Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
gagal. "Heii! Bukankah engkau murid Siauw-lim-pai?" bentak
wanita itu. Kong Liang tidak peduli dan menyerang terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan hati semakin penasaran, akan tetapi kini wanita itu
mencabut sepasang pedangnya dan begitu ia menggerakkan
sepasang pedang itu dengan gerakan yang indah dan cepat,
Kong Liang terkejut dan terdesak!
"Bu-tong Kiam-sut (Ilmu Pedang Bu-tong-pai)?" katanya
kaget dan mendengar ini, wanita itu mempercepat
gerakannya. "Trang-tranggg....!!" Bunga api berpijar dan Kong Liang
terhuyung ke belakang. Dia melihat bahwa tak jauh dari situ
terdapat seorang pemuda dan seorang gadis berdiri menonton
perkelahian itu. Mereka tidak membantu lawannya, dan
memang lawannya tidak perlu dibantu karena dialah yang
terdesak hebat.
Tiba-tiba wanita itu mengeluarkan bentakan dan Kong
Liang terhuyung ketika wanita itu dapat menotok pundaknya
dengan gagang pedang. Sebelum Kong Liang dapat
memulihkan kuda-kudanya, kembali pundaknya tertotok dan
dia pun lemas, sepasang siang-kek itu terlepas dari pegangan
tangannya. "Kun Liong, jangan bunuh dia!" bentak wanita yang telah
merobohkan Kong Liang ketika pemuda yang tadi hanya
menonton kini melompat dan menodongkan sebatang pedang
ke dada Kong Liang yang roboh telentang dalam keadaan
lemas. Pemuda itu tidak berani menusukkan pedangnya.
"Kun Liong, bawa dia ke bawah! Hwi Siang, cepat
perintahkan pengawal untuk menurunkan mayat-mayat itu!"
Setelah berkata demikian, wanita yang amat lihai itu melayang
turun dari atas wuwungan.
Wanita itu bukan lain adalah Nyonya Pangeran Bouw Hun
Ki atau Souw Lan Hui yang dulu ketika masih gadis terkenal di
dunia kang-ouw sebagai Sin-hongcu (Burung Hong Sakti).
Tadi ketika bayangan tujuh orang itu berlompatan ke atas
wuwungan, ia sudah mengetahui dan cepat ia memberi isarat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada para penjaga agar menjaga kamar suaminya dan
kamar Putera Mahkota dengan ketat, sedangkan ia sendiri
mengajak puteranya, Bouw Kun Liong, dan puterinya. Bouw
Hwi Siang, untuk naik ke atas wuwungan. Dalam keadaan
remang-remang itu Nyonya Bouw tidak mengenal orang, tidak
tahu mengapa ada yang bertanding di atas wuwungan
gedungnya. Baginya, orang-orang yang berada di atas
wuwungan gedungnya pastilah bukan orang baik. Maka ia pun
tidak ragu lagi untuk menyerang mereka dengan Gin-sengpiauw (Senjata Rahasia Bintang Perak) yang merobohkan Gui
Tiong dan dua orang pengeroyoknya. Melihat bahwa mereka
yang berada di wuwungan telah roboh semua dan hanya
tinggal seorang pemuda, maka Nyonya Bouw lalu melarang
anak-anaknya untuk menyerangnya dan dengan cepat ia
sendiri menghampiri Kong Liang dan membentaknya
agar menyerah. Kini Kong Liang telah diikat kaki tangannya dibawa
meloncat turun oleh Bouw Kun Liong. Nyonya Bouw dan Bouw
Hwi Siang juga sudah berada di ruangan tamu yang luas dan
terang benderang. Enam orang mayat juga oleh para perajurit pengawal telah diturunkan dibawa ke dalam ruangan itu
pula, direbahkan berjajar di atas lantai.
"Ah, bukankah ini... Gui Kauwsu guru di Pek-ho Bukoan
itu....?" kata Bouw Kun Liong ketika melihat mayat Gui Tiong.
"Betulkah?" kata Nyonya Bouw dengan suara heran, lalu ia
memandang kepada Kong Liang yang dibiarkan duduk di atas
lantai dengan kaki tangan terbelenggu "Akan tetapi, mengapa
murid-murid Siauw-lim-pai memusuhi kita?"
Kong Liang sudah pulih dari totokan tadi. Tubuhnya terlalu
kuat sehingga totokan tadi tidak dapat lama mempengaruhinya. Kini dia sudah mampu bergerak, akan
tetapi tentu saja tidak dapat menggerakkan kaki tangan yang
terbelenggu. Dan dia pun tidak ingin memaksa diri
mematahkan belenggu karena dia tahu bahwa menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita setengah tua itu saja dia tidak menang, apalagi di situ
terdapat pemuda dan gadis itu ditambah lagi beberapa orang
perajurit pengawal. Kini Kong Liang memandang kepada tiga
orang yang berada di depannya, duduk di atas kursi dengan
penuh perhatian. Nyonya setengah tua ternyata seorang
wanita bangsawan, tampak dari pakaian dan gaya gelung
rambutnya, berusia sekitar lima puluh tahun. Pemuda itu
berusia sekitar dua puluh empat tahun, gagah dan tampan,
sedangkan gadis itu berusia sekitar delapan belas tahun,
cantik seperti wanita setengah tua sehingga mudah menduga
bahwa ia tentu puterinya. Mendengar seruan pemuda itu yang
mengenal, susioknya, Kong Liang lalu berkata dengan suara
tenang dan tegas.
"Gui Kauwsu adalah Susiok saya dan kami berdua sama
sekali tidak memusuhi penghuni gedung ini, bahkan kami
berdua berusaha untuk mencegah niat buruk lima orang itu
terhadap Thai-cu yang berada di gedung ini."
Nyonya Bouw terkejut sekali. "Hemm, mereka hendak
berbuat apa terhadap Thai-cu?" tanyanya lantang.
"Mereka ditugaskan untuk membunuh Pangeran Kang Shi!"
"Siapa yang hendak membunuh Thai-cu?" Semua orang
menengok ke arah pintu. Kong Liang melihat seorang laki-laki
berusia sekitar lima puluh tiga tahun, tampan dan gagah, sinar
matanya begitu lembut namun tajam sekali.
"Ayah, mereka ini datang dengan rencana membunuh
Pangeran Kang Shi. Enam orang telah dapat ditewaskan dan
yang seorang ini ditangkap." kata Bouw Kun Liong.
Pangeran Bouw Hun Ki mengerutkan alisnya. "Siapakah
kalian" Orang muda, tidak sadarkah engkau bahwa perbuatan
kalian ini merupakan dosa yang amat besar dan dapat
membuat engkau dihukum mati?" tanyanya kepada Bu Kong
Liang. Lalu ketika dia melihat mayat Gui Tiong, dia berseru
kaget. "Ah, bukankah ini Guru Silat Gui Tiong yang membuka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek-ho Bu-koan" Bagaimana mungkin dia melakukan ini"
Bukankah dia itu orang Siauw-lim-pai?"
"Orang muda, hayo ceritakan semua dengan jelas! Tidak
ada gunanya engkau menyangkal atau berbohong!" bentak
Nyonya Bouw dan pandang matanya membuat Kong Liang
menundukkan mukanya. Begitu tajam pandang mata itu,
seperti menembus jantungnya. Akan tetapi dia segera teringat
bahwa dia dan Gui Tiong tidak bersalah, maka dia
mengangkat lagi mukanya dan berkata dengan suara tenang
dan tegas. "Seperti saya akui
tadi, saya bernama
Bu Kong Liang dan
ini adalah jenazah
Susiok (Paman Guru)
Gui Tiong. Kami adalah murid-murid
Siauw-lim-pai dan tidak mungkin kami
memusuhi pemerintah, apalagi
berniat membunuh Pangeran Mahkota!"
"Ceritakan
saja dengan jelas, orang
muda, apa yang sebetulnya terjadi?"
tanya Pangeran Bouw Hun Ki. Melihat sikap halus pangeran itu, Bu Kong Liang maklum
bahwa dia berhadapan dengan orang yang dapat diajak bicara
dan bijaksana, maka dia pun menceritakan dengan sejujurnya.
"Saya mau menceritakan yang sejujurnya, akan tetapi saya
juga ingin mengetahui kepada siapa saya akan bercerita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bouw Kun Liong yang biasanya disebut Bouw Kongcu (Tuan
Muda Bong) menghardik. "Kamu ini penjahat yang tertawan
dan menjadi pesakitan, masih lancang bertanya lagi! Hayo
ceritakan dengan sebenarnya!"
Pangeran Bouw Hun Ki mengangkat tangan kanan ke atas
sambil memandang puteranya, lalu berkata kepadanya.
"Biarlah, Kun Liong, agar dia mengetahui siapa kita. Bu Kong
Liang, aku adalah Pangeran Bouw Hun Ki, adik Sribaginda
Kaisar dan ini adalah isteriku. Pemuda ini puteraku Bouw Kun
Liong dan gadis ini puteriku Bouw Hwi Siang."
Mendengar ini, Kong Liang yang duduk di atas lantai
membungkukkan badan untuk memberi hormat.
"Pangeran, saya datang dari Kuil Siauw-Iim di kaki Gunung
Sung-san dan menuju ke kota raja untuk meluaskan
pengalaman dan untuk mengunjungi Susiok Gui Tiong dan
keiuarganya. Akan tetapi di tengah perjalanan, saya dihadang
dan diserang oleh Hui-eng-to Phang Houw dan Ketua Liongbu-pang Louw Cin yang membawa sepasukan perajurit. Saya
berhamil selamat dan kedua orang itu melarikan diri. Agaknya
itulah sumber malapetaka. Ketika saya datang, dan
mengunjungi Perguruan Pek-ho Bu-koan yang dipimpin Susiok
Gui T iong, datang utusan Jaksa Ji memanggil Susiok Gui T iong
dan saya untuk menghadap. Setelah kami menghadap, kami
langsung ditangkap dan dipenjarakan, dengan tuduhan
memberontak. Kemudian, malamnya datang para pembantu
Pangeran Leng Kok Cun yang mengambil kami dari rumah
tahanan dan kami dihadapkan kepada Pangeran Leng Kok
Cun. Ternyata yang mengatur penangkapan saya dan Susiok
Gui T iong adalah Pangeran Leng itu."
Pangeran Bouw Hun Ki saling pandang dengan isterinya
lalu mengangguk-angguk.
"Saya tidak pernah memberontak, demikian pula Susiok Gui
Tiong, maka di depan Pangeran Leng kami juga menolak
tuduhan memberontak itu. Pangeran Leng lalu memaksa kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua untuk menyerah dan menaati semua perintahnya,
kalau tidak dia akan menyeret kami ke pengadilan dengan
tuduhan memberontak agar kami dijatuhi hukuman mati.
Pangeran Leng lalu memperlihatkan puteri Susiok Gui Tiong,
yaitu Sumoi Gui Slang Lin yang ternyata juga sudah
ditawannya kepada kami. Melihat ini, kami berdua merasa
tidak berdaya. Kalau kami melawan dan me larikan diri, tentu
Sumoi Gui Siang Lin akan dibunuhnya. Dengan gadis itu
menjadi sandera, untuk sementara kami terpaksa tunduk
kepada Pangeran Leng." .
"Lalu apa hubungannya semua itu dengan kedatangan
kalian bertujuh ke atas wuwungan rumah kami?" tanya Bouw
Hujin (Nyonya Bouw) sambil menatap tajam.
"Malam itu Susiok Gui Tiong dan saya ditugaskan oleh
Pangeran Leng Kok Cun untuk datang ke sini dan membunuh
'Putera Mahkota yang katanya berada di sini."
"Huh! Dan engkau menaati perintah itu, ya" Hendak
membunuh Thai-cu?" bentak Bouw Kun Liong tidak sabar.
Agaknya sudah gatal rasa tangan pemuda ini untuk
membunuh Kong Liang, saking marahnya mendengar murid
Siauw-lim-pai itu hendak membunuh Pangeran Kang Shi!
"Tidak, kami menaati hanya untuk mencegah dia
membunuh Sumoi Siang Lin. Kami berdua diikuti Twa-to Ngoliong, lima orang jagoan pembantu Pangeran Leng. Diam-diam
kami berdua bersepakat untuk turun tangan membunuh Twato Ngo-liong setelah tiba di s ini, kemudian kami akan berusaha
membebaskan Sumoi. Setelah tiba di atas wuwungan, kami
bertindak. Saya berhasil membunuh tiga dari lima orang Twato Ngo-liong dan pada saat itu Susiok Gui T iong dikeroyok dua
orang. Tiba-tiba saya melihat Susiok Gui T iong dan dua orang
pengeroyoknya roboh."
"Akan tetapi mengapa engkau menyerangku ketika aku
minta engkau menyerahkan diri?" tanya Nyonya Bouw sambil
mengerutkan alisnya. Kalau cerita pemuda itu benar, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya tidak dapat diragukan lagi kebenarannya, berarti ia
telah salah tangan membunuh Kauwsu Gui Tiong yang tidak
berdosa! "Begini soalnya, Hujin. Karena saya melihat Paduka
menyerang Susiok Gui Tiong dengan Gin-seng-piauw, maka
saya mengira bahwa Paduka tentu seorang dari musuh-musuh
kami, maka ketika Paduka menyuruh saya menyerah, saya
menyerang Paduka." Ucapan Bu Kong Liang dengan suara
yang tenang dan tegas sehingga tidak dapat diragukan
kebenarannya. "Hemm, kalau benar begitu, sungguh aku merasa menyesal
sekali. Aku menyerang tiga orang yang sedang bertanding di
atas wuwungan, tidak tahu siapa kawan siapa lawan, maka
sangat menyesal aku telah kesalahan tangan membunuh Gui
Kauwsu yang tidak berdosa. Sekarang sebuah pertanyaan lagi,
Bu Kong Liang! Mengapa engkau dan Gui Kauwsu tidak
menaati perintah Pangeran Leng untuk membunuh Putera
Mahkota, bahkan berbalik menyerang dan membunuh lima
orang anak buahnya?"
"Hujin yang mulia, Susiok Gui Tiong sudah bertahun-tahun
tinggal di kota
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
raja. Pernahkah dia melakukan pemberontakan" Saya sendiri baru keluar dari kuil Siauw-lim
dan para Suhu di sana melarang saya mencampuri urusan
mereka yang menentang pemerintah Kerajaan Ceng.
Bagaimana mungkin kami berdua mau melakukan tugas
membunuh Putera Mahkota yang sama sekali tidak saya kenal
dan sama sekali tidak ada urusan dengan kami berdua. Kalau
kami pura-pura menaati perintah Pangeran Leng, hal itu
karena hanya kami ingin menyelamatkan Sumoi Gui Siang Lin
yang disandera."
Tiba-tiba Pangeran Bouw Hun K i berkata kepada puteranya.
"Kun Liong, buka ikatan tangan dan kakinya!"
Setelah mendengar cerita Kong Liang, Bouw Kun Liong juga
menyadari bahwa pemuda Siauw-lim-pai ini tidak bersalah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka mendengar perintah ayahnya, dia lalu melepaskan
ikatan kaki dan tangan Kong Liang.
"Duduklah." kata Pangeran Bouw Hun Ki. Kong Liang
mengucapkan terima kasih lalu duduk di atas sebuah kursi.
Pangeran Bouw Hun Ki lalu menyuruh para penjaga untuk
mengurus enam mayat itu. Lima buah mayat Ngo-liong itu
dimasukkan ke dalam peti, akan tetapi jenazah Gui Tiong
dirawat baik-baik dimasukkan peti mati yang tebal dan diatur
meja sembahyang di depan peti.
Kong Liang bersembahyang dengan sedih di depan peti
mati susioknya. Bukan hanya dia yang melakukan
sembahyang, bahkan Nyonya Bouw juga bersembahyang dan
mengucapkan permintaan maaf karena ia telah salah mengerti
dan membunuh Gui Tiong yang tidak berdosa. Tadinya,
dengan marah Pangeran Bouw Hun Ki ingin mengirim lima
jenazah Twa-to Ngo-liong kepada Pangeran Leng Kok Cun.
Akan tetapi Kong Liang mencegah dengan ucapan penuh
hormat. "Saya harap Paduka suka mempertimbangkan kembali
pengiriman lima jenazah Twa-to Ngo-liong itu kepada
Pangeran Leng, karena kalau hal itu dilakukan, sudah pasti
Sumoi Gui Siang Lin akan dibunuh."
"Hemm, memang pengiriman itu sebaiknya ditunda lebih
dulu, biar aku dan Bu Kong Liang ma lam ini juga
membebaskan gadis itu!" kata Nyonya Bouw. Malam itu juga,
Bouw Hujin dengan pakaian ringkas berwarna hitam, bersama
Kong Liang menuju ke gedung tempat tinggal Pangeran Leng.
Dalam perjalanan ini, Bouw Hujin sudah berunding dengan
Kong Liang, mengatur siasat bagaimana untuk membebaskan
Gui Siang Lin. Setelah tiba di belakang gedung tempat tinggal
Pangeran Leng Kok Cun yang megah seperti istana, sesuai
dengan rencana siasat mereka, Bouw Hujin menanti dalam
kebun belakang dan Kong Liang langsung saja memasuki
gedung lewat pintu depan. Beberapa orang petugas yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjaga di situ, segera menyambut dan mengenalnya. Maka
Kong Liang diantar masuk menuju ruangan dalam di mana
telah menanti Pangeran Leng Kok Cun yang didampingi Patchiu Lo-mo, Hui-eng-to Phang Houw, Liong-bu-p angcu Louw
Cin dan lima orang lain yang berpakaian sebagai perwira
tinggi. Agaknya mereka itu adalah perwira-perwira yang
mendukung Pangeran Leng.
Begitu Kong Liang memasuki ruangan itu dan perajurit
yang mengawalnya meninggalkan ruangan, Pangeran Leng
Kok Cun segera menyambut Kong Liang dengan pertanyaan
penuh harapan. "Bagaimana hasilnya tugasmu, Bu Kong Liang" Dan mana
Gui T iong dan T wa-to Ngo-liong?"
"Pangeran, saya harap Gui Siang Lin dibebaskan karena
saya telah melaksanakan perintah Paduka." kata Kong Liang.
"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa. Ceritakanlah dulu kepada
kami bagaimana hasil tugasmu itu!" kata Pat-chiu Lo-mo dan
Pangeran Leng Kok Cun yang mendengar ini mengangguk.
"Saya telah berhasil membunuh Pangeran Mahkota."
"Akan tetapi di mana enam orang lainnya?" tanya pula
Pangeran Leng. "Mereka semua tewas. Kami mendapat perlawanan yang
kuat. Saya berhasil masuk dan membunuh pangeran itu
seperti yang Paduka perintahkan. Akan tetapi Susiok Gui T iong
dan Twa-to Ngo-liong tewas." Pemuda itu lalu menoleh ke
arah dalam di mana Siang Lin ditahan. "Saya mohon Paduka
sekarang membebaskan Nona Gui Siang Lin. Ayahnya telah
melaksanakan perintah Paduka sampai mengorbankan
nyawanya."
"Bagus!" Pangeran Leng Kok Cun tersenyum gembira sekali
mendengar bahwa Pangeran Kang Shi yang masih kanakkanak itu berhasil dibunuh. Dia sama sekali tidak peduli
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar betapa Gui Tiong dan Twa-to Ngo-liong yang
membantunya itu tewas. "Bebaskan gadis itu!" perintahnya
kepada Phang Houw dan Louw Cin. "Bawa ia ke sini!"
"Nanti dulu!" Pat-chiu Lo-mo berseru menahan dua orang
yang hendak melaksanakan perintah Pangeran Leng itu
sehingga mereka berhenti melangkah.
"Pangeran, sungguh tidak bijaksana kalau membebaskan
gadis itu sekarang. Sebaiknya Paduka tunggu sampai berita
tentang kematian Pangeran Mahkora Kang Shi disiarkan besok
sehingga keterangan Bu Kong Liang ini benar!"
"Engkau benar, Lo-mo! Kita tunggu sampai besok pagi!"
kata Pangeran Leng sambil memberi isarat kepada dua orang
pembantunya agar membatalkan perintahnya. Mereka pun
duduk kembali. Tahulah Kong Liang bahwa siasatnya untuk membebaskan
Gui Siang Lin yang pertama telah gagal dan dia harus
menggunakan siasatnya yang ke dua. Dia mencabut sepasang
tombak bercabang dan berseru kepada Pat-chiu Lo-mo.
"Kakek busuk! Engkau tidak percaya kepadaku berarti engkau
menghinaku!" Setelah berkata demikian, dia menyerang
dengan siang-kek di kedua tangannya.
Pat-chiu Lo-mo cepat melompat ke belakang sambil
menggerakkan tongkatnya.
"Kalau engkau laki-laki, mari keluar! Kita bertanding di luar
gedung!" Kong Liang berseru lagi sambil melompat ke luar.
"Kejar dia!" Pat-chiu Lo-mo berseru sambil mengejar.
"Pangeran, dia menipu kita!" Mendengar ini, Hui-eng-to Phang
Houw, Liong-bu-pang Louw Cin dan lima orang perwira tinggi
itu mencabut senjata masing-masing dan mengejar keluar.
Pangeran Leng Kok Cun yang mulai curiga kepada Kong
Liang cepat memberi tanda kepada para penjaga di istananya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membantu Pat-chiu Lo-mo, bahkan dia sendiri juga
keluar karena pangeran ini pun bukan orang lemah.
Kong Liang sudah bertanding melawan Pat-chiu Lo-mo dan
tak lama kemudian dia sudah dikeroyok banyak orang. Akan
tetapi pemuda itu dengan amat gagahnya membela diri.
Sepasang tombak pendek itu digerakkan sedemikian rupa
sehingga membentuk dua gulungan sinar yang mengurung
tubuhnya sehingga semua serangan banyak pengeroyok itu
dapat tertangkis. Pengeroyok yang tidak begitu kuat, begitu
senjatanya tertangkis, terhuyung atau bahkan ada yang
senjatanya terpental dan terlepas dari pegangannya karena
jago muda Siauw-lim-pai" ini mengerahkan tenaga saktinya.
Sementara itu, Bouw Hujin yang berada di atas genteng,
mendapat kesempatan baik. Selagi semua penjaga lari keluar
untuk ikut mengeroyok Kong Liang, yang menjaga Gui Siang
Lin hanya enam orang pemanah yang berada di atas atap dan
yang siap membunuh gadis itu dengan anak panah mereka
kalau ada isarat Pangeran Leng Kok Cun seperti yang
diperintahkannya.
JILID V BOUW HUJIN yang ketika mudanya menjadi pendekar
wanita yang berjuluk Sin-hong-cu (Burung Hong Sakti) yang
mengintai dari atas, begitu melihat Kong Liang dikeroyok
banyak orang di luar gedung, segera turun tangan. Beberapa
kali kedua tangannya bergerak dan sinar-sinar perak
menyambar ke arah enam orang yang memegang busur dan
anak panah itu. Mereka roboh dan tubuh mereka terguling
dari atap ke bawah. Bouw Hujin cepat membobol atap yang
sudah dilubangi bagi para pemanah itu dan dengan ringan
tubuhnya melayang ke dalam kamar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau Gui Siang Lin?" tanyanya kepada gadis yang duduk
bersila di atas pembaringan. Siang Lin mengangguk.
"Hayo cepat, kita bantu Bu Kong Liang!" Bouw Hujin
berkata dan ia sudah memegang tangan Siang Lin lalu
keduanya melompat ke atas melalui lubang di atas.
Cepat mereka berloncatan di atas genteng istana itu dan
setelah tiba di depan, kembali Bouw Hujin menyambitkan Ginseng-piauw (Senjata Rahasia Bintang Perak). Dalam waktu
singkat saja delapan orang pengeroyok roboh. Hanya mereka
yang berilmu cukup tangguh seperti Phang Houw dan Louw
Cin, juga Pat-chiu Lo-mo yang dapat menghindarkan diri dari
serangan senjata rahasia itu dengan menangkis sinar perak
dengan senjata mereka. Akan tetapi melihat betapa para
perwira dan penjaga roboh dan dalam waktu singkat delapan
orang sudah roboh, mereka juga terkejut dan berlompatan
mundur. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kong Liang untuk
melompat dan menghilang dalam kegelapan ma lam. Memang
sebelumnya sudah dia atur bersama Bouw Hujin. Dia
memancing Pangeran Leng Kok Cun dan para pembantunya
keluar sehingga Bouw Hujin dapat bergerak dengan leluasa
meloloskan Siang Lin, kemudian setelah beberapa orang
pengeroyok roboh oleh senjata rahasia Nyonya Pangeran yang
amat lihai itu, dia tahu bahwa Siang Lin telah dibebaskan,
maka dia lalu melompat dan melarikan diri!
"Kejar...!" Teriak Pat-chiu Lo-mo.
Akan tetapi karena malam itu gelap dan para pengejar
merasa gentar terhadap serangan senjata rahasia yang ampuh
itu, mereka tidak dapat menemukan Bu Kong Liang.
Pangeran Leng Kok Cun marah sekali ketika melihat betapa
Gui Siang Lin lolos dan enam orang prajurit yang menodong di
atas atap telah tewas semua. Lebih hebat lagi kemarahannya
ketika pada pagi harinya ada yang mengantar lima buah peti
mati yang berisi mayat T wa-to Ngo-liong! Dia tahu bahwa dia
telah ditipu Bu Kong Liang dan bahwa Pangeran Mahkota
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kang Shi sama sekali belum terbunuh! Akan tetapi, dia tidak
berdaya dan belum begitu nekat untuk menyerang Pangeran
Bouw Hun K i yang dekat dengan Kaisar. Sebaliknya, Pangeran
Bouw Hun Ki juga tidak dapat menuduh Pangeran Leng Kok
Cun hendak membunuh Pangeran Mahkota karena tidak ada
bukti nyata. Twa-to Ngo-liong telah tewas, dan Bu Kong Liang
tentu saja tidak dapat dijadikan saksi karena dia bukan anak
buah Pangeran Leng.
Maka urusan itu hanya diketahui kedua pihak. Kaisar sendiri
tidak diberitahu karena selain hal itu akan membuat Kaisar
khawatir akan keselamatan Putera Mahkota, juga belum dapat
dibuktikan bahwa Pangeran Leng Kok Cun mengirim orangorang untuk membunuh Pangeran Kang Shi. Maka, diam-diam
terdapat permusuhan hebat antara Pangeran Leng Kok Cun
dan Pangeran Bouw Hun Ki, atau lebih tepat Nyonya Bouw,
karena wanita inilah yang berani menentang Pangeran Leng.
Mulai saat itu, Bouw Hujin melakukan penjagaan amat ketat.
Bahkan ia membuat bangunan rahasia bawah tanah agar
kalau sewaktu-waktu ada bahaya, Pangeran Kang Shi dapat
bersembunyi di situ.
Setelah Gui Siang Lin yang dibawa Bouw Hujin tiba di
istana Pangeran Bouw, dan mendengar bahwa ayahnya telah
tewas, ia menangis tersedu-sedu di depan peti mati ayahnya.
Bu Kong Liang yang sudah tiba di sana pula, segera
memberi penjelasan kepada gadis itu. Dia menceritakan
betapa dia dan Gui Tiong terpaksa berpura-pura menurut
perintah Pangeran Leng untuk membunuh Pangeran Mahkota,
karena mereka berdua melihat Siang Lin ditawan, dan kalau
mereka tidak menaati perintah Pangeran Leng, Siang Lin tentu
dibunuh. "Aih, mengapa Ayah dan engkau mau melakukan perintah
Pangeran Leng yang jahat itu, Suheng" Biar aku dibunuhnya,
aku tidak takut dan tidak semestinya kita tunduk kepadanya!"
Siang Lin mencela sambil terisak-isak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sumoi, kami menuruti perintah Pangeran Leng hanya
siasat belaka. Kami bermaksud kalau sudah meninggalkan
istana Pangeran Leng dan tiba di atas gedung Pangeran Bouw,
kami akan bunuh Twa-to Ngo-liong yang menemani dan
mengawasi kami. Aku sudah berhasil membunuh tiga orang di
antara mereka, akan tetapi sayang, pada saat itu, Bouw Hujin
keluar dan karena mengira bahwa ayahmu seorang di antara
penjahat, beliau lalu menyerang dua orang di antara Twa-to
Ngo-liong dan ayahmu sehingga mereka bertiga tewas."
"Benar, Gui Siang Lin. Akulah yang salah duga, membunuh
tiga orang yang berada di atas genteng gedung kami. Kalau
saja aku tahu bahwa yang seorang adalah Gui Kauwsu dari
Pek-ho Bukoan, tentu tidak kuserang dia. Akan tetapi malammalam begitu di atas genteng, tentu saja aku tidak melihat
jelas mukanya. Nah, biarpun karena salah duga, aku telah
kesalahan tangan membunuh ayahmu. Kalau engkau
mendendam sakit hati kepadaku, aku tidak akan menyalahkanmu!" kata Bouw Hujin dengan lembut namun
gagah. "Sumoi, Bouw Hujin tidak dapat disalahkan. Aku sendiri
tadinya mengira beliau musuh karena beliau merobohkan
Susiok, aku menyerangnya dan aku tertotok dan ditawan.
Barulah aku mengerti duduknya persoalan setelah aku
mendapat kesempatan bicara dengan keluarga Pangeran
Bouw. Kami yang bersalah, Sumoi. Semestinya sebelum tiba di
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sini, kami turun tangan membunuh Twa-to Ngo-liong, baru
kemudian menolongmu. Akan tetapi semua telah terjadi, dan
kematian Susiok sudah merupakan takdir, kita tidak mungkin
dapat menyalahkan Bouw Hujin. Beliau tidak bersalah, bahkan
beliau membebaskan engkau dari tawanan Pangeran Leng."
Hati Siang Lin seperti ditusuk, perih dan sakit. Dengan
kedua mata bercucuran air mata, ia memandang kepada
nyonya itu. Bouw Hujin tampak begitu cantik dan gagah,
begitu penuh wibawa yang kuat. Wanita setengah tua itu tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah menolongnya keluar dari tahanan Pangeran Leng Kok
Cun. Ia tidak dapat membayangkan apa yang akan diderita
kalau Pangeran Leng tahu bahwa ayahnya mengkhianatinya.
Ia bukan hanya akan dibunuh, melainkan disiksa dengan
penghinaan yang lebih hebat daripada maut. Ia tidak boleh
mendendam kepada Bouw Hujin.
"Ayaaahhh...!" Gui Siang Lin menjatuhkan diri berlutut di
depan peti mati ayahnya, menangis sesenggukan, membuat
semua orang yang berada di situ merasa terharu.
"Nona, hentikanlah tangismu. Ayahmu tewas sebagai
seorang gagah sejati menentang kekuasaan yang jahat. Tidak
ada gunanya ditangisi lagi. Bahkan arwahnya tidak akan
tenang melihat engkau membenamkan diri dalam kesedihan,"
kata Bouw Kun Liong.
"Akan tetapi saya... saya... yatim piatu... sekarang hidup
sebatang kara...!" Gadis itu menutupi mukanya dengan kedua
tangan, tidak menyadari siapa yang bicara menghiburnya tadi.
"Nona, kami merasa bertanggung jawab terhadap nasibmu.
Ibuku telah salah sangka dan salah tangan membunuh
ayahmu, maka anggaplah kami sebagai keluargamu. Ayah dan
ibuku pasti akan menerimamu dengan hati dan tangan
terbuka. Bukankah begitu, Ibu?" kata Bouw Kun Liong kepada
ibunya. Pangeran Bouw Hun Ki dan Nyonya Bouw saling pandang
dan kedua orang tua ini maklum bahwa putera mereka itu
agaknya telah jatuh cinta kepada Gui Siang Lin! Suaranya
ketika menghibur menggetar penuh perasaan iba, itulah tanda
mulai berseminya cinta!
"Apa yang dikatakan Liong-ko (Kakak Liong) itu benar, Enci
Siang Lin!" kata Bouw Hwi Siang sambil memegang tangan
gadis yang menangis itu. "Mulai sekarang, engkau tinggallah
di s ini bersama kami. Ayah Ibu pasti menyetujui sepenuhnya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini barulah Siang Lin menyadari bahwa yang menghiburnya tadi adalah Bouw Kun Liong, pemuda yang
tampan gagah itu. Ia mengusap air mata dengan kedua
tangannya, lalu mengangkat muka memandang ke arah
Pangeran Bouw dan Nyonya Bouw dengan hati ragu.
Bouw Hujin menatap wajah gadis itu dengan senyum, lalu
mengangguk dan berkata. "Kedua anakku berkata benar,
Siang Lin. Kami dengan senang hati menerimamu dan
anggaplah kami sebagai pengganti orang tuamu. Kami akan
menganggap engkau sebagai anak angkat kami!"
"Benar, Gui Siang Lin, kami senang kalau engkau menjadi
anggota keluarga kami," kata pula Pangeran Bouw Hun Ki.
Mendengar ini, Siang Lin segera menjatuhkan diri berlutut
di depan suami isteri itu tanpa dapat mengucapkan kata-kata
saking terharu hatinya. Kalau tidak ada suami isteri
bangsawan ini yang menerimanya, bagaimana ia dapat hidup
menjadi buruan kaki tangan Pangeran Leng yang pasti akan
membalas dendam"
"Aih, Ibu bagaimana sih" Bukan menjadi anak angkat, akan
tetapi menjadi anak mantu, begitu!"
"Husss, Siang-moi!" Bouw Kun Liong membentak adiknya,
lalu dengan muka berubah kemerahan pemuda itu
meninggalkan ruangan, diikuti tawa adiknya.
Pangeran Bouw Hun Ki lalu berkata kepada Kong Liang, "Bu
Kong Liang, engkau telah memperlihatkan kebijaksanaanmu
dengan menentang perbuatan Pangeran Leng yang jahat.
Engkau juga sudah mengetahui bahwa Pangeran Mahkota
dititipkan kepada kami. Ini merupakan tugas yang berat dan
berbahaya dengan adanya orang-orang yang bersaing
memperebutkan kekuasaan. Oleh karena itu, jika kiranya
engkau tidak keberatan, kami minta agar engkau membantu
kami melindungi keselamatan Pangeran Kang Shi di sini.
Bagaimana pendapatmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bu-enghiong (Pendekar Bu) adalah seorang pendekar
Siauw-lim-pai yang selalu membela kebenaran dan keadilan,
juga menentang kejahatan. Sudah sepatutnya kalau dia
membantu kami melindungi Pangeran Mahkota dari ancaman
para pengkhianat," kata Bouw Hwi Siang yang memang
merupakan seorang gadis lincah dan tidak malu-malu seperti
gadis lain. Ia memang berwatak gagah seperti ibunya.
"Hwi Siang!" tegur Nyonya Bouw, akan tetapi sambil
tersenyum. "Jangan lancang, biarkan Bu Kong Liang
memutuskannya sendiri!"
Bouw Hwi Siang cemberut manja. Bu Kong Liang yang tadi
menundukkan mukanya, kini memandang Pangeran Bouw dan
Nyonya Bouw, lalu menjawab, "Mengingat bahwa Pangeran
Leng mengumpulkan orang-orang pandai dan merencanakan
perbuatan jahat terhadap Pangeran Mahkota, maka saya siap
untuk membantu Paduka melindungi beliau. Terima kasih atas
kepercayaan Paduka kepada saya."
Suami isteri itu girang sekali. Mereka sama sekali tidak
menduga bahwa kesediaan pemuda murid Siauw-lim-pai itu
membantu mereka melindungi keselamatan Pangeran Kang
Shi, terutama sekali karena adanya Bouw Hwi Siang di situ!
Hanya Bu Kong Liang sendiri yang merasakan betapa hatinya
terpikat oleh gadis bangsawan itu!
Bouw Hujin lalu berkata kepada Hwi Siang. "Hwi Siang,
engkau ajaklah Siang Lin ke dalam dan suruh pelayan siapkan
sebuah kamar untuknya. Juga berikan pakaian pengganti
untuknya sebelum pakaiannya diambil dari rumahnya."
"Ah, Ibu. Mengapa susah-susah menyiapkan kamar lain"
Biar Enci Siang Lin tidur bersamaku saja!" kata Hwi Siang dan
ia lalu menggandeng Siang Lin, diajak masuk ke bagian
belakang, ke kamarnya dan ia memberikan pakaiannya yang
baru untuk dipakai Siang Lin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Bouw memanggil pelayan dan menyuruh pelayan
menyiapkan sebuah kamar untuk Bu Kong Liang. Mulai saat
itu, Gui Siang Lin dan Bu Kong Liang tinggal di gedung
Pangeran Bouw Hun Ki yang besar.
*** Berdebar rasa jantung Thian Hwa ketika ia tiba di depan
gedung besar tempat tinggal Pangeran Ciu Wan Kong. Tidak
seperti gedung tempat tinggal para bangsawan lain yang
masih kerabat kaisar, rumah Pangeran Ciu Wan Kong tidak
tampak angker, tidak terjaga banyak prajurit. Hanya ada dua
orang penjaga yang tidak berpakaian prajurit, melainkan
sebagai pengawal biasa. Hal ini memang mengherankan kalau
diingat bahwa Pangeran Ciu Wan Kong adalah adik dari Ka isar
Shun Chi. Sejak ditinggalkan Cui Eng, wanita yang amat dicintanya
karena wanita itu diusir oleh orang tuanya, Pangeran Ciu Wan
Kong seolah kehilangan semangat hidupnya. Penghidupannya
berubah sama sekali. Dia lebih banyak berdiam di dalam
kamarnya, atau pergi pesiar dikawal beberapa orang pelayan
yang juga menjadi pengawalnya. Dia bahkan tidak pernah
mempunyai isteri atau selir, hidup membujang dan tidak
mempedulikan urusan dunia.
Ketika Thian Hwa memasuki pintu gerbang rumah itu, dua
orang penjaga segera menyambutnya.
"Maaf, Nona, Siapakah Nona dan apakah keperluan Nona
memasuki pintu gerbang gedung ini?" tanya seorang dari
mereka dengan sikap sopan.
Melihat sikap dua orang penjaga ini hati T hian Hwa merasa
senang. Dari sikap petugas yang paling rendah pangkatnya
dapat diketahui watak majikannya yang tingkatnya paling
tinggi. Dua orang penjaga ini bersikap sopan, tentu mereka
takut untuk bersikap kurang ajar karena atasan mereka yang
susilawan pasti akan menegur bahkan menghukum mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tolong laporkan kepada Pangeran Ciu Wan Kong bahwa
aku, Thian Hwa, mohon menghadap karena urusan yang
teramat penting."
"Maafkan kami, Nona. Beliau sudah lama tidak mau
menerima kunjungan siapa pun. Saya akan melapor, akan
tetapi sebaiknya Nona memberitahu urusan apa yang hendak
Nona sampaikan agar beliau dapat mempertimbangkan untuk
menemui Nona atau tidak."
"Hemm, katakan bahwa aku membawa berita tentang diri
seorang wanita bernama Cui Eng. Aku yakin beliau pasti akan
menerimaku."
"Baik, harap tunggu sebentar, Nona," kata penjaga itu, lalu
seorang dari mereka menyeberangi pekarangan yang luas
menuju gedung yang besar dan tampak sunyi itu.
Thian Hwa menunggu dengan hati tegang. Biasanya, gadis
yang amat tabah ini menghadapi apa pun tidak merasa gentar
atau tegang, akan tetapi sekarang, menghadapi pertemuannya dengan ayah kandungnya, hatinya berdebar
penuh ketegangan. Bagaimana nanti ayah kandungnya itu
akan menyambutnya" Apakah Pangeran Ciu akan ketakutan
dan melarikan diri seperti dulu" Lalu apa yang akan ia
lakukan" Tak lama kemudian, penjaga yang tadi keluar dari dalam
gedung berlari keluar menemui Thian Hwa. "Nona, Pangeran
tidak mengenal nama Thian Hwa, akan tetapi mendengar
bahwa Nona membawa berita tentang wanita bernama Cui
Eng, Nona diperkenankan masuk menghadap beliau. Mari saya
antarkan, Nona."
Dengan jantung berdebar keras, Thian Hwa mengikuti
penjaga itu memasuki gedung yang besar. Ternyata di
ruangan depan juga tidak tampak pengawal bersenjata seperti
laz imnya rumah para bangsawan tinggi. Hanya ada beberapa
orang pembantu rumah tangga sedang membersihkan perabot
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di situ dan menyapu lantai. Thian Hwa dibawa ke ruangan
tamu dan ketika tiba di pintu ruangan itu, penjaga tadi
berkata. "Beliau menanti di dalam, Nona. Silakan masuk." Dia lalu
keluar lagi. Thian Hwa memasuki pintu ruangan itu dan ia melihat
Pangeran Ciu Wan Kong yang pernah dikenalnya dua kali,
yaitu pertama kali ketika ia menyelamatkan pangeran itu dari
serangan ular, kedua kalinya ketika ia datang ke gedung ini
dengan niat membunuhnya. Pangeran yang usianya baru
sekitar lima puluh dua tahun itu sudah tampak tua karena
mukanya kurus dan rupanya sudah putih semua. Ketika Thian
Hwa melangkah masuk, Pangeran Ciu Wan Kong yang tadinya
menundukkan muka, mengangkat mukanya dan memandang.
Thian Hwa lega melihat wajah orang tua itu tidak liar
ketakutan seperti dulu, melainkan terheran-heran. Matanya
terbelalak, mulutnya ternganga dan dia bangkit perlahan dari
kursinya ketika Thian Hwa melangkah menghampirinya.
Thian Hwa berdiri di depannya dalam jarak sekitar sepuluh
langkah. Pangeran Ciu Wan Kong menggosok-gosok kedua
matanya dengan tangan, lalu menggelengkan kepala.
"Tidak mungkin... tidak mungkin... kau... kau Dinda Cui
Eng...!" Suaranya gemetar.
Thian Hwa menggelengkan kepalanya. "Bukan, saya bukan
Cui Eng...."
"Ah, Dinda Cui Eng, isteriku... kekasihku... jangan engkau
membenciku. Aku... ampunkan aku, Cui Eng... engkau sampai
terusir dari s ini dan aku, tidak dapat melindungimu. Ampunkan
aku... ampunkan aku yang berdosa padamu...."
Pangeran Ciu Wan Kong memandang dengan air mata
menetes membasahi kedua pipinya yang kurus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa merasa terharu sekali dan ia khawatir kalaukalau pangeran itu akan berubah ingatan karena kejutan ini.
"Bukan, saya bukan Cui Eng. Cui Eng mempunyai tahi lalat
di atas bibirnya, ingat" Saya tidak mempunyai tahi lalat itu!"
Thian Hwa melangkah mendekat agar pangeran itu dapat
melihat wajahnya lebih jelas. "Dan Cui Eng sekarang tentu
tidak semuda saya, bukan?"
Sepasang mata yang basah itu berkejap-kejap. "Ahh...
engkau benar... engkau masih muda walaupun wajahmu
persis Cui Eng-ku... dan tidak ada tahi lalat yang manis itu di
atas bibirmu... Engkau bukan Cui Eng, lalu engkau... engkau
siapa?" "Saya yang dulu menyelamatkan Paduka dari serangan
ular," Thian Hwa mengingatkan.
Agaknya Pangeran Ciu mulai ingat. "Ya... ya... engkau gadis
yang menyelamatkan aku dari serangan ular dan... rasanya
aku pernah bertemu lagi... engkau pernah ke sini malammalam itu, bukan?"
"Benar, saya pernah ke sini," kata pula T hian Hwa, merasa
lega karena pangeran itu agaknya kini sudah dapat
mengingatnya. "Tapi siapakah engkau yang begini mirip dengan Cui Eng"
Dan engkau membawa kabar tentang isteriku Cui Eng" Di
mana sekarang isteriku yang tercinta itu?"
"Hemm, kalau Paduka memang mencinta Cui Eng,
mengapa Paduka begitu tega untuk mengusirnya, membawa
anaknya yang masih bayi" Apakah Paduka tidak merasa
kasihan kepada ibu dan anak itu?"
Wajah yang kurus itu berkerut penuh perasaan duka. "Ah,
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jangan kauingatkan itu, aku... aku tidak berdaya... mendiang
orang tuaku yang dulu memaksaku. Aih, anak yang baik,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat ceritakan bagaimana keadaan Cui Eng sekarang" Di
mana ia?" "Cui Eng sudah tewas ketika diusir pergi dan naik perahu.
Perahunya terbalik di Sungai Huang-ho dan ia lenyap ditelan
air!" kata Thian Hwa dengan suara tegas, mengandung
teguran. "Aduh... Cui Eng... ampunkan aku, Cui Eng...! Kalau engkau
sudah tewas, bawalah aku. Tidak ada gunanya lagi aku hidup
menanggung dosa dan penyesalan..." Pangeran itu kini
menangis tersedu-sedu.
Hati Thian Hwa yang tadinya mengeras dan membeku itu
kini mencair me lihat laki-laki setengah tua itu menangis
seperti anak kecil. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya,
teringat akan ibunya. Ia dapat membayangkan betapa
sengsara ibunya ketika diusir bersama anaknya yang masih
bayi. "Pangeran Ciu Wan Kong, Paduka seorang pangeran
berbangsa Mancu, begitu tega dan memandang rendah
seorang wanita Han yang katanya engkau cinta. Di manakah
prikemanusiaanmu?"
"Aku bersalah, aku berdosa... ah, Nona, siapakah engkau
yang begini mirip Cui Eng, yang berani datang untuk
menghancurkan hatiku seperti ini...?"
"Akulah bayi yang dilahirkan Cui Eng kemudian yang
engkau usir dari s ini!"
Pangeran Ciu Wan Kong terbelalak, matanya masih merah
dan basah karena tangis, tubuhnya gemetar seperti mendadak
terserang demam.
"Engkau... engkau anak Cui Eng... ya, ya... engkau sama
benar dengan Cui Eng... engkau... engkau anakku...?"
Thian Hwa tidak dapat menahan keharuan hatinya. Ia
menubruk kaki ayahnya, berlutut dan menangis. "Ayah...
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku... Ciu Thian Hwa... aku... anakmu...!" katanya tersendatsendat. Pangeran Ciu Wan Kong juga berlutut dan merangkul gadis
itu, mendekap kepala gadis itu ke dadanya erat sekali, seolah
dia menemukan kembali sebuah mustika yang hilang dan dia
ingin membenamkan mustika dalam hatinya agar tidak hilang
lagi. "Anakku...! Ah, Cui Eng, terima kasih... engkau agaknya
telah mengampuniku dan memberiku anak ini... Thian
(Tuhan)... terima kasih bahwa Engkau telah melindungi
anakku ini sehingga dapat bertemu denganku...!" Ayah dan
anak itu berangkulan dan bertangisan.
Sampai lama mereka bertangisan. Akhirnya Thian Hwa
yang lebih dulu dapat menenangkan hatinya yang tadinya pilu
penuh haru. Ia bangkit berdiri membimbing tangan ayahnya,
mengusap air matanya dan berkata.
"Ayah, mengapa kita bertangisan" Bukankah sepatutnya
kita bergembira oleh pertemuan ini?"
Pangeran Ciu Wan Kong tertawa! Entah sudah berapa
lamanya dia tidak pernah tertawa sehingga dia sendiri merasa
aneh. Akan tetapi wajahnya kini berseri dan mulutnya
tersenyum, matanya yang basah bersinar menemukan kembali
gairah hidupnya.
"Ha-ha-ha, engkau benar, Anakku! Mengapa kita menjadi
orang-orang cengeng" Padahal engkau, anakku Ciu Thian
Hwa, engkau telah menjadi seorang pendekar wanita! Ya,
pendekar wanita yang gagah perkasa. Aku bangga sekali!
Sepatutnya kita bergembira. Kita rayakan pertemuan ini!"
Pangeran itu bertepuk tangan dan muncullah dua orang
pelayan wanita setengah tua. Mereka berdiri terlongong
memandang majikan mereka yang tampak begitu gembira.
Hal ini sungguh amat mengherankan hati mereka karena
selama bekerja di situ belum pernah mereka melihat pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu bergembira. Kini pangeran itu berdiri, menggandeng
tangan seorang gadis cantik dan tampak begitu gembira!
"Hayo cepat siapkan pesta! Kami akan merayakan
kembalinya anakku! Ini puteriku, Ciu Thian Hwa. Kalian harus
menyebutnya Ciu Siocia (Nona Ciu)!"
Dua orang pelayan itu terkejut, heran, akan tetapi juga
girang sekali. Mereka memberi hormat kepada T hian Hwa dan
menyebut "Ciu Siocia" lalu mereka cepat pergi untuk
melaksanakan perintah majikan mereka.
Pangeran Ciu lalu membawa T hian Hwa ke ruangan dalam
dan mereka duduk bercakap-cakap.
"Anakku, sekarang ceritakanlah semuanya kepadaku.
Benarkah Ibumu, Cui Eng isteriku yang kucinta dan yang
bernasib malang, telah meninggal dunia?"
Thian Hwa menghela napas panjang. "Agaknya begitu,
Ayah, walaupun belum ada buktinya bahwa Ibuku telah
meninggal dunia. Semua hal tentang diriku juga kudengar dari
guruku." "Ceritakanlah, ceritakan semuanya, Anakku!"
"Guruku, Thian Bong Sianjin bercerita kepadaku bahwa
sembilan belas tahun yang lalu dia menolong aku yang masih
bayi dari air Sungai Huang-ho. Dia tidak melihat orang lain
biarpun dia sudah berusia mencari di sungai itu. Maka dia
berkesimpulan bahwa kalau aku pergi dibawa ibuku, tentu
ibuku telah meninggal dunia. Aku lalu dipelihara dan dididik
oleh guruku itu sebagai muridnya, bahkan diangkat sebagai
cucunya. Kong-kong Thian Bong Sianjin memberiku nama
Thian Hwa. Dia amat sayang kepadaku dan menurunkan
semua ilmu silatnya kepadaku."
"Ah, sungguh besar budi kebaikan Thian Bong Sianjin.
Ingin sekali aku dapat bertemu dengan dia untuk
mengucapkan terima kasihku yang tak terhingga. Akan tetapi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau engkau dan Thian Bong Sianjin tidak pernah melihat Cui
Eng, bagaimana engkau tadi dapat mengatakan bahwa Cui
Eng mempunyai ciri tahi lalat di atas bibirnya?"
"Begini, Ayah. Setelah menolongku dari sungai, Kong-kong
bermimpi, katanya dia me lihat seorang wanita cantik dengan
tahi lalat di atas bibir, mohon kepadanya untuk merawat
anaknya. Maka Kong-kong berpendapat bahwa wanita cantik
itu tentu ibuku."
"Aih, Cui Eng... kalau engkau sudah muncul dalam mimpi...
benar-benar engkau telah mati, kekasihku?"
Melihat ayahnya tampak sedih kembali, Thian Hwa berkata
menghibur. "Ayah, tenanglah. Menurut perkiraan Kong-kong,
ibuku tentu selamat karena dia tidak menemukan jenazahnya.
Masih ada harapan Ibu masih hidup, entah di mana."
"Mudah-mudahan begitu, Anakku. Sekarang lanjutkan
ceritamu. Bagaimana malam itu engkau dapat datang di sini
dan agaknya engkau... engkau ketika itu seperti mengancamku."
"Memang benar, Ayah. Ketika itu aku datang ke sini dengan
niat untuk... membunuhmu!"
"Ah, Thian
Hwa anakku, kalau engkau hendak membunuhku untuk membalas sakit hati ibumu, silakan.
Sekarang juga aku akan menerimanya dengan rela. Memang
aku patut mati karena dosaku terhadap Cui Eng!"
"Tidak, Ayah. Buktinya aku tidak jadi membunuhmu. Aku
tidak tega dan bahkan merasa kasihan kepadamu. Aku tahu
bahwa engkau adalah ayahku setelah aku bertemu dengan
kakekku, Kong-kong Cui Sam."
"Ah, Lo Sam! Pembantu keluarga di sini yang amat setia
dan juga menjadi ayah mertuaku! Di mana dia, Anakku" Aku
pun ingin bertemu dan minta maaf kepadanya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bertemu dengan Kong-kong Cui Sam di istana
Pangeran Cu Kiong dan dia yang bercerita tentang riwayat
ibuku. Mendengar betapa ibuku diusir setelah me lahirkan aku,
aku merasa sakit hati dan hendak membunuhmu, Ayah. Akan
tetapi melihat Ayah begitu berduka dan menangisi Ibu, aku
menjadi tidak tega."
"Hemm, tentu engkau yang mengambil gambar ibumu itu!"
kata Pangeran Ciu. "Akan tetapi bagaimana engkau sampai
berada di istana Pangeran Cu Kiong sehingga dapat bertemu
dengan kakekmu?"
Thian Hwa lalu menceritakan semua pengalamannya, dan
bagian terakhir ia menceritakan bahwa kakeknya, Cui Sam,
kini tinggal di dusun K ia-jung dekat kota Thian-cin.
"Ah, biarlah aku akan mengirim pasukan menjemput Ayah
mertuaku Cui Sam. Dia harus tinggal di sini bersama kita, dia
sudah banyak menderita sengsara. Kasihan dia. Akan tetapi
ceritamu tentang para pangeran itu sungguh mengejutkan
hatiku, Anakku. Apalagi tentang niat Pangeran Leng Kok Cun
yang hendak merebut tahta kerajaan! Ini gawat sekali, dan
biarpun selama ini aku juga sudah menaruh curiga kepadanya,
namun tidak ada bukti akan maksud pengkhianatannya.
Sekarang, kita harus segera mengabarkan hal ini kepada
Sribaginda agar dapat dilakukan tindakan sebelum dia dapat
melaksanakan pemberontakannya itu."
Karena menganggap berita yang dibawa puterinya itu
penting sekali, Pangeran Ciu Wan Kong mengajak puterinya
makan hidangan yang sudah disiapkan, kemudian bertukar
pakaian dan mereka pun berangkat ke istana. Hal ini
merupakan peristiwa yang amat luar biasa bagi para pelayan
Pangeran Ciu. Sudah bertahun-tahun pangeran itu hidup
terbenam kesedihan, tidak pernah tampak senyum apalagi
tawa di bibirnya, dan selalu tampak lesu dan muram. Akan
tetapi mendadak saja, setelah gadis yang diperkenalkan
sebagai puterinya itu datang, Pangeran itu tampak berwajah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cerah gembira, matanya bersinar penuh semangat dan gerakgeriknya gesit, tidak loyo seperti biasanya. Dia bahkan
tersenyum kepada setiap pelayan yang ditemuinya ketika dia
memegang tangan T hian Hwa dan mereka berdua keluar dari
gedung besar. Para pengawal istana tentu saja mengenal baik Pangeran
Ciu Wan Kong, maka komandan pasukan pengawal segera
melaporkan ke dalam akan kunjungan Pangeran Ciu.
Laporannya diterima oleh para Thaikam (Orang Kebiri) yang
menyampaikan kepada Boan Thaijin, Thaikam yang menjadi
penasihat utama Kaisar Shun Chi. Boan Kit yang sebutannya
Boan Thaikam atau Boan Thaijin ini mengerutkan alisnya
mendengar bahwa Pangeran Ciu Wan Kong minta menghadap
Sribaginda Kaisar. Biarpun Boan Thaijin tidak suka kepada
Pangeran Ciu yang amat setia kepada kakaknya yang menjadi
kaisar, namun dia tidak berani menolak kunjungan ini. Apalagi
dia menganggap Pangeran Ciu sama sekali tidak berbahaya.
Akan tetapi ketika Pangeran Ciu dan Thian Hwa disambut
Thaikam Boan Kit, penasihat kaisar ini menatap wajah Thian
Hwa dengan tajam penuh selidik. Pangeran Ciu sudah tahu
orang macam apa adanya Thaikam Boan Kit, maka melihat
pandang matanya dia segera memperkenalkan.
"Boan Thaikam, ini adalah puteriku bernama Ciu Thian
Hwa. Karena Kakanda Kaisar belum mengenal keponakan ini,
maka kami hendak menghadap Sribaginda Kaisar agar dapat
mengenal keponakan beliau."
Boan Thaikam mengangguk dan merasa lega. Kalau hanya
pertemuan keluarga saja, dia tidak perlu curiga dan khawatir.
"Sebaiknya Pangeran tunggu sebentar. Saya akan
melaporkan kepada Sribaginda yang kini sedang berada di
dalam ruangan meditasi. Kalau Beliau sudah selesai
bermeditasi, tentu Pangeran berdua dapat menghadap, akan
tetapi kalau masih bermeditasi, tentu saja Paduka tidak akan
mengganggu Beliau."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja, kami akan menunggu di sini," kata Pangeran
Ciu. Diam-diam Boan Thaikam merasa heran bukan main
melihat Pangeran Ciu. Dia sudah melakukan penyelidikan dan
mengenal betul keadaan para pangeran. Menurut laporan para
penyelidiknya, Pangeran Ciu adalah seorang yang lemah dan
bahkan jiwanya agak terganggu, selalu mengasingkan diri dan
tenggelam dalam duka. Akan tetapi hari ini dia melihat
Pangeran Ciu demikian gembira, wajahnya berseri, sinar
matanya penuh semangat!
Tak lama kemudian, Thaikam Boan Kit sudah datang
menemui Pangeran Ciu dan berkata, "Pangeran, kebetulan
sekali Sribaginda Kaisar sudah selesai samadhinya dan
mendengar bahwa Paduka hendak menghadap, Beliau
gembira dan memperkenankan Paduka berdua memasuki
Ruangan Meditasi."
"Terima kasih, Boan Thaikam," kata Pangeran Ciu. Tentu
saja dia sudah mengenal keadaan dalam istana, maka tanpa
ragu lagi dia mengajak Thian Hwa menuju ruangan itu.
Ruangan itu luas, akan tetapi tidak terisi banyak perabot
yang serba mewah seperti yang terdapat di lorong-lorong dan
ruangan lain dalam istana itu. Bahkan ruangan luas ini
sederhana bagi ukuran istana. Hanya terdapat sebuah meja
bundar dengan enam buah kursi, sebuah almari besar dan
sebuah dipan ukuran sedang. Tentu saja ruangan itu
terlampau luas untuk perabot yang sedikit itu.
Begitu melangkah ambang pintu, Thian Hwa melihat
seorang laki-laki sekitar enam puluh tahun lebih, duduk bersila
dan atas dipan, menghadap ke arah pintu. Wajahnya bersih
dari jenggot dan kumis, bahkan rambutnya dipotong pendek.
Jubahnya berwarna kuning seperti yang biasa dipakai para
pendeta Buddha. Kalau saja kepala itu gundul, maka laki-laki
itu jelas seorang hwesio (pendeta Buddha)! Thian Hwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memandang heran. Inikah Sribaginda Kaisar" Seorang
pendeta seorang hwesio"
Pangeran Ciu Wan Kong sudah menjatuhkan diri berlutut
begitu me langkah masuk dan tentu saja Thian Hwa segera
ikut pula berlutut.
"Ban-swe, ban-ban-swe...!"
"Semoga Sribaginda Kaisar panjang umur!" kata Pangeran
Ciu dan ucapan ini pun diikuti oleh T hian Hwa. Secara harfiah
penghormatan umum bagi kaisar itu berarti "panjang umur
selaksa tahun" dan Thian Hwa yang meniru ayahnya
meneriakkan salam penghormatan itu diam-diam merasa geli.
Laksaan tahun" Bagaimana kalau harapan itu dikabulkan"
Bagaimana rupa kaisar itu nanti kalau usianya mencapai
laksaan tahun" Baru enam puluh tahun lebih saja sudah
tampak tua! Maka, ia tidak dapat menahan geli hatinya dan
sambil menggigit bibir ia menahan tawanya dan tampak
tersenyum aneh.
Terdengar suara Kaisar Shun Chi yang lembut, suara yang
penuh kesabaran seperti suara seorang hwesio. "Adinda
Pangeran Ciu Wan Kong, adikku yang baik! Menurut
keterangan Boan Thaikam, engkau berkunjung bersama
puterimu. Ah, ini merupakan pertemuan keluarga, bukan
persidangan resmi, maka jangan memakai banyak peraturan
yang kaku. Tidak enak antara keluarga berbincang-bincang
dengan kaku begini. Ciu Wan Kong, dan engkau keponakanku,
kalian bangkit dan duduklah di atas kursi."
Pangeran Ciu Wan Kong yang merupakan adik misan Kaisar
Shun Chi yang di waktu mudanya akrab dengan kakaknya,
mengenal betul watak kaisar itu yang lembut dan bahkan
ramah. Dia segera bangkit berdiri, diikuti oleh Thian Hwa.
"Banyak terima kasih, Kakanda Kaisar," katanya dengan
akrab. Mereka lalu duduk di atas kursi menghadap ke arah
Kaisar Shun Chi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ciu Wan Kong, sudah bertahun-tahun kami mendengar
bahwa engkau berada dalam kedukaan dan bahkan seperti
mengasingkan diri. Sudah lama sekali kami tidak bertemu
denganmu, akan tetapi hari ini kam i melihat engkau berwajah
ceria. Sukurlah kalau engkau sudah dapat mengatasi
kedukaanmu. Dan kami mempunyai keponakan sudah begini
besar, mengapa selama ini tidak pernah diajak menghadap ke
sini?" "Maafkan saya, Kakanda Kaisar. Sesungguhnya saya sendiri
baru saja menemukan kembali puteri saya yang hilang sejak ia
masih bayi."
"Omitohud! Menarik sekali itu, kenapa kami tidak pernah
mendengarnya" Ceritakanlah apa yang terjadi dengan engkau
dan anakmu ini, Dinda," kata Kaisar dan kembali Thian Hwa
merasa heran. Mendengar ucapan Kaisar, ia merasa seolah
berhadapan dengan seorang hwesio!
Pangeran Ciu Wan Kong lalu menceritakan kepada Kaisar
Shun Chi tentang Cui Eng yang diusir orang tuanya sejak
melahirkan seorang anak perempuan. Kemudian menceritakan
tentang pertemuannya kembali dengan Thian Hwa yang
setelah menjadi seorang gadis pendekar yang lihai lalu
mencari ayah ibunya.
"Hemm, kami masih ingat bahwa ibumu, adik ayahku,
adalah seorang yang berwatak keras. Akan tetapi sungguh tak
kusangka ia akan tega terhadap cucunya sendiri. Beginilah
kalau manusia membiarkan dirinya terikat kepada derajat dan
kehormatan. Ikatan menjadi sumber kesengsaraan," kata
Sribaginda Kaisar. "Akan tetapi sekarang engkau dapat
berkumpul kembali dengan puterimu, kami ikut merasa
gembira dan bahagia!"
"Terima kasih, Kakanda Kaisar. Akan tetapi saya
menghadap Kakanda ini, selain untuk memperkenalkan puteri
saya, juga untuk melaporkan keadaan yang teramat gawat,
yang didapatkan oleh Thian Hwa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kaisar Shun Chi tersenyum. "Hal gawat apakah itu?"
"Thian Hwa, ceritakanlah kepada Sribaginda Kaisar," kata
Pangeran Ciu kepada puterinya.
Thian Hwa lalu menceritakan pengalamannya ketika ia
bertemu dengan Pangeran Leng Kok Cun, tentang apa yang ia
ketahui tentang pangeran yang hendak merampas tahta
kerajaan dengan mengumpulkan banyak tokoh sesat dunia
kang-ouw dan mengadakan persekutuan dengan para pejabat
yang sehaluan. "Mohon beribu ampun, Yang Mulia. Sebetulnya hamba tidak
berani menyusahkan perasaan Paduka dengan cerita ini, akan
tetapi menaati perintah Ayah, hamba menceritakan juga."
Thian Hwa menutup ceritanya ketika me lihat betapa wajah
yang penuh kesabaran itu diselimuti kedukaan setelah
mendengar ceritanya.
Kaisar Shun Chi menghela napas panjang. "Baik sekali
engkau menceritakan hal itu, Thian Hwa. Sesungguhnya, hal
seperti itu sudah lama kukhawatirkan, Dinda Ciu Wan Kong.
Perebutan kekuasaan, seolah kekuasaan harta benda itu dapat
mendatangkan kebahagiaan! Padahal semua itu bahkan
mendatangkan ikatan dengan dunia yang lebih kuat lagi. Jelas
bahwa Pangeran Leng Kok Cun menuruti hawa nafsu angkara
murka. Memang dia yang paling tua di antara puteraputeraku, akan tetapi dia lahir dari selir sehingga tidak berhak
menggantikan aku. Orang pertama yang berhak adalah
puteraku bungsu Pangeran Mahkota Kang Shi. Ah, kedudukan
dan harta hanya mendatangkan pertengkaran dan perebutan.
Keadaan inilah yang membuat aku ingin melepaskan
semuanya itu. Bebas dari pengaruh dunia yang hanya
mendatangkan kesenangan palsu yang berakhir dengan
kesengsaraan. Bebas dari segala persoalan yang hanya
menimbulkan kebencian dan permusuhan." Kaisar itu
menghela napas lagi dan duduk diam seperti orang melamun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkan saya, Kakanda Kaisar. Menurut cerita Thian Hwa
tadi, bahaya dan keributan itu baru merupakan ancaman saja
dan sebaiknya ancaman itu disingkirkan agar jangan terjadi
malapetaka. Ampunkan saya karena saya usulkan ini hanya
demi menjaga kejayaan Kerajaan Ceng."
Kembali Kaisar Shun Chi menghela napas panjang. "Adikku
Ciu Wan Kong, bagaimanapun juga, Pangeran Leng Kok Cun
adalah puteraku sendiri. Aku akan menasihatinya agar dia
insaf dan menyadari kekeliruannya sehingga tidak melanjutkan
niatnya yang tidak baik itu."
Tiba-tiba terdengar gerakan orang di pintu. Thian Hwa
yang memiliki kepekaan terhadap ancaman bahaya, cepat
menengok dan ia melihat lima orang prajurit pengawal masuk
ke ruangan itu. Tiba-tiba mereka berlima mengayun tangan
dan terdengar suara bersiutan ketika lima sinar meluncur ke
arah Kaisar! Dengan gerakan cepat sekali Thian Hwa menyambar kursi
yang tadi didudukinya, melompat ke depan Kaisar dan
menangkis lima batang piauw (senjata gelap) yang
menyambar itu sehingga terdengar suara berdentingan ketika
lima batang piauw itu terlempar ke atas lantai.
Sementara itu, Pangeran Ciu Wan Kong cepat melompat
dan memegang tangan Kaisar Shun Chi, menariknya ke
belakang almari besar untuk berlindung.
Melihat serangan mereka digagalkan gadis cantik yang
berada di situ, lima orang prajurit pengawal itu berlompatan
sambil mencabut pedang mereka. Thian Hwa tidak membawa
senjata karena hal itu dilarang oleh ayahnya. Menghadap
Kaisar memang dilarang keras membawa senjata. Melihat lima
orang itu bergerak demikian gesit, Thian Hwa dapat menduga
bahwa mereka itu pasti bukan prajurit pengawal biasa.
Mungkin orang-orang kang-ouw yang pandai ilmu silat yang
menyamar sebagai prajurit pengawal. Ia tahu bahwa
keselamatan Kaisar terancam, maka ia cepat mengambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarum-jarum kecil yang disembunyikan di saku bajunya. Kursi
yang tadi dipakai menangkis lima batang piauw itu ia
lontarkan ke arah lima orang pengawal yang menyerbu
masuk. Tepat seperti dugaannya, lima orang itu dengan mudah
menghindarkan diri dari sambaran kursi, bahkan seorang dari
mereka menggunakan pedangnya membacok kursi sehingga
patah-patah. Akan tetapi, serangan dengan lemparan kursi itu
dilakukan Thian Hwa hanya untuk mengalihkan perhatian
mereka. Segera sinar-sinar putih menyusul kursi itu dan itulah
jarum-jarum Pek-hwa-ciam (Jarum Bunga Putih) yang
menyambar dengan kecepatan kilat ke arah lima orang itu.
Terdengar teriakan mengaduh dan dua orang dari mereka
terpelanting roboh terkena jarum yang menyambar dengan
amat cepatnya itu. Tiga orang yang lain masih sempat
menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum lembut itu.
Thian Hwa melompat ke depan, disambut serangan tiga orang
itu. Memang jelas bahwa mereka itu bukan prajurit biasa
karena serangan pedang mereka cukup lihai dan ganas.
Karena Thian Hwa harus melindungi Kaisar, maka ia
mengambil tempat melindungi Kaisar yang berada di
belakangnya agar dia dapat mencegah tiga orang itu
melakukan serangan kepada Kaisar Shun Chi dan Pangeran
Ciu Wan Kong yang berlindung di balik almari. Thian Hwa
bergerak dengan ilmu silat tangan kosong Kauw-jiu Kwan Im
(Dewi Kwan Im Berlengan Sembilan). Gerakannya ringan dan
gesit seperti seekor burung, berkelebatan di antara tiga
gulungan sinar pedang pengeroyoknya.
Tiga orang itu memang memiliki ilmu pedang yang cukup
lihai, terutama sekali yang seorang, yang bertubuh tinggi
kurus. Dialah yang paling lihai dan agaknya orang ini mencari
kesempatan untuk menerobos lewat Thian Hwa agar dapat
membunuh Kaisar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Ciu Wan Kong beberapa kali membujuk Kaisar
untuk memberi tanda memanggil para pengawal. Akan tetapi
Kaisar Shun Chi yang bersikap tenang sekali
itu menggelengkan kepalanya dan berkata dengan suara tegas.
"Tidak, Dinda. Aku ingin sekali mengetahui sampai di mana
kelihaian puterimu. Kita lihat saja. Aku yakin ia akan dapat
mengalahkan mereka."
Tentu saja hati Pangeran Ciu Wan Kong gelisah sekali
melihat puterinya kini dikeroyok tiga orang yang bersenjata
pedang, sedangkan puterinya bertangan kosong! Akan tetapi
dia tidak berani membantah ucapan Kaisar dan hanya
menonton dengan jantung berdebar.
Dugaan Kaisar memang benar. Tingkat kepandaian Thian
Hwa jauh lebih tinggi daripada tingkat tiga orang
pengeroyoknya, atau lebih tepat yang dua orang, karena yang
seorang itu memang benar lebih tangguh daripada yang lain.
Setelah bertanding belasan jurus, dengan tendangan kakinya,
Thian Hwa berhasil merobohkan dua orang pengeroyok. Akan
tetapi ia sempat terkejut melihat lawannya yang tinggal
seorang itu, tiba-tiba saja menyerang ke arah kawankawannya sendiri! Empat kali pedangnya menyambar ke arah
empat orang yang sudah roboh terluka itu dan mereka pun
tewas seketika.
"Jahanam!" Thian Hwa membentak marah dan ia cepat
menyerang dengan pengerahan tenaga sakti. Orang tinggi
kurus itu mencoba untuk memapaki serangan ini dengan
bacokan pedangnya.
"Trakkk...!" Pedang itu terpental dan terlepas dari
pegangan tangannya ketika terpukul oleh tangan Thian Hwa
yang terisi penuh tenaga sakti yang amat kuat. Kaki Thian
Hwa menyusul dengan tendangan dan tubuh orang itu
terlempar, menabrak dinding ruangan itu dan jatuh terkulai.
Thian Hwa melompat untuk menangkapnya karena ia perlu
mengorek keterangan dari satu-satunya lawan yang masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hidup itu agar diketahui siapa yang mendalangi penyerangan
itu. Akan tetapi, orang itu memasukkan sesuatu ke dalam
mulutnya dan tubuhnya menggelepar lalu tewas!
"Keparat! Dia telah menelan racun!" Thian Hwa berseru
marah. Setelah lima orang penyerang itu tewas semua, barulah
Kaisar Shun Chi membunyikan kelenengan sebagai tanda
memanggil para pengawal. Belasan orang prajurit pengawal
berlari masuk, dipimpin oleh Boan Thaikam sendiri yang
datang dengan pedang di tangan! Boan Thaikam ini adalah
seorang yang memiliki ilmu silat tinggi. Dia terbelalak
memandang mayat lima orang prajurit pengawal itu dan cepat
dia memandang kepada Kaisar Shun Chi yang masih
bergandeng tangan dengan Pangeran Ciu Wan Kong dan kini
sudah keluar dari balik almari besar.
"Ya Tuhan...!" Thaikam itu berseru sambil memandangi
mayat-mayat itu dan menyembah kepada Kaisar dengan
membalikkan pedang di bawah lengannya. "Sribaginda,
apakah yang telah terjadi" Siapa lima orang yang berpakaian
seperti pengawal ini dan mengapa mereka mati di s ini...?"
Dengan sikap tenang saja Kaisar berkata. "Mereka
berusaha untuk membunuhku, namun keponakanku yang
gagah perkasa ini telah menggagalkan niat jahat mereka.
Boan Thaikam, cepat perintahkan anak buahmu untuk
menyingkirkan mayat-mayat itu dari sini dan membersihkan
lantai ruangan ini!"
"Baik, Sribaginda." Thaikam itu lalu sibuk mengatur orangorangnya untuk menyingkirkan lima mayat itu, membawanya
keluar. Kaisar Sun Chi lalu berkata kepada Pangeran Ciu Wan Kong
dan Thian Hwa. "Mari kita melanjutkan pembicaraan kita di
ruangan lain." Setelah berkata demikian, dia menekan tombol
yang tersembunyi di balik almari dan... terbukalah sebuah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pintu di dekat almari itu! Thian Hwa dan ayahnya lalu
mengikuti Kaisar masuk ke ruangan lain me lalui pintu rahasia
itu. Setelah mereka masuk, pintu itu segera tertutup kembali
dan dinding itu tampak utuh.
Ruangan itu lain dari ruangan tadi. Tidak seluas tadi dan
perabotnya seperti di ruangan lain, indah dan mewah. Jelas
bukan merupakan
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kamar tidur karena tidak ada pembaringannya. Hanya ada meja kursi dan perabot hiasan.
Setelah mereka duduk, Pangeran Ciu Wan Kong tidak dapat
menahan keinginannya.
"Maaf, Kakanda Kaisar, saya sungguh merasa heran dan
ingin tahu sekali. Tadi ketika Kakanda terancam lima orang
pembunuh itu dan kita berada di balik almari, mengapa
Kakanda tidak menggunakan pintu rahasia itu untuk
menyelamatkan diri?"
Kaisar Shun Chi tersenyum lebar. "Dan tidak menyaksikan
keponakanku yang gagah perkasa ini bagaimana gagahnya ia
menggagalkan usaha mereka" Omitohud! Aku tidak begitu
bodoh, Dinda Pangeran. Aku ingin melihat buktinya lebih dulu
bahwa Thian Hwa adalah seorang pendekar wanita yang
pantas kuserahi tugas melindungi Pangeran Mahkota, dan
pantas kuberi sebuah Tek-pai."
Pangeran Ciu terbelalak memandang Kaisar. "Melindungi
Pangeran Mahkota" Dan diberi Tek-pai (Bambu Tanda Kuasa
Kaisar)" Akan tetapi bukankah Pangeran Mahkota sudah
dilindungi oleh Kakanda Pangeran Bouw Hun Ki dan
keluarganya" Dan puteri saya ini... ia... ia... masih amat muda,
sudah pantaskah ia menerima sebuah Tek-pai" Saya mohon
Kakanda mempertimbangkan kembali."
Tentu saja Pangeran Ciu Wan Kong merasa amat khawatir
mendengar ucapan Kaisar itu. Melindungi Pangeran Mahkota
merupakan sebuah tugas besar yang teramat penting dan
melihat betapa para pangeran agaknya merasa iri dan ingin
mendapatkan tahta kerajaan menggantikan Sang Kaisar, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pekerjaan melindungi Pangeran Kang Shi itu penuh bahaya.
Dan diberi Tek-pai, yaitu sepotong bambu yang ada cap dan
tanda tangan Kaisar dengan tulisan bahwa pemegangnya
diberi kekuasaan oleh Kaisar, juga berarti memberi tanggung
jawab yang amat berat di atas pundak puterinya, seorang
gadis muda! B iasanya yang diberi T ek-pai adalah mereka yang
sudah benar-benar dipercaya oleh Kaisar, seorang pejabat
tinggi yang setia dan sudah banyak jasanya!
Kembali Ka isar Shun Chi tersenyum. "Adinda Ciu, aku selalu
berhati-hati dalam mengambil keputusan. Telah kupertimbangkan dengan baik ketika aku mengangkat Thian
Hwa menjadi pelindung Pangeran Mahkota Kang Shi. Thian
Hwa, engkau akan membantu Pangeran Bouw Hun Ki yang
sudah kuserahi tugas mendidik dan menjaga Pangeran
Mahkota. Engkau bertugas menjaga keselamatannya dan
menentang mereka yang berniat jahat terhadap Pangeran
Kang Shi. Untuk itu, engkau akan kuberi T ek-pai agar ke mana
pun engkau minta bantuan, semua pejabat pemerintah pasti
akan menerimamu dan membantumu. Nah, Thian Hwa,
keponakanku yang gagah, sanggupkah engkau menerima
tugas ini?"
Thian Hwa lalu bangkit dari kursinya dan menjatuhkan diri
berlutut menghadap Kaisar.
"Hamba menaati semua perintah Paduka Sribaginda!"
Kaisar Shun Chi tertawa senang. "Ha-ha-ha, engkau pantas
menjadi puteri Dinda Ciu Wan Kong yang merupakan adikku
yang paling bijaksana dan setia!" Kaisar tertawa lagi. Akan
tetapi dia lalu bersikap serius, senyumnya lenyap dan dia
berkata lirih. "Dengar baik-baik kalian berdua yang kupercaya.
Sesungguhnya aku sudah menduga akan semua yang kalian
ceritakan itu. Aku pun sudah tahu akan niat puteraku
Pangeran Leng Kok Cun yang tidak sehat itu. Akan tetapi
bagaimanapun juga, dia adalah puteraku. Aku akan seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencoreng arang di mukaku sendiri kalau bertindak terhadap
puteraku sendiri. Oleh karena itu, aku sudah mengambil
keputusan yang sudah sejak lama kurencanakan." Kaisar Shun
Chi lalu dengan suara berbisik memberitahu kepada Pangeran
Ciu Wan Kong dan Thian Hwa tentang rencananya.
Keputusan yang diambil Kaisar Shun Chi memang luar biasa
dan hebat. Kaisar yang telah lama menekuni Agama Buddha
itu sehingga dia tidak acuh terhadap urusan kerajaan, ingin
meniru apa yang dilakukan Pangeran Sidharta Gautama yang
meninggalkan istana dengan semua kesenangan dan
kemewahannya untuk mencari jalan kebenaran sehingga
akhirnya menjadi Buddha. Kaisar Shun Chi juga ingin
meninggalkan istana secara diam-diam agar jangan
menggegerkan rakyat, menjadi pendeta Buddha dan
menghabiskan hidupnya untuk melepaskan diri dari semua
ikatan. Agar tidak sampai menimbulkan kekacauan, mereka
yang dekat dengannya dan dipercaya akan mengabarkan
bahwa Kaisar Shun Chi telah wafat!
"Akan tetapi, Kakanda...!" Pangeran Ciu Wan Kong berseru
kaget dan heran.
Kaisar Shun Chi mengangkat tangan kanannya ke atas.
"Cukup, Dinda Ciu, keputusan ini tidak dapat diubah oleh
siapapun juga, sudah menjadi keputusanku. Aku akan
meninggalkan surat wasiat bahwa penggantiku haruslah
Pangeran Kang Shi. Dinda Ciu Wan Kong, terutama engkau
Thian Hwa, sangat kuharapkan untuk membantu Pangeran
Bouw Hun Ki dan para menteri dan panglima yang setia agar
penobatan Pangeran Kang Shi sebagai kaisar penggantiku
berjalan dengan lancar dan tidak ada hambatan atau
halangan. Ini merupakan perintahku yang terakhir! Maukah
engkau berjanji, Ciu Thian Hwa?"
Thian Hwa juga terkejut dan heran mendengar rencana
Kaisar yang diucapkan dengan suara tenang namun tegas itu.
Ia pun menjawab tanpa ragu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba siap melaksanakan semua perintah Paduka,
Sribaginda!"
"Bagus, sekarang hatiku menjadi tenang. Biarpun aku
sudah menyerahkan semua harapan dan kepercayaan kepada
Pangeran Bouw Hun Ki yang didukung oleh isterinya yang
bijaksana dan tinggi ilmunya, namun mereka masih
memerlukan bantuan seorang seperti engkau, Thian Hwa.
Surat wasiat itu telah kutulis, akan tetapi masih kubawa.
Sekarang, tugas pertamamu adalah membawa surat wasiat ini
kepada Pangeran Bouw Hun K i dan menyerahkan surat wasiat
ini kepadanya."
"Maaf, Kakanda Pangeran, apakah Kakanda Pangeran Bouw
Hun Ki sudah mengetahui akan rencana Kakanda membuat
surat wasiat ini?"
"Sudah, mereka sudah mengetahui semua rencanaku.
Berikan saja surat wasiat ini kepadanya dan dia akan
mengerti." Kaisar lalu mengambil surat wasiat itu dari balik
jubahnya dan menyerahkannya kepada Thian Hwa.
Gadis itu menerimanya dan menyimpannya baik-baik di
balik bajunya sehingga tidak tampak dari luar.
"Nah, sekarang kalian boleh pergi dari s ini."
"Akan tetapi, Kakanda. Ke manakah saya harus mencari
kalau saya ingin berjumpa dengan Kakanda?" tanya Pangeran
Ciu Wan Kong dengan hati pilu.
"Dinda Ciu Wan Kong! Kalau nanti ada berita tentang Kaisar
Shun Chi wafat, berarti aku sudah tidak berada di s ini. Jangan
tanya lagi ke mana aku pergi dan jangan mengharap akan
bertemu dengan aku lagi. Anggap saja aku benar-benar sudah
mati." "Kakanda...."
"Cukup, jangan lemah dan cengeng, Dinda Ciu Wan Kong.
Lihat puterimu begitu tegar dan gagah! Laksanakan saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pesanku dengan baik dan aku yakin Kerajaan Ceng akan tetap
jaya! Pergilah, kalau terlalu lama kalian berada di sini akan
menimbulkan kecurigaan."
Setelah menerima Tek-pai dan surat wasiat dari Kaisar
Shun Chi, Thian Hwa dan ayahnya lalu meninggalkan istana
dengan hati berat. Terutama sekali Pangeran Ciu Wan Kong.
Pertemuannya dengan Kaisar tadi mungkin merupakan
pertemuan terakhir!
Akan tetapi dengan adanya Thian Hwa di sampingnya,
Pangeran Ciu Wan Kong dapat terhibur. Penghidupannya
berubah sepenuhnya setelah puterinya itu tinggal bersamanya. Dia lalu cepat menyuruh orang menjemput Lo
Sam yang tinggal di dusun Kia-jung untuk datang, dan tinggal
di gedungnya, bukan lagi sebagai seorang pelayan seperti
dahulu, melainkan sebagai ayah mertua yang dihormati!
*** Kita tinggalkan dulu Thian Hwa yang kini tinggal bersama
ayahnya di kota raja dan mengemban tugas yang penting dan
berat dari Kaisar, dan kita ikuti pengalaman Ui Yan Bun yang
telah hampir dua tahun kita tinggalkan.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Yan Bun
membantu Thian Hwa yang dikeroyok oleh Kam-keng Chitsian (T ujuh Dewa dari Kam-keng), para pengawal Pangeran
Cu Kiong. Thian Hwa yang tadinya terdesak hebat, dengan
bantuan Yan Bun berbalik dapat merobohkan empat orang
pengeroyok hingga tewas. Tiga yang lain melarikan diri. Ketika
Yan Bun hendak mengejar dan membunuh Pangeran Cu
Kiong, Thian Hwa melarangnya. Kemudian gadis itu
meninggalkan Yan Bun yang ketika itu hendak mencari kakek
angkat atau gurunya, yaitu Thian Bong Sianjin.
Sebagai seorang yang berperasaan peka, ketika Thian Hwa
mencegah dia membunuh Pangeran Cu Kiong yang tampan
gagah itu, Yan Bun sudah dapat menduga akan isi hati Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwa. Gadis itu agaknya jatuh cinta kepada Sang Pangeran!
Tentu saja hal ini menusuk hatinya. Dia yang sejak dahulu
amat mencinta Thian Hwa kini mendapat kenyataan betapa
gadis itu tidak membalas cintanya, bahkan mencinta laki-laki
lain, yaitu Pangeran Cu Kiong!
Dengan hati kecewa dan sedih karena dia harus berpisah
dari gadis yang dicintanya, Yan Bun lalu meninggalkan kota
raja dan menuju ke Lam-hu di selatan. Dia hendak
mengunjungi Ui Tiong, pamannya yang juga menjadi gurunya
yang pertama, yang tinggal di sana. Pek-hunya (Paman
Tuanya) itu membuka sebuah toko obat di Lam-hu karena
selain ahli silat yang cukup pandai, Ui Tiong juga pandai
tentang ilmu pengobatan.
Kota Lam-hu merupakan kota yang cukup ramai. Letaknya
di dekat sebuah telaga yang besar. Kota itu dinamakan Lamhu yang sebetulnya nama dari telaga itu, yakni Lam-hu
(Telaga Selatan). Kota Lam-hu berseberangan dengan
sederetan bukit-bukit yang rimbun dengan hutan.
Ketika matahari sudah mulai panas dan orang-orang mulai
bekerja, menggarap sawah ladang, mencari ikan di telaga, ada
pula yang mengumpulkan hasil hutan di pegunungan itu,
masuklah Ui Yan Bun ke kota Lam-hu. Dia mengenal benar
kota ini karena selama tidak kurang dari tujuh tahun, dia
dahulu tinggal di rumah pamannya, membantu pekerjaan Ui
Tiong yang berdagang obat dan belajar silat dari pamannya
itu. Ui Tiong dan isterinya amat sayang kepada Yan Bun
karena mereka sendiri tidak mempunyai anak.
Ketika memasuki kota Lam-hu, Yan Bun merasa gembira.
Seolah tidak ada perubahan sama sekali setelah dia
meninggalkannya
selama beberapa tahun ini. Dia membayangkan betapa akan senangnya paman dan bibinya
menyambut kedatangannya. Ketika lewat di jalan yang berada
di dekat telaga, dia berhenti sebentar dan memandang ke
permukaan telaga dengan wajah berseri. Teringatlah dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa dulu dia sering main-main naik perahu atau berenang
dengan kawan-kawan di telaga itu. Indah sekali pemandangan
di telaga. Dari tempat dia berdiri, dia melihat pegunungan
yang hijau itu membayang di permukaan air di seberang.
Perahu-perahu nelayan hilir mudik perlahan dan tampak para
nelayan menyebar jala, dan banyak pula yang memegang
tangkai kail untuk memancing ikan di bagian yang airnya
tenang. Yan Bun yang berpakaian serba biru, berwajah tampan dan
bertubuh tegap, melanjutkan langkahnya dengan hati merasa
gembira. Dia telah dapat melupakan kekecewaan dan
kesedihannya memikirkan Thian Hwa, yang seolah tidak
mempedulikannya. Kini dia ingin segera bertemu Ui T iong dan
isterinya. Akan tetapi ketika dia tiba di rumah Ui Tiong, dia segera
melihat keanehan itu. Matahari telah naik tinggi, akan tetapi
toko obat itu belum dibuka! Ini aneh sekali, karena biasanya,
paman dan bibinya itu amat rajin dan selama dia berada di
situ dulu, tidak sehari pun toko itu ditutup. Maka dia segera
mengetuk daun pintu rumah yang berada disamping toko.
Ketika pelayan membuka daun pintu, dia disambut tangis
memilukan oleh isteri U i T iong!
"Bibi, apa yang terjadi?" Yan Bun bertanya.
"Pamanmu... Pamanmu...." Nyonya itu menangis semakin
sedih. "Pek-hu (Paman Tua) kenapa" Di mana dia?"
Wanita itu tak dapat bicara dan menangis sesenggukan.
Yan Bun menghiburnya dan setelah tangisnya mereda, barulah
wanita itu dapat menceritakan apa yang telah terjadi dan
menimpa Ui Tiong, suaminya.
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nyonya Ui Tiong lalu menceritakan apa yang menimpa
suaminya. Terjadinya baru tadi ma lam. Ketika itu, toko obat
sudah ditutup dan Ui Tiong bersama isterinya sedang makan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malam ketika tiba-tiba saja pintu rumah mereka terbuka dan
muncul seorang gadis cantik.
"Hei, siapa engkau dan apa keperluanmu, Nona?" Ui Tiong
yang sudah selesai makan menegur dengan alis berkerut
karena perbuatan gadis itu memang tidak sewajarnya dan
kurang ajar memasuki rumah orang begitu saja dan tahu-tahu
berada di dalam. Akan tetapi dia masih bersabar karena
mengira bahwa gadis itu tentu sedang resah karena ada
keluarganya yang sedang sakit parah dan kini datang hendak
minta tolong atau mencari obat. Y ang membuat Ui Tiong dan
isterinya merasa heran adalah karena melihat bahwa gadis itu
seorang yang sama sekali tidak mereka kenal. Padahal, suami
isteri ini sudah tinggal di kota Lam-hu selama belasan tahun
dan dapat dikatakan bahwa mereka mengenal semua
penduduk kota itu.
Gadis itu berusia sekitar sembilan belas tahun, tubuhnya
tinggi semampai, pinggangnya ramping dan wajahnya cantik
manis dengan setitik tahi lalat hitam di dagu sebelah kiri.
Pakaiannya mewah seperti pakaian seorang puteri bangsawan.
Dengan sinar matanya yang tajam ia menatap Ui Tiong dan
isterinya, lalu bertanya dengan sikap angkuh, ditujukan
kepada Ui Tiong.
JILID VI "APAKAH engkau yang bernama Ui Tiong, pemilik rumah
obat ini?"
"Benar, Nona," jawab Ui Tiong singkat. "Silakan duduk,
Nona." "Tidak perlu duduk. Apakah engkau juga memiliki
kepandaian mengobati orang sakit?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sedikit-sedikit aku mengerti tentang pengobatan."
"Bagus, kalau begitu marilah ikut denganku untuk
mengobati orang sakit," ajak gadis itu dengan suara
mendesak. "Nona, sebaiknya si sakit itu engkau bawa ke s ini, aku akan
memeriksanya dan kalau aku mampu, akan kuobati dia."
"Tidak bisa! Engkau harus ikut denganku dan memeriksanya di rumah kami!"
Ui Tiong mengerutkan alisnya. Gadis ini bersikap demikian
angkuh dan hendak memaksanya! Akan tetapi sebagai
seorang yang berpengalaman, dia mampu menahan
kesabarannya. "Nona, maafkan saja. Kalau malam ini aku tidak dapat ikut.
Besok pagi saja aku akan datang ke rumahmu. Di manakah
rumahmu, Nona?"
"Tidak, harus sekarang! Rumahku di seberang telaga,
kuberitahu juga engkau tidak akan menemukannya. Marilah Ui
Sinshe (Tabib Ui), engkau ikut denganku sekarang. Aku sudah
menyediakan seekor kuda untukmu!"
Ui Tiong menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa, Nona.
Kalau dibawa ke sini malam ini juga akan kuperiksa dia, kalau
aku yang harus pergi ke sana, besok pagi baru dapat
kulakukan."
"Engkau harus pergi bersamaku sekarang juga!" gadis itu
berkata dengan suara tegas sehingga Ui Tiong mengerutkan
alisnya. Dia adalah seorang murid Thai-san-pai yang cukup
lihai, bahkan ilmu silatnya lebih mendalam dibandingkan ilmu
pengobatannya. Kini ada seorang gadis muda seolah hendak
memaksa pergi, tentu saja dia merasa penasaran sekali dan
yakin bahwa gadis ini tentu bukan penduduk Lam-hu maka
tidak mengenal dia sebagai seorang ahli s ilat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, siapa yang berhak mengharuskan aku pergi
bersamamu, Nona?" tanyanya dengan senyum seorang tua
menghadapi seorang anak yang nakal.
Gadis itu pun mengerutkan alisnya dan pandang matanya
mencorong. "Aku yang mengharuskan! Tabib Ui T iong, engkau
harus pergi bersamaku, kalau perlu kuseret engkau!"
"Heh, bocah kurang ajar! Jaga sikap dan bicaramu!" Ui
Tiong membentak marah.
Kini Nyonya Ui mencampuri. "Nona yang baik, harap jangan
memaksa. Sebaiknya cepat bawa si sakit ke sini, siapa tahu
suamiku dapat menyembuhkannya." Nyonya itu melangkah
maju untuk mencegah terjadinya keributan antara suaminya
dan gadis itu. "Pergi kau, jangan mencampuri!" Tiba-tiba gadis itu
membentak dan sekali tangan kirinya bergerak, ia telah
mendorong Nyonya Ui sehingga terjengkang jatuh!
"Gadis jahat!" Ui Tiong berseru marah dan dia pun cepat
menggerakkan tangan untuk mendorong pundak gadis itu.
Akan tetapi gadis itu menggerakkan tangan menangkis.
"Dukk!" Tubuh Ui Tiong terdorong ke belakang. Tentu saja
murid Thai-san-pai ini terkejut dan semakin penasaran, akan
tetapi dia juga menyadari bahwa gadis itu bukan orang
sembarangan. Ketika dorongannya ditangkis tadi, terbukti
bahwa gadis itu memiliki tenaga sakti yang amat kuat! Melihat
kelihaian dan sikapnya yang demikian angkuh, Ui Tiong dapat
menduga bahwa gadis itu tentu seorang gadis kang-ouw
(sungai telaga atau dunia persilatan) golongan sesat. Di dunia
persilatan memang terdapat orang-orang dari berbagai
golongan. Yang pertama tentu saja golongan pendekar yang
mempergunakan kepandaian silatnya selain untuk menjaga,
membela dan me lindungi diri sendiri dan orang lain dari
gangguan orang jahat, juga untuk menentang kejahatan dan
membela kebenaran dan keadilan. Golongan ke dua adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang disebut golongan hitam atau golongan sesat, yaitu
mereka yang mempergunakan kepandaian silatnya untuk
menjadi jagoan dan memaksakan keinginan mereka sendiri
kepada orang lain, suka mengganggu, menindas, dan
melakukan kejahatan-kejahatan seperti perampok, bajak, atau
tukang-tukang pukul bayaran. Adapun golongan ke tiga adalah
mereka yang menggunakan kepandaian silatnya untuk
memperoleh pekerjaan sebagai prajurit atau penjaga
keamanan seperti piauwsu (pengawal kiriman barang) atau
pengawal-pengawal para bangsawan atau hartawan. Masih
ada satu golongan lain, yaitu mereka yang menjadi pendeta
atau pertapa, yang jarang mencampuri urusan dunia namun
memiliki ilmu kepandaian silat yang tinggi sehingga mereka ini
banyak dicari orang muda untuk dijadikan guru mereka.
Menduga bahwa gadis itu hendak memaksakan kehendaknya secara kasar, Ui T iong menjadi marah sekali dan
dia membentak, "Gadis liar, pergilah!" Ui Tiong menyerang dengan jurus
Lim-houw-to-yo (Harimau Rimba Menyambar Kambing).
Sebagai murid Thai-san-pai, tentu saja Ui Tiong bukan
seorang yang lemah. Ilmu silatnya cukup lihai, juga dia
memiliki tenaga murni yang kuat karena hidupnya bersih dan
dia seorang ahli pengobatan. Serangannya itu biarpun tidak
dilakukan dengan niat melukai atau membunuh, cukup kuat.
"Wuuutt... takk!" Kembali tubuh Ui Tiong tergetar dan
terdorong ke samping ketika gadis itu menggunakan jurus Sinho-liang-ci (Bangau Sakti Pentang Sayap), gerakannya amat
ringan, cepat dan mengandung tenaga sakti yang kuat ketika
ia memutar tubuh dengan merentangkan kedua lengannya
menangkis serangan Ui T iong. Kemudian dengan cepat pula ia
balas menyerang. Maklum bahwa gadis itu lihai dan juga liar
dan ganas, Ui Tiong mengerahkan seluruh tenaga untuk
melawan. Terjadilah perkelahian di depan toko obat itu dan Ui
Tiong terkejut bukan main ketika mendapat kenyataan betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis itu sungguh amat lihai. Biarpun dia sudah mengeluarkan
semua kepandaiannya, tetap saja dia terdesak terus. Ui Tiong
masih mampu bertahan sampai lima puluh jurus. Itu juga
karena gadis itu agaknya tidak ingin melukai atau
membunuhnya. Andaikata demikian halnya, kiranya dia tidak
akan mampu bertahan sampai sekian lamanya.
"Haaiiitt, robohlah!" tiba-tiba gadis itu yang sudah
mendesak sejak tadi, berhasil menyarangkan totokan jari
tangannya ke pundak Ui Tiong dan laki-laki ini terpelanting
roboh dan lemas tidak mampu bergerak lagi!
Gadis itu menoleh ke belakang dan ternyata ia tadi
diiringkan oleh empat orang pengikut, semua laki-laki yang
berusia sekitar empat puluh tahun dan bertubuh tegap. Ia
memberi isyarat dan empat orang itu datang menuntun lima
ekor kuda. Tanpa banyak cakap lagi mereka mengangkat
tubuh Ui Tiong di atas punggung seekor kuda dan seorang
duduk di belakangnya. Kemudian mereka semua, juga gadis
itu, meloncat ke atas punggung kuda masing-masing dan
mereka membalapkan kuda pergi meninggalkan kota Lam-hu.
Nyonya Ui hanya dapat menangis. Ia adalah isteri seorang
laki-laki gagah, maka biarpun ia merasa khawatir akan
keselamatan suaminya, ia tidak berteriak minta tolong melihat
suaminya dibawa pergi. Pertama, karena ia tahu benar bahwa
para tetangganya tidak ada yang akan mampu menolong
suaminya, dan ia pun khawatir bahwa kalau ia menjerit, gadis
liar itu mungkin ma lah akan menjadi marah dan mencelakai
suaminya. Selain itu ia pun tahu bahwa gadis itu hanya ingin
minta pertolongan suaminya untuk mengobati orang sakit,
walaupun caranya minta tolong dengan paksaan dan
kekerasan. Ia hanya dapat mengingat betul keadaan gadis itu, agar
kelak ia dapat mengenalnya. Ketika Ui Yan Bun, keponakan
suaminya datang, Nyonya Ui Tiong menceritakan semua
peristiwa itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yan Bun mengerutkan alisnya, merasa penasaran sekali
bagaimana seorang gadis muda dapat bersikap demikian
kasar, memaksa pamannya untuk pergi memeriksa orang
sakit. "Bibi, apakah gadis itu tidak memberitahu siapa namanya
dan ke mana ia membawa Pek-hu Ui Tiong?"
"Ia tidak memperkenalkan namanya hanya mengatakan
bahwa rumahnya berada di seberang telaga. Yan Bun,
tolonglah Paman tuamu, susullah, carilah dia. Aku khawatir
akan keselamatannya karena gadis itu demikian liar, ganas
dan berkepandaian tinggi." Nyonya itu berkata sambil
menyusut air matanya.
"Tentu aku akan mencarinya, Bibi. Akan tetapi, ke mana
aku harus mencari" Di seberang telaga, sebelah mana" Telaga
itu demikian luas dan di sana terdapat daerah perbukitan.
Tanpa ada petunjuk yang jelas, tentu akan sulit menemukan
tempat kemana Pek-hu mereka bawa."
Yan Bun malam itu tinggal di rumah Ui Tiong. Maksudnya,
besok pagi baru dia akan mencoba untuk mencari pamannya
yang diculik gadis liar itu.
Akan tetapi pada keesokan harinya, baru saja dia selesa i
mandi lalu sarapan yang disediakan bibinya, tiba-tiba pintu
toko yang tertutup itu diketuk keras dari luar. Nyonya Ui
terkejut dan tampak takut, maka Yan Bun lalu bangkit dan
membuka pintu depan. Yang mengetuk pintu itu adalah
seorang laki-laki tinggi besar yang berpakaian ringkas dan di
punggungnya terdapat sebuah golok besar.
Melihat wajah yang membayangkan kekerasan dengan
sepasang mata lebar melotot itu, Yan Bun mengerutkan
alisnya. Akan tetapi dia menahan kesabarannya dan bertanya
dengan lembut. "Saudara siapakah dan ada keperluan apakah engkau
mengetuk pintu kami?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laki-laki itu memandang ke arah Nyonya Ui yang muncul di
belakang Yan Bun. "Aku datang untuk membeli obat!" Dia
menyodorkan sehelai kertas bertuliskan resep obat, bukan
kepada Yan Bun, melainkan kepada Nyonya Ui. Yan Bun
hendak menegur sikap kasar itu, akan tetapi Nyonya Ui segera
menerima resep obat itu dan Yan Bun hanya melihat betapa
bibinya mulai me layani permintaan itu, mengumpulkan
rempah-rempah yang tertulis di resep dengan jari-jari tangan
gemetar. Setelah lengkap, ia membungkusnya dan menyerahkannya kepada laki-laki itu. Laki-laki itu menerima
bungkusan obat lalu mengambil sepotong uang perak dari
kantungnya, menyerahkannya kepada Nyonya Ui. Wanita itu
menolak dan berkata dengan suara agak gemetar.
"Tidak perlu bayar, obat ini saya beri cuma-cuma,
bawalah," katanya.
"Harus diterima !" bentak laki-laki itu. "Aku diharuskan
menyerahkan uang ini dan harus engkau terima!"
"Ini terlalu banyak...." Nyonya Ui membantah, akan tetapi
laki-laki itu sudah melempar potongan perak ke atas meja lalu
melangkah keluar, me lompat ke atas punggung kudanya dan
melarikan kuda dari situ.
"Dia seorang dari mereka...." bisik Nyonya Ui kepada Yan
Bun. Mendengar ini, Yan Bun segera mengejar keluar.
"Jangan khawatir, Bibi. Aku akan mencari dan membawa
pulang Pek-hu!"
Dengan menggunakan gin-kangnya yang tinggi, Yan Bun
lalu mengejar penunggang kuda itu dan membayangi dari
jauh. Dia yakin bahwa orang itulah yang akan menjadi
penunjuk jalan ke tempat di mana pamannya dilarikan para
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penculik itu. Biarpun pembeli obat tadi kini membalapkan
kudanya menuju ke Telaga Lam-hu, kemudian setibanya di
tepi telaga dia mengambil jalan menyusuri tepi telaga dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya hendak mengitarinya, Yan Bun dapat terus
membayanginya dengan menggunakan ilmu berlari cepat
Hong-yang-liap-in (Tiupan Angin Mengejar Awan).
*** Kita tinggalkan dulu Ui Yan Bun yang membayangi pembeli
obat itu dan mari kita melihat keadaan Ui Tiong yang dalam
keadaan tertotok dilarikan oleh gadis liar bersama para
pembantunya. Gadis liar itu bernama Wan Kim Hui, berusia sembilan belas
tahun. Ia berwajah manis dengan tahi lalat kecil di dagunya.
Pakaiannya mewah seperti yang biasa dipakai para puteri
bangsawan. Ia merupakan puteri dari seorang tokoh besar
kang-ouw daerah selatan yang bernama Wan Cun dan di
dunia kang-ouw dikenal sebagai Lam-ong (Raja Selatan). Di
Propinsi Se-cuan di selatan, namanya amat terkenal. Juga ibu
dari Wan Kim Hui, Nyonya Wan, adalah seorang tokoh kangouw yang terkenal lihai. Maka tidaklah mengherankan kalau
Wan Kim Hui yang digembleng oleh ayah ibunya menjadi
seorang yang amat lihai pula. Mungkin karena terlalu dimanja
oleh ayahnya, Wan Kim Hui menjadi seorang gadis yang
berwatak liar, galak, nakal dan agak tinggi hati, selalu
menuntut agar keinginannya dipenuhi. Akan tetapi sesungguhnya ia mewarisi juga watak ayahnya yang gagah
dan patriotik, juga watak ibunya yang adil dan menentang
kejahatan. Seperti tercatat dalam sejarah, ketika bangsa Mancu mulai
membangun kekuatan besar di utara, di luar Tembok Besar
yang menjadi pertahanan, Kerajaan Beng mulai lemah dengan
adanya pemberontakan-pemberontakan. Bahkan akhirnya
Kerajaan Beng tamat riwayatnya, kaisarnya yang terakhir
menggantung diri ketika Peking diserbu dan diduduki oleh
pemberontak Li Cu Seng. Mendengar ini, Jenderal Wu Sam
Kwi yang menjadi panglima pasukan yang menjaga tapal
batas kerajaan di sebelah utara Peking, mengadakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persekutuan dengan Pangeran Dorgan yang menjadi raja atau
wakil raja bangsa Mancu yang sudah mendirikan Kerajaan
Ceng dan menguasai seluruh Mancuria, dan persekutuan ini
menyerbu Peking. Li Cu Seng melarikan diri ke barat, dikejarkejar Wu Sam Kwi dan akhirnya Li Cu Seng tewas dibunuh
sendiri oleh para petani yang menjadi pengikutnya.
Setelah Kerajaan Beng, kerajaan terakhir yang dikuasa i
pemerintah pribumi jatuh dan Kerajaan Ceng yang dikuasai
bangsa Mancu mulai menjajah Cina, Jenderal Wu Sam Kwi
tentu saja menentang bangsa Mancu yang tadinya menjadi
sekutunya. Akan tetapi dia kalah dan terpaksa melarikan diri
ke daerah Se-cuan, di mana dia mempertahankan diri matimatian dari serangan Pemerintah Ceng (Mancu). Di Se-cuan,
Wu Sam Kwi menjadi Raja Muda dan masih banyak orangorang pandai mendukungnya sehingga tidak mudah bagi
Pemerintah Mancu untuk menaklukkannya.
Kisah ini terjadi sekitar tahun 1660 dan ketika itu, yang
menjadi Kaisar Kerajaan Ceng (Mancu) adalah Kaisar Shun Chi
(1644-1661) dan putera mahkotanya adalah Pangeran Kang
Chi yang baru berusia sepuluh tahun. Sementara itu Jenderal
Wu Sam Kwi yang kini menjadi Raja Muda di Se-cuan, masih
belum dapat ditundukkan.
Kita kembali kepada keluarga Wan. Wan Cun bersama isteri
dan puterinya Wan Kim Hui, juga sejak dulu tinggal di Secuan. Akan tetapi dia sama sekali tidak mau mencampuri
urusan politik, tidak mau ikut dalam perebutan kekuasaan.
Maka dia pun tidak mau ketika Jenderal Wu Sam Kwi
menawarkan kedudukan kepadanya. Wan Cun yang berjuluk
Lam-ong itu lebih suka bebas. Hal ini membuat dia tidak
disuka oleh para datuk kang-ouw lainnya yang mendukung
Wu Sam Kwi. Bahkan seorang datuk yang terkenal bernama
Lam Hai Cin-jin, yang dulunya menjadi sahabat baiknya, kini
menjauhinya. Lam-hai Cin-jin, Datuk Selatan itu pun menjabat
pangkat tinggi dalam pemerintahan Jenderal Wu Sam Kwi. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diangkat menjadi Koksu (Guru Negara) yang bekerja sebagai
penasehat Raja Muda Wu Sam Kwi.
Wan Kim Hui yang cantik manis dan pandai ilmu silat
membuat banyak pemuda tergila-gila. Akan tetapi sebagian
besar dari mereka yang tidak pandai ilmu silat dan bukan
merupakan putera hartawan atau bangsawan, hanya berani
memandang dan mengaguminya dari jauh. Hanya beberapa
orang pemuda putera bangsawan yang berkedudukan tinggi
saja yang berani mendekati Kim Hui. Akan tetapi selama ini
gadis itu menghadapi mereka dengan sikap acuh tak acuh.
Belum ada seorang pun di antara mereka yang menarik
perhatian gadis ini.
Seorang dari mereka yang paling berani mendekati Wan
Kim Hui adalah Wu Kongcu, seorang di antara putera-putera
Raja Muda Wu Sam Kwi. Wu Kongcu (Tuan Muda Wu) ini
bernama Wu Kan, seorang pemuda yang tampan akan tetapi
terkenal sebagai seorang kongcu hidung belang dan tukang
pelesir. Usianya dua puluh lima tahun dan biarpun dia belum
menikah, namun selirnya sudah ada belasan orang!
Wu Kan tergila-gila kepada Wan Kim Hui. Dia ingin sekali
mendapatkan Kim Hui sebagai isterinya. Selain Kim Hui cantik
manis, juga gadis itu lihai, pandai ilmu silat, sehingga kalau
menjadi isterinya berarti dia memiliki pelindung yang boleh
diandalkan. Wu Kan sendiri memiliki kepandaian silat, namun
dibandingkan Wan Kim Hui, dia tertinggal jauh.
Ketika Wu Kan memberitahukan ayahnya bahwa dia ingin
berjodoh dengan Wan Kim Hui, Raja Muda Wu Sam Kwi
merasa setuju karena kalau gadis itu menjadi mantunya,
dapat diharapkan ayah gadis itu, Wan Cun yang sakti, bisa
membantunya. Pinangan lalu diajukan, akan tetapi sungguh
membuat Raja Muda Wu Sam Kwi dan puteranya penasaran
karena lamaran itu dengan halus ditolak oleh keluarga Wan!
Penolakan ini tentu saja berdasarkan penolakan Wan Kim Hui,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan orang tuanya tidak mau memaksa puteri tunggal mereka
menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya.
Wu Kan marah sekali mendengar pinangannya ditolak.
Semua gadis di seluruh Se-cuan, siapa yang akan menolak
pinangannya" Semua tentu akan senang menjadi isterinya,
menjadi mantu Raja Muda Wu Sam Kwi! Akan tetapi ternyata
pinangannya terhadap Wan Kim Hui ditolak mentah-mentah!
Dalam keadaan mabok, dikawal belasan orang jagoannya,
Wu Kan lalu mendatangi rumah keluarga Wan. Pada saat itu
kebetulan suami isteri Wan Cun tidak berada di rumah dan
yang ada hanyalah Wan Kim Hui.
Gadis itu cepat keluar ketika melihat Wu Kan datang
dikawal dua belas orang. Karena orang tuanya tidak berada di
rumah, ia tidak ingin pemuda itu memasuki rumahnya, maka
ia langsung keluar dan menyambut pemuda itu di pekarangan
rumahnya. "Wu Kongcu, mau apa engkau datang berkunjung" Ayah
Ibuku sedang tidak berada di rumah," kata Kim Hui, suaranya
mengandung perasaan tidak senang mengingat bahwa
beberapa hari yang lalu pemuda itu "berani" mengirim orang
untuk meminangnya.
Wu Kan yang sedang mabok dan memang merasa marah
dan penasaran atas penolakan pinangannya, segera
menudingkan telunjuknya ke arah muka gadis itu.
"Wan Kim Hui, gadis yang sombong dan bodoh! Engkau
berani menolak pinanganku! Kalau engkau tidak mau menjadi
isteriku, lalu ingin menjadi isteri laki-laki macam apa" Apakah
engkau ingin menjadi isteri seorang laki-laki kang-ouw yang
tidak punya kedudukan tidak punya harta, seorang
gelandangan dan pengemis?"
Muka yang manis itu berubah merah. Dengan suara galak
ia berseru, "Wu Kan, tidak ada yang mengundang kamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang ke sini! Pergilah dan jangan lanjutkan mengeluarkan
kata-kata busuk atau terpaksa aku akan menghajarmu!"
Wu Kan menjadi semakin marah. Sejak kecil belum pernah
ada orang yang bicara seperti itu kepadanya. Kalau dia tidak
sedang mabok, kiranya dia masih berpikir-pikir dulu untuk
bersikap kasar terhadap Wan Kim Hui. Akan tetapi dalam
keadaan mabok dan sakit hati karena lamarannya ditolak, Wu
Kan lupa diri dan membentak marah.
"Gadis brengsek! Engkau ini siapa sih" Apa yang kau
andalkan berani mengancam aku, putera Pangeran Muda Wu
Sam Kwi, pahlawan bangsa yang gagah berani dan dihormati
seluruh bangsa" Engkau perempuan rendah berani hendak
menghajar aku...."
Belum habis dia bicara, tubuh Wan Kim Hui berkelebat
cepat sekali dan tangannya menyambar seperti kilat.
"Plak! Plak!" Kedua pipi pemuda itu telah ditamparnya.
Demikian kuat tamparannya sehingga tubuh Wu Kan
terpelanting dan dia roboh pingsan dengan kedua pipi
bengkak dan kedua ujung bibir berdarah karena giginya
banyak yang copot!
Dua belas orang pengawal itu terkejut. Mereka pun tadi
minum-minum sehingga setengah mabok dan keadaan ini
membuat mereka lebih berani. Melihat majikan mereka
dipukul roboh, mereka mencabut golok dan menyerang Wan
Kim Hui. Akan tetapi bagaikan seekor burung rajawali marah,
tubuh gadis itu berkelebatan menyambar-nyambar, membagi
pukulan dan tendangan. Dalam waktu singkat saja, dua belas
orang itu telah terpelanting roboh. Mereka menjadi ketakutan,
bangkit dan tertatih-tatih mereka menolong Wu Kongcu dan
membawanya pergi dari s itu!
Ketika Wan Cun dan isterinya pulang dan mendengar
keterangan Kim Hui tentang apa yang terjadi, Wan Cun
mengerutkan alisnya dan menegur puterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, Kim Hui, engkau telah membuat gara-gara. Biarpun
kita tidak takut, akan tetapi perkara ini tentu akan berekor
panjang dan akhirnya akan mencelakakan kita semua. Tidak
mungkin kita melawan Jenderal Wu Sam Kwi yang mempunyai
pasukan besar. Mari, kita menghadap Jenderal Wu Sam Kwi.
Kalau kita laporkan apa yang terjadi sesungguhnya, tentu dia
mempunyai cukup keadilan untuk melihat bahwa puteranya
yang mencari gara-gara dan menghabiskan urusan itu sampai
di s ini saja."
Wan Cun mengajak puterinya untuk pergi menghadap Raja
Muda Wu Sam Kwi. Kim Hui yang menyadari bahwa ia telah
bertindak agak terlalu keras kepada Wu Kan yang sedang
mabok, bersedia ikut ayahnya dan minta maaf kepada Raja
Muda Wu Sam Kwi. Mereka berdua berangkat, meninggalkan
Nyonya Wan Cun di rumah.
Akan tetapi ketika mereka tiba di istana, para pengawal
istana memberi-tahu mereka bahwa Raja Muda sedang
mengadakan persidangan dengan para panglimanya sehingga
tentu saja tidak dapat menerima kunjungan mereka yang
hendak menghadap. Wan Cun dan Wan Kim Hui terpaksa
menunda niat mereka menghadap lalu pulang ke rumah
mereka. Alangkah terkejut hati mereka ketika mereka melihat
banyak prajurit mengepung rumah mereka dan di depan
rumah tampak Nyonya Wan Cun sedang berkelahi melawan
seorang kakek pendek gendut yang lihai sekali. Pada saat Wan
Cun dan Wan Kim Hui berlari cepat seperti terbang ke rumah
mereka, mereka melihat lawan Nyonya Wan Cun berjongkok
dan menyerang dengan pukulan jarak jauh dan dia
mengeluarkan suara kok-kok-kok seperti seekor katak buduk.
Nyonya Wan Cun terjengkang roboh!
"Lam-hai Cin-jin, apa yang kaulakukan itu"!" Wan Cun
membentak dan sekali melompat dia sudah melompati kepala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para prajurit dan langsung dia menyerang kakek pendek
gendut itu dengan dahsyat.
Kakek pendek itu menyambut serangan dengan tangkisannya. "Wuuuttt... dukkk...!" Tubuh kedua orang laki-laki itu
terdorong ke belakang sampai lima langkah!
Wan Kim Hui juga melompat, tetapi ayahnya cepat berseru,
"Kim Hui, cepat selamatkan dan bawa pergi ibumu!"
Kim Hui cepat tanggap apa yang dimaksudkan ayahnya. Ia
mengenal siapa adanya kakek pendek gendut itu yang bukan
lain adalah Lam-hai Cin-jin, datuk yang terkenal di selatan dan
yang kini menjadi Koksu kerajaan kecil Raja Muda Wu Sam
Kwi. Ia tahu betapa lihainya orang itu dan dibantu demikian
banyaknya prajurit, sungguh bukan merupakan lawan sepadan
bagi ia dan ayahnya. Ia pun dapat menduga bahwa
penyerangan itu tentu akibat pukulannya terhadap Wu Kan,
putera Raja Muda Wu Sam Kwi. Yang penting sekarang
memang menyelamatkan ibunya yang terluka oleh pukulan
Lam-hai Cin-jin yang lihai. Cepat ia lari dan memondong
ibunya yang pingsan, lalu membawa ibunya lari dari situ.
Dengan mudah Kim Hui merobohkan para prajurit yang
mencoba menghadangnya dengan pedangnya. Tangan kiri
memanggul tubuh ibunya di atas pundak dan tangan kanan ia
pergunakan untuk mengamuk dengan pedangnya. Para
prajurit yang berani menghadangnya roboh mandi darah dan
sebentar saja sudah ada belasan orang prajurit roboh. Hal ini
membuat prajurit lain ketakutan dan Kim Hui cepat melompat
dan berlari cepat keluar dari kota.
Lam-hai Cin-jin tidak dapat mencegah gadis itu melarikan
ibunya karena dia sendiri sibuk menghadapi Wan Cun yang
menyerang dengan ganas. Sebetulnya dia diperintah oleh Wu
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kongcu untuk menangkap dan menyeret Wan Kim Hui
kepadanya. Akan tetapi ketika dia datang bersama tiga losin
prajuritnya, Kim Hui dan ayahnya tidak berada di rumah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena dia hendak memaksa menggeledah ke dalam rumah,
Nyonya Wan Cun melarangnya dan mereka berdua pun
berkelahi. Namun, ilmu kepandaian Nyonya Wan masih belum
cukup tangguh untuk melawan Lam-hai Cin-jin. Biarpun ia
melawan mati-matian, akhirnya ia terkena pukulan Hek-tokciang dari lawannya sehingga roboh dan pingsan.
Lam-ong Wan Cun masih mengamuk, dikeroyok oleh Lamhai Cin-jin dan para prajurit. Raja Selatan ini menggunakan
sebuah pedang yang besar panjang dengan ujung pedang
bercabang dua. Dengan pedang ini dia mampu dengan mudah
merampas senjata lawan. Kalau senjata lawan dapat
tertangkap di tengah ujung yang bercabang itu lalu
pedangnya diputar dengan tenaga sentakan, maka senjata
lawan tentu akan patah atau terlepas dari pegangan lawan.
Beberapa orang prajurit sudah kehilangan golok atau roboh
oleh sabetan pedang di tangan Wan Cun. Akan tetapi karena
dia harus menghadapi serangan Lam-hai Cin-jin yang
menggunakan sebuah ruyung baja berduri diselingi pukulan
Hek-tok-ciang, maka tentu saja Wan Cun mulai terdesak
hebat. Untuk melarikan diri, sukar juga baginya karena dia
telah dikepung banyak prajurit dan Lam-hai Cin-jin merupakan
seorang lawan tangguh yang tingkat kepandaiannya seimbang
dengan tingkatnya sendiri.
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan terdengar
seruan lantang. "Ayah, mari kita basmi anjing-anjing busuk
ini!" Dan Wan Kim Hui telah berada di s itu, mengamuk dengan
pedangnya. Begitu ia bergerak, empat orang prajurit
terjengkang mandi darah dan gadis itu lalu membantu
ayahnya menghadapi Lam-hai Cin-jin yang dibantu banyak
prajurit. Munculnya gadis yang lihai itu membuat Lam-hai Cinjin menjadi jerih. Dia tahu bahwa gadis itu memiliki ilmu silat
yang hampir menyamai tingkat ayahnya!
Akan tetapi melihat puterinya datang membantu, Wan Cun
menjadi khawatir akan keselamatan isterinya. "Kim Hui, mari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita pergi!" katanya sambil menggerakkan pedangnya
menyerang Lam-hai Cin-jin yang segera melompat ke
belakang. Kesempatan ini dipergunakan ayah dan anak itu
untuk melompat keluar dari kepungan dan mereka lalu
melarikan diri keluar kota.
Setelah tiba di luar kota, Wan Cun bertanya. "Di mana
ibumu?" "Ibu selamat walaupun terluka, Ayah. Kutitipkan di rumah
seorang petani di sana."
Mereka lalu berlari menuju ke dusun kecil itu. Wan Cun
menemukan isterinya rebah dalam rumah sederhana seorang
petani dalam keadaan masih pingsan. Dia cepat memeriksa
keadaannya. Ternyata isterinya terkena pukulan Hek-tok-ciang
dari Lam-hai Cin-jin. Pada lambungnya terdapat tanda tapak
jari hitam. Dia cepat membantu isterinya dengan penyaluran
tenaga sin-kang untuk mencegah menjalarnya hawa beracun
pukulan itu. Isterinya siuman namun keadaannya lemah.
"Ayah, mari kita kembali dan bunuh jahanam Lam-hai Cinjin itu!" Kim Hui berkata sambil mengepal tinju.
Ayahnya menggelengkan
kepalanya. "Tidak mudah
membunuhnya. Dia dilindungi Raja Muda Wu Sam Kwi dan
kita akan berhadapan dengan pasukan yang besar jumlahnya.
Lagi pula, sekarang yang terpenting bukan membalas
dendam, melainkan mencarikan obat untuk menyembuhkan
ibumu." Demikianlah, untuk menjaga agar pasukan Raja Muda Wu
Sam Kwi tidak dapat menemukan mereka, Wan Cun dan Wan
Kim Hui membawa lari Nyonya Wan keluar dari daerah Secuan dan akhirnya mereka tiba di sebuah bukit tak jauh dari
Telaga Lam-hu. Bukit itu dikenal sebagai Bukit Siluman dan
tidak ada penduduk yang tinggal di sekitar Lam-hu berani
mendaki bukit itu karena dikabarkan bahwa bukit itu menjadi
tempat tinggal para setan dan siluman! Mendengar ini, Wan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cun menganggap bahwa bukit itu tempat yang baik untuk
menyembunyikan diri.
Akan tetapi ketika mereka bertiga mendaki bukit itu,
mereka dihadang oleh sekitar dua puluh orang. Mereka adalah
gerombolan penjahat di bukit itu yang dipimpin oleh seorang
laki-laki tinggi besar bermuka penuh brewok yang mengaku
berjuluk Tiat-thouw-ciang
(Kepalan Besi). Terjadilah perkelahian dan dengan mudah saja Wan Cun dan Kim Hui
membunuh Tiat-thouw-ciang dan lima orang anak buah yang
menjadi pembantunya. Lima belas orang anak buah lain
melihat pemimpin mereka tewas, segera berlutut m inta ampun
dan takluk. Karena dia membutuhkan anak buah untuk membangun
rumah tinggal di situ, maka Wan Cun menerima lima belas
orang ini menjadi anak buahnya dan menggunakan rumah
bekas tempat tinggal Tiat-thouw-ciang sebagai tempat
tinggalnya. Akan tetapi luka dalam yang diderita Nyonya Wan semakin
parah. Usaha pengobatan Wan Cun tidak
mampu menyembuhkannya, hanya dapat mencegah luka itu menjalar
semakin parah. Melalui anak buahnya, Wan Cun mendengar
bahwa di kota Lam-hu terdapat sebuah ahli pengobatan yang
membuka toko obat bernama Ui Tiong. Maka, dia lalu
mengutus puterinya untuk mengundang Ui Tiong ke Bukit
Siluman untuk memeriksa dan mengobati isterinya.
Demikianlah, seperti diceritakan di bagian depan, Wan Kim
Hui mengajak lima orang anak buahnya, menunggang kuda
pergi ke kota Lam-hu. Karena Ui Tiong tidak mau diundang
dan minta agar yang sakit dibawa ke tokonya, Wan Kim Hui
yang menjadi semakin galak karena mengkhawatirkan
keadaan ibunya, lalu memaksanya, menotoknya dan
menculiknya, dibawa ke Bukit Siluman!
Setelah tiba di rumah perkampungan kecil di puncak bukit,
Ui Tiong dibebaskan dari totokan. Dia memeriksa si sakit dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkejut. Ternyata luka dalam yang diderita Nyonya Wan
sungguh hebat. "Hemm, lukanya sungguh berat. Aku hanya dapat memberi
obat pencegah rasa nyeri dan pembersih darah agar darahnya
jangan sampai dikotori hawa beracun itu." Dia lalu menulis
resep obat dan seorang anak buah Bukit Siluman segera
diutus untuk membeli obat di rumah Ui Tiong.
Ketika utusan itu membeli obat lalu pergi naik kuda,
kesempatan itu dipergunakan Ui Yan Bun yang datang
berkunjung ke rumah pamannya untuk membayanginya.
Pemuda itu merasa penasaran dan marah sekali mendengar
cerita bibinya betapa seorang gadis liar menculik pamannya
dan memaksanya untuk mengobati orang sakit.
Penunggang kuda itu sama sekali tidak tahu bahwa dia
dibayangi Yan Bun. Setelah tiba di perkampungan itu, dia
langsung menyerahkan bungkusan obat itu kepada Ui Tiong
yang segera memasaknya dan meminumkannya kepada
Nyonya Wan. Obat itu agaknya manjur karena setelah minum
obat itu, rasa nyeri tidak lagi begitu menyiksa Nyonya Wan
Cun. Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di luar
rumah. Mendengar ini, Wan Kim Hui cepat berlari keluar dan
ia melihat lima orang anak buahnya sedang mengeroyok
seorang pemuda.
Sambil menghindarkan diri dari serangan lima orang itu
dengan gerakan mengelak yang ringan dan cepat, pemuda itu
berseru, "Aku tidak ingin mencari permusuhan! Aku hanya
ingin melihat apakah Paman Ui Tiong dalam keadaan selamat
dan ingin mengajak dia pulang!"
Setelah berkata demikian, dengan gerakan yang cepat dia
balas menyerang. Kedua tangan dan kakinya bergerak dan
berturut-turut lima orang itu berteriak dan golok yang mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pegang terlepas karena pergelangan tangan mereka kena
pukul atau tendang.
"Kalian mundur semua!" bentak Kim Hui.
Mendengar bentakan gadis itu, lima orang anak buah cepat
mundur dan para anak buah lain yang berdatangan juga tidak
berani mendekat. Kini Wan Kim Hui berhadapan dengan Ui
Yan Bun. Mereka saling pandang, dan sepasang alis pemuda
itu berkerut. Yan Bun teringat akan cerita bibinya tentang
seorang gadis cantik yang menculik pamannya dan
mendorong roboh bibinya. Gadis liar dan kasar!
Kilas Balik Merah Salju 4 Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Kisah Sepasang Bayangan Dewa 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama