Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 14
Tanpa membuang waktu, Tio Cie Hiong langsung mengerahkan ginkangnya melesat ke sana.
orang-orang Miauw menyaksikannya dengan mulut ternganga, lalu ikut berlari-lari ke sana.
Tio Cie Hiong berhasil menyambar anak kecil itu, lalu melayang turun. setelah itu, ditaruhnya
anak kecil tersebut ke tanah lalu di-belai-belainya.
orang-orang Miauw terus memandangnya, dan di antaranya ada yang mulai berbisik-bisik. Tio
cie Hiong hanya tersenyum, sebab tatapan mereka sudah tidak lagi mengandung kebencian.
Kemudian Tio Cie Hiong berjalan menghampiri kudanya. Di saat bersamaan muncullah seorang
tua suku Miauw dan mendekatinya. "Anak muda" panggil orang tua itu.
Tio Cie Hiong tertegun dan girang, karena orang tua itu bisa berbahasa Han.
"Paman" serunya sambil menghampirinya. "Apakah Paman mengerti bahasa Han?"
"Mengerti." orang tua itu tertawa. "Terima kasih Anak muda, engkau telah dua kali
menyelamatkan anak-anak Miauw"
"sama-sama, Paman." Tio Cie Hiong tersenyum. "Paman, bolehkah aku tahu siapa Paman"^
"Aku tergolong sesepuh suku Miauw," jawab orang tua itu memberitahukan. "Apakah engkau
dari Tionggoan?"
"Betul, Paman."
"Namamu?"
"Tio Cie Hiong."
"Ada urusan apa engkau datang di daerah in^?"
"Aku mencari seorang gadis." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Karena ada orang melihat gadis
itu ditangkap orang-orang Miauw, maka aku menyusul ke mari."
(Bersambung ke bagian 31)
Jilid 31 "Apa?" Sesepuh Miauw itu melongo. "Orang-orang Miauw menangkap gadis Tionggoan?"
"Benar."
"Siapa yang menyaksikannya?" "Kaum persilatan Tionggoan."
"Heran..." gumam sesepuh Miauw itu. "Setahuku, orang-orang Miauw tidak pernah memasuki
daerah Tionggoan."
"Tapi ada orang menyaksikannya dengan mata kepala sendiri," ujar Tio cie Hiong.
"Tidak mungkin." Sesepuh Miauw itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman, bolehkah aku bertemu kepala suku Miauw?" tanya Tio cie Hiong mendadak. "Mungkin
kepala suku Miauw tahu tentang itu."
"Anak muda" Sesepuh Miauw itu menghela nafas panjang. "Tidak gampang menemui kepala
suku Miauw."
"Kenapa?"
"Kalau orang dari Tionggoan ingin menemuinya, harus dapat melewati tiga rintangan."
"Tidak apa-apa. Aku akan mencobanya."
"Aku tahu bahwa engkau berkepandaian tinggi, tentu dapat melewati ketiga rintangan itu. Tapi
akan membuang-buang waktu."
"Maksud Paman?"
"Ha ha ha" Sesepuh Miauw itu tertawa. "Aku sesepuh di sini, maka biar bagaimana pun kepala
suku harus menghormatiku. Karena itu, aku boleh membawamu pergi menemuinya."
"Terima kasih, Paman" Tio cie Hiong girang sekali. "Terima kasih...."
Tempat tinggal kepala suku Miauw kelihatannya seram sekali, sebab di sana banyak terdapat
tengkorak manusia. Puluhan pengawal bersenjata lengkap berbaris di sana sambil menatap Tio Cie
Hiong. Mereka rata-rata memakai anting.
Kepala suku Miauw bangkit berdiri dari tempat duduknya menyambut kedatangan sesepuh itu,
kemudian mereka bercakap-cakap dengan bahasa Miauw. Kepala suku Miauw manggut-manggut,
lalu memandang Tio Cie Hiong seraya berkata. "silakan duduk"
Bukan main girangnya Tio Cie Hiong, karena kepala suku Miauw fasih berbahasa Han.
"Terima kasih" ucapnya sambil duduk.
"Anak muda" ujar kepala suku Miauw dengan kening berkerut. " Kalau engkau tidak datang
bersama sesepuh kami, aku pasti sudah menghukummu."
"oh?" Tio Cie Hiong heran. " Kenapa?"
"Karena kalian orang-orang Tionggoan telah memfitnah kami," sahut kepala suku Miauw.
"Memfitnah?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Ya." Kepala suku Miauw mengangguk. "Aku tidak mengutus orang-orang Miauw ke Tionggoan
untuk menculik anak gadis di sana, tapi engkau mengatakan orang-orang Miauw telah menculik
anak gadis Tionggoan. Nah, bukankah itu fitnah?"
"Tapi ada orang yang menyaksikannya dengan mata kepala sendiri"
"Hm" dengus kepala suku Miauw. " Kalian orang-orang Tionggoan memang jahat dan licik, bisa
saja orang itu memfitnah kami Engkau tidak menyelidiki dulu, tapi langsung ke mari Kalau
bukannya engkau telah menyelamatkan dua nyawa anak kecil itu, engkau pasti kutangkap untuk
dibakar hidup, hidup,"
" Heran..." gumam Tio Cie Hiong. " Ketika dikedai teh itu, aku mendengar mereka bercakapcakap
tentang orang-orang Miauw menangkap Ceng Im...."
"siapa yang dipanggil Ceng Im itu?"
"Dia calon isteriku."
"Pantas...." Kepala suku Miauw manggut-manggut. " Engkau menyusul sampai di sini Tapi itu
tidak benar. Kami suku Miauw tidak pernah mengganggu orang-orang Tionggoan. sebaliknya malah
orang-orang Tionggoan yang sering membunuh suku Miauw"
"Paman" Tio Cie Kiong memandang sesepuh itu. "Jadi benar orang-orang Miauw tidak pernah
memasuki Tionggoan?"
"Anak muda" sesepuh Miauw itu tertawa. "Aku berani menjamin dengan kepalaku."
" Kalau itu perbuatan orang-orang Miauw, engkau juga boleh membunuhku dan seluruh suku
Miauw" ujar kepala suku Miauw dengan tegas.
"Aku percaya." Tio Cie Hiong manggut-manggut dan menambahkan. "Berarti orang-orang itu
menghendaki aku ke mari, agar mati di daerah ini."
"Anak muda" sesepuh Miauw itu menatapnya. "Menurutku juga begitu. Apakah engkau
mempunyai musuh di Tionggoan?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
" Kalau begitu, musuhmu itu bermaksud meminjam tangan kami untuk membunuhmu," ujar
sesepuh Miauw itu.
"Mungkin begitu." Tio Cie Hiong manggut-manggut. " Kalau begitu, aku mohon maaf"
"Tidak apa-apa." Kepala suku Miauw tertawa. "Walau kami masih primitif, tapi tahu aturan."
"Baiklah." Tio Cie Hiong bangkit berdiri. "Aku mau mohon pamit"
Mendadak muncul seorang wanita Miauw, lalu melaporkan sesuatu kepada kepala suku Miauw
itu. Kepala Miauw tampak terkejut dan wajahnya berubah pucat pias, kemudian berlari ke dalam.
Tio Cie Hiong tercengang menyaksikannya, dan tidak tahu apa yang terjadi. sesepuh Miauw itu
menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman, apa yang terjadi?" tanya Tio Cie Hiong.
"sungguh tidak kebetulan kita ke mari." sesepuh Miauw itu menggeleng-gelengkan kepala lagi.
" Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong kebingungan.
"Putri kepala suku sudah sekarat" sesepuh Miauw itu menghela nafas panjang. "Ayolah kita
pergi" "Putrinya sakit apa?"
"Terpagut ular yang sangat beracun. Kepala suku mahir berbagai macam racun, tapi tidak dapat
memusnahkan racun ular itu." sesepuh Miauw itu memberitahukan. "sudah tiga hari putrinya dalam
keadaan pingsan. Kita harus segera pergi, sebab kalau putrinya mati, engkau yang akan celaka."
"Paman Aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Bagaimana kalau Paman membawaku ke dalam
untuk memeriksa putrinya?"
" Engkau mengerti ilmu pengobatan?"
"Benar."
"Mungkin percuma." sesepuh Miauw itu menggeleng-gelengkan kepala. "Kepala suku sangat
mahir soal racun, tapi masih tidak dapat memusnahkan racun ular itu. sedangkan engkau masih
muda, bagaimana mungkin...."
"Percayalah" desak Tio cie Hiong. Tutrinya sudah sekarat, kalau kita tidak segera ke dalam,
mungkin tidak keburu menolongnya."
"Baiklah." sesepuh Miauw itu mengangguk. "Mari ikut aku ke dalam"
Di dalam kamar, tampak seorang wanita Miauw sedang menangis sedih, dan kepala suku Miauw
itu berjalan mondar-mandir dengan wajah murung.
sesepuh Miauw dan Tio Cie Hiong sudah masuk ke dalam, namun kepala suku Miauw sama
sekali tidak menghiraukan mereka.
Tio cie Hiong mendekati anak gadis yang berbaring di ranjang. Wajah gadis berusia empat
belasan itu tampak pucat pias, dan nafasnya tampak lemah sekali, bahkan masih dalam keadaan
pingsan. Tanpa membuang waktu lagi, Tio Cie Hiong langsung memeriksa nadinya, dan setelah itu kening
Tio Cie Hiong berkerut-kerut.
"Bagaimana?" bisik sesepuh Miauw yang berdiri di sisinya. "Apakah masih bisa ditolong?"
"Mudah-mudahan" sahut Tio Cie Hiong. La lalu menempelkan sebelah telapak tangannya di dada
anak gadis itu.
Tio Cie Hiong mulai mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang, kemudian disalurkan ke tubuh si
anak gadis. Berselang beberapa saat kemudian, diangkatnya tubuh anak gadis itu, lalu dibalikkan
dan ditepuknya punggungnya.
"Uaaaakh Uaaaakh..." Anak gadis itu memuntahkan darah kehijau-hijauan. Apa yang dilakukan
Tio Cie Hiong tentunya sangat mengejutkan kepala suku Miauw, bahkan kepala suku Miauw itu
tampak gusar sekali, karena Tio Cie Hiong berani mengangkat tubuh putrinya.
Sesepuh Miauw segera berkata dengan bahasa Miauw, dan seketika kepala suku Miauw
kelihatan tenang tapi juga tegang.
"Uaaaakh..." Anak gadis itu mulai memuntahkan darah merah.
Tio Cie Hiong menarik nafas lega, lalu membaringkan anak gadis itu. la mengeluarkan sebutir
obat, talu dimasukkannya ke mulut anak gadis itu.
Berselang beberapa saat kemudian, badan anak gadis itu mulai bergerak, dan sepasang
matanya terbuka perlahan-lahan.
Wanita Miauw itu segera memeluknya dengan wajah penuh kegirangan, dan kepala suku Miauw
mendekati putrinya dan membelainya.
"Terima kasih, Anak muda" ucap sesepuh Miauw berbisik dengan wajah cerah.
Tio Cie Hiong hanya tersenyum. seandainya ia tidak memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang untuk
mendesak ke luar racun ular itu, anak gadis tersebut pasti tidak akan tertolong.
"Kakak yang menolongku?" tanya si anak gadis.
"Eh?" Tio Cie Hiong tertegun. "Apakah engkau bisa berbahasa Han?"
"Bisa." Anak gadis itu bangun duduk. "Terima kasih, Kak. Aku... aku telah berhutang budi
kepadamu."
"Jangan berkata begitu, Adik kecil" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kakak tampan sekali," ujar anak gadis itu sambil tertawa.
Wajah Tio Cie Hiong agak kemerah-merahan. "Engkau juga cantik sekali."
"Terima kasih atas pujian Kakak. aku... aku gembira sekali." Anak gadis itu menundukkan
kepala. " Heran..." gumam sesepuh Miauw itu. "Wajahnya tadi pucat pias, setelah memuntahkan darah
dan menelan obat itu, dia... langsung siuman dan wajahnya begitu segar, bahkan kelihatan sudah
pulih seperti sedia kala. Anak muda, engkau memang hebat sekali"
"Paman...." Tio Cie Hiong tersenyum.
" Kakak" Anak gadis ilu mendekati Tio Cie Hiong, kemudian memeluknya erat-erat dan
mendadak menciumnya.
"Eeeeh?" Tio Cie Hiong tertegun dan wajahnya memerah. "Adik kecil...."
"Ha ha ha" sesepuh Miauw tertawa gelak. "Anak muda, itu adalah tanda terima kasih yang
sedalam-dalamnya dari Putri Miauw Cok (Putri suku Miauw)"
"ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
" Kenapa Kakak malu?" Putri Miauw Cok tertawa geli. " Kakak telah menyelamatkan nyawaku,
maka aku harus berterima kasih kepadamu."
"Jangan berkata begitu, Adik kecil" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Anak muda" Kepala suku Miauw menghampiri Tio Cie Hiong kemudian memegang bahunya
erat-erat seraya berkata. "Terima kasih Terima kasih"
"sama-sama," sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Maaf, aku mau pamit"
"Jangan begitu cepat" cegah kepala suku Miauw. "Aku harus mengadakan perjamuan."
"Tidak usah" Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Aku tidak membutuhkan perjamuan."
"Anak muda...." Kepala suku Miauw tampak kecewa.
" Kakak Hiong" Putri Miauw Cok cemberut. "Engkau jangan pergi sekarang Kalau engkau pergi
sekarang, aku akan pingsan lagi"
Tio Cie Hiong tertawa geli, kemudian memberitahukan. "Adik kecil, aku harus sebera pulang ke
Tionggoan, karena harus mencari calon isteriku."
"Kakak sudah punya calon isteri?"
"Benar," jawab Tio Cie Hiong.
" Calon isteri Kakak pasti cantik sekali, bukan?"
"Masih kalah cantik bila dibandingkan denganmu." sahut Tio Cie Hiong menghiburnya.
"oh?" Putri Miauw Cok itu tertawa gembira. " Kakak jangan pulang dulu, tinggallah di sini
beberapa hari"
"Adik kecil...." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Anak muda" ujar sesepuh Miauw. Jangan mengecewakan putri Miauw Cok, sebab dia tidak
pernah segembira ini"
"Paman, aku...."
"Terlambat beberapa hari pulang ke Tionggoan tidak apa apa," ujar sesepuh Miauw dan
menambahkan. "Akan kami sediakan seekor kuda jempolan untukmu."
"Benar, benar," sambung kepala suku Miauw.
"Baiklah, tapi... aku tidak menghendaki perjamuan." ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Dan... aku harus berangkat esok"
"Lusa saja, Kak" sahut Putri Miauw Cok.
"Adik kecil, aku tidak bisa lama-lama di sini." Tio Cie Hiong memandangnya. "Aku harus sebera
kembali ke Tionggoan, kelak aku akan ke mari lagi."
"Ha ha ha" Kepala suku Miauw tertawa gelak. "Ayoh, kita duduk di luar saja"
Mereka berjalan ke luar. putri Miauw Cok berjalan di sisi Tio Cie Hiong sambil tersenyumsenyum.
setelah mereka duduk- para pelayan sibuk menyuguhkan minuman dan berbagai macam
makanan. "Ha ha ha" Kepala suku Miauw tertawa terbahak-bahak. "Anak muda, kedatanganmu yang tak
sengaja, justru menyelamatkan nyawa putriku. Entah harus bagaimana aku berterima kasih
kepadamu."
"Jangan berkata begitu, yang penting mulai sekarang, suku Miauw jangan terlampau membenci
orang Tionggoan," sahut Tio Cie Hiong. "sebab tidak semua orang Tionggoan jahat."
"Benar." Kepala suku Miauw manggut-manggut. "Buktinya engkau, anak muda. Aku
menyukaimu. "
"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan sambil memandang Putri Miauw Cok.
"Adik kecil, engkau harus berterima kasih kepada paman, sebab kalau paman tidak membawaku ke
mari, engkau pasti tidak akan tertolong"
"Kakek" ucap Putri Miauw Cok. "Terima kasih ya"
"Yang penting engkau tidak boleh nakal lagi," sahut sesepuh Miauw sambil tertawa.
"ohya" Tanya Tio cie Hiong mendadak. "Apakah di sini tidak terdapat obat pemusnah racun ular
itu?" "Tidak ada," jawab kepala suku Miauw memberitahukan. "sebab ular beracun itu sudah langka,
maka aku tidak tahu harus dengan obat apa memusnahkan racunnya."
"Aku akan memberitahukan tentang obat pemusnahnya. Tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan
kening. "Entah di daerah Miauw ini terdapat daun obat itu apa tidak?"
"Daun obat apa?" tanya kepala suku Miauw.
Tio Cie Hiong memberitahukan. Kepala suku Miauw berpikir sejenak. kemudian tersenyum.
"Ada."
"syukurlah"
" Kakak" ujar Putri Miauw Cok mendadak. "Aku tahu bahwa engkau berkepandaian tinggi.
Maukah engkau mempertunjukkannya?"
"Adik kecil...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayolah" desak Putri Miauw Cok. "Aku suka ilmu silat, maka kalau engkau tidak
mempertunjukkannya, aku pasti kecewa sampai beberapa tahun lho"
"Haaah...." Tio Cie Hiong terbelalak.
"Ha ha ha" sesepuh dan kepala suku Miauw tertawa gelak. "Ha ha ha"
" Kenapa tertawa?" Putri Miauw Cok melotot. "Aku berkata sesungguhnya, tidak bohong."
"Nan, Anak muda" sesepuh Miauw menatapnya. "Engkau sudah mendengar, kan" Kalau engkau
tidak mempertunjukkan kepandaianmu, dia akan kecewa sampai beberapa tahun. Apakah engkau
tega?" "Adik kecil...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kemala. "Engkau ingin menyaksikan ilmu
pedang atau ilmu pukulan?"
"Ilmu pedang," sahut Putri Miauw Cok girang.
"Baiklah." Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu mendadak memandang putri Miauw Cok itu
dengan mata tak berkedip.
Tentunya sangat mengherankan sesepuh dan kepala suku Miauw. Begitu pula Putri Miauw Cok
itu, ia pun terbelalak sambil menatap Tio Cie Hiong, kemudian wajahnya kemerah-merahan.
Tio Cie Hiong terus memandang putri Miauw Cok itu, lama sekali barulah manggut-manggut
sambil berjalan ke depan. sesepuh dan kepala suku Miauw serta putrinya juga ikut ke depan.
Ternyata Tio Cie Hiong berjalan ke halaman, kemudian meminjam sebilah pedang pada salah
seorang pengawal. setelah itu, ia mendekati sebuah pohon yang berukuran cukup besar.
"Adik kecil saksikanlah ilmu pedangku" seru Tio Cie Hiong.
"Terima kasih, Kak" sahut Putri Miauw Cok dengan wajah berseri.
Mendadak badan Tio Cie Hiong bergerak laksana kilal, dan di saat bersamaan pedang yang ada
di tangannya berkelebatan. serrt Cass serrrt Ranting dan dahan pohon itu berjatuhan.
sesepuh dan kepala suku Miauw tercengang, sedangkan Putri Miauw Cok bersorak-sorai sambil
bertepuk-tepuk tangan, karena saat itu hanya tampak sinar pedang berkelebatan, sama sekali tidak
tampak badan Tio Cie Hiong.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti, dan badannya melayang
turun sambil tersenyum-senyum.
seketika suasana di tempat berubah menjadi hening, karena semua orang terbelalak dengan
mulut ternganga lebar. Ternyata pohon itu telah berubah menjadi sebuah patung. Bahkan yang
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menakjubkan patung itu sangat menyerupai Putri Miauw Cok.
"Kakak Kakak" seru Putri Miauw Cok sambil bertepuk-tepuk tangan. Para pengawal yang ada di
situ pun turun bersorak-sorai, maka terdengarlah suara yang riuh gemuruh.
Tio Cie Hiong menghampiri Putri Miauw Cok. sementara sesepuh dan kepala suku Miauw
menatap Tio cie Hiong dengan mata tak berkedip.
"Adik kecil, bagaimana ilmu pedangku?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.
" Kakak" Putri Miauw Cok memandangnya dengan mata berbinar-binar. "sebetulnya engkau
manusia atau dewa sih?"
"Aku manusia seperti engkau," sahut Tio Cie Hiong sambil membelainya.
" Kakak, bolehkah...." Putri Miauw Cok menundukkan kepala.
" Engkau ingin belajar ilmu pedang, kan?"
"Betul," sahut Putri Miauw Cok manggut-manggut. "Bersediakah Kakak mengajarku ilmu
pedang?" "Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku akan mempergunakan waktu yang ada untuk
mengajarmu."
"Terima kasih, Kak" Putri Miauw Cok langsung memeluk kemudian menciumnya.
"Eeeeh...." Wajah Tio Cie Hiong langsung memerah.
"Ha ha ha" sesepuh dan kepala suku Miauw tertawa terbahak-bahak. kemudian kepala suku
Miauw berbisik kepadanya. " Kalau dia belum mempunyai calon isteri, aku pasti menjodohkan
putriku kepadanya."
"sayang sekali" sesepuh Miauw menggeleng-gelengkan kepala. "Dia sudah mampunyai calon
isteri" " Kakak" ujar putri Miauw Cok mendadak. "Bisakah engkau meloncat tinggi?"
"Meloncat tinggi?" Tio Cie Hiong tersenyum. "Maksudmu ginkang?"
"Ya." Putri Miauw Cok mengangguk. " Kakak. perlihatkanlah ginkang mu, aku ingin
menyaksikannya "
"Baik." Tio Cie Hiong mengangguk. ternyata timbul pula sifat kekanak-kanakannya. la berjalan
ke tengah-tengah halaman, lalu menghimpun lweekangnya sekaligus melesat ke atas tujuh delapan
depa. Terbelalak mereka yang menyaksikannya, terutama Putri Miauw Kok, ia tertawa gembira sambil
bertepuk-tepuk tangan. " Kakak, keatas lagi" serunya.
Mendadak Tio cie Hiong berjungkir balik dan badannya melesat ke atas tujuh delapan depa.
"Wuah" Putri Miauw Cok berseru girang. " Kakak, ke atas lagi"
Tio cie Hiong berjungkir balik lagi sehingga badannya melesat ke atas tujuh delapan depa.
sesepuh dan kepala suku Miauw menyaksikannya dengan mulut ternganga lebar. sedangkan
Putri Miauw Cok terus bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa gembira. "Ke atas lagi, Kak" serunya.
Tio Cie Hiong berjungkir balik lagi melesat ke atas, setelah itu badannya mulai melayang turun
perlahan-lahan dan lemah gemulai. Di saat bersamaan, ia mengeluarkan suling kumala, dan
kemudian terdengarlah alunan suara suling yang menyedapkan telinga.
"Bukan main" sesepuh Miauw menghela nafas karena kagum.
"Sungguh luar biasa" Kepala suku Miauw menggeleng-gelengkan kepala. "seandainya dia
bersedia kawin dengan putriku...."
"Jangan berpikir yang bukan-bukan" tandas sesepuh Miauw. "Dia masih harus pergi mencari
calon isterinya"
"sayang sekali" Kepala suku Miauw menarik nafas panjang.
" Kakak" seru Putri Miauw Cok. "Tiupkan lagu percintaan"
irama suling itu berubah. Putri Miauw Cok mendengarkan dengan wajah kemerah-merahan.
Ternyata ia berkhayal sedang terbang bersama Tio Cie Hiong.
" Celaka" bisik kepala suku Miauw. "Putriku telah jatuh cinta kepadanya."
" Kalau begitu, laksanakan adat kita" bisik sesepuh. "Atur putrimu tidur tiga malam dengan dia"
"Itu...." Kepala suku Miauw mengerutkan kening.
" ingat" sesepuh itu tertawa. "Apakah adat itu telah kau hapuskan?"
" Hapus sih tidak. tapi itu akan merendahkan nama putriku," ujar kepala suku Miauw.
"Kalau begitu, janganlah berpikir yang bukan-bukan" ujar sesepuh itu sungguh-sungguh.
"Ya." Kepala suku Miauw manggut-manggut.
Ketika Tio Cie Hiong sudah melayang turun, putri Miauw Cok langsung berlari menghampirinya .
"Kakak hebat sekali Aku...." Putri Miauw Cok menundukkan kepala.
"Adik kecil" Tio Cie Hiong membelai rambutnya. " Engkau masih kecil, jangan berpikir yang
bukan-bukan sekarang aku akan mulai mengajarimu ilmu pedang."
"Terima kasih, Kak" Putri Miauw Cok gembira sekali.
Tio Cie Hiong mulai mengajarnya ilmu pedang, sedangkan sesepuh dan kepala suku Miauw terus
tertawa gembira, kemudian menyuruh para pelayan menyuguhkan minuman dan berbagai macam
makanan untuk Tio Cie Hiong dan putrinya.
Bab 53 sepasang Pendekar dari Jepang
Pagi ini Tio Cie Hiong berpamit kepada sesepuh, kepala suku Miauw dan putrinya. Kepala suku
Miauw menghela nafas panjang, karena merasa berat atas kepergian Tio Cie Hiong.
"Kapan engkau sempat, jangan melupakan daerah ini" pesan kepala suku Miauw. "Pintu daerah
ini selalu terbuka untukmu"
" Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kakak...." Putri Miauw Cok terisak-isak dan air matanya berlinang-linang. "Kapan Kakak ke mari
lagi?" " Kalau urusanku sudah beres,, aku akan ke mari menengokmu." Tio Cie Hiong membelainya. "
Engkau harus giat berlatih ilmu pedang yang kuajarkan itu"
"Ya, Kak."
"Dan...." Tio Cie Hiong menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Engkau pun tidak boleh nakal"
Putri Miauw Cok mengangguk, lalu memandang Tio Cie Hiong dengan air mata bercucuran.
"Kalau Kakak sudah berhasil mencari calon isterimu, ajaklah dia ke mari ya Aku ingin berkenalan
dengannya." katanya.
"Baiklah." Tio cie Hiong tersenyum dan membelainya lagi, lalu memberi hormat kepada sesepuh
dan kepala suku Miauw. "sampai jumpa"
"selamat jalan" sahut sesepuh dan kepala suku Miauw serentak.
Tio Cie Hiong meloncat ke punggung kudanya, lalu memandang putri Miauw Cok sejenak, dan
setelah itu barulah memacu kudanya.
" Kakak" teriak Putri Miauw Cok.
Tio Cie Hiong melambai-lambaikan tangannya, sedangkan Putri Miauw Cok masih berteriakteriak.
"Nak" Kepala suku Miauw menghiburnya. "Kelak dia pasti ke mari menengokmu, jangan
berduka" "Ayah, apakah dia akan ke mari lagi?" tanya Putri Miauw Cok terisak.
"Tentu." Kepala suku Miauw membelainya, kemudian menatapnya seraya bertanya sungguhsungguh.
"Nak. apakah engkau mencintainya?" "Aku memang mencintainya."
"Tapi dia sudah mempunyai calon isteri."
" Kalau dia belum mempunyai calon isteri, aku pasti akan menikah dengannya. Tapi dia sudah
punya calon isteri, maka aku mencintainya seperti seorang adik mencintai kakak."
"syukurlah engkau bisa berpikir begitu." Kepala suku Miauw berlega hati. " Engkau memang
anak baik, ingat Mulai sekarang engkau tidak boleh nakal lagi"
"Aku pasti menuruti kata-katanya," ujar Putri Miauw Cok sungguh-sungguh. "Mulai sekarang aku
tidak akan nakal lagi."
"Bagus Bagus" Kepala suku Miauw membelainya lagi sambil tertawa gembira.
sementara itu, Tio Cie Hiong terus memacu kudanya. Dalam perjalanan pulang ke Tionggoan, ia
terus berpikir. siapa orang-orang yang bercerita bohong itu" Kenapa mereka bercerita bohong agar
dirinya berangkat ke daerah Miauw" Tio cie Hiong terus berpikir,
tapi tidak dapat memecahkan teka-teki itu.
sepuluh hari kemudian, ia telah berada di daerah Tionggoan. Ketika memasuki sebuah rimba,
sayup,sayup terdengar suara bentrokan senjata. segeralah ia menghentikan kudanya, lalu melesat
ke arah suara itu. Kemudian ia berjungkir balik meloncat ke atas pohon dan berdiri di situ.
la melihat seorang pemuda dan seorang gadis berpakaian aneh sedang bertarung melawan
belasan orang. Pemuda itu bersenjata sebilah pedang panjang yang bergagang panjang pula,
sedangkan si gadis bersenjata sebuah suling. Kelihatannya mereka berdua bukan orang Tionggoan.
Walau dikeroyok belasan orang, pemuda dan gadis itu tampak tidak keteter, bahkan keduanya
bertarung dengan santai.
Kagum juga Tio Cie Hiong menyaksikan kepandaian mereka. Namun ilmu pedang pemuda itu
agak aneh, bukan berasal dari aliran Tionggoan begitu pula gerakan-gerakan suling gadis itu.
Tio Cie Hiong terus memperhatikan, kemudian memandang orang berpakaian merah, yang
berdiri di situ menyaksikan pertarungan. Mendadak kening Tio Cie Hiong berkerut. Ternyata ia
teringat kepada orang tersebut, tidak lain adalah salah seorang yang bercerita bohong di kedai teh.
setelah mengenali orang itu, ia bersiul panjang sambil melayang turun ke arah mereka.
"Berhenti" bentaknya.
Belasan orang yang sedang bertarung itu langsung berhenti, karena dikejutkan oleh suara siulan
dan bentakan Tio Cie Hiong.
"Haah Pek Ih Sin Hiap" teriak belasan orang itu sambil mundur ke sisi orang berpakaian merah.
Sementara pemuda dan gadis itu memandang Tio Cie Hiong dengan penuh rasa heran. Namun
setelah melihat jelas, wajah gadis itu tampak kemerah-merahan.
"Adik" bisik pemuda itu entah dengan bahasa apa. "Orang yang baru muncul itu berkepandaian
tinggi sekali."
"Dan juga sangat tampan," sahut gadis itu sambil tersenyum.
"Adik" Pemuda itu menatapnya. "Engkau tertarik padanya?"
"Ya." Gadis itu mengangguk. "Kenapa" Kakak tidak setuju kalau aku tertarik kepadanya?"
"Aku tidak melarang, tapi jangan lupa akan tujuan kita datang ke Tionggoan ini"
"Aku ingat," sahut gadis itu dan terus memandang Tio Cie Hiong.
Sementara Tio Cie Hiong menghampiri orang berpakaian merah dengan tatapan dingin, lalu
menudingnya sambil membentak^
"Siapa kau" Kenapa engkau mengarang cerita bohong di kedai teh?"
"Pek Ih Sin Hiap Aku bernama Tan Kok Yauw, kepala regu bendera merah Bu Tek Pay Engkau
memang mujur, tidak mati di daerah Miauw" sahut orang berpakaian merah.
"Bu Tek Pay?" Tio Cie Hiong tertegun, karena saat ini baru mendengar nama partai tersebut.
"Ya." Tan Kok Yauw mengangguk.
"siapa ketua Bu Tek Pay?" tanya Tio Cie Hiong sambil menatapnya tajam.
"Aku tidak tahu." Tan Kok Yauw menggelengkan kepala dan menambahkan. "Kami mengarang
cerita bohong itu atas perintah ketua, bukan atas kemauan kami, harap engkau maklum"
"Hm" dengus Tio Cie Hiong dingin. " Kenapa kalian mengeroyok dua orang itu?"
" Gerak-gerik mereka mencurigakan dan mereka tidak mau memberitahukan ketika kami tanya
asal-usul mereka. oleh karena itu mereka kami tangkap," sahut Tan Kok Yauw.
" Kalian berhak apa menangkap mereka?"
"Ha ha" Tan Kok Yauw tertawa. "Mulai saat ini, Bu Tek Pay yang berkuasa di rimba persilatan
siapa berani menentang, harus dibunuh"
Tio Cie Hiong tertawa dingin. "Aku justru ingin menentang Bu Tek Pay Cobalah kalian bunuh
aku" "Baik" Tan Kok Yauw manggut-manggut dan mendadak berseru. "Serang dia"
Belasan orang itu langsung mendekati Tio Cie Hiong. Namun begitu Tio Cie Hiong menatap
mereka, seketika mereka mundur kembali.
"Hihihi" gadis itu tertawa geli.
"Ayoh" bentak Tan Kok Yauw. " Cepat serang dia"
"Kami...." Belasan orang itu menundukkan kepala. Tio cie Hiong tersenyum.
" Karena kalian masih belum melakukan suatu kesalahan di hadapanku, maka kalian kulepaskan
cepatlah kalian enyah dari sini" katanya.
"Baik" Tan Kok Yauw mengangguk.
"Beritahukan kepada ketua kalian, apabila Bu Tek Pay berani berbuat sewenang-wenang di
rimba persilatan, aku pasti bertindak" pesan Tio Cie Hiong.
"Ya" Tan Kok Yauw lalu mengajak para anak buahnya meninggalkan tempat itu.
Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, la melepaskan mereka karena tidak mau banyak
urusan. Namun ia tidak habis pikir, siapa ketua Bu Tek Pay itu"
Pemuda dan gadis berpakaian aneh itu mendekati Tio Cie Hiong, kemudian membungkukkan
badannya dalam-dalam.
Tio Cie Hiong tercengang, dan cepat-cepat menjura. Tanpa sengaja, ia pun membungkukkan
badannya. "Hi h H i" Gadis itu tertawa geli.
"Maaf" Tio Cie Hiong memandang mereka. "sebetulnya siapa kalian berdua dan berasal dari
mana?" tanyanya.
"Kami berdua kakak beradik. "Namaku Yasuki Nichiba, adikku bernama Michiko, kami datang
dari Jepang." jawab pemuda itu.
"Apa?" Tio Cie Hiong terbelalak. " Kalian berdua datang dari Jepang?"
"Ya" Yasuki Nichiba mengangguk.
" Kenapa engkau begitu fasih berbahasa Han?" tanya Tio Cie Hiong keheranan.
" Karena sejak kecil kami berdua sudah belajar bahasa Han." Yasuki Nichiba tersenyum. "ohya,
bolehkah kami tahu namamu?"
"Namaku Tio Cie Hiong."
"Tio Cie Hiong" sela Michiko mendadak. " Engkau tampan sekali, aku tertarik padamu."
"Nona Michiko...." Wajah Tio Cie Hiong langsung memerah. la tidak menyangka kalau gadis itu
begitu blak-blakan.
"Iiih" Kok masih malu-malu" Hi hi" Michiko tertawa geli. "Kami gadis Jepang, selalu berterus
terang." Tlo Cie Hiong manggut-manggut.
"Tio Cie Hiong" Yasuki Nichiba menatapnya dalam-dalam. "Aku yakin, kepandaianmu pasti tinggi
sekali. Buktinya penjahat-penjahat itu sangat takut kepadamu. Ketika melihat engkau muncul,
wajah mereka langsung berubah pucat."
"saudara Yasuki, kepandaianku tidak begitu tinggi." ujar Tlo Cie Hiong merendah. "Aku telah
menyaksikan pertarungan kalian, ilmu pedangmu lihay sekali."
"Kakakku diJepang dijuluki si Pedang Kilat. Tentunya ilmu pedangnya sangat cepat dan lihay."
ujar Michiko. Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Ohya, Nona Michiko dijuluki apa diJepang?"
"Dia dijuluki si Dewi suling." Yasuki Nichiba memberitahukan. "Banyak pemuda di Jepang
berusaha merebut hatinya, tapi dia tidak pernah tertarik kepada mereka. Begitu sampai di
Tionggoan ini, malah tertarik kepadamu. Ha ha"
"Benar." Michiko mengangguk. "Tlo Cie Hiong, aku memang sangat tertarik olehmu" Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Yasuki Nichiba. " Kenapa kalian
bertarung dengan mereka?" tanyanya.
"Ketika kami berdua sedang duduk di sini, mereka muncul dan langsung menggoda adikku.
Namun kami tetap bersabar karena tidak mau bermusuhan dengan kaum pesilat di Tionggoan.
setelah itu mereka membentak-bentak bertanya asal-usul kami. Karena kami tidak mau
beritahukan, mereka langsung menyerang kami. Bahkan mereka bilang, kami harus takluk kepada
Bu Tek Pay Maka terpaksa kami layani. Apakah engkau kenal mereka?"
"Tidak." Tio cie Hiong menggeleng kepala. "Baru sekarang aku mendengar tentang Bu Tek Pay."
"Mereka berseru menyebut Pek Ih sin Hiap. apakah itu julukanmu?" tanya Yasuki Nichiba.
" Kesatria Baju Putih" Michiko memandangnya dengan mata tak berkedip lalu tersenyum. "
Engkau memang berpakaian putih dan sangat tampan, tapi entah sakti atau tidak?"
Mendadak Michiko mengayunkan sulingnya menyerang Tio Cie Hiong. Namun Tio Cie Hiong
bergerak cepat dengan Kiu Kiong san Tian Pou. Maka seketika Tio Cie Hiong menghilang dari
hadapan gadisJepang itu
"Eeeh?" Michiko terperangah. "Kok hilang?"
"Adik, dia berada di belakangmu." Yasuki Nichiba memberitahukan.
Michiko sebera mengayunkan gulingnya ke belakang menyerang Tio Cie Hiong namun Tio cie
Hiong sudah tidak berada di situ, melainkan di depan gadis Jepang itu. "Hebat Hebat" seru Yasuki
Nichiba. "sungguh cepat gerakanmu"
Tio Cie Hiong tersenyum. Michiko membalikkan badannya dan tampak cemberut seperti anak
kecil. "Engkau jahat Engkau jahat" Mendadak Michiko menyerangnya lagi dengan sulingnya.
Kali ini Tio Cie Hiong tidak berkelit, melainkan tetap berdiri di tempat sambil tersenyum-senyum.
Michiko terkejut. la ingin menarik serangannya, tetapi sudah terlambat. sedangkan Yasuki
Nichiba berteriak kaget.
TUk TUk TUk ujung suling itu menotok badan Tio Cie Hiong beberapa kali. "Auuuh Jerit Michiko
terkejut, sebab sulingnya sudah terlepas dari tangannya.
"Maaf" ucap Tio Cie Hiong, lalu memungut suling itu, untuk dikembalikan kepada gadis Jepang
itu. "Terima kasih" ucap Michiko sambil membungkukkan badannya.
"sama-sama." Tio Cie Hiong juga membungkukkan badannya.
"Ha ha ha" Yasuki Nichiba tertawa gelak. "Rasakan Engkau terlampau nakal, sembarangan
menyerang"
"Tio Cie Hiong" Michiko menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Engkau memang hebat, aku
semakin tertarik kepadamu."
"Maaf, Nona Michiko" ucap Tio Cie Hiong.
"Tidak apa-apa." Michiko tersenyum, "Jangan kaupanggil aku nona, lebih baik panggil saja Adik
Michiko" "Baik, Adik Michiko"
"Jadi...." Michiko tersenyum manis. "Aku harus memanggilmu Kakak Tio."
"Ha ha ha" Yasuki Nichiba tertawa gembira. "Tidak disangka kami sudah punya kawan Terima
kasih" "Aku senang berkawan dengan kalian." Tio Cie Hiong juga tertawa gembira.
"Lebih baik kita duduk-duduk di bawah pohon" ajak Yasuki Nichiba. Mereka lalu duduk di bawah
sebuah pohon. "Kenapa kalian datang di Tionggoan?" tanya Tio Cie Hiong kepada Yasuki Nichiba.
"Terus terang, kami sedang memburu beberapa penjahat yang kabur ke Tionggoan." Yasuki
Nichiba memberitahukan. "Mereka berlima dari aliran Ninja diJepang, telah banyak melakukan
kejahatan. Maka guru kami ingin membunuh mereka, tapi mereka cepat kabur dengan kapal layar
ke Tionggoan. Karena itu, guru kami menugaskan kami untuk memburunya."
Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Bagaimana kepandaian mereka?"
"sangat tinggi," jawab Michiko "Tapi biar bagaimana pun, kami harus menangkap mereka hidup
atau mati."
"Aliran Ninja memiliki semacam ilmu yang istimewa," sambung Yasuki Nichiba memberitahukan.
"Yaitu ilmu menelusup ke dalam tanah, bahkan bisa bergerak cepat di dalam tanah."
Tio Cie Hiong tertegun dan bertanya sungguh-sungguh. "Apakah kalian mamcu mengalahkan
mereka?"
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Belum tentu," sahut Yasuki Nichiba. "Tapi bagi kami para pendekar Jepang, lebih baik mati
daripada menyerah."
"Bagus" Tio Cie Hiong manggut-manggut. " itulah pendekar sejati"
"Guru kami pernah memberitahukan, bahwa di Tionggoan ini terdapat beberapa partai besar,
yaitu partai siauw Lim, Butong, Kun Lun dan partai lainnya. Engkau berasal dari partai mana?"
"Aku tiada hubungan dengan partai-partai itu, sebab aku belajar ilmu silat dari sebuah kitab."
Yasuki Nichiba manggut-manggut dan melanjutkan. "Guru kami juga memberitahukan, bahwa
diTionggoan ini terdapat golongan hitam dan putih, juga terdapat pendekar pembela kebenaran.
Engkau tentunya pendekar pembela kebenaran."
"Yaaah..." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Kini rimba persilatan Tionggoan dilanda
bencana. Para ketua tujuh partai telah ditangkap oleh seorang berkepandaian tinggi. Aku justru
sedang mencari mereka."
"Kalau begitu...." Yasuki Nichiba menggeleng-gelengkan kepala. "Rimba persilatan di sini sama
seperti rimba persilatan Jepang. Ketua aliran Ninja selalu menimbulkan bencana, karena itu, guru
kami terpaksa bertindak."
"Bagaimana kepandaian ketua aliran Ninja?"
"Tinggi sekali. Guru kami memburunya, dan kami ditugaskan untuk memburu kelima Ninja yang
kabur ke Tionggoan."
"ohya, kalian mau tinggal di mana?"
"Di penginapan. "
"Aku sekarang sedang menuju markas pusat Kay Pang, bagaimana kalau kalian ikut aku ke
sana?" "Apakah tidak merepotkanmu?"
"Tentu tidak."
"Kay Pang itu partai apa?" tanya Michiko.
"Kay Pang adalah partai Pengemis. Para anggotanya harus berpakaian compang-camping." Tio
Cie Hiong memberitahukan. "Tetua dan ketua Kay Pang juga telah hilang."
"Kenapa bisa hilang?" Michiko bingung. "Apakah mereka punya ilmu menghilang?"
"Maksudku...." Tio cie Hiong tersenyum, karena gadis Jepang itu salah tanggap. "Maksudku
mereka telah ditangkap orang."
"Oh?" Yasuki Nichiba menatapnya. "Apakah engkau punya hubungan dengan partai Pengemis?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?"
"Baiklah." Yasuki Nichiba manggut-manggut.
"Michiko naik kuda, kita berdua berjalan kaki," ujar Tio Cie Hiong. "Nanti sampai di desa, barulah
kita membeli dua ekor kuda lagi."
"Lebih baik kuda itu dituntun, sebab aku lebih senang berjalan kaki bersamamu," ujar Michiko
sambil menatapnya dengan mata berbinar-binar.
Diam-diam Tio Cie Hiong menghela nafas. Gadis Jepang itu memang cantik sekali, tapi ia tidak
akan tertarik kepadanya, sebab cintanya hanya untuk Lim Ceng Im. Maka ia mengambil keputusan,
harus berterus terang kepadanya.
Tio Cie Hiong sudah tiba di markas pusat Kay Pang. Para anggota Kay Pang menyambutnya
dengan penuh kegirangan. Namun mereka juga merasa heran karena Tio Cie Hiong datang
bersama dua orang asing.
"Aku perkenalkan Dua orang ini adalah Yasuki Nichiba dan Michiko dariJepang" seru Tio Cie
Hiong. "Selamat datang" seru para anggota Kay Pang serentak.
"Selamat bertemu kawan-kawan" sahut Yasuki Nichiba sambil tersenyum. "Aku gembira sekali
bertemu dengan kalian"
"Mari kita masuk" Tio Cie Hiong mengajak mereka masuk.
Tampak seorang pengemis tua berhambur ke luar menyambut kedatangan Tio Cie Hiong. la
tertegun ketika melihat kedua orang asing itu.
"Pek Ih sin Hiap. siapakah mereka?" tanyanya.
"Mereka adalah Yasuki Nichiba dan Michiko." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Pendekar dari
Jepang." "Selamat datang" sai Pi Lo Kay (Pengemis Tua Hidung singa), anggota Kay Pang peringkat
ketujuh itu segera menjura memberi hormat.
"Selamat bertemu" sahut Yasuki Nichiba dan Michiko serentak sambil membungkukkan badan.
"Silakan duduk" ucap sai Pi Lo Kay.
Tio Cie Hiong, Yasuki Nichiba dan Michiko lalu duduk. Kemudian seorang pengemis segera
menyuguhkan minuman.
"Lo Kay sementara ini mereka tinggal di sini, jadi mereka tamu kita." ujar Tio Cie Hiong.
"Ya." Sai Pi Lo Kay mengangguk. kemudian wajahnya tampak murung. "Kiu Ci Cui Kay telah
mati." "Aku tahu itu...." Tio Cie Hiong menghela nafas, lalu menutur tentang kejadian itu.
"syukurlah engkau bisa kembali dengan selamat Padahal suku Miauw sangat membenci orang
Tionggoan," ujar sai Pi Lo Kay dan melanjutkan. "Terus terang, kami belum memperoleh berita
mengenai Bu Lim Ji Khie, Tok Pje sin wan dan ketua."
"Menurutku, Lim Ceng Im pasti diculik oleh penculik yang sama. Hanya saja kita tidak tahu apa
tujuannya menculik mereka."
"Belum lama ini telah muncul Bu Tek Pay, siapa yang berani menentang, pasti dibunuh." ujar sai
Pi Lo Kay. "Aku telah bertemu dengan para anggota Bu Tek Pay..." tutur Tio Cie Hiong lalu bertanya. "Lo
Kay tahu siapa ketua Bu Tek Pay itu?"
"Tidak tahu." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala. "Tapi kemungkinan besar ketua partai itu
yang melakukan penculikan."
"Dugaan Lo Kay memang masuk akal." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Apakah Lo Kay tahu di
mana markas Bu Tek Pay?"
"Tidak tahu." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala lagi. "Aku akan menyuruh beberapa orang
menyelidikinya."
"Oh ya Tugaskan juga beberapa orang untuk menyelidiki lima Ninja dari Jepang Mereka
penjahat yang kabur ke Tionggoan." ujar Tio Cie Hiong.
"Ninja" Apa itu Ninja?" tanya sai Pi Lo Kay.
"Aliran yang sangat terkenal diJepang." Yasuki Nichiba memberitahukan. "Mereka berpakaian
serba hitam dan kepalanya ditutup dengan kain hitam pula."
"Baiklah." sai Pi Lo Kay mengangguk. "Aku akan menyuruh beberapa orang untuk menyelidiki
Ninja Jepang itu"
"Terima kasih" ucap Yasuki Nichiba. "Kalian sangat baik terhadap kami."
"sama-sama," sahut sai Pi Lo Kay sambil tersenyum.
Malam harinya, Tio Cie Hiong, Yasuki Nichiba dan Michiko duduk-duduk di halaman. sesaat
kemudian, Michiko mengeluarkan sulingnya, sekaligus meniupnya.
Tio Cie Hiong mendengarkan dengan penuh perhatian. Michiko meniup sulingnya sambil
menatap Tio Cie Hiong dengan mata berbinar, ternyata gadis Jepang itu meniup sebuah lagu
percintaan Jepang .
Berselang beberapa saat, barulah Michiko berhenti meniup sulingnya lalu tersenyum pada Tio cie
Hiong. "Aku tidak menyangka kalau engkau mahir meniup suling. sungguh merdu dan sedap didengar"
ujar Tio cie Hiong sambil tersenyum.
"Terima kasih atas pujianmu" ucap Michiko girang karena Tio Cie Hiong memujinya, sehingga
hatinya berbunga-bunga.
"Apakah engkau bisa meniup suling?" tanya Yasuki Nichiba.
Tio Cie Hiong mengangguk, kemudian mengeluarkan suling kumalanya, dan mulailah ia meniup
meniru irama suling Michiko tadi.
seketika gadis Jepang itu terbelalak. sebab suara suling Tio cie Hiong lebih merdu dan lebih
sedap didengar. Begitu pula Yasuki Nichiba, sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong
begitu mahir meniup suling.
Tak seberapa lama kemudian, Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya.
"Jangan mentertawakan aku, karena aku masih kurang bisa meniup dengan irama itu" ujarnya
kemudian sambil tersenyum.
" Kakak Tio...." Michiko menatapnya dengan penuh rasa cinta. " Engkau memang pemuda
istimewa" "Aku tidak memiliki keistimewaan apa pun." Tio cie Hiong tersenyum.
"Senjataku adalah suling. Apakah senjatamu juga suling itu?" tanya Michiko
"Boleh dikatakan begitu, sebab aku bisa menggunakan senjata apa pun," sahut Tio Cie Hiong.
Michiko semakin kagum. "Aku tahu engkau berkepandaian tinggi Bersediakah engkau memberi
petunjuk kepadaku" " Tio cie Hiong tampak ragu.
"Berilah dia petunjuk" desak Yasuki Nichiba sambil tertawa. "Kalau tidak, dia pasti kecewa."
Tio cie Hiong berpikir sejenak, kemudian berkata sungguh-sungguh.
"Kalau begitu, perlihatkaniah ilmu sulingmu"
"Baik," Michiko bangkit berdiri, lalu menggerakkan sulingnya.
Tio Cie Hiong terus memperhatikan gerakan-gerakan suling itu Gerakannya memang cukup
hebat dan lihay, namun masih terdapat kekurangan. Karena itu, Tio Cie Hiong mulai meniup suling
kumalanya. Michiko tampak tertegun ketika mendengar suara suling Tio cie Hiong. la lalu menggerakgerakkan
sulingnya mengikuti irama suara suling kumala Tio Cie Hiong, sehingga tampak indah
sekali. Yasuki Nichiba terbelalak menyaksikannya, sebab gerakan-gerakan suling Michiko berubah
begitu lemas tapi lihay sekali. Pemuda Jepang itu pun tahu, bahwa Tio cie Hiong sedang memberi
petunjuk kepada adiknya melalui irama suara suling.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio cie Hiong berhenti, dan Michiko pun berhenti.
Gadis Jepang itu menghampiri Tio Cie Hiong dengan tatapan mesra, lalu membungkukkan
badannya memberi hormat.
"Terima kasih" ucapnya lembut.
"sama-sama," sahut Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" Yasuki Nichiba tertawa gembira. "Kalian berdua memang merupakan pasangan yang
serasi" "Aku...." Diam-diam Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Tio Cie Hiong" Yasuki Nichiba memandangnya. "Aku juga ingin mohon petunjuk."
Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
" Engkau tidak sudi memberi petunjuk kepadaku" Wah Aku jadi ngiri Engkau memberi petunjuk
kepada adikku, tapi tidak mau memberi petunjuk kepadaku. Itu tidak bijaksana."
"Yasuki...."
"Berilah aku petunjuk" desak pemuda Jepang itu sambil berjalan ke tengah-tengah halaman,
talu mempertunjukkan ilmu pedangnya.
Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan penuh perhatian.
"Bagaimana menurutmu mengenai ilmu pedang kakakku?" bisik gadisJepang itu sambil
meliriknya. "Lihay dan hebat. Tapi...."
" Kenapa?"
"Ada kekurangannya." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Gerakan pedangnya terlampau banyak
memancing musuh, sedangkan kalau musuh terpancing, maka dia akan menggunakan pedang
pendek yang di pinggangnya."
" Engkau kok tahu kakakku akan menggunakan pedang pendeknya itu?" tanya Michiko heran.
"Itu berkaitan dengan ilmu pedangnya." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku akan memperlihatkan
gerakan sulingku, dan engkau harus perhatikan baik-baik"
"Ya." Michiko mengangguk.
Tio Cie Hiong mendekati Yasuki Nichiba. Begitu melihat Tio Cie Hiong mendekatinya, Yasuki
Nichiba tersenyum. "Awas seranganku Hiyaaat" serunya.
Yasuki Nichiba benar-benar menyerang Tio Cie Hiong. Tio Cie Hiong tersenyum, sambil
mengayunkan suling kumalanya untuk menangkis, lalu balas menyerang.
Yasuki Nichiba langsung mundur dua langkah, kemudian kembali maju menyerang lagi dengan
gerak tipu. Tio Cie Hiong sudah tahu, maka diam saja. Ketika pedang Yasuki Nichiba mengarah ke
pinggangnya, barulah ia menggerakkan suling kumalanya. Di saat bersamaan mendadak tangan kiri
Yasuki Nichiba mencabut pedang pendek yang terselip di pinggangnya, lalu digerakkan dengan
cepat untuk menyerang Tio cie Hiong.
Akan tetapi, Tio Cie Hiong bergerak lebih cepat sehingga tampak suling kumalanya berkelebat,
itulah jurus Cian In Giok siauw (Ribuan Bayangan suling Kumala).
"Trang Trang" serangan Yasuki Nichiba tertangkis, bahkan ujung suling kumala Tio Cie Hiong
telah menyentuh dada Yasuki Nichiba.
Hal tersebut membuat pendekar Jepang berdiri mematung, sebab gurunya pernah bilang, siapa
yang mampu mematahkan serangannya itu, berarti kepandaian orang itu telah mencapai tingkat
yang sangat tinggi.
"Maaf" ucap Tio Cie Hiong sambil menurunkan suling kumalanya.
"Engkau memang hebat luar biasa" Yasuki Nichiba menghela nafas. "Ilmu pedangku tak berarti
apa-apa bagimu."
"Jangan terlampau merendah, sesungguhnya ilmu pedang mu sangat hebat dan lihay. Hanya
saja...." Tio Cie Hiong tersenyum dan melanjutkan. "Mungkin selama ini engkau tidak pernah
menghadapi musuh tangguh, maka timbul pula rasa kesombonganmu."
"Benar." Yasuki Nichiba mengangguk.
"Itu tidak baik." Tio Cie Hiong menasehatinya. "sebab kesombongan adalah musuh berat dalam
diri kita, yang akan membuat diri kita jatuh."
"Ya." Yasuki Nichiba mengangguk lagi. "Aku pasti ingat akan nasihatmu, terima kasih"
"Kakak Tio...." Michiko memandangnya dengan wajah berseri-seri. "Engkau adalah pemuda
idaman hatiku."
"Adik Michiko...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa, Kakak Tio?" Tanya Michiko lembut. "Apakah engkau tidak tertarik kepadaku?"
"sesungguhnya aku sangat tertarik kepadamu...," jawab Tio Cie Hiong agar tidak menyinggung
perasaan gadis Jepang itu. "Tapi aku sudah mempunyai calon isterl."
Michiko tampak kecewa, kemudian tanyanya. "siapa calon isterimu?"
"Dia bernama Lim Ceng Im, putri ketua Kay Pang ini." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tapi...."
"Apakah dia juga diculik oleh penjahat itu?" tanya Michiko menduga.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dengan wajah murung. "Aku terus menerus mencarinya."
"Kakak Tio...." Michiko tersenyum. "Karena dia tidak ada, bukankah kita boleh bersenangsenang"
" "Adik Michiko" Tio cie Hiong tersenyum getir sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Itu tidak
baik, lagipula aku tidak mau menyeleweng di belakangnya. Engkau gadis Jepang yang baik, maka
harus bisa menjaga diri dan menjaga jarak terhadap kaum lelaki."
"Kakak Tio...." Michiko menundukkan kepala dan matanya tampak basah.
"Adik" Yasuki Nichiba memegang bahunya. "Apa yang dia katakan memang benar, janganlah
engkau merusak martabat gadis Jepang"
"Ya." Michiko mengangguk perlahan.
"Adik Michiko" Tio Cie Hiong tersenyum lembut. "Percayalah, kelak engkau pasti bertemu lelaki
idaman hatimu"
Gadis Jepang itu diam. Hatinya berduka sekali dan nyaris menangis di hadapan Tio Cie Hiong.
Yasuki Nichiba menggeleng-gelengkan kepala. Diam-diam ia pun merasa iba terhadap adiknya,
namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Bab 54 Lima Ninja dari Jepang
Wajah Bu Lim sam Mo tampak bengis sekali. Mereka bertiga menatap Tan Kok Yauw dengan
penuh kegusaran.
" Engkau memang gentong nasi" bentak Tang Hai Lo Mo. "Masa tidak mamcu menundukkan dua
orang Jepang itu Kalian telah mempermalukan Bu Tek Pay, maka kalian harus dihukum"
"Ampun, Ketua" ucap Tan Kok Yauw, kemudian memberitahukan. "sesungguhnya kami dapat
menundukkan mereka berdua, tapi...."
" Kenapa?" tanya Th ia n Mo marah.
" Karena mendadak muncul Pek Ih sin Hiap. maka kami segera meninggalkan tempat itu."
"Apa?" Bu Lim sam Mo tampak tersentak. "Muncul Pek Ih sin Hiap?"
"Ya." Tan Kok Yauw mengangguk.
"Hmm" dengus Tang Hai Lo Mo. "Dia memang mujur, tidak mati di daerah Miauw"
(Bersambung ke Bagian 32)
Jilid 32 "Lo Mo" Thian Mo sambil mengerutkan kening. "Tio cie Hiong betul-betul merupakan duri dalam
mata kita. Kalau kita tidak membunuhnya, dia pasti akan merintangi tujuan kita."
"Ha ha ha" Te Mo tertawa gelak. "Kita tidak perlu khawatir, sebab jantung hatinya telah berada
di tangan kita. Kalau dia berani macam-macam, kita bunuh saja jantung hatinya itu."
"Guru Sebelum gadis itu dibunuh, berikan saja dulu kepadaku, biar aku bersenang-senang
dengannya" ujar salah seorang pemuda yang berdiri di samping Te Mo.
"Engkau jangan cuma memikirkan itu, cobalah giat melatih ilmu-ilmu yang kami turunkan
kepadamu" sahut Tang Hai Lo Mo.
"Ya, Guru." Pemuda itu mengangguk.
Siapa pemuda itu" Dia ternyata Liu Siauw Kun. Ketika kepandaiannya dimusnahkan Tio cie
Hiong, setengah tahun kemudian ayahnya meninggal. Kebetulan pada waktu itu muncul seorang
tokoh tua dari golongan hitam di kota An Wie, yaitu Ang Bin Sat Sin (Algojo Muka Merah).
Liu Siauw Kun mengundangnya ke rumah. Undangan itu sangat menggembirakan Ang Bin Sat
Sin, yang lalu tinggal di situ dengan hidup senang, bahkan menerima Liu Siauw Kun sebagai murid.
Setiap malam tokoh tua golongan hitam itu menyalurkan lweekangnya ke
tubuh pemuda itu, agar urat yang putus pemuda itu tersambung kembali.
Memang di luar dugaan, ternyata Ang Bin sat sin adalah kawan Bu Lim sam Mo. oleh karena itu,
ia pun bergabung dengan Bu Lim sam Mo. Akhirnya Liu siauw Kun juga diterima sebagai murid, dan
sejak itu Bu Lim sam Mo mengajar Liu siauw Kun Hian Bun Kui Goan Kang Khi, maka urat Liu siauw
Kun yang putus itu tersambung kembali. Bu Lim sam Mo juga menurunkan ilmu-ilmu tingkat tinggi
kepadanya. setelah itu, Liu siauw Kun pergi membunuh Lim Hay Beng, suami Tan Li Cu.
"Tan Kok Yauw" bentak Tang Hai Lo Mo. "sekarang engkau boleh kembali ke tempatmu"
"Terima kasih, Ketua" Tan Kok Yauw segera meninggalkan ruang itu sambil menarik nafas lega.
Pada saat bersamaan, muncul Lie Kiat Houw kepala regu bendera Kuning. Ia memberi hormat
dan melapor. " Lapor kepada Ketua, Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng
telah memasuki Tionggoan."
Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening, lalu memandang Thian Mo dan Te Mo. "Bagaimana
menurut kalian, kita harus mengambil tindakan apa?"
"Tangkap mereka" sahut Thian Mo dan Te Mo serentak.
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ngmm" Tang Hai LoMo manggut-manggut, lalu memberi perintah kepada Lie Kiat Houw. "
Kalian harus dapat menangkap mereka"
"Ketua" Lie Kiat Houw menundukkan kepala. "Kepandaian mereka masih di atas kami."
"Ang Bin sat sin, engkau dan Liu siauw Kun menyertai mereka untuk menangkap orang-orang
itu" ujar Tang Hai Lo Mo. " Gunakan bom asap beracun agar mereka pingsan, jadi tidak perlu
membuang-buang waktu"
"Ya," sahut Ang Bin sat sin sambil memberi hormat, lalu mengajak Liu siauw Kun. setelah
mereka berangkat, Tang Hai Lo Mo tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha setelah kita menangkap mereka, barulah cari akal untuk menghadapi Tio Cie Hiong"
"Lo Mo" ujar Thian Mo. "Bukankah lebih baik kita langsung menghadapinya?"
"Kalau kita langsung menghadapinya, kita akan rugi," sahut Tang Hai Lo Mo memberitahukan.
"Sebab kepandaiannya sudah begitu tinggi, maka seandainya kita dapat mengalahkannya, diri
kita pun tidak akan terluput dari luka."
"Benar." Te Mo manggut-manggut. "Maka kita harus menghadapinya dengan akal."
"Apa akal kita?" tanya Thian Mo.
"Nanti kita pikirkan bersama. Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. Di saat bersamaan
muncul pula Kwee Tiong seng, kepala regu bendera hijau.
"Lapor kepada Ketua" Kwee Tiong seng memberi hormat. "Ada lima Ninja dari Jepang ingin
bertemu Ketua."
"Ninja dari Jepang?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening. "Mau apa Ninja- ninja itu datang di
Tionggoan?"
"Lo Mo Engkau tahu tentang Ninja itu?" tanya Thian Mo.
"Tahu." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Ninja tergolong aliran sesat di Jepang, namun
mereka berkepandaian tinggi dan memiliki semacam ilmu yang istimewa."
"Ilmu istimewa yang bagaimana?" tanya Te Mo tertarik.
"Ninja-ninja itu dapat menelusup ke dalam tanah, bahkan juga bisa menghilang dalam waktu
sekejap." jawab Tang Hai Lo Mo. "Tapi sungguh mengherankan, kenapa mereka muncul di
Tionggoan dan ingin bertemu kita?"
"Bagaimana kalau kita suruh mereka menghadap kita?" tanya Thian Mo.
Tang Hai LoMo manggut-manggut dan memberi perintah kepada KweeTiong seng. " undang
mereka masuk"
"Ya, Ketua." Kwee Tiong seng memberi hormat, lalu berjalan ke luar. sesaat kemudian ia sudah
kembali bersama lima orang berpakaian hitam dan memakai tutup kepala yang juga berwarna
hitam. "Kami lima Ninja dari Jepang memberi hormat pada ketua Bu Tek Pay" ucap kelima Ninja itu
serentak. "Kami terima hormat kalian," sahut Tang Hai Lo Mo.
"Terima kasih" ucap mereka berlima.
"Buka kain penutup kepala kalian" ujar Thian Mo.
"Maaf" sahut salah seorang dari mereka. "Kami ke mari ingin bergabung, maka kami akan
membuka kain penutup kepala kami setelah kami diterima." Bu Lim sam Mo saling memandang,
kemudian mereka bertiga manggut-manggut.
"Baik," ujar Tang Hai Lo Mo. "Kalian kami terima."
"Terima kasih" ucap kelima Ninja itu, lalu masing-masing membuka kain penutup kepalanya.
Ternyata kelima Ninja itu masih muda. Bu Lim Sam Mo menatap mereka dengan tajam sekali.
" Kenapa kalian mau bergabung dengan kami" tanya Thian Mo.
"sebab aliran kami di Jepang telah terdesak. maka guru kami menyuruh kami berangkat ke
Tionggoan." salah seorang Ninja memberitahukan.
" Kenapa guru kalian tidak datang bersama kalian?" tanya Te Mo.
"Guru kami sedang berupaya menghindari seorang pendekar tua di Jepang, mungkin guru -kami
akan memperdalam ilmunya di suatu tempat. Karena itu, kami segera berangkat ke Tionggoan,"
jawab salah seorang Ninja.
"Cara bagaimana kalian tahu tentang Bu Tek Pay?" Tanya Tang Hai Lo Mo.
"Kami berlima bertemu Kwee Tiong seng. Dia menanyakan asal-usul kami. Kami berterus terang,
dia mengajak kami bergabung dengan Bu Tek Pay. Kami tertarik, maka dia bawa kami ke mari.
Tapi...." " Kenapa?"
"Dia bilang kepandaian kalian bertiga sangat tinggi, jadi...."
" Kalian ingin menyaksikan kepandaian kami" tanya Tang Hai Lo Mo sambil tertawa gelak.
"Ya." Kelima Ninja itu mengangguk. "Kalau tidak. bagaimana mungkin kami akan merasa
takluk?" "Baik." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Thian Mo, perlihatkan kepandaianmu kepada
mereka" " Ya." Thian Mo mengangguk. lalu berjalan ke tengah-tengah ruangan. " Kalian berlima boleh
menyerangku dengan senjata apa pun."
Kelima Ninja saling memandang, kemudian mereka berteriak keras sambil menyerang Thian Mo
dengan pukulan.
Thian Mo tidak berkelit, namun mendadak mengibaskan lengan jubahnya. Seketika kelima Ninja
terpental beberapa langkah.
Mereka terkejut, saling memandang dan mendadak menyerang Thian Mo dengan berbagai
senjata rahasia.
Thian Mo tertawa panjang, lalu mengibaskan lengan jubahnya sekaligus menggulungnya. semua
senjata rahasia itu tergulung ke dalam lengan jubahnya. Bukan main terkejutnya kelima Ninja itu.
Thian Mo lalu menggerakkan lengan jubahnya ke atas, maka semua senjata itu meluncur ke atas
dan menancap di langit-langit ruangan.
Kelima Ninja itu terbelalak menyaksikannya, dan kini mereka berlima baru yakin akan
kepandaian Bu Lim sam Mo. Maka cepat- cepatlah mereka membungkukkan badannya memberi
hormat kepada Thian Mo.
"Kami berlima takluk." ucap mereka.
"Ha ha ha" Thian Mo tertawa sambil kembali ke tempat duduknya.
Tang Hai Lo Mo menatap mereka seraya bertanya. "Kalian kenal sepasang pendekar dari
Jepang?" "Sepasang pendekar dari Jepang?" Kelima Ninja itu tampak terkejut. "Seorang pemuda dan
seorang gadis" Pemuda itu menggunakan pedang samurai, gadis itu menggunakan suling?"
"Ya," sahut Tang Hai Lo Mo. "Apakah mereka berdua kawan kalian?"
"Bukan. Mereka berdua musuh kami." Salah seorang Ninja memberitahukan. "Ternyata mereka
sudah tiba di Tionggoan juga"
"siapa sebetulnya mereka itu?" tanya Te Mo.
"Mereka berdua kakak beradik, Yasuki Nichiba dan Michiko. Mereka memburu kami."
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. " Kalian berlima takut kepada mereka?"
"Kami justru ingin membunuh mereka," sahut salah seorang Ninja. "Maaf, apakah Ketua tahu
mereka berada di mana" Kami akan ke sana membunuh mereka."
"Mereka pasti berada di markas pusat Kay Pang," ujar Tang Hai Lo Mo dan menambahkan. "Aku
akan menyuruh seseorang untuk mengantar kalian ke sana."
"Terima kasih"
Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "sekarang kalian boleh ke kamar untuk beristirahat dulu."
"Terima kasih"
"Kwee Tiong seng" seru Thian Mo.
"Ya, Ketua." Kwee Tiong segera menghadap
Bu Lim sam Mo lalu memberi hormat. "Aku siap terima perintah."
"Antar kelima Ninja itu ke kamar" perintah Thian Mo.
"Ya, Ketua." Kwee Tiong seng segera mengantar kelima Ninja itu ke kamar.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Tio cie Hiong pasti berada di markas pusat Kay
Pang, dan sepasang pendekar Jepang itu pun pasti berada di sana. suruh seseorang untuk
mengantar kelima Ninja itu ke sana Tentunya Tio Cie Hiong akan turut campur, maka sudah barang
tentu menanamkan permusuhan dengan guru kelima Ninja itu Ha ha ha"
"Benar." Thian Mo dan Te Mo juga tertawa gelak.
Ketika hari mulai senja, Tio Cie Hiong mengajak Yasuki Nichiba dan Michiko ke halaman. Mereka
bertiga lalu duduk-duduk di bawah pohon sambil bercakap-cakap.
Beberapa anggota Kay Pang telah menyelidiki Ninja-ninja itu, tapi tidak menemukan jejak. Tio
Cie Hiong mengerutkan kening. "Mungkinkah mereka belum tiba di Tionggoan?"
"Tidak mungkin. sebab mereka berangkat duluan," sahut Yasuki Nichiba.
"Kalau begitu memang mengherankan." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Tio, apakah calon isterimu sudah ada kabar beritanya?" tanya Michiko mendadak.
"Belum." Tio Cie Hiong menghela nafas. "Tapi aku yakin, dia pasti masih hidup dan...."
Mendadak kening Tio Cie Hiong tampak berkerut-kerut. Yasuki Nichiba dan Michiko menatapnya
dengan heran. "Ada apa?" tanya mereka serentak.
"Aku mendengar suara di dalam tanah," sahut Tio Cie Hiong. "Entah apa itu?"
"Suara di dalam tanah?" Yasuki Nichiba terkejut. "Mungkin suara Ninja. Kita harus berhati-hati"
Mereka bertiga langsung bangkit berdiri. Di saat bersamaan, mendadak dari dalam tanah muncul
lima sosok bayangan. Tidak salah. Lima sosok itu memang Ninja.
Yasuki Nichiba membentak. dan kelima Ninja itu menyahut. Tio Cie Hiong tidak mengerti, sebab
mereka menggunakan bahasa Jepang.
Michiko maju beberapa langkah sambil mengeluarkan sulingnya, sedangkan Tio Cie Hiong tetap
berdiri di tempat.
Kelima Ninja mulai menghunus senjata ma-sing-masing, begitu pula Yasuki Nichiba. "Hiyaaat"
teriak kelima Ninja sambil menyerang Yasuki Nichiba dan Michiko
Terjadilah pertarungan dahsyat di antara mereka, yang disertaipula dengan suara teriakanteriakan.
Berselang beberapa saat kemudian, Yasuki Nichiba dan Michiko tampak mulai keteter, sebab
kelima Ninja bertarung dengan cara yang luar biasa, yaitu menelusup ke dalam tanah laiu muncul
dan mendadak menyerang Yasuki Nichiba serta Michiko Bahkan kadang-kadang kalima Ninja itu
melempar semacam bom asap. lalu menghilang.
Tio Cie Hiong terus memperhatikan cara-cara kelima Ninja itu bertarung. Ketika Yasuki Nichiba
dan Michiko mulai di bawah angin, Tio Cie Hiong membentak keras.
"Berhenti" suara bentakannya sangat mengejutkan kelima Ninja, sehingga mereka langsung
berhenti bertarung. Begitu pula Yasuki Nichiba dan Michiko
"siapa kau?" bentak salah seorang Ninja dengan bahasa Han. "engkau berani mencampuri
urusan kami?"
"Aku boleh dikatakan majikan di tempat ini, maka aku berhak menyuruh kalian berhenti
bertarung Kalian berlima penjahat dari Jepang, sedangkan di sini Tionggoan, maka aku berhak
turut campur"
"Kami memang Ninja dari Jepang, tapi kini sudah bergabung dengan Bu Tek pay Kalau engkau
turut campur, berarti akan menjadi musuh Bu Tek Pay" ujar salah seorang Ninja.
"Kalian tahu siapa ketua Bu Tek Pay itu?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Kami tidak tahu, tapi kepandaian mereka tinggi sekali" sahut salah seorang Ninja.
"Mereka?" Tio Cie Hiong tertegun. "Berarti lebih dari satu orang, bukan?"
"Benar"
"Tiga orang?"
"Apakah mereka Bu Lim sam Mo?"
"Kami tidak tahu" bentak salah seorang Ninja. "sudahlah Engkau tidak usah banyak bertanya
dan jangan campur urusan ini ohya Apakah engkau Pek Ih sin Hiap?"
"Betul" Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kebetulan sekali" Kelima Ninja itu tertawa. "Ketua Bu Tek Pay juga menyuruh kami membunuh
mu" Tio Cie Hiong tertawa dingin. "Kalau begitu, cobalah kalian turun tangan membunuhku"
"Serang" teriak salah seroang Ninja dan langsung menyerang Tio Cie Hiong. Kemudian yang lain
juga ikut menyerang.
Tio Cie Hiong tertawa, dan tiba-tiba badannya bergerak lalu seketika juga lenyap dari hadapan
mereka. Kelima Ninja itu terkejut sekali, karena Tio cie Hiong sudah berdiri di belakang mereka.
"Hiyaaat" Kelima Ninja itu mulai menyerang lagi.
Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya, seketika kelima Ninja itu terpental beberapa depa.
Bukan main terkejutnya kelima Ninja itu, mereka berlima saling memandang, kemudian
mendadak melemparkan bom asap. Tio Cie Hiong tetap berdiri di tempat, namun begitu asap bom
itu sirna, kelima Ninja itu tak kelihatan lagi.
sesaat kemudian, kelima Ninja itu muncul dari dalam tanah dan langsung menyerang Tio Cie
Hiong dengan berbagai macam senjata rahasia. Akan tetapi, di saat bersamaan badan Tio Cie
Hiong bergerak laksana kilat dengan gerakan Kiu Kiong san Tian Pou, sekaligus menyerang dengan
ilmu Bit Ciat sin Ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian), menggunakan jurus Cian cisoh Te (Ribuan
Jari Menyapu Bumi). "Aaaakh Aaaakh" Terdengar suara jeritan yang susul menyusul.
Dalam waktu sekejap, kelima Ninja itu telah terkapar dengan mulut mengeluarkan darah, dan
kepandaian mereka pun telah musnah. "Terima kasih atas bantuanmu" ucap Yasuki Nichiba.
"sama-sama," sahut Tio Cie Hiong dan memberitahukan. "Kini kepandaian mereka telah
musnah, maka tidak bisa melakukan kejahatan lagi."
Yasuki Nichiba terbelalak lalu mendekati kelima Ninja itu dan membentak dengan bahasa
Jepang. Kelima Ninja Jepang itu diam saja, namun memandang Tio Cie Hiong dengan penuh
dendam dan kebencian.
" Kakak Tio" Michiko menatap Tio Cie Hiong dengan kagum. "Kini baru terbuka mataku,
kepandaianmu memang tinggi sekali. Guru kami juga masih bukan tandinganmu."
Tio Cie Hiong hanya tersenyum. Michiko menundukkan kepala, diam-diam merasa sayang,
karena Tio Cie Hiong sudah mempunyai calon isteri, seandainya belum.... Akhirnya gadis Jepang
itu menghela nafas.
"cie Hiong" Yasuki Nichiba mendekatinya seraya berkata. "Besok pagi kami akan bawa mereka
kembali ke Jepang."
"Kakak...." Michiko terkejut. "Besok pagi kita akan kembali ke Jepang?"
"Ya." Yasuki Nichiba mengangguk.
"Kakak, apakah tidak bisa menunggu beberapa hari lagi?" Michiko merasa berat sekali berpisah
dengan Tio cie Hiong.
"Adik" Yasuki Nichiba tahu bagaimana perasaan adiknya, tapi Tio Cie Hiong sudah mempunyai
calon isteri, maka tidak baik adiknya lama-lama di situ.
" Tugas kita telah usai, maka kita harus segera membawa mereka kembali ke Jepang."
"Kakak...." Michiko menundukkan kepala.
"Adik Michiko" Tio Cie Hiong memegang bahunya. "Aku tahu bagaimana perasaanmu
terhadapku, dan aku merasa beruntung sekali. Tapi engkau harus tahu, bahwa aku sudah
mempunyai calon isteri."
"Kakak Tio..." Michiko menangis terisak-isak.
"Jangan menangis" ujar Tio Cie Hiong. " Kelak engkau pasti akan bertemu pemuda yang ideal,
percayalah"
" Kakak Tio...." Air mata Michiko mulai berderai. "Besok pagi kita akan berpisah. Entah kapan
kita akan bertemu kembali?"
Tampak dua ekor kuda berlari tidak begitu kencang di sebuah jalan sepi, dan terdengar pula
suara tawa riang gembira. Mereka ternyata dua pasang suami isteri, yaitu Lam Kiong Bie Liong,
Toan Pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng.
" Kakak Kie Entah Kakak Hiong sudah menikah dengan Kakak Im belum?" tanya Gouw sian Eng
sambil tersenyum.
"Entahlah. Mungkin belum, sebab aku yakin mereka sedang menunggu kedatangan kita," sahut
Toan wie Kie. "Mereka berdua merupakan pasangan yang serasi."
"Kita berdua juga merupakan pasangan yang serasi, bukan?"
"Idiiih"
Tiba-tiba di hadapan mereka muncul belasan orang, maka segeralah mereka menghentikan
kudanya. "siapa kalian?" bentak Lam Kiong Bie Liong. "Kenapa kalian menghadang perjalanan kami?"
"Ha ha ha" Terdengar suara tawa yang keras. "Aku Ang Bin sat sin, pelindung Bu Tek Pay"
"Ang Bin sat sin?" Lam Kiong Bie Liong tertegun. "Partai Tanpa Tanding?"
"Betul" Ang Bin sat sin tertawa lagi. "Kini rimba persilatan telah dikuasai oleh Bu Tek Pay"
" omong kosong" bentak Lam Kiong Bie Liong.
"Hm" dengus Ang Bin sat sin. " untuk apa aku omong kosong, justru Ketua Bu Tek Pay
mengutus kami membawa kalian ke markas"
Lam Kiong Bie Liong tertawa dingin. " Jadi kalian ingin menangkap kami?"
"Tidak salah" sahut Ang Bin sat sin.
Lam Kiong Bie Liong memandang Toan wie Kie, kemudian mereka semua meloncat turun
daricunggung kuda.
"cianpwee" ujar Toan wie Kie sopan. "Kita tidak bermusuhan, kenapa kalian ingin menangkap
kami?" " Itu perintah ketua Bu Tek Pay" sahut Ang Bin sat sin memberitahukan. "Bu Lim Ji Khie, TUi
Hun, Lojin, Lam Kiong Hujin, Gouw Han Tiong, Lim Ceng Im, ketua Kay Pang dan para ketua tujuh
partai telah kami tangkap semua, jadi lebih baik kalian ikut kami secara baik-baik"
"Apa?" Lam Kiong Bie Liong dan Gouw Sian Eng tidak percaya.
"Lam Kiong Bie Liong Gouw sian Eng orang tua kalian memang telah ditangkap. dan kini
dikurung di markas Bu Tek Pay" ujar Ang Bin sat sin.
"omong kosong" bentak Lam Kiong Bie Liong. " Kalau begitu, di mana Tio Cie Hiong?"
"Dia berada di markas pusat Kay Pang, tapi tidak tahu tentang itu setelah kami menangkap
kalian, barulah kami akan menghadapi Tio Cie Hiong" ujar Ang Bin sat sin sungguh-sungguh .
"Hm" dengus Lam Kiong Bie Liong sambil menghunus gedangnya. "Kau kira gampang
menangkap kami?"
Mendadak Ang Bin sat sin melempar beberapa buah bom asap yang mengandung racun, dan
seketika juga asap beracun itu mengebul.
Lam Kiong Bie Liong dan lainnya terbatuk-batuk beberapa kali, kemudian terkulai pingsan.
"Ha ha ha" Ang Bin sat sin tertawa dan lalu memberi perintah. "Ikat mereka dan bawa ke
markas" "Ya." Para anggota Bu Tek Pay segera mengikat Lam Kiong Bie Liong dan lainnya,lalu membawa
mereka ke markas. sedangkan Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun terus tertawa gelak.
suasana di ruang depan markas Bu Tek Pay hening sekali. Ketika itu Bu Lim sam Mo duduk di
situ dengan wajah tak sedap dipandang. Di hadapan mereka tampak berdiri Lauw Liang Hauw,
kepala regu bendera hitam Bu Tek Pay.
"Jadi Tio cie Hiong yang merobohkan kelima Ninja itu?" tanya Tang Hai Lo Mo dengan kening
berkerut. "Ya, Ketua," jawab Lauw Liang Hauw dan menambahkan. "Kelima Ninja itu telah dibawa ke
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jepang pagi ini."
"Tio Cie Hiong" geram Tang Hai Lo Mo sambil berkertak gigi. "suatu saat aku pasti akan
memusnahkan kepandaianmu"
"Lo Mo" Thian Mo tertawa. " Kenapa harus memusingkan itu" Mereka Ninja- ninja dari Jepang,
boleh dikatakan tiada hubungan apa-apa dengan kita."
"Memang Tapi...." Tang Hai Lo Mo berkertak gigi lagi. "Mereka berlima sudah bergabung dengan
kita, berarti anggota kita pula. Tio Cie Hiong merobohkan mereka, itu merupakan suatu penghinaan
bagi Bu Tek Pay"
"Tenang, Lo Mo" ujar Te Mo sambil tertawa. "setelah Ang Bin sat sin menangkap Lam Kiong Bie
Liong dan lainnya, barulah kita mencari akal untuk menghadapi Tio Cie Hiong." Tang Hai Lo Mo
manggut-manggut.
Pada saat bersamaan, muncullah Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun dengan wajah ceria.
" Lapor kepada Ketua" ujar Ang Bin sat sin sambil memberi hormat. "Kami telah berhasil
menangkap Lam Kiong Bie Liong dan lainnya."
"Bagus Bagus Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa terbahak-bahak. "Apakah Ban Tok shia Cun
sudah memberi minum mereka racun pelemah badan?"
"Sudah," sahut Ang Bin sat sin dan menambahkan. "Mereka juga telah dimasukkan ke dalam
kurungan."
"Bagus" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Kalian duduklah"
"Terima kasih, Ketua" ucap Ang Bin sat sin, lalu duduk di kursi. Begitu pula Liu siauw Kun.
"Kini mereka telah kita tangkap." ujar Thian Mo. "Bagaimana akal kita menghadapi Tio Cie
Hiong?" "Aku pikir..." sahut Tang Hai Lo Mo. "Bu Tek Pay yang kita dirikan ini masih kurang kuat, maka
kita harus mengundang beberapa tokoh tua dari golongan hitam untuk memperkuat partai kita ini."
"Lo Mo, kita harus mengundang siapa?" tanya Te Mo.
"Tokoh tua golongan hitam yang berkepandaian paling tinggi adalah Kwan Gwa siang Koay
(sepasang siluman Luar Perbatasan)." Tang Hai Lo Mo memberitahukan.
" Kedua siluman itu?" Thian Mo dan Te Mo tampak terkejut. "sudah puluhan tahun mereka
berdua mengundurkan diri dari rimba persilatan, lagipula belum tentu mereka masih hidup,"
"Aku mau berangkat ke Kwan Gwa. Kalau kedua siluman itu masih hidup, aku akan mengundang
mereka ke mari untuk diangkat menjadi wakil ketua. Bagaimana menurut kalian berdua?" ujar Tang
Hai Lo Mo. "Itu memang ide yang bagus," sahut Thian Mo. "Tapi belum tentu kedua siluman itu mau
memenuhi undanganmu."
"Aku yakin kedua siluman itu akan memenuhi undanganku." Tang Hai Lo Mo tertawa.
"Kok engkau begitu yakin, Lo Mo?" Te Mo heran
"Mereka berdua pernah berhutang budi kepada Thian Gwa sin Mo, almarhum paman guruku,
maka mereka pasti akan memenuhi undanganku."
Thian Mo dan Te Mo manggut-manggut. "Kapan engkau akan berangkat ke Kwan Gwa, Lo Mo?"
"Besok pagi," sahut Tang Hai Lo Mo dan melanjutkan. "Dalam waktu satu bulan, aku pasti
kembali." "Lo Mo Kalau Kwan Gwa siang Koay bersedia diundang ke mari, Bu Tek Pay pasti jaya dalam
rimba persilatan." ujar Thian Mo.
"itulah yang kuhendaki." Tang Hai Lo Mo tertawa. "Kalian berdua harus tahu, kedua siluman
suka main perempuan, maka kalau kita sediakan perempuan cantik untuk mereka, tentu mereka
akan merasa senang dan betah di sini."
"Tapi...." Te Mo mengerutkan kening. "Mereka sudah begitu tua, bagaimana mungkin masih
bisa...." "Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Mereka berdua justru makin tua makin kuat."
"oh?" Thian Mo dan Te Mo tercengang. "Kok begitu?"
"Sebab...." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Mereka berdua memiliki ilmu Tok Im Ciang (Ilmu
Pukulan Dingin Beracun), maka sejak muda mereka selalu berhubungan intim dengan kaum wanita
untuk menyedot Im Khi (Hawa Negatif) kaum wanita. oleh karena itu, mereka berdua makin tua
makin kuat."
Tian Mo, dan Te Mo manggut-manggut. "Apa-kah Tok Im Ciang sama seperti Pak Kek sin Ciang
yang kita miliki?"
"Tidak sama." Tang Hai Lo Mo menjelaskan. "Tok Im Ciang mengandung racun, siapa yang
terkena pukulan kedua siluman itu, pasti mati dengan tubuh kehijau-hijauan. sedangkan Pak Kek
sin ciang yang kita miliki, akan membuat orang mati beku."
"Apakah Tok Im Ciang lebih lihay dari Pak Kek sin ciang?" tanya Thian Mo ingin mengetahuinya .
"Kedua ilmu itu memiliki keistimewaan tersendiri, jadi sulit dibanding-bandingkan," jawab Tang
Hai Lo Mo. "Nah, aku akan berangkat besok."
Bab 55 Tiada kemanusiaan
Di suatu tempat yang sepi, tampak sebuah gubuk. Di situ pula suara tawa gembira. Ternyata
seorang tua sedang bermain dengan seorang anak gadis kecil berusia setahunan.
siapa orang tua dan anak gadis kecil itu" Mereka ternyata guru silat Tan dan Lim Ay Lan, putri
Tan Li Cu yang telah kehilangan ayah.
"Ayoh cepat berjalan kemari" Guru silat Tan sedang mengejar cucunya berjalan. Lim Ay Lan
tertawa-tawa sambil berjalan tertatih-tatih ke hadapan guru silat Tan. "Ha ha ha" Guru silat Tan
tertawa gembira. "cucuku sudah bisa jalan sendiri Ha ha ha"
Guru silat Tan mundur lagi beberapa langkah, lalu memberi isyarat agar cucunya berjalan
menghampirinya.
Anak gadis kecil itu berjalan tertatih-tatih lagi menghampiri guru silat Tan, tapi mendadak
terjatuh. "Eeeh Cucuku jatuh" seru guru silat Tan sambil tersenyum.
Tapi sungguh mengherankan, anak gadis kecil itu sama sekali tidak menangis, malah lalu
bangkit berdiri dan mulai berjalan tertatih-tatih lagi ke hadapan guru silat Tan.
"Ha ha ha" Guru silat Tan tertawa bangga. " Cucuku memang hebat, walau terjatuh tapi tidak
menangis Ha ha ha"
"Ayah" Terdengar suara seruan, lalu tampak seorang wanita muda berdiri di depan pintu gubuk.
Wanita muda itu Tan Li cu. "Mau makan belum?"
"Belum," sahut guru silat Tan sambil tertawa. "Ayah sedang asyik mengajar Ay Lan berjalan,
nanti saja baru makan."
"Ayah...." Tan Li cu menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum, kemudian menghampiri
mereka. Lim Ay Lan langsung berjalan tertatih-tatih mendekati Tan Li cu. segeralah Tan Li cu
menggendongnya dan membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Nak. engkau masih kecil, tetapi sudah tidak mempunyai ayah," gumam Tan Li cu dengan mata
berkaca-kaca. "Li Cu" Guru silat Tan menghela nafas. "Jangan menimbulkan kedukaan dalam hati"
"Ayah...." Tan Li Cu terisak-isak. "Nasibku . sungguh malang, begitu pula nasib adik In Nio."
"Yang harus kita kasihani adalah Ay Lan." Mata guru silat Tan juga sudah basah.
"Ayah, kita sudah pindah di tempat ini secara diam-diam. Mungkin Liu siauw Kun tidak akan
tahu." "Ha ha ha" sekonyong-konyong terdengar suara tawa, lalu tampak melayang turun seseorang.
"siapa bilang aku tidak tahu" Ha ha ha..."
Begitu melihat orang itu, wajah guru silat Tan dan putrinya langsung memucat, karena orang itu
ternyata Liu siauw Kun.
"Engkau...." sekujur badan Tan Li cu menggigil seperti kedinginan.
"He he he" Liu siauw Kun tertawa terkekeh sambil menatap Tan Li cu dengan penuh gairah
nafsu birahi. "Kini engkau sudah menjadi janda, lebih baik ikut aku"
"Diam" bentak Tan Li cu. "Binatang kau Cepatlah enyah dari sini"
"Enyah dari sini" Aku sudah ke mari, bagaimana mungkin akan enyah lagi?" Liu Siauw Kun mulai
mendekatinya. Tan Li cu melangkah ke belakang sambil menggendong anaknya.
"Berhenti" bentak guru silat Tan.
Liu siauw Kun berhenti lalu perlahan-lahan membalikkan badannya, dan menatap guru silat Tan
dengan dingin sekali.
"Aku masih memandang Li cu" ujarnya dingin pula. " Kalau tidak- engkau sudah tergeletak
menjadi mayat"
" Kurang ajar" bentak guru silat Tan lagi, kemudian mendadak menyerangnya.
"He h e he" Liu siauw Kun tertawa terkekeh. "Dengan kepandaianmu itu kau ingin
menyerangku" Hm Dasar tak tahu diri"
Liu siauw Kun berkelit, sedangkan guru silat Tan terus menyerangnya sambil berseru. "Li Cu
Cepat kabur"
"He he he Kabur?" Liu siauw Kun tertawa terkekeh lagi, dan sekonyong-konyong sepasang
tangannya bergerak menyerang guru silat Tan.
"Aaaakh..."Jerit guru silat Tan. la terkapar seketika dan mulutnya menyemburkan darah segar.
"Li Cu, cepat... cepat ka... bur..."
"Ayah Ayah" teriak Tan Li Cu sambil mendekati guru silat Tan. Ternyata orang tua itu telah mati.
"Ayah...."
Tan Li cu menangis gerung-gerungan dan air matanya berlinang-linang, sedangkan Liu siauw
Kun terus tertawa terkekeh-kekeh.
"Sudahlah" ujar Liu Siauw Kun kemudian sambil tersenyum. "Kini ayahmu telah mati, lebih baik
engkau ikut aku Aku jamin engkau pasti hidup senang...."
"Diam Binatang" bentak Tan Li cu dengan mata berapi-api. "Akan kubunuh kau"
"Li Cu Dari dulu aku sudah jatuh cinta kepadamu, namun engkau malah mencintai Lim Hay
Beng. Kemudian muncul Tio Cie Hiong memusnahkan kepandaianku, setelah itu engkau menikah
dengan Lim Hay Beng. Betapa sakitnya hatiku, tapi kini kepandaianku telah pulih, bahkan
bertambah tinggi sehingga dapat membunuh Lim Hay Beng He he he..."
" Engkau...." Tan Li cu terus menatapnya dengan mata membara. "Engkau memang binatang"
"Terserah engkau mau bilang apa" Liu siauw Kun tertawa. "Pokoknya hari ini aku harus
bersenang-senang denganmu"
" Engkau...." Tan Li cu melangkah mundur dengan wajah pucat.
"He he" Liu siauw Kun tertawa sambil mendekatinya selangkah demi selangkah, dan tiba-tiba
tangannya bergerak, lahu-tahu Lim Ay Lan sudah berpindah ke tangannya.
" Kembalikan anakku Kembalikan anakku" teriak Tan Li cu dan berusaha merebut Lim Ay Lan
dari tangan Liu siauw Kun.
"He he" Liu siauw Kun tertawa licik. "Engkau harus diam di tempat Kalau tidak. putri
kesayanganmu ini pasti kubunuh"
"Jangan jangan..." ujar Tan Li cu memohon.
"Kalau begitu...." Liu Siauw Kun tertawa licik lagi. "Engkau harus menuruti keinginanku"
"Apa keinginanmu?"
" Cepat buka bajumu Aku sudah tidak tahan lagi"
"Engkau...." sekujur tubuh Tan Li cu bergemetar.
"Hm" dengus Liu siauw Kun dingin. " Kalau engkau tidak sebera membuka baju, anakmu ini
pasti mampus"
Lim Ay Lan adalah anaknya yang melebihi segala-galanya, maka tentu Tan Li Cu bersedia
mengorbankan dirinya demi anaknya itu. Perlahan-lahan ia membuka bajunya. seketika mata Liu
siauw Kun melotot, karena melihat sepasang payudara Tan Li cu yang putih mulus dan montok.
Namun tidak disangkanya Lim Ay Lan yang di tangan Liu siauw Kun menggigit telinganya,
sehingga membuat Liu siauw Kun menjerit kesakitan. "Aduuuh" jeritnya dan langsung
menghempaskan anak gadis kecil itu ke tanah.
"Buuuuk." Lim Ay Lan yang baru berusia setahunan itu terhempas di tanah, sehingga sepasang
matanya melotot dan mulutnya mengeluarkan darah segar.
"Nak Nak...."jerit Tan Li cu dan segera menggendong anaknya. "Nak...." sungguh kasihan anak
gadis kecil itu, ia telah mati dengan mata melotot.
"Anakku Anakku..." Tan Li cu menangis meraung-raung. " Kenapa engkau diam saja" Lagi bobok
ya" oh Anakku...."
Tan Li Cu terkulai, pingsan. Ketika melihat Tan Li Cu pingsan dengan tubuh telentang, Liu siauw
Kun langsung menelan air liur. la menghampirinya sambil tersenyum-senyum, lalu membungkukkan
badannya sekaligus meremas-remas sepasang payudara Tan Li Cu yang montok itu.
Akan tetapi, mendadak ia merasa tangannya ngilu, ternyata tersambit oleh sebutir batu kerikil.
Betapa terkejutnya Liu siauw Kun. la menengok ke sana ke mari, namun tidak melihat siapa
pun, maka ia terheran-heran. setelah itu, ia meremas-remas lagi payudara Tan Li Cu. Plaaak
"Aduuh" jerit Liu siauw Kun kesakitan, karena telah tersambit sebutir batu kerikil. "siapa" Cepat
perlihatkan dirimu Jangan cuma berani menyerang secara gelap" bentaknya.
" Engkau harus segera pergi Aku pantang membunuh, kalau tidak. nyawa mu pasti sudah
melayang" Terdengar suara sahutan.
"si...."
Plaak "Aduuuh" jerit Liu siauw Kun kesakitan dan dua buah giginya telah roniok. Kini ia betul-betul
terkejut dan tahu orang yang bersembunyi itu berkepandaian tinggi sekali, maka kalau ia tidak
cepat-cepat kabur, mungkin nyawanya akan melayang. setelah berpikir begitu, ia segera melesat
pergi. Tak lama kemudian, melayang turun seorang padri tua yang tidak lain Tayli Lo Ceng.
"omitohud Aku datang terlambat omito-hud Anak gadis yang masih begitu kecil pun dibunuh
omitohud...."
Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang, lalu menutupkan
baju Tan Li cu.
setelah itu, Tayli Lo Ceng menggali sebuah lubang, lalu mengubur mayat guru silat Tan dan
mayat Lim Ay Lan.
"omitohud...." Tayli Lo Ceng menghela nafas lagi, kemudian menggendong Tan Li cu yang masih
dalam keadaan pingsan itu meninggalkan tempat tersebut.
Di dalam sebuah biara di gunung Hong Lay San, tampak seorang padri tua dan seorang
biarawati tua duduk bersila dengan wajah serius.
"omitohud Biar bagaimana pun engkau harus menerimanya sebagai murid. Kalau tidak. wanita
muda itu pasti jadi gila," ujar padri tua, yang ternyata Tayli Lo Ceng.
"Kenapa engkau merepotkan aku?" ujar biarawati tua itu, yang tidak lain It Sim Sin Ni.
"Bukan merepotkan Melainkan dia memang berjodoh menjadi muridmu," sahut Tayli Lo Ceng
sambil tersenyum.
"Yaaah" It Sim Sin Ni menghela nafas. "Puluhan tahun lampau...."
"Kenapa?" Tayli Lo Ceng menatapnya.
"Aaaakh..." It Sim Sin N Imenggeleng-gelengkan kepala. "Aku telah melanggar ajaran Sang
Budha, akhirnya...."
"Maukah engkau menuturkan tentang itu?" tanya Tayli Lo Ceng.
"Lo Ceng" It Sim Sin Ni tersenyum getir. "Itu telah berialu, jadi tidak periu dituturkan lagi."
"Kalau begitu, janganlah kau pikirkan"
"Aku tidak memikirkan, hanya mendadak teringat. Engkau mendesakku menerima wanita muda
itu menjadi murid, sebetulnya apa tujuanmu?"
"Tiada tujuan apa pun. cuma... dia memang berjodoh menjadi muridmu."
"Kenapa engkau tidak mau menerimanya menjadi murid?"
"sin Ni" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Sesungguhnya aku sudah mempunyai murid, hanya belum
waktunya ditampilkan di rimba persilatan."
It sim sin Ni terbelalak. "Engkau sudah punya murid" Kenapa engkau merahasiakannya selama
ini?" "Bukan merahasiakan, melainkan tidak mau memberitahukan," ujar Tayli Lo Ceng. "Kini sudah
saatnya aku memberitahukan, maka engkau harus menerima Tan Li cu sebagai murid."
"Karena engkau mempunyai murid, akupun harus menerimanya sebagai murid." It sim sin Ni
tersenyum. "Mudah-mudahan muridku itu tidak akan menyaingi muridmu"
"Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Itu tidak akan terjadi."
"Lo Ceng Ceritakan riwayat hidup Tan Li Cu" ujar It sim sin Ni.
"Kalau aku yang menceritakan, akan kurang jelas. Lebih baik dia yang menceritakan." sahut
Tayli Lo Ceng. "Ohya" It sim sin Ni mengerutkan kening. "Kenapa engkau tidak mau menyadarkannya dengan
Iweekangmu?"
"Sin Ni" Tayli Lo Ceng menggeleng-geleng-ka n kepala. "Kalau menyadarkannya di tengah jalan,
aku pasti repot tidak karuan."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak bisa menghiburnya."
"Apakah aku bisa menghiburnya?"
"Engkau pasti bisa." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "sebab kalian sesama wanita."
"Nasibnya memang malang...." It sim sin Ni menghela nafas. "Kehilangan suami, kehilangan
ayah dan anak."
"Aku pantang membunuh. Kalau tidak. pemuda itu pasti sudah mati di tanganku," ujar Tayli Lo
Ceng memberitahukan. "Begitu pula Tio cie Hiong, karena dia tidak tega membunuh orang,
akhirnya dia yang menderita."
"Pemuda itu seharusnya jadi rahib, tapi...."
"Dia ditakdirkan harus mempunyai isteri dan anak. maka tidak boleh menjadi rahib. Walau jalan
hidupnya penuh percobaan, tapi dia pasti hidup tenang, damai dan bahagia di kemudian hari.
omitohud" "Lo Ceng" Wajah It sim sin Ni berubah serius. "Pikiran Tan Li Cu tergoncang karena mengalami
pukulan batin yang begitu hebat. Aku ingin menyadarkannya, tetapi setelah dia sadar, aku
khawatir...."
"Dia akan menjadi gila?"
"Ya."
"Engkau harus menyalurkan Kiu Yang sin Kangmu ke dalam tubuhnya, agar dia bisa tenang."
It sim sin Ni manggut-manggut. "Apabila perlu, engkau juga harus menyalurkan Hud Bun Pan
Yok sin Kang ke dalam tubuhnya."
"Tentu." Tayli Lo Ceng tersenyum. "Kita harus menolongnya, agar kelak dia bisa menuntut
balas." "Apa?" It sim sin Ni terbelalak. "Engkau tidak takut dosa mengatakan begitu?"
"sin Ni" Tayli Lo Ceng menghela nafas. " Kalau itu adalah dosa, aku bersedia memikulnya. Tapi
engkau harus tahu, Liu siauw Kun berhati iblis. oleh karena itu, dia harus dibasmi melalui tangan
Tan Li Cu. Kalau tidak. entah berapa banyak nyawa orang akan melayang di tangannya."
"Lo Ceng" It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau kita tidak pantang membunuh,
kita pula yang akan membasmi mereka."
"Muridku akan mewakiliku, muridmu akan mewakilimu," ujar Tayli Lo Ceng dan menambahkan.
"Mereka harus membantu Tio Cie Hiong membasmi kaum iblis yang berkeliaran dalam rimba
persilatan."
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik." It sim sin Ni manggut-manggut. "Aku pasti mencurahkan perhatianku untuk membimbing
Tan Li Cu."
It sim sin Ni bangkit berdiri, lalu mendekati Tan Li Cu yang terbaring di tempat tidur dalam
keadaan pingsan. Kemudian ditempelkannya sebelah tangannya di dada Tan Li Cu, dan setelah itu
mulailah ia menyalurkan Kiu Yang sin Kang ke dalam tubuh Tan Li Cu.
Berselang beberapa saat, Tan Li Cu membuka matanya perlahan-lahan, lalu mendadak meloncat
bangun sambil berteriak-teriak. "Ay Lan Anakku Anakku, di mana engkau" Anakku...."
"Tenang" It sim sin N Imemegang bahunya. "Biar bagaimana pun engkau harus tenang,
tabahkanlah hatimu"
"Anakku Anakku...." Tan Li cu menangis meraung-raung. "oooh Anakku...."
"Li Cu, tenanglah" ujar It sim sin Ni lembut.
"Liu siauw Kun Aku akan membunuhmu Aku akan membunuhmu" teriak Tan Li cu dan tibatiba....
"uaaaakh"
Mulut Tan Li cu menyemburkan darah segar. Cepat-cepat It sim sin Ni memegang lengannya,
sekaligus menyalurkan lweekangnya.
"omitohud" Tayli Lo Ceng juga segera memegang bahu Tan Li cu, lalu menyalurkan
lweekangnya. seketika Tan Li cu berhenti memuntahkan darah. Berselang sesaat, barulah It sim sin Ni dan
Tayli Lo Ceng melepaskan tangan masing-masing.
"Li Cu, mulai saat ini engkau menjadi muridku. Aku pasti menurunkan ilmu tingkat tinggi
kepadamu, agar engkau dapat menuntut balas terhadap Liu siauw Kun kelak."
"Guru...." Tan Li cu langsung berlutut di hadapan It sim sin Ni. "Terima kasih atas pertolongan
Guru...." "Li Cu" It sim sin Ni tersenyum lembut. "Lo Ceng itu yang menolongmu, dan membawamu ke
mari." "Terima kasih atas pertolongan Lo Ceng" ucap Tan Li cu sambil berlutut di hadapan Tayli Lo
Ceng. "omitohud Engkau harus belajar dengan sungguh-sungguh, agar bisa menuntut balas kelak
omitohud Aku yang mengatakan demikian, biar aku yang memikul dosanya." sahut Tayli Lo Ceng.
"Lo ceng...." Tan Li cu terisak-isak.
"Bangunlah" ujar Tayli Lo Ceng lembut. " Engkau masih perlu beristirahat."
"Ya, Lo Ceng." Tan Li Cu mengangguk.
"Li Cu" It sim sin Ni tersenyum. "Berbaring-lah di tempat tidur saja"
"Ya, Guru." Tan Li Cu lalu berbaring di tempat tidur, kemudian menangis sedih.
"Li Cu" It sim sin Ni membelainya. "Engkau harus tabah menghadapi kenyataan itu, dan jangan
terlampau bersedih"
"Guru...." Air mata Tan Li Cu berderai-derai.
It sim sin Ni dan Tayli Lo Ceng saling memandang. Mereka tahu bahwa tidak mudah kesedihan
itu sirna dari dalam hati Tan Li cu. oleh karena itu. It sim sin Ni dan Tayli Lo Ceng selalu
menghiburnya. Bab 56 Kwan Gwa siang Koay (sepasang siluman luar perbataan)
Tang Hai Lo Mo sudah tiba di lembah Tengkorak di luar perbatasan. Di mulut lembah itu
berserakan lengkorak-tengkorak, maka lembah tersebut dinamai lembah Tengkorak.
siapa saja atau binatang apa pun yang memasuki lembah itu, pasti dibunuh. siapa
pembunuhnya" Tidak lain sepasang siluman, yakni siluman Gemuk dan siluman Kurus.
Kedua siluman itu sangat ditakuti di luar perbatasan. Para penduduk di sana harus menyediakan
berbagai macam makanan dan minuman di mulut lembah itu beberapa hari sekali. Kalau tidak. pasti
ada penduduk yang dibunuh.
Sementara Tang Hai Lo Mo terus berjalan memasuki lembah itu. Berselang beberapa saat,
mendadak terdengar suara bentakan keras.
"siapa begitu lancang memasuki lembah ini" Apakah mau cari mampus?" Muncul dua orang tua
berusia sembilan puluhan, yang satu tinggi kurus, sedangkan yang satu lagi gemuk pendek.
"siang Koay Apakah kalian tidak mengenalku lagi?" tanya Tang Hai Lo Mo sambil tertawa.
"Eh" Engkau.... Tang Hai Lo Mo?" tanya siluman Kurus.
"Benar." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Bukan main, kalian berdua masih sehat walafiat"
"Tentu." Kedua siluman itu tertawa gelak. "Hei Tang Hai Lo Mo, angin apa yang membawamu ke
mari?" "Angin yang akan menyenangkan kalian berdua," sahut Tang Hai Lo Mo yang juga tertawa
gelak. "Tang Hai Lo Mo Bagaimana keadaan di rimba persilatan Tionggoan" Apakah engkau tergeser
sampai ke mari?"
"Tentu tidak." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Bahkan kami telah mendirikan Bu Tek Pay"
"Partai Tanpa Tanding?" siluman Kurus tertegun lalu tertawa terkekeh. "Kau anggap dirimu
sudah tiada tanding?"
"Terhadap yang lain memang begitu, tapi terhadap kalian berdua tidak begitu."
"Wuah" siluman Gemuk tertawa terbahak-bahak. "sejak kapan engkau belajar menepuk pantat
orang?" "Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa.
"Tang Hai Lo Mo Bagaimana keadaan paman gurumu?" tanya siluman Kurus mendadak.
"Paman guruku telah meninggal."
"Kami turut berduka cita."
"Siang Koay Aku ke mari ingin berunding dengan kalian," ujar Tang Hai Lo Mo.
"Mau berunding apa?"
"Begini" Tang Hai LoMo memandang mereka seraya memberitahukan. "Kini Bu Lim sam Mo
adalah ketua Bu Tek Pay yang telah menguasai rimba persilatan. Karena itu, aku ingin mengundang
kalian berdua untuk hidup senang dalam Bu Tek Pay...."
"Bilang saja ingin minta bantuan kami" tandas siluman Gemuk. " Karena engkau menghadapi
musuh tangguh, kan?"
"Bukan." Tang Hai LoMo menggelengkan kepala "Agar Bu Tek Pay bertambah kuat dan jaya
maka kami sangat membutuhkan kehadiran kalian berdua."
"Engkau ingin mengangkat kami sebagai apa dalamBu tek Pay?" tanya siluman Kurus.
" Wakil ketua...."
" Kentut" bentak siluman Gemuk. " Engkau, Thian Mo dan Te Mo adalah ketua, maka kalau kami
sebagai wakil, sudah barang tentu dibawah perintah kalian. Itu tak usah ya"
" Kalau begitu, kalian berdua menghendaki kedudukan apa?"
"Tidak tertarik.".
"Kalian berdua harus tahu bahwa di Tiong-goan banyak wanita cantik lho Kami akan
menyediakan untuk kalian."
Hati sepasang siluman mulai tertarik. "sudah cukup lama kami tidak bersenang-senang dengan
kaum wanita.."
"Pokoknya kami pasti menyediakan wanita-wanita cantik untuk kalian berdua. Sungguh"
"Tapi kedudukan sebagai wakil ketua, itu sangat merendahkan derajad kami," ujar siluman
Kurus. "Tang Hai LoMo Bagaimana kalau kami diangkat sebagai tetua dalam Bu Tek Pay?" usul siluman
Gemuk. "Baik Baik" Tang Hai LoMo mengangguk. "Kedudukan itu memang sangat pantas untuk kalian
berdua." "Tapi ingat, Engkau harus menyediakan wanita cantik untuk kami" tegas siluman Kurus.
"Tentu." Tang Hai Lo Mo mengangguk girang. " Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang"
"Baiklah." sepasang siluman itu tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha..."
Thian Mo, Te Mo, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menyambut kedatangan mereka dengan
penuh kegembiraan.
"Selamat datang siang Koay" ucap Thian Mo, Te Mo dan Ang Bin sat sin serentak.
"Ha ha ha" Kedua siluman itu tertawa. "Thian Mo, Te Mo Kalian berdua juga sudah menjadi
ketua Bu Tek Pay, lalu apa kedudukan Ang Bin sat sin?"
"Kedudukannya sebagai pelindung," sahut Thian Mo memberitahukan.
"Ngmm" Siang Koay manggut-manggut. "Bagus Bagus, kini kita berkumpul semua di sini. Ha ha
ha..." "Mari kita duduk siang Koay" ucap Tang Hai Lo Mo.
Mereka semua duduk, kemudian Tang Hai Lo Mo mengumumkan dengan suara lantang.
"Mulai sekarang, siang Koay sebagai Tetua Bu Tek Pay"
"Kami mengucapkan selamat kepada siang Koay" seru Thian Mo, Te Mo dan Ang Bin sat sin
serentak. "Ha ha ha" Kedua siluman itu tertawa gembira.
" Cepat sediakan makanan dan minuman" seru Tang Hai Lo Mo.
seketika para anggota Bu Tek Pay sibuk menyediakan berbagai macam makanan dan minuman.
setelah itu mendadak Thian Mo bertepuk tangan tiga kali, lalu muncullah para pemain musik dan
penari yang terdiri dari kaum wanita cantik.
Para pemain musik langsung duduk. lalu memainkan alat musik masing-masing dan
terdengarlah suara musik yang sangat menyedapkan telinga. Para penari pun mulai menari dengan
lemah gemulai. Kwan Gwa siang Koay memandang para penari dengan mata tak berkedip.
sehingga membuat Bu Lim sam Mo tersenyum-senyum. "Mari kita bersulang" seru Tang Hai Lo Mo
sambil tertawa gelak.
"Mari" sahut yang lain.
Mereka bersulang sambil tertawa terbahak-bahak. Sementara musik terus mengalun merdu, dan
para penari pun terus menari sambil melirik genit ke arah Kwan owa siang Koay.
"Hua ha hal" Kwan Gwa siang Koay tertawa gembira sambil mengedip-ngedipkan mata ke arah
para penari. Entah berapa lama kemudian, Thian Mo bertepuk tangan dua kali. seketika suara musik
langsung berhenti, dan para pemainnya bangkit berdiri " Kalian boleh. kembali ke tempat masingmasing"
ujar Thian Mo. "Eeeh?" Kwan Gwa siang Koay, kelihatan tidak senang.
"Tenang" Thian Mo tertawa. "Mereka berdua sudah siap melayani kalian berdua Ha ha ha"
"oh?" Kwan Gwa siang Koay saling memandang, kemudian mereka berdua, tertawa terkekehkekeh
saking gembiranya.
"siang Koay" Tang Hai LoMO memberitahukan. "Kami sudah menangkapBu Lim Ji Khie, ketua
Kay Pang, para ketua tujuh partai dan lain-lainnya."
"Bagus" siluman Kururs manggut-manggut. "Kalau begitu Bu Tek Pay yang berkuasa di rimba
persilatan."
"Tapi...." Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala "Kita punya seorang musuh tangguh."
"oh?" siang Koay mengerutkan kening. "siapa dia" Apakah It Ceng?"
"It Ceng sudah mati di tangan kami," ujar Tang Hai Lo Mo. " orang itu masih muda, bernama,
Tio Cie Hiong."
"Bagaimana kepandaiannya?" tanya siluman Kurus.
"Tinggi sekali, Kami..." tutur Tang Hai Lo Mo tentang mereka bertiga pernah dimusnahkan
kepandaian mereka oleh Tio Cie Hiong dan lain sebagainya.
Kedua siluman itu mengerutkan kening- "Jadi kekasihnya juga telah kalian, tangkap?" tanya
siluman Kurus. "Ya." Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Bagus Bagus" siluman Gemuk tertawa. "Itu merupakan senjata kita untuk menghadapi Tio cie
Hiong." "suruh Tio Cie Hong menyerah Kalau tidak kekasihnya dan lain-lainnya akan kita bunuh." sahut
siluman Gemuk. "Benar." Bu Lim sam Mo tertawa girang. "Kenapa kami tidak berpikir sampai di situ?"
(Bersambung ke Bagian 33)
Jilid 33 "Karena kalian sangat goblok," ujar Siluman Gemuk.
"Kalau Tio cie Hiong menyerap perlukah kita membunuhnya?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Tidak perlu membunuhnya," jawab siluman Kurus. "Kita harus membuatnya mati tidak. hidup
juga tidak."
"Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Dia pernah memusnahkan kepandaian kami, maka
kami juga harus memusnahkan kepandaiannya."
"Seluruh urat di tubuhnya harus diputuskan, tulang punggungnya pun harus dipatahkan," ujar
Siluman Kurus. Jadi kepandaiannya tidak mungkin bisa pulih lagi."
"Betul." Tang Hai Lo Mo tertawa, kemudian bertanya kepada Thian Mo dan Te Mo. "Bagaimana
menurut kalian?"
"Memang harus begitu, sebab terlalu enak baginya kalau kita bunuh. Dia harus hidup tersiksa.
Ha ha ha" Thian Mo dan Te Mo tertawa gelak.
"Ohya, Bagaimana keadaan para tawanan kita itu?" tanya Siluman Kurus.
"Dalam kondisi lemah." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Sebab setiap hari mereka diberi
minum racun pelemah tubuh."
"Bagus" Siluman Kurus tertawa. "Setelah Tio cie Hiong menyerah, kita tidak periu membunuh
mereka." "Punya ide bagus?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Tujuh partai besar itu sangat terkenal di Tionggoan. Kalau partai-partai itu di bawah kekuasaan
Bu Tek Pay, maka Bu Tek Pay merupakan partai nomor satu dalam rimba persilatan. oleh karena
itu, kita lepaskan saja mereka," jawab siluman Kurus.
"Tapi bagaimana kalau mereka berontak kita?" sela Ang Bin sat sin.
"Kalau begitu, berarti mereka cari mati," sahut siluman Gemuk dan menambahkan. "sebelum
kita lepaskan, mereka harus menyatakan tunduk kepada Bu Tek Pay. Apabila ada yang berani
menentang setelah dilepaskan, maka harus dibunuh."
"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut "Jadi Bu Tek Pay merupakan partai nomor satu
dalam rimba persilatan, dan partai lain harus di bawah perintah Bu Tek Pay."
"Ha ha ha" Thian Mo tertawa gelak. "Itu merupakan sejarah baru dalam rimba persilatan Bu Tek
Pay nomor satu dalam rimba persilatan"
"He he he Ha ha ha" Kwan Gwa siang Koay, Tang Hai Lo Mo, Te Mo dan lainnya juga tertawa
terbahak-bahak. sehingga ruang itu
menjadi riuh gemuruh.
sementara di dalam penjara bawah tanah, tampak Bu Lim Ji Khie dan lainnya duduk bersandar
pada dinding. Mereka semua kelihatan lemas dengan wajah muram.
"Tidak disangka sama sekali...." sam Gan sin Kay menghela nafas. "Kita semua akan tertangkap
dan dikurungnya di dalam penjara ini."
"Siapa pun tidak menduga kalau kepandaian Bu Lim sam Mo bisa pulih kembali bahkan
bertambah tinggi." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala. "It Ceng mati di tangan
mereka...."
"Ini merupakan kesuraman bagi golongan putih. Bahkan Toan wie Kie dan Toan Pit Lian
terbawa-bawa pula. Kalau Toan Hong Ya tahu, pasti marah-marah." ujar Lam Kiong Hujin.
"Ayah kami tidak akan marah." ujar Toan wie Kie melanjutkan. "Yang kuherankan malah Cie
Hiong, kenapa dia tidak muncul menolong kita?"
"Mungkin Kakak Hiong tidak tahu kalau kita ditangkap pleh Bu Lim Sam Mo," wajah Lim Ceng Im
tampak murung. "Dia pasti cemas sekali."
"omitohud" Hui Khong Taysu menghela nafas. "setelah Imsie Hong Mo mati, muncul pula Bu Lim
sam Mo...."
" Itulah kesalahan cie Hiong. Kalau tempo hari dia bunuh mereka, tentu tidak akan ada kejadian
ini, dan rimba persilatan pun akan aman." ujar sam Gan sin Kay.
" Kakek jangan mempersalahkan Kakak Hiong Dia tidak tega membunuh ya bagaimana mungkin
memaksakan diri?" sahut Lim Ceng Im.
"omitohud" Hui Khong Taysu menghela nafas lagi. "semua ini sudah merupakan takdir jadi
jangan mempersalahkan cie Hiong."
"Aaaakh..." sam Gah sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Lam Hai sin ceng telah mati, Bu
Lim Ji Khie setengah mati."
"Pengemis bau, Lam Hai sin ceng sungguh bahagia, sebaliknya kita yang sangat menderita.
Dipermalukan oleh Bu Lim sam Mo, rasanya aku ingin bunuh diri"
"Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut. " Lam Hai sin Ceng mati secara terhormat,
sedangkan kita...."
"Ayah" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Biar bagaimana cun kita harus sabar.
Aku yakin cie Hiong pasti muncul."
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. "Kita telah dipermalukan dengan cara demikian, tentunya
harus bersabar. Kalau kita mati sekarang, berarti sia-sia."
"Benar, pengemis bau," sahut Kim siauw su-seng. "Kita harus melihat bagaimana kematianBu
Lim sam Mo. Karena itu, kita harus hidup,"
"Aku...." Mata Lim Ceng Im mulai bersimbah air. "Entah bagaimana keadaan Kakak Hiong dan
entah ke mana dia mencariku."
"Tenang Kakak Im" Gouw sian Eng memegang bahunya. "Percayalah, dia pasti akan muncul
menolong kita"
"Padahal...." Air mata Lim Ceng Im mulai meleleh. "Kami sudah mau menikah, tapi...."
"Tenang, Nak" Lim Peng Hang memegang bahu Lim Ceng Im. "sabarlah"
"setiap hari kita diberi minum racun hingga badan kita lemah tak bertenaga sama sekali, dan
Iweekang tak bisa dihimpun." gumam Tui Hun Lojin sambil menggeleng-gelengkan kepala. " Kalau
masih bisa menghimpun Iweekang, aku pasti melawan mereka"
"setan tua" tegur sam Gan sin Kay. Jangan cari mati secara sia-sia Kalau kita masih bernafas,
berarti kita masih punya kesempatan untuk menuntut balas."
"Benar" Kim siauw suseng manggut-manggut. "Kita sudah bersabar sekian lama, kenapa tidak
bisa bersabar lagi?"
"Kini yang dapat melawan mereka hanya Tio Cie Hiong. Kita semua tak berguna sama sekali."
sela Tok Pie sin Wan.
" Walau demikian, paling tidak pun kita bisa membantu Cie Hiong, kan?" ujar Lam Kiong Hujin.
"Benar." Gouw Han Tiong mengangguk. "Nanti akan kubantai semua para anggota Bu Tek Pay"
"Ayah...." Gouw sian Eng menghela nafas. "Kami tidak tahu akan kejadian ini. Kalau tahu, kami
pasti tidak akan kembali ke Tionggoan dulu."
"Adik sian Eng" Toan wie Kie membelainya. "Jangan menyesali apa pun, kita harus bersyukur
karena telah bertemu kakek. ayah dan lainnya di sini"
"Benar." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Yang penting kita belum mati, berarti kita
masih mempunyai kesempatan untuk menuntut balas."
Mendadak pintu penjara itu terbuka, lalu tampak Liu siauw Kun berjalan masuk dengan dada
terangkat. "Perintah dari ketua Bu Tek Pay, kalian semua harus menghadapnya." ujarnya memberitahukan.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang, kemudian berjalan ke luar mengikuti Liu Tiauw
Kun. Begitu sampai di ruang depan, terkejutlah Bu Lim Ji Khie karena melihat Kwan Gwa siang Koay
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duduk di situ. "Celaka!!" bisik sam Gan sin Kay pada Kim siauw suseng. "sepasang siluman itu berada di sini"
"Heran" sahut Kim siauw suseng. "Bagaimana mereka bisa berada di sini?"
"Pasti Bu Lim sam Mo yang mengundang mereka," ujar sam Gan sin Kay dengan suara rendah.
Kim siauw suseng manggut-manggut. "Kini ditambah Kwan Gwa siang Koay, Cie Hiong agak sulit
menghadapi mereka semua."
Bu Lim Ji Khie dan lainnya berdiri di tengah-tengah ruangan itu Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa
siang Koay menatap mereka sambil tertawa terbahak-bahak.
"Bu Lim Ji Khie Apa kabar?" tanya siluman Kurus mengejek. " Kalian berdua baik-baik saja,
bukan?" "Tentu," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Kukira kalian berdua sudah mampus di lembah
Tengkorak, tidak tahunya masih hidup dan berada di sini Ha ha..."
"Pengemis bau" siluman Gemuk tersenyum. "Bagaimana rasanya di dalam penjara?"
"sungguh menyenangkan," sahut sam Gan Sin Kay dan tertawa lagi. "Karena bisa makan enak
dan tidur nyenyak. Hei, siang Koay Kalian berdua menjadi apa di sini?"
"Kami berdua sebagai tetua Bu Tek Pay," sahut siluman Kurus memberitahukan. Kim siauw
suseng tertawa gelak. "Kalau begitu, kalian berdua pasti hidup senang."
"Tentu." siluman Kurus tertawa terkekeh-kekeh. "Kaum wanita di Tionggoan sungguh
menyenangkan hati He he he"
"Kalau begitu, kuucapkan selamat kepada kalian berdua" sam Gan sin Kay tertawa.
"Terima kasih Terima kasih" sahut siluman Gemuk. "Dengan adanya ucapanmu itu, maka kami
akan mengampuni nyawa kalian."
"Wuah" Kim Siauw Suseng tersenyum. "Sungguh besar jiwa kalian Sungguh di luar dugaan
sekali lagi kami ucapkan terima kasih" "He he h e" Kwan Gwa siang Koay tertawa terkekeh-kekeh.
"Bu Lim Ji Khie dan para ketua" seru Tang Hai Lo Mo lantang. "Dengar baik-baik Tidak lama lagi
kalian akan dibebaskan, tapi partai kalian di bawah perintah Bu Tek Pay Partai mana yang berani
menentang Bu Tek Pay pasti kami basmi"
"Bu Tek Pay adalah partai nomor satu dalam rimba persilatan, maka partai lain harus mematuhi
perintah Bu Tek Pay," ujar Thian Mo.
"Partai mana dan siapa pun berani menentang, pasti kami bantai," sambung Te Mo sambil
tertawa. " Kalian semua sudah dengar, kan?" siluman Kurus memandang mereka. "Jadi kalian harus ingat
apa yang dikatakan ketiga ketua Bu Tek Pay"
"Kami sudah mendengar," sahut sam Gan sin Kay. "Tapi bolehkah aku mengajukan satu
pertanyaan?"
"Pengemis bau Tanyalah" siluman Kurus tertawa.
" Kenapa kalian bersedia membebaskan kami?" Ternyata itulah yang ditanyakan sam Gan sin
Kay. "Ha ha ha" siluman Gemuk tertawa gelak. "Pertanyaan yang bagus Pertanyaan yang bagus...."
"Pengemis bau Kami bersedia membebaskan kalian tentunya ada sebab-sebabnya," sambung
siluman Kurus. "Apa sebabnya?" tanya Kim siauw suseng.
"sebab akan kami tukar Tio Cie Hiong dengan kalian," sahut Tang Hai Lo Mo sambil tertawa
gelak. "Apabila dia menyerahkan diri maka kami akan membebaskan kalian semua."
Naga Naga Kecil 2 Puteri Es Seri 5 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Durjana Dan Ksatria 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama