Ceritasilat Novel Online

Wanita Gagah Perkasa 7

Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Bagian 7


"Apakah sebabnya?" tanya dia.
"Jikalau aku beritahukan, kepadamu, pasti kau tidak
senang," jawabnya si nona, sambil tertawa. "Jikalau dia
sahabatmu, kenapa itu malam di dalam Siauwlim sie dia tidak
bantu padamu?"
"Dia toh turut mengejar, cuma dia tidak dapat menyandak,"
Beng Kie kata. "Kalau toh dia tidak dapat menyandak, seharusnya dia
teruskan penguberannya?" kata San Ho. "Di mataku dia
sebenarnya tidak bersungguh-sungguh membantu kepada
seorang sahabat."
Beng Kie menjadi tidak senang.
"Aku larang kau ngoceh sembarangan!" dia menegur.
San Ho menjebi.
"Baiklah, aku tidak bicara pula," katanya.
Beng Kie lantas dandan dan dahar, lalu seorang diri ia pergi
keluar. Ia pergi ke Tayhongkee Hootong, ke rumah
perkumpulan Siamsay Hweekoan untuk dengar-dengar halnya
It Hang. Selagi ia baru sampai dijalan Tiangan Timur, ia
tampak sebuah kereta mendatangi dari arah depannya. Kereta
itu indah sekali, tendanya tenda sulam. Di muka kereta ada
duduk dua orang dengan baju kuning. Cepat sekali kereta
lewat di sampingnya, di waktu mana ia dengar suara dari
dalam kereta itu: "Ha, satu pemuda cakap!" Tapi ia tidak
memperhatikannya, ia menuju langsung ke Siamsay
Hweekoan, rumah perkumpulan orang asal propinsi Siamsay.
Nyata benar dugaannya pemuda ini, dari pengurus
Hweekoan ia dapat keterangan bahwa It Hang sudah datang
sejak dua hari yang lampau, dan sekarang tinggal di
rumahnya Liepou Siangsie Yo Kun, yang menjadi sahabat
almarhum ayahnya dahulu.
Tanpa ayal lagi Beng Kie pergi ke rumahnya Yo Kun di
mana ia temui kuasa rumah Keluarga Yo, kuasa itu
menerangkan padanya dengan berkata: "Selama dua hari ini
To Siauwya repot sekali, kemarin dia pergi ke istana, dia tidak
berhasil menghadap Sri Baginda, maka hari ini dia telah keluar
pula." "Kapan kiranya siauwya akan kembali?"
"Itulah tak dapat dipastikan. Baik sebentar sore saja tuan
datang lagi."
Beng Kie berlalu dengan pikiran ruwet.
Gedungnya Yo Kun bertetangga dengan Liulie Ciang, pusat
seni tulis dan seni lukis dari kota Pakkhia, di situ dapat dibeli
pelbagai pigura tulisan-tulisan indah dan gambar-gambar
lukisan yang permai, banyak dikunjungi sasterawansasterawan
serta pemuda-pemuda terpelajar yang hendak
turut ujian, demikian juga kaum muda pelajar kota raja
sendiri. Beng Kie mewujudkan langkahnya ke sana. di situ ia
tampak kereta indah yang ia ketemukan tadi di tengah jalan,
sedang berhenti di luar pasar.
Hari itu cuaca baik akan tetapi pengunjung tidak banyak.
Beng Kie masuk kc sebuah toko untuk melihat-lihat gambar
lukisan, di antaranya ia jemput lukisan bunga dan burung dari
Bun Tin Beng. Ketika ia sedang memandang lukisan itu. di
sampingnya ada seorang yang berkata-kata seorang diri:
"Gambar ini tidak berharga untuk dipandang..." Lantas ia
berpaling. Maka ia kenali satu di antara dua orang yang
mengenakan pakaian kuning tadi, yang naik kereta indah itu.
Orang itu berada bersama kawannya.
"Lukisannya Bun Tin Beng tidak terlalu buruk," Beng Kie
berkata. "Bun Tin Beng adalah satu di antara empat sasterawan
pada permulaan kerajaan kita," kata pula si baju kuning itu.
"memang lukisannya tidak terlalu jelek, akan tetapi gambar ini
bukan lukisan yang jempol. Jikalau saudara gemar akan seni
lukis, mari saudara turut aku, aku ada punya lukisannya Bun
Tin Beng yang dibuatnya bersama Cia Sie Sin."
Orang itu menyebutkan gambar "Pesiar di Cekpek." salah
satu lukisan kesohor dari Bun Tin Beng.
Beng Kie heran atas undangan itu. sebab ia tidak kenal
mereka. Orang berbaju kuning itu kata pula: "Ada orang-orang yang
menyimpan gambar-gambar indah, yang demikian
disayangnya sampai mereka tak suka pertontonkan kepada
lain orang, tidak demikian dengan aku. Adalah tidak
menggembirakan apabila gambar-gambar indah tidak
dipandang beramai-ramai.
Beng Kie tertarik. Ia memang sedang senggang, iapun
tidak takut. "Kau baik sekali, saudara. Baiklah, suka aku turut kau.
Terima kasih."
Di situ mereka belajar kenal. Dua orang itu perkenalkan diri
masing-masing sebagai orang she Ong dan she Lim.
"Mari kita sama-sama naik kereta." kata si Ong.
Beng Kie menurut.
Di dalam kereta si orang she Lim keluarkan sebuah
pieyanhu yang ia sodorkan pada kenalannya yang baru.
"Inilah alat penyedot hawa buatan Barat, baunya
menyegarkan," kata dia itu.
"Terima kasih, aku tidak biasa mencium pieyanhu." Beng
Kie menampiknya.
Si orang she Ong lantas keluarkan sebatang hunCwee.
"Akupun tidak gemar isap hunCwee dan minum arak." Beng
Kie menampik pula. meski sebenarnya ia doyan arak. Di depan
sahabat-sahabat baru. ia ingin berhati-hati.
Orang she Ong itu lalu menghisap sendiri, asapnya
hunCwee ia kepul-kepulkan.
Beng Kie rasakan bau tembakau yang tak sedap, iapun
tidak puas atas kelakuannya kenalan ini.
Orang she Ong itu menyedot pula, kali ini tiba-tiba ia
kepulkan asapnya ke mukanya Beng Kie, sampai pemuda kita
kena sedot asap itu, hingga ia rasakan kepalanya pusing,
tubuhnya seperti melayang-layang.
"Tikus, kau tipu aku!" dia berseru sambil menyerang juga
dengan sebelah tangannya.
Tetapi orang she Ong dan kawannya itu sudah mendahului
lompat turun dari kereta, maka serangan Beng Kie gagal.
Menyusul serangan itu, ia pun roboh tak sadar diri lagi.
Berselang sekian lama Beng Kie siuman. Ia segera
mencium bau yang harum sekali, maka lantas ia buka
matanya. Untuk keheranannya, ia dapatkan dirinya sedang
rebah di atas kasur yang empuk dengan di sisinya ada sebuah
meja kecil di atas mana ada pedupaan yang asapnya
bergulung-gulung mengeluarkan bau yang harum.
Kamar itupun terpajang indah sekali, tirainya terbuat dari
wol dengan kaca buatan KianCiang, dan di tembok ada
tergantung gambar-gambar lukisan antara mana terdapat
sebuah sansui yang hidup nampaknya. Dan dengan matanya
yangjeli, Beng Kie kenali itulah buah pekerjaannya Bun Tin
Beng bersama Cia Sie Sin, ialah lukisan "Cekpek Seng Yu" ?"
"Pesiar di Cekpek".
"Heran," pikir Beng Kie, yang tampaknya seperti melamun.
Tiba-tiba ia ingat kata-katanya Tiat San Ho tentang si
"pemetik bunga wanita". Adakah itu benar dan sekarang ia
sendiri mengalaminya" Sejenak kemudian, ia tertawa
sendirinya. Ia tidak percaya bahwa satu pemetik bunga wanita
ada mempunyai kamar yang demikian mentereng.
Lantas Beng Kie mencoba untuk bangkit berdiri untuk
kekagetannya, ia rasakan semua tenaganya habis, seluruh
tubuhnya menjadi lemas.
"Adakah ini disebabkan liehaynya asap hunCwee itu?" ia
menduga-duga. Benarkah ia yang demikian gagah telah roboh
oleh asap itu."
Dalam percobaannya lebih jauh, Beng Kie dapat juga
berdaya untuk duduk, setelah mana, ia bersemedhi untuk
empos semangatnya. Percobaannya ini memberikan hasil juga.
Sebab sesaat kemudian, darahnya seperti sudah mulai
berjalan, iapun rasakan tubuhnya sedikit lebih segar.
Sementara itu Pek Sek Toojin dan gadisnya bersama It
Hang telah sampai di kota raja untuk mendapat keleluasaan.
It Hang menumpang di gedungnya Pengpou Siangsie Yo Kun.
Pek Sek berdua gadisnya di tempatkan di rumahnya Busu Liu
See Beng. Pek Sek memesan keponakan muridnya itu, katanya:
"Begitu lekas kau selesai, kau mesti lantas pulang ke gunung.
Jangan kau kesudian memangku pangkat!"
"Itulah pasti," It Hang berikan janjinya.
Akan tetapi kenyataannya It Hang tidak dapat bekerja
lancar. Di luar dugaannya, Kaisar Kong Cong telah mendapat
sakit, hingga di hari pertama ia gagal menghadap
junjungannya itu, sedang pada hari kedua, bersama Yo Kun,
ia harus menantikan lama di luar pintu istana Thayhoo mui.
Untuk menghadap raja, ia telah daftarkan nama, lalu ia
menantikan panggilan.
Setengah hari lamanya orang menantikan. Bersama It Hang
pun ada banyak menteri lainnya, yang memenuhi ruang
Thayhoo thian. Kemudian ketika muncul thaykam yang
membawa warta, orang yang dipanggil menghadap melainkan
Honglou siesin Lie Ko Ciak seorang.
Semua menteri atau pembesar lainnya menjadi heran
sekali. Kenapa justeru Lie Ho Ciak yang dipanggil menghadap.
Orang she Lie ini hanya seorang pemimpin upacara atau
kepala tata tertib belaka, dan kelasnyapun kelas dua!
Semua orang bubaran dengan hati masih merasa heran,
malah It Hang heran dan masgul.
"Demikian sukar menemui raja, agaknya perjalananku ini
akan tidak memberikan hasil..."
Akan tetapi pada waktu mendekati sore ada datang warta
yang memberi harapan. Istana telah mengutus Iweekham,
seorang kebiri dari keraton, yang menyampaikan warta pada
Yo Pengpou, katanya: "Hari ini kesehatan Sri Baginda agak
bertambah, ketika Sri Baginda dengar hal datangnya cucunya
To Congtok, dia dipesannya supaya besok pagi datang
menghadap di istana Yangsim thian."
Bukan main girangnya It Hang mendengar warta itu.
"Tabib manakah yang obatnya demikian mujarab." Yo Kun
tanya. "Sia-sia saja Paduka menduga-duganya." sahut Iweekham
itu. "Penyakit itu bukannya disembuhkan oleh tabib."
Benar-benar Yo Kun menjadi heran sekali.
Adalah biasanya, jikalau raja mendapat sakit, ia dirawat
oleh Thayie, yaitu tabib istana. Jikalau sesudah thayie tidak
berdaya menolongnya, barulah terpaksa didayakan
mengundang tabib-tabib kesohor dari pelbagai tempat. Siang
Lok, yaitu Kaisar Kong Cong, sakit sudah satu bulan lebih,
tabib istana sudah hilang daya, maka beruntun datanglah
tabib-tabib preman dari banyak tempat. Tapi juga tabib-tabib
ini tidak dapat menolong. Itulah sebabnya kenapa tadi orang
kebiri itu mengatakan bahwa sembuhnya kaisar bukan dari
pertolongan tabib.
Yo Pengpou, dalam herannya, menanya lebih jauh kepada
Iweekham: "Aku tak tahu bagaimana untungnya Lie Ko Ciak, ia telah
peroleh jasa besar!" kata orang kebiri itu.
"Apa" Jasa apakah yang ia dirikan?" Yo Peng-pou tanya.
"Dialah yang telah menyembuhkan Sri Baginda!" ujarnya
Iweekham. itu. "Benarkah Lie Ko Ciak mengerti ilmu ketabiban?" tanya
menteri perang itu. "Sri Baginda berani makan obatnya dia
itu?" "Lie Ko Ciak telah dipujikan oleh Caysiang Pui Ciong Tiat,
yang berani berikan tanggungan jawabnya," menerangkan si
orang kebiri. "Perdana Menteri mengutarakannya bahwa Lie
Ko Ciak mempunyai pil merah yang sanggup menyembuhkan
seratus rupa penyakit. Lie Soansie juga telah
menganjurkannya Sri Baginda untuk mencoba obat itu."
Lie Soansie itu adalah salah satu selir kesayangan raja.
Yo Kun mengkerutkan dahi.
"Kenapa Sri Baginda gampang mempercayai mulut
perempuan dengan berani mencobanya pil merah itu"..."
katanya. Akan tetapi Iweekham itu tertawa.
"Justeru yang manjur adalah pil merah dari Lie Ko Ciak itu!"
kata dia. "Setelah makan obat itu, selang satu jam, Sri
baginda lantas merasakan tubuhnya banyak ringan, napsu
daharnya lantas datang, hingga berulang-ulang Sri Baginda
memuji Lie Ko Ciak yang dikatakan-nya menteri setia!"
Mendengar begitu, Yo Kun lantas. tutup mulut.
Keesokan paginya, It Hang bersama Yo Kun berangkat ke
istana menuju ke ruang Thaytoo thian untuk menanti
panggilan. Di Ngomui mereka lihat Lie Ko Ciak, yang
romannya sangat bangga, tapi yang membikin It Hang heran
adalah dua pengiringnya pembesar Honglou siesin itu, yang It
Hang dapat kenali mereka adalah Ouw May dan Beng Hui, dua
orang yang mengacau di kuil Siauwlim sie, yang menantang
berkelahi tapi kena dihajar, sampai mereka mengemis obat!
Ketika itu, sambil berdiri dengan kedua tangannya
diturunkan dengan lurus, Ouw May berkala pada majikannya:
"Tayjin telah dapal sembuhkan sakitnya Sri Baginda, pastilah
tinggal tunggu harinya yang Tayjin bakal peroleh kenaikan
pangkat!" "Jasaku itupun karena bantuanmu berdua," kata Lie Ko
Ciak. "Pasti kalian akan dapat bagian dariku."
"Terima kasih, tayjin," mengucap Beng Hui.
"Kalian jangan pergi dari sini," kemudian pesan Ko Ciak
dengan perlahan. "Sebentar sehabis Sri Baginda makan obat,
jikalau ada perubahan atas dirinya, nanti aku titahkan
lweekham mengundang kalian."
"Obat Siauwhoan tan itu, asal dimakan, penyakit bakal
segera terbasmi!" kata Beng Hui. "Tayjin tidak usah kuatirkan
apa juga!"
Lantas Lie Ko Ciak menuju ke pintu Ngomui.
To It Hang berjalan di belakangnya pembesar pemimpin
upacara itu. Ouw May lihat anak muda ini, mukanya menjadi merah
sendirinya, lekas-lekas ia berpaling ke samping, pura-pura
tidak melihat. Hari ini menteri-menteri dan pembesar yang menanti di
ruang Thayhu thian ada jauh lebih banyak daripada


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemarinnya, semuanya ingin sangat menanyakan
kesehatannya raja.
Tidak lama antaranya muncullah lweekham dengan
panggilannya pertama untuk Honglouw siesin Lie Ko Ciak. lalu
Pengpou Siangsie Yo Kun. diturut oleh Leepou Siangsie Sun
Cin Hang dan Giesu Ong An Sun dan lainnya, berjumlah
belasan menteri. Mereka diwajibkan menanti di ruang Teejin
kok. Yang paling belakang dipanggil adalah To It Hang.
Menteri dan pembesar lainnj-a kagum apabila mereka
dengar It Hang turut dipanggil, sebab mereka tahu bahwa
pemuda ini tidak memangku pangkat, cuma ada beberapa
saja yang tahu It Hang adalah cucunya bekas Congtok To
Tiong Liam dari Inlam atau putera dari almarhum To Kee Hian.
Kaisar Siang Lok tetirah di Yangsim thian. di samping
keraton ini adalah ruang Teejin kok. di dalam ruang ini It
Hang turut sekalian menteri duduk menantikan panggilan lebih
jauh. Beberapa menteri sudah lantas memberi selamat pada
Lie Ko Ciak. Dengan kegirangan, pembesar pengurus upacara itu
berkata: "Boleh dibilang inilah rejeki yang besar sekali dari Sri
Baginda, sebab obat pilku yang merah itu baru kira-kira
sebulan aku dapat rampungkan pembuatannya!"
"Pil merah itu sebagai juga obat dewa," puji Leepou Siangsie
Sun Cin Hang. "Entah bagaimana cara membuatnya obat
itu" Jikalau kau bersedia menjelaskan di antara orang banyak,
sungguh bukan main besar kebaikannya!"
Tapi Lie Ko Ciak tertawa dingin.
"Apakah kau kira gampang membuat pil itu?" katanya.
"Untuk itu dibutuhkan campuran obat Hosiuow yang umurnya
seribu tahun, teratai Soatlian dari Thiansan. Jinsom pilihan
dari Tiangpek san, serta sepasang jangkrik yang sedang
berpasangan di waktu tengah hari tepat harian Toanngo!
Untuk dapat mengumpulkan semua bahan obat itu, aku telah
membutuhkan waktu beberapa puluh tahun!"
Mendengar ini. beberapa menteri meleletkan lidah.
Cuma It Hang seoranglah yang tertawa di dalam hati,
karena ia tahu orang sedang mengebul dan tahu benar asal
usul didapatkannya pil Siauwhoan tan itu.
Tidak lama antaranya, muncullah seorang kebiri, yang
mengundang Lie Ko Ciak.
Berbareng dengan itu, It Hang jadi bergelisah. Ia ingat,
ketika Ouw May dan Beng Hui dapat menipu dua butir pil, satu
di antaranya sudah masuk ke dalam tenggorokannya Ouw
May. Raja tentunya telah makan satu butir, ialah butir sisa
yang tulen itu. maka sekarang apabila raja makan obat pula,
pasti itulah obat yang palsu atau tiruan.
Yo Kun lihat roman gelisah dari si anak muda.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku kuatir Lie Ko Ciak berikan Sri Baginda obat
sembarangan," sahut It Hang.
Atas kata-katanya pemuda ini, satu pembesar di
sampingnya menoleh dan melirik padanya dengan mata yang
tajam. Yo Kun tahu, pembesar itu adalah salah satu pengikut setia
dari Perdana Menteri Pui Ciong Tiat. Maka lekas-lekas ia kata:
"Apa yang dipujikan Pui Tayjin tidak akan salah."
Tidak antara lama Lie Ko Ciak telah muncul pula dengan
wajah berseri-seri. Sejumlah pembesar menghampiri dan
menanyakan. "Pil merahku itu hebat bukan main!" sahut orang she Lie ini
dengan bangga. "Sebenarnya sebutir pil pun sudah cukup, apa
pula sampai dua butir! Begitu Sri Baginda memakannya, dia
menjadi segar bukan kepalang, pasti besok Sri Baginda bisa
duduk di singgasana."
"Bagus!" memuji sekalian pembesar itu, yang pun memberi
selamat. It Hang ragu-ragu, ia separuh percaya separuh tidak,
karena ia tahu, walaupun Siauwhoan tan yang tulen,
khasiatnya pasti tidak sedemikian cepat.
Justeru itu muCul pula seorang lweekham dengan
wartanya: "Sri Baginda memanggil To ItHang datangmenghadap!"
Mendengar itu, Yo Kun segera pesan pemuda itu: "Sieheng,
harap berhati-hati di waktu bicara."
"Terima kasih, tayjin." It Hang mengucap. Lalu ia ikut
orang kebiri itu masuk ke dalam melalui lorong yang panjang,
akan sampai di istana Yangsim thian.
Raja sedang duduk menyender di pembaringan, wajahnya
berseri. It Hang maju berlutut untuk berikan hormatnya.
"Tak usah menjalankan kehormatan," raja bersabda.
"Berilah tempat duduk!"
Kata yang belakangan itu adalah titah untuk lweekham,
yang segera bawakan Tt Hang sebuah kursi.
Pemuda itu mengucap terima kasih, lalu ia duduk di
samping raja. Sekarang ia dapat pandang muka raja dengan
nyata, wajah yang merah, sedikit pun tiada tanda dari orang
baru sembuh dari sakit. Maka ia jadi sangat heran.
Kaisar Tay Ciang (yang pun disebut Kaisar Kong Cong
berhubung nama tahun kerajaannya adalah Kong Cong),
sudah lama mendapat sakit, andaikan benar dia mendapatkan
obat yang mujarab, tidak dapat begitu makan obat dia segera
sembuh dan sehat seperti sediakala. Tapi sekarang, baru dia
makan sebutir obat, dia telah bercahaya merah dan segar
wajahnya, inilah luar biasa. Atau obat itu terlalu kuat. hingga
khasiatnya berbukti dalam sekejap. Kalau dugaan yang
belakang ini benar. It Hang merasa itulah berbahaya. Tapi ia
tetap bungkam, ia tidak berani mengatakan sesuatu, sebab ia
sendiri tidak mempunyai kepastian.
"Sejak kemarin aku tahu kau telah datang," berkata raja,
"akan tetapi karena aku sedang sakit, tidak dapat aku segera
panggil kau menghadap. Syukur aku dapatkan dua butir pil
dari Lie Ko Ciak. Benar-benar obat itu mustajab, begitu obat
dimakan. penyakitku hilang! Jikalau tidak, juga hari ini tentulah tak
dapat aku menemukan kau. Kau lihat sendiri bagaimana
wajahku?" Raja bicara dengan perasaannya sangat puas.
"Itulah karena rejeki Sri Baginda yang besar!" sahut It
Hang, yang tetap tidak berani beber isi hatinya. "Wajah Sri
Baginda segar sekali. Akan tetapi karena Sri Baginda sakit
sudah lama, baiklah Sri Baginda terus menjaga diri baik-baik."
"Tentang urusanmu, Cio Ho sudah menuturkannya
kepadaku," berkata pula raja. "Kedua kimCee Lie dan Ciu telah
kembali dengan selamat ke kota raja. mereka sangat
berterima kasih padamu."
"Melainkan tentang orang yang menganiaya kedua kimCee
itu," kata It Hang, "rupanya ada orang-orang yang menunjang
mereka di belakang tiraL.."
Mendengar ini. thaykam yang mendampingi raja melirik
kepada pemuda kita.
"Sri Baginda baru sembuh, tak selayaknya aku mengucap
begini," menambahkan It Hang, "kata-kata yang demikian itu
bisa membuat Sri Baginda pusing..."
Raja tidak lantas mengatakan apa-apa. hanya dengan
roman sungguh-sungguh ia titahkan orang kebirinya itu:
"Pergi kau ke keraton Cuihoa kiong panggil Lie Soansie datang
kemari." Thaykam itu turunkan kedua tangannya, lantas ia undurkan
diri. Raja tertawa seperginya pelayannya itu.
"To Sianseng, kau dapat memandang jauh, kau mengerti
banyak," katanya. "Tim justeru mengharapkan bantuanmu."
Hatinya It Hang tergerak mendengar perkataan raja ini.
"Bukankah kau curigai Gui Tiong Hian?" raja tanya,
menambahkan. "Hamba adalah satu rakyat jelata, tidak berani hamba
sembarang omong tentang pemerintahan," sahut It Hang.
"Akan tetapi mengenai orang-orang kebiri, dengan
sesungguhnya hamba merasa bahwa mereka tak dapat tidak
dijaga baik-baik."
Siang Lok manggut.
"Sebenarnya," katanya, "telah tim memikir untuk urus
perkara fitnahan atas dirimu itu, sayang sejak tim naik atas
singgasana, kesehatanku terus terganggu."
"Urusan fitnah pribadiku sendiri adalah tidak berarti," It
Hang terangkan. "Yang paling penting adalah urusan negara."
"Justeru itu tim telah undang padamu," kata raja. "Gui
Tiong Hian tidak setia dan tidak jujur, inilah bukannya tim
tidak ketahui, tetapi sebab dia berkuasa atas TongCiang dan
semua pahlawan di dalam istana taat kepada titah-titahnya,
tim tidak bertindak sembrono. Baik kau tunggu samp&kjm
sudah sembuh benar dan sudah dapat hadiri sidang istana,
perkara ini nanti kita bicarakan pula."
Atas sabda raja itu, It Hang bungkam.
Tiba-tiba raja tanya: "To Sianseng, sudikah kau berdiam di
istana?" "Hamba sedang berkabung, tak berani hamba
mendampingi Sri Baginda," It Hang berikan jawabannya.
Siang Lok tertawa.
"Bukannya kehendakku untuk kau memangku pangkat!" dia
kata. "Keinginanku adalah supaya kau berdiam di istana untuk
mendidik putera mahkota dalam ilmu silat. Bagaimana
pikirmu" Sekarang Yu Kauw telah berumur tujuh belas tahun
akan tetapi dia tetap bandel dan tak tahu apa-apa."
Dengan tiba-tiba It Hang ingat pesan engkongnya, yang
melarang ia bekerja di kota raja, akan tetapi di saat ia hendak
menampik, raja sudah mengangkat pit di atas meja kecil di
samping pembaringan. Raja ini telah lantas menulis firmannya
yang dicapnya dengan cap kerajaan.
Tidak dapat It Hang mencegah pula, ia jadi gelisah.
Raja angkat surat keangkatannya itu, disodorkan pada
pemuda kita. "Besok pergilah kau ke Lweebu hu untuk mendaftarkan
diri," katanya. "Kau minta supaya mereka sediakan tempat
untukmu." It Hang sambuti firman itu, iapun berlutut menghaturkan
terima kasih. "Dengan sebenarnya sin masih belum berani terima firman
ini," kata dia.
Siang Lok tercengang.
"Apakah masih ada kesukaranmu?" tanya raja. Tapi
sekonyong-konyong dia menjerit: "Aduh!"
Mendengar jeritan raja itu. dari luar ruangan itu nerobos
masuk sejumlah pahlawan.
"Inilah bukan mengenai dia!" kata raja, seperti merintih.
"Panggil Lie Ko Ciak!"
Baru mengucap demikian, dari keningnya raja tampak
timbul urat-urat merah, menyusul mana raja pun segera roboh
di atas pembaringannya itu.
Tidak salah dugaan atau kecurigaannya It Hang. Memang,
pil yang pertama raja makan adalah Siauwhoan tan tulen dari
Siauwlim sie, tetapi yang kedua adalah pil palsu.
Ouw May dan Beng Hui itu 'adalah bunkek, yaitu tetamutetamu
tumpangan yang bersedia memberikan bantuannya
dan bersedia juga menerima segala titah dari Lie Ko Ciak. Ouw
May mengerti juga sedikit ilmu silat, Beng Hui adalah satu
penipu yang pandai membuat obat-obatan palsu. Begitulah
setelah bersepakat, mereka berdua pergi ke Siauwlim sie
untuk menipu pil Siauwhoan tan dengan akalnya mengacau,
hingga mereka- dapatkan dua butir, yang sebutir Ouw May
masukkan ke dalam mulutnya tapi ia tidak telan terus. Pil
itulah yang pertama raja memakannya. Adakah pil yang kedua
diserahkan pada Beng Hui, untuk si penipu bikin hancur dan
memeriksainya, sesudah mana, dia membuat yang palsu,
beberapa butir. Itulah obat-obat yang Lie Ko Ciak sangat
andalkan. Dan raja mempercayainya, karena waktu ia makan
pil yang pertama, ia rasakan tubuhnya sehat. Pil-pil inilah yang
di jaman kerajaan Beng itu disebut Peristiwa Pil Merah.
Bukan main kagetnya It Hang, ia jadi sangat gelisah.
Rebah di atas pembaringannya, raja meringis menahan
sakit, keringatnya turun menetes sebesar kacang kedele.
Selagi ia tidak tahu apa harus diperbuat, di luar kamar itu
terdengar suara berisik, sesudah mana muncul pahlawan
kepala sambil berseru: "Siapa berani ganggu Sri Baginda?"
Adalah di waktu itu Gak Beng Kie, di dalam kamar yang
indah telah sadar dari pingsannya, ia bersemedhi untuk dapat
pulihkan tenaganya. Menghadapi kaca rasa. ia tampak ia telah
mengenakan pakaian tidur. Segera ia pun ingat, ia ada bekal
pedang, akan tetapi sekarang pedang itu tidak ada padanya
bersama pakaiannya sendiri. Pasti sekali ia jadi kaget dan
gelisah. Pedangnya itu adalah pedang pusaka pemberian
gurunya. Maka ia niat mencarinya. Tapi justeru ia baru turun
dari pembaringan, tiba-tiba ia tampak kaca besar di depannya
itu bergerak dan berkisar, dan di antara gulungan asap,
terlihatlah sebuah pintu rahasia, dari pintu mana bertindak
keluar seorang perempuan yang romannya cantik.
"Oh, kau telah mendusin?" kata wanita itu sambil tertawa
geli. "Kau siapa?" tegur Beng Kie dalam keheranan. "Kenapa kau
curi pedangku?"
Itulah pertanyaan pertama, yang ia ingat waktu itu.
"Pedang?" wanita itu tertawa pula. "Pedang apakah" Kau
jangan bingung dan gelisah! Aku ada punya banyak mustika di
sini! Berapa banyak yang kau kehendaki?"
Si cantik itu menghampiri lemari dan tarik lacinya, maka
dari situ segera terlihat cahaya berkilauan dari banyak
permata. Pikirnya, tentu si anak muda akan menjadi sangat
kagum. Akan tetapi ternyata kecele.
"Semua benda ini, walaupun ada sepuluh lipat lebih
banyak, masih tak sebanding dengan pedangku itu!" kata
Beng Kie. Nampaknya si cantik heran, tapi lantas dia tertawa.
Agaknya dia memandang rendah.
"Apakah khasiatnya pedangmu itu?" katanya. "Jikalau kau
gemar akan pedang, di sini akupun ada mempunyainya!
Pendeknya asal kau
suka turut segala kata-kataku, apa juga "yang kau
kehendaki kau akan dapatkan!"
"Siapa kau sebenarnya?" Beng Kie tanya.


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si cantik tidak segera menjawab, hanya lagi-lagi dia
tertawa. "Coba tengok, miripkah tempat ini dengan dunia manusia?"
tanya dia. Diam-diam Beng Kie gigit lidahnya, hingga ia merasakan
sakit. Jadinya ia bukannya sedang mimpi.
"Mungkinkah tempatmu ini taman firdaus?" dia tanya.
"Mirip dengan itu!" tertawa si cantik manis itu. Lalu dia
bertindak akan dekati si anak muda, dari tubuhnya tersiar bau
harum yang tebal sekali...
VIII Goncanglah hatinya Beng Kie. Ia merasakan bau harum
yang luar biasa sekali. Ia mencium hawa wangi yang seperti
masuk meresap ke tulang-tulangnya. Dengan perlahan-lahan
wajahnya berubah merah, darahnyapun seperti mengalir
deras. "Adakah aku menghadapi pengaruh gaib yang sedang
mencoba aku?" ia berpikir. Maka ia lantas duduk bersila untuk
bersemedhi pula, kedua matanya dimeramkan.
Si cantik menghampiri sampai dekat, dengan tangannya ia
mencoba membuka selaput matanya pemuda itu agar terbuka
melek. Beng Kie tahu itu. ia tidak memperdulikannya.
Lagi-lagi sicantik tertawa.
"Kau bukannya hweeshio, untuk apa kau bersemedhi?"
tanyanya. Tetap Beng Kie membungkam.
Si cantik tertawa pula dan berkata: "Aku tahu hal pendeta
suci yang matanya tak tersilaukan lima warna, kupingnya tak
terganggu lima suara! Kau sebaliknya tidak berani buka
matamu, bisakah kau menjadi pendeta yang berilmu?"
Mendengar ini, Beng Kie makin percaya bahwa ia sedang
menghadapi ilmu sesat. Di dalam hatinya ia kata: "Aku belum
mengerti tentang agama, akan tetapi Keng Beng Siansu
pernah mengatakan bahwa aku berbakat baik. Siansu juga
pernah ajarkan aku mantera, untuk menenangkan hati dan
menemui sifat sejati, baiklah sekarang aku mencobanya,
untuk membikin tetap hatiku.
Setelah berpikir demikian, pemuda ini segera buka kedua
matanya, tetapi ia tidak memandang ke sekitarnya, hanya ia
melihat lurus ke bawah, ke arah hidungnya, pikirannya,
dipusatkan, sedang semangatnya ia empos
Agaknya si cantik heran menampak orang tidak bergeming
hatinya, maka ia lantas tempelkan tubuhnya ke tubuh si anak
muda. iapun meniupkan hawa harum dari mulutnya.
Beng Kie mengerti ilmu "Ciamie Sippat Tiat" atau
"Mengenai baju, terguling delapan belas kali". Ia segera
empos semangatnya mengerahkan tenaga dalamnya, untuk
gunai ilmunya yang istimewa itu.
Mendadak saja si cantik menjerit "Aduh!" disusul oleh
robohnya tubuhnya dari atas pembaringan di mana tadi ia
duduk mendampingi si anak muda.
"Setan!" dia berseru. "Kau gunai ilmu iblis apa?"
Tidak kepalang kaget dan herannya si manis ini.
Menyaksikan orang roboh, mengertilah Beng Kie bahwa si
cantik tidak mengerti ilmu silat, karenanya, tanpa berpikir lagi
ia buka mulutnya.
"Oh, kiranya kau bukannya siluman!" demikian suaranya.
"Kaulah yang siluman!" Dentaknya si manis, yang menjadi
gusar. Tetapi, dengan sekonyong-konyong saja. ia tertawa
lagi. Iapun lantas tanya: "Apakah kau datang ke kota raja
untuk turut ujian bukiejin?"
Beng Kie segera ingat sesuatu. "Kau tadi kata kau
mempunyai banyak pedang, apakah aku boleh pinjam lihat?"
ia balik tanya dengan tidak jawab pertanyaan orang.
Si cantik berdiam sebentar, rupanya ia sangsi.
"Tidak nanti dia berani bunuh aku!" pikirnya. Maka kembali
ia tertawa. "Mari, aku akan buka pandangan matamu!"
Ia ulur tangannya menekan tembok, terbukalah suatu pintu
rahasia, pintu lemari yang menyerupai tembok, di dalam mana
ada tergantung belasan pedang. Tapi di situ tidak ada Yuliong
kiam. "Semua pedang ini, yang mana pun mesti ada lebih bagus
daripada pedangmu!" kata si cantik sambil bersenyum. "Kau
percaya sudah, bukan?"
Dengan sekonyong-konyong Beng Kie lompat ke depan
lemari menyambar sebatang pedang, yang ia terus hunus,
hingga terlihat sinarnya yang berkilauan.
Si cantik tidak jeri.
"Apa kataku?" katanya. "Tidakkah pedang ini ada terlebih
bagus, daripada pedangmu" Nah, gantunglah pula di
tempatnya semula!"
Beng Kie heran memandang pedang itu, yang bentuknya
luar biasa, dan gagangnya, yang terbuat dari kuningan,
berterotolan. Ia percaya pedang ini adalah pedang tua yang
sudah berumur seribu tahun. Maka ia awasi terus, sampai ia
lihat ukiran huruf-huruf "LiongCoan" di gagangnya. Maka
ingatlah ia kepada penuturan gurunya di saat guru itu
bercerita tentang pedang.
"Yuliong kiam dan Toangiok kiam memang terbuat dari
bahan-bahan logam yang terpilih," demikian penuturan
gurunya dahulu, "akan tetapi apabila dipadu dengan pedang^
pedang tua seperti KanCiang, Bokshia, Gietiang, LiongCoan,
Thianhong, Kiekoat, Sunkin dan Khamlouw, kedua pedang itu
masih kalah jauh."
Mendengar itu, Beng Kie tanya gurunya tentang di mana
adanya semua pedang tua itu, atas mana gurunya menjawab:
"Kabarnya ketiga pedang LiongCoan, Kiekoat dan Khamlouw,
sejak ahala Tong sudah masuk ke dalam istana. Entah yang
lima lainnya lagi."
Sekarang Beng Kie lihat LiongCoan kiam, ia jadi heran.
Mungkinkah ia berada di dalam keraton, karena adanya
pedang di kamar tidak dikenal itu" Mungkinkah terulang pula
cerita tentang seorang puteri dari jaman Tong, yang gemar
menculik pemuda-pemuda cakap ke dalam keraton" Selagi ia
berpikir karena herannya itu. Ia dengar ketokan tiga kali pada
tembok, ketokan yang gencar.
"Lekas gantung pedang itu di tempatnya!" si cantik
menitah. Sebaliknya daripada menurut, Beng Kie justeru tuding si
elok dengan pedang itu.
"Kau siapa?" ia tanya dengan bengis. "Lekas kau
memberitahukannya."
Kaget juga sicantik, wajahnya sampai berubah menjadi
pucat. Tapi ia masih sempat menekan tembok, hingga pintu
rahasia segera tertutup pula. Setelah itu, ia bertindak mundur.
Beng Kie maju mendekati.
Begitu lekas tubuhnya si cantik menempel kepada tembok,
tangannya kembali menekan kepada tembok itu, di mana ada
alat rahasianya, atas itu terbukalah sebuah pintu rahasia, dari
mana lompat keluar dua orang. Dan menggunai ketika yang
baik itu, si cantik sendiri masuk menghilang dari pintu rahasia
itu. Dua orang yang muncul dari pintu rahasia itu masingmasing
menyekal pedang, tetapi yang membuat Beng Kie
gusar adalah ketika ia kenali, satu di antaranya adalah si
orang berbaju kuning, yang di dalam kereta telah kepulkan
asap hunCvvee ke mukanya, hingga ia lupa akan dirinya dan
kena tertawan tanpa merasa. Dalam murkanya, ia segera
menyerang orang itu.
Si baju kuning tidak tunggu sampai serangan datang, ia
mendahului mengayunkan sebelah tangannya, melemparkan
tiga biji peluru, peluru "yang hebat sekali, karena dengan
sendirinya ketiga peluru itu meledak dan mengeluarkan asap
tebal! Beng Kie terkejut, akan tetapi ia sudah siap waspada.
Ketika asap bergulung-gulung ia tahan napasnya,
tubuhnyapun telah berkelit dari serangan yang dahsyat itu
untuk terus lompat maju menyerang, atau mendadak ia ingat
orang itu tentunya pahlawan istana, maka kembali dia
merandek. Justeru itu si baju kuning membarengi menyerang
ia. Ia berlaku sebat, ia menangkis guna merampas senjata
musuh, menyusul mana, ia lompat ke pintu yang ia dupak
untuk nerobos keluar.
Dua orang itu tidak menyangka, karena pemuda itu baru
sadar, tapi dia sudah dapat pulang ketangkasannya, terpaksa
mereka menepuk-nepuk tangan, untuk memberi tanda rahasia
meminta bantuan.
Begitu lekas Beng Kie sudah berada di luar kamar, ia sudah
lantas disambut oleh delapan pahlawan yang menghalau dan
menyerang kepadanya. Ia melawan tetapi tidak mau ia
melukai orang, melainkan membela diri. la menyabet
berulang-ulang ke empat penjuru.
Tidak dapat dicegah lagi. senjata mereka beradu satu pada
lain, terdengarlah suara bentrokan pelbagai alat senjata, keras
tapi sejenak saja, karena semua senjatanya pahlawanpahlawan
itu telah terbabat kutung oleh pedangnya si anak
muda. Kejadian itu telah membuktikan tajamnya LiongCoan
kiam sebagai pedang mustika.
Pahlawan-pahlawan itu terkejut.
"Hai, bocah, kau curi pedang istana!" demikian teriak satu
pahlawan. "Meskipun kau dapat lolos dari sini, kau tetap
berdosa dan bagianmu adalah hukuman mati. mari lemparkan
pedangmu itu. nanti kami berikan kau ketika untuk meloloskan
diri!" Beng Kie sendiri segera dapat pikiran. Di dalam hatinya, ia
kata: "Baiklah sekarang juga aku menghadap Sri Baginda
sambil membawa pedang ini! Mati atau hidup, mesti aku
ketahui duduknya hal ini!"
Karena ini. ia menyerang semua pahlawan sehingga
mereka terdesak mundur dua tombak lebih, menggunakan
ketika itu. ia segera menyingkirkan diri dengan lompat naik ke
atas genteng. Genteng atau wuwungan istana terbuat dari genteng beling
warna kuning yang licin, sulit untuk orang berjalan di atasnya,
akan tetapi, melihat macamnya genteng ini, besar hatinya
Beng Kie. Karena genteng itu membuktikan bahwa ia benarbenar
berada di istana, hingga lenyaplah kesangsiannya. Tapi
pelbagai perasaan mengaduk otaknya. Ia tidak duga di dalam
keraton ada keburukan semacam ini, hingga bisalah dibilang,
sia-sialah ia dan Him Kengliak berperang mati-matian di tapal
batas untuk keutuhan negara, karena adanya kebusukan di
dalam istana itu.
Beberapa pahlawan yang mengepung itu, karena tahu
orang liehay, tidak berani datang dekat kepada Beng Kie,
mereka hanya berseru-seru dari jauh dan mengikuti dari
sebelah bawah. Beng Kie dapat ketika akan perhatikan mana ruang yang
paling indah, meski genteng licin, ia toh dapat berlari-lari di
atas itu, karena ia mengandal kepada keentengan tubuhnya.
Istana ada luas, ruangannya banyak, maka itu sulit untuk
Beng Kie dapat cari keraton raja. Baru ia lewati beberapa
wuwungan, mendadak ia dengar bentakan dari bawah dan
lompat naiknya satu orang, yang Beng Kie kenali sebagai Eng
Siu Yang. "Benar-benar hebat," berpikir anak muda ini. "Dengan Eng
Siu Yang bisa berada di dalam istana, negara sungguh
terancam sekali..."
"Ada penjahat!" Eng Siu Yang berteriak.
Bukan kepalang gusarnya Beng Kie.
"Bagus, penghianat!" dia berseru. "Aku nanti bekuk
padamu untuk dihadapkan kepada Sri Baginda!"
Pemuda ini lantas menyerang.
Eng Siu Yang melawan dengan gunai kebutannya yang
liehay, akan tetapi lacur baginya, bukan ia dapat libat pedang
musuh, sebaliknya ujung kebutannya yang kena terbabat
putus, hingga ia jadi terperanjat. Syukur ia sebat, jikalau tidak,
lengannya pasti akan turut tertabas kutung.
Beng Kie terus mendesak keras hingga membikin
musuhnya sangat repot. Memang Siu Yang bukannya lawan
yang setimpal, setelah didesak, beberapa kali hampir dia kena
tertikam atau tertabas.
Selagi penghianat ini terancam, beberapa pahlawan
muncul. Mereka datang sesudah dengar kabar ada bahaya.
Dalam murkanya. Beng Kie kata: "Tunggu sampai kau
sudah mampus, babaru kita bicara pula!" Segera ia ulangi
desakannya yang terlebih hebat.
Eng Siu Yang unjukkan kegesitannya. ia berkelit ke sana
kemari, sampai mendadak ia terperanjat karena ia rasakan
sambaran angin di atasan kepalanya, ternyata separuh
rambutnya telah terbabat kutung. Tak ayal lagi ia lompat
menyingkirkan diri.
"Kau masih memikir meloloskan diri?" bentak Beng Kie.
yang bertambah murka. Lantas ia enjot tubuhnya, untuk
lompat menyusul. Dalam, hal ilmu enteng tubuh, ia memang
jauh lebih mahir, la dapat berlompat melewati kepala musuh,
sambil berbuat demikian, pedangnya ditusukkan.
Eng Siu Yang sedang lari. ia kaget bukan main, tetapi di
saat jiwanya terancam, satu bayangan putih nampak
berkelebat, pedangnya Beng Kie terserang hingga
menyeleweng dari tujuannya, cuma tangan bajunya si
penghianat yang kena terbacok tapi dia bisa lolos.
Beng Kie terperanjat atas datangnya bayangan putih itu.
Ia menduga pada satu pahlawan tetapi ia tidak menyangka
akan kegagahan orang itu. Ketika ia mengawasi, ia tampak
seorang yang mukanya tertutup topeng dengan wajah bengis
dan menyeramkan. Orang itupun sudah lantas menyambar
lengannya. Ia berkelit untuk segera membarengi tikamannya.
Pahlawan tidak dikenal itu tarik pulang tangannya, untuk
dengan tangan yang lainnya dia balas menyerang, hingga
Beng Kie pun mesti terus menyerang tangan yang belakangan
ini. Benar-benar pahlawan ini liehay. walaupun ia melayani
berkelahi dengan bertangan kosong, ia tidak jatuh di bawah
angin. Beng Kie menjadi heran dan kagum, justeru itu. hampir
saja ia kena dihajar.
Ketika itu, kawanan pahlawan sudah mulai mendekati.
"Orang jahat di sini!" teriak Eng Siu Yang. Karena
datangnya penolong bertopeng itu. penghianat ini tidak


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyingkir terus. Sebaliknya penolong itu. apabila ia lihat
datangnya banyak orang, ia lalu lompat turun dan lari
menghilang ke dalam pohon-pohon bunga yang lebal.
Beng Kie heran atas sikapnya orang bertopeng itu. Tidak
ada alasan orang itu lari menyingkir, karena kepandaiannya
tidak ada di bawah kepandaiannya Kim Tok Ek, mungkin dia
tak dapat rebut kemenangan, akan tetapi buat segera kalah
pun tidak ada kemungkinannya. Kalau dia ada salah satu
pahlawan, kenapa dia angkat kaki" Kalau bukan, siapa dia
sebenarnya"
Tetapi Beng Kie tidak sempat menduga-duga terus, musuh
sudah mulai naik ke atas genteng untuk mengepung
kepadanya! terpaksa ia mundur. Ia masih disusul meskipun ia
sudah sampai di luar istana.
Adalah di saat itu, Eng Siu Yang menoblos pergi.
Justeru waktu itu, karena dengar suara berisik, It Hang
melongok di jendela. Ia terperanjat akan tengok Beng Kie
sedang dikejar sejumlah pahlawan istana. Tidak ayal lagi ia
lompat keluar jendela, untuk papaki sahabat she Gak itu.
Pahlawan kepala dari raja menjadi heran, mulanya ia
hendak hunus pedangnya, untuk cegah berlalunya It Hang,
akan tetapi ia telah terlambat. Di pihak lain, dalam sejenak
saja It Harg telah kembali pula bersama Beng Kie, yang
tangannya ia tarik buat diajak bersama-sama tekuk lutut di
hadapan raja. Siang Lok terkejut, sampai ia keluarkan keringat dingin.
"Kau... kau bawa pedang, untuk apa?" dia tanya sambil
menunjuk pemuda she Gak itu. It Hang segera berikan
jawabannya: "Sri Baginda, dia adalah pesuruhnya Him Kengliak! Dengan
jiwaku, ingin hamba melindungi dia!"
Beng Kie pun sudah lantas masukkan pedangnya ke dalam
sarungnya. "Sri Baginda," ia pun berkata, "di dalam istana sudah
muncul siluman cabul, maka itu harap Baginda ijinkan
hambamu menuturkannya."
Kembali Siang Lok keluarkan keringat dingin. Dengan
perlahan pikirannya menjadi sadar. Ia memang tahu, Kengliak
Him Teng Pek adalah seorang menteri yang jujur dan setia.
Maka ia lantas angkat tangannya.
"Seng Kun, pergi titahkan semua budak itu undurkan diri!"
ia menitahkan. Seng Kun adalah kepala pahlawan rajayangjujur,
diapuntahu tentang adanya golongan-golongan di dalam
istana, maka dia tahu juga apa artinya pihak TongCiang. Dia
telah berlega hati setelah mengetahui bahwa orang yang
disangka penjahat itu adalah wakilnya Him Kengliak.
"Baik, Baginda," sahutnya sambil memberi hormat dan
lantas mengundurkan diri sampai di ambang pinta di mana
dengan golok di tangan, ia suruh pergi semua pahlawan yang
mengejar Beng Kie tadi.
Segera juga pemuda she Gak itu angsurkan LiongCoan
kiam kepada raja.
"Sri Baginda, sudilah Sri Baginda lihat, pedang ini ada
miliknya istana atau bukan," ia berkata.
Raja menyambut pedang itu.
"Bagaimana caranya kau dapatkan ini?" dia tanya.
Sambil tetap berlutut Beng Kie tuturkan pengalamannya
mulai ia diperdayai, bagaimana orang bokong ia di atas
kereta, bagaimana ia ketemui si cantik di dalam kamar yang
indah. "Bukankah dia yang bergelung pasangan Poanliongkie dan
mukanya bundar?" raja tegaskan. (Poanliongkie = konde
model naga melingkar).
"Benar," Beng Kie jawab.
"Celaka!" menjerit raja dengan keluhannya dan terus ia
roboh pingsan di atas pembaringannya.
It Hang lantas hampiri raja itu untuk ditolong dengan diurut
tubuhnya agar menjadi sadar kembali.
Seng Kun pun menghampiri untuk melihat junjungannya
itu. Dengan cepat Siang Lok telah siuman pula.
"Kalian semua mundur dulu," ia lantas menitah. "Ingat,
jangan kalian bicara sembarangan." Lantas ia titahkan Seng
Kun: "Seng Kun, pergi kau panggil Pui Ciong Tiat dan Lie
Soansie." It Hang dan Beng Kie undurkan diri dengan hati kebatkebit.
Mereka lihat sebaris dayang, akan tetapi kedua pemuda
itu menuju terus ke Teejin kok di mana puluhan mata dari
menteri-menteri yang sedang menanti panggilan raja, dalam
keheranan ditujukan ke arah mereka. Menteri-menteri itu
heran melihat Beng Kie keluar bersama si pemuda she To.
"Bagaimana dengan Sri Baginda?" Yo Kun tanya It Hang,
suaranya perlahan.
Pemuda itu tidak berani menjawab, ia melainkan
menggeleng kepala.
Tidak lama antaranya, dari dalam keraton sayup-sayup
terdengar tangisan, lalu muncul satu orang kebiri, yang
menyampaikan titah:
"Kalian semua boleh bubaran, hari ini Sri Baginda tak dapat
menemui kalian!"
Semua menteri lantas undurkan diri.
"Aku kuatirkan keselamatan raja," kata Beng Kie
sesampainya mereka di luar Ngomui
"Nasibnya Kerajaan Beng yang besar baiklah diserahkan
kepada Thian saja," sahut It Hang dengan masgul.
"Sri Baginda memang tidak bijaksana tetapi dia cukup
sadar." Beng Kie berkata pula. "Kalau nanti putera mahkota
naik di atas tahta, inilah hebat. Putera mahkota masih kanakkanak
yang belum tahu apa-apa, sedangkan di luar ada
menteri-menteri dorna. di dalam ada kebiri busuk, dan di
keraton pun terdapat wanita cabul, dugaku mungkin, sebelum
datang menyerbunya bangsa Boan. negara akan sudah
musnah sendirinya..."
Heran Yo Kun mendengar kedua pemuda itu bicara
demikian rupa tanpa ragu-ragu dan tanpa kuatir orang lain
mendengarnya, lekas-lekas ia menyelak untuk mengalihkan
pembicaraan. Beng Kie lantas tanya alamatnya It Hang dan
meneruskannya: "Besok aku nanti pergi tengok kau."
Segera keduanya berpisahan.
Keesokannya segera tersiar berita dari istana, tentang
wafatnya Kaisar Kong Cong, bahwa sebagai gantinya, ThayCu
Yu Kauw naik sebagai raja dengan pakai tahun kerajaan Thian
Kee. Tentu saja pemerintah menjadi repot dengan urusan
perkabungan dan penobatan. Akan tetapi Lie Ko Ciak, yang
telah mengobati raja dengan pil merahnya hingga raja
menemui ajalnya, tidak saja dia tidak dihukum, malah
sebaliknya Perdana Menteri Pui Ciong Tiat mengatakannya
bahwa dalam pesan terakhirnya raja mengatakan Lie Ko Ciak
setia dan diberikan hadiah uang.
Pasti sekali kejadian itu sangat menggemparkan.
Beberapa menteri setia yang nyalinya besar, tidak mau
mengerti. Begitulah Leepou Siangsie Sun Cin Hang, Giesu Ong
An Sun dan Keesutiong Hui Sie Yang, setelah mereka
bermupakatan, sudah majukan surat dakwaan, menuduh Pui
Ciong Tiat adalah yang membinasakan raja. Tetapi dakwaan
ini kelak tidak memberi kesudahan yang memuaskan,
dakwaan telah dipendam, karena Pui Ciong Tiat kemudian
telah peroleh perlindungan Gui Tiong Hian.
Beng Kie hari itu sekembalinya ke gedungnya Yo Lian
sudah lantas tuturkan pada San Ho tentang pengalamannya.
Sehabis bercerita, ia menghela napas berulang-ulang.
Mendengar itu. Nona Tiat justeru tertawa.
"Melainkan orang tolol sebangsamu yang anggap urusan
negara ada sebagai urusan dirimu pribadi!" katanya. "Kalian
telah tunjang satu raja yang melempem! Bukankah kita lebih
baik hidup merdeka sebagai burung hoo liar, yang dapat
berterbangan atas jagat yang luas, untuk berbuat jasa di
dalam kalangan Sungai Telaga?"
Beng Kie kerutkan keningnya.
"Apakah kau sangka aku hanya melindungi Keluarga Cu?"
dia tanya. (Keluarga Cu ialah keluarga pendiri Kerajaan Beng).
Masih San Ho tertawa.
"Aku tahu kau hendak menangkis serbuannya bangsa
asing, karenanya kau perlu lindungi raja," katanya, "Bukankah
demikian maksudmu" Tapi. untuk melawan bangsa asing,
kenapa kita mesti membutuhkan raja?"
Beng Kie terkejut. Inilah pengutaraan yang ia tidak pernah
sangka. "Aku tadinya sangka wanita ini tidak tahu segala urusan
negara, ternyata dia luas pengetahuannya!" pikirnya.
Melihat orang berdiam San Ho berkata: "Aku tidak ingin
ketemui To It Hang, jangan kau beritahukan padanya bahwa
aku berada di sini."
"Kenapa begitu?"
Merah wajahnya si nona.
"Tidak apa-apa, aku hanya tidak ingin melihat padanya."
Sebenarnya Nona Tiat cuma likat untuk menemui It Hang
karena ia sangka pemuda ini tentu ketahui urusan
perjodohannya dengan Ong Ciauw Hie, It Hang toh sahabat
kekalnya pemuda she Ong itu,
Di hari kedua, seperti yang telah dijanjikan, Beng Kie pergi
ke gedungnya Yo Kun untuk menemui It Hang. Ia dapat
bertemu dengan It Hang sendiri, karena Yo Kun sedang
berunding sama kawan-kawannya untuk mendakwa Pui Ciong
Tiat. "Tidak disangka, Kaisar Tay Ciang telah wafat demikian
cepat," kata Beng Kie. "Karena ini, tidak ada lagi orang yang
akan mengurus keburukan di dalam keraton..."
It Hang berduka, hingga ia tidak dapat mengucapkan
sepatah kata. "Kembali ke kota raja ini, aku telah menyaksikan banyak,
hatiku menjadi tawar," Beng Kie tambahkan. "Setelah
penobatan, selanjutnya pemerintahan pasti bakal terjatuh ke
dalam tangannya rombongan Gui Tiong Hian dan Pui Ciong
Tiat. Mereka itu tentulah akan memusuhi Him Kengliak. Kalau
aku tidak berati Kengliak, sungguh ingin aku sucikan diri
saja..." "Baik kita berdiam di sini untuk beberapa hari lagi, guna
tengok perkembangan terlebihjauh." It Hang nyatakan.
"Aku tidak mau perdulikan pula urusan pemerintahan," kata
Beng Kie. "Tapi malam ini aku hendak memasuki keraton..."
"Untuk apa kau hendak menempuh bahaya?" It Hang
tanya. "Pedangku Yuliong kiam lenyap di dalam keraton, perlu aku
mencarinya," Beng Kie jawab.
Tiba-tiba It Hang ingat suatu apa.
"Mari kita pergi bersama," ia menyatakan.
Beng Kie tidak setuju. Ia tahu bahwa walaupun liehay, It
Hang masih belum mencapai kemahirannya, ia kuatir kalaukalau
ada ancaman bahaya hebat, sahabat itu tak akan
sanggup meloloskan diri.
"Untuk mendatangi keraton di waktu malam, ada kurang
leluasa untuk kita pergi dengan berkawan," ia memberi
alasan, "maka itu, saudara, aku berterima kasih untuk
kebaikan hatimu ini."
It Hang berdiam, agaknya ada apa-apa yang ia pikirkan.
"Bagaimana jikalau kita pergi menemui paman guruku?"
tanya ia kemudian.
"Tootiang manakah itu?" Beng Kie menegaskan.
"Pek Sek Toojin. pamanku yang ke empat."
"Sudah lama aku dengar namanya Butong Ngoloo," kata
Beng Kie. "Karena dia adalah paman gurumu, sudah
selayaknya aku temui padanya."
It Hang girang. Ia lantas ajak sahabatnya itu pergi ke
rumah keluarga Busu Liu See Beng, yang hanya terpisah
sepuluh lie lebih dari gedungnya Yo Kun. Lekas juga mereka
telah sampai dan It Hang segera mengetok pintu.
Pintu dibuka selang sedikit lama, tetapi yang
membukakannya bukan orangnya keluarga Liu hanya Ho Lok
Hoa. It Hang tercengang saking heran, dalam hatinya ia
menanya, ke mana perginya keluarga Liu itu maka lain orang
yang membukakan pintu.
Lok Hoa pun agaknya heran, dengan ternganga, ia
mengawasi It Hang. ia seperti hendak bicara tetapi tidak bisa.
It Hang juga sudah lantas tunduk.
Menampak demikian. Beng Kie tertawa di dalam hati.
Lok Hoa ajak kedua tetamu ke sebuah kamar barat, yang
pintunya ia segera ketok sambil memberitahukan: "Ayah. To
Suheng dan sahabatnya datang."
Pek Sek Toojin adalah yang buka pintu, ia heran melihat
Beng Kie. "Kiraku siapa, tak tahunya Gak Enghiong!" katanya.
Beng Kie pun heran, ia tak tahu kenapa imam itu kenal
padanya. It Hang tahu keheranannya sahabat ini, ia tertawa dan
berkata: "Saudara, ketika kau itu malam menerjang dengan
lintasi lima pintu kota dari Siauwlim sie, paman guruku ini
berada di dalam kuil itu."
"Ya, ilmu pedangmu bagus sekali!" Pek Sek memuji.
"Justeru ilmu pedang Butong pay yang paling terkenal di
kolong langit," kata Beng Kie. "Aku ingin sekali minta tootiang
suka mengajarkannya padaku."
"Kau terlalu merendahkan diri, Gak Enghiong!" Pek Sek
tertawa tawar. "Gelombang belakangan dari sungai Tiangkang
mendorong gelombang yang terdepan, karenanya, ilmu silat
pedang Butong pay telah ketinggalan jauh di sebelah
belakang!"
Pek Sek Toojin cupat pandangan, maka itu ketika Kong
Beng Siansu puji Thiaiwin Kiamhoat, ilmu pedang Thiansan
pay, nampaknya ia tidak senang. Meski demikian, It Hang
tidak sangka paman guru ini bawa sikapnya itu, hingga dia
membuat Beng Kie menjadi jengah.
"Gak Eng-hiong, silakan duduk," Pek Sek lantas
mengundang. "Ada urusan kecil yang aku hendak bicarakan
kepada keponakan muridku ini, sebentar saja."
Tanpa tunggu jawaban, Pek Sek tarik tangannya It Hang
untuk diajak ke dalam.
Beng Kie masih sempat mengucap, "Silakan tootiang." Ia


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

duduk sendirian dengan hilang kegembiraan, ia benar-benar
tidak mengerti akan sikapnya Pek Sek Toojin yang demikian
rupa terhadapnya.
It Hang pun sama tak mengertinya seperti sahabatnya itu,
tapi ia turut paman gurunya masuk ke dalam.
"Gak Beng Kie itu adalah orang gagah dari jaman kita ini,"
berkata It Hang yang menyatakan ketidak puasannya, "dan
iapun ada baik sekali terhadapku, kenapa susiok perlakukan
dia demikian tawar?"
"Justeru dia orang gagah dari jaman ini, pasti dia tidak
akan terlalu rewelkan tentang adat sopan santun," berkata
Pek Sek. "Ada urusan penting yang aku hendak bicarakan
denganmu, biarlah suruh dia menantikan sebentar. Toh tidak
ada halangannya bukan?"
Itulah kata-kata yang berupa paksaan bagi It Hang, akan
tetapi mengingat tingkatnya lebih bawah, It Hang tidak mau
menentangnya. "Apakah yang,Susiok hendak katakan?" dia tanya dengan
hormat. Imam itu berdiam sekian lama. "Sekarang Kaisar C
iang Tay telah wafat, maka urusanmu di sini selesailah sudah,"
kata dia kemudian, dengan perlahan. "Sekarang kau harus
turut aku pulang ke gunung." It Hang ragu-ragu. "Kepada Gak
Toako aku telah membuat perjanjian." katanya. "Pedangnya
dia itu telah hilang di dalam keraton. Nampaknya urusan agak
luar biasa!" It Hang lalu berikan keterangannya sebagai
penjelasannya. Pek Sek Toojin mengerutkan kening.
"Ada kejadian semacam itu?" katanya.
"Jikalau satu negara ditakdirkan runtuh, di dalamnya mesti
muncul siluman," It Hang kata. "Akan tetapi aku telah terima
budi negara, sekarang aku hadapi kejadian yang serupa ini,
tidak dapat rasanya aku melewatkan dengan begitu saja."
"Jadinya kau berniat membantui Gak Beng Kie memasuki
keraton untuk menyelidiki duduknya hal yang benar?" tanya
sang paman guru. "Ya," It Hang manggut. Tiba-tiba saja
paman guru itu berkata: "Urusan diri sendiri masih belum
beres, kau sudah mau urus-urus perkara lain orang!" Lalu dia
buka bajunya di betulan dadanya. "Kau lihat!" dia tambahkan.
It Hang lihat pada dadanya paman guru itu ada tapak
tangan merah muda, ia terkejut.
"Susiok. orang telah serang padamu?" tanyanya.
Pek Sek Toojin manggut. "Benar," sahutnya. "Maka itu aku
ingin berdamai dengan kau, kita lantas pulang ke gunung atau
berdiam dahulu di sini..."
"Apakah susiok bentrok kepada Imhong Toksee Ciang Kim
Laokoay?" It Hang tanya. "Inilah tapak tangannya ahli Pasir
Beracun itu!"
"Jikalau itu benar ada tangannya Kim Laokoay sendiri, aku
rasa sekarang ini. aku sudah tidak dapat bertemu kau pula
dengan masih bernapas," jawab paman guru itu.
"Penyerangku itu, latihannya masih kalah jauh daripada Kim
Tok Ek." Imam ini menepuk kedua tangannya.
"Kemarin sore seorang diri aku pergi ke Thiankio." ia beri
keterangan, "di sana aku nonton satu tukang dangsu
yang sedang mempertunjukkan kepandaian jalan di atas
kawat dan menunggang kuda. Kelihatannya dia punyakan
kepandaian yang cukup berarti. Selagi aku menonton,
kemudian datang seorang yang romannya sebagai cabang
atas, alisnya gompiok dan matanya gede. Dia merampas uang
saweran. Tukang dangsu itu memberi hormat, dengan
rnenjura berulang-ulang. Kelihatannya dia harus sangat
dikasihani. Dia memohon, katanya. "Hari ini aku tidak peroleh
uang, aku minta tuan beri ketika padaku...' Cabang atas itu
tidak mau memberikan kelonggaran, dia membentak
memaki-maki. Aku tidak dapat berpeluk tangan menonton
kejadian yang tidak pantas itu, aku lantas masuk ke
gelanggang tukang dangsu itu untuk mencegah
perbuatannya cabang atas itu. Tapi dia menyerang aku. ketika
aku gerakkan tanganku, dia lantas roboh jumpalitan,
kemudian bagaikan seekor anjing yang goyangkan ekornya,
dia ngeloyor pergi. Atas pertolonganku, tukang dangsu yang
tua itu menghaturkan terima kasih padaku. Ketika itu sudah
magrib, karena onar itu, penonton telah bubar, si tukang
dangsu undang aku ke kemahnya, katanya untuk minum arak
bersama. Aku tidak menyangka jelek, aku terima baik
undangan itu. Orang tua itu mengerti ilmu pukulan Imyang
Toksee Ciang, selagi ia angsurkan cawan terisi arak padaku,
diam-diam dia menyerang dadaku..."
"Aha!" seru It Hang.
"Tapi diapun tidak dapat bergirang terus!" Pek Sek tertawa.
"Aku telah rasakan satu tangannya tetapi aku telah bayar
dengan dua jari tanganku dengan apa aku tutup jalan
darahnya, yaitu jiekhie hiat. Maka biarpun dia sangat liehay
ilmu silatnya, dia mesti hidup bercacad!"
"Kalau begitu, Kim Laokoay pasti berada di kota raja." It
Hang utarakan dugaannya.
"Setelah seranganku itu, tukang dangsu tua itu kabur dari
kemahnya," Pek Sek tambahkah keterangannya, "sambil lari,
dia pentang bacotnya, katanya jikalau dalam tempo tiga hari
aku tidak pulang, nanti ada orang yang akan menghormati
aku dengan sebelah tangan! Aku kuatir dia banyak kawannya,
aku lantas pulang ke rumahnya Liu Busu. Di luar dugaanku,
rumahnya Liu Busu juga kalang kabutan!..."
It Hang kembali heran.
"Pantas, pantas!" katanya. "Pantas ketika aku datang,
bukannya orangnya Liu Busu yang membukakan aku pintu."
"Liu Busu telah pergi untuk mengundang bala bantuan."
Pek Sek kasih tahu.
"Liu Busu itu sangat terkenal di kota raja ini karena
keramah-tamahannya," berkata It Hang, "apa mungkin ada
orang yang satrukan dia?"
Pek Sek goyang kepala.
"Selagi aku mendapat pengalaman itu, ada beberapa
tetamu tidak diundang yang datang di rumah Liu Busu ini," ia
jelaskan. "Mereka dengan galaknya, melarang Liu Busu kasih
aku menumpang di dalam rumahnya. Mereka itu tidak
bermusuh terhadap Liu Busu sendiri, mereka hanya
menyatrukan aku!"
"Benar-benar heran!" It Hang mengatakan. "Kita dengan
Kim Laokoay adalah seumpama air sumur tidak bercampur
dengan air kali, dan namanya Butong Ngoloo terkenal di
kolong langit ini, kenapa mereka justeru memusuhi susiok?"
"Aku juga tidak mengerti maksud mereka itu," Pek Sek
akui. "Maka sekarang aku ingin berdamai dengan kau untuk
ambil keputusan. Kita lebih baik pulang saja atau kita terus
berdiam di sini untuk sambut mereka?"
"Sepantasnya, apabila kita tidak niat menyusahkan Liu
Busu, kita mesti pulang," It Hang utarakan pikirannya, "akan
tetapi Liu Busu telah pergi mengundang bala bantuan,
sekarang kita harus tunggui dia, tidak dapat kita tinggalkan
dia pergi."
"Akur!" seru Pek Sek Toojin. "Demikianpun pendapatku!
Selama tiga hari ini kau jangan pulang ke rumah Keluarga Yo
itu, kau berdiam di sini saja. kita nanti lihat sepak terjangnya
mereka itu."
"Gak Toako liehay ilmu pedangnya, liehayjuga ilmu silatnya,
kenapa kita tidak mau bergabung kepadanya?" It Hang
nyatakan. "Lebih dahulu kita bantu dia. setelah itu. kita
undang dia untuk membantui kita..."
Parasnya Pek Sek Toojin mendadak berubah muram dan
keren. "It Hang." katanya dengan bengis, "kau adalah bakal
Ciangbunjin kita, benarkah kau tidak ketahui aturan partai
kita?" Keponakan murid itu terkejut.
"Aturan mana dari partai kita yang teeCu langgar?" dia
tanya. Pek Sek berdiam sejenak, lalu ia tertawa.
"Sebenarnya kau tak dapat dipersalahkan." katanya. "Kau
lulus dari perguruan belum ada dua tahun, dan gurumu juga
tidak terlalu kukuhi aturan itu, maka mungkin sekali dia belum
pernah memberitahukannya kepadamu..."
Heran It Hang. "Sebenarnya aturan apakah itu. susiok?"
"Aturan ini tidak termaktub dalam warisan leluhur kita," Pek
Sek kata. Sekarang tidak lagi ia keren sebagai tadi. "Meski
demikian, aturan itu telah ditaati selama dua puluh tahun
hingga kini. Kau tahu, selama dua tiga puluh tahun yang
silam, partai kita sedang makmurnya, sesama kaum kita telah
tersebar di mana-mana. Selama waktu itu, apabila orang dari
partai kita bentrok dengan pihak lain, selamanya belum
pernah kita mohon bantuan lain orang, dan seterusnya, sikap
kita itu telah menjadi kebiasaan, hingga akhirnya dengan
sendirinya kebiasaan itu telah menjadi semacam aturan tak
tertulis."
"Habis, bagaimana mengenai Liu Busu?" It Hang tanya. "Liu
Busu sedang cari bala bantuan. Apakah susiok tidak sudi
bantuannya Liu Busu itu?"
Pek Sek Toojin tertawa.
"Dalam hal ini, itulah lain." ia berkata. "Liu Busu bukan
orang Butong pay, walaupun dia memohon bantuan dan
urusannya ada bersangkut paut dengan pihak kita, pihak yang
membantu itu bukan kita yang minta, mereka tidak langsung
membantu kita, tapi mereka datang untuk Liu Busu. Jadi kita
tak usah menerima kebaikan budi mereka, pihak pembantu
itu." "Inilah benar aneh," It Hang berpikir. "Jikalau nanti aku
telah resmi menjadi ketua Butong pay. Inilah kebiasaan yang
merupakan aturan tak tertulis yang paling dahulu aku mesti
hapuskan. Di dalam kalangan Rimba Persilatan, kehormatan
dan saling membantu adalah yang paling diutamakan, sikap
terlalu mengandalkan diri sendiri dan angkuh itu bukanlah
sikap yang layak! Kaum Rimba Persilatan justeru paling perlu
saling bantu, bahu membahu!"
"Dalam partai kita," Pek Sek melanjutkan, "apabila kita
bentrok dengan pihak lain. tidak pernah kita mohon bantuan
lain orang, tapi kalau ada sahabat yang mengetahui bentrokan
itu dan dia dengan sukanya sendiri datang membantu, kita
tidak menampiknya. Tegasnya, pihak kita sendiri yang tidak
pernah minta bantuan orang!"
"Jikalau demikian adanya, tidak baik untuk aku
membicarakannya kepada Gak Toako," kata It Hang.
"Memang," membenarkan Pek Sek. "Ini juga sebabnya
kenapa aku tak ingin bicara di depan dia. Aku sudah titahkan
belasan orang dari partai kita untuk dengan beruntun datang
ke sekitar rumahnya Liu Busu untuk menjaga sambil
sembunyi."
Gak Beng Kie mesti menantikan sekian lama, baru ia
tampak It Hang keluar bersama Pek Sek Toojin, ia merasa
tidak puas, maka juga sambil menjura ia lantas berkata:
"Maaf, aku telah menggerecok."
"It Hang. pergi kau temani saudara Gak duduk bicara," kata
si imam dengan tawar.
Beng Kie menjadi tidak senang. Itulah kata-kata yang
bermaksudkan untuk mempersilakan tetamu pergi.
Maka ia lantas berbangkit.
Pek Sek Toojin masih berkata, sekarang barulah kepada
Beng Kie: "Turut katanya It Hang, saudara Gak tinggal pada
keluarga Yo. baiklah, lain hari pintoo nanti ajak It Hang pergi
mengunjunginya."
"Aku yang muda tidak berani membikin berabe kepada
siansu," kata Beng Kie sambil menjura. Lantas ia membalikkan
tubuh bertindak keluar.
It Hang mengantarkan sampai di luar pintu.
"Berselang lagi tiga hari, kalau saudara masih belum
meninggalkan kota raja ini. aku minta sukalah kau datang pula
kemari." ia minta, suaranya perlahan sekali.
Beng Kie mengawasi dengan melengak.
"Untuk berjanji membuat pertemuan saja. mengapa dia
memesannya dengan suara demikian perlahan." pikirnya
dengan heran. Ia hendak minta keterangan tetapi It Hang
sudah lantas menjura kepadanya sambil berkata: "Maaf. Aku
tidak dapat mengantarkan lebih jauh..."
Belum sempat Beng Kie buka mulutnya, ia sudah tampak
sahabat itu menutup pintu, maka terpaksa ia pulang dengan
masgul. Ia sampai di rumah keluarga Yo untuk terus tidur
tengah hari. untuk dapat beristirahat. Sehabis bersantap
malam, ia berdiam terus di dalam kamarnya, sampai kemudian
ia dengar kentongan dipalu dua kali, segera ia dandan.
"Kau berdiam di dalam rumah," ia pesan Tiat San Ho,
"tetapi kau harus waspada dan sedikit getap. Aku mau pergi
dan akan kembali di pagi hari. Apabila setelah terang tanah
aku masih belum kembali, pergilah kau ke rumah Liu Busu di
kota utara, untuk mewartakan kepada It Hang."
Dipesan begitu. Nona Tiat tertawa geli.
"Sifatmu semakin lama semakin seperti wanita saja!" kata
dia. "Aku bukannya kanak-kanak mengapa kau memesannya
demikian melit" Aku tidak setolol kau, seorang yang sudah tua
bangka masih kena diculik bangsat wanita tukang petik
bunga!..."
"Kau ngaco!" tegur Beng Kie, yang tapinya tertawa, "Nah.
aku pergi sekarang!"
Lantas pemuda ini keluar dari rumah Keluarga Yo. untuk
menuju langsung ke Ciekim shia. Kota Terlarang.
Malam itu, malam musim rontok, angin sangat dingin,
langitpun hitam. Itulah saat paling cocok untuk orang yang
suka keluar malam. Maka Beng Kie bisa lintasi tembok kota
tanpa rintangan walaupun terdapat penjaga-penjaga dari
rombongan pengawal. Ia masuk terus sampai di taman.
Karena sangat luasnya keraton, ia mesti meneliti sekian lama
untuk dapat mengenali bagian keraton di mana kemarin ini ia
lewat. Ia memasang mata sambil mendekam.
Tiba-tiba ia dengar tindakan kaki di sampingnya, lalu ia
tampak dua pengawal berjalan lewat. Di malam yang sunyi,
dan mereka berada dekat satu pada lain, ia dapat dengar
nyata pembicaraannya kedua pengawal itu.
"Malam-malam Gui CongCu memanggil aku, entah ada
urusan apa?" kata yang seorang. Mereka ini mengenakan
seragam hitam.

Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau toh sahabatnya Seng Kun," berkata kawannya.
"Kabarnya Seng Kun telah ditangkap Gui CongCu. mungkin
kau dipanggil berhubung dengan urusan itu..."
"Hm! Binatang Seng Kun itu tidak tahu diri. aku tidak bisa
tolong padanya!" kata yang pertama.
Beng Kie duga Gui CongCu itu tentulah Thaykam Gui Tiong
Hian, si orang kebiri yang berpengaruh. Sedang Seng Kun, ia
tahu adalah kepala pahlawan dari marhum Kaisar Siang Lok.
"Meskipun Seng Kun menjadi siewie, tetapi dia dapat
terhitung seorang yang jujur," pemuda ini berpikir, "maka
kenapa sekarang Gui Tiong Hian demikian usilan dengan
menawan bekas hambanya kaisar" Justeru sekarang
maksudku hendak cari Gui Tiong Hian, kenapa aku tidak mau
kuntit saja dua pengawal ini?"
Dengan entengkan tubuhnya. Beng Kie lantas menguntit
dua orang itu, yang sambil berjalan masih bicara terus, hingga
teranglah mereka ada orang-orang kepercayaannya Gui Tiong
Hian. Malah mereka bicarakan juga tentang SeeCiang, yang
sekarang sudah jatuh ke dalam pengaruhnya orang kebiri she
Gui itu. Cuma tinggal Kimiewie, barisan pengawal berseragam
sulaman, masih tetap berada ditangannya Lweekeng Kauwut
Liong Seng Giap, kepala Kimiewie.
Beng Kie terus menguntit di belakangnya dua orang itu,
yang melalui jalanan panjang dan banyak tikungannya,
sampailah mereka, di sebuah ruang model payung. Selagi
mereka masuk ke dalam, Beng Kie menunda diri di payon
rumah dari mana ia bisa mengintai ke dalam. Ia tampak
seorang kebiri yang gemuk dan mukanya putih sedang
bercokol sambil di dampingi empat pengawal di kiri kanannya.
Ia sudah lantas merogoh kantong piauw, karena ia percaya
betul bahwa orang kebiri itu tentulah Tiong Hian adanya. Akan
tetapi sedetik kemudian ia ingat, kalau ia singkirkan jiwanya
Tiong Hian, pasti Kengliak akan tegur padanya. Maka ia
menahan sabar. Kedua pahlawan tadi mengetok pintu, lalu mereka masuk
ke dalam dan memberi hormat pada orang kebiri itu.
"Ong Seng, Tang Hong," berkata thaykam berpengaruh itu.
"tahukah kalian bahwa Seng Kun telah berada di sini?"
"Ya." jawabnya kedua pengawal itu.
"Tang Hong," berkata pula Gui Tiong Hian, "bukankah kau
pembantunya Seng Kun, dan jabatanmu adalah pembantu
kepala dari pasukan pahlawan raja?"
"Memang benar hambamu adalah pembantunya Seng Kun
akan tetapi sekian lama, hambamu tidak cocok dengan dia,"
sahut Tang Hong.
"Pernahkah kau bentrok satu pada lain?"
"Tidak," jawab Tang Hong setelah sejenak bersangsi.
"Hambamu cuma tidak cocok di dalam hati..."
Gui Tiong Hian perdengarkan suara "Hm," Lalu ia tanya
pahlawan yang satunya: "Ong Seng, kau masuki istana
menjadi pahlawan bersama Seng Kun, dan di dalam
kalanganmu, bukankah kau yang paling akur kepada Seng
Kun?" Dengan tergesa-gesa, pahlawan yang bernama Ong Seng
itu tekuk lutut di depan orang kebiri itu, ia manggut-manggut,
akan terus berkata: "Hambamu cuma tahu ada Gui CongCu!"
Gui Tiong Hian tertawa.
"Bagus!" katanya dengan girang. Lantas ia pesan kedua
pahlawan ini. terus ia ajak empat pengiringnya masuk ke pintu
samping, yang pintunya tertutup pula, akan tetapi sesaat
kemudian pintu itu terbuka pula, dari mana muncul tiga orang
tanpa orang kebiri yang berpengaruh itu. Tiga orang itu
adalah dua pahlawan yang mengiringi Seng Kun.
Di matanya Beng Kie, baru dua hari berselang, Seng Kun
sekarang sudah berubah keadaannya tidak keruan dan kaki
tangannyapun terbelenggu rantai.
"Sahabatmu telah tanggungi kau!" kata kedua pahlawan
pengantar kepada orang tawanan itu. Mereka berkata sambil
tertawa. "Sekarang pergilah kau!"
Tanpa membukakan belengguan orang lagi, kedua
pahlawan itu lantas pergi pula.
Ong Seng sambut seatasannya sambil tertawa.
"Silakan duduk!" katanya sambil memimpin. "Apakah kau
tidak menderita?"
Seng Kun tertawa dingin, ia tidak berikan penyahutan.
"Toako," berkata Tang Hong, sang pembantu, "bukankah
kau mengerti kata-katanya orang dulu, bahwa siapa kenal
gelagat, dialah seorang gagah" Maka itu. kenapa kau tentangi
Gui CongCu?"
"Siapakah yang menentangi padanya?" tanya Seng Kun
dengan mendongkol. "Aku justeru tidak mengerti kenapa dia
tidak mau lepaskan aku!"
"Toako," berkata Ong Seng, "kami berdua telah serahkan
jiwa dan rumah tangga kami untuk menanggungkan kau.
maka itu kami minta sukalah kau ucapkan sepatah kata
saja..." "Itulah budi untuk mana aku sangat bersyukur," Seng Kun
jawab. "Apakah itu yang saudara ingin aku mengatakannya?"
"Ketika Sri Baginda wafat, kau berada di dampingnya di
Yangsim thian. kau yang merawati junjungan itu," berkata
Ong Seng. "Itu waktu Sri Baginda telah panggil menghadap
cucunya To Tiong Liam. Tahukah kau apa yang mereka
bicarakan?"
"Aku mendengarnya tidak jelas," Seng Kun jawab.
"Namanya Gui CongCu ada di sebut-sebut atau tidak?"
"Aku berada di luar, aku tidak dengar apa-apa."
"Sehabis itu, ketika si orang jahat kabur, mengapa Sri
Baginda, membiarkan padanya?" Ong Seng tanya pula.
"Hal itu lebih-lebih aku tidak mengerti."
"Bukankah sakitnya Sri Baginda menjadi hebat setelah
sedikit lama sehabisnya dia makan pil merah?" Tang Hong
tanya. "Kau pasti ketahui hal itu. bukan?"
"Di hari pertama, sehabis Sri Baginda makan pil merah itu.
sakitnya baikan banyak," sahut Seng Kun. "Di hari kedua,
setelah makan pil merah lagi belum lama, panasnya telah
naik. tanpa dapat ditolong lagi ia lantas meninggal. Tentang
itu aku telah beritahukan Gui CongCu." Wajahnya Ong Seng
menjadi berubah.
"Toako," katanya, agaknya ia bergelisah, "kita berdua telah
memasuki istana bersama-sama, selama itu, dua puluh tahun
kita telah bersahabat, kau ketahui baik tentang diriku. Kali ini.
aku menanggungkan kau dengan jiwaku sekeluarga, maka,
jikalau kau tidak omong terus terang, bukan hanya kau sendiri
yang tidak usah mengharap bisa keluar dari istana ini dengan
masih hidup, tetapi jiwa kami berdua saudara Tang Hong
inipun tak dapat diselamatkan lagi..."
"Segala apa yang aku tahu, aku telah menyebutkannya,"
Seng Kun kata. "Tentang yang aku tidak tahu, bagaimana aku
harus mengatakannya?"
"Toako, bukannya Gui CongCu sangat curigai kau," kata
pula Tang Hong. "yang benar adalah ia ingin ketahui segala
apa dengan pasti. Gui CongCu menunjang raja yang muda, ia
baru saja pegang kekuasaan besar, di antara menteri-menteri
bun dan bu, mesti ada mereka yang tidak cocok dengannya.
Walaupun Baginda almarhum sendiri, semasa hidupnya, dia
segan terhadap Gui CongCu. To It Hang itu bersahabat kekal
dengan Pengpou Siangsie Yo Kun, dan di masa hidupnya Sri
Baginda pun telah mengenal dia, maka itu tidak mustahil
kalau-kalau Sri Baginda ada meninggalkan sesuatu pesan
kepadanya."
"Yo Pengpou adalah seorang menteri setia, jikalau Gui
CongCu bersungguh-sungguh menunjang raja yang muda,
pastilah Yo Pengpou tidak akan satrukan padanya," Seng Kun
berkata. "Kalau begitu kau jadinya maksudkan Sri Baginda
almarhum benar meninggalkan suatu pesan kepada To It
Hang?" Ong Seng desak.
"Aku tidak maksudkan demikian," Seng Kun membantah.
"Baiklah, hal ini kita tunda dahulu," kata pula Ong Seng.
"Sekarang halnya si orang jahat, si calon pembunuh raja, dia
adalah penting sekali. Apakah benar-benar kau tidak pernah
dengar dia mengatakan sesuatu kepada Sri Baginda
almarhum?"
"Sesungguhnya tidak."
"Apakah kau pun tak tahu she dan nama serta asal-usulnya
penjahat itu?"
Seng Kun menjadi heran.
"Saudara, kenapa kau begini mendesak padaku?" dia tanya.
Ia tahu bahwa Gak Beng Kie adalah utusannya Him Kengliak,
jikalau ia menyebutkannya, mungkin Gui Tiong Hian akan
bertindak tidak baik terhadap Him Teng Pek.
"Bukannya aku desak kau, toako," Ong Seng kata.
"Sebenarnya Gui CongCu ingin sekali bekuk penjahat itu,
sesudah itu barulah dia puas. Kau tahu halnya penjahat itu
tapi kau tidak hendak menyebutkannya, apakah benar-benar
kau inginkan jiwa kami berdua habis bersama kau?"
Mendengar sampai di situ, Beng Kie duga wanita cantik itu
mestinya puteri raja atau selir dan dia itu mungkin berkonco
sama Gui Tiong Hian, karena untuk dia itu, orang kebiri ini jadi
begini repot. Seng Kun pun heran akan dapat tahu Ong Seng sudah
pertaruhkan keluarga dan jiwanya sendiri untuk
mempertanggungkan padanya, hingga karenanya sahabat ini
telah desak ia sedemikian rupa. Maka ia lantas menanya:
"Kenapa kau tahu orang itu satu pembunuh" Jikalau benar dia
pembunuh, mengapa setelah bertemu Sri Baginda, dia tidak
lantas bunuh junjungan kita itu?"
"Kau baik jangan perdulikan hal itu," Ong Seng memotong.
"Kau cuma harus kasih tahu saja she dan nama serta asalusulnya
pembunuh itu. Begitu kau menyebutkannya, Gui
CongCu akan segera merdekakan kau. Atau mungkin sekali
jabatan kepala dari Kimiewie akan diserahkan padamu..."
Seng Kun menjadi gusar. "Aku tidak harapkan jabatan itu!"
katanya dengan sengit. "Lagi pula aku memang tidak tahu
suatu apa! Ketika dia masuk ke dalam Yangsim thian. Sri
Baginda lantas suruh aku keluar untuk menitahkan semua
pahlawan yang mengejar orang itu undurkan diri."
Ong Seng dan Tang Hong saling mengawasi.
"Heran, apapun kau kata tidak mengetahuinya," kata Tang
Hong kemudian. "Sekarang ada satu pekerjaan untuk mana
asal kau gerakkan sekali saja tanganmu. Maukah kau lakukan
itu?" "Aku hendak lihat dahulu halnya," jawab Seng Kun.
"Begini." Ong Seng kata. "Sekarang di luar istana ada
beberapa menteri yang menuduh keras bahwa wafatnya Sri
Baginda almarhum karena diracuni dengan pil merahnya Lie
Ko Ciak, sehingga Paduka Perdana Menteri sendiri turut
terembet-rembet. Berhubung dengan itu. Gui CongCu ingin
kau menjadi saksi, supaya kau kasih keterangan bahwa
meninggalnya Sri Baginda kemarin malam bukannya di ruang
Yangsim thian dan bahwa wafatnya bukan tidak lama
sehabisnya makan pil merah..."
Kaget Seng Kun mendengar kata-kata itu. hingga lantas
saja ia berkata dengan nyaring: "Sebenarnya, aku tidak curiga
suatu apa. tetapi sekarang setelah mendengar katamu ini.
timbullah kecurigaanku. Mungkin wafatnya Sri Baginda
disebabkan dianiaya oleh Pui Ciong Tiat dan Lie Ko Ciak
berdua!" Ong Seng pun jadi gelisah. "Kau harus ingat, asal kau
angkat tanganmu, segera kau akan merdeka!" dia bilang. Dia
maksudkan, asal ajaran itu diterima baik dan diturut, sahabat
ini bakal dibebaskan.
"Seumurku, tidak biasanya aku berdusta," Seng Kun kata.
"Keluargaku bertanggung jawab atas dirimu," Ong Seng
masih mengatakan, "maka jikalau kau menampik, mereka
semua akan tidak hidup lebih lama..."
Seng Kun menjadi gusar, hingga ia berteriak: "Ong Seng,
baru sekarang aku ketahui kau adalah seorang siauwjin!
Mempertanggungkan aku dengan jiwanya keluargamu" Hm!
Cuma iblis yang dapat percaya padamu!"
Parasnya Ong Seng menjadi biru putih.
"Inilah yang dikatakan, anjing menggigit Lu Tong Pin, dia
tak tahu kebaikan hati manusia!" Tang Hong membentak,
berbareng dengan itu, sebelah tangannya diulur, dipakai
menotok jalan darahnya Seng Kun.
Pasti sekali, dengan terbelenggu kaki dan tangan, pahlawan
raja itu tak dapat bela dirinya. Maka dengan gampang Ong
Seng terus masukkan Seng Kun ke dalam sebuah kantung
besar tanpa dibukakan belengguannya lagi.
Sambil berbuat demikian, sahabat palsu ini tertawa dan
kata: "Gui rjongCu ragu-ragu bereskan dia secara terangterangan,
dia kuatir akan timbul tak ketenangannya kawankawannya
dia ini. maka cobalah kau pikirkan daya bagaimana
kita dapat selesaikan dia secara diam?-diam, untuk tidak
mendatangkan kecurigaan?"
"Inilah agak sukar," Tang Hong jawab. "Nanti aku
memikirkan dayanya..." Sejenak kemudian, dia tambahkan:
"Coba singkirkan dulu belengguannya..."
"Eh, untuk apakah?" Ong Seng tanya, ia heran.
"Aku telah totok dia, walau belengguannya disingkirkan,
tidak nanti dia bisa meloloskan diri," Tang Hong kata. "Baiklah
secara diam-diam kita bawa dia ke bukit Bweesan, kita
gantung dia di atas pohon, untuk mengabui matanya orang
banyak, bahwa dia telah menggantung diri sendiri. Tidakkah
ini bagus" Dengan begitu, dia mampus sebagai satu tiongsin,
hamba yang setia!"
"Bagus!" seru Ong Seng sambil tepuk tangan. Terus dia
buka kantung itu untuk keluarkan Seng Kun dan loloskan
belengguannya. "Cukup, bukan?" dia tanya kawannya.
"Cukup!" sahut Tang Hong, yang berbareng, dan
sekonyong-konyong menyerang sahabatnya itu, hingga Ong
Seng tanpa berdaya lagi roboh dengan pingsan.
Tang Hong kembali hendak menotok Seng Kun, sekarang
untuk membebaskan. Akan tetapi belum sempat kedua jari
tangannya mengenai tubuhnya pahlawan kepala itu, tiba-tiba
ia sendiri yang roboh terguling. Karena tepat di sampingnya,
daun pintu samping terbuka dengan tiba-tiba dan munculnya
satu pahlawan yang mendahului membokong padanya.
"Benar-benar Gui CongCu pandai menduga!" kata pahlawan
ini sambil tertawa dingin.


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang Tang Hong dan Seng Kun tidak cocok satu pada
lain, namun walaupun demikian, Tang Hong ada terlebih jujur
daripada Ong Seng maka menampak si orang she Ong hendak
binasakan Seng Kun, tak tegalah hatinya. Iapun lantas
membayangkan, kejadian terhadap Seng Kun ini mungkin juga
terjadi atas dirinya maka dalam tempo sedetik itu dia telah
berubah pikiran, lalu timbul niatnya untuk menolongi Seng
Kun, untuk sama-sama buron dari kota raja. Ia hanya tidak
menduga, Gui Tiong Hian, yang senantiasa bercuriga, ada licin
sekali, orangkebiri ini siang-siang sudah pasang satu pahlawan
lain, untuk mengintai. Maka dengan senjata rahasia, Tang
Hong telah kena dihajar roboh.
Beng Kie saksikan kejadian itu, ia terperanjat. Sekarang
tambahlah pengalamannya untuk kelicikannya kaum kangouw.
yang tak segan makan kawan karena pengaruh harta atau
pangkat. Setelah itu, pahlawan pembokong itu lantas sadarkan Ong
Seng. "Kaulah yang setia!" dia puji orang she Ong ini.
Ong Seng jengah berbareng mendongkol. Lantas ia bantui
kawan itu akan memasukkan pula Seng Kun ke dalam karung.
"Tang Hong pantas dibunuh tetapi akalnya bagus." kata si
pahlawan yang baru itu. "Mari kita bikin Seng Kun
menggantung diri sendiri!"
Ia lantas angkat dan tenteng kantong yang berisikan orang
itu untuk berlalu bersama Ong Seng.
Keduanya mesti jalan di dalam taman yang gelap dan
sunyi. Ketika itu sudah jam tiga, angin bertambah dingin.
Selagi mereka menikung di-gunung-gunungan palsu,
mendadak ada berkesiur angin yang dingin sekali mengenai
mereka, sampai Ong Seng bergidik dan menggigil.
"Ah, toako, aku rada takut..." ia mengaku.
"Takut apa?" kata sipahlawan. "Orang pun belum mampus!
Sekalipun setan penasaran, belum tentu dia datang
mengganggu padamu!"
Baru si pahlawan tutup mulutnya, atau iapun merasa ada
angin meniup kebebokongnya, menyusul mana. kupingnya
dengar: "Setan akan cari padamu!"
Pahlawan ini kaget dan hendak memutar tubuh, tapi
sebelum ia dapat berpaling, jalan darahnya telah kena ditotok,
hingga ia merasakan sakit tak kepalang, sampai ia tak dapat
bersuara lagi. juga Ong Seng, tanpa berdaya telah dibikin lumpuh seperti
kawannya. Setelah itu, orang yang tak dikenal itu tertawa dan berkata
seorang diri: "Kalian hendak bikin celaka orang, sekarang
Giam Lo Ong menghendaki kalian yang lebih dahulu
mendaftarkan diri!" (Giam Lo Ong = Raja Akherat).
Lalu, dengan masing-masing sebelah tangannya orang ini
angkat Ong Seng dan pahlawan itu untuk dijebluskan ke
dalam gua dari gunung-gunungan batu.
Selang sesaat Seng Kun. di dalam kantung yang mulutnya
telah dibuka, sadar dengan heran, karena apabila ia buka
matanya, ia kenali penolongnya adalah si "calon pembunuh"
yang kemarin ini.
"Kau telah bebas dari totokan jalan darah, pergi kau
menyingkir dari keraton ini!" kata si penolong sambil tertawa.
"Paling baik kau tidak temahai lagi segala pangkat GieCian
siewie!" "Kenapa kau bernyali begini besar berani masuk pula
kemari dan melakukan perbuatan ini?" Seng Kun tanya
dengan keheranannya
Tiba-tiba mereka lihat cahaya api di kejauhan.
"Gak Toako, pergi kau tukar pakaianmu dengan pakaian
seragamnya Ong Seng!" ia segera menambahkan. "Aku akan
antar kau keluar dari sini..."
Gak Beng Kie, demikian penolong itu, lompat ke dalam gua
selang tidak lama, ia muncul pula dengan sudah mengenakan
pakaiannya Ong Seng.
"Mari kita keluar dari pintu Seehoa mui," SengKun
mengajak. "Di sana ada orang-orang Kimiewie yang menjaga,
di antaranya ada yang aku kenal baik."
"Aku tidak mau pergi dulu dari sini," Beng Kie beritahukan.
"Ah! Untuk apa kau datang pula kemari?"
Seng Kun heran bukan main. Beng Kie ingat suatu hal.
"Aku ingin minta suatu keterangan darimu," katanya.
"Apakah itu?" Seng Kun tanya. Beng Kie segera tuturkan
apa yang ia ingin ketahui itu. Di akhirnya, ia tanya: "Saudara
Seng, tahukah kau siapa wanita cantik itu?"
Mendengar pertanyaan ini, kepala palawan raja itu
menghela napas.
"Jikalau negara bakal runtuh, selalu muncul segala
siluman!..." katanya dengan masgul. "Aku tidak sangka
perempuan itu berani berbuat yang melanggar kesusilaan,
seperti sudah tidak ada undang-undang negara dan Thian
lagi!..." "Apakah dia bukannya puteri raja atau selir?" tanya Beng
Kie. "Sekarang dia malah lebih berkuasa daripada ibu suri!"
jawab Seng Kun. "Dia adalah Keksie Hujin. babu susu dari
kaisar yang sekarang."
Beng Kie benar-benar merasa aneh sekali.
"Babu susu?" tanyanya, menegasi. "Bagaimana seorang
babu susu dapat berkuasa demikian besar?"
"Kaisar yang sekarang diasuh olehnya semenjak kecil
sehingga besar." Seng Kun beri keterangan. "Adalah aneh,
sejak masih kecil kaisar tidak dapat berpisah daripadanya.
Diapun cantik sekali, walaupun sudah berusia empat puluh
lebih, dia mirip dengan seorang yang umurnya belum tiga
puluh tahun. Mungkin ini sebabnya kenapa kaisar sangat
sayang padanya."
Dari keterangan ini, Beng Kie mendapat kesan bahwa di
keraton tentu pula telah terjadi keburukan lainnya, yang lebih
hebat. Maka ia menghela napas.
"Kalau demikian tidaklah heran..." katanya.
"Gui Tiong Hian juga sangat mengandalkan padanya, yang
ia tempel," Seng Kun beri keterangan lebih jauh, "maka itu
dengan perlahan-lahan ia jadi dapat pengaruh. Gui Tiong Hian
sejak dirikan TongCiang tahun yang lampau, ia telah kirim
beberapa pahlawan kepercayaannya ke dalam keraton untuk
dijadikan pesuruhnya babu susu itu. hingga sejak itu Keksie
Hujin pun sendirinya mempunyai pahlawan pribadi."
Sekarang barulah Beng Kie insyaf, bahwa dua orang
berbaju kuning yang robohkan ia dengan asap hunCweenya
itu adalah pahlawan-pahlawannya perempuan genit dan cabul
itu. Mereka berdualah yang disuruh menculik anak-anak
muda. untuk disekap di dalam keraton,
"Apakah kau atau kawan-kawanmu ketahui hal penculikan
anak-anak muda?" ia tanya pula Seng Kun.
"Sampai sebegitu jauh. belum berani kami menduganya,"
sahut Seng Kun. "Pahlawan-pahlawannya babu susu itu
merupakan rombongan sendiri-sendiri, pihak kami tidak berani
pergi mencari tahu hal ikhwal mereka."
Beng Kie lantas minta keterangan keletakan keratonnya
babu susu itu dan jalan yang mana harus diambil untuk pergi
menyatroninya. lalu ia tambahkan: "Kau tunggui aku di sini,
aku akan segera kembali."
Pemuda ini lantas pergi dengan menuruti petunjuknya Seng
Kun. Ia berhasil menyampaikan Lengnio hu, demikian
namanya keraton babu susu itu. Baru ia sampai di bagian luar,
ia sudah tampak mundar-mandirnya beberapa pengawal. Ia
jemput dua potong batu kecil yang ia lontarkan ke atas hingga
jatuhnya menerbitkan suara, tapi justeru beberapa peronda itu
tertarik perhatiannya, dengan gesit ia menyeplos masuk.
Samar-samar pemuda ini masih ingat jalanan yang ia
pernah lalui untuk menyingkir dari istana itu, maka di lain
waktu, ia sudah sampai di kamar di mana ia pernah dikeram.
Tetapi selagi melangkah mendekati, dari sampingnya ia
dengar teguran pelahan: "Siauw Sam di sana" Sri Baginda ada
di dalam, pergi kau meronda di luar saja!"
Beng Kie tahu bahwa orang telah keliru mengenali
padanya, karena ia mengenakan seragamnya pahlawan
TongCiang. la tidak mau menjawab, ia kuatir suaranya nanti
dikenali. Ia hanya tunggu sampai penegur itu sudah
menghampiri dekat padanya, tiba-tiba ia menotok, hingga
tanpa ampun lagi pahlawan itu roboh tak berdaya. Tubuhnya
pahlawan itu Beng Kie sembunyikan di bawah tambur batu.
Dari situ barulah pemuda kita loncat naik ke atas genteng.
Mengintai dari atas, Beng Kie pertama-tama lihat asap dupa
mengepul-ngepul bergulung naik. Cahaya lilin terang sekali.
"Mirip sebagai kamar pengantin," pikir pemuda kita, yang
tampak kamar itu telah salin rupa, tidak lagi teratur dan
terperabot seperti waktu ia rebah di situ sebagai orang
tangkapan. Dekat pada jendela ada sebuah meja marmer panjang di
atas mana bertumpuk banyak surat-surat. Seorang muda yang
berumur tujuh belas tahun kira-kira asyik periksa surat-surat
itu, satu demi satu. Agaknya dia tak senang atas banyaknya
surat-surat itu.
"Benar gila!" Beng Kie pikir. "Raja sudah bukan kanakkanak
lagi, kenapa tak dapat dia berpisah dari babu susunya"
Bukankah sangat gila, surat-surat urusan negara "yang
seharusnya diurus di dalam istana, dibawa ke dalam keraton
ke kamarnya satu babu susu?"
Raja membalik-balik beberapa lembar surat, lalu ia
mengulet. "Sungguh menyebalkan!" keluhnya.
Keksie si babu susu duduk di damping kaisar, ia lantas
menyuguhkan semangkok godokan somthung.
"Seorang yang menjadi raja bagaimana dia tidak mau
mengurus surat-surat?" katanya.
"Ada beberapa huruf yang aku tak tahu artinya," raja akui.
"Biar besok saja aku tanyakan pada Thayhu."
"Ah, anak Yu!" bersenyum Keksie. "Kata-katamu ini
mungkin menyebabkan orang mentertawainya! Coba kasih aku
lihat surat itu, barangkali aku tahu artinya..."
Seperti diketahui kaisar ini bernama Yu Kauw. sudah
biasanya babu susunya memanggil ia dengan namanya saja,
mengambil nama Yu itu ditambah "anak".
Raja yang muda itu jemput selembar laporan, ialah
laporannya sunbu dari propinsi Siamsay tentang huru-hara
gerombolan, untuk mana, sunbu itu mohon bantuan tentara.
"Turut laporan Ong Sunbu, karena tahun ini di propinsi
Siamsay timbul bahaya kelaparan, di propinsi itu telah muncul
tiga puluh rombongan berandal, maka itu dia mohon bantuan
tentara," kata Keksie sehabisnya membaca.
Raja ini nampaknya gelisah. "Berapa jauh jaraknya Siamsay
dari sini?" tanyanya.
"Jauh, jauh sekali," Keksiejawab. "Jangan kuatir, anak."
"Pembesar negeri sangat banyaknya, aku tidak ingat namanamanya
mereka," berkata raja itu. "Besok nanti aku tanyakan
kepada Menteri Perang dan titahkan dia angkat satu panglima
untuk pergi menindas huru-hara itu."
"Tak dapat kau bertindak demikian, anak." berkata Keksie,
"untuk mengirim panglima tentara, itu memang kewajibanmu
sebagai raja. Tapi dalam hal ini, kau mesti dengar dahulu
pikirannya menteri perbatasan, jangan kita bertindak
sembarangan."
Kembali raja itu mengulet. "Benar-benar aku tak dapat
memikirnya," ia kata. "Begini sukarnya untuk orang yang
menjadi raja, sungguh tak ingin aku mengurusnya lebih jauh.
Menurut kau. babu, bagaimana, aku harus bertindak?"
Inilah pertanyaan yang diharap-harapkan Keksie.
"Kabarnya Pengko Kiesu tiong Lauw Teng Goan cakap
bekerja," ia jawab. "Kenapa kau tidak hendak tugaskan dia
saja membawa angkatan perang?"
"Baiklah, Lauw Teng Goan ya Lauw Teng Goan!" kata raja.
Dan ia angkat pitnya dan mencoret di atas laporan itu. Lalu
sambil tertawa, ia tambahkan: "Babu, selanjutnya baiklah kau
yang wakilkan aku meniliki pelbagai laporan, apa yang kau
katakan aku turut saja!"
Keksie girang bukan buatan. Memang ia sengaja desak raja
cilik ini memeriksa pelbagai laporan supaya menjadi sebal,
dengan demikian ia dapat ketika untuk rebut kekuasaan.
Sekarang ternyata ia berhasil dengan tipu dayanya itu.
Walaupun demikian, ia tidak unjuk kegirangannya, bahkan ia
berlagak mengkerutkan keningnya.
"Anak, sungguh tak sanggup aku terima tugas ini," katanya
dengan pura-pura. "Umpama aku terima itu dan lalu satu kali
aku membuat kesalahan, maka pastilah rombongan Lim Tong
bakal tidak lepaskan aku."
"Kau jangan kuatir aku toh tidak akan menyebutkan
namamu." kata raja.
Baru sekarang si babu susu tertawa.
"Kalau begitu, baiklah, sekarang pergilah kau tidur!" kata
dia. "Biar aku yang periksa semua laporan ini."
"Tetapi Him Teng Pek adalah seorang menteri setia!" tibatiba
raja ini berkata. Lantas ia angkat pitnya, untuk mencoretcoret
pula. Ia menulis huruf-huruf tidak keruan macam akan
tetapi sesuatu hurufnya besar-besar, hingga Beng Kie dari
atas genteng masih dapat membacanya. Tulisnya raja: "Him
Teng Pek adalah satu menteri sangat setia." (Menteri sangat
setia --- taytiongsin).
Keksie Hujin tercengang. "Bagaimana kau ketahui Him
Teng Pek itu menteri yang sangat setia?" tanya dia.
"Di masa hidupnya Sri Baginda ayah sendiri yang omong
kepadaku," sahut raja dengan terus terang. "Katanya jikalau
bukan Him Teng Pek yang membelai tapal batas, pasti sudah
sejak siang-siang bangsa TatCu datang menyerbu. Maka
ketika Sri Baginda ayah sakit, dia telah memanggilnya Him
Teng Pek untuk pulang ke kota raja. Laporan Him Kengliak itu
ditulisnya setengah bulan yang lampau, katanya dia sudah
mulai berangkat, mungkin pada tanggal dua puluh delapan
yang akan datang dia akan sudah tiba di sini ialah nusa.
Bagaimana pendapatmu perlu atau tidak aku keluar dari istana
untuk menyambutnya?"
Beng Kie terkejut berbareng girang. Ia terkejut karena Him
Kengliak akan datang tepat selagi pemerintahan kusut,
disebabkan aksinya kedua doma Pui Ciong Tiat dan Gui Tiong
Hian. yang berkomplot satu pada lain, malah mereka


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersekongkol dengan pihak asing, sedang raja sendiri
dipengaruhi Keksie Hujin, karenanya, ia kuatir sepnya
menghadapi ancaman bahaya. Dan ia bergirang, karena
segera Him Kengliak akan datang hingga ia dapat segera
menghadap sep itu.
Selagi berpikir. Beng Kie juga ingat janjinya To It Hang lagi
tiga hari. Tidaklah itu sangat kebetulan dengan akan
datangnya Him Teng Pek"
Pemuda ini tidak sempat berpikir lebih jauh. Ketika itu,
sehabis menyuguhkan somthung. Keksie telah layani raja
bicara. Sambil tertawa, dengan kedua matanya melirik, babu
susu ini kata: "Lihat baru kau mengatakan tak mau pusingkan
urusan negara, sekarang kembali kau sibuki kedatangannya
menteri! Sri Baginda almarhum wafat belum lama, sampai
nanti tanggal dua puluh delapan, belum lagi lewat tujuh hari,
dari itu, kau tidak boleh keluar dari istana. Baiklah kau
titahkan saja dia datang menghadap! Anak yang baik, kau
sudah letih, nah pergilah kau tidur."
Yu Kauw memang niat tidur, tetapi urusannya Him Teng
Pek membuat ia berpikir. Ia kata: "Tadi aku lihat pelbagai
laporan, delapan atau sembilan bagian ada menuduh Him
Teng Pek. Karena Him Teng Pek seorang menteri setia,
mungkin menteri-menteri yang menuduh itu adalah
penghianat! Kalau besok aku duduk di singgana satu demi
satu, nanti aku tegur dan hukum mereka, maka itu. kau
gantikan aku mencatat nama-nama mereka. Bukankah kau
suka menolonginya?"
"Ah, raja cilik ini masih mengerti juga urusan..." pikir Beng
Kie. Keksie Hujin terkejut dalam hati mendengar kata-kata raja
ini. Maka lekas-lekas ia berkata.
"Aku berdiam di dalam keraton, aku tak tahu urusan di
luar," katanya. "Meskipun Sri Baginda, almarhum mengatakan
Him Teng Pek satu menteri sangat setia, tidak dapat
dipastikan bahwa di luaran dia tidak melakukan sesuatu yang
melewati batas kekuasaannya. Sekarang ada demikian banyak
orang yang menuduh kepadanya, pasti dia mempunyai
kesalahan..."
"Habis, apakah kau hendak hukum Him Teng Pek?" raja
tanya. Kembali Beng Kie bergelisah hati. Tapi Keksie Hujin
menjawab raja: "Sekarang baiklah kita jangan layani keduadua
pihak. Andaikata kau hukum semua menteri yang
menuduh itu. dalam tempo begini pendek ke mana kau
hendak cari menteri-menteri penggantinya akan bantu kau
memerintah?"
Raja berdiam untuk berpikir. "Baiklah!" katanya kemudian.
"Semua laporan itu boleh dimuatkan ke dalam sebuah
keranjang besar, semuanya serahkan pada Teng Pek!"
"Baik. baik." jawabnya Keksie. "Sekarang pergilah kau
tidur!" Raja gulung surat tulisannya, ia lempar itu ke kolong meja.
Keksie kumpulkan pelbagai laporan, lalu ia tuntun
junjungan cilik ini ke pembaringannya untuk tidur.
Dengan tiba-tiba raja perlihatkan wajah yang beda dari
biasanya, ia kata: "Kau tahu, Lie Soansie ingin menolongi aku
mengangkat satu permaisuri!"
Lie Soansie itu adalah selir yang paling disayang dari
almarhum Kaisar Kong Cong (Siang Lok), karena ibunya Yu
Kauw telah wafat, raja ini jadi pandang Lie Soansie sebagai
ibunya sendiri.
Keksie Hujin tertawa. "Selamat, Sri Baginda!" pujinya.
"Nyatalah anakku Yu telah jadi dewasa!"
"Aku tidak menghendaki permaisuri!" raja ini kata. "Aku
ingin babu susu yang menjadi permaisuriku! Babu. kau sangat
cantik! Gadismu juga romannya seperti adikmu saja tetapi
jikalau dia dibandingkan dengan kau. dia masih kalah cantik
dari padamu!"
"Ah, omongan ngaco belo..." kata Keksie. "Mari!"
Ia membuka sebuah pintu, ialah pintu kamar tidur, ke
dalam mana ia masuk bersama-sama raja, yang ia tuntun
tangannya. Begitu kamar kosong, Beng Kie segera lompat turun untuk
masuk ke dalam kamar itu, paling dahulu ia jemput gumpalan
kertas tadi yang dilempar ke kolong meja. Menyusul itu. ia
dengar suara pintu ditolak dari luar. maka sebat sekali ia
mencelat naik ke atas penglari untuk umpetkan diri.
Orang yang datang itu adalah satu nona elok.
"Sungguh besar nyalinya nona ini!" Beng Kie pikir. "Kenapa
dia berani masuk ke kamar raja tanpa mengetok pintu lagi?"
Ketika itu terdengar suaranya Keksie Hujin.
"Apakah anak Teng di sana?" "Ya ibu," jawabnya nona ini.
Maka tahulah Beng Kie, siapa nona itu.
Tidak lama kemudian Keksie muncul. Dia rapatkan daun
pintu dengan perlahan.
"Jangan berisik," dia memperingatkan. "Raja baru saja
tidur..." Si nona kata: "Gui Kongkong kata bahwa Sri Baginda
berada pada ibu di sini, maka itu aku lantas menyusul kemari."
Nona itu ternyata gadisnya Keksie Hujin, namanya Kek
Peng Teng. "Peng Teng" itu berarti "cantik molek." Dia
memang kenal baik Tiong Hian karena ibunya. Keksie,
sebelumnya masuk ke dalam keraton sudah bersahabat
dengan Tiong Hian. yang ketika itupun masih belum menjadi
orang kebiri. Persahabatan mereka ada demikian rupa
sehingga mereka berhubungan sebagai suami isteri dengan
buah terlahirlah nona ini. Ini juga sebabnya tidak lama setelah
wafatnya Kaisar Sin Cong, setelah memegang kekuasaan, Gui
Tiong Hian lantas tolong Keksie menyambut gadisnya itu
untuk tinggal bersama di dalam keraton. Hanya, sampai waktu
itu Peng Teng masih belum tahu bahwa thaykam she Gui itu
adalah ayahnya sendiri.
Keksie tarik tangan puterinya supaya puteri itu duduk di
dampingnya. "Budak tolol, untuk apa kau datang kemari?" tanyanya
sambil tertawa.
"Kau memikir untuk menjadi permaisuri" Sayang kau tidak
punyakan rejeki itu. Walaupun raja turuti kata-kataku, tetapi
permaisuri itu harus keturunan dari keluarga agung. Sayang
leluhurmu tidak pernah menjadi orang berpangkat besar.
Sebaliknya, untuk kau menjadi selir aku tidak setuj u! Anak
yang baik kau bersabarlah, sudah tentu aku akan carikan kau
suami yang setimpal..."
Mukanya si nona menjadi merah. "Kau ngaco belo, ibu!" ia
menegur, tetapi ia tidak gusar. "Aku hendak omong hal yang
sebenarnya. Kau telah bicara atau belum dengan Sri Baginda"
Sukong kata, tidak tepat dia tinggal di dalam keraton secara
sembunyi-sembunyi. Dia memikir untuk sedikitnya menjadi
kepala dari barisan Kimiewie..."
"Aku belum peroleh kesempatan membicarakan itu,"
Keksiejawab. "Sukong telah ajarkan aku ilmu silat pedang,"
kata pula si nona, "maka itu, jikalau kau tidak segera
bicarakan hal itu kepada raja sungguh tidak enak rasanya
bagiku." Sang ibu tertawa.
"Ini toh bukannya urusan yang sangat besar?" katanya.
"Anak yang baik, mengapa kau demikian kesusu" Baiklah,
besok aku bicarakan itu, tentu akan beres."
Beng Kie heran hingga ia berpikir keras.
"Bocah ini omong tentang sukong" Dan ia diajarkan juga
ilmu silat pedang" Siapa sukong itu" Siapa gurunya?" demikian
ia menanya-nanya dalam hatinya, (Sukong --- kakek guru).
Si nona tidak mendesak lebih jauh. "Ya, ibu," katanya
kemudian, "coba kau kasih aku pinjam lihat Yuliongkiam..."
"Jangan sebut-sebut tentang pedang itu, anak!" Keksie
berkata. "Pedang itu hampir saja menerbitkan onar besar!"
Anak itu merasa heran, tapi ia berkata pula: "Untuk melihat
saja toh tiada halangan?"
"Tetapi ingat, pedang itu tak dapat kau ambil untuk dipakai
sendiri!" "Tidak, ibu. Turut katanya sukong dan BouwyongCongkoan,
meskipun di dalam keraton ada banyak pedang mustika, tetapi
pedang-pedang itu tak ada yang bisa lawan pedang Yuliong
kiam yang Gui Kongkong baru dapatkan itu."
Keksie terperanjat, sampai ia berkata seorang diri tanpa ia
merasa: "Ah, pantaslah bocah itu sangat sayang pedangnya
itu..." Beng Kie pun tertarik perhatiannya. Orang toh sedang
bicarakan pedang mustikanya.
Keksie Hujin ulur tangannya ke tembok, di mana ada lemari
rahasianya untuk membuka pintunya.
Beng Kie sedang mengawasi dengan penuh perhatian
ketika tiba-tiba ada cahaya berkeredep menyambar
kepadanya. Ia menjadi kaget tetapi ia lantas menyampok
dengan tangan bajunya, hingga beberapa potong jarum
Bweehoa Ciam lantas meluruk jatuh, menyusul mana, ia
lompat turun dari tempat sembunyinya.
Kek Peng Teng segera berseru: "Ada pembunuh!"
Keksie segera kenalkan Beng Kie, ia tercengang.
"Jangan takut, ibu!" seru pula Peng Teng. "Aku nanti bekuk
pembunuh itu!"
Keksie tidak menyahut, ia hanya menekan kepada alat
rahasia yang membikin terbukanya pintu dari kamar
rahasianya ke dalam mana ia nyeplos masuk.
Peng Teng segera hunus sebatang pedang panjang dengan
apa ia terus tikam pemuda itu.
Beng Kie terkejut bukan karena tusukan hebat dari si nona,
tetapi disebabkan gerakan tangannya nona itu yang mirip
dengan dasar ilmu silatnya Giok Lo Sat --- itu ilmu pedang
istimewa dari si Raksasi Kumala. Ia segera dapat mengenali
ilmu silat pedang itu setelah si nona menikam tiga kali
beruntun kepadanya.
Pada waktu itu pun segera terdengar suara berisik di luar
kamar. Mengetahui akan terancam dikepung musuh Beng Kie tidak
lagi main kelit untuk serangannya nona itu, lantas dari
samping dengan tangan kanannya ia merampas lengan si
nona, berbareng dua jari tangan kirinya, mengancam
sepasang matanya nona itu.
Peng Teng kelihatannya mengerti ilmu silat dengan baik,
tapi rupanya dia kurang pengalaman. Dia kaget atas ancaman
kepada matanya, dan ketika dia mencoba bela diri, tahu-tahu
pedangnya telah terampas musuh. Bahna kagetnya, dia
lompat mundur, tapi justeru itu, sebuah kitab jatuh dari
badannya. Beng Kie tidak mengejar, ia hanya lompat kepada kitab itu.
yang ia segera ambil. Itulah kitab ilmu silat pedangnya Giok Lo
Sat yang sedang dicarinya.
Adalah waktu itu. dari pintu terlihat nerobosnya dua
pahlawan. Pedang panjang itu bukannya LiongCoan kiam tetapi
pedang yang tajam cocok sekali untuk Beng Kie.
Begitu ia tangkis goloknya satu pahlawan, golok musuh itu
segera tertabas kutung, sedang dengan sebelah kakinya ia
dupak seorang pahlawan lainnya sehingga terpelanting keluar.
Ia menggunakan ketika itu untuk melesat keluar pintu terus
lompat naik ke atas payon, dari mana ia lari naik ke
wuwungan untuk kabur terus melewati beberapa undakan
istana. Pada waktu itulah dari empat penjuru terdengar seruanseruan:
"Tangkap pembunuh! Tangkap pembunuh!"
Menggunai ketika sebelum musuh memergokinya, Beng Kie
lompat turun akan menyelusup masuk di antara pohon-pohon
bunga lebat di dalam taman, dari situ ia tampak puluhan
pahlawan istana lari mendatangi tapi bukan ke jurusannya,
juga bukan ke keraton tempatnya si babu susu, hingga iajadi
heran sekali. Maka ia panjat sebuah pohon, untuk dari atas
pohon itu ia dapat mengintai mereka
Jauh di sana, satu bayangan tertampak sedang berlari-lari
sangat cepatnya. Bayangan itu agaknya lari keluar dari
pendalaman keraton dan menuju ke arah ketiga ruang istana
Poohoo thian, Tionghoo thian dan Thayhoo thian di mana dia
lantas lenyap. Kegesitannya bayangan itu, dalam seumurnya
belum pernah Beng Kie lihat lain orang mempunyainya. Itulah
ilmu enteng tubuh yang tiada lebih bawah daripada Beng Kie,
maka ia tak kepalang herannya. Ia lantas menduga-duga,
siapa orang itu dan kenapa dia justeru memasuki istana
bersamaan waktunya dengan dia.
Sekian lama kawanan pahlawan mencari bayangan tadi,
mereka tidak peroleh hasil, maka itu mereka mulai bubar.
Beng Kie lihat dua pahlawan mendatangi ke arah tempat
persembunyiannya. Tiba-tiba timbul pikirannya untuk
membekuk mereka itu, untuk korek keterangan dari mulut
mereka. Lantas ia bersiap menantikan.
Segerajuga kedua pahlawan datang dekat. Dengan
sekonyong-konyong pemuda kita lompat keluar dari
persembunyiannya sambil terus menotok pahlawan yang di
kiri, hingga pahlawan itu roboh tanpa ketahui suatu apa.
Pahlawan yang satunya, yang di kanan, kaget, ia membalik
tubuh sambil menyambar dengan tangannya. Ia berhasil
mencangkol tangannya pemuda kita yang ia segera tarik.
Beng Kie sengaja supaya ia terbetot, tetapi sebaliknya ia kena
tertolak, hingga ia terperanjat. Terus ia hunus pedangnya
dengan apa ia menikam.
Pahlawan itu bersikap tenang, sama sekali tak dia mau
buka mulutnya. Atas datangnya tikaman, dia berkelit, lalu dia
lompat maju, kedua tangannya menyambar ke muka kirinya
Beng Kie. Beng Kie pun berkelit, berbareng dengan mana, ujung
pedangnya menikam ke perut lawan itu.
"Hm!" pahlawan itu perdengarkan suara. Kembali dia
berkelit, sambil berbuat begitu, kedua tangannya diulur untuk
menjepit pedang lawannya.
Inipun ada perlawanan istimewa, yang Beng Kie belum
pernah alami sebelumnya.
Tapi bukan Beng Kie sendiri yang heran. Lawannya pun
tidak kurang terkejutnya, melihat caranya ia berkelahi itu.
Lawannya itu adalah Congkauwtauw guru silat dari
rombongan pahlawan dari TongCiang yang. bernama
Bouwyong Ciong, orang kosen nomor satu untuk keraton
sebab dia pandai kedua-dua ilmu silat lweekang dan gwakang,
dan untuk beberapa puluh tahun, belum pernah dia menemui


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tandingan. Malam itu, dengan saling susul, dua kali Bouwyong Ciong
terima laporan ada orang jahat (calon pembunuh) yang
memasuki istana, satu di antaranya, penjahat yang kepergok
di depan keraton Sinbu kiong, liehay luar biasa ilmu enteng
tubuhnya, sampai dia tidak sanggup mengejarnya. Dan kali
ini, menghadapi penjahat yang kedua, dia heran bukan main
karena liehaynya lawan sehingga hampir-hampir dia kena
tertikam. Dia juga heran menampak orang mengenakan
seragam dari TongCiang. Dia anggap itulah bukti bahwa mesti
ada salah satu pahlawan yang sudah roboh di tangan
penyerang ini. Maka dia jadi mendongkol. Dia anggap malu
baginya untuk menemui rekannya apabila dia tak dapat bekuk
orang ini. Demikian, dia membalas menyerang.
Beng Kie melayaninya sampai kira-kira dua puluh jurus. Ia
heran yang orangterus membungkam, iajadi curiga. Akhirnya,
dengan perlahan ia tanya: "Eh, kau sahabat dari golongan
mana" Apakah kaupun pahlawan di dalam keraton ini" Jangan
kau keliru kenali orang!"
Pemuda kita menanya demikian, karena ia kuatir orang pun
ada seperti ia, yang nelusup masuk secara diam-diam dan
sudah sengajapakai seragam pahlawan istana. Sama sekali ia
tidak menyangka pada Congkauwtauw dari TongCiang, yang
biasa agungi kepandaian sendiri, yang berkeinginan keras
hendak membekuk padanya, supaya tidak ada rekannya yang
merampas jasa. Inilah sebabnya kenapa Bouwyong Ciong
tutup mulut. Selagi menanya demikian. Beng Kie sedikit lengah. Ketika
ini digunai Congkauwtauw itu, yang segera menyerang
dengan hebat. Dia telah berhasil, dia telah hajar pundaknya
pemuda kita. Beng Kie terhuyung, ia merasa sakit dan menjadi gusar,
segera ia balas menyerang. Dengan begitu, mereka jadi
bertempur pula dengan sengitnya.
Bouwyong Ciong menjadi dapat hati, ia mendesak hebat,
hingga Beng Kie menjadi repot, karena rasa sakit pada
pundaknya belum lenyap.
Ketika itu, dari pelbagai jurusan, terdengar berlari-larinya
suara kaki yang mendatangi.
Bouwyong Ciong ingin sekali peroleh pahala, selagi
mendesak ia coba membangkol dengan tangan kiri, tangan
kanannya menyerang dengan pukulan yang dinamakan
BianCiang, Tangan Kapas.
Beng Kie berkelit dengan melenggak, berbareng dengan
itu, pedangnya ditusukkan. Ia lolos dari serangan
Congkauwtauw itu, siapa sebaliknya mesti berlompat untuk
luputkan diri dari ujung pedang. Meski demikian, tidak urung
ujung tangan bajunya terkena pedang hingga berlubang.
Berbareng dengan itu, Bouwyong Ciong keluarkan seruan
keras, ia apungkan tubuhnya untuk menyingkir.
Di lain pihak, Beng Kie ditarik tangannya oleh seorang yang
muncul dari samping gunung-gunungan batu, ke mana dia
diajak menyingkir.
Orang itu adalah Seng Kun, kepala dari barisan pahlawan
raja. Dia sembunyi di gunung batu itu, pikirannya kusut, ketika
dia tidak dengar suara apa-apa, dia bertindak keluar dengan
diam-diam, tetapi kebetulan dia tampak Bouwyong
Ciong. Dalam kagetnya, dia ngelepot pula. Adalah sedang
dia sembunyi, dia saksikan sepak terjangnya Beng Kie yang
bentrok dengan Congkauwtauw itu. Dia masih sembunyi terus
sambil melatih napasnya. Dia masih menderita bekas siksaan.
Dia segera lihat Beng Kie kena tertoyor hingga terdesak.
Untuk menolongi Beng Kie, lekas-lekas dia patahkan beberapa
potong cabang bambu, di saat kedua orang itu saling serang,
dia bokong Bouwyong Ciong dengan batang bambu itu, yang
dia gunai sebagai senjata rahasia. Itulah ilmu senjata rahasia
"Tekyap huihoa, siangjin lipsu" atau: "Memetik daun
menerbangkan bunga, siapa terluka dia terbinasa".
Bouwyong Ciong tahu ia ada sebanding dengan Gak Beng
Peristiwa Merah Salju 6 Pedang Pusaka Buntung Karya T. Nilkas Pendekar Laknat 1

Cari Blog Ini