Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 3

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Bagian 3


Su Lam-ceng beristirahat sebentar, lalu bangkit dan berkata:
"Ciu koko! Mari kita pergi."
Asap merah masih tetap menyelimuti tempat ini, tapi Thian-kong-ti-sam-tin yang hebat, yang kekuatannya tiada duanya, malah tidak bisa menahan para pesilat tinggi dari dua golongan putih dan hitam ini, walau pun dua golongan itu ada yang terluka atau tewas, tapi akhirnya bisa mencari lowongan, meloloskan diri keluar dari kepungan.
Mentari pagi bersinar indah, angin pagi meniup baju, pagi hari ini adalah pagi keesokan harinya. Su Lam-ceng mengangkat tangan membereskan rambut kacau
dipelipisnya, pada Pek Soh-ciu tersenyum mesra berkata:
"Walau pihak perguruan Thian-ho jatuh korban banyak, tapi kekuatannya belum melemah, kita masih harus cepat mundur ke arah tenggara."
Pek Soh-ciu mengangkat melihat jauh, benar saja terlihat asap masih bergulung-gulung dengan cepat, Thian-kong-ti-sam-tin sedang datang menelusuri jalan dengan cepatnya, dia melihat wajah Su Lam-ceng yang kelelahan dan pucat, terpaksa dia menuntunnya mundur dengan cepat ke arah tenggara.
Di luar lima lie di sebuah hutan, di depan hutan bukit naik turun, rumput kering tampak dimana-mana, pemandangannya sangat gersang, baru saja mereka berdua sampai disisi hutan, Su-sik dan Hu-cen sudah datang menyambut, mereka membawa mereka ke satu tempat dengan rumput yang hijau lembut, segera mengeluarkan makanan melayani mereka makan, Pek Soh-ciu tertawa penuh cinta pada nona bangsawan ini berkata:
"Makannya pelan-pelan saja, adik Ceng, jika tersedak tidak enak rasanya."
Su Lam-ceng melirik dengan mata putih berkata:
"Gara-gara kau melepaskan kehidupan enak, sekarang kita hanya bisa makan di alam terbuka, beralaskan tanah beratapkan langit......"
"Ha......ha......ha!" Pek Soh-ciu tertawa keras, "langit dan bumi sebagai gubuk, empat lautan sebagai rumah, kapan kau pernah menikmati alam terbuka yang nikmat ini."
Di saat mereka bersenda gurau, terlihat ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun memimpin puluhan murid murid Kai-pang dengan cepat menghampiri, di belakangnya asap menutup langit, anak buahnya perguruan Thian-ho, dengan kekuatan besar sedang mengejar dari belakang.
Su Lam-ceng berkata pada Pek Soh-ciu: "ShangGoan Pangcu dari Kai-pang orangnya terbuka, dia adalah seorang yang suka membantu, Ciu koko berkelana di dunia persilatan, tanggung jawabnya berat, perjalanannya masih panjang, sangat baik kalau bisa bersahabat dengannya, juga bisa dijadikan pembantu." habis bicara, tidak menunggu Pek Soh-ciu menyatakan setuju, dia sudah menyuruh Hu-cen membawa para murid Kai-pang masuk ke dalam hutan.
Pek Soh-ciu tidak mengerti:
"Kekuatan kita sangat kecil, orangnya pun sedikit, mengapa saat ini tidak menghindar dari serangan musuh?"
Su Lam-ceng tertawa:
"Hutan ini nilainya sama dengan sepuluh ribu prajurit, walau perguruan Thian-ho punya ribuan tentara dan puluhan ribu kuda, jangan harap bisa melangkah masuk kedalam."
Terhadap istrinya yang cantik penuh misterius ini, Pek Soh-ciu merasakan sangat tidak mengerti" Sebagai seorang wanita lemah yang sama sekali tidak bisa ilmu silat, malah bisa dengan tenang menghindarkan cengkeraman jarinya Keng It-ci, sedikit pun tidak mendapat luka, malah Thiankong-ti-sam-tin yang amat ditakuti oleh dunia persilatan, dia dengan sesuka hati bisa keluar masuk, jika bukan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin tiada seorang pun yang bisa percaya, tapi, dengan sebuah hutan bisa menangkal puluhan ribu tentara, kecuali Cukat Liang kembali muncul......
"Kek... Ciu koko! Kau mengapa" Pangcu Kai-pang ShangGoan menyapamu lho!"
Pek Soh-ciu jadi tertegun mendengar kata-kata ini, baru saja menghentikan pikirannya yang kacau, Sangguan Cenghun yang berdiri dengan hormat di sisinya sudah mengepal tangan memberi hormat dan berkata:
"Atas pertolongan kalian suami istri, Sangguan Ceng-hun dengan ini mengatakan terima kasih, di kemudian hari jika Siauhiap memerlukan tenaga Kai-pang, asalkan menulis sehelai kertas memanggilnya, para murid Kai-pang pasti akan melaksanakannya dengan sekuat tenaga."
Pek Soh-ciu memberi hormat kembali: "Di dalam satu perahu yang berbahaya, tentu saja sudah menjadi berkewajiban kita saling membantu, ShangGoan Pangcu tidak perlu sungkan."
Sangguan Ceng-hun tertawa keras, katanya: "Dengan sikap Siauhiap yang berjiwa besar dan tidak seperti orang biasa, studah berabad-abad dunia persilatan sulit bisa menemukannya......kek, kek, jika Siauhiap tidak merasa hina bergaul dengan pemimpinnya pengemis......"
Wajah Pek Soh-ciu jadi serius, dia lalu membungkuk memberi hormat:
"Aku menghormat pada Toako."
Sangguan Ceng-hun langsung menangkap bahunya Pek Soh-ciu, mengangkat kepala keatas langit tertawa keras, lama... dari dalam dadanya dia mengeluarkan sebuah Seruling Bambu berwarna ungu yang panjangnya hanya tiga cun, menyodorkannya pada Pek Soh-ciu berkata:
"Adik! Seruling Bambu ini adalah penakluknya segala racun, Couwsu perkumpulan kami. Dewa Pengemis Sie-ek mengandalkan Seruling Bambu ini, memperoleh julukan Thian-he-te-it-enghiong di dunia persilatan, sayang empat buah lagu Angin, Guntur, Air, Api yang membuat beliau ternama, semuanya telah hilang dan tidak ada yang bisa melakukannya, Toako menyimpan seruling keramat ini,
hanya menyia-nyiakan benda pusaka saja, adik! Aku berikan saja barang ini padamu."
Pek Soh-ciu berkata:
"Toako! Seruling Bambu adalah benda keramat kai-pang, mana berani adik menerimanya."
Sangguan Ceng-hun dengan serius berkata: "Adik! Jika kau memandangku, maka jangan menolaknya."
Su Lam-ceng melihat wajahnya Pek Soh-ciu merasa kesulitan, maka pelan menariknya:
"Jika ShangGoan Toako begitu tulus memberikan, kau terima saja, di kemudian hari jika kau bisa mendapatkan empat lagu Angin Guntur Air Api, kau bisa kalian kembalikan kepada Toako, bukankah akan lebih baik?"
Dalam hati Pek Soh-ciu berpikir, empat lagu Angin Guntur Air Api entah berada dimana, Kai-pang yang muridnya tersebar diseluruh pelosok dunia juga tidak bisa mendapatkannya, dia sendiri mau mencari kemana, tapi Su Lam-ceng sudah menyanggupinya, maka dia tidak baik menolaknya lagi.
"Ha...ha...ha...ha" Sangguan Ceng-hun tertawa keras, katanya lagi, "Toako tidak mengharapkan itu, setelah adik mengatakan demikian, jadi menuduh Toako seperti ada maksud tertentu."
Mereka berbincang-bincang beberapa saat, lalu Sangguan Ceng-hun mengajarkan cara meniup Seruling Bambu mengumpulkan ular dan serangga, berkata lagi:
"Adik! Apakah kau sudah menemukan musuh-musuh yang diam-diam menyerang perumahan Leng-in?"
Pek Soh-ciu dengan sedih menggelengkan kepala:
"Adik berkelana di dunia persilatan, dalam sekejap sudah lewat setahun, terhadap musuh yang menghancurkan rumah dan membunuh ayah, malah sedikit pun tidak tahu, tapi......"
"Adik jika ada yang ingin dikatakan, katakan saja, biar kita merundingkannya."
"Apa Cu Kwan-cing Sucinya Toako?"
"Tidak salah, tapi wanita itu kejam seperti ular berbisa, justru karena menginginkan Seruling Bambu ini, dia telah berani meracuni guru hingga tewas, Kai-pang sudah lama menghapus namanya, toako juga tidak bisa lagi menganggap dia Suci lagi, mengapa" Apa Adik curiga pada dia?"
"Aku dengar dia mendirikan Oh Kai-pang, dengan Ngo-tok-tui-hun-cian sebagai senjata gelap nya, padahal para penjahat bertopeng yang diam-diam menyerang perumahan Leng-in, semua menggunakan senjata gelap ini."
"Belum tentu, yang kakak ketahui, di dalam dunia persilatan, masih ada orang yang punya senjata gelap semacam ini, salah satunya adalah perguruan Thian-ho."
Su Lam-ceng berkata:
"Semua perguruan yang memiliki senjata gelap semacam ini, kita jadikan mereka sebagai sasaran penyelidikan, tapi harus berencana, tidak boleh terburu-buru."
Sangguan Ceng-hun berkata: "Adik benar, kita memang harus membalas dendam, tapi tidak harus terburu-buru, tentang Cu Kwan-cing biar Toako yang menyelidikinya."
Saat ini karena tidak bisa masuk ke dalam hutan, perguruan Tian Huo sudah meninggalkan tempat, Pek Sohciu melihat ke atas langit, lalu membalikan kepala dan I berkata pada Sangguan Ceng-hun:
"Jika demikian, penyelidikannya pada Cu Kwan-cing, aku serahkan pada Toako saja, Siaute ingin berjalan-jalan di dunia persilatan mencoba keberuntungan, jika toako tidak ada urusan lain lagi, kita pamit disini......"
Sangguan Ceng-hun memegang tangan dia lama sekali, berkata:
"Baik, jika ada masalah, setiap saat Adik bisa menyuruh murid Kai-pang memberi kabar padaku." Habis bicara dia mengepal tangan menghormat, setelah saling berpesan supaya hati hati, lalu Pangcu Kai-pang memimpin para muridnya pergi.
Menunggu Sangguan Ceng-hun pergi, Su Lam-ceng, melirik Pek Soh-ciu berkata:
"Ciu koko, kemana kita mau pergi?"
Sekarang Pek Soh-ciu sadar, Su Lam-ceng orangnya jenius, maksud hatinya sendiri, pasti tidak bisa lolos dari perhatiannya, maka dengan mencobanya dia berkata:
"Di dunia persilatan itu banyak penipu, hati orang banyak yang jahat, aku......aku......"
"Aku tahu kau sudah mulai bosan di dunia persilatan, ingin membawa aku kembali ke Tong-koan, Su-sik cepat bereskan barang barang, Siauya ingin membawa kita kembali pulang."
"Pung!" hati Pek Soh-ciu meloncat, buru-buru membela diri berkata, "tidak......kapan aku pernah bilang akan membawa kalian kembali ke Tong-koan..."
Su Lam-ceng perlahan menyunggingkan bibir
munggilnya: "Mengapa, apa aku salah menduga" Jika di dunia persilatan banyak penipu, hati orang licik dan kejam, kita menghindar dari mereka, bukankah masuk akal?"
Sesaat Pek Soh-ciu sulit bicara:
"Ini.. .kek, aku... aku masih belum dapat..."
"Hah......!" Su-sik tertawa, "sudahlah, nona Nanti Siauya tambah gelisah, bukan lucu lagi."
Pek Soh-ciu melihat tingkah mereka majikan dan pelayan, baru tahu Su Lam-ceng bukan benar-benar ingin kembali ke Tong-koan, dan benar saja, istrinya yang cantik jenius ini tidak mempermainkan dia lagi, beradu siasat dengan dia, sungguh hanya mencari kerepotan sendiri, maka dia dengan tertawa lega dia berkata:
"Aku tidak gelisah......aku tahu adik Ceng sedang......kek......berkelakar......"
"Hm!" Su Lam-ceng mendengus, "berkelakar kali ini aku ampuni, jika masih berani berbicara memulai mutar, lihat apa aku masih mengampuni kau tidak?"
Pek Soh-ciu sambil tertawa membungkuk menghormat berkata:
"Lain kali tidak berani lagi, adik Ceng, menurutmu apakah kita harus mencari perguruan Thian-ho untuk menyelidiki?"
"Kau tenang saja, kau tidak perlu pergi mencari perguruan Thian-ho, perguruan Thian-ho juga tidak akan membiarkanmu lolos, Su-sik bongkar barisannya, kita juga sudah harus mencari tempat untuk beristirahat."
Su-sik segera membongkar barisan, Hu-cen
membawakan kuda, di dalam derap kuda yang seperti hujan deras, mereka tiba di Han-ku-koan yang termasyur sekali
dalam sejarah, tempat ini berada satu li lebih di sebelah barat daya kabupaten Leng-po provinsi Ho-lam, kota penting kerajaan Cin di masa peperangan, karena Koan-ceng didirikan ditengah lembah, maka disebut Yo-kok, sementaranya dari timur sampai barat sepanjang lima belas li berderet tebing tinggi, di atas tebing tumbuh pohon cemara menjulang tinggi menutup bagian atas, hingga tidak bisa melihat langit, mulai dari Siau-san yang di sebelah timur, sampai Tong-king di sebelah barat, semua disebut Yo-kok, keadaan tempatnya berbahaya, jadi disebut Thian-hian.
Setelah masuk ke dalam kota, Hu-cen mendapatkan penginapan Hong-lin-khe, sebuah penginapan paling besar di kota ini, dia mengambil satu paviliun, mempersilahkan Pek Soh-ciu suami istri tinggal, Su Lam-ceng segera menjatuhkan diri diatas ranjang dengan lesu mengeluh:
"Beberapa hari ini tidak pernah bisa tenang istirahat, hai... sungguh lelah sekali."
Pek Soh-ciu duduk di sisinya, tersenyum dan berkata:
"Sebenarnya nona bangsawan seperti kau, tidak seharusnya ikut aku berkelana di dunia persilatan......"
Su Lam-ceng mendadak bangkit, mata cantiknya melotot:
"Menyusahkanmu, betul" Hm......"
"Kek, Adik Ceng! kapan aku mengatakan kata-kata ini......"
"Kalau begitu selanjutnya kau tidak boleh mengatakan apa itu nona bangsawan segala, apakah nona bangsawan juga terbuat dari tempelan kertas!"
"Baik, tidak mengatakan ya tidak mengatakan, itu sudah bolehkan?"
"Tidak bisa, setelah makan masih harus menemani aku keluar jalan-jalan."
"Menemani, tentu saja menemani, hai... tidak diduga setelah mendapatkan istri, malah menambah..."
Su Lam-ceng memonyongkan mulutnya, baru saja akan membantah, di luar terdengar suara ketokan pintu, mereka berhenti berkelakar, Pek Soh-ciu berkata:
"Siapa?"
"Su-sik, Siauya! Tuan Gouw pejabat kota datang berkunjung."
Pek Soh-ciu merapihkan baju, sambil membalikkan kepala bertanya pada Su Lam-ceng dengan sorot matanya, Su Lam-ceng berbisik:
"Han-ku-koan dibawah kekuasaan Toakoku, mungkin dia datang hanya sebagai kunjungan kesopanan, kesopanan tidak bisa diabaikan, kau pergilah menghadapinya."
Pek Soh-ciu membuka pintu kamar, terlihat seorang jenderal tua yang rubuhnya tinggi besar, dengan jenggot hitam panjang sampai kedada berdiri di depan pintu, di belakang dia ikut empat orang laki-laki besar setengah baya berpakaian preman, semua orang itu tampak segar bugar, berdiri dengan wajah menghormat.
Jenderal tua itu memperhatikan Pek Soh-ciu sebentar, lalu mengepalkan tangan membungkuk dan herkata:
"Pek Siauya, aku terlambat menyambut, harap siauya bisa memaafkan."
Pek Soh-ciu balik menghormat:
"Tidak berani, aku hanya seorang rakyat biasa, harap Ciangkun jangan terlalu banyak hormat."
"Ha......ha......ha" jenderal Gouw tertawa senang,
"Siauya adalah seorang yang berbakat, tidak tertarik pada kekuasaan dan kemewahan, dimana Siocia" diluar sudah disediakan kereta, silahkan Siauya dengan siocia pindah ke rumah, supaya aku bisa melayani sebagai seorang tuan rumah."
Pek Soh-ciu mengucapkan terima kasih tapi .....nolak dengan halus, katanya:
"Istriku kecapaian di perjalanan, sekarang sedang beristirahat, atas perhatian Ciangkun, aku ucapkan terima kasih "
Saat mereka saling bersikeras, di luar terdengar lagi suara teriakan istri jendral sudah tiba disana, Pek Soh-ciu membalikkan kepala melihatnya, tampak seorang nyonya setengah baya yang cantik dengan rambut digelung tinggi keatas, memakai rok panjang sampai ke tanah, dengan dituntun oleh empat orang pelayan wanita, melenggang masuk ke dalam ruangan, jenderal Gouw cepat
memperkenalkan pada Pek Soh-ciu katanya:
"Ini istriku." Kata-katanya berhenti sejenak, lalu berbalik pada nyonya setengah baya, berkata lagi, "Ini adalah Pek Siauya, aku sedang mengundang dia tapi tidak berhasil, Hujin masuk lah ke dalam melihat Siocia, aku menunggu di sini."
Nyonya setengah baya yang cantik menghormat pada Pek Soh-ciu, lalu melangkah masuk ke dalam kamar, Pek Soh-ciu terpaksa berbincang bincang dengan jenderal Gouw di pekarangan, sebentar kemudian nyonya setengah baya yang cantik itu keluar lagi, benar saja dia bisa mengundang
Su Lam-ceng keluar, dia tertawa mantap pada Pek Soh-ciu katanya:
"Siauya! Siocia sudah setuju, Siauya berilah kami sedikit muka."
Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa dia menjadi tamu terhormat di kediaman jenderal Gouw, kemudian dia baru tahu, ini adalah pesan yang di sampaikan oleh Su Yi, panglima Tong-koan selalu memperhatikan adiknya yang lemah dan manja dan adik iparnya yang tampan.
Setelah makan, mereka sedang berbincang-bincang, jenderal Gouw menatap Pek Soh-ciu berkata:
"Siauya! Aku punya satu masalah yang tidak mengerti, tidak tahu Siauya mau tidak menjelaskannya."
Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:
"Ciangkun tidak perlu sungkan-sungkan, jika Soh-ciu tahu pasti akan dikatakan."
"Siauya masih muda, tidak saja sudah termasyur di dunia persilatan, tapi juga punya dendam yang begitu besar, yang hampir membuat orang tidak bisa percaya, sepertinya seluruh dunia persilatan, semua adalah musuhnya Siauya......"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Termasyur di dunia persilatan, Soh-ciu tidak berani dan malu menerimanya, musuhku dimana-mana, itu memang benar, tapi......"
Jenderal Gouw mengusap jenggotnya sambil tertawa sambil berkata:
"Siauya tentu tidak mengerti mengapa aku bisa tahu persoalan di dunia persilatan, ha ha ha, jujur saja, ini semua diberi tahukan oleh istriku."
"Ooo!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu istri anda pasti seorang Lihiap."
"Mertuaku Suma Oey, namanya setara Oh-kui
Ouwyang Yong-it di dunia persilatan, Siauya tentu pernah mendengarnya."
Pek Soh-ciu jadi tersadar:
"Ternyata Hujin adalah putri Suma Tayhiap, Soh-ciu sungguh tidak hormat sekali."
Istri jenderal Gouw bernama Suma Hiang, dia tersenyum berkata:
"Ayahku adalah Sian-put-cie (Dewa miskin) yang sudah ternama, putrinya malah menikah dengan seorang menantu kaya, harap Siauya jangan mengolok."
Su Lam-ceng berkata:
"Hujin pasti telah mendengar kabar apa yang tidak bagus, betulkan?"
Suma Hiang tertawa berkata:
"Adik kecil memang seorang manusia krital berhati cermin, segala sesuatunya tidak bisa lolos darimu, hai....
jika bukan karena telah mendengar kabar, mana kami berani bersikeras pada kalian untuk tinggal di rumahku."
Su Lam-ceng merasa gelisah:
"Kalau begitu harap Hujin bisa menjelaskan pada kami, supaya kami bisa bersiap-siap."
Suma Hiang berkata:
"Gerakan kalian suami istri, semua orang persilatan sudah jelas mengetahuinya, saat ini pesilat tinggi dunia persilatan yang berkumpul di daerah Yo-kok, jumlahnya tidak kurang dari tiga ratus orang, perguruan yang ikut diantaranya, ada perguruan Thian-ho, Siau-lim, perkumpulan Ci-yan, Bu-tong, Bu-tai, Oh Kai-pang, berikut sejumlah pesilat tinggi yang tidak termasuk dalam perguruan......"
Wajah Pek Soh-ciu berubah:
"Bagus sekali, hutang bagaimana pun harus dibayar, dengan membuat perhitungan sekaligus, malah bisa menghilangkan banyak kerepotan."
"Kek." Jenderal Gouw batuk sekali, "Siauya memiliki warisan ilmu silat dari tiga keluarga, tentu saja tidak takut pada orang-orang ini, tapi Siocia dan dua pelayannya mungkin tidak mampu melindungi dirimya......"
Suma Hiang melanjutkan:
"Menurut pendapat kami berdua, lebih baik Siauya sementara tinggal dirumah kami, dengan batas waktu selama seratus hari, supaya mereka majikan dan pelayan bertiga bisa menambah sedikit kemampuannya melindungi diri sendiri....."
Pek Soh-ciu berkata:
"Ilmu silat dalamnya seperti lautan, dengan batas waktu seratus hari, mungkin tidak akan menghasilkan apa-apa, apa lagi Soh-ciu, terlalu lama tinggal di rumah anda, dalam hati juga merasa tidak bisa tenang."
"Ha......Ha......ha" jenderal Gouw tertawa, katanya,
"kalau Siauya berkata demikian, jadi menganggap kami bukan orang sendiri, aku hanya takut rumahku tidak bisa melayani kalian dengan baik, Siauya jangan merasa
sungkan, mengenai batas seratus hari.....pasti ku punya pandangan lain."
Suma Hiang melanjutkan:
"Itu hanyalah satu ideku, betul atau tidak" Siauya bisa mempertimbangkannya." Dia meng-hentikan perkataannya sejenak, katanya:
"Siocia punya pengetahuan sangat dalam, tidak bisa disamakan dengan nona lemah yang biasa tinggal di dalam kamar mewah, sampai Thian-kong-ti-sam-tin, dan Keng It-ci yang namanya termasyur di dunia persilatan Juga tidak bisa berbuat banyak padanya, aku pikir di dalam seratus hari, dia pasti mendapatkan hasil yang bisa mengejutkan orang."
Setelah berpikir cukup lama Pek Soh-ciu jadi setuju.
Maka mereka sementara tinggal di Han-ku-koan. Pertama-tama dia mengajarkan ilmu tenaga dalam Sin-ciu-sam-coat, lalu setiap hari dengan tenaga dalamnya yang sangat hebat membantu Su Lam-ceng melancarkan jalan arah di seluruh tubuhnya, selanjurnya mengajarkan jurus Im-cu-kiam, Tiga gerakan Ong-hong (angin topan), ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, seluruhnya diajarkan pada mereka, seratus hari belum sampai, Su Lam-ceng dan pelayannya sudah berubah tidak seperti dulu lagi, Su Lam-ceng juga telah menciptakan dan membuat delapan buah bendera besi kecil diberikan pada setiap orang, Pek Soh-ciu dan dia sendiri berikut pelayannya, berlatih melempar seperti cara melempar senjata gelap, menancapkan bendera besi di dalam radius sepuluh tombak, hingga dalam sekejap bisa membentuk sebuah barisan Pat-bun-tiat-kie-tin (Barisan delapan pintu bendera besi) yang baik dewa maupun setan sulit memecahkannya, walau pun berhadapan dengan musuh yang banyak sekali, asalkan tidak keluar dari barisan, pasti akan selamat.
Setelah lewat seratus hari, mereka meninggalkanl Han-ku-koan, menelusuri jalan raya Koan-lok menuju Lok-yang.
Hari pertama mereka sampai di kabupaten Hui-seng, sepanjang perjalanan semua berjalan tenang, tidak bertemu dengan orang yang mau cari masalah, baru pagi keesokan harinya, dalam perjalanan ini masalah yang tidak diharapkan, sudah mulai datang.
Pertama-tama adalah kuda mereka yang terjadi masalah, untungnya Su Lam-ceng sudah tidak seperti dulu lagi, ketika kudanya tiba-tiba jatuh ke depan, dia sudah meloncat melepaskan diri dengan selamat, walau begitu, dia masih ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat.
Sekarang, empat ekor kuda mereka semuanya telah mati, terpaksa Su-sik dan Hu-cen menggendong perbekalan, bersama-sama mulai berjalan kaki kembali, buat Pek Soh-ciu berjalan jauh seperti ini tidak menjadi masalah, tapi bagi Su Lam-ceng dan pelayannya mungkin tidak akan bisa bertahan, maka Pek Soh-ciu memutuskan, pertama-tama pergi dulu ke kota kabupaten yang berada di depan, menyelesaikan masalah kuda terlebih dulu.
Su Lam-ceng malah tersenyum katanya:
"Menurut pandanganku, keinginanmu mungkin akan gagal."
Pek Soh-ciu merasa heran:
"Menurut yang aku tahu, kota yang ada di jalan iaya Koan-lok ini, terdapat pasar kuda, mengapa Adik Ceng berkata demikian?"
"Bangsat yang membunuh kuda kita, mereka juga pasti tahu akan hal ini, jika kita bisa membelinya, buat apa mereka berbuat hal bodoh ini!"
Li Cukat ini memang jenius, hingga mereka melewati dua kota, disana sama sekali tidak ada kuda eekor pun, Pek Soh-ciu mengeluh tapi tidak bisa berbuat apa apa, katanya:
"Kata-katamu kembali benar, selanjutnya kita harus bagaimana, kau yang atur saja!"
Su Lam-ceng mengerutkan alis:
"Tadi aku melakukan satu ramalan, di dalam sepuluh hari ini, kita hanya akan mengalami kejadian yang mengejutkan, tapi tidak berbahaya, setelah sepuluh..."
Perkataannya tertahan, sepasang matanya, tampak berlinang air mata, Pek Soh-ciu terkejut sekali, katanya:
"Mengapa, Adik Ceng......apakah kita akan mengalami suatu bahaya?"
Su Lam-ceng mengeluh tanpa bersuara:
"Kita suami istri selamanya akan bersatu, hingga seratus tahun, hanya, setelah sepuluh hari, akan berpisah sementara......"
"Hay, Adik Ceng......ramalanmu itu, belum tentu bisa selalu tepat."
"Aku pun berharap begitu!" dia terdiam sesaat, katanya lagi:
"Aku ada dua hal yang ingin memberitahu kau......"
"Hal apa?"
"Aku sudah dua bulan tidak datang bulan.."
"Sungguh" Adik Ceng, ha ha ha......"
"Mmm, tapi aku ingin peringatkanmu, selanjutnya kau akan dibelit cinta asmara, akan meninggalkan banyak
hutang asmara yang tidak bisa dibayar, walaupun itu takdir, kau juga harus sedikit waspada."
Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Soh-ciu bukanlah orang yang tidak punya hati, melihat wanita hati langsung tergerak, Adik Ceng harus bisa percaya padaku."
Su Lam-ceng mengangkat kepala berkata: "Sudahlah, kita tidak usah membicarakan ini, di depan ada satu kota, hari ini kita tinggal di sana saja."
Saat ini hari baru saja menjelang sore, melewati satu kota lagi seharusnya tidak jadi masalah, tapi Pek Soh-ciu tidak tega menolaknya, dia juga khawatir istrinya kelelahan, maka beristirahatlah mereka di kota yang disebut Koan-in-tong.
Su Lam-ceng bisa meramal, dia tahu setelah lewat sepuluh hari mereka suami istri akan berpisah, hal ini yang membuat dia sulit bisa menerimanya, sehingga, dia ingin dalam sepuluh hari ini, sebisanya menikmati kemesraan suami istri.
Tapi... saat mereka sedang berdampingan, dan memadu kasih, sebuah bayangan berwarna merah menembus jendela masuk ke dalam, begitu Pek Soh-ciu tahu, sebuah suara pelan terdengar, bayangan merah itu sudah menancap diatas dinding.
Dia lalu mencabut benda berwarna merah itu, begitu melihat wajah tampannya mendadak di selubungi dengan hawa membunuh.
Su Lam-ceng mengambil benda itu dari tangannya lalu di lihatnya, tampak ini adalah sebuah bendera merah kecil, di tiangnya terdapat satu kertas surat, di atasnya tertulis 'Para sahabat dunia persilatan menunggu anda di Lo-houw-pai', walau surat ini tidak dibubuhi tanda tangan si pengirim,
tapi Pek Soh-ciu tahu bendera merah kecil ini, adalah milik perguruan Thian-ho.
Su Lam-ceng dengan perasaan was-was berkata: "Ciu koko, kita pergi tidak?"
Pek Soh-ciu mengangkat alisnya: "Walau pun itu adalah danau naga goa harimau, kita juga akan melabraknya, apalagi jika kita tidak pergi, apakah bisa menjamin mereka tidak datang!"
Su Lam-ceng mengeluh, membalikan kepala menyuruh Su-sik menanyakan jalan ke Lo-houw-pai, lalu mereka bersama-sama meninggalkan penginapan, pergi ke arah utara kota, di sebelah kiri sekitar dua li, tibalah di satu gunung yang megah.
Di atas lapangan datar di punggung gunung, telah berkumpul sekelompok besar orang, di bagian tengah berdiri orang-orang perguruan Thian-ho, baju merahnya mencolok mata, di sorot matahari senja tampak lebih terang lagi, di sebelah kiri ada orang-orang perkumpulan Ci-yan, berseragam baju ungu, mengeluarkan warna merah padam, di sebelah kanan adalah ratusan pesilat tinggi dari aliran putih dan hitam dunia persilatan, melihat keadaannya, setiap orang itu adalah orang yang sangat ternama.
Pek Soh-ciu berhenti di punggung gunung, matanya menyapu, sambil tertawa keras dia berkata:
"Kelompok yang sangat besar sekali, orang she Pek......hehe, sungguh beruntung sekali."
Yang menjadi pemimpin perguruan Thian-ho adalah seorang tua bermantel biru, wajahnya persegi dengan telinga besar, di depan dadanya melambai-lambai tiga jenggot panjang, sorot mata orang ini samar-samar menyorot sinar aneh, sikapnya mantap, jelas seorang ahli
silat hebat, di sisinya menempel ketat seorang wanita cantik berkulit putih bersih, sepasang bola matanya bergulir-gulir memandang Fek Soh-ciu, di-belakang mereka berdua, ada orang kedua dan orang ketiga Cu-lay-sam-koay, empat mata yang membawa api kemarahan dengan kebencian memandang musuh pembunuh Toako mereka.
Yang memimpin perkumpulan Ci-yan, adalah seorang tua kurus kering, mulutnya tajam pipinya tipis, di belakang dia berdiri tiga laki-laki tegap berbaju ringkas, melihat tampangnya, semuanya jelas para penjahat.
Di sebelah kanan ada gabungan dari hweesio, orang biasa, pendeta To, walau mereka tidak terorganisii, tapi kekuatannya mungkin masih di atas perguruan Thian-ho dan perkumpulan Ci-yan.
Saat ini orang tua kurus kering dari perkumpulan Ci-yan, dengan batuk kering berkata pada Pek Soh-ciu:
"Sungguh menyesal membuat Pek Siauhiap kecewa, karena yang mau kami sambut bukanlah anda."
"Ooo!" Pek Soh-ciu berkata, "jadi aku yang suka sok pintar sendiri, baiklah, kita bertemu di lain waktu."
Saat dia akan membalikkan tubuh untuk pergi, orang tua kurus itu mendadak tertawa dingin, katanya:
"Jangan terburu-buru Pek Siauhiap, yang kami sambut walau bukan kau, tapi berhubungan erat denganmu."
Pek Soh-ciu tertegun melirik pada Su Lam-ceng, di dalam hati berkata:
"Tidak di sangka istriku yang cantik tiada dua-nya ini, malah memiliki kemampuan menarik dunia persilatan!"
Tapi orang tua kurus itu kembali tertawa dingin: "Pek Siauhiap jangan berpikir ke arah ujung tanduk sapi, yang ingin kami sambut, hanyalah benda di dalam dadamu itu."
Pek Soh-ciu sedikit tertegun, lalu sambil tertawa lantas berkata:
"Ooo, begitu! Tapi Pouw-long-tui hanya ada satu, buburnya sedikit hweesionya banyak, lalu harus bagai mana membaginya?"
Orang tua kurus itu tertegun:
"Ini......kek, kek, kita memang harus membuat satu aturan yang adil......"
Su Lam-ceng melanjutkan:
"Apa yang dikatakan orang tua ini tidak salah, aku punya satu cara yang adil......" suara dia nyaring merdu, seperti burung Eng (elang) keluar dari lembah, seluruh pesilat tinggi dilapangan, sorot matanya segera melihat padanya.
Orang tua kurus begitu dipuji, tulangnya seperti menjadi ringan sedikit, lalu dia tertawa, dan berkata:
"Aku adalah wakil ketua perkumpulan Ci-yan Elang Botak Liu Peng, jika nona punya cara yang adil, perkumpulan Ci-yan yang pertama menyetujuinya."
Satu dengusan dingin terdengar dari sebelah kanan:
"Perkumpulan Ci-yan apa, hem... jangan memalukan..."
Wajah Elang Botak Liu Peng jadi berubah, katanya:
"Sahabat yang mana itu" Jika berani keluar bicara."
Bayangan orang berkelebat, seorang laki-laki berotot dengan wajah sombong keluar dari kerumunan orang,
pertama-tama dia melihat pada Su Lam-ceng, lalu mendengus lagi dengan sombong berkata:
"Aku sudah keluar, wakil ketua mau apa?"
Liu Peng tertawa:
"Ternyata Tan-hoa-long-kun (Laki-laki jantan doyan wanita) Ong Lan! Aku kira siapa, pengelana sepertimu yang tahunya mencari wanita, bagaimana bisa tahu situasinya berbahaya atau tidak?"
Tan-hoa-long-kun Ong Lan membalikkan tangan
merogoh sakunya, mengeluarkan sepasang kail mas yang ada pelindungnya, kakinya melangkah maju langsung menyerang, kail emas dengan membawa angin keras membelah tubuh atas dan bawahnya Liu Peng, mulutnya tertawa sambil berkata:
"Tidak salah kata-katamu, sampai istri ketua perkumpulan kalian Ang Sian-yam juga pernah
mengundangku menjadi tamu pribadi di kamarnya, sayang kau tidak punya istri, jika tidak, marga Ong juga akan memberi kau sebuah topi hijau untuk dipakai olehmu."
Jurus sepasang kail emasnya Tan-hoa-long-kun sangat dahsyat, walau mulurnya berbicara kotor dan terus menghina, Liu Peng malah terdesak tidak berdaya, meski sudah mencoba berturut-turut membalas lima bacokan golok, masih belum dapat menahan serangan kail mas yang sangat dahsyat, dia juga tidak sempat berbantah.
Tiga laki-laki tegap yang berada dibelakang Liu Pcng, adalah tiga ketua cabang perkumpulan Ci-yan, mereka semua tahu Tan-hoa-long-kun tidak mudah dihadapi, tapi karena lawan berani menghina istri ketua perkumpulan, juga melihat Elang Bodak akan segera mati dibawah kail
masnya, maka mereka sambil berteriak, segera melakukan serangan beramai-ramai.
Mendadak, terdengar dua suara keras, Tan-hoa-Iong-kun dan Elang Botak Liu Peng telah dipisahkan, yang berdiri di tengah lapangan ialah orang tua bermantel biru dari perguruan Thian-ho, sorot matanya yang dingin menyapu pada Liu Peng berdua, lalu dengan tertawa keras berkata:
"Maaf, aku tidak bermaksud mengecewakan kalian berdua, jika kalian berdua benar-benar ingin berkelahi, lebih baik kalian cari lapangan lain, atau membuat janji di lain waktu, hari ini harap beri aku orang she Hoan sedikit muka."
Perkataannya sangat kebetulan buat Liu Peng untuk mundur, dia menyimpan goloknya, pada orang tua mantel biru mengepalkan tangan membungkuk:
"Yang terhormat telah mengatakan begitu, mana berani aku tidak menurut." Dia segera mundur ketempatnya, Tan-hoa-long-kun juga tidak mau membuat ulah pada orang yang di panggil terhormat, tanpa buka suara dia langsung meloncat ke kanan ke tempat semula.
Setelah selesai orang tua mantel biru kembali tertawa panjang, berkata:
"Tidak makan nasi di dalam katel, tidak akan berdiri di sisi katel, para sahabat yang ada di lapangan, mungkin semua berminat pada Pouw-long-tui, tentu berharap ada satu cara yang adil, begini saja, kita semua jangan terburu nafsu, dengarkan dulu apa penjelasan dan cara yang dikatakan oleh Pek Hujin."
Masalahnya kembali kepokoknya, maka Su Lam-ceng dengan tertawa tawar yang sangat anggun, membuat orang sulit menahan diri, sepasang matanya yang sejernih air
melihat ke sekeliling, membuat hati setiap orang tidak tahan jadi tergetar tanpa sadar, tapi para pesilat tinggi yang melanglang buana ini, malah tidak satu orang pun yang mau mengeluarkan suara sekecil apa pun, mereka semuanya terdiam, seperti sedang menghadap dewa, sedang diam berdiri dengan horrnat mendengar perintah yang mulia.
Su Lam-ceng mengangkat tangan memainkan rambut di pelipisnya, perlahan batuk lalu berkata:
"Ratusan tahun yang lalu bangsawan Liu menusuk penguasa kejam Cin, dengan menggunakan Pouw-long, namanya menjadi harum sepanjang sejarah anda sekalian harus tahu Pouw-long-tui adalah senjata sakral jaman dahulu yang digunakan untuk menghancurkan penguasa kejam......"
"Nona benar." Teriakan gemuruh terdengar ke seluruh gunung, para pesilat tinggi yang melakukan segala kejahatan ini, seperti sedang mendengar amanat majikannya, mereka menurut seperti sekelompok kucing kecil yang jinak.
"Makanya." Su Lam-ceng melanjutkan perkataan nya,
"orang yang memiliki Pouw-long-tui, yang utama harus memiliki sifat yang benar, kalian bisa menanyakan pada diri sendiri, orang yang seumur hidup tidak pernah berbuat yang memalukan boleh tinggal ditempat ini, jika tidak dia harus melepaskan haknya untuk bisa memiliki Pouw-long-tui."
Baru saja dia selesai berkata, di lapangan sudah ada satu orang yang diam-diam meninggalkan lapang, lalu dalam sekejap ratusan pesilat tinggi dunia persilatan telah pergi semua, satu pun tidak ada yang tersisa.
Angin gunung membelai rambut Su Lam-ceng, dia membalikan tubuh pada Pek Soh-ciu yang bengong dengan nada sedih berkata:
"Ciu koko, apakah dunia selebar ini, tidak ada satupun orang yang benar-benar baik?"
"Hai...!" Pek Soh-ciu mengeluh, "para penjahat ini kejahatan apa pun telah dilakukannya, mengapa mereka bisa berubah jadi begitu penurut" Adik Ceng, apakah kau memilik ilmu gaib?"
Su Lam-ceng memonyongkan mulurnya: "Dari mana aku bisa ilmu gaib, orang-orang itu hanya mendadak saja jadi sadar!"
Pek Soh-ciu tetap menggelengkan kepala:
"Kecuali Budha sendiri yang tampil, baru dapat membuat batu bandel menganggukan kepala, hasil yang demikian, sungguh terlalu aneh......"
"Hm... bagus, justru karena kau tidak percaya, maka orang-orang itu kembali lagi." Di ikuti dengan perkataan Su Lam-ceng, kelompok demi kelompok bayangan orang kembali muncul di sekeliling, Pek Soh-ciu mengangkat kepala melihat, benar saja orang-orang yang tadi dilapangan, datang kembali dengan sangat cepat, dalam sekejap telah mengurung mereka kembali.
"He...he..." orang tua mantel biru she Hoan tertawa menghadap Pek Soh-ciu berkata:
"Istrimu memang hebat, aku sangat mengaguminya, tapi manusia bukan dewa, mana mungkin tidak pernah berbuat salah, Pek Siauhiap sendiri belum tentu tidak pernah melakukan kesalahan, apa lagi kita yang berada di dunia persilatan yang diandalkan adalah yang kuat yang menang, jika Siauhiap berminat, kita main-mainlah beberapa jurus."
Pek Soh-ciu berkata tawar:
"Jika anda mengatakan demikian, Pek Soh-ciu juga tidak bisa memuaskan harapan begitu banyak orang, ini sungguh satu hal yang sangat sulit."
"Hm...!" dengan dingin orang tua she Hoan berkata,
"Sekali Thian-ho muncul, semua perkumpulan menyembah, Hoan Liu tidak percaya ada orang berani menentang aku!"


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Su Lam-ceng dengan pilu berkata:
"Ciu koko, apakah perguruan Thian-ho benar-benar selihay itu" Jika dia tahu kita tidak takut pada Thian-kong-ti-sam-tin nya, mungkin dia tidak akan bicara seperti ini."
Benar saja, kepintarannya seluas lautan, walau dia berkata dengan tenang dan tawar, tapi seperti jarum ditusukan ke tubuh, langsung terlihat darah, tepat mengenai kelemahannya perguruan Thian-ho, walau pun benar Hoan Liu adalah kepala penjahat yang menggemparkan dunia persilatan, tapi ratusan pesilat tinggi yang ada dilapangan, bukan takut pada dia, tapi mereka takut pada barisan Thian-kong-ti-sam-tin hingga membuat para pesilat tinggi dilapangan tidak berani sembarangah bergerak, tapi Su Lam-ceng pernah memimpin para pesilat tinggi menghancurkan Thian-kong-ti-sam-tin, peristiwa ini telah tersiar ke seluruh dunia persilatan, sekarang setelah dia mengatakan hal itu, tidak berbeda dengan menambah keberaniannya para pesilat tinggi itu.
Saat ini seorang laki-laki setengah baya yang berwajah bersih, berpakaian sastrawan, dengan tertawa berkata:
"Tidak salah, dengan ada Pek Hujin disini, paling sedikit kita bisa mencoba Thian-kong-ti-sam-tin untuk menambah pengetahuan kita."
Su Lam-ceng melihat orang yang berkata itu, walau dia berpakaian panjang, tapi di pinggangnya terikat delapan kantong sebagai lambang Kai-pang tianglo, dia merasakan keadaannya ada yang tidak betul, dari wajahnya yang kelihatan bersih itu, samar-samar terlihat ada sinar licik, maka dia membalikkan kepala pada Pek Soh-ciu, tidak mempedulikan kata-kata pujiannya.
Walau demikian, Hoan Liu yang menyebut dirinya Siau giauw-te-kun (Tuan raja yang tidak terikat) telah menyimpan kesombongannya, sambil tertawa dia berkata:
"Sin Bu-ki, bila kau ingin menyaksikan Thian-kong-ti-sam-tin tentu saja boleh, tapi...... jika kalian semua menurut caranya Pek Hujin, aku akan mengecewakan kalian, he he he......"
Sin Bu-ki mengangkat jempol berkata:
"Pintar menyesuaikan diri, nama Siau-giauw-te-kun memang bukan omong kosong."
Siau-giauw-te-kun tidak mempedulikan ejekkan nya, dia berbalik pada Su Lam-ceng, berkata:
"Katakan saja Pek Hujin, kami semua dengan hormat mendengarkan."
Su Lam-ceng mendengus perlahan, berkata: "Aku hanya menyarankan prinsipnya saja, setuju atau tidak, kalian boleh mempertimbangkan sendiri." Kata-katanya berhenti sejenak, lalu berkata lagi:
"Jumlah kalian begitu banyak, jika ingin bertanding siapa yang lebih tinggi, akan menghabiskan waktu lama, jika bisa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap kelompok mengutus satu sampai tiga orang, bertanding dengan sistem gugur, dalam tiga babak jika dua kali kalah
maka yang dua kali kalah tidak berhak memiliki Pouw-long-tui, kelompok terakhir yang berhasil menang, bertanding lagi dengan kami, yang menang boleh memiliki Pouw-long-tui."
Usulan dia mendapatkan persetujuan banyak orang, maka mereka membagi diri menjadi 4 kelompok, aliran putih, aliran hitam, perguruan Thian-ho, perkuni pulan Ci-yan, wakil dari aliran putih adalah guru besai Tiang Beng dari perguruan Bu-tai, Gin-ie-siu-su (Sastrawan baju perak) Bu Soh-koan, dan pendeta To
Hian-ho dari Bu-tang, dari aliran hitam seluruhnya di pimpin perampok Gin-sai-tiang-wan (Monyet keriting berjenggot perak) Tiat Kie-bu, Tui-hun-su-cia (Rasul pengejar roh) Kui Ih-kang, dan Toako dari Kang-pak-siang-eng (sepasang pendekar dari Kang-pak)" Cin ciu-hu, dari perguruan Thian-ho adalah Siau-giauw-te-kun Hoan Liu, istrinya Hoan Liu, Giok-ki-Sian-cu (Dewi berkulit giok) Sai-Hoan, saudara kedua dari Cu-lay-sam-koay Ang-tai-jiu, dari perkumpulan Ci-yan adalah wakil ketua perkumpulan Elang Botak Liu Peng, ketua cabang I.u-kiu, Kim Si, ketua cabang Sui-in, Bun Bun-thian, hasilnya setelah diundi, aliran putih menghadapi perguruan Thian-ho, aliran hitam bertemu dengan perkumpulan Ci-yan, menurut urutan aliran putih yang pertama tampil.
Orang pertama yang loncat masuk ke lapangan adalah Sastrawan Baju Perak Bu Soh-koan, orang ini "eluruh pakaiannya berwarna perak, dengan wajahnya vang putih berbibir merah, tubuhnya tinggi, penampilannya hebat sekali, hanya sayang sorot matanya penuh kelicikan, penuh dengan hawa kejam, dia mengeluarkan kipas lipat lapis emas dari dalam lengan bajunya, pada 'Siau-giauw-te-kun dia tertawa katanya:
"Aku she Bu melembar batu memancing Giok (Menantang), siapa yang pertama mau keluar bertarung denganku?"
Saudara kedua dari Cu-lay-sam-koay Ang-tai-jiu berebut keluar, berkata:
"Sebuah kipas lipat lapis emas Bu Tayhiap, belum pernah mendapat lawan, orang she Ang tidak ingin meewatkan kesempatan bagus ini, untuk menambah pengalaman!"
Dua orang ini sama-sama orang yang sudah
menggemparkan dunia persilatan, begitu menjawab, langsung memasang kuda-kuda, setelah cukup lama... Bu Soh-koan lalu membentak, kipas lipat lapis emasnya bersuara, ditotokan ke arah dadanya Ang-tai-jiu, Ang-tai-jiu tidak mengelak tidak menghindar, lengan kanannya dibalikan, lima cakarnya mencoba menangkap lengan Bu Soh-koan, telapak kirinya terbang miring, pukulan telapak yang bisa menghancurkan batu dengan kuat dipukulkan pada bahunya Bu Soh-koan.
"Ha......ha......ha" Bu Soh-koan tertawa panjang, dia menurunkan bahu menekan pergelangan tangan
menghindar pukulan, kipas lipat lapis emasnya mendadak dibuka, pinggir kipas yang seperti pisau tajam, sekali menyapu sekali diangkat, dada Ang-tai-jiu sudah terkena dan mengalirkan darah.
Jurus ini dahsyat, kecuali beberapa pesilat tinggi, yang lainnya malah tidak tahu bagaimana cara dia melukai musuhnya, tapi bagaimana pun Ang-tai-jiu bukan orang yang lemah, Bu Soh-koan memang membuat dia terluka, tapi angin telapak dia juga menyapu mengenai bahu lawannya, Bu Soh-koan hanya merasakan sebuah tenaga yang amat dahsyat, menekan sampai dia mundur beberapa
langkah, membuat lengan kirinya hampir saja kehilangan gunanya.
Mereka sejenak beristirahat, Bu Soh-koan langsung berteriak keras berkata:
"Kali ini tidak dihitung, kita mulai lagi." Dua orang pesilat tinggi yang namanya termasyur di dunia persilatan ini, kembali saling menyerang, suara angin telapak berkesiur, bayangan kipas berkelebat, pertarung an yang Lw judi sengit sekali.
Mendadak terdengar saru dengusan dingin, dan bayangan kipas jadi berhenti, kedua orang yang bertarung bersamaan mundur, Ang-tai-jiu melangkah miring beberapa langkah, lalu jatuh keatas tanah, bahu kanannya di dekat lengan, tampak menyemburkan darah segar.
Walau Bu Soh-koan bisa menang, tapi menang dengan tidak mudah, dia kecapaian juga setelah menguras tenaganya, dengan tersenyum dia kembali jalan ke kelompoknya.
Aliran putih berhasil meraih kemenangan pada pertarungan pertama, seharusnya ini hal yang menggembirakan, tapi malah sulit melihat sinar kegembiraan diatas wajah mereka, sebab hasil kemudian ternyata guru besar Tiang Beng kalah dari tangan mulusnya Giok-ki-sian-cu, pendeta To Hian Ho terpaksa mengaku kalah dari Siau-giauw-te-kun.
Selanjutnya pertarungan antara aliran hitam . lengan perkumpulan Ci-yan, perkumpulan Ci-yan tidak berturut-turut mengalami kekalahan, malah dua oranng ketua cabang Liu-kiu dan Sui-in sampai kehilangan nyawanya, lalu pertandingan di lanjutkan antara aliran hitam dengan perguruan Thian-ho. Ternyata pertarungan nya terasa berat sebelah, Siau-giauw-te-kun suami istri ternyata tidak ada
yang bisa mengalahkan, sepertinya dari seluruh pesilat tinggi yang ada di lapangan, sulit mencari 'orang yang bisa menahan mereka.
Ilmu silatnya sangat hebat, di wajah Siau-giauw-te-kun yang gagah itu, terlihat kesombongan:
"Ha ha ha!" dia tertawa pada Pek Soh-ciu berkata,
"sekarang giliran kita, Siauhiap! Siapa diantara kalian yang pertama tampil?"
Pek Soh-ciu berkata dingin:
"Aku sendiri bertarung dua babak, istriku satu babak, perguruan anda sebagai tamu, kalian pilihlah seorang dulu."
Saat Siau-giauw-te-kun akan melangkah keluar menantang Pek Soh-ciu, Ang-tai-jiu ber-teriak sambil menerjang keluar, dia ingin membalaskan dendam saudaranya, dia berkata:
"Te-kun! Aku ingin membalaskan dendam kakakku, babak ini harap Te-kun mengalah padaku, biar aku tampil duluan."
Siau-giauw-te-kun melihat luka Ang-tai-jiu sudah tidak mengganggu, juga dia yakin dia bisa menangkap Pek Soh-ciu seperti dia merogoh kantongnya sendiri, walau pun babak ini kalah, tidak akan ada pengaruhnya, maka dia menganggukkan kepala:
"Baiklah, tapi harus hati-hati sedikit." Ang-tai-jiu mengiyakan lalu meloncat keluar, luka yang didapat tadi, tampak sedikit pun tidak mempengaruhi gerakannya, dia memandang Pek Soh-ciu sambil menggigit gigi berkata:
"Serahkan nyawamu, orang she Pek." Baru saja Pek Soh-ciu akan melangkah keluar, Su Lam-ceng malah menarik dia dengan tertawa manis berkata:
"Biar aku yang memukul anjing yang jatuh ke air, kau awasilah."
Dia jalan melenggang, pelan-pelan berjalan menuju tengah lapangan, mantel penahan angin berwarna kuning angsa, melayang-layang ditiup angin gunung,
penampilannya yang anggun sulit digambarkan dengan kata-kata, dia segera mendapat perhatian di seluruh lapangan, malah ada orang tidak tahan berteriak:
"Pek Hujin! Orang ini punya dendam dengan suamimu, kau harus hati-hati."
Sambil tersenyum dia menganggukan kepala, tetap dengan tenang melangkah maju kedepan Ang-tai-jiu berkata:
"Aku menggunakan pedang, silahkan siapkan senjatamu." Dia menghunus Im-cu-kiam pemberian Pek Soh-ciu, tersenyum menatap Ang-tai-jiu.
Ang-tai-jiu seperti terdesak oleh kecantikan yang menyilaukan mata hingga menundukkan kepala, sepasang mata dia menurun rendah dan mengeluh:
"Demi membalas dendam saudara, Hujin! Aku terpaksa harus......"
"Aku tahu, kau mulailah."
"Hujin lebih baik suruh suamimu keluar?"
"Tidak perlu."
"Hai kalau begitu aku terpaksa menyerang."
"Kusuruh kau mengeluarkan senjata!"
"Telapak tangan adalah keahlianku, Hujin hati-hatilah!"
Habis bicara, lalu Ang-tai-jiu menyerang, sebuah pukulan seperti gada besi, didorongkan datar di depan
tiada, dia seperti takut jurus telapak ini terlalu dahsyat, saat memukul dia kembali mengurangi tenaganya sekitar sepuluh persen, walau pun demikian, kekuatan pukulan ini, tetap saja tidak akan bisa ditahan oleh tubuh yang terbentuk dari darah dan daging, jika Su Lam-ceng tidak sempat mengelaknya, mungkin dia akan kehilangan nyawanya, sehingga, setelah Ang-tai-jiu memukul langsung menarik kembali pukulannya, dengan mata membelalak bingung, menatap Su Lam-ceng, dengan masih merasa sedikit penyesalan berkata:
"Pek Hujin! Kau tidak apa apa kan?"
Su Lam-ceng tersenyum berkata:
"Aku baik."
Ang-tai-jiu seperti merasa lega, sebelah tangan diangkat, kembali akan menyerang, mendadak ter-dengar teriakan:
"Berhenti." Giok-ki-sian-cu Sai-hoan sudah meloncat keluar, dengan wajah hijau dia berteriak marah pada Ang-tai-jiu:
"Pergilah, jika kau merasa sayangnya pada wanita cantik, buat apa kau membalaskan dendam kakakmu!"
Apa yang dia katakan memang tidak salah, jika Ang-tai-jiu takut melukai lawannya, lalu bagaimana bisa membalaskan dendam kakaknya" Ang-tai-jiu dengan penuh rasa malu kembali ketempatnya, tapi Giok-ki-sian-cu, Sai-hoan juga tidak tega dengan tangan keji menghancurkan nyonya cantik yang munggil ini, karena penampilan Su Lam-ceng yang anggun, cantik tiada duanya, walau orang yang paling kejam pun, akan seperti besi bertemu api, dengan sendirinya menjadi lembek, sehingga, dia dengan wajah serius dia berkata:
"Babak ini dihitung seri saja, Pek Hujin! sekarang kau harus meninggalkan lapangan."
Su Lam-ceng tertawa berkata:
"Baiklah, tapi aku harus ingatkan ciri dulu, suamiku adalah orang yang tidak mengerti menyayangi wanita cantik, jadi cici lebih baik hati-hati."
Dia berjalan kembali ketempat asalnya, tapi Pek Soh-ciu dengan perasaan canggung malah tertawa katanya:
"Adik Ceng! Mengapa kau berkata itu......"
Su Lam-ceng berbisik:
"Wanita itu cantik sekali, bukan" maka aku terpaksa menjaganya sedikit."
Pek Soh-ciu tertawa pahit, lalu dengan langkah besar masuk ke lapangan, dia memperhatikan Sai-hoan, wanita ini' kulitnya putih seperti salju, tidak salah mendapat julukan Giok-ki, dia tidak berani lama-lama memperhatikan dia, dengan suara serak dan kaku berkata: "Hoan Hujin silahkan mulai." Dari dalam dadanya Giok-ki-sian-cu pelan pelan mengeluarkan sapu tangan wangi, lalu sapu tangan itu dibukanya, dan bau wangi langsung menyebar kemana-mana, ditambah pakaiannya yang indah mencolok mata, sungguh seperti tarian pakaian indah, mana ada suasana pertarungan hidup atau mati, saat melangkah tubuhnya Kperti angin, pakaiannya yang berwarna-warni menit >lok mata, sapu tangan wanginya sudah menyerang kearah dadanya Pek Soh-ciu.
Pek Soh-ciu tidak menduga dia menyerang begitu tepat, sedikit lengah saja hampir saja dia terkena pukulannya, untung saja ilmu silat dia sangat tinggi, begitu pikirannya bergerak, tubuhnya sudah melayang mundur lima kaki, membalikkan tangan menghunus sebuah pedang panjang
dari baja murni, dengan jurus Ciu-Imng-kai-si (tiba-tiba muncul angin musim gugur), dia membalas menyerang.
Sapu tangan wangi Giok-ki-sian-cu terbang miring, menyerang pergelangan tangan kanan yang memegang pedang, mulutnya malah tertawa dan berkata:
"Saudara! Kata-kata istrimu, tentu kau sudah mendengarnya, tapi orang yang tampan seperti kau, jika dikatakan tidak menyayangi wanita cantik, sungguh sulit orang bisa percaya, ha ha ha......betulkan" Saudara......"
Dihadapan suaminya Siau-giauw-te-kun dan penonton dari segala aliran, wanita ini berbicara dengan kata-kata yang menggelitik, sungguh berani sekali. Tapi jurus sapu tangan wanginya, malah bergerak membelit memukul menotok membelah, sangat ganas sekali.
Pek Soh-ciu tidak berani menjawab kata-kata wanita yang kulitnya seperti salju dengan bau wanginya yang menyebar kemana-mana, hidungnya mengeluar-kan nafas keras, serangkaian jurus Im-cu-kiam yang paling hebat telah dia keluarkan.
Setelah lewat sepuluh jurus, tampak Giok-ki-sian-j cu kewalahan, jurus sapu tangan wanginya memang aneh tidak diduga, tapi tetap saja bukan lawan jurus Im-cu-kiam, dan juga tenaga dalam dan ilmu silat meringankan tubuhnya, tidak setinggi Pek Soh-ciu. Sehingga begitu terjadi bentrokan, sapu tangan wangi seperti burung walet berwarna-warni terbang keudara, dipukul oleh Pek Soh-ciu hingga terlepas dari tangannya.
Mungkin dalam jurus ini Pek Soh-ciu menggunakan tenaga terlalu besar, tubuh langsing Giok-ki sian-cu bergetar sebentar, mulutnya mendehem, rubuh nya roboh ke arah dada Pek Soh-ciu.
Sesaat Pek Soh-ciu tertegun, tanpa sadar dia mengulurkan tangan memeluk tubuhnya, satu suara merdu yang kecil seperti suara nyamuk, terdengar ditelinganya:
"Terima kasih." Baju warna-warninya ber-kelebat, dia seperti burung walet terbang, tangan mulusnya diulurkan, tepat menangkap sapu tangan wangi yang hampir jatuh ke tanah, saat turun ke tanah dia sudah berdiri disisi Siau-giauw-te-kun.
Dia sudah kalah, tapi dalam beberapa gerakan terakhirnya, tidak saja dia bergerak secepat kilat, gerakannya juga sangat manis tiada duanya, para pesilat tinggi yang menonton, tidak tertahan semuanya bersorak, tapi malah dengan wajah mengandung arti, gelombang mata mengalun, dia melirik pada Pek Soh-ciu dengan genit sekali.
Hati orang-orang disana masih terbayang pertarungan yang sengit dan romantis tadi, tapi Siau-giauw-te-kun dengan sorot mata ingin membunuh meloncat masuk ke lapangan, kepala penjahat ini tidak bisa dianggap enteng, dia bukan hanya meloncat begitu saja, malah bisa mengeluarkan suara desingan yang menggetarkan hati orang, sepasang mata dia membelalak, sinar matanya mengeluarkan hawa pembunuh-an yang tebal, membuat wajahnya yang gagah diselimuti oleh warna yang menakutkan orang, dia melangkah maju satu ngkah lagi, otot wajahnya bergerak sekali, begitu berteriak suara yang keluar dari tenggorokannya seperti suara binatang liar.
"Orang she Pek, jika aku tidak bisa membunuhmu maka aku akan mengganti she, terima ini.."
Satu garis sinar emas keluar dari dalam lengan bajunya yang besar longgar itu, dia seperti meteor jatuh, saking
cepatnya sulit dilihat dengan mata telanjang, hanya sekelebat sudah menutup diatas kepala Pek Soh-ciu.
Semenjak Pek Soh-ciu keluar gunung sampai sekarang, dia sudah bertemu dengan tidak sedikit pesilat tinggi yang ternama, tapi pesilat tinggi seperti Siau-giauw-te-kun, baru pertama kalinya di temui, tentu saja, dengan ilmu silatnya sekarang, belum tentu dia kalah oleh Siau-giauw-te-kun, tapi semangat lawan yang dahsyat itu, membuat dia merasa sedikit ngeri, di saat sinar mas datang menyerang, pedang baja di tangannya secara bersamaan didorongnya, tetapi di dalam satu benturan yang amat dahsyat, dia malah tidak bisa menahan diri dan mundur beberapa langkah ke belakang.
Sepertinya hanya dalam satu jurus saja, dia sudah berada dibawah angin, dan sinar mas yang mengurung tubuhnya, seperti gelombang laut gunung runtuh, tanpa ampun menyerang dia.
Jurus Im-cu-kiam nya tidak bisa dikembangkan, Pouw-ci-sin-kang yang hebat juga tidak bisa dipusatkan, hanya dengan mengandalkan langkah Co-yang-kiu-tiong-hui, dia bisa menghindar, mengelak, seperti anjing dirumah duka, keadaannya sungguh berbahaya sekali.
"Saudara! Bersikap tenanglah, ilmu silatmu tidak kalah dari dia, bertarung yang utama harus bersemangat, tidak boleh sebelum bertarung sudah kalah semangat."
Sebuah suara merdu yang pelan seperti suara nyamuk berkumandang pelan ditelinganya. Tidak salah, dia menyadari ilmu silatnya memang tidak kalah dan lawannya, hanya saja semangat bertarungnya tertekan oleh lawan, maka dia segera bersiul nyaring, sebuah jalur hawa pedang yang dingin, seperti salju di musim gugur menebar
keseluruh langit, sinar emas yang seperti naga marah, dihantam oleh pukulan ini sehingga mundur kembali.
Kejadian ini di pandang oleh pihak Siau-giauw-te-kun, seperti satu hal aneh yang tidak mungkin terjadi, karena bukan saja tadi dia sudah mengendalikan situasi, juga sudah sepenuhnya menguasai keadaan, membunuh lawan hanya tinggal menanti beberapa saat saja, tidak diduga lawan yang sudah terkurung, malah masih ada kemampuan balik melawan.
Dia telah mundur dua langkah, dengan mengangkat tongkat emas yang bersinar mencolok mata, dengan dingin menatap lawan yang masih muda ini, lama... dia baru dengan berteriak marah:
"Orang yang akan aku bunuh, pasti tidak akan ada kesempatan bisa melihat matahari terbit besok hari, ayahmu sedang menunggu, bocah...... aku antar kau bertemu dengan ayahmu."
Mantel biru mengembang, sinar emas berkilat lagi, Giok-giauw-te-kun dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, melakukan serangan dahsyat, ingin dengan sekali pukul membinasakan lawannya!
Ini adalah sebuah serangan dahsyat yang sangat hebat.
sinar emas seperti kilat, dengan suara gemuruh membelah angin melintang menghantam, para penonton di lapangan sedang gemetar dingin, Su-sik dan Hu-cen ketakutan sampai menjerit keras, sampai wajah Giok-ti tian-cu Sai-hoan juga keluar keringat, hanya Su Lam-ceng berdiri seperti satu patung batu, wajahnya tenang, sedikit pun tidak ada emosi.
Terdengar sebuah suara keras yang menggetarkan bumi dan langit, membawa hawa kematian yang kental, orang-orang membelalakan sepasang mata, menatap tajam pada
debu yang bertebaran di udara, setiap butir pasir kecil muncrat menghantam tubuh orang-orang, menimbulkan rasa pedas, panas.
Tidak ada seorang pun yang menggerakan tubuh, malah mata mereka tidak berkedip sekali pun, umpana ada orang menekankan golok diatas leher mereka, setelah mereka menyaksikan akibat dari pukulan yang dahsyat itu, meski kepala mereka terlepas juga mereka tidak akan merasakannya.
Perlahan-lahan debu mulai menghilang, sinar senja yang menyorot miring, memperluas pandangan orang-orang disana, ternyata hasil yang terlihat sangat mengejutkan orang, diantara para penonton ada, bersamaan waktu mengeluarkan teriakan gembira.
Pek Soh-ciu memang, teriakan gembiranya Su-sik dan Hu-cen, tentu saja sangat wajar, yang tidak diduga adalah Giok-ki-sian-cu Sai-hoan, melihat suaminya kalah dia malah berteriak gembira!
Tetapi, tidak ada orang yang memperhatikan dia, setiap pasang mata yang bengong, tetap menatap tajam pada bayangan orang dilapangan.
Pek Soh-ciu dengan tenang berdiri tegak, tapi wajahnya yang tampan, yang bisa membuat wanita yang melihat langsung jatuh cinta, sekarang sudah berubah menjadi pucat putih, pedang bajanya, terjatuh sejauh satu tombak lebih, tubuh pedang dan pegangan pedang sudah terpisah, malah terputus jadi tiga bagian. Di tangannya sedang menggenggam bor besi yang berwarna hitam mengkilat, ternyata tadi dalam sekejap mata, dia telah mengganti senjatanya.
Balik melihat Siau-giauw-te-kun, orang-orang jadi tidak tahan timbul perasaan pahlawan sudah tiba diujung jalan,
tongkat komando warna emasnya pun telah lepas dari tangannya, darah dari bahu kirinya masih meneteskan darah segar, mantel besarnya robek dari dada hingga perut, di bawah tiupan angin gunung, persis seperti jubah biru, dia tampak marah sekali, tapi dia sudah kehilangan kemampuan bertempur lagi, akhirnya dia membalikkan tubuh, dengan langkah yang berat berjalan kembali ketempat asalnya.
"Berhenti, orang she Hoan, aku masih ada satu pertanyaan."
Siau-giauw-te-kun memutar tubuhnya dengan cepat, sepasang matanya melotot dengan kesal berkata:
"Kau mau apa" Bocah! Apa kau kira aku benar-benar takut padamu!"
"Aku tidak ada niat membunuh, asalkan kau bisa menjawab satu pertanyaanku."
"Harus dilihat dulu apakah aku mau menjawabnya atau tidak."
"Jika aku menukar jawaban itu dengan nyawamu, aku pikir kau akan mau menjawabnya." Satu sinar pembunuhan, sekelebat lewat di atas wajahnya, lalu berkata lagi, "Perguruan Thian-ho memiliki satu jenis senjata gelap yang disebut Ngo-tok-tui-hun-cian, betul tidak?"
"Tidak salah."
"Ketika diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat, apakah perguruan Thian-ho ambil bagian."
"Terhadap kejadian waktu itu, sampai sekarang aku sedikit pun tidak tahu, apa lagi, walau aku tahu juga tidak akan memberitahukan padamu."
"Bagus, aku pernah mengatakan, ingin menukar nyawamu dengan pertanyaan itu, jika kau berkata demikian, kita terpaksa menentukan dengan pertarungan lagi."
Pek Soh-ciu membalikkan pergelangan tangan, sebuah garis sinar hitam, dengan kekuatan dahsyat menerjang, tubuh Siau-giauw-te-kun yang begitu besarnya, malah terbang melayang ke udara, dan 'Bruk', roboh diatas batu satu tombah lebih.
Para muridnya perguruan Thian-ho jadi marah, asap merah menggulung seperti api liar datang menerjang, tapi di cegah oleh Giok-ki-sian-cu, dia memberi hormat pada Pek Soh-ciu berkata:
"Siauhiap! Mungkin suamiku benar-benar tidak tahu, sekarang dia mengalami luka parah, kau membunuh dia juga percuma, dan Ngo-tok-tui-hun-cian bukan satu-satunya senjata yang hanya dimiliki perguruan kami, harap Siauhiap bisa mengerti."
Saat ini Su Lam-ceng tidak ingin ditempat ini menimbulkan pembunuhan yang kacau balau, maka dia menasihati Pek Soh-ciu untuk sementara melepaskan Hoan Liu, akhirnya perguruan Thian-ho telah mengundurkan diri, aliran lairt pun berturut turut meninggalkan lapangan.
Sinar senja semakin hilang di belakang gunung malam telah menelan seluruh pegunungan, Su Lam-ceng menghampiri Pek Soh-ciu, dengan lembut mengusap bahu dia, berkata:
"Jalanlah, Ciu koko! Selain hari ini, masih ada hari esok, masalah seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat."
Pek Soh-ciu mengeluh, dengan perasaan kesal dia membalikan tubuh, mendadak dia jadi tertegun, sepasang
matanya menatap pada satu bayangan orang yang sedang lari mendekat, lalu muncul seorang kakek berambut putih berperawakan tinggi besar, dia terus lari sampai didepan Pek Soh-ciu, mengangkat alis dan berkata dingin:
"Kau orang she Pek?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Cianpwee ada masalah apa?"
"Hm... masalah! Dimana putri ku?"
Pek Soh-ciu bengong:
"Siapa putri Cianpwee itu?"
"Hm... bocah kau sudah kebiasaan menarik perempuan, aku tidak peduli, tapi kalau ingin meninggalkan putri ku itu tidak bisa!" dia baru saja selesai bicara, mendadak telapaknya melayang, dengan tepat sekali menangkap pergelangan tangan Su Lam-ceng, kemudian bayangan-nya berkelebat, dia sudah mengapit Su Lam-ceng lari terbang menjauh. Sungguh kejadian yang tidak disangka sangka, mimpi pun Pek Soh-ciu tidak menduga orang tua yang belum pernah bertemu itu, malah bisa menyerang Su Lam-ceng, dengan sangat marah dia mengejarnya, tapi kecepatan-nya orang tua itu, tidak kalah oleh ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui nya, terakhir, bukan saja dia kehilangan orang tua rambut putih, sampai Su-sik dan Huncen juga kehilangan jejaknya, hanya saja malam yang hening ini terdengar satu suara semut berkata:
"Apakah kau masih ingat Siau Yam" Bocah! Cari sampai dapat putriku ini, maka aku akan kembalikan Su Lam-ceng, ini adalah pertukaran, ingat!"
"Cianpwee tunggu, aku mau bicara." Sambil berteriak sambil cepat berlari, mulai dari hari gelap sampai hari
terang benderang, tetap saja dia tidak berhasil mengejar, dia mengeluh panjang, diam diam berpikir, 'kembali ramalan Su Lam-ceng tepat, sekarang, kecuali pergi mencari Siau Yam, sungguh tidak ada pilihan lain', sehingga, dia terpaksa seorang diri menuju ke dunia persilatan yang penuh kelicikan itu.
0-0dw0-0 BAB 3 Pesona laki-laki
Dunia persilatan sangat luas, dalam lautan manusia mencari seorang gadis yang tidak ternama hanya mudah diucapkan saja! Namun Pek Soh-ciu harus dapat mencari Siau Yam, walau pun harus menjelajahi seluruh empat lautan, sepatu besi pun sampai rusak, dia harus berhasil menyelesaikan pekerjaan ini.
Dia masih memakai topeng seorang laki-laki setengah baya, sebilah pedang mengikutinya, berlari dengan lesu, mencari ke seluruh pelosok Lok-yang, melewati Ho-lam yang jalanannya tertutup oleh pasir kuning, dia masih belum berhasil mendapatkan jejak sedikit pun, hari ini di senja hari, dia tiba di Ku-yun-beng, lari menelusuri pantai sungai Yang-ce-yang airnya mengalir deras, dia berharap mendapat satu tempat untuk beristirahat.
Malam sudah tiba, langit malam yang hening, kadang terdengar suara gonggongan anjing, dia menghentikan langkahnya, memperhatikan pada arah suara gonggongan anjing.
Mendadak satu bayangan manusia muncul diantara celah pohon Liu, sekali tubuhnya meloncat, loncatannya sudah menjauh beberapa tombak, gesit dan Iincah, sangat cepat.
Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia tidak menduga di topi sungai yang liar dan sepi ini, malah bersembunyi seorang yang berilmu setinggi ini, perasaan ingin tahunya bergerak, maka dia langsung mengikutinya.
Setelah melalui jalan yang tidak pendek, lalu menerobos sebuah hutan yang lebat, bayangan orang itu sudah menghilang tidak terlihat, tapi di dalam hutan, malah ada tangga tinggi menjulang ke langit, gedung yang besar ratusan jumlahnya, sungguh satu pemandangan yang megah, dia meloncat ke atas sebuah bangunan loteng, sepasang matanya mengawasi ke sekeliling, menyapu sekali pada bangunan besar ini sekali, mendadak terlihat di sebelah kanan ada sinar lampu berkedip-kedip, ada bayangan orang bergerak-gerak, seperti sedang terjadi sesuatu peristiwa besar, dengan ringan dia menghentakan kakinya ke genteng, maka dia melesat kearah tempat sinar lampu.
Ada sebuah tanah lapang yang sangat besar, dengan puluhan orang sedang memegang obor, berdiri di sekeliling lapangan, api yang menyala menerangi lapangan, Pek Soh-ciu bersembunyi diatas satu pohon Kuai tua didekat lapangan, memperhatikan keadaan di lapangan.
Kira-kira ada tiga puluh pesilat berbaju ringkas dengan tangan kiri memegang tameng, tangan kanan menggenggam tombak, membentuk sebuah lingkaran, di tengah lingkaran berdiri seorang laki-laki berperawakan tinggi, di tangannya memegang sebuah kipas lipat, kipasnya sebentar dibuka sebentar ditutup.
Laki-laki tinggi itu mendadak berteriak, bayangan orang bergerak-gerak, tameng dan tombak masing-masing diangkat, para pesilat yang berbaju ringkas itu, dengan langkah ringan dan teratur, bergerak saling melintang, bergerak keseluruh lapangan, kerja samanya sangat erat sekali.
Pek Soh-ciu memperhatikan cukup lama, dalam hati dia tahu mereka sedang berlatih satu barisan. Dia pernah melawan Lo-han-tin yang sangat ternama di dunia persilatan, hingga Thian-kong-ti-sam-tin juga pernah mencobanya, barisan seperti ini sungguh hanya seperti mainan anak-anak saja.
Saat dia akan pergi, satu bayangan pelangi, secepat kilat melayang masuk ke lapangan, setelah bayangan pelangi itu berhenti, seorang remaja berbaju putih dengan wajah dingin angkuh, sudah berdiri d i tengah-tengah barisan.
Remaja baju putih yang mendadak turun seperti dari langit luar, membuat gerakan barisan jadi terhenti bergerak, para pesilat berbaju ringkas yang memegang tameng dan tombak, tidak berani menyerang sebelum mendapatkan perintah, tapi dengan wajah serius tampak jelas wajahnya sangat tegang.
Mendadak terdengar tawa keras, laki-laki tinggi yang tadi telah keluar dari barisan, di temani seorang wanita berbaju indah, berjalan keluar dari bayangan pohon, setelah tawanya berhenti, laki-laki tinggi itu mendengus dingin dan berkata:
"Sungguh dunia ini kecil sekali, orang she Pek, akhirnya kita berjodoh juga!"
Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, didalam hati berkata:
"Apa, orang ini juga she Pek?"
Saat ini remaja baju putih mengangkat alis, berkata dingin:
"Aku dengar ketua muda dari perkumpulan Ci-yan, Toat-hun-san (Kipas perampas nyawa) Liu Ti-kie, adalah seorang yang sekali menghentakan kaki dunia persilatan akan bergetar, Hun-hoan-ik-ki-tin (barisan hawa murni bercampur unsur) dari perkumpulan Ci-yan, juga setara dengan Lo-han-tin dari Siau-lim, malam ini......sungguh aku merasa bangga sekali."
Toat-hun-san Liu Ti-kie" Satu peristiwa beberapa waktu lalu, kembali timbul di dalam hati Pek Soh-ciu, dulu jika bukan Liu Ti-kie, dia mungkin tidak akan mendapatkan sebuah pukulan dari Siau Yam, dia juga pernah bertemu dengan istri yang ditinggalkan Liu Ti-kie, Tan Li-ceng, hampir saja terjadi kesalahan menganggap dia adalah Liu Ti-kie, Liu Ti-kie... hubungan dengannya sungguh erat sekali.
Mengenai remaja baju putih yang dingin angkuh, juga seseorang yang tidak bisa dianggap enteng, dia she Pek, berpakaian putih lagi, makanya tidak peduli apakah ini kebetulan, juga perlu diselidiki lebih lanjut, sehingga, dia jadi memusatkan perhatian, diam memperhatikan perkembangan keadaan selanjutnya.
Pemikirannya belum habis, Liu Ti-kie sudah tertawa dan berkata:
"Tidak salah kata-katamu, aku marga Liu memang tidak berani menganggap enteng."
Remaja baju putih mencibirkan bibirnya, dengan sinis dan dingin mendengus sekali, katanya:
"Jangan memuji diri sendiri, orang she Liu, menurut pandanganku, Toat-huri-san mu paling banter hanya bisa dihitung masuk kelas tiga saja, mengenai apa itu Hun-hoan-itki-tin" Itu hanya vampire yang berjalan saja."
Warna wajah Liu Ti-kie berubah: "Kau sendiri yang cari mati, aku she Liu terpaksa mengabulkannya."
Dia mengangkat lengan kanannya, saat akan memberi perintah menggerakan Hun-hoan-it-ki-tin menyerang, mendadak dia menurunkan lagi lengan tangan kanannya dan mendengus dingin:
"Aku masih ada satu hal belum mengerti?"
Remaja baju putih dengan wajah tanpa ekspresi berkata:
"Coba kau katakan."
"Apa betul kau keturunannya Sin-ciu-sam-coat?"
"Kau hanya menginginkan pusaka Pouw-long-tui saja, apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan, sepertinya tidak ada sangkut pautnya."
"Kalau begitu kau sendiri mengaku membawa Pouw-long-tui."
"Ini------aku tidak akan memberitahu."
"Baik, asalkan kau bisa lolos dari Hun-hoan-it-ki-tin perkumpulan kami, orang she Liu tidak akan menahanmu."
"Hm... didunia ini mungkin tidak ada hal yang semudah itu."
"Lalu, maksudmu......"
"Mulai dari kau sendiri, semuanya harus mening galkan satu ciri!"
"Kau sungguh sombong sekali, hanya saja mungkin hari ini di tahun depan adalah hari ulang tahun Kematianmu!"
Habis berkata Liu Ti-kie segera mengibaskan telapak kanannya, terdengar suara mendesis, para pesilat Hun-hoan-it-ki-tin sudah bergerak menurut cara barisan.
Awan hitam bergulung-gulung, ujung tombak
mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata, tameng saling beradu, saling mendukung, puluhan pesilat bertombak sepertinya di bawah pengaruh tenaga yang aneh, semakin menyatu, menjadi satu kesatuan.
Mata Remaja baju putih itu bersinar, sedikit pun tidak berkedip memperhatikan setiap bayangan tubuh yang bergulung-gulung, wajahnya dingin, mulut mengulum senyum, terhadap barisan yang bisa mem-buat orang pusing hati menjadi getir, seperti tidak melihatnya.
Mendadak, satu kelompok bayangan sinar tombak dengan kekuatan dahsyat menusuk seluruh tubuhnya, kekuatan itu seperti gunung golok, seperti papan berpaku, seperti air laksa yang dapat menembus menutupi seluruh tubuhnya, kekuatannya yang dahsyat membuat Pek Soh-ciu yang sembunyi menonton juga merasa tercekat.
Tapi, remaja baju putih sepertinya tidak pedulikan segumpal ujung tombak ini, tampak dia melayangkan sebelah tangannya, tubuhnya berputar, dalam sekejap sudah menyerang dengan pedang ke kiri kanan depan belakang, kecepatan dan kelincahannya, sungguh jarang ada di dunia persilatan.
Serangan Hun-hoan-it-ki-tin jadi terhenti dan mundur oleh empat tusukan pedang yang digerakan dalam sekejap mata, tapi setelah mereka mundur langsung maju kembali, kekuatannya lebih dahsyat dari pada yang sudah-sudah. .
Remaja baju putih sepertinya tidak menyangka empat serangan pedangnya, sedikit pun tidak berhasil merusak Hun-hoan-it-ki-tin, Saat hatinya tertegun, sinar tombak bayangan tameng dan satu siulan panjang yang nyaring, membuat sinar pedang dan sinar tombak sudah bercampur jadi satu, terlihat awan bergulung gulung terdengar teriakan berturut-turut, penglihatan Pek Soh ciu jadi tidak jelas, hampir tidak bisa melihat dimana keberadaan remaja baju putih.
Mendadak, segaris asap putih tipis, seperti pelangi panjang melejit keatas, diudara dia sekali berputar, seperti dewi menyebar bunga, dia melepaskan duri dingin menyilaukan mata yang tidak terhitung banyaknya, para pesilat yang gagah perkasa itu, tidak bisa menahan serangan
-duri dingin itu, segera mereka roboh bergelimpangan di tanah liar, Hun-hoan-it-ki-tin yang dengan susah payah dilatih oleh perkumpulan Ci-yan, tampak sudah hancur berantakan.
Akibat yang berlangsung cepat ini, sulit bisa dibayangkan oleh Liu Ti-kie, otot hijaunya menonjol, sepasang matanya melotot bulat, amarahnya naik sampai taraf gila, kembali terdengan satu suara pelan "Ahh!", Toat-hun-san nya berturut-turut menyerang tiga jurus.
Remaja baju putih dengan angkuh mendengus sekali, pedang panjangnya pelan-pelan digetarkan membalas menyerang melawan tiga jurus pedang ciptaan liu Ti-kie yang menganggap jurusnya terhebat di dunia persilatan.
Setelah jurus ciptaannya berhasil di patahkan oleh lawannya, dia jadi sadar, remaja baju putih yang tampan ini, sungguh mempunyai ilmu silat tidak terukur, dia tidak tahan jadi gentar, dengan terkejut ketakutan mundur tiga langkah berturut-turut.
Remaja baju putih itu berdiri ditempatnya, dia tidak maju mendesak, hanya dengan menyunggingkan bibir, dengan sinis sekali:
"Hm...!" dingin sekali berkata, "Ketua muda Liu, lebih baik kita persingkat saja."
Liu Ti-kie berteriak sekali tapi di dalam hati merasa takut:
"Kau mau apa?"
"Kau memang orang sibuk hingga cepat lupa, begitu cepat melupakan apa yang aku katakan tadi."
"Aku sudah mengaku kalah, kau......"
"Jangan banyak bicara, orang she Liu, ucapan ku tidak bisa ditarik kembali, tinggalkan ciri dan cepat pergi sana!"
"Hay, adik kecil, kau sungguh keterlaluan, apa bisa melihat mukaku, kali ini lepaskan dia."
Tiba-tiba ada seorang nyonya muda yang memegang pedang panjang berwarna hitam pekat, dengan tertawa maju mendekat, dia berhenti lima che di depan remaja baju putih, tawa di wajahnya belum hilang, pedang panjang di tangannya mendadak ditusukan, dengan jurus Sia-cung-ci-houw (turun keperkampungan menusuk harimau), dengan cepat dia menusuk dadanya remaja baju putih, di atas sinar pedangnya, masih menyemburkan asap hitam.
Remaja baju putih itu terkejut, telapak kiri segera dikibaskan, menimbulkan angin telapak yang amat dahsyat, kakinya pelan dihentakan, mendadak dia mundur lima kaki.
Nyonya muda itu tertawa sebentar berkata:
"Mengapa adik kecil, cici hanya main-main denganmu."
Wajah remaja baju putih menjadi dingin:
"Apa kau Ang-tan-yan (bunga merah cantik) Hong Liu-ceng?"
"Kau tahu aku" Adik kecil, matamu jangan melotot seperti itu, mari ikut cici masuk ke dalam berbincang-bincang."
"Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, adalah istri Oh-siucay Liu Giauw-kun, mertua merangkap kekasihnya Liu Ti-kie, nama busuknya tersebar kemana-mana, bagaimana aku bisa tidak tahu!"
Secercah hawa pembunuhan, timbul di wajah Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, pedang hitamnya segera didorong, menimbulkan angin keras menyambar, sebuah jurus Twie-cong-kan-gwat (mendorong jendela melihat rembulan) dengan ganas datang menyerang.
Membongkar borok orang adalah larangan besar, apa lagi dihadapannya anak buah perkumpulan Ci-yan, tidak heran saking marahnya dia ingin dengan sekali serangan pedang membelah lawannya jadi dua.
Walau remaja baju putih itu berilmu tinggi, tapi karena pedang Hong Liu-ceng berwarna hitam pekat, dia khawatir ada racunnya, dan juga ujung pedangnya bisa
menyemburkan asap beracun, makanya saat bertarung, sedikit pun dia tidak berani lengah. Saat dia menyerang, dia tidak mau bersentuhan dengan pedang hitam, pergelangan tangan kanannya diturunkan, tubuh mengikuti jalannya pedang dalam sekejap berturu-turut menusuk tiga jalan darah besar dipunggungnya.
Ang-tan-yan Hong Liu-ceng sedikit memi-ringkan tubuh, pergelangan kanan mendadak diputar, pedang hitam
dengan membawa asap hitam, membelah kearah t ubuh remaja baju putih.
Jurus ini sangat cepat, remaja baju putih tidak herani bersentuhan dengan pedang hitamnya, mau menghindar juga rasanya sudah terlambat, disaat bahaya yang sekejap ini, dia malah melingkarkan jari telunjuk dengan jari tengah lalu disentilkan, terdengar suara nyaring, pedang hitam Hong Liu-ceng, terlepas dari tangannya oleh sentilan jarinya. "Ah, Pouw-ci-sin-kang!"
Di lapangan terdengar teriakan terkejut, nama besarnya Sin-ciu-sam-coat, membuat para anak buah perkumpulan Ci-yan ketakutan, memang para anak buah yang ilmu silatnya masih rendah, tidak tahu apa itu Pouw-ci-sin-kang, mereka hanya terpengaruh oleh remaja baju putih yang dikiranya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat, jadi tenaga sentilan jari ini disangka-nya adalah sentilan Pouw-ci-sin-kang.
Remaja baju putih juga tidak menjelaskan, hanya dengan dingin menatap pada Ang-tan-yan Hong Liu-ceng yang wajahnya sudah jadi pucat pasi dan Toat-hun-san Liu Ti-kie dan berkata:
"Apakah aku harus sendiri melakukannya" Kalian berdua."
Liu Ti-kie berkata:
"Kita tidak ada permusuhan juga tidak ada dendam, ada buat apa harus begitu kejam?"
"Hm...!" remaja baju putih dengan sinisnya menyunggingkan bibir berkata:
"Tidak ada permusuhan tidak ada dendam" Ha ha ha......" setelah tertawa dengan suara merdu, dia berkata lagi, "Apakah kau masih ingat Siau Yam" Ketua muda, dia
adalah famili Siauya ini, kau pernah melecehkan dia, sekarang dia hanya ingin supaya kalian meninggalkan ciri saja, itu sudah sangat ringan, tahu tidak?"
Pek Soh-ciu tidak tahan lagi, jelas remaja baju putih itu tidak saja menyamar sebagai dirinya, terhadap masa lalu dirinya, juga begitu mengenalnya, siapa tahu dia itu adalah temannya Siau Yam atau saudara seperguruannya, dia ingin mencari Siau Yam, ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk menyelidik, maka dia mengibaskan pedang panjang, secepat meteor, melayang turun diatas lapangan.
Remaja baju putih seperti tidak menduga di atas pohon masih ada penonton, wajahnya sedikit tertegun, dia lalu mengangkat kepala memperhatikan orang yang datang, ketika dia melihat wajahnya yang dingin, tidak tahan dia berteriak terkejut berkata:
"Siapa kau?"
Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:
"Aku seseorang yang kebetulan lewat saja."
Remaja baju putih malah sepertinya tidak percaya, dia mengawasi, lalu melihat pada Liu Ti-kie dengan mendengus sekali berkata:
"Tidak diduga dikeluarga Liu, masih ada seorang yang berilmu setinggi ini, aku sungguh tidak menduga sebelumnya......."
Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:
"Kau jangan salah paham, aku bukan she Liu."
Remaja baju putih sedikit ragu.
"Kau ingin mengatakan wajahmu, hanya sedikit mirip dengan Liu Ti-kie saja."
"Tidak salah."
"Jika demikian, aku memberikan satu nasihat padamu, lebih baik keluar dari tempat yang bermasalah mi."
"Ini......kek, aku melibatkan diri juga tidak apa-apa kan?"
"Melibatkan diri artinya menantang, apakah anda bersedia melanggar pantangan besar dunia persilatan?"
"Tidak, aku tidak bermaksud menantang."
"Kalau begitu kau boleh pergi."
"Sebagai orang pendamai apakah juga tidak boleh?"
"Tidak bisa."
"Membunuh orang hanya cukup menganggukkan kepala saja, jika perkumpulan Ci-yan sudah mengaku kalah, mengapa kau tidak bisa mengampuni-nya!"
"Maaf sekali, tujuanmu sangat baik, sayang aku tidak berpikir menerimanya."
"Kek, permusuhan Liu Ti-kie denganmu tidak besar, kau kan sudah banyak menghabisi nyawa mereka, masih ingin meninggalkan ciri, bukankah akan membuat mereka menyesal seumur hidup!"
"Dengan bicara demikian, kau sudah bertekad akan melibatkan diri dalam masalah ini?"
"Harap kau bisa mengalah satu langkah." Sepasang mata remaja baju putih bersinar-sinar, menyorot dua sinar dingin katanya:
"Ilmu silatmu pasti sangat hebat, jika tidak pasti tidak akan mau melibatkan diri!"
"Ha ha ha!" Pek Soh-ciu tertawa, "Di jalan bertemu dengan ketidakadilan, mengangkat golok membantu adalah


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendirian murni orang-orang dunia persilatan, ilmu silat tinggi atau tidak, aku tidak pernah memperhitungkannya!"
"Baik, cabut senjatamu."
Satu garis pelangi berkelebat di ikuti teriakan ke atas, dia seperti dewa naga melayang di langit, seperti guntur dan hujan, mendadak menyembur membuat hati orang-orang tergetar, dalam sesaat ini, sinar api obor juga jadi meredup karenanya.
Jurus pedangnya begitu dahsyat, lincah misterius tampak lebih hebat lagi, tapi wajah tampan Pek Soh-ciu yang ditutupi topeng itu, tetap saja tersenyum misterius, dia tampak dengan santainya melangkah, tahu-tahu sudah lolos dari pukulan yang amat dahsyat itu.
"Seranganmu memang luar biasa, tapi jika ingin membandingkan dengan jurus Im-cu-kiam dari Sin-ciu-sam-coat, sepertinya......kek, kek, masih sedikit dibawahnya......"
Wajah remaja baju putih itu tertegun, mendadak dia menurunkan tangannya, menyimpan pedang, mundur beberapa langkah, wajah yang cantiknya tidak kalah dengan Kiu-ie, mendadak timbul warna merah, sepasang mata yang lebih terang dari pada bulan di musim gugur, kembali mengawasi Pek Soh-ciu dengan seksama, lama, dia mendengus:
"Di hadapan Budha yang asli tidak perlu berbohong, beri tahu aku, siapa kau?"
"Aku?" Pek Soh-ciu tersenyum sedikit kata-nya, "Hanya seorang sastrawan miskin yang menggelandang di dunia persilatan, kau tidak perlu menanyakannya!"
"Baik, apa kau mau ikut jalan dengan aku?"
"Ikut jalan denganmu" Ha......tentu saja boleh, kalau di dunia banyak teman, di ujung langit pun seperti tetangga, bisa berteman dengan orang macammu, itu bukanlah hal yang merugikan!"
"Hm... kau bicara harus hati-hati, jangan asal bicara pada non......Siauya......"
Remaja cantik yang tampangnya cerah, baju putih berkibar-kibar, sepertinya tidak pandai bertengkar, tidak sampai bicara tiga kalimat, tidak saja wajahnya sudah menjadi merah, sampai bicaranya pun terbata-bata.
Pek Soh-ciu tidak memperhatikan semua ini, hanya dengan "Iii!" sekali berkata:
"Ikut denganmu, kau yang mengatakan sendiri, kalau tidak mau ya sudah, buat apa marah begitu!"
Sebuah garis pelangi putih mendadak meloncat ke udara, sekali menghentakan kaki dengan pelan saja dia sudah tiba diatas atap rumah, dengan gaya Pek-ho-cong-thian, sekali berkelebat menghilang di kegelapan malam, hanya terdengar suara yang jernih berkata:
"Besok malam jam sepuluh, aku tunggu di penginapan Cing-coan."
Pek Soh-ciu melihat pada kegelapan malam yang menelan remaja baju putih, mendadak dia seperti teringat sesuatu, dia mengeluarkan satu keluhan panjang, tubuhnya memutar, akan meninggalkan pekarangan rumah.
"Liu Ti-kie dengan hati tulus mengucapkan terima kasih atas pertolongan anda, apakah bisa mengundang Tayhiap sementara mampir ke rumah, supaya perkumpulan kami bisa menjamu anda, sebagai kewajiban seorang tuan rumah."
Setelah lolos dari penghinaan yang amat memalukan, semangatnya Liu Ti-kie sudah merosot drastis, dia tahu pendekar setengah baya yang wajahnya mirip dia, ilmu silatnya yang sulit diukur.
Maka dia ingin mengambil kesempatan mendekatinya, mengajak dia membantu dirinya, maka dia langsung mengundang dan sebisanya menahan dia. Pek Soh-ciu dengan tanpa perasaan berkata: "Masalah sekecil ini, ketua muda tidak perlu di pikirkan, tapi......"
"Tayhiap masih ada pesan apa?"
"Apakah ketua muda kenal dengan seorang wanita yang bernama Tan Li-ceng?"
"Ini......kek......tidak kenal......"
Pek Soh-ciu jadi kecewa, segera mengangkat kepala tertawa sinis:
"Membuang ibu meninggalkan istri, lupa diri lupa kesetia kawanan, walau pun bisa mendapat nama yang
menggemparkan dunia, coba tanya pada diri sendiri, apakah kau tidak merasakan perasaan bersalah" Aku sudah selesai bicara, harap ketua muda bisa sadar."
Dia sudah lari keluar dari perkumpulan Ci-yan, lari menelusuri jalan raya yang lebar.
Saat hari baru saja terang, Pek Soh-ciu sudah tiba di Han-kou yang penuh dengan perahu layar, semalaman belum tidur, dia tidak ada gairah menikmati pemandangan pasar yang ramai dan makmur, dia cepat mencari sebuah penginapan, setelah sedikit sarapan, dia langsung menutup pintu naik ke ranjang, tidur.
Tidur di siang hari hanya bisa berlangsung sebentar, suara yang ramai di luar membuat dia tidak bisa tahan lagi,
dia segera mengganti baju dengan baju biru yang bersih, tetap memakai topeng itu, dia melangkah keluar kamar berjalan keluar penginapan.
Han Kou juga disebut Han-pu, adalah satu di antara empat kota besar ternama, perniagaannya ramai, adalah kota pelabuhan yang rakyatnya makmur kotanya ramai.
Pek Soh-ciu belum lama terjun ke dunia persilatan, baru pertama kali dia datang ke tempat ini, tapi sebelumnya dia sudah menanyakan pada pelayan penginapan, terhadap keadaan rakyat setempat juga sedikit mengenal, yang disebut mengenal, sebenarnya juga sangat sedikit sekali.
Dia berjalan di jalan raya tanpa tujuan, mengikuti keramaian orang, tanpa disadari dia sampai di sisi sebuah lapangan, gelombang orang sudah berhenti, walau pun masih ada orang pelan-pelan berdesakan maju kedepan, tapi gerakannya sangat hati-hati sekali, sepertinya takut mengeluarkan suara, orang yang didesaknya juga paling banter hanya melihat dengan mata putih saja, satu orang pun tidak ada yang mengeluarkan suara memarahi dia.
Satu keadaan yang sangat aneh sekali, Pek Soh-ciu kebetulan menyaksikan hal ini, dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, dia melihat kesekelilingnya, melihat di dekat sebelah kiri ada satu tiang bendera, pelan-pelan dia mendesak mendekatinya, sedikit meng-angkat tenaga dalamnya, segera melesat ke udara, lalu sebelah tangannya memegang tiang dengan mantap turun di dalam sebuah Soh-tou (semacam wadah diatas tiang), untungnya orang-orang di sekitar, semuanya sedang tegang, menjulurkan leher memperhatikan ke tengah lapangan, walau pun di siang hari bolong, tidak ada orang yang tahu diatas tiang bendera, disana sudah ada orang.
Dia duduk diatas Soh-tou, pandangannya bisa sampai jauh sekali, terlihat pada arah yang di pandang orang-orang,
ternyata ada dua buah kuil yang berdiri berhadapan, dua bangunan kuil itu tidak terhitung besar, tapi bangunannya memang mewah, tiang bendera hanya berjarak satu panahan pada kuil itu, dengan ketajaman pandangannya, sampai tulisan di atas kuil itu juga bisa dilihat dengan jelas.
Bangunan sebelah kiri adalah rumah sembahyang nyonya Sun. sebelah kanannya adalah kuil Raja Naga.
Di masyarakat tersebar dongeng, pada jaman Sam-kok kaisar Lie-ti dari Han menyerang Gouw tapi kalah dan hancur di kota Pek-ti, nyonya Sun bersembahyang sambil menangis di pinggir sungai, kemudian dia bunuh diri dengan terjun ke dalam sungai untuk menemani suaminya, mayatnya malah naik melawan arus, baru ditemukan di Han-kou, orang yang bertanggung jawab lalu menguburnya di Kanglam, dan mendirikan rumah duka untuk
mengenangnya. Rumah dukanya tepat di seberang Liong-ong-am (kuil Raja Naga).
Yang tinggal di rumah sembahyang nyonya Sun adalah tokouw, sedang yang tinggal di dalam kuil Raja Naga adalah hweesio, To dengan Budha sebenarnya adalah satu keluarga, bertahun-tahun tidak pernah terjadi masalah.
Siapa tahu beberapa tahun terakhir ini rumah sembahyang nyonya Sun tiba-tiba ramai dikunjungi orang beribadah, sedang kuil Raja Naga berubah jadi sepi, keadaan ini membuat iri dalam kenyataan hidup, dua aliran yang sama-sama menganut empat kosong, malah dari diam-diam bertarung menjadi terang-terangan, sehingga akhirnya sepakat membuat peraturan setahun sekali bertarung, hari ini tepat hari mereka bertarung, hingga mendatangkan begitu banyak penonton yang ingin melihat keramaian.
Pek Soh-ciu mengira, pertarungan orang orang ini adalah pertarungan mengandalkan kekuatan otot, di luar dugaan ternyata diantaranya ada orang yang berilmu tinggi, para hwcesio sepertinya mengandalkan ilmu silat dari Siau-lim, Hok-houw-koan (pukulan menaklukan harimau) dan Lo-han-pang (tongkat Lo-han), semuanya sudah cukup terlatih, sedang para tokouw, mengandalkan Gwat-cia-san-sau (tangan rumah Gwat menabur) dan Gwat-lie-kiam-hoat (jurus pedang wanita Gwat), setelah bertarung beberapa babak, pihak nikoh sudah berada diatas angin.
Pertarungan yang sengit sudah terjadi berturut-turut, Pek Soh-ciu jadi tidak ingin melewatkan hal ini, dia tetap diatas menikmatinya, tiba-tiba didalam kuil Raja Naga, keluar lagi sekelompok hweesio, yang paling depan memimpin seorang hweesio tua berperawakan kurus kering, alisnya putih seperti salju, Pek Soh-ciu merasa mengenalnya, hweesio tua itu masuk ke lapangan. Setelah hweesio tua itu bertarung, dengan jurus Cap-ie-cap-pwee-tiap (menyentuh baju delapan belas kali jatuh.) salah satu dari tujuh puluh dua macam ilmu hebat Siau-lim, berturut-turut dia memenangkan beberapa babak, pendeta To wanita yang tadinya sudah berada diatas angin, sekarangberbalik menjadi kalah.
Orang-orang yang menonton menjadi ramai, mereka seperti merasa bersimpati pada para nikoh, tapi tidak ada seorang pun yang mampu membalikkan keadaan yang sudah terjadi ini, sehingga, sebagian orang sudah dengan sedih meninggalkan lapangan. Tiba-tiba.....
"Pertarungan ini sungguh tidak adil sekali, hweesio besar! Mari...aku pelajar ingin mencoba Cap-ie-cap-pwee-tiap kau sampai dimana kehebatannya."
Orang ini menyebut dirinya pelajar, tentu saja bukan pendeta To juga bukan hweesio, tapi seorang manusia
biasa, pertarungan antara pendeta To dengan hweesio, orang luar tidak boleh ikut campur, tampaknya remaja ini terlalu sembrono, sehingga seluruh lapangan jadi ramai, semua orang jadi memperhatikan pada arah orang yang muncul itu.
Dia berpakaian putih, tampangnya tenang, berdiri tegak di tengah di antara pendeta To dan hweesio, tampan seperti pohon giok diterpa angin.
Pek Soh-ciu melihat orang itu adalah remaja baju putih yang kemarin malam bertemu di perkumpulan Ci-yan, tidak tahan dia mengerutkan alis, didalam hati berkata, 'Ilmu silat orang ini, memang hebat sekali, tapi mengapa dia menyamar jadi dirinya kemana-mana mencari musuh"
Apakah dia tampil keluar saat ini juga adalah satu siasat liciknya"
Satu suara rendah menyebut nama Budha, menghentikan jalan pikirannya, hweesio tua meng-angkat alis berkata:
"Sicu kecil tanpa diundang datang sendiri, sungguh Budha maha penyayang......"
Remaja baju putih terbengong berkata: "Hweesio tua kau sedang mencariku?"
"Tidak salah, Sicu kecil mengacau di Siau-lim, sudah melanggar larangan Budha, juga membunuh adik seperguruanku Pek Kuo, tidak bisa diampuni......"
"Ooo, kalau begitu, kau kenal denganku?"
"Keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, belum tentu bisa meraja lela di dunia, Sicu kecil begitu sombong, mungkin itu bukan keberuntungannya Sicu kecil!"
"Kalau begitu hweesio tua bisa menggunakan tujuh puluh dua macam ilmu Siau-lim untuk membunuh ku, bukankah itu sama sekali tepuk dapat tiga hasil."
"Sekali tepuk dapat tiga hasil" Apa maksud kata kata Sicu kecil?"
"Mudah sekali, jika kau berhasil membunuhku, selain bisa menyelesaikan masalah hari ini, juga bisa membalaskan dendamnya Pek Kuo.
"Lalu apa hasil ketiganya?"
"Hasil ketiga, itu sedikit repot!"
"Coba katakan saja."
"Jika aku bisa mengalahkanmu, maka hilangnya ketua Siau-lim yang terdahulu, dan siapa otak yang diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat" Harap kau memberitahukan dengan terus terang."
"Ini... walau aku bisa dikalahkan oleh Sicu kecil, mungkin juga akan mengecewakan harapannya Sicu kecil!"
"Kalau begitu kau jadi tidak- mau minum arak kehormatan tapi ingin minum arak hukuman."
Hweesio tua seperti menjadi marah oleh tampang remaja baju putih yang meremehkannya, mulutnya berteriak marah:
"Tunggu setelah Sicu kecil bisa mengalahkan aku baru kita bicara lagi." Sebuah angin pukulan yang amat dahsyat, sudah dilancarkannya.
Remaja baju putih menyunggingkan bibir, tubuh nya sedikit bergeser, menghindarkan angin pukulan, saat sepasang tangannya diangkat dan diayunkan, berturut-turut dia menyerang enam jurus telapak tangan, kecepatan jurus, keanehan gerakannya, walau pun pesilat tinggi masa kini juga jarang bisa ditemukan, hweesio tua yang di panggil PekCan walau merupakan salah satu dari lima Tianglo
Siau-lim, dia juga sampai mundur terdesak, tidak mampu balas menyerang.
Remaja baju putih tertawa, dia membalikan tangan kcbelakang, satu sinar perak berkelebat, dengan menggunakan jari telunjuk dia menyentil ujung pedang jadi bergetar katanya:
"Hweesio tua! Menurut pandanganku, kita harus membicarakan hasil ketiga, betul tidak menurutmu?"
Pek Kuo taysu mengambil tongkat hweesio dari seorang hweesio dibelakangnya, dengan nada dalam berkata:
"Jurus Im-cu-kiam, adalah jurus pedang paling hebat jaman sekarang, aku beruntung bisa bertemu dengan Sicu kecil, mana mungkin aku melewatkan kesempatan yang bagus ini."
Remaja baju putih mendengus sekali dengan dingin berkata:
"Kata-kata Hweesio tua tidak salah, jurus Im-cu-kiam memang tiada duanya di dunia persilatan, tapi menyesal sekali, terhadap jurus pedang ini aku tidak sembarangan menggunakannya, terhadap kau hweesio tua......he he he, masih belum perlu menggunakan jurus Im-cu-kiam."
Kedudukan Pek Can adalah salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, belum pernah dia mendapat penghinaan seperti ini, dia langsung membentak, melintangkan tongkat hweesionya, dengan kekuatan yang amat dahsyat tongkatnya menyapu.
Melihat tongkat Pek Can taysu mengeluarkan kekuatan yang begitu dahsyat, dia jadi tidak berani menangkis menggunakan pedangnya, terlihat bayangan putih berkelibat, pedang dengan lincah menyerang seperti kilat, menyabet mengikuti tongkat hweesio, hawa dingin pedang
yang tajam sudah mengarah pada pergelangan tangan Pek Can taysu. Pek Can tidak menduga jurus pedang remaja baju putih begitu hebatnya, beruntung tenaga dalamnya memang luar biasa, cepat dia menurunkan lengan memutar tubuh, dengan ekor tongkat memukul sambil memotong, baru dia bisa terhindar dari jurus berbahaya ini, tapi diatas kepalanya yang botaknya sampai bersinar, sudah muncul keringat sebesar kacang kedele.
Sambil tersenyum remaja baju putih berdiri di tempat, dengan sorot mata sinis melirik hweesio tua, berkata:
"Hweesio tua, apakah masih mau mencoba lagi?"
"Hm...!" dengan marah Pek Can taysu berkata, "Sicu kecil sudah bisa melakukan diam laksana gunung, bergerak laksana kelinci lepas, memang tidak malu sebagai keturunan Sin-ciu-sam-coat, tapi, hanya dengan sedikit jurus ini, aku masih belum sampai harus mengaku kalah."
Remaja baju putih mengangkat sepasang alis: "Cianpwee kuil Siau-lim, tentu saja malu mengaku kalah pada seorang angkatan muda, tapi kenyataannya kau tidak mungkin bisa mengalahkan aku, jika menunggu sampai melihat dulu peti mati baru meneteskan air mata, mungkin saat itu waktunya sudah terlambat."
Baru saja remaja baju putih selesai berkata, satu bayangan manusia berwarna merah yang tinggi besar, dari arah pantai sungai dengan cepat menghampiri, dalam sekejap mata, bayangan orang itu sudah sampai didepan remaja baju putih, seperti sebuah menara besi, dia menatap tajam pada remaja cantik itu, sesaat kemudian dia membelalakan sepasang mata, berkata:
"Bocah! Apa kau sungguh-sungguh keturunan Sin-ciu-sam-coat?"
Remaja baju putih tanpa perasaan berkata:
"Tuan ada masalah apa?"
"Aku ingin meminjam Pouw-Iong-tui."
"Pouw-long-tui adalah pusaka bersejarah, orang semacam kau mana boleh menyentuhnya."
"Bocah! Kau tahu siapa aku?" orang ini berambut merah, panjangnya menutupi bahu, matanya bersinar hijau seperti mata macan, dibawah hidung elangnya yang seperti kail tajam, ada mulut besar yang seperti baskom,
penampilannya yang bengis jelek itu, sungguh tiada duanya, saat sedang teriak marah, rambut merahnya berdiri semua, ilmu silatnya tampak sangat tinggi, cukup mengejutkan orang.
Remaja baju putih mundur dua langkah, tampangnya tampak sedikit ketakutan, tapi tetap dengan nada bicara yang tegas berkata:
"Tidak peduli kau dewa atau iblis dari mana, jika ingin Pouw-long-tui" Kalahkan aku terlebih dahulu."
"Hi hi hi!" orang aneh berambut merah itu tertawa, "aku sudah puluhan tahun tidak terjun ke dunia persilatan, sekarang sudah ada bocah yang tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi, baiklah, jika aku tidak bisa mcngalahkanmu, aku tidak mau lagi pada Pouw-long-tui."
Satu aliran hawa yang panasnya seperti api, menyembur dari tengah telapak tangannya orang aneh berambut merah, seperti lahar panas yang menyembur dari mulut gunung berapi, tempat yang dilalui aliran hawa semuanya hangus menjadi terbakar, pukulan telapak tangan seperti ini yang sangat jarang ditemui di dunia persilatan, sungguh mempunyai efek kekuatan yang menakutkan orang, remaja
baju putih itu pun terkejut setengah mati, sampai Pek Soh-ciu yang menonton dari kejauhan juga hatinya tergetar.
Orang aneh berambur merah menghentikan pukulannya, menatap pada remaja baju putih dengan dingin berkata:
"Di dunia persilatan sekarang belum ada satu orang pun yang berani mengatakan tidak pada Liat-hwee-sin-kun (Dewa memisahkan api), serahkan Pouw-long-tui itu, aku ampuni kau sekali ini."
"Kita masih belum tahu rusa mati ditangan siapa, buat apa kau merasa yakin terlebih dulu."
Remaja baju putih sungguh pemberani sekali, dia jelas tahu Liat-hwee-sin-kun, adalah seorang kepala penjahat ulung di dunia persilatan, dia malah menggetarkan pedang panjangnya, sekilas sinar perak menerjang, dengan hawa pedang yang tiada benda yang keras bisa menahannya, berturut-turut menyerang lima jurus pedang pada Liat-hwee-sin-kun.
Liat-hwee-sin-kun berteriak marah berkata: "Jika kau tidak ingin hidup, maka aku kabulkan keinginanmu!"
telapak tangan kanannya dibalikan, hawa panas bergulung-gulung menerjang, lima jenis pedang yang kekuatannya amat dahsyat, seperti terjun ke dalam lautan luas, tubuhnya juga digulung oleh kekuatan telapak Liat-hwee, tergulung di udara lalu jatuh di tepi sungai.
Dalam hati Pek Soh-ciu berteriak celaka, tidak peduli apa tujuannya remaja baju putih, bagaimana pun jangan sampai dia jatuh ditangan penjahat ini, segera dengan satu bentakan keras, dari atas tiang bendera dia terjun menerjang ke bawah, tapi jarak dia ke tempat jatuhnya remaja baju putih itu terlalu jauh, saat dia tiba di tepi sungai, remaja baju putih sudah dibawa oleh Liat-hwee-sin-kun masuk ke dalam perahu, dengan cepat berlayar mengikuti arus sungai.
Pek Soh-ciu mengejar dengan menelusuri pantai, disatu cekungan yang dangkal, terikat sebuah perahu kecil tanpa ada orangnya, maka segera menggunakan ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia melayang turun di atas perahu, dengan cepat men-dayung keluar dari cekungan, dengan ketat mengejar pada perahu yang jaraknya semakin jauh itu.
Saat ini sedang di musim hujan, aliran sungai kuning yang besar, dengan kekuatan ribuan kuda berlari mengalir ke bawah, perahu kecil yang terapung dalam aliran sungai deras, kecepatannya seperti anak panah lepas dari busurnya, di tempat yang berbahaya, hampir saja membuat dia tenggelam.
Kira-kira ada dua jam, Liat-hwee-sin-kun menepikan perahunya di bawah bayangan pohon, dia meletakan remaja baju putih di bawah bayangan pohon, dengan sorot mata bengis, menatap pada Pek Soh-ciu. Pek Soh-ciu melihat kepala penjahat itu sedang menunggu dia, maka pelan-pelan dia pun menepi, diam-diam dia menyiapkan tenaga dalamnya, dan berjalan menuju bayangan pohon itu.
"Hi hi hi.......bocah! siapa kau" Berani sekali mengejar aku, apa kau telah makan hati naga empedu harimau?"
Liat-hwee-sin-kun melihat orang yang mengejar dia, adalah seorang sastrawan setengah baya dengan wajah yang kaku, tidak tahan dia jadi merasa aneh.
Pek Soh-ciu tertawa:
"Mengapa, sudah mendapatkan Pouw-long-tui, sampai teman lama tiga puluh tahun lalu juga dilupakan?"
Liat-hwee-sin-kun bengong, dia berkata: "Sahabat, berapa usiamu tahun ini?"
"Aku......kek, usiaku enam puluh tahun."
"Jangan main-main denganku, siapa dirimu sebenarnya?"
"Apakah kau sungguh ingin tahu siapa aku?"
"Hm... kalau kau tidak mau mengatakannya, aku akan bunuh kau."
"Sebenarnya aku memberitahukan padamu juga tidak apa apa, aku she Pek......"
Belum habis perkataannya langsung jarinya menotok, terlihat bayangan merah menggelinding, disertai suaranya seperti longlongan serigala, dalam sekejap, longlongannya sudah berada sejauh satu li lebih.
Pek Soh-ciu tidak menduga dengan Pouw-ci-sin-kang dia bisa melukai Liat-hwee-sin-kun, tapi memang ilmu silat penjahat tua ini sungguh hebat, setelah mendapat luka parah, dia masih tetap bisa melarikan diri dengan kecepatan yang mengejutkan.
Dia mengeluh merasa sayang, lalu membalikkan kepala melihat sekali pada remaja baju putih yang terlentang pingsan dibawah bayangan pohon, lalu dari kejauhan mengibaskan telapaknya, melancarkan jalan darah yang ditotok oleh Liat-hwee-sin-kun, sambil menghadap pada sungai, dia berkata dingin:
"Apakah kau sudah sadar?"
"Heh!......"
"Apakah kau bisa menjawab beberapa pertanyaan dariku?"
"Apa karena jasa pertolongannya?"
"Bukan, mau jawab atau tidak, aku tidak memaksa."
"Coba kau katakanlah."
"Kau kenal dengan Siau Yam?"
"Ini......"
"Tidak mau mengatakannya?"
"Bisa dikatakan kenal."
"Sekarang dimana dia?"
"Ini......maaf tidak bisa memberitahukan."
"Ada hubungan apa kau dengan Sin-ciu-sam-coat?"
"Tidak ada."
"Lalu, mengapa kau mau menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat, mengapa menarik perhatian orang?"
"Bicaramu lebih baik sopan sedikit!"
"Kau tidak perlu marah, aku hanya membicarakan apa adanya." Kata Pek Soh-ciu.
"Apakah kau pernah dengar aku mengaku keturunannya Sin-ciu-sam-coat"
"Diam tidak bicara dan tidak mengaku, seperti tidak ada bedanya!"
"Jika saudara berpikiran demikian, itu terserah saja."
"Baik, kita tidak membicarakan ini lagi, sekarang, aku ada satu permohonan."
"Kau mau apa?"
"Jika kau kenal dengan Siau Yam, aku harus mencari Siau Yam, sehingga, aku terpaksa mengikutimu."
"Apa, kau mau ikut aku?"
"Tidak salah."
"Tidak bisa."
"Masalahnya sudah sampai disini, mungkin kau tidak ada pilihan."
"H... aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, tapi kalau kau mau ikut aku, kecuali kau bunuh aku baru bisa!"
"Aku ikut denganmu, itu tidak ada masalah bagimu, buat apa begitu serius!"
"Aku katakan tidak bisa ya tidak bisa."
"Apakah ada alasannya?"
"Seseorang harus bisa menilai diri sendiri, apakah kau sendiri tidak tahu kau......"
"Maaf aku bodoh, katakan saja yang jelas."
"Kek... saudara... wajahmu menyebalkan"
"Ha ha ha......setelah tertawa terbahak bahak, Pek Soh-ciu melepaskan topeng kulitnya, lalu dia pelan-pelan membalikan tubuh, berkata:
"Ternyata aku begitu menyebalkan, hai... ini sungguh satu hal yang menyedihkan."
Remaja baju putih yang tadi menutup matanya, dia mendengar Pek Soh-ciu bicara seperti sangat sedih, tidak tahan dengan simpati melihat sekali, tapi begitu melihat hatinya sangat terkejut, sorot matanya seperti tidak bisa ditarik lagi. Sesaat, dia menghentakan sepasang kakinya, dengan suara benci berkata:
"Kau jahat......aku tidak ingin melihatmu..." dia membalikan tubuh lalu lari, baju putihnya melayang-layang menyusup kedalam hutan Liu.
Wajah Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia segera mengejar sambil berteriak:
"Hey, hey, kau dengar aku......"
Remaja baju putih tidak menerobos keluar hutan Liu, dia hanya memutar di pepohonan, Pek Soh-ciu menggunakan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, akhirnya dapat menghadang di depannya, lalu mengepal sepasang tangannya berkata:
"Supaya bisa bergerak leluasa, maka......"
"Hm... mengapa kau justru memakai topeng yang mirip dengan Liu Ti-kie, apa sengaja membuat aku marah, benar tidak?"
"Tidak, topeng ini, adalah pemberian supek Hong......"
"Kalau begitu......aku ampun......kek, tidak salahkan kau."
Remaja baju putih yang misterius ini, tidak saja ilmu ulatnya sangat tinggi, juga tampan tiada duanya, dan juga sering menampilkan gerakan mirip wanita, saat mengatakan
'tidak salahkan kau', dia mengangkat alis tersenyum manis, Pek Soh-ciu yang melihatnya, sepasang matanya jadi melotot, tidak berkedip menatap, mendadak wajah tampan remaja itu jadi merah berkata:
"Kau ini mengapa, Pek Toako......"
"Aku....." Pek Soh-ciu sedikit ragu ber-kata, "aku ada satu omongan yang tidak pantas..."
Mulut kecilnya dimonyongkan, remaja baju putih tersenyum berkata:
"Jika kata yang tidak pantas, buat apa dikatakan?"
"Kek..... karena seperti tulang yang tersedak di tenggorokan, tidak enak kalau tidak dikeluarkan."
"Kalau begitu katakanlah!"
"Apakah kau she Siau?"
"Jika she Siau lalu mengapa?"
"Kalau begitu kau pasti saudaranya nona Siau!"
"Kali ini dugaanmu tepat sekali, nama ku Siau Kun."
"Kakakmu dimana dia berada?"
"Siapa yang tahu dia ada dimana, mungkin., mungkin dia akan mencariku, eeh kau cari kakakku ada perlu apa?"
"Aku dengan dia pernah bertemu sekali......"
"Hanya demi ini?"
"Tidak, ayahmu menculik istriku, maka aku men cari kakakmu untuk ditukarkan......"
"Tidak bisa." Kata-katanya ada nada kebencian, muncul diantara alis Siau Kun, mendadak dia membalik-an tubuh meloncat, menembus hutan lari menjauh.
Pek Soh-ciu tidak mengerti sifat Siau Kun, mengapa bisa tidak menentu seperti ini, dia tertegun sebentar, lalu lari mengejarnya.
Siau Kun tidak bisa meloloskan diri dari kejaran-nya, maka dia menghentikan langkah, dengan nada dalam teriak:
"Kau mau apa! Mengapa menempel terus tidak mau melepaskan" Apa ingin mempermainkan aku, betul tidak?"
Pek Soh-ciu tertawa tanda mengalah:
"Siau-heng jangan salah paham, aku hanya......"
"Hm...!" sekali Siau Kun berkata, "hanya ingin menggunakan aku supaya bisa mencari cici" Hm... tidak semudah itu!"
Pek Soh-ciu berkata tawar:
"Kesalahan bukan ada padaku, harap Siau-heng bisa memaafkan."
Siau Kun berpikir sebentar, katanya: "Dimanfaatkan orang, itu bukanlah hal yang enak, jika kau mau minta tolong, kau harus membantu aku melakukan satu hal kecil."
"Asalkan dalam batas kemampuanku, pasti tidak akan mengecewakan Siau-heng."
"Baik, mari kita jalan." Selesai bicara dia langsung berlari kearah tenggara.
Sebuah perumahan yang megah, berdiri di dalam hutan pinus, di gerbang perumahan tertulis dua huruf besar warna emas 'Yun-liu'.
Sepuluh lebih laki-laki besar berbaju ringkas bergolok, seperti sayap walet berdiri di kedua sisi gerbang, seorang berbaju hitam berusia empat puluh tahunan, dengan wajah tersenyum sedang menyambut seorang tamu yang datang berkunjung.
Pek Soh-ciu mengikuti Siau Kun masuk ke dalam Yun-liu, di gerbang perumahan mereka melaporkan nama palsu, di dalam perumahan jalannya di hampar batu putih, kebun bunga dimana-mana, sangat luas sekali, sampai di ujung jalan, tiba di satu bangunan besar, terlihat banyak bayangan orang, ruangan sudah dipenuhi oleh orang-orang yang datang dari segala penjuru, kecuali kenal Pek Can taysu dari kuil Siau-lim, ketua para perampok Gin-sai-riang-wan Tiat Kie-bu, Hai-thian-sang-sat, Kang-pak-siang-eng, nyonya ketua perkumpulan Ci-yan Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, dan Liu Ti-kie, yang lainnya semua dia tidak kenal.
Mereka duduk tidak lama, di dalam kelompok orang berjalan keluar seorang tua berjenggot putih dengan alis panjang matanya sipit, berperawakan gemuk pendek, walau
pun sepasang kakinya kecil pendek, tapi sekali melangkah jauhnya satu kaki lebih, orang tua kecil yang tidak mencolok mata ini, adalah seorang yang hebat di dunia persilatan, dia tertawa dan mengepal sepasang tangan, memberi hormat ke sekeliling berkata:
"Para pendekar berkunjung ke tempatku, aku Goan Ang merasa sangat bangga sekali, silahkan para hadirin masuk ke ruang dalam untuk, sarapan, kalau ada pembicaraan apa nanti kita pelanipelan merundingkannya, silahkan."
Di bawah undangan tulus dari tuan rumah, para pesilat tinggi di ruangan itu berturut-turut masuk ke ruang dalam, Pek Soh-ciu dan Siau Kun juga terpaksa mengikuti masuk ke ruang dalam, setelah sarapan, orang baju hitam yang menyambut tamu di gerbang perumahan, membawa keluar sebuah kotak kayu Ci-tan yang panjangnya kira-kira delapan inci, lebarnya hanya tiga jari, Goan Ang mengambilnya, setelah itu dengan tertawa keras berkata:
"Tahun lalu kebetulan aku berhasil men-dapatkan sebuah pusaka yang berumur ribuan tahun..."
Perkataan Goan Ang belum selesai, sudah ada orang dengan gembiranya berteriak:
"Ho-leng-ci?"
Goan Ang tersenyum:
"Tidak salah, memang Ho-leng-ci, barang ini walau adalah barang pusaka, tapi harus di makan bersama dengan air liurnya Sian-giok-!eng-coa (Ular giok yang misterius dan pintar), Sian-giok adalah makhluk pintar perliharaan seseorang Cianpwee, sudah puluhan tahun ular pintar itu tidak muncul, dan usia ku juga sudah tua, aku khawatir sebelum Sian-giok ditemukan, aku sudah meninggal dunia, maka......"
Pendekar Sakti 8 Musuh Dalam Selimut Karya Liang Ie Shen Lencana Pembunuh Naga 9

Cari Blog Ini