Ceritasilat Novel Online

Sepasang Garuda Putih 4

Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


hanya menggertak saja. Lain kali aku tentu akan lewat di sini
untuk melihat apakah benar-benar engkau memenuhi janjimu.
Awas, kalau engkau masih jahat, aku tidak akan memberi
ampun lagi kepadamu!"
Demang Grobokan mengangguk-angguk. "Aku tidak akan
melanggar janji."
Retno Wilis lalu menoleh kepada kakaknya dan berkata,
"Kakang, mari kita pergi dari s ini!"
Akan tetapi Harjadenta menahan mereka berdua dan
berkata, "Malam telah tiba, andika berdua tidak mungkin
melanjutkan perjalanan dalam kegelapan malam, rumah Ki
Dirun sudah kosong ditinggal pergi penghuninya, kalau andika
tidak berkeberatan, silakan menggunakan rumah itu. Tadinya
aku juga mondok di rumah itu untuk semalam ini."
Bagus Seto mengangguk kepada adiknya, "Kurasa
sebaiknya begitu, diajeng. Melanjutkan perjalanan di waktu
malam begini, apa lagi kalau jauh dari kota dan pedusunan,
kita akan kemalaman di perjalanan."
Retno Wilis memandang kepada kakaknya, kemudian
kepada Harjadenta, lalu berkata, "Baiklah kalau begitu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka bertiga lalu meninggalkan tempat itu dan menuju
ke rumah Ki Dirun. Baru saja mereka memasuki rumah itu,
beberapa orang penduduk dusun Grobokan berdatangan
membawa segala macam makanan dan minuman yang
mereka punya, disuguhkan kepada tiga orang muda yang
menggemparkan itu. Malam itu semua penduduk hampir tidak
dapat pulas, dengan gembira membicarakan peristiwa sore
tadi dan membayangkan betapa akan bahagia hidup mereka
kalau Ki Demang benar-benar menyadari kesalahannya dan
akan mengubah sikap hidupnya. Mereka semua akan merasa
aman dan dapat bekerja dengan tenang dan sejahtera.
Setelah makan hidangan yang disuguhkan para penduduk,
tiga orang muda itu bercakap-cakap di ruangan depan.
"Adimas Harjadenta, andika tadi mengatakan bahwa andika
mengejar seorang pencuri keris. Bagaimana sebetulnya duduk
perkaranya dan siapakah guru andika itu?"
Retno Wilis juga memandang pemuda itu penuh perhatian
karena diapun ingin mendengar riwayat pemuda tampan yang
gagah perkasa itu. Harus diakui bahwa ia merasa tertarik
kepada pemuda yang halus dan lembut tutur sapanya itu,
yang dengan gagah berani menghadapi pengeroyokan banyak
lawan. Tadipun Retno Wilis sudah mencarikan daun untuk
mengobati luka-luka di pundak dan paha Harjadenta.
Harjadenta menarik napas panjang dan mulai bercerita.
"Aku adalah seorang yatim piatu yang tidak mempunyai
seorangpun keluarga lagi. Guruku adalah Empu Gandawijaya
yang bertapa di Gunung Raung. Sejak aku berusia tigabelas
tahun sampai kini, sudah sepuluh tahun lamanya aku diambil
murid oleh Bapa Guru dan tinggal di lereng Gunung Raung
bersamanya. Beberapa pekanyang lalu, Bapa Guru memanggilku dan memberi tahu bahwa dia telah kehilangan
sebuah keris pusaka bernama Ki Carubuk yang katanya hilang
dicuri seorang wanita sakti yang tidak diketahui namanya.
Bapa Guru lalu mengutusku untuk pergi mengejar dan mencari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pencuri itu, merampas kembali Ki Carubuk, baru diperbolehkan pulang ke Gunung Raung. Bapa Guru tidak
banyak memberi petunjuk, hanya mengatakan bahwa pencuri
itu seorang, wanita sakti, pandai ilmu sihir dan guna-guna.
Aku disuruh naik perahu sepanjang Kali Mayang menuju ke
muaranya di Lautan Kidul. Ketika perjalananku tiba di
Grobokan, aku singgah dan mencari tempat penginapan.
Kebetulan aku bertemu Ki Dirun dan dia menerimaku
menginap di rumahnya. Kemudian aku ketahui tentang
urusannya dengan Ki Demang Grobokan itu dan aku lalu
menolongnya."
Harjadenta menceritakan tentang peristiwa itu, semula dia
mengusir dua orang utusan Ki Demang, lalu datang lima orang
tukang pukul yang dapat diusirnya pula.
"Tidak kusangka bahwa mereka itu masih belum mau
menyerah, bahkan lalu datang bersama Suropekik, warok
yang digdaya itu dan aku dikeroyok oleh dia dan belasan
orang anak buahnya. Aku sudah kewalahan dan tentu aku
sudah tewas kalau andika berdua tidak datang menolong.
Sekarang tiba giliran kalian berdua. Bagaimana andika berdua
dapat datang pada saat yang demikian cepatnya" Andika
berdua datang dari manakah dan hendak ke mana?"
Bagus Seto memandang kepada adiknya dan berkata,
"Diajeng, engkau sajalah yang bercerita kepada dimas
Harjadenta tentang diri kita."
Retno Wilis adalah seorang gadis yang bersikap polos dan
terbuka, dan tidak malu-malu seperti para gadis lainnya.
Biasanya, seorang gadis akan merasa sungkan dan malu-malu
terhadap seorang pemuda yang baru dijumpainya akan tetapi
tidak demikian dengan Retno Wilis. Ia berani menentang
pandang mata Harjadenta dengan tenang tanpa perasaan
apapun seperti kalau ia memandang seorang gadis lain.
Biarpun ia sudah amat berpengalaman dalam dunia persilatan
dan pertempuran, namun ia masih seperti kanak-kanak dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergaulannya dengan pria. Maka kinipun ia menatap wajah
Harjadenta sedemikian terbuka dan jujur sehingga pemuda
itulah yang merasa jantungnya berdebar ketika pandang
matanya bertemu dengan sinar mata yang demikian tajam
dan jernih. "Nah, apakah yang ingin kauketahui tentang kami,
kakangmas Harjadenta?"
Pertanyaan itu demikian polos dan dikeluarkan dengan
suara yang merdu, sehingga Harjadenta menjadi gugup dan
tidak berani menentang pandang mata itu terlalu lama. Dia
sendiri juga sejak kecil ikut gurunya di lereng Gunung Raung
sehingga sama sekali tidak mempunyai pengalaman pergaulan
dengan wanita, maka pertemuannya dengan Retno Wilis
membuat dia tegang dan tidak tenang.
"Segalanya, diajeng. Riwayat andika berdua, putra siapa
datang dari mana, lalu hendak ke mana dengan tujuan apa.
Pula, bagaimana andika berdua begitu kebetulan dapat datang
pada saat aku terancam bahaya maut?"
Retno Wilis tersenyum. "Baiklah, pertama-tama kami
adalah putera danputeri K i Patih Tejolaksono dari Panjalu."
Harjadenta terbelalak. "Putera puteri Patih" Ah, andika
berdua adalah orang-orang muda bangsawan tinggi, maafkan
kalau aku telah bersikap kurang patut!"
"Hush ... !" Retno Wilis mencela. "Kalau engkau mengubah
sikapmu kepada kami dan merendahkan diri, aku tidak mau
lagi bersahabat denganmu, kakangmas Harjadenta!"
Pemuda ini terkejut dan memandang wajah cantik yang kini
cemberut itu. "Akan tetapi ... kalian putera puteri seorang Patih, apalagi
Patih Panjalu ... !"
"Apa bedanya patih dan bukan patih". Apa pula bedanya
seorang raja dan seorang rakyat biasa" Mereka sama-sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia! Tidak, aku tidak mau engkau mengubah sikapmu.
Kita biasa-biasa saja sebagai sahabat."
Harjadenta menghela napas panjang dan diam-diam dia
menjadi semakin kagum. Seorang puteri bangsawan bicara
seperti itu! Dia merasa seperti mimpi bertemu dengan seorang
dara yang benar-benar luar biasa. "Baiklah, diajeng
RetnoWilis. Maafkan aku yang kurang pengertian. Nah, silakan
engkau melanjutkan ceritamu. Andika adalah putera puteri
seorang Patih dari Panjalu. Lalu mengapa andika berdua
datang ke tempat yang begini jauh dari tempat tinggalmu?"
"Kami berdua memang sengaja meninggalkan Panjalu
untuk merantau dan mencari pengalaman."
"Ah, dua orang muda yang berilmu tinggi, sakti
mandraguna seperti andika berdua masih mencari pengalaman lagi" Ka lau boleh aku mengetahui, siapakah guruguru andika berdua yang mulia?"
"Guruku adalah Nini Bumigarbo dan guru kakakku adalah
Sang Bhagawan Ekadenta."
Kembali Harjadenta terbelalak. "Ah, guruku pernah
bercerita tentang seorang wanita maha sakti berjuluk Nini
Bumi garbo dan seorang Pendeta linuwih berjuluk Sang
Bhagawan Ekadenta. Mereka itu seolah manusia setengah
dewa yang amat sakti, seperti dalam dongeng. K iranya andika
berdua adalah murid-murid mereka" Pantas kalian memiliki
kesaktian yang demikian hebat!"
"Nah-nah-nah, mulai lagi! Aku paling tidak senang melihat
orang menjilat-jilat dan memuji setinggi langit!" tiba-tiba
Retno Wilis berkata tegas dan suaranya seperti orang marah.
Harjadenta kembali terkejut dan cepat berkata, dengan
suara lirih. "Maafkan aku, diajeng, aku ... bukan maksudku untuk
menjilat-jilat ... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi engkau memuji setinggi langit. Kami hanya orangorang biasa saja yang tiada bedanya dengan engkau atau
orang lain, tidak perlu memuji-muji seperti itu atau aku tidak
mau bercerita lagi."
Harjadenta menelan ludahnya. Gadis ini selain sakti dan
hebat, juga galaknya bukan main!
"Maafkan, tidak akan kuulangi lagi. Harap kau suka
melanjutkan ceritamu, diajeng Retno Wilis." Kini dia bahkan
tidak berani menentang langsung wajah gadis itu, hanya
memandang ke arah pakaiannya yang serba putih sederhana,
akan tetapi yang tidak menyembunyikan lekuk-lengkung
tubuhnya yang ramping padat.
"Kami juga tidak sengaja datang ke tempat ini. Kami
berdua sedang melakukan perjalanan menyusuri Kali Mayang
yang indah pemandangannya. Ketika kami tiba di hutan dekat
dusun ini, kami bertemu dengan seorang pemuda bernama
Martono bersama ibunya. Ibunya menangis dan kami
mendengarnya lalu menemui mereka. Martono itu yang
bercerita kepada kami tentang perbuatan Ki Demang, yang
hendak merampas Lasmini tunangannya. Karena itu kami lalu
cepat memasuki dusun ini dan melihat engkau dikeroyok
banyak orang maka aku lalu cepat membantumu."
"Untung sekali engkau tahu siapa yang perlu dibantu dan
siapa yang harus ditentang." kata Harjadenta.
"Tentu saja aku tahu. Martono sudah bercerita tentang
seorang pemuda yang menolong keluarga Dirun dan yang kini
dikeroyok di s ini."
"Dan aku tadinya mempunyai dugaan yang amat buruk
terhadap dirimu, diajeng Retno."
Retno Wilis memandang wajah pemuda itu penuh selidik.
"Dugaan buruk. Apa itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Melihat engkau demikian cantik dan demikian sakti, sekilas
terlintas dalam pikiranku akan pemberitahuan Bapa Guru
bahwa pencuri pusaka Ki Carubuk adalah seorang wanita
cantik yang sakti."
"Sialan! Kau kira aku ini pencuri keris itu?"
"Maaf, aku tidak tahu ... "
"Sudahlah," kata Bagus Seto sambil tertawa. "Sekarang kita
harus memikirkan keadaan Ki Dirun dan keluarganya, juga
Martono dan ibunya. Mereka entah lari ke mana. Sebaiknya
mereka itu kembali lagi ke s ini, di mana mereka meninggalkan
rumah dan sawah mereka."
"Benar," kata Harjadenta, "biar aku memberitahu kepada
para tetangga untuk mengejar mereka dan memberitahu
mereka bahwa dusun Grobokan telah aman dan mereka boleh
kembali lagi ke sini."
Bagus Seto membenarkan pendapat Harjadenta yang
segera menghubungi para tetangga dan minta agar mereka
menyusul ke mana larinya keluarga Dirun dan keluarga
Martono untuk memanggil mereka pulang. Malam itu mereka
melewatkan malam di rumah keluarga Dirun. Retno Wilis
menggunakan kamar yang biasa ditiduri Lasmini, sedangkan
Bagus Seto dan Harjadenta menggunakan kamar Ki Dirun.
Pada keesokan paginya, setelah mereka mandi dan makan
sarapan pagi yang diantar dan disuguhkan oleh para
penduduk Grobokan, mereka lalu hendak meninggalkan
Grobokan dan mereka merasa perlu untuk berpam it kepada Ki
Demang Grobokan.
Kunjungan mereka disambut dengan ramah dan hormat
oleh Ki Demang. Melihat sikap orang itu, Bagus Seto merasa
gembira dan mengharapkan agar penguasa itu benar-benar
bertaubat dan selanjutnya akan menjadi seorang penguasa
yang memimpin penduduk dusun Grobokan ke arah kehidupan
yang sejahtera dan makmur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Demang," kata Retno Wilis sete lah mereka bertiga
berpamit. "Kalau sewaktu-waktu pikiranmu menggodamu
untuk melakukan hal-hal yang tidak baik dan menekan rakyat,
ingatlah kepada kami karena sekali waktu kami pasti akan
lewat di sini melihat keadaan."
Ki Demang tersenyum. Kini baru dia mengerti bahwa tiga
orang itu adalah orang-orang muda sakti yang hidupnya
sebagai pendekar, dan mereka adalah orang-orang yang baik
dan yang memperjuangkan tegaknya kebenaran dan keadilan.
Bukan seperti orang macam Suropekik yang mau melakukan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apapun juga asalkan mendapat upah besar. Sekali waktu
orang macam Suropekik itu bagaikan memelihara seekor
harimau ganas dapat membalik dan menyerang pemeliharanya
sendiri. Kalau dia ingin hidup sejahtera dan makmur penuh
ketenteraman, dia harus mengubah jalan hidupnya dan tidak
selalu menuruti nafsunya sendiri.
"Harap andika bertiga jangan khawatir. Saya tidak akan
melanggar janji yang telah saya ucapkan dan disaksikan
semua penghuni Grobokan."
