Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Pedang Terbang 5

Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


Biarpun sudah menerima gemblengan yang sungguhsungguh dari Tio-pangcu, Seng Gun yang haus akan ilmu itu masih merasa penasaran sekali karena gurunya belum juga mengajarkan Thiante-to-hoat (Ilmu Golok Bumi Langit).
Gurunya selalu mengatakan belum waktunya namun menjanjikan kepada Kang Hin dan Seng Gun, karena hanya dua murid inilah yang tingkatnya sudah cukup untuk mewarisi ilmu golok yang telah mengangkat nama besarnya itu, Seng Gun merasa penasaran. Kerap kali diam-diam dia menyelidiki dan mencari-cari dalam ruang perpustakaan Nam-kiang-pai, pada hal kalau tidak mendapat ijin khusus dari Tio-pangcu, siapapun dilarang mengaduk kitab-kitab di ruangan itu.
Pada suatu malam, ketika dia sedang mencari kitab dan membuka-buka kitab lama di perpustakaan itu, berkelebat empat bayangan orang dan Seng Gun terkejut melihat dua orang susiok (paman/guru) dan dua orang suheng telah berada disitu dengan pedang di tangan.
"Susiok suheng ada apakah?" tanyanya khawatir karena empat orang itu memandangnya dengan penuh ke curigaan. "Tong-sute, apa yang kau lakukan di sini?" tanya So Liong, seorang diantara kedua suhengnya sambil memandang penuh kecurigaan.
"Aku tidak melakukan apa-apa, suheng, hanya membersihkan debu dari kitab-kitab ini." jawab Seng Gun dengan sikap wajar.
"Seng Gun, engkau tentu sudah tahu bahwa dilarang keras kepada siapapun juga untuk membaca kitab di sini tanpa ijin khusus dari Pangcu!" kata Cang Hok, seorang susioknya. Seng Gun memang sudah lama mengetahui bahwa dua orang susioknya dan dua orang suhengnya ini tidak suka kepadanya, mungkin karena iri hati melihat dia disayang Tio-pangcu dan dilatih ilmu-ilmu simpanan. Akan tetapi dia tetap tenang dan menjawab. dengan wajar.
"Susiok, saya tidak membaca kitab, hanya melihat-lihat saja sambil membersihkan. Kalau saya dianggap bersalah, saya siap dilaporkan kepada suhu dan menerima hukuman." Dalam ucapan itu terkandung pengakuan salah, akan tetapi juga ancaman untuk melaporkan kepada ketua. Dia maklum bahwa suhunya yang sayang kepadanya tidak akan memarahinya hanya karena urusan sekecil itu .
Empat orang itupun menyadari akan hal ini. Mereka memang merasa tidak suka kepada Seng Gun dan merasa curiga kepada pemuda yang pandai membawa diri itu Ingin sekali mereka membuktikan Seng Gun melakukan suatu kesalahan besar, maka mereka seringkali melakukan pengintaian. Bahkan pernah mereka melakukan penggeledahan dalam kamar pemuda itu secara diam-diam Seng Gun sudah mengetahui akan hal ini.
"Kami belum melihat engkau melakukan kesalahan besar," kata Cang Hok. "Akan tetapi engkau sudah melakukan pelanggaran. Kita semua harus menjaga tempat ini, jangan sampai dimasuki musuh yang akan mencuri kitab-kitab Namkiang-pang."
"Saya mengaku bersalah, lain kali tidak akan berani lagi" kata Seng Gun menundukkan mukanya yang. berubah merah karena diam-diam merasa mendongkol sekali.
Mulai saat itu, dia bersikap hati-hati sekali dan diam-diam mencari akal untuk melenyapkan empat orang yang dapat membahayakan dirinya itu.
Pada suatu senja, seperti biasa dia berjalan seorang diri di luar perkampungan Nam-kiang-pang. Sudah sering dia melakukan hal ini, sebagai umpan untuk memancing kecurigaan. keempat orang itu dan sekali ini dia berhasil baik. Empat orang itu, diam-diam telah membayanginya! Hal ini mudah diketahuinya karena memang tingkat kepandaiannya, tanpa disadari oleh mereka jauh lebih tinggi dari pada tingkat mereka. Pernah dia memancing kecurigaan. dua tiga orang di antara mereka, akan tetapi belum pernah keempat-empatnya . Akan tetapi hari ini benar-benar dia berhasil. Empat orang itu terpancing dan membayanginya.
Seng Gun sengaja melakukan gerak gerik mencurigakan. Beberapa kali dia menoleh ke kanan kiri dan kebelakang, kemudian menyelinap di antara pohon-pohon sambil mengintai ke sekeliling, kemudian dia lari dengan cepat menuju ketepi sungai, menyusuri sungai menuju ke barat. Diam-diam dia memperhatikan dan merasa girang melihat berkelebatnya empat bayangan susiok dan suhengnya yang masih tetap membayanginya. Setelah tiba ditempat yang dikehendaki, dia meniup sempritan yang mengeluarkan suara melengking panjang.
Dari sebuah perahu kecil yang memang sudah siap di situ, berlompatan lima orang yang mengenakan kedok hitam dan mereka ini segera menerjang empat orang anggauta Namkiang-pang yang mengintai Seng Gun! Mereka diserang secara mendadak. Tentu saja kakak beradik Cang Hok dan Cang Sui , bersama dua orang murid keponakan mereka, terpaksa muncul dari persembunyian mereka dan melawan matimatian.
Akan tetapi ternyata kelima orang itu lihai bukan main. Dari cara mereka berpakaian dan dari kedok yang menyembunyikan muka mereka dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang Beng-kauw. Melihat mereka sudah bertempur, Seng Gun berlari menghampiri menggerakkan goloknya dan dia ikut menyerang murid-murid Nam-kiangpang ! "Pengkhianat!" Cang Hok berseru marah dan dia menyerang Seng Gun dengan goloknya. Akan tetapi ketika Seng Gun menangkis, dia terkejut bukan main. Goloknya hampir terlepas dari pegangan, dan ketika pemuda itu menyerangnya, dia semakin kaget karena ilmu golok yang dimainkan Seng Gun amat hebatnya. Juga tiga orang kawannya menghadapi lawan berat. Coa An Hok dan So Liong telah lebih dulu roboh oleh senjata lawan. Adiknya Cang Sui, yang juga membela diri mati-matian, melawan seorang lawan yang agaknya seorang wanita, karena lawan itu mengeluarkan suara tawa merdu dan menggerakkan pedangnya secara istimewa sekali.
Ternyata Cang Sui juga tidak dapat bertahan lama. Sebuah tusukan menembus dadanya dan dia roboh tanpa bersuara lagi. Pada saat itu terdengar teriakan, "Hentikan perkelahian!" Seng Gun mengenal suara Cu Kang Hin, maka cepat dia berbisik kepada wanita yang memimpin serangan itu "Cepat, robohkan yang seorang ini dan serang aku!"
Dia sendiri lalu berbalik menyerang mereka yang berkedok sedangkan wanita berkedok yang baru saja merbbohkan Cang Sui, sudah menyerang Cang Hok dengan gerakan yang dahsyat. Seperti juga adiknya, Cang Hok tidak mampu menghindarkan diri dariserangan maut ini dan diapun roboh dengan leher hampir putus!
Ciu Kang Hin melihat dari jauh ketika rekan-rekannya bertanding melawan lima orang berkedok yang lihai sekali. Dia terkejut dan marah melihat dua orang susiok dan dua orang sutenya roboh, dan hanya tinggal sutenya Seng Gun saja yang nampaknya masih dapat bertahan. Segera dia terjun. Akan tetapi pada saat itu dia melihat Seng Gun
roboh dan berteriak, "Tolong suheng !" Dia melihat lima orang berpakaian dan berkedok hitam itu berloncatan ke dalam sebuah perahu kecil yang segera didayung ke tengah sungai , Terpaksa dia tidak dapat mengejar dan segera menghampiri Seng gun yang merintih.
Tadi Kang Hin merasa curiga melihat Seng Gun seorang yang masih bertahan sedangkan dua orang susiok dan dua orang sute yang lain telah roboh. Akan tetapi ketika dia melihat bahwa paha kanan Seng Gun terluka, kecurigaannya lenyap. Luka itu mengeluarkan banyak darah, akan tetapi tidak berbahaya. Ketika dia memeriksa yang lain, Kang Hin terkejut karena keempat orang rekan itu telah tewas. Juga Seng Gun menangis ketika melihat dua orang susiok dan dua orang suheng tewas dalam keadaan menyedihkan. "Suatu saat akan kubasmi orang-orang Beng-kauw!" Berulang-ulang dia berseru sambil mengepal tinju.
"Sute, apakah yang telah terjadi di sini" Kenapa kalian dapat bentrok dengan orang-orang Beng-kauw?"
"Aku juga tidak tahu mengapa, suheng." kata Seng Gun sementara suhengnya memeriksa dan mengobati lukanya. "Ketika aku berjalan-jalan dan tiba di sini, kulihat Coa suheng, So suheng dan kedua orang susiok sedang dikeroyok lima orang tadi dan ternyata mereka lihai bukan main. Tentu saja aku lalu membantu, akan tetapi terlambat, bahkan aku sendiri terluka. Untung engkau datang, suheng, kalau tidak, akupun tentu sudah tidak berada di dunia lagi. Mereka begitu ganas dan kejam, orang-orang Beng-kauw terkutuk!"
"Hemm, sute, bagaimana kau bisa tahu bahwa mereka itu orang-orang Beng kauw!" tanya Kang Hin dengan tenang sambil membalut paha Seng Gun,
Seng Gun terbelalak memandang ke pada Kang Hin. "Siapa lagi kalau bukan mereka, suheng" Lihat saja cara mereka berpakaian berkedok dan mereka sudah sejak dahulu memusuhi kita. Suhu sendiri pernah di serang
"Aku tidak yakin, sute Justeru kedok-kedok itu yang memungkinkan sia-pa saja menyamar sebagai orang Bengkauw dan kita menerimanya dengan mudah seolah Beng-kauw pelaku segala bentuk kejahatan."
"Tapi, suheng. Aku yakin mereka itu orang-orang Bengkauw."
"Apa alasanmu, sute" Apa bukti-nya" Apakah mereka mempergunakan ilmu khas Beng-kauw?" Seng Gun termenung. "Aahh, aku mendengar tadi seorang di antara mereka mengatakan begini, Baru kau tahu Bengkauw tidak boleh dibuat sembarangan. Nah, mereka jelas orang Beng-kauw, suheng."
Kang Hin mengerutkan alisnya. "Kalau benar seorang di antara mereka berkata begitu, boleh jadi mereka itu orang Beng-kauw. Sayang aku datang terlambat untuk dapat membuktikan sendiri ."
"Hei, suheng! Apakah engkau sudah tidak percaya kepadaku" Apakah kau kira aku berbohong?" "Bukan begitu, sute.. Aku hanya ingin yakin. Bayangkan saja kalau kemudian ternyata bahwa kita salah duga, bahwa mereka itu bukan Beng-kauw, dan kita sudah terlanjur memusuhinya."
"Aku berani sumpah dan yakin benar mereka itu Bengkauw, suheng. Bahkan suhu juga sudah yakin mereka itu Beng-kauw itu, sengaja mencari permusuhan dengan kami. Siapa yang tidak tahu orang macam apa Beng-kauw itu" Anglian-pang dibasmi habis, bibiku tewas di tangan mereka, apakah itu bukan bukti yang paling Jelas" Suhu sendiri pernah diserang dan dikeroyok, apakah itu masih meragukan?"
"Sudahlah, sute. Aku tidak meragukanmu, hanya ingin cermat. Mari kita laporkan musibah ini kepada suhu."' Dengan terpincang-pincang Seng Gun mengikuti suhengnya kembali ke perkampungan Nam-kiang-pang dan tentu saja para angauta perkumpulan itu menjadi gempar ketika mendengar bahwa empat orang rekan mereka tewas terbunuh di tepi sungai itu. Tio-pangcu sendiri dengan pakaian berkabung berjalan mondar mandir di depan empat buah peti mati itu sambil berulahg kali menghela nafas panjang dan dengan alis berkerut.
Setelah upara perkabungan dan pemakaman empat orang tokoh Nam-kiang-pang selesai, Tio-pangcu memanggiI semua sutenya dan muridnya dan di depan mereka dia menyatakan bahwa dia memilih Ciu Kang Hin dan Tong Seng Gun sebagai ahli waris yang akan mewarisi ilmu Thian-te To-hoat. Hal ini berarti pula bahwa dia telah mengangkat dua orang muda itu sebagai calon pimpinan Nam-kiang-pang. Sudah menjadi peraturan Nam-kiang-pang bahwa ketuanya dan pimpinan tertingginya harus orang yang menguasai Thian-te To-hoat dan ilmu ini hanya dapat diperoleh secara turun temurun.
Setelah itu Tio-pangcu mengajak kedua orang murid utama ini keruangan sembahyang dan di depan meja sembahyang para guru besar Nam-kiang-pang ke dua orang murid ini disuruh berlutut dan mengucapkan sumpah setia. Demikian lah, sejak hari itu keduanya digembleng ilmu golok yang dahsyat itu. Tentu saja diam-diam Seng Gun merasa gembira sekali karena hal ini merupakan satu di antara tujuannya menyusup kedalam Nam-kiang-pang. Dia harus dapat menguasai Nam-kiang-pang dan menghasut partai-partai besar untuk memusuhi Beng-kauw, kemudian saling bermusuhan sehingga melemahkan mereka dan Hoat-kauw akan dapat menguasai dunia kangouw. Kalau sudah begitu, bangsa Mongol akan dengan mudahnya menyerbu keselatan di setiap tempat tentu akan dibantu orang-orang kangouw yang sudah takluk kepada Hoat-kauw!
Seng Gun seakan berlomba dengan Kang Hin untuk menguasai ilmu golok itu. Hal ini menyenangkan hati Tio Hui Po karena kedua orang murid itu benar-benar memperoleh kemajuan pesat sekali, sehingga dalam waktu setengah tahun, saja, keduanya sudah menguasai ilmu golok Thian-te To-hoat dengan baik.
Hari itu Tio-pangcu mengumpulkan lagi semua muridnya dan menyatakan perang dengan Beng-kauw.?"Kita harus membasmi Beng-kauw dan melenyapkan mereka dari muka bumi. Bunuh semua anggauta Beng-kauw, berikut seluruh keluarga mereka!?" kata Tio Hui Po.
"Maaf, suhu. Teecu khawatir kalau keliru menangkap pesan suhu. Suhu memerintahkan untuk membasmi seluruh anggauta Beng-kauw berikut keluarganya?"
Sepasang mata Tio Hui Po mencorong dan para anggauta Nam-kiang-pang memandang kepada Ciu Kang Hin dengan heran. "Bagaimana bisa keliru menangkap, Kang Hin" Engkaulah yang akan menggantikan aku menjadi ketua, engkau juga yang akan memimpin Nam-kiang-pang membasmi Beng-kauw!"
"Maaf, suhu. Kalau teecu meragukan perintah itu, adalah karena perintah itu tidak sesuai dengan sikap suhu selama ini, suhu selalu bersikap bijaksana, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar."
"Kang Hin!" gurunya membentak. "Apa kaukira Beng-kauw ada yang benar" Mereka membasmi Ang-lian-pang , membunuh para pemimpinnya. Mereka telah menyerangku tanpa sebab, bahkan kemudian membunuh Cang Hok, Cang Hui, Coa An Hok, dan So Liong tanpa sebab-pula. Apakah itu belum cukup membuktikan kejahatan mereka" Kalau mereka tidak dibasmi, tentu mereka akan merajalela. Membasmi rumput liar harus ke akar-akarnya."
"Suhu, teecu akan berdiri di barisan paling depan untuk membasmi Beng kauw!" Seng Gun berkata kepada gurunya yang sedang marah. "Teecu akan memberi contoh dan semangat kepada suheng."
"Bagus, memang seharusnya Kang Hin dapat merasakan apa yang kau rasakan. Selain itu, Kang Hin bersiaplah engkau karena setelah saatnya tiba aku akan menyerahkan kedudukan ketua kepadamu tentu saja kalau kuanggap engkau sudah cukup dewasa untuk mernimpin Nam-kiangpang sesuai dengan cita-cita ku."
Kang Hin memberi hormat, tidak berani lagi membantah walaupun didalam hatinya dia tidak suka menjadi ketua kalau diharuskan membasmi Beng-kauw Sebetulnya bukan sekalikali dia memihak Beng-kauw, hanya dia tidak dapat menerima kalau Beng-kauw harus dibasmi seluruhnya. Bagi dia, setiap golongan tidak dapat disebut semuanya baik atau semuanya buruk. Pasti ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang jahat tentu pula ada yang tidak jahat. Kalau semua harus dibunuh tanpa pilih bulu, lalu yang tidak jahat ikut pula terbunuh, sungguh suatu hal yang tidak patut dilakukan seorang gagah! Dia sendiri mendapat pengertian ini dari gurunya, maka kalau sekarang suhunya bersikap seperti itu hal ini adalah karena suhunya sudah mabok dendam dan sakit hati sehingga tidak mampu lagi membedakan antara yang benar dan yang salah.
Tio-pangcu lalu mengirim undangan kepada semua partai persilatan, terutama sekali Siauwlimpai dan Butong pai, dan setelah semua wakil hadir dia menceritakan tentang apa yang diperbuat Beng-kauw kepada Nam-kiang-pang. Betapa Bengkauw menyerangnya tiga tahun yang lalu, kemudian tanpa sebab menyerang dan membunuh dua orang , sutenya dan dua orang muridnya.
"Oleh karena itu, demi menjaga keamanan di dunia kangouw, dan demi menegakkan kebenaran dan keadilan, kami memohon pengertian para sahabat di dunia kangouw dan mengajak para sahabat untuk bersama-sama memusuhi dan membasmi gerombolan Beng-kauw." kata Tio Hui Po.
"Wah, itu lebih mudah diucapkan dari pada dilaksakan!" kata Yu-pangcu ketua Kong-thong-pai yang kebetulan dapat hadir sendiri karena pusat perkumpulan itu tidak terlalu jauh dari Nam-kiang-pang. Dia seorang laki-laki berusia limapuluh tahun yang tinggi kurus dan berjenggot panjang. "Siapa yang tidak tahu akan kelihaian para pimpinan Beng-kauw" Selain memiliki ilmu yang aneh-aneh, juga dua macam ilmu Matahari Merah dan Salju Putih kiranya sukar dicari tandinganya!"
Banyak wakil perkumpulan yang hadir menganggukkan kepala menyetujui pendapat ini. "Maaf, Yu-pangcu. Kalau hendak membasmi penjahat yang masuk hitungan adalah kejahatannya, bukan kepandaiannya. Betapapun lihainya, kalau dia ja-hat dan membahayakan masyarakat, harus kita basmi. Karena mereka itu lihai , maka kami mengundang cuwi untuk bekerjasama, Betapapun lihainya musuh kalau kita bekerja sama, masa tidak dapat ditumpas" IImu Matahari Merah dan Salju Putih boleh jadi hebat, akan tetapi Thian-te To-hoat kami kiranya akan mampu menghadapinya! Apalagi ilmu-ilmu dari Siauwlimpai, Butongpai , Kun-lunpai dan Gobipai, tidak kalah dibandingkan dengan.ilmu yang manapun juga.
Kembali banyak orang menyatakan setuju dan mereka kembali bersemangat. Tio-pangcu ingin sekali mendengar pendapat dua partai besar yang juga menja di sumber dari partainya, yaitu Siauw-limpai dan Butongpai. Karena dua partai besar ini tidak dihadiri oleh ketuanya hanya oleh wakilnya, maka dia bertanya kepada mereka.
"Kami mohon pendapat suhu dari Siauwlimpai dan totiang dari Butongpai." Mendengar ini, hwesio Siauwlimpai dan tosu Butongpai saling pandang dan tersenyum.
"Omitohud, kalau mencegah terjadinya kejahatan, itu memang menjadi tugas kami, akan tetapi memusuhi aliran tertentu, hal itu harus ada perintah dari pimpinan kami. Pinceng hanya akan melaporkan pertemuan hari ini kepada pimpinan kami, tidak berani pinceng mengambil keputusan sendiri."
"Siancai ..... ucapan sobat dari Siauwlimpai itu memang cocok sekali. Pinto hanya dapat mengatakan bahwa Bu-tongpai menentang semua perbuatan jahat, menentang orang yang melakukan perbuatan jahat yang sudah terbukti. Baik dia orang Beng-kauw atau orang Bu tong-pai sendiri, kalau perbuatannya jahat, pasti kami tentang. Oleh karena itu, memusuhi dan membasmi semua orang Beng-kauw, tidak perduli dia sudah melakukan kejahatan atau belum, pinto tidak berani memberi keputusan, haruslah melalui keputusan rapat para pimpinan. Pinto akan melaporkan hasil pertemuan saat ini ."
Demikianlah, rapat itu selesai dan yang mendukung usul Tio-pangcu adalah perkumpulan-perkumpulan kecil, terutama yang memang sudah mempunyai permusuhan dengan Bengkauw. Sedangkan perkumpulan lain seperti Siauwlimpai dan Butongpai akan melaporkan dulu kepada pimpinan mereka.
Dan mulai hari itu, orang -orang Beng-kauw dikejar-kejar oleh banyak perkumpulan. Terutama sekali oleh Nam-kiangpang yang dipimpin oleh Seng Gun dan Kang Hin.
Seng Gun maklum bahwa kalau d.ia tidak dapat melempar fitnah meyakinkan kepada Kang Hin, pasti gurunya akan memilih Kang Hin sebagai calon ketua. Dia sendiri masih ragu untuk menyerang Kang Hin, karena dia tahu bahwa dalam ilmu golok, dia masih tidak mampu menandingi pemuda perkasa itu. Akan tetapi Kang Hin lembut hati dan kalau dia dapat membuat pemuda itu tersudut, tentu dia dapat menguasainya. Juga dalam pembasmian orang-orang Bengkauw, jelas Kang Hin memperlihatkan sikap tidak tega kalau yang dibunuh itu tidak jelas kesalahannya. Ketika mereka menyerbu rumah seorang anggauta Bengkauw di dusun sebelah barat bukit. Dia dan anak buahnya menyerbu rumah itu. Anggauta Beng-kauw yang sudah lama keluar dari Bengkauw itu tidak melakukan perlawanan yang berarti dan segera dapat dibunuhnya dengan mudah. Isterinya yang masih muda dan dua orang anaknya minta-minta ampun, dan Kang Hin hendak melepas mereka, akan tetapi Seng Gun berkeras membunuhnya. Kang Hin membuang muka ketika peristiwa itu terjadi dan ketika pulang dia mengomeli sutenya. Kelemahan inilah yang akan dipergunakan oleh Seng Gun yang diam-diam menghubungi sekutunya. Seperti biasanya, Bi-sin-liong Kwa Lian, wanita cantik tokoh Hoat-kauw yang selain sekutunya juga menjadi kekasihnya itu, segera mengulurkan tangan membantunya. Dahulu, ketika hendak menyusup masuk ke Nam-kiang-pang, wanita itu bersama anak buahnya juga telah menyamar sebagai orang-orang Beng-kauw dan menyerang Tio Hui Po. Kini, mendengar laporan Seng Gun bahwa yang akan diangkat sebagai ketua Nam-kiang-pang adalah Ciu Kang Hin, Bi-sin-l iong Kwa Lian se gera menyatakan siap untuk membantu.
Demikianlah, pada suatu -malam Seng Gun mendatangi kamar Kang Hin dan dengan suara berbisik dia berkata, "Suheng, aku bertemu dengan seorang Beng-kauw."
Kang Hing terkejut. "Eh, di mana, sute" Dan bagaimana engkau tahu dia seorang Bengkauw?" "Ia seorang wanita, suheng, dan ia memakai kedok aneh Ia tak berada jauh dari sini, tentu ia seorang Beng-kauw. Mari kita selidiki suheng, dan kalau perlu kita tangkap ia. Mari sebelum ia pergi!"
Karena Seng Gun tidak banyak bicara lagi dan sudah pergi, terpaksa Kang Hin mengikutinya. Dua orang pemuda perkasa itu menyusup-nyusup keluar dari perkampungan Nam-kiangpang dan Seng Gun yang menjadi penunjuk jalan berlari didepan, diikuti oleh Kang Hin yang berjalan dengan hati-hati.
Di tepi sungai Yang-ce-kiang Seng Gun berhenti, mendekam dibalik semak semak dan suhengnya berlutut disebelahnya. "Lihat perahu itu, suheng. Ia tadi berada di situ."
"Sute, kita harus berhati-hati, jangan sembarangan menuduh bagaimana kalau kita menuduh orang yang tidak berdosa?"
"Ah, bagaimana aku bisa keliru, suheng" Biar engkau menjadi penonton saja, aku akan menangkapnya. Kalau dia terlalu lihai bagiku, .baru kau turun tangan membantuku."
"Baiklah, sute, akan tetapi jangan salah membunuh orang." Seng Gun mengangguk lalu dia meloncat keluar mendekati perahu dan mencabut goloknya .
"Keparat dari Beng-kauw, keluarlah untuk menerima kematian!" Hening sesaat, akan tetapi kemudian dari dalam bilik perahu muncul sesosok bayangan hitam yang gesit sekali.
Mudah dilihat dibawah sinar bulan hampir purnama bahwa bayangan itu adalah seorang wanita yang bertubuh ramping karena pakaiannya ketat. Akan tetapi wajahnya tidak dapat dilihat karena megenakan kedok yang aneh, dan sebagian besar anggauta Beng-kauw yang sudah tinggi tingkatnya suka menyembunyikan mukanya dibalik kedok agar tidak dikenal orang.
Seorang laki-laki tukang perahu yang pakaiannya sederhana, juga keluar dari perahunya dengan tubuh menggigil. Dia tadi dipaksa untuk mendayung perahunya oleh si kedok hitam.
"Saya bukan orang Beng-kauw ..." dia meratap ketakutan. Akan tetapi Seng Gun tanpa banyak cakap lagi meng-ayun goloknya. Darah tersembur keluar dari leher yang terpancung itu. Si wanita berkedok juga berkata, "Aku bukan orang Bengkauw." Sambil mencabut pedangnya, ia berusaha untuk melompat menjauh. Akan tetapi Seng Gun sudah bergerak mengejarnya dan menyerang dengan goloknya.
"Tranggg ....!" Bunga api berpi-jar ketika wanita berkedok itu menangkis dengan pedangnya. Ia lalu membalas serangan Seng Gun dan terjadilah perkelahian yang seru.
Melihat betapa sutenya menyerang dengan mati-matian, apa lagi telah membunuh tukang perahu dengan kejam, Kang Hin berulang-ulang berseru kepada sutenya.."Sute, jangan bunuh orang....!"
Akan tetapi Seng Gun tidak memperdulikan seruan suhengnya dan dia mendesak terus sampai akhirnya goloknya dapat memukul pedang lawan sehingga terlepas dan sebuah tendangan darinya membuat wanita itu terpelanting.
"Mampus kau, iblis Beng-kauw!" Bentaknya dan goloknya menusuk'.
"Trang !" Goloknya tertangkis oleh golok di tangan Kang Hin.
Seng Gun memandang kaget dan heran. "Suheng, kau membantu Beng-kauw?" teriaknya heran. "Jangan bodoh, sute. Aku tidak membantu siapa-siapa. Aku hanya mencegah engkau membunuhi orang yang belum tentu bersalah. Kau menuduh semua orang sebagai Beng-kauw tanpa dibuktikan dulu, dan kau membunuh orang begitu mudahnya."
"Akan tetapi, suheng Ia ini jelas sekali orang Beng-kauw, dan suhu sudah berpesan agar kita membunuh semua orang Bengkauw," bantah Seng Gun dan dia hendak menggerakkan golok lagi menyerang wanita itu Akan tetapi Kang Hin menangkis dengan goloknya.
"Tahan dulu, sute. Aku tidak menghendaki engkau membunuh orang yang tidak bersalah. Heii, sobat, apakah benar engkau orang Beng-kauw?" tanyanya kepada wanita itu.
"Aku bukan orang Bengkauw,"'wanita itu berkata sambil bangkit berdiri.
"Bohong! Orang Beng-kauw mana ada yang mau mengaku" Ke mana-mana pakai kedok!" kata Seng Gun.
"Kalau kau bukan orang Bengkauw, buka kedokmu," kata Kang Hin. Wanita itu lalu membuka kedoknya dan seraut wajah yang cantik nampak di bawah sinar bulan. Seorang wanita muda yang cantik sekali, dengan senyumnya yang manis dan kerlingnya yang tajam.
"Siapa engkau?" Kang Hin bertanya . 'Namaku Bi Hwa, aku aku lari dari suamiku dan memakai kedok agar tidak dikenal suamiku. Aku tidak mau kembali lagi kepadanya, dia kasar dan tidak cinta lagi padanya. Lepaskan aku "
"Hemm, alasan yang dicari-cari! Aku tetap menyangka ia ini orang Bengkauw yang patut dibunuh, suheng." "Tidak boleh, sute. Bagaimana kalau dibuktikan kemudian bahwa ia bukan orang Bengkauw dan sudah terlanjur dibunuh?"
"Hemm, apakah kita harus melepas kan ia begitu saja karena ia seorang wanita cantik?" Seng Gun bertanya dengan nada mengejek.
"Sute....!" Kang Hin berseru marah dan pandang matanya mencorong, alisnya berkerut.
"Maaf, suheng Aku hanya berkelakar Lalu mau diapakan perempuan ini?" Dilepas begitu saja"' "Kita boleh menawannya untuk besok dihadapkan suhu. Kalau kemudian dia tidak bersalah, terpaksa harus kita lepaskan. Kita tawan ia dan kira selidiki kebenaran omongannya. Nona, di mana rumah suamimu itu?" tanya Kang hin.
"Di balik bukit itu, akan tetapi aku tidak mau kembali kepadanya."
."Engkau tidak harus kembali kepadanya. Kami hanya ingin menyatakan kebenaran omonganmu. Siapa namanya?" , "Namanya Tan Seng, tinggal di dusun Kam-cui di balik bukit." Kang Hin menggerakkan tangan menotok pundak wanita itu yang segera terkulai lumpuh. "Aku harus membelenggunya," kata Seng Gun yang menyambar tubuh yang akan jatuh itu. Kemudian dia mengikat kaki tangan wanita itu dengan kain ikat pinggangnya, dan memanggul tubuh yang sudah tidak mampu berkutik itu. "Ke mana kita harus membawa nya, suheng?" tanyanya.
Kita masukkan dalam tahanan di perkampungan kita. Tidak perlu mengagetkan suhu dengan urusan kecil ini. Besok saja kalau kita sudah mendapat keterangan jelas, kita membuat laporan,"
"Baik, suheng," kata Seng Gun yang memondong tubuh itu dan dia lalu menendang mayat si tukang perahu berikut kepalanya ke dalam air. Melihat ini, Kang Hin diam saja akan tetapi dia mengerutkan alisnya, menganggap sutenya itu terlalu kejam terhadap musuh. Padahal tukang perahu itu belum tentu orang Bengkauw.
Dua orang pemuda itu kembali ke perkampungan. Kepada beberapa orang anggauta Nam-kiang-pang yang melakukan perondaan mereka mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki wanita yang dianggap mencurigakan ini, dan minta kepada mereka agar melakukan penjagaan dan jangan mengganggu wanita yang dijebloskan ke dalam kamar tahanan itu.
Seng Gun menurunkan tubuh yang masih lemas tertotok dan yang kaki tangannya terbelenggu kuat itu ke atas lantai ke mudian setelah menutupkan pintunya, dia pergi lagi bersama Kang Hin.
Seperti terbang saja, kedua suheng dan sute itu mempergunakan ilmunya, berlari cepat di tengah malam mendaki bukit dan pergi ke dusun Kam-cui. Dusun itu sunyi senyap karena penghuninya sudah tidur semua.
Jilid IX Kang Hin mengetuk daun pintu sebuah rumah dan ketika seorang kakek membukakan pintu, dengan sikap halus dan sopan dia bertanya di mana rumah orang yang bernama Tan Seng.
"Tan Seng" Tan Seng si pemburu binatang hutan itu" Itu di ujung jalan ini, yang di depan rumahnya digantungi bermacam kulit binatang hutan."
Dua orang kakak beradik itu mengucapkan terima kasih dan menuju ke jurusan yang ditunjuk. Benar saja, di ujung jalan itu terdapat tempat tinggal yang dimaksudkan kakek tadi . Mudah dikenal memang, karena ada beberapa lembar kulit binatang dijemur di luar. Mereka memasuki pekarangan dan mengetuk pintu rumah.
Seorang laki-laki berusia sekitar empatpuluh tahun yang tubuhnya tinggi besar bermuka hitam membukakan pintu dengan mata masih mengantuk. "Malam ini sudah tidak ada persediaan dendeng lagi, kalau kulit kijang masih ada'beberapa lembar" Dia menghentikan kata-katanya ketika mendapat kenyataan bahwa dua orang pemuda itu sama sekali tidak dikenalnya, dan jelas bukan penduduk dusun itu.
"Apakah engkau yang bernama Tan Seng?" tanya Seng Gun.
"Benar, aku bernama Tan Seng. Kalian siapa?" "Apakah ada orang lain bernama Tan Seng di dusun ini?" tanya Kang Hin karena orang muka hitam yang kasar ini tak mungkin menjadi suami wanita cantik tadi.
"Ehh" Tidak ada lagi. Tan Seng hanya satu, ya aku ini!" "Tan Seng, apakah engkau mempunyai isteri yang namanya Bi Hwa?" tanya Kang Hin yang terpaksa menghentikan pertanyaannya karena ucapannya terpotong oleh suara tawa Tan Seng.
."Ha-ha-ha-ha! Kalau saja aku punya seorang Bi Hwa, atau Bi Eng atau Bi Nio, tentu malam ini aku tidak tidur sendiri kedinginan. Eh, sobat, kalau kau hendak main gila dan menggodaku, lebih baik enyah dari sini sebelum kepalanku yang keras membuat kalian babak belur!"
Setelah berkata begitu, dia melangkah maju dan mengacungkan kepalan tangannya depan hidung Kang Hin. Melihat ini Seng Gun menjadi marah sekali. Dia menangkap lengan itu, memuntirnya sehingga Tan Seng mengaduh dan tubuhnya ikut terpuntir.. Ketika Seng Gun menyapu kakinya, diapun tidak dapat bertahan lagi dan jatuh. Seng Gun menginjak dadanya dan berkata"Jangan berlagak Hayo jawab yang benar, kau mempunyai isteri bernama Bi Hwa atau tidak. Kalau berbohong, kuinjak pecah dadamu!"
Tan Seng terkejut sekali. Lengannya bagaikan tidak bertenaga dan dadanya seperti tertimpa benda berat sekali. Tahulah dia bahwa pemuda itu tidak boleh dibuat main-main.
."Aduh, ampunkan taihiap....aku tidak mempunyai isteri.... aku orang miskin ini bagaimana mampu mempunyai isteri! Ampunkan aku "
Seng Gun berkata kepada suhengnya, "Sebaiknya suheng geledah isi rumahnya." Kang Hin mengangguk dan cepat dia melakukan pemeriksaan. Tidak ada sedikitpun petunjuk bahwa rumah itu di diami seorang wanita maka dia kembali lagi dan menggeleng kepalanya.
"Engkau tidak berbohong?" Sekali lagi Seng Gun menghardik.
"Aku berani sumpah, taihiap." Seng Gun melepaskan injakannya dan sekali berkelebat, dua orang pemuda itu lenyap dari depan Tan Seng, yang juga segera menutup pintunya dengan tubuh gemetar.
Dalam perjalanan pulang., Seng Gun mengomel "Nah, bagaimana sekarang, suheng" Aku sudah menduga keras bahwa wanita itu orang Beng-kauw akan tetapi engkau tidak percaya."
Kang Hin menghela napas panjang. "Mungkin engkau benar sute. Akan tetapi, ia masih berada di sana. Kita akan dapat memaksanya mengaku mengapa ia menipu kita dan apakah benar ia anggauta Beng-kauw."
"Aku yakin akan hal itu, suheng. Aku akan memenggal lehernya, sungguh menggemaskan perempuan itu telah membohongi kita."
"Sabarlah, sute." "Itu bukan sabar namanya, suheng, melainkan kelemahan. Kalau bukan" karena kesabaranmu itu, tentu kita tidak tertipu."
Akhirnya mereka tiba di perkampungan Nam-kiang-pang, akan tetapi suatu kejutan besar menyambut mereka. Tawanan itu telah lolos, empat orang penjaganya tewas dan tempat tahanan itu dibakar sampai habis! Suasana menjadi geger dan dua orang pemuda ini disambut oleh Tio-pangcu yang berdiri dengan alis berkerut dan bertolak pinggang.
Seng Gun melihat bahwa gurunya marah sekali. Diapun mengenal betul wa tak Ciu Kang Hin yang gagah dan bertanggung jawab. Maka dengan cepat dia lalu lari menubruk kaki gurunya dan berkata, "Suhu, teecu mengaku bersalah, harap hukum teecu'" Dan diapun menangis di depan kaki gurunya.
Melihat sikap sutenya itu, Kang Hin terkejut Jelas dia yang bersalah, kenapa sutenya mengaku kesalahannya, Diapun menjatuhkan diri berlutut. "Tee cu yang bersalah, suhu."
"Huh!" Tio-pangcu membalikkan tubuhnya. Dia merasa marah dan kecewa sekali mendengar bahwa yang membawa tawanan itu adalah dua.orang murid terkasih ini, dan ternyata tawanan itu dapat membebaskan diri, membunuh empat orang penjaga dan membakar tempat tahanan.
"Apa artinya ini" Hayo ceritakan yang sebenarnya!" dia membentak lalu duduk di atas kursi, "Teecu mengaku bersalah, suhu. Teecu yang menangkap wanita itu karena menyangka ia orang Bengkauw, akan tetapi ia mengaku orang Kam-cui isteri seorang bernama Tan Seng. Teecu. meninggalkan ia di. sini dalam tahanan untuk pergi menyelidiki ke dusun Kam-cui. Ternyata ia berbohong dan ketika teecu kembali ke sini, sudah terlambat."
'hemm, benarkah cerita Seng Gun itu, Kang Hin?" tanya Tio-pangcu kepada Kang Hin dengan suara masih mengandung kemarahan.
"Tidak benar, suhu!" kata Kang Hin dengan suara tegas sehingga mengejutkan semua orang. "Sama sekali bukan sute yang bersalah dalam hal ini, melainkan teecu."
Tio Hui Po mengerutkan alisnya. "Apa artinya semua ini" Hayo ceritakan yang betul!" "Malam tadi sute memberitahu kepada teecu bahwa dia mencurigai seorang wanita di perahu dan mengajak tee cu untuk memeriksa dan menyelidikinya. Sampai di perahu, wanita berkedok itu hendak melarikan diri, demikian tukang perahunya. Sute membunuh tukang perahu itu, dan berhasil merobohkan wanita itu. Sute hendak langsung membunuhnya,
akan tetapi teecu berkeras melarangnya dengan alasan bahwa belum tentu ia itu
orang Bengkauw. Kemudian, wanita itu mengaku bernama Bi Hwa isteri Tan Seng dari dusun Kam-cui. Teecu yang mengusulkan kepada sute untuk menahan wanita ini, dan kami pergi menyelidiki kebenaran keterangannya. Ternyata, wanita itu berbohong, dan cepat kami kembali ke sini dan ternyata wanita itu Sudah lolos "
"Bodoh!" Tio-pangcu menggebrak tangan kursinya. "Apakah ia tidak dibuat tidak berdaya dulu sehingga mampu membunuh para penjaga?"
Seng Gun segera berkata. "Suheng telah menotoknya, suhu. Teecu melihat sendiri. Dan teecu sudah menggunakan sabuk untuk mengikat kaki tangannya.
Suheng bermaksud baik, suhu harap jangan persalahkan suheng " "Hemm, engkau sungguh teledor, Kang Hin. Ingat, engkau seorang calon ketua, tidak pantas melakukan keteledoran yang menunjukkan kelemahanmu Engkau patut dihukum!"
"Teecu menerima salah suhu dan teecu siap untuk menerima hukuman," kata Kang Hin pasrah.
"Kau memang pantas dihukum!" bentak Tio-pangcu. Pada saat i tu Seng Gun menjatuhkan diri lagi mencium lantai dan berkata dengan suara memohon. "Suhu, biarlah teecu saja yang menjalani hukuman. Suheng adalah calon ketua, tidak sepantasnya kalau suheng yang menjalani hukuman.
"Sute, jangan begitu!" Tio-pangcu menghela napas pan-jang. "Aahh, ternyata Seng Gun lebih memiliki kesetiaan dari pada engkau. Sepatutnya engkau mencontoh sutemu ini."
"Suhu, maafkanlah suheng. Teecu yakin bahwa suheng tidak sengaja bersikap lunak kalau dia mengetahui bahwa wanita itu orang Bengkauw, teecu percaya bahwa suheng mau bersumpah untuk setia kepada Nam-kiang-pang dan untuk membasmi Bengkauw."
"Tio-pangcu mengangguk-angguk. "Pikiran yang bagus. Nah, aku tidak akan menghukum kalian, akan tetapi kalian harus mengulangi sumpah setia kepada Nam-kiang-pang dan membasmi Beng?kauw!"
Dua orang muda itu lalu digiring masuk ke dalam ruangan sembahyang dan di depan meja sembahayng Seng Gun mengucapkan sumpah dengan lantang dan di ikuti oleh suhengnya.
'"Demi arwah para sesepuh Nam-ki-ang-pang, disaksikan bumi dan langit, saya bersumpah akan membela Nam-kiangpang dengan setia dan dengan taruhan nyawa, dan akan membasmi orang-orang Beng-kauw!"
Akan tetapi Ciu Kang Hin mengakhiri sumpah dengan katakata "orang-orang Beng-kauw yang jahat", menambahkan kata-kata."yang jahat" di belakang nya. Dengan demikian maka dia hanya akan membasmi orang-orang Bengkauw yang jahat, bukan sembarang orang Bengkauw!
Semenjak saat itu diam-diam Seng Gun menyebar cerita yang condong menimbulkan kecurigaan kepada Kang Hin. Dia menerangkan kepada para murid betapa Kang Hin nampaknya menaruh kasihan kepada wanita Bengkauw itu. Bahwa Kang Hin dengan keras melarang dia membunuhnya, dan agaknya Kang Hin tergila-gila oleh kecantikan wanita tawanan itu. Berita buruk tentang seseorang lebih dipercaya oleh umum maka dengan sendirinya orang-orang mulai berprasangka buruk terhadap Kang Hin.
Dan makin bersemangatlah Seng Gun memimpin anak buahnya untuk melakukan pengejaran dan pembantaian kepada anggauta-anggauta Beng-kauw sehingga gegerlah perkumpulan itu. Memang sejak dahulu Beng-kauw dicurigai dan dimusuhi orang-orang kangouw, akan tetapi baru sekaranglah orang-orang Nam-kiang pang secara berterang melakukan perburuan dan membunuhi orang-orang Bengkauw tanpa sebab lagi. Dan setiap kali melakukan pembunuhan Seng Gun selalu menonjolkan nama Ciu Kang Hin sebagai calon ketua Nam-kiang-pang dan sebagai pemimpin regu pembunuh, sehingga sebentar saja di kalangan orang-orang Beng-kauw, bahkan di dunia kangouw nama Ciu Kang Hin dianggap sebagai pembunuh dan pembasmi Bengkauw nomor satu. Pada hal Ciu Kang Hin sendiri jarang membunuh orang Bengkauw. Kalau dia sampai membunuh, maka yang dibunuhnya itu, orang Bengkauw atau bukan,. pasti orang yang telah melakukan kejahatan besar Tukang memperkosa wanita atau tukang membunuh orang tak bersalah.
Yang Mei Li menjalankan kudanya perlahan sambil menikmati pemandangan alam di pegunungan itu Bukit seribu guha amat terkenal karena keindahannya. Selain terdapat banyak sekali guha ciptaan alam di situ, juga terdapat banyak batu besar yang berwarna kekuningan dan dari jauh nampak seperti emas. Maka Bukit Seribu Guha itu juga dikenal dengan Bukit Emas.
Akan tetapi kekagumannya itu segera sirna terganti kemuraman wajahnya ketika dari jauh dia melihat tubuh orang malang melintang di sepanjang jalan .
"Ah, tidak lagi....!" ia berseru lirih dan menghentikan kudanya. Kuda itu dapat menjadi panik kalau terlalu dekat dengan mayat-mayat itu. Dia melepaskan kendali kuda itu dan berloncatan mendekat tempat itu. Ada sebelas orang yang dibantai di tempat itu. Yang "membuat hatinya sedih dan marah adalah bahwa di antara mayat-mayat itu terdapat tiga orang wanita muda dan dua orang anak laki-laki yang usianya sekitar lima enam tahun. Dalam perjalanannya ia sudah mendengar akan pembantaian dan serangan yang dilakukan oleh para pendekar terhadap orang-orang Beng-kauw Ia memang sudah mendengar bahwa Beng-kauw merupakan perkumpulan sesat yang mempunyai banyak orang jahat, akan tetapi kenyataan bahwa orang-orang bengkauw yang dibunuh terdapat pula wanita dan anak-anak, hatinya mulai penasaran dan curiga. Mungkin saja Beng-kauw mempunyai anggauta yang jahat, akan tetapi apakah anak-anak dan isteri
orang Beng-kauw juga jahat" Apakah kehadiran anak-anak sebagai keluarga
Beng-kauw itu membuat mereka jahat pula, seperti orang yang ketularan penyakit" Sudah sejak tiga hari yang lalu ia sering menemukan adanya mayat berserakan di sepanjang perjalanan. Ketika ditanyakan hal itu kepada penduduk dusun di sekitar tempat kejadian, ia mendapat keterangan bahwa yang dibunuh itu adalah orang-orang jahat dari Bengkauw, dan yang membunuhnya adalah para pendekar dari berbagai perkumpulan silat, akan tetapi yang terbesar adalah dari perkumpulan Nam-kiang-pang. Sering ia mendengar disebutnya nama pendekar Ciu Kang Hin, pendekar calon ketua Nam-kiang-pang yang kabarnya amat lihai dengan goloknya, tampan dan gagah menjadi idaman para gadis! Akan tetapi melihat cara orang-orang Beng-kauw dibunuh, nama Ciu Kang Hin itu tidak menimbulkan kagum di hatinya, bahkan rasa penasaran dan ingin menyelidiki pembantaian itu. Sejak tiga hari yang lalu, kalau bertemu mayat-mayat yang terbunuh di sepanjang jalan, ia menggunakan uangnya untuk menyuruh orang-orang dusun menguburkan mayat-mayat itu. Orang-orang dusun tadinya merasa takut, akan tetapi Mei Li dengan gagah mengatakan bahwa ia yang bertanggungjawab dan pula kalau mayat-mayat itu tidak dikubur, mereka sendiri yang akan merugi, mungkin mayat-mayat itu akan mendatangkan penyakit. Selain itu, Mei Li juga memberi uang untuk membeli peti mati.
Kini, ada lagi belasan buah mayat! Mei Li lalu menghampiri kudanya, menuruni bukit menuju ke perkampungan yang sudah nampak dari situ dan seperti yang sudah-sudah, ia membujuk penduduk untuk membeli peti mati dan menguburkan mayat-mayat itu. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan sambil mengikuti jejak banyak kaki manusia yang menuju ke timur.
Menjelang senja kudanya tiba dikaki bukit dan dari jauh dia sudah melihat ribut-ribut orang banyak sedang berkelahi. Juga terdengar jerit tangis para wanita dan kanak-kanak. Dapat ia menduga bahwa jejak kaki itu adalah jejak kaki rombongan orang yang agaknya tergesa-gesa sedang melarikan" diri, ka rena jejaknya bercampur dengan jejak kaki anak-anak dan wanita. Melihat di depan terjadi pertempuran, cepat ia membalapkan kudanya dan ia melihat tigapuluh lebih orang yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak, yang berkelompok, dilindungi belasan orang laki-laki sedang dikepung dan diserang oleh belasan orang yang menunggang kuda!
Biarpun mereka yang dilindungi sekelompok wanita dan anak-anak itu juga bukan orang lemah dan mereka melawan mati-matian menggunakan pedang dan golok mereka, namun Mei Li dapat melihat dengan jelas bahwa mereka bukanlah lawan yang seimbang dari para penyerang itu. Kini para penyerang sudah berlompatan turun dari atas kuda mereka dan gerakan mereka amatlah tangkasnya. Dalam waktu beberapa belas jurus saja sudah ada tiga orang yang membela rombongan itu roboh mandi darah.
Mei Li mempercepat larinya seperti terbang Ia sudah melompat turun dari punggung kudanya dan mempergunakan ilmu berlari cepat menuju ke tempat itu sehingga kudanya tertinggal di belakang. Akan tetapi terjadi sesuatu yang membuat lega hatinya. Entah dari mana datangnya, seorang laki-laki muda telah terjun ke dalam pertempuran membela rombongan itu. Sepak terjang pemuda ini gagah luar biasa dua orang pengeroyok yang memegang golok terjungkal ketika menyambutnya dengan bacokan golok. Seorang yang tinggi kurus dari pihak pengeroyok menjadi, marah dan mendorong dengan tombak cagaknya. Akan te tapi pemuda itu mendorong dengan kedua tangannya dan si tombak cagak itu terdorong ke belakang sambil berteriak kesakitan.
"Matahari merah teriaknya" dan semua orang -pengeroyok terkejut mendengar seruan ini, Juga Mei Li yang sudah tiba di situ menjadi kagum dan terkejut. Tentu saja dia sudah mendengar akan ilmu Matahari Merah, suatu dari ilmu pasangan Matahari Merah dan Salju Putih, ilmu yang dianggap sukar dicari bandingnya di saat itu. Dan ilmu ini merupakan ilmu rahasia yang telah dikuasai oleh pimpinan tertinggi Bengkauw! Kalau begitu, pemuda itu tentu orang Bengkauw, dan bukan anggauta biasa pula. Akan tetapi dia tidak perduli yang diserang untuk dibantai adalah wanita dan anak-anak pula, tidak perduli itu wanita atau anak-anak Beng kauw atau bukan, ia harus membelanya
Juga ia melihat bahwa pemuda yang pandai menggunakan ilmu Matahari Merah tadi nampak tidak tegak pasangan kudakudanya, agak terhuyung tanda bahwa dia terluka. Hal ini juga dapat dilihat musuh-musuhnya, maka seorang di antara musuh-musuhnya berseru, "Serang terus, dia sudah terluka!'"
Mei Li sudah tiba di situ. Tanpa membuang waktu lagi ia sudah melemparkan sepasang pedang terbangnya. "Trang trangggg " Dua batang golok terpental dan terlempar. Semua orang terkejut karena yang nampak hanya kilatan pedang sedangkan orangnya tidak nampak. Setelah sepasang pedang itu terbang kembali kepada pemiliknya, barulah mereka menyadari bahwa hui-kiam (pedang terbang) itu gagangnya memakai tali sehingga bisa terbang kembali kepada pemiliknya.
"Tahan dulu" seorang pengeooyok berteriak dan ternyata ia seorang wanita. Wanita berusia kurang lebih duapuluh delapan tahun yang cantik jelita dan genit, memegang pedang ronce merah, rambutnya panjang terurai, dan pakaiannya mewah. "Siapa engkau, nona" Kami lihat engkau bukan orang Bengkauw!"
Mei Li tersenyum dan begitu ia tersenyum, kecantikan wanita di depannya itu bagaikan bulan kesiangan, memudar oleh cahaya matahari.
"Dan engkau siapa" Aku lihat engkaupun pasti bukan orang Beng-kauw!" tanyanya dan cara ia memandang orang Itu seperti seorang dewasa memandang anak kecil. Memang Mei Li belum taliu siapa wanita itu maka ia berani memandang rendah.
Wanita itu menjadi berang. Mukanya merah sekali. la adalah seorang termuda dari Bu-tek Ngo Sin-liong (Lima Naga Sakti Tanpa Tanding) dan gadis ingusan ini berani memandang rendah ke padanya"
Kini pertempuran telah berhenti oleh seruan Bi-sin-liong Kwa Lian. Empat orang dari golongan yang diserang telah roboh dan dua orang penyerang yang tadi diterjang pemuda perkasa itu pun roboh. Pemuda itu sendiri berdiri memandang, mukanya agak pucat namun sikapnya penuh kemarahan dan keberanian.
Bi-sin-liong menudingkan pedang nya ke muka Mei Li dan membentak dengan suara lantang.,"Bocah ingusan bosan hidup! Ketahuilah bahwa yang kauhadapi ini adalah Bin-sinliong Kwa Lian, seorang di antara Bu-tek Ngo Sin-liong, tokoh Hoat-kauw! Nah, siapakah engkau bocah ingusan berani memandang rendah kepadaku! Gurumu agaknya kurang memberi pelajaran kepadamu!'" Pemuda Bengkauw itu sendiri agaknya terkejut mendengar disebutnya nama Bu-tek Ngo Sin-liong itu.
Orang tinggi kurus berusia empat puluh lima tahun yang mukanya pucat, yang memegang sebatang tombak cagak dan yang tadi terkejut melihat gerakan pemuda itu dan yang mengenal ilmu Matahari Merah, menyambung, "Dan aku adalah Tiat-sin-liong Lai Cin, lebih baik kalian mengenalku sebelum mati."
Kalau semua orang terkejut dan gentar mendengar nama dua orang tokoh Hoat-kauw ini, Mei li sendiri nampak biasa saja, tersenyum mengejek. Hal ini bukan karena dara ini sombong, meilainkan karena ia memang tidak pernan mengenal nama itu,
"Wah, kiranya nenek Kwa Lian dan kakek Lai Cin yang berlagak di sini Kalian sudah tua tidak tahu diri! Kalian mau tahu siapa aku" Bukalah telinga mu baik-baik, dan jewer sampai lebar, bersiaplah agar jangan jatuh karena terkejut. Aku adalah. hui-kiam Sian-li (Dewi Pedang Terbang)!" Lalu disambung nya dengan lantang, "Awas, pedangku memenggal lehermu!"'
Ucapan itu ditutup dengan gerakan kedua tangannya dan sepasang pedangnya menyambar bagaikan dua ekor burung garuda ke arah leher Bi-sin-liong Kwa Lian dan Tiat-sin-liong Lai Cin! Dua orang ini segera menangkis dengan pedang dan tombak mereka, akan tetapi pada saat itu, pemuda yang pandai ilmu Matahari Merah sudah menyerang lagi dengan pukulannya yang ampuh ke arah Ti-at-sin-liong (Naga Sakti Besi). Tentu saja tokoh Hoat-kauw ini yang sudah mengenal pukulan sakti Matahari Merah, cepat mengelak karena dia tidak berani menangkis secara langsung. Sementara itu Bi-sinliong juga mengeluarkan teriakan kaget ketika pedangnya yang menangkis pedang terbang itu tergetar hebat. Tiat-sinliong juga tidak berani memandang rendah pedang terbang itu, maka dia menghindar dengan loncatan jauh ke belakang .
Sepasang pedang terbang itu ketika tidak dapat mengenai sasaran, bagaikan dua ekor ular naga melayang-layang "mencari mangsa, akhirnya merobohkan dua orang pengeroyok yang lancang berani menangkisnya, sedangkan pemuda itu pun merobohkan seorang lawan lagi dengan dorongan tangannya.
Melihat kehebatan dua orang muda itu, Bi-sin-liong Kwa Lian lalu mengeluarkan teriakan, mengajak suhengnya untuk meiarikan diri. Tiat-sin-liong memberi aba-aba kepada anak buahnya dan mereka lalu berloncatan pergi sambil membawa tubuh teman mereka yang terluka atau tewas.
Yang Mei Li tidak mengejar karena ia melihat pemuda itu terhuyung dan jatuh berlutut sambil terengah engah. Mereka yang tadi melindungi kelompok itu, kini menjatuhkan diri berlutut di depan Mei Li dan memberi homat. "Kami menghaturkan terima kasih atas pertolongan lihiap."
"Paman," tanya Yang Mei Li kepada seorang di antara mereka. "Apa yang terjadi" Kenapa kalian diserang mereka" Apakah benar kalian orang-orang Beng-kauw?"
Kami adalah penghuni dusun Sin-yang yang termasuk perkampungan wilayah Bengkauw. Memang banyak pemuda kita yang menjadi anggauta Bengkauw, akan tetapi kami tidak tahu menahu tentang Beng-kauw. Selama beberapa bulan ini, Bengkauw dikejar-kejar dan dibunuhi dan kamipun ikut pula dikejar-kejar. Sudah banyak diantara kami yang terbunuh. Kami sedang hendak pergi mengungsi ketika dikejar oleh rombongan orang Hoat-kauw tadi. Untung lihiap keburu datang menolong."
"Dan siapa pemuda itu?" tanya Mei Li menunjuk pemuda yang masih berlutut dan mengumpulkan tenaga itu. Pemuda itu membuka mata , bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Mei Li. "Nona, namaku Sie Kwan Lee, dan aku.... aku" Pemuda itu terkulai dan jatuh pingsan.
Mei Li terkejut dan memeriksa nadi tangan pemuda Itu. Detik jantungnya tidak tetap dan tubuhnya terasa panas sekali. Jelas bahwa pemuda itu menderita keracunan.
"Kalian sekarang mau ke mana" Dan siapakah pemuda ini?" ia bertanya kepada orang tadi . "Ketahuilah, lihiap Dia ini adalah Sie Kongcu (tuan muda Sie), putera dari ketua Beng-kauw yang selalu menolong kami."
"Hemm, dia sakit berat, keracunan," kata Mei Li. "Kami akan melanjutkan perjalanan kami lari mengungsi, lihiap, dan kami harus membawa Sie Kongcu. Dia adalah tuan penolong kami."
Melihat betapa pemuda itu sakit dan kini rombongan itu tidak ada lagi yang menjaga, maka Mei Li segera meng-ambil keputusan. "Biarlah, aku akan menemani kalian sebelum pemuda itu sembuh dan dapat melindungi kalian."
"Ah, terima kasih, lihiap. Terima kasih." Orang itu berlutut dan diikuti oleh semua orang sehingga Mei Li tersipu. Belum pernah ia dinormati orang seperti itu.
"Sudahlah, kalian membuat aku merasa sungkan saja. Sudah sewajarnya kalau orang saling menolong." Rombongan itu segera bergerak lagi melanjutkan perjalanan mereka mengungsi, diikuti oleh Mei Li yang menunggang kudanya perlahan-lahan. Orang yang tadi mewakili kawan-kawannya bicara, berjalan didekat kudanya.
"Sungguh, nona telah menanam budi yang luar biasa besarnya kepada kami," katanya. "Sudahlah, jangan bicara tentang budi. Akupun sedang merantau, maka melakukan perjalan bersama kalian Ini tidak menggangguku sama sekali."
"Akan tetapi, lihiap di antara seratus orang pendekar, belum tentu ada satu yang sudi menolong kami."
"Ehh" Kalau dia tidak mau menolong kalian yang terancam bahaya, maka ia tidak pantas disebut pendekar." "Ah, agaknya engkau belum mengetahui, lihiap. Semua pendekar di dunia ini memusuhi kami, semua orang menganggap bahwa Bengkauw merupakan orang-orang jahat yang harus dibasmi. Memang kami tidak dapat menutup kenyataan bahwa orang Bengkauw hidup penuh kekerasan, suka berkelahi, dan banyak pula di antara mereka yang amat jahat. Akan tetapi tidak semua, seperti kami yang hidup mengandalkan kerja keras, dan tidak mempunyai apa-apa untuk diandalkan berbuat jahat. Anak-anak dan isteri kami pun bukan orang jahat, kenapa diikut sertakan dalam pembasmian?"
"Apakah semua pemimpin Bengkauw jahat dan kejam?" "Terus terang saja, lihiap Banyak di antara mereka yang kejam. Bahkan pangcu sendiri adalah seorang yang tidak pernah mau mematuhi hukum negara atau hukum masyarakat. Suka bertindak ingin menang sendiri. Akan tetapi bukankah orang-orang dunia persilatan selalu begitu" Biarpun demikian, kami semua tidak dapat mengatakan bahwa Sie Kong-cu itu jahat! Dia malah sering bertentangan dengan para pimpinan, dengan ayahnya sendiri. Ah, sudahlah lihiap, kalau terlalu banyak bicara tidak ada yang dapat menjamin kepala ini tetap melekat di "leherku."
Karena orang itu tidak berani banyak cakap lagi, Mei Li juga diam saja dan di jalankannya kudanya dekat dengan kereta dorong di mana tubuh Sie Kwan Lee rebah telentang. Diamati wajah pemuda yang masih pingsan itu. Tadi ia sudah menyuruh orang meminumkan obat kepada pemuda itu, obat penawar racun. Sekarang dia masih pingsan, atau tidur pulas sekali, wajah pemuda itu nampak tenang. Wajah yang kecoklatan, terbakar panasnya matahari. Tampan dan ganteng Wajah yang jantan.
Sie Kwan Lee adalah putera tunggal dari Sie-pangcu (ketua Sie) yang nama lengkapnya adalah Sie Wan Cu, ketua Bengkauw yang terkenal sekali karena dia merupakan seorang di antara tokoh-tokoh sakti. Dengan mewarisi ilmu Matahari Merah dan Salju Putih, kiranya tidak akan ada tokoh dunia persilatan yang mampu menandinginya dalam hal ilmu tangan kosong, Sie Wan Cu sudah berusia enampuluh tahun. Satu di antara kesukaannya adalah mengumpulkan banyak isteri yang cantik dan muda. Untuk ini dia tidak perlu menggunakan kekerasan, dan pula dia tidak mau kehilangan martabatnya kalau memaksa wanita. Dengan wajahnya yang tampan gagah, biarpun usianya sudah enampuluh tahun, dan dengan tubuhnya yang kuat dan hartanya yang cukup, wanita mana yang tidak akan girang menjadi isterinya! Dia mempunyai. belasan orang isteri, akan tetapi dari sekian banyaknya isterinya, hanya isteri pertama saja yang mempunyai keturunan, yaitu seorang pemuda dan seorang gadis. Pemuda itu ada lah Sie Kwan Lee, kini berusia duapuluh lima tahun sedangkan adiknya berna ma Sie Kwan Eng, berusia sembilanbelas tahun dan cantik sekali.
Akan tetapi Sie-pangcu tidak puas dengan puteranya. Memang puteranya itu memiliki bakat yang baik sekali dalam ilmu silat, namun puteranya dianggapnya terlalu lemah hati. Terlalu mirip ibunya dan tidak mau melakukan perbuatan yang dianggapnya tidak benar dan jahat! Anak perempuannya lebih tegas dibanding Kwan Lee, maka diapun menurunkan ilmuilmunya kepada keduanya.
Baru semenjak Bengkaw dikejar-kejar dan dimusuhi, banyak anggautanya dibunuh, Sie-pangcu menurunkan ilmu simpanannya, yaitu ilmu Matahari Merah diajarkannya kepada Kwan Lee, sedangkan ilmu Salju Putih diajarkan kepada Kwan Eng.
Kwan Lee baru melatih diri dengan ilmu itu, baru tigaperempatnya dia kuasai. Dalam kaadaan seperti itu, dia sama sekali tidak boleh menggunakan sin-kang karena dia dapat terluka oleh tenaga mujijat dari ilmu itu sendiri. Namun, ketika dia mendengar bahwa penduduk dusun yang berdekatan diserang para pendekar, dia tidak dapat menahan hatinya dan dia lalu meninggalkan tempat latihan. Pada hal, hal ini amat berbahaya dan merupakan pantangan. Tidak ada yang berani mencegah karena ayahnya kebetulan tidak berada di situ, dan akibat perlawanannya membela para pengungsi, dia terluka dan keracunan oleh tenaganya sendiri.
Kwan Lee membuka ma tanya dan bergerak. Sejenak dia heran melihat dirinya berada dalam kereta dorong Dia bangkit duduk dan memerintahkan mereka yang mendorong kereta itu untuk berhenti. Lalu dia turun dari kereta dorong dan mengangkat mukanya ketika ada kuda mendekatinya.
Ketika melihat.Mei Li di atas kudanya, dia teringat lagi akan peristiwa tadi, maka cepat dia memberi hormat, "Nona, aku Sie Kwan Lee mengucapkan terima kasih atas bantuan nona kepada orang-orang ini."
"Tidak perlu sungkan, twako," kata Mei Li. "Orang-orang Hoat-kauw tadi memang sombong dan pantas dihajar!" "Nona, "engkau yang masih begini muda, berani melawan bahkan mampu menandingi dua orang dari Bu-tek Ngo Sin liong, kalau boleh aku bertanya, siapakah namamu, dan dari golongan manakah?"
"Aku tidak mewakili golongan manapun, dan namaku adalah Yang Mei Li. "Aku sedang merantau dan kebetulan saja lewat di sini, twako. Di sepanjang jalan aku melihat banyak orang Bengkauw menjadi korban pembunuhan, maka ketika di sini melihat orang-orang ini dikejar-kejar-dan hendak dibunuh, tentu saja aku tidak dapat tinggal diam. Sukur di sini ada engkau yang lihai, akan tetapi engkau sedang terluka keracunan. Bagaimana ada hawa beracun mengamuk di tubuhmu, twako?"
Kwan Lee tersenyum sedih. "Panjang sekali ceritanya, nona. Kalau nona suka singgah di tempat kami, akan kuceritakan semua."
"Maaf, setelah engkau sembuh, aku harus melanjutkan perjalananku, twa ko."' "Nanti. dulu, nona Yang Kurasa saat ini di antara para pendekar, hanya engkau seorang yang tidak memusuhi kami orang-orang Beng-kauw. Oleh karena itu, ingin aku menceritakan segalanya tentang kami, agar engkau meluaskan keterangan itu dan membuka mata orang-orang kangouw bahwa Bengkauw bukanlah perkumpulan penjahat yang amat kejam dan harus dibasmi, Maukah engkau mem bantu kami, nona" Bantuanmu itu akan lebih berharga dari pada kalau nona membela nyawa semua orang ini."
Mei Li mengerutkan alisnya. Ayah dan ibunya berpesan bahwa dia tentu saja boleh bertindak sebagai pendekar, membela kebenaran dan keadilan, memba tu yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Akan tetapi dia diperingatkan agar jangan melibatkan diri dalam permusuhan antara perkumpulan-perkumpulan di dunia kangouw.
"Aku suka membantu siapa saja yang mengalami penasaran, akan tetapi tidak mau terlibat dengan permusuhan pribadi perkumpulan."
'Kami tidak ingin engkau terlibat dalam urusan kami, nona. Kami hanya menghendaki keadilan dan membersih kan diri kami dari fitnah. Tentu saja kalau nona sudi menolong, kalau tidak, kamipun tidak dapat memaksa dan menyerahkan diri kepada nasib saja." Suara itu terdengar demikian penuh duka sehingga Mei Li merasa tidak tega untuk menolaknya. Pula pemuda itu hanya ingin ia menjadi pendengar saja, mau disebarluaskan atau tidak, terserah sepenuhnya kepadanya.
"Baiklah, akan kudengarkan. Pula, keadaanmu belum kuat benar, dan mereka ini membutuhkan perlindungan." Wajah Kwan Lee menjadi berseri. "Terima kasih, nona!" Biarpun dia masih 'lemah, dia minta -disediaka'n seekor kuda dan kini dia melanjutkan perjalanan menunggang seekor kuda di samping Mei Li. Di sepanjang perjalanan ini, Mei Li lebih banyak mengenal sifat dari pemuda itu. Seorang pemuda yang sederhana, biarpun putera ketua namun sikapnya terhadap anak buah ramah dan sederhana. Juga selalu sopan terhadap dirinya sehingga dia mulai merasa suka kepadanya. Orangnya agak pendiam, selalu terbuka dan jujur, ramah dan lembut. Juga tidak pantas kalau dikatakan putera seorang ketua yang kasar dan liar karena ternyata pemuda ini cukup terpelajar, mengenal sajak-sajak indah dan tokoh-tokoh besar dalam sejarah.
Pada malam ke dua rombongan terpaksa berhenti di sebuah lereng bukit. Sebetulnya pusat perkampungan Bengkauw sudah dekat, akan tetapi karena hari sudah malam dan rombongan yang terdiri dari wanita dan anak-anak sudah lelah, terpaksa mereka berhenti. Malam itu bulan purnama dan malam di lereng gunung itu indah sekali ,
Kwan Lee sudah sehat kembali. dan dia duduk diatas batu besar bersama Mei Li. Mereka telah akrab karena merasa cocok. Dalam kesempatan ini, Mei Li ingin mengetahui. lebih banyak tentang pemuda itu dan tentang Bengkauw.
"Nah., sekarang engkau tentu sudah cukup mengenalku sehingga percaya untuk bercerita sedikit mengenai Bengkauw dan mengapa para pendekar memusuhinya, twako."
"Perkumpulan Bengkauw memang berasal dari aliran agama. Terang (Beng-kauw), nona. Akan tetapi sekarang di antara "para pengikutnya sudah jarang yang mengerti, tentang agama Terang itu. Agama itu sendiri berdasarkan im Yang atau Terang dan Gelap. Yang terang adalah baik sebaliknya yang gelap adalah jahat. Pengetahuan tentang agama ini berarti pengetahuan tentang alam dan kekuasaannya yang terbagi antara gelap dan terang, Penyelamatan adalah proses membebaskan unsur terang dari kegelapan. Yang berasal dari Tuhan itu adalah Terang sebaliknya iblis mendatangkan kegelapan untuk menggoda manusia, karena itu kita harus penuh dengan roh-roh. untuk membebaskan diri dari pengaruh kegelapan. Pimpinan Bengkauw sendiri adalah Duta-duta Terang yang menerangi kegelapan."
"Hemm, kalau begitu apa bedanya dengan agama lain" Semua agama juga berpihak kepada yang terang dan memerangi yang gelap atau jahat."'
'Memang pada hakekatnya tidak ada bedanya, nona. Akan tetapi, tanpa disadari para pemeluknya sudah diperalat oleh kekuasaan Iblis sehingga mereka saling menyalahkannya, menganggap diri sendiri benar. Karena itu, tindakan para pemimpinnya selalu bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri, Hukum agama yang diterapkan, bukan lagi hukum agama berdasarkan keadilan, melainkan dipilih mana yang menguntung kan bagi si pimpinan. dari situlah timbulnya kepalsuan-kepalsuan dan kejahatan yang berkedok keagamaan, nona." "Bagaimana dengan Bengkauw sendiri?"
"Tidak ada bedanya dengan agama-agama atau aliran lain Selama orang-orang yang memimpinnya merasa keberadaan dan kekuasaannya terancam, mereka akan bergerak, menggunakan segala dalih dalam agama mereka untuk menghantam lawan. Tentu saja dengan dalih melakukan pembersihan atau menghukum,"
"Semua pimpinan. agama begitu?" "Tentu saja tidak, dan ada kecualinya,.; Ada yang benarbenar menaati perintah agama tanpa menonjolkan kehendak pribadi, dan orang-orang seperti itulah yang benar-benar menjadi orang yang ditunjuk oleh Tuhan untuk menuntun manusia lain ke jalan kebenaran.
"Sekarang ceritakan keadaan Beng kauw mengapa sampai dimusuhi semua pendekar, toako, dan tentang keluarga ketua Bengkauw, ayahmu."
Pemuda itu menghela napas. "Sebagian besar adalah karena kesalahan para pimpinan Beng-kauw juga. Mereka terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, tidak memperdulikan peraturan umum, suka melanggar kebiasaan dunia kangouw sehingga dengan sendirinya mempunyai banyak musuh. Apa lagi kebiasaan para tokoh Bengkauw suka menggunakan kedok kalau sedang berkelahi, hal ini amat buruk dan mudah saja bagi yang tidak suka untuk melempar fitnah kepada Beng kauw. Orang yang melakukan kejahatan, asal diamemakai kedok, lalu mudah saja di-cap sebagai orang Bengkauw. Akhir akhir ini yang sangat bersemangat memusuhi kami adalah orang Nam-kiang-pang. Alasan mereka adalah bahwa Bengkauw sudah banyak membunuh anggauta mereka." "Benarkah itu?"
"Siapa tahu benar atau tidak" Mungkin benar dan mungkin tidak, karena mereka tidak dapat membuktikannya , hanya mengatakan bahwa pembunuhnya memakai kedok Bengkauw. Mereka mengejarngejar orang kita dan membunuhi tanpa pandang bulu. Kanak-kanak, wanita, siapa saja yang berbau Bengkauw dibunuh. Terutama sekali calon ketua mereka yang bernama Ciu Kang Hin, kabarnya amat lihai dan amat kejam membunuhi orang-orang Bengkauw."
"Ah, hal itu harus dicegah !"'kata Mei Li. "Dan apa yang dilakukan ketua Bengkauw menghadapi hal ini?" Pemuda itu menarik napas panjang. "Ayahku kurang bijaksana. Dia menerimanya sebagai tantangan. Tanpa berusaha untuk mencairkan, dia mengambil sikap bermusuhan dan memerintahkan anak buah untuk balas membunuh. Ah, aku menyesal sekali." Pemuda itu lalu menceritakan tentang keluarganya. Ayahnya adalah ketua Bengkauw bernama Sie Wan Cu, sakti dan ditakuti. Ayahnya mempu nyai dua orang anak, dia dan adiknya, Sie Kwan Eng yang berusia sembilanbelas tahun. Setelah terjadi pembantaian terhadap orang-orang Bengkauw, ayahnya lalu mengajarkan ilmu simpanan keluarganya, yaitu ilmu Matahari Merah kepadanya, dan ilmu Salju Putih kepada adiknya .
"Ah, kalau beg i tu engkau. dan adikmu telah mewarisi dua ilmu yang paling hebat," kata Mei Li kagum. "Sebetulnya, baik aku maupun adikku belum menguasai benar ilmu-ilmu itu. Aku bahkan baru menguasai sebanyak tigaperempat saja. Menurut aturan, selagi berlatih ilmu Matahari Merah, aku tidak boleh terganggu, tidak boleh mengeluarkan tenaga sin-kang. Akan tetapi ketika mendengar betapa orang-orang ini dikejar-kejar, aku tidak dapat menahan diri dan aku nekat keluar untuk membela mereka sehingga tadi aku menjadi keracunan oleh tenaga ku sendiri."
"Hemm, kalau begitu, besok pagi-pagi aku tidak akan ikut denganmu, aku harus melanjutkan perjalananku, karena kalian sudah tiba di luar perkampungan mu."
"Nona, kuharap dengan sangat, sudilah nona singgah sebentar di rumah kami. Adikku tentu senang sekali berkenalan denganmu."
"Aku tidak ingin bertemu dengan ayahmu."'
"Aku tahu, nona. Aku sendiri akan merasa tidak enak kalau nona harus bertemu dengan ayahku Dia berhenti tiba-tiba. "Kenapa?" Tentu saja Kwan Lee tidak mau mengatakan bahwa ayahnya memiliki kelemahan, yaitu tidak kuat melihat wanita cantik! "Ah, tidak apa-apa, nona. Hanya ayah mempunyai watak yang aneh dan kadang tidak memperdulikan peraturan, akan tetapi saat ini ayah tidak berada di rumah. Marilah, nona, aku ingin memperlihatkan kepadamu bahwa orang Bengkauw tidak semuanya jahat."
Karena didesak, dan sikap pemuda ini memang ramah sekali, Mei Li merasa tidak enak kalau menolak terus. "Baiklah, aku akan singgah untuk sehari dua hari," katanya dan pemuda ini memperlihatkan wajah gembira.
Rombongan pengungsi kemudian memasuki perkampungan Bengkauw itu dengan hati lega. Mei Li dan Kwan Lee duduk di atas kudanya, di pintu gerbang melihat rombongan itu berbondong-bondong masuk. Setelah mereka semua masuk, baru saja mereka hendak menjalankan kuda, tiba-tiba terdengar suara wanita, "Lee-koko!"
Kwan Lee menoleh kepada seorang wanita yang baru muncul. Gadis itu sebaya dengannya, berpakaian serba merah muda , rambutnya dikuncir tunggal, tebal dan panjang, diikat pita kuning. Di punggungnya tergantung pedang dengan ronce merah. Wajah dara itu cantik jelita dengan mulut cemberut congkak dan pandang matanya keras. Itulah Sie Kwan Eng, adik Kwan Lee.
"Eng-moi, kau juga sudah keluar dari tempat latihan" Sudah berhasilkah engkau?" "Belum, Lee-ko. Akupun baru menyelesaikan tiga perempatnya, akan tetapi yang tiga perempat itu sudah lewat tinggal latihan terakhir di guha inti salju! Kabarnya engkau keluar sebelum yang tigaperempat kauselesaikan,
koko" Ayah tentu akan marah eh, siapakah ia ini, koko?" Kwan Eng memandang Mei Li dengan alis berkerut dan mata mencorong penuh selidik.
"Eng-moi, ini adalah Hui-kiam Sian-li Yang Mei Li, seorang pendekar wanita yang lihai sekali dan kalau tidak oleh pertolongannya, kami semua tentu sudah celaka di tangan orang-orang Hoat-kauw itu."
Kwan Eng cemberut. "Aku benci pendekar sombong!" katanya.
Mei Li tersenyum. "Akupun benci pendekar sombong!" Kwan Eng tidak tersenyum akan tetapi memandang dengan mata tertarik. "Aku tidak mudah percaya akan kemampuan orang tanpa membuktikannya sendiri!"
"Aku juga begitu, kita sama!" kata Mei Li.
"Bagus, kalau begitu mari kita buktikan, apakah benar engkau Ini seorang pendekar! Wajah Mei Li berubah merah karena marah. Sungguh terlalu sekali gadis ini, pikirnya. Apakah memangnya di dunia ini tidak ada wanita lain kecuali dirinya yang memiliki kepandaian" Melihat gadis itu sudah mencabut pedangnya diam-diam iapun melolos sepasang pedangnya dan bersiapsiap.
"Boleh-boleh, aku memang bukan pendekar, akan tetapi pantang bagiku untuk menolak tantangan siapapun juga." Pada saat itu Kwan Lee melangkah maju. "Eng-moi, engkau keterlaluan. Begitukah engkau menyambut seorang sahabat" Nona Mei Li adalah seorang sahabat baikku. Tentu saja boleh kalau engkau hendak mengujinya, akan tetapi menguji teman tidak sama dengan menempur musuh, karena itu biarlah kalian menggunakan ranting ini saja." Kwan Lee me ngambil sebuah ranting pohon, mematahkan menjadi dua dengan ukuran panjang seperti pedang dan memberikan kepada dua orang gadis itu.
Mei Li menerimanya dengan senyum, karena biarpun ia mendongkol melihat kekasaran Kwan Eng, tentu saja ia tidak ingin melukai adik dari Kwan Lee itu.
Kwan Eng juga menerima ranting itu dari kakaknya dan berkata dengan nada suara mengejek. "Koko, sebatang pedang tajam di tangan orang yang tidak becus bukan merupakan bahaya, akan tetapi sebatang ranting kayu dapat mematikan kalau dipergunakan orang yang pandai ilmu silat. Apakah kau lupa itu?"
"Tentu saja aku tahu, adikku yang manis. Akan tetapi, kalau menggunakan kayu ranting di tangan, setidaknya berkurang banyak keganasanmu dan engkau akan ingat bahwa engkau sedang main-main, bukan berkelahi sungguhsungguh."
Kwan Eng tersenyum manis.."Baiklah, koko, dan jangan khawatir aku tidak akan melukai dengan parah!" Diam-diam-Mei Li gemas kepada dara ini. Begitu sombongnya dan begitu yakin akan kemenangannya. "Marilah adik yang baik, aku sudah siap untuk kaulukai."
Tempat itu sudah sepi, kecuali ada beberapa orang penjaga, yaitu anggauta Beng-kauw yang berjaga di pintu gerbang, tidak lebih dari sepuluh orang banyaknya. Mereka kini sudah mengepung tempat itu dan nampak gembira. Memang para anggauta Beng-kauw tidak begitu memakai peraturan terhadap putera puteri ketua mereka, dan mereka menonton seperti kalau kawan-kawan mereka bermain-main. Kwan Eng juga agaknya tidak keberatan, bahkan ia memperlihatkan senyumnya karena ia lebih senang kalau ditonton kemenangannya Tidak mengherankan kalau Sie.Kwan Eng yakin akan keluar sebagai pemenang. Karena untuk daerah itu, bahkan di dunia kang ouw sekalipun, sukar ditemukan wanita yang akan mampu menandinginya, apa lagi kini ia telah mewarisi ilmu Salju Putih, walaupun belum sempurna benar.
Perlu diketahui bahwa aliran Bengkauw mempunyai ilmu silat yang aneh dan tidak mempunyai sumber tertentu. Hal ini adalah karena nenek moyang nya memang orang yang suka mengumpulkan ilmu silat tidak perduli dari golongan bersih ataupun golongan sesat, dan memetik bagian-bagian yang paling ampuh, lalu dikombihasikan. Sekarang orang sudah tidak tahu lagi dari mana sumber ilmu silat itu. Seperti ilmu Matahari Merah dan Salju Putih, tidak ada yang tahu asal usul ilmu itu, akan tetapi selain pimpinan tertinggi Beng-kauw tidak ada orang lain yang mengenalnya.
Begitu menyerang, Kwan Eng mengeluarkan suara melengking nyaring dan ranting di tangannya meluncur seperti kilat cepatnya. Begitu Mei Li mengelak, ranting itu meluncur balik dan sudah menyerang dengan lebih dahsyat.
Melihat serangan yang dahsyat dan berbahaya itu, Mei Li juga cepat mengerahkan tenaga sin-kangnya dan digerakkan tongkatnya dengan ilmu tongkat Tai-hong-pang (Tongkat Angin Ribut). Terdengar suara bercuitan dan angin besar mendesir-desir dari tongkat yang dimainkan Mei Li.
."bagus!" Berkali-kali Kwan Lee memuji ketika menyaksikan ilmu tongkat yang hebat dari Mei Li itu. Tentu saja ilmu tongkat itu hebat karena Mei Li menerima ilmu ini dari ayahnya yang mewarisinya dari Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti), satu di antara ilmu tongkat terhebat di waktu itu. Kwan Eng sendiri sampal menjadi bingung karena merasa seolah dirinya berada di tengah badai! Karena dia tahu bahwa kalau diteruskan pertandingan tongkat itu ia akan kalah, maka tiba-tiba ia mengeluarkan bentakan aneh, tubuhnya berjongkok lalu tangannya mendorong dari bawah ke arah lawan!
Mei Li maklum akan pukulan ampuh, apa lagi ketika ia merasakan hawa dingin menerpa dirinya. Ia dapat menduga bahwa tentu itulah yang dinamakan pukulan Salju Putih. Maka iapun mengelak dan sekali ia mengeluarkan bentakan nyaring dua sinar kilat menyambar dari kanan kiri, "menggunting"ke arah tangan yang berubah menjadi putih dan mengeluarkan hawa dingin itu.
"Ihh ....... ! Kwan Eng berseru dan cepat menarik kembali lengannya dengan muka berubah pucat. Sepasang pedang itu tadi terbang bagaikan dua ekor ular dan kini sudah melayang kemba like tangan Mei Li. Melihat ini Kwan Eng mencabut pedangnya dan menyerang dengan ganas. Namun, sekali ini, sepasang pedang itu menyambar-nyambar beterbangan di sekeliling kepalanya, membuatnya bingung karena pedang-pedang itu seperti hidup dan gerakannya lincah bukan main. Sebentar saja Kwan Eng terdesak hebat dan sepasang pedang itu mengaung-ngaung seperti ada puluhan ekor nyamuk menyambari telinganya.
Melihat ini, sesaat lamanya Kwan Lee menonton penuh perhatian dan dia menjadi semakin kagum. Jelas nampak olehnya bahwa gadis jelita yang berjuluk Dewi Pedang Terbang itu benar-benar .lihai bukan main, dan juga dia melihat betapa Mei Li mengalah terhadap adiknya, tidak benar-benar menggunakan pedang terbangnya untuk mendesak dan mencelakainya Maka diapun meloncat ke depan dan berseru. "Nona Yang Mei Li, maafkan adikku!"
Dua orang gadis itu meloncat mundur dan wajah Kwan Eng nampak kemerahan, akan tetapi kini senyum membayang pada wajahnya yang cantik.."Sungguh mati! Nama julukanmu bukan kosong belaka, enci Mei Li. Tenaga sin-kangmu kuat, ilmu meringankan tubuh hebat, dan pedang terbangmu mengerikan!"
."Hemm, jangan memuji, adik Sie Kwan Eng. Engkau sendiri memiliki ilmu yang hebat. Kalau Salju Putih itu telah kaukuasai dengan baik, aku tentu menyerah kepadamu. Semuda ini sudah me miliki ilmu hebat, sungguh mengagumkan!"
"Hi-hik, enci yang tua renta. Berapasih usiamu maka engkau menganggap aku masih seperti anak kecil"l" "Usiaku sudah delapanbelas, hampir sembilanbelas tahun!" "Wah, kalau begitu jangan menyebut aku adik, karena aku malah lebih tua beberapa bulan darimu. Aku sudah sembilanbelas tahun lebih. Engkau sungguh hebat, Mei Li, dan aku senang sekali berkenalan denganmu."
"Ih, engkau terlampau merendah, Kwan Eng. Akulah yang merasa beruntung sekali dapat berkenalan dengan. engkau dan dengan kakakmu."
"Eh, Eng-moi, engkau ini bagaimana sih" Ada tamu agung datang malah diajak bertanding silat dan sekarang diajak bicara di sini dan sama sekali tidak dipersilakan masuk. Mari, nona Mel Li, mari kita masuk dan bicara di dalam!"
"Eh, iya! Mari , Mei Li!" Kini tanpa sungkan lagi Kwan Eng melingkarkan lengannya di pinggang tamunya dan mengajak Mei Li masuk ke perkampungan itu.
Perkampungan Bengkauw itu cukup besar, terdiri dari seratus keluarga lebih. Rumah-rumahnya dari kayu yang cukup kokoh dan di tengah-tengah berdiri bangunan tempat tinggal Sie Wan Cu atau Sie Pangcu, ketua Bengkauw. Nampak pula beberapa orang yang membawa-bawa senjata dan ada pula yang pandang matanya mencorong jahat ditujukan kepa da Mei Li . Ada yang tertawa-tawa kurang ajar akan tetapi orang itu segera mengkeret ketakutan ketika Kwan Eng melotot kepadanya.
Ternyata dalam rumah keluarga Sie itu cukup lengkap prabotannya dan rumah itupun besar sekali. Hal ini tidak mengherankan karena sang ketua memiliki banyak isteri. Akan tetapi karena yang membawa tamu adalah Kwan Lee dan Kwan Eng, maka yang menemui mereka hanya isteri pertama, ibu kedua orang anak itu, seorang wanita berusia empat puluh lima tahun yang masih nampak cantik.
"Wah, kau cantik sekali, nona Yang," kata ibu kedua orang anak itu. "aduh, kami akan senang sekali kalau engkau dapat menjadi keluarga kami. Benar tidak, Kwan Eng?"
"Benar sekali, ibu! Wah, pikiran yang bagus sekali itu, bukankah begitu
Lee-koko" Kau tentu setuju, bukan?" Menghadapi sikap yang demikian terbuka dan terus terang tanpa tedeng aling-aling , kedua pipi Mei Li menjadi merah. Bahkan Kwan Lee juga tersipu dan dia membentak, "Eng-moi, apa-apaan kau ini" Jangan kurang ajar terhadap tamu!"
"Apa" Jangan munafik, koko Kata kan, apakah engkau tidak suka kalau menjadi suami Mei Li?"
"Setan kau! Tidak semudah kau menggoyang idahmu!" bentak kakaknya. Mei Li tertawa. Dara ini mulai senang dengan sikap keluarga ini. Tidak ada pura-pura walaupun kelihatan kasar. "Kwan Eng, kakakmu benar. Urusan perjodohan tidak dapat diatur sedemikian mudahnya. Dan aku sedikitpun belum mempunyai pikiran untuk urusan itu. Karena itu harap kau jangan sebut-sebut lagi urusan perjodohan."
"Sayang sekali, nona. Kalau sudah tiba waktunya engkau memikirkan soal perjodohan, jangan lupa kepada anak ku Kwan Lee, nona."
"Sudahlah, ibu. Aku khawatir kalian akan menyebalkan hati nona Mei Li. Mari kita bicara urusan lain. Di mana ayah, ibu" Apakah ayah belum pulang?"
Wanita itu mengerutkan alisnya dan wajahnya yang cantik menjadi muram. "Aku mengkhawatirkan ayahmu. Dia sudah terlalu marah dan kini dia menyerang Pek-houw-pang dan Ang-kin-kai-pang. Aku khawatir sekali kita dibawa masuk ke jurang permusuhan yang lebih dalam dan payah*"
"Ayah benar, ibu!" kata Kwan Eng. "Sayang aku harus melatih Salju Putih sehingga tidak dapat membantu ayah. Pekhouw-pang (Perkumpulan Harimau Putih) dan Ang-kin Kaipang (Perkumpulan pengemis Sabuk Merah) yang lebih dulu mencari gara-gara, ikut pula memusuhi kami dan membunuh beberapa orang anggauta kami ."
"Eng-moi!" bentak kakaknya. "Semua yang terjadi pada kita adalah kesalahpahaman, fitnah keji yang harus diselesaikan dengan penjelasan dan musyawarah. Kalau kekejaman mereka dibalas pula dengan kekejaman, permusuhan akan menjadi-jadi. Mengapa ayah tidak menyadari hal ini dan tidak mau bertindak sabar?"
"Sabar" Tolol, orang kita habis terbasmi kalau kita sabar!" Tiba-tiba terdengar jawaban yang lantang dan di ruangan itu nampak bayangan berkelebat.
"Ayah !" Seru Kwan Lee dan Kwan Eng hampir berbareng. Mei Li mengangkat muka memandang dan gadis ini meiihat seorang laki-laki sudah berdiri di situ. Seorang laki laki sejati, seorang jantan kalau melihat wajah dan perawakannya. Tubuhnya tinggi dan kokoh bagaikan batu karang, tidak gendut dengan pinggang ramping dan dada bidang walaupun usianya sudah enampuluh tahun namun dia seperti orang berusia empatpuluh tahun saja. Rambutnya sudah bercampur uban, akan tetapi malah menambah kedewasaan dan kejantanannya. Belum ada keriput di wajahnya walaupun kulit muka yang terbakar matahari itu nampak dihias guratan guratan perasaan. Matanya lebar mencorong bagaikan mata naga, bentuk wajahnya segi empat dan keras, gerak-gerik dan langkahnya seperti seekor harimau yang bermalas-malasan. Pria seperti ini memiliki daya tarik yang kuat dan besar bagi kaum wanita. Mei Li merasa seperti kalau ia memandang seekor kuda jantan yang kuat dan bagus. Pantas saja putera dan puterinya demikian gagah dan cantik. Kiranya ketua Bengkauw itu seorang yang tampan dan ganteng sedangkan isterinya demikian cantiknya.
"Aku baru saja memberi hajaran kepada Pek-houw-pang dan Ang-kin Kai-pang, membunuh ketuanya karena mereka kukuh menganggap Beng-kauw telah membunuhi anggauta mereka. Ha-ha-ha , baru mereka tahu bahwa Beng-kauw tidak boleh dipandang ringan dan diperlakukan sembarangan saja
ahhh " Dan tiba-tiba orang itu terbatuk-batuk dan menekan dadanya. Dia muntahkan darah segar!
"Ayah !" Kwan Lee dan Kwan Eng menjerit dan isteri ketua itu ce
(Maaf ada halaman yang hilang) kan minuman arak, buah-buahan, pendeknya mereka itu berlumba untuk melayani sehingga Mei Li yang me'nyaks ikan merasa sungkan sendiri, mulailah Kwan Lee bercerita tentang pertemuannya dengan Mei Li.
Setelah puteranya selesai becerita, ketua itu memandang kepada MeinLi dengan penuh perhatian. "Nona Yang, engkau beruntung sekali, masih begini muda, memiliki kecantikan yang sempurna, masih menguasai ilmu silat yang tinggi pula. Pedangmu yang memakai tali dan dapat terbang itu mengingatkan aku akan seorang sakti yang pernah menggegerkan dunia persilatan, yaitu Hek-Liong Kwan Bhok Cu"'
"Beliau adalah Kakek guruku, pangcu" "Wah, wah, wah! Pantas saja kalau begitu. Ha-ha, Kwan Lee, Kwan Eng kalian beruntung sekali mempunyai sahabat seperti ini, dan akan lebih baik lagi kalau dapat menjadi isterimu, Kwan Lee Bagi kita sama saja menjadi isteriku atau isterimu, pokoknya Bengkauw dapat menariknya menjadi keluarga.


Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mei Li sudah mulai terbiasa oleh ucapan yang blak-blakan itu sehingga ia tidak begitu.terkejut lagi. Orang-orang ini memang tidak mau terikat oleh segala sopan santun yang hanya menjadi kedok tipis dari isi hati orang.
Jilid X Ia tersenyum. "Pangcu, aku sama sekali tidak pernah memikirkan tentang perjodohan, harap engkau tidak bicara tentang itu. Dan aku selalu mau bersahabat dengan siapa saja asal orang itu tidak jahat."
"Bagus," dan kini sikap main-main itu lenyap, sang ketua nampak serius. "Kumpulkan semua pembantu utama kita di ruangan rapat agar mereka mendengarkan pembicaraan kita. "
Kwan Lee lalu melaksanakan perintah ini dan tak lama kemudian mereka semua sudah berkumpul di ruangan besar. Ayah dan dua orang anak itu duduk semeja dengan Mei Li, para isteri tidak nampak lagi dan sebaliknya ada dua puluh orang lebih pimpinan Bengkauw yang hadir sebagai pendengar.
"Sekarang dengarkan baik-baik hasil penyelidikanku. Mereka semua, orang-orang kangouw yang menganggap diri pendekar, sudah siap untuk menghancurkan kita. Terutama sekali Nam-kian-pang yang dipimpin oleh Ciu Kang Hin. Kita harus dapat menangkap dan menghukumnya. Entah sudah berapa banyak orang kita tewas di tangan pemuda setan itu. Nam-kiang-pang bahkan telah minta bantuan partai-partai lain seperti Si-auw-lim-pai dan Butong-pai. Akan tetapi kita tidak perlu takut!"
"Benar, ayah. Kita adalah bangsa harimau yang memilih mati dengan seribu luka dari pada menjadi babi yang menguik-nguik menanti ajal!" kata Kwan Eng dengan gagah.
"Ayah, maafkan aku. Apakah tidak ada jalan lain?" ' Orang gagah itu melotot. "Jalan lain apa maksudmu" Benar seperti apa yang diucapkan adikmu Kalau harimau sudah tersudut, apa lagi yang harus di lakukan selain melawan matimatian" Hanya pihak musuh atau kita yang akan hancur binasa."
"Tentu saja aku tidak menganjurkan untuk melarikan diri ketakutan, ayah. Akan tetapi kita dapat mencoba un tuk menyadarkan mereka, menerangkan salah sangka ini dan mengakhiri permusuhan."
"Aaah, kita akan dicap pengecut, koko!" bantah adiknya. "Kau hanya mengandalkan kekerasan," cela kakaknya.."Kekerasan tanpa perhitungan bukanlah kegagahan namanya, melainkan kebodohan. Mati yang nekat adalah mati konyol, bukan mati gajah!"
"Cukup!" bentak ayah mereka. "Tidak perlu kita bercekcok. Di sini ada nona Yang Mei Li yang gagah perkasa. Coba kauutarakan pendapatmu, nona. Barangkali ada gunanya bagi kami ."
"Sebetulriya saya tidak ingin mencampuri urusan dalam perkumpulan kalian, pangcu. Akan tetapi karena diminta, saya akan berterus terang saja. Pendapat toako Sie Kwan Lee dan pendapat Sie Kwan Eng keduanya benarndan alangkah baiknya kalau keduanya dipergunakan. Pertama-tama, diusahakan untuk memberi penerangan untuk membantah fitnah yang dijatuhkan kepada Bengkauw, untuk membersihkan nama Bengkauw. Tentu saja kalau memang ada anggauta Beng kauw yang bersalah, tidak ragu lagi untuk menjatuhkan hukuman setelah itu, kalau pihak sana masih terus menekan dan menyerang, apa boleh buat, haruslah dihadapi secara jantan "
Ayah dan anak itu mengangguk-angguk setuju. "Kalau begitu, mulai sekarang kalian harus menyelesaikan latihan kalian. Agar latihan dapat dilakukan berbareng sehingga mudah menjaganya, kita pergunakan guha inti salju di puncak Tanduk Rusa. Puncak ini berada di pegunungan Thaisan yang seringkali tertutup salju.
"Akan tetapi aku membutuhkan tempat yang terpanas untuk menyempurnakan latihanku, ayah,"!kata Kwan lee. "Tentu saja! Akan tetapi tempat paling panas dapat dibuat dengan api, sedangkan tempat paling dingin haruslah buatan alam. Kita nanti memperguna kan guha batu di sana, kita panaskan dengan api menjadi tempat latihan baik untukmu ."
Mei li tertarik sekali.. Ia memang seorang yang suka sekali akan ilmu silat Maka mendengar cara berlatih dua macam ilmu yang dianggap unggul di dunia persilatan Itu, ingin ia menyaksikannya.
Seolah dapat membaca suara hati Mei Li Kwan Eng lalu menghampiri Mei Li dan menggunakan lengan melingkari pinggang dara itu dan berkata, "Mei Li, marilah kau temani, kami. Aku masih ingin mempererat persahabatan kita."
"Kalau kau suka aku akan senang sekali, nona. Pula, pemandangan alam di sana amat indahnya, kalau nona sedang merantau maka datang ke puncak Thai-san akan menyenangkan hati nona,'" kata pula Kwan Lee.
"Ha-ha, sebetulnya dilarang keras bagi orang luar untuk menyaksikan latihan yang penuh rahasia ini, akan tetapi nona Yang Mei Li sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Tentu saja merupakan kebanggaan besar kalau nona suka menyaksikannya," kata pula Sie Wan Cu.
Mei Li memang tertarik sekali ke pada keluarga Bengkauw ini. Apalagi melihat kenyataan bahwa keluarga ini dimusuhi semua orang, membuat hatinya merasa penasaran. Dia tidak melihat sesuatu yang dapat dijadikan alasan cukup untuk membenci dan memusuhi keluarga ini .
"Baik, kalau kalian tidak merasa terganggu dengan kehadiranku, ingin aku menyaksikan" katanya dan ucapan ini disambut dengan seruan girang oleh Kwan Eng.
Pada hari itu juga, berangkatlah Sie Wan Cu dan dua orang anaknya, menunggang kuda di.temani oleh Mei Li dan diikuti pula oleh limabelas orang tokoh Bengkauw. Rombongan ini melakukan perjalanan dengan kuda dan cepat mereka menuju ke pegunungan Thai-san.
Tidak sukar bagi rombongan itu menemukan Guha Inti Salju di puncak yang tertutup salju itu. Guha ini besar dan dalam, dan karena selamanya mengandung salju, dindingnya juga berkilauan karena membeku dan agaknya ada sesuatu di dalam guha itu yang menimbulkan keadaan seperti itu sehingga di sebut guha inti salju, dibagian dalamnya teramat dingin, Ketika Mei Li ikut menasuki, ia harus mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan hawa dingin itu. Kwan Eng lalu ditinggal seorang diri dan dara ini duduk bersila di atas permukaan es yang membatu untuk melatih bagian terakhir dari ilmu Salju Putih.
Para pembantu lalu mempersiapkan guha untuk Kwan Lee berlatih. Memang terdapat guha-guha batu di tempat itu dan mereka mengumpulkan kayu, ditumpuk di sekeliling guha, menyiraminya dengan minyak lalu membakar tumpukan kayu itu. Terdengarlah bunyi berkeratak yang aneh dan nyaring ketika kayu basah itu terbakar karena sudah mengandung minyak. Mereka terus mengumpulkan kayu dan menambah kayu setiap kali kayu menipis sehingga guha itu selalu di kelilingi api yang besar. Tentu saja di dalamnya segera menjadi panas bukan main. Kwan Lee lalu memasuki guha ini dan mulailah dia melatih bagian terakhir dari ilmu Matahari Merah.
Limabelas orang itu secara bergiliran menjaga siang malam di depan guha. Setelah lewat lima hari Mei Li merasa bosan juga. Mula-mula ia memang merasa senang karena seperti yang dika takan Kwan Lee, pegunungan itu memiliki pemandangan yang indah sekali. Akan tetapi setelah lima hari ia merasa kesepian, juga merasa tidak enak karena sikap Sie Wan Cu amat manis kepadanya, bahkan kini mulai merayu yang bagi umum tentu akan dianggap kurang ajar. Ia menghindar dengan halus dan harus diakui bahwa bagi wanita yang kurang kuat menjaga harga diri, tentu akan jatuh oleh rayuan maut laki-laki yang ganteng dan jantan ini.
Pada suatu pagi ketika Mei Li keluar dari guha yang ia pilih untuk ternpat melewatkan malam, Sie Wan Cu sudah menunggu di luar guha dan pria ini nampak segar dan wajahnya berseri. Ketika Mei Li muncul, dia segera bangkit dari tempat duduknya dan memandang dengan mata bagaikan orang terpesona.
"Nona Mei Li, engkau sungguh cantik jelita pagi ini! Kalau orang bertemu denganmu dan belum mengenalmu, tentu akan mengira engkau ini dewi penjaga gunung! Ah, semua pria akan suka berlutut memuja kecantikanmu."
Biarpun jantungnya merasa berdebar karena girang mendengar , pujian yang berlebihan ini, namun Mei Li sengaja melempar senyum mengejek. "Sie-pangcu, sudahlah, simpan semua pujian dan rayuanmu itu. Aku tidak membutuhkan itu!" Ia menggosok-gosok tangannya untuk mengusir dingin, semua tubuhnya tertutup kain hangat dan hanya sebagian mukanya saja terbuka. Pagi itu hawanya memang bukan main dinginnya dan semalam juga turun hujan salju yang cukup tebal. "Lima hari sudah lewat, berapa lama lagikah Lee-twako dan Kwan Eng keluar dari dalam guha?" Ia menoleh ke arah dua buah guha yang nampak dari situ. Lebih menyenangkan menjaga guha api, karena dekat dengan guha itu akan terasa hangat.
"Bersabarlah, nona. Dua hari lagi, kalau tidak ada halangan, mereka akan menyelesaikan latihan mereka." "Dan mereka akan menguasai iImu-ilmu yang hebat, menjadi orang sakti?" Sie Wan Cu tertawa. "Ha-ha, mereka akan menjadi orang tanpa tanding, atau setidaknya akan sama lihai dengan ayahnya!" Ketua itu tertawa-tawa dan kalau dia tertawa seperti itu, wajahnya seperti orang berusia tigapuluh tahun saja. Sombongnya, pikir Mei Li. Akan tetapi ia tertarik sekali Ingin ia menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana hebatnya kedua ilmu itu sehingga dipuji-puji oleh dunia kangouw. Kenapa ia tidak mengajak ketua ini untuk mencobacoba dan menguji ilmu itu" Setidaknya dapat mengalihkan percakapan dan perhatiannya yang selalu memuji muji dan merayu.
"Pangcu, aku pernah mendengar tentang kehebatan Matahari Merah dan Salju Putih, akan tetapi hanya mendengar beritanya saja. Dan aku meragukan, karena biasanya berita itu dilebih-lebihkan dari kenyataannya."
Pria itu memangdang dengan alis berkerut. "Kau tidak percaya?" "Aku bukan orang yang tahyul, pangcu. Aku hanya percaya kepada apa yang sudah kubuktikan sendiri, bukan hanya dari. kata-kata orang lain."
"Apa katamu, nona" Kalau begitu engkau tidak akan percaya kepada kemampuan Matahari Merah dan Salju Putih kalau tidak membuktikan dan mengujinya sendiri ?"
"Begitulah, pangcu."
"Beranikah engkau mengujinya" Ilmu itu sakti dan berbahaya sekali!"
"Kurasa tidak akan lebih berbahaya dari pada hui-kiam (pedang terbang) milikku,"
"Begitukah" Berani engkau mencobanya?" "Kenapa tidak, pangcu" Apa lagi kalau mencoba denganmu, tentu engkau tidak akan sungguh-sungguh mencelakai aku."
"Bagus, mari kita saling menguji, nona. Kebetulan hawa udara begini dingin, satu-satunya cara terbaik untuk melawan dingin hanyalah dengan bermesraan atau latihan silat, ha-haha!"'
Mei Li tidak marah. Kin" ia sudah terbiasa dengan ucapan yang ugal-ugalan dan tanpa disembunyikan, dan apa yang diucapkan ketua itu sama sekali tidak mengandung kemesuman, melainkan memang kenyataannya demikian. Apa yang lebih menghangatkan dari pada bermesraan di waktu hawa sedingin itu" Walaupun ucapan itu terlalu kasar, akan tetapi karena sejujurnya, ia dapat menerimanya tanpa tersipu atau marah.
"Sing !" Nampak dua sinar berkelebat dan tahu-tahu ia sudah memegang sepasang pedangnya. Sepasang pedang itu menyilang depan dada dengan gaya yang indah gagah.
Kembali ketua Bengkauw mengeluar kan suara tawa yang lantang sehingga limabelas orang tokoh Bengkauw memandang penuh perhatian dan merekapun merasa gembira karena maklum bahwa ketua mereka saling menguji ilmu kepandaian silat dengan nona yang berjuluk Hui-kiam Sian-li itu. Tanpa diperintah lagi mereka semua kini menjadi penonton yang tegang karena kalau ketua mereka yang bertanding, walaupun hanya sekedar latihan atau ujian, tehtu akan ramai sekali.
Sie Wan Cu memutar-mutar tangan kanannya dan per lahan-lahan tangan itu berubah menjadi merah sampai sebatas pergelangan tangan. "Nona, engkau boleh berkenalan dengan Matahari Merah!" katanya. "Awas, sambutlah!"
Nampak sinar menyambar ke arah Hei Li Gadis itu maklum betapa hebatnya sinar pukulan Matahari Merah itu, maka dengan gerakan ringan iapun mengelak dengan loncatan ke samping dan dari situ ia melepaskan pedang kirinya sambil berseru nyaring.
"Lihat hui-kiam!" Pedang itu meluncur dengan cepat. "Bagus!" seru Sie Wan Cu dan dia mengelak sambil mengulur tangan untuk menangkap. Akan tetapi dia terlalu memandang rendah kalau mengira dapat menangkap pedang terbang yang dilepas Mei Li. Dengan kedutan tangannya pedang itu dapat "mengelak" dari tangkapan lalu menukik dan kini masuk ke arah leher!
"Ah, lihai !" Sie Wan Cu melompat ke samping dan mencoba untuk menendang pedang itu. Kembali pedang itu mengelak dan kini pedang ke dua menyambar dengan ganasnya.
Ketua Bengkauw itu gembira sekali Dengan gerakan yang lincah dia menghindar, kemudian mengirim pukulan lagi dengan tangannya yang seperti membara itu. Hawa panas keluar dari kepalan tangan yang terbuka, menyambar ke arah Mei Li Gadis ini juga tidak berani menerima pukulan itu dengan langsung, hanya menangkis dari samping, itupun dengan pengerahan sin-kang sehingga dia tidak terpukul langsung oleh tenaga Matahari Merah. Kalau dara itu membalas dilain fihak Sie Wan Cu juga tidak berani sembarangan menangkis pedang terbang, hanya menyampok atau mencoba untuk menangkap saja.
Kalau tadinya Sie-pangcu masih tertawa-tawa, dan bersikap seperti main-main, kini suara tawanya lenyap, terganti dengan seruan-seruan kaget! Kalau tadi ketika rnendengar laporan puteranya yang mengatakan bahwa kedua anaknya tidak mampu menandingi Mei Li masih dia anggap sebagai sikap rendah hati puteranya, kini dia tertegun. Dia mendapat kenyataan bahwa gadis ini benar-benar lihai bukan main! Bukan hanya mampu menghindarkan diri dari setiap serangannya, bahkan serangan balasan dari sepasang pedang itu benar-benar amat berbahaya! Dan andaikata mereka berkelahi benar-benar, dia kini meragukan apakah dia akan mampu menundukkan gadis ini dalam waktu cepat. Sungguh merupakan kenyataan yang mengejutkan hatinya dan amat pahit rasanya. Dia selalu merasa bahwa dia adalah tokoh yang terpandai, maka dia berani malang melintang. Jarang ada orang mampu menghadapi ilmunya Matahari Merah dan Salju Putih. Siapa kira, gadis yang usianya sebaya dengan puterinya ini mampu mengimbanginya, kenyataan ini sedikit banyak menyinggung harga dirinya dan ketua Beng-kauw ini mulai merasa penasaran.
"Auggghhh !'"Dia mengeluarkan bentakan nyaring dan memutar tangan kirinya. Seketika tangan kirinya berubah warnanya menjadi pucat dan terasa hawa dingin sekali keluar dari tangan itu.
Mei Li cukup waspada. Sebelum tangan itu menampar, ia sudah dapat menduga bahwa tentu inilah ilmu Salju Putih, oleh karena itu cepat ia menghindar dan memutar pedang terbangnya melindungi tubuhnya, sementara pedang ke dua sudah terbang ke atas dan menukik, menyerang ke arah kepala!
Sie-pangcu yang sudah merasa penasaran sekali, menggerakkan kedua tangannya dan kini dua tangan yang mengandung dua kekuatan dahsyat menyambar-nyambar ganas! Mei Li terkejut karena ia dapat merasakan betapa ketua Bengkauw itu menyerang dengan sungguh-sungguh, bukan main-main lagi. Ini dapat membahayakan jiwanya! Oleh karena itu iapun mengerahkan seluruh tenaganya, membuat sepasang pedangnya beterbangan dengan hebat, kalau perlu mencabut nyawa lawan bukan, karena kebencian atau marah melainkan untuk menyelamatkan nyawa sendiri. Dua macam ilmu yang dashyat, dimainkan oleh dua orang ahli bertemu di udara dan pilihannya hanya dua, dibunuh atau lebih dulu membunuh!
Berulangkali keduanya nyaris menjadi korban serangan maut lawan, hanya selisih serambut saja. Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan nyaring dan terjadi pertempuran besar di mana limabelas orang tokoh Bengkauw harus menghadapi serangan tujuh orang yang begitu tiba di situ langsung saja mengamuk. dari gerakan mereka mudah diketahui bahwa tujuh orang ini adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali!
"Pangcu, tahan!" Seru Mei Li sambil meloncat dengan cepat sekali ke belakang. Sie Pangcu mengangkat muka memandang dan tiba-tiba wajahnya berubah. "Tahan senjata, aku ingin bicara!" Teriakannya lantang sekali dan tujuh orang itu berhenti menyerang, menghadapinya dengan senyum simpul. Mei Li berdiri dipinggir menonton.. Dara ini heran meiihat bahwa mereka itu kelihatan bukan orang jahat, bahkan ada seorang hwesio tinggi besar, dua orang tosu dan dua orang pula berpakaian mewah, sedangkan dua orang lagi adalah pemuda pemuda tampan dan gagah. la menduga-duga siapa gerangan tujuh orang itu.
"Sie-pangcu, sekali ini engkau takkan dapat lari dari kami, menyerahlah saja untuk kami bawa ke sidang pengadilan orang-orang kangouw!"'kata se orang di antara mereka, yaitu hwesio yang tinggi besar.
"Hemm kulihat kalian ini bukan pengecut-pengecut rendah, akan tetapi kalian bersikap seperti penjahat-penjahat kecil, menyerang tanpa memperkenal kan nama! Aku Sie Wan Cu tidak sudi membunuh orang tanpa nama!"
"Omitohud, membunuh ular jahat memang tidak sepatutnya memakai banyak aturan, dan engkau lebih jahat dari pada ular berbisa, Sie Wan Cu. Ketahuilah bahwa pinceng adalah Hi Jin Hwe sio dari Siauw-lim-pai!"
"Pinto Pek Kong Sengjin dari kho-thong-pai Tosu kedua memperkenalkan diri, dia pendek gendut dengan muka kuning, usianya limapuluhan tahun.
"Aku Ang-sin-liong Yu Kiat dari poat-kauw!" kata laki-laki limapuluh tahun yang tinggi tegap, tampan dan pakaiannya serba rnerah itu, sambil mengamangkan golok gergajinya yang menyeramkan.
"Tiat-sin-liong Lai Cin dari hoat kauw!"kata orang kedua yang usianya empatpuluh lima tahun, tinggi kurus muka pucat, sambil memegang tombak cagak ronce biru. Diam-diam Sie-pangcu dari Bengkauw terkejut mendengar nama dua orang dari Bu-tek Ngo Sin-liong yang dia tahu amat tangguh ini.
"Sie Pangcu dari Bengkauw, kau ingin mengetahui namaku?" kata seorang pemuda yang tampan, halus berpakaian sastrawan serba putih yang memegang golok. "Namaku Tong Seng Gun, murid Nam-kiang-pang dan ini adalah suhengku, juga pemimpin besar kami . orang-orang yang anti Bengkauw, bernama Ciu Kang Hin!" Dia memperkenalkan pemuda lain yang tampan dan gagah, namun yang wajahnya muram dan sejak tadi tidak banyak bicara.
Kalau Sie Wan Cu terkejut mendengar nama-nama itu, terutama nama Ciu Kang Hin yang amat dibencinya karena kabarnya pemuda inilah yang paling gigih membasmi Bengkauw, Mei Li sebaliknya menjadi terheran-heran. Dari ayah ibunya ia banyak mendengar tentang orang-orang kangouw yang.gagah, pendekar-pendekar perkasa, akan tetapi mengapa sikap tujuh orang ini begitu congkak" Dan diam-diam ia memperhatikan Ciu Kang Hin, karena ia sudah mendengar bahwa pemuda ini pembasmi Beng-kauw nomor satu. Akan tetapi pemuda itu tidak nampak ganas dan kejam, bahkan pendiam dan mukanya muram seperti orang berduka dan menimbulkan perasaan pribadi hatinya.
Melihat bahwa tujuh orang itu semua adalah musuh besar yang selalu mengejar-ngejar dan membasmi orang Beng-kauw Sie Pangcu maklum bahwa pertempuran mati-matian tak dapat dielakkan Yang dia khawatirkan adalah putera dan puterinya. Mereka belum selesai latihan, dan kalau mereka diganggu, bisa menimbulkan malapetaka bagi mereka.
dia memberi isarat kepada anak buahnya dan berseru. "Serbu! Bunuh manusia sombong ini!" Limabelas orang tokoh Bengkauw itu sudah menggerakkan senjata masing-masing, menyerang tujuh orang itu. Tang Seng Gun yang sesungguhnya memegang peran penting, bahkan dia yang se sungguhnya memimpin dalam rombongan itu, berseru kepada Ciu Kang Hin. "Su-heng, serbu dua buah guha itu!"Dia sendiri bersama Ciu Kang Hin lalu menggerakkan goloknya, menerjang para tokoh Bengkauw yang menjaga di depan dua buah guha. Tong Seng Gun menyerbu para penjaga di depan guha inti salju sedangkan Ciu Kang Hin menerjang mereka yang berjaga di depan guha yang dikurung api unggun yang besar dan panas.
Sementara itu, lima orang tokoh Siauw-lim-pai, Butong-pai, Kong-thong pai dan Hoat-kauw sudah menggerakkan senjata mereka mengeroyok Sie-pangcu. Mei Li sendiri hanya berdiri terbelalak.karena kagum dan bingung harus berbuat apa. Kalau ia membantu Bengkauw, berarti ia mencampuri urusan perkumpulan lain dan ayahnya tentu akan marah sekali kalau mendengar ini, dan berarti ia menanam bibit permusuhan dengan partai-partai besar seperti Siauw-lim-pai Butong-pai dan lain-lain. Kalau diam saja, iapun merasa tidak enak dan kasihan kepada Sie-pangcu yang dikeroyok lima orang lihai.
Apa lagi ketika ia mei ihat Tong seng Gun. Biarpun ia merasa heran melihat pemuda itu, akan tetapi ia masih mengenalnya dengan baik. Tidak mudah melupakan pemuda yang mendatangkan kesan mendalam di benaknya itu. la merasa heran meilihat pemuda itu kini menggunakan sebatang golok yang lihai bukan main, tidak seperti dulu ketika ia pertama kali bertemu dengannya. Ketika itu pemuda berpakaian serba putih itu mengunakan senjata suling! Yang jelas biarpun kejam, pemuda itu adalah seorang pendekar,yang menentang kejahatan yang tanpa mengenal ampun telah membantai Tiat-ciang Hek-mo, raksasa kepala Hek I Kwi-pang perampok lembah Huangho itu, berikut belasan anak buahnya. Pemuda itu telah menyelamatkan sepasang pengantin baru! tentu saja ia tidak tahu bahkan tidak pernah mimpi bahwa pengantin wanita telah diperkosa oleh Seng Gun dan pengantin pria telah dilempar ke dalam jurang dan pengantin wanita kemudian membunuh diri ke dalam jurang pula!
Tidak enak kalau sekarang ia harus membantu Bengkauw menentang pemuda pendekar itu. Dengan bingung Mei Li me lihat betapa Seng Gun dan Kang Hin membabati para anggauta Beng-kauw itu seperti membabat rumput saja! Padahal belasan orang itu adalah tokoh-tokoh tingkat dua dari Bengkauw, rata-rata telah memiliki tingkat kepandaian tinggi
Sementara itu, Sie Wan Cu yang dikeroyok lima orang itupun mengamuk bagaikan harimau terluka. Tangan kanan nya berubah merah dan mengeluarkan sinar seperti api kalau melancarkan pukulan, sedangkan tangan kirinya putih seperti salju. Karena mempelajari dua macam ilmu yang mengandung tenaga sin-kang yang berlawanan ini., Sie Wan Cu tidak memiliki tenaga yang sepenuhnya, tidak dapat menguasai ilmu itu secara sempurna. Itulah sebabnya dia menyuruh Kwan Lee melatih Matahari Merah saja dan Kwan Eng melatih Salju Putih. saja. Dengan melatih salah satu saja, ke dua orang anaknya akan dapat menguasai ilmu itu sepenuhnya.
Akan tetapi, biarpun penguasaannya tidak sempurna, tetap saja kedua ilmu yang ampuh itu ternyata dahsyat sekali. Tangan kanannya mengeluarkan uap dan nampak kemerahan seperti api membara, dan hawa yang amat panas terasa oleh lawan-lawannya. Sedangkan tangan kirinya yang berwarna putih itu seperti es.beku, mengeluarkan uap dingin yang terasa mengerikan kalau menyentuh lengan para pengeroyok.
"Omitohud, jahat.... jahat....!" hwesio tinggi besar dari Siauw-lim-pai dan kalau tadi dia hanya mengandalkan ujung lengan bajunya yang panjang lebar untuk menyerang Sie Wan Cu, dia mengeluarkan sebuah tongkat kuningan. Ketika tadi menggunakan ujung lengan baju, hwesio itu sempat menangkis sambaran tangan kanan Sie Wan Cu dan ujung lengan baju itu menjadi gosong terbakar, maka dia terkejut sekali dan melompat ke belakang, mencabut tongkat yang tadinya dia tancapkan di atas tanah. Dengan tongkat kuningannya, hwesio tinggi besar itu bagai.kan harimau tumbuh sayap. Ho Jin Hwesio adalah seorang hwesio tingkat dua dari perguruan Siauw-lim-pai , maka tentu saja ilmu kepandaiannya sudah mencapai tingkat tinggi. Tongkatnya mengeluarkan suara mendengung-dengung ketika dia gerakkan merupakan serangan bertubi-tubi, menusuk, mengemplang, menyerampang dan setiap serangan itu mengandung tenaga dahsyat.
Pedang Pembunuh Naga 12 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Pendekar Pemetik Harpa 8

Cari Blog Ini