balik ke atas dinding. Dia langsung menyeret
manusia berpakaian hitam tadi dan mengajaknya pergi
dengan cepat. Kain penutup wajah manusia berpakaian hitam itu sudah
dilepas. Ternyata Fu Hiong-kun adanya. Meskipun dia sudah
menyamar dengan rapi tapi tetap saja Hujan dapat
mengenalinya. Jarum yang diluncurkan oleh Hujan tidak
mengenai sasaran. Angin mendahului melesat naik ke atas
dinding pekarangan. Thian-ti malah lebih cepat lagi daripada
Angin. Dari dinding yang tinggi dia memandang ke bawah. Matanya
mengedar ke sekeliling dengan saksama. Kebetulan pada
saat yang sama Fu Hiong-kun juga sedang menolehkan
kepalanya. Dua pasang mata bertemu pandang. Tanpa dapat
menahan diri lagi Thian-ti meraung murka. Hati Fu Hiong-kun
tergetar dan sedih. Tanpa disadari, kakinya berhenti
melangkah. Wan Fei-yang segera memeluk pinggangnya dan
membawanya lari. Dengan demikian mereka dapat melesat
lebih cepat dari sebelumnya.
Dengan marah Thian-ti melayang turun. Langkahnya
dipercepat. Dia terus mengejar ke depan dengan segenap
kemampuannya. Namun jaraknya dengan Wan Fei-yang tetap
seperti tadi juga. Sedangkan Wan Fei-yang mencelat lagi ke
udara lalu melayang turun kembali. Dengan memeluk
pinggang Fu Hiong-kun dia sudah melesat ke dalam sebuah
hutan. Sekali lagi Thian-ti menghentikan kakinya melesat ke depan
untuk mengejar. Ketika dia sampai di dalam hutan, bayangan
Wan Fei-yang dan Fu Hiong-kun sudah tidak terlihat lagi.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
1053 Dengan marah dia menghantamkan sepasang telapak
tangannya kalang kabut.
"Blam! Blam!" Dua batang pohon besar roboh seketika. Dada
Thian-ti seakan hampir meledak. Matanya mencorot bagai
kobaran api. Rambutnya yang riap-riap seakan berdiri tegak.
Seandainya diri orang tua itu adalah sebuah bom, pasti saat
ini dia sudah meledak.
Sebuah kuil tua yang sudah bobrok. Pekarangannya tidak
terurus. Dinding pekarangan maupun dalamnya sudah retak
dan pecah-pecah. Sarang laba-laba memenuhi seluruh
ruangan luar dan dalam. Meja-meja persembahan sudah
menjadi kepingan kayu yang hancur dimakan rayap. Entah
dewa apa yang disembah di kuil ini sebelumnya. Patungpatungnya saja sebagian besar tidak berkepala atau somplak
di sana-sini sehingga bentuknya tidak terlihat lagi.
Senja hari sudah menjelang. Sinar matahari menyorot lewat
celah-celah jendela yang tidak berbentuk lagi. Cahayanya
tepat menyinari wajah Fu Hiong-kun. Mata gadis itu
berkilauan. Bukan karena cahaya matahari, tapi karena air
mata yang mengembang. Sekarang dia baru tahu bahwa Wan
Fei-yang sama sekali tidak membaca surat yang
ditinggalkannya karena basah oleh air sehingga tulisannya
luntur. Hal inilah yang menyebabkan Fu Giok-su dapat
menjebak Wan Fei-yang datang ke tempat ini. Hatinya
semakin tertekan. Dia merasa sedih dan menyesali perbuatan
abangnya. Akhirnya ia memberanikan diri dan menceritakan
apa yang diketahuinya, sekalipun mungkin Wan Fei-yang akan
membencinya. Dia tidak dapat menutupi kenyataan ini
berlarut-larut.
1054 Wan Fei-yang mendengarkan keterangannya dengan mata
terbelalak dan mulut menganga. Tapi nada suara serta mimik
wajah Fu Hiong-kun demikian yakin dan serius. Bahkan cara
mengucapkannya pun demikian pilu mengenaskan. Dia tidak
ragu mengenai apa yang dikatakan oleh Fu Hiong-kun.
Meskipun semuanya benar-benar di luar dugaan. Tapi setelah
dia membayangkan kembali, sebetulnya banyak kesalahan
yang dilakukan Fu Giok-su tanpa disadarinya.
"Thian membiarkan aku terlahir dalam keluarga yang hanya
tahu melakukan berbagai kejahatan. Mengapa tidak sekalian
membiarkan aku mempunyai hati yang keji dan kejam?"
setelah mengucapkan kata-kata ini, tanpa dapat ditahan lagi
air mata Fu Hiong-kun mengalir dengan deras.
"Fu-kouwnio, jangan berkata begitu. Untung saja dalam Siauyau-kok masih ada manusia yang berhati manis sepertimu.
Kalau tidak, malam ini aku pasti mati. Bahkan mungkin sejak
tempo hari. Aku tidak menyalahkanmu. Bahkan dalam hati ini,
aku berterima kasih tidak terkira. Kau sudah menyelamatkan
nyawaku berkali-kali. Bukan salahmu kalau kau terlahir dalam
keluarga Siau-yau-kok. Jangan juga menyalahkan Thian.
Suatu hari nanti Thian pasti akan memberikan kebahagiaan
kepadamu. Aku akan menjagamu baik-baik!" Kata-kata yang
diucapkan Wan Fei-yang keluar dari hatinya yang tulus. Dia
memapah Fu Hiong-kun duduk di lantai lalu mengusap air
mata gadis itu dengan lengan bajunya. Pada saat itu, hatinya
kacau sekali. Dia tidak tahu bagaimana caranya menghibur Fu
Hiong-kun. Malam itu, Thian-ti tidak dapat tidur nyenyak. Apa yang
dilakukan Fu Hiong-kun bagai sebilah pisau yang menyayat
hatinya. Kata-kata yang diucapkan oleh Hujan bagai jarum
1055 beracun yang menusuki kulit tubuh Thian-ti sedikit demi
sedikit. Sampai saat ini, apa lagi yang dapat dikatakan Thian-ti untuk membela cucu perempuannya itu ..." Kesunyian di
dalam Siau-yau-kok terasa semakin mencekam.
Apalagi pada hari kedua. Pagi-pagi sekali di depan gua yang
merupakan pintu masuk Siau-yau-kok berjajar lima buah peti
mati. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan peti-peti mati
tersebut diletakkan di sana. Di atas masing-masing peti tertulis nama Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek.
Tanpa diragukan lagi pasti Wan Fei-yang yang mengirimkan
peti-peti mati ini. Setelah Fu Hiong-kun berkhianat dan
memihak kepada anak muda itu, tidak heran kalau markas
Siau-yau-kok segera diketahuinya.
Melihat kelima peti mati itu beserta nama yang tertera di
atasnya, Thian-ti sudah hampir kalap. Apalagi setelah dia
menerima laporan dari anak buahnya bahwa Suma Hong
ditemukan sudah menjadi mayat di luar lembah tersebut.
Hampir saja Thian-ti muntah darah. Di atas mayat Suma Hong
masih terdapat secarik tulisan: "Siapa yang menyamar murid
Bu-tong-pay, harus mati!"
Wajah setiap anggota Siau-yau-kok langsung berubah kelam.
Semua ini pasti hasil karya Wan Fei-yang. Pembalasannya
mulai terlihat. Thian-ti mencak-mencak dan berteriak seperti
geledek bergemuruh. Dia memerintahkan kepada anak
buahnya untuk memeriksa seluruh Siau-yau-kok.
Setelah sibuk sehari penuh, mereka tidak berhasil
menemukan apa-apa yang mencurigakan. Akhirnya Thian-ti
mengumpulkan Hujan, Angin, Geledek, dan Kilat. Mereka
1056 langsung mengadakan pertemuan untuk membahas masalah
ini. "Bocah she Wan ini sama sekali tidak boleh dipandang remeh.
Coba kalau sejak semula Giok-su membunuhnya. Sekarang
ilmu silatnya sudah demikian tinggi. Mungkin bahkan lebih
tinggi dari Ci-siong Tojin sendiri semasa hidupnya," kata
Geledek menggerutu.
"Betul. Tapi kita tidak usah khawatir. Setingginya tupai
melompat, suatu hari pasti akan jatuh juga. Kalau bukan
Hiong-kun yang menolongnya, kita pasti sudah berhasil
melenyapkan kutu busuk itu. Kita perlu mencari akal untuk
menjebaknya," tukas Angin.
"Aku yakin dia sengaja membuat kita kalang kabut sehingga
kewaspadaan kita berkurang. Kalian berempat harus menjaga
ketat telaga buatan kita. Aku yakin tujuannya pasti
menyelamatkan Yan Cong-tian dari tempat ini!" kata Thian-ti
memperingatkan.
***** Tempat untuk mengurung Yan Cong-tian mempunyai lima
jalan tembus. Mereka berlima menjaga di setiap jalan.
Sebatang seruling sebagai isyarat panggilan sudah tersedia di
tangan masing-masing. Siapa pun yang pertama-tama melihat
Wan Fei-yang harus meniup seruling tersebut agar mereka
semuanya berkumpul.
Dengan cara demikian, mereka dapat bergabung mengeroyok
Wan Fei-yang. Persis seperti lima jari tangan kita sendiri.
Kalau hanya satu jari tangan, tentu tidak banyak yang dapat
1057 dilakukannya. Tapi seandainya kelima jari digabungkan,
banyak keuntungan yang dapat diraih.
Setelah mengatur segalanya, Thian-ti kembali ke pos
penjagaannya. Tiba-tiba dia melihat Manusia Tanpa Wajah
menghampiri dengan tergesa-gesa.
"Han Cong, apakah kau menemukan sesuatu?" tanyanya
gugup. Manusia Tanpa Wajah tidak menyahut. Dia langsung
menerjang ke depan Thian-ti. Pada saat itulah, si makhluk tua
baru merasakan sesuatu yang kurang beres. Tapi terlambat,
orang yang dipanggil Han Cong itu sudah menghantam
dadanya dengan sepasang telapak tangan.
Seluruh isi perut Thian-ti tergetar. Dia terhitung kuat. Daya
tahan dirinya hebat sekali. Mungkin ada pengaruhnya dengan
terkurungnya dia dalam telaga dingin selama dua puluh tahun.
Sepasang tangannya segera dikembangkan untuk menyambut
serangan ketiga dari manusia berpakaian hitam itu.
"Siapa kau sebenarnya?" bentak Thian-ti garang.
Manusia berpakaian hitam segera melepas topi pandannya
lalu melemparkannya ke hadapan Thian-ti. Terlihatlah seraut
wajah yang tidak asing lagi. Mata Thian-ti bersinar tajam.
"Wan Fei-yang!" Sepasang telapak tangannya menyambut topi
pandan yang meluncur datang. Dalam sekejap mata, topi
pandan itu hancur berkeping-keping.
"Memang aku!" seru Wan Fei-yang sambil menerjang maju
1058 menyerang lagi.
Thian-ti menyambut serangan itu beberapa kali berturut-turut.
"Benar-benar cara turun tangan yang keji dan licik," sindirnya.
Wan Fei-yang tertawa dingin. "Masih belum terhitung apa-apa
kalau dibandingkan dengan kau orang tua," sahutnya tenang.
Serangannya semakin gencar.
Thian-ti terdesak mundur satu langkah. Cepat-cepat dia
mengeluarkan seruling bambu dan meniupnya sebanyak tiga
kali. Mendengar suara tiupan seruling itu, Wan Fei-yang
segera mencelat mundur.
Thian-ti langsung mengejar. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek
yang mendengar suara isyarat itu, serentak mereka berlari
mendekati. Keluar dari ruangan rahasia, Wan Fei-yang
langsung menerjang ke dalam lembah. Beberapa anggota
Siau-yau-kok berusaha menghalangi, tapi satu demi satu
terkapar roboh oleh sapuan pedang Wan Fei-yang.
Dia melesat ke arah air terjun. Namun dia tidak menerobos ke
dalamnya. Kakinya mengentak, tubuhnya melesat ke atas air
terjun! Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek terus
mengejar. Para anggota Siau-yau-kok yang sedang meronda
juga berpencaran keluar. Sedangkan yang lainnya ada yang
tergetar hatinya sehingga kocar-kacir. Lentera-lentera segera
dinyalakan. Keadaan jadi terang benderang seketika.
Wan Fei-yang tidak memedulikan hal lainnya. Dia terus
melesat ke depan. Sepanjang perjalanan dia juga tidak
menghindar ataupun bersembunyi. Di belakangnya Thian-ti
berlima terus mengejar dengan ketat.
1059 Kurang lebih tiga li dari luar lembah terdapat sebuah pondok
kecil. Wan Fei-yang terus menerobos ke dalam rumah dan
memalang pintunya rapat-rapat. Di dalam rumah ada cahaya.
Wan Fei-yang melongok sekilas lewat jendela. Kemudian
melesat dan menghilang lagi. Thian-ti berlima mengejar
sampai tempat itu. Mereka memencarkan diri mengepung dari
lima penjuru. Angin mengibaskan lengan bajunya. Setitik
cahaya api terlontar ke atas dan memijar di angkasa.
Cahaya lentera dan obor api yang ada di kejauhan dalam
waktu singkat menghampiri arah mereka. Dalam waktu
sekejap juga pondok tersebut sudah terkurung oleh ratusan
anggota Siau-yau-kok.
"Wan Fei-yang, kalau berani, hayo keluar!" teriak Thian-ti
dengan mengerahkan tenaga dalamnya. Baru saja ucapannya
selesai, segumpal darah segar muncrat dari mulutnya.
Rupanya hantaman telapak tangan Wan Fei-yang tadi cukup
keras. Thian-ti sudah terluka cukup parah di dalam. Ditambah
lagi dia berteriak dengan mengerahkan tenaga dalam, maka
tanpa dapat ditahan lagi, dia langsung muntah darah segar.
"Kalau berani, masuk saja kalian ke dalam!" terdengar sahutan
Wan Fei-yang dari dalam pondok tersebut. Disusul dengan
terbukanya pintu pondok itu lebar-lebar.
Kemarahan Thian-ti meledak seketika. Seluruh tubuhnya
gemetar. Angin cepat-cepat menghampirinya. "Loyacu,
bagaimana keadaanmu?" tanyanya khawatir.
"Tidak apa-apa," sahut Thian-ti sambil mengibaskan
tangannya. Beberapa sosok bayangan segera menerjang ke
1060 depan. Enam orang itu merupakan anggota pasukan berani mati dari
Siau-yau-kok. Pakaian mereka berbeda dengan anggota Siauyau-kok lainnya. Mereka mengenakan pakaian berwarna
merah dengan strip hitam di sekitar kerah leher. Tangan
mereka semua menggenggam sebatang golok.
Keenam orang itu dengan nekat menerjang masuk. Terdengar
suara jeritan yang menyayat hati. Satu demi satu mereka
terlempar keluar lalu terpelanting di atas tanah. Semuanya
memuntahkan darah segar dan tidak bangkit untuk selamalamanya. Thian-ti mengertakkan giginya erat-erat. Sekali lagi
dia mengibaskan tangannya.
Enam orang anggota pasukan berani mati kembali menyerbu.
Kali ini lebih mengenaskan lagi. Belum juga mencapai pintu,
satu demi satu sudah roboh tersampuk senjata rahasia yang
ditimpukkan oleh Wan Fei-yang dari dalam pondok. Hujan
yang melihat keadaan itu, mengerutkan alisnya seketika.
"Bocah ini menguasai Bu-tong-liok-kiat. Jit-amgi yang
dipelajarinya sudah mencapai taraf yang tinggi. Tidak mudah
menghadapinya dengan cara begini," katanya.
Mata Thian-ti mengedar ke sekeliling. Dia melihat mimik wajah
para anak buahnya sebagian besar sudah gugup dan
ketakutan. Hati mereka pasti tergetar menyaksikan kedua
belas teman mereka mati dalam waktu sekejap mata. Thian-ti
mempertimbangkan sejenak.
"Siapkan Ci-cian-sen-kou (sejenis anak panah tapi berukuran
lebih besar seperti kaitan dan ujungnya disambung dengan tali
1061 dari akar pohon yang kuat)!" perintahnya kemudian.
Anggota-anggota Siau-yau-kok itu baru bisa menghela napas
lega. Mereka berpencar menjadi dua bagian. Dari dalam
pondok tidak tampak sedikit reaksi pun. Beberapa saat
kemudian, para anggota Siau-yau-kok itu baru berkumpul
kembali. Mereka seperti sudah mengerti maksud Thian-ti.
Kaitan yang disambung tali dipersiapkan. Begitu perintah
Thian-ti diturunkan, mereka segera memanah kaitan itu dari
segala penjuru.
Seratus lebih tali panjang meluncur di udara dan menancap di
atas pondok tersebut. Tampaknya lebih mirip sarang laba-laba
yang kusut tidak keruan.
"Tarik!" teriak Thian-ti sekali lagi.
Para anggota Siau-yau-kok segera berkerumun di tali masingmasing dan menarik sekuat tenaga. Tidak berbeda dengan
anak kecil yang sedang bermain tarik tambang. Hanya saja
mereka bukan mengadu kekuatan dengan sesama teman, tapi
mengadu kekuatan dengan pondok tersebut. Terdengar suara
desiran yang bising, perlahan-lahan atap rumah itu mulai
tertarik, kemudian hancur berkeping-keping.
Di dalam pondok masih ada penerangan. Wan Fei-yang duduk
di samping meja. Dia tidak bergerak sama sekali. Hujan,
Angin, Kilat, dan Geledek menyerbu serentak. Senjata rahasia
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan golok serta pedang berkelebatan. Wan Fei-yang yang
berdandan seperti Manusia Tanpa Wajah masih tidak
memperlihatkan reaksi apa-apa. Topi pandan tertebas oleh
pedang Kilat. Golok Geledek menyusul cepat menebas kepala
orang itu. Batok kepala menggelinding di atas tanah.
1062 Sekarang wajahnya terlihat jelas. Ternyata memang Manusia
Tanpa Wajah. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek tertegun.
Geledek marah sekali. Dibacoknya lentera di atas meja.
Pedang Kilat juga menebas putus meja itu sendiri. Tiba-tiba
mata Hujan bersinar terang.
"Lihat!" ternyata di bawah meja terdapat sebuah lubang besar.
Thian-ti melesat masuk ke dalam pondok. Dia langsung
melihat batok kepala Manusia Tanpa Wajah yang tergeletak di
atas tanah. Kemarahannya semakin meluap.
"Kita benar-benar terjebak oleh bocah busuk itu!" teriaknya
dengan geram. Wajah Angin berubah kelam seketika. "Bocah itu pasti sudah
melarikan diri dari lubang bawah tanah itu. Dia pasti pergi
menolong Yan Cong-tian. Cepat kita susul dia!"
Thian-ti mengibaskan tangannya. "Percuma! Pasti sudah
terlambat!"
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Angin panik.
Dengan tenang Thian-ti melangkah keluar. Ia berdiri tegak di
antara embusan angin kencang. Kenyataannya dia sendiri
tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tepat pada saat itu,
orang anggota Siau-yau-kok berlari-lari menghampiri dengan
gugup. Dia berlutut di depan Thian-ti dan mengucapkan
beberapa patah kata.
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek yang menyaksikan kejadian
itu, cepat-cepat menghampiri.
1063 "Loya, ada berita apa?"
"Aku kira kita sudah kalah habis-habisan. Tidak tahunya masih
ada sedikit harapan," kata Thian-ti sambil mengelus-elus
jenggotnya. Meskipun dia tidak mengatakan secara terus
terang, tapi sudah dapat dipastikan bahwa laporan yang
diberikan oleh anggota mereka tadi pasti merupakan kabar
yang menggembirakan.
***** Yang dilaporkan memang kabar baik. Beberapa anggota Siauyau-kok sudah berhasil menemukan tempat persembunyian
Wan Fei-yang dan Fu Hiong-kun. Thian-ti mengajak
bawahannya mengejar ke tempat itu. Namun mereka masih
juga terlambat satu langkah.
Wan Fei-yang sudah berhasil menyelamatkan Yan Cong-tian.
Cepat-cepat dia kembali ke tempat persembunyiannya.
Setelah itu dia menyiapkan kereta kuda dan menyuruh Fu
Hiong-kun naik lalu segera berangkat.
Hujan, Angin, Kilat, Geledek, dan Thian-ti yang mendengar
ringkikan kuda langsung memutar ke bagian belakang kuil.
Hujan tidak peduli yang lainnya. Dia langsung mencelat ke
udara dan menimpukkan sekumpulan jarum racun dengan
jurus Man-tian-hue-ho (hujan bunga memenuhi angkasa).
Wan Fei-yang memutar pedangnya ke sekeliling dan jarumjarum Hujan berpencaran tanpa satu pun mengenai sasaran.
Hujan membuka mulutnya lebar-lebar. Sebatang jarum
beracun berukuran besar meluncur dari dalam mulutnya.
1064 Sasarannya kali ini bahu Fu Hiong-kun!
Kedua tangannya tidak bergerak. Sedangkan mata Wan Feiyang hanya memerhatikan sepasang tangannya saja. Tentu
saja dia tidak sempat menangkis jarum yang satu ini. Jarum
tersebut langsung meluncur ke dalam kereta. Tubuh Wan Feiyang berkelebat. Dia menyergap ke dalam kereta, tangannya
terangkat, cemetinya langsung dikibaskan ke bawah. Kuda lari
seperti kesetanan. Pada saat itu Fu Hiong-kun baru tersadar
bahwa bahunya telah tertancap sebatang jarum beracun
Hujan. Tubuh Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek melayang
turun. Mata mereka semua memandang ke arah kereta kuda
yang sudah jauh di ujung jalan. Wajah mereka sungguh tidak
enak dipandang. Kali ini mereka benar-benar kehilangan
muka. Geledek membanting goloknya ke atas tanah. "Usia bocah ini
benar-benar panjang!" makinya kesal.
Hujan tertawa dingin.
"Budak Fu Hiong-kun itu telah terkena jarum beracunku.
Dalam tujuh hari, apabila tidak menemukan obat penawarnya,
dia pasti mati dengan penderitaan hebat. Aku ingin lihat
bagaimana cara bocah she Wan itu menanganinya!"
Mendengar kata-kata itu, wajah Thian-ti semakin kelam.
***** Kereta kuda terus dikendarai sampai jauh. Wan Fei-yang tetap
1065 tidak menghentikan pecut di tangannya. Dari dalam kereta
terdengar suara Yan Cong-tian, "Fei-yang, hentikan kereta
sebentar."
Wan Fei-yang segera mengiakan. Dia menghentikan kereta di
pinggir jalan. "Supek, ada apa?" tanyanya gugup.
"Coba kau lihat Fu-kouwnio!"
Wan Fei-yang terkejut sekali. Cepat-cepat dia meloncat turun
dari tempat duduknya di bagian depan. Dia menyingkap tirai
kereta tersebut dan masuk ke dalam. Dia melihat Fu Hiongkun duduk di sudut dengan tubuh bergetar tiada henti. Wan
Fei-yang segera menyalakan sebatang lilin. Di bawah cahaya
lilin tersebut, tampaklah wajah Fu Hiong-kun yang sudah
pucat pasi bagai helaian kertas putih. Bahkan ada kesan
menyeramkan. "Fu-kouwnio, bagaimana keadaanmu?" tanyanya cemas. Dia
memapah tubuh Fu Hiong-kun dan membantunya duduk
tegak. Pada saat itulah dia melihat jarum beracun yang
menancap di bahu gadis itu. "Jarum Hujan!" Wajah Wan Feiyang langsung berubah.
Tentu saja Yan Cong-tian juga tahu betapa beracunnya jarum
Hujan yang disebutkan oleh Wan Fei-yang. Dia tertawa
sumbang. "Fei-yang, gadis ini bukan saja sudah menanamkan budi
kepada kita berdua. Dia juga berjasa besar terhadap Bu-tongpay. Bagaimanapun kita harus mencari jalan
menyelamatkannya," kata Yan Cong-tian.
1066 Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. Tanpa
diperintahkan oleh Yan Cong-tian sekalipun, dia tidak mungkin
membiarkan Fu Hiong-kun begitu saja. Dia cepat-cepat
menutuk beberapa jalan darah di sekitar luka Fu Hiong-kun
agar racunnya jangan menjalar.
Namun gadis itu sudah cukup lama terkena jarum beracun
Hujan. Racunnya sudah menjalar sebagian. Dia tidak dapat
bersuara lagi. Bahkan merintih pun tidak. Wan Fei-yang
kalang kabut seperti seekor semut yang dipanggang di atas
kompor. Duduk salah, berdiri pun salah.
Tiba-tiba matanya bersinar terang. Dia teringat akan
seseorang. Tanpa sadar dia berteriak, "Jangan takut, Supek.
Masih tertolong!"
"Akal apa lagi yang terpikir olehmu?" tanya Yan Cong-tian
panik. "Kita harus secepatnya membawa Fu-kouwnio ke tempat Hayliong Lojin," kata Wan Fei-yang.
"Hay-liong Lojin" Hay-liong Lojin dari Go-bi-pay?" tanya Yan
Cong-tian. Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya.
"Orang yang tua ini sudah lama tidak cocok dengan It-im
Taysu, Ciangbunjin Go-bi-pay yang sudah almarhum. Entah
ke mana perginya dia setelah meninggalkan Go-bi-san. Kami
tidak pernah mendengar kabar beritanya lagi."
"Aku tahu di mana orang itu berada," sahut Wan Fei-yang
1067 tanpa menunda waktu lagi. Dia meloncat turun dan naik ke
depan kereta. Lalu memecut kuda seperti orang kesetanan.
Yan Cong-tian juga tidak banyak tanya lagi.
***** Meskipun jarum Hujan beracun ganas, tapi masih belum
sanggup menyulitkan Hay-liong Lojin yang ilmu
pengobatannya tinggi sekali itu. Namun dia memerlukan waktu
hampir sebulan untuk mendesak seluruh racun keluar sampai
bersih. Dalam jangka waktu ini, Wan Fei-yang selalu melayani di
sampingnya. Meskipun Fu Hiong-kun tidak mengatakan apaapa, tapi dari sinar matanya terlihat jelas betapa dia terharu
dan berterima kasih sekali kepada Wan Fei-yang.
Bila ada waktu senggang, atau apabila Fu Hiong-kun sudah
tertidur nyenyak, Wan Fei-yang sering menemani Yan Congtian bercakap-cakap, seperti juga malam ini.
"Fei-yang, apabila mengingat perlakuan kami terhadapmu di
masa lalu, Supek rasanya malu sekali," kata Yan Cong-tian
sambil menarik napas panjang.
Wan Fei-yang tertawa getir.
"Supek jangan berkata demikian. Sekarang semuanya sudah
jelas. Inilah yang terpenting."
"Betul. Tapi aku masih tidak mengerti. Mengapa ayahmu tidak
mau mengatakan terus-terang kepadaku tentang dirimu"
Seandainya dia berani menceritakan semuanya sejak semula,
1068 tentu tidak akan terjadi fitnahan terhadap dirimu."
Wan Fei-yang menarik napas panjang. "Supek, maafkan kalau
ada kata-kata Tecu yang menyinggung perasaanmu ...."
"Ada apa" Katakan saja ...."
"Kalau ditilik dari sifat Supek sebelumnya, belum tentu Supek
bisa menerima kenyataan ini. Apalagi ayah sudah menjabat
sebagai Ciangbunjin Bu-tong-pay. Dia terpaksa
mengorbankan perasaannya sendiri demi kejayaan Bu-tongpay. Tecu rasa semua ini memang sudah merupakan takdir
dari Thian."
Yan Cong-tian tertawa lebar. "Benar apa yang kau katakan,
Fei-yang. Dulu aku pasti tidak bisa menerima kenyataan ini
walaupun ayahmu ada keberanian untuk menceritakannya.
Menurut adatku, aku pasti akan marah besar. Aih ... setelah
melewati berbagai penderitaan dan bencana, aku baru
menyadari bahwa pendirianku selama ini terlalu kukuh."
"Supek ...." kepala Wan Fei-yang tertunduk dalam-dalam. Dia
tidak ingin memperlihatkan kesedihannya. Namun mata tua
Yan Cong-tian mana dapat dikelabui.
"Apa lagi yang kau risaukan?"
"Wan-ji, dia ...."
Wajah Yan Cong-tian ikut muram seketika. "Aku juga tidak
tahu bagaimana nasibnya. Mungkin dia sudah ...."
"Tecu sudah berusaha menyelidiki ke Kian-wei-piaukiok, tapi
1069 perusahaan pengawalan itu sudah ditutup. Tidak ada seorang
pun yang masih tersisa. Mudah-mudahan saja dia masih
hidup. Menurut keterangan Fu-kouwnio, Thian-ti memang
menyuruh Fu Giok-su membunuhnya. Namun dia tidak sampai
hati. Sayangnya Fu-kouwnio tidak tahu lagi bagaimana
kelanjutan nasib Wan-ji."
"Huh! Manusia pengkhianat itu! Perbuatan apa juga bisa
dilakukan olehnya. Mana ada kata-kata tidak sampai hati
dalam kamus hidupnya!"
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Wan Fei-yang cepatcepat membukanya. Hay-liong Lojin berdiri di depan pintu
dengan wajah serius.
"Locianpwe ... belum tidur?" sapa Wan Fei-yang.
Yan Cong-tian juga langsung menjura kepada orang tua itu.
"Hay-liong-heng, Siaute rasa kedatangan Hay-liong-heng pasti
ada urusan penting, bukan?"
Hay-liong Lojin menganggukkan kepala kemudian berjalan
masuk. Dia duduk di atas balai-balai.
"Mengenai penyakit Yan Toheng, Lohu sudah membongkar
berbagai buku pengobatan. Hasilnya memang masih bisa
tertolong ...."
"Benarkah" Kapan dimulai pengobatannya Locianpwe?" tanya
Wan Fei-yang dengan wajah berseri-seri.
"Tunggu dulu. Ada sejenis obat yang bisa memulihkan tenaga
1070 dalam yang hilang serta menyambung kembali urat-urat yang
putus. Namanya cang-pu, sejenis daun panjang yang akarnya
berwarna merah. Hanya berkembang di musim panas. Jenis
daun dan akar ini tidak sulit ditemukan. Namun yang kita
butuhkan adalah cang-pu yang berakar tiga belas. Ini yang
menjadi persoalan. Cang-pu biasanya hanya berakar
sembilan. Sepuluh saja sudah sulit dicari, apalagi tiga belas.
Jenis ini hanya terdapat di Fu-sang (Jepang) dalam sebuah
lembah yang bernama Yi-ho-kok. Lembah itu penuh dengan
racun. Lagi pula dijaga oleh suku Yi-ho-pai yang mengerti ilmu
sihir." "Tecu tidak peduli. Biar bagaimana pun Tecu harus pergi ke
sana. Tidak ada salahnya berusaha bukan?"
Tadinya Yan Cong-tian masih melarang. Begitu pula Hay-liong
Lojin. Tapi keputusan Wan Fei-yang tampaknya sudah tidak
bisa diganggu-gugat. Akhirnya mereka terpaksa mengabulkan
juga permintaannya.
Dua bulan kemudian. Pagi hari yang cerah. Wan Fei-yang
memohon diri kepada Yan Cong-tian dan Hay-liong Lojin
untuk berangkat ke timur menuju negara Fu-sang. Fu Hiongkun mengantarkan sampai di depan pintu. Berkali-kali dia
mengingatkan Wan Fei-yang untuk berhati-hati.
Yan Cong-tian tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya
memikirkan bagaimana membalas jasa Wan Fei-yang di masa
depan. Tentang riwayat hidup anak muda itu yang demikian
pilu serta mengenaskan, dia merasa kasihan dan iba.
Seandainya waktu dapat diputar kembali, dia ingin
menyayangi Wan Fei-yang sepenuh hati. Sedangkan tentang
Ci-siong, dia hanya dapat menarik napas panjang. Dia tahu
1071 penderitaan sutenya itu cukup berat. Malah boleh dikatakan
dia menyimpan semuanya rapat-rapat sampai ajalnya tiba.
Betapa pedihnya hati seorang laki-laki yang tidak bisa
mengakui anaknya sendiri bahkan dalam seumur hidupnya
belum pernah dipanggil ayah sekalipun.
Hay-liong Lojin malah mengantar Wan Fei-yang sampai di
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalan keluar. Rupanya dia masih menyimpan kata-kata yang
ingin disampaikan kepada anak muda itu.
"Kalau kau bertemu lagi dengan Kuan Tiong-liu, tolong seret
dia kemari. Seandainya kau patahkan kaki dan tangannya,
aku tidak akan menyalahkan dirimu!" Hay-liong Lojin
mengatakannya dengan serius. "Bocah kurang ajar itu dikejar
oleh Hek-pai-siang-mo sampai kemari beberapa puluh hari
yang lalu. Malah dia mengatakan kepada Hek-pai-siang-mo
bahwa aku akan melamarkan budak perempuan bernama Yi
Pei-sa itu. Akhirnya dia membuat aku bertarung dengan kedua
iblis hitam-putih tersebut. Dia malah menggunakan
kesempatan itu untuk melarikan diri. Sam Cun yang mencoba
menghalangi di kat dengan tali ke sebatang pohon. Dia juga
mencuri beberapa macam obat-obatanku yang susah
didapatkan!"
Mendengar cerita orang tua itu, Wan Fei-yang hanya dapat
tertawa pahit. Dia tahu tujuan Kuan Tiong-liu sebenarnya
rahasia ilmu pusaka Hek-pai-siang-mo. Maka dia
menggunakan segala macam akal bulus. Namun tidak
dinyana manusia itu malah berani mengecoh Hay-liong Lojin
yang masih merupakan susioknya.
"Satu-satunya murid yang bisa diandalkan malah jenis orang
yang licik. Tampaknya kejayaan Go-bi-pay benar-benar habis
1072 pada generasi itu," kata Hay-liong Lojin sambil menatap langit
dan menarik napas panjang berulang kali.
Matanya memandang kepergian Wan Fei-yang. Kemudian dia
membalikkan tubuh untuk kembali ke rumah. Dari kejauhan
tampak Sam Cun berlari-lari kecil mengiringi seorang murid
Go-bi-pay. Murid Go-bi-pay itu membawa kabar untuk Hayliong Lojin. Mestinya kabar itu kabar baik, tapi begitu
mendengarnya Hay-liong Lojin malah berjingkrak marah.
"Tanpa izin dari Lohu, siapa yang berani memakai nama
ciangbunjin mengumpulkan para murid Go-bi-pay?" orang tua
itu memaki kalang kabut. Dia memerintahkan kepada Sam
Cun untuk membereskan perbekalan dan segera berangkat
sekarang juga. ***** Hay-liong Lojin cepat-cepat menuju ke Pek-hua-lim, nama
sebuah hutan yang pohonnya berbunga putih. Itulah sebabnya
tempat itu disebut Hutan Bunga Putih. Para murid Go-bi-pay
sudah berkumpul di tempat itu. Yang memanggil mereka
bukan orang lain, tetapi Kuan Tiong-liu!
Kuan Tiong-liu menggunakan kewibawaannya sebagai murid
satu-satunya It-im Taysu. Dia membujuk para murid Go-bi-pay
yang berpencar di luaran untuk berkumpul di Pek-hua-lim ini.
Tujuannya adalah menggempur Bu-ti-bun serta
membangkitkan kembali kejayaan Go-bi-pay. Dia juga
menekankan bahwa tujuan menggempur Bu-ti-bun ini, yang
terutama adalah untuk membalas dendam bagi kematian It-im
Taysu. Oleh karena itu, rata-rata murid Go-bi-pay langsung
menyetujui niatnya.
1073 Para murid Go-bi-pay yang mengira hati Kuan Tiong-liu begitu
tulus dan setia segera memilihnya sebagai pengganti It-im
Taysu yang sudah meninggal dunia menjabat sebagai
ciangbunjin generasi baru. Mereka baru saja menjatuhkan diri
berlutut, ketika Hay-liong Lojin melayang turun di tengahtengah sambil membentak dengan suara keras.
"Kuan Tiong-liu tidak pantas menjadi Ciangbunjin Go-bi-pay!"
Para hadirin tertegun seketika. Berbondong-bondong mereka
berdiri. Kuan Tiong-liu masih tenang-tenang saja. Tidak
terlihat sedikit pun rasa gentar di wajahnya. Dia malah maju ke depan menyambut Hay-liong Lojin.
"Kedatangan Susiok sungguh tepat. Dengan adanya Susiok
yang memimpin upacara pengangkatan ini, semua akan
berlangsung lancar dan meriah. Tidak ada lagi yang lebih
pantas menjadi saksi dan juga merupakan satu-satunya
angkatan tua yang masih hidup," katanya sok serius.
Hay-liong Lojin menuding Kuan Tiong-liu dengan mata
mendelik, "Nyalimu semakin hari semakin besar saja!"
Wajah Kuan Tiong-liu semakin serius.
"Sebelum menutup mata, Suhu memang tidak sempat
menyampaikan pesan apa-apa. Tapi sebagai murid satusatunya dari Ciangbunjin Go-bi-pay, Tecu merasa mempunyai
hak untuk meneruskan jabatan ini. Rasanya memang pantas
bukan?" "Kau melarikan anak gadis Tibet. Mencuri belajar ilmu sesat
1074 Hek-pai-siang-mo. Kau sama sekali tidak pantas menjadi
murid Go-bi-pay! Sekarang juga aku sebagai Tianglo Go-bipay memecat kau dari perguruan ini!" kata Hay-liong Lojin
tegas. Para hadirin jadi kebingungan melihat perkembangan ini.
Mereka saling pandang satu dengan lainnya. Kuan Tiong-liu
malah tertawa terbahak-bahak.
"Waktu dulu, kau orang tua sendiri tidak bersedia mematuhi
peraturan Go-bi-pay dan meninggalkan perguruan begitu saja.
Sebetulnya kau sendiri sejak lama bukan lagi murid Go-bi-pay.
Sekarang masih tidak malu menyebut diri sendiri sebagai
Tianglo Go-bi-pay!"
Hay-liong Lojin marah sekali. Sekali lagi dia menuding Kuan
Tiong-liu, "Murid murtad. Mulutmu sungguh tidak sopan.
Berani kau melawan angkatan tua. Hukuman apa yang harus
kau terima?"
"Aku mengerti kau orang tua selama ini mengandung maksud
tidak baik. Kau memang tidak berharap Go-bi-pay dapat
bangkit kembali!" sahut Kuan Tiong-liu dengan suara datar.
"Kau berani sembarang mengoceh lagi, aku langsung
membunuhmu!" teriak Hay-liong Lojin hampir pecah
kepalanya. "Tampaknya kau orang tua bukan hanya ingin membunuh aku.
Kau memang ingin membunuh semua murid Go-bi-pay
sampai tuntas. Diam-diam kau tentu senang It-im Taysu
beserta saudara kita yang lainnya terbunuh habis-habisan.
Dengan demikian, Go-bi-pay tidak mempunyai harapan untuk
1075 bangkit kembali, dan kau pun sama dengan sudah
melampiaskan rasa dendammu sejak meninggalkan Go-bisan!" Kuan Tiong-liu paham sekali sifat orang tua itu. Setiap
ucapan yang dikeluarkannya memang sengaja memancing
kemarahan Hay-liong Lojin.
Saking marahnya Hay-liong Lojin sampai tertawa terbahakbahak. "Bagus! Aku tidak menyangka It-im Suheng bisa
mendidik seorang murid yang demikian setia dan menjunjung
tinggi keadilan!"
Tingkah laku Kuan Tiong-liu masih ramah dan sopan seperti
sebelumnya. "Cianpwe terlalu memuji," tapi sebutannya
terhadap Hay-liong Lojin sudah berubah. Dia tidak memanggil
Susiok lagi, melainkan Cianpwe.
"Bagus! Hari ini biar orang yang kau sebut Cianpwe ini
membantu It-im Taysu membersihkan perguruannya!"
Pedangnya langsung dihunus. Terdengar, "singg!" dan
sekumpulan cahaya berkilauan.
"Maaf ...." dengan tenang Kuan Tiong-liu mencabut
pedangnya. Dua jari telunjuk dan tengah menekan gagang
pedang. Sebagai permulaan, dia langsung mengerahkan tiga
jurus terakhir dari Lok-jit-kiam-hoat.
Pedang Hay-liong Lojin diulurkan ke depan kemudian
digetarkan. Jurus yang dimainkannya sama dengan Kuan
Tiong-liu. Tiba-tiba kakinya bergerak dan meluncur ke depan.
Kuan Tiong-liu menyambut dari arah yang berlawanan.
"Trang!" pedang mereka berbenturan kemudian terlepas
kembali. Keadaan masih seimbang. Mereka tidak berhenti
1076 tetapi terus melangsungkan pertarungan dengan seru. Dalam
sekejap sekitar tempat itu diselimuti oleh kilauan pedang yang
menari-nari. "Trang! Tring! Trang!" suara benturan pedang mereka
bagaikan irama sumbang yang memekakkan telinga. Tubuh
mereka berkelebat cepat membentuk bayangan. Tampaknya
mereka bukan sedang bertarung tetapi mengadu kekuatan
pedang masing-masing karena berkali-kali pedang mereka
beradu kemudian terlepas lagi setelah itu berbenturan
kembali. Terus begitu berulang-ulang.
Kiam-hoat yang sama, gerakan pun tidak berbeda. Pertamatama melihat sepertinya sama-sama kuat alias seimbang.
Namun setelah serang-menyerang sebanyak tiga puluh enam
kali, Kuan Tiong-liu mulai menguasai keadaan. Hay-liong Lojin
mulai kewalahan. Kakinya terdesak mundur beberapa
langkah. Dia hanya sanggup mengikuti gerakan Kuan Tiongliu saja. Jurus yang dikerahkan oleh Kuan Tiong-liu memang tiga jurus
terakhir Lok-jit-kiam-hoat ajarannya. Namun selain daya yang,
dia sudah menambah kehebatan ilmu pedangnya dengan
tenaga lembut im hasil curian dari Hek-pai-siang-mo.
Sekarang ilmu Lok-jit-kiam-hoatnya sudah mencapai taraf
kesempurnaan. Itulah sebabnya dia berani melawan Hay-liong
Lojin tanpa merasa gentar sedikit pun. Sebelumnya dia sudah
memperhitungkan kekuatannya sendiri sampai matang. Kala
ditilik dari sifatnya yang licik, sebelum yakin, mana mungkin
dia berani mengumpulkan murid Go-bi-pay yang masih hidup
dan mengumumkan dirinya sebagai ciangbunjin. Dia tahu
Hay-liong Lojin pasti akan marah sekali. Tapi dengan
mengandalkan kekuatannya sekarang, dia tidak memandang
1077 sebelah mata lagi kepada orang tua itu.
Dalam keadaan terdesak, api marah Hay-liong Lojin semakin
berkobar. Dari matanya tersorot sinar merah membara. Dia
meraung murka dan dengan nekat menerjang ke depan
mengerahkan segenap tenaganya memainkan jurus terakhir
Lok-jit-kiam-hoat.
Segurat cahaya pedang yang berkilauan menyinari wajah
Kuan Tiong-liu. Anak muda itu hanya menggeser kakinya dua
langkah ke samping. Serangan orang tua yang dahsyat itu pun
luput dari sasaran.
Pedang Kuan Tiong-liu tidak berkilauan. Bahkan setitik cahaya
pun tidak tampak. Tapi ketika sinar pedang Hay-liong Lojin
hampir pudar secara keseluruhan, pedangnya baru
memijarkan sinar yang menusuk mata. Dia menggerakkan
pedangnya menyerang tujuh kali berurut-turut.
Hay-liong Lojin meraung murka. Tubuhnya yang sedang
melayang turun tiba-tiba melemah. Kening, tenggorokan,
jantung, dada, dan bagian lain lagi sudah tertikam sebanyak
tujuh kali. Dari tujuh lubang lukanya terlihat darah mengalir
dengan deras. Pakaiannya penuh noda merah. Tubuhnya
terjatuh di atas tanah dengan keras. Sepasang matanya masih
terbelalak. Tentu saja dia mati dengan penasaran.
Kuan Tiong-liu mengangkat pedangnya dan mulutnya
mengambil gaya meniup, dia mengembuskan darah yang
masih tersisa di pedangnya. Penampilannya tenang sekali.
Dia memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung yang
terselip di pinggang. Seakan tidak ada sesuatu pun yang telah
terjadi. 1078 Para anggota Go-bi-pay yang melihat kematian Hay-liong
Lojin, tidak ada satu pun yang wajahnya tidak berubah. Tapi
juga tidak ada seorang pun yang berani meninggalkan tempat
itu. Kuan Tiong-liu mengedarkan pandangannya. Dia tahu para
murid Go-bi-pay sudah dibuat gentar oleh kehebatan ilmu
pedangnya. Wajahnya malah tidak menyunggingkan seulas
senyum pun. Dia menghadap ke arah timur dan menjatuhkan
diri berlutut di atas tanah.
"Hay-liong Lojin menghina perguruan. Hari ini akhirnya Tecu
bisa juga membersihkan nama baik perguruan kita dengan
membunuhnya. Harap Suhu damai di alam baka," gumamnya
lirih. Tanpa sadar para murid Go-bi-pay semuanya ikut
menjatuhkan diri berlutut di atas tanah. Perlahan-lahan Kuan
Tiong-liu membalikkan tubuhnya.
"Para murid Go-bi-pay, dengarkan baik-baik! Mulai hari ini, kita harus menjunjung tinggi keadilan dan mengutamakan
pembalasan dendam. Basmi Bu-ti-bun dan bangkitkan kembali
Go-bi-pay!" serunya lantang. Tentu saja kata-kata ini bukan
keluar dari hatinya yang tulus. Dapat dibayangkan manusia
sekeji dan selicik Kuan Tiong-liu, mana mungkin dia
mementingkan pembalasan dendam bagi It-im Taysu dan
sesama saudara seperguruannya. Tujuannya yang utama
adalah menonjolkan diri di dunia Kangouw dan mencari nama
besar. Dia belum melupakan Wan Fei-yang yang telah
mengalahkannya beberapa kali berturut-turut. Tapi dia sudah
lupa budi pertolongan yang diberikan oleh anak muda itu.
1079 ***** Malam sudah larut. Di bagian belakang gunung Bu-tong di
mana terdapat sebuah hutan lebat, Fu Giok-su masih terlihat
giat berlatih Coa-tiau-cap-sa-sut. Malam itu ketika bertarung
melawan Wan Fei-yang, dia merasakan bahwa setiap
serangan yang dilakukannya berhasil dihindari atau disambut
oleh Wan Fei-yang dengan mudah. Hal ini semakin
menguatkan keputusannya melatih Coa-tiau-cap-sa-sut lebih
keras lagi. Dari pagi sampai malam larut, kalau dia belum sampai letih
sekali, dia tetap tidak mau berhenti. Coa-tiau-cap-sa-sut
mempunyai banyak perubahan. Hal ini tidak mengherankan
karena Tio Sam-hong menciptakannya dengan mengikuti
pertarungan antara rajawali sakti dan ular. Kecepatan kedua
binatang ini hampir sama. Perbedaannya yang satu lincah di
darat sedangkan yang satunya lagi gesit di udara. Tadinya Fu
Giok-su berlatih di dalam ruangan rahasia tempat para
ciangbunjin berlatih ilmu. Tapi tempat itu kurang leluasa. Dia
tidak dapat mengembangkan jurus-jurusnya dengan baik.
Oleh karena itulah, dia memilih bagian belakang gunung ini
untuk berlatih.
Para murid Bu-tong-pay jarang datang ke bagian belakang
gunung ini. Terlebih-lebih pada malam hari seperti sekarang.
Selama ini Fu Giok-su tidak pernah ada perasaan khawatir
sama sekali. Kecuali malam ini. Baru berlatih sampai jurus
kedua belas, dia sudah merasakan kehadiran seseorang yang
mendekatinya dengan perlahan. Dan ilmu ginkang orang itu
tampaknya cukup tinggi. Seandainya dia tidak kebetulan
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menginjak sebatang ranting kering serta menimbulkan sedikit
1080 suara, Fu Giok-su pasti masih belum mengetahui
kehadirannya. Fu Giok-su menahan kemarahannya. Dia berlatih terus
sampai ketiga belas jurus itu selesai dimainkan. Kemudian
tubuhnya mendadak melesat menerjang ke arah rimbunan
pohon di mana orang itu bersembunyi. Dalam waktu yang
bersamaan, suara kibasan lengan baju memecahkan
keheningan malam. Sesosok bayangan berpakaian hitam
meluncur dari balik pepohonan dan berkelebat secepat kilat ke
depan. Fu Giok-su terus mengejar. Bayangan manusia berpakaian
hitam itu lari secepat terbang. Dia terus melesat kurang lebih
setengah kemudian tahu-tahu dia menyelinap ke dalam gua di
mana telaga dingin berada. Dalam hati Fu Giok-su merasa
curiga. Dia mempertimbangkan sejenak, akhirnya mengejar ke
dalam. Hawa di dalam gua dingin sekali. Keadaannya juga gelap
gulita. Sampai-sampai kelima jari tangan sendiri pun tidak
terlihat. Dengan berhati-hati Fu Giok-su mengendap-endap
maju ke depan. Kemudian telinganya menangkap desiran
lengan baju. "Siapa?" bentaknya dengan suara keras.
Tidak ada yang menyahut, tiba-tiba keadaan dalam gua
menjadi terang benderang seketika. Lima obor api menyala
dalam waktu yang bersamaan. Di belakang kelima obor tadi,
ternyata duduk dengan berdampingan Thian-ti, Hujan, Angin,
Kilat, dan Geledek.
1081 Fu Giok-su terkejut setengah mati. "Yaya ...!" serunya tanpa
sadar. Thian-ti tertawa datar. "Giok-su, apakah kau merasa di luar
dugaan melihat kemunculan kami?"
Fu Giok-su menenangkan hatinya. Dia mengangguk dua kali.
"Apakah telah terjadi sesuatu di dalam Siau-yau-kok?"
Kali ini Thian-ti yang menganggukkan kepalanya.
"Siau-yau-kok sudah diubrak-abrik oleh Wan Fei-yang. Kami
tidak bisa menetap di sana lagi. Telaga dingin ini merupakan
daerah terlarang bagi murid Bu-tong-pay. Dengan
bersembunyi di tempat ini, aku yakin Wan Fei-yang pasti tidak
akan menduganya."
Mata Fu Giok-su bersinar terang.
"Tidak salah. Seandainya bocah Wan Fei-yang itu benarbenar mencari sampai ke sini, Sun-ji pun tidak akan khawatir
lagi!" "Justru ini merupakan salah satu maksud kedatangan kami.
Sekalian kami bersembunyi di sini. Rahasiamu sekarang
sudah bocor. Cepat atau lambat dia pasti akan mencarimu.
Dengan adanya kami di sini, setidaknya kau masih
mempunyai bantuan yang dapat diandalkan. Tentu saja kami
harap kedatangannya semakin lambat semakin baik!"
"Maksud Yaya ...." Fu Giok-su tidak mengerti.
"Sebelum dia datang, kau harus mengerahkan para murid Bu1082 tong untuk menggempur Bu-ti-bun. Pada saat itu aku yakin
Wan Fei-yang pasti tidak akan berdiam diri. Kita biarkan
sampai kedua belah pihak sama-sama terluka, barulah kita
turun tangan membasmi Bu-ti-bun sekaligus Bu-tong-pay!"
Fu Giok-su langsung mengembangkan senyuman licik. "Sun-ji
merasa ide ini cemerlang sekali!"
Thian-ti mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
Suara tawanya bergema di gua tersebut dan menggidikkan
hati siapa pun yang mendengarnya, tentu saja kecuali Fu
Giok-su dan keempat bawahannya.
Fu Giok-su mengerutkan keningnya. Seakan-akan dia teringat
sesuatu yang tidak dimengertinya. "Bagaimana Wan Fei-yang
bisa menyerbu ke Siau-yau-kok" Padahal kita tidak
memancingnya ke sana."
"Bocah itu benar-benar selalu menimbulkan kesulitan!"
Suara tawa Thian-ti sirap seketika. "Siapa lagi kalau bukan
gara-gara budak Hiong-kun!"
"Hiong-kun?" wajah Fu Giok-su menjadi kelam kembali.
"Jangan sebut nama budak itu lagi!" kemarahan Thian-ti mulai
meluap. Dia berhenti sejenak untuk menenangkan
perasaannya yang bergejolak. "Ohya .... Apakah kau sudah
tahu bahwa Kuan Tiong-liu telah mengangkat dirinya menjadi
Ciangbunjin Go-bi-pay" Dan dia sekarang dalam perjalanan
membawa para muridnya menuju Bu-tong-san ini!"
Fu Giok-su mengerutkan alisnya sekali lagi.
1083 "Mungkinkah dia datang kemari untuk membuat perhitungan
Kitab Pusaka 6 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Hati Budha Tangan Berbisa 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama