Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
"Nona, engkaukah yang telah menculik pamanku Ui T iong?"
tanyanya dengan suara ketus. Diam-diam kemarahannya
bercampur dengan rasa heran. Gadis itu cantik manis dan
pakaiannya mewah, sama sekali tidak tampak liar. Mengapa
gadis seperti ini dapat memaksa dan menculik pamannya"
Wan Kim Hui juga tertegun ketika berhadapan dengan Yan
Bun. Ia melihat seorang pemuda yang berpakaian serba biru,
usianya sekitar dua puluh dua tahun bertubuh tegap,
wajahnya tampan gagah dan sinar mata dan sikapnya lembut.
Akan tetapi pertanyaan yang agak ketus itu membuat ia
mendongkol juga. Ia tersenyum manis sekali walaupun
senyum itu dibarengi pandang mata yang mengejek.
"Kalau benar, engkau mau apa" Siapa sih engkau ini?"
"Aku bernama Ui Yan Bun dan yang kauculik adalah
pamanku Ui T iong! Siapakah engkau ini seorang wanita muda
berani melakukan kekerasan memaksa pamanku ikut
denganmu?"
"Aku bernama Wan Kim Hui dan aku memaksa pamanmu
karena dia tidak mau pergi dengan suka rela."
"Aku datang untuk menjemput pamanku. Di mana dia"
Bebaskan dia atau...."
"Atau apa?" Kim Hui tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Atau terpaksa aku akan menggunakan kekerasan!"
Senyum Kim Hui melebar. "Engkau" Hendak menggunakan
kekerasan" Hemm, ingin kulihat bagaimana engkau akan
melakukannya."
"Nona, kuharap engkau suka membebaskan pamanku
untuk kuajak pulang. Aku datang bukan hendak mencari
permusuhan. Akan tetapi kalau engkau menolak, terpaksa aku
mengimbangi perbuatanmu. Engkau memaksa pamanku ikut
denganmu dan kini terpaksa aku pun hendak memaksa
mengajaknya pulang!"
"Tidak perlu banyak cakap! Perlihatkan kepandaianmu
kalau memang engkau mempunyainya!"
Tentu saja Yan Bun tidak mau menyerang seorang gadis.
Dia lalu menggunakan gin-kangnya untuk berkelebat cepat
menuju ke pintu rumah itu, dengan niat untuk masuk ke
dalam mencari pamannya.
Akan tetapi tiba-tiba tubuh gadis itu pun sudah berkelebat
dan sebelum Yan Bun tiba di depan pintu, gadis itu telah
menghadangnya dan begitu dekat, tangan Kim Hui menyerang
dengan tamparan ke pundak pemuda itu.
Yan Bun kagum juga melihat betapa gadis itu mampu
mendahuluinya, dan melihat tamparan yang mendatangkan
angin pukulan kuat itu dia cepat mengelak dan balas
menyerang dengan tamparan pula. Kim Hui menangkis
dengan cepat. "Dukk!" Keduanya terdorong ke belakang tiga langkah,
menandakan bahwa tenaga mereka seimbang. Hal ini
mengejutkan keduanya karena mereka tidak mengira bahwa
lawan masing-masing sedemikian kuatnya!
Kim Hui merasa penasaran dan ia menyerang lebih ganas.
Yan Bun harus bersikap hati-hati karena kini dia pun dapat
mengerti mengapa pamannya dapat ditawan gadis ini yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata amat lihai. Perkelahian tangan kosong berjalan seru.
Biarpun keduanya membawa pedang di punggung mereka,
akan tetapi keduanya tidak mencabut pedang, hanya saling
serang dengan tangan kosong. Yan Bun memang hanya ingin
menjemput pamannya, sama sekali tidak ingin bermusuhan
dengan gadis itu, maka dia tidak mau menggunakan senjata
tajam. Sebaliknya, Kim Hui yang biasanya ganas dan galak itu,
sekali ini juga tidak menggunakan pedangnya karena ia ingin
menguji sampai di mana hebatnya ilmu silat tangan kosong
pemuda yang diam-diam amat menarik hatinya itu. Baru
pertama kali ini ia merasa tertarik oleh seorang pemuda!
Setelah bertanding sekitar empat puluh jurus, diam-diam
Yan Bun menjadi semakin kaget. Lawannya benar-benar
hebat. Semua serangannya mampu dipatahkan dengan mudah
dan sebaliknya, kadang-kadang serangan gadis itu membuat
dia terdesak dan terpaksa mundur!
Tiba-tiba terdengar bentakan suara yang parau dan dalam.
"Kim Hui, minggir kau!"
Sesosok bayangan menyambar dan Yan Bun terkejut sekali.
Dia cepat menangkis sebuah tangan yang mencengkeram ke
arah pundaknya.
"Dukkk!" Tubuhnya tergetar dan terhuyung ke belakang!
Kini di depannya berdiri seorang laki-laki bertubuh tinggi
besar, mukanya brewok dan mirip muka singa, sepasang
matanya mencorong. Kini laki-laki itu yang bukan lain adalah
Wan Cun sudah menerjang lagi tanpa mengeluarkan katakata. Yan Bun membela diri sedapat mungkin, namun dia
hanya dapat bertahan sepuluh jurus saja karena tanpa dapat
dia hindarkan, pundaknya terkena totokan yang ampuh dan
dia pun terguling roboh dengan tubuh lemas lunglai.
Wan Cun lalu mencengkeram punggung baju pemuda itu
dan menjinjingnya, membawanya masuk ke dalam rumah,
diikuti oleh Kim Hui yang mengambil pedang dari punggung
Yan Bun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiba di ruangan dalam di mana Ui Tiong sedang
menunggu si sakit sambil duduk di atas kursi, Wan Cun
melepaskan tubuh Y an Bun sehingga pemuda itu terkulai dan
rebah telentang di atas lantai.
"Yan Bun...! Engkau di sini...?" Ui Tiong memandang
dengan mata terbelalak heran dan khawatir.
Melihat Pek-hu (Paman Tua) itu dalam keadaan selamat,
Yan Bun yang tidak mampu menggerakkan kedua kaki
tangannya akan tetapi masih dapat mengeluarkan suara,
berkata lega, "Sukurlah Pek-hu dalam keadaan selamat."
Tiba-tiba Nyonya Wan terbatuk-batuk, lalu muntah-muntah.
Wan Cun, Ui Tiong dan juga Kim Hui cepat menghampiri si
sakit. Setelah muntah-muntah, nyonya itu tampak lelah dan
napasnya terengah-engah. Ui Tiong cepat memeriksa denyut
nadi dan pernapasan Nyonya Wan, lalu dia menggelenggelengkan kepalanya dan menghela napas panjang. Melihat
ini, Wan Cun cepat bertanya.
"Bagaimana keadaan isteriku?"
"Ah, terpaksa sekali saya katakan bahwa keadaan nyonya
ini berat sekali. Hawa beracun dalam dadanya sukar untuk
dibersihkan, bahkan
kalian dapat lihat, obat yang
diminumkannya tadi banyak yang dimuntahkan kembali. Hawa
beracun itu sungguh ganas dan jahat sekali."
Tentu saja keterangan ini membuat ayah dan anak itu
menjadi gelisah sekali. "Engkau harus dapat sembuhkan dia!
Harus dapat sembuhkan dia!" bentak Wan Kim Hui dan kedua
mata yang bersinar tajam itu menjadi basah dengan air mata.
Melihat sikap dan mendengar ucapan gadis yang liar dan
galak itu, Ui Tiong mengerutkan alisnya dan sambil
memandang keponakannya yang masih menggeletak telentang di atas lantai, dia berkata dengan hati kesal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, kalian ini orang-orang kang-ouw akan tetapi sama
sekali tidak menghargai sopan santun dan peraturan orangorang dunia kang-ouw. Kalian telah memaksa aku ke sini, dan
kini kalian malah menangkap keponakanku. Apa sih kehendak
kalian ini?"
Wan Cun menghela napas dan berkata, "Kami bukan tidak
tahu aturan, akan tetapi keadaan yang memaksa kami berbuat
begini. Isteriku terluka, keluarga kami terusir dan anakku
karena khawatir akan keselamatan ibunya, telah bersikap
kasar kepadamu. Keponakanmu ini datang dengan maksud
memaksamu pulang, maka terpaksa pula aku tangkap dia agar
jangan membikin kacau. Kami hanya menghendaki agar
isteriku sembuh."
Ui Tiong menggelengkan lagi kepalanya. "Sulit, Lam-ong,"
katanya. Wan Cun memang sudah memperkenalkan nama dan
julukannya kepadanya sebelum dia mengobati, maka dia
mengetahui bahwa ayah dari gadis yang menculiknya adalah
seorang datuk persilatan dari Selatan. "Terus terang saja, aku
sendiri tidak ada kemampuan untuk menyembuhkan isterimu.
Dan kukira di seluruh daerah ini, tidak ada orang yang akan
mampu menyembuhkannya. Satu-satunya orang yang kukira
akan dapat memberi obat yang dapat menyembuhkannya
hanyalah Bu Beng Kiam-sian (Dewa Pedang Tanpa Nama)
yang berada di Beng-san. Dia saja yang dapat menyembuhkan
segala luka dari pukulan beracun yang amat jahat seperti Hektok-ciang yang hawa beracunnya berasal dari katak hitam
raksasa ini."
Mendengar ini, ayah dan anak tampak semakin bingung,
bahkan Kim Hui mulai menangis sambil memeluk ibunya.
Timbul rasa iba di hati Yan Bun melihat ini. Ayah dan anak ini
lihai bukan main, terutama ayah yang berjuluk Lam-ong (Raja
Selatan) itu. Kalau mereka bertindak kasar dan tampak
sewenang-wenang hanya karena mereka berdua gelisah dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bingung. Keinginan satu-satunya bagi mereka hanyalah
menyembuhkan ibu dari gadis itu.
"Aku sanggup menghadap Bu Beng Kiam-sian mencarikan
obat itu," katanya.
Mendengar ini, Lam-ong cepat menghampiri pemuda yang
masih rebah telentang di atas lantai itu dan sekali ia menekan
punggung Y an Bun, pemuda itu terbebas dari totokan. Dia lalu
bangkit berdiri dan Kim Hui dengan tak sabar cepat bertanya.
"Benarkah engkau dapat mencarikan obat untuk ibuku?"
tanyanya sambil menatap wajah Yan Bun dengan pandang
mata penuh harapan, sepasang mata yang masih basah.
"Orang muda, benarkah kata-katamu bahwa engkau
sanggup mintakan obat untuk isteriku kepada Bu Beng Kiamsian di Beng-san?" tanya Wan Cun pula.
"Yan Bun, bagaimana engkau menyanggupi semudah itu"
Beng-san merupakan gunung yang tinggi dan sukar didaki,
juga Bu Beng Kiam-sian adalah seorang manusia aneh yang
tidak mudah berhubungan dengan manusia lain," kata Ui
Tiong. "Pek-hu, saya sanggup karena saya pernah diajak oleh
Suhu Thian Bong Sianjin berkunjung ke sana. Karena saya
pernah berjumpa dengan Bu Beng Kiam-sian, maka saya
berani menyanggupi pekerjaan itu."
"Bagus! Orang muda, siapakah namamu?" tanya Wan Cun
dengan suara gembira karena dia mendapatkan harapan baru.
"Nama saya Yan Bun, Locianpwe (sebutan hormat orang
tua)." "Nah, Ui Yan Bun, kalau memang sanggup untuk
mencarikan obat untuk menyembuhkan isteriku, minta kepada
Bu Beng Kiam-sian di Beng-san, kami sekeluarga akan
berterima kasih sekali kepadamu, dan kami akan mohon maaf
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atas pemaksaan kami terhadap pamanmu, juga terhadap
dirimu yang telah kutangkap tadi," kata Wan Cun.
"Tidak mengapa, Locianpwe. Setelah saya mengetahui apa
yang menyebabkan puterimu memaksa Pek-hu untuk ikut ke
sini, maka hal itu hanya merupakan salah paham saja. Akan
tetapi, saya akan berusaha mencarikan obat itu kalau
Locianpwe suka memenuhi permintaan saya."
"Hei, Ui Yan Bun, engkau mengajukan syarat, ataukah
hendak memeras ayahku?" Wan Kim Hui bertanya penasaran.
"Aku hanya ingin mendapatkan imbalan untuk tugas yang
berat ini, demi kesembuhan ibumu, Nona," kata Yan Bun.
"Katakanlah, orang muda. Apa yang kauminta dariku kalau
engkau telah berhasil mendapatkan obat dari Bu Beng Kiamsian?" Wan Cun bertanya, penuh harapan.
"Saya hanya minta agar Locianpwe suka mengajarkan ilmu
silat kepada saya."
"Boleh! Aku berjanji kalau engkau berhasil mendapatkan
obat dan isteriku sembuh, engkau akan menjadi muridku dan
akan kuberikan semua ilmuku kepadamu!"
Wan Kim Hui lalu menyerahkan pedang Yan Bun yang
tadinya ia rampas, tanpa mengeluarkan ucapan apa pun. Akan
tetapi ketika pandang mata mereka bertemu, Yan Bun melihat
bahwa s inar mata gadis itu kini tidak galak lagi, bahkan kedua
pipi Kim Hui kemerahan!
Untuk membuktikan niat baiknya, Wan Cun memberi
kebebasan kepada Ui Tiong. Tabib ini boleh pulang ke Lamhu, dengan janji bahwa setiap hari dia akan datang
menjenguk dan memeriksa keadaan Nyonya Wan.
Ui Y an Bun segera berangkat pada hari itu juga, membawa
buntalan pakaian dan pedangnya. Dia me lakukan perjalanan
cepat karena ingin segera sampai di Beng-san. Nyonya Wan
Cun harus dapat disembuhkan, bukan hanya karena dia ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerima pelajaran ilmu silat tinggi dari Lam-ong Wan Cun,
melainkan terutama sekali agar pamannya bebas dari
ancaman dan agar hati Wan Kim Hui senang melihat ibunya
dapat disembuhkan!
Akan tetapi, ketika dia meninggalkan Bukit Siluman sejauh
belasan kilometer, tiba-tiba ada bayangan berkelebat
melewatinya dan tahu-tahu Wan Kim Hui telah berdiri di
depannya! Gadis itu menggendong sebuah buntalan pakaian
dan pedangnya juga tergantung di punggungnya, tanda
bahwa gadis itu hendak melakukan perjalanan jauh.
"Eh, engkaukah ini, Nona Wan...?" Yan Bun menegur
heran. "Tidak usah nona-nonaan, Ui Yan Bun! Namaku Kim Hui,
sebut saja namaku!" gadis itu memotong cepat.
Yan Bun tersenyum dan menghela napas panjang. Gadis ini
benar-benar bersikap terbuka, polos dan agak liar.
"Baiklah, Kim Hui. Ke manakah engkau hendak pergi, kalau
aku boleh bertanya" Atau... engkau memang mengejarku dan
kalau begitu, ada kepentingan apakah?" Tiba-tiba dia merasa
betapa jantungnya berdebar tegang karena terpikir olehnya
bahwa jangan-jangan ibu gadis itu meninggal!
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku hendak ikut denganmu ke Beng-san!" kata Kim Hui
singkat. Yan Bun terkejut. "Eh" Kenapa" Aku yang akan mencarikan
obat itu, Kim Hui, dan aku tidak memerlukan bantuan."
Kim Hui cemberut dan sinar matanya menyambar marah.
"Yan Bun, yang sakit adalah ibuku, ibu kandungku! Aku lebih
berhak mencari obat untuknya daripada engkau! Dan lagi, aku
tidak ingin membantumu, aku ingin cari sendiri kalau engkau
tidak suka melakukan perjalanan bersamaku!"
Melihat betapa gadis itu marah sekali, Yan Bun cepat
berkata, "Sama sekali bukannya aku tidak ingin melakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanan bersamamu, Kim Hui. Aku malah senang sekali
karena engkau lihai dan dapat diandalkan, akan tetapi...."
"Akan tetapi apa lagi" Kalau engkau tidak keberatan
melakukan perjalanan bersamaku, sudahlah jangan banyak
cakap. Mari kita lanjutkan perjalanan agar dapat cepat
memperoleh obat itu!"
Yan Bun harus mengakui bahwa gadis ini dapat merupakan
bantuan besar sekali baginya karena kelihaian gadis ini bahkan
melampauinya sehingga kalau dia bertemu penghalang di
jalan, gadis ini dapat membantu mengatasinya. Pula, memang
tentu saja gadis ini berhak dan berkewajiban untuk berusaha
mencarikan obat bagi ibunya. Dia khawatir kalau-kalau Kim
Hui akan menjadi semakin marah jika dia membantah lagi,
maka dia lalu berkata.
"Baiklah, mari kita pergi."
Mereka lalu me lanjutkan perjalanan dengan cepat mereka
berlomba lari! *** Beng-san merupakan pegunungan yang panjang, terdiri
dari banyak bukit-bukit dan puncaknya menjulang tinggi
menembus awan. Di atas puncak sebuah di antara bukit-bukit
itu, yaitu Bukit Kera, tinggal seorang pertapa wanita berjuluk
Im Yang Sian-kouw. Wanita ini berusia sekitar empat puluh
satu tahun, masih tampak cantik dan lembut, berpakaian
jubah pendeta yang longgar berwarna putih. Di puncak itu ia
mempunyai sebuah pondok kayu yang cukup besar dan ia
mempunyai seorang pelayan wanita setengah baya berusia
lima puluh tahun. Selain itu, ia mempunyai pula seorang murid
laki-laki, seorang pemuda berusia dua puluh dua tahun
bernama Si Han Bu yang merupakan murid tunggalnya.
Pada suatu pagi yang cerah, walaupun matahari masih
tampak merah dan bulat besar di ufuk timur, seorang pemuda
sedang berlatih silat di lapangan yang datar di puncak Bukit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kera. Dia berlatih silat di antara tanaman bunga-bunga yang
merupakan taman itu belakang pondok, dan di tengah taman
itu memang sengaja dibuat sebuah lapangan untuk berlatih
silat. Pemuda itu berusia dua puluh dua tahun, bertubuh tinggi
tegap dan wajahnya yang berkulit putih itu tampan. Sepasang
matanya bersinar-sinar terang membayangkan semangat
hidup dan kegembiraan, mulutnya mengandung senyum
nakal. Akan tetapi wajahnya membuat orang yang
memandangnya sukar untuk menjadi marah karena wajah itu
tampak ramah sekali. Pakaiannya sederhana dan baik celana
maupun bajunya terbuat dari kain berwarna putih bersih.
Pada saat itu, pemuda yang bernama Si Han Bu ini sedang
berlatih silat. Tangan kanannya memegang sebatang pedang
dan dengan gerakan indah dia mainkan pedang itu, mula-mula
lambat saja, kemudian semakin cepat sehingga pedangnya
berubah menjadi gulungan sinar putih.
Tiba-tiba dari dalam pondok itu muncul seorang wanita
yang berpakaian serba putih pula. Wanita ini adalah Im-yang
Sian-kouw, biarpun usianya sudah empat puluh satu tahun
lebih, namun ia masih tampak cantik dengan wajahnya yang
lembut, sepasang matanya yang sinarnya lembut namun
terkadang mencorong penuh wibawa, kulitnya yang putih
mulus, rambutnya yang panjang hitam dan mulutnya yang
selalu tersenyum ramah walaupun ada garis-garis kedukaan
membekas di kedua ujung mulutnya. Tubuhnya juga masih
tampak ramping padat. Dengan langkah perlahan Im-yang
Sian-kouw keluar dari pintu belakang menuju ke dalam taman
di mana murid tunggalnya, Si Han Bu, sedang berlatih silat
pedang. Ia duduk di atas bangku tak jauh dari lapangan
berlatih silat itu, menonton dengan penuh perhatian lalu
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begitulah seharusnya Im-yang Kiam-sut (Ilmu Pedang Im
Yang) dimainkan, Han Bu. Coba sekarang imbangi dengan Imyang Po-san (Kipas Im Yang)!"
Tanpa menghentikan gerakan pedangnya, Si Han Bu
mencabut sebuah kipas lebar yang mukanya berwarna putih
akan tetapi belakangnya berwarna hitam, lalu tangan kiri yang
memegang kipas itu membuat gerakan silat melengkapi
gerakan pedangnya sehingga tampak dua buah senjata yang
paling menunjang dan saling me lindungi. Indah dan juga
berbahaya sekali bagi lawan permainan kombinasi pedang dan
kipas itu! Setelah pemuda itu berhenti berlatih dan berdiri di depan
gurunya, Im-yang Sian-kouw berkata lembut namun dengan
nada suara bersungguh-sungguh. "Han Bu, kalau ilmu
pedangmu sudah baik sekali, permainan kipasmu masih terlalu
lemah. Kipasmu itu hanya mengambil bagian pertahanan saja,
padahal kalau engkau selingi dengan serangan tiba-tiba, akan
membuat lawan terkejut dan bingung. Engkau mainkan
kipasmu seperti sedang menari saja, hanya menekankan segi
keindahannya daripada kegunaannya dalam pertandingan."
Pemuda itu tersenyum lebar. "Maaf, Subo (Ibu Guru), teecu
(murid) tadi memang lebih banyak menggunakan kipas untuk
mengipasi tubuh teecu yang panas berkeringat. Maklum sudah
sejak pagi sekali tadi teecu berlatih sehingga teecu merasa
gerah sekali. Maaf, Subo." Dia kini menggunakan ujung lengan
bajunya untuk mengusap keringat yang membasahi muka dan
lehernya. Melihat lagak muridnya yang lucu itu, Im-yang Siankouw tersenyum. Ia sangat menyayang muridnya itu dan
menganggapnya seperti puteranya sendiri.
Sesungguhnya, yang menemukan Si Han Bu adalah
gurunya, yaitu Bu Beng Kiam-sian yang kini telah meninggal
dunia sekitar setahun yang lalu. Bu Beng Kiam-sian
menemukan Si Han Bu yang sudah yatim piatu, ketika anak
yang baru berusia sepuluh tahun itu bersama ayah ibunya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan dusun karena pergi mengungsi setelah terjadi
perang. Dalam pengungsian mereka, di kaki pegunungan
Beng-san, mereka bertemu pasukan pengikut Jenderal Wu
Sam Kwi dan melihat ibu Si Han Bu yang cantik, mereka
hendak mengganggunya. Ayah ibu Si Han Bu melawan sampai
akhirnya mati dikeroyok dan Han Bu yang berusia sepuluh
tahun melarikan diri dikejar beberapa orang prajurit. Untung
pada saat yang gawat dan berbahaya bagi keselamatan anak
itu, muncul Bu Beng Kiam-sian yang segera menghajar para
prajurit dan menolong anak itu. Bu Beng Kiam-sian lalu
mengubur jenazah ayah ibu Han Bu dan membawa anak itu ke
Bukit Kera. Nah, sejak berusia sepuluh tahun Han Bu menjadi
murid Im-yang Sian-kouw atau cucu murid Bu Beng Kiam-sian.
Setelah Bu Beng Kiam-sian meninggal, maka di puncak Bukit
Kera itu tinggal Im-yang Sian-kouw, Si Han Bu, dan nenek
pelayan yang menempati pondok itu.
"Han Bu, ingatlah bahwa engkau tidak boleh jumawa,
jangan dikira bahwa kepandaianmu sudah paling hebat. T idak
ada batas bagi tingkat kepandaian manusia. Y ang pandai ada
yang lebih pandai lagi, yang tinggi ada yang lebih tinggi lagi.
Engkau harus selalu rendah hati karena orang yang rendah
hati sajalah yang memiliki kesempatan besar untuk
meningkatkan kepandaiannya. Sebaliknya orang yang merasa
dirinya paling hebat tidak akan maju, bahkan kesombongannya sendiri yang akan menjatuhkannya. Engkau
harus terus belajar, tidak ada kata akhir bagi orang belajar,
bahkan sampai mati pun kita harus tetap belajar."
Han Bu menggaruk-garuk bagian belakang telinganya
biarpun tidak terasa gatal, "Waduh, alangkah akan lelahnya
kalau harus belajar terus selama hidup, Subo!"
Im-yang Sian-kouw tertawa. "Hush, bukan hanya belajar
silat terus menerus. Hidup bukan hanya sekadar belajar silat,
Han Bu. Hidup ini sendiri merupakan proses belajar, sejak lahir
sampai akhir usia. Belajar dari kehidupan ini agar engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan hanya mahir mainkan pedang dan kipas untuk
melindungi diri sendiri dan orang lain, untuk mempertahankan
dan membela kebenaran dan keadilan, akan tetapi banyak hal
yang perlu kaupelajari sehingga engkau mengerti benar apa
artinya hidup ini dan apa kewajibanmu dalam kehidupan.
Jangan sekali-kali merasa dirimu pandai."
Han Bu tertawa. "He-he, sudah sering Subo mengatakan
bahwa tidak ada orang pandai di dunia ini! Tadinya teecu
bingung. Masa tidak ada orang pandai" Bukankah mendiang
Sukong (Kakek Guru) dan Subo sendiri juga orang-orang
pandai" Akan tetapi sekarang teecu sudah mendapatkan
jawabannya mengapa Subo mengatakan bahwa di dunia ini
tidak ada orang pandai."
Sambil tersenyum melihat cara muridnya bicara yang lucu,
Im-yang Sian-kouw berkata, "Hemm, benarkah engkau sudah
mengerti mengapa" Coba katakan pendapatmu."
"Memang tidak ada orang pandai di dunia ini, Subo.
Sepandai-pandainya orang, dia masih amat bodoh. Buktinya,
orang yang bagaimana pandai pun, tidak dapat mengatur apa
yang menempel di tubuhnya sendiri. Tidak dapat menghentikan tumbuhnya rambut, tidak dapat mencegah
kuku menjadi panjang, apalagi menghitung rambutnya sendiri.
Maaf, Subo, teecu berani bertaruh bahwa Subo sendiri juga
tidak dapat menghitung berapa banyaknya rambut yang
berada di kepala Subo. Maka, benarlah kalau Subo
mengatakan bahwa tidak ada orang pandai di dunia ini!"
Im-yang Sian-kouw tertawa dan menutupi mulutnya.
"Karena itu, jangan sekali-kali engkau menjadi sombong dan
merasa dirimu pandai. Kepandaian manusia itu terbatas sekali.
Yang Maha Pandai hanyalah Thian Yang Maha Kuasa. Apa
yang dapat dilakukan manusia hanyalah karunia yang
diberikan oleh Thian, bukan karena si manusia sendiri yang
pandai. Nah, sudahlah, Han Bu, kalau bicara denganmu aku
selalu menjadi geli dan ingin tertawa. Berlatihlah lagi sampai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Im-yang Po-san dapat kaumainkan dengan sebaik-baiknya.
Aku akan bersamadhi dan kalau engkau ingin sarapan lagi,
minta saja kepada Sun-ma (Ibu Sun) di dapur, tidak perlu
menunggu aku karena aku tidak ingin makan pagi ini."
"Wah, Subo tentu selalu memegang prinsip Subo, yaitu:
Tidak makan kalau tidak lapar, tidak minum kalau tidak haus,
tidak tidur kalau tidak mengantuk!"
"Tentu saja, anak bodoh. Melakukan lebih dari apa yang
dibutuhkan badan merupakan pemborosan tenaga dan
pengrusakan diri sendiri." Setelah berkata demikian, Im-yang
Sian-kouw meninggalkan tempat itu, kembali memasuki
pondok dengan mulut masih menahan senyum. Hidup dekat
pemuda itu orang tidak mungkin dapat menahan tawa dan
gembira. Ia bersukur kepada Tuhan bahwa terdapat seorang
murid seperti Han Bu yang dianggapnya putera sendiri yang
selalu mendatangkan seri gembira dalam hidupnya,
menghiburnya dari duka nestapa yang pernah ia alam i di masa
mudanya. Han Bu memandang gurunya yang berjalan santai menuju
pondok sampai gurunya itu lenyap di balik pintu belakang
pondok. Dia tersenyum dan merasa bangga sekali kepada ibu
gurunya yang dia anggap sebagai ibunya sendiri. Betapa
bahagianya dia! Biarpun sejak kecil kehilangan ayah ibunya
yang terbunuh oleh para prajurit dari Selatan, namun dia
memperoleh pengganti. Sebelum meninggal, Bu Beng Kiamsian juga amat baik kepadanya. Biarpun kini kakek itu sudah
meninggal, namun dia mendapatkan pengganti ayah ibunya
dalam diri Im-yang Sian-kouw! Dia amat menyayang ibu
gurunya, menyayangnya seperti ibunya sendiri. Dia selalu
menyanjung gurunya, mengagumi kecantikannya, kelembutannya, kebijaksanaannya,
dan kepandaiannya. Terkadang dia juga dapat merasakan betapa ada sesuatu
yang membuat gurunya itu menderita batin yang selalu
ditahan-tahannya. Tentu ada hubungannya dengan riwayat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
subonya ketika masih muda. Akan tetapi subonya tidak pernah
menceritakan riwayat hidupnya dan dia pun tidak berani
bertanya. Si Han Bu mulai berlatih lagi. Kini dia hanya melatih ilmu
silat kipasnya saja. Setelah dia berlatih dengan gaya yang
indah namun lucu sampai puluhan jurus dan mulai merasa
gerah, tiba-tiba berkelebat dua sosok bayangan orang. Han Bu
cepat menghentikan perma inan silat kipasnya dan ketika dia
memandang, di situ telah berdiri seorang pemuda berpakaian
serba biru yang berwajah tampan gagah dan seorang gadis
berpakaian mewah seperti puteri bangsawan yang berwajah
manis dengan tahi lalat hitam kecil di dagu kirinya. Melihat
mereka berdua membawa pedang di punggung, Han Bu dapat
menduga bahwa mereka tentulah orang-orang kang-ouw yang
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pandai ilmu silat.
Melihat gadis cantik manis yang sikapnya angkuh, berdiri
dengan menegakkan kepala dan membusungkan dada yang
sudah mulai dewasa itu, timbul kenakalan Han Bu. Dia
tersenyum cengar-cengir mengamati dua orang itu, terutama
gadis yang manis itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
JILID VII MEREKA adalah Ui Yan Bun dan Wan Kim Hui. Melihat
pemuda yang cengar-cengir dengan senyum yang seperti
menertawakan itu, Kim Hui sudah naik darah. Ia cemberut dan
alisnya berkerut, sinar matanya berkilat. Tadi ia sempat
melihat pemuda yang cengar-cengir itu bersilat dengan kipas,
gayanya seperti seorang badut menari.
"Hei, kamu tukang kebun, ya?" tegurnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Bu tidak marah melihat orang demikian galak dan
memandang rendah. "Benar, Nona yang cantik manis. Aku
tukang kebun di sini."
"Heh, lancang mulut kamu! Berani menyebut aku Nona
yang cantik manis! Kamu hendak kurang ajar, ya?" bentak Kim
Hui, sedangkan Yan Bun hanya melihat saja karena dia
merasa betapa Kim Hui terlalu kasar bertanya. Selama
melakukan perjalanan bersama Kim Hui, Yan Bun dapat
mengenal watak gadis itu. Gagah berani dan terbuka, juga
memiliki perasaan adil dan menentang yang jahat, akan tetapi
galaknya bukan main!
Si Han Bu membelalakkan matanya dan mulutnya terbuka,
lalu bibirnya dimonyongkan meruncing.
"Maafkanlah aku, Nona yang jelek dan pahit," katanya
sambil membungkuk dengan sikap hormat.
Sikap dan ucapan Han Bu ini bagaikan minyak disiramkan
kepada api. Mukanya menjadi merah, matanya berapi, kedua
tangannya dikepal lalu ia menudingkan telunjuk kirinya ke
arah muka pemuda itu.
"Monyet kurang ajar! Pantas bukit ini disebut Bukit Kera,
tentu karena monyet busuk seperti kamu berada di sini!
Keparat busuk kamu, berani mengatakan aku jelek dan pahit!"
Kim Hui membanting kakinya lalu mencabut pedangnya.
"Eiitt, tenang dulu, Nona. Engkau ini bagaimana sih" Aku
jadi bingung. Tadi kusebut Nona yang cantik dan manis,
engkau marah. Lalu aku mengubah sebutan menjadi Nona
yang jelek dan pahit, engkau malah semakin marah. Lalu aku
harus menyebutmu bagaimana?"
"Cerewet! Engkau memang kurang ajar, pantas dihajar.
Biar kurobek mulutmu yang lancang itu!" Gadis itu menerjang
dan menyerang Han Bu dengan pedangnya. Pedang meluncur
ke arah mulut pemuda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kim Hui, jangan...!" Yan Bun berteriak mencegah, akan
tetapi serangan sudah dilakukan.
"Tranggg...!" Cepat sekali Han Bu sudah mencabut pedang
dan menangkis serangan itu. Keduanya melangkah mundur
karena pertemuan dua batang pedang itu terasa menggetarkan tangan mereka. Kim Hui memandang kepada
pemuda di depannya itu dengan marah.
Han Bu berdiri dengan pedang di tangan kanan dan tangan
kirinya masih memegang kipasnya yang kini dia pergunakan
untuk mengipasi tubuhnya. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Aduh-aduh, baru kali ini aku bertemu orang segalak ini!
Datang-datang mengamuk seperti kerbau kehilangan tanduk...."
"Engkau yang anjing! Engkau yang kerbau, babi, monyet,
kadal busuk!" Kim Hui memaki-maki marah. "Kau maki aku
kerbau, ya" Mampuslah!" Kim Hui menyerang dengan marah,
kini menyerang untuk membunuh.
"Kim Hui, jangan...!" Yan Bun kembali berseru.
Akan tetapi dalam keadaan marah seperti itu, K im Hui tidak
mempedulikan siapapun juga. Ia menyerang dengan
mengerahkan tenaga dan menggunakan jurus-jurus terampuhnya. Akan tetapi, ia semakin penasaran karena
ternyata Han Bu dapat mengelak atau menangkis semua
serangannya! Akan tetapi diam-diam Han Bu terkejut bukan
main karena gadis yang galak dan dianggapnya sombong itu
ternyata bukan lawan yang ringan! Dia harus berhati-hati dan
menggunakan pedang dan kipasnya untuk membela diri!
Bahkan dia harus balas menyerang karena kalau dia terus
membela diri saja, akhirnya dia pasti akan terluka. Gadis itu
memiliki tingkat kepandaian yang tidak berada di bawah
tingkatnya sendiri!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perkelahian itu seru sekali dan Yan Bun sudah menjadi
bingung. Sukarlah untuk melarang seorang gadis seperti Kim
Hui yang keras hati dan kalau dia turun tangan melerai, dia
khawatir kalau-kalau pemuda yang suka bergurau dan nakal
itu akan salah sangka dan mengira dia mengeroyoknya. Maka
dia hanya dapat berseru berulang kali.
"Kim Hui, berhentilah! Berhentilah kalian berkelahi!"
Akan tetapi karena Kim Hui yang merasa penasaran terus
saja menyerang, terpaksa Han Bu membela diri sehingga
perkelahian itu tidak dapat dihentikan.
Tiba-tiba tampak bayangan putih berkelebat.
"Tarrr-tarrr...!" Segulung sinar putih menyambar. Kim Hui
berseru kaget dan pedangnya hampir terlepas dari tangannya
ketika bertemu sinar putih. Ia melompat ke belakang dan Han
Bu segera menyimpan kedua senjatanya dan memberi hormat
kepada Im-yang Sian-kouw yang sudah berdiri di antara dua
orang yang tadi berkelahi.
"Subo, teecu terpaksa membela diri dan tidak dapat
berhenti karena ia yang amat galak itu terus mendesak teecu
dan tidak mau berhenti menyerang."
"Tentu saja aku menyerangmu, engkau laki-laki kurang
ajar! Engkau memaki aku kerbau!" teriak Kim Hui. Ia
memandang kepada wanita berpakaian serba putih yang kini
memandangnya. Wanita itu tadi telah me lerai perkelahian
menggunakan sehelai pita putih dan ia merasa terkejut sekali
betapa pita sutera putih itu demikian kuatnya sehingga hampir
saja pedangnya terlepas ketika terbentur pita yang berubah
menjadi sinar putih. Tahulah ia bahwa ia berhadapan dengan
seorang wanita yang memiliki tingkat kepandaian tinggi sekali.
Ui Yan Bun juga maklum bahwa ia berhadapan dengan
seorang yang amat lihai, dan diam-diam ia merasa heran
sekali. Mengapa dia merasa seolah pernah bertemu dengan
wanita ini" Bahkan dia merasa seolah dia telah mengenalnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan baik. Akan tetapi dia tidak ingat lagi di mana dan
kapan pernah bertemu dengannya. Cepat dia memberi hormat
kepada wanita itu.
"Locianpwe, saya mohon maaf atas kelancangan kami
berdua, telah mengganggu ketenangan di sini."
Im-yang Sian-kouw memutar tubuh menghadapi pemuda
itu dan ia tersenyum. Begitu wanita itu tersenyum, jantung
Yan Bun berdebar aneh. Dia merasa yakin pernah bertemu
dengan wanita ini, akan tetapi tetap saja dia tidak ingat di
mana dan kapan.
"Baik, orang muda. Aku yakin bahwa kalian berdua
bukanlah orang-orang sesat yang hendak membuat kacau di
tempat ini. Apa yang terjadi dengan muridku tadi tentu hanya
merupakan kesalah-pahaman belaka. Maklumlah, muridku Si
Han Bu ini memang nakal dan suka bergurau! Nona muda,
kaumaafkan muridku," katanya sambil menoleh kepada Kim
Hui. Wan Kim Hui memang seorang gadis yang liar dan galak,
namun ia memiliki keadilan dan kalau berhadapan dengan
orang yang lembut dan ramah, kekerasan hatinya mencair
seperti salju dibakar.
"Bibi yang baik, aku juga minta maaf, akan tetapi harap
engkau suka mengajar muridmu itu agar dia bersikap sopan
kepada seorang gadis."
Mendengar suara gadis itu kini lembut dan sama sekali
tidak tampak marah atau mendongkol, Si Han Bu tersenyum.
"Aku yang bersalah, Nona yang... baik dan lihai sekali,
maafkan aku."
Kim Hui tersenyum dan semua orang tersenyum. Im-yang
Sian-kouw kini berkata kepada Yan Bun. "Orang muda,
siapakah kalian dan apa maksud kalian datang berkunjung ke
rumah kami?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Locianpwe, saya bernama Ui Yan Bun dan Nona ini
bernama Wan Kim Hui. Kami datang dari Lam-hu dan
sebetulnya jauh-jauh kami berkunjung ke Beng-san ini adalah
untuk menghadap Locianpwe Bu Beng Kiam-sian."
"Aih, sungguh sayang, kedatangan kalian berdua sia-sia
karena Suhu Bu Beng Kiam-sian sudah wafat sekitar setahun
yang lalu," kata Im-yang Sian-kouw dengan suara menyesal
karena ia merasa kasihan kepada dua orang muda yang
datang dari jauh dengan sia-sia itu.
"Aduh, celaka... Yan Bun...!" T iba-tiba Kim Hui berseru dan
ia pun menangis.
Hampir saja Si Han Bu berseru saking herannya, akan
tetapi ditahan ketika ingat betapa galaknya gadis itu. Yang
membuat dia bengong terheran-heran adalah melihat gadis
yang demikian galaknya kini dapat menangis tersedu-sedu!
"Ui Y an Bun, apakah yang terjadi" Mengapa kalian mencari
mendiang Suhu Bu Beng Kiam-sian dan mengapa pula Kim Hui
ini menangis sedih ketika mendengar beliau telah tiada?"
"Locianpwe, kami berdua dari Lam-hu berkunjung ke sini
untuk menghadap Locianpwe Bu Beng Kiam-sian dan mohon
pertolongan beliau untuk menyelamatkan nyawa ibu dari Adik
Wan Kim Hui ini. Akan tetapi, beliau ternyata telah wafat,
maka habislah harapan kami untuk mendapatkan obat itu...,"
kata Yan Bun dengan nada sedih.
"Ah, mengapa putus harapan" Nona Wan Kim Hui, hentikan
tangismu. Biarpun Kakek Guru Bu Beng Kiam-sian telah wafat
setahun yang lalu, akan tetapi masih ada yang dapat
mengobati ibumu!" kata Si Han Bu dengan suara lantang
mengandung hiburan.
Mendengar ini, seketika Kim Hui menghentikan tangisnya
dan Yan Bun juga memandang pemuda yang riang itu dengan
penuh harapan baru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benarkah" Engkau dapat mengobati ibuku?" Kim Hui
bertanya dan ia melangkah maju menghadapi pemuda itu.
Si Han Bu tersenyum. "Tenanglah, Nona dan jangan
khawatir. Bukan aku yang dapat mengobati ibumu, akan tetapi
Subo Im-yang Sian-kouw adalah murid mendiang Sukong Bu
Beng Kiam-sian dan Subo telah mewarisi semua kepandaian
mendiang Su-kong. Beliau ini yang akan mampu menyembuhkan ibumu."
"Si Han Bu! Engkau sudah lupa akan pesanku agar engkau
tidak menyombongkan diri?" tegur Im-yang Sian-kouw kepada
muridnya. Han Bu tersenyum dan memberi hormat kepada gurunya.
"Maaf, Subo, akan tetapi teecu bukan menyombongkan diri,
hanya membanggakan Subo. Apa itu tidak boleh?"
Sulitlah untuk marah kepada seorang seperti Han Bu. Imyang Sian-kouw tersenyum lalu berkata kepada Yan Bun dan
Kim Hui. "Kalian hendak bertemu dengan mendiang guruku, biarlah
aku mewakilinya. Mari, silakan masuk dan kita bicara di dalam
pondok." Setelah berkata demikian Im-yang Sian-kouw memasuki
pondoknya. Ketika Yan Bun dan Kim Hui tampak ragu-ragu,
Han Bu memberi isyarat agar mereka berdua ikut masuk. Dia
mengiringkan dari belakang.
Setelah berada di dalam pondok, mereka berempat duduk
mengelilingi meja dan Sun-ma, pelayan tua itu, menghidangkan air teh.
"Nah, sekarang ceritakanlah apa yang telah terjadi dengan
ibumu, Wan Kim Hui," kata wanita cantik berpakaian pendeta
itu kepada Kim Hui.
Kim Hui memandang kepada Y an Bun lalu kepada nyonya
rumah dan berkata, "Bibi, biarlah Ui Yan Bun yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menceritakannya karena dia yang bertugas mencari obat. Aku
hanya menemaninya saja. Yan Bun, ceritakanlah kepada Bibi
Im-yang Sian-kouw seperti yang pernah kuceritakan
kepadamu tentang keluargaku."
Yan Bun memang sudah mendengar dari gadis itu tentang
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semua peristiwa yang menimpa keluarga Wan Cun. Maka dia
lalu menceritakan kepada Im-yang Sian-kouw apa yang terjadi
di daerah Se-cuan, yang menimpa keluarga Wan sehingga
Nyonya Wan Cun mengalami luka dalam yang parah dan
mereka bertiga terpaksa melarikan diri dari daerah yang
dikuasai pemerintahan Raja Muda Wu Sam Kwi.
Im-yang Sian-kouw dan Si Han Bu mendengarkan dengan
penuh perhatian sampai Yan Bun mengakhiri ceritanya.
Setelah pemuda itu selesai bercerita, Im-yang Sian-kouw
memandang kepada Kim Hui dan bertanya.
"Kim Hui, ayahmu bernama Wan Cun. Bukankah dia yang
berjuluk Lam-ong?"
"Benar, Bibi. Ibuku terluka oleh pukulan Hek-tok-ciang dari
Lam-hai Cin-jin, harap engkau suka memberi obat untuk
menyembuhkannya."
Im-yang Sian-kouw mengangguk-angguk. "Aku pernah
mendengar nama Lam-ong dan juga Lam-hai Cin-jin.
Kabarnya Lam-hai Cin-jin menjadi Koksu (Guru Negara) dari
Raja Muda Wu Sam Kwi. Hemm, keluargamu dimusuhi karena
engkau memukul putera Raja Muda Wu Sam Kwi?"
"Pemuda itu kurang ajar, hendak memaksa aku menerima
lamarannya, Bibi. Kalau aku tahu akan berekor panjang
sehingga ibuku terluka, tentu bukan hanya kuhajar pemuda
she Wan itu, melainkan sudah kubunuh dia!"
Im-yang Sian-kouw menghela napas panjang. "Dan
engkau, Yan Bun, mengapa engkau yang mencarikan obat
untuk Nyonya Wan" Ada hubungan apakah antara engkau dan
keluarga Wan?" Wanita itu mengerling ke arah Kim Hui karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muncul dugaan bahwa tentu ada hubungan antara gadis
cantik itu dengan pemuda she Ui ini.
Kim Hui sudah mengerutkan alisnya, khawatir kalau-kalau
Yan Bun akan menceritakan tentang ia yang menculik Ui T iong
untuk dipaksa mengobati ibunya. Yan Bun memandang
kepadanya dan mengerti akan kegelisahan hati K im Hui, maka
dia tersenyum dan berkata kepada Im-yang Sian-kouw.
"Begini, Locianpwe. Saya tidak mempunyai hubungan
dengan keluarga Wan, bahkan saya bukan penduduk Lam-hu.
Ketika saya mengunjungi Paman saya Ui Tiong di Lam-hu,
Paman sedang mencoba untuk mengobati Nyonya Wan. Akan
tetapi luka beracun yang diderita Nyonya Wan itu amat parah
dan Paman Ui T iong tidak mampu menyembuhkannya. Paman
saya mengatakan bahwa yang dapat mengobati hanyalah
Locianpwe Bu Beng Kiam-sian. Karena itu saya yang pernah
bertemu dengan Locianpwe Bu Beng Kiam-sian memberanikan
diri untuk membantu keluarga Wan."
"Ah, engkau pernah bertemu dengan mendiang Suhu?" Imyang Sian-kouw bertanya. "Kenapa aku tidak pernah
melihatmu?"
"Saya pernah diajak Suhu Thian Bong Sianjin berkunjung
ke sini, Locianpwe, ketika Locianpwe Bu Beng Kiam-sian masih
hidup. Ketika itu, sekitar lima tahun yang lalu, beliau tinggal
seorang diri di pondok ini."
"Lima tahun yang lalu" Ah, ketika itu aku dan muridku Si
Han Bu ini memang masih tinggal di lereng bukit. Aku
mengenal nama Thian Bong Sianjin. Jadi engkau muridnya"
Baiklah, Yan Bun dan Kim Hui, aku suka menolong Nyonya
Wan. Keterangan Han Bu tadi memang bukan membual, aku
mewarisi ilmu pengobatan dari mendiang Suhu dan kebetulan
sekali aku menyimpan obat yang amat langka untuk
menyembuhkan luka beracun berbahaya seperti akibat
pukulan Hek-tok-ciang itu." Wanita itu lalu menghampiri almari
kayu dan mengambil sebuah bungkusan, menyerahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Yan Bun. "Ini adalah Jamur Salju Putih. Masak dengan
air tiga mangkok, biarkan mendidih dan tinggal satu mangkok,
minumkan kepada si sakit. Kemudian ampasnya boleh diulang,
masak dengan dua mangkok air disisakan semangkok, diulang
pagi dan sore sampai tiga hari. Kalau Thian menghendaki,
hawa beracun itu pasti dapat terusir bersih!"
Yan Bun dan Kim Hui merasa girang sekali. Mereka
mengucapkan terima kasih dan pamit. Han Bu mengantar
mereka sampai menuruni puncak dan tiba di lereng paling
bawah. Yan Bun menghentikan langkahnya dan berkata
kepada Han Bu. "Saudara Si Han Bu, kami kira cukuplah engkau mengantar
kami. Banyak terima kasih atas kebaikanmu dan sampaikan
terima kasih kami yang sedalam-dalamnya kepada gurumu."
"Ah, Yan Bun dan Kim Hui, setelah aku bertanding dengan
Kim Hui kemudian kalian bertemu dengan Subo dan diberi
obat, bukankah kita bertiga telah menjadi sahabat" Setelah
menjadi sahabat, di antara kita tidak perlu ada sungkansungkanan lagi, bukan?"
Melihat wajah yang cerah dan ramah itu, Y an Bun tertawa.
"Ah, tentu saja, Han Bu. Aku senang dan bangga menjadi
sahabatmu!"
Han Bu memandang kepada Kim Hui. "Lho, kenapa engkau
cemberut, Kim Hui" Apakah engkau tidak suka menjadi
sahabatku" Apakah engkau masih saja menganggap aku
seorang pemuda kurang ajar?"
"Selama engkau menganggap aku galak, aku akan
menganggap engkau kurang ajar," jawab Kim Hui tanpa
senyum. "Aih, K im Hui, engkau masih belum dapat memaafkan aku"
Sekarang aku tidak menganggap engkau galak lagi. Engkau
manis.... budi, maksudku baik hati dan aku bangga sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi sahabatmu! Sekali lagi maafkan aku dan jangan
engkau benci padaku, Kim Hui."
"Siapa yang benci" Aku tidak benci padamu!" kata Kim Hui,
kini tidak lagi cemberut.
"Bagus! Kalau begitu engkau sayang padaku?"
"Apa"! Sayang...?"
"Maksudku, sayang sebagai sahabat. Kalau tidak benci
berarti sayang, bukan" Wah, jangan marah lagi, sobat."
Kim Hui tersenyum. Memang harus ia akui bahwa sukarlah
untuk marah kepada pemuda yang riang ini. "Aku tidak benci,
itu saja sudah cukup dan aku menganggap engkau sahabatku.
Nah, sekarang, selamat berpisah dan jangan ikuti kami lagi."
"Baiklah, aku berhenti mengantar sampai di sini. Yan Bun,
selamat berpisah dan selamat jalan. Kim Hui, selamat jalan
dan mudah-mudahan kita akan saling berjumpa lagi. Jaga
dirimu baik-baik, sahabatku tersayang." Han Bu melambaikan
tangan kepada mereka berdua yang melanjutkan perjalanan.
Yan Bun juga melambaikan tangan dan Han Bu menanti-nanti,
akan tetapi Kim Hui berjalan terus, tidak menengok. Dia
mengerutkan alisnya, benar-benarkah gadis itu sama sekali
tidak mempedulikannya"
Tiba-tiba, sebelum mereka membelok, gadis itu membalikkan tubuhnya, tersenyum dan
melambaikan tangan sambil berseru.
"Han Bu, sampai jumpa dan jaga dirimu baik-baik!"
Setelah mereka berdua menghilang di belokan, Han Bu
meloncat-loncat kegirangan. "Ha-ha, ia suka padaku! Suka
padaku!" Dia lalu berlari cepat mendaki Bukit Kera.
Sementara itu, Ui Yan Bun dan Wan Kim Hui melakukan
perjalanan secepatnya kembali ke Bukit Siluman di dekat Lamhu. Ketika mereka tiba di tempat tinggal keluarga Wan,
mereka melihat betapa penyakit yang diderita Nyonya Wan
semakin parah. Kebetulan sekali hari itu Ui Tiong juga datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menengok dan memeriksa si sakit. Kedatangan dua orang
muda itu disambut dengan gembira dan muncul kembali
harapan dalam hati Wan Cun.
Kim Hui segera memasak obat itu seperti yang dipesankan
Im-yang Sian-kouw, kemudian setelah bersisa satu mangkok
dan agak dingin, obat itu diminumkan kepada ibunya. Setelah
minum obat itu, benar saja wajah Nyonya Wan menjadi agak
merah dan ia pun siuman dari pingsannya. Setelah siuman, ia
mengatakan bahwa dadanya tidak terasa terlalu nyeri dan
sesak lagi. Semua orang bergembira dan sete lah obat itu
diminum pagi sore sampai tiga hari, nyonya itu sembuh sama
sekali. Tanda telapak tangan menghitam itu pun lenyap dan
suami isteri itu mengucapkan terima kasih kepada Ui Yan Bun.
Setelah Nyonya Wan sembuh, mulailah Yan Bun dilatih ilmu
silat oleh Lam-ong Wan Cun dan Yan Bun tinggal di Bukit
Siluman sampai selama satu tahun.
(Oo-dwkz-oO) Pangeran Bouw Hun Ki adalah adik kaisar yang setia
mendukung Kaisar Shun Chi. Dia sendiri seorang sastrawan
yang berwatak gagah berani menentang kelaliman biarpun dia
tidak pernah mempelajari ilmu silat tinggi. Akan tetapi dia
mempunyai seorang isteri yang amat lihai. Isterinya atau
Bouw Hujin (Nyonya Bouw) dahulu bernama Souw Lan Hui
dan di dunia kang-ouw ia terkenal sebagai seorang pendekar
wanita yang berjuluk Sin-hong-cu (Burung Hong Sakti).
Memang agak aneh kalau dua orang yang berlainan keahlian
ini, yang laki-laki ahli sastra yang wanita ahli s ilat, dapat saling
jatuh cinta lalu menikah.
Pangeran Bouw Hun Ki kini berusia lima puluh empat
tahun, masih tampan dan gagah dengan rambut bercampur
uban. Isterinya, Bouw Hujin, berusia sekitar lima puluh satu
tahun, masih cantik dan tubuhnya ramping padat dan biarpun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerak-gerik dan suaranya lembut seperti seorang wanita
bangsawan karena ia isteri seorang pangeran, namun sinar
matanya terkadang mencorong penuh wibawa dan kekuatan.
Suami isteri ini mempunyai dua orang anak, yaitu yang
pertama bernama Bouw Kun Liong, kini berusia dua puluh
empat tahun, wajahnya tampan mirip ayahnya dan
pakaiannya indah, sikapnya agak galak namun dia menghargai
kejujuran dan kegagahan, yang ke dua seorang gadis berusia
sekitar delapan belas tahun bernama Bouw Hwi Siang, cantik
seperti ibunya. Dua orang anak ini juga menerima
gemblengan ilmu silat ibu mereka dan juga mempelajari sastra
dari ayah mereka.
Karena maklum bahwa di antara para pangeran banyak
yang hendak memperebutkan tahta, maka Kaisar Shun Chi
merasa khawatir akan keselamatan putera mahkota, yaitu
putera dari permaisuri, Pangeran Kang Shi yang ketika itu
baru berusia sekitar sebelas tahun. Karena dia percaya
sepenuhnya kepada Pangeran Bouw Hun Ki, terutama sekali
karena dia maklum bahwa Panglima Bouw Hun Ki memiliki
isteri dan dua orang anak yang amat lihai dan boleh
diandalkan, maka Kaisar Shun Chi menitipkan Pangeran
Mahkota Kang Shi pada keluarga Pangeran Bouw agar dididik
dan dilindungi.
Bouw Hujin amat berhati-hati menjaga keamanan Pangeran
Mahkota. Ia membuat sebuah ruangan rahasia di bawah lantai
gedung sehingga kalau sewaktu-waktu ada bahaya mengancam, ia dapat mengungsikan dan menyembunyikan
pangeran itu ke dalam ruangan rahasia.
Kini, setelah terjadi percobaan pembunuhan terhadap
kaisar, dan percobaan pembunuhan terhadap Pangeran
Mahkota seperti yang dilakukan Pangeran Leng Kok Cun yang
mengutus Gui Tiong dan Bu Kong Liang yang dibayangi Twato Ngo-liong, maka keluarga Bouw menjadi semakin waspada
dan berhati-hati. Kini penjagaan dilakukan dengan ketat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi kini mereka mendapat bantuan dari Bu Kong Liang
dan Gui Siang Lin yang diminta tinggal untuk sementara di
gedung keluarga Bouw untuk ikut menjaga keselamatan
Pangeran Kang Shi.
Setelah Kong Liang dan Gui Siang Lin yang masih adik
seperguruannya itu tinggal kurang lebih satu bulan di gedung
keluarga Bouw, mereka menjadi akrab dengan putera dan
puteri Pangeran Bouw. Bouw Hwi Siang tertarik sekali kepada
Bu Kong Liang yang gagah perkasa, sopan, jujur dan tegas
penuh kejantanan itu. Adapun Bouw Kun Liong juga jatuh
cinta kepada Gui Siang Lin, sebaliknya gadis yatim piatu itu
pun tertarik kepada pemuda bangsawan yang tampan dan
gagah itu. Pada suatu pagi, Pangeran Bouw Hun Ki bercakap-cakap
dengan isterinya di serambi sambil minum teh. Mereka berdua
tadi melihat putera dan puteri mereka bersama Bu Kong Liang
dan Gui Siang Lin dengan wajah gembira pergi ke lian-bu-thia
(ruangan berlatih silat). Empat orang muda itu setiap pagi
berlatih ilmu silat dan mereka saling menguji dan saling
memberi petunjuk sehingga mereka dapat saling mengisi dan
saling melengkapi. Kong Liang dan Siang Lin adalah muridmurid Siauw-lim-pai, adapun Kun Liong dan Hwi Siang
keduanya menerima pelajaran silat Bu-tong-pai dari ibu
mereka. Padahal, ilmu silat Bu-tong-pai dahulunya juga
bersumber kepada ilmu silat Siauw-lim-pai, maka kedua a liran
itu memang dapat saling mengisi dan melengkapi.
"Lihatlah, Pangeran, keakraban anak-anak kita dengan
pemuda dan gadis itu!" kata Bouw Hujin kepada suaminya.
Pangeran Bouw mengangkat muka, memandang ke arah
ruangan belajar silat, lalu memandang isterinya. "Kalau
mereka akrab, lalu apa salahnya?"
Bouw Hujin tersenyum dan untuk ke sekian kalinya
Pangeran Bouw merasa kagum dan heran bahwa sampai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang setiap kali isterinya tersenyum, jantungnya bergetar
penuh kasih sayang.
"Tentu saja tidak salah, bahkan saya akan merasa senang
sekali kalau Kun Liong dapat berjodoh dengan Siang Lin dan
Hwi Siang dapat berjodoh dengan Kong Liang. Bukankah
gagasan ini baik sekali, Pangeran?"
Akan tetapi Pangeran Bouw menggelengkan kepalanya dan
mengerutkan alisnya. "Hemm, gagasan itu sungguh tidak
tepat!"
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pandang mata Bouw Hujin menjadi tajam ketika ia menatap
wajah suaminya. Ia pun mengerutkan alisnya dan suaranya
biarpun tetap halus mengandung teguran, "Pangeran, apakah
engkau tidak setuju karena mengingat bahwa pemuda dan
pemudi itu bukan berdarah bangsawan" Apakah mereka itu
dianggap terlalu rendah untuk menjadi jodoh anak-anak kita?"
Pangeran Bouw balas memandang isterinya dan dia
tersenyum lebar. "Isteriku yang baik, engkau tahu benar
bahwa aku bukan orang yang mempersoalkan keturunan.
Buktinya aku menikah denganmu dan kita menjadi suami isteri
yang berbahagia sampai sekarang."
"Kalau begitu, mengapa gagasan saya tadi dikatakan tidak
tepat?" Kembali pangeran itu tersenyum lebar. "Karena mendahului
mereka, isteriku yang baik! Apakah engkau ingin menjodohkan
anak-anak kita tanpa persetujuan mereka lebih dahulu" Kalau
begitu, aku tidak setuju. Mereka harus menentukan sendiri
dengan siapa mereka akan berjodoh."
Nyonya Bouw atau Souw Lan Hui tertawa dengan perasaan
lega. "Aih, tentu saja, Pangeran! Yang saya maksudkan tadi,
saya akan senang kalau kedua orang anak kita dapat berjodoh
dengan Bu Kong Liang dan Gui Siang Lin. Tentu saja yang
menentukan adalah mereka sendiri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yah, mudah-mudahan anak kita akan melakukan pilihan
yang tepat sehingga mereka akan dapat hidup berbahagia
dengan jodoh masing-masing," kata Pangeran Bouw.
"Ya, seperti kita," kata isterinya.
Tiba-tiba seorang prajurit pengawal yang bertugas menjaga
di gapura depan, datang memasuki serambi itu dan memberi
hormat kepada Pangeran Bouw dan isterinya. Dengan sikap
hormat dia melapor bahwa di luar terdapat Pangeran Ciu Wan
Kong yang datang berkunjung.
Sejak Pangeran Mahkota berada di gedung keluarga
Pangeran Bouw, tempat itu memang selalu dijaga oleh
pasukan pengawal. Hal ini untuk menambah penjagaan agar
keselamatan Pangeran Mahkota dapat terjamin. Mendengar
bahwa yang datang berkunjung adalah adik tirinya, Pangeran
Ciu Wan Kong, Pangeran Bouw segera memerintahkan agar
para penjaga mempersilakan tamu itu memasuki ruangan
tamu yang berada di sebelah kiri gedung. Mereka berdua
sendiri lalu meninggalkan serambi menuju ke ruangan tamu
untuk menyambut tamu.
Belum lama suami isteri itu duduk di ruangan tamu,
Pangeran Ciu Wan Kong memasuki ruangan itu bersama
puterinya, Ciu Thian Hwa. Pangeran Bouw Hun Ki bangkit dan
menyambut Pangeran Ciu Wan Kong dengan gembira.
"Aih, Dinda Pangeran Ciu Wan Kong! Sungguh berbahagia
sekali hati kami menerima kunjunganmu. Selamat datang,
Dinda, engkau tampak sehat dan gembira!" kata Pangeran
Bouw yang menyambut bersama isterinya dengan perasaan
heran dan gembira karena selama ini dia tahu bahwa adik
tirinya ini selama bertahun-tahun hidup tidak wajar, selalu
tenggelam dalam kesedihan, tidak pernah tersenyum, tidak
pernah keluar dari gedungnya, bahkan ada yang mendesasdesuskan bahwa Pangeran Ciu Wan Kong telah menjadi
seorang ling-lung yang miring otaknya. Akan tetapi sekarang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangeran itu muncul bersama seorang gadis cantik dan
tampak demikian cerah gembira penuh semangat!
Pangeran Ciu Wan Kong memberi hormat kepada kakak
tirinya dan kakak iparnya, dan setelah mereka semua duduk
mengelilingi meja, Pangeran Ciu berkata, "Maafkan saya,
Kanda Pangeran Bouw Hun Ki, sudah lama saya tidak pernah
datang menghadap. Hari ini saya sengaja datang, selain sudah
merasa rindu, juga untuk memperkenalkan anak saya ini, Ciu
Thian Hwa."
Thian Hwa cepat memberi hormat dan Pangeran Bouw
beserta isterinya memandang dengan hati tertarik, akan tetapi
juga dengan perasaan heran. Mereka tahu bahwa Pangeran
Ciu tidak pernah menikah, bahkan selir pun tidak punya,
bagaimana sekarang tahu-tahu telah mempunyai seorang
anak perempuan yang sudah dewasa" Melihat sikap dan
pandang mata kakak tirinya yang terheran-heran, Pangeran
Ciu Wan Kong berkata.
"Maaf, Kanda Pangeran, saya akui bahwa selama ini saya
hidup dalam keadaan seperti dalam mimpi penuh penderitaan
dan menyimpan rahasia. Sesungguhnya, hidup ini tidak ada
artinya lagi bagi saya setelah wanita yang saya cinta, terpaksa
meninggalkan saya membawa anak kami. Kemudian secara
tiba-tiba anakku, anakku tersayang, Ciu Thian Hwa ini,
muncul! Ah, betapa bahagia rasa hati saya, Kakanda. Saya
seolah bangkit dari jurang kematian. Saya hidup lagi! Dan
anak saya ini telah menjadi seorang yang memiliki ilmu silat
yang amat tinggi! Baru saja kami berdua menghadap
Sribaginda untuk memberi laporan tentang hal-hal rahasia
yang diketahui anak saya, dan di sana, Thian Hwa ini telah
menyelamatkan Sribaginda Kaisar dari usaha pembunuhan
lima orang penjahat. Ia telah membunuh mereka!"
"Ah, lalu bagaimana dengan Kakanda Kaisar?" tanya
Pangeran Bouw. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakanda Kaisar selamat, kemudian beliau memberi tugas
yang amat penting kepada Thian Hwa, dan mengutus kami
menyerahkan surat ini kepada Kanda."
Pangeran Ciu Wan Kong mengeluarkan surat dari kaisar
dan menyerahkannya kepada Pangeran Bouw Hun Ki yang
segera membacanya lalu menyerahkannya kepada isterinya
untuk dibaca. Dalam surat itu, Kaisar Shun Chi memberitahu
kepada mereka bahwa dia telah memberi Tek-pai (tanda
kuasa) kepada Ciu Thian Hwa dan memerintahkan gadis
perkasa itu untuk membantu Pangeran Bouw Hun Ki
melindungi Pangeran Mahkota dan menjaga agar penobatan
Putera Mahkota Kang Shi sebagai kaisar baru berjalan lancar.
Setelah membaca surat itu, suami isteri itu memandang
kepada Thian Hwa dengan kagum. "Ciu Thian Hwa, aku
merasa kagum dan bangga mempunyai seorang keponakan
sepertimu. Seorang gadis muda sepertimu ini sudah
mendapatkan Tek-pai dari Sribaginda Kaisar, sungguh luar
biasa," kata Pangeran Bouw.
"Sekarang aku ingat," kata Bouw Hujin. "Baru-baru ini aku
mendengar bahwa di dunia kang-ouw muncul seorang gadis
pendekar yang namanya amat terkenal sebagai Huang-ho
Sian-li (Dewi Sungai Kuning). Engkaukah Huang-ho Sian-li itu,
Ciu Thian Hwa?"
Thian Hwa yang sudah mendengar dari ayahnya bahwa
Nyonya Pangeran Bouw ini adalah seorang wanita sakti yang
memiliki ilmu silat tinggi sehingga memperoleh kepercayaan
kaisar untuk mendidik dan me lindungi Pangeran Mahkota,
memberi hormat.
"Memang saya yang dimaksudkan, akan tetapi julukan yang
diberikan orang kepada saya itu terlalu dilebih-lebihkan."
"Thian Hwa, coba ceritakan kepada kami rahasia penting
apa yang engkau sampaikan kepada Kakanda Kaisar," kata
Pangeran Bouw. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan singkat namun jelas Thian Hwa bercerita kepada
suami isteri itu tentang Pangeran Leng Kok Cun yang
mempunyai ambisi untuk memberontak dan merampas
kedudukan Kaisar dengan menyingkirkan saingan-saingannya
yaitu Pangeran Cu Kiong dan tentu saja Pangeran Mahkota
Kang Shi. Juga ambisi Pangeran Cu Kiong yang ingin merebut
kedudukan pengganti kaisar dari tangan Putera Mahkota Kang
Shi. Mendengar keterangan Thian Hwa, Bouw Hujin mengangguk-angguk dan berkata, "Dinda Pangeran Ciu dan
Thian Hwa, sebetulnya kami sendiri sudah lama mengetahui
tentang mereka yang tidak setia itu. Akan tetapi Kakanda
Kaisar selalu melarang untuk bertindak karena bagaimanapun
juga, mereka adalah putera-puteranya sendiri, dan kalau
mereka itu ditindak dan terdengar rakyat akan mencemarkan
nama keluarga kerajaan sendiri."
Pangeran Bouw Hun Ki menyambung. "Benar, kami dan
juga Kakanda Kaisar sudah tahu bahwa Pangeran Leng Kok
Cun dan Pangeran Cu Kiong membujuk para pejabat tinggi
untuk mendukungnya. Pangeran Cu sendiri kabarnya diamdiam mengadakan kontak dengan Jenderal Wu Sam Kwi di
selatan. Akan tetapi Kakanda Kaisar selalu menutup-nutupi
kesalahan para puteranya, bahkan sekarang beliau mengambil
keputusan yang luar biasa, yaitu hendak meninggalkan
kerajaan dan menghilang."
"Hemm, Kakanda Pangeran Bouw agaknya sudah tahu pula
akan keinginan Kakanda Kaisar yang luar biasa itu.
Sesungguhnya, saya sendiri merasa tidak setuju. Bagaimana
Kakanda Kaisar yang masih hidup dan sehat dikabarkan mati"
Dan bagaimana mungkin beliau yang sudah tua akan
merantau sebagai seorang pendeta?" kata Pangeran Ciu Wan
Kong dengan terharu.
"Sebetulnya hal itu tidak aneh, Dinda Pangeran Ciu. Seperti
kita ketahui, beliau dalam kemuliaannya sebagai Kaisar, penuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekuasaan dan kemuliaan, ternyata malah jauh dari
kebahagiaan dengan adanya perebutan kekuasaan di antara
para puteranya. Beliau melihat kenyataan bahwa kekuasaan
dan harta benda, segala kesenangan duniawi tidak
mendatangkan kebahagiaan malah mendatangkan penderitaan batin. Oleh karena itu, beliau memilih
meninggalkan semua itu dan mencapai kebahagiaan dan
ketenteraman. Dengan cara meninggal dan menunjuk
Pangeran Mahkota sebagai penggantinya, berarti menghilangkan pula keraguan dan perebutan kekuasaan di
antara para pangeran lainnya."
"Akan tetapi bagaimana kalau keputusan itu memancing
timbulnya pemberontakan dari para pangeran yang merasa
tidak puas melihat Putera Mahkota yang masih kecil diangkat
menjadi kaisar?" tanya Pangeran Ciu dengan khawatir.
"Kalau ada pemberontakan, maka pemerintah tentu akan
menumpasnya! Karena itulah Sribaginda telah memberi
kekuasaan kepada kami dan kini malah dibantu oleh Ciu Thian
Hwa. Kami telah menghubungi semua panglima dan mereka
semua sepakat mendukung Putera Mahkota kalau diangkat
menjadi kaisar. Setiap pemberontakan pasti akan dapat kita
hancurkan," kata Pangeran Bouw.
"Jika ada penyerangan terhadap pribadi Pangeran Mahkota,
kami yang bertanggung jawab untuk melindunginya. Di sini
sudah kami persiapkan untuk melindungi beliau. Saya sendiri
dibantu oleh kedua orang anak kami kini siap dan kami malah
mendapat bantuan dua orang pendekar muda yang boleh
diandalkan. Mereka adalah murid-murid Siauw-lim-pai yang
lihai. Dan sekarang ada lagi Ciu Thian Hwa ini yang membuat
tenaga perlindungan Putera Mahkota menjadi semakin kuat.
Kita tidak perlu khawatir."
"Dinda Pangeran Ciu dan Thian Hwa. Kalian berdua sudah
tahu bahwa rencana yang hendak dilakukan Sribaginda Kaisar
merupakan rahasia yang hanya boleh diketahui kita berempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan mereka yang diberi kepercayaan di istana oleh Sribaginda
saja. Oleh karena itu, kita berempat harus merahasiakannya,
bahkan kepada anak-anak kita tidak perlu kita ceritakan.
Biarlah rencana Sribaginda yang mulia itu menjadi rahasia
bagi orang lain," kata Pangeran Bouw dan mendengar ini,
Pangeran Ciu mengangguk.
"O ya, biar kupanggil anak-anak itu ke sini. Mereka harus
berkenalan dengan Thian Hwa!" kata Bouw Hujin. Kemudian,
saking girangnya dan menghendaki anak-anaknya dan dua
orang murid Siauw-lim-pai itu segera datang ke situ, ia
mengerahkan tenaga saktinya dan berseru. "Anak-anak, kalian
berempat kesinilah, ke ruangan tamu, cepat!"
Suaranya lirih saja akan tetapi Thian Hwa terkejut karena
dalam suara itu terkandung getaran yang amat kuat sehingga
ia dapat menduga bahwa orang-orang yang dipanggil itu,
biarpun berada di tempat jauh, tentu dapat mendengarnya
dengan jelas. Benar saja dugaannya. Tak lama kemudian berkelebat
empat bayangan orang dan di dalam ruangan tamu itu telah
berdiri dua orang pemuda dan dua orang gadis yang semua
masih berkeringat di leher dan muka mereka. Thian Hwa
terkejut, akan tetapi juga girang ketika mengenal seorang di
antara dua orang pemuda itu yang bukan lain adalah Bu Kong
Liang. Akan tetapi tentu saja ia hanya diam dan memandang
mereka. "Anak-anak, perkenalkan, ini adalah paman kalian,
Pangeran Ciu Wan Kong, dan ini puterinya, Ciu Thian Hwa
yang terkenal dengan julukan Huang-ho Sian-li, Thian Hwa, ini
adalah anak-anak kami, Bouw Kun Liong dan Bouw Hwi Siang,
dan inilah dua orang murid Siauw-lim-pai yang membantu
kami, Bu Kong Liang dan Gui Siang Lin."
Mereka yang diperkenalkan saling memberi hormat. Dalam
kesempatan ini Kong Liang menyapa Thian Hwa. "Hwa-moi,
aku girang dapat berjumpa kembali denganmu di s ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku juga tidak mengira akan bertemu denganmu di sini,
Liang-ko," jawab Thian Hwa.
"Ah, kalian sudah saling mengenal?" kata Bouw Hujin
sambil tersenyum.
Kong Liang lalu bercerita kepada mereka tentang
pertemuan dan perkenalannya dengan Huang-ho Sian-li Ciu
Thian Hwa. Setelah bercakap-cakap, T hian Hwa segera dapat
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akrab dengan kedua orang putera dan puteri Pangeran Bouw
dan juga dengan Gui Siang Lin.
Karena mereka semua merupakan orang-orang yang diberi
tugas penting yang sama, yaitu melindungi Pangeran Mahkota
Kang Shi dan menjaga terlaksananya pengangkatan Pangeran
Mahkota menjadi kaisar,
maka mereka mengadakan
perundingan bagaimana baiknya tugas itu dapat dilaksanakan.
Lalu diambil keputusan bahwa untuk sementara, Bu Kong
Liang dan Gui Siang Lin tinggal di rumah keluarga Pangeran
Bouw sebagai tamu. Sedangkan Ciu Thian Hwa tetap tinggal di
rumah ayahnya, akan tetapi selalu mengadakan kontak
dengan keluarga Pangeran Bouw, bahkan setiap pagi datang
ke gedung keluarga itu. Pangeran Bouw Hun Ki juga
mengadakan hubungan dengan para panglima yang setia
kepada Kaisar. Biarpun pada waktu itu, hampir seluruh Cina dijajah oleh
orang Mancu, dan hanya sedikit di daerah Barat Daya yang
masih dikuasa i Jenderal Wu Sam Kwi, namun kebanyakan
kaum pendekar akhirnya mendukung Kerajaan Ceng. Hal ini
terutama sekali karena para pemimpin Mancu menggunakan
siasat yang amat pandai. Mereka melihat betapa kebudayaan
pribumi Cina (Han) amat tinggi dan luhur, dan satu-satunya
cara untuk menarik perhatian dan rasa suka rakyat adalah
dengan menghargai budaya dan adat istiadat mereka. Oleh
karena itu, para bangsawan Mancu itu lalu mengikuti adat dan
kebudayaan pribumi Han. Selain itu, mereka juga menerima
dan menghargai orang-orang pribumi yang mau bekerja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada pemerintah Kerajaan Mancu, memberi mereka
kedudukan-kedudukan penting bagian tatanegara dan urusan
sipil. Hanya kedudukan di kemiliteran yang tidak diberikan
kepada pribumi Han, melainkan dipegang oleh bangsa Mancu
sendiri. Sebab lain yang membuat rakyat pribumi tidak banyak
menentang pemerintah penjajah Mancu adalah karena tidak
ada lagi yang menjadi penerus Dinasti atau Kerajaan Beng
(1368-1644) yang telah jatuh oleh pemberontak-pemberontak
bangsa pribumi sendiri sehingga akhirnya negara jatuh ke
tangan bangsa Mancu. Satu-satunya pihak yang menentang
Kerajaan Ceng (Mancu) sampai waktu itu hanyalah yang
dipimpin oleh Jenderal Wu Sam Kwi yang berpusat di Y unnanhu. Akan tetapi Wu San Kwi bukanlah pewaris Kerajaan Beng,
bahkan dia adalah seorang panglima Kerajaan Beng yang
memberontak terhadap Kerajaan Beng sehingga dia boleh
dikata menjadi satu di antara penyebab jatuhnya Kerajaan
Beng. Karena itu, biarpun dia merupakan penentang Kerajaan
Mancu yang paling gigih dan bertahan lama, namun tetap saja
rakyat menganggapnya sebagai pemberontak dan tidak
mendapat banyak dukungan rakyat.
Dunia kang-ouw, yaitu dunia kaum persilatan, pada waktu
itu juga terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok. Yang
terbesar adalah mereka yang mendukung tiga kelompok.
Pertama tentu saja mereka yang mendukung Kerajaan Ceng
(Mancu) atau yang setia kepada Kaisar Shun Chi, terdiri dari
para pendekar Han dan Mancu sendiri. Kedua adalah mereka
yang mendukung Pangeran Leng Kok Cun yang berambisi
untuk merebut tahta kerajaan, yang didukung oleh para tokoh
kang-ouw golongan sesat. Adapun yang ke tiga adalah mereka
yang mendukung dan bekerja sama dengan Jenderal Wu Sam
Kwi, termasuk Pangeran Cu Kiong dan sekutunya.
Demikianlah keadaannya pada waktu itu. Karena sedih dan
bingung melihat ada di antara putera-puteranya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai niat jahat memperebutkan tahta kerajaan, maka
Kaisar Shun Chi yang sudah tua dan yang menjadi pemeluk
Agama Buddha yang taat, mengambil keputusan untuk
berpura-pura mati dan mengundurkan diri secara rahasia,
meninggalkan surat wasiat dan pesan kepada Pangeran Bouw
Hun Ki dan para pendekar yang membantunya.
(Oo-dwkz-oO) Beberapa malam kemudian. Malam itu bulan purnama
bersinar cemerlang karena tidak ada awan menghalanginya.
Akan tetapi hawa yang amat dingin membuat orang tidak
betah lama-lama di luar rumah. Sebelum tengah malam,
keadaan sudah sunyi sekali di kota raja.
Akan tetapi justru ma lam yang dingin sepi namun terang
dan indah itu Thian Hwa keluar dari gedung ayahnya. Tadi,
ketika ia bercakap-cakap dengan ayahnya, tanpa disengaja ia
membicarakan tentang Bouw Hujin yang memiliki ilmu silat
tinggi, yang membuat ia kagum.
"Aku merasa heran, Ayah. Pangeran Bouw Hun Ki itu...."
"Dia Pamanmu, Thian Hwa, Paman tuamu (Kakak
Ayahmu)!" tegur Pangeran Ciu Wan Kong.
"O ya, Paman Pangeran Bouw itu, bagaimana dapat
memiliki isteri yang demikian gagah perkasa dan tinggi ilmu
silatnya" Apakah Bibi Bouw itu juga seorang wanita
bangsawan Mancu?"
"Bukan, Thian Hwa. Ia seorang wanita pribumi Han, dan
memang sejak dulu ia seorang pendekar wanita yang amat
terkenal dengan julukan Burung Hong Sakti."
Mendengar julukan ini, Thian Hwa memandang dengan
mata terbelalak. "Sin-hong-cu, Ayah" Julukannya Sin-hongcu?" Kini Pangeran Ciu yang memandang anaknya dengan
heran. "Benar, julukannya Sin-hong-cu, kenapa, Thian Hwa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa tidak ingin membuka rahasia gurunya, biar
kepada ayahnya sekalipun. Akan tetapi ia ingat benar bahwa
gurunya Thian Bong Sianjin, pernah bercerita kepadanya
bahwa gurunya itu dahulu saling mencinta dengan seorang
pendekar wanita berjuluk Sin-hong-cu, akan tetapi kemudian
pendekar wanita itu menikah dengan seorang pangeran! Kini
ia tidak sangsi lagi bahwa Bouw Hujin yang lihai itulah yang
dulu menjadi kekasih gurunya!
"Tidak apa-apa, Ayah. Aku hanya pernah mendengar nama
julukan itu."
Ayahnya mengangguk. "Tidak aneh karena memang dahulu
namanya sebagai pendekar wanita terkenal sekali."
Demikianlah, karena hatinya tertarik sekali mendengar
bahwa Bouw Hujin adalah Sin-hong-cu bekas pacar gurunya,
malam itu Thian Hwa keluar dari gedung ayahnya dengan niat
mengelilingi gedung keluarga Pangeran Bouw. Ia memang
merasa ikut bertanggung jawab akan keselamatan Pangeran
Mahkota yang berada di gedung itu dan setiap pagi ia pasti
datang ke gedung itu. Akan tetapi ada baiknya kalau sewaktuwaktu ia berkunjung di waktu malam, menyelidiki dan
menjaga kalau-kalau ada bahaya mengancam di waktu
malam. Sementara itu, di ma lam bulan purnama yang dingin itu,
Bouw Hujin keluar dari kamarnya dan menuju ke taman bunga
seorang diri. Pangeran Bouw Hun Ki, suaminya, sudah tidur
pulas. Ketika melihat sinar bulan melalui jendelanya, ia lalu
keluar dari dalam kamar, ingin menikmati malam yang amat
indah itu. Biarpun usianya sudah lima puluh satu tahun,
Nyonya Bouw atau Souw Lan Hui ini masih tampak cantik dan
tubuhnya masih ramping padat. Diterangi sinar bulan
purnama, berada di tengah taman bunga itu, ia seolah
seorang bidadari yang sedang menghibur diri di taman. Ia
berjalan-jalan sebentar lalu duduk di atas bangku dekat kolam
ikan, memandangi ikan-ikan yang berenang hilir mudik di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kolam air yang jernih itu. Terkadang ada ikan emas yang
membalikkan tubuh sekilas dan tampak perutnya mengkilap
terkena sinar bulan purnama.
Tiba-tiba kedua tangan Bouw Hujin bergerak menyambit ke
arah kiri dan dua sinar perak me luncur cepat sekali ke arah
bayangan seorang yang bersembunyi di balik semak-semak
pohon kembang. Akan tetapi, bayangan itu miringkan
tubuhnya dan dengan kedua tangannya dia menangkap Ginseng-piauw (Senjata Rahasia B intang Perak) yang menyambar
ke arah tubuhnya itu.
"Gin-seng-piauwmu sungguh masih hebat dan berbahaya
sekali!" seru bayangan itu yang ternyata seorang laki-laki
berpakaian serba putih bertubuh tinggi kurus, dan dari gelung
rambut serta pakaiannya dapat diketahui bahwa dia adalah
seorang tosu (Pendeta To), berusia sekitar lima puluh tujuh
tahun. "Kui T hian Bong...!" Bouw Hujin berseru ketika melihat lakilaki itu. Laki-laki itu ternyata adalah Thian Bong Sianjin yang
dahulu bernama Kui Thian Bong, guru Huang-ho Sian-li Ciu
Thian Hwa. "Hui-moi (Adik Hui)... eh, maksudku Bouw Hujin, maafkan
kalau aku mengejutkan dan mengganggumu," kata Thian
Bong Sianjin sambil memberi hormat.
"Bong-ko (Kakak Bong), aku sudah mendengar bahwa
engkau menjadi seorang tosu. Ah, aku memang terkejut
melihatmu, akan tetapi aku... aku senang melihat engkau
sehat. Tapi... tapi... mengapa engkau kini menjadi seorang
tosu?" kata Bouw Hujin sambil bangkit dari tempat duduknya.
Thian Bong Sianjin melangkah maju menghampiri dan mereka
kini berhadapan, dalam jarak sekitar dua tombak. Sejenak
mereka saling pandang dan dalam mata mereka terdapat
keharuan yang mendalam. Bagaimanapun juga, mereka
berdua dahulu adalah sepasang kekasih yang saling mencinta.
Akan tetapi, kemudian hati Souw Lan Hui tertarik oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Bouw Hun Ki yang biarpun tidak sangat lihai namun
terkenal sebagai seorang yang gagah berani. Akhirnya Souw
Lan Hui menikah dengan pangeran itu yang dianggapnya lebih
dapat menjamin kehidupannya kemudian, memberinya
kemuliaan dan kehormatan di samping cinta kasih yang
mendalam. Jauh lebih meyakinkan daripada keadaan Kui
Thian Bong yang hidup sebagai seorang pendekar yang keras
dan tidak tentu keadaan dan tempat tinggalnya. Dan ternyata
pilihannya itu benar karena ia hidup berbahagia di samping
suaminya dan kedua orang anaknya, hidup terhormat dan
mulia, juga amat dicinta suaminya yang biarpun seorang
pangeran namun tidak mengambil isteri atau selir lain. Biarpun
demikian, kini melihat bekas kekasihnya muncul secara tibatiba dan telah menjadi seorang tosu, hati Souw Lan Hui
merasa terharu sekali.
Mendengar pertanyaan itu, Thian Bong Sianjin tersenyum.
"Siancai.... apa salahnya menjadi seorang tosu, Bouw Hujin"
Pinto sekarang bukan Kui Thian Bong yang dulu, melainkan
Thian Bong Sianjin, dan engkau adalah Nyonya Pangeran
Bouw Hun Ki yang terhormat."
"Akan tetapi... mengapa engkau tidak... menikah dan
berumah tangga...?" Hati wanita itu merasa terharu karena
kini baru ia merasa betapa ia yang memutus cinta telah
membuat laki-laki ini tidak mau menikah dan bahkan menjadi
seorang pendeta! Mengingat begini, kedua mata wanita itu
menjadi basah. Ia merasa kasihan dan berdosa telah
menghancurkan kebahagiaan hidup bekas kekasihnya.
"Maafkanlah aku... Bong-ko...," katanya dan wanita itu terisak.
"Siancai, tidak ada yang perlu dimaafkan, Bouw Hujin.
Bahkan pinto harus berterima kasih kepadamu karena
keputusanmu itu ternyata membuat kita menjadi orang-orang
bahagia. Pinto mendapatkan kebahagiaan sebagai seorang
tosu dan pinto mendengar bahwa engkau pun menjadi
seorang ibu yang berbahagia. Sungguh pinto patut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersyukur." Ucapan tulus dari Thian Bong Sianjin itu
memancing keluarnya air mata lebih banyak lagi sehingga
Bouw Hujin terisak.
Pada saat itu terdengar bentakan nyaring. "Keparat, berani
engkau mengganggu ibu kami!"
Tiba-tiba Bouw Kun Liong dan Bouw Hwi Siang sudah
melompat dekat dan menyerang Thian Bong Sianjin dengan
senjata siang-kiam (sepasang pedang) mereka! Serangan
mereka itu dahsyat sekali. Empat batang pedang menyambar
ke arah tubuh Thian Bong Sianjin! Tosu itu maklum akan
serangan yang cukup berbahaya itu maka sekali berkelebat
tubuhnya sudah melompat ke belakang sehingga serangan
dua orang muda itu tidak mengenai sasaran. Akan tetapi
pemuda dan gadis itu segera berlompatan mengejar dan
menyerang lagi dengan hebatnya. Karena serangan itu
memang berbahaya sekali, Thian Bong Sianjin terpaksa
mencabut pedangnya dan memutar pedang itu sehingga
berubah menjadi sinar pedang yang menggulung menyelimuti
dirinya. "Trang-trang-trang-trang...!" Empat batang pedang yang
menyerang itu bertemu dengan sinar pedang Thian Bong
Sianjin dan tampak bunga api terpijar menyilaukan mata. Dua
orang muda itu terkejut karena sepasang pedang mereka
terpental oleh tangkisan yang amat kuat itu.
"Kun Liong! Hwi Siang! Berhenti dan mundur!" Tiba-tiba
Bouw Hujin membentak dan dua orang muda itu segera
menahan pedang mereka dan mundur ke dekat ibunya sambil
memandang dengan heran mengapa ibunya melarang mereka
menyerang penjahat itu.
"Siancai! Mereka ini tentu putera-puterimu. Hebat, mereka
gagah dan lihai seperti ibunya," kata Thian Bong Sianjin
sambil menyimpan kembali pedangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Totiang (Bapak Pendeta), ini adalah Bouw Kun
Liong dan Bouw Hwi Siang, kedua orang anakku. Kun Liong
dan Hwi Siang, tosu ini adalah Thian Bong Sianjin, bukan
musuh dan tidak boleh kalian menyerangnya."
"Benar sekali, dia bukan penjahat, bukan musuh. Dia
adalah sahabat baik ibumu, sahabat baik kami!" Tiba-tiba
terdengar suara Pangeran Bouw Hun Ki dan dia pun muncul
dan menghampiri isterinya.
Thian Bong Sianjin menjadi merah mukanya dan cepat dia
memberi hormat kepada Pangeran Bouw Hun Ki. "Maafkan
pinto, Pangeran, kalau kehadiran pinto di tengah malam ini
tidak pantas dan mengganggu."
"Ah, tidak mengapa, Totiang. Totiang adalah sahabat lama
kami yang baik dan kedatanganmu akan selalu kami sambut
dengan senang hati. Mari, silakan masuk ke dalam di mana
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kita dapat bicara lebih leluasa," kata Pangeran Bouw Hun Ki
dengan ramah. Dalam hatinya, Thian Bong Sianjin merasa girang melihat
bahwa pangeran ini benar-benar berhati bersih dan berbudi
baik, sehingga dia yakin bahwa Souw Lan Hui pasti hidup
berbahagia di samping suami yang bijaksana itu. Pangeran itu
memang telah mengenalnya dahulu.
"Terima kasih, Pangeran. Pinto tidak dapat lama di sini.
Kedatangan pinto ini sesungguhnya hendak menyampaikan
hal yang amat penting, dan maafkan kalau terpaksa pinto
datang malam-malam begini dengan alasan agar tidak
diketahui oleh mereka yang akan pinto laporkan. Mereka itu
sangat lihai dan kalau mereka tahu pinto datang ke sini
melaporkan, tentu usaha pinto akan gagal dan keluarga di s ini
terancam bahaya besar."
"Thian Bong Sianjin! Siapakah mereka itu dan apa yang
telah terjadi?" tanya Bouw Hujin yang terkejut sekali karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu saja ia khawatir kalau-kalau ada bahaya mengancam
Pangeran Mahkota yang dilindunginya.
"Ketika pinto merantau ke daerah selatan, ke daerah Secuan di mana Jenderal Wu Sam Kwi menjadi raja muda, pinto
mendengar akan persekutuan antara Jenderal Wu Sam Kwi
dengan seorang pangeran di sini yang merencanakan
perebutan kekuasaan Kerajaan Ceng dengan cara membunuh
Pangeran Mahkota. Pinto mendengar bahwa Pangeran
Mahkota yang masih kecil berada dalam perlindungan
keluarga Pangeran Bouw Hun Ki, maka pinto sengaja datang
ke sini untuk melaporkan ancaman bahaya itu. Jenderal Wu
Sam Kwi sudah mengirim dua orang yang amat lihai untuk
melaksanakan tugas pembunuhan itu, dan pinto khawatir
kalau mereka tahu bahwa pinto me laporkan ke sini, tentu
rencana mereka akan diubah dan kita tidak tahu lagi apa yang
akan mereka lakukan dan hal itu akan jauh lebih berbahaya
daripada kalau kita mengetahui lebih dulu apa yang hendak
mereka lakukan."
"Hemm, mereka mau coba-coba membunuh Pangeran
Mahkota di sini" Boleh mereka coba!" kata Souw Lan Hui
dengan sikap gagah.
"Nanti dulu, Totiang, dapatkah engkau memberitahu kami,
siapakah pangeran yang bersekutu dengan Jenderal Wu Sam
Kwi itu?" tanya Pangeran Bouw Hun Ki.
"Dia adalah Pangeran Cu Kiong, Pangeran," jawab Thian
Bong Sianjin yang lalu menjura dengan hormat kepada ayah
ibu dan dua orang anak mereka itu sambil berkata. "Nah,
semua sudah pinto laporkan, legalah hati pinto karena pinto
percaya bahwa Pangeran dan Bouw Hujin akan menjaga dan
melindungi Pangeran Mahkota dengan baik. Selamat tinggal!"
Setelah berkata demikian, tubuh tosu itu berkelebat dan
lenyap dari s itu.
"Bukan main! Dia lihai sekali!" kata Bouw Kun Liong melihat
gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu, tadi saya melihat Ibu menangis, mengapa Ibu tadi
menangis terisak-isak ketika bertemu Thian Bong Sianjin
sehingga kami berdua mengira dia mengganggu Ibu dan
menyerangnya?" tanya Bouw Hwi Siang sambil menatap
wajah ibunya. Mendengar pertanyaan ini wajah Bouw Hujin menjadi
kemerahan, akan tetapi sambil tersenyum ia menjawab. "Aku
terkejut sekali dan sama sekali tidak pernah bermimpi akan
bertemu dengan dia, Hwi Siang. Dia adalah seorang sahabat
baikku dan kami berdua dahulu bersama-sama berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan di dunia kang-ouw.
Melihat dia muncul dan sudah menjadi seorang pendeta,
hatiku terharu maka aku sampai menangis."
"Ibumu benar, dahulu Thian Bong Sianjin adalah seorang
pendekar yang gagah perkasa dan menjadi sahabat baik
kami." Pangeran Bouw yang bijaksana menolong isterinya. Dia
tahu benar bahwa dahulu, hubungan isterinya dengan
pendekar itu memang amat dekat, dan dia tahu bahwa Kui
Thian Bong amat mencinta isterinya ketika ia masih seorang
gadis pendekar. Akan tetapi Souw Lan Hui memilih dia sebagai
suaminya, hal yang amat membahagiakan hatinya. Kemudian
dia mengalihkan perhatiannya dan percakapan. "Keterangan
Thian Bong Sianjin tadi cukup mengejutkan. Kita mencurahkan
perhatian terhadap Pangeran Leng Kok Cun yang jelas berniat
memberontak, bahkan kita tidak syak lagi bahwa yang
mengirim lima orang pembunuh ke istana untuk membunuh
Sribaginda, tentu dia juga. Dia telah berniat membunuh
Pangeran Mahkota pula seperti yang diceritakan Kong Liang.
Siapa tahu, kini ternyata Pangeran Cu Kiong merupakan
ancaman bahaya yang lebih besar karena dia bersekutu
dengan Jenderal Wu Sam Kwi."
"Sebaiknya mari kita bicara di dalam saja," ajak Souw Lan
Hui atau Bouw Hujin yang merasa tidak enak berada di situ,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengingatkan ia akan pertemuannya dengan bekas pacarnya
dulu. Mereka semua lalu memasuki gedung dan setelah berada di
dalam, mereka melanjutkan percakapan, kini ditambah
dengan hadirnya Bu Kong Liang dan Gui Siang Lin yang
mendengar suara keluarga itu. Mereka duduk di ruangan
dalam, mengelilingi meja besar.
Ketika Bu Kong Liang mendengar keterangan Pangeran
Bouw Hun Ki akan laporan Thian Bong Sianjin bahwa
Pangeran Cu Kiong bersekutu dengan Jenderal Wu Sam Kwi
dan mengancam akan membunuh Pangeran Mahkota, dia
berseru. "Ah, sekarang saya ingat, Paman Pangeran! Ketika baru
turun gunung, saya bertemu dengan seorang gadis yang lihai
ilmu silatnya. Ia adalah seorang gadis yang menjadi kaki
tangan Wu Sam Kwi dan ia menuju ke kota raja. Mungkin
sekali ia merupakan mata-mata dari Jenderal Wu Sam Kwi dan
kedatangannya di kota raja untuk menghubungi Pangeran Cu
Kiong!" Pemuda murid Siauw-lim-pai ini lalu menceritakan
pertemuannya dengan gadis yang dikenalnya sebagai Ang-mo
Niocu itu. "Hemm, sangat boleh jadi," kata Bouw Hujin. "Thian Bong
Sianjin menceritakan bahwa persekutuan itu mempunyai
rencana untuk membunuh Pangeran Mahkota, maka mulai
sekarang kita harus lebih berhati-hati dan waspada."
"Ibu benar," kata Bouw Kun Liong. "Penjagaan kita masih
kurang kuat. Kalau ada orang berilmu tinggi masuk, para
penjaga tidak dapat mengetahui, seperti ketika Thian Bong
Sianjin tadi masuk, tahu-tahu telah berada di taman!"
"Paman Pangeran," kata Bu Kong Liang. "Kalau boleh saya
mengetahui, mengapa para pangeran itu mempunyai niat
yang demikian buruk" Padahal, mereka itu semua adalah
putera Sribaginda Kaisar. Akan tetapi mengapa seolah saling
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermusuhan dan bahkan hendak membunuh Pangeran
Mahkota yang masih kecil?"
Pangeran Bouw Hun Ki menghela napas panjang. "Hal ini
sungguh memalukan dan menyedihkan sekali. Aku yang
menjadi paman mereka pun merasa sedih. Sesungguhnya,
pewaris tahta kerajaan tentu saja adalah Pangeran Mahkota
Kang Shi. Akan tetapi dia masih kecil sehingga kalau dia tidak
menjadi pengganti kaisar atau sampai terbunuh mati, yang
berhak mewarisi tahta adalah Pangeran Cu Kiong yang
menjadi putera dari selir ke tiga karena selir ke dua hanya
mempunyai seorang puteri. Mungkin karena itulah maka
Pangeran Cu Kiong berniat jahat membunuh Pangeran Kang
Shi dan karena merasa kurang kuat, ia bersekutu dengan
Jenderal Wu Sam Kwi. Adapun Pangeran Leng Kok Cun,
biarpun dia itu putera dari selir ke tujuh namun dia merupakan
pangeran yang paling tua, maka dia agaknya merasa bahwa
dia yang paling berhak mewarisi tahta. Karena Sribaginda
Kaisar memutuskan mengangkat Pangeran Kang Shi yang
masih kecil menjadi Pangeran Mahkota, maka diam-diam dia
merasa penasaran dan berniat memberontak. Demikianlah
keadaan yang amat menyedihkan itu. Aku merasa kasihan
sekali kepada Kakanda Kaisar, karena beliau yang paling
menderita batin melihat keadaan para puteranya."
Setelah bercakap-cakap, Bouw Hujin memerintahkan para
panglima yang setia kepada kaisar untuk memperketat
penjagaan dan memasang para perwira yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi untuk bergiliran melakukan penjagaan.
Sementara itu, Thian Bong Sianjin dengan cepat
meninggalkan taman gedung Pangeran Bouw. Dengan
menggunakan gin-kang yang luar biasa sehingga tubuhnya
hanya berkelebat seperti bayang-bayang melompati pagar
tembok belakang, dia dapat keluar dari situ seperti masuknya
tadi, tanpa dapat terlihat oleh para penjaga yang melakukan
perondaan mengelilingi pagar tembok gedung besar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID VIII AKAN tetapi sekali ini lain. Baru saja dia tiba di luar pagar
tembok, sesosok bayangan menghadangnya dan suara wanita
yang nyaring membentaknya.
"Berhenti!"
Thian Bong Sianjin me lihat di bawah sinar bulan purnama
bahwa yang menghadangnya adalah seorang gadis jelita
dengan pedang di tangan.
"Thian Hwa..."!" Tosu itu berseru dengan girang.
"Kong-kong...?" Thian Hwa juga berseru, girang akan tetapi
juga kaget dan heran. "Kong-kong yang memasuki gedung
Pangeran Bouw" Akan tetapi... mengapa..." Apakah Kongkong tahu bahwa... bahwa... Bouw Hujin adalah...."
"Ssst, mari kita pergi menjauh agar jangan kelihatan
petugas jaga yang meronda dan bicara di sana," kata kakek
itu dan mereka berdua segera melompat dan dua sosok
bayangan berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
Setelah tiba di tempat sunyi, Thian Hwa berkata, "Kongkong, mari kita ke rumah Ayah saja. Aku sekarang tinggal
bersama Ayah kandungku, Pangeran Ciu Wan Kong. Kakekku,
ayah dari ibuku, juga tinggal di sana. Mari, Kong-kong, marilah
kita ke sana dan bicara di sana."
Thian Bong Sianjin tidak dapat menolak ajakan muridnya
yang dianggapnya seperti anak atau cucu sendiri itu. Dia amat
menyayang Thian Hwa dan dia ikut berbahagia bahwa gadis
itu kini telah bertemu dan tinggal bersama ayah kandungnya.
Setelah tiba di gedung ayahnya, Thian Hwa menyuruh petugas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jaga untuk membuka pintu dan begitu masuk, dia langsung
membangunkan ayahnya, juga Lo Sam atau Cui Sam, ayah
mertua Pangeran Ciu Wan Kong yang sekarang ikut tinggal di
gedung itu sebagai ayah mertua yang terhormat.
Ketika diperkenalkan, Pangeran Ciu Wan Kong segera
memberi hormat kepada tosu itu dan berkata terharu.
"Totiang yang bijaksana dan berbudi mulia, perkenankan saya
menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
Totiang!" Dia hendak berlutut di depan kaki Thian Bong
Sianjin, akan tetapi cepat tosu itu memegang kedua
pundaknya dan mengangkat bangkit kembali.
"Siancai, jangan begitu, Pangeran. Kalau hendak berterima
kasih, marilah kita berterima kasih kepada Yang Maha Kuasa.
Pinto hanya melakukan kewajiban pinto, lain tidak."
"Totiang, bagaimana saya tidak berterima kasih kepada
Totiang" Totiang telah menyelamatkan anak perempuan saya,
dan kembalinya Thian Hwa kepada saya berarti memberi
kehidupan baru bagi saya. Totiang bukan hanya menyelamatkannya, bahkan memelihara dan mendidiknya
sehingga ia menjadi seorang gadis yang dapat dibanggakan
orang tuanya. Terima kasih, Totiang."
Melihat sikap pangeran ini, diam-diam Thian Bong Sianjin
bersukur. Kiranya ayah dari Thian Hwa adalah seorang lakilaki yang halus dan baik budi, tidak seperti pangeran lain yang
biasanya bersikap congkak dan tinggi hati, memandang
rendah orang biasa yang bukan bangsawan atau hartawan.
Cui Sam juga mengucapkan terima kasih kepada Thian
Bong Sianjin yang telah menyelamatkan, memelihara dan
mendidik cucunya. Setelah itu, kakek yang tahu diri ini, yang
merasa tidak tahu mengenai urusan negara, lalu berpamit
mengundurkan diri. Kini tinggal Pangeran Ciu dan Thian Hwa
yang duduk bercakap-cakap dengan Thian Bong Sianjin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan sekarang, katakan, Kong-kong. Apakah Kong-kong
sudah tahu siapa sebenarnya Nyonya Pangeran Bouw Hun Ki?"
tanya Thian Hwa sambil menatap wajah kakek angkatnya.
Melihat cara bicara dan sikap Thian Hwa terhadap tosu itu
yang demikian akrab bahkan manja, diam-diam Pangeran Ciu
Wan Kong merasa terharu dan semakin bersukur bahwa
puterinya ditolong seorang tosu yang demikian baik budi.
Thian Bong Sianjin tersenyum dan mengangguk. "Ia Souw
Lan Hui, bukan?"
"Ah, Kong-kong sudah tahu?"
"Tentu saja, Thian Hwa. Sejak dulu juga pinto sudah tahu
bahwa Souw Lan Hui menjadi Nyonya Pangeran Bouw Hun
Ki!" "Akan tetapi kenapa engkau pada tengah malam memasuki
tempat keluarga Bouw secara menggelap" Apa yang Kongkong lakukan di sana?" tanya Thian Hwa heran.
"Thian Hwa, bersikaplah sopan terhadap gurumu!" kata
Pangeran Ciu Wan Kong menegur puterinya.
Thian Bong Sianjin tertawa. "Ha-ha-ha...! Tidak mengapa,
Pangeran! Thian Hwa memang merupakan cucuku sendiri
maka ia sudah terbiasa manja dan bicara terbuka dan jujur.
Pertanyaan yang jujur itu perlu jawaban yang jujur pula.
Bukankah begitu, T hian Hwa?"
"Tentu saja, Kong-kong. Bukankah sejak dulu Kong-kong
mengajarkan agar aku terbuka dan jujur?"
"Akan tetapi urusan ini merupakan rahasia yang
menyangkut Kerajaan Ceng, menyangkut keselamatan
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pangeran Mahkota."
"Ah, kalau begitu, lebih penting lagi aku harus tahu!
Ketahuilah, Kong-kong, aku adalah orang yang ditugaskan
Sribaginda Kaisar untuk melindungi Pangeran Mahkota,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu keluarga Pangeran Bouw, bahkan aku telah diberi
Tek-pai oleh Sribaginda Paman Kaisar."
Diam-diam Thian Bong Sianjin terkejut, akan tetapi juga
bangga. "Engkau" Diberi kuasa oleh Sribaginda Kaisar?" Dia
menoleh dan memandang kepada Pangeran Ciu Wan Kong
seolah minta kesaksiannya.
"Benar, Totiang. Thian Hwa menyelamatkan Kakanda
Kaisar dari serangan lima orang penjahat dan ia lalu diberi
Tek-pai oleh Kakanda Kaisar dan diberi tugas membantu
keluarga Kakanda Pangeran Bouw Hun Ki untuk melindungi
Pangeran Mahkota."
"Hebat! Engkau hebat, Thian Hwa dan pinto ikut bangga
mendengarnya. Sekarang memang tidak ada rahasia lagi,
tentu saja engkau boleh mendengar penjelasanku. Ketika aku
merantau ke selatan, ke daerah yang dikuasai Wu Sam Kwi, di
Yunnan-hu pinto mendengar bahwa Wu Sam Kwi mengadakan
persekutuan dengan Pangeran Cu Kiong di kota raja untuk
merebut tahta kerajaan dan rencana pertama mereka adalah
mengirim dua orang pembunuh yang amat sakti untuk
membunuh Pangeran Mahkota."
"Ih! Pangeran keparat itu!" Thian Hwa berseru, demikian
marahnya sehingga ia memaki, membuat ayahnya mengerutkan alisnya memandang kepada puterinya.
"Thian Hwa, perbuatan Pangeran Cu Kiong itu memang
tidak benar dan jahat sekali. Kita mengira bahwa Pangeran
Leng Kok Cun yang hendak memberontak dan membunuh
Pangeran Mahkota, tidak tahunya Pangeran Cu Kiong juga,
malah bersekutu dengan Jenderal Wu Sam Kwi! Akan tetapi
mengapa engkau membenci dan memakinya begitu kasar?"
Thian Hwa menghela napas panjang, teringat bahwa ia
memang tidak menceritakan persoalannya dengan Pangeran
Cu Kiong yang hendak memperalatnya dulu. Ia lupa pula
bahwa ia kini adalah seorang puteri bangsawan, puteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang pangeran, keponakan kaisar, sehingga tidak
semestinya mengeluarkan kata makian.
"Maaf, Ayah. Aku benci mendengar orang berniat jahat,"
katanya. Thian Bong Sianjin yang sudah mendengar cerita Thian
Hwa tentang persoalan gadis itu dengan Pangeran Cu Kong,
maklum bahwa gadis itu belum menceritakannya kepada
ayahnya. Maka dia pun tidak menanggapi dan melanjutkan
ceritanya. "Nah, mendengar itu aku lalu pergi ke sini untuk
menceritakan kepada yang berwenang akan ancaman itu agar
Sang Pangeran tidak jadi terbunuh. Akan tetapi aku
mendengar bahwa Pangeran Mahkota berada dalam lindungan
Pangeran Bouw Hun Ki yang sudah kukenal. Karena itulah
maka aku lalu tadi berkunjung ke sana dan telah bertemu
dengan Pangeran Bouw, isterinya, dan dua orang anaknya.
Sudah kuberi laporan tentang ancaman bahaya itu. Sekarang
telah selesa i kewajibanku, aku akan melanjutkan perjalananku. Pangeran, maafkan, pinto akan melanjutkan
perjalanan pinto."
"Aih, kenapa tergesa-gesa amat, Totiang" Tinggallah di
rumah kami agar kami dapat membuktikan rasa sukur dan
terima kasih kami kepada T otiang."
"Terima kasih, Pangeran. Sudah pinto katakan tadi, tidak
perlu ada rasa terima kasih itu. Pinto sudah merasa bahagia
sekali melihat Thian Hwa dapat bertemu dan berkumpul
dengan ayah kandungnya dan kakeknya. Pinto akan pergi
sekarang juga."
"Tidak...!" Tiba-tiba Thian Hwa bangkit dari tempat
duduknya, menghampiri dan merangkul pundak Thian Bong
Sianjin. "Tidak, Kong-kong, engkau tidak boleh pergi begitu
saja! Setidaknya, tinggallah di sini selama beberapa hari, aku
masih kangen dan banyak hal yang perlu kubicarakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
denganmu! Kong-kong, jangan pergi...!" Suara Thian Hwa
manja dan seperti hendak menangis.
Thian Bong Sianjin tersenyum dan menggeleng-gelengkan
kepalanya, akan tetapi dengan penuh sentuhan sayang dia
mengelus rambut kepada gadis itu. Melihat ini, Pangeran Ciu
Wan Kong merasa terharu dan dia lalu bangkit dari duduknya
dan berkata kepada Thian Bong Sianjin dengan suara agak
gemetar menahan haru.
"Totiang, silakan T otiang bicara berdua dengan Thian Hwa,
dan mudah-mudahan Totiang tidak segera pergi sekarang
melainkan suka tinggal beberapa lamanya di sini. Selamat
malam." Pangeran itu lalu masuk ke dalam dan membiarkan
puterinya berdua dengan tosu itu.
"Siancai! Anak nakal, engkau memaksa aku merasa tidak
enak kepada ayahmu kalau pergi juga. Nah, mari kita bicara.
Apa yang ingin kaubicarakan?"
Thian Hwa duduk kembali, berhadapan dengan kakek itu,
terhalang meja. "Aku rindu sekali kepadamu, Kong-kong. Aku
ingin mendengar semua pengalaman Kong-kong sejak kita
berpisah dan nanti akan kuceritakan semua pengalamanku
kepadamu."
"Ha-ha, anak nakal. Apa yang dapat kuceritakan" Aku
merantau ke selatan, ke arah Se-cuan dan tiba di Yunnan-hu.
Melihat keadaan daerah yang dikuasai Wu Sam Kwi dan para
pengikutnya. Di sanalah aku mendengar tentang persekutuan
Wu Sam Kwi dengan Pangeran Cu Kiong itu, maka aku segera
kembali ke utara untuk melaporkan hal itu agar tidak lagi
terjadi perang karena perang hanya mendatangkan kesengsaraan kepada rakyat jelata."
"Kong-kong, ceritakan, bagaimana pertemuan Kong-kong
dengan Bouw Hujin?"
Thian Bong Sianjin tertawa. "Ha-ha, tentu saja pertemuan
antara kami itu baik-baik saja. Bouw Hujin hanya merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terharu melihat aku kini telah menjadi seorang tosu. Akan
tetapi kami bertemu sebagai dua orang sahabat, demikian
pula suami dan anak-anaknya menganggap aku sebagai
seorang sahabat baik. Tidak ada apa-apa yang aneh dan
jangan kau membayangkan yang bukan-bukan! Nah, sekarang
kauceritakan pengalamanmu sejak kita berpisah, Thian Hwa."
"Nanti dulu, Kong-kong. Ada satu hal yang penting yang
belum Kong-kong ceritakan. Siapakah dua orang sakti yang
diutus Wu Sam Kwi untuk membunuh Pangeran Mahkota?"
"Yang pertama adalah Koksu (Guru Negara), penasihat dari
Wu Sam Kwi sendiri yang disebut Lam-hai Cin-jin (Datuk Laut
Selatan)."
"Apakah dia lihai sekali, Kong-kong?"
"Dia adalah datuk dari selatan, tentu saja memiliki ilmu s ilat
yang tinggi. Akan tetapi orang ke dua lebih hebat lagi, karena
dia seorang pertapa yang menjadi Susiok (Paman Guru) dari
Lam-hai Cin-jin, bernama Ngo-beng Kui-ong (Raja Setan
Bernyawa Lima), yang kabarnya selain ahli silat tingkat tinggi
juga ahli sihir, sedangkan Lam-hai Cin-jin adalah seorang ahli
racun." "Ih, mengerikan. Apakah Bouw Hujin sudah mengetahui
dan mengenal mereka?"
"Aku tadi belum menceritakan kepada keluarga Bouw s iapa
dua orang pembunuh utusan Wu Sam Kwi itu. Nah, sekarang
ceritakan pengalamanmu."
Thian Hwa lalu menceritakan pengalamannya sejak ia
meninggalkan gurunya yang disebutnya kong-kong (kakek)
itu. Ia menceritakan betapa ia bertemu dengan Bu Kong
Liang, pemuda murid Siauw-lim-pai itu dan betapa bersama
Kong Liang ia membasmi perampok-perampok jahat dan
memberi hajaran kepada Jaksa Bong yang sewenang-wenang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan ketika aku mengunjungi keluarga Pangeran Bouw,
aku bertemu pula dengan Bu Kong Liang. Ternyata dia juga
membantu keluarga Bouw melindungi Pangeran Mahkota yang
berada di gedung Pangeran Bouw."
Karena Thian Bong Sianjin ingin mendengar secara jelas
betapa murid yang diaku cucunya itu menyelamatkan kaisar,
gadis itu menceritakan lagi peristiwa itu sehingga Sribaginda
Kaisar berterima kasih kepada keponakannya ini dan memberi
kepercayaan besar.
"Aku harus melindungi Pangeran Mahkota dan menjaga
agar pelaksanaan pengangkatan dia menjadi kaisar dapat
terlaksana tanpa ada gangguan."
"Pangeran Mahkota diangkat menjadi Ka isar" Bukankah dia
masih kecil, kabarnya usianya baru sekitar sepuluh tahun!"
Thian Hwa telah terlanjur bicara, akan tetapi kepada
gurunya ini ia merasa tidak perlu menyembunyikan rahasia
Kaisar Shun Chi. Ia berbisik. "Kong-kong, ini merupakan
rahasia besar dan hanya kepada Kong-kong aku berani
memberitahu. Kaisar Shun Chi berduka sekali me lihat para
puteranya saling memperebutkan tahta, maka beliau
mengambil keputusan untuk pura-pura mati."
"Siancai...! Pura-pura mati" Apa maksudmu?"
"Begini, Kong-kong. Paman Kaisar yang menjadi pemeluk
Agama Buddha yang taat, ingin diam-diam meninggalkan
istana untuk hidup sebagai seorang pendeta Buddha, dan
diam-diam beliau akan dikabarkan meninggal dunia. Beliau
telah meninggalkan surat wasiat kepadaku untuk diserahkan
kepada Pangeran Bouw. Surat itu adalah surat pengangkatan
Pangeran Mahkota sebagai pengganti Ka isar."
"Siancai... patut dipuji dan dikagumi keputusan yang
diambil oleh Sribaginda Kaisar itu. Engkau mendapatkan tugas
yang amat penting dan mulia, Thian Hwa. Maka, lakukanlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu sebaik mungkin agar engkau dapat mengangkat tinggi
nama dan kehormatan ayahmu."
"Kong-kong, tugas ini memang berat dan berbahaya,
apalagi mengingat akan niat buruk Pangeran Leng Kok Cun
dan Pangeran Cu Kiong yang bersekutu dengan Jenderal Wu
Sam Kwi. Karena itu, aku ingin agar engkau suka membantu
kami, Kong-kong. Bukankah Kong-kong juga sahabat baik
Bouw Hujin dan sudah sepatutnya kalau Kong-kong
membantunya?"
Thian Bong Sianjin menghela napas panjang dan
menggelengkan kepalanya. "Sayang sekali, Thian Hwa. Aku
tidak dapat mencampuri urusan keluarga Kaisar dan tentu saja
tidak mungkin aku membantu Pemerintah Ceng...."
"Maksudmu Pemerintah Mancu, Kong-kong" Engkau tidak
mau membantu karena pemerintah ini adalah pemerintah
Mancu?" "Ya, begitulah, Thian Hwa. Bagaimanapun juga, pemerintah
Kerajaan Ceng adalah pemerintah penjajah, bukan bangsaku.
Maka, tentu tidak mungkin aku membantunya."
"Kalau begitu, Kong-kong akan membantu Jenderal Wu
Sam Kwi karena dia adalah seorang pribumi Han?" T hian Hwa
mengejar dan suaranya mengandung penasaran.
Thian Bong Sianjin menggelengkan kepalanya. "Wu Sam
Kwi memang seorang Han, akan tetapi dia bukan anggota
keluarga Kerajaan Beng. Dia dahulu bahkan memberontak
terhadap Kerajaan Beng. Dia seorang petualang yang
berjuang untuk dirinya sendiri, sama sekali bukan pejuang
untuk menegakkan Kerajaan Beng yang sudah jatuh, dan
bukan pula pejuang rakyat. Jelas
aku tidak mau membantunya. Dalam keadaan sekarang ini, aku ingin bebas
dan tidak mencampuri perang yang hanya akan membuat
rakyat kita menderita sengsara."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi Kong-kong menganjurkan aku untuk
membantu Pamanda Kaisar!"
"Tentu saja, Thian Hwa. Jangan lupa, engkau adalah puteri
Pangeran Ciu Wan Kong, keponakan dari Sribaginda Kaisar,
maka tentu saja sudah menjadi kewajibanmu untuk
membelanya, berarti membela keluarga ayah kandungmu
sendiri, menentang mereka yang memberontak dan
mempunyai niat jahat terhadap Pangeran Mahkota yang juga
merupakan saudara misanmu sendiri."
"Akan tetapi, bukankah sahabat Kong-kong, yaitu Sin-hongcu Souw Lan Hui itu juga seorang wanita pribumi Han" Ia juga
membela Pamanda Kaisar dan Kong-kong tidak menentangnya!" bantah Thian Hwa.
Tosu itu tersenyum. "Aih, Thian Hwa, perlukah kujelaskan
padamu" Souw Lan Hui adalah isteri Pangeran Bouw Hun Ki,
ia pun telah menjadi keluarga Kaisar, maka tentu saja ia pun
berkewajiban untuk membela keluarganya sendiri. Ketahuilah
baik-baik, Thian Hwa. Aku tidak membela Kaisar Kerajaan
Mancu bukan karena aku membencinya, karena tidak ada
permusuhan pribadi antara aku dan dia. Aku tidak dapat
membelanya karena itu berlawanan dengan hati nuraniku
sebagai anak bangsa yang tidak mau membantu pihak yang
menjajah tanah air dan bangsa Han. Akan tetapi aku pun tidak
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memusuhinya karena dalam urusan kebangsaan ini dia tidak
dapat disalahkan, dia pun hanya anggota bangsanya yang
melaksanakan tugas. Selama kaisar atau pembesar mana pun,
baik bangsa Mancu ataupun bangsa Han sendiri, bertindak
bijaksana dan tidak menindas rakyat, aku pasti tidak akan
memusuhinya, mengertikah engkau, Thian Hwa?"
Thian Hwa diam sejenak, berpikir dan mengingat-ingat
akan apa yang pernah diajarkan gurunya itu. "Apakah Kongkong maksudkan hal ini menyangkut kebaktian kepada bangsa
seperti yang Kong-kong sering katakan dahulu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Thian Hwa. Ada tiga kebaktian yang harus kita
lakukan dalam hidup ini. Pertama berbakti kepada T hian yang
berarti pantang melakukan segala bentuk kejahatan yang
dilarang olehNya menurut petunjuk semua kitab suci agamaagama di dunia. Ke dua berbakti kepada orang tua yang
berarti membela dan menjunjung tinggi nama dan kehormatan
mereka dengan cara hidup sebagai orang yang baik dan
budiman. Dan yang ke tiga, berbakti kepada bangsa yang
berarti membela negara sebagai seorang pahlawan bangsa.
Kalau seseorang melanggar satu di antara tiga kebaktian ini,
dia akan menjadi seorang manusia yang tercela dan tidak
baik." "Aku ingat, dahulu Kong-kong mengatakan bahwa yang
melanggar kebaktian terhadap Thian adalah orang berdosa.
Yang melanggar kebaktian terhadap orang tua disebut orang
durhaka. Dan yang melanggar kebaktian terhadap bangsa dan
negara disebut seorang pengkhianat."
"Benar, Thian Hwa. Engkau tentu tidak ingin mempunyai
guru dan kakek angkat yang disebut pengkhianat, bukan?"
Thian Hwa segera berlutut dan merangkul kedua kaki tosu
itu dan ia menangis. Thian Bong Sianjin hanya mengelus
rambut gadis itu penuh kasih sayang.
"Kong-kong...., kenapa Kong-kong bukan bangsa Mancu
atau aku bukan keturunan Han saja agar kita dapat bersikap,
berpendirian dan bertindak yang sama...?" Ia meratap.
"Hentikan tangismu, T hian Hwa dan duduklah. Keluhanmu
tadi mungkin dikeluhkan juga oleh banyak sekali manusia
yang menghadapi kesulitan dan kebingungan karena adanya
bentrokan antara suku atau bangsa. Bentrokan yang sering
kali membuat orang-orang yang saling menyayangi terpaksa
menjadi terpecah belah, dipecah oleh suku, bangsa, atau
bahkan agama yang saling bertentangan. Akan tetapi lahir
sebagai suatu warga bangsa merupakan takdir, merupakan
kehendak dan rahasia T hian yang tidak dapat dimengerti oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapa pun. Mengapa aku dilahirkan sebagai keturunan Han dan
mengapa pula engkau dilahirkan sebagai keturunan Mancu"
Ini merupakan kehendak Thian dan sesungguhnya tidak ada
salahnya sama sekali. Yang bersalah adalah manusianya
mengapa dapat bercerai-berai, terpecah-belah dan saling
bermusuhan! Sesungguhnya Thian tidak menghendaki yang
demikian itu terjadi. Semua itu ulah manusia karena pengaruh
nafsu daya rendah dan akibatnya terjadi permusuhan, bunuh
membunuh, yang kesemuanya hanya mendatangkan kekacauan di dunia dan penderitaan bagi manusia sendiri."
Thian Hwa tidak dapat membujuk guru atau kakek
angkatnya itu untuk ikut membela Kaisar. Akan tetapi ia
berhasil menahan Thian Bong Sianjin yang terpaksa menuruti
permintaannya untuk tinggal di gedung Pangeran Ciu sampai
tiga hari lamanya. Kemudian dia pergi meninggalkan gedung
itu, akan tetapi sebelum pergi dia menerima sebuah hiasan
rambut berbentuk Burung Hong dari emas permata yang
diberikan Thian Hwa kepadanya. Hal ini dilakukan Thian Hwa
setelah gurunya itu berjanji akan menyelidiki dan mencari ibu
kandungnya yang hanyut di Sungai Huang-ho akan tetapi tak
pernah ditemukan mayatnya.
"Aku mempunyai perasaan bahwa ibu kandungmu masih
hidup, Thian Hwa. Aku sudah melakukan penyelidikan di
sepanjang tepi Sungai Kuning, namun tidak ada penduduk di
sepanjang tepi sungai yang pernah menemukan mayat
seorang wanita yang hanyut."
"Mimpi Kong-kong yang dulu Kong-kong ceritakan itu
benar. Menurut Kakek Cui Sam, Ibu memang mempunyai
setitik tahi lalat di atas bibirnya. Aih, betapa akan bahagianya
hidupku kalau ternyata Ibu masih hidup dan aku dapat
bertemu dengannya!"
"Aku akan mencoba untuk melakukan penyelidikan dan
pencarian lagi, Thian Hwa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Thian Hwa lalu mengambil hiasan rambut
yang dulu diterimanya dari Kakek Cui Sam itu dan
menyerahkannya kepada gurunya.
"Siapa tahu usaha Kong-kong berhasil. Bawalah hiasan
milik Ibu ini, Kong-kong, siapa tahu perhiasan ini dapat
menuntun Kong-kong kepada pemiliknya."
Thian Bong Sianjin menerimanya, menyimpannya lalu pergi
meninggalkan kota raja.
(Oo-dwkzoO) Im-yang Sian-kouw duduk termenung seorang diri di depan
pondok kayu sederhana di puncak Bukit Kera itu. Beberapa
ekor kera kecil bermain-main di atas atap pondok. Burungburung berkicau riang gembira di pepohonan, suara mereka
seperti nyanyian riang dilatarbelakangi suara gemericik air
terjun yang berada di sebelah belakang pondok. Matahari pagi
bersinar hangat dan cerah, suasana di puncak itu
mendatangkan ketenangan dan ketenteraman. Akan tetapi
Im-yang Sian-kouw seolah tidak melihat atau mendengar
semua itu. Ia tenggelam ke dalam lamunannya. Ia duduk
bersila di atas sebuah batu bundar. Batu besar yang sengaja
dibentuk menjadi bundar dan rata seperti sebuah meja,
buatan Si Han Bun, muridnya. Dilihat dari jauh, Im-yang Siankouw yang dalam usianya yang sekitar empat puluh satu
tahun itu masih cantik, dalam pakaian serba putih, ia kelihatan
seperti Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan Im) sendiri sedang
bersila di atas bunga teratai.
Kepekaan panca indera kita menjadi tumpul oleh kebiasaan
yang diulang-ulang. Mata ini tidak lagi dapat menikmati
keindahan yang setiap saat dilihatnya. Telinga ini tidak lagi
dapat menikmati kemerduan suara yang setiap saat
didengarnya. Hidung pun tidak lagi dapat menikmati
keharuman yang setiap saat diciumnya dan mulut pun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat menikmati kelezatan yang setiap saat dimakannya! Hal
ini adalah karena segala macam kesenangan itu akan berubah
menjadi kebosanan setelah terus-menerus dialami. Karena
itulah, maka dia yang dapat menikmati segala sesuatu
hanyalah orang yang belum memiliki segala sesuatu itu.
Berbahagialah orang yang dapat menjaga semua kepekaan
panca inderanya dengan menerima segala sesuatu sebagai hal
yang baru. Baru setiap hari, baru setiap saat, karena yang
baru itu selalu menyenangkan.
Pada saat itu, Im-yang Sian-kouw tidak dapat menikmati
segala keindahan yang terbentang di depannya. Wanita yang
memiliki ilmu silat dan ilmu pengobatan tinggi itu sedang
tenggelam ke dalam lamunan. Pikiran yang disibukkan dengan
kesenangan masa lalu, tenggelam ke dalam ingatan dan
renungan, kehilangan kewaspadaannya dan selalu mendatangkan kemurungan dan kesedihan. Masa lalu wanita
sakti ini memang penuh dengan pengalaman yang amat pahit
getir. Sekitar dua puluh tahun yang lalu Im-yang Sian-kouw
adalah seorang wanita muda yang lemah dan sama sekali
tidak mengenal ilmu silat. Ia adalah seorang gadis sederhana
dan cantik, puteri Cui Sam yang duda dan miskin. Ayah dan
anak ini bekerja sebagai pelayan dalam gedung keluarga
Pangeran Ciu Wan Kong yang ketika itu berusia sekitar tiga
puluh tahun. Pangeran Ciu Wan Kong jatuh cinta kepada Cui
Eng, yaitu nama Im-yang Sian-kouw ketika masih gadis. Cui
Eng juga membalas cinta pangeran yang baik hati itu. Sebagai
seorang pelayan, tentu saja Cui Eng tidak dapat menolak
rayuan dan ajakan Pangeran Ciu Wan Kong. Mereka
mengadakan hubungan dan Cui Eng menjadi hamil. Akan
tetapi orang tua Pangeran Ciu Wan Kong menjadi marah dan
Pedang Ular Mas 14 Suling Emas Dan Naga Siluman Bu Kek Sian Su 11 Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama