Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 9
"Oh" Inten memalingkan wajahnya dan bahkan kemudian menyembunyikan didadanya ibunya, sedangkan Raden Ayu Kuda Narpada memejamkan matanya.
"Tolonglah" desis Raden Ayu "Bawalah mayat itu pergi"
Tetapi yang terdengar adalah suara Panon perlahan-lahan "Paser-paser inilah yang telah membunuhnya"
"Supit" gumam Panji Sura Wilaga "Paser itu tentu dilontarkan dengan supit, dan ujung supit itu dapat disusupkan dilubang dinding yang kecil, mungkin dari atas pengeret"
Semua orang memandang ke dinding sekali lagi, seperti yang dikatakan oleh Panji Sura Wilaga, memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ada antara yang cukup di bawah pengeret yang
memisahkan dinding dan atap.
Namun mereka masih termangu-mangu, jika benar
demikian siapakah yang telah melakukannya" Apakah
orang-orang Guntur Geni sendiri atau pihak lain yang
belum mereka ketahui.
Dalam kebimbangan itu, terdengar suara Raden Kuda
Rupaka "Masih ada seorang yang tidak hadir disini"
Semua orang memandang kepadanya, dan Kuda
Rupaka meneruskan "Dimanakah Sangkan?"
Tidak ada yang menjawab.
"Carilah Sangkan dibiliknya" berkata Kuda Rupaka
kepada Panji Sura Wilaga.
Panji Sura Wilagapun kemudian dengan tergesa-gesa
pergi ke bilik Sangkan, namun ia tidak usah terlalu lama
mencari, seperti yang pernah terjadi, maka Panji Sura
Wilaga langsung mencari di bawah pembaringannya.
"Cepat keluar" bentak Panji Sura Wilaga "Kenapa kau
bersembunyi di kolong permbaringan selagi semua orang
bertempur?"
"Aku, aku takut sekali" desisnya dengan suara
gemetar. "Kau gila, kau memang pantas dibunuh saja dari pada
mengotori istana ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi, tetapi aku tidak berbuat apa-apa, aku tidak
mengganggu dan bahkan aku dapat membantu
membersihkan halaman"
"Gila, ternyata pengemis itu lebih berguna dari pada
kau, mereka mampu berkelahi melawan kawan-kawan
Kidang Alit, sementara kau bersembunyi saja di kolong
ambenmu" "He..!!" Sangkan merangkak keluar "Pengemispengemis itu berani berkelahi?"
"Ya, pengemis yang muda telah membunuh seorang
perampok dari Guntur Geni"
"Ah, Raden Panji agaknya masih sempat bergurau"
Tetapi Sangkan tidak dapat meneruskan katakatanya, apalagi senyumnya yang mulai nampak
dibibirnya, segera terhapus oleh sebuah pukulan di
pipinya. "Aduh"!" Sangkan mengeluh sambil memegang
pipinya, wajahnya yang pucat tiba-tiba menjadi merah,
bukan saja wajahnya tetapi juga matanya.
Ketika tangan Sangkan mengusap matanya yang
basah, Panji Sura Wilaga membentaknya "Jika kau
menangis, aku bunuh kau, kau tidak dapat bermanjamanja di hadapanku, aku tidak peduli jika kau menangis
di gendongan biyungmu yang semakin tua itu, tetapi
tidak di hadapanku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan menjadi semakin ketakutan, tetapi ia tidak
menangis "Ikut aku" bentak Panji Sura Wilaga.
Sangkan tidak membantah, iapun kemudian mengikuti
Panji Sura Wilaga masuk ke ruang dalam, namun ketika
terpandang olehnya sesosok mayat, maka iapun segera
berhenti. "Kenapa kau berhenti?"
"Aku takut, Raden"
"Ikuti aku, jika kau takut mayat, kau sendirilah yang
akan menjadi mayat"
Tetapi Sangkan tidak menyahut lagi.
Kemarahan Panji Sura Wilaga tidak tertahankan lagi,
tetapi ketika ia hampir saja memukulnya, Panon bertanya
"Untuk apakah Sangkan dibawa kemari", jika ia memang
ketakutan, biarlah ia sembunyi di dalam bilik"
"Ia harus menyingkirkan mayat itu"
"Biarlah aku dan paman Mina yang akan
menyingkirkan, tetapi mayat yang ada di halamanpun
masih harus disisihkan, dan itu bukan semata-mata
kewajibanku dan paman"
Terasa sikap Panon memang sudah berbeda dari
sikapnya pada saat ia datang. Tetapi Raden Kuda
Rupakapun menyadari, bahwa yang dihadapinya itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bukan seorang pengemis kebanyakan, itulah sebabnya
maka iapun harus bersikap lain.
"Baiklah" berkata Kuda Rupaka "Pagi-pagi kita akan
memanggil orang-orang padukuhan, kau dan aku akan
pergi kepada Ki Buyut, kita minta tolong kepada orangorang Karangmaja untuk menguburkan mayat-mayat
itu". Panon nampak ragu-ragu, namun kemudian jawabnya
"Baiklah Raden, aku besok akan pergi bersama Raden" Ia
berhenti sejenak, lalu "Sekarang begaimana dengan
mayat-mayat ini?"
Raden Kuda Rupaka mamandang Panji Sura Wilaga,
sejenak kemudian ia menjawab "Baiklah, kita akan
menyingkirkan nya, semua yang disini dan yang ada di
halaman" "Kau harus membantu kami anak gila" geram Panji
Sura Wilaga sambil memandang Sangkan.
Tetapi Panon telah menyahut "Jangan dipaksa, jika ia
sudah mengatakan tidak berani"
"Ia akan menjadi manja disini"
"Biarlah aku saja"
Panonpun kemudian mengangkat mayat itu seorang
diri dan membawanya keluar, sementara Kuda Rupaka
dan Panji Sura Wilaga dibantu oleh Ki Mina telah
menyingkirkan mayat-mayat yang terbaraing di halaman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, Sangkan yang ketakutan tidak mau
segera kembali ke biliknya, karena itu untuk beberapa
lamanya ia berada di muka bilik Raden Ayu.
"Kembalikah ke bilikmu" berkata Nyi Upih.
"Aku takut biyung"
"Apa yang kau takutkan sekarang, semuanya sudah
siselesaikan"
"Tetapi aku tidak mempunyai kawan dibilik belakang"
"Dimana Panon dan Ki Mina?"
"Mereka sedang menyingkirkan mayat-mayat yang
katanya ada di halaman"
"Tetapi mereka sudah berada di biliknya kembali"
Sangkan masih tetap ragu-ragu, tetapi Nyi Upih
kemudian berkata "Di muka pintu ini tadi juga terdapat
sesosok mayat"
"Ooo" tiba-tiba saja Sangkan meloncat masuk ke
dalam bilik. "Bukankah kau juga melihatnya?"
"Ya, ya, aku melihatnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Sekarang kembalilah ke dalam bilikmu, kau tentu tidak akan dapat tidur disini"
Sangkan ragu-ragu sejenak, namun kemudian iapun dengan tergesa-gesa pergi ke bilik belakang.
Ternyata seperti yang dikatakan oleh ibunya, Panon dan Ki Mina sudah ada di dalam bilik itu pula, tetapi justru Sangkan tidak berani mendekati mereka.
"Kau berbau mayat" desis Sangkan.
"Aku sudah membersihkan diriku di pakiwan" sahut Panon
Sangkan masih termangu-mangu, namun iapun kemudian membanting dirinya di pembaringannya sambil berkata "Jangan dekat-dekat"
Panon menarik nafas dalam-dalam, perasaan muaknya telah sampai keubun-ubun, tetapi ia masih tetap menahan diri agar tidak timbul persoalan lain, Karena itu, iapun tidak menghiraukan Sangkan yang tidur menelungkup sambil menyembunyikan wajahnya itu. Untuk beberapa saat lamanya Panon masih bercakap-cakap dengan Ki Mina tentang orang-orang Guntur Geni itu.
"Memang aneh" berkata Ki Mina "Orang itu mati dimuka pintu tanpa mengetahui siapakah yang telah membunuhnya, paser itu sama sekali tidak dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
memberikan petunjuk karena tidak terdapat ciri-ciri
apapun juga"
"Kidang Alit juga tidak mungkin melakukan, tetapi
masih mungkin bahwa ia mempunyai orang lain yang
mendapat kesempatan untuk melepaskan paser kecil dari
sebuah sumpit"
Ki Mina menarik nafas dalam-dalam, katanya "Panon,
kita sudah terlanjur menyatakan diri, karena itu, mungkin
kita untuk seterusnya akan menghadapi persoalanpersoalan yang harus kita selesaikan dengan kekerasan.
Karena itu, maka sudah sepantasnya kita membawa
senjata kita masing-masing, akupun tidak lagi akan
menyembunyikan kerisku, dan kaupun harus membawa
pisau-pisaumu meskipun tidak lebih dari keratan-keratan
besi kecil runcing, namun di tanganmu ternyata telah
berubah menjadi pusaka yang sangat berbahaya"
Panon mengangguk-angguk.
"Besok kau akan pergi bersama Raden Kuda Rupaka
ke rumah Ki Buyut, aku tahu, dengan demikian maka
Panji Sura Wilaga hanya tinggal mengawasi aku saja
disini, tetapi kau harus berhati-hati, banyak kemungkinan
yang dapat terjadi. Agaknya disini telah terdapat tiga
kekuatan yang harus berhadapan. Kau, Raden Kuda
Rupaka, dan Kidang Alit, kalian adalah anak-anak muda
yang istemewa. Raden Kuda Rupaka dan Kidang Alit
mempunyai kelebihan yang jarang terdapat pada anakanak muda sebayanya, sedangkan kaupun telah memiliki
bekal yang tidak tanggung-tanggung lagi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon mengangguk sambil berkata "Alhamdulillah Paman, aku diberkahi oleh Allah yang Maha Kuasa"
"Alhamdulillah, sekarang beristirahatlah, mungkin masih ada persoalan yang akan kita hadapi"
"Tetapi rasa-rasanya aku tidak akan dapat tidur paman"
"Tidurlah, aku akan berjaga-jaga beberapa lama, jika aku merasa perlu, kau akan aku bangunkan"
Panon memandang Ki Mina dengan seksama,
kemudian terloncat dari bibirnya "Terima kasih, Paman terlalu baik kepadaku"
Ki Mina tersenyum, katanya "Sudahlah, tidurlah"
Panonpun kemudian membaringkan dirinya di pembaringan, diluar sadarnya ia berpaling mamandang Sangkan yang menelungkup, namun suara nafasnya terdengar mengalir dengan teratur.
"Ia sudah tertidur" desis Panon.
"Itulah anehnya" sahit Ki Mina "Baru saja ia marasa ketakutan, biasanya, orang yang yang ketakutan itu tidak dapat tidur semudah itu"
Panon tidak menjawab, tetapi iapun kemudian memejamkan matanya, ia memang ingin tidur barang sejenak, Kemudian bergantian, biarlah Ki Mina juga beristirahat meskipun sisa malam tinggal sedikit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Baik Ki Mina maupun Panon maupun Raden Kuda
Rupaka dan Panji Sura Wilaga, merasa perlu untuk
berjaga-jaga menghadapi segala kemungkinan, karena
itulah, maka di ruang depan, Panji Sura Wilaga dan Kuda
Rupaka telah mengatur waktu, seorang dari mereka akan
tidur dahulu, kemudian yang seorang lagi setelah yang
terdahulu dibangunkannya.
"Silahkan paman tidur lebih dahulu" berkata Kuda
Rupaka "Hatiku masih belum dapat aku jinakkan, setelah
mengalami peristiwa yang mendebarkan tadi"
Panji Sura Wilaga yang terbaring lebih dahulu, iapun
berusaha untuk segera dapat tidur nyenyak menjelang
dini hari, agar Kuda Rupaka sempat tertidur meskipun
hanya sekejap. Namun dalam pada itu, agaknya sudah tidak ada
sesuatu lagi yang terjadi diujung malam itu, tidak ada
seorangpun yang kembali lagi dan mengganggu isi istana
yang kecil itu.
Pada dini hari, yang telah tertidur lebih dahulupun
segera terbangun, mereka mencoba memberi
kesempatan kepada kawannya yang lain untuk tidur
barang sekejap menjelang fajar.
Tidak banyak kesempatan untuk memejamkan
matanya, tetapi yang sekilas itupun kadang-kadang telah
cukup, karena mereka adalah orang-orang yang terbiasa
menguasai diri sendiri dalam segala bentuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ketika matahari mulai bangkit di ujung timur, ternyata para penghuni istana itupun telah menjadi sibuk, mereka yang baru sempat memejamkan matanya sekejappun telah bangun dan bersiap-siap melakukan tugas masing-masing.
"Hari ini aku tidak dapat membersihkan halaman belakang" berkata Panon kepada Sangkan :Aku harus mengikuti Raden Kuda Rupaka ke padukuhan untuk bertemu dengan Ki Buyut"
Sangkan mengerutkan keningnya, lalu katanya "Aku tidak peduli, tetapi kau harus melakukan kewajibanmu"
"Gila" desis Panon dihatinya, oleh kejengkelannya yang tidak tertahankan lagi iapun berkata "Semalam aku hampir tidak tidur karena aku harus membantu Raden Kuda Rupaka bertempur, kau sama sekali tidak berbuat apa-apa, karena itu, sekarang kaulah yang wajib menyelesaikan semua pekerjaan, aku akan pergi ke padukuhan"
"Aku tidak peduli" tiba-tiba Sangkan mendesak "Kau harus membersihkan halaman belakang, Ki Mina kedua halaman samping dan aku halaman depan"
Panon terkejut mendapat tanggapan yang tidak disangkanya itu, ia mengira Sangkan akan menjadi takut dan merubah sikapnya kepadanya, tetapi ternyata ia justru membentaknya meskipun ia sudah mengatakan bahwa ia bertempur semalam-malamam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Justru karena itulah, maka Panon memjadi termangu-mangu, beberapa saat lamanya ia terbungkam dan tidak tahu apa yang akan dilakukannya.
Yang menjawab kemudian adalah Ki Mina yang masih bersabar menghadapi anak muda itu "Baiklah Sangkan, akulah yang akan mengerjakan pekerjaan Panon, sebab jika Panon tidak mau pergi ke bersama Raden Kuda Rupaka pagi ini ke padukuhan, maka Raden Kuda Rupakapun akan marah kepadanya, tetapi jangan cemas, aku akan membersihkan halaman belakang dan samping, dan kau akan membersihkan halaman depan, tetapi jika kau menjumpai mayat-mayat yang aku letakkan di pojok halaman, biarkan sajalah di sana, sambil menunggu orang-orang padukuhan yang akan membantu mengubur mayat-mayat itu.
"He..!!" wajah Sangkan menjadi pucat, "Jadi ada tiga mayat di halaman?"
"Ya, yang satu dibunuh oleh Raden Panji, yang satu oleh Panon dan yang satu ketemukan di dalam rumah tanpa diketahui siapakah yang telah membunuhnya"
"Jadi benar-benar Panon telah membunuh seorang dari mereka?"
"Ya" jawab Ki Mina sambil memandang perubahan yang mungkin terjadi di wajah Sangkan.
Tetapi ternyata Sangkan menggeram "Anak gila, kaulah yang ikut menakut-nakuti aku dengan membunuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
orang, aku tidak mau membersihkan halaman depan hari
ini, kaulah yang melakukannya"
Jawaban Sangkan itu sungguh diluar dugaan, Panon
yang juga masih seorang anak muda, betapapun ia telah
mengalami latihan jasmaniah maupun rohaniah, namun
kesabarannya rasa-rasanya memang sudah sampai
kebatas. Namun untunglah bahwa Ki Mina masih sempat
menggamitnya sambil berkata kepada Sangkan "Baiklah
Sangkan, biarlah aku yang membersihkan halaman
seluruhnya hari ini, mungkin kau dapat melakukan
sesuatu yang lain yang sesuai dengan kemauanmu hari
ini" Sangkan tidak menjawab, tetapi dari sorot matanya
memancar sesuatu yang aneh, kegelisahan, kemarahan
dan campur baur dari ketidak tentuan, atau sesuatu yang
tidak dimengerti sama sekali oleh Ki Mina.
Dalam pada itu, Panonpun kemudian membenahi diri,
ia mencoba untuk tidak menghiraukan lagi anak muda
yang bernama Sangkan itu.
"Anggap saja anak itu anak Gila" berkata Panon
kepada diri sendiri untuk meredakan gejolak
perasaannya"
Ternyata bahwa sejenak kemudian terdengar langkah
Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga, sambil berdiri
dimuka pintu bilik itu Kuda Rupaka berkata "Bersiaplah,
kita akan berangkat sekarang, jika kau tidak mempunyai
kuda, kau dapat meminjam Kuda paman Panji jika kau
dapat berkuda."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku akan mencoba berkuda, Raden"
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Marilah, biarlah paman Panji tinggal di istana ini,
siapa tahu Kidang Alit yang licik itu akan datang disiang
hari" Panon mengangguk, iapun menyadari betapa anak
muda yang bernama Kidang Alit justru ia memiliki
bermacam-macam ilmu yang dapat dipergunakan untuk
melakukan niatnya tanpa mengingat harga diri sama
sekali. Keduanyapun kemudian meninggalkan bilik itu, diikuti
oleh Panji Sura Wilaga yang kemudian menyerahkan
kudanya kepada Panon.
Ketika dua ekor kuda itu berderap meningglkan
halaman, Panji Sura Wilaga berdiri termangu-mangu di
tangga pendapa, sedangkan Ki Mina memandanginya
dari halaman samping, sementara Sangkan masih tetap
berada di dalam biliknya.
Ketika kedua ekor kuda itu sudah tidak nampak lagi,
maka Ki Minapun dengan langkah yang lamban berjalan
kembali ke dalam biliknya, dilihatnya di dalam bilik itu
Sangkan duduk termenung, seolah-olah merenungi
sesuatu yang amat rumit didalam dirinya.
"He, kenapa kau tidak membersihkan halaman?"
Sangkan tiba-tiba saja membentak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Ki Mina justru tersenyum, jawabnya "Aku akan melakukannya, tetapi biarlah aku duduk sebentar"
"Kau tahu bahwa sebenarnya hari sudah terlalu siang untuk melakukannya"
Ki Mina masih saja tersenyum, namun demikian ia menjawab pula "Sebentar lagi orang-orang dari padukuhan akan datang dan mengubur mayat-mayat yang ada di halaman, setelah mereka selesai, aku tentu akan membersihkannya"
"Bagaimana dengan halaman belakang dan samping?"
Ki Mina dengan menarik nafas dalam-dalam, tetapi kemudian iapun kemudian meninggalkan bilik itu sambil bergumam "Baiklah, aku akan membersihkannya sekarang"
Sangkan mengikutinya sampai ke depan pintu biliknya, namun kemudian katanya "Ki Mina, aku akan membantumu membersihkan halaman belakang, tetapi kau atau Panon yang nanti harus membersihkan halaman depan"
Ki Mina mengangguk, katanya "Terima kasih, aku akan menyapu halaman samping saja terlebih dahulu"
Sangkan memandang Ki Mina sampai orang tua itu hilang disudut istana, baru kemudian iapun melangkah setelah menutup pintu biliknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sementara itu Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten Prawesti seolah-olah menjadi beku di dalam biliknya, Pintenpun tidak berani beranjak meskipun ibunya mengajaknya.
"Aku takut biyung" desis Pinten.
"Tetapi bukankah kita harus menjerang air dan menanak nasi", jika kau dan aku bersembunyi saja disini, siapakah yang akan masak hari ini?"
Pinten memandang Inten Prawesti sejenak, seolah-olah minta tolong kepadanya, agar ia diijinkan untuk tinggal saja di dalam bilik itu.
"Bibi" berkata Inten "Jika Pinten memang takut, biarlah ia disini, aku merasakan betapa tersiksanya jika kita harus memaksa diri berbuat sesuatu dalam ketakutan"
"Tetapi sekarang sudah siang puteri, diluar ada Panji Sura Wilaga yang tidak ikut bersama Raden Kuda Rupaka ke padukuhan"
Bab 25 Inten termangu-mangu sejenak, lalu katanya "Apakah paman ada di belakang?"
"Aku tidak tahu puteri, tetapi masih ada yang akan melindungi kita, ternyata Ki Minapun mampu berbuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sesuatu jika terpaksa, seandainya ia tidak memiliki ilmu
setinggi Panji Sura Wilaga, namun ia akan dapat
membantu serba sedikit"
Pinten mengangguk-angguk sejenak, namun
kemudian katanya "Baiklah biyung, tetapi aku sajalah
yang berada di dalam dapur bersama kakang Sangkan,
aku tidak mau mengambil air ke sumur"
"Uh, kakakmu adalah laki-laki yang tidak berguna
sama sekali didalam keadaan seperti ini, biarlah ia tetap
bersembunyi di bawah kolong ambennya" ia berhenti
sejenak, lalu "Biarlah aku yang mengambil air, kau
menyakakan api, lihatlah matahari sudah naik dan kita
belum lagi menjerang air"
"Biarlah Nyai" desis Raden Ayu "Bukan salahmu, dan
akupun tidak akan menyalahkan Pinten, jika ia tidak
berani keluar di saat seperti ini"
"Ampun puteri, tetapi disiang hari, tentu tidak akan
ada sesuatu yang akan dapat mengganggu kita disini,
apalagi disini sekarang ada beberapa orang yang dapat
melindungi kita"
"Ingatlah Nyai" berkata Raden Ayu "Disiang hari pula
suara seruling itu selalu terdengar, dan bahkan disiang
hari pula anak mua yang bernama Kidang Alit itu telah
berani bertengger diatas dinding halaman kita"
"Ooo?" Nyi Upih menangguk-angguk, namun
kemudian "Tetapi sekarang tidak akan terjadi apa-apa,
marilah Pinten"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten ragu-ragu sejenak, namun iapun kemudian
mengikuti ibunya pergi ke dapur.
Dimuka pintu dapur keduanya termangu-mangu,
lewat butulan longkangan belakang, mereka melihat Ki
Mina membersihkan halaman samping, sementara di
belakang terdengar juga suara sapu lidi.
"Kakang Sangkan telah berada di kebun belakang"
desis Pinten "Agaknya ia sedang menyapu halaman"
Nyi Upih menarik nafas dalam-dalam, tetapi ia tidak
menjawab sama sekali.
Sejenak kemudian, Pinten sudah duduk di muka
perapian sambil menyalakan api titikan, kemudian
dengan nafas yang terengah-engah ia meniup api yang
semakin besar membara pada segumpal emput aren.
Baru kemudian diletakkannya emput yang telah
membara itu pada seikat belarak kering.
Nyi Upih yang kemudian masuk ke dapur sambil
membawa lodong bamboo berisi air. "Kau pandai
membuat api Pinten?"
"Bukankah hampir setiap hari aku menyalakan api?"
Nyi Upih mengangguk-angguk, tetapi tatapan
matanya menjadi aneh, dan tiba-tiba saja berdesah.
"Kenapa kau biyung?" bertanya Pinten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak apa-apa"
"Kau mengeluh?"
"Nyi Upih tidak segera menjawab, sambil duduk di samping Pinten ia berkata "Keadaan seperti ini harus segera diakhiri"
"Mudah-mudahan Raden Kuda Rupaka segera
bertindak tepat"
"Kuda Rupaka yang mana?"
Pinten mengerutkan keningnya, dengan nada tinggi ia bertanya "Kuda Rupaka yang mana" Kenapa kau bertanya seperti itu biyung?"
"Sudahlah, kau harus menjerang air, maku akan membersihkan beras ke sumur, yang ada tinggallah beras dan jagung itu"
"O, senang sekali, aku terbiasa makan jagung, sehingga jika aku makan nasi, aku menjadi cepat lapar, padahal nasi sangat terbatas sekarang ini"
Nyi Upih mengerutkan keningnya, tetapi Pinten tertawa sambil berkata "Aku tidak mengeluh biyung, kau tahu, bahwa aku tidak mengeluh kan?"
"Ya, ya kau tidak mengeluh anak manis"
"Ah"." Pinten masih saja tertawa, tetapi akhirnya ia berhenti sama sekali, perlahan-lahan ia mendekati Nyi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Upih yang tidak jauh duduk di sebelahnya, sambil
memeluk dan meletakkan kepalanya ke bahu biyungnya,
ia berkata "Jangan sedih biyung, tidak lama lagi
semuanya akan selesai, awan yang selama ini
menyelimuti istana ini akan segera dihembus oleh angin
yang kencang dan langitpun akan segera akan terbuka"
Nyi Upih mengusap matanya yang basah, iapun
kemudian ia memeluk Pinten, katanya "Kau adalah
mutiara yang tidak ternilai harganya, kau telah
melakukannya dengan ikhlas, umurmu adalah umur
remaja yang sebenarnya pada masanya bersolek di
dalam bilikmu, tetapi kau sekarang berada dineraka
seperti ini"
"He"!" Pinten terkejut mendengar kata-kata Nyi Upih
"Biyung, bangunlah, apakah biyung masih tidur dan
bermimpi?"
Nyi Upih memandang Pinten sejenak, tetapi matanya
masih juga basah.
"Sudahlah biyung" berkata Pinten kemudian
"Bukankah kau harus menyediakan minum dan sarapan
pagi?" Nyi Upih mengangguk-angguk katanya "Ya, ya Pinten,
aku harus menyediakan minum dan sarapan pagi, tetapi
bukankah airmu belum mendidih?"
Pinten menggeleng, dengan tangan-tangannya yang
halus, iapun kemudian menggeser beberapa potong kayu
di perapian, sehingga apipun menjadi semakin besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, Sangkan sibuk membersihkan
halaman belakang istana itu, sekali-kali ia berhenti
sejenak sambil menekan punggungnya, namun dalam
pada itu, kadang-kadang matanya merayap disepanjang
dinding batu di seputar halaman istana itu, seolah-olah ia
selalu dicemaskan oleh kemungkinan yang paling buruk.
Jika Kidang Alit memanjat dinding itu dan meloncat
masuk. Namun sesekali ia memandang Ki Mina yang
berada di halaman samping.
Ki Mina melihat sikap Sangkan yang seakan-akan
selalu dibayangi oleh kecemasan, tetapi ia berusaha
untuk tidak menghiraukannya, dengam tekun ia
melakukan perkerjaan yang diberikan kepadanya,
membersihkan halaman.
Sementara itu, diperjalanan ke rumah Ki Buyut, Panon
berada di punggung kudanya mengikuti Raden Kuda
Rupaka, ketika mereka sudah memasuki padukuhan,
maka derap kuda merekapun menjadi semakin lambat,
agar mereka tidak mengejutkan orang-orang padukuhan
Karangmaja. Namun dalam pada itu keduanya hampir tidak
berbicara sama sekali, Panon yang merasa dirinya tidak
sederajat dengan Raden Kuda Rupaka, selalu berada di
belakang, ia masih tetap dibayangi oleh perbedaan
derajat keturunan meskipun kadang-kadang teringat pula
kata-kata gurunya, bahwa nilai seseorang bukanlah
berada pada derajat dan tingkat keturunan, tetapi pada
apa yang dilakukaknya. Meskipun demikian, Panon masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tetap merasa bahwa, ia sebaiknya berada di belakang
Raden Kuda Rupaka tidak di sampingnya.
Kedatangan mereka di rumah Ki Buyut menimbulkan
keheranan, karena hari masih terlalu pagi, meskipun
matahari sudah mulai naik.
Ki Buyut yang baru saja selesai mandi, dengan
tergopoh-gopoh turun dari pendapa rumahnya
menyongsong kedatangan kedua orang itu.
"Kedatangan Raden mengejutkan kami disini"
Kuda Rupaka tersenyum, katanya "Memang mungkin
mengejutkan Ki Buyut"
"Marilah, silahkan Raden naik ke pendapa"
"Terima kasih, aku hanya sebentar Ki Buyut"
Ki Buyut termangu-mangu sejenak, kerut merut di
keningnya melukiskan, betapa hatinya mulai menjadi
gelisah. Namun dalam pada itu, sebelum Kuda Rupaka
mengatakan sesuatu, merekapun terpaksa berpaling ke
regol halaman, karena kehadiran seorang anak muda,
sambil tersenyum anak muda itu mamasuki halaman
sambil berkata "Selamat Pagi Ki Buyut"
"Kidang Alit" desis Ki Buyut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku sudah mengira bahwa pagi ini Raden Kuda Rupaka tentu akan datang kemari"
"Apa yang kau ketahui tentang Raden Kuda Rupaka?"
"Tidak ada Ki Buyut, aku hanya mengira-ngira saja"
Ki Buyut mengerutkan keningnya, ketika ia menatap wajah Kuda Rupaka, ternyata wajah itu menjadin tegang, tetapi sesaat kemudian Kuda Rupakapun berhasil menguasai perasaannya, dan berkata "Akupun tahu, bahwa kau akan datang sepagi ini di rumah Ki Buyut, Kidang Alit"
Kidang Alit tertawa, katanya "Baiklah, silahkan Raden mengatakan keperluan Raden atau barangkali Raden sudah mengatakannya"
"Belum, aku belum mengatakannya"
"Silahkan, aku tidak akan mengganggu" Kidang Alitpun kemudian seolah-olah tidak acuh, duduk di tangga pendapa rumah Ki Buyut,
Kuda Rupaka ragu-ragu sejenak, namun kemudian iapun berkata "Ki Buyut, semalam telah terjadi keributan lagi di halaman istana bibi Kuda Narpada, bahkan beberapa orang telah terbunuh"
"He..!!" Ki Buyut benar-benar terkejut mendengar berita itu "Lalu apakah yang terjadi pada diri Raden Ayu Kuda Narpada?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak, bibi tidak apa-apa, yang kami perlukan adalah beberapa orang yang dapat membantu kami
menguburkan mayat-mayat itu"
"O?" Ki Buyut mengusap dadanya sambil berkata
"Untunglah bahwa ada Raden di istana itu, jika tidak maka orang-orang jahat itu tentu sudah berbuat apa saja yang mereka kehendaki"
Sebelum Kuda Rupaka menjawab, terdengar suara tertawa Kidang Alit, sehingga semua orang berpaling kepadanya.
"Kenapa kau tertawa Kidang Alit?"
"Tidak Ki Buyut, tidak apa-apa, aku berbangga atas Raden Kuda Rupaka yang telah berhasil melindungi istana kecil itu"
Kuda Rupaka menggeram, tetapi ia tidak menjawab.
Dalam pada itu, Ki Buyutlah yang kemudian berkata
"Baiklah Raden, aku akan mengirimkan beberapa orang ke istana itu untuk membantu Raden. Berapa banyakkah orang yang telah terbunuh kali ini, Raden?"
"Tiga, tiga orang"
Kidang Alit mengerutkan keningnya, kemudian katanya "Tentu seorang yang memasuki bilik puteri Inten Prawesti itupun terbunuh pula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sekali lagi semua orang berpaling kepadanya, mereka melihat Kidang Alit tidak tertawa lagi, tetapi sikapnya seakan-akan masih tetap acuh tidak acuh saja.
"Baiklah Raden" berkata Ku Buyut kemudian "Kami akan menguburkan mereka, tetapi karena itulah, maka kami mohon perlindungan Raden, jika kawan-kawannya merasa tersinggung karenanya dan melontarkan dendam mereka kepada kami"
"Aku akan bertanggung jawab Ki Buyut"
"Terima kasih Raden, dua orang anak muda dari padukuhan inipun masih belum sembuh benar" Ki Buyut berhenti sejenak, lalu dipandanginya Panon yang berdiri diam di belakang Kuda Rupaka.
"Ia tidak akan berbuat apa-apa" berkata Kuda Rupaka.
Ki Buyut mengangguk kecil, lalu "Ya, kedua anak muda yang terkena racun itu belum sembuh sama sekali, meskipun mereka sudah menjadi agak baik, karena itu, kami mohon agar tidak ada korban lagi yang dapat mengurangi ketenangan hidup kami di padukuhan ini"
"Ya, ya Ki Buyut" sahut Kuda Rupaka, namun dengan sudut matanya ia melihat Kidang Alit sudah tersenyum lagi.
"Gila" desis Panon di dalam hatinya "Anak muda yang licik itu agaknya memang sangat berbahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Baiklah Raden, sebentar lagi aku akan mengirimkan beberapa orang yang akan membawa usungan, kemudian membawa mayat-mayat itu ke kuburan.
Silahkan Raden mendahului, namun demikian, kami mohon Raden juga mengawasi orang-orang kami yang barangkali selalu dalam kecemasan"
"Terima kasih Ki Buyut, aku minta diri, dam semua persoalan ada di dalam tanggung jawabku"
Kuda Rupakapun kemudian meninggalkan halaman rumah Ki Buyut itu diikuti oleh Panon, Ki Buyut mengantar sampai ke regol halaman, sementara Kidang Alit mengikuti pula.
Ketika Kuda Rupaka dan Panon telah meloncat ke punggung kudanya, tiba-tiba saja Kidang Alit berseru
"Raden hati-hatilah dengan pengemis itu, ia nampak dungu dan bodoh, tetapi ia licik seperti kancil"
Terasa dada Panon berguncang, tetapi ia berusaha menahan dirinya agar tidak terjadi perselisihan.
"Persetan dengan mulutmu Kidang Alit" Kuda Rupakapun ternyata tidak dapat menahan hatinya lagi, namun sejenak kemudian kudanya telah berderap meninggalkan rumah Ki Buyut, meskipun tidak begitu cepat, karena mereka berada di tengah-tengah padukuhan.
Panon yang berkuda di belakangnya mencoba menenangkan hatinya, tetapi ia mendapat gambaran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
yang lebih banyak tentang keadaan sebenarnya yang
dihadapinya. Bagi Panon ternyata kemudian, bahwa persoalan di
istana kecil itu benar-benar terbatas pada dinding istana,
orang-orang Karangmaja hanya dapat mengikutinya
dengan cemas tanpa dapat berbuat apa-apa, setiap
tingkah laku orang-orang Karangmaja yang dengan
langsung melibatkan diri dalam pergolakan yang terjadi
di istana kecil itu, tentu akan berarti bencana, bahkan
untuk menguburkan mayat saja, mereka merasa
keselamatannya terancam.
"Tetapi kenapa Kidang Alit masih saja berkeliaran
seolah-olah ia memang merupakan bagian dari
Karangmaja?" bertanya Panon di dalam hatinya, dan
orang-orang yang berada di istana kecil itu, secara tidak
langsung ia sudah mendengar, bahwa Kidang Alit telah
melakukan perbuatan yang kurang pantas di
Karangmaja"
Namun demikian semua pertanyaannya itu
disimpannya saja di dalam hatinya, meskipun ia
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menduga bahwa Raden Kuda Rupaka mengerti serba
sedikit perbuatan tentang Kidang Alit, namun agaknya ia
segan untuk bertanya kepadanya.
Demikianlah, tanpa mengucapkan sepatah katapun,
keduanya memasuki regol halaman istana kecil yang
suran itu. Raden Kuda Rupaka yang disongsong oleh
Panji Sura Wilagapun kemudian meloncat dari kudanya
sambil berkata "Mereka akan segera datang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, katanya
"Mereka adalah orang-orang yang baik, kita wajib berterima kasih kepada mereka"
"Ya, kita akan mengucapkan terima kasih"
Panji Sura Wilagapun kemudian berpaling kepada Panon yang berdiri termangu-mangu, namun kemudian anak muda itupun berkata "Aku berterima kasih atas kuda Raden Panji yang sudah diperkenankan aku mengenderainya"
Panji Sura Wilaga memandanginya sejenak, namun kemudian katanya "Kembalikan ke gedongan"
"Baik Raden"
Namun ketika Panon akan melangkah menuntun kuda itu, Kuda Rupakapun berkata pula "Bawa pula kudaku"
Panon termangu-mangu sejenak, namun kemudian ia menerima kendali kuda itu sambil mengangguk dan menjawab "Baik Raden"
Panonpun kemudian pergi ke gedongan sambil membawa dua ekor kuda dan kemudian memasukkannya ke dalam.
Sejenak Panon termangu-mangu, sekilas ia teringat olehnya kudanya sendiri yang ditinggalkannya di ujung pegunungan seperti yang dipesankan oleh gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Guru tentu sudah datang ke pegunungan ini, dan berada di tempat yang sudah dikatakannya" berkata Panon dalam hatinya, tetapi ia menarik nafas dalam-dalam, ia tidak melihat kesempatan yang baik untuk mencarinya gurunya itu. Namun ia tidak akan dapat membiarkan gurunya menunggu dengan cemas.
"Jika perlu sekali, apapun yang terjadi, aku harus pergi mencarinya" desisnya di dalam hati.
Namun tiba-tiba saja Panon terkejut ketika ia mendengar suara Sangkan "He, apa yang kau lakukan disitu?"
Panon berpaling, dilihatnya berdiri di serambi, tetapi agaknya anak muda itu tidak sedang berbicara kepadanya, ternyata ia sedang memandang kearah yang lain.
Panonpun ikut pula memandang ke arah tatapan mata Sangkan, terasa sebuah desir timbul dihatinya, ketika ia melihat seorang gadis berdiri termangu-mangu disudut istana itu.
Ternyata suara Sangkan telah menyadarkan gadis itu pula, ketika gadis itu berpaling kearah Sangkan, maka Sangkan sudah berkata lagi "Kenapa kau merenung disitu Pinten" Apakah kau sedang merenung anak pengembara di gedongan itu?"
"Uh" wajah Pinten menjadi merah, tiba-tiba saja tangannya yang sedang memegang sepotong kayu bakar yang diambilnya dari belakang istana telah terayun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kearah kakaknya, untunglah Sangkan sempat berlari
sambil berkata "Pinten, jangan"
Tetapi Pinten justru mengejarnya, ia memungut kayu
bakar yang dilemparkannya tetapi tidak mengenai
sasarannya sambil berkata "Awas kau kakang, jika kau
lengah, maka aku akan cubit lehermu sampai terkelupas"
Meskipun Sangkan masih berlari, ia sempat bertanya
"He, kenapa di leher?"
Pinten tidak sempat menjawab, karena tiba-tiba saja
muncul Nyi Upih di longkangan sambil berteriak "He,
anak-anak nakal, berhentilah berkelahi, setiap saat kalian
pasti bertengkar, apapun sebabnya"
Pintenpun berhenti beberapa langkah dari Nyi Upih
sambil mencibirkan bibirnya, ia mengangkat tangannya
yang dikepalannya.
Sangkan berdiri di kejauhan dengan ragu-ragu,
namun kemudian ia berkata "Aku tidak apa-apa biyung,
Pinten yang mendahului melempar aku dengan sepotong
kayu" "Kenapa kau melempar kakakmu dengan kayu,
Pinten?" "Habis, kakang nakal sekali, awas kau" geramnya.
Tetapi Pinten tidak dapat berbuat lain, ketika ibunya
menariknya masuk ke longkangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun adalah diluar sadarnya bahwa tiba-tiba saja Pinten telah berpaling kearah Panon yang memandanginya dengan termangu-mangu. Seolah-olah ia telah terpukau oleh sesuatu yang tidak dimengertinya pada gadis yang aneh itu.
Ketika Pinten menyadari bahwa anak muda yang ada di gedongan itupun sedang mamandanginya, maka terasa wajahnya menjadi panas, seolah-olah darahnya memanjat sampai ke ujung ubun-ubun, apalagi ketika ia kemudian mendengar Sangkan bertepuk tangan, maka sambil meronta ia berkata "Lepaskan biyung, lepaskan aku menangkap kakang Sangkan"
Tetapi Nyi Upih tidak melepaskannya, tanpa menjawab Pinten itupun ditariknya terus masuk ke dalam longkanan.
Sangkan yang masih berdiri termangu-mangu, kedua telapak tangannya masih beradu, meskipun ia tidak lagi bertepuk.
Namun tiba-tiba saja ia terkejut ketika ia mendengar seseorang membentaknya "Kau sudah menjadi gila lagi He..!!"
Sangkan berpaling, dilihatnya Panji Sura Wilaga menatapnya dengan pandangan mata yang garang.
Wajah Sangkan tiba-tiba menjadi pucat, selangkah ia mundur sambil berkata "Maaf Raden, aku tidak berbuat apa-apa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau memang anak gila, baru saja kau menjadi beku ketakutan, sekarang kau sudah berteriak-teriak, berlari-lari seperti bayi, He, apakah sebenarnya kau memang mempunyai penyakit gila?"
Sangkan hanya menundukkan kepalanya saja, jika ia mencoba menjawab, maka seperti yang pernah terjadi, tangan Panji Sura Wilaga akan segera melekat di pipinya.
"Sangkan" suara Panji Sura Wilaga semakin geram,
"Jika aku tidak mengingat biyungmu dan Raden Ayu Kuda Narpada, kau sudah aku bunuh dan mayatmu aku suruh mengubur bersama-sama dengan mayat di halaman itu"
"Ampun Raden" suara Kuda Rupaka gemetar.
"Tetapi ingat, sekali lagi kau berbuat gila seperti itu, aku tidak akan memaafkan kau lagi, kau sudah berbuat keterlaluan, selagi kita semuanya dicengkam oleh ketegangan karena persoalan-persoalan yang belum kita kuasai benar, kau justru berlari-lari dengan tanpa menghiraukan keadaan sama sekali"
Sangkan menjadi semakin tunduk.
"Masuklah kedalam bilikmu, atau kerjakan pekerjaanmu yang lain"
"Baik, baik Raden" desis Sangkan "Bukan maksudku untuk membuat Raden Panji marah seperti ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Anak setan" geram Panji Sura Wilaga yang tiba-tiba saja kemarahannya justru melonjak sempai ke kepala.
Namun ketika hampir saja ia kehilangan pengamatan diri dan memukul Sangkan yang semakin tunduk, tiba-tiba saja Panon telah mendekatinya dan bertanya
"Apakah yang telah terjadi Raden Panji?"
"Anak gila ini membuat gaduh saja di halaman ini, aku ingin memukulnya sehingga mulutnya tidak dapat dipergunakannya untuk berteriak barang dua tiga pekan"
Panon adalah seorang yang paling muak melihat Sangkan yang gila-gilaan itu. Namun dalam pada itu ketika ia melihat anak muda itu menunduk dengan wajah yang pucat, tiba-tiba saja timbul ibanya, karena itu maka katanya "Sebaiknya Raden Panji memaafkannya, akupun selalu berusaha untuk menghilangkan semua kesan yang buruk pada Sangkan, karena itu, aku tidak menghiraukannya lagi"
"He" tiba-tiba Sangkan berteriak "Kau harus menurut perintahku disini"
"Jangan berkata begitu Sangkan" jawab Panon "Aku tahu bahwa sebenarnya kau tidak ingin berkata begitu, memang ada yang aneh padamu, yang tidak aku mengetahuinya, seharusnya kau sudah mulai merubah sikapmu, kita disini benar-benar berada dalam keadaan yang tidak kita inginkan. Karena itu, kau jangan membuat persoalan-persoalan baru dengan siapapun juga, termasuk dengan aku. Dalam keadaan seperti sekarang, darah yang seakan-akan sedang mendidih ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sering menimbulkan sikap yang mungkin tidak kau ingini,
karena aku juga dapat bersikap kasar"
Tetapi Sangkan masih menjawab "Kau sudah berani
menantang aku, oleh Raden Ayu kau diserahkan
kepadaku, karena itu, semua perintahku adalah limpahan
perintah Raden Ayu Kuda Narpada"
Panon adalah anak yang terlalu muda untuk menahan
hati, namun iapun seorang anak muda yang memiliki
tanggapan jiwani, karena pergaulannya dan tuntunan
gurunya yang cacat justru jasmaninya.
Karena itulah, maka tiba-tiba saja Panon menangkap
sesuatu yang lain pada Sangkan, sesuatu yang tidak
dapat ditanggapi dengan sikap jasmaniah saja.
"Mungkin anak ini benar-benar telah terganggu
jiwanya " berkata Panon di dalam hatinya, ia pernah
mendengar bagaimana Sangkan menempuh perjalanan
yang berat bersama adiknya menyusul ibunya yang
mengabdi dengan setia kepada Raden Ayu Kuda
Narpada. "Mungkin perjalanan yang berat, bahkan terlalu berat
bagi Sangkan dan Pinten itu telah membuatnya agak
berubah" Katanya dalam hatinya "Atau memang
sebelumnya Sangkan memang mempunyai sifat-sifat
yang kurang dapat dipahami"
Namun dalam pada itu, Panji Sura Wilaga yang tidak
dapat menahan hati, hampir saja tangannya melayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menampar pipi Sangkan, namun Panon masih sempat
menahannya "Serahkan anak ini kepadaku Raden Panji"
Hampir saja Sangkan berteriak, tetapi Panon
mendahuluinya "Sejak peristiwa semalam, hubungan kita
akan berubah Sangkan, juga hubunganmu dengan Ki
Mina" Sangkan menjadi termangu-mangu, namun tatapan
mata Panon jadi jauh berbeda dengan tatapan matanya
pada saat-saat sebelumnya, karena itu Sangkan tidak lagi
mengatakan apa-apa.
"Marilah kita kembali kedalam bilikmu" ajak Panon
"Kita akan berbicara lebih panjang, dan kita harus belajar
menahan hati dan ikut berpikir, apa yang sebaiknya kita
lakukan di halaman istana ini, bukan hanya sekedar
ketakutan, bersembunyi, selebihnya mengacaukan
pemusatan pikiran kita"
Sangkan tidak menjawab, tetapi kepalanya menjadi
semakin tunduk.
"Marilah" ajak Panon sekali lagi.
Sangkanpun kemudian tidak membantah lagi, ia
berjalan saja dengan hati yang kosong diiringi Panon,
sementara Panji Sura Wilaga masih bergumam "Jangan
kau manjakan anak gila itu, sebaiknya kau bunuh saja ia
agar tidak membuatmu kesal"
Panon berpaling, tetapi ia tidak menjawab, ia berjalan
terus mengikuti Sangkan ke dalam biliknya, sementara Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Mina masih saja berada di kebun, menyapu dedaunan
kering yang jatuh bertebaran dihembus angin.
Sangkan duduk termangu-mangu di pembaringannya,
dilihatnya Panon duduk pula diamben yang lain, tetapi
untuk beberapa saat keduanya saling berdiam diri.
Dalam pada itu, sejenak kemudian Ki Minapun
memasuki bilik itu sambil berkata "Beberapa orang telah
datang dari padukuhan"
Sangkan mengangkat wajahnya, tetapi ia tidak
menyahut. Panonlah yang kemudian bertanya "Apakah
mereka sudah ditemui oleh Raden Kuda Rupaka?"
"Ya" jawab Ki Mina "Mereka sudah mulai"
Panonpun kemudian berdiri, katanya "Aku akan
membantu mereka, biarlah kau berada disini paman"
Ki Mina mengangguk.
Sepeninggal Panon, Ki Mina duduk di ambennya,
sejenak dipandanginya wajah Sangkan yang buram.
"Apa yang kau pikirkan Sangkan?"
"Kalian berdua ternyata sudah menipu aku" jawab
Sangkan "Kenapa", apa yang kami tipu atas dirimu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kalian menyebut diri kalian berdua sebagai perantau yang mencari belas kasihan, tetapi ketika kalian sudah berada di istana ini, ternyata kalian adalah orang-orang yang termasuk mereka yang membiarkan dirinya dikuasai oleh kekerasan jasmaniah"
"Semua itu kami lakukan dengan terpaksa Sangkan"
"Apapun alasasmu, tentu kalian sengaja mengelabui aku, biyung dan Raden Ayu Kuda Narpada"
Ki Mina termangu-mangu, namun kemudian katanya
"Kami tentu akan memohon maaf kepada Raden Ayu, kepada ibumu dan kepadamu kakak beradik, namun percayalah bahwa bagaimanapun juga, maksud kami adalah maksud yang baik bagi istana ini seisinya"
"Kalian termasuk salah satu dari mereka yang ingin merampas pusaka-pusaka itu, meskipun kalian bersikap baik, tetapi tentu karena kalian mempunyai pamrih seperti Raden Kuda Rupaka"
"Apakah Raden Kuda Rupaka mempunyai pamrih", ia adalah kemanakan Raden Ayu Kuda Narpada, sehingga yang dilakukannya adalah semata-mata untuk melindungi istana ini, jika Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga mencurigai kami, itupu sudah sewajarnya, karena mereka belum mengenal kami"
"Tidak seorangpun yang mengenal kalian" jawab Sangkan "Akupun menjadi curiga, kenapa kalian berdua tiba-tiba saja datang ke istana ini dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
memperdengarkan tembang yang ngelangut dan
menimbulkan belas kasihan itu?"
Ki Mina menggelengkan kepalanya, jawabnya "Aku
kurang mengetahui Sangkan"
"Sudah tentu kau tidak akan mengatakannya
kepadaku, tetapi baiklah, itu adalah hakmu. Dan kau
serta Panon tentu berbangga melihat bahwa akulah yang
kemudian terpaksa menjadi orang yang paling tidak
berharga di istana ini seperti sebelum kalian datang, aku
mengira bahwa kehadiran kalian akan sedikit menjunjung
derajatku di lingkungan istana ini, tetapi justru
sebaliknya, bahkan Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura
Wilaga selalu saja mengancam akan membunuhku"
"Rubahlah kelakuanmu, sudah tidak pantas kau
berbuat seperti anak-anak, sebenarnyalah bahwa Panon
juga sering merasa tersinggung, tetapi aku selalu
memperingatkan, bahwa sifat kekanak-kanakanmu tidak
sepantasnya mendapat tanggapan yang sungguhsungguh" Sangkan menarik nafas dalam-dalam.
"Kau harus sadar, bahwa yang terjadi di istana ini
benar-benar mengancam keselamatan kita semuanya.
Karena itu, kau tidak boleh menganggapinya dengan sifat
kekanak-kanakanmu, ketakutan, kemudian setelah
semuanya mereda, kau tidak menghiraukannya lagi atas
semua yang telah terjadi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan tidak menjawab, tetapi tatapan matanya tertuju ke noktah-noktah di kejauhan, dipandanginya cahaya matahari diluar yang bermain diatas dedaunan.
"Tetapi aku tidak dapat berbuat apa-apa" desisnya.
"Kenapa tidak" Sudah tentu bukan karena kau tidak mampu, tetapi karena kau memang tidak mau melakukannya"
"Tetapi bukankah untuk dapat berbuat sesuatu, aku harus berlatih lebih dahulu" Dan untuk itu diperlukan ketekunan dan waktu?"
"Ya, tetapi kau tidak usah menjadi seorang yang memiliki ilmu yang tinggi, berbuatlah dengan dewasa, itu saja. Kau tentu tahu, bahwa sudah waktunya kau menggantungkan nasibmu pada dirimu sendiri. Sudah waktunya kau membedakan mana yang lebih dan mana yang buruk, dan sudah waktunya kau melakukan pilihan dengan sadar dan bertanggung jawab"
Sangkan mengangguk-angguk.
"Sudahlah Sangkan, jika kau berbuat demikian, maka Panji Sura Wilaga tidak akan selalu mengancammu lagi"
"Mudah-mudahan aku dapat melakukannya mulai sekarang"
"Baiklah, cobalah dan yakinlah bahwa kau dapat melakukan sebaik-baiknya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan mengangguk-angguk pula, tetapi ia tidak menjawab.
Ki Mina kemudian berdiri dab melangkah keluar sambil bergumam "Aku akan pergi ke halaman depan, jika ada yang harus aku kerjakan membantu orang-orang yang sedang menyingkirkan mayat dan
menguburkannya. Dan kau tidak usah bersembunyi di bawah kolong ambenmu mendengar ceritera tentang kematian yang mungkin masih akan menyusul lagi"
Sangkan tidak menjawab, ia masih saja duduk di tempatnya.
Sepeninggal Ki Mina, Sangkan menarik nafas panjang, panjang sekali, namun ketika ia berdiri ia mendengar langkah perlahan-lahan mendekati pintu biliknya, dan tiba-tiba saja seseorang meloncat sambil berkata lantang
"Nah, tertangkap kau sekarang kakang Sangkan"
Bab 26 Sangkan memandang Pinten sejenak, namun
kemudian katanya "Kemarilah Pinten"
"Aku akan membalas, kau sudah menggoda aku sejak tadi pagi"
Sangkan mengangguk-angguk kecil, namun wajahnya masih saja nampak bersungguh-sungguh, katanya sekali lagi "Kemarilah Pinten, duduklah, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pintenpun menjadi heran melihat sikap Sangkan, ia
masih berkata "Aku tidak perduli, aku harus mencubitmu
sampai lecet"
"Baiklah, tetapi dengarkan dahulu, aku akan berkata
kepadamu, aku bersungguh-sungguh Pinten"
Pinten mengerutkan keningnya, agaknya kakaknya
memang akan bersungguh-sungguh, karena itu, maka
iapun melangkah masuk dan duduk diamben"
Namun dalam pada itu, Sangkan tekah meloncat
kepintu sambil mencibirkan bibirnya
"Kau tidak akan dapat menangkap aku Pinten"
"Curang, curang" Pinten meloncat pula beridiri, tetapi
keduanya bertubrukan di muka pintu, karena ternyata
Sangkan tidak berlari kemana-mana.
Tetapi ketika dengan gemas Pinten mengulurkan
tangannya, Sangkan berkata "Tidak, aku tidak lari, aku
benar-benar bersungguh-sungguh kali ini"
Tetapi Pinten sudah mencubit dan diputernya
sehingga Sangkan menyeringai "Sudah, sudahlah,
Aduh!!" "Sekarang aku baru puas"
Sangkan mengusap lengannya yang menjadi
kemerah-merahan, namun kemudian wajahnya telah
menjadi bersungguh-sungguh lagi, dengan suara yang
bersungguh sungguh pula, ia berkata "Aku memang akan
mengatakan sesuatu kepadamu"
Pinten duduk ladi di amben disebelah Sangkan, sorot
matanya mengandung pertanyaan tentang sikap
kakaknya yang agak berbeda.
"Kenapa kau sebenarnya kakang?"
Sangkan kemudian mengatakan, bahwa baru saja Ki
Mina memberikan beberapa petunjuk kepadanya, agar ia
mau merubah sikapnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten justru mencibirkan bibirnya sambil berkata "Uh,
kita disuruhnya bersikap seperti patung", diam dan selalu
muram?"
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan begitu Pinten.Aku Mengerti,Bahwa sifat
kekanak-kanakan kadang-kadang sangat
menjengkelkan".
"O, ternyata kau adalah murid Ki Mina yang pandai,
tetapi kakang jangan mencoba merubah sifat-sifatku".
"Tidak. Bukan kau Pinten, tetapi aku. Aku adalah lakilaki. Sedang kau adalah seorang gadis".
"Jadi kau melihat perbedaan antara seorang gadis dan
seorang laki-laki".
"Ya, tetap tidak dalam keseluruhan, karena memang
kodratnya bebeda"
Pinten mengangguk-angguk. Dan Sangkanpun
berkata terus" Tetapi yang penting adalah, bahwa
keadaan yang gawat ini memerlukan tanggapan yang
wajar" Pintenpun tiba-tiba menjadi bersungguh-sungguh
juga. Lalu ia pun bertanya" Jadi apakah maksudmu, kau
tidak akan bersembunyi lagi di bawah kolong jika terjadi
sesuatu?" "Maksudku demikian" namun kemudian suaranya
datar" tetapi apakah aku dapat melakukannya?"
Pinten termenung sejenak. Namun kemudian iapun
tersenyum. Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi ia
berdiri dan melangkah meninggalkan bilik kakaknya.
Sangkanpun tidak berkata apa-apa lagi. Dipandangi
saja adiknya yang melangkah melewati tunduk,
kemudian hilang dibalik daun pintu.
Sangkan menarik nafas dalam-dalam. Namun ia masih
tetap duduk di tempatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sementara itu beberapa orang masih sedang sibuk
dihalaman depan. Mereka tengah menyelenggarakan tiga
sosok mayat dari orang-orang yang tidak mereka kenal.
Tetapi yang mereka ketahui adalah para murid dari
perguruan Guntur Geni.
Sementara orang-orang dihalaman menjadi sibuk.
Raden Ayu Kuda Narpada berada di dalam biliknya
dengan wajah yang muram. Inten Prawesti yang duduk
disampingnya sekali-sekali mengusap matanya yang
basah, sementara Nyi Upih duduk dilantai dekat
sebelahnya. "Sudahlah puteri" berkata Nyi Upih "Memang keadaan
yang kita hadapi rasa-rasanya menjadi semakin berat,
tetapi puteri harus percaya kepada Gusti Allah, bahwa
Dia akan menolong hambanya, dan akhirnya semua
kesulitan ini akan teratasi, seperti pesan Gusti Allah ini
"SESUNGGUHNYA SESUDAH KESULITAN ITU ADA
KEMUDAHAN"
Raden Ayu Kuda Narpada mengangguk-angguk,
katanya "Aku mengerti, aku sudah mencoba untuk
menerima kenyataan hilangnya Kamas Kuda Narpada.
Ketika hatiku mulai mengendap, justru persoalannya
beralih kepada pererbutan pusaka yang membuat hatiku
menjadi semakin parah, luka yang sudah hampir sembuh
itu bukan saja menjadi kambuh, tetapi seolah-olah itu
menjadi semakin lebar dan dalam mencengkam jantung.
Nyi Upih mengangguk-angguk, ia mengerti betapa
pedihnya luka di hati Raden Ayu yang menjadi semakin
tua itu. Seolah-olah beban yang harus dipikulnya sudah
tidak terangkat lagi olehnya.
Tetapi setiap kali Nyi Upih selalu memberikan
harapan-harapan yang dapat meringankan beban di hati
kedua puteri itu, Inten Prawesti menjadi lebih terhibur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
hatinya sejak Pinten ada di rumah itu, namun demikian
kadang-kadang terasa juga kepahitan yang dalam telah
mencengkamnya, hidupnya yang agak terpisah dari
hubungan dengan sesama, dan di saat-saat terakhir
justru di kelilingi oleh kecemasan dan ketegangan yang
semakin memuncak.
Dalam pada itu, selagi bilik itu dicengkam oleh
kesenyapan yang pahit, Pinten dengan ragu-ragu
mendekati pintu, ketika ia menjengukkan kepalanya,
maka dilihatnya suasana yang sangat muram itu.
"O, maaf puteri, aku tidak tahu"
"Pinten" tiba-tiba saha Inten memanggil, "Masuklah"
"Puteri, aku hanya ingin memberitahukan kepada
biyung bahwa nasi sudah masak"
"O, angkatlah" sahut Nyi Upih "Sebentar lagi aku akan
ke dapur" "Lalu iapun bertanya kepada Raden Ayu
"Apakah kita akan menjamu orang-orang yang ada di
halaman itu" Mungkin minum-minum?"
Raden Ayu termangu-mangu, baru sejenak kemudian
ia menjawab "Apakah kita dapat menjamunya meskipun
hanya munum?"
Nyi Upih mengangguk-angguk sambil berkata "Tentu
puteri. Kita masih mempunyai beberapa tangkep gula
kelapa, seorang dari padukuhan telah memberikannya
kepadaku ketika aku berada di halaman depan"
"O, dan kau menerimanya", mungkin beberapa
tangkep gula itu akan dijualnya di pasar untuk membeli
pakaian anak-anaknya"
"Aku sudah mengatakannya puteri, tetapi ia
memaksa, dan karena agaknya hatinya akan kecewa jika
aku menolaknya, maka akhirnya aku menerimanya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Ayu menarik nafas dalam-dalam, pada suatu
saat ternyata datang gilirannya, bahwa orang-orang di
sekitarnyalah yang menaruh belas kasihan kepadanya.
Terasa setitik air mengembun dimatanya, namun ia
mencoba bertahan, bahkan kemudian sambil tersenyum
betapapun masamnya, ia berkata "Baiklah Nyai, jika air
telah mendidih, dan kau mempunyai beberapa potong
sere, buatlah minuman untuk beberapa orang yang ada
di halaman."
"Ya, puteri" sahut Nyi Upih, tetapi ia mengerti, bahwa
sesuatu telah menyentuh hati Raden Ayu.
Nyi Upihpun kemudian meninggalkan bilik itu dan
pergi kedapur bersama Pinten, namun ketika Pinten
mulai melangkah, Inten berkata "Aku akan pergi
bersamamu ke dapur"
Nyi Upih tertegun, katanya kemudian "Apakah tidak
lebih baik puteri menemani ibunda di sini?"
Sambil memandang ibundanya Inten berkata "Apakah
aku boleh ke dapur ibunda?"
"Pergilah, tetapi segeralah kembali, ibu terlalu sepi
sendiri dalam keadaan seperti ini"
Intenpun kemudian pergi pula ke dapur bersama
Pinten dan Nyi Upih, tetapi terasa juga, bulu-bulunya
meremang ketika ia dengar suara beberapa orang di
halaman. Mereka sedang sibuk membuat usungan untuk
mengangkat ketiga sosok mayat dan menguburkannya.
Ketika mereka sampai ke dapur, mereka tertegun,
Sangkan ternyata telah duduk memeluk lututnya sambil
menekuri api yang masih menyala, wajahnya nampak
menjadi kemerah-merahan oleh cahaya api yang
melonjak-lonjak memanasi belanga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O" desis Nyi Upih "Kau sedang merenungi api itu
Sangkan?" Sangkan menarik nafas, perlahan-lahan ia berdiri dan
melangkah surut,
"Kadang-kadang cahaya api memberikan getar yang
gemuruh di dalam hati"
"He" desis Nyi Upih "Apa yang kau katakan itu" Aku
tidak mengerti maksudmu sama sekali"
"Biyung" desis Sangkan "Cobalah lihat, lidah api itu
seolah-olah menjilat-jilat, jika api itu cukup besar, maka
nyalanya akan menjilat langit"
"Sangkan, apakah kau sedang mengigau?" bertanya
Nyi Upih. "Tidak Biyung, aku berkata sebenarnya, seperti yang
sedang melonjak di dalam hatiku"
"O" Pintenlah yang menyahut "Apakah hatimu sedang
tersentuh api kakang?"
Sangkan menarik nafas dalam-dalam, jawabnya "Jika
Api itu cukup besar, betapa dinginnya malam, hati akan
menjadi hangat pula"
Pinten tertawa, katanya "Kua tidak usah
mempergunakan kata-kata yang tidak dapat dimengerti
oleh biyung, kakatakan sajalah bahwa kau sudah menjadi
dewasa" "Ah" desis Sangkan "Kau selalu salah sangka, cobalah
kau perhatikan, betapapun juga aku seorang penakut,
tetapi jika pada suatu saat, aku tidak dapat mengelak
lagi, maka apaboleh buat"
"O" tiba-tiba saja Pinten bertepuk tangan "Kakakku
akan menjadi pahlawan"
"Sst" desis Sangkan "Jangan bertepuk tangan, jika
Panji Sura Wilaga mendengar, maka aku akan
dibunuhnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"He" Inten Prawestilah yang kemudian bertanya
"Kenapa Paman Panji akan membunuhmu"
Belum lagi Sangkan menjawab, terdengar langkah yang tergesa-gesa mendekati pintu dapur, ketika seseorang tersimbul di muka pintu, Sangkan segera melangkah surut.
"Bukan aku, bukan aku Raden Panji, yang bertepuk adalah Pinten"
Gigi Panji Sura Wilaga gemeretak, diantara geramnya yang tertahan karena di dalam dapur itu ternyata juga terdapat Inten Prawesti, ia berkata "Aku sudah
memberimu peringatan Sangkan"
"Tetapi yang bertepuk bukan Sangkan paman"
Intenlah yang menjawab, dan agaknya jawaban itu mengejutkan Panji Sura Wilaga.
"Anak muda itu memang anak gila puteri" sahut Panji Sura Wilaga.
"Bukan paman, aku tidak berkeberatan ia bertingkah laku demikian, bagiku justru kehadirannya dengan sikap dan tingkah lakunya dapat memberikan warna yang lain dari kesuraman yang selalu tampak di istana ini, Sangkan dan adiknya, sejak mereka datang merupakan kesegaran baru bagi aku dan ibunda"
"Tetapi anak itu sangat memuakkan puteri, dalam keadaan yang gawat, bahkan selagi semua orang sedang di cengkam kecemasan karena setiap saat maut dapat menerkamnya, ia masih sempat bergurau dengan adiknya dan bahkan bertepuk tangan, justru beberapa orang sedang sibuk di halaman depan"
"Tetapi mereka tentu tidak mendengar" tiba-tiba saja Pinten menyela "Aku bertepuk tidak terlampau keras, jangankan dari halaman depan, sedangkan dari ruang dalampun tentu tidak akan terdengar, nah, karena Raden
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji mendengar, tentu Raden Panji tidak sedang berada
di halaman depan"
Wajah Panji Sura Wilaga menjadi merah, ternyata
gadis anak pelayan itupun telah berani membantahnya,
karena itu dengan suara yang tertahan-tahan karena
kemarahan yang tertekan dihati ia berkata "Kau jangan
turut campur tangan Pinten, kau adalah seorang gadis,
urusan ini adalah urusanku dengan Sangkan"
"O, maaf Raden Panji, tetapi bukan maksudku untuk
mencampuri persoalan laki-laki, aku hanya berkata
sebenarnya"
"Diam" bentak Panji Sura Wilaga.
"Diamlah Pinten" gumam Sangkan pula "Jika Raden
Panji marah, aku tentu akan dibunuhnya. Baru tadi
Raden Panji sudah mengatakan, bahwa ia akan
membunuhku"
"Diam, diam" geram Panji Sura Wilaga.
"Paman" tiba-tiba saja Inten menengahi "Apakah
benar paman akan membunuhnya?"
Panji Sura Wilaga termangu-mangu sejenak, namun
kemudian jawabnya "Pertanyaan puteri sangat
membingungkan, jika aku menjawab YA, maka
persoalannya akan berubah, seolah-olah aku membunuh
seseorang yang tidak bersalah selain yang membuat aku
jengkel sekali, jika aku menyebutnya sebagai usaha
untuk menakut-nakuti saja, maka ia tentu tidak akan
takut lagi untuk berbuat, karena ia pasti, bahwa aku
tidak benar-benar akan membunuhnya"
"O" Inten mengangguk-angguk, namun semuanya
berpaling kearah Pinten yang dengan susah payah
menahan tertawanya.
"Pinten" Nyi Upihlah yang membentaknya, sementara
Panji Sura Wilaga menggeretakkan giginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Sudahlah paman" berkata Inten kemudian "Biarkan
aku sajalah yang mengurus anak-anak ini, aku akan
menasehatinya yang paman kehendaki. Aku kira, mereka
tidak akan mengulangi lagi"
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam,
seakan-akan ingin mengedapankan segala amcam
perasaan yang bergelora di dadanya.
"Baiklah puteri, desisnya kemudian "Aku mohon puteri
sudi memperingatkannya terus menerus, jika anak itu
masih saja berbuat gila, maka aku akan mengikatnya di
kuburan, dekat dengan mayat-mayat yang baru saja
dikuburkan"
"Ah" desis Sangkan
Panji Sura Wilaga tidak menghiraukannya lagi, dengan
wajah yang muram ia meninggalkan pintu dapur sambil
bergumam kepada diri sendiri "Jika saja puteri tidak ada
di dapur" Hal itu membuat Panji Sura Wilaga semakin jengkel
kepada Sangkan. Namun kemudian ia hanya dapat
menggeretakkan giginya. Agaknya Inten Prawesti sudah
mengetahuinya, bahwa ia sangat membenci Sangkan.
"Tetapi jika terjadi sesuatu diluar tahuku, maka
akulah yang pasti akan dituduh melakukannya" desis
Panji Sura Wilaga kepada diri sendiri.
Sementara itu orang-orang di halaman telah selesai
membuat usungan dan siap membawa mayat-mayat itu
pergi ke kuburan. Dan setelah minum seteguk air, maka
merekapun segera bersiap-siap.
Sejenak kemudian, maka merekapun membawa
mayat-mayat itu ke kuburan di sebelah padukuhan
Karangmaja. "Kita akan pergi bersama mereka" berkata Raden
Kuda Rupaka kepada Panon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon mengangguk-angguk sejenak, Namun
kemudian jawabnya "Baiklah Raden, dan bagaimana
dengan Paman Mina?"
"Biarlah ia tinggal di istana ini bersama paman Panji,
mungkin ada sesuatu yang dapat terjadi di halaman
istana ini seperti yang mungkin terjadi di perjalanan kita
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke kuburan"
Panon mengangguk-angguk sejenak. Namun
kemudian jawabnya "Baiklah Raden, aku akan
memberikan beberapa pesan kepada paman Mina dan
barangkali Raden juga akan memberikan beberapa pesan
kepada Raden Panji"
Raden Kuda Rupaka tidak menjawab, hanya
kepalanya sajalah yang terangguk kecil.
Panonpun kemudian mendekati Ki Mina yang berdiri di
pinggir halaman itu sambil menyaksikan orang-orang
Karangmaja yang siap membawa usungan mayat itu ke
kuburan. "Aku akan pergi bersama mereka" berkata Panon
"Raden Kuda Rupakalah yang mengajakku"
"Pergilah dan hati-hatilah"
"Baik, Paman"
Panonpun kemudian meninggalkan istana itu bersama
dengan orang-orang Karangmaja. Di paling depan Raden
Kuda Rupaka, mendahului diatas punggung kudanya,
sementara Panon hanya berjalan kaki di belakangnya.
Kuburan itu memang tidak begitu jauh, terletak juga
diluar padukuhan seperti istana kecil itu, jalan kecil yang
berdebu menghubungkan kuburan itu dengan jalan
masuk yang membelah padukuhan Karangmaja.
Iring-iringan itu sama sekali tidak mendapat
gangguan apapun di perjalanan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun baik Raden Kuda Rupaka yang berada di
depan, maupun Panon yang berjalan kaki di belakangnya
bersama dengan orang-orang Karangmaja, merasakan
seolah-olah beberapa pasang mata sedang
mengawasinya dari kejauhan, namun mereka sama sekali
tidak, siapa dan dimanakah mereka itu bersembunyi.
Semata-mata hanyalah firasat mereka tajam sajalah yang
mengatakan kepada mereka, bahwa ada orang-orang
yang menaruh perhatian berlebih-lebihan atas peristiwa
itu.Ketika iring-iringan itu sampai ke kuburan, Raden
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya. Ternyata Kidang
Alit telah duduk diatas sebuah batu sebesar kerbau yang
terdapat dipinggir kuburan itu.
Kidang Alit tersenyum melihat wajah Raden Kuda
Rupaka yang menjadi muram. Namun Raden Kuda
Rupaka sama sekali tidak menghiraukannya.
Berbeda dengan Raden Kuda Rupaka, ketika Panon
melihat anak muda itu, maka iapun kemudian
mendekatinya sambil bertanya "Kau sudah lama duduk
disini Kidang Alit?"
Kidang Alit memandang wajah Panon dengan
tajamnya, baru saat itu, ia sempat memperhatikan mata
pengembara itu. Namun dengan demikian Kidang Alit
segera mengambil kesimpulan "Anak muda ini adalah
anak muda yang sangat berbahaya"
Ketika Panon kemudian berdiri bersandar pada batu
itu, maka Kidang Alitpun menjawab "Aku ingin turut
menghormati upacara pemakaman ini"
"O" desis Panon. "Jadi kau merasa perlu juga untuk
memberikan pernghormatan terakhir?"
"Tentu meskipun bukan aku yang membunuhnya,
tetapi kau dan Raden Raden Panji Sura Wilaga" Kidang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Alit berhenti sejenak, lalu "Tetapi siapakah sebenarnya
yang telah membunuh yang seorang lagi?"
Panon menggelengkan kepalanya, jawabnya "Tidak
seorangpun yang tahu, mungkin orang-orangmu yang
kau katakan berada di halaman istana itu pula"
"Tidak, orang-orangku tidak sempat berbuat apa-apa"
"Mereka bertemu dengan paman Mina", begitu?"
Kidang Alit termangu-mangu sejenak, namun
kemudian iapun tertawa "Lucu sekali. Perebutan pusaka
di istana itu adalah tugas yang paling sulit yang pernah
aku lakukan. Aku pernah mendapat tugas untuk
mengambil sebilah pedang berpamor emas di diselut
dengan permata. Wrangkanya terbuat dari emas pula,
sedang pada hulunya juga terdapat beberapa butir
berlian dan mutiaria. Sedangkan pada hulu itu pula.
Terdapat beberapa untai rambut seseorang yang pernah
dibinuh dengan pedang itu. Pedang yang disebut seperti
yang dikatakan kepadaku, Kiai Sangga langit" Ia berhenti
sejenak, lalu "aku telah menjumpai kesulitan seperti ini.
Aku berhasil membunuh seorang demi seorang dari
tujuh orang bersaudara yang pernah merasa berhak
mewarisi pedang itu. Tetapi disini, aku tidak segera
berhasil merampas sehelai pusaka dari seorang janda
yang mempunyai seorang gadis yang sangat cantik"
Panon mengangguk-angguk, katanya "Kau pernah
membunuh tujuh orang bersaudara?"
"Ya" "Siapakah sebenarnya yang memerinthakan
kepadamu untuk mencuri pusaka itu?"
"O" Kidang Alit mengerutkan keningnya. Namun
kemudian ia tertawa "Aku terlanjur mengatakan,
seseorang telah memerintahkan aku, sudah tentu orang
itu adalah ayahku, juga sebagai guruku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Untuk Apa?"
Kidang Alit tertawa semakin keras, sehingga beberapa
orang yang sedang mengubur mayat itupun berpaling.
Tetapi Kidang Alit tidak menghiraukannya. Katanya
"Sudah barang tentu seperti yang kau lakukan.
Bertanyalah kepada dirimu sendiri, untuk apa kau datang
kemari dan apa dengan mengorbankan harga diri,
menyamar sebagai seorang pengemis yang kotor,
mencari belas kasihan di istana itu?"
Panon termangu-mangu sejenak, terasa sebuah
sentuhan yang kasar telah menyinggung perasaannya.
Namun Panonpun telah berlatih menahan perasaannya
meskipun sedang berguncang. Dalam batas-batas
tertentu ia masih dapat menahan diri. Dan setiap kali ia
selalu teringat gurunya, bahwa kemarahan yang tidak
terkendali justru akan dapat menyesatkan nalar yang
bening. Karena itu, maka Panonpun justru tersenyum
mendengar kata-kata Kidang Alit yang sudah tentu ingin
menyatakan kemarahan di dalam hatinya"
"Panon" berkata Kidang Alit selanjutnya "Tetapi
agaknya kau salah hitung. Kau sudah terlanjur
merendahkan dirimu, namun pada saat kau harus
menytakan diri, bahwa kau adalah seorang anak muda
yang perkasa. Tetapi kau sudah terlanjur berada dibawah
pengaruh Raden Kuda Rupaka. Seolah-olah tataran yang
kau bentuk sejak kau datang sebagai pengemis tidak
dapat kau hapuskan. Seperti yang aku lihat sekarang ini,
Raden Kuda Rupaka pergi ke kuburan dengan berkuda,
sedang kau harus berjalan kaki mengiringinya"
"Kenapa jika begitu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Bukankah kau bukan benar-benar seorang pengemis,
kau berhak berkuda sejajar dengan Kuda Rupaka. Kau
tidak terikat pada kedudukan apapun juga"
Panon menarik nafas dalam-dalam, katanya "Sayang,
aku tidak dapat berbuat demikian"
"Kenapa?"
"Bukan karena derajatku lebih rendah, kerena
memang aku tidak mempunyai seekor kudapun disini"
Wajah Kidang Alit menjadi tegang, ia tidak menduga
bahwa jawaban Panon begitu sederhana saja.
"Tetapi kau pergi ke padukuhan dengan seekor
kuda?" "Raden Panji meminjamkan kepadaku"
"Kenapa sekarang tidak?"
"Itu adalah haknya, ia dapat dengan senang hati
meminjamkan kudanya kepadaku, tetapi ia juga dapat
menolak jika aku meminjamnya. Dan aku sadar
sepenuhnya akan hal itu"
"Persetan kau anak malang" desis Kidang Alit
"Agaknya kau memang berjiwa pengemis, kau sama
sekali tidak menghargai dirimu lagi. Meskipun sebenarnya
kau adalah seorang anak muda yang tidak ada duanya"
Panon tertawa. Dipandanginya wajah Kidang Alit yang
nampak bersungguh-sungguh,
Bahkan Panon kemudian bertanya "Kau bersungguhsungguh menganggap aku anak muda yang tidak ada
duanya?" Kidang Alit mengerutkan keningnya dengan tegang.
Namun iapun kemudian tersenyum sambil bergumam
"Kau benar-benar anak setan. Kenapa kau tidak menjadi
marah dengan mengumpati Raden Kuda Rupaka yang
telah menganggapmu benar-benar seorang pengemis
yang pantas dikasihani"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Jika demikian, maka aku akan sangat berbangga"
"Kenapa?"
"Itu berarti bahwa aku berhasil, sehingga orang lain
benar-benar menganggapku seorang pengemis yang
sebenarnya"
"Gila" geram Kidang Alit sambil meloncat turun dari
batu besar itu "Kau memang orang yang ternyata paling
berbahaya di istana itu. Lebih berbahaya dari Raden
Kuda Rupaka sendiri"
"Apakah kau bukan orang yang lebih berbahaya lagi?"
bertanya Panon.
"Mudah-mudahan" jawab Kidang Alit sambil
tersenyum "Aku berharap demikian. Dan aku berharap
bahwa Raden Kuda Rupaka menganggap demikian"
Panon tertawa, katanya "Tidak ada yang dapat
dipercaya lagi di sekitar istana itu. Bukankah setiap orang
sadar, bahwa kita nampak ini bukannya kita yang
sebenarnya", kau menganggap pula bahwa Raden Kuda
Rupaka tidak dengan jujur melindungi bibinya, tetapi
karena pamrih yang sama seperti kau dan aku. Tetapi
sudah barang tentu aku dan Raden Kuda Rupakapun
tidak menganggap kau sebagaimana yang kita lihat
sekarang ini. Kau tentu membawa tugas dari seseorang
mungkin gurumu, mungkin ayahmu, mungkin karena
pamrih yang lain tentang pusaka itu, seperti juga kami.
Namun satu lagi hal yang kau lakukan dengan jujur"
"Apa?"
"Mengganggu dan menodai gadis-gadis, tentu itu
adalah sifatmu yang sebenarnya"
Kidang Alit tertawa "Kau memang anak setan.
Tentang pusaka itu semua orang sudah tahu. Aku
memang ingin memilikinya. Dengan kasar atau halus.
Jika terpaksa aku harus membunuh atau dibunuh. Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tidak ingkar. Tetapi tentang gadis-gadis itu, kau memang
seorang pengembara yang gila"
Panonpun tertawa.
"Sudahlah, ternyata kau bukan Kuda Rupaka. Kau
jauh lebih berbahaya karena sifat-sifatmu, bukan karena
ilmumu" Panon tidak menjawab, dipandanginya saja Kidang
Alit melangkah meninggalkannya sambil bergumam
"Mereka hampir selesai"
Panon tidak menjawab, namun ia melihat orang-orang
padukuhan itu sudah mulai menimbuni mayat yang baru
dikuburkan itu. Sementara Raden Kuda Rupaka benarbenar tidak menghiraukan kehadiran Kidang Alit. Bahkan
ketika Kidang Alit melangkah perlahan-lahan
meninggalkan kuburan itu.
Panon masih tetap berdiri bersandar batu besar itu.
Namun seperti yang bergejolak di dalam hati Kidang Alit.
Iapun berkata kepada diri sendiri "Anak muda yang
sangat berbahaya, hatinya tidak cepat membara"
Sejenak kemudian maka penguburan mayat itupun
sudah selesai. Beberapa orang yang menimbuni lubanglubang kubur itu sudah bergeser meninggalkan
tempatnya. Sementara itu Raden Kuda Rupaka masih sempat
mengucapkan terima kasih kepada orang-orang
padukuhan yang telah membantunya menguburkan
mayat-mayat itu.
"Jika terjadi sesuatu atas kalian karena kalian telah
membantu aku sekarang ini, sampaikanlah kepadaku,
aku akan berbuat lebih banyak dari yang aku lakukan
sekarang" "Baik, Raden. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu"
jawab seseorang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Mudah-mudahan, aku kira setiap orang mengetahui,
bahwa yang kalian lakukan adalah sekedar menguburkan
mayat-mayat itu. Sebenarnya siapapun juga akan
mengucapkan terima kasih kepada kalian. Juga kawan
orang yang mati itu. Dengan demikian, maka kawan
mereka telah diselenggarakan dengan sewajarnya"
Demikianlah maka Raden Kuda Rupakapun
meninggalkan kuburan itu dengan kudanya. Seolah-olah
ia tidak menghiraukan lagi Panon yang berjalan bersamasama dengan orang-orang padukuhan yang beriringan
berjalan meninggalkan kuburan itu pula.
Beberapa orang yang berjalan disebelah menyebelah
Panon, mencoba untuk mengetahui sebanyak-banyaknya
apa yang telah terjadi di halaman istana kecil itu. Mereka
berganti-ganti telah bertanya tentang berbagai macam
kejadian yang telah mengorbankan tiga jiwa yang
tubuhnya baru saja dikuburkannya.
Panonpun menceritakan beberapa hal yang
dianggapnya tidak terlalu banyak menyangkut dirinya. Ia
tidak menceritakan sampai bagian yang sekecil-kecilnya,
karena terhadap orang-orang padukuhan Karangmaja,
Panon masih tetap berusaha untuk dianggap sebagai
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang perantau yang tidak mempunyai banyak
kepentingan di istana kecil itu selain belas kasihan.
"Kenapa kau langsung pergi ke istana kecil itu, dan
tidak memilih tempat lain" Dirumah Ki Buyut misalnya"
Dengan demikian kau tidak selalu dibayangi oleh
peristiwa yang mengerikan yang selalu terjadi di halaman
istana itu" bertanya seorang yang berkumis dan
berambut putih.
"Aku menganggap bahwa istana itu mempunyai
tempat yang paling baik bagi orang-orang seperti aku ini,
aku kira penghuni itu tentu soerang yang berkelebihan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dibanding dengan orang-orang Karangmaja. Namun
ternyata bahwa penghuni istana itupun mengalami
banyak kesulitan. Tanpa Raden Kuda Rupaka, maka seisi
istana itu tentu akan mengalami kekurangan makan dan
pakaian" "Orang-orang Karangmaja tidak akan
membiarkannya" berkata seorang yang bertubuh gemuk
"Kami semuanya merasa berhutang budi kepada
Pangeran Kuda Narpada. Daerah Karangmaja yang
semula kering, kini menjadi hijau, lereng-lereng bukit
yang gundulpun telah ditumbuhi pepohonan berdaun
lebat" Panon mengangguk-anggukan kepalanya.
"Tetapi sayang, yang terjadi adalah malapetaka pada
keluarga yang baik itu. Dan kami tidak dapat berbuat
apa-apa, selain menawarkan bantuan yang mungkin
kami berikan. Namun agaknya Raden Ayu Kuda
Narpadapun tidak mudah menerima bantuan orang lain".
Panon mengangguk-angguk namun kemudian iapun
berkata "Terima kasih, aku minta diri, bukankah kalian
akan langsung kembali ke padukuhan", sementara itu
aku akan kembali ke istana itu"
"Jika kau dapat membantu, kau harus membantu
apapun yang dapat kau lakukan" berkata salah seorang
dari orang-orang padukuhan itu "Kami juga akan selalu
berusaha untuk membantu, tetapi sudah barang tentu
tidak untuk berkelahi, karena kami tidak memiliki
kemampuan apapun juga"
Panon mengangguk-angguk, katanya "Aku akan
berusaha sejauh yang dapat aku lakukan"
Dengan demikian, maka Panonpun memisahkan diri
berbelok menuju ke halaman istana yang dikelilingi oleh
sebuah dinding batu, dengan sebuah regol yang tua,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
meskipun sudah tidak miring lagi, karena telah diperbaiki
oleh Sangkan dan kemudian diselesaikan oleh Panon
sendiri. Langkah Panon yang lamban membuat perjalanannya
yang pendek itu menjadi lama, namun Panon sengaja
memperlambat langkahnya sambil mengamat-amati
keadaan di seputar istana itu.
"Aku harus mendapatkan waktu untuk menemui guru"
berkata Panon kepada dirinya sendiri "Aku tidak dapat
dengan diam-diam meninggalkan istana itu. Karena
disekeliling istana itu terdapat orang-orang yang memiliki
ilmu yang tinggi.
Mungkin Raden Kuda Rupaka, mungkin Panji Sura
Wilaga, tetapi juga mungkin Kidang Alit atau orang-orang
Guntur Geni jika masih berkeliaran, tentu akan melihatku
dan mungkin akan dapat menimbulkan persoalanpersoalan yang dapat membenturkan kekerasan.
Bab 27 Dengan demikian Panon masih selalu mencari-cari
kesempatan yang paling baik untuk dapat
melaksanakannya.
"Guru tentu sudah menunggu" desisnya. Namun
dalam pada itu, Panonpun menduga, bahwa gurunya
tentu sudah mendekati istana kecil itu, apabila ia tidak
sabar lagi menunggu, atau diganggu oleh kecemasan
tentang keselamatannya.
"Semua dapat terjadi, tetapi, tetapi aku tidak tahu
yang manakah yang telah terjadi sekarang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Perlahan-lahan Panon melangkah terus, semakin lama
semakin dekat dengan gerbang istana kecil itu. Namun ia
masih saja memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Puntuk-puntuk kecil dan lembah-lembah yang
menjulur diantara bukit-bukit. Bahkan ada yang semakin
jauh menjadi semakin curam dan dalam. Dan Panonpun
tahu, bahwa di balik bukit-bukit kecil itu, atau di lembahlembah yang curam, telah tersembunyi kemungkinankemungkinan buruk yang dapat terjadi atas istana kecil
itu.Langkah Panon tertegun ketika ia melihat Sangkan
berdiri di pintu regol yang masih terbuka. Agaknya Raden
Kuda Rupaka baru saja melintas masuk.
Sangkan yang berdiri di regol memandanginya
dengan tatapan yang berbeda dengan sehari-hari
sebelumnya. Pada wajah anak muda itu sudah mulai
nampak kesungguhan.
Bukan lagi sebagai wajah anak muda yang hanya
mengenal takut dan kemudian bergurau tanpa
menghiraukan apapun lagi"
Ketika Panon mendekati regol itu, Sangkan bertanya
dengan nada yang datar dan dalam "Apakah kau baru
pulang dari kuburan Panon?"
"Ya" jawab Panon
"Kau berjalan kaki saja?"
"Ya" Sangakan bergeser menepi, seolah-olah memberi
jalan kepada Panon agar ia melangkah masuk.
Panon termangu-mangu sejenak. Namun iapun
kemudian melangkah masuk.
Tidak seperti biasanya, Sangkan selalu membentakbentaknya. Tetapi justru setelah Panon masuk melalui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
regol itu. Sangkanlah yang kemudian menutupnya dan
memasang selaraknya dari dalam.
"Apakah semuanya sudah selesai?"
"Ya, semuanya sudah dikuburkan dengan baik"
Sangkan mengangguk-angguk sambil bergumam
"Sukurlah. Mudah-mudahan tidak ada lagi mayat-mayat
yang harus dikuburkan dari halaman ini"
Tetapi Panon menarik nafas dalam-dalam, kemudian
desahnya "Mudah-mudahan, tetapi nampaknya keadaan
masih akan tetap kemelut. Dikuburan aku bertemu
dengan Kidang Alit"
"O" wajah Sangkan menjadi tegang.
"Apakah ia juga berada di kuburan untuk melihat
penguburan mayat-mayat itu?"
"Ta, tetapi agaknya ia hanya sekedar ingin melihatlihat, apakah yang sedang kita kerjakan"
Sangkan mengangguk-angguk, tetapi ia tidak
bertanya lagi. Ia mengikuti saja
Panon yang langsung pergi ke belakang. Ketika
kemudian Panon ke pakiwan untuk mencuci kaki dan
tangannya, maka sangkanpun masuk kedalam biliknya.
"Darimana kau Sangkan?" bertanya Ki Mina.
"Panon sudah datang, ia berada di pakiwan"
Tetapi sebelum Ki Mina menjawab. Panon sudah
muncul di pintu bilik itu.
"O" desis Ki Mina "Apakah tidak terjadi sesuatu di
kuburan?" "Tidak paman, semuanya berjalan dengan lancar
meskipun Kidang Alit ada di kuburan itu pula"
"Jadi ia datang juga|"
"Ya, tentu bukannya tanpa maksud, ia mulai
menjajagi kehadiran kita disini"
"Kita tentu sudah menduga"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon yang kemudian duduk di amben bambunya
memandang wajah Sangkan yang nampaknya sudah
berubah. "Ia mulai menyadari dirinya" berkata Ki Mina.
Panon mengerutkan keningnya, sementara Sangkan
menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku sekarang
justru tidak tahu, apa yang harus aku lakukan, aku
berniat untuk berubah sikap dan kelakuan, agar aku tidak
dicekik oleh Panji yang garang itu, namun aku tentu tidak
akan dapat merubah diriku dalam waktu satu atau dua
hari saja menjadi orang seperti Panon"
Ki Mina tersenyum, katanya sambil bangkit mendekati
Sangkan "Kau tidak perlu bermimpi tentang
kemungkinan-kemungkinan yang sulit kau jangkau.
Lakukanlah yang mungkin kau lakukan sesuau dengan
keadaanmu"
"Tetapi yang ada disini hanyalah kekerasan, dan aku
harus menyesuaikan diriku dengan keadaan itu"
"Apakah yang akan kau lakukan?"
"Ajari aku ilmu yang kau miliki itu"
Panon tersenyum, katanya "Mempelajari ilmu
kanuragan tidak cukup dilakukan dalam waktu yang
pendek, mungkin setahun, dua tahun, bahkan lebih dari
itu. Barulah ilmu itu nampak ada pada kita"
"Tetapi mulai dengan suatu usaha adalah lebih baik
dari pada tidak sama sekali. Jika aku memerlukan waktu
dua tahun, dan aku mulai dari sekarang, maka dalam
waktu dua tahun lagi, aku tentu sudah dapat
mempergunakan walaupun sama sekali tidak sempurna.
Tetapi jika aku baru mulai sebulan lagi, maka baru tiga
tahun kemudian aku mendapat kan serba sedikit
pengetahuan olah kanuragan itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Baiklah Sangkan. Tetapi tidak dalam suasana seperti
sekarang ini" berkata Ki Mina "Kita wajib menyelesaikan
sampai tuntas. Baru kau akan mendapat kesempatan
untuk mempelajari ilmu itu"
"Apa salahnya jika sekarang?"
"Kita dapat memancing kesulitan, jika Raden Kuda
Rupaka dan Panji Sura Wilaga tidak sependapat, apalagi
Kidang Alit dan kawan-kawannya, maka persoalannya
akan mempersulit dirimu"
Sangkan mengangguk-angguk, namun kemudian
dengan menyesal ia berkata "Aku sudah berminat untuk
berbuat sesuatu, tetapi jika keadaan memang tidak
memungkinkan, apa boleh buat"
"Namun itu sudah suatu kemajuan yang jauh dari
caramu berfikir selama ini. Kau bukan lagi seorang anak
muda yang menjengkelkan sekali. Kau sudah mampu
memilih sikap"
"Aku menyesal, mungkin selama ini aku selalu
menyakiti hatimu. Karena itu, maka mulai sekarang,
kalian tidak usah berbuat apa-apa lagi, aku akan
melakukan semua perkerjaan seperti saat-saat kalian
belum ada di istana ini"
"Ah, tidak perlu" berkata Panon :Akupun akan
melakukan tugasku sehari-hari seperti yang sudah kau
bebankan, tetapi bahwa kau tidak lagi membentakbentak, aku sudah sangat berterima kasih. Selebihnya
aku akan tetap melakukannya seperti setiap hari aku
lakukan" Sangkan memandang wajah Panon yang jernih, wajah
itu tidak lagi nampak gelap dan memancarkan kebencian
kepadanya. "Terima kasih" berkakta Sangkan kemdian "Tetapi aku
tetap pada keinginanku untuk mempelajari ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kanuragan. Jika tidak sekarkang, seperti yang kau
katakan, setelah semuanya ini selesai"
"Mudah-mudahan aku dapat membantumu Sangkan"
berkata Panon "Dan mudah-mudahan aku dapat keluar
dari halaman istana ini dengan selamat"
"O" wajah Sangkan menjadi tegang. Namun ketika ia
melihat Panon justru tersenyum, maka iapun berkata
"Kenapa kau berkata begitu?"
"Sudahlah" sahut Ki Mina "Jangan kau pikirkan.
Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Jika kau tidak
lagi bertingkah-laku seperti anak kecil lagi, maka Panji
Sura Wilaga tentu tidak akan mengancammu lagi."
Sangkan mengangguk-angguk.
"Jika saatnya tiba" berkata Panon kemudian "Dan kau
dengan bersungguh-sungguh ingin mempelajari ilmu
kanuragan, mungkin aku dapat membawamu kepada
guruku" "Guru?" bertanya Sangkan.
"Ya, guruku"
"Siapakah gurumu?"
Panon termangu-mangu sejenak, lalu jawabnya
"Besok sajalah, kau akan melihatnya dan mengenalnya"
"Apakah juga gurumu yang memberimu pelajaran
tembang seperti yang telah kau lagukan itu?"
Panon mengerutkan keningnya, namun kemudian
iapun tersenyum, jawabnya "Ya, guruku"
Sangkan mengangguk-angguk, aku sudah
mempelajarinya pula, dan aku dapat melagukan sebaikbaiknya. Jika pada suatu saat aku bertemu dengan
gurumu, aku dapat melagukan kidung itu. Kidung yang
melambangkan keperwiraan tetapi juga kelembutan"
Panon memandang Sangkan sejenak dengan sorot
mata yang memancarkan keheranan di hatinya "Kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mengenal lagu itu sebagai lambang keperwiraan tetapi
juga kelembutan?"
"Aku dapat merasakannya, bukan saja pada bait-bait
kalimatnya, tetapi juga pada nada lagunya"
"Nampaknya kau memiliki ketajaman tanggapan pada
lagu dan isinya, jika kau mau mengembangkannya, maka
kau akan dapat mempunyai kecakapan yang akan
berguna bagimu"
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku senang melagukan kidung sejak kanak-kanak"
sahut Sangkan "Dengarlah, aku akan melagukan
tembang yang pernah aku hafal semasa kanak-kanak"
Tetapi ketika Sangkan akan membuka mulutnya, Ki
Mina berkata "Kau akan mengundang Panji Sura Wilaga
untuk mencekikmu, jika kau berdendang sekarang ini"
Sangkan mengerutkan keningnya, namun kemudian
katanya "Ya, tentu Raden Panji tidak senang mendengar
aku berdendang"
"Dan ternyata kau tidak dapat meninggalkan sifatsifatmu begitu saja, tetapi itu bukan salahmu Sangkan,
sifat seseorang memang dapat berkembang. Tetapi tidak
dengan tiba-tiba. Kemauanmu untuk memperbaiki
kelakuanmu sudah merupakan niat yang baik. Mudahmudahan sebelum kau berhasil, kau tidak mengalami
nasib yang buruk menghadapi Panji Sura Wilaga. Dan
Raden Kuda Rupaka"
Sangkan menarik nafas dalam-dalam, katanya "Aku
akan mencoba mengingat dan mempertimbangkan
semua tingkah lakuku, mudah-mudahan aku tidak
tergelincir"
Ki Mina mengangguk-angguk, ketika Sangkan
kemudian berdiri dan melangkah keluar. Ki Mina
mendekatinya sambil menepuk bahunya, katanya
"Jagalah dirimu baik-baik. Bukankah kau ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mempelajari ilmu yang dapat melindungi dirimu kelak",
karena itu, sebelum kau mampu melakukannya, jangan
membiarkan dirimu dicekik oleh siapapun"
Sangkan mengangguk, jawabnya "Ya, Kiai, aku
mengerti" Sangkanpun kemudian melangkah keluar. Di serambi
belakang ia tertegun melihat Inten Prawesti dan Pinten
sedang duduk diatas sebuah amben bambu, keduanya
berpaling ketika mereka mendengar langkah Sangkan
mendekat. "Apa yang sedang kau kerjakan, kakang?" bertanya
Pinten. "Tidak apa-apa" sahut Sangkan "Tetapi aku baru saja
membersihkan seluruh halaman. Termasuk halaman
depan yang bernoda darah"
"Ah" desah Pinten "Kenapa kau sebut-sebut lagi", aku
juga sudah membersihkan lantai yang bernoda darah
dimuka bilik puteri"
"Kau jangan berbohong, aku tahu, orang yang mati di
bilik itu tidak menitikkan setetes darahpun"
"Tetapi bekas-bekasnya, Hii" aku ngeri juga
membersihkan lantai yang berbekas mayat itu, tetapi
bukankah semuanya sudah dibawa ke kubur?"
"Ya" "Sudahlah" potong Inten "Kenapa kau tidak
mebicarakan hal yang dapat membuat kita sedikit
terhibur di saat-saat seperti sekarang ini?"
"O. maaf puteri" sahut Pinten "Tetapi agaknya
memang tidak ada gunanya kita membicarakan hal itu
lagi" ia berhenti sejenak, lalu "Nah, marilah kita
lanjutkan, apa yang sedang puteri bicarakan tadi",
kakang Sangkan sudah memutuskan pembicaraan kami"
"Ah, nanti sajalah" jawab Inten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten mengerutkan keningnya, dipandanginya
Sangkan yang berdiri termangu-mangu.
Katanya "Tentu karena ada kakang, nah pergilah,
supaya puteri tidak segan melanjutkan pembicaraan kami
yang mengasyikkan"
"Apakah ada sesuatu yang bersifat rahasia?"
"O, tentu tidak Sangkan" Intenlah yang menjawab.
"Jadi?"
"Pergilah, jangan berbicara saja disitu, jika kau terlalu
lama berada disitu, maka semua kenangan itu tentu
sudah terlanjur hilang diterbangkan angin"
"Kenangan?"
"Ya, kami sedang mengenangkan masa lampau yang
indah dan nyaman. Masa lampau yang kadang-kadang
memang menumbuhkan kerinduan. Apalagi dalam
kesulitan seperti sekarang ini. Maka seolah-olah masa
yang lampau itu terasa menjadi semakin indah"
"Tetapi kita semua tidak akan dapat lari dari masa
sekarang ke masa yang lalu"
"Kami sedang melakukannya. Karena kami tidak akan
dapat berbuat apa-apa dalam keadaan seperti ini, maka
kami telah melarikan diri kemasa lampau, meskipun
hanya dapat kami lakukan di dalam angan-angan"
Sangkan menarik nafas, katanya "Agaknya memang
menarik sekali, He, apakah yang indah dan memberikan
kerinduan pada masa lampaumu Pinten" Mungkin puteri
dapat melakukannya, karena sudah tentu masa
lampaunya adalah masa lampau yang cerah. Tetapi
kau?" "Tentu saja akupun memiliki masa-masa yang
menarik didalam hidupku"
"O, Pinten bagiku tidak ada bedanya masa lampau itu
dengan masa kini. Hidup kita dimasa lampaupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
merupakan hidup yang pahit. Hidup di dalam lingkungan
yang tidak memberikan kegembiraan sama sekali.
Bukankah keluarga kita adalah keluarga yang mengalami
kejutan yang parah" Ayah adalah seorang penjudi besar,
sejak kami terpisah dari biyung dimasa kami belum
mengenal diri kami sendiri, karena kami masih bayi,
maksudku kau masih kecil dan akupun belum
mengetahui apa-apa. Kami telah terlempar di dalam
kehidupan yang paling pahit."
"Ah" potong Pinten "Masa kanak-kanak kita adalah
masa yang sangat menyenangkan. Kita tidak pernah
mengalami kesulitan apapun juga, betapa pahitnya
kehidupan rumah tangga kita. Tetapi yang paling
menyenangkan dimasa kanak-kanak adalah, kita tidak
usah mempertanggung-jawabkan semua tingkah laku
kita, kita dapat berbuat apapun juga"
"Jangan mengigau Pinten, kepalaku masih terasa sakit
ketika aku dipukuli oleh ayah karena aku dituduh mencuri
uangnya" Pinten mengerutkan keningnya, tetapi ia kemudian
menjawab "Ya, kau memang nakal sekali"
Inten yang mendengarkan pembicaraan itu,
termangu-mangu. Dengan ragu-ragu iapun kemudian
bertanya "Pinten, aku menjadi bingung. Yang dikatakan
oleh Sangkan berbeda dengan yang pernah kau katakana
kepadaku. Bukankah kalian beruda anak
Nyi Upih yang ada di istana ayahanda sejak kalian
kanak-kanak?"
"He" wajah Sangkan menjadi tegang "Tentu tidak
puteri, jika pada masa kanak-kanak kami mengenal diri
kami masing-masing, maka tentu betapapun buramnya,
kita akan dapat mengingat bahwa kita pernah bertemu,
tetapi bukankah sebelumnya kita belum pernah bertemu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dan saling mengenal. Mungkin sekali kita telah
melupakannya, masa kanak-kanak ini sudah terlampau
jauh dari sekarang" jawab Inten "Sehingga karena itu,
jika sudah tidak dapat mengingatnya lagi. Tetapi pada
masa suatu ketika. Pinten dapat bercerita tentang istana
dengan beringin yang rimbun dan sangkar bekisar,
seekor burung nuri dan seekor harimau yang dikurung
dalam sangkar besi. Dan masih ada seekoor orang utan
sebesar Pinten sekarang ini"
"He, darimana kau dapat menyebut semuanya itu
Pinten, aku, yang lebih tua darimu, tidak pernah dapat
membayangkan semua itu"
"Dan Inten tahu benar, bahwa pohon beringin yang
ada di halaman ada tujuh batang, sebatang ditengah dan
enam batang di seputarnya"
"O, kau telah bermimpi ganda Pinten, kau sekarang
memimpikan masa kanak-kanakmu, sedangkan dimasa
kanak-kanak kau memimpikan sesuatu yang tidak pernah
kita kenal"
Pinten tidak menjawab, tetapi kepalanya mulai
menunduk. "Sangkan" berkata Inten Prawesti "Jika Pinten dapat
menyebutkan dengan tepat, tentu kau dapat
mentakatannya pula. Akupun dapat mengingat bahwa
yang disebut Pinten itu sama sekali bukan istana
ayahanda Pangerang Kuda Narpada, tetapi istana
pamanda Pangeran Sargola Manik yang juga bergelar
Adipati Alap-Alap"
Sangkan mengerutkan keningnya, namun tiba-tiba ia
tersenyum sambil berkata "Lucu sekali, aku teringat
sekarang. Memang kami pernah pergi ke Kota Raja
puteri. Dan agaknya yang teringat oleh Pinten adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
istana yang mempunyai tujuh batang pohon beringin itu.
Karena kami saat itu memang masih terlalu kecil"
Inten Prawesti mengangguk-angguk, katanya
"Memang mungkin Sangkan. Mungkin yang teringat oleh
anak-anak adalah yang menarik perhatiannya. Mungkin
harimau di dalam sangkar itu, mungkin orang utan yang
lucu, bukan begitu Pinten?"
Pinten mengangguk, tetapi kepalanya menjadi
semakin tunduk.
"Pinten" panggil Inten Prawesti.
Pinten mencoba mengangkat wajahnya, tetapi Inten
terkejut melihat setitik air dimata gadis itu"
"Pinten" Inten bergeser mendekat "Kau menangis?"
Pertanyaan itu, ternyata telah memecahkan
bendungan terakhir di pelupuk Pinten. Air matanya tibatiba saja telah mengalir betapapun ia mencoba bertahan.
"Ampun, puteri" suaranya tertahan, namun kemudian
iapun meloncat berdiri dan berlari ke dapur, karena ia
tidak berani masuk ke ruang dalam.
Inten termangu-mangu, dengan suara yang dalam ia
berkata "Kau melukai hati adikmu Sangkan"
"Ampun puteri, aku sama sekali tidak sengaja"
Inten memandang Sangkan dengan tajamnya,
sementara Sangkan hanya dapat menundukkan
kepalanya, ia sama sekali tidak berani memandang
tatapan mata Inten.
Namun pada itu, selagi Sangkan menunduk dalamdalam, justru seolah-olah merupakan kesempatan bagi
Inten untuk menatap wajah itu lama-lama. Rasa-rasanya
terlihat itu, apa yang belum pernah silihatnya selama ini.
Wajah Sangkan memang mirip sekali dengan wajah
adiknya, Pinten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Nyi Upih memang termasuk seorang perempuan
yang cantik" tiba-tiba saja Inten memuji di dalam hatinya
diluar sadarnya "Pintenpun seorang gadis yang cantik
pula seperti ibunya dimasa muda. Bahkan tatapan mata
Pinten tampak jauh lebih tajam dari tatapan mata
ibunya" Inten mengerutkan keningnya. Lalu ia masih
berbicara di dalam hatinya "Tetapi wajah Nyi Upih agak
panjang, sedangkan wajah Pinten bulat telur"
Tetapi ketika sekali lagi Inten memandang wajah
Sangkan yang tunduk, terasa pipinya menjadi panas.
Sesuatu telah bergetar didadanya"
"O" tiba-tiba saja Inten berdesah. Dan iapun berlari
pula menyusul Pinten ke dapur.
Ketika Inten tertegun di depan pintu, ia melihat Nyi
Upih sedang memeluk anak perempuannya. Bahkan pada
mata Nyi Upih tampak pula setitik air yang mengambang.
Inten melangkah perlahan-lahan mendekati
keduanya. Dengan nada yang dalam ia berkata "Sangkan
memang nakal Nyai"
"Ya, puteri, anak tu memang nakal. Sejak kanakkanak ia selalu menganggu adiknya"
Inten mendekat lagi sambil menepuk bahu Pinten
"Sudahlah Pinten, aku sudah menegur kakakmu. Ia tidak
boleh mengganggumu lagi"
"Terima kasih puteri" Nyi Upihlah yang menjawab
"Memang perlu bagi anak nakal itu, jika aku saja yang
menegurnya. Ia sama sekali tidak menghiraukannya"
"Marilah" ajak Inten "Bukankah kita masih mempunyai
banyak waktu untuk melihat-lihat kebun belakang?"
"Aku takut puteri" tiba-tiba saja suara Pinten
meninggi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O" jawaban Pinten seolah-olah telah membuat Inten menyadari keadaan. Karena itu maka iapun
mengangguk-angguk sambil berkata "Baiklah, akupun tidak akan pergi ke halaman. Rasa-rasanya keadaan memang mamsih diselubungi oleh ketidak-pastian.
Pinten, aku akan menengok ibunda, jika kau sudah menjadi tenang. Masuklah mengawani aku dan ibunda.
Nyi Upihpun tentu akan segera menyusul jika ia sudah selesai"
Pinten mengangguk-angguk, jawabnya "Baik puteri.
Aku akan segera menyusul. Aku akan membantu biyung sebentar disini"
Intenpun kemudian meninggalkan keduanya langsung masuk ke dalam biliknya.
Ibundanya masih saja duduk termenung seolah-olah hatinya tidak ada gunanya lagi selain untuk merenungi nasibnya yang kurang baik, meskipun sebenarnya ibundanya lebih memikirkan nasib Inten dari pada nasib dirinya sendiri.
"Aku sudah tua" katanya di dalam hati "Aku sudah banyak mengenyam pahit getir, tetapi juga asin dan manisnya kehidupan. Tetapi Inten adalah bunga yang sedang mulai mekar, jika tangkainya patah, maka hilanglah semua harapan bagi masa depannya"
Dalam pada itu, sepeninggal Inten, Pinten masih saja belum dapat menguasai perasaannya. Dimatanya masih tetap mengembun titik air yang kemudian mengalir di pipinya.
"Betapa tabahnya hati seorang gadis" berkata Nyi Upih.
"Aku tidak menyesal nasibku sekarang biyung" jawab Pinten "Tetapi kenangan masa kanak-kanak itu terlampau tajam menusuk jantungku. Kakang Sangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ternyata justru mempertajam kenangan yang terlampau
manis itu"
Tetapi Nyi Upih menggelengkan kepalanya, katanya
"Bukan sededar kenangan itu Pinten. Tetapi seluruh jalan
hidup yang kau pilih dengan hati yang tabah, meskipun
kini kau telah dirisaukan oleh perasaanmu. Namun kau
masih tetap seorang puteri yang tidak ada duanya"
"Ah" Nyi Upih mengusap rambutnya, katanya "Mudahmudahan segalanya segera berakhir"
Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pinten tidak menjawab, ketika itu ia berpaling
dilihatnya Sangkan melangkah masuk. Dengan tunduk
iapun kemudian duduk di sebuah dingkrik kayu yang
rendah. "Jangan kau salahkan adikmu Sangkan" berkata Nyi
Upih. "Tidak Biyung, aku tidak menyalahkannya, aku
mengerti apa yang sebenarnya tersirat di hatinya"
"Kau bersungguh-sungguh?"
Sangkan mengangkat wajahnya dan mamandang Nyi
Upih sesaat, lalu katanya
"Kadang-kadang aku juga bersungguh-sungguh"
"Aku tidak apa-apa kakang" tiba-tiba saja Pinten
memotong. "Aku mengerti, kau memang tidak bermaksud apaapa, kenangan kadang-kadang memang dapat mengusik
hati yang sedang buram. Apalagi dalam keadaan seperti
yang kau alami sekarang ini"
"Apakah hatiku terlampau lemah menurut
penilaianmu?"
Sangkan menggelengkan kepalanya, katanya "Tidak,
kau masih termasuk seorang gadis yang keras hati"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Dan kau tidak akan menyalahkan aku, bahwa aku
telah memaksa untuk ikut bersamamu saat kau
berangkat ke tempat ini?"
Sangkan memandang adiknya dengan tatapan mata
yang dalam, kemudian kepalanya menggeleng lemah,
katanya "Tidak Pinten. Kau mempunyai arti yang besar
disini. Setidak-tidaknya kau merupakan seorang kawan
yang baik bagi puteri Inten Prawesti. Kawan di dalam
segala keadaan"
Pinten menarik nafas dalam-dalam, lalu katanya
"Terima kasih, aku akan berusaha memenuhi harapanmu
dan janjiku saat aku menyatakan keinginanku untuk
mengikutimu menyusul biyung bahwa aku tidak akan
merengek" "Kau sekarang tidak sedang merengek Pinten" jawab
kakaknya. Nyi Upih menarik nafas dalam-dalam, sekali-sekali
Sangkan nampak seperti seorang anak muda yang
memang sudah dewasa.
Pinten tidak menjawab, diusapnya matanya yang
basah, dan dicobanya untuk menahan isaknya.Namun
dalam pada itu, tiba-tiba saja Sangkan berdiri sambil
berkata perlahan-lahan "He, jangan menangis lagi,
diamlah" Pinten terkejut
"Kau tentu lebih cantik jika kau tersenyum"
"Kenapa?"
Sangkan tidak menjawab, tetapi ujung jarinya
menunjuk seseorang yang melintas di halaman, langsung
nampak dari dalam dapur lewat pintu yang terbuka,
Panon. "O, kau mulai lagi" Pintenpun segera memungut
bumbung peniup api. Sementara itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkanpun segera meloncat keluar pintu dapur.
Tetapi tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Bahkan iapun
melangkah surut, sehingga adiknya yang mengejarnya
hampir melanggarnya.
"Sst" desis Sangkan "Panji Sura Wilaga, jika ia melihat
aku berlari-lari, aku akan dicekiknya"
"Ah, tentu tidak"
"Tolong lihatlah, apakah ia masih berdiri di serambi"
Pinten ragu-ragu sejenak
"Lihatlah, jika ia sudah pergi akupun akan pergi pula"
Pinten masih saja ragu-ragu, tetapi iapun kemudian
melangkah keluar untuk melihat, apakah Panji Sura
Wilaga masih berada diserambi. Tetapi langkahnyapun
terhenti pula, wajahnya menjadi merah. Dengan sertamerta ia memukul lengan dengan bumbung yang masih
dipegangnya. "Ugh" desis Sangkan "Jangan, jangan, aku akan
berteriak dan Raden Panji akan datang untuk
menggantungku didahan pohon belimbing di longkangan
itu?"Kau nakal lagi, kau sudah mulai lagi"
Sangkanpun kemudian meloncat keluar meskipun
kemudian ia berpura-pura tidak ada sesuatu yang terjadi.
Sambil tersenyum ia melangkah keserambi mendekati
orang yang berdiri mengamati sirap yang pecah.
"Apakah kau akan menggantinya Panon?" bertanya
Sangkan Panon berpaling, sambil mengangguk ia menjawab
"Ya. Tetapi aku tidak mendapatkan gantinya. Tidak ada
lagi perpsediaan sirap yang dapat aku pasang ditempat
yang pecah itu"
"Lalu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku akan membuatnya dengan lulup, atau jika terpaksa dengan ijuk sajalah"
Sangkan mengangguk-angguk, tetapi ketika ia berpaling dan melihat adiknya yang menjulurkan kepalanya, ia tersenyum. Tetapi kepala itu segera menghilang kembali.
Pinten dengan tergesa-gesa tergeser masuk lebih dalam lagi di dapur.
Menghentakkan kakinya, sehingga Nyi Upih terkejut, dengan heran ia bertanya
"Kenapa kau Pinten?"
"Kakang Sangkan nakal sekali, aku ingin mencubitnya sampai kulitnya terkelupas"
"Kenapa", kenapa", bukankah ia sudah pergi"
"Ia berada di beranda, ia masih saja mengejek"
"Bagaimana kau tahu, bahwa kakangmu
mengejekmu?"
"Ketika aku menjenguknya"
"Nyi Upih menarik nafas, katanya "Sebaiknya kau tidak usah menjenguknya"
"Pinten tidak menjawab, ia duduk kembali dimuka perapian, namun nampaknya ia menjadi gelisah.
"Kau nampak gelisah, Pinten?"
"Ah, aku tidak apa-apa biyung, apakah aku nampak gelisah?"
Nyi Upih mengangguk, jawabnya "Tetapi mungkin juga aku keliru, Pinten. Namun agaknya ada sesuatu yang terbersit di hatimu. Bukan lagi tentang kenangan masa lalumu, tetapi apakah kau juga menghadapi masalah yang lain", tentu bukan sekedar karena kakangmu yang nakal"
"Tidak, aku tidak mempunyai persoalan apapun juga, biyung. Apakah ada tanda-tanda yang lain padaku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Nyi Upih menarik nafas dalam-dalam, katanya "Tidak,
mudah-mudahan tidak, Pinten"
"Kenapa mudah-mudahan?"
"Sudahlah, air sudah mendidih. Barangkali kau akan
membuat minuman panas buat puteri atau buat Raden
Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga"
Pinten mengangguk, iapun kemudian menyiapkan
beberapa mangkuk dan menuangnya dengan minuman
panas. Bab 28 "Aku akan membawanya ke dalam, kebilik puteri,
biyung sajalah yang membawa ke bilik Raden Kuda
Rupaka" Nyi Upih mengangguk, tetapi ia masih bertanya "Kau
tidak membuat untuk kakangmu?"
"Biar ia membuat sendiri, seperti biasanya ia
membuat sendiri" jawab Pinten, lalu dengan ragu-ragu ia
berkata "Biasanya ia membuat untuk dirinya dan kedua
pengemis malas itu"
"Mereka bukan orang-orang malas Pinten" jawab Nyi
Upih "Mereka adalah orang-orang yang rajin. Mereka
mau bekerja apa saja, meskipun ternyata, mereka
bukannya pengemis kebanyakan, mereka memang dua
orang perantau, itulah barangkali yang paling tepat,
PERANTAU, bukan pengemis"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi kakang Sangkan dan kadang-kadang puteri juga menyebutnya pengemis, mereka benar-benar pengemis, karena mereka datang untuk mendapatkan belas kasihan, untuk mendapatkan tempat berteduh, untuk mendapatkan sekedar makan dan minum"
Nyi Upih tidak menjawab, tetapi ketika Pinten memandang wajah biyungnya, terasa dadanya berdesir, karena biyungnya itu ternyata hanya tersenyum saja.
Bahkan Pintenpun kemudian melihat sesuatu yang lain pada senyum ibunya itu, sehingga iapun meloncat mendekat sambil mencubit lengannya "O, biyung juga nakal seperti kakang Sangkan"
"Aduh" Nyi Upih mengeluh karena tangannya dicubit oleh Pinten. Namun iapun kemudian bergumam "Bukan main, tentu kulitkulah yang terkelupas, tanganmu bukan tangan kebanyakan, mungkin kakangmu Sangkan tidak apa-apa, tetapi jika sekali lagi kau mencubit aku, mungkin aku akan pingsan"
Hampir diluar sadarnya, tangan Pinten terjulur lagi mencoba meraih tangan biyungnya dan berhasil "Ah, biyung sudah mulai lagi"
"Jangan" Nyi Upih bergeser surut "Jangan kau cubit aku lagi"
Nyi Upih kemudian mengusap lengannya yang menjadi kebiru-biruan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten tertawa, diusapnya lengan biyungnya sambil berkata "Lain kali biyung jangan nakal lagi. Kadang-kadang aku tidak sengaja, tetapi tanganku tiba-tiba saja terjulur tanpa kesadaranku"
"Sudahlah" berkata Nyi Upih "Nanti minuman menjadi dingin"
"O" Pintenpun kemudian mengambil nampan dan membawa dua mangkuk minuman panas ke dalam bilik Raden Ayu Kuda Narpada.
Dengan ragu-ragu Pinten mendekati pintu bilik yang terbuka sedikit itu, ketika tangannya menyentuh daun pintu, maka Inten Prawesti segera mendekat sambil berkata "Terima kasih Pinten, kau membawa minuman panas untuk kami"
Intenlah yang kemudian membuka pintu dan menyuruh Pinten masuk ke dalam.
Pinten menarik nafas. Ia masih melihaht Raden Ayu Kuda Narpada duduk di tempatnya, masih dalam sikap seperti saat ia melihat mula-mula sebelum ia pergi ke belakang. Tetapi wajah Raden Ayu tidak terlampau buram lagi. Bahkan kemudian ia mencoba tersenyum.
Betapapun hambarnya, katanya "Terima kasih Pinten, aku akan menjadi segar dengan minumanmu itu"
Pinten mencoba tersenyum pula, kemudian
diletakkannya kedua mangkuk minuman itu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi ketika Pinten akan beranjak pergi, Inten berkakta "Tinggallah disini Pinten, bukankah kau sudah tidak mempunyai pekerjaan lagi di belakang?"
"Aku membantu biyung di dapur, puteri"
Inten tersenyum, katanya "Biyungmu dapat melakukannya sendiri. Tetapi baiklah jika kau akan membantunya pula. Namun ibunda akan bertanya sedikit kepadamu Pinten"
Pinten menjadi berdebar-debar, dengan wajah yang tegang ia melangkah mendekakt dan duduk di lantai di hadapan Raden Ayu Kuda Narpada "Ampun Raden Ayu, apakah ada yang salah?"
"Tidak, tidak Pinten. Tidak ada yang salah. Tetapi ceritera tentang dirimu sangat menarik, bukan hanya kau dan Inten sajalah yang senang mengenangkan masa lampau yang menyenangkan. Tetapi akupun ingin juga melakukannya"
Pinten memandang Inten sejenak, lalu sambil menundukkan kepalanya ia berkata "Tentu puteri yang mengatakannya kepada Raden Ayu"
Inten tersenyum, jawabnya "Ya Pinten, akulah yang menyampaikannya kepada ibunda bahwa kau pernah melihat sebuah istana yang berhalaman luas dengan tujuh batang pohon beringin, beberapa buah bekisar, kandang harimau dan kandang orang utan"
Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 3 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama