Ceritasilat Novel Online

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 13

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 13


berkeras. "Koko, benarlah dugaan suhu. Bahwa akan datang seorang
yang tidak tahu diri mengganggu jenasahnya. Bila demikian, maka kita tidak bisa membiarkan orang ini mengganggu suhu.
Kita wajib melawannya" Kwi Song dengan sengaja
mengeraskan suaranya dan dengan perlahan dia kemudian
bangkit berdiri yang seterusnya diikuti oleh Kwi Beng sebagai langkah persiapan.
"Murid Kian Ti Hosiang memang hebat, sungguh hebat"
Bouw Lek Couwsu terdengar memuji.
"Tetapi, sayangnya kalian berdua masih belum
tandinganku, lebih baik suruh orang turunan Pendeta tua itu untuk melawanku" dia memandang enteng kedua pendekar
muda murid musuhnya itu.
"Tidak perlu Ciangbunjin yang melawanmu, cukup kami
murid-murid suhu yang akan menghadapimu, karena ini
urusan pribadimu dengan guru kami yang sudah almarhum.
Jadi wajar bila sebagai murid kami maju membela guru kami"
Kwi Song berkeras.
"Baik, kalian boleh maju berdua. Dan biarlah dihadapan
jasad gurumu kuperlihatkan bagaimana anak anak didiknya diberi pelajaran setimpal olehku. Ayo, majulah" Kakek raksasa itu akhirnya menantang kedua pendekar kembar untuk maju bersama. Tetapi, dengan tenang Kwi Beng kemudian berjalan maju 3 langkah diiringi oleh tatap muka penuh ketegangan dari Kwi Song dan bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Terdengar Kwi Beng kemudian bersuara sambil berkata:
"Bouw Lek Couwsu, biarlah aku yang akan menantangmu
mewakili guruku. Dan bila aku tidak sanggup, maka adikku akan menggantikanku atau kami akan melawanmu bersama"
suaranya tenang dan mantap, tidak membayangkan kengerian dan ketakutan. Bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie sendiripun menjadi kagum dan mengangguk-anggukkan kepala
mengagumi anak muda ini. Diam-diam diapun ingin tahu
sejauh mana kepandaian anak didik sesepuhnya ini.
"Terserahmulah anak muda, yang penting lohu tidak
dianggap lancang telah melawan seorang bocah bertanding ilmu" jawab Bouw Lek Couwsu.
Selesai mengucapkan kalimat itu, Kwi Beng kemudian
sudah maju menerjang setelah berteriak "awas orang tua, aku mulai". Serangannya sudah langsung menggunakan jurus
maut Kim kong Ci atau jurus totokan sakti yang berbeda dari Tam Ci Sin Thong. Ketika kemudian terdengar suara "cus-cus"
dengan daya tusuk yang tajam bukan main mengarah
ketubuhnya, baru Bouw Lek Couwsu merasa terperanjat.
Sungguh tidak disangkanya bila anak muda yang berusia
paling banyak 20 tahun ini, bisa menghasilkan daya serang yang begitu tajam menusuk. Bahkan mampu menyusup ke
khikang pelindung badannya, dan pada akhirnya membuatnya harus mengangkat tangan mengurangi daya rusak totokan
lawan. Juga tidak terdengar suara keras ketika totokan Kim Kong Ci bisa dipunahkan oleh Bouw Lek Couwsu, dan makin
sadarlah orang tua itu bahwa lawannya bukanlah makanan
empuk seperti yang diduganya semula. Bahkan setelah
mendapatkan angin dan kedudukan menyerang yang baik, Kwi Beng kemudian terus mencecar kakek tinggi besar itu dengan jurus-jurus ampuh dari Kim Kong Cid an juga Tay Lo Kim Kong Ciang. Dicecar seperti itu, mau tak mau Bouw Lek Couwsu kelimpungan dan keteter, menyesal dia telah memandang Kwi Beng terlalu remeh dan lunak. Kini, dia malah terdesak
mundur beberapa langkah baru kemudian bisa menemukan
keseimbangan setelah mengalami serangan berantai selama kurang 10 jurus.
Tetapi, Bouw Lek Couwsu tidak percuma menjadi tokoh
utama pemberontakan di Lhama di Tibet pada masa lalu.
Kehebatannya bahkan masih melebihi keampuhan kedua
sutenya, Tibet Sin Mo Ong dan Bouw Lim Couwsu. Tokoh tua ini, bahkan masih memiliki keampuhan dan kesempurnan
iweekang diatas adik seperguruannya dan karena itu, setelah mengalami kekagetan beberapa saat dan jatuh dibawah angin, dengan pengalaman dan kekuatannya perlahan dia mampu
merebut keadaan seimbang kembali. Bahkan, kelalaiannya
memandang enteng lawan membuatnya gerah dan
memperhebat serangan dengan mengkombinasikan pukulan
Hong Ping Ciang dan Tam Ci Sin Thong.
Tetapi, kembali dia terkejut, karena lawan yang masih
mudapun ternyata memiliki hawa khikang yang membuat
pukulannya nyasar. Bahkan tutukannya tidak mampu
menembus hawa khikang tersebut. Karena itu, segera dia
sadar, bahwa pertarungan ini bukan pertarungan biasa. Dia seperti sedang melawan Kian Ti Hosiang muda, yang bergerak kokoh dan bersilat dalam kemurnian Ilmu Silat Siauw Lim Sie.
Dan bukan perkara mudah baginya untuk mengatasi
perlawanan anak muda yang bergerap cepat dan kokoh,
bertahan dan menyerang dengan sama baiknya.
Kwi Beng masih belum terdesak, bahkan dia masih mampu
melakukan serangan serangan yang membahayakan Bouw Lek
Hwesio. Pukulannya yang menggunakan Tay Lo Kim Kong
Ciang dan sentilan jari sakti Kim Kong Ci, cukup ampuh untuk membuat lawan menjadi berhitung banyak. Akibatnya, Bouw Lek Hwesio mulai meningkatkan kekuatan iweekangnya untuk tidak dipermalukan anak muda ini. Sebesar 6 bagian tenaga dalamnya dikerahkan untuk mendukung dan mengisi pusaran pukulan Hong Ping Ciang yang menerpa membadai kearah Kwi Beng.
Tetapi, Kwi bengpun tidak tinggal diam dengan badai
serangan yang menimpanya. Merasa Bouw Lek Hwesio
meningkatkan kekuatannya, anak muda inipun kemudian
mengerahkan dan meningkatkan kekuatan sinkangnya untuk
mengimbangi kekuatan musuh. Dan untuk membantunya
melawan kekuatan musuh yang dirasanya masih diatasnya,
dia kemudian bersilat dengan Thai kek Sin Kun, bergerak kadang lemas dan kadang kokoh untuk bertahan dan
mementalkan serangan-serangan Bouw Lek Couwsu. Pada
keadaan ini, Liang mei Lan dan Siangkoan Giok Lian yang terganggu dengan getaran-getara pertempuran kemudian
melangkah masuk dan menonton pertarungan menegangkan
itu setelah saling pandang dengan Ceng Liong.
Sementara itu, Ciangbunjin Siauw Lim Sie memandang
kagum luar biasa melihat anak muda binaan sesepuhnya itu ternyata mampu mengimbangi seorang sepuh semisal Bouw
Lek Couwsu. Bahkan, nampaknya dia tidak akan terdesak dan tidak akan kalah dalam waktu singkat. Padahal, bila dia maju melawan datuk ini, maka sudah hampir pasti dia akan
terkalahkan. Tapi anak muda tunas Perguruannya ini, mampu mengimbangi dan bahkan mengirimkan serangan berbahaya
kearah kakek sakti itu. Kiang ceng liong juga memandang kagum akan kehebatan Kwi Beng, meski dia sadar masih sulit bagi Kwi Beng untuk menang, tetapi untuk bertahan lama
sudah bisa dipastikan.
Bahkan Ceng Liong mampu melihat hamparan tenaga
khikang mujijat dari Siauw Lim Sie ketika Kwi Beng mulai mengerahkan puncak kekuatan Thai kek Sin Kun
dikombinasikan dengan Tay lo Kim Kong Ciang. Ini nampak dari lontaran pukulan dan sentilan Bouw Lek Couwsu yang bisa dipentalkan oleh kekuatan tidak nampak diseputar tubuh Kwi Beng.
Tak terasa sudah hampir 50 jurus pertempuran itu
berlangsung, dan Bouw Lek Couwsu sudah kehilangan
kepongahannya karena belum sanggup mendesak Kwi Beng.
Padahal, Kwi beng maklum, tanpa titipan sinkang yang
terakhir dari gurunya, maka dia murni tinggal bertahan
dengan ilmu baju emas mujijatnya. Untuk cadangan
sinkangnya masih tersedia sebagaimana dikerahkan suhunya dan membuat dia seakan tidak kehabisan tenaga dalam
sewaktu bertempur. Dan itu juga sebabnya Bouw Lek Couwsu menjadi tertampar kehormatannya karena tidak sanggup
mendesak seorang angkatan muda. Bahkan tenaganya sudah
ditingkatkan sampai 8 bagian tenaga dalamnya, dan membuat Kwi Beng merasa semakin berat. Bouw Lek Couwsu kemudian meningkatkan serangan dengan jurus-jurus Kong-jiu cam-liong (Dengan Tangan Kosong Membunuh Naga) dan ditimpali
dengan gerakan Sin Liong Coan In. Dia kini bergerak-gerak cepat dan mengirimkan pukulan-pukulan berat ke sekujur
tubuh Kwi Beng.
Tetapi Kwi Bengpun tidak mau berayal, diapun membuka
jurus Ban Hud Ciang yang mujijat dan mengimbangi dengan keluwesan Thai Kek Sin Kun. Dengan cara itu, dia berhasil menahan serbuan pukulan Bouw Lek Couwsu dan kembali
terdengar beberapa kali benturan penuh tenaga antara
keduanya. Kwi Beng masih sanggup bertahan karena bantuan sisipan tenaga dari gurunya, tapi dia tetap merasa terguncang dan maklum bahwa kekuatan hawa khikangnya bisa ditembus oleh kekuatan Bouw Lek Couwsu. Dengan mengerahkan Ban
Hud Ciang sampai jurus ke-9, dia mampu menahan badai
serangan ampuh dari Bouw Lek Couwsu dan mereka
menghamburkan tenaga mereka dengan beberapa kali
benturan. Bahkan dengan Ban Hud Ciang jurus ke 10 dan 11
membuatnya mampu mendesak Bouw Lek Couwsu yang
berganti jurus menggunakan Pukulan Udara Kosong. Dan
benturan tanpa suara tetapi dengan akibat yang lebih besar segera mereka rasakan bersama-sama. Tetapi kali ini,
nampaknya pengaruh lebih besar dirasakan oleh Kwi Beng, karena betapapun cadangan tenaga yang ditransfer gurunya tidak akan bisa digunakan sampai sangat lama. Untuk
meningkatkan daya tahannya dia kemudian mengerahkan juga Pek In Ciang, yang membuat hawa mujijatnya lebih manjur dalam melindungi dirinya dari benturan benturan berat itu.
Dari tangannya mengepul awan putih yang semakin lama
semakin pekat, dan semakin tercipta juga tembok pelindung badannya yang makin ampuh. Tapi, Bouw Lek Couwsu cepat
sadar, bahwa kekuatan lawannya mulai menyusut, dan karena itu dia kembali mencecar lawannya dengan jurus-jurus berat dari Ilmu Pukulan Udara Kosong. Dan benturan kali ini mulai mendesak Kwi beng mundur sampai 2 langkah, sementara
Bouw Lek hanya tergetar sedikit. Baik Ceng Liong, Kwi Song maupun Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengerti belaka apa yang sedang terjadi. Tetapi, sekian lama, Kwi Beng tidak kunjung melemah dan terluka, meski beberapa kali terdorong sampai 2-3 langkah, namun efek pengerahan tenaga besart di pihak Bouw Lek Couwsu juga berdampak kurang baik baginya bila diteruskan.
Akhirnya Bouw Lek memutuskan untuk menggunakan Ilmu
terakhirnya. Ilmu yang memiliki hawa sihir dan pengganggu mental lawan yang malah jauh lebih mahir dibandingkan Bouw Lim Couwsu. Posisi kedua tangannya terkatup didepan dada dan kemudian matanya menatap tajam kearah Kwi Beng,
inilah Thian cik-sian Kun Hoat (Silat sakti dewa menggetarkan langit) yang penuh hawa sihir. Selain juga mengandung
pukulan-pukulan hawa dalam yang sangat berat. Dari sini bisa ditilik, bahwa Bouw Lek Couwsu memandang musuh mudanya
ini begitu tinggi hingga harus menggunakan ilmu
pamungkasnya. Nampak bahkan Bouw Lim Couwsu juga
tergetar, karena keampuhan suhengnya dalam ilmu ini masih jauh meninggalkannya.
Dan, Kwi Beng cukup tahu diri. Dia sadar, bahwa nyawanya dipertaruhkan dalam pertarungan yang berat ini. Dia segera menyiapkan Pek In Tai Hong Ciang dan meningkatkan ilmu
hawa pelindung badan pada tingkat tertinggi yang
dikuasainya, Kim kong pu huay che sen (Ilmu Badan/Baju
Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Dia tahu, bahwa benturan
selanjutnya akan merugikan dia, hanya dengan kedua ilmu inilah dia mengharapkan kerugian dipihaknya bisa dikurangi.
Untunglah dia mendapatkan tambahan tenaga titipan gurunya untuk pertarungan kali ini. Jika tidak, sungguh dia tak mampu membayangkannya.
Dan ketika mereka kembali bentrok, suasana sekitar
mereka bagi yang menonton menjadi sangat luar biasa. Yang paling tercengang adalah pendeta yang mengawal Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Sampai terngangah-ngagah dia menyaksikan bayangan manusia yang bagaikan naga beterbangan saling
pukul dan saling intai. Bahkan Sang Ciangbunjin sendiripun nyaris tak percaya menyaksikan anak muda Siauw Lim Sie itu bergerak dengan langkah dan akibat mujijat.
Tapi, dia segera sadar, bahwa kematangan latihan dan
pengalaman serta kekuatan pihaknya masih belum memadai
untuk mengalahkan Bouw Lek Couwsu. Kakek Lhama raksasa
itu nampak semakin garang dan semakin menakutkan, terlebih pancaran sihir menyorot dari matanya yang untungnya tidak mempengaruhi dengan sangat Kwi Beng. Hanya dengan unsur mujijat Pek In Tai Hong Ciang sajalah dia masih sanggup bertahan dengan kuatnya. Tetapi sudah pasti, dia berada pada pihak yang bertahan kali ini.
Melihat keadaan kakaknya, Kwi Song segera bersiap untuk memberi bantuan. Tetapi, belum sempat dia besuara untuk memberi bantuan, dihadapannya sudah berdiri dalam sikap menanti Bouw Lim Couwsu, sute Bouw Lek Couwsu yang tidak kurang saktinya. Dalam kekhawatirannya, Kwi Song tidak lagi banyak pertimbangan, langsung dia memutuskan menyerang
Bouw Lim Couwsu dan menciptakan arena kedua dalam
ruangan yang untungnya memang cukup luas itu.
Pertempuran yang tidak kurang serunya segera terjadi,
dengan ilmu-ilmu yang mirip dengan pertarungan pertama
dan tingkat penguasaan yang tidak jauh berbeda. Hanya,
nampaknya Kwi Song menghadapi lawan yang sedikit lebih
lemah dibandingkan kakaknya, dan mampu bertarung secara seimbang dengan Bouw Lim Couwsu. Baik Ceng Liong maupun Ciangbunjin Siauw Lim Sie sama paham bahwa nampaknya
Kwi Song sanggup menandingi Bouw Lim Couwsu dan
mendatangkan rasa kagum bagi keduanya. Sungguh Kian Ti
Hosiang tidak percuma membuang banyak waktu membina
kedua anak muda sakti yang kini sangat membanggakan itu.
Sementara di arena lain, meskipun kondisinya menunjukkan kemenangan dipihaknya, tetapi kesombongan dan arogansi
Bouw Lek sudah lenyap entah kemana. Baru muridnya saja
sudah sedemikian lihaynya, bagaimana pula dengan
kematangan ilmu gurunya" Lenyap sudah keinginannya untuk memberi hajaran kepada jasad Kian Ti Hosiang. Sebab, bila anak muda murid Kian Ti Hosiang yang satu lagi
mengeroyoknya dan dia sudah mengijinkannya sebelum
bertempur tadi, bagaimana pula nantinya nasibnya" Karena itu, maka dia berniat menyelesaikan pertempuran meskipun niatnya untuk memberi hajaran kepada Kian Ti Hosiang sudah lenyap. Tentu, dia ingin menyelesaikan dengan kemenangan ditangannya.
Tetapi, dengan pengerahan tenaga sebesar mereka saat
ini, maka dia hanya bisa menang dengan melukai Kwi Beng, dan itu hanya mungkin dengan mengerahkan seantero
kekuatannya. Dan tidaklah mungkin dia melakukannya, sebab daya untuk berjalan pergi dari Siauw Lim Sie bisa tidak lagi tersisa. Tetapi, sayang, untuk menarik diri dari libatan perkelahian mereka sudah sangat terbatas, karena sudah
saling melibas.
Untungnya, kesulitan kedua orang ini bisa dilihat oleh mata ahli yang lain. Ceng Liong paham, bahwa keadaan Kwi Beng sungguh sangat berbahaya, sewaktu-waktu dia bisa terluka parah oleh keadaan terakhir. Tetapi, Ceng Liong juga sadar, bahwa untuk melukai Kwi Beng, Bouw Lek akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tidak akan mudah bagi Bouw Lek
Couwsu untuk menundukkan dan melukai Kwi Beng yang
bersilat dengan kecepatan dan kekokohan Ilmunya. Hal yang sama ditemuinya dalam arena kedua, dimana Kwi Song
mampu bertarung sama kuat dengan Bouw Lim Couwsu,
bahkan dia bisa mengirimkan serangan yang sama tajamnya dengan serangan yang dilancarkan oleh Bouw Lim Couwsu.
Pertarungan itupun nampaknya akan makan waktu lama untuk diselesaikan.
Tetapi, pada saat dia berpikir demikian, nalurinya yang tajam menerima sebuah pesan naluariah yang agak lain dan membuatnya menjadi sangat waspada. Nampaknya,
kedatangan kedua orang ini tidaklah semata persoalan pribadi, karena masih ada sekelompok orang lain yang ternyata datang bersama mereka. Sekejap dia melirik Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang juga nampaknya mendapatkan firasat yang sama.
Sesuatu harus diputuskan, dan harus cepat. Dengan segera dia menoleh kepada Liang Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian dan memberi bisikan lirih, juga kepada Ciangbunjin Siauw Lim Sie:
"Lan Moi, Lian Moi, kalian bantulah Ciangbunjin Losuhu
mengawasi keadaan sekitar. Nampaknya masih ada beberapa jago tangguh yang menyertai kedua orang tua sakti ini, biarlah aku mengawasi arena pertarungan didalam dan juga jenasah Kian Ti Locianpwe. Sebaiknya agak cepat, situasi bisa berubah sewaktu-waktu" Setelah mengirimkan isyarat dan bisikan
tersebut, Ceng Liong kemudian berjalan mendekati peti mati berisi jasad Kian Ti Hosiang dan langkahnya kemudian diikuti seorang pendeta tua lainnya yang tadinya berdiri di belakang Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Sementara itu, Cangbunjin Siauw Lim Sie memandang sekilas ke arah Ceng Liong memberi
anggukan persetujuan dan kemudian melangkah keluar
ruangan diikuti kedua nona sakti yang kemudian bersiap dan berjaga di luar ruangan jenasah tersebut.
Aneh, keadaan di luar masih tetap lengang dan sunyi.
Hanya terdengar semilir angin dan tingkah jangkrik yang mengisi suara di kesenyapan malam. Selebihnya adalah sepi dan lengang, yang justru mendatangkan rasa seram bagi
mereka yang bermental rapuh. Tapi, Mei Lan dan Giok Lian tentu mengerti bahwa tersimpan sesuatu yang berbahaya
dibalik kesenyapan yang mencekam tersebut.
Sama seperti yang juga dirasakan oleh Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang malah memiliki ketajaman batin yang melebihi anak-anak muda tersebut. Diapun sadar, kuilnya sedang
disatroni oleh tokoh-tokoh lihay yang membuat banyak orang malah terlelap akibat pengaruh sebuah ilmu yang membuat orang menjadi sangat nyenyak tidurnya. Membuat segala
sesuatu disekitarnya menjadi senyap dan seakan-akan
melupakan apapun yang mungkin dan sedang terjadi malam
itu. Sedang Mei Lan, Giok Lian dan Ciangbunjin Siauw Lim Sie berkonsentrasi untuk mengenali keadaan sekitar kuil tersebut, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring:
"Berhenti kau", dan kemudian disusul dengan benturan
kekuatan yang mengeluarkan suara menggelegar "blaaaaar".
Dan sebentar kemudian terdengar suara pertempuran terjadi di luar pintu kuil sebelah tenggara, dan nampaknya
pertempuran itu juga merupakan pertempuran antara orangorang berkepandaian luar biasa.
Mei Lan dan Giok Lian saling pandang dan saling mengerti dengan mengirim isyarat bahwa mereka akan mendatangi
tempat tersebut. Dan Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengerti akan keadaan tersebut, dia menganggukkan kepala
menyetujui isyarat kedua nona yang akan mendatangi lokasi pertempuran tersebut dan akan meninggalkannya di depan
pintu masuk untuk berjaga-jaga. Dan saat kedua nona itu beranjak ke arah pertempuran tersebut, tiba-tiba terdengar sebuah siulan isyarat yang nampaknya berasal dari dalam ruangan jenasah. Suara tersebut mengalun rendah dan
mengawang, nampaknya disertai kekuatan batin yang
disalurkan dalam suara tersebut.
Saat itu, ketika suara asing itu masih mengawang di
seputar kuil Siauw Lim Sie, Mei Lan dan Giok Lian sudah tiba di lokasi pertempuran di luar pintu tenggara kuil Siauw Lim Sie. Dan betapa terkejutnya Mei Lan ketika melihat seorang anak muda yang sedang bertanding seru dengan seorang lain yang juga sudah dikenalnya, Hu Pangcu pertama Thian Liong Pang. Anak muda itu, adalah Liang Tek Hoat, kakaknya, dan sudah tentu keadaan itu sangat mengejutkannya.
Sementara di arena kedua, seorang pengemis tua yang
tertawa seperti setan tertawa, Hu Pangcu Kaypang Pengemis Tawa Gila sedang didesak hebat oleh orang yang juga sudah dikenal Mei Lan dan Giok Lian, yakni Hu Pangcu Ketiga Thian Liong Pang, Tibet Sin Mo Ong. Melihat keadaan yang kurang imbang ini, Giok Lian dengan cepat menerjang kedepan
mengirimkan serangan kearah Tibet Sin Mo Ong dan
membebaskan Pengemis Tawa Gila dari serentetan serangan maut yang menderanya.
Dua arena yang sama beratnya terbentang di pintu
tenggara kuil Siauw Lim Sie. Pertempuran-pertempuran yang sangat jarang nampak dalam dunia persilatan, dan melibatkan ilmu-ilmu ampuh dan mujijat yang dimainkan oleh mereka
yang sednag bertempur. Ledakan-ledakan memekakkan
telinga segera tergelar ketika Tek Hoat kemudian mulai
memainkan Pek Lek Sin Jiu untuk mengimbangi permainan Hu Pangcu Thian Liong Pang yang juga membadai menerpa
dirinya. Menghadapi Tek Hoat sungguh menghadirkan rasa
penasaran yang luar biasa dalam diri Hu Pangcu pertama ini, karena kembali dia ketanggor anak muda yang luar biasa
lihaynya setelah pernah dirugikan dalam pertempuran dengan Liang Mei Lan. Dan nampaknya, meski tidak secepat Mei Lan, tetapi anak muda Kaypang ini tidak berada dibawah
kepandaian anak gadis yang pernah melukainya dulu.
"Aneh, sungguh banyak kini anak muda yang memiliki
kepandaian menakjubkan dan bahkan sanggup
mengimbanginya. Sungguh tidak menguntungkan bagi Thian
Liong Pang" pikir Hu Pangcu Pertama dan membuatnya
menjadi lebih was-was. Terlebih ketika melihat bagaimana Hu Pangcu Ketiga, juga ternyata menemui lawan yang tidak
kurang tangguhnya dengan lawannya, dan lawan Hu pangcu
Ketiga, juga seorang nona yang masih muda. Luar biasa,
sungguh banyak anak muda sakti dewasa ini.
-0o~Marshall~DewiKZ~0oUpacara Duka di Siauw Lim Sie (4)
Sementara itu, Tibet Sin Mo Ong, juga mengalami
perlawanan yang luar biasa seru dan beratnya. Semua
permainan Ilmu Saktinya, mulai dari Hong Ping Ciang hingga Tam Ci Sin thong sanggup dihadapi dan mendapatkan balasan yang tajam dari si gadis. Giok Lian sendiri bertempur dengan mengandalkan ilmu-ilmu keluarganya, ilmu begkauw dan
mengandalkan jiauw sin pouw poan soan yang
menghindarkannya dari serangan mematikan.
Bahkan sesekali dengan landasan sinkang Jit Goat Sin kang warisan kakeknya dia membalas dengan ilmu mengerikan
yang memang agak sadis dan ganas, Toat beng Ci yang
menggidikkan. Benar-benar lawan berat, tidak kurang berat dibandingkan dengan lawan yang mengimbanginya di
perkampungan keluarga Yu. Bila begini, maka sulit diharapkan bahwa gerakan mereka malam ini akan memberi efek jera dan efek tobat bagi para pendekar yang berkumpul di Siauw Lim Sie.
Sementara itu, dibagian dalam tidak lama setelah suara
asing yang mengambang tadi sirna, tiba-tiba di depan ruangan jenasah sudah bertambah dan berbaris barisan 6 pedang Duta Perdamaian Lembah Pualam Hijau. Rupanya Ceng Liong telah mengerahkan tenaganya untuk membuyarkan pengaruh hitam
atas Barisan 6 Pedangnya dan kini barisan itu telah menjaga pintu masuk ruangan jenasah tempat bersemayamnya jenasah Kian Ti Hosiang.
Hal itu membuat Ciangbunjin Siauw Lim Sie menjadi lebih lega, dan dengan cepat dia menyadarkan 4 pendeta Siauw Lim Sie yang berjaga di depan pintu dan meminta mereka untuk menyadarkan banyak suheng dan sute mereka dalam kuil
Siauw Lim Sie. Dan sepeninggal ke-4 pendeta itu, tokoh-tokoh utama Siauw Lim Siepun seperti wakil Ciangbunjin, 18 Barisan Lo Han, dan beberapa Pendeta angkatan "Kong" (angkatan
Ciangbunjin Siauw Lim Sie saat itu) bermunculan mengelilingi ruangan jenasah tokoh mereka. Keadaan mulai dapat dikenali dan dikuasai, karena untungnya pihak pengganggu hanya
datang beberapa tokoh lihay mereka, dan tidak menyertakan anak buah mereka untuk ikut menyerang kuil Siauw Lim Sie.
Bahkan tokoh-tokoh utama lain semisal Cianbunjin Bu Tong Pay dan Jin Sim Todjin juga tidak berapa lama juga berkumpul diikuti dengan Ciangbunjin Kun Lun Pay dan beberapa tokoh lain. Sementara Sian Eng Cu sudah bergabung bersama
beberapa tokoh lain di pintu tenggara kuil Siauw Lim Sie, arena perkelahian Tek Hoat dan Giok Lian melawan tokoh
Thian Liong Pang.
Sementara itu, di bagian dalam ruang jenasah, pertarungan yang terjadi semakin lama menjadi semakin berat. Arena
pertempuran antara Kwi Song melawan Bouw Lim Couwsu
tidaklah mengkhawatirkan, tetapi pertempuran puncak antara Kwi Beng melawan Bouw Lek Couwsu sudah hampir bisa
dipastikan. Hanya karena kemujijatan ilmu pamungkas Kian Ti Hosiang yang membuat Kwi Beng masih sanggup bertahan.
Tetapi, dengan keunggulan tenaga, pengalaman dan
kematangan latihan, Kwi Beng akan semakin keteteran.
Hanya karena jurus dan ilmu pamungkas serta khikang
mujijat baju emas sajalah yang menghindarkannya dari
keadaan terluka dari lawannya. Dan, lama-kelamaan Ceng
Liong mulai berpikir untuk menghentikan pertarungan itu.
Apalagi, dia paling mungkin terlibat dan melibatkan diri dalam pertempuran itu, hanya dia seorang, dalam kapasitas sebagai Bengcu Dunia Persilatan. Dan, sebelum keadaan berkembang makin rumit, dikuatkannya hatinya, dikerahkannya saluran tenaga dalamnya untuk dibenturkan tepat ditengah benturan kekuatan Kwi Beng dan Bouw Lek Couwsu. Dan untuk itu, dia harus sangat teliti memanfaatkan kesempatan, karena
kesempatan itu hanya akan ada kurang dari sedetik.
Beberapa saat Ceng Liong berkonsentrasi, dan ketika
saatnya datang, dengan mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya, dibenturnya pusat benturan tenaga Kwi Beng dan Bow Lek Couwsu. Sesungguhnya, dia bertaruh dengan
keadaan yang sangat membahayakan dirinya sendiri bila


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gagal. Tapi, ketimbang melihat Kwi Beng terluka parah, maka ditempuhnya resiko berbahaya bagi dirinya. Dan, untungnya dia berhasil memukul persis di pusat benturan tenaga kedua orang yang bertempur dan persisi dititik yang diharapkannya.
Ledakan memekakkan telinga terjadi. Dan akibatnya, meski Ceng Liong terlempar oleh hempasan tenaga gabungan, tetapi dengan kekuatan lentur dan lemasnya dia melayang dan
meletik di atas memunahkan daya gempur atas tubuhnya.
Bahkan dia kemudian turun tepat di tengah kedua pihak yang bertikai dan segera berseru:
"Tahan, selaku Bengcu Rimba Persilatan Tionggoan,
kuminta pertempuran ini disudahi. Dan kuminta semua untuk menghormati arwah Kian Ti Hosiang. Siapa yang masih
penasaran akan berhadapan denganku selaku bengcu" kali ini Ceng Liong bertindak dengan sangat pas, dengan wibawa kuat memancar dari wajah dan sinar matanya. Bahkan Bouw Lek
Couwsu sendiri sampai terpana dan maklum, bahkan bocah
muda yang menyebut dirinya Bengcu ini malah masih lebih liat dibanding lawannya barusan. Berani membentur benturan
tenaganya dengan Kwi Beng dan bahkan tidak terluka, hanya mungkin dilakukan oleh orang sakti, yang bahkan tidak
terpaut jauh dengan kepandaiannya. Hal ini sungguh
membuatnya terkejut. Sungguh hebat anak muda itu, pikirnya.
Campur tangannya Ceng Liong telah mengundang banyak
penafsiran. Yang pasti, Kwi Beng merasa bersyukur karena nyaris susah bertahan lebih lama di bawah himpitan serangan Bouw Lek Couwsu. Bouw Lek Couwsu, merasa kurang senang
meski sadar bahwa posisi mereka sangat tidak
menguntungkan. Tetapi, untuk berkelahi lebih jauh, dia sadar bahwa hal itu tidaklah memungkinkan. Menang melawan Kwi Beng tetapi dengan menang tipis, juga lebih membuatnya
malu. Disamping itu, diapun sadar, Bengcu muda ini juga bukanlah lawan empuk, belum lagi anak muda satunya lagi yang adalah murid Kian Ti Hosiang juga. Karena itu,
disamping merasa gerah dengan Ceng Liong, diam-diam
diapun bersyukur perkelahian yang tidak menguntungkannya sudah diselesaikan. Tetapi, dasar cerdik dia kemudian
bergumam: "Apakah ini berarti Bengcu Tionggoan ingin menggunakan
kekuatannya mengempur orang yang menagih hutang
pribadi?" "Sudah kutegaskan, siapapun yang tidak menghormati
jenasah guru besar Kian Ti Hosiang, bukan hanya akan
berhadapan dengan Siauw Lim Sie, tetapi juga dunia
persilatan Tionggoan. Urusan pribadi ataupun urusan
kelompok atau urusan siapapun, tidak terkecuali. Karena itu, bila locianpwe mau memberi penghormatan terakhir, silahkan.
Jika tidak, kami persilahkan untuk berlalu dari tempat ini"
tegas, sangat tegas keputusan dan penegasan Ceng Liong.
"Baiklah anak muda, urusanku disini sudah selesai. Toch, Kian Ti Hosiang sudah mendahuluiku, biarlah urusan
selebihnya kuhapuskan sampai disini. Lohu tidak punya urusan dengan Siauw Lim Sie, urusanku murni urusan pribadi. Jika demikian, kami mohon diri" Bouw Lek Couwsu cerdik, dia tidak memaksakan diri karena memang posisinya sudah tidak
mengenakkan. Mengundurkan diri adalah jalan yang paling mungkin dan
paling baik baginya untuk saat ini. Meskipun datang dengan Bouw Lim Couwsu, dia tidak punya keyakinan lagi untuk
memenangkan pertempuran di Siauw Lim Sie. Apalagi, ketika melirik kearah Bouw Lim Couwsu, sutenya itu juga ternyata mendapat perlawanan yang hampir seimbang, dan tidak
mungkin memenangkan pertempuran dalam waktu singkat.
Jangankan menang dalam waktu singkat, melihat
pertempuran seru itu, dia sadar bahwa sutenya itu hanya menang tipis atau jika bukan imbang atau bertempur
seimbang dengan pendekar muda Siauw Lim Sie yang satunya lagi.
Maka, sambil menjura memberi penghormatan kepada
jenasah Kian Ti Hosiang, dia kemudian menggapai kearah
Bouw Lim Couwsu dan berkata:
"Sute, sudah waktunya kita pergi. Toch Kian Ti si pendeta tua sudah berpulang lebih dahulu, biarlah lain kali kita melakukan perhitungan lain"
Mendengar perkataan Bouw Lek Couwsu, Bouw Lim
Couwsu yang memang semangat bertempurnya sudah banyak
turun sejak dijatuhkan Ceng Liong dengan cepat menarik diri dari pertempuran dan dibiarkan saja oleh Kwi Song. Dan
kemudian Bouw im Couwsu mendampingi Bouw Lek Couwsu
memberi penghormatan terakhir kearah jenasah Kian Ti
Hosiang. Tapi, begitu selesai mereka memberi penghormatan
terakhir, tiba-tiba nampak kilatan emas bergerak sangat cepat dari arah jendela. Kecepatannya sungguh mengagumkan,
sangat cepat malah dan nampak seperti kilatan emas
memanjang kearah dalam.
"Hm, inikah Bengcu Tionggoan yang masih muda itu?"
Dan segera nampak kalau kilauan cahaya emas memanjang
itu, kini terpentang dan dengan cepat mengarah ke Ceng
Liong. Belum lagi tiba serangan kilatan warna emas itu, serangkum angin yang sangat tajam telah menerpa datang.
Untungnya, Ceng Liong sejak tadi memang sudah bersiap
sedia, dan karena itu dengan cepat dia bereaksi. Ceng Liong sadar, penyerangnya bukan orang biasa, bukan. Malah
sebaliknya. Ditinjau dari angin serangan yang mengarah
kearahnya, malah masih lebih berat dibandingkan dengan
angin serangan Bouw Lim, atau malah masih seurat di atas Bouw Lek Couwsu.
Dan serangkum hawa berat itu yang sedang mengarah
ketubuhnya. Karena itu, tak berayal lagi, dikerahkannya segenap tenaganya, dan memilih salah satu jurus ampuh dari Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), jurus keenam "Awan Putih Menangkal Kilau Mentari". Dan, kilatan cahaya keemasan itu kemudian membentur Ceng Liong yang sempat membentengi dirinya
dengan khikang pelindung badan dan membuat tangannya
nampak seperti diselimuti awan putih yang tebal pekat. Tapi, kilauan keemasan itu juga tidak olah-olah hebatnya dan, dan terbukti karena setelahnya kemudian terdengar benturan
keras, sangat keras malah:
"Blaaaar" dan tubuh Ceng Liong terdorong mundur sampai
5 langkah kebelakang, sementara kilauan keemasan yang
bergerak cepat itupun terdorong sampai 3 langkah
kebelakang. Tidak lama, tidak sampai bisa dikenali siapakah gerangan penyerang itu, karena segera setelah itu, terdengar suaranya:
"Tidak kecewa, sungguh mengagumkan. Semuda ini sudah
sehebat ini, tapi masih belum mampu melawan lohu" dan
suara itu segera terbang bersama tubuh keemasan yang tidak sempat bisa dikenali bagaimana raut muka maupun
perawakannya. Tubuh itu segera melesat secepat
kedatangannya dan menghilang sama cepatnya dengan Bouw
Lim Couwsu dan Bouw Lek Couwsu. Tetapi sepeninggal
mereka sebuah suara mendenging di telinga Ceng Liong yang baru bisa menemukan keseimbangannya akibat terdorong oleh sebuah tenaga yang luar biasa besarnya: "Anak muda, pinto sedang melakukan tugas terakhir memenuhi kewajiban
kepada suhengku, dan inilah pengembaraanku yang terakhir", suara Bouw Lim Couwsu. Dan kemudian lenyap.
Sementara itu, Ceng Liong yang tergetar oleh benturan
kekuatan yang luar biasa tadi, membutuhkan waktu beberapa saat untuk menenagkan diri dan mengumpulkan
semangatnya. "Luar biasa. Ceng Liong, sungguh lawan-lawan kita adalah tokoh-tokoh kawakan yang menakutkan. Tapi, siapakah tokoh yang datang terakhir itu?" Kwi Song segera mendekati Ceng Liong begitu lawan-lawan mereka berlalu dan Ceng Liong
nampak menarik nafas beberapa saat baru kemudian
menemukan keseimbangannya.
"Benar saudara Kwi Song. Jika tidak salah, lawan-lawan
kalian adalah Bouw Lim Couwsu dan Bouw Lek Couwsu yang
menjadi Hu Hoat ke-3 dan ke-4 di Thian Liong Pang. Mereka pernah bertarung nyaris seimbang dengan guru-guru kalian, Kian Ti Hosiang dan Pek Sim Siansi Wie Tiong Lan pada masa lalu. Memang sungguh hebat mereka. Dan rasanya tidak
mungkin kalau kedua locianpwe yang mulia, guru kalian belum menceritakannya kepada kalian"
"Terima kasih atas bantuan saudara. Benar, suhu pernah
menyinggung nama-nama mereka yang pernah berontak
terhadap Lhama di Tibet dan kini mereka menjadi pelarian.
Bila tidak dipisahkan, rasanya siauwte tidak sanggup bertahan lebih lama lagi" Kwi Beng berkata kepada Ceng Liong.
"Saudara Kwi Beng, Bouw Lek Couwsu memang masih
seurat diatas adiknya, dan memang nampak jelas
kehebatannya. Tapi, bukan berarti kita tidak sanggup
mengalahkannya kelak" hibur Ceng Liong.
"Sudahlah, nampaknya di luar juga terjadi pertempuran
lainnya. Sebaiknya kita melihat keadaannya" Kwi Song
berinisiatif. Saat kedatangan Kwi Beng, Kwi Song dan Ceng Liong
adalah saat dimana pertempuran tersebut berakhir. Baik Tek Hoat yang memainkan Pek Lek Sin Jiu dan berkali-kali juga Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut memang
mampu melawan dan mengimbangi Hu Pangcu pertama.
Bahkan nampak masih bisa menguasai pertempuran meskipun tidaklah seberapa, tidak mampu dirubah menjadi
kemenangan, apalagi dalam waktu singkat.
Sementara Giok Lian, juga mampu menang seusap
melawan Hu Pangcu ketiga, tetapi tidaklah mungkin menang dalam waktu singkat. Sementara di sisi arena masih bediri Pengemis Tawa Gila dan juga beberapa tokoh Siauw Lim Sie yang sudah sadar dari pengaruh Ilmu yang memabukkan dan juga tokoh sakti Sian Eng Cu yang sudah berdiri didekat Mei Lan. Tokoh-tokoh itu sudah pada sadar dari serangan ilmu yang memabukkan, meskipun mereka terlambat keluar karena tidak enak dengan aturan Siauw Lim Sie.
Tetapi, setelah siulan Ceng Liong dan suara pertempuran di luar kuil, mereka sadar bahwa sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Bahkan, didepan mereka semua, masih bediri kokoh Liang Mei Lan didampingi Sian EngCu yang menyaksikan dan mengawasi pertempuran di dua arena tersebut. Saat-saat
yang menunjukkan bahwa hasil gangguan ke Siauw Lim Sie
tidaklah menghasilkan cukup banyak keuntungan bagi,
kemudian membuat pihak pengganggu memutuskan
menyelesaikan pertempuran dan pergi mengundurkan diri.
Tiba-tiba terdengar sebuah dengusan tidak senang:
"cukup, bersiaplah, kita pergi"
Bersamaan dengan itu, selarik sinar kehitaman nampak
melompat dari kegelapan. Cepatnya sungguh mengagumkan,
bahkan sempat membuat Mei Lan yang ahli ginkang juga
kagum atas kecepatan lawan tersebut. Melihat yang diserang adalah kakaknya, Mei Lan dengan segera mengerahkan
segenap kekuatannya di tangannya. Segenap tenaganya,
karena dari deru angin serangan lawan dia menyadari bahwa lawan yang menyerang bahkan masih lebih hebat dari Hu
Pangcu yang menjadi lawan Tek Hoat dan Giok Lian.
Diapun mengerahkan segenap kekuatannya dan bergerak
sama cepatnya dengan si penyerang sambil menyambut
serangan tersebut dengan jurus pamungkasnya. Bergerak
sangat cepat baik penyerang maupun Liang Mei Lan sehingga membuat mereka saling berbenturan sebelum pukulan si
penyerang mendekati Tek Hoat. Tapi, sungguh hebat
akibatnya, benturan keras dengan suara memekakkan telinga tidaklah bisa dihindari lagi:
"Blaaaaaar", Mei Lan sampai merasa kepalanya sedikit
pusing dan dia terdorong sampai lebih 6 langkah kebelakang.
Tapi, tangkisannyapun ternyata membuat lawannya terdorong 3 langkah ke belakang. Dan akibat serangan tersebut, baik Tek Hoat dan Giok Lian sempat tersentak melihat akibat
benturan Mei Lan dan si penyerang gelap yang tidak sempat bisa diidentifikasi siapa orangnya.
Tidak ada tanda-tanda fisik yang bisa ditangkap saking
cepat datangnya seangan dan kelabatan orang itu untuk
meninggalkan arena diikuti kedua Hu Pangcu Thian Liong
Pang. Dan pada saat itulah Ceng Liong bertiga tiba di tempat atau tiba diarena pertempuran yang juga baru saja usai itu.
Ceng Liong segera mendekati Liang Mei Lan karena dia
sempat melihat bagian akhir dari benturan hebat tersebut.
Dengan suara yang sangat khawatir dia berbisik:
"Lan Moi, engkau baik-baik sajakah?"
Ada beberapa ketika Mei Lan menetralisasi tenaga
dalamnya dan beberapa saat kemudian dia sadar dan sambil tersenyum dia bergumam:
"Sudah tidak berhalangan lagi, Liong Koko. Bagaimanakah keadaan yang lainnya" segera dia melihat sekitarnya dan melihat Giok Lian yang memandangnya khawatir, juga melihat kedua pendekar kembar, pengemis gila tawa dan terakhir juga melihat kokonya yang sedang tersenyum kearahnya, Liang
Tek Hoat. "Ach, koko, bagaimana keadaan terakhir?"
"Sudah, semua sudah usai Lian Moi. Kokomu khawatir
melihat benturanmu dengan si bayangan hitam, entah
siapakah tokoh sakti itu?"
"entahlah koko, tapi yang pasti rasanya dia masih lebih lihay lagi dibandingkan Hu Pangcu mereka. Sungguh banyak tokoh lihay di Thian Liong Pang" Mei Lan sambil mengeluh, selain menomalisasi kondisi tubuhnya yang tergetar, juga gemas karena lawan memiliki demikian banyak tokoh tangguh yang sudah pada bermunculan di dunia persilatan.
"Benar nona Mei Lan, bahkan didalampun Ceng Liong
sampai bertempur dengan sesosok bayangan keemasan yang
juga luar biasa lihaynya. Bahkan masih lebih lihay dari Bouw Lim Couwsu dan juga Bouw Lek Couwsu nampaknya" Kwi
Song menambahkan.
"Benarkah demikian Liong Ko?"
"Begitulah Lan Moi. Nampaknya tugas kita menjadi luar
biasa sulitnya. Tokoh-tokoh mereka luar biasa lihaynya, sangat tidak mungkin kita melawan mereka seorang demi seorang.
Padahal, kitapun belum tahu apakah mereka sudah inti
kekuatan lawan ataukah malah masih ada jago tersembunyi lainnya" Ceng Liong berdesis membenarkan.
"Sungguh berbahaya. Benar Bengcu, nampaknya masih ada
inti kekuatan lawan yang tersembunyi. Bukan tidak mungkin yang menempur Bengcu dan Nona Mei Lan adalah Kim-i-Mo
Ong dan Koai Tung Sin Kai. Dan bila mereka, maka lawan kita memang benar-benar ampuh. Sungguh berbahaya" desis
Pengemis Tawa Gila yang ikut merasa seram karena kehadiran kedua tokoh iblis yang sangat luar biasa itu. Setahunya, hanyalah Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong yang dulu
sanggup menahan kedua maha iblis ini dan mengikat mereka dengan perjanjian menutup diri selama 40 tahun.
"Ya, sangat mungkin bahwa keduanya adalah Kim-i-Mo Ong
dan Koai Tung Sinkai, bila melihat kehebatan mereka dalam bergerak dan ilmu silat. Jika demikian, nampaknya pihak lawan sudah bergerak secara terbuka dan akan berhadapan dengan kita, cepat atau lambat" Sian Eng CU membenarkan dugaan Pengemis Tawa Gila.
Tengah mereka bercakap-cakap dengan sangat serius
membahas kejadian paling akhir dan ketika pagi mulai
menjelang datang, tiba-tiba wakil Ciangbunjin Siauw Lim Sie nampak datang. Dia kemudian menyapa semua orang dan
menyampaikan pesan:
"Ciangbunjin mengundang semua orang gagah untuk
minum teh pagi bersama dan becakap-cakap banyak hal"
Ceng Liong yang merasa selaku Bengcu memang pada
tempatnya membicarakan banyak hal bersama banyak orang
gagah dari banyak perguruan dengan cepat mengiyakan.
"Mari losuhu, nampaknya undangan Ciangbunjin memang
sangat tepat bagi kita semua untuk membicarakan banyak
hal" -0o~Marshall~DewiKZ~0oUpacara Duka di Siauw Lim Sie (5)
Meskipun masih dalam suasana berkabung, tetapi
Ciangbunjin Siauw Lim Sie tetap bergabung dengan para
tamu, kawanan jago persilatan yang datang melayat pada hari sebelumnya dan masih bertahan di Siauw Lim Sie. Peristiwa serangan ke Siauw Lim Sie, sungguh mencengangkan banyak orang, apalagi hanya dilakukan oleh beberapa tokoh sakti yang nampaknya berasal dari Thian Liong Pang.
Sangat menggemparkan tentunya, karena menurut
pendengaran para jago dunia persilatan, yang datang adalah para pemimpin teras Thian Liong Pang. Tidak kurang dua
orang hu-pangcu dari Thian Liong Pang datang "berkunjung", tengah malam buta atau menjelang fajar. Bahkan, 2 tokoh kuat lainnya, yakni Bouw Lek Couwsu dan Bouw Lim Couwsu yang juga merupakan 2 orang hu-hoat dari Thian Liong Pang juga datang meski mengusung alasan pribadi.
Bahkan yang lebih menggemparkan lagi, ketika nama 2
maha durjana dunia persilatan, Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sin Kay, tokoh yang sangat ditakuti di dunia hitam, ternyata juga disinyalir ikut meluruk datang. Benar-benar gila, pikir para jago dunia persilatan tesebut. Di tengah keadaan
berduka dan didatangi banyak jago dunia persilatan, Thian Liong Pang tetap berani main kurang ajar terhadap Siauw Lim Sie. Benar-benar sebuah tantangan dan ancaman secara
terbuka yang membuat para jagi menjadi ketar-ketir.
Dengan kekuatan Thian Liong Pang yang sedemikian
dahsyat, maka ancaman terhadap yang hadir dan dunia
persilatan sungguh nampak semakin terasa mengerikan.
Betapa tidak, bahkan di kandang singa, Siauw Lim Sie
sekalipun, mereka tidak merasa risih dan takut untuk datang mengacau. Bahkan mampu mempengaruhi banyak tokoh
persilatan sehingga mengalami rasa kantuk dan tidur yang nyaris lupa akan diri masing-masing.
Tapi. Percakapan juga menjadi seru ketika mendengar
bahwa justru yang mengusir para jago itu, bukannya Sian Eng Cu yang sangat terkenal kesaktiannya. Juga bukan
Ciangbunjin Siuw Lim Sie yang dianggap tokoh tua yang juga tidak kurang lihaynya, bukan pula Cianbunjin Bu Tong Pay atau tokoh tua mereka Jin Sim Todjin, juga bukan Lo Han Tin Siauw Lim Sie. Sebaliknya, adalah tokoh-tokoh muda dari Siauw Lim Sie, Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song.
Juga tokoh muda dari Kay Pang, Liang Tek Hoat yang
adalah calon yang digadang-gadang banyak tokoh Kay Pang untuk menjadi generasi Pangcu berikutnya. Kemudian juga salah seorang tokoh muda Bengkauw, seorang nona muda
yang juga sangat lihay ilmu silatnya. Kemudian, juga murid Bu Tong Pay, Liang Mei Lan yang malah disaksikan banyak orang berbenturan langsung dengan tokoh sakti mandraguna, Koai Tung Sin Kai. Sungguh orang-orang muda yang menjadi tiang dan tonggak harapan dunia persilatan pada masa mendatang, atau bahkan masa kini.
Herannya, tiada satupun yang membicarakan apa yang
dilakukan Kiang Ceng Liong, Bengcu muda yang pekerjaannya malam tadi tiada seorangpun yang menaruh perhatian dan
bertanya. Apalagi yang tahu belaka hanya kedua saudara
kembar she Souw dan juga Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Tapi, untungnya Kiang Ceng Liong memang tidak bermaksud
mencari nama dengan semua yang dikerjakannya.
Di meja sekitar Ciangbunjin, duduk bersama Kiang Ceng
Liong, Ciangbunjin Bu Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay, Sian Eng Cu, Jin Sim Todjin dan juga Kay Pang Hu Pangcu Pengemis Tawa Gila. Satu-satunya anak muda yang gabung
adalah Ceng Liong, atas kedudukannya sebagai Bengcu dunia persilatan. Sementara di meja terdekat lainnya, duduk para tokoh muda lainnya, Tek Hoat, Mei Lan, Giok Lian, Souw Kwi Song dan Souw Kwi Beng serta beberapa tokoh hebat lainnya.
Masing-masing meja tempat minum teh pagi terlibat dalam percakapannya sendiri-sendiri dengan tingkat analisis yang berbeda-beda. Tetapi di meja utama, percakapannya nampak sangat serius, terutama ketika Pengemis Tawa Gila dan Sian Eng Cu memaparkan apa yang mereka lihat dalam
pertempuran tadi:
"Menurut pengamatan lohu, penyerang terakhir adalah Koai Tung Sin Kay. Seorang pengemis sakti yang sangat kukoay dan sering bawa adatnya sendiri. Dan bahayanya, dia
berteman akrab dengan Kim-i-Mo Ong, karena mereka berdua pernah dikalahkan Kiong Siang Han Pangcu Kay Pang generasi terdahulu bersama Kiang Sin Liong locianpwe dari Lembah Pualam Hijau" ucap Pengemis Tawa Gila
"Benar, lohu juga memiliki pandangan dan dugaan yang
sama dengan Pengemis Tawa Gila. Tingkat mereka sudah
sangat tinggi, dan masih belum ada diantara kita yang
sanggup melawan mereka bila pertandingan dilangsungkan.
Ach, dugaan mereka orang tua sungguh tepat. Kita
berhadapan dengan kekuatan iblis yang luar biasa lihaynya"
tambah Sian Eng Cu
"Maksud jiwi, kedua maha iblis itu juga ikut-ikutan meluruk ke Siauw Lim Sie?" Ciangbunjin bertanya dengan nada serius
"Dugaan kami begitu Lo suhu" sahut Pengemis Tawa Gila
"Tapi, bagaimana mungkin merekapun ikut mengundurkan
diri tanpa melakukan sesuatu yang berarti sute?" Jin Sim Todjin bertanya kepada Sian Eng Cu
"Ji Suheng, pertama, mereka nampaknya hanya ingin
menggetarkan nyali orang dengan tanda tanya mereka hadir atau tidak. Kedua, secara kebetulan Kim-i-Mo Ong membentur Kiang Bengcu yang meski masih kalah tetapi tidak terpaut jauh dengannya. Hal yang sama terjadi dengan Koai Tung Sin Kai yang ditangkis secara hebat oleh sumoy Mei Lan.
Bermaksud mengagetkan kita, justru mereka yang terkaget-kaget sambil pergi"
"Masuk di akal" Jin Sim Todjin mengangguk-angguk diikuti Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Di meja lainpun ke-5 anak muda sakti lainnya nampak
sedang berbincang-bincang seru. Nampaknya merekapun
sedang mendiskusikan kejadian paling akhir dan terkait
dengan tugas masing-masing yang diembankan oleh sesepuh perguruan mereka. Kwi Song yang tidak menyembunyikan
kekagumannya atas Mei Lan sudah bertanya:
"Liang Kouwnio, kabarnya engkau sempat membentur
salah seorang jago sakti dari Thian Liong Pang?"
"Ach, sungguh menyesal aku tidak sanggup mengatasinya.
Dia masih terlampau sakti"esal Mei Lan
"Ach, nampaknya memang benar banyak orang sakti yang
meluruk datang. Ceng Liong juga memapak serangan seorang berjubah emas yang nampaknya masih lebih lihary
dibandingkan lawan kami berdua"
"Benar Song te, lawan-lawan kita memang sangat
berbahaya. Termasuk lawan Nona Giok Lian juga sungguh luar biasa kuatnya. Jika tidak salah, dia adalah Hu Pangcu Thian Liong Pang, dan Nona berhasil menghalaunya pergi. Kagum sungguh kagum" Liang Tek Hoat mengutarakan perasaannya, juga jelas penujui nona Siangkoan Giok Lian, seperti juga Souw Kwi Song yang nampak memiliki rasa terhadap Mei Lan.
"Ach, tapi Hu Pangcu pertama yang lawan saudara Tek
Hoat, juga bukan lawan yang ringan. Sungguh, tugas yang diembankan kongkong luar biasa beratnya" Giok Lian
termenung. "Ach, tapi kita bisa bekerja sama Kouwnio, kita bisa
bersama dengan kekuatan dunia persilatan ini untuk
membentur organisasi Thian Liong Pang ini.
"terima kasih saudara Tek Hoat" Siangkoan Giok Lian
tersipu-sipu mengucapkan terima kasih kepada Tek Hoat.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebagaimana meja pertama, meja para anak muda inipun
penuh dengan percakapan seputar kemungkinan yang akan
dihadapi, persoalan besar dan penting lainnya serta kadaan musuh mereka yang masih di tempat kegelapan, susah diraba kapan dan bagaimana cara mereka turun tangan lebih jauh nantinya. Beda dengan meja sebelahnya, pendar-pendar rasa antara orang muda ini nampak cukup kentara, terutama Kwi Song yang selalu memperhatikan Mei Lan dan Tek Hoat yang selalu memberi perhatian khusus terhadap Siangkoan Giok Lian. Karena itu, percakapan mereka jauh lebih hidup, tidaklah tegang semata, terlebih karena nampaknya Giok Lian memberi angin terhadap perhatian Tek Hoat.
Sementara Kwi Song yang penuh percaya diri tidaklah
patah arang meski melihat Mei Lan tidak terlampau antusias dengan perhatian khusus yang dinampakkannya. Padahal,
sebagaimana Tek Hoat, Kwi Song juga memiliki pembawaan
yang tidak kurang menyenangkan. Tetapi, bila memang hati sudah tertambat ke orang lain, maka sehebat apapun orang baru yang mencoba membuka pintu asmara itu, pastilah sukar sekali melakukannya.
Lain dengan meja satunya. Percakapan mereka benarbenar serius, sangat serius dan fokus terhadap persoalan yang ditimbulkan Thian Liong Pang dan bagaimana mengurusnya
nanti. Bahkan dikaitkan dengan semua kejadian di dunia
persilatan yang demikian menyeramkan. Bahkan juga dengan resiko yang akan terjadi begitu meninggalkan Siauw Lim Sie.
Sungguh sebuah kemungkinan yang sangat tidak
menyenangkan tetapi sangatlah mungkin terjadi. Karena itu, sampai Ciangbunjin Siauw Lim Sie menjadi sangat terkejut dengan fakta bahwa terdapat ancaman bahaya bagi setiap
para jago yang akan meninggalkan gunung Siong San
nantinya. Karena itu, dia berpaling kepada Kiang Ceng Liong dan bertanya:
"Kiang Bengcu, bagaimana dengan pandangan serta
pemikiranmu menghadapi ancaman pembunuhan bagi mereka
yang nantinya turun dari gunung ini setelah upacara
perabuan?" Kentara sekali sang Ciangbunjin memandang
Kiang Ceng Liong sangat tinggi.
"Lo suhu, nampaknya siauwte membutuhkan banyak
masukan dari para locianpwe disini" Ceng Liong merendah
"Yang pasti, harus dihindari perjalanan turun gunung
dengan melakukannya perseorangan. Mau tidak mau
perjalanan berkelompok, bila mungkin semakin besar semakin baik adalah pilihan yang paling mungkin. Sebab bisa
dipastikan kelompok penyerang dari Thian Liong Pang akan mencari-cari kesempatan untuk menghabisi para jago yang turun dari gunung ini setelah usai acara di Siauw Lim Sie"
tambahnya. "Benar Bengcu, nampaknya jalan itu yang paling mungkin.
Resiko berjalan sendiri-sendiri teramat riskan" tambah
Pengemis Tawa Gila
"Tetapi, rombongan ini tidaklah mungkin terus menerus
selalu bersama, karena suatu saat pasti akan terurai
sendirinya karena arah dan tujuan yang berbeda" Sian Eng Cu bersuara.
"Benar, dan dalam hal ini Kay Pang harus banyak berperan.
Baik sebagai pencari berita, maupun mengintai jalanan yang mungkin sudah disiapkan penghadangan oleh musuh"
Ciangbunjin Kun Lun Pay menambahkan.
Tapi, belum sempat keputusan itu diutarakan kepada
semua jago, keresahan yang juga telah menjalar di kalangan mereka lama kelamaan membuat suasana menjadi panik dan
panas. Bahkan, perbincangan-perbincangan di meja-meja para jago dunia persilatan cenderung tak terkontrol dan
mengakibatkan suasana menjadi tambah runyam. Dalam
puncaknya, seorang jago yang terkenal berangasan bernama Thi ciang kay pit (telapak baja penghancur nisan) Tang Cun terdengar bersuara lantang:
"Cuwi enghiong sekalian, keadaan dunia persilatan sudah sekian lama dalam ancaman teror Thian Liong Pang. Bahkan semakin lama semakin banyak korban mereka, dan bukan
tidak mungkin sebagian besar diantara kita akan segera
menyusul. Bahkan banyak perguruan, termasuk perguruan
besar menjadi korban mereka. Sudah bertahun-tahun, dan
kita masih belum pernah berhadapan langsung dengan
mereka. Bahkan Bengcu menghilang entah kemana.
Nampaknya, dunia persilatan Tionggoan membutuhkan
persatuan dan pimpinan baru untuk menghadapi kekisruhan ini. Entah bagaimana pandangan cuwi sekalian?"
Ucapan Tang Cun ini menarik perhatian yang sangat besar, terutama di kalangan para jago yang ternyata memang sudah agak resah dan semakin tercekam oleh kekhawatiran akan
keadaan dunia persilatan dan fakta bahwa bahkan Siauw Lim Sie sendiripun tidak aman lagi. Karena itu, begitu picu ditarik, dengan segera sambutanpun muncul:
"Lohu Tiong It Ki sependapat dengan saudara Tang Cun.
Sudah terlalu lama dunia persilatan Tionggoan dibuat ketar-ketir oleh teror Thian Liong Pang. Sementara, kita nyaris tanpa perlawanan atas kekisruhan yang dihadirkan organisasi itu.
Karenanya, kebetulan juga Bengcu sudah lama tidak kelihatan, sudah saatnya kita menentukan persatuan dan memilih
pemimpin baru yang tidak berhalangan"
Dan, kemudian disambung lagi oleh seorang:
"Penting, penting sekali memilih pemimpin baru. Karena
begitu turun dari Siong San ini, bila tanpa pemimpin, bukan tidak mungkin sebagian besar dari kita akan segera menjadi korban. Dan, pada gilirannya banyak perguruan lain akan habis dan dihancurkan pengganas ini. Akan semakin banyak bila kita lalai dan lamban. Bukanlah kelalaian dan kelambanan ini yang menyebabkan begitu banyak korban sudah jatuh
hingga saat ini" Jadi, memang harus ada pemimpin baru. Dan untuk itu, lohu mendukung usulan Tang Cun hengte untuk
segera dipilih seorang bengcu baru bagi dunia persilatan Tionggoan guna menempur Thian Liong Pang. Bagaimana
cuwi sekalian?"
Dan, setelah pembicara ketiga yang pandai berkhotbah ini, terdengar seruan gembira dari banyak tokoh dunia persilatan yang hadir di Siauw Lim Sie dan sebagiannya ngeri
membayangkan jalan pulang yang pasti sudah diintai jago jago Thian Liong Pang. Maka terdengarlah seruan-seruan:
"Setuju, setuju, setuju, kita butuh pemimpin baru." Suara itu makin lama makin berani dan makin keras.
Melihat keadaan yang berkembang diluar dugaan tersebut, para tokoh utama menjadi sangat terkejut. Tokoh-tokoh
semisal Ciangbunjin Siauw Lim Sie, Ciangbunjin Bu Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay, Wakil Ciangbunjin Tiam Jong Pay, Sian Eng Cu, Hu Pangcu Kay Pang dan para tokoh muda
menjadi mengerutkan dahi. Meskipun, sebagian besar dari mereka bisa memahami pergolakan perasaan diantara para
jago rimba persilatan yang memang dicekam ketakutan dalam banyak tahun terakhir. Bahkan beberapa diantara mereka
sembunyi-sembunyi ingin melihat reaksi dan apa yang terjadi dalam diri Kiang Ceng Liong sebagai Bengcu terakhir dewasa ini.
Tetapi, untungnya Ceng Liong sudah bisa dan mampu
menguasai dirinya. Meskipun dia sendiri sangat terguncang mendengar kritikan yang secara tidak langsung mengarah ke dirinya dan Lembah Pualam Hijau, tetapi kejadiannya memang demikian belaka. Tidak bisa disembunyikan dan tidak perlu untuk membela diri secara berlebihan. Keadaan Ceng Liong sungguh membuat para tokoh utama tersebut menjadi sangat kagum. Mereka melihat belaka, bahwa yang menjadi motor
pernyataan ketidakpuasan sebagian besar adalah tokoh-tokoh yang punya hubungan dengan perguruan yang telah diserbu dan rusak berat akibat ulah Thian Liong Pang.
Ada tokoh-tokoh pelarian dari Go Bie Pay, Cin Ling Pay dan kerabat pendekar-pendekar kelana yang terbunuh oleh Thian Liong Pang. Bahkan masih terdapat pula beberapa tokoh yang berasal dari perguruan lain yang telah diserbu dan ditaklukkan oleh Thian Liong Pang. Jadi wajar bila suasana menjadi panas dan menuntut pertanggungjawaban bengcu secara tidak
langsung. Begitupun Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim Sie
yang menjadi tuan rumah dan juga tokoh utama yang
bijaksana dan dituakan merasa perlu untuk angkat bicara:
"Siancai-siancai,Cuwi enghiong, dewasa ini sangat
dibutuhkan kebersamaan dan persatuan diantara kita. Selaku tuan rumah yang sedang berduka, punco sangat mengerti,
tidak seharusnya banyak bicara. Tetapi, keadaan dunia
persilatan seperti sekarang, membuat punco merelakan diri untuk melanggar kebiasaan di Siauw Lim Sie. Pertama, lawan kita demikian berbahaya, terorganisasi baik dan memiliki banyak tokoh lihay yang sangat berbahaya. Kedua, teror yang mereka lakukan cenderung tidak pilih bulu, dan melanda
siapapun, bahkan termasuk Kay Pang, Bu Tong dan Siauw Lim Sie. Bahkan juga Lembah Pualam Hijau. Ketiga, berhadapan dengan mereka dalam keadaan yang saling menyalahkan,
justru akan merugikan kita. Keempat, kita sudah memiliki Bengcu Tionggoan yang sekarang, Kiang Ceng Liong yang
meskipun masih muda tetapi sangat gagah. Maka, usulan cuwi untuk mencari pengganti, justru membuat kita terserak dan sulit untuk bersatu". Suaranya dikerahkan dengan kekuatan khikang meskipun demikian tetap terdengar tegas dan penuh kelembutan.
Keadaan menjadi hening sejenak, tetapi tidak lama. Karena dengan segera kembali terdengar pendapat dari kalangan
yang berkehendak memilih pimpinan dunia persilatan yang baru:
"Bukannya tidak menghormati Lo Suhu dari Siauw Lim Sie.
Tetapi, terlampau banyak persoalan yang tidak sanggup
ditangani oleh Bengcu dewasa ini. Bahkan, untuk waktu yang sangat lama menghilang dari dunia persilatan dan membiarkan begitu banyak korban berjatuhan. Parahnya lagi, ketika
banyak tokoh mengunjungi Lembah Pualam Hijau, tak ada
satupun tokoh utama mereka yang menemui dan memberi
jaminan bahwa Lembah itu akan bergerak menghadapi
keolompok perusuh Thian Liong Pang. Rasanya, kenyataan ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi pertimbangan kita" ucap seorang jago, nampaknya salah satu pelarian dari Go Bie Pay yang belum terbangun kembali. Dan pendapatnya ini, kembali dibenarkan oleh banyak orang, terbukti dengan beberapa
suara yang terdengar menyetujui pendapat tersebut.
Melihat keadaan yang tidak mengenakkan tersebut, Ci
Hong Todjin, Jin Sim Todjin dan Sian Eng Cu jadi saling berpandangan. Betapapun, mereka memiliki hubungan yang
akrab dengan Siauw Lim Sie dan Lembah Pualam Hijau, wajar bila mereka merasa perlu membantu Lembah Pualam Hijau
sebagaimana Kong Sian Hwesio tadi melakukannya. Karena
itu, dengan suara yang sama dengan Ciangbunjin Siauw Lim Sie, Ci Hong Todjin segera bersuara:
"Cuwi sekalian, kami dari Bu Tong Pay sependapat dengan Kong Sian Suhu, Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengenai
keadaan dunia persilatan dewasa ini. Haruslah dimengerti, bahwa Kiang Hong Bengcu, lenyap dari dunia persilatan dalam tugas sebagai bengcu. Lenyap bersama tokoh-tokoh utama
dari Kaypang, Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay. Sehingga
kurang tepat menyebut ada unsur kelalaian yang dilakukan Lembah Pualam Hijau. Bahkan dewasa inipun, tokoh Lembah Pualam Hijau, Bu Tong Pay, Siauw Lim Sie dan Kaypang sudah melakukan perlawanan meski masih belum terpadu baik. Dan kinipun, kita telah memiliki Bengcu muda yang sangat gagah, Kiang Ceng Liong yang bahkan sanggup menahan sebuah
pukulan dari maha iblis Kim-i-Mo Ong. Entah pemimpin
semacam apalagi yang dicari oleh cuwi sekalian?"
"Bahkan, Bengcu muda kita inipun pernah memukul roboh
Bouw Lim Couwsu, salah seorang Hu Hoat Thian Liong Pang di kota Lok Yang. Lohu sendiri menyaksikannya, menyaksikan betapa gagah dan dl Bengcu kita dewasa ini. Sehingga
menjadi sulit bagi persatuan kita bila hendak memaksakan pergantian kepemimpinan, apalagi di tengah keadaan Siauw Lim Sie yang sedang berduka" Sian Eng Cu menambahkan.
Keadaan memang sempat membaik dan nampak
mempengaruhi banyak orang ketika Ciangbunjin Bu Tong Pay dan Sian Eng Cu yang terkenal itu mendukung apa yang
dikemukakan Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Bahkan nampaknya Ciangbunjin Kun Lun Pay juga manggut
manggut menyetujui usulan tersebut bersama dengan wakil dari Tiam Jong Pang. Tetapi, kembali keadaan berbalik ketika Tang Cun kembali berbicara:
"Benar, tetapi apakah fakta bahwa begitu banyak korban, begitu lama teror berlangsung, dan bahkan kembali didepan mata kita, dan bahkan ada ancaman terhadap perjalanan
pulang para jago dan semua terus terjadi. Lagipula, Bengcu sekarang masih teramat muda, masih belum cukup
berpengalaman. Karena itu, kami tetap beranggapan bahwa pemimpin yang baru sangat dibutuhkan dewasa ini" orang ini nampak sangat hebat dalam berbicara, dan nampaknya sejauh ini ditunjuk sebagai salah satu pembicara kelompok yang pro memilih pimpinan baru. Karena gaya dan cara bicaranya yang begitu mempesona, banyak orang yang terpengaruh dan
kembali keseimbangan bergeser kekelompok yang meminta
pergantian kepemimpinan di Tionggoan.
"Lohu, adalah orang yang telah beberapa kali melihat kerja Bengcu saat ini. Bahkan ketika dia melukai See Thian Coa Ong, membantu Kaypang di utara Yang Ce dan bahkan
kemudian memukul mundur Thian Liong Pang di Lok Yang
bersama beberapa pendekar muda dari Bu Tong dan
Bengkauw. Bila ini masih bukan pengalaman memadai, maka lohu bingung harus menunjuk siapa lagi sebagai pemimpin dunia persilatan dewasa ini" Pengemis Tawa Gilapun ikut-ikutan memberi dukungan kepada Kiang Ceng Liong, karena memang rasa terima kasih Kaypang kepadanya sungguh luar biasa. Bahkan Ceng Liong sudah demikian akrab dengan
pangcu sekarang ketika mereka untuk waktu berbulan-bulan saling menyembuhkan luka dalam masing-masing.
Sementara percakapan itu berlangsung terus, perdebatan
dan pendapat terus menerus dikemukakan, nampak bahwa
begitu banyak orang yang meminta pergantian Bengcu. Kiang Ceng Liong menjadi sedih, keadaan dan nama Lembah Pualam Hijau nampak sedang merosot tajam, justru dijamannya
menjadi Bengcu. Selain itu, dia juga kecewa, karena ayahnya hilang ketika melaksanakan tugas sebagai Bengcu, tetapi kehilangan itu dianggap tidak memadai bagi kawanan jago dunia persilatan.
Bahkan perjalanan dan usahanya yang dilakukan selama
ini, dianggap bukan sesuatu pekerjaan bengcu, dan bahkan masih mengangap dirinya mentah. Sungguh sebuah
kenyataan yang sangat memukul perasaannya. Tetapi
untungnya, semua perasaan yang berkecamuk dalam dadanya masih sanggup ditahannya dan sedapat mungkin tidak
berbicara. Sementara dari meja lain, Mei Lan memandang
Ceng Liong dengan terharu, dia sadar betul apa yang dihadapi anak muda itu dan melihat betapa tersudutnya Ceng Liong.
Sementara itu, kembali terdengar suara Tang Cun, dan
nampaknya pendapatnya lebih banyak dan mayoritas diterima banyak orang:
"Singkatnya para cianpwe yang terhormat, kita
berkehendak dan berkeinginan untuk memilih pemimpin dunia persilatan yang baru. Kita perlu bergerak sangat cepat dalam menangani dan mengatasi keadaan dunia persilatan dewasa ini, dan dengan segala maaf, Bengcu kita yang sekarang
masih terlampau muda untuk memimpin kita sekalian. Itulah sebabnya kami meminta adanya pemimpin yang lebih
bepengalaman dalam memimpin kita sekalian menghadapi
keadaan yang kacau balau ini".
"Benar, pilih pemimpin baru" kali ini pendapatnya didukung lebih banyak lagi orang dan membuat para tokoh utama
geleng-geleng kepala. Menjadi kurang leluasa dan tidak pada tempatnya menurut pemikiran mereka memecah kekuatan dan menimbulkan keadaan yang kisruh diantara golongan
pendekar pada kondisi begini. Apalagi, mereka tahu dan sadar belaka bahwa Ceng Liong menyimpan kekuatan yang luar
biasa dan akan sangat membantu keadaan di Tionggoan
dewasa ini. Tapi sementara para tokoh sepuh berpikir-pikir dan berbisik diantara mereka, dan di sudut lain juga para jago
merundingkan sesuatu untuk mendesakkan pemilihan
pemimpin baru, tiba-tiba terdengar sebuah suara lain. Suara yang justru belum pernah bicara sebelumnya:
"jadi, apakah menurut para locianpwe ini (sambil menunjuk kelompok yg ingin milih pemimpin baru) Bengcu yang
sekarang tidak becus ya". Hebat sekali. Mungkin ada diantara para locianpwe ini yang bisa menerima satu kali pukulan Kim-i-Mo Ong" Atau melukai seorang See Thian Coa Ong" Atau
memukul mundur Bouw Lim Couwsu yang hanya sempat
dikalahkan seorang Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan pada masa lalu" Dan bahkan membuat Bouw Lim Couwsu kembali harus
mengundurkan diri dari dunia persilatan", nah, Bengcu baru yang diusulkan siapakah gerangan" Sungguh heran, bukannya memikirkan bagaimana bersama mengatasi keadaan sekarang, malah mau memilih pemimpin baru. Entah siapa pula yang
ingin ada pemimpin baru sementara pemimpin yang ada
sudah sedang bekerja bagi dunia persilatan ini" Suara yang getas, tegas dan penuh kekuatan. Anehnya, suara ini keluar dari mulut seorang gadis, Liang Mei Lan. Gadis yang merasa bahwa Ceng Liong diperlakukan sangat tidak adil oleh
pertemuan yang dimaksudkan bukan untuk urusan demikian di Siauw Lim Sie.
"Nona, urusan ini berkaitan dengan keselamatan dunia
persilatan, jadi perlu pemimpin yang tepat dan
berpengalaman" Tang Cun kembali bersuara
"Siapa gerangan yang paman anggap tepat dan
berpengalaman saat ini?" buru Mei Lan
"Ya kita perlu memikirkan dan mencarinya bersama"
"Dan membuang bengcu yang sekarang meskipun dia telah
berbuat banyak, kedua orangtuanya hilang dalam bertugas bagi kita, dia telah membela keluarga Yu, membela Kaypang dan banyak melawan Thian Liong Pang. Begitu maksud
paman?" "Ini, ini, khan memang tanggungjawab mereka dulunya"
"Dan kalau mereka sudah melakukannya dan bahkan
berkorban, kini harganya menurut paman tidak cukup dan
mau menanggalkan jubah Bengcu dari tangan keluarga Kiang, apakah begitu paman?"
"Apakah paman juga tahu sejarah diberikannya
penghargaan bengcu bagi keluarga itu pada masa lalu"
ataukah dunia persilatan ini bagaikan "habis manis sepah dibuang", setelah dianggap tidak memadai akan ditinggalkan karena tidak sanggup melayani permintaan semua orang dan kalian menganggap wajib bagi mereka memuaskan keinginan, perasaan, kemauan dan selera semua orang di rimba
persilatan ini?" hebat kata-kata Mei Lan yang bagaikan
diberondongkan kepada mereka yang ingin memilih emimpin baru.
"Dan hebatnya, para paman tidak peduli dan tetap
memaksa meskipun Siauw Lim Sie sedang berduka, sedang
berkabung dan memilih untuk memikirkan dan mengusulkan
sesuatu yang bukan pada tempatnya dipikirkan dan
dibicarakan dalam suasana perkabungan"
"Nona, betapapun keselamatan dunia persilatan yang
menadi pertimbangan kami untuk mengusulkannya. Sudah
banyak tahun kita diteror dan sudah terlampau banyak korban jatuh, masakan kita harus menunggu lebih lama lagi?" Kembali Tang Cun bicara dan didukung oleh pendukungnya meski
sekarang sedikit berkurang.
Tetapi, semakin lama percakapan itu berlangsung, semakin Ceng Liong terharu atas pembelaan Mei Lan. Tetapi, tidak dapat disangkal, bahwa emosinya juga tersulut, apalagi
betapapun diapun memang masih anak muda yang masih
memiliki darah panas. Percakapan yang sudah menyinggung dirinya, menyinggung harga diri dan kehormatan Lembah
Pualam Hijau membuatnya lama kelamaan menjadi gerah
juga. Sampai kemudian disatu titik, dia memutuskan bahwa dia harus bersikap, harus menegaskan sikap Lembahnya dan sikapnya pribadi sebagai Bengcu. Sudah cukup dia dan
keluarganya berkorban, dan pengorbanan itu kini tidak
dianggap oleh banyak orang lagi. Karena itu, demi
kehormatan itu, dia tetap harus berbicara dan harus memberi putusan terakhir. Untuk itu, dia berusaha keras menenangkan diri, berdiam sejenak dan ketika dia sudah bisa menguasai diri akhirnya dia berdiri dan berbicara:
"Cuwi enghiong sekalian, para Locianpwe yang terhormat, perkenankan selaku Bengcu, masih Bengcu, hingga saat ini, tecu menyatakan pendapat sendiri. Harus diingat, dalam
sejarahnya Lembah Pualam Hijau tidak mengajukan diri
menjadi pemimpin, tetapi dianugerahkan oleh dunia persilatan Tionggoan. Dan bila saat ini penganugerahan itu dianggap sudah cukup, maka dengan rendah hati kami
mengembalikannya kepada sahabat dunia persilatan
Tionggoan. Kami tidak pernah berkeinginan mengangkangi
jabatan tersebut bagi Lembah kami. Tapi, jangan juga
menyatakan bahwa Lembah Pualam Hijau berpangku tangan
dalam persoalan sekarang. Kedua orangtuaku, Bengcu
angkatan sebelumnya, hilang ketika bertugas, bahkan dengan seorang Duta Hukum, dan seorang duta hukum lainnya tewas terbunuh. Tidak cukup besar dibanding korban di Kun Lun Pay, Keluarga Yu, keluarga Bhe, Cin Lin San dan Go Bie San.
Tapi bagi Lembah kami yang hanya berisi beberapa orang, adalah kehilangan besar. Bila semua yang kami lakukan, turun dari Lembah bersama barisan 6 Pedang dan kembali melawan Thian Liong Pang bukan merupakan tugas kami sebagai
Bengcu, maka tecu tidak tahu yang bagaimana yang
diinginkan sahabat dunia persilatan. Tapi, biarlah dalam kesempatan ini, atas nama Lembah Pualam Hijau, kami
mengembalikan jabatan BENGCU itu kepada para sahabat
sekalian. Atas nama Lembah Pualam Hijau kami ucapkan
terima kasih kepada Lo Suhu Ciangbunjin Siauw Lim Sie,
Ciangbunjin Bu Tong Pay, Kun Lun Pay dan Tiam Jong Pay, serta Kaypang yang sudah membantu tecu. Meski bukan
BENGCU lagi, kami Lembah Pualam Hijau akan tetap
membantu Rimba Persilatan menghadapi Thian Liong Pang,
bukan karena dendam hilangnya orang tua, tetapi karena
mengatasnamakan keadilan dan kebenaran. Rasanya, itulah keputusan kami, dan silahkan cuwi sekalian memilih Bengcu baru, tetapi Perkenankan kami mohon pamit lebih dahulu, karena urusan kami dengan demikian sudah selesai" Demikian tegas, mantap dan tanpa emosi berlebihan Ceng Liong
berbicara. Setelah selesai bicara dia memberi hormat kepada para tokoh sepuh dari Siauw Lim Sie, Kun Lun, Bu Tong, Tiam Jong Pay dan Kay Pang dan seterusnya bersama Barisan 6
Pedang dia berjalan keluar. Dan, bahkan bersama Ceng Liong menyusul keluar Liang Mei Lan, Liang Tek Hoat dan juga
Siangkoan Giok Lian.
Kejadian dari Ceng Liong mengeluarkan pendapatnya
hingga keluar dari ruangan hanya berselang beberapa ketika belaka. Pada saat para jago masih belum sadar sepenuhnya, bahkan para tokoh utama belum cukup sadar dari
keterkejutan Ceng Liong meletakkan jabatannya, Ceng Liong sudah berada di luar ruangan diikuti Barisan 6 Pedang.
Suasana menjadi tegang dan sungguh tidak diperkirakan,
justru pada saat perlawanan harus dilakukan, justru keadaan yang kisruh yang diperoleh. Bahkan kemudian Ciangbunjin Siauw Lim Sie terdengar berucap:
"Cuwi enghiong, bila memang mau memilih bengcu baru,
silahkan saja, Tapi, rasanya punco tidak ingin melibatkan diri dalam urusan tersebut. Silahkan saudara-saudara
memutuskannya sendiri"
"Rasanya Bu Tong Pay juga tidak akan mengurusi masalah
ini" "Kay Pang juga absent untuk urusan memilih bengcu baru"
"Kami dari Kun Lun Pay dan juga Tiam Jong Pay tidak ambil bagian"
Bahkan kemudian menyusul Ciangbunjin Bu Tong Pay
bersama Sian Eng Cu dan Jin Sim Todjin mengundurkan diri dari ruangan tersebut, diikuti Ciangbunjin Kun Lun Pay dan Wkl Ciangbunjin Tiam Jong Pay. Tak lama kemudian,
Ciangbunjin Siauw Lim Sie juga mengundurkan diri dar
ruangan tersebut dan meninggalkan kumpulan jago tersebut yang belakangan kebingungan untuk menentukan sikap apa.
Bahkan belakangan, sebagian besar diantara mereka
kemudian menyesali keteledoran mereka yang menyebabkan
Dunia Persilatan kini malah kehilangan Bengcu. Karena
Bengcu yang dimiliki sudah menyatakan mengembalikan
mandatnya kepada Dunia persilatan Tionggoan, dan diantara mereka, tak satupun yang berani untuk memangku jabatan
berat tersebut.
Demikianlah, manakala dunia persilatan menghadapi
ancaman terbuka dari Thian Liong Pang, justru mereka kisruh dan kehilangan Bengcu. Bahkan Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Kay Pang yang mereka harapkan memimpin, justru menolak
karena segan dan masih mempercayai Lembah Pualam Hijau.
Akibatnya, yang terjadi justru semua menjadi merasa seram dengan keadaan dunia persilatan. Dan terutama mereka,
kelompok para pendekar yang memaksakan pergantian
bengcu. Bukan hanya agenda tersebut gagal, malah harapan
mereka untuk bersandar pada kekuatan tertentu dalam
perjalanan turun dari Siong San justru pudar. Keadaan mereka bahkan menjadi lebih mengenaskan, karena sampai hari
kelima ketika upacara perkabungan diselesaikan dengan
perabuan jenasah Kian Ti Hosiang justru tak ada lagi
percakapan soal bengcu dan soal dunia persilatan. Keadaan yang memburuk ini membuat banyak tokoh tua menjadi sedih, karena nampaknya badai dunia persilatan akan sangat susah ditanggulangi.
Meskipun demikian, tokoh-tokoh utama yang memang
sudah siap atau menyiapkan diri lama, sudah memiliki


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangan sendiri, meskipun mereka juga menyesali insiden yang merugikan dunia persilatan itu sendiri. Percakapan lebih serius justru dilakukan diantara Keenam anak muda itu,
beberapa kali bersama Sian Eng Cu dan tokoh-tokoh sepuh Siauw Lim Sie, Kun Lun Pay, BuTong Pay dan Tiam Jong Pay.
Bahwa tugas perlawanan itu kini diserahkan sepenuhnya
kepada anak muda-anak muda yang disiapkan gurunya
masing-masing. TAMAT Dan sampai disini pula BAGIAN PERTAMA Cerita ini.
Cerita ini akan dilanjutkan dengan judul yang sama pada BAGIAN KEDUA nantinya.
Bagian kedua akan dikisahkan pertarungan antara Naganaga muda dengan Thian Liong Pang yang mulai tersendat
kemajuan dan teror mereka. Kemunculan tokoh-tokoh utama mereka dan tampilnya beberapa tokoh misterius yang tak
terduga akan meramaikan Bagian ini. Mereka kehilangan
seorang Hu-Hoat, dan diterjang oleh beberapa tokoh misterius yang tidak atau belum mereka kenal. Mereka juga mulai
berhadapan dengan Naga-naga muda yang tidak mereka
perhitungkan sebelumnya. Dan masih banyak pertanyaan
yang belum terjawab:
1. Dimanakah Kiang Hong dan rombongannya" Apakah
masih hidup ataukah sudah mati"
2. Siapa sebenarnya Hu Pangcu Pertama dan Kedua dari
Thian Liong Pang"
3. Siapa pula 3 Hu-Hoat Thian Liong Pang yang lainnya"
baru Hu-Hoat ke-4 saja sudah demikian saktinya, siapa lagi tiga lainnya"
4. Siapa pula Pangcu Thian Liong Pang yang malah masih
belum muncul itu" Bagaimanakah jati Dirinya". Dan benarkah dia tokoh nomor satu dan terutama di Thian Liong Pang"
5. Bagaimana pula akhir drama teror misterius ini"
Semuanya akan dilanjutkan dalam bagian kedua dengan judul yang masih tetap sama oleh penulis yang sama.
-0o~Marshall~DewiKZ~0oDocument Outline
Kisah Para Naga di Pusaran Badai BAGIAN I
Episode 1. Naga-naga Kecil (1): Pembantaian
(2): Pesolek Rombeng Sakti
(3): Lembah Pualam Hijau
(4): Kiang Cun Le
(5): Siangkoan Tek - Tokoh Bengkauw
Episode 2: Anak-Anak Naga Bertumbuh - Anak Dari Langit
4 Tokoh Gaib Rimba Persilatan - Pertemuan 10 Tahunan
Episode 3: Badai Mulai Mengamuk (1): Kun Lun Pay
(2): Pertandingan di Kun Lun Pay
(3): Duta Agung Vs Barisan Warna-Warni
(4): Duta Agung Vs Barisan Warna-Warni
Episode 4: Huru Hara dan Duel di Kaypang (1): Rapat Di Kay
(2): Bi Hiong Vs Ciu Sian
(3): Kiang Hong Vs Ciu Sian
Episode 5: Teka-Teki di Siauw Lim Sie (1) - Duta Agung di Siauw Lim Sie
(2) - Pencurian
(2) - Siapa Pelakunya "
Episode 6: Raibnya Kiok Hwa Kiam Duel di Bu Tong
Ciu Sian Vs Sian Eng Cu
Episode 7: Naga-Naga Muda Membersihkan Kay Pang
Si Yang Sie Cao
Di Sarang Musuh
Pembersihan di Cin An
Episode 8: Dara Sakti Dari Bengkauw Pendekar Kembar
Siangkoan Giok Lian
Di Rumah Keluarga Lim
Episode 9: Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian Surat Peringatan
Diserbu Pertempuran di Poh Thian
Episode 10: Mencari Kiok Hwa Kiam Di Kota Raja Tugas Mencari Pedang Seruni
Dialog Dgn Beng San Sian Eng
Datuk Kaum Sesat
Episode 11: Dimanakah Kim Ciam Sin Kay " Ceng I Koai Hiap
Chit cay sin tho
Menuju Pakkhia Duel Dua Naga Sakti
Episode 12: Hek-i-Kay Pang (1) Hek-i-Kay Pang (2)
Episode 13: Menyelamatkan Kim Ciam Sin Kay (1) Menyelamatkan Kim Ciam SIn Kay (2)
Episode 14: Aib dan Kesembuhan (1) Aib dan Kesembuhan (2)
Episode 15: Liok Te Sam Kwi Vs Liong-i-Sinni (1) Liok te Sam Kwi vs Liong-i-Sinni (2)
Episode 16: Pertemuan 10 Tahunan terakhir Pertemuan 10 Tahunan Terakhir (2)
Episode 17: Lagi - Banjir Darah Lagi - Banjir Darah (2)
Episode 18: Surat Dari Lembah Siau Yau Kok Surat Dari Lembah Siau Yau Kok (2)
Episode 19: Pertempuran di Siau Yau Kok Pertempuran di Siau Yau Kok (2)
Episode 20: Menjadi Duta Agung Menjadi Duta Agung (2)
Episode 21: Melawan Hu Hoat Thian Liong Pang Melawan Hu Hoat Thian Liong Pang (2)
Episode 22: Upacara Duka di Siauw Lim Sie Upacara Duka di Siauw Lim Sie (2)
Upacara Duka di Siauw Lim Sie (3)
Upacara Duka di Siauw Lim Sie (4)
Upacara Duka di Siauw Lim Sie (5)
Kisah Bangsa Petualang 10 Hancurnya Sian Thian San Seri Pengelana Tangan Sakti Seri Ke Iv Karya Lovelydear Memanah Burung Rajawali 1

Cari Blog Ini