Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 7
Dilain saat, perempuan sinting itu meraba perutnya yang melendung kian bertambah besar; setelah itu secara tiba tiba dia ikut berteriak dengan suara seperti kuntilanak yang menjawab panggilan kekasihnya; lalu si botak tak kuasa memegang sang sumoay yang sinting itu, sebab sang sumoay sudah lompat menendang Lim Su Kiang yang waktu itu hendak memukul Lauw Kiam Seng, disaat pemuda itu sudah jatuh celentang tak berdaya.
Lengan kanan Lim Su Kiang terasa sangat sakit kena ditendang perempuan sinting itu sampai jago kawakan ini berteriak kaget, karena tidak menduga perempuan sinting itu memiliki tenaga yang besar padahal dia masih muda dan perutnya sedang gendut.
Perempuan sinting itu hampir berhasil memukul Lim Su Kiang memakai tongkatnya yang istimewa selagi Lim Su Kiang masih kaget seperti orang sawan. Untung dia ditolong oleh Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap yang menangkis dengan pedang pedang mereka.
Adalah menjadi dugaan Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap, bahwa dengan menangkis memakai pedang yang sengaja mereka kerahkan tenaga mereka, maka tongkat perempuan sinting itu akan putus menjadi tiga. Akan tetapi mereka mendengar bunyi suara keras seperti benda benda logam yang saling bentur, bahkan sampai kelihatan lelatu api dan pedang kedua pemuda itu mental balik hampir lepas dari pegangan kedua pemuda itu sedangkan telapak tangan mereka terasa sangat sakit.
Dua tenaga laki laki muda yang bagaikan bersatu padu namun tidak sanggup mengalahkan tenaga seorang perempuan sinting yang masih muda dan sedang hamil !
Dan perempuan sinting itu sekarang tertawa. Tawa bagaikan kuntilanak yang menemukan pencuri anaknya, sebab dia tertawa sambil meringis dan meraba perutnya yang gendut, setelah itu dia hajar Tek Kun Liong dengan tongkatnya yang cukup panjang.
Pemuda itu sedang terpesona, sambil dia merasakan telapak tangannya yang sakit, akan tetapi dia melihat datangnya serangan dia tidak berani untuk menangkis: sebab dia sudah tahu perempuan gelandangan itu memiliki tenaga besar.
Tek Kun Liong lompat menghindar, waktu tongkat perempuan gelandangan itu belum kena menghantam dia akan tetapi, bertepatan dengan gerak pemuda itu Lim Su Kiang sudah lompat menangkis dan jago tua ini bahkan mengerahkan tenaga dalamnya yang dia salurkan pada tongkatnya yang sakti peranti mengusir anjing anjing geladak sehingga kedua tongkat itu menjadi saling bentur !
Tongkat sakti Lim Su Kiang ukurannya lebih kecil dari tongkatnya perempuan sinting itu, Iagipula dibuat dari logam yang bukan sembarangan logam, akan tetapi tongkat sakti yang lebih kecil itu ternyata dapat mendorong tongkat perempuan sinting itu; sampai terpental akan tetapi untung tidak sampai lepas dari pegangannya, dan tubuh perempuan sinting itu ikut terdorong, sampai dia rubuh terjatuh duduk sedangkan dari mulutnya ke luar darah merah; karena tenaga dalamnya sudah kena digempur.
Dipihak Lim Su Kiang, jago tua ini juga kena gempur sampai terasa sakit bagian dadanya, sehingga untuk sesaat dia tidak mampu bergerak padahal saat itu ada kesempatan buat dia membinasakan perempuan sinting itu, sekiranya dia sanggup mengulang serangannya !
Sementara itu Lauw Kiam Seng yang sedang dilibat dalam pertempuran melawan para pengemis dari kota Lan kiao tin; sempat melihat keadaan perempuan sinting itu yang sedang terduduk tidak berdaya.
Sambil perdengarkan suaranya seperti orang yang kemasukan hantu Lauw Kiam Seng mengamuk memakai pisau belatinya sampai dia berhasil melukai dua pengemis yang menjadi lawannya dan setelah itu dia lompat hendak menolong perempuan sinting itu.
Akan tetapi betapapun tangkasnya pemuda itu bergerak; ternyata dia kalah cepat dengan gerak Tek Kun Liong berdua Ban Siu Giap yang sedang bebas menyerang. Akan tetapi secara tiba tiba tangan kanan perempuan sinting itu menarik tangkai tongkatnya yang istimewa sementara sebelah tangan kirinya memegang bagian yang lain sehingga pada detik berikutnya terbentang sebatang pedang yang berkilauan kena sinar matahari yang memantul mengeluarkan sinar hijau dan mengeluarkan hawa dingin !
Dengan sisi tenaganya yang lemah, perempuan sinting itu menangkis pedang pedang Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap; lalu pedang kedua pemuda itu putus menjadi empat potong, dan kedua pemuda itu cepat cepat lompat mundur dengan muka pucat!
'Lekas bawa lari ketempat mondok tadi..!' teriak Lauw Kiam Seng; karena waktu itu si botak sudah berada disisi sang sumoay, dan Lauw Kiam Seng lalu merintang dan menyerang setiap pengemis yang hendak menghalangi si botak.
Untung bagi Lauw Kiam Seng bahwa saat itu Lim Su Kiang tidak ikut menyerang, sebab dia masih sakit dan ikut terpesona dengan pedang istimewa yang luar biasa tajamnya, yang sempat dia lihat tadi. Demikian juga Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap, mereka tidak ikut menyerang sebab keadaan mereka masih seperti orang sawan, memegangi sisa pedang pedang mereka yang sudah buntung!
Lauw Kiam Seng merasa tidak ada gunanya buat bertempur lama lama; dan pemuda ini lebih mementingkan ikut melindungi si botak yang sedang bersusah payah membawa lari perempuan sinting itu. Pada kesempatan yang dia peroleh; maka Lauw Kiam Seng tinggalkan semua lawannya buat dia menyusul si botak dan pemuda ini agak girang sebab dia lihat orang orang pada takut terhadap perempuan sinting yang memiliki pedang istimewa itu sehingga tidak ada lagi orang orang yang menghadang mereka.
Mereka berhasil mencapai kuil tua bekas semalam si botak menginap bersama perempuan sinting itu; akan tetapi keadaan perempuan sinting itu kelihatan sangat lemah; bahkan celananya basah dengan darah, sehingga Lauw Kiam Seng berdua si botak menduga bahwa perempuan itu kena luka.
Si botak merebahkan si perempuan sinting diatas tumpukan jerami bekas semalam digunakan untuk tidur, akan tetapi si botak sangat kebingungan melihat darah yang rupanya mengalir keluar dari balik celana perempuan sinting itu memperkuat dugaannya dan dugaan Lauw Kiam Seng, bahwa perempuan sinting itu terluka.
'Kau buka celananya .' kata Lauw Kiam Seng kepada sibotak lupa keadaan karena gugup.
"Kau gila...." si botak menggerutu juga gugup.
"Bukankah dia isterimu.., "' Lauw Kiam Seng memaksa.
"Kau benar benar sinting..,!" si botak memaki merah mukanya sedangkan Lauw Kiam Seng sekarang mengetahui bahwa si botak bukan lakinya perempuan sinting itu.
Oleh karena teringat oleh urusan laki bini; maka Lauw Kiam Seng jadi teringat juga bahwa perempuan sinting itu mungkin mau beranak, sebab perempuan sinting itu kelihatan kepayahan sambil dia memegang megang perutnya yang gendut.
'Celaka! dia mau beranak. Lekas kau panggil dukun beranak.., !'
Si bocah botak bertambah bingung dan bertambah gugup : "Aku bisa mati digebuk orang... "
'Baik aku yang pergi; kau jaga dia...." dan Lauw Kiam Seng cepat cepat pergi.
Si bocah yang botak kepalanya bingung dan semakin gugup, setelah dia ditinggal pergi oleh Lauw Kiam Seng; terlebih jika dia melihat keadaan sang sumoay seperti orang yang kejang tak kuat menahan rasa sakit.
Kemudian sempat dilihat oleh si botak bahwa sang sumoay mengulapkan sebelah tangannya memerintahkan si botak pergi menjauhi tempat itu.
Sibocah yang botak kepalanya menurut tanpa dia menyadari tindakannya; sedangkan perempuan sinting itu lalu membuka celananya setelah dia tidak melihat kehadiran lain orang.
Kemudian rasa sakit pada perutnya menjadi kian menggila, sampai dia kejang dan merintih lalu dia meraung seperti kuntilanak digigit nyamuk,
Sepasang mata perempuan sinting itu menjadi liar; waktu dia melihat kehadiran sibotak yang sedang bingung tidak berdaya untuk menolong, akan tetapi perempuan sinting itu tidak berdaya mengusir dan tidak sanggup mengucap apa apa, sebab keadaannya memang benar benar seperti kejang, menahan beribu macam penyakit yang mengaduk aduk didalam perutnya, sampai sekali lagi dia berteriak yang bahkan mengakibatkan sibocah botak jadi rubuh pingsan, bukan sebab mendengar teriak suara sang sumoay akan tetapi sempat ia melihat sebutir kepala bayi yang menongol diantara sepasang paha sang sumoay !
Bayi yang baru lahir itu tidak menangis, tidak lagi bersuara. Juga si bocah botak tidak bersuara sebab dia sedang pingsan, dan perempuan sinting itu juga tidak bersuara, sebab dia kepayahan kehabisan tenaga yang ada padanya.
Akan tetapi, lambat laun dan meskipun dengan gerakannya yang lemah; perempuan sinting itu memaksakan diri buat duduk. Susah payah dia bergerak; akan tetapi berhasil juga dia bersandar pada dinding tembok, namun ada sesuatu benda lunak diantara sepasang pahanya yang menempel pada tubuh sang bayi yang baru lahir. Itulah ari-ari sibayi yang masih belum diputuskan sehingga dia lalu mengeluarkan pedangnya memotong ari ari itu mengakibatkan pedang dan sepasang tangan perempuan sinting itu penuh berlumuran darah!
Mungkin karena dia kehabisan tenaga berlebih karena darah terlalu banyak yang dia keluarkan; maka perempuan sinting itu lalu pingsan lupa diri dengan sebelah tangan masih erat memegang pedangnya.
Si bocah yang botak kepalanya tersadar dari pingsannya bertepatan dengan datangnya Lauw Kiam Seng dengan napas sengal-sengal.
Pemuda itu datang tanpa dia membawa dukun beranak yang hendak dia cari sebaliknya katanya dia sedang dikejar oleh banyak orang termasuk si jago tua Lim Su Kiang.
"Kita harus cepat cepat pergi dari sini.' kata Lauw Kiam Seng meskipun sebenarnya dia terpesona melihat keadaan didalam ruangan itu.
Tanpa menghiraukan tata sopan, maka cepat cepat Lauw Kiam Seng memakaikan celana perempuan sinting itu yang bahkan dia panggul dan bawa lari; sedangkan si bocah yang botak membawa bungkusan dan pedang yang istimewa itu meninggalkan si bayi yang lahir mati sementara Lauw Kiam Seng yakin bahwa orang orang yang sedang mengejar akan menguburkan bayi yang malang itu.
Ada sebuah gunung yang cukup tinggi menjulang keangkasa, dan Lauw Kiam Seng mengajak si bocah botak mendaki gunung itu.
Tidak mudah buat mereka mendaki gunung itu; sebab Lauw Kiam Seng sambil memanggul tubuh perempuan sinting yang masih pingsan itu; sedangkan si bocah yang botak kepalanya lemah tenaganya sampai beberapa kali dia terjatuh, apalagi Lauw Kiam Seng sengaja memilih jalan yang sukar menerobos bagian bagian yang belukar di atas gunung itu, sampai kemudian mereka menemukan sebuah tempat yang ada air terjun atau curug dengan sebuah kolam yang menjadi wadah air terjun itu. Didekat curug itu, Lauw Kiam seng kemudian membangun sebuah gubuk kecil; dari bahan kayu kayu hutan serta daun daun kering buat dia jadikan tempat tidurnya perempuan sinting itu. Sedangkan Lauw Kiam Seng berdua si botak memilih tempat istirahat yang cukup jauh terpisah yakni setelah mereka mandi membersihkan tubuh mereka, dan membersihkan juga noda noda darah pada kaki dan tangan perempuan sinting itu.
Si bocah yang botak kepalanya lalu memasang api unggun buat dia memasak air, sambil dia mengajak Lauw Kiam Seng makan bakpao yang menjadi bekalnya dan pada kesempatan itu Lauw Kiam Seng menanyakan perihal perempuan sinting itu akan tetapi ternyata si botak tidak mengetahui sebab si botak justeru baru bertemu perempuan sinting itu di kota Kun beng.
"Toako, aku mempunyai banyak uang; bagaimana kalau kau beli pakaian, sebab kulihat tidak selayaknya kau berpakaian kotor seperti kaum gelandangan ..." kata si botak yang melihat Lauw Kiam Seng sebenarnya bermuka tampan; akan tetapi pakaiannya tak pernah ditukar sejak mereka bertemu di kota Hwie Kiang.
Lauw Kiam Seng memang sedang merasa heran, bahwa si bocah pengemis itu memiliki banyak uang; sehingga pada kesempatan itu dia lalu menanya.
"Siao tee maafkan aku; akan tetapi kalian hidup sebagai orang orang gelandangan dari mana kalian mendapat uang yang sebanyak itu....?"
Si bocah yang botak kepalanya tertawa, lalu dengan bangga dia menceritakan tentang uang uang yang dia peroleh sehingga akhirnya Lauw Kiam Seng ikut jadi tertawa; dan tawa mereka menyebabkan perempuan sinting itu jadi tersadar dari pingsannya.
Dengan langkah kaki berhati hati Lauw Kiam Seng berdua si bocah yang botak kepalanya mendekati gubuk tempat perempuan sinting itu direbahkan dan pandangan mata kedua laki laki itu kemudian saling bertemu dengan pandangan mata perempuan sinting itu.
Meskipun perempuan itu sinting; akan tetapi agaknya dia mengerti bahwa kedua laki laki itu tidak mempunyai maksud buruk terhadap dirinya, bahkan karena keduanya merupakan orang orang yang sudah menolong.
Masih lemah keadaan perempuan sinting itu, dan tetap hampa sinar pandangan matanya, akan tetapi pada saat berikutnya kelihatan dia bersenyum. Seberkas senyum yang sangat indah dan manis sebab waktu itu mukanya sudah cukup bersih hasil karya Lauw Kiam Seng berdua si botak.
Sejenak kedua laki laki itu menjadi terpesona, melihat senyum manis yang menawan itu, dan yang pertama kali diperlihatkan oleh perempuan sinting itu, sedangkan si botak lalu cepat cepat mengambil air minum yang hangat, berikut sepotong bakpao yang kemudian dia berikan buat perempuan sinting itu.
Lauw Kiam Seng duduk seenaknya diatas tanah, bersandar pada gubuk buatannya; selama si botak menemani perempuan sinting itu makan bakpao.
Pada saat itu sempat terpikir oleh Lauw Kiam Seng bahwa mukanya dan muka perempuan sinting itu sudah berganti, sehingga kalau mereka memakai pakaian yang bersih dan layak maka besar kemungkinan orang orang didalam kota Lan kiao tin tidak lagi mengenal mereka.
Oleh karena memikir begitu; maka Lauw Kiam Seng menceritakan maksudnya, yang hendak membeli pakaian buat mereka bertiga, dan si bocah botak lalu memberikan sepotong uang perak.
Ditengah perjalanan memasuki kota Lan kiao tin, mendadak Lauw Kiam Seng teringat bahwa dia belum mengganti pakaian, sehingga orang orang pasti akan mengenali dia, meskipun mukanya sudah berobah bersih.
Untung bagi pemuda ini bahwa di jalan yang sunyi itu, dia melihat adanya seorang laki laki yang sedang berjalan seorang diri.
Lauw Kiam Seng cepat cepat berusaha mendekati laki laki itu; lalu tanpa diketahui oleh lelaki itu maka Lauw Kiam Seng memukul membikin lelaki itu rubuh pingsan.
"Laoko maafkan aku," kata Lauw Kiam Seng selagi dia membuka pakaian lelaki itu; sehingga disaat berikutnya Lauw Kiam Seng sudah memakai baju orang yang dipukulnya itu dan dia membiarkan lelaki itu hanya memakai baju dalam rebah pingsan ditiup angin malam.
Jantung Lauw Kiam Seng berdetak keras waktu dia sudah memasuki kota Lan kiao tin yang masih ramai masih banyak orang-orang yang berdagang makanan maupun pakaian.
Lauw Kiam Seng paksakan diri buat dia berlaku tenang. Dia beli pakaian buat dia, juga buat sibocah yang botak kepalanya akan tetapi waktu dia hendak membeli pakaian buat perempuan sinting itu dia menjadi ragu ragu bahkan mukanya berobah merah merasa malu membeli pakaian perempuan.
Akhirnya Lauw Kiam Seng membeli seperangkat lagi pakaian laki laki buat dipakai oleh perempuan sinting itu dan dia membeli topi buat menutup rambut perempuan sinting yang panjang dan sekaligus dia beli topi buat si bocah menutupi botaknya.
Setelah itu Lauw Kiam Seng membeli makanan dan buah buah, sebab sisa uangnya masih cukup banyak; lalu dia bergegas hendak pulang ke gubuknya, akan tetapi dia hentikan langkah kakinya waktu dia berpapasan dengan sekelompok orang orang gelandangan sebab diantara para pengemis itu terdapat juga orang orang yang dia tempur tadi.
Akan tetapi para pengemis itu tidak mengenali lagi pemuda gelandangan yang mereka tempur tadi; sehingga lega hati Lauw Kiam Seng dan cepat cepat pemuda ini melangkahkan kakinya.
Pakaian yang dibeli buat perempuan sinting itu, esok paginya ternyata mau saja dia memakainya, bahkan dia lebih dahulu membersihkan tubuhnya di kolam dekat curug sehingga waktu kemudian Lauw Kiam Seng dan si botak menemui dia, hampir hampir mereka berdua tidak mengenali lagi, andaikata perempuan sinting itu tidak bersenyum. Senyum manis yang dapat mempesona hati orang orang muda!
Sampai tiga hari lamanya mereka menetap dan bergaul diatas gunung itu, sehingga terpikir oleh Lauw Kiam Seng bahwa alangkah enaknya kalau mereka bertiga terus menetap ditempat itu hidup dari hasil tanaman yang dapat dia kerjakan bersama si bocah yang botak kepalanya yang sekarang sudah ditutup dan disulap tidak lagi menjadi seorang pengemis.
"Toako anggap dia akan kesudian menetap lama disuatu tempat ....?" sahut si bocah botak waktu Lauw Kiam Seng mengemukakan hasrat hatinya itu.
"Kenapa dia tidak mau .." Lauw Kiam Seng balik menanya.
"Sejak aku mengikuti dia, tidak pernah dia mau berdiam lama lama disuatu tempat, dia sedang mencari seseorang, akan tetapi waktu aku tanyakan siapa yang dia cari tak dapat dia menerangkan; seperti juga dia tidak ingat lagi siapa nama dia sebenarnya?"
Si botak menghentikan perkataannya, oleh karena pada saat itu mereka melihat perempuan sinting itu sedang mendekati sementara ditangannya dia sudah siap memegang pedangnya, berikut bungkusan uang yang biasanya dibawa bawa oleh si botak.
"Dia mengajak kita berangkat,. ," kata si botak, selagi dia berpegas mendekati perempuan sinting itu dan menyambuti waktu dia diserahkan bungkusan untuk dia bawa.
Perempuan sinting itu tidak langsung mengajak pergi si bocah botak sebab dia masih berdiri bagaikan menunggu Lauw Kiam Seng yang waktu itu masih berdiri diam.
Perbuatan perempuan sinting itu menyebabkan Lauw Kiam Seng tersadar bahwa perempuan sinting itu bermaksud mengajak dia ikut, oleh karena itu maka Lauw Kiam Seng menjadi girang dan bergegas mendekati, untuk kemudlan mereka bersama sama meninggalkan gunung itu.
Hari masih cukup pagi waktu dua orang pemuda dan seorang bocah memasuki kota Lan kiao tin dari arah sebelah selatan, lalu mengikuti arus orang yang berlalu lintas sampai kemudian mereka tinggalkan kota itu lewat sebelah utara, tanpa ada orang yang mengetahui; bahwa mereka adalah Lauw Kiam Seng dengan dua temannya yang istimewa !
Diluar tahu mereka bertiga; pihak Lim Su Kiang yang sudah bergabung dengan pihak Kay pang; telah memerintahkan orang orangnya buat mencari ketiga orang orang sinting yang pernah mereka tempur, setelah mereka hanya menemukan bayi yang sudah mati, bekas dilahirkan perempuan sinting itu. Disamping itu; Lim Su Kiang sudah pula mengirim berita kepada Gwa Teng Kie, wakil biang pengemis tentang adanya seorang pemuda gelandangan yang bersenjata pisau 'coan yo shin jie" atau belati penembus tenggorokan, dan pemuda gelandangan itu ditemani dengan seorang perempuan sinting dan seorang pengemis bocah yang botak kepalanya.
Lebih lanjut Lim Su Kiang menambahkan dalam laporannya, bahwa perempuan sinting itu memiliki sebatang pedang yang istimewa; dengan sarung yang mirip tongkat kayu padahal pedang itu sangat tajam luar biasa, terbukti dapat memutuskan pedang pedang milik Tek Kun Liong dan Ban Siu Giap, sehingga diduga pedang itu adalah suatu pedang pusaka!
Dengan adanya berita itu, maka ramai orang orang kaum rimba persilatan yang membicarakan urusan itu, istimewa di kalangan Kay pang. Mereka menduga bahwa Lauw Kiam Seng adalah sisa orang Thian tok bun yang harus dibasmi, sedangkan pedang yang dibawa oleh perempuan sinting itu diduga adalah pedang Ceng liong kiam atau pedang 'naga hijau', milik persekutuan Ceng liong pang yang sudah berantakan.
Dahulu persekutuan Ceng liong pang atau naga hijau, merupakan salah satu persekutuan yang besar dan luas pengaruhnya; akan tetapi sejak belasan tahun yang lalu, Ceng liong pang berantakan dan terakhir diketahui dipimpin oleh si tangan beracun Yang Cong Loei yang masih tetap bertahan sampai baru baru ini markas Ceng liong pang diatas gunung Ceng liong san sudah dibasmi oleh pihak tentara tentara negeri, sehingga kabarnya tak ada seorang pun yang lolos; kena ditangkap atau dibunuh.
Dengan menghubungkan perempuan sinting itu dengan pihak dari Ceng liong pang, maka ada orang orang yang menduga bahwa perempuan sinting itu merupakan sisa orang Ceng liong pang yang berhasil melarikan diri; akan tetapi kena penyakit gila !
Sementara itu Lauw Kiam Seng bertiga sudah jauh meninggalkan kota Lan kiao tin, sampai mereka singgah disuatu dusun yang cukup ramai, buat dia beristirahat dan menginap.
Lauw Kiam Seng memesan dua kamar waktu mereka memasuki sebuah rumah penginapan. Sebuah kamar buat dia berdua si botak; sedangkan yang sebuah lagi buat perempuan sinting itu, yang sekarang berpakaian sebagai seorang pemuda pelajar yang tampan mukanya.
Perempuan sinting itu tak menolak diajak bermalam dirumah penginapan setelah dia mengetahui babwa Lauw Kiam Seng memesan dua buah kamar yang memisah buat dia dan buat Lauw Kiam Seng berdua sibotak.
Lain hal yang membikin Lauw Kiam Seng merasa girang adalah sikap perempuan sinting itu yang kelihatan berobah menjadi tenang; meskipun masih tetap tidak mau diajak bicara bahkan senyumnya tak lagi berulang.
Dirumah penginapan yang mereka singgah itu ada seorang pemuda lain yang menarik perhatian perempuan sinting itu; dan Lauw Kiam Seng tak mengetahui sebab dia lagi bicara dengan pengurus rumah penginapan.
Pemuda yang berhasil menarik perhatian perempuan sinting itu berpakaian semacam pakaian pelajar atau sastrawan yang bermuka tampan. Dia sedang duduk makan dan diatas meja ada sebatang pedang yang menjadi miliknya menandakan bahwa pemuda yang berpakaian seperti pelajar itu, memiliki juga kepandaian ilmu silat.
Waktu disuatu saat pemuda itu menengadah; maka dia pun ikut mengawasi perempuan sinting itu, bagaikan ada sesuatu yang dipikirkan, dan dia masih sering melirik meskipun perempuan sinting itu sudah diantar masuk oleh pelayan rumah penginapan.
Pemuda itu kemudian menunda makannya yang belum selesai; dan dia memerlukan datang ketempat pengurus rumah penginapan, menanyakan nama perempuan sinting yang berpakaian semacam pemuda pelajar itu. "Lauw Sui Seng" pemuda itu menggerutu dengan suara perlahan, ketika si pengurus rumah penginapan sudah memberitahukan dan dia kembali menyambung makan sambil dia terus berpikir.
('sungguh lucu kalau tiga orang laki laki harus memesan dua kamar yang terpisah,..') pemuda itu berpikir didalam hati; akan tetapi pada mukanya dia kelihatan bersenyum. Suatu senyum iblis yang sedang mengatur siasat.
Di luar tahu pemuda ini; segala perbuatannya itu tidak lepas dari perhatian seseorang lain dan seseorang itu bahkan sudah memperhatikan sejak Lauw Kiam Seng bertiga belum tiba dirumah penginapan itu.
Seseorang yang memperhatikan pemuda itu ternyata adalah seorang pemuda juga. Akan tetapi pemuda yang ini memakai pakaian sebagai layaknya orang yang pandai ilmu silat; sehingga sikapnya bertambah gagah dan tampan terlebih dengan adanya sebatang pedang yang menyangkut dibagian pinggangnya.
Pemuda yang perkasa ini juga sedang makan dan sedang berpikir. Dia melihat pemuda yang berpakaian semacam pemuda pelajar itu sangat mirip dengan salah seorang temannya yang bernama Soan siucay Cie Poan Ciang, akan tetapi kalau benar pemuda itu adalah Soan siucay Cie Poan Ciang; mengapa dia tidak menyapa waktu tadi mereka pernah bertemu pandang " Nah, waktu saling lihat tadi; hampir saja pemuda yang perkasa itu mendahului menanya; akan tetapi untung naluri hatinya melarang sehingga sempat mengetahui bahwa pemuda pelajar itu tidak mengenali dia. Dengan demikian, jelas bahwa pemuda pelajar itu bukan Soan siucay Cie Poan Ciang. Lalu siapakah dia "
Pemuda yang perkasa itu pernah mengalami suatu peristiwa yang seumur hidup tak akan dilupakan. Pengalaman waktu dia dipermainkan oleh si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu yang terkenal pandai menyamar berganti ujut dan rupa, sehingga itu juga yang membikin hati nurani pemuda itu melarang buat dia mendahului menyapa.
Teringat dengan pengalamannya itu, maka pemuda yang perkasa itu justeru menjadi curiga terhadap orang yang sedang dia perhatikan; menduga kalau kalau pemuda pelajar itu adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut yang sengaja menyamar sebagai Soan siucay Cie Poan Ciang !
Pada waktu itu dikalangan rimba persilatan memang sedang tersiar berita tentang adanya seorang kakek bongkok yang aneh kelakuannya (koay lojinkee) dan sikakek bongkok ini dicurigai sebagai ujut penyamaran baru dari si iblis penyebar maut yang diduga belum mati.
Akan tetapi suatu hal yang dilupakan oleh pemuda yang perkasa itu; adalah kalau tuduhannya benar mengapa si iblis penyebar maut tidak mengenali dia " Bukankah dulu si iblis pernah permainkan dia " Jadi kalau si iblis penyebar maut yang menyamar jadi pemuda pelajar itu maka si iblis tentu sudah kenal dengan dia.
Jelas bahwa tuduhan pemuda yang perkasa itu tidak tepat sebab orang yang dia curigai sesungguhnya bernama Oey Cin Siu; se-orang pemuda yang benar benar mirip dengan Soan siucay Cie Poan Ciang !
Oey Cin Siu ini adalah salah seorang muridnya Tiat tauw ciang Cee Kay Bu si kepala besi; seorang pendeta gadungan yang sering melakukan perbuatan maksiat sedangkan Oey Cin Siu juga seringkali memperkosa anak perawan atau bini orang; yang terlebih dahulu dia bius memakai asap hio dupa yang bisa bikin orang lupa daratan.
Akibat seringnya Oey Cin Siu main perkosa, maka sekali pernah terjadi dia dikepung oleh orang orang dari partai Tiat cing pay, atau perkumpulan 'tangan besi', dan Oey Cin Siu hampir mampus, kalau tidak ditolong secara tidak sengaja oleh Sa kiam hiap in Gouw Pa Thian, si Pendekar Tanpa Kawan, dan sebagai akibat Gouw Pa Thian kesalahan menolong seorang penjahat cabul; maka pendekar tanpa kawan itu benar benar tak mempunyai kawan sebab hampir semua orang memusuhi dia !
coco ) dw:kz ( O ) he:nd ( oooo
ANGIN MALAM terasa dingin bagaikan menusuk tulang tulang; karena saat itu tanda waktu sudah berbunyi dua kali, menandakan sudah menjelang waktu subuh.
Akan tetapi Oey Cin Siu belum pulas tertidur; sebab dia sedang mengintai jendela kamar tamu yang katanya bernama Lauw Sui Seng namun yang dia yakin pasti adalah seorang anak perawan atau setidaknya seorang perempuan muda yang sedang menyamar. Suatu hal yang biasa terjadi dikalangan orang orang yang sering merantau.
Setelah merasa yakin bahwa orang yang dia intai sedang pulas tertidur, maka Oey Cin Siu membikin liang kecil pada kertas penutup daun jendela dan dia mulai memasang hio atau dupa yang asapnya dia salurkan masuk kedalam kamar, melalui liang kecil yang dibikinnya tadi.
Kemudian sambil dia menunggu hasil kerja obat biusnya yang tidak pernah gagal, maka Oey Cin Siu menutup sebagian mukanya memakai sehelai saputangan setelah itu baru dia membuka jendela kamar dengan caranya yang memang sudah ahli.
Enak saja Oey Cin Siu memasuki kamar itu tanpa ada orang yang mengetahui; dan dia menjadi girang karena dugaannya ternyata tepat sebab yang sedang tidur celentang lupa daratan adalah seorang perempuan muda yang cantik mukanya panjang rambutnya yang terurai terlepas.
Oey Cin Siu kemudian meraba pipi perempuan itu untuk memastikan bahwa calon mangsanya sudah benar benar kena dibius; setelah itu dia mulai mencium dan perbuatannya itu sungguh sungguh telah membikin orang lain menjadi kaget dan orang lain itu adalah si pemuda perkasa yang sedang merasa curiga.
"Iblis penyebar maut, sekarang kau mau perkosa anak perawan !" bentak pemuda perkasa itu yang langsung menerjang masuk, dengan tangan kanan siap memegang pedang; sedangkan tangan kirinya memakai sarung tangan dari kulit yang hitam warnanya.
"Kurang ajar ... !" maki Oey Cin Siu merasa perbuatannya ada yang ganggu akan tetapi dia cepat cepat lari keluar.
Sekilas terlihat oleh pemuda perkasa itu akan sepasang paha putih yang merentang sebab pakaian perempuan yang lupa daratan itu sudah disingkap oleh Oey Cin Siu, yang lalu dia serang memakai pedangnya sedangkan Oey Cin Siu memberikan perlawanan memakai pedang juga sehingga kedua laki laki muda itu jadi bertempur didekat jendela kamar perempuan sinting yang masih pulas tertidur, kena pengaruh obat bius !
Pemuda yang perkasa itu sesungguhnya memiliki ilmu silat yang mahir sedangkan sarung tangannya yang bukan sembarang sarung tangan, sebab sarung tangan itu adalah semacam barang barang pusaka yang ampuh tidak dapat cacad meskipun kena senjata tajam !
Akan tetapi, waktu tadi pemuda perkasa itu memasuki kamar tanpa menutup mukanya atau tepatnya tidak menutup bagian hidungnya maka saat itu dia mulai terkena pengaruh obat bius yang dapat membikin dia lupa daratan bahkan dia bisa semaput menjadi mangsa laki laki laknat; yang dia anggap sebagai ujut penyamaran dari si iblis penyebar maut.
Langkah kaki pemuda yang perkasa itu kemudian mulai membandel menyeweleng dari kemudi yang dia kendalikan sehingga arah serangannya ikut jadi ngawur; sampai berapa kali dia kena ditendang dan hampir hampir dia kena bacokan atau tikaman nedang, sekiranya sarung tangannya tidak sering membantu dia, menangkap atau menangkis pedang lawannya yang hendak membinasakan dia.
Lauw Kiam Seng ikut mendengar ada suara ribut ribut dari orang orang yang sedang berkelahi itu. Dia cepat cepat lompat keluar dari jendela kamarnya juga si botak ikut merayap, akan tetapi terjatuh waktu dia mau turun dari jendela itu.
Pemuda yang perkasa itu sedang rebah terjatuh, akan tetapi sempat dia melihat kedatangan kedua orang yang menjadi temannya anak perawan yang mau diperkosa sehingga cepat cepat dia berteriak ;
"Lekas masuk kedalam kamar, tetapi hati hati dengan asap obat bius.....! "
Lauw Kiam Seng sedang ragu ragu, sebab merasa tidak kenal dengan orang orang yang sedang berkelahi itu; dia lalu memasuki kamar teman seperjalanannya, sambil tak lupa dia menutup hidungnya.
Merah muka Lauw Kiam Seng waktu dia melihat keadaan perempuan sinting itu yang masih pulas tertidur akibat kena pengaruh obat bius. Akan tetapi Lauw Kiam Seng girang, sebab perempuan sinting itu tidak mengalami cedera, juga belum kena diperkosa orang, sebab masih memakai celana dalam !
'Lekas tolong dia... ! " kata Lauw Kiam Seng kepada si botak waktu dia melihat si botak sudah merayap masuk lewat jendela kamar. Dan Lauw Kiam Seng buru buru kembali ketempat orang orang yang berkelahi; dan dia datang tepat disaat Oey Cin Siu hendak menikam lawannya yang sudah rebah ingin tidur dari itu Lauw Kiam Seng buru buru menendang membikin Oey Cin Siu terpental dan sakit rasa pantatnya, sehingga Oey Cin Siu buru buru kabur, takut dikepung oleh si botak yang tadi sempat dia lihat.
"Sayang....dia... kabur... " kata pemuda yang sangat perkasa itu dengan suara lemah dan dalam keadaan masih rebah terlalu mengantuk; setelah itu dia pulas tertidur lupa daratan !
Esok paginya pemuda yang perkasa itu menyudahi tidurnya dan menemukan dirinya berada didalam kamar Lauw Kiam Seng berdua si botak; yang mengawasi dengan muka cemas.
"Akh ! lihai juga obat tidurnya itu," kata pemuda yang perkasa itu, selagi dia bangun berdiri dan saling memberi hormat.
"Aku mengucap terima kasih karena heng tiang sudah merintangi niat buruk sipenjahat cabul itu," kata Lauw Kiam Seng yang mukanya cepat jadi berobah merah; teringat dengan apa yang dilihatnya semalam.
"Justeru aku yang harus mengucap terima kasih, hampir saja aku semaput di tangan si iblis penyebar maut itu.....!"
"Iblis penyebar maut.....?" ulang Lauw Kiam Seng yang pernah mendengar cerita dari gurunya, dan dia lalu menyambung perkataannya :
"..bukankah si iblis sudah binasa...?"
"Heng tiang kenal dengan si iblis itu... ?" balik tanya pemuda perkasa itu,
"Tidak, aku hanya pernah mendengar cerita dari almarhum guruku.., " sahut Lauw Kiam Seng.
"Oh.., " dan pemuda yang perkasa itu lalu menambahkan perkataannya :
".., namaku Cia It Hok; dulu aku pernah ikut aksi pengganyangan markas si iblis penyebar maut; bahkan pedangku yang tajam ini ikut pula menikam tubuh si iblis penyebar maut itu.." dan Cia It Hok memerlukan perlihatkan pedangnya; seperti dia merasa bangga, sementara Lauw Kiam Seng nyela bicara :
'Guruku almarhum juga ikut menyembelih perut si iblis penyebar maut itu .. " Dan Cia It Hok menyambung lagi : "Benar. Waktu itu banyak rekan rekan kita yang ikut mengepung dan merusak tubuh juga muka si iblis penyebar maut sampai sampai orang lupa meneliti mukanya sebab muka itu sudah hancur seperti daging bakso."
"Maksud kau,..?" tanya Lauw Kiam Seng tidak mengerti.
"Yah. kalau waktu itu diantara kami ada yang ingat buat meneliti muka si iblis penyebar maut maka sekarang kita tidak lagi ragu ragu, apakah benar si iblis penyebar maut itu sudah binasa ,.."
"Akh mana mungkin orang yang sudah hancur tubuhnya masih tidak mampus; kecuali?"
'Kecuali apa ; "' tanya Cia It Hok ingin mengetahui.
'Kecuali dia benar benar iblis, bukan manusia biasa..,'
'Akh, didalam dunia ini tidak ada iblis yang benar benar iblis ,....." kata lagi Cia It Hok, sambil dia minum air teh yang disediakan oleh si botak.
".., eh, bagaimana dengan keadaan dia.... ?" tiba tiba Cia It Hok menyambung bicara, teringat dengan anak perawan yang semalam mau diperkosa. Sayang, dia cuma melihat bagian paha, tidak melihat bagian muka dan rambut perempuan itu. Andaikata sempat dia melihat....
'Siao tee, coba kau lihat sumoay, apakah dia sudah bangun..." kata Lauw Kiam Seng pada si botak, karena pemuda ini juga teringat dengan perempuan sinting yang tadi masih tidur.
'Sumoay " jadi, dia adik seperguruanmu " siapa namanya .....?" tanya Cia It Hok; seperti ada minat.
'Eh; eh, akh, bagaimana dengan kelanjutan cerita kau mengenai si iblis penyebar maut itu..." kata Lauw Kiam Seng yang sengaja menyimpang dari pertanyaan Cia It Hok, sebab Lauw Kiam Seng sendiri tidak tahu siapa nama perempuan sinting itu. ('nah; rupanya aku berhadapan dengan seorang orang sinting....') pikir Cia It Hok didalam hati, sebab dia merasa heran dengan lagak yang diperlihatkan oleh Lauw Kiam Seng namun pada saat itu dia berkata :
"Pada waktu ini dikalangan rimba persiIatan sedang dibikin heboh, sebab ada seorang orang sinting yang menamakan diri sebagai Si biang hantu jejadian, dan si biang hantu ini kerjanya membunuhi kawan kawan seperjuangan kita yang pernah ikut mengganyang markas si iblis penyebar maut sehingga kami menduga bahwa si iblis belum binasa; sebab senjata yang dipakai oleh si biang hantu itu, adalah senjata senjata yang mengandung bisa racun; yang biasa digunakan oleh si iblis penyebar maut... !"
'Apakah tidak mungkin bahwa si biang hantu itu adalah cuma salah satu antek antek orang Cian tok bun?" tanya Lauw Kiam Seng.
'Tidak. Kami lebih condong menganggap si biang hantu jejadian adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut sebab si iblis sangat pandai menyamar; sehingga bukannya tidak mungkin bahwa si penjahat laknat yang semalam, adalah si iblis penyebar maut yang menyamar ..."
'Eh, bagaimana kau sampai menduga begitu ?"
Di antara teman teman seperjuangan kita, ada seorang pemuda bernama Cie Poan Ciang. Dia senang membawa Iagak seperti seorang sastrawan, dari itu mendapat gelar Soan siucay. Si penjahat yang semalam hendak...,eh, yang semalam coba coba mengacau telah menyamar sebagai Soan siucay Cie Poan Ciang akan tetapi penjahat itu tidak mengetahui bahwa aku adalah sahabat si sastrawan sinting itu. Si penjahat lihat aku akan tetapi dia tidak kenal; sebab itu aku jadi perhatikan dia terus, dan aku mulai yakin bahwa si penjahat adalah si iblis penyebar maut yang sedang menyamar." 'Mengapa kau tidak berpikir bahwa ada seorang yang menyamar sebagai sahabatmu itu "' Lauw Kiam Seng menanya dan membantah dugaan Cia lt Hok.
'Tidak ada gunanya buat lain orang menyamar menjadi Soan siucay Cie Poan Ciang. Beda dengan si iblis sebab dengan begitu dia telah mencemarkan nama baik salah seorang musuhnya sehingga dia akan tertawa bagaikan iblis yang kegirangan kalau melihat musuh musuhnya saling mencari yang bahkan memungkinkan jadi saling berkelahi.'
Jilid 13 "TOAKO, sumoay sudah bangun." kata sibotak yang masuk seenaknya; tidak peduli perbuatannya telah mengakibatkan Cia It Hok jadi berhenti bicara secara tiba-tiba.
"Bagus," kata Lauw Kiam Seng yang maksudnya ingin memperkenalkan perempuan sinting itu kepada Cia It Hok; akan tetapi si botak memutus dan menyambung bicara:
"Akan tetapi sumoay mengatakan dia tidak mau diganggu. Dia bahkan memesan aku cepat-cepat kembali menemani dia."
"Aneh ... " terdengar Cia It Hok menggerutu.
'Dia memang aneh...! " sahut Lauw Kiam Seng, bagaikan tidak menyadari.
"Siapa namanya., ?" Cia It Hok menanya lagi.
"Eh, akh! aku lihat semalam kau memakai sarung tangan yang istimewa, tidak mempan kena pedang yang tajam ..."
"Oh, oh sarung tangan itu bukan milikku; hanya barang pinjaman ..." sahut Cia It Hok, padahal didalam hati dia memaki bahwa dia telah bertemu dengan seorang orang aneh atau orang sinting, yang tidak mau memperkenalkan namanya; padahal dia sudah perkenal dirinya dan perbuatan Lauw Kiam Seng itu; sudah tentu mengakibatkan Cia It Hok jadi ogah lama lama berada di kamar itu dan pemuda yang perkasa ini lalu berdiri buat pamitan ;
"Hari masih pagi; kenapa heng tiang tergesa gesa mau meneruskan perjalanan,.?" tanya Lauw Kiam Seng sekedar basa basi.
"Benar; akan tetapi aku perlu menyusul seseorang.. eh, menyusul malaikat maut.!"
'Heran dia jadi seperti orang sinting.!" Lauw Kiam Seng menggerutu, setelah Cia It Hok pergi.
"Siapa yang sinting.. ?" tanya si botak yang masuk tiba tiba dan sempat mendengar Lauw Kiam Seng menggerutu sendirian.
"Pemuda gagah yang mengaku bernama Cia It Hok tadi. Pada mulanya dia ribut mengenai iblis penyebar maut, kemudian dia bilang mau mengejar malaikat maut.. "
"Cia It Hok., ?" tiba tiba ulang si perempuan sinting, yang datangnya diluar tahu Lauw Kiam Seng.
"Kau kenal dia., .?" tanya Lauw Kiam Seng yang menjadi heran.
Sukar buat perempuan sinting itu menggunakan pikirannya, meskipun kelihatannya dia seperti orang yang sedang berpikir.
Pertama kali dia mendatangi kamar Lauw Kiam Seng adalah pada waktu ketiga laki laki itu sedang berkumpul dan bicara.
Perempuan sinting itu cepat cepat menghindar dan umpatkan diri dibalik pintu, takut kelihatan oleh orang orang yang berada di dalam kamar. Perbuatannya itu adalah sebab dia terkejut melihat muka Cia It Hok.
Apakah perempuan sinting ini kenal dengan Cia It Hok "
Sukar rasanya perempuan sinting itu mengajak dirinya untuk berpikir akan tetapi perlahan lahan dia memasuki kamarnya; tanpa ketiga orang orang itu mengetahui tentang kehadirannya.
Di dalam kamarnya perempuan sinting itu duduk termenung dengan sepasang mata yang tetap bersinar hampa. Wajah muka Cia It Hok mengingatkan dia pada seseorang dan pada suatu peristiwa, akan tetapi, seseorang siapakah" dan peristiwa apakah "
Andaikata semalam Cia It Hok sempat melihat wajah muka perempuan sinting itu; maka besar kemungkinan pemuda yang perkasa itu mengetahui siapa gerangan perempuan sinting itu atau siapa nama perempuan sinting itu !
Hanya sekilas Cia It Hok melihat waktu perempuan itu baru datang bersama sama Lauw Kiam Seng dan si bocah yang botak kepalanya; akan tetapi saat itu si perempuan sinting sedang memakai pakaian seperti seorang pemuda, sehingga tidak dikenal oleh pemuda yang perkasa itu, karena tidak menduga bahwa yang dilihatnya adalah seorang perempuan yang menyamar jadi seorang pemuda.
Waktu si bocah botak kemudian memasuki kamarnya ada hasrat perempuan sinting itu hendak menanyakan nama Cia It Hok, tetapi tak kuasa dia mengharap kata kata sebaliknya dia melarang si botak menemani orang-orang yang sedang bicara itu. Sementara itu Lauw Kiam Seng masih menunggu jawaban, akan tetapi perempuan sinting itu diam tidak mengucap apa apa sehingga pemuda itu jadi kecewa namun dia tidak berdaya sebab dia tahu temannya itu adalah seorang perempuan sinting. Sampai mereka meningggalkan rumah penginapan itu; masih perempuan sinting itu tidak mau mengucap apa apa; bahkan pandangan matanya jadi bertambah hampa tidak mau lagi dia mengawasi seseorang pemuda atau laki laki muda yang mereka temui ditengah perjalanan seperti yang biasanya dia lakukan.
Akan tetapi tanpa setahu mereka justeru ada dua orang yang berdiri terpesona waktu berpapasan dengan mereka bertiga !
Dua orang yang berdiri terpesona itu, adalah seorang laki laki muda yang berpakaian serba putih; tangkas dan lincah potongan tubuhnya, serta memiliki wajah muka yang tampan sedangkan temannya merupakan seorang biarawati muda usia yang tidak berhasil umpatkan kecantikan wajahnya.
Laki laki muda itu adalah Lie Hui Houw, si macan terbang dan bhiksuni muda usia itu adalah Cie in suthay dua insan yang sedang melakukan perjalanan menuju kota Hong yang, habis dari kota raja !
Si 'macan terbang' Lie Hui Houw ikut jadi terpesona sebab dia melihat ada seorang pemuda yang dia tidak kenal yang mernbawa pedang Ceng liong kiam ditangannya. Akan tetapi si 'macan terbang" Lie Hui Houw tak tahu apakah pedang Ceng liong kiam itu pedang yang laki laki atau pedang yang perempuan !
Dahulu; sepasang pedang Ceng liong kiam dijadikan barang pusaka oleh kaum Ceng liong pang; dan di dalam persekutuan naga hijau itu; ada sepasang insan remaja yang saling memadu kasih. Yang perempuan cantik, dan gagah perkasa bagaikan seekor burung Hong, sedang yang laki laki tangkas dan tampan seperti seekor macan terbang.
Si "burung Hong' adalah anak kesayangan pangcu atau ketua Ceng liong pang, dari itu kepada si burung Hong diserahkan sebatang pedang Ceng liong kiam yang perempuan, sedangkan si 'macan terbang' dalam persekutuan Ceng liong pang menjadi sam ceecu atau panglima ketiga; dan kepada si 'macan terbang ini diserahkan pedang Ceng liong kiam yang laki laki. Ada suatu peristiwa yang terjadi kira kira dua puluh tahun yang lampau. Waktu itu negeri Cina masih dijajah oleh orang orang Mongolia. Peristiwa itu adalah tentang ditangkapnya si macan terbang oleh pihak pemerintah penjajah sampai simacan terbang mati waktu menjalankan hukuman kerja paksa; dan pedang Ceng liong kiam yang lelaki menjadi hilang tak diketahui berada dimana dan pada siapa.
Peristiwa ditangkapnya si macan terbang adalah akibat penghianatan seseorang dan hal ini membikin gurunya si macan terbang menjadi penasaran sebab sang guru itu adalah seorang penganut agama Buddha yang sudah bertobat dan pantang menyimpan dendam. Akan tetapi takdir telah menentukan dan sang guru itu bertemu dengan salah seorang sahabatnya yang kebenaran mempunyai seorang murid bernama Lie Hui Houw (Hui houw macan terbang).
Lie Hui Houw masih muda usianya akan tetapi dia mendapat tugas membalas dendam Sam cecu dari Ceng liong pang dan untuk itu dia telah disulap menjadi seorang laki laki bermuka agak hitam bekas kena teriknya matahari, berusia kira kira 40 tahun lebih, dan penyamarannya itu adalah dengan memakai topeng yang dibikin dari bahan pelastik semacam kulit manusia.
Menurut kata gurunya sam cecu atau si macan terbang ada tiga orang yang dicurigai menjadi si penghianat; mereka adalah si tangan beracun Yang Ceng Loei yang saat itu masih coba coba meneruskan memimpin persekutuan Ceng liong pang. Yang kedua adalah toa cecu Poei Sie Ban, si tenaga empat puluh ribu kati ! Sedangkan yang ketiga adalah jie cecu Louw Sin Liong si naga sakti.
Pada persekutuan Ceng liong pang, kedudukan si tangan beracun Yang Ceng Loei adalah cong tauwbak, kepala pasukan keamanan gunung Ceng liong san, sehingga ilmu silatnya Yang Ceng Loei sangat lihai dan dia memakai sarung tangan dari kulit yang menutup sebelah tangan kirinya, karena tangan kirinya itu khusus dia gunakan buat melancarkan ilmu pukulan "tok see ciang", atau tangan pasir beracun !
Jie ceecu Louw Sin Liong bersenjata cambuk panjang yang sangat berbahaya. Cambuk itu dapat berbunyi bagaikan aum seekor naga sakti sambil menari nari diatas angkasa sehingga suaranya saja sudah cukup membikin setan setan pada lari simpang siur, apalagi si naga sakti sangat mahir tenaga dalam, sehingga dia dapat menyalurkan tenaganya pada cambuknya, membikin cambuk yang panjang itu menjadi tegang atau kaku tak ubahnya seperti sebatang tombak yang panjang, yang dapat dipakai untuk menikam musuh!
Lain keistimewaan dari naga sakti Louw Sin Liong, adalah dia pandai ilmu Long jiaw kang' atau tenaga cakar naga yang dahsyat, sebab angin pukulannya saja sudah sanggup menghajar batu batu gunung pada hancur berantakan, sedangkan jari jari tangannya sanggup meraih tembok sampai bolong !
Toa ceecu Poei Sie Ban lain lagi keistimewaannya sebab Poei toako atau saudara seperguruan yang tertua ini memiliki ilmu tiat pao san atau baja besi; sehingga tubuhnya bagaikan kebal tak mempan senjata tajam sedangkan tenaganya sangat besar seperti bertenaga empat puluh ribu kati !
Jadi untuk melakukan tugasnya itu Lie Hui Houw harus mengetahui segala tingkah laku dan kebiasaan si macan terbang khusus untuk ilmu silat yang dimiliki oleh si macan terbang yakni ilmu silat houw jiauw kang atau ilmu cakar harimau seperti ilmu liong jiauw Kang yang dimiliki oleh Louw Sin Liong dan ilmu eng jiauw kang atau cakar elang yang dimiliki oleh pangcu Ceng liong pang juga ilmu ngo heng kun yang khas dari golongan Siao lim !
Ilmu cakar macan dapat mengalahkan ilmu tenaga dalam si naga sakti akan tetapi harus digunakan tanpa si naga sakti sempat bersiaga; sebab yang harus dia serang adalah tepat pada bagian paru-paru.
Kalau meleset dan kena pada bagian yang lain maka akan sia sia sebab tenaga dalam si "naga sakti" sudah mencapai pada tarap kemampuannya dapat digunakan secara "lembek" dan "keras" (im dan yang), artinya lembek atau lunak waktu menerima pukulan, keras waktu melancarkan pukulan, demikian Lie Hui Houw mendapat penjelasan dari gurunya si 'macan terbang' yang menjadi sam ceecu pada Ceng liong pang, dan penjelasan itu kemudian ditambahkan lagi :
"..Ngo heng kun adalah ilmu pukulan yang menirukan gerak "panca hewan', yakni "houw kun", "pa kun", coa kun" dan "liong-kun". IImu "ngo-heng kun' yang bakal kau peroleh adalah murni berdasarkan "lohan ngo-heng kun'.dari golongan Siao lim, dan kau boleh gunakan buat melawan ilmu tiat pou san milik toa ceecu Poei Sie Ban, sebab kau harus membikin dia bingung dengan panca benda" serangan yang kau lancarkan; dan disaat dia lengah, gunakan 'ho kun' ( kuntao bango ) kau hajar barangnya yang ada diantara sepasang pahanya; sebab hanya disitu letak kelemahan ilmu tiat pou san atau ilmu baju besi. jadi kalau kau serang selagi dia siaga; maka sudah tentu dia akan melindungi barangnya yang istimewa itu, bahkan bisa dia simpan masuk kedalam tubuhnya sampai hilang tidak dapat diraba sebab ilmu yang dia miliki sudah mencapai batas kemampuannya .!
". kalah atau menang kau berkelahi melawan mereka terletak pada ketangkasan dan nasibmu sendiri, aku hanya memberikan apa yang menjadi kemampuanku akan tetapi aku pesan pada kau; jangan kau turun tangan sebelum kau mengetahui dengan pasti; siapa si penghianat itu.. "
oooo ) dw:0 kz) : hnd-oooo(
DEMIKIAN kisah Lie Hui Houw yang harus melakukan petualangan buat membalas dendam si macan terbang yang menjadi sam ceecu pada Ceng liong pang. Akan tetapi seperti kata pepatah 'apa yang harus terjadi, pasti akan terjadi', maka ternyata orang yang telah menghianati si 'macan terbang" adalah orang yang tidak diduga duga; namun tidak sia sia jerih payah Lie Hui Houw yang harus membiasakan diri menjadi laki laki bekas orang hukuman.
Dipihak Cie in suthay atau biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu, dia hanya terpesona melihat pedang 'ceng-liong kiam" yang sedang dibawa oleh seorang pemuda yang dia tidak kenal, sebab dia tahu benar oleh siapa pedang pusaka itu seharusnya berada.
Biarawati yang muda usia itu tidak perduli dengan urusan persekutuan Ceng liong pang, sebab urusan ini sudah lewat puluhan tahun lamanya; akan tetapi mengenai pedang pusaka itu, dia teringat dengan seseorang yang bernama Lie Hong Giok, anak perempuannya si tangan geledek Lie Thian Pa. Jadi Lie Hong Giok adalah seorang anak dara dan yang sedang dia lihat membawa pedang itu adalah salah seorang pekerja. Maka terpikir oleh biarawati yang cantik jelita itu bahwasanya mungkin pedang Ceng liong kiam itu dicuri atau dirampas dari tangan dara Lie Hong Giok sebab jelas pedang Ceng liong kiam yang sedang dibawa bawa itu adalah pedang laki laki yang seharusnya berada pada Lie Hong Giok !
"Kita ikuti mereka ..." ajak biarawati yang biasanya memiliki otak cerdas bahkan tangkas dan tinggi ilmunya itu, lalu mereka memutar arah perjalanan mereka buat mengikuti Lauw Kiam Seng bertiga yang sudah cukup jauh terpisah.
Pada kesempatan berikutnya, Lauw Kiam Seng sedang duduk minum arak seorang diri waktu dia diawasi oleh Lie Hui Houw berdua Cie in suthay; yang sengaja memilih tempat duduk agak terpisah jauh.
Waktu itu mereka sedang berada di ruang makan pada sebuah rumah penginapan di dalam kota Pao kee tin, suatu kota kecil yang bersih dan cukup ramai.
Muka Lauw Kiam Seng kelihatan kusam karena perempuan sinting itu tidak mau makan di ruang makan, bahkan perempuan sinting itu memerintahkan Lauw Kiam Seng membiarkan dia bersama si bocah yang botak kepalanya.
Mendadak Lauw Kiam Seng melihat ada seorang pemuda mendekati dia. Pemuda itu tangkas dan gagah kelihatannya akan tetapi dia cengar cengir seperti monyet kena terasi padahal Lauw Kiam Seng tidak merasa kenal dengan pemuda yang sedang mendekati itu dan dia ogah berkenalan dengan orang orang selagi dia dalam keadaan kesal. Akan tetapi pemuda yang cengar cengir itu justeru menyapa dia sehingga dalam hati Lauw Kiam Seng menganggap bahwa pemuda itu adalah orang sinting yang tidak perlu dilayani.
"Eh, Lauw heng: kau hendak kemana.,.?" demikian Lie Hui Houw menyapa, sambil dia mengangsurkan sepasang tangannya buat memberi salam; nama Lauw kiam Seng diketahui oleh Lie Hui Houw yang sengaja menanya pada pengurus rumah penginapan.
Lauw Kiam Seng merasa terpaksa bangun berdiri, terpaksa menerima atau membiarkan sepasang tangannya dijabat dan dipegang erat erat.
"Aku lagi duduk; dan tidak mau kemana-mana.,." sahut Lauw Kiam Seng ogah bicara sebab dia sedang murung, dan dia benar benar menganggap pemuda yang menyapa adalah seorang orang sinting terbukti sepasang lengannya masih dipegang erat erat ("sedetik lagi kau masih memegang akan kupukul perutmu..!)
Dipihak Lie Hui Houw dia terpesona mendengar jawaban pemuda yang sedang dia hadapi dan sengaja dia ajak bicara, terlebih waktu melihat lagak yang acuh dari Lauw Kiam Seng sehingga terpikir oleh Lie Hui Houw kalau kalau dia sedang berhadapan dengan seorang orang sinting !
'Aku tahu kau lagi duduk makan, eh lagi duduk minum sebab kagak ada makanan diatas mejamu akan tetapi bukankah kau datang dari kota lain " Lie Hui Houw yang berkata lagi. (Akh, dia benar benar orang sinting. .) pikir Lauw Kiam Seng didalam hati, akan tetapi dia menjawab:
'Dari mana coba kau katakan ,." Lie Hui Houw menunduk merasa bingung. Mukanya tambah cengar cengir meringis, sedangkan didalam hati dia memaki: hebat juga orang sinting ini..,!
(nah nah nah ! orang sinting ini datang penyakitnya. Dia bahkan menganggap aku yang sinting..) pikir Lauw Kiam Seng didalam hati seperti dia dapat menduga yang sedang dipikirkan oleh Lie Hui Houw akan tetapi untungnya pada saat itu Lie Hui Houw sudah melemaskan pegangannya sehingga batal Lauw Kiam Seng memukul dan Lie Hui Houw bahkan ngeloyor pergi tanpa pamit dan tanpa mengucap apa apa; kepingin buru buru memberikan laporannya kepada teman seperjalanannya, yang diam diam sejak tadi sedang memperhatikan sesuatu sering melirik bahkan sering tersenyum seorang diri bagaikan sedang tergila gila terhadap dua lelaki muda yang sedang bicara sambil berdiri.
"Kau lihat ada bhiksuni genit" kata seorang tamu pada teman makannya; perlahan suaranya sehingga sudah tentu tidak didengar oleh Cie in suthay.
Teman yang diajak bicara itu ikut mengawasi Cie in suthay. Sejak tadi secara diam diam dia memang sudah mengincar biarawati yang cantik jelita itu. Dia penasaran sebab ternyata temannya juga ikut memperhatikan sehingga dia sengaja menggertak :
"Barang kali dia bukan bhiksuni akan tetapi setan kuntilanak yang sedang menyamar,'
Dan temannya yang memang terkenal penakut menjadi terbatuk batuk selagi dia minum araknya; dan arak itu ikut berhamburan keluar bahkan ada sedikit yang memancur kena muka temannya.
"Siapa namanya.. ?" tanya Cie in suthay, sehabis dia menerima laporan dari Lie Hui Houw yang mengatakan bahwa Lauw Kiam Seng ternyata orang sinting.
'Mana kutahu, didalam buku tamu tercantum dua nama, Lauw Kiam Seng dan Lauw Kiam Hok; entah yang mana namanya dan yang mana temannya ...' sahut Lie Hui Houw yang kelihatan murung.
'Hanya ada dua nama " kenapa bukan tiga nama "' tanya lagi biarawati yang muda usia itu; yang biasanya terkenal cerdas ; dan saat itu sedang menguji otaknya, sebab sejak mereka mengikuti, mereka lihat rombongan Lauw Kiam Seng terdiri dari tiga orang yang memasuki rumah penginapan itu dan tak ada kelihatan salah satu dari mereka yang keluar atau memisah diri:
Lie Hui Houw juga jadi merasa heran sebab baru sekarang dia teringat. Akan tetapi Cie in suthay sudah berdiri buat mendatangi meja rumah penginapan itu, tepat disaat tamu tadi sedang terbatuk batuk sambil memancurkan araknya: dan tamu itu sekarang jadi gemetar sebab menduga sang kuntilanak sedang marah-marah dan mendatangi dia.
Dipihak Lauw Kiam Seng diam-diam dia jadi ikut perhatikan pemuda sinting yang mendekati meja tempat bhiksuni muda yang lagi duduk sendirian.
("Wah pemuda sinting itu ternyata punya teman perempuan yang menyamar jadi bhiksuni.., ') pikir Lauw Kiam Seng di dalam hati; dan di dalam hati juga dia jadi tertawa teringat agak mirip seperti dia yang mempunyai teman perempuan yang sedang menyamar jadi seorang pemuda. Cuma bedanya dia mempunyai teman perempuan yang sinting sebaliknya pemuda itu yang sinting bukan temannya. Alangkah baiknya kalau mereka saIing tukar teman. (akan tetapi bagaimana kalau perempuan yang menyamar jadi bhiksuni itu juga orang sinting...."')
Dan Lauw Kiam Seng terpaksa harus menunda pikirannya yang sedang melamun sebab dia terkejut waktu melihat Cie in suthay bergerak bagaikan sedang mendekati tempat dia duduk; sehingga jantung Lauw Kiam Seng jadi berbunyi dak dik duk dan buru buru dia mendahulukan bangun dari tempat duduknya, dan buru buru dia 'ngacir' masuk kedalam kamarnya sebab dia benar benar sudah tobat, meskipun hanya mempunyai satu teman perempuan yang sinting; jadi, bagaimana kalau sampai ditambah menjadi dua teman perempuan sinting "
Biarawati yang muda usia itu melihat dan memperhatikan sikap Lauw Kiam Seng, yang benar benar seperti orang sinting; akan tetapi bhiksuni yang muda usia ini memiliki kecerdasan sehingga dia mendekati dan menanya kepada pengurus rumah penginapan, dan dia mengetahui bahwa Lauw Kiam Seng berdua Lauw Kiam Hok, dan yang satu lagi atas nama Lauw Kiam Sui.
"Dan Lauw Kiam Sui ini tentu adalah seorang perempuan, yang sengaja menyamar ..." kata bhiksuni yang cerdas itu, waktu dia sudah mendekati Lie Hui Houw.
Lie Hui Houw ikut menjadi senang, karena melihat wajah muka biarawati yang muda usia itu sedang dihiasi dengan seberkas senyum puas. Akan tetapi; pada detik berikutnya pemuda ini melihat perubahan muka biarawati teman jalannya itu yang agaknya sedang berpikir keras :
"Mungkinkah dia.. !" kata bhiksuni yang muda usia itu, seperti dia menggerutu pada dirinya sendiri.
'Dia siapa maksud suthay.. .?" tanya Lie Hui Houw.
'Lie Hong Giok; anaknya Poen lui cui Lie Thian Pa. Mari kita lihat..."
Untuk menentukan dugaannya, Cie in suthay menjadi ragu ragu, sebab dia teringat bahwa Lie Hong Giok selalu berjalan berdua dengan pacarnya yang bernama Cin Bian Hui. Dari itu dia merasa perlu mendapat ketegasan.
Sementara itu, Lie Hui Houw bergegas mengikuti biarawati yang cantik jelita itu yang sudah mendahului; dan bhiksuni itu juga yang mengetok pintu kamar yang dihuni oleh orang yang katanya bernama Lauw Kiam Sui.
Didalam kamar itu ada si bocah botak dan sang sumoay yang sudah buka topinya membiarkan rambutnya lepas terurai panjang sehingga jelas kelihatan dia adalah seorang perempuan meskipun dia masih memakai pakaian lelaki.
Si bocah yang botak kepalanya menganggap yang mengetok pintu kamar adalah Lauw Kiam Seng seperti biasanya kalau sang toa ko itu datang kekamar sang sumoay. Dari itu tanpa ragu ragu sibotak membuka pintu kamar dan dia menjadi terpesona ketika melihat orang orang yang dia tidak kenal.
"Moay moay !" seru Cie in suthay selekas dia melihat perempuan sinting itu; tidak menyadari bahwa perempuan itu adalah seorang yang sinting sebaliknya tanpa ragu ragu Cie in suthay masuk lalu hendak merangkul.
Perempuan sinting itu mundur tiga langkah ke belakang, tidak membiarkan tubuhnya dijamah; apalagi dirangkul.
Cie in suthay menjadi heran, sampai dia diam tidak bersuara. Dia lihat benar dan yakin benar bahwa perempuan yang sedang menyamar itu adalah Lie Hong Giok akan tetapi mengapa dara itu tidak mengenali dia " dan pada sepasang mata dara itu. akh! itulah sinar mata hampa; sinar mata liar dari seseorang yang tidak sadar pada dirinya sendiri !
Secara tiba tiba tangan kanan Cie-in suthay bergerak. Dua jari tangannya merentang sebab dia ingin menohok jalan darah Lie Hong Giok; supaya dara itu tidak dapat bergerak, sebab dia menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan seorang teman yang perlu ditolong.
Meskipun otaknya tidak sehat, akan tetapi perempuan sinting itu mengetahui bahwa dirinya hendak diserang; gerak tubuhnya sangat lincah waktu dia berkelit menghindar dan berkelit lagi waktu Cie in suthay mengulang perbuatannya.
Biarawati yang muda usia dan yang tinggi ilmunya itu menjadi penasaran. Sudah tiga kali percobaannya sia sia, padahal dia memiliki ilmu yang lebih tinggi dari Lie Hong Giok yang dia kenal cukup lama. Sekali lagi Cie in suthay hendak mengulang perbuatannya, akan tetapi mendadak dia terpesona melihat sikap dan gaya Lie Hong Giok.
'Awas itulah cakar elang.!' teriak Lie Hui Houw yang berdiri diluar kamar sebab sejak tadi dia memang tidak mau ikut memasuki kamar seorang anak dara. Akan tetapi waktu terjadi ribut ribut si botak menerobos lari hendak memanggil Lauw Kiam Seng namun kena dipegang oleh Lie Hui Houw.
Lauw Kiam Seng datang tanpa dipanggil oleh si botak sebab dia sudah dengar suara ribut ribut di dalam kamar perempuan sinting teman seperjalanannya dan dia menjadi marah waktu melihat yang mengacau itu adalah si pemuda sinting bersama si bhiksuni sinting.
Tanpa mengucap sesuatu Lauw Kiam Seng menyerang memakai pukulan tangan kanan, akan tetapi pemuda yang dia anggap sinting itu dengan mudah dapat menghindar, bahkan pada gerak berikutnya tangan kanan Lauw Kiam Seng dapat dipegang erat erat.
Lie Hui Houw ingat bahwa Cie in suthay kenal dengan perempuan yang aneh tingkah lakunya itu, maka Lie Hui Houw tidak mau sembarang melukai Lauw Kiam Seng. Akan tetapi waktu dia sudah berhasil memegang sebelah tangan Lauw Kiam Seng. maka lagi lagi pemuda itu memukul memakai kepelan tangan kiri, tepat kena dibagian perut Lie Hui Houw.
Syukur bagi Lie Hui Houw; bahwa dia memiliki ilmu tenaga dalam yang sudah mencapai batas kemampuannya, sehingga waktu kepelan tangan kiri Lauw Kiam Seng hinggap diperutnya, maka Lauw Kiam Seng merasa seolah olah dia memukul benda lunak yang dapat menyedot membikin kepelan tangannya menetap dibagian perut Lie Hui Houw, dan waktu benda lunak itu mendorong, maka tubuh Lauw Kiam Seng terdorong sampai dia jatuh duduk !
Andaikata waktu itu Lie Hui Houw berhadapan dengan seorang musuh maka Lauw Kiam Seng pasti akan rubuh terguling dengan mulut mengeluarkan darah; sebab tenaga yang mendorong itu dapat dikendalikan.
"Lauw heng, maafkan aku; akan tetapi kita berada diantara orang sendiri." kata Lie Hui Houw selagi dia membantu Lauw Kiam Seng bangun berdiri.
Lauw Kiam Seng menyadari bahwa dia berhadapan dengan seorang pendekar muda yang perkasa. Lagipula dia mulai percaya dengan perkataan yang kelihatan dengan setulus hati diucapkan oleh Lie Hui Houw dari itu dia jadi patuh menurut.
Sementara itu Cie in suthay memang sedang terpesona waktu dia melihat gaya persiapan Lie Hong Giok; jadi sebenarnya tidak perlu lagi teriak peringatan dari Lie Hui Houw. Sebaliknya yang dia herankan, entah sejak kapan dan siapa yang telah mengajarkan Lie Hong Giok ilmu 'eng jiauw kang itu! Mula pertama Cie in suthay belajar ilmu silat pada Thian jie san jin seorang petapa sakti yang menetap jauh di puncak Thian jie hong yang tinggi menjulang keangkasa. Dan petapa yang sakti itu mengutamakan ilmu ringan tubuh kelincahan yang sesuai dengan bakat Cie in suthay yang waktu itu masih bernama Liong Cie In.
Kemudian Cie in suthay mengalami patah hati akibat kegagalan cinta terhadap si pendekar tanpa bayangan Tan Sun Hian dan Cie in suthay menjadi biarawati muda usia dibawah asuhan Tok pinnie Bok lan siancu seorang bhiksuni tua yang sakti sehingga Cie in suthay berhasil menambah ilmu termasuk ilmu menotok jalan darah yang dapat digunakan buat menolong orang sakit akan tetapi juga dapat digunakan buat membunuh sesama manusia !
Pada serangan pertama yang dilakukan oleh perempuan sinting itu Cie in suthay berkelit dengan menggunakan ilmu 'Ieng pou hui pu" yang lincah gesit seolah olah seperti seekor capung bermain main di atas air sehingga daun pintu yang menjadi cacad kena cakar jari jari tangan perempuan sinting itu.
Serangan perempuan sinting itu yang kedua, berhasil membikin tiang jendela ikut menjadi cacad, dan serangan yang ketiga berhasil merobek sedikit lengan baju Cie in suthay yang lebar dan panjang.
Kejadian itu cukup mengejutkan orang orang yang melihat; yakni Lie Hui Houw dan Lauw Kiam Seng yang sudah berhenti berkelahi; menonton dengan sikap waspada di dekat pintu kamar itu.
Ruang untuk kedua orang yang sedang bertempur itu memang tidak mencukupi, sehingga keadaan jadi merugikan pihak Cie in suthay yang harus berkelit kian kemari, terlebih bhiksuni yang muda usia itu tidak mau melukai lawannya, yang sebenarnya merupakan teman akrabnya.
Pada serangan yang berikutnya, tubuh Cie in suthay hilang dari hadapan perempuan sinting itu, dan tahu tahu dari sebelah belakang Cie in suthay menendang. Atau tetapi bagaikan bagian belakang perempuan sinting itu ada matanya, maka sempat dia menghindar menyamping dan sekali ini Cie in suthay tidak memberi kesempatan buat perempuan sinting itu mengerahkan tenaga 'eng jiauw kang' sebab Cie in suthay sudah mendahulukan memukul dada yang sebelah kiri, akan tetapi di luar dugaan biarawati yang muda usia itu, si perempuan sinting berani mengangkat sebelah lengannya buat mengadu tenaga.
Dengan geraknya yang gesit dan pesat, Cie in suthay dapat membatalkan niatnya yang hendak memukul bagian dada perempuan sinting itu, sebaliknya kaki kanannya berhasil menyapu kaki perempuan sinting itu; dan lawan yang tidak menduga ini menjadi rubuh terguling, akan tetapi dia bergulingan terus meskipun Cie in suthay tidak menyusul, dan tahu tahu perempuan sinting itu berhasil meraih pedang Ceng liong kiam, yang langsung dia cabut keluar !
Cie in suthay terkejut. Terlebih kedua pemuda yang berdiri menonton didekat pintu kamar. Sebaliknya perempuan sinting itu tertawa; dengan suara seperti kuntianak kehilangan lakinya, lalu secara mendadak perempuan sinting itu mengibas; dan rontok daun-daun jendela menjadi empat potong setelah itu dia lompat menghilang di kegelapan malam.
"Kejar ! Kita harus tangkap dia.. .!" ajak Cie in suthay yang mendahului lompat keluar mengikuti jejak perempuan sinting menghilang tadi.
Sia sia Cie in suthay menjadi muridnya Thian jie san jin, kalau dia tidak dapat menyusul perempuan sinting itu. Dulu bhiksuni yang muda usia ini pernah saling menguji ilmu ringan tubuh dengan Tan Sun Hian yang gesit dan pesat gerak tubuhnya bagaikan tanpa bayangan; oleh karena pendekar tanpa bayangan itu mempunyai ilmu pat pou kan sian atau delapan langkah pengejar dewa.
Bagaikan seekor capung yang bermain di air, dengan beberapa kali lompatan Cie in suthay telah berhasil menghadang perempuan sinting itu akan tetapi perempuan sinting itu menikam memakai pedang Ceng liong Kiam sambil dia mendengarkan suara tawanya melengking memecah kesunyian malam membikin anjing anjing geladak ikut menyalak ketakutan.
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Moay moay! Inilah aku Cie in.!" seru Cie in suthay selagi berulangkali dia harus berkelit dari serangan maut memakai pedang Ceng liong kiam.
Sejenak perempuan sinting itu diam menunda diri membikin Cie in suthay mulai girang; karena menganggap Lie Hong Giok sudah mulai ingat daratan. Akan tetapi waktu Cie in suthay hendak mengucap perkataan lain maka saat itu pula dia diserang lagi, diserang dengan tenaga eng jiauw kang dari jarak jauh sehingga biksuni yang muda usia itu harus lompat tinggi dan tanah bekas dia berdiri menjadi gempur berhamburan.
"Hey kalian bantu tangkap dia! tetapi awas jangan sampai dia luka. .!" teriak Cie in suthay seperti badannya merasa akan tobat akan tetapi tetap dia berlaku waspada; karena waktu itu pedang Ceng liong kiam siap hendak membelah tubuhnya.
Lauw Kiam Seng menjadi ragu ragu; terlebih sebab dia hanya memiliki sebatang pisau belati yang tidak mungkin dapat dia gunakan buat menangkis pedang Ceng liong kiam yang tajam luar biasa. Akan tetapi waktu dia melihat Lie Hui Houw sudah mendahului dia, maka dia teringat hendak menangkap sepasang kaki perempuan sinting itu.
Segera Lauw kiam Seng lompat menerkam bagaikan seekor burung gagak menerkam anak ayam, dia mengarah sepasang kaki perempuan sinting itu disaat perempuan sinting itu baru lompat menghindar dari serangan Lie Hui Houw.
Perempuan sinting itu melihat adanya seseorang lain yang ikut mengepung dia. Jadi tiga orang telah mengepung dia; dan hal ini menambah kemarahan. Hampir saja dia belah tubuh Lauw Kiam Seng yang sedang lompat menerkam akan tetapi cepat cepat dia membatalkan maksudnya, sebaliknya dia menendang membikin tubuh Lauw Kiam Seng terpental balik dan rubuh terguling.
Perempuan sinting itu terpesona, sebab tidak menduga teman seperjalanannya ikut berhianat, dia sampai berdiri diam mengawasi Lauw Kiam Seng yang sedang meringis kesakitan dan dia mengawasi dengan sepasang sinar mata menyala akan tetapi ada butir butir air mata kelihatan keluar, membasahi mukanya.
Lie Hui Houw mendapat kesempatan dan menerkam dari sebelah belakang. Menerkam untuk memegang kedua lengan perempuan sinting itu bagaikan dia hendak merangkul dan pemuda ini berhasil mencapai niatnya.
Perempuan sinting itu meronta bagaikan seekor banteng betina yang gila; akan tetapi teriak suaranya melengking lebih mirip seperti kuntilanak marah karena buah dadanya kena disentuh oleh sepasang lengan Lie Hui Houw yang berotot baja.
Perempuan sinting itu menendang nendang memakai sepasang kaki dan lututnya; membikin Lie Hui Houw meringis kesakitan seperti kena ditendang oleh seekor kuda betina !
Hampir tak sanggup Lie Hui Houw mempertahankan rangkulannya. Dia mulai percaya dengan perkataan orang orang bahwa orang sinting memiliki tenaga dahsyat !
Untung bagi pemuda ini, bahwa Cie in suthay dapat bergerak cepat. Jari jari tangan bhiksuni yang perkasa ini mulai bekerja. Mula pertama pedang Ceng liong kiam lepas jatuh ditanah berikut sarungnya, karena sepasang tangan perempuan sinting itu hilang tenaganya seperti lumpuh, lalu pada detik berikutnya iga kirinya kena ditotok dan habis semua tenaga perlawanannya akan tetapi mulutnya masih sanggup perdengarkan teriak suara melengking seperti kuntilanak yang kena ditangkap memaksa sekali lagi jari tangan Cie in suthay menotok bagian leher sebelah kanan; dan hilang suara perempuan sinting itu, yang bahkan terkulai lemah didalam rangkulan Lie Hui Houw.
"Gendong dan bawa dia ke hotel ..." kata Cie in suthay singkat.
Sejenak Lie Hui Houw terpesona mengawasi biarawati yang muda usia itu akan tetapi dia segera tersadar bahwa saat itu sudah banyak orang orang yang menonton kejadian itu sambil mereka membawa obor sebagai alat penerang dan kedatangan mereka tadi tidak sempat diperhatikan oleh Lie Hui Houw yang perhatiannya sedang dia curahkan buat menangkap perempuan sinting itu.
Dengan langkah kaki yang pincang bekas kena tendangan Lauw Kiam Seng buru buru ikut jalan menuju ketempat mereka menginap, dan orang orang yang menonton kejadian tadi ikut bubar dengan menyertai ocehan mereka yang tak hentinya; bahwa ada pendeta perempuan yang berhasil menangkap setan kuntilanak !
Semalaman suntuk Cie in suthay tidak tidur; menemani dara Lie Hong Giok yang rebah tidak berdaya, kena ilmu menotok jalan darah. Cie in suthay heran tak mengerti, apa yang menyebabkan Lie Hong Giok kena penyakit jiwa dan kemana gerangan pemuda Cin Bian Hui yang menjadi suheng merangkap kekasih Lie Hong Giok.
Air mata Cie in suthay kelihatan titik berlinang waktu dia mendengarkan kisah dari pemuda Lauw Kiam Seng dan si bocah yang botak kepalanya. Biarawati yang muda usia ini membayangkan betapa penderitaan Lie Hong Giok yang harus berkelana seorang diri dalam keadaan jiwanya terganggu sampai dara yang perkasa itu hidup sebagai seorang perempuan gelandangan mengganyang sisa sisa makanan yang ada ditempat sampah yang sudah tak mau lagi dimakan meskipun oleh anjing anjing geladak.
"Aku .. aku tidak sangka kau adalah seorang pemuda yang asalnya seorang pengemis gelandangan.., " kata Cie in suthay di tengah Lauw Kiam Seng menceritakan kisah pertemuannya dengan Lie Hong Giok;
"Eh, aku bukan seorang pengemis; bukan seorang gelandangan.. .." Lauw Kiam Seng membela diri sedangkan didalam hati dia memaki bhiksuni muda usia itu sebagai orang sinting yang sembarangan menuduh !
Dalam keadaan yang sangat menyedihkan itu Lie Hong Giok bahkan hamil sampai bayi yang dilahirkannya tewas, tak tahan ikut banyak menderita kena goncangan dalam perjalanan maupun dalam pertempuran yang terpaksa harus dilakukan oleh Lie Hong Giok sehingga bayi yang masih berada didalam kandungan itu berulangkali kena tendangan orang orang.
Lie Hong Giok hamil dan melahirkan ! perbuatan siapakah atau anak siapakah bayi itu" siapa bapaknya "
Cie in suthay ikut menjadi dendam dan marah marah terhadap pemuda Cin Bian Hui yang dia anggap sebagai orang muda yang tidak bertanggung jawab; habis melalap anak perawan terus kabur menghilang!
('o mi to hud".') Cie in suthay memuji sang Dewata didalam hati. Sebab tadi dia ikut mengutuk dan ikut menyimpan dendam suatu perbuatan yang tidak boleh dia lakukan sebagai seorang rahib.
Penyakit sinting Lie Hong Giok sudah sangat parah tidak sanggup Cie in suthay menyembuhkan dengan ilmu yang dimiliki. Akan tetapi bhiksuni yang muda usia ini merasa yakin; bahwa gurunya Tok pin nie Bok lan siancu akan sanggup menolong Lie Hong Giok; sehingga dia memutuskan dia hendak membawa Lie Hong Giok ke kuil Cui gwat am dan kalau Lie Hong Giok sudah sembuh sekalian dara yang bernasib malang itu boleh ikut dia menjadi seorang biarawati muda usia yang cantik mukanya.
Akan tetapi apakah dendam Lie Hong Giok harus dibiarkan"
('enak saja laki laki laknat itu,. !) maki cie in suthay didalam hati akan tetapi akhirnya dia teringat bahwa Lie Hong Giok masih mempunyai ayah yakni si tangan geledek Lie Thian Pa; orang tua itu harus diberi tahu; dan Lauw Kiam seng bersama sibotak yang diperintahkan buat membawa berita itu, supaya Poen lui ciu Lie Thian Pa yang nanti menyembelih pemuda Cin Bian Hui, membuang isi perutnya yang busuk !
('eh, mengapa aku masih membenci kaum laki laki" o mie to hud.. ') sekali lagi bhiksuni yang muda usia itu memuji sang dewata didalam hati; dan dia mengawasi lie Hong Giok; yang rebah akan tetapi dengan sepasang mata melotot, ikut mengawasi seperti kuntilanak yang hendak menelan mangsa !
Untuk mengangkut Lie Hong Giok kekuil Cui gwat am, maka Cie in suthay memerlukan menyewa sebuah kereta kuda berikut saisnya pada suatu perusahaan pengangkutan atau piauwkiok; sedangkan buat pemuda Lauw Kiam Seng berdua Lie Hui Houw akan dibeli dua ekor kuda, sementara Cie in suthay dan si botak duduk didalam kereta menemani Lie Hong Giok.
Rencana Cie in suthay ternyata disetujui buat membawa Lie Hong Giok ke kuil Cui gwat am, dan pemuda Lauw Kiam Seng akan memisah diri di kota Hong yang buat membawa berita untuk si tangan geledek Lie Thian Pa.
Perjalanan menuju kota Hong yang yang harus ditempuh oleh rombongan Cie in suthay, akan memerlukan waktu beberapa hari dan selama itu bhiksuni yang muda usia ini menghadapi kesukaran kalau harus memberi makan buat Lie Hong Giok sebab perempuan sinting itu pasti memaki maki kalau dia sedang dibebaskan dari pengaruh ilmu menotok jalan darah, sedangkan kalau mereka perlu istirahat dan bermalam di sebuah rumah penginapan maka Lie Hong Giok harus digotong memakai alat yang sengaja mereka bawa sehingga banyak menarik perhatian orang orang yang melihat; yang menduga rombongan Cie in suthay ini sedang membawa seorang sakit parah.
Seorang kakek yang kurus dan bongkok tubuhnya, menjadi sangat terkejut waktu untuk pertama kalinya dia melihat Cie in suthay, disaat rombongan biarawati yang muda usia itu sedang memasuki rumah penginapan.
Si kakek bongkok cepat cepat berlindung dibalik tubuh orang orang yang ikut menyaksikan rombongan biarawati itu yang sedang membawa orang sakit, lalu si kakek bongkok menghilang sebelum dia terlihat atau dilihat oleh Cie in suthay yang memang sudah tidak asing lagi baginya !
Seribu kali orang berusaha hendak memusnahkan dan seribu kali orang menganggap dia sudah dibinasakan; namun dilain saat orang menemukan lagi dia dalam ujut dan muka seribu. Dia adalah si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu.
Dahulu dia adalah seorang pengemis kecil yang hidupnya penuh derita sengsara dan seringkali dihina orang. Kemudian dia bertemu dengan seorang tua sakti yang mendidik dia dalam pelajaran ilmu silat, dan dia bahkan berhasil belajar tentang ilmu pengetahuan berbagai macam bisa racun, serta membikin semacam topeng dari bahan yang elastik yang mirip kulit manusia, sehingga dia dapat mengganti ujut dan muka seribu. Setelah itu dia merajalela menyebar maut terutama di dalam menyebar dan menggunakan bisa racun sehingga orang orang menamakan dia sebagai si iblis penyebar maut; sedangkan untuk kepandaian mengganti ujut muka; orang orang menamakan dia sebagai si muka seribu, atau koan bin jin yao.
Pada setiap pengganyangan yang dilakukan oleh sekelompok orang orang yang menamakan diri sebagai pendekar penegak keadilan; orang orang menganggap si iblis sudah berhasil dibinasakan dan segala kegiatannya dilumpuhkan. Akan tetapi kenyataannya si iblis muncul lagi dan mengganas lagi menyebar maut dan melakukan kegiatan.
Terakhir si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu diganyang selagi melakukan kegiatan persekutuan Thian tok bun, atau persekutuan penyebar racun maut dan peristiwa pengganyangan itu si iblis penyebar maut yang berujut sebagai Thian tok cuncu atau ketua persekutuan Thian tok bun, telah diganyang oleh tak kurang dari 100 orang orang gagah yang menamakan diri kelompok pendekar penegak keadilan, sehingga hancur luluh tubuh dan muka si iblis penyebar maut (kisah lengkapnya baca: 'Iblis penyebar maut" atau Toat beng siam ").
Dengan demikian kelompok para pendekar penegak keadilan merasa yakin bahwa si iblis penyebar maut alias Han-bie kauwcu sudah binasa, tidak mungkin berkeliaran lagi.
Akan tetapi, pada kenyataannya si iblis penyebar maut tetap hidup; dan tetap merajalela bahkan melakukan balas dendam kepada setiap orang orang yang menentang dia.
Disaat selagi maut mengintai dirinya; maka si iblis penyebar maut dalam ujut muka Thian tok cuncu, telah mengganti ujut penyamaran menjadi seorang kakek tua yang bongkok, sementara seorang anggota Thian tok bun dia sulap menjadi Thian-tok cuncu, memakai pakaian seragam serba hijau yang lengkap dengan kain selubung penutup kepala. Dengan demikian Thian tok cuncu yang dibinasakan sudah pasti bukan si iblis penyebar maut, yang bahkan tertawa menyaksikan kebodohan orang orang gagah yang menamakan diri sebagai kelompok para pendekar penegak keadilan. Dia tertawa dengan menyimpan dendam yang membara, yang disatu saat akan dia lakukan pembalasan.
Waktu itu, asap api yang mengepul diatas gunung tempat markas si iblis melakukan kegiatannya, baru saja hilang lenyap bertepatan dengan habisnya bangunan markas besar persekutuan Thian tok bun yang dibasmi dan dibakar oleh kelompok para pendekar penegak keadilan.
Malam kembali pada asalnya menjadi gelap gulita, bahkan bertambah gelap karena awan mendung yang menggumpal hitam disekitar tempat markas kegiatan si iblis melakukan kegiatannya, sementara suara aum berbagai macam binatang alas yang saling berebut bangkai bangkai manusia yang bergelimpangan; hilang lenyap ditelan suara guntur yang menggelegar, dibarengi dengan sinar kilat yang berkilauan, memantul diantara sisa sisa mayat mayat manusia yang mati karena kesakitan ataupun penasaran.
Meskipun suara guntur saling susul memekak telinga akan tetapi tak setetes air hujan yang turun membasahi bumi. Sebaliknya kilauan sinar kilat itu membantu seorang tua yang kurus dan bertubuh bongkok, yang dengan geram mengawasi arah tempat perkumpulannya para pendekar penegak keadilan; yang waktu itu sedang merayakan kemenangan mereka dalam suasana gelak dan tawa.
Si kakek yang bertubuh bongkok adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut yang sempat berganti ujut dan muka, sesaat selagi bahaya mengancam dirinya.
Seorang anak buahnya sudah dia robah ujut dan mukanya menggantikan dia sementara dia menghilang dan berganti ujut menjadi seorang kakek bertubuh bongkok, dan berhasil melepas diri dari perhatian orang orang yang mengepung dan mengganyang habis kegiatan si iblis penyebar maut.
Esok paginya si iblis penyebar maut dalam ujut si kakek bongkok, mengikuti perjalanan seorang tua bekas piauwsu Tin wan piauwkiok yang bernama Ma Heng Kong, yang waktu itu sedang berjalan bersama Ong sie hengtee Ong Kiam Kiat berdua Ong Kiam Eng.
Ketiga orang itu melakukan perjalanan pulang habis ikut mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut dan disepanjang jalan mereka bercakap cakap sambil diseling oleh suara tawa mereka; membicarakan pengalaman mereka baru saja hadapi membikin si kakek bongkok alias si iblis penyebar maut menjadi bertambah geram; namun dia dapat menguasai diri untuk berlaku sabar; menunggu kesempatan yang terbaik buat dia melepas dendam.
Kemudian dilihatnya ketiga orang tua itu saling memisah diri yakni pihak Ong sie hengtee mengambil arah jalan yang menuju keutara, sedangkan piauwsu Ma Heng Kong memilih arah bagian barat.
Si kakek bongkok memutuskan untuk mengikuti perjalanan piauwsu Ma Heng Kong, dan waktu tiba disuatu tempat yang cukup sunyi, maka si kakek bongkok mempercepat langkah kakinya, sehingga dia berhasil mendekati piauwsu Ma Heng Kong untuk kemudian dia berteriak menyapa : "Ma hiantee, tunggu ..!"
Bekas piauwsu Ma Heng Kong menghentikan langkah kakinya, memutar tubuh dan menunggu sambil dia mengawasi orang yang menyapa; dan setelah saling berhadapan, piauwsu Ma Heng Kong merasa heran, karena tidak kenal dengan si kakek bongkok.
"Maaf." kata piauwsu Ma Heng Kong; yang lalu menambahkan perkataannya, ketika keduanya telah berdiri berhadapan :
'.. mungkin aku lupa, akan tetapi bolehkah aku mengetahui nama lao heng.. "'
Si kakek yang bongkok tertawa. Tawa bagaikan iblis yang siap menyebar maut, setelah itu baru dia berkata :
"Mungkin benar Ma hiantee sudah lupa padaku, akan tetapi mungkin juga tidak. Ha ha ha.. !"
Melihat si kakek bongkok tertawa, maka bekas piauwsu tua Ma Heng Kong memaksakan diri buat turut tertawa, sehingga si kakek bongkok yang menyambung bicara :
"Eh ! Mengapa kau tertawa...?" demikian tanya si kakek bongkok dengan mata melotot; perlihatkan lagak marah.
Bekas piauwsu tua Ma Heng Kong menjadi heran dan penasaran, karena menganggap tingkah laku si kakek bongkok sangat aneh, dan hal ini mengakibatkan Ma Heng Kong tak kuasa mengucap apa apa.
"... akan tetapi, ada baiknya juga kau tertawa.,." terdergar si kakek bongkok yang bicara lagi sambil dia mengawasi dengan mata 'juling' dan menyambung lagi perkataannya :
"... silahkan kau tertawa, sebab mungkin kau merasa aku siorang tua adalah orang yang aneh.. "
"Koay lo jinkee.."' kata Ma Heng Kong bagaikan pada dirinya sendiri, karena dia benar benar merasa heran dengan tingkah laku si kakek bongkok; dan menganggap memang tepat si kakek bongkok itu dinamakan Koay-lo jinkee atau kakek yang aneh.
"Akh ! jangan kau merasa heran sebab merasa belum kenal dengan aku. Kau boleh merasa heran kalau kau sudah kenal aku ...." si kakek bongkok yang berkata lagi.
"He he he ! kau memang aneh; lao heng...." kata piauwsu tua Ma Heng Kong yang bahkan menyertai lagi tawa tiga kali "he". Tawa sebab benar benar dia menganggap si kakek bongkok itu aneh dan lucu.
"Nah ! kau boleh terus tertawa, supaya kau mati puas ,...,!"
"Maksud lao heng.. ?" tanya Ma Heng Kong; mulai merasa tersinggung,
"Kau kenal Gan Hong Bie ?"
"Hm ! dia sudah mati..!" sahut Ma Heng Kong dengan nada suara mengejek, teringat nama Gan Hong Bie adalah nama dari Han bie kauwcu alias si lblis penyebar maut.
"Sebabnya...?" si kakek bongkok menanya lagi, membikin Ma Heng Kong jadi kheki.
Sejenak Ma Heng Kong diam mengawasi si kake bongkok, dan si kakek bongkok itu raba bagian mukanya, lalu disaat berikutnya ketika si kakek bongkok berobah menjadi muka Gan Hong Bie yang cukup dikenal oleh Ma Heng Kong, dan yang dianggap sudah mati !
"Nah sekarang kau boleh merasa heran sebab kau sudah kenal aku; bukan," si kakek bongkok berkata dengan nada suara yang mengejek.
Dalam keadaan kaget dan heran, piauwsu Ma Heng Kong sempat melihat di sepasang tangan si iblis penyebar maut tergenggam sepasang pisau belati yang terkenal dengan nama coan yo shin jie atau belati penembus tenggorokan dari itu cepat cepat piauwsu Ma Heng Kong menyiapkan senjatanya sebatang golok yang cukup berat dan Ma Heng Kong yang bahkan mendahulukan menyerang.
Si kakek bongkok dengan ujut muka Gan Hong Bie tertawa sambil dia berkelit mundur lalu tangan kirinya bergerak dan sebatang pisau belati terbang melesat membenam dibagian dada sebelah kiri Ma Heng Kong.
Tubuh piauwsu Ma Heng Kong bergerak limbung, senjatanya lepas dari tangannya akibat bisa racun bekerja sangat cepat. Sebelum piauwsu Ma Heng Kong pingsan; masih sempat dilihatnya si kakek bongkok dengan ujut muka Gan Hong Bie melangkah mendekati dengan menyertai seberkas senyum. Senyum iblis yang siap menyebar maut!
Belati Coan yo shin jie ditangan kanan si kakek bongkok dengan ujut muka Gan Hong Bie bergerak menikam perut Ma Heng Kong, lalu belati itu bergerak kebagian atas, membedah perut piauwsu Ma Heng Kong; mengakibatkan perut itu robek menghamburkan banyak darah !
Sekali lagi terdengar gema suara tawa. Suara tawa bagaikan biang hantu yang tertawa. Setelah itu si kakek bongkok dengan ujut muka Gan Hong Bie melontarkan sebuah lencana ke dekat tubuh piauwsu Ma Heng Kong yang sudah menjadi mayat; dan lencana itu bergambar biang hantu yang sedang tertawa; dengan tiga hurup 'kui mo ong'. Sementara itu hari berobah menjadi siang, dan sinar matahari bertambah terik. Jalan yang semula sunyi, kini menjadi ramai sehingga mayat piauwsu Ma Heng Kong dilihat oleh beberapa orang yang sedang lewat lalu dalam sekejap ditempat itu menjadi ramai dengan orang orang yang ikut menyaksikan sambil ramai saling membicarakan.
Dua orang laki laki muda perkasa ikut mendekati, sampai kemudian mereka ikut melihat dan menjadi terkejut, waktu mereka mengetahui yang tewas itu adalah piauwsu Ma Heng Kong.
Kedua laki laki muda itu adalah Sin tiauw Koan Siok Hu, yang sedang melakukan perjalanan bersama sama pemuda Lim Thong Bu, dan Lim Thong bu pernah pula bekerja pada 'Tin wan' piauwkiok, sehingga kedua laki laki muda itu memutuskan berpisah sebab Lim Thong Bu bermaksud mengantarkan jenazah Ma Heng Kong, sedangkan Koan Siok Hu pulang ke dusun Tongkiong tin yang berlainan arah.
Letak rumah keluarga Ma Heng Kong adalah jauh di propinsi Siamsay. Untuk mengangkut jenazah bekas piauwsu tua itu, maka Lim Thong Bu menyewa kereta kuda, sehingga dapat dia melakukan perjalanan yang cepat.
Selama dalam perjalanan itu, tak sudahnya Lim Thong Bu memikirkan perihal lencana Kui Mo ong, yang ditemukan di dekat mayat Ma Heng Kong.
Dilihat dari perut jenazah yang bagaikan dibelah; serta darah yang berwarna kebiru- biruan sebenarnya Lim Thong Bu sudah tak asing lagi dengan korban yang menjadi mangsa bisa racun yang khas dari orang orang Thian Tok bun. Akan tetapi siapakah gerangan "kui mo ong' atau si biang hantu jejadian itu "
Dugaan Lim Thong Bu adalah perbuatan sisa orang Thian Tok bun yang masih merajalela sedangkan semula disangka bahwa pihak Thian tok bun sudah lumpuh, karena pusat markas mereka sudah dibasmi; sementara ketua Thian tok bun atau Gan Hong Bie alias si iblis penyebar maut sudah dibinasakan.
Pemuda Lim Thong Bu adalah salah seorang murid See gak hun kunbun golongan huruf "seng'. Kedua saudara seperguruannya, Lim Thong Hok ( kakak kandung Lim Thong Bu ) dan Oey Lan Ing ( yang kemudian menikah dengan Lim Thong Hok ).
Lim Thong Bu melakukan perjalanan mencari pencuri kitab See gak hun 'seng' pitkip; dan si pencuri itu adalah Ouw bin liong Kwee Ong bersama gurunya, Hui ho Pouw Kong Jin.
Dalam perjalanannya itu Lim Thong Bu bertemu dan bersatu padu dengan para pendekar penegak keadilan, yang sedang mengganyang si iblis penyebar maut dengan persekutuannya. Akan tetapi, sampai mereka selesai mengganyang markas Thian tok bun, ternyata Lim Thong Bu belum berhasil menemukan jejak Ouw bin liong Kwee Ong berdua Hui ho Pouw jin, sebaliknya dalam perjalanannya bersama Koan Siok Hu, mereka berdua menemukan piauwsu tua Ma Heng Kong yang tewas tanpa diketahui siapa pembunuhnya.
Kedatangan Lim Thong Bu dengan membawa jenazah Ma Heng Kong sudah tentu disambut dengan suasana duka cita oleh keluarga Ma Heng Kong.
Ma Kian Sun putra Ma Heng Kong yang sudah berusia 20 tahun dan baru kembali dari kuil Siao lim bertekad hendak melakukan balas dendam terhadap musuh yang membunuh ayahnya. Pemuda ini bersumpah akan mengikis habis semua sisa orang orang Thian Tok bun dan mencari si pembunuh yang menamakan diri sebagai kui mo ong.
Mengingat bahwa Lim Thong Bu masih akan melakukan perjalanan mencari si pencuri kitab See gak hun seng pit kip, maka selanjutnya Ma Kian Sun melakukan perjalanan bersama sama Lim Thong Bu.
oooo :(dwkz0hnd): oooo)
SEPASANG insan remaja laki laki dan perempuan dengan bergandengan tangan memasuki sebuah rumah penginapan. Yang laki laki merupakan seorang pemuda bermuka tampan dan bertubuh gagah, sementara yang perempuan cantik jelita dengan sebatang pedang kelihatan ditangan kirinya.
Wajah muka sepasang insan remaja itu kelihatan cerah penuh tawa yang ria; dan keduanya mendekati meja pengurus rumah penginapan buat memesan dua kamar, oleh karena mereka bermaksud menginap.
'Mengapa dua kamar.."' tanya pengurus rumah penginapan, pada mukanya terlihat suatu senyum ramah.
"Ya; dua kamar.. !" sahut dara jelita yang perkasa itu, dengan nada suara yang terdengar tegas.
"Akan tetapi, hanya ada sebuah kamar yang masih kosong. Kamar kamar lain sudah terisi semua." kata lagi si pengurus rumah penginapan, tetap dengan menyertai senyumnya yang ramah.
'Suheng, kita cari lain rumah penginapan," ajak dara jelita yang berkata itu; tanpa dia menghiraukan si pengurus rumah penginapan sementara sang suheng atau pemuda tampan yang menjadi teman seperjalanannya dara jelita itu bergegas hendak mengikuti kehendak sang adik seperguruan namun si pengurus rumah penginapan itu berkata lagi:
'Sia sia jiewie cari ditempat lain.. " demikian kata si pengurus rumah penginapan yang ramah tamah itu dan dia menambahkan perkataannya.
".. dilain tempat bahkan sudah tidak ada kamar yang kosong lagi, sebab malam ini akan ada keramaian menggotong patekong sehingga banyak pengunjung yang memerlukan datang dari kota lain.. "
"Sumoay, kalau memang sudah tidak ada; biarlah kita menyewa sebuah kamar., ." kata si pemuda itu pada dara jelita yang menjadi teman seperjalanannya.
"Akan tetapi, suheng ...!" sahut dara jelita yang perkasa itu dengan muka merah, serta dengan nada suara tidak puas, akan tetapi pemuda teman seperjalanannya cepat cepat berkata lagi. "Sumoay tidur didalam kamar, aku menumpang tidur di ruang pengurus penginapan ini, diatas bangku pun jadi aku tidur." demikian kata pemuda itu yang lalu menyertai tawa.
Si pengurus rumah penginapan yang ramah tamah itu ikut tertawa; dan dara jelita yang perkasa itu akhirnya ikut jadi tertawa, meskipun pada mukanya kelihatan merah menahan rasa malu.
Pemuda yang tampan dan gagah itu kemudian menuliskan nama mereka pada buku tamu :
'Cin Bian Hui dan Lie Hong Giok'.
Pemuda yang mengaku bernama Cin Bian Hui itu ternyata adalah muridnya Poen lui ciu Lie Thian Pa si 'tangan geledek" yang menjadi ayahnya dara Lie Hong Giok.
Sepasang insan remaja itu melakukan perjalanan habis ikut dalam aksi pengganyangan markas besar Thian tok bun; dimana telah gugur kakaknya Lie Hong Giok yang bernama Lie Hong Ke dan telah dimakamkan pada suatu makam dan dinamakan 'makam pahlawan', suatu makam yang dibikin oleh para pendekar penegak keadilan, bagi rekan rekan mereka yang gugur dalam aksi pengganyangan yang mereka lakukan.
Pertama kali sepasang insan remaja itu turut bahu membahu dengan kelompok para pendekar penegak keadilan; adalah ketika mereka melakukan perjalanan kekota Tong kiong-shia, buat mewakili si 'tangan geledek" Lie Thian Pa, menghadiri upacara ulangtahun Sie Cwan, seorang tokoh kaum rimba persilatan yang bersahabat dengan Lie Thian Pa.
Dalam perjalanan mereka bertemu dengan rombongan Sin tiauw Koan Siok Hu dan Liauw Cong In, yang sedang mengawal suatu kiriman buat gerakan perjuangan Ciu Kong Bie sampai kemudian mereka membantu pihak Koan Siok Hu yang sedang dihadang oleh sepasukan orang orang Thian Tok bun yang sedang bekerja sama dengan pihak tentara penjajah, sampai akhirnya si 'tangan geledek' Lie Thian Pa mengeluarkan pedang 'ceng liong kiam" yang telah dia simpan sedemikian lamanya; oleh karena pernah dia bersumpah tidak akan menggunakan pedang lagi, sejak kekalahannya dalam suatu 'pie bu" atau perlombaan mengadu ketangkasan, melawan Ong Tiong Kun waktu hendak merebut gelar Kang lam hiap.
Setelah terjadi peristiwa mereka membantu Sin tiauw Koan Siok Hu itu maka Cin Bian Hui bertiga dengan Lie Hong Kie dan Lie Hong Giok menjadi erat hubungannya dengan pihak para pendekar penegak keadilan, sehingga waktu mereka menerima surat undangan dari Cie in suthay; maka mereka telah ikut serta didalam aksi pengganyangan markas si iblis penyebar maut, yang mengakibatkan tewasnya Lie Hong Kie diwaktu menunaikan tugas itu.
Jilid 14 SEMENTARA itu didalam kamarnya Lie Hong Giok sedang menghadapi secangkir air teh yang baru saja diantar oleh seorang pelayan lelaki muda.
Dara jelita yang perkasa itu duduk seorang diri sambil diminumnya air teh itu. Didalam hatinya dia sedang memikirkan lagak sipelayan muda tadi yang perlihatkan suatu senyum tidak sedap untuk dipandang; akan tetapi yang sukar diketahui maksudnya sampai tiba-tiba dara yang perkasa dan yang cantik jelita itu merasakan sangat mengantuk. Dara jelita yang perkasa itu hendak bangun dari tempat duduknya, buat dia pindah keatas tempat tidur akan tetapi rasa kantuknya menyebabkan dia tak sanggup melaksanakan niatnya sebaliknya dia pulas tertidur sambil masih duduk menghadapi sisa air teh di atas meja.
Malam kemudian bertambah larut dan kian menjadi sunyi. Hanya suara burung burung malam yang terkadang perdengarkan suara diseling dengan bunyi suara anjing anjing geladak yang mengaum, sementara dara yang perkasa itu tetap tidak sadar waktu seseorang memasuki kamarnya, karena pintu kamar memang belum sempat dia tutup dari dalam.
Bagaikan orang yang sedang bermimpi Lie Hong Giok melihat secara samar bahwa tubuhnya dirangkul oleh pemuda Cin Bian Hui karena agaknya sang suheng bermaksud memindahkan sang sumoay keatas tempat tidur.
Sepasang tangan Cin Bian Hui memegang erat bagian dada Lie Hok Giok; membikin dara yang perkasa itu hendak menghalau sepasang tangan sang suheng akan tetapi dara yang jelita itu bagaikan tak ada kekuatannya sehingga tak kuasa melakukan niatnya sebaliknya bagaikan disengaja, sepasang tangan pemuda Cin Bian Hui semakin merajalela meraba bagian dada Lie Hong Giok. Tubuh dara jelita itu kemudian rebah terkulai diatas tempat tidur, sementara secarik demi secarik pakaiannya lepas dari tubuhnya yang ramping, sampai kemudian dara yang perkasa itu merasa bagaikan seekor kuda dipacu semakin jauh dan semakin jauh perjalanan yang harus dia tempuh membikin peluh membasahi muka dan tubuhnya; serta rasa letih yang tak tertahankan membikin dia lupa pada semuanya.
Segala yang terjadi atas dirinya, dirasakan antara sadar dan tidak sadar. Oleh karenanya alangkah herannya ketika pada keesokan harinya dia mendapatkan dirinya rebah diatas tempat tidur, sedangkan pada mulanya dia ingat bahwa dia tertidur diatas kursi menghadap meja.
(Akh...) pikir dara jelita itu didalam hati, betapa suhengnya rupanya telah memindahkan dia, sebab dia ingat bahwa pintu kamar memang belum dia palang dari bagian dalam berhubung dia tertidur disebabkan rasa kantuknya yang tidak tertahankan.
Kemudian dara jelita yang perkasa itu hendak turun dari tempat tidurnya; buat dia menemui sang suheng yang hendak dia marahi dengan lagaknya yang manja. Akan tetapi, dia menjadi sangat terkejut waktu mendapatkan dirinya telanjang yang tadi tertutup dengan sehelai selimut. Dara yang perkasa itu menjadi tambah terkejut waktu dia menemukan darah pada kain alas tempat tidur menyebabkan dia tersentak karena menduga sang suheng telah menodai dirinya.
Dara yang jelita dan perkasa itu menjadi terisak menangis, membayangkan peristiwa semalam, yang rupanya bukan hanya terjadi dalam mimpi belaka.
('suheng; kau bukan seorang manusia...!) akhirnya terpikir oleh Lie Hong Giok; selagi buru buru dia memakai pakaiannya.
Memang benar hubungan antara dara jelita yang perkasa itu sangat akrab dengan suhengnya, bahkan keduanya memang saling menyinta dan sudah berjanji akan meneruskan sampai ke jenjang pernikahan.
Poen lui ciu Lie Thian Pa membiarkan hubungan bebas yang terjadi antara anak daranya dengan murid kesayangannya, oleh karena si tangan geledek itu tahu benar, bahwa pemuda Cin Bian Hui adalah seorang pemuda yang mengenal harga diri yang tentunya tidak akan menodai nama baik mereka.
Akan tetapi, malam itu terjadi hal yang tidak pernah diduga oleh si 'tangan geledek" Lie Thian Pa, dan Lie Hong Giok sangat menyesali perbuatan sang suheng, yang dia anggap tidak dapat bersabar padahal dia memang sudah bertekad hendak menikah dengan sang Suheng itu.
Dara jelita yang sedang marah bercampur kecewa ini kemudian keluar dari kamarnya, menuju ketempat pengurus rumah penginapan hendak mencari sang suheng.
Diruangan depan sudah banyak tamu lain, akan tetapi dara jelita yang perkasa itu tak menghiraukan, dan dia bahkan tidak menghiraukan waktu pandangan matanya bertemu dengan seorang kakek bongkok yang sedang mengawasi dia, dengan suatu senyum iblis yang sedang kegirangan !
Pengurus rumah penginapan jadi terkejut, waktu dara jelita itu menanyakan tentang suhengnya, oleh karena sejak semalam, dia tidak melihat pemuda itu yang dia anggap sedang asyik mengeram diri didalam rangkulan seorang dara jelita didalam kamar, meskipun semalam pemuda itu memang berjanji hendak menumpang tidur diruang pengurus rumah penginapan itu.
Dara jelita yang perkasa itu kelihatan gelisah, cemas dan marah. Dia kembali kedalam kamarnya, dan dia mengemasi barang barang bawaannya.
("akan kubunuh dia. kalau aku menemui dia...l') kata dara jelita itu didalam hati sebab dia menduga sang suheng telah kabur sehabis menodai dirinya.
Padahal pemuda suhengnya yang sekaligus menjadi kekasihnya itu berada tidak jauh dari kamar dara jelita kekasihnya sebab Cin Bian Hui berada didalam sebuah dasar lobang sumur, dibagian belakang rumah penginapan itu dalam keadaan sudah menjadi mayat dengan perut robek, bagaikan dibedah memakai sebatang pisau belati yang amat tajam, dan yang mengandung bisa racun yang dahsyat.
Sama halnya seperti dara yang perkasa itu, ternyata Cin Bian Hui telah keracunan yang dicampur didalam air teh karena si iblis penyebar maut berhasil menyamar menjadi seorang pelayan laki laki muda yang membawakan air teh, buat Lie Hong Giok dan buat Cin Bian Hui akan tetapi racun yang mengeram dalam tubuh Cin Bian Hui mengakibatkan pemuda ini merasa sakit perut, dan dia bergegas ke kakus yang letaknya dibagian belakang rumah penginapan lalu sebelum pemuda ini mencapai tempat tujuan; mendadak dia merasakan matanya gelap dan tubuhnya tak kuat berdiri. Bagaikan dalam mimpi pemuda Cin Bian Hui melihat datangnya sesosok tubuh yang berujut muka Gan Hong Bie yang muncul dari suatu sudut kegelapan malam; lalu sebatang pisau belati membenam diperutnya dan perut itu kemudian disobek kebagian atas sampai usus pemuda itu ikut tertarik keluar !
Mayat pemuda Cin Bian Hui kemudian dibuang kedalam sebuah sumur dan sebuah lencana Kui mo ong kemudian ditemukan orang berbareng dengan ditemukannya mayat Cin Bian Hui yang sudah berbau busuk.
Sementara itu sebuah lencana Kui mo ong yang lain; kelak ditemukan juga oleh Lie Hong Giok didalam bungkusan pakaiannya. Akan tetapi dihari peristiwa itu terjadi tidak diketahui oleh Lie Hong Giok yang membungkus pakaiannya dengan pikiran risau dan tergesa gesa.
Sudah tentu Lie Hong Giok yang sudah bukan seorang dara lagi tidak berani pulang menemui ayahnya; sebaliknya langkah kakinya mengajak dia buat terus saja mencari sang suheng yang hendak dia bunuh, kalau dapat dia temukan.
"Akan kubunuh dia ! Akan kubunuh dia. !" demikian sepanjang jalan Lie Hong Giok bicara seorang diri sampai kemudian dia menjadi seorang perempuan muda yang perkasa nan sinting !
Dilain pihak dan diluar rencana si iblis penyebar maut, ternyata dia tergila gila bermain cinta dengan Lie Hong Giok, meskipun dara yang perkasa itu melakukannya di saat dia tidak sadar sebab kena dibius, dan si iblis terus mengikuti perjalanan Lie Hong Giok dengan menyamar sebagai si kakek bongkok, dan si iblis bahkan memberikan tambahan ilmu silat, antara lain ilmu 'eng jiauw kang' yang mengutamakan tenaga dalam !
Si iblis penyebar maut dalam ujut penyamaran si kakek bongkok yang aneh kelakuannya, kemudian mendapat tugas dari pihak pemerintah kerajaan Beng, sebab si iblis memang merupakan salah seorang kaki tangan pihak pemerintah, dan tugas itu adalah si iblis harus bergabung dalam suatu pasukan khusus yang disebut Tay lwee sip sam ciu 13 malaikat maut, suatu regu dinas penyelidik dari istana kerajaan Beng, buat menyelidik dan mencari daftar nama 180 orang para pendekar yang pernah menjadi pendukung gerakan Thio Su Seng, karena dituduh atau dicurigai mempunyai niat berontak.
Si iblis penyebar maut didalam tugasnya sebagai anggota dinas penyelidik itu mendapat angka nomor 8 dan memperoleh pakaian seragam serba hijau, lengkap dengan selubung penutup kepala, dengan lambang naga yang melingkar dan nomor 8 yang tertera didalam lingkaran naga pada pakaian seragamnya yang istimewa.
Konon waktu si iblis penyebar maut melakukan kegiatan persekutuan Thian tok bun, dia memang memakai pakaian seragam sama bentuknya; bahkan memakai warna yang hijau juga sehingga adanya Tay lwee sam sip ciu yang ke 8 ini; telah membikin heboh orang orang gagah yang menamakan diri para pendekar penegak keadilan; sebab mereka merasa dibikin pusing kepalanya tidak menduga bahwa si iblis sesungguhnya adalah si malaikat maut yang ke delapan, sedangkan si iblis tertawa sebab niatnya yang hendak membentuk tiga belas hantu jejadian, sudah didahulukan oleh pihak pemerintah yang membentuk tiga belas malaikat maut atau Tay lwee sip sam ciu. Pada waktu si iblis penyebar maut melihat Cie in suthay dengan rombongannya yang membawa orang sakit, maka si iblis penyebar maut buru buru menghilang; sebab dia tidak pernah melupakan si bhiksuni muda usia itu, yang dia anggap sebagai salah satu musuhnya yang berilmu tinggi.
Dua musuh yang menjadi teman seperjalanan Cie in suthay, yang si iblis tidak dapat lupakan adalah si macan terbang' Lie Hui Houw yang pernah melakukan penyamaran sebagai si kakek Lie; dan mengganyang dia selagi dia merintis kegiatan persekutuan Thian tok bun.
Akan tetapi mengenai orang sakit yang sedang digotong, si ibils penyebar maut teringat bagaikan dia merasa kenal akan tetapi saat itu si iblis merasa ragu ragu, sebab dia hanya melihat sepintas lalu dan untuk memastikan dugaannya, si iblis penyebar maut lalu mengatur siasat merobah ujut penyamarannya menjadi seorang pemuda yang putih pucat kulit mukanya, seperti hantu kurang darah!
Si iblis penyebar maut kemudian mencari seorang pelayan yang tidak susah dia bikin pingsan lalu dia buka pakaiannya pelayan ini buat dia pakai, dan dia memerlukan membikin air teh buat diantarkan kedalam kamar Cie in suthay sehingga dapat si iblis melihat yang rebah sakit benar benar adalah bekas 'bini mudanya' yang terpaksa harus dia tinggalkan.
Si iblis penyebar maut sudah kenyang dengan berbagai macam pengalaman. Dia sekarang dapat menyabarkan diri buat tidak mengambil tindakan secara tergesa gesa. Sia sia dia membikin ribut didalam kamar itu, kalau dia tidak bisa membawa lari bekas "bini mudanya" dan sekaligus dapat membinasakan biarawati muda usia serta si 'macan terbang Lie Hui Houw yang menjadi musuhnya.
Tenang langkah kaki si iblis penyebar maut, waktu ia meninggalkan kamar Cie in suthay, dan tenang juga waktu dia membikin sadar si pelayan yang lalu dia berikan sepotong uang perak buat menutup mulut pelayan itu; sehingga si pelayan tadi jadi merasa girang, karena tidak menduga bakal terima duit habis dipukul sampai dia pingsan.
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 14 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Keris Maut 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama