Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 25
Yumei masih berteriak dengan nada tidak percaya sama sekali.
"Bagaimana mereka bisa?"" Ini tidak mungkin!!!"
"Kau tahu anakku"
Kakak kelimamu mungkin pernah bercerita begini kepadamu:
Bagi orang yang keracunan pemusnah raga, dia harus hati-hati diamankan.
Kemudian mayatnya dibakar karena racun ini hanya bisa dinetralisir oleh api
yang panas luar biasa. Ini adalah cerita dari zaman ke zaman sampai terakhir
cerita demikian berlaku bagi seorang tetua dunia persilatan, Dewa Bumi.
Beberapa orang sesungguhnya pernah terkena racun demikian dan tewas secara
segera. Jika matahari tidak pernah menyinari tubuhnya hingga panas dalam
tubuh mengakibatkan mayat rusak sampai tulang, maka mayat tidak akan pernah
"bangkit" lagi. Lima organ dalam tubuh manusia tidak akan pernah rusak selama mayat berada di tempat yang dingin dan tidak terkena cahaya matahari...."
Yumei berteriak keras mendengar tuturan ayahnya sendiri, Dewa Lao.
"Hentikan!!!" Sambil menangis sedih dia menutup daun telinganya tidak ingin mendengar.
Yumei adalah gadis yang luar biasa pintar. Diterangkan 1 hal, dia sanggup
mengerti 10 hal. Dia sudah tahu sesungguhnya apa yang sedang terjadi.
"Kamu sungguh mirip ibumu..."
Dewa Lao bertutur lemah sambil tersenyum pahit melihat wajah puterinya yang
lembut itu terlihat sedih sekali. Wajahnya kelihatan sangat masgul meski
sesungguhnya dia sangat memuji kemampuan berpikir puterinya yang sanggup
mengerti segala pokok permasalahan dalam waktu yang hanya sekejap saja.
*** Sementara itu, hujan sudah mulai turun deras di Wisma langit dingin milik Zhao
Xieshan. Obor api terlihat ditutup dengan payung besar supaya tidak basah dan daerah di
sana tetap terlihat terang benderang seperti tadinya sebelum hujan deras turun.
Keadaan masih seperti semula, Para pesilat masih dengan sabar berdiri menanti.
Kesemuanya sedang was-was terhadap sekeliling. Ini terbukti sudah banyak di
antara mereka mengeluarkan pedang ataupun senjata lainnya dari gagang,
pinggang atau punggung mereka.
Polisi juga demikian halnya, mereka saling siaga dan menanti melihat serius ke
arah tengah "lingkaran" tempat bertarung.
Sedangkan Keluarga Zhao masih terlihat sedih, hujan yang turun deras tidak
merubah suasana hati mereka yang sedang kehilangan orang yang mereka
cintai. Bocah kecil sedang terlihat mengarahkan pedangnya melalui tangan kiri ke
depan , terlihat serius. Lin masih dengan gerakan tangan memutar pedang
terlihat serius sambil sesekali tersenyum sinis.
Melihat pose aneh dari bocah, Lin lantas menganggap remeh. Karena dilihatnya
banyak sekali titik kelemahan yang bisa dijebol oleh ilmu pedangnya yang
kelihatan sangat buas itu.
Dengan segera, Lin maju terlebih dahulu. Dia menyerang dengan gerakan cepat,
tetapi tidak begitu membahayakan. Dia hanya menggunakan tidak sampai
setengah kemampuan silat sesungguhnya untuk mengetes kemampuan bocah.
Dengan berjalan cepat dia mengayunkan pedangnya guna membacok ke depan
beberapa kali. Bocah kecil memang terlihat canggung menerima serangan demikian. Ini terlihat
dari dirinya yang segera beranjak mundur meski pedang bersarung masih di
arahkan menunjuk ke depan.
Sekira belasan tindak kemudian, bocah terlihat nekat kemudiannya. Karena dia
sudah merasakan punggungnya panas sebentar. Tidak menolehpun dia
mengetahui bahwa obor api yang sedang menyala sudah berada beberapa inchi
di punggungnya.
Dengan nasib-nasiban dia menyerang menusuk ke arah mata lawannya.
"Ini adalah gerakan tiruan dari Ilmu pedang surgawi membelah. Sama sekali
sepertinya bocah kecil tidak pernah mempelajari ilmu pedang..." sahut Jieji yang mengerti melihat tingkah bocah.
Huo Thing-thing yang berada di sebelahnya kaget sebentar. Dia memang terlihat
mencemaskan bocah kecil itu. Lantas dia mengujar.
"Jangan biarkan bocah kecil itu dicelakai...."
Jieji hanya diam saja sambil melihat ke gerakan bocah dari arah jauh. Dia tidak menjawab perkataan Thing-thing.
Melihat tusukan melaju kencang ke arah mata. Mau tidak mau Lin juga terkejut.
Dia segera menarik nafas bertahan untuk menghentikan langkahnya terlebih
dahulu. Lantas dengan serangan yang pasti, dia putar pedang untuk menangkis
serangan bocah.
Ketika pedang hampir berlaga...
Gerakan bocah berganti, dari tusukan sederhana ke arah mata lawan terlihat
segera menurun segera. Lin terkejut bukan main melihat gerakan yang berubah
cepat itu. Tetapi Lin adalah pesilat unggul dari partai Yijian. Kemampuan dari
leluhurnya sungguh dipelajarinya dengan benar dan sangat baik.
Ketika pertama saat sebelum pertarungan, Lin memang melihat banyak sekali
celah mematikan lawan. Tetapi setelah benar bertarung, Lin sama sekali tidak
melihat daerah serangan yang terbuka sama sekali.
Gerakan bocah seperti gerakan menusuk ke tanah tanpa menarik kembali
serangan tusukan ke mata Lin tadinya.
Semua orang di sana sangat kagum akan gerakan demikian, karena dinilai gerak
pedang seperti ini sungguh sangat sulit untuk ditahan. Bisa saja dengan
menyabet jika dipikir-pikir. Tetapi apakah dijamin jurus demikian tidak akan
berubah lagi"
Lin tidak mau ambil resiko walaupun pedang lawan masih dalam sarung. Dia
segera menghentak kencang ke depan dengan pedang yang diayunkan keras.
Dalam gerakan pertama, sebenarnya Lin sudah kalah. Jika saja bocah bergerak
dengan bebas bagaikan pesilat unggul, dia benar sudah mati langkah.
Tetapi sepertinya si Bocah benar bukanlah seorang yang mendapat pengajaran
dari ahli pedang.
Serangan Lin segera saja mematahkan gerak laju pedang bocah, dia terlempar
jauh akibat perpendaran tenaga dalam yang keluar dari pedang Lim.
"Aku menang!" teriak Lin sambil kegirangan.
Sesungguhnya sifat sedemikian sungguh sangat memuakkan siapa saja yang
mendengarnya. Menang melawan seorang bocah yang kelihatannya bukan
seorang pesilat bukanlah sesuatu yang membanggakan. Tetapi Lim, yang sudah
nekat serta menyadari sebentar lagi dia bakal mendapatkan sesuatu yang
diinginkan atas diri bocah, maka dia tidak mempedulikan hal "rendah" seperti demikian meski dia berada di antara ratusan pasang mata.
Pihak kepolisian terlihat kesal atas sikap Lim. Memang mereka sudah kalah
dalam pertaruhan ini. Sembari menyaksikan sikap ketua partai Yijian tersebut,
membuat mereka merasa sungguh jengkel.
Sedangkan pihak keluarga Zhao sama sekali tidak begitu terpengaruh akan
keadaan demikian.
Lin masih dalam suasana gembira-gembira. Dia berjalan mendekati bocah yang
sedang terkapar. Suara tertawa besar dia dan para pesilat tiada berhenti dan
masih menggaung-gaung memenuhi lapangan. Dengan berjalannya Lin kuangye
ke depan si bocah, dia bermaksud mengangkat tubuhnya dan membawanya ikut
serta bersama para pendekar lainnya.
Bocah memang sedang terlentang dan sepertinya tidak berdaya lagi akibat
hempasan energi Lim.
Tetapi... Ketika tangannya hendak mencekram leher baju bocah, dia merasa dikejutkan
oleh sesuatu benda. Sesuatu benda yang membuat semua orang disana terkejut
luar biasa. Samar-samar, gerakan pedang yang sedang bersarung segera
memakan korban dengan begitu cepatnya.
Alhasil... Lin terlihat terlempar ke belakang dengan gaya yang sangat jelek luar biasa.
Sebuah tusukan mematikan mengarah ke arah lehernya yang memaksanya
terpental jauh ke belakang. Ketua partai Yijian ini terlihat terdorong dan muntah darah hebat sekali akibat serangan tak terduga tersebut. Dia mendarat dengan
punggung menghantam lantai yang cukup keras.
Siapa lagi jika bukan bocah tadinya yang mencuri serang dengan hebat.
"Hebat sekali bocah kecil itu!" teriak kecil Thing-thing dari atas pohon terdengar.
Sedangkan Jieji juga tersenyum sungging dibuat gerakan tiba-tiba dari bocah.
"Tetapi...
Dia tidaklah tewas... Jika tadi pedang Lin digantikan dengan pedang bocah,
maka ketua Partai Yijian sudah tewas di tangan seorang bocah..."
Thing-thing heran mendengar perkataan Jieji.
"Leher adalah titik mematikan setiap manusia. Dengan tongkat saja bisa
mematikan!"
"Tidak... Ketua partai Yijian, Lin Kuangye sempat membendung diri dengan tenaga dalam.
Meski saat itu hanya sekejap saja..." jawab Jieji.
Semua orang memang sangat terkejut!
Apa yang dipikirkan Thing-thing, juga dipikirkan oleh setiap orang di sini. Yang tentunya juga adalah pesilat. Hanya 2 orang saja di seluruh lapangan ini benar
memperhatikan bahwa Lin masih sanggup membendung dirinya dengan energi
tingkat tertinggi. Dialah Xia Jieji dan seorang pemuda yang sedari tadi hanya
duduk menunduk, memegang kecapi dekat kakinya.
Lin memang terluka dalam parah. Dia segera bersalto ringan dan memandang ke
depan dengan mata yang melotot marah. Sesegera, dia ayunkan pedang dengan
kecepatan tinggi. Kelebat pedang yang dihasilkan oleh gerakan pedangnya
memang luar biasa bagus. Kemarahan dan setan sudah menguasainya secara
penuh sekarang.
Tetapi, tindakan Lin sama sekali tidak dihargai oleh kawan-kawan mereka
sebangsa persilatan pun. Para polisi berteriak meminta pertarungan dihentikan
saja begitupula keluarga Zhao. Tetapi, Lin Kuangye tidak mempedulikan suara di
sekitarnya. Dia tetap datang mengancam dengan pedang yang masih berkelebat
hebat. Lin merasa dia telah mendapat malu yang luar biasa hebatnya. Dirinya
seorang ketua partai besar harus bertekuk lutut dalam 1 jurus melawan jurus
pedang yang tidak diketahui asal usulnya. Parahnya, dia kalah dalam sejurus
saja. "Tidak tahu malu!" teriak suara seorang pria yang serak. Yang tiada lain berasal dari pria misterius yang memegang kecapi.
Lin tahu benar bahwa kedua orang misterius bukanlah orang sembarangan. Dia
tidak ingin mengusik mereka berdua. Dilihat dari nada berbicara yang tetap
menunduk saja, sudah diketahui bahwa keduanya bukanlah orang biasa. Tetapi
dia sendiri tidak mengusik keduanya. Maka keduanya merasa tidak perlu ikut
campur masalah demikian.
Yang paling mencemaskan bocah disini, adalah setidaknya ada 3 orang. Ayah si
bocah, Thing-thing dan gadis yang tetap menunduk tersebut.
Bocah sudah siap melayani serangan dari Lin kali ini. Dia masih memegang
pedang dengan tangan kiri.
Serangan Lin sepertinya menggunakan seluruh kemampuannya. Kali ini dia
menganggap bocah sebagai pesilat ulung, tidak mengetesnya lagi. Dia
mengeluarkan segenap kekuatannya untuk "memusnahkan" si bocah.
Gerakan kaki Lin memang tidak bisa dipandang enteng, semua orang
sebenarnya salut akan lihainya dia bermain pedang. Hanya sekali beranjak, dia
sudah sampai di depan bocah. Bocah yang mengalami hal demikian menjadi
terkejut! Dia tidak pernah tahu di dunia ada semacam gerakan secepat demikiannya. Baru
dia berniat untuk menusuk ke depan pedangnya. Lim sudah datang untuk
menebas. "Gawat! Kacau!" teriak Jieji sebentar. Tetapi daripada itu, kedua tangannya bekerja.
Hampir semua orang tidak berani melihat ke depan. Bacokan Lin tentunya sudah
bekerja dan seharusnya batok kepala bocah pasti terbelah oleh tebasan
pedangnya yang melaju dari arah atas ke bawah.
Hampir semua orang juga berteriak ke-ngerian, ketika terdengar bacokan pedang
keras menghantam lantai yang mengakibatkan suara retak lantai keras.
Hasil sebuah bacokan membuat semua orang terkejut. Tetapi hasil terkejut
semua orang sesungguhnya datang belakangan, sebab Lin adalah orang
pertama yang terkejut dahulu akan gagalnya serangan. Dia merasa Bocah
seperti tertarik ke belakang sedikit sambil bersalto ringan.
Kali ini gegerlah semua orang saat melihat Bocah melayang salto ke belakang.
Lin memang tidak puas mendapati hal sedemikian. Lantas dengan gerakan
pedang menusuk ke depan, dia segera mengincar mangsanya di punggung.
Tetapi.... Bocah yang tadinya tidak memiliki kemampuan apapun. Sekarang terlihat
menjadi pesilat yang hebat. Tubuhnya yang melayang sekali kembali ke posisi
awalnya, namun dia masih tetap terlungkup. Seperti di seret oleh sebuah energi
maha dahsyat, bocah melaju kencang ke depan sambil menusukkan pedang
bersarung ke arah tulang kaki Lin.
Untuk yang kedua kalinya dalam 1 serangan, Lin kembali terkejut. Tetapi
sebenarnya bukan dia saja yang terkejut di sini. Sebab semua orang yang
melihat gaya berpedang Bocah membuat semua orang kagum luar biasa.
Lin segera mengubah posisi tusukan pedang ke depan menjadi tusukan pedang
ke bawah. Bocah yang terlungkup menyerang ke depan tersebut di serang ke
arah punggungnya yang jelas terbuka.
Lin mengerahkan seluruh kemampuannya untuk bertarung kali ini. Dia berniat
langsung membinasakan bocah saja karena di anggapnya "banyak tingkah".
Tetapi perkiraannya sungguh luar biasa salah kali ini.
Dia memang sedang melihat bocah menyerang ke arahnya dekat tulang kakinya.
Tetapi niatnya kali ini tidak kesampaian, sebab sebelum tusukan pedangnya
melukai bocah. Kakinya telah tertusuk luar biasa cepatnya yang akhirnya
membuatnya melangkah ke belakang beberapa kaki jauhnya. Tidak puas, bocah
masih tetap menyerang ke depan. Kali ini...
Bocah mengayunkan pedang dan menusuk ke depan sambil "terbang". Arah
yang di incar adalah tulang rusuk sebelah kanan Lin. Lin yang mendalami ilmu
pedang "hujan pedang" terlihat berniat bertahan. Apa mau, serangan bocah yang seharusnya kena di tulang rusuk sebelah kanan Lin, kembali berputar arah.
Kali ini tusukan pertama sudah masuk mengenai perut Lin yang terbuka. Meski
ini adalah tusukan ringan, tetapi Lin juga berniat menahan laju pedang bersarung meski sudah mengenai perut. Tetapi...
Baru saja dia berniat menepiskan pedang bocah, gerakan pedang sudah
berubah. Kali ini serangan tusukan kembali mengarah ke pipinya.
Dua tamparan ke pipi membuatnya terkejut luar biasa. Tetapi belum sempat dia
menepis tamparan pedang di pipi, ketika dia berniat mengangkat tangannya...
Sebuah serangan baru kembali dimainkan, kali ini sasarannya adalah di tepat
jantungnya. Biasanya seorang pesilat sangat umum melindungi titik berbahaya di tubuhnya.
Lin juga demikian, dia bergerak cepat hendak bertahan.
Tetapi pedang bersarung itu sudah teramat cepat dan sekarang sudah mendarat
tepat di jantungnya.
Bocah terlihat tidak serius ingin melenyapkan nyawanya. Ketika bendungan
pedang berupa kelebat hendak menahan pedang. Justru saat itu, tusukan
pedang bocah menolak lawan bermarga Lin ini hingga dia terpental jauh
menyeret kaki ke belakang.
Bayangkan saja jika pedang bersarung itu diganti ke pedang asli. Lin seharusnya sudah 3 kali kehilangan nyawanya.
Menyaksikan apa yang sedang terjadi, semuanya bertepuk tangan sangat
meriah. Baik para pesilat ataupun polisi semuanya merasa lega sekali. Tidak
mereka sangka bahwa bocah sekecil demikian sudah memiliki ilmu pedang yang
luar biasa. "Bagus!!!!"
Semuanya berteriak memuji ke arah bocah. Tetapi bocah adalah orang yang
sangat bingung. Dia merasa sangat janggal kali ini, dia menatap ke arah lantai
tiada bergerak.
Hanya 1 orang di lapangan demikian besar saja tahu apa yang sedang terjadi
dari tadinya. Seorang berpakaian compang-camping, yang sedari tadi sedang
melihat ke lantai. Dia menunjuk jauh ke arah sebuah pohon tinggi yang lebat
sekali daun dan tangkainya. Dengan suara serak dia memuji.
"Sungguh luar biasa sekali...
Di dunia masih terdapat ilmu pedang demikian..."
Dari atas pohon, Jieji melihat jelas orang yang menunjuknya. Dan dari suara, Jieji mendapat bahwa orang ini sedang berbicara kepadanya dengan suara energi.
Jieji dari tadi memang sedang memainkan kedua tangannya. Tangan kanan-nya
terlihat sedang menggenggam bocah sambil mengayun beberapa kali. Sedang
tangan kiri-nya bermain menggenggam tangan kiri bocah yang memegang
pedang. Thing-thing di atas pohon memang merasa tindakan Jieji aneh sekali sejak dia
berteriak sekali tadinya. Namun dia terus melihat ke arah bocah kemudiannya.
Dia pun heran secara tiba-tiba sebab bocah di tengah lapangan tiba-tiba menjadi seorang jago ilmu pedang.
Tunjukan jari seorang pria misterius "memaksa" semua orang di lapangan untuk melihat ke arah pohon lebat yang jauhnya ratusan kaki dari tempat mereka
semua berada. Merasa ada sesuatu hal yang aneh, para pendekar persilatan
yang terutama memiliki busur dan anak panah, segera memasang kuda-kuda
untuk memanah ke pohon yang ditunjuk.
Para pendekar di sini yang menguasai ilmu panah, terdiri dari 3 orang. Mereka
memanah ke arah ranting dan tangkai pohon besar itu. Tiga kali terdengar busur
direntangkan dan anak panah dilepas. Seiring lepasnya panah pesat, seiring itu
juga terdengar tiga kali sapokan sesuatu dari atas pohon.
Jieji merasa tidak mungkin lagi bersembunyi seperti demikian. Lantas dia turun
bersama Thing-thing dengan gerakan ringan tubuh tinggi. Tidak lama, dia sudah
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berada dekat dengan khalayak di sana.
Jieji hanya tertarik melihat dengan dekat seseorang. Seseorang pria misterius
yang sedari tadi tidak melihat ke arah mana-mana selain ke lantai.
"Saudara juga tidak kalah hebatnya. Hanya anda sendiri saja yang tahu bahwa yang tadinya adalah gerakan dari ilmu pedang..." tutur Jieji memuji dengan tersenyum kepadanya.
Tetapi pria misterius tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menunduk dan
terdengar suara senyumannya.
Seiring keluarnya suara Jieji, wanita di samping pria ini terlihat bertindak aneh.
Gerakan tubuhnya yang hampir tidak nampak, dilihat oleh Jieji. Dia segera
memandang wanita ini. Tetapi, dia tetap menundukkan kepalanya namun
tubuhnya terlihat bergoncang dan gemetaran beberapa saat.
Jieji segera berbalik badan ke arah khalayak ramai, tetapi dia tidak berkata
sepatah katapun kepada kesemuanya.
Kesemua orang sepertinya terlihat bingung memperhatikan seorang pemuda
dengan tinggi badan sekitar 6 kaki. Memakai pakaian seorang sastrawan,
dengan kipas sepanjang 20 inchi di tangan kirinya bergerak dengan tenang.
Tiada orang yang berniat menanyai siapa dirinya di sini.
Jieji berjalan pelan saja seakan di sana tiada orangnya. Lantas dia menghampiri ke arah bocah kecil.
"Siapa namamu adik kecil" Ilmu pedangmu memang luar biasa..."
Bocah yang merasa bahwa orang di depannya tentu bukanlah orang jahat.
Lantas dia menjawab sopan.
"Namaku Bao Guozhun. Terima kasih..."
Jieji segera beranjak ke tempat orang tua yang dikatakan adalah ayahnya Bao.
Langkah demi langkah ditempuhnya dengan mantap dan ketika dia mendekati
Bao tua. 3 Pesilat yang menjaganya berniat menyerangnya, tetapi kesemuanya
tidak begitu yakin akan kemampuan lawan di depannya. Dengan menotok titik
darah Bao tua yang sudah dikunci oleh ketiganya tadi, Jieji membimbing orang
tua tersebut berdiri. Bao tua berniat mengucapkan terima kasih, tetapi Jieji
segera menggandeng tangannya.
Ketiga orang pesilat tentu tidak terima akan tindakan Jieji yang dirasakan sangat kurang ajar itu. Demi melihat terbukanya serangan sebab punggung lawan sudah
terbuka untuk di serang dari belakang. Ketiganya tanpa basa basi langsung saja
menyerang hebat ke depan.
Tetapi tidak banyak yang tahu bagaimana kejadian selanjutnya. Sebab hanya
terdengar suara 3 kali tepukan. Jieji masih saja membelakangi mereka kesemua.
Kipas di tangannya memang terlihat memutar sekali satu lingkaran.
Alhasil, Ketiga pendekar ini menjadi sangat malu sebab pedang dan golok di tangan
mereka sudah "terbang" dan mendarat baik di atap balairung utama ruangan Wisma Langit dingin. Suara atap berlaga dengan senjata terdengar sesaat saja.
Tentu semua orang begitu tercenggang melihat hasil satu gerakan orang yang
diamati dengan sangat serius oleh kesemua orang disini.
Jieji tetap menggandeng Bao tua ke arah Bao kecil. Lantas setelah sampai, dia
berkata kepada kesemua orang di tengah.
"Aku memenangkan pertarungan. Jadi akulah yang berhak membawa mereka
berdua pergi."
Kesemua orang di sini terlihat diam saja, sebab 1 gerakan lawan saja sudah
membuat ketiga orang merasa tidak dapat berkutik.
Ketua partai Yijian adalah orang yang paling mendapat malu di sini. Namanya di
dunia persilatan sungguh terancam kali ini. Oleh karena itu, di antara kesemua
orang di sini maka dialah yang paling berniat untuk bertarung lagi.
Melihat seorang pemuda berumur 30-an sebenarnya dia tidaklah gentar. Tetapi
dia merasakan sesuatu yang masih sangat janggal akan serangannya tadinya
ketika melawan Bao kecil. Tetapi jika berhenti di sini, tentu membuat dia
membawa penasarannya kemanapun dia pergi. Dia sedang berpikir keras, dan
tidak melihat ke arah sekelilingnya lagi. Sampai suatu saat, sebuah suara betul mengagetkannya.
"Tidak ada gunanya kamu pikirkan. Kamu betul jauh di bawahku. Sebab
serangan-serangan pedangmu, dari pohon sebelah sana. Akulah yang
mengeliminasinya..." tutur suara pemuda sambil tersenyum kepadanya.
Lin terkejut luar biasa...
Pedang di tangannya langsung jatuh ke lantai. Dia mengamati ke arah Bao kecil.
Yang kemudian Bao kecil berkata.
"Betul paman...
Aku bukanlah seorang pesilat dan tidak pernah sekalipun belajar. Jadi semua
gaya silatku tadinya berkat bantuan paman ini..."
Semua orang di tengah tercenggang. Bagaimana dari jarak ratusan kaki pemuda
bisa mengontrol gerakan tubuh dan gerakan pedangnya. Tidak ada orang lagi
yang berniat menanyai lebih lanjut. Semuanya diam seribu bahasa tidak
menjawab. Disini, tidak ada orang yang tahu sesungguhnya siapa pemuda
sesungguhnya. Hanya 2 orang selain Thing-thing di sini yang mengenal Xia Jieji.
Bao kecil sudah beranjak dari tempatnya, dia berniat memberikan pedang
kembali kepada pemuda misterius yang menunduk. Tetapi kelihatan bahwa
pemuda misterius tidak berniat mengambilnya lagi. Dia menunjuk ke arah Xia
Jieji dengan tetap diam. Bao kecil mengerti apa maksud orang, lantas dia
memberikan pedang bersarung kepada Jieji sambil berkata bahwa pedang
diberikan kepadanya.
Jieji mengamati sebentar pedang pendek ini...
Panjangnya hanya sekitar lebih sedikit dari 2 kaki termasuk gagangnya. Sedikit
lebih pendek dari pedang Es rembulan ataupun pedang Ekor api.
Gagang dan sarung pedang sangat kotor sekali dan berkarat kesemuanya. Lebar
badan pedang termasuk sarung adalah 2 inchi. Dia mengamatinya sebentar, dan
melihat ke arah pemuda misterius. Lantas dia berterima kasih sambil memberi
hormat kepadanya.
Pemuda misterius hanya diam saja tidak menyahut.
Thing-thing agak heran mendapati Jieji memberi hormat kepada pemuda
misterius itu. Dia ikut melihat pedang yang "aneh" ini juga. Namun, dia tidak berniat menanyainya banyak hal. Lantas dengan menggandeng Bao kecil, dia
hendak keluar dari Wisma. Jieji yang melihat Thing-thing beranjak segera
tersenyum, dia juga ikut gadis segera keluar dari Wisma bersama Bao tua.
Sementara itu, semua khalayak diam tidak berani berkata banyak sampai Jieji
dan kawan-kawannya meninggalkan tempat cukup lama. Baru setelah itu,
semuanya saling menyalahkan 1 sama lainnya kenapa membiarkan mereka
pergi begitu saja. Biasanya memang pendekar persilatan yang suka main kerubut
selalu berpikir demikian. Di saat melawan musuh tangguh, tidak ada seorang pun
yang berani maju duluan.
"Kalau begitu kita ikuti saja mereka..."
Suara gaduh itu membuat kedua orang misterius tertawa sinis beberapa saat.
Lantas seiring suara tertawa biasa, keduanya tiba-tiba sudah hilang ditelan
angin. Kedua orang misterius ini memang membawa rasa yang kurang sedap terhadap
pendekar-pendekar persilatan di sini. Sebab ketika keduanya sampaipun, tiada
yang tahu benar bagaimana caranya. Sekarang keduanya pergi, tidak ada yang
tahu juga bagaimana keduanya meninggalkan tempat.
Jieji dan kawan-kawan hanya perlu waktu sesaat saja sudah sampai ke
penginapan. Sesudah kesemuanya mengganti baju. Keempat orang ini
berkumpul di dalam kamar.
Bao tua dan Bao kecil segera berlutut memberi hormat karena hari ini pemuda
tersebut telah menolong mereka berdua.
"Tidak perlu terlalu berbasa-basi..." sahut Jieji sambil membimbing keduanya berdiri dan meminta mereka berdua duduk di kursi.
Jieji mengamati ke arah Bao kecil, dia menanyainya segera.
"Saudara kecil...
Bagaimana kamu bisa memperagakan Ilmu pedang yang terlihat sangat aneh
itu" Dan dimana sesungguhnya saudara kecil mempelajarinya?"
Bao kecil yang merasa bahwa Jieji menolongnya dengan segenap hati, lantas
saja jujur berkata.
"Ilmu pedang ini diperlihatkan kepadaku oleh seseorang ibu yang umurnya
mungkin 50 tahunan dan seorang kakak cantik . Tetapi yang membawaku
kesana adalah seorang kakak cantik yang kecantikannya luar biasa. Aku berada
di Puncak gunung Heng Shan selatan saat itu."
Jieji berpikir sesaat mendengar perkataan Bao kecil. Sambil bercanda, dia
menunjuk ke arah Huo Thing-thing.
"Kakak cantik yang adik kecil maksud itu seperti apa" Kecantikannya jika
dibanding dengan kakak ini bagaimana?"
Thing-thing segera merasa malu ketika Jieji menanyai Bao kecil dengan cara
demikian. Bao segera melihat ke arah Thing-thing yang malu menunduk. Lantas dia
berkata. "Kakak itu...
Pembawaannya memang tidak setinggi kakak ini... Mungkin tingginya hampir
seimbang dengan ayah saja. Pakaiannya putih, wajahnya putih bagaikan salju.
Suaranya sangatlah lembut, Matanya indah sekali. Hidungnya tidak semancung
kakak di sini. Tetapi...
Jika dibandingkan, maka kakak di sana... Lebih... Lebih cantik..." tutur Bao sambil terlihat malu.
Jieji terkejut mendengar perkataan Bao. Dia hanya mengira-ngira awalnya
mungkin Yunying.
"Apa mungkin Wu Yunying?" tanya Thing-thing sesegera kepada Jieji.
Jieji berpikir tidak mungkin, sambil tersenyum tawar dia bertanya.
"Sudah berapa lama kejadiannya?"
"Sekitar 6 bulan lalu." jawab Bao kecil.
"1/2 tahun lalu, aku dan Yunying masih berada di daerah barat." tutur Jieji sambil melihat ke arah Thing-thing.
Bao segera mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Terlihat sebuah gulungan
kain yang basah oleh air hujan tadinya.
"Ini adalah barang pemberian kakak yang cantik itu... Dia berkata, untuk
memberikannya kepada seseorang yang menolongku di saat kesusahan
nantinya."
Jieji menjemput dengan kedua tangannya. Lantas dia buka segera gulungan kain
putih itu. Dengan begitu, terlihatlah sebuah lukisan yang sangat indah.
Tetapi... Lukisan yang terlihat indah ini bukannya membuat Jieji gembira atau
berperasaan lain, dia segera terkejut luar biasa sekali mendapatinya.
Tetapi rasa terkejutnya ini segera sirna digantikan rasa penasaran yang
berlebihan. Dia menggunakan jari tangannya meraba ke kain beberapa lama.
Lantas dia berdiri tegak menatap ke atap langit ruangan dan tertawa cukup
keras. 137 BAB CXXXVII
Bersambung Pendekar Sakti 21 Kilas Balik Merah Salju Karya Gu Long Panji Wulung 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama