Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 9
Ki Munding Hideung. Dia belum merasa perlu untuk mempergunakan pusakanya, yaitu Keris Nogo Welang.
Pertandingan antara Ki Munding Bodas dan Sulastri mencapai puncaknya. setelah saling serang dengan sengit dan berulang-ulang ruyung bertemu pedang, Sulastri mengubah gerakan pedangnya yang kini berubah menjadi sinar hijau bergulung-gulung dan dari gulungan sinar ini kadang menyambar serangan kilat yang membuat Ki Munding Bodas menjadi terkejut dan beberapa kali hampir saja dia menjadi korban. Mulailah si muka putih itu terdesak dan main mundur.
Akan tetapi Sulastri terus mengejar. Ki Munding Bodas agaknya menjadi jerih dan dia terus mundur mendaki tebing, akan tetapi sambil mundur dia memutar ruyungnya untuk melindungi tubuhnya. tiba-tiba mulutnya mengeluarkan bunyi bersuit nyaring. sulastri tidak perduli dan mendesak terus.
Suitan itu merupakan isarat sandi bagi para anak buah gerombolan untuk turun tangan mengeroyok. Kini puluhan orang itu bergerak, sebagian mengeroyok Aji dan sebagian lagi mengejar Sulastri yang mendaki tebing untuk terus mendesak Ki Munding Bodas. melihat dia terpisah dari sulastri, Aji cepat berseru.
"Lastri, jangan kejar! Kembali ke sini!" Teriakannya nyaring karena Aji melihat adanya bahaya yang mengancam gadis itu. Kalau gadis itu terpisah jauh darinya, dia tidak akan dapat melindunginya lagi kalau sampai terancam bahaya. Akan tetapi agaknya Sulastri tidak mau mengacuhkan peringatan Aji dan ia sudah mengejar Ki Munding Bodas sampai puncak tebing. Pada saat itu, melihat para anak buah gerombolan yang jumlahnya puluhan orang mengejarnya, Sulastri lalu mengeluarkan pekik dan memukul dengan tangan kirinya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tangan itu terbuka dan seperti mendorong ke arah tubuh Ki Munding Bodas.
"Haiiiitttt ........ !"
Kebetulan Aji mendapat kesempatan melompat ke belakang dan memandang ke arah gadis itu. Mereka dapat terlihat dengan mudah karena berada di puncak tebing. Aji tertegun. Dia mengenal pukulan tangan kiri Sulastri itu. Itu adalah Aji Margopati! Aji yang dikuasai gurunya, akan tetapi yang oleh Ki Tejobudi sengaja tidak diajarkan kepadanya karena aji itu terlalu dahsyat, terlalu ganas, sesuai dengan namanya, Margopati (Jalan Maut). Pukulan itu adalah pukulan maut jarak jauh dan tidak sembarang orang mampu bertahan atau menghindarkan diri dari pukulan maut itu.
"Aahhhh ........ !" Tubuh Ki Munding Bodas terjengkang roboh, terjungkal ke bawah tebing sebelah sana.
Aji terpaksa mengelak dengan lompatan ke kiri ketika beberapa buah golok menyerangnya. Para anak buah gerombolan sudah mulai mengeroyolnya. Akan tetapi dia sengaja melompat jauh kesamping untuk melihat keadaan Sulastri.
Alangkah terkejutnya ketika dia melihat apa yang terjadi di atas puncak tebing itu. Pada saat Sulastri menggunakan Aji Margopati memukul roboh Ki Munding Bodas, belasan orang anak buah gerombolan menyerang Sulastri dengan hujan anak panah! Gadis itu cepat memutar pedang di tangan kanannya, akan tetapi agaknya ia sedikit terlambat karena tadi perbuatannya tercurah kepada Ki Munding Bodas sehingga sebatang anak panah mengenai pundak kirinya dan gadis itu terhuyung ke belakang, tidak menyadari bahwa di belakangnya adalah akhir puncak tebing
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maka tanpa dapat dihindarkan lagi, tubuh dara itu terjatuh ke bawah tebing. Aji tidak melihat lagi, hanya mendengar lengkingan suara Sulastri yang bergema panjang. Perasaan kaget khawatir, dan sedih membangkitkan amarah dalam hati Aji. Sulastri telah terjatuh ke bawah tebing! Sulastri telah tewas! Pikiran ini membuat dia bergerak seperti seekor burung alap-alap yang mengamuk. Tubuhnya melompat tinggi dan ketika turun, kedua tangannya menyambar ke arah pundak Ki Munding Hideung. Kepala geombolan ini mencoba untuk menyambut tubuh pemuda yang meluncur ke arahnya itu dengan bacokan goloknya. Akan tetapi, sebelum bertemu dengan tangan Aji, ada hawa yang amat kuat menyambut golok itu sehingga terpental dan terlepas dari pegangan tangan Ki Munding Hideung, sementara itu kedua tangan Aji dengan jari-jari terbuka sudah menghantam kedua pundaknya.
"Krek-krek!"
Tulang kedua pundak itu patah. Saking nyerinya, Ki Munding Hideung berteriak parau dan diapun jatuh terduduk, goloknya terlepas dan dia mengerang kesakitan dengan kedua lengan tergantung lemas, terkulai lepas karena digerakkan sedikit saja pundaknya terasa nyeri bukan main.
Para anak buah gerombolan menjadi marah dan menerjang, mengeroyok Aji! Pemuda ini dalam kekhawatirannya akan nasib Sulastri, mengamuk. Dia bagaikan seekor alap-alap yang menyambar-nyambar dan ke manapun dia melomapat seperti terbang dan menyambar, tentu ada satu atau dua orang anak buah gerombolan terpelanting dan tersungkur! Keadaan menjadi kacau dan anak buah gerombolan menjadi gentar menghadapi pengamukan Aji itu. Walaupun kini anak buah gerombolan yang tadi mengeroyok Sulastri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
turun dari puncak tebing dan ikut mengeroyok, tetap saja mereka dihajar sampai kocar-kacir oleh Aji. Belum pernah selama hidupnya hati Aji dicengkeram kemarahan seperti itu, kemarahan yang timbul karena kekhawatiran hatinya terhadap Sulastri. Akan tetapi, betapapun marah dan sakit hatinya, tetap saja Aji membatasi tenaganya sehingga para anggauta gerombolan yang dirobohkannya itu tidak ada yang sampai tewas. Mereka hanya menderita patah tulang dan tidak mampu melanjutkan pengeroyokan.
Setelah lebih dari tiga puluh orang gerombolan roboh oleh tamparan dan tendangan Aji, sisanya menjadi gentar dan mereka menghentikan pengeroyokan, bahkan mundur menjauhkan diri. Aji tidak memperdulikan mereka lagi. Dia cepat mendaki puncak, dia menjenguk ke bawah tebing sebelah sana dan matanya terbelalak, wajahnya menjadi pucat. tebing itu ternyata curam bukan main! Orang yang terjatuh ke bawah tebing tak mungkin dapat lolos dari maut. Tentu tubuhnya remuk-remuk terhempas ke batu-batu gunung, terguling-guling dan akhirnya terhenti di dasar tebing dalam keadaan remuk!
"Sulastri ........ !" Dia mngeluh lirih lalu cepat mencari jalan menuruni tebing. Jalan turun sungguh tidak mudah dan kadang dia harus merayap berpegangan kepada batu-batu gunung yang menonjol dan akar-akar pohon, seperti seekor kera. Tinggi tebing itu tidak kurang dari tiga ratus meter! Di bawah sana, dasarnya tidak tampak karena tertutup daun-daun pohon dan semak-semak belukar.
Setelah tiba di bawah, mulailah Aji mencari-cari.
Hatinya terasa seperti diremas-remas dan dia merasa ngeri membayangkan akan menemukan tubuh Sulastri dalam keadaan luka-luka parah, berdarah-darah dan remuk, dan tentu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saja sudah tewas. Tidak mungkin ada manusia yang memiliki kekuasaan untuk menyelamatkan diri setelah terjatuh dari atas tebing yang sedemikian curamnya! Tentu saja kalau Gusti Allah menghendaki, tidak mustahil sama sekali kalau Kekuasaan Gusti Allah menyelamatkan manusia yang terjatuh itu. Kekuasaan Gusti Allah! Aji menyesali diri sendiri! Kenapa dia, dicekam kekhawatiran dan kesedihan tadi, sejenak melupakan hal yang mutlak tak dapat dibantah ini" Kenapa iman dan penyerahannya kepada Gusti Allah tadi goyah sehingga dia menjadi putus asa" Pada hal, mendiang gurunya sudah dapat menanamkan keyakinan di dalam hatinya bahwa segala sesuatu yang telah, sedang dan akan terjadi, hanya dapat terjadi kalau semua itu sudah diperkenankan dan dikehendaki oleh Gusti Allh! Semua milik Gusti Allah dan kalau Gusti Allah menghendaki untuk mengambil apa yang menjadi milikNya, siapa yang akan mampu mencegahnya" Seperti segala apa yang berada di seluruh alam mayapada ini, diri Sulastri juga milik Gusti Allah! Karena itu, dia harus pasrah dengan sepenuh penyerahan hatinya kepada kekuasaan Gusti Allah!
"Duh Gusti, ampunilah hamba ........ !" Aji berdoa dalam hatinya, sadar akan kesalahan dan kelengahannya sehingga tadi dia lupa diri. Kekhawatiran dan kedukaan yang mencekam membuat dia sejenak terlupa akan penyerahannya.
Setelah batinnya mengucapkan doa itu, hatinya menjadi tenteram dan dia mulai mencari-cari lagi dengan hati yang telah siap untuk menghadapi segala yang akan ditemukannya.
Ketika dia menyibak semak belukar dengan sepotong ranting kayu dan melihat tubuh Ki Munding Bodas terkapar di antara semak, telentang dengan pakaian cabik-cabik dan tubuh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penuh darah, matanya melotot, dari mulut dan hidungnya keluar darah menghitam, Aji tidak terkejut lagi. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya ketika melihat dada yang tidak tertutup baju lagi itu ada tanda telapak tangan menghitam. Itulah aji pukulan Margopati! Dia sudah mendengar banyak tentang aji itu dari mendiang Ki Tejobudi dan kakek itu memang sengaja tidak mengajarkan aji pukulan yang amat keji kepadanya.
Agaknya tubuh Ki Munding Bodas terhempas jatuh, terguling-guling dan akhirnya masuk ke dalam semak belukar yang lebat itu, yang kini seolah mengubur jasadnya. Dia melepaskan kuakan pada semak itu yang menutup kembali menyembunyikan mayat itu, dan melanjutkan pencariannya.
Akan tetapi, setelah menjelajahi seluruh dasar tebing, memeriksa setiap semak belukar, menjenguk ke jurang-jurang yang berada di bawah tebing, dia tidak dapat menemukan Sulastri! Harapan mulai memenuhi hatinya. Kalau tidak dapat ditemukan jenazahnya, hal itu hanya berarti bahwa gadis itu masih hidup! Akan tetapi, andaikan atas kehendak Gusti Allah Sulastri masih hidup, setidaknya ia tentu terluka dan tidak dapat pergi jauh. Harapan yang timbul ini menggembirakan hatinya dan mulailah dia berteriak memanggil.
"Lastri ........ ! Nimas Sulastri ........ !"
Karena dia memanggil dengan pengerahan tenaga saktinya, suaranya bergaung di sekeliling lembah. Dia menanti sampai gema suaranya menghilang lalu mengerahkan pendengarannya. Tidak ada jawaban, tidak terdengar gerakan.
"Nimas Lastri ........ ! Di mana engkau ........ ?" Kembali dia berteriak, bahkan lebih kuat daripada tadi karena dia mengerahkan seluruh tenaganya. Gaung suaranya juga lebih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panjang daripada tadi. Akan tetapi tetap tidak terdengar jawaban.
Aji terus mencari-cari dan memanggil-manggil, namun sia-sia. Sulastri bagaikan lenyap ditelan bumi tanpa meninggalkan bekas. setelah matahari condong jauh ke barat, Aji terpaksa meninggalkan tempat itu, kini melalui pendakian tebing yang amat sukar, dia kembali ke atas tebing.
Puncak tebing sudah sepi. Akan tetapi sarang gerombolan itu sudah tampak dari situ. Dia lalu menuruni tebing dan menuju ke sarang gerombolan yang berada tidak jauh dari danau kecil itu. Dengan tabah dan tenang Aji memasuki perkampungan yang pondok-pondoknya masih baru, terbuat dari kayu dan bambu itu. Begitu dia masuk, tampak beberapa orang gerombolan itu berlarian memasuki sebuah pondok besar. Dari dalam pondok-pondok itu terdengar suara-suara rintihan kesakitan maka tahulah Aji bahwa para anggauta gerombolan yang luka-luka berada di perkampungan itu.
Melihat para anggauta gerombolan yang tadinya berada di luar pondok kini berlarian masuk dan bersembunyi dalam pondok, Aji lalu berseru nyaring.
"Kalian semua keluarlah dari pondok, atau haruskah aku membakar semua pondok ini lebih dulu untuk memaksa kalian keluar?"
Teriakan dan ancaman ini berhasil. Berbondong-bondong para anggauta gerombolan keluar dari dalam pondok.
Bahkan yang terluka dipapah oleh yang sehat keluar pula.
Agaknya mereka merasa takut bahwa pondok-pondok akan dibakar oleh pemuda yang sakti mandraguna itu. Aji melihat sekitar empat puluh orang keluar dari pondok dan mereka berjongkok, tanda bahwa mereka tidak akan melawannya. tentu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagian yang lain melarikan diri, pikirnya. Akan tetapi dia tidak melihat Ki Munding Hideung yang hendak ditangkap dan dibawanya ke Kadipaten Cirebon, diserahkan kepada Sang Adipati.
"Di mana Ki Munding Hideung dan para pemimpin yang lain?" Aji bertanya, suaranya mengandung wibawa kuat.
"Suruh mereka keluar! Aku ingin bicara dengan mereka."
Aji memandang dan melihat para anggauta gerombolan itu berdiam diri dan hanya menundukkan muka dengan sikap takut-takut. Dia menunggu, akan tetapi sampai lama tidak ada yang berani menjawab pertanyaan itu. Aji menjadi penasaran.
Dia dapat menduga bahwa sikap diam mereka itu sama sekali bukan hendak menentang, melainkan karena ketakutan.
"Hayo, seorang di antara kalian katakan, di mana adanya para pimpinan kalian itu" jangan takut! Kalau para pimpinan kalian marah, aku yang akan melindungi kalian!"
Setelah orang-orang itu saling pandang dan saling berbisik sehingga gaduh, akhirnya seorang anggauta gerombolan yang usianya sekitar lima puluh tahun bergerak maju sambil berjongkok lalu berkata dengan lirih seolah takut kalau sampai terdengar para pemimpinnya.
"Denmas, harap ampuni kami. Para pemimpin kami sudah lari meninggalkan kami di sini. Ki Munding Bodas telah terjatuh ke dalam jurang bawah tebing. Ki Munding Hideung dan lima orang pembantunya melarikan diri."
"Ke mana" Ke mana mereka melarikan diri?" tanya Aji.
"Kami tidak tahu, denmas. Mereka pergi tanpa pesan dan tidak memberitahukan ke mana mereka melarikan diri."
Aji percaya bahwa para anak buah gerombolan itu tidak berani membohonginya, akan tetapi untuk meyakinkan hatinya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia lalu memeriksa dan menggeledah seluruh pondok. Benar saja, dia tidak menemukan Ki Munding Hideung dan para pembantunya. Maka dia keluar lagi dan mendapatkan puluhan orang anak buah gerombolan masih berjongkok di luar rumah induk yang tadinya menjadi tempat tinggal Ki Munding Hideung dan para pembantunya. Gerombolan itu ternyata tidak ada yang berkeluarga dan tidak terdapat seorangpun wanita atau anak-anak dalam perkampungan gerombolan itu.
Aji sendiri menghadapi mereka. "Hei, kalian semua, anak buah gerombolan Munding Hideung yang telah banyak membuat kekacauan dan kejahatan di daerah Kadipaten Cirebon. Sebenarnya aku telah diberi wewenang oleh Gusti Adipati untuk membasmi kalian semua dan kalau sekarang aku membunuh kalian semua sebagai hukuman, hal itu sudah semestinya dan sewajarnya!"
Anggauta gerombolan tua tadi cepat menyembah-nyembah dan berkata, "Ampun, denmas, harap denmas sudi mengampuni kami. Kami hanya melaksanakan perintah pimpinan kami."
"Dan sekarang apakah kalian juga masih akan melanjutkan perbuatan kalian menjarah rayah rakyat yang tidak berdosa?"
"Kami sudah kapok, denmas!" teriakan ini keluar dari banyak mulut.
"Kalian adalah orang-orang yang bertubuh kuat, sepatutnya malu kalau menggunakan kekuatan kalian hanya untuk menjarah rayah (merampok) rakyat yang tidak berdosa, mengganggu dan mengacau bangsa sendiri! Pada hal, bangsa dan negara kini sedang menghadapi musuh yang paling besar dan berbahaya, yaitu Kumpeni Belanda. Kenapa kalian tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempergunakan kekuatan kalian untuk membela nusa bangsa, untuk membantu Sultan Agung di Mataram, menentang Kumpeni Belanda" Kalaupun hal itu masih belum dapat kalian lakukan, setidaknya kalian harus bekerja baik-bauk, kembali ke jalan benar dan tidak mengganggu rakyat bansa sendiri. Sekali ini aku mengampuni kalian, akan tetapi kalau lain kali aku masih mendapatkan kalian merampok, aku tidak akan mengmpuni lagi dan akan membasmi dan membunuh kalian semua!"
"Terima kasih atas kebijaksanaan denmas!" kata anggauta tua itu dan semua anggauta gerombolan itupun bergumam menghaturkan terima kasih mereka.
"Sekarang aku minta bantuan kalian." kata Aji. "Kalian yang tidak terluka, harap mencari jalan menuruni tebing ini dan mencari temanku, gadis yang terjungkal ke bawah tebing tadi sampai dapat kalian temukan. Aku akan menanti di sini dan tinggal di rumah ini." Dia menunjuk rumah bekas tempat tinggal Ki Munding Hideung.
Para anggauta gerombolan menjadi girang bukan main karena mereka diampuni, maka mendengar permintaan Aji itu, berbondong-bondong mereka lalu mencari jalan untuk menuruni tebing, tentu saja dengan jalan memutar karena menuruni tebing seperti yang dilakukan Aji tadi, tak sanggup mereka melakukannya.
Aji lalu memasuki rumah induk gerombolan itu dan mengaso. Dia duduk bersila dan termenung. Wajah Sulastri selalu terbayang di depan matanya, apa lagi bayangan yang menggambarkan jatuhnya gadis itu ke bawah tebing. Dia selalu gagal dalam Samadhi karena pikirannya tak pernah dapat menghilangkan bayangan gadis itu. perasaan hatinya tertindih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
duka yang mendalam, disertai kegelisahan membayangkan nasib Sulastri. Benarkah gadis itu tewas dengan tubuh remuk di bawah tebing" Sungguh sukar dapat dipercaya bahwa gadis yang lincah jenaka, gagah perkasa dan cantik jelita itu kini menjadi mayat yang rusak dan remuk. Aji merasa jantungnya seperti ditusuk-tusuk.
"Duh Gusti Allah, hamba mohon kekuatan iman dan bimbingan." dia berbisik dan mnyerahkan segalanya dengan sepenuh jiwa kepada Gusti Allah Yang maha Kuasa.
penyerahan secara total itu seketika menghapus semua duka.
Semua ini milik Gusti Allah, juga Sulastri adalah milikNya.
Karena itu terserah kepadaNya untuk memutuskan apa yang akan terjadi dengan gadis itu. Kalau Gusti Allah sudah memutuskan, tidak ada kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mengubahnya. Dan semua keputusan Gusti Allah sudah pasti baik dan benar, sudah pasti yang terbaik baginya dan bagi Sulastri.
"Duh Gusti, hamba menyerahkan Sulastri dan diri hamba sendiri ke tangan Paduka. semoga Paduka sudi mengampuni semua dosa dan kesalahan Sulastri dan hamba."
demikian suara hatinya keluar melalui pernapasannya.
Penyerahan ini bukan sekedar kata-kata atau sekedar pemikiran, melainkan tembus keluar dari jiwanya dan Aji merasa perasaannya tenteram kembali. Apapun yang akan terjadi pada diri Sulastri dia sudah menyerahkannya kepada Gusti Allah dan dia yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri Sulastri, hal itu tentu yang terbaik bagi gadis itu karena sudah dikehendaki Gusti Allah.
Sampai dua hari lamanya Aji tinggal di perkampungan gerombolan itu, membiarkan para anak buah gerombolan setiap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hari mencari-cari jejak Sulastri. Akan tetapi ternyata sia-sia belaka. Para anggauta gerombolan hanya menemukan mayat Ki Munding Bodas saja. Akan tetapi seorang dari mereka menemukan pedang Sulastri dan menyerahkan kepada Aji.
Aji menerima Pedang Nogo Wilis itu, mengamatinya dengan hati penuh tanda tanya. Pedang dapat ditemukan, berarti Sulastri tentu terjatuh di sana pula, tak jauh dari pedangnya. Akan tetapi kenapa mereka tidak dapat menemukan Sulastri" Secercah sinar harapan menerangi hatinya. Sulastri tidak ada, juga tidak ditemukan bekas-bekas darah. ini hanya mempunyai satu arti, yakni bahwa gadis itu tentu masih hidup dan pergi dari dasar tebing itu. Akan tetapi kenapa pedang pusakanya ditinggalkan" Dan kenapa gadis itu tidak mendaki tebing lagi untuk menemuinya" Dia yakin, Sulastri pasti masih hidup. Akan tetapi bagaimana caranya gadis itu menyelamatkan diri, dan ke mana kini berada, menjadi pertanyaan yang selalu bergema dalam benaknya dan tidak dapat dia menjawabnya.
Aji membawa Pedang Nogo Wilis dan memasuki rumah, tepekur di dalam rumah itu sampai lama. Berbagai pertanyaan mengaduk benaknya. Sulastri hilang secara aneh.
Sulastri mampu melakukan pukulan dengan Aji Mardopati!
Sungguh aneh sekali. Dia lalu merenung tentang kematian, dan tentang kedukaan karena ditinggal mati orang yang dikasihi.
Dia merasa yakin bahwa kematian bukan merupakan akhir segalanya. Memang kehidupan sebagai manusia dengan jasmani ini berakhir setelah mati, akan tetapi kematian adalah kelanjutan dari kehidupan ini. Kematian di dunia ini merupakan awal suatu keadaan yang baru. Suatu kehidupan baru dalam alam lain yang merupakan awal suatu keadaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang baru. Suatu kehidupan baru dalam alam lain yang merupakan rahasia manusia yang masih hidup dalam alam ini.
Karena itu, mengapa menyedihkan orang yang telah mati"
Bagaimana kita dapat merasa sedih kalau kita tidak tahu apa jadinya dengan orang yang kematiannya kita tangisi itu"
Bukankah sudah jelas bahwa tangisan itu sebetulnya merupakan bukti kedukaan terhadap diri sendiri" Aku menangisi kematian orang yang kucinta, karena aku kehilangan dia, aku ditinggalkan sendiri, aku tidak bisa mendapatkan kesenangan lagi darinya, aku merasa kesepian dan aku merana.
Karena itulah sebetulnya aku menangis!
Melihat semua kenyataan ini membuat Aji menghela napas dan melayangkan puji kepada Gusti Allah, mohon kemurahanNya agar apapun yang terjadi dengan diri Sulastri, Gusti Allah akan selalu melindungi dan membimbingnya.
Akhirnya Aji mengambil keputusan untuk
meninggalkan perkampungan gerombolan itu. Sekali lagi dia memperingatkan para anggauta gerombolan agar meninggalkan kejahatan mereka yang lama dan mulai kehidupan baru yang tidak menyimpang dari kebenaran.
Setelah meninggalkan Gunung Careme, Aji lalu pergi ke Kadipaten Cirebon menghadap Pangeran Ratu. Adipati Cirebon itu merasa girang mendengar dari Aji bahwa gerombolan pengacau telah dapat dikalahkan. Ki Munding Hideung melarikan diri dan Ki Munding Bodas telah tewas, sedangkan para anak buahnya sudah menyatakan bertaubat dan tidak akan melakukan kekacauan lagi. Akan tetapi sang adipati itu juga merasa berduka mendengar bahwa Sulastri terjatuh ke bawah tebing dan lenyap.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika sang adipati hendak memberi ganjaran, Aji menolak dengan halus dan diapun berpamit, meninggalkan kadipaten, menunggang kuda pemberian sang adipati yang kedua kalinya. Biarpun dia sudah menerima musibah yang menimpa Sulastri denngan segala kepasrahan, namun tetap saja dia merasa kesepian dan kehilangan sekali ketika meninggalkan pintu gerbang Kadipaten Cirebon. Dia merasa seolah ada sesuatu yang hilang, yang membuat hidup ini rasanya tidak lengkap lagi. bahkan ada rasa penyesalan besar dalam hatinya, seolah dia merasa bahwa dialah yang menyebabkan Sulastri mati. Kalau gadis itu tidak ikut dengannya tidak melakukan perjalanan bersamanya, belum tentu gadis itu akan tewas. Sejak gadis itu ikut melakukan perjalanan bersama dia, Sulastri selalu mengalami ancaman maut dan menderita. Ia pernah diserang racun penghancur tulang oleh Nyi Maya Dewi yang jahat. Kemudian ia juga keracunan oleh air yang disuguhkan Ki Sajali pembantu Ki Munding Hideung itu, dan sekarang dia bahkan terkena anak panah dan terjungkal ke bawah tebing yang amat tinggi.
*** JILID XVI ulastri tentu tewas, hal itu tidak dapat diragukan lagi.
Orang yang terjatuh dari tempat begitu tinggi, biar ia S seorang yang memiliki kepandaian tinggi sekalipun, sulitlah akan dapat terlepas dari cengkeraman maut. Tentu saja ada kekecualian, yaitu kalau Kekuasaan Gusti Allah bekerja, maka tidak ada yang tidak mungkin bagi Kekuasaan gusti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Allah untuk melakukan kemujijatan yang menurut ukuran pikiran manusia bagaimana tidak masuk akal dan anehpun.
Sekarang dia harus melanjutkan perjalanannya. seperti yang telah direncanakan menurut petunjuk Senopati Suroantani, dia harus melanjutkan perjalanannya sampai di Jayakarta atau Batavia, pusat benteng Kumpeni Belanda dan siap menanti di sana untuk membantu Mataram apabila pasukan Mataram mulai menyerang benteng Kumpeni Belanda di Batavia. Akan tetapi sebelum melanjutkan perjalanan ke sana, dia harus lebih dulu mencari ayah Sulastri untuk mengabarkan tentang diri Sulastri itu. Dia sudah mendengar dari Sulastri bahwa ayahnya bernama Ki Subali, seorang sasterwan, seniman dan dalang yang tinggal di dermayu. Apapun akibatnya, dia harus menceritakan sejujurnya tentang nasib yang menimpa diri gadis itu.
*** Benarkah Sulastri mati seperti yang dikhawatirkan Aji"
Atau apakah yang terjadi dengannya sehingga ia lenyap tak meninggalkan bekas" Memang, kalau diukur dengan logika pikiran manusia, rasanya tidak mungkin kalau seseorang yang terjatuh dari atas tebing yang demikian curamnya, yang ratusan meter tingginya, akan dapat tinggal hidup. Akan tetapi, banyak sekali kenyataan dalam kehidupan manusia membuktikan bahwa kalau Gusti Allah menghendaki seseorang tinggal hidup, biar seribu satu macam ancaman maut menyerbunya, dia akan terbebas dari kematian. Sebaliknya kalau Tuhan menghendaki seseorang mati, biarpun ada seribu satu perisai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak akan mampu menghindarkannya dari sengatan maut yang mematikannya.
Sudah menjadi kenyataan bahwa Gusti Allah
menghendaki Sulastri hidup. Buktinya, ia tidak mati walaupun terjatuh dari atas tebing yang begitu tinggi. Ia jatuh membentur-bentur dinding karang, bahkan kepalanya terbentur keras sehingga ia pingsan sebelum mencapai dasar tebing. Dan anehnya, beberapa meter sebelum terbanting remuk di atas batu di dasar tebing, tiba-tiba luncuran tubuhnya terhenti karena bajunya tersangkut pada akar pohon besar yang mencuat dari dinding tebing seperti sebuah ujung tombak yang ada kaitannya! Tubuhnya tergantung di situ, bajunya terkait dan ia sama sekali tidak bergerak karena dalam keadaan pingsan.
Dahinya dekat pelipis kiri berdarah.
"Heh-heh-heh, bocah denok ayu kok menggantung diri di situ!" terdengar suara orang terkekeh. Dia seorang kakek yang usianya tentu sudah hampir tujuh puluh tahun, tubuhnya kurus kering dan bongkok, tangan kirinya ceko dan mukanya mengingatkan orang akan tokoh Pendito Durno penasihat kerajaan Ngastino. Akan tetapi biarpun tangan kirinya ceko dan kaki kanannya agak pincang seperti tokoh Gareng dalam cerita wayang, dia dapat bergerak dengan cekatan sekali ketika mendaki tebing. Gerakannya ringan dan sebentar saja dia sudah sampai di tempat di mana Sulastri tergantung pada akar pohon.
"Uh-uh, perawan kinyis-kinyis, sayang sekali kalau mati di sini!" kata pula kakek itu. Kemudian dengan tangan kanannya dia melepaskan baju Sulastri dari kaitan akar pohon dan memondongnya lalu turun lagi seperti seekor monyet.
Kalau ada yang melihatnya tentu akan terheran-heran.
Bagaimana mungkin seorang kakek yang ceko dan pincang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dapat memanjat tebing terjal seperti itu, bahkan ketika turun memondong tubuh seorang gadis. dari gerakan-gerakannya ini saja sudah dapat diketahui bahwa kakek itu tentu bukan orang biasa, melainkan seorang kakek yang memiliki kesaktian.
Setelah turun, kakek itu melanjutkan perjalanannya sambil memondong tubuh Sulastri. Ketika melihat mayat Ki Munding Bodas, dia berhenti dan mengamati mayat itu sambil berdiri.
"Uh-uh, Munding Bodas, engkau tewas terkena pukulan ampuh. Salahmu sendiri! Berapa kali sudah kuingatkan agar jangan membuat kekacauan di Cirebon karena Sang Adipati adalah keturunan mendiang Sunan Gunung Jati yang sakti mandraguna. Nah, sekarang engkau tewas dan akupun tidak dapat menghidupkanmu kembali. Tentu perawan ini ada hubungannya dengan kematianmu!" Setelah berkata demikian, kakek itu meninggalkan mayat itu dan dengan berlari cepat dia memanggul tubuh sulastri menuruni lereng Gunung Careme ke arah selatan.
Luar biasa cepatnya kakek itu berlari, melompati jurang-jurang seperti seekor kijang saja. Dia sama sekali tidak tampak keberatan memanggul tubuh Sulastri yang masih pingsan. Setelah tiba di kaki gunung, dia memasuki sebuah hutan cemara dan ditengah-tengah hutan itu terdapat sebuah pondok kayu.
Dia membuka pintu pondok dan membawa Sulastri memasuki pondok. direbahkannya tubuh gadis itu ke atas sebuah dipan bambu, lalu diperiksanya keadaan Sulastri.
melihat bahwa gadis itu terluka dahinya dekat pelipis, dia lalu mengomel. "Ah, luka ini parah juga. Untung ia memiliki kepala yang keras dan kuat sehingga tidak sampai pecah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kasihan engkau perawan denok ayu, aku akan mengobatimu!"
Dia lalu keluar dari pondok dan mencari Widoro Upas, lalu dibawanya kembali ke pondok. Dengan jari-jari tangannya dia meremas Widoro Upas itu sampai hancur, lalu mencampurkannya dengan beberapa tetes madu dan mengoleskan campuran itu ke luka di dahi Sulastri. Setelah itu dia duduk di tepi dipan dan mengamati wajah yang cantik jelita itu. Biarpun rambut Sulastri terurau lepas dan pakaiannya cabik-cabik dan awut-awutan, namun kecantikannya bahkan tampak lebih menonjol.
"Huh-huh, sungguh ayu manis, kinyis-kinyis merak ati
........ !: Kakek itu berkata, matanya bersinar-sinar penuh gairah, beberapa kali menelan air liurnya dan dia sudah menggerakkan kedua tangannya untuk menggerayangi tubuh muda yang menggairahkan hati dan menimbulkan nafsunya itu.
"Puuuunten ........ !" Terdengar suara orang beruluk salam dari luar pintu. Kedua tangan yang sudah bergerak ke depan itu tertahan dan kakek itu bangkit, bersungut-sungut.
"Hemmm, siapa yang datang menggangguku?"
Agaknya orang yang datang itu mendengar gerutunya.
"Bapa Guru, saya yang datang!"
"Uh-huh, kiranya engkau, munding hideung.
Masuklah!"
Yang datang itu memang Munding hideung. Dia masuk pondok itu dengan langkah terhuyung dan ketika sudah masuk di ruangan depan, dia segera menjatuhkan diri duduk di atas kursi sambil mengerang kesakitan. kakek itu keluar dari dalam kamar dan melihat wajah yang hitam itu kini tampak agak pucat dan wajah muridnya ang tinggi besar itu menyeringai kesakitan, dia segera menghampiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Uh-uh, apa yang telah terjadi denganmu, Munding Hideung" Engkau agaknya terluka!" kata kakek itu. Kakek itu adalah Panembahan Kolo Srenggi, seorang pertapa di hutan cemara yang berada di kaki Gunung Careme dan dia adalah guru dari Ki Munding Hideung dan Ki Munding Bodas.
"Aduh, celaka, bapa guru. kami mengalami malapetaka.
Adi Munding Bodas telah tewas ........ "
"Huh-huh, aku sudah tahu. aku melihat mayatnya di bawah tebing. Dan engkau sendiri kenapakah?"
"Pundak saya ini ........ kedua pundak saya, agaknya patah tulangnya, bapa guru ........ " Munding Hideung mengeluh.
Panembahan Kolo Srenggi terkekeh lalu menghampiri muridnya, menggerakkan kedua tangan dan memegang kedua pundak muridnya itu.
"Aduh ........ !" Ki Munding hideung mengeluh kesakitan.
"Uh-uh, tulang kedua pundakmu retak. Akan tetapi jangan khawatir. Obatku akan menyembuhkannya dalam waktu beberapa hari saja." Setelah berkata demikian, kakek itu pergi ke sebuah kamar di belakang di mana dia menyimpan bermacam-macam rempa-rempa untuk bahan jamu. Dia mengambil Tangkai Cikal Tulang, ditumbuk halus dan dicampur dengan Daun Srigi, setelah itu tumbukan itu dicampur dengan sedikit garam. Dia lalu membawanya ke ruangan depan di mana Munding Hideung masih menunggu sambil mengeluh kesakitan. Panembahan Kolo Srenggi membuka baju atas muridnya itu, kemudian jari-jari tangannya yang panjang kurus namun kuat itu memijat-mijat dan menekan-nekan, membetulkan kembali letak tulang pundak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang patah. Ki Munding Hideung menggigit bibir menahan sakit sampai peluh keluar dari mukanya. Setelah itu, kakek itu mengoleskan bubukan obat itu ke kedua pundaknya, lalu membebatnya dengan kulit pohon randu dan diikat dengan kain.
Memang hebat sekali kemanjuran pengobatan kakek itu. Biarpun tulang-tulang pundaknya masih belum pulih, namun Ki Munding Hideung sudah mampu menggerakkan kedua lengannya!
"Nah, ceritakan apa yang terjadi, " kata Panembahan Kolo Srenggi sambil duduk di kursi depan Munding Hideung.
Ki Munding Hideung menghela napas panjang. "Kami mengalami kesialan, bapa guru. Dua orang utusan Adipati Cirebon, seorang pemuda dan seorang gadis, tiba-tiba menyerbu perkampungan kami. mereka itu sakti mandraguna sehingga banyak anak buah kami yang tewas dan terluka.
bahkan Adi Munding Bodas juga terjatuh ke bawah tebing.
Kami berhasil membuat gadis itu terjungkal ke bawah tebing dan tentu mampus. Akan tetapi pemuda itu sakti sekali sehingga kedua tulang pundakku patah oleh serangannya dan terpaksa kami melarikan diri karena kalau tidak kami semua habis dibunuhnya."
"Wah-wah, hanya dua orang saja dan kalian yang puluhan orang banyaknya sampai kalah" Siapakah dua orang utusan Adipati Cirebon itu?"
"Pemuda itu bernama Lindu Aji dan gadis itu bernama Sulastri."
"Hemmm, sudah berapa kali kuperingatkan kalian agar tidak membuat kekacauan di daerah Cirebon. sang Adipati Pangeran Ratu adalah keturunan mendiang Sunan Gunung Jati,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bagaimana kalian berani main-main" Akan tetapi mengenai gadis itu, kau katakana tadibahwa ia terjatuh ke bawah tebing?"
"Benar, bapa guru. saya melihat sendiri. gadis itu memukul Adi Munding Bodas dengan pukulan jarak jauh dan Adi Munding Bodas terjungkal ke bawah tebing. Akan tetapi pada saat itu, serangan anak buah kami dengan panah berhasil.
Sebatang anak panah mengenai pundak gadis itu dan iapun terjungkal jatuh ke bawah tebing pula."
"Uh-uh, aku belum memeriksa pundak itu. Munding Hideung, dengan siapa engkau datang ke sini?"
"Ada lima orang pembantu saya ikut lari dan kini mereka menanti di luar pondok, bapa guru."
"Biarkan mereka menunggu di sana dan marilah kau ikut aku dan lihat, siapa yang berada dalam kamarku?"
Ki Munding Hideung memandang heran, akan tetapi dia bangkit dan mengikuti gurunya menuju ke sebuah kamar.
Mereka memasuki kamar itu dan melihat gadis yang rebah telentang di atas dipan itu. Munding Hideung berseru kaget.
"Itulah ia, gadis itu! dan ia belum mati?"
Kakek itu menggeleng kepalanya. "Tubuhnya
tersangkut pada akar pohon dan aku menolongnya. Luka di dahinya cukup berat, akan tetapi aku belum melihat luka anak panah di pundaknya." Dia lalu menghampiri Sulastri dan melihat betapa baju di pundak gadis itupun berdarah. Akan tetapi anak panah itu telah tidak ada, agaknya patah ketika tubuh itu terjatuh dan terbentur-bentur dinding tebing.
"Rrrrttt ........ !" Panembahan Kolo Srenggi merobek baju di pundak kiri gadis itu. Kulit pundak yang putih mulus itu tampak. Ada darah berlepotan di situ, akan tetapi anak panahnya sudah tidak ada, tentu telah terlepas ketika gadis itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terbentur-bentur dinding tebing. Luka itu tidak terlalu dalam dan Panembahan Kolo Srenggi lalu mengobatinya dengan ramuan Widoro Upas dan Madu yang masih tersisa.
"Bapa Guru, berikan gadis ini kepada saya! Saya akan memperisterinya, selain untuk kesenanganku karena saya belum mempunyai pendamping yang begini cantik dan sakti, juga untuk membalas dendam atas kematian Adi Munding Bodas di tangannya!"
"Heh-heh-heh, engkau mau enaknya saja!" kata Panembahan Kolo Srenggi. "Akan tetapi karena aku sekarang sudah terlalu tua dan tidak tertarik lagi kepada yang denok ayu, boleh engkau memiliki dia, sekedar untuk menghibur hatimu yang berduka karena malapetaka yang menimpa diri dan perkumpulanmu."
"Terima kasih, bapa guru, terima kasih!" kata Munding Hideung dan bagaikan seekor singa kelaparan melihat seekor domba betina muda yang lunak dagingnya, dia segera membuat gerakan ke arah dipan seperti hendak menubruk tubuh Sulastri.
Agaknya dorongan gairah nafsunya membuat dia lupa diri, tidak perduli lagi bahwa di situ terdapat gurunya dan dia hendak menyalurkan gairah nafsunya pada saat itu juga.
Panembahan Kolo Srenggi, yang di waktu mudanya juga seorang hamba nafsu yang tersesar jauh dari jalan benar, hanya terkekeh seolah merasa lucu, bahkan ingin menikmati kejadian lucu dan menyenangkan yang akan terjadi di depan matanya.
Pada saat jari-jari kedua tangan Munding Hideung sudah hampir menyentuh dada Sulastri, tiba-tiba tubuh gadis itu berbalik, menelungkup lalu seperti merangkak dan terdengarlah lengkingan yang demikian kuatnya sehingga seluruh pondok seperti terguncang hebat! Gadis itu telah sadar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari pingsannya dan ia melakukan hal ini dengan tiba-tiba sehingga mengejutkan Munding Hideung. Raksasa bermuka hitam ini segera melangkah mundur dengan kaget dan jerih.
Dia tahu betapa saktinya gadis itu dan pada saat itu, kedua pundaknya masih belum sembuh, baru saja diobati dan tidak mungkin dia akan menandingi gadis itu. Juga Panembahan Kolo Srenggi terkejut karena ia dapat merasakan kekuatan dahsyat terkandung dalam lengkingan itu. Pada saat kedua orang itu terkejut dan tertegun, tubuh Sulastri melompat keluar dari kamar itu.
"Tangkap! Tangkap gadis itu!" teriak Munding Hideung. teriakan ini ditujukan kepada lima orang pembantunya yang berada di depan pintu. Dan dia sendiri, bahkan didahului Panembahan Kolo Srenggi, melakukan pengejaran keluar pondok itu.
Lima orang pembantu Munding Hideung yang berada di luar pondok, mendengar dan mengenal suara teriakan pemimpin mereka. Mereka serentak bangkit menghadang di luar pintu dan mencabut golok masing-masing dan ketika Sulastri melompat keluar, ia segera disambut serangan lima orang itu. Gadis itu memandang heran seperti orang yang kaget dan tidak mengerti, akan tetapi nalurinya memperingatkan bahwa ia terancam bahaya, maka iapun bergerak cepat mengelak sambil membalas dengan tamparan dan tendangan.
Akan tetapi lima orang itu adalah para pembantu Munding Hideung, rata-rata memiliki kepandaian silat yang lumayan sehingga mereka dapat menghindarkan diri dari serangan Sulastri dan mengepung ketat.
Ki Munding Hideung dan Panembahan Kolo Srenggi juga sudah muncul. Munding Hideung tidak dapat ikut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengeroyok karena tulang pundaknya belum sembuh, akan tetapi Panembahan Kolo Srenggi sudah menggerakkan sebuah tongkat berbentuk ular yang panjangnya sama dengan tubuhnya. Gerakan tongkat ular ini cepat sekali dan mengandung tenaga sakti.
Sulastri melawan mati-matian. Ia tidak bersenjata dan kepalanya masih terasa pening karena luka di dahi dan pundaknya. Bahkan luka di pundak kiri membuat gerakannya menjadi kaku dan lambat. Dan pada saat itu gadis itu bergerak menurutkan naluri saja karena ia tidak mampu mempergunakan akal pikirannya. Semua tampak tak berarti dan tidak dimengerti, membuatnya bingung, hanya nalurinya mengatakan bahwa ia berhadapan dengan musuh-musuh yang berbahaya dan yang hendak mencelakainya, maka ia melawan mati-matian. Bagaimanapun juga, karena ternyata Panembahan Kolo Srenggi itu sakti dan gerakan tongkat ularnya amat berbahaya, sedangkan lima orang pembantu itupun cukup tangguh, maka Sulastri terdesak hebat dan sudah dua kali pinggang dan pahanya terkena gebukan tongkat kakek itu.
Untung baginya bahwa berkali-kali Ki Munding Hideung berteriak kepada para pembantu dan gurunya agar jangan membunuh gadis itu, melainkan menangkapnya. Tentu saja Sulastri yang masih pening dan lemas itu, juga seluruh tubuhnya terasa nyeri karena tadi terbentur-bentur dinding karang, menjadi sibuk sekali dikeroyok enam orang itu.
Pada saat itu tampak berkelebat bayangan orang dan muncullah seorang laki-laki muda. Usianya masih muda sekali, paling banyak dua puluh dua tahun. Pakaiannya sederhana namun bersih dan rapi. Bentuk tubuhnya sedang saja namun gerak geriknya sigap. Wajahnya tampan dan sinar matanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengandung kegagahan. Sepasang alisnya tebal, matanya bersinar-sinar, kadang mencorong penuh wibawa, hidungnya mancung dan bibirnya mempunyai lekukan yang membayangkan kekerasan hati. Setitik tahi lalat kecil menghias dagunya, menambah manis wajah yang tampan itu. Di pinggangnya terselip sebatang keris yang gagangnya terbuat dari kayu cendana hitam. Melihat seorang gadis yang pakaiannya cabik-cabik, rambutnya terurai lepas, dan tampaknya kelelahan dikeroyok enam orang laki-laki yang memegang golok dan tongkat, pemuda itu mengerutkan alisnya yang hitam tebal dan dia membentak.
"Sungguh tidak tahu malu sekali! Enam orang laki-laki bersenjata mengeroyok seorang gadis bertangan kosong yang sedang menderita luka dan tidak sehat. Kalian ini tentulah orang-orang jahat, karena hanya orang jahat saja yang tidak malu melakukan kecurangan seperti ini!" teriaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan. Begitu kaki tangannya bergerak, dua orang pemegang golok terpelanting dan mengaduh, tidak mampu bangkit kembali karena yang seorang kepalanya retak terkena tamparan tangan pemuda itu dan yang seorang lagi dadanya terkena tendangan. Keduanya roboh dan setelah mengaduh-aduh lalu tewas!
Pemuda itu melihat bahwa yang paling berbahaya adalah kakek bungkuk yang memegang tongkat ular panjang.
Maka diapun cepat mencabut kerisnya dan menerjang Panembahan Kolo Srenggi.
"Trak-trang ........ !"
Bunga api berpijar ketika tongkat bertemu keris dan alangkah kaget rasa hati kakek itu ketika melihat betapa tongkat ularnya telah terpotong ujungnya! Dia memutar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tongkatnya, namun pemuda itu dengan tangkas telah menyerangnya mendesaknya dengan hebat. Bukan hanya keris di tangan kanan pemuda itu yang amat tangguh, akan tetapi tangan kirinya juga memukul dengan tenaga pukulan yang dahsyat sekali.
Sementara itu, Sulastri yang kini hanya tinggal menghadapi tiga orang pengeroyok, mengamuk hebat. Ia dapat menyambar golok yang terlepas dari tangan seorang di antara dua orang yang roboh tewas di tangan pemuda itu dan dengan golok ini iapun mengamuk. Gerakannya ganas dan cepat sekali dan dalam waktu singkat goloknya yang menyambar-nyambar ganas itu berturut-turut merobohkan tiga orang pengeroyoknya.
Tiga orang pengeroyok itu roboh mandi darah dan tewas.
Sementara itu, pertandingan antara Panembahan Kolo Srenggi melawan Pemuda itupun berlangsung seru. Akan tetapi kini jelas tampak betapa kakek itu terdesak hebat, terutama sekali oleh dorongan tangan kiri pemuda itu yang mendatangkan angin pukulan yang dahsyat.
"Heh, mampus kau!" kakek itu membentak dan tongkat ularnya yang sudah putus itu menyambar dahsyat. pemuda itu tidak menghindar ke belakang, bahkan maju mendekat dan tangan kirinya berhasil menangkap tongkat, lalu tangan kanan yang memegang keris menusuk. Keris pusakanya tepat menghunjam ke dada yang kerempeng itu. Panembahan Kolo Srenggi menjerit dan melepaskan tongkatnya, menggunakan tangan kiri mendekap dadanya yang terluka dan diapun terhuyung roboh telentang, tewas tak lama kemudian.
Melihat betapa lima orangnya sudah roboh semua, bahkan guruna juga tewas, Ki Munding hideung cepat menggerakkan kakinya melarikan diri. akan tetapi karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kedua pundaknya masih nyeri sekali kalau dipakai berlari, maka larinya juga tidak cepat. melihat dia lari, sulastri yang memandang semua itu dengan mata bingung lalu melontarkan golok rampasannya.
"Syuuuttt ........ cappp ........ !"
Golok meluncur bagaikan anak panah dan menancap di punggung Munding Hideung. Raksasa muka hitam ini menjerit dan roboh tertelungkup, tewas seketika karena golok itu menancap dalam sekali.
Pemuda itu cepat menghampiri. Kini mereka berdiri saling berhadapan dalam jarak dua meter dan saling pandang.
Pemuda itu memandang dengan sinar mata mengandung iba dan kagum. Dia melihat betapa dahi gadis itu dekat pelipis luka dan kebiruan, akan tetapi luka itu sudah tertutup bobok jamu.
Juga pundak kiri yang kulitnya putih mulus itu terluka dan sudah diobati. Mata gadis itu indah sekali dan amat tajam, akan tetapi pada saat itu memandang kepadanya dengan heran dan bingung. Dia melihat gadis itu masih sangat muda sekali, akan tetapi tadi memiliki sepak terjang yang amat hebat, pada hal tubuhnya sudah terluka.
"Nimas." Dia menyebut nimas karena yakin bahwa gadis itu lebih muda dari padanya dan malihat sikap, wajah dan pakaiannya, gadis itupun bukan seorang gadis dusun yang sederhana dan bodoh. "Dahi dan pundak andika terluka. Tentu orang-orang jahat ini yang telah melukaimu."
Sulastri memandang pemuda itu dengan heran. Ia tahu bahwa pemuda ini tadi telah menolongnya, membantunya melawan orang-orang yang mengeroyoknya, akan tetapi ia tidak mengenal siapa pemuda itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Terima kasih atas petolonganmu, ki sanak. Akan tetapi luka-luka ini ........ " Ia meraba dahi dan pundak kirinya yang terluka. " ...... kukira bukan mereka yang melukaiku. Ketika bertempur tadi aku tidak merasa dilukai mereka ...... "
"Kalau begitu, mengapa dahi dan pundakmu terluka"
Siapa yang telah melukaimu?"
Sulastri mengerutkan alisnya dan menggeleng kepalanya. "Aku tidak tahu ...... "
Pemuda itu menatap wajah Sulastri dengan heran.
Bagaimana orang sampai tidak tahu apa yang menyebabkan ia terluka seperti ini" Dia lalu memandang kepada mayat orang-orang yang tadi mengeroyok gadis itu.
"Siapakah mereka ini" Dan mengapa mereka
mengeroyokmu?"
Sulastri memandangi mayat-mayat itu satu demi satu dengan penuh perhatian, akan tetapi slisnya berkerut dan ia memandang kembali kepada pemuda itu lalu menggeleng kepalanya. "Aku tidak mengenal mereka dan tidak tahu mengapa mereka mengeroyokku ........ "
Pemuda itu menjadi semakin heran, "Ah, aneh sekali.
Andika tidak mengenal mereka akan tetapi mengapa mereka mengeroyok andika" Sungguh jahat orang-orang ini. Akan tetapi, kalau boleh aku mengetahui, nona. Siapakah namamu dan bagaimana bisa sampai bisa sampai ke tempat ini?"
Mendengar pertanyaan itu, Sulastri memandang pemuda itu dengan bingung. melihat sikap Sulastri, pemuda itu tersenyum maklum. Memang tidak pantas kalau seorang gadis memperkenalkan diri lebih dulu kepada seorang pemuda.
"perkenalkanlah, nimas, aku bernama Jatmika dari Banten, akan tetapi sekarang aku telah pindah dan tinggal di dermayu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nah, setelah andika mengenal namaku, bolehkah aku mengetahui siapa nama andika dari mana andika berasal?"
Mendengar pertanyaan ini, Sulastri menjadi semakin bingung. Ia meraba kepalanya dan menjawab lirih. " ...... aku
...... aku tidak tahu ...... ! Ah, aku tidak ...... ingat siapa namaku
...... tidak ingat dari mana aku berasal ...... tidak tahu mengapa berada di sini!" Ia menjatuhkan diri berlutut dan masih memegangi kepalanya. "Ah, di mana aku sekarang ini" Siapa aku ini ...... " Ki sanak ...... eh, kakangmas Jatmika, tolonglah, beritahu aku, siapa aku ini ...... ?"
Pemuda itu adalah Jatmika, putera tunggal Ki Sudrajat.
seperti telah diceritakan di bagian depan, Ki Sudrajat adalah putera kandung mendiang Ki Tejo Budi, akan tetapi semenjak kecil Ki Sudrajat menjadi putera tiri Ki Tejo Langit yang kemudian mengubah namanya menjadi Ki Ageng Pasisiran.
Semenjak kecil Ki Sudrajat dipelihara dan dididik oleh Ki Tejo Langit yang dianggap ayah kandungnya sendiri dan tinggal di Banten. Kemudian Ki Sudrajat menikah dan mempunyai seorang anak, yaitu Jatmika. Sejak kecil Jatmika dididik oleh ayahnya, bahkan juga dibimbing dalam olah kanuragan oleh kakeknya di pantai Dermayu. Ki Ageng Pasisiran atau Ki Tejo Langit yang amat sayang kepada cucunya ini lalu minta agar Jatmika tinggal bersamanya. Akan tetapi pemuda ini tidak betah untuk tinggal menganggur saja di pondok kakeknya. Dia berpamit untuk merantau dan pada hari itu secara kebetulan saja dia tiba di kaki Gunung Careme dan lewat di hutan cemara itu sehingga melihat Sulastri yang dikeroyok enam orang, maka cepat dia membantu.
Kini melihat kedaan gadis yang lupa akan namanya sendiri itu, yang berlutut dan memegangi kepalanya, wajahnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tampak sedih sekali dan minta tolong kepadanya untuk memberi tahu siapa ia. jatmika segera dapat menduga apa yang telah terjadi dan menimpa gadis itu. Mungkin luka di dekat pelipis itu, pikirnya. Gadis itu tentu telah menerima pukulan keras didahinya sehingga isi kepalanya mengalami guncangan hebat dan agaknya hal itu membuatnya melupakan segala hal!
Dia merasa iba sekali dan kecerdikannya membuat Jatmika cepat mengambil keputusan ketika dia menjawab dengan sura lembut menghibur.
"Ah, sekarang aku ingat, nimas! Namamu adalah Listyani dan biasa engkau dipanggil Eulis! dan aku tahu bahwa engkau datang dari daerah Cirebon walaupun aku tidak tahu tepatnya di mana karena aku belum pernah berkunjung ke rumahmu."
"Listyani ...... " Eulis ...... ?" sulastri berkata perlahan seolah hendak menghafalkan nama itu. "kenapa aku dapat melupakan nama sendiri" Ah, engkau tentu benar, kakangmas Jatmika. engkau telah menyelamatkan aku. Engkau baik sekali kepadaku, tentu engkau tidak berbohong! Namaku Listyani, biasa disebut Eulis. Ya-ya ...... namaku bagus! akan tetapi siapa orang tuaku" Apa yang telah terjadi denganku selama ini" Aku telah lupa sama sekali!"
Jatmika tidak menjadi bingung. dia tersenyum. "Mana aku tahu, nimas Eulis" Kita baru saja berkenalan dan aku hanya mengetahui namamu saja. Engkau belum pernah menceritakan padaku tentang orang tuamu dan segala hal mengenai dirimu. Engkau agaknya mengalami pukulan yang cukup parah. Aku mengerti sedikit tentang pengobatan. Mari, biarkan aku memeriksa luka-lukamu, nimas. Akan tetapi jangan di sini. Tempat ini menyeramkan dengan mayat-mayat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini. Kita mencari tempat lain yang lebih bersih dan nyaman.
Akan tetapi tunggu dulu aku harus membereskan mayat-mayat ini."
Melihat pemuda itu menyeret mayat-mayat yang berserakan itu ke dalam pondok, Sulastri atau agar memudahkan mulai sekarang kita sebut saja nama panggilannya, yaitu Eulis, memandang dengan heran. Biarpun benturan pada kepalanya membuat ia lupa akan segala hal yang lalu, namun pikirannya masih bekerja dengan baik, dan kecerdikannya tidak berkurang.
"Kakangmas Jatmika, apa yang hendak kaulakukan dengan mayat-mayat itu?" tanyanya.
Pada saat itu Jatmika sudah menyeret mayat Munding Hideung yang letaknya paling jauh dari pondok lalu memasukkannya ke dalam pondok, kemudian dia memasuki pondok, menemukan seguci minayak dan dituangkan minyak itu diatas mayat-mayat itu, lalu dia mengumpulkan kayu-kayu dan daun-daun kering, ditimbunkannya semua itu pada mayat-mayat, barulah ditutupkannya pintu pondok.
"Aku akan membakar pondok ini, nimas. Kasihan mayat-mayat itu kalau tidak ada yang mengurusnya, maka biarlah mereka itu terbakar bersama pondok ini agar sempurna."
Sulastri mengangguk-angguk. Pemuda yang bijaksana, pikirnya. Sakti mandraguna dan bijaksana, inilah kesan hatinya terhadap Jatmika, di samping ia harus mengakui bahwa pemuda itu tampan, lembut dan menarik hati. Ia hanya memandang ketika Jatmika mengerjakan semua persiapan itu.
Setelah pemuda itu membakar pondok, dia lalu berkata kepada
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eulis, "Marilah kita meninggalkan tempat ini, mencari tempat yang lebih bersih untuk bercakap-cakap."
"Bercakap-cakap?" Sulastri bertanya karena ia sendiri bingung, sama sekali tidak ingat akan apa yang telah dilakukan, dan tidak tahu apa yang sedang dan akan dilakukan.
Ia sama sekali lupa akan segala hal mengenai dirinya.
"Ya, bercakap-cakap ...... maksudku ...... aku harus memeriksa luka-lukamu dan mencoba untuk mengobatinya.
Marilah, nimas," kata Jatmika dengan lembut.
Eulis mengangguk dan mengikuti pemuda itu
meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian tibalah mereka di tepi sebuah sungai kecil. Sungai itu tidak banyak airnya, akan tetapi air yang mengalir di antara batu-batu itu jernih sekali. Sawah ladang membentang luas dan dari jauh tampak beberapa orang petani mencangkul di sawah.
"Nah, mari kita duduk di sini dan aku akan memeriksa luka-lukamu, nimas," kata Jatmika.
Eulis mengangguk lalu duduk di atas sebuah batu yang rata. Jatmika menghampiri. "Maafkan aku, nimas," katanya sopan sebelum dia memeriksa luka di dahi dekat pelipis itu.
Luka itu memang tidak terlalu besar, akan tetapi cukup dalam dan melihat warna biru kehitaman di sekeliling luka, mudah diduga bahwa dahi itu terkena pukulan benda yang keras dan kuat sekali sehingga menggetarkan otaknya. "Bagaimana rasanya luka di dahi ini, Nimas Eulis?"
"Rasanya agak pusing dan panas, " kata Eulis.
"Hemm, panas, ya?" Jatmika mengerutkan alisnya.
"Tunggu, aku hendak mencari daun bayam dan madu. Dan luka di pundak ini ...... hemm, maafkan kelancanganku, nimas," kata Jatmika dan tidak jadi menyentuh luka itu yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berada di pundak agak ke bawah sehingga mendekati kaki bukit dada gadis itu. "Agaknya luka ini karena tertusuk benda tajam. Ingatkah engkau apa yang melukai pundakmu ini?"
Eulis menggeleng kepala. "Aku tidak tahu, tidak ingat lagi."
"Hemm, luka terkena tusukan benda dari logam ada bahayanya terkena racun dan membusuk. Tunggulah sebentar, nimas. Pesediaan obat yang berada dalam bungkusan pakaianku tidak cukup. Aku harus mencari ke dusun di depan.
Atau sebaliknya engkau ikut saja. aku khawatir kalau engkau kutinggalkan sendiri di sini, ada orang-orang jahat yang muncul lagi."
"Aku tidak takut!" kata Eulis. ternyata watak sulastri yang keras dan pemberani itu masih belum berubah.
"Aku percaya, nimas. Akan tetapi engkau sedang menderita luka. Marilah."
Suara lembut yang membujuk dari Jatmika itu membuat Eulis menurut dan pergilah mereka ke dusun yang sudah tampak dari situ. Jatmika mencari ramuan Asam Kawak (Asam lama), garam, daun Jarong dan Madu. Ramuan ini untuk dikompreskan pada luka di pundak, sedangkan untuk mengobati luka di dahi, dia menumbuk daun Bayam Duri, lalu dicampur madu dan ditempelkan pada luka itu. selain itu, Jatmika juga menggodok Temulawak dan Gadung untuk diminumkan kepada gadis itu.
Sikap Jatmika yang berwibawa dan lembut, juga karena dia membawa bekal uang yang cukup untuk semua biaya itu, membuat Ki Lurah di dusun itu menerima mereka dengan hormat dan senang. Selama tiga hari mereka berdua tinggal di rumah Ki Lurah. Obat itu ternyata manjur sekali. Dalam waktu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tiga hari saja luka-luka itu telah sembuh dan Eulis tidak merasa nyeri lagi. Hanya ingatannya yang belum kembali. Ia sama sekali lupa akan masa lalunya. Ia seolah hidup baru dan kehidupannya mulai dari pertemuannya dengan Jatmika! Ia hanya ingat bahwa ia dikeroyok enam orang lalu ditolong Jatmika, sejak saat itu sampai sekarang. Itulah saja yang dapat diingatnya!
Set elah melihat keadaan Eulis sudah sembuh benar, mulailah Jatmika merasa bingung sendiri. Apa yang harus dilakukan terhadap gadis itu" Gadis itu kehilangan ingatan, tidak ingat lagi siapa dirinya dan siapa pula orang tuanya, tidak tahu di mana tempat tinggalnya. Tentu saja dia tidak dapat meninggalkan Eulis begitu saja! Gadis itu akan menjadi terlantar walaupun ia sakti dan tampaknya juga cerdik. Sore pada hari ketiga di rumah Ki Lurah itu, Jatmika mengajak Eulis untuk duduk berdua saja di dalam kebun belakang rumah Ki Lurah. Tuan rumah dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keluarganya tidak berani mengganggu. Mereka semua menaruh hormat kepada Jatmika dan Eulis, buka hanya karena sikap kedua orang muda itu, melainkan juga karena Jatmika tidak mau menyusahkan mereka dan selalu mengeluarkan uang untuk membiayai semua keperluan mereka berdua. Untuk Eulispun Jatmika telah membeli beberapa perangkat pakaian pengganti.
Mereka berdua duduk berhadapan di atas bangku yang berada di kebun merangkap taman itu. " Nimas Eulis, " Jatmika mulai membuka percakapan. Selama ini dia selalu bersikap sopan, bahkan jarang mengajak gadis itu bercakap-cakap karena tidak ingin menambah kebingungan pikiran gadis itu.
Dia merasa kasihan kepada gadis itu, bahkan diam-diam dia harus mengaku bahwa dia tertarik sekali dan jatuh cinta kepada gadis yang lupa akan namanya sendiri itu.
"Ya, kakangmas Jatmika. Ada apakah?"
"Nimas, kulihat kesehatanmu sudah pulih. Luka-lukamu hampir sembuh dan engkau tidak merasa nyeri lagi, bukan?"
"Tidak, kakangmas. Aku sudah sembuh dan semua ini berkat kebaikan hati dan pertolonganmu." Eulis memandang wajah pemuda itu dengan sinar mata bersukur dan berterima kasih.
"Jangan disebut lagi tentang pertolongan itu, nimas.
Sekarang yang ingin kubicarakan adalah, bagaimana selanjutnya dengan dirimu" Ke mana engkau hendak pergi setelah kita meninggalkan rumah Ki Lurah ini?"
Ditanya begitu, sulastri atau Eulis merasa seperti orang ditodong keris. Ia termangu-mangu, matanya sejenak menatap wajah Jatmika, lalu memandang ke kanan kiri seperti ingin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
minta bantuan dari mana saja, kemudian tampak bingung dan akhirnya ia menghela napas dan menggeleng kepalanya.
"Aku sungguh tidak tahu, kakangmas. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tidak tahu ke mana aku harus pergi.
Akan tetapi yang jelas, aku harus pergi meninggalkan rumah Ki Lurah ini dan aku akan pergi, entah ke mana. Aku akan menghadapi ketidakpastian itu dengan berani!"
"Engkau akan mencari orang tua dan tempat
tinggalmu?"
"Aku tidak ingat siapa orang tuaku dan di mana tempat tinggalku, akan tetapi aku tahu bahwa namaku Listyani dan panggilanku Eulis. Siapa tahu akan ada yang mengenalku dan memberitahu di mana dan siapa orang tuaku."
Jatmika menatap wajah ayu itu dan merasa kasihan sekali. Dia tidak tega untuk mengatakan bahwa nama Listyani atau Eulis itu sesungguhnya hanyalah nama pemberiannya, bukan nama aseli gadis itu!
"Nimas Eulis, aku bersedia untuk membantumu, mencari orang tua dan tempat tinggalmu sampai dapat. Akan tetapi sungguh sayang, saat ini aku terpaksa tidak dapat menyertaimu karena aku mempunyai tugas kewajiban yang teramat penting."
Tadinya hati Eulis merasa girang sekali mendengar pemuda itu hendak membantunya mencari orang tuanya, akan tetapi ia kecewa mendengar lanjutan kalimat itu bahwa Jatmika tidak dapat menyertainya karena mempunyai tugas yang penting sekali.
"Tugas penting apakah itu, kakangmas Jatmika"
Engkau sudah menolongku, maka aku akan merasa girang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekali kalau dapat membalasmu dan membantumu dalam melaksanakan tugasmu itu."
Wajah yang tampan itu berseri. "Benarkah, nimas"
Akan tetapi tugasku berbahaya sekali."
Eulis tersenyum lebar dan jantung dalam dada Jatmika berdebar keras, matanya terpesona memandang keindahan wajah ketika tersenyum itu. Manisnya!
"Apa artinya bahaya, kakangmas" Ketika engkau menolongku melawan kakek bertongkat ular yang sakti dan para pembantunya itupun berbahaya. Bahaya merupakan makanan bagi kita yang menentang kejahatan. Bukankah begitu?"
Jatmika semakin kagum. Biarpun dia tidak tahu benar siapa sebenarnya gadis ini, namun dari sikapnya jelas mudah diketahui bahwa gadis ini mempunyai watak pendekar yang gagah perkasa.
"Aku merasa girang dan berterima kasih sekali kalau engkau mau membantuku, Nimas Eulis. Dengan bantuan seorang yang digdaya sepertimu, pekerjaanku akan menjadi lebih mudah. Akan tetapi bukankah amat perlu bagimu untuk mencari orang tuamu agar dapat memulihkan ingatanmu?"
Sulastri menggeleng kepalanya. "Bagaimana aku dapat mencari meraka kalau aku tidak ingat siapa nama mereka, bagaimana rupa mereka dan di mana mereka tinggal" Biarkan aku ikut denganmu dan membantumu, kakangmas, karena saat ini hanya engkaulah satu-satunya orang yang kukenal dan kupercaya kebaikannya. Nah, ceritakan, apa sih tugasmu itu?"
"Begini, nimas. Sebenarnya aku mengembara ini membawa pesan dan tugas yang diberikan ayahku dan eyangku (kakekku). Mereka adalah dua orang yang paling kuhormati
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan kupatuhi di dunia ini, maka aku harus menaati pesan dan perintah mereka."
Sulastri memandang wajah pemuda itu dengan kagum.
"Ah, ternyata engkau seorang yang berbakti sekali, kakangmas.
Siapakah ayah dan eyangmu itu?"
"Ayahku bernama Ki Sudrajat. Ibuku telah meninggal dunia dua tahun yang lalu. Tadinya ayah dan aku tinggal di Banten. Akan tetapi sekarang kami tinggal di pantai Dermayu untuk menemani eyang yang sudah tua sekali. Tadinya ayah sendiri yang pergi ke Dermayu, aku menyusul tak lama kemudian. Setelah tinggal di sana beberapa minggu, aku merasa tidak betah karena menganggur, maka aku berpamit hendak pergi merantau. Lalu ayah dan eyang memberi tugas ini kepadaku."
"Engkau belum mengatakan siapa nama eyangmu, kakangmas."
"O, ya, eyang bernama Ki Ageng Pasisiran dan dia sudah tua sekali, maka perlu ditemani ayahku."
Ingatan Sulastri ternyata telah terhapus sama sekali sehingga nama gurunya inipun sama sekali tidak teringat olehnya. Ia seperti seorang hidup baru dan yang diketahuinya hanyalah bahwa ia bernama Listyani atau Eulis dan satu-satunya orang yang dikenalnya hanyalah Jatmika!
"Dan apa tugas yang penting itu?" tanyanya.
"Menurut ayah dan eyang, pada saat ini Kadipaten Sumedang sedang menghadapi pemberontakan yang kabarnya dipimpin oleh orang-orang yang sakti. karena antara eyang dan Sang Adipati di Sumedang masih ada hubungan sanak keluarga walaupun sudah jauh, maka eyang menuruh aku agar pergi ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sumedang dan membantu Kadipaten Sumedang
menghancurkan para pemberontak itu."
"Sumedang" Di manakah itu, kakangmas?"
Jatmika menghela napas dan memandang dengan sinar mata penuh iba. Gadis ini bagaikan seorang asing yang baru datang dari luar negeri dan baru saja berada di Nusantara sehingga tidak mengenal apa-apa, bahkan Kadipaten Sumedang tidak tahu. Pada hal, kalau menurut logat bicaranya, jelas bahwa gadis ini tentu berasal dari daerah Cirebon.
"Kadipaten Sumedang terletak di sebelah barat sana.
Kalau memang engkau mau ikut dan membantuku, nimas, marilah kita berangkat sekarang juga. Tidak enak kalau kita terlalu lama mengganggu Ki Lurah."
"Baiklah, kakangmas. Aku memang ingin sekali membantumu, akan tetapi kelak engkau harus membantu aku mencari orang tuaku."
"Tentu saja! Jangan khawatir, nimas Eulis. Aku pasti akan membantumu sampai engkau dapat bertemu kembali keluargamu." Dalam hatinya Jatmika merasa khawatir.
Bagaimana mungkin dia dapat menemukan orang tua gadis ini yang tidak diketahui namanya, bahkan wajahnyapun tidak dikenal oleh Eulis sendiri" Dan pula, hal ini yang merisaukan hatinya, siapa tahu gadis yang telah menjatuhkan hatinya ini telah memiliki suami atau calon suami!
Setelah berpamit kepada Ki Lurah sekeluarga dan mengucapkan banyak terima kasih, Jatmika dan Eulis lalu meninggalkan dusin itu, melakukan perjalanan ke barat.
*** TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika Aji memasuki kadipaten Cirebon, dia melihat keadaan kota itu ramai dan makmur, seperti keadaan kota-kota pasisir pada waktu itu. Perdagangan agak ramai di kota Cirebon dan terdapat toko-toko bangsa Cina yang menjual berbagai barang yang tidak tedapat di pedalaman. Juga keadaan kota itu biasa saja, seolah tidak ada persiapan menghadapi perang besar yang direncanakan Sultan Agung untuk menyerang Kumpeni Belanda di Batavia. Pada hal, menurut keterangan yang dia dengar dari Suroantani, Adipati atau Raja di Cirebon sudah merupakan sekutu yang mengakui kekuasaan Mataram. Dia mencari keterangan dari penduduk tentang kota Dermayu dan setelah mendapat petunjuk lengkap, berangkatlah dia ke Dermayu dengan maksud mencari Ki Subali, ayah Sulastri.
Setelah memasuki Dermayu (Indramayu), dia bertanya-tanya dan semua orang tahu siapa ki subali dan di mana rumahnya. Ki Subali adalah seorang dalang, satrawan dan seniman yang terkenal, bukan hanya Dermayu, bahkan terkenal sampai ke kota raja Cirebon. Setelah mendapat keterangan, siang hari itu Aji langsung saja berkunjung ke rumah Ki Subali.
Rumah itu cukup besar dan terbuat dari kayu jati. Hal ini menunjukkan bahwa pemiliknya seorang yang memiliki penghasilan cukup. Di pekarangan depan terdapat taman bunga yang terawat oleh tangan-tangan mungil Sulastri! Dia memasuki pintu pagar yang tidak terjaga, melangkah di atas jalan berkerikil di tengah taman pekarangan. Keharuman bunga mawar daan melati menyambutnya dan kembali keharuman ini mengingatkan dia akan Sulastri yang suka menyelipkan bunga mawar dan melati ke rambutnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah tiba di serambi depan, dia berhenti, berdiri menghadap pintu depan yang terbuka, lalu berseru dengan lembut namun disertai tenaga dalam sehingga suaranya dapat terdengar sampai jauh.
"Kulo nuwun ...... !!"
Tidak ada jawaban. aji teringat bahwa di tempat itu mungkin cara memberi salam lain lagi karena bahasanya juga sudah banyak menggunakan bahasa Sunda. Maka di menyusulkan salam dalam bahasa Sunda.
"Puuuunnnnten ........ !"Kembali dia menanti dan tidak terdengar jawaban. Kemudian dia teringat. Orang-orang pesisiran ini sudah banyak yang beragama Islam, berbeda dengan di daerah pedalaman yang belum begitu banyak umat Islam. Maka sekali lagi dia memberi salam.
"Assalaamualaikum ...... !"
Benar saja. Tak lama kemudian terdengar jawaban dari dalam, suaranya agak lemah, tanda bahwa yang menjawab itu berada jauh di bagian dalam rumah.
"Alaikum salaam ...... !" Suara wanita. Berdebar rasa jantung Aji. Kalau yang muncul ibu Sulastri, bagaimana dia akan dapat menceritakan apa yang telah menimpa diri Sulastri"
Dia menunggu dan terdengar langkah lembut menuju ke luar.
Seorang wanita muncul. Tubuhnya masih ramping dan wajahnya masih meninggalkan bekas kecantikan. Pakaiannya sederhana namun sopan dan rapi. Melihat bahwa tamunya seorang pemuda tampan, wanita itu memandang ragu karena tidak merasa kenal pemuda itu.
"Andika siapakah, ki sanak" Dan keperluan apakah yang membawa andika datang berkunjung/" Pertanyaan itupun lembut dan sopan, membuat Aji harus hati-hati untuk bersikap.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maafkan saya, bibi. Saya bernama Lindu Aji dan kalau diperkenankan, saya mohon bertemu dengan Paman Subali.
Benarkah ini rumah kediman Paman Subali?"
Wanita itu adalah istri ki subali. Ia senang melihat sikap dan mendengar jawaban Aji yang demikian lembut dan sopan.
"Benar, anakmas, ini adalah rumah kediaman Ki Subali dan aku adalah isterinya."
"Ah, maaf, kanjeng bibi. Terimalah, hormat saya," kata Aji sambil membungkuk dengan sikap hormat.
"Andika hendak bertemu dengan Ki Subali" Masuklah dan duduklah, anak mas. Tunggulah sebentar, aku akan memberitahu kepadanya." Wanita itu mempersilakan Aji duduk di atas kursi yang terdapat di serambi itu.
"Terima kasih, kanjeng bibi," kata Aji dan diapun duduk di atas kursi serambi, menghadap ke arah pintu yang menembus ke dalam yang dimasuki wanita itu.
Tak lama kemudian muncullah seorang laki-laki di ambang pintu. Usianya sekitar lima puluh tahun, beberapa tahun lebih tua dari wanita tadi, tubuhnya agak jangkung kurus, wajahnya membayangkan kesabaran dan sinar matanya tajam.
Gerak-geriknya lembut ketika dia keluar dari pintu, memandang kepada Aji dengan mulut terhias senyum lembut.
Aji cepat bangkit berdiri dan membungkuk hormat kepada pria itu.
"Maafkan saya kalau kedatangan saya ini mengganggu, paman. Apakah kanjeng paman ini yang bernama Ki Subali, ayah dari nimas Sulastri?"
Wajah itu berseri gembira. "Ah, andika mengenal Sulastri" Benar, ia adalah anak tunggal kami dan sudah agak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lama pergi merantau meninggalkan rumah. Andika mengenalnya" Di mana ia sekarang, anakmas?"
Aji tidak mau langsung mengejutkan hati pria itu dengan berita tentang musibah yang menimpa Sulastri, maka dia lalu berkata. "Kanjeng paman, ceritanya agak panjang.
Sebaiknya kalau saya ceritakan dari pemulaan saya bertemu dan berkenalan dengan Nimas Sulastri."
"Ah, sebaiknya begitu. Mari, silakan duduk, anak mas
...... eh siapa namamu tadi" Ibunya Sulastri tadi memberi tahu, akan tetapi aku lupa."
"Nama saya Lindu Aji, kanjeng paman."
"Lindu Aji" Nama yang jarang kutemui, akan tetapi nama yang bagus, Nak Aji."
"Terima kasih, paman." Mereka lalu duduk, saling berhadapan dan sejenak Ki Subali mengamati wajah pemuda itu dan agaknya dia merasa suka.
"Nah, sekarang ceritakan apa yang kauketahui tentang anak kami Sulastri, Anakmas Aji." Pada saat itu, Nyi Subali keluar membawa baki yang terisi cangkir-cangkir dan sebuah teko tempat air teh. Ia menaruh semua itu di atas meja.
"Kebetulan engkau datang, bune. Anakmas Aji akan bercerita tentang anak kita dan engkau berhak pula mendengarnya. duduklah." kata Ki Subali kepada isterinya.
Wanita itu memandang Aji dengan wajah berseri lalu duduk di sebelah suaminya.
Aji tahu bahwa ceritanya akan membuat kedua orang suami esteri itu terkejut dan berduka, maka dia harus berhati-hati menceritakannya.
"Begini, kanjeng paman dan kanjeng bibi. Saya datang dari Mataram dan sedang melakukan perjalanan merantau. Aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tiba di Loano dan berkenalan dengan adik paman yang bernama Ki Sumali, dan kami menjadi sahabat. Saya membantu Paman Sumali melawan orang-orang jahat yang hendak memaksanya bersekutu dengan mereka untuk menentang Mataram. Paman Sumali menolak dan terjadi pertempuran. Saya membantunya dan pada saat itu muncul Nimas Sulastri yang segera membantu kami. Akhirnya musuh dapat diusir pergi dan kami kembali ke rumah Paman Sumali.
"Ah, jadi Lastri telah bertemu dengan pamannya dengan selamat. Bagus sekali kalau begitu." kata Ki Subali.
"Kemudian bagaiman, anakmas" Apakah masih berada di rumah Adi Sumali?" Tanya Nyi Subali.
Aji menghela napas. Saat yang paling sulit untuk bicara tiba. Akan tetapi dia harus menceritakannya, tak mungkin mengelak lagi.
"Ketika saya berpamit kepada Paman Sumali untuk melanjutkan perjalanan saya ke barat, tiba-tiba Nimas Sulastri menyatakan untuk melakukan perjalanan bersama karena katanya iapun hendak pulang ke Dermayu. Paman Sumali dan isterinya tidak mampu menahannya, dan saya sendiri tentu saja tidak dapat menolak keinginannya. Maka, kami berdua lalu melakukan perjalanan bersama."
Ki Subali tersenyum. "Ah, Adi Sumali telah menikah"
Bagus sekali! Dan mana kalian semua mampu menghalangi kehendak Sulastri" Anak itu kalau sudah mempunyai keinginan, siapapun tidak akan dapat mencegahnya! Lalu bagaimana, anakmas" Kalau kalian melakukan perjalanan bersama, bagaimana sekarang engkau datang ke sini tanpa Sulastri?" Pertanyaan terakhir ini mulai dilontarkan Ki Subali dengan alis berkerut karena dia mulai merasa heran dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penasaran. Juga isterinya memandang Aji dengan mata terbelalak penuh pertanyaan.
Aji menguatkan hatinya dan sedapat mungkin bersikap tenang. "Ketika kami berdua melaksanakan perjalanan, di tengah perjalanan kami dihadang oleh orang-orang yang pernah kami kalahkan ketika kami membantu Paman Sumali.
Mereka adalah orang-orang sakti yang kemudian ternyata adalah antek-antek Kumpeni Belanda, diantara mereka terdapat Nyi Maya dewi, Ki Harya Baka Wulung, dan Aki Somad yang sakti mandraguna. Kami berdua melawan, akan tetapi kalah kuat dan kami berdua ditawan oleh mereka."
"Oo ...... Allah ...... ! Lalu bagaimana dengan anakku Sulastri?" Tanya Nyi Subali dengan kaget.
"Tenanglah, bune. Biarkan Anakmas melanjutkan ceritanya," kata Ki Subali yang lebih tenang. "Lanjutkan, anakmas!"
"Kami berdua ditawan dan dibawa ke Tegal, ke rumah seorang yang bernama Ki Warga, yang saya kira tentu merupakan orang penting dari Kumpeni Belanda. Kemudian kami dibawa ke atas sebuah kapal Belanda yang berlabuh di laut sebelah utara Tegal. Oleh Kapten De Vos, kami dipaksa mengaku tentang rencana penyerbuan Mataram ke Batavia.
Kami menggunakan siasat untuk menjawab keesokan harinya dan malamnya kami mencari jalan untuk meloloskan diri."
"Akan tetapi mengapa kalian tidak melawan?" Tanya Ki Subali penasaran.
"Tidak mungkin, paman. Perempuan jahat itu, Nyi Maya Dewi, telah memberi racun kepada tubuh Nimas Sulastri dan tanpa obat pemunah darinya, nyawa Nimas Sulastri takkan dapat tertolong lagi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ah, jahat sekali perempuan itu!" teriak Nyi Subali.
"Karena itu kami berdua tak berdaya dan terpaksa menurut saja ketika ditawan dan dibawa ke kapal. Setelah merencanakan siasat, malam itu kami berdua bergerak. Kami membakar kapal dan saya menangkap Kapten de Vos! Dengan kapten itu sebagai sandera, saya dapat memaksa Nyi Maya Dewi menyerahkan obat penawar bagi racun di tubuh Nimas Sulastri dan kami dapat melarikan diri dengan perahu yang mereka sediakan sambil membawa Kapten de Vos sebagai sandera."
"Bagus! Siasat yang bagus sekali!" seru Ki Subali gembira.
"Dan bagaimana dengan keracunan anakku" Apakah dapat disembuhkan" Tanya Nyi Subali.
"Kami mendapat obat penawar itu dan ternyata manjur.
Nimas Sulastri dapat disembuhkan."
"Dan bagaimana dengan Belanda tawananmu itu?"
Tanya Ki Subali. "Sulastri tentu membunuhnya!"
"Tidak, paman. Saya mencegahnya dan kami
membebaskannya, sesuai dengan yang telah kami janjikan ketika kami menawannya dan minta obat penawar."
Ki Subali mengangguk-angguk. "Bagus, memang kita harus memegang janji. Akan tetapi di mana Sulastri sekarang?"
"Setelah kami berdua bebas, kami melanjutkan perjalanan dan setibanya di Kadipaten Cirebon, kami pergi menghadap Gusti Pangeran Ratu, adipati Cirebon untuk menceritakan tentang kapal Kumpeni itu dan tentang nama orang-orang yang menjadi antek Kumpeni Belanda agar Kadipaten Cirebon siap menghadapi orang-orang berbahaya yang mengkhianati nusa dan bangsa itu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Subali mengangguk-angguk. "Tindakan kalian itu benar. Lalu bagaimana?"
"Setelah mendengar laporan kami, Gusti Adipati lalu minta bantuan kami berdua untuk menangkap pemimpin gerombolan Munding Hideung yang mengacau di sekitar Gunung Careme. Sebagai seorang hamba Mataram yang mengemban tugas Gusti Sultan Agung untuk membantu daerah-daerah menghadapi kejahatan, saya menerima tugas itu dan Nimas Sulastri juga menyatakan sanggup membantu. Gusti Adipati senang mendengar bahwa Nimas Sulastri adalah puteri paman, karena katanya beliau sudah mengenal paman."
"Ya, aku pernah mendalang di Kadipaten Cirebon,"
kata Ki Subali mengangguk. "Akan tetapi, lalu bagaimana kelanjutannya?" Dalam suaranya terdengar kekhawatiran.
"Kami berdua pergi melakukan penyelidikan ke Gunung Careme, paman. Kami berhasil menemukan sarang gerombolan yang dipimpin oleh Munding Hideung dan Munding Bodas dan terjadi pertempuran. Kami dikeroyok banyak anak buah gerombolan, akan tetapi Nimas sulastri dan saya dapat merobohkan banyak di antara mereka. Bahkan nimas sulastri berhasil menewaskan Munding Bodas, akan tetapi ...... " Sukar sekali Aji melanjutkan ceritanya mengenai malapetaka yang menimpa diri gadis itu.
"Akan tetapi apa, Anakmas Aji" Tanya nyi Subali setengah berteriak. "Apa yang terjadi dengan anakku?"
"Ketika itu Nimas Sulastri mengejar Munding Bodas ke puncak tebing. Saya sudah berseru dan berusaha mencegahnya, akan tetapi ia nekat mengejar dan berhasil memukul roboh Munding Bodas sehingga terjatuh ke bawah tebing yang curam. Akan tetapi pada saat itu, Nimas Sulastri dihujani anak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panah oleh anak buah gerombolan. Saya melihat sebatang anak panah mengenai pundaknya dan ia ...... ia ...... "
"Ia mengapa?" Ki Subali membentak dan wajah isterina menjadi pucat sekali.
"Kenapa anakku sulastri?" teriak wanita itu, bangkit berdiri.
Aji menundukkan mukanya, tidak berani menentang pandang mata mereka dan berkata lirih. " ...... ia ...... terjatuh ke bawah tebing itu ...... "
"Aaaaiiiihhhh ...... " jerit melengking ini disusul robohnya tubuh Nyi Subali.
Suaminya cepat merangkulnya sehingga wanita yang pingsan itu tidak sampai terbanting roboh. Dengan bantuan Aji, wanita yang pingsan itu lalu diangkat dan direbahkan di atas sebuah dipan.
"Biarkan saya menolongnya, paman." kata Aji dan dia segera memijit lekukan bibir atas tepat di bawah hidung nyi Subali dan mengurut tengkuknya beberapa kali. Wanita itu siuman dan mengeluh lirih. Ia membuka mata dan segera teringat. Ia serentak bangkit dan memandang kepada Aji dengan mata terbelalak dan wajahnya pucat sekali.
"...... anakku ...... Sulastri ...... bagaimana dengan ia ......
?" ia bertanya lirih dan suaranya yang gemetar itu sudah diselingi isak tangis.
"Saya cepat turun ke bawah tebing untuk mencarinya, Saya hanya menemukan mayat Munding Bodas dan juga pedang Nogo Wilis milik Nimas Sulastri ditemukan orang-orang yang membantu saya. Nimas Sulastri lenyap tanpa meninggalkan bekas ...... "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sulastri ...... ! O allah, anakku ...... !" Nyi Subali menangis tersedu-sedu.
Ki Subali segera bangkit menghampiri isterinya yang duduk di atas kursi sambil mengguguk dalam tangisnya. Dia meletakkan tangannya di pundak isterinya, menghiburnya.
"Tenanglah, ibune dan jangan putus asa. Bagaimanapun juga, belum ada buktinya bahwa anak kita tewas."
"Itu benar, kanjeng bibi. Saya sudah mencari, bahkan dibantu puluhan orang namun tidak ada tanda-tandanya bahwa Nimas Sulastri tewas di dasar tebing itu.Masih besar sekali harapan dan kemungkinan bahwa ia masih hidup, kanjeng bibi."
Ucapan dua orang laki-laki meredakan tangis Nyi Subali. Ia menyusut air matanya dan memandang kepada suaminya dengan sepasang mata yang kemerahan. "Akan tetapi, kalau ia masih hidup, ke mana ia pergi" Kenapa ia tidak menemui Anakmas Aji?"
Ki Subali tentu saja tidak mampu menjawab dan dia menghadapi Aji, berkata. "anakmas Aji, bukankah tebing itu tinggi sekali" Bagaimana mungkin Sulastri yang terjatuh ke bawah tebing itu dapat lolos dari maut?"
"Memang tampaknya aneh sekali, kanjeng paman.
Sesungguhnya, kalau menurut perhitungan akal kita, saya juga tidak dapat percaya bahwa orang yang terjatuh ke bawah tebing yang demikian curam dan tinggi, dapat lolos dari kematian.
Munding Bodas yang terjatuh itupun tewas dengan tulang patah-patah." Dia teringat akan tanda telapak tangan hitam di dada mayat Munding Bodas. "Akan tetapi kenyataannya, tidak dapat ditemukan jebazah Nimas Sulastri. Karena itu saya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yakin, kanjeng paman dan kanjeng bibi, bahwa Sulastri pasti masih hidup!"
Ucapan Aji yang penuh keyakinan ini menghidupkan harapan dalam hati suami isteri itu. "Akan tetapi bagaimana mungkin, Anakmas Aji." Tanya Ki Subali.
"Paman Subali, apakah paman percaya akan kekuasaan Gusti Allah yang mujijat?" Tanya Aji.
"Tentu saja!"
"Nah, kalau benar demikian, mengapa kanjeng paman masih merasa sangsi dan heran kalau Nimas Sulastri tidak tewas, biarpun ia telah terjatuh ke bawah tebing" Kalau Gusti Allah menghendaki ia hidup, apa sukar dan anehnya bagi Kekuasaan Gusti Allah untuk menyelamatkannya?"
*** JILID XVII i Subali menghela napas panjang, hatinya merasa lega. "Maaf, aku yang bodoh, anakmas. Aku hampir K saja lupa bahwa tidak ada hal yang mustahil bagi Gusti Allah. Andika benar, sekarang aku pun mulai merasa yakin bahwa anakku Sulastri masih hidup karena buktinya, andika tidak dapat menemukan jenazahnya, berarti ia belum tewas dan dengan mujijat dan ajaib Gusti Allah menolongnya."
"Akan tetapi, kalau Sulastri selamat, semoga Gusti Allah mengampuni kami dan menyelamatkan anakku, lalu di mana ia berasa" kenapa ia menghilang tanpa meninggalkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jejak?" tanya Nyi Subali yang kini telah menjadi tenang akibat ucapan-ucapan Aji dan Ki Subali.
"Memang terjadi keanehan, kanjeng bibi. Saya sendiri juga merasa heran dan sama sekali tidak mengerti ke mana Nimas sulastri pergi. Akan tetapi, saya yakin bahwa ia selamat dan mungkin saja ada orang telah menyelamatkannya lalu ia pergi bersama penolongnya itu." Kata Aji.
"Mudah-mudahan dugaanmu itu benar, Anakmas Aji,"
kata Ki Subali penuh harapan.
"Kanjeng paman, saya ingin menanyakan sesuatu kepada paman."
"Silakan, apa yang ingin andika ketahui?"
"Saya mendengar dari Nimas Sulastri bahwa gurunya bernama Ki ageng Pasisiran. di manakah beliau itu?"
"Ki Ageng Pasisiran tinggal di sebuah pondok di pantai laut. mengapa andika yanyakan hal itu?"
"Begini, paman. Saya melihat ada aji pukulan yang dilakukan Nimas Sulastri, dan aji pukulan itu saya kenal baik.
Karena itu saya ingin bertemu dengan Ki Ageng Pasisiran itu.
Biarlah nanti saya mencarinya di pantai. Sebuah pertanyaan lagi, paman. Apakah paman mengenal seorang yang bernama Raden Banuseta, yang merupakan seorang tokoh persilatan terkenal di kerajaan Galuh."
"Raden Banuseta" Tentu saja mengetahuinya, anakmas.
Dia adalah ketua cabang perguruan Dadali Sakti di Dermayu.
Dulu, ketika Sulastri merengek minta belajar silat, hendak kumasukkan di perguruan silat Dadali Sakti, akan tetapi anak itu tidak mau dan berkeras minta agar menjadi murid Ki Ageng Pasisiran."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berdebar rasa jantung Aji mendengar ini. "Kanjeng paman mengenalnya?"
"Tidak mengenal secara pribadi, anakmas. Aku tidak suka berkenalan dengan orang yang namanya dikabarkan sebagai orang yang tidak pantas kujadikan sahabat."
"Ah, bagaimana kabarnya tentang Raden banuseta itu, kanjeng paman?"
"Dia terkenal angkuh dan sombong, suka
mengandalkan kedigdayaannya dan bertindak sewenang-wenang, mengandalkan kedudukannya sebagai putera bangsawan. Kabarnya dia juga laki-laki mata keranjang yang suka merusak pagar ayu mengganggu anak bini orang. Dan itu masih belum seberapa, belakangan ini aku mendengar desas desus bahwa dia berhubungan akrab dengan Kumpeni Belanda."
"Hemm, benarkah itu?"
"Belum ada bukti nyata, akan tetapi ketika ada kapal Belanda mengadakan pesta, diapun termasuk salah seorang yang datang sebagai tamu undangan. Sejak itu didesas desuskan bahwa Raden Banuseta itu membantu Kumpeni Belanda, atau setidaknya ada hubungan dengan mereka."
Girang hati Aji mendengar ini. Ternyata Raden Banuseta adalah seorang yang tersesat. Selain angkuh dan sombong, suka bertindak sewenang-wenang mengandalkan kedigdayaan dan kedudukannya sebagai putera bangsawan, mata keranjang dan suka merusak pagerayu, juga dicurigai sebagai pembantu Kumpeni Belanda. Alasan ini cukup baginya untuk menentang orang yang telah membunuh ayah kandungnya itu! Dia masih ingat akan ajaran Ki Tejo Budi. Dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak akan membalas dendam kematian ayahnya, melainkan dia akan menentang Raden Banuseta karena kejahatannya.
"Kanjeng paman, di manakah rumah perguruan Dadali Sakti itu?"
"Di ujung jalan besar kota ini, dekat gapura kota.
Rumahnya besar dan pekarangannya luas. Semua orang tahu di mana rumah perguruan Dadali Sakti itu." kata Ki Subali, sama sekali tidak tahu apa yang berada dalam hati Aji.
"Sekarang saya hendak mohon diri, kanjeng paman dan kanjeng bibi. Saya berjanji akan mencari keterangan tentang Nimas Sulastri, dan kalau sudah berhasil, akan saya kabarkan ke sini."
"Baik dan terima kasih atas semua berita yang andika bawa tentang anak kami, juga terima kasih sebelumnya bahwa andika akan mencarinya." kata Ki Subali.
Aji bangkit, memberi hormat lalu meninggalkan rumah orang tua Sulastri itu. dari situ dia langsung pergi mencari rumah perguruan Dadali Sakti. Akan tetapi baru belasan langkah dia meninggalkan rumah keluarga Ki Subali, dia teringat akan pedang Nogo Wilis milik Sulastri yang masih dia bawa. Pedang itu sudah tidak ada sarungnya, dan hanya dia libat dengan kain dan dia selipkan di pinggangnya. teringat akan ini, dia segera memutar tubuhnya dan kembali ke rumah Ki Subali.
Suami isteri itu masih beriri di serambi depan, masih termenung memikirkan anak mereka. Melihat pemuda itu datang lagi, mereka menyambut.
"Andika kembali lagi, ada berita apa lagi, anakmas?"
tanya Ki Subali penuh harap.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji menghela napas, merasa iba kepada orang tua itu yang tentu saja merasa amat gelisah dan kehilangan puterinya tersayang itu. Dia mencabut pedang yang terbungkus kain itu lalu menyerahkanna kepada Ki Subali sambil berkata,
"Kanjeng paman, saya tadi lupa untuk menyerahkan pedang ini kepada paman. Terima pedang ini dan simpanlah, paman. Ini adalah pedang milik Nimas Sulastri."
Ki Subali menerima bungkusan pedang itu. "Apakah andika tidak memerlukannya, anakmas" Kalau andika memerlukannya, bawa dan pakailah dulu."
"Terima kasih, paman. Saya tidak memerlukannya.
Sebaiknya paman simpan saja dan paman berikan kembali kepada Nimas Sulastri kalau ia pulang. Permisi, kanjeng paman dan kanjeng bibi." Aji berpamit lalu melangkah keluar lagi.
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini dia melangkah cepat menuju ke ujung jalan besar kota Deramyu. Setelah tampak pintu gerbang, dia bertanya kepada seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang dia jumpai di jalan.
"Maafkan saya, paman. Saya hendak bertanya."
Laki-laki itu memandang kepadanya dan tersenyum.
"Orang muda, apakah yang hendak kautanyakan" Wajahmu tampak demikian gembira! Tentu perkara baik yang akan kautanyakan padaku."
Diam-diam Aji terkejut. Dia berwajah gembira" Apa yang menggembirakan hatinya" Dia termangu, lalu berkata,
"Saya hendak bertanya di mana rumah perguruan Dadali Sakti, paman?"
"Ah, perguruan Dadali Sakti?" Tiba-tiba wajah orang itu tampak muram, alisnya berkerut dan pandang matanya tidak senang. "Kiranya andika orang Dadali Sakti?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji menggeleng kepalanya. "Kalau saya orang Dadali Sakti, tentu tidak akan bertanya di mana rumah perguruan itu, paman."
"Hemm, akan tetapi andika hendak berkunjung ke sana tentu sahabat perguruan itu. Di sana tempatnya, itu yang pekarangannya luas." Setelah berkata demikian, dengan muka membayangkan ketidak senangan hatinya, orang itu cepat melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Aji.
Aji masih berdiri termenung. Yang teringat olehnya dan masih berdengung dalam pendengarannya adalah ucapan orang tadi yang mengatakan betapa wajahnya tampak amat gembira!
Kini harus diakuinya bahwa memang hatinya gembira sekali.
Mengapa" Dia bertanya kepada diri sendiri dan dia menyadari bahwa kegembiraannya itu timbul ketika mendengar bahwa Raden Banuseta adalah orang jahat, bahkan mungkin menjadi antek Kumpeni. Dengan demikian, maka terdapat alasan untuk menentangnya, bahkan membunuhnya! Pada hal, keinginan ini memang selalu bersembunyi di dalam kalbunya, keinginan untuk membunuh Raden Banuseta, keinginan yang timbul karena dendam sakit hati, karena ayahnya telah dibunuh Raden Banuseta!
Menyadari akan hal ini, Aji tertegun! Lalu ia memejamkan mata, hatinya berbisik, "Duh Gusti, ampuni kiranya hati hamba yang lemah ini, yang dicemari dendam kebencian. Duh eyang Tejo Budi, ampuni murig eyang ini."
Setelah menenangkan perasaannya, Aji membuka matanya dan memandang ke arah rumah berpekarangan besar yang ditunjuk orang tadi. Kini hatinya menjadi tenang, perasaan gembira yang menyembunyikan dendam itupun tak terasa lagi. Dengan tenang dia melangkah menuju ke rumah besar yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berpekarangan luas itu. Kini dia yakin apa yang akan dilakukannya. Tidak, dia tidak sudi dipengaruhi dendam sakit hati karena terbunuhnya ayah kandungnya oleh Raden Banuseta. Dia tahu bahwa ayahnya dahulu juga membunuh ayah Raden Banuseta karena bangsawan itu menculik dan memperkosa isteri pertama ayahnya sehingga wanita itu membunuh diri. Dendam mendendam, balas membalas yang tiada berkesudahan! Dia tidak boleh menambah mata rantai baru pada untaian mata rantai karma itu. Rantai balas membalas itu akan putus kalau dia tidak mendendam dan membenci. Dia akan menghadapi Raden Banuseta untuk menentang kejahatannya, bukan untuk membalas dendam.
Di pintu pagar pekarangan itu dia berhenti. Di pekarangan itu tumbuh sebatang pohon jambu dan sebuah papan yang cukup lebar tergantung di dahan pohon. Papan itu warna dasarnya putih dan ada lukisan sepasang burung dadali (wallet) hitam sedang bertarung di udara. Lukisan sepasang burung itu indah sekali dan di bawahnya terdapat tulisan PERGURUAN SILAT DADALI SAKTI. Tidak salah lagi, inilah rumah perkumpulan Dadali Sakti itu dan Raden Banuseta adalah ketuanya. Dengan sikap tenang dia lalu mendorong pintu pagar itu sehingga terbuka dan dia melangkah memasuki pekarangan.
Dua orang laki-laki berusia kurang lebih tiga puluh tahun, keduanya bertubuh tinggi besar dan berpakaian ringkas seperti yang biasa dipakai para pendekar silat muncul dari serambi rumah besar itu dan melangkah cepat menyambut Aji.
Dari sikap dan wajah mereka, jelas tampak bahwa kedua orang itu merasa tidak senang dan menganggap kedatangan Aji seperti sebuah gangguan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Heh, ki sanak! Lancang benar kamu masuk ke pekarangan kami!" bentak seorang dari mereka yang berhudung pesek.
"Siapa kamu yang berani masuk tanpa ijin ke sini?"
bentak orang kedua yang berkumis tebal. Keduanya memandang Aji dengan mata melotot galak.
Aji tersenyum sabar dan sikapnya tenang saja.
"Maafkan kalau kedatanganku ini mengganggu andika berdua.
Aku datang berkunjung untuk bertemu dengan Raden Banuseta."
Melihat pemuda itu tidak kelihatan gentar oleh sikap bengis mereka dan mendengar dia ingin bertemu dengan Raden Banuseta, dua orang itu saling pandang dan tiba-tiba sikap mereka berubah. Si kumis tebal melintang bertanya, nada suaranya berbeda, menjadi ramah dan merendah, bahkan kalau tadinya menyebut kami kini andika. "Mohon tanya, siapakah nama andika dan apakah andika ini sahabat ketua kami Raden Banuseta?"
Melihat perubahan sikap mereka, tahulah Aji dengan orang-orang macam apa dia berhadapan. Orang-orang seperti ini biasanya suka menindas bawahan dan menjilat atasan!
Kepada rakyat yang lemah mereka bertindak sewenang-wenang dengan kejam, akan tetapi kepada orang-orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa, mereka menjilat dan mencari muka.
"Aku bukan sahabat Raden Banuseta, akan tetapi aku mempunyai keperluan penting sekali untuk bertemu dan bicara dengan dia. Karena itu harap andika berdua suka melaporkan bahwa aku datang ingin bertemu dan bicara dengan dia."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kembali dua orang itu saling oandang dan mereka bersikap ragu-ragu.
"Dapatkah andika memberi tahu kepada kami siapa andika dan apakah keperluan dengan ketua kami itu, agar kami dapat melaporkannya kepada wakil ketua kami?" Tanya yang berhidung pesek.
"Kenapa kepada wakil ketua" Aku ingin bicara dengan Raden Banuseta, ketua perguruan Dadali Sakti."
"Ketua kami sedang pergi, akan tetapi marilah andika kami hadapkan kepada wakil ketua kami agar andika mendapatkan keterangan lebih jelas," kata si kumis tebal yang mulai menaruh curiga dan sengaja hendak membawa tamu itu menghadap wakil ketua sehingga atasannya itu yang akan mengambil keputusan.
Aji yang memang bermaksud menyelidiki keadaan perguruan Dadali Sakti yang mempunyai nama buruk di Dermayu, yang kabarnya para anggautanya sudah bertindak sewenang-wenang, segera mengangguk menyetujui. Bukan hanya Raden Banuseta yang harus diselidiki dan ditentangnya, melainkan juga perguruan ini akan ditentangnya kalau memang benar suka bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat jelata.
"Baiklah, mari kita menghadap wakil ketua kalian,"
kattanya dan dia lalu mengikuti dua orang anggauta Dadali Sakti itu memasuki rumah besar itu.
Ternyata rumah itu memang luas sekali, memiliki banyak kamar dan lorong. Melalui lorong mereka menuju ke bagian belakang di mana terdapat sebuah ruangan berlatih pencak silat yang amat luas. Pada saat mereka memasuki ruangan luas itu, tampak banyak orang berkumpul di situ. Aji melihat sekitar tiga puluh orang laki-laki yang sikapnya keras
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti dua orang yang mengawalnya, berpakaian seperti pendekar silat, duduk di atas lantai membentuk lingkaran luas.
Dan di dalam lingkaran itu berdiri seorang laki-laki gemuk pendek, berusia kurang lebih lima puluh tahun, pakaiannya juga seperti yang biasa dipakai mereka yang menganggap dirinya jagoan atau pendekar silat. Biarpun pakaiannya gagah dan ada sebatang keris dengan warangka terukir indah terselip di pinggangnya, namun karena bentuk tubuhnya yang pendek gemuk itu, dia sama sekali tidak tampak gagah malah lucu menggelikan.
Di depan laki-laki pendek gendut itu berdiri seorang pemuda dan seorang gadis. Pemudanya berusia kurang lebih dua puluh dua tahun, bertubuh tinggi tegap dan wajahnya tampan, sedangkan gadis yang berdiri di sebelahnya dan selalu memegangi lengan kiri pemuda itu dengan kedua tangan, berusia kurang lebih sembilan belas tahun, berwajah manis dan tubuhnya indah bagaikan kembang yang sedang mekarnya.
Akan tetapi ia tampak ketakutan, mukanya agak pucat dan ia tidak pernah melepaskan lengan pemuda itu seolah minta perlindungannya. Pemuda itu juga bersikap tegang, akan tetapi tidak tampak takut, bahkan sinar matanya menyinarkan kemarahan.
Aji melihat betapa dahi gadis itu masih jelas tampak bekas dicukur seperti biasa pada pengantin wanita, maka dia dapat menduga bahwa gadis itu belum lama melangsungkan pernikahannya, mungkin baru beberapa hari yang lalu. Hemm, agaknya mereka sepasang pengantin baru, pikirnya sambil mengamati dua orang muda yang berdiri di depan laki-laki gendut pendek yang mulutnya cemberut dan matanya melotot
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akan tetapi tidak tampak menyeramkan, melainkan tampak lucu seperti seorang badut sedang beraksi.
"Wakil ketua kami sedang sibuk, kita tunggu saja dan duduk di sini." kata si kumis tebal kepada Aji. Mereka berdua lalu duduk di luar lingkaran. Aji juga duduk di atas lantai, bersila dan memperhatikan apa ang akan terjadi.
"Ki sanak," terdengar pemuda itu berkata dengan suara lantang dan tabah. "Karena mendengar bahwa Dadali Sakti merupakan sebuah perguruan silat yang terkenal, maka kami memenuhi panggilan untuk datang ke sini pada hari ini. Akan tetapi mengapa kini kami dibawa ke ruangan ini, dikepung dan diperlakukan seperti orang-orang yang dihadapkan ke pengadilan?"
"Heh, bocah! Kamu yang bernama Sumanta, bukan"
Nah, bukalah matamu dan ketahuilah bahwa aku adalah Raden Wiratma, wakil ketua dari Cabang Dadali Sakti di Dermayu ini! Jangan sebut aku ki sanak, apa kaukira aku ini masih sanak keluargamu" Sebut aku Raden, tahu?" Si pendek gendut itu membentak dengan suara digalak-galakkan, namun tetap saja terdengar seperti orang merengek karena suaranya kecil dan serak. Dari sikap dan cara bicara pemuda dan wakil ketua Dadali Sakti itu saja jelaslah bagi Aji siapa di antara mereka yang baik dan buruk, siapa yang harus dibelanya dan siapa yang harus ditentangnya.
"Baiklah, raden dan maaf, karena saya tidak tahu sebelumnya. Akan tetapi mengapa kami berdua dipanggil untuk datang ke sini dan apa artinya semua ini?"
"Aku mewakili Adimas Raden Banuseta ketua Dadali Sakti untuk mengadili kamu, Sumanta! Kamu telah berani mati merampas Sriyani menjadi isterimu, pada hal Adimas Raden
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Banuseta menaksirnya. Kamu telah mendahului dan mengawini wanita ini!" Si pendek gendut itu menudingkan telunjuknya ke arah wanita yang memegang erat lengan Sumanta.
"Kakang, mari kita pergi saja dari sini. aku takut ...... "
Sriyani berbisik.
"Jangan takut, Yani. Kita tidak mempunyai kesalahan apapun, tidak ada yang perlu ditakuti." Sumanta menghibur isterinya, kemudian menghadapi Raden Wiratma dan berkata dengan suara tegas, "Raden Wiratma, saya sama sekali tidak merampas Sriyani dari siapapun. Saya menikahinya melalui pinangan orang tua saya dan kami menikah dengan sah. Saya tidak merasa bersalah."
"Huh! Adimas Raden Banuseta sudah menaksirnya, berarti Sriyani itu calon miliknya dan tidak ada yang boleh mengambilnya, siapapun juga, apalagi kamu!"
Sumanta menoleh kepada Sriyani, "Yani, benarkah Raden Banuseta menaksirmu dan engkau sudah menjadi calon miliknya?" tanyanya dengan suara lembut.
Sriyani mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
"Tidak, sama sekali tidak! Aku tidak pernah kenal siapa itu Raden Banuseta!"
Sumanta tersenyum lega dan memandang kepada Wakil Ketua Dadali Sakti. "Raden Wiratma, andika mendengar sendiri ucapan Sriyani."
Raden Wiratma cemberut. "Memang belum diminta secara resmi. Akan tetapi Adimas Raden Banuseta telah melihatnya dan merasa tertarik, menaksirnya dan ingin memilikinya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sumanta mengerutkan alisnya, hatinya merasa penasaran sekali.
"Bagaimanapun juga, kenyataannya sekarang Sriyani telah menjadi isteri saya. Lalu apa maksud andika memanggil kami berdua ke sini?" tanyanya.
"Sumanta, Sriyani harus kauserahkan kepada Adimas Raden Banuseta!" kata Raden Wiratma dengan bentakan yang mengandung ancaman. Mendengar ini saja, Aji sudah mengerutkan alis dan mengepal tangan. Sungguh bejat watak orang pendek gendut itu, pikirnya. Aturan mana itu ada seorang suami dipaksa harus menyerahkan isterinya kepada orang lain"
"Mana mungkin! Sriyani sudah menjadi istriku, tidak bisa ia menikah dengan orang lain!" bantah Sumanta yang mulai panas hatinya.
"Mungkin saja kalau ia sudah menjadi janda," kata si gendut pendek sambil menyeringai menjemukan dan matanya mengerling ke kanan kiri.
Sumanta terbelalak, marah sekali. "Apa maksudmu?"
bentaknya. "Ia akan menjadi janda kalau kamu ceraikan ia." kata Raden Wiratma.
"Tidak mungkin! Aku tidak mau menceraikan isteriku!"
"Kalau begitu ada jalan lain agar ia menjadi janda, yaitu kalau engkau mampus!" Raden Wiratma tertawa, suara tawanya mengikik dan segera disusul tawa hampir semua orang yang berada di situ.
Sumanta menjadi marah dan bertolak pinggang, menuruh isterinya berdiri di belakangnya. "Hemm, beginikah kegagahan orang-orang Dadali Sakti yang mengaku sebagai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pendekar-pendkar" Memaksa orang menyerahkan isterinya dan kalau menolak lalu hendak dibunuh dengan pengeroyokan banyak anggautanya" Ini curang, pengecut dan memalukan sekali!"
Wakil Ketua Dadali Sakti yang pendek gendut itu terbelalak marah, telunjuk kanannya menuding ke arah muka Sumanta dan suaranya yang kecil itu terdengar semakin serak,
"Sumanta! Tutup mulutmu! Untuk membunuh seekor cacing tidak perlu menggunakan banyak orang, bahkan tidak perlu aku turun tangan sendiri. Agaknya kamu ini jagoan Jatibarang, ya"
Kami adalah para pendekar Dadali Sakti, kalau menantang orang tentu satu lawan satu." Dia menoleh ke belakang dan berseru kepada seorang pembantunya yang dianggap paling tangguh di antara para anggauta Dadali Sakti. "Badrun, ke sini kau!"
Yang dipanggil bangkit berdiri dan Aji melihat bahwa orang itu adalah seorang raksasa muda berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun. Agaknya orang itu sengaja hendak memamerkan tubuhnya karena dia tidak memakai baju sehingga dari batas pinggang ke atas tubuhnya telanjang.
Tubuh yang berotot besar dan melingkar-lingkar, kedua lengannya panjang dan kokoh, dadanya bidang dan berbulu, tengkuknya tebal seperti berpunuk dan lehernya sepeti leher seekor banteng! Menyeramkan sekali orang ini dan Aji teringat akan Hendrik De Haan, jagoan raksasa bule yang pernah diadu dengan dia di kapal Kapten De Vos. Raksasa bernama Badrun ini sama besar dan kokoh kuatnya seperti Hendrik De Haan!
Bagaikan seekor biruang Badrun melangkah maju mendekati Raden Wiratma.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apa yang harus saya lakukan, bapa guru?" tanya raksasa itu kepada Raden Wiratma. Memang dia murid wakil ketua ini, murid tersayang karena Badrun memang amat tangguh. Diperguruan itu, hanya Raden Wiratma dan Raden Banuseta saja yang melebihinya.
Akan tetapi Raden Wiratma tidak menjawab melainkan memandang Sumanta sambil menyeringai penuh ejekan.
"Bagaimana, Sumanta. Mau kamu menceraikan Sriyani atau kamu berani menandingi muridku Badrun ini?"
"Kang ...... jangan ...... aku takut, kang ...... " Sriyani yang berdiri di belakang suaminya mengeluh.
"Tenanglah, Yani, engkau isteriku, aku akan membelamu sampai mati!" Kemudian Sumanta lalu menghadapi Raden Wiratma dan raksasa itu, bertanya dan suaranya terdengar tetap tenang. "Kalau aku dapat memenangkan pertandingan ini, tentu andika akan membiarkan aku dan isteriku pulang, bukan?"
"Kamu menang" Heh-heh-heh ...... !" Raden Wiratma tertawa terkekeh, diikuti suara tawa semua anggauta Dadali Sakti. Bagi mereka menggelikan sekali mendengar pertanyaan Sumanta itu. Bagaimana mungkin Sumanta dapat mengalahkan Badrun" Pernah raksasa itu dikeroyok lima orang dan semua pengeroyoknya akhirnya roboh dengan tulang patah-patah.
"Jawablah, Raden Wiratma dan jangan berlaku curang.
Kalau aku kalah, mungkin aku akan mati di sini dan isteriku menjadi janda. Akan tetapi bagaimana kalau aku keluar sebagai pemenang" Apakah aku boleh membawa istriku pergi dan pulang tanpa gangguan?"
Sambil masih tertawa, karena merasa betapa lucunya ucapan Sumanta itu, Raden Wiratma berkata. "Boleh ......boleh,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
heh-heh, engkau akan mampus dan semua tulang di tubuhmu akan patah-patah, heh-heh." Kemudian si pendek gendut itu menoleh kepada muridnya yang seperti raksasa itu. "Badrun, habisi bocah ini!" Dan diapun mundur sampai ke lingkaran para anggauta Dadali Sakti.
Sambil menyeringai lebar, Badrun menghampiri Sumanta. Tinggi dan besarnya satu setengan kali ukuran tubuh Sumanta dan dia tampak menggiriskan sekali. sumanta dengan lembut mendorong pundak isterinya dan berkata. "Sriyani, engkau minggirlah dan jangan takut. Aku akan menandingi orang ini."
Sriyani mundur dan berkata lirih. "Kakang, kuharap engkau menang. Kalau engkau kalah dan mati, akupun tidak mau hidup lagi."
Aji yang sejak tadi memperhatikan, melihat dan mendengar itu semua. Bahkan dia mendengar ketika Raden Wiratma berkata
dengan bisikan kepada seorang anggauta Dadali
Sakti yang duduk
di belakangnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Engkau siap, kalau bocah itu roboh, cepat tangkap gadis itu dan jaga jangan sampai ia membunuh diri." Hanya Aji yang mendengar bisikan itu.
Sementara itu, Badrun sudah berhadapan dengan Sumanta, menyeringai lebar sehingga deretan giginya yang besar-besar tampak. "Heh, Sumanta bocah Jatibarang, sudah siapkah engkau menghadapi seranganku?"
"Aku sudah siap!" kata Sumanta tenang.
Badrun memberi isarat ke belakang dan terdengarlah bunyi terompet dan kendang bertalu-talu. Itulah bunyi gamelan kendang pencak yang biasa dimainkan para murid Dadali Sakti untuk mengiringi gerakan pencak silat kalau mereka sedang berlatih. Badrun yang tinggi besar itu mulai dengan gerakan pembukaan dan kembangan. Gerakannya gagah, diikuti suara berketipak-tipungnya kendang yang berirama keras. Melihat ini, Sumanta yang juga seorang ahli pencak silat segera mengimbangi, membuat gerakan pembukaan dan kembangan yang indah. Mereka berdua bak dua ekor ayam jantan saling mengintai untuk mencari kesempatan memasukkan pukulan atau tendangan. Mereka membuat gerakan berkeliling, mengubah-ubah posisi, diikuti pandang mata semua anak buah Dadali Sakti.
Sriyani memandang dengan wajah pucat, penuh kekhawatiran akan keselamatan suaminya. Akan tetapi Aji yang mengikuti gerak-gerik mereka, merasa lega. dari gerakan kaki tangan mereka, Aji maklum bahwa Sumanta memiliki kemahiran pencak silat yang cukup tangguh.
Pukulan Naga Sakti 12 Puteri Es Seri 5 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Istana Yang Suram 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama