Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Dan Kaisar 11

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 11


"Dia datang kepadaku untuk 2 hal...." kata Xue Hung seraya menunjukkan jarinya ke angka dua.
"Dua" Sungguh aneh sekali..." kata Jieji seraya berpikir.
"Yang pertama adalah menyangkut dirimu. Yang kedua justru menyangkut
sesuatu dari dirimu sekarang..." kata Xue Hung seraya tersenyum penuh arti.
Dia ingin Jieji yang menebaknya langsung.
Seraya berpikir, dia mengatakan.
"Hal yang pertama mungkin bisa kutebak. Tetapi belum bisa kupastikan. Dan hal yang kedua, katanya seraya mengangkat pedang Ekor apinya dari samping
pinggang kirinya. Sedangkan pedang bumi berpendar ada pada sebelah kanan
pinggangnya sendiri.
"Ha Ha... Betul.. Betul.. Dia ingin mengetahui rahasia tentang pedang itu.. Lalu aku memberinya sebuah taruhan." jawab Xue Hung.
"Jadi?"" Tiga jurus itu?"" tanya Jieji dengan terkejut.
"Betul.. Kurasa kamu sudah tahu adanya. Aku menantangnya dalam 3 jurus. Jika aku sanggup mengalahkannya dalam 2 jurus, maka kedua hal itu tidak akan
kuceritakan." kata Xue Hung.
"Jadi kakekku ternyata berhasil?" Dia sanggup kalah dalam 3 jurus?" tanya Jieji dengan senang sekali.
"Ha Ha... Betul.. Sungguh aneh.. Sikap kakekmu yang telah kepayahan saat itu juga mengatakan hal yang mirip dengan keadaan sekarang...." tutur Xue Hung kembali dengan sangat senang.
"Berarti tetua telah mengatakan hal sesungguhnya kepada kakekku?" tanya Jieji dengan keheranan.
"Betul.. Tentu telah kuungkapkan semuanya." kata Xue Hung sambil
mengangguk kepalanya perlahan.
"Lalu apa boleh kutahu hal sesungguhnya dari apa yang tetua bicarakan dengan kakekku saat itu?" tanya Jieji kembali.
Xue Hung hanya diam, di wajahnya nampak sebuah pertanyaan yang penuh arti.
Sedang dari sinar matanya terlihat sungguh aneh.
Jieji yang melihatnya segera tahu.
"Baiklah... Tetapi tidak ingin ku langkahi tetua sendiri..." jawabnya dengan tersenyum pula.
Lie Xian yang disampingnya tentu tidak tahu apa maksud sesungguhnya dari Xue
Hung dan Jieji. Dia hanya diam dan terheran-heran.
Xue Hung segera tanpa ancang-ancang dan aba-aba langsung menyerangnya
dengan sungguh cepat.
Kecepatan yang tiada taranya lagi bagi pendekar dunia persilatan. Kecepatan
yang tidak pernah dilihat oleh Jieji sendiri.
Tanpa terasa, tapak hebat telah hampir mendarat di perutnya. Dan desakan
tenaga dalam nan sakti telah mendarat di perut Jieji.
Tetapi... Sebelum Jieji sempat kesakitan dan mundur, dia menghembuskan nafas dengan
sangat cepat dan membentuk tangannya selingkaran penuh keduanya.
Ketika kedua tapaknya di rangkapkan ke arah tapak tetua Xue Hung. Getaran
luar biasa hebat terasa.
Tetapi yang anehnya, kedua tenaga dalam tiada merusak. Hanya sekitar tangan
keduanya saja terjadi benturan luar biasa hebat. Sehingga gubuk kecil milik Xue Hung malah tiada apa-apa.
Bahkan Lie Xian yang berdiri di belakang Jieji malah tidak merasakan adanya
getaran tenaga dalam hebat.
Ketika melihat jurusnya gagal, Xue Hung kembali melancarkan jurus lain untuk
mengimbanginya. Dia putar tapaknya selingkaran penuh.
Tentu hal ini sangat mengejutkan Jieji. Ini adalah jurus yang dikuasainya sendiri.
Sebuah jurus nan hebat yang diciptakannya.
Melihat perubahan itu, Jieji kembali mengganti jurusnya. Dia melakukan hal yang sama.
Seraya memutarkan tubuhnya penuh juga. Jieji melayani tapak Xue Hung yang
terlihat lemah adanya.
Benturan tapak kemudian terjadi kembali. Namun sekali ini juga sama, tiada
adanya rasa "merusak" dari tapak keduanya.
Lie Xian yang melihatnya tentu heran.
Dia tidak pernah tahu bahwa kedua tapak yang bertemu itu jika di gabungkan
untuk menghantam sebuah bukit. Bukit tersebut pasti telah hancur berkeping
keping. Tetapi tapak kedua pendekar tersebut sepertinya hanya tapak biasa tanpa
tenaga dalam. Beberapa jurus mereka mengganti, akhirnya keduanya memutuskan untuk
mengeluarkan tenaga penuh.
Dengan sebelah tapak masih berlaga satu sama lainnya, Jieji langsung menarik
nafas terdalamnya. Begitu pula hal ini dilakukan oleh Xue Hung.
Sama-sama terlihat memutar tapaknya penuh satu lingkaran.
Energi keempat unsur dari tubuh Jieji seperti air bah yang datang akibat tanggul jebol menyerang melalui tapak.
Namun Jieji juga merasakan hal yang sama telah terjadi dari diri Xue Hung.
Empat buah energi yang sama juga mengalir dan tertahan di tapak keduanya
yang telah saling berpadu tadinya.
Beberapa saat, terlihat Jieji dan Xue Hung telah melayang dari daratan setinggi 1
kaki. Di wajah keduanya terlihat sinar mata yang penuh arti, dan keduanya juga
menyunggingkan senyuman.
Saat ini, keduanya langsung mengubah perubahan energi mereka.
Delapan energi yang telah berpadu di tengah tapak langsung tertarik
masing-masing kembali.
Mungkin pertarungan akan berhenti disini...
Tetapi dengan tiba-tiba...
Empat energi yang kembali langsung membawa energi 4 unsur kembali untuk
bertemu di tengah kembali.
Inilah tapak berantai tingkat kelima yang dikeluarkan kedua belah pihak.
Saat kedua 4 energi kembali bertemu.
Tenaga dalam telah memudar ke 8 arah di sekitar tubuh mereka. Energi yang
terlihat biasa saja dan tiada mengoyak. Bahkan Lie xian yang di belakang terasa energi hembusan angin sepoi-sepoi yang menyembuhkan terasa.
Ketika 8 energi berpendar, kedua pendekar segera terlihat terpental ke belakang dengan sangat ringan.
Keduanya mampu mendarat dengan sangat baik adanya.
Setelah keduanya berdiri saling menatap sambil tersenyum. Xue hung segera
berkata. "Ha Ha Ha..... Tidak disangka masih ada orang yang mampu bertanding dan
setingkat denganku..." tertawa keras Xue Hung mendapati hal tersebut.
"Betul.. Hari ini sungguh aku sangat puas sekali adanya tetua..." kata Jieji dengan tersenyum juga sangat manis.
"Tetapi apa yang kalian lakukan sih sebenarnya" Kenapa aku tidak merasakan hawa pertempuran dahsyat dari kalian berdua?" tanya Lie xian yang tentunya sudah sangat heran mendapati energi mereka bahkan biasa-biasa saja. Sebab
menurutnya, dia juga mampu melakukan hal yang dilakukan mereka berdua.
"Tidak.. Bukan begitu nak... Kamu tahu, di tengah aliran tenaga dalam kita berdua. Daya rusaknya telah tiada 2 di jagad lagi..." terang Xue Hung dengan tersenyum sangat manis kepadanya.
"Betul... Ini sengaja kita lakukan. Karena jika benar kita mengarahkannya ke arah lain. Maka hutan kecil ini betul akan menjadi gurun kembali...." kata Jieji kemudian.
"Ha Ha Ha... Betul.. Tidak salah..." Xue hung tertawa deras sekali.
"Tetapi apa yang ingin kamu ketahui tentu akan kujelaskan..."
Jieji melihat tingkah orang tua tersebut tentu girang.
Semua misteri hatinya mungkin akan terpecahkan sekarang juga.
"Kamu tahu.. Permintaan kakekmu yang pertama itu apa?"tanya Xue Hung.
"Sesuatu yang menyangkut diriku sendiri. Tetapi saya benar tidak tahu adanya..."
jawab Jieji jujur.
"Kamu yang masih berumur beberapa bulan terkena racun yang ditebarkan oleh dewa Bumi. Dia memintaku untuk menyembuhkan dirimu saat itu. Tetapi, aku
telah tinggal nan jauh dari sini. Makanya hal yang bisa kulakukan adalah
meminta 7 muridku untuk pergi ke Dongyang." tutur Xue Hung.
Jieji sangat terkejut.
Dia tidak menyangka tenaga dalam yang telah "dimiliki"nya sejak kecil adalah tenaga dalam 7 murid dari Xue Hung sendiri. Tentu dia sangat gembira tiada
tara, tetapi dari matanya segera mengalir air mata.
Dia segera memberi hormat kepada Xue Hung.
"Jika tiada tetua dan kakekku, niscaya aku tidak mungkin hidup sampai
sekarang..."
"Tidak juga.. Ini adalah takdirku sendiri. Takdir 7 muridku, serta dewa manusia dan ayahmu...." katanya mengenang.
"Lalu tetua?" tanya Jieji kemudian.
Namun Xue Hung segera memotongnya.
"Setelah kamu telah benar hampir sembuh, Hikatsuka membawamu ke daratan
tengah. Tujuannya adalah mencari dua orang saja. Salah satu di antaranya
baginya telah cukup..."
"Jadi salah satu di antara keduanya tentu Xia Rujian dan Wu Quan. Ayahku dan mertuaku sendiri?"
"Betul... Mereka berdua-lah. Saat itu, hikatsuka Oda dan Xia Rujian serta Wu Quan adalah teman baik. Dia sangat membutuhkan salah satu di antara kedua
orang itu." jawab Xue Hung.
"Tetapi kenapa begitu" Jangan-jangan semua ini adalah sandiwara?"" tanya Jieji dengan keheranan kembali.
"Betul.. Inilah sandiwara terbesar yang dibuat oleh Dewa Bumi... Dia ingin Hikatsuka melengkapi ilmu pemusnah raga karena saat itu dia menguasai
Tendangan mayapada. Meski dewa Bumi sendiri pernah mempelajari ilmu itu,
namun ilmu yang diberikan kakekmu tidaklah lengkap kepadanya. Ilmu
tendangan mayapada sungguh tidak setara untuk jurus Dewa Bumi yang lain.
Sehingga dia marah luar biasa mendapatinya. Terakhir dia melakukan sandiwara
tersebut." kata Xue Hung menerangkan.
Jadi dulu ayah dari Jieji, Hikatsuka dan ibunya telah di ncar untuk bergabung
dengan Dewa Bumi. Tetapi sungguh heran sekali adanya, kenapa Hikatsuka
mau saja menjadi pengikut dewa Bumi.
Xue hung yang melihat perasaan campur aduk Jieji segera berkata.
"Ilmu yang hebat... Tentu siapapun ingin menguasainya. Namun mereka semua
telah salah jalan. Semuanya telah digelayuti "iblis" di hati mereka
masing-masing..."
"Jadi?"" Jangan-jangan?"" tanya Jieji dengan keheranan kembali.
"Betul... Yang mampu menguasai ilmu tersebut hanya beberapa orang yang telah ditakdirkan. Kamu tahu, selain kamu. Zhao kuangyin, kuangyi dan Yue
Liangxu-lah ketiga orang lainnya. Mereka-lah yang sanggup menguasai ilmu
tersebut lagi..." tutur Xue Hung.
"Jadi karena ilmu yang tiada seberapa ini saja" Mereka rela meninggalkan
keluarga. Rela mengkhianati diri sendiri kemudian hidup dengan terkurung
selamanya?" kata Jieji dengan nada yang sangat menyesal.
"Hm... " Xue Hung terlihat menganggukkan kepalanya perlahan.
"Lalu, bagaimana dengan pedang ini?" tanya Jieji kemudian seraya mengangkat pedang ekor apinya.
"Ha Ha... Pedang ini dinamakan pedang pemusnah raga" Kamu mau tahu
kisahnya?" tanya Xue Hung kembali.
Jieji menganggukkan kepalanya perlahan.
"Akan kuceritakan seluk beluknya saja. Karena ada sesuatu yang ingin dan harus kamu ketahui dengan sendirinya. Baiklah...
Kamu tahu,... Kisah pedang tersebut?"
"Sama sekali tiada petunjuk bagiku..." jawab Jieji.
"Baik.. Kamu tahu siapa pencipta Ilmu pemusnah raga pertama kali di dunia..."
Seraya berpikir, Jieji menggelengkan kepalanya perlahan.
"Ilmu pemusnah raga diciptakan pertama kali oleh Shi Huang Ti, Qin She
Huang...." kata Xue Hung.
Tentu hal ini sangat terkejut bagi Jieji yang mendengarnya. Dia tidak pernah tahu kalau Ilmu tersebut telah ada sejak seribu tahun yang lalu. Dia terbengong
mendengarnya. "Qin She huang menciptakan ilmu ini untuk menjadi yang terbaik sepanjang
masa. Mengingat ilmu perang, strategi dan taktiknya telah sangat luar biasa di
zamannya. Dia tidak pernah puas, sebab ilmu kungfunya yang telah sangat tinggi
itu malah bisa ditandingi beberapa orang di zamannya.
7 tahun menjelang wafatnya, dia telah berhasil menyempurnakan ilmu tersebut.
Namun dia telah berubah sangat drastis. Dia menjadi penguasa lalim, dia
menjadi teror bagi masyarakan China saat itu...."
"Jadi dialah manusia sesat pertama sejak Ilmu pemusnah raga beredar..?""
tanya Jieji heran.
"Betul.. Dialah orang pertama... Dia selalu menyandang sebuah pedang pendek sambil melakukan pembantaian para manusia tidak berdosa..." kata Xue Hung
kembali. Jieji segera melihat ke pedangnya. Pedang Ekor api yang sebenarnya pernah
mengambil banyak rakyat yang tiada berdosa tersebut.
"Tetapi saat itu, wujud pedang memang bukan sedemikian. Sekitar 10 tahun
setelah wafatnya Qin She huang. Xiang Yu-lah pemegang pedang tersebut. Dia
juga telah berubah menjadi iblis sepanjang masa. Meski sifat kepahlawanannya
telah menggetarkan dunia, tetapi sifat iblis dalam dirinya juga tidak kalah...." tutur Xue Hung.
"Pantas sekali jika pedang ini sangat kontras dengan pedang Es rembulan..."
jawab Jieji kemudian.
"Betul.. betul... Pedang es rembulan adalah pedang raja Han barat. Pertandingan kedua pedang akhirnya dimenangkan oleh Liu Bang. Ini juga adalah takdir
adanya..." jawab Xue Hung.
"Lalu bagaimana dengan "perubahan" pedang ekor api?"
"Pedang tersebut semenjak ratusan tahun lalu dinamakan pedang pemusnah
raga, karena pedang ekor api sebenarnya adalah pemilik penguasa Ilmu
pemusnah raga. Seorang pandai besi dari Dinasti Tang yang mengetahui riwayat
pedang, segera menempa Pedang di Hutan misteri. Dia mengangkut batu meteor
di utara dan dengan pedang pemusnah raga, dia meleburnya kembali.
Sifat batu meteor nan panas adalah sifat yang cocok untuk menguasai sifat "iblis"
dari pedang tersebut. Sehingga pedang yang tercipta kemudian telah kehilangan
rasa "iblis"-nya." tutur Xue Hung menjelaskan.
"Jadi ketika Guo Lei....?"?" tanya Jieji dengan mengerutkan dahinya.
"Seorang yang mempunyai sifat kelicikan dan dengki tidak mampu memakai
pedang tersebut. Hal itu berlaku untuk pedang lainnya.... Hanya seorang
pahlawan dan orang yang mempunyai jiwa kebenaran tinggi yang sanggup
memakainya. Bahkan untuk orang-orang ini, pedang akan mampu
dimaksimalkan penggunaannya." tutur Xue Hung kembali.
"Jadi begitu...?"" kata Jieji seraya berpikir kemudian.
"Untuk itu, sebenarnya kakekmu menanyaiku mengenai pedang pemusnah raga
itu. Mereka kabarnya bertanding hebat di gurun untuk menjadi pemilik pedang.
Namun, sesuai dengan apa yang kamu ketahui. Dewa manusia berhasil... Dia
menjadi pemilik pedang asalkan mampu mendapatinya di hutan misteri....Oleh
karena itu..." jelas Xue hung.
Tetapi sebelum selesai, dia dipotong oleh Jieji.
"Dia datang mencarimu untuk mengetahui lokasi sesungguhnya dari pedang di
hutan itu?"
"Betul.. Pedang ini dibawa oleh pandai besi itu untuk diletakkan di dalam hutan misteri sehingga bagi orang mongolia, pedang ini adalah leluhur mereka. Tetapi
mereka tidak pernah tahu bahwa pedang telah dibawa pergi oleh Dewa manusia
beberapa puluh tahun lalu." jawab Xue Hung sambil tersenyum manis.
Jieji sekarang hanya diam saja.
Dia tidak menanyainya lagi beberapa saat tetapi hanya berpikir saja.
"Lalu bagaimana dengan pedang bumi berpendar?" tanya Lie Xian yang
memecah keheningan.
"Betul.. Rahasia dari pedang masih ada di hutan misteri..." kata Xue Hung kembali dengan tersenyum.
Jieji segera menatap pandangan mata orang tua ini.
Sesaat, dia juga tersenyum sangat manis.
BAB LXXXII : Hutan Misteri
"Nak, ada hal yang masih perlu kuberitahu sebelum kepergianmu...." tutur Xue Hung setelah sedemikian lamanya mereka saling bertatapan.
"Silakan tetua... Yang muda memohon petunjuk kepada anda." kata Jieji seraya memberi hormat ke arahnya.
"Ada sesuatu lagi.. Yaitu mengenai tapak berantai-mu tingkat 5 tadinya... Kamu tahu efek samping sesungguhnya daripada jurus mematikan tersebut?" tanya
Xue Hung dengan pengertian kepadanya.
"Tentu tetua... Pemaksaan tenaga yang berlebihan bahkan bisa membuat hal
yang malah tidak baik adanya. Untuk hal ini cukup lama telah kusadari..." jawab Jieji.
"Betul... Oleh karena itu, sebelum benar terdesak. Janganlah kamu
mengeluarkannya karena lebih banyak bahayanya daripada hal yang baik..." tutur Xue Hung kemudian.
Jieji terlihat mengangguk perlahan sambil memberikan hormatnya.
"Tetua... Apa jalan ke dalam hutan misteri tidak gampang dicapai?"tanya Lie Xian yang sedari tadi diam dan memperhatikan kemudian.
"Tidak juga.. Untuk hal ini bisa dibilang tidaklah sulit benar. Mengingat kalian berdua cukup menguasai 8 Diagram Dao. Dan ada sebuah petunjuk yang akan
kuberikan kepada kalian berdua." jelas Xue Hung.
Jieji dan Lie Xian terlihat menganggukkan kepalanya.
"8 Diagram dalam Hutan misteri terdapat pintu "terkurung". Hanya pintu itu-lah yang tidak boleh dimasuki. Sebab jika sempat masuk ke dalam. Maka kalian
akan susah keluar lagi seumur hidup. Tetapi perubahan disana sangat fasih,
untuk itu aku mau kalian betul hati-hati dan cermat terhadapnya. Selain itu..."
"Selain itu apa tetua Xue?" tanya Jieji yang agak heran.
"Nanti kamu pasti akan tahu betul setelah sampai disana..." jawab Xue Hung tanpa lagi berkata banyak. Namun dia tetap terlihat tersenyum puas akan
kedatangan Jieji.
Jieji berdua segera minta pamit untuk meninggalkan ruangan. Dia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang dalam kepada orang tua yang nan lihai ini.
Setelah mereka berdua telah benar jauh adanya dari wilayah hutan kecil.
Xue Hung terlihat menggumam beberapa kalimat.
"Takdir...
Kamu telah kutunggu lebih dari 30 tahun, kakak....
Sekarang tidak lama lagi mungkin akulah yang akan mengikuti jejakmu...
Empat unsur, 6 tahun.. Langit kembali bersinar setelah kegelapan..."
Kata-kata gumamam yang terasa cukup aneh.
Disini Xue Hung menganggap Jieji adalah "Xue Yang". Selain itu, empat unsur dan enam tahun. Entah apa maksud dari perkataan Xue Hung.
Namun setelah ini, dia kembali terlihat menggumam.
"Hanya 3 bulan lagi. Tiga bulan hidupku akan berakhir nantinya..."
Di bibirnya terlihat senyuman yang pahit sangat dan terlihat mengalir darah
segar, kemudian di wajahnya terpampang wajah yang telah sangat tua adanya.
Sinar matanya telah sayu...
Ternyata pertandingan tadinya dengan Jieji telah menghabiskan cukup banyak
tenaga-nya. Dia telah mengalami luka dalam yang tidak ringan sama sekali. Namun dalam
hatinya, dia tidak merasa sakit karena dirinya sesungguhnya "kalah". Tetapi ada sesuatu di dalam hatinya yang terlihat seperti misteri yang tiada berujung.
Beberapa jam kemudian.
Di depan gerbang masuk Hutan misteri...
Di sini telah terlihat 2 orang yang masih tetap menunggang kuda.
Seekor kuda yang biasa saja dan seekor lagi kuda gagah yang sedang
membawa majikannya.
Kedua orang ini adalah Jieji dan Lie Xian yang telah sampai pas di depan pintu


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masuk hutan misteri.
Pemuda terlihat hanya diam saja sambil mengamati ke depan. Tetapi di dalam
hatinya telah terasa beberapa hal yang terasa cukup janggal.
"Apa kita masuk sekarang kak?" tanya Lie Xian yang melihat Jieji hanya diam saja.
"Baik..."
Mereka berdua segera menambatkan kudanya di depan pintu gerbang hutan
tersebut. Lalu dengan berjalan kaki, mereka berdua memasuki pintu utama yang
merupakan gerbang dari hutan misteri.
Perjalanan awal memang sepertinya tidak begitu menyulitkan bagi keduanya.
Terutama Lie Xian yang berasal dari suku Jiamojin. Beberapa kali dia telah
melewati pintu 8 diagram tersebut, selain itu dia juga adalah pengawal sakti
kerajaan yang menguasai betul formasi tersebut.
Meski Jieji tidak betul hafal, namun dalam kitab sastra yang pernah dipelajarinya dahulu juga ada memuat teori singkat dari formasi 8 diagram cangkang kura-kura
ini. Dia juga tidak terlihat betul cemas akan keadaan sekarang. Dia tetap
tenang-tenang saja.
Pintu masuk yang akan dilalui kali ini adalah pintu "hidup" terlebih dahulu.
Setelah melewati pintu hidup, maka akan mencari pintu "aman" dan terakhir adalah pintu "selamat".
Tiga buah pintu sederhana yang gampang dicari dalam formasi Dao. Tentu
mereka merasa tidak akan menyulitkan adanya mendapati formasi tersebut.
Tetapi... Ketika mereka telah melewati pintu kedua "aman". Hal kemudian terasa
sangatlah janggal adanya. Pintu-pintu yang tadinya terlihat hanya "diam"
sekarang terlihat bergetar dan seakan-akan sedang berputar.
Tentu keduanya terlihat heran mendapatinya. Namun sebisanya Jieji
mengkonsentrasikan diri terhadap putaran pintu "selamat".
Putaran pintu memang terlihat biasa saja dan lambat, dengan segera Jieji berniat untuk mencapai pintu tersebut. Oleh karena itu, dengan mengambil cara
setengah berlari dia mendekati pintu "selamat" ini.
Tetapi... Ketika dia telah hampir dekat dengan pintu berputar. Matanya yang terus
mengikuti pintu segera berhenti di sebuah tempat.
Kali ini dia langsung terkejut luar biasa.
Di tempat tersebut terlihat 2 orang wanita yang seperti kembar.
Dua orang wanita yang memakai baju nan putih dan sangatlah cantik.
Dua orang wanita ini jugalah yang terdapat di dalam hatinya beberapa lama.
Sementara itu, Lie Xian yang mengikuti putaran pintu "selamat" segera berhenti juga.
Dia merasa aneh melihat tingkah Jieji yang hanya diam saja dan memandang
lurus. Sepertinya dia merasa Jieji telah ter-ilusi. Karena dalam formasi 8 diagram Dao terdapat formasi ilusi bau wewangian bunga.
Karena melihat Jieji tidak melakukan apapun, dia juga sendiri telah terlengah.
Sebab pandangan konsentrasinya juga telah buyar.
Sekarang gawat sekali adanya...
Keduanya sudah tidak tahu dimana pintu "selamat" yang telah berputar hebat tersebut.
Jieji yang melihat kedua wanita tersebut masih belum "sadar".
Dalam pandangannya dia melihat kedua wanita tersebut sedang tersenyum
sangat manis kepadanya.
Kedua orang ini tentu adalah Xufen dan Yunying.
Tetapi tidak perlu waktu yang benar lama.
Jieji telah tersadar karena dia merasa Yunying tidak mungkin ada disini. Jieji tahu bahwa Yunying masih ada di Dongyang.
Jadi wanita yang dilihatnya adalah pantulan dari ilusinya sendiri.
Sesaat, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan cukup keras.
Sambil menarik nafas, dia menghimpun tenaga dalamnya menuju ke ubun-ubun
sambil menutup mata.
Lie Xian yang melihat tingkah Jieji, cukup heran juga. Tetapi dia tahu benar
bahwa Jieji sedang "melawan" ilusi dalam hatinya sendiri.
Tidak berapa lama kemudian, Jieji telah membuka matanya.
Ilusi di depannya telah hilang dan lenyap tak berbekas.
Dilihatnya pintu masih tetap berputar searah jarum jam.
Segera dia berpaling melihat ke Lie Xian.
"Maafkan aku dik Xian. Sepertinya "ilusi" kali ini telah mengalahkanku..."
"Tidak... Kamu pasti akan sanggup mencari pintu "selamat" itu... Aku sangat yakin kepadamu..." jawab Lie Xian sambil tersenyum kepadanya.
Jieji mengangguk perlahan saja. Dia langsung memperhatikan sekeliling.
Sekeliling dari dirinya sekarang terdapat 8 pintu utama, semua pintu terlihat
sedang berputar hebat. Sebentar terlihat berhenti, sebentar lagi terlihat jelas memutar berlawanan arah.
Mereka berdua sekarang seperti berada di tengah kipas angin yang sedang
berputar. "Ini tidak bisa mudah di tebak. Mungkin kita bisa pilih salah satu pintu, karena bagaimanapun pintu tersebut akan membawa kita ke jalan keluar. Hanya
kemungkinannya adalah sekitar setengah saja... Bagaimana kak Jie?" tanya Lie Xian setelah mengamati sekitarnya dengan cermat.
"Betul... Tiada cara lain lagi. Jika kita masih bisa mengulangnya kembali.
Mungkin ilusi sudah bisa diatasi olehku..." kata Jieji sambil berpikir.
Karena 8 pintu masing-masing terdiri dari 4 pintu "baik" dan 4 pintu "buruk". Maka menurut Jieji tidak ada salahnya jika mereka hanya melakukan cara
mencoba-coba saja.
Yang mereka paling tidak ingin untuk masuk sekarang adalah pintu "terkurung".
Sedangkan pintu bahaya lainnya mungkin dirasa masih bisa diatasi oleh mereka
berdua. "Menurutmu pintu mana yang seharusnya kita masuk pertama?" tanya Jieji.
"Paling dekat saja bagaimana?" tanya Lie Xian kemudian.
"Baiklah..."
Mereka memutuskan untuk memasuki dahulu pintu yang pas di depan mereka.
Dengan untung-untungan mencoba tidak ada salahnya.
Lalu dengan enteng keduanya melangkahkan kaki.
Sesaat, pintu terdepan yang di "kejarnya" berhenti mendadak. Seperti tuan rumah yang sedang mengundang kedua orang tersebut untuk masuk ke dalam.
Namun, keduanya tetap terlihat hati-hati saat mereka telah mencapai ke dalam
pintu tersebut.
Tetapi... Tiba-tiba Jieji telah mendapat ide dadakan.
"Tunggu dulu...."
"Ada apa kak Jieji?"
"Kita melangkah keluar dahulu...." kata Jieji.
Keduanya yang sempat masuk pintu terdepan segera beranjak untuk keluar
kembali. Entah apa maksud Jieji. Tetapi ketika mereka telah sampai ke tengah kembali.
Dengan cepat, dia mengeluarkan 2 bilah pedang di pinggangnya masing masing.
"Memang kenapa dengan pedang itu?" tanya Lie Xian.
Kali ini, dia tidak menjawab pertanyaan si nona.
Tetapi segera dia rapatkan kedua bilah pedang dan menyilangkannya di tengah
perutnya. Dengan segera, dia berjalan ke arah pintu depan.
Jieji terlihat sangat serius dengan keadaannya sekarang. Sambil berjalan sangat pelan dia telah mendekati pintu.
Tetapi pintu pertama terlihat tidak memunculkan reaksi apa-apun.
Seraya berjalan kembali ke arah belakang, Jieji kemudian mencoba pintu kedua.
Ketika Jieji berjalan ke arah belakang, pintu kembali berputar pelan.
Namun saat dia berjalan ke depan, pintu terlihat diam kembali.
Seperti yang pertama kali, pedang tetap di biarkan menyilang sambil di arahkan
ke depan. Dia tetap berjalan sungguh pelan ke depan.
Apa yang dilakukan Jieji sungguh mengherankan Lie Xian. Tetapi bagi dia, dia
tahu bahwa si pemuda pasti punya akal yang lebih bagus daripada
mencoba-coba saja.
Kembali terlihat Jieji berjalan mundur lagi. Sepertinya pintu kedua juga tidak
memberikan reaksi apapun.
Begitulah sampai dia mendapati pintu ke enam.
Pedang masih tetap menyilang dan di arahkan ke depan. Dia tetap berjalan
seperti biasa. Tetapi, kali ini sungguh sangat berbeda.
Kedua bilah pedang seakan bergetar sungguh sangat hebat. Bahkan Jieji hampir
tidak sanggup memegangnya. Dengan cepat, dia memasukkan kembali pedang
ke dalam sarungnya terlebih dahulu. Dan berjalan pelan ke belakang.
"Dik.. Kamu terus awasi pintu ini.. Aku akan mencoba 2 pintu terakhir...." kata Jieji sambil membelakangi Lie Xian.
"Baik kak...." jawab Lie Xian dengan tersenyum.
Jieji kembali melakukan hal yang sama untuk pintu yang lain. Tetapi pada pintu
kedua yang lainnya tiada bereaksi lagi sama sekali.
Dengan membalikkan badan, Jieji terlihat tersenyum.
"Pintu tadi itulah pintu "Selamat"...."
"Um...." jawab Lie Xian sambil tersenyum kepadanya.
Jieji masih ingat keadaan "bergetarnya" pedang Ekor api dan es rembulan.
Mungkin baginya inilah hal yang akan membawanya menuju ke "asal-usul" kedua pedang tersebut. Apalagi pedang Ekor api jelas "bernyawa" dan tentu bisa tahu
"rumah"-nya sendiri.
Tetapi Lie Xian langsung menanyainya.
"Bagaimana jika itu adalah pintu "terkurung?"" tanyanya heran.
Jieji membalikkan badannya dan tersenyum.
"Siapa peduli itu adalah pintu "terkurung?" Karena pintu yang akan kita masuk sesungguhnya adalah pintu terkurung..."
"Ha" Kenapa?" tanya Lie Xian yang sesungguhnya sangat heran.
Tetapi dalam pemikiran Jieji, dia punya sesuatu hal yang sudah diperhitungkan
dengan masak-masak adanya.
"Sebenarnya apa yang terjadi" Aku betul tidak mengerti..." tanya si nona kepada Jieji.
"Kamu tahu" Pintu "selamat" artinya keluar dari hutan. Sedangkan jika aku keluar dari hutan, pasti sulit lagi untuk mengetahui asal-usul benda yang akan kucari.
Dik Lie Xian, mungkin kamu diam disini lebih bagus. Aku saja yang masuk
bagaimana?" tanya Jieji dengan mantap.
"Tidak.. Karena aku datang denganmu. Tidak mungkin aku hanya menunggu..."
jawab Lie Xian.
"Walaupun resikonya kita tak bisa keluar lagi selamanya" Pertaruhan yang
terlalu besar untukmu...." kata Jieji sambil menggoyangkan kepalanya.
Namun, Lie Xian terlihat menggoyangkan kepalanya. Jieji hanya menatapnya
saja dan tiada bersuara.
Si nona sangat menghormati Jieji. Dia juga sangat yakin kepadanya.
Oleh karena itu, dia merasa pasti "pahlawan" dalam hatinya ini bisa
membawanya keluar dengan selamat dari sini. Dan tanpa ragu tentu dia mau
saja mengikuti Jieji.
"Tetapi... Tidak mungkin ketua Xue Hung membohongi kita kan?" tanyanya dengan mengerutkan dahinya.
"Tidak... Tetua tidak mungkin membohongi kita. Tetapi mungkin ada beberapa hal yang berupa misteri yang masih tersembunyi disini.." kata Jieji seraya menunjuk ke pintu keenam tersebut dengan tersenyum sangat manis.
"Baiklah... Kita jelajahi saja kak..." kata Lie Xian dengan tersenyum puas.
Mereka berdua lalu berjalan dengan pelan ke depan ke arah pintu ke-enam
tersebut. Tidak perlu terlalu lama mereka berjalan, di depan segera terasa hawa "aneh".
Hawa yang sudah biasa di alami mereka berdua. Ini adalah hawa pertempuran.
Sepertinya hawa pertempuran tersebut tidaklah kalah dengan pertempuran
antara kedua belah pihak prajurit yang berjumlah laksaan. Segera, Lie Xian
sangat terheran dibuatnya.
"Eh" Kenapa ada banyak prajurit disini" Sungguh aneh sekali......"
Sementara itu, Jieji hanya menatap ke depan dengan sangat serius.
Suasana hutan sepertinya telah hampir sampai ke ujung. Tetapi yang anehnya
adalah mereka berdua merasa sangat "dingin". Entah darimana bisa terasa hawa yang demikian.
Tetapi tanpa banyak berargumen, keduanya pun melangkahkan kakinya ke
depan. Memang benar, suasana hutan yang tadinya lumayan asri telah hampir lewat.
Tetapi kali ini digantikan dengan lembah yang mirip dengan gunung Es. Sekilas
tampak lembah tersebut tidaklah besar. Mungkin daerah ini hanya tidak sampai
luas 1 li persegi saja.
Keduanya bahkan tidak tahu bahwa daerah inilah daerah "tengah" dari wilayah hutan misteri.
*** Di wilayah selatan China, lebih dari 1 bulan yang lalu...
Wei Jindu dan Xie Ling memang kembali lagi ke daratan tengah setelah tiga
tahun berada di wilayah barat, Xi zhang. Keduanya terus-terusan terlihat akrab
bagaikan sepasang kekasih yang tiada terpisahkan adanya.
Wei memutuskan untuk mengunjungi kakak perempuannya setelah beberapa
tahun tiada berjumpa. Oleh karena itu, perjalanan mereka mengambil daerah
tenggara terlebih dahulu.
Jika saja Wei dan Xie Ling mengambil daerah timur langsung, kemungkinan
besar mereka akan bertemu dengan para pesilat yang bertujuan membantai
"setan pembantai". Namun sayangnya Wei dan Xie ling kali ini tidak sempat melihat pertarungan besarnya Xia Jieji.
Dalam perjalanannya setelah mengunjungi kakak perempuannya yang di Gui
Yang. Mereka kembali melanjutkan lagi. Mereka berdua kali ini bermaksud pergi ke
Hefei. Sebab menurut Wei lebih bagus mengunjungi mertua kakak pertamanya
terlebih dahulu barusan mengunjungi Xia Jieji yang di Dongyang.
Bagaimanapun tentu Jieji dan Yunying pasti akan sering balik kembali kesana
mengingat kedua pasangan tersebut pasti akan mengunjungi "ayah"-nya.
Di dalam kota Hefei...
Wei dan Xie ling terlihat berkuda santai untuk menuju "wisma Wu". Keduanya sungguh sangat menikmati perjalanan kali ini.
Tetapi sebelum mereka benar sampai di wisma. Mereka melihat lumayan banyak
kawanan pesilat disana, tindakan mereka terlihat cukup serius dan agak
terburu-buru. Sepertinya mereka berdua merasa akan terjadi sesuatu hal di dunia persilatan.
Lalu dengan segera, Wei bermaksud menanyai para pesilat yang berada di sana.
Dia mencari seseorang yang lebih senior di antara mereka. Pemuda paruh baya
di tengah dan yang memelihara kumis juga jenggot tipis-lah yang ditanyai oleh
Wei. "Tuan... Ada masalah apa sehingga membuat anda sekalian begitu
terburu-buru?" Wei membungkuk perlahan dan memberi hormat dengan sopan.
Seorang pemuda paruh baya yang di tanyai tersebut segera menoleh.
"Siapa anda?" tanyanya sambil memberi hormat ringan pula.
"Aku Wei Jindu yang berasal dari wilayah barat."
"Oh... Pantas anda tidak tahu... Anda rupanya berasal dari wilayah barat.
Sebenarnya beberapa tahun ini muncul seorang pesilat hebat yang dijuluki
dengan nama "Setan pembantai." Kali ini tugas kita semua pesilat adalah menyelesaikan dendam keluarga masing-masing kepadanya. Kabarnya dia ada
di utara sekarang, kami hendak menyusulnya." jawabnya.
"Benarkah"... Ketua, boleh tahu siapa nama anda?"
"Namaku Yang Xiu.. Aku adalah pemimpin mereka sekarang. Sebab tadinya aku
masih berada di Hua Shan. Namun karena mendengar tewasnya Yue Fuyan di
Huiji, kali ini aku bermaksud melayatnya dan mengumpulkan anggota disini."
jawab Yang Xiu dengan merendah.
"Jadi anda adalah ketua Hua Shan yang sungguh terkenal itu. Terimalah hormat hamba. Maafkan karena tiada tahu permasalahannya." kata Wei dengan
merendah dan sopan.
Namun si "Yi Jian Bu Bai" segera membimbingnya berdiri.
"Ketua Yang. Boleh kutahu" Apa Yue Fuyan juga tewas dibunuh oleh Setan
pembantai?" tanyanya.
"Mungkin saja. Kali ini kemungkinannya sangat besar. Kamu tahu nak, ketika sebelum dia dibunuh. Dia selalu dikirimi beberapa surat ancaman. Surat
ancaman sendiri dilihat sendiri olehku. Disana tertulis nama jelas "Xia Jieji" dari Dongyang datang untuk meminta nyawamu."
Barusan Yue Fuyan menjelaskan sampai setengah, tiba-tiba Wei sungguh
merasa sangat heran sekali.
"Apa" Xia Jieji?"" Sungguh aneh sekali...." jawabnya dengan setengah tiada percaya.
"Betul... Dialah orangnya... Tetapi dilihat dari mayat ketua Yue, memang
kemungkinan besar dialah pelakunya." tutur Yang Xiu sambil menghela nafas
panjang. "Kenapa anda bisa mengatakan hal ini ketua Yang?"
"Luka goresan di tubuhnya. Goresan pedang yang hanya bisa ditimbulkan
pedang sakti Ekor api ataupun Es rembulan... Goresan itu terlihat sangat jelas
dan dalam sekali adanya. Tetapi ini hanyalah sebuah analisis yang tiada memiliki kesimpulan yang pasti. Oleh karena itu..."
"Oleh karena itu anda sekalian hendak berangkat untuk menyaksikannya" Maaf ketua Yang, aku telah mengganggu perjalanan anda disini... Sungguh beribu
maaf...." tutur Wei dengan sopan dan memberi hormat dalam kepadanya.
"Tiada mengapa nak.. Sekarang kita harus berangkat secepatnya.. Mohon maaf jika terlihat terburu-buru. Kali lain mungkin aku akan menjadi tuan rumah yang
baik bagi anda berdua.." jawab Yang pula dengan sangat sopan.
Para pesilat segera meninggalkan tempat mereka.
Sementara Wei dan Xie ling sungguh bingung adanya. Mereka berdua tiada tahu
bagaimana jalan terbaik. Apakah mereka harus menuju ke Dongyang dahulu
atau pergi ke kota Ye.
Tetapi mereka berdua setelah berpikir beberapa lama akhirnya memutuskan
untuk pergi ke kediaman Wu terlebih dahulu.
*** Kembali ke Hutan Misteri...
Lie Xian yang terus berada di belakang Jieji sekarang telah merasa sungguh
lemah. Hal ini terjadi karena perubahan hawa yang dahsyat sekaligus. Tadinya hawa
asri masih terasa begitu fasih, sekarang semuanya telah berubah. Udara disini
telah terasa sangat dingin sekali.
Bahkan dinginnya udara di tengah "hutan Misteri" tiada kalah dengan dinginnya udara di puncak gunung Hua Shan ketika malam hari.
Keanehan apa yang sebenarnya ada di dalam hutan misteri tersebut"
Jieji yang sedari tadi melihat ke daerah tengah tentu merasa cukup aneh.
Dilihatnya di "bawah" dari tempatnya sekarang.
Disana terlihat jelas seperti "benteng" kokoh sedang mengelilingi sebuah altar.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi dengan cukup jelas pandangannya mampu menangkap beberapa orang
yang terlihat bersila disana.
Angin dingin deras makin fasih terasa.
Segera, dia membalikkan badannya terlebih dahulu.
Dengan cepat, Jieji menotok aliran darah Lie Xian. Dan memberikannya energi
untuk menahan hawa "dingin" luar biasa ini.
Tidak berapa lama setelah mengalirkan energinya ke Lie Xian, Jieji telah bangkit.
Dia bermaksud untuk segera ke tengah "altar" yang terlihat lumayan luas dari atas.
Altar di tengah ini terlihat cukup "angker". Di samping 1 lingkaran penuh terlihat tembok batu yang cukup tinggi mengelilingi posisi mereka. Dia hitung posisi batu tersebut yang jumlahnya adalah 7 batu besar mirip tembok.
Altar batu disini sungguh mirip dengan Panggung batu 1000 cermin di Xi Zhuan.
"Dik... Kamu tunggu disini terlebih dahulu... Saya akan memeriksa di sana..." kata Jieji.
"Baik kak..." Jawab Lie Xian pendek seraya mengumpulkan energi guna
mengusir hawa dingin.
Tanpa banyak bicara lagi, dia segera menggunakan ilmu ringan tubuh untuk
menuruni bukit yang cukup tinggi adanya tersebut.
Meski terasa licin, tetapi dia masih sanggup menguasai dirinya sendiri dengan
sangat baik disana.
Untuk orang semacam dia, mungkin masalah tidak akan benar berbahaya. Tetapi
jika pesilat biasa yang sampai disana dan hendak menuruni bukit mungkin sudah
jatuh tewas sebab bukit licin tersebut cukup tinggi adanya.
Tanpa perlu lama, Jieji telah berdiri di dasar es yang empuk.
Dia segera memandang ke depan. Tetapi beberapa orang kali ini telah terlihat
cukup jelas baginya. Semuanya tidak bergerak sama sekali.
Di tengah terlihat seorang tua yang tiada bergeming, posisinya tetap dalam
bersila dengan kedua tangan merapat setinggi perut.
Sedangkan di belakang terlihat jelas sekali ada 7 orang yang mengambil posisi
yang sama dengannya.
Dan yang paling aneh, posisi di tengah sama sekali tiada orang yang mengisi.
Tetapi yang berada paling belakang, dia melihat dengan jelas bahwa ada juga
seorang yang tua. Posisinya juga sama bersila.
Dari jauh, dia mengamati posisi orang tua di tengah tersebut.
Sesaat... Jieji langsung terkejut seperti melihat hantu.
Walau jaraknya masih sungguh jauh dengan orang di tengah. Tetapi dia mengerti
sekali posisi tapak orang di tengah yang berada di paling belakang. Ini adalah
posisi jurus terakhir dari Ilmu tapak berantai. Inilah posisi tapak berantai / tapak pemusnah raga tingkat kelima.
Kali ini dia tentu sangat heran tiada akhir mendapatinya.
Dengan berjalan cukup pelan mengawasi, Jieji melihat ke depan dengan sangat
serius. Dia sedang berpikir sesuatu dalam pemikirannya. Ada beberapa hal yang janggal
yang sedang di dapatinya saat ini. Yang pertama tentu ke 9 orang tersebut sama
sekali tiada bergeming. Seakan ke sembilan orang tersebut tidak menyadari
kedatangannya. Namun melihat semua dari jauh, Jieji tetap cukup siaga dan sigap untuk
menghadapi semua kemungkinan buruk.
Sambil menarik nafas dan menahan di dada untuk memproteksi dirinya.
Dia berjalan cukup santai ke depan.
Menurutnya jika ada yang sanggup hidup dalam udara nan dingin tersebut, maka
mereka adalah orang-orang yang tersakti sepanjang zaman.
Ketika dia telah benar sungguh dekat dengan orang terdepan yang berada di
tengah. Dia langsung terkejut seperti disambar oleh halilintar.
Orang yang bersila di tengah dengan gaya yang cukup mentereng.
Seorang tua yang pernah di temuinya dengan jelas.
Seorang tua yang berada di dalam hatinya beberapa waktu yang lama.
Seakan tidak percaya, Jieji menatapnya dengan sangat serius sekali beberapa
lama. Langsung dengan gerakan spontan, Jieji segera berlutut di tengah dan
memanggilnya dengan sungguh sangat sopan.
"Kakek?"?"
BAB LXXXIII : Li Zhu, Kaisar Terakhir Dinasti Tang
Sungguh sebuah keanehan...
Di depannya terlihat seorang tua yang telah berkumis dan jenggot putih sedang
bermeditasi dengan sangat serius dan hikhmad adanya.
Meski dipanggil, orang tua ini sama sekali tidak menyahutinya.
Tentu tidak perlu waktu lama, Jieji telah tahu.
Kakeknya Dewa manusia telah meninggal beberapa puluh tahun. Tidak mungkin
kakeknya masih mampu menyahutinya. Beberapa perjumpaan dengan kakeknya
sendiri telah menyadarkannya bahwa sebenarnya orang di tengah ini tiada lain
hanyalah mayat kakeknya.
Dengan spontan, Jieji langsung mengalirkan air mata yang cukup deras.
Dia membungkukkan dirinya "Bai Gui/menyembah" kepada kakeknya 3 kali
dengan sangat hormat dan pelan.
"Kakek.. Tidak di sangka setelah meninggalnya dirimu, anda bahkan tiada memiliki tempat
yang layak untuk dikuburkan. Sungguh diriku tiada berguna sekali..." tuturnya sambil menangis sejadi-jadinya.
Setelah itu, dengan cepat dia berdiri dan berjalan mendekati kakeknya.
Dia memandang wajah kakeknya yang sama sekali tidak berubah. Sepertinya
hawa dingin disinilah yang membuat mayat kakeknya tiada mengapa-mengapa.
Wajah sang kakek terlihat tetap berseri saja dan merona meski rohnya telah
meninggalkan tubuh beberapa puluh tahun lalu.
Sesaat, dia memalingkan wajahnya ke arah lain.
Yaitu arah pas di belakang mayat kakeknya. Disini juga terlihat 7 orang pendekar yang tetap pada posisinya tiada bergerak juga. Sepertinya memang benar kalau
ke 7 orang tersebut juga sudah tiada di dunia. Semuanya tetap memiliki wajah
yang cukup berseri seakan masih sedang hidup dengan baik.
Dengan perlahan, Jieji memandang ke semua orang itu.
Sepertinya kontak batin dalam dirinya telah terjadi. Dia merasa cukup mengenal
ketujuh orang ini juga. Meski hanya perasaan, dia tetap sangat menghormati ke 7
orang yang sama sekali tidak dikenalinya ini.
Dia bungkukkan tubuhnya perlahan untuk menghormat ke arah 7 pendekar juga.
Sesaat, dia langsung memalingkan wajah ke pendekar terakhir yang tadinya
sedang mengambil posisi terakhir dari jurus ke 5 tapak berantainya.
Dengan serius, Jieji berjalan menghampirinya. Tetapi ketika dia mulai mendekat, dia merasakan sesuatu hal yang aneh dalam hatinya. Sepertinya orang di depan
ini sangat dikenalinya sangat. Tetapi dari wajah dan perawakan tubuhnya, dia
tidak pernah mengingat orang tersebut. Dengan hormat juga, Jieji memberikan
sembahan kepadanya.
Dia pandangi dengan sangat serius sambil sesekali berpikir dalam-dalam.
Tetapi apa dayanya, dia tidak memiliki petunjuk sama sekali kemudian.
Seraya bangkit dan berjalan ke arah tengah. Jieji mendapati sesuatu hal yang
cukup aneh. Di tengah altar, ataupun pas di tengah panggung batu yang 7 buah tersebut.
Disana terlihat adanya 4 tancapan sesuatu yang mirip dengan tancapan pedang.
Dia berjongkok untuk memeriksanya dengan sangat teliti.
Empat buah ruang kosong untuk tancapan pedang membentuk 4 arah yaitu
Utara, selatan, timur dan barat. Dan bahkan di bawahnya tertulis aksara empat
arah mata angin tersebut. Hanya saja pedang yang seharusnya berada di sana
tiada nampak sama sekali.
Dengan ide dadakan, Jieji bermaksud untuk menancapkan pedang di
pinggangnya. Dia telah menarik pedang dari sarungnya sendiri. Tetapi, sebelum
dia mencolokkan pedang. Dia di sapa oleh Lie Xian yang telah berhasil mengusir
hawa dingin di dalam tubuhnya.
Si nona juga telah turun sampai ke panggung altar tersebut.
"Kak Jieji... Kamu yakin pedangmu akan di colokkan disana?" tanyanya dengan agak heran dan merasa cemas.
"Tentu... Tiada salahnya jika kita mencobanya."
"Apa kakak sendiri punya keyakinan?"
"Tidak juga... Tetapi dari arah mata angin. Seharusnya pedang Ekor api di
tancapkan ke arah utara. Sedangkan pedang bumi berpendar...." katanya seraya berpikir.
"Betul... Pedang ekor api adalah pedang milik gurun. Seharusnya dia ada di sebelah utara. Namun bagaimana dengan pedang es rembulan dan pedang bumi
berpendar yang telah dimiliki oleh kakak?" tanya Lie xian sambil mengerutkan dahinya.
Jieji tidak menjawab apapun.
Dia berusaha untuk mengingat-ingat akan kejadian yang pernah di alaminya.
Dua unsur lainnya lagi ada menurutnya tanah dan langit.
Dua bilah pedang yang memiliki unsur yang sama seperti manusia.
Dengan berpikir, Jieji mengamati kembali pedang ekor apinya dengan serius.
Dia memikirkan keadaan Guo Lei beberapa waktu lalu. Ketika dia mengangkat
pedang bumi berpendar.
Kenapa pedang tersebut terasa sangat berat olehnya. Dan kenapa juga ketika
dia mengangkat pedang Ekor api, kenapa pula Guo tidak mampu melawan hawa
panas pedang yang menjalarinya.
Terutama pedang bumi berpendarnya tersebut yang terasa aneh.
Dia kembali mengingat keadaan Guo Lei. Kenapa dia memegang pedang yang
besar dan berat, serta pedang berat seakan ingin menyerap cahaya dan
memantulkannya.
Tidak berapa lama...
Dia terlihat melompat kegirangan seperti anak kecil.
Dia telah mendapati sesuatu dari maksud altar dan hubungannya dengan
pedang. "Ada apa kak Jieji?" tanya Lie Xian yang heran mendapati tingkah Jieji yang tiba-tiba bersorak gembira itu.
"Ini... Pedang ini... Sama sekali bukanlah 4 unsur utama. Telah lama aku berjalan di jalan yang sangat sesat..." katanya sambil bergembira.
"Jadi?"?""
"Betul.. Pedang-pedang adalah unsur pendukung sama seperti halnya manusia
yang menggunakan senjata. Senjata mendukung manusia. Oleh karena itu..."
terang Jieji. "Jadi benar... Pedang ekor api seharusnyalah pedang yang ber-unsurkan
matahari?" tanya Lie Xian.
"Benar dik... Pedang ekor api lambang "matahari". Es rembulan tiada di herankan lagi tentunya adalah "rembulan". Pedang bumi berpendar seharusnya adalah pedang "kegelapan" dan pedang terakhir sudah pasti pedang "cahaya"." jawab Jieji dengan yakin.
"Lalu bagaimana susunan pedang sendiri disini?" tanya Lie Xian seraya menunjuk ke arah tengah.
"Sebenarnya juga tidak susah adanya. Kamu tahu... Pei Yang (matahari utara), Nan Yue (bulan selatan), Xi Hei(kegelapan barat) dan Dong Guang(cahaya
timur)?" tanya Jieji kepadanya sambil tersenyum.
"Itu adalah fabel tentang 4 binatang mistik kuno... Apa ada hubungannya dengan ini kak?" tanya Lie Xian.
"Tentu... Kamu tahu" Naga api di utara menghasilkan Cahaya. Sedangkan
Burung hong selatan terbit di malam yang temaram?"
Terlihat Lie Xian mengangguk perlahan. Tetapi dia belum mengetahui apa
maksudnya dari altar tersebut.
"Ini ibaratnya 4 unsur pendukung lainnya yang mendukung unsur utama.
2 unsur pendukung mendukung 2 unsur lainnya.
Jadi bisa dikatakan matahari menghasilkan cahaya terang siang. Sedangkan
bulan menghasilkan kegelapan malam."
"Dan sekarang kamu bandingkan dengan formasi disini... Semua telah terlihat jelas..." kata Jieji sambil menunjuk ke bawah.
Betul adanya...
Lie Xian yang melihat ke arah itu sungguh sangat jelas sekali.
Naga api (pedang ekor api)/matahari di sebelah utara dan menjadi matahari.
Sebab matahari terbit dari timur. Maka daerah timur tentu adalah pedang
"cahaya". Sedangkan daerah selatan yang seharusnya diisi Burung Hong
temaram(pedang es rembulan). Dan karena malam muncul disebabkan
tenggelamnya matahari, maka di sebelah barat tentu akan di si dengan pedang
bumi berpendar yang seharusnya adalah pedang ber-unsur "kegelapan".
Dengan duduk berjongkok, Jieji segera menancapkan pedang Ekor apinya
langsung. Arah utara colokan segera "menerima" pedang Ekor api. Tidak perlu lama, pedang tersebut telah hilang.
Lie Xian yang melihatnya tentu sangat terkejut. Pedang ekor api telah "ditelan"
altar. Tetapi Jieji telah mengerti fenomena tersebut. Tanpa perlu lama, sepertinya
daerah nan "dingin" tersebut telah berubah menjadi tempat yang cukup asri dengan sangat cepat.
Perubahan yang sungguh aneh sekali karena dalam waktu sekejap, rasa dingin
telah "hilang" entah kemana. Kali ini digantikan oleh suasana asri seperti daerah tersebut telah menjadi daerah hutan biasa.
Jieji tentu tersenyum sangat senang mendapatinya.
Kali ini dia kemudian berjalan ke arah barat dimana juga telah siap dicolokkan
pedang bumi berpendar.
Tanpa lama berpikir lagi, dia segera melakukannya.
Setelah pedang bumi berpendar di colokkan.
Hal yang sama juga telah terjadi. Pedang telah "hilang" dan lenyap tak berbekas.
Namun, saat itu juga. Suasana kegelapan mulai nampak. Tempat yang tadinya
cukup terang telah terlihat cukup gelap. Namun tidak berimbang dengan
kegelapan malam yang pekat. Keadaan disana sesaat seperti pada waktu
menjelang malam.
Fenomena ini sangat memuaskan Jieji yang sedari tadi hanya jongkok saja.
Kemudian dengan segera dia memberi hormat ke arah semua pendekar.
"Pendekar-pendekar kesohor sekalian... Jika hamba mempunyai kesempatan
kembali kesini. Maka pedang Es rembulan-ku yang berada di Dongyang akan
kutancapkan juga disini..." tutur Jieji.
Tetapi sebelum dirinya sempat berdiri dari posisinya.
Dia telah merasakan sesuatu hawa yang "baru". Hawa tadinya adalah hawa
"peperangan" di sekitar. Sekarang hawa yang baru tersebut yang mendekatinya adalah hawa "iblis".
Hawa iblis yang terasa sangat fasih sekali, sungguh hawa iblis kali ini sangat
pekat adanya. Tentu dia sendiri tiada menyangka ada seseorang lagi yang telah berada di sini
untuk menantikannya.
Dengan berdiri cepat, dia arahkan pandangannya ke arah timur.
Sebab dari arah sanalah hawa tersebut dirasakannya muncul.
Lie Xian yang melihat ke arah Jieji tentu sangat heran mendapati tingkahnya.
Tetapi tidak perlu waktu yang lama, dia segera telah mengerti kenapa dengan
tindakan aneh-nya tiba-tiba itu.
Tidak berapa lama sambil mengamati dengan serius ke arah bukit tinggi, disana
telah muncul seseorang.
Seseorang yang terlihat disini juga cukup tua adanya.
Pakaian yang dipakai adalah pakaian zaman dinasti Tang. Sepertinya inilah
pakaian seorang kaisar pada zaman dinasti Tang.
Jieji yang memandangnya dari arah jauh juga lumayan terkejut. Seorang aneh
lainnya telah hadir dengan sikap gagah dan hawa pembunuhannya juga terasa
sangatlah kental adanya.
Sepertinya kali ini akan menjadi sebuah pertarungan baru baginya.
Pandangan mata keduanya sudah sangat serius sekali satu sama lainnya...
Tanpa perlu waktu yang lama, pemuda paruh baya tersebut telah menyapanya.
"Kau sudah kunantikan cukup lama di sini...."
"Aku tahu... Tetapi masalahnya kamu telah salah pintu. Seharusnya kamu
mencegat kita di pintu yang lainnya. Bukan begitu?" tanya Jieji sambil berteriak ke arahnya.
"Ha Ha Ha................
Kamu ini sungguh menarik... Cucu dewa manusia....." katanya sambil menunjuk ke Jieji.
"Betul... Akulah orangnya...
Berapa lama kamu sudah berada disini?" tanya Jieji kemudian.
"Mungkin sudah 70 tahun lebih. Tetapi aku juga kurang yakin...." katanya sambil terlihat menggelengkan kepalanya.
"Penantian yang cukup lama"
Bukankah begitu" Lalu apa maksudmu yang kali ini?" tanya Jieji dengan wajah yang tersenyum penuh arti.
Pemuda paruh baya tersebut tiada menjawab pertanyaan Jieji lebih jauh lagi.
Melainkan dengan ilmu ringan tubuh tingkat tinggi, dia segera turun dari bukit
yang cukup tinggi.
Dan tentunya tanpa perlu waktu yang cukup lama, dia telah sampai sungguh
dekat dengan tempat posisinya berdiri Jieji.
"Namaku Li Zhu...
Sebelum mereka meninggal, aku sudah berada di sini..." kata pemuda paruh
baya itu sambil menunjuk ke arah mayat 9 orang yang telah membeku.
"Jadi kaulah kaisar terakhir dinasti Tang yang dikabarkan hilang di saat-saat kekacauan?" tanya Jieji kepadanya dengan serius.
Kaisar terakhir Dinasti Tang yang bergelar kaisar Tang Ai Di dikabarkan telah
tewas pada saat terjadinya perebutan dinasti baru. Dengan turunnya kaisar Ai Di dari singgasana, maka saat itu telah terjadi perang saudara beberapa puluh
tahun. Runtuhnya dinasti Tang juga-lah yang membuat negara terpencar menjadi
5 Dinasti dan 10 kerajaan. Jadi bisa disimpulkan umur orang paruh baya tersebut telah menjadi 100-an ke atas. Sebab waktu kaisar Ai Di menghilang, umurnya
sudah 50 tahun lebih.
Tetapi yang paling aneh lagi adalah sebuah hal.
Kaisar Ai Di tersebut meski sudah sangat lanjut usia, tetapi di wajahnya tidak
nampak sebuah ketuaan. Berbeda dengan Dewa Sakti, dewi peramal maupun
Xue Hung. Wajah ketiga tetua sebenarnya telah bisa disebut cukup muda. Namun berbeda
dengan Li Zhu, wajahnya terlihat cukup biasa. Sinar mata ketuaannya memang
tampak jelas. Hanya yang aneh adalah rambutnya masih tetap hitam bagai orang
yang umurnya hanya 40 tahunan. Sepertinya dia melatih ilmu iblis tingkat tinggi sehingga membuat dirinya telah berubah sedemikian rupa.
"Betul... Akulah orangnya. Sebenarnya aku menunggu seseorang yang tiada
kunjung datang disini. Setelah kulakukan penelitian di luar. Ternyata orang
tersebut telah meninggal cukup lama. Tidak disangka makin tua aku makin tolol...
Ha Ha Ha..........."
"Betul... Orang yang seharusnya kamu tunggu tentu adalah Huang Yuzong.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan begitu" Tetapi dia telah tewas semenjak beberapa ratus tahun yang lalu.
Kamu bahkan tiada tahu bahwa dia telah terbunuh akibat kerasukan ilmu
iblisnya." jawab Jieji.
"Betul... Ini dikarenakan aku hanya disini saat itu untuk melatih Ilmu hebat.
Ternyata apa-apa keputusanku tentu tidak salah..." katanya sambil tersenyum dingin.
"Sekarang aku telah datang kembali. Saat itu kau di tunggu. Sekarang kau
menungguku. Tentu sungguh impas bukan?" tanya Jieji kembali dengan
tersenyum penuh arti.
"Ha Ha Ha..................
Aku sangat puas dengan kata-katamu. Ternyata kamu juga tahu kalau kamulah
reinkarnasi dari Xue Yang." tunjuknya ke arah orang tua yang tadinya telah membeku disana. Posisi tangan orang tua tersebut membentuk ilmu tapak
berantai tingkat kelima.
Lie Xian-lah yang paling terkejut mendengarnya. Dia tidak pernah menyangka
Xia Jieji adalah reinkarnasi dari Xue Yang. Pendekar gagah yang namanya juga
lumayan buruk di dunia persilatan. Tetapi jika di tilik dengan benar, sebenarnya Xue Yang adalah pendekar pemberani dan mempunyai sifat kebenaran yang
sangat tinggi. Bagaimanapun tindak-tanduk Xue Yang di dunia persilatan
sungguh sangat mirip dengan tindakan Jieji.
Sepertinya Jieji yang terlahir kembali dari Xue Yang juga memiliki nasib yang
sedikit banyak sama.
"Lalu tentu kamu sudah tahu dengan sangat pasti tentang 4 pedang itu?"tanya Li Zhu.
"Betul... Oleh karena itu, disekitar tempat altar di bangun 7 bangunan batu Misteri. Tujuannya adalah mempertahankan kembali sifat asli keadaan saat itu.
Bukan begitu?" tanya Jieji.
"Ha Ha... Betul.. betul... Kamu tahu" Beberapa puluh tahun lalu, ada beberapa orang yang sering keluar masuk tempat ini. Salah satunya adalah itu, dan itu
lagi..." katanya seraya menunjuk ke arah Dewa Manusia, dan seorang pria tua yang juga bermeditasi. Pria itu berada di sebelah kiri urutan kedua. Pria tua yang telah kehilangan Jiwanya, tetapi raganya masih sangat bagus adanya.
"Dewa Manusia atau kakekku sudah sangat jelas sekali. Dia kemari untuk
membawa pedang ekor api. Sedangkan pedang es rembulan sebelum wafatnya
Xue Yang, dia telah menaruhnya kembali ke gunung Hua Shan. Pedang bumi
berpendar seharusnya adalah milikmu, bukan begitu?" tanya Jieji dengan
senyuman sangat manis kepadanya.
Li Zhu memandangnya dengan seperti di serang beribu pertanyaan. Dia sangat
kagum akan Jieji. Sesaat dia tertawa sungguh keras.
"Ha Ha Ha..................."
"Tidak disangka Xue Yang yang dulunya juga sangat pintar. Sekarang sifatnya jelas turun kepada dirimu...."
"Mengenai masalah ini tentu aku tiada tahu menahu. Dan satu hal lagi. Pedang terakhir...
Apa kamu juga mengincarnya?"
"Betul... Tetapi pedang terakhir juga tiada kuperlukan lagi." jawab Li Zhu sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Jadi begitu" Karena itu hanya diriku sendirilah yang kamu nantikan disini. Sebab dengan colokan pedang terakhir, kamu merasa tidak pernah kamu perlukan lagi
barang yang akan muncul" Bukan begitu?" tanya Jieji.
"Betul... Barang terakhir yang akan muncul adalah peta harta karun dinasti Tang.
Harta leluhurku juga yang kabarnya berada di hutan misteri ini." kata Li Zhu sambil menengadah.
"Jadi apa yang kuduga dari dahulu sungguh benar sekali..." kata Jieji sambil menghela nafas panjang.
"Di dunia ini, ada 4 hal yang membuat orang sungguh ingin mencapainya. Hidup panjang umur, ilmu tinggi, kekayaan dan kekuasaan... Jadi begitu rupanya..."
"Benar... apa yang kamu katakan sungguh benar adanya. Tetapi aku di sini untuk 1 hal saja sedemikian lama..." kata Li Zhu.
"1 hal yang membuat semua orang dari dunia persilatan ingin mengincarnya.
Kungfu tertinggi. Memang sudah kewajiban semua pesilat sejak masuk ke dunia
persilatan...." jawab Jieji dengan tenang.
"Betul... Karena itu, dengan bertaruh kita akan mencapainya bagaimana?" tanya Li Zhu kemudian.
"Terserah apa maumu...." jawab Jieji dengan tenang.
"Kamu tahu...
Altar ini telah dibangun Shi huang Ti sejak lebih seribu tahun yang lalu. Disini bahkan guru besar Da Mo pendiri kuil shaolin pernah tinggal beberapa saat.
Disini juga 2 orang luar biasa tersebut menyempurnakan ilmu masing-masing.
Sehingga...."
"Sehingga inilah disebut sebagai "Ilmu pemusnah raga" sesungguhnya" Bukan begitu?" tanya Jieji dengan tersenyum.
"Ha Ha....
Betul sekali....
Kamu tahu lagi" Oleh karena itu di dunia persilatan sering dikatakan sebuah
gosip. "Pemusnah Raga" sebenarnya bukan untuk hal ilmu kungfu saja. Melainkan untuk segala jenis ilmu di dunia. Selain itu, pemusnah raga juga bisa termasuk
senjata 4 bilah pedang itu. Karena keempat bilah pedanglah yang menjadi kunci
untuk membuka harta sesungguhnya."
kata Li Zhu dengan tersenyum puas.
"Itu sebelum aku menjadi pendekar telah pernah kudengar. Tetapi taruhan kali ini memang sungguh besar sekali." jawab Jieji dengan serius.
"Kamu takut"
Bagaimana pun kita akan bertanding 1 lawan 1 disini. Lalu yang menanglah yang
akan menjadi pemiliknya. Bagaimana?" tanya Li Zhu dengan serius pula.
"Oleh karena itu bisa dikatakan aku tiada pilihan...." kata Jieji kemudian dengan serius.
Tetapi dia langsung membalikkan badannya ke arah Lie Xian.
Membisikinya beberapa kalimat, kemudian dia telah siap adanya untuk
bertanding dengan orang "sesat" tersebut.
Lie Xian tiada upaya lain selain menyingkir saja. Dia langsung naik ke bukit atas untuk memperhatikan pertandingan 2 pendekar no 1 sejagad ini. Sebab baginya
jika terlalu dekat, maka dirinyalah yang akan sangat berbahaya.
"Kita kesana, bagaimana?" tanya Li Zhu sambil menunjuk.
Arah jari Li Zhu adalah arah pinggiran selatan. Tujuannya tentu sangat diketahui Jieji.
Dia tidak ingin panggung menjadi rusak hanya karena pertarungan dahsyat
mereka berdua saja.
Sebelum benar mulai...
Pandangan Li Zhu terlihat kosong. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
*** 70 tahun yang lalu...
Di tempat yang tepatnya di tengah hutan misteri.
Saat Li Zhu telah mengundurkan diri sebagai kaisar terakhir Dinasti Tang.
Dia segera menuju ke hutan misteri.
Keadaan dulunya juga tidak cukup berbeda dengan keadaan sekarang.
Hanya saja, mayat 8 orang lainnya tiada sama sekali. Sedang mayat 1 orang lagi
sedang berdiri juga tepat di depannya.
Dialah, Xue Yang yang menjelang akhir-akhir hidupnya.
"Karena kamu masih termasuk sanak keluarga jauhku. Aku memintamu untuk
segera meninggalkan tempat ini.. " kata Xue Yang.
"Tidak bisa... Bagaimanapun kamu termasuk kakek tua guru. Tetapi aku telah terlanjur, tidak ada gunanya aku berhenti disini..." kata Li Zhu.
"Dulu sebenarnya saat Dewa Bumi mengangkatmu sebagai murid. Akulah
memang orang yang sangat melarangnya. Bagaimanapun cucu muridku itu telah
sangat bandel...." tutur Xue Yang sambil menggoyangkan kepalanya.
"Kita buat taruhan bagaimana?" tanya Li Zhu.
"Kamu ingin aku di tengah altar seraya bersila mengeluarkan tapak terakhir ilmu pemusnah ragaku?" tanya Xue Yang.
"Betul... Hanya inilah cara untuk mencegah altar lenyap dari muka dunia. Dan tentunya jika aku menang..." kata Li Zhu pendek.
"Baik... Kali ini pertaruhan yang cukup besar..." jawab Xue Yang dengan pelan.
Sebenarnya Li Zhu sangat tahu kondisi keadaan Xue Yang saat itu. Setelah
pertarungan terakhir melawan Yu Zong. Dia tidak pernah kunjung sembuh lagi
dari derita luka tenaga dalamnya. Setelah itu, Xue malah harus berhadapan
dengan ribuan para prajurit dinasti Tang dan para pesilat yang jumlahnya juga
ribuan orang mengejarnya untuk menebus nyawa.
Jika saja dia mempunyai waktu sebentar beristirahat saat luka dalam. Maka
kemampuannya tidak akan menurun seperti itu. Mengingat juga sebenarnya Xue
saat itu telah berumur 170 tahun lebih. Menurutnya kali ini mungkin adalah ajal sesungguhnya.
Pertarungan memang benar terjadi.
Dalam jurus yang telah masuk ke jurus 2000-an , Xue telah sangat kewalahan.
Dia telah tidak sanggup lagi untuk bertarung lebih lanjut. Oleh karena itu, dia menyerah.
Dalam ratusan pertarungan yang pernah dilakukannya. Untuk kali inilah dia
menyerah. Bahkan dia menyerah kepada orang yang jauh lebih muda darinya.
Disini, dia memutuskan untuk bersila untuk mengeluarkan tapak pemusnah
raganya tingkat kelima.
Tujuannya adalah membawa 4 unsur utama dari dirinya supaya dia tetap mampu
mempertahankan sifat 7 panggung batu di sekitarnya.
Disinilah Xue Yang tewas.
Oleh karena itu, hawa peperangan disini telah terasa sangat jelas. Panggung
batu memiliki tujuan mempertahankan sifat asli dari semua unsur.
Sewaktu Jieji mendekati daerah tersebut, dia merasakan hawa peperangan.
Hawa tersebut tiada lain adalah hawa energi Xue Yang yang terakhir.
Hebatnya hawa tersebut tiada berubah dan bertahan hingga puluhan tahun
lamanya. *** "Bagaimana" Apa kita masih harus menunggu?" tanya Jieji kemudian yang
membuyarkan lamunannya.
"Tidak usah.. Sekarang saja..." jawabnya.
Keduanya berdiri tegak saling memandang. Tidak tampak bahkan keduanya
sedang berancang-ancang menyerang.
Hawa di tubuh masing-masing segera berpendar bagaikan angin topan kecil
yang bersemelir terus menerus. Siapa pun yang disana telah merasa bahwa
keduanya tidaklah main-main. Hawa pertarungan yang mengerikan segera terasa
mengikuti desiran angin.
Pandangan mereka berdua sungguh adalah sama adanya. Keduanya sungguh
sangat yakin akan diri mereka sendiri.
Lalu tanpa aba-aba lagi lebih lanjut, Li Zhu langsung menyerang dengan sangat
cepat. Kecepatan Li Zhu disini sungguh tidak kalah dengan kecepatan Xue Hung, tetua
nan sakti itu. Dengan cepat, Jieji melayaninya.
Tapak Li Zhu segera membentur tapak Jieji.
Dentuman tentu sangat dahsyat. Es yang setengah cair itu menyembur
selingkaran penuh ke semua sisi.
Ketika dentuman terjadi, terlihat Jieji dan Li Zhu mundur beberapa langkah ke
belakang. Tetapi dengan memutar tubuhnya, Li Zhu segera melancarkan jurus
barunya. Jurus yang penuh dengan hawa iblis. Jurus yang cukup dikenali Jieji
tentunya. Inilah tapak pemusnah raga, sebuah tapak 4 unsur yang sama dengan
jurus yang dimilikinya.
Tetapi disini, jurus Li Zhu sungguh ganas. Jurus yang terbentuk dari 4 unsur
yang membunuh. Sepertinya Jieji bakal menemui masalah.
Dengan mengancangkan tendangan terkuatnya, Jieji melayani tapak pemusnah
raganya Li Zhu.
Ketika tendangan Jieji hampir sampai, dia memutar tubuhnya di udara.
Li Zhu yang melihat tingkah Jieji tentu sangat heran dan terkejut. Tetapi
bagaimanapun dia sanggup menguasai dirinya sedemikian rupa.
Dengan menarik tenaga kebelakang. Dia siap untuk bertahan dan mengambil
kesempatan. Ternyata apa perkiraan Li Zhu yang sudah sangat berpengalaman tentu sangat
betul adanya. Tendangan luar biasa Jieji terlihat sangat jelas sedang mendarat di mukanya.
Keputusan untuk menarik tapaknya sendiri sangat baik. Dentuman segera terjadi
dahsyat ketika tendangan ekor Jieji mendarat di kedua lengan Li Zhu yang
sedang menutupi mukanya.
Kedua pendekar kembali terlihat mundur akibat pentalan tenaga dalam
masing-masing. Tetapi karena tahu posisi Jieji sekarang tentunya telah lebih jelek sebab belum sempatnya dia mendarat, Li Zhu langsung mengambil keuntungan. Dengan
gerakan nan cepat, dia menyerang ke arah perut Jieji yang cukup terbuka itu.
Namun bagaimanapun seorang pendekar, dia tentu tahu bagaimana jalan untuk
meloloskan diri dari saat yang berbahaya sekalipun. Jieji telah cukup makan
asam garam pertarungan, dia tahu jika tidak dilawan, maka akan parah
akibatnya. Ataupun bertahan sekalipun tentu tiada berguna baginya karena
posisinya telah jelek.
Tetapi dengan cepat, Jieji mengancangkan jarinya.
Hawa pedang tertajam dan tingkat tertingginya segera keluar melesat untuk
menghantam Li Zhu.
Melihatnya, Li Zhu karuan sibuk.
Dia menghembuskan nafas keras. Ilmu yang seharusnya di daratkan ke perut
Jieji telah diubah. Energi menyerang tadinya di ganti menjadi energi bertahan.
Dengan mengayunkan tapaknya setengah lingkaran, Hawa pedang ilmu jari
pemusnah itu melewati samping bahunya.
Meski kali ini resikonya Li Zhu terluka ringan. Tentu ini lebih baik daripada
menerimanya mentah-mentah.
"Kamu sungguh sepadan denganku....
Tetapi... Ini hanya permulaan saja...
Kali ini, Aku tiada main-main lagi... Oleh karena itu berhati-hatilah...."
Kata Li Zhu kemudian, tetapi kali ini memang terlihat sikap seriusnya. Pandangan matanya telah berubah. Dia sepertinya telah kerasukan hawa pembunuhan.
Desiran angin di samping tubuhnya kali ini telah tiada sama dengan yang
pertama kali. Bagi orang biasa yang melihatnya tentu sangat merinding.
Sepertinya inilah ilmu sesat dari "pemusnah raga".
Dan tiada disangka, di dunia yang menguasainya hanya tinggal Li Zhu seorang
saja sesudah Huang Yuzong.
BAB LXXXIV : Pertarungan "Dewa" Dengan "Iblis"
Jieji hanya diam dan melihatnya saja. Hawa iblis yang kental kembali keluar dari tubuh Li Zhu. Tetapi yang mengherankan, dia sama sekali tiada gentar. Sinar
matanya timbul semacam rasa percaya diri yang sungguh tinggi.
Di atas kertas, sebenarnya jelas bahwa Li Zhu unggul sangat banyak jika
dibandingkan dengannya.
Li telah menguasai jurus dan ilmunya jauh lebih lama dari Jieji.
Dan tenaga dalamnya jelas telah lebih tinggi. Namun hal tersebut jelas tiada
membuatnya gentar.
Kalau dalam pertarungan tersebut dia kalah, maka dia-lah orang yang akan
duduk di tengah altar untuk menyumbangkan "hidup"-nya. Sebab dengan 1
tenaga dalam nan dahsyat lagi sepertinya pintu panggung 7 batu akan terbuka.
Tetapi karena pedang terakhir tiada kunjung ditemukan. Maka harta keempat
yaitu kekuasaan tidak akan nampak disana.
Li Zhu telah siap sekali adanya.
Dia terlihat telah mengancangkan tapaknya ke arah Jieji. Hanya tinggal
ancang-ancang dari kaki untuk melesat ke depan saja.
Sementara itu, Jieji juga telah mengancangkan diri untuk bertahan. Dia juga telah siap berkuda-kuda menyamping. Kuda-kuda yang dipasang Jieji adalah
kuda-kuda ilmu langkah ringan Dao.
Li Zhu yang melihat kesiapan Jieji sedemikian rupa langsung tersenyum penuh
arti. Dari sinar matanya, hawa mengerikan itu tidaklah hilang. Melainkan
tersenyumnya Li Zhu membuat orang merasa merinding.
Dengan gerakan cepat, dia mengancangkan tinjunya. Sesaat, dari tinju telah
keluar sebuah cahaya yang terang sekali.
Li Zhu memulai serangan jarak jauh karena sepertinya dia mempunyai
perhitungan yang cukup matang adanya.
Sinar sekejap yang cepat segera mengarah ke arah Jieji.
Pemuda ini yang melihatnya tentu cukup terkejut. Dia tidak menyangka
hempasan tenaga dalam lawannya telah sangat tinggi. Dengan memutar tubuh,
dia berkelit ke samping dengan kecepatan luar biasa tinggi.
Tetapi Li Zhu yang melihat posisi Jieji, segera maju dengan sangat cepat pula.
Kali ini dia hempaskan ilmu tapak pemusnah raga tingkat ketiganya untuk
menyerang. Titik tubuh yang diincarnya kali ini adalah dadanya. Sebab posisi Jieji yang
sedang berkelit ke samping tentu terbuka posisi dadanya mengingat tangannya
telah berada di belakang.
Hempasan kali ini jauh lebih hebat dari hempasan yang pertama kali di
keluarkannya. Kali ini, sifat "membunuh" tapak jauh lebih terasa daripada pertarungan pertamanya tadi.
Jieji yang merasakan datangnya tapak cepat, segera menghimpun tenaga dan
menyalurkannya keluar dari tan thien. Segera tenaga 4 unsur dari tubuhnya
keluar dengan sangat mantap.
Dengan cepat, dia juga melayani tapak lawannya.
Posisi setengah tidur bagi Jieji bukanlah masalah yang terlalu besar.
Tapak segera beradu dengan hebat sekali. Hempasan es yang hampir mencair
di sekitar segera membuyar belasan arah. Sementara itu, tanah terlihat bergetar sesaat dengan hebat ketika kedua tapak telah bertemu satu sama lainnya.
Lie Xian yang di atas segera terkejut mendapati posisi jeleknya Jieji di bawah.
Meski terlihat dia masih bisa mengimbangi lawannya, namun jika lawan
mengganti jurus. Maka akan gawat sekali.
Apa yang dilihat dan diperkirakan oleh Lie Xian tentu sangat diketahui oleh Li
Zhu. Sesaat, nampak dia tersenyum ganas. Sementara Jieji yang melihatnya tentu
sangat mengerti keadaannya sekarang.
Jika saja lawan menyerang kembali dengan tapak hebat dari sebelah tangannya
yang lain. Dia akan sulit lari dan terpaksa menerimanya bulat-bulat.
Tetapi... Jieji yang berada di posisi tersebut tentu sangat tahu sekali.
Lalu dengan tarikan nafas panjang. Tapak Li Zhu telah membuatnya terseret.
Tentu hal ini sangat menyenangkan Li Zhu. Dia berpikir Jieji telah kalah hawa
saat itu. Terlihat dengan sangat jelas bahwa Jieji menyeret sebelah kaki ke belakang.
Posisi setengah tidurnya kali ini telah berubah. Dia terlihat sedang mundur
dengan tenaga dalam "menerima". Inilah tapak berantai tingkat kedua.
Lie Xian masih mengingat jurus sakti tersebut. Sebab dalam pertarungannya di
utara perbatasan kota Ye. Dia melihat jelas bahwa Jieji juga "menerima"


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hantaman tenaga dalam Biksu Wu Huan. Kali ini, dia kembali terlihat lega.
Sepertinya dia merasa bahwa Jieji mampu melawan Li Zhu, si tua sesat ini.
Tetapi mana mungkin jurus kedua tapak berantai berlaku untuk iblis yang
demikian sakti.
Li Zhu terus datang menekan ke depan. Sementara itu, Jieji malah terlihat telah kewalahan. Memang jurus tapak kedua tapak berantainya-lah yang sedang
bekerja kali ini. Tetapi, hawa tenaga empat unsur dari Li Zhu tidak kunjung
berhenti. Tidak seperti biasa, jurus yang dihantamkan Li Zhu tentu penuh dengan tenaga
dalam dahsyat. Untuk membuatnya benar berhenti akan susah sekali. Oleh
karena itu, Jieji telah terdesak adanya. Dan bukan sedang mendesak lawannya.
Seretan kaki ke tanah tentu tidak akan bekerja lagi karena sekarang posisi Jieji telah di tembok bukit. Punggungnya telah menahan bukit yang sangat keras itu.
Tetapi sepertinya Li Zhu sama sekali tiada memberinya kesempatan. Dia tetap
datang menekan dengan keras.
Tidak perlu waktu lama, dinding bukit telah retak akibat hempasan tenaga dalam
yang sungguh dahsyat darinya. Dengan tiada mempedulikan akhir dari lawannya.
Li Zhu telah kerasukan iblisnya. Dia terus menekan dengan hebat.
Jieji yang berada dalam posisi kurang menguntungkan ini terpaksa main
untung-untungan saja kali ini. Sebab dia tidak mungkin menahan energi hebat ini terlalu lama lagi.
Dengan tiba-tiba, dia menghembuskan nafasnya keluar.
Dinding di belakang segera hancur berantakan. Sepertinya jalan "terkurung"
tersebut telah terbuka.
Lie Xian yang melihatnya tentu sangat terkejut.
Sebab dari belakang punggung Jieji, terlihat hutan "hijau" kembali. Jadi jalan keluar telah nampak karena tadinya mereka berada dalam posisi pintu
"terkurung".
Hal inilah yang tidak pernah sanggup diperkirakan oleh Xue Hung. Dia berpikir
dengan memberi petunjuk pintu "selamat", maka Jieji akan bertemu dengan Li Zhu yang menunggunya disana.
Tetapi di luar dugaannya, Jieji malah "membandel" dan memilih masuk ke pintu terkurung dari formasi 8 diagram Dao.
Sekarang formasi terkurung telah tiada lagi berguna bagi siapapun. Karena pintu tersebut telah hancur adanya.
Jieji masih dalam posisi yang jelek.
Meski di belakangnya telah nampak jalan keluar dari hutan misteri. Tetapi dia
tidak ingin lagi menyeret kakinya sebab dia tahu tiada gunanya bagi si iblis sesat yang kungfunya telah sedemikian tinggi.
Dengan gerakan memutar sebelah tangan lainnya. Dia kembali menghembuskan
nafasnya. Li Zhu yang merasa telah "menang", kali ini cukup terkejut.
Sebab tadinya energi Jieji yang hanya menerima, sekarang telah mulai
melakukan perlawanan. Tenaga 4 unsur dari tubuh Jieji telah sampai ke
tapaknya saat itu juga.
Tetapi sebelum keterjutannya hilang.
Dengan mengambil resiko, Jieji menendang ke muka Li Zhu dengan ilmu
tendangan mayapadanya.
Dia terlihat terlempar lumayan jauh adanya.
Sebelum pas benar Li Zhu sanggup berdiri dari tempatnya, sebuah hawa pedang
nan dahsyat telah menyerangnya. Kali ini, dia tetap masih merasa sanggup
membelokkan energi nan dahsyat Jieji. Dia tetap melakukan hal yang serupa
yaitu menghempaskan tapaknya 1 lingkaran penuh.
Apa yang diperkirakannya memang benar, sinar pedang kembali mengambil
posisi bahunya dan hanya numpang lewat.
Tetapi dia tidak pernah mengira bahwa jurus demikian sungguh mudah dirapal
oleh Jieji. Jurus pertama yang telah "lewat" sebenarnya adalah jurus ilmu jari dewi pemusnah tingkat ketiga saja. Yang kedua dan datang menyusul kali ini bukanlah
jurus biasa. Melainkan jurus penyempurnaan Jieji yang dilatihnya cukup lama di Dongyang.
Hawa pedang nan dahsyat yang sungguh hebat telah mengarah ke Li Zhu kali
ini. Dia melihatnya tentu sangat terkejut. Dia tidak menyangka adanya jurus Ilmu jari dewi pemusnah yang sedemikian hebatnya.
Karena tadinya yakin penyerangan Jieji telah berakhir. Dia tidak cukup sigap.
Kali ini dia hanya sanggup mengambil posisi bertahan dan memperkuat
energinya sedemikian rupa.
Hantaman jurus terakhir Ilmu jari dewi pemusnah sungguh dahsyat. Jika saja
orang biasa yang menerimanya, maka kedua tangan dan tubuhnya pasti telah
tertembus hawa energi ini.
Tetapi lain halnya dengan Li Zhu yang menguasai Ilmu pemusnah raga dengan
benar. Hawa pedang memang telah sampai di kedua lengannya.
Benturan hebat segera terjadi. Tetapi sinar ilmu jari dewi pemusnah terlihat buyar ke segala arah setelah menyentuh lengannya Li Zhu. Terlihat sangat jelas, hawa
pedang kecil itu sempat menuju ke bukit-bukit. Dan bahkan dua lainnya telah
menghantam ke 2 panggung batu. Sesaat, kedua batu sepertinya pecah.
Panggung batu yang menahan energinya saja jebol. Terlebih dari Li Zhu yang
menahannya dengan tenaga dalam.
Saat itu juga, Li Zhu telah terlihat mengawasi Jieji dengan sangat marah sekali.
Hawa pembunuhannya telah muncul dengan dahsyat kembali. Sepertinya dia
sudah tidak akan memaafkan lawannya kali ini.
Di bibirnya terlihat mengalir darah segar.
Tetapi hal ini juga berlaku untuk Jieji. Jieji telah terluka dalam saat dia menahan tapak dahsyatnya Li Zhu tadinya. Apalagi dengan spontan dia menendang Li Zhu
mundur, hawa tenaga dalam lawannya jelas telah bekerja hebat di tubuhnya.
Keduanya diam dan saling mengawasi beberapa saat.
Li Zhu kembali bersuara terlihat.
"Jurus ilmu jari dewi pemusnahmu memang sudah sangat hebat. Tidak kusangka kamu menguasai dan membentuk energi baru itu dengan sangat mantap...."
"Tetapi tidak se-mengerikan ilmu tapak pemusnah ragamu...." jawab Jieji pendek dan serius.
"Baiklah...
Kali ini kita lanjutkan lagi... Tetapi aku ini orangnya bukan tipe suka main-main.
Kali ini akan ku tentukan dengan satu jurus mematikan saja..." kata Li Zhu kemudian.
Dengan segera, dia membentuk tapaknya penuh satu lingkaran.
Ini-lah jurus tertinggi tapak pemusnah raga. Jurus yang sungguh telah sangat
mematikan. Hawa di tubuhnya kali ini seperti telah terserap ke dua tapaknya.
Melihat si lawan, Jieji tentu tiada akan bermain main juga.
Dia melakukan hal yang sama.
Sesaat, terlihat dia memejamkan matanya disana.
Dengan menarik nafas yang panjang dan menahannya di dada. Dia membentuk
tapaknya di arah perut dan saling bersilangan.
Jurus tertinggi yang dikeluarkan oleh sama-sama pihak. Jurus pemusnah raga
tingkat kelima melawan tapak berantai tingkat kelima.
Dewa melawan Iblis...
Entah siapa yang akan keluar sebagai pemenang kali ini.
Sementara itu, melihat ancang-ancang hebat dari kedua pesilat. Lie Xian segera
menutup telinganya dan siap dalam posisi meditasi. Dia merasa tentu kali ini
kedua pesilat no 1 tersebut tidak akan mengurangi lagi tenaga dalamnya. Hal ini tentu akan membawa dia dalam masalah yang tiada kecil jika dia berayal-ayalan.
*** Kota Ye, utara dari China...
Disini terlihat adanya 4 orang yang sedang berjalan dengan cukup tenang di
dalam kota yang nan ramai tersebut.
Mereka berupaya untuk menanyai para pesilat yang sudah kembali dari utara
perbatasan. Tentu tidaklah benar sulit mencari para pendekar yang telah pulang dari arah
utara. Dari sini, mereka mengetahui tentang pertarungan hebat Jieji di
perbatasan. Bagaimana dia bertarung, bagaimana pula dia membersihkan dirinya dari
"fitnahan" terhadap dirinya di dunia persilatan.
Dahulu, semenjak tiga tahun yang lalu. Sebenarnya Jieji dipanggil dengan nama
"Setan pembantai".
Karena telah tahu bahwa Jieji tiada berdosa, para pesilat malah memberikannya
sebuah julukan baru.
Julukan baru yang memang kurang enak di dengar dan kurang pas.
"Dewa Pembantai telah membuktikan dirinya tiada bersalah. Tetapi dia berjanji akan menemui seseorang tiga bulan kemudian setelah dia pulang ke daerah
Dongyang." terang seorang pesilat kepada mereka berempat.
"Dewa Pembantai" Nama yang sungguh jelek sekali yah.." kata Yunying yang seakan tertawa geli juga mendengar bahwa suami tercintanya mendapat julukan
begitu. "Tetapi syukurlah, adik telah tiada mengapa-mengapa..." kata seorang pemuda paruh baya yang tentunya adalah Zhao Kuangyin.
"Betul... Melawan mereka mungkin bukan hal yang sungguh sulit baginya." kata pemuda paruh baya lainnya dengan tersenyum puas juga.
Tetapi seorang tua yang lain sepertinya tiada puas.
"Dasar si pemuda bodoh itu... Dia malah sekarang telah setara dengan kita-kita ini..." katanya dengan setengah ngambek.
"Pemuda bodoh?" tanya Yunying yang agak heran.
"Ha Ha... Dia bahkan jauh lebih pintar dari 10 turunan leluhurmu..." jawab Pei Nanyang.
Setelah mendengar komentar Qian hao, mau tidak mau juga Dewa Ajaib hanya
diam saja. Tetapi dia terlihat menggerutu.
Tidak berapa lama...
Dari sana segera muncul kawanan pengemis yang mendekati mereka berempat.
Dengan segera, kesemuanya memberi hormat dalam kepada orang yang di
tengah. Orang yang di tengah tentu tak lain adalah Zeng Qianhao. Kesemuanya
tentu mengenal Pei Nanyang. Dan bagaimanapun Pei adalah guru dari ketua
mereka semua. Tentu mereka sangat menghormati orang paruh baya tersebut.
"Ada apa kalian kesini?" tanya Qianhao ke arah seseorang yang ternyata adalah tetua Wu.
"Kami mendapatkan orang yang dicurigai di sini. Sekarang orang yang ketua
bilang ada di kuil Miao. Apakah kita akan menuju kesana?" tanya ketua Wu
dengan hormat ke arahnya.
"Dimana muridku ketua kalian" Apakah dia juga bersama-sama dengan kalian
semua?" tanya Zeng Qianhao.
"Tidak guru ketua... Ketua telah berada di Jinyang. Disana dia merundingkan masalah negara dengan 7 tetua lainnya." jawab tetua Wu.
"Lalu apa hal yang kalian rasa mencurigakan dari orang yang kalian buntuti?"
tanya Zeng yang agak heran.
"Mereka kedapatan sedang diam-diam mengikuti para pesilat ketika berada di kota Chenliu. Entah apa maksudnya. Sekarang mereka berdua sepertinya telah
beristirahat di dalamnya. Bagaimana guru ketua?" tanya Wu kemudian.
"Baiklah... Tiada salah jika kita kesana dahulu untuk melihat-lihat." kata Pei Nanyang seraya melihat ke arah Zhao kuangyin.
Tentu Zhao terlihat menganggukkan kepalanya perlahan.
Di depan kuil Miao dari sebelah sudut kota timur laut Ye...
Kelima orang segera menuju dengan sangat pelan kesana dan diam-diam. Dari
arah yang lumayan jauh, kelimanya mengawasi dengan cermat ke dalam.
Tetapi segera terdengar suara seorang pria sedang berbincang-bincang. Lawan
bicaranya tiada lain adalah seorang perempuan yang muda. Sebab suara
keduanya tentu tiada kecil. Mereka sesekali terdengar tertawa cukup keras.
Zhao Kuangyin dan Yunying yang mendengar suara 2 orang tersebut tentu
sangat girang. Karena keduanya adalah orang yang mereka kenali dengan baik adanya.
"Kita ke dalam saja..." kata Zhao sambil melihat ke arah Zeng.
"Anda mengenalnya Yang mulia?" tanya Zeng agak heran.
"Betul...." jawab Zhao pendek sambil tersenyum manis.
Saat itu, mereka berlima segera menuju ke kuil yang lumayan tua tersebut.
Tetapi orang di dalam bukanlah orang sembarangan. Mereka telah merasakan
hawa hadirnya orang-orang di sana. Lalu tanpa duluan dijemput, mereka segera
keluar untuk melihat keadaan.
"Adik ketiga.... Nona Xieling... Ternyata anda berdua di sini..." kata Zhao sambil tersenyum puas sekali.
Tentu hal ini juga sangat mengejutkan keduanya.
Mereka berdua tiada pernah tahu bahwa mereka bisa menjumpai kakak
pertamanya disini. Dengan segera dan cepat, keduanya berlutut dan menyembah
Zhao. Dengan pelan dia membimbing mereka berdua berdiri.
"Adik ketiga... bagaimana dengan kabarmu belakangan ini?" tanya Zhao dengan sungguh gembira.
"Tentu baik sekali kakak pertama...." jawab Wei.
Tetapi dengan segera dia memalingkan wajahnya ke arah Yunying.
"Wah... Kakak ipar kedua... Kabarnya kamu telah melahirkan seorang putera di Dongyang" Apakah benar adanya?" tanya Wei yang sangat gembira
mendapatinya. "Iyah.. Jangan-jangan kamu ini...." kata Yunying sambil mengerutkan dahinya.
"Betul... Kami tahu karena sempat mengunjungi Wisma Wu. Tuan Wu-lah orang
yang mengatakannya kepada kita berdua..." jawab Wei dengan senang
kemudian. Sementara itu, Huang Xie ling segera menyapa Yunying.
"Nyonya guru... Bagaimana kabarmu" Anda terlihat telah sangat pintar yah..."
"Nyonya guru" Sebutan aneh.. Jangan kamu panggil diriku begitu... Risih
sekali..." kata Yunying yang sepertinya agak malu.
Terlihat dengan jelas mereka langsung tertawa keras sekali.
Beberapa saat, Wei kembali menanyai kakak pertamanya.
"Kak... Kamu tahu dimana kakak kedua berada sekarang?"
"Tidak.. Jangan-jangan kamu mempunyai petunjuknya..?" tanya Zhao yang agak heran.
"Kamu tahu kak" Teman sekampungku dulu sempat kutemui barusan saja. Dia
mengatakan melihat seorang pemuda gagah dan memakai pedang berwarna
merah menyala di arah utara gurun." terang Wei.
"Jadi... Jadi adik kedua ada di gurun tua utara?" tanya Zhao yang agak heran.
"Betul... Ini bisa kupastikan sebagian besar. Apalagi Zhao Kuangyi kabarnya memberinya kuda kuning kemerahan. Jadi bisa kupastikan kakak kedua ada
disana sekarang..." kata Wei dengan riang.
"Kelanjutannya akan ku ceritakan dalam perjalanan saja, bagaimana?" tanya Wei kemudian.
"Kalau begitu, kita harus menyusulnya." kata Zeng kemudian.
"Betul....." jawab mereka serentak.
Yunying yang di tengah terus berpikir. Dia sepertinya kurang tenang kali ini.
Bagaimana pun dia tidak tahu apa hal yang sedang dipikirkan suaminya. Sesaat,
dia merasa sangat cemas sekali akan keadaan Jieji disana.
*** Kecemasan Yunying tentu cukup beralasan. Meski dia tidak pernah tahu
sekarang Jieji sedang melakukan apa hal.
Dia tidak pernah tahu, pertarungan terhebat sang suami sepanjang hidupnya
telah dimulai. Rapalan tapak kedua belah pihak telah mencapai puncaknya.
Sepertinya kali ini kedua pihak juga telah siap akan jurus terakhir mereka
masing-masing. Dengan tanpa lagi banyak bicara, kali ini Jieji-lah yang menyerang terlebih
dahulu. Tapak yang masih bersilangan tadinya langsung di ganti posisinya. Panas-nya
energi tapak segera keluar membara.
Li Zhu segera terkejut merasakannya.
Dia tidak pernah tahu bahwa kekuatan Jieji telah mencapai tahap yang
sedemikian tinggi.
Dengan tapak yang sama, dia melayani kekuatan luar biasa tersebut.
Ketika kedua tapak telah bertemu, hantaman tenaga dalam dahsyat segera
meluber. Energi nan dahsyat segera membuyar ke delapan arah.
Tanah bergetar hebat dan retaknya cukup dalam. Es yang belum mencair
sepenuhnya sepertinya malah terangkat sungguh tinggi.
Daerah yang telah lumayan asri tersebut telah dihujani es yang cukup banyak.
Bahkan keadaan lebih mirip sedang hujan deras disana.
Beberapa saat kemudian, tapak yang berlaga terlihat mental. Hawa energi
segera buyar ke seluruh arah dengan dahsyat sekali.
Lalu, keduanya terlihat mundur sambil menyeret kakinya beberapa langkah ke
belakang. Li Zhu yang melihat "kesempatan" telah muncul. Dengan segera menyerang hebat lagi.
Kali ini, kesempatan menyerangnya akan dimaksimalkan tentunya.
Dia telah melesat sungguh cepat ke arah Jieji.
Jieji tetap diam dan memandangnya dengan sangat serius sekali.
Ketika tapak Li Zhu telah benar sampai, terlihat dia mengelak melewatinya
dengan gerakan pasti. Gerakan Dao yang telah membaur dengan tingkat kelima
tapak berantai tentu sangat hebat. Kecepatan dan ketepatan mengelaknya
sungguh dimaksimalkan dan digunakan dengan sungguh baik oleh Jieji adanya.
Saat tapak benar telah lewat, dia memalingkan tubuhnya dan menendang
dengan kekuatan terakhir dari jurus gabungan tendangan mayapada dan
tendangan matahari dengan Ilmu kelima tapak berantai.
Kontan Li Zhu yang di belakang langsung terkejut sangat luar biasa. Dengan
berbalik, dia melayani tendangan nan keras dan cepat tersebut.
Benturan kembali terjadi...
Tetap terlihat dengan sangat jelas bahwa benturan kali ini juga masih sehebat
benturan tapak tadinya.
Li Zhu kali ini telah sadar benar. Kesalahan terbesarnya sepanjang hayatnya
telah tampak disini.
Dia terlihat mundur hebat sambil menyeret kakinya. Dari bibirnya telah mengalir darah segar yang cukup banyak. Tetapi sebelum dia siap benar kembali...
Langkah cepat yang telah terasa di depan sungguh membuatnya mati langkah
dan sangat bingung sekali.
Sesaat, dilihatnya Jieji telah "membagi" dirinya menjadi 4 orang. Keempatnya sedang mengancangkan jari ke arahnya.
Tentu ketika melihatnya, dia sangat terkejut.
Tadinya, dia masih sanggup menghadapi 1 jurus ilmu jari dewi pemusnah. Tetapi
kali ini, dengan 4 unsur dalam tubuh. Jieji terlihat membagi dirinya menjadi 4
orang dan mengeluarkan tenaga dalam yang nan dahsyat.
Sesaat... Cahaya nan terang telah keluar dari jarinya. Ilmu jari tingkat tertinggi dan dipadu dengan hawa tapak berantai tingkat kelima.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kali ini, Li Zhu benar berada dalam masalah yang sungguh besar sekali.
Tanpa ingin berpikir lagi. Dia hanya berusaha memaksimalkan tapak pemusnah
raganya tingkat terakhir guna melindungi diri saja. Sebab menghindar tentu tidak akan ada gunanya. Karena jika 1 jurus jari saja mengenainya, maka semua
harapannya telah sia-sia sekali.
Sepertinya Jieji juga tidak memberi pengampunan lagi pada orang tua tersebut.
Hawa pedang nan dahsyat telah keluar. Kedahsyatan hawa pedang kali ini
sekitar 10 kali lipat dari yang pertama.
Benturan hebat segera terjadi...
Li Zhu tiada berdaya, dia hanya menerima serangan bertubi-tubi dari Jieji
adanya. Empat sinar terang benderang sekaligus mengarah kepadanya membuatnya
benar terseret dan membanting tubuh ke belakang.
Kondisi Li Zhu sekarang telah kepayahan. Dia tidak lagi layak untuk bertarung
kali ini. Dalam posisi tidur, dia mengeluarkan suara yang cukup jelas.
Sementara itu, Jieji terlihat cukup kepayahan juga karena tenaga dalam yang
terlalu dipaksakannya cukup untuk membuatnya luka dalam yang parah. Sambil
memegang dadanya dan perlahan menuju ke depan dengan sempoyongan. Jieji
berusaha mendengar apa yang akan di katakan oleh Li Zhu.
"Takdir... Takdir... Tidak disangka jurusku itu... Tiada apa-apanya...." terdengar Li Zhu menggumam.
"Tidak juga... Anda betul membuatku kepayahan sungguh... Tanpa jurus terakhir ini, aku tidak akan sanggup melukai anda..." jawab Jieji. Tetapi tidak berapa lama, langsung terlihat dia memuntahkan darah segar yang cukup banyak dan
terjatuh duduk di samping Li Zhu.
Lie Xian yang dari atas melihat kondisi Jieji, segera datang cepat untuk
menghampirinya.
"Kamu tahu... Kamulah benar pemenangnya... Dengan lenyapnya aku, semoga
kau bisa membimbing dunia ini untuk menjadi baik kembali..." tutur Li Zhu yang kepayahan sangat.
Tetapi Jieji hanya terlihat menganggukkan kepalanya perlahan. Dengan segera,
dia menghimpun Ilmu dewa penyembuh tenaga dalamnya untuk bermeditasi dan
memulihkan diri.
Keadaan lingkungan disana meski temaram, namun suasana telah tenang
kembali setelah pertarungan 2 manusia terkuat di dunia.
"Kamu lihatlah kesana... " kata Li Zhu yang telah sangat melemah sambil menunjuk.
Arah yang ditunjuknya adalah panggung batu.
"Memang ada masalah apa dengan itu?" tanya Jieji yang sedang setengah bermeditasi mengobati luka dalamnya.
"Disana... Kamu carilah petunjuknya. Kamu pasti mampu, sebab Xue Yang
adalah orang yang paling pintar dan pantas menjadi lawanku...." tutur Li Zhu.
"Terima kasih....." jawab Jieji sambil tersenyum manis.
"Dewa melawan Iblis... Tentu tiada kesempatan bagi Iblis.
Dan hal yang tidak kusangka sama sekali. Ternyata tapak terakhirmu sungguh
berbeda dengan yang kupelajari. Kamu menggunakannya hanya untuk
melengkapi 4 unsur yang lain. Sedangkan aku memusatkannya semua ke tapak.
Itulah kegagalanku... Ha Ha...." katanya dengan sangat lemah sekali. Dan terlihat beberapa saat, dia muntah darah sangat banyak.
Saat Jieji berupaya bangkit untuk melihat keadaan Li Zhu. Dia telah mendapati
orang tua ini telah tewas.
BAB LXXXV : Perjumpaan Di Dunia Lain
Dia terlihat menghela nafasnya panjang mendapati tewasnya Li Zhu.
Pertarungan kali ini yang hanya sesaat telah membuatnya sadar betul. Bahwa
masih banyak pendekar hebat di dunia yang hidup "menyendiri". Sekarang, di dalam pikiran pemuda ini telah bergelut lumayan banyak masalah. Dia sendiri
terlihat amat bersyukur akan keadaannya sekarang. Tidak disangkanya juga
bahwa terakhir dia menang dalam jurus yang terakhir.
"Kak Jieji... Bagaimana luka dalammu?" tanya Lie Xian yang melihat keadaannya sedemikian parah.
"Hm... Luka dalamku memang sungguh parah kali ini... Mungkin perlu 1 bulan lebih untuk menyembuhkan diri..." jawab Jieji dengan nada pelan.
"Tetapi kelihatannya tadi kakak hanya sehat-sehat saja... Kenapa sekarang
tiba-tiba terluka dalam?" tanya Lie Xian yang agak heran, sebab jurus tapak pemusnah raga tingkat 5-nya Li Zhu tidak sempat terlihat melukainya barang
sedikitpun. "Tidak juga... Sebenarnya tadi tapak berantai tingkat kelima-ku lah yang
membuatku terluka dalam sangat parah..."
"Aneh" Sungguh aneh...." kata Lie Xian kembali dengan mengerutkan dahinya.
Dia tidak pernah tahu bahwa ada jurus Maha sakti yang terakhir malah melukai
majikannya sendiri.
Jieji tentu sadar benar akan keadaannya sekarang. Dia tahu, tidak memaksakan
tenaga dalam yang setinggi demikian, maka dia tidak pernah akan sanggup
menang dalam pertaruhan tersebut.
"Tidak juga Dik... Kamu tahu" Tapak berantai-ku lah yang terlalu kupaksakan.
Jurus tadi hanya adalah jurus terakhir yang sifatnya untung-untungan. Jika saja Ilmu jari dewi pemusnah keempat sempat dihindarinya. Maka yang tewas
seharusnya sudah diriku..." jawab Jieji sambil menghela nafas.
Sesaat, Lie Xian juga terkejut.
Dia tidak sangka bahwa Li Zhu telah demikian hebat. Tetapi terakhir dia tahu
bahwa orang tua tersebut hanyalah salah perhitungan. Salah perhitungan di saat
terakhir yang membuatnya kehilangan jiwanya. Hidup orang tua ini memang di
penuhi dendam yang cukup tinggi, selain itu sifat rakus di dalam dirinyalah yang membuat dirinya benar-benar "kalah".
"Adik.. Aku akan bermeditasi disini sebentar untuk memulihkan tenaga-ku.
Setelah itu, kita bisa pulang dahulu ke desa Jiamojin. Bagaimana?" tanya Jieji.
"Baik kak.. Semua terserah padamu saja..." kata Lie Xian sambil tersenyum.
Saat itu juga, Jieji telah menutup matanya sendiri. Dengan tarikan nafas panjang, dia segera mengumpulkannya di dada untuk memperlancar kembali peredaran
darahnya yang masih terasa sangat menggebu-gebu.
Lie Xian segera bangkit, dia berjalan ke arah "lubang" yang tiada sengaja dibuat oleh Li Zhu dan Jieji dalam pertarungan tadinya.
Lubang yang cukup besar terlihat. Sedang sinar matahari tertembus sedikit di
dalam mengingat daerah "terkurung" tersebut telah temaram.
Saat dia benar mendekatinya, dia sangatlah terkejut.
Dia melihat dengan benar bahwa daerah "terkurung" tempat dirinya berada memang benar adalah daerah yang terpisah dari semua pintu. Sekarang dirinya
merasa bahwa dia sedang berada di sebuah daerah yang "ditutupi" oleh benda seperti 1/2 lingkaran raksasa.
Dia memandang ke arah sekitarnya, dan merasa sungguh sangat heran.
Daerah terkurung tidak disangkanya benar-benar adalah sebuah tempat yang
terkurung dari dunia luar. Dia mengamatinya dengan sungguh sangat kagum
sekali. Perancang daerah "tengah" tersebut tentunya bukanlah orang sembarangan.
Setidaknya, teknologi disini jelas jauh lebih "maju" daripada luaran.
Tanpa terhenti-henti, dia mengaguminya dan sesaat tersenyum puas.
Bagaimanapun dia merasa bangga dia "pernah" berada disini adanya.
Tetapi sebelum rasa heran dan kagumnya habis...
Lie Xian kembali merasakan sesuatu yang janggal di pundaknya. Dia merasa
adanya sesuatu tenaga yang cukup aneh. Hawa pertarungan tadinya telah
kembali muncul. Tentu hal ini sangat membangkitkan rasa herannya. Sesaat dia
merasa gemetar sekali. Dari dahinya muncul keringat dingin. Dia merasa
mungkin Li Zhu, si orang tua belum tewas adanya. Karena "hawa" disini yang terasa adalah hawa-nya si orang tua tersebut.
Dengan perlahan, dia berusaha membalikkan badannya dan dalam keadaan
yang cukup ketakutan.
Dia memandang langsung ke arah "tewasnya" Li Zhu tadinya. Dan yang sungguh mengherankan. Mayatnya masih tergeletak seperti tadinya dan tidak bergerak
sama sekali. Tetapi kenapa hawa petarung-nya masih tertinggal di sana. Sesaat,
dia memandang ke arah Jieji. Namun, pemuda tersebut tetap merapatkan tangan
di dada dan sambil menutup mata.
Entah apa gerangan hal yang sedang terjadi disana.
Saat dia mulai berkonsentrasi akan hawa energi Li Zhu. Dia terlihat kembali
sungguh heran sekali.
"Tidak perlu takut, Dik... Li Zhu telah tewas. Sekarang yang tersisa adalah 4
unsur tubuhnya..." jawab Jieji dengan nada pelan tetapi masih tertutup kedua matanya.
"Kenapa bisa begitu kak" Sangat aneh?"?" tanya Lie Xian yang agak penasaran sambil berjalan ke arah Jieji yang sedang bersila rapi.
"Sepertinya dia tidak melanggar janjinya sendiri. Meski dia adalah seorang pendekar yang kerasukan. Tetapi pada akhirnya, dia telah membebaskan
dirinya...." jawab Jieji.
Memang benar, keempat unsur dari dalam tubuh Li Zhu yang masih hangat
langsung berpendar keluar. Keempat unsur segera terasa menuju ke arah altar
Panggung batu. Sesaat, terjadilah pembauran yang hebat di sana. Memang keadaan sama sekali
tiada terlihat, tetapi bagi seorang pesilat. Hawa energi telah terasa menggumpal di tengah dan bergelut hebat.
Jieji yang juga merasakannya, segera berdiri dengan pelan seraya menghentikan
penghimpunan tenaga dalamnya terlebih dahulu. Lalu dengan perlahan, dia
berjalan ke arah panggung batu.
Dan tiada perlu waktu yang lama, Jieji telah berada di depan panggung bersama
Lie Xian yang berada di belakangnya.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Lie Xian dengan perasaan yang aneh.
"Sebentar lagi.. Pintu panggung batu akan terbuka..." jawab Jieji sambil melihat ke arah tengah.
Memang benar...
Tiada lama, fenomena baru muncul seketika. Seperti biasa, panggung batu
tersebut memunculkan kembali fenomena serupa. Kali ini masih terlihat seperti
yang dahulu adanya. Yaitu ketika Jieji berada di Koguryo, ataupun ketika dia
berada di panggung batu 1000 cermin di Xi Zhuan.
Kegelapan langsung terpampang di mata kedua orang tersebut.
Meski Jieji dan Lie Xian terpaut tidak jauh, tetapi Lie Xian bahkan tidak mampu melihat dengan jelas sebenarnya Jieji berada di mana.
Mereka berada di dalam ruangan gelap yang tiada berujung sama sekali. Tetapi
tanpa perlu waktu yang lama, di depan keduanya telah muncul cukup banyak
orang. Semuanya adalah berpakaian serba putih juga.
Jieji mengenal dua orang di antara mereka semua dengan baik. Keduanya tentu
adalah kakeknya sendiri serta Li Zhu yang baru saja tewas tadinya.
Sementara itu, Lie Xian tentu melihatnya dengan terbengong-bengong karena
dia tidak pernah mendapati kenyataan semacam ini.
Dengan cepat, Jieji terlihat berlutut ke tengah. Meski keadaan kondisi tubuhnya masih sangat lemah. Tetapi gaya berlututnya sama sekali tidak terlihat jelas
bahwa dia sedang terluka dalam.
"Kakek... Tidak disangka, aku masih bisa menjumpaimu disini..." jawab Jieji sambil menengadah dengan sikap sopan dan girang.
Dewa Manusia yang telah menjadi roh tersebut membimbingnya berdiri dengan
pelan. Di wajah sang kakek terlihat welas asih dan sinar kegirangan.
"Kamu tidak apa-apa, cucuku?" tanyanya.
"Tidak kek... Istirahat beberapa lama juga tentu akan sembuh nantinya..." jawab Jieji sambil tersenyum girang kepadanya.
Dewa Manusia yang melihat keadaan cucunya yang masih cukup baikan, segera
berpaling ke arah belakang. Dia melihat seorang pria yang tua adanya. Pria yang tadinya bersila dalam posisi menggunakan tapak pemusnah raga tingkat kelima.
Pria tersebut tentunya adalah Xue Yang adanya.
Sambil berjalan ke depan dan terlihat sedang tersenyum, dia mendatangi Jieji.
Sikap dari dirinya dan sang kakek, tentu telah membuatnya tahu benar. Lalu
dengan sopan, dia membungkuk pelan.
"Tetua Xue... Bagaimana kabarmu?" tanya Jieji kepadanya.
"Baik Nak... Keadaan dirimu sekarang terlalu kamu paksakan. Tetapi jika bukan begitu, maka kamu-lah orang yang telah berada disini bersama kita-kita..."
katanya dengan penuh pengertian.
"Betul... Saya hanya berusaha semaksimal mungkin saja..."
Sementara itu, Li Zhu yang baru saja "bergabung" dengan mereka segera berkata kepadanya.
"Maafkanlah aku... Setelah seberapa lama tersesat, aku baru tahu bahwa segala sesuatu yang kukejar tiada gunanya sungguh sama sekali..." katanya dengan
hormat yang dalam ke arah Jieji.
"Tidak mengapa tetua Li. Saya sangat mengerti keadaanmu saat itu..." jawab Jieji juga dengan sopan kepadanya.
"Terima kasih.." Li Zhu terlihat telah tersenyum puas juga karena dia merasa bagaimanapun Jieji tentu telah memaafkannya.
Tidak berapa lama, Jieji segera berpaling ke arah Xue Yang. Lalu dia
menanyainya. "Tetua... Ada sesuatu hal yang benar ingin ku ketahui..."
"Hm... Saya sudah tahu benar apa yang ada dalam pikiranmu sekarang..." kata Xue Yang dengan tersenyum penuh arti kepadanya.
"Betul... Tentunya adalah mengenai asal-usul pedang sebenarnya... Dan apa
hubungannya dengan tempat ini..." tanya Jieji yang cukup terlihat penasaran.
"Ketika masih hidup...
Aku tinggal lumayan lama disini. Boleh dikatakan selama puluhan tahun aku ingin memecahkan formasi panggung altar tersebut. Tetapi tidak kusangka, setelah
diriku tiada di dunia. Aku baru mengerti sesungguhnya..."
"Jadi memang benar... Pepatah kuno selalu mengatakan, Misteri kehidupan
hanya bisa dipecahkan jika kita telah mati...." jawab Jieji dengan menghela nafas panjang.
"Betul Nak...
Tempat ini dibangun tiada lain adalah oleh Qin She Huang. Dialah pendiri tempat tersebut. Tetapi dia sungguh takut sekali akan adanya orang-orang dari China
daratan yang menuju kemari....." kata Xue Yang dengan mantap.
"Jadi oleh karena itu, dia sengaja memerintahkan rakyat jelata membangun
tembok raksasa. Tujuan utamanya mungkin mengusir bangsa nomaden
mendekati China daratan. Tetapi tidak disangka..." jawab Jieji.
"Betul... Ha Ha.... Betul sekali....
Saat itu, di China daratan telah muncul banyak jagoan yang berkungfu tinggi.
Salah satunya adalah Xiang Heng, atau kakeknya Xiang Yu. Tujuan utamanya
yang licik tersebut tentu baru kuketahui sejak aku telah tewas.
Hm... Kamu tahu dengan benar... Bangsa Mongol sampai sekarang masih
tercerai-berai. Alasan untuk membangun tembok raksasa dan mengusir bangsa
Mongol tentu sangat tiada masuk akal. Bukan begitu?" tanya Xue Yang seraya tersenyum.
Jieji yang masih berpikir kelihatannya tadi segera menjawabnya.
"Betul sekali...
Telah 1000 tahun yang lampau. Dan bangsa Mongol tiada bersatu adanya. Untuk
itu, sudah jelas sekali ketakutan Kaisar pertama tersebut telah berlebihan. Dan jangan-jangan dia...."
"Dia selalu takut ada orang yang melampaui dirinya. Oleh karena itu, dia bangun panggung tersebut. Tujuannya adalah menyimpan semua harta bendanya, ilmu
dan segalanya disini. Dan memberikan gosip ke rakyat bahwa bangsa utara
adalah bangsa yang sangat biadab dan melarang rakyat china daratan untuk
menginjakkan kakinya disini. Tetapi...
Jika seorang yang tahu benar apa maksud-nya, maka semua hal telah gagal."
"Jadi memang benar adanya. Keempat pedang semuanya berhubungan dengan
Qin She Huang?" tanya Jieji kembali.
"Betul sekali..." jawab Xue Yang seraya berpaling ke belakang. Dia berpaling ke arah seorang yang juga terlihat lumayan tua. Kemudian dia mengalihkan
pandangannya ke arah lain. Ke arah seseorang yang lainnya juga.
Keduanya segera maju dan memberi hormat pendek ke arah Jieji.
"Mereka berdua-lah penempa pedang meteor. Keempat pedang dilebur oleh
mereka..." kata Xue Yang.
"Betul tuan... Pedang ekor api dan pedang Es rembulan ditempa olehku..." jawab seseorang yang maju terdepan tersebut.
Jieji yang melihatnya segera memberi hormat dengan sangat sopan sekali.
"Dia bernama Tang Wu.. Sedangkan seorang lagi adalah adik kandungnya Tang
Wen..." kata Xue Yang sambil memperkenalkan keduanya kepada Jieji.
Tang Wen yang masih diam segera mengatakan sesuatu kepadanya.
"Pedang bumi berpendar dan pedang Cahaya berkumpul adalah 2 pedang yang
ditempa olehku..." jawabnya dengan sopan.
"Begitulah Nak...
Pedang bumi berpendar adalah pedang dari Han Xin. Sedangkan pedang
Cahaya adalah pedang dari Han Kung Wu."
"Jadi begitu" Pedang Cahaya berkumpul betul masih berada di dunia?" tanya Jieji yang agak heran.
"Tidak..." jawab Xue Yang pendek sambil menggelengkan kepalanya.
Tentu hal ini membuat Jieji heran sekali.
Tetapi tanpa perlu lama, dia sudah tahu penyebabnya.
"Jangan-jangan pedang itu sudah berada disini?"" tanyanya kemudian.
"Ha Ha.... Betul sekali... Pedang tersebut belum pernah muncul di dunia, karena sejak awal telah berada disini..." jawab Xue Yang dengan mantap.
"Pedang bumi berpendar adalah sebuah pedang dari "pengkhianat" Han. Pedang tersebut mengandung unsur kegelapan. Meski Han Xin sangat pandai dalam
bersiasat dan memerintah, kungfunya juga bisa dikatakan setingkat dengan Liu
Bang. Namun sayang sekali, pedang tersebut juga-lah yang melenyapkan nyawa
pengkhianat. Sehingga darah Han Xin yang penuh dengan dendam tersisa...
Oleh karena itu..."
"Pedang tersebut dinamakan pedang kegelapan?" tanya Jieji memotong
kata-kata Xue Yang sambil tersenyum.
"Iya... Begitulah... Pedang tersebut diturunkan partai Zong Dui. Dan Guo Lei-lah pendekar terakhir yang menerima pedang tersebut. Tetapi sekarang telah hilang.
Sedangkan pedang Cahaya, pedang tersebut setelah dimiliki Han Kung Wu.
Turun temurun oleh Dinasti Han diperoleh setiap Kaisar Dinasti Han. Setelah
Cao Cao masuk ke istana Han sekitar 700 tahun lebih, pedang tersebut menjadi
miliknya yang sah. Tetapi dalam kekacauan Chang Ban Qiao, Zhao Tzelung-lah
pemegang pedang tersebut. Saat Sima Yan naik tahta menjadi Kaisar Jin,
pedang tersebut telah berada di Istana kekaisaran.
Tuan Tang Wen disini..." katanya seraya menunjuk.
"Jadi Tetua Tang-lah orang yang mengambil pedang dari Istana kemudian
menempanya dengan batu meteor Cahaya?" tanya Jieji.
"Betul... Saat itu, setelah pedang selesai. Aku ingin menunjukkannya ke
kakak-ku. Tetapi..." jawabnya pelan sambil menarik nafas panjang.
"Jadi pedang direbut oleh Huang Yuzong saat itu?" tanya Jieji yang agak heran.
"Betul... Pedang direbut olehnya. Dia segera datang kemari. Memasukkan
colokan pedang... Oleh karena itu..." kata Xue Yang dengan menggelengkan
kepalanya. "Jangan-jangan... Saat itu-lah ilmu kungfu pemusnah raga yang telah lenyap ratusan tahun kemudian meraja rela kembali?" tanya Jieji dengan agak heran kemudian.
"Betul... Sebenarnya banyak jenis kungfu yang muncul dari fenomena ini. Tetapi dasar Huang si tua itu, dia tidak pernah mempelajari jurus lain yang lebih
berguna. Tetapi malah dia orang yang memunculkan kembali ilmu terlarang
tersebut." kata Xue Yang.
"Hm.... Jadi begitu... Berarti Ilmu pemusnah raga-nya Qin She huang tentu
sangat hebat sekali...." kata Jieji kemudian.
Li Zhu yang sedari tadi diam segera ikut berbicara.
"Kamu tahu" Ilmu itu sesat 10 kali lebih mengerikan daripada ilmu yang telah kupelajari..."
Jieji melihat ke arahnya sambil menggelengkan kepalanya saja.
Xue Yang segera mengangkat pembicaraan kembali.
"Takdir "pahlawan"... Kamu tahu bagaimana kamu bisa ditakdirkan sama denganku?"
"Tidak tetua... Ini juga hal yang teramat janggal yang belum bisa kupecahkan.."


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab Jieji dengan jujur kepadanya.
"Ini karena...." kata Xue Yang sambil melirik ke arah Dewa Manusia.
"Betul... Kamu tahu cucuku...
Saat itu, aku pernah membawamu kemari. Ketika umurmu baru 1 bulan lebih
saja. Dengan anakku dan menantuku tentunya. Tetapi tidak kusangka...." kata Dewa Manusia sambil terputus.
Jieji yang melihatnya tentu sungguh heran sekali. Tingkah kakeknya tidak bisa
dipahaminya dengan benar.
Tetapi kembali Xue Yang menjelaskan hal tersebut kepadanya.
"Dia tidak pernah menyangka...
Hawa peperangan disini akibat ilmu pemusnah ragaku tingkat terakhir sebagian
malah menyatu denganmu. Saat itu, peta perbintangan telah kacau...
Sesungguhnya bintang pahlawanku sebenarnya telah sirna sama sekali. Tetapi
pada malam kamu datang kemari, bintang pahlawan kembali telah muncul di
langit meski masih terlihat remang-remang saja..." kata Xue Yang.
Jieji yang mendengarnya tentu telah mengerti. Kesusahan sang kakek yang
sebenarnya amat menyayanginya.
Langsung dia berpaling ke arah orang tua tersebut.
"Ini tiada hubungan sama sekali denganmu kek... Kakek tahu, sebenarnya inilah takdirku. Akulah yang harus menerimanya sendiri..." jawab Jieji dengan
pengertian kepadanya.
Sesaat, senyum tampak di wajah kakeknya. Meski senyuman disini terasa cukup
pahit sekali. "Betul sekali..." jawab Xue Yang sambil tersenyum.
Dewa Manusia tentu tidak ingin bahwa cucunya sendiri yang dia sayangi
mengalami takdir yang sedemikian keras. Tetapi dia yakin, bagaimanapun Jieji
pasti sanggup melewatinya. Di hatinya, dia tetap telah lega sekali. Cucu yang
sekarang berdiri di depannya tentu telah membuatnya sangat bangga.
Kekhawatirannya telah berubah menjadi senyuman indah bahagia.
"Kek, ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu dengan mendetail..." kata Jieji setelah sekian lamanya.
Dewa Manusia telah mengerti hati sang cucu. Dia mengangguk dengan
perlahan. "Cucuku... Kamu ingin menanyai sebenarnya apa yang terjadi dengan ayahmu
itu kan?" "Betul... Aku ingin mengetahuinya dengan jelas...." jawab Jieji dengan perasaan bercampur aduk hebat.
Suling Emas Dan Naga Siluman 25 Dewi Sungai Kuning Seri Huang Ho Sianli Karya Kho Ping Hoo Memanah Burung Rajawali 11

Cari Blog Ini