Ceritasilat Novel Online

Naga Dari Selatan 4

Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen Bagian 4


Bek Lian agak terhuyung. "Untuk apa kesana?"
tanyanya. dengan mata terbeliak.
The Go menebarkan kipasnya di-goyang2kan, ujarnya :
"Adalah sudah menjadi kehendak alam, bahwa kerajaan
Beng sudah tak dapat dipertahankan lagi. Kita undang
tentara Ceng masuk ke Kwiciu !"
Tadi Bek Lian melayang dalam nirwana asmara, kini
demi mendengar ucapan The Go itu, serentak dia gelagapan
tersentak dari lamunannya. Terkilas dalam batinnya, segala
ajaran dan petuah dari sang ayah tentang garis2 kehidupan
manusia yang berwatak luhur, jauh berlawanan dengan
perbuatan dan peribadi The Go. Maksudnya semula, ialah
hendak menginsyafkan anak muda itu, supaya jangan mau
menjadi kaki tangan kaisar Siau Bu dan gabungkan diri saja
dalam Thian Te Hui untuk melawan penjajah Ceng.
Serambut dibelah tujuhpun ia tak menyangka kalau anak
muda itu mengajukan permintaan begitu. Maka untuk
beberapa saat, ia ter-mangu2 seperti orang gagu.
Keduanya tadi masih berdiri berendeng sambil bercekalan tangan. Tatkala ter-mangu2 kaget tadi, Bek Lian
segera hendak lepaskan tangannya dari cekalan sianak
muda. Tapi The Go yang cerdik, cepat menggenggam
kencang2 tangannya lalu dipeluknya lagi. Bek Lian tak
kuasa meronta. Pada lain saat ketika The Go mencium
lehernya, seketika Itu Bek Lian rasakan aliran darahnya
berjalan keras tubuhnya bagaikan tak bertulang. Sepasang
matanya yang bagus, mengundang The Go dengan terlongong2. "Lian-moay, tadi kau katakan seribu patah perkataanku!
kau tentu suka mendengarnya. Tapi mengapa baru sepatah
saja kau sudah tak menyukainya?"
Bek Lian menghela napas, sahutnya : "Engkoh Go,
bukan aku tak suka mendengarnya, tapi tentara Ceng itu
sangat ganas sekali. Kita sebagai putera puteri Han,
mengapa tak melawan malah mau menyambutnya?"
The Go mendongak tertawa gelak2. Ian ulurkan
tangannya utuk meraba janggut sinona, lalu didongakkan.
Begitu keempat mata saling beradu pandangan, berkatalah
The Go : "Lian-moay, kau anggap aku ini juga seorang
siaojin yang rendah martabatnya bukan" Huh, aku ini juga
seorang yang memikirkan akan nasib saudara2 sebangsa!"
GAMBAR 18 Dibawah cumbu-rayu The Go yang cakep ganteng, Bek Lian
menjadi kelelap dimabuk cinta.
Dalam bualan sianak muda yang pandai merayu itu, Bek
Lian seperti diayun dalam sorga ketujuh. "Betul?" tanyanya.
"Kalau aku yang mengantar tentara Ceng, rahayat tentu
takkan menderita kerusakan. Tapi coba pikirkan, orang2
Thian Te Hui itu bagaikan kawanan burung2 yang hendak
membentur ber-laksa2- tentara pilihan Ceng yang bersenjata
lengkap. Bukankah hal itu berarti hendak 'mengadui telur
dengan ujung tanduk' " Bukankah hal itu akan membawa
malapetaka bagi rakyat Kwiciu?"
Bek Lian merenung sejenak dan merasa bahwa ucapan
sianak muda itu memang beralasan juga. Maka sekalipun
hatinya memperotes, namun ia tak mau mengutarakan.
Dalam batinnya, terbit perkelahian sendiri. Mengetahui
sinona diam saja, The Go menduga kalau perangkapnya
berhasil, maka dia segera alihkan lagi pembicaraannya :
"Lian-moay, sejak kita bertemu di Giok-li-nia, hati kita
segera saling berkesan, inilah yang dibilang 'sekali lihat
terus jatuh cinta'. "
Walaupun merdu sekali Bek Lian mendengar senandung
asmara yang didendangkan sianak muda itu, namun pura2
Bek Lian tarik lepas tangannya seraya berseru: "Bah, siapa
yang jatuh hati padamu?"
The Go tertawa riang, sahutnya: "Siapa" Siapakah yang
jatuh hati kepada Cian-bin Long-kun The Go" Tak lain
siapa lagi kalau bukan sijelita yang ilmusilatnya tinggi,
wajahnya bagaikan bidadari yang bernama Say-hong-hong
Bek Lian !"
Bek Lian betul'2 dinina-bobokkan oleh rayuan asmara.
Dalam gelak senyum sarinya madu, kedua pemuda itu
berpelukan lagi dengan mesranya. ,Lian-moay, kita takkan
berpisah lagi bukan?" Mendengar itu Bek Lian hanya
mengangguk saja.
"Lian-moay, mari kita, lanjutkan perjalanan lagi," bujuk
The Go. "Kemana?" tanya Bek Lian agak terperanjat.
"Ke Hokkian!"
Setelah mengalami perjuangan batin sampai sekian saat,
memang Bek Lian merasa tak dapat berpisah dengan orang
muda yang menjadi tambatan hatinya itu. Kalau tadi ia tak
berjumpa, apa boleh buat ia, terpaksa harus tunggu sampai
hari Pesta Air (Pehcun) tahun depan. Tapi karena kini
sudah saling berjumpa, ditambah pula keduanya telah
mencurahkan isi kalbu masing2, kalau disuruh berpisah
lagi, aduh, rasanya dunia ini seperti berhenti berputar.
Maka dengan menghela napas, akhirnya meluncurlah
penyerahan bersyarat: "Kalau ketahuan ayah, bagaimana
nanti?" "Mana dia bisa tahu" Taruh kata tahupun masakan kau
maukan dia dan membuang aku?"
"Ah, aku maukan kau!" buru2 Bek Lian memutus kata2
sang kekasih. The Go tertawa sejenak. Puas dia dengan kemenangannya. Itulah pembaca! Kalau orang sudah dimabuk asmara.
Lupa sudah akan ajaran orang tua yang berbudi luhur,
berwatak ksatrya seperti Ceng Bo Siangjin. Lupa sudah ia
akan kepatuhannya terhadap seorang ayah yang telah
merawat, membesarkan dan memanjakannya dengan lautan
kecintaan. Ibarat matipun rasanya masih belum cukup Bek
Lian untuk membalas budi sang ayah itu.
Begitulah ringkasnya saja, The Go lalu memimpin Bek
Lian diajak menuju kearah barat. Bek Lian seperti patung
yang tak mempunyai kesadaran pikiran sendiri.
( Oo-dwkz-TAH-oO)
Begitu keluar dari rimba itu, se-konyong2 disebelah
muka sana terdengar ada orang ber-kata2. Anehnya, nada
suara orang itu bukan orang lelaki bukan pula perempuan,
tajamnya sampai menusuk keanak telinga. Keduanya
melengak, tak kira mereka kalau disitu ternyata ada lain
orang lagi. Teringat akan perbuatannya tadi, merahlah
selebar muka Bek Lian. Pada lain saat, kedengaran orang
itu mengoceh sendiri : "Siapa" Siapakah yang jatuh hati
padaku si Pengemis Wajah Selaksa ini" Huh, kiranya dia itu
Say-ya-jat (Hantu malam) yang ilmu silatnya biasa saja,
wajahnya jelek sekali !"
The Go teringat, dalam perjalanan tadi dia selalu
dipermainkan orang. Seketika tampillah kemurkaannya.
Dia andalkan ilmu silatnya yang tinggi, apalagi dihadapan
Bek Lian, maka serentak membentaklah dia keras2 :
"Siapakah yang dimuka situ" Main sembunyi seperti setan
itu, model orang persilatan mana?".
Orang itu tak marah, sebaliknya malah tertawa
cekikikan. Dengan suara melengking macam anjing
digebuk, berserulah dia : "At! Aku kan hanya mengatakan
kalau si Pengemis Wajah Selaksa saling jatuh cinta dengan
Say-ya-jat, adakah itu mengganggumu?"
Nada suaranya dart pelan menjadi makin nyaring. Malah
perkataan yang terakhfr "adakah itu mengganggumu?" itu,
diucapkan dengan tekanan suara yang tinggi nadanya.
Menyusul dengan itu tiba2 sesosok tubuh melesat muncul,
sehingga saking kagetnya The Go lekas2 tank tangan Bek
Lian inundur beberapa langkah. Ketika diawasi dengan
perdata, kiranya dia itu seorang lelaki yang dandanannya
macam seorang pengemis. Muka kotor penuh daki, tingkah
lakunya menggelikan orang.
Bek Lian terkesiap, rasanya la kenal dengan wajah orang
itu. Ya, bukankah dia itu siorang aneh yang ber-sama2 Yanchiu tempur ketiga persaudaraan Cho ketika diatas luitay
itu" Oleh karena kesannya dalam pertandingan luitay itu
siorang aneh tersebut hanya berloncatan kian kemari dan
sedikitpun tak mengunjukkan Ilmu kepandaian yang
mengagumkan, maka Bek Lian agak tak memandang mata
padanya. Sebaliknya mata The Go yang lebih akhli, segera
mendapat tahu bahwa dari gerakan siorang aneh yang
sedemikian lincahnya tadi, dia segera mendapat kesimpulan
bahwa yang mempermainkan selama dalam perjalanan tadi,
tentulah dianya. Maka siaplah dia dengan kipas, seperti
kalau dia sedang berhadapan dengan seorang musuh yang
tangguh. Begitu munculkan diri, orang aneh itu hanya mengawasi
saja kepada Theo Go dan Bek Lian, dari ujung kaki sampai
keatas kepala. Sikapnya tampak kurang senang. Kini dia
kelihatan maju menghampiri kedekat Bek Lian. Bek Lian
dan Yan-chiu berlainan perangainya. Bek Lian angkuh,
Yan-chiu peramah. Melihat orang itu mesum dengan
kotornya, Bek Lian agak merasa jijik. Tiba2 orang aneh itu
mendongak tertawa: "Aii, mengapa melihat Ban-bin Kiauhua (Pengemis Berlaksa Wajah) lantas jemu, tapi
memandang Cian-bin Long-kun (Si jejaka Wajah Seribu)
merasa senang."
Diam2 The Go mendapat kesan, walaupun orang itu
sikapnya seperti orang tak waras, tapi ilmunya mengentengi
tubuh sakti sekali, jadi tentunya seorang cianpwe dalam
dunia persilatan. Maka dengan serta merta dia menjurah
untuk memberi keterangan: "Ban-bin Kiau-hua, kami
berdua sedang mempunyai urusan penting, kalau sekiranya
cianpwe tiada akan memberi pengunjukan apa2, silahkan
lanjutkan perjalanan."
"Aii, kau mempunyai urusan" Jalan saja, siapa yang
menghalangimu. Aku hanya hendak mengatakan disini,
bahwa diseberang tepi sungai utara sana, aku melihat ada
seorang imam tua tengah2 ber-lari2 seperti dikejar setan.
Hal itu, nanti hendak kuceritakan pada Say-ya-jat-ku.
Siapakah yang menghadang perjalananmu?"
Betapapun pandainya The Go berputar lidah, tapi saat
itu dia bungkam dalam seribu bahasa. Benar juga orang itu
tak menghadang jalannya, maka legahlah hati The Go. Tapi
Bek Lian berdebar hatinya. Yang dimaksudkan dengan
seorang imam tua oleh orang aneh tadi, tentulah ayahnya.
Teringat seketika itu, bahwa dia ditugaskan oleh sang ayah
untuk menghalangi perginya The Go ke Hokkian. Tapi
ternyata sekarang ia malah ikut serta dengan anak muda itu.
Ah, bagaimana nanti dia akan mengatakan pada, sang
ayah" "Tunggu sebentar!" katanya serentak.
"Tunggu apa lagi?" tanya The Go.
"Ayahku ?". dimana imam tua itu sekarang?" tanya
Bek Lian kepada siorang aneh.
Orang itu dongakkan kepalanya melihat kelangit,
ujarnya: "Entahlah, aku tak tahu. Tapi kalau kau mau balik
mencarinya, tentu ketemu."
Seketika itu terkilaslah dalam hati Bek Lian untuk bersuit
panjang memberitahukan pada sang ayah, agar The Go
jangan sampai mengundang tentara musuh. Tapi terkilas
pula lain suara hatinya, bahwa begitu sang ayah datang,
sudah tentu akan bertempur dengan The Go. The Go tentu
bukan tandingan sang ayah, Taruh kata bisa lolos, baginya
pun sukar lagi untuk bertemu dengan anak muda itu.
Memikir sampai diaini, diama is, mencuri lihat kewajah
sang kekasih, siapa nampaknya juga gelisah tengah
memandangnya. Dalam pertentangan batin yang hebat itu,
akhirnya suara sang hatilah yang menang, katanya:
"Engkoh Go, mari kita, jalan la,gi!"
Tadi The Go sudah gelisah, kini girangnya bukan terkira.
Tapi siorang aneh itu kedengaran menghela napas panjang,
katanya: "Kalau Tuhan yang menjelmakan sidurjana, dia
masih berhak hidup. Tapi kalau orang yang menjelma jadi
durjana, dia tak harus hidup. Nona, ingatlah kata2ku hari
ini !" Habis berkata begitu, siorang aneh itu dengan pe-lahan2
ayunkan langkahnya. Nampaknya saja berjalan pe-lahan2
tapi toh dalam sekejab mata saja, dia sudah tak nampak dari
pemandangan. The Go legah sudah hatinya, walaupun ada
sedikit halangan namun tampaknya urusan akan berhasil
baik. Dengan girang dicekalnya tangan sinona erat2. "Lianmoay, malam ini kita, bersatu dan selanjutnya takkan
berpisah untuk se-lama2nya."
Bek Lian seperti orang mabuk arak. Benar kata2 orang
aneh itu menyayat hatinya, tapi hanya sekejab saja, hilang
tertiup angin. Menatap kearah The Go, dia tampak
kemalu2an, tapi hatinya merasa bahagia sekali. Begitulah
dengan bergandengan tangan, kedua muda-mudi itu ber
jalan kearah barat.
Selama dalam perjalanan itu, masing2 seperti tak mau
berpisah satu sama lain. Walaupun demikian, dalam
kebatinan masing2 tengah mempunyai lamunan sendiri.
The Go melamun, Li Seng Tong congpeng dari pimpinan
tentara Ceng itu kabarnya pandai memakai orang. Dia
sendiri serbaguna (pandai silat pandai sastera), tentu akan
mendapat kedudukan yang setimpal. Dia tentu dapat
mendirikan pahala, akhirnya mendapat pangkat tinggi. Hari
kemudiannya gilang gemilang, dapat pangkat dapat isteri
cantik. Hm, betapakah nikmatnya penghidupan ini.
Demikian pikirannya.
Sedang Bek Lian tetap masih terkenang akan ayahnya.
Tapi demi melihat The Go itu orangnya pandai bermain


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senyum, cakap merangkai kata2, sikapnya begitu menyinta
dan senantiasa penuh dengan kasih mesra, terhiburlah hati
Bek Lian. Maka selama dalam perjalanan sejauh itu, iapun
tak merasakan capai.
Baru ketika matahari terbit dari sebelah timur, mereka
saling lepaskan tangan, karena merasa likat kalau dilihat
orang. Setelah melalui kota Tang-wan, kemudian Hui-ciu,
besoknya siang mereka memasuki daerah gunung Hoa-san.
Daerah itu terletak di sebelah timur dari Kwitang, sangat
luas sekali. The Go tahu bahwa didaerah situ banyak sekali
orang2 "keras" (akhli persilatan) yang keluar masuk. Tapi
yakin akan kepandaiannya sendiri. The Go tak kuatir.
Untuk memburu perjalanan, malam itu tak mau dia
beristirahat. Hari itu adalah tanggal 13 bulan 11, jadi
rembulan mengunjukkan wajahnya yang penuh. Memasuki
sebuah rimba, mereka berdua ber-gegas2 menempuh
perjalanan. Selama dalam perjalanan sehari semalam itu, makin
tetap hati Bek Lian bahwa pilihannya kepada The Go itu,
tak salah. Dan dengan seni-rayuannya yang lihay,
berhasillah The Go merebut betul2 hati sijelita itu. Tiba2
terasa ada angin meniup dan dilangitpun tampak tebaran
awan hitam, menutup rembulan. Dalam suasana yang
segelap itu, Bek Lian agak jeri dan makin menempel sang
kekasih rapat. Berjalan tak berapa jauh, awan dilangit
makin tebal, malah disekitar situ hawanya lembab, agaknya
turun kabut. "Lian-moay, rupanya kita terpaksa harus
beristirahat," kata The Go.
Bagi Bek Lian, kemana saja asal bersama The Go, la
menurut saja. The Go sulut api untuk menyuluhi disekitar
tempat situ. Kebetulan tak jauh dari situ tampak ada sebuah
goa besar yang tentunya tidak ditinggali oleh bangsa
binatang buas. Kesanalah The Go ajak Bek Lian. Karena
suasana sangat gelap dan berhubung perjalanan masih jauh
The Go tak mau boroskan api, maka dengan susah payah
ahirnya dapatlah mereka mencapai goa itu. Saking kurang
tidur dan keliwat lelah, maka begitu masuk kedalam goa,
Bek Lian terus menerus menguap. "Lian-moay, kau
tidurlah disini, besok terang tanah kita lanjutkan perjalanan
lagi," kata The Go.
"Engkoh Go, kalau aku tidur, jangan kau nanti
tinggalkan aku !"
"Biarpun leherku dipanggal, aku tentu tak mau berpisah
denganmu," The Go tertawa menghibur. Bek Lian puas
hatinyanya, tak antara lama tidurlah ia dengan nyenyaknya
dipanggiran sianak muda.
The Go yakin dalam suasana segelap itu, tentu takkan
ada binatang buas keluar berkeliaran, maka diletakkannya
kepala sinona keatas tanah, karena dia sendiripun kepingin
tidur, tapi pada lain saat dia batalkan niatnya itu, karena
kuatir jangan2 Bek Lian terbangun dan nantinya akan
marah hingga membikin gagal urusan. Maka terpaksa dia
duduk didekat situ saja.
Tapi baru dia duduk agak tenang, atau tiba2 terasa ada
sesuatu yang luar biasa. Alat pendengaran dan penglihatan
dari seorang yang meyakinkan ilmu silat, tentu tajam sekali.
Sewaktu masih dalam kandungan, ayah The Go sudah
meninggal. Ayah dan ibunya itu adalah murid2 kesayangan
Ang Hwat cinjin dari gereja Ang Hun Kiong. Begitu
mengetahui dirinya mengandung, ibunya lalu menyalurkan
lwekangnya untuk memperkuat tubuh sang anak. Maka, tak
heranlah kiranya, dalam usia baru 24 tahun saja, The Go
itu sepertinya sudah mempunyai peyakinan ilmu silat
selama 24 tahun, karena disebabkan begitulah halnya.
Pada saat itu dirasanya dalam goa situ terdapat
seseorang lagi. Betapapun halusnya pernapasan orang itu,
namun tertangkap juga oleh alat pendengarannya. Bermula
dipikirnya kalau hembusan napas Itu dari Bek Lian, tapi
sewaktu diperiksa kedekat hidungnya, ternyata bukan.
Sudah tentu terperanjat The Go sukar dilukiskan. Dapat
masuk kedalam goa tanpa diketahui orang yang berada
disitu, adalah suatu kepandaian yang luar biasa. Ah,
jangan2 siorang aneh itu lagi yang mengadu biru. Maka
The Go tak berani bergerak atau menyulut apinya,
melainkan menantikan perkembangan lebih lanjut.
Tak berapa lama, kedengaran orang itu makin
mendekati, seperti tengah berlarian dalam goa sebelah
tengah sana. Tapi anehnya, sedikitpun tak terdengar
suaranya apa2. Sampai disitu, timbullah rasa takut dihati
The Go. Adakah betul2 yang disebut setan rimba itu benar
ada" Karena seorang akhli yang bagaimanapun hebat
ilmunya mengentengi tubuh, tapi tetap akan kedengaran
derap kakinya, meskipun betapa halusnya. Dirangsang oleh
rasa takut, dengan hati2 sekali The Go beringsut beberapa
langkah dari tempat Bek Lian tidur, namun "setan" itu
agaknya dapat juga mendengar gerakannya itu, karena
dengan se-konyong2 diapun berhenti diam.
The Go menjadi jengkel. Dia sedang melakukan tugas
penting, se-kali2 tak boleh terhenti disitu. Karena bukan
saja impiannya akan kosong, malah kalau ketemu dengan
musuh tangguh, salah2 dia nanti terkubur digunung
belantara situ. Memikir akan kepentingan diri sendiri, rasa
cintanya terhadap Bek Lian menurun beberapa derajat.
Maka dengan ber-ingsut dia bergerak beberapa tindak lagi,
jaraknya makin jauh dari Bek Lian.
Bagi orang yang bersalah tentu ada2 saja gangguan
perasaannya. Se-konyong2 dilihatnya diantara kegelapan
tempat situ berkelebat sebuah sinar terang. Menurut
perasaannya, itulah tentu pancaran sinar dari sepasang
mata Bek Lian. Tapi ketika diawasinya dengan seksama,
ternyata tak ada apa2 kecuali kegelapan malam. Diam2 dia
memaki dirinya sendiri: "The Go, The Go! Pantaskah kau
hendak tinggalkan ia?" Pertanyaan itu dijawabnya sendiri :
"Seorang juwita yang begitu cantik, walaupun dunia ini
lebur, tapi sukarlah dicari keduanya. Ah, tak pantaslah
kalau meninggalkannya!"
Tapi pada lain saat, terkilas pula lain pikiran dan
bertanyalah dia kepada dirinya: "Hai, The Go! Kalau kau
sendiri berparas cakap, sekalipun gadis itu lebih cantik dari
ia sekarang, apakah gunanya bagimu" Pepatah mengatakan
: asal masih ada gunung yang hijau, masa takut tak ada
kayu bakar. Apakah betul2 dunia ini hanya sedaun kelor
saja, tiada lain gadis cantik yang melebihi itu?"
Pertentangan hebat terjadi dalam batinnya. Lewat
beberapa saat, dia tertawa sendiri: "Ah, suara napas tadi
begitu lemahnya, terang bukan dari orang tapi dari binatang
kecil. Mengapa aku ketakutan setengah mati sendiri, gila
aku ini!" Dari alam pikiran orang she The itu, terang sudah kalau
dia itu hanya mengutamakan kepentingan diri sendiri.
Cinta" Ah, tahulah baginya. Cinta hanyalah semacam
pakaian, yang sembarang waktu boleh dibuang kalau sudah
jemu. Kasihan Bek Lian, nona cantik yang bernasib malang
itu, karena jatuhnya pilihannya ditempat yang keliru. Untuk
itu. kelak ia akan menebus dengan penderitaan yang hebat!
Dengan anggapannya tadi, The Go kembali kedekat Bek
Lian lagi dan coba meramkan matanya untuk tidur. Tiba2
dari luar gua ada serangkum angin malam meniup masuk.
Angin itu terasa dingin sekali sampai menusuk kedalam
hidung. Dengan ter-sipu2 buru2 The Go hendak menyingkir
kesamping, tapi saking gugupnya bajunya telah kecantol
(terkait) pada ujung batu gua yang runcing, hingga robek
sampai setengah bagian. Suara baju robek itu, dalam
kegelapan suasana malam yang sunyi, telah menerbit
kumandang, yang keras. Cepat2 The Go bersiap dengan
kipasnya, tapi sampai sekian saat tak terjadi suatu apa.
Malah pada saat itu terdengarlah Bek Lian menggeliat
seraya menggigau daIam mimpinya: "Engkoh Go, jangan
tinggalkan daku!"
Dengan tiupan angin yang meruntuhkan nyalinya tadi,
The Go makin keras dugaannya, kalau didalam gua situ
tentu terdapat seorang lihay yang berilmu tinggi. Entah
kawan entah lawan. Dengan gunakan kepandaiannya
mengentengi tubuh, hati2 sekali dia mondar-mandir
didalam situ, untuk coba2 memancing apakah orang ketiga
itu dapat mendengarnya. Sampai sekian saat ternyata tidak
terjadi perobaban apa2. Tapi kini jelas didengarnya, kalau
suara napas orang itu berada didekat Bek Lian tidur.
Buru2 dia menghampiri ketempat Bek Lian yang terletak
didekat mulut gua. Se-konyong2 serangkum angin malam
menyerang lagi kearah mukanya. Malah samar2 dilihat ada
sesosok bayangan berkelebat. Dari perawakannya, orang itu
bukan seperti siorang aneh tempo hari itu. Kini The Go tak
sangsi lagi. Begitu kipas digerakkan, secepat kilat terus
ditutukkan kearah jalan darah yu-bun-hiat dari bayangan
hitam itu. Diluar dugaannya, sebat sekali bayangan hitam itu
menghindar terus melesat kebelakangnya. Buru2 The Go
putar tubuhnya, tapi kalah cepat. Rambutnya telah
dijambak oleh sebuah tangan yang kuat dan terdengarlah
suara seorang wanita menghardiknya: ,Siapakah nona itu?"
Nada suaranya itu seperti menembus pecah anak telinga
The Go, siapa dengan sebatnya terus memutar tubuh untuk
melepaskan jambakan orang itu. Tapi wanita itu bagaikan
bayangan saja, selalu lebih cepat dapat berada dibelakangnya, malah perkeras juga jambakannya. Tahu
akan kelihayan orang, serta merta The Go membuka
mulutnya: "Locianpwe sukalah kendorkan pegangan, ia
adalah kekasihku."
"Hm," wanita itu tertawa dingin. "Siapakah namanya?"
Pikiran The Go bekerja. Kalau sekiranya wanita itu
terikat permusuhan dengan keluarga Bek Lian, bukankah
dirinya sendiri nanti akan celaka" Ah, mengapa tadi dia
berterus-terang mengatakan Bek Lian itu kekasihnya!
Karena kesangsiannya itu, dia agak berayal memberi
penyahutan dan tahu2 lengannya kiri telah dicengkeram
oleh tangan siwanita. Sakitnya bukan kepalang seperti
dijepit besi. Buru2 dia empos semangatnya untuk bertahan.
"Lekas bilang, siapakah namanya?" bentak siwanita itu
dengan bengisnya.
"Ia orang she Bek namanya Lian, puteri dari Ceng Bo
siangjin!" The Go tak berlaku ayal lagi.
"Siapakah Ceng Bo siangjin itu?" tanya siwanita pula.
"Tokoh yang pada 10 tahun berselang menggetarkan dunia
persilatan dengan nama Hay-tee-kau. Ceng Bo Siangjin
adalah namanya setelah dia menyucikan diri menjadi
Imam." Wanita itu melengak sejenak, cengkeran2nya pada
lengan The Go pun dikendorkan, kemudian mulutnya
kedengaran kemak-kemik berkata sendiri : "Hay-te-kau,
hoan-kang-to-hay (nama ilmu pedang), kini tiba2 menjadi
Ceng Bo siangjin, jadi berarti dia sudah tak menghiraukan
peristiwa 'hoan-kang-to-hay'
(membalik sungai menjungkirkan Iangit) yang lalu lagi."
Tak tahu The Go apa yang dikatakan oleh wanita itu.
Yang diperhatikan, adalah cengkeram wanita itu sudah
kendor, maka sekali meronta dapatlah dia terlepas sama
sekali dari cengkeram besi itu, enjot tubuhnya terus melesat
satu tombak jauhnya. Gerakan The Go itu amat cepat
sekali, tapi siwanita lebih cepat lagi. Belum kaki si The Go
menginjak tanah, atau begitu ada angin menyamber, dia
rasakan pinggangnya dicengkeram orang, sehingga hampir
saja dia ter-huyung2 jatuh kemuka. Dengan sigapnya dia
bangun, tapi pinggangnya tetap tercengkeram oleh siwanita.
The Go mengeluh dalam hati. Syukur cengkeram wanita
itu tak keras, jadi hanya ingin menahannya saja, tak
bermaksud membunuhnya. The Go yang cerdik segera
dapat mengetahui maksud orang. Nyalinyapun timbul lagi.
"Locianpwe, apakah hendak memberi pengunjukan
padaku?" tanyanya dengan lantas,
"Siapakah kau ini?"
"Aku yang rendah ini bernama The Go, cucu murid Ang
Hwat cinjin dari gereja Ang Hun Kiong," sahutnya.
Diluar dugaan The Go, wanita itu segera berkata:
"Akupun pernah bertemu dengan beberapa murid dari Ang
Hwat cinjin. Kau mengaku menjadi cucu muridnya,
mengapa kepandaianmu sebagus itu?" ,
Kiranya wanita itu adalah seorang cianpwe yang berilmu
tinggi. The Go sesalkan dirinya tadi mengapa telah
mengeluarkan kepandaian, hingga dapat dikenal oleh
wanita Itu. "Hopwe (aku yang rendah) karena mengetahui
berbakat jelek, lalu belajar dengan rajin, sehingga dapat
lebih maju dari lain saudara seperguruan."
Wanita itu tertawa, ujarnya: "Kau tidak tolol tapi cerdik
sekali!" Mendengar nada ucapan siwanita itu tak mengandung
maksud jelek terhadap dirinya, legahlah hati The Go.
"Mengapa kau dengan Lian?"" gadis she Bek itu
bersama2?" tanya siwanita pula.
Belum lagi The Go menyahut, atau disana Bek Lian
sudah terbangun. Karena tak didapatinya The Go berada
disamping situ, bertereaklah gadis itu: "Engkoh Go, kau
berada dimana?"
"Lian-moay, aku berada disini, jangan takut!"
"Engkoh Go, kemarilah, aku tak dapat melihat kau,"
kembali Bek Lian menereaki. The Gopun segera
mengiakan, tapi karena pinggangnya dicengkeram siwanita,
terpaksa dia tak dapat bergerak. Tengah dia bingung apa
yang harus diperbuat, tiba2 siwanita itu kedengaran
berbisik: "Kalau kau sanggupi dua hal yang kuajukan, akan


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kulepaskan!"
"Apakah itu?" tanya The Go dengan kegirangan. Tapi
ternyata percakapan itu dapat didengar juga oleh Bek Lian,
siapa lalu buru2 bertanya: "Engkoh Go, kau ber-cakap2
dengan siapa itu ?"
Baru The Go hendak menyahut, tiba2
terasa pinggangnya dicengkeram makin kencang dan segera
kedengaran siwanita berkata:
"Pertama, kalau kau berani mempermainkan nona Bek,
meskipun kau sembunyi keujung dunia, tentu tetap akan
kucari untuk mencabut jiwamu. Kedua, se-kali2 kau tak
boleh mengatakan pada lain orang bahwa kau bertemu
dengan aku ditempat ini. Sekalipun nona Bek itu juga tak
usah tahu. Mengerti?"
The Go anggukkan kepalanya, dan wanita itu lepaskan
cengkeramannya. Hanya seperti kelebat bayangan saja The
Go melihatnya, atau wanita luar biasa itu sudah
menghilang lenyap.
"Engkoh Go, mengapa kau belum kemari ?" Bek Lian
berseru lagi. Atas itu, ber-gegas2 The Go menghampiri.
Ternyata disitu Bek Lian masih berbaring ditanah. Ah,
gelap nian tempat itu, betapa enaknya kalau berbaring juga
disitu pikir The Go yang terus segera duduk disamping
sinona, sembari tangannya merabah pipi orang.
"Kau kenapa?"
"Ah, aku bermimpi," sahut Bek Lian setelah termenung
sekian saat. "Mimpi bertemu siapa?" tanyanya menggoda. Juga
sampai sekian saat Bek Lian diam dulu, baru kemudian
berseru dengan mengkal: "Huh, tak perlu tahu !"
"Ha, ia tentu bermimpi ketemu dengan aku," pikir The
Go. Siapa lalu menggodanya lagi: "Kutahu sudah !"
"Tahu apa?"
"seorang yang cakap yang selalu dikenang dalam kalbu,
bukan?" kata The Go dengag pelan dan atas itu pecahlah
ketawa dari mulut sinona yang mungil, siapa terus bangkit
menuju keluar goa. Karena kala itu cuaca sudah terang,
maka Bek Lian pun segera terus berjalan kemuka.
Walaupun selama dalam perjalanan itu, dua kali The
Go. berjumpa dengan dua orang aneh yang telah membuat
terkejut dan mempermainkannya, namun dengan sudah
mendapatkan hati sijelita itu, puaslah sudah hatinya.
Keesokan harinya, tibalah mereka di Hokkian. Tapi apa
yang dilihatnya, disepanjang jalan sungguh membuat
mereka terkejut. Laki2 dan perempuan2 sama ber-bondong2
menuju ketimur. Kiranya meskipun tentara Ceng belum
resmi masuk ke Kwitang, tapi sudah ada sementara
kerucuknya yang mengganas diperbatasan, merampok harta
benda rakyat, mencemarkan orang2 perempuan dan lain2
perbuatan se-wenang2. Pembesar2 pemerintah Beng
setempat siang2 sudah angkat langkah seribu. Begitu karena
tak berdaya, rahayat sama ber-duyun2 mengungsi kearah
timur. Melihat pemandangan itu, Bek Lian merasa kurang
senang, sebaliknya The Go buru2 mengatakan: "Lianmoay, mari kita lekas2 bertindak. Begitu tentara Ceng
sudah masuk kewilayah Kwitang, rahayat tentu takkan
menderita lagi."
Bek Lian kena diomongi manis. Tak berapa lama
kemudian mereka masuk kewilayah Hokkian. Melihat
kedatangan The Go yang minta menghadap Li tayjin, salah
seorang opsir Ceng segera memberikan dua ekor kuda
untuk mengantarnya ke Hokciu.
Dengan tiada halangan suatu apa, dibawalah The Go
menghadap Li Seng Tong congpeng. The Go segera
serahkan surat peribadi dari Ko Tiau Cian. Habis membaca,
Li Seng Tong segera menanyai lebih lanjut dan The Gopun
memberi keterangan: "Li tayjin, asal Kwiciu sudah jatuh,
fihak Lam Beng tentu akan kocar-kacir, dan dengan mudah
tayjin tentu akan dapat menduduki Kwitang."
Li Seng Tong sebenarnya adalah pembesar militer dari
kerajaan Beng. Karena pemerintah Beng pada waktu itu
sangat korup, sana sini main sogok jual beli kenaikan
pangkat, maka dia merasa putus asa untuk menanjak
ketempat yang tinggi. Ketika tentara Ceng menyerang
wilayah Beng, dengan hanya mempunyai beberapa ratus
serdadu tua dan lemah, dia telah mempertahankan daerah
Tongkwan dengan gigih sekali, sehingga berhasil memukul
mundur fihak penyerang. Pemerintah Ceng terperanjat.
Mereka menduga disitu tentu terdapat seorang jenderal
pandai, maka dengan berbagai jalan akhirnya dapatlah
akhli perang yang cemerlang itu ditangkap hidup2an.
Dengan cara halus, Li Seng Tong dapat dibujuk untuk
menakluk dan malah diangkat menjadi congpeng (panglima
perang) Kerajaan Ceng. Benar juga pilihan pemerintah
Ceng itu tepat sekali. Li Seng Tong seorang panglima yang
pandai sekali menggunakan tentara, akhli strategi yang
jempol. Berkat kecerdasannya, daerah demi daerah dapat
diduduki dan akhirnya masuk ke Hokkian dan kini tengah
merencanakan penyerbuan ke Kwitang dan Kwisay.
Dia setuju atas keterangan The Go. Cepat dia serahkan
300 tentara pilihan pada The Go untuk menyerang Kwiciu.
Kepada The Go dia memberi pujian hangat dan
menjanjikan kedudukan tinggi apabila kedua wilayah itu
berhasil didudukinya. The Gopun segera bertindak cepat.
Dia suruh ke 300 tentara pilihan itu menyamar menjadi
anak kapal, sedang dia bersama Bek Lian menyaru menjadi
saudagar kaya. Rencana The Go, yalah hendak gunakan
jalan diair menyerang Kwiciu, itu tentu tak dapat diketahui
musuh. Sebagai bajak dari Laut Selatan, sudah tentu mahir
sekali The Go dalam urusan pelayaran. Dalam sehari
semalam saja, perahunya sudah tak jauh dari tempat yang
dituju. Kira2 satu setengah hari lagi, tentu akan sudah tiba
di Kwiciu. Kala itu lamunan The Go meninggi langit. Berdiri tegak
diatas geladak, dia jauh memandang kemuka laut,
mulutnya tak putus2nya memberi aba2 atau bersuit keras,
sikapnya garang sekali, se-olah2 dunia ini dia yang punya.
Sedang Bek Lian yang berdiri disamping, merasa bahwa
sang kekasih itu benar2 seorang muda yang gagah perwira.
Makin bahagialah perasaan nona itu.
Selagi kedua anak muda itu memberi komando pada
awak kapal, sembari diseling dengan gelak ketawa riang,
tiba2 The Go berteriak kaget: "Astaga, aneh !"
"Ada apa engkoh Go?" tanya Bek Lian.
Tapi sebaliknya dari menyahut, The Go cepat berpaling
kebelakang seraya bertereak memanggil: "Po tayjin!"
Yang dipanggil Po tayjin itu, adalah pemimpin dari ke
300 tentara pilihan itu. Namanya lengkapnya yalah Po Tho,
seorang Boan. Pertama kali melihat bagaimana serdadu2
Ceng itu sama memelihara kuncir, lelaki tidak perempuan
bukan, Bek Lian menjadi geli. Tapi demi membayangkan,
bahwa nantinya apabila tentara Ceng sudah menduduki
Kwitang, The Go dan semua orang lelaki juga akan
memelihara rambut begitu, hati Bek Lian merasa sedih.
Tapi kesedihan itu bagaikan awan tertiup angin, apabila ia
membayangkan kebahagiaan hidup disamping orang yang
dikasihi itu. Kala itu ke 300 serdadu Ceng itu sama menyaru menjadi
penumpang kapal, kuncirnya sama digelung. Tapi Po Tho
sendiri yang tak mau berbuat begitu. Namun The Go
terpaksa mengalah juga, karena dia masih memerlukan
tenaga orang itu. Pada saat The Go memanggil tadi, Po
Tho tengah menikmati pipa huncwe (pipa bambu). Oleh
karena telah dipesan oleh panglima (Li Seng Tong), Po Tho
tak berani berlaku ayal, lalu buru2 menghampiri datang,
serunya: "The tayjin, ada apa?"
"Lekas perintah dua perahu kita yang berada dibelakang
itu supaya kemuka, jangan terlalu ketinggalan jauh,
mungkin bakal terjadi peristiwa."
Po Tho lakukan perintah itu.
"Engkoh Go, ada kejadian apa?" Bek Lian ulangi
pertanyaannya yang belum terjawab tadi.
"Tu lihatlah!" seru The Go menunjuk kemuka.
Bek Lian memandang kearah yang ditunjuk The Go.
Memang jauh disebelah muka, diantara gelombang laut
yang ke-biru2an, tampak ada setitik benda hitam ber-ayun2
naik turun. Karena tak mengetahui adanya hal itu, Bek Lian
memandang The Go. "Tu lihat lagilah!" seru The Go.
Begitu Bek Lian memandang kemuka lagi, kini benda
kecil itu ternyata sudah makin mendekat, bagaikan sebatang
pelepah pisang besar. Makin dekat, nyata bukan perahu
melainkan sebatang dahan kayu yang masih penuh dengan
daun. Rupanya dahan itu begitu dipotong terus dilemparkan kedalam laut, digunakan sebagai perahu. Tapi
itu sajah masih belum mengherankan, karena yang paling
aneh yakni ternyata batang dahan puhun itu dinaiki oleh
seorang yang tegak berdiri diatasnya. Massa Allah! Batang
kayu itu bulat bentuknya, jadi timbul tenggelam saja
didalam air, tapi toh orang itu dapat menaikinya dengan
laju sekali menghampiri datang kearah perahu The Go.
Dapat berdiri dengan kokohnya diatas batang kayu bulat
yang terapung didalam air, bagi The Go yang
berpengalaman luas segera mengetahuinya, bahwa orang
itu tengah menggunakan ilmu cian-kin-tui (tindihan seribu
kati). Tapi dapat menggunakan ilmu cian-kin-tui sedemikian lihaynya itu, juga jarang terdapat dalam
kalangan akhli persilatan.
Oleh karena dihembus angin, maka perahu The Go pun
dapat berjalan dengan laju sekali. Demi dapat melihat jelas
siapa yang berlayar dengan batang dahan puhun tadi,
seketika pucatlah wajah The Go. "Astaga!" serunya dengan
tertahan. Juga Bek Lian pun segera mengenal orang yang
berbaju dan topi bintang serta menyekal sebilah tiang-kiam
itu ternyata bukan lain ialah ayahnya sendiri. Serasa
terbanglah semangat Bek Lian dibuatnya.
Tengah kedua orang itu gelisah, batang puhun itu telah
maju membentur badan perahu.
"Lian-moay, bersembunyilah kebawah ruang kapal
sana!" The Go menyuruh Bek Lian, siapa pun sudah terus
hendak melakukan anjuran itu. Tapi baru hendak
melangkah turun kebawah, atau orang yang berada diatas
batang puhun tadi kedengaran berteriak keras, sehingga Bek
Lian menjadi tertegun sesaat. Menyusul dengan benturan
tadi, anak perahu menjadi gempar. Ada yang menjerit2
mengatakan perahunya bocor, ada yang menyerukan ayah
ibunya, ya pendeknya keadaan di perahu situ menjadi
panik. Orang2 sama berebutan naik ketangga tali untuk
memanjat keatas kedua perahu yang disebelahnya.
The Go tak sempat meneriaki mereka supaya tenang,
karena pada saat itu, melesat sesosok tubuh kehadapannya.
Itulah Ceng Bo siangjin dengan pedang terhunus tegak
berdiri di-tengah2 The Go dan Bek Lian. Melihat sang
ayah, sesaat lupalah Bek Lian akan perbuatannya dalam
beberapa hari ini, maju selangkah ia berseru memanggil:
"Tia, kau?"?""
Belum akhir kata "datang" diucapkan, Bek Lian segera
mendapatkan bahwa wajah sang ayah ketika itu tampak
bengis sekali, sehingga saking takutnya Bek Lian tak jadi
mengucap kata2nya yang terakhir, terus mundur selangkah
tak berani membuka mulut lagi.
Sepasang mata Ceng Bo siangjin, memancarkan sinar
ber-api2. Tanpa disadari, Bek Lian segera menggeser
kedekat The Go, sehingga kini keduanya berdiri berjajar.
Yang satu seorang gadis cantik jelita, yang lain seorang
pemuda cakap garang, sepintas pandang, memang
merupakan suatu pasangan yang setimpal. Tapi bagi Ceng
Bo siangjin yang sudah dirangsang oleh api kemarahan
karena mengetahui puterinya telah berbuat begitu rendah,
kiranya sudah lupa akan segala apa.
Sebelum melanjutkan apa yang bakal terjadi diatas
geladak itu, marilah kita tengok lebih dulu mengapa Ceng
Bo dengan se-konyong2 bisa muncul disitu itu. Kiranya
setelah sampai terang tanah, dia tak dapat menemukan jejak
The Go, maka dia mulai bersangsi dan kuatir akan diri Bek
Lian. Kalau betul orang she The itu mengambil jalan ditepi
sungai yang sebelah utara situ, biar bagaimana cepatnya dia
berjalan, tapi kalau dia (Ceng Bo) mengejar sampai
semalam suntuk tentu akan dapat menyusulnya. Jangan2
orang itu mengambil jalan ditepi sungai yang sebelah sana.
Tapi mengapa Bek Lian tak memberi pertandaan " Diam2
dia mengeluh, jangan2 puterinya mengalami hal2 yang tak
terduga. Maka dengan gunakan ilmu istimewa "teng ping tok
cui", dia melintas sungai. Kalau itu waktu setelah melintasi
sungai, dia terus mengejar kearah timur, pasti akan dapat
mencandak kedua orang itu. Tapi karena tak menduga
bahwa puterinya akan berbuat semacam itu dengan orang
buronannya, maka Ceng Bo lebih dahulu mengejar kearah
barat. Baru setelah disana tak menemukan jejak apa2, dia
balik mengejar kearah timur. The Go dan Bek Lian
memiliki ilmu berjalan cepat yang lumayan. Dengan
penundaan tadi, begitu Ceng Bo balik ketimur, The Go dan
Bek Lianpun sudah tiba di Hokkian, terus berkuda menuju
ke Hokciu. Tiba di Hokkian, Ceng Bo kaget demi mendengar
pembicaraan dari salah seorang penjaga pintu kota, bahwa
ada seorang gadis cantik bersama seorang pemuda cakap


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masuk kekota situ. Dalam dandanannya sebagai seorang
imam, Ceng Bo menanyakan hal itu kepada sipenjaga, siapa
karena mengetahui bahwa tentara Beng sudah ngacir pergi
jadi tentunya mustahil akan ada mata2 musuh, lalu
menceritakan tentang keadaan kedua pemuda pemudi (The
Go dan Bek Lian) tadi. Saking marahnya, hampir2 saja
Ceng Bo terjungkal rubuh. Tanpa menghiraukan bahwa
kala itu adalah pada waktu siang hari, dia segera enjot
tubuhnya dan dalam sekejab saja sudah melesat jauh sekali.
Hal mana telah membuat penjaga itu menjadi terlongong2
karena mengira kalau imam lawan bicaranya tadi adalah
seorang dewa yang turun kedunia!
Bagaikan terbang, Ceng Bo menuju ke Hokciu. Dia
segera menyirepi kabar kegedung congpeng, tapi pada
waktu itu (siang hari) tak berhasil mendengar berita apa2.
Malamnya dia lakukan penyelidikan lagi kesitu dan baru
mengetahui bahwa The Go sudah berangkat menuju ke
Kwiciu dengan membawa sepasukan tentara Ceng pilihan.
Ceng Bo cukup menginsyafi, bahwa Kwiciu itu adalah
pusat jantung propinsi Kwitang. Kalau Kwiciu jatuh,
Kwitang tentu tak dapat dipertahankan lagi. Malam itu juga
dia ber-gegas2 menuju ketepi laut. Tapi disitu dia tak dapat
menemui sebuah perahu pun juga. Semangatnya semasa
muda timbul lagi.
Dengan mengeluarkan kekuatan sakti, dia berhasil dapat
mencabut sebatang puhun sampai ke-akar2nya. Batang
puhun itu dilemparkan kedalam laut, lalu dia loncat berdiri
disitu. Dengan lwekangn ya yang aakti, dia meluncur
ketengah laut, laju bagaikan sebatang anak panah terlepas
dari busurnya. Didalam gelombang laut yang naik turun itu, batang
puhun yang bulat bentuknya itu turut diayun tinggi rendah,
timbul tenggelam. Betapa saktinya ilmu kepandaian Ceng
Bo, namun tak kuasa juga dia menguasai perahunya yang
istimewa itu. Tapi meskipun demikian, batang kayu itu
dapat meluncur lebih pesat daripada perahu rombongan
The Go. Tak antara berapa lama kemudian, Ceng Bo segera
tampak adp, 3 buah perahu besar berlayar kearah
tempatnya. Salah sebuah perahu besar itu, tampak ada dua
orang muda mudi tengah berdiri diatas geladak. Tak salah
lagi itulah The Go dan puterinya yang "manis" itu.
Bahwa The Go dapat melakukan perbuatan khianat itu,
memang sudah diduga oleh Ceng Bo. Tapi bahwa puterinya
sendiri, sampai terpincut dengan orang yang hendak
menjual negara itu, sungguh tak terpikirkan oleh Ceng Bo.
Maka begitu dia loncat keatas geladak perahu dan Bek Lian
berseru memanggilnya tadi, Ceng Bo sudah menyambutnya
dengan dingin2 saja, sepatahpun tak mau dia menyahutinya. Dari kakek gurunya, Ang Hwat cinjin, The Go pernah
diceritakan tentang kesaktian tokoh yang bergelar Hay-tekau itu. Dia yakin, gelar "Hay-te-kau" itu tentu berdasarkan
bahwa ilmu air dari tokoh tersebut tentu lihay sekali. Kalau
menempuh jalan kekerasan, rasanya ke 300 serdadu pilihan
diatas perahu itu, tentu bukan tandingannya Hay-te-kau
(Naga dari dasar laut). Malah dirinya sendiri pun pasti
takkan terluput dari kebinasaan. Satu2nya siasat yang tepat,
yalah dengan gunakan diplomasi lidah, agar tokoh itu
jangan sampai unjuk kekerasan. Setelah rencananya tetap,
dengan langkah lebar majulah The Go kemuka. Begitu
memberi hormat dengan membungkuk, dia berseru
lantang2: "Karena tak mengetahui akan kunjungan lopeh
(paman) kemari, maka siaotit (keponakan) telah berlaku
kurang hormat menyambutnya. Harap lopeh suka memberi
maaf sebesar2-nya!"
Demi tampak Bek Lian berdiri berendeng dengan siorang
she The, Ceng Bo siangjin sudah dapat menduga apa yang
telah terjadi. Bahwa siorang she The menyebutnya "lopeh"
dan membahasakan dirinya sebagai "siaotit" itu bukan
meredakan hatinya, sebaliknya malah makin mengobarkan
hawa kemarahannya. Tapi sebagai seorang pertapa yang
saleh, tak mau Ceng Bo me-maki The Go. Tak mau dia
menghiraukan tegur salam penghianat itu, sebaliknya tcrus
bertanya kepada Bek Lian: "Apakah artinya ini?"
Nampakh wajah sang ayah makin suram dengan
bengisnya, Bek Lian bercekat. Selama 19 tahun lamanya
melayani sang ayah, belum pernah ia menampak wajah
sang ayah sedemikian murkanya. Kalau bercerita terus
terang, tentu takkan mendapat keampunan lagi.
Belum berapa hari Bek Lian turun gunung, disana sini
orang2 persilatan sama bercerita bagaimana pada 10 tahun
berselang ayahnya itu sangat memusuhi sekali akan segala
kejahatan. Nama Hay-te-kau cemerlang diangkasa persilatan. Dunia penjahat menjadi tergetar, apabila
mendengar disebutnya nama Hay-te-kau itu. Tapi
mendadak sontak jago pemberantas kejahatan itu lenyap
dari pergaulan ramai, seolah2 telah padam api perjuangannya, lalu masuk menjadi imam. Hal mana telah
menimbulkan keheranan dikalangan persilatan pada
umumnya. Diam2 Bek Lian bercekat hatinya. Kalau saja apisemangat ayahnya itu berkobar pula, dia pasti takkan
mempedulikan ikatan ayah dan anak, sanak atau kadang
lagi. Tapi bagaimana lagi, hatinya (Bek Lian) telah tertawan
oleh sianak muda, tak dapat ia melawan suara kalbunya itu.
Maka sampai sekian saat timbullah pertentangan hebat
dalam batinnya.
"Lekas bilang!" bentak Ceng Bo.
Pada saat itu keadaan Bek Lian serba salah, maju celaka
mundur tersiksa. la melirik kearah The Go, tapi sianak
muda itu tak mau melihatnya. "Ah, rupanya engkoh Go tak
mau dilihat ayah kalau dia yang bermaksud memikat aku.
Ini adalah untuk kebaikanku sendiri. Ah, sial amat,
mengapa baru beberapa hari aku berbahagia didamping
engkoh Go, ayah sudah lantas datang mengadu biru.
Agaknya harapanku untuk berdamping selama-lamanya
dengan engkoh Go akan buyar!" demikian Bek Lian menimang2 dalam hatinya. Bagi hati yang menyinta, memang
segala tingkah dan sikap dari jantung hatinya itu hanya
dipandang dari sudut yang baik saja. Pada hal sebenarnya
mengapa The Go tak mau memandangnya tadi, adalah
karena kelicinannya. Melihat sikap Ceng Bo siangjin yang
bengis itu, tahulah The Go urusan bakal menjadi runyam
apabila dia dituduh membawa lari gadisnya. Maka
bersikaplah dia sedemikian rupa, agar Ceng Bo tak
menyangka begitu. Ha, licin betul si Wajah Seribu itu.
"Tia?"?"." tiba2 Bek Lian mengucap, tapi belum
sempat ia menyelesaikan kata2nya
Ceng Bo sudah menukasnya : "Hm?"?""
Bek Lian tertegun sejenak, lalu memaksa berkata lagi:
"Tia, aku aku?"?"
Sebenarnya Bek Lian hendak mengatakan "aku cinta
padanya", tapi sebagai seorang gadis sudah tentu tak dapat
ia mengucapkan kata2 itu dihadapan sekian banyak orang.
Malah seketika itu wajahnya menjadi merah dan
menundukkan kepala.
"Hai, anak keparat?""..! Anak keparat?"?"!"
hanya begitu Ceng Bo dapat menghamburkan kemarahannya, karena dia segera berpaling untuk menanya
The Go: "Cian-bin Long-kun, dalam orang2mu itu apakah
ada serdadu Ceng?"
The Go tersentak kaget atas ketajaman mata Ceng Bo.
Hendak dia menyangkal atau tiba2 dari sebelah belakang
terdengar suara seruan keras: "Hai, tosu, perlu apa kau
datang kemari ?"
Amboi, itulah si Po Tho, thongleng dari pasukan Ceng,
siapa masih tetap mengenakan pakaian seragam dan
kuncirnya terkulai dibelakang. Cepat2 The Go delikkan
mata kepada opsir Ceng itu seraya memaki dalam hati:
"Manusia yang bosan hidup !"
GAMBAR 19 Sekali Ceng Bo Siangjin ayun tangan, perwira Ceng Itu
dilemparkannya kelaut dalam keadaan menjerit2.
Tanpa banyak bicara, Ceng Bo melesat kesamping Po
Tho, sekali ulurkan tangan dia segera seret opsir Ceng itu
kepinggir geladak. "Tolong!" Po Tho men-jerit2 seperti babi
hendak disembelih, tapi siapa yang berani menolongnya.
Sekali Ceng Bo mendorong, maka tubuh si Po Tho segera
terlempar kedalam laut. "Mau pergi ke Kwiciu, ambil jalan
air saja !"
The Go ketar-ketir hatinya. Dia mengira, pantanganmembunuh Ceng Bo siangjin sudah ditiadakan. Dan
siapakah yang sanggup melawannya" Kalau dia berani
turun tangan, tentu akan tersapu oleh imam yang gagah
perkasa itu, dan ini berarti akan habislah seluruh
rencananya, demikian pikir The Go. Maka dia lalu mundur
beberapa langkah, siap hendak lolos dengan ceburkan diri
kedalam laut. Tapi tiba2 dia merandek. Dengan gelar "Hayte-kau" (Naga didasar laut), tentu kepandaian air dari imam
itu ber-lebih2an. Dan karena berayal itu, Ceng Bo siangjin
sudah berpaling kepadanya : "Cian-bin Long-kun, kau
sebagai orang Han masakan tak ingat akan peristiwa 'Yangciu 10 hari' dan '3 kali penyembelihan rakyat Ka-ting' " Kau
menjadi pengkhianat membawa tentara musuh ke Kwiciu,
bilanglah, hukuman apa yang harus kau terima !"
Kata2 Ceng Bo itu diucapkan dengan penuh semangat
keperwiraan, sehingga pada saat itu juga, Bek Lian
mengutuk perbuatan yang sedemikian hinanya itu. Teringat
bahwa orang yang berbuat khianat itu adalah jantung
hatinya sendiri, serta iapun turut membantunya, gemetarlah
tubuh Bek Lian.
Betapapun The Go itu biasanya pandai adu lidah,
namun hati nuraninya terasa berjengit juga mendengar
tuduhan yang begitu tajam itu. Saking gentarnya, dia
mundur lagi dua langkah, hingga kedekat tepi geladak.
Ceng Bo memburu maju. "Seorang laki2 berani berbuat
berani bertanggung jawab sendiri. Apabila sampai saatnya
memikul akibat perbuatannya itu hendak melarikan diri,
itulah keliru !"
Ditelanjangi habis2an, muka The Go pucat lesi. Melihat
itu Bek Lian terkesiap. Lupa bahwa setelah The Go, nanti
dirinyapun akan mendapat giliran dihukum sang ayah, ia
segera melesat berdiri dihadapan sianak muda, serunya:
"Tia, kau mau melukainya?"
---oo0dw0oo--- Ceng Bo melengak. Tak kira dia kalau puterinya telah
sekalap itu terang2an hendak melindungi The Go.
"Menyingkir sana!" bentaknya. Ternyata Bek Lian masih
belum seratus persen berani membangkang perentah
ayahnya, tapi iapun tak mau menyingkir jauh dari sang
kekasih, maka ia hanya bergeser sedikit disamping The Go.
Tapi kejadian itu, cukup memberi ilham pada The Go yang
penuh akal muslihat itu. Wajahnya tak mengunjuk
kecemasan lagi. Malah dengan ber-kipas2 sikapnya tenang
sekali. "Siangjin," serunya lantang, "memang benar
siaoseng memimpin pasukan Ceng masuk ke Kwitang. Tapi
puterimu pun ikut pada siaoseng menghadap Li congpeng
di Hokciu. Hukuman apakah yang akan dijatuhkan
padanya" Siangjin seorang yang penuh dengan pambek
perwira, maka siaoaeng hendak mohon pengajaran!"
Ceng Bo tahu kepandaian orang untuk menyerang
kelemahannya. Tahu pula dia bahwa orang she The itu
hendak menjual Bek Lian, tapi pikir punya pikir, dia benci
pada puterinya sendiri yang telah berbuat sedemikian
hinanya itu. Ini berarti, kalau hendak memberesi orang itu,
lebih dahulu harus memberesi puterinya sendiri. Sebaliknya
Bek Lian yang masih hijau dan baru pertama kali itu jatuh
cinta, beranikan diri untuk mengetuk perasaan sang ayah.
"Tia, apa yang dikatakan engkoh Go tadi benar. Aku
bersama dia menghadap Li Seng Tong di Hokciu."
Sedih dan murka perasaan Ceng Bo. Sedih melihat
tingkah puterinya yang tak senonoh itu, murka akan
kelicikan The Go. Orang semacam itu, kalau dibiarkan
hidup lebih lama, tentu akan mencelakai orang banyak.
Begitu ambil keputusan tetap, Ceng Bo perdengarkan
tertawa dingin: "Cian-bin Long-kun, kau bertanya
bagaimana aku hendak menjatuhkan hukuman kepada anak
itu" Baik, bukalah matamu, karena kau sendiripun tak nanti
dapat lolos!"
Habis berkata begitu, dia berpaling kearah Bek Lian.
Dengan memancarkan sorot mata ber-api2, dia membentak:
"Anak keparat, dalam urusan ini, apa kau masih tak tahu ?"
GAMBAR 20 Mengetahui puterinya berbuat serendah itu, dengan perasaan
cemas Ceng Bo Siangjin putar tubuh memandang jauh
kepermukaan laut yang luas.
Bek Lian teringat akan apa yang pernah diajarkan oleh
sang ayah, bahwa bangsa dorna dan penjahat itu, adalah
penyakit masyarakat. Apabila nanti turun gunung dan


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu dengan bangsa begitu, harus dibunuh demi untuk
kepentingan rakyat. Maka atas ucapan terakhir dari sang
ayah "apa tak tahu" itu, artinya harus menerima hukuman
berat. "Tia!" serunya dengan wajah pucat.
Ceng Bo berputar tubuh membelakangi Bek Lian. Jauh
memandang kepermukaan laut yang luas, dia kuatkan
hatinya, mendamprat: "Aku tak mempunyai anak
perempuan kau lagi, jangan panggil ayah padaku!" Habis
mengucap begitu, bagaimanapun kerasnya sang hati, tak
urung diam2 dia kucurkan air mata.
Pikirannya jauh melayang pada kejadian 10 tahun
berselang. Sejak isterinya, Kiang Siang-yan, lenyap tanpa
alasan apa2, dia sayang Bek Lian sebagai nyawanya sendiri.
Kala itu Bek Lian baru berumur 9 tahun. Dengan penuh
kasih sayang, diarawat dan mengasuh puterinya tunggal itu
hingga sampai menanjak usia remaja. Bahwa buah daripada
jerih payahnya itu ternyata sedemikian pahitnya, benar2 dia
tak menyangkanya! Kelemahan itu telah dipergunakan oleh
The Go untuk mendesak Ceng Bo.
Mendengar ucapan sang ayah itu, pecahlah tangis Bek
Lian tersedu sedan. Cepat2 ia berlari hendak menubruk
ayahnya, tapi Ceng Bo kibas2kan tangannya kebelakang,
sehingga seperti disamber oleh tenaga kuat, Bek Lian
merandek tak bisa maju. "Tia, aku adalah anakmu! Aku ini
anakmu!" Hati Ceng Bo seperti di-sayat2 tapi demi jangan sampai
dilihat oleh The Go yang dibencinya itu, dia pakai lengan
bajunya untuk mengusap air matanya, kemudian dengan
tawar berkata: "Anakku, tentu takkan bersekongkol dengan
bangsa penjajah asing, kalau berbuat berarti lebih berat dari
10 kedosaan!"
"Aku aku cinta pada engkoh Go, apakah salahnya aku
bersama dia pergi ke Hokciu itu?" Bek Lian ter-sedu2
bertanya. Tanpa menoleh lagi, Ceng Bo berseru: "Lekas bereskan
dirimu sendiri, jangan jangan sampai aku".. turun tangan!"
Sampai disini, karena teringat bahwa puterinya nanti tentu
meninggal, dia menghela napas panjang, lalu berkata pula:
"Kalau dalam kematianmu itu kau tak dapat memejamkan
mata, biarlah nanti kubalaskan sakit hatimu itu!"
Dengan mulut sang ayah mengucapkan "kematianmu"
itu, Bek Lian tersentak semangatnya, ia ter-longong2
sampai lupa menangis lagi. Hati Ceng Bo pada saat itu
seperti di-remasl. Karena tak mendengar suara Bek Lian
lagi, hatinya gentar, terus berbalik tubuh kebelakang. Demi
tampak Bek Lian tak kurang suatu apa, dia menarik napas
longgar. The Go yang licin itu, cepat dapat mengetahui isi
hati Ceng Bo yang masih tetap tak tegah kepada puterinya
itu. Tanpa berayal lagi, dia segera berkata seorang diri:
"Harimau yang buas takkan memangsa anaknya. Mengapa
karena hendak mengunjukkan kegagahan sesaat, lalu
meninggalkan penyesalan besar!"
Ceng Bo merasa terkena dengan ucapan itu. Memang
pada saat itu, timbul pertentangan hebat dalam batinnya,
antars, cinta dan benci. Kemauannya menyuruh Bek Lian
bunuh diri, tapi hatinya tak tegah melihat darah dagingnya
itu sampal mengalami nasib yang sedemikian mengenaskan
itu. Kembali dia menghela napas lagi, matanya memandang
lekat pada Bek Lian tapi mulutnya membisu tak ber-kata2.
Tahu kalau ada setitik harapan tertolong, silicin The Go
batuk2 sembari tertawa. Hendak dia bicara lagi, tapi Ceng
Bo telah keburu delikkan mata kepadanya, se-olah2
memperingati bahwa sekalipun dia dapat memaafkan
puterinya, tapi tak dapat memberi ampun kepadanya. Tapi
pada lain kilasan, dia teringat akan pengakuan Bek Lian
tadi ia iktut The Go ke Hokciu, sehingga membuatnya serba
susah. Tapi demi memikirkan betapa penderitaan rakyat
Kwitang apabila tentara Ceng datang, dia mendamprat
dirinya sendiri. Berapa banyak orang2 tua yang akan
kehilangan putera-puterinya, berapa banyak gadis2 dan
wanita2 yang akan tercemar kehormatannya nantinya"
Adakah hanya karena memikirkan kepentingan Bek Lian
seorang, maka dia tegah membiarkan seluruh rakyat
Kwitang menderita kesengsaraan sebesar itu "
Liangsim (nurani) Ceng Bo tergugah lagi. Tapi karena
tak tegah melihat puterinya mati secara mengenaskan itu,
kembali dia berputar tubuh dan serunya dengan suara
sember: "Jangan berayal, lekas habisi jiwamu!" Nada
ucapannya itu berat sekali, menandakan bagaimana
beratnya perasaan yang menindih hatinya.
Tadi The Go sudah hampir bersorak dalam hati demi
melihat sikap Ceng Bo berobah tenang. Tapi tatkala dengan
tiba2 berobah beringas lagi, diam2 dia memaki siangjin itu
sebagai seorang yang kukuh. Sedang Bek Lian setelah
mendengar sang ayah mendesaknya lagi, segera memandang kearah The Go seraya berseru: "Engkoh Go!"
Begitu merawankan sekali seruan itu, biarpun berhati
sekeras baja, orang pasti akan tergerak juga hatinya.
Sebaliknya tidak demikian dengan The Go. Demi
dilihatnya Ceng Bo masih membelakangi, dia segera
hendak bertindak. Baru dia hendak loncat kedalam laut,
tiba2 ombak laut berserak dan berbareng dengan bunyi
damparan ombak yang keras, sesosok tubuh loncat kedalam
perahu situ. Orang itu mengenakan pakaian seperti sisik
ikan. Begitu tangannya memegang buritan, dia segera
berjumpalitan loncat kegeladak.
Selain Bek Lian, kedua orang (The Go dan Ceng Bo
siangjin) yang berada digeladak perahu situ tadi, adalah
akhli2 air yang jempolan. The Go sejak kecil dibesarkan
dilaut. GAMBAR 21 "Orang she The, kiranya kau berada disini!" seru Ciok Jisoh
seraya menyerang dengau rodanya yang bergigi.
Sedang gelaran Ceng Bo siangjin dahulu adalah Hay-teekau Tapi demi nampak kepandaian orang tadi, keduanya
menjadi kesima. Yang paling jengkel, adalah The Go. Baru
saja dia mempunyai kesempatan untuk lolos, atau orang itu
datang mengadu biru, hingga kini Ceng Bo sudah berbalik
badan dan mengawasi padanya. Ketika diamat-amati
ternyata orang itu adalah Kim-kong-lun Ciok jisoh, siapa
begitu menginjak geladak lantas saja berseru: "Bagus, orang
she The tidak didarat, dilaut akhirnya kita berjumpa. Ha,
kiranya kau berada disini!" Habis berkata, ia perdengarkan
suara keheranan, serunya: "Hai, Ceng Bo siangjin,
mengapa kau bersama puterimu juga berada disini?"
Ceng Bo hanya perdengarkan jengekan saja, sebaliknya
The Go segera menegur: "Ciok jisoh, mengapa kau tak
berada di Kwiciu melindungi junjunganmu, tapi datang
kemari ?" "Huh, apa itu melindungi junjungan. Aku sudah bukan
pembesar negeri lagi, tapi hendak mengarungi ujung dunia
untuk mencari orang she The!" Ciok jisoh tertawa dingin
seraya melepaskan senjata jit-gwat-lun dari ikatannya.
Begitu sepasang kim-kong-lun (roda baja) yang bergigi
tajam itu siap ditangan, berserulah ia: "Orang she The, kau
terlalu menghina orang. Biarpun aku bukan tandinganmu,
tapi aku tetap hendak adu jiwa dengan kau!"
Dari sikapnya itu, Ciok jisoh terang seorang wanita yang
berterus terang tanpa tedeng aling2. Kalau dia seorang pria,
kiranya mirip dengan watak tokoh hweshio Lou Ti-sim dari
kawanan Liang-san dahulu. Ceng Bo pun memuji dalam
hati, bahwa diantara keempat bajak laut itu, hanya wanita
she Ciok itu saja yang masih berpambek seperti orang
persilatan. Maka demi mendengar, wanita itu hendak
membuat perhitungan dengan The Go, Ceng Bo menunggu
dengan penuh perhatian. Pikirnya, apabila wanita gagah itu
sampai kalah, dia hendak membantunya.
Melihat kedatangan Ciok jisoh Itu, The Go mendapat
ketika untuk mengulur waktu lagi. Dengan ber-kipas2,
berserulah dia: "Ciok jisoh, bagaimana aku siorang she The
ini menghina orang she Ciok?"
Ciok jisoh tak mau menjawab dengan mulut, tapi begitu
melangkah maju, ia tikamkan kim-kong-lun ditangan kiri
kedada The Go, siapa cepat2 menangkisnya. Ciok jisoh
susulkan kim-kong-lun ditangan kanan kearah pundak
lawan. Tapi tanpa gugup, The Go ulurkan kipasnya untuk
menangkis, dan tepat kipas itu menancap ditengah gigi baja.
Dipasangnya gigi2 baja itu, memang khusus diperuntukkan
merebut senjata musuh. Maka lekas2 Ciok jisoh menarik
sekuat2nya kesamping kiri. Yakin ia kipas The Go pasti
akan tersentak jatuh. Tapi ternyata orang she The itu sudah
memperhitungkan kemungkinan itu. Begitu dilihatnya Ciok
jisoh menyentak kekiri, The Go sudah mencekal kencang
kipasnya untuk dibantingkan kesamping kanan. Jadi adu
kekuatan namanya.
Seketika Ciok jisoh rasakan tangannya kesemutan, kimkong-lun hampir2 terlepas dari cekalannya. la coba
kendorkan sentakannya, untuk selekasnya menarik kebelakang, pikirnya hendak lolos dari adu kekuatan itu.
Tapi justeru dengan begitu, tanpa disadarinya, ia masuk
keperangkap The Go. "Lepaskan!" kedengaran The Go
membentak seraya balik membanting kipasnya kekiri. Benar
juga, kim-konglun Ciok Jisoh terpental lepas, dan jatuh
terlempar kedalam laut.
Tapi se-konyong2 terdengar bunyi "trang" dari
beradunya logam dan kim-kong-lun itu mencelat balik
keatas perahu lagi. Sudah tentu, dengan sebatnya Ciok jisoh
menyanggapi. Belum hilang kekagetan orang2, atau muncul
pula seorang yang mengenakan pakaian kulit ikan yang
dengan enteng sekali loncat keatas geladak. Dibanding
dengan Ciok jisoh, gerakannya jauh lebih lincah.
Tangannya mencekat sebatang hi-ja (garu penusuk ikan)
yang berujung 3. Begitu tiba digeladak, ia memandang
kearah orang2, kemudian berseru keras: "Engkoh Go,
kiranya kau berada disini!" Setelah itu ia memberi salam
pada Bek Lian: "Taci yang baik, sukakah kau menyingkir
jauh sedikit dari engkoh. Go ?"
Kiranya itulah Lamhay hi-li Ciok Siao-lan.
"Moaycu (adik), orang yang tak kenal budi itu berada
disini, mengapa kita tak adu jiwa dengannya?" seru Ciok d
yisoh kepada adik iparnya.
Siao-lan hanya sebentar mengerlingkan mata kearah taci
iparnya, lalu maju beberapa tindak lagi menghampiri
kedekat The Go, serunya: "Sosoh, aku tak dapat
persalahkan dia tak kenal budi!"
Setelah pemimpin mereka si Po Tho dilempar Ceng Bo
kedalam laut, serdadu pilihan bangsa Ceng yang menyaru
jadi penumpang itu, sama ketakutan. Sekalipun yang agak
bernyali, toh paling banyak hanya berani memandapg saja.
Oleh sebab itu, kemudi kapal tak ada yang memegangnya.
Perahu terombang-ambing didampar ombak, dan makin
lama makin jauh dari kedua perahu yang tadi.
Seturunnya dari Giok-li-nia, Ciok jisoh dan Cyiok
SiaoIan tak mau kembali ke Kwiciu, melainkan kembali
kelaut untuk merawat luka Siao-lan. Luka Siao-lan cukup
berat, tapi setelah ditutup jalan darahnya oleh Kiau To dan
diberi sebutir pil mujijad sam-kong-tan, tak berapa hari
kemudian dapat sembuh juga. Pada hari itu, kebetulan
keduanya tengah pesiar dengan sebuah perahu kecil.
Melihat ada sebuah perahu besar terombang ambing tak
tentu arahnya, mereka menjadi heran. Disuruhnya Siao-lan
menjaga perahunya, lalu Ciok jisoh berganti pakaian air
menyelam kesana. Dan bertemulah tadi ia dengan The Go.
Melihat sampai sekian lama taci iparnya tak balik,
menyusullah Siaolan. Begitu melihat The Go, hatinya
sebesar gunung. Tapi serta dilihatnya Bek Lian juga berada
disitu, hatinya mendeluh sekali.
Mendengar kata2 sigadis nelayan itu, makin pedihlah
hati Ceng Bo. Sedikitpun tak mengira dia, kalau puterinya
sampai begitu tak tahu malu lagi. Ter-gila2 pada seorang
pemuda, itu sih masih mending. Tapi kalau turut rebutan
lelaki, ah ...... demikian Ceng Bo menghela napas panjang.
"Kalau jiwi (kalian berdua) tiada urusan apa lagi, harap
tinggalkan perahu ini," akhirnya dia meminta kepada kedua
orang wanita itu.
"Mengapa?" tanya Siao-lan dengan tangkasnya, atas itu
Ceng Bo tak mau banyak berdebat lagi, katanya dengan
suara berpengaruh: "Laki-2 dan perempuan itu, bersekongkol hendak masukkan tentara Ceng ke Kwitang,
suatu perbuatan khianat yang tak dapat diampuni, maka
hendak kusuruh keduanya bunuh diri sendiri!"
"Hai, Ceng Bo sianjin, bukankah nona itu puterimu
sendiri?" tanya Ciok jisoh dengan keheranan.
"Benar, tapi ia telah melakukan perbuatan terkutuk itu.
Kecintaan kenal kasihan, tapi hukum tetap hukum!" sahut
Ceng Bo dengan keraskan hatinya, lalu berseru kepada The
Go: "Orang she The, setelah ia beres, jangan harap kau bisa
lolos!" Wajah The Go pucat lesi. Tak tahu dia bagaimana untuk
menjawab ultimatum siangjin itu. Dilihat naga2nya,
siangjin itu sudah bulat tekadnya, anak kandung sendiri
tetap dihukum, apalagi dia" Pikirannya bekerja keras,
namun tak dapat dia mencari jalan keluar. Apa boleh buat,
terpaksa dia pura2 bersikap tenang saja. Ceng Bo masih
hendak mengatakan apa2, tapi Siao-lan tampak maju
kemuka, serunya: "Ceng Bo siangjin, ilmu silatmu tinggi,


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu aku tahu. Tapi apapun alasanmu hendak menganiaya
engkoh Go, jika aku masih bernapas, tentu kau takkan
dapat." Kata2 itu diucapkan dengan yakin sekali oleh Siao-lan.
sampai2 Ceng Bo melengak, sahutnya: "Kau tak
bersekongkol dengan tentara Ceng, buat apa menghendaki
jiwamu?" "Kalau kau hendak membunuh engkoh Go, lebih dahulu
harus melangkahi bangkaiku!" balas Siao-lan.
Sejak menyucikan diri menjadi imam, sebenarnya Ceng
Bo memegang pantangan membunuh. Hanya karena
menganggap urusan kali ini teramat besarnya, dimana
menyangkut keselamatan rakyat kedua wilayah Kwitang
dan Kwisay, maka dia terpaksa melanggar pantangan itu.
Atas pernyataan Siao-lan tadi, dia tampak merenung. Selagi
dalam keadaan begitu, tiba2 terdengarlah suara gedabrukan
yang dahsyat sekali, disusul dengan goncangan yang hebat.
Andaikata orang2 dalam perahu tak pandai ilmu silat, pasti
mereka akan terbanting jatuh. Sudah tentu semua orang
menjadi terkejut sekali, termasuk Ceng Bo juga. Hanya
Siaolan saja yang masih tampak tenang. Meskipun geladak
perahu itu terombang-ambing keras, tapi ia tetap
menghampiri kedekat The Go untuk memberi tahu:
"Engkoh Go, perahu telah menubruk karang, jangan takuti
imam tua itu lagi!"
Dua macam perasaan timbul dalam hati The Go, girang
dan gelisah. Girang karena dengan kejadian yang tak
terduga itu, dia ada harapan besar dapat lolos dari tangan
siimam. Gelisah sebab urusan yang dikerjakan itu, telah
menemui halangan. Entah berapa jauhnya dari daratan,
yang nyata kini mereka berada ditengah lautan besar.
Sekalipun ilmunya diair lihay, tapi rasanya dia pasti akan
mati kelelap dalam laut itu. Pikiran itu juga terdapat dalam
pikiran semua orang yang berada didalam perahu situ,
kecuali Bek Lian seorang yang tak pandai berenang.
"Engkoh Go!" serunya dengan cemas.
"Lian-moay, jangan takut! Ada aku disini, biarkan
perahu tenggelam, nanti akan kubawamu berenang!" sahut
The Go dengan gagahnya, dan politik itu telah termakan
dalam hati Ceng Bo, siapa diam2 berpikir: "Dia rupanya
sungguh2 menyinta Bek Lian. Kata orang 'dalam kesusahan
terlihatlah hati orang'. Dia rela membawa renang Lian-ji,
bukankah itu suatu tanda kecintaannya pada Bek Lian ?"
Habis menyahut tadi, The Go diam2 melirik kepada
Ceng Bo. Tahu siangjin itu merenung, kembali dia berkata
lagi kepada Bek Lian: "Lian-moay, kemarilah. Mati kita
bersama, hidup kita bersama!"
Ucapan itu makin menyentuh hati Ceng Bo, pikirnya:
,.Kalau kelak mereka dapat kembali kejalan yang benar,
rasanya tak layak untuk menceraikan mereka hidup2-an."
"Taci yang baik, kalau kau berani mendekati engkoh Go
Iagi, jangan persalahkan aku berhati kejam," tiba2 Siaolan
menyeletuk. Benar Bek Lian cinta pada The Go, tapi belum sampai
hatinya berlaku terang2-an seperti Siao-lan itu. Gadis hitam
itu dibesarkan dilaut, jadi wataknya pun kasar terus terang.
Sudah tentu Bek Lian tak mau meladeni adu mulut, hanya
karena disebabkan soal seorang lelaki saja. Maka sejenak itu
ia diam saja. Tapi The Go yang perlu untuk mencari muka
pada Ceng Bo yang agak sudah terpikat hatinya itu, cepat
menarik senjata garu Siao-lan, hingga nona itu ter-huyung2
beberapa tindak jauhnya. Dengan langkah lebar The Go
segera menghampiri Bek Lian, sebaliknya lalu mendamprat
Siao-lan: "Budak hina yang tak tahu malu, aku sudah
terikat janji sehidup-semati dengan Lian moay, mengapa
kau selalu mengerecoki saja"!"
Siao-lan melengak kesima, serentak ia menubruk kepada
Ciok jisoh, menangis ter-lara2: "Sosoh, ternyata engkoh Go
tak mau pada aku, dia ambil lain orang menjadi isterinya!"
Pikir Ciok jisoh hendak menasehati adik iparnya itu, tapi
dari dalam ruang perahu rombongan serdadu Ceng
berdesak2-an keluar, sembari men-jerit2: "Air sudah masuk,
air sudah masuk!"
Baru kini semua orang sama insyaf bahwa setelah terjadi
goncangan hebat tapi perahu itu tetap tenang saja, adalah
karena sedang tenggelam dengan pe-lahan2. Geladak yang
sesempit itu, sudah tentu menjadi penuh sesak dengan
ratusan orang yang desak mendesak tak keruan. The Go
murka, wut, wut, dua kali dia menghantam. Beberapa
serdadu yang mendesak kedekatnya, telah terpental
kebelakang, menjatuhi kawan2nya lain, dan kawan2 itu
menjatuhi lagi yang dibelakang. Dengan begitu segera ada
beberapa orang yang kecemplung dalam laut. Adalah
karena kepanikan Orang2 itu, maka tubuh perahu menjadi
miring lagi, hingga serdadu2 itu sama ter-huyung2 kesana
kemari seperti gabah ditampi (diinteri).
"Engkoh Go, dalam kehidupan kita sekarang ini, adalah
benar2 kita selalu bersatu?" bisik Bek Lian merayu.
"Sudah tentu, Lian-moay!" sahut The Go sembari
memegang tangan sinona.
Mendadak perahu bergoncang lagi dengan hebatnya,
sehingga karena miring maka ada sejumlah besar serdadu2
Ceng yang terlempar lagi kedalam laut. Sisanya sama bergegas2 menurunkan perahu sekoci (perahu penolong
bahaya, terus berebutan naik kedalamnya. Dalam kepedihannya, Siao-lan tak menghiraukan segala apa,
sementara Ciok jisoh yang tumpahkan perhatiannya untuk
menasehatnya juga tak mempedulikan orang itu, Ceng Bo
siangjin yang memikirkan soal puterinya dengan The Go,
juga ter-mangu2. Hanya The Go sendiri yang cepat dapat
menginsyafi keadaan berbahaya itu. Karena perahu2 sekoci
sudah dipakai oleh secdadu2 Ceng tadi, dia terkejut dan
mengeluh keras. Ciok jisoh tersadar karenanya, cepat dia
hendak meronta dari pelukan Siao-lan untuk mengejar
kelaut, tapi seperti orang gila, Siao-lan tetap merangkul
iparnya, seraya me-ratap2: "Engkoh Go, jangan pergi,
jangan pergi! Kau tetap bersamaku saja!" Ciok jisoh tahu
bahwa adik iparnya itu sudah ber-tahun2 ter-gila2 pada The
Go. Kejadian tadi, adalah yang paling menggoncangkan
batinnya, hingga ia seperti orang linglung tak waras pikiran.
Jalan yang terbaik, yalah lekas2 singkirkan nona itu dari
situ. Cepat ia mengambil putusan, cepat pula ia bertindak.
Sang adik ipar dirangkul pinggangnya, sekali enjot sang
kaki, keduanya segera melayang masuk kedalam laut.
Blung........ tahu2 ketika muncul lagi dipermukaan air,
mereka berdna sudah 4 atau 5 tombak jauhnya. Dalam
sekejab saja. Ciok jisoh sudah dapat mengejar perahu sekoci
tadi. Dengan membolang balingkan kim-kong-lun, serdadu
yang berada disitu sama kecemplung kedalam air. Cepat
Ciok jisoh angkat iparnya kedalam sekoci, laksana anak
panah cepatnya, ia mendayung kemuka. Sebentar saja
lenyaplah sudah.
Kini yang masih tinggal didalam perahu besar, hanya
Ceng Bo siangjin, The Go dan Bek Lian. The Go makin
gelisah demi dilihatnya Ciok jisoh sudah kabur, dan tiba2
dirasanya sang kaki menjadi dingin, hai...... kiranya air laut
audah merangsang keatas geladak situ. Ketika The Go
berseru kaget, air dengan cepatnya sudah naik kelutut.
Dalam waktu yang singkat, terang perahu itu pasti kelebuh.
Ditatapnya Bek Lian, tapi tampaknya nona itu juga terlongong2 mengawasi padanya.
"Siangjin, perahu sudah hampir tenggelam. Lian-moay
tak bisa berenang, bagaimana daya Siangjin sekarang?"
tanyanya memberanikan diri.
Setelah merenung sejenak, Ceng Bo balas bertanya:
"Cian-bin Long-kun, sudah berapa lama kau kenal dengan
Lian-ji ?"
The Go melengak, tak tahu apa maksud orang dengan
bertanya begitu. Tapi dia tak berani diam saja, sahutnya:
Baru 4 atau 5 hari saja."
"Kalau begitu, kalian ini begitu ketemu sudah saling
jatuh hati?" kata Ceng Bo pula, kemudian diam merenung.
The Go tahu siasatnya mencari muka pada Ceng Bo
dengan jalan bersikap begitu menyayang sekali kepada Bek
Lian, telah dapat mendobrak nurani imam itu. Kini dalam
saat2 yang seperti telor diujung tanduk berbahayanya itu.
nampaknya sikap siimam sudah berobah. Malah siapa tahu,
imam Itu berkenan juga menjodohkan puterinya dengan dia
nanti. Dengan penimangannya itu, cepat The Go merobah
haluannya: "Lopeh, sejak siaotit pertama berjumpa dengan
Lian-moay, kami berdua sudah saling menyinta. Adalah
karena kegelapan pikiran siaotit, maka siaotit hendak
mengundang tentara musuh sehingga Lian-moaypun turut
kerembet ........."
"Engkoh Go, aku kedinginan!" tiba2 Bek Lian berseru
memutus omongan orang. Memang tampak oleh The Go,
bahwa air sudah merangsang kebatas pinggang. Buru2 dia
angkat Bek Lian.
"Bawalah Lian-ji keatas tiang besar, aku ada omongan
denganmu!" kata Ceng Bo Siangjin.
GAMBAR 22 "Bawalah Lian-ji keatas tiang kapal, ada yang hendak kutanya
padamu:" kata Ceng Bo Siangjin, yang lututnya sudah kerendam
air laut. The Go tak berani berlaku ayal. Dengan sebelah tangan
memanggul Bek Lian, sebelah tangannya lagi memegang
tiang perahu. Sekali enjot sang kaki, tubuhnya melesat
keatas tiang besar itu.
---oo0dw0oo--- BAGIAN 6 : WANITA BERAMBUT
PANJANG Begitu The Go sudah naik keatas tiang perahu. Ceng Bo
siangjinpun enjot tubuhnya menyusul. Perahu itu be-rayun2
masuk kedalam air, tapi baru beberapa meter tiba2 berhenti
tenggelam. Heran Ceng Bo dibuatnya. Terang kalau tempat
situ adalah ditengah lautan besar, tapi mengapa sedangkal
itu" Dalamnya tak sampai dua tombak saja. Karena masih
mempunyai urusan, jadi dia tak mau banyak pikirkan hal
itu. Mengawasi kearah Bek Lian, didapati anak itu sudah
merasa bena22 cintanya kepada The Go. Sekalipun
pakaiannya sudah basah kuyup dengan air, namun tampak
nya seperti tak menghiraukan sama sekali. Malah pada saat
itu ia tengah bantu membereskan kain kepala The Go.
"Lian-ji," akhir-nya Ceng Bo siangjin berseru dengan
didahului oleh helaan napas yang panjang.
"Ayah, kau mau menyebut aku Lian-ji (anakku Lian)
lagi apa engkau tak marah?" Bek Lian angkat mukanya
menyahut. "Ah, Lian-ji, kalau kau tak berbuat kesalahan besar,
tentu aku takkan semarah tadi. Ketahuilah, soal perkawinan
itu bukan macam permainan kanak2. Kau hanya 5 hari
mengenalnya, mana mengetahui hatinya" Mari ikut pulang
dulu, kelak kita rundingkan lagi!"
Girang The Go bukan kepalang. Ini berarti dia diberi
jalan lolos, bisa melanjutkan rencananya lagi, kembali dulu
ke Hokkian untuk mengambil bantuan tentara. Buru2 dia
memberi isyarat dengan ekor mata kepada Bek Lian, agar
suka menurut perentah ayahnya itu. Tapi ternyata gadis itu
sudah kelebuh didasar laut asmara. Berat sekali rasanya.
untuk berpisah dengan sang jantung hati lagi. Maka tanpa
sangsi lagi, menyahutlah ia: "Ayah, dalam beberapa hari ini
saja, cukup sudah kuketahui bagaimana kecintaan engkoh
Go kepadaku. Mengapa harus menunggu beberapa tahun
lagi ?" "Lian-ji, mengajak kau berhamba pada bangsa asing
sehingga kau bakal dicaci oleh rakyat sebagai penghianat,
itu yang kau namakan menyinta padamu" Kalau tak
menunggu beberapa tahun lagi untuk menilik bagaimana
perjalanan orang itu, bagaimana kudapat menyerahkan
nasibmu kepadanya?" tegur Ceng Bo dengan geram.
Bek Lian terbungkam oleh dampratan tajam dari
ayahnya itu. Dia memandang sayu kepada The Go dengan
harapan agar sang kekasih itu mencarikan daya. Siapa tahu,
The Go malah pura2 tak tahu akan maksud Bek Lian itu,
ujarnya: "Apa yang dikatakan siangjin itu tepat sekali.
Memang perlu dinantikan, adakah perbuatan The Go nanti
dapat dianggap sebagai ksatrya. Lian-moay, tunggulah tiga
empat tahun lagi, dan buktikanlah bagaimana peribadiku
nanti!" "Cian-bin Long-kun, dalam usiamu semuda itu, kau
sudah memiliki ilmu silat yang bagus. Perjalananmu tentu
penuh dengan pengalaman2 yang besar, harap saja kau berhati2!" kata Ceng Bo sembari menatapnya.
"Huh, menjemukan sekali imam ini, merusak rencanaku.
Kelak kalau ada kesempatan berjumpa lagi, rasai sendiri
kau!" The Go mendamprat dalam hati, namun Iahirnya dia
bersikap menerima kasih sekali atas nasehat Ceng Bo itu,
maka ber-ulang2 dia mengangguk, kemudian menyahut:
"Wanpwe akan selalu ingat nasehat siangjin yang berharga
itu!" "Lian-moay, peganglah sendiri tiang ini dan berhati2lah!" katanya kepada Bek Lian.
"Tunggu! Cian-bin Long-kun ingatlah, kelak apabila
kudengar berita2 buruk tentang dirimu, biarpun kau
mengumpat diujung dunia, tetap akan kukejar!" Ceng Bo
siangjin memberi peringatan yang terakhir kepada The Go.
Kebencian The Go terhadap siangjin itu, sudah
memuncak. Namun karena insyaf bukan tandingannya,
terpaksa dia telan perasaannya. Biarkan saja imam itu
berkata apa saja, pokok asal dia bisa lolos dulu. Maka berulang2 dia mengiakan saja.
"Engkoh Go, apa kau sungguh2 hendak pergi?" tanya
Bek Lian demi diketahuinya anak muda itu hendak berlalu.
"Mana aku berani melanggar perentah siangjin?" sahut
The Go dengan berat hati. Tapi baru saja kata2nya itu
keluar, atau tiba2 telah disambut dengan suatu seruan yang


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tajam menusuk telinga: "Hm, lagi2 ada seorang manusia
yang tak berguna, sehingga tegah hati pada orang yang
dicintai!"
Seruan yang sinis itu, telah membuat ketiga orang yang
berada diatas tiang perahu menjadi tersirap kaget. Yang
paling kaget, adalah Ceng Bo siangjin. Sebagai "Hay-teekau" atau Naga dari dasar laut, hebatlah kepandaiannya
dalam ilmu air, hebat pula dalam ilmunya silat. Benar
ketika itu suasana gempar karena gemuruh ombak, namun
tahu2 bisa datang tanpa diketahuinya, lihaylah kepandaian
orang itu. Ilmunya mengentengi tubuh pasti jempol sekali.
Maka cepat Ceng Bo memandang kearah datangnya suara
itu, dan ah, tampaklah seorang wanita bergantungan
menggelandot pada tiang perahu yang berada disebelah
muka. Rambut wanita itu panjang terlepas, sehingga
wajahnya tak dapat dilihat jelas karena hampir ketutupan.
la mengenakan pakaian keper warna abu2. Sedangkan
warna rambutnya itupun kusam ke-abu2-an. Kalau hanya
sepintas pandang saja, orang bisa keliru menyangka, itulah
sebuah layar abu2 yang berkibar pada tiang perahu.
Ceng Bo menggali lubuk pengalamannya didunia
persilatan, tapi tetap tak dapat mengenal siapakah wanita
berambut panjang itu. "Siapakah ini?" tanyanya.
Wanita aneh itu menyambut pertanyaan orang dengan
tertawa ter-kekeh2 seram, hingga membuat bulu roma The
Go dan Bek Lian menjadi berdiri. Keduanya sudah
kedinginan karena pakaiannya basah kuyup, kini masih
menggigillah rasanya.
"Sudah tentu kau tak kenal padaku. Tapi siaoko (engkoh
kecil) ini, bukankah anak murid Ang Hwat cinjin dari gereja
Ang Hun Kiong di Ko To San?" sahut wanita itu seraya
balas bertanya.
The Go melengak. Tiba2 dia seperti kenal suara itu
sebagai yang dijumpainya ketika digua tengah rimba
dahulu. Kalau dahulu dia hanya merasa aneh dan tak
berkesempatan melihat wajahnya, kini hatinya menjadi jeri
demi melihat wajahnya. Kalau bukan ditengah hari,
mungkin dia akan sudah mengira kalau wanita berambut
panjang yang datang perginya tanpa bersuara itu, sebagai
sesosok setan. "Hopwe memang begitu," sahutnya tersipu2. Sepasang mata siwanita itu memancar ber-api2, dan
sekilas teringatlah The Go, ketika digua dahulu dia telah
keliru menyangkanya sebagai sorot mata Bek Lian. Diam2
heranlah dia, mengapa wanita itu bisa datang kesitu
sedangnya perahu tengah membentur karang ditengah laut"
Dari manakah ia itu" Dan teringat pula akan pengalamannya ketika di Hokciu, pada suatu pagi
bertanyalah Bek Lian dengan ke-malu2-an apakah dia (The
Go) tadi malam memberinya tutup selimut. Kala itu dia
kira kalau Bek Lian mengigau, maka tak begitu dihiraukan.
Kini dia yakin tentu siwanita aneh inilah yang
melakukannya. Jadi terang selama perjalanannya dari
gunung Hoasan (goa), wanita itu tetap menguntit sebagai
bayangan. Mengapa ia berbuat begitu" Mungkinkah ia itu
masih terikat hubungan dengan Bek Lian " Tapi biar
bagaimana, kepandaian wanita itu sudah mencapai batas
yang sukar diukur dalamnya.
Memikir akan kesemuanya itu, diam2 The Go bersyukur
bahwa selama dalam perjalanan itu dia tak sampai berbuat
yang tak senonoh terhadap Bek Lian serta selalu rukun berkasih2an saja. Karena sudah sekian lama menggelandot pada tiang
perahu, maka Bek Lian rasakan tangannya kesemutan.
Tidak demikian dengan Ceng Bo siangjin atau The Go yang
ilmu silat nya lebih dalam. Karena kecapean, Bek Lian
bersandar pada The Go siapapun lalu memegangi pundak
sinona. "Kau hendak bersama nona ini ......... sehidup-semati,
bukan ?" tanya wanita itu pula.
"Kami berdua sudah saling memateri janji .......... "
"Tapi mengapa kau tadi hendak tinggalkan ia?" tanya
siwanita memutus omongan orang.
Dalam pikiran The Go yang penuh tipu muslihat itu,
segera terkilas sebuah rencana. Wanita itu berbeda
fahamnya dengan Ceng Bo, kalau dia adu dombakan
supaya bertempur, tentu dia akan memperoleh jalan lolos.
"Locianpwe," sahutnya setelah mempunyai ketetapan,
"houpwe se-kali2 tak ingin berpisah dengan Lian-moay.
Hanya totiang inilah yang mengatakan kalau tingkah laku
houpwe ini kurang baik, maka disuruh menunggu lagi
sampai 3 tahun. Karena malu hati, houpwe terpaksa hendak
tinggalkan Lian-moay!"
Karena dikatakan manuaia yang tak berguna tadi, maka
The Go hendak membela diri dan menimpahkan kesalahan
itu kepada Ceng Bo.
"Kutahu, hatimu itu bukannya buruk. Orang muda
siapakah yang tak menginginkan kemajuan" Seorang
pemuda memang harus berbuat begitu." ujar siwanita itu
dengan tertawa dingin. "Hanya sipengecut sajalah yang tak
berani mengadu jiwa untuk kepentingan orang yang dicintai
nya.......... !
The Go girang dan terperanjat. Girang, karena faham
wanita itu berlawanan dengan si siangjin dan rupanya ilmu
kepandaiannya tak dibawah si siangjin itu. Terperanjat,
karena dengan kata2 wanita aneh itu telah mengintilnya
selama dalam perjalanan tempo hari. Sesaat dia menatap
kearah Bek Lian, siapa tampaknya tengah merenung
kepada siapakah ia hendak jatuhkan pilihannya: turut ayah
atau ikut kekasih" Dalam hati Bek Lian timbul suatu
perasaan aneh. Sejak munculnya siwanita aneh itu,
walaupun wajah dan suaranya tak menyenangkan, tapi
serasa ia senang sekali mendengarkannya.
Menilik sikap The Go yang begitu menyayang selama
berhadapan dengan ancaman sang ayah dan elmaut mati
kelelap tadi, Bek Lian sudah mendapat kesan bahwa The
Go itu bukan seorang yang culas (palsu) dan pengecut.
Walaupun dalam hubungannya dengan The Go nanti ia
tentu menerima umpat caci dari orang banyak, namun ia
sedia juga untuk mengambil resiko itu. Kini mendengar
siwanita aneh itu memuji sang kekasih, sudah tentu berlebih2-an syukurnya. Serentak ia dongakkan mukanya
kemuka untuk menatap siwanita itu, siapa nyana ternyata si
wanita berambut panjangpun tengah memandangnya. Tapi
begitu tertumbuk dengan sorot mata siwanita yang ber-apiitu, Bek Lian terbeliak kaget.
Yang paling murka adalah Ceng Bo siangjin. Pertama,
kata2 "hanya sipengecut sajalah yang tak berani mengadu
jiwa untuk orang yang dicintainya" itu, menusuk sekali kehatinya. Kedua, perbuatan khianat dari si The Go oleh
siwanita masih dianggap baik.
Karena tak kuat menahan hatinya, menyelutuklah Ceng
Bo dengan pertanyaannya yang tajam: "Tolong anda
memberi pengunjukan. Kalau bersekongkol dengan tentara
Ceng untuk memasukkannya ke Kwitang itu masih tak
boleh dianggap jahat, nah perbuatan apakah yang baru
pantas dinamakan jahat itu?"
Wanita aneh itu ter-kekeh2 mendongak keatas, lalu
tundukkan kepalanya. Sewaktu mendongak-tunduk itu,
rambutnya tampak kejut kuat sekali. Hal mana telah
membuat Ceng Bo heran. "Lwekang dari cabang perguruan
manakah yang sedemikian anehnya itu?" pikirnya. Tapi
sesaat itu, didengarnya siwanita aneh itu memberi
penyahutan: "Kalau seorang lelaki terhadap isterinya saja
tak mampu melindungi, adakah dia itu mampu untuk
melindungi negara" Segala ocehan yang muluk2 hanya
membuat orang tersenyum ewa saja!"
Kaget Ceng Bo pada saat itu, sukar dilukiskan. Tadi
sewaktu mendengar "tak mampu melindungi orang yang
dicintanya", dia sudah tersinggung. Kini demi mendengar
siwanita itu mengucap lagi "tak dapat melindungi isteri",
dia makin termenung. Teringat akan kejadian pada 10
tahun berselang, dimana isterinya telah menghilang tanpa
bekas, dia ter-longong2 seperti patung. Sebaliknya, siwanita
aneh itu kedengaran berkata kepada The Go: "Siaoko,
menilik kepandaianmu rasanya kau tentu mampu melindungi orang yang kau cintai, mengapa kau tak lekas2
meninggalkan tempat ini?"
"Banyak terima kasih ...........
Belum lagi The Go dapat mengatakan "cianpwee", atau
Ceng Bo sudah menghela napas panjang dan bertanya
kepada siwanita: "Bagaimana anda tahu kalau aku tak
dapat melindungi isteri?"
Siwanita aneh tertawa dingin. Se-konyong2 dia gerakkan
tangannya menebas tiang perahu, krak .............. tiang
perahu itu telah kutung 3 meter panjangnya, begitu
disambuti terus dilontarkan keudara. Dan begitu kutungan
tiang itu jatuh kehadapannya, ia hantam lagi, brak............... putuslah kutungan itu menjadi dua, lalu
jatuh kedalam laut. Yang paling mengherankan, tebasan
kedua tadi sedikitpun tak terdengar suara samberan
anginnya. Begitu kutungan tiang itu jatuh kedalam laut, ia
terus melesat loncat keatasnya.
Dengan gerak "kim kee tok lip" (ayam emas berdiri
dengan sebelah kaki), ia tegak diatas kutungan tiang yang
terapung timbul tenggelam itu. Tanpa menghiraukan
pertanyaan Ceng Bo, ia berseru kepada The Go: "Mengapa
tak lekas2 berlalu " Dekat dengan orang begitu, apa
gunanya?" The Go tak mau sia2kan ketika sebagus itu. Dengan
empos semangat, dia menekan sisa tiang perahu, kemudian
meminjam kekuatan tekanannya itu, dia rangkul Bek Lian
enjot tubuhnya loncat keatas kutungan tiang yang satunya.
Jarak Ceng Bo dengan The Go itu hanya lebih kurang satu
meter, kalau mau dapat dia menghadang. Tapi karena
masih ter-menung2 memikiri dampratan siwanita aneh "tak
mampu melindungi isteri" tadi, pikirannya me-layang2 jauh
pada pada peristiwa 10 tahun yang lalu.
10 tahun yang lalu, Ceng Bo siangjin masih sebagai Bek
Ing yang bergelar Hay-tee-kau. Dengan In Hong yang
bergelar Kiang Siang Yan (seriti diatas sungai), sebenarnya
adaIah suheng dan sumoay (saudara seperguruan). Karena
sama saling jatuh cinta, keduanya terangkap menjadi suami
isteri sampai 10 tahun lamanya. Mereka dikarunia seorang
puteri, Bek Lian, yang itu waktu sudah berumur 9 tahun.
Ketika itu Kiang Siang Yan In Hong sudah hamil lagi.
Sejak sepasang suami isteri itu menerima kepandaian dari
suhu dan subo, mereka berkelana didunia persilatan untuk
menjalankan dharma kebajikan. Selama itu, belum pernah
mereka menemui tandingannya.
Pada kala itu, mereka telah keliru diadu domba oleh dua
orang siaojin, maka bertempurlah keduanya melawan Tay
Siang Siansu dari gereja Liok-yong-si Kwiciu (guru Kiau
To). Pertempuran itu telah berlangsung dengan seru sekali,
hingga sampai satu hari dua malam belum putus. Baru
setelah Bek Ing mengeluarkan ilmu pedang to-hay-kiamhwat dan In Hong menggunakan ilmu pedang boan-kiangkiamhwat dan berkat ketajaman pedangnya masing2 yang
sakti itu, dapatlah mereka mengalahkan hweshio gagah itu.
Tapi walaupun menang, mereka telah mengalami
pengalaman yang pahit. Karena keliwat menggunakan
kekuatan, kandungan In Hong goyang dan akhirnya
mengalami keluron (gugur kandungan). Dan karena
keluron itu, In Hong banyak mengeluarkan darah, hingga
badannya lemah sekali. Untuk sementara, terpaksa mereka
menetap disebuah pondok dikaki gunung Lo-hou-san guna
beristirahat. Setiap hari, Bek Ing naik ke atas gunung untuk
mencarikan daun obat2an sang isteri.
Tapi peristiwa hebat telah terjadi. Pada suatu hari, ketika
Bek Ing pulang dari mencari obat, dilihatnya pintu pondok
(gubuk) terbuka lebar, sedang penerangan didalamnya
tampak sebentar suram sebentar terang. Dia terkejut karena
menduga tentu terjadi apa2 yang tak diinginkan. Secepat
kilat dia menobros masuk. Seorang tua kate yang rambut
dan alisnya sudah putih tampak sedang menyeringai
memandang In Hong. Demi menghampiri dekat, diketahuinya sang isteri itu telah kena ditutuk jalan
darahnya sampai pingsan. Buru2 Bek Ing membuka jalan
darah sang isteri, siapa tak antara lama kemudian dapat
siuman lagi. Sewaktu ditanya, orang kate itu ternyata seorang
linglung, maka tanpa bicara lagi Ceng Bo menempurnya.
Tapi kiranya orang tua kate itu "keras" sekali, hinggi
sampai sekian lama, belum bisa menang malah akhirnya
musuh dapat lolos. Pertempuran itu terjadi diluar pondok.
Sia2 mengejarnya, Ceng Bo kembali kedalam pondok, tapi
isterinya sudah menghilang. Cepat dia mencarinya, namun


Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak berhasil. Sejak itulah dia berpisah dengan sang isteri,
hingga kini sudah 10 tahun lamania.
"Adakah aku dapat dikatakan seorang yang tak mampu
melindungi isteri" Peristiwa itu diluar dugaanku, serta
setelah pulang dari atas gunung baru kupergoki, mengapa
aku dituduh 'hanya orang pengecutlah yang tak berani
mengadu jiwa untuk kepentingan orang yang dicintainya'?"
demikian tanyanya seorang diri. Sampai sekian lama, tak
dapat dia menjawab pertanyaannya itu. Baru setelah
segelombang ombak mendamparnya, dia menjadi gelagapan tersedar. Dia mengawasi kemuka, tapi ternyata
The Go, Bek Lian serta siwanita aneh tadi sudah lenyap
dari pandangannya.
Dia perdengarkan hembusan napas panjang. Jauh
memandang kelautan lepas, air laut bercahaya ke-emas2-an
ditimpa pancaran sinar Batara Surya, sekilas hatinya jauh
me-layang2. Selang berapa saat kemudian, baru dia tersadar
dan cepat- menabas tiang perahu. Sewaktu dia injak
kutungan tiang itu, dia merandek sebentar untuk
mengawasi sisa tiang perahu lainnya yang bekas ditabas
oleh siwanita aneh tadi. Demi melihat bekas tabasan itu,
mau tak mau dia geleng2 kepala.
Kiranya sisa tiang itu, ujungnya seperti ditabas rata
dengan golok. Menandakan bahwa sekalipun ilmu
kepandaiannya dengan siwanita aneh itu setingkat, tapi
berlainan sumbernya. Habis itu, Ceng Bo segera meluncur
dengan kutungan tiangnya, tapi bingung dia hendak menuju
kemana. ---oodw0tahoo--Kini mari kita ikuti perjalanan The Go dengan Bek Lian.
Sewaktu kutungan yang ditumpanginya Au timbul
tenggelam. The Go yang membopong Bek Lian itu sudah
gulangguling tak dapat berdiri jejak. Sebaliknya dilihatnya
bagaimana siwanita aneh itu begitu anteng menumpaki
kutungan tiangnya. Bagai sebatang anak panah, ia
meluncur kearah utara. Tahu kini The Go, bahwa Iwekang
dari siwanita aneh itu telah mencapai tingkat yang tertinggi
hingga dapat menyalurkan kedalam air melalui sang kaki.
Hanya The Go merasa bersyukur demi tampak Ceng Bo
masih tertegun berdiam diri. Sekalipun begitu, dia masih
kuatir juga kalau siangjin itu akan mengejarnya. Dan kalau
kejadian begitu, terang dia pasti bakal kecandak.
"Lian-moay, coba keluarkanlah lwekangmu, sebaiknya
kita terjun kedalam air saja," katanya setelah memperoleh
daya. Bek Lian menurut. Begitulah keduanya kini tak
berdiri diatas kutungan tiang itu lagi, tapi terjun keair seraya
merangkul erat2 pada tiang itu. Ilmu air dari The Go amat
lihay, sekali kakinya menjejak kebelakang, maka meluncurlah tiang itu dengan pesatnya kemuka. Tak berapa
saat saja, mereka sudah jauh dari perahu tadi. Taruh kata
Ceng Bo siangjin sudah teringat hendak mengejarnya, pun
rasanya tak mudah.
Dengan cara berenang begitu, menyurung sebuah
kutungan tiang yang digelandoti oleh Bek Lian, lama
kelamaan payah juga The Go. Akhirnya dia berhenti
mengayuhkan sang kaki, dengan menggelandot pada tiang
kayu tersebut, dia hendak memulangkan napasnya yang tersengal2. Melihat itu, Bek Lian tak tegah, katanya: "Engkoh
Go, jangan gunakan tenaga lagi, biarkan tiang kayu ini
berayun sendiri. Asal kita ber-sama2 apapun tak usah
ditakuti bukan?"
Hati The Go pada saat itu, tengah mendongkol sekali.
Bukankah kalau karena tidak gara2 Bek Lian, saat itu dia
sudah enak2 duduk dikursi kebesaran gedung gi-bun di
Kwiciu" Masakan dia bakal mengalami keadaan seperti kala
itu, ter-apung2 ditengah laut mati tidak hidup tidak" Tapi
dia bukan si Wajah Seribu, kalau tak pandai bermain
sandiwara dalam segala keadaan. Biar hatinya mendongkol,
mulutnya tetap tak mau sesali Bek Lian. Per-tama2 takut
kalau siwanita aneh akan muncul dengan tiba2, kedua dia
masih tetap inginkan kecantikan sinona itu. Maka dia
hanya mengiakan sekenanya saja, tapi hal itu sudah cukup
membuat Bek Lian bergirang.
---odw0taho--- Kala itu adalah pertengahan bulan 11. Angin meniup
keras, sedang ombakpun bergelombang, tapi karena
keduanya menggunakan lwekang, jadi masih dapat
bertahan dingin. Keesokan harinya, matahari muncul dari
permukaan cakrawala timur dengan membawa cahaya keemasan yang gilang gemilang. Semalam mereka tidur secara
gilir. Ketika terang tanah, mereka merasa haus sekali.
Saking tak kuatnya, The Go komat kamitkan bibirnya yang
kering itu. Diempat penjuru berpagar laut, sedikitpun tiada
tampak bayangan daratan. Segera The Go mengambil
putusan robah haluan, menuju kearah utara. Turut suara
hatinya, dia ingin sekali tinggalkan Bek Lian, namun tak
berani demi terbayang akan wajah siwanita aneh yang
menakutkan itu. Terpaksa dengan menggigit gigi, dia
berenang lagi, kemudian setelah kecapean lalu menggelandot pada tiang kayunya.
"Engkoh Go, apa kau haus?" tanya Bek Lian seraya
mengusap2 pipi The Go, siapa hanya mengangguk saja.
"Engkoh Go, kemarilah lebih dekat." Karena tak mengerti
maksud orang, The Go hanya menurut saja. Tahu2 tangan
Bek Lian menekan tengkuk The Go, begitu muka sianak
muda condong kepadanya, ia lekas katupkan bibirnya
kemulut sianak muda. Sesaat The Go rasakan seperti
menyucup anggur yang manis, cukup keras tapi tak
memabukkan. Lupalah sudah dia, kalau pada saat itu
tengah berada ditengah lautan. Rasanya dia tengah melayang2 dikeinderaan (tempat dewa dewi), seluruh
perasaannya dibuai oleh rasa yang sedap.
Entah sampai berapa lama mereka dalam keadaan
begitu, baru tiba mereka tersadar kalau masih ditengah
lautan. Selebar wajah Bek Lian merah padam, ia tundukkan
kepalanya berdiam diri.
"Lian-moay, seperti diriku si The Go ini, dalam
kehidupan yang sekarang telah mendapatkan kasih seorang
juwita seperti kau ini, rasanya matipun puas!" kata The Go.
Bek Lian makin ke-malu2an, tanyanya: "Engkoh Go,
apa kau sudah tak haus?"
Melihat wajah Bek Lian makin malu makin cantik, The
Go puas sekali. Semangatnya timbul kembali, lalu berenang
lagi menuju keutara, katanya kepada Bek Lian: "Aku
hendak bercerita lelucon agar hatimu terhibur, maukah kau
mendengar?"
"Lelucon apa?"
"Cerita lucu tentang orang yang takut bini."
"Bah, aku tak sudi mendengarkannya."
"Bodoh, tanggung kau nanti akan ketarik sampai lupa
haus dan lapar."
Bek Lian bersenyum manis menatap The Go. Pikirnya,
asal kau berada didampingku, segala penderitaan aku sangup menghadapi. "Berceritalah!" sahutnya kemudian.
Setelah mengomat-ngamitkan lidahnya, mulailah The
Go bercerita: "Dahulu ada seorang Koanthayya (residen)
yang terkenal takut bini. Pada suatu hari, timbullah
pikirannya hendak mengetahui, ada berapakah kaum lelaki
yang takut bini seperti dia itu. Maka diperentahkan pada
pegawai2 bu (pengawal) dan hamba polisi sekalian, untuk
menghadapnya. "Kalian semua tentu mengetahui, pun-loya (aku) takut
bini. Sekarang hendak kuketahui, bagaimanakah keadaan
kalian semua itu. Kalau yang takut bini, supaya berkumpul
disisi kanan, sedang yang tidak takut bini, berjajar disisi
kiri!" GAMBAR 23 Dengan kutungan tiang perahu, The Go dan Bek Lian
terombang-ambing ditengah lautan sambil mengobrol hal yang
lucu2. Maka berpencarlah seluruh pegawai gedung keresidenan
Itu. Anehnya, semua sama berbaria disisi kanan, kecuali
seorang saja yang menyisih kesebelah kiri.
Mendengar sampai disini, Bek Lian jebikan bibirnya
seraya tertawa: "Pegawai itu tentu tak takut ..............
bininya?" "Jangan buru2 memutus, dengarkan dulu ceritaku," kata
The Go. "Nah, timbullah kesangsian dalam hati siresiden
itu. Aku seorang residen takut bini, mengapa dia seorang
pegawai rendah begitu bisa berani pada bininya?" demikian
pikirnya. Maka dengan gebrakkan palu kebesarannya, dia
bertanya: "Hai, mengapa kau tak takut bini?" Berlututlah
sipegawai tadi berdatang sembah: "Maaf, Koanthayya.
Bukannya siaojin hendak menentang perentah thayya tadi,
tapi karena siaojin selalu melaksanakan pesan atasan
hamba, bahwa dimana banyak orang berkumpul, siaojin
jangan turut berkerumun disitu. Maka tadipun siaojin tak
berani ikut2-an menggerombol disebelah kanan."
Belum The Go menyelesaikan ceritanya, Bek Lian sudah
tak kuat menahan gelaknya. "Kau sungguh pintar mengilik
hati orang!" serunya sembari menggablok pelan2 kepunggung sianak muda, siapapun turut tertawa juga.
Begitulah dengan menutur cerita yang lucu2, mereka tak
putus2-nya tertawa gelak2, sehingga benar juga dapat
melupakan rasa dahaga dan laparnya. Dan tahu2 hari
sudah sore, karena matahari sudah berada dipermukaan
laut sebelah barat.
Se-konyong2 The Go bersorak kegirangan. Ha, kiranya
jauh dimuka sana tampak selarik benda hitam. Bek Lian
melihat juga bends, itu, tapi heran ia mengapa The Go
begitu kegirangan. Tapi bagi The Go yang sudah biasa
hidup dilaut, segera mengetahui kalau bends, itu adalah
daratan yang menurut taksirannya hanya antara 30-an li
jauhnya. Diketahuinya pula bahwa kala itu adalah saat air
pasang, maka dalam dua jam saja, mereka tentu akan sudah
dapat mencapai daratan itu. Ketika The Go menerangkan,
Bek Lian pun girang bukan kepalang. Sesaat timbul
harapannya, semangatniapun segar kembali.
Apa yang diperhitungkan oleh The Go itu, sedikitpun tak
ada yang meleset. Ketika sudah mendekati daratan, The Go
menyelam kebawah dan ternyata kakinya sudah mengenai
dasar karang. Kini dengan memimpin Bek Lian, separoh
berjalan separoh berenang, dia akhirnya berhasil naik
kedaratan. Saat itu rembulanpun sudah unjukkan wajahnya, angin
menghempuskan kesejukan malam. Kalau tadi terendam
diair tidak terasa dingin, kini begitu naik kedaratan dan
tertiup angin, menggigillah keduanya. The Go segera ajak
sinona berlari mencari rumah orang. Kirai setengah li
jauhnya, baru kelihatan ada beberapa bush gubuk yang
terletak ditepi pesisir. Setelah memilih yang agak lumayan,
mereka masuk kedalam salah satu gubuk. Untuk kegirangan
mereka, disitu penuh dengan alang2 kering dan masih
beberapa makanan serta perapian. Tanpa berayal lagi,
mereka segera menghidupkan api, untuk memanaskan
badan. Pada lain gubuk didapatinya masih ada beberapa
bahan makanan..
Setelah menangsel perut dan pakaiannya pun kering, Bek
Lian menyatakan cape dan ngantuk sekali. The Go segera
membuat tempat tidur dengan menumpuk alang2. Setelah
menyuruh Bek Lian tidur, dia melangkah keluar. "Engkoh
Go, kau hendak kemana?" tanya sigadis.
The Go mengatakan hendak tidur dilain gubuk, tapi Bek
Lian cepat menyegahnya: "Engkoh Go, kau tidur didekatku
sini saja." The Go mengiakan. Saking lelah dan capenya,
begitu berbaring keduanya lantas jatuh pulas.
Keesokan harinya, menjelang fajar Bek Lian bangun dan
menangis sesenggukan, sudah tentu The Go ter-sipu2
menghiburnya. "Entahlah mengapa aku menangis. Sebenarnya hatiku bahagia sekali, tapi mataku ingin
menangis," ujar Bek Lian.
"Itulah yang dikatakan, kalau keliwat girang orang bisa
bersedih."
"Apa katamu?" menegas Bek Lion.
"Aku maksudkan, karena keliwat girang kau lantas
menangis" Plak, terdengar tangan Bek Lian menggaplok sang
kekasih, disusul dengan gelak tertawa sinona yang riang
bahagia. Begttulah mereka tidur lagi, hingga hari sudah
tinggi, baru mereka terjaga. Melihat The Go, Bek Lian kemerah2an wajahnya, tapi sebaliknya sianak muda itu
tertawa riang lalu berbangkit keluar. Bek Lian mengikut,
wajahnya membayangkan perasaan hatinya yang

Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbahagia. Sebagai bajak laut, sebenarnya The Go faham akan
pulau2 yang terdapat dilautan. Tapi tentang pulau yang
ditempati itu, dia sungguh tak tahu namanya. Sampai
sekian lama berjalan, keduanya masih belum menjumpai
barang seorangpun juga. Hanya jauh disana tampak
beberapa ekor rusa ber-larian2 diantara batu karang
pegunungan. Nyata pulau itu sebuah pulau kosong.
"Lian-moay, pulau ini tak didiami orang."
"Engkoh Go, asal bersama kau, aku tak hiraukan lain
orang lagi."
The Go kerutkan keningnya. "Kita harus membuat api
unggun dipulau yang tak kuketahui namanya ini. Akupun
perlu mencari makanan, agar kita jangan kelaparan!" kata
The Go, suara siapa mengunjukkan kejengkelan hatinya.
GAMBAR 24 Tiba2 terlihat didepan sana ada dua ekor rusa, cepat The Go
sambitkan dua butir batu, tapi aneh, binatang Itu ternyata diam
saja. Berjalan lagi tak berapa lama, tiba2 disebelah muka
tampak ada dua ekor rusa 'ciang' (sejenis rusa yang tak
bertanduk). Rusa itu tingginya hampir satu meter,
dagingnya gemuk. Begitu melihat orang, binatang itu
mengobat-abitkan kepalanya, namun kakinya serasa
terpaku ditanah tak dapat lari. Melihat itu, The Go tak mau
sia2kan kesempatan bagus. Kalau kedua ekor rusa itu dapat
ditangkapnya, berarti cukup untuk ransum lima enam hari.
Maka dijemput dua butir batu terus ditimpukkan kearah
kepala sibinatang. Aneh, binatang itu tak mau menghindar
maka timpukan The Go yang dahsyat itu segera
mengenakan kepalanya. Kepala binatang itu segera terkulai
dan lehernya lentuk. Tapi anehnya, walaupun terang sudah
hampir binasa, namun kaki kedua binatang itu masih tetap
seperti terpaku ditanah.
---oodw0tahoo--BAGIAN 7 : HATI NAN LARA
"Engkoh Go, mengapa binatang itu tak rubuh ?" tanya
Bek Lian. The Gopun turut heran. Dipungutnya dua biji
batu dan ditimpukkannya lagi. Kali ini perut kedua
binatang itu terkena, usus keluar darah mengalir, terang
sudah tentu mati. Tapi yang mengherankan, binatang itu
tetap tegak berdiri saja. Selagi masih diliputi oleh rasa
heran, tiba2 didengarnya ada orang berbangkit.
"Sahabat manakah yang ..................", belum habis The
Go menyerukan pertanyaannya, tiba2 kedua ekor binatang
rusa yang sudah mati tadi melesat maju dengan cepat sekali
hingga sampai mengeluarkan deru angin. Buru2 The Go
menarik Bek Lian untuk menyingkir kesamping.
Pada lain saat terdengarlah dua kali suara blak.......
blak....... , dan tersungkurlah kedua binatang tadi ketanah.
Ketika The Go menengok kebelakang, dilihatnya
binatang itu sudah hancur tubuhnya. Tahu dia bahwa tentu
ada seorang berilmu tinggi yang meluncurkan binatang itu.
Baik kawan atau lawan, tapi yang perlu harus bersiap dulu.
The Go cepat hendak mengeluarkan kipasnya. Kipas itu
terbuat dari bahan sutera yang ulet sekali, hingga tak rusak
terendam dalam air laut. Tapi baru tangannya menarik
kipas, atau terdengarlah suara orang memakinya: "Jahanam, dengan susah payah Sam-thay-ya mencari
tempat yang sunyi untuk tidur serta membawa dua ekor
rusa untuk mengalingi diri dari sinar matahari, mengapa
berani mengganggu kesenangan Sam-thay-ya"
Nada suara itu berpengaruh sekali, hingga menusuk
kedalam telinga dan hidung. The Go dan Bek Lian segera
mengetahui bahwa kini mereka berhadapan dengan seorang
yang tinggi ilmunya lwekang. Ketika mengawasi dengan
perdata, kiranya ditempat kedua rusa berdiri tadi, tampak
ada seorang tua yang bertubuh kate dan alia serta
rambutnya sudah putih semua. Dia mengenakan jubah
panjang yang warnanya menyerupai warna batu. Oh,
kiranya tadi siorang tua kate ilulah yang ber-baring dibawa
kedua ekor rusa, maka kaki kedua binatang itu tampaknya
seperti terpaku ditanah.
Mengetahui kesaktian siorang kate itu, The Go tak
berani mencari perkara. Tapi baru dia hendak mengatakan
sesuatu, tiba2 orang kate itu loncat menghampiri kemuka
Bek Lian seraya mengawasinya. "Kiang Siang Yan!"
serunya dengan nyaring sekali hingga membuat Bek Lian
terkejut. "Wut.......", sehabis berteriak tadi siorang tua kate itu
meluncur kebelakang sampai dua meter jauhnya. Tangannya menabok pada batok kepalanya sendiri lalu
mengoceh sendiri: "Salah, he" Kalau Kiang Siang mau
semacam itu, tak seharusnya kumemelihara janggut begini."
The Go dan Bek Lian tak mengerti ocehan orang itu,
maka ditunggunya saja sampai beberapa saat.
"He, kalian lihat, aku ini mempunyai janggut tidak ?"
tiba2 siorang tua kate itu mendongak bertanya.
Diam2 The Go menjadi heran. Orang itu mempunyai
buge (kepandaian silat) yang sedemikian sakti, tapi
mengapa selinglung itu. Tiba2 dia teringat akan keterangan
kakek gurunya Ang Hwat cinjin, bahwa dalam dunia
persilatan memang terdapat seorang tokoh yang bertubuh
kate, siapa paling gemar sekali belajar silat. Dia selalu
memaksa orang yang dijumpainya supaya mengajarkan
ilmu silat, maka ilmu silatnya banyak macam ragam
alirannya. Ilmunya lwekang, dipelajarinya dari seorang
sakti ketika dia masih kecil. Lihaynya tiada tertara. Tapi
pikiran orang itu seperti linglung, omongannya tak keruan
juntrungannya. Ang Hwat cinjin memesan, apabila
berjumpa dengan tokoh itu, The Go harus bersikap
mengindahkan, baru nanti tak mengalami kesusahannya
dari dia. Dilihat, ciri2nya, terang siorang kate inilah yang
dimaksudkan oleh kakek guruna itu. Teringat hal itu, tersipu2 The Go menjura memberi hormat seraya -berkata:
"Sam-thay-ya !"
Memang siorang tua kate itu bukan lain adalah si Sik Losam adanya. Sejak berpisah dengan Ceng Bo siangjin, dia
lalu mengembara ke-mana2 dia tanpa disengaja telah
kesasar dipulau kosong situ. Begitu melihat The Go begitu
menghormatnya, dia tertawa ter-loroh2. Habis itu,
sekonyong2 dia menampar keningnya sendiri, lalu berseru
dengan murka: "Hai, buyung, tadi Sam-thay-ya tanya kau
punya janggut tidak, mengapa kau diam saja ?"
The Go tak jelas akan pertanyaan orang, dikiranya yang
punya atau tidak janggut itu adalah siorang tua itu sendiri,
maka cepat dia menyahutnya : "Tidak!"
Mendadak Sik Lo-sam ber-kaok2 aneh, serunya : "Haya,
celaka, aku tak punya janggut. Kalau bukan Kiang Siang
Yan siapa lagi ia itu ?" Habis itu dia lantas memutar tubuh
Misteri Lukisan Tengkorak 6 Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Kesatria Berandalan 4

Cari Blog Ini