Tiga orang muda itu lalu meninggalkan rumah Ki Demang.
Akan tetapi Ki Demang Grobokan mengikuti dan mengantar
mereka. Di sepanjang jalan para penduduk juga menyambut
dan ikut pula mengantar mereka. Setelah mereka tiba di luar
pagar yang mengelilingi dusun Grobokan, barulah Ki Demang
dan para penduduk dusun berhenti mengantar, apa lagi
karena hal ini diminta oleh Retno Wilis.
"Sudahlah, sampai di sini saja kalian mengantar. Sekarang
kami harus pergi." Mereka bertiga lalu menuju ke Kali Mayang.
Setelah tiba di tempat di mana Harjadenta menyimpan dan
menambatkan perahunya, pemuda ini bertanya kepada Bagus
Seto. "Andika berdua hendak pergi ke manakah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami akan kembali ke pantai dan me lanjutkan perjalanan
perantauan kami." jawab Bagus Seto.
"Kalau begitu, silakan ikut dalam perahuku. Akupun hendak
pergi ke muara sungai ini untuk menaati nasihat Bapa Guru
bahwa aku diharuskan mencari sampai ke muara sungai
Mayang ini."
Bagus Seto memandang kepada adiknya dan tersenyum.
"Tentu menarik sekali melakukan perjalanan melalui air,
pemandangannya tentu berbeda. Bagaimana, maukah engkau,
Retno?" "Bagaimana engkau saja kakang. Kalau memang kita
sejalan, tidak ada salahnya ikut dalam perahu kakangmas
Harjadenta, asal saja tidak menyusahkan dia."
Harjadenta tertawa senang. "Mengapa menyusahkan" Kita
melakukan perjalanan bersama, membeli beras dan masak
sendiri di perahu, lauknya kita cari di sungai dengan mengail."
Pemuda itu tampak gembira sekali dan tak lama kemudian
merekapun sudah meluncurkan perahu ke tengah sungai.
Karena perahu itu menuju ke hilir, Harjadenta hanya perlu
mengemudikannya saja dengan dayungnya, perahu itu sendiri
sudah terbawa arus air yang cukup kuat, sehingga meluncur
dengan cepatnya ke depan. Naik perahu ini merupakan
pengalaman baru bagi Retno Wilis, maka iapun merasa
gembira sekali.
(Oodwkz-rhgoO) Sebelum memuntahkan airnya di laut Kidul, Kali Mayang
bertemu dengan Kali Sanen yang mengalir dari timur.
Pertemuan dua buah kali itu terjadi di sebelah selatan dusun
Ambulu. Tak jauh dari tempat pertemuan dua kali yang
membuat muara sungai itu menjadi lebar dan besar, terdapat
sebuah kota besar yang disebut Bulumanik. Penduduknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak yang menjadi nelayan, karena di muara sungai itu
terdapat banyak sekali ikan yang seakan tiada habis-habisnya
mereka tangkapi setiap hari. Selain menjadi nelayan, juga
para penghuni itu merupakan petani-petani yang hidupnya
cukup makmur karena sawah ladang di sepanjang lembah
sungai itu amat subur. Bulumanik terkenal sebagai tempat
yang gemah ripah loh-jinawi dan tempat itu dikunjungi banyak
pedagang dari kota lain. Rakyatnya cukup mampu untuk
membeli barang-barang dari luar kota yang dibawa oleh para
pedagang itu. Juga karena adanya sungai, maka lalu lintas
dapat dilakukan dengan mudah melalui air.
Bulumanik dipimpin seorang Demang yang bernama
Kebolinggo, seorang berusia limapuluh tahun yang bertubuh
tinggi kurus dan berwibawa. Dia ditaati oleh penduduk
Bulumanik karena terkenal sebagai seorang penguasa yang
adil dan pandai memimpin. Kedemangan Bulumanik ini
termasuk wilayah kekuasaan Kadipaten Nusabarung, bahkan
Demang Kebolinggo adalah seorang yang berasal dari
Nusabarung juga dan yang diangkat oleh Adipati Martimpang
dari Nusabarung.
Pada suatu hari, penduduk melihat betapa Candi Trisakti
yang berada di Kebolinggo dipugar. Para pendetanya yang
memuja Trimurti oleh Demang Kebolinggo dipecat dan candi
itu dipugar dan dibangun kembali, arca-arcanya diganti
dengan arca Bathara Shiwa, Bathari Durga dan Bathara Kala.
Pembuatan arca-arca dan pemugaran candi itu dilakukan oleh
banyak ahli pahat yang terkenal, bahkan dipimpin oleh
seorang yang tidak dikenal oleh penduduk Bulumanik. Dia
adalah seorang pendeta yang berusia enampuluh lima tahun
dan selain ahli tentang bangunan candi, juga ahli membuat
arca yang indah. Selain itu, pendeta ini juga amat berwibawa,
sebentar saja terkenal sebagai seorang pendeta yang
dihormati Demang Kebolinggo dan kabarnya memiliki ilmu
kepandaian tinggi, sakti mandraguna dan ahli s ihir!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagi yang sudah mengenal pendeta itu, tentu saja tidak
merasa heran karena dia adalah Sang Wasi Siwamurti, utusan
NegeriCola yang sakti, dan penyebar Agama Shiwa.
Seperti telah kita ketahui, Wasi Siwamurti adalah kakak
seperguruan dari Wasi Surengpati dan Wasi Karangwolo yang
menjadi penasihat di Blambangan. Wasi Siwamurti ini datang
dari Negeri Cola membawa dua orang lain, yaitu anak
angkatnya yang berjuluk Ki Shiwananda, dan seorang
muridnya yang bernama Ni Dewi Durgomala yang cantik dan
genit, masih nampak muda dan menarik walaupun usianya
sudah empatpuluh tahun. Ni Dewi Durgomala ini kelihatan
seperti berusia dua puluh tahun lebih saja.
Wasi Siwamurti telah mendapat persetujuan dari Adipati
Menak Sampar di Blambangan dan sekutunya, Adipati
Martimpang dari Nusabarung untuk menyebar-luaskan agama
Shiwa dan memecah-belah musuh-musuh mereka, Panjalu
dan Jenggala me lalui perpecahan agama. Dalam rangka
penyebar-luasan agama Shiwa itulah maka dia memugar dan
membangun kembali candi di Bulumanik, lalu mengganti candi
itu menjadi candi Shiwa, Durga dan Kala! Arca ketiga dewadewi ini yang menghiasi candi baru itu.
Untuk pembangunan candi yang membutuhkan tenaga
banyak orang, Wasi Shiwamurti mendapat perkenan dari
Demang Kebolinggo untuk mengerahkan tenaga warga
Bulumanik. Terjadilah kekacauan di kota itu ketika Wasi
Shiwamurti melakukan paksaan kepada para orang muda di
Bulumanik untuk bekerja membantu pembangunan candi.
Menurut berita angin, siapa berani menolak untuk membantu,
oleh sang wasi dikutuk menjadi gila atau menderita penyakit
parah yang mengakibatkan kematian. Berita ini didesasdesuskan orang sehingga penduduk dihinggapi perasaan takut
dan tidak ada yang berani lagi menolak perintah untuk
membantu pembangunan candi baru itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun ada berita yang mengerikan itu, tetap saja ada
yang berani menentang, perintah itu. Seorang di antara
mereka adalah seorang pemuda bernama Sularko. Sularko
adalah seorang pemuda berusia kurang lebih duapuluh lima
tahun yang berwajah tampan dan bertubuh tegap. Dia tinggal
di sebuah rumah bersama ibunya yang sudah janda Mbok
Rondo Gati dan seorang adik perempuannya yang sudah
dewasa berusia delapan belas tahun bernama Sawitri. Seperti
juga kakaknya yang tampan, Sawitri seorang gadis yang
cantik manis, bagaikan setangkai bunga yang sedang mekar
mengharum. Sularko sudah mengetahui akan adanya pembangunan
candi itu, dan diapun mendengar desas-desus akan bujukan
yang melanda kaum muda di Bulumanik untuk membantu
pembangunan candi itu. Bahkan kabarnya, mereka yang
membantu pembangunan candi mendapat hadiah-hadiah yang
menarik, sering diajak berpesta ria. Akan tetapi mereka yang
menolak akan mendapat malapetaka. Dia sendiri menganggap
ajakan membangun candi itu mencurigakan, karena walaupun
tidak ada paksaan, akan tetapi yang menolak dikenakan
kutukan yang membuatnya gila atau sakit. Ini sama saja
dengan paksaan. Yang membuat dia tidak senang adalah
berita bahwa mereka yang membantu kelompok pembangunan candi itu diajarkan untuk menganut agama
baru itu yang katanya penuh dengan kesenangan sorga dunia!
Sularko adalah seorang pemuda yang berwatak gagah dan
dia pernah mempelajari kanuragan selama beberapa tahun
sehingga dia menjadi seorang pemuda yang pemberani. Dia
bekerja sebagai seorang nelayan yang juga mempunyai sedikit
ladang untuk bertani. Setiap hari dia bekerja, kadang dibantu
adiknya Sawitri yang cantik manis itu, kalau tidak menangkap
ikan tentu menggarap ladangnya. Karena dia tekun dan rajin,
maka kehidupan mereka bertiga dapat dibilang cukup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada suatu pagi yang cerah di waktu sinar matahari pagi
menghidupkan segala sesuatu di permukaan bumi, Sularko
ditemani Sawitri sedang bekerja di ladangnya. Dia sedang
menanam benih jagung bersama Sawitri. Dia yang membuat
lubang dengan paculnya dan Sawitri memasukkan biji jagung
kedalam lubang-lubang itu yang lalu ditutupnya. Sularko
bekerja dengan menanggalkan bajunya, hanya memakai
celana hitam yang sebatas bawah lutut, sedangkan Sawitri
juga mengenakan pakaian sederhana untuk bekerja di ladang
yang berlumpur itu. Namun, dengan pakaian sederhana itu,
kedua kakak beradik ini bahkan tampak elok dan wajar.
Sularko tampak perkasa dengan dadanya yang bidang berotot,
sedangkan Sawitri tampak lemah gemulai dan ayu dalam
pakaiannya yang sederhana dan kainnya yang diangkat
sampai memperlihatkan betisnya yang memadi-bunting.
Sambil bekerja ini, Sularko bersenandung dan mereka berdua
menikmati cahaya matahari yang hangat menyinari tubuh
mereka. Kepala mereka terlindung sebuah caping yang lebar.
Sularko memang pandai bertembang. Dia bersenandung
tembang Kinanti dengan suara yang merdu dan Sawitri dapat
merasakan kedamaian dalam tembang itu. Betapa indahnya
keadaan seperti itu. Bekerja dengan hati dan tangan yang
ringan, menikmati kehangatan matahari dan kesegaran angin
yang semilir. Perpaduan antara kehangatan dan kesejukan
yang memberi semangat dan kegembiraan hidup.
Punggung dan dada Sularko berkilauan karena keringat
yang membasahi tubuhnya dan ayunan cangkulnya mantap
dan kuat. Sawitri mengikutinya sambil menaburkan benih
jagung dan tubuhnya membuat gerakan amat lenturnya ketika
ia membungkuk-bungkuk seperti itu.
Dua orang yang lewat di jalan itu, kemudian memandang
mereka dan datang menghampiri dan duduk di pematang
ladang adalah seorang wanita yang cantik dan pesolek, dan
seorang laki-laki yang tinggi besar dan bertampang
menyeramkan. Walaupun wajahnya itu termasuk gagah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun matanya yang lebar dan bersinar-sinar
itu mendatangkan kesan menyeramkan. Wanita itu cantik dan
pesolek, kain yang dipakainya baru, rambutnya tersisir rapi
dan digelung bagus, mukanya putih karena bedak dan diberi
pemerah pipi dan bibir. Di lengan, jari dan lehernya terdapat
perhiasan yang indah, demikian pula telinganya memakai
perhiasan yang gemerlapan. Yang pria juga mengenakan
pakaian baru, dengan baju terbuka sehingga nampak dadanya
yang lebar dan berbulu.
Siapakah dua orang itu" Mereka bukan lain adalah Ki
Shiwananda dan Ni Dewi Durgornala, anak angkat dan murid
Wasi Shiwamurti. Merekalah yang ditugaskan oleh Wasi
Shiwamurti untuk melaksanakan pemugaran dan pembangunan candi di Bulumanik. Mereka pula yang
membujuk para muda di dusun Bulumanik dan sekitarnya
untuk ikut membangun candi itu. Pada pagi hari itu, kebetulan
mereka lewat di jalan itu dan melihat Sularko dan Sawitri,
mereka merasa kagum dan tertarik sehingga mereka
menghampiri dan duduk di pematang tegal itu. Sepasang
mata Ni Dewi Durgomala bersinar-sinar memandang ke arah
Sularko yang mencangkul, sedangkan sepasang mata lebar
dari Ki Shiwananda juga seolah-olah hendak menelan tubuh
Sawitri dengan pandang matanya. Melihat Sularko dan Sawitri,
sikap dua orang itu seperti dua ekor singa yang memandang
dua ekor domba muda yang berdaging gemuk dan lunak. Air
liur telah membasahi mulut mereka dan beberapa kali Ni Dewi
Durgomala menjilat bibir sendiri dengan lidahnya yang merah.
Sularko dan Sawitri yang sedang asyik bekerja itu akhirnya
merasa bahwa ada orang memandang mereka. Keduanya
menghentikan pekerjaan masing-masing, berdiri tegak dan
menoleh ke arah dua orang itu. Keduanya memandang heran,
apa lagi melihat bahwa dua orang itu berpakaian mewah dan
sedang mengamati mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh betapa sayangnya orang-orang muda yang elok
harus bekerja keras memeras keringat di lumpur yang kotor!"
Terdengar Ni Dewi Durgomala berseru.
"Dan gadis seayu itu sepatutnya berada di keputren!" kata
pula Ki Shiwananda dengan suaranya yang berat.
Sularko dan Sawitri memandang heran dan Sularko
bertanya, "Apakah andika berdua bicara kepada kami?"
"Duh orang muda yang elok, siapa lagi kalau bukan kepada
kalian kami bicara" Di sini tidak ada orang lain. Aku hanya
menyayangkan seorang pemuda seperti andika ini bekerja
keras di lumpur yang kotor," kata Ni Dewi Durgomala sambil
melempar senyum dan kerling yang memikat. Biarpun usianya


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah empatpuluh tahun, wanita ini masih tampak cantik
sekali dan masih muda seolah seorang perawan berusia
duapuluh tahun saja! Senyumnya memikat dan kerling
matanya sungguh tajam menggores kalbu.
Muka Sularko berubah merah mendengar ucapan yang
merayu itu, akan tetapi dia menjawab dengan tegas. "Kenapa
sayang bekerja di ladang" Lumpur ini sama sekali tidak kotor
dan bekerja di ladang merupakan pekerjaan yang bersih dan
sehat!" "Benar sekali, wong bagus, akan tetapi pekerjaan seperti
itu hanya pantas dilakukan para petani yang kotor. Akan tetapi
seorang muda yang elok seperti andika ini sepantasnya
memiliki pekerjaan yang lebih terhormat dan bersih."
"Misalnya bekerja apa?" tanya Sularko penasaran.
"Misalnya pekerjaan membangun candi yang suci. Andika
tidak perlu bekerja keras cukup kalau hanya mengawasi para
pekerja mengangkut batu, atau membantu para seniman
pemahat arca dan hiasan candi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sularko menggeleng kepalanya. "Aku tidak pandai
memahat arca, juga adikku ini tidak pandai apa-apa kecuali
bekerja di ladang."
"Biarpun begitu, kami dapat menerima andika berdua
bekerja kepada kami. Kami dapat mengajarkan sehingga
engkau akan pandai memahat arca, dan adikmu dapat
menjadi seorang yang bekerja di dapur. Kalian akan
mendapatkan pakaian baru yang indah, pekerjaan tidak berat
dan kalau ma lam ikut berpesta dengan kami. Kami
menjanjikan penghidupan yang penuh dengan kesenangan
untuk kalian. Marilah kalian tinggalkan ladang ini dan ikut
bersama kami."
Sularko menjadi tak senang hatinya. Wanita cantik genit itu
seakan hendak memaksanya, membujuk-bujuk dengan janji
muluk. Dia sudah mendengar akan desas-desus bahwa siapa
menolak untuk diajak bekerja membangun candi akan dikutuk.
Dia tidak takut.
"Sudahlah,
harap andika tidak membujuk
lagi. Bagaimanapun kami
berdua tidak tertarik dan
tidak mau bekerja membangun candi. Kami
adalah keluarga petani
dan pekerjaan kami di
ladang atau di sungai,"
katanya dan dia mulai
memegang gagang paculnya pula. Ki Shiwananda mengerutkan alisnya yang
tebal dan dia bangkit berdiri sambilmenudingkan telunjuknya
kepada Sularko. "Orang muda, engkau sombong benar!
Apakah engkau ingin hidupmu sengsara?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sularko menunda pekerjaannya dan balas memandang,
"Kami sudah berbahagia dengan kehidupan kami sebagai
petani, kalau kami mengubah pekerjaan kami membangun
candi, tentu kami hidup sengsara!"
"Kau ... kau ... !" Ki Shiwananda sudah menudingkan lagi
telunjuknya, akan tetapi Ni Dewi Durgomala cepat bangkit
berdiri mencegah dia bicara lebih lanjut.
"Sudahlah, biarkan mereka berpikir dulu. Eh, orang muda,
biarlah kami memberi waktu kepada kalian berdua untuk
berpikir mempertimbangkan penawaran kami. Malam nanti
kami akan mengunjungi kalian di rumah kalian."
Sularko diam saja dan melanjutkan pekerjaannya menggali
lubang. Sawitri juga me lanjutkan pekerjaannya, membiarkan
dua orang itu pergi meninggalkan tempat itu. Setelah mereka
pergi jauh, barulah Sawitri menghentikan pekerjaannya dan
berkata kepada Sularko.
"Kakang, siapakah dua orang tadi?"
"Aku sendiripun tidak mengenal mereka, Sawitri. Akan
tetapi mendengar bujukan mereka, kukira mereka adalah
orang-orang yang mendirikan candi baru itu."
"Kakang, aku takut melihat pandang mata mereka,
terutama yang laki-laki tadi."
"Tidak perlu takut, Sawitri. Mereka boleh saja membujuk
dengan janji yang manis dan muluk-muluk, akan tetapi kalau
kita tidak mau, mereka tidak dapat memaksa kita."
"Akan tetapi aku tetap khawatir, kakang. Bukankah
sebelum mereka pergi mereka mengatakan bahwa malam
nanti mereka akan datang mengunjungi kita?"
"Mereka dapat berbuat apa" Jangan takut, aku akan
melindungimu. Kalau mereka mengancam, kita dapat
memukul kentongan memanggil para penduduk untuk
mengeroyok mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun dihibur oleh kakaknya, tetap saja Sawitri merasa
gelisah. Bayangan sepasang mata Ki Shiwananda itu seperti
terus mengikutinya dan ia merasa ngeri. Akan tetapi gadis ini
tidak mengeluarkan kata-kata lagi dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah hari menjadi sore dan mereka sudah menyelesaikan
pekerjaan mereka, kakak beradik itu pulang. Di tengah
perjalanan, Sularko memesan adiknya agar tidak menceritakan
peristiwa kunjungan dua orang tadi kepada ibu mereka. Dia
khawatir kalau hal itu akan membuat ibu mereka gelisah.
Mbok Rondo Gati menyambut kedua anaknya dengan
gembira. Setelah menyuruh mereka mandi,
ia lalu mengeluarkan hidangan makan malam yang sederhana untuk
mereka. Mereka bertiga lalu makan bersama dengan gembira.
Bukan main lezatnya hidangan sederhana itu bagi Sularko dan
Sawitri yang sudah merasa lelah dan kelaparan setelah sehari
bekerja di ladang. Sejak sarapan pagi sebelum berangkat ke
ladang, mereka tidak makan apa-apa lagi sampai sore.
Malam itu terang bulan. Malam yang indah karena bulan
muncul sepenuhnya. Ramai suara anak-anak yang bermain di
pelataran rumah sambil berdendang. Suara banyak anak-anak
bertembang "ilir-ilir" terdengar mengalun dan mengandung
pengaruh aneh yang mendatangkan rasa haru. Malam Respati
(Kamis malam) yang indah akan tetapi juga menyeramkan.
Bau kembang dan kemenyan dibakar menambah keseraman
malam itu. Telah terjadi kepercayaan umum bahwa pada
malam Respati seperti itu, para jin setan dan mahluk-mahluk
halus lainnya keluar dari sarang mereka untuk mandi sinar
bulan purnama yang memperkuat tubuh halus mereka dan
berpesta sekenyangnya dalam asap kemenyan dan keharuman
bunga setaman yang oleh manusia memang dihidangkan
untuk mereka. Setelah suara anak-anak bertembang menghilang, tanda
bahwa anak-anak itu telah memasuki rumah masing-masing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan tidur, suasana menjadi hening. Keheningan yang
menghanyutkan manusia dalam lamunan yang ajaib. Suara
burung malam kini menggantikan tembang anak-anak, akan
tetapi suara burung-burung hantu itu mendatangkan suasana
yang mengerikan, seolah-olah suara itu menjadi pertanda
bahwa akan datang suatu malapetaka bagi mereka yang
mendengarnya. Tak lama kemudian, terdengar sayup-sayup suara gamelan.
Suara ini datangnya dari candi yang sedang dibangun.
Tahulah para penduduk dusun Bulumanik bahwa di candi itu
diadakan pesta seperti yang sering diadakan tiap Respati
malam. Tidak ada penduduk yang berani menonton keramaian
itu karena pesta itu diadakan untuk para anggauta khususnya.
Di halaman depan candi itu dibuat panggung dan dia atas
panggung inilah orang-orang itu mengadakan pesta dengan
iringan gamelan yang bertalu-talu. Biasanya, dalam pesta itu
terjadi pengangkatan anggauta baru. Banyak sudah kaum
muda, laki-laki dan perempuan yang sudah masuk menjadi
anggauta agama baru penyembah Bathara Shiwa, Bathari
Durgo, dan Bathara Kala itu. Bukan hanya para anggauta
agama baru yang berpesta, akan tetapi juga mereka yang
bekerja membangun candi itu. Para pekerja inipun otomatis
telah menjadi anggauta mereka sehingga dalam waktu
beberapa bulan saja sudah ratusan orang yang menjadi
anggauta agama baru itu. Pesta ini selain untuk memuja tiga
dewa dewi itu, juga untuk memberi hiburan dan kesenangan
kepada para anggautanya. Di situ mereka diberi kesempatan
untuk makan dan minum sepuasnya, juga ikut berpesta pora
mengumbar nafsu secara bebas dalam keadaan mabokmabokan. Sambil minum tuak (minuman keras dari pohon
aren) mereka berpesta pora dan diperbolehkan mencari
pasangan masing-masing dan memuaskan nafsu mereka
dengan bebas. Malam itu, gamelan baru saja dibunyikan dan pesta belum
dimulai. Biasanya pesta baru dimulai kalau Ni Dewi Durgomala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang memimpin pesta itu sudah muncul bersama Ki
Shiwananda yang dianggap sebagai puteranya. Kalau kedua
orang ini muncul, barulah dilakukan sembahyangan untuk
mengundang Wasi Shiwamurti yang dianggap sebagai titisan
Bathara Shiwa, yang datang pada setiap Respati ma lam di
waktu bulan sedang purnama. Hanya sebulan sekali Wasi
Shiwamurti muncul di situ, sekalian untuk memeriksa hasil
pembangunan candi yang pada hari-hari biasa dipimpin oleh
Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda. Malam itu, Ni Dewi
Durgomala dan Ki Shiwananda belum muncul dan semua
orang menantikan ke dua orang ini karena kemunculan
merekaberarti pesta pora dimulai.
Sularko dan Sawitri juga mendengar suara gamelan yang
menggantikan suara tembang anak-anak tadi. Mereka merasa
heran mendengar gamelan itu yang mengingatkan mereka
akan pertemuan mereka dengan dua orang di ladang pagi
tadi. Sawitri yang merasa gelisah, tidak dapat tidur. Setelah
ibunya pulas, ia keluar dari kamar dan dilihatnya kakaknya
juga belum tidur dan sedang duduk di ruangan depan. Ia lalu
duduk pula di dekat kakaknya.
"Engkau belum tidur, Sawitri?"
Sawitri menggeleng kepalanya. "Engkau juga belum
kakang" Aku tidak dapat tidur, suara gamelan itu terdengar
mengerikan."
Biarpun hatinya sendiri merasa tidak tenang, namun
Sularko menghibur adiknya. "Ah, apanya yang mengerikan"
Gamelan itu adalah gamelan biasa, hanya lagunya yang asing
bagi kita. Tidak ada yang mengerikan. Tidurlah, Sawitri.
Apakah ibu sudah tidur?"
"Sudah, kakang. Justeru karena ibu sudah tidur dan aku
belum, maka aku merasa seram dan melihat engkau duduk di
sini, aku lalu datang mencari kawan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sularko tertawa. "Ha-ha, engkau penakut benar, Sawitri.
Apakah yang kau takutkan?"
"Entahlah, kakang. Aku seperti dapat firasat buruk, hatiku
terasa berdebar tak menentu dan sepasang mata laki-laki
tinggi besar itu seperti mengikuti aku terus."
"Itu hanya karena engkau membayangkan terus, Sawitri ..."
Tiba-tiba Sularko menghentikan kata-katanya dan dia
memandang ke arah pintu depan. Terdengar suara tawa lirih
dari depan dan disusul suara seorang wanita yang merdu.
"Orang muda yang bagus, aku telah datang. Bukakan pintu
rumahnya."
Suara itu segera disusul suara yang dalam dan berat,
"Perawan ayu, aku datang menjemputmu, bukalah pintunya."
Sawitri menggigil ketakutan dan ia lari mendekati kakaknya,
bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kakang, aku takut
... " Sularko adalah seorang pemuda pemberani, walaupun dua
suara itu membuat tengkuknya meremang, namun dengan
tabah dialalu membentak ke arah luar, "kalian datang mau
apa" Kami tidak membutuhkan kalian dan tidak ingin bertemu
dengan kalian. Kalian pergilah dari sini!"
"Orang muda, namamu Sularko dan adikmu bernama
Sawitri, bukan" Kami datang untuk mengajak kalian
bersenang-senang. Bukalah pintunya dan biarkan kami
bercakap-cakap dengan kalian."
"Tidak! Kalian pergilah, atau kami akan berteriak agar
semua orang datang mengeroyok kalian!" kata pula Sularko,
lalu dia melepaskan rangkulan Sawitri, yang ketakutan untuk
mengambil sebuah arit yang berada di sudut ruangan. Setelah
memegang arit, Sularko menjadi tabah.
Suara Ki Shawananda terdengar pula. "Bukalah pintunya,
atau kami terpaksa menjebolnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau kalian berani menjebol pintu, kalian akan kubunuh!"
Sularko berteriak, penuh kemarahan dan tangannya
memegang gagang arit dengan kuat. Sawitri masih memegang
lengan kakaknya dan bersembunyi di balik tubuh kakaknya.
Hening sejenak, kemudian terdengar suara keras. "Brakkkk
... !" Daun pintu rumah itu jebol dan pada saat kedua orang
itu muncul, Sawitri menjerit ketakutan.
Ni Dewi Durgomala menggerakkan kedua tangannya ke
atas seperti menggapai kepada kakak beradik itu. Tiba-tiba
saja Sularko dan Sawitri merasa tubuhnya lemas dan
kesadarannya hilang. Mereka berdua terkulai lemas, seolah
kedua kaki mereka tidak bertenaga lagi dan keduanya seperti
terhuyung hendak jatuh. Pada saat itu Ni Dewi Durgomala
melompat ke depan dan merangkul tubuh Sularko, sedangkan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Shiwananda juga memeluk tubuh Sawitri dara itu juga tidak
sampai jatuh. Kemudian mereka memanggul tubuh kakak
beradik yang sudah terkulai lemas itu dan membawanya
keluar. Pada saat itu, Mbok Rondo Gati yang mendengar jeritan
Sawitri tadi, terbangun dari tidurnya dan tergopoh keluar
kamar. Ia sempat melihat kedua orang anaknya dipanggul dua
orang yang tidak dikenalnya dan dibawa keluar. Tentu saja ia
menjadi kaget dan marah.
"Heii, tahan! Apa yang terjadi dengan anak-anakku"
Hendak kalian bawa ke mana mereka?" Ia mengejar.
Ni Dewi Durgomala membalikkan tubuhnya dan melihat
seorang wanita setengah tua mengejar, ia lalu mendorongkan
tangan kirinya ke arah Mbok Rondo Gati. Bagaikan dilanda
angin yang amat kuat tubuh janda itu terjengkang dan roboh.
Dadanya terasa sesak dan ketika ia merangkak dan berhasil
berdiri, kedua orang anaknya yang dipanggul dua orang itu
telah lenyap dari situ. Hanya angin ma lam saja yang
menerobos masuk melalui pintu yang telah jebol.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mbok Rondo Gati menjerit-jerit dan menangis. Ketika para
tetangga datang, ia hanya dapat mengatakan bahwa kedua
orang anaknya dibawa lari orang. Akan tetapi ia tidak dapat
bercerita dengan jelas bagaimana rupa orang-orang yang
dikatakan menculik kedua orang anaknya. Para tetangga
menjadi ragu. Rasanya sukar dipercaya ada dua orang dewasa
diculik begitu saja oleh dua orang. Padahal mereka semua
tahu bahwa Sularko adalah seorang pemuda yang pemberani
dan juga bukan pemuda lemah karena pernah mempelajari
kanuragan. Akan tetapi melihat daun pintu yang jebol mereka
juga merasa heran sekali. Para penduduk Bulumanik masih
percaya sekali akan tahyul, maka para tetangga Janda Mbok
Gati itu segera menduga bahwa yang dapat melakukan
penculikan itu tentu sebangsa mahluk halus atau iblis. Mereka
lalu pulang dan bersembunyi di rumah masing-masing. Dalam
malam Respati seperti itu mereka semua percaya bahwa di
luar banyak hantu dan setan gentayangan mencari korban,
dan mereka percaya bahwa yang mendatangi rumah Mbok
Rondo Gati tentulah sebangsa setan pula.
Mbok Rondo Gati yang ditinggal pergi para tetangganya,
hanya dapat menangis. Ia sendiri juga ketakutan dan percaya
bahwa dua orang yang membawa pergi anak-anaknya
tentulah sebangsa iblis. Buktinya, hanya dengan gerakan
tangan, wanita cantik yang memanggul tubuh Sularko
membuat ia roboh terjengkang, ia menangis akan tetapi tidak
berani keluar untuk mencari kedua orang anaknya.
Sementara itu, Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda
membawa dua orang muda itu ke dalam ruangan belakang
candi. Ni Dewi Durgomala lalu mencekoki Sularko dan Sawitri
dengan secawan minuman yang telah diramu dan dimantera
sehingga kedua orang muda itu terbangun akan tetapi mereka
seperti orang mimpi. Mereka menurut saja apa yang
dikehendaki dua orang itu dan ketika mereka diajak keluar
dari ruangan itu menuju ke panggung di halaman depan,
keduanya hanya menurut saja. Kemunculan Ni Dewi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Durgomala dan Ki Shiwananda disambut dengan meriah,
dengan sorak sorai. Semua orang bergembira karena
kemunculan mereka ini menjadi pertanda bahwa pesta pora
akan segera dimulai. Ketika mereka melihat bahwa Sularko
dan Sawitri, mereka yang berasal dari Bulumanik mengenal
mereka dan menjadi gembira sekali, menganggap bahwa
kedua orang muda itu sependapat dengan mereka dan mau
masuk menjadi anggauta agama baru dan malam ini tentu
akan diadakan upacara penerimaan mereka menjadi murid
atau anggauta baru. Maka mereka bersorak dengan gembira.
Sedikitnya ada seratus orang anggauta agama baru itu
berkumpul di situ. Mereka adalah juga para pekerja yang
membanguncandi, dari para seniman pembuat arca dan
pemahat yang pandai, sampai kuli-kuli angkut batu dan
pelaksana pekerjaan berat lainnya. Pada malam pesta seperti
itu mereka diperlakukan sama. Hal ini yang menggembirakan
mereka. Pada malam seperti itu biasanya mereka berpesta
pora, makan berlimpah ruah dan mereka diperbolehkan
mengumbar nafsu mereka.
Para anggauta itu bukan hanya laki-laki, akan tetapi juga
banyak perempuannya. Kesemuanya masih muda-muda dan
berkulit bersih. Bahkan banyak di antara mereka yang tampan
dan cantik. Di sudut panggung serombongan penabuh gamelan dan di
atas panggung itu tampak tiga kursi. Kursi yang tengah besar
dan diukir indah, sedangkan dua kursi yang mengapitnya lebih
kecil dan lebih sederhana bentuknya.
Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda naik ke panggung
bersama Sularko dan Sawitri. Pemuda dan pemudi ini tampak
seperti domba yang jinak. Kalau tadi mereka baru dibawa dari
rumah mereka, keduanya seperti kehilangan semangat
danlesu, setelah diberi minum ramuan minuman seperti tuak
itu, keduanya menjadi penurut dan menaati semua perintah Ni
Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda. Mereka ikut naik ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panggung dan ketika Ni Durgomala dan Ki Shiwananda duduk
dikursi yang mengapit kursi besar, Sularko dan Sawitri juga
duduk di atas lantai panggung.
Malam itu tidak seperti malam Respati lainnya. Pada malam
Respati yang tidak disinari bulan purnama, pesta itu dilakukan
oleh para anggauta dan dipimpin oleh dua orang tokoh agama
baru itu. Akan tetapi, khusus diwaktu malam terang bulan
purnama, seperti pada bulan-bulan yang lalu, Wasi Shiwamurti
sendiri akan muncul dan memimpin upacara dan pesta.
Para anggauta masih gaduh menyambut munculnya
Sularko dan Sawitri. Ni Dewi Durgomala lalu mengangkat
tangannya ke atas sambil berdiri dari kursinya, memberi
isyarat agar semua orang diam tidak membuat gaduh. Semua
terdiam dan suasana menjadi hening, bahkan gamelan juga
dihentikan. "Saudara-saudara para anggauta sekalian, anak-anakku
yang berbahagia, seperti kalian dapat melihat sendiri, malam
ini ada seorang pemuda dan seorang pemudi masuk menjadi
anggauta kita. Dan pada malam hari ini, Sang Wasi
Shiwamurti sebagai penjelmaan Sang Hyang Bathara Shiwa
akan hadir dan memimpin sendiri upacara penerimaan murid
dan pesta yang akan diadakan pada malam hari ini, untuk
menyatakan syukur bahwa pembangunan candi berjalan
lancar dan hampir selesai. Sekarang diminta kalian diam
karena kami membutuhkan suasana hening untuk mengundang Yang Mulia Sang Wasi Shiwamurti datang ke
tengah-tengah kita.
Seorang gadis cantik yang memang menjadi pembantu Ni
Dewi Durgomala naik ke panggung membawa sebuah
pedupaan di mana terdapat arang membara yang
mengepulkan sedikit asap putih. Setelah berjongkok di depan
Ni Dewi Durgomala, gadis itu meletakkan pedupaan di atasi
lantai panggung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ni Dewi Durgomala menerima sebungkus besar kemenyan
dari gadis itu dan ia memberi isyarat agar gadis itu mundur!
Hanya ada Sularko dan Sawitri yang masih duduk
bersimpuh di atas panggung depan Ni Dewi Durgomala dan Ki
Shawananda, duduk tak bergerak bagaikan telah menjadi
arca. Ni Dewi Durgomala lalu membaca doa seperti orang
berkidung yang terdengar aneh, makin lama semakin nyaring,
kemudian ia mengambil kemenyan dan memasukkannya ke
dalam bara api dipedupaan. Asap putih yang tebal mengepul
dari pedupaan, terus kemenyan itu ditambah sambil membaca
mantera dan asap yang mengepul semakin tebal. Tercium bau
harum yang menyeramkan dari asap itu. Semua orang
membelalakkan mata karena mereka maklum, seperti yang
biasa dilakukan setiap bulan purnama, Wasi Shiwamurti tentu
akan datang memenuhi panggilan itu secara luar biasa. Dan
benar saja, tak lama kemudian tampak bayangan berkelebat
dan muncullah seorang kakek berjubah pendeta yang usianya
sudah enampuluh lima tahun, berjenggot dan berkumis putih,
memegang sebatang tongkat yang gagangnya terukir kepala
naga, tahu-tahu telah duduk di atas kursi besar yang berada
di tengah sambiltersenyum!
Ni Dewi Durgomala lalu menaburkan bunga mawar ke kaki
Sang Wasi, sambil memberi hormat dan Ki Shiwananda juga
memberihormat dengan menyembah. Semua anggauta
memandang dengan kagum dan hormat disertai rasa takut
karena bagi mereka Wasi Shiwamurti adalah titisan Sang
Hyang Shiwa sendiri. Dan mereka percaya bahwa Wasi
Shiwamurti pandai menghilang dan melakukan segala macam
kesaktian. Wasi Shiwamurti lalu mengangkat tangan kanan ke atas
sebagai tanda bahwa upacara dapat dimulai. Segera para
penabuhgamelan membunyikan gamelan mereka dansuasana
mendadak menjadi meriah. Seorang anggauta wanita yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantik lalu naik ke panggung membawa seekor ayam jago
putih, diikuti seorang anggauta lain yang membawa periuk
dan pisau. Pisau yang tajam berkilau itu diserahkan kepada
Wasi Shiwamurti sambil berlutut oleh anggauta wanitai itu.
Wasi Shiwamurti lalu menggunakan pisauitu untuk menyembelih ayam jantan putih dan darahnya lalu ditampung
ke dalam periuk tanah. Kemudian datang lagi seorang
anggauta membawa seguci besar yang terisi tuak, dan darah
ayam itu dituangkan kedalam guci, bercampur dengan tuak.
Wasi Shiwamurti membaca mantera diatas guci itu,
kemudian mulailah pesta minum-minum tuak yang sudah
bercampur darah. Mula-mula, Ni Dewi Durgomala yang
menuangkan tuak darah itu dalam dua buah cawan,
menyerahkan kepada Sularko dan Sawitri, menyuruh mereka
meminumnya. Dua orang yang sudah menjadi seperti boneka
hidup itu, tanpa ragu lalu minum tuak itu sampai habis, diikuti
sorak sorai para anggauta. Setelah itu, setiap orang anggauta
kebagian secawan tuak dan beramai-ramai mereka meminumnya. Hidangan lalu dikeluarkan dan para anggauta
mulai naik ke atas panggung dan mereka mulai makan minum,
disaksikan oleh Wasi Shiwamurti, Ni Dewi Durgo mala dan Ki
Shiwananda sambil tertawa-tawa.
Gamelan terus dipukul gencar. Semua orang bergembira.
Tuak dituangkan dan diminum dan tak lama kemudian banyak
di antara mereka menjadi mabok.
Ni Dewi Durgomala melaporkan kepada Wasi Shiwamurti
tentang dua orang muda yang mulai malam itu masuk menjadi
anggauta. Wasi Shiwamurti mengangguk-angguk senang.
"Kuserahkan kepada andika berdua untuk melatih mereka
agar menjadi anggauta yang setia dan baik," kata Wasi
Shiwamurti sambil tersenyum. Dua orang muridnya itu
mengangguk senang. Setelah makan minum selesai dan
semua bekas pesta disingkirkan dari panggung, mulailah kini
pesta menari yang dimulai dengan tarian Ni Dewi Durgomala.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita ini menari dengan indah dan liar, tersenyum-senyum
dan ia menari di depan Wasi Shiwamurti yang menonton
sambil tertawa-tawa senang, kadang kalau Ni Dewi Durgomala
menari dekat, tangannya meraih dan membelai murid yang
kadang juga menjadi kekasihnya itu. Karena Wasi Shiwamurti
menganggap dirinya titisan Bathara Shiwa, dan Ni Dewi
Durgomala sebagai titisan Bathari Durgo, maka wanita itu
dianggap sebagai isterinya. Dan Ki Shiwananda yang menjadi
putera angkat Wasi Shiwamurti dianggap sebagai titisan Sang
Bathara Kala, putera Bathawa Shiwa.
Setelah menari beberapa lamanya, Ni Dewi Durgomala lalu
berteriak kepada para anggautanya agar segera menari
merayakan malam Respati bulan purnama itu. Dan mulailah
tari-tarian yang gila-gilaan. Para anggauta wanita menari-nari,
diikuti anggauta pria dan di panggung itu mereka menari
berpasang-pasangan.
Dalam keadaan mabok-mabokan mereka menari. Terjadi hal yang amat aneh, yaitu Sularko dan
Sawitri yang tadinya seperti orang kehilangan semangat dan
menurut saja, kinipun bangkit dan ikut pula menari! Mereka
menari sambil memejamkan mata, dengan tarian liar, asal
melenggang-lenggok menurutkan irama gamelan yang dipukul
gencar. Karena mereka menari berpasangan dan liar dalam
keadaan setengah mabok, sebentar saja nafsu mereka
memuncak, bagaikan api membakar mereka semua dan
mulailah terjadi perbuatan yang tidak sopan yang tidak
terkendalikan lagi. Mereka itu, laki-laki dan perempuan, mulai
saling berangkulan, berciuman dan saling belai. Dan
berpasang-pasangan mereka mulai turun dari panggung dan
sambil menari-nari mereka pergi menjauhkan diri, mencari
tempat-tempat sunyi dan gelap, membiarkan nafsu berahi
menggulung dan menelan mereka.
Melihat ini, Wasi Shiwamurti lalu me lempar kemenyan di
atas pedupaan dan selagi asap mengepul tebal, diapun
menghilang di balik asap. Ni Dewi Durgomala lalu
menghampiri Sularko yang masih menari-nari, menggandeng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda itu, mengajaknya menari bersama kemudian mereka


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdua-pun turun dari panggung dan masuk ke bagian
belakang candi di mana terdapat kamar Ni Dewi Dbrgornala.
Demikian pula Ki Shiwananda. Raksasa ini menari dan
menuntun Sawitri menuruni panggung. Sawitri yang seperti
mabok itu hanya tertawa dan menurut saja ketika tangannya
digandeng dan ia digiring masuk ke dalam kamar Ki
Shiwananda yang berada di belakang candi pula.
Inilah yang menarik banyak orang muda untuk memasuki
perkumpulan agama baru itu. Ada pesta pora, ada mabokmabokan lalu terjadi permainan cinta yang liar di antara
mereka, dapat memilih pasangan masing-masing dan dalam
keadaan mabok mereka menenggelamkan diri ke dalam lautan
nafsu berahi dan melampiaskan nafsu sepuas-puasnya.
Bagaikan sebuah boneka hidup, Sularko menurut saja
segala kemauan Ni Dewi Durgomala. Dia bagaikan telah
kehilangan kesadarannya karena pengaruh minuman keras,
juga karena ilmu s ihir dan guna-guna yang dikerahkan wanita
itu untuk menundukkannya. Tentu saja Ni Dewi Durgomala
girang bukan main dan wanita iblis ini berpelesir sampai pagi,
bersenang-senang tanpa ada yang menghalanginya.
Selama semalam Sularko memenuhi semua permintaan
atau perintah Ni Dewi Durgomala seperti orang yang telah
kehilangan pribadinya, bahkan akal pikirannya sudah tidak
dapat dipergunakan lagi. Semua terjadi seperti mimpi yang
tidak dapat dikuasa inya. Akan tetapi menjelang pagi, ketika Ni
Dewi Durgomala yang telah kelelahan itu tertidur, berangsurangsur lenyaplah kekuasaan yang mencengkeram dan
mempengaruhi batin Sularko dan diapun mulai sadar akan
keadaan dirinya. Tentu saja dia menjadi amat terkejut dan
menyesal. Dengan hati-hati dan cepat dia membereskan
pakaiannya dan meninggalkan Ni Dewi Durgomala yang masih
tertidur. Sularko teringat akan adiknya. Secara samar-samar,
seperti dalam mimpi, dia kini teringat kembali betapa dia dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adiknya berada di rumah mereka dan akan kedatangan dua
orang, yaitu Ni Dewi Durgomala dan seorang laki-laki seperti
raksasa. Dia khawatir sekali akan keadaan adiknya. Kalau dia
dibawa ke tempat ini tanpa diketahui, tentu adiknyapun
dibawa ke sini pula. Dia lalu menyelinap keluar dari kamar itu
dan mendapat kenyataan bahwa dia berada di bagian
belakang dari candi yang sedang dibangun. Dia menjadi
bingung. Terdapat beberapa buah kamar di situ dan dia tidak
tahu di kamar mana adiknya berada. Dia tahu bahwa tempat
itu amat berbahaya dan di situ terdapat banyak orang sakti,
maka dia tidak berani sembarangan membuka pintu kamarkamar itu. Sementara itu, keadaan Sawitri tidak banyak bedanya
dengan keadaan kakaknya, Sularko. Bahkan sebagai seorang
wanita muda, keadaan Sawitri lebih parah lagi. Seperti juga
dengan Sularko, Sawitri sama sekali tidak sadar akan apa yang
dilakukannya. Ia hanya taat dan menurut saja apa yang
dikehendaki Ki Shiwananda darinya. Iapun berada di bawah
pengaruh sihir dan minuman yang mengandung obat pembius.
Seperti juga Ni Durgomala, setelah kelelahan Ki
Shiwananda tertidur pulas dan sedikit demi sedikit Sawitri
mendapatkan kembali kesadarannya. Dapat dibayangkan
betapa kaget dan sedih hatinya ketika ia mendapat kenyataan
tentang dirinya yang sudah ternoda. Dengan menahan rasa
sakit di badan dan hati, Sawitri yang melihat Ki Shiwananda
sedang tidur mendengkur, segera membereskan pakaiannya,
ia melihat sebatang keris tergantung di dinding. Dengan hatihati diambilnya keris itu, kemudian ia menghampiri Ki
Shiwananda yang sedang tidur, kemudian dengan segala
kebencian yang terkandung di hatinya, ia menusukkan keris
itu pada dada raksasa yang telah merusak kehormatan dirinya
itu. "Wuuutt ... takk ... !!" Sawitri terkejut sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keris itu tidak dapat menembus kulit dada yang tebal dan
kebal itu. Bahkan Ki Shiwananda terbangun dari tidurnya.
Melihat Sawitri memegang keris terhunus danhendak
menusuknya lagi, dia menjadi marah sekali. Tangan kirinya
menampar, mengenai tangan Sawitri yang memegang keris
sehingga keris itu terlepas dari tangannya dan terlempar ke
atas lantai. "Jahanam! Berani engkau mencoba membunuhku!" Ki
Shiwananda melompat bangun dan dengan langkah lebar dia
menghampiri Sawitri.
Gadis yang marah akan tetapi juga ketakutan ini menjerit
pada saat tangan yang besar itu menyambar dan mengenai
kepalanya. Tubuhnya terputar dan terbanting keras ke atas
lantai dan Sawitri tidak dapat bangun kembali. Kepalanya
retak terkena hantaman tangan Ki Shiwananda.
Pada saat itu, Sularko berada di luar pintu kamar itu.
Terkejut sekali dia ketika mendengar jerit adiknya. Dengan
nekat dia lalu mendobrak daun pintu sehingga terbuka. Dia
melihat Ki Shiwananda dengan pakaian tidak karuan berdiri
marah dan Sawitri menggeletak di atas lantai, tak dapat gerak
lagi. "Sawitri ... !" Sularko memekik dan menubruk adiknya.
Diangkatnya kepala adiknya dan ketika dia melihat bahwa
adiknya telah tewas dengan kepala mengeluarkan darah, dia
menjadi marah bukan main. Lupa akan kekuatan sendiri,
Sularko merebahkan kembali adiknya dan dia lalu meloncat
dan menyerang Ki Shiwananda dengan pukulan tangan
kanannya. Pukulan itu keras sekali karena Sularko yang amat
marah itu mengerahkan seluruh tenaganya. Kepalan tangan
kanannya menghantam dada Ki Shiwananda.
"Bukk ... !" Tangan Sularko terasa nyeri dan terpental
seolah dia memukul dinding baja. Sebelum dia dapat
menyerang lagi, Ki Shiwananda yang sudah marah telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggerakkan tangannya, dihantamkan ke arah kepala
Sularko. "Wuuuuuttt ... prakkkk!" Sekali pukul saja retaklah kepala
Sularko dan tubuhnya terpelanting. Robohlah Sularko di dekat
tubuh adiknya yang sudah menjadi mayat dan diapun tewas
seketika! Mendengar suara ribut-ribut, Ni Dewi Durgomala berlari
keluar dari kamarnya dan memasuki kamar Ki Shiwananda.
Melihat pemuda dan gadis yang semalam menjadi permainan
mereka itu menggeletak di atas lantai dan tewas, ia menegur
Ki Shiwananda. "Apa yang kaulakukan ini?"
"Terpaksa kubunuh mereka, gadis ini mencoba untuk
menyerangku dengan kerisku, dan pemuda itu masuk kamar
dan memukulku," jawab Ki Shiwananda dengan pendek dan
masih marah. "Ah, engkau terburu nafsu. Sekarang cepat bawa mereka
keluar dan lemparkan ke Kali Mayang!"
Karena malam itu baru menjelang pagi dan suasana masih
sunyi sekali, Ki Shiwananda cepat mengangkat dua buah
mayat itu dan membawanya keluar dari candi. Dia
menggunakan ilmunya berlari cepat dan sebentar saja ketika
fajar mulai menyingsing, dia sudah tiba di tepi Kali Mayang.
Dia lalu melemparkan dua mayat itu ke dalam sungai dan dua
mayat itu hanyut. Setelah melihat dua mayat itu hanyut, Ki
Shiwananda lalu cepat kembali ke Bulumanik dan masuk ke
dalam candi. "Bagaimana?" tanya Ni Dewi Durgomala.
"Sudah beres, mereka sudah hanyut di sungai," jawab Ki
Shiwananda puas.
"Hemm, lain kali engkau harus lebih dapat menahan diri.
Sejauh ini kita belum pernah membunuh secara langsung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti itu. Kalau ada orang lain mengetahui, sungguh tidak
enak sekali."
"Aku menjadi mata gelap ketika mereka berani
menyerangku," Ki Shiwananda membela diri. "Biasanya, tidak
ada yang bersikap seperti dua orang muda itu."
Ni Dewi Durgomala menghela napas panjang. "Itulah yang
membuat mereka menjadi istimewa. Sayang kita lalai sehingga
tidak mengikat kesadaran mereka lebih jauh sehingga mereka
mendapatkan kesadaran dan mencoba untuk menyerangmu.
Pemuda-pemuda lain kalau sadar lalu menjadi jinak seperti
domba dan menjadi anggauta yang baik."
"Demikian pula gadis itu. Coba pikir, ia berani menyerangku
dengan kerisku sendiri.Untung aku keburu sadar dan dapat
mengerahkan aji kekebalan pada saat ia menusuk dadaku.
Karena marah aku menamparnya, akan tetapi terlalu kuat
sehingga ia tewas seketika. Biasanya, para gadis lain yang
sudah melayani aku tidak bersikap sepertigadis itu. Dan
pemuda itu agaknya hendak membela adiknya dan
menyerangku, terpaksa pula kurobohkan dia dengan pukulan."
"Sudahlah, yang sudah terlanjur tak dapat diubah. Akan
tetapi selanjutnya agar engkau berhati-hati, jangan sembarangan membunuh secara langsung seperti itu. Kalau
sampai ada yang mengetahui, tentu akan berkurang atau
bahkan hilang kepercayaan mereka kepada kita dan kita tentu
akan mendapat teguran keras dari Bapa Guru Wasi
Shiwamurti."
Setelah matahari mulai naik, kedua orang itu sudah sibuk
lagi memimpin para pekerja yang membangun candi. Tidak
ada yang tahu bahwa pagi tadi telah terjadi pembunuhan keji
yang dilakukan oleh Ki Shiwananda, orang yang mereka
anggap sebagai pembantu Ni Dewi Durgomala.
Sementara itu, Mbok Rondo Gati yang kehilangan dua
orang anaknya, setelah pagi menggantikan malam, baru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berani keluar. Ia menangis dan menceritakan kepada para
tetangganya tentang dua orang anaknya yang dibawa pergi
seorang laki-laki dan seorang wanita yang dapat bergerak
sepertiiblis cepatnya. Para tetangga tidak ada yang dapat
menduga siapa yang melakukan penculikan itu, hanya
menduga bahwa tentu iblis sendiri yang datang mengganggu.
Dengan bingung dan sambil menangis, Mbok Rondo Gati
lalu keluar dari rumahnya dan pergi mencari-cari kedua
anaknya, bertanya-tanya kepada siapa saja kalau-kalau ada
yang melihat dua orang anaknya. Akhirnya ia pergi ke candi
yang baru dibangun dan di situ, ia mendapat keterangan dari
seorang pemahat arca bahwa semalam kedua anaknya ikut
berpesta di candi itu. Mbok Rondo Gati merasa girang sekali
mendengar ini. "Akan tetapi kenapa mereka sampai sekarang belum
pulang" Di manakah kedua orang anakku itu?"
"Kami tidaktahu bibi, mungkin kalau bibi bertanya kepada
Ni Dewi, ia akan dapat memberitahu kepada bibi ke mana
perginya dua orang anak bibi itu." Orang itu lalu bekerja lagi
dan tidak memperhatikan lagi kepada Mbok Rondo Gati.
Wanita yang kehilangan anaknya itu lalu bertanya-tanya di
mana ia dapatmenemui Ni Dewi, dan akhirnya ia diberitahu
bahwa Ni Dewi berada di bagian belakang candi dan sedang
memberi petunjuk kepada para pekerja yang mengerjakan
ukir-ukiran pada batu relief, ia pergi ke belakang candi dan
benar saja, di situ ia dapat bertemu dengan Ni Dewi
Durgomala. Mbok Rondo Gati memandang wanita itu dengan
mata terbelalak dan alis berkerut. Ia merasa ragu-ragu.
Wanita yang semalam memanggul Sularko mirip wanita ini,
akan tetapi juga ada perbedaannya. Kalau yang semalam
bersikap mengerikan, yang sekarang berhadapan dengannya
itu merupakan seorang wanita yang ramah, murah senyum
dan lemah lembut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 07 "Bibi mencari siapakah?" Ni Dewi, Durgomala yang di
antara para pekerja dan para anggauta disebut Ni Dewi saja,
bertanya sambil tersenyum manis.
"Saya ... saya mencari dua orang anak saya, yang laki-laki
bernama Sularko dan yang perempuan bernama Sawitri. Saya
mendengar bahwa malam tadi mereka ikut pesta di s ini." kata
Mbok Rondo Gati dengan suara penuh harap akan tetapi juga
lirih karena merasa segan berhadapan dengan wanita yang
pandang matanya amat berwibawa itu.
Ni Dewi Durgomala mengerutkan sepasang alisnya yang
hitam panjang dan berkata, "Sularko dan Sawitri" Aha, aku
ingat sekarang. Mereka adalah dua orang kakak beradik yang
menjadi anggauta baru perkumpulan kami. Memang benar,
bibi, mereka semalam ikut berpesta dengan kami."
Bukan main girang dan leganya hati Mbok Rondo Gati
mendengar keterangan ini. "Den ajeng, di mana adanya
mereka sekarang" Semalam mereka tidak pulang," tanyanya.
Ni Dewi Durgomala mengerutkan alisnya dan memandang
heran. "Tidak pulang" Akan tetapi pagi tadi mereka sudah
meninggalkan tempat ini, seperti para anggauta lain, kecuali
mereka yang bekerja di sini."
"Sudah meninggalkan tempat ini" Akan tetapi mengapa
mereka tidak pulang?"
"Barangkali ketika andika ke sini, mereka sudah sampai di
rumah, bibi. Kami tidak tahu, akan tetapi mereka pagi tadi
sudah meninggalkan tempat ini," setelah berkata demikian, Ni
Dewi Durgomala menoleh kepada para pekerja dan memberi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
petunjuk iniitu, seolah memberi tanda kepada Mbok Rondo
Gati bahwa ia sedang sibuk bekerja dan bahwa kehadiran
wanita setengah tua itu hanya mengganggu saja.
Mendengar jawaban itu, Mbok Rondo Gati timbul pula
harapannya. Mungkin saja kedua anaknya itu sudah pulang
sekarang. Maka ia mengucapkan terima kasih dan segera
meninggalkan tempat itu. Bergegas ia pulang ke rumahnya
dengan harapan akan melihat kedua orang anaknya sudah
pulang, begitu tiba di rumah, ia sudah memanggil-manggil
sambil berlari masuk.
"Sularko ... ! Sawitri ... ! Di mana kalian?" Akan tetapi,
biarpun ia sudah mencari sampai ke dapur dan kebun
belakang, ia tidak me lihat kedua orang anaknya itu. Tentu


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja harapan tipis itu segera membuyar lagi dan ia mulai
menangis lagi sambil meratap, memanggil-manggil kedua
orang anaknya. Akan tetapi tidak ada yang menjawab. Kini
tidak ada tetangga yang datang menjenguknya. Mereka
semua sudah pergi bekerja, ke sawah ladang atau ke sungai
mencari ikan. Mbok Rondo Gati tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
menangis. Hendak mencari, harus dicari ke mana" Ia tadi
sudah mencari di seluruh pelosok Bulumanik. Ia menangis
terus sampai hari menjadi s iang, air matanya sudah habis dan
ia menjadi bingung tidak tahu harus berbuat apa. Ia lupa
makan, lupa segala, kadang duduk, kadang berdiri atau
merebahkan diri di atas bale-bale sambil terus menangis.
Tiba-tiba ia mendengar suara memanggilnya dari luar
rumah. "Mbok Rondo Gati! Mbok Rondo Gati!"
Mendengar ada suara orang memanggilnya, ia cepat
keluar. Biarpun tubuhnya terasa lemas karena sejak semalam
ia tidak makan atau minum dan hatinya yang sedih dan
gelisah membuat tubuhnya lemas sekali, namun kini ia bangkit
dan berlari keluar, muncul harapannya akan mengetahui di
mana adanya kedua anaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setibanya di luar rumah, ia melihat seorang pemuda kawan
Sularko berdiri dengan muka pucat dan mata terbelalak.
"Mbok Rondo Gati, aku ... aku melihat Sularko dan Sawitri ...!"
Tentu saja wanita setengah tua itu menjadi girang sekali, ia
lari menghampiri pemuda itu dan memegang lengannya. "Di
mana" Di mana engkau melihat mereka?"
"Aku ... aku ... ah ... ! Pemuda itu menggagap dan agaknya
sukar sekali bicara.
Mbok Rondo Gati menjadi bingung. "Kenapa" Ada apa"
Mari minumlah dulu, engkau kelihatan begitu tegang." Ia
menuntun pemuda itu memasuki rumah dan menyerahkan
sebuah kendi. Pemuda itu menerima kendi dengan kedua tangan
menggigil lalu dia menuangkan air dari mulut kendi ke dalam
mulutnya yang ternganga. Setelah minum air kendi, pemuda
itu tampak lebih tenang dan dia meletakkan kendi kembali ke
atas meja dan memandang kepada Mbok Rondo Gati.
"Nah, sekarang ceritakan di mana engkau melihat kedua
anakku itu," kata Mbok Rondo Gati.
Pemuda itu menghela napas panjang, dua kali, memandang
wajah wanita itu dan mulai bercerita, "Begini, Mbok Rondo,
tadi pagi-pagi sekali aku sudah mendayung perahuku ke hilir
sungai dan menjala ikan. Sialnya aku tidak berhasil, maka aku
terus mendayung perahuku ke hilir, mencari terapat sepi
untuk mendapatkan ikan lebih banyak. Kemudian tadi ... aku
melihat ada dua benda terapung di sungai ... dan ketika aku
mendayung perahuku mendekat ... kulihat... kulihat dua
benda terapung itu adalah Sularko dan Sawitri ... sudah
menjadi mayat ... "
Mbok Rondo Gati mengeluarkan suara jeritan yang
menyayat hati dan iapun jatuhi pingsan! Tentu saja pemuda
itu menjadi bingung, mengguncang-guncang dan memanggilmanggil Mbok Rondo Gati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya Mbok Rondo Gati siuman dari pingsannya dan ia
lalu menangis lagi dengan sedihnya. "Apakah engkau sudah
membawa mereka ke tepi sungai?" tanyanya memelas dengan
suara lirih. Pemuda itu menggeleng kepalanya. "Aku seorang diri,
Mbok. Dan saking takut dan tegang hatiku, aku lalu
mendayung perahuku kuat-kuat untuk kembali dan cepat
memberitahu kepadamu. Aku belum memberitahu kepada
siapapun juga kecuali kepadamu."
Wanita itu menangis lagi. "Ah, mengapa tidak kaubawa ke
tepi" Kau biarkan mereka hanyut terus ... ?"
Mbok Rondo Gati lalu mengajak pemuda itu ke sungai.
Iapun memiliki sebuah perahu, yang biasa dipergunakan
Sularko untuk mencari ikan. "Hayo tunjukkan kepadaku
dimana engkau milihat mereka," katanya dan iapun mengikuti
perahu pemuda itu ke hilir.
Akan tetapi, tentu saja mereka tidak menemukan dua
jenazah yang hanyut itu, entah sudah sampai di mana.
Mungkin saja sudah sampai di Laut Kidul.
Saking bingung dan takutnya karena ditanya terus oleh
Mbok Rondo Gali, pemuda itu lalu kembali ke Bulumanik untuk
minta bantuan orang-orang mencari dua jenazahitu.
Sedangkan wanita itu melanjutkan sendiri pencariannya. Akan
tetapi ia tidak berhasil menemukan dua mayat anaknya itu,
dan Mbok Rondo Gati terus mendayung hilir mudik sambil
menangis dan kadang, seperti orang yang sudah berubah
pikirannya, ia memanggil-manggil nama kedua anaknya.
"Sularko ... ! Sawitri ... Di mana kalian, anak-anakku ... ?"
ia memanggil-manggil.
Tiba-tiba ada suara dari tepi sungai. "Mbok, ada apakah,
mbok?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mbok Rondo Gati menoleh dan memandang ke arah tepi
sungai dan wajahnya tiba-tiba berseri, matanya terbelalak dan
mulutnya tersenyum.
"Sularko! Sawitri! Anak-anakku ... !" Dan dengan cepat ia
mendayung perahunya ke tepi sungai di mana berdiri
sepasang orang muda itu.
Setelah tiba di pantai, ia meninggalkan perahunya dan lari
ke arah dua orang muda.
"Sawitri anakku ... !" ia menjerit dan menubruk, merangkul
gadis itu. Gadis itu terheran-heran, akan tetapi ia membiarkan wanita
itu merangkul dan menciumnya. Ia merasa terharu sekali.
Pemuda itu menyentuh pundak Mbok Rondo Gati sambil
berkata, "Mbok, tenanglah, mbok dan waspadakan siapa
sebetulnya kami berdua."
Suara pemuda itu lembut
sekali. Mbok Rondo Gati melepaskan rangkulannya dari gadis itu dan kini ia
merangkul pemuda itu sambil menangis, "Sularko
... anakku Sularko ... !"
Pemuda itu membiarkan
dirinya dipeluk, akan tetapi
dia mengusap ke arah dahi
wanita tua itu dan berkata
lagi dengan suara lembut,
"Mbok, sadarlah, mbok. Kami bukan anak-anakmu."
Mbok RondoGati tampak terkejut, memandang wajah
pemuda yang tersenyum lembut itu, lalu melepaskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rangkulannya dan mundur tiga langkah. Kemudian ia menoleh
ke arah gadis itu, matanya penuh keheranan dan juga
kekagetan, digosok-gosoknya
kedua matanya dengan punggung tangan akan tetapi matanya yang merah dan basah
itu tidak menipunya. Yang berdiri di depannya memang
seorang gadis dan seorang pemuda yang sebaya kedua
anaknya, yang bentuk tubuhnya juga sama, akan tetapi jelas
mereka itu bukan anak-anaknya. Pemuda itu seorang pemuda
tampan berpakaian serba putih, dan gadis itupun berpakaian
serba putih akan tetapi bukan Sawitri. Tubuhnya seketika
menjadi lemas, ia terhuyung dan tentu sudah terpelanting
jatuh kalau saja gadis itu tidak dengan cepat merangkulnya.
Gadis itu adalah Retno Wilis dan pemuda itu adalah Bagus
Seto. Seperti telah kila ketahui, Bagus Seto dan Retno Wilis
naik perahu bersama Harjadenta menuju ke hilir.Harjadenta
dalam usahanya mencari keris pusaka Ki Carubuk milik
gurunya yang hilang dicuri orang dan menurut gurunya dia
harus mencari sampai ke muara Kali Mayang. Adapun Retno
Wilis dan Bagus Seto ikut naik perahu itu karena mereka
hendak kembali ke pantai laut Kidul untuk melanjutkan
perjalanan mereka ke timur.
Ketika perahu sudah mendekati muara Kali Mayang, tepat
pada pertemuan antara Kali Mayang dan Kali Sanen, Bagus
Seto berkata kepada Harjadenta. "Adimas Harjadentra, kurasa
sudah cukup sampai di sini saja kami mendarat dan
melanjutkan perjalanan kami dengan jalan kaki. Engkaupun
harus melakukan penyelidikanmu sampai kemuara Kali
Mayang, bukan?"
"Betul, kakangmas. Akan tetapi aku tidak tahu ke mana aku
harus melakukan penyelidikan di tempat sunyi ini," kata
Harjadenta yang tiba-tiba merasa sedih karena harus berpisah
dengan kakak beradik itu, terutama harus berpisah dari Retno
Wilis. Akan tetapi biarpun dia berkata demikian, dia
mendayung perahunya ke pinggir seperti yang diminta oleh
Bagus Seto. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat kakak beradik itu mendarat itulah mereka
mendengar tangis Mbok Rondo Gati yang naik perahu seorang
diri. Bagus Seto lalu menegur wanita malang itu.
Harjadenta juga belum menengahkan perahunya lagi, dan
mereka belum sempat berpamitan. Dia juga tertarik sekali
melihat wanita yang menangis dan yang mengira Bagus Seto
dan Retno Wilis anaknya, maka Harjadenta juga ikut mendarat
dan mengikat perahunya pada sebatang pohon. Dia lalu
menghampiri dan melihat wanita itu pingsan dalam rangkulan
Retno Wilis. "Ia kenapakah, diajeng Retno?" tanyanya sambil
menghampiri. "Kami belum tahu, akan tetapi ia pingsan setelah
mengetahui bahwa kami bukan anak-anaknya. Kasihan sekali
orang ini."
Retno Wilis lalu merebahkan tubuh wanita itu di atas
rumput. Bagus Seto memijit-mijit tengkuk Mbok Rondo Gati
dan wanitaitupun siuman dari pingsannya. Tubuhnya amat
lemah karena sehari semalamia sama sekali tidak makan atau
minum dan terus-menerus menangis. Kini begitu siuman dari
pingsannya dan melihat tiga orang muda berjongkok di
dekatnya. Ia memandang mereka lalu matanya mencari-cari,
ia bangkit dan bertanya, "Di mana mereka?"
"Mereka siapa" Andika mencari siapa, Mbok?" tanya Retno
Wilis. "Anakku ... anak-anakku, Sularko dan Sawitri, di manakah
mereka" Ya Gusti ...kalau mereka benar-benar sudah mati, di
mana mayat mereka" Kalau masih hidup, di mana mereka?"
Wanita itu kembali menangis teringat akan cerita pemuda
yang mengabarkan bahwa dia melihat mayat Sularko dan
Sawitri. "Tenanglah, mbok, dan ceritakan kepada kami apa yang
terjadi dengan anak-anakmu. Siapa andika dan di mana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
andika tinggal dan apa yang terjadi dengan mereka berdua?"
Harjadenta ikut bertanya karena hatinya tertarik sekali. Dia
tahu bahwa gurunya adalah seorang Empu yang sakti dan
gurunya itu menyuruh dia mencari jejak pencuri di tempat itu.
Siapa tahu ada hubungan antara peristiwa wanita kehilangan
anak-anaknya ini dengan hilangnya Ki Carubuk.
Mendengar ucapan orang-orang muda yang tenang sabar
itu, Mbok Rondo Gati merasa agak tenang juga. Setelah
menyusut air matanya yang hampir kering, iapunbercerita.
"Saya adalah Mbok Rondo Gati dari Bulumanik, kademangan
di hulu sana. Saya mempunyai dua orang anak bernama
Sularko dan Sawitri, yang usianya sebaya dengan andika
bertiga. Malam tadi ... malam yang menyeramkan ... saya
melihat dua orang anak saya itu diculik orang ... eh, diculik
mahluk halus."
"Diculik makhluk halus" apa maksudmu, mbok?" tanya
Retno Wilis penasaran sekali.
"Saya melihat sendiri Sularko dipanggul seorang wanita
cantik dan Sawitri dipanggul seorang laki-laki seperti raksasa.
Ketika saya berteriak wanita itu hanya menggerakkan tangan
ke arah saya dan saya terjengkang seperti disambar halilintar.
Mereka lalu lenyap membawa kedua oranganak saya itu ... "
Wanita itu mulai menyusuti air matanya lagi yang sudah jatuh
bercucuran. "Tenanglah, mbok. Kami bertiga akan membantu. Lalu
bagaimana lanjutan ceritamu?" tanya Bagus Seto dengan
lembut. "Semalam saya menangis, tidak berani keluar karena
malam tadi malam Respati terang bulan purnama. Saya takut
kepada setan-setan yang berkeliaran di luar rumah. Baru tadi
pagi saya keluar dari rumah dan mencari-cari anak saya
sampai ke seluruh pelosok kademangan Bulumanik."
"Lalu?" desak Retno Wilis yang tertarik sekali oleh cerita itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tidak dapat menemukan mereka. Lalu saya datang ke
candi yang baru dibangun. Seperti biasa, pada malam Respati
di candi itu diadakan pesta pada malam harinya dan saya
mencari ke situ kalau-kalau kedua orang anak saya berada di
sana. Dari beberapa orang pekerja di candi itu saya mendapat
kabar bahwa semalam memang kedua anak saya ikut
berpesta, katanya mereka menjadi anggauta-anggauta baru
agama itu."
"Hemm, agama apakah itu, mbok?"
"Saya sendiri tidak tahu, hanya kabarnya, agama baru itu
didukung oleh Ki Demang dan kabarnya yang disembah
adalah arca Bathara Shiwa, Bathari Durgo, dan Bathara Kala
... " Retno Wilis dan Bagus Seto saling pandang dan mereka
menjadi tertarik sekali.


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka berdua sudah pernah mengalami bentrok dengan
tokoh-tokoh penyembah tiga bathara dan bathari itu.
Harjadenta yang belum mempunyai pengalaman mengenai
agama baru itu, bertanya, "Lalu bagaimana, mbok?"
"Saya lalu pergi menemui pimpinan agama itu yang disebut
Ni Dewi, akan tetapi ia mengatakan bahwa memang semalam
kedua anak saya ikut berpesta, akan tetapi pagi tadi telah
pergi lagi seperti para anggauta lain yang tidak ikut bekerja
membangun candi."
"Kalau begitu, kedua anakmu tentu masih selamat dan
yang perlu kita ketahui, ke mana mereka pergi," kata Retno
Wilis. Tiba-tiba wanita itu menangis lagi. "Ada berita buruk sekali
... aduh Gusti ...kuatkanlah hamba ... "
"Tenang, mbok. Ceritakanlah kepada kami apa yang terjadi
selanjutnya," kata Bagus Seto dan suara pemuda itu
menenangkan hati Mbok Rondo Gati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketika saya sedang bingung dan berada di rumah karena
tidak tahu harus mencari ke mana, tiba-tiba datang
seorangpemuda dusun, seorang kawan dari Sularko. Dia
memberitahu kepada saya bahwa ketika dia sedang mencari
ikan, dia melihat mayat kedua orang anakku terapung di
tengah sungai ... ! Saya sudah mencari-carinya,akan tetapi
tidak dapat saya temukan ... "
"Kenapa ketika pemuda itu melihat mayat anak-anakmu,
dia tidak mengambilnya?" tanya Retno Wilis.
"Dia bilang ... dia kaget dan ketakutan, karena seorang diri,
dan dia cepat-cepat mendayung perahunya untuk memberitahu kepada saya."
"Jadi mbok tadi sedang mencari-cari kedua orang anak
yang dikabarkan sudah mati itu ketika mendengar Kami
memanggil?"
Mbok Rondo Gati mengangguk. "Saya sudah hampir gila,
ketika andika berdua memanggil, saya kira andika adalah
Sularko dan Sawitri anak saya, maka ... maafkanlah saya ... "
"Mbok, apakah keterangan pemuda, kawan anak andika itu
boleh dipercaya kebenarannya?"
Mbok Rondo Gati menghapus air matanya
dan mengangguk. "Dia sahabat Sularko, dia pasti tidak berbohong
walaupun saya mengharap mudah-mudahan keterangannya
tentang kematian anak saya tidak benar."
"Sudahlah, mbok. Sekarang sebaiknya mbok pulang saja
dan kami bertiga yang akan melakukan penyelidikan dan
mencari ke mana hilangnya kedua orang anakmu itu." Retno
Wilis membujuk. Akhirnya Mbok Rondo Gati menurut nasihat
itu dan Retno Wilis naik perahu janda itu, sedangkan Bagus
Seto kembali naik perahu Harjadenta. Mereka berempat lalu
mendayung perahu untukkembali ke Bulumanik.
(O)odwkz-rhgo(O)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untuk sementara tiga orang muda perkasa itu tinggal
mondok di rumah Mbok Rondo Gati dan hal ini merupakan
hiburan besar bagi janda yang berduka kehilangan dua orang
anaknya itu. T iga orang muda yang berjanji untuk menyelidiki
hilangnya dua orang anaknya itu mendatangkan harapan
dalam hatinya. Akan tetapi harapan untuk bertemu kembali
dengan dua orang anaknya sudah hilang ketika Bagus Seto
mengundang pemuda yang mengabarkan akan adanya dua
mayat anak Mbok Rondo Gati dan pemuda itu menyatakan
dengan sumpah bahwa dia tidak berbohong. Mbok Rondo Gati
hanya mengharapkan untuk dapat mengetahui siapa yang
menculik anaknya dan siapa pula yang membunuhnya. Maka
ia melayani tiga orang muda itu dengan baik, memasakkan
makan dan minum sederhana untuk mereka.
Malam itu mereka bertiga berunding. "Biar ma lam ini aku
sendiri yang mengadakan penyelidikan ke candi yang baru
dibangun itu. Kita harus mencurigai mereka karena sejak
dahulu, penyembah Bathari Durgo dan Bathara Kala itu selalu
melakukan penyelewengan-penyelewengan. Sebaiknya kalian
mengaso dulu dan menanti hasil penyelidikanku."
Retno Wilis dan Harjadenta menyetujui pendapat Bagus
Seto ini. Mereka berdua tentu saja maklum akan kesaktian
pemuda itu dan tidak mengkhawatirkan kepergiannya seorang
diri. Malam itu, bulan masih bersinar terang, bagus Seto
menggunakan kepandaiannya, berkelebat di antara bayangbayang pohon dan tak lama kemudian tibalah dia di candi
yang sedang dibangun itu. Malam itu tidak ada yang bekerja
dan juga tidak diadakan pesta seperti pada malam Respati.
Keadaan di sekitar candi itu sunyi. Bagus Seto mengadakan
pemeriksaan dari atas atap, akan tetapi dia tidak menemui
sesuatu yang mencurigakan. Dia melihat para pekerja pria
berkumpui dan bermalam di sebuah bangunan besar dan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembantu wanita berkumpul dan bermalam di sebuah
bangunan lain. Tidak terjadi apa-apa di antara mereka.
Memang menjadi peraturan agama itu, kecuali pada hari
Respati malam, tidak diperbolehkan mereka saling berhubungan atau saling mengganggu dengan ancaman
hukuman berat yaitu dikutuk.
Di bagian belakang candi itu terdapat belasan buah kamar
yang kebanyakan kosong dan di dalam dua kamar di
antaranya, Bagus Seto melihat seorang wanita cantik duduk
bersamadhi. Dari hawa di sekitar kamar itu saja tahulah Bagus
Seto bahwa wanita itu adalah seorang yang memiliki
kesaktian. Dia mendapatkan pula seorang laki-laki bertubuh
raksasa, juga sedang bersamadhi. Laki-laki inipun memiliki
kesaktian. Bagus Seto membayangkan cerita Mbok Rondo
Gati. Apakah dua orang ini yang menculik Sularko dan Sawitri"
Akan tetapi, mereka kelihatan sebagai orang-orang yang
berilmu, rasanya tidak masuk akal kalau mereka melakukan
kejahatan seperti itu.
Setelah puas melakukan penyelidikan keadaan candi yang
baru dibangun, sebuah candi yang indah dan di mana-mana
terdapat arca Bathara Shiwa, Bathara Kala dan Bathari Durgo.
Bagus Seto lalu meninggalkan tempat itu dan kembali ke
rumah Mbok Rondo Gati.
"Aku tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di
sana," katanya kepada Retno Wilis dan Harjadenta. "Kecuali
dua orang yang sakti, yaitu seorang perempuan cantik dan
seorang pria raksasa."
"Hemm, jangan-jangan mereka itu yang menculik Sularko
dan Sawitri!" kata Harjadenta.
"Rasanya sukar dipercaya orang-orang yang memiliki
kesaktian seperti mereka melakukan penculikan," kata Bagus
Seto. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi kita hatus menyelidiki dua orang itu!" kata
Retno Wilis. "Tidak ada lain jalan. Kita harus menanti sampai datangnya
hari Respati malam di waktu mereka mengadakan pesta dan
kita lihat saja apa yang terjadi di sana."
"Hari Respati malam masih kurang sepekan lagi," kata
Retno Wilis. "Kita harus bersabar kalau ingin berhasil," kata kakaknya.
"Dan untuk memancing mereka mengulangi lagi perbualan
mereka, kita perlu mengadakan umpan."
"Akan tetapi itu berbahaya sekali!" kata Retno Wilis. "Aku
sendiri sudah pernah menjadi korban ilmu sihir dan guna-guna
mereka." "Justeru itulah, kita harus memancing. Dan sebaiknya
adimas Harjadenta yang menjadi umpan. Beranikah engkau
menjadi umpan untuk mereka, adimas?"
Harjadenta tersenyum. walaupun agak masam karena
hatinya agak gentar juga mendengar betapa Retno Wilis saja
menganggap hal ini berbahaya. "Tentu saja aku berani.
Bukankah di sini terdapat anda berdua yang pasti akan
melindungiku?"
"Tentu saja kami akan melindungimu, adimas."
"Lalu bagaimana pemasangan umpan itu dilakukan
kakang?" tanya Retno Wilis.
"Rada hari Respati, sebaiknya kalau adimas Harjadenta
datang ke sana dan minta pekerjaan membangun candi.
Engkau tentu dapat melakukan pekerjaan memahat dan
mengukir, adimas?"
"Walaupun bukan ahli, akan tetapi aku dapat membantu
pekerjaan mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, nanti pada hari Respati, engkau minta pekerjaan di
sana dan aku yakin pasti akan diterima. Nah, malamnya tentu
engkau akan kebagian pesta pula. Dan aku mengharap pada
malam hari itu akan terjadi sesuatu yang akan mengungkap
rahasia ini."
"Apakah tidak sebaiknya kalau akupun menjadi umpan,
kakang" Ingat, yang menjadi korban, anak-anak Mbok Rondo
Gati, adalah seorang pemuda dan seorang pemudi. Biarlah
akupun ikut memancing mereka dan engkau yang melindungi
aku dan kakangmas Harjadenta."
Bagus Seto menggeleng kepalanya. "Aku tidak setuju
dengan pendapatnui itu. Ingat, engkau bukanlah gadis yang
tidak terkenal. Aku khawatir kalau di antara mereka yang sakti
itu mengenalmu dan kalau mereka mengenalmu, tentu gagal
usaha kita untuk memancing. Berbeda dengan adimas
Harjadenta, dia belum lama turun gunung dan tidak pernah
berurusan dengan orang-orang dari golongan itu. Sudahlah,
pada Respati malam nanti, kalau dalam pesta, engkau
mengintai dan menyelidiki bagian wanita, dan aku menyelidiki
bagian pria. Akan tetapi hati-hati dia jeng, di sana ada wanita
yang cantik dan sakti yang berbahaya sekali."
"Wanita cantik yang sakti" Aku jadi ingat akan pesan
guruku." kata Harjadenta.
Retno Wilis tersenyum dan memandangnya. "Tentu engkau
menduga ia menjadi pencuri K i Carubuk, bukan?"
Bagus Seto berkata, "Bukan tidak mungkin ia yang mencuri
pusaka itu! Di sekitar kamarnya aku mencium adanya
kekuatan tersembunyi seperti kekuatan sihir dan guna-guna."
"Bagus! Kalau begitu aku menjadi lebih bersemangat pula
untuk me lakukan penyelidikan. Biar aku yang menjadi
umpannya untuk menangkap si pencuri laknat itu!" kata
Harjadenta. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, tiga orang itu tinggal di rumah Mbok Rondo
Gati dan setelah hari Respati tiba, Harjadenta pagi-pagi benar
telah pergi mengunjungi candi yang baru dibangun.
Ketika dia mengatakan pada para pekerja dan penjaga
bahwa kedatangannya adalah untuk minta pekerjaan
membantu pembangunan candi, dia segera dihadapkan
kepada Ni Dewi Durgomolo. Wanita yang masih cantik dan
genit itu menyambut kunjungan Harjadenta dengan wajah
berseri dan matanya yang tajam itu meneliti Harjadenta dari
kepala sampai ke kaki dan agaknya ia merasa puas dengan
apa yang dilihatnya. Seorang pemuda yang tegap tampan dan
gagah, wajahnya riang dan terang penuh senyum. Bukan
seperti pemuda dusun kebanyakan, melainkan lebih pantas
menjadi seorang pemuda kota atau pemuda bangsawan.
"Siapa namamu?" tanyanya ketika Harjadenta menghadapnya. Pemuda yang tampak amat hormat itu mengangkat
mukanya. Dia duduk bersila di atas lantai sedangkan Ni Dewi
Durgomala duduk di atas sebuah kursi. Harjadenta
memandang wanita itu dan jantungnya berdebar. Wanita yang
cantik, pikirnya. Usianya sukar ditaksir. Melihat wajah dan
bentuk tubuhnya, agaknya ia baru berusia duapuluhan tahun,
akan tetapi pandang matanya yang tajam demikian matang
dan penuh pengertian seperti pandang mata seorang wanita
yang lebih tua. Matanya mengerling tajam dan genit,
senyumnya memikat dan sehabis bicara ia menggunakan
ujung lidahnya yang merah untuk menjilat bibirnya sendiri.
Seperti seekor ular yang cantik, pikir Harjadenta, mendugaduga apakah wanita ini yang dimaksudkan gurunya, yang
telah mencuri K i Carubuk.
"Nama saya Harjadenta," jawabnya sederhana, lalu
menundukkan mukanya karena pandang wanita itu penuh
selidik, seolah hendak menjenguk isi hatinya melalui
pertemuan pandang mata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dari mana engkau datang, siapa orangtuamu?" tanya pula
Ni Dewi Durgomala penuh selidik. Ka lau yang minta pekerjaan
itu seorang pemuda dusun, ia tidak akan bertanya sebanyak
itu. "Saya datang dari hulu Kali Manyar dari dusun Manukan,"
dia membohong. Dia tidak berani mengaku bahwa dia berasal
dari Gunung Raung karena kalau benar wanita ini yang
mencuri Ki Carubuk, tentu wanita ini akan menjadi curiga
kepadanya. "Saya sudah tidak mempunyai orang tua lagi,
sudah yatim piatu."
Wanita cantik itu berseri, girang mendengar bahwa pemuda
itu sudah yatim piatu. "Dan engkau datang ke tempat ini mau
apa?" tanyanya lagi sambil memandang dengan tersenyum
manis. "Saya adalah seorang pengembara yang mencari
pengalaman hidup dan disini saya mendengar bahwa
pembangunan candi ini membutuhkan banyak tenaga. Nah,
kalau sekiranya saya dapat diterima, saya akan senang sekali


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekerja di s ini, membantu pembangunan candi ini."
"Engkau dapat membuat arca, memahat dan mengukir?"
"Sedikit-sedikit, dan saya dapat belajar dan ahli-ahli yang
berada di sini."
"Bagus sekali! Engkau diterima, akan tetapi kalau menjadi
pekerja di sini, engkau juga harus menjadi anggauta
perkumpulan agama kami. Sanggupkah engkau?"
"Kalau memang itu persyaratannya, tentu saja saya
sanggup." "Baik sekali, Harjadenta. Malam ini adalah malam Respati,
malam nanti ada pesta di sini dan pada kesempatan ini
engkau dapat menerima pengangkatan sebagai seorang
anggauta baru." Ni Dewi Durgomala memandang kepada
Harjadenta dengan sinar mata penuh arti. Pemuda ini diamTiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam bergidik. Pandang mata itu begitu penuh tantangan,
penuh rayuan, penuh daya tarik maka dia cepat-cepat
menundukkan mukanya.
"Saya bersedia, den ajeng ... "
"Hemm, jangan sebut aku den ajeng, tetapi sebut aku Ni
Dewi begitu saja. Ketahuilah bahwa aku yang memimpin
pembangunan di sini, dan wakilku adalah Ki Shiwananda.
Kalau engkau bekerja dengan baik dan penurut, engkau tentu
akan dapat menemukan kebahagiaan di sini. Agama kami
bertujuan membahagiakan semua anggautanya."
"Terima kasih."
Harjadenta lalu diajak pergi menemui para tukang
membuat arca dan diperbantukan di bagian ini. Mulai pagi itu
Harjadenta sudah bekerja ikut membangun candi.
"Andika diterima sendiri oleh Ni Dewi dan diberi pekerjaan
di sini" Ah, andika beruntung sekali," kata seorang di antara
mereka, seorang laki-laki muda yang mukanya penuh noda
hitam bekas cacar. "Aku tidak seberuntung andika."
"Mengapa engkau mengatakan aku beruntung?" tanya
Harjadenta. "Engkau tentu diterima menjadi anggauta agama baru,
bukan?" "Benar."
"Nah, engkau akan mengerti sendiri malam nanti. Engkau
sungguh beruntung dan aku iri kepadamu,"kata pula pria yang
mukanya bernoda itu. Dia sudah menutup mulut dan tidak
mau bercerita lebih banyak dan mencurahkan seluruh
perhatiannya kepada pekerjaannya mengukir dan memahat.
Berdebar tegang juga hati Harjadenta menanti datangnya
malam. Apa yang akan terjadi dengan dirinya" Mengapa lakilaki bopeng itu mengatakan bahwa dia beruntung"'
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang dan sore itu para pekerja mendapatkan makan yang
cukup banyak dan enak. Harjadenta juga ikut makan dan dia
mendapat kenyataan betapa para pekerja itu bekerja dengan
rajin dan agaknya patuh sekali kepada atasan mereka. Mereka
bekerja sambil bernyanyi dan bersenandung. Kalau Ni Dewi
datang menjenguk, mereka semua menganggukan wajah
mereka berseri gembira. Wanita cantik itupun bersikap ramah
sekali kepada para pekerja, kalau ada yang bekerja benar, ia
memuji-muji dan kalau ada yang pekerjaannya tidak benar, ia
memberi petunjuk dengan sabar. Tidak mengherankan kalau
mereka bekerja dengan senang, pikir Harjadenta. Para pekerja
diperlakukan dengan ramah dan mendapat makan yang cukup
memadai. Malam Respati itupun tibalah. Bulan muncul dan masih
cukup terang karena bulan masih muncul tiga perempatnya.
Gamelan sudah dibunyikan dan para pekerjadan para
anggauta agama baru itu sudah mandi dan bersiap-siap untuk
ikut dalam pesta.
Harjadenta disuruh mandi dan bertukar pakaian. Lalu dia
dipanggil oleh Ni Dewi Durgomala. Setelah dia menghadap,
wanita itu berkata dengan ramah. "Sudah siapkah, engkau
untuk melakukan upacara pengangkatan sebagai anggauta
baru dari agama kami?"
Harjadenta mengangguk dan menjawab, "Saya sudah siap,
Ni Dewi." "Kalau begitu, engkau ikutilah para peserta lainnya
mendekati panggung dan kalau nanti aku dan Ki Shiwananda
sudah muncul di panggung, engkau harus naik ke panggung
dan berlutut memberi hormat kepadaku. Pada waktu itu
engkau harus minum anggur kebahagiaan sebagai tanda
bahwa engkau telah menerima agama baru sebagai
agamamu, dan engkau telah menjadi anggauta kami. Dan
selanjutnya, sebagai seorang anggauta yang baik dan taat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
engkau harus melaksanakan segala perintahku. Mengertikah
engkau, Harjadenta?"
Harjadenta mengangguk. "Saya mengerti."
"Bagus, nah sekarang bersiaplah dengan para anggauta
yang lain. Malam ini, untuk menghormati kemunculan Sang
Bathari Durgo dan Sang Bathara Kala yang menjelma menjadi
aku dan Ki Shiwananda, kita semua akan mengadakan pesta
seperti biasa, engkau boleh ikut bersenang-senang dan
mendapatkan kebahagiaan."
Harjadenta tidak mengerti apa yang dimaksudkan wanita
itu, akan tetapi dia mengangguk dan tidak banyak bertanya
agar tidak menimbulkan kecurigaan. Dia akan menghadap apa
yang datang nanti sambil mencari kesempatan untuk
menyelidiki tentang pusaka Ki Carubuk, dan juga tentang
nasib Sularko dan Sawitri.
Ketika dia bercampur dengan para anggauta agama itu,
berkumpul dibawah panggung sambil mendengarkan gamelan
yang mengiringkan nyanyian seorang pesinden yang suaranya
merdu, dia mencari si muka bopeng yang siang tadi
dibantunyabekerja.
"Tampaknya kita semua akan bersenang-senang, kawan."
katanya. "Tentu saja, setiap malam Respati kita semua bersenangsenang, dan inilah yang membuat kita semua senang bekerja
di sini dan menjadi anggauta agama baru ini." jawab si muka
bopeng. Agaknya dia bergembira sekali sehingga mau banyak
bicara secara terbuka. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh
Harjadenta untuk memperoleh keterangan sebanyak- banyaknya. "Menurut Ni Dewi, aku akan diangkat menjadi anggauta
baru malam ini. Apa yang akan terjadi denganku nanti. Aku
belum mengerti dan tidak dapat membayangkan apa yang
terjadi sehingga aku merasa agak gugup."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si muka bopeng tertawa. "Ha ha, tidak perlu gugup, kawan.
Engkau akan mendapatkan kesenangan luar biasa. Engkau
tinggal menaati saja dan biasanya, dalam pengangkatan
anggauta baru di ma lam Respati biasa, bukan kalau sedang
bulan purnama di mana Sang Hyang Bathara Shiwa sendiri
hadir dalam tubuh Wasi Shiwamurti, engkau hanya akan
disuruh minum secawan tuak yang sudah diberi mantera dan
engkau akan merasa bahagia sekali. Jangan khawatir kawan.
Engkau akan mendapat kehormatan dan kesenangan yang
luar biasa malam ini dan melihat gelagatnya, Bathari Durgo
akan memilih engkau menjadi pelayannya malam ini."
"Bathari Durgo ... ?"
"Penjelmaan Bathari Durgo, yaitu Ni Dewi. Apakah engkau
belum mengerti?"
"Belum. Maukah engkau menerangkan sejelasnya, kawan?"
"Agama kami menyembah Tritunggal, yaitu Sang Bathara
Shiwa, Bathari Durgo dan Bathara Kala yang menjelma
menjadi Sang Wasi Shiwamurti, Ni Dewi Durgomala dan Ki
Shiwananda. Nah, kita memuja tiga dewa dewi itu melalui
mereka bertiga yang akan mengajarkan tentang agama ini
kepada kita."
"Hemm, begitukah" Kawan, apakah pada malam Respati
yang lalu juga ada anggauta-anggauta baru yang diangkat?"
tanya Harjadenta sambil lalu, seolah pertanyaan itu tidak
penting, pada hal dia mau mencari keterangan tentang
Sularko dan Sawitri.
"Oh, ada. Mereka itu adalah kakak beradik dari Bulumanik
sini saja, bernama Sularko dan adiknya yang bernama
Sawitri." "Lalu apa yang terjadi dengan mereka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si muka bopeng menyeringai. "Tentu saja mereka menjadi
pilihan Ni Dewi dan Ki Shiwananda. Mereka tentu hidup
berbahagia sekarang."
Harjadenta tidak mendesak lebih jauh. "Bagaimana kalau
ada orang berani menentang agama ini?"
"Siapa berani menentang" Ki Demang Kebolinggo sendiri
menunjang didirikannya candi baru ini. Bahkan Kadipaten
Nusabarung juga mendukungnya. Yang menentang tentu akan
celaka oleh kutukan!"
"Kutukan?"
"Ya, tiga orang pimpinan kami adalah orang-orang sakti
dan kalau mereka diserang dan menjadi marah, maka cukup
dengan kutukan saja mereka yang berani mengganggu akan
celaka hidupnya."
"Celaka bagaimana?"
"Sedikitnya tentu akan diserang penyakit berat atau bahkan
dapat mati."
Percakapan itu terhenti karena di panggung telah muncul
Ni Dewi Durgamala dan Ki Shiwananda. Harjadenta
memandang ke atas panggung dan dengan penuh perhatian
dia memandang ke arah Shiwananda. Seorang laki-laki yang
bertubuh raksasa, tinggi besar dan kokoh kuat. "Seorang
lawan yang tangguh," pikirnya. Melihat semua orang berlutut
dan menyembah ke arah kedua orang itu, Harjadenta juga
ikut berlutut dan menyembah. Akan telapi dia segera teringat
pesan Ni Dewi bahwa kalau Ni Dewi sudah muncul di
panggung, dia harus naik ke panggung menghadapnya. Maka,
diapun lalu naik ke panggung melalui tangga yang tersedia di
situ. Setelah berada di atas panggung, dia berlutut di depan Ni
Dewi dan menyembah.
Ni Dewi Durgomala tertawa melihat dia. Ni Dewi lalu
bangkit berdiri dan berkata dengan suara lantang, "SaudaraTiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudara, malam ini ada seorang anggauta baru. Inilah dia
orangnya dan namanya adalah Harjadenta!" Ia memberi
isyarat dan dua orang gadis lalu naik ke panggung membawa
seguci tuak dan cawan-cawannya. Ni Dewi sendiri
menuangkan tuak ke dalam sebuah guci, lalu membaca
mantera dan menyerahkan cawan itu kepada Harjadenta.
"Harjadenta, sebagai tanda bahwa engkau mulai malam ini
menjadi anggauta agama kami, minumlah anggur bahagia ini
sampai habis!" Matanya memandang dengan mencorong ke
arah muka Harjadenta.
Harjadenta terkejut sekali ketika merasa betapa jantungnya
berdebar dan ketika dia balas memandang, ada pengaruh
hebat menguasai pikirannya. Dia berusaha menolak pengaruh
itu, akan tetapi diik.. mendengar suara berwibawa dan
memerintah. "Minumlah anggur kebahagiaan ini!"
Seperti dalam mimpi, Harjadenta tidak dapat melawan atau
menolak sama sekali. Seolah bergerak dengan sendirinya,
kedua tangannya menerima cawan itu dandia segera minum
tuak itu. Hampir dia tersedak karena pemuda ini tidak biasa
minum minuman keras seperti tuak itu. Akan tetapi
ditahannya dan tuak serawan itupun habis diminumnya.
Terdengar sorak sorai dan setelah semua orang memberi
hormat kepada Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda dengan
nyanyian pujian yang aneh terdengarnya, pestapun dimulailah.
Hidangan yang enak-enak disuguhkan dan tuak berlimpahlimpah. Semua orang makan dan minum dengan gembira,
gamelan dibunyikan, makin lama semakin cepat dan keras
iramanya dan orang-orang itupun mulai berjoget! Berlenggang-lenggok
dengan gerakan-gerakan
yang menunjukkan berkobarnya nafsu. Para wanitanya tanpa
sungkan dan malu menggoyang-goyangkan pinggulnya sambil
tertawa-tawa dan merekapun mendapatkan pasangan masingmasing. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ni Dewi Durgomala bangkit dari kursinya, menghampiri
Harjadenta dan menjulurkan tangan sambil berkata,
"Harjadenta, mari kita bersenang-senang. Mari menari dengan
aku!" Harjadenta merasa heran sendiri ketika melihat betapa dia
tidak mempunyai tenaga untuk menolak sama sekali. Bahkan
hatinya merasa ikut bergembira dan kegembiraan yang
meluap ini dapat disalurkan melalui tarian. Dia melihat Ni Dewi
sudah menari di depannya, tariannya liar dan bernapsu,
tubuhnya yang montok itu berlenggang-lenggok, pinggulnya
bergoyang-goyang dankedua tangannya seperti mengajak
Harjadenta. Tanpa dapat ditahannya lagi Harjadenta pun
mulai ikut menari menurutkan irama gamelan yang panas!
Ki Shiwananda juga sudah memperoleh pasangan seorang
gadis yang cantik dan agaknya ia adalah seorang anggauta
yang sudah lama. Ia tidak canggung lagi menari-nari bersama
raksasa itu sambil tertawa-tawa genit.
Makin malam, pesta tari-tarian itu semakin panas
memuncak dan akhirnya mereka berpasang-pasangan
meninggalkan panggung. Ki Shiwananda juga sudah
menggandeng pasangannya menghilang dari panggung. Ni
dewi Durgomala sambil tertawa-tawa menggandeng tangan
Harjadenta menuruni panggung dan menuju ke belakang
candi. Harjadenta bagaikan seekor domba yang dituntun ke
tempat penjagalan, hanya menurut saja. Dia bagaikan sedang


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mimpi dan sama sekali tidak menolak ketika ditarik memasuki
sebuah kamar di belakang candi.
Ketika pintu kamar itu dibuka dan Ni Dewi Durgomala
menarik tangan Harjadenta untuk masuk, tiba-tiba saja ada
sinar putih menyambar dan benda putih itu mengenai muka
Harjadenta. Harjadenta terkejut dan merasa seperti kepalanya
disiram air dingin yang membuat dia seketika menyadari
keadaannya, benda putih itu ternyata setangkai kembang
cempaka yang kini menyusup ke rambutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, tidak ... !!" Dia meronta dan melepaskan diri dari
pegangan tangan Ni Dewi Durgomala. Wanita inipun terkejut
dan memandang pemuda itu dengan matanya yang berapi
penuh nafsu. "Harjadenta, wong bagus, mari kita bersenang-senang,"
katanya dan ia hendak meraih untuk menangkap lagi tangan
pemuda itu. Akan tetapi kini Harjadenta sudah sadar sama
sekali akan keadaannya yang luar biasa, bahkan dia teringat
betapa tadi dia ikut menari-nari seperti orang gila, tahu pula
bahwa semua ini akibat pengaruh wanita yang kini berada di
depannya. "Iblis betina, engkau tidak bisa memaksaku!" katanya lagi
dan dia mengelak dari sambaran langan Ni Dewi Durgomala
dan melompat keluar dari kamar itu. Ni Dewi Durgomala
menjadi marah dan juga heran sekali. Bagaimana mungkin
pemuda itu sudah terlepas dari pengaruh sihirnya" Ia lalu
mengerahkan tenaga sihirnya, menggerakkan kedua tangan
ke arah muka Harjadenta dan ia membentak dengan suara
yang mengandung penuh wibawa, "Harjadenta, ke sini kau!
Engkau menurut atas segala kehendakku! Engkau telah
menjadi anggauta perkumpulan agamaku, dan engkau telah
menjadi budakku. Ke sinilah!"
Harjadenta merasakan ada tarikan yang amat kuat
mencengkeram dirinya dan seperti memaksa dirinya untuk
masuk ke ka mar itu dan berlutut menyembah wanita itu.
Akan tetapi ada kekuasaan lain di belakangnya dan terdengar
bisikan. "Adimas Harjadenta. Tolak pengaruh iblis itu!" Bisikan
itu amat lembut namun mengandung kekuatan yang demikian
hebatnya sehingga mengalahkan daya tarik dari wanita itu.
"Iblis betina, aku tidak akan tunduk ke padamu!"
Harjadenta berkata sambil melangkah mundur menjauhi pintu
kamar itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main marahnya Ni Dewi Durgomala mendengar dan
melihat sikap ini. Dengan teriakan marah ia me lompat keluar
dan sudah tiba di depan Harjadenta.
"Keparat! Kalau begitu, apakah engkau lebih memilih mati
dari pada menaati perintahku?"
"Ah, Ni Dewi Durgomala, beginikah engkau telah
Misteri Lukisan Tengkorak 8 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Kisah Si Pedang Terbang 5

Cari Blog Ini