Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 16

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 16


bekas serangan tangan Co Seng. Bukan kepalang kagetnya Thie Bok Taysu. Sejak ia berkelana di
dunia Kang-ouw, belum pernah ia menemukan kejadian yang begitu aneh seperti malam ini.
Apakah ia harus menyerah kepada satu bocah yang masih ingusan "
Kegusarannya memuncak. Sambil menggeram hebat, tangannya yang besar seperti kipas
dengan beruntun telah melancarkan tiga kali serangan.
Meskipun Co Seng mempunyai kekuatan cukup besar, tetapi pelajaran ilmu silatnya masih
sangat terbatas. Di bawah serangan yang gencar dari Thie Bok Taysu sudah tentu ia merasa
kewalahan, sebentar saja ia sudah terdesak keluar tenda.
Pada saat itu hujan dan angin sudah berhenti, rembulan juga sudah menunjukkan dirinya.
Thie Bok Taysu yang sudah merasa gemas sekali terhadap Co Seng, bernapsu sekali untuk
membinasakan seketika itu juga. Apa mau Co Seng sangat kuat dan tangkas, apa lagi ilmu
mengentengi tubuhnya yang sangat luar biasa, sekalipun ia terus terusan mundur, tetapi kadangkadang
masih bisa membalas menyerang.
Mendadak terlihat satu bayangan orang yang datang menghalangi maksud Thie Bok Taysu,
orang itu bukan lain Kim Houw adanya.
"Thie Bok, kepala gundul! Kau ada seorang terkemuka didalam kalangan Kang-ouw, mengapa
terhadap seorang bocah saja harus menggunakan serangan begitu ganas" Kalau hal ini nanti
tersiar diluaran, haaa..." Kim Houw mengejek sambil tertawa dingin.
Begitu melihat Kim Houw, Thie Bok segera dapat mengenali bahwa dialah orangnya yang
tempo hari ditepi telaga Sin-yang-ouw, bersama-sama dengan Co Seng mempermainkan dirinya.
Pada saat itu baru ia ingat bahwa bocah cilik di depan matanya sekarang ini, adalah si bocah yang
pernah mempermainkan dirinya, maka kegusarannya semakin memuncak.
"Oow, bangsat-bangsat cilik! Kiranya adalah kalian, hari ini kalau Hudya-mu tidak dapat
membunuh mati kalian berdua, percuma saja aku menjadi jago dalam dunia Kang ouw!" ia berseru
dan lantas mengirim serangan hebat kepada Kim Houw.
Kim Houw hanya ganda ketawa badannya sedikitpun tidak bergerak, hanya tangannya
diangkat untuk menyambuti serangan Thie Bok Taysu.
Suara beradunya kedua kekuatan tenaga dalam terdengar nyaring, batu dan pasir pada
beterbangan. Thie Bok Taysu merasa lengan dan tangannya kesemutan, badannya mundur setengah tindak.
Ia terperanjat, sebab serangannya yang dilancarkan tadi dalam keadaan gusar sudah melampaui
batas kekuatannya yang ada, bukan main hebatnya. Siapa nyana Kim Houw dengan seenaknya
saja sudah membuat dirinya terpental mundur dan tangannya kesemutan.
Pada saat itu dalam tenda juga terdengar suara ribut-ribut. Dalam kaget dan herannya, Thie
Bok Taysu lalu melongok ke dalam, ternyata tawanannya yang tadi menggeletak di tanah,
sekarang semuanya sudah dapat ditolong orang.
Kim Houw pada saat itu berdiri tepat di tengah-tengah pintu tenda, sehingga tidak mudah bagi
Thie Bok Taysu untuk menerjang masuk. Dalam gusarnya Thie Bok Taysu lalu menghunus
goloknya yang beracun, terus diputarnya dan menerjang si anak muda.
Kim Houw yang sama sekali tidak membawa senjata apa-apa, sudah tentu tidak berani
menyambuti dengan tangan kosong.
Baru saja ia hendak berkelit, dari dalam tampak melesat keluar beberapa bayangan orang.
Thie Bok Taysu terkejut dan menunda serangannya. Ketika ia menegasi, ternyata itu adalah
orang-orangnya sendiri. Tetapi apa yang mengherankan adalah saat itu Pek-kauwnya tengah
memutar tongkatnya, tetapi tidak mirip dengan orang yang sedang bertempur, sebaliknya seperti
anak kecil yang sedang bermain-main.
Thie Bok Taysu ketawa menghina, ia menyimpan kembali golok beracunnya, lalu melompat
dan merebut senjata tongkatnya Pek-kauwnya seraya berkata :
"Pergilah kalian ! semua ! Biarlah aku sendiri yang menghadapi orang-orang semua ini."
Ia berkata sambil memutar tongkatnya Pak-kauwnya untuk menahan orang-orang yang
hendak kabur. Kim Houw yang menyaksikan tingkah lakunya Thie Bok Taysu, sudah dapat mengetahui akan
kehebatan kepala gundul itu, maka ia sungkan menyambuti serangan senjata Thie Bok Taysu
dengan tangan kosong.
Hanya Hui-thian Go-kang Teng Kie Liang saja yang lantas menyerang dengan senjata
rahasianya, jarum Hui-ie-ciam. Sayang, karena jarum itu halus lembut, sebelumnya sampai pada
sasarannya sudah tersampok jatuh oleh sambaran angin tongkatnya Thie Bok yang diputar
laksana titiran.
Kim Houw memang sengaja melepas orang orang Thie Bok Taysu, sebab Ciok Yaya-nya
pernah melepas budi kepada dirinya. Sekarang Ciok Yaya-nya sudah meninggal dunia, ingin
membalas sedikit budi kepada anaknya, yaitu Ciok Goan Hong. Sedangkan Pek-kauwnya,
meskipun bukan engkongnya sendiri, tetapi juga masih terhitung salah satu dari adik engkongnya,
biar bagaimana juga masih termasuk anggota keluarganya dari golongan tua.
Sebentar saja Ciok Goan Hong dan Pek-kauwnya sudah kabur tidak kelihatan bayangannya.
Thie Bok Taysu selagi hendak memikirkan untuk kabur, mendadak ada angin kuat yang
menyambar dirinya dan terus menindih di atas kepalanya. Thie Bok Taysu terkejut, telinganya
mendadak mendengar suara bentakan halus :
"Hajar saja !"
Thie Bok Taysu dengan menggunakan suatu gerakan "Oey-liong-hoan-sin" atau "Naga kuning
membalikkan badan", dengan tongkatnya menyambuti serangan yang datang tiba-tiba itu.
Terdengar suara "Trang" dari beradunya kedua senjata yang nyaring sekali.
Thie Bok Taysu merasakan kedua lengannya kesemutan, tongkatnya hampir saja terlepas dari
tangannya, kiranya yang menyerang dirinya tadi adalah Bok-hie-nya sendiri.
Sampai disini Thie Bok benar-benar jeri dan tidak berani berdiam lebih lama lagi. Dengan Bokhienya ditinggalkan begitu saja ia kabur sambil membawa tongkatnya.
Teng Kie Liang dan Sin-hoa Tok-kai sebenarnya hendak mengejar, tetapi sudah dicegah oleh
Kim Houw. "Jiewie Cianpwe, biar saja dia kabur ! Asal dia berani masuk ke dalam Istana Panjang Umur
nanti, tidak akan kuampuni jiwanya lagi. Untuk menghadapi manusia semacam dia, Bok-hie dari
besi ini benar merupakan senjata yang paling cocok!"
Pada saat itu cuaca sudah mulai terang.
Semua orang setelah saling bertemu, Kim Houw lalu melihat Sun Cu Hoa yang sedang
membimbing Teng Ceng Ceng keluar dari dalam tenda.
Kedatangan Teng Ceng Ceng sebetulnya hendak mencari Kim Houw. Bersama-sama dengan
engkongnya dan adiknya, sepanjang jalan ia mencari keterangan tentang dirinya Kim Houw. Ia
dapat kabar bahwa Kim Houw akan datang ke Istana Panjang Umur, maka segera ia juga datang
menyusul ke tempat itu.
Tidak dinyana ditengah jalan mereka sudah berpapasan dengan Thie Bok Taysu dan akhirnya
telah kena ditangkap olehnya dan hampir saja dirinya dibikin ternoda. Untung saja Kim Houw
bersama Co Seng keburu datang.
Waktu melihat Teng Ceng Ceng hati Kim Houw agak berdebar. Untung disitu ada Sun Cu Hoa,
maka Kim Houw sengaja menghalau Thie Bok Taysu supaya Sun Cu Hoa mendapat kesempatan
menolong dirinya si nona.
Teng Ceng Ceng sudah dihina demikian rupa, meskipun dirinya belum dirusak kehormatannya,
tetapi ia sudah merasa malu untuk menemui orang. Sebetulnya ia ingin membunuh diri, tetapi
karena melihat Sun Cu Hoa telah memperlakukan dirinya begitu baik, maka ia mengurungkan
maksudnya. Sebetulnya ia lebih penujui Kim Houw, tetapi karena mengingat anggota-anggota yang
berharga pada dirinya seorang gadis sudah dilihat semua oleh Sun Cu Hoa, sudah tentu ia tidak
ada muka untuk kawin dengan orang lain.
Apalagi, Sun Cu Hoa orangnya juga gagah, kecakapannya tidak berada di bawah Kim Houw,
maka sebentar saja kedukaannya sudah lenyap semuanya, ia sudah bisa bicara dan ketawa
seperti biasa. Teng Kie Liang dengan Cu Su merupakan kenalan lama mereka tidak menduga akan bertemu
pula dalam keadaan seperti sekarang ini, maka hubungan mereka kelihatannya semakin rapat,
sedangkan si bengal Co Seng juga telah dapatkan Teng Peng Sin sebagai kawannya.
Teng Peng Sin yang telah menyaksikan kepandaian Co Seng ada begitu tinggi, dalam hati
merasa agak mengiri. Setelah pertempuran selesai ia lantas menarik tangannya Co Seng untuk
menanyakan segala macam soal. Ia tidak mengetahui bahwa Co Seng tidak pandai bicara maka
ketika ia menanya dan tidak mendapat jawaban, ia lantas pelototi matanya.
Dengan demikian, diantara dua bocah itu telah timbul salah pengertian.
Teng Peng Sin merasa gusar, lalu menyerang dengan senjata serulingnya. Co Seng belum
mengetahui kalau kawannya itu gusar benar-benar, lalu menggunakan tipu silatnya Hun-kin-chekutchiu, sehingga sebentar saja seruling Teng Peng Sin sudah berpindah tangan.
Teng Peng Sin tidak menduga dalam tempo sekejap mata saja senjatanya sudah dapat
dirampas oleh lawannya maka ia semakin gusar lalu menyerang dengan senjata jarumnya, Hui-ieciam.
Co Seng tengah ketawa-ketawa, ketika ia melihat berkelebatnya sinar perak, bukan kepalang
kagetnya, ia lantas melesat tinggi dan kabur, sedangkan Teng Peng Sin masih mengejar
dibelakangnya Pada saat itu pikiran Kim Houw sedang kusut. Ia sedang memikirkan bagaimana nanti ia
menghadapi Siao Pek Sin yang merupakan saudaranya sendiri. Apa ia tega turun tangan untuk
membinasakan dirinya " Tetapi kecuali ia sendiri, siapapun bukan tandingan Siao Pek Sin.
Dalam keadaan melamun, mendadak dari jauh terdengar suara jeritan kaget yang tidak begitu
jelas. Suara itu kedengarannya hanya Suhu.... suhu....
Kim Houw tersadar dari lamunannya. Segera ia mengenali suara itu adalah suara Co Seng. Ia
sungguh tidak mengerti, mengapa Co Seng nampaknya begitu ketakutan. Andaikata ia
berpapasan dengan seorang yang lihay, orang itu pasti mempunyai kepandaian yang luar biasa
sebab Co Seng tidak mengerti apa arti takut.
Segera Kim Houw lompat melesat menuju ke arah datangnya suara Co Seng.
Kira-kira sepuluh tombak lebih jauhnya, dari depan kelihatan lari satu bayangan putih. Kim
Houw kenali itu adalah Co Seng, maka ia lantas menyambutinya.
Co Seng kelihatan gugup, air matanya mengalir dan mulutnya menganga, lama sekali ia baru
dapat mengeluarkan suara.
"Peng...."
Mendengar Co Seng menyebut namanya Peng Peng, Kim Houw terperanjat, lalu
meninggalkan Co Seng lari mencari Peng Peng.
Setibanya Kim Houw ditempat yang digunakan untuk meneduh semalam, di situ ia dapatkan
Tiong-chiu-khek sudah rebah binasa dalam keadaan mengenaskan, sedangkan Peng Peng sudah
tidak kelihatan bayangannya lagi.
Kim Houw seolah-olah sudah terbang semangatnya, lama ia berdiri menjublek di sisinya Tiongchiukhek. Tiba-tiba terdengar suara orang berkata :
"Kim Siaohiap, kejadian sudah demikian rupa. Apa gunanya bersedih " Lebih baik lekas
berdaya untuk menuntut balas dan menolong orang."
Kim Houw terkejut. Dengan perlahan ia berpaling, ternyata mereka sudah datang semuanya.
Sin-hoa Tok-kai berlutut disampingnya Tiong-chiu-khek dan menangis dengan sedih sekali,
sedangkan yang berbicara tadi adalah Cu Su.
Kim Houw tidak keluarkan air mata, tetapi matanya merah seperti bara.
Kemudian ia mendengar Cu Su berkata pula :
"Menurutku, Touw toako ini rasanya belum lama binasanya. Dia seperti terluka oleh senjata
berat, kelihatannya ini adalah perbuatannya si bangsat gundul tadi. Aku percaya dia pergi belum
jauh. Untuk menolong dirinya nona Touw, sebaiknya Kim Siaohiap segera berangkat lebih dulu,
urusan di sini ada lohu dan lain-lainnya yang nanti akan bantu membereskan, harap tidak usah
kuatir." Mendengar disebutnya nama bangsat kepala gundul, Kim Houw merasa menyesal dan gemas
! Coba kalau tadi ia menggunakan sedikit tenaga untuk membinasakannya, bukankah tidak ada
kejadian seperti sekarang ini " Tetapi menyesal selamanya datang belakangan. Sekarang ia
terpaksa harus mencari Hwesio yang ganas itu untuk menolong Peng Peng dan membalas sakit
hati Tiong-chiu-khek.
Kim Houw berlutut di depan jenazah Tiong-chiu-khek, lalu menyatakan terima kasih kepada Cu
Su beramai, kemudian meninggalkan mereka.
Baru saja Kim Houw lompat melesat lantas bertemu dengan Co Seng yang kelihatannya
sangat sedih. Bocah itu, di belakang gegernya menggendong Bok-hie-nya Thie Bok Taysu.
Kim Houw mengagumi kecerdasan sang murid. Dengan tidak berkata apa-apa ia lantas
menggandeng tangannya, keduanya lantas melesat pergi.
Meskipun jalanan gunung itu sangat sukar, tetapi bagi Kim Houw dan Co Seng tidak menjadi
halangan. Sebentar saja mereka sudah melalui beberapa puluh lie jauhnya.
Tetapi dimana sekarang adanya Thie Bok si hwesio cabul itu dan dimana adanya Peng Peng "
Sekalipun Ciok Goan Hong dan Pek Kauwya dengan rombongannya sudah tidak kelihatan
bayangannya. Kim Houw menghentikan tindakan kakinya, ia mencari sebuah tempat yang lebih tinggi untuk
mengawasi sekitarnya. Tetapi di gunung yang tinggi itu, kecuali suara binatang-binatang gunung,
tidak ada satu bayangan manusiapun yang terlihat.
Melihat keadaan demikian, Kim Houw menduga bahwa mereka barangkali sedang melalui
jalanan kecil. Dalam hati merasa gelisah. Tiong-chiu-khek sudah binasa, dalam waktu satu hari
satu malam lamanya, sudah cukup untuk membinasakan jiwanya Peng Peng. Mengingat hal itu,
bagaimana Kim Houw tidak cemas "
Dengan tiba-tiba Co Seng menarik tangannya Kim Houw, lalu menunjuk ke suatu tempat di
bawah puncak gunung.
Lapat-lapat Kim Houw seperti mendengar suara tindakan kaki orang yang masuk ke dalam
telinganya. Hal ini telah menggirangkan hatinya, maka segera ia lompat melesat ke arah terdengarnya
suara tadi. Tidak antara lama, Kim Houw sudah mendekati tempat tersebut. Suara itu kedengarannya
makin nyata. Sayang dari gerakan kakinya dapat diketahui bahwa orang-orang itu semuanya tidak
berkepandaian tinggi, sedangkan orang yang dicarinya mungkin tidak ada dalam rombongan
mereka. Tetapi orang-orang yang bergelandangan dalam gunung ini, kecuali orang-orangnya dari
Istana Panjang Umur, tidak ada orang lain lagi.
Kim Houw mengambil jalan memutar, tiba-tiba ia memperlihatkan diri dari balik sebuah batu
besar. Rombongan itu terdiri dari delapan belas orang, kesemuanya. Kelihatannya sangat keren,
dengan pakaiannya yang seragam. Kim Houw mengetahui bahwa apa yang diduganya semula
tidak salah. Kim Houw tidak mengenal mereka, begitu pula diantara mereka tidak ada seorangpun yang
mengenali Kim Houw, hanya munculnya Kim Houw secara tiba-tiba itu benar-benar telah
mengejutkan mereka.
Salah seorang dari antara mereka yang agaknya bertindak sebagai kepala rombongan
mungkin karena menganggap Kim Houw terlalu muda, sehingga dapat digertak begitu saja telah
membentak : "Jahanam cilik ! Apa kau sudah bosan hidup " Berani kau menggoda kami orang, kami semua
adalah orang-orang dari Istana Panjang Umur yang paling pandai menangkap setan."
Sehabis bicara demikian, ia lantas hendak menjambret dirinya Kim Houw.
Kalau ia tidak menyebutkan namanya Istana Panjang Umur, barangkali Kim Houw masih
belum mengetahui dengan pasti kalau mereka itu adalah anak buahnya Istana Panjang Umur, apa
mau pengakuannya orang-orang tadi itu berarti mencari penyakit sendiri. Tangan yang sedang di
ulur hendak menjambret Kim Houw belum sampai mengenakan sasarannya, sebaliknya sudah
dijepit oleh kedua jarinya Kim Houw.
Dengan memakai dua jari tangan saja, orang itu sudah merasakan tangannya seperti dijepit
oleh tang sehingga ia menjerit-jerit kesakitan, kemudian disusul oleh mengetelnya keringat yang
membasahi tubuhnya.
Melihat kejadian itu, semua kawannya maju menyerang untuk memberikan pertolongan.
Kim Houw yang sudah kalap, sudah tidak memperdulikan apa-apa lagi, ia terus memutar
tangannya, lima orang sudah terpental melayang seperti layangan putus talinya.
Semua orang baru merasa kaget. Tiga diantara lima orang yang jatuh itu telah meninggal
seketika itu juga.
"Siapa berani bergerak " Ini adalah contohnya !" Kim Houw membentak.
Orang-orang itu seperti mati kutu, semuanya sekarang sudah tidak bergerak lagi.
Kim Houw menduga orang yang dijepit itu, tentunya adalah kepala dari rombongan maka
lantas mengendorkan jepitannya dan berkata:
"Aku mau ajukan pertanyaan, harap kau suka menjawab dengan sejujurnya. Kalau kau berani
main gila di hadapanku, hati-hati dengan batok kepalamu !"
Orang itu lantas berlutut di hadapan Kim Houw dan meratap :
"Mana Siaojin berani membohongi Tayhiap" Harap saja Tayhiap suka menaruh belas kasihan.
Ampunilah para saudara Siaojin ini."
"Baik! Sekarang aku hendak menanyakan padamu. Apakah kau mengetahui kemana perginya
itu hwesio jahanam Thie Bok Taysu?"
Orang itu mengawasi Kim Houw dengan sorot mata ragu-ragu, lama baru ia menjawab :
"Mengenai dirinya Thie Bok Taysu, Siaojin sama sekali tidak mengenalnya. Hanya pada waktu
terang tanah tadi, Siaojin telah menerima titah dari Ciok-ya supaya kita balik ke Istana Panjang
Umur melalui jalanan ini yang lebih dekat. Tetapi sebetulnya jalanan yang diambil oleh Ciok-ya
ada lebih dekat lagi, cuma saja harus melalui tiga puncak gunung dan tiga tebing curam, akhirnya
satu lembah yang lebarnya kira-kira seratus tombak, tetapi di atas lembah itu ada tambangnya.
Jika tidak mempunyai ilmu kepandaian mengentengi tubuh, jangan harap dapat melalui lembah
tersebut. Oleh karena Siaojin sekalian tidak mempunyai itu kepandaian, maka kami tidak berani
mengambil jalan melalui lembah tersebut...."
"Siapa suruh kau memberi keterangan banyak-banyak. Aku hanya ingin mengetahui si padri
jahanam saja." kata Kim Houw jengkel.
"Ya, ya, baik, baik." jawab orang itu gugup. "Diantara orang-orang yang berjalan bersamasama
Tiok-ya, memang benar ada seorang hwesio yang tinggi besar. Tapi hwesio itu apakah
hwesio yang Tayhiap cari atau bukan, Siaojin tidak tahu, sebab Siaojin sebelumnya belum pernah
melihatnya.... Oh, ya! Digegernya Tiok-ya masih ada menggendong satu...."
"Apa?"
"Seorang nona kecil."
Kim Houw mengerti bahwa yang dimaksud dengan nona kecil itu tentunya adalah Peng Peng.
Seketika itu hatinya berdebaran dan gelisah sekali.
Orang itu melihat Kim Houw membisu, lalu berkata pula:
"Nona kecil itu juga belum pernah Siaojin lihat sebelumnya. Ia menggelendot di belakang
gegernya Tiok-ya agaknya sedang tertidur pulas. Nona kecil itu parasnya cantik sekali. Dalam
keadaan tidur kelihatannya lebih menarik...."
Tetapi mendadak dagunya dirasakan sakit, mulutnya penuh dengan darah segar, itu adalah


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akibat tamparan Kim Houw yang merasa sebal ia mengoceh yang bukan-bukan. Meskipun ia
merasa sakit, tetapi ia tidak berani bersuara.
Kim Houw menanya lagi pada seorang lainnya :
"Dari sini ke Istana Panjang Umur, harus mengambil jalan mana yang paling dekat?"
"Melalui itu lembah yang sangat dalam yang terdekat."
"Dari sini menuju kemana?" tanya Kim Houw lagi.
"Kalau dari sini harus menuju ke timur. Setelah melalui puncak gunung yang dinamai gunung
Hidung Gajah, lantas tiba di lembah tersebut. Di situ nanti Tayhiap akan dapat melihat seutas
tambang besar. Setelah melewati tambang, kalau dapat berjalan lebih cepat, hanya dalam waktu
satu hari satu malam sudah bisa sampai ke Istana Panjang Umur."
Keterangan orang itu jelas, tidak melantur atau bertele-tele, Kim Houw mengetahui orang ini
cerdik, maka ia lantas menanyakan namanya.
"Siaojin bernama Coa Khun." jawabnya.
Kim Houw tidak mau membikin sulit padanya, maka segera ia mengajak Co Seng melalui
jalanan yang telah ditunjukkan oleh Coa Khun tadi.
Betul saja di lembah ia menemukan seutas tambang panjang yang diikat dari satu tepi ke lain
tepi di seberangnya, untuk menghubungkan kedua tebing dari lembah tersebut.
Kim Houw yang terus memikirkan keselamatan Peng Peng tanpa ayal lagi lantas berlari-larian
di atas tambang tersebut, yang diikuti oleh Co Seng.
Karena ilmu mengentengi tubuh kedua orang itu sudah mencapai puncaknya kesempurnaan,
maka walaupun di atas tambang yang sangat berbahaya itu, mereka sebentar saja lari melalui tiga
puluh tombak lebih.
Mendadak ada suara ketawanya seseorang yang menyeramkan terdengar dari seberang tepi
jurang. Kim Houw terkejut! Ketika ia mendongakkan kepalanya, ternyata orang yang ketawa tadi
adalah Thie Bok Taysu sendiri.
"Hai, bocah busuk! Benar-benar kalian berani datang kemari. Kalau Hudyamu tidak dapat
membikin mampus ke lain berdua, bagaimana Hudyamu mau mengerti" Hudyamu memang sudah
berpikir, bahwa kalian pasti akan mengambil jalan ini, maka Hudyamu sengaja menunggu kalian di
sini. Benar saja, orang yang mencari kematian itu sekarang sudah datang. Sekarang Hudyamu
menghendaki kalian mati tanpa bekas!"
Hwesio itu lalu mengeluarkan goloknya digosok gosokkan sebentar diatas tambang, lalu
berkata pula sambil ketawa:
"Hudyamu tadi pagi telah dapat menangkap seorang nona cantik, katanya adalah isterimu.
Apa benar" Kalau benar demikian, Hudyamu juga tidak akan sungkan-sungkan lagi, tentu akan
menerima baik dia. Kau tidak usah kuatir. Aku tidak akan perlakukan jahat padanya. Ha, ha, ha,
...." Sehabisnya ketawa, Thie Bok Taysu lantas memotong tambang itu sehingga putus.
Sejak munculnya Thie Bok Taysu ditepi seberang, Kim Houw mengerti bahwa diri mereka
berada dalam keadaan bahaya, karena maju tidak dapat dan mundurpun demikian pula. Otaknya
diputar dengan cepat, tetapi ia masih belum mendapatkan pikiran untuk menolong dirinya sendiri
dan dirinya Co Seng.
Tiba-tiba ia mendengar Hwesio itu telah menyebut-nyebut dirinya Peng Peng, bukan main Kim
Houw gusar. Justeru dalam keadaan demikian, badannya mendadak dirasakan enteng, terus
melayang kedalam jurang.
Tiba-tiba ia mendengar suara jeritan Co Seng. Kiranya karena Co Seng menggendong Bokhienya Thie Bok Taysu yang berat, maka melayangnya semakin pesat.
Meskipun Kim Houw sudah tahu bahwa ia sendiri sekarang berada dalam keadaan bahaya,
tetapi tokh ia masih memikirkan keadaan Co Seng, maka ia segera ulurkan tangannya untuk
menyambar tubuhnya Co Seng.
Di bawah suara ketawanya Thie Bok Taysu, tubuhnya Kim Houw dan Co Seng menghilang
kedalam jurang yang curam.
Tanggal lima bulan tujuh, sejak pagi-pagi sekali, dalam Istana Panjang Umur di gunung Kuachongsan, sudah penuh dengan kawanan manusia kurcaci yang sedang mengadakan perjamuan.
Sebagai orang yang duduk di atas adalah Tiancu dari Istana Panjang Umur, Siao Pek Sin.
Disampingnya duduk nona Touw Peng Peng yang diriasi seperti bidadari, tetapi sikapnya tidak
beda seperti patung. Di meja sebelah kiri tampak duduk Kow-low Sin-ciam dengan Khu Leng Lie
yang dandanannya masih tetap seperti biasa.
Tetapi Khu Leng Lie meskipun duduk disampingnya Kow-low Sin-ciam, matanya sebentarsebentar
mengerling ke arah Siao Pek Sin dan kadang-kadang juga mengawasi Peng Peng
dengan sorot mata jelus.
Tiba-tiba Khu Leng Lie merasa ada sepasang sorot mata tajam yang sedang memandang
padanya dengan tidak berkedip.
Khu Leng Lie diam-diam berpikir, Siapakah orang itu yang demikian besar nyalinya "
Padahal ia sendiri sebetulnya mengharap-harap akan ada orang binal bernyali besar yang
berani memikat dirinya, sebab sejak beberapa bulan ini ia bersatu kembali dengan Kow-low Sinciam,
belum pernah ia menikmati kesenangan dunia. Sejak hari itu, ia membuat perhubungan
gelap dengan Siao Pek Sin, ia tidak mendapat kesempatan untuk berdekatan lagi dengan dia.
Meskipun Kow-low Sin-ciam tidak memperlakukan dingin padanya, tetapi wajahnya yang
menjemukan membuat Khu Leng Lie makin susah tidur.
Merasa dirinya diawasi orang, meskipun dalam hatinya memaki-maki, tetapi di luar
kelihatannya sangat gembira. Seketika itu ia lantas mengobral senyumnya.
Setelah ia memandang dengan seksama, barulah diketahuinya bahwa orang yang
memandang dirinya tadi adalah Thie Bok Taysu yang tadi malam baru tiba di situ yang membawa
kabar jatuhnya Kim Houw ke jurang.
Kabar kematiannya Kim Houw ke dalam jurang sudah cukup mengejutkan hatinya, tetapi juga
cukup menggirangkan. Hampir setiap orang juga girang, terutama Siao Pek Sin.
Ia sekarang tidak usah kuatirkan dirinya lagi. Kedudukannya sebagai Tiancu tidak akan
tergoyah, apalagi ia segera akan didampingi oleh nona Peng Peng yang cantik manis dan yang
setiap hari dan malam dibuat pikiran.
Perjamuan yang diadakan hari itu adalah untuk menjamu Thie Bok Taysu yang telah membuat
jasa besar. Siao Pek Sin dengan perasaan girang dan hati bangga duduk di atas kursi
kebesarannya. Peng Peng pada saat itu seperti orang linglung karena mendengar kabar jelek
yang menimpa dirinya Kim Houw, tetapi Siao Pek Sin percaya perlahan-lahan si nona tentu akan
sembuh kembali.
Thie Bok Taysu yang datang ke Istana Panjang Umur ini bermaksud akan mendapatkan
dirinya Peng Peng, tidak nyana Ciok Coan Hong telah bertindak lebih dahulu menyerahkan Peng
Peng kepada Siao Pek Sin.
Sebab Ciok Coan Hong masih tersangkut keluarga dengan Peng Peng, ia lebih suka Peng
Peng menjadi isterinya Siao Pek Sin daripada menjadi isterinya padri cabul itu.
Ketika pertama kali Thie Bok Taysu melihat Peng Peng berada dengan Siao Pek Sin, hampir
saja mengumbar amarahnya. Tapi setelah diberikan penjelasan oleh Ciok Coan Hong hatinya baru
tenang. Meski demikian, melihat Siao Pek Sin demikian tergila-gila terhadap Peng Peng, hatinya
sangat mendelu.
Pada saat itu, ketika matanya dapat melihat Khu Leng Lie yang centil dan genit, semangatnya
lantas terbang, matanya lantas terus-terusan ditujukan padanya, sedapat-dapatnya ia ingin
menyambar dan memeluknya.
Khu Leng Lie juga tidak menyangka kalau orang yang mengintai padanya tadi adalah si padri
yang namanya sudah sangat terkenal. Ketika sepasang mata saling beradu, ketawanya Khu Leng
Lie kelihatan lebih manis lagi.
Memang Khu Leng Lie juga merasa suka sebab badannya Thie Bok Taysu yang tegap kekar,
wajahnya merah. Meskipun tidak menarik seperti Siao Pek Sin, tetapi jauh lebih gagah dari Kowlow
Sin-ciam. Meskipun dalam hati Khu Leng Lie ingin mendekati Thie Bok Taysu, tetapi hari itu tak berani
berlaku secara terang-terangan. Ia hanya berani main mata lalu balik seperti biasa lagi.
Siao Pek Sin tiba-tiba bangkit dan memaklumkan bahwa hari itu ia hendak menikah dengan
Peng Peng. Siao Pek Sin sebetulnya sudah menetapkan pada tanggal tujuh bulan tujuh hendak menikah
dengan Peng Peng, tetapi karena semalam Peng Peng terus menangis dan ribut, semalam suntuk
setelah mendengar kabar tentang kematiannya Kim Houw, telah membuat Siao Pek Sin tidak
menyentuh dirinya. Tetapi hari ini sikapnya berubah dengan mendadak seperti seorang yang
sudah lupa ingatan.
Kesempatan sebaik itu ia tidak mau lewatkan begitu saja, sekalipun hanya tinggal dua hari lagi,
ia sudah tidak sabar menunggu lagi.
Pengumuman itu telah disambut dengan tempik sorak oleh semua orang yang hadir di situ,
kemudian disusul dengan orang-orang yang memberi selamat kepada Siao Pek Sin.
Tiba-tiba seorang pelayan perempuan berlari-lari dari dalam sambil berseru :
"Siaoya ! Siaoya ! Celaka ! Nyonya besar ......"
"Nyonya besar kenapa ?" Siao Pek Sin menanya dengan kaget.
Ibunya Siao Pek Sin, Ceng Nio cu, sebetulnya segar bugar. Tadi malam, ketika mendengar
berita tentang kematiannya Kim Houw, disamping menggirangkan juga merupakan pukulan,
mungkin disebabkan perasaan aneh yang telah lama menindih hatinya.
Sudah tentu penyakit yang datang dari perasaannya itu tidak lama lagi tentu dapat sembuh
kembali. Bertepatan dengan diadakannya perjamuan oleh Siao Pek Sin, di kamarnya Ceng Nio-cu tibatiba
telah muncul seorang imam tua.
Imam tua itu dengan sorot mata dingin setelah lama mengawasi Ceng Nio-cu, telah
menyodorkan sebuah kantong kecil yang sudah kuning warnanya.
Ceng Nio-cu kaget oleh munculnya imam tua itu secara tiba-tiba, karena diantara orang-orang
yang dikumpulkan oleh Siao Pek Sin, meskipun banyak yang berasal dari kalangan Kangouw,
tidak ada seorangpun yang berani memasuki kamarnya secara sembarangan.
Ketika Ceng Nio-cu dapat melihat tegas imam tua itu, agaknya seperti mengenalnya,
badannya seketika lantas menggigil. Ketika ia melihat kantong kecil yang disodorkan, wajahnya
pucat seketika.
"Kau.... kau...." ia berseru.
"Ini adalah adik Leng yang telah memesan untuk diberikan padamu. Kewajibanku telah
selesai, sekarang aku hendak pergi lagi."
Setelah menyambuti kantong kecil itu, Ceng Nio-cu lantas berkata :
"Engko Bwee Seng, kau tunggulah sebentar...."
Imam tua itu memang benar adalah Bwee hoa Kiesu. Tanpa menghiraukan panggilan Ceng
Nio-cu, ia lantas berjalan keluar dengan tindakan lebar.
Ceng Nio-cu tidak keburu tukar pakaian lagi, ia lantas lompat memburu.
Di halaman pekarangan yang luas, ia tak menemukan bayangannya Bwee-hoa Kiesu lagi,
terpaksa Ceng Nio-cu kembali ke kamarnya dengan perasaan masgul. Di bawah penerangan
lampu pelita, ia terus mengawasi kantong kecil yang warnanya sudah dekil itu, tetapi ia masih
mengenali bahwa kantong itu adalah barang yang sering dibawa-bawa oleh Pek Leng.
Mengingat peristiwa yang telah terjadi pada dua puluh tahun yang lalu, lima atau enam hari
setelah ia menikah dengan Pek Leng.
Ia ingat benar, tepat lima malam enam hari, Pek Leng mendadak menghilang tidak
meninggalkan bekas.
Timbulnya peristiwa ialah karena kantong kecil itu. Ceng Nio-cu ingin melihat, tetapi tidak
diijinkan oleh Pek Leng. Ceng Nio-cu tetap memaksa, ia telah menggantikan kedudukannya Ceng
Kim-cu untuk dapat menikah dengan Pek Leng.
Ceng Kim-cu adalah seorang perempuan lemah-lembut, sedangkan Ceng Nio-cu beradat
keras. Dengan demikian, rahasia telah terbuka lebih cepat.
Selanjutnya ia tidak dapat menemukan Pek Leng lagi, tidak nyana hari itu setelah dua puluh
tahun lamanya, kembali ia dapat melihat kantong kecil itu.
Ceng Nio-cu membuka kantong kecil itu, didalamnya terdapat sehelai kertas yang terlipat-lipat.
Itu adalah sepucuk surat yang sudah luntur warnanya. Mungkin karena sudah terlalu lama
disimpan. Surat itu berbunyi:
"Ketika kau membaca surat ini, belum ada satu bulan aku meninggalkan dunia yang fana ini.
Kantong ini akhirnya dapat kau lihat juga. Apa isi didalamnya " Didalamnya tidak ada apa-apanya !
Yang ada hanyalah air mata dan darah ! Perbuatanmu yang dulu, apakah kau tetap tidak merasa
menyesal " Kau telah mencelakakan dirinya orang lain, dirimu sendiri, juga dirinya keturunan kita
di kemudian hari. Kau ! Apakah yang kau dapatkan. Hanya pengharapan yang kosong.
Penyesalan yang tak ada akhirnya yang telah merusak penghidupanmu yang sangat berharga.
Jiwa manusia yang hanya beberapa puluh tahun saja lamanya, dengan cepat akan berlalu.
Siapakah yang dapat mempertahankan usia mudanya terus-menerus " Maka sadarlah ! Aku dan
Kim-cu telah rebah didalam satu liang kubur. Aku akan tetap berdampingan dengan dia untuk
membuktikan kecintaanku dimasa hidup. Hal ini barangkali bukan seperti apa yang kau pikirkan...."
Hanya sekian bunyinya surat itu, tetapi cukup membuat Ceng Nio-cu menjadi kalap, ia lantas
merobek-robek hancur surat itu, kemudian berkata kepada dirinya sendiri :
"Rencanamu sungguh bagus ! Aku Ceng Nio-cu telah mengetahui benar bahwa kau belum
mati, maka aku pertahankan diriku sampai hari ini. Bagaimana aku dapat mengijinkan kau
berkumpul lagi dengan kecintaanmu" Aku adalah istrimu yang sah, kita nanti akan membuat
perhitungan dialam baka !"
Setelah berkata demikian, Ceng Nio-cu lantas memilih pakaiannya yang paling bagus, ia
berdandan dan bersolek. Kantong kecil itu disimpan dalam sakunya.
Selesai bersolek, Ceng Nio-cu lalu menelan sebutir obat pil, lantas naik ke atas
pembaringannya.
Siao Pek Sin yang diberitahukan tentang keadaan ibunya ketika tiba di kamar ibunya, jiwanya
Ceng Nio-cu sudah melayang ke akherat untuk mencari suaminya.
Dengan demikian upacara pernikahan terpaksa harus ditunda, sebab biar bagaimanapun juga
Siao Pek Sin tidak berani menikah selagi jenazah ibunya masih belum dikubur.
Oleh karena itu pula, maka Peng Peng juga terhindar dari terkamannya Siao Pek Sin. Tetapi
Kim Houw sudah binasa, apa artinya hidup tanpa dia" Siao Pek Sin yang kuatirkan Peng Peng
akan mencari jalan pendek, ia menyerahkan si nona kepada Ciok Goan Hong untuk menjaga
keselamatannya.
Hampir berbareng saatnya, di sebuah lembah yang tidak berjauhan dengan Istana Panjang
Umur, juga ada berkerumun banyak orang. Orang-orang itu kebanyakan adalah orang-orang kuat
dari golongan partai sepatu rumput yang diundang oleh Cu Su dan Sin-hoa Tok-kai, sedangkan
Teng Kie Liang dan kedua orang cucunya juga terdapat diantara mereka.
Tetapi hampir semua orang menunjukkan paras masgul dan kelu, sebabnya karena Kim Houw
dan Co Seng yang berangkat lebih dahulu, ternyata tidak kedengaran kabar ceritanya.
Hilangnya kedua orang itu secara misterius, siapapun tidak dapat menduga-duga kemana
perginya. Mereka baru saja tiba di situ belum lama, mengapa sampai begitu cemas" Itulah karena
hampir di semua pelosok telah mereka cari, tetapi tetap Kim Houw dan Co Seng tidak
diketemukan jejaknya.
Semua orang telah diliputi oleh perasaan kuatir. Mungkin Kim Houw dan Co Seng telah
mengalami bencana "
Mendadak Sin-hoa Tok-kai memecahkan suasana sunyi itu. Ia berkata :
"Aku si pengemis tua benar-benar tidak akan percaya kalau Kim Siaohiap yang mempunyai
kepandaian yang luar biasa menemukan bahaya, aku lebih percaya kalau mereka sudah
memasuki Istana Panjang Umur. Setelah jam dua malam nanti aku akan pergi kesana untuk
mengadakan penyelidikan. Siapa yang hendak ikut aku pergi "
Pertanyaan itu segera disambut oleh beberapa orang yang menyatakan ingin ikut.
Tetapi semuanya telah ditolak oleh Cu Su yang dalam rombongan itu bertindak selaku kepala.
Ia berkata : "Kepergiannya Sute kali ini bukannya untuk melakukan pertempuran. Kalau yang ikut
kebanyakan, bisa menyulitkan urusan. Ilmu mengentengi tubuhnya Sute sangat sempurna maka
boleh saja dia pergi, tetapi sebagai kawannya aku ingin minta saudara Teng yang mengawani.
Bagaimana " Tentang kepandaian saudara Teng tidak usah kujelaskan lagi...."
Teng Kie Liang memang mendapatkan nama dalam rimba persilatan, karena ilmu
mengentengi tubuhnya yang sangat luar biasa, sehingga ia telah mendapatkan nama julukan Huithian
Go-kang atau kelabang terbang. Apalagi senjata rahasianya yang merupakan jarum halus
yang dinamakan Hui-ie-ciam, dapat digunakan melawan musuh yang jumlahnya lebih banyak. Jika
berada dalam keadaan terdesak seandainya ia ingin kabur, senjata itu merupakan benda yang
paling berharga untuk melindungi dirinya.
Teng Kie Liang lantas menjawab :
"Saudara Cu, mengapa begitu merendah terhadap diriku " Aku akan menurut perintahmu apa
saja." jawab Teng Kie Liang.
Demikianlah Sin-hoa Tok-kai dan Teng Kie Liang pada jam dua tengah malam telah
meninggalkan lembah dan menuju ke Istana Panjang Umur. Meskipun banyak rintangan, tetapi
mereka dapat tiba ditempat tujuannya dengan selamat.
Ketika mereka tiba, tepat waktu Ceng Nio-cu berangkat ke akhirat, sehingga keadaannya pada
saat itu sangat ribut. Mereka tadinya mengira bahwa Kim Houw benar-benar sudah ada di situ,
siapa nyana peristiwa ribut-ribut itu ternyata adalah karena kematiannya Ceng Nio-cu. Mereka
terus mencari kemana-mana tetapi tetap tidak dapat menemukan dirinya Kim Houw dan Co Seng
sehingga Sin-hoa Tok-kai mulai merasa cemas dan ragu-ragu.
Sin-hoa Tok-kai sudah mengetahui bahwa di dalam Istana Panjang Umur itu banyak
berkumpul orang-orang kuat seperti Kow-low Sin-ciam dan Thie Bok Taysu.
Akhirnya Sin-hoa Tok-kai telah mendapat satu akal. Ia menangkap salah satu anak buahnya
Siao Pek Sin dan dikompas secara diam-diam.
Justru keterangan yang didapat dari mulutnya orang itu telah membikin terbang semangatnya
Sin-hoa Tok-kai.
Bertepatan dengan itu, dalam istana telah ribut dengan suaranya orang-orang mencari
seseorang. Dalam kagetnya, Teng Kie Liang lantas menotok rubuh orang tangkapan tadi,
kemudian menarik Sin-hoa Tok-kai kabur ke bawah gunung.
Tindakannya yang tergesa-gesa itu telah menimbulkan akibat meluncurnya sebatang anak
panah yang dilepaskan dari dalam istana. Anak panah itu seolah-olah mempunyai mata, dengan
apinya yang berwarna merah terus mengikuti kedua orang yang sedang lari itu. Teng Kie Liang
terperanjat, ia buru-buru menepok jalan darahnya Sin-hoa Tok-kai yang berada dalam keadaan
seperti orang linglung, tetapi tepokannya itu ternyata malah telah mendatangkan bencana.
Karena Sin-hoa Tok-kai yang mendapat kabar tentang kematian Kim Houw, pengharapan yang
paling besar dianggapnya sudah musnah, maka ia tidak memikirkan lagi tentang mati hidupnya.
Dengan mendadak ia memekik nyaring, tetapi ia tidak lari ke bawah gunung, sebaliknya telah
lompat melesat ke atas. Teng Kie Liang yang menyaksikan keadaan demikian, bukan main rasa
kagetnya. Sebentar kemudian, satu bayangan orang telah menghalang di depannya Sin-hoa Tok-kai,
orang itu ternyata adalah Thie Bok Taysu.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hudya kira siapa orangnya yang berani mati masuk kedalam Istana Panjang Umur ini. Kiranya
adalah dua orang pecundang yang berhasil meloloskan diri dari bawah tongkatku. Hari itu aku
telah mengampuni jiwa kalian, tetapi malam ini sudah tidak bisa lagi...."
Sin-hoa Tok-kai tidak perdulikan ocehannya Thie Bok Taysu, ia terus menyerang dengan
tangannya. Thie Bok Taysu kembali tertawa bergelak-gelak, dengan enak saja ia menggoyang-goyangkan
tongkatnya ia sudah berhasil mengelakkan serangan Sin-hoa Tok-kai. Tetapi belum lagi Thie Bok
Taysu bergerak, Sin-hoa Tok-kai sudah menyerang lagi dengan hebat, sebentar saja Sin-hoa Tokkai
sudah melancarkan tujuh kali serangannya. Thie Bok Taysu karena lalai sedikit saja, maka
serangan Sin-hoa Tok-kai tadi telah membuat ia kelabakan dan terpaksa ia harus mundur tiga
tindak. Thie Bok Taysu menjadi gusar, selagi Sin-hoa Tok-kai sedikit lambat serangannya, ia lantas
membabat dengan tongkatnya.
Sin-hoa Tok-kai yang memang bukan tandingan Thie Bok Taysu, apalagi tangannya tidak
membawa senjata, maka ia terpaksa mundur sampai setombak lebih.
Mendadak berkelebat jatuh sinar hijau yang menyambuti tongkatnya Thie Bok Taysu.
Itulah Teng Kie Liang dengan sebatang seruling batu giok di tangannya. Thie Bok Taysu diamdiam
merasa geli, karena dengan sebatang suling saja, bagaimana mau diadu dengan
tongkatnya"
Maka ia tidak menarik serangannya dan membiarkan serulingnya Teng Kie Liang membentur
tongkatnya. Siapa nyana seruling Teng Kie Liang itu hanya menotol di kepala tongkat, segera
badannya melesat tinggi, kemudian menyerang Thie Bok Taysu secara menukik.
Itulah gerak tipunya Teng Kie Liang yang telah membuat ia terkenal didunia Kangouw. Karena
duluan pernah ditawan oleh Thie Bok Taysu, ia anggap itu ada suatu penghinaan yang paling
besar bagi dirinya. Sudah banyak tahun ia tidak menggunakan senjata dan malam itu karena telah
memasuki goa macan, maka ia sengaja membekal seruling cucunya dan begitu turun tangan ia
lantas menggunakan tipu serangannya yang dinamakan "Hui-thian-sam-yauw".
Tipu serangan Hui-thian-sam-yauw ini sangat aneh, terutama senjata seruling itu, serangannya
seperti kilat cepatnya. Orang hanya dapat melihat berkelebatnya sinar hijau saja, tetapi banyak
bagian jalan darahnya yang terancam oleh totokan seruling itu. Bukan main kagetnya Thie Bok
Taysu, ia buru-buru mundur sejauh tiga tindak, tongkatnya diputar laksana titiran untuk menahan
serangannya Teng Kie Liang.
Si orang she Teng yang sudah melancarkan ilmu silatnya itu, sudah tentu tidak gampanggampang
menarik pulang senjatanya setengah jalan, bahkan ia menyerang semakin hebat dan
satu kali ia mengancam belakang kepala Thie Bok Taysu.
Bagian belakang kepala itu ada merupakan bagian yang terpenting dari anggotanya badan
manusia, siapa yang kena ditotok akan binasa seketika itu juga.
Thie Bok Taysu sungguh tidak menyangka kalau kepandaiannya Teng Kie Liang ada begitu
tinggi, dalam kagetnya ia buru-buru mundur kira-kira satu tombak lebih.
Sekalipun ia sudah bergerak dengan cepat, tetapi serangan Teng Kie Liang ternyata ada lebih
cepat. Serulingnya sudah berhasil membabat pundak kiri Thie Bok Taysu, sehingga jubahnya
terlepas sebagian.
Bukan main gusarnya Thie Bok Taysu karena beberapa puluh tahun lamanya selama ia
malang melintang di dunia Kangouw, belum pernah ia mengalami penghinaan demikian rupa.
Kali ini ia sudah benar-benar marah, sambil mendelik dan membentak hebat ia mengeluarkan
seluruh kepandaiannya. Dengan ilmu tongkatnya Hok-mo-tung-hoat, ia menyerang dengan hebat.
Sebentar saja Teng Kie Liang sudah terkurung oleh bayangan dan anginnya tongkat Thie Bok
Taysu. Tiba-tiba terdengar suara bentakan: "Hajar!" lalu disusul oleh suara berkelebatnya dua benda
kuning yang menyelusup diantara sambaran angin tongkatnya dan terus menyerang Thie Bok
Taysu. (Bersambung ke jilid 34)
Melihat berkelebatnya bayangan kuning itu, Thie Bok Taysu menganggap pada senjata
rahasia yang sangat lihay, ia tidak berani menyambuti dengan kekerasan, lalu mencabut goloknya
dan terus membabatnya.
Ketika benda itu jatuh, ternyata hanya sepasang sepatu rumput.
Thie Bok Taysu jadi kalap, goloknya lalu digunakan sebagai senjata rahasia, secepat kilat
meluncur ke arah Sin-hoa Tok-kai.
Sin-hoa Tok-kai melihat golok itu berwarna biru segera mengetahui bahwa golok itu ada
racunnya. Tetapi Sin-hoa Tok-kai tidak takuti segala macam racun yang bagaimana hebatnya pun
tidak dapat melukai dirinya.
Tetapi golok itu meluncurnya cepat sekali Sin-hoa Tok-kai hanya dapat melihat berkelebatnya
sinar biru, golok itu tahu-tahu sudah berada di depan matanya, maka ia buru-buru memutar
tubuhnya untuk berkelit, tetapi tidak urung rambutnya kena terpapas sebagian.
Sin-hoa Tok-kai memang sudah bertekad bulat, tidak akan meninggalkan Istana Panjang Umur
itu dalam keadaan hidup, melihat rambutnya terkena papasan golok, gusarnya semakin
memuncak, ia lalu memutar tangannya bersama Teng Kie Liang mengerubuti Thie Bok Taysu.
Tiba tiba ia mendengar suara orang yang amat merdu: "Pengemis tua, apa tanganmu gatal"
Mari, nyonyamu melayani kau beberapa jurus"
Sin-hoa Tok-kai melihat kearah suara itu, itulah Khu Leng Lie, si perempuan genit dengan
dandanannya yang istimewa.
"Perempuan cabul ! Apa kau kira aku takut padamu " Lihat serangan !" bentaknya Sin-hoa
Tok-kai yang lantas melancarkan serangannya.
Siapa nyana, Khu Leng Lie sebaliknya dari berkelit, ia telah pentang dadanya, seolah-olah
hendak menyambuti serangan si pengemis tua dengan buah dadanya.
Sin-hoa Tok-kai terpesona, sebagai seorang laki-laki sejati, bagaimana ia mau berbuat begitu
rendah menghajar buah dadanya, seorang perempuan tentu rusaklah sudah nama baiknya di
dunia kang-ouw yang telah dipupuknya selama beberapa puluh tahun.
Maka ia urungkan serangannya dan buru-buru lompat mundur.
Tetapi Khu Leng Lie yang berbuat demikian, sudah pasti ada mempunyai maksud tertentu.
Bagaimana ia gampang-gampang membiarkan Sin-hoa Tok-kai berlalu" Maka ia segera
mengayunkan kain kerudung kepala untuk menghalangi jalan mundur si pengemis tua.
Sin-hoa Tok-kai ketika mengetahui dirinya terancam bahaya, dalam kagetnya telah timbul
pikiran jahatnya.
Mendadak ia tarik masuk kedua tangannya dan mengebutkan kedua lengan bajunya yang
rombeng. Baju pengemis tua itu bukan saja rombeng bahkan sudah penuh dengan kotoran minyak,
sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.
Khu Leng Lie tidak menyangka kalau si pengemis tua itu akan berbuat demikian. Seolah-olah
terkena serangan racun, tiba-tiba ia merasakan mual dan lantas saja segala makanan dan
minuman yang ada dalam perutnya telah dimuntahkan semua.
Dengan menggunakan kesempatan itu, Sin-hoa Tok-kai lantas cepat-cepat lompat mundur.
Tetapi dilain pihak, keadaannya Teng Kie Liang sangat menguatirkan. Meskipun ia sudah
menggunakan seluruh kepandaiannya, begitu pula sudah memasuki habis senjata rahasianya,
tetapi tetap tidak berdaya menghadapi Thie Bok Taysu.
Sin-hoa Tak-kai, untuk kedua kalinya telah dihalangi oleh Khu Leng Lie, tetapi mempunyai
senjata po-pwee (jimat) yang sederhana, meskipun Khu Leng Lie dapat merintangi, tetapi tidak
akan dapat melukai dirinya.
Pada saat itu, tiba-tiba terlihat beberapa bayangan orang yang sedang mendaki ke puncak
gunung dari berbagai jurusan.
Begitu melihat beberapa bayangan itu, Teng Kie Liang makin cemas. Tetapi ia ingat mungkin
orang-orang yang datang dari bawah gunung itu tentu adalah Cu Su dan kawan-kawannya. Sebab
sudah hampir menjelang pagi hari, mereka belum melihat Tok-kai dan Teng Kie Liang kembali,
sudah tentu Cu Su merasa cemas, tetapi air jatuh susah menolong api yang berkobar ditempat
dekat. Keadaan Teng Kie Liang pada saat itu sudah dikatakan sudah kehabisan bensin (napas).
Dalam keadaan yang sangat kritis itu, tiba-tiba ada semacam benda yang melayang turun dari
atas dan terus molos diantara sambaran tongkat Thie Bok Taysu. Karena cepatnya benda itu
meluncur, siapapun tidak mengetahui apakah benda itu.
Thie Bok Taysu melihat lawannya sudah kehabisan tenaga, mendadak ada sebuah benda
hitam yang hendak menyambar kepalanya. Dalam gusarnya, ia tidak perdulikan apa adanya
benda itu, ia babat dulu dengan tongkatnya.
Segera terdengar suara "Trang" yang amat nyaring, kedua lengan Thie Bok Taysu dirasakan
kesemutan, orangnya mundur sempoyongan sampai tiga tindak.
Bukan main rasa kagetnya, ketika ia membuka matanya untuk melihat benda apa itu
sebetulnya, di depannya ada berdiri satu bocah yang tangannya masih memegang Bok hie telah
mengawasi padanya dengan cengar cengir.
Thie Bok Taysu ketakutan, semangatnya hampir terbang ! Ia lalu keluarkan suara jeritan aneh
lantas kabur sambil menyeret tongkatnya.
Apakah bocah itu ada Co Seng " memangnya dia tidak salah. Tetapi ia sudah terjerumus ke
dalam jurang yang curam bersama Kim Houw, cara bagaimana ia tidak binasa dan dimana adanya
Kim Houw sekarang " Kiranya Kim Houw yang hendak menyambar tangannya Co Seng yang
meluncurnya lebih pesat, mendadak dapat melihat ujung tambang yang dipotong juga melayang
turun. Kim Houw lantas mengerti kalau ia masih mempunyai harapan untuk menolong dirinya, sebab
tambang itu, meskipun sudah dipotong disatu ujungnya, tetapi dilain ujung asih terikat ditempat
asalnya. Dengan tidak berayal lagi ia segera bergerak cepat mengejar tambang yang
bergelantungan itu dan usahanya itu ternyata telah berhasil.
Kim Houw dan Co Seng, dengan cara bergelantungan terus berusaha naik ke atas lagi.
Setelah bersusah payah, Kim Houw dan Co Seng akhirnya sampai juga di atas puncak gunung
dalam keadaan selamat.
Saat itu matahari telah silam. Oleh karena satu hari satu malam mereka tidak makan dan
minum, maka terpaksa mereka harus mencari binatang hutan dulu untuk menangsal perut.
Setelah bersemedi sejenak, mereka melanjutkan perjalanannya lagi, oleh karena jalanan
pendek tidak mungkin dicapai lagi, maka mereka terpaksa mengambil jalan memutar, maka
mereka datangnya di belakang Cu Su.
Hampir jam empat pagi barulah mereka sampai di Istana Panjang Umur.
Begitu sampai, lantas mereka lihat Sin hoa Tok kai dan Teng Kie Liang sedang bertempur
dengan Tie Bok Taysu. Sebetulnya Kim Houw sudah ingin segera turun tangan membunuh Thie
Bok, untuk melampiaskan hawa amarahnya, tetapi ia takut kalau perbuatannya nanti akan
mengejutkan semua orang dari Istana Panjang Umur, sehingga mengakibatkan kerunyaman,
sebab maksud kedatangannya pertama-tama adalah untuk menolong Peng Peng lebih dulu.
Tetapi karena cuaca sudah hampir terang, jika dalam tiga atau empat jurus belum berhasil
menyingkirkan diri lawannya, akibatnya akan lebih runyam lagi, maka dengan diam-diam ia telah
perintahkan Co Seng dan ia sendiri memasuki Istana Panjang Umur.
Co Seng begitu unjukkan diri, Thie Bok ketakutan dan kabur, sebab ia menganggap itu adalah
setannya Co Seng yang unjukkan diri.
Khu Leng Lie tidak habis mengerti mengapa si hwesio ketakutan terhadap seorang bocah saja.
Dalam keheranannya, ia lantas meninggalkan Sin hoa Tok kai dan menghampiri Co Seng.
"Bocah cilik ! Thie Bok taysu ternyata takut padamu, maka tentunya kau ada sangat lihay.
Hanya saja jika kau mau menunjukkan kepandaianmu, aku benar- benar tidak mau percaya.
Co Seng melihat Khu Leng Lie datang mendekati, ia tidak mau ambil perduli, ia repot dengan
pekerjaannya sendiri menggendong Bok-hie di belakang gegernya.
Tiba-tiba ia menghunus senjata Bak tha Liong kinnya, sebab Bok hie itu bukan senjata yang
cocok untuknya. kalau tidak untuk digunakan menghadapi tongkatnya Thie bok taysu yang lihay,
siang-siang ia sudah lempar jauh-jauh Bok hie nya Thie Bok itu, buat apa dibawa bawa ke Istana
Panjang Umur "
Khu Leng Lie melihat Co Seng mengeluarkan Bak tha Liong kin, matanya lantas dibuka lebarlebar.
"Bocah, benda itu mengapa ada di tanganmu ?" ia bertanya dengan keheran-heranan,
kemudian dengan cepat sekali tangannya digerakkan untuk merebut senjata tersebut.
Co Seng terkejut, lalu memutar senjatanya menyerang.
Gerakan Co Seng itu gesit luar biasa. Khu Leng Lie yang sudah tidak berhasil merampas
senjata itu, dengan sendirinya merasa terheran heran apalagi setelah dirinya diserang oleh Co
Seng, keheranannya semakin bertambah.
Ini benar-benar susah dimengerti, tetapi percaya atau tidak kenyataannya memang demikian.
Karena hebatnya serangan Co Seng tadi, terpaksa ia harus berkelit.
Baru saja Khu Leng Lie lompat ke samping dalam Istana Panjang Umur tiba-tiba terdengar
suara tanda bahaya, kemudian disusul oleh suara gemuruh yang tiada henti hentinya. Tanda
bahaya mungkin ada sebabnya, tetapi suara gemuruh itu dari mana timbulnya " Dalam kaget dan
keheran-heranan, Khu Leng Lie lalu tinggalkan Co Seng dan lari ke Istana Panjang Umur.
Setelah Khu Leng Lie pergi, Sin hoa Tok Kai lalu menghampiri Co Seng dan bertanya :
"Co Seng bagaimana dengan Kim Siaohiap " Apa dia tidak mendapat halangan apa-apa " Di
mana adanya dia sekarang ?"
Karena Co Seng tidak dapat bicara, ia hanya manggut-manggutkan kepalanya saja tetapi Sin
hoa Tok kai sudah mengerti, bahwa Kim Houw tentunya tidak mendapat halangan apa-apa.
Tiba-tiba Co Seng memutar senjatanya mulutnya berseru :
"Kejar !"
Badannya yang kecil segera melompat sepuluh tombak lebih jauhnya.
Sin hoa Tok kai dan Teng Kie Liang segera menyusul di belakangnya.
Suara gemuruh yang datangnya dari dalam Istana Panjang Umur tadi semakin lama semakin
nyaring, agaknya gunung itu hendak meledak, sehingga semua orang yang sedang bertempur di
bawah gunung semuanya lari ke atas.
Sin hoa Tok kai yang mengejar di belakangnya Co Seng, sekejapan saja sudah tidak dapat
melihat bayangan bocah itu. Tetapi ketika ia sampai di Istana Panjang Umur, dari jauh ia sudah
melihat asap mengepul, batu dan tanah berhamburan.
Sebuah Istana yang begitu megah tadinya, sebentar saja sudah menjadi tumpukan puing dan
hampir rata dengan tanah. Diantara mengepulnya asap dan berhamburannya tanah dan batubatunya,
kelihatan dua bayangan orang yang sedang bertempur mati-matian.
Siapakah gerangan kedua orang yang sedang bertempur itu" Ketika Sin hoa Tok-kai berada
agak dekat, baru diketahuinya bahwa mereka itu adalah Kim Houw dan Kouw-low Sin ciam.
Di tangannya Kouw-low Sin ciam, terdapat senjatanya gendewa panjang, sebaliknya Kim
Houw menempur dengan tangan kosong. Pertempuran berjalan sangat seru, saat itu belum dapat
ditentukan siapa yang akan menang dan siapa pula yang akan kalah.
Bagaimana Kim Houw bisa muncul di sini" Bagaimana Istana Panjang Umur yang tadinya
megah itu bisa hancur lebur "
Ternyata Kim Houw yang meninggalkan Co Seng dan masuk ke dalam Istana itu, ia segera
bertindak dengan cepat.
Semua keadaan dalam Istana, bagi Kim Houw sudah tidak asing lagi. Waktu pertama kali ia
memasuki istana itu, ia sudah ingat dan catat baik-baik segala alat-alat dan perlengkapan yang
ada dalam istana tersebut.
Begitu tiba di istana, Kim Houw lalu menuju ke ruangan belakang. Tetapi di sini kelihatannya
sangat sunyi, satu manusiapun tidak dapat dilihatnya, begitu pula dalam beberapa puluh kamar
yang terdapat di ruangan itu semuanya sudah kosong. Kim Houw lalu menuju ke ruangan depan,
di sini telah banyak orang yang kelihatannya sedang mengerumuni jenazahnya Ceng Nio-cu. Ia
lantas sembunyikan diri di atas penglari, ketika melihat jenazahnya Ceng Nio-cu hatinya merasa
pedih, sebab biar bagaimana juga Ceng Nio-cu itu adalah bekas istri ayahnya sendiri.
Ia tahu kalau Ceng-Nio-cu sudah mati dan ia juga sudah mengetahui bahwa kematian Ceng
Nio-cu itu karena minum racun, sebab mata, hidung, mulut dan telinganya masih mengalirkan
darah hitam. Ia hanya tidak mengetahui sebab-sebab kematiannya, tetapi ketika Kim houw
meneliti semua orang yang ada dalam istana itu, ternyata ia tidak dapat menemukan Peng Peng,
sehingga hatinya sangat gelisah.
Suatu firasat tidak baik terlintas dalam otaknya. Darahnya dirasakan mendidih dan matanya
merah seperti darah.
Akhirnya Kim Houw tidak dapat menahan lagi rasa gusarnya dengan mendadak ia keluarkan
pekikannya yang panjang dan nyaring sehingga menggema didalam ruangan istana yang luas itu.
Selanjutnya ia lantas loncat turun dan berdiri ditengah-tengah ruangan, sambil menuding Siao Pek
Sin ia menanya:
"Dimana adanya Touw Peng Peng sekarang" Lekas jawab! Jika tidak, kau jangan sesalkan
aku tidak mengikuti tali persaudaraan kita."
Semua orang yang berada dalam ruangan itu pada terkejut mendengar suara pekikan Kim
Houw tadi dan ketika melihat Kim Houw muncul dengan tiba-tiba. Mereka semakin merasa heran
sebab Kim Houw yang dianggap sudah binasa didalam jurang, mengapa mendadak dapat berada
di depan mata mereka sekarang " Apakah itu bukan setannya"
Tetapi diantara semua orang itu, hanya seorang saja yang tidak terkejut, malah menghampiri
dengan tindakan lebar, sambil ketawa terkekeh-kekeh orang itu berkata: "Aku kata juga apa,
bagaimana dia begitu gampang binasa" Biarlah aku sekarang yang membereskan padanya."
Orang itu adalah Kouw-low Sin-ciam.
Kim Houw melihat Kouw-low Sin-ciam, lantas ingat akan kematiannya beberapa kawankawannya
dari Istana Panjang Umur di gunung Tiang-pek-san. Seketika itu lantas mendidih
darahnya dan juga lantas melupakan rencananya yang hendak mencari Peng Peng lebih dahulu.
Tanpa banyak bicara lagi, ia lantas menyerang Kouw-low Sin-ciam.
Kow-low Sin-ciam masih perdengarkan ketawanya.
Ini adalah untuk ketiga kalinya Kow-low Sin-ciam bertemu dengan Kim Houw. Ia masih tetap
bersenjata gendewa panjang dengan anak panah saktinya, sedangkan Kim Houw tidak membawa
senjata Bhak-tha Liong-kinnya.
Tetapi begitu turun tangan, Kow-low Sin-ciam mulai berdebaran hatinya, sebab Kim Houw
yang sekarang ternyata banyak berlainan dengan Kim Houw yang diketemukan di Pek-liong po
dan di Han-pek cin-koan. Setiap serangannya itu ganas serta telengas. Hal ini sungguh di luar
dugaannya. Ia tidak mengetahui bahwa selama beberapa bulan itu Kim Houw sudah beberapa kali bertemu
dengan orang-orang kuat, terutama pertempurannya dengan Kee Yong Seng dan kemudian
dengan para imam dari gunung Ceng-shia-san yang telah membuat pengalamannya bertambah
tidak sedikit. Apa lagi sekarang sedang berkata ditengah tengah orang-orang yang semuanya merupakan
musuh-musuhnya, dengan tangan kosong, jika tidak menurunkan tangan kejam, bukankah itu
berarti mencari jalan kematian sendiri"
Kow-low Sin-ciam hatinya berdebaran hanya sebentar saja, sebab senjatanya yang
merupakan panah sakti itu jarang sekali ada orang yang mampu menyambuti, apa lagi sekarang
Kim Houw tidak membawa senjata apapun juga.
Pertempuran dari kedua jago nomor wahid dari kalangan rimba persilatan, sesungguhnya ada


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain adari pada yang lain. Sambaran anginnya sebentar saja sudah membuat orang-orang di
sekitarnya tidak berani berada dekat-dekat.
Siao Pek Sin yang menyaksikan keadaan demikian telah timbul niat jahatnya. Ia lantas
mengeluarkan perintah menyuruh semua orang meninggalkan ruangan istana, membiarkan Kim
Houw dan Kow-low Sin-ciam bertempur mati-matian.
Kiranya ketika Siao Pek Sin membangun Istana Panjang Umur itu, baik di ruangan depan
maupun di ruangan belakang, semuanya diperlengkapi dengan pesawat rahasia. Meskipun
pesawat rahasia itu tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kim Houw, akhirnya ia tokh
mengorbankan juga Istananya yang megah itu bersama-sama dengan Kim Houw dan ia sendiri
akan mengangkat dirinya sebagai Tiancu dari Istana Panjang Umur dan Pemimpin dari rimba
persilatan. Sebab kalau Kow-low Sin-ciam dan Kim Houw sudah binasa, di dalam rimba persilatan,
yang mampu menandingi kepandaiannya Siao Pek Sin hanya dapat di hitung dengan jari. Apalagi
badannya dibantu oleh baju wasiat dari keluarga Ciok.
Siapa tahu, setelah istananya dihancurkan, segala reruntuk dinding tembok ternyata tidak
dapat membikin mampus Kim Houw dan Kow-low Sin-ciam, sebaliknya adalah jenazah ibunya
sendiri yang dipendam oleh tumpukan puing.
Tetapi dengan perbuatannya demikian itu justru membuat gusar Kow-low Sin-ciam, sebab
dengan perbuatannya itu nyata Siao Pek Sin hendak mengorbankan jiwanya, maka hal itu telah
meninggalkan kesan buruk pada dirinya Kow-low Sin-ciam dan merosotkan semangat
bertempurnya. Tetapi ia sekarang sudah tidak mudah lagi untuk melarikan diri, sebab meskipun Kim Houw
tidak membawa senjata, tetapi serangan kedua tangannya saja sudah cukup hebat membuat ia
keteter, terutama terhadap ilmu Han-bun-cao-khie nya.
Pada saat itu, dari bawah gunung telah datang menyerbu dua puluh orang lebih. Mereka ada
dari golongan partai sepatu dan beberapa orang kuat dari dunia Kang-ouw yag di pimpin oleh Cu
Su. Sudah tentu si botak, Sun Cu Hoa, Teng Ceng Ceng dan adiknya juga terdapat diantara
mereka. Begitu mereka tiba di atas gunung, segera menyerbu Siao Pek Sin.
Dengan demikian, maka terjadilah suatu pertempuran yang hebat.
Pertama-tama adalah Siao Pek Sin sendiri yang harus menghadapi serangan Cu Su, Sun Cu
Hoa, Teng Ceng Ceng dan Ceng Peng Sin berempat.
Sedangkan Pek Kauwnya yang berada di sampingnya Siao Pek Sin harus melayani Teng Kie
Liang. Khu Leng Lie yang baru balik ke atas gunung, kembali bertempur dengan Sin-hoa Tok kai,
tetapi kali ini si pengemis sakti itu dibantu oleh muridnya sendiri, yaitu si botak.
Beberapa orang-orang dari pasti sepatu rumput dan orang-orang dari dunia Kang-ouw yang di
undang oleh Cu Su sudah berhadapan dengan beberapa jago dari kalangan hitam yang diundang
oleh Siao Pek Sin.
Ada yang satu lawan satu, juga yang satu harus melawan dua orang, pokoknya di situ telah
terjadi pertempuran kalut yang terdiri dari beberapa rombongan.
Sebenarnya kemudian tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri, dua jago dari partai sepatu
rumput sudah roboh binasa. Cu Su dan Sin-hoa Tok-kai merasa heran, sebab kedua orang itu
bukannya orang-orang lemah, mengapa dalam segebrakan saja sudah roboh binasa di tangan
musuhnya "
Kedua orang itu bukan lain dari Hai-lam Siang-koay yang dulu pernah menjadi penghuni Istana
Panjang Umur dalam rimba keramat dan kemudian kabur meninggalkan Siao Pek Sin.
Selanjutnya Hay-lam Siang-koay kembali menerjang dua orang. Hanya dengan beberapa jurus
saja, kembali terdengar suara jeritan ngeri, dua orang itu dilemparkan ke tengah udara.
Semula di pihaknya Siao Pek Sin kelihatannya agak lemah. Thie Bok Taysu tidak unjukkan diri,
Ciok Goan Hong juga tidak kelihatan mata hidungnya.
Tetapi setelah Hay-lam Siang-koay menunjukkan aksinya, pihak Cu Su mulai terdesak.
Meskipun Kim Houw sedang bertempur sengit dengan Kow-low Sin-ciam, tetapi semua
kejadian di sekitarnya tidak ada yang lolos dari matanya.
Melihat aksinya kedua orang tua itu, Kim Houw juga terperanjat, sebab selamanya dia belum
pernah menyaksikan kedua orang itu unjukkan kepandaiannya, Sampai dimana tingginya dan
sampai dimana keganasannya. Apa mau Co Seng juga tidak kelihatan, ia tadinya ingin
meninggalkan Kow-low Sin-ciam untuk melayani kedua orang tua itu, tetapi ia takut Kow-low Sinciam
terlepas yang akan menjadi bahaya besar umat manusia.
Mendadak ia mendapatkan satu akal. Ia tidak menantikan Hay-lam Siang-koay turun tangan
untuk ketiga kalinya, lantas berkata dengan suara keras :
"Jiewie Cianpwe, kalian telah membantu kejahatan. Mengapa tidak lekas hentikan tanganmu "
Apa Cianpwe tahu bagaimana nasibnya orang-orang yang keluar dari Istana Panjang Umur di
rimba keramat dan sekarang di mana mereka berada .... "
Betul saja Hay-lam Siang-koay setelah mendengar perkataan Kim HOuw kelihatannya terkejut
keduanya. Mereka baru pulang dari Hay-lam, kepada Siao Pek Sin juga pernah menjalankan
tentang keadaan kawan-kawannya dulu dari istana panjang umur.
Tetapi Siao Pek Sin dengan rupa-rupa alasan tidak memberikan jawaban yang tepat. Mereka
juga merasa pernah merasa curiga, tetapi mereka sungguh tidak menyangka kalau kawankawannya
itu sudah pada pulang ke rakhmatullah.
Tiba-tiba Siao Pek Sin berseru :
"Jiewie Cianpwe, jangan sekali-kali dengan ocehan dia. Basmi dulu mereka semuanya, nanti
baru kita bicarakan yang lain-lainnya."
Kim Houw ketawa dingin.
"Tahukah Cianpwe, bahwa Lo Han-ya dan kawan-kawannya semuanya sudah masuk ke sorga
?" katanya mendongkol.
Mendengar berita jelek itu, bukan mau kagetnya Hay-lam Siang-koay.
"Dengan cara bagaimana mereka binasa ?" tanya mereka berbareng.
"Kalau mengingat cara kematian dari para cianpwe itu, sungguh sangat menyedihkan. Mereka
semua telah binasa ditangan Siao Pek Sin, Tiancu kalian dan iblis tua Kow-low Sin-ciam ini.
Hay-lam Siang-koay yang mendengar berita itu, hatinya gemetar, Dua puluh tahun selama
berdiam di Istana Panjang Umur di rimba keramat, sedikitnya ada sepuluh tahun mereka tinggal
bersama-sama. Sekalipun mereka sering-sering ribut mulut, tetapi hubungan mereka masih sangat
baik. Terutama Kim Lo Han, tidak ada seorangpun yang tidak menghormatinya, tidak disangka
setelah keluar dari Istana Panjang Umur, hanya dalam waktu dua tahun saja sudah binasa semua.
Selagi kedua orang itu hendak mengumbar amarahnya, tiba-tiba terdengar suara Siao Pek Sin:
"Jiewie Cianpwe, kalian jangan mendengar hasutan orang. Kita belum kalah, tetapi sudah
bertengkar sendiri. Bukankah itu merupakan suatu hal yang dapat ditertawakan orang lain?"
Perkataan Siao Pek Sin itu ada pengaruhnya juga, karena kedua orang tua itu tidak dapat
segera mengambil keputusan.
Selagi mereka dalam keragu-raguan, tiba-tiba terdengar suara orang tertawa aneh yang
kemudian disusul dengan ucapannya :
"Hay-lam Siang-koay, kalian tidak perlu bersangsi! Orang-orang dari Istana Panjang Umur di
rimba keramat, sebagian besar binasa di tanganku. Bagaimana" Apa kalian hendak mencari aku?"
Perkataan itu telah keluar dari mulut Kow-low Sin-ciam sehingga semua orang pada
tercengang. Sebabnya ialah Kow-low Sin-ciam adalah orangnya Siao Pek Sin, tetapi mengapa ia
bicara buat orang lain.
Hay-lam Siang-koay yang mendengar itu, segera menerjang Kow-low Sin-ciam.
Tetapi baru saja mereka berdua bergerak, sudah dibentak oleh Siao Pek Sin.
"Kalian berdua mau apa" Apa sudah melupakan sumpahmu berdua?"
Hay-lam Siang-koay tercengang, ia segera urungkan maksudnya hendak menempur Kow-low
Sin-ciam. Sepantasnya dalam keadaan demikian, untuk membalas sakit hati kawan-kawannya,
seharusnya mereka tidak usah pikirkan tentang sumpahnya.
Apa mau dikata, kedua manusia aneh itu ternyata sangat menghargai janji dan sumpahnya
sendiri. Kalau tidak karena mengingat sumpahnya, masakah sekarang mereka mau balik lagi
untuk mengabdi kepada Siao Pek Sin" Maka setelah mendengar perkataan Siao Pek Sin tadi,
lantas mereka menjawab sambil membungkukkan badan.
"Siang-koay memang pernah bersumpah di hadapan tiancu, maka tidak boleh tidak harus
menurut. Tiancu sekarang sudah mendapat bantuan orang-orang yang lebih tinggi kepandaiannya
dari pada kami, maka sejak hari ini Siang-koay hendak minta diri dan setelah kembali ke Hay-lam,
seumur hidupnya tidak akan kembali kemari."
Sehabis berkata, tanpa menunggu jawaban Siao Pek Sin, mereka lalu memberi hormat dan
menghilang ke bawah gunung, Siao Pek Sin hendak mencegah, tetapi sudah tidak keburu lagi.
Perubahan yang terjadi secara mendadak itu, bagi Siao Pek Sin berarti kehilangan dua orang
yang boleh diandalkan.
Sebaliknya bagi Kim Houw, berarti kurangnya dua musuh tangguh.
Baru saja Hay-lam Siang-koay berlalu, sesosok bayangan hitam tiba-tiba meluncur dari atas
dan jatuh ke tanah tidak berkutik.
Semua orang terkejut, orang yang jatuh dan binasa itu adalah Thie Bok yang sejak tadi tidak
kelihatan mata hidungnya.
Thie Bok Taysu yang mempunyai kepandaian sangat tinggi dan merupakan salah satu orang
kuat dalam barisan Siao Pek Sin, bagaimana bisa mendadak binasa" dan dia binasa ditangan
siapa" Jago yang pernah malang melintang beberapa puluh tahun di kalangan Kang-ouw itu ternyata
telah binasa ditangan Co Seng, seorang anak yang usianya belum cukup tujuh tahun.
Sejak Co Seng mengetahui bahwa Tiong-chiu-khek dibinasakan oleh Thie Bok Taysu, ia sudah
mengambil keputusan untuk membinasakan Thie Bok Taysu untuk menuntut balas dendam Tiongchiukhek. Ia adalah seorang anak yang tidak mengenal takut, apalagi setelah ia mempunyai
kepandaian tinggi, ia lebih-lebih tidak takuti apa-apa lagi. Lagi pula dia sendiri hampir saja binasa
karena perbuatan Thie Bok Taysu di atas jurang yang curam, maka kebenciannya terhadap Thie
Bok Taysu semakin memuncak.
Barusan ketika ia mendengar suara gemuruh Co Seng lebih dulu telah naik keatas gunung.
Dari jauh ia melihat bayangan seseorang yang kelihatannya hendak melarikan diri melalui
belakang gunung. Co Seng yang sejak kecil sudah mempunyai pandangan mata yang sangat
tajam, begitu lihat, ia segera dapat mengenali bahwa bayangan itu adalah Thie Bok Taysu. Sudah
tentu ia tidak mau melepaskan dirinya begitu saja, maka secepat kilat ia lari menyusul.
Apa sebabnya Thie Bok Taysu kabur" Apa ia takut terhadap Co Seng"
Sebetulnya tidak demikian. Ia kabur itu karena ambruknya Istana Panjang Umur itu, dimana
telah datang pula orang-orang yang sangat hebat kepandaiannya, maka ia berkeputusan hendak
mengambil langkah seribu. Oleh karena maksudnya hendak kabur maka ia tidak berani mengambil
jalan depan, tetapi ia mengambil jalan belakang.
Belum sampai ke tengah gunung, tiba-tiba dilihatnya berkelebat bayangan Co Seng dengan
kedua tangannya membawa Bok-hie yang dulu merupakan senjata Thie Bok yang sangat
diandalkan, Co Seng telah menghadang di depannya.
Thie Bok kembali berseru, sebab Co Seng dianggapnya setan gentayangan yang terus
mengejar dirinya. Tetapi dalam keadaan seperti itu, sekalipun benar-benar setan, terpaksa harus
dilawannya juga.
"Bocah, kau sebenarnya orang atau setan?" tanya Thie Bok sambil tertawa.
Co Seng tidak bergerak, juga tidak menjawab.
Thie Bok dibikin gusar oleh sikap Co Seng yang menantang itu, ia lantas membentak dengan
suara keras. "Bocah busuk, tidak perduli kau setan atau manusia, lekas minggir! Kalau tidak Hudya-mu
nanti akan mengambil tindakan untuk mengantarkan kau ke akhirat!"
Co Seng masih tetap tidak mau meladeninya, dadanya dilintangkan merintangi jalan kaburnya
Thie Bok. Thie Bok Taysu tidak dapat menahan amarahnya lagi, maka segera ia gerakkan tongkatnya
menyerang dengan hebat.
Biasanya, kalau ia menggunakan senjatanya, belum pernah menggunakan tenaga
sepenuhnya seperti yang dilakukannya saat ini. Ini sebab sebelumnya ia pernah mengadu tenaga
dengan Co Seng, ia tahu bahwa bocah ini bukan bocah biasa.
Ketika kedua senjata beradu, lantas terdengar suara "Trang" yang amat nyaring.
Thie Bok Taysu merasakan tangannya kesemutan lagi. tapi ia sudah nekat. Ia tidak percaya
bahwa lawannya yang masih bocah ini, dalam pertempuran keras lawan keras masa kedua
tangannya tidak merasakan apa-apa. Maka ia ulangi lagi serangannya sampai tiga kali berturutturut.
Serangan yang kali ini, Co Seng tidak berani menyambuti, ia berkelit ke samping. Thie Bok
Taysu lantas berkata sambil tertawa dingin :
"Aku kira kau benar-benar seorang bocah yang berurat kawat dan bertulang besi, kiranya kau
juga tidak berani menyambuti terus seranganku............."
Siapa tahu, belum sampai mulutnya ditutup, sambil memegang Bok-hie dengan kedua
tangannya, Co Seng sudah melesat menerjang dirinya. Karena Thie Bok Taysu berbadan tinggi
besar, Co Seng yang berdiri hanya mencapai lututnya saja, maka kalau ia mau menyerang, mau
tidak mau harus melesat ke atas dulu.
Karena Co Seng mempunyai kepandaian mengentengkan tubuh yang luar biasa, maka soal
menyerang sambil melesat ke atas baginya tidak menjadi soal apa-apa.
Melihat dirinya diserang, Thie Bok Taysu juga hendak menyambuti dengan kekerasan, sebab
sibocah tadi sudah tak berani menyambuti serangan terakhirnya, sudah tentu sekarang juga tidak
akan berani mengadu tenaga dengan kekerasan.
Siapa nyana, Co Seng yang sedang mengapung ditengah udara, terus menyerang dengan
gencar, bukan saja sudah berani mengadu kekuatan secara keras lawan keras, bahkan
serangannya itu dirasakan oleh Thie Bok Taysu makin lama makin hebat.
Setelah menyambuti dua kali serangan Co Seng, lengan Thie Bok Taysu sudah dirasakan
sakit setengah mati. Serangan Co Seng yang ketiga kali ini barangkali sudah tidak mampu
disambutnya. Dalam keadaan terpaksa, Thie Bok Taysu hendak bergulat dengan sisa tenaganya
yang masih ada, ia coba menyambuti lagi serangan yang ketiga itu. Setelah terdengar suara
"Trang" yang amat nyaring, Thie Bok Taysu merasakan telinganya pengang, matanya berkunangkunang,
mulutnya menyemburkan darah segar. Co Seng yang melihat kejadian itu tidak mau
memberikan kesempatan lagi padanya, kembali ia menerjang dengan hebatnya.
Sekejap mata saja Bok-hie kembali sudah berada di atas kepala Thie Bok Taysu, yang
menjadi sangat terperanjat, karena sudah terluka dalam, mungkin sukar baginya untuk
menyambuti serangan tersebut. Tetapi karena ia sudah tidak dapat menyingkir lagi, terpaksa ia
menangkis lagi dengan tongkatnya.
Meskipun tangkisan itu sudah berhasil dan Bok-hie dibikin terbang melesat tetapi tongkatnya
sendiri juga sudah terpental jatuh ke belakang dirinya.
Pada saat itu, senjata Bak-tha Liong-kin nya Co Seng sudah mengancam kepalanya.
Thie Bok Taysu bukan cuma kaget saja, semangatnya juga sudah terbang. Setelah suara
"Plak" terdengar dengan nyaring, batok kepala Thie Bok Taysu sudah hancur dan otaknya
berantakan. Sehabis membinasakan Thie Bok Taysu, Co Seng lalu menyerbu untuk memberi bantuannya
kepada Kim Houw.
Kim Houw yang melihat kedatangan Co Seng lantas berseru :
"Co Seng, berikan Bak-tha Liong-kin padaku."
Sebentar kemudian Bak-tha Liong-kin itu sudah berada ditangan Kim Houw, maka ia lantas
berkata sambil tertawa:
IKP34P4849 "Iblis Kow-low, kau sekarang harus hati-hati menghadapi senjataku. Thie Bok Taysu itu adalah
contohmu yang paling baik, sebab kau paling suka membikin pecah kepala orang, sekarang aku
hendak menggunakan caramu itu untuk mengambil jiwa anjingmu!"
Sehabis berkata demikian, Kim Houw lalu putar senjatanya dan menyerang dengan hebat. Co
Seng lalu pasang mata, dipihaknya sendiri siapa yang kewalahan. Ia melihat Cu Su dengan
berempat sedang mengerubuti Siao Pek Sin, meskipun tidak berhasil merubuhkan lawannya, tapi
keadaannya belum kalut.
Dilain pihak, Teng Kie Liang yang menghadapi Pek Kauw-ya, kekuatannya sangat berimbang,
sehingga merupakan suatu pertempuran yang paling seru, tapi tidak demikian halnya dengan Sinhoa
Tok-kai dan si botak, mereka terus terdesak mundur oleh Khu Leng Lie. Masih untung Sin-hoa
Tok-kai mesih mempunyai "Po-pwee" yang merupakan lengan bajunya yang tidak sedap,
sehingga jiwanya tidak terlalu terancam.
Co Seng yang melihat keadaan mereka berdua dalam bahaya, dengan tidak berkata apa-apa
lagi lantas menyerbu membantu kedua orang itu melawan Khu Leng Lie.
Sejak kaburnya Hay-lam Siang-koay dan munculnya Co Seng, keadaan segera berubah.
Sekarang sudah kelihatan nyata pihak mana yang kuat dan pihak manan yang lemah. Siao
Pek Sin yang lihat keadaan demikian, bukan main rasa kagetnya.
Karena melihat keadaan tidak menguntungkan pihaknya, Siao Pek Sin lantas memikirkan jalan
untuk kabur. Ia sekarang mempertimbangkan caranya untuk meloloskan diri dari kepungan ke
empat orang itu. Ia mengetahui bahwa diantara empat orang musuhnya itu hanya Teng Ceng
Ceng yang paling lemah, maka ia lantas tujukan serangannya pada Teng Ceng Ceng dan seketika
Sun Cu Hoa dan Teng Peng Sin memberi pertolongan dari kanan dan kiri, Siao Pek Sin melihat
lowongan, tetapi ia tidak lantas kabur, sebaliknya mengirim satu serang an hebat pada Sun Cu
Hoa. Seranan itu kalau mengenakan sasarannya, Sun Cu Hoa pasti celaka.
Cu Su yang menyaksikan itu segera memburu memberi pertolongan.
Justru itulah yang diharapkan oleh Siao Pek Sin. Ia memang menghendaki supaya Cu Su
memberi pertolongannya, sebab ia hendak kabur menggunakan kesempatan selagi Cu Su repot
menolong Sun Cu Hoa. Ia lalu melompat melesat menyingkir sejauh tujuh delapan tombak,
kemudian dengan dua kali lompatan saja ia sudah menyingkir sejauh tiga puluh tombak.
Pada saat itu Kim Houw sedang mencapai babak yang menentukan. Kow-low Sin-ciam tidak
berkutik menghadapi Bak-Tha Liong-kin-nya Kim Houw, sampai senjatanya yang sakti juga tidak
berdaya. Lolosnya Siao Pek Sin juga sudah diketahuinya, tetapi untuk menyuruh ia meninggalkan Kowlow
Sin-ciam dan mengejar Siao Pek Sin ia tidak ingin melakukannya. Meskipun Siao Pek Sin
jahat, ia masih merupakan saudaranya snediri. Kalau disuruh membunuh Siao Pek Sin dengan
tangannya sendiri, mungkin ia juga tidak tega turun tanagn, maka ia juga tidak menyuruh Co Seng
untuk menghalangi Siao Pek Sin.
Meskipun Kim Houw tidak mengejar, tetapi Cu Su dan muridnya tidak mau melepaskan
kepadanya begitu saja, maka mereka lantas lari mengejar.
Baru saja Siao Pek Sin meninggalkan medan pertempuran. belum samapai lari tiga puluh
tombak jauhnya, tiba-tiba ada satu bayangan orang yang melayang turun dari atas pohon
merintangi perjalanannya.
Siao Pek Sin Tercengang. Ketika ia mengawasi siapa orangnya ternyata ia adalah seorang
pemuda cakap yang berdandan seperti anak sekolahan. Dari sorot matanya yang tajam, dapat
diduga kalau pemuda itu mempunyai kepandaian tinggi.
Belum sampai Siao Pek Sin menegur, pemuda itu itu sudah berkata padanya dengan sikap
yang sangat menghormat.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudikah saudara memberitahukan nama saudara yang mulia" Aku yang rendah adalah Kee
Yong Seng yang datang dari tempat jauh.
Siao Pek Sin yang melihat tingkah laku pemuda itu yang sopan santun dan agaknya tidak
mengandung maksud jahat, maka ia lantas menjawab:
"Aku yang rendah adalah Pek Sin, tetapi orang-orang menyebut aku Siao Pek Sin. Entah siapa
orangnya yang ingin saudara cari itu?"
Pemuda tadi memang benar Kee Yong Seng yang datang hendak menuntut balas sakit
hatinya Kie Yong Yong. Semula ia memang tidak percaya akan perkataan Kim Houw,
menganggap Kim Houw tidak menanggung dosanya, maka hendak mempitnah orang lain.
Tetapi sekarang setelah melihat Siao Pek Sin yang wajahnya mirip benar dengan Kim Houw,
hanya matanya saja yang berlainan, Kee Yong Seng lantas pura-pura mengajukan pertanyaan di
atas. Begitu mendengar disebutnya nama Siao Pek Sin, alisnya lantas berdiri, wajahnya berubah
merah padam. Sambil ketawa dingin ia lantas berkata:
"Apa kau ingat namanya Kie Yong Yong" Ia menyuruh aku menyuruh aku menyampaikan satu
kabar padamu."
Sehabis berkata demikian, ia lalu mengeluarkan sebilah belati yang mengkilat, tetapi masih
ada tanda darahnya yang rupanya bekas menghirup darah orang.
Kee yong Seng berkata pula sambil goyang-goyangkan belati itu:
"Nona Kie Yong Yong dengan senjata ini telah menghabiskan jiwanya sendiri, ia menyuruh aku
menancapkan belati ini di atas dadamu!"
Sehabis mengeluarkan ucapannya yang rapih itu. Kee Yong Seng mendadak menikam Siao
Pek Sin secepat kilat.
Ketika Kee Yong Seng menyebut namanya Kie Yong Yong, kelihatan Siao Pek Sin terperanjat.
Tapi ketika mendengar ucapannya yang bersifat mengejek dan melihat pisau belati itu, Siao Pek
Sin sudah siap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan.
Kee Yong Seng yang berkepandaian sangat tinggi, tidak dapat dibandingkan dengan segala
orang, sebab begitu bergerak, senjata itu sudah menempel didadanya.
Dalam kagetnya buru-buru Siao Pek Sin lompat menyingkir, tetapi tidak urung ujung belati
sudah mengenai sasarannya dan sudah merobek bajunya.
Tetapi heran, dari dadanya tidak kelihatan darah mengucur keluar. Kee Yong Seng terkejut,
dalam hatinya berpikir: Apakah ia mempunyai ilmu kebal"
Kee Yong Seng lantas menyimpan kembali belatinya dan mengeluarkan senjata gaetannya,
Giok-cu-tiaw-kim-kauw.
Tetapi belum sampai senjatanya itu dikeluarkan, Siao Pek Sin sudah membentak dengan
suara keras: "Dari mana datangnya bocah liar yang berani menyerang Tiancu" Lihat Pedang!" berbareng ia
menyerang dengan pedangnya secara hebat sekali.
Karena Kee Young Seng sedikit lengah, ia terdesak oleh Siao Pek Sin sampai mundur enam
tindak baru lolos dari ancaman pedang Siao Pek Sin. Sekarang barulah diketahuinya bahwa Siao
Pek Sin ini juga bukan seorang lemah, maka dengan tidak banyak bicara lagi ia lantas melayani
dengan senjatanya yang istimewa itu.
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri. Siao Pek Sin yang mendengar itu, hatinya
lantas menjadi hancur-luluh, sebab suara itu adalah suaranya Koe-Low Sin ciam yang tentu sudah
binasa ditangganya Kim Houw. Kalau tidak lekas-lekas lari, pasti ia juga akan mengalami nasib
yang serupa. Barulah ia hendak bergerak, kembali terdengar suara jeritan orang , dan kali ini adalah suara
jeritannya Khu Leng Lie.
Karena kagetnya itu, didadanya dan belakang gegernya sudah terkena serangannya Kee
Young Seng, tetapi semua itu seolah olah tidak dirasakan sama sekali oleh Siao Pek Sin, Kee
Young Seng terheran-heran, ia tidak mengetahui kalau dibadannya Siao Pek Sin ada baju wasiat
yang melindunginya.
Tiba-tiba terdengar suaranya Sun Cu Hoa dan berseru :
"Dia menggunakan baju wasiat yang menguntungkan dirinya, bagaimana kau dapat melukai
badannya ?"
Siao Pek Sin terkejut. Ia lantas menoleh, disitu sudah ada beberapa puluh orang yang sedang
mengurung dirinya, tetapi diantara orang banyak itu tidak terlihat Kim Houw.
Sioa Pek Sin mengetahui bahwa untuk meloloskan diri sudah tidak ada jalan lain lagi.
Mengingat segala perbuatannya sendiri pada waktu-waktu yang telah lewat, memang agak
keterlaluan. Daripada hidup menanggung siksaan, lebih baik mati saja. Maka ia lantas melintangkan
pedangnya untuk menggorok lehernya sendiri.
Belum sampai rubuh badannya Siao Pek Sin, tiba-tiba telah disambar oleh sesosok bayangan
orang yang terus dibawa kabur ke Istana Panjang Umur. Orang itu adalah Co Seng. Maka semua
orang lantas menuju ke Istana Panjang Umur.
Pada saat itu, didepan bekas Istana Panjang Umur, Kim Houw sudah membuat dua liang
kubur. Satu besar dan satunya lagi kecil. Yang besar dipakai untuk mengubur beberapa orang
yang berkurban, sedangkan yang kecil masih kosong.
Ketika Co Seng datang sambil memondong jenazahnya Siao Pek Sin, lalu disambuti oleh Kim
Houw dan diletakan ditanah. Setelah membuka baju wasiatnya lalu dikubur dalam liang kubur
yang kecil itu. Ia lantas berdiri dan berkata kepada orang sambil memberi hormat:
"Barusan Kim Houw telah diberitahukan oleh Bwee-hoa-cianpwee bahwa Ciok-nya Ciaok
Goan Hong tadi malam entah apa sebabnya mendadak melawan perintahnya Siao Pek Sin dan
membawa nona Peng Peng turun gunung balik ke San-see, maka Kim Houw sekarang hendak
kesana untuk mengembalikan bajunya, sebab baju wasiat ini adalah kepunyaan keluarga Ciok.
Selama ini, atas bantuan para Cianpwee yang diberikan pada Kim Houw, Kim Houw disini
mengucapkan banyak-banyak terima kasih.
ooo, tidak. Sejak hari ini aku akan mengganti ske ku, sebab aku seorang berasal she Pek,
maka selanjutnya aku akan bernama Pek Kim Houw... "
Istana Panjang Umur digunung Kua-cong-san telah musnah, hanya tinggal reruntuknya saja.
Tetapi Istana Panjang Umur digunung Tiang Pek-san masih berdiri dengan megahnya,
didalam rimba yang dipandang KERAMAT itu.
Kini Istana itu bukan merupakan teka-teki bagi orang orang dalam rimba persilatan dan juga
bukan merupakan suatu tempat yang keramat lagi. Sebab didalam Istana yang terkurung oleh
rimba yang lebat itu, sudah tidak menakutkan lagi. Asal orang dengan sejujurnya hendak masuk
kesana, lantas ada orang yang akan memimpin padanya sampai keistana itu, sebab didalam
istana itu ada berdiam suami istri yang saling mencintai, mereka itu adalah... Pek Kim Houw dan
Touw Peng Peng.
TAMAT Kisah Pendekar Bongkok 2 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 9

Cari Blog Ini