Ceritasilat Novel Online

Kampung Setan 6

Kampung Setan Karya Khulung Bagian 6


"Entah siapa yang bernasib sial yang masuk kekampung setan ini, mereka sudah diketahui oleh penghuni kampung setan, dan sedang dikurung dengan menggunakan pasukan orang liar."
Chim Kiam sianseng yang tidak mengerti apa yang dikatakan oleh anak muda itu, lalu bertanya:
"Kakek penjinak garuda berkepandaian tinggi sekali, untuk membinasakan orang-orang yang memasuki kampung setan rasanya tidak susah mengapa....."
Ho Hay Hong yang mengerti maksudnya segera memotong:
"Itu juga mungkin merupakan salah satu siasatnya, yang sengaja hendak membuat kampung setan menjadi suatu daerah seram dan menakutkan."
"Pasukan orang liar itu jumlahnya agaknya tidak sedikit, tahukah siauhiap dari mana mereka datang?"
"Aku pernah menyaksikan pasukan orang liar itu dengan mata kepala sendiri, maka aku tahu bahwa pasukan itu adalah orang-orang Kang ouw yang menyaru. Keadaannya serupa dengan tiga orang tua tadi. Sengaja mengaburkan mata orang, supaya dunia luar menjadi bingung!"
"Perbuatan si Kakek penjinak garuda itu benar-benar susah dipikirkan oleh pikiran waras!"
Berkata sampai disitu, matanya tiba-tiba dibuka lebar, memandang kearah timur, Ho Hay Hong yang menyaksikan itu, juga terkejut, buru-buru mengikuti pandangan matanya, seorang tua berambut putih, entah sejak kapan tampak di belakang patung.
Tubuh orang tua itu agak bongkok, di tangan kirinya membawa sebuah kotak kayu dibahu kanannya hinggap seekor burung garuda besar. Orang tua itu sedang duduk dengan tenang diatas rumput, serta matanya dipejamkan.
Dari dalam tenggorokan Chim Kiam sianseng mengeluarkan suara halus.
"Dia adalah Kakek penjinak garuda" Ho Hay Hong menongolkan kepalanya, memandang dengan seksama. Saat itu Kakek penjinak garuda itu sudah tidak memakai topinya yang lebar. Wajahnya yang guram sudah penuh guratan keriput, dipandang sepintas lalu, seperti seorang tua yang sangat loyo, yang sudah mendekati liang kubur. Sedikitpun tidak mirip dengan orang gagah luar biasa, yang namanya menggemparkan dunia rimba persilatan.
Dengan munculnya si Kakek penjinak garuda itu, telah membuat burung garuda raksasa disamping Ho Hay Hong, seperti kemasukan setan, mengeluarkan suara nyaring dan meronta-ronta dan setelah terlepas dari tangan Ho Hay Hong, terbanglah ia keangkasa.
Dengan perbuatannya itu, seolah-olah memberitahukan tempat sembunyinya orang-orang itu kepada siorang tua itu Ho Hay Hong marah sekali, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Si Kakek penjinak garuda ternyata tak mengunjukkan rasa kaget atau heran. Sikapnya masih tenang-tenang saja, seolah olah sudah mengetahui segala-galanya. Dengan sangat menyayang ia mengelus-elus bulu burung garuda itu, berkata padanya:
"Jangan takut, jangan takut anakku, akhirnya kau kembali !"
Dengan tenang ia membuka ikat benang emas dikakinya. matanya melirik kearah tempat sembunyi Ho Hay Hong dari mulutnya mengeluarkan kata kata yang sangat singkat:
"Kalian keluarlah semua."
Lirikannya dan ucapannya itu, seolah-olah mengandung pengaruh yang sangat besar sehingga seorang keras hati dan banyak pengalaman seperti Chim Kiam sianseng juga merasa gentar.
Terpaksa ia lompat keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata sambil memberi hormat.
"Locianpwee, boanpwee Cee Bu Kie disini menghadap Lo cianpwe, harap ampuni dosa boanpwe yang sudah berani memasuki kampung setan."
Melihat Pangcunya sudah unjuk diri. orang-orang golongan lempar batu juga lantas keluar semua, menghadapi sikakek penjinak garuda untuk memberi hormat, mereka berdiri berbaris dibelakang Pangcunya, hampir tidak berani bernapas.
Ho Hay Hong kini sudah mendapat kepastian bahwa orang tua itu adalah penjinak garuda. karena semua sudah menjadi kenyataan, tidak ada gunanya berlaku takut lagi.
Ia lalu maju menghampiri, tidak memberi hormat, juga tidak menyapa. Hanya berdiri tegap dihadapan siorang tua kira kira sejarak tiga tombak, dengan mata tidak berkedip.
Berbeda dari biasanya, kali ini si kakek itu sedikitpun tidak marah, dengan sikap tenang dan nada teratur ia berkata:
"Ce Bu Kie. beritahukanlah dulu kedudukanmu !"
"Boanpwee tidak berani menyombongkan diri, kini hanya merupakan satu pemimpin dari golongan Lempar batu yang tidak ada namanya!" kemudian ia menunjukan orang-orang yang berdiri dibelakangnya.
"ini adalah sebagian dari anggauta Lempar batu yang berada dibawah pimpinan boanpwee ."
"Cee Bu Kie, kau sebagai pemimpin salah satu perkumpulan persilatan, apakah tidak tahu, larangan di dalam kampung setan?" bertanya sikakek sambil mengangguk-anggukkan kepala.
"Boanpwee telah datang tanpa diundang, itu memang sudah kurang sopan. Tetapi kedatangan boanpwee ini memang ada sedikit keperluan, ingin minta keterangan locianpwee, apakah locianpwee tidak keberatan untuk memberi bantuan ?"
Sambil mendongak keatas, si kakek berkata dengan nada suara dingin.
"Kalian semua benar-benar bernyali besar, dengan berani mati menggunakan burung garudaku untuk menyelidiki jejakku. Hah, siapa yang mendapatkan akal itu?"
Ho Hay Hong segera maju kedepan dengan membusungkan dada. katanya dengan suara keras:
"Akal ini adalah aku yang merencanakan, tidak ada hubungannya dengan mereka."
Sinar mata sikakek penjinak garuda yang dingin dan tajam, lalu ditujukan kepadanya.
-oo0dw0ooo- Bersambung Jilid 12
Jilid 12 TERINGAT kematian Ji suhengnya yang sangat mengenaskan, kemarahan Ho Hay Hong semakin meluap, maka tanpa menghiraukan keselamatan dirinya, U berkata dengan berani:
"Kakek penjinak garuda, meskipun kau seorang besar, yang tersohor namanya, tetapi perbuatanmu yang kejam dan tidak berprikemanusian sangat tercela. Dengan terus terang aku adalah orang yang pertama yang tidak puas terhadap sepak terjangmu."
Ucapannya yang gagah berani ini sungguh mengagumkan Chim Kiam sianseng dan semua orang-orangnya, kini mereka baru tahu bahwa anak muda yang belum ada namanya ini, sesungguhnya seorang kesatria yang gagah berani.
Pandangan mereka terhadap dirinya kini telah berubah, Chim Kiam sianseng diam-diam berpikir: "Kakek penjinak garuda pada beberapa puluh tahun berselang sudah kesohor dengan sepak terjangnya yang luar biasa, ia membunuh orang sama mudahnya dengan memitas semut. Aku sendiri juga tak berani mencela secara terang-terangan di hadapan mukanya, bocah she Ho ini benar-benar sangat berani."
Kakek penjinak garuda menoleh kearah lain, katanya tidak senang:
"Aku yakin sudah cukup baik perlakuanku terhadap dirimu, apakah kau masih merasa kurang puas?"
Ucapan orang tua itu mengandung maksud sangat dalam, kecuali Ho Hay Hong yang mengerti apa yang dimaksudkan dalam perkataan, "cukup baik" itu, yang lainnya semua merasa heran.
Ho Hay Hong bungkam seketika, lama tidak membuka mulut.
"Kampung setan ini sudah lama mengadakan larangan, barang siapa yang menginjak tanah ini, semua akan dihukum mati. aturan ini sudah tentu tidak terkecuali bagi kalian. Tetapi karena mengingat kalian mengembalikan burung garudaku, ini akan meringankan dosa kalian. Hukuman mati tidak akan kugunakan, hanya kalian masing-masing harus dihukum potong kaki dan tangan sendiri, sebagai peringatan bagi yang lain-lainnya."
Begitu mendengar keputusan itu, Chim-Kiam sianseng yang lebih dulu tidak tertahan lagi menahan kesabarannya, maka lantas berkata:
"Locianpwee, bolehkah boanpwee minta sedikit keterangan, kematian si Kakek hidung merah, betulkah karena hasutan locianpwee?"
Kakek penjinak garuda tidak menghiraukan keadaan Chim Kiam sianseng, jawabnya singkat:
"Aku tidak kenal siapa si Kakek hidung merah itu, kau jangan tanya kepadaku."
"Kalau begitu, sebelum boanpwee menjalani hukuman potong kaki tangan, ingin minta sedikit pelajaran dari locianpwe dulu!"
"Cee Bu Kie, nyalimu sungguh besar berani menantang aku . . ."
"Maaf, boanpwee sungguh tidak sanggup menahan penderitaan dari hukuman potong tangan kaki . . ."
Kakek penjinak garuda mengangkat tangannya, tiba-tiba meluncur hembusan angin hebat. Mata Khim Kiam sianseng membelalak. dengan mendadak mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, jari tangan telunjuknya menuding. Ia. tahu benar bahwa gerakan sederhana orang tua itu, sesungguhnya merupakan suatu gerak tipu serangan yang mematikan, maka ia terpaksa menggunakan ilmu simpanannya yang paling ampuh Kian khun cie. untuk menghadapinya.
Serangan dengan menggunakan jari tangan itu menimbulkan suara "ser, ser" yang cukup nyaring, hembusan angin meluncur ke luar, langsung mengancam jalan darah Khie-hay hiat didada si kakek penjinak garuda.
"Kau anak kemarin sore, baru miliki sedikit kepandaian saja, sudah tidak pandang mata orang tua, cis!" berkata kakek penjinak garuda. Baru saja menutup mulutnya, Chim Kiam sianseng sudah mengeluarkan seruan tertahan dan mundur terhuyung-huyung.
Mata orang banyak seperti dikaburkan, mereka tidak tahu dengan cara bagaimana kakek itu melakukan serangannya, tetapi Chim Kiam sianseng sudah dikalahkan.
Kepandaian luar biasa seperti itu, siapa yang mau percaya" Tetapi, percaya atau tidak, kenyataannya memang begitu, maka semua anak buah golongan Lempar batu, kini tiada satupun yang berani bergerak lagi.
Dengan kedua tangan menekap dada, Chim Kiam sianseng menahan rasa sakitnya, orang tidak dapat menduga, sampai dimana parahnya luka pemimpin ini. Yang sudah jelas ialah: luka itu pasti bukan luka biasa, kalau tidak, orang kuat seperti Chim Kiam sianseng, tidak mungkin sampai menderita demikian rupa.
"Siapa lagi yang berani berlaku gagah-gagahan?" berkata si Kakek penjinak garuda lambat-lambat.
Semua mata kini ditujukan kepada Ho Hay Hong, karena dengan keberaniannya yang ditunjukkan tadi, mungkin juga hanya ia yang berani melawan.
Dugaan orang-orang itu ternyata tidak meleset, dengan tidak merasa takut sedikitpun juga, ia maju menghampiri dan berkata dengan nada suara dingin:
"Aku juga tidak mau disiksa dengan hukuman potong kaki tangan, maka aku hendak menggunakan pelajaran yang kupelajari untuk belajar kenal dengan semua kepandaianmu !"
Dengan sinar mata berapi-api kakek itu memandangnya, lalu berkata dengan suara keras:
"Kau bocah yang tidak kenal budi, aku sudah ampuni jiwamu, ini adalah suatu perkecualian yang kubelum pernah berikan pada siapa pun juga. Tak kusangka kau berani bermusuhan denganku !"
Mendengar ucapan itu, dalam hati Ho Hay Hong mendadak timbul perasaan tidak enak.
"Maaf, karena perbuatanmu terlalu kejam kalau aku tidak mati, tokh akan menjadi seorang cacad seumur hidup. Dan kalau mau menjadi orang bercacad, tentu akan mati. Daripada mati konyol, bagaimana aku tidak berlaku nekad?" demikian ia berkata.
Chim Kiam sianseng maju selangkah dan berkata :
"siauhiap, tunggu sebentar, biarlah aku mencoba lebih dulu!"
Pemimpin Lempar batu itu baru bergerak sudah di kalahkan oleh Kakek penjinak garuda, dalam hati merasa sangat penasaran maka dengan menahan rasa sakit dalam dadanya, ia maju lagi, diam-diam sudah mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, hendak melakukan serangan pembalasan.
Sungguh tak diduganya, baru saja ia hendak melancarkan serangannya, dibelakang dirinya mendadak muncul tiga mahluk aneh berbulu kelabu yang menyergap dirinya. Satu diantaranya bahkan berkata padanya dengan nada suara gusar:
"Cee Bu Kie, apakah dirimu sudah tidak mau hidup lagi?"
Chim Kiam sianseng mengelak dan melompat sejauh tiga kaki, dan balas menanya dengan perasaan heran:
"Kau siapa" Bagaimana kau kenal aku Cee Bu Kie?"
Mahluk aneh itu membuka kerudung berbulunya, seketika tertampak wajah seorang lelaki yang sudah lanjut usianya, rambut dan jenggotnya sudah putih seluruhnya, namun wajahnya merah dan sinar matanya masih tajam.
Dengan pandangan mata marah memandang Chim Kiam sianseng.
Chim Kiam sianseng begitu melihat orang tua itu, keringat dingin keluar semua, ia buru buru berlutut, dengan sikap sangat menghormat ia berkata:
"Kau. susiok, bagaimana susiok juga berada disini. ."
Orang-orang dari golongan Lempar batu mendengar pemimpinnya membahasakan orang tua itu susiok atau paman guru, juga buru-buru ikut berlutut, semua tidak mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Orang tua bermuka merah Itu berkata dengan suara gusar:
"Cie Bu Kie, sejak kau rampungkan pendidikanmu dan turun gunung untuk mencari pengalaman, selama itu aku selalu berpeluk tangan, tidak mau tahu urusanmu. Karena aku pikir, kepandaianmu sudah cukup baik dan usahamu juga sudah berhasil. Tetapi, tidak kusangka kau berani berlaku begitu gila-gilaan. dengan berani mati kau coba melawan Kakek penjinak garuda locianpwee, apakah kau sudah lupa pesan suhumu"."
Chim Kiam sianseng yang sudah mandi keringat dingin, menjawab dengan suara ketakutan:
"Tentu tidak berani, teecu selalu pegang teguh pesan tahu. tidak akan teecu lupakan untuk selama-lamanya."
"Kau berani menentang Kakek penjinak garuda locianpwe, apakah itu juga pesan suhumu?"
Chim Kiam sianseng melengak. "Tecu bersalah, mohon pengampunan susiok!"
"Tidak perlu aku menghukum kau, lekas minta ampun kepada kakek penjinak garuda!"
Chim Kiam sianseng yang dengan secara tiba-tiba telah bertemu dengan susioknya, pikirannya sudah kalut. Ketika mendengar perkataan ini, tanpa banyak pikir lagi lantas berlutut dihadapan kakek penjinak garuda seraya berkata:
"Atas perbuatan teecu yang kurang ajar tadi, harap locianpwee suka memberi maaf!"
"Bangun!" berkata kakek penjinak garuda dingin.
Chim Kiam sianseng menurut, berdiri di samping dengan sikap menghormat, sikapnya yang garang dan gagah tadi, seketika telah lenyap.
Ho Hay Hong yang menyaksikan itu, dalam hati merasa mendongkol dan geli.
"Apakah Cee Bu Kie ini murid jie-te " Beberapa puluh tahun berselang ketika aku pergi kegunung Oey san. waktu itu ia masih seorang anak yang masih ingusan, tidak sangka kini sudah menjadi seorang dewasa yang sudah banyak kumisnya. Ho ho ho." berkata Kakek penjinak garuda.
Ucapan itu memang benar, usia Kakek penjinak garuda sudah lebih seratus tahun, baginya Cee Bu Kie seperti cucunya.
"Bocah ini masih terlalu muda dan tidak tahu aturan, kau ampunilah dosanya kali ini, lepaskanlah dia pulang!" berkata orang tua wajah merah.
Kakek penjinak garuda menganggukkan kepala dan berkata.
"Baik. karena samtee yang mintakan ampun, biarlah aku ampuni dosanya."
Kemudian dengan sikap keren ia berkata kepada Chim Kiam sianseng:
"Untung susiokmu ada disini, jikalau tidak, sekalipun kau mempunyai tiga nyawa, juga tidak akan luput dari kematian. Lekas pulang, selanjutnya berlaku hati-hati sedikit. Banyak gunakan otak, jangan menuruti hawa napsu!"
"Bu locianpwee, boanpwee mengucapkan banyak banyak terima kasih, dia." berkata Chim Kiam sianseng.
Orang tua wajah merah itu agaknya sudah mengerti maksudnya, maka lantas membentak:
"Jangan banyak bicara, lekas turut perintah bawa mereka pulang!"
Chim Kiam sianseng sangat girang, buru-buru memberi hormat, lalu membawa seluruh anak buahnya, dengan terbirit-birit meninggalkan kampung setan.
Pada saat itu, dalam kampung setan itu hanya tinggal Ho Hay Hong, Kakek penjinak garuda dan lainnya.
Ho Hay Hong sedikitpun tidak merasa takut, sikapnya yang ditunjukkan pada waktu itu, benar-benar merupakan seorang kesatria tulen.
Dengan mata sinar dingin Kakek penjinak garuda mengawasinya kemudian berkata.
"Aku berikan kau dua pilihan: satu, kau: boleh memiliki pedang pusaka, tetapi kau musnahkan semua kepandaianmu: Dua, kepandaian dan kekuatanmu utuh tetapi kau harus serahkan kembali pedang pusaka itu !"
"Maaf, pedang pusaka itu sudah tidak ada dibadanku!" jawab Ho Hay Hong.
"Kalau begitu, kau memilih jalan yang pertama!"
"Terima !" acuh tak acuh.
"Kau jangan kira aku tidak tega membunuh kau. Ini sebetulnya pikiranmu yang masih kekanak-kanakan. Kalau aku sudah marah, siapa saja kuperlakukan serupa."
"Aku tahu dalam keadaan marah, kau tidak kenal sanak saudara. Tetapi aku tidak perduli itu. Aku hanya ingin tahu, apa sebabnya kau selalu memaki aku anak haram?"
"Apa yang perlu kau ketahui" Kau memangnya anak haram." berkata sikakak gusar. Tetapi mendadak bungkam, sikapnya yang beringas mendadak berubah murung, agaknya sedang menindas perasaan duka dalam hatinya.
Perasaan rendah diri, kembali timbul dalam hati Ho Hay Hong. ia menarik napas dalam-dalam, berusaha keras untuk melupakan kejadian yang memalukan itu.
"Kau tokh sudah tahu bahwa orang yang menggunakan ilmu pedang terbang itu adalah muridnya Dewi ular dari gunung Ho lan san, mengapa kau masih membunuhnya. Hm. apa maksudmu" Tolong kau jelaskan !"
"Siapa itu Dewi ular dari gunung Ho-lan san ?"
"Suhuku!", berkata Ho Hay Hong dengan hati sedih, "mungkin, ia denganmu masih ada sangkut paut, mungkin ia adalah kekasihmu dimasa muda."
Berkata sampai disitu. air matanya mendadak mengalir keluar.
Kakek penjinak garuda menghela napas berkata dengan suara parau:
"Oh, dia berada digunung Ho lan-san, ini benar-benar....."
Ketika mengetahui Ho Hay Hong mengucur air mata, wajahnya nampak sangat berduka, tetapi dengan cepat berpaling. Dengan menggunakan nada yang sangat kejam dan dingin ia berkata.
"Kau pergilah, turut perkataanku, pedang pusaka itu untuk menukar jiwamu!"
"Dengan terus terang, aku tidak sudi diganduli oleh nama busuk anak haram ini. Kau pasti tahu, lekas kau sebutkan nama ayah ku yang sebenarnya !"
Dengan tercengang Kakek penjinak garuda memandangnya, sejenak nampak ragu ragu, akhirnya berkata:
"Kau pergi tanya kepada It Jie Hui Kiam."
Sehabis berkata demikian, mendadak bangkit dan memakai topinya yang lebar, kemudian berlalu dengan tindakan lebar.
Ho Hay Hong tidak mau melepaskan kesempatan yang baik itu, dengan suara keras ia bertanya:
"Siapakah ibuku" Kau beritahukanlah sekalian!"
Bayangan kakek penjinak garuda cepat menghilang kebelakang patung. Ketika angin mendesir, terdengar suatu kata katanya yang sangat pelahan sekali: "Kalau kau berani menanya lagi, jangan salahkan aku marah!"
Ho Hay Hong terkejut, entah sejak kapan, si Kipas besi Hok Yauw mendadak muncul dihadapan matanya. Ia ternyata belum mati! Ho Hay Hong terheran-heran, hampir lupa bahwa dirinya masih berada dikampung setan.
Ketika si Kipas besi Hok Yauw melihat Ho Hay Hong sebetulnya hendak menyingkir, tetapi sudah terlambat, Ho Hay Hong yang sudah melihat tegas siapa orangnya, sangat marah. Dalam hatinya berpikir: "pantas hanya ia seorang tidak muncul lagi, kiranya ia adalah mata-mata dari dalam."
Dalam marahnya dan teringat akan kematian jago-jago itu. ia tidak dapat kendalikan diri lagi, maka lintas menyerang dengan serentak.
Kipas besi Hok Yauw mengeluarkan seruan tertahan dan mundur terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya, jelas sudah terluka parah.
Kipas besi itu melalaikan kekuatan tenaga Ho Hay Hong, yang kini sudah jauh berbeda, kelengahannya itu harus dibayar mahal.
Orang tua muka merah Itu sangat marah, ia berkata:
"Kau diberi ampun masih berani berlaku kurang ajar, lekas pergi, jikalau tidak, aku sangat terpaksa akan turun tangan ."
Ho Hay Hong yang sudah mendapat petunjuk baru, tidak lagi anggap ringan jiwanya seperti tadi. Dengan menekan hawa amarahnya, Ia berlalu dari kampung setan dengan tindakan lebar.
Berjalan belum lama, dari dalam rimba muncul seseorang yang mengejutkan padanya. Ketika ia angkat muka, baru ia tahu bahwa orang itu adalah si gadis kaki telanjang.
Karena sudah tidak begitu senang dengan sepak terjangnya, Ho Hay Hong hanya menegurnya dengan suara hambar:
"Apa kau ada urusan denganku?"
"Kau sudah terkena seranganku jarum menembus air, tidak sampai malam ini barang kali sudah mulai bekerja. Mengapa tidak lekas menyerahkan pedang pusaka itu?" menjawab gadis kaki telanjang sambil tersenyum.
"Kalau aku tidak mau menyerahkan padamu, kau mau apa?"
"Aku akan hadiahkan lagi kau beberapa buah jarum menembus air."
"Kau boleh coba saja!"
Gadis itu karena melihat Ho Hay Hong mukanya merah padam, hatinya menjadi lemas, katanya sambil tersenyum:
"Sebagai orang beradab, kita harus pegang aturan. Aku pikir akan memberikan mujijad Liong-yan hiang sebagai gantinya pedang pusaka itu, entah bagi mana pikiranmu?"
"Liong yan hiang meskipun obat mujarab, tetapi belum menggiurkan hatiku."
"Berulangkali aku mengalah terhadapmu. Itu semata-mata karena memandang muka ayah, kau jangan berlaku keterlaluan."
"Aku juga karena memandang mukamu, jikalau tidak dengan kekuatan dan kepandaianku yang ada sekarang, sedikitpun tidak takut padamu, kalau tidak boleh coba."
"Mukamu bagaimana?"
"Aku melihat kecantikanmu susah dicari bandingannya di dunia ini, maka aku merasa sayang. Sebaliknya kau anggap aku takut padamu!"
Muka gadis itu merah membara, katanya sambil menundukkan kepala:
"Kau. . . bolehkah jangan berkata demikian ?"
Menyaksikan sikap kemalu-maluan gadis itu, Ho Hay Hong terkejut, pikirnya: "Tapi ia tokh baik baik saja, mengapa disinggung soal mukanya, lantas tidak bisa bicara lagi?"
Ia tidak mau meladeni lagi, dan lantas membalikkan badan, melanjutkan perjalanannya.
Tetapi, gadis kaki telanjang itu mengejar Ho Hay Hong dengan cepat membalikkan, badannya dan berkata:
"Kau terus mengejar aku, jangan sesalkan kalau aku nanti berlaku tidak sopan terhadapmu!"
"Kalau kau mempunyai kepandaian, kau boleh coba melepaskan diri dari kejaranku!"
Ho Hay Hong mengeluarkan bungkusan yang didapatkan dari Yo Hong, meskipun ia tidak tahu apa aslinya, tetapi ia ingin mencobanya, bagaimana sebetulnya khasiatnya terhadap wanita"
Ia menemukan bungkusannya, ternyata hanya bubuk warna kuning. Ia coba mengendusnya, ternyata berbau amis dan pedas, Ia semakin bingung, pikirannya mulai bimbang capaikah kiranya bubuk semacam ini untuk menundukan kaum wanita"
Ia sebetulnya tidak ingin mencelakakan diri gadis kaki telanjang itu, tetapi karena terus mengikutinya, sesungguhnya juga merepotkan. Maka dengan mengeraskan hatinya, ia mengambil bubuknya dan disambitkan kepada gadis itu.
Bubuk warna kuning itu buyar karena tertiup angin, gadis kaki telanjang itu membuka lebar matanya dan bertanya:
"Ini barang apa" Mengapa baunya demikian pedas?"
Ia kira dipermainkan oleh Ho Hay Hong dalam mendongkolnya, lantas maju beberapa langkah dan melancarkan serangan.
Ho Hay Hong melengak, menampak keadaan gadis itu masih tetap seperti biasa, hatinya mulai merasa kecewa.
Kembali ia mengambil obat bubuknya dan disiramkan kemukanya!
Gadis itu mendadak merintih dan berjongkok.
Menyaksikan keadaan demikian, Ho Hay Hong merasa sangat menyesalkan, kepalanya ditepok sendiri menyesalkan perbuatannya yang sangat ceroboh.
Dengan pikiran tidak tenang ia mengawasi si nona. tak lama kemudian, gadis itu mendadak bangkit dan bertanya:
"Hai, barang apakah sebetulnya itu" Kau mau beritahukan padaku atau tidak?"
Menyaksikan sikap gadis itu, hati Ho Hay Hong tergoncang, ia pikir sikap gadis itu agaknya sangat aneh.
Belum lagi ia menjawab, gadis itu sudah maju menghampiri dan bertanya lagi:
"Hai, mengapa kau tidak menjawab?"
Ho Hay Hong tidak berani memandang sebab dalam waktu sekejap itu, gadis itu agaknya sudah berubah segala-galanya. Wajahnya yang dingin, begitupun perkataannya, kini sudah tidak tampak lagi.
Matanya yang bening jail, penuh kemesraan. nada suaranya juga sudah berubah menjadi lemah lembut, bagaikan seorang istri terhadap suaminya
Terutama senyuman yang menggiurkan, segalanya kini nampak penuh gaya penarik.
Ho Hay Hong mulai percaya khasiatnya obat itu, yang betul-betul dapat menundukkan wanita yang bagaimanapun galaknya. Tetapi ia sungguh tidak menduga, itu adalah permulaannya bahaya !
Ia kini benar-benar merasa menyesal atas perbuatannya, dengan menanggung perasaan tidak senang, ia mencoba lari untuk meninggalkan gadis itu.
Ia coba menoleh, gadis itu ternyata terus mengikutinya dengan diam-diam. Dua orang terpisah sejarak sepuluh tombak lebih.
Ketika tiba di sebuah kota buru baru mencari rumah makan. Dengan pikiran tidak tenang Ia minta disediakan arak dan makanan, disatu sudut yang agak sepi ia duduk dan makan sambil menundukkan kepala.
Dengan tiba-tiba hidungnya telah mengendus bau harum, ia seperti sudah mendapat firasat tidak baik. ketika mengangkat muka, benar saja dihadapannya berdiri gadis kaki telanjang.
Ketika melihat paras sigadis yang ramah senyuman yang menggiurkan, ia tidak ingin melepaskan diri lagi. Kecantikan gadis itu bagaikan magnit menarik perasaannya.
Jiwanya yang kering kini mulai segar. Ia mulai memikirkan untuk mencari kebahagian hidup. Tetapi semuanya ini agaknya sulit tercapai, karena ia tidak mempunyai ayah ibu dan rumah tinggal.
Dibawah sinar lampu, kecantikan gadis kaki telanjang itu semakin menarik, Ho Hay Hong coba menindas hatinya yang tergoncang hebat, menarik sebuah kursi dan mempersilahkan gadis itu duduk.
Dengan tidak malu-malu gadis itu duduk dihadapannya. matanya memandang Ho Hay Hong, sehingga membuat anak muda itu merasa likat dan jengah.
Ia tidak mempunyai pengalaman bergaul dengan wanita, terutama wanita cantik. Inilah untuk pertama kalinya dalam hidupnya mengadakan hubungan demikian erat terhadap wanita muda, maka meskipun dalam pikirannya banyak kata-kata ingin dikeluarkan, tetapi ia tidak tahu bagaimana harus membuka mulut.
Ia coba menabahkan hatinya, dengan suara terputus-putus ia berkata:
"Terhadap urusan tadi, aku merasa sangat menyesal. Perbuatanku tadi sebetulnya tidak disengaja, kiranya kau juga bisa memaafkan."
Gadis itu hanya tersenyum saja sambil menutupi mulutnya, kemudian menundukkan kepala.
Ho Hay Hong lantas bingung sendiri, karena gadis itu tetap diam saja. sehingga ia kehilangan keberanian untuk bicara lagi. Araknya diminumnya berulang-ulang untuk menutupi rasa kikuknya. Minum baru beberapa cawan, perutnya tiba-tiba merasa sakit. Ia terkejut dan bertanya-tanya kepada diri sendiri, apakah yang telah terjadi "
Ia tidak menemukan jawabannya, sedang rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi, ia bangkit dari tempat duduknya sambil memegangi perutnya, mendadak kakinya terasa lemas, ia tidak sanggup berdiri lagi, dengan badan sempoyongan ia rubuh kedepan, justru jatuh ketempat gadis kaki telanjang itu duduk, tidak ampun lagi lengannya lantas memeluk tubuh si nona.
"Kau kenapa?" tanya si nona dengan mata terbuka lebar mengawasi padanya.
Ho Hay Hong tidak berani balas memandang, buru-buru menundukkan kepala, dengan napas memburu ia menjawab.
"Mungkin, jarum menembus air itu racunnya sudah bekerja."
Sikap gadis itu menunjukan perasaan sangat menyesal, ia segera mengeluarkan obat Liong yan biang dari dalam sakunya, kemudian minta disediakan air kepada pelayan dan suruh Ho Hay Hong minum.
Kekuatan racun jarum menembus air itu hebat sekali, begitu menjalar meskipun sudah minum obat pemunahnya, juga tidak dapat disembuhkan dengan segera. Tubuh Ho Hay Hong gemetaran, keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya.
Gadis itu mengeluarkan sapu tangan, dengan pelahan menghapus keringat yang membasahi jidatnya, dengan suara lemah lembut ia menanya:
"Kau sudah merasa baikan atau tidak?"
Kelakuannya itu lemah lembut dan sangat terbuka dalam waktu sangat singkat, perasaan marah Ho Hay Hong sudah lenyap, bagaikan asap tertiup angin.
Kejadian itu segera menarik perhatian semua tamu dalam rumah makan itu. Ho Hay Hong khawatir perbuatan itu menimbulkan suara tidak baik baginya, lalu berkata kepada si gadis kaki telanjang dengan suara sangat perlahan:
"Aku akan beristirahat sebentar, pasti bisa baik kau pulanglah, jangan khawatir. . . . memang pedang pusakamu aku sudah mengambil keputusan . . . . setelah penyakitku sembuh aku nanti akan datang ke kampung setan untuk kembalikan pedang pusakamu . . . ."
Dengan susah payah ia bicara demikian, banyak minta gadis itu pulang dulu, sehabis berkata, hampir sudah tidak bertenaga lagi. Ia berusaha hendak bangkit, tetapi kakinya terasa berat, selangkahpun tidak bisa menindak.
Kini ia baru tahu benar bahwa jarum penembus air itu luar biasa ganasnya, jadi apa yang diucapkan oleh gadis kaki telanjang itu semuanya betul.
"Begitupun baik, mencari sesuatu tempat untuk beristirahat sebentar, mungkin kau tidak begini menderita." berkata si gadis, kemudian memberikan uang kepada pelayan rumah makan lain membimbing Ho Hay Hong berlalu.
Ia bawa Ho Hay Hong kesuatu rumah penginapan yang agak sepi, setiba dikamar, hendak membantu membuka pakaian luarnya.
Ho Hay Hong dengan muka merah berkata:
"Tidak usah, aku bisa mengurus diriku sendiri, kau pulanglah!"
Gadis itu hanya menggelengkan kepala, tidak menyahut.
Dalam kamar rumah penginapan yang tidak luas di bawah sinar lampu pelita yang kurang terang Ho Hay Hong coba memandang keadaan si nona. Ia lihat gadis itu duduk di pinggir pembaringan dengan sikap tenang, matanya ditujukan keluar jendela, agaknya sedang berpikir keras. Tetapi bibirnya yang kecil mungil, sebaliknya tersungging senyuman yang menawan hati.
Setelah mendapat sedikit waktu untuk beristirahat, rasa sakit dalam perut Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai hilang. Maka ia lalu menanya:
"Nona, kau sedang memikirkan apa?"
Ketika daging mereka bersentuhan, Suatu perasaan aneh timbul dalam otak Ho Hay Hong, perasaan itu bagaikan strum listrik dengan cepat menjalar keseluruh tubuhnya, hingga sesaat itu jantungnya berdebar keras, wajahnya merah.
Gadis itu menghela napas, lama baru berkata:
"Kalau aku tahu lebih dulu, aku tidak akan menggunakan jarum tembus air untuk menyerang kau. Aku tahu kau adalah seorang jujur. pasti bisa mengembalikan pedangku."
Dari sikap gadis itu. jelas menunjukkan perasaan menyesal.
Ho Hay Hong merasa berat untuk melepaskan gadis itu, ia coba alihkan pembicaraannya kelain soal.
"Dari sudut mana, kau mengetahui aku seorang jujur?"
Mendengar pertanyaan itu, gadis itu nampak terkejut.
"Apa artinya pertanyaanmu ini?"
"Aku ingin mengetahui pandanganmu terhadap diriku sebetulnya, aku bukan seorang jujur."
Gadis itu tersenyum lembut.
"Itu adalah perkataanmu yang merendahkan diri!" Ho Hay Hong melihat ketika gadis itu tertawa, sujennya dikedua pipinya dalam sekali, hatinya tergoncang semakin keras.
"Kau pasti mempunyai banyak kawan lelaki!"
Begitu ucapan keluar diri mulutnya, mendadak ia merasa menyesal. Tetapi ia sudah tidak keburu menarik kembali.
"Apa pula maksud pertanyaanmu ini?" demikian gadis itu bertanya.
Sesaat itu Ho Hay Hong gelagapan, terpaksa menjawab sekenanya:
"Aku....tidak ada maksud apa-apa!"
Tapi ia sangat menyesal, tidak seharusnya berlaku begitu berani, sehingga menimbulkan perasaan tidak senang si nona.
Untung gadis itu tidak marah, hingga ia baru merasa lega.
"Sakitmu sudah sembuh, aku juga merasa lega. Harap pegang janjimu, besok kau bawa pedang pusaka dan kembalikan padaku. Sampai berjumpa lagi." berkata gadis kaki telanjang, kemudian perlahan-lahan bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar.
Tetapi langkahnya memberikan kesan kepada Ho Hay Hong bahwa gadis itu agak berat meninggalkan dirinya, maka seketika itu pikirannya bergolak lagi tak disadarinya, mulutnya mengeluarkan kata:
"Jangan kesusu pergi, aku masih punya banyak cerita yang hendak kubicarakan denganmu !"
Gadis itu berpaling dan memandangnya sejenak dengan penuh tanda tanya, tetapi kakinya tidak bergerak.
Ho Hay Hong merasa agak kecewa, ia coba bangun dan berkata lagi:
"Duduklah disini. sudikah kau?"
Gadis itu tersenyum, tenang lantas menghampiri dan duduk dipinggir tempat tidur. "Kau masih ada urusan apa lagi?"
Ho Hay Hong sengaja mengerutkan keningnya, kemudian baru berkata:
"Kau pasti mengetahui nama ayah dan ibuku, harap kau pandang muka sesama orang Kang ouw, beritahukanlah pada ku."
Ia sebetulnya hendak menggunakan kesempatan itu untuk menahan gadis itu, supaya jangan berlalu buru-buru, tetapi baru berkata sampai disitu, hatinya mendadak merasa pilu airmata mengalir keluar.
Gadis itu menatap wajah Ho Hay Hong yang cukup tampan, kesedihan Ho Hay Hong membuatnya turut merasa sedih.
"Tentang itu It Jie Hui-Kiam tahu lebih jelas, kau boleh perlihatkan tanda rajah burung garuda dilenganmu, kemudian menanyakan jejak ayah bundamu, Ia pasti akan memberitahukan padamu. Hal ini sebetulnya tidak boleh kuceritakan padamu, tetapi karena melihat kau Sudah cukup banyak aku beritahukan padamu, kau jangan menanya lagi!"
"Mungkin dalam hidupku ini, sudah tidak ada kesempatan untuk melihat ayah bundaku lagi. Aih, dengan terus terang, beberapa hari lagi, aku terpaksa akan meninggalkan daerah Tionggoan." berkata Ho Hay Hong dengan nada suara sedih.
Mendengar perkataan itu, gadis kaki telanjang itu mendadak menunjukkan perhatiannya yang serius, Ia bertanya.
"Kau hendak kemana ?"
"Ho lan san! Sejak kanak-kanak aku di besarkan digunung Ho lan san. aku berada didaerah Tiong goan ini hanya baru pada beberapa hari berselang. Aih, aku sungguh tidak menduga bahwa tempat yang meninggalkan kesan sangat dalam bagiku ini, terpaksa akan kutinggalkan untuk selama-lamanya !"
"Ow. Kau melakukan perjalanan begitu jauh, apakah tidak letih" Aku selalu anggap kau seorang pendiam yang sangat, tak disangka demikian suka bergerak !"
"Tidak, aku lakukan itu karena terpaksa! Aku juga tidak suka penghidupan mengembara seperti ini, tetapi...."
Ia diam, tidak melanjutkan. Karena rahasia dalam perguruannya sekali tidak boleh diberitahukan kepada orang lain. Maka ia tertawa getir, pelan-pelan rebahkan diri kepembaringan. Dengan dua tangannya ia gunakan untuk menunjang kepala, matanya memandang atas.
Sikap demikian mudah menimbulkan rasa simpatik kaum wanita, terutama selagi pengaruh obat sedang berjalan dalam tubuh gadis remaja seperti gadis kaki telanjang itu. Pelan-pelan gadis itu kehilangan sifat yang semula.


Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia memang memiliki sifat rangkap, kalau dingin, orang tidak berani mengajak bicara dengannya. Tetapi kalau lincah, penuh daya penarik dari keremajaannya, penuh gairah.
Dan pada saat itu, sikapnya yang dingin dan agak sombong, agaknya sudah tersapu bersih oleh pengaruhnya obat, Bagi perempuan lain, mungkin perasaannya sudah kalut, tetapi ia dapat bertahan lama, berkat kekuatan tenaga dalamnya yang sudah cukup sempurna.
Ia hanya merasa heran, mengapa napsu birahinya mendadak berkobar. Ho Hay Hong yang kini berada di hadapan matanya nampak semakin menyenangkan. Tetapi ia tidak mengerti itu apa sebabnya.
"Tak kusangka kalau kau terpaksa. Ow. orang yang memaksa kau melakukan perjalanan demikian jauh itu tentunya seorang yang sangat lihay sekali !"
Ho Hay Hong diam saja, sementara dalam hatinya berpikir: "bagaimana aku harus menjelaskan" Orang itu adalah suhuku sendiri, kalau kuberitahukan bukankah akan membuat tertawaannya ?"
Ketika ia memandang si gadis, tampak olehnya sikap gadis itu yang sedang memperhatikan dirinya, pandangan matanya yang menggairahkan, sulit bagi hati seorang muda untuk tidak sampai runtuh !
Begitupun keadaan Ho Hay Hong pada waktu itu. ia tak tahan godaan hatinya, tak sanggup menekan perasaannya.
"Tidak lama lagi, aku sudah tidak ada waktu untuk bertemu denganmu lagi! Aku harus pulang ketempat kediamanku, diatas gunung Ho lan san, yang setiap tahun diliputi oleh salju."
Berkata sampai disitu, hatinya merasa pilu, suaranya juga berubah parau.
"Aku merasa sangat berat meninggalkan tanah Tiong goan yang indah permai ini, terutama dengan orang-orang dan sahabat-sahabat yang kujumpai. Sikapnya yang ramah tamah, membuatku tidak bisa melupakan untuk selama-lamanya. Sayang, keadaan demikian itu tidak bisa berlangsung lama.
Dengan penuh perhatian ia memandang si nona, tampak gadis itu sedang mendengarkan dengan asyiknya.
Sinar rembulan menerangi pekarangan dalam rumah penginapan itu, malam itu indah tapi sunyi.
"Kita telah berjumpa. Ini berarti jodoh. Sebab kalau tidak ada jodoh, tentu tidak bisa saling bertemu. Dari gunung Ho-lan san yang letaknya demikian jauh, aku datang ke mari meskipun membawa tugas berat, tetapi peruntunganku cukup baik, aku merasa senang terhadap orang-orang dan pemandangan di daerah Tionggoan. Keadaan di kediamanku kalau waktu musim semi tiba juga sangat indah, tetapi masih tidak dapat dibandingkan dengan keindahan disini" berkata Ho Hay Hong.
Sejenak ia berhenti, matanya diam-diam melirik kearah sinona Nampak gadis itu masih mendengarkan dengan rasa puas, lalu melanjutkan ucapannya lagi:
"Apa yang kurasakan sangat berat, ialah disini aku telah berjumpa dengan seorang wanita cantik. Di tempat kediamanku hampir selalu diliputi oleh salju, jarang dikunjungi oleh manusia. Walaupun aku kadang-kadang juga bisa jalan-jalan ketempat yang berdekatan, tetapi penduduknya kebanyakan bangsa kasar, mana bisa dibandingkan dengan penduduk disini!"
"Kau bertemu dengan siapa?" Menyaksikan gadis Itu menunjukkan sikap menunggu, Ho Hay Hong lantas menjawab nakal:
"Jauh diujung langit, dekat didepan mata:" Ia takut gadis itu marah, maka sehabis berkata demikian, lantas menundukkan kepala, sedapat mungkin menghindarkan bentrokan mata dengan sinona.
Diluar dugaannya, gadis itu bukan saja tidak marah, bahkan tertawa geli. "Bohong, aku tidak percaya!"
Sejak Ho Hay Hong kenal padanya, yang dilihatnya hanya sikap yang dingin ketus dan agung, belum pernah melihat demikian lemah lembut dan mesra. Maka diam-diam Ho Hay Hong merasa kaget.
"Apa yang kukatakan adalah sebenar-benarnya, nona adalah satu-satunya wanita paling cantik yang pernah kujumpai, sejak aku menjadi dewasa."
Gadis itu ketika mendengar kata-kata yang penuh pujian dan rayuan itu, mukanya lantas merah dan buru-buru menundukkan kepala.
Sikap demikian didalam pandangan mata Ho Hay Hong benar-benar sangat menarik, ditambah lagi dengan pemandangan alam di luar yang indah permai, memang mudah menimbulkan pikiran yang bukan-bukan.
Ia segera ingat ucapan Yo Hong: "obat ini mempunyai khasiat untuk menundukkan wanita yang betapapun galaknya, kau tidak percaya tunggu saja hasilnya!"
Diam-diam ia berpikir. Apakah ini yang dimaksudkan dengan perkataan "menundukkan", itu" Apakah benar aku sudah berhasil menundukkan dia"
Ia diam-diam terkejut, tetapi juga merasa girang. Ia tidak dapat menguasai diri sendiri lagi, tangannya tidak tinggal diam, ditariknya tangan gadis itu dan digenggamnya erat.
Seketika itu sekujur badannya seperti terkena strum listrik, napsu birahinya berkobar. Melihat gadis itu tidak meronta, ia semakin berani.
Gadis yang dingin angkuh itu, kini telah berubah menjadi jinak, membiarkan dirinya dipeluk.
Tak lama kemudian, dari sela-sela matanya keluar tetesan air mata.
Gadis yang dingin dan ketus ini, entah apa sebenarnya mendadak berubah demikian lemah dan menurut!
Selagi dua makhluk itu tenggelam dalam kemesraan, hampir saja lupa daratan, diluar jendela tiba-tiba terdengar suara goresan kuku. Suara itu cukup nyata, sudah pasti perbuatan orang Kangouw yang mencari keterangan dengan menggunakan kukunya yang panjang.
Karena kedua muda-mudi itu sama-sama memiliki kekuatan tenaga dalam sudah sempurna, suara itu sudah tentu tidak bisa lolos dari telinga mereka.
Dengan cepat mereka memisahkan diri, gadis kaki telanjang itu nampak kemalu-maluan, rasanya ingin sembunyi saja. Ia memandang Ho Hay Hong dengan sinar mata yang mengandung pertanyaan tanpa berkata apa-apa lantas lompat keluar melalui jendela.
Di bawah sinar rembulan, tampak olehnya dua sosok bayangan orang berdiri diatas tembok pekarangan, satu diantaranya bertanya kepada gadis itu:
"Apakah kau Ho Hay Hong sutee?"
Ho Hay Hong yang sementara itu baru hendak melompat keluar, untuk melihat apa yang telah terjadi ketika mendengar suara itu diam-diam terkejut. Pikirnya: "mengapa toa suheng mengetahui aku berada disini" Ada urusan apa ia mencari aku?"
Sementara itu, ia telah mendengar suara jawaban sigadis dengan nada suara dingin: "Ada urusan apa kalian berdua mencari aku?"
Dari jawaban nona itu, Ho Hay Hong segera mengetahui bahwa orang yang mencari padanya itu ada dua orang. Keringat dingin keluar seketika, pikirnya: "celaka mungkin toa-suheng dan sam suheng yang datang mencari aku."
Kini ia dengar suara toa suhengnya yang berkata: "Jangan banyak tanya kalau kau kenal dia, lekas suruh dia keluar!"
Ho Hay Hong diam-diam sembunyikan diri dibelakang jendela, hanya kepalanya melongok keluar. Tampak olehnya tangan toa suhengnya menenteng sebuah kotak kayu, ia segera mengerti apa sebabnya toa suhengnya mencari dia.
Ternyata ia sudah menemukan batok kepala jie suheng, tetapi apa yang masih belum dimengerti adalah, bagaimana toa-suhengnya bisa menuduh kejadian itu kepadanya. Dalam hal ini pasti ada sebabnya.
Untuk menjelaskan duduk perkaranya, ia lantas lompat keluar dan bertanya:
"Toa suhengkah yang datang?"
Toa suhengnya hanya memandang sebentar dengan mata dingin, kemudian berkata.
"Ho sutee, bagus sekali perbuatanmu!"
Gadis kaki telanjang itu lantas berkata dengan nada suara dingin:
"Kepala orang dalam kotak itu masih pernah apa denganmu?"
Sam suheng kini yang menjawab:
"Kau ini siapa" Boleh katakan jangan campur mulut?"
Ho Hay Hong diam-diam merasa khawatir, karena adat perempuan itu keras. Ucapan yang sombong itu, pasti akan menimbulkan kemarahannya. Ketika matanya melirik kepadanya, benar saja. gadis itu mukanya merah padam, alisnya berdiri, agaknya sudah akan menggunakan kekerasan.
Ia buru-buru maju menghampiri dan menghadang dihadapannya seraya berkata:
"Mereka berdua adalah suhengku, harap kau sabar sedikit!"
Gadis itu mengeluarkan suara dihidung, kemudian berkata:
"Dengan memandang mukamu, untuk sementara aku boleh berlaku sabar. Tetapi kalau ia mengeluarkan perkataan tidak keruan lagi, jangan sesalkan kalau aku akan segera bertindak:"
"Sudah tentu!" Jawab Ho Hay Hong sambil tertawa masam.
Ia lalu bertanya kepada Toa suhengnya: "Aku sesungguhnya tidak mengerti dengan ucapanmu tadi, bolehkah suheng memberi keterangan yang lebih jelas?"
"Ho sutee. kau juga tidak perlu menyangkal, aku sungguh tidak menduga kau ternyata begitu berani!" berkata toa suhengnya.
"Harap toa suheng terangkan duduknya perkara, siaotee sesungguhnya tidak tahu."
"Kau berani menyangkal bahwa ji sutee bukan binasa ditanganmu ?"
"Toa suheng, ketahuilah olehmu, betapa pun besar nyali siaote, juga tidak berani membunuh ji suheng!"
"Kau berani menyangkal, bahwa kepala ji suheng bukan kau yang mengubur?"
"Tentang ini siaute akui, tetapi kematian ji-suheng sedikitpun tidak ada hubungannya dengan siaotee!"
"Tidak ada hubungan" Hm! Aku tahu benar bahwa kau memang sangat tidak puas terhadap kita bertiga, sebab perhubungan kita selama itu memang sudah tidak rukun. Tetapi tidak kuduga begitu kau keluar dari pintu perguruan, lantas melakukan perbuatan yang melebihi binatang."
"Aku selalu pandang suheng seperti saudara kandung sendiri, toa suheng jangan terlalu memfitnah siaotee!"
Pada saat itu, pikirannya terlalu kalut. Ia tahu benar bahwa ji suhengnya mati di dalam kampung setan, tetapi untuk menjaga nama baik gadis kaki telanjang itu, ia tidak mau memberitahukan secara terus terang.
Sam-suhengnya berkata sambil tertawa dingin:
"Kalau begitu, jadi toa suheng yang salah, toa suheng memfitnah orang baik?"
Suara tertawanya itu sangat menusuk telinga. Sam suhengnya itu agaknya benci sekali kepadanya, hingga kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya untuk memfitnah Ho Hay Hong.
"Sutee mana berani berbuat begitu, harap suheng menyelidiki dulu duduknya perkara yang sebenarnya!" berkata Ho Hay Hong.
"Bukti sudah cukup nyata, Ho sutee, jangan banyak bicara, besok pagi kau harus meninggalkan daerah Tionggoan, lekas pulang menghadap suhu, biarlah suhu yang memberi keputusan.:" berkata toa suhengnya.
"Toa suheng, janganlah sampai kena diadu domba oleh musuh ?" berkata Ho Hay Hong.
"Aku tokh bukan anak kecil, bagaimana bisa tertipu!" berkata toa suheng sambil tertawa dingin, "sebaliknya adalah kau, Ho sutee yang pintar sekali, setelah membunuh orangnya, kau hendak menghilangkan buktinya dan memindahkan kesalahanmu kepada orang lain heh heh."
"Baiklah, aku akan pulang, biar suhu yang mengadakan penyelidikan dalam soal ini!" berkata Ho Hay Hong tegas. Matanya memandang gadis kaki telanjang itu menundukkan kepala tidak berkata apa-apa, agaknya sedang memikirkan apa-apa.
Sabentar kemudian, mendadak ia membuka mulut:
"Kalian tidak perlu ribut-ribut, orang dalam kotak ini, akulah yang membunuh!" Tetapi, ketika mata gadis itu ditujukan kepada dua orang tadi, ternyata sudah pergi.
Ho Hay Hong memandang gadis itu dengan penuh cinta kasih, katanya:
"Aku pasti kembali...."
Berkata sampai disitu, perasaan sedih karena harus meninggalkan gadis itu mendadak timbul, hingga tenggorokkannya seperti tersumbat, tidak dapat melanjutkan perkataannya lagi.
Gadis kaki telanjang, itu tanpa mengeluarkan sepatah katapun juga, lantas berlalu menuju kekampung setan.
Ho Hay Hong tidak mencegah, ia hanya menggumam sendiri: "Pergilah tidak perduli ada rintangan apa saja, aku pasti kembali!"
-ooo0dw0ooo- Ho lan-san yang diliputi oleh daun daun cemara tua dan salju, waktu itu sedang menginjak musim dingin hingga keadaannya nampak semakin sepi sunyi dan angker.
Ditengah-tengah antara lembah Cian wan kok dan Siang tang kok, terdapat sebuah bangunan yang megah bagaikan istana. Tapi dikatakan istana, bukan istana, karena tiang tiang dan pengelarinya tidak mempunyai ukir-ukiran naga dan burung hong. Tetapi dikatakan bangunan penduduk biasa juga kurang tepat, karena terlalu megah!
Bangunan megah yang berdiri ditengah tengah gunung salju itu, benar-benar penuh misteri.
Ditempat itu tidak terdapat binatang-binatang buas atau burung terbang, juga jarang diinjak oleh kaki manusia, hingga setiap hari sepi sunyi. Sebelah kiri bangunan kecuali batang pohon bunga Bwee, hampir tidak tertampak pohon segar yang lain.
Ho Hay Hong dengan keadaan letih, sehabis melakukan perjalanan jauh, berlutut di hadapan meja sembahyang, samping kiri meja sembahyang terdapat kursi kebesaran yang dihias dengan kulit harimau.
Diatas kursi itu duduk seorang wanita pertengahan umur berusia kira-kira empat puluh tahun, parasnya masih cantik, namun terlalu dingin, jarang unjukkan senyumnya. Rambutnya panjang sekali, juga masih hitam jengat.
Disamping kiri wanita cantik itu, berdiri dua pemuda tampan dan gagah, dibibirnya saban-saban menunjukan senyum menyendiri.
Ho Hay Hong dengan sikapnya yang sangat hormat sembayang dua kali, kemudian berkata:
"Tuhan Yang Maha Besar, aku Ho Hay Hong bersumpah selalu mematuhi pelajaran suhu, kalau dalam pengakuanku ini, ada sedikit saja yang kusembunyikan atau bohong, aku bersedia menerima hukuman yang paling berat."
Wanita cantik itu tetap duduk tidak bergerak, setelah mendengar Ho Hay Hong mengucapkan sumpahnya lalu berkata:
"Katamu, gadis berbaju putih itu sering bentrok dengan kau mengapa dua suhengmu ketika pergi mencari kau, telah menemukan kau sedang bercumbu-cumbuan dengan gadis itu."
Kata-katanya itu meskipun diucapkan dengan tenang, tetapi sangat berwibawa, sehingga yang mendengarkan merasa jeri.
"Teecu bukannya sedang bercumbu-cumbuan dengannya, hanya karena adanya yang terlalu keras dan tidak mudah ditundukkan, terpaksa menggunakan obat bubuk, yang teecu beli dari seorang Kang ouw bernama Yo Hong, untuk mencobanya betul dapat menundukkan atau tidak?" berkata Ho Hay Hong.
"Benarkah Kakek penjinak garuda dan susioknya Chim Kiam sianseng sembunyikan diri di Kampung setan" Apakah kau tidak salah?"
"Teecu menggunakan seekor burung garuda raksasa yang dikurung oleh Cie lui Kiam khek sebagai penunjuk jalan, akhirnya burung raksasa itu terbang langsung kekampung setan dan hinggap di bahu Kakek penjinak garuda, teecu pikir sedikitpun tidak salah."
"Waktu Hay Tao terbunuh, kau berada dimana?"
"ini." Ho Hay Hong berpikir sejenak, "malam itu, teecu sedang bertengkar dengan Lam kiang Tay-hong, disuatu tempat yang letaknya terpisah beberapa puluh pal dengan kampung setan, maka teecu tidak tahu keadaan matinya ji-suheng."
"Mengapa dengan lancang kau menguburnya?"
"Teecu tidak tega melihat keadaannya yang menyedihkan, juga takut jika kepalanya terlantar, maka tecu kubur bersama-sama kepalanya Pelajar berpenyakitan. Toa suheng: mengatakan teecu sengaja hendak menyembunyikan rahasia, semua itu tidak benar?"
Dengan sinar matanya yang tajam, wanita cantik itu menatap wajah Ho Hay Hong.
"Aku tahu sifatmu memang baik, tidak sampai kau berani melakukan pembunuhan terhadap sesama saudara dalam seperguruan. Tetapi, belum cukup satu bulan kau pergi mengembara, kekuatan tenaga dalammu sudah mendapat kemajuan demikian pesat, hal ini jauh daripada semestinya, itu, apa sebabnya?"
Ho Hay Hong diam diam terkejut, ia pikir: "suhu ini benar-benar lihay. Tetapi aku tidak boleh memberitahukan tentang sikakek penjinak garuda yang memberi kekuatan tenaga itu, karena hal itu mungkin akan memperdalam rasa bencinya terhadap kakek itu. Bahkan mungkin akan memaki aku."
Oleh karena berpikir demikian, ia tidak berani mengaku terus terang dan terpaksa membohong.
"Obat mujijat gadis baju putih yang dinamakan Liong yan hiang itu, kecuali bisa menyembuhkan penyakit dan memunahkan racun, juga bisa menambah kekuatan tenaga. Teecu yang mendapat beberapa butir darinya dengan tak disangka sangka, kekuatan tenaga teecu menjadi bertambah."
Wanita cantik itu menganggukkan kepala dan berkata:
"Benar. Liong yan hiang memang mempunyai khasiat luar biasa !"
Setelah berkata demikian, ia menajamkan mata, katanya pula singkat.
"Kau mundur, panggil Tin Song maju!"
Ho Hay Hong girang, buru buru bangkit dan berdiri di samping. Ia berkata kepada toa suhengnya dengan suara pelahan.
"Suhu hendak menanya suheng"
Tin Seng dengan sikap menghormat berlutut dihadapan meja sembahyang dan berkata:
"Teecu bersedia menerima pertanyaan?" Sang suhu Dewi dari Ho lan-san mengeluarkan suara dari hidung, kemudian bertanya:
"Tugas yang kuberikan padamu, sudah selesai atau belum" Empat tukang menangis dari daerah See cee, kau sudah bereskan atau belum" Di mana kepala mereka sekarang" Mengapa kau tidak, bawa pulang sekalian?"
-ooo0d-w0ooo- Bersambung Jilid 13
Jilid 13 "TEECU merasa berdosa, tidak dapat menyelesaikan tugas yang suhu berikan dengan baik. Teecu sudah mencari kesegala pelosok, tetapi tidak menemukan jejak mereka. Dan karena urusan Ho-sutee, terpaksa pulang lebih dulu, harap suhu memberi keampunan atas dosa teecu kali ini!" menjawab Tan Song.
"Ah." sang suhu berdiri, katanya dengan suara bengis: "Apa" Tugasmu masih belum selesai" Apakah aku perintahkan kau turun gunung hanya untuk pergi pesiar atau main-main?"
Mendengar perkataan itu sam suhengnya yang berdiri disisi Ho Hay Hong wajahnya pucat seketika, senyum sinisnya yang tadi telah lenyap semua. Mata suhunya yang tajam kini ditujukan kepadanya, tanpa disadarinya sam suhengnya itu lantas berlutut, untuk mendengar pertanyaan suhunya yang bernada bengis.
"Dan kau" Apa sama juga dengan Tan Song."
Tubuh sam suhengnya gemetaran, tidak dapat menjawab. Sang suhu yang menyaksikan keadaan demikian nampaknya sangat gusar. ia berkata:
"Baik, tugas yang suhu kalian perintahkan kalian sedikitpun tidak pandang mata. Hari ini suhumu akan menjatuhkan hukuman kepada kamu berdua"
Sehabis berkata demikian, wanita cantik itu bangkit dari tempat duduknya, tangannya menyambar sebilah pedang pendek, dilemparkan kepada mereka seraya berkata:
"Dosa melanggar perintah suhu, tidak boleh dipandang ringan. Kamu berdua kerjakan sendiri, suhumu enggan turun tangan."
Toa suheng Tan Sang dengan sinar matanya yang kejam menatap wajah Ho Hay Hong. berlutut ditanah dan berkata kepada suhunya dengan suara gemetar.
"Suhu, teecu sebetulnya karena menganggap urusan Ho sutee sangat penting, maka terpaksa pulang lebih dulu.!"
Sang suhu pelahan-lahan rebah di kursi nya, memejamkan mata, tidak menghiraukan sedikitpun juga keterangan dua muridnya. Toa suheng dalam keadaan tidak berdaya, terpaksa mengambil pedang pendek ditanah, hendak membacok lengan tangannya sendiri!
Tetapi sesaat kemudian, ia agaknya tidak berani menanggung penderitaan hebat itu, sebelum pedang menyentuh dagingnya, dengan cepat ditariknya kembali dan berdiri bingung.
Sam suheng juga tampak tegang, keringat dingin sudah membasahi badannya, jelas seperti juga dengan toa suhengnya, tidak sanggup menahan penderitaan hebat itu.
Tan Song terpaksa memohon kepada suhunya lagi:
"Suhu, ampunilah dosa teecu kali ini!"
Dewi ular dari Ho lan-san membuka dua matanya, katanya dengan suara gusar:
"Apa kau masih belum membereskan urusanmu sendiri ?"
Tan Song mendadak lompat, dengan mata beringas berkata:
"Tidak, tidak, ini tidak aturan. Mengapa Ho sutee dibiarkan enak-enakan, tanpa mendapat hukuman, sedangkan dia adalah orang yang membunuh ji-sutee ?"
Seperti orang gila ia berteriak-teriak, hingga membuat suhunya tercengang. Ia sungguh tidak sangka bahwa Tan Song bernyali demikian besar, berani menentang putusannya. Maka ia lantas marah dan berkata:
"Berlutut, siapa suruh kau berdiri?"
Tan Song menyahut dengan suara keras:
"Aku tahu, Ho Hay Hong sebetulnya memang anakmu, sudah tentu kau selalu membela dirinya!"
Mendengar perkataan itu wajah suhunya berubah seketika, katanya dengan suara bengis:
"Murid durhaka, lekas bereskan dirimu sendiri, supaya aku tidak perlu turun tangan!"
Tan Song tiba tiba berkata kepada sam-suteenya:
"Sam sutee, urusan sudah menjadi begini kita masih pikirkan apa lagi" Bagaimanapun juga kalau kita tokh memang mati. mengapa tidak berani mengadu jiwa dengannya?"
Setelah berkata demikian, mendadak menyambitkan pedang di tangannya kepada suhunya. Selain daripada itu, orangnya sudah lompat, dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, menyerbu dan menyerang suhunya.
Sam-suheng berkata dengan suara parau: "Suhu, adatmu yang terlalu keras, kita semua sudah cukup merasakan. Ini adalah ketidak bijaksanaanmu, bukan salah kita."
Hampir bersamaan pada waktu itu dengan menghunus pedangnya, dengan beruntun tiga kali menyerang suhunya.
Dua pihak terpisah tidak ada satu tombak, dan dua murid itu bergerak dengan berbareng. Betapapun tinggi kepandaian Dewi Ular, juga tidak sanggup menangkis. Dalam gusarnya, ia menggunakan lengan jubahnya, berulang-ulang menangkis serangan dua muridnya sambil mundur.
Pedang murid kepalanya yang disambitkan kearahnya dapat disampok jatuh oleh ilmunya Hut sin Khie kang tetapi Ia terpukul mundur dua langkah oleh serangan tangan yang hebat.
Serangan pedang muridnya yang ketiga, yang dilancarkan dengan bertubi-tubi, meskipun tidak mengenakan sasarannya, tetapi sudah membuat kursi duduknya hancur berkeping-keping. Murid ketiga itu tahu benar kekuatan dan kepandaian suhunya, kalau tidak diserang secara bertubi-tubi, nanti kalau sang suhu mendapat kesempatan, mereka berdua pasti akan binasa ditangannya. Maka, ketika serangan yang pertama tidak berhasil, serangan selanjutnya menyusul dengan gencar dan ganas !
Dewi Ular serangan menggunakan kekuatan tenaga dalamnya, untuk menangkis serangan pedang muridnya yang ketiga, tetapi ia melalaikan serangan telunjuk jari murid kepalanya, yang dilancarkan dengan satu muslihat yang sangat licik
Serangan telunjuk dari tangan Tan Song mengenakan bahu kiri suhunya, kemudian di teruskan kebagian perut.
Dengan mendadak wajah Dewi Ular berubah mulutnya menyemburkan darah dan jatuh rubuh ditanah.
Sungguh tidak diduga-duga, serangan Tan Song mengenakan dengan tepat bagian dari kie Hiat yang letaknya dekat pusar. Karena jalan darah ini merupakan salah satu jalan darah terpenting dalam anggota badan manusia, begitu terkena serangan, seluruh kekuatan tenaga murni akan lenyap semua, Dewi Ular yang sudah memiliki kekuatan tenaga dalam sangat sempurna, kini juga sudah tidak berdaya.
Tan Song tidak menduga dengan demikian mudah dapat merubuhkan suhunya, hingga diam-diam merasa girang, Ia tidak berani berlaku ayal, dengan mengeluarkan suara bentakan keras, lima jari tangannya dipentang hendak menyambar batok kepala suhunya.
Kalau serangannya itu berhasil, sekalipun ada obat yang manjur sekali, juga tidak dapat menolong jiwa Dewi ular lagi.
Dengan keadaan sangat kritis, Ho Hay Hong mendadak sadar akan apa yang telah terjadi dengan suhunya. Bukan kepalang marahnya tanpa banyak pikir, ia lantas bergerak menyerang toa-suhengnya.
To suhengnya yang sedang hendak menamatkan jiwa suhunya, tidak menduga Ho Hay Hong turun tangan, tidak ampun lagi, ia telah terpukul sehingga jungkir balik.
Ho Hay Hong meneruskan serangannya kepada sam-suhengnya.
Sam-suhengnya menggunakan pedang untuk menangkis serangan suteenya, tetapi terpental mundur oleh kekuatan tenaga Ho Hay Hong yang hebat.
Meskipun Ho Hay Hong tahu bahwa kekuatan tenaganya pada waktu sekarang jauh lebih hebat dari dulu, namun ia masih tidak berani berlaku gegabah. Sam suhengnya yang terpukul mundur, diserangnya lagi dengan kekuatan tenaga yang lebih hebat.
Sam suhengnya tidak berdaya sama sekali, pedangnya jatuh ditanah, orangnya terpental mundur lagi beberapa langkah.
Toa suhengnya yang menyaksikan itu. segera maju menyerbu.
Ho Hay Hong tahu dirinya diserbu oleh toa suhengnya, buru buru meninggalkan sam suhengnya, menyambut! serangan toa suhengnya.
Pada saat itu, dalam ruangan itu mendadak muncul seorang gadis cantik berusia kira kira delapan belas tahun. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu sudah menghunus pedang panjangnya, menyerang sam suheng.
Gadis cantik itu belum pernah dilihat oleh Ho Hay Hong. entah sejak kapan berada digunung itu" Dalam hatinya waktu itu meski merasa heran, tetapi Ia tidak berani menghentikan serangannya. Dengan tiga kali beruntun, ia menyerang toa-suhengnya.
Tan Song yang melihat gadis cantik itu sudah menyerang sam sutenya, dalam hati menduga bahwa gadis itu pasti orang kepercayaan suhunya. Dengan munculnya gadis itu ia tahu kalau pertempuran itu dilanjutkan, pasti tidak menguntungkan fihaknya sendiri.
Dengan cepat ia dapat mengambil keputusan. Selagi Ho Hay Hong menyambuti serangannya. Ia telah lompat melesat setinggi tiga tombak, keluar dari ruangan. Kemudian dengan menggunakan ilmunya, tubuhnya kabur kearah lembah Siang tang kok.
Ho Hay Hong sebetulnya hendak mengejar, tetapi karena melihat suhunya dalam keadaan pingsan, tidak tahu bagaimana keadaannya, maka dibatalkannya maksudnya. Ia pikir kemana toa suhengnya akan lari, dikemudian hari pasti akan tertangkap.
Semula ia sebetulnya merasa simpati terhadap toa suhengnya, tetapi setelah toa-suhengnya berani memberontak menentang suhunya, ia lantas berbalik menjadi benci. Sebab, sekalipun suhu ada salahnya, orang yang menjadi muridnya juga sudah seharusnya menerima dengan sabar, tidak boleh melawan apa lagi menyerang dengan tidak ingat daratan.
Dengan sangat hati-hati ia bimbing suhunya, keadaan suhunya lemah sekali, jelas sudah terluka parah, hingga hatinya merasa sangat pilu.
Sam suhengnya ketika menampak toa-suhengnya sudah kabur, hatinya mulai gelisah. Saat itu ia baru tahu bagaimana mental toa suhengnya, yang membiarkan dirinya menanggung dosa untuk menerima hukuman suhunya.
Ia coba melawan dengan nekad terhadap gadis cantik itu, namun usahanya itu semua tersia-sia. Mula-mula ia sangat penasaran, kemudian terkejut dan akhirnya ketakutan. Tanpa banyak pikir lagi. ia lantas lompat melesat setinggi tiga tombak, hendak lari keluar.
Tetapi Ho Hay Hong bertindak lebih cepat. Sudah mendahului sam suhengnya, berada ditengah tengah pintu, merintangi usaha sam-suhengnya yang hendak kabur.
Dengan sikap dan sinar mata dingin Ho Hay Hong mengawasi padanya seraya berkata: "Sam-suheng, harap jangan melawan lagi. menyerahlah saja, ini akan lebih baik bagimu"
"Ho Hay Hong, kau memang orang jahat, tidak kecewa kau menjadi anaknya siluman itu. Hm, kau suruh aku menyerah, enak saja" Kalau kau mempunyai kepandaian boleh keluarkan semua untuk melawan aku," menyahut sam suheng gusar.
"Dahulu, kau adalah suhengku. Karena aku harus menghormatimu. maka selama itu aku selalu mengalah terhadapmu. Tetapi sekarang, kau sudah berkhianat terhadap suhu, apa kau kira aku takut padamu?"
Ia maju selangkah, terus menyerang.
Sam suhengnya buru-buru mengangkat tangannya, menyambuti serangannya, Keduanya ternyata sama-sama menggunakan tenaga dalam, ketika serangan mereka saling beradu, Ho Hay Hong masih tetap berdiri tegak, sedangkan sam suhengnya terpental mundur dua langkah.
Sambil tertawa dingin, Ho Hay Hong. maju lagi tiga langkah dengan beruntun melancarkan serangannya lagi. Kali ini serangannya ditujukan kepada dada suhengnya tanpa kenal ampun.
Sam suhengnya terperanjat, ia coba melawan tetapi tidak sanggup menahan serangan suteenya yang demikian hebat, terpaksa mundur terus-terusan.
Ho Hay Hong terus mendesak, hingga serangan yang ketujuh, baru berhasil merubuhkannya.
Sam suhengnya mengerti bahwa kekuatan dan kepandaiannya sendiri tidak sanggup melawan suteenya. karena tidak mau terhina, maka lantas pukul hancur batok kepalanya sendiri.
Ho Hay Hong singkirkan jenasah suhengnya kebelakang kebun, untuk dikubur. Mengingat perubahan besar yang terjadi dalam perguruannya, ia juga merasa sedih.
Selesai mengubur jenasah suhengnya. ia balik keruangan tengah, Suasana sepi sunyi.
Tiba didalam ruangan tampak gadis cantik itu dengan wajah pucat pasi sedang memijat-mijat suhunya. Ia lalu tanya-tanya kepada diri sendiri: "Siapakah dia sebetulnya" Ada hubungan apa dengan suhu" Mengapa tanpa memikirkan berapa banyak tenaga dalam yang baru dikeluarkan untuk menyembuhkan suhunya"
Karena mengetahui gadis Itu sedang menggunakan kekuatan tenaga dalam untuk menyembuhkan luka suhunya, maka ia tidak berani menanya. Setelah selesai dan gadis itu bangkit, ia baru bertanya dengan suara pelahan:
"Kau siapa?"
Gadis itu nampak sangat letih sekali, ia tidak menjawab pertanyaan Ho Hay Hong, sebaliknya balas menanya: "Kau siapa?"
"Aku Ho Hay Hong!" jawab Ho Hay Hong terkejut.
Mendengar jawaban, gadis itu tiba-tiba menundukkan kepala, dengan muka kemerah-merahan masuk ke dalam.
Ho Hay Hong tidak berani mengganggu, tidak mau menanya lagi, membiarkannya masuk kedalam.
Tak lama kemudian Dewi ular sudah mendusin. Baru sembuh dari sakit, mukanya pucat pasi, matanya juga tidak bersinar.
Di waktu biasa, terhadap suhunya yang adanya agak aneh itu ia memang tidak mempunyai kesan baik, Ia selalu anggap bahwa suhunya itu mengubur masa muda, murid-muridnya di gunung yang sepi sunyi dan tidak pernah dirambah oleh kaki manusia itu, tetapi sekarang ia mengerti bagaimana perasaan seorang yang habis menderita batin.
Dengan penuh perhatian ia menanya : "Suhu, apakah suhu sudah baikan?"
"Sudah banyak baik, dimana mereka berdua?" jawab sang suhu dengan tidak bertenaga.
"Toa-suheng sudah merat, sam suheng sudah binasa."
Sang suhu menganggukkan kepala, dengan tetap tidak bertenaga, ia berkata:
"Selanjutnya kau jangan panggil dia suheng lagi!"
"Baik," menjawab Ho Hay Hong.
Diam-diam ia merasakan bahwa suhunya itu kini telah banyak berubah, peristiwa menyedihkan itu telah merubah sifatnya yang dingin menjadi hangat dan lemah lembut.
"Siapa yang menyadarkan aku?"
"Perempuan muda itu Oh, ya, suhu dia itu siapa?"
"Bakal isterimu di kemudian hari."
Ho Hay Hong terkejut. Ia tahu benar adat suhunya, apa yang sudah dikatakan, tidak akan dirubah. Dalam hati meskipun merasa tidak puas, tetapi ia masih berusaha jangan sampai dikentarakan.
"Kau pikir bagaimana" Hay Hong!"
"Teecu kira masih terlalu pagi bagi tecu untuk mendirikan rumah tangga."
"Hay Hong, apakah ini adalah alasanmu untuk menolak?"
Karena Ho Hay Hong tidak suka memotong, seketika dia bungkam, tidak dapat menjawab.
"Aih, mungkin kau sudah mempunyai pandangan." berkata sang suhu sambil menarik nafas dalam-dalam. Agaknya merasa sangat kecewa, maka tidak berkata soal-soal itu lagi, lantas memejamkan matanya.
Ho Hay Hong tidak berani menanya secara langsung, pura pura menghela napas, kemudian baru berkata:
"Aku tidak pantas menjadi suaminya, karena teecu hanya merupakan satu anak haram."
Mendengar perkataan itu, sang guru membuka lebar matanya, menatap wajahnya, kemudian bertanya.
"Siapa yang mengatakan itu ?"
"Kakek penjinak garuda!" jawabnya terus terang.
Ia mengira sesudah tahunya mendengar nama kakek penjinak garuda, pasti akan marah. Diluar dugaannya, suhunya hanya menghela napas pelahan dan kemudian berkata:
"Ho Hay Hong, kau jangan pikir yang tidak-tidak, kau jangan percaya ocehannya!"
Kata-katanya diucapkan dengan suara lemah lembut, bagaikan ibu terhadap anaknya.
Ho Hay Hong semakin berani, ia berkata.
"Suhu, harap suhu beritahukan terus terang, siapakah ayah bunda teecu yang sebenarnya" Suhu, urusan ini membuat tecu menderita bathin sepuluh tahun lebih, harap suhu jangan menyembunyikan apa-apa lagi."
Dewi ular angkat muka memandang wajahnya, tiba-tiba tertawa nyaring dan berkata: "Pergi, pergilah tanya It Jie Hui Kiam. Sekarang juga kau turun gunung!" Dari dalam sakunya mengeluarkan sebungkus obat bubuk dan berkata pula:
"Ini adalah obat pemunah racun, kau ambillah, mulai hari ini kau jangan melihat aku lagi."
Menampak suhunya bersedih dan mengucurkan air mata, Ho Hay Hong terkejut, Belum lagi membuka mulutnya, sudah terdengar kata-kata suhunya: "Hay Hong, baik baik jaga dirimu sendiri, suhumu sudah mengambil keputusan, besok pagi akan meninggalkan tempat ini, tidak akan kembali lagi. Kalau kau masih ingat diriku, kau boleh rajin melatih ilmu silat yang kuwariskan padamu, ini seperti juga melihat diriku !"
"Suhu, ini tidak mungkin, teecu hendak merawat suhu seumur hidup." berkata Ho Hay Hong sambil menggelengkan kepala.
Sang suhu mendadak bangkit, tanpa berkata apa-apa, terus lari masuk kekamar. Sebentar kemudian ia keluar lagi dengan membawa gadis cantik itu tadi, keluar dari ruangan!
Ho Hay Hong mengejar, tetapi dicegah oleh suhunya dengan kata keras:
"Kau menjaga satu hari disini, besok pagi kau boleh bereskan semua barang-barangmu dan meninggalkan tempat ini !"
"Suhu. benarkah suhu tidak akan kembali lagi?" bertanya Ho Hay Hong.
Dengan perasaan sedih ia menundukkan kepala, pikirannya kalut, tidak tahu bagaimana menghibur dirinya.
Sang suhu nampaknya sudah berencana hendak pergi, sebentar saja sudah berjalan sepuluh tombak lebih.
Ho Hay Hong tiba-tiba angkat muka dan berseru dengan suara nyaring:
"Suhu, apakah suhu tidak membawa barang sedikitpun juga?"
Suhunya menyahut tanpa menoleh: "Sewaktu suhumu datang kemari juga dengan sepasang tangan kosong. Dan sekarang waktu pergipun tidak mau mengganggu barang-barang diatas meja sembahyang !"
"Suhu. kapan teecu baru bisa bertemu dengan suhu lagi ?"
Dari jauh terdengar suara jawaban suhunya: "Mungkin masih ada waktu, tapi mungkin juga sudah tidak bisa bertemu lagi."
Dari suaranya yang gemetar, ia dapat menduga bahwa kedukaan suhunya, sesungguhnya tidak ada beda seperti dirinya sendiri.
Demikian besar rasa sedihnya, hingga tanpa sadar sudah berlutut didepan meja sembahyang dan menangis seperti anak kecil.
Angin gunung meniup masuk, ketika ia mengangkat muka, hari sudah hampir gelap.
Ia memasang pelita, duduk mendekur diatas kursi sambil berpikir.
Dalam yang sunyi itu, hanya suara angin malam yang menderu deru, yang menambah kepedihan hatinya.
Entah berapa lama, mungkin karena terlalu letih, ia telah tidur pulas diatas kursi.
Dalam tidur, ia telah mengimpi diuber-uber setan, yang mendesak padanya terjun ke dalam jurang yang curam, hingga ketakutan setengah mati.
Tiba-tiba telinganya dapat menangkap suara aneh, suara itu seperti suara orang menjerit, juga seperti suara orang menggali tanah. Ia segera terjaga dan membuka matanya, menengok kebawah dinding sudut timur. Dibawah sinar pelita, tampak olehnya sesosok bayangan putih, yang sedang menggali tanah dengan menggunakan pedang. Orang baju putih itu tidak lain dari pada toa suhengnya sendiri. Tan Song !
Tak disangka toa suhengnya itu begitu berani mati, malam-malam masih berani baik kembali!
Lama toa suhengnya itu menggali, tiba-tiba dari dalam tanah ia mengeluarkan sebuah kotak besi. Ia membuka kotak besi dan mengambil isinya.
Ho Hay Hong tidak bisa tinggal diam lagi, dengan mendadak ia lompat menyergap.
Toa suhengnya terkejut, mulutnya mengeluarkan suara jeritan, bersamaan dengan itu badannya juga lompat mundur. Tetapi dengan demikian, barang dalam kotak besi itu lantas terjatuh.
Ho Hay Hong yang bermata jeli cekatan, dengan cepat menyambar barang itu tanpa dilihat, sudah dimasukkan kedalam sakunya.
Toa suhengnya yang dengan susah payah baru mendapatkan barang itu, sebaliknya diambil oleh Ho Hay Hong, yang tanpa mengeluarkan tenaga, sudah barang tentu sangat murka.
"Anjing kecil, lekas kembalikan barangku. aku nanti ampuni jiwamu!" demikian katanya marah.
Ho Hay Hong sudah tentu tidak kembalikan. Dari sikap toa suhengnya yang berani, ia menduga mungkin toa suheng itu sudah tahu kalau suhunya sudah berlalu dari situ.


Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anjing kecil! Kau belum keluarkan, kalau belum melihat peti mati, aku mau hajar kau sampai mampus, baru tahu rasa." demikian toa suhengnya memaki. Kotak besi yang sudah kosong dilemparkan ketanah, lalu dia menghunus pedang panjangnya dan menyerang Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong lompat mundur dan berkata dengan nada dingin:
"Suheng. nyalimu benar-benar sangat besar, kau masih berani masuk kedalam ruangan ini, heh ."
Dua tangannya melancarkan serangan dengan berbareng, hembusan angin yang ke luar dari tangannya telah berhasil menahan pedang toa suhengnya.
Tan Song maju menyerang lagi, dengan beruntun menggunakan gerak tipunya yang mematikan, kali ini serangannya ditujukan dada Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong yang tanpa senjata di tangan, tidak berani menyambut dengan kekerasan, terpaksa lompat mundur.
Tan Song mendadak menarik kembali serangannya dan berkata:
"Mengingat hubungan kita dimasa yang lalu, aku tidak ingin menyusahkan kau. Harap kau kembalikan barangku itu?"
"Aku tidak takut padamu, kalau kau mempunyai kepandaian. boleh ambil dari tanganku."
"Baik, bocah, kalau kau berani melangkah keluar selangkah saja dari gunung Ho lan san ini, aku Tan Song nanti akan tunduk pada mu." berkata sang suheng dengan mata mendelik, setelah itu, berjalan keluar dengan hati panas, sebentar sudah menghilang.
Ho Hay Hong yang sudah ingin mengetahui barang apa itu, tidak mengejar. Setelah suhengnya pergi jauh, buru2 dikeluarkannya barang itu dan diperiksanya di bawah lampu pelita.
Diluar dugaannya, barang itu ternyata sejilid kitab kulit, dikulitnya terdapat tulisan hurup yang berbunyi: Salinan Pelajaran Ilmu Silat Garuda Sakti.
Ia membuka lembarannya, didalamnya terdapat tulisan yang semuanya merupakan pelajaran ilmu silat. Seketika itu ia lantas tersadar. "Pantas suheng tengah malam buta berani datang kemari, kiranya ia tidak dapat melupakan kitab ini yang merupakan pelajaran ilmu silat terampuh." Demikian ia berpikir.
Tetapi karena mengingat bahwa kitab itu adalah milik suhunya, maka ia harus mengembalikan padanya. Setelah menemukan suhunya, ia harus menjaga hati-hati, jangan sampai hilang.
Dengan sangat hati-hati ia simpan lagi kitab itu kedalam sakunya, kemudian keluar dari ruangan.
Pada saat itu, cuaca sudah mulai sedikit terang, angin pagi meniup sepoi-sepoi. Sekaligus ia lari beberapa puluh pal tanpa rintangan, dalam hatinya diam diam merasa geli, dianggapnya bahwa ucapan suhengnya tadi terlalu tekebur dan merupakan gertakan kosong belaka.
Tetapi sesudah tiba dikaki gunung, keadaan jauh berbeda. Jalan raya yang sepi, yang biasanya sedikit sekali orang berjalan saat itu tampak beberapa kelompok terdiri dari tiga atau lima orang, yang berdandan seperti petani atau tukang kayu, berjalan dengan menundukan kepala.
Orang-orang itu pada memakai topi rumput menutupi muka masing-masing, sehingga tidak diketahui wajah asli mereka: Gerakan mereka menunjukan bahwa orang-orang itu pada memiliki kepandaian ilmu silat yang cukup tinggi.
Ho Hay Hong sudah mendapat firasat tidak baik orang orang itu sudah jelas mendapat tugas untuk mengamat-amati dirinya agak sangsi, karena toa suhengnya yang dibesarkan bersama-sama dengannya digunung Ho lan-san, mungkinkah berlaku kejam benar-benar terhadap dirinya"
Pada saat itu, udara cerah, ia anggap orang-orang itu tentu tidak berani menyerang secara terang-terangan. Maka ia berjalan seenaknya dengan hati tabah.
Setelah melalui kupal Hong gwat teng, keadaan ternyata berubah jauh. Batu besar yang selalu diliputi oleh salju itu, kini tidak nampak lagi. Jalanan lebar yang penuh batu-batu kecil terbentang dihadapan matanya, Ia dahulu suka sekali duduk menikmati pemandangan alam ditempat itu.
Tetapi kini karena pikirannya kalut, ia tidak ingin duduk ditempat itu, namun demikian, ia masih berhenti sebentar, kemudian melanjutkan perjalanannya.
Dengan tiba-tiba, dari dalam kupal terdengar suara orang membentak: "Berhenti!"
Ho Hay Hong merandek dan berpaling kearah kupal tampik olehnya tiga orang Kang ouw bertubuh tegap kekar dan berpakaian warna kuning menghampiri dan satu diantaranya berkata:
"Apakah kau Ho Hay- Hong?"
"Benar! Aku adalah Ho Hay Hong." menjawab Ho Hay Hong terkejut.
Orang itu dari pinggangnya mengeluarkan senjata sepasang kampak, katanya dengan suara bengis:
"Lekas serahkan kitab ilmu silat garuda sakti! Aku nanti ampuni jiwamu!"
Ho Hay Hong lantas naik pitam, pikirnya, "suheng benar-benar menjual aku."
"Suruh Tan Song datang mengambil sendiri!"
Baru saja menutup mulut, dari dalam kupal terdengar suara orang tertawa, seorang pemuda cakap tampan berdiri tidak jauh dari situ, ia bukan lain dari pada Tan Song.
"Ho sutee, kau tidak percaya ucapanku" sekarang rugi sendiri. Untuk menghindari pertumpahan darah dan mengingat persaudaraan kita dimasa yang lampau, sebaiknya kau serahkan kitab itu dan aku juga tidak akan menyusahkan kau!" berkata Tan Song.
"Murid durhaka! Apa kau kira aku Ho Hay Hong mandah kau perhina?" jawab Ho Hay Hong.
Ketika melirik kepada tiga orang itu, ternyata mereka sedang menghampiri. Ia tahu bahwa pertempuran hebat sudah tidak dapat dicegah, maka sebelum musuhnya mendekati sudah diserang lebih dulu. Ia serbu dan serang dua orang yang letaknya paling dekat dengannya.
Dua orang sama sama menggunakan senjata kampak. Ketika diserbu oleh Ho Hay Hong, dengan cepat lompat melesat, kemudian lompat turun sambil menyerang dengan kampak masing-masing.
Dua orang itu ternyata memiliki ilmu meringankan tubuh yang mahir sekali, kekuatan tenaga dalam mereka juga cukup hebat. Dalam waktu singkat mereka merubah beberapa gerak tipu yang mematikan, untuk membinasakan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu telah ketemu musuh tangguh. Ia tidak berani berlaku gegabah. Dengan satu gerak tipunya angin dan geledek menyambar seorang yang berada disebelah kanan.
Satu diantaranya mungkin tidak berani mengadu kekuatan tenaga, dengan cepat menarik kembali senjatanya dan lompat mundur sedang mulutnya membentak:
"Bocah, kau benar benar." suhunya dimaki perempuan hina, seketika naik darah. Dengan menggunakan kekuatan tenaga penuh melakukan serangan kepada orang itu.
Orang itu tidak menduga akan diserang secara mendadak hingga tidak keburu mengelak. Serangan itu mengenakan dengan telak.
Ia menjerit dan menekap perutnya sambil mundur terhuyung-huyung.
Berhasil dengan serangannya, Ho Hay Hong semangatnya bertambah. Tidak menunggu musuhnya maju, sudah menghajar lagi dengan gerak tipu pukulannya yang mematikan, kali ini kembali berhasil mematahkan tulang rusuknya, hingga orang itu jatuh dan tidak bisa bangun lagi.
Tan Song marah, Ia berkata dengan suara gusar:
"Anjing kecil, kau benar tidak tahu diri, lihat pedang"
Dengan tiba-tiba sebatang benda bersinar telah melesat keluar dari tangannya. Begitu sinar berkelebat, sebilah pedang panjang meluncur dan terus menuju ke perut Ho Hay Hong.
Wajah Ho Hay Hong berubah, ia tahu bahwa suhengnya sudah menggunakan ilmu pedang terbangnya untuk mengambil jiwanya.
Karena ia sendiri juga sudah belajar ilmu itu, maka tahu benar hebat dan ganasnya serangan pedang demikian dan tidak dapat dilawan dengan tangan kosong. Maka ia lalu menggunakan ilmunya meringankan tubuh melesat setinggi tiga tombak.
Pedang terbang itu lewat dibawah kakinya, hanya terpaut sedikit saja akan dirinya. "Benar-benar hebat."
Ia tahu bahwa pedang itu pasti akan kembali untuk menyerang, maka ditengah udara ia menggunakan ilmu naik tangga melesat setinggi lima kaki lebih.
Tan Song mengempos hawa, mendorong pedang terbangnya. Pedang itu benar saja berputar dan membalikkan ujungnya, meluncur keatas.
Ho Hay Hong menduga toa suhengnya akan menggunakan serangan secara demikian, sehingga tidak keburu mempertahankan posisinya". Tangan kirinya dengan cepat mendorong kebelakang. kemudian badannya melancar turun ke barat. Ketika pedang terbang itu, melesat setinggi lima enam tombak dengan hebatnya sudah tidak mengenai sasarannya.
Dalam keadaan repot, orang yang berada dikiri dengan cepat sudah menggerak tampaknya untuk membacok. Mereka berdua agaknya sudah tahu bahwa anak muda itu sangat tinggi kepandaiannya maka serangannya kali ini dilakukan dengan menggunakan gerak tipu yang paling ampuh.
Ho Hay Hong dengan tangan kiri. Memegang gagang pedang senjata lawannya tangan kanan meminjam kekuatan lawannya, menyerang satu musuh yang lain.
Orang itu wajahnya berubah, buru-buru lompat mundur.
Dalam keadaan demikian, Ho Hay Hong masih sempat melihat, dijalan raya dibelakang dirinya, muncul sepuluh lebih orang-orang Kang ouw yang lari menuju kearahnya.
Ia tahu jumlah musuh terlalu banyak hingga tidak mudah dilawan, maka ia memikirkan suatu siasat, bagaimana harus menyingkir dari situ.
Satu-satunya jalan baginya adalah bukit kecil yang berada di sebelah selatan. Tempat itu terdapat banyak batu cadas yang tajam dan tumbuhan rumput panjang. Asal ia berhasil sembunyikan diri diantara pepohonan yang terdapat disitu, mungkin tidak mudah diketemukan oleh musuh-musuhnya."
Tetapi, dari atas bukit itu mendadak muncul seorang tua berjenggot panjang, yang berdiri menonton sambil peluk tangan.
Melihat sikap dan sinar mata orang tua itu, Ho Hay Hong dapat menduga bahwa orang tua itu pasti memiliki kekuatan tenaga dalam yang sudah sempurna hingga dalam hatinya diam-diam mengeluh.
Musuhnya berbaju kuning bersenjata kampak itu ketika melihat datangnya bala bantuan, lantas memberi perintah kepada kawannya:
"Lekas pencarkan diri, jangan membiarkan anjing kecil ini lari !"
Mendengar perintah itu, bala bantuan kecil yang berada disebelah selatan tempat yang baru tiba itu segera mengepung Ho Hay Hong.
Disamping bala bantuan musuh yang sudah mulai mengepung dirinya, Ho Hay Hong juga dapat melihat di bagian barat terhalang oleh sungai, diseberang sungai terdapat sepasukan barisan anak panah.
Ho Hay Hong tahu bahwa dari situ sudah tidak ada harapan untuk kabur, maka matanya ditujukan kearah utara. Tetapi disini juga tampak empat lelaki berpakaian warna ungu, siap dengan senjata lengkap. Diantaranya terdapat toa suhengnya Tan Song, mengawasi padanya dengan sinar mata penuh kebencian. Dan sang suheng ini, setiap saat bisa menggunakan ilmu pedang terbangnya, melakukan serangan terhadapnya dari jarak sepuluh tombak lebih.
Jelaslah sudah bahwa dari jurusan itu juga tidak memungkinkan lagi baginya untuk melarikan diri.
Harapannya yang terakhir kini ditujukan kearah timur, tetapi dibagian timur itu ternyata tampak lebih banyak jumlah orang yang menjaga. Kecuali orang-orang Kang-ouw yang menyamar menjadi petani, masih ada dua ekor harimau dan dua ekor singa yang turut bantu menjaga.
Binatang-binatang buas itu agaknya sudah terlatih baik, sebelum mendapat perintah, tidak mau bertindak.
Baginya, enam ekor binatang buas itu tidak berarti apa apa, yang menarik perhatiannya ialah serombongan orang-orang katai berpakaian pelajar yang berada didekat binatang itu. Orang-orang kate itu nampaknya seperti tidak bertenaga, tetapi dari suara mereka, menunjukan kekuatan tenaga dalam yang sudah cukup sempurna, terutama dari sinar matanya yang tajam.
Orang orang kate itu seluruhnya berjumlah lima orang, masing masing memakai warna merah. Dari sikap mereka menunjukkan bahwa sedikitpun mereka tidak pandang mata kepada Ho Hay Hong.
Dari gerak gerik mereka. Ho Hay Hong sudah merasa khawatir, orang-orang yang kelihatannya tidak berarti itu, sesungguhnya merupakan lawan terberat.
Terhadap orang-orang demikian, sudah tentu ia tidak berani bertindak gegabah dengan resiko yang sangat besar, hingga ia kini benar-benar sudah berada dalam kepungan yang susah ditembus.
Beberapa kali ia mengadu kekuatan dengan orang-orang berpakaian kuning, kini harus menghindarkan sedapat mungkin, jangan sampai menghamburkan tenaganya.
Pada saat itu, Mendadak ia dapat lihat bahwa orang tua berjenggot panjang yang sombong berdiri dibagian barat itu sudah berjalan dan sebentar kemudian sudah tidak kelihatan bayangannya.
Dengan penuh keyakinan, Ho Hay Hong lompat melesat setinggi lima tombak lebih dan dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, terus lari keatas bukit.
Musuh ternyata tidak mengejar, berkata dengan nada suara dingin:
"Anjing kecil tidak tahu diri, kau hendak kabur, ya ?"
Ho Hay Hong tidak menghiraukan, ia sedang berusaha naik kebukit
Ia kenal baik keadaan tempat itu. asal berhasil melalui bukit itu dia masuk kedalam rimba.
Tapi pada saat itu, mendadak muncul sesosok bayangan putih, yang tak lain dari pada kakek berambut panjang itu tadi. Ho Hay Hong terkejut, terpaksa menghentikan usahanya, siap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan.
Kakek itu memandang padanya dengan sinar matanya yang tajam, kemudian berkata sambil tertawa.
"Heran, aku kira kau seorang pintar, tak dinyana ada jalan yang menuju ke-sorga kau tidak mau. sebaliknya menuju ke-neraka !"
Ho Hay Hong tidak menghiraukan ejekannya, ia berkata:
"Aku kira cianpwee bukanlah orang dari kawanan binatang anjing itu. sungguh tak kusangka cianpwee yang memiliki tulang-tulang bagaikan dewa, ternyata juga sudi berkelompok dengan kawanan berandal!"
"Hahahaha disebelah utara sungai Toa kang orang yang berani mengatakan perkataan demikian terhadap aku, barangkali hanya kau seorang saja. Kau tentunya belum tahu siapa aku ini."
"Cianpwee berani menganggap diri sendiri seorang kuat nomor satu, daerah mana tentunya memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Baiklah, sekarang aku ingin minta pelajaran satu dua jurus saja."
Karena ia melihat empat penjuru sudah terkurung rapat, dalam keadaan cemas dan gusar, ia sudah tidak pikirkan lagi dengan nasibnya.
"Anak muda, kau ingin minta pelajaran dariku, aku bersedia mengiring kehendakmu. Kau boleh coba sambuti serangan tanganku ini, kalau kau sanggup, barulah kau ada hak untuk mencoba kepandaian ilmu silatku. Jika tidak, ini berarti salahmu sendiri, kau jangan sesalkan aku berlaku kejam !"
Ho Hay Hong mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, menyambuti serangan tangan kosong orang tua itu. Tiba-tiba bagian dalam tubuhnya terpukul oleh kekuatan tenaga yang sangat lunak, hingga seketika itu juga lantas menyemburkan darah dari mulut.
"Usiamu masih demikian muda, tetapi sanggup menyambuti seranganku. Sesungguhnya satu bakat yang sangat baik." berkata orang tua itu.
Ia mengangkat kembali tangannya, melancarkan serangan tangan kosong.
Serangannya itu nampaknya tidak bertenaga, tetapi setelah beradu, dengan mendadak berubah menjadi suatu serangan yang amat dahsyat.
Ho Hay Hong sejak mendapat bantuan kekuatan tenaga si kakek penjinak garuda, kekuatan tenaga dalamnya sudah banyak bertambah. Diluar dugaannya, baru saja bergebrak sudah terluka dalam tubuhnya. Maka ketika diserang untuk kedua kalinya, ia berlaku nekad. Sambil mengeluarkan siulan panjang, ia sambuti serangan itu.
Kali ini lebih hebat akibatnya, darahnya dirasakan bergolak, matanya berkunang kunang. Sekarang ia baru tahu betapa hebat kekuatan tenaga orang tua itu.
Tanpa menggeser kakinya setapakpun juga, orang tua itu berkata dengan singkat:
"Aku lihat usiamu masih sangat muda sekali, hari depanmu tidak terbatas, maka kuberikan kesempatan padamu satu jalan hidup. Asal kau mau menyerahkan salinan kitab ilmu silat Garuda Sakti, kau pergi dengan bebas!"
Ia lihat Ho Hay Hong diam saja, lantas berkata lagi sambil tersenyum:
"Kalau kau mempunyai cita-cita besar, supaya namamu kesohor, aku juga suka memberi bantuan padamu. Kau boleh masuk golonganku. Dengan kepandaianmu ini, aku akan memberikan kau satu jabatan penting!"
"Apakah Tan Song sudah menjadi anggota golongan cianpwee?" demikian Ho Hay Hong balai menanya. "Dia sekarang sudah menjabat pangkat komandan pasukan lima bagian, mengurus segala urusan penting dalam golonganku. Kalau kau bersedia menjadi anggota golonganku, aku juga akan berikan kau pangkat tinggi."
Mendengar perkataan itu, alis Ho Hay Hong berdiri, katanya:
"Apa kau kira aku ini seorang sebangsa Tan Song yang menjual martabatnya untuk mendapatkan nama dan kedudukan" Kau jangan salah melihat orang."
"Kalau begitu, kau serahkan salinan kitab garuda sakti, jikalau tidak, jiwamu dalam bahaya."
Ho hay Hong pikir bahwa salinan kitab Garuda Sakti itu adalah milik suhunya, kitab itu merupakan suatu pelajaran ilmu silat yang tidak ada taranya, sudah tentu tidak boleh terjatuh ke tangan sembarang orang.
Apalagi kalau sampai terjatuh di tangan orang jahat, maka ia harus melindungi sebaik-baiknya, sekalipun jiwanya sendiri melayang, ia juga merasa bangga.
Karena berpikir demikian, ia telah siap dan kalau perlu ia korbankan jiwanya.
Pada saat itu, dari jauh tiba-tiba terdengar suara nyanyian berani: "Angin puyuh baru mulai, kawanan siluman sudah ketakutan setengah mati Angin puyuh timbul lagi jagad menjadi bersih."
Suara nyanyian itu menggema diangkasa yang sunyi dan ketika orang tua itu mendengar suara nyanyian itu matanya tiba tiba ditujukan ke arah jauh, mulutnya mengguman: "Ehm, kiranya pasukan angin puyuh sudah datang."
Ho Hay Hong segera berpikir, apabila saat itu tidak pergi, tunggu apalagi " Selagi orang tua itu alihkan perhatiannya kepada pasukan angin puyuh, dengan tiba tiba ia lompat meleset setinggi lima tombak. dengan melalui atas kepala orang tua itu, pergi melarikan diri.
Sekaligus ia lari sejauh sepuluh tombak lebih, ketika ia menoleh ke belakang, orang tua itu ternyata tidak mengejar. Hanya sepuluh lebih pasukan orang-orang berbaju ungu dan beberapa ekor harimau yang coba mengejar dirinya.
Meskipun hatinya merasa lega, tetapi ia tidak berani berlaku gegabah. Dengan menahan rasa sakit dalam dadanya, ia menggunakan ilmu meringankan tubuh perguruannya, lari turun bukit dan menuju ke selatan.
Gerak kakinya sangat pesat, dalam waktu sekejap mata sudah menempuh jarak sepuluh pal lebih, hingga rombongan orang yang mengejar tertinggal jauh dibelakangnya. tapi, sebentar kemudian, ia merasakan bahwa luka didalam dadanya semakin berat, hingga ia terpaksa mengendorkan tindakan kakinya.
Ia sangat gelisah, karena melihat, rombongan orang orang yang mengejar dirinya semakin dekat, suara mengaumnya binatang buas itu juga sudah terdengar samar samar.
Dalam keadaan demikian, apa mau perjalanannya itu kembali telah terhalang oleh sungai yang melintang dihadapan matanya.
Sungai itu cukup luas, kira kira sepuluh tombak lebih, airnya mengalir demikian deras, sekalipun pandai berenang, juga tidak dapat mengarungi air yang mengalir demikian deras, maka ia diam-diam mengeluh sendiri.
Di depan matanya terhalang oleh sungai sedang di belakangnya dikejar oleh musuh, sekalipun ia seorang berani, juga merasa gelisah. Sambil mendongakkan kepala, ia berkata sendiri: "Apakah aku Ho Hay Hong harus binasa di tempat ini .?"
Pada saat itu, lukanya semakin berat, rasa sakit menusuk ulu hati dan tulang-tulangnya, hingga ia berhenti lari dan duduk di tanah.
Beberapa titik bayangan hitam, dari jauh nampak lari mendatangi ke arahnya. Ho Hay Hong mendadak mendapatkan satu akal. Ia tidak berani berlaku ayal, dengan cepat membuka sepatunya, diletakkan di tepi sungai. Kemudian merobek bajunya yang penuh tanda darah, dibuangnya ke pantai, tanah pasir ditepi sungai sengaja dibikin kalut.
Semua selesai, ia memeriksanya lagi dengan seksama, benar saja mirip dengan orang yang bekas menyeburkan diri kedalam sungai. Kemudian menahan rasa sakitnya, ia lari dan sembunyi dibelakang batu besar.
Tak lama kemudian, rombongan orang-orang berbaju ungu itu tiba ditempat itu. Dengan cepat mereka mendapat tahu bekas tanda yang ditinggalkan oleh Ho Hay Hong. Satu diantaranya berkata:
"Mungkin anjing kecil itu sudah ceburkan diri kedalam sungai"
Yang lainnya menyahut. "Ya, badannya sudah terluka parah, mungkin ia sudah tahu bahwa sudah tidak ada harapan lolos dari sini. maka lalu mengambil keputusan membunuh diri."
Orang-orang itu masih coba mencari, tetapi tidak menemukan jejaknya.
Orang yang tadi itu kembali berkata: "Air sungai ini mengalir deras sekali, anjing kecil pasti sudah tergulung olah arus ombak, mari kita bawa pulang saja barang-barangnya, untuk diberitahukan kepada loya!"
Usul itu segera diterima baik, maka mereka lantas beramai-ramai meninggalkan tempat itu!
Ho Hay Hong menunggu sampai orang-orang itu sudah tidak kelihatan, baru berani keluar dari tempat sembunyinya. Meskipun ia merasa puas dengan akalnya yang berhasil mengakali musuhnya, tetapi karena dalam tubuhnya terluka, masih belum bisa ia bersenyum.
Ia menghela napas panjang, dari jalan kecil berjalan menuju kejalan raya, dengan membawa dirinya yang sudah terluka, pelan-pelan menuju ke kota.
Ia juga mengunjungi beberapa tabib dalam kota, tetapi mereka itu jika tidak mengatakan bahwa lukanya terlalu parah, ada juga yang mengatakan belum menemukan sebab-sebabnya, hingga tidak bisa memberikan obat yang tepat. Ia juga tahu bahwa luka bekas terpukul orang berkepandaian tinggi, tidak dapat disembuhkan oleh tabib biasa, maka akhirnya ia merasa kecewa.
Dengan langkah sangat lambat sekali ia berjalan dijalan raya dengan hati risau.
Dengan tiba-tiba telinganya menangkap suara derap kaki kuda, dari jauh semakin mendekat.
Delapan penunggang kuda melarikan kudanya dengan pesat, seolah-olah bukan berjalan ditengah-tengah kota.
Menyaksikan keadaan orang gagah itu, hati Ho Hay Hong diam-diam mengeluh.
Delapan penunggang kuda itu karena membedal kuda masing-masing dengan sesukanya, membuat banyak orang, yang berjalan kaki pada lari menyingkir.
Tetapi mereka tidak menghiraukan, bahkan nampaknya sangat gembira.
Tetapi orang-orang banyak itu nampaknya tidak menyesalkan perbuatan para penunggang kuda itu, bahkan ramai-ramai melambai-lambaikan tangan kepada mereka, agaknya merasa bangga.
Ho Hay Hong diam-diam merasa heran maka ia lalu menanya kepada salah seorang: "Para penunggang kuda itu malaikat dari mana?"
Mendengar pertanyaan itu, orang itu menunjuk sikap heran kepadanya, ia tidak menjawab, sebaliknya balas menanya:
"Apakah sahabat dari daerah selatan?"
Ho Hay Hong tercengang, dari sikap orang itu agaknya mengandung maksud menghina. tetapi ia tidak marah, bahkan menjawab sambil menganggukkan kepala:
"Benar, aku yang rendah dari daerah selatan."
"Oh, pasti! saudara tidak tahu riwayat mereka. Mereka delapan orang adalah rombongan dari pasukan Angin puyuh yang namanya sangat kesohor didaerah utara."
Ho Hay Hong segera teringat kepada suara nyanyian beramai yang didengarnya di Hong gwat teng, ketika dirinya sedang terkurung oleh musuh-musuhnya.
"Apa yang dilakukan oleh pasukan Angin puyuh?"
Orang itu mengacungkan ibu jarinya dan berkata dengan sikap bangga:
"Pasukan Angin puyuh adalah pasukan terkuat didaerah utara, pasukan yang melindungi keamanan daerah utara yang paling gigih. Bagi orang-orang kang ouw yang sering bergerak di rimba persilatan, hampir tiada seorangpun yang tidak kenal!"
"Ow, benar mereka. Bolehkah aku numpang tanya, siapakah pemimpin mereka?"
"It-jie Hui-kiam!"
"Apakah It Jie Hui kiam berdiam dikota."
"Benar." jawab orang itu sambil menganggukkan kepala. "dia seorang tua sejak membentuk pasukannya Angin puyuh ini karena usahanya menumpas kawanan penjahat yang menjadi pokok tujuannya yang utama, maka keamanan daerah ini sangat baik, kawanan berandal dan penjahat terpaksa lari ketempat lain. Hari ini kebetulan mereka hendak mengadakan pertemuan, kau boleh menyaksikan sendiri. mungkin dapat menambah pengetahuan."
Ho Hay Hong mengucapkan terima kasih, lantas berjalan menuju kebarat daya.
Tiba di suatu tempat, ia melihat banyak orang sedang berkerumun, mengitari sebuah panggung adu silat atau yang biasa disebut "lui tai". Dibelakang panggung berdiri sebuah gedung besar yang megah. Ia segera mengerti bahwa gedung megah itu pastilah kediamannya It-Jie Hui kiam, maka dengan cepat menghampirinya.
Ia tidak mencari Ie jie Hui kiam lebih dulu, tapi menuju ke rombongan orang banyak.
Benar saja, disitu ia segera melihat delapan penunggang kuda tadi duduk diatas panggung, beberapa muda-mudi berpakaian perlente berdiri di belakang delapan penunggang kuda tadi.
Disebelah kiri diatas sebuah kursi kebesaran duduk seorang Imam tua berusia kira-kira lima puluh tahun. Disamping Imam tua itu adalah seorang tua tinggi besar berusia enam puluh tahun yang nampaknya sangat agung.
Dibelakang orang tua itu, tampak seorang tua berkumis pendek, diatas perisai terlukis gambar dua bilah pedang bersilang. Dari lukisan itu ia mau menduga bahwa itu adalah tanda dari It-jie Hui-kiam!
Disamping orang tua berkumis pendek, ada seorang gadis berbaju ungu, gadis itu bukan saja berparas cantik sekali, tetapi juga seorang gagah perkasa.
Ho Hay Hong tidak berani banyak bergerak, takut lukanya kambuh, maka ia mencari tempat yang tidak banyak orang, menonton sambil berduduk.
Ia mengeluarkan sapu tangan, membersihkan debu dan kotoran dimukanya, sehingga tampak wajahnya yang cakap tampan.
Ia sedang memikirkan bagaimana nanti bertanya kepada It Jie Hui kiam. setelah bertemu muka dengannya"
Diatas panggung, gadis cantik berbaju ungu itu mendadak bangkit dari tempat duduknya, dari tangan orang tua berkumis pendek mengambil perisai perak, kemudian berkata:
"Sumoay disini ingin minta beberapa jurus pelajaran dari suheng, harap maafkan kalau perbuatanku ini rasanya kurang sopan!"
Suaranya demikian halus dan sangat menarik, hingga diam-diam Ho Hay Hong merasa heran, gadis cantik yang lemah gemulai seperti ini, apakah memiliki kepandaian tinggi"
Ia diam diam juga khawatir keselamatan diri gadis itu, karena dalam pertandingan senjata selalu tidak ada matanya, apabila kelengahan tangan, bisa membawa akibat sangat hebat.
Ia ingin mengetahui sampai dimana tinggi kepandaian gadis itu, maka mulai perhatikan keadaannya. Tetapi parasnya yang cantik dan bentuk badannya yang indah, sesungguhnya tidak didapatkan tanda tanda memiliki kepandaian tinggi.
Seorang laki laki muda berusia kira kira tiga puluhan, yang memakai pakaian warna kuning, pelan-pelan berjalan menuju kepanggung, kemudian berkata sambil tertawa.
"Sumoay jangan terlalu merendahkan diri, dalam pertandingan ilmu silat, yang diutamakan adalah kepandaian yang sesungguhnya, kau boleh mengeluarkan seluruh kepandaian-mu dan jangan memikirkan karena aku adalah suhengmu, boleh bertanding denganku!"
Ditilik dari gerak kaki dan badan laki-laki itu, Ho Hay Hong dapat memastikan bahwa laki-laki itu pasti memiliki kepandaian tinggi. Ia tidak habis mengerti bagaimana gadis lemah gemulai itu berani menghadapinya.
Ia tidak ingin menyaksikan pertandingan itu, matanya ditujukan keatas panggung, Dan ia melihat kain berwarna warni yang terpancang tinggi, dengan tulisan tulisan huruf.
"Dengan mengadakan Pertandingan Ilmu Silat untuk Mencari Kawan dan Pertemuan Orang-Orang Gagah."
Menyaksikan bunyinya tulisan-tulisan itu, ia baru insyaf bahwa panggung itu didirikan untuk mengadakan pertandingan ilmu silat. Pikirnya: apakah It Jie Hui kiam mengadakan pertandingan ini untuk mencari anggota pasukan Angin Puyuh"
Pikiran itu sepintas lalu berkelebat dalam benaknya mendadak ia bangkit dari tempat duduknya.
Tetapi, ia ingat lagi dengan luka didadanya, ia tahu bahwa saat itu ia belum dapat melakukan pertandingan. Ia duduk lagi sambil menghela napas panjang.
-ooo0dw0ooo- Bersambung Jilid 14
Jilid 14 SAAT ITU diatas panggung sudah ada yang mulai melakukan pertandingan, dua bayangan orang bergerak kesana kemari dengan gesitnya, hingga menimbulkan suara angin.
Menyaksikan pertandingan itu, Ho Hay Hong membuka lebar matanya dan berkata kepada diri sendiri: "Hah, tak kusangka ia memiliki kepandaian setinggi itu."
Telinganya mendengar suara tepukan tangan riuh orang-orang yang berteriak-teriak bertepuk tangan itu adalah suporter kedua fihak.
Tiba-tiba suara benda terdengar nyaring dua bayangan orang yang sedang bertanding memencarkan diri, Gadis berbaju ungu itu nampaknya seperti tidak mengeluarkan tenaga sama sekali, mukanya tidak merah, napasnya juga tidak memburu.
Ia mengucapkan kata-kata merendah kepada suhengnya, kemudian balik kembali ketempat duduknya.
Dari sikap dan kata-kata gadis itu, sudah jelas bahwa yang kalah, dan dalam pertandingan itu bukanlah sigadis melainkan laki-laki berbaju kuning itu.
Ho Hay Hong masih dalam keheranan. Tiba-tiba terdengar laki-laki itu berkata: "Pelajaran sumoay ternyata sudah mendapat kemajuan banyak, seranganmu terakhir geledek benar-benar sangat hebat. Barang kali itu adalah ilmu simpanan Siauw Locianpwee yang tidak diwariskan kepada sembarang orang maka suhengmu meskipun kalah, juga merasa bangga !"
Ho Hay Hong diam diam berpikir, "orang ini benar-benar berjiwa kesatria, meskipun ia kalah, tetapi tidak marah atau mendendam, benar-benar harus kita hargai."
Laki-laki tua tinggi besar yang sangat agung itu, mendadak bangkit dari tempat duduknya. Sambil menghadap kearah penonton dibawah punggung ia berkata:
"Saudara-saudara sahabat-sahabat, dengarlah, kali ini siorang tua mendirikan panggung untuk mengadakan pertandingan ilmu silat ini. bukan saja berlaku bagi orang-orang golongan kita. Jikalau diantara sahabat-sahabat ada yang memiliki kepandaian tinggi, atau mempunyai kegembiraan untuk ambil bagian, dipersilahkan mendaftarkan nama dibelakang panggung. Siapa-siapa yang memiliki kepandaian berarti, akan kita terima menjadi anggota pasukan Angin Puyuh."
Pasukan Angin puyuh, didaerah utara merupakan satu golongan yang terkuat jumlahnya, anggautanya tidak banyak tetapi setiap anggautanya memiliki kepandaian ilmu silat sangat tinggi, hingga dalam masyarakat dan rimba persilatan mendapat nama baik. Banyak diantara penonton yang ingin menggunakan kesempatan itu untuk mendapat nama dikalangan kangouw. Ketika mendengar ucapan itu, nama nama mereka menuju ke belakang panggang untuk mendaftarkan nama.
Dibelakang panggung itu terdapat sebuah meja persegi, disitu duduk seorang laki-laki tua tinggi kurus. Sinar matanya yang tajam agaknya dapat menembus hati dan perasaan, serta menebak tinggi rendahnya kepandaian orang-orang yang datang padanya untuk mendaftarkan diri.
Ho Hay Hong yang juga mengikuti rombongan orang-orang itu ke belakang panggung setelah semua orang selesai mengurus pendaftarannya, baru pelan-pelan mendekati meja orang tua itu dan berkata padanya:
"Cianpwee, sudilah kiranya cianpwee menolong boanpwee untuk memberitahukan kepada It ji Hui-kiam, boanpwee ada urusan penting hendak berunding dengannya!"
Orang tua kurus tinggi itu memandang padanya dengan perasaan heran, kemudian berkata:
"Tidak bisa, saat ini diatas panggung sedang repot, Ia tidak ada waktu terluang!"
"Boanpwee datang dari daerah selatan mohon" berkata Ho Hay Hong. Dengan sikapnya yang sangat merendah itu, ia mengharap dapat menggerakkan hati orang tua itu. Tetapi orang tua itu ternyata masih tetap dengan pendiriannya, jawabnya sambil menggelengkan kepala:
"Kau boleh tunggu sehingga pertandingan selesai, nanti kau boleh menjumpai dia!"
Ho Hay Hong terpaksa undurkan diri meskipun hatinya merasa kurang senang, tapi apa boleh buat.
Pada saat itu, diatas panggung sudah berlangsung tiga pasang pertandingan. Dipajang terdahulu, yang kalah terpaksa undurkan diri dengan perasaan masgul, sedang yang menang boleh tetap berada diatas panggung untuk pemilihan terakhir.
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 10 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Harimau Mendekam Naga Sembunyi 17

Cari Blog Ini