Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
Retno Wilis mengejar mereka dan ketika ia tiba di luar, ia te lah
terkepung oleh para perajurit yang bersenjatakan tombak dan
golok. Dara itu mengamuk!
"Retno, jangan membunuh orang! Aku menunggumu di
dalam guha di mana engkau menyimpan pakaianmu!"
terdengar suara kakaknya berdengung di dekat telinga Retno
Wilis, akan tetapi kakaknya itu tidak tampak berada di situ.
Biarpun ia marah sekali dan mengamuk seperti seekor naga
betina, namun peringatan kakaknya ini diturutnya dengan
patuh. Ia menggerakkan kaki tangannya, menampar dan
menendang merobohkan para pengeroyok, akan tetapi tidak
ada seorangpun yang ia bunuh. Ia membatasi tenaganya
dalam setiap tamparan dan tendangan sehingga yang terkena
tidak sampai tewas, hanya terlukai yang membuat mereka
tidak dapat mengeroyok lagi.
Akan tetapi Adipati Martimpang sendiri kini memimpin lima
orang senopatinya yang tangguh untuk mengeroyok Retno
Wilis, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bunuh wanita ini!" bentaknya kepada Ki W isokolo dan
empat orang rekannya! Lima orang itu lalu membentak para
perajurit supaya mundur dan mereka berlima mengepung
Retno Wilis. Dara yang sakti mandraguna itu tidak menjadi gentar.
Biarpun lima orang senopati itu menyerangnya dari lima
penjuru, akan tetapi dengan kegesitannya ia mampu
mengelak dan menangkis sehingga serangan mereka itu
semua gagal. Bahkan ketika ia menangkis dengan lengannya,
ia mengerahkan tenaga saktinya sehingga lima orang
lawannya merasa lengan mereka tergetar hebat dan nyeri
seperti telah bertemu dengan lengan baja! Di belakang lima
orang senopati itu tampak puluhan orang perajurit yang telah
mengepung dara itu.
Retno Wilis merasa heran dan agak kesal hatinya mengapa
kakaknya tidak turun tangan membantunya, ia maklum bahwa
kakaknya itu seorang yang tidak suka berkelahi, akan tetapi
melihat adiknya dikeroyok seperti ini, mengapa dia tidak
membantu" Ia maklum bahwa tidak mungkin ia melawan
terus. Pasukan itu bisa datang beratus-ratus, tak mungkin
dengan tenaganya seorang diri ia harus melawan mereka.
Ketika melihat Adipati Martimpang di belakang Ki Wisokolo
sambil memerintahkan anak buahnya untuk mengepung dan
Retno Wilis menemukan ia membalik dan menyerang Ki
Wisokolo dengan Aji Wisolangking. Tubuh Ki Wisokolo
terpental dan terjengkang oleh pukulan ini dan secepat kilat
Retno Wilis sudah melompat dan dilain saat ia telah
menangkap lengan kanan Adipati Martimpang dan menekuknya ke belakang tubuh.
"Hayo perintahkan mereka semua mundur kalau engkau
tidak ingin mati dengan kepala remuk!" kata Retno Wilis dan
ia menekuk lengan itu lebih kuat ke belakang punggung sang
adipati sehingga Adipati Martimpang mengeluh kesakitan.
Sedikit lagi Retno Wilis mendorong tangannya ke atas di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang punggungnya, sambungan tulang pundaknya bisa
terlepas! "Baik, jangan bunuh aku ... !"
Adipati Martimpang lalu berseru nyaring.
"Semua orang mundur, jangan menyerang lagi!"
Melihat betapa dara itu telah menangkap majikan mereka,
semua pengeroyok bergerak mundur. Juga keduaWasi itu
mundur dengan khawatir. Mereka maklum bahwa dara itu
bukan hanya menggertak saja. Mungkin sang adipati akan
benar-benar dibunuh oleh dara yang sakti mandraguna itu
kalau mereka tidak mau mundur. Terpaksa mereka juga
mundur sampai agak jauh. Retno W ilis berkata kepada adipati
yang telah ditawannya.
"Mari temani aku untuk pergi dari sini. Aku tidak akan
membunuhmu, akan tetapi kalau orang-orangmu menyerangku, aku akan lebih dulu membunuhmu kemudian
mengamuk dan membunuh semua orangmu!"
Sang Adipati Martimpang juga bukan seorang yang lemah.
Akan tetapi ketika dia berusaha untuk meronta dan
melepaskan tangannya dari pegangan dara itu, dia sama
sekali tidak mampu berkutik. Bukan main kuatnya tangan yang
memegang pergelangan tangannya itu. Karena takut, akan
ancaman Retno Wilis, diapun berteriak, "Kalian jangan
menghalangi Retno Wilis! Mundur dan jangan ada,
yangmencoba menyerangnya!"
Retno Wilis merasa lega. Ia telah menemukan cara yang
terbaik untuk dapat meloloskan diri dari tempat itu. Ini jauh
lebih mudah dan baik dari pada ia harus melawan sekian
banyaknya pengeroyok. Ia lalu mendorong tubuh sang adipati
dan mengajaknya keluar dari kota kadipaten, terus ke hutan di
luar pintu gerbang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari telah hampir gelap dan ketika Retno Wilis tiba di depan
guha, ia melihat Bagus Seto telah berada di sana, berdiri
sambil menyilangkan lengan di depan dada dan tersenyum.
"Bagus sekali, kakangmas! Andika enak-enak saja di sini
membiarkan aku menghadapi pengeroyokan ratusan orang
perajurit!" kata Retno Wilis dengan suara kesal.
"Suatu latihan yang baik bagimu, terutama untuk menahan
kesabaranmu, diajeng. Ini buntalan pakaianmu, tukarlah
pakaian di dalam guha dan tinggalkan sang adipati di s ini. Dia
tidak akan begitu bodoh untuk mencoba melarikan diri." Bagus
Seto menyerahkan buntalan pakaian Retno W ilis. Dara itu
menerimanya lalu menghilang ke dalam guha yang sudah
gelap. Kini Adipati Martimpang berdiri di depan guha, hanya
berdua saja dengan Bagus Seto. Adipati itu mempertimbangkan keinginannya untuk melarikan diri.
Biarpun adiknya amat sakti, pemuda ini belum tentu memiliki
kesaktian seperti dara itu, pikirnya. Dia akan mencoba-coba.
Cuaca sudah mulai gelap dan dia lebih mengenal medan dari
pada pemuda asing ini. Dia dapat menghilang ke dalam hutan
yang lebat itu. Me lihat pemuda itu sama sekali tidak
memperhatikan dia dan memandang ke arah lain, Adipati
Martimpang menggunakan kesempatan itu untuk mengerahkan seluruh tenaganya meloncat dan melarikan diri.
Dan betapa lega hatinya ketika dia tidak melihat pemuda itu
berteriak atau mengejarnya. Dia telah lolos! Dengan sekuat
tenaga diapun berloncatan sambil berlari cepat.
Tiba-tiba dia terbelalak, memandang ke depan. Di sana, di
depannya, telah berdiri pemuda berpakaian putih tadi,
tersenyum sambil menyilangkan kedua lengan di depan
dadanya seperti tadi ketika dia meninggalkannya di depan
guha! Adipati Martimpang cepat memutar tubuhnya dan berlari
cepat ke lain jurusan. Akan tetapi tiba-tiba dia melihat pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu sudah berdiri pula di depannya tanpa bicara hanya
tersenyum saja. Dia bergidik ngeri, lalu timbul kenekatannya.
Dia segera menerjang maju dan mengirim pukulan ke arah
dada pemuda itu. Pemuda itu sama sekali tidak menangkis
atau mengelak. "Wuuutt ... bukkk!" Pukulan itu tepat mengenai dada
pemuda itu, akan tetapi pemuda itu tidak bergoyang
sedikitpun juga. Sebaliknya, Adipati Martimpang menahan
teriakannya karena tangan kanan yang memukul itu seperti
remuk rasanya, seolah dia memukul sebuah dinding baja. Dia
hanya dapat memegangi kepalan tangan kanan dengan
tangan kirinya dan mendesis-desis menahan rasa nyeri.
"Kanjeng Adipati, mari kita kembali ke guha." kata pemuda
itu dengan suara yang lemah lembut.
Adipati Martimpang maklum bahwa dia menghadapi
seorang yang bahkan lebih sakti dari pada Retno Wilis, maka
diapun tidak banyak membantah, seperti seekor domba
dituntun dia mengikuti pemuda itu kembali ke tempat tadi.
Retno Wilis keluar dari dalam guha dan di bawah sinar
matahari yang hampir tenggelam, sang adipati memandang
dengan bengong! Dia melihat seorang gadis berpakaian serba
putih yang cantik jelita seperti dewi kahyangan! Sukar untuk
dapat percaya bahwa dara secantik ini dapat menjadi seorang
yang amat sakti!
"Kanjeng Adipati Martimpang, sekarang andika harus
mengawal kami sampai menyeberang ke daratan sana. Mari,
kakangmas Bagus, kita tinggalkan pulau ini."
Mereka bertiga lalu keluar dari dalam hutan itu. Dari jauh
tampak banyak perajurit, dipimpin oleh lima orang senopati
dengan senjata lengkap seperti hendak maju perang. Akan
tetapi mereka, hanya berani mengawasi dari jauh saja. Ketika
tiga orang itu berjalan menuju keselatan, merekapun hanya
berani membayangi dari jauh. Demikian pula, ketika Retno
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wilis memaksa Adipati Martimpang mencarikan sebuah perahu
dan mereka bertiga dengan naik perahu menyeberang ke
daratan, para senopati Nusabarung juga sibuk mencari perahu
dan membayangi dari jarak jauh.
Retno Wilis cukup cerdik untuk tidak me lepaskan sang
adipati ketika ia telah memperoleh perahu. Kalau begitu
halnya, tentu anak buah Nusabarung itu akan beramai-ramai
mengejar dengan perahu dan kalau sampai mereka tersusul,
celakalah ia dan kakaknya. Kalau perahu mereka digulingkan,
mereka akan tidak berdaya berada dalam air sehingga
akhirnya tentu dapat tertangkap atau terbunuh.
Baru setelah tiba di pantai daratan, Retno Wilis berkata
kepada Adipati Martimpang. "Sekarang kami bebaskan andika,
Adipati Martimpang. Aku hanya berpesan agar andika tidak
menjodohkan puterimu dengan orang-orang kasar dan
sombong seperti Kalinggo. Kasihan sekali sang puteri kalau
terjatuh ke tangan orang-orang seperti itu. Nah, selamat
tinggal!" Retno Wilis lalu pergi bersama kakaknya.
Adipati Martimpang hanya dapat memandang kepada dua
bayangan putih itu yang menuju ke timur, perlahan-lahan
ditelan kegelapan malam.
Ketika orang-orangnya mendarat, Adipati Martimpang tidak
menyuruh mereka melakukan pengejaran, melainkan memerintahkan mereka kembali ke pulau Nusabarung.
(Oo-dwkz-rhg-oO)
Persidangan di kadipaten Blambangan itu berlangsung
dengan tertib. Adipati Menak Sampar dari Blambangan adalah
seorang yang bertubuh tinggi besar, bermuka merah dan
berkumis melintang sehingga tampak berwibawa sekali.
Memang dia memegang tampuk pemerintahan dengan tangan
besi, dengan galak dan tak mengenal ampun dia menghukum
hamba sahaya yang berbuat kesalahan, menghukum pula para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pamong praja yang bertindak salah. Karena itu, Adipati Menak
Sampar ditakuti semua orang. Usia Adipati Menak Sampar
sudah empat puluh tahun, akan tetapi dari sekian banyak
isterinya, dia hanya mempunyai seorang anak perempuan
yang diberi nama Dyah Ayu Kerti, seorang gadis berusia tujuh
belas tahun yang cantik jelita. Ibu gadis ini juga seorang
puteri dari Bali-dwipa yang cantik jelita, maka tidak
mengherankan kalau anaknyapun demikian cantiknya.
Dalam persidangan itu, para pamong praja memberi
laporan tentang tugas mereka masing-masing. Setelah Sang
Adipati memberi nasihat dan usul-usul kepada pembantunya,
persidangan itu dibubarkan karena ada laporan dari para
pengawal bahwa di luar kadipaten ada beberapa orang tamu
penting mohon menghadap Adipati
Menak Sampar. Mendengar bahwa pimpinan para tamu itu adalah utusan yang
datang dari negeri Cola di India, Sang Adipati bergegas
membubarkan persidangan dan tak lama kemudian dia sudah
menanti para tamunya di ruangan tamu.
Setelah para tamu dipersilakan masuk ke dalam ruangan
tarnu, maka bermunculanlah seorang kakek yang berusia
kurang lebih enampuluh lima tahun bersama seorang wanita
yang usianya sudah empatpuluh tahun namun masih tampak
cantik jelita dan genit, dan seorang laki-laki gagah perkasa
bertubuh raksasa berusia empatpuluhan tahun.
Setelah mempersilakan tiga orang tamunya untuk
mengambil tempat duduk, Adipati Menak Sampar lalu berkata,
"Selamat datang di kadipaten Blambangan paman pendeta."
Dia menyebut pendeta karena kakek itu memang berpakaian
jubah panjang seperti, seorang pendeta. "Kami merasa belum
mengenal paman, siapakah nama paman yang mulia dan dari
mana paman datang?"
"Heh-heh-heh, Kanjeng Adipati yang gagah perkasa! Saya
bernama Wasi Siwamurti dan saya datang ke Blambangan
sebagai utusan Sang Mahaprabu di Negeri Cola."
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adipati Menak Sampar mengangguk-angguk. "Biarpun
letaknya amat jauh, Negeri Cola adalah sahabat kami.
Tidaktahu ada urusan apakah paman datang ke Blambangan?"
"Sebelum saya menjelaskan maksud kunjungan saya ini,
perkenalkan lebih dulu wanita ini adalah Ni Dewi Durgomala
yang menjadi murid saya, dan ini adalah K i Siwananda putera
saya." Adipati Menak Sampar memandang kepada keduanya dan
berkata, "Selamat datang di Blambangan." Yang dijawab oleh
keduanya dengan hormat menyatakan terima kasih mereka.
Wasi Siwamurti lalu mengeluarkan sepucuk surat dari saku
jubahnya dan menyerahkannya kepada Adipati Menak
Sampar. "Kedatangan saya ini diantar oleh sepucuk surat dari
Sang Prabu untuk paduka, Kanjeng Adipati."
Adipati Menak Sampar menerima surat itu dan
membacanya. Isinya adalah surat pengantar dari Raja Cola
yang menyatakan bahwa Wasi Siwamurti adalah seorang
pendeta yang diutus ke Jawadwipa untuk menyebar Agama
Siwa. "Akan tetapi untuk menyebar-luaskan Agama Siwa, kenapa
paman wasi datang ke Blambangan?" tanya Adipati Menak
Sampar. "Saya ingin menyebar agama kami di daerah Panjalu dan
Jenggala sampai ke Blambangan dan Bali-dwipa. Dan
terutama sekali karena di sini saya mempunyai saudara yang
telah lama membantu paduka, yaitu Wasi Karangwolo."
Wajah Adipati Menak Sampar menjadi berseri ketika
mendengar ucapan itu. "Ah, paman Wasi masih saudara
dengan pamanda Wasi Karangwolo?"
"Dia adalah adik-seperguruan saya, Kanjeng Adipati. Kabar
terakhir yang saya dapat mengatakan bahwa dia telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi penasihat paduka di sini. Benarkah itu dan di mana
dia berada?"
"Benar sekali, paman. Paman Wasi Karangwolo adalah
penasihat kami dan dia sedang menjadi utusan Blambangan
pergi ke Nusabarung bersama adik seperguruannya yang
bernama Wasi Surengpati."
"Ahh, jadi Surengpati juga sudah berada di sini" Bagus
sekali. Kalau begitu saya akan mendapat pembantu-pembantu
yang dapat diandalkan."
"Yang ingin kami ketahui, mengapa paman Wasi hendak
menyebar luaskan agama Siwa ke Panjalu dan Jenggala."
"Seperti Kanjeng Adipati tentu telah memaklumi, kerajaan
yang kini telah menjadi dua itu adalah musuh besar Negeri
Cola. Kami hendak menyebar luaskan agama Siwa untuk
memecah belah. Kalau sudah terjadi pemecah belahan
kepercayaan, maka tentu Panjalu dan Jenggala akan menjadi
lemah dan mudah diserbu dan ditundukkan."
"Bagus sekali! Hal itu cocok dengan keinginan kami, paman
Wasi. Sejak dahulupun kami bermusuhan dengan Panjalu dan
biarpun kami pernah ditundukkan dan dikalahkan, namun
kami tidak pernah mau mengakui mereka sebagai kerajaan
yang menguasai kami. Bahkan kami mengutus Paman Wasi
Karangwolo juga untuk mengadakan persekutuan dengan
Nusabarung untuk menentang kerajaan Jenggala yang
mengakui Blambangan sebagai daerahkekuasaannya."
"Akan tetapi, kerajaan Jenggala cukup kuat, apa lagi kalau
dibantu oleh Panjalu. Pasukan mereka kuat sekali dan mereka
memiliki banyak senopati yang sakti mandraguna."
"Kami tahu, paman Wasi. Akan tetapi kami sudah
mendapatkan janji dari Bali-dwipa untuk membantu kami."
"Bagus kalau begitu. Akan tetapi, gerakan senjata itu
sebaiknya ditunda dulu. Baru setelah dengan penyebar-luasan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agama yang dapat memecah belah mereka, kitapukul dengan
kekuatan senjata."
Selagi mereka bercakap-cakap,
masuklah seorang pengawal yang melaporkan bahwa Wasi Karangwolo dan Wasi
Surengpati telah datang dan mohon menghadap Sang Adipati
Menak Sampar. Mendengar laporan ini, Adipati Menak Sampar
menjadi gembira sekali.
"Bagus, persilakan mereka langsung menghadap ke sini!"
Setelah pengawal pergi dia berkata kepada Wasi Siwamurti,
"Paman Wasi, kebetulan sekali dua orang adik seperguruan
andika, yang kami utus ke Nusabarung telah datang kembali."
Pertemuan antara ke tiga pendeta dan dua orang murid itu
amat menggembirakan. Setelah saling memberi salam dan
menanyakan keselamatan masing-masing, mereka lalu duduk
dan kesempatan ini dipergunakan oleh Adipati Menak Sampar
untuk bertanya kepada kedua orang utusannya itu.
"Bagaimana kabarnya dengan tugas andika berdua, Paman
Wasi Karangwolo?"
"Kami sudah bercakap-cakap dengan Sang Adipati
Martimpang tentang kerja-sama kita dan kami me lihat bahwa
Kadipaten Nusabarung juga sudah mengadakan persiapan
dengan baik. Nusabarung sudah menghimpun pasukan dan
menambah jumlah perajurit mereka, bahkan sebagian
pasukan sudah dipersiapkan di pantai daratan untuk menjaga
kalau-kalau ada gerakan pasukan Jenggala ke sana."
"Bagus sekali kalau begitu. Dengan adanya Nusabarung
yang sudah siap, kita sudah mempunyai sekutu di garis depan.
Nusabarung dapat menjadi benteng pertama kita untuk
membendung kalau-kalau ada pasukan dari barat menyerang
daerah kita."
"Akan tetapi ada berita buruk, Kanjeng Adipati. Biarpun
Nusabarung sudah mengadakan persiapan, ternyata telah ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua orang sakti dari Panjalu yang dapat menyelinap masuk
dan membikin kacau Nusabarung."
Adipati Menak Sampar terkejut, demikian pula tiga orang
tamunya yang mendengarkan dengan penuh perhatian. "Ah,
bagaimana mereka begitu ceroboh sehingga ke masukan teliksandi" Siapakah dua orang sakti dari Panjalu itu?"
"Ceritanya begini, Kanjeng Adipati. Ketika kami berdua tiba
di Nusabarung, Adipati Martimpang sedang mengadakan
sayembara tanding untuk mencarikan jodoh puterinya. Banyak
orang muda yang memasuki sayembara, di antaranya bahkan
Kalinggo, putera Senopati Rajahbeling dari Blambangan. Akan
tetapi yang keluar sebagai pemenang sayembara adalah
seorang pemuda bernama Joko Wilis yang datang dari
pegunungan W ilis. Joko Wilis ini mengalahkan semua peserta,
bahkan mengalahkan Senopati W isokolo dari Nusabarung
yang menjadi penguji dalam sayembara itu. Pemuda itu
tangguh dan sakti mandraguna. Dialah yang diterima menjadi
calon mantu dan pengganti Adipati Martimpang. Kami berdua
merasa penasaran sekali mengapa Adipati Martimpang
memilih dia, bukan Kalinggo. Kami datang agak terlambat
sehingga tidak sempat membekali dengan aji yang dapat
mengalahkan Joko Wilis."
"Kemudian bagaimana, Paman Karangwolo?" tanya Sang
Adipati dengan hati tertarik.
Wasi Karangwolo me lanjutkan. "Setelah menangkan
sayembara, Joko Wilis tidak bersedia dinikahkan dengan Dyah
Candramanik, akan tetapi minta ditangguhkan setahun lagi.
Akan tetapi, beberapa hari kemudian, Dyah Candramanik
melaporkan kepada ayahnya bahwa Joko Wilis
itu sesungguhnya seorang wanita yang menyamar!"
"Ah, seorang wanita" Mengapa ia menyamar dan mengikuti
sayembara memilih jodoh itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hal itulah yang mendatangkan kecurigaan dan kami lalu
membantu Adipati Nusabarung untuk menangkapnya. Kami
berdua berhasil menawannya dan mempengaruhinya dengan
sihir, ia mengaku bernama Retno Wilis dan s iapakah gadis itu"
Bukan lain adalah puteri Ki Patih Tejolaksono dan puteri
Endang Patibroto."
Semua orang terkejut mendengar nama sepasang suami
isteri itu. Mereka semua menganggap dua orang itu sebagai
musuh besar. Bahkan Wasi Siwamurti juga mendendam
kepada mereka yang dianggap telah menyebabkan kematian
mendiang Wasi Bagaspati dan Wasi Bagaskolo, rekanrekannya yang menjadi utusan Negeri Cola dan sama-sama
penyembah Bathara Siwa.
"Adi Wasi Karangwolo, kemudian bagaimana kelanjutannya?"
tanya Wasi Siwamurti kepada adik seperguruannya.
Wasi Karangwolo menceritakan selanjutnya. "Kami berdua
sudah menguasai Retno W ilis dan ketika kami sedang
mengorek keterangan darinya apakah ia datang sebagai
utusan Panjalu dan menjadi telik-sandi, tiba-tiba muncul
seorang pemuda yang bernama Bagus Seto dan diakui sebagai
kakak Retno Wilis. Pemuda itu ternyata sakti mandraguna.
Dengan lemparan setangkai cempaka putih dia dapat
menyadarkan Retno Wilis yang dapat membebaskan diri dan
mengamuk. Kami sudah mengerahkan pasukan untuk
menangkapnya kembali, akan tetapi tiba-tiba ia dapat
menangkap dan menyandera Adipati Martimpang sehingga ia
dapat meloloskan diri ke pantai daratan sambil menyandera
sang adipati. Kami tidak berdaya dan terpaksa membiarkan ia
lolos." Semua yang mendengar cerita ini tertegun. "Tidak salah
lagi, Retno W ilis dan Bagus Seto itu tentulah telik-sandi yang
dikirim Panjalu atau Jenggala untuk menyelidiki keadaan di
Nusabarung. Kalau begitu lebih baik kita mendahului mereka,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergabung dengan Nusabarung dan menyerang Jenggala,"
kata Sang Adipati Menak Sampar.
"Nanti dulu, Kanjeng Adipati," kata Wasi Karangwolo.
"Adipati Nusabarung juga menghendaki demikian, akan tetapi
kami mencegahnya. Kini belum tiba waktunya kita menyerang
Jenggala. Kami akan lebih dulu bertindak menyebar-luaskan
agama kami untuk menarik rakyat berpihak kepada kami.
Kalau terjadi perpecahan di antara mereka karena agama,
tentu keadaan mereka lemah dan itulah saatnya bagi kita
untuk melakukan penyerbuan."
"Apa yang dikatakan Adi Karangwolo benar, Kanjeng
Adipati. Pasukan Jenggala dan Panjalu kuat sekali. Kita harus
membuatnya lemah lebih dulu melalui penyebaran agama.
Saya, murid saya Ni Dewi Durgomolo dananak saya Ki
Siwananda akan membantu agar mereka memasuki agama
kami dan kalau sudah begitu halnya, maka akan mudah
membujuk rakyat Jenggala dan Panjalu untuk berpihak kepada
kita." Adipati Menak Sampar mengangguk-angguk tanda setuju.
Dia mengerti bahwa agama penyembah Bathara Siwa, Bathara
Kala dan Bathari Durga ini, mudah berkembang biak dan para
pendetanya memiliki pengaruh yang amat besar terhadap
umatnya. "Kalau begitu, kami dapat menyetujui dan kami serahkan
kepada Paman Wasi Karangwolo dan Paman Wasi Surengpati,
dibantu oleh Paman Wasi Siwamurti dan dua orang muridnya.
Andika bertiga dapat menggunakan bantuan pasukan setiap
waktu andika bertiga memerlukannya," kata Adipati Menak
Sampar. Perundingan ditutup dengan jamuan makan bagi para
tamu, yaitu Wasi Siwamurti, Ki Siwananda dan Ni Dewi
Durgamolo. (Oo-dwkz-rhg-oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Seto dan Retno Wilis melakukan perjalanan dengan
santai menuju ke timur. Pada suatu siang yang cerah, mereka
berhenti dan beristirahat di bawah sebatang pohon asam yang
besar. Mereka duduk di atas batu-batu yang banyak
berserakan di bawah pohon, menggunakan saputangan untuk
menghapus keringat yang membasahi leher mereka. Matahari
amat terik dan sinarnya menyengat tubuh.
Nyaman memang mengaso di bawah pohon asam itu.
Angin semilir seperti mengipasi tubuh mereka dan Retno Wilis
memandang ke atas. Banyak buah asam bergantungan di
dahan. Tiba-tiba ia melihat sepasang burung sedang
bercumbu di atas dahan. Ia tersenyum geli sehingga Bagus
Seto juga memandang ke atas. Diapun me lihat sepasang
burung itu dan tersenyum juga, bukan menertawakan burungburung itu me lainkan menertawakan adiknya yang tersenyum
melihat burung-burung itu bercumbu.
"Burung-burung tak tahu malu," kata Retno Wilis melihat
kakaknya tersenyum.
"Eh" Kenapa, diajeng" Burung-burung itu berkasih-kasihan,
sudah sewajarnya, dan sudah sesuai dengan kehendak Hyang
Widhi. Mengapa kaukatakan tidak tahu malu?"
"Apakah itu yang dinamakan cinta, kakangmas?"
"Benar, dan cinta itu suci adanya, walaupun di dalam cinta
itu terkandung nafsu berahi."
"Apakah cinta manusia juga mengandung nafsu, kakang?"
"Tentu saja. Di dunia ini, di antara tumbuh-tumbuhan,
binatang dan manusia, cintanya tentu mengandung nafsu
betahi, cinta semua makhluk mengandung pamrih karena
disenangkan hatinya. Tidak ada cinta tanpa pamrih, karena itu
semua cinta bergelimang nafsu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi cinta antara suami-isteri adalah suci, bukan
kakang" Suami isteri kadang mengalah demi membahagiakan
masing-masing pihak, tanpa pamrih."
Bagus Seto tersenyum. "Biarpun dengan menyesal,
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpaksa harus kukatakan, bahwa cinta antara suami isteri
juga tidak terbebas daripada nalsu, akan tetapi hal itu adalah
sewajarnya karena nafsu berahi inilah yang merupakan syarat
berkembang biaknya manusia, hewan, atau tumbuhtumbuhan. Berarti bahwa sejak kita lahir, kita sudah disertai
nafsu, jadi sudah sesuai dengan kehendak Hyang Widhi."
"Aku menjadi bingung, kakang. Kalau semua cinta dilumuri
nafsu, maka cinta itu kotor, kakang. Bukankah nafsu itu
merupakan sesuatu yang buruk dan dapat menyeret manusia
ke jurang kesengsaraan?"
"Sama sekali tidak demikian, adikku. Nafsu berahi, seperti
juga nafsu lain, merupakan hal yang amat berguna bagi
kehidupan manusia. Tanpa adanya nafsu berahi dalam cinta
kasih, maka manusia tidak akan berkembang biak seperti
sekarang ini. Akan tetapi seperti juga nafsu lain, nafsu berahi
juga amat berbahaya kalau sudah menguasai dan
memperhamba manusia. Kalau seseorang telah diperhamba
nafsu berahi maka dia akan mengejar kesenangan melalui
nafsu berahinya sedemikian rupa sehingga dia dapat
melakukan hal-hal yang sesat, seperti perkosaan, perjinaan,
pelacuran dan lain-lain."
"Ah, aku menjadi ngeri memikirkan soal cinta-kasih kalau
begitu. Akan tetapi benar-benarkah tidak ada cinta-kasih yang
bersih dari pada nafsu bagi manusia?"
"Tidak ada, adikku. Tidak akan ada cinta kalau tidak ada
nafsu. Nafsu itu menyenangkan, nafsu itu hendak memuaskan
diri, hendak menyenangkan diri sendiri. Seorang baru
mencinta kalau yang dicinta itu menarik hatinya, menyenangkan hatinya melalui kecantikan, keluhuran budi,
kepandaian, harta benda dan sebagainya. Pendeknya, orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disenangkan dulu hatinya baru jatuh cinta. Dapatkah seorang
wanita mencinta seorang pria atau seorang pria mencinta
seorang wanita kalau yang dicintanya itu ternyata tidak dapat
melakukan hubungan badan" Tentu saja tidak. Betapapun
buruknya kenyataan ini,
betapapun sarunya,
namun kenyataannya demikianlah. Oleh karena itu, banyak terjadi
bahwa cinta seseorang dapat berubah dan berbalik menjadi
benci, mengapa" Karena kalau disenangkan dia mencinta,
kalau sekali waktu dia disusahkan, dia menjadi marah dan
cintanya berubah menjadi benci. Demikianlah ulah nafsu,
adikku. Berbahagialah orang yang dapat mengikuti dan
mengerti akan gerak-gerik nafsu yang menguasai diri sendiri."
Retno Wilis mengerutkan alisnya yang kecil hitam
melengkung indah itu. Ia teringat akan mendiang Adiwijaya.
Orang yang dianggap sebagai pamannya atau bahkan
pengganti orang tuanya sendiri itu mencintanya tanpa pamrih,
mencintanya dengan hati bersih dan suci, bahkan rela
mengorbankan dirinya untuknya!
"Akan tetapi, kakang. Bukankah terdapat cinta-kasih antara
sahabat yang benar-benar bersih dari nafsu, cinta-kasih murni
antara dua orang sahabat yang setia?"
"Tidak ada, adikku. Cinta antara dua orang sahabat juga
bergelimang nafsu, walaupun bukan nafsu berahi. Cinta
seorang sahabat itu tentu didorong karena dia menganggap
orang yang dicintanya itu baik terhadapnya, menyenangkan
dan menguntungkan. Selama ada penilaian antara baik dan
buruk, tentu cinta yang timbul karena penilaian itu
ditunggangi nafsu."
"Kalau begitu di dunia ini tidak terdapat cinta-kasih sejati,
cinta-kasih yang suci dan murni?"
"Tentu saja ada, diajeng Retno Wilis.Tengoklah ke
sekelilingmu. Semua yang tampak ini berguna bagi kehidupan
manusia. Pohon-pohon, bahkan pohon asam ini amat berguna
bagi manusia. Buahnya untuk masak, daunnya untuk jamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kayunya masih dapat digunakan untuk membangun
rumah dan kayu bakar. Lihat bunga-bunga indah itu. T ampak
oleh mata manusia demikian indah menyenangkan. Baunya
juga harum amat menyegarkan bagi penciuman. Lihat sinar
matahari, demikian indah dan mendatangkan terang, juga
menghidupkan. Rasakan semilirnya angin yang demikian
menyejuk dan menyegarkan. Lihatlah, di sekeliling kita. Tanah
tersedia untuk kita, menghasilkan segala macamkebutuhan
hidup manusia. Semua itu diberikan tanpa pamrih, tanpa
memandang bulu dan terus menerus. Bukan hanya manusia
yang mendapat limpahan berkah ini, melainkan juga hewan
dan tumbuh-tumbuhan. Nah, semua itulah cinta kasih, adikku.
Itulah sifat Hyang Widhi, yaitu Kasih."
Retno Wilis memandang kakaknya dan mata yang indah itu
terbelalak, berseri. "Kakang, engkau membuka mataku!
Betapa butaaku selama ini tidak melihat dan tidak merasakan
lagi adanya berkah dan cinta-kasih suci yang berlimpah ruah
diberikan kepadaku!"
"Itulah, adikku. Itulah pekerjaan nafsu yang selalu menarik
perhatian kita sehingga kita selalu mengejar kesenangan,
mengejar sesuatu yang tidak ada pada kita. Nafsu tidak
mengenal puas, tidak mengenal cukup, akan selalu
mendorong kita untuk mendapatkan lebih banyak lagi.
Akhirnya nafsu menyeret kita ke dalam perbuatan yang sesat
dan jahat. Aku girang bahwa engkau merasa terbuka matamu,
diajeng." Setelah bercakap-cakap dan tidak merasa gerah lagi, kedua
orang kakak beradik itu hendak me lanjutkan perjalanan
mereka. Akan tetapi pada saat itu terdengar orang
bertembang dengan suara yang berat dan dalam.
"Rumangsane mung nalongso
Susah sajeroning urip
Sakabehing kang tinuju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Olehe namun kuciwo
Sing dioyak-oyak teko luput
Luwih becik s ing narimo
Opo paringing Hyang Widhi"
Arti tembang itu adalah
Rasanya hanya nelangsa,
susah dalam kehidupan,
semua yang diharapkan,
hanya mendapat kecewa,
yang dikejar-kejar tak dapat,
lebih baik yang menerima,
apa yang diberikan Hyang Widhi.
Bagus Seto dan Retno Wilis tidak jadi meninggalkan tempat
di bawah pohon asam itu dan menanti orang yang
bertembang itu datang dekat. Dia seorang paman tani berusia
hampir limapuluh tahun, bercelana hitam tak berbaju, bajunya
berada di atas singkong yang dipikulnya dalam dua buah
keranjang. Orang itu bertubuh kurus, tulang-tulangnya
menonjol di bawah kulitnya yang coklat karena banyak
terbakar sinar matahari. Otot-ototnya juga menonjol,
menunjukkan bahwa otot-otot itu sering dipergunakan untuk
memikul berat dan bekerja keras. Kakinya telanjang. Seluruh
penampilan kakek ini, dari ujung rambut sampai ke ujung
kakinya, memperlihatkan kesederhaan yang polos, tidak
dibuat-buat, kesederhanaan yang mendekati kemiskinan.
Namun wajah itu berseri, matanya memandang polos ke
depan, kosong dan tidak perduli. Ketika tiba dekat pohon
asam yang lebat itu, dia berhenti melangkah, lalu
menghampiri tempat teduh itu, melepaskan pikulannya yang
berat. Dengan tangan kanannya dia menanggalkan sebuah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
caping dari kepalanya dan mengipasi dadanya yang
berkeringat dengan caping itu. kemudian dia memandang
kepada Bagus Seto dan Retno Wilis dan tampak keheranan
dalam sinar matanya.
Bagus Seto tersenyum kepadanya dan bertanya, ''Paman,
Kidung Pangkur yang kautembangkan tadi indah sekali!"
Kakek itu tersenyum dan seketika wajahnya yang penuh
keriput itu tampak segar dan muda. "Wah, denmas,
tembangku hanya tembang orang dusun."
"Benar, paman, aku tertarik sekali, terutama isi tembang
itu. Apakah engkau merasa setuju kalau ada orang yang
mempunyai cita-cita untuk meraih keadaan yang lebih baik?"
Petani itu menggunakan baju hitamnya yang tadi ditaruh di
atas singkong untuk menghapus keringat dari leher dan
mukanya. "Mengharapkan sesuatu yang tidak ada hanya
merupakan penyiksaan diri belaka, denmas. Kalau hasilnya
luput, kita akan merasa nelangsa dan kecewa, sebaliknya
kalau dapat, kita tetap saja tidak puas dan mengharapkan
yang lebih baik atau lebih banyak. Dari pada mengharapkan
yang tidak-tidak, lebih baik menerima apa yang diberikan oleh
Hyang Widhi." Petani itu memandang ke arah pikulannya,
mungkin menaksir-naksir berapa yang akan didapatnya dari
penjualan sepikul s ingkong itu.
"Akan tetapi kalau begitu hidup ini tidak akan ada
kemajuan, paman. Siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang
berusaha untuk memperbaiki kehidupan kita" Dengan usaha
keras tentunya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oooh, tentu saja, denmas. Kita
harus bekerja setiap hari, karena
apakah artinya hidup ini tanpa bekerja" Kita bekerja sekuat tenaga setiap hari,
tanpa mengharapkan apaapa dan apa yang
datang sebagai hasil pekerjaan kita
itu, itulah anugerah
dan berkah Hyang
Widhi yang harus
kita terima dengan
penuh rasa sukur,
tanpa mengharapkan yang bukan-bukan." Petani itu bicara dengan
bahasa yang bersahaja, akan tetapi menyentuh perasaan
Bagus Seto. "Kalau begitu pandangan hidup paman, maka paman
menyerah dengan penuh kepasrahan kepada Hyang Widhi
untuk menentukan keadaan hidup paman?"
"Tentu saja, denmas. Hyang Widhi kuasa mengatur
segalanya. Kita tidak mempunyai kemampuan untuk menolak
apa yang telah ditentukan Hyang Widhi. Tugas kita hanya
bekerja sebaik mungkin dan sete lah itu maka aku pasrah
kepada Hyang Widhi. Apapun yang diberikan kepadaku akan
kuterima dengan penuh rasa sukur. Kalau sudah begitu, maka
kehidupan ini terasa nikmatnya nikmat dari berkah Hyang
Widhi yang tidak ada henti-hentinya kepada kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diajeng Retno, inilah contohnya seorang yang berbahagia!" kata Bagus Seto kepada adiknya.
Biarpun ucapan petani singkong itu amat sederhana,
namun ucapannya mengandung arti yang amat dalam
sehingga Retno W ilis masih belum mengerti benar. Ia
memandang kepada kakek itu dengan kagum lalu bertanya,
"Paman, bahagiakah paman dalam hidup paman."
Kakek itu memandang kepada Retno Wilis dengan sinar
mata tidak mengerti. "Apa maksud andika, den ajeng" Apa itu
bahagia" Saya tidak membutuhkan bahagia."
Retno Wilis terbelalak. Kalau kata bahagia saja tidak
mengerti, bagaimana mungkin orang hidup berbahagia" Akan
tetapi Bagus Seto tersenyum kepada adiknya.
"Diajeng, justeru karena paman ini tidak membutuhkan
bahagia, itu berarti bahwa dia telah berbahagia! Kebahagiaan
hanya dikejar-kejar orang yang hidupnya tidak bahagia, yang
hidupnya diganggu persoalan-persoalan yang menyusahkan
dan menggelisahkan hatinya. Kalau gangguan itu tidak ada
lagi, maka orangpun tidak butuh bahagia karena sesungguhnya dia sudah berbahagia! Seperti orang yang sakit
saja yang membutuhkan kesehatan, kalau orang itu tidak sakit
lagi, dia tidak butuh akan kesehatan karena sesungguhnya dia
sudah sehat. Mengertikah engkau, adikku?"
Retno Wilis baru mengerti setengah-setengah saja. Semua
orang di dunia ini mengejar kebahagiaan, bagaimana petani
miskin ini dikatakan oleh kakaknya sebagai orang yang
berbahagia karena dia tidak mengejar, bahkan tidak mengerti
apa itu kebahagiaan"
"Wah, matahari sudah naik tinggi, saya harus berangkat
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang, denmas. Nanti pasarnya keburu sepi dan tidak ada
yang membeli singkongku ini! Selamat tinggal, denmas dan
den-ajeng."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selamat jalan, paman. Semoga Hyang Widhi selalu
memberkahimu seperti yang andika nikmati setama ini," kata
Bagus Seto dan petani itu lalu memikul lagi dua keranjang
singkong itu dan meninggalkan tempat itu.
Retno Wilis mengikuti petani itu dengan pandang matanya.
Betapa tubuh kurus itu terseok-seok memikul beban yang
berat, akan tetapi betapa lincahnya kedua tangannya itu
berlenggang dan kedua kaki itu melangkah seperti orang
menari-nari gembira.
"Hayo, diajeng, kita lanjutkan perjalanan kita," kata Bagus
Seto dan Retno Wilis mengangguk, lalu mereka berdua
melangkah ke arah timur meninggalkan pohon asam itu.
"Kakang, aku masih memikirkan pembahasan tentang
cinta-kasih tadi. Aku masih merasa ngeri melihat kenyataan
bahwa tidak ada cinta-kasih yang murni, semua cinta-kasih
manusia bergelimang nafsu. Aku ngeri, kakang dan tidak mau
jatuh cinta!"
Bagus Seto tertawa. "Ha-ha, mudah saja engkau berkata
demikian, adikku. Akan tetapi sekali waktu akan tiba saatnya
engkau bertemu seseorang dan jatuh cinta kepadanya, baik
kaukehendaki maupun tidak. Jodoh manusia ditentukan oleh
Hyang Widhi, dan sekali engkau bertemu dengan calon
jodohmu yang sudah ditentukan, engkau akan jatuh cinta
padanya dan dia akan jatuh cinta padamu."
"Mencinta dengan dorongan nafsu?"
"Tentu saja, karena Hyang Widhi menghendaki demikian.
Ingat, engkau diciptakan untuk kelak menjadi seorang ibu
yang melahirkan anak-anakmu, dan untuk itu engkau harus
lebih dulu jatuh cinta kepada seorang pria dan menjadi
isterinya."
"Ih, ngeri aku memikirkan dan membayangkan hal itu.
Saling jatuh cinta dengan nafsu. Aku tidak ingin jatuh cinta,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakangmas. Biar selama hidupku aku begini saja, hidup
seorang diri."
"Hemm, kalau cinta berahi sudah menyelubungi hatimu,
engkau tidak akan mampu melawan hatimu sendiri. Akan
tetapi sudahlah, semua itu sudah diatur oleh Hyang Widhi,
dan manusia tidak akan mampu mengubahnya. Mari kita
lanjutkan perjalanan kita."
Karena pantai Laut Kidul di tempat itu merupakan daerah
pegunungan kapur yang sukar dilalui, terpaksa kedua orang
muda ini melakukan perjalanan agak ke utara, melalui dusundusun. (Oo-dwkz-rhg-oO)
Kakek itu sudah tua sekali, sedikitnya tentu sudah
delapanpuluh tahun usianya. Pakaiannya seperti seorang
pertapa, amat sederhana, hanya merupakan kain yang dililitlilitkan pada tubuhnya yang kurus kerempeng. Rambut,
jenggot dan kumisnya sudah putih semua seperti kapas.
Seluruh anggauta tubuhnya sudah menunjukkan ketuaannya,
kecuali s inar matanya. Mata yang penuh keriput dan dihias alis
mata yang sudah putih semua itu, memiliki sinar yang tajam
sekali dan mata itu masih bening seperti mata kanak-kanak!
Kakek itu adalah seorang Empu pembuat keris, juga
seorang pertapa yang telah lama meninggalkan dunia ramai,
bertapa di lereng Gunung Raung yang terkenal sebagai
gunung yang angker. Jarang ada orang berani mendaki
Gunung Raung, karena gunung ini terkenal dengan hutanhutannya yang penuh dengan binatang liar dan buas, juga
dikenal sebagai tempat pelarian orang-orang jahat yang
menjadi buruan pemerintah, dan lebih dari itu, dikabarkan
banyak bagian dari gunung itu dijadikan sarang para demit
dan setan bekasakan yang suka mengganggu manusia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 05 Akan tetapi kakek itu merasa tenang dan damai tinggal di
lereng gunung itu. Nama kakek ini adalah Empu Gandawijaya.
Semenjak sepuluh tahun yang lalu, kakek itu tidak tinggal
seorang diri di lereng Gunung Raung, melainkan ditemani
seorang muridnya. Pemuda ini ditemukan oleh Empu
Gandawijaya ketika pemuda itu berusia tiga belas tahun dan
hidup menyendiri, karena kedua orang tuanya telah meninggal
dunia. Melihat anak remaja yang hidup kapiran seorang diri
ini, dan melihat pula betapa anak muda itu memiliki bakat
yang baik sekali untuk menjadi seorang satria, Empu
Gandawijaya lalu membawa dan mengajaknya ke Gunung
Raung dan menjadi muridnya yang dianggap sebagai anak
sendiri. Pemuda itu bernama Harjadenta dan selama sepuluh tahun
dia hidup bersama mpu Gandawijaya, bekerja di sawah ladang
dan mempelajari banyak ilmu dari Sang Empu. Bukan hanya
ilmu pembuatan keris, akan tetapi juga mempelajari sastera
dan aji kanuragan. Kini dia sudah berusia duapuluh tiga tahun,
menjadi seorang pemuda dewasa yang bertubuh sedang,
berdada bidang dan berwajah tampan gagah. Sinar matanya
penuh kejujuran dan keterbukaan, dan mulutnya selalu
tersenyun ramah kepada siapapun juga. Biarpun dia hidup di
tempat sunyi bersama gurunya, namun Harjadenta inilah yang
kadang pergi ke dusun-dusun untuk mencari segala keperluan
untuk dia dan gurunya.
Pada suatu pagi, baru saja Harjadenta terbangun dari
tidurnya dan terdengar ayam jantan berkeruyuk, dia sudah
melihat gurunya duduk bersila di ruangan depan pondok
mereka yang tidak begitu besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bapa guru, sepagi ini bapa sudah bangun tidur."
Harjadenta bertanya dengar heran. Biasanya, selalu dia yang
lebih dulu terbangun dan setelah dia memasak air baru
gurunya keluar dari kamarnya.
Empu Gandawijaya membuka kedua matanya dan
mengeluh. "Denta, ke sinilah dan duduk di sini. Aku
mempunyai urusan yang harus kita bicarakan sekarang juga."
Dengan penuh keheranan Harjadenta lalu duduk bersila di
depan gurunya dan menanti apa yang akan disampaikan
orang tua itu kepadanya. "Denta, semalam telah ada pencuri
yang sakti masuk ke pondok kita dan mencuri K i Carubuk."
Terkejutlah Harjadenta mendengar ini. Ki Carubuk adalah
sebatang keris pusaka buatan gurunya yang belum lama ini
dirampungkan, sebatang keris yang amat ampuh menurut
gurunya. "Seorang pencuri telah mengambil K i Carubuk, bapa.
Akan tetapi mengapa hal itu dapat terjadi, bahkan saya sama
sekali tidak mendengar ada orang masuk ke dalam pondok?"
Empu Gandawijaya menghela napas panjang. "Itulah maka
kukatakan bahwa pencuri itu sakti. Dia pasti seorang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi dan semalam dia telah dapat
melepas Aji Peny irepan, membuat kita berdua tertidur
nyenyak dan tidak tahu bahwa dia memasuki pondok ini dan
mengambil keris pusaka KiCarubuk."
Harjadenta lalu menyembah dan berkata penuh penyesalan. "Ampunkan saya, Bapa. Hal itu menunjukkan
bahwa saya kurang waspada, sama sekali tidak pernah
mengira bahwa ada orang berani memasuki pondok kita dan
mencuri pusaka."
"Bukan salahmu, Denta. Aku sendiri saja dapat terkena Aji
Penyirepannya yang hebat itu, apa lagi engkau."
"Lalu bagaimana baiknya, Bapa" Saya menunggu perintah
Bapa Guru."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kulup, aku sekarang sudah tua, tubuhku sudah tidak kuat
untuk melakukan perjalanan jauh, apa lagi untuk mengejar
pencuri. Akan tetapi aku tidak mau menambahi dosa-dosaku,
karena itu engkau harus pergi mencari pencuri itu dan
merampas kembali K i Carubuk."
Pemuda itu merasa heran. "Mengapa Bapa Guru merasa
berdosa dengan hilangnya Ki Carubuk, Bapa" Hal itu bukan
kesalahan Bapa."
"Ketahuilah, Denta. Ki Carubuk adalah sebatang keris yang
amat ampuh. Keris itu akan menjadi pusaka yang amat
berguna kalau terjatuh ke tangan seorang satria atau seorang
yang mulia hatinya, akan tetapi kalau sampai terjatuh ke
tangan orang jahat, keris itu dapat menimbulkan malapetaka
dan kesengsaraan kepada rakyat banyak. Aku khawatir
pencuri itu seorang jahat dan keris itu akan dipergunakan
untuk melakukan kejahatan. Kalau demikian halnya, berarti
aku telah menambah dosaku dengan pembuatan keris itu.
Karena itu, carilah pusaka itu agar dapat kembali kepada kita,
dan jangan engkau kembali ke sini sebelum berhasil
menemukan Ki Carubuk itu, anakku. Ingat, Ki Carubuk itu
berluk tujuh dengan ricikan Lambe Gajah, kembang kacang,
sraweyan, dan Greneng, sinarnya kehitaman, agak kelabu, di
ujungnya ada sinar keemasan."
Mendengar perintah ini, Harjadenta merasa terharu. Dia
harus meninggalkan kakek itu seorang diri di tempat sunyi ini.
Setelah selama sepuluh tahun tinggal bersama gurunya, dia
sudah menganggap gurunya sebagai pengganti orang tuanya
sendiri dan kini tiba-tiba saja dia diharuskan pergi
meninggalkan gurunya untuk mencari keris pusaka K i Carubuk
dan tidak boleh pulang kalau keris itu belum ditemukan!
"Akan tetapi, Bapa. Kalau saya pergi, lalu siapa yang akan
menemani Bapa di sini" Siapa yang akan mengerjakan sawah
ladang, siapa yang akan memasak makanan dan minuman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk Bapa" Siapa yang akan mencuci pakaian dan siapa pula
yang akan membersihkan tempat ini setiap hari?"
Empu Gandawijaya tertawa memperlihatkan mulut yang
sudah tidak bergigi lagi. "Kulup, sebelum engkau tinggal di
sini, aku sudah puluhan tahun hidup menyendiri, jangan
khawatir, biarpun sudah tua, aku dapat menjaga dan merawat
diriku sendiri. Ki Cambuk itu terlalu penting bagiku, jangan
sampai terjatuh ke tangan orang jahat. Nah, berangkatlah,
Harjadenta dan pergunakan semua ilmu yang pernah
kaupelajari di sini untuk dapat merebut kembali Ki Cambuk.
Doa restuku mengiringi perjalananmu."
Harjadenta tidak dapat membantah lagi. Dia lalu berkemas
dan pada hari itu juga dia berangkat setelah dia minta doa
restu dan minta petunjuk dari gurunya.
"Bapa, saya mohon petunjuk, seperti apa kiranya pencuri
itu dan ke mana saja harus mencarinya. Tanpa petunjuk Bapa,
saya merasa tidak berdaya dan tidak tahu mencari ke mana."
Sejenak kakek itu diam dan menundukkan kepalanya.
Kemudian dia mengangkat kepalanya dan berkata, "Kalau
perhitunganku tidak keliru, Denta, pencuri itu seorang wanita
yang sakti mandraguna, cantik dan pandai ilmu sihir dan
guna-guna. Hanya petunjuk itu yang dapat kuberikan, dan
engkau naiklah perahu itu di sepanjang Ka li Mayang. Turutlah
aliran sungai itu sampai ke muaranya di Laut Kidul. Mudahmudahan dengan menempuh jalan itu engkau akan dapat
menemukan pencuri itu."
Dengan bekal petunjuk gurunya itu, Harjadenta menuruni
lereng Gunung Raung. Dia melalui dusun-dusun di kaki
gunung di mana dia sering datang menukar hasil hutan
dengan barang-barang yang dibutuhkan dia dan gurunya,
kemudian dia terus melakukan perjalanan ke selatan sampai
dia bertemu dengan mata air Kali Mayang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia menyusuri sungai itu sampai sungai itu menjadi cukup
besar untuk melanjutkan perjalanannya dengan perahu. Di
sebuah dusun di pantai sungai Mayang, dia membuat sebuah
perahu dari batang bambu dan kayu, kemudian melanjutkan
perjalanannya dengan perahu sederhana ini. Karena perahu
itu me luncur terbawa aliran sungai dan ditambah dengan
dorongan dayung, maka perjalanan dapat berjalan lebih cepat
dari pada kalau dia berjalan menyusuri sungai yang kadang
bertemu dengan bagian yang rimbun dan sulit dilalui sehingga
dia harus mengambil jalan memutar.
Dalam perjalanan ini, Harjadenta seringkali berhenti di
sebuah dusun dan melakukan penyelidikan, bertanya-tanya
kalau-kalau ada penduduk yang melihat seorang wanita cantik
melakukan perjalanan seorang diri lewat di dusun itu. Akan
tetapi, sampai jauh dia melakukan perjalanan itu, setelah
lewat beberapa minggu, belum juga dia mendapatkan
keterangan tentang wanita yang dicarinya.
Pada suatu hari perahunya melewati sebuah dusun, yaitu
dusun Grobokan. Dusun itu cukup ramai karena daerah itu
merupakan daerah yang menghasilkan palawija yang
melimpah ruah. Dia mengambil keputusan untuk singgah di
Grobokan, untuk menyelidiki kalau-kalau ada wanita asing
yang cantik singgah di tempat itu. Dia menambatkan
perahunya di sebatang pohon di tepi sungai dan memasuki
dusun Grobokan. Karena daerah itu subur dan menghasilkan
banyak palawija, maka penduduknya juga lebih baik
keadaannya dengan dusun-dusun lainnya. Rumah-rumah
disitu cukup besar dan terbuat dari kayu.
Seperti biasa, kalau hendak menginap di sebuah dusun,
Harjadenta mencari rumah penduduk yang sekiranya dapat
menerima dirinya untuk bermalam. Dicarinya rumah yang
tampak sunyi, tidak banyak penghuninya dan dia menemukan
seorang laki-laki setengah tua duduk seorang diri di depan
rumah sambil menyambung tali-tali jala yang berlubang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Agaknya kakek ini suka menjala ikan di Kali Mayang. Melihat di
sana tidak ada orang lain, Harjadenta lalu menghampirinya.
"Kulonuwun ... !" Harjadenta memberi salam.
Kakek itu mengangkat mukanya memandang dan merasa
heran melihat seorang pemuda yang berpakaian bersih dan
berwaiah tampan berdiri di depannya.
"Mari silakan, denmas. Ada keperluan apakah denmas
mengunjungi saya?"
"Maaf, paman. Saya adalah seorang perantau yang tiba di
dusun ini dan ingin mencari tempat untuk melewatkan
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semalam ini. Kalau sekiranya paman tidak berkeberatan,
bolehkah saya menumpang di sini semalam?"
Laki-laki itu memandang Harjadenta dengan penuh
perhatian, dari kepala sampai ke kaki dan agaknya hatinya
puas meneliti pemuda itu. Seperti penduduk dusun umumnya,
dengan senang hati dia tentu saja suka menolong orang lain
dan tidak keberatan kalau pemuda yang sopan dan bersih ini
hendak menginap di rumahnya untuk semalam.
"Tentu saja kalau paman dan para penghuni ini yang
lainnya tidak berkeberatan."
"Ah, tidak denmas. Aku tidak keberatan dan yang tinggal di
sini hanya aku, isteriku dan seorang anak perempuanku. Kami
tidak berkeberatan asal denmas sudi tinggal di tempat kami
yang kotor dan buruk."
"Paman terlalu merendahkan diri. Rumah ini cukup bagus
dan bersih, dan sayapun tidak memilih-milih tempat. Dipan
bambu yang paman duduki itu saja sudah cukup bagiku untuk
melewatkan malam di luar rumah ini."
"Ah, tidak, denmas, tidak boleh begitu. Kami masih ada
bilik di dalam rumah yang kosong, bekas bilik anak laki-laki
kami yang sekarang telah pergi untuk selamanya." Wajah
kakek itu tampak berduka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksud paman, anak laki-laki itu ... ?"
"Dia sudah meninggal dunia tiga bulan yang lalu, denmas.
Terserang penyakit panas. Sekarang tinggal isteriku dan anak
perempuan kami. Silakan duduk, denmas."
"Terima kasih, paman." Harjadenta lalu mengambil tempat
duduk di sudut dipan bambu itu. "Namaku Harjadenta, paman,
aku datang jauh dari lereng Gunung Raung."
"Namaku Dirun, denmas." Dia lalu me longok ke arah pintu
rumahnya yang terbuka. "Las ... ! Lasmini, keluarlah ke sini!"
Dia memanggil. Terdengar suara lembut menjawab dan keluarlah dari pintu
itu seorang perawan dusun yang manis. Rambutnya ikal,
kulitnya hitam manis, matanya lebar dan lugu, mulutnya
manis sekali, seorang dara yang usianya paling banyak
enambelas tahun. Gadis itu tampak terkejut dan malu-malu
ketika melihat ada seorang pemuda duduk di situ bersama
ayahnya. "Ada ... ada apa, bapak?" tanyanya dan suaranya lembut
jernih, sejernih sinar matanya. Kini ia menunduk, tidak berani
menatap wajah pemuda tampan gagah itu,
"Denmas, ini anak kami, Lasmini. Las, ini adalah denmas
Harjadenta yang menjadi tamu kita. Cepat kau keluarkan
wedang teh dan ubi rebus itu."
"Baik, pak."
"Ah, paman, harap jangan repot-repot." kata Harjadenta
dengan sungkan.
"Tidak, denmas. Wong wedang dan ubi rebus itu sudah
ada, kok."
Dara manis itu menghilang ke dalam rumah. Tuan rumah
itu ternyata ramah sekali dan tanpa diminta dia menceritakan
keadaan dirinya kepada Harjadenta. "Dulu, ketikaputeraku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih hidup, keadaan kami lumayan, aku tidak perlu bekerja
keras, denmas. Akan tetapi setelah anakku mati, terpaksa aku
bekerja keras, berladang dan kadang mencari ikan. Isteriku
kadang membantu dan yang bekerja di rumah adalah anakku
Lasmini tadi."
"Gadis yang manis dan rajin," pikir Harjadenta. "Kalau
begitu tentu kehidupan keluargamu di sini tenteram, paman."
Orang itu mengerutkan alisnya. "Mestinya begitu. Tidak
banyak kebutuhan kami dan semua kebutuhan dapat
tercukupi. Bahkan anakku telah bertunangan dengan seorang
pemuda yang rajin dan tinggal di ujung dusun ini. Kami
merencanakan untuk melangsungkan pernikahan mereka
bulan depan."
"Kalau begitu, aku mengucapkan selamat, paman. Anakmu
telah hampir menikah apa lagi yang paman susahkan."
"Akan tetapi, ah, aku khawatir sekali, denmas."
Harjadenta memandang penuh perhatian kepada kakek itu.
Wajah kakek berusia limapuluhan tahun itu tiba-tiba tampak
khawatir dan alisnya berkerut, matanya memandang ke kanan
kiri seolah ada bahaya mengancamnya.
"Apa yang paman khawatirkan?"
"Seminggu yang lalu, kami kedatangan tamu. Dia itu
utusan Ki Demang yang berkuasa di dusun Grobokan ini. Dan
kedatangannya itu adalah untuk meminang Lasmini yang akan
dijadikan isteri ke enam Ki Demang."
"Hemm, lalu bagaimana engkau menjawab. Paman Dirun?"
"Menolak dengan keras tentu saja aku tidak berani, denmas
Harjadenta. Akan tetapi, menerima pinangan itupun tentu saja
kami tidak bisa karena anakku telah bertunangan. Maka kami
hanya memberitahu kepada utusan itu bahwa Lasmini telah
bertunangan dan bulan depan akan menikah. Kami minta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan hormat kepada utusan itu agar memberitahukan hal
ini kepada Ki Demang."
"Lalu bagaimana kata mereka?"
"Utusan itu kelihatan tidak senang dan mengatakan bahwa
dia memberi waktu sepekan kepada kami untuk menyatakan
menerima atau menolak pinangan itu. Kami khawatir sekali,
denmas. Ki Demang terkenal galak dan mempunyai banyak
tukang pukul. Kami khawatir dia akan memaksa kami agar
memenuhi permintaannya itu."
"Kalau begitu sebaiknya pernikahan anakmu itu dipercepat
saja, paman. Kalau anakmu sudah menikah tentu Ki Demang
itu tidak akan dapat memaksa."
Dirun menghela napas panjang. "Mudah-mudahan saja
begitu, akan tatapi kami merasa khawatir sekali. Ki Demang
itu terkenal mata keranjang. Dulu, lima tahun yang lalu dia
tergila-gila kepada seorang wanita yang sudah bersuami.
Entah bagaimana, tiba-tiba saja suami wanita itu meninggal
dunia tanpa sakit, dan jandanya segera diambil sebagai isteri
ke empat oleh Ki Demang. Ah, betapa gelisah hati kami. Kalau
saja anak kami tidak cantik, tentu tidak akan ada malapetaka
yang menimpa kami. Apa yang harus kami lakukan, denmas?"
"Apakah paman sudah memberitahukan hal ini kepada
tunangan anak paman" Siapa nama calon mantu itu, paman?"
"Namanya Martono, diapun hanya seorang petani biasa,
dan kami sudah menceritakan kepadanya, akan tetapi diapun
tidak dapat berdaya. Maklum rakyat kecil, kami dapat berbuat
apakah terhadap Ki Demang?"
"Utusan Ki Demang itu mengatakan akan kembali sepekan
lagi" Kapankah itu, paman Dirun?"
"Tepat pada hari ini, denmas. Sejak pagi hatiku sudah tidak
karuan rasanya karena hari ini dia akan kembali."
"Dan apa yang akan kaukatakan nanti?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan berterus terang saja, denmas, bahwa pernikahan
anakku dengan Martono akan kami laksanakan dua pekan lagi
sehingga kami terpaksa tidak dapat melaksanakan perintah Ki
Demang." "Bagus, paman. Memang begitulah seharusnya jawabanmu."
"Akan tetapi kami khawatir ... aku takut ... "
"Jangan takut, paman. Ada aku di sini, dan akulah yang
akan mencegah kalau mereka akan melakukan kekerasan."
Melihat sikap yang tegas dari pemuda tampan gagah itu, K i
Dirun merasa agak lega, akan tetapi dia tetap was-was
mengingat bahwa Ki Demang merupakan orang yang paling
berkuasa di dusun itu.
Seorang wanita setengah tua keluar bersama Lasmini
menghidangkan air teh dan ubi rebus. Dirun memperkenalkan
isterinya kepada Harjadenta yang cepat memberi hormat.
"Bibi, aku sudah mendengar semua cerita Paman Dirun
tentang adik Lasmini dan utusan Ki Demang. Harap bibi, dan
juga andika, adik Lasmini, tidak khawatir. Akulah yang akan
menghadapi mereka kalau mereka menggunakan kekerasan.
Sukur kalau mereka mau mengerti dan mengurungkan
pinangan paksaan itu."
Isteri Ki Dirun mengucapkan terima kasih dan Lasminpun
hanya mengangguk ke arah Harjadenta sambil tersenyum
kecil. Kemudian kedua orang ibu dan anak itu masuk lagi ke
dalam rumah. Mereka berdua lalu makan minum sambil bercakap-cakap.
Matahari sudah mulai condong ke barat dan tiba-tiba Ki Dirun
tampak gelisah sekali sambil memandang kedepan.
Harjadenta juga memandang dan melihat dua orang lakilaki berpakaian mewah memasuki pelataran rumah itu. Sikap
mereka angkuh dan garang, dan Ki Dirun cepat bangkit dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat duduknya ketika me lihat mereka, sambil membungkuk
menanti mereka dengan sikap takut-takut.
"Silakan duduk dan terimalah suguhan kami yang
sederhana, denmas berdua," katanya sambil mempersilakan
dua orang itu duduk di dipan bambu dengan mengacungkan
ibu jarinya dengan sikap hormat sekali.
Dua orang utusan itu keduanya bertubuh gendut. Yang
seorang memiliki kumis melintang seperti tanduk, dan orang
kedua memiliki hidung besar sekali. Si kumis melintang
meraba-raba kumisnya dan si hidung besar mendengus
dengan hidungnya, tidak menghargai sikap Dirun yang
demikian merendah dan penuh hormat.
"Kami datang bukan untuk minum wedangmu dan makan
ubimu. Heh, Pak Dirun, siapa pemuda ini" Calon
mantumukah?"
"Bukan, aku bukan calon mantu Paman Dirun, melainkan
seorang keponakannya." jawab Harjadenta sambil bangkit
berdiri memandang kedua orangitu.
"Hei Dirun!" kata lagi si kumis melintang sambil melotot ke
arah tuan rumah. "Kami datang untuk mendengar jawabanmu
atas pinangan Juragan kami kepada anakmu. Bagaimana?"
"Ampun, denmas. Bagaimana saya dapat memenuhi
permintaan Ki Demang yang terhormat " Anak kami itu, dua
pekan lagi sudah akan menikah."
"Hah" Menikah" Dengan siapa?"
"Dengan Martono, pemuda yang tinggal di ujung dusun
ini." "Kalau begitu, berani engkau menolak pinangan Ki
Demang" Petani busuk, apakah nyawamu rangkap maka
engkau berani membantah perintah Ki Demang?" Bentak si
hidung besar dengan suara agak sengau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dirun, kamu harus menyerahkan Lasmini sekarang juga
kepada Ki Demang atau terpaksa kami harus menggunakan
kekerasan, menangkap engkau sekeluarga dan merampas
Lasmini untuk menjadi selir Ki Demang!"
Saking takutnya, Dirun tidak dapatberkata apa-apa lagi,
hanya menunduk dengan muka pucat dan tubuh gemetar.
Melihat ini, Harjadenta lalu melangkah maju dan menudingkan
telunjuknya kepada kedua orang itu.
"Heh, kalian utusan Ki Demang! Tidak ada aturannya di
dunia ini untuk memaksa orang menyerahkan anak gadisnya.
Kalian bersikap melebihi perampok saja!"
Dua orang utusan Ki Demang itu hampir tidak dapat
percaya kepada telinganya sendiri. Mana mungkin ada orang
berani bicara seperti itu kepada mereka, dua orang
kepercayaan Ki Demang, orang yang paling berkuasa di
Grobokan" Dengan muka merah dan mata melotot mereka
memandang kepada Harjadenta dan si kumis melintang sudah
melangkah maju menghampiri Harjadenta dengan marah.
"Bocah setan, berani kau berkata demikian kepadaku?"
Setelah berkata demikian, tangan kanannya menyambar untuk
menampar muka pemuda itu. Akan tetapi Harjadenta yang
juga sudah marah menyaksikan sikap mereka, menangkap
pergelangan tangan kanan yang besar itu dan sekali putar,
lengan itu sudah dipuntir ke belakang punggung.
"Pergilah!" bentak Harjadenta dan sekali dia mendorong
dengan kuatnya, tubuh si kumis me lintang itu terdorong dan
jatuh menelungkup dengan kuatnya. Dia terbanting dan
perutnya yang lebih dulu menimpa tanah. Perut yang gendut
itu terbanting keras, membuat dia terengah-engah dan
merangkak bangun dengan susah payah.
Si hidung besar marah bukan main. Dia lalu menerjang
dengan pukulan tangan kanannya ke arah muka Harjadenta.
Akan tetapi pemuda inipun memperlakukan dia seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawannya tadi, lengannya ditangkap dipuntir lalu didorong
kuat. Si hidung besar terdorong kedepan dan jatuh
menelungkup dan sial baginya, yang mengenai tanah lebih
dulu adalah hidungnya yang besar sehingga hidung itu
bercucuran darah ketika dengan terengah-engah dia mencoba
untuk bangkit berdiri.
Agaknya dua orang itu hanya lagaknya saja yang besar dan
galak. Begitu bertemu lawan yang kuat, mereka sudah
menjadi jerih. Sambil mundur-mundur merekaberdua memakimaki. "Bangsat" Keparat!
Tunggu engkau akan
pembalasan kami!" Dan setelah memaki,
mereka takut kalaukalau pemuda itu akan
mengejar maka mereka lalu me larikan
diri pontang panting
meninggalkan rumah Dirun. Dirun dan isteri
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serta anaknya yang
keluar mendengar ribut-ribut, tidak menjadi gembira oleh
pertolongan Harjadenta. Bahkan mereka menjadi pucat
dan ketakutan. "Aduh, bagaimana ini, denmas! Mereka tentu akan datang
bersama tukang-tukang pukul Ki Demang dan celakalah kita!"
kata Dirun,isteri dan anak perempuannya saling rangkul dan
menangis ketakutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman, bibi dan engkau Lasmini, sudah jangan menangis.
Tenanglah saja. Di s ini ada aku yang bertanggung jawab. Aku
yang memukul, bukan kalian dan aku akan rampungkan
urusan ini sampai tuntas. Sekarang jangan bingung, Paman
Dirun. Engkau pergilah kepada calon mantumu, ajak dia dan
orang tuanya mengungsi ke s ini karena aku khawatir kalau dia
akan diganggu oleh mereka."
"Dia hanya tinggal berdua dengan ibunya yang sudah
janda, denmas." kata Dirun.
"Lebih baik lagi kalau begitu. Panggil nereka berdua ke sini
agar mudah aku melindungi kalian. Dan andika, bibi dan adik
asmini, masuklah ke dalam dan jangan keluar kalau
mendengar suara ribut-ribut. Percayalah, aku yang akan
menanggulangi semua urusan ini."
Ki Dirun lalu pergi untuk memanggil calon mantunya,
sedangkan Lasmini dan ibunya segera bersembunyi ke dalam
kamar mereka. Harjadenta dengan sikap tenang duduk
kembali ke atas dipan bambu dan makan ubi rebus. Dia
maklum bahwa sikapnya menentang utusan Ki Demang tadi
tentu akan berekor dan mungkin benar sangkaan Ki Dirun
bahwa mereka akan datang lagi membawa tukang-tukang
pukul. Akan tetapi Harjadenta sudah mengambil keputusan
untuk memberi hajaran kepada mereka.
Tak lama kemudian Ki Dirun sudah kembali bersama calon
mantunya, Martono, seorang pemuda petani yang bertubuh
tegap berkulit kecoklatan karena terbakar sinar matahari
bersama ibunya yang sudah setengah tua. Harjadenta
menyuruh mereka berdua masuk pula ke dalam rumah dan
hanya Ki Dirun yang menemaninya di luar rumah, menanti apa
yang akan datang dengan tenangnya.
"Denmas Harjadenta, sesungguhnya kami merasa tidak
enak sekali kepadamu. Kami telah membuat denmas repot
dan menghadapi bahaya. Kalau sampai denmas terseret dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sungguh kami akan
merasa menyesal sekali."
"Ah, paman. Harap jangan berkata demikian. Semua ini
terjadi karena kehendakku. Aku tidak suka melihat perbuatan
sewenang-wenang. Harap jangan khawatir, paman. Aku yang
akan menyelesaikan urusan ini."
Tiba-tiba tampak dua orang gendut utusan Ki Demang tadi
memasuki pekarangan rumah itu, diikuti oleh lima orang lakilaki yang berusia kuranglebih tigapuluh tahun, bertubuh tinggi
besar dan bersikap bengis.
"Itulah dia! Itulah jahanam yang telah berani memukuli
kami. Kalian hajarlah dia!" kata si kumis melintang kepada
lima orang itu sambil menunjuk kepada Harjadenta.
Harjadenta sudah bangkit berdiri dan keluar menyambut
mereka. Lima orang itu agaknya memandang rendah kepada
pemuda yang lembut itu, dan mereka segera mengepungnya.
"Orang muda, siapakah engkau yang telah berani memukuli
utusan Ki Demang?" tanya seorang di antara lima orang
tukang pukul itu sambil bertolak pinggang.
"Namaku Harjadenta. Aku berani memukuli mereka karena
mereka bertindak sewenang-wenang terhadap Paman Dirun."
jawab Harjadenta dengan tenang.
"Babo-babo, keparat! Sekarang cepatlah engkau berlutut
dan minta ampun kepada mereka berdua atau terpaksa kami
berlima akan memberi hajaran kepadamu." kata pula orang itu
dengan lagak sombong.
"Hemm, kenapa aku yang harus minta ampun" Semestinya
mereka berdua yangharus minta ampun kepada Paman Dirun
sekeluarganya." jawab Harjadenta tegas.
"Apa" Engkau berani membantah kami" Rasakan ini!" kata
orang itu sambil menggerakkan tangan kanannya menampar
ke arah pipi Harjadenta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tamparan itu cepat dan kuat sekali, tanda bahwa
penampar itu memiliki tenaga yang kuat. Akan tetapi tentu
saja Harjadenta tidak rnenghendaki pipinya ditampar orang.
Hanya dengan menarik tubuh atas ke belakang saja, tamparan
itu luput. "Ehhh ... ?"" Tukang pukul itu marah dan penasaran sekali,
dan dia lalu menerjang maju dengan pukulan-pukulan kedua
tangannya. Melihat ini Harjadenta cepat menggerakkan
tangannya, yang kiri menangkis dan yang kanan mendorong
ke arah dada penyerangnya itu.
"Plak ... bukkk ... !" Tukang pukul itu terjengkang keras dan
roboh terbanting.
Tentu saja empat orang kawannya menjadi marah sekali
dan tanpa banyak cakap lagi mereka serentak menyerang
Harjadenta dari empat penjuru. Bahkan orang pertama yang
tadi roboh kini sudah bangkit kembali dan ikut pula
menyerang. Akan tetapi Harjadenta tidak merasa gentar sedikitpun.
Tenaga para tukang pukul yang besar itu baginya biasa saja,
bahkan baginya mereka itu bergerak dengan amat lamban.
Dengan mudah dia berloncatan ke sana sini untuk mengelak
dari serangan mereka, dan kadang ditangkisnya. Dan setiap
kali dia menangkis, para tukang pukul itu tentu menyeringai
kesakitan, merasa betapa lengannya seperti bertemu dengan
sepotong linggis besi!
Sementara itu, Ki Dirun yang menonton perkelahian itu,
hanya dapat berdiri dengan muka pucat dan tubuh gemetaran.
Tentu saja dia khawatir sekali kalau penolongnya kalah.
Dapat dia bayangkan apa akan jadinya dengan dia dan
keluarganya kalau Harjadenta sampai kalah. Tentu Lasmini
akan dibawa oleh tukang pukul itu dengan paksa dan dia serta
isterinya, dan Martono serta ibunya akan menerima hajaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Ki Dirun tidak perlu khawatir lagi. Kini
Harjadenta mulai membalas serangan mereka dan begitu
kakitangannya bergerak-gerak cepat membagi-bagi pukulan
dan tendangan, terdengar suara bak-bik-buk disusul teriakanteriakan kesakitan dari lima orang pengeroyok dan tubuh
mereka berpelantingan ke kanan kiri! Lima orang itu terkejut
bukan main, akan tetapi juga marah sekali. Sambil meringis
kesakitan mereka bangkit lagi dan kini lima orang itu
mencabut kelewang dari pinggang mereka. Kelewang atau
golok itu tajam dan berkilauan menggiriskan hati Ki Dirun
yang semakin ketakutan.
Namun Harjadenta hanya tersenyum sambil menanti
serangan mereka. Lima orang tukang pukul itu mengepung,
lalu serentak mereka menyerang dengan kelewang mereka.
Senjata golok itu menyambar-nyambar haus darah. Akan
tetapi semua sabetan itu dapat dielakkan oleh Harjadenta dan
kini dia tidak mau memberi hati lagi. Setelah mengelak atau
menangkis dia langsung membalas dengan cepat dan kini dia
menambah tenaga tamparan dan tendangannya. Berturutturut lima orang itu terpelanting roboh dan golok mereka yang
terlepas dari peganganmencelat ke kanan kiri dan mereka
tidak dapat segera bangkit kembali. Mereka mengaduh-aduh
dan mencoba untuk merangkak menjauhi pemuda yang
digdaya itu. Sementara itu, dua orang utusan Ki Demang yang bertubuh
gendut, ketika melihat betapa lima orang tukang pukul itu
roboh semua, memandang dengan mata terbelalak dan
mereka sudah siap untuk me larikan diri. Me lihat ini, dengan
beberapakali loncatan Harjadenta sudah dapat membekuk
mereka. Dia menangkap tengkuk mereka dan dua orang itu
menjadi ketakutan. Kaki mereka terasa lemas dan tanpa
diperintah lagi mereka segera berlutut dan menyembahnyembah kepada pemuda perkasa itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampun, denmas ... ampunkan kami yang hanya menjadi
orang suruhan Ki Demang ... " mereka meratap dan
menyembah-nyembah.
Harjadenta melepaskan tengkuk mereka, mendorong
mereka dengan muak.
"Dengar kalian orang-orang sombong. Katakan kepada Ki
Demang bahwa kalau dia masih berani memaksakan
kehendaknya untuk merampas anak gadis orang, aku akan
datang kepadanya dan membunuhnya. Juga kalian dan semua
tukang pukulnya akan kubasmi sampai habis!"
"Ampun, denmas ... !"
"Pergilah!" Harjadenta menendang dua kali dan dua orang
itu terguling-guling, lalu merangkak bangun dan seperti lima
orang tukang pukul mereka, mereka lari tunggang langgang.
Harjadenta menghampiri Ki Dirun yang masih berdiri
dengan tubuh gemetar di dekat dipan bambu. "Nah, paman,
sekarang bahaya sudah lewat. Kurasa mereka tidak akan
berani mengganggumu lagi."
Akan tetapi tiba-tiba K i Dirun menjatuhkan diri berlutut dan
menyembah kapada Harjadenta sambil berkata dengan suara
penuh permohonan, "Denmas, saya menghaturkan terima
kasih kepada denmas akan tetapi kami semua mohon
kepadamu, janganlah tinggalkan kami. Kalau denmas pergi,
tentu mereka akan datang lagi dan celakalah kami karena
sudah tidak ada denmas yang melindungi. Karena itutinggallah
di sini, denmas sampai bahaya benar-benar lewat.Saya takut
... " Harjadenta tersenyum. "Baiklah, untuk semalam ini saja.
Besok aku akan mendatangi Ki Demang dan akan
mengancamnya agar dia tidak mengganggu keluargamu lagi.
Kalau perlu akan kuberi hajaran keras dia!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, yang ditakuti Ki Dirun terjadilah. Sore hari itu,
menjelang senja, belasan orang datang memasuki pekarangan
rumah Ki Dirun dan mereka semua kelihatan bengis. Lima
orang tukang pukul yang siang hari tadi dihajar Harjadenta
juga tampak berada di antara mereka dan mereka
mengiringkan seorang laki-laki berusia empatpuluhan tahun
yang bertubuh seperti raksasa, mukanya penuh brewok,
matanya besar dan orang itu mengenakan pakaian yang serba
hitam. Celana hitamnya sampai di bawah lutut dan di
pinggangnya terdapat sehelai ikat pinggang atau kolor yang
besar, sebesar lengan tangan. Kolor itu berwarna merah dan
panjangnya tidak kurang dari satu setengah meter. Ikat
kepalanya juga berwarna hitam dan raksasa ini nampak
kokohkuat seperti seekor gajah!
"Ho-ho-ha-ha! Siapakah orang yang bernama Harjadenta"
Majulah ke sini menghadapi aku kalau engkau memang
seorang jantan!" kata raksasa itu sambil tertawa-tawa.
Ki Dirun sudah mendekam di atas lantai, tak berani
bergerak saking takutnya. Harjadenta dengan langkah tenang
keluar dari ruangan depan dan menghampiri raksasa
berpakaian hitam itu.
"Akulah yang bernama Harjadenta. Andika siapakah dan
ada keperluan apa mencariku?" tanya Harjadenta dengan
tenang dan tabah.
Raksasa itu memandang Harjadenta dari kepala sampai ke
kaki, lalu tertawa bergelak dan memandang wajah pemuda
yang tingginya hanya sepundaknya itu.
"Ho-ho-ha-ha! Kukira seorang yang gagah perkasa, kiranya
hanya seorang pemuda remaja yang masih berbau pupuk!
Heh, Harjadenta bocah kemarin sore! Engkau berhadapan
dengan Suropekik, warok yang paling gemblengan dari
Ponorogo. Hayo engkau cepat menyerah untuk kubawa dan
kuhadapkan Ki Demang Grobokan. Kalau engkau melawan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan kupatahkan semua tulangmu kemudian kuseret ke depan
Ki Demang!"
Harjadenta marah sekali mendengar ini. Raksasa itu amat
sombong dan diapun melayani kesombongannya itu, tidak
mau kalah gertak. "Suropekik, ketahuilah bahwa aku adalah
seorang yang biasa membasmi warok-warok yang jahat
seperti engkau! Aku tidak takut padamu, biar kaugerakkan
semua pengikutmu ini untuk mengeroyokku, aku tidak akan
undur selangkahpun!"
Tantangan Harjadenta ini benar-benar mengejutkan semua
orang dan membuat wajah yang tertutup brewok itu berubah
merah saking marahnya. Ki Suropekik adalah seorang jagoan
yang sukar dicari tandingannya dan selama merajalela di
dunia ramai, jarang menemukan tandingan yang sama
kuatnya. Kini mendengar tantangan Harjadenta yang demikian
berani, tentu saja dia merasa terhina. Dia menggerakgerakkan kedua lengannya yang besar berotot itu seolah-olah
tangannya sudah terasa gatal-gatal untuk segera melaksanakan ancamannya, yaitu mematahkan semua tulang
pemuda itu, dari suaranya terdengar paraudan kasar.
"Babo-babo! Sumbarmu seperti dapat meruntuhkan gunung
dan mengeringkan lautan! Majulah, Harjadenta dan jangan
engkau nanti bersambat kepada ibumu kalau kuhajar sampai
tulang-tulangmu patah semua!"
"Suropekik, engkau yang datang mencari permusuhan,
bukan aku. Maka engkaulah yang harus maju lebih dulu. Aku
siap menghadapi sumbarmu yang seperti gentong kosong!"
Suropekik menggereng seperti seekor harimau dan dari
mulutnya mengepul uap putih. Agaknya, saking marahnya
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka dari dalam dadanya keluar uap panas! Kemudian
bagaikan seekor biruang, dia sudah menerjang maju dengan
kedua lengan terbuka dan agaknya dia hendak menangkap
pemuda itu dan meremukkan tulang-tulangnya dalam
dekapannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi dia hanya menubruk angin saja karena yang
ditubruk dengan gesitnya sudah mengelak ke samping. Dari
samping Harjadenta mengirim tamparan tangan kiri ke arah
pelipis raksasa itu. Akan tetapi, ternyata Suropekik yang besar
tubuhnya itu dapat bergerak dengan gesit pula. Tangan
kanannya menangkis tamparan Harjadenta dengan kuatnya.
"Dukkk ... !!" Dua lengan bertemu dengan kerasnya dan
Harjadenta merasa betapa lengannya terpental dan tergetar,
tanda bahwa lawannya memiliki tenaga yang amat besar.
Suropekik tertawa bergelak dan kini dia menyerang dengan
hebat dan cepatnya, mengirim pukulan dengan kedua
tangannya secara bertubi-tubi, bahkan kakinyapun kadang
menyelingi pukulannya mengirim tendangan yang kalau
mengenai sasaran tentu akan membuat tubuh Harjadenta
terlempar jauh.
Akan tetapi gerakan Harjadenta amat cepat dan lincah. Dia
dapat meloloskan diri dari semua sergapan ini, bahkan kadang
membalas dengan tamparan tangannya.
"Wuuuutttt ... desss!" Sebuah tamparan tangan kanan
Harjadenta mengenai dada raksasa itu, akan tetapi tidak
membuatnya roboh. Tamparan yang dilakukan dengan
sepenuh tenaga itu ternyata bertemu dengan dada yang
kokoh kuat seperti dinding bajadan hanya membuat Suropekik
melangkah mundur dua langkah saja! Ternyata warok itu
memiliki tubuh yang kebal. Harjadenta terkejut dan tahulah
dia bahwa sekali ini dia menghadapi seorang lawan yang amat
tangguh. Karena pukulannya tidak mampu merobohkan lawan,
Harjadenta lalu mencabut sebatang keris yang tadinya terselip
di pinggangnya. Keris itu adalah pemberian gurunya, bernama
Ki Mengeng, sebatang keris berluk tujuh.
"Ho-ho-ha-ha, belum lecet kulitmu, belum patah tulangmu,
engkau sudah mencabut pusaka!" kata Suropekik yang tahu
bahwa keris itu sebuah pusaka ampuh melihat dari pamornya
yang mencorong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diapun merasa miris untuk melawan pusaka itu dengan
tangan kosong saja, maka diapun meloloskan sabuknya, yaitu
kolor yang besar dan panjang itu.
"Akan tetapi aku tidak takut kepada pusakamu itu, dan
rasakanlah ini kehebatan pusakaku Kyai Gunturgeni!" Dia
menggerakkan kolornya dan kolor itu menjadi seperti
sebatang pecut dan terdengarlah ledakan-ledakan ketika dia
mengayun kolor itu ke atas. Tampak asap mengepul mengikuti
suara ledakan. Harjadenta semakin waspada. Diapun mengenal pusaka
ampuh, maka ketika kolor itu menyambar, dia cepat mengelak
dan mencari kesempatan untuk menusukkan kerisnya! Akan
tetapi lawannya yang juga gentar untuk menerima keris itu
dengan kekebalan tubuhnya, memutar-mutar kolornya dan
membuat Harjadenta tidak mendapat kesempatan sama sekali
untuk memasukkan kerisnya dalam serangan.
Terjadilah pertandingan yang menegangkan. Semua
sambaran kolor dapat dielakkan atau ditangkis dengan keris
oleh Harjadenta, akan tetapi juga tusukan-tusukan kerisnya
tidak dapat mengenai sasaran karena selalu dihalau oleh
sambaran kolor. Kolor yang diputar-putar itu berubah menjadi
sinar merah bergulung-gulung yang kadang mengeluarkan
ledakan, dan perlahan namun tentu Harjadenta mulai
terdesak! Suropekik merasa penasaran sekali karena sebegitu jauh
dia belum dapat merobohkan pemuda itu. Diapun ingin dapat
menangkap Harjadenta hidup-hidup untuk dapat memamerkan dan membanggakan keunggulannya. Akan
tetapi ternyata pemuda itu sukar sekali dirobohkan. Dia mulai
merasa khawatir kalau pemuda itu meloncat dan menggunakan kecepatan gerakannya untuk melarikan diri.
Karena itu, dia lalu berseru nyaring, "Kawan-kawan, mari
bantu aku menangkap bocah liar ini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belasan orang itu kini menyergap ke depan, menggerakkan
senjata mereka yang berupa golok atau keris. Tentu saja
Harjadenta yang tadinya memang sudah terdesak, menjadi
semakin repot. Dia te lah dikepung ketat dan sama sekali tidak
ada jalan keluar baginya untuk melarikan diri. Pula, bagaimana
dia dapat dan mau melarikan diri dengan meninggalkan Ki
Dirun sekeluarga yang terancam. Tidak, dia tidak akan lari,
dan akan melawan sampai titik darah penghabisan.
Ki Dirun menjadi cemas sekali. Wajahnya pucat dan
tubuhnya yang mendekam itu menggigil ketakutan. Kemudian
ia, teringat akan anak bininya yang berada di dalam rumah.
"Melarikan diri!" Demikian terlintas dalam pikirannya. Selagi
semua orang itu mengeroyok Harjadenta, dia memiliki
kesempatan untuk membawa lari anak isterinya. Maka,
biarpun tubuhnya menggigil, dengan merangkak, berhasil juga
dia memasuki rumahnya. Dia melihat Lasmini saling rangkul
dengan ibunya dan menangis tanpa suara, sedangkan Martono
juga berdiri bingung menghibur ibunya yang juga menangis.
"Martono, cepat bawa ibumu lari dari sini. Lari dan
bersembunyilah. Aku dan anak biniku juga akan melarikan diri.
Kita berpisah dulu, agar dapat menyelamatkan diri masingmasing. Cepat sebelum terlambat!" Dia lalu memegang tangan
Lasmini dan tangan isterinya, ditarik dan dibawanya lari keluar
dari rumah itu me lalui pintu belakang. Martono yang
kebingungan juga menirunya, menarik tangan ibunya dan
dibawa lari melalui pintu belakang rumah.
Setelah tiba di kebun belakang, mereka lalu me larikan diri
cepat-cepat dan menuju ke sungai yang berada tak jauh dari
dusun Grobokan. Ki Dirun yang kadang bekerja sebagai
nelayan memiliki sebuah perahu, maka dia menarik isteri dan
anaknya kedalam perahu.
Martono dan ibunya tidak memiliki perahu dan untuk ikut
dalam perahu Ki Dirun, perahu itu terlalu kecil. "Engkau
bawalah ibumu menyusuri sungai ini, pendeknya kemana saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
asal jauh dari Grobokan. Kelak kita akan dapat bertemu
kembali!" kata K i Dirun dan dia segera mendayung perahunya
ke tengah sungai dan perahu itu hanyut oleh aliran sungai,
ditambah tenaga dayung Ki Dirun sehingga perahu itu
meluncur cepat.
Martono masih menggandeng tangan ibunya dan terseokseok mereka melarikan diri, menyusuri sungai, masuk keluar
hutan dalam cuaca yang mulai gelap itu.
Ibu Martono menangis
terisak-isak sambil berlari.
Tangisnya ini menarik perhatian dua orang yang kebetulan
berada di tepi hutan itu. Mereka adalah Bagus Seto dan Retno
Wilis. Tertarik akan keindahan pemandangan di sepanjang Kali
Mayang, kedua orang muda itu menyusuri sungai itu arah ke
hulu. Makin jauh mereka mengikuti hulu sungai, pemandangan semakin indah dan mereka terus menyusuri
sungai itu. Setelah berbulan-bulan melihat pemandangan
pantai Laut Kidul, pemandangan yang baru ini tampak lain dan
memiliki keindahan yang khas. Dan sore itu mereka tiba di
hutan di mana mereka mendengar tangis wanita yang terisakisak. Mereka tentu saja menjadi tertarik dan segera
menghampiri dari mana datangnya tangis itu. Dan mereka
menjumpai Martono dan ibunya yang sedang melarikan diri.
Melihat seorang wanita setengah tua ditarik-tarik oleh seorang
pemuda dan wanita itu menangis, Retno Wilis menjadi marah.
Sekali me lompat ia telah berada di depan Martono dan ia
membentak. "Manusia jahanam! Kenapa engkau menyeret-nyeret wanita
ini! Lepaskan!"
Martono terkejut sekali ketika tiba-tiba saja ada seorang
gadis muda yang luar biasa cantiknya berada di depannya dan
membentaknya. Juga ibunya terkejut. Akan tetapi ibu ini
segera mengerti bahwa gadis itu salah paham, maka ia cepat
berkata. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Den ajeng, dia ini anakku dan kami berdua sedang
melarikan diri dari ancaman bahaya maut."
Retno Wills merasa mukanya panas saking rikuhnya. Ia
telah mengira yang bukan-bukan. Ternyata pemuda itu sama
sekali bukan orang jahat. Ia lalu bertanya dengan suara
lembut, "Bahaya maut apakah yang mengancam kalian
sehingga kalian melarikan diri?"
Dengan tergesa-gesa Martono lalu bercerita. "Ki Demang
Grobokan hendak merampas tunangan saya dan dia mengirim
tukang-tukang pukulnya untuk merampas Lasmini, tunangan
saya. Kami dibela seorang denmas yang sakti bernama
Harjadenta, akan tetapi sekarang dia dikeroyok olehbelasan
orang tukang pukul di depan rumah orang tua Lasmini. Kini
Lasmini dan ayah ibunya sudah melarikan diri dan saya
mengajak ibu melarikan diri pula karena terancam."
"Hemm, di mana penolong itu dikeroyok?" tanya Retno
Wilis. "Di rumah Paman Dirun di dusun Grobokan, tak jauh dari
sini, itu diluar hutan ini. Permisi, kami harus melarikan diri.
Martono lalu menggandeng tangan ibunya lagi dan diajak lari.
Retno Wilis menoleh kepada Bagus Seto yang sejak tadi
hanya mendengarkan saja. "Kakang, aku khawatir akan nasib
penolong itu yang dikeroyok para tukang pukul. Mari kita ke
sana, kakang."
"Baiklah!" kata kakaknya sambil tersenyum.
Retno Wilis lalu mengerahkan ilmunya berlari cepat.
Tubuhnya melesat seperti angin menuju ke dusun Grobokan
dan Bagus Seto mengikutinya dari belakang.
Setelah tiba di dusun itu, dengan mudah Retno Wilis dapat
mencari rumah Lasmini karena dusun itu sudah gempar
dengan adanya perkelahian itu. Dengan cepat Retno Wilis dan
Bagus Seto tiba di tempat itu dan Retno Wilis me lihat seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda yang memegang keris dikeroyok belasan orang yang
memegang golok. Terutama sekali seorang raksasa yang
bersenjatakan kolor merupakan lawan yang amat tangguh
sehingga pemuda itu kini main mundur, bahkan sudah ada
beberapa batang golok yang mengenai tubuhnya. Paha dan
pundaknya sudah terluka, namun pemuda itu tidak gentar
sedikitpun juga, masih tetap melakukan perlawanan gigih
dengan kerisnya. Ada pula lima orang di antara para
pengeroyok yang sudah roboh oleh pemuda itu, dan mereka
hanya. merintih dan menonton dari pinggiran,tidak dapat ikut
mengeroyok lagi.
Mudah bagi Retno Wilis untuk berpihak apa lagi ia telah
mendengar dari Martono bahwa pemuda itu merupakan
penolong keluarga Lasmini. Ia mengeluarkan suara panjang
melengking dan tubuhnya sudah meloncat ke dalam
pertempuran, tangannya bergerak menampar ke arah raksasa
yang memutar kolornya secara dahsyat.
"Wuuuttt ... plakk ... !!" Biarpun hanya ditampar pundaknya
yang kebal, namun tubuh Suropekik terhuyung dan dia
merasa seolah dirinya disambar petir! Dia terhuyung dan
melihat siapa orangnya yang berani menyerangnya sehebat itu
dengan tangan kosong dan ketika dia melihat seorang wanita
muda yang amat cantik berdiri di depannya, ia terbelalak dan
juga marah. Sementara itu, ketika tidak lagi didesak oleh Suropekik,
Harjadenta leluasa mengamuk menghadapi anak buah warok
itu sehingga para pengeroyoknya menjadi kocar kacir. Diamdiam Harjadenta memperhatikan Retno Wilis dan dia terkejut,
juga kagum. Akan tetapi timbul kecurigaan dalam hatinya.
Yang mencuri keris pusaka Carubuk adalah seorang wanita
cantik yang sakti. Jangan-jangan ini orangnya" Akan tetapi
karena wanita itu kini bertanding me lawan Suropekik, diapun
diam saja dan hanya mengamuk menghadapi pengeroyokan
belasan orang lawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Seto hanya berdiri menonton. Dia tidak khawatir
akan adiknya karena sekali pandang saja dia tahu bahwa
betapa hebatpun kolor raksasa itu, dia tidak akan mampu
mengalahkan adiknya. Yang di khawatirkan ma lah Harjadenta.
Pemuda ini mengamuk dengan kerisnya dan dia khawatir
kalau kalau pemuda itu membunuh orang banyak. Sayang
kalau seorang pemuda segagah itu melakukan pembunuhan
terhadap banyak orang dan melihat betapa dia sudah lukaluka, bukan tidak mungkin dia menjadi mata gelap dan
membunuhi para pengeroyoknya. Setelah membuat penilaian,
Bagus Seto lalu menggerakkan kakinya dan tubuhnya seperti
melayang ke arah Harjadenta yang sedang mengamuk.
"Tidak perlu membunuhi orang, ki sanak!" katanya dan
dengan tangannya dia menangkis keris pusaka Harjadenta
yang menyambar-nyambar mencari korban.
Harjadenta terkejut sekali ketika ada orang menangkis keris
pusakanya hanya dengan tangan kosong saja. Akan tetapi
karena orang itu tidak menyerangnya, maka diapun hanya
menghentikan amukannya dan memandang dengan heran.
Dia melihat seorang pemuda berpakaian serba putih yang kini
dikeroyok banyak orang. Tentu para pengeroyok itu mengira
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahwa pemuda pakaian putih itu membantunya, maka mereka
kini mengayunkan senjata mereka untuk menyerang si
pemuda pakaian putih.
Melihat betapa orang-orang itu meninggalkan pemuda yang
mengamuk tadi dan kini mereka menyerangnya, Bagus Seto
lalu menggerakkan kedua tangannya seperti orang mendorong
dan mereka yang menyerbu ke arahnya itu terjengkang
seperti daun-daun kering ditiup angin. Tentu saja mereka
terkejut dan belum tahu mengapa mereka tiba-tiba terdorong
ke belakang oleh tenaga yang amat kuatnya. Mereka bangkit
dan menyerang lagi. Kini Bagus Seto menggerakkan tangan
seperti menampar dan orang-orang itu berpelantingan keras.
Kini mengertilah mereka bahwa mereka berhadapan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang amat sakti, maka tanpa banyak bicara lagi
mereka lari tunggang langgang.
Harjadenta melihat ini semua dan dia terbelalak kagum.
Diapun tahu bahwa pemuda berpakaian putih itu memiliki
kadigdayaan yang luar biasa, seorang sakti mandraguna. Akan
tetapi karena pemuda itu kini memandang ke arah
pertempuran antara Suropekik dan wanita cantik itu,
Harjadenta juga memandang dan menonton pertandingan
yang seru dan hebat itu. Dia semakin kagum. Wanita itu
bertangan kosong saja menandingi kolor di tangan Suropekik.
Padahal dia melihat wanita itu membawa sebatang pedang di
punggungnya. Ia tidak mau menggunakan pedang dan
melawan dengan tangan kosong saja, berarti bahwa wanita itu
yakin akan mampu mengalahkan lawan!
Dan apa yang dilihatnya memang demikian. Suropekik
berusaha untuk menghantamkan kolornya yang ampuh,
namun gadis itu dengan gerakan seperti seekor burung
srikatan saja mengelak ke sana sini, bahkan kadang ia berani
menangkis pukulan kolor itu dengan tangannya! Dan gadis itu
membalas dengan tamparan-tamparan tangannya yang
membuat Suropekik menjadi repot untuk mengelak atau
menangkis dengan kolornya. Menghadapi tamparan-tamparan
itu tampaknya Suropekik merasa jerih untuk menerimanya
dengan kekebalan tubuhnya.
Memang demikianlah. Tadi Suropekik mengandalkan
kekebalan tubuhnya, menerima tamparan Retno Wilis dengan
dadanya. Ia menganggap bahwa pukulan seorang gadis itu
tentu tidak berapa kuat, maka dia menerima dengan dadanya
sambil mengerahkan tenaganya.
"Bukk ... !" Tubuh Suropekik terjengkang dan hampir saja
dia roboh, dadanya terasa panas dan sesak. Dia menjadi
marah dan mengamuk dengan kolornya, namun senjatanya itu
sama sekali tidak dapat menyentuh ujung baju Retno Wilis
yang bergerak dengan ilmu silat Pancaroba yang membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya bergerak demikian cepatnya sehingga seringkali
Suropekik kehilangan lawan. Dia secara ngawur hanya
memutar kolornya dan berputar-putar, mencoba menandingi
kecepatan gerakan Retno Wilis dengan putaran kolornya.
Retno Wilis kini bergerak mengitari lawan dan memaksa
Suropekik juga berputaran. Karena sejak tadi Suropekik
mengerahkan seluruh tenaganya untuk menggerakkan
kolornya dan dia harus berputar-putar, lama kelamaan
pandang matanya berkunang dan kepalanya menjadi pusing.
Melihat keadaan lawan sudah mulai mengendur gerakan
kolornya, Retno Wilis menggerakkan kakinya menendang.
Lutut Suropekik disentuh ujung kaki dara perkasa itu,
membuat dia hampir roboh dan lutut kanannya ditekuk, dan
pada saat itu, sebuah tamparan tangan kiri Retno Wilis
hinggap di dagunya.
"Dess ... !!" Tubuh raksasa itu berputar dan diapun roboh
terpelanting, kepalanya berdenyut nyeri dan dadanya sesak,
akan tetapi karena dia memang kuat dan kebal, Suropekik
sudah dapat bangkit kembali. Dia mengoyang-goyang
kepalanya untuk mengusir kepeningannya dan kedua matanya
yang besar berubah merah. Dia marah sekali. Biarpun dia
melihat betapa semua anak buahnya sudah melarikan diri, dia
tetap nekat. Dia tidak percaya bahwa dia dikalahkan oleh
seorang dara yang bertangan kosong! Dia tidak dapat
menerima kenyataan ini. Dia bangkit berdiri mengerahkan aji
yang dimilikinya sehingga tangan yang memegang kolor itu
seperti menggigil, mulutnya mengeluarkan gerengan seperti
seekor binatang buas dan dia mengayun kolornya ke atas
kepala, lalu menerjang maju sambil menghantamkan kolornya.
"Darr ... !" Retno Wilis menggunakan kedua tangan untuk
menyambut hantaman kolor itu dengan pukulan jarak jauh
dan begitu terdengar kolor itu meledak seperti sebuah
cambuk, Suropekik roboh! Dia masih memegangi kolornya,
akan tetapi dari mulutnya muntah darah segar, tanda bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia telah terluka parah di sebelah dalam tubuhnya akibat
benturan tenaganya dengan tenaga sakti dara itu.
"Pergilah kalau engkau tidak ingin mati!" kata Retno Wilis
yang merasa penasaran juga melihat kenekatan orang tinggi
besar itu. Kini Suropekik benar-benar yakin bahwa dia tidak
akan mampu menandingi dara itu, maka dengan lemah dia
bangkit berdiri, memandang kepada Retno Wilis dengan mata
mencorong, kemudian dia membalikkan tubuhnya dan
terhuyung-huyung pergi tanpa menengok lagi.
Harjadenta yang menonton pertandingan itu, menjadi
kagum bukan main. Dia yang menggunakan keris pusakanya
saja tidak mampu mengalahkan Suropekik, akan tetapi dara
itu dengan bertangan kosong saja dapat mengalahkan raksasa
itu hanya dalam pertempuran yang pendek. Tahulah dia
bahwa dara itu, dan juga pemuda berpakaian putih seperti
juga pakaian dara itu, keduanya adalah orang-orang yang
memiliki kesaktian hebat. Maka dia lalu menghampiri mereka
sambil membungkuk-bungkuk memberi hormat.
"Banyak terima kasih saya ucapkan atas pertolongan andika
berdua," katanya sambil menatap wajah mereka. "Kalau
andika berdua tidak datang membantu, tentu aku sudah mati
dikeroyok mereka."
"Tidak perlu berterima kasih, sobat. Kita semua hanya
melaksanakan tugas-kewajiban kita saja secara wajar. Andika
juga telah menyelamatkan keluarga Ki Dirun."
"Nama saya Harjadenta. Bolehkah saya mengetahui nama
andika berdua yang terhormat?"
Bagus Seto tersenyum. "Namaku Bagus Seto dan ini adalah
adikku bernama Retno Wilis. Kami datang dari Panjalu. Dan
andika datang dari manakah?"
"Saya datang dari Gunung Raung, hendak mencari
seseorang ... barangkali andika berdua dapat membantu saya.
Saya sedang mencari seorang wanita yang telah mencuri keris
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pusaka guru saya. Apakah andika berdua mengetahui seorang
wanita cantik yang sakti, yang mencuri Pusaka Carubuk milik
guru saya?" Harjadenta menatap tajam wajah Retno Wilis
untuk melihat perubahan pada wajah itu.
Akan tetapi Retno W ilis tidak bereaksi apa-apa terhadap
ucapan itu, bahkan ia lalu berkata.
"Kita tidak boleh berhenti sampai di sini saja! Demang
keparat itu harus dihajar agar jera memaksa gadis menjadi
selirnya. Hayo kakang, kita cari Demang jahanam itu!"
"Terserah kepadamu, diajeng. Akan tetapi aku pesan agar
engkau membatasi diri, jangan membunuh orang."
"Tadinya saya memang berniat untuk memberi hajaran
kepada Demang itu, akan tetapi melihat dia mempunyai begitu
banyak tukang pukul, tentu saja saya tidak berdaya. Sekarang
setelah andika berdua muncul, saya akan membantu andika
berdua memberi hajaran kepada Demang dan anak buahnya
yang jahat dan sewenang-wenang itu." kata Harjadenta.
"Adimas Harjadenta, engkau telah terluka. Lihat, paha dan
pundakmu masih berdarah. Engkau perlu merawat diri dan
mengobati lukamu. Biar urusan dengan Demang ini
dirampungkan oleh diajeng Retno Wilis."
"Hanya luka kecil saja, kakangmas Bagus Seto. Tidak
semestinya kalau diajeng Retno W ilis me lakukan tugas itu
seorang diri saja. Biar aku membantu kalian."
"Marilah kita pergi. Kakangmas Harjadenta, apakah engkau
sudah mengetahui di mana letak rumah Demang jahanam
itu?" "Aku sendiri belum pernah ke sana. Akan tetapi mudah
saja. Kita tanya kepada penduduk, tentu mereka semua
mengetahuinya."
Mereka bertiga lalu keluar dari pekarangan rumah Ki Dirun
itu. Cuaca sudah mulai gelap ketika mereka bertanya kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang dusun di mana rumah Demang dan segera menuju ke
tempat itu. Rumah itu paling besar di dusun Grobokan. Pekarangannya
juga luas dan ketika mereka bertiga tiba di pekarangan itu,
sedikitnya duapuluh orang segera mengepung mereka. Selain
penerangan dari lampu-lampu yang tergantung di luar rumah,
juga di antara mereka ada yang membawa obor sehingga
tempat menjadi terang seperti siang.
Bagus Seto yang melihat para tukang pukul itu mengepung,
segera maju dan berkata dengan suara lantang namun
lembut. "Saudara sekalian! Kami datang untuk bertemu
dengan Ki Demang! Minta dia keluar menemui kami dan harap
saudara sekalian mundur. Kami tidak ingin berkelahi dengan
kalian!" Para tukang pukul itu memang sudah merasa jerih. Di
antara mereka terdapat orang-orang yang tadi membantu
Suropekik dan mereka sudah mengetahui bahwa tiga orang
muda itu memiliki kesaktian. Akan tetapi untuk mundur
merekapun takut akan kemarahan Ki Demang, maka mereka
semua hanya ragu-ragu dan tetap mengepung, biar pun tidak
ada yang berani turun tangan menyerang.
"Kakangmas, aku khawatir kalau demang itu akan
melarikan diri melalui pintu belakang. B iar aku menangkapnya
dan membawanya keluar," kata Retno Wilis kepada kakaknya.
Bagus Seto mengangguk dan sekali berkelebat, gadis itu
lenyap dari s itu. Para pengepung hanya melihat berkelebatnya
bayangan orang, tidak tahu bahwa yang berkelebat itu adalah
dara perkasa yang telah melompat di atas kepala mereka.
Retno Wilis terus masuk ke dalam gedung. Ketika tiba di
ruangan belakang, ia me lihat seorang laki-laki berusia
limapuluhan tahun sedang hendak melarikan diri. Tangan
kirinya membawa sebuah buntalan kain dan tangan kanannya
memegang sebatang tombak. Dari pakaiannya saja Retno
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wilisdapat menduga bahwa orang itu tentulah demang dusun
Grobokan itu. Ia lalu membentak nyaring.
"Engkau tentu Demang Grobokan keparat itu! Hendak lari
kemana kau?"
Orang itu memang Demang Grobokan. Kepala dusun yang
kaya raya ini memang seorang yang mata keranjang,
mengandalkan kekuasaannya untuk merampas wanita yang
disukainya. Tidak perduli gadis, janda atau bahkan yang sudah
bersuami, kalau menimbulkan seleranya, tentu akan
dimintanya dengan halus maupun kasar. Dia memiliki kurang
lebih tigapuluh orang anak buah atau tukang pukul yang
sekarang berada di pekarangan mengepung Bagus Seto dan
Harjadenta. Ketika me lihat seorang gadis cantik tahu-tahu berada di
depannya, demang itu terkejut sekali. Dia memang sudah
dilapori anak buahnya betapa anak buahnya kocar kacir
diamuk oleh dua orang pemuda dan seorang gadis cantik yang
digdaya. Kini melihat gadis itu datang membentaknya, dia
dapat menduga bahwa, ini tentu gadis yang dimaksudkan
anak buahnya. Tanpa banyak cakap lagi dia lalu menyerang
dengan tombaknya. Tombak yang runcing itu dengan tepat
sekali meluncur dan menusuk ke arah perut Retno Wilis!
Akan tetapi dengan sigap Retno Wilis miringkan tubuhnya
dan menangkap tombak itu dengan tangan kanannya
kemudian sekali tarik tombak itu telah pindah ke tangannya.
Ia lalu menekuk gagang tombak dengan kedua tangan.
"Trakkk ... !" Gagang tombak itu patah di tengahtengahnya. Melihat ini, Demang Grobokan terkejut dan ketakutan. Dia
meloncat untuk berlari pergi, akan tetapi kaki Retno Wilis
menyambar, menendang lututnya dan Demang Grobokan
jatuh menelungkup, buntalan di tangan kirinya terlepas dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
isinya tercecer. Kiranya buntalan itu berisi banyak perhiasan
emas permata! Retno Wilis sudah melangkah maju dan menginjak
punggung Demang Grobokan, "Apakah engkau masih akan
berani melawan?" bentak Retno W ilis sambil mengerahkan
tenaga pada kakinya yang menginjak punggung.
"Uhhh ... hekkkkk ... uhhh, ampunkan saya ... !" Demang
itu terengah-engah dan mengeluh.
Retno Wilis sebetulnya
marah sekali kepada orang itu. Kalau saja ia
tidak mendapat peringatan dari kakaknya
tadi agar jangan membunuh orang, tentu
ia sudah menginjak pecah dada Demang Grobokan. Ia melepaskan
kakinya. Demang Grobokan merangkak
Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk bangkit, akan tetapi kaki kiri Retno Wilis
menyambar lehernya dan
dia roboh kembali sambil
merintih kesakitan. Ketika
tiga kali dia mencoba
bangkit selalu disambut
tendangan kaki gadis itu yang membuat pipinya bengkakbengkak dan kepala seperti pecah rasanya, dia tidak berani
bangkit kembali, dan tetap menelungkup sambil mengeluarkan
rintihan menangis.
Retno Wilis merasa sudah cukup memberi hajaran. Ia tadi
memang sengaja menghajar Demang itu. "Hayo bangkit!"
bentaknya dan Demang Grobokan dengan ketakutan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajahnya bengkak-bengkak dan mukanya pucat tubuhnya
menggigil bangkit dan terhuyung ...
"Hayo keluar!" Retno Wilis mendorongnya dan Demang
Grobokan dengan rasa takut sekali melangkah keluar.
"Perintahkan tukang-tukang pukulmu untuk mundur semua!"
Melihat di luar semua tukang pukulnya mengepung dua
orang pemuda akan tetapi mereka tidak berani bergerak itu,
Demang Grobokan lalu berteriak dengan suara gemetar,
"Kalian semua mundurlah. Mundur dan jangan turun tangan!"
Biarpun tidak dilarang oleh Demang Grobokan, para tukang
pukul itu memang sudah tidak berani berkutik. Kini
mendengar perintah majikan mereka, semua tukang pukul lalu
mundur dan hanya menonton dari jauh.
"Hei, kalian anak buah Demang Grobokan. Cepat
perintahkan semua penduduk Grobokan untuk berkumpul di
sini. Cepat !!"
Tigapuluh orang itu lalu berpencar dan cepat mereka
memanggil para penduduk Grobokan untuk berkumpul di
pekarangan rumah Demang Grobokan. Para penduduk dusun
itu berbondong-bondong datang di tempat itu.
"Ampunkan saya, den ajeng ... !" Demang Grobokan minta
ampun sambil berlutut dan menyembah-nyembah.
"Diam kau! Kita tunggu sampai semua penduduk
berkumpul di sini!" kata Retno Wilis.
Bagus Seto hanya tersenyum melihat sepak terjang adiknya
dan Harjadenta memandang dengan sinar mata penuh kagum.
Dia ingin sekali melihat apa yang akan dilakukan dara perkasa
itu. Hatinya, penuh kekaguman akan kehebatan sepak terjang
Retno Wilis dan penuh pesona akan kecantikannya. Mimpipun
belum pernah dia bertemu dengan seorang dara seperti itu!
Kalau hanya mendengar cerita orang tentang seorang dara
seperti Retno Wilis, tentu dia tidak akan percaya. Mana ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dara segagah dan sehebat itu" Namun Retno Wilis melampaui
semua khayalnya.
Jilid 06 Setelah pekarangan itu penuh penduduk dusun Grobokan,
dan tempat itu diterangi lampu dan obor-obor, Retno Wilis lalu
berkata dengan suara lantang kepada para penduduk.
"Para paman, bibi dan saudara sekalian dengarlah baikbaik. Demang Grobokan ini telah mengakui bahwa dia telah
melakukan perbuatan yang jahat, hendak merampas puteri Ki
Dirun untuk dijadikan selirnya. Sekarang, Demang Grobokan
ini telah mengakui kejahatannya, dan bertaubat, tidak akan
melakukan kejahatan lagi di dusun ini. Kalian semua menjadi
saksi, kalau sampai dia berani melakukan kejahatan lagi, lain
kali kalau aku lewat di sini, aku tentu akan membunuhnya di
depan kalian."
Setelah berkata demikian, Retno Wilis berkata kepada
Demang Grobokan yang masih duduk berlutut. "Ki Demang,
hayo kaukatakan sendiri kepada mereka semua bahwa engkau
telah bertaubat dan tidak akan mengulangi semua
perbuatanmu yang jahat. Engkau tidak akan mengerahkan
para tukang pukulmu lagi untuk memaksa rakyat!"
Demang Grobokan yang telah hilang nyalinya sejak
Suropekik meninggalkannya, apa lagi setelah dia dihajar keras
oleh Retno W ilis, bangkit berdiri. Semua orang kini dapat
melihat mukanya yang matang biru dan benjol-benjol, dan
dengan suara lemah dia berkata.
"Saudara warga dusun Grobokan sekalian ... "
"Bicara yang keras!" bentak Retno Wilis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demang Grobokan lalu mengulang kata-katanya dengan
suara yang keras.
"Saudara warga dusun Grobokan sekalian! Aku, Demang
Grobokan, mengaku telah berbuat banyak kesalahan terhadap
kalian. Akan tetapi aku telah menyadari kesalahanku, dan
mulai saat ini, aku berjanji bahwa aku sudah bertaubat dan
tidak akan mengulangi semua perbuatanku yang keliru. Kalau
aku berbuat jahat lagi, biarlah Hyang Widhi akan memberi
hukuman yang seberat-beratnya kepadaku!"
Retno Wilis merasa puas dengari ucapan itu, dan ia
berkata, "Ingat baik-baik, Ki Demang. Ucapanmu itu
disaksikan semua warga dusun Grobokan, dan jangan kira aku
Pendekar Remaja 15 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama