Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 8
menjadikannya rata dengan tanah. Sakit hati ini pasti belum
602 terlampiaskan."
Angin tersenyum kecil. "Bu Tong san sekarang boleh dibilang
sudah mati separuh badan. Ada Giok Su yang mengatur dari
dalam, ingin menghancurkan Bu Tong bukan hal yang sulit.
Berbeda dengan Bu ti bun?"
"Kalau ilmu silat kita sudah terlatih sehingga sempurna. Buat
apa takut lagi terhadap Tok ku bu ti?" sindir Kilat tajam.
Thian ti menganggukkan kepalanya.
"Semuanya terserah kau orang tua saja," kata Hujan
menambahkan satu kata.
Thian ti semakin tertawa terbahak-bahak."
"Sekian tahun tidak bertemu, aku tidak mengira lidahmu
semakin tajam saja!"
Hujan tertawa genit. Gaya mempesona. Thian ti mengangkat
alisnya tinggi.
"Wajah juga tidak berubah. Malah sekarang terlihat lebih muda
dari dulu," kata Thian ti selanjutnya.
"Kau orang tua memang paling pandai bergurau," sahut Hujan
dengan lagak dibuat-buat.
Kilat mengibaskan rambutnya yang sudah memutih. "Sam ci
mempunyai resep awet muda, tapi rahasia tidak boleh
disebarkan," tukasnya.
603 "Kau toh bukan perempuan. Buat apa ingin awet muda
segala?" kata Thian ti terkekeh-kekeh.
Suara tawanya belum hilang, tiba-tiba air hujan menguak
kembali, seorang gadis berpakaian hijau melangkah ke dalam.
Dia adalah gadis yang dikejar-kejar oleh Ban tok sian ong
tempo hari. Kemudian bertemu dengan Wan Fei Yang yang
berhasil menyelamatkannya dengan membunuh Ban tok sian
ong. Thian ti segera melihatnya. Matanya mengerling beberapa
kali. "Mengapa di sini ada gadis yang demikian cantik?" tanyanya
heran. Hujan memalingkan wajahnya. Dia mendengus dingin.
"Putri siapa?" tanya Thian ti kembali.
"Dia kan Hiong kun!" sahut Angin datar.
"Hiong kun?"
"Adiknya Fu Giok Su. Cucu perempuan engkau orang tua,"
sahut Hujan sambil mendengus dingin sekali lagi.
"Dia sangat membenci kami. Selalu berkelana seorang diri.
Sepanjang tahun paling beberapa hari berdiam di dalam
lembah. Katanya dia ingin belajar ilmu pengobatan agar
mengerti bagaimana cara mengobati orang sakit."
"Thian ti tidak memperdulikan sikap Hujan yang dingin. Dia
604 menatap gadis itu lekat-lekat. Fu Hiong Kun hanya mengerling
mereka sekilas kemudian menundukkan kepalanya dan
melangkah ke dalam.
"Geledek tidak dapat menahan hawa amarah did adanya.
"Hiong Kun!" teriaknya lantang.
Fu Hiong Kun menghentikan langkah kakinya. Dia mengerling
dingin pada Geledek.
Hujan tertawa dingin. "Hiong Kun, Yayamu sudah kembali,"
katanya. "Yaya?" Mata Fu Hiong Kun mengerling ke arah Thian ti.
Thian ti mengembangkan senyuman lembut. "Kau yang
bernama Hiong Kun?"
"Kau benar-benar Yayaku?"
"Apa tidak mirip?" tanya Thian ti sambil menguraikan
rambutnya yang panjang.
"Kalau dengan Tia (Ayah) memang mirip."
"Aku adalah ayah dari ayahmu, kalau tidak sama kan malah
aneh," kata Thian ti tertawa terkekeh-kekeh.
"Mengapa masih belum memanggil Yaya?" bentak Hujan.
"Yaya!" Fu Hiong Kun segera memanggil.
Thian ti langsung berkelebat ke samping gadis itu. Dia
605 merangkul bahu Fu Hiong Kun erat-erat.
"Cucu baik!"
Fu Hiong Kun sama sekali tidak menunjukkan tampang takut.
Dia malah merasakan kehangatan yang sulit dilukiskan.
"Kau belum pernah melihat yaya?" tanya Thian ti.
Fu Hiong Kun menggelengkan kepalanya.
"Tentu saja. Sebelum kau lahir, Yaya sudah meninggalkan
Siau yau kok," kata Thian.
Kemudian dia melanjutkan kata-katanya. "Tidak disangka aku
mempunyai seroang cucu perempuan yang demikian cantik."
Wajah Fu Hiong Kun merah padam.
"Beberapa waktu yang lalu, Giok Su koko ada mengirim surat
dan mengatakan bahwa Yaya terkurung dalam telaga dingin di
Bu Tong san."
"Dua puluh tahun lebih." Nada suara Thian ti menjadi rawan.
"Apakah kaki Yaya sudah sembuh>" tanya Fu Hiong Kun
kembali. Thian ti segera merasakan kedua kakinya seperti ditusuk
jarum dan nyeri.
"Orang-orang Bu Tong pai memang jahat. Kalau waktu turun
gunung itu hari aku tidak membunuh sejumlah murid606 muridnya, mungkin sampai hari ini aku masih kesal terus!"
Baru saja ucapannya selesai, sebagian tubuhnya terasa
lumpuh. Hampir saja dia melorot dari atas kursi. Fu Hiong Kun
cepat-cepat memapahnya.
"Yaya, apakah sebenarnya kedua kakimu masih belum
sembuh betul?" tanyanya cemas.
"Sedikit lagi."
"Biar aku periksa nanti?"
Thian ti tertawa terbahak-bahak.
"Kau mencari tabib pandai kemana-mana, rupanya untuk
menyembuhkan penyakit Yaya," katanya senang.
Fu Hiong Kun tidak membantah. Hujan, Angin Geledek dan
Kilat pun tidak bersuara. Terhadap Thian ti, hati mereka
semua menaruh hormat yang dalam. Bagi mereka, orang tua
itu sangat berwibawa.
Thian ti menoleh ke arah empat orang anak buahnya.
"Besok kita bahas lagi tentang Bu Tong liok kiat. Hari ini aku
ingin berbincang-bincang dengan cucu perempuanku ini,"
katanya. Baru saja kata-katanya selesai, air terjun menguak kembali.
Manusia tanpa wajah melesat masuk dan berlutut di atas
sebuah batu bundar.
607 "Apakah ada berita baru?" tanya Thian ti segera.
"Mengenai Wan Fei Yang!"
"Kemana bocah itu?"
"Dia ada di rumah gwa kongnya."
"Tepat seperti dugaan kita." Angin tertawa dingin.
"Kalau orang ini dibiarkan, kelak pasti akan membawa
bencana." "Kita harus membabat rumput sampai ke akar-akarnya," tukas
Geledek sambul mengeluarkan golok di tangannya.
"Biar aku yang pergi," kata Kilat. Tangan yang menggenggam
pedang menonjolkan urat hijau.
"Thian ti menggelengkan kepalanya.
"Dia adalah orang Bu Tong pai. Biar aku turun tangan sendiri
untuk meringkusnya!"
"Seorang Wan Fei Yang saja aku sendiri sudah cukup
menanganinya," sahut Kilat.
Baru saja Thian ti ingin mengatakan sesuatu, kedua kakinya
terasa nyeri kembali. Keningnya berkerut. Dia merenung
sejenak. "Baik. Urusan ini kuserahkan kepada kalian," katanya.
608 "Serahkan saja kepadaku," tukas Kilat cepat. Matanya
mengerling kepada Angin dan Hujan.
Hujan tidak mengatakan apa-apa. Geledek belum sempat
bicara, Angin sudah menganggukkan kepalanya.
"Sute yang pergi sendirian rasanya memang sudah cukup."
Kilat mengerling ke arah Thian ti sekilas. Dia tertawa terbahakbahak.
"Aku pergi!" teriaknya sambil menghentakkan kaki melesat
meninggalkan tempat itu.
Manusia tanpa wajah mengikutinya dari belakang. Yang
lainnya hanya memandangi saja. Dalam sekejap mata air
terjun yang baru terkuak sudah pulih kembali seperti biasa.
Thian ti mengeluarkan suara tertawa yang panjang
*** Menjelang senja. Wan Fei Yang duduk di atas kursi bambu di
halaman rumah. Kedua tangannya menopang dagu.
Pikirannay melayang-layang. Wan lao tau sudah ada di
sampingnya, dia baru sadar.
"Gwa kong!" Dia berdiri dengan gugup.
"Masih memikirkan urusan balas dendam?"
Wan Fei Yang tidak menyahut.
609 "Bulim memang merupakan sebuah tempat penampungan
segala macam kebencian dan dendam. Hidup berkecimpung
di Bulim, tidak ada ketenangan sehari pun. Ilmu silat rendah
pasti pendek umur, kalau ilmu silat terlalu tinggi, pasti orang yang mencari nama banyak yang menantang. Sampai suatu
hari kita benar-benar kalah. Persisi seperti ayahmu. Kalau dia
tidak terlahir untuk menjadi Ciang bun jin Bu Tong pai, pasti
sampai sekarang masih hidup dengan tenang bersama
ibumu," kata Wan lao tau sambil menarik nafas panjang.
Tanpa sadar Wan Fei Yang ikut menarik nafas dalam-dalam.
Wan lao tau menepuk-nepuk bahunya.
"Jangan terlalu banyak berpikir. Hukum karma masih ada.
Thian tidak buta. Yang jahat pasti akan mendapatkan
imbalannya. Kau tinggal di sini saja menemani gwa kong. Lagi
pula gwa kong juga hanya memiliki engkau seorang," kata
Wan lao tau selanjutnya.
Wan Fei Yang menatap rambut dan alis yang sudah memutih
itu. Dia menganggukkan kepalanya. Wan lao tau baru bisa
menghela nafas lega.
"Kau duduk saja di sini, biar aku pergi ke dapur menanak
nasi." Wan Fei Yang segera menarik tangan kakeknya. "Gwa kong,
biar aku saja"."
"Nasi dan sayur yang kau masak memang lebih enak daripada
masakan gwa kong," Wan lao tau mengerlingkan matanya.
"Baik. Kau menanak nasi, gwa kong akan ke gudang
mengambil kayu bakar."
610 Belum sempat Wan Fei Yang mencegah orang tua itu sudah
melangkahkan kakinya lebar-lebar. Memandangi punggung
kakeknya, hati Wan Fei yang merasa terharu.
Pintu gudang kayu tertutup rapat. Wan lao tau sudah sampai
di depan pintu. Dia mengulurkan tangannya untuk mendorong.
Belum sempat tangannya sampai, sebatang pedang pipih dan
penjang tembus melalui apan pintu dan menusuk jantungnya.
Wan lao tau mendengus marah. Tapi nafasnya sudah putus
seketika. Wan Fei Yang yang berada dalam dapur mendengar
suara dengusan kakeknya, dia segera membalikkan tubuh dan
berlari mendatangani. Dia langsung melihat darah segar
mengalir dari punggung orang tua itu. Ujung pedang juga
menembus sampai ke belakang.
"Gwa kong!" Wan Fei Yang terkejut setengah mati. Dia
menjerit keras dan menghambur menghampiri.
"Blam!"
Pintu gudang tersebut beserta tubuh Wan lao tau melayang ke
udara. Sedikit lagi hampir mengenai kepala Wan Fei Yang.
Seorang laki-laki berwajah pucat dan berpakaian putih dengan
tangan menggenggam sebatang pedang melewat keluar bagai
kilat. Dia langsung meluncurkan pedangnya mengancam
tenggorokan Wan Fei Yang.
Wan Fei yang baru saja menyambut mayak kakeknya, pedang
itu sudah di depan mata. Ia membalikkan tubuhnya secepat
kilat dan menggeser ke samping. Namun pundak kirinya
masih juga tersayat sedikit oleh pedang laki-laki berpakaian
611 putih tersebut.
"Siapa?" hardik Wan Fei Yang. Tentu saja dia tidak mengenal
orang itu. Tangannya dengan cepat meraih sebatang bambu
dan dijadikannya sebagai senjata.
Serangan pedang kilat luput dari sasaran. Dia menyerang lagi
tiga kali berturut-turut. Wan Fei Yang cepat-cepat meletakkan
mayat kakeknya di atas tanah dan menghindarkan diri dari
serangan itu. Baru saja dia bermaksud menerjang manusia
berpakaian putih itu, orang tersebut sudah menghentakkan
kakinya dan mencelat ke atas genting gudang kayu bakar.
Wan Fei Yang menyodokkan batang bambu di tangannya, tapi
langsung putus menjadi beberapa potong tertebas pedang
Kilat. Tubuh orang itu berkelebat secepat anak panah yang
meluncur. Wan Fei Yang mana sudi menyudahi begitu saja.
Dia menghentakkan kakinya dan mencelat ke ata genting.
Dalam waktu yang bersamaan, manusia tanpa wajah sudah
mempersiapkan diri membokong Wan Fei Yang. Anak muda
itu masih belum sadar. Dia melihat tubuh Kilat melesat ke atas
sebatang bambu dan berdiri tenang. Hal ini membuktikan
tinggi ginkang orang itu. Wan Fei Yang mendengus satu kali.
"Te hun cong" dikerahkan, tubuhnya melayang dan naik ke
atas sebatang bambu dan berdiri berhadapan dengan Kilat.
Pada saat itulah, manusia tanpa wajah menusukkan
pedangnya dari bawah ke atas sambil mencelat. Wan Fei
Yang marah sekali. Tampaknya dia tidak mungkin
menghindarkan diri lagi dari serangan yang satu itu. Namun
ternyata dia masih bisa berjungkir balik dan melayang turun.
Tapi bagian pinggangnya masih sempat terluka oleh pedang
612 manusia tanpa wajah.
Tanpa menunda waktu lagi Wan Fei Yang mencelat sejauh
dua depa dan mengejar Kilat. Manusia tanpa wajah tidak
mengejarnya. Tubuhnya melesat dan mendarat di rimbunan
batang bambu. Wan Fei Yang sendiri tidak memperdulikan
manusia tanpa wajah. Dia terus mengejar Kilat.
Di ujung sana terdapat sebuaht anah kosong. Lebih jauh lagi
terdapat sebuah jurang yang cukup dalam. Kilat berdiri
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tenang di atas tanah kosong. Melihat Wan Fei Yang
melayang turun, manusia tnapa wajah segera menghambur ke
depan. Wan Fei Yang menghadapi dua musuh sekaligus.
Tubuhnya sudah mengalami dua buah luka pula. Matanya
mendelik ke arah Kilat.
"Ada dendam apakah antara gwa kongku dengan pihak
kalian" Mengapa kalian harus turun tangan sekeji ini?" tanya
Wan Fei Yang. "Orang yang ingin kami bunuh sebetulnya bukan gwa kongmu,
tapi engkau," sahut Kilat sepatah demi sepatah.
Wan Fei Yang tertegun. "Aku?"
"Memang engkau!" Tubuh dan pedang Kilat segera meluncur
ke arah Wan Fei Yang. Bambu di tangan Wan Fei Yang yang
digunakan sebagai senjata, dia mengerahkan salah satu jurus
dari Sou hou cang dan langsung mengincar tenggorokan Kilat.
Pedang kilat sepanjang enam cun, sedangkan batang bambu
di tangan Wan Fei Yang lebih panjang lagi. Sebetulnya
merupakan senjata yang tepat untuk mengimbangi pedang di
613 tangan Kilat. Sayangnya, senjata Wan Fei Yang hanya
sebatang bamb. Pedang dan bambu saling berbentur, tiba
belas jurus berlalu.
"Krek!" Batang bambu di tangan Wan Fei Yang kembali
terpapas sebagian.
Tubuh dan pedang kilat berubah menjadi lingkaran bercahaya.
Gerakannya kali ini memang hendak memapas putus batang
bambu di tangan Wan Fei Yang. Melihat serangannya, anak
muda itu sudah dapat meraba apa maksud hati Kilat. Dia
mundur sejauh tujuh langkah.
"Serr!" Pedang di tangan manusia tanpa wajah meluncur
dalam waktu yang bersamaan. Wan Fei Yang segera
menggeser tubuhnya menghindar, batang mabu dikibaskan
dia menangkis pedang manusia tanpa waja. Pedang dan
tubuh orang itu tergetar mundur. Tapi bambunya juga patah
menjadi tiga bagian. Wan Fei Yang semakin marah. Sisa
batang bambu di tangannya digetarkan dan meluncur
menyerang kening Kilat.
Kilat memutar pedangnya. Wan Fei Yang tidak
memperdulikan. Tang bambunya terus menusuk ke depan.
Dalam sekejap berubah menjadi bayangan dalam jumlah
banyak. "Bagus!" teriak Kilat lantang. Kepalanya menunduk ke bawah.
Pedangnya terus menyambut datangnya batang bambu. Dia
mendesak terus ke depan.. Dalam sekejap mata batang
bambu tadi terbelah menjadi dua bagian.
Kilat tidak ingin kehilangan kesempatan. Pedangnya terus
614 meluncur ke depan. Tepat pada saat itu manusia tanpa wajah
juga meluncurkan pedangnya. Wan Fei Yang menarik nafas
dalam-dalam. Kakinya menutul dan tubuhnya mencelat di
udara. Kemudian dia melesat lagi sejauh dua depa. Dia
teringat akan pedangnya yang ada di rumah. Halau saja dia
tadi sempat mengambil pedangnya, tentu dia dapat
menandingin kedua lawannya inu.
Tapi baik manusia tanpa wajah dan Kilat mana mau memberi
kesempatan kepadanya untuk kembali ke rumah. Mereka
malah mendesaknya terus. Pedang-pedang tajam
mengancam dari depan dan belakang. Wan Fei Yang seperti
seekor anak kelinci yang meloncat kian ke mari,. Dia tidak
sadar dirinya sudah sampai di tepi jurang. Kilat tertawa dingin.
Pedangnya berputar kemudian menusuk ke depan. Manusia
tanpa wajah juga menggunakan kesempatan itu untuk maju
dan menggetarkan pedangnya. Wan Fei Yang panik sekali,
Dia segera menggeser kedua kakinya sedikit. Namun tiba-tiba
dia menjerit ngeri. Kakinya terpeleset dan anak muda itu
terjatuh ke dalam jurang.
"Plung!" Terdengar suara benda berat jatuh ke dalam air.
Kilat mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
Jatuhnya Wan Fei Yang kali ini seandainya tidak mati pun,
paling tidak tulang belulangnya akan putus dan menjadi orang
cacat untuk selamanya.
*** Suara tabuhan genderang di Bu Tong san seakan tidak ptusputusnya. Setiap tabuhan seperti mengandung wibawa yang
dalam. Begitu juga bunyi loncengnya. Dengan di ringi tabuhan
615 genderang, akhirnya Fu Giok Su keluar dari ruangan
penyucian. Dia menerima panji besi dari tangan Yan Cong Tian dan
menghadap ke timur dan menjura dalam-dalam. Fu Giok Su
sudah resmi menjadi Ciang bun jin Bu Tong pai. Yan Cong
Tian juga memberinya sebuah kunci. Dengan kunci inilah dia
dapat membuka kamar penyimpanan kitab-kitab pusaka Bu
Tong pai. Dia tidak syak lagi, ilmu pusaka Bu Tong pai yang
ketujuh, Tian can kiat juga disimpan dalam ruangan ini.
Tempat penyimpanan kitab itu tidak dilapisi besi atau pun
baja. Tapi temboknya setebal tiga cun. Berhadapan dengan
pintu masuk terdapat sederetan batu pualam. Setiap batu
tertera dua buah hurup. Sebelah kiri bertuliskan Liong gi, Pik
lek, Jit cong. Sebelah kanan bertuliskan Suang kiat, kui sua,
sou hou. Dan yang ditengah-tengah itulah Tian can kiat
berada. Tujuh buah batu marmer itu rupanya semacam lemari. Di
dalamnya tersimpan kitab pusaka sesuai dengan nama yang
tertulis di depannya. Fu Giok Su menutup kembali pintu kamar
itu rapat-rapat setelah masuk ke dalam. Hatinya tegang sekali.
Kadnag-kadang bayangan wajah Lun Wan Ji yang sendu
masih berkelebat di pelupuk hatinya.
Di bawah cahaya lampu, matanya terlihat menerawang.
Sejenak kembali sudah pulih seperti biasa. Dingin dan keji.
Dia meneruskan langkah kakinya. Dia bukan menuju ke batu
pualam yang ada di sudut kiri. Dia membuka lemari batu itu
satu persatu. Yang di tengah-tengah justru terakhir. Matanya
menatap dengan dingin, kemudian dia tertawa terbahakbahak. 616 Bu Tong liok kiat baginya bukan rahasia lagi. Meskipun
kematangannya belum mencapai taraf seperti Wan Fei Yang,
namun sudah jauh di atas para murid Bu Ting lainnya. Untuk
membunuh Pek Ciok dan Cia Peng pun bukan hal yang sulit
baginya. Dengan tertawa terbahak-bahak dia membuka lemari batu
yang di tengah. Sebuah kitab yang tidak berbeda dengan Bu
Tong liok kiat lainnya segera terpampang di depan mat. Di
atasnya tertera tiga buah huruf "Tian can kiat:.
"Tian can kiat (Ilmu peralihan ulat sutera)," seru Fu Giok Su
dengan suara bergetar. Kedua tangannya yang memegang
buku itu juga bergetar.
Dengan hati-hati dia membuka halaman pertama kitab itu.
Tindakannya begitu teliti seakan takut kitab itu akan terlepas
dari tangannya dan jatuh ke tanah lalu hancur bagai sebuah
vas kembang. Kakinya melangkah mendekati meja dan duduk
dia tas sebuah kursi.
Dia mulai membaca. Perhatiannya terpusat penuh. Kitab itu
memang merupakan sebuah ilmu yang langka. Di dalamnya
juga terdapat ebrbagai contoh gambar. Rasanya tidak begitu
sulit dipelajari. Sebentar saja Fu Giok Su sudah masuk dalam
keadaan lupa diri.
Isinya hanya dua puluh halaman. Pada lembaran terakhir
terdapat serangkaian huruf. Tapi hurud itu bukan teori ilmu
Tian can kiat yang belum diselesaikan. Juga bukan rangkaian
dari jurus terakhir. Hanya ada empat baris huruf.
617 Mencapai taraf tertinggi"
Ganti tulang lahir kembali"
Penjeleasan dari Ciang bun jin".
Tidak jodoh tetap tiada guna"
"Penjelasan dari Ciang bun jin, tidak jodoh tetap tiada guna?"
Bagaimana bisa demikian?" gumam Fu Giok Su tidak
mengerti. *** "Kalau mau diceritakan, kisah ini berawal dari empat puluh
tahun yang lalu"." Yan Cong Tian menjelaskan kepada Fu
Giok Su apa yang tidak dimengerti olehnya.
Terhadap Fu Giok Su yang baru keluar dari ruang penyucian
diri danmenjabat sebagai Ciang bun jin lalu langsung masuk
ke ruang penyimpanan kitab serta memilih Tian can kiat
seketika kemudian datang menanyai apa yang tidak
dimengertiny, Yan Cong Tian memang agak cemas
memikirkan sifatnya yang demikian terburu nafsu, namun dia
tidak sampai curiga.
"Empat puluh tahun yang lalu?" kata Yan Cong Tian
selanjutnya. "Cosu Ku Bok menggetarkan dunia kangouw
bersama Sia hou tiang cong dari Bu ti bun. Bu Tong pai dan
Bu ti bun memang merupakan musuh bebuyutan. Tentu saja
mereka mengadakan pertarungan. Pada saat itu, Dia hou tia
618 cong sudah berhasil melatih Mit kip sin kangnya mencapai
tatar keenam. Dia menyombongkan diri apsti akan meraih
kemenangan. Sedangkan Cosu Ku Bok sudah berhasil melatih
Tian can kiat. Akhirnya Tian can kiat berhasil mengalahkan Mit
kip sin kang. Malah Sia hou tian cong terluka parah. Bu ti bun
tidak breani mengadakan gerakan untuk sementara, dunia
kangouw pun tenang kembali."
Fu Giok Su sebenarnya tidak sabar mendengar bagian dari
cerita itu. Tapi dia tidak berani memperlihatkannya di depan
Yan Cong Tian. "Justru karena itu pula, banyak roang dunia kangouw yang
mengincar Tian can kiat. Sedangkan orang-orang Pit lok cik
yang merupakan orang ketiga antara Bu Tong dan Bu Ti bun
segera membuat rencana. Pemimpin mereka sendiri Thian ti
atau makhluk tua yang melarikan diri itu menyelundup ke Bu
Tong san dengan menyamar sebagai tukang bakar api di
dapur. Dia berhasil menyusup ke dalam kamar penyimpanan
kitab dengan tujuan mengambil kitab Tian can kiat."
"Apakah dia tertangkap basah?"
"Dia kepergok oleh Cosu. Dia bukan tandingan Cosu kami dan
berhasil dikalahkan. Thian ti langsung menjatuhkan diri
berlutut di depan Cosu dan meminta pengampunan. Dia
mengatakan bahwa dia hanya disuruh orang lain. Sebagai
buktinya dia membawa surat yang ditulis orang itu. Cosu tidak
curiga sama sekali. Dia langsung merobek sampul surat itu.
Ternyata sampul surat tersebut sudah dibubuhkan bubuk
beracun. Dan mata Cosu menjadi buta seketika. Kemudian dia
dibokong lagi oleh Thian ti. Meskipun aku keburu datang serta
berhasil meringkus Thian ti, tapi Cosu sudah putus nyawa.
619 Uraian terakhir mengenai Tian can kiat pun hilang sejak saat
itu." "Tapi". Susiok, kau"."
"Aku melatihnya dengan memaksa diri," Yan Cong Tian
menarik nafas panjang. "Hal ini karena Tok ku Bu ti mulai
membentangkan sayapnya. Dua puluh tahun yang lalu, Mit kip
sin kangnya sudah dilatih sampai tingkat enam. Setelah aku
merundingkan masalah ini dengan Ci Siong, suhumu, akhirnya
diambil keputusan bahwa aku tetap akan mencoba berlatih
Tian can kiat. Dengan harapan pada taraf terakhir, aku akan
berhasil memecahkan rumusnya sampai aku berhasil dengan
sempurna."
"Apakah susiok sudah berhasil memecahkan rumus Tian can
kiat?" "Dua puluh tahun sudah berlalu," Yan Cong Tian
menggelengkan kepalanya. "Aku masih belum berhasil juga.
Seandainya tidak dapat memecahkan rumus terakhir Tian can
kiat, tenaga yang dilatih pun tidak dapat dikerahkan. Dua
puluh tahun ini, aku hanya membuang-buang waktu saja,"
keluhnya kesal.
Fu Giok Su termangu-mangu. Yan Cong Tian tertawa getir.
"Dalam Bu Tong liok kiat, kau baru mempelajari Sou hou cang.
Masih ada lima macam ilmu lainnya. Itu semua sudah cukup
menyita waktu. Sementara ini kau belajar dulu Bu Tong liok
kiat, aku akan terus berusaha menemukan rumus terakhir itu,"
kata Yan Cong Thian kemudian.
620 Fu Giok Su juga tertawa getir. Yan Cong Tian hanya tahu
bahwa Fu Giok Su baru mempelajari satu macam Sou hou
cang saja. Kenaytaannya, lima macam lainnya sudah dia
pelajari semua dari Thian ti.
Oleh karena itu, setlah memohon diri kepada Yan Cong Tian,
Fu Giok Su tidak kembali ke kamar penyimpanan kitab. Dia
langsung kembali ke kamarnya. Makin dipikir hatinya semakin
mendongkol. Melihat kendi arak, rasanya dia ingin minum
sampai mabuk. Tanpa berpikir panjang lagi dia menuangkan secawan arak.
Diteguknya sekaligus. Rasanya enak sekali. Dia menuang lagi
cawan kedua, ketiga dan seterusnya. Pikirannya mulai
mleyang-layang. Tanpa sadar dia mengeluarkan dompet kecil
pemberian Lun Wan Ji.
Keharuman masih terpancar dari dompet itu. Bayangan Lun
Wan Ji pun berkelebat di pelupuk matanya. Hati Fu Giok Su
semakin tertekan. Dia meletakkan cawan arak di atas meja.
Tangannya menggenggam dompet kecil itu erat-erat. Dirinya
sudah mabuk tujuh bagian. Perasaannya juga mulai tidak
terkendali. Dengan langkah terhuyung-huyung dia mendorong
pintu kamar dan melangkah keluar.
Malam sudah larut. Kaki Fu Giok Su terseret-seret. Untuk
sesaat dia tidak dapat menentukan arah yang hendak
ditujunya. Dia berhenti sejenak. Mencoba mengingat-ingat
kemana tujuannya tadi.
*** Lun Wan Ji belum tidur. Dia membolak-balikkan tubuhnya di
621 atas tempat tidur dengan gelisah. Wajahnya kurus pucat.
Tubuhnya layu dan kesegarannya lenyap entah kemana.
"Blam!"
Sebuah suara mengejutkan Lun Wan Ji. Suara seperti ada
benda berat yang menghempas pintu kamarnya. Dia segera
melonjak dari tempat tidur dan melangkah menuju pintu. Di
luar terdengar suara nafas tersengal-sengal. Disusul dengan
suara panggilan lirih.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sumoay" Sumoayy!"
Lun Wan Ji dapat mengenali bahwa yang memanggilnya
adalah Fu Giok Su. Setelah merenung sejenak, akhirnya dia
tidak dapat menahan diri juga. Dibukanya pintu kamar. Fu
Giok Su tersuruk masuk. Lun Wan Ji cepat-cepat
memapahnya. "Suheng, kenapa kau?" tanyanya cemas.
Dari tubuh Fu Giok Su terpancar bau arak. Matanya sayu.
"Sumoay"Aku bersalah kepadamu". Sumoau"."
Gumamnya lirih.
Lun Wan Ji mendengar ucapoannya dengan jelas. Kesedihan
merayap dalam hatinya. Pada saat itu juga, terdengar suara
langkah kaki mendatangi. Lun Wan Ji yang melihat keadaan
Fu Giok Su segera mengerutkan alisnya. Tentu tidak lucu bila
ada orang yang melihat Ciang bun jin Bu Tong pai mabuk di
depan kamarnya. Cepat-cepat dia memapah Fu Giok Su ke
atas kursi. Kemudian dia merapatkan pintu kamarnya.
622 Langkah kaki dari jauh mendekat. Kemudian dari dekat
menjauh kembali. Lun Wan Ji menghela nafas lega. Perlahan
dia menyentuh pundak Fu Giok SU.
"Suheng, mengapa kau mabuk seperti ini?"
"Jangan Pegangi aku!" Fu Giok Su berontak. "Aku ingin
mencari Wan Ji."
Lun Wan Ji tertegun.
"Suheng, aku Wan Ji!"
"Kau bukan dia.. kau bukan"!" Fu Giok Su menggelengkan
kepalanya. "Aku bersalah kepada Wan Ji. Aku menghancurkan hidupnya.
Dia pasti membenci aku. Bagaimana mungkin dia masih mau
meladeni aku?"
Hati Lun Wan Ji semakin perih. Air mata mengalir dengan
deras. "Suheng. Kau duduk saja istirahat di sini. Aku akan
menyeduhkan the kental untukmu."
Lun Wan Ji menarik tangan Fu Giok Su dan dengan susah
payah memapahnya duduk di atas tempat tidur.
Fu Giok Su masih mabuk. Mulutnya terus memanggil Wan Ji.
"Sumoay" sumoay?"
623 Hati Lun Wan Ji semakin hancur. Dia menahan kesedihannya
dan menuju meja serta menyeduhkan secangkir the kental
untuk Fu Giok Su. Dia memaksa Fu Giok Su meminumnya
sampai habis. Akhirnya anak muda itu agak sadar juga. Dia
juga sudah melihat dengan jelas siapa yang ada di
sampingnya. "Wan Ji" Ternyata benar-benar engkau?"
Lun Wan Ji menundukkan kepalanya.
"Memang aku, Ciang bun suheng."
"Jangan panggil aku Ciang bun suheng," suara Fu Giok Su
seperti terpukul.
"Aku tidak pantas jadi Ciang bun jin!"
"Suheng?"
"Wan Ji" Aku membuatmu menderita."
"Jangan berkata begitu. Istirahatlah sebentar. Nanti aku papah
kau kembali ke kamar."
"Aku tidak ingin menjadi Ciang bun jin?" Fu Giuok Su
memberontak lagi.
"Aku akan mencari susiok sekarang dan menjelaskan
semuanya." Dia langsung berdiri namun tubuhnya terhuyunghuyung. Wan Ji segera memapahnya. "Suheng, mana boleh kau
624 berbuat demikian?"
"Mengapa tidak boleh?" Suara Fu Giok Su lebih mirip sedang
memohon. "Wan Ji, ijinkanlah aku pergi."
"Suheng, aku mohon jangan begitu!"
"Kalau begitu kita turun gunung, lari sejauh-jauhnya!" Fu Giok
Su menarik tangan Lun Wan Ji seakan ingin mengajaknya
melarikan diri.
Lun Wan Ji menghentakkan tangannya. "Suheng, tenang dulu.
Pikirkanlah masalah ini baik-baik."
Fu Giok Su tertegun. Kedua tangannya memegangi kepala.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan" Apakah kita harus samasama menderita seumur hidup?"
Lun Wan Ji menatap Fu Giok Su lekat-lekat. Dengan sedih dia
mengalirkan air mata.
*** Sejenak kemudian, perlahan-lahan Fu Giok Su
mendongakkan kepalanya. Dia memandangi Lun Wan Ji
dengan terpana. "Mengapa kau menangis?" tanyanya lembut.
Lun Wan Ji tidak menyahut.
"Wan Ji, kau tidak bisa melupakan aku?" Fu Giok Su
mengulurkan tangannya meraba air mata di pipi Lun Wan Ji.
625 Gadis itu tidak dapat menahan gejolak hatinya lagi. Dia
merebahkan kepalanya ke dalam dada Fu Giok Su dan
menangis terisak-isak. Fu Giok Su memeluknya erat-erat. Dia
juga mengembangkan air mata.
Entah berapa lama sudah berlalu. Lun Wan Ji mengusap air
matanya dan mendongakkan wajahnya memandang Fu Giok
Su. Dua pasang mata yang sedang menderaikan air mata
kesedihan saling bertemu.
"Wan Ji, jangan tinggalkan aku!"
Lun Wan Ji menganggukkan kepalanya dengan lemah.
Perasaannya terhadap Fu Giok Su jangan ditanyakan lagi.
Apalagi kesetiaannya. Kedua orang yang berlainan jenis itu
saling merangkul. Perlahan-lahan tubuh mereka jatuh di atas
tempat tidur. Bunga rontok sekelopak demi sekelopak. Cahaya rembulan
yuang dingin menerobos lewat jendela. Rembulan menjadi
saksi segalanya.
*** Pagi hari seekor merpati pos terbang ke lembah Siau yau kok.
Setelah menikmati sarapan. Hujan, Angin, Geledek dan Kilat
sudah berkumpul di ruang tengah. Surat yang dibawa merpati
pos dibaca oleh mereka berempat, setelah itu mereka
menyerahkannya kepada Thian ti.
"Meskipun Giok Su berhasil menjadi Ciang bun jin Bu Tong
626 pai, tapi dia tidak berhasil mempelajari Tian can kiat," kata
Thian ti dengan anda kurang senang.
Dia berhenti sejenak dan memandang keempat orang
bawahannya. "Karena Tian can kiat ternyata tidak sempurna. Rumus
terakhir hanya diketahui oleh Ciang bun jin pendahulu!"
Angin menganggukkan kepalanya.
"Betul! Suhu Yan Cong Tian dan Ci Siong to jin, Ku Bok justru
mati di tangan engkau orang tua!"
"Huh! Kalau tahu demikian, aku tidak akan membunuhnya.
Sekarang Yan Cong Tian belum berhasil mempelajari Tian
can kiat."
Hujan tertawa dingin. "Dan kita sampai sekarang baru tahu,"
sahutnya. "Rahasia ini apsti hanya diketahui oleh Yan Cong Tian dan Ci
Siong to jin saja. Kalau Fu Giok Su tidak menjabat sebagai
Ciang bun jin Bu Tong pai, kita masih mengira-ngira sampai
dimana kehebatan Yan Cong Tian sekarang."
"Hal ini membuktikan bahwa Thian membuka mata kita." Thian
ti tertawa sumbang.
"Apabila barisan Hujan, Geledek, Kilat dan Angin kalian
digabungkan dengan kepandaianku, meskipun ilmu Yan Cong
Tian lebih tinggi lagi, kita pasti masih bisa mengalahkannya."
627 Geledek segera maju satu langkah.
"Kalau begitu lebih baik kita serbu saja Bu Tong san
sekarang!"
"Bu Tong masih ada gunanya." Thian ti tersenyum.
"Sekarang Fu Giok Su sudah menjabat Ciang bun jin. Dia bisa
memberi perintah kepad apar amurid Bu Tong, buat apa kita
capaikan diri mengurusi masalah itu?"
"Tapi, satu hari saja Yan Cong Tian masih hidup, dia tetap
akan menjadi masalah bagi Giok Su," kata Angin sambil
mengerutkan alisnya.
"Seandainya dia sampai tahu rahasia Giok Su?"
"Tua bangka yang tidak mampus-mampus itu tentu saja tidak
boleh dibiarkan!" Mata Thian ti bersinar tajam. "Begini saja?"
"Bagaimana?" tanya keempat orang itu serentak.
"Kita sebarkan berita bahwa Wan Fei Yang sudah melarikan
diri ke Sau yau kok. Biar Giok Su yang memancing Yan Cong
Tian kemari." Wajah Thian ti serius sekali.
"Sampai waktunya, aku akan membuat tua bangka itu
meratap-ratap minta kematian!"
Tiba-tiba terdengar sebuah suara menyehut. "Yaya,
perbuatanmu itu terlalu sadis."
Dialah Fu Hiong Kun yang berjalan masuk dengan langkah
628 santai. Mata Thian ti mengerling. "Kalau tidak begitu, tua bangka itu
mana tahu penderitaan Yaya selama dua puluha tahun itu?"
"Tapi"."
"Jangan banyak bicara lagi!" Wajah Thian ti kurang senang.
"Yayamu sendiri tidak kau bantu, kau malah mau membantu
Yan Cong Tian."
Fu Hiong kun menghentikan langkah kakinya. Dia tidak
berkata apa-apa lagi. Dia membalikkan tubuhnya dan
meninggalkan tempat itu.
Hujan, Angin, Geledek dan Kilat menatap Fu Hiong Kun yang
melangkah pergi, kemudian beralih kepada Thian ti.
"Anak ini"." Thian ti menggelengkan kepalanya. Nada
suaranya tidak garang sama sekali.
*** Setelah keluar dari ruang tengah, Fu Hiong Kun kembali ke
kamarnya. Setelah berpikir bolak-balik, hatinya semakin
tertekan. Tidak lama kemudian Thian ti masuk ke kamar itu dan duduk
di samping Fu Hiong Kun.
"Cucu baik," katanya tertawa-tawa.
Fu Hiong Kun tidak meladeni.
629 "Masih amrah kepada Yaya?" tanya Thian ti hati-hati. "Yaya
tidak takut terhadap langi dan bumi, justru takut kalau kau
amrah." "Yaya?" Fu Hiong Kun menarik nafas satu kali.
"Kau mengatakan Yaya sadis. Apakah tua bangka Yan Cong
Tian itu tidak sadis" Dua puluh tahun yang lalu, kau belum
lahir, Yaya sudah dikurungnya dalam telaga dingin.
Penderitaannya jangan ditanyakan lagi. Kalau dendam ini
tidak dibalas, mati pun Yaya tidak bisa meram," kata Thian ti.
Hati Fu Hiong Kun tergerak juga. Dia menatap kakeknya
dengan sorot mata kasihan.
"sebetulnya, Yaya sangat menyayangimu. Bagaimana
mungkin Yaya membuatmu tak senang hati?" Thian ti tertawatawa. "Coba kau katakan, apakah Yaya mirip orang yang sadis
dn tidak berperasaan?"
Tanpa sadar Hiong Kun menggelengkan kepalanya. Tawa
Thian ti semakin lebar.
"Hiong Kun, berapa usiamu sekarang?" Tiba tiba Thian ti
bertanya. "Delapan belas."
"Sudah punya tambatan hati?"
Fu Hiong Kun tertegun. Kemudian menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada."
630 "Benar-benar tidak ada?" Mata Thian ti seakan menyelidiki isi
hati gadis itu.
Wajah Fu Hiong Kun merah padam. Dia menggelengkan
kepalanya berkali-kali. Tidak sepatah katapun diucapkannya.
"Yaya tidak eprcaya," kata Thian ti sambil mengelus
jenggotnya. "Kau begini cantik, masa tidak punya kekasih?" Matanya
bersinar tajam.
"Pasti ada. Siapa?"
Kepala Fu Hiong Kun tertunduk makin rendah. "Yaya"
mengapa kau bertanya demikian?"
"Nah" kan pasti ada?"
"Aku tidak tahu." Fu Hiong Kun berdiri. Wajahnya semakin
merah. Cepat-cepat dia melangkah ke depan jendela untuk
menghindari tatapan kakeknya.
Thian ti tertawa terkekeh-kekeh. "Coba lihat, masa sama Yaya
sendiri demikian malu" Baik" Lain kali baru aku tanyakan
lagi." Thian ti tertawa terbahak-bahak ketika meninggalkan kamar
gadis itu. Fu Hiong Kun berdiri membelakangi Thian ti.
Matanya melirik mencuri pandang. Setelah yakin Thian ti
benar-benar meninggalkan kamarnya, perlahan-lahan dia
membalikkan tubuh. Bibirnya menyunggingkan seulas
631 senyuman tipis. Matanya menjadi sayu.
Wajah Wan Fei Yang kembali melintas di benaknya.
*** Saat itu, Wan Fei Yang baru tersadar. Di depan matanya
terpampang sebuah tempat yang asing baginya. Bagu obatobatan menerpa hidung.
Kamar itu tidak seberapa besar. Di temboknya tergantung
berbagai macam obat-obatan. Dia berbaring di atas sebuah
balai-balai yang terbuat dari rotan. Dan posisinya tepat
berhadapan dengan pintu. Luka-luka tubuhnya sudah dibalut
dengan rapi. Wan Fei Yang berusaha menggerakkan tangannya. Rasa
sakit segera terasa di lengan itu. Hal ini membuktikan bahwa
dia masih hidup dan juga bukan sedang bermimpi.
"Tempat apa ini?" gumamnya seorang diri.
"Ini rumah Hai Liong lo jin." Sebuah suara menyahut. Nadanya
seperti orang yang sudah lanjut usia.
Wan Fei Yang mengedarkan pandangan matanya. Dia tidak
melihat siapa pun.
"Mengapa hanya terdengar suara tapi tidak tampak
orangnya?" gumam Wan Fei Yang kebingungan.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku di sini!" Terdengar suara itu menyahut kembali.
632 Wan Fei Yang memandang lagi sekitarnya. Tetap tidak terlihat
seorang pun. Tanpa sadar bulu roma Ean Fei Yang ebrdiri.
Tepat pada saat itu, sebuah tangan kecil yang aneh terulur
dari samping serta menepuk pundak anak muda itu.
Wan Fei Yang terkejut. Dia menolehkan kepaanya. Akhirnya
dia melihat orang itu. Tubuhnya kecil dan pendek. Ternyata
dia adalah orang kerdil. Melihat Wan Fei Yang demikian
terkejut, orang itu menyurut mundur beberapa langkah. Wan
Fei Yang memandangnya dengan seksama. Si kerdil semakin
tersipu-sipu. Dia membalikkan tubuhnya.
"Apakah kau yang menolong aku" Tanya Wan Fei Yang.
"Bukan aku, tapi Cu jin kami," sahut si kerdil sambil mencuri
pandang sekilas.
Wan Fei Yang berusaha bangun dan duduk. "Aku bernama
Wan Fei Yang. Kau?"
Si kerdil memperhatikan Wan Fei Yang. Melihat
penampilannya yang tenang, dia sendiri ikut merasa tenang.
"Cu jin (majikan) memanggil Sam cun (Tiga cun). Padahal
tinggiku kalah tidak sampai tiga cun."
"Kalau begitu aku juga memanggil Sam cun saja, boleh kan?"
Sam cun menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Oh ya" Tadi kau mengatakan bahwa ini rumah Hai liong lo
jin. Apakah dia majikanmu?"
"Orang-orang kanouw menyebutnya demikian. Karena dia
633 tinggal di sekitar lautan dan kegesitannya bagai hai liong
(naga laut)."
"Apakah aku dibawanya dari dalam lautan?" Wan Fei Yang
seakan teringat sesuatu.
"Dua hari yang lalu."
Wan Fei Yang terkejut sekali. "Jadi aku sudah pingsan selama
dua hari?"
Jilid 14 "Sekarang malah sudah hari ketiga," Sam can menunjukkan
tiga jari tangannya. "Saat itu aku malah mengira kau sudah
mati. Tapi Cu jin mengatakan bahwa kau masih bisa
tertolong."
"Di mana orang tua itu sekarang?"
"Di sini!" Terdengar sahutan dan disusul orangnya yang
melangkah ke dalam.
Rambutnya sudah putih semua. Wajahnya penuh keriput.
Warna kulitnya hitam tapi berkilauan. Seperti baru saja diolesi minyak. Dia memalingkan wajahnya. Tapi tidak ada kesan
garang pada dirinya.
"Boanpwe Wan Fei Yang memberi hormat kepada Hai Liong lo
jin locianpwe," kata Wan Fei Yang sambil berusaha berdiri.
Siapa tahu baru saja kakinya menginjak tanah, rasa sakit
kembali menyerang dan jatuh terkulai.
634 Dengan susah payah dia berusaha bangkit. Perlahan-lahan
dia berhasil juga. Namun dia merasakan perutnya
keroncongan. Pasti dia sudah kelaparan karena pingsan
sekian lam. "Terima kasih" Apa terima kasih saja sudah cukup?" bentak
Hai liong lo jin sambil mendengus dingin. Tiba-tiba dia maju
dan mencengkeram akaian Wan Fei Yang. Tubuh anak muda
itu tergetar dan dihempaskan ke atas balai-balai.
Getaran itu membuat Wan Fei Yang kesakitan. Wajahnya
meringis. Melihat keadaannya, Hai liong lo jin menjadi panik.
Dia cepat-cepat menghampiri dan memapah Wan Fei Yang.
"Bagaimana" Sakit tidak?"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya.
"Ini karena ulahmu sendiri!" kata Hai liong lo jin ketus dan
memalingkan wajahnya.
"Ulah apa?" tanya Wan Fei Yang tidak mengerti.
"Ulah apa?" teriak orang tua itu.
"Mengapa kau tidak terluka bulan kemarin atau bulan depan
saja" Mengapa justru terluka di saat aku bermaksud
menangkap kura-kura laut untuk dijadikan obat" Untuk
menolongmu, terpaksa aku membiarkan kura-kura laut itu
melarikan diri. Apakah kau tahu " Kura-kura laut itu belum
tentu ketemu lagi dalam seratus tahun. Telurnya lebih-lebih
dapat menjadi obat yang mujarab. Aku sudah mencarinya
selama sepuluh tahun. Baru ketemu, eh". Dikacaukan oleh
kedatanganmu. Mana aku sudah menyiapkan semua racikan
635 obat untuk campurannya. Sekarang semuanya menjadi siasia." "Boanpwe tahu salah," kata Wan Fei Yang sambil menjura
dalam-dalam. "Masih lumayan. Tidak menemukan kura-kura laut, bertemu
dengan kura-kura sepertimu juga bolehlah."
Sekian lama Wan Fei Yang mendengar kata-kata orang tua
itu, semakin tidak tahu dia harus marah atau tertawa.
"Kau tidak usah sedih. Aku sudah memafkanmu," kata Hai
liong lo jin selanjutnya.
"Terima kasih, Locianpwe," sahut Wan Fei Yang sambil
tertawa getir. Hai liong lo jin menepuk tangannya beberapa kali. "Sam cun,
mengapa kau termangu-mangu di situ" Cepat ambilkan
makanan! Aku tidak mau melihat bocah ini mati kelaparan di
sini!" Sam cun mengiakan dengan tergesa-gesa. Langkah kakinya
yang pendek seakan berjalan sambil berloncat-loncatan.
*** `Wan Fei Yang sekaligus menghabiskan enam mangkok
bubur. Perasaanya jauh lebih segar setelah makan. Tiba-tiba
dia merasa tubuhnya lebih sekali. Sebentar saja, dia sudah
636 pulas dalam mimpi.
Entah berapa lama sudah berlalu, Wan Fei Yang terbangun
oleh suara bentakan. "Berapa kali harus aku katakan bahwa
aku tidak akan mengajarkan" Tidak akan!"
*** "Susiok. Tecu selamanya belum pernah memohon apa-apa
kepadamu. Hanya kali ini saja!"
Wan Fei Yang merasa tidak asing dengan suara itu. Entah di
mana dia pernah mendengarnya.
"Tidak!"
Tanpa sadar Wan Fei Yang turun dari balai-balai dan berjalan
menuju pintu. Dia mendorong pintu tersebut lalu melangkah
perlahan ke depan. Pada bagian luar kamar terdapat sebuah
koridor panjang yang kiri kanannya dibatasi dengan pagar
rotan. Kurang lebih tiga depa di ujung sana ada sebuah
ruangan kecil. Hai liong lo jin berdiri memangku tangan di
undakan batu. Wajahnya tampak kurang senang.
Di bawah undakan batu berlutut tiga orang. Yang di tengahtengah ternyata Kuan Tiong Liu dari Go Bi pai. Di sebelah
kirinya berlutut si bocah pembawa pedang, Jit Po. Sedangkan
di sebelah kananya ialah si bocah pembawa harpa, Liok An.
Dia tetap berpakaian putih. Kali ini dia tidak memperdulikan
tanah kotor di mana dia berlutut. Dapat dipastikan bahwa dia
mempunyai niat tertentu sehingga rela berlutut di atas tanah
637 yang kotor itu.
Wan Fei Yang yang melihat anak muda tersebut dari balik
pintu, segera menyurutkan kepalanya kembali. Untung saja
Kuan Tiong Liu belum sempat melihatnya. Dia masih menatap
Hai liong lo jin dengan pandangan memohon.
"Susiok, Go bipai sedang dalam keadaan kritis, hanya Tecu
yang masih bisa diandalkan untuk membangkitkannya
kembali. Susuiok, meskipun kau tidak menghagai Tecu, tapi
kau harus mementingkan kepentingan Go bi pai. Kau harus
mengajarkan tiga jurus terakhir dari Lok jit kiam hoat!" ratap
anak muda itu dengan wajah sendu.
Meskipun wajahnya tampak sendu dan sinar matanya
memohon, tapi nada suaranya masih angkuh seperti biasa.
Dan dari kata-katanya tadi, dapat dipastikan bahwa Hai liong
lo jin adalah angkatan tua dari Go bi pai. Dia juga satusatunya orang yang mengerti tiga jurus terakhir dari Lok jit
kiam hoat yang merupakan ilmu pedang pusaka dari partai
tersebut. Kalau tidak, tak mungkin Kuan Tiong Liu mau
bersusah payah memohon kepadanya.
Liong gi kiam hoat dari Bu Tong pai dan Lok jit kiam hoat dari
Go bi pai memang sangat terkenal dan namanya
menggetarkan dunia kangouw. Kuan Tiong Liu yang pernah
dikalahkan Ci Siong to jin baru sadar, seandainya dia tidak
mempelajari tiga jurus terakhir dari Lok jit kiam hoat, dia masih belum bisa menonjolkan diri dalam dunia kanguw.
Apalagi dia juga pernah dikalahkan oleh Wan Fei Yuang di
kaki gunung Bu Tong. Semua ini membuatnya bertekad harus
mendapatkan tiga jurus terakhir Lok jit kiam hoat itu. Itulah
638 sebabnya dia bisa sampai ke tempat Hai liong lo jin.
Hai liong lo jin adlaah suheng dari It im yang sudah menjadi
Ciang bun jin Go bi pai generasi sekarnag. Namun karena
adatnya yang aneh dan angin-anginan juga bila melakukan
sesuatu selalu mengikuti kata hatinya sendiri, maka dia tidak
cocok dengan sutenya. Dia juga tidak memperdulikan nasihat
It im taisu, ketika terjadi pertengkaran untuk terakhir kalinya, dia nekad meninggalkan Go bi san. Kemudian tinggal menyepi
di pinggir pantai ini.
Pengetahuannya luas. Ilmu silatnya juga lebih tinggi dari It im taisu. Namun ilmu pengobatannya lebih tinggi lagi. Wan Fei
Yang yang terseret aliran air dan dapat berjumpa dengan
orang tua ini, dapat dikatakan sebagai keberuntungannya.
Tapi dia juga tidak mengira dunia ini begini sempit sehingg
dapat bertemu dengan Kuan Tiong Liu di tempat ini.
Kesan yang diberikan Kuan Tion Liu kepada diri Hai liong lo jin tampaknya kurang baik.
"Tidak! Aku bilang tidak, tidak!" teriak orang tua itu dengan
suara memekakkan telinga.
Kuan Tiong Liu benar-benar tidak mengerti.
"Kenapa" Apa alasanmu" Kesabarannya mulai habis, tapi dia
berusaha menahan diri.
"Karena aku tidak ingin mencelakaimu," teriak orang tua itu
kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Tidak ingin mencelakai aku?" Kuan Tiong Liu semakin
639 penasaran. "Lok jit kiam hoat harus dikombinasikan dengan im dan yang.
Ada hawa murni im yang mempengaruhi lweekang baru dapat
dikombinasikan dengan arus tenaga yang. Arus tenaga yang
dalam dirimu memang sudah memadai, namun hawa murni im
belum cukup. Seandainya tidak ada bantuan dari luar dan arus
tenaga yang berlebihan, aku khawatir tiga jurus terakhir Lok jit kiam hoat itu belum mencapai kesempurnaan, namun
nyawamu sudah melayang," kata Hai liong lo jin menjelaskan.
"Tecu tetap ingin belajar meskipun taruhannya nyawa Tecu!"
sahut Kuan Tiong Liu dengan tegas dan nekad.
Hai liong lo jin tertawa dingin.
"Kalau begitu, berlutut terus saja kau di situ!" katanya sambil membalikkan tubuh meninggalkan tempat itu.
Wan Fei Yang cepat-cepat merapatkan pintu penghubung
tersebut kembali. Kuan Tiong Liu tidak bergerak. Sinar
matanya menjadi dingin. Jit Po dan Liok An menemani di
samping kiri dan kanan. Kepala mereka tertunduk, sepatah
katapun tidak berani mereka ucapkan.
*** Tampaknya kekerasan hati Hai liong lo jin tak usah diragukan
lagi. Setelah menutup pintu, dia langsung melangkahkan
kakinya ke dalam.
640 Sam cun menyelinap keluar dari kolong meja.
"Suhu, mere" mereka berlutut" di luar?"
"Untuk apa kau perdulikan?" bentak Hai liong lo jin, kemudian
dia tertawa dingin. "Apa kau kira kesabaran bocah itu bisa
bertahan lama" Aku rasa paling banter dia berlutut selama
menyalanya satu batang hio!"
Sam cun tidak berani berkata apa-apa lagi.
"Cepat tidur!" teriak Hai liong lo jin kembali.
Sam cun tergesa-gesa meninggalkan koridor panjang itu
dengan kepala tertunduk. Terhadap majikannya yang satu ini,
tampaknya Sam cun takut setengah mati.
*** Malam itu Wan Fei Yang tidur dengan pulas. Obat yang
diminumnya memang mengandung khasiat yang dapat
menenangkan diri dan dapat tidur dengan nyenyak.
Ketika dia terjaga, hari sudah terang. Di sekitarnya sunyi
sekali. Demikian juga di liar. Tidak terdengar suara sedikit pun.
Di ruangan tamu tidak terlihat seorang pun. Jangan kata Hai
liong lo jin, Sam cun pun tidak kelihatan.
Pintu masih tertutup rapat. Wan Fei Yang mengulurkan
tangannya dan mendorong pintu tersebut. Masalah mengenai
Kuan Tiong Liu yang berlutut di luar tidak disimpannya dalam
641 hati. Ketika pintu sudah terbuka, dia baru teringat kembali"
Tepat pada saat itu, suara Kuan Tiong Liu langsung
menyusup ke telinganya.
"Susiok!"
Bersama Jit Po dan Liok An, dia masih juga berlutut di tempat
yang sama. Wan Fei Yang segera terpana. Kuan Tiong Liu
juga tertegun. Dalam waktu yang bersamaan, dia baru
tersadar bahwa yang mendorong pintu tadi bukan Hai liong lo
jin. "Wan Fei Yang"!" teriaknya dengan nada aneh.
"Kuan.. Kuan tayhiap?" Wan Fei Yang tidak sempat lagi
mengundurkan diri. Dia terpaksa menenangkan hatinya dan
memanggil anak muda itu.
Sikapnya yang lugu masih terlihat jelas. Meskipun ilmu
silatnya sudah demikian tinggi, tapi kebiasaannya
menghormati semua orang masih belum berubah. Kuan Tiong
Liu langsung bangkit dan berdiri tegak. Matanya mendelik ke
arah Wan Fei Yang.
"Mengapa kau bisa ada di sini" Bilang!"
"Aku?" Wan Fei Yang benar-banr tidak tahu harus mulai
menceritakan dari mana.
Kuan Tiong Liu juga tidak memberikan kesempatan. Dia
tertawa dingin beberapa kali. "Pantas Susiok begitu sentimen
kepadaku! Rupanya kau yang menggosok-gosok sehingga dia
642 tidak bersedia mengajarkan tiga jurus terakhir dari Lok jit kiam hoat!"
"Kuan tayhiap, kau jangan salah paham?"
"Salah paham?" Kuan Tiong Liu mengulurkan tangannya.
"Pedang!"
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jit Po cepat-cepat bangkit dan menyodorkan pedang ke
tangan tuan mudanya. Kuan Tiong Liu langsuyng menghunus
pedang itu dan melesat ke depan menerjang Wan Fei Yang.
Tentu saja Wan Fei Yang kelabakan setengah mati.
Di tembok ruangan tergantung sebilah pedang. Sejak tadi
Wan Fei Yang sudah melihatnya. Dengan gerakan kilat dia
menghambur ke arah pedang itu. Baru saja dia berhasil
menyentuh gaganngnya, pedang Kuan Tiong Liu sudah
menerjang tiba.
Wan Fei Yang mencabut pedang itu dengan panik.
"Trang!"
Dua perang saling berbenturan. Kuan Tiong Liu tentu tidak
sudi mengalah begitu saja. Dia menarik pedang tersebut dan
menikam ke arah Wan Fei Yang kembali sebanyak tujuh belas
kali berturut-turut.
Luka Wan Fei Yang belum sembuh. Dia terdesak mundur
beberapa langkah. Dia memang tidak berniat bertarung
dengan pemuda itu. Apalagi setelah tahu hubungannya
dengan Hai liong lo jin. Untung saja Kuan Tiong Liu juga baru
berlutut semalam suntut. Kaki tangannnya masih pegal.
643 Semua itu membuat gerakannya agak kaku.
Setelah menyerang berkali-kali berturut-turut, tiba-tiba dia
berhenti. Pemuda itu memperhatikan Wan Fei Yang sejenak
kemudian tertawa dingin. "Tampaknya luka yang kau derita
tidak ringan juga!"
Belum sempat Wan Fei Yang menjawab, Kuan Tiong Liu
sudah meneruskan perkatannya: :Kalau tidak salah Susiok
sudah meninggalkan rumah sejak pagi tadi. Kali ini tidak akan
ada orang yang menolongmu lagi!"
Setelah mendengus dingin satu kali, dia menerjang lagi ke
depan. Wan Fei Yang menyambut beberapa kali serangannya.
Dia sudah terdesak sampai ke luar rumah. Kuan Tiong Liu
menikam pedangnya ke depan. Dia tidak memberi
kesempatan kepada Wan Fei Yang untuk kabur.
Wan Fei Yang bergulingan di tanah. Baru saja dia berhasil
menghindarkan sebuah serangan, pinggangnya meluik, belum
sempat bangkit berdiri, lukanya terasa nyario, dia jatuh
terduduk kembali. Namun pedang Kuan Tiong Liu sudah
mengancamnya, terpaksa dia bergulingan dan menghindari
serangan yang satu itu.
Wan Fei Yang sudah terdesak jauh. Di belakangnya terdapat
sebatang pohon. Dia tidak bisa bergeser lebih jauh lagi,
kepalanya mulai pusing. Tepat pada saat itu, Kuan Tiong Liu
berteriak lantang dan menikamkan pedangnya lurus ke depan.
Dengan panik Wan Fei Yang menundukkan kepalanya.
Pedang Kuan Tiong Liu meluncur lurus menusuk batnag
pohon di belakangnya.
644 Anak muda itu tampak kesal sekali. Sudah terang lawan di
hadapannya tidak berdaya lagi, tapi beberapa kali
serangannya masih bisa dihindarkan. Sekali lagi dia meraung
murka dan menyerang kembali. Wan Fei Yang menggertakkan
giginya. "Tranggg! Tranggg!"
Pedang ditangannya diangkat ke atas dan disapukan ke kiri
dan kenan secara kalang kabut. Tapi tampaknya
keberuntungan masih terus berada di dekatnya. Meskipun dia
menangkis dengan gaya kelabakan, semua serangan Kuan
Tiong Lkiu berhasil dihindarinya. Nafas anak muda itu sudah
tersengal-sengal.
Tubuh Kuan Tiong Liu mencelat ke udara. Pedangnya
berputar menimbulkan cahaya seperti pelangi. Sekitar tempat
itu dipenuhi hawa pedang yang tebal. Tampaknya tidak mudah
bagi Wan Fei Yang untuk menghindarkan diri dari serangan
yang satu ini. Sebentar lagi dia pasti akan mati atau paling
tidak terluka parah. Sedangkan cahaya yang berpijar tadi tibatiba berubah menjadi garis lurus. Tubuhnya menerjang ke
depan. Wan Fei Yang dapat melihat dengan jelas, matanya
terbelalak. Pada saat yang tepat, tubuh Hai liong lo jin
melayang bagai seekor naga sakti. Tangan kanannya terulur
dan telapaknya menghantam pangkal lengan Kuan Tiong Liu
sehingga serangannya meleset.
Kuan Tiong Liu segera dapat menduga apa yang telah terjadi.
Untung saja hantaman telapak tangan Hai liong lo jin tidak
mengerahkan tenaga sepenuhnya. Kalau tidak, lengannya itu
645 apsti sudah hancur. Kakinya menutul tanah dan melesat lagi
lalu berjungkir balik dua kali di udara dan melesat lagi
berjungkir balik dua kali di udara sebelum melayang turun.
"Susiok!" sapanya lalu menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.
Jit Po dan Liok An yang ada di ujung sana ikut menjatuhkan
diri dan berlutut. Hai liong lo jin sudah berdiri menghadang di depan Wan Fei Yang. Orang tua itu tertawa dingin. "Aku tidak
berani menerima panggilan Susiokmu. Aku juga tidak merasa
punya keponakan yang suka mengincar kesempatan ketika
orang sedang terluka," katanya ketus.
Kuan Tiong Liu terpana.
"Susiok, kau"."
"Untung saja aku keburu datang. Tapi malah mengacaukan
rencanamu yang bagus, bukan?" Hai liong lo jin masih juga
tertawadingin. "Orang seperti aku ini paling benci melihat
manusia yang suka mencarti kesempatan ketika lawannya
sedang terluka. Meskipun kau mempunyai dendam sedalam
lautan dengannya, kau jug harus menunggu sampai
kesehatannya puluh dulu, baru boleh mengadakan
perhitungan. Itu baru tindakan enghiong ho han (Laki-laki jati).
"Tapi?"
"Jangan membantah lagi. Tindakanmu ini pokoknya tidak adil!
Menghadapi orang licik sepertimu, bagaimana aku bisa
mengajarkan tiga jurus terakhir Lok jit kiam hoat dengan hati
lega?" 646 "Susiok!" Kuan Tiong Liu panik sekali. Dia menghampiri
dengan kedua kaki tetap berlutut.
Orang tua itu tidak memperdulikan. Dia sudah mendekati Wan
Fei Yang. "Bagaimana dengan engkau" Banyakkah luka yang
kau alami?" tanyanya penuh perhatian.
Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apaapa," sahutnya dengan menahan rasa sakitnya. Dia malah
membusungkan dadanya.
"Terang-terangan sedang kesakitan setengah mati, masih
berlagak tidak apa-apa!" Hai liong lo jin menepuk tempat luka
Wan Fei Yang. "Buat apa kau menganggap dirimu sendiri
gagah." Mendapat tepukan tepat di atas lukanya, Wan Fei Yang
segera menekuk pinggangnya dan menjerit kesakitan. Sam
cun memutar keluar dari balik sebatang pohon, dia tergopohgopoh mendekati Wan Fei Yang dan mengulurkan tangan
untuk memapahnya. Hai liong lo jin melirik Sam cun sekilas.
"Untuk apa kau memapahnya" Kalau memang bermaksud
menolong, cepat pulang dan buatkan obat untuknya!" bentak
orang tua itu. Sam cun melepaskan tangannya kembali dan lari terbirit=birit
kembali ke rumah. Mata Kuan Tiong Liu melotot heran.
"Susiok!" panggilnya sekali lagi.
"Tidak usah bicara!" tukas Hai liong lo jin. "Pokoknya aku tidak akan mengajarkan tiga jurus terakhir Lok jit kiam hoat!"
647 "Sutit (murid keponakan) hanya ada sedikit masalah mengenai
dunia kanouw, dan mengharapkan petunjuk dari susiok," kata
Kuan Tiong Liu.
"Oh?" Hai liong lo jin menoleh kepadanya. "Siasat apa lagi
yang sedang kau pikirkan?"
"Dalam dunia kanouw, partai mana saja yang paling
disegani?"
"Tentu saja Bu Tong, Go bi, Siau lim!"
"Kalau begitu Bu ti bun?"
"Sebuah perguruan sesat, mana mungkin disegani orang
bulim dan dapat dibandingkan dengan ketiga partai tadi?"
"Apa yang Susiok katakan memang benar." Kuan Tiong Liu
menuding kepada Wan Fei Yang. "Apakah Susiok tahu kalau
dia merupakan anak murid Bu ti bun?"
"Apa?" Hai liong lo jin terkejut sekali. Tangannya segera
terulur dan mencengkeram baju Wan Fei Yang.
"Aku orang Bu tong pai!" sahut Wan Fei Yang gugup setengah
mati. Kening orang itu berkerut seketika. "Kalau melihat dari caramu
bergerak tadi, jurus yang kau gunakan memang dari Bu tong
pai." "Tapi hari itu di Bu tong san, terang-terangan aku sudah
648 berhasil mendesak putri tunggal Tok ku Bu ti, Tok ku Hong
dan murid pertamanya Kongsun Hong, bahkan hampir
berhasil membunuh mereka, karena campur tangannya bocah
ini, mereka jadi tertolong!" kata Kuan Tiong Liu melaporkan.
Cengkeraman tangan orang tua itu dipererat lagi.
"Benarkah ada kejadian seperti itu?"
Wan Fei Yang tertawa getir.
"Aku sendiri tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya."
Hai liong lo jin mengendurkan cengkeramannya lalu
menghempaskan tubuh Wan Fei Yang ke atas tanah. Melihat
semua itu, Kuan Tiong Liu menyunggingkan senyuman
bangga. Mata Hai liong lo jin yang tajam tiba-tiba beralih
kepadanya. "Pada saat itu, tidak usah diragukan lagi, kau tentunya juga
mengincar kesempatan ketika dua orang itu terluka,"
sindirnya. Kuan Tiong Liu tertegun. Senyumnya hilang seketika.
"Aku"."
"Bu tong pai dapat menghasilkan murid yang bersedia
menolong siapa saja yang memerlukannya, tanpa pandang
siapa pun orangnya, hal ini patut dikagumi. Tapi murid Go bi
pai hanya bisa menggunakan kesempatan ketika lawannnya
sedang terluka, benar-benar hal yang memalukan!" Hai liong
lo jin menarik nafas panjang.
649 "Tidak heran Bu ti bun dapat maju sedemikian pesat."
Wajah Kuan Tiong Liu merah padam. Wajahnya tertunduk. Hai
liong lo jin mengalihkan pandangannya dan mendelik ke arah
Wan Fei Yang. "Kau tahu aku paling benci orang-orang Bu ti
bun. Mengapa kau masih mau menolong mereka?"
Wan Fei Yang tertegun.
"Pertama, karena mereka sedang terluka parah. Sama sekali
tidak sanggup memberikan perlawanan. Kedua, waktu itu aku
toh masih belum mengenal locianpwe, bagaimana aku bisa
tahu kalau kau orang tua begitu membenci mereka?" tanyanya
keheranan. Hai liong lo jin merenung sejana, kemudian dia
menganggukkan kepalanya. "Apa yang kau katakan ada
benarnya."
"Aku bukan anggota Bu ti bun. Aku menolong mereka juga
atas perintah Suhu. Aku hanya menjalankan tugas.
Hai liong lo jin mendelik sekali lagi kepada Wan Fei Yang.
"Aku percaya," katanya.
Wan Fei Yang berbalik menjadi heran. "Kau percaya?"
"Karena kau memang orang yang pantas dipercaya!"
"Aku hanya seorang bu beng siau cut di Bu tong pai?"
"Dalam pandangank, siapa orangnya yang bukan bu beng
650 siau cut?"
Kuan Tiong Liu dapat melihat keadaan yang tidak
menguntungkan dirinya. "Susiok, orang Bu ti bun ini"!"
"Dia bukan orang Bu ti bun," sahut Hai liong lo jin tenang.
"Tapi orang ini?"
"Aku puas sekali dengan penjelasannya. Sekarang giliranmu
untuk menjelaskan mengapa kau selalu mengincar
kesempatan ketika orang sedang terluka" Tidakkah kau sadar
bahwa dengan berbuat demikian, sama saja kau menjatuhkan
nama baik Go bi pai?"
"Pada saat itu aku hanya berpikir untuk membasmi kejahatan.
Sama sekali tidak teringat masalah ini," Kuan Tiong Liu
menundukkan kepalanya. Matanya mengerling kesana kemari.
Tiba-tiba dia menarik nafas panjang.
"Mengapa kau menarik nafas panjang?" tanya orang tua itu
tiba-tiba. "Aku lebih-lebih tidak menyangka bahwa aku tidak mampu
menandingin seorang bu beng siau cut dari Bu tong pai,"
sahutnya sambil menarik nafas panjang sekali lagi.
Kening orang tua itu berkerut.
"Liong gi kiam hoat dari Bu tong pai dan Lok jit kiam hoat dari Go bi pai disebut Suang kiat di dunia bulim. Tapi meskipun
aku telah menggunakan Lok jit kiam hoat, aku masih bisa
dikalahkan seorang bu beng siau cut dari Bu tong pai.
651 Mungkinkah Lok jit kiam hoat hanya besar namanya saja tapi
isinya kosong?"
"Omong kosong!" bentak orang tua itu dengan wajah kelam.
"Dulu ketika diadakan pertandingan pedang di Oey san, Ci
Siong sendiri mengakui bahwa Lok jit kiam hoat dari Go bi pai
tidak di bawah Liang gi kiam hoat dari Bu tong pai. Sedangkan
dia yang seorang bu beng siau cut dari Bu tong pai pun tidak
berhasil kau kalahkan, hal ini karena?"
"Karena aku masih belum mempelajari tiga jurus terakhir dari
Lok jit kiam hoat!" tukas Kuan Tiong Liu cepat. "Susiok, maka
dari itu kau harus menurunkan ilmu itu kepadaku!"
"Ini?"
"Juga hanya dengan cara itu, nama baik Go bi pai bisa
dipulihkan kembali!" kata Kuan Tiong Liu tanpa memberikan
kesempatan kepada Susioknya untuk menukas panjang lebar.
Hai liong lo jin berpikir sejanak. Hatinya mulai tergerak,
akhirnya dia menganggukkan kepalanya.
"Baik. Aku akan menurunkan tiga jurus terakhir dari Lot jit kiam hoat. Setelah itu," matanya beralih kepada Wan Fei Yang.
"Tunggu sampai luka bu beng siau cut dari Bu tong pai ini
sembuh, baru diadakan pertarungan yang adil sekali lagi. Lihat
apakah Bu tong pai lebih unggul atau Go bi pai lebih unggul."
Baru Wan Fei Yang bermaksud mengatakan sesuatu, Kuan
Tiong Liu sudah menyembah dengan membentur kepalanya di
atas tanah sebanyak tiga kali. "Terima kasih atas kebaikan
budi Susiok!" katanya.
652 Hai liong lo jin tidak menunjukkan perasaan apa-apa. Wan Fei
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang cepat-cepat maju ke depan dan menjura dalam-dalam.
"Budi kebaikan Locianpwe menolong boanpwe tidak akan
terlupakan sampai kapanpun juga. Boanpwe tidak berani
mengganggu lebih lama?"
"Apa" Mau lari" Tidak begitu mudah!" Hai liong lo jin
mengibaskan tangannya.
"Kau harus tetap di sini sampai luka-lukamu sembuh!"
"Maksud baik Locianpwe?"
"Aku hanya ingin kau berduel dengan jujur menghadapi Kuan
Tiong Liu, untuk membuktikan mana yang lebih hebat antara
Bu tong pai dan Go bi pai!"
Wan Fei Yang terpaku di tempat. Melihat keadaannya, Kuan
Tiong Liu tertawa dingin dalam hati. Namun bibirnya memberi
perintah: "Jit Po, Liok An, kalian harus jaga Wan kongcu baikbaik!" Jit Po, Liok An mengiyakan serentak. Mereka langsung
menghampiri Wan Fei Yang dan berdiri di kiri kanannya. Sam
cun yang melihat keadaan itu, merasa tidak senang. Dia juga
berjalan mendekati Wan Fei Yang dan menghadang di depan
Jit Po dan Liok An.
"Cukup aku sendiri yang mengurus Wan kongcu, kalian tidak
diperlukan!" katanya.
Jit Po dan Liok An mengerling Sam cun sekilas. Mereka tidak
653 memperdulikannya. Sam cun malah menoleh kepada Hai liong
lo jin. Orang tua itu juga tidak memperlihatkan sikap apa-apa.
Dia menggapai tangannyua kepada Kuan Tiong Liu.
"Ikut aku!"
Semangat Kuan Tiong Liu terbangun seketika. Dia langsung
menghambur mengikuti Hai liong lo jin. Wan Fei Yang
menatap kepergian kedua orang itu. Dia tersenyum pahit. Sam
cun maju dan menarik tangannya.
"Kita juga pergi," ajaknya.
Mereka kembali ke dalam rumah. Jit Po dan Liok An mengikuti
dari belakang. Mereka sangat setia kepada Kuan Tiong Liu.
Sejak saat itu pula, di mana pun Wan Fei Yang berada,
mereka pasti mengiringi di belakang.
Wan Fei Yang segera menyadari, kedua orang ini bukan saja
tidak selucu Sam cun, malah menyebalkan. Dia sama sekali
tidak mempunyai minat untuk berduel dengan Kuan Tiong Liu,
karena walaupun menang atau kalah, keduanya juga tidak
menguntungkan dirinya. Oleh karena itu juga, tiba-tiba dia
berpikir untuk kaburdari tempat itu.
Jit Po dan Liok An lebih menjaga ketat Wan Fei Yang pada
malam hari. Mereka bahkan tidur di depan pintu kamar anak
muda itu. *** 654 Tiga hari sudah berlalu, luka Wan Fei yang sudah hampir
pulih. Dia tidak merasa sakit lagi kalau menggerakkan kaki
tangannya. Lautan tidak berombak. Hari itu indah dan cerah. Suasana
tenang. Langit bahai tiada batasnya. Wan Fei Yang
melangkahkan kakinya di pesisir pantai. Semangatnya
menyala-nyala. Sam cun menemani Wan Fei Yang di
sampingnya. Tinggi badannya hanya mencapai pinggang anak
muda itu. Kedua kakinya pendek kecil. Apabila Wan Fei Yang
berjalan satu langkah, maka dia harus bertindak tiga langkah
baru dapat menyamainya.
Terhadap Wan Fei Yang, kesannya sangat baik. Dia malah
menaggil anak muda itu Siau fei saja. "Siau fei, kau lihat
kedua bocah Jit Po dan Liok An itu, mereka persis hantu
gentayangan yang mengikuti kita sepanjang hari. Kemana pun
kota berada, mereka pasti mengikuti dari belakang," katanya.
"Sungguh tidak mudah apabila ingin melepaskan diri dari
kedua bocah tersebut."
"Apakah kau sungguh-sungguh tidak ingin bertarung dengan
bocah Kuan Tiong Liu itu?" tanya Sam cun hati-hati.
"Tidak. Meskipun aku dapat mengalahkan majikanmu pasti
akan sedih sekali."
"Cu jin selamanya memang selalu ingin menang."
"Justru itu."
"Tapi Lok jit kim hoat dari Go bi pai tiada duanya di dunia ini.
655 Kalau dia sudah berhasil mempelajarinya, kemungkinan besar
dia akan mengalahkanmu."
"Lebih baik begitu."
"Bocah Kuan Tiong Liu itu sangat tinggi hati. Apabila kau
sampai dikalahkan olehnya, kemungkinan dia akan turun
tangan jahat."
"Kan ada cu jinmu yang menyaksikan dari samping.
Seandainya dia berhasil mengalahkan aku, dia juga tidak akan
berani berbuat apa-apa."
"Kau tidak boleh dikalahkan olehnya," kata Sam cun sambil
membalikkan tubuhnya menghadap Wan Fei Yang. "Aku
hanya mempunyai engkau seorang teman. Bagaimana pun
aku akan berusaha sekuat kemampuan untuk membantumu
meloloskan diri dari tempat ini."
Wan Fei Yang terpana. Dia terharu mendengar kata-kata Sam
cun. "Eh, Apakah kau mempunyai akal yang baik?" tanyanya
penuh semangat.
Sam cun menganggukkan kepalanya. "Kita pulang dulu."
Dia membalikkan tubuh kembali dan berjalan ke arah yang
mereka datang sebelumnya.
Wan Fei Yang terpaksa mengikuti. Jit Po dan Liok An segera
menyusul dari belakang.
*** 656 Setelah kembali ke kamar, Wan Fei Yang langsung mengunci
pintu. Sam cun tidak ikut masuk ke dalam. Dia memutar satu
kali kemudian menghilang entah kemana. Jit Po dan Liok An
tidak memperdulikan Sam cun. Mereka duduk di depan pintu
kamar Wan Fei Yang. Satu di sebelah kiri, satu lagi di sebelah
kanan. "Kau lihat si kerdil itu memutar kembali ke tempat ini tadi.
Entah permainan setan apa yang sedang direncanakannya?"
tanya Jit Po yang kecurigaannya mulai bangkit.
Liok An mengangkat bahunya. "Lalu mengapa bocah ini juga
tiba-tiba kembali ke kamar?" tanya Jit Po kembali.
"Mungkin lukanya tiba-tiba terasa sakit sehingga dia pulang ke
kamar untuk beristirahat," sahut Liok An.
"Aku tetap merasa ada yang tidak beres terutama si kerdil itu."
"Apa yang bisa dilakukan paku payung itu" Sudah" tidak
usah dipikirkan."
"Takutnya dia akan membantu Wan Fei Yang melarikan diri.
Daerah sekitar sini, bagaimana pun dia lebih jelas daripada
kita." "Aku yakin dia tidak mempunyai nyali sebesar itu."
"Apa ini?" Jit Po tiba-tiba terpana.
Segumpal asap yang tipis dan berwarna merah tiba-tiba
657 berhembus keluar dari balik gerombolan pohon menuju ke
arah Jit Po dan Liok An. Belum sempat Liok An menyahut,
asap merah itu telah menyelimuti mereka berdua. Jit Po
seakan baru sadar apa yang telah terjadi.
"Celaka!" katanya. Dia baru bermaksud membuka mulut untuk
berteriak ketika tubuhnya terkulai ke tanah. Di sampingnya
Liok An juga menyusul jatuh.
Dari balik gerombolan pohon dan bunga-bungaan terdengar
suara tertawa cekikikan. Seseorang keluar dari tempat itu.
Siapa lagi kalau bukan Sam cun. Tangannya menggenggam
sebuah tabung bambu berbentuk kecil panjang. Mirip seruling
yang biasa digunakan untuk menyenandungkan irama.
Wajahnya berseri-seri.
"Lihat lain kali apakah kalian masih berani meremehkan aku,
Sam cun?" Tabung bambu itu diselipkannya pada ikat pinggang. Dia
melangkah ke depan. Pintu kamar segera terbuka. Wan Fei
Yang menyembulkan kepalanya. Kemudian dia memijit
hidungnya sendiri lalu melesat ke hadapan Sam cun.
Sam cun cepat-cepat menarik tangan Wan Fei Yang dan
berlari menuju bagian belakang kamar. Baru berjalan
beberapa langkah, Wan Fei Yang menghentikan langkah
kakinya. "Sam cun, obat apa yang kau gunakan tadi?" tanyanya tibatiba. "Jangan khawatir. Bukan racun. Mereka hanya tidak sadarkan
658 diri untuk beberapa saat," sahut Sam cun dengan bangga.
"Aku sudah mengikuti Cu jin sekian lama, sedikit-sedikit sih
mengerti juga cara menggunakan obat-obatan." Sam cun
semakin bangga. Dia mengeluarkan tabung bambu tadi. "Obat
ini bernama Pua jit hiong (harum setengah hari). Begitu
terhirup, orang itu akan pingsan selama setengah hari."
Pada saat itu, mereka sudah smapai di ruangan utama. Wan
Fei Yang yang menarik pintu tersebut, tapi dia tertegun
seketika. Demikian pula dengan Sam cu. Mulutnya terbuka
lebar dan matanya terbelalak.
Hai liong lo jin berdiri di depan pintu dengan berkacak
pinggang. "Masih berusaha untuk melarikan diri?" Hai liong lo jin
menggelengkan kepalanya.
"Dengan susah payah aku menurunkan tiga jurus terakhir dari
Lot jik kiam hoat kepada Kuan Tiong Li, apabila kau pergi,
siapa yang harus bertanding dengannya?"
Wan Fei Yang menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Ilmu silat boanpwe masih jauh dari sempurna. Mana mungkin
boanpwe sanggup mempetahankan diri dari Lot jit kiam hoat
yang sudah terkenal itu" Boanpwe takut, jangan-jangan akan
terluka semakin parah," sahutnya merendahkan diri.
"Jangan banyak bicara. Biar aku buktikan dengan mata kepala
sendiri. Masuk!"
659 Wan Fei Yang terpaksa mengundurkan diri. Mata Hai liong lo
jin beralih kepada Sam cun yang masih memegang tabung
bambu di tangannya. Wajahnya berubah kelam seketika. "Pua
jit hiong. Apakah kau yang membuat kedua bocah itu
pingsan?" Sam cun terpaksa menganggukkan kepalanya.
"Berani-beraninya kau menggunakan obat milikku untuk
melakukan hal semacam ini?" bentak Hai liong lo jin marah.
"wan Fei Yang menghentikan langkah kakinya tatkala
mendengar bentakan tersebut. Sam cun ketakutan setengah
mati. Tubuhnya gemetar. Dia bersembungi di balik tubuh Wan
Fei Yang. "Kau kira aku tidak menghukummu dengan cara
yang sama. Aku akan menggunakan Ban nian cui (obat
mabuk selaksa tahun) untuk menghadapimu. Biar kau mabuk
selaksa tahun."
"Cu jin, ampuni aku kali ini," ratap Sam cun dengan wajah
panik. Baru saja Wan Fei Yang bermaksud membuka mulut untuk
memohon pengampunan bagi Sam cun, orang tua itu sudah
tertawa terbahak-bahak. Dan Sam cun pun menghela nafas
lega. Suara tawa Hai liong lo jin sirap beberapa detik
kemudian. Dia mendelik ke pada Sam cun. "Mulai sekarang,
kau harus menjaga sahabat baikmu ini baik-baik. Kalau
sampai dia melarikan diri, maka akan kupatahkan sepasang
kakimu." Sam cun terkejut setengah mati mendengar kata-katanya. Dia
slaing pandang dengan Wan Fei Yang.
660 "Paling lama setengah bulan Buan Tiong Liu sudah bisa
menguasai tiga jurus terakhir Lok jit kiam hoat. Buat apa
panik?" Hai liong lo jin menatap Wan Fei Yang sambil
menggelengkan kepalanya. Kemudian dia tertawa terbahakbahak dan meninggalkan tempat itu.
Wan Fei Yang hanya dapat tertawa getir.
*** Bu tong pai dalam keadaan goncang. Dari Bu ti bun malah
tidak terdengar berita apa pun yang mengejutkan. Sejak
berdirinya perguruan itu, baru kali ini orang-orang mereka
begitu tenang dan tidak menimbulkan kekacauan di dunia
kangouw. Hal ini disebabkan oleh peristiwa yang terjadi
secara beruntun sementara Tokku Bu ti masih menutup diri
berlatih ilmu. Sebelum menutup diri, Tokku Bu ti sudah menyebarkan panji
telapak darah dan berpesan bahwa siapun anggotanya tidak
boleh membuat keributan di luar selama dia masih belum
keluar dari ruangan di mana dia berlatih ilmu. Tentu saja tidak ada orang yang berani melanggar perintah tersebut.
Oleh karena itu juga, keadaan dalam dunia kangouw menjadi
tenang kembali. Tentu saja mereka tahu, ketenangan seperti
ini hanya untuk sementara. Persis seperti sebelum terjadi
hujan badai. Sementara itu aula tempat latihan dalam
perguruan Bu ti bun malah tidak pernah tenang. Apalagi sejak
Tokku Hong kembali ke rumah. Di tempat latihan itu sekarang
661 bertambah sebuah barisan Pak tou jit sing ceng. Barisan ini
sama seperti barisan di Bu tong san, tapi juh lebih kaku dan
tidak banyak perubahan.
Apa sebabnya" Karena barisan ini dibuat hanya berdasarkan
ingatan Kongsun Hong dan Tok ku Hong saja. Mereka hanya
mengira-ngira. Padahal pada saat mereka benar-benar
terkurung oleh Pak tou jit sing ceng tempo hari, kepala mereka
sudah pusing tujuh keliling diserang dari kiri kanan.
Bagaimana mereka dapat melihatnya dengan jelas"
Bagi mereka sendiri, latihan ini benar-benar menguji mental.
Mereka bertekad mencari kelemahan barisan tersebut.
Sebetulnya ini merupakan ide Tok ku Hong, tapi Kongsun
Hong sudah pasti tidak berani membantah. Dengan demikian
terbentuklah barisan Jit sing ceng kiam yang kacau balau di
Bu ti bun. Yang membentuk barisan tentu saja para anggota Bu ti bun.
Sampai sekarang sudah berganti sebanyak dua ratus tujuh
puluh tiga kali. Dan orang yang terluka sudah sebanyak empat
ratus lima puluh enam orang. Sampai saat itu juga, Kongsun
Hong dan Tok ku Hong dapat menerobos keluar dari barisan
tiruan tersebut dengan mudah.
*** Jit goat lun di tangan Kongsun Hong berputar menyapu
angkasa. Sepasang golok Tok ku Hong tidak memandang
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bulu. Cahaya pedang berpijaran. Tujuh batang pedang
meluncur ke depan. Tujuh orang anggota Bu ti bun mengikuti
662 gerakan Jit sing ceng seperti yang digambarkan oleh Tok ku
Hong dan Kongsun Hong. Posisi mereka berubah-rubah.
Sebatang pedang tiba-tiba menyerang ke arah mereka
berdua. Gerakan mereka cepat sekali. Langkah kaki dan sapuan
senjata di tangan juga sangat hidup. Tampaknya tidak
berbeda dengan jit sing kiam ceng yang asli. Tapi sayangnya
persis pepatah, yang kosong nyaring bunyinya. Hanya
gayanya saja yang hebat, tapi sebetulnya tidak berisi. Setelah
terdengar suara benturan hebat yang memekakkan telinga,
akhirnya Tok ku Hong keluar dari barisan tersebut.
Mata Tok ku Hong menyorotkan sinar kemarahan. Sepasang
goloknya diangkat ke atas.
"Apa yang kukatakan tadi" Apabila aku masih sanggup
menerobos keluar sebelum jurus kedua puluh lima, maka
kalian semua harus mati!" bentaknya lantang.
Wajah ketujuh anggota Bu ti bun itu berubah pucat seketika.
Salah seorang dari mereka langsung menjatuhkan diri dan
meratap" "Tapi, Toa siocia" kau sudah menggunakan dua puluh tujuh
jurus?" Tok ku Hong tertegun.
"Pokoknya barisan ini masih jauh kalau dibandingkan dengan
jit sing kiam ceng yang asli dari Bu tong pai!"
Kongsun Hong segera maju ke depan satu langkah.
663 "Sumoay?"
"Tidak perlu berlatih lagi!" Tok ku Hong melemparkan
sepasang goloknya ke atas lantai. Dia membalikkan tubuh dan
menghambur meninggalkan tempat itu.
Kongsun Hong tergesa-gesa mengejarnya. Sampai di
halaman luar, dia baru berhasil menyusul Tok ku Hong.
"Sumoay, kalau Jit sing kiam ceng dari Bu tong pai demikian
mudah diterobos, mana mungkin disebut barisan nomor satu
di dunia?" kata Kongsun Hong.
"Maksudmu, selama hidup ini aku tidak akan bisa
memecahkan barisan itu?" tanya Tok ku Hong sambil
mendelikkan matanya lebar-lebar.
"Toh tidak lama lagi Suhu sudah dapat menyelesaikan
latihannya. Untuk apa kita harus takut lagi terhadap barisan
itu?" "Aku ingin memecahkannya sendiri!"
"Mungkin Suhu mempunyai rumus memecahkan barisan itu.
Dengan demikian niatmu akan terkabul. Berbeda dengan aku
yang meninggalkan pedang di atas Bu tong san. Benar-benar
habis sudah harapanku untuk mengambil kembali pedang
tersebut," kata Kongsun Hong.
"Ci Siong tojin sudah mati. Apa kau harus menemuinya di
neraka?" Tok ku Hong mendengus dingin.
664 "Biar bagaimana pun, aku akan meminta Tia-tia menemani
aku naik ke Bu tong san dan mencuci kekesalanku dengan
darah para muridnya!"
Tiba-tiba seorang pelayan berlari-lari mendatangni dan
berhenti di depan sebatnag pohon.
"Toa siocia?" panggilnya.
"Ada apa?" tanya Tok ku Hong dengan nada dingin.
"Harap Toa siocia kemari sebentar, ada sedikit urusan?"
"Katakan saja" Buat apa plintat-plintut seperti setan
gentayangan saja!" bentak Tok ku Hong kesal.
Pelayan itu mengerling sekilas ke arah Kongsun Hong.
"Tapi" tapi urusan ini menyangkut Liong hong kek"."
Wajah Tok ku Hong berubah seketika. Dia menghampiri
pelayan itu. "Apa yang terjadi di sana?"
"Setiap hari bermuram durja, sudah beberapa hari tidak mau
makan apa-apa. Kalau begitu terus, budak takut.. Siocia?"
"Mengapa bisa begitu?"
"Siocia, lebih baik kau ke sana dan menasihati?"
"Selamanya Tia melarang aku ke sana. Beberapa kali aku
menyelinap ke sana, tampaknya Tia sudah tahu. Sekarang
sengaja dia suruh orang menjaga dengan ketat. Kalau tidak
ada lencana emas milik Tia, siapa pun dilarang masuk."
665 "Coba Siocia pikirkan lagi, apakah masih ada cara yang lain.
Kalau tidak"."
"Tidak usah dibicarakan lagi!" Wajah Tok ku Hong semakin
kelam. Kongsun Hong yang memperhatikan dari samping, tidak dapat
menahan diriny lagi. Dia segera mendekati Tok ku Hong.
"Sumoay" apa yang telah terjadi?"
Pikiran Tok ku Hong segera tergerak.
"Suheng" Sebelum Tia menutup diri, apakah dia menyuruh
kau menjaga aku baik-baik" Tidak boleh ada sesuatu pun
yang terjadi denganku?" tanyanya hati-hati.
"Tidak salah!"
"Seandainya ada orang yang berani menganggu aku?"
"Seandainya ada yang berani mengganggu seujung rambutmu
saja, dia harus tanyakan dulu pada kepalan tanganku ini!"
Kongsun Hong membusungkan dadanya. Gayanya gagah
sekali. "Tentu saja sekarang belum ada orang yang berani
mengganggu aku. Tapi ada satu persoalan yang tidak dapat
kuselesaikan."
"Masalah apa" Serahkan saja kepadaku!" Dada Kongsun
Hong semakin membusung.
666 "Sekarang aku ingin melakukan suatu pekerjaan yang sangat
berbahaya," kata Tok ku Hong kembali.
Kongsun Hong tidak habis pikir.
"Aku akan ikut denganmu!"
"Benar?" Senyum Tok ku Hong merekah seketika. Wajahnya
tampak semakin cantik.
Kongsun Hong hanya memperhatikan kecantikan wajah gadis
itu, dia sama sekali tidak memperdulikan hal lainnya.
Kepalanya mengangguk terus menerus.
"Pokoknya kau tidak boleh menyesal."
"Laki-laki sejati tidak akan menjilat ludahnya kembali!" sahut
Kongsun Hong tegas.
Wajah Tok ku Hong menjadi serius. "Aku akan pergi ke Liong
hong kek."
Kongsun Hong terkejut sekali. "Apa" Suhu sudah berpesan?"
"Apakah aku tidak boleh mengunjungi ibuku sendiri?"
"Ini" ini?"
"Sekarang kau menyesal dan tidak bersedia menemani aku?"
"Aku?" Keringat dingin membasahi kening Kongsun Hong.
"Sudahlah" Kau tidak mau menemaniku tidak apa-apa. Aku
667 akan pergi sendiri. Aku tidak percaya Tia akan mengapaapakan diriku," kata Tok ku Hong sambil melangkah pergi.
Kongsun Hong segera mengejarnya. "Sumoay, kau benarbenar mau ke sana?"
"Kau kira aku sama sepertimu, sudah berjanji tiba-tiba tidak
jadi?" Wajah Kongsun Hong merah padam. Dia menggertakkan
giginya erat-erat.
"Baik! Aku juga pergi. Aku akan melindungimu."
Tok ku Hong membalikkan tubuhnya dan tersenyum. "Kalau
begitu, malam ini kentungan ketiga, kau tunggulah aku di luar
Liong hong kek."
"Kau harus berhati-hati!" kata Kongsun Hong.
"Seharusnya kita berdua yang harus berhati-hati!"
Hati Kongsun Hong gembira sekali. Segala resiko tidak
dipikirkan lagi olehnya.
*** Tinggi tembok kurang lebih empat depa. Ci Siong to jin telah
mempelajari "hui hun cong" dengan sempurna. Untuk
memanjati tembok setinggi itu tidak jadi masalah baginya.
Berbeda dengan Tok ku Hong. Gadis itu tentu tidak dapat
668 memanjat tembok itu dengan demikian mudah. Tapi akhirnya
dia bisa juga melakukannya.
Tok ku Hong adalah seorang gadis yang keras hatinya.
Sesuatu yang ingin dicapainya akan diusahakannya terus
sampai berhasil. Dia bukan jenis manusia yang mudah
menyerah begitu saja.
Malam ini rembulan masih memancarkan cahaya yang dingin.
Tok ku Hong berdiri membelakangi cahaya rembulan. Sejenak
kemudian dia berjalan melewati kolam yang di atasnya
mengapung bunga teratai. Dia menuju gedung kecil tersebut.
*** Cahaya rembulan menyorot masuk ke dalam kamar. Sinar
lentera berpadu dengan cahaya rembulan. Redup-redup bagai
gulungan asap. Remang-remang bagai gumpalan kabut.
Wanita yang duduk sendirian di depan jendela persisi seperti
rembulan di balik gulungan asap seperti bunga tertutup kabut.
Begitu sunyi menyendiri, begitu mengenaskan.
Usianya tidak muda lagi. Pad abagian kening dan di sekitar
mata sudah tampak kerutan, tapi kecantikannya masih belum
pudar. Kalau diperhatikan dengan seksama, dapat terlihat
bahwa ada kemiripan antara wajahnya dengan wajah Tok ku
Hong. Di atas meja tergeletak sehelai lukisan. Lukisan itu sudah
terbuka dan terpapar di hadapannya. Gambar dalam lukisan
itu merupakan seorang laki-laki berpakaian tosu dan usianya
669 masih cukup muda. Tidak diragukan lagi bahwa yang terlukis
dalam gambar itu adalah Ci Siong tojin semasa muda.
Mata wanita setengah baya itu menatap orang dalam lukisan
itu lekat-lekat. Sinar matanya sayu dan sendu. Di pipinya
masih terlihat mengembang air. Tiga kali berturut-turut Ci
Siong to jin selalu menjumpai wanita ini sebelum mengadakan
pertarungan dengan Tok ku Bu ti. Tapi tempo hari dia tega
membiarkan Ci Siong to jin berdiri di luar jendela sepanjang
malam. Apakah dia sekarang menyesal" Untuk apa berjumpa
seandainya perjumpaan itu membuat hati keduanya lebih sakit
lagi" Bukankah lebih baik tidak usah bertemu sama sekali"
Akhirnya dia memang mengeraskan hati untuk tidak bertemu
dengan Ci Siong to jin. Dalam hatinya, wajah Ci Siong to jin
masih seperti dalam lukisan itu. Dalam kenyataannya apakah
demikian, dia samak sekali tidak perduli. Memang banyak hal
dalam dunia ini yang tidak diperdulikannya lagi.
*** Tiba-tiba terdengar suar aketukan pintu. Wanit asetengah
baya itu bagai tersadar dari mimpi. Dia terkejut sekali.
"Siapa?" tanyanya lirih.
"Aku." Suara Tok ku Hong.
Wanita cantik berusia setengah baya itu mengerlingkan
matanya. Cepat-cepat dia menggulung kembali lukisan di atas
670 meja dan memasukkannya ke dalam laci. "Pintu kamar tidak
dikunci. Masuk saja," katanya.
Segera terdengar suara pintu didorong. Tok ku Hong
melangkah ke dalam.
"Ibu"!"
Wanita cantik itu cepat-cepat menghampiri. "Hong ji,
bagaimana kau bisa kemari?"
Tok ku Hong meletakkan keranjang yang dibawanya ke atas
meja. Dia memeluk wanita setengah baya itu erat-erat. "Ibu,
Hong ji tidak berbakti. Sampai sekarang Hong ji baru datang
menjenguk ibu."
Wanita setengah baya itu memapah Tok ku Hong duduk di
samping meja. "Kau kurus sekali," katanya.
"Bukankah ibu lebih kurus lagi?"
"Bukankah ayahmu sudah menurunkan perintah bahwa
siapapun tidka boleh datang kemari?"
"Kalau aku memang mau datang, siapa yang bisa
menghalangi?"
"Bagaimana kalau ayahmu mengetahuinya?"
"Dia tidak akan tahu. Suheng juga tidak mungkin
mengatakannya. "Suheng" Maksudmu anak Hong?"
671 "Kali ini dia yang mengalihkan para penjaga sehingga aku bisa
menyelinap ke sini." Tiba-tiba sebuah perasaan menyusup di
hati gadis itu. "Ibu, tadi kau menangis?"
Wanita setengah baya itu cepat-cepat mengusap bekas air
mata dengan lengan bajunya.
"Ada apa?" desak Tok ku Hong.
"Menangisi seorang teman yang baru meninggal."
"Siapa orang itu?"
"Ibu katakan kau juga tidak kenal," Air matanya mengalir lagi.
"Ibu, beberapa hari kau tidak makan apa-apa. Sebetulnya apa
yang terjadi?"
"Ibu hanya sedang tidak nafsu makan."
"Apakah masakannya kurang enak, aku akan menyuruh orang
bagian dapur lebih berhati-hati?"
"Hong ji?" Wanita cantik itu menarik nafas panjang. "Kau
sudah banyak menderita."
"Menderita?" tanya Tok ku Hong tidak mengerti. "Aku sama
sekali tidak menderita. Apa yang aku inginkan selalu
dikabulkan oleh Tia. Hanya satu, yaitu menjenguk Ibu. Aku
benar-benar tidak habis pikir, mengapa kalian harus berpisah
dan seperti orang asing saja?"
672 "Berulangkali ibu sudah mengatakan kepadamu. Jangan lagi
mengungkit persoalan ini." Wajah wanita tua itu menjadi
semakin kelam. Melihat kesedihan wanita itu, Tok ku Hong cepat-cepat
mengalihkan bahan pembicaraan.
"Ibu, aku membawakan sedikit bubur untukmu." Dia segera
mengeluarkan mangkok dan sumpit dari keranjang yang
dibawanya tadi. Setelah itu dia juga mengeluarkan sebuah
panci berisi bubur. Disendokkannya bubur itu semangkuk
penuh kemudian disodorkan ke hadapan ibunya.
Wanita setengah baya itu menerima mangkuk itu dan
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencobanya sedikit. Dia tersenyum-senyum.
"Kau yang masak bubur ini?" tanyanya lembut.
"Kok Ibu bisa tahu?"
"Kecuali kau, siapa lagi yang masak bubur yang demikian
tidak enak?"
"Ibu?" panggil Tok ku Hong seraya merajuk.
"Oh ya". Bagaimana pelajaran silatmu akhir-akhir ini?"
"Rasanya lebih baik dari sebelumnya."
"Usiamu juga tidak muda agi. Apakah kau sudah
mempunyai?""
"Ibu! Mulai lagi?"
673 "Bagaimana orang yang di luar itu terhadapmu?"
"Lumayan. Kadang-kadang menurut saja seperti kerbau yang
dicucuk hidungnya. Kadang-kadang takut setengah mati kalau
aku marah sedikit saja. Tidak berguna!
"Lihat! Kau begini galak, siapa yang tidak takut terhadapmu?"
Tok ku Hong hanya tersenyum sebagai jawabannya. Tiba-tiba
terdengar suara ketukan pintu yang kemudian disusul
kumandangnya suara Kongsun Hong.
"Sumoay" waktunya sudah hampir habis."
"Kalau kau takut mati, pergi saja kau duluan," sahut Tok ku
Hong dingin. Wanita setengah baya itu tersenyum manis.
"Suruh dia masuk ke dalam."
Tok ku Hong merenung sejenak.
"Suheng, Ibu menyuruh kau masuk ke dalam!"
"Aku"." Nada suara Kongsun Hong terdengar bimbang.
"Lebih baik aku tunggu di luar saja."
"Benar-benar tidak berguna!" bentak Tok ku Hong sambil
mendengus dingin. Kemudian dia berjalan menuju pintu kamar
danmenariknya. "Kalau disuruh masuk, cepat masuk!"
674 Kongsun Hong tidak berani membantah. Terpaksa dia
mengeraskan hatinya dan melangkah ke dalam. Sampai di
hadapan wanita setengah baya itu dia menjura dalam-dalam.
"Subo"!"
"Kau sudah tinggi sekali," kata wanita itu sambil menarik nafas panjang. "Hong ji, hari sudah larut, lebih baik kau kembali
sekarang."
"Ibu?" Tampaknya Tok ku Hong masih berat meninggalkan
tempat itu. "Kalau kau sampai kepergok para penjaga, lain kali kau
datang lagi kemari, tentu akan lebih banyak kesulitan."
Tok ku Hong terpaksa melangkahkan kakinya dengan hati
kecewa. "Hong ji"!" panggil wanita setengah baya itu.
"Ibu, apalagi yang hendak kau sampaikan!"
"Ingat! Lain kali jangan terlalu keras kepala!"
Tok ku Hong menganggukkan kepalanya. Bersama-sama
Kongsun Hong, dia mengundurkan diri. Wanita setengah baya
itu memperhatikan sampai pintui kamar tertutup kembali. Dia
menarik nafas panjang. Setelah tertegun sejenak, dia
mengeluarkan lagi lukisan yang disimpannya dalam laci tadi.
Matanya menatap gambar Ci Siong to jin di dalam lukisan.
Lama kelamaan air matanya menetes lagi.
675 *** Yang mengalir pada diri Tok ku Bu ti bukan air mata, tapi
keringat. Pakaiannya sudah basah semua. Di hadapannya
ada sebuah tungku api yang sedang berkobar-kobar. Sinar
matanya lebih terang dari kobaran api.
Di dalam ruangan yang luas itu hanya terdengar letukan api
dalam tungku. Tok ku Bu ti merangkapkan sepasang
tanyannya di depan dada. Dia duduk bersila di atas sebuah
batu berbentuk bundar dan pipih. Berkali-kali dia
mengedarkan hawa murninya ke seluruh tubuh.
Hatinya tidak tenang sejak tadi. Banyak persoalan yang ingin
dilupakannya kini justru berkecamuk dalam benaknya.
Bayangan seorang gadis yang cantik jelita melintas dalam
hatinya. Dialah Sen Man Cing. Gadis itu merupakan teman
mainnya sejak kecil. Akhirnya mereka dapat merangkap
menjadi suami istri.
Lilin merah belum padam. Air mata Sen Man Cing masih
membasahi bantal. Namun Tok ku Bu ti merasa dirinya bagai
orang yang sudah mati.
Latihan Mit kip sin kang mencapai tingkat enam, berarti
kesempatan untuk mempunyai anak pun tidak ada lagi. Inilah
kenyataan, Tok ku Bu ti terpaksa menerimanya.
Sekarang menyesal pun tiada guna lagi. Semuanya sudah
terlanjur. Latihan Mit kip sin kang memang menghancurkan
harapannya sebagai laki-laki. Dia tidak bis amenjalankan
kewajibannya lagi, lalu bagaimana mungkin punya anak. Tidak
676 ada obat untuk menyembuhkan keterlanjuran yang satu ini.
Wajah Tok ku Bu ti menyiratkan penderitaan yang dalam. Dia
sudah mulai melupakan persoalan yang satu ini. Tapi tiba-tiba
ingatan itu bagai sebatang paku yang menusuk dirinya
perlahan-lahan.
*** Kepala mengenakan mahkota. Berpakaian tosu. Dia adalah Ci
Siong to jin. Bagaimana Sen Man Cing bisa bersama-sama dengan Ci
Siong" Perut Sen Man Cing semakin hari semakin besar! Anak siapa
itu" Anak Siapa"
Selamat Suhu, tutup diri kurang dari lima tahun saja sudah
berhasil melatih ilmu Mit kip sin kang sampai tingkat keenam.
Seorang bocah berusia sepuluh tahun. Dialah Kongsun Hong
yang memberi selamat kepadaku. Masih ada lagi seorang
bocah perempuan berusia kruang dari empat tahun. Dia
adlaah Hong ji.
Tia! Mereka mengatakan kau adalah ayahku. Aku bukan
ayahmu! Aku bukan ayahmu!
*** 677 Kabut menyelimuti malam yang dingin. Gedung kecil itu
dirayapi kesunyian.
Liong hong kek, itulah Liong hong kek!
Sen Man Cing dan Ci Siong berpelukan mengucapkan kata
perpisahan. Mereka masih berat satu sama lainnya.
Seseorang berdiri di antara gerombolan bunga. Pakaiannya
sudah basah kuyup oleh embun pagi. Siapa dia"
Akulah orangnya! Akulah orangnya!
*** Semua kenangan itu berputaran di pelupuk matanya. Semua
itu merupakan penderitaan. Penderitaan itu bagaikan ribuan
jarum yang menusuk-nusuk hatinya, seakan menyusup
sampai ke sukma Tok ku Bu ti.
Keingat bagai sumber air yang mengalir tidak hentinya.
Matanya yang terpejam membuka kembali. Tiba-tiba dia
membuak mulutnya dan mengeluarkan jeritan yang
menyeramkan dan menyayat hati.
*** 678 Malam surah larut. Fajar tidak lama lagi akan menyingsing.
Kecuali para penjaga, seluruh penghuni Bu ti bun sedang lelap
dalam mimpi. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara teriakan
yang mengerikan tadi. Semuanya terbangun seketka. Para
penjaga berhamburan dengan panik. Beramai-ramai mereka
berlari ke arah asal suara, yaitu tempat menutup diri Tok ku
Bu ti. Suara jeritan masih berkumandang. Sekali lagi, dua kali, terus menerus.
*** Setelah menjerit berulang kali, akhirnya Tok ku Bu ti bangkit
berdiri. Sepasang telapak tangannya diulurkan ke depan.
Segulung angin yang menderu-deru menyelimuti ruangan itu.
"Blesss!" Kobaran Api dalam tungku padam seketika.
*** Suara jeritan histeris tidak terdengar lagi. Diganti dengan
derita pintu yang terbuka.
"Krek! Krek! Krek!"
Pintu ruangan di man Tok ku Bu ti menutup diri selama dua
tahun tertarik naik perlahan-lahan. Ketua Bu ti bun itu berdiri di 679
belakang pintu baru tersebut. Para murid Bu ti bun yang
menunggu di luar pintu sejak mendengar jeritan histeris tadi
langsung menjatuhkan diri berlutut.
"Wi tian wei toa, ju jit fang tiong!" teriak mereka serentak.
Kongsun Hong, Cian bin hud dan Tok Ku Hong bergegas maju
menyambut. Baru kemudian beberapa langkah, mereka
menghentikan kakinya. Dalam bayangan mereka, Tok ku Bu ti
pasti akan melatih ilmu Mit kip sin kangnya sampai tingkat
sembilan atau tingkat sepuluh baru kelaur dari ruangan
tersebut, tentunya laki-laki itu semakin gagah dan perkasa.
Suara teriakan sudah sirap. Tapi Tok ku Bu ti yang baru keluar
dari ruangan di mana dia menutup diri selama ini terlihat lesu
dan lelah sekali. Wajahnya kuyu, lebih kurus daripada
sebelum menutup diri. Juga tampangnya berubah jauh lebih
tua. Tok ku Hong, Cian bin hud dan Kongsun Hong
memandangnya dengan terbelalak.
Tok ku Bu ti tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya
mengedarkan pandangannya dan menatap seluruh anggota
Bu ti bun dengan datar. Kemudian dia berjalan menuju
ruangan utama. Tok ku Hong tidak dapat menahan dirinya lagi. "Tia"!"
panggilnya sendu.
Mendengar suara itu, langkah kaki Tok ku Bu ti terhenti. Dia
tidak menoleh tapi hanya mengibaskan tangannya. "Satu
kentungan lagi kita berkumpul di ruangan pertemuan," katanya
datar. 680 *** Lilin yang belum lama dinyalakan kini hanya tinggal
separuhnya saja. Saat itu dua kentungan sudah berlalu sejak
Tok ku Bu ti keluar dari ruangan di mana dia menutup diri.
Sekarang dia masih duduk di kursi tinggi di tengah-tengah
ruangan dan mendengarkan laporan dari anak buahnya.
Di atas meja yang terletak di sampingnya terdapat beberapa
macam makan kecil juga sebuah teko the lengkap dengan
cangkirnya. Dia mendengarkan laporan dengan mata
setengah terpejam. Kadang-kadang dia mengangkat cangkir
the dan minum satu dua teguk. Kadang kala dia juga
mengambil makanan kecil dan menyuapkannya ke dalam
mulut. Terkadang alisnya berkerut, terkadang wajahnya tidak
menunjukkan perasaan apa-apa. Tidak mudah menerka apa
yang tersimpan dalam hati orang ini.
Bibirnya juga ada kalangan mengembangkan senyuman,
namun tiba-tiba dia menarik nafas panjang
danmenggelengkan kepalanya berkali-kali. Setelah keluar dari
ruangan di mana dia menutup diri tadi, dia sempat kembali ke
kamar untuk membasuh diri dan mengganti pakaian.
Kemudian dia beritirahat sejenak. Sekarang tampak Tok ku Bu
ti bagai dua orang yang berlainan dengan sebelumnya.
Di dalam ruangan pertemuan itu telah berkumpul lima orang
Tongcu dari bagian dalam dan luar. Dua orang hu hoat juga
hadir di sana. Selain itu masiha da beberapa pelayan yang
bertugas mengantarkan minuman dan makanan. Mereka
berdiri di samping menunggu perintah. Bernafas pun tidak
681 berani kuat-kuat.
Para hadirin juga hampir tidak menyentuh minuman dan
makanan yang disediakan. Selain menceritakan berbagai
peristiwa yang terjadi selama Tok ku Bu ti menutup diri, hal
lainnya tidak berani mereka ungkit sama sekali. Tok ku Hong
pun hanya memperlihatkan sikap diam dan menundukkan
kepala, hal mana belum pernah terlihat sebelumnya. Apalagi
Kongsun Hong. Dia lebih-lebih tidak berani bergerak sama
sekali. Sampai Kongsun Hong menyelesaikan laporannya, Tok ku Bu
ti baru menghela nafas berkali-kali. Dia mengangkat
cangkirnya dan meminum beberaa teguk. Para hadirin lainnya
juga mengangkat cangkir masing-masing dan mengikuti
tindakan ketua mereka. Orang-orang itu seakan ingin
meredakan ketegangan yang berlangsung dengan membasahi
tenggorokan mereka.
Tok ku Bu ti meletakkan cangkirnya di atas meja kemudian
mengambil sebatang pit lalu menulis beberapa huruf di atas
sehelai kertas. Setelah agak lama dia baru membuka suara.
"Kalian semua mengira bocah bernama Wan Fei Yang itu
yang membunuh Ci Siong to jin?"
Tanpa ragu lagi mereka semua menganggukkan kepalanya.
Melihat semua itu, Tok ku Bu ti menggelengkan kepalanya
sambil menarik nafas panjang. Dia berdiri dari tempat
duduknya dan berjalan ke tengah ruangan.
"Han ciang tiau siu yang merupakan hu hoat dari perguruan
kita mati di bawah tangan "hujan" yang merupakan kelompok
682 Angin, Kilat, Geledek dan Hujan dari Pit lok cik. Padahal waktu itu, Hujan sedang mengadakan pertemuan dengan Manusia
tanpa wajah. Toko obat itu sudah dapat dipastikan merupakan
tempat rahasia di mana mereka mengadakan pertemuan.
Wanita yang mengamar sebagai ibu Fu Giok Sujuga terdiri
dari oprang-orang mereka. Dari hal ini, kita dapat
membuktikan bahwa Fu Giok Su adalah orang dari Siau yau
kok yang merupakan pelarian anggota Pit lok cik.
Terbunuhnya seluruh keluarga bocah itu hanya sebuah tipuan
saja. Tujuannya tentu untuk mendapat kepercayaan CI Siong
to jin agar dia dibawa ke Bu tong san dan mencuri ilmu Bu
tong liok kiat, sekaligus mencari kesempatan untuk
membebaskan Thian ti yang terkurung dalam telaga dingin,"
kata Tok ku Bu ti sambil mendongakkan kepalanya ke atas.
Para hadirin menganggukkan kepalanya serentak.
"Menurut berita yang berhasil diselidiki orang-orang kita," kata Tok ku Bu ti selanjutnya. "Wan Fei Yang justru dibawa oleh Ci
Siong to jin ke Bu tong san sejak kecil. Sejak itu dia bekerja
serabutan di sana. Sanggup atau tidaknya dia membunuh Ci
Siong to jin adalah persoalan lain. Yang jadi masalah,
seandainya Pit lok cik sudah menyusupkan orang ini ke Bu
tong san, maka mereka tidak perlu sekian tahun baru
memasukkan seorang Fu Giok SU lagi ke sana. Setelah
peristiwa beruntun terjadi dan rahasia Wan Fei Yang
terbongkar, Fu Giok Su juga tidak turun tangan membantu.
Kalau dugaanku tidak salah, terbunuhnya Ci Siong to jin dan
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian Wan Fei Yang yang dituduh, semuanya merupakan
akal licik Fu Giok Su."
683 Jilid 15 Para hadirin mendengarkan keterangan tersebut sambil
menganggukkan kepala mereka berkali-kali.
"Pandangan Suhu sungguh tinggi!" tanpa sadar Kongsun
Hong memuji. Tok ku Bu ti tertawa getir.
"Sekarang Fu Giok Su sudah menjabat sebagai Ciang bun jin
Bu tong pai, dia pasti masih mengandung niat tertentu. Kita
tidak perlu memperdulikan dia. Setelah Bu Tong tidak
tertolong lagi, baru kita gunakan kesempatan itu untuk
menyerbu ke sana dan ringkus bocah Fu Giok Su dan paksa
dia beritahukan dimana letak Siau yau kok yang misterius itu."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tukas Tok ku
Hong. "Kita serang dulu partai lainya. Pertama masuk menguatkan
posisi kita. Kedua, agar musuh gentar terhadap kita."
"Siau lim pai mempunyai murid yang banyak, partai itu juga
dihormati orang-orang bulim, Tiam Cong pai dan Kun lun pai
belum pernah ada permusuhan dengan pihak kita.."
"Menurut pendapatku, lebih baik kita serang dulu Go Bi pai,"
kata Kongsun Hong memberikan pendapatnya. Tinjunya
terkepal erat-erat.
Mendengar ucapan itu, Tok ku Hong segera teringat Kuan
Tiong Liu yang banyak lagak dan menyebalkan. "Tia, aku juga
684 mempunyai pendapat yang sama," tukasnya segera.
Tok ku Bu ti merenung sejenak.
"Masalah ini biar kupertimbangkan lebih dahulu." Dia menoleh
ke arah Cu kek ming yang mengepalai Pek hiong-tong
(Ruangan gajah putih)." Laporkan penghasilan tahun belakang
ini," katanya.
"Lapor Pangcu." Cu kek Ming menjura dalam-dalam."
Penghasilan tahun lalu, seluruhnya berjumlah sembilan ratus
dua puluh tujuh ribu tiga ratus uang perak. Tapi karena
pembantu kita banyak, dan kita membuka cabang baru lagi,
maka sisanya tinggal tiga juta tiga ratus tujuh puluh empat
uang perak."
"Tidak begitu buruk?" kata Tok ku Bu ti sambil berjalan
kembali ke tempat duduknya.
"Penghasilan toko, perlindungan, tanda tangan semuanya
bertambah. Tapi kalau dibandingkan, bagian pembunuh
bayaranlah yang menghasilkan uang paling banyak."
Tok ku Bu ti mengambil daftar yang terletak di atas meja. Dia
meneliti sejenak. "Teruskan?"
"Dengan membunuh gubernur Kwang-tung yang diminta oleh
Liau Ling siang sing, kita dibayar seharga tiga juta uang perak.
Sedangkan oleh Ki Lam Ong yang meminta membunuh
pengawal-pengawal di Sang su, kita bayar seharga tujuh juta
uang perak." Tiba tiba Cu kek Ming tertawa lebar.
"Ada lagi."
685 Sen Tiong Seng yang berada di luar perbatasan meminta kita
membunuh gubernur See ouw, tidak membuka harga delapan
juta uang perak."
"Oh?" Kongsun Hong terpana. "Sang Su tujuh laksa uang
perak, yang di See ouw delapan lakasa uang perak. Apa Sang
su yang buka harga terlalu sedikit atau bagian See ouw yang
begitu royal?"
"Hal ini dikarenakan Sen Tiong Seng sendiri memang turunan
hartawan. Dia sendiri mempunyai usaha yang banyak,
sehingga sanggup mengeluarkan uang sejumlah itu." Cu kek
Ming cepat-cepat menjelaskan.
"Terhadap manusia semacam ini kita memang harus
membuka harga tinggi," kata Tok ku Bu ti tersenyum datar."
Pokok kata, penghasilan Bu ti bun memang tidak kecil. Tapi
cara Pek hiong tong menangani pembukuan, aku masih
kecewa juga."
Wajah Cu kek Ming berubah hebat. Belum sempat dia
mengatakan apa-apa, Tok ku Bu ti sudah melanjutkan katakatanya. "Bu ti bun kita mempunyai lima bagian di luar dan
lima bagian dalam. Jumlah cabang keseluruhan ada seratus
tiga puluh tujuh tempat. Jumlah anggota kurang lebih enam
laksa orang. Dapat uang sejumlah itu apa gunanya"
Bagaimana kelak kita bias membentangkan sayap sampai
samudra luar?"
Cu kek Ming menundukkan kepalanya dalam-dalam. Can Cian
cin yang mengepalai bagian Hek Pao tong yang berdiri di
samping nya segera tampil ke muka.
686 "Hek Pao Tong telah mengadakan sebuah transaksi. Mungkin
Buncu akan senang mendengarnya," kata Can cian cin sambil
menjura dalam-dalam.
Tok ku Bu ti mengalihkan pandanganya. "Coba katakan!"
sahutnya dingin.
"Seorang pejabat yang mengepalai tiga propinsi hendak
pindah rumah. Karena perjalanan jauh dan takut dihadang
kaum perampok, maka meminta Yan Piauwsu yang
menangani ekspedisi kita untuk mengantarkan harta
bendanya.Semuanya sudah ditukar dengan uang emas.
Jumlahnya delapan belas juta uang emas. Hamba mendapat
keterangan dari Tong Gin Hong-tong, maka hamba
menugaskan tiga puluh ornag menyusul dengan cepat.
Sampai di propinsi Soa tang, hamba berhasil meracuni semua
pengawal itu dan membawa pulang hasilnya."
"Bagus! Bagus sekali!" seru Tok ku Bu ti sambil menoleh
kepada Cu kek Ming. "Apakah sudah menerimanya?"
" Sudah, hamba juga sudah menghitungnya," sahut Cu kek
Ming cepat-cepat berdiri. "Jumlahnya hanya enam belas juta
uang emas."
"Kalau begitu, tentu berita tentang jumlahnya yang salah," kata Can Cian cin panik.
"Sepanjang perjalanan hamba selalu berhati-hati. Tidak
mungkin ada kehilangan. Lagi pula peti uang ems itu semua
terkunci rapat. Sampai di sini baru dibuka."
687 Tok ku Bu ti mengangukkan kepalanya berkali-kali. Dia
mengibaskan tanganya dan memberi tanda agar Can Cian Cin
duduk kembali. Dia sendiri langsung berdiri. Matanya
mengedar, "Selama bebeapa tahun ini kalian sudah bersusah
payah segenap tenaga. Kelakuan aku pasti akan
membalasnya dengan baik."
Semua yang hadir segera berdiri dan mengucapkan terima
kasih sambil menjura. Wajah Tok ku Bu ti berubah serius.
"Mengenai Murid Go Bi pai yang banyak lagak. Kuan Tiong Liu
yang sudah membunuh habis seluruh anggota cabang ketiga
belas kita, Hutang piutang ini pasti akan diperhitungkan,
sampai jelas "
"Go Bi pai yang turun tangan terlebih dahulu kepada kita.
Seandainya sekarang kita balas menyerang mereka, para
partai lain tentu tidak berani banyak tanya," kata Kongsun
Hong. "Tapi ilmu silat ketua Go Bi pai, It im taisu sangat tinggi.
Apalagi ilmu pedangnya. Kabarnya tidak dibawah Ci Siong to
jin.Lok jit kiam hoat dari Go Bi pai dan Liong gi kiam hoat dari Bu Tong memang sejajar namanya didunia kangouw," tukas
kepala Kim Liong tong, Teng cecu.
Konsun Hong tertawa dingin.
"Mana masuk hitungan kalau dibandingkan dengan Mit kip sin
kang Buncu kita?"
Tok ku Bu ti tertawa lebar.
688 "Tahu kekuatan sendiri dan tahu kekuatan musuh, pasti akan
memenangkan pertarungan dimana pun. Dapat mengetahui
dengan jelas sampaidi mana ilmu yang dimiliki lawan selalu
menguntungkan kita sendiri. Tapi entah?" Can Cian cin
cepat-cepat berdiri.
"Mengenai masalah ini, hamba tahu sedikit."
Tok ku Bu ti tampaknya tertarik dengan keterangan tersbeut.
"Aku tahu kau memang saling banyak tahu tentang ilmu silat
berbagai aliran, apa yang kau ketahui," katanya.
"Selaku ciang bun jin dari Go Bi pai, memang ilmu pedang Lok
jit kiam hoatnya sudah mencapai taraf yang cukup tinggi.
Selain itu jangan lupa ilmu Kim kang cap sa ciang (tiga belas
jurus telapak baja)nya. Dia juga menguasai ilmu itu dengan
baik. Dan satu lagi, yaitu "Jit cap ji lo hong mo cang hoat"
(Tujuh puluh dua langkah toya iblis gila)".
Tok ku Bu ti, menganggukkan kepalanya berkali-kali."Apa
yang dikatakan Can Tongcu memang kenyataan. It im taisu
sudah menguasai tiga macam ilmu pusaka Go Bi pai, pasti
tidak dapat dibandingkan dengan orang biasa. Untung saja
selama menutup diri, aku berhasil menciptakan sebuah ilmu
baru yang kuberi nama "Bu ti it sut" (satu jurus tanpa
tandingan)." Matanya berputar ke sekeliling dan berhenti pada
Can cian cin. Tongcu itu segera merasa ketajaman mata Tok ku Bu ti. Baru
saja dia bermaksud mengundurkan diri. Tok ku Bu ti sudah
melangkah ke hadapannya, tangannya menggapai.
"Mari!"
689 Can cian cin terpaksa mengerakkan hatinya tampil ke depan.
"Buncu harus berbelas kasihan dalam turun tangan."
"Belum bertarung sudah meminta pengampunan, bagaimana
kau bisa menonjolkan diri di dunia kangouw?" Tok ku Bu ti
menarik nafas panjang.
Can cian Cin tampak serba salah. "Bagaimana mungkin
hamba bisa menandingi Buncu?"
"Semua perhatikan baik-baik!" teriak Tok ku Bu ti. Tubuhnya
melesat dan berputar. Sepasang tanganya dikembangkan ke
depan, gerakannya berubah tiga kali berturut-turut.
Tiga perubahan gerakannya tidak istimewa. Kepalan tangan
Can cian cin meninju ke depan dan menyambut tiga kali
serangan telapak tangan Tok ku Bu ti.
"Plak! Plak! Plak!" Tok ku Bu ti menarik tangannya kembali,
gerakannya tiba-tiba berubah. Perubahan ini benar-benar di
luar dugaan. Sekali putar, tangan Can cian cin sudah
mencengkeram olehnya.
Wajah Can cian Cin berubah hebat. "Bu ti it sut dari Buncu
memang benar-benar hebat!" katanya memuji.
Cengkeraman Tok ku Bu ti tidak dilepaskan. Tiba-tiba dia
tertawa terbahak-bahak. "Ini bukan Bu ti it su!" Tawanya
terhenti. Bibirnya tersenyum.
Senyum itu demikian kakunya. Matanya menyorotkan sinar
tajam. Can Cian cin yang tanpa sengaja beradu pandang
690 dengannya menggigil seketika. Tepat pada saat itu, dia
menangkap gemeretuk suara tulang patah, dan serangkum
rasa nyeri segera terasa di pergelangan tangannya!
Teryata pergelangan tangannya telah diremukkan oleh Tok ku
Bu ti! "Buncu!" panggil Can cian cin dengan suara bergetar.
Wajahnya benar-benar berubah pucat.
"Ini juga bukan Bu ti it sut!" Tok ku bu ti menggelangkan
kepalanya. Kakinya mundur satu langkah. Sebelah tanganya
dilepaskan dari cengkeraman. Tangan yang satunya masih
menarik pergelangan tangan Can cian Cin. Sedangkan tangan
yang terlepas tadi menekan di dadanya. Tiba-tiba dia meraung
dan menghentakkan tenaganya menarik dan mendorong.
Lengan Can cian cin terlepas dari sendirinya dan melayang
keluar pintu. Sedangkan tangan yang tadi menekan dada lakilaki itu segera mendorong dengan sekuat tenaga. Tidak ayal
lagi, tubuh Can cian cin segera menyusul kutungan lengannya
yang sudah terlempar keluar terlebih dahulu.
Begitu kuatnya tenaga Tok ku Bu ti sehingga tubuh Can Cian
Cin terlempar sejauh empat depa.
"Bluk!" Tubuh itu mendarat di tanah bagai seonggok sampah.
Tok ku Bu ti menarik nafas panjang. Dia menarik sepasang
tangannya kembali.
"Yang ini baru Bu ti it sut."
Tidak ada satu pun dari para hadirin yang tidak terkejut. Mata
mereka terbelalak, mulut terbuka lebar. Dengan termangu691 mangu mereka memandang Tok ku Bu ti. Bahkan Tok ku
Hong dan Kongsun Hong juga tidak berbeda.
Tok ku Bu ti duduk kembali di kursinya seakan tidak terjadi
apa pun. Dia mengangkat cangkirnya dan meminum seteguk."
Bentrok Para Pendekar 7 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Perjodohan Busur Kumala 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama