Kampung Setan Karya Khulung Bagian 14
Ia melupakan bahaya yang mengunci jiwanya, lupa sudah kepada munculnya si Kakek penjinak garuda secara tiba-tiba.
Dengan mendadak Ing-siu melemparkan pedangnya dan berkata Sambil tertawa terbahak-bahak:
"Bocah she Ho! Aku sudah memberikan banyak kesempatan bagimu, sekarang tidak lagi! Dalam sepuluh jurus aku akan mengambil batok kepalamu. Awas! Kau jangan gegabah. Ha! Ha! Hal"
Suara tertawa orang tua itu menggema diudara sekian lama, hingga mengejutkan semua orang yang mendengarkannya.
Dengan ucapan Ing-Siu itu, juga menyadarkan para penonton, apa sebabnya pertandingan tadi berlangsung sekian lama tanpa ada keputusannya.
Ternyata Ing-siu sengaja mengulur-ulur tempo dengan maksud hendak pertontonkan kepandaiannya, maka tidak mau lekas-lekas mengakhiri pertandingan.
Ho Hay Hong juga mengempos semangatnya. Tidaklah mudah mendapatkan kedudukannya seperti sekarang. Sekalipun mati, ia lebih suka mati secara jantan, dan kalau boleh musuhnya harus membayar mahal.
Ia mengeluarkan siulan panjang, asap putih keluar dari mulutnya, ternyata ia sudah menggunakan kekuatan, tenaga murni Cie-yang Cin-khie.
Ia juga melemparkan pedangnya, hingga menancap diatas sebuah batu besar.
Dari fihak suporternya sementara itu terdengar suara riuh yang memberi semangat padanya.
Ing-siu yang menyaksikan Ho Hay Hong hendak melawan dirinya dengan tangan kosong lalu berkata sambil tertawa besar.
"Bocah she Ho. Dalam rimba persilatan dewasa ini, orang yang berani melawan aku dengan tangan kosong, jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan. Oleh karena itu, meskipun kau nanti mati, tetapi kematianmu ini secara terhormat, sungguh patut dibanggakan!"
Ho Hay Hong yang mendengar ucapan itu, mendadak tertawa terbahak-bahak.
Ing-siu sudah menghampiri dirinya dengan langkah lebar, tangannya digerakan, telapak tangannya yang lebar, nampak merah membara bagaikan besi habis dibakar.
Ho Hay Hong tahu bahwa lawannya sudah mengerahkan kekuatan tenaganya dikedua telapakan tangannya, tetapi ia tidak takut. Bahkan dengan berani ia maju menyongsong, hingga dua lawan itu jadi berdiri berhadap-hadapan semakin dekat.
Suasana semakin gawat, semua orang yang menyaksikan pertandingan itu pada tahan napas. . .
Sebelum Ing-siu melancarkan serangannya yang paling dahsyat, tiba-tiba terdengar suara wanita.
"Hay Hong-ko. kau."
Suara itu menarik perhatian semua orang hingga semua mata lantas ditujukan ke arah Tiat Chiu Khim. Mungkin hanya dialah penonton wanita satu-satunya dalam pertempuran adu jiwa itu.
Ho Hay Hong segera mengenali suaranya Tiat Chiu Khim. Dalam terkejutnya, pandangan matanya segera ditujukan kearah wanita tersebut. Entah sejak kapan, si Kakek penjinak garuda sudah tidak ada di sampingnya, hanya tinggal lagi sipemuda baju kelabu yang mengawani dirinya.
Tiat Chiu Khim seolah-olah hendak memberi keterangan padanya, ia hendak menyapa Ho Hay Hong, tetapi dengan cepat tangannya ditarik oleh pemuda baju kelabu.
Ho Hay Hong tidak ada kesempatan untuk menghadapi kekasihnya, ia mempersilahkan lawannya menyerang lebih dulu.
"Kau dulu !" demikian Ing-siu menjawab sambil tertawa mengejek.
Ho Hay Hong sangat mendongkol. Dengan tiba-tiba melancarkan serangan.
Ing-siu menyambuti serangan Ho Hay Hong dengan satu tangan tetapi serangan itu ternyata hebat sekali.
Ketika dua tenaga saling beradu, jenggot Ing-siu nampak berkibar-kibar, matanya terbuka lebar. Sambil mendongakkan kepala, ia tertawa terbahak-bahak.
Sedangkan difihaknya Ho Hay Hong tampak sebaliknya, pemuda itu mundur terhuyung hingga enam langkah, darahnya bergolak, hampir jatuh pingsan.
Suporter Ho Hay Hong dengan semangat berkobar-kobar memberi dorongan padanya "Bengcu! Hayo lawan terus, lawan terus. maju terus. ganyang!!!"
Tetapi seruan suporter Ho Hay Hong itu segera disambut oleh suara tertawaan riuh dari para penonton lainnya.
Orang she Siauw dari golongan rimba hijau daerah utara segera lompat dan berkata dengan suara nyaring:
"Mengapa kalian tertawa " Siapa yang merasa tidak senang, boleh berhadapan denganku!"
Suara tertawa itu lantas sirap, ternyata tiada satu orangpun yang berani keluar menyambut tantangan orang she Siauw itu.
Ho Hay Hong merasa sangat terharu menyaksikan perbuatan orang she Siauw itu. Sebagai seorang Bengcu, sudah tentu harus pertahankan prestisenya. Oleh karena itu maka ia bertekad hendak melawan sehingga tetes darah yang penghabisan.
Dengan mendadak ia lompat melesat dan melancarkan serangan tiba-tiba.
Ing-siu tampaknya tidak menghiraukan serangan itu, dengan membalikkan satu tangannya yang merah membara menyambut serangan Ho Hay Hong, hingga jago muda itu melayang turun lagi ketanah.
Dua kali gagal, Ho Hay Hong mulai agak putus asa.
Sementara itu, Ing-siu sudah maju menghampiri lagi sambil melancarkan serangannya.
Ho Hay Hong menggunakan kekuatan tenaga murninya "Cie-yang cin-khie" untuk menyambut serangan lawannya.
Dalam mengadu kekuatan kali ini, Ing-siu terdorong mundur setengah langkah, sedangkan Ho Hay Hong terpental.
Waktu itu, napasnya memburu, kepalan puyeng, tubuhnya seperti dibakar, tetapi keringat dingin mengucur keluar.
Ho Hay Hong benar-benar sudah sangat payah, hampir tidak sanggup mempertahankan diri. Tetapi dengan mendadak suatu kekuatan tenaga luar biasa menyusup masuk dari belakang tubuhnya.
Dan tak lama kemudian kekuatan tenaganya sudah pulih kembali seperti sedia kala, bahkan dirasakan semakin bertambah.
Ia terkejut dan terheran-heran, buru-buru berpaling tetapi tidak tertampak ada orang di belakang dirinya.
Sebagai seorang yang paham ilmu silat, ia mengerti bahwa ada orang berkepandaian tinggi dengan secara diam-diam menyalurkan kekuatan tenaga dalam dari jarak jauh. Ia heran karena orang yang mampu berbuat demikian, seharusnya sudah pasti memiliki ilmu yang telah mencapai taraf tertinggi.
Ia juga merasa heran, mengapa orang berilmu itu tidak unjukkan diri. Sebagai seorang yang sudah memiliki ilmu demikian tinggi, tidak mungkin takut terhadap Ing-siu. Siapakah dia sebenarnya " Apa sebabnya hendak membantu Ho Hay Hong "
Matanya menyapu orang-orang diantara penonton, tetapi tetap tidak menemukan orang yang membantu dirinya secara diam-diam itu.
Ia mengerti ada orang diam-diam membantu dirinya, tetapi sebagai seorang keras kepala dan tinggi hati, ia tidak suka menerima bantuan dengan cuma-cuma, maka ia lalu beralih tempat, menghadap ke barat.
Perbuatan itu membikin bingung semua penonton, mereka tidak mengerti apa sebabnya ia memutar badan mengubah posisinya.
Baru saja ia berdiri, Ing-siu telah berkata sambil tertawa.
"Bocah she Ho ! Kau sanggup menyambuti seranganku, benar-benar merupakan satu bakat yang sangat baik untuk dididik menjadi seorang kuat. Sekarang marilah sambuti lagi seranganku!"
Ho Hay Hong mengangkat tangannya menyambuti serangan Ing-siu. Kali ini kembali ia lantas rubuh.
Ing-siu sudah mengetahui dari sikap Ho Hay Hong, bahwa serangan pertama tidak melukai diri anak muda itu, maka serangannya kali ini telah ditambah dua bagian kekuatan tenaganya.
Tetapi Ho Hay Hong yang rubuh kebelakang, tiba-tiba tertahan oleh suatu kekuatan gaib, hingga buru-buru berdiri lagi.
Ini semakin membuat heran si orang tua, tapi dengan sendirinya juga merasa tidak senang. Karena dibantu secara demikian, dalam hatinya Ho Hay Hong menganggap bahwa orang itu kasihan terhadap dirinya.
Dengan bangkitnya Ho Hay Hong kembali setelah mendapat pukulan keras tadi, pandangan para penonton terhadap dirinya mulai berubah. Mereka yang semula mengira Ho Hay Hong pasti akan kalah, ternyata sanggup melawan dengan gigih.
Ing-siu sendiripun tidak kalah herannya, jelas Ho Hay Hong sudah rubuh tadi, tapi mengapa bangkit kembali " Kalau tidak memiliki kekuatan tenaga dalam luar biasa, tidak mungkin dia bisa berbuat demikian.
ia mulai merasa curiga, anak muda itu mungkin benar-benar memiliki ilmu yang sengaja disembunyikan. Sekarang ia mulai hati-hati mencari kesempatan sebaik-baiknya untuk memberi pukulan terakhir.
Pikiran itu telah membuat lenyap kesombongannya. Dalam hidupnya ia belum pernah merasa jeri terhadap siapapun juga, tetapi kini pikirannya mulai goncang.
ia hanya tahu bahwa lawannya itu masih muda belia yang dalam waktu sangat singkat sudah berhasil merebut kedudukan sebagai pemimpin golongan rimba hijau daerah utara.
Ia tidak tahu benar asal-usulnya anak muda itu tetapi dari apa yang dihadapinya ia merasa bahwa lawannya itu memang banyak menyimpan rahasia.
Ia menghentikan serangannya. Meskipun wajahnya masih tampak senyuman, namun sudah tidak berani memandang ringan lawannya lagi dan berdiri tiga tombak didepan lawannya.
Bagi orang yang menaruh perhatian, segera dapat melihat sikap ragu-ragu jago tua itu, sebab dari semula ia selalu berdiri terpisah kira-kira dua tombak dari lawannya, sedang kini ia terpisah agak jauh.
Sementara itu Tiat Chiu Khim yang menyaksikan Ho Hay Hong sudah bangkit lagi lalu melambaikan tangan kepadanya, tetapi segera dicegah oleh pemuda baju kelabu.
Ho Hay Hong segera memikirkan maksud si gadis, tiba-tiba sudah diserang lagi oleh lawannya. Ia terpaksa mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya menyambut serangan itu.
Untuk kesekian kalinya ia mengadu kekuatan tenaga dengan jago tua itu. Kali ini ia tidak sanggup pertahankan posisinya, tidak ampun lagi lantas terpental tiga tombak lebih.
Kali ini Ing-siu benar-benar sudah bertekad hendak mengambil jiwa lawannya, ia maju merangsek, tangannya bergerak menyerang bagian jalan darah di rusuk Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong yang terpental ketengah udara, sebetulnya hendak menggunakan ilmunya meringankan tubuh untuk pertahankan kedudukannya, tetapi ternyata sudah kehabisan tenaga, hingga tidak berdaya sama sekali.
Kini ia baru tahu betapa hebatnya kekuatan Ing-siu kalau bukan kekuatan tenaga gaib yang menunjang dirinya sedari tadi, barangkali ia kini rubuh menjadi bangkai.
Dalam keadaan tidak berdaya, Ing-siu sudah maju menyergap lagi. Ho Hay Hong mengharap pertolongan tenaga gaib tadi, tetapi kali ini tidak muncul lagi, sedang tangan Ing-siu sudah mengancam dirinya.
Dalam keadaan sangat kritis, tiba-tiba dapat satu akal. Ditengah udara ia mengeluarkan suara bentakan keras: "Lihat seranganku!"
Ing-siu yang mendengar suara itu, mendadak tarik kembali serangannya, ia khawatir tertipu akal muslihat Ho Hay Hong.
Dengan demikian, terluputlah lagi ia dari serangan maut Ing-siu. Ketika kakinya menginjak tanah, rasa nyeri masih belum lenyap. Untuk menutupi kelemahannya, ia masih memberi pujian atas kegesitan lawannya.
Ing siu yang mendengar pujian itu, semakin percaya bahwa anak muda itu benar-benar memiliki kepandaian tinggi yang sengaja disembunyikan.
Kecuali Ho Hay Hong sendiri, semua orang tidak tahu apa sebabnya Ing siu mendadak membatalkan serangannya dan mundur teratur. Dengan demikian maka kesudahannya kembali menjadi seri.
Ing Siu mulai naik pitam. Semula ia hendak membinasakan lawannya dalam beberapa jurus dengan serangannya yang terampuh. Tak disangkanya bahwa lawannya yang masih sangat muda itu ternyata bukan satu lawan ampuh, sehingga membuyarkan harapannya.
Setelah beberapa jurus adu kekuatan tadi, ternyata masih tetap seri, hingga orang tua yang namanya pernah menggemparkan rimba persilatan itu, merasa kehilangan muka. Kini ia terpaksa mengeluarkan ilmu simpanannya yang sudah dilatih dengan tekun selama beberapa puluh tahun, yang semula hendak digunakan untuk mengalahkan musuh lamanya, si Kakek Penjinak garuda.
Meskipun ia belum tahu benar sampai di mana kekuatan tenaga dalam Ho Hay Hong, tetapi jika diukur dari usianya, tidak mungkin lebih hebat dari pada dirinya sendiri.
ia lalu menggerakkan ilmunya kekedua tangannya, kemudian berkata dengan nada suara dingin:
"Bocah awas! Ini adalah ilmu-ilmu Tay-lo Sin kang yang telah kulatih selama beberapa puluh tahun sekarang kau coba sambutlah!"
Sehabis berkata demikian, meluncurlah dua tangannya yang dinamakan Tay lo Sin kang itu.
Bagaikan seorang yang sudah berada di atas punggung harimau, Ho Hay Hong tidak bisa turun atau mundur begitu saja. Mau tidak mau ia terpaksa mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, untuk menyambut serangan musuh.
Ketika kekuatan dua pihak saling beradu, Ho Hay Hong merasa jantungnya tergoncang hebat, hingga hampir jatuh pingsan.Dengan tiba-tiba kekuatan gaib itu kembali menjalar kedalam tubuhnya, kekuatan tenaganya pulih kembali, bahkan tambah berlipat ganda
Betapapun herannya, ia juga tidak berani memikirkan lagi, karena lawannya sudah mulai menyerang lagi.
Kali ini ternyata ia sedikitpun tidak bergeming. Ia hendak menarik kembali tangannya, diluar dugaannya sudah tersedot oleh kekuatan tenaga dalam Ing-sui.
Mengertilah ia kini bahwa lawannya hendak mengadu kekuatan tenaga dalam dengan cara menyedot kekuatan lawannya. Ia juga tahu bahwa mengadu, kekuatan tenaga dalam secara demikian, adalah sesuatu cara yang paling berbahaya.
Barang siapa yang belum cukup sempurna kekuatan tenaga dalamnya bisa tersedot habis-habisan tenaganya oleh lawannya, hingga bisa membawa akibat kematian.
Dalam keadaan demikian, Ho Hay Hong terpaksa berlaku nekad. Ia kerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, sedangkan kekuatan gaib itu juga masih tetap mengalir dalam tubuhnya. Meskipun ia tidak tahu benar siapa orang yang telah membantu terus-terusan secara menggelap itu, tetapi ia tidak berani berpikir terlalu banyak lagi.
Dalam mengadu kekuatan secara demikian, dua kali Ing-siu pernah mencoba menambah kekuatan buat menjatuhkan lawannya, tetapi setelah Ho Hay Hong mendapat tambahan tenaga gaib dari orang yang membantu dirinya secara menggelap, keadaan menjadi seru lagi.
Ho Hay Hong mengerti bahwa kekuatan tenaga dalam orang yang membantu dirinya itu jelas masih diatas Ing-siu. Tetapi oleh karena disalurkan kedalam tubuhnya dari jarak jauh, dengan sendirinya agak terhalang.
Ia kini mulai merasa dirinya dijadikan boneka oleh dua orang kuat untuk mereka mengadu kekuatan. Orang yang menyalurkan tenaga gaib itu tidak mau unjuk diri, jelas merupakan musuh Ing-siu. Maka meskipun ia berhasil mengatasi kekuatan tenaga lawannya, tetapi tidak merasa bangga atau girang.
Sementara itu. Ing-siu juga sudah mulai tahu bahwa anak muda itu diam-diam telah dibantu oleh lain orang yang lebih kuat dari dirinya sendiri.
Diam-diam ia terkejut, tetapi tidak tahu orangnya yang melakukan perbuatan itu, ia juga tidak menduga bahwa dalam rimba persilatan pada waktu itu, masih ada orang yang memiliki kekuatan tenaga demikian hebat, tahu jelas bahwa maksud orang itu sengaja hendak merusak nama baiknya dihadapan orang banyak.
Ia mulai gusar dan penasaran. Oleh karena pikirannya terganggu, hingga terdorong mundur beberapa langkah oleh Ho Hay Hong.
Suatu kejadian yang cukup menggemparkan! Kejadian yang sekaligus telah merubah pikiran para penonton yang semula anggap Ho Hay Hong pasti kalah.
Jenggot putih Ing-siu berkibar-kibar, matanya mendelik, wajah yang tadinya merah kini tampak pucat, jidanya juga mulai berkeringat Jelas ia sedang berusaha keras hendak mempertahankan kedudukannya.
Walaupun ia sudah berusaha mati-matian tetapi karena kekuatan tangannya memang kalah setingkat dari lawannya yang menggelap, maka ia tidak berdaya. Dibawah sorakan ramai-ramai penonton, mulut Ing-siu mulai menyemburkan darah segar. Kemudian dengan mata beringas ia berkata sambil tertawa nyaring:
"Bagus, bagus! Bocah she Ho, peruntunganmu memang bagus benar!"
Ho Hay Hong menggunakan kesempatan itu mengerahkan kekuatan tenaganya ke jari tangannya, kemudian memberi rangsakan hebat kepada lawannya.
Ing-siu yang masih tertawa terbahak-bahak mendadak menerima serangan hebat Ho Hay Hong, jantungnya tergoncang hebat, mulutnya kembali menyemburkan darah.
Setelah mengeluarkan suara tertawa yang mengerikan, orang tua itu akhirnya jatuh roboh ditanah.
Jago pedang pertengahan umur muridnya Ing siu, tampak terkejut dan terheran-heran. Segera dihampiri gurunya, tetapi ternyata sudah putus nyawanya.
Ho Hay Hong menyaksikan semua kejadian dengan hati bingung, sementara tenaga gaib yang membantu dirinya juga sudah meninggalkan dirinya.
Jago pedang pertengahan umur itu dengan mata beringas segera menyerang Ho Hay Hong hendak menuntut balas atas kematian gurunya Tetapi dengan mudah dapat dipukul mundur oleh Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tidak mau berbuat keterlaluan terhadap jago pedang itu, maka tidak balas menyerang hanya memberikan peringatan sekedarnya.
Jago muda itu juga mengerti bukan tandingan Ho Hay Hong, maka lantas berlalu dengan membawa jenazah gurunya.
Ho Hay Hong masih penasaran terhadap orang yang membantu dirinya secara menggelap, maka setelah jago pedang itu berlalu, ia mulai mencari-cari disekitar danau itu.
Tiba-tiba tampak Tiat Chiu Khim maju menyongsong dengan diikuti oleh pemuda baju kelabu.
"Adik Khim, kau hendak kemana" Lekas kembali!!" pemuda baju kelabu itu berkata.
Ho Hay Hong terkejut, ia masih belum tahu apa yang harus dilakukan, Tiat Chiu him sudah berkata padanya:
"Engko Hay Hong aku"aku"
"Kau kenapa?" tanya Ho Hay Hong dingin.
"Aku sudah terluka." jawab sinona ambil menahan rasa sakitnya.
Belum lagi Ho Hay Hong menjawab, pemuda baju kelabu sudah memburu dan mencekal lengannya seraya berkata:
"Aku tadi sudah pesan padamu jangan banyak bergerak tetapi kau tidak mau dengar kata"
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "nampaknya benar ia telah terluka."
Ia tidak tega menyaksikan penderita kekasihnya, maka lantas menoleh dan berusaha mengendalikan perasaannya.
Pemuda baju kelabu menarik tangan Tiat Chiu Khim seraya berkata:
"Adik Khim, sudahlah. Jangan kau pikirkan dia lagi salah-salah kau sendiri nanti yang akan celaka!"
Tiat Chiu Khim hendak menangis, tetapi tidak bisa mengeluarkan airmata, ia memandang Ho Hay Hong sejenak, diam-diam hatinya mengeluh dan terpaksa berlalu mengikuti pemuda baju kelabu.
Ho Hay Hong tidak dapat mengendalikan perasaanya lagi, dengan cepat memburu.
Pemuda baju kelabu agaknya mengerti perasaan anak muda itu, ia berpaling dan menegurnya:
"Orang she Ho. apa kau masih hendak mencelakakan dirinya?"
"Apa maksud ucapanmu ini?" tanya Ho Hay Hong.
"Minggir urusan dalam perguruan kita, tidak perlu kau campur tangan!"
Dengan menahan hawa amarahnya. Ho Hay Hong berkata sambil tersenyum:
"Mengapa kau berkata demikian terhadapku" Kau harus tahu bahwa aku belum pernah mencampuri urusan dalam perguruanmu!"
"Aku tidak ada waktu untuk bicara denganmu! Adik Khim, tenanglah!" kata pemuda baju kelabu yang segera menarik tangan Tiat Chiu Khim.
Tiat Chiu Khim memandang Ho Hay Hong sejenak mendadak meronta melepaskan tangannya dari cekalan pemuda baju kelabu dan secepat kilat menubruk Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong kelabakan, ia berdiri terpaku. Sedang Tiat Chiu Khim sudah sesapkan kepalanya didada anak muda ini, sepatah katapun tidak keluar dari mulutnya.
Ho Hay Hong tidak mengerti apa sebabnya sigadis begitu ketakutan, ia hanya tahu pasti ada sebabnya.
Pemuda baju kelabu yang semula terkejut, kemudian berkata dengan suara gusar:
"Adik Khim kemari, kau berani melanggar pesanku?"
Tiat Chiu Khim tidak berani menjawab, gadis yang gagah perkasa itu kini mendadak berubah demikian lemah, hal itu sangat mengherankan Ho Hay Hong.
Karena Tiat Chiu Khim tetap membandel, pemuda baju kelabu itu lantas marah.
"Baik, kau tidak dengar kata, jangan sesalkan kalau aku nanti akan berlaku tidak pantas terhadapmu?"
Sehabis berkata demikian, tangannya lantas bergerak melancarkan satu serangan.
Ho Hay Hong menangkis serangan itu dengan tangan kiri, sedang tangan kanannya balas menyerang, sementara itu mulutnya berkata:
"Harap saudara jangan sembarang bertindak, jelaskanlah dulu duduk perkara!"
Tetapi pemuda baju kelabu itu tidak menghiraukan dengan beruntun melancarkan serangannya.
Ho Hay Hong melihat pemuda itu tidak mudah dikasih mengerti, dalam hatinya juga mendongkol. Tanpa banyak bicara lagi, ia lantas balas menyerang dengan tangan dan kakinya. Dengan demikian serangan pemuda baju kelabu itu agak kendor.
Tiat Chiu Khim mendadak berseru:
"Hay Hong, kita harus lekas kabur! Kakek penjinak garuda berkata didekat sini!"
Ho Hay Hong dapat menerima usul si nona, dengan cepat memondong tubuh si gadis dan melarikan diri.
Dengan tiba-tiba ia merasakan sambaran angin dari atas kepalanya. Tanpa menoleh Ho Hay Hong juga melancarkan serangan tangan dan lompat sejauh satu tombak lebih. Kembali satu bayangan hitam melayang diatas kepalanya, kiranya ada seekor burung garuda raksasa yang menyerang dirinya.
Ia segera mengerti bahwa Kakek penjinak garuda sudah datang, tetapi sebelum berhasil menyingkir, bayangan Kakek penjinak garuda sudah berada dihadapan matanya.
Dengan wajah dingin Kakek penjinak garuda memandang mereka berdua, kemudian membuka topinya yang lebar, hingga tampaklah seraut wajah yang keriputan.
"Haha! Kau hendak kabur" Huh!" Tertawalah ia terbahak-bahak.
Ho Hay Hong tidak takut, sebaliknya malah tertawa terbahak-bahak.
"Kita telah bertemu lagi Kakek penjinak garuda. Kedatanganmu sungguh sangat kebetulan."
Kata-kata Ho Hay Hong ini mengejutkan semua penonton, mereka tidak menyangka bahwa orang yang baru datang itu adalah Si Kakek penjinak garuda yang sangat terkenal.
"Aku hendak tanya padamu lebih dulu, darimana kau dapat pelajaran ilmu garuda sakti itu?" tanya si Kakek penjinak garuda dengan sikap garang.
Ho Hay Hong ragu-ragu menjawab, ia memandang kekasihnya.
"Lekas jawab!" demikian Kakek penjinak garuda mendesak lagi.
"Bagaimana kalau aku tidak mau menjawab?" balas menanya Ho Hay Hong dengan berani.
"Aku tahu, kepandaian itu pasti budak hina yang mengajarkan padamu. Jikalau kau tidak mau mengaku aku hendak bunuh dia lebih dulu !"
"Sungguh jumawa! Cianpwe ternyata seorang yang tidak kenal aturan haha! Aku sekarang baru tahu sifatmu!" kata Ho Hay Hong sambil tertawa.
"Kau jangan anggap karena tadi kau habis membunuh Ing-siu yang namanya sangat terkenal, lantas tidak pandang mata lagi padaku Kau harus tahu." Mendadak berubah nada suaranya, "terus terang, dengan kepandaian yang tidak berarti itu, masih belum mampu menandingi burung garudaku. Apa yang kau buat bangga?"
"Seekor burung saja ada harganya kau banggakan, benar-benar lucu."
Dua ekor burung garuda itu agaknya mengerti kalau mereka dihina, mendadak dua-duanya berbunyi nyaring dan terbang keangkasa hendak menyerang Ho Hay Hong.
Kakek penjinak garuda pura-pura menggapaikan tangannya, dua ekor burung garuda hinggap lagi dikedua bahunya, tetapi matanya masih mengawasi Ho Hay Hong.
"Kau mau menjawab atau tidak ?" tanya pula Kakek penjinak garuda.
Ho Hay Hong khawatir orang tua itu benar-benar memberikan ancamannya, ini berarti menyusahkan diri kekasihnya, maka buru-buru menjawab sambil tertawa dingin:
"Tidak halangan kujelaskan padamu, ilmu garuda sakti itu adalah Dewi ular dari gunung Ho-lan-san yang mewariskan padaku. Kalau kau tidak percaya boleh tanyakan sendiri!"
"Tidak mungkin ia memiliki ilmu pelajaran itu."
"Kau jangan berkata sembarangan! Beliau masih hidup, kau boleh tanyakan sendiri !"
"Aku tak percaya!"
"Ilmu itu ada salinannya, asal bisa mendapatkan salinannya siapapun juga bisa mempelajari!"
"Dimana kitab salinannya sekarang?"
"Sudah aku robek-robek."
"Baik, benar tidak ia wariskan ilmu itu padamu, tetapi ia sekarang sudah khianati aku, maka aku hendak hukum padanya menurut peraturan dalam perguruanku, kau serahkan padaku, lekas!"
Karena kata-katanya itu bernada memerintah, maka Ho Hay Hong juga tidak sudi menyerah begitu saja, jawabnya dingin:
"Maaf, aku tidak bisa terima perintah semacam ini!"
"Apa?" tanya Kakek penjinak garuda marah, "perempuan ini adalah muridku, dengan hak apa kau hendak melindunginya?"
"Atas nama keadilan dan prikemanusian aku hendak melindungi dirinya! Dengan sejujurnya, aku tidak puas atas sepak terjang dan perbuatanmu terhadap muridmu sendiri !"
Dihadapan umum Kakek penjinak garuda diperlakukan demikian rupa, sudah tentu naik darah.
"Bocah, kau sungguh berani ! Kau nanti ku hancur leburkan tulang-tulangmu!" demikian katanya.
Tiat Chiu Khim mendadak berkata sambil menghela napas:
"Hay Hong, biarlah aku sendiri yang memikul semua dosaku!"
"Tidak, aku memang sudah lama hendak menggempur dia!" jawab Ho Hay Hong sambil mendongak keatas.
Sementara itu, salah satu anggauta golongan rimba hijau daerah utara mendadak melemparkan pedang garuda saktinya kepadanya seraya berkata:
"Bengcu. awas pedangmu nanti hilang!" Ho Hay Hong menyambut pedang saktinya, semangatnya lantas terbangun, ia berkata sambil tertawa nyaring:
"Kakek penjinak garuda, marilah menggunakan kesempatan ini kita bereskan permusuhan kita!"
"Bangsat kecil ! Dengan mengandalkan apamu kau berani menantang aku?" kata Kakek penjinak garuda.
Tangannya segera bergerak, hembusan angin hebat lalu meluncur dari tangannya.
Ho Hay Hong mundur lima langkah, baru bisa berdiri tegak.
Sambil mengawasi pedangnya Ho Hay Hong berkata kepada kekasihnya.
"Adik Khim, kau jangan takut ! Kalau harus mati juga biarlah kita mari bersama-sama!"
Tiat Chiu Khim menundukkan kepala, hatinya merasa girang. Katanya dengan suara sedih:
"Hay Hong, sebelum mati, aku hendak memberi sedikit penjelasan dulu padamu, kau tadi pasti salah faham terhadap diriku, mengira aku kembali lagi kepadanya, betul tidak?"
"Memang benar! Aku tadi memang berpikir demikian."
"Aku sudah dapat menduga pikiranmu. Sekarang aku hendak berterus-terang padamu. Aku kembali kepadanya, semata-mata buat keselamatanmu, tahukah kau."
"Aku tidak tahu, aku sedikitpun tidak mengira!"
"Sejak aku meninggalkan kau, aku lantas lari ke kampung setan, maksudku ialah hendak memancingnya ia keluar, karena aku pikir kau pasti bukan tandingan Ing-siu, maka itu."
"Oh!" kata Ho Hay Hong seolah-olah baru sadar. "Kiranya begitu" Adik Khim, aku benar-benar terlalu goblok, belum pernah memikirkan hal itu!"
Tiat Chiu Khim tersenyum, sedikitpun tidak mempunyai perasaan takut lagi.
"Aku tahu antara Ing-siu dan Kakek penjinak garuda ada permusuhan hebat. Maka aku pancing ia keluar. Aku pikir ia pasti akan kebentrok dengan Ing-siu, dengan demikian jiwamu baru tertolong dari bahaya!"
Kata-kata itu keluar lagi dari mulut kekasihnya, sudah tentu ia percaya sepenuhnya.
Pada saat itu, seekor burung garuda mendadak menukik menyerang dirinya.
Dengan cepat ia mengambil keputusan, dengan tenaga sepenuhnya ia meluncurkan pedangnya ke udara.
Burung garuda itu ternyata cerdik sekali, dengan paruh dan kukunya ia berhasil memukul jatuh pedang pusaka Ho Hay Hong. Tetapi burung itu tidak mengerti bahwa Ho Hay Hong pandai mengendalikan pedang. Selagi merasa bangga, pedang Ho Hay Hong yang meluncur turun, tadi mendadak telah melesat balik lagi keatas, turun menikam dirinya.
-ooo0dw0ooo- Bersambung Jilid 30
Jilid 30 KALI ini burung garuda itu tidak dapat mengelakkan serangan tersebut, hingga tubuhnya terbelah menjadi dua potong.
Kakek penjinak garuda sangat marah, bentaknya dengan suara keras:
"Bocah, kau sungguh berani mati! Hari ini harus mengganti jiwa burung kesayanganku!"
Pemuda baju kelabu segera maju dan berkata kepada gurunya:
"Suhu, harap jangan marah, biarlah teecu yang membereskan bocah ini!"
Kakek penjinak garuda menotok dengan tangannya hingga pemuda itu terdorong setombak lebih.
"Siapa suruh kau campur tangan" Lekas mundur!" katanya marah.
Tanpa menunggu orang tua itu turun tangan, Ho Hay Hong menggunakan pedangnya lebih dulu menyerang seekor burung garuda yang masih hidup.
Kakek penjinak garuda dengan cepat mengerakkan tangannya, hingga pedang itu jatuh ketanah.
Secepat kilat kakek itu menyambar pedang dan berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Bocah! Kau gunakan pedang ini membunuh burungku" Hahaha"
Sambil tertawa ia menyambitkan pedangnya kearah Ho Hay Hong, mulutnya berkata.
"Aku juga hendak menggunakan pedang ini untuk mengambil kepalamu!"
Ho Hay Hong tidak berani berlaku gegabah, dengan cara memutar ia mengelakkan serangan pedang tersebut.
Tetapi pedang itu mendadak membalik, tidak menyerang dirinya, sebaliknya meluncur kearah Tiat Chiu Khim.
Ho Hay Hong lompat meleset ketengah udara, dengan tinju tangan kirinya yang menggempur gagang pedang, hingga pedang itu jatuh ketanah. Tetapi sebelum ia berhasil memperbaiki posisinya, Kakek penjinak garuda berada dihadapannya.
Ho Hay Hong terkejut untuk sesaat ia berdiri tertegun.
Si Kakek tidak lantas menyerang, melainkan mengebutkan lengan jubahnya, hingga Ho Hay Hong terpental mundur.
Setelah itu, barulah ia mengangkat tangannya hendak melancarkan serangannya.
Wajah Tiat Chiu Khim pucat seketika, lalu tidak ingat orang lagi.
Sebelum pukulan tangan Kakek penjinak garuda jatuh keatas diri wanita malang itu, mendadak muncul seorang pertengahan umur berpakaian pelajar lompat keluar dari kalangan penonton seraya berseru:
"Kakek penjinak garuda! Apa kau masih mengenali diriku?"
Kakek penjinak garuda membatalkan serangannya, ia berpaling memandang orang itu kemudian berdiri terpaku.
Ho Hay Hong yang terhindar dari bahaya maut, buru-buru lompat mundur. Ketika ia menampak siapa orangnya yang muncul secara tiba-tiba itu, sesaat juga berdiri tertegun.
Kiranya orang itu adalah Tee Soan-kiam Tok Bu Gouw.
Pada saat itu, sepasang matanya yang sayu memandang Kakek Penjinak garuda dengan penuh kemarahan. Bagai orang yang pintar, segera dapat mengerti bahwa pandangan mata Tok Bu Gouw itu ada mengandung permusuhan hebat.
Tok Bu Gouw didaerah utara merupakan orang kuat yang sangat disegani, tetapi didaerah selatan sedikit sekali orang yang mengenalnya. Namun dengan perbuatannya yang berani menantang kakek Penjinak garuda, itu saja sudah cukup membuat kagum para penonton.
"Oh, kiranya kau!" demikian kata-kata permulaan yang meluncur keluar dari mulut si Kakek Penjinak garuda kepada penantang barunya, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, bagus!" sambungnya. "Kecuali perempuan hina yang sudah mampus, sekarang sang suami jahanam dan anaknya yang durhaka! sudah berkumpul disini, haha! Kalian berdua hidup didunia juga tidak ada gunanya, lebih baik mati saja !"
Kata-kata itu mengejutkan semua penonton, sebab mereka tidak mengerti duduknya perkara.
Tee soan-kiam sudah meloloskan pedangnya. Wajahnya yang murung, mendadak beringas. Sambil tertawa dingin ia berkata.
"Kakek penjinak garuda! Tahukah kau bahwa selama beberapa puluh tahun aku hampir mati penasaran memikirkan permusuhan kita" Hari ini ada kesempatan bertemu disini, inilah waktunya yang paling baik untuk membereskan permusuhan antara kita. Sekarang jangan banyak bicara keluarkanlah ilmu kepandaian garuda Saktimu, aku ingin melihat, apakah ilmumu yang menggemparkan rimba persilatan itu mampu menundukkan aku siorang she Tok atau tidak?"
"Orang she Ho, aku tahu ilmu pedang Tee Soan-kiammu sangat lihay, tetapi aku kakek penjinak garuda adalah anak keturunan dewa, dalam dunia Kang-ouw dewasa ini, belum pernah ada orang yang mengalahkan aku, Ha! Ha! Ha." berkata Kakek penjinak garuda dingin.
Mendengar perkataan itu, dalam terkejutnya Ho Hay Hong lantas timbul rasa curiganya, ia lalu berpikir: "Tee-soan hong ini benar benar seorang she Ho, kalau begitu apa yang di ucapkan tanpa sengaja oleh gadis baju ungu dahulu, semua benar adanya."
Sudah lama memang Ho Hay Hong mencurigakan asal usul dari Tee soan-hong mengapa It-Jie Hui kiam selalu mengalah terhadapnya"
Mengapa Tee soan-kiam selalu membela dan melindungi dirinya" Semua ini sudah pasti bukan tidak ada sebabnya! Tetapi ia masih belum tahu benar hubungan apa antara ia dengan Tee-soan hong. Dan apa sebabnya pula dari utara datang kemari" Jikalau belum direncanakan lebih dulu dengan masak-masak, tidak mungkin bisa secara begitu kebetulan.
Menggunakan kesempatan itu ia melirik kepada kekasihnya yang saat itu telah memejamkan matanya dan ditunjang oleh pemuda baju kelabu.
Karena gadis itu masih dalam keada pingsan. Ia tidak usah merasa khawatir akan diserang oleh Kakek penjinak garuda. Sebab bagaimanapun ganasnya si Kakek itu, tidak berani turun tangan terhadap seorang perempuan yang tidak berdaya.
Apalagi dibawah sorotan mata orang banyak, bagaimanapun juga orang tua itu tentu masih hendak pertahankan kedudukan di mukanya.
Dan ketika ia melongok kearah si kakek yang tua itu sudah mulai bertempur dengan Tee-soan kiam dengan hebatnya.
Ia segera dapat mengenali bahwa si kakek itu menggunakan ilmu Silat Kun-hiap Samkay untuk melawan Tee-soan kiam, sedangkan Tee-soan kiam menggunakan ilmu pedangnya Tee soan-kiam yang merupakan kebanggaannya.
Dalam waktu sangat singkat dua orang itu sudah bertempur sepuluh jurus lebih, diluar dugaan semua orang. Tee soan-kiam sedikitpun tak ada tanda-tanda akan kalah.
Ho Hay Hong mulai merasa heran, sebab ia kenal baik kepandaian ilmu Tok Bu Gouw. Menurut perhitungannya, seharusnya sudah lama kalah, entah darimana datangnya kekuatan tenaga yang menunjangnya sehingga ia dapat bertahan sekian lama"
Tetapi dengan cepat ia segera dapat menyadari sebab-sebabnya. Ternyata ilmu pedang yang dipelajari oleh Tok Bu Gouw, ialah ilmu pedang Tee soan-kiam, memang ditujukan untuk menandingi ilmu garuda Sakti Kakek penjinak garuda.
Meskipun dalam ukuran kekuatan tenaga dalam, Tee soan-kiam masih selisih jauh dengan Kakek penjinak garuda, tetapi dengan ilmu pedangnya yang selalu ditujukan kebagian bawah musuh, memaksa Kakek penjinak garuda harus peras keringat.
Ketika pertempuran berjalan tiga puluh jurus, Kakek penjinak garuda sudah berada atas angin. Tee-soan-kiam telah berusaha melawan mati-matian, tetapi karena kekuatan tenaga dalamnya masih kalah jauh, susah baginya untuk bertarung lebih lama lagi.
Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sejak diutara kesan Ho Hay Hong terhadap Tee-soan kiam tidak begitu baik. Sebetulnya tidak ingin ia membantu, tetapi karena mengingat jago pedang Tee-soan-kiam itu datang justru untuk menolong jiwanya, bagaimanapun juga ia tidak dapat berpeluk tangan lebih jauh. Maka ia lalu lompat melesat turun kedalam arena.
Ia melancarkan serangannya dari samping tetapi Kakek penjinak garuda yang diserang malah tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah tidak menghiraukan serangannya. Didalam mata jago tua itu, hendak mengambil jiwa dua orang itu sesungguhnya tidak terlalu susah baginya.
Tetapi, suara kakek itu mendadak berhenti, kiranya ia sudah mengetahui bahwa kekuatan tenaga dalamnya sudah banyak kurang. Ia mengerti karena tadi ia membantu Ho Hay Hong secara menggelap, hingga kekuatan tenaga dalamnya terhambur terlalu banyak.
Hal itu sesungguhnya sangat berbahaya bagi dirinya. Apalagi ia kini harus menghadapi dua musuh tangguh sekaligus. Ia sebetulnya boleh minta bantuan muridnya, tetapi ia tidak mau berbuat demikian. Sebagai seorang keras kepala, ia hendak menyelesaikan dua lawannya dengan tangan sendiri.
Ketika pemuda baju kelabu mendekati dirinya bahkan disentaknya, supaya menyingkir jauh-jauh.
Dalam jurus ke empat mendadak terdengar suara hebat yang memekikan telinga.
Tiga orang yang bertempur telah memisahkan diri masing-masing. Tee Soan-kiam berdiri tegak bagaikan patung dengan mata beringas menatap wajah Kakek penjinak garuda, pedang di tangannya sudah terlempar jatuh ditanah, mulutnya mengeluarkan darah.
Ho Hay Hong wajahnya pucat pasi, rambutnya awut-awutan, bibirnya juga mengeluarkan darah. Lambang emas kebesarannya sudah jatuh ditanah dan disimpan oleh anak buahnya.
Kakek penjinak garuda terus tertawa terbahak-bahak, tetapi suara tertawanya sudah tidak begitu nyaring seperti tadi.
Siapa yang menang" Siapa yang kalah" Tiada seorangpun yang berani memberi keputusan.
Keheningan hanya berlangsung sejenak saja, pemuda baju kelabu agaknya tidak bisa tinggal diam lagi. dengan cepat lompat kehadapan Tee-soan-kiam dan menyerang dengan pedang nya.
Perbuatannya itu sudah melanggar perintah gurunya, maka seketika itu wajah Kakek penjinak garuda lantas berubah.
Pemuda baju kelabu itu berlaga ganas, ia menyerang hebat kepada lawannya, hingga Tee soan-kiam terus mundur dalam keadaan tidak berdaya.
Tampak Tee-soan-kiam sudah hampir mati diujung pedang muridnya. Kakek penjinak garuda membentak dengan suara keras:
"Minggir ! Berani kau melanggar perintah ku ?"
Mata pemuda baju kelabu nampak marah membara, ia dapat lihat bahwa gurunya sudah kehabisan tenaga, hingga tidak mudah lagi menjatuhkan lawannya, ia juga kenal baik adat gurunya yang keras kepala dan suka membawa kemauan sendiri, sekalipun dalam keadaan bahaya, juga tidak mengijinkan orang lain campur tangan.
Disamping itu, ia juga ingat budi gurunya maka diam-diam telah mengambil keputusan hendak membela gurunya supaya jangan kehilangan muka, biar ia harus korbankan, jiwanya sendiri sekalipun.
Oleh karena itu, maka ia tidak menurut perintah gurunya, pedangnya digunakan, untuk menotok jalan darah Tee-soan-kiam.
Kakek penjinak garuda makin marah, dengan tiba-tiba dan tanpa mengeluarkan suara, tangannya menyerang muridnya yang dianggapnya berani membangkang
Tak ampun lagi pemuda baju kelabu itu lantas roboh sambil menjerit dan menyemburkan darah dari mulutnya. Tetapi ketika ia menoleh dan mengetahui bahwa orang yang menyerang dirinya adalah gurunya sendiri, lalu berkata dengan suara nyaring:
"Suhu, maafkan dosa muridmu yang telah membangkang perintahmu."
Ia tidak melanjutkan kata-katanya dengan airmata bercucuran dan memandang gurunya sejenak, kembali menyerang lawannya.
Kakek penjinak garuda yang menyaksikan perbuatan muridnya, lalu berkata sambil menghela napas panjang:
"Murid durhaka! Aku telah mendidik kau begitu banyak tahun, pada akhirnya tokh masih tetap membangkang perintahku. Apa boleh buat, dihadapan para tokoh rimba persilatan, aku harus menghukum dulu kau yang mendurhakai perguruan!"
Dihadapan mata orang banyak, Kakek penjinak garuda sudah tentu harus melaksanakan ucapannya. Demikianlah pemuda baju kelabu itu harus mengorbankan jiwanya untuk mempertahankan prestise gurunya.
Setelah menghukum mati muridnya, Kakek penjinak garuda teringat hubungan dengan muridnya, hingga tanpa disadari airmatanya mengalir keluar.
Dalam suasana sunyi, kesedihan telah mencekam hati semua orang. Dalam keadaan demikian, entah dari mana datangnya kekuatan tenaga. Tee-soan-kiam yang sudah hampir kehabisan tenaga mendadak mengeluarkan suara bentakan keras, kemudian lompat dan bagaikan anak panah terlepas dari busurnya menyerbu Kakek penjinak garuda.
Perbuatan Tee-soan-kiam yang nekad segera menggemparkan Semua penonton.
Kakek penjinak garuda juga agak terkejut, tetapi tangannya dengan cepat bergerak menyerang lawannya.
Tee-soan-kiam tidak menyingkir, dengan kepalanya ia menyeruduk dada Kakek penjinak garuda.
Ketika kepalanya beradu dengan dada kakek penjinak garuda, hanya terdengar suara benturan keras, lalu disusul oleh suara jeritan Tee Soan-kiam. Dengan sisa tenaganya, dua tangannya menyerang dengan berbareng.
Kakek penjinak garuda mengeluarkan suara tertahan, kakinya menendang hingga Tee-soan kiam melesat sejauh satu tombak lebih.
Kejadian secara tiba-tiba itu sangat mengejutkan Ho Hay Hong. Ketika ia membuka matanya, Kakek penjinak garuda sudah pucat Wajahnya dan mundur terhuyung-huyung.
Ia tidak dapat menduga apa sebabnya Tee soan-kiam berlaku begitu bodoh" Karena perbuatannya itu berarti mengantarkan jiwanya sendiri.
Sementara itu Tee-soan-kiam yang jatuh ditanah, terus dalam keadaan tidak berkutik. Meskipun kepalanya masih utuh, tetapi dalamnya mungkin sudah remuk hancur bekas serangan Kakek penjinak garuda, hanya tinggal napasnya yang masih belum putus.
Karena kematian Tee-soan-kiam itu di anggapnya hendak membela dirinya, maka Ho Hay Hong buru-buru menghampiri. Ketika ia memeriksa keadaannya, wajahnya pucat seketika.
Dari mulutnya mengeluarkan suara rintihan dan serentetan kata kata yang sangat lemah:
"Anak, ayahmu selama itu merasa malu terhadap dirimu, untung,,., sebelum ayahmu masih dapat melakukan sesuatu untuk menolong jiwamu. Aih, hati hati yang sudah lalu bagaikan impian, selamat tinggal anakku semoga kau berhasil dalam hidupmu."
Dengan bibir tersungging senyuman ia menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kematian ayahnya, dengan mata beringas memandang Kakek penjinak garuda, serasa ingin sekali telan hidup-hidup musuh besarnya itu.
Sinar mata Kakek penjinak garuda perlahan-lahan tampak sayu, tangannya mengurut-urut dadanya mengatur pernapasannya. Serangan nekad Tee-soan-kiam tadi, ternyata telah melukai dadanya. Tetapi ia adalah seorang tua keras kepala, meskipun sudah tahu bahwa kekuatan tenaganya sudah hilang terlalu banyak, tetapi masih tetap membandel. Ketika Ho Hay Hong menghampiri, ia masih maju menyongsong sambil tertawa terbahak-bahak.
Ho Hay Hong memandang dengan seksama, dalam hati mengerti bahwa orang tua itu keadaannya benar-benar sudah payah. Tanpa berkata apa-apa ia lau menyerang dengan sengit.
Pada waktu itu, ia seolah-olah sudah melupakan jiwanya sendiri, dalam anggapannya, musuh besarnya itu sudah seperti lawan biasa, yang tidak menakutkan lagi.
Oleh karena terjadi kejadian demikian, maka kepercayaan terhadap diri sendiri jadi semakin tebal.
Pertempuran berlangsung sudah tiga puluh jurus. Kakek penjinak garuda yang merupakan seorang terkuat dalam rimba persilatan ternyata tidak bisa menjatuhkan satu lawan yang masih amat muda belia itu, sudah tentu sangat mendongkol. Mulutnya berkaok-kaok, rambut dan jenggotnya pada berdiri.
Ketika pertempuran berlangsung lima puluh jurus, Kakek penjinak garuda mendadak nampak begitu murka dengan mengeluarkan suara pekikan nyaring ia melancarkan serangannya dengan kedua tangan.
Serangannya itu demikian hebat, sehingga keadaan disekitarnya seolah-olah tersapu oleh angin puyuh yang sedang mengamuk.
Ho Hay Hong sedikitpun tidak takut. Dengan satu tangannya menyambuti serangan hebat itu.
Setelah terdengar suara benturan nyaring, ia lantas jatuh tak ingat diri.
Entah berapa lama sang waktu telah berlalu, Ho Hay Hong yang rebah ditanah dalam keadaan pingsan telah dikejutkan oleh suara lonceng kuil dibelakang bukit. Ia segera membuka matanya dan memandang keadaan sekelilingnya yang ternyata sudah sunyi senyap.
Kakek penjinak garuda sudah tidak nampak lagi bayangannya, Tiat Chiu Khim juga tidak ada lagi disitu., Disamping dirinya adalah jenazah Tee-soan-kiam.
Tidak jauh dari situ terdapat banyak mayat manusia bergelimpangan yang tidak dikenalnya siapa-siapa
Ia segera dapat menduga mereka itu pasti adalah orang-orang golongan rimba hijau daerah utara, yang binasa ditangan Kakek penjinak garuda sewaktu mereka mau berusaha menolong dirinya ketika dia berada dalam keadaan pingsan.
Diantara begitu banyak mayat orang she Siauw dalam tangan orang tersebut masih menggenggam kencang lambang emas kepunyaannya.
Pedang pusaka garuda sakti juga sudah tidak ada tetapi ia mengerti pedang itu pasti sudah dibawa oleh Kakek penjinak garuda.
Dengan hati sedih ia memandang matahari senja yang mulai terbenam kebarat, sedih hatinya memikirkan nasib kekasihnya yang terjatuh di tangan kakek penjinak garuda. Ia merasa marah terhadap Kakek itu, tetapi apa daya"
Dengan sangat hati-hati ia mengubur semua jenazah orang-orang yang pernah membantunya, kemudian meninggalkan tempat itu dengan air mata berlinang.
Ia tidak mencari orang untuk minta keterangan, dengan hati penuh penasaran ditinggalkannya danau Keng liong-tie.
Satu jam kemudian, tibalah ia disuatu kota dekat danau itu.
Ia berjalan tanpa tujuan. Mendadak teringat diri Lie Hui yang sedang menantikan kedatangannya. Ia telah lolos dari lubang jarum Lie Hui pasti akan merasa girang bisa bertemu lagi dengan gurunya.
Ia mencari rumah penginapan. Belum lagi melangkah masuk, sudah disambut oleh seorang pelayan dengan laku sangat terhormat.
"Aku tidak mau menginap, aku hanya hendak mencari seseorang kawan," katanya sambil menggoyangkan tangan dan kemudian memetakan bentuk dan perawakan tubuh Lie Hui.
Wajah pelayan itu berubah seketika, dan sikapnya menunjukkan perasaan takutnya.
"Tuan, silahkan tuan cari dilain tempat saja, karena dalam rumah penginapan ini tidak ada orang yang tuan cari itu." pelayan itu memberi keterangan dengan wajah ketakutan.
Dari sikap pelayan itu Ho Hay Hong mengerti pasti telah terjadi sesuatu atas diri Lie Hui, maka dengan cepat menyambar bahu pelayan itu seraya berkata sambil tertawa dingin: "Hai. apa sebetulnya yang telah terjadi" kalau kau bermabukan secara terus terang. Jikalau tidak, aku tidak akan mengampuni jiwamu!" Ia menekan keras bahu pelayan itu, hingga berkaok-kaok kesakitan.
"Hamba benar-benar tidak tahu, harap sukalah tuan maafkan hamba." pelayan itu mulai merintih-rintih.
"Kau mau memberi keterangan atau tidak terserah padamu sendiri!" kata Ho Hay Hong marah.
Ia menekan lebih keras lagi, hingga pelayan itu menangis dan minta ampun seraya meratap:
"Tuan, ampunilah diri hamba, benar-benar hamba tidak tahu menahu mengenai urusannya, harap tuan minta keterangan pada Poh loya."
"Siapa itu Poh loya?"
"Poh loya adalah guru silat dalam rumah belajar silat dikota ini Tetapi harap tuan jangan memberitahukan kalau hal ini keluar dari mulut hamba, jikalau tidak"
"Dimana ia tinggal?"
Pelayan itu baru mau angkat tangan buat memberi petunjuk, mendadak dengan wajah ketakutan memandang kejalan, tubuhnya nampak menggigil.
Cepat Ho Hay Hong berpaling, Tertampak olehnya seorang lelaki tua bertubuh tegap dengan sinar mata marah berdiri sejarak kira-kira satu tombak diluar pintu. Melihat sikap ketakutan sipelayan, ia segera mau menduga bahwa lelaki tua itu pastilah orang yang dinamakan Poh loya oleh pelayan tersebut.
Otaknya dikerjakan dengan cepat, dengan cara bagaimana harus menghadapi lelaki tua itu, mendadak ia tertawa dan berkata:
"Ha! Ha! Ha! Poh lao, tak kusangka baru tiga tahun tidak bertemu, ternyata kau berada disini. Haha! Dasar ada jodoh, dimana saja kita bisa bertemu. Mari kita minum sepuas-puasnya!"
Ia maju menghampiri sambil mengulurkan tangannya dengan sikap sangat mesra menjabat tangan orang she Poh itu.
Orang tua she Poh itu sejenak merasa heran, lama baru berkata:
"Saudara siapa" Mengapa aku tidak kenal?"
Meskipun mulutnya berkata demikian, namun ia tidak menolak angsuran tangan Ho Hay Hong.
"Haha! Poh loya benar-benar seorang pelupa. Masa siaotee Sudah tidak kau kenal lagi" Mungkin selama ini Poh loya sudah terlalu banyak kawan baru, sehingga melupakan kawan lama!" berkata Ho Hay Hong sambil tertawa.
"Ow, ow! Kau hiantee, aku benar-benar sudah tua, benar-benar telah menjadi seorang pelupa. Mari, mari. Kita duduk dirumah, kita boleh minum sambil ngobrol sepuas-puasnya."
Meskipun dimulut ia berkata demikian, tetapi otaknya terus dikerjakan, mengingat-ingat siapa kiranya pemuda didepan matanya ini. Tetapi karena sahabatnya terlalu banyak, kejadian serupa itu kadang-kadang memang bisa saja terjadi, maka ia juga tidak heran lagi.
Berdiam sejenak, ia berkata lagi sambil tertawa.
"Eh, hiantee, Mengapa kau agak berubah" Lama tidak ketemu, kau sekarang ternyata lebih ganteng dan lebih gagah. Apa belakangan ini kepandaianmu mendapat banyak kemajuan?"
Sampai disitu, Ho Hay Hong terpaksa membatalkan maksudnya hendak menundukkan orang tua itu, maka ia lalu pura-pura tertawa dan berkata:
"Poh laoko jangan tertawakan siaotee. Siapa yang tidak tahu bahwa dirumah perguruanmu ini terdapat banyak orang pandai yang namanya tersohor ?"
"Astaga, aku tidak sangka kau sekarang juga pandai bicara. Haha! Tak usah banyak bicara mari kita mengobrol dirumah saja. Belakangan ini hiantee mendapat kemajuan atau tidak."
"Kemajuan?" Ho Hay Hong tercengang tetapi ia segera mengerti bahwa itu adalah istilah dalam pergaulan maka lalu berkata sambil tertawa:
"Laoko jangan bicarakan soal itu lagi. siaotee seorang bodoh, bagaimana dapat dibandingkan denganmu ?"
Dua orang itu berlalu dari rumah penginapan sambil mengobrol disepanjang jalan.
Ditengah jalan, Poh loya mendadak ingat sesuatu, ia merandak dan bertanya:
"Hiantee, kau. bukankah kau ini Tang siang Sucu ?"
Ho Hay Hong terkejut, ia diam saja.
Sementara itu nada orang she Poh itu juga lantas berubah:
"Haha, hiante! Kau terlalu merendah, siapa tidak tahu kau ditanah Lam-kiang mendapati kedudukan tinggi" Arak setiap hari tersedia, perempuan cantik tinggal pilih saja. Kau benar-benar sudah menikmati kebahagian orang hidup. Dibandingkan denganmu, laokomu ini kalah jauh sekali !"
Ho Hay Hong sebenarnya merasa benci kepada orang tua itu, tetapi diluarnya tetap berlaku ramah.
"Poh laoko, mengapa kau sampai berkata demikian" Walaupun siaotee ada sedikit kemajuan, tokh tidak melupakan kau, laoko."
Poh loya tertawa, kemudian berkata dengan sikap sungguh-sungguh:
"Hiantee kabarnya kau belum lama ini telah kebentrok dengan Ing-siu yang sudah lama tidak ada kabar beritanya. Apakah itu benar?"
Ho Hay Hong kembali dikejutkan oleh pertanyaan ini. Karena khawatir orang she Poh itu sudah mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya, maka diam-diam sudah siap sedia, namun masih mencoba menutupi sambil berkata.
"Janganlah bicarakan soal itu lagi, laoko! semua adalah Siaotee yang tolol, bisa sampai kebentrok dengan iblis itu!"
"Muridnya Ing-siu, pemuda yang dinamakan Long-gee-mo itu, pernah juga bertemu muka sekali denganku, juga pernah kami bertanding dengan ilmu silat."
Belum habis kata-katanya, mendadak melancarkan satu serangan terhadap Ho Hay Hong hingga anak muda ini terkejut bukan main.
Ia mengira orang she Poh itu benar-benar sudah mengetahui rahasianya, maka buru-buru geser mundur kakinya. Dua tangannya bergerak secara reflek dengan kecepatan bagaikan kilat mengarah empat bagian jalan darah ditubuh orang tua itu.
Orang she Poh itu berseru kaget, sama sekali tak pernah menduga serangan Ho Hay Hong bisa demikian hebat, terpaksa ia melindungi jiwanya lebih dulu. Dengan jalan bergulingan ditanah ia menggelinding sejauh beberapa tombak baru berhenti dan berseru:
"Hiantee, tidak kecewa kau menjadi muridnya Lam-kiang Tay-bong. Beberapa gerakanmu itu tadi saja, sudah cukup membuat aku kewalahan!"
Ia menghela napas panjang dan berkata pula:
"Kepandaian ilmu silat muridnya Ing-siu sudah pernah aku uji, ternyata tidak lebih tinggi dari kepandaianmu. Hanya tak usah khawatir, Kalau ada urusan hanya muridnya Long-gee-mo itu saja yang mewakili."
Ho Hay Hong sudah mengerti maksud orang She Poh itu, maka lalu berkata sambil tertawa dingin:
"Tentang Long-gee-mo, aku juga sudah bertempur beberapa kali dengannya. Masih mujur dalam pertempuran antara kami, selalu aku yang menang!"
"Aku kira itu bukannya mujur," kata Poh loya merasakan perasaan kagumnya. "Kepandaian hiantee memang jauh lebih tinggi dari padanya.
Dengan perasaan agak lega Ho Hay Hong berkata:
"Poh toako, dengan terus-terang. kedatanganku kemari menengok kau, Sebetulnya dengan maksud hendak menanyakan seseorang"
"Siapa?" Poh loya rupanya kaget.
Ho Hay Hong pura-pura marah dan berkata:
"Hanya seorang bocah saja, denganku ada permusuhan dalam sebagai pembunuh sahabatku. Siaotee sudah bersumpah selama hidup ini harus dapat mencincang dulu tubuhnya baru bisa merasa puas."
Sehabis berkata, ia lalu menjelaskan bentuk tubuh ciri-ciri khas dan usia Lie Hui.
"Oh, kiranya dia!" Poh loya nampak lebih terkejut.
Dengan menekan perasaan girangnya Ho Hay Hong berkata:
"Siapa" Dimana dia berada?" Ia berhenti sejenak dan pura pura marah. "Kali ini apabila Siaotee bisa membalas dendam sakit hati sahabatku, sudah tentu tidak akan melupakan budi laoko."
"Hiantee, kau harus tahu bahwa bocah itu adalah tawanan penting dari golonganku, laokomu ini hanya sebagai hiocu saja, sama sekali tidak berhak menyerahkan dirinya kepadamu!" Poh loya menggeleng-gelengkan kepala.
Kini barulah Ho Hay Hong tahu bahwa orang she Poh ini adalah merupakan salah seorang anggauta kuku berbisa. Diluarnya ia pura-pura berlaku kecewa, katanya sambil menghela napas:
"Kalau begitu, jadinya toako tidak sudi membantu siaotee?"
"Bukan begitu, hiantee! Jangankan hubungan kita sudah begitu erat, dengan kedudukanmu sebagai muridnya Lam-kiang Tay-bong saja, sudah cukup untuk dianggap oleh golongan kami sebagai orang sendiri. Biar bagaimana juga harus diberi muka. Hanya , hanya."
"Hanya apa" Apakah laoko masih merasa ragu-ragu?" tanya Ho Hay Hong heran.
"Dengan terus-terang. anakku yang tidak berguna itu telah jatuh cinta padanya, sehingga aku merasa serba salah."
"Apa?"
"Hiantee, bocah itu sebetulnya seorang gadis yang menyaru ! Apakah kau belum tahu" Aku sesungguhnya sangat menyesal dahulu terlalu memanjakan anakku, sehingga dia sekarang tidak mau dengar nasehatku. Kau pikir, toako ini hanya mempunyai seorang anak lelaki saja, maka aku anggap sebagai jiwaku sendiri, meskipun langit rubuh, aku juga memikirkan keselamatannya lebih dulu. Bagaimana aku harus berbuat?"
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, sungguh tidak menyangka bahwa Lie Hui adalah seorang gadis. Ia coba membayangkan lagi sikap kemalu-maluan gadis itu, karena waktu itu pikirannya sendiri sedang risau hingga kurang perhatian.
Setelah berpikir sejenak, ia berkata dengan sikap serius.
"Tapi laoko, kau harus ingat bahwa gadis itu adalah musuhmu." Tidak mungkin ia boleh bercintaan dengan anakmu. Lagipula, pemimpin atau orang-orang golonganmu juga tidak mungkin mau mengijinkan anakmu kawin dengan tawanannya. Berdasarkan atas ini, perkawinan itu susah membawa bahagia bagi kedua fihak. Maka kau harus mengambil keputusan tegas, sekalipun putus hubungan dengan anakmu, juga lebih baik daripada mengambil menantu musuh ! Aku pikir, biarlah sekali ini anakmu merasa kecewa!"
Ketika ia melihat Poh loya mulai tertarik mendengar omongannya, ia lalu berkata pula:
"Sebaliknya, apabila perkawinan itu tetap dilangsungkan, kau nanti akan menanam bencana besar. Karena keturunannya pasti akan mengandung darah permusuhan, kau adalah salah satu anggauta golongan Kuku berbisa, juga sulit untuk."
Belum habis kata-katanya, Poh loya membelalak memotong.
"Sudah, sudah! Jangan lagi kau teruskan hiantee."
Ho Hay Hong dapat menduga bahwa orang tua itu mulai merasa jeri, maka lalu berkata pula:
"Sebagai sahabat siaotee merasa perlu menasehatkan: Urusan semacam ini, siaotee kira sebaiknya supaya kau pikir dulu masak-masak. Jangan lantaran cintamu kepada anak, sehingga menimbulkan bencana besar dikemudian hari!"
Poh loya menundukkan kepala. Meskipun mulutnya bungkam, tetapi dalam hati sudah mempunyai rencana.
Sementara itu dua orang itu sudah tiba didepan pintu rumah perguruan Kang-lam Bu-koan yang dahulunya sangat mewah, tetapi kini keadaannya sudah mulai rusak disana-sini.
Diatas pintu yang terbuat dari bahan logam itu terpancang papan yang terdapat empat baris tulisan terdiri dari huruf-huruf besar-POH LAY BU KOAN yang masih baru.
Dari situ Ho Hay Hong segera mendapat tahu bahwa orang she Poh itu adalah Poh Lay.
Tak lama kemudian pintu terbuka, dari dalam muncul dua pemuda berpakaian ringkas. Begitu melihat Poh Lay, dua pemuda itu segera memberi hormat sebagaimana layaknya.
Poh Lay ajak Ho Hay Hong masuk. Ketika melalui lapangan pekarangan yang luas, disitu ada sepuluh lebih murid-murid Poh Lay sedang melatih ilmu silat.
Poh Lay segera memerintahkan para muridnya berhenti dan berkata kepada Ho Hay Hong sambil tersenyum:
"Anak-anak yang tidak berguna ini sudah belajar cukup lama tetapi masih belum bisa apa-apa. Kalau hiantee ada waktu sekarang sudikah kiranya memberi petunjuk seperlunya, aku kira sangat berguna bagi mereka."
Sebelum Ho Hay Hong menjawab, nampak dua pelayan wanita membawakan teh. Karena ingat akan tujuannya sendiri, Ho Hay Hong tidak mau membuang waktu, maka lalu menjawab:
"Laoko, tawanan wanitamu itu kau sekap dimana" Sudikah kau ajak siaote melihat sendiri" Siapa tahu kalau bukan dia!"
Berkata sampai disitu, ia pura-pura tertawa bangga dan berkata pula:
"Biar bagaimana, aku harap perjalananku ini tidak cuma-cuma, supaya arwah sahabatku itu bisa tentram."
Poh Lay agaknya masih keberatan, katanya sambil menghela napas:
"Hiantee, aku tidak berani merintangi maksudmu yang hendak menuntut balas denda buat sahabatmu. Hanya bagaimana dengan nasib anakku nanti" Sudah demikian mendalam cintanya terhadap perempuan itu, mungkin akan berakibat buruk buat dia pula."
"Poh laoko, dahulu kau begitu gagah berani dan tegas dalam bertindak. Mengapa sekarang jadi demikian lembek" Apakah kau tidak dapat memikirkan apa akibatnya mempunyai menantu anak seorang musuh" Tahukah kau bagaimana kau hendak berbuat seandainya urusan ini diketahui oleh golonganmu ?"
Digertak demikian, akhirnya Poh Lay menyerah.
"Hiantee benar. Baiklah, biar aku nanti ajak kau melihat. Hanya, kalau bertemu dengan anakku, aku minta janganlah kau unjuk sikap keras."
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. Poh Lay lalu mengajaknya berjalan melalui lorong yang berliku-liku dan gelap sekali. Akhirnya tibalah mereka didepan sebuah kamar tahanan yang dikurung oleh terali besi yang kokoh kuat.
Dekat kamar tahanan, ada berdiri seorang pemuda berpakaian mewah dengan menundukkan kepala dan menarik napas berulang-ulang.
"Itulah anakku,!" berkata Poh Lay dengan suara pelahan.
Ho Hay Hong menganggukkan kepala tanda mengerti. Matanya lalu beralih kedalam kamar, segera tampak olehnya seorang gadis berbaju putih sedang duduk bersila.
Gadis itu tubuhnya langsing, rambutnya awut-awutan. Ketika mendengar suara tindakan kaki orang segera bangkit dan berkata dengan suara gusar:
"Manusia rendah! mencelakakan diri orang dengan akal tipu busuk, apakah itu perbuatan orang gagah" Hm! Kalau memang berani bunuhlah nonamu, perlu apa kau sekap aku disini?"
Ho Hay Hong merasa sedih menyaksikan muridnya dalam keadaan demikian, ia pikir tidak mau menarik perhatiannya dulu, maka berdiri diam disamping.
Lie Hui yang sedang mengumpat caci Poh Lay mendadak tercengang, melihat adanya Ho Hay Hong disamping orang she Poh itu, bibirnya bergerak-gerak hendak memanggil, tetapi Ho Hay Hong segera memberi isyarat dengan matanya, hingga gadis itu membatalkan maksudnya.
Ho Hay Hong berpaling dan berkata kepada Poh Lay:
"Apakah perempuan ini?", Ia pura-pura marah dan berkata pula: "Aku sungguh girang bisa menuntut balas sahabatku, hahahaha !"
Lie Hui terkejut mendengar ucapan itu, ia tidak percaya bisa salah mata.
Ia mengingat-ingat lagi, wajah Ho Hay Hong dengan cermat, tidak salah lagi dia adalah itu pemuda yang menjadi gurunya, Tetapi ia tidak mengerti mengapa suhunya bisa sampai berkata demikian"
Ho Hay Hong yang menyaksikan gadis itu, dihati merasa geli, katanya:
"Poh laoko, budi kebaikanmu ini tidak dapat siaotee lupakan dikemudian hari aku pasti akan membalas budimu ini."
Poh Lay tidak senang mendengar perkataan itu sebaliknya merasa sangat berduka. Matanya diam-diam telah mencuri pandang kepada anaknya.
Benar seperti apa yang orang she Poh itu duga, ketika Ho Hay Hong hendak membuka mulut lagi, pemuda tersebut mendadak mengeluarkan suara bentakan keras, kepalanya dipalingkan kelain arah dan berkata kepada Ho Hay Hong dengan suara bengis:
"Siapa berani mengganggu seujung rambutnya saja, akan aku cincang dia sampai menjadi berkeping-keping."
Herannya, Poh Lay sebagai ayah, terhadap anak rupanya takut sekali. Ketika melihat anaknya marah, ia membujuk dengan suara lemah lembut:
"Ciu-jie, dia adalah paman Ho! Tang-siang Sucu yang sering ayah sebut-sebut itu."
Mendengar perkataan Poh Lay, gadis baju putih itu menundukkan kepala, agak merasa kecewa. Sedangkan Ho Hay Hong diam-diam merasa geli, tetapi ia tidak mau segera membuka kedok, karena hal itu bisa membahayakan diri nona itu.
Pemuda anaknya Poh Lay itu agaknya masih marah katanya:
"Tidak peduli siapa dia! Barang siapa yang berani mengganggu nona itu, aku akan menghadapinya tanpa ragu-ragu!"
Kemudian dengan nada memintanya bertanya kepada Lie Hui:
"Nona, jawablah dengan sejujurnya. Kau suka menikah denganku atau tidak?"
Muka Lie Hui tampak merah, matanya mengerling kearah Ho Hay Hong, kemudian menggelengkan kepala, tanda tidak mau menerima permintaan pemuda itu.
Sipemuda yang menyaksikan keadaan demikian, wajahnya berubah seketika. Kepalanya, menunduk, sedang mulutnya menggumam: "Aaah, kau tidak suka ataukah tidak mau" Apakah kau benar-benar hendak menjadi setan tanpa kepala?"
Poh Lay menyaksikan semua itu tanpa bicara apa-apa, agaknya- takut menyinggung perasaan anaknya.
Sebaliknya dengan Ho Hay Hong, ia tidak mau perdulikan kesedihan pemuda itu, katanya dengan terus terang:
"Setiap orang mempunyai cita-cita sendiri yang tidak boleh dipaksa, apalagi perempuan ini adalah musuh sahabatku. Hai, kau jangan merindukan bidadari dalam rembulan !"
Begitu pemuda tersebut mendengar ucapan Ho Hay Hong, seketika lantas meluap hawa amarahnya, ia menghunus pedangnya dan berkata sambil menuding Ho Hay Hong:
"Tang-Siang Sucu! Kau berani mengoceh tidak karuan, lihat aku bisa mengampuni dirimu atau tidak?"
Pedangnya lalu bergerak, menyerang Ho Hay Hong dengan beruntun beberapa kali.
Ho Hay Hong lompat mundur dua langkah, berkata dengan suara gusar:
"Hai ! Berani kau menyerang aku" Sungguh besar nyalimu."
Ia sengaja memandang Poh Lay dengan sinar mata gusar, seolah-olah hendak paksa si ayah turun tangan melarang anaknya.
Poh Lay ketakutan setengah mati. Benar saja ia membentak dengan suara keras:
"Ciu-jie, dia adalah pamanmu! Dia pamanmu Tang-siang Sucu! Jangan!"
Tetapi pemuda itu tidak menghiraukan lagi, dengan beruntun tiga kali menyerang Ho Hay Hong secara ganas.
Ho Hay Hong pura-pura berlaku tidak senang, katanya:
"Poh laoko! Kalau kau tidak sanggup mengajar anakmu, siaotee terpaksa akan turun tangan!"
Dengan kepandaiannya yang luar biasa ia melayani pemuda itu, hingga dalam waktu singkat pemuda tersebut sudah terdesak mundur.
Wajah pemuda tersebut berubah, ia segera balas menyerang dengan sengit.
Dengan tenang Ho Hay Hong menghadapi setiap serangan pemuda yang sudah kalap itu.
Setelah sepuluh jurus berlalu pemuda itu mulai keteter.
Ia nampaknya sangat penasaran, karena merasa dirinya dipermainkan lalu mengambil keputusan nekad hendak adu jiwa dengan Ho Hay Hong.
Sambil tertawa terbahak-bahak Ho Hay Hong pentang lima jari tangannya, kemudian terdengar Suara "trang" amat nyaring, pedang di tangan anak muda itu terlepas dan jatuh ditanah.
Dengan mulut bungkam ia mengawasi pedangnya ditanah, wajahnya pucat, kemudian berkata:
"Tang siang Sucu terima kasih atas kebaikanmu! Aku tidak akan lupakan ini untuk selama-lamanya. Bagaimanapun juga atas hinaanmu ini aku nanti akan menuntut balas. Sampai ketemu lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia memungut pedangnya dan berlalu tanpa menoleh lagi. Poh Lay segera berseru:
"Ciu-jie, Ciu-jie! Jangan pergi, dengar dulu keterangan ayah."
Pemuda itu sedikitpun tidak menghiraukan. Dalam keadaan marah, perkataan ayahnya sedikitpun tidak digubrisnya.
Poh Lay yang sangat cinta kepada anak lelaki satu-satunya, tidak tega melihat kedukaan anaknya, maka segera memburu.
Ho Hay Hong sangat girang, ia anggap ini adalah kesempatan satu-satunya yang paling baik baginya, maka segera mengerahkan kekuatan tenaganya, membuka terali besi yang mengurung diri Lie Hui.
Lie Hui dengan cepat menubruk Ho Hay Hong dengan berkata:
"Dugaanku ternyata tidak salah, kau adalah suhu!"
Ho Hay Hong tersenyum, sambil mengusap-usap rambutnya Lie Hui ia berkata:
"Anak sudah begini besar masih sangat aleman, apa kau tidak malu?"
Belum habis kata-katanya, sudah dipotong oleh Lie Hui:
"Suhu, jangan kata begitu lagi. Aku tidak senang! Sejak kau pergi ke danau Kang-liong-tie, setiap malam hampir aku tidak bisa tidur, aku selalu pergi keluar kota menunggu kedatanganmu. Diluar dugaanku aku telah terjebak dalam akal muslihat mereka !"
"Kau benar-benar hebat! Selama ini aku masih anggap kau lelaki, tidak tahunya satu anak perempuan. berandalan." kata Ho Hay Hong sambil tertawa.
Pipinya merah, Lie Hui menundukkan kepala. Lama ia baru berkata pula:
"Suhu jangan menggoda saja, kita harus lekas keluar dari sini !"
Ia berdiam sejenak, kemudian berkata lagi dengan perasaan kagum.
"Suhu, kau sungguh hebat. Asal aku bisa memiliki kepandaianmu separuhnya saja, aku sudah merasa puas."
"Lie Hui, asal kau mau belajar dengan tekun, aku pasti akan menurunkan semua kepandaianku padamu, supaya kau bisa mendapat sedikit muka dikalangan Kang-Ouw dan menuntut balas dendam kepada semua musuh-musuhLie Hui, aku telah membuat keputusan mengambil kau sebagai muridku, ini berarti aku akan mewariskan semua kepandaianku padamu. Aku harap kau tidak mengecewakan pengharapanku! Sementara suhumu sendiri, untuk selanjutnya akan meninggalkan penghidupan dunia Kang-ouw, tidak akan mengurusi urusan duniawi lagi" kata Ho Hay Hong.
Lie Hui terkejut, katanya: "Suhu, mengapa suhu berpikiran demikian?"
"Kau tidak mengerti!" jawab Ho Hay Hong sambil tersenyum getir.
Lie Hui menggelengkan kepala dan berkata dengan penuh rasa simpatik.
"Suhu, kau masih muda, urusan apa yang menyebabkan kau menjadi putus harapan?"
Ho Hay Hong tidak bisa menjawab, hanya berkata sambil tersenyum pahit:
"Tetapi pikiranku tidak muda lagi."
Lie Hui tercengang, setengah mengerti setengah tidak, ia menghela napas. Ia masih hendak menanya lagi, tetapi sudah didahului oleh Ho Hay Hong:
"Jangan tanya lagi! Kalau sekarang kita tidak lekas pergi, sebentar kita akan mendapat banyak kesulitan."
Sambil menarik tangan Lie Hui hendak berlalu. Tetapi Lie Hui berteriak. Ketika Ho Hay Hong menegasi, ia baru tahu bahwa kaki Lie Hui yang putih masih terbelenggu oleh rantai besi."
Ho Hay Hong tertawa dingin. Ia lalu mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, dengan satu kali gentak rantai besar yang membelenggu kaki Lie Hui telah putus.
Bukan kepalang girangnya rasa hati Lie Hui. Selagi ia hendak menyatakan terima kasih, mendadak tampak wajah Ho Hay Hong yang diliputi oleh kedukaan. Diam-diam ia merasa heran, apakah gerangan yang mengganggu pikiran suhunya yang masih muda itu "
Gadis itu bulak-balik berpikir, tanpa disadarinya ia jadi turut berduka, sehingga mengalirkan airmata.
Ho Hay Hong merasa heran, tanyanya.
"Kau kenapa" Apa kau merasa sakit?"
Lie Hui merasa malu, mukanya merah mendadak. Dalam gugupnya ia hanya dapat menjawab sekenanya:
"Tidak, tidak suhu jangan khawatir!
"Ilmu meringankan tubuhmu masih kurang sempurna, aku khawatir menghambat waktu, biarlah aku bawa kau kabur."
Lie Hui menurut, ia menghampiri Ho Hay Hong. Oleh Ho Hay Hong segera dikempitnya tubuh Lie Hui yang kecil dan dibawa kabur dari kamar tahanan.
Secepat kilat Ho Hay Hong menggendong Lie Hui dari rumah perguruannya itu.
Ditengah jalan ia agak ragu-ragu sejenak, tetapi akhirnya ia lari menuju kearah barat. Ia masih mengharap bisa menemukan gadis baju ungu ditengah jalan, selain daripada itu ia juga bisa sekalian menyambangi kuburan Tang-siang Sucu.
Ia teringat pula nasib Tiat Chiu Khim, lalu menghela napas perlahan.
Perubahan sikap itu segera diketahui oleh Lie Hui tanyanya dengan suara lirih.
"Suhu kenapa kau bersedih" Muka Ho Hay Hong dirasakan panas, dengan cepat menjawab:
"Kau tahu apa" Sudah jangan banyak pikiran!"
Tanpa menghiraukan bagaimana perasaan muridnya, Ho Hay Hong melanjutkan perjalanannya.
Akhirnya tibalah ditempat kuburan Tang-siang Sucu ia dapat menemukan kuburan itu, karena disitu terdapat sebuah gundukan tanah dan ada sebuah batu nisannya yang tertuliskan, Makam Ho-Hay Thian.
Ho Hay Hong menangis didepan kuburan.
Lie Hui melihat nama diatas batu nisan itu hanya berbeda satu hurup dengan nama suhunya, jelas orang itu ada hubungan erat dengan suhunya, maka lalu bertanya:
"Suhu, siapakah Ho Hay Thian itu?"
"Kakakku!" jawab Ho Hay Hong singkat.
Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ow! Dia meninggal dunia karena sakit apa?"
"Bukan karena penyakit, ia terbunuh oleh musuhnya!" jawab Ho Hay Hong sambil tertawa getir. "Semasa hidup kelakuannya kurang baik, tetapi bagaimanapun juga dia adalah saudaraku. Mungkin kau juga sudah pernah dengar nama julukannya" Dia adalah Tang siang Sucu."
Lie-hui terkejut mendengar nama itu.
"Ah, suhu! Dia tokh seorang jahat?"
Sehabis berkata baru sadar bahwa ucapannya itu tidak tepat, maka buru-buru dirubahnya:
"Suhu, seorang yang sudah mati, habislah kesalahannya. Suhu jangan terlalu berduka, supaya arwah empek juga merasa tentram,"
"Dia sudah mati, tetapi musuhnya juga sudah kubunuh. Satu jiwa ditukar dengan satu Jiwa, tidak perlu aku berduka!" kata Ho Hay Hong, dengan menekan perasaan sedihnya, ia tertawa getir dan berkata pula:
"Apalagi, musuh itu adalah si Ing siu yang namanya sangat terkenal dan pernah menggemparkan dunia rimba persilatan sejak beberapa puluh tahun berselang. Sekarang Ing siu sudah binasa, saudaraku tentunya juga sudah merasa puas!"
Mendadak ia merasa gemas terhadap Lam kiang Tay-bong jago dari daerah Lam-kiang itu jelas seorang pengecut yang takut menghadapi kenyataan. Melihat muridnya dibunuh orang, juga tidak berusaha menuntut balas.
"Oh, pertempuran didanau Keng liong-tie itu apakah suhu lakukan melulu, buat menuntut balas sakit hati empek?"
"Ya, Tuhan telah melindungi aku, Sehingga aku berhasil membinasakan satu musuh terkuat dalam dunia!"
Ho Hay Hong mendadak teringat kepada keselamatan diri Tiat Chiu Khim. Karena gadis itu beberapa kali telah menolong jiwanya, dan kini entah bagaimana nasibnya" Maka ia telah mengambil keputusan, setelah membawa Lie Hui ketempat yang aman, hendak pergi lagi ke kampung setan.
"Lie Hui, apakah kau pernah dengar kejadian yang aneh didalam kampung setan?"
Mendadak ia merasa berat meninggalkan gadis piatu itu, dalam keadaan demikian, ia merasa serba salah. Ia tahu bahwa dirinya sendiri sangat penting bagi gadis itu, terlepas soal mempelajari ilmu silat padanya untuk bekal penuntutan balas dendam sakit hatinya, dalam dunia yang luas ini, ia hidup sebatang kara tiada sanak kadang yang dapat ditumpangi olehnya. Maka jikalau tidak dibimbing dengan benar, adalah sangat berbahaya bagi hari depannya.
Sebaliknya dengan Lie Hui sendiri, ia tidak tahu apa yang jadi buah pikiran suhunya, ketika ditanya tentang kampung setan, matanya terbuka lebar dan berkata dengan heran:
"Suhu, untuk apa kau sebutkan nama tempat itu?"
Dari Sikap gadis itu Ho Hay Hong sudah dapat menduga bahwa gadis itu tentunya sudah pernah mendengar kabar segala kejadian dikampung setan yang sangat misterius itu.
"Aku pikir hendak ajak kau kesana, apakah kau tidak takut?" demikian ia bertanya.
Pertanyaannya itu sebetulnya hanya suatu percobaan saja, maka ia perhatikan sikap muridnya. Sebab dari sikap itu dapat diukur sampai dimana keberaniannya.
Sejenak Lie Hui nampak terkejut, tetapi kemudian lalu berkata sambil tertawa: "Benarkah" Suhu!"
"Apa kau tidak takut?"
"Aku sebetulnya paling takut terhadap setan, tetapi ada suhu disampingku, apapun aku tidak takut."
"Aku merasa berbesar hati atas kepercayaanmu. Oleh karena itu, maka aku juga berani memastikan bahwa kau sebenarnya memiliki bakat baik untuk dididik! Tak lama lagi. kau akan menggantikan kedudukanku, dengan menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, kau boleh berkelana didunia Kang ouw. Bantulah fihak yang lemah dan basmilah orang-orang kuat yang berbuat sewenang-wenang. Tahukah?"
Lie Hui angkat muka, airmatanya berlinang-linang, tetapi masih bisa tertawa.
"Suhu jangan khawatir, aku tidak akan mengecewakan pengharapanmu!"
Ho Hay Hong menganggukan kepala, ia tertawa puas.
Untuk pertama kali Lie Hui menyaksikan Ho Hay Hong tertawa demikian puas, hingga ia sendiri juga tertawa gembira.
"Baiklah kalau begitu mari kita berangkat sekarang juga!" Kata Ho Hay Hong.
Mendadak ia terdengar suara apa-apa, dengan cepat segera berpaling.
-oo0dw0oo- Bersambung Jilid 31
Jilid 31 PADA saat itu telinganya telah dapat menangkap satu suara meskipun suara itu tidak nyaring, tetapi bagi Ho Hay Hong yang ilmu kekuatan tenaga dalamnya sudah cukup sempurna, dapat ia menangkap suara itu dengan jelas.
"Jangan banyak tanya, lekas jalan. Sekarang pertempuran didanau Keng-liong-tie itu. sudah selesai, kita harus cepat bertindak. Jikalau tidak, bocah itu nanti setelah kembali kedaerah nya, kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi terhadapnya," demikian suara yang tertangkap oleh telinga Ho Hay Hong.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, karena ia masih mengenali bahwa suara itu adalah suara toa-suhengnya!
Matanya lalu ditujukan kejalan raya, tampak olehnya beberapa bayangan orang sedang berjalan.
Tak lama kemudian, tampak beberapa orang-orang Kang ouw yang memiliki kepandaian cukup sempurna. Orang-orang itu tentunya datang dari daerah utara, dan bukan tidak ada sebabnya mereka datang kemari mencari dirinya.
Dengan gerakan sangat cekatan ia sembunyikan diri dibelakang pohon dan berkata kepada Lie Hui dengan suara perlahan:
"Lekas sembunyikan diri, orang-orang itu tentu bukan orang-orang dari golongan baik-baik."
Lie Hui juga merasa tegang dengan cepat sembunyikan diri ke belakang pohon, ia bertanya dengan suara perlahan:
"Suhu, mereka berjalan dijalannya sendiri, ada hubungan apa dengan kita?"
"Kau jangan banyak tanya, aku suruh kau sembunyi sudah tentu ada sebabnya!"
Waktu itu, kedua fihak berpisah semakin dekat, hingga Ho Hay Hong dapat melihat dengan tegas wajah-wajah orang itu. Dalam hatinya berpikir: "Toa-suheng sudah menghianati suhu, menggabungkan diri dengan golongan Liong-houw-hwee, mereka tentunya orang-orang dari Liong houw-hwee."
Ia juga teringat bagaimana jahat dan kejamnya sang Toa-suheng yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri tidak ingat budi gurunya. Ingat juga ia bagaimana sewaktu Toa-suhengnya tersebut, memberontak melawan gurunya.
Kalau bukan dia sendiri yang turun tangan dan membela suhunya, Dewi ular dari gunung Ho-lan-san mungkin sudah binasa ditangan nya. Dan kini setelah ia mengetahui bahwa suhunya itu, ialah Dewi ular dari gunung Ho-lan san, adalah orang yang menolong jiwa ibunya, ia semakin merasa bahwa Toa-suhengnya itu terlalu kejam, oleh karena itu juga, maka ia lalu marah seketika.
Orang-orang itu mengenakan pakaian seragam. Dan Toa-suhengnya, Tan-song selaku pimpinan rombongan, berjalan didepan.
Ho Hay Hong yang masih sembunyikan diri dibelakang pohon begitu melihat Toa-suhengnya, lantas mengeluarkan suara jengekan.
Tan Song merandek dan memerintahkan semua orangnya juga berhenti.
Ho Hay Hong lompat keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata sambil tertawa dingin:
"Toa-suheng, sudah lama kita tidak bertemu."
Begitu melihat Ho Hay Hong, Tan Song nampak tercengang. Lama ia baru bisa berkata: "Oh, jiesutee ! Kau masih hidup?"
Ho Hay Hong segera dapat menduga maksud kedatangan suhengnya itu, maka lalu berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Kiranya Toa-suheng telah mendengar juga kabar akan diadakan pertempuran didanau Keng liong-tie " Jadi, sengaja Toa-suheng datang kemari melulu buat mengubur jenasahku " Ha ha ha! Tetapi mungkin kau akan kecewa, karena aku masih segar bugar. Ha ha !"
Lie Hui yang tidak tahu persengketaan antara dua saudara seperguruannya itu, juga turut keluar dari tempat persembunyiannya.
Kecantikan telah menarik perhatian Tan Song hingga lama ia memandangnya. Ho Hay tong merasa tidak senang, lalu berkata pada Lie Hui:
"Aku tidak perintahkan kau keluar, apa perlunya kau keluar?"
"Mereka tokh bukan musuh!" kata Lie Hui.
"Siapa kata begitu padamu?" Ho Hay Hong kelihatan sengit.
"Bukankah dia suhengmu " Dia. juga masih terhitung supekku!"
Jiwa Lie Hui masih putih bersih dan ke kanak-kanakan. Ho Hay Hong terpaksa tekan perasaannya, memaafkan dirinya.
"Kau tidak boleh panggil dia supek, ini adalah perintahku!" demikian dia berkata. Kemudian ia memberi penjelasan selanjutnya, Dia sudah mengkhianati suhunya! Murid yang murtad merupakan suatu perbuatan, atau kejahatan paling besar dalam rimba persilatan.
Oleh karena itu, maka suhumu terpaksa akan segera mengambil tindakan untuk menghukum dia. Lekas kau mundur kesamping! Kalau tidak ada perintahku, jangan bergerak sembarangan!"
Lie Hui menurut, ia undurkan diri. Meskipun dalam hati merasa heran tetapi tidak berani tanya.
"Kita berdua sebetulnya saudara seperguruan, mengapa lantaran suhu kita yang jahat dan berbuat keterlaluan, lantas saling bermusuhan " Ho Sutee sekarang aku menjabat Hwee-cu dari perkumpulan Liong-how-hwee, anak buahku jumlahnya sangat banyak.
Meskipun kau sudah berhasil dalam usahamu dan menduduki kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, tetapi kalau tidak mendapat dukungan saudara-saudara dari perkumpulan, kedudukanmu tidak akan bisa kokoh. Kita berdua saudara masing-masing sudah mendapat kedudukan baik, mengapa tidak melupakan saja persengketaan yang lama " Marilah kita bekerja sama." kata Tan Song.
"Toa Suheng kau jangan mimpi yang muluk-muluk! Aku adalah Ho Hay Hong laki-laki jantan, tidak suka mengadakan perhubungan dengan orang yang sudah berkhianat dengan gurunya. Atas ajakanmu, aku ucapkan terima kasih, tetapi maafkan aku tidak boleh tidak sekarang ini harus mewakili suhu untuk bertindak terhadap mu!" kata Ho Hay Hong sambil tertawa dingin.
Wajah Tan Song berubah seketika ia berkata:
"Sutee, ucapan yang bermaksud baik sepertinya memang baik. Kalau kau tidak mau menurut, yang rugi nanti adalah kau sendiri, Coba saja lihat apa yang terjadi kemudian. Sudah putus hubunganku dengan suhu yang jahat dan kejam, aku sudah bukan muridnya, asal kau jangan juga tak ada hak mencampuri urusanku.
Lagi pula, sekarang aku sudah merupakan salah satu pemimpin dari satu perkumpulan, juga tidak suka kau perlakukan semaumu. Jika kau menerima baik tawaranku, bagi kita kedua fihak sama-sama baiknya.
Jikalau tidak, kau didaerah utara tak akan ada orang yang mau mendukung tidak lama pasti akan runtuh. Aku masih ingat persaudaraan lama, maka aku merasa perlu memperingatkan padamu. Pikirlah dulu masak-masak.
"Murid yang sudah murtad, siapa saja dapat membunuhnya, tidak perlu aku pikir-pikir lagi." kata Ho Hay Hong.
Ia sudah hendak bertindak, tetapi mendadak ingat bahwa perkumpulan Liong houw wee sejak matinya Thian lam Lojin mati ditangan Ing siu, kini telah dipimpin olehnya. Perkumpulan orang-orang Kang-ouw itu kalau tidak mempunyai kedudukan cukup kuat tentunya tidak bisa berdiri terus hingga sekarang.
Apalagi ia sudah lama berpisah dengan toa suhengnya itu, mungkin kini sudah berhasil memperkuat kedudukan perkumpulan itu. Maka ia tidak berani berlaku gegabah.
"Kita berdua sudah tidak bisa berdiri dan bersama-sama ini sudah pasti. Oleh karenanya, maka satu-satunya jalan penyelesaian ialah pertempuran. Sekarang kau siap sedia baik pertempuran satu lawan satu atau pertempuran total kau boleh pilih sendiri.
Aku pikir, selama ini kepandaianmu tentunya sudah mendapat banyak kemajuan. Permusuhan antara kita kalau dibiarkan terus, juga tidak baik, sekarang kita boleh menggunakan kesempatan itu, boleh selesaikan sebaik-baiknya!" demikian ia terkata.
"Kalau begitu kau katakan dengan maksud baik kau tentunya mengira aku takut padamu, Aku tahu rejekimu bagus sekali, belum lama kita berpisah, kau sudah mendapat pengalaman ajaib bukan saja sudah berhasil mendapat ilmu kepandaian luar biasa, tetapi juga sudah berhasil menempati kedudukan Bengcu rimba hijau daerah utara.
Tetapi, kau jangan sombong! Aku hendak beritahukan padamu suatu berita yang mengejutkan. Heh, heh, gurumu si Dewi ular dari gunung Ho lan-san yang hina dina itu, sekarang sudah kutawan dan sekarang sedang menjalani hukuman ditempat markasku.
Kalau kau mempunyai kepandaian, kau boleh basmi perkumpulan Liong houw-hwee, kemudian bebaskan gurumu, aku pikir, kau adalah muridnya yang tersayang, kau tentunya tidak tega melihat ia menderita."
Ia berkata sampai disitu dan tidak melanjutkan kata-katanya lagi, mendadak tertawa terbahak-bahak, kedengarannya sangat menyeramkan.
Ho Hay Hong terperanjat, ia bertanya: "Apa" Suhu berada dalam tanganmu?"
"Aku tahu, setelah mendengar berita ini kau pasti terkejut, tetapi ini adalah suatu kenyataan. Kepandaian ilmu silatnya sudah musnah, dia sudah menjadi seorang yang tidak berguna, bagaimana sanggup melawan kekuatan Liong houw hwee?" kata Tan Song dingin.
"Perbuatanmu yang mengkhianati gurumu ini saja sudah merupakan suatu dosa terbesar yang tidak dapat diampuni, dan sekarang kau berani menyiksa guru, maka dosamu ini tidak cukup kau tebus dengan jiwamu saja. Aku lihat sebaiknya kau jangan berbuat keterlaluan, supaya tidak menimbulkan kemarahan orang banyak," kata Ho Hay Hong marah.
"Menimbulkan kemarahan orang banyak?" kata Tan Song sambil tertawa besar." Jikalau aku takut, aku tentu tidak berbuat demikian. Percuma saja kau menjadi pemimpin golongan rimba hijau, apakah kau masih belum mengerti keadaan rimba persilatan dewasa ini" Kekuatan adalah keadilan!"
Mendengar jawaban itu, Ho Hay Hong tidak dapat kendalikan hawa amarahnya lagi, maka lalu menyerang.
Diserang demikian hebat, Tan Song buru-buru lompat mundur, wajahnya berubah.
"Jisutee, dengar! Jiwa Dewi Ular gunung Ho-lan-san sudah berada ditanganku, ini berarti bahwa mati hidupnya tergantung dengan keputusanku. Kalau kau berlaku tidak sopan lagi, jangan sesalkan aku berlaku kejam!"
Ho Hay Hong terkejut, buru-buru menarik kembali serangannya dan bertanya. "Apa maksud ucapanmu ini?"
"Kecuali kau bersedia bekerja sama denganku, lain alasan apapun tak ada gunanya, aku akan tetap bunuh mati padanya!"
"Kau benar-benar berani berbuat demikian?"
"Mengapa tidak" Heh. mungkin kau Ho Hay Hong belum mencari tahu keadaanku."
Ho Hay Hong juga tahu benar kekejaman dan kejahatan bekas suhengnya itu, apa yang ia katakan, pasti dapat dilakukan maka saat itu ia lantas merasa serba salah.
Pada saat itu, dari belakang tiba-tiba terdengar suara orang berkata: "Tan-siang Sucu. Kau benar benar tidak memandang kawan, aku siorang tua ini baru kenal adatmu. ."
Ho Hay Hong berpaling, ia lihat Poh loya lari menghampiri dirinya dengan napas tersengal-sengal.
"Sungguh sial !" demikian ia berpikir "apabila ia datang mencari onar denganku, benar-benar sangat menyulitkan."
Selagi masih berpikir, Poh loya sudah berada dihadapannya. Tanpa memperdulikan orang lainnya, ia langsung menyerbu Lie Hui, "Bagus sekali! Kau budak hina ini juga berada disini, lekas ikut aku pulang!"
Ho Hay Hong segera lompat maju, pura-pura melakukan serangan sambil berkata: "Tunggu dulu!"
Poh Lay tidak tahu bahwa serangan Ho Hay Hong itu bukan sungguh-sungguh, karena jeri atas kepandaiannya, maka buru-buru lompat mundur sambil berkata:
"Tang-siang Sucu, apakah kau benar-benar hendak memusuhi aku siorang tua?"
"Poh toako perempuan ini adalah musuhku bangkai kawanku masih belum dingin: matanya juga belum meram, terpaksa aku minta maaf padamu." kata Ho Hay Hong.
"Tidak bisa, anakku satu-satunya lantaran dia sekarang telah kabur, tidak kembali lagi. Dalam dunia yang luas ini, seorang yang belum mempunyai pengalaman seperti dia, bagaimana harus hidup" Aku Poh Lay hanya mempunyai anak satu-satunya, biarpun aku harus berbuat dosa terhadap pangcu Tong jiauw-pang, aku juga harus cari ia kembali. Tang-siang Sucu, Jikalau kau masih sudi ingat persahabatan kita yang lalu, janganlah menyulitkan aku lagi!"
Berkata sampai disitu, orang tua itu mengalirkan air mata dengan sedihnya.
Sementara itu, Lie Hui terus menggelendot dibadan Ho Hay Hong, matanya terbuka lebar memandang Poh Lay, sedang dalam hatinya merasa bingung, mengapa suhunya yang bukan orang dari golongan rendah, sudah bersahabat kental dengan Poh Lay"
Ia sesalkan diri sendiri tidak memiliki kepandaian ilmu silat tinggi, hingga tidak bisa membasmi kawanan Tok-jiauw pang. Akan tetapi keadaan dan kenyataan memaksa ia harus berlaku sabar, sebab jika ia hendak menuntut balas dendam sakit hati orang tuanya ia harus mempunyai semangat baja dan keuletan serta bertekun mempelajari ilmu silatnya.
Ia pandang Poh Lay dengan sikap sebagai musuh besar, tetapi hatinya merasa tidak senang. Sekarang ia masih belum mengerti betul keadaan suhunya, apakah suhunya nanti akan menyerahkan dia kepada musuh besarnya?"
Terhadap pemuda wajah pucat yang tergila-gila kepadanya, ia cuma bisa menyatakan maafnya, Sebab meskipun besar cinta pemuda itu terhadap dirinya, tetapi ia adalah anak dari musuh besarnya.
Sementara itu, Poh Lay yang tahu perkataannya tidak berhasil menggerakkan hati Ho Hay Hong, pikirannya semakin gelisah dan sedih, hingga airmatanya mengalir semakin deras katanya dengan suara gemetar:
"Yah, dimasa muda memang aku pernah juga melakukan perbuatan yang tidak senonoh, juga pernah meninggalkan anakku yang dilahirkan dengan perkawinan tidak sah. Tetapi itu semua disebabkan terhalang oleh orang tuaku, hingga kini suami istri harus hidup terpencar.
Sekarang, Tuhan masih berbelas kasihan terhadap diriku, aku hanya mempunyai anak lelaki satu-satunya itu. Usiaku sudah lanjut, sudah tentu tidak bisa mempunyai anak lagi maka semua pengharapanku kutumpahkan kepada anakku seorang itu, aku hanya mengharap supaya ia bisa menjadi manusia baik-baik.
Tak kusangka kecintaanku itu malah merusakkan dirinya, hingga ia berani jatuh cinta kepada anak perempuan musuhnya. Tang-siang Sucu, kedukaanku ini tak dapat kuucapkan dengan kata-kata kepadamu, seandai kau bagaimana kau harus berbuat.,"
Ho Hay Hong diam tidak menjawab, pikirannya bekerja keras, bagaimana harus menyelesaikan persoalan ini. Ia hendak menolak permintaan Poh Lay, tetapi ketika menyaksikan keadaan yang menyedihkan orang tua itu ia juga tidak tega hati.
Selagi dalam keadaan gelisah, Poh Lay telah mengeluarkan sebuah benda dan berkata dengan suara gemetar:
"Sebelum dia, aku masih ada seorang anak perempuan. Ibunya adalah seorang perempuan satu-satunya yang kucinta, sehingga saat ini. Tetapi. Oleh karena dihalangi oleh orang-tuaku, kita tidak dapat melangsungkan perkawinan. Dan tidak lama kemudian, ia juga meninggal dunia, karena mereras, sedang anak perempuan itu juga tidak tahu dimana sekarang berada Aih., kasihan anakku yang sudah menjadi piatu itu."
Ia menatap mukanya dan menangis seperti anak kecil. Benda yang digenggam dalam kepalannya telah terjatuh tanpa terasa.
Ho Hay Hay yang menyaksikan tanpa di sengaja ketika itu lantas merasa tertarik. Karena benda yang merupai kalung rantai itu, diujungnya terdapat sebuah batu giok tulen, di bawah sinar matahari batu giok itu memancarkan sinarnya yang berkilauan. Tetapi yang menarik perhatiannya ialah benda itu mirip benar dengan batu giok yang dimiliki oleh gadis baju ungu, kekasihnya di utara.
Ia segera memunggutnya dan diperiksanya dengan seksama.
Barang serupa itu, dahulu gadis baju ungu juga pernah memperlihatkan padanya, bahkan hendak dihadiahkan kepada Hwa-chiu Hoa-tho untuk menyembuhkan luka-lukanya. Tetapi karena batu giok itu ada menyangkut riwayat dirinya, maka ia melarang diberikan kepada tabib keparat itu.
Ia masih ingat akan benda berharga itu, bahkan ia dahulu pernah berjanji dengannya, hendak mencari tahu siapa ayahnya.
Selagi ia berdiri tertegun, telinganya mendengar suara Poh Lay: "Sewaktu aku berpisahan dengan kekasihku itu, aku memberikan padanya batu giok yang serupa bentuk dan warnanya."
Ho Hay Hong terkejut mendengar keterangan itu, ia lantas teringat kata-kata kekasihnya: "Sewaktu ibu hendak menutup mata, benda ini diserahkan kepada engkong dan minta padanya jikalau aku sudah dewasa supaya memberitahukan tentang riwayat diriku. Tetapi, engkong sendiri juga tidak tahu siapa adanya ayahku, maka benda ini diberikan padaku, suruh aku mencari sendiri."
Diam-diam ia memandang muka Poh Lay, sementara dalam hatinya berpikir: "Jikalau benar dia adalah ayahnya, bagaimana aku harus berbuat?"
Ia tahu bahwa gadis baju ungu itu seorang gadis baik dan beradat tinggi, sedangkan ayahnya adalah seorang perkumpulan orang-orang jahat golongan Tok-jiauw-pang. Ayah dan anak ini, kalau dibandingkan tidak ubahnya bagaikan bumi dan langit.
Ia sangat cemas, apabila benar bahwa Poh Lay ini adalah ayah gadis kekasihnya, ada kemungkinan akan terjadi suatu tragedi yang mengenaskan.
Dan seandainya gadis baju ungu itu tahu bahwa ayahnya adalah orang dari golongan jahat juga ada kemungkinan ia akan bunuh diri.
Apakah Poh Lay tidak bisa undurkan diri dari golongan Tok-jiauw-pang" Kemungkinan baginya masih ada, tetapi sekalipun ia mau, barangkali juga tidak diizinkan oleh golongannya.
Selain daripada itu, Poh Lay adalah salah seorang kepercayaan golongan Tok-jiauw-pang, bagaimana Lie Hui mau melepaskan usahanya untuk menuntut balas dendam "
Ia menarik napas dalam, tidak tahu bagaimana harus membereskan persoalan yang sangat rumit itu.
Ia jadi tidak berani menghadapi kenyataan. Persoalan itu sangat menakuti hatinya.
Mendadak timbul suatu pikiran hendak merusak batu giok itu, karena dengan dirusaknya batu giok itu, berarti lenyaplah semua barang bukti. Tetapi perbuatan itu melanggar hati nuraninya sendiri, bagaimanapun juga ia tidak dapat melakukannya.
Dalam keheningan suasana, tiba-tiba terdengar suara Poh Lay: "Tang-siang Sucu, aku mohon padamu, biarlah anakku itu tinggal hidup!"
Ia kira Ho Hay Hong tergerak hatinya, maka memberi penjelasan lagi:
"Mengenai kerugianmu, aku siorang tua bersedia mengorbankan segala apa untuk menggantikannya. Asal kau buka mulut, selama aku mempunyai kemampuan, tidak akan mengecewakan kau."
"Jangan kata apa-apa lagi, bagaimanapun kau meminta aku juga tidak akan menerima!" Ujar Ho Hay Hong.
Mendengar jawaban itu, perasaan Lie Hui segera tampak girang dan ujukkan senyumannya yang menggiurkan.
"Suhu, kau sungguh baik hati! Seumur hidup aku tidak akan melupakan budimu ini!" demikian ia berkata.
"Kita sudah menjadi guru dan murid, kau tidak perlu berkata demikian."
Poh Lay tertawa menyeringai dan berkata: "Tang-siang Sucu. kau benar-benar seorang manusia palsu. Kau membohongi aku dengan mengatakan bahwa budak ini adalah musuh sahabatmu, sampai kau bawa lari padanya, maka aku tidak boleh tidak harus pandang kau sebagai sahabat!"
Ho Hay Hong mengerti maksudnya, dalam hatinya berpikir: "jika sekarang kubinasakan dia, bagaimana nanti kalau diketahui oleh gadis baju ungu?"
Sementara itu Poh, Lay mendadak membentak.
"Tang-Siang Sucu, kalau kau tidak memperhatikan kesulitanku lagi, aku terpaksa akan adu jiwa denganmu!"
Sebelum Ho Hay Hong menjawab Tan Song mendadak berkata:
"Tua bangka benar-benar sudah lamur matamu! Dia bukan Tang-siang Sucu!"
"Kalau begitu, siapa dia?" tanya Poh Lay.
"Siapa dia kau masih belum kenal, percuma kau menjadi orang rimba persilatan. Kuberitahukan padamu, dia adalah Bengcu golongan rimba hijau daerah utara Ho Hay Hong yang namanya sangat kesohor itu!"
Ho Hay Hong tidak keburu mencegah, maka lalu berkata dengan marah:
"Orang she Tan kau berani mengoceh tidak karuan, benar-benar sudah bosan hidup!"
Dengan cepat ia bergerak menghampiri dan menyerangnya.
Tan Song lompat mundur seraya berkata:
"Ho sutee coba kau tengok kebelakang."
Ho Hay Hong berpaling, tertampak olehnya bahwa Poh Lay sudah menangkap Lie Hui, bahkan mengancam hendak menotok jalan darahnya. Sementara itu, Lie Hui coba meronta dengan wajah pucat dan mulut menganga.
Poh Lay berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haha kiranya adalah Ho Bengcu. Tidak kusangka sebagai seorang pemimpin kau masih mengaku sebagai manusia rendah Tang Siang Sucu !"
"Lepaskan dia, jikalau tidak, aku segera turun tangan mengambil jiwamu!" berkata Ho Hay Hong marah.
"Dia sudah terjatuh dalam tanganku, kalau aku hendak membinasakannya, itu sangat mudah sekali. Kau si orang she Ho mesti berkepandaian tinggi, juga tidak bisa berbuat apa apa. Hahaha!" kata Poh Lay sambil tertawa terbahak-bahak.
Diluar dugaan semua orang, suara tertawanya mendadak berhenti dan kemudian jatuh rubuh ditanah, jiwanya melayang seketika.
Karena kejadian yang mengejutkan itu, orang baru tahu bahwa seorang gadis cantik berbaju ungu telah jalan menghampiri.
Ho Hay Hong yang melihat kedatangan gadis baju ungu itu, lalu berseru:
"Hei kau."
Gadis itu tersenyum manis, katanya dengan suara duka.
"Dari jauh aku tadi sudah dengar suara bentakanmu!"
Lie Hui segera menubruk Ho Hay Hong. Gadis baju ungu yang menyaksikan itu, lalu tersenyum dan berkata:
"Aku tadi lihat orang tua itu menggunakan nona ini untuk memaksa kau maka lalu"
Ho Hay Hong mengucurkan keringat dingin, ketika ia menghampiri Poh Lay, orang tua itu ternyata sudah tidak bernyawa. Kepalanya seperti disambar petir, hampir saja ia roboh.
Walaupun ia biasa berlaku tenang, tetapi menghadapi kejadian demikian, jantungnya tak urung berdebar juga. Karena gadis itu tidak tahu bahwa orang yang dibunuhnya itu justru adalah ayahnya sendiri.
Karena ia khawatir akan terjadi apa apa atas diri gadis itu. maka ia buru-buru menyembunyikan batu Giok orang tua tadi kedalam sakunya, kemudian berkata padanya.
"Terima kasih atas bantuanmu, kedatangan mu ini sesungguhnya diluar dugaanku."
"Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih kepadaku, aku tahu diluarnya kau berlaku manis terhadapku tetapi dalam hatimu sudah ada gadis lain yang menempati, maka tidak perhatikan diriku lagi," berkata gadis berbaju ungu sambil menundukkan kepala.
"Kau jangan salah faham, aku justru mencari kau dan hendak menanyakan padamu dimana kau selama ini berada?" berkata Ho Hay Hong.
"Ho Hay Hong kau tidak perlu berlaku pura-pura terhadapku aku mungkin kau sudah mengharap supaya aku lekas mati, supaya kau bisa bersenang-senang dengan gadismu itu."
Muka Ho Hay Hong merasa panas, ia tidak bisa menjawab.
Sementara itu Lie Hui yang mendengarkan pertengkaran mulut sejak tadi semakin merasa bingung, lalu bertanya.
"Enci, Siapakah tadi gadis yang kau maksudkan tadi?"
"Dia adalah kekasihnya yang lama!" jawabnya dengan hati mendongkol.
Lie Hui heran, matanya menatap wajah suhunya, kemudian berkata.
"Suhu, mengapa aku belum pernah dengar bahwa kau sudah punya kekasih?"
Kiranya gadis itu mengira bahwa gadis yang dimaksudkan oleh gadis berbaju ungu tadi adalah dirinya sendiri, maka ia mengajukan pertanyaan demikian.
Ho Hay Hong takut gadis berbaju ungu marah, sehingga mericuhkan keadaan, maka setelah menenangkan pikirannya, lalu menghampirinya dan berkata dengan suara perlahan:
"Adik, apa kau tidak tahu bagaimana suasana di tempat ini sekarang?"
"Kalau sudah tahu, lalu mau apa?" kata gadis baju ungu tidak senang.
Meskipun mulutnya mengatakan demikian, tetapi dalam hatinya sudah tidak marah lagi.
"Mungkin kau masih belum tahu bahwa orang-orang ini semua adalah musuhku. ." kata Ho Hay Hong.
"Jangan bicara lagi. Siapa tidak tahu kau berkepandaian tinggi" Dalam pertempuran di danau Keng-liong-tie bukan saja kau sudah berhasil membinasakan jago iblis kenamaan, bahkan sudah berhasil membinasakan seekor burung garudanya Kakek perjinak garuda.
Kemudian kau bertempur lagi dengan Kakek penjinak garuda itu sehingga beberapa puluh jurus. Sekarang namamu sudah menjadi buah tutur hampir semua orang Kang-ouw, merupakan satu jago muda yang sangat luar biasa tangkasnya.
Sebelum itu aku dengar banyak kabar yang merupakan desas desus mengenal dirimu, aku kira kau sudah mati, tak kuduga kau masih hidup bahkan berhasil membinasakan musuh besarmu. Hm, di mana nona baju putih itu sekarang " Mengapa tidak bersamamu?"
Ho Hay Hong berdiri tertegun dengan mulut menganga, lama baru berkata sambil tertawa getir.
"Aku tahu kesalah fahamanmu sudah terlampau mendalam, tidak dapat dijelaskan dengan sepatah dua kata. Tapi bagaimanapun juga kau anggap diriku, aku tetap Ho Hay Hong di kemudian hari kau tentu akan mengerti sendiri. Sekarang musuh tangguh berada disekitar kita benar-benar tidak mudah dihadapi.
Apa lagi musuh menggenggam kelemahanku, ia hendak memaksaku supaya tunduk kepadanya. Oleh karena itu maka adikku, bagaimanapun juga kau marah terhadapku aku masih hendak minta pertolonganmu untuk satu hal saja."
Menyaksikan sikap tenang Ho Hay Hong gadis itu juga terkejut, katanya dengan suara pelahan.
"Kau ingin aku melakukan tugas apa" lekas katakan supaya hatiku tidak cemas!"
Ho Hay Hong tersenyum puas, ia pikir gadis itu masih ingat cintanya hingga soalnya mudah diselesaikan.
ia lalu mengeluarkan lambang emas dari dalam sakunya, diberikan kepada gadis baja ungu seraya berkata.
"Emas ini adalah tanda kepercayaan Beng-cu rimba hijau daerah utara, Setelah kau berada didaerah utara setiap anggota rimba hijau itu semua akan menurut perintah orang yang membawa tanda ini. Sekarang kau harus segera kembali keutara, kau perlihatkan tanda emas ini kepada saudara-saudara rimba hijau disana perintahkan kepada mereka supaya segera membasmi perkumpulan Liong houw hwee dan menolong jiwa Dewi ular dari gunung Ho-lan-san bersama kawan-kawannya. Pesan kepada mereka, jangan sampai lalai, apabila terjadi kealpaan, nanti kalau aku ketahui akan hukuman seberat-beratnya. Lekas berangkat, tokoh-tokoh Liong-houw-hwee semua berada disini, aku percaya kekuatan mereka sudah tidak ada, hingga mudah dibasmi."
Mendengar perkataan itu. gadis baju ungu terkejut, dengan mata melirik kepada Tan Song ia berkata:
"Apakah tindakanmu ini tidak terlalu gegabah?"
"Tidak. Asal kau lakukan rencanaku ini, aku disini tidak khawatir akan mendapatkan bahaya. Lekas berangkat, nanti setelah berhasil usaha kita, aku juga segera kembali ke utara, kita bisa bertemu lagi di rumah engkong. Kau jangan pergi kemana-mana, tidak lama lagi aku akan kembali."
Perkataan penghabisan Ho Hay Hong melegakan hati si gadis baju ungu, hingga ia merasa girang. Kesusahan hatinya selama itu, seketika itu juga lantas lenyap bagaikan asap tertiup angin. Setelah meninggalkan pesan kepada Ho Hay Hong supaya berlaku hati-hati, ia lantas memutar tubuhnya dan berangkat ke utara.
Pada saat ia angkat kaki, Tan Song mendadak berkata sambil berkata dingin:
"Kau hendak kemana?"
Kemudian tangannya bergerak sebilah pedang melesat keluar dari tangannya langsung meluncur ke arah gadis baju ungu.
Lie Hui terperanjat, belum sempat memanggil suhunya pedang panjang dipundaknya sudah dihunus oleh suhunya kemudian meluncur mengejar pedang Tan Song.
Tan Song tertawa dingin kemudian mengempos kekuatan tenaga dalamnya hingga pedangnya melesat semakin tinggi dan terus mengejar sasarannya.
Dengan demikian pedang Ho Hay Hong tidak berhasil menjatuhkan pedang Tan Song. Dalam ilmu mengendalikan pedang ia memang masih kalah jauh dengan bekas toa suhengnya itu tetapi karena keadaan memaksa ia keluarkan juga kepandaiannya untuk menolong jiwa kekasihnya.
Sementara itu gadis baju Ungu itu masih belum tahu kalau dirinya terancam bahaya. Ia masih terus berlari tanpa menoleh.
Ho Hay Hong cemas sekali, ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya hendak mengadu jiwa dengan Tan Song.
Diluar dugaannya, selagi dalam keadaan sangat kritis, tiba-tiba terdengar suara orang berkata:
"Apakah artinya ini" Ditengah hari bolong dan keadaan aman bagaimana hendak mengadu jiwa?"
Suara orang itu sangat nyaring dan kuat sekali hingga mengejutkan semua orang.
Gadis berbaju Ungu itu mendadak lompat kekiri dan membentak:
"Kau orang tua ini benar benar tidak kenal sopan! Perlu apa merintangi perjalananku?" Belum habis kala katanya, orang tua itu sudah tertawa lagi, kemudian lompat ke samping dan tangannya menyambut pedang Tan Song yang berkilauan.
Setelah itu, pedang Ho Hay Hong juga disambarnya hingga dua bilah pedang itu berada dalam genggaman tangannya.
"Tidak beres! Tidak beres! Bu-ing Khong khong-jie dan Ceng-ceng-jie dijaman dahulu sudah mati semua, apakah disini kembali muncul dua manusia itu?"
Sehabis berkata demikian, dua bilah pedang di tangannya dilemparkan ke tanah, hingga menancap sangat dalam. Kemudian ia berkata lagi:
"Ini tidak seimbang, pedang yang menyusul belakangan jelas masih kurang mahir hingga tidak berhasil mengejar pedang yang pertama, juga tidak berhasil menolong si cantik. Haha! Bocah ini benar-benar tidak tahu diri."
Dengan kedatangan orang tua secara tiba-tiba itu, Ho Hay Hong dan Tan Song terpaksa menghentikan pertempurannya.
Kisah Pedang Di Sungai Es 16 Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Tokoh Besar 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama