Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 10
mengundurkan diri dari rimba persilatan."
"Kira-kira begitulah." Kim siauw suseng juga menghela nafas.
"Aku yakin kepandaian Cie Hiong masih jauh di atas Lam Hai sin Ceng."
"Itu sudah jelas," sahut sam Gan sin Kay.
"Bu Lim sam Mo telah berhasil mempelajari ilmu peninggalan Pak Kek siang ong, maka sudah
pasti kepandaian mereka bertiga di atas kita. Hanya Cie Hiong yang mampu menghadapi mereka
bertiga...."
Ucapan sam Gan sin Kay terputus, karena Bu Lim sam Mo membentak keras sambil menyerang
Tio Cie Hiong dengan jurus-jurus andalan, Tio Cie Hiong berkelit, menangkis dan sekaligus balas
menyerang dengan jurus Man Thian sing sing (Bintang-Bintang Bertaburan Di Langit).
Tak terasa pertarungan mereka telah melewati belasan jurus. Namun pertarungan itu semakin
seru, sengit dan menegangkan hati yang menyaksikannya.
Bu Lim sam Mo menyerang dari kiri, kanan dan atas. Tio Cie Hiong bersiul panjang sambil
menangkis dan balas menyerang dengan jurus cian ci soh Te (Ribuan Jari Menyapu Bumi).
serangan itu membuat Bu Lim sam Mo termental ke belakang dua langkah. Mereka bertiga
saling memandang, sedangkan Tio cie Hiong berdiri tegak di tempat.
Berselang sesaat, perlahan-lahan Bu Lim Sam Mo mengeluarkan senjata masing-masing yaitu
pedang lemas. Namun begitu sampai di tangan mereka, pedang lemas itu berubah keras bagaikan
baja. "Ayah" Lim Ceng im terkejut bukan main. "Bu Lim sam Mo menggunakan senjata" serunya.
"Jangan cemas, Nak" ujar Lim Peng Hang dan berpesan, "ingat, biar bagaimana pun engkau
tidak boleh menjerit, sebab akan memecahkan perhatian dan konsentrasinya."
"Ya." Lim Ceng im mengangguk.
"sastrawan sialan Bu Lim sam Mo sungguh tak tahu malu. Mereka bertiga mengeroyok Cie
Hiong, bahkan kini menggunakan senjata," ujar sam Gan sin Kay bernada gusar.
"Pengemis bau" sahut Kim siauw suseng. "Jangan khawatir, cie Hiong juga memiliki senjata
pusaka." "Oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "suling kumala...."
Tidak salah. Ketika melihat Bu Lim sim Mo mengeluarkan senjata, Tio Cie Hiong mengeluarkan
suling kumalanya.
"Hiyaaat" pekik Bu Lim sam Mo keras sambil menyerang Tio Cie Hiong dengan pedang.
Pedang Bu Lim sam Mo berkelebat mengarah pada Tio Cie Hiong. Lim Ceng Im nyaris menjerit
begitu melihatnya.
Yang paling kagum adalah Toan wie Kie Toan pit Lian, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan
para ketua tujuh partai. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong berkepandaian
setinggi itu. "Aaakh..." Lam Kiong Bie Liong menarik nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
" Kenapa engkau, saudara Lam Kiong?" tanya Toan wie Kie heran.
"Padahal aku telah berhasil mempelajari semacam ilmu pedang keluarga Lam Kiong. selama
puluhan tahun, tiada seorang pun keluarga Lam Kiong dapat mempelajari ilmu pedang itu, hanya
aku yang berhasil. Tapi...." Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"setelah menyaksikan pertarungan itu, rasanya tiada artinya sama sekali ilmu pedangku."
"saudara Lam Kiong" Toan wie Kie tersenyum.
"Jangan berkata begitu, aku pun sama seperti dirimu. Mungkin... Bu Lim Ji Khie juga berpikir
demikian."
"Yang paling beruntung adalah Putri paman Lim, sebab Kakak Hiong sangat mencintainya." ujar
Gouw sian Eng. "Adik, sian Eng, semua itu telah merupakan takdir." Toan wie Kie tersenyum lembut sambil
memandangnya. "Kita juga beruntung karena... telah saling mencintai untuk selama-lamanya. Ya, kan?"
(Bersambung ke bagian 22)
Jilid 22 "Kakak Kie...." Wajah Gouw Sian Eng memerah.
"oh ya, Adikku...." Toan Wie Kie memandang Toan Pit Lian, lalu menoleh pada Lam Kiong Bie
Liong seraya berkata, "Saudara Lam Kiong, adikku itu terlampau dimanjakan, maka kadang-kadang
sikapnya...."
"Kak Kenapa menyinggung diriku?" Toan Pit Lian melotot.
"Ha ha" Toan Wie Kie tertawa.
"Sesungguhnya...," ujar Lam Kiong Bie Liong malu-malu. "Saudara Toan, adikmu sangat lembut
dan... cantik manis. Aku... aku terpukau melihatnya."
"Untung cuma terpukau," sela Gouw Sian Eng sambil tersenyum. "Belum mabuk kepayang...."
"Nona Gouw...." Wajah Lam Kiong Bie Liong memerah, namun bergirang dalam hati, karena
secara tidak langsung Gouw Sian Eng telah membantunya mencurahkan perasaannya pada Toan Pit
Lian. "Hi hi...." Toan Pit Lian tertawa geli.
Sementara pertarungan tampak semakin tegang mencekam. Sebab Bu Lim Sam Mo telah
menyerang Tio cie Hiong, sedangkan Tio cie Hiong pun mengayunkan suling kumalanya.
Bu Lim Sam Mo menggunakan Pak Kek Kiam Hoat (Ilmu Pedang Kutub Utara), sedangkan cie
Hiong menggunakan Glok SiauwBit ciat Kang Hoat (Ilmu Suling Kumala Pemusnah Kepandaian)
yang diciptakannya sendiri.
Trang Trang Trang Terdengar suara benturan senjata. Bunga api pun berpijar menyilaukan
mata. Mendadak Tio Cie Hiong bersiul panjang dan nyaring, kemudian menyerang Bu Lim sam Mo
denganjurus Hai Lang Thau Thau (ombak Laut Menderu- deru).
Trang Trang Trang Terdengar lagi suara benturan senjata. Bunga api pun berpijar ke manamana.
Pertarungan itu merupakan pertarungan antara mati dan hidup. oleh karena itu siapa yang
lengah, pasti roboh.
Lim Ceng Im menyaksikan pertarungan itu sambil menahan nafas, bahkan mengatupkan agar
tidak menjerit tanpa sadar. sedangkan Lim Peng Hang telah berkeringat dingin. Begitu pula Bu Lim
Ji Khie, Tui Hun, Lojin dan lainnya.
sementara pertarungan antara mati dan hidup itu terus berlangsung, tak terasa telah melewati
puluhan jurus .
Mendadak Bu Lim sam Mo menyerang Tio cie Hiong bertubi-tubi dengan jurus-jurus andalan
yang mematikan. Tio Cie Hiong mengibaskan lengan kirinya. Ternyata ia membendung seranganserangan
lawan dengan lengan bajunya yang mengandung Pan Yok Hian Thian sin Kang, sehingga
membuat pedang-pedang Bu Lim sam Mo tertahan sejenak. Tio Cie Hiong tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu la langsung menyerang mereka denganjurus Hoan Thian coan Te (Membalikkan
Langit Memutarkan Bumi) .
Tampak suling kumalanya berkelebatan ke sana ke mari. Pada waktu bersamaan, Bu Lim sam
Mo menyerang Tio Cie Hiong dengan Pak Kek sin ciang (Pukulan sakti Kutub Utara) yang
mengandung hawa sangat dingin.
"Aaaakh..."Jerit Bu Lim sam Mo. Ternyata suling kumala Tio Cie Hiong telah berhasil
memutuskan nadi Bu Lim sam Mo, sehingga membuat mereka roboh dan mulut mereka
menyemburkan darah segar.
Akan tetapi, Tio Cie Hiong pun terpukul oleh pukulan-pukulan yang dilancarkan Bu Lim sam Mo
tadi. Namun ia tetap berdiri tegak di tempat, hanya saja wajahnya pucat pias. Cepat-cepat ia
mengeluarkan dua butir obat, dan langsung ditelannya. Berselang sesaat, barulah ia berkata.
"Bu Lim sam Mo Walau kalian telah membunuh kedua orang tuaku, tapi aku tetap mengampuni
nyawa kalian" Tio Cie Hiong menatap mereka dengan dingin.
" cepatlah kalian enyah dari sini, dan melewati sisa hidup kalian dengan tenang di tempat
terpencil Kini kepandaian kalian bertiga telah musnah"
"Pek Ih sin Hiap" ujar Tang Hai Lo Mo lemah. " Engkau jangan bergirang karena telah
memusnahkan kepandaian kami Engkau pun telah terkena pukulan-pukulan kami, maka engkau tak
akan bisa hidup lama"
"Aku tahu itu" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Tapi aku masih bisa mengobati diriku sendiri Nah, cepatlah kalian enyah"
Bu Lim sam Mo bangkit berdiri. Mereka memandang Tio Cie Hiong dengan mata redup,
kemudian dengan tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Sesaat suasana di tempat itu menjadi hening. Ketika Lim Ceng Im mau mendekati Tio Cie Hiong,
tiba-tiba terdengar suara bentakan Lam Kiong Bie Liong.
"Mau kabur ke mana" Lam Kiong Bie Liong langsung melesat pergi, Ternyata ia melihat sosok
bayangan berkelebat. la mengenali sosok bayangan itu, yang tidak lain Ku Tek Cun.
Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng juga ikut melesat mengikuti Lam Kiong Bie
Liong, begitu pula yang lain.
Tio Cie Hiong tidak tahu Lam Kiong Bie Liong mengejar siapa, namun ia pun melesat menyusul
mereka. Yang kabur itu memang Ku Tek Cun. Ketika Bu Lim sam Mo bertarung dengan Tio Cie Hiong, ia
bersembunyi di balik sebuah pohon. setelah Bu Lim sam Mo roboh, segeralah ia kabur tapi terlihat
oleh Lam Kiong Bie Liong.
Akhirnya Lam Kiong Bie Liong berhasil menyusul Ku Tek Cun. Pemuda itu terpaksa berhenti,
karena di hadapannya terdapat sebuah jurang yang ribuan kaki dalamnya.
"saudara Lam Kiong, kenapa engkau mengejarku?" tanya Ku Tek Cun dingin.
"Hm" dengus Lam Kiong Bie Liong. "Engkau lebih jahat dari Bu Lim sam Mo Engkau ingin kabur"
Tidak begitu gampang"
Ku Tek Cun menatap Lam Kiong Bie Liong dengan mata berapa api, lalu mendadak ia
menyerangnya dengan pedang.
Lam Kiong Bie Liong berkelit sekaligus menghunus pedangnya. Di saat bersamaan, muncullah
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan lainnya.
"Ku Tek Cun" bentak Lim Peng Hang. "Apa hubunganmu dengan Bu Lim sam Mo?"
"Mereka guru-guruku" jawab Ku Tek Cun sambil tersenyum dingin. "Kalian ingin mengeroyokku"
" "Itu akan mengotori tangan kami" sahut Lim Peng Hang.
" Kenapa engkau menodai Nona Yap. bahkan mempengaruhinya dengan ilmu sesat agar
membunuh Tio Cie Hiong?"
"Ha ha ha Aku Ku Tek Cun. Aku memang ingin membunuh Tio Cie Hiong...."
"Ku Tek Cun" Muncul Tio Cie Hiong sambit menatapnya tajam.
"Aku tiada permusuhan apa-apa denganmu, kenapa engkau begitu mendendam kepadaku?"
"Hm" dengus Ku Tek Cun. "Sejak pertama kali melihatmu, aku sudah membencimu"
"Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran. "Gara-gara engkau, Hong Lui Kiam Khek jadi tidak
menyayangiku, bahkan Phang Ling Hiang juga bersikap dingin terhadapku Nah, karena itulah aku
mendendam kepadamu"
"Ku Tek Cun" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak mempersalahkan itu, tapi... karena engkau menodai Yap In Nio dengan ilmu sesat,
sehingga dia menuduhku?"
"Ha ha ha" Ku Tek Cun tertawa gelak. "Memang itu yang kuinginkan"
" Engkau terlampau jahat dan licik, maka aku terpaksa memusnahkan kepandaianmu" ujar Tio
Cie Hiong. "oh?" Ku Tek Cun tertawa dingin. "Mari kita bertarung satu lawan satu"
"Baik," Tio cie Hiong mengangguk.
" Lihat serangan" Ku Tek Cun langsung menyerangnya dengan Pak Kek Kiam Hoat (Ilmu Pedang
Kutub Utara). "Ternyata engkau telah mempelajari ilmu pedang itu" ujar Tio Cie Hiong sambil berkelit,
kemudian balas menyerang.
setelah beberapa jurus, Ku Tek cun sudah berada di bawah angin. Tiba-tiba Ku Tek cun
membentak dengan mata menyorot tajam. Ternyata ia mengerahkan ilmu sesatnya.
"Tio Cie Hiong Engkau harus berlutut di hadapanku"
"Ku Tek Cun" sahut Tio Cie Hiong halus. "Engkaulah yang harus berlutut"
sungguh di luar dugaan, mendadak Ku Tek Cun menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tio cie
Hiong. Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya, dan seketika Ku Tek cun terpental beberapa depa.
" Engkau... engkau...." Ku Tek cun menu-dingnya dengan jangan bergemetar. Ilmu
kepandaiannya pun telah musnah.
" Engkau memusnahkan kepandaianku?"
"Ku Tek Cun" sahut Tio Cie Hiong.
"Aku telah mengampuni nyawamu Maka mulai sekarang engkau harus menjadi orang baik-baik"
"Ha ha ha" Ku Tek Cun terus tertawa seperti orang gila.
"Ha ha ha Tio Cie Hiong, engkau akan merasakan pembalasanku kelak Aku akan mencincangmu,
aku akan mencincangmu^
"cie Hiong" bisik Lim Peng Hang.
"Dia begitu jahat, daripada menjadi penyakit dikemudian hari, lebih baik...."
"Jangan" Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Aku pantang membunuh, Paman."
"Aaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas.
"Ku Tek Cun engkau boleh pergi sekarang" ujar Tio Cie Hiong sambil menatapnya.
"Ha ha ha Tio Cie Hiong Engkau akan merasakan pembalasanku kelak Ha ha ha...."
Mendadak badan Ku Tek Cun bergerak. ternyata ia meloncat ke dalam jurang yang menganga
lebar. sayup,sayup masih terdengar suara tawanya.
"Aaakh..." Tio Cie Hiong menarik nafas panjang.
"Aku tidak mau membunuhnya, tapi dia malah mencari mati sendiri..."
Usai berkata begitu, tiba-tiba Tio cie Hiong terkulai dengan wajah pucat pias, dan sekujur
badannya menggigil kedinginan.
"Kakak Hiong..." jerit Lim Ceng Im sambil memeluknya. "Haaah..."
la langsung melepaskan pelukannya, karena badan Tio Cie Hiong sedingin es. sedangkan Tio Cie
Hiong berusaha duduk bersila, lalu memejamkan matanya.
semua orang memandangnya dengan cemas, dan Lim Ceng Im sudah menangis terisak-isak.
"Dia juga terkena pukulan-pukulan sam Mo," bisik sam Gan sin Kay sambil mengerutkan kening.
"Ya." Kim siauw suseng mengangguk. " Kelihatannya dia telah mengalami luka dalam yang
cukup parah."
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong membuka matanya lalu tersenyum
kepada Lim Ceng Im.
"Adik Im...."
" Kakak Hiong...." Air mata Lim Ceng Im sudah meleleh. "Bagaimana keadaanmu?"
"Ti... tidak apa-apa," jawab Tio Cie Hiong dan tersenyum lagi. sesungguhnya ia telah menderita
luka dalam yang sangat parah. Kalau ia tidak memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan pernah
makan Kiu Yap Ling che, sudah mati dari tadi.
" Kakak Hiong...." L^m Ceng Im terus menangis.
"Ceng Im" ujar sam Gan sin Kay.
"Jangan terus menangis, kita harus segera kembali ke markas pusat"
"Kakek, aku akan menggendongnya," ujar Lim Ceng Im dengan suara rendah.
"Jangan" sam Gan sin Kay menggelengkan kepala. " Lebih baik kita membuat usungan."
"Betul." Kim siauw suseng mengangguk.
Lam Kiong Bie Liong, Toan wie Kie, Toan pit Lian, Gouw sian Eng dan Lim Ceng Im sebera
membuat sebuah usungan. Tak lama mereka telah berhasil membuat sebuah usungan darurat, Lam
Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie menggotong Tio Cie Hiong, kemudian membaringkannya di
usungan itu Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie ingin menggotong usungan tersebut, tapi Lim
Peng Hang mencegah, lalu menyuruh beberapa pengemis peringkat kedua menggotong usungan
itu Begitu sampai di markas pusat Kay Pang, Lim Ceng Im langsung memapah Tio Cie Hiong ke
kamar. Lam Kiong Bie Liong, Toan Wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng juga ikut ke kamar.
Dengan hati-hati sekali Lim Ceng Im membaringkan Tio Cie Hiong ke tempat tidur, sedangkan
Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik Im, aku masih bisa berjalan...," ujarnya dengan suara lemah.
"Kakak Hiong, engkau jangan banyak bicara, beristirahatlah" Lim Ceng Im membelainya.
sejak melihat gadis itu, Toan pit Lian terus memperhatikannya. Lim Ceng Im memang berwajah
cantik, bahkan lemah lembut, maka Toan Pit Lian membatin. Pantas Tio Cie Hiong begitu
mencintainya Kini Tayli Kongcu itu tidak begitu memusingkan itu lagi, sebab ia sudah jatuh hati
kepada Lam Kiong Bie Liong.
"saudara Lam Kiong, Ku Tek Cun mahir ilmu sesat, apakah dia belajar kepada Im Yang Hoatsu?"
tanya Tio Cie Hiong.
"Benar." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Di mana Im Yang Hoatsu itu?" tanya Tio Cie Hiong lagi.
"Dia sudah mati," jawab Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "Aku yang membunuhnya."
"ooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"saudara Tio" Toan wie Kie tersenyum. "Apakah nona ini Lim Im Ceng?"
"saudara Kie" Tio cie Hiong juga tersenyum.
"sesungguhnya dia Lim Ceng Im, pengemis dekil itu"
"Apa?" Toan wie Kie terbelalak, begitu pula Toan pit Lian.
" Ketika kami berada di Tayli, aku pun tidak mengetahuinya." Tio cie Hiong memberitahukan.
"oh?" Toan wie Kie terbelalak. "jadi...."
"setelah Yap In Nio menusukku dtngan belati, barulah dia berterus terang kepadaku." Tio cie
Hiong tersenyum.
"Im Ceng... Ceng Im" Toan Pit Lian mendekatinya sambil tertawa kecil. "Aku harus
memanggilmu apa?"
"Im Ceng atau Ceng Im sama saja," sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum, lalu berbisik.
"Kakak Lian, Lam Kiong Bie Liong adalah pemuda yang baik dan sangat tampan pula.
Engkau...."
"Hussh" Wajah Toan pit Lian kemerah-merahan. "Jangan menggodaku"
sementara di luar di aula depan, berlangsung pula pembicaraan serius. Ternyata para ketua
tujuh partai mengemukakan sesuatu.
"Mulai sekarang, rimba persilatan telah aman. Itu berkat Pek Ih sin Hiap. oleh karena itu, kami
bersepakat mengangkat Pek Ih sin Hiap sebagai Bu Lim Beng cu (Ketua Rimba persilatan)," ujar Hui
Khong Taysu. "Bagaimana menurut Bu Lim Ji Khie?"
"Itu merupakan suatu penghormatan yang sangat tinggi bagi Pek Ih sin Hiap. Tapi menurut
pendapatku dia pasti menolak. Lagi pula dia harus mengobati lukanya," jawab sam Gan sin Kay dan
menambahkan. "Kini rimba persilatan telah aman, jadi kita semua harus bersyukur pada Thian (Tuhan)"
"omitohud" Hui Khong Taysu manggut-manggut.
"Akupun yakin Pek Ih sin Hiap akan menolak. namun dalam hati kami, dia tetapi Bu Lim Beng
cu."
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"oleh karena itu...," sambut It Hian Tojin "Kami pasti mematuhi apa perintahnya."
"seluju" sahut HuHiong sin Kiam ketua Hwa san, wie Hian cinjin ketua Kun Lun, Ceng sim suthay
ketua GoBie. Beng Leng cinjin dan PekBie Lojin ketua swat san serentak.
"Ha ha ha" Kim siauw suseng tertawa gelak. "Bagaimana mungkin Pek Ih sin Hiap akan
memberikan suatu perintah kepada kalian ketua-ketua partai" sudahlah semua itu tidak perlu, yang
penting kini rimba persilatan telah aman."
"omitohud" Hui Khong Taysu manggut-manggut.
"Maaf" sam Gan sin Kay bangkit berdiri "Aku harus ke dalam menjenguk Tio Cie Hiong"
sam Gan sin Kay melangkah ke dalam. Kim siauw suseng, Lim Peng Hang, Tui Hun Lojin dan
Gouw Han Tiong pun mengikutinya.
Tio Cie Hiong ingin bangun ketika melihat mereka masuk. namun sam Gan sin Kay segera
mencegahnya. "Engkau tidak usah bangun, berbaring saja"
Tio cie Hiong mengangguk,
Bu Lim Ji Khie dan lainnya menatap Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian, kemudian Kim siauw
suseng bertanya.
"cie Hiong, bagaimana luka dalammu?"
" Cukup parah," jawab Tio Cie Hiong jujur. "seluruh isi perutku telah membeku, namun untung
aku memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan pernah makan Kiu Yap Ling che, maka jantungku
terlindung. Kalau tidak, aku pasti sudah mati."
"Haah?" Lim Ceng Im terkejut bukan main. "Kakak Hiong...."
"Karena itu, aku harus mengobati diriku sendiri" Tio Cie Hiong memberitahukan.
" Untuk itu aku membutuhkan waktu satu tahun, barulah aku pulih."
"cie Hiong" Lim Peng Hang terperanjat.
" Kalau begitu, lukamu itu parah sekali."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk, "Aku terkena cukulan Pak Kek sin ciang gabungan Bu Lim sam
Mo. Namun aku pun berhasil memusnahkan kepandaian mereka."
"cie Hiong" Kim siauw suseng menatapnya lembut.
" Engkau telah menyelamatkan rimba persilatan. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi?"
"ohya" ujar sam Gan sin Kay sambil tersenyum.
"Para ketua tujuh partai berniat mengangkatmu sebagai Bu Lim Beng cu."
" Kakek pengemis, tolong wakili aku menolak itu" ujar Tio cie Hiong.
"Aku tidak mau diangkat menjadi Bu Lim Beng cu. setelah lukaku sembuh, aku... aku ingin hidup
tenang dalam damai di suatu tempat terpencil bersama... Adik Im."
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. "Tadi aku telah mewakilimu menolak itu"
"Terima kasih, Kakek pengemis "
"Ayoh Mari kita keluar dulur ujar sam Gan sin Kay. "Biar Tio Cie Hiong beristirahat."
semuanya langsung meninggalkan kamar itu, kecuali Lim Ceng Im. Gadis itu duduk di pinggir
tempat tidur. " Kakak Hiong, benarkah harus membutuhkan waktu satu tahun lukamu akan pulih?" tanya Lim
Ceng Im lembut.
Tio Cie Hiong mengangguk. "Setiap hari aku harus makan obat dan menghimpun pan Yok Hian
Thian sin Kang."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menatapnya dengan penuh cinta kasih dan mesra. "syukur
engkau tidak apa-apa."
"Adik Im."Tio Cie Hiong menghela nafas. "setelah aku sembuh nanti, lebih baik kita tinggal di
tempat yang sepi, jangan mencampuri urusan persilatan lagi. Kita nikmati hari-hari yang indah dan
bahagia, bagaimana?"
"Aku setuju," Lim Ceng Im mengangguk. "sudah jemu aku menyaksikan situasi rimba persilatan,
saling membalas dendam dan bunuh-membunuh, tiada artinya sama sekali."
Tio cie Hiong tersenyum. "Sejak berkecimpung dalam rimba persilatan, aku sama sekali tidak
pernah membunuh orang, hanya memusnahkan kepandaian mereka Jadi sepasang tanganku tidak
berlumuran darah...."
" Engkau berbudi luhur, kok. Mestinya engkau menjadi hweeshio" ujar Lim Ceng Im sambil
tertawa kecil. "Kalau akujadi hweeshio, engkau bagaimana" Lagipula aku harus punya turunan." Tio Cie Hiong
menggenggam tangannya.
"Adik Im, aku ingin punya anak belasan kelak"
"Apa?" Lim Ceng Im terbelalak. "Aku yang akan pusing mengurusinya."
"Jangan kuatir" Tio Cie Hiong tersenyum. "Akan kubantu mengurusi mereka"
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menaruh kepalanya di dadanya.
"Kita... kita harus saling mencinta selama-lamanya, tidak boleh ribut ya?" Tio Cie Hiong
membelainya dengan lembut.
Apakah tubuh Ku Tek Cun akan hancur lebur di dasar jurang" Benarkah dia akan mati"
Kepandaiannya telah musnah, sehingga membuatnya tak bertenaga, pasti dia akan mati di dasar
jurang Akan tetapi, ternyata tidak. Mungkin itu sudah merupakan takdir. Ketika badannya meluncur ke
bawah, sepasang tangannya masih meraih ke sana ke mari, bahkan masih berteriak-teriak.
"Tio cie Hiong Aku pasti akan membunuhmu Akan kucincang tubuhmu..."
Memang mengherankan. Di antara mereka tiada dendam apa pun. Tapi Ku Tek Cun begitu
membenci dan mendendam Tio Cie Hiong. sepertinya mereka dilahirkan untuk menjadi musuh.
Lantaran Tio Cie Hiong tidak mau membunuh orang, termasuk Ku Tek Cun itu, mungkin akan
menanamkan bibit bencana untuk kemudian hari.
Badan Ku Tek Cun yang tengah meluncur akhirnya sempat tersangkut pada sebuah pohon yang
tumbuh di tebing jurang. Namun setelah dia tersangkut dia pun pingsan.
Entah berapa lama kemudian, barulah ia siuman. Dan ketika mendapatkan dirinya menyangkut
di pohon serta tidak mati, dia tertawa penuh kegembiraan.
"Ha ha ha Aku tidak mati Aku tidak mati Aku tidak mati Tio cie Hiong, aku akan mencincang
tubuhmu. Ha ha ha"
Ku Tek Cun terus tertawa, seperti orang yang sudah agak tidak waras. setelah puas tertawa,
barulah ia mencoba turun dari pohon itu. Ternyata di dinding jurang itu terdapat batu besar yang
menonjol. Ku Tek Cun menengok ke sana ke mari. Dilihatnya ada sebuah goa.
la langsung mendekati mulut goa itu. sambil tertawa-tawa lagi dia memasuki goa tersebut.
seketika matanya membelalak karena melihat goa itu ternyata sangat luas dan terang. cahaya
terang itu bukan dari matahari melainkan cahaya yang dipancarkan batu-batu di dinding goa.
"Ha ha ha Aku mendapat tempat tinggal yang indah." Ku Tek Cun tertawa girang, sambil
menengok kian kemari.
"Eh, kenapa ada orang duduk di situ?"
la melihat seseorang duduk dekat dinding goa. Di sisi orang itu terdapat batu yang mirip sebuah
meja. "Hei, Tua Bangka" seru Ku Tek Cun. " Kenapa engkau duduk di situ" Aku datang ke mari, kita
akan jadi teman. Ha ha"
Ku Tek cun mendekati orang itu. Dia tidak tahu kalau sosok itu ternyata mayat yang tak
membusuk. setelah mendekat, ia melihat ada sebuah kitab di atas batu, bahkan terdapat pula ukiran-ukiran
huruf. "Ha ha" Ku Tek Cun tertawa. "Aku tidak buta huruf, aku bisa baca."
Ku Tek Cun membaca huruf-huruf itu yang berbunyi demikian. "Aku adalah Im sie Hong Jin
(orang Gila Alam Baka), siapa yang memasuki goa ini berarti berjodoh denganku, maka harus jadi
muridku Engkau harus memelukku, sebab aku akan menyalurkan Iweekangku. Di atas batu itu
adalah Im Sie Cing Keng (Kitab Pusaka Alam Baka). Kitab Pusaka itu berisi pelajaran Imsie Hong
Kang (Tenaga sakti Abnormal Alam Baka), Hong Luan Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Kacau Balau) dan
Hong Luan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Kacau Balau). Aku belum berhasil mempelajari ilmu-ilmu itu,
sebab aku tidak tahan pusing siapa pun yang mempelajari Imsie Hong Kang, maka peredaran
darahnya akan terbalik, membuat pusing kepala dan membuat orang yang mempelajarinya jadi
gila. Nah, terserah engkau mau mempelajarinya atau tidak" Tertanda Im sie HongJin".
setelah membaca, Ku Tek Cun langsung tertawa sambil menari-nari, persis seperti orang gila.
"Ha ha ha Aku harus mempelajarinya, aku harus mempelajarinya Ha ha setelah aku berhasil
mempelajari semua ilmu itu, aku akan muncul lagi di rimba persilatan. Tio Cie Hiong, itu berarti hari
kematian bagimu. Ha ha ha"
Memang kebetulan, kepandaian Ku Tek Cun telah musnah, karena salah satu nadi penting di
tubuhnya telah diputuskan Tio cie Hiong. sebetulnya ia sudah tidak bisa belajar ilmu silat lagi. Akan
tetapi, Im sie Hong Kang itu ternyata berbeda dari ilmu lweekang apa pun. Karena akan membuat
peredaran orang jadi terbalik. Karena urat nadi penting Ku Tek Cun telah putus, menyebabkan
dirinya lebih gampang mempelajari Im sie Hong Kang.
"Ha ha" Ku Tek Cun masih terus tertawa. Namun mendadak ia teringat sesuatu dan langsung
merogoh ke dalam bajunya. Kemudian dikeluarkannya sebuah kitab. "Ha ha Aku pun harus
mempelajari ilmu Cih Hua Tay.Hoat (Ilmu Pengendali Pikiran)."
Itu ternyata kitab Cih Hun Tay Hoat, pemberian Im Yang Hoatsu, ketika ia meninggalkan markas
sam Mo Kauw. Ke mana pun dibawanya kitab tersebut. semua itu memang serba kebetulan. setelah
ia memiliki Im sie Hong Kang, tentu akan mempermudahkannya belajar cih Hun Tay Hoat itu.
Bab 35 Tiga jurus pengikat jodoh
sebulan kemudian, para ketua tujuh partai ber-pamit pada Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang.
Namun tidak berpamit pada Tio Cie Hiong, karena pemuda itu sedang mengobati lukanya dan tidak
boleh diganggu.
setelah para ketua tujuh partai pergi, beberapa hari kemudian, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong,
Toan wie Kie, Toan Pit Lian, Gouw sian Eng, dan Lam Kiong Bie Liong juga berpamit. Mereka semua
menuju ke Ekspedisi Harimau Terbang, yaitu tempat tinggal Gouw
Han Tiong. Begitu sampai di rumah, Gouw Han Tiong membubarkan ekspedisinya itu. Para
piauw-su memperoleh uang imbalan jasa yang cukup banyak.
Kini di markas pusat Kay Pang yang tinggal Bu Lim Ji Khie dan Tok Pie sin Wan. Mereka bertiga
bercakap-cakap di aula depan.
"Pengemis bau," ujar Kim siauw suseng. "Aku tak ingin terus makan dan tidur gratis di sini.
Hanya saja... Cie Hiong masih belum sembuh. Kalau Cie Hiong sudah sembuh, aku pasti akan
pergi." "Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "sastrawan sialan Kami tidak mengusir dirimu, Iho.
seandainya kau masih merasa betah, boleh saja tinggal di sini selama-lamanya."
"Pengemis bau, itu akan menyiksa diriku," sahut Kim siauw suseng sambil tertawa.
"Aku suka bebas dan pesiar, tidak mau terikat di sini."
"Benar," sela Tok Pie sin wan. "Akupun sama"
" Heran," gumam sam Gan sin Kay. " Kenapa kalian berdua bisa kentut bareng?"
"Eh" Pengemis baur Kim siauw suseng melotot.
" Engkau ingin menantang aku bertanding,"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Begini saja, aku mengaku salah padamu."
"Eeeh?" Kim siauw suseng terbelalak.
"Kenapa engkau bisa berubah jadi begitu sabar?"
"sastrawan sialan," ujar sam Gan. sin Kay sambil menghela nafas.
"setelah menyaksikan pertarungan cie Hiong dengan sam Mo itu, aku pun sudah merasa enggan
untuk membicarakan ilmu silat"
"Benar" Kim Siauw Suseng manggut-manggut. "Kalau begitu, setelah Cie Hiong sembuh,
bagaimana kalau kita pergi pesiar saja?"
"setuju," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa gembira. "Kita harus menikmati keindahan
alam." "Aku ikut" sela Tok Pie sin wan mendadak.
" Lutung Gila" Kim siauw suseng tertawa geli.
" Engkau bukan anak kecil, kami mau pergi pesiar nanti, engkau mau ikut?"
"Tidak boleh, ya?" Tok Pie sin wan tidak senang.
"Pokoknya aku ikut"
"Tidak boleh" tolak sam Gan sin Kay.
" Kalau tidak boleh, aku ngambek" ujar Tok Pie sin wan.
"Ha ha ha" Kim siauw suseng tertawa. "Kalau Lutung Gila ngambek, pasti mencakar ke sana ke
mari dan berloncat- loncatan. Tontonan yang sangat menarik."
"Lutung Gila, ayolah Cepat ngambek" goda Sam Gan sin Kay. "Jangan malu-malu Ha ha ha..."
setelah tinggal di rumah Gouw Han Tiong beberapa hari, Lam Kiong Bie Liong pun berpamit
pada Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong. "Kok begitu cepat hendak pulang?" Gouw Han Tiong ingin
menahannya. "Paman, aku sudah rindu sekali pada ibuku," ujar Lam Kiong Bie Liong sambil melirik Toan pit
Lian. Hal itu tak terlepas dari mata Gouw sian Eng.
" Kakak Lam Kiong, bolehkah kami ikut?" tanya Gouw sian Eng sambil tersenyum.
"Boleh, boleh," jawab Lam Kiong Bie Liong cepat. "Itu yang kuharapkan."
"Hi h i" Gouw sian Eng dan Toan pit Lian tertawa geli.
"Saudara Lam Kiong" Toan wie Kie tertawa, "jawabanmu...."
Wajah Lam Kiong Bie Liong langsung kemerah-merahan. "Aku memang ingin mengundang
kalian ke rumahku."
"Meng undang kami atau mengundang Kakak Lian seorang?" tanya Gouw sian Eng sambil
melirik Toan pit Lian.
"Adik Eng" Wajah Toan pit Lian memerah karena malu.
" Engkau mulai nakal dan suka menggoda."
"Bilang saja engkau memang ingin ke rumah Kakak Lam Kiong" Gouw sian Eng tertawa kecil.
"Tidak usah malu-malu"
"Eeh...." Toan pit Lian segera menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Ngmm" Gouw Han Tiong manggut-manggut. "sian Eng, jangan lupa sampaikan salamku pada
Lam Kiong hujin"
"Ya, Ayah." Gouw sian Eng mengangguk.
Mereka berempat lalu berangkat dengan dua ekor kuda, Toan wie Kie bersama Gouw sian Eng,
Lam Kiong Bie Liong bersama Toan pit Lian.
Mereka melakukan perjalanan dengan wajah cerah ceria, kadang-kadang bersenda gurau pula.
Dua hari kemudian, sampailah di rumah Lam Kiong hujin. Para pelayan berhamburan keluar
menyambut mereka.
"Tuan muda sudah pulang Tuan muda pulang" seru para pelayan dengan penuh kegembiraan.
"Bagaimana kalian, baik-baik saja?" tanya Lam Kiong Bie Liong ramah.
"Kami baik-baik saja, Tuan muda," sahut para pelayan.
"Di mana ibuku?"
"Lo hujin (Nyonya tua) sudah menunggu di ruang dalam."
Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut, kemudian memperkenalkan Toan wie Kie, Toan Pit
Lian, dan Gouw sian Eng. Betapa terkejutnya para pelayan ketika mengetahui mereka berdua
adalah Tayli Kongcu dan Tayli Thaycu. Para pelayan itu ingin berlutut, tapi cepat dicegah Toan wie
Kie sambil tersenyum.
" Kalian tidak usah berlutut"
"Terimakasih, Pangeran," ucap para pelayan lalu memberi hormat.
"Mari kita ke dalam" ajak Lam Kiong Bie Liong, lalu berjalan masuk. Toan wie Kie, Toan pit Lian,
dan Gouw sian Eng mengikutinya.
"Di ruang dalam yang indah dan luas itu, duduk seorang wanita berusia lima puluhan.
Tangannya memegang sebuah tongkat berkepala naga. Wajahnya tampak lembut ramah. Wanita
tersebut adalah Lam Kiong hujin.
"Ibu" Lam Kiong Bie Liong langsung bersujud.
"Bangun, Nak" Lam Kiong hujin memandangnya dengan penuh kasih sayang. sementara Toan
Wie Kie, Toan pit Lian, dan Gouw sian Eng segera memberi hormat.
"Ibu" Lam Kiong Bie Llong bangkit berdiri, kemudian memperkenalkan mereka pada ibunya.
Lam Kiong hujin manggut-manggut gembira. Ternyata yang berkunjung kemari Pengeran dan
putri Tayli, juga cucunya Tui Hun Lojin. "selamat datang"
"Bibi," ujar Toan wie Kie hormat. "Kami kakak beradik bernama Toan wie Kie dan Toan Pit Lian,
Bibi panggil nama kami saja"
"Baik, baik" Lam Kiong hujin tersenyum lembut. "Duduklah kalian"
Para pelayan langsung menyuguhkan minuman. Merck a tampak girang sekali karena melihat
Toan pit Lian begitu baik pada majikan muda mereka.
"Ibu" Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo telah
dimusnahkan kepandaian mereka."
"Ngmm" Lam Kiong hujin manggut-manggut. "Ibu sudah tahu itu. secara tidak langsung
dendam pamanmu telah terbalas. oh ya, Nak. Engkau kenal Pek Ih sin Hiap?"
"Kami sudah jadi teman baik," Lam Kiong Bie Liong tersenyum. " Kepandaiannya sungguh tinggi
sekali" " Kalau tidak. bagaimana mungkin dapat memusnahkan kepandaian Empat Dhalai Lhama Tibet
dan Bu Lim sam Mo?" ujar Lam Kion hujin.
"Nak, engkau tahu, siapa orang tuanya?"
"Ibu, aku tidak tahu siapa orang tuanya." jawab Lam Kiong Bie Liong jujur. "sebab aku tidak
bertanya padanya."
"Bibi, aku tahu." sela Gouw sian Eng memberitahukan. "Hui Kiam Bu Tek dan sin Pian Bijin
adalah ayah bundanya."
"Apa?" Lam Kiong hujin tampak terkejut. "Mereka... mereka ayah dan ibunya?"
"Ya, Bibi." Gouw sian Eng mengangguk. "Namanya Tio Cie Hiong."
Lam Kong hujin menghela nafas. "Kedua orang tuanya adalah teman baik mendiang suamiku.
Belasan tahun lalu, Hui Kiam Bu Tek dan Sin PianBijin memperoleh Kotak Pusaka yang berisi ilmu
silat peninggalan Pak Kek Siang ong, tapi kemudian dibunuh oleh Bu Lim Sam Mo. Kenapa Cie
Hiong cuma memusnahkan kepandaian mereka" Seharusnya mereka dibunuh"
"Ibu" Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Saudara Tio itu tidak pernah membunuh orang, maka
tidak mau membunuh Bu Lim Sam Mo, kecuali memusnahkan kepandaian mereka"
"Sifat itu persis seperti mendiang ayahnya." gumam Lara Kiong hujin sambil manggut-manggut
kagum. "Nak, engkau seharusnya memanggilnya adik, sebab mendiang ayahnya dan ayahmu telah
saling mengangkat jadi saudara."
"oh?" Lam Kiong Bie Liong tampak gembira. "Mungkin adik Hiong belum tahu tentang ini."
"Dia pasti tidak tahu, engkau yang harus memberitahukan kalau bertemu," pesan Lam Kiong
hujin. "ohya, di mana kakaknya yang bernama Tio Suan Suan?"
"Kakaknya telah mati di tangan Empat Dhalai Lhama," jawab Gouw Sian Eng.
"Hahh h..." Lam Kiong hujin menarik nafas panjang.
"Sungguh kasihan Suan Suan itu. ohya, kenapa Cie Hiong tidak kemari?"
"Dia teriuka parah, jadi tidak bisa kemari," jawab Lam Kiong Bie Liong.
"Teriuka parah?" Wajah Lam Kiong hujin tampak cemas. "Bagaimana keadaannya sekarang?"
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masih dalam pengobatan. Harus membutuhkan waktu satu tahun lukanya baru bisa sembuh."
ujar Lam Kiong Bie Liong.
"Dia teriuka dalam?" tanya Lam Kiong hujin.
Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Adik Hiong terkena pukulan Pak Kek Sin ciang yang
dilancarkanBu Lim sam Mo," ujarnya.
"sungguh luar biasa, dia cuma terluka parah. Kalau orang lain, sudah pasti mati beku. oh ya,
siapa guru cie Hiong?" Lam Kiong Bie Liong menggeleng-geleng kepala.
"Bibi, dia tidak punya guru," sela Gouw sian Eng memberitahukan. Lam Kiong hujin tertegun.
"Dia tidak punya guru, lalu dari mana belajar ilmu silat?"
"Kakak Hiong pernah bercerita padaku, bahwa seorang tua memberikannya sebuah kitab tipis.
Maka dia belajar ilmu lweekang dari kitab tipis itu," jawab Gouw sian Eng.
"Kitab tipis apa itu?" tanya Lam Kiong hujin ingin tahu. "Pan Yok Hian Thian sin Kang"
"Pan Yok Hian Thian sin Kang.... Pan Yok Hian Thian sin Kang...," gumam Lam Kiong hujin.
"Ibu tahu tentang lweekang itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong karena melihat ibunya bergumam.
" Kakekmu pernah menceritakan tentang Pan Yok Hian Thian sin Kang, tapi ibu sudah lupa,"
jawab Lam Kiong hujin.
"Ohya, Nak Kalau begitu kau harus mengantarkan obat untuk Cie Hiong."
"Bibi, aku pikir tidak usah," ujar Gouw sian Eng.
" Kenapa?" tanya Lam Kiong hujin heran.
" Kakak Hiong mengerti ilmu pengobatan."
" itu percuma" Lam Kiong hujin menggeleng-geleng kepala.
"Terus terang, keluarga Lam Kiong punya semacam obat mujarab, mungkin dapat
menyembuhkan lukanya itu."
"Bibi." Gouw sian Eng tersenyum. "sokBeng Yok ong adalah guru ilmu pengobatan kakak Hiong,
lagipula kakak Hiong pernah makan Kiu Yap Ling Che."
"ooooh" Lam Kiong hujin manggut-manggut. " Kalau begitu, obat keluarga Lam Kiong sudah
tiada artinya."
"Ibu, aku ingin memberitahukan...." Lam Kiong Bie Liong tidak melanjutkan, melainkan
menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Engkau ingin memberitahukan apa, Nak?" Lam Kiong hujin tersenyum. "Katakanlah Jangan
malu-malu, engkau bukan anak kecil lagi."
"Ibu...," Lam Kiong Bie Liong mengangkat kepalanya, lalu melanjutkan dengan wajah agak
kemerah-merahan.
"Aku dan pit Lian telah... telah...."
"Telah saling mencinta, kan?" sahut Lam Kiong hujin lembut.
"Benar, Ibu" Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Engkau sudah dewasa, wajar kalau jatuh cinta," ujar Lam Kiong hujin. "Juga sudah waktunya
engkau punya isteri. seandainya ayahmu masih hidup,..."
"Bibi setuju akan perjalinan cinta mereka?" tanya Toan wie Kie.
"Tentu setuju," jawab Lam Kiong hujin manggut-manggut. "Tapi...,"
"Kenapa?" tanya Toan wie Kie heran.
Lam Kiong hujin memandang putranya. "Beritahukanlah, Nak"
"Maaf" ucap Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "Keluarga kami punya satu peraturan, yakni
siapa yang akan menjadi menantu keluarga Lam Kiong, harus diuji kepandaiannya"
"oooh" Toan wie Kie manggut-manggut. "Jadi adikku harus bertanding dengan engkau?"
tanyanya kemudian.
"Tidak" Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Pit Lian harus menyambut tiga jurus ilmu tongkat
ibuku." "Adikku boleh balas menyerang?" tanya Toan wie Kie.
"Boleh" Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Pit Lian" Lam Kiong hujin memandangnya lembut.
"Ini adalah.peraturan keluarga Lam Kiong. Kaum persilatan Tionggoan sudah tahu akan
peraturan tersebut, maka aku harus mengujimu."
"Bibi...," Toan pit Lian merasa tidak enak harus bertanding dengan Lam Kiong hujin.
"Pit Lian," ujar Lam Kiong Bie Liong. "Engkau jangan merasa tidak enak. ini memang suatu
keharusan."
"Kakak Liong...," Toan pit Lian masih tampak ragu.
Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Jangan ragu, pit Liang"
"Kalau begitu, baiklah." Akhirnya Toan pit Lian mengangguk.
"Bagus" Lam Kiong hujin manggut-manggut gembira, kemudian bangkit berdiri dan berjalan ke
tengah-tengah ruang itu.
"Pit Lian, senjataku tongkat ini. Mana senjatamu?"
"Selendangku ini," jawab Toan pit Lian.
"Ngmm" Lam Kiong hujin manggut-manggut lagi. "Aku mengujimu hanya tiga jurus. Dalam tiga
jurus itu, engkau pun boleh balas menyerang."
"Ya, Bibi." Toan pit Lian mengangguk.
"Engkau sudah siap?" tanya Lam Kiong hujin sambil mengangkat tongkatnya.
"Aku sudah siap. Bibi," jawab Toan pit Lian.
" Hati- hati" seru Lam Kiong hujin dan langsung menyerangnya .Jurus yang dikeluarkan tampak
sederhana, tapi menimbulkan suara menderu- deru. Ujung tongkat itu mengarah pada kepala Toan
pit Lian dengan jurus Ap san ciauw Hai (Menekan Gunung Mengaduk Laut).
Toan pit Lian meloncat mundur, bersamaan dengan itu mendadak Lam Kiong hujin maju dua
langkah dan langsung menyapu badan Toan pit Lian dengan toyanya.
Toan pit Lian meloncat ke atas sambil memutarkan badannya. Ketika melayang turun, ia
menggerakkan selendangnya mengeluarkan jurus YunTlong caiHong (Pelangi Dalam Awan).
Bukan main indahnya gerakan itu, sehingga membuat Lam Kiong Bie Liong terpukau. Ketika
Toan pit Lian melayang turun dengan ringan, selendangnya pun meliuk-liuk lemas menyerang Lam
Kiong hujin. Lam Kiong hujin manggut-manggut, dengan wajah tampak gembira sekali. Ternyata ia sangat
kagum melihat gerakan Toan pit Lian. Lam Kiong hujin melesat ke atas menghindari serangan itu,
dan dengan cepat menyerang pula lewat jurus sin Liong seng Thian (Naga sakti Terbang Ke Langit)
Dengan jurus kedua ini badan Toan pit Lian melayang turun. sedangkan badan Lam Kiong hujin
melesat ke atas, mengarahkan serangannya pada kepala Toan pit Lian.
Toan pit Lian tidak gugup, Cepat-cepat ia berjungkir balik ke belakang. Pada saat bersamaan ia
mengeluarkan jurus Giok Lisan Hoa (Gadis Cantik Menaburkan Bunga).
Ujung selendangnya bergerak gemulai mengarah pada tangan Lam Kiong hujin. Terkejut juga
Lam Kiong hujin mendapat serangan balasan itu segeralah ia mengeluarkan jurus Kiu Liong coh Cu
(sembilan Naga Merebut Mutiara).
Mendadak toya Lam Kiong hujin berkelebat- kelebat menyerang Toan pit Lian. putri Tayli ini
memang terkejut akan serangan itu, namun ia tidak gugup sama sekali. Lagipula Tio Cie Hiong
pernah memberi petunjuk padanya mengenai ilmu selendangnya.
Di saat toya Lam Kiong hujin berkelebat- kelebat menyerangnya, ia cepat-cepat menangkis
dengan jurus sian Li Hia Hoam (Bidadari Turun Dari Kahyangan).
Tiba-tiba selendangnya bergerak cepat tapi lemas, menggulung toya Lam Kiong hujin, membuat
toya itu terkunci. Lam Kiong hujin berdiri di tempat sambil tersenyum lembut, begitu pula Toan pit
Lian. "Maaf, Bibi" ucap Toan pit Lian.
"Bagus" Lam Kiong hujin tertawa gembira. "Aku tidak menyangka ilmu selendangmu begitu
hebat. Engkau telah menyambut tiga jurus seranganku, maka engkau telah lulus uji."
"Pit Lian..." seru Lam Kiong Bie Liong girang.
Toan pit Lian cuma tersenyum, tapi diam-diam ia sangat berterima kasih pada Tio Cie Hiong
yang telah memberi petunjuk padanya mengenai ilmu selendangnya. Kalau tidak, mungkin sulit
baginya untuk menyambut tiga jurus serangan tadi.
"Terima kasih atas kemurahan hati Bibi," ujarnya kepada Lam Kiong hujin.
"Engkau harus tahu, ketiga jurus serangan itu merupakan jurus-jurus andalan ilmu toyaku." ujar
Lam Kiong hujin memberitahukan. " Engkau bisa menyambut serangan-serangan itu dan sekaligus
balas menyerang, pertanda kepandaianmu sudah tinggi. Boleh kutahu, siapa gurumu?"
" Guruku adalah Ang Kinsian Li," jawab Toanpit Lian. "Guruku tidak pernah datang di
Tionggoan."
"oooh" Lam Kiong hujin manggut-manggut, lalu ujarnya sambil tersenyum lembut,
" Engkau harus tahu, setelah lolos uji, maka dirimu telah terikatjodoh dengan putraku."
"selamat, Kakak Lian" seru Gouw sian Eng girang. "Selamat, Kakak Lam Kiong"
"Adik" Toan Wie Kie tersenyum.
"saudara Lam Kiong, kuucapkan selamat pada kalian berdua."
"Terimakasih Terima kasih" ucap Lam Kiong Bie Liong dengan wajah cerah. "Terimakasih..."
"ohya" Lam Kiong hujin mengeluarkan sebuah giok. kemudian diberikanpada Toanpit Lian.
"Ini adalah giok pusaka keluarga Lam Kiong, kini kuberikan padamu sebagai tanda perjodohan
kalian." "Terimakasih, Bibi" ucap Toan pit Lian sambil menerima giok pusaka itu.
"Jadi kalian tinggal di sini beberapa hari, tentunya kalian mau berangkat ke Tayli. Ya, kan?"
tanya Lam Kiong hujin lembut.
"Ya, Ibu." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Pit Lian," pesan Lam Kiong hujin. "sampaikan salamku pada kedua orangtuamu. Apabila kalian
berdua sudah bersepakat untuk melangsungkan pernikahan, barulah aku berangkat ke Tayli"
"Ya, Bibi" Toan pit Lian manggut -manggut.
"Nah, kalian mengobrollah Aku mau ke kamar," ujar Lam Kiong hujin lalu melangkah menuju ke
kamarnya. "Wie Kie, kepandaian ibumu tinggi sekali," ujar Toan pit Lian kagum.
" Kepandaianmu juga tinggi" Lam Kiong Bie Liong memandangnya kagum.
"Itu sungguh di luar dugaanku melihat engkau mampu balas menyerang."
"Terus terang," ujar Toan pit Lian memberitahukan.
"Pek Ih sin Hiap pernah ke Tayli. Dia pernah memberi petunjuk padaku mengenai ilmu
selendangku. Kalau tidak. mungkin aku tidak sanggup menyambut tiga jurus serangan ibumu."
"Oh?" Lam Kiong Bie Liong tertawa gembira.
"Adik Hiong telah membantuku, aku harus berterima kasih padanya."
"Dia pun memberi petunjuk padaku mengenai ilmu kipasku," sela Toan wie Kie.
"Cie Hiong memang luar biasa. Keksu kami dan guruku pernah bertanding dengan dia...."
"Guruku pun pernah memperlihatkan ilmu selendang pada Kakak Hiong, kemudian Kakak Hiong
meniup suling." ujar Toan Pit Lian.
"Pada waktu itu, guruku juga ikut bergerak. terpengaruh oleh suara suling itu, akhirnya...," Toan
wie Kie tertawa geli. "Guruku dan guru adikku berpeluk-pelukan."
"Kenapa begitu?" tanya Lam Kiong Bie Liong keheranan.
"Sesungguhnya guruku dan guru adikku merupakan sepasang kekasih. Namun mereka berdua
tidak pernah saling mengalah dalam hal ilmu silat, maka sering bertanding dan cekcok, sehingga
membuat keduanya tidak terangkapjadi suami isteri. Akan tetapi, setelah mendengar suara suling
itu, mereka pun tersadar akan kesalahan masing-masing. Dan...."
" Langsung berpeluk-pelukan. Begitu, kan?" sela Lam Kiong Bie Liong tersenyum.
"Aku sama sekali tidak tahu, Adik Hiong mahir meniup suling."
"Benar" Toan wie Kie manggut-manggut.
"Aku justru masih merasa heran, dia mampu menyadarkan orang melalui suara sulingnya. Aku
masih bingung, padahal dia sama seperti kita."
"Memang sama" sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum. "Tapi kecerdasan berbeda."
"Itu benar," sela Gouw sian Eng.
"Ketika dia masih kecil, dia sudah mampu memberi petunjuk padaku mengenai ilmu pedang,
sehingga sam Gan sin Kay, ayah dan kakekku menyebutnya sebagai anak sakti"
"oooh" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Mungkin itu bakat alam."
"Memang bakat alam." Toan wie Kie mengangguk.
"ohya, mari kita makan dulu" ajak Lam Kiong Bie Liong. Mereka berempat lalu berjalan ke
dalam. Para pelayan langsung sibuk menyiapkan berbagai macam hidangan dan minuman. Tak
lama Lam Kiong hujin muncul sambil tersenyum lembut dan ramah. Wanita itu tampak gembira
sekali. Tiga hari kemudian, Toan wie Kie, Toan pit Lian, dan Gouw sian Eng berpamit pada Lam Kiong
hujin. "Bibi, kami mohon pamit untuk pulang keTayli." ujar Toan wie Kie.
"Baiklah." Lam Kiong hujin manggut-manggut. "Apabila adikmu dan putraku sudah ada
kesepakatan untuk melangsungkan pernikahan,- maka...,"
"Pasti ada yang mewakili kedua orang tua kami untuk kemari membicarakan hal tersebut,"
sambut Toan wie Kie.
"Ngm" Lam Kiong hujin tersenyum. "Setelah itu, aku juga akan ke Tayli untuk melamar adikmu."
"Pasti kusampaikan pada kedua orangtua kami," ujar Toan wie Kie.
"sampaikan salamku pada kedua orangtua- mu" pesan Lam Kiong hujin dan kemudian menoleh
ke arah Gouw sian Eng.
"sian Eng, tentunya engkau pun ikut ke Tayli, bukan?"
"Ya, Bibi." Gouw sian Eng mengangguk.
"Jangan lupa beritahukan pada ayahmu" pesan Lam Kiong hujin.
"Ya, Bibi." Gouw sian Eng mengangguk lagi.
Setelah itu mereka berempat langsung berangkat ke rumah Gouw Han Tiong dengan
menunggang kuda. Dua hari kemudian sudah sampai, Gouw sian Eng memberitahukan pada
ayahnya, bahwa ia hendak pergi ke Tayli.
"Ayah pasti mengizinkan." sahut Gouw Han Tiong sambil tersenyum. Mendadak Tui Hun Lojin
berbisik-bisik pada Gouw Han Tiong.
"Ya" Gouw Han Tiong manggut-manggut sambil tersenyum.
Hal itu sangat mengherankan Gouwsian Eng. Begitu pula Toan wie Kie, sehingga memandang
Gouw sian Eng dengan heran. Gadis itu menggeleng kepala pertanda ia tidak tahu apa yang
dibisikkan kakeknya.
"Wie Kie" Gouw Han Tiong memandangnya.
"Ya, Paman." sahut Toan Wie Kie cepat.
"Terus terang, aku ingin menguji kepandaianmu," ujar Gouw Han Tiong kepada Toan wie Kie
sambil tertawa.
"Tentunya engkau tidak menolak. bukan?"
"Paman...," Toan wie Kie merasa tidak enak harus bertanding dengan calon mertuanya. .
"jangan ragu" desak Gouw Han Tiong.
"Ayah" Gouw sian Eng tertawa kecil. "Apa-kah keluarga kita punya kebiasaan aturan ini?"
"Tentu tidak." Gouw Han Tiong tersenyum. "Ayah hanya ingin menguji kepandaiannya. Boleh,
kan?" "Heran" gumam Gouw sian Eng. "Beberapa hari lalu, Kakak Lian juga diuji oleh Lam Kiong hujin.
Kini ayah ingin menguji Kakak Kie, jangan-jangan Ayah telah ketularan peraturan keluarga Lam
Kiong" "Keluarga Lam Kiong memang punya peraturan tersebut, namun ayah hanya sekedar ingin
menguji saja," ujar Gouw Han Tiong sambil tertawa. "Wie Kie, ayolah"
"Kakak Kie, lawan saja ayahku" ujar Gouw sian Eng memberi semangat.
"Biar ayahku tahu rasa"
"Wuah" Gouw Han Tiong tertawa gelak. "Belum apa-apa sudah membelanya, apa lagi nanti
setelah menjadi isterinya."
"Ayah...," Gouw sian Eng cemberut.
sedangkan Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian tampak tersenyum-senyum. Ketika itu tampak
Toan wie Kie pun menjura pada Gouw Han Tiong. "Baiklah, Paman"
"Ngmm" Gouw Han Tiong manggut-manggut, kemudian menghunus pedangnya. "Senjatamu
pasti berupa kipas"
"Benar, Paman." Toan wie Kie mengangguk.
"Wie Kie Gouw Han Tiong memberitahukan. cukup tiga jurus saja dan engkau boleh balas
menyerang"
"Baik, Paman." Toan wie Kie mengangguk lagi dan bersiap.
"Hati-hati" ujar Gouw Han Tiong lalu langsung menyerang Toan wie Kie dengan Tui Hun Kiam
Hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), mengeluarkan jurus Yun Tiong Touw Liong (Dalam Awan
Menempur Naga).
Toan wie Kie berkelit ke samping, kemudian cepat balas menyerang dengan Bu ceng san Hoat
(Ilmu Kipas Tanpa perasaan) jurus Hai Lang soh Ngai (ombak Menyapu Daratan) dikeluarkannya .
"Bagus" seru Gouw Han Tiong kagum, lalu menangkis serangan itu dengan jurus Heng soh san
Hai (Melintang Menyapu Gunung Laut).
Bukan main dahsyatnya jurus tersebut. Terdengar pedang Gouw Han Tiong mengeluarkan suara
menderu- deru. (Bersambung ke Bagian 23)
Jilid 23 Toan Wie Kie tidak gugup ketika diserang dengan jurus itu. Langsung saja ia menangkis dengan
jurus Sam Sing Tui Goat (Tiga Bintang Mengejar Bulan). Badan Toan Wie Kie melesat ke atas dan
mendadak kipasnya berkelebat mengarah kepala Gouw Han Tiong.
"Hebat" seru Gouw Han Tiong sambil tertawa dan berkelit. "Ini adalah jurus ketiga, hati-hatilah"
Tiba-tiba pedang Gouw Han Tiong berkelebat-kelebat menciptakan puluhan bayangan. Pedang
mengarah pada Toan Wie Kie, dengan jurus Man Thian Kiam In (Bayangan Pedang Di Langit).
Betapa terkejutnya Toan Wie Kie ketika menyaksikan serangan. Akan tetapi tiba-tiba ia teringat
akan petunjuk dari Tio cie Hiong. Seketika juga wajahnya berseri dan bersiul panjang sambil
menangkis serangan itu dengan jurus ceng Hai Seng Poh (Laut Tenang Menimbulkan Gelombang) .
Badan Toan Wie Kie berputar-putar bagaikan gangsing. Kipasnya pun ikut berputar menghalau
bayangan-bayangan pedang Gouw Han Tiong, sehingga mematahkan jurus itu.
"Luar biasa" seru Gouw Han Tiong sambil meloncat mundur. "Wie Kie, ilmu kipasmu sungguh,
hebat Siapa gurumu?"
"Guruku adalah Sin San Lojin di Tayli" jawab Toan Wie Kie sambil menarik nafas lega.
"Jurus ketiga mu itu sungguh dahsyat, dapat menangkis seranganku dan sekaligus menyerang
pula .Jurus itu dahsyat sekali" ujar Gouw Han Tiong memuji sambil tertawa.
"Paman" Toan wie Kie memberitahukan jujur. "sebetulnya Cie Hiong yang memberi petunjuk
padaku mengenai jurus itu. Kalau tidak. mungkin aku tidak mampu menangkis serangan Paman"
"Oooh" Gouw Han Tiong manggut-manggut. "Dia yang menyempurnakan jurus tersebut?"
"Ya," sahut Toan wie Kie. "Cie Hiong memang luar biasa"
"Ha ha ha" Tui Hun Lojin tertawa gelak. "Jadi engkau dan cucuku telah saling mencinta. Tentu
kalian belum mau menikah sekarang, karena masih ingin pesiar ke sana kemari. Apabila kalian
sudah ada keputusan, haruslah ada orang kemari melamar cucuku."
"Itu sudah pasti, Kakek," ujar Toan wie Kie. "Ohya, Kakek Bolehkah aku ajak Adik sian Eng ke
Tayli?" "Boleh Boleh Kalau tidak salah, kalian berempat akan berangkat bersama. Itu memang baik
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali." Tui Hun Lojin tertawa gembira. "Ngmm Wie Kie, aku punya suatu urusan untukmu,
anggaplah sebagai tanda pengikat perjodohan kalian" Wajah Gouw sian Eng langsung kemerahmerahan
mendengar hal itu.
Tui Hun Lojin tersenyum, kemudian memberikan sesuatu pada Toan wie Kie, yang ternyata
sebuah burung phoenix giok yang indah sekali.
"Terimakasih, Kakek" ucap Toan wie Kie sambil menerima benda itu dengan penuh kegirangan,
lalu disimpan ke dalam bajunya.
" Kapan kalian akan berangkat ke Tayli?" tanya Gouw Han Tiong.
"Besok pagi," jawab Toan wie Kie.
"Baiklah" Gouw Han Tiong manggut-manggut. "sampaikan salamku pada kedua orangtuamu"
"Ya, Paman" Toan wie Kie mengangguk.
Toan wie Kie, Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, dan Gouw sian Eng berangkat ke Tayli dengan
penuh kegembiraan. Mereka menunggang kuda, Toan wie Kie bersama Gouw sian Eng, Lam Kiong
Bie Liong bersama Toan pit Lian.
Mereka melakukan perjalanan dengan santai, dalam perjalanan mereka berempat pun sering
bersenda gurau dan bercanda ria, itu memang menambah keharmonisan juga memperdalam
hubungan cinta kasih mereka.
"Kakak Kie" ujar Gouw sian Eng ketika mereka beristirahat di bawah sebuah pohon. "Kita tidak
berpamit pada Kakak Hiong."
"Kita sudah memberitahukan pada ayahmu, lagi pula Cie Hiong masih dalam masa pengobatan,
maka tidak boleh diganggu," sahut Toan wie Kie. "Jadi tidak apa-apa kita tidak berpamit
kepadanya."
"Kini...." Lam Kiong Bie Liong menarik nafas dalam-dalam. "KepandaianBu Lim sam Mo telah
musnah, begitu pula Ku Tek Cun. Bahkan pemuda itu telah meloncat ke dalam jurang. Rasanya
rimba persilatan telah aman. Tapi...."
" Kenapa Kakak Liong?" tanya Toan Pit Lian heran.
"Mungkinkah masih ada bencana lain dalam rimba persilatan?" sahut Lam Kiong Bie Liong.
"Kakak Lam Kiong, menurutku sudah tidak ada bencana lagi," ujar Gouw sian Eng dan
menambahkan. "Nyali para penjahat telah ciut melihat kepandaian Kakak Hiong, begitu pula kaum
golongan hitam."
"Ngmmm" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Mudah-mudahan begitu"
sementara Toan wie Kie diam saja, tapi keningnya tampak berkerut-kerut seakan sedang
memikirkan sesuatu.
"Eh?" Gouw sian Eng memandangnya heran. " Kakak Kie, kenapa engkau" Apa yang sedang
kaupikirkan?"
"Aku sedang memikirkan cie Hiong," jawab Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Memangnya kenapa?" Gouw sian Eng kebingungan.
"Dia terluka begitu parah, lagi pula isi perutnya membeku terkena pukulan pak Kek sin ciang.
seandainya dia sembuh setahun kemudian, apakah akan mempengaruhi kepandaiannya?" sahut
Toan wie Kie seakan bertanya.
"Dia mahir ilmu pengobatan, juga memiliki Iweekang yang begitu tinggi. Mungkin setelah
sakitnya sembuh kelak. tentunya tidak akan mempengaruhi kepandaiannya," ujar Gouw sian Eng.
"Apa yang dikatakan Adik Eng memang benar," sela Toan pit Lian. "Jadi tentang itu tidak perlu
dicemaskan."
"Benar." Toan wie Kie manggut-manggut. "Ayoh, kita melanjutkan perjalanan"
Mereka berempat lalu melanjutkan perjalanan menuju Tayli. sepuluh hari kemudian, mereka
telah memasuki daerah tersebut dan langsung menuju istana.
Betapa gembiranya Toan Hong Ya dan Sang Ratu. Mereka menyambut Lam Kiong Bie Liong
dengan penuh keramahan.
"Lam Kiong Bie Liong memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan Hujin" ucap pemuda itu
sambil mengunjuk hormat.
"Ha ha ha Kuterima hormatmu" Toan Hong Ya tertawa gembira, karena sudah tahu putrinya
menyukai Lam Kiong Bie Liong. " Kalian duduklah"
Mereka berempat lalu duduk. Ternyata Toan Hong Ya dan Hujin men ambut mereka di aula
dalam. "Ayah" Toan wie Kie memberitahukan. "Telah terjadi pertarungan yang sangat dahsyat di rimba
persilatan Tionggoan."
"Oh?" Toan Hong Ya tertarik. "Tuturkanlah tentang pertarungan dahsyat itu"
"Empat Dhalai Lhama Tibet dan Bu Lim sam Mo telah roboh di tangan seseorang, bahkan
kepandaian mereka pun telah musnah." Toan wie Kie memberitahukan lagi.
"Haah..." Toan Hong Ya terkejut bukan main. "siapa yang mampu merobohkan mereka?"
"Tio Cie Hiong," jawab Toan wie Kie.
"oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Bukan main dia mampu merobohkan mereka
Bagaimana kejadian itu?"
"Kami bertiga ditangkap Empat Dhalai Lhama, kemudian disekap di markas sam Mo Kauw ...,"
tutur Toan wie Kie.
"Ngmm" Toan Hong Ya menatap Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum "Jadi engkau yang
menolong mereka bertiga?"
"Bukan menolong." jawab Lian Kiong Bie Liong jujur. " Hanya membawa mereka pergi dari
markas sam Mo Kauw, Toan Hong Ya."
"Terimakasih" ucap Toan Hong Ya, kemudian bertanya kepada Toan wie Kie. "Bagaimana
keadaan cie Hiong sekarang?"
"Masih dalam masa pengobatan, setahun kemudian dia akan sembuh." Toan wie Kie
memberitahukan.
"syukurlah" Toan Hong Ya menarik nafas lega, lalu memandang Lam Kiong Bie Liong. " Engkau
berasal dari keluarga Lam Kiong yang sangat terkenal itu?"
"Ya, Hong Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Setahuku, keluarga Lam Kiong di Tionggoan sangat terkenal akan senjata rahasianya. Apakah
engkau mahir menggunakan senjata rahasia?" tanya Toan Hong Ya.
"Tidak begitu mahir," jawab Lam Kiong Bie Liong merendah diri.
"ohya" Toan Hong Ya memandangnya. "Engkau mahir menggunakan senjata apa?"
"Pedang." Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.
" Engkau mahir ilmu pedang apa?" tanya Toan Hong Ya tertarik, sebab raja Tayli itu memang
gemar sekali akan ilmu silat.
"Thay Yang Kiam Hoat (Iimu Pedang surya)."
"Bagus, bagus" Toan Hong Ya tertawa gembira. "Kalian mengobrollah Aku mau beristirahat
dulu." Toan Hong Ya dan isterinya meninggalkan aula itu menuju ke kamar, sedangkan Toan wie Kie
menggeleng-gelengkan kepala.
" Kakak Kie...?" Gouw sian Eng heran. " Kenapa engkau menggeleng-gelengkan kepala?"
"Ayahku pasti akan menyuruh saudara Lam Kiong bertanding." Toan wie Kie memberitahukan.
"saudara Toan" Lam Kiong Bie Liong agak tersentak. "Aku akan di suruh bertanding?"
"Ya." Toan wie Kie mengangguk. "Ayahku memang gemar sekali ilmu silat."
"Bertanding dengan siapa?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Hian Teng Taysu," jawab Toan pit Lian memberitahukan. "Rahib itu Koksu di istana"
"oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening. "Adik Lian, haruskah aku bertanding dengan
Hian Teng Taysu?"
"Memang harus, "jawab Toan Pit Lian sungguh-sungguh. "Bahkan... engkau pun tidak boleh
kalah." "Aku tahu." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. " Kalau aku kalah, ayahmu pasti kecewa
terhadapku, begitu pula engkau, bukan?"
"Ya." Toan pit Lian mengangguk.
"Baiklah." Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Aku akan berusaha agar tidak kalah."
Pagi ini di aula depan istana Tayli tampak puluhan pengawal istana berbaris rapi di sisi kiri dan
kanan. Toan Hong Ya dan isterinya duduk di kursi kebesaran, sedangkan Toan Wie Kie dan Lam
Kiong Bie Liong duduk di sebelah kiri, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng duduk di sebelah kanan,
Hian Teng Taysu berdiri di samping Toan Hong Ya.
"Lam Kiong Bie Liong" Toan Hong Ya memandangnya sambil tersenyum.
"Ya, Hong Ya," sahut pemuda itu sambil bangkit berdiri dan memberi hormat.
"Hari ini aku menyelenggarakan pertandingan persahabatan, yakni engkau harus bertanding
dengan Hian Teng Taysu."
"Ya, Hong Ya." Lam Klong Bie Liong mengangguk.
"Pertandingan ini menggunakan senjata." Toan Hong Ya memberitahukan. " Engkau
menggunakan pedang, sedangkan Hian Teng Taysu menggunakan tasbih. Apakah engkau siap?"
"sudah siap. Hong Ya," jawab Lam Kiong Bie Liong.
"Bagus, bagus" Toan Hong Ya tertawa gembira dan menambahkan. "Tapi cukup sepuluh jurus
saja." "Ya, Hong Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Taysu" ujar Toan Hong Ya pada Koksunya. Kalian berdua bertanding cukup sepuluh jurus saja."
"Ya, Hong Ya." Hian Teng Taysu manggut-manggut, lalu berjalan ke tengah-tengah aula.
Lam Kiong Bie Liong mengikutinya, kemudian mereka berdiri berhadapan di tengah-tengah aula.
Toan pit Lian memandang Lam Kiong Bie Liong dengan tegang, sebab apabila pemuda itu kalah,
sudah barang tentu ia akan kehilangan muka. Maka ia berharap Lam Kiong Bie Liong bisa bertahan
sampai sepuluh jurus.
Kenapa Toan Hong Ya menyuruh mereka bertanding hanya sepuluh jurus" Ternyata ia pun
khawatir Lam Kiong Bie Liong akan kalah. Kalau pemuda itu kalah, ia pun akan kehilangan muka
karena pemuda itu boleh dikatakan sebagai calon menantunya.
"omitohud" ucap Hian Teng Taysu. " Keluarga Lam Kiong sangat terkenal di Tionggoan, sungguh
beruntung sekali kita bertemu di siniH
" Harap Taysu bermurah hati kepadaku" Lam Kiong Bie Liong tersenyum sambil menghunus
pedangnya. "sama-sama," ujar Hian Teng Taysu. Rahib itu pun mengambil tasbihnya yang bergantung di
lehernya. "Engkau sudah siap?"
"sudah." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Hati-hati" Hian Teng Taysu menatapnya, kemudian berseru. "Jurus pertama"
Hian Teng Taysu mulai menyerang Lam Kiong Bie Liong. Pemuda itu segera berkelit maka
terjadilah pertandingan yang sangat mendebarkan hati. Yang paling tegang yakni Toan pit Lian. Hal
itu tidak terlepas dari mata Gouw sian Eng yang duduk di sisinya.
"Kakak Lian" bisiknya. "Jangan tegang dan cemas Kelihatannya Kakak Lam Kiong masih bisa
bertahan sampai sepuluh jurus tidak akan mengalami kekalahan, percayalah"
"Mudah-mudahan," ucap Toan pit Lian tidak begitu yakin.
sementara pertandingan itu berlangsung semakin seru, ternyata mereka bertanding sudah
sampai pada jurus ketujuh.
Pada jurus kedelapan, Hian Teng Taysu menyerang Lam Kiong Bie Liong dengan jurus Cit Coan
Hok Yauw (Tujuh Putaran Menundukkan siluman). Tasbih di tangan Hian Teng Taysu berputarputar
cepat sehingga menimbulkan suara menderu-deru mengarah kepada pemuda itu. Bu-kan
main terkejutnya Lam Kiong Bie Liong menyaksikan serangan Koksu itu.
Lam Kiong Bie Liong tidak bisa berkelit lagi, maka terpaksa mengeluarkan Thay Yang Kiam Hoat,
menggunakan jurus Jit Cut Tang Hong (surya Terbit Di ufuk Timur) untuk menangkis.
Mendadak pedang di tangan Lam Kiong Bie Liong memancarkan cahaya terang, dan berkelebat
menangkis tasbih itu.
Trang Terdengar suara benturan, dan masing-masing terpental ke belakang tiga langkah.
Hian Teng Taysu menatap tajam Lam Kiong Bie Liong, namun terkejut dalam hati karena tidak
menyangka kalau pemuda itu memiliki ilmu pedang yang begitu lihay dan dahsyat.
"Jurus kesembilan," serunya sambil menyerang. Kali ini Hian Teng Taysu mengeluarkan jurus
andalannya soh Yun cai Coat (Menyapu Awan Memetik Bulan). Tasbihnya berkelebatan mengarah
kepala Lam Kiong Bie Liong.
Toan pit Lian menyaksikan pertandingan itu dengan hati berdebar-debar, bahkan menahan
nafas. Begitu pula Toan wie Kie dan Gouw sian Eng, mereka berdua pun berharap Lam Kiong Bie
Liong mampu bertahan sampai jurus kesepuluh.
Ketika Hian Teng Taysu menyerang, Lam Kiong Bie Liong tidak berkelit, melainkan menangkis
dengan jurus Jit Liak soh Te (Terik surya Membakar Bumi).
Pedang di tangan Lam Kiong Bie Liong memancarkan cahaya seperti cahaya surya, berkelebatan
menangkis tasbih Hian Teng Taysu, maka Hian Teng Taysu bergerak cepat menarik tasbihnya.
"Jurus kesepuluh" serunya kemudian.
Tiba-tiba badan Hian Teng Taysu berputar-putar mengitari Lam Kiong Bie Liong, dan tasbih di
tangannya juga ikut berputar, makin lama makin cepat, sekonyong-konyong dilepas-kannya .
sungguh luar biasa, tasbih itu terus berputar cepat mengarah ke kepala Lam Kiong Bie Liong.
Pada waktu bersamaan, Lam Kiong Bie Liong bersiul panjang, dan mendadak pedangnya
berputar-putar memancarkan cahaya yang menyilaukan mata. itulah iurus Yang Kuang Poh Cioh
(surya Memancarkan cahaya).
Mendadak Lam Kiong Bie Liong pun melepaskan pedangnya, sehingga dalam keadaan berputar
pedang itu masuk ke tasbih si Koksu.
Kreeeeek Kreeeeek Terdengar suara benturan biji tasbih dengan pedang. Ternyata tasbih dan
pedang masih terus berputar, akhirnya menancap di langit-langit aula.
Tasbih itu merosok ke bawah, tapi disambut oleh Hian Teng Taysu. sedangkan Lam Kiong Bie
Liong melesat ke atas mengambil pedangnya.
"Terimakasih atas kemurahan hati Taysu" ucap Lam Kiong Bie Liong setelah turun.
"omitohud" Hian Teng Taysu manggut-mang-gut. " Ilmu pedang keluarga Lam Kiong memang
hebat dan lihay"
"Tapi kalau dilanjutkan, aku pasti kalah," ujar Lam Kiong Bie Liong merendah.
"Ha ha ha" Hian Teng Taysu tertawa gembira. "Bagus, bagus"
Lam Kiong Bie Liong tersenyum sambil memandang Toan Pit Lian. Putri Tayli itu pun tersenyum
mesra kepadanya dan tampak gembira sekali.
Ketika hari mulai menjelang senja, Toan Wic Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan
Pit Lian sedang duduk santai di halaman istana sambil bercakap-cakap. tiba-tiba terdengar suara
tawa yang riang gembira.
"saudara Lam Kiong, aku tidak menyangka ilmu pedangmu begitu lihay," ujar Toan Wie Kie
kagum. "Terus terang, kalau aku tidak mengeluarkan Thay Yang Kiam Hoat, a ku pasti tidak sanggup
bertahan sampai sepuluh jurus." Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.
"Bagaimana kalau pertandingan tadi berlanjut?" tangan Toan Pit Lian mendadak sambil
tersenyum. "Tentu sama-sama akan mengalami luka parah," sahut Lam Kiong Bie Liong jujur. "Jadi untung
kami hanya bertanding sepuluh jurus."
"oh ya" sela Gouw sian Eng. "Kakak Hiong juga pernah bertanding dengan Hian Teng Taysu."
"Tidak perlu dijelaskan, tentunya Adik Hiong yang menang," ujar Lam Kiong Bie Liong.
"Benar. Tapi...." Gouw. sian Eng tersenyum. "Ketika Hian Teng Taysu terpental, Kakak Hiong
pura-pura terhuyung-huyung ke belakang."
" Jelasnya Adik Hiong menjaga muka Koksu." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Adik
Hiong memang berjiwa besar...."
Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak-bahak dan suara tawa nyaring. Begitu mendengar
suara tawa itu, wajah Toan pit Lian dan Toan wie Kie langsung berseri.
"Guru Guru..." seru mereka serentak.
Tampak dua sosok bayangan melesat ke arah mereka. Dua sosok bayangan ternyata sin san
Lojin dan Ang Kin siang Li.
"Guru...." Toan pit Lian segera mendekatinya dan memberi hormat.
"Muridku...." Ang Kin sian Li memandangnya sambil tersenyum lembut, kemudian menatap Lam
Kiong Bie Liong dengan penuh perhatian.
"cianpwee" panggil Lam Kiong Bie Liong dan memberi hormat kepada mereka.
"Ngmm" Ang Kin sian Li manggut-manggut. "Apakah engkau Lam Kiong Bie Liong?"
"Betul, Cianpwee," Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Bagus, bagus," Ang Kin sian Li tersenyum. " Engkau mampu menahan sepuluh jurus serangan
Hian Teng Taysu, pertanda engkau berkepandaian tinggi...."
"Guru," Toan pit Lian mengerutkan kening, karena tahu akan maksud gurunya itu "Sudahlah...."
"Apa yang sudahlah?" tanya Ang Kin sian Li sambil memandang Toan Pit Lian.
"Guru bermaksud bertanding dengan Kakak Liong, kan?" Toan pit Lian balik bertanya.
"Betul." Ang Kin sian Li tersenyum, "ibunya telah mengujimu tiga jurus, kenapa aku tidak boleh
mengujinya tiga jurus juga?" "Cianpwee...." Lam Kiong Bie Liong menghela nafas.
"Siapa yang mau menjadi menantu keluarga Lam Kiong maka harus diuji kepandaiannya. Nah,
siapa yang ingin menjadi suami muridku, juga harus kuuji tiga jurus." Ang Kin sian Li tertawa. "Itu
baru adil, bukan?"
"Guru...." Toan pit Lian cemberut.
sementara sin san Lojin juga sedang berbicara dengan Toan wie Kie, muridnya. Ternyata
mereka sedang berbicara mengenai Tio Cie Hiong. Karena itu, Toan wie Kie menutur sejelasjelasnya.
"Bukan main pemuda itu," sinsan Lojin menghela nafas. "ohya, bagaimana lukanya?"
"setahun kemudian baru bisa sembuh." Toan wie Kie memberitahukan. "untung dia memiliki
Iweekang yang tinggi dan pernah makan buah Kiu Yap Ling Che. Kalau tidak. dia pasti telah mati
beku." "Kini tentunya rimba persilatan Tionggoan sudah aman, dan memang baik sekali, jadi tidak ada
pertumpahan darah lagi," ujar sin san Lojin dan bersyukur dalam hati, lalu memandang Ang Kin
sian Li. "Eeeh" Kelihatannya mereka ingin bertanding"
"Guru, lebih baik cegah mereka" ujar Toan wie Kie.
"Bagaimana mungkin?" sin san Lojin menggeleng-gelengkan kepala. " Engkau tahukan sifat Ang
Kin sian Li?"
sementara Ang Kin sian Li terus mendesak Lam Kiong Bie Liong, a^ar bertanding dengannya.
"Cianpwee...." Lam Kiong Bie Liong serba salah.
"Kita bertanding tiga jurus saja. Ini peraturan." tegas Ang Kin sian Li. "seperti peraturan yang
berlaku di kelurga Lam Kiong."
"Guru" sela Toan pit Lian. "setahuku, tidak ada peraturan itu...."
"Baru berlaku sekarang," sahut Ang Kin sian Li sambil tertawa nyaring. "Nah, Lam Kiong Bie
Liong Mari kita bertanding tiga jurus"
"Baiklah, Cianpwee." Lam Kiong Bie Liong terpaksa mengabulkan, sebab kalau tidak pasti akan
menyinggung perasaan Ang Kin sian Li.
"Bagus" Ang Kin sian Li tertawa gembira. "Engkau sudah siap?"
"Ya." Lam Kiong Bie Liong menghunus gedangnya.
" Hati- hati," seru Ang Kin sian Li. "jurus pertama"
Ang Kin sian Li menggerakkan selendangnya, dan seketika selendangnya meluncur cepat
bagaikan gelombang menyerang Lam Kiong Bie Liong. itulah jurus Giok Li san Hoa (Gadis Cantik
Menabur Bunga) .
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lam Kiong Bie Liong terpaksa meloncat ke belakang, namun ujung selendang itu tetap
mengejarnya. oleh karena itu, ia terpaksa menangkis dengan jurus Jit Lia sauh Te (Terik surya
Membakar Bumi), yakni salah satu jurus dari Ilmu Pedang surya.
Ang Kin sian Li terperanjat menyaksikan ilmu pedang itu la cepat-cepat menarik selendangnya
sekaligus menyerang dengan jurus Yun Tiong cai Hong (Pelangi Dalam Awan).
Lam Kiong Bie Liong tidak berkelit, melainkan menangkis, dengan mengeluarkan jurus Jit Cut
Tang Hong (surya Terbit Di Ufuk Timur).
"Bagus" seru Ang Kin sian Li memujinya. " Hati- hati, ini jurus ketiga"
Ang Kin sian Li mengeluarkan jurus yang paling lihay, yaitu Pek Yun Kai Thian (Awan Putih
Menutupi Langit). Tampak selendangnya berputar-putar bagaikan angin puyuh menyerang Lam
Kiong Bie Liong.
Bukan main terkejutnya Lam Kiong Bie Liong. la bersiul panjang sekaligus menangkis dengan
jurus Yang Kuang Poh Cioh (surya Memancarkan cahaya). Pedang Lam Kiong Bie Liong juga
berputar-putar dan memancarkan cahaya yang menyilaukan mata. selendang terus berputar lalu
melilit pedang di tangan Lam Kiong Bie Liong, tetapi pedang itu masih terus berputar juga. Ketika
selendang melilit pedang itu, terciptalah pemandangan yang sangat indah.
sebab selendang Ang Kin sian Li berwarna merah muda, sedangkan gedang Lam Kiong Bie Liong
memancarkan cahaya putih dan terus berputar dalam lilitan selendang, maka cahaya yang
terpancar ke luar berubah menjadi kemerah-merahan.
sesaat kemudian, selendang dan pedang itu berhenti berputar. Ang Kin sian Li menarik
selendangnya, dan Lam Kiong Bie Liong pun menyarungkan pedangnya. "Kepandaian cianpwee
sungguh tinggi" ucap Lam Kiong Ble Liong sambil tersenyum.
" Kepandaianmu juga tinggi sekali" Ang Kin sian Li tertawa gembira. " Kalau selendangku tidak
tahan bacok. mungkin sudah putus oleh pedangmu."
" Kalau cianpwee tidak mengendurkan lilitan, pedangku pasti sudah berpindah ke tangan
Cianpwee," ujar Lam Kiong Bie Liong.
"Bagus, bagus" Ang Kin sian Li tertawa lagi. "Engkau sangat sopan dan mau merendahkan diri
Engkau memang pantas menjadi suami muridku."
"Guru...." Wajah Toan pit Lian memerah. "Kok terus menggodaku sih?"
"Lho?" Ang Kin sian Li terbelalak. "Aku bicara sesungguhnya, kenapa engkau malah bilang aku
menggodamu?"
"Ha ha ha" sin san Lojin tertawa gelak. "Murid kita sama-sama sudah mendapat jodoh, maka
kita boleh berlega hati."
"Ayoh, kita ke dalam bercakap-cakap dengan Hong Ya" ajak Ang Kin sian Li.
"Baik," sin san Lojin mengangguk. mereka berdua berjalan ke dalam istana.
Toan wie Kie dan adiknya menggeleng-gelengkan kemala, sedangkan Lam Kiong Bie Liong
menarik nafas. "Adik Lian, kelandaian gurumu sungguh tinggi," ujar Lam Kiong Bie Liong dan menambahkan.
"Kalau gurumu tidak mengendurkan lilitan selendangnya, sudah pasti pedangku akan terlepas."
" Kakak Liong" Toan pit Lian tersenyum dan memberitahukan. "sebetulnya engkau tidak kalah
dengan guruku. Ketika Cie Hiong berada di sini, guruku pernah mempertunjukkan ilmu
selendangnya. Tetapi begitu Cie Hiong meniup sulingnya mengiringi gerakan-gerakan guruku, sin
san Lojin pun ikut bergerak. Nah, secara tidak langsung cie Hiong telah memberi petunjuk kepada
mereka." "Benar." sambung Toan wie Kie. "Akupun menyaksikannya. Bahkan setelah itu, guruku dan guru
adikku saling berpelukan."
"oooh" Lam Kiong Bie Liong tertawa. "Kalau begitu, setelah Adik Hiong sembuh nanti, aku pun
ingin minta petunjuk kepadanya."
Bab 36 Thian Gwa sin Mo (Iblis sakti Luar Langit)
Bagaimana nasib Bu Lim sam Mo setelah kepandaian mereka dimusnahkan Tio Cie Hiong, dan
ke mana mereka bertiga"
Ternyata Tang Hai Lo Mo mengajak Thian Mo dan Te Mo ke istananya yang ada di sebuah pulau
di Tang Hai (Laut Timur).
Belasan hari kemudian, mereka sudah sampai di istana itu. Puluhan anak buah Tang Hai Lo Mo
menyambut dengan hormat, tapi Tang Hai Lo Mo cuma manggut-manggut sambil berjalan ke
dalam. Thian Mo dan Te Mo mengikuti dari belakang. setelah sampai di aula dalam, Tang Hai Lo Mo
menarik nafas panjang.
"Aaakh..." la menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak sangka nasib kita bertiga akan begini"
"Tio cie Hiong yang menyebabkan semua ini," sahut Thian Mo
" Kalau tidak ada dia, kita pasti sudah menguasai rimba persilatan," sambung Te Mo.
"Aaaakh Kini apa yang harus kita perbuat lagi?"
"Paling juga melewati sisa hidup kita di sini," ujar Thian Mo sambil menghela nafas.
"Belasan tahun lalu, kita berhasil memperoleh Kotak Pusaka, bahkan kemudian juga berhasil
mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong. Akan tetapi, justru muncul Tio Cie Hiong...."
Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kemala.
"Aku masih merasa heran, sebetulnya Iweekang apa yang dimilikinya dan kenapa Pak Kek sin
kang tak bisa membuatnya mati beku?" Thian Mo mengerutkan kening.
"Tapi...," ujar Te Mo setelah berpikir sejenak. "Dia pun terkena pukulan kita, kemungkinan besar
kepandaiannya pun akan musnah."
"Belum tentu." Tang Hai Lo Mo menggelengkan kepala. "sebab lweekangnya mengandung hawa
hangat, yang akan melindungi jantung dan semua urat penting dalam tubuhnya. Karena itu, dia
tidak akan mati dan kepandaiannya juga tidak akan musnah."
"Hm" dengus Thian Mo. "Terus terang, aku dendam sekali kepadanya."
"Percuma." Te Mo menggelengkan kepala. "Kita sudah begini, bagaimana mungkin bisa
menuntut balas?"
"Belasan tahun lalu, ketika aku ingin bergabung dengan kalian untuk merebut Kotak Pusaka itu,
paman guruku telah mencegahnya, bahkan menasehatiku agar mengundurkan diri dari rimba
persilatan."
"Apa?" Thian Mo dan Te Mo terbelalak. "Engkau masih punya paman guru?"
"Ya." Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Apakah paman gurumu masih hidup?" tanya Thian Mo
"Masih." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Paman guruku terus bertapa di dalam goa, sama
sekali tidak pernah meninggalkan goa itu."
"Kalau begitu..." Te Mo memandang Tang Hai Lo Mo seraya bertanya. "Berapa usia Paman
gurumu sekarang?"
"Mungkin sudah seratus dua puluh tahun," jawab Tang Hai Lo Mo.
"Haaah..." Thian Mo dan Te Mo terperangah. "siapa sebetulnya paman gurumu itu?"
"Thian Gwa sin Mo (iblis sakti Luar Langit)."
"Apa?" Thian Mo dan Te Mo saling memandang seakan tidak percaya. "Tujuh puluh tahun
lampau, Thian Gwa sin Mo dikabarkan telah mati. Tapi kenapa...."
"Tujuh puluh tahun lampau, paman guruku pulang ke mari." Tang Hai Lo Mo memberitahukan.
"sejak itu beliau bertapa di dalam goa dan tidak pernah keluar. Maka kaum rimba persilatan
mengiranya telah mati."
"oooh" Thian Mo manggut-manggut. " Kalau begitu, kepandaian paman gurumu itu pasti sudah
mencapai kesempurnaan."
"Benar." Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Bagaimana kalau kita mohon bantuan kepadanya?" tanya Te Mo mendadak.
"Bantuan apa?" Tang Hai Lo Mo balik bertanya.
"Memulihkan kepandaian kita," jawab TeMo dan melanjutkan. "Aku yakin paman gurumu pasti
mampu memulihkan kepandaian kita."
"Menurut aku pun begitu, tapi...." Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.
" Kenapa?" tanya Thian Mo.
"Tidak mungkin paman guruku bersedia membantu kita tentang itu" Tang Hai Lo Mo
menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"sebab belasan tahun lampau, beliau telah menasehatiku agar mengundurkan diri dari rimba
persilatan, namun aku tidak menurut. Kini bagaimana mungkin beliau akan memulihkan kepandaian
kita?" "Aaaakh..." Te Mo menarik nafas panjang.
"Aku punya akal...," ujar Thian Mo dengan wajah berseri.
"Apa akalmu itu?" tanya Tang Hai Lo Mo tertarik.
"Begini...," Thian Mo berbisik-bisik. Tampak Tang Hai Lo Mo dan Te Mo manggut-manggut
dengan wajah berseri.
"Benar." Tang Hai Lo Mo tertawa. "Memang harus begitu. sekarang mari kita ke goa itu
menemui paman guruku"
Goa yang dimaksud itu cukup terang. Tampak beberapa buah lampu minyak bergantung di
dinding Goa itu.
seorang tua renta duduk bersila di tengah-tengah goa. Rambutnya yang panjang menyentuh
tanah telah putih semua, begitu pula jenggotnya.
Di depan goa itu tampak Bu Lim sam Mo sedang berlutut. Walau sudah berjam-jam berlutut di
situ, tapi mereka sama sekali tidak berani bersuara.
"Mau apa kalian bertiga berlutut di situ?" Mendadak terdengar suara bergema ke luar.
"Paman guru..." sahut Tang Hai Lo Mo.
"Kalian masuklah"
"Terima kasih, Paman guru," sahut Tang Hai Lo Mo. Mereka bertiga bangkit berdiri, lalu berjalan
memasuki goa. sampai di dalam mereka bertiga lalu berlutut di hadapan Thian Gwa sin Mo.
"Kalian duduklah" ujar Thian Gwa sin Mo.
"Ya, Paman guru," sahut Tang Hai Lo Mo hormat. Mereka bertiga lalu duduk bersila di hadapan
orang tua renta itu.
"Kalian bertiga" Thian Gwa sin Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Kepandaian kalian telah
musnah, bukan?"
"Ya, Paman guru," Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Itu karena kalian masih berambisi dalam rimba persilatan." Thian Gwa sin Mo menghela nafas.
"setelah begini, kalian bertiga baru mau bertobat. Memang masih belum terlambat, maka alangkah
baiknya kalian bertiga ikut aku bersemadi di dalam goa ini saja."
"Ya, Paman guru," ujar Tang Hai Lo Mo sungguh-sungguh. "setelah mengalami kejadian itu,
kami pun menyesal sekali. Kami memang berniat untuk bertobat."
"Bagus, bagus usia kalian sudah delapan puluh lebih, maka harus hidup tenang di dalam goa
ini." Thian Gwa sin Mo tersenyum. "ohya, siapa yang memusnahkan kepandaian kalian?"
"Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong" Tang Hai Lo Mo memberitahukan.
"Kalian bertiga harus berterima kasih kepadanya," ujar Thian Gwa sin Mo. "Sebab dia masih
mengampuni nyawa kalian?"
"Betul, Paman guru." Tang Hai Lo Mo mang-gut-manggut dan menambahkan. "oleh karena itu,
kami bertiga datang ke mari untuk bertobat."
"Ngmm" Thian Gwa sin Mo tersenyum. "Memang kebetulan sekali, karena...."
"Kenapa, Paman guru?" tanya Tang Hai Lo Mo heran.
"Karena...," Thian Gwa sin Mo tersenyum lagi. "Beberapa bulan lagi aku akan meninggalkan
dunia fana ini."
"Paman guru...." Tang Hai Lo Mo tertegun.
"Itu merupakan kebahagiaan bagiku. sudah sekian lama aku menunggu, akhirnya tiba juga saatsaat
yang membahagiakan itu," ujar Thian Gwa sin Mo dan melanjutkan. "Tujuh puluh tahun
lampau, sebelum bertemu seorang padri tua, aku merupakan iblis yang sering
membunuh. setelah bertemu padri tua itu dan dia memberiku wejangan, maka tersadarlah aku
dari segala kesalahan. sejak itulah aku bertapa di goa ini untuk menebus dosaku, dan beberapa
bulan lagi dosaku telah tertebus. Karena itu, sudah waktunya aku meninggalkan dunia fana ini."
"Paman guru...." Tang Hai Lo Mo ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya.
"Kalian bertiga harus bersungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, kalian bertiga akan mengalami
ajal yang mengenaskan," pesan Thian Gwa sin Mo.
"Ya, Paman guru." Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Ya, Cianpwee." Thian Mo dan Te Mo mengangguk.
"Nah, mulailah kalian bersemadi" ujar Thian Gwa sin Mo sambil tersenyum dengan penuh belas
kasih. Bu Lim sam Mo segera memejamkan mata, kemudian mulailah mereka bersemadi. Namun
mereka bertiga tidak mengosongkan pikiran, melainkan terus berpikir harus bagaimana bermohon
kepada Thian Gwa sin Mo, agar bersedia membantu memulihkan kepandaian mereka.
Tiga bulan kemudian, di saat Bu Lim sam Mo sedang bersemadi dengan mata terpejam,
mendadak Thian Gwa sin Mo memandang mereka sambil tersenyum.
"Kalian bertiga dengar baik-baik" ujarnya lembut. "Kini sudah saatnya aku meninggalkan dunia
fana ini."
"Paman guru...." Tang Hai Lo Mo segera membuka matanya, begitu pula Thian Mo dan Te MO.
"Selama tiga bulan ini, aku telah melihat kalian bertiga bersungguh-sungguh bertobat, itu sangat
menggembirakan." Thian Gwa sin Mo tersenyum lagi. "Hanya saja kondisi badan kalian sangat
lemah, karena kepandaian kalian telah musnah."
"Betul, Paman guru." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Entah harus dengan cara bagaimana agar
kepandaian kami bisa pulih seperti sedia kala."
"Karena kalian bertiga bersungguh-sungguh bertobat, maka sebelum aku meninggalkan dunia
fana ini, aku akan membantu kalian." "Terimakasih, Paman guru" ucap Tang Hai Lo Mo.
"Terimakasih, Cianpwee" ucap Thian Mo dan Te Mo serentak.
"Akan tetapi...." Thian Gwa sin Mo memandang mereka. "Apabila kalian meninggalkan goa ini
untuk melakukan kejahatan di rimba persilatan, kalian bertiga pasti akan mengalami kematian yang
mengenaskan. Camkanlah baik-baik kata-kataku ini"
"Ya." Bu Lim sam Mo mengangguk.
"Tujuh puluh tahun lampau, padri tua itu juga memberiku sebuah kitab." Thian Gwa sin Mo
memberitahukan. " Kitab itu kusimpan di dalam sebuah kotak di sudut kiri, kuberikan pada kalian."
"Terimakasih, Paman guru" ucap Tang Hai Lo Mo girang.
"Karena waktuku sudah tidak banyak lagi, maka setelah aku meninggalkan dunia fana ini, kalian
bertiga boleh mempelajari kitab itu," ujar Thian Gwa sin Mo dan menambahkan. "Kitab itu kitab
Hian Bun Kui Goan Kang Khi (Ilmu Menghimpun Dan Menyatukan Hawa
Murni). setelah kalian mempelajari ilmu itu, urat kalian yang putus itu akan menyambung
kembali, bahkan lwekang kalian akan bertambah tinggi."
"oh?" Bukan main girangnya sam Mo itu.
"Akan tetapi, kalian bertiga harus ingat" pesan Thian Gwa sin Mo lagi. "Janganlah kalian
meninggalkan goa ini untuk melakukan kejahatan. Apabila kalian tidak mematuhi pesanku ini, kelak
kalian bertiga pasti akan mengalami kematian yang mengenaskan."
"Kami pasti mematuhi pesan Paman guru," ujar sam Mo.
"Bagus, bagus" Thian Gwa sin Mo tersenyum. "Kalian bertiga berlututlah sudah saatnya aku
pergi menghadap Yang Mulia sang Budha."
sam Mo berlutut. Thian Gwa sin Mo memejamkan matanya, dan wajahnya tampak bahagia,
namun nafasnya makin perlahan dan lemah, akhirnya tidak bernafas lagi.
"Paman guru Paman guru...." panggil Tang Hai Lo Mo.
Thian Gwa sin Mo diam. Ternyata nafasnya memang sudah berhenti. sam Mo saling
memandang, kemudian Thian Mo bertanya. "Benarkah Paman gurumu telah meninggal?"
"Benar." Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Kalau begitu.." ujar Thian Mo. "Mari kita kubur jasadnya. Apakah boleh?"
"Tentu saja boleh," sahut Tang Hai Lo Mo.
Mereka bertiga lalu mengubur jasad Thian Gwa sin Mo di dalam goa. setelah itu, Tang Hai Lo Mo
mengambil kotak yang di sudut, lalu dibukanya dengan hati-hati sekali. Tidak salah, di dalam kotak
itu terdapat sebuah kitab, yakni kitab Hian Bun Kui Goan Kang Khi. Betapa girangnya Bu Lim sam
Mo. Mereka saling memandang sejenak. lalu tertawa gelak.
"Ini sungguh tak disangka" ujar Tang Hai Lo Mo. "Kita malah memperoleh kitab pusaka"
"setelah kepandaian kita pulih, sudah barang tentu Iweekang kita pun bertambah tinggi. Pada
waktu itu...." Thian Mo tertawa gembira. Mereka bertiga telah melupakan pesan yang dicetuskan
Thian Gwa sin Mo.
Tang Hai Lo Mo membalik- balikkan kitab pusaka tersebut, lalu mendadak terbelalak.
"Ada apa?" tanya Thian Mo dan Te Mo heran. "Lihatlah" sahut Tang Hai Lo Mo.
Thian Mo dan Te Mo segera melihat. Teryata di halaman terakhir kitab itu terdapat tiga buah
gambar manusia dengan tiga macam gerakan, dan di sisi gambar itu terdapat keterangan. setelah
membaca keterangan itu, mereka bertiga berseru girang.
"Hah" Hian Bun sam Ciang (Tiga Jurus Pukulan Maha sakti)"
"Ini memang tak terduga sama sekali," ujar Tang Hai Lo Mo. "Setelah kita berhasil mempelajari
Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi dan tiga jurus pukulan itu, kita pun harus pergi mencari Tio Cie
Hiong untuk membuat perhitungan)
"Benar, benar" Thian Mo manggut-manggut. "Kita pun bisa menguasai rimba persilatan."
Bab 37 Berangkat ke Tibet
sang waktu terus berlalu, luka dalam yang diderita Tio Cie Hiong pun makin membaik,
sedangkan Lim Ceng Im terus menemaninya, sehingga membuat Tio Cie Hiong makin
mencintainya, dan merasa gembira serta bahagia.
" Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menatapnya dengan penuh perhatian. " wajah mu mulai segar
dan cerah, mungkin engkau sudah mulai pulih."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan. "Mungkin dua bulan lagi aku akan pulih
seperti sedia kala."
"oh?" Lim Ceng Im girang bukan main. "Tapi...."
"Kenapa?" Tio Cie Hiong menatapnya.
"Kenapa engkau masih harus terus bersemadi" Bukankah boleh jalan-jalan sejenak?" sahut Lim
Ceng Im. "Kalau aku tidak terus bersemadi menghimpun pan Yok Hian Thian sin Kang, lukaku tidak bisa
cepat sembuh." Tio cie Hiong memberitahukan
"oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut, kemudian mendadak ia tersenyum, sehingga membuat
Tio Cie Hiong terheran-heran.
"Eh?" Tio Cie Hlong menatapnya. "Kenapa engkau tersenyum?"
"Betah amat Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng di Tayli sudah setengah tahun lebih
mereka masih belum pulang," ujar Lim Ceng Im.
"Tayli sangat aman, tenang dan damai, maka mereka betah tinggal di sana." Tio Cie Hiong
tersenyum. "Lagipula masing-masing punya kekasih di sana, jelas mereka betah."
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im menatapnya lembut. "setelah engkau sembuh, bagaimana kalau
kita pesiar ke Tayli?"
"Boleh." Tio cie Hiong mengangguk.
Tiba-tiba terdengar suara tawa. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sebera menoleh ke pintu,
tampak Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tbk Pie sin wan berjalan ke dalam sambil tersenyumsenyum.
"Cie Hiong Bagaimana keadaanmu" sudah mulai pulih?" tanya sam Gan sin Kay sambil
memandangnya .
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dua bulan lagi Kakak Hiong akan pulih seperti sedia kala," sahut Lim Ceng Im memberitahukan.
"Eh?" sam Gan sin Kay tertawa. "Aku bertanya kepada Cie Hiong, kenapa engkau yang
menjawab?"
"Kakek...." Lim Ceng Im langsung cemberut.
"Heran" gumam Kim siauw suseng. "Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng masih belum
pulang, mereka begitu betah di Tayli?"
"Itu sudah tentu." Tok Pie sin wan tertawa. "Lam Kiong Bie Liong menemani Toan pit Lian,
sedangkan Gouw sian Eng ditemani Toan wie Kie. Maka bagaimana mungkin mereka ingat akan
pulang" Lagipula kemungkinan besar, mereka sudah bersiap-siap melangsungkan pernikahan."
"Benar." sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Tidak lama lagi, cucuku pun akan menikah dengan cie
Hiong. Ha ha ha"
"Kakek...." Lim Ceng Im membanting-banting kaki. "Ayah Kakek tuh"
"Lho?" Lim Peng Hang tersenyum. "Memang benar kok. setelah Cie Hiong sembuh, engkau
harus menikah dengannya karena sudah waktunya kalian melangsungkan pernikahan."
"Ayah...." Wajah Lim Ceng Im memerah.
"Kalau begitu..." ujar Kim siauw suseng. "Aku harus minum arak kebahagiaan dulu baru pergi."
"sama," sambung Tok Gie sin Wan sambil tertawa.
"Begini ," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "setelah aku menikah dengan Adik Im, kami
ingin hidup di tempat terpencil yang tenang, tidak mau mencampuri urusan persilatan lagi."
"Ngmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut. Namun Lim Peng Hang malah menggelenggelengkan
kepala. "Tapi...."
" Kenapa, Ayah?" tanya Lim Ceng Im.
"siapa yang akan menggantikan kedudukanku?" sahut Lim Peng Hang sambil menghela nafas.
"Ayah, dari tempo hari aku sudah bilang," sahut Lim Ceng Im. "Aku sama sekali tidak berminat
menjadi Kay pang pa ngcu."
"Tapi...."
"Sudahlah" tandas sam Gan sin Kay. "Kalau dia tidak rfiau, jangan dipaksa terus. sebab dia ingin
hidup tenang bersama cie Hiong."
"Ayah" ujar Lim Ceng Im. "Mana ada sih wanita yang menjadi Kay Pang Pangcu?"
"Ada," sahut sam Gan sin Kay. "Dalam sejarah Kay Pang, pernah sekali wanita menjadi Pangcu."
"Kakek bohong" Lim Ceng Im tidak percaya.
"Itu memang benar." sam Gan sin Kay mang-gut-manggut. "Beberapa ratus tahun lampau,
ketua Partai Pengemis adalah seorang wanita yang amat cerdik, dia adalah oey Yong, isteri
pendekar besar Kwee Ceng."
"oh?" Lim Ceng Im terbelalak.
"Karena itu...," sambung Lim Peng Hang. "Alangkah baiknya...."
"Ayah, lebih baik aku hidup tenang bersama Kakak Hiong saja. sebab Kakak Hiong tidak mau
mencampuri urusan rimba persilatan, maka aku pun harus begitu." tegas Lim Ceng Im.
"Baik." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Memang tidak bisa dipaksa dalam hal ini."
"Jadi...." Kim sia uw suseng menatap Lim Ceng Im. "Engkau dan cie Hiong sudah bersepakat,
apabila dia pulih, kalian pasti melangsungkan pernikahan?"
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk malu-malu.
" Kalau begitu, setelah kalian menikah, barulah aku pergi," ujar Kim sia uw suseng sambil
tertawa. "Akupun begitu," Tok Pie sin Wan menyambung kemudian tertawa gelak.
Kini Tio Cie Hiong sudah hampir pulih, tentu hatinya sangat gembira. Akan tetapi, ada satu hal
yang amat membingungkannya, karena sudah tiga hari Lim Ceng Im tidak muncul menemaninya.
oleh karena itu ketika Lim Peng Hang ke dalam kamarnya, ia langsung bertanya.
"Paman, Adik Im kok tidak kelihatan" Dia ke mana?"
"Dia pergi mengurusi sesuatu, yang mungkin membutuhkan waktu satu bulan," jawab Lim Peng
Hang memberitahukan.
"oh?" Tio Cie Hiong tercengang. "Kenapa dia tidak memberitahukan kepadaku" seharusnya
dia...." " Karena berangkat terburu-buru, maka dia tidak punya waktu untuk memberitahukan
kepadamu." Lim Peng Hang menepuk bahunya.
"ohya, kapan engkau bisa pulih seperti sedia kala?"
"Mungkin dua puluh hari lagi," sahut Tio Cie Hiong.
"syukurlah" ucap Lim Peng Hang. "Kalau begitu, setelah engkaupulih, engkau boleh pergi
menyusulnya."
"Ya." Tio cie Hiong mengangguk.
Dua puluh hari kemudian, Tio Cie Hiong telah sembuh dari lukanya. la telah pulih seperti sedia
kala, maka ia berjalan ke luar. sesampainya di aula depan, ia melihatBu Lim Ji Khie. Lim Peng Hang
dan Tok Pie sin Wan sedang membicarakan sesuatu dengan sangat serius. Hal itu tampak dari air
muka mereka. " Kakek. Paman sastrawan, Paman" panggil Tio Cie Hiong.
"oh, Cie Hiong" sahut sam Gan sin Kay. "Duduklah"
Tio Cie Hiong lalu duduk dan merasa suasana agak mencekam. oleh karena itu ia bertanya lagi.
"Paman" Tio Cie Hiong memandang Lim Peng Hang. "Apakah telah terjadi sesuatu dalam markas
pusat Kay Pang ini?"
"Tidak..., "jawab Lim Peng Hang sambil menghela nafas. "Hanya saja...."
"Ada apa?" tanya Tio Cie Hiong dengan kening berkerut. "Paman, beritahukanlah Apakah
berkaitan dengan kepergian Adik Im?"
"Cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya. "Benarkah engkau telah pulih seperti sedia kala?"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kalau begitu, akan kututurkan," ujar sam Gan sin Kay dengan wajah serius. "Kira-kira dua
puluh hari yang lalu, Ceng Im pergi belanja, tapi dia tidak pulang...."
"Kenapa?" Tio Cie Hiong terkejut.
"Sehari kemudian, salah seorang pengemis peringkat ketiga datang melapor, bahwa ada dua
Dhalai Lhama Tibet menitip sepucuk surat untukmu, dan kami pun membaca surat itu...." sam Gan
sin Kay memberitahukan.
"Bagaimana isi surat itu?" tanya Tio Cie Hiong tegang.
"Ternyata surat dari Dhalai Lhama tua Tibet, memberitahukan bahwa Lim Ceng Im telah
ditangkap. dan dibawa ke Tibet. Dhalai Lhama tua itu menghendakimu ke Tibet menemuinya. Kalau
tidak...." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.
"Dhalai Lhama tua itu akan berbuat apa terhadap Adik Im?" tanya Tio Cie Hiong cemas.
"Dia akan memusnahkan kepandaian ceng Im," sahut Lim Peng Hang sambil menarik nafas
panjang. "Kalau begitu..," ujar Tio cie Hiong. "Aku harus segera berangkat ke Tibet. ohya, apakah Dhalai
Lhama tua itu memberi batas waktu?"
"Dia memberi waktu dua bulan, kalau engkau tidak ke sana, dia akan memusnahkan kepandaian
ceng Im," jawab sam Gan sin Kay.
"Aku harus berangkat sekarang." Tio cie Hiong bangkit berdiri
"Cie Hiong" Kim siauw suseng menatapnya dalam-dalam. "Kalau engkau belum pulih, lebih baik
jangan berangkat sekarang. sebab kepandaian Dhalai Lhama tua itu tinggi sekali."
"Paman sastrawan, aku sudah pulih. Kalau tidak. aku pun tidak meninggalkan kamar." Tio Cie
Hiong memberitahukan.
"Baiklah." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Engkau boleh berangkat sekarang."
"Aku akan menyiapkan seekor kuda jempolan untukmu." ujar Lim Peng Hang.
"Terimakasih, Paman" ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan. "selama ini aku tidak pernah
membunuh orang, tapi kalau Adik Im terjadi sesuatu, para Dhalai Lhama di Tibet pasti kuhabiskan
semua" "Cie Hiong ...." sam Gan sin Kay terkejut, sebab ia melihat sepasang mata Tio Cie Hiong
memancarkan sinar berapi-api, pertanda ia akan melaksanakan apa yang telah diucapkannya .
(Bersambung ke Bagian 24)
Jilid 24 "Aku tidak habis pikir dan tidak mengerti. Padahal aku tidak pernah mencari masalah, tidak
pernah berbuat jahat, bahkan selalu mengampuni orang lain, namun kenapa orang lain malah
menghendaki kematianku" Aaaakh..." gumam Tio cie Hiong sambil menarik nafas panjang. "Lebih
gampang menjadi orang jahat dari pada menjadi orang baik, sebab orang baik harus menghadapi
berbagai macam percobaan."
Tio cie Hiong melakukan perjalanan siang malam menuju Tibet. Kira-kira belasan hari kemudian,
ia tetah memasuki daerah itu.
Tibet merupakan sebuah negeri kecil, namun cukup padat penduduknya. Yang berkuasa di Tibet
adalah kepala Dhalai Lhama bernama Pa-toho, yang sangat dihormati dan diagungkan rakyat.
Setelah tiba di Tibet, Tio cie Hiong langsung menuju sebuah biara yang sangat besar dan
megah. Para Dhalai Lhama di biara itu menyambut kedatangannya dengan hormat, sebab Tio cie Hiong
berasal dari Tionggoan. Ketika Tio cie Hiong memperkenalkan namanya, para Dhalai Lhama tampak
terkejut, dan segera ke dalam untuk melapor.
Berselang beberapa saat, Tio cie Hiong dipersilahkan masuk ke ruang tamu. Ketika ia baru saja
duduk, muncullah seorang Dhalai Lhama tua.
"Selamat datang" ucap Dhalai Lhama tua itu. "Aku kepala Dhalai Lhama di sini, namaku Patoho."
"Dhalai Lhama Patoho" Tio Cie Hiong memberi hormat. "Kedatanganku...."
"Aku tahu...." Dhalai Lhama Patoho manggut-manggut, lalu mengibaskan tangannya agar para
Dhalai Lhama yang berada di situ masuk ke dalam.
setelah tinggal mereka berdua, barulah kepala Dhalai Lhama itu berkata. "Maaf, aku yang ke
Tionggoan...."
"Jadi engkau yang menangkap Lim Ceng Im?" tanya Tio Cie Hiong bernada gusar.
"Ya." Dhalai Lhama tua mengangguk. "sekali lagi aku mohon maaf atas tindakanku itu Aku
terpaksa melakukannya demi kewibawaanku," ujar Dhalai Lhama tua memberitahukan.
"Di mana Lim Ceng Im sekarang?" kening Tio Cie Hiong berkerut.
"Tenang" Dhalai Lhama tua tersenyum, lalu bertepuk tangan tiga kali.
sesaat kemudian, tampak Lim Ceng Im berjalan ke luar. Begitu melihat Tio Cie Hiong, ia
langsung berlari ke arahnya, lalu mendekap di dadanya. "Kakak Hiong...."
"Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya. "Bagaimana para Dhalai Lhama di sini
memperlakukanmu" "
"sangat sopan dan baik,"juwab Lim Ceng Im jujur.
"syukurlah" ucap Tio Cie Hiong, kemudian memandang Dhalai Lhama tua seraya berkata.
" Kalau tidak salah, engkau ingin membuat perhitungan denganku karena aku telah
memusnahkan kepandaian empat Dhalai Lhama itu, bukan?"
"Aku paman guru mereka, maka kuharap engkau mengerti dan maklum adanya" sahut Dhalai
Lhama tua Patoho.
"Jadi...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Tentunya aku harus bertanding denganmu" sahut Dhalai Lhama tua Patoho. "Sebab
menyangkut kewibawaanku"
"Oh?" Tio Cie Hiong menatapnya tajam, kemudian memandang Lim Ceng Im dan bertanya.
"Adik Im, apakah engkau tidak menceritakan kepada Dhalai Lhama tua tentang sepak terjang
keempat Dhalai Lhama itu di Tionggoan?"
"Sudah kuceritakan," jawab Lim Ceng Im.
"Dhalai Lhama tua" ujar Tio Cie Hiong. "Dia telah menceritakan itu, kenapa engkau masih ingin
menuntut balas kepadaku?"
" Kalau dia tidak menceritakan, bagaimana mungkin aku memperlakukannya begitu baik?" sahut
Dhalai Lhama tua. "Tapi biar bagaimana pun, aku tetap paman guru mereka...."
"Hmm" dengus Tio Cie Hiong. "seharusnya engkau bersyukur, karena aku tidak membunuh
mereka berempat."
"Maksudmu?" Dhalai Lhama tua Patoho menatapnya heran.
"Mereka berempat membunuh kakak kandungku, tapi aku hanya memusnahkan kepandaian
mereka, apakah aku masih kurang bijaksana?" sahut Tio Cie Hiong.
"Apa?" Dhalai Lhama tua terbelalak. "Benarkah itu?"
"Benar, Dhalai Lhama tua." sahut Lim Ceng Im. "Aku lupa memberitahukan."
"Aaakh..." Dhalai Lhama tua menarik nafas panjang. " Kalau begitu, aku mohon maaf kepada
kalian Aku tak menyangka kalau mereka berempat begitu jahat...."
"Engkaulah yang bersalah," tegas Tio Cie Hiong.
"Kok aku?" Dhalai Lhama tua heran.
"sebab engkau yang mengutus mereka keTionggoan untuk membantu Bu Lim sam Mo. Kalau
engkau tidak mengutus mereka ke sana, tentunya hal itu tidak akan terjadi," sahut Tio cie Hiong.
"Aaakh..." Dhalai Lhama tua menghela nafas. "Aku terpaksa."
" Kenapa terpaksa?" tanya Tio Cie Hiong heran.
" Karena aku pernah berhutang budi kepada Thian Gwa sin Mo. Bu Lim sam Mo mengutus
seseorang ke mari untuk minta bantuanku atas nama Thian Gwa sin Mo, sehingga aku terpaksa
menyuruh keempat Dhalai Lhama itu ke Tionggoan untuk membantu Bu Lim sam Mo."
"Thian Gwa sin Mo?" Tio Cie Hiong tercengang. "siapa Thian Gwa sin Mo itu?"
"Dia paman guru Bu Lim sam Mo." Dhalai Lhama tua memberitahukan. " Kira- kira tujuh puluh
tahun lampau, Thian Gwa sin Mo pernah menyelamatkan nyawaku. Akan tetapi setelah itu dia
kehilangan jejak...."
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"setelah kakak seperguruanku meninggal, aku mengambil alih kekuasaan di sini." tutur Dhalai
Lhama tua sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Pada waktu itu, banyak Dhalai Lhama di sini
menentang, sebab aku tergolong Dhalai Lhama jahat. Namun setelah aku berkuasa, sejak itu aku
pun berubah...."
"Berubah baik, kan?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Betul." Dhalai Lhama tua mengangguk. "Aku bersungguh-sungguh memimpin para Dhalai
Lhama di sini. Di samping itu, aku pun menjaga kesejahteraan rakyat. sejak itu para Dhalai Lhama
di sini tidak menentangku lagi, sebaliknya malah sangat menghormatiku. Kemudian aku juga
membangun sebuah biara yang amat besar. Namun karena kekurangan dana, maka aku minta
bantuan Toan Hong Ya di Tayli."
"oooh," Tio Cie Hiong manggut-manggut. "ohya, di mana keempat Dhalai Lhama itu sekarang?"
"Beristirahat di ruang dalam," jawab Dhalai Lhama tua dan menambahkan. "Berdasarkan
peraturan yang berlaku di sini, aku harus menghukum mereka."
"Tidak perlu dengan hukuman berat, sebab mereka telah kehilangan kepandaian," ujar Tio Cie
Hiong. "Engkau sungguh berhati bajik" Dhalai Lhama tua makin kagum terhadap Tio Cie Hiong.
" Urusan ini telah usai, maka kami mau mohon diri kembali ke Tionggoan," ucap Tio Cie Hiong.
"Ngmm" Dhalai Lhama tua manggut-manggut. " Kudengar engkau berkepandaian tinggi sekali,
oleh karena itu...."
"Mau bertanding dengan aku, kan?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
" Kira- kira begitulah," jawab Dhalai Lhama tua. "Tentunya engkau tidak akan mengecewakan
aku, kan?"
"Dhalai Lhama tua...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan. "Pada-hal
usiamu telah mencapai seratus tahun, kenapa masih...."
"Terus terang." Dhalai Lhama tua tersenyum. "Aku masih penasaran, bagaimana mungkin
kepandaianmu begitu tinggi" Karena usiamu masih muda, maka aku ingin menguji kepandaianmu. "
"Dhalai Lhama tua...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"Kita hanya bertanding tiga jurus saja. Engkau tidak akan menolak. kan?" Dhalai Lhama tua
menatapnya. "Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk.
Dhalai Lhama tua berjalan ke tengah-tengah ruang tamu. Tio Cie Hiong mengikutinya, kemudian
mereka berdiri berhadapan. Betapa gembiranya Lim Ceng Im, sebab ia akan menyaksikan
pertandingan yang seru.
" Hati- hati" seru Dhalai Lhama tua. "Jurus pertama"
Dhalai Lhama tua mulai menyerang Tio Cie Hiong dengan pukulan. Tio Cie Hiong segera berkelit
dengan Kiu Kiong san Tian Pou.
"Bagus" seru Dhalai Lhama tua. "Ini jurus kedua, hati-hatilah"
Kali ini Dhalai Lhama tua menyerang Tio Cie Hiong dengan jurus yang sangat dahsyat dan lihay.
Badannya berputar-putar mengitari Tio Cie Hiong, sekaligus mengibaskan lengan jubahnya, yang
menimbulkan suara yang menderu-deru. itulah jurus andalan Thian suan Te Coan (Langit
Bergoyang Bumi Berputar) .
Tio Cie Hiong tidak tinggal diam. la pun berputar-putar dan mendadak mengibaskan lengan
bajunya menangkis serangan itu. Daaar Terdengar suara benturan dahsyat.
Tio cie Hiong tetap berdiri di tempat, tetapi Dhalai Lhama tua terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah. setelah berdiri tenang, barulah ia menatap Tio cie Hiong dengan mata
terbelalak. "sungguh hebat sekali" ujarnya lalu menghela nafas. "Aku mengaku kalah."
" Kepandaian Dhalai Lhama tua sangat tinggi sekali, terima kasih atas kemurahan hatimu, Dhalai
Lhama tua" ucap Tio Cie Hiong.
" Engkau terlampau merendah." Dhalai Lhama lua tertawa. "Memang pantas engkau
memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap. aku kagum dan salut kepadamu."
"Dhalai Lhama tua, kami mohon diri" ucap Tio Cie Hiong.
"Baiklah." Dhalai Lhama tua manggut-manggut. "Terima kasih atas kunjunganmu, mudahmudahan
engkau akan ke mari lagi kelak"
"Mudah-mudahan" sahut Tio Cie Hiong sekaligus memberi hormat, lalu mengajak Lim Ceng Im
pergi. Mereka berdua tidak tahu, bahwa di saat mereka berdua meninggalkan Tibet, di saat itu pula
terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan dalam rimba persilatan Tionggoan....
Bab 38 Im sie Hong Mo (iblis Gila Alam Baka)
Dengan penuh keheranan Hui Khong Taysu, ketua partai siauw Lim menghadap ketiga paman
gurunya di ruang semedi. Ternyata siauw Lim sam Tiang lo menyuruh seorang hweeshio kecil
memanggilnya menghadap.
"Paman guru...." Hui Khong Taysu memberi hormat.
"Duduklah" sahut Tiga Tetua siauw Lim.
"Paman guru memanggilku menghadap. ada apa gerangannya?" tanya Hui Khong Taysu.
"Hui Khong, beberapa hari ini kami bertiga tidak bisa bersemadi dengan tenang, maka kami
berfirasat akan terjadi sesuatu."
"oh?" Hui Khong Taysu terkejut. "Kira-kira apa yang akan terjadi, Paman guru?"
"Aaaakh..." salah seorang Tetua menarik nafas panjang. "omitohud Kejahatan memang sulit
ditumpas. Tiap kali ditumpas, tetapi selalu tumbuh kembali seperti jamur."
"Maksud Paman guru?" Hui Khong Taysu tersentak mendengar ucapan itu
"Rimba persilatan akan dilanda banjir darah lagi," sahut Tetua itu sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Akan muncul seorang iblis ganas menghancurkan tujuh partai besar rimba persilatan,
termasuk Kay Pang."
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman guru...." Hui Khong Taysu kurang percaya.
"iblis ganas itu muncul, berarti ajal kami telah tiba." Tiga Tetua memberitahukan. "omitohud Itu
memang sudah merupakan takdir...."
"Benarkah itu, Paman guru?"
"Benar."Ji Tiang lo (Tetua Kedua) manggut-manggut. "oleh karena itu, engkau harus segera
berangkat ke markas pusat Kay Pang untuk memberitahukan kepada Bu Lim Ji Khie tentang firasat
kami agar mereka bisa bersiap-siap."
"Ya, Paman guru." Hui Khong Taysu mengangguk.
"setelah itu, engkau harus segera pulang" pesan Tiga Tetua itu.
Pendekar Super Sakti 7 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Kisah Bangsa Petualang 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